repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/isi.pdf · iii pengantar rektor iain...

357
ISLAMIC FINANCE AND PHILANTHROPY SHARING EXPERIENCE BETWEEN MALAYSIA AND INDONESIA

Upload: phamnguyet

Post on 27-Jun-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

ISLAMIC FINANCE AND PHILANTHROPY

SHARING EXPERIENCE BETWEEN MALAYSIA AND INDONESIA

fills this gap. It presents a wide range of articles on Islamic finance and

no single article makes comparison on Islamic philanthropy and finance in

This volume thus presents “insider perspective” about Islamic finance and

nesia. As revealed religion, Islam is believed to offer a way of life, compre

Page 2: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Islamic Finance And Philanthropy:

Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

Copyright © 2015

Editor:

Fahrurrozi;

Mohamad Abdun Nasir

Lukmanul Hakim

Lay out:

Sanabil Design & Art

Desain Sampul :

Sanabil Design & Art

Cetakan I : April 2015

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

All Right Reserved

Kerjasama

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram dengan

Universiti Teknologi Mara (UiTM) Malaysia

Page 3: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan
Page 4: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

iii

PENGANTAR

REKTOR IAIN MATARAM

Bismillahirrahmanirrahim

Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan puji syukur kehadirat ke Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas segala rahmat dan nikmat yang telah diberikan-Nya kepada kita, maka buku ini dapat dapat hadir sesuai tepat waktu.

Sholawat dan salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW, Nabi akhir zaman pembawa risalah kenabian sebagai pedoman hidup manusia sampai akhir.

Seperti kita ketahui bahwa sebagai implementasi dari visi besar IAIN Mataram adalah menjadi Perguruan Tinggi Islam terkemuka di wilayah Indonesia Timur dan memberikan kontribusi nyata, bagi bangsa dan negara, IAIN Mataram terus berbenah diri semaksimal mungkin.

Guna mencapai visi ideal tersebut, IAIN Mataram tidak hanya memperkuat bangunan fisik kampus, tetapi juga memperkuat non fisik seperti sudah mengirim sekitar 60 dosen mengambil program doktor ke dalam dan luar negeri. Sekarang IAIN Mataram sudah mempunyai lebih 40 tenaga pengajar yang bergelar doktor dan guru besar. Selain itu yang lebih penting adalah IAIN Mataram, tetapi telah menetapkan peta jalan (road map) pengembangan kampus yang terbagi dalam tiga tahapan, yaitu tahap pertama, disebut sebagai well establish institution, tahap kedua, kampus ini akan diperhitungkan di tingkat regional asia tenggara (regional recognition) dan tahap ketiga, akan menjadi kampus yang mendapat pengakuan internasional (international recognitions). Untuk mencapai pengakuan ini ini, maka diperlukan kerjasama komprehensif (Memorandum of Understanding) dengan berbagai Perguruan

Page 5: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

iv

Tinggi Ternama di dunia, salah satunya dengan Universitas Teknologi Mara ((UiTM) Melaka Malaysia.

Implementasi kerjasama IAIN Mataram dengan UiTM Malaysia dilakukan dengan berbagai kegiatan seperti International Conference and Graduate Workshop, yang pernah dilakukan di UiTM, antara 2-8 Desember Tahun 2014. Penerbitan buku ini,dengan fokus utama masalah Islamic Finance and Philantrophy merupakan hasil Seminar internasional tersebut, dengan penulis dari kedua belah pihak.

Atas nama rektor dan civitas akademika IAIN Mataram menyambut baik terbitnya buku ini sebagai rekam akademik kerjasama IAIN Mataram dan UiTM Melaka Malaysia. Begitu juga kami berterima kasih kepada semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah berpartisipasi dan memberikan kontribusi terhadap kesuksesan terbitnya buku ini, khususnya kepada unsur pimpinan IAIN Mataram, PIU IsDB IAIN Mataram, pimpinan Universitas Teknologi Mara Melaka Malaysia, para penulis dan editor buku ini.

Kehadiran buku ini bukan untuk dikekalkan apalagi disakralkan tetapi sebagai bacaan akademik yang secara terus menerus untuk diperbaiki dan disempurnakan dari waktu ke waktu. Tugas sejarah dan keilmuan IAIN Mataram ini belum selesai, sehingga perlu ada kesinambungana agar dapat menghadapi tantangan global. Buku ini tentu saja masih belum sempurna, dan masih akan terus diperbaiki. Karena itu kritik dan saran dari semua pihak masih sangat diharapkan demi perbaikan buku ini. Terimakasih.

Mataram, 2 April 2015

Rektor,

Dr. H. Nashuddin, M.PdNIP. 195212311986031011

Page 6: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

v

DAFTAR ISI

Pengantar Rektor IAIN Mataram ~ iii

Daftar Isi ~ v

Chapter One:Law And Philanthropy In Malaysia And Indonesia

Does Law Enforcement Influence Compliance Behavior Of Business Zakat Among Smes?: An Evidence Via Rasch Measurement Model ~ 3Prof. Madya Dr Arifin Mad Salleh, Mohd Rahim Khamisdan Abdol Samad Nawi

Pendermaan Organ Di Malaysia: Di Mana Hala Tujunya ~ 29Siti Rohana Daud, Mukhiffun Mukapit, Intan Liana Suhaime, Jumaelya Jogeran, Nani Shuhada Sihat dan Hafisah Yaakob

Pembinaan Tamadun Melalui Filantropi Islam ~ 41Norajila Binti Che Man, Norafifah Binti Ab Hamid dan Nor Azlina Binti Abd Wahab

A Pattern Of Reasoning Amongst Scholars Of The Main Schools Of Jurisprudence: A Case Of Ar-Rahn’s Definition ~ 57Dziauddin Sharif, Amir Shaharuddin and Nurul Aini Muhamed

Page 7: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

vi

Why Investors Put Money In Stock Market? An Empirical Investigation ~ 75Shafinar Ismail, Niknorizzaty And Nikmd Nor Suhaimi

Dakwah Transformatif Dan Filantropi Islam: Peluang Dan Tantangan Dalam Mensejahterakan Masyarakat ~ 95Dr. H.Fahrurrozi, MA

Wajah Baru Filantropi Islam Di Indonesia ~ 123Masnun Tahir

Optimalisasi Pengelolaan Zakat Melalui Lembaga Filantropi Islam Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Pesantren Di Indonesia ~ 147H. Sahrah

Kajian Amalan Berwaqaf DAlam Kalangan Pejawat Awam: Kajian Kes Di UiTM Melaka ~ 167Prof. Madya Dr. S. Salahudin Suyurno, Maymunah Ismail, Shahiszan Ismail, Saloma Mohd Yusoff, Maizatul Saadiah Mohammad dan Fatimah Hashim

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Zakat Perniagaan Di Wilayah Persekutuan ~ 185Hamidah Binti Muhd Irpan, Abd Halim Mohd Noor, Arifin Md Salleh & Abu Hassan Shaari Md Noor

Chapter Two: Islamic Finance: Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

Gunapakai Uruf Emas Di Malaysia ~ 199Noormala Rabu, Abdullah Hj Said, Zainal Fikri Zamzuri

Pelaksanaan Csr Di Ipta: Sorotan Awal Kajian Di UiTM ~ 207Norajila Binti Che Man, Nor Azlina Binti Abd Wahab, Norafifah Binti Ab Hamid Dan Nurul Izza Binti Ahad

Page 8: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

vii

Pemberian Hibah Sebagai Struktur Perancangan Harta Umat Islam: Pengaplikasiannya Di Kalangan Masyarakat Islam Di Malaysia ~ 225Marziana Bt. Abd. Malib, Mimi Sofiah Bt. Ahmad Mustafa Salmiah Binti Salleh Dan Aliyah Abdullah

Pengurusan Wakaf Tanah Di Melaka: Satu Kajian Konsep ~ 265Zunaidah Ab Hasan, Khalilah Ibrahim, Noor Azzura Mohamed, Azhana Othman

Permohonan Zakat Yang Ditolak oleh Pusat Zakat: Satu Analisis ~ 281Azhana Othman

The Importance Of Family TakAful Scheme to Zakat Beneiciaries In Malaysia ~ 289Norfaezah Mohd Shahren, Prof Madya Dr.Rozman Hj Md Yusof, Prof Madya Dr. Abd Halim Mohd Noor,Norida Abu Bakar, dan Nurul Aida Harun

Peran Zakat Dalam Mengentaskan Kemiskinan Di Indonesia ~ 307Muh. Idris

Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam Untuk Menunjang Ekonomi Daerah ~ 317Suhirman

Maklumbalas Amalan Pengurusan Tauhidik Asnaf Fi Sabilillah Terhadap Lembaga Zakat Selangor ~ 337Ismail Ahmad, Hajar Bin Opir, S. Salahudin Suyurno, Siti Akmar

Page 9: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan
Page 10: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

CHAPTER ONE:

LAW AND PHILANTHROPY

IN MALAYSIA AND INDONESIA

Page 11: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan
Page 12: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

3

Does Law Enforcement Influence Compliance Behavior of Business Zakat among SMEs?: An

Evidence Via Rasch Measurement Model1

Prof. Madya Dr Ariin Mad Salleh, Mohd Rahim Khamis dan Abdol Samad Nawi

Introducion

Zakat is one of the pillars of Islam and part of the ibadah required of all Muslim individuals. Throughout the years, the concept of zakat has been revolutionized and it is now considered as one of the important sources of Islamic economic development, acting as a source of financial seed to jump-start the economy of the Muslim community (Anita Md Sharif, Wan Noor Hazlina Wan Jusoh, Norudin Mansor, & Kamaruzaman Jusoff, 2011). As such, it is mandatory that every Muslim individual who satisfies the required conditions pays zakat, to ensure that zakat is able to fulfil its role in the development of the economic Muslim community. Generally, Muslims pay a serious attention to the obligation to pay zakat al-fitr (Hasan Baharom & Sahnaz Saidu, 2004; Mohd Shah Che Ahmad, 2011, December 28) and readily fulfil this obligation since it has long been associated with the traditional practices of Ramadhan (Mohamed Abdul Wahab et al., 1995).

1Mohd Rahim Khamis (Corresponding author) Universiti Teknologi MARA, 40450 Shah Alam, Selangor, MALAYSIATel: +6019-6699221 E-mail: [email protected]. Arifin Mad Salleh Faculty of Business Management, Universiti Teknologi MARA, 78000 Alor Gajah, Melaka, MALAYSIA Tel: +603-55442402 E-mail: [email protected]. Abdol Samad Nawi Rector, Universiti Teknologi MARA, 23000 Dungun, Terengganu, MALAYSIA Tel: +603-55442402 E-mail: [email protected]

Page 13: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One4

However, the same cannot be said about paying zakat on wealth, especially for business zakat as there are various issues which are still hotly debated among zakat practitioners (Ram Al-Jaffri Saad, 2010a). Among the issues that need to be clarified include law enforcement of zakat payment, the company status or entity, the rules and regulations especially fatwa and other matters related to business zakat. Even though the obligatory payment of business zakat is clearly stated in the Holy Qur’an and other sources, some Muslims business community still lack awareness or are still confused about the subject of zakat obligation. Hence, the prevailing question that needs to be answered is why the Muslim community appears to be resisting payment of business zakat. It also begets the question why this could happen in Malaysia as the obligation to abide by business zakat is explicitly stated in the Holy Qur’an (Halizah Md Arif, Kasumalinda Alwi, & Agoos Munalis Tahir, 2011) and religious experts (ulama’) concord on the obligation.

In Malaysia scenario, there have various factors influence Muslim individual to comply pay zakat as revealed by previous studies (Kamil Md Idris, 2002, 2004, 2009; Raedah Sapingin, Noormala Ahmad, & Marziana Mohamad, 2011; Sanep Ahmad, Nor Ghani Md Nor, & Zulkifli Daud, 2011; Sanep Ahmad & Zulkifli Daud, 2010; Zainol Bidin & Kamil Md Idris, 2008; Zainol Bidin, Kamil Md Idris, & Faridahwati Mohd Shamsudin, 2009; Zulkifli Daud, 2011). The familiar factors frequency discussed in the scenario of zakat is law enforcement since it to ensure compliance in individuals and important method in safeguarding the ruling organization’s jurisdiction (Mohd Ali Baharom, 1989). With a number of acts have been gazetted in order to attract many more Muslim individuals and business entrepreneurs to comply with paying zakat as required in Islam, most studies have revealed the relationship between law enforcement and compliance behavior of zakat on income (Kamil Md Idris, 2002, 2004; Mohamad Alayuddin Che Hasan, 2008). However, in the scenario of compliance behavior of business zakat, the issue needs to further clarification either law enforcement influence Muslim business community to comply pay business zakat since lack of study focused on this issue. As such, this study assumes that the law enforcement have a positive influence on compliance behavior

Page 14: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

5 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

of business zakat. Yet, the relationship has not been empirically investigated due to the scope of studies by previous researchers that mainly focused on zakat on income. Hence, the purpose of this study is to identify either religious practices influence compliance behaviour of business zakat among SMEs.

Zakat Laws in Malaysia

According to clause 74(1) (2) of the Federal Constitution, the Parliament and the State Legislature Body have the power or authority to regulate the laws associated with Islamic religious matters including zakat. From this clause, the laws of zakat have been codified in the State Islamic Religious Administration of every state. For Wilayah Persekutuan, these laws were admitted under the Islamic Administration Law Act (Wilayah-wilayah Persekutuan) 1993 (Act 505) (Pusat Pungutan Zakat, 2007). Accordingly, the state government is vested with the authority to develop a centre for the management of related religious issues including zakat management. This means the federal government has no power and responsibility on all zakat matters in the states except for those states without Sultans presiding over them.

Presently, two states, Kedah and Sabah, have been granted the status specifically on zakat (Kamil Md Idris, 2002; Pusat Pungutan Zakat, 2007) and both these states used the Zakat State Enactment in managing the zakat issues. Kedah introduced the Enakmen Zakat Kedah 1374 (1955) (N0.4 1955) while Sabah introduced the Enakmen Zakat dan Fitrah Sabah 1993 (No.6 1993). Kedah’s enactment has received several amendments while Sabah’s enactment is the most organized and systematic (Pusat Pungutan Zakat, 2007). The purpose of the implementation of zakat enactment is to ensure the Muslim community fulfils their responsibility by paying the zakat. In addition, several subsidiary legislations were established by every state in Malaysia to ensure constancy in zakat matters such as the Perak Regulations of Zakat and Fitrah 1975, Johor Regulations of Zakat and Fitrah 1962, Negeri Sembilan Fitrah Methods 1962 and others. To date, Selangor has declared 17 enactments regarding zakat and fitr while Pahang is yet to declare any zakat enactments.

Page 15: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One6

Law Enforcement and Compliance Behavior of Zakat

Law enforcement acts as a mechanism to ensure compliance with the rules and regulations enforced by the authorities. It is also closely related with the discussion regarding compliance behavior as various studies have revealed the significant relationship between law enforcement and compliance behavior either in zakat (Kamil Md Idris, 2002, 2004; Kamil Md Idris & Ahmad Mahdzan Ayob, 2001; Mohamad Alayuddin Che Hasan, 2008; Nur Azura Sanusi, Norazlina Abd Wahab, & Nor Fadzlin Mohammad Bahar, 2005) or taxation (Allingham & Sandmo, 1972; Chan, Troutman, & O’Bryan, 2000; Fischer, Wartick, & Mark, 1992). According to Kamil Md Idris (2002) the purpose of law enforcement is to control and ensure that all individuals act in accordance with the law. The positive perceptions held by Muslim individuals about zakat law affect compliance in zakat. However, it must be implemented effectively because without effective law enforcement such as imposing penalties and fines, instructions or regulations from the organization would not be taken seriously by the individual. Other than that, as an implementer, the authorities need to enforce laws that are concise and easily understood by the general public. This is because if the law is too complicated, understanding will be affected thus increasing non-compliance (Brand, 1996). This is especially true for individuals who possess low knowledge levels (Kirchler, Muehlbacher, Kastlunger, & Wahl, 2008). Regulations that are unclear further complicate the system which ultimately contributes to non-compliance (Kamil Md Idris, 2002). Because of this, the implementation of law enforcement must be effective in order to positively influence compliance (Riahi-Belkaoui, 2004).

Most studies have revealed the relationship between law enforcement and compliance behavior and it is noted that law enforcement is a determining factor in zakat compliance behavior (Kamil Md Idris, 2002, 2009; Mohamad Alayuddin Che Hasan, 2008). As suggested by Mohamad Alayuddin Che Hasan (2008) without specific laws on zakat, the already diminishing zakat collection will decrease further. This emphasizes the important role that law enforcement plays in influencing zakat compliance in the Muslim community. However, to ensure that law enforcement

Page 16: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

7 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

influences individuals to comply with zakat, law enforcement must be implemented clearly; encompassing all types of zakat, fines and penalties. This is because individuals will comply with regulations if they know they will charge with penalties and fines if caught evading zakat. As a consequence, the level of compliance amongst Muslim individual will increase (Kamil Md Idris, 2004).

Even though previous studies showed that law enforcement is a factor influencing zakat compliance, Zulkifli Daud (2011) revealed that law enforcement is insignificant in influencing zakat compliance through official channels. In his view, law enforcement cannot be viewed as the main factor in influencing compliance and may not be the best strategy to increase compliance in individuals. As it is believed most individuals are knowledgeable about the obligation of Muslims to pay zakat, knowledge on zakat coupled with high religiosity levels are viewed as stronger influencers on compliance if compared to law enforcement. This has been supported by Ram Al-Jaffri Saad (2010a) who demonstrated no relationship between law enforcement and compliance behavior of business zakat in Kedah.

Methodology

In terms of research design, a quantitative approach was adopted for the process of data collected. These factors were measured through multi-item measurement using the five-point Likert rating scale adapted from previous studies. The population of this study consists of a group of small and medium business owners in Selangor registered with the Malaysian Selangor Malay Chamber of Commerce (DPMMNS) in nine territories and representing six major categories. The sampling technique applied in this study is the proportionate stratified random sampling technique which was conducted on the nine territories in Selangor. The population was divided into groups based on districts in Selangor. This technique was chosen due to the large numbers of small and medium entrepreneurs in Selangor and because they were geographically dispersed. After the population had been stratified based on district, a sample of members of each district was selected based on simple random sampling. This is because in simple random sampling, all respondents in

Page 17: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One8

the population have a chance to be selected. In collecting data for this study, the instrument used was a set of questionnaires delivered to all selected respondents. A total of 600 questionnaires were distributed. The data was then analyzed using descriptive statistics and Rasch Measurement Model.

Findings

Data analysis in this study involved a two-stage process. The first stage of data analysis was conducted through descriptive statistics and the second stage through Rasch Measurement Model in order to fulfil the objective of this study. Based on the 600 sets of questionnaires distributed, 315 sets of questionnaires returned. 39 sets of questionnaires were rejected due to incomplete answers and unanswered questionnaires. As such, just 276 sets of questionnaires were analyzed. This number is satisfactory for the purposes of factor analysis as suggested by Coakes and Ong (2011) who mentioned a sample size of more than 200 as adequate.

Descripive Staisics

Table 1 shows the descriptive statistics for the demographic variable presented by the business profile. This variable comprises the following: business location which is represented by nine districts in Selangor, the age of the firm which is divided into four groups, business sector which is divided into six major business sectors as classified by DPMMNS and business category which is represented by four main categories based on classification by DPMMNS. Out of 276 respondents, 22.8 percent (the majority) operated their businesses in Kuala Selangor. With regard to the age of a firm, 38.8 percent (the majority) respondents had operated their business for more than 10 years. 34.4 per cent (the most) respondents were in the services and utilities sector and 64.9 per cent (the majority) respondents operated their businesses as enterprises compared to other business categories.

Page 18: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

9 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

Table 1: Descriptive Statistics for Respondents’ Profile

Business Proile Frequency Percent

Business LocationNorthern 85 30.8

Southern 49 17.8

Eastern 34 12.3

Western 108 39.8

Age of FirmBelow 3 years 78 28.3

4 years to 6 years 36 13.0

7 years to 9 years 55 19.9

Above 10 years 107 38.8

Business SectorServices and utilities 95 34.4

Agricultural 25 9.1

Property and building 45 16.3

Technology 17 6.2

Manufacturing 20 7.2

Retailing and wholesaling 74 26.8

Business CategoryEnterprise 179 64.9

Partnership 36 13.0

Sole Proprietor 56 20.3

Cooperative 5 1.8

Rasch Measurement Model

The second process of data analysis in this study employed the Rasch Measurement Model. At this stage, the analysis only focused on several aspects to achieve the objectives of this study. These include analysis on the items and persons fit. The outcomes were projected in the form of summary statistics and Person Item Distribution Map (PIDM).

Page 19: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One10

Summary staisics

The results of the 276 responses to the assessment survey were tabulated and analyzed. The summary statistics in Table 2 shows a total of 2192 data points from 276 respondents on the eight items measured. The 2192 data points described was large enough to remain useful and stable as person measure estimates and to obtain useful and stable item calibrations. This generated a chi-square value of 4010.08 with degree of freedom of 1908 and p=0.000. The Cronbach alpha (…) value was at 0.83 which is considered sufficient and acceptable since the required value of Cronbach alpha is 0.50 (Churchill, 1979; George & Mallery, 2003; Helmstadter, 1966; Marino & Stuart, 2005; Nunnally, 1967).The person reliability was at 0.78 which is deemed ‘fair’ reliability (Fisher, 2007) and explains the stability and validity of the person responding. Item reliability was at 0.98 which is about ‘excellent’ reliability and describes that the assessment task can be classified according to the person ability and difficulty of the task for law enforcement. Other than that, person separation index was at a low index at 1.91, showing the spread of persons along a range and item separation index was at 6.65 which is ‘excellent’ separation index, indicating a larger range of items than for persons, and a broader range of item difficulty.

Table 2: Summary Statistics for Law Enforcement

Persons Measured

T o t a l Score

CountM e a -sure

Mod-el er-ror

Init Outit

MNSQ ZSTD MNSQ ZSTD

Mean 26.7 8.0 .72 .58 1.01 -.3 1.00 -.3

S.D 4.3 .0 1.47 .05 1.01 1.7 .99 1.7

Max 39.0 8.0 6.16 1.08 6.47 5.3 6.43 5.3

Min 9.0 8.0 -5.68 .53 .53 -2.9 .14 -2.9

Real RMSE .68 True SD 1.30 Separation 1.91 Person Reliability .78

Model RMSE .59 True SD 1.35 Separation 2.30 Person Reliability .84

S.E. of Person MEAN = .10

Person RAW SCORE-TO-MEASURE CORRELATION = .99 CRONBACH ALPHA (KR-20) Person RAW SCORE “TEST” RELIABILITY = .83

Page 20: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

11 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

Items Measured

T o t a l Score

CountM e a -sure

Model error

Init Outit

MNSQ ZSTD MNSQ ZSTD

Mean 925.8 276.0 .00 .10 .99 -.4 1.00 -.3

S.D 70.4 .0 .69 .00 .25 2.8 .69 2.8

Max 1043.0 276.0 .78 .10 1.55 5.6 1.58 5.8

Min 845.0 276.0 -1.18 .10 .75 -3.2 .73 -3.5

Model RMSE .10 True SD .69 Separation 6.94 Item Reliability .98

Model RMSE .10 True SD .69 Separation 6.94 Item Reliability .98

S.E. of Person MEAN = 0.76

2192 Data points. Log-likelihood Chi-square: 4010.08 with 1908 d.f p=.000

Items polarity and misfit

Item polarity is an indicator used to show the items are in line with the construct measurement and it is based on point measure correlation (PtMea Corr). The measurement with a positive index for all items shows correlation with the construct. Measurements with a negative index highlight the items that need to be re-examined for removal or rephrasing as it has elicited careless responses (Mohd Kashfi Mohd Jailani, 2011). In addition, the analysis to identify the misfit items, three indicators such as point measure correlation value (PtMea Corr), mean square (MNSQ) and Z-standardized (ZSTD) are utilized. According to Azrilah Abdul Aziz (2011) there are three criteria to be considered in examining the outfit data. The item are considered to be misfit with the model if the point measure correlation (PtMea Corr) is larger than 0.4 and less than 0.85 (0.4 <PtMea Corr < 0.85), the outfit mean square (MNSQ) is larger than 0.5 and less than 1.5 (0.5<MNSQ<1.5) and the outfit Z-standard (ZSTD) is larger than -2 and less than +2. The three criteria must be fulfilled in identifying the outfit or outliers in the data. Hence, based on the item polarity and misfit as shown in table 3 revealed that all eight items constructed with the positive value of point measure correlation coefficient (PtMea Corr) indicating that all

Page 21: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One12

items measured were in the same direction in the development of the construct. For item misfit, none of the eights items were identified as misfits as they did not fulfill the three criteria of misfit responses. This indicated that all the respondents’ responses fit with the Rasch Measurement Model.

Table 3: Item Polarity and Misfit for Law Enforcement

Entry NoOutit P t M e a

C o r r (PMC)

ItemMNSQ ZSTD

6 0.97 -0.2 0.75 LE06

5 0.95 -0.4 0.72 LE05

7 1.33 2.8 0.56 LE07

3 0.88 -1.1 0.73 LE03

2 0.81 -1.8 0.77 LE02

8 1.28 2.4 0.61 LE08

1 0.77 -2.2 0.73 LE01

4 0.94 -0.5 0.63 LE04

Mean 0.99 -0.1

S.D. 0.19 1.7

S.D 70.4 .0 .69 .00 .25 2.8 .69 2.8

Max 1043.0 276.0 .78 .10 1.55 5.6 1.58 5.8

Min 845.0 276.0 -1.18 .10 .75 -3.2 .73 -3.5

Model RMSE .10 True SD .69 Separation 6.94 Item Reliability .98

Model RMSE .10 True SD .69 Separation 6.94 Item Reliability .98

S.E. of Person MEAN = 0.76

2192 Data points. Log-likelihood Chi-square: 4010.08 with 1908 d.f p=.000

Person Misit

Person misfit was conducted to identify any respondents in misfit situations. This analysis to ensure that the 276 respondents’ responses were in fit conditions and response accurately. Based on criteria for misfit respondents; point measure correlation (PtMea Corr) is larger than 0.4 and less than 0.85 (0.4 <PtMea Corr < 0.85), the outfit mean square (MNSQ) is larger than 0.5

Page 22: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

13 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

and less than 1.5 (0.5<MNSQ<1.5) and the outfit Z-standard (ZSTD) is larger than -2 and less than +2 (Azrilah Abdul Aziz, 2011) , the results on person misfit revealed 97 respondents as misfit respondents since they fulfilled the three indicators of misfit persons as shown in table 4. This meant that the 97 misfit respondents could not have their perceptions precisely measured by the items in measuring law enforcement. Thus, from the 276 respondents, only 179 respondents fit with the Rasch Model.

Table 4: Person Misfit for Religious Practices

Entry NoOutit PtMea Corr

(PMC)Person

MNSQ ZSTD

4 0.19 -2.4 0.00 1221

6 3.97 3.7 -0.18 4121

9 0.15 -2.6 0.00 1121

15 Maximum Measure 4122

17 2.74 2.6 0.08 3121

18 0.16 -2.7 0.00 4221

19 Maximum Measure 4222

21 2.62 2.4 0.08 3121

24 0.15 -2.6 0.00 3221

28 2.38 2.2 0.17 3114

29 0.15 -2.6 0.00 1221

38 0.19 -2.4 0.00 1214

39 0.22 -2.2 0.92 2114

42 0.21 -2.3 0.89 1211

43 Maximum Measure 1224

44 2.30 2.1 -0.11 2224

46 2.73 2.5 0.34 4221

49 Maximum Measure 3223

50 2.73 2.5 0.34 3221

52 0.15 -2.6 0.00 1121

53 0.22 -2.2 0.92 3123

55 Maximum Measure 1121

Page 23: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One14

56 Maximum Measure 2222

57 0.19 -2.4 0.00 1221

62 0.22 -2.2 0.92 4221

63 0.22 -2.2 0.92 4223

72 Maximum Measure 4222

79 Maximum Measure 4121

80 2.48 2.3 0.02 4121

84 Maximum Measure 4123

86 0.22 -2.5 0.00 1121

88 0.15 -2.6 0.00 4221

90 0.19 -2.4 0.00 1123

91 Maximum Measure 3123

93 0.19 -2.4 0.00 2224

95 0.15 -2.6 0.00 3224

96 0.19 -2.4 0.00 4224

98 Maximum Measure 4214

100 Maximum Measure 3224

103 0.15 -2.6 0.00 4224

104 Maximum Measure 4224

106 Maximum Measure 1223

109 Maximum Measure 4224

110 Maximum Measure 4221

111 5.86 4.9 -0.11 4123

112 0.14 -2.9 0.89 1221

119 0.14 -2.8 0.92 1212

123 0.14 -2.9 0.89 1223

124 0.14 -2.8 0.92 1211

135 2.88 2.7 0.35 3222

139 2.88 2.7 0.35 3222

142 2.88 2.7 0.35 3222

143 2.88 2.7 0.35 3121

144 2.88 2.7 0.35 3222

147 2.88 2.7 0.35 3222

Page 24: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

15 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

149 2.88 2.7 0.35 3222

150 0.19 -2.4 0.00 2221

152 2.88 2.7 0.35 3222

156 2.88 2.7 0.35 3222

158 2.88 2.7 -0.13 4121

159 Maximum Measure 4124

160 0.15 -2.6 0.00 1121

161 Maximum Measure 4123

162 0.19 -2.4 0.00 2123

174 2.53 2.4 0.16 1121

176 0.15 -2.6 0.00 1123

177 Maximum Measure 2123

182 Maximum Measure 1213

184 2.54 2.5 -0.13 1123

185 2.55 2.4 0.27 2224

186 0.15 -2.6 0.00 4123

187 Maximum Measure 1223

196 0.19 -2.4 0.00 4121

200 0.22 -2.2 0.92 1223

201 0.19 -2.4 0.00 3121

204 0.22 -2.2 0.92 4123

207 0.19 -2.4 0.00 4222

210 0.15 -2.6 0.00 4123

211 Maximum Measure 1123

218 Maximum Measure 3111

219 Maximum Measure 2121

223 0.19 -2.4 0.00 3123

225 Maximum Measure 4121

227 Maximum Measure 3221

230 0.19 -2.4 0.00 1224

237 4.81 4.2 -0.78 4123

240 Maximum Measure 4123

Page 25: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One16

251 Maximum Measure 3222

254 0.19 -2.4 0.00 1221

257 Maximum Measure 4221

266 3.21 3.0 0.36 4122

267 2.68 2.5 0.18 2124

268 3.07 2.9 0.31 4121

270 0.15 -2.6 0.00 4122

273 0.19 -2.4 0.00 4224

274 0.22 -2.5 0.00 4224

275 0.22 -2.2 0.92 4123

Moreover, after the misfit respondent identification process, a new analysis should be conducted to identify whether some aspects showed better value compared to those before. The new analysis represented in table 5 reveals that the value of Cronbach alpha was higher at 0.84 compared to before (0.83) which is considered acceptable reliability in measuring law enforcement as one of the factors determining compliance behavior of business zakat. The person reliability index was given at 0.83 which is a good reliability value (Fisher, 2007) and item reliability index was at 0.99 which denotes excellent reliability value. This indicates that the assessment of law enforcement can discriminate between the person capability and difficulty of the task. Both values increased from 0.78 to 0.83 and 1.91 to 2.23 respectively. The 2.23 for Person separation index showed the spread of persons along a range. Item reliability and separation index was at 0.99 and 8.11 respectively, higher than the index value before removal of misfit responses. The 8.11 for item separation index which is considered ‘excellent’ infers a larger range of items than for persons, and a broader range of item difficulty.

Table 5: Final Analysis for Law Enforcement

Before identifying After identifying

misit respondents misit respondents

Cronbach Alpha 0.83 0.84

Person Reliability Index 0.78 0.83

Page 26: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

17 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

Person Separation Index 1.91 2.23

Person Mean 0.72 0.80

Person S.D 1.47 1.75

Person Max 6.16 7.21

Person Min -5.68 -6.83

Item Reliability Index 0.98 0.99

Item Separation Index 6.65 8.11

Item Mean 0.00 0.00

Item S.D 0.69 1.13

Item Max 0.78 1.37

Item Min -1.18 -1.78

Person Item Distribuion Map (PIDM)

In the meantime, the appropriate calibration of person responses on the law enforcement can be identified through the Person Item Distribution Map (PIDM) as shown in table 5. The table shows the Mean

item was at 0.00logit and the Mean

person was at

0.80logit. In calculating the respondents’ ability when the Meanitem

is at 0.00logit, substituting the measurement into Rasch formula of probability yielded equation (39) at 0.6891. This indicates that on average 68.91 percent of the 179 SMEs entrepreneurs had the ability to successfully complete the measurement instrument used to measure law enforcement. The table also shows person maximum value was at +7.21logit and the minimum was -6.83logit while item maximum value was +1.37logit and the minimum value was -1.78logit. The length of persons measurement became +7.21logit - (-6.83logit) =14.04logit and the scale for item at +1.37logit - (-1.78logit) = 3.15logit. It indicates that the scale of persons measurement was larger than the scale of items measurement and the lack of scale person measurement for item measure was at 14.04logit-3.15logit=10.89logit. The 14.04logit difference between maximum and minimum person over a standard deviation was at 1.75. The logit value illustrates a huge spread of SME entrepreneurs with expected compliance behavior. On the other hand, the 3.15logit difference between maximum and minimum items was over a standard deviation of 1.13. This shows the spread of items where some of the items were out of target. This indicates that

Page 27: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One18

none of the SME entrepreneurs responded to the assessment tool in measuring law enforcement, a non-response otherwise known as being person free. This can be shown through the person item distribution map as in figure 1

Page 28: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

19 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

Figure 1: Person Item Distribution Map for Law Enforcement

The Person Item Distribution Map (PIDM) as shown in figure 1 reveals that SME entrepreneurs could be divided into

Page 29: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One20

two categories; those who comply or do not comply based on the Person

Mean. SMEs entrepreneurs who are above the Person

Mean constitute the group who comply with business zakat payment influenced by law enforcement (see group “C”). Conversely, the SMEs entrepreneurs below Person

Mean constitute the group

who do not comply with business zakat payment and probably not influenced by law enforcement (see group “D”). Group “C” has 92 SMEs entrepreneurs or 51.4 percent (92/179 x 100) who comply with business zakat payment while group “D” has 87 SMEs entrepreneurs or 48.6 percent (87/179 x 100) who do not comply with business zakat payment. Group “C disclosed one SME entrepreneur (27-3221) who operated the business in the southern area with the highest degree of agreement on the items measuring law enforcement. With the person measure at +7.21logit the entrepreneur showed a high level of compliance behavior of business zakat. This indicates that SME entrepreneurs recognize the role of law enforcement in compliance behavior of business zakat. In contrast, one SME entrepreneur (183-1121) from the northern area (1) indicated low agreement on the items measuring law enforcement with person measures at -6.83logit, thus not complying with business zakat payment. From the explanations it can be surmised that more SMEs entrepreneurs comply with business zakat payments influenced by law enforcement.

Besides identification on person agreeability, the level of common practices on items measuring law enforcement by SMEs entrepreneurs was another analysis necessary to be examined based on item endorsability. This is because it could represent the tendency for SME entrepreneurs to agree on the items. Therefore, the eight items measuring law enforcement were divided by two groups of difficulties which were item measures above the Mean

Item and easy items below the Mean

Item. From the eight

items, four items (LE05, LE06, LE07, LE03) were located in the difficult tasks with lower item endorsability above the Mean

Item.

Based on the item logit measures, item LE06 was at 1.37logit with lowest item endorsability at 512. This indicates that LE06 is the most difficult item for agreement by the SME entrepreneurs. The remaining four items (LE02, LE08, LE01, LE04) were located as easy tasks with higher item endorsability and located below the Mean

Item. From the four items (LE02, LE08, LE01, LE04),

Page 30: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

21 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

item LE04 was at -1.78logit with higher item endorsability at 689. This indicates that LE04 was the easiest item for agreement by the SME entrepreneurs. From the group of difficult items in measuring law enforcement, one item (LE03) was located in between the Item

Mean and Person

Mean. Items located in the between

area are considered common although it depends on the ability of the respective respondents. If their capability logit is above the logit difficulty of the items, they are able to respond to those items accurately. Of the eight items measuring law enforcement, 30.2 percent (54/179 x 100) SME entrepreneurs regularly practiced all items regarding law enforcement influencing compliance behavior of business zakat as shown in group “A” whereas, 6.7 percent (12/179 x 100) SME entrepreneurs did not practice all items regarding law enforcement as shown in group “B”. In the other words, group “B” was not influenced by law enforcement at all in compliance behavior of business zakat.

In summary, the verification on the construct was done and produced reliability in measuring law enforcement. This was confirmed through the value of Cronbach alpha at the acceptable value (0.84), person reliability was at 0.83 and item reliability was at 0.99, indicating that all assessment tasks are reliable in measuring law enforcement as one of the factors determining compliance behavior of business zakat among SMEs in Selangor. From the analysis of misfit respondents, 97 respondents were identified as misfits and 179 respondents were deemed as fit. Other than that, it was necessary to identify person agreeability and item endorsability as respondents have different ability levels to respond to the items measuring law enforcement. This is shown through the person item distribution map. From the map, items measuring law enforcement can be classified into two groups; difficult and easy items based on the Mean

Item measure.

Four (LE05, LE06, LE07, LE03) items were in the group of difficult items due to their located above Mean

Item whilst four

(LE02, LE08, LE01, LE04) items were in the easy item group as they were located below the Mean

Item. The person agreeability

on the items was also categorized into two groups; those who comply and do not comply with paying business zakat based on the value of the Mean

Person. Accordingly, the method identified one

respondent with very high ability to agree (27-3221) that showed

Page 31: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One22

high level of compliance and another respondent with lack of ability to agree (183-1121) that does not comply most with paying business zakat.

Discussion

In fulfilling the objective, the Person Item Distribution Map (PIDM) was constructed to show the group of SME entrepreneurs and the items construct. The map gives an early indication of the group of respondents that need to be identified; whether they comply or did not comply with the business zakat payment. The result shows that law enforcement influence SMEs entrepreneurs to comply with business zakat payments. This is evidenced from the high agreeability scores on these factors in relation to the compliance of business zakat payment. The findings indicated that even though zakat law enforcement is still loose, its implementation encourages SMEs entrepreneurs to comply with paying business zakat besides establishing mechanism for checking zakat compliance and payment. Most of the entrepreneurs agreed that legal action and punishment should be imposed to those who avoid paying business zakat, appropriate punishment should be imposed to those whom did not pay zakat on business besides routine inspections by authorizing bodies compulsory. This finding synchronized with previous studies in the scenario of zakat of income (Kamil Md Idris, 2002, 2004; Kamil Md Idris & Ahmad Mahdzan Ayob, 2001; Mohamad Alayuddin Che Hasan, 2008; Zainol Bidin, 2008). However, this new finding conflict with previous studies that discovered by Zulkifli Daud (2011) who mentioned law enforcement is insignificant in influencing zakat compliance behavior.

More importantly, even though the results of this study showed same findings with previous studies but it comes from different scenario with previous studies. This highlights the relevance of law enforcement as a variable and the necessity to discuss it with regard to the obligatory practices of Islam such as zakat. Issues regarding non compliant behavior of zakat are also challenging due to their delicate nature and their interdependence with the Muslim individual’s awareness. Given this, the findings of this study are the first to provide valuable insight into and

Page 32: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

23 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

empirical evidence on the relationship between law enforcement and compliance behavior in business zakat.

While these findings provide valuable implications, the limitations could be associated with the issue of generalizability. This is because the study was conducted only in Selangor and among small scale SMEs. Therefore, future study should endeavor to cover other business groups, specifically big scale organizations garnering high income business activities. From an organizational perspective, it would be interesting to compare the effects of the law enforcement on zakat compliance behavior of larger business groups. In addition, it is also useful to broaden the scope of the current study on other factors of compliance behavior to produce more valuable findings and deepen our understanding on compliance behavior of business zakat among Muslim entrepreneurs throughout Malaysia and in other Islamic countries.

Conclusion

In general this study can be concluded that majority of SMEs comply with business zakat payment and law enforcement is one of the criterion of business zakat compliance behavior. Based on Rasch Measurement Model provides information about the how many respondents stated in the misfitting, how many items measured in what supposedly to measured, respondent’s response patterns through the Person Item Distribution Map (PIDM). All the information shows how the law enforcement are located in the area of high agreement level thus indicating as factors that influence compliance behavior of business zakat among SMEs.

References

Allingham, M. G., & Sandmo, A. (1972). Income tax evasion: A theoretical analysis. Journal of Public Economics, 1, 323-338.

Anita Md Sharif, Wan Noor Hazlina Wan Jusoh, Norudin Mansor, & Kamaruzaman Jusoff. (2011). A robust zakah system: Towards a progressive socio-economic development in

Page 33: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One24

Malaysia. Middle-East Journal of Scientific Research, 7(4), 550-554.

Brand, P. (1996). Compliance: A 21st Century Approach. National Tax Journal, 49, 413-420.

Chan, C. W., Troutman, C. S., & O’Bryan, D. (2000). An expanded model of taxpayer compliance: empirical evidence from the United States and Hong Kong. Journal of International Accounting, Auditing and Taxation, 9(2), 83-103.

Coakes, S. J., & Ong, C. (2011). SPSS: Analysis without anguish; Version 18 for Windows Milton: John Wiley & Sons Australia, Ltd.

Fischer, C. M., Wartick, M., & Mark, M. M. (1992). Detection probability and taxpayer compliance: A review of the literature. Journal of Accounting Literature, 11(1), 1-46.

Halizah Md Arif, Kasumalinda Alwi, & Agoos Munalis Tahir. (2011). Factors infleunce company towards zakat payment: An explonatory studies. Paper presented at the 2nd International Conference On Business And Economic Research (2nd ICBER 2011), Langkawi, Kedah.

Hasan Baharom, & Sahnaz Saidu. (2004). Kajian terhadap faktor yang mempengaruhi pembayaran zakat perniagaan di kalangan usahawan: Kes kajian Terengganu. Paper presented at the Seminar Ekonomi dan Kewangan Islam, , Bangi, Selangor.

Kamil Md Idris. (2002). Gelagat kepatuhan zakat gaji di kalangan kakitangan awam. Unpublished Ph.D Tesis. Universiti Utara Malaysia.

Kamil Md Idris. (2004). Kesan persepsi undang-undang dan penguatkuasaan zakat terhadap gelagat kepatuhan zakat pendapatan gaji. Paper presented at the Muzakarah Pakar Zakat, Universiti Kebangsaan Malaysia, Bangi.

Page 34: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

25 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

Kamil Md Idris. (2009). Gelagat kepatuhan zakat pendapatan penggajian. Sintok: Penerbit Universiti Utara Malaysia.

Kamil Md Idris, & Ahmad Mahdzan Ayob. (2001). Attitude towards zakat on employment income: Comparing outcomes between single score and multidemensional scores Malaysian Management Journal, 5(1 & 2), 47-63.

Kirchler, E., Muehlbacher, S., Kastlunger, B., & Wahl, I. (2008). Why pay taxes? A review of tax compliance decisions. Developing Alternative Frameworks for Explaining Tax Compliance.

Mohamad Alayuddin Che Hasan. (2008). Pematuhan zakat dan cukai di kalangan syarikat-syarikat bumiputera. Paper presented at the Persidangan Zakat dan Cukai Peringkat Kebangsaan 2008, Kuala Lumpur.

Mohamed Abdul Wahab, Syed Abdul Hamid Al-Junid, Mohd Azmi Omar, Aidit Ghazali, Jamil Osman, & Muhammad Arif. (1995). Case studies in Malaysia In Ahmed Abdel-Fattah El-Ashker & Muhammad Sirajul Haq (Eds.), Institutional Framework of Zakah: Dimensions and Implications (pp. 297-347). Kuala Lumpur: Islamic Research and Training Institute, Islamic Development Bank.

Mohd Kashfi Mohd Jailani. (2011). Manual pengenalan pengukuran Rasch & Winsteps. Bangi, Selangor: Universiti Kebangsaan Malaysia.

Mohd Shah Che Ahmad. (2011, December 28). Zakat bukan bebanan tetapi pelaburan, Utusan Malaysia, p. 26.

Nur Azura Sanusi, Norazlina Abd Wahab, & Nor Fadzlin Mohammad Bahar. (2005). Gelagat kepatuhan pembayaran zakat pendapatan. Paper presented at the Seminar Ekonomi dan Kewangan Islam, Bangi, Selangor.

Pusat Pungutan Zakat. (2007). Annual report. Kuala Lumpur: Pusat Pungutan Zakat.

Page 35: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One26

Raedah Sapingin, Noormala Ahmad, & Marziana Mohamad. (2011). A study on zakah of employment income: Factors that influence academics’ intention to pay zakah. Paper presented at the 2nd International Conference On Business And Economic Research (2nd ICBER 2011), Langkawi, Kedah.

Ram Al-Jaffri Saad. (2010a). Gelagat kepatuhan zakat perniagaan di negeri Kedah. Unpublished Phd Thesis. Universiti Utara Malaysia.

Riahi-Belkaoui, A. (2004). Relationship between tax compliance internationally and selected determinants of tax morale. Journal of International Accounting, Auditing and Taxation, 13(2), 135-143.

Sanep Ahmad, Nor Ghani Md Nor, & Zulkifli Daud. (2011). Tax-Based Modeling of Zakat Compliance. Jurnal Ekonomi Malaysia, 45, 101-108.

Sanep Ahmad, & Zulkifli Daud. (2010). Model gelagat pematuhan dan pengelakan zakat: Suatu tinjauan teori. Paper presented at the Seventh International Conference-The Tawhidi Epistemology: Zakat and Waqf Economy, Bangi, Selangor.

Zainol Bidin. (2008). Faktor-faktor penentu gelagat kepatuhan zakat gaji. Unpublished PhD Thesis. Universiti Utara Malaysia.

Zainol Bidin, & Kamil Md Idris. (2008). The role of attitude and subjective norm on intention to comply zakat on employment income. IKaZ International Journal of Zakat, 1(1), 113-134.

Zainol Bidin, Kamil Md Idris, & Faridahwati Mohd Shamsudin. (2009). Predicting compliance intention on zakah on employment income in Malaysia: An application of Reasoned Action Theory. Jurnal Pengurusan, 28, 85-102.

Page 36: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

27 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

Zulkifli Daud. (2011). Gelagat kepatuhan pembayaran zakat pendapatan melalui Baitulmal di Aceh. Unpublished PhD Thesis. Universiti Kebangsaan Malaysia.

Page 37: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan
Page 38: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

29

Pendermaan Organ Di Malaysia: Di Mana Hala Tujunya1

Sii Rohana Daud, Mukhifun Mukapit, Intan Liana Suhaime, Jumaelya Jogeran, Nani Shuhada Sihat dan Haisah Yaakob

Pendahuluan

Pendermaan organ bukanlah satu isu yang baru di Malaysia. Malah ianya semakin diterima oleh masyarakat di Malaysia sebagai satu kaedah membantu pesakit yang memerlukan organ baru untuk meneruskan kehidupan. Namun, kesedaran dan ketersediaan untuk menderma organ di kalangan masyarakat Malaysia masih di tahap rendah. Sehingga kini dianggarkan lebih 126 000 bilangan pendaftar pengikrar telah direkodkan di Pusat Sumber Transplan Nasional berbanding penduduk malaysia yang dianggarkan seramai 27 juta orang (Azizul Khairi; 2012). Dari sudut ilmu Sains, pendermaan organ merupakan satu disiplin yang membawa manfaat kepada keluarga penderma dan juga keluarga penerima organ. Ia merupakan satu pengumpulan data dan pembangunan amalan terbaik pendermaan organ yang disusuli dengan penganalisaan data tersebut (Francis; 2011). Proses pendermaan organ melibatkan pemindahan sebahagian organ atau tisu seseorang penderma kepada penerima yang memerlukan akibat dari kerosakan dan kegagalan organ atau tisu berfungsi.

1Siti Rohana Daud Fakulti Pengurusan Perniagaan Universiti Teknologi Mara Melaka, Mukhiffun Mukapit, Fakulti Pengurusan Teknologi dan Teknousahawan Universiti Teknikal Malaysia Melaka, Intan Liana Suhaime, Jumaelya Jogeran, Nani Shuhada Sehat, Hafisah Yaakob Fakulti Pengurusan Perniagaan Universiti Teknologi Mara Melaka

Page 39: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One30

Pendermaan organ boleh terbahagi kepada dua jenis iaitu pendermaan organ kadaverik dan pendermaan organ semasa hidup. Pendermaan organ kadaverik berlaku setelah penderma meninggal dunia dan perlu mendapat keizinan dari waris si mati. Organ yang boleh didermakan adalah buah pinggang, hati, jantung, paru-paru dan juga tisu seperti kornea (mata), kulit, injap jantung dan tulang. Manakala pendermaan organ semasa hidup boleh mendermakan sebahagian dari hatinya (“liver”) atau salah satu buah pinggang. Penderma organ pada kebiasaan adalah ahli keluarga atau pasangan suami isteri (Unit Perkhidmatan Transplan; 2011).

Apabila dibincangkan tentang pendermaan organ, ianya melibatkan hak-hak penderma, jenis-jenis orang yang layak menderma dan jenis-jenis pesakit yang akan mendapat sumbangan organ. Pendermaan organ ini amat rapat dan dekat dengan isu ‘bio-etika’ yang mana ianya merujuk kepada satu kajian mengenai isu-isu etika dan pembuatan keputusan yang menggunakan kehidupan dan organisma hidup serta merangkumi isu perubatan dan alam persekitaran (Norazlina Abdul Aziz; 2002).

Kertas kerja ini, akan melihat dua aspek penting yang menjadi faktor utama dalam proses pendermaan organ di Malaysia. Melalui beberapa kajian seperti (Bhandary et al., 2011; L P Wong, 2010; Li Ping Wong, 2011)Chinese, and Indian melihat faktor agama dan juga budaya menjadi isu yang penting dalam pendermaan organ. Kertas ini juga akan melihat strategi yang telah dibuat oleh kerajaan Malaysia dibawah Kementerian Kesihatan Malaysia bagi kempen pendermaan organ dan seterusnya melihat, adakah terdapat signifikan faktor penghalang tersebut dengan kempen yang dijalankan.

Budaya dan Agama dua aspek yang merupakan tunjang utama dalam kehidupan manusia, Malaysia mengamalkan sistem pemerintahan dalam kepelbagaian kaum dan agama. Dalam soroton literatur ini, kami akan melihat dua aspek ini dengan lebih baik dan kesan ke atas pendermaan organ di dunia umumnya dan khususnya di Malaysia. Menurut Ketua Pengarah Kesihatan Malaysia dalam Risalah Pemindahan Organ Dari Perspektif Islam (2011), antara punca permasalahan kurangnya penderma organ di Malaysia yang telah dikenal pasti adalah tanggapan yang kurang

Page 40: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

31 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

tepat mengenai pandangan agama terhadap pendermaan organ terutamanya dalam kalangan masyarakat Islam di negara ini.

Stretegi Pendermaan Organ di Malaysia

Bagi memberi kesedaran dan menggalakkan pendermaan organ di kalangan masyarakat Malaysia, beberapa strategi dan pendekatan telah dilaksanakan oleh beberapa pihak terutamanya Kementerian Kesihatan Malaysia yang melibatkan beberapa keistimewaan yang diberikan kepada penderma dan keluarga penderma. Bermula 29 Disember 2003, pengecualian bayaran bil hospital kerajaan diberikan kepada penderma organ dari tarikh kemasukan ke hospital seperti mana surat Kementerian Kewangan KK/BP(S)09/692/79 Jld.3s.k.4/2003(4).

Selain itu, atas dasar keperluan, Jawatankuasa Bertindak Kesedaran Awam Pendermaan Organ ditubuhkan pada tahun 1999. Pengerusi Jawatankuasa Bertindak Kesedaran Awam Pendermaan Organ, Tan Sri Lee Lam Thye menyatakan, pihaknya akan mengadakan program lebih inovatif untuk mendapat sokongan lebih ramai anggota masyarakat seperti kempen turun padang.

Merujuk kepada Unit Perkhidmatan Transplan & Pusat Sumber Transplan Nasional, beberapa kaedah, unit, pertubuhan diperkenalkan sejak tahun 1990 bagi memastikan strategi pendermaan organ dapat dilaksanakan dengan efisyen dan lebih terurus. Antaranya adalah seperti berikut:

1994 - Malaysian Society Of Transplant (MST) telah ditubuhkan.

1999 - Malaysian Organ Sharing System (MOSS) dilancarkan dengan jayanya.

Tissue & Organ Procument (TOP) telah dilancarkan di 16 hospital kerajaan seluruh negara untuk mengurus tadbir penderma organ selepas kematian.

2001 - National Transplant Procurement Management Unit (NTPMU) telah ditubuhkan dibawah pentadbiran Pusat Sumber Transplan Nasional (PSTN).

Page 41: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One32

2003 - Unrelated Transplan Approval Committee (UTAC) telah ditubuhkan.

Daftar Transplantasi Kebangsaan atau National Transplant Registry (NTR) telah dilancarkan.

Electronic Malaysian Organ Sharing System (EMOSS) telah dilancarkan.

2007 - Polisi kebangsaan mengenai sel dan tisu transplan telah diterbitkan.

2008 - Majlis Transplantasi Kebangsaan (MTK) telah ditubuhkan.

Unit Transplan dibawah Bahagian Perkembangan Perubatan, Kementerian Kesihatan Malaysia telah diasaskan.

2010 - Pendaftaran online untuk pengikrar organ telah bermula.

Minggu Kesedaran Pendermaan Organ (MKPO) yang pertama telah dianjurkan

Jika dilihat dari rentetan penubuhan dan perkenalan pelbagai strategi tersebut, isu pendermaan organ ini semakin cuba didekatkan dengan masyarakat Malaysia. Pendidikan dan penerangan berkaitan pendermaan organ ditekankan di kalangan masyarakat Malaysia dan nampaknya ia semakin dekat dengan masyarakat mengikut arus teknologi terkini. Ini adalah selaras dengan kajian Abd. Rahim Abd. Rashid (2000) di mana antara matlamat pendidikan adalah melahirkan individu yang dapat memberi sumbangan dalam pelbagai bidang kepada negara.

Selain itu, penubuhan Majlis Kanser Nasional (MAKNA), Institut Jantung Negara (IJN) dan beberapa institusi dan pertubuhan berkaitan juga menunjukkan Malaysia merupakan antara negara yang sangat prihatin terhadap pesakit yang memerlukan bantuan. Ianya juga merupakan cara untuk memudahkan proses pendermaan organ. Penglibatan sukarelawan dan perlantikan Duta Personaliti Pendermaan Organ di kalangan artis dan personaliti terkenal juga merupakan satu strategi yang mampu menarik minat golongan

Page 42: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

33 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

masyarakat untuk sama-sama terlibat dengan program-program kempen kesedaran untuk pendermaan organ.

Beberapa laman sesawang diperkenalkan bagi mendidik dan mendedahkan masyarakat berkaitan pendermaan organ. Pelbagai maklumat boleh diperolehi melalui laman sesawang-laman sesawang tersebut. Ianya sangat mudah diperolehi oleh masyarakat terutama golongn muda yang lebih arif dengan kemajuan teknologi.

Pendermaan Organ dari Perspekif Islam

Pada Juni 1970, Majlis Fatwa Kebangsaan telah mengeluarkan fatwa berkaitan pendermaan jantung dan mata adalah harus selagi ianya tidak mendatangkan kemudaratan kepada penderma dan penerima. Ianya juga terikat kepada beberapa syarat tertentu yang tidak menyalahi agama. Yang penting ianya perlu mendapat keizinan penderma dan berlaku di atas kerelaan penderma serta tidak mencabuli kehormatan manusia yang mana tidak melibatkan urusan jual beli.

Secara asasnya, hukum pemindahan dan pendermaan organ ialah harus. Ini kerana pemindahan dan pendermaan organ memenuhi tuntutan memelihara nyawa manusia yang merupakan salah satu daripada maqasid al-syar‘iyyah (objektif syariah). Islam amat menekankan kepada nilai-nilai etika kemanusiaan yang mana mengharamkan jual beli atau pemerdaganga organ. Jika pemindahan organ melibatkan si mati, ianya amat penting untuk mempertimbangkan perasaan waris-waris si mati.

Adakah masyarakat muslim benar-benar faham dengan fatwa dikeluarkan? Melalui satu kajian mendapati bahawa ramai responden muslim menyatakan bahawa agama Islam melarang penganutnya untuk mendermakan organ berbanding agama Buddha dan Hindu (L P Wong, 2010)Chinese, and Indian. Satu perbandingan dibuat di antara negara-negara islam dan negara bukan islam memperlihatkan peratusan yang amat tinggi perbezaaannya. Negara-negara Barat (Jerman: 14.9, UK: 15.5, Itali: 21.3, AS: 21.9, Sepanyol: 34.4) dan negara-negara Islam (Arab Saudi: 3.3, Iran: 2.9 (3), Turki: 2.8 (4)). Kadar bagi negara-negara Islam yang dinyatakan adalah sama dengan lain negara-

Page 43: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One34

negara Islam yang lain tetapi sangat rendah jika dibandingkan dengan Amerika Syarikat dan kebanyakan negara Eropah dalam pendermaan organ (Uskun & Ozturk, 2013).

Strategi-strategi dan prosedur pendermaan organ di Malaysia sememangnya mementingkan pandangan agama dan tidak menyalahi nilai-nilai etika kemanusiaan. Hak seseorang untuk menderma organ secara sukarela amat dititikberatkan. Kebenaran dari waris si mati diperlukan jika sebahagian organ si mati diperlukan untuk menyelamatkan pesakit yang mengalami kegagalan organ berfungsi.

Sehubungan dengan itu, risalah Pemindahan Organ Dari Perspektif Islam telah diterbitkan pada tahun 2011 oleh Kementerian Kesihatan Malaysia dengan kerjasama Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM) bagi memberi garis panduan pendermaan organ yang selari dengan Agama Islam.

Budaya dan Pendermaan Organ

Kadar pendermaan organ di seluruh dunia dilihat semakin meningkat dari tahun ke tahun. Amerika Syarikat adalah negara yang mencatatkan pendermaan organ yang paling tinggi di dunia (Kasiske, Skeans, Ghimire, Leppke, & Israni, 2011). Beberapa perkara telah dikaji bagi melihat faktor yang menyebabkan kadar pendermaan organ di kalangan masyarakat sesebuah negara meningkat. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh (Kasiske et al., 2011) faktor Indikator Pembangunan Manusia (HDI) yang melihat kepada tahap pendidikan, kehidupan dan pendapatan menjelaskan bahawa negara-negara maju yang mempunyai kadar HDI yang tinggi, juga mempunyai kadar pendermaan organ yang ramai. Tetapi dalam kajian itu juga melihat ada juga negara yang yang mempunyai kadar HDI yang tinggi tetapi kadar pendermaan organ contohnya pendermaan buah pinggang di Jepun lebih kecil berbanding dengan negara yang mempunyai kadar HDI yang sama. Hasilnya menyedari bahawa terdapat juga faktor budaya yang menyumbang ke arah perkara itu.

Secara umumnya, masyarakat Malaysia terkenal dengan sifat pemurah dan suka menderma. Tetapi jika dilihat jumlah penderma organ yang berikrar masih sedikit berbanding jumlah penduduk,

Page 44: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

35 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

ia tidak selari dengan sikap pemurah dan suka menderma tersebut. Kesedaran terhadap pendermaan organ ini masih sangat kurang di kalangan masyarakat Malaysia walaupun ianya telah semakin diterima sabagai satu jalan untuk menyelamatkan pesakit yang mengalami kerosakan dan kegagalan organ berfungsi untuk terus hidup.

Mengikut kajian Norimah dan Asmah (1998), apabila disoal isu pendermaan organ di Malaysia, 54.5% bersedia untuk menderma selepas kematian dan hanya 39.9% sahaja yang bersedia untuk menderma ketika hidup. Menurut Ketua Jabatan Nefrologi Hospital Kuala Lumpur dalam Norazlina Abdul Aziz (2002), hasil kajian terhadap 700 ibu bapa di sekitar ibu kota, didapati kurang 20% yang sanggup mendermakan organ kepada pihak hospital setelah meniggal dunia.

Faktor budaya juga memainkan peranan penting yang mempengaruhi tahap ketersediaan masyarakat Malaysia untuk menderma organ. Mengikut Hofstede (2001) dalam kajiannya mengenalpasti lima ciri untuk menilai sebuah budaya masyarakat di sesebuah negara. Salah satu ciri budaya iaitu kebimbangan terhadap ketidakpastian (uncertainty avoidance) di kalangan masyarakat Malaysia adalah tinggi. Ini selari dengan apa yang dialami dalam pendermaan organ. Kebimbangan terhadap apa yang berlaku selepas pendermaan menyebabkan masyarakat berfikir dua tiga kali untuk berikrar sebagai penderma organ.

Walaupun begitu, beberapa orang dari masyarakat kita telah menjadi contoh dalam pendermaan organ. Beberapa kes seperti Idris Mohamad yang secara sukarela menderma sebahagian hatinya adik Nurul Afiqah Mohd Zahir kepada pada tahun 2000 yang langsung tiada pertalian darah memberi galakan kepada beberapa penderma organ yang lain untuk terus membantu pesakit.

Hala Tuju dan Harapan

Kempen Minggu Kesedaran Pendermaan Organ pertama kali diadakan pada 2010, sejak itu kesedaraan orang ramai tentang pendermaan organ mula wujud. Perbandingan antara negara Malaysia dan Negera-negara Eropah sangat jauh bezanya dari segi pendermaan organ. Satu usaha yang gigih perlu dilakukan.

Page 45: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One36

Usaha kesedaran pendermaan kepada masyarakat semakin berkesan. Ramai di kalangan masyarakat malaysia mengetahui tentang pendermaan organ, di sokong oleh budaya dan agama yang mengharuskan perkara ini. Dalam satu kajian berkaitan perkara tersebut melihat kebanyakan responden mempunyai kefahaman dan mengetahui tiada halangan agama dan budaya dalam pendermaan, tetapi kebanyakkan mereka tidak mahu untuk menjadi penderma organ (Bhandary et al., 2011).

Usaha-usaha memotivasikan mereka agar rela dan tidak takut untuk menderma organ perlu dipergiatkan. Penglibatan ketua agama dan masyarakat perlu dalam memberi kesedaran kepada orang awam (L P Wong, 2010)Chinese, and Indian. Ianya selaras dengan kajian dari Uskun, E., & Ozturk, M. (2013) yang mendapati ketua-ketua agama perlu terlibat dalam memberi nasihat dan penjelasan kepada masyarakat berkaitan pendermaan organ. Semoga usaha-usaha ini mampu untuk meingkatkan lagi pengikrar penderma organ. Alicia. A, et.al (2002) menyarankan strategi pemasaran perlu juga dipraktikkan bagi mempromosi kempen kesedaran pendermaan organ walaupun ia tidak melibatkan keuntungan dan jual beli.

Penutup

Kekurangan bekalan organ yang diperlukan akibat dari kurangnya penderma organ menjadi cabaran utama dalam menjayakan pemindahan organ bagi membantu pesakit yang mengalami kegagalan sebahagian organ berfungsi. Pelbagai usaha dan strategi telah dilaksanakan bagi memberi maklumat yang tepat tentang pendermaan organ kepada masyarakat. Namun, ianya mungkin memakan masa untuk mendidik dan menyedarkan masyarakat peripentingnya pendermaan organ di dalam bidang perubatan. Penjelasan dari perspektif agama amat penting bagi memastikan masyarakat tidak lagi terikat dengan halangan agama untuk menjadi penderma organ. Berkaitan dengan halangan budaya, ianya dapat diatasi dengan adanya maklumat dan penjelasan yang mudah diperolehi oleh masyarakat tentang kepentingan dan faedah pendermaan organ. Strategi-strategi dan program-program yang dijalankan perlu dipuji kerana ia merupakan usaha yang jitu dari pihak-pihak tertentu untuk meningkatkan kesedaran

Page 46: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

37 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

masyarakat. Ianya perlu terus dipertingkatkan bagi memastikan kekurangan bekalan organ untuk pesakit bukan lagi menjadi isu yang besar.

Rujukan

Abd. Rahim Abd Rashid (2000). Pendidikan dalam konteks sejarah pembangunan semula bangsa Malaysia. Fakulti Pendidikan, Universiti Malaya.

Alicia.A, et.al (2004). “From Attitude Formation to Behavioral Response in Organ Donation:

Using Marketing to Increase Consent Rates”. Health Marketing Quarterly. Volume 20, Issue 3, 2004.

Bhandary, S., Khanna, R., Rao, K., Rao, L., Lingam, K., & Binu, V. (2011). “Eye donation - Awareness and willingness among attendants of patients at various clinics in Melaka, Malaysia”. Indian Journal of Ophthalmology, 59(1), 41. doi:10.4103/0301-4738.73727

Derma Organ. (n.d.). Retrieved November 25, 2014, from http://www.dermaorgan.gov.my

Francis L.Delmonico (2011). The Sciences and Social Necessity of Deceases of Organ Donation. Rambam Maimonides Medical Journal. April 2011. Volume 2.

Hasrizal Jamil (2012, Oktober, 14). “Saya Duta Pendermaan Organ”. Muaturun November 24, 2014, dari http://saifulislam.com/2012/10/saya-duta-pendermaan-organ-kkm/

Hofstede, G. (2001). Cultures consequences: Comparing values, behaviours, institutions and organizations across nations (2nded.). Thousand Oaks: Sage Publications.

Kasiske, B. L., Skeans, M. A., Ghimire, V., Leppke, S. N., & Israni, A. K. (2011). international data.

Page 47: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One38

Kor Abdullah, R. (2012, October 28). “Derma ikhlas dari hati”. Muaturun November 25, 2014, from http://ww1.utusan.com.my/utusan/Kesihatan/20121028/kn_03/Derma-ikhlas-dari-hati

Mansor, A. MyMetro | “Budaya derma organ rendah”. Muaturun November 18, 2014, from http://www2.hmetro.com.my/myMetro/articles/Budayadermaorganrendah/Article/index_html#sthash.jDSXWKH1.dpuf

Mohd Nor, A. (2012, April 26). Muatturun November 25, 2014, dari http://www.myhealth.gov.my/index.php/derma-organ

Norazlina Abdul Aziz (2002). “Bio-etika Dalam Pemindahan Organ: Pengkhususan Dalam Pemerolehan Organ”. Thesis Ijazah Sarjana Undang-undang. UKM Bangi.

Norimah Yusof dan Asmah Hassan (1998). Survey of Public Knowledge in Tissue Banking in Malaysia. Malaysian Institute for Nuclear Technology Research (MINT), Bangi.

Pemindahan Organ Dari Perspektif Islam (2011), Kementerian Kesihatan Malaysia dan Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM).

Pendermaan Organ Semasa Hidup (2011), Unit Perkhidmatan Transplan, Bahagian Perkembangan Perubatan, Kementerian Kesihatan Malaysia

Uskun, E., & Ozturk, M. (2013). “Attitudes of Islamic religious officials toward organ transplant and donation”. Clinical Transplantation, 27(1), E37–41. doi:10.1111/ctr.12058

Wong, L. P. (2010). “Factors limiting deceased organ donation: focus groups’ perspective from culturally diverse community”. Transplantation Proceedings, 42(5), 1439–44. doi:10.1016/j.transproceed.2009.11.053

Wong, L. P. (2011). “Knowledge, attitudes, practices and behaviors regarding deceased organ donation and transplantation

Page 48: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

39 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

in Malaysia’s multi-ethnic society: a baseline study”. Clinical Transplantation, 25(1), E22–31. doi:10.1111/j.1399-0012.2010.01312.x

Page 49: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan
Page 50: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

41

Pembinaan Tamadun Melalui Filantropi Islam1

Norajila Bini Che Man, Noraifah Bini Ab Hamid dan Nor Azlina Bini Abd Wahab

Pengenalan

Filantropi adalah satu prinsip yang penting dalam Islam kerana keprihatinan terhadap mereka yang memerlukan dan pemberian (zakat) merupakan salah satu rukun yang membentuk asas-asas Islam. Istilah filantropi Islam merujuk kepada barang-barang hak milik persendirian yang diberikan mengikut undang-undang kebajikan Islam untuk tujuan awam. Filantropi Islam bersandarkan kepada prinsip bahawa segala sesuatu di bumi adalah kepunyaan Allah dan manusia hanya bertindak sebagai pemegang amanah bagi semua kekayaan itu. Allah mengurniakan sedikit harta pada sesetengah manusia supaya mereka dapat bersyukur dan membantu orang lain ke jalan-jalan kebajikan. Oleh itu setiap individu yang dikurniakan nikmat oleh Allah mestilah menggunakan dan membelanjakan harta tersebut secara bijaksana.

Konsep kedermawanan Islam (Islamic Philanthropy) boleh dibahagikan kepada dua jenis, iaitu filantropi berbentuk wajib dan secara sukarela. Zakat adalah salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh Muslim. Perkataan zakat datang dalam dua maksud iaitu membersihkan dan pertumbuhan. Dengan membayar zakat, seseorang individu dapat membersihkan harta benda seseorang di samping menggalakkan pertumbuhan baru. Kertas ini akan membincangkan dengan lebih lanjut mengenai jenis filantropi Islam yang disebut dalam al-Quran dan al-Sunnah.

1Norajila Binti Che Man, Norafifah Binti Ab Hamid, Nor Azlina Binti Abd Wahab, Akademi Pengajian Islam Kontemporari (ACIS) UiTM Melaka

Page 51: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One42

Secara umumnya, setiap perkara yang memberikan manfaat dan impak yang baik kepada masyarakat dikira filantropi Islam.

Selain itu, filantropi Islam memainkan peranan yang penting dalam memperkasakan ummah dan tamadun. Ia boleh dilihat melalui pelbagai bukti yang menunjukkan kecemerlangan filantropi Islam di seluruh dunia dalam pelbagai abad. Ianya bermula pada zaman Nabi Muhammad SAW dan Khulafa’ Al-Rasyidin diikuti oleh zaman pemerintahan Empayar Islam.

Konsep Filantropi Islam

Berasal dari perkataan Greek philos yang bermaksud love atau cinta atau sayang dan anthropos yang bermaksud man atau manusia, manakala filantropi bermaksud for the love of mankind atau demi rasa cinta atau sayang sesama manusia. Akibat daripada rasa sayang inilah, kita terdorong untuk menghulurkan bantuan, baik dalam bentuk material mahupun bukan material, kepada mereka yang memerlukan atau untuk sesuatu tujuan yang mendatangkan manfaat kepada manusia sejagat.

Dalam kata-kata lain, filantropi bermaksud kedermawanan dalam erti yang luas. Ia bukan hanya melibatkan pemberian wang ringgit dan barang-barang keperluan, tetapi juga memberikan masa dan tenaga. Tujuannya pula bukanlah hanya untuk membantu mereka yang memerlukan, tetapi juga untuk tujuan-tujuan lain yang boleh mendatangkan kebaikan kepada semua manusia.

Filantropi mempunyai tiga ciri utama. Pertama, keprihatinan terhadap kesejahteraan orang lain, termasuklah kesejahteraan makhluk lain seperti haiwan dan alam sekitar. Kedua, keprihatinan itu khususnya kepada mereka yang berada di dalam kesusahan. Ketiga, bantuan secara sukarela itu, adalah tanpa mengharapkan apa-apa balasan (Siti Fatimah Abd Rahman).

Filantropi dalam Islam terbahagi kepada dua iaitu secara wajib dan sukarela. Yang dilihat sebagai sedekah wajib adalah zakat. dan sementara yang dikategorikan sebagai sukarela adalah sedekah umum. Selain itu, dalam Al-Quran terdapat beberapa istilah yang merujuk kepada sifat kedermawanan. Ia diungkap di banyak tempat dengan pelbagai istilah. Antara istilah yang digunakan adalah infak,

Page 52: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

43 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

sedekah, wakaf, khairat, korban, ihsan, takaful, wasiat, jihad dan taawun (Hasan Bahrom et.al, 2013).

Zakat merupakan rukun Islam ketiga yang bermaksud suci, bersih dan subur. Iaitu sesuatu yang diwajibkan kepada umat Islam untuk melaksanakannya. Dari aspek syariat zakat adalah sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan oleh Allah SWT diberikan kepada yang berhak menerimanya. Zakat terbahagi kepada dua iaitu zakat fitrah dan zakat harta. Ianya juga berperanan sebagai alat dalam menyelesaikan masalah kepentingan sosial, berperanan dalam membantu menyelesaikan masalah kemiskinan, dan juga dilihat sebagai alat untuk memperoleh pengagihan kekayaan yang lebih saksama, untuk mencapai kestabilan sosial dan perpaduan. Sifat dermawan juga dikategorikan sunat dalam bentuk sadaqah (kebajikan) atas setiap orang Islam samada dalam bentuk benda atau bukan.\

Filantropi secara sukarela disebut dalam pelbagai istilah pertamanya ialah wakaf, wakaf merupakan salah satu cara ibadah atau cara menghampiri diri kepada Allah (taqarrub ilallah) menerusi harta kekayaan. Wakaf juga merupakan salah satu ibadah yang awal di dalam Islam yang diizinkan oleh syarak. Dengan itu amalan wakaf telah menjadi satu tradisi kepada para pemerintah dan hartawan-hartawan Muslimin di abad-abad dan pertengahan Islam yang dilakukan secara meluas khususnya di negara-negara Arab dan Asia Tengah (portal rasmi Yayasan Wakaf Malaysia https://www.ywm.gov.my/wakaf/pengenalan). ianya berasal dari perkataan Arab waqafa yang membawa maksud berhenti, menegah dan menahan. Manakala dari segi istilah pula Wakaf ialah apa-apa harta yang ditahan hak pewakaf ke atas harta tersebut daripada sebarang urusan jual beli, pewarisan, hibah dan wasiat di samping mengekalkan sumber fizikalnya, untuk kebajikan dengan niat untuk mendekatkan diri pewakaf kepada Allah SWT. Secara khusus tidak terdapat istilah wakaf disebut dalam al-Quran, namun kebanyakan ulama menggunakan istilah infaq atau sadaqah dimasukkan dalam kategori wakaf (Hasan Bahrom et.al).

Kedua sadaqah. Sadaqah berasal daripada perkataan bahasa Arab sadaqa yang bererti suatu pemberian yang diberikan oleh seorang Muslim kepada seorang Muslim yang lain secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu.

Page 53: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One44

Sedekah juga bermaksud suatu pemberian yang diberikan oleh seseorang sebagai kebajikan yang mengharapkan keredhaan Allah SWT dan pahala semata-mata.

Sadaqah jariah (maksudnya adalah amal yang berterusan) adalah satu tindakan yang memberi kesan baik dapat dikekalkan selepas ianya dilaksanakan; dalam erti kata lain, ia mempunyai kesan jangka panjang . Sadaqah jariah merangkumi perbuatan baik hati dengan kehidupan berterusan, seperti mengedarkan buku-buku agama, membuat bahan-bahan pendidikan boleh diperoleh secara percuma, atau menanam pokok buah-buahan di dataran awam (Ibrahim dan Sherif, 2008).

Ketiga infaq. Infaq berasal dari kata anfaqa yang bererti mengeluarkan sesuatu (harta) untuk kepentingan sesuatu. Menurut terminologi syariah, infaq bermaksud mengeluarkan sebahagian dari harta untuk suatu kepentingan yang dianjurkan Islam. Infaq adalah pengeluaran sukarela yang di lakukan oleh setiap orang yang beriman, samada mereka berpendapatan besar atau kecil, samada dalam keadaan lapang atau sempit.

Keempat takaful. Takaful berasal dari perkataan Arab Kafala (jamin) iaitu bermaksud saling jamin menjamin. Dari segi syarak ialah pakatan satu kumpulan untuk saling jamin-menjamin dan bantu-membantu antara satu sama lain ketika para peserta kumpulan tersebut ditimpa sesuatu musibah (http://www.takaful.com.my).

Kelima wasiat. Wasiat berasal dari perkataan “wassa” yang bermaksud menghubungkan atau menyampaikan kebaikan yang dilakukan oleh seseorang semasa hidupnya dengan ganjaran pahala selepas dia meninggal dunia. Dari segi istilah wasiat ialah pemberian suatu hak yang boleh dilaksanakan selepas berlakunya kematian pewasiat sama ada dengan menggunakan lafaz ataupun tidak (http://www.mais.net.my). Sebagaimana firman Allah SWT yang bermaksud:

“Kamu diwajibkan, apabila seseorang dari kamu hampir mati, jika ia ada meninggalkan harta, (hendaklah ia) membuat wasiat untuk ibu bapa dan kaum kerabat dengan cara yang baik (menurut peraturan agama), sebagai suatu kewajipan atas orang-orang bertaqwa. (al-Baqarah: 180)

Page 54: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

45 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

Filantropi Islam ini samada secara wajib atau sukarela ianya seolah-olah menjadi satu pendekatan semula supaya hasil kekayaan itu dapat diedarkan bukan sahaja kepada orang miskin tetapi juga kepada masyarakat keseluruhannya. Melalui pemberian tersebut, jurang kekayaan dalam kalangan masyarakat boleh dikurangkan atau dihapuskan( Azliza Azrah Mohd Zakaria , et.al. 2013) .

Asas ideologi filantropi Islam ini berkait rapat dengan hubungan antara individu dan masyarakat (hablu min al-nas) dan hubungan antara individu dan Allah SWT ( hablu min Allah ). Oleh itu manusia dihubungkan antara satu sama lain melalui kewajipan kepada Allah SWT. Satu perbuatan amal tidak hanya merangkumi perbuatan iman atau perbuatan masyarakat tetapi ia adalah pembinaan masyarakat melalui iman dan iman adalah terbina melalui penghayatan masyarakat (Mariz Tadros, 2012).

Buki Kecemerlangan Filantropi Islam

Kecemerlangan kedermawanan Islam dapat dilihat dalam pelbagai aspek seperti pendidikan, pembangunan sosial dan pembangunan ekonomi dan sebagainya. Perbincangan lanjut adalah seperti berikut:

1. Bidang Pendidikan

a. Kutab / Maktab di Uthmaniyyah Mesir

Kuttab merupakan salah satu sistem pendidikan yang wujud hasil dari kedermawanan Islam yang diamalkan di era Uthmaniyyah Mesir. Dalam konteks hari ini Kuttab adalah seperti sistem pendidikan sekolah rendah tetapi konsep bangunannya adalah daripada bahagian masjid. Murid-murid yang belajar di Kuttab tersebut pula adalah dalam kalangan anak-anak yatim sehinggalah ianya dikenali dengan nama Maktab Aytam (Akmaliza Abdullah, 2013).

Pembinaan Kuttab ini adalah hasil daripada sistem wakaf yang dijalankan. Abd Rahman Katkhuda al-Qasdhugli dikatakan telah membelanjakan hasil wakaf untuk membina sebuah kuttab dan tempat wuduk. Daripada itu dapat dinyatakan bahawa kewangan Kuttab adalah bergantung kepada sistem wakaf daripada aspek

Page 55: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One46

pembinaan bangunan, penyediaan tempat untuk mengadakan aktiviti-aktiviti pembelajaran, gaji para guru dan kakitangan dan pelbagai kemudahan bagi menjamin kebajikan para pelajar terutamanya anak-anak yatim. (Akmaliza Abdullah, 2013).

b. Madrasah di Uthmaniyyah Mesir

Al-Azhar merupakan sebuah institusi pendidikan berteraskan Islam yang terkenal di seluruh dunia. Kewujudannya adalah hasil dari kedermawanan yang dilaksanakan pada ketika itu. Pada abad ke-16 hingga ke-18 al-Azhar disokong dan dipulihkan oleh pelbagai kumpulan dalam masyarakat termasuklah oleh raja-raja Uthmaniyyah sendiri. Hasil pengumpulan wakaf dari pelbagai pihak telah membantu al-Azhar mencapai kemasyhuran dan prestij dalam bidang akademik dan pembelajaran. Peruntukan yang diterima al-Azhar dari golongan dermawan membolehkan al-Azhar untuk menawarkan pendidikan percuma tanpa perbezaan kelas, lantaran orang miskin atau kaya mempunyai peluang yang sama dalam mencari ilmu dan tiada lagi jurang antara yang kaya dengan yang miskin dalam bidang pendidikan. (Akmaliza Abdullah, 2013).

c. Bayt al-Hikmah, Kota Baghdad

Semasa pemerintahan empayar Abbasiyah, Baghdad telah berubah menjadi pusat utama aktiviti intelektual. Penubuhan Bayt al-Hikmah oleh al-Mamun Bin Harun al-Rashid telah menjadi pusat untuk kerja-kerja terjemahan dari Parsi dan Greek ke dalam bahasa Arab. Institusi ini telah berjaya menimbulkan tokoh intelektual Islam seperti Jabir al Hayyan, Al Khawarizmi, al-Kindi dan lain-lain. Khalifah Al Ma’mun adalah orang yang pertama yang memberikan idea bagi penubuhan badan kebajikan untuk pendidikan tinggi seperti ini (Don, 2013).

d. Universii Cordova dan Universii Granada, Andalusia

Universiti Cordova dibina semasa pemerintahan Islam di Andalusia dan kos pembinaannya telah dibiayai oleh Khalifah Abdul Rahman III di samping bantuan daripada orang ramai.

Page 56: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

47 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

Semasa pemerintahan al-Hakkam II, beliau telah mencantikkan lagi dengan membuat ubah suai ke atas bangunan tersebut. Sementara itu, Universiti Granada telah dibina oleh Sultan Yusuf di 1349M. Kedua-dua universiti itu telah dibina dengan menggunakan mekanisme wakaf. Mekanisme ini telah digunakan untuk membiayai pembangunan dan pengurusan universiti (Don, 2013).

e. Insitusi Pengajian Tinggi Awam Malaysia

Dalam konteks Malaysia, Universiti Islam Antarabangsa Malaysia (UIAM) telah memperkenalkan Dana wakaf Universiti Islam Antarabangsa Malaysia (IIUMWF) pada Mac 1999. Awal dana yang diperoleh daripada sumbangan kerajaan sebanyak RM3.5 juta telah digunakan untuk membiayai kos sara hidup bagi pelajar yang kurang bernasib baik dan juga untuk tujuan pelaburan . Beberapa strategi lain telah diatur bagi penjanaan dana seperti membina hubungan yang baik dengan sektor korporat, gaji kakitangan potongan skim dan program anak angkat (Don, 2013).

Selain UIAM, Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) telah mengambil langkah proaktif dengan menyediakan dana wakaf dan sumbangan program. Terdapat tiga skim yang telah diperkenalkan iaitu Skim Hadiah dan sumbangan UKM dan skim Wakaf Tunai UKM. Program-program yang dilancarkan pada tahun 2010, bertujuan untuk menggerakkan sumbangan amal dan menjana pendapatan untuk universiti (Don, 2013).

2. Kesihatan

Dari aspek kesihatan dapat dicontohi pengurusan Lembaga Zakat Selangor (MAIS) yang telah menubuhkan lima pusat dialisis di bawah pengawasan Darul Ehsan Yayasan Islam yang purata melibatkan 213 pesakit yang masih menjalani rawatan hemodialisis tiga kali seminggu. Seramai 213 pesakit dialisis adalah di bawah tajaan Lembaga Zakat Selangor di mana kos setiap pesakit adalah RM2100-RM2500 sebulan. Selain itu Lembaga Zakat Selangor turut menghulur bantuan sedekah. (Noorsalwati Hj Sabtu, 2013).

Page 57: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One48

3. Uilii & Sanitasi

Dari aspek utiliti dan sanitasi dapat dilihat kembali sejarah salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW iaitu Saidina Uthman bin Affan yang telah membeli sebuah rumah yang merupakan sumber penyumbang utama air pada masa itu dan ianya dikurniakan untuk penggunaan semua Muslim.

Sejak 2012 Islamic Relief telah menyediakan kemudahan sumber air kepada 1246 keluarga yang sukar mendapatkan air, serta menyediakan 166 buah sekolah dengan dilengkapi kemudahan air setiap hari untuk 90,000 pelajar di Gaza Palestin. Selain itu mesin pemprosesan dan penapisan air mineral turut diagihkan kepada 28 hospital dan klinik bagi memastikan pesakit tidak terdedah kepada sebarang wabak penyakit. Lantaran itu air di dalam hospital-hospital kini memenuhi piawaian air Pertubuhan Kesihatan Sedunia (www.Islamic-releif.com). Islamic Relief juga telah membina rangkaian air yang baru di kawasan Nuseirat di tengah Gaza. Seramai 10,000 penduduk Blok F di Nuseirat akan menerima bantuan ini bagi memenuhi keperluan harian mereka. Ini termasuk memasang paip, injap, pili bomba dan penurapan jalan-jalan.(www.Islamic-releif.com).

Selain itu Islamic Relief menyediakan pam air dan telaga untuk sebahagian daripada komuniti yang paling lemah dan terpinggir daripada Pakistan. Islamic Relief telah menyediakan sistem bekalan air minum dan juga membina rizab air berhampiran kampung-kampung di Pakistan. Islamic Relief telah melancarkan satu projek yang akan membina semula dan memulihkan empat terusan pengairan di samping menyediakan air untuk lima buah kampung. Pemulihan terusan ini akan menyuburkan kembali tanah sekaligus membantu aktiviti pertanian dan penternakan. (www.Islamic-releif.com).

4. Pelancongan

Bukti kedermawanan Islam dalam pelancongan dapat dilihat melalui inisiatif yang dibuat oleh Jabatan Wakaf, Zakat dan Haji (JAWHAR) di Malaysia. JAWHAR telah berjaya dalam mengembangkan dana wakaf melalui operasi empat buah hotel di seluruh negara. Institusi ini adalah titik permulaan dalam

Page 58: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

49 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

usaha Kerajaan Persekutuan untuk membantu membangunkan harta Muslim sebagai sumber kekayaan dan kekuatan masyarakat pada masa akan datang. Antara objektif institusi ini adalah pembangunan sosioekonomi masyarakat dalam bidang Wakaf, Zakat, Mal dan Haji / Umrah melalui kerjasama erat dengan agensi-agensi berkaitan, meningkatkan kesedaran masyarakat dan pemahaman tentang konsep Wakaf, Zakat, Mal dan Haji / Umrah dan menyuburkan dan memupuk warisan amalan Wakaf dalam masyarakat Malaysia. Hasilnya boleh dilihat daripada empat hotel yang beroperasi di Malaysia iaitu Grand Hotel Puteri (JAWHAR-MAIDAM), Kuala Terengganu, Terengganu, The Regency Hotel Seri Warisan (JAWHAR- MAINPk), Taiping Perak, Klana Beach Resort (JAWHAR-MAINS), Port Dickson N. Sembilan dan Pantai Hotel Puteri (JAWHAR-MAIM), Melaka.

5. Tanggungjawab Sosial Korporat (CSR)

Tanggungjawab Sosial Korporat (CSR) adalah satu bentuk pengawalan korporat yang diintegrasikan ke dalam model perniagaan. Sebagai contoh di Malaysia, Program Graduan Bank Negara adalah sebuah projek yang ditaja sepenuhnya oleh Bank Negara Malaysia yang menjadi sebahagian daripada tanggungjawab sosial (CSR) korporatnya. Program ini pertama kali dilancarkan pada tahun 2009 untuk menyokong rangsangan ekonomi Kerajaan bagi meningkatkan kebolehpasaran siswazah terutama dari keluarga yang kurang bernasib baik. Program ini adalah untuk membantu para graduan membangunkan kemahiran mereka berdasarkan keperluan tenaga kerja. Para graduan yang terpilih diberi elaun bulanan sebanyak RM1,500.00 oleh Bank sepanjang program. Dalam tempoh setahun, 432 graduan telah berjaya mendapatkan jawatan tetap dan telah diserap ke dalam syarikat-syarikat yang ditentukan. Semua bukti-bukti ini menunjukkan bahawa kedermawanan Islam memainkan peranan penting dalam pembangunan ummah dan pembinaan tamadun.

Filantropi Islam Sebagai Instrumen Pembinaan Tamadun

Filantropi Islam menggalakkan kesejahteraan (maqasid Syariah). Konsep kesejahteraan secara umumnya dilihat dari

Page 59: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One50

tiga dimensi iaitu material, hubungan (relational) dan subjektif. Dimensi Material merujuk kepada kebajikan atau taraf hidup, yang menunjukkan kemakmuran ekonomi (Sarah C White, 2008). Hubungan merujuk kepada pembangunan dan kemahiran manusia manakala dimensi subjektif melibatkan persepsi dan tahap kepuasan seseorang individu (Mariz Tadros, 2012). Maqasid syariah mempunyai dimensi yang lebih luas. Ia tidak hanya menumpukan pada dimensi material tetapi juga dimensi hubungan manusia. Cabaran terhadap pencapaian kesejahteraan terpakai bukan sahaja kepada pencapaian individu bahkan juga pencapaian dalam masyarakat (Mariz Tadros, 2012). Ianya memberi maksud memahami maqasid syariah dalam erti kata menghubungkan antara generasi masa kini dan generasi akan datang. Sebagai contoh, amalan wakaf berhubung kait dengan pendekatan relational dalam menjaga maqasid syariah seluruh generasi. Sumbangan wakaf bukan sahaja akan memenuhi keperluan segera generasi masa kini tetapi juga memenuhi keperluan generasi akan datang.

Kesejahteraan dalam Islam boleh dibincangkan lebih lanjut di dalam konsep maqasid shariah. Fungsi maqasid syariah ialah untuk menggalakkan maslahah dan menolak mafsadah (keburukan). Al-Ghazali telah mengkategorikan maqasid syariah kepada dua bahagian; deeni (berkaitan dengan agama) dan duniawi (berkait dengan hal-hal keduniaan). Matlamat berbentuk keduniaan dibahagikan kepada empat iaitu memelihara nyawa, akal, maruah dan keturunan serta harta. Keempat-empat bahagian ini bertujuan untuk mencapai matlamat deeni semata-mata (Tawfique al-Mubarak, n.d). Ke semua instrumen filantropi Islam adalah bertujuan untuk memenuhi matlamat ini. Sebagai contoh, zakat memainkan peranan penting dalam membasmi kemiskinan. Ia bertindak sebagai instrumen agihan kekayaan yang memberi impak yang signifikan terhadap kualiti hidup, standard pendidikan dan merapatkan jurang ketidakseimbangan agihan pendapatan dalam masyarakat (Rahisan Ramli, 2010). Dengan membayar zakat, individu Muslim telah memelihara harta mereka termasuk harta orang lain dengan mengagihkan kekayaan tersebut kepada orang miskin dan yang memerlukan. Zakat juga mampu memelihara nyawa penerima zakat dan keturunan mereka dengan memberikan peluang untuk menikmati hidup yang lebih baik. Selain itu, zakat memelihara akal dan intelek manusia melalui program-program

Page 60: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

51 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

yang dijalankan hasil dari pembiayaan dana zakat. Melalui zakat juga, Islam boleh terpelihara kerana keyakinan dan keimanan kepada Allah akan semakin bertambah apabila hubungan manusia sesama manusia semakin kukuh.

Filantropi Islam juga merupakan elemen penting dalam mewujudkan keadilan sosial. Dunia Islam sememangnya bertuah kerana mempunyai institusi filantropinya yang tersendiri dan telah bertahan sejak berabad lamanya. Institusi ini menjadi tunggak dalam keadilan sosial Islam. Instrumen masyarakat sivil yang tertua ialah wakaf yang menggabungkan ciri-ciri kedermawanan dan agensi perkhidmatan sosial. Selain dari wakaf, kesemua instrumen yang disebutkan di atas memainkan peranan yang sangat penting dalam menyediakan khidmat sosial seperti aspek pendidikan, penjagaan kesihatan, penyediaan pusat-pusat penyelidikan dan penciptaan seni di samping menggalakkan kehidupan yang aktif mengikut garis panduan Islam. Banyak khazanah budaya dan institusi pendidikan yang paling penting dalam dunia Islam bergantung kepada filantropi swasta. Kedermawanan juga diperluaskan kepada golongan miskin secara langsung melalui rangkaian rasmi kitchen soup, hospital, air pancut awam dan institusi (Jennifer Bremer, 2004). Melalui kedermawanan, beberapa kesan kemiskinan yang paling teruk telah dikurangkan dan menjadi satu saluran utama dalam menyediakan peluang pendidikan dan lain-lain kepada rakyat berpendapatan rendah yang boleh membolehkan mereka keluar daripada lingkaran ganas kemiskinan.

Instrumen filantropi Islam memainkan pelbagai fungsi kritikal dan memberi sumbangan dalam mewujudkan masyarakat yang lebih adil dan saksama. Ia juga bertindak sebagai satu mekanisme dalam merapatkan jurang sosial dan mengurangkan ketidaksamaan. Dengan menggunakan instrumen filantropi Islam, ia telah menyediakan satu cara yang membolehkan golongan kaya berinteraksi dengan golongan miskin sama ada melalui zakat, wakaf, atau lain-lain instrumen seperti sedekah, infak, hibah. Dengan ini, orang kaya menjalankan tanggungjawab mereka dengan membantu golongan miskin memerangi kemiskinan sehingga ke akar umbinya. Hubungan ini dapat mengelakkan golongan berpendapatan rendah menjadi terasing daripada arus perdana sosial dan secara tidak langsung dapat mengukuhkan

Page 61: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One52

susunan sosial secara keseluruhannya (Jennifer Bremer, 2004). Selain itu, instrumen kedermawanan Islam juga telah membantu masyarakat berhadapan dengan perubahan dan anjakan ekonomi, menyokong tahap mobiliti yang lebih tinggi dalam masyarakat dan mengekalkan kesahihan dan status elit tempatan.

Kedermawanan Islam juga bertindak sebagai mekanisme pembangunan ekonomi. Dana yang diperoleh daripada instrumen kedermawanan Islam digunakan untuk membiayai pelbagai projek sama ada secara langsung ataupun tidak langsung boleh menyumbang kepada kesejahteraan ekonomi. Sebagai contoh, dana wakaf dari pelbagai projek akan disalurkan dan diagihkan untuk kebajikan dan kepentingan masyarakat Islam seperti memberi bantuan kewangan kepada golongan miskin atau bantuan dalam bantuan pembinaan sekolah, masjid, madrasah, klinik, hospital dan juga modal kerja bantuan kepada mereka yang memerlukan. Projek-projek pembangunan yang dibiayai oleh badan-badan amal Islam akan memberi kesan positif kepada pertumbuhan ekonomi dan pembangunan (Asmak Ab Rahman, 2009). Peranan institusi wakaf dalam menyediakan kemudahan pendidikan dapat dilihat dalam pelbagai projek. Pendidikan sangat penting dalam pembangunan sumber manusia. Ia boleh membantu seseorang untuk mendapatkan pekerjaan dan membolehkan mereka memilih pekerjaan yang bermanfaat. Kadar guna tenaga dalam negara dikira sebagai salah satu faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi. Selain pendidikan, keperluan asas perumahan juga boleh dipenuhi oleh wakaf dan lain-lain jenis badan amal. Sebagai contoh Projek Al-Ehsan Flat bernilai RM 2.27 juta telah dibina di Melaka. Projek ini telah dibiayai oleh Kumpulan Wang Amanah Wakaf dan dana lebihan dari zakat. Rumah pangsa tersebut dibina untuk disewa oleh ibu tunggal. Projek ini membantu meningkatkan taraf hidup keluarga miskin supaya mereka dapat menduduki rumah yang lebih selesa pada kadar sewa yang lebih rendah (Asmak Ab Rahman, 2009).

Instrumen kedermawanan Islam juga menggalakkan keselamatan sosial. Keselamatan manusia merujuk kepada keselamatan bagi manusia sama ada berbentuk ancaman kekerasan atau tanpa kekerasan. Ia menekankan kebebasan dari ketakutan dan juga kebebasan dari kekurangan yang secara komprehensifnya

Page 62: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

53 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

merangkumi semua aspek mudarat yang boleh mengancam kehidupan manusia seharian dan juga maruah mereka (Sami Hasan, 2006). Oleh itu, keselamatan manusia berkait rapat dengan keselamatan sosial yang termasuk dalam penghapusan kemudaratan yang boleh memudaratkan kelangsungan hidup, fungsi, dan kemajuan manusia dalam menikmati kehidupan. Penafian terhadap mana-mana keupayaan asas boleh menyebabkan kemiskinan. Terdapat empat elemen keselamatan sosial iaitu kelangsungan hidup (makanan dan pemakanan), functional (bebas daripada penyakit), kemajuan (pendidikan dan kemahiran) dan sustention (bebas daripada diskriminasi) (Sami Hasan, 2006). Kedermawanan Islam meliputi keempat-empat unsur tersebut. Sebagai contoh, zakat diagihkan kepada lapan asnaf zakat yang pada asasnya diberikan untuk membolehkan mereka meneruskan kehidupan. Selain itu, instrumen wakaf menyediakan tempat perlindungan, menyampaikan air ke kawasan luar bandar dan lain-lain tempat yang memerlukan, pembelajaran dan lain-lain.

Penutup

Melalui perbincangan di atas dapat disimpulkan bahawa kedermawanan Islam adalah salah satu instrumen penting yang diperlukan oleh masyarakat dan peradaban manusia secara keseluruhan dalam membina tempat yang lebih baik untuk generasi akan datang. Ia memainkan peranan utama dalam meningkatkan kesejahteraan, keadilan sosial, pertumbuhan dan pembangunan ekonomi serta keselamatan sosial. Oleh itu, kita perlu mengukuhkan filantropi Islam sebagai satu usaha memastikan kesinambungan hidup boleh dinikmati oleh semua.

Rujukan

Abdul Majîd Alî Hasan. Udhiyah (Qurbani)-Sacrifice dalam www.Islaam.net.

Akmaliza Abdullah, K. A. (2013). Waqf and Education in the Ottoman Egypt. In N. Mohamad, Islamic Philanthropy For Ummah Excellence (pp. 503-510). Shah Alam: IkaZ, UiTM.

Page 63: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One54

Arifin Md. Salleh and Mohd Saladin mohd Rasool (2013). An Alternative Measure of Wellbeing from Shariah Principle. In N. Mohamad, Islamic Philanthropy For Ummah Excellence (pp. 1-10). Shah Alam: IKaZ, UiTM.

Asmak Ab Rahman (2009). Peranan Wakaf Dalam Pembangunan Ekonomi Umat Islam Dan Aplikasinya Di Malaysia. Shariah Journal 17(1): 113-152.

Azliza Azrah Mohd Zakaria, Rose Ruziana Abd. Samad & Zurina Shafii (2013) “Venture Philanthropy Waqf Model: A Conceptual Study”. Jurnal Pengurusan 38 (2013) 119 – 125.

Don, A. C. (2013). Peranan Wakaf untuk Pembangunan Pendidikan Tinggi: Sejarah Silam dan Contoh Pelaksanaan di Malaysia. In N. Mohamad, Islamic Philanthropy For Ummah Excellence (pp. 703-710). Shah Alam: IKaZ, UiTM.

Hasan Bahrom, A. H. (2013). Kedermawanan: Nilai dan Falsafah. In N. Mohamad, Islamic Philanthropy For Ummah Excellence (pp. 657-667). Shah Alam: IKaZ, UiTM.

Ibrahim, B. and Sherif, D. (eds) (2008) From Charity to Social Change: Trends in Arab Philanthropy, Cairo: American University in Cairo Press.

Jennifer Bremer (2004). Islamic PhilanthropyL reviving traditional forms for Building Social Justice.

https://www.csidonline.org/documents/pdf/5th_Annual_Conference-Bremer_paper.pdf

Mariz Tadros IDS, Brighton (2012). Islamic Philanthropy, Development and Wellbeing. http://www.bellagioinitiative.org/wp-content/uploads/2012/09/Bellagio-Tadros.pdf

Monzer Khaf. Infaq In The Islamic Economic System.

http://monzer.kahf.com/papers/english/Infaq_in_the_Islamic_Economic_System.pdf

Page 64: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

55 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

Noorsalwati Hj Sabtu, M. A. (2013). Bantuan Zakat Lembaga Zakat Selangor(LSZ) Biayai Kos Rawatan Hemodialisis Pesakit Buah Pinggang: Tinjauan di Pusat Dialisis MAIS, Selangor. In N. Mohamad, Islamic Philanthropy For Ummah Excellence (pp. 657-667). Shah Alam: IKaZ, UiTM.

Rahisam Ramli and Patmawati Ibrahim (2010). Kaedah Agihan Zakat dalam Membasmi Kemiskinan dan Ketidakseimbangan Agihan Pendapatan di Negeri Sembilan. Paper presented at the 5Th Persidangan Kebangsaan Ekonomi Malaysia, Port Dickson Negeri Sembilan.

Sami Hasan (2006). Muslim Philanthropy and Social Security: Prospect, Practices and Pitfalls. Paper presented at the 6Th ISTR Biennial Conference, Bangkok.

Sarah C. White (2008). But What Is Wellbeing? A Framework For Analysis In Social And Development Policy And Practice. http://staff.bath.ac.uk/ecsscw/But_what_is_Wellbeing.pdf.

Siti Fatimah Abd Rahman. Kurangnya sifat kedermawan. Posted in Utusan Malaysia Dalam http://www.ikim.gov.my/index.php/ms/utusan-malaysia/6703-kurangnya-sifat-kedermawan.

Tawfique al-Mubarak and Noor Muhammad Osmani (n.d). Applications of Maqasid al-Shari’ah and Maslahah in Islamic Banking practices: An Analysis. http://irep.iium.edu.my/4251/1/Applications_of_Maqasid_Shari%60ah.pdf

Portal rasmi Yayasan Wakaf Malaysia https://www.ywm.gov.my/wakaf/pengenalan.22/11/2014.

Rujukan Online:

http://www.mais.net.my. 22/11/2014

http://www.Islamic-banking.com/takaful_insurance.aspx

http://www.alrajhitakaful.com/English/abouttakaful/pages/takafulinIslam.aspx.

Page 65: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One56

http://Islamic-dictionary.tumblr.com/post/5987379594/wasiyya-arabic-one-gives-a-gift-to-others.

http://www.likeaMuslim.com/personal-development/ihsan-3-meanings-Muslim-life

http://www.bnm.gov.my/.

www.Islamic-relief.com.

www.jawhar.gov.my.

https://www.ids.ac.uk/files/dmfile/IF9.2.pdf

www.jawhar.gov.my

http://www.bnm.gov.my/

http://www.takaful.com.my.22/11/2014

Page 66: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

57

A Pattern of Reasoning amongst Scholars Of The Main Schools Of Jurisprudence: A Case of

Ar-Rahn’s Definition

Dziauddin Sharif, Amir Shaharuddin and Nurul Aini Muhamed

Introducion

Since the early days of Islam, the problem of understanding an Islam did not arise as the Prophet Muhammad (peace be upon him) is a messenger of Allah and a leader of guidance in the Muslim’s life provides the absolute solution. After the death of the Prophet, the difference of opinions between the companions regarding the understanding of the Islamic laws already started to some extent. These differences were increasingly vibrant in the days of tâbi’în in which some scholars have their own fiqh

methodology in determining a rule on a particular matter. Ultimately, several of Islamic schools of thought were born that based on a specific methodology developed by their scholars. The birth of the major schools such as Hanafî, Mâlikî, Shâfi’î and Hanbalî around the eighth century AD is not intended to amend the religious fundamentals, but to determine the branches of rules in religion that based on the methodology that they held. These methodological differences are never revise a fundamental belief that is already clear in the Qur’an such as the articles of faith, the pillar of Islam and so on. On the other hand, this methodology has been formulated based on the diversity of reasoning and understanding of past scholars against general Islamic texts and relevancy of a current situation at the time. What was interesting about the differences between the fiqh scholars was that they usually initiated a long discussion by defining a particular term. A long debate of a specific definition for a particular topic is extremely

Page 67: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One58

important to apprehend before a further direction of a legal rule can be determined. A clear understanding and a reasonable justification for a definition given by each school could create a discipline and a consistency in a particular method. Thus, an appreciation and a respectful for the efforts of rule’s determination by a scholar from a particular school could be bred.

In Qur’anic exegesis, Ibn Kathîr is one of the scholars that explained fabulously about ar-rahn regarding surah al-Baqarah verse 283 (al-Qurashî, 1999). Bukhârî and Muslim alone have recorded at least ten to eleven text of various degree of hadîth about ar-rahn in their respective books, Şahîh Bukhârî (al-Bukhari, 810-870M/194 – 256H) and Şahîh Muslim (al-Naisaburi) . Similarly, the jurists from every age and school of thoughts have contributed tremendous and magnificent works through discussion of a particular topic. They were devoted throughout their life in seeking truthful inputs for every angle of the Islamic law. The great names such as Ibn ‘Âbidîn, al-Shaybanî, al-Haskafî and al-Sarakhsî of Hanafî, al-Mâwardî, al-Syîrazî, al-Râfi’î and al-Nawawi of Shâfi’î, al-Dasûqî, al-Dardîr, al-Khalil and al-Qarafî of Mâlikî as well as Ibn Qudâmah of Hanbalî are indeed become “a living legend” to the modern scholars in Islamic law. The great collection of ar-rahn issues had flourished through the meticulous process and methodology developed by them. The reviewing process, the debate of the issues, the comparative methods, the evidences they used and the principles of jurisprudence that they held became the extraordinary efforts that nobody could deny (Dziauddin et.al, 2013).

In that regard, this paper focuses on the reasoning pattern of ar-rahn’s definition between the main sunni schools of Islamic jurisprudence. In achieving its objective, this paper is structured as follow; (i) it starts with the description of ar-rahn given by the scholars of the main schools of Islamic jurisprudence in order to know its elements, (ii) the description reveals the scattered item of ar-rahn elements by using the method of taxonomical classification, (iii) the method produces two levels of discussion namely focused and expanded discussion. These two levels resulted from the process of harmonization. The harmonization is the process of suiting the original model founded by Rosch to

Page 68: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

59 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

the other discipline of knowledge and for this case; the matter is about the definition of ar-rahn and lastly the classified reasoning model is resulted from the process of focused and expanded discussion that ultimately determining the superordinate and subordinate taxonomical classification.

Literature review on the descripion of ar-rahn in the main schools of jurisprudence

According to Ibn ‘Abidin, ar-rahn is defined as “ holding an item in lieu of a legal right that may be satisfied from that item, either it is done for the real debt or legal debt” (حبس شيء (Ibn Âbidîn, 1198 H) (مالي حق مكن استيفاؤه منه كالدين حقيقة أو حكماThis definition is based on the Hanafî school description as they describe ar-rahn as a situation where a debtor submits a property to a creditor in which the property can be held. It must be non-alcoholic and non-dead body. The property will be considered as a form of guarantee, so that the right of the creditor is in debtor’s hands is secured; whether the underlying rights (debt) are in the form of debt or tangible assets. When a creditor reclaims rights (debt), then he can get it back through the selling of collateral (mortgaged property) if its value is equal to or more than an issued debt’s value. However, he cannot get his total rights (debt), if the collateral’s value is less than the issued debt’s value. It is applicable, whether the right is the similar genus of the collateral or not. The example of such the same genus of right is to pawn a ringgit currency for borrowing a dollar currency and the example of the different genus is to pawn a goat for borrowing the cash. However, the issue of value inequality between collateral and the thing in lieu of which the object is pawned (marhûn bih) are still could be happened. On that basis, it is unnecessary to set the minimum collateral’s value equal to a given debt’s value.

Meanwhile, Khalîl defines ar-rahn as “The exertion (of something) by those who is eligible in sale (transaction) (and) anything that can be sold or that have (little) uncertainty; even stipulated in the contract; (as a means of) insurance of a right” وثيقة حق) العقد ي اشرط ولو غررا أو يباع ما البيع له من ,Shu’ayb) (بذل 2005).

Page 69: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One60

This Mâlikî’s approach of the definition has stressed on the requirement of the person in the contract. The phrase of “those who is eligible in sale” can be explained as a qualified person in carrying out the transaction such as a mature, a person who can responsible of religious duty (mukallaf), a healthy, a child who has discretion, a mentally incompetence and a slave provided that have submitted a matter to the qualified decision maker or have an approval from their guardian. If all those criteria have been fulfilled, the transaction will become lawful. However, an insane and a child who has not a distinctive capability between bad and good (mumayyiz), their pawning contract is invalid due to the missing of a required qualification in dealing a business. It is also can be concluded when people are allowed to do their business; they are entitled to carry out a pledge contract or vice versa. In addition, the collateral shall be in the form of property/asset. The property can be seen as physical form as such land and livestock or non-physical form as such benefit of a house or a shop. It also must be clean, pure, beneficial, halal, known and deliverable. A person is allowed to pawn some degree of uncertainty such as refugees and undivided shares of property (al-mushâ). On the other hand, a pawning wine, dead body, blood, pork and all other forms of unclean are prohibited.

In the Shafi’î’s school, al-Sharbinî defines ar-rahn as “taking a non-fungible property as security against a fungible debt, whereby the debt may be extracted from the held property if it is not repaid” .(al-Syarbinî 977 H) (جعل عن مال وثيقة بدين يستوفى منها عند تعذر وفائه)A contract started when a debtor places a property in a creditor‘s hands .A property should not be a type of debt ibtida’ (الدين اإبتداء) (al-Bujairimî 1950). It is insupportable to assume the collaterals should become an entire solution for a debt. Thus, the value of the collateral should not be necessarily more or equal to the debt’s value. There is a possibility of a value could be more or less than the value of the debt.

In the meantime, Ibn Qudâmah of Hanbalî defines ar-rahn as “taking a corporal asset an insurance against a fungible debt, whereby the debt may be extracted from the held property’s price if it is not repaid from the one who is responsible” (جعل عن مالية ,Ibn Qudâmah) (وثيقة بالدين يستوفى من منه إن تعذر استيفاءه من هو عليه

Page 70: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

61 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

1405H) According to them, ar-rahn is the property used as collateral for a debt security. However, the debt of a mukatab was excluded from the scope of definition. The collateral shall be able to settle the debt either wholly or partly, similarly or differently

. Hence, the value equality between a collateral and a debt is not become a condition to ar-rahn contract.

Methodology

The arguments in this paper are made with the mind that it will not reject some parts of the theoretical model of ar-rahn as issued by the previous scholars. In this case, there are reasons behind each of judgment among the scholars. Therefore, this study adopted a taxonomical classification’s approach. The methodology leads to a classification of some identified attributes that inter-related to each other. The relationship between the numbers of attributes is called taxonomy. According to Eleanor Rosch et.al (1976), taxonomy is a system by which categories are related to one another by means of class inclusion. Each category within taxonomy is entirely included within one other category but is not exhaustive of that more inclusive category. A resulting taxonomy is a particular classification, arranged in a hierarchical structure or classification scheme. Typically, this is organized by super type-subtype relationships, also called generalization-specialization relationships (Clive Seal 2007).

While the introduced model had prevalence between superordinate and subordinate relationship as what suggested by Rosch (1976), an exploration for a harmonization of a model is a need to suit other’s discipline of knowledge. One of the harmonized efforts of taxonomical classification is to discuss related attributes of expanded matter from the original ar-rahn’s definition from each school. The related attributes of expanded matter that excluded from the common attention in the definition is become the second level of a discussion. The second level has a significant value when the attributes that appear in the first level have been refined. This classification process from the refinement of a discussion requires a deep and lengthy debate on the definition between scholars, so that every classification of the attributes is inclusive. Chernyak and Mirkin (2013) is the

Page 71: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One62

latest example of study that uses a two-step approach to devising a hierarchical taxonomy of a domain while refining computationally of a Russian-language on Wikipedia (Chernyak E. L. and Mirkin B. G. 2013).

Diagram 1: The harmonized model of taxonomical classification

Superordinate Subordinate of

focused attributes

Subordinate of

expanded attributes 2nd

level

1st

level

Findings and Discussion

In discussing the ar-rahn attributes in the written definition of each schools of jurisprudence, a scattered pattern has been recorded to identify the related aspects of the discussion. This pattern originated from the various thought of Islamic jurisprudence namely Hanafî, Mâlikî, Shâfi’î and Hanbalî. Even though all of them were discussed about the same thing; a different methodology adopted by each school has led them giving a different prominence against particular attributes of ar-rahn’s definition. Although the classification process included the focused attributes; a harmonized model of ar-rahn’s definition asserts the second level of an expanded discussion. The expanded discussion is the extended ideas and views from the focused discussion of ar-rahn’s definition that written by scholars of each school. The harmonization of model begins with a process of attributes’ identification that had written by scholars of all schools. The written definition of ar-rahn is in the first level called focused discussion. All those attributes of the ar-rahn’s definition are listed and described in the following diagram:

Page 72: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

63 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

Diagram 2: A scattered reasoning pattern of ar-rahn between scholars of all schools

Schools Aspects discussed Schools

Ḥanafī Shāfiʿī

Mālikī

Thing

Valued property

Right

Object

Ḥanbalī

Collateral

Debt

Capability of

meeting the

Something

can be sold Contracting

parties’

Findings show that there are nine aspects of discussion on ar-rahn’s definition that led the scholars to give specific highlights. However, not all scholars had discussed those aspects in details. Some of them only focused on three or four aspects. However, it did not illustrate the unfamiliarity of the school against the other but rather to show the different focus of discussion from the methodology that they held. For an example, the Mâlikî School places great highlight on methodology which emphasizes

Page 73: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One64

the eligibility of the contracting parties, and thus made it as an important discussion for every topic’s definition.

IV (i) the focused and expanded Discussion of all four Schools

The focused and expanded discussion of Ḥanaī School

First Level: The focused discussion of Hanafî School

Hanafî School was used the word thing (شيء), property (مالي), right (حق) and capability of meeting the interest (استيفاء) as a part of their discussion. They agreed a word of ‘thing’ refers to a collateral and a benefit cannot be made as a collateral as it is not of things. Meanwhile, a ‘property’ refers to a pledge that has a valid value from the perspective of religion. Thus, properties such as alcohol, blood and pork are rejected as it obviously does not have a religious value. A ‘right’ refers to a debt granted by the creditor as a creditor and a capability of meeting the interest (istîfâ’) refers to the collateral which has a market value of which in the event of default, it can be sold or auctioned to fulfill the right of a holder of pledge (creditor). According to them, a perishable goods and invalid sale such as selling a mukâtab are the rejected examples and thus excluded from the scope of definition.

Second Level: The expanded discussion of Hanafî School

Argument 1: It is not a comprehensive meaning as it is excluding non-completing pledge (ar-rahn ghayr al-tâm) or non-binding pledge (ar-rahn ghayr al-lâzim)based on the phrase مالي“ شىء ”حبس“ The word of .(the detention of an asset) ”حبس (detention) implies the acceptance and it is the sign of the contract to be effective. However, a contract that has no taking possession of the collateral is non-binding and it is not included into the definition.

Discussion 1: Ar-rahn contract is executed when there is a nature of “confined” which aims to protect the interests of creditors. However, a nature of “detain” which occur before taking a possession (qabd) is something uncommon. This definition is correct because it refers to “detain” (habs) not taking a possession (qabd).

Page 74: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

65 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

Argument 2: It is not a comprehensive meaning as the debt (al-dayn) is the only thing which can be secured for. This illustrates the debt is the only reason that could allow a pledge contract to be executed. This is based on the use of letter “ك” which is intended to limit the purpose of the pledge only for a debt contract, not others. This dictates the taking of a pledge under a object asset that must be guaranteed irrevocably in whatever circumstances (al-A’yân al-Madmûna binafsihâ) such usurped object (al-maghsûb) is excluded from the definition.

Discussion 2: It is not “ك” for limitation (al-istisqâ’ wa al-hasr) but “ك” for sample (al-tamsîl) which brings the meaning of showing an example. It did not deny the pledge under a object asset that must be guaranteed irrevocably in whatever circumstances. Even if the reason of limitation (al-istisqâ’ wa al-hasr) is accepted, it still does not prevent it into the definition as a debt is also considered a property in a legal perspective. Thus, the main obligation is to pay the price and return the collateral.

Argument 3: It allows immeasurable or indivisible collateral into the definition which is not permitted by Hanafî jurists. Although it is not specifically mentioned but the word “شيء” bring about all type of pawning including the indivisible property (mushâ’).

Discussion 3: The indivisible property is viewed from two aspects: the first is a detention (habs) as indivisible (mushâ’) could not be enclosed. The other one is the ability of meeting an interest (istîfâ’uhu minhu) as an indivisible property (mushâ’) cannot fulfill these rights.

The focused and expanded discussion of Mālikī School

First Level: The focused discussion of Mâlikî School

Mâlikî’s scholars had emphasized the eligibility of contracting parties (البيع له يباع) the saleable item ,(من and a guaranty (ما In discussing the eligibility of contracting parties, the .(وثيقة)Mâlikî scholars rejected a children who have not mumayyiz

and insane. The definition also excluded a discerning minor, an irresponsible person or a slave who did not get the consent

Page 75: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One66

from his guardian. In the meantime, a collateral should have a value. A collateral that cannot be sold such as waqf

property, alcohol, dead body, blood, pigs, dogs and all kinds of filth are invalid. Meanwhile, a property should specifically intend as a guarantee in the contract. The motives and purposes of other than a pledge contract are not accepted such as sale and purchase, gifts (hibah) or donations as it seeks possession of assets. Similarly, rental and lending of securities as it is intended to transfer the beneficial ownership.

Second Level: The expanded discussion of Mâlikî School

Argument 1: It is not a comprehensive meaning as it does not include the element of taking a possession over a collateral. It can be seen through the word (بذل) which means ‘exertion’ . It is excluded the form of taking possession of a collateral.

Discussion 1: Taking a possession (qabd) from the Mâlikî jurists’ perspective is not a condition or an obligation of ar-rahn but the utterance of the offer and the acceptance. Thus, the delivery of the pledge can be submitted to creditor even after the contract signed. The answer was then replied by saying that the utterance of offer and acceptance cannot become the evidence of the pledge’s taking possession because of not representing the real situation. However, it was replied that the definition has a sign of implicit (majâzî). The phrase of “بحق is the completed ”وثيقة description about the feature of a collateral to act as the security. The absence of the utterance of offer and acceptance will lead an intention inclined to other purposes as such gifts (hibah), savings (wadî’ah) and so on.

Argument 2: It did not exclude the unnecessary elements into the definition as it allows non-binding debt (al-dayn gyahr al-lâzim) to be a part of it. The basis is taken from the word “بحق” which encompasses a binding and a non-binding debt. The examples of non-binding debt are the sale of good during purchasing confirmation period

and the debt of mukatab. (al-Qurtubi, 1964) Both examples are not really happens as the debt is not yet to bond. In the first example, the debt may not apply if the buyer cancels the purchase even after its consumption due to the option period of purchases

Page 76: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

67 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

(zaman al-khiyâr). Similarly, a mukâtab’s debt to his master is due to the nature of a non-binding. For example, if a mukâtab likely not be able to pay his debts and at the same time, the promise of release is against the inability of debt repayment.

Discussion 2: Although the word ‘right’ (haq) is a general form (nakira) but the meaning of the word itself is specifically means the binding debt (al-dayn al-lâzim) because of the parameters specified in the definition. This approach has long been done by earlier schools that require the use of general words to distinguish a fact.

Argument 3: The main feature of the collateral is the capability of meeting the creditor’s right and the definition did not mention it.

Discussion 3: The features of collateral should not be included as it can drag the meaning to something unnecessary.

The focused and expanded discussion of Shāiʿī School

First Level: The focused discussion of Shâfi’î School

Shâfi’î’s School had focused the discussions regarding five (5) aspects of the ar-rahn’s definition which is a object (‘ayn), valued property (mâl) collateral (wathîqa), a debt (dayn) and a capability of meeting the right (istîfâ). A discussion by Shâfi’î scholars looks very similar to the Hanafî except they made further details for a collateral aspect. They argue collateral should be able to meet the right (debt) of the creditor rather than to be confined.

Second Level: The expanded discussion of Shâfi’î School

Argument 1: The meaning does not specifically indicate the existence of a contract and taking a possession (qabd).

Discussion 1: The word of ‘جعل’ is a specific (ma’rifah) -which means ‘making’- because of the later word positioned after it, which is “وثيقة” to show that the collateral has taken a place. It shall not be said as the act of handing over of an asset as a collateral or security unless the signing of ar-rahn contract has been completed. If it is not signed, how it is possible to

Page 77: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One68

differentiate the assets is meant for a gift (hibah), or as a wadî’ah

or other purposes? Ar-rahn contract was carried out by making an asset as collateral or guaranty either by taking a possession or not.

Argument 2: It is not a comprehensive meaning as the definition does not include the legal pledge (ar-rahn al-hukmî

). The legal pledge is defined as making a property as the pledge and become a legal liability such as a case regarding infaq

and criminal redemption.

Discussion 2: Ar-rahn hukmî is included in this definition because it is part of Islamic law.

Argument 3: It does not exclude the unnecessary elements as it includes the non-binding debt (dayn ghayr al-lâzim). The basis is taken from the word “بدين” (with a debt) which can be meant by a binding and a non-binding debt. The example of non-binding debt is the sale during purchase confirmation period.

Discussion 3: Although the word is general (nakira) but the meaning is specific which means the binding debt (dayn al-lzim) because of the parameters specified in the definition.

The focused and expanded discussion of Ḥanbalī School

First Level: The focused discussion of Hanbalî School

The focus of discussion in Hanbalî School is similar to the Shâfi’î except they did not discuss in detail about the valued property. Therefore, the aspects of discussion in Hanbalî School are object (‘ayn), collateral (wathîqa), a debt (dayn), and the capability of meeting the debt (istîfâ). The scholars probably thought something that has a physical form and acted as collateral of the right certainly has the value that can be accepted by the creditor who is willing to lend.

Second Level: The expanded discussion of Hanbalî School

Argument 1: It is not a comprehensive meaning as it does not include rahn al-dayn(pledged debt).

Page 78: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

69 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

Discussion 1: The Hanbalî School does not allow the debt as a collateral and this definition coincides with what is held by them.

Argument 2: It does not exclude the unnecessary elements as it includes the non-binding debt (dayn ghayr al-lâzim). The basis is taken from the word “بدين”which contain the binding and non-binding debt. The example of non-binding debt is the sale of good during a purchase confirmation period.

Discussion 2: Although the word is general (nakira) but the meaning is specific which means the binding debt (al-dayn al-lâzim) because of the parameters specified in the definition. (al-Mardawi 1419H)

After a discussion of each school of Islamic jurisprudence in the first and second level, an organized reasoning pattern can be classified into these following aspects:

1. The definitions given by the Shafi’i and Hanbalî jurists emphasize the underlying liability in lieu of collateral (marhûn bih). According to these two schools, the underlying liability in lieu of collateral must be in the form of debt and should not be in the form of object, in the case of rahn jalî. In the case of rahn syar’î, like the death of someone who still owes and the heirs who become a pledge against a deceased’s debt and thus, they have no right to spend the deceased’s property until the debt is settled.

2. The Hanafî and Mâlikî jurists defined the term of the underlying liability in lieu of collateral is a right. The word ‘right’ is wider in meaning than a debt or a thing. They said that it possible for the underlying liability in lieu of collateral in the form of physical objects except the Hanafî School requires the pawned physical objects that may be guaranteed by itself (al-’ayn al-madmûna binafsihî) as such the object in the possession of a usurper and a dowry in the hands of her husband. Hence, it was the usurper’s responsibilities to guarantee the usurped item if it perishes. This includes property’s replacement according to the type of fungible (mithlî)

Page 79: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One70

or non-fungible (qîmî).

If the property is mithlî’ then it must be replaced by a similar type. On the other hand, it is not possible if the right is in a form of guaranteed by (e.g. the object of sale in the seller’s possession which is guaranteed by the price, whereby liability for the price is dropped if the object of sale perishes in the seller’s possession). Meanwhile, Mâlikî School sees the item pledged (i.e. debt) must be in object form (‘ayn) and disappeared from the debtor’s hand either a non-fungible object may be guaranteed by itself or by another. However, the item pledged cannot be secured if it is still in debtor’s hand (al-Maghribî, 2003). In conclusion, these two schools allow the things pledged from the object asset because of its capacity suits a form of right.

3. The Hanafî School sees the collateral should be in the hands of creditor. The debtor cannot demand to take it back from the creditor for him to utilize the collateral except with the creditor’s permission. This is referring to the phrase of “حبس مالي .that brings the meaning of enclosed property ”شيء However, the meaning of the enclosed property is varies according to each school of Islamic jurisprudence. The Hanafî and Shâfi’î do not see the act of taking a possession permanently (istidâmah al-qabd) as a mean to achieve objectives while Mâlikî and Hanbalî made it as a condition.

4. Mâlikî views the collateral is not only in an object form (‘ayn) but can be in a debt form as their definition allows an element of a little uncertainty (gharar). However, the Hanafî, Shâfi’î and Hanbalî prohibit such things. Mâlikî allows a debt to become a collateral or something that has little uncertainty because their definition contains both elements. This is based on the phrase of “ما يباع أو غررا” that a debt included in the item can be sold or things that contain little uncertainty.

5. Mâlikî had discussed the condition of the debtor in the definition that based on the phrase of “البيع له while the ”من

Page 80: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

71 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

other three schools are excluded from it. This is understood as the Mâlikî usually focused the words “contracting parties” in every discussion of their definition. They see the aspect as an important element in determining the validity of a contract.

6. The Hanbalî School defines ar-rahn as the collateral while the other three schools considered it as a contract (al-’aqd).

It then can be suited to the ar-rahn taxonomical classification reasoning model as below:

Diagram 3: The classified reasoning pattern of ar-rahn definition between scholars in Islamic jurisprudence

The model above shows the classified model of taxonomical classification for ar-rahn’s definition. It contains two levels of discussion called the focused and the expanded discussion. The first level that focuses on the written definition of ar-rahn has been grouped into the specific classification according to the similarity of attributes among them. Earlier, the group of ar-rahn’s attributes in this level is derived from the scattered list of written definition of each school. In the second level, the process of classification has determined three classified items which are

Page 81: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

72

the debtor, the collateral and the underlying liability in lieu of collateral as the center of discussion. Each expanded discussion has begun from these three classified items. Later, the pattern of discussion can be seen through their emphasized aspects in the expanded classification. For an example, all schools of Islamic jurisprudence have emphasized the collateral and the underlying liability in lieu of collateral in their ar-rahn definition but Mâlikî the only school that stressed on the aspect of debtor. Meanwhile, there are three subordinated classifications are being discussed under the superordinate of collateral; the debt, the object and the taking possession. The expanded discussion continued under the classification of taking possession where Mâlikî and Hanbalî require the continuity of the possession but Hanafî and Shâfi’î did not set it as the requirement. The emphasis of the attributes of the underlying liability in lieu of collateral is differed between Hanafî, Mâlikî, Shâfi’î and Hanbalî. It can be seen that Shâfi’î and Hanbalî are emphasized the debt as a reason for conducting the pledge contract whereas Hanafî and Mâlikî emphasized the word ‘right’.

Conclusion

Every school has a specific methodology that their scholars have developed hundreds of years ago. This methodological difference is due to many reasons and one of them is the difference in term of understanding and ways of reasoning. While reviewing the ar-rahn’s definition, the differences can be seen between scholars of the school in highlighting their focus of discussion. There were schools that focus on many aspects compared to the other. However, this situation did not indicate a sign of weaknesses but rather an indication of a priority level and a different understanding between them. Thus, the debate about certain aspects of a given different emphasis by every school is about a reasoning pattern between scholars of the main schools of jurisprudence.

References

Ibn Qudâma, ‘Abd Allâh b. Ahmad b. Muhammad. Al-Mughnî. Vol. 4. Beirut: Dar al-Fikr, 1405H.

Page 82: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

73

Al-’Uthmâniyyah, Lajnah Mukawwanah Min ‘Iddah al-’Ulamâ’ wa Fuqahâ’ fî al-Khilâfah. Majallah Al-Ahkâm Al-’Adliyyah. Vol. 1. n.d.

al-Bâbartî, Akmal al-Dîn Muhammad b. Mahmûd. Al-’Inâyah Syarî al-Hidâyah. 1. Vol. 10. Egypt: Mustofâ al-Bâbî al-Halabî, 1970.

al-Bujairimî, Sulaimân bin Umar bin Muhammad. Hasyiah al-Bujairimi ala Syarh Manhaj al-Tullab. Vol. 2. Egypt: Syarikah Maktabah wa Matba’ah Mustofâ al-Bâbî al-Halabî wa Aulâdihi, 1950.

al-Bukhârî, Muhammad bin Ismâ’îl Abû ‘Abdullah. Al-Jâmi’ Al-Musnad Al-Sahîh Al-Mukhtasar Min Umûr Rasûlillah Wa Sunanihi Wa Ayyâmihi. 1. Vol. 4. Dâr Tauq al-Najâh, 810-870M/194 – 256H.

al-Maghribî, Shams al-Dîn Abû ‘Abd Allâh Muhammad b. Muhammad b. ‘Abd al-Rahmân al-Trabelsi. Mawâhîb al-Jalâl Li Syarh al-Mukthtasar al-Khalîl. Vol. 5. Madînah: Dâr al-’Âlam al-Kutub, 2003.

al-Mardawî, ‘Ala’ al-Dîn Abû al-Hasan ‘Alî b. Sulaimân. al-Insâf Fî Ma’rifah al-Râjih Min al-Khilâf ‘Alâ Mazhab al-Imâm Ahmad bin al-Hanbal. Vol. 5. Beirut: Dar Ihyâ’ al-Turâth al-’Arabî, 1419H.

al-Nîsâbûrî, Muslim ibn al-Hujjâj Abû al-Hassân al-Qushairy. Al-Musnad Al-Sahîh Al-Mukhtasar bi Al-Naql Al-’Adl ‘An Al-Adl ilâ Rasûlillâh. 1. Vol. 3. Beirut: Dâr Ihya’ al-Turâth Al-’Arab, 406H/1015-1016M.

al-Qurtubî, Abû ‘Abd Allâh b. Muhammad b. Ahmad b. Abû Bakr b. Farah al-Ansârî al-Khazrajî Shams al-Dîn. Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’an. 2. Vol. 12. Cairo: Dâr al-Kutub al-Ma’riyyah, 1964.

al-Syarbinî, Muhammad bin Ahmad. Mughnî al-Muhtâj. Vol. 2. Beirût: Dâr al-Fikr, 977H.

Page 83: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One74

Chernyak E. L. and Mirkin B. G. “Computational refining of a Russianlanguage taxonomy using Wikipedia.” International Conference on Computational Linguistics. Moscow: The Linguistics Institute of the Russian State University for the Humanities, 2013. 177.

Clive Seal, Giampietro Gobo, Jaber F. Gubrium, David Silverman. Qualitative Research Practice. London: SAGE Publication, 2007.

Dziauddin Sharif, Amir Shaharuddin, Nurul Aini Muhamed, Nasif Sidquee Pauzi, M. Zaid M. Zin. “The Improvement of Ar-rahn (Islamic Pawn Broking) Enhanced Product in Islamic Banking System.” Edited by Ernest Chui. Asian Social Science (Canadian Center of Science and Education) 9 (January 2013): 36-47.

Eleanor Rosch, Carolyn B Mervisa, Wayne D Gray, David M Johnson, Penny Boyes-Braem. “Basic objects in natural categories.” Cognitive Psychology 8, no. 3 (July 1976): 382-439.

Kuwait, The Ministry of Waqf and Islamic Afffairs of. Al-Mausu`ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah. Vol. 1. Kuwait: Dar al-Salasil, 1404-1427H.

Ibn ‘Âbidîn, Muhhammad Amîn b. ‘Umar b. ‘Abd al-’Azîz. (1198H). Hasyiah Rad al-Mukhtar Li Ibn ‘Abidin ‘Ala al-Durr al-Mukhtar li al-Haskafi. Vol. 6. Beirut: Dar al-Fikr, 2000.

P.J. Bearman, Th. Bianquis, C.E. Bosworth, E. van Donzel and W.P. Heinrichs,. Encyclopaedia of Islam, Second Edition, Glossary and Index of Terms. n.d. (accessed 9 24, 2013).

Shu’ayb, Khalîl b. Ishâk b. Mûsa b. Mukhtasar Khalîl. Vol. 1. Cairo: Dâr al-Hadîs, 2005.

Page 84: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

75

Why Investors Put Money in Stock Market?An Empirical Investigation

Shainar Ismail, NikNorIzzaty and NikMd Nor Suhaimi

Introducion

These days, stock market has become a key of investment for many part of the world, where stock exchange activity has become routine for people. Stock is an investment instrument that identifies the percentage of ownership of certain entity or company.Stock is the most vital form of ownership for an organization to finance their business establishment costs and help pay for any expansion and their ongoing daily business activities. The owner of the stock has the right to claim to a part of the company profit and earning if the company has any profit (Zingales, 2011). If the public want to buy shares in a company, they can buy the shares and by doing so, they will attain the right to vote on any of the organization matters which are important when there are public meetings that are being held by the board of directors. Saving and investing over a long period of time is the only ways to attain financial security. The reason people starts investing is to travel around the world or to send their children to study oversea while others invests for retirement, purchasing a home and also to supplement income. Therefore, to fulfill those dreams a substantial amount of money is needed.

Most people priority is to take care of their short term need rather than the long term. Habitually, they do something every day that wastes money. They tend to spend on unnecessary items like a car, a house and even groceries that will drag them down and eventually they will wasting their money carrying debt. For that reason, not many people know the reasons why they should

Page 85: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One76

start investing and some of them wanted to invest, but did not know where to start investing. Conversely, there is a lack of studies being conducted on the factors affecting investor’s willingness to invest in the stock market whereas it is an important key in investing (Walter, 2012; Beltratti and Di Tria, 2002). Therefore, the aim of the study is to identify the factors that contribute towards the willingness to invest in the stock market in Malaysia. This study focus on the desire of an individual in making money, tax advantages, financial flexibility and portfolio diversity point of view concerning to the willingness to invest in the stock market. The following section considers previous studies relevant to willingness to invest in stock market, while section 3 considers the details for the methodology necessary to attain the study objectives. Most importantly, section 4 analyses the findings generated from the survey work. In the section 5, a further discussion of results and study implications are highlighted followed by a conclusion.

Literature Review

Stock market started in 12th century where the main concerned that being face by many people is by managing and regulating the debts. Nowadays, the stock market is nearly in every developed and most developing economy (Geetha et al., 2011). History has shown that shares prices will greatly affect the wealth of households and their consumption. Most people do not feel they have enough money in their current household budget to invest. They waste their money on something that they do not actually need and pay more than they should.Most of the people spend more time thinking of buying luxury car or planning to go on a vacation rather than investing on the important stuff, for example life savings.

Based on the research conducted by Bursa Malaysia (2009), it is found that Malaysia has more young people but the people involved at the Exchange, the investor’s and dealers are mostly older. The young are large in size and have a long investment lifespan. They, however, prefer to put their money in other financial instruments such as savings accounts, unit trust, investment-linked insurance and property.

Page 86: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

77 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

Source: Bursa Malaysia Berhad (2009)Figure 1: Ownership of Financial Products

Figure 1 shows the Ownership of Financial Products. Savings products remain hugely popular. Most of the people choose to save in normal savings deposits that are less risky than other financial products. Many people know about shares but so few invest in them. The main reason is due to lack of knowledge of individuals and organizations about the wide range of investment options to choose from, ranging from simple savings account to advance stock market derivatives.Compared to shares, there is greater awareness of savings and fixed deposits.

Investment can be defined as an asset or item that is being purchased with the intent that it will generate income or future economic benefit. In other word, an investment is the purchase of product or goods that will not be consumed today but will be used in the future to create wealth and benefit for the investor. In finance, an investment is a monetary value asset that is being purchased with the intention that the asset will provide in future economic benefit and be sold at a higher price practice. On the other hand, diversification is a practice of reducing risk by spreading money among different type of investment. Hence, in the hope that if one investment losses money, the other investments will more than make up for the losses. All income of companies and individuals accrued resulting from or remitted to Malaysia are liable to tax. However, income remitted to Malaysia by residents

Page 87: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One78

companies; non-resident companies and non-resident individuals are exempted from tax.

Hypotheses Development

Different people choose to invest for different reasons, depending on how much they want to make money, avoiding taxes, to secure their financial situations and to diversify their risk. Understanding the common reasons to invest will give more insight into why people make the investment choices they make. A study relating to the willingness to invest in the stock market(Zingales 2011, Beltratti and Di Tria, 2002) found the relatively high returns expected from equity have tended to attract many people to participate in stock markets. This is because, stock represent a good choice for a risky, high-return asset suited to long-term investing. Stock investment provides the highest flexibility and liquidity.

One of the factor affecting investor’s willingness to invest in thestock market is making money. Most people dreams to travel around the world or to buy luxury goods such as cars. By having money people will have the opportunity to buy luxury cars, buy house, travel around the world and their life will be more secure. By making money the risk for having less money in the future will be lesser, due to the fact that, by investing the money the probability that the person will have money in their saving is high. In conclusion by making money, that particular individual will be more flexible and well secured in their short term and long term plan. Therefore, we can formulate a hypothesis in the following way.

H1: Making money have significant relationship with individual willingness to invest in the stock markets.

Tax benefits provide an advantage to the taxpayer. The benefits include reducing taxes that leads to improve the economy by increase spending (James, 2012). The federal tax system relies on a number of different types of taxes to generate revenues. There are two main taxes that have to pay; which are income tax and capital gains tax. The income tax includes federal personal income taxes and payroll taxes. Thefederal personal income taxes are

Page 88: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

79 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

levied against income, interest, dividends and capital gains, with higher earners generally paying higher tax rates. The payroll tax is a tax levied at a fixed percentage on salaries and wages, up to a certain limit and is paid equally by both employer and employee. Individual securities had a big advantage over funds in that the investors were required to pay capital gains taxes only when they actually enjoyed a capital gain. Therefore, we can formulate a hypothesis in the following way.

H2: Tax advantages have significant relationship with individual willingness to invest in the stock markets

Besides that, portfolio diversity is one of the factors affecting investor’s willingness to invest in the stock market.Far too often people make mistake of investing all of their money in the same portfolio. This form of investing often results in lower overall returns wealth (Goetzmann and Kumar, 2008). Moreover, in the event of unfavorable market, investor’s will be exposing to the considerable risk that will affect their investment. Normally, investor’s attitude towards risk will reflect their diversification decisions (Kumar and Lim, 2008). An investor’s with lower tolerance for risk may hold more diversified portfolio. Risk aversion increases with age and wealth (Goetzmann and Kumar, 2008), which suggests that portfolio diversification would increase with age and income. Portfolio diversification could also increase with age because with experience, investor’s acquire more information about the market (Kumar and Lim, 2008). At the same time, younger investor’s could be less diversified due to their over-confidence (Kumar and Lim, 2008). In addition to age and wealth, diversification decisions influence investor’s depending on education level. Therefore, the only truly way to safeguard against unexpected current and future earning rates is to be certain that your investment portfolio is well diversified by spreading your investment over several areas rather than focusing them all in one or two sectors. Therefore, we can formulate a hypothesis in the following way.

H3: Portfolio diversity has significant relationship with individual willingness to invest in the stock markets

Page 89: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One80

At some level, people will start invest for their future. Financial flexibility is essential for having a safe and well covered future in term of having money. For example of financial flexibility is retirement plans. People need to realize that by having financial flexibility their future will be more secured. Being strapped for cash when you are past your peak earning years is not much fun. Therefore it is essential to have retirement plans. In addition to that other common reasons are to pay for their child support, for example a child education fees, to purchase a home, to supplement income, and to help love one. By having financial flexibility people will be more secure in term of having money in case of emergency. Therefore, we can formulate a hypothesis in the following way.

H4: Financial flexibility has significant relationship with individual willingness to invest in the stock markets

Theoreical Framework

This study is derives the theoretical framework from the Theory of Planned Behaviour (TPB). This model developed by Azjen(2001). He defines the TPB as connection between attitudes, subjective norm and perceived behavioural towards the intention of performing behaviour and in this case is the intention to purchase sustainable product. An attitude refers to an individual’s perception toward specific behaviour. Subjective norm refers to the individual’s subjective judgment regarding others’ preference and support for a behaviour (Werner 2004). According to Ajzen (1991) stated that individuals’ elaborative thoughts on subjective norms are perceptions on whether they are expected by their friends, family and the society to perform the recommended behaviour.Therefore, the foregoing of literature review in this study were formed as a basis for developing a conceptual framework. Consistent with the conceptualization, this study used the TPB. A model was developed specifically to study the relationship between reputation, service quality, religion, media advertisement, and social influence. Figure 2 shows a model of the hypothesized relationships investigated in this study.

Page 90: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

81 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

Willingness to invest in the stock market

Make money

Tax Advantages

Portfolio Diversity

Financial Flexibility

Figure 2: Theoretical Framework

H1: Making money have significant relationship withindividual willingness to invest in stock markets.

H2: Tax advantageshave significant relationship withindividual willingness to invest in stock markets.

H3: Portfolio diversity has significant relationship with individual willingness to invest in stock markets.

H4: Financial flexibility has significant relationship with individualwillingness to invest in stock markets.

Methodology

This study shows the factors affecting individual willingness to invest in the stock markets. The researchers adopt the descriptive research design due to its function to make description of something such as groups like employees and customers. Moreover, this study used the descriptive research design through survey method which involved a structured questionnaire given to volunteer and designed to obtain specific information. Besides that, this study is an exploratory research design, which the main objective is to identify and provide detailed insights into the problem that is faced by the researchers. It is used to define the problem more precisely, identify the relevant courses of action,

Page 91: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One82

and obtain additional understanding before an approach can be research and developed.

The primary data collection used in this study usingquestionnaires. A 100 set of questionnaires had been distributed to the investor’s atXXX bank. The questionnaires for this research consist of 6 sections which are Section A, B, C,D,E and F.

Table 1: Section of Questionnaires

Sections Questions

A Demographics ProfileB Investor’s ProfileC Make Money

D Tax Advantages

E Financial Flexibility

F Portfolio Diversity

Source: Developed by researchers for current study

The format used for the questionnaires was structured in rating scale which is likert scale. The likert scale is designed to examine how strongly subjects agree or disagree with statements on a five-point scale with the following anchors: (1) = strongly disagree, (2) = disagree, (3) = neutral, (4) = agree and (5) = strongly agree are used. The first step of the sampling design will be specifying the target population. For the purpose of this study, the unit of analysis isinvestor’s at XXX bank.In this research the sampling frame initially was taken from the investor’s listings provided by the Bank Broking Department of XXX bank. Basically, disproportionate stratified random samplings are the technique used in this study. This is because numbers of elements in the respective strata were chosen by the sample subject from various strata. Therefore the sample from each stratum, in other departments has no specific proportionate to the overall number of element in the respective strata. The Equity Investment Centre that was included to this study consists of five branches and the sample size is 100 respondents only.

Page 92: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

83 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

This study is a quantitative research study whereby the findings of the study were being analyzed by using the statistical Package for the Social Sciences (SPSS). Next, the data collected in this study was analyzed by using frequency, descriptive analysis, reliability, Pearson Correlation Analysis and multiple regressions in order to measure the strength of the correlation and the significant that exists between the independent and dependent variable. Besides that, inconsistent data were checked and follow up. Data editing deals with detecting and correcting the missing data. To answer the research objectives and hypotheses testing, it was going through to the multiple regressions. In a nutshell, data analysis is the process of applying techniques in order to describe and illustrate, condense and recap, and evaluate the data.

Findings

A frequencies is the number of times various subcategories of a phenomenon occur from which the percentage and cumulative percentage in this study is being calculated (Sekaran and Bougie 2010). The frequency distribution in this study represented in the tables and based on this study, Section A of the questionnaires is about demographic profiles which include gender,race, income level, education level, marital status and occupation.

Table 2: Respondent’ Profiles

Variables Descriptions Frequency Percent

Gender Male 57 57. 0

Female 43 43. 0

Race Malay 56 56. 0

Chinese 36 36. 0

Indian 5 5. 0

Sabah/Sarawak 3 3. 0

Income Level Less than RM3,000 29 29. 0

RM3,001-RM5,000 41 41. 0

RM5,001-RM10,000 21 21. 0

RM10,001 and above 9 9. 0

Page 93: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One84

Education Level SPM 19 19. 0

Professional Certiicate 7 7. 0

Diploma/STPM 21 21. 0

Bachelor Degree 49 49. 0

Master/PHD 4 4. 0

Marital Status Single 37 37. 0

Married 59 59. 0

Divorce 4 4. 0

Occupation Public Sector 16 16. 0

Private Sector 83 83. 0

Student 1 1. 0

Source: Developed by researchers for current study

Table 2 shows that most of the respondents were male with the percentage of 57% of the overall respondents. From 100 of respondents, there are about 56% Malays and 36% are Chinese, whereas the other race is only 8%. Most of the respondent, have income level of around RM3001-RM5000 which consist of 41% of the overall respondents. Most of the respondents have education level of Bachelor Degree which consists of 49% of the overall respondents.59% of the respondents were married and only 37% are single. From 100 numbers of respondents, 83% work in the public sector whereas only 16% work in the public sector.

Descripive Analysis

In this study the mean or average is used to measures of central tendency while the standard deviation is used to measures of dispersion for interval and ratio scale data which provide the variability in the data or the index of the distribution. For this study of factors that affecting the affecting investor’s willingness to invest in the stock market, the answer went from ‘1=strongly agree’. If there are some respondents answered were only from ‘3=neutral’ to ‘4=agree’. Then there would be less dispersion or less difference attitudes towards factors affecting investor’s willingness to invest in the stock market.

Page 94: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

85 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

Table 3: Descriptive Analysis

Variables Items Mean S t a n d a r d Deviation

Willingness to in-vest in the stock market

Have Little Experience 3.10 1.04

Take Long Time to Decide 3.46 0.89

Company Making Proit 3.76 0.78

Used Technical Analysis and Funda-mental Analysis

3.68 0.86

Risk Taker 3.37 0.86

Do Own Research 3.42 0.78

Make MoneyHigher Return 3.68 0.74

Liquid Investment 3.82 0.64

Blue Chip Stocks 3.23 0.87

Invest in Safer Assets 3.51 0.84

Putting Money in Bank Account 3.36 0.95

Invest at a High Rate of Return 4.00 0.73

Tax Advantages

Know About The Tax System 3.49 0.70

Passive Fund 3.41 0.74

Used Legal tax Account 3.41 0.87

Individual Retirement Account 3.28 0.93

Plan Taxes Every Year 3.34 0.92

Maximizing Tax Eiciency 3.57 0.82

Financial Flex-ibility

Invest for Retirement 3.54 0.10

Children Educational Needs 3.63 0.86

Cars and Vacations 3.81 0.85

Have Alternative Source of Income 3.63 0.81

Able to Sleep at Night 3.56 0.82

Invest for Life’s 3.58 0.82

Page 95: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One86

Portfolio Diver-sity

Spreading My Risk 3.76 0.84

Contains Assets that will Appreciate 3.77 0.63

Long Term and Short Term 3.83 0.70

Willing to Experience Ups and Down 3.76 0.75

Good Dividend and Capital Gain 4.00 0.70

Choose Higher Risk Investment 3.76 0.84

Source: Developed by researchers for current study

Table 3 shows the descriptive analysis of this study. Firstly, variable of ‘Willingness to invest in the stock market’ is explained item ‘have little experience’ gets the highest mean with 3.10 and ‘risk taker’ is the lowest mean by 3.37. Thus, it indicates that ‘have little experience’ has the strongest influence towards willingness to invest in the stock market. The mean of 3.10 on a five point scale for willingness to invest in the stock market indicates that most of the respondents are neither agree nor disagree. The standard deviation of 1.04 shows how much variation or dispersion exists from its mean. The minimum number of one on variable of ‘Willingness to invest in the stock market’ indicates that there are respondents who strongly disagree with the items on the willingness to invest in the stock market and maximum number of five indicates some respondents are strongly agree with the items on willingness to invest in the stock market. Next,variable of ‘make money’ is explained item ‘Invest at a high rate of return’ gets the highest mean with 4.0 and ‘blue chip stocks’ is the lowest mean with 3. 23. Thus, it indicates that ‘Invest at a high rate of return’ has the strongest influence towards make money. The standard deviation of 0.73 shows how much variation or dispersion exists from its mean. The minimum number of one on variable of ‘make money’ indicates that there are respondents who strongly disagree with the item on ‘make money’ and maximum number of five indicates some respondents are strongly agreed with the items in ‘make money’.Then, referring to the Table 3,variable of ‘tax advantages’ shows that ‘maximizing tax efficiency’ gets the highest mean with 3.57 while ‘individual retirement account has the lowest mean with 3.28. Thus, it indicates that ‘maximizing tax efficiency’ has the strongest influence towards tax advantages. The mean of 3.57 on a five percent point scale for ‘tax advantages’ indicates that most the respondents are neither bent to agree nor

Page 96: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

87 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

strongly agree. The standard deviation of 0.82 shows how much variation or dispersion exists from its mean. The minimum number of one on variable of ‘tax advantages’ indicates that there are respondents who strongly disagree with the items ‘tax advantages’ and maximum number of five indicates some respondents are strongly agreed with the items on ‘tax advantages’.

Thevariable of ‘financial flexibility’ shows that ‘cars and vacations’ has the highest mean score by 3.81 and ‘invest for retirement’ have the lowest mean with 3.54. Therefore, ‘cars and vacation’ has the strongest influence towards financial flexibility. The mean of 3.81 on a five point scale for ‘cars and vacation’ indicates that most of the respondents are neither bent neutral nor agree. The standard deviation of 0.85 shows how much variation or dispersion exists from its mean. Most of the items on financial flexibility have the minimum number of one and maximum number of 5 which indicates that there are respondents who strongly disagree with the items on Financial Flexibility.

Lastly, variable ‘portfolio diversity’ shows that ‘good dividend and capital gain’ has the highest mean with 4.0 and ‘choose higher risk investment’ has the lowest mean with 3.53. Thus, it indicates that good dividend and capital gain has the strongest influence towards portfolio diversity. The mean of 4.0 on a five point scale for ‘portfolio diversity’ indicates that most of the respondents are neither bent agree nor strongly agree. The standard deviation of 0.70 shows how much variation or dispersion exists from its mean. Most of the items on portfolio diversity indicate some of respondents are strongly agreed with the items on Portfolio Diversity. However items of ‘choose higher risk investment’ have the minimum number of which indicates there are respondents who disagree on items’ choose higher risk investment’.

Reliability Analysis

Table 4 shows the results of reliability testandthe closer Cronbach’s Alpha is to one, the higher the internal consistency reliability (Sekaran and Bougie, 2010). In general, below than 0.60 is consider as poor, 0.70 ranges is acceptable value, while those above 0.80 are considered good.The result of Cronbach’s

Page 97: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One88

Alpha in measuring the willingness to invest in the stock market is 0.58and 0.55which considered as poor; due to the item quality. According to Craig and James (2003), item quality has large impact on reliability in that poor items tend to reduce reliability while good items tend to increased reliability. Items with different degrees of mastery will discriminate investors based on the course content. An item is considered discriminating when the ‘professional’ investors tend to answer the item correctly while the ‘beginner’ investors tend to respond incorrectly. However, the tax advantages, financial flexibility and portfolio diversity, the results of Cronbach’s Alpha is 0.84, 0.84 and 0.85 which considered as good because it is above than 0.80. Therefore, the results obtained from these sections are reliable.

Table 4: Reliability Results

Variables Cronbach’s Alpha N of Items

Willingness to Invest in the Stock Market 0.58 6

Make Money 0.55 6

Tax Advantages 0.84 6

Financial Flexibility 0.84 6

Portfolio Diversity 0.85 6

Source: Developed by researchers for current study

Pearson’s Correlaion Coeicients

According to Sekaran and Bougie (2010), the Pearson’s correlation coefficients is appropriate for interval and ratio scaled whereby two variables are correlated the result is a correlation coefficient. Correlation coefficient is a decimal number between 0.00 and ± 1.00 or 0.00 and -1.00, the variables are positively correlated, and if the coefficient is near 0.00 the variables are not related and if the coefficient is near -1.00, the variables are negatively related.

Table 5: Pearson Correlation Results

Variables Willingness toinvest in the stockmarket

** Correlation is signiicant at the 0. 01 level (2-tailed)

Page 98: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

89 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

make money 0. 42 **

Tax Advantages 0. 38 **

Financial Flexibility 0. 36 **

Portfolio Diversity 0. 55 **

Source: Developed by researchers for current study

Table 5 shows Pearson correlation coefficients and significance values. The correlation coefficient for making money and willingness to invest in the stock market is 0. 42. Since P-value < 0.01 and 0.42 is relatively close to ± 0.40 and ± 0.59 hence it indicates that making money and willingness to invest in the stock market have moderate positive relationship and the probability of this not being true is 1% or less. The correlation coefficient for tax advantages and willingness to invest in the stock market is 0.38. Since P-value < 0.01 and 0.38 is relatively close to ± 0.20 and ± 0.39 it indicates that tax advantages and willingness to invest in the stock market are weak but definite positive relationship correlated and the probability of this not being true is 1% or less. The correlation coefficient for financial flexibility and willingness to invest in the stock market is 0.36. Since P-value <0.01 and 0.36 is relatively close to ± 0.20 and ± 0.39 hence it indicates that financial flexibility and willingness to invest in the stock market is having a strong positive relationship and the probability of this not being true is 1% or less. The correlation coefficient for portfolio diversity and willingness to invest in the stock market is 0.55. Since P-values < 0.01 and 0.55 is relatively close to ± 0.40 and ± 0.99 hence it indicates that portfolio diversity and willingness to invest in the stock market correlation to exist. Briefly, multiple regressions will take place when the two variables that are associated with each other are not recognized in order to get more precise result.

Regression Analysis

Multiple regression analysis also provides the best prediction of the dependent variable from several independent variables (Sekaran&Bougie, 2010). Based on this study, multiple regression analysis is being used because to determine the best predictor that

Page 99: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One90

influences the willingness to invest in the stock market towards their independent variables.

Figure 2: Results

Tax Advantages

Financial Flexibility

Portfolio Diversity

Willingness to invest in the stock market

Make Money

t= 2.07 P= 0.04

t= -0.46; P= 0.64

t=1.58; P= 0.12

t= 3.98; P= 0.00

Table 6: Regression Results

Hypotheses Beta t-test P- value Accepted?

H1

Making money positively inlu-ences the willingness to invest in the stock market

0.21 2.07 0.04 Yes

H2

Tax advantages inluences the willingness to invest in the stock market.

-0.05 -0.46 0.64 No

H3

Financial lexibility positively inluences the willingness to invest in the stock market

0.15 1.58 0.12 No

H4

Portfolio diversity positively associated with willingness to invest in the stock market

0.42 3.98 0.00 Yes

Source: Developed by researchers for current study

Referring to Table 6, making money positively influences the willingness to invest in the stock market shows the beta =0.21, t= 2.07 and P-value is 0.04. Since P-value is lower than 0.05, there are significant relationship between making money and willingness to invest in the stock market. Thus hypothesis 1 is accepted for

Page 100: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

91 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

this study. Tax advantages influences the willingness to invest in the stock market shows the beta = -0.05, t= -0.46 and P-value is 0.64. Since P-value is higher than 0.05, there are insignificant relationship between tax advantages with willingness to invest in the stock market. Thus hypothesis 2 is notaccepted for this study. Financial flexibility positively influences the willingness to invest in the stock market shows the beta = 0.15, t= 1.58 and P-value is 0.12. Since P-value is higher than 0.05, there are insignificant relationship between willingness to invest in the stock market with financial flexibility card usage. Thus hypothesis 3 is not accepted for this study. Portfolio diversity positively associated with willingness to invest in the stock market shows the beta =0.42, t=3.98 and P-value is 0.00. Since P-value is lower than 0.05, hence there are significant relationship between willingness to invest in the stock market with portfolio diversity. Thus hypothesis 4 is accepted for this study. Based on the findings of beta value from all hypotheses, portfolio diversity is the most influential factor to the willingness ofinvestor has to invest in the stock market. Sinceportfolio display the highest t-value which is 3.98 and beta, 0.42whereby its P-value is 0.00 which lower than 0.05, it shows that the portfolio diversity are most significant and could be used as the best predictor to influence the investor’s willingness to invest in the stock market. Therefore, research objective 2 is answered.

Conclusion And Recommendaions

Firstly, the purpose of this study is to investigate the issue in respect to the factors that affecting investor’s willingness to invest in the stock market. In order to achieve this purpose, this study comes out with two objectives. First is to identify the factors that contribute to the investor’s willingness to invest in the stock market.Next, to answer which factor is the best predictor to influence attitude regarding investor’s willingness to invest in the stock market. Subsequently through reliability analysis, it shows that the reliability for this research is very good due to the Cronbach’s alpha value is 0.90with 30items. Next, the Pearson Correlation Coefficientsresult can be concluded that all of the variables has moderate positive correlated with willingness to invest in the stock

Page 101: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

92

market. After analyzing the findings with Pearson’s Correlation Coefficients, researchers went to the next critical step which the multiple regression analysis. By doing multiple regressions there are research hypotheses that being accepted and rejected. Besides that,the multiple regression analysis has also answered the research objective 1 whereby making money and portfolio diversity becomes the factors that influence the willingness to invest in the stock market since P-value is less than 0.05. In addition, to answer the research objective 2, portfolio diversity is the best predictor of independent variable since it has the highest beta and t-value plus the P-value is 0.00 which is less than 0.05. Therefore the research objectives are successfully answered.

The recommendations can be put forward in this study are since portfolio diversity is the most influential factor to the willingness of investor has to invest in the stock market, therefore the investors should be encourages to invest in variety of investments like stocks, mutual funds, bonds and cash. These days, people diversifying portfolios by including gold, commodity and real estate investments because through diversification, one can reduce the risk involved to a portfolio. In addition, in order to limit the specific risks, the investors should spread the investment across various industries as well as integrate of domestic and international stocks and funds to the portfolio.

In addition, Investment Banking Institution should play important roles in order to create awareness and exposure to the public of the important of Investing in stock market. One of the ways that the institution can do is by having a road show promoting public to invest in the stock market. The road show can provide the public important information regarding investing in the stock market. The importance is to increase the confidence of the public to invest.Next, universities should expose students about investing in stock market. Stock market simulations allow students a valuable and fun opportunity to learn all about the process of making good investments and begin a good foundation of sound money management. Therefore, universities should implement investing in stocks as a part of classroom learning activities.

Page 102: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

93

The main benefit of the stock market game is the students who take part in it earn higher scores on personal finance exams than those who do not play it. These games are designed not only to be used in mathematics and economics but also give valuable lessons in social studies, language arts, saving, communication, cooperation, research and decision making. Briefly, investing in stock market should be exposed to students as it will increase educational standards.Other than that, parents should make investing as a family activity. As children become more aware of money and other financial concept, it is important that parents should nourish them with investment knowledge. Children mature at different rates; therefore it may take some time before your child is ready to tackle concepts like portfolio creation and asset allocation.

References

Andrea Beltratti and Massimo Di Tria (2002), “The Cross–section of Risk Premia in the Italian Stock Market”, Economic Notes, Volume 31, Issue 3, pages 389–416, November 2002

Ajzen, I. (1991), The Theory of Planned Behaviour, Organizational Behaviour and Human Decision Processes, University of Massachusetts, Vol. 50, pp. 179–211

Ajzen, I. (2001), “Constructing a Theory of Planned Behaviour Questionnaire: Conceptual and Methodological Considerations”. Available: Http: //www.People. Umass. Edu / Aizen / Pdf / Tpb. Measurement.pdf.

Bursa Malaysia (2009), http://www.bursamalaysia.com/market/ [Accessed 20th November 2012].

Craig S. Wells and James A. Wollack (2003), “An Instructor’s Guide to Understanding Test Reliability”, November, 2003, DOI: 10.1111/1468-0300.00092

Goetzmann, W. N., and Kumar, A. (2008), “Equity Portfolio Diversification”, Review of Finance, Vol. 12: pp. 433–463

Page 103: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One94

Geetha, C., Mohidin, R., Chandran, V. V., and Chong, V., (2011), “The Relationship between Inflation And Stock Market: Evidence From Malaysia, United States and China”, International Journal of Economics and Management Sciences, Vol. 1, No. 2, 2011, pp. 01-16

James R. Hines Jr. (2012), “How Important Are Perpetual Tax Savings?”, Working Paper 18553, National Bureau Of Economic Research, 1050 Massachusetts Avenue, Cambridge, Ma 02138

Kumar, A., and Lim, S. S. (2008) “How Do Decision Frames Influence the Stock, investment Choices of Individual Investor’s?”,Management Science June 2008 vol. 54 no. 6 1052-1064

Sekaran, U.&Bougie, R. (2010), Research Methods for Business: A Skill Building Approach, Fifth Edition.

Walter, J. E., (2012), “Dividend Policies and Common Stock Prices”, The Journal of Finance, Vol. 11, Issue 1, Article first published online: 30 APR 2012

Zikmund, W. G. (2003), Business Research Methods. 7th Edition, Thomson South-Western, USA.

Zingales, L., (2011), “The role of trust in the 2008 financial crisis”, Rev Austrian Econ (2011) 24:235 – 249, DOI 10.1007/s11138-010-0134-0

Page 104: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

95

DAKWAH TRANSFORMATIF DAN FILANTROPI ISLAM: PELUANG DAN TANTANGAN DALAM MENSEJAHTERAKAN MASYARAKAT1

Dr. H.Fahrurrozi, MA2

Epistemologi Filantropi

Secara etimologi filantropi berarti “cinta kepada kemanusiaan” atau “charity” atau sering diterjemahkan dengan “kedermawanan”. Secara filosofis, filantropi, sedikit berbeda dengan tradisi memberi dalam Islam [seperti zakat, infaq maupun shadaqah]. Filantropi lebih bermotif moral yakni berorientasi pada ‘kecintaan terhadap manusia’, sementara dalam Islam, basis filosofisnya adalah ‘kewajiban’ dari ‘Yang di Atas’ untuk mewujudkan keadilan sosial di muka bumi.3

Filantropi Islam: perintah dalam berdema Filantropi (Philantropy) berasal dari bahasa Yunani: philos berarti ‘cinta’ dan antropos, ‘manusia’. Cinta kepada manusia terpatri dalam bentuk pemberian derma kepada orang lain, khususnya yang bukan sanak keluarga sendiri. Filantropi dalam arti pemberian derma bisa juga dipertukarkan dengan istilah karitas (charity). Namun, di beberapa Negara terdapat kecenderungan akan perbedaan di antara keduanya. Karitas bersifat santunan, sedangkan filantorpi lebih berkonotasi

1Paper dipresentasikan di Universitas Teknologi Mara Melaka Kampus Bandaraya Melaka Malaysia, Sabtu, 6 Desember 2014

2Dosen/Pensyarah di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram, Wakil Dekan (Vice Dean) Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Mataram.

3Chaidar S Bamuallim dan Irfan Abu Bakar (Ed), Revitalisasi Filantropi Islam: Studi Kasus Lembaga Zakat dan Wakaf di Indonesia, (Pusat Bahasa dan Budaya: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005) 12

Page 105: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One96

kedermawanan yang memiliki orientasi pemberdayaan jangka panjang dan dilakukan secara berkesinambungan.4

M. Naradjah mendefinisikan filantropi dari perspektif sosiologis sebagai an expression of our sympathetic/ compassionate sense, born out of our sociability, and it is directed at those in need of help. Definisi yang akar katanya Loving People ini dalam perkembangannya telah bergeser menjadi satu tindakan filantropik yang berorientasi pada tujuan-tujuan publik.5

Filantropi Islam dalam hal ini bisa diartikan sebagai kegiatan, baik dilakukan oleh sebuah lembaga maupun komunitas, yang tujuannya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, diantaranya melalui kegiatan ‘memberi’.

Persoalan Kesenjangan Sosial

BPS tahun 2012 mencatat bahwa angka kemiskinan di Indonesia mencapai 28,09 Juta orang atau sekitar 11,37 %. Sedangkan untuk standar hidup di Indonesia sebesar Rp 259.520 per-bulan, setengahnya dari standar yang ditetapkan oleh Bank Dunia yaitu 2 dolar/hari, tingkat kedalaman kemiskinan pada September 2012 mencapai 0,61 point, yang berarti semakin melebarnya kesenjangan dan juga semakin rendahnya daya beli dari masyarakat kelompok miskin karena ketidakmampuan mereka memenuhi basic needs-nya. Sedangkan pada akhir tahun 2012 Indeks Indonesia mencapai 0,41 point . Data ini pun mengisyaratkan berbagai ketidakoftimalan pemerintah; mulai dari tersendatnya perbaikan struktur ekonomi, terbatasnya penyedia lapangan pekerjaan dan sulitnya meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan.

Kita miris dengan yang terjadi di negeri yang mayoritas muslim ini, padahal Allah yang telah memberi Indonesia ini anugerah yang

4Hunsaker.J. and Hanzl B, Understanding Social Justice Philanthropy, National Commitee for Responsive Philanthropy, US, 2003. www.ncrf.org/PDF/ Understandingsoci ljusticephilanthropy.pdf.

5M.Nadarajah, <Making Sense of Philanthropy» dalam buku, A Giving Society, the State of Philanhropy in Malaysia, Edited by Josie M.F & Abdul Rahim Ibrahim, Malaysia: Penerbit Universiti Sains Malaysia, 2000. h. 27

Page 106: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

97 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

luar biasa dengan kekayaan alamnya yang melimpah, hasil migas, perkebunan karet, kelapa sawit, hasil perikanan dan kelautannya serta yang tak kalah pentingnya Indonesia memiliki iklim tropis dengan matahari yang selalu menyinar sehingga memungkinkan rakyat Indonesia untuk bercocok tanam sepanjang tahun.

Namun itu semua belum dapat dirasakan untuk semua lapisan masyarakat, kemakmuran dan kehidupan yang layak masih bersifat utopis bagi rakyat kecil, yang menikmati itu semua adalah pengusaha dan penguasa selebihnya hanya sebagai penonton. Sebuah paradoks memang, dengan kekayaan yang begitu melimpah namun Negara belum bisa menciptakan kesejahteraan di negeri tercinta ini. Rasanya tidak berlebihan memang dengan pepatah “tikus mati di lumbung padi”. Padahal, amanat UUD 1945 sudah sangat jelas termaktub dalam pasal 33 ayat 3 berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Ketidakoftimalan negera dalam hal ini pemerintah dalam membangun kesejahteraan yang menyeluruh, menimbulkan pemikiran dan gerakan baru dalam tatanan masyarakat sosial (civil society) untuk lebih memberdayakan dan menggali potensi yang dimiliki masyarakat sebagai alternatif kekuatan baru dalam menciptakan kemakmuran. Atas dasar itu maka lahirlah semangat untuk berbagi dan saling tolong menolong dan menjadikan filantropi sebagai kekuatan yang tumbuh dari, oleh, dan untuk masyarakat tanpa harus bergantung pada pemerintah.

Berdasarkan hasil survei pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta selama tahun 2004 menunjukkan bahwa nyaris semua masyarakat muslim Indonesia yakni 96 % pernah berderma. Nilainya bervariasi, ada yang kecil, sedang dan besar. Kalau ditotal, ternyata rupiah yang dizakat-sedekahkan mencapai 19,3 triliun per tahun. Sebuah angka yang fantastis. Akan tetapi perkiraan angka ini belum berhasil mengatasi kemiskinan di Indonesia yang mencapai 14,15 % (BPS: Maret 2009). Filantropi Islam di Indonesia masih berkutat pada hal yang sifatnya ritual vertikal, yakni dana filantropi Islam baru ditujukan

Page 107: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One98

untuk pembangunan masjid, madrasah, pengadaan tanah untuk kuburan, dan lain-lain.6

Dan seringkali filantrophi Islam diberikan langsung oleh pendermanya dalam bentuk uang tunai yang sifatnya charity. Yang terjadi adalah masyarakat miskin berebut dan rela berdesak-desakkan demi sejumlah uang sedekah yang nominalnya tidak begitu besar. Dana hasil filantropi Islam belum secara optimal diarahkan untuk mendukung upaya-upaya pemberdayaan umat di Indonesia. Hampir semua NGO atau LSM di Indonesia masih mengandalkan bantuan funding dan pemerintah untuk menjalahkan program programnya.

Potensi Filantropi Islam di Indonesia

Potensi Filantropi Islam sangat layak untuk digali dan juga dikembangkan untuk mendukung upaya-upaya pengembangan masyarakat Islam dalam rangka mensejahterakan masyarakat muslim di Indonesia juga di dunia. Hal ini sejalan dengan rumusan model pengembangan masyarakat Islam yang dilakukan oleh tim Islamic Community Development model Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yakni Mengutamakan penggunaan dana yang bersumber dari dana filantropi Islam seperti Zakat Mal, Zakat Fitrah, Infak atau Sadaqah.7

Sebagai contoh Pada tahun 2006 Gerakan Wakaf Pohon sebuah lembaga filantropi Islam yang menyalurkan dananya untuk perbaikan lingkungan telah berhasil menyelenggarakan peningkatan kapasitas masyarakat desa hutan dengan menggalang barang bekas di sejumlah sekolah yang kemudian dananya digunakan untuk menyelenggarakan pelatihan budidaya lele sebagai upaya peningkatan kapasitas masyarakat desa.

Filantropi Islam Indonesia dalam bentuk ziswaf (zakat, infaq, sedekah, wakaf) memiliki potensi sangat besar. Belakangan ini

6Chaidar S Bamuallim dan Irfan Abu Bakar (Ed), Revitalisasi...h.897Arif Subhan, Perguruan Tinggi dan Kesejahteraan Sosial, dalam Bunga Rampai

Islam dan Kesejateraan Sosial, Jakarta: PIC UIN Jakarta, Cet, 1. h. 12

Page 108: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

99 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

berbagai kalangan memperkirakan, potensi ziswaf Indonesia mencapai sekitar Rp 217 triliun setiap tahun.

Meski realisasinya masih jauh daripada potensi itu, ziswaf yang terus bertumbuh kian menjadi ‘rebutan’ di antara berbagai lembaga. Sejak dari amir masjid di masjid lingkungan pertetanggaan, ormas Islam, LSM kolektor-distributor, sampai pada pemerintah.

Adanya tarik tambang antara pihak-pihak tersebut terlihat dari judicial review UU No 23 Tahun 2011 tentang Zakat ke Mahkamah Konstitusi yang diajukan LSM kolektor-distributor ziswaf pada 2011. Koalisi LSM yang bergerak dalam pengelolaan dana ziswaf —yang dapat dikatakan sebagai representasi civil society— menggugat UU yang memberikan otoritas dan wewenang terlalu besar kepada Baznas. Mereka memandang hal itu dapat mengancam eksistensi lembaga pengumpul dan distribusi ziswaf yang telah relatif sukses dalam menggali dan meningkatkan realisasi dana ziswaf sejak 1990-an.

Isu seperti ini terkait banyak dengan perkembangan historis filantropi Islam Indonesia di masa silam. Karena itu, karya Amelia Fauzia, Faith and the State: A History of Islamic Philanthropy in Indonesia (Leiden-Boston: Brill, 2013) memiliki signifikansi khusus. Buku ini merupakan karya komprehensif pertama tentang sejarah filantropi Islam Indonesia sejak masa awal Islamisasi Nusantara pada abad ke-13, melintasi masa kerajaan-kesultanan Islam, penjajahan Belanda, dan masa pascakemerdekaan, termasuk masa kontemporer.8

Menyimak literatur tentang filantropi Islam umumnya, bahkan kelihatan belum ada karya komprehensif semacam ini untuk negara Muslim lain, apalagi untuk dunia Islam secara keseluruhan. Seperti dikemukakan Profesor MC Ricklefs dalam pengantarnya; “karya ini merupakan kajian sejarah otoritatif dengan topik sangat penting yang terus relevan untuk masa depan yang dapat dibayangkan.”9

8Amelia Fauzia, Faith and the State: A History of Islamic Philanthropy in Indonesia (Leiden-Boston: Brill, 2013)

9Kusmana (ED), Bunga Rampai Islam dan Kesejateraan Sosial, Jakarta: PIC UIN Jakarta, Cet, 1. h. 3

Page 109: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One100

Kontestasi kelihatannya bakal terus mewarnai sejarah filantropi Islam Indonesia hari ini dan masa datang. Keadaan seperti ini jelas terlihat di masa silam. Kontestasi tersebut jelas banyak terkait dengan hal hubungan dan peran negara dalam filantropi Islam. Amelia menyimpulkan terdapat kontestasi di antara tiga kelompok besar umat dalam kaitannya dengan posisi negara tersebut.10

Pertama, kalangan umat atau lembaga Islam yang mendukung kontrol negara terhadap agama —dalam hal ini filantropi Islam. Kedua, mereka yang menentang campur tangan dan institusionalisasi filantropi oleh negara. Dan ketiga, mereka yang ingin memelihara filantropi tetap berada di tangan aktor-aktor nonnegara, tetapi pada saat yang sama menuntut dukungan negara.

Adanya kontestasi itu di masa sekarang atau masa pascakemerdekaan secara keseluruhan, terkait tidak hanya dengan perbedaan pandangan di kalangan umat Islam tentang hubungan antara agama dan negara, tetapi juga dengan sifat negara Indonesia. Menurut Amelia —yang sepenuhnya didukung Ricklefs— dalam masa Indonesia modern, hubungan antara negara dan agama memperlihatkan posisi unik. Negara Indonesia pada dasarnya bersikap ‘tidak peduli’ (indifferent) terhadap agama karena menganggapnya lebih banyak sebagai ikhwal pribadi. Negara Indonesia tidak mengambil dua bentuk hubungan lain dengan agama: pertama, menjadikan agama sebagai basis ideologis; dan kedua, memusuhi agama. Meski bersikap indifferent terhadap agama, Indonesia mengakui eksistensi agama tanpa menyebut agama tertentu -khususnya Islam sebagai agama mayoritas-sebagai dasar atau ideologi negara. Namun, Islam menjadi tetap faktor penting karena mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim. Dinamika dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat Muslim dan negara bagaimanapun memunculkan nuansa baru dalam hubungan antara negara dan agama.11

Perubahan itu terlihat jelas sejak masa paroan kedua rezim Orde Baru. Seperti disinggung Ricklefs, sejak berkuasa, presiden Soeharto percaya agama dapat dia gunakan sebagai alat kontrol

10Amelia Fauzia, Faith..h. 2311Amelia Fauzia, Faith...h. 89

Page 110: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

101 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

sosial dan agenda antikomunis. Meski demikian, dalam paroan pertama kekuasaannya, banyak kalangan umat merasakan kebijakan Soeharto yang tidak bersahabat kepada Islam. Barulah dalam paroan kedua kedua kekuasaannya, khususnya sejak 1990-an, presiden Soeharto mengambil langkah rekonsiliatif dengan umat Islam.12

Perubahan sikap dan kebijakan presiden Soeharto menjadi salah satu faktor penting dalam perkembangan filantropi Islam. Soeharto sendiri memprakarsai usaha filantropi Islam yang kemudian terbukti menjadi salah satu warisan (legacy) pentingnya, yaitu Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila (YABMP) yang memungut dana Rp 1.000 dari setiap PNS dan anggota ABRI beragama Islam, yang selanjutnya digunakan untuk membangun masjid dan kegiatan dakwah.

Dengan demikian, negara seperti diwakili presiden Soeharto secara ‘tidak resmi’ telah mengambil peran penting dalam filantropi Islam. Pada saat yang sama kemajuan pendidikan dan ekonomi umat menghasilkan peningkatan potensi dana filantropi Islam Indonesia. Ini mendorong munculnya LSM advokasi filantropi Islam yang memunculkan berbagai kisah sukses.

Di Indonesia keberadaan gerakan ini lahir pada tataran ‘grees root’ sejalan dengan semangat dakwah Islam melalui ormas-ormas keagamaan diantaranya yang terbesar adalah Nahdatul Ulama dan Muhamadiyah. Pada masa kolonial filantropi digunakan sebagai perlawanan atas penguasa penjajah dan berjasa dalam mendanai perjuangan merebut kemerdekaan. Sedangkan dewasa ini kekuatan filantropi lebih berdaya pada saat dikelola oleh institusi institusi sosial yang lebih profesional sebagai inisiator lahirnya kemandirian dan menciptakan kesejahteraan bagi kaum lemah. Lembaga seperti ini sudah sangat mudah kita contohnya saja dompet duafa dan rumah zakat.

Belas asih yang terwujud dalam bentuk pemberian ini tidak hanya kita temukan dalam Islam saja namun dalam ajaran agama lain pun kita dapat jumpai, contohnya dalam ajaran Hindu dikenal

12Al-Andang, Dkk, Keadilan Sosial: Upaya Mencari Makna Kesejahteraan Bersama di Indonesia, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2004. h.1.

Page 111: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One102

dengan datria datriun yang konsepnya sama seperti zakat ada mustahik dan ada muzaki, sedangkan dalam ajaran Budha di kenal dengan istilah Suta nipatha (etika dalam memberi), dalam agama Yahudi dikenal dengan Ma’sartu atau mas’er (pemberian kepada rumah ibadah atau pemberian seorang raja kepada pegawainya) dan Nasrani menggunakan istilah Tithe (1/10 dari pendapatan yang harus diberikan pada gereja).

Walaupun hampir di setiap agama memiliki konsep dalam berderma namun sejujurnya hanya dalam agama Islam ajaran berderma ini lebih detail dan sistematik. Dalam Islam kita dapat mengenal lewat instrument-instrument filantropi yang ada yaitu seperti zakat, Infaq, Shadaqoh, Wakaf dan hibah. Namun hanya zakat yang derajatnya lebih tinggi dari yang lainnya, karena perintah zakat selalu berdampingan dengan perintah shalat (Q.S Al-Baqarah:43) dan bagi seorang muslim zakat merupakan sebuah kewajiban (Q.S At taubah: 103). Sedangkan aktivitas berderma selain zakat hanya bersifat sunnah.13

Dalam konteks Indonesia kelahiran organisasi-organisasi [NGO] amal keagamaan ini dilatarbelakangi paling tidak dua krisis yakni krisis politik dan krisis ekonomi. Lembaga-lembaga filantropi Islam muncul untuk menanggapi kegagalan pemerintah dalam melayani seluruh warganya dalam rangka menciptakan keadilan dan kesejahteraan sosial. Karena krisis tersebut maka perlu adanya sebuah gerakan untuk menggalang dana dari masayarakat [zakat, infaq dan shadaqah] dalam rangka menolong masyarakat itu sendiri.14

Bila kita telusuri sejarah filantropi di Indonesia, kita dapat menemukan tiga arus utama yang mempengaruhi perkembangannya hingga mencapai bentuknya yang sekarang. Tiga arus utama ini adalah filantropi tradisional, kemunculan dan perkembangan organisasi masyarakat sipil (OMS) dan

13Bachtiar Chamsyah, Teologi Penanggulangan Kemiskinan, Jakarta: Rakyat Merdeka Books, 2006., CET. 1. H. 45

14Pada Senin, 16 April 2012, Institut DIAN/Interfidei kembali menyelenggarakan Diskusi Bulanan dengan tema “Filantropi Islam: Telaah terhadap Pertumbuhan Organisasi-organisasi Amal di Indonesia Pasca Orde Baru”. Diskusi ini menghadirkan pembicara Hilman Latief, dosen pada Fakultas Agama Islam UMY dan sedang menyelesaikan S3 nya di Leiden University, Belanda.

Page 112: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

103 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

pembentukan filantropi dunia usaha dan organisasi penyandang dana yang disebut sebagai organisasi sumber daya masyarakat sipil (OSMS). Unsur terkuat filantropi tradisional bersumber dari agama, baik Islam maupun Kristen. Filantropi keagamaan ini di Indonesia terkait dengan kegiatan-kegiatan dakwah dan misionari dalam bentuk pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan.15

Gerakan filantropi Islam di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup menarik dan signifikan terutama Pasca Orde Baru. Hal tersebut dapat dipahami menurut Hilman, karena pada era pasca Soeharto terdapat beberapa fenomena yang mendorong munculnya lembaga-lembaga amal berbasis keagamaan seperti adanya suasana politik yang baru dan lebih terbuka, terjadinya beberapa konflik komunal dan beberapa peristiwa bencana alam yang cukup besar [seperti gempa, tsunami dan letusan gunung Merapi].16

Filantropi Islam di Indonesia termasuk fenomena baru, maka proses-proses advokasi belum menjadi prioritas lembaga-lembaga tersebut. Sehingga bukan menjadi suatu masalah ketika mereka bekerjasama dengan perusahaan besar yang notabene merugikan masyarakat dan negara seperti Freeport.

Di Indonesia sendiri, filanthropi Islam, mulai menguat dalam pelbagai bentuknya kira-kira pada abad ke-19 M, ditandai dengan pertumbuhan madrasah-madrasah dan pesantren-pesantren. Sebelum abad ke-19 M, sebetulnya filantropi sudah ada di kalangan istana; seperti Kesultanan Aceh dan Mataram. Pada awal abad ke-20 M, sekolah-sekolah Islam, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU) dan sejenisnya, termasuk organisasi-organisasi besar seperti Jamiah al-Khair, dan Serikat Islam, sangat terkait dengan Philanthrophisme itu.17

Dalam konteks masyarakat plural seperti di Indonesia, gerakan filantropi Islam dituntut untuk mampu bekerjasama dengan

15Zaim Saidi, dkk, Kedermawanan untuk Keadilan Sosial, Depok: Piramedia, 2006, cet. 1.h.1

16Hilman, Ibid17Azyumardi Azra, Transformasi Jihad Menuju Aksi Penanggulangan Kemiskinan,

dalam Kata Pengantar Buku, Bachtiar Chamsah, Teologi Penanggulangan Kemiskinan, Jakarta: Rakyat Merdeka Books, h. xv

Page 113: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One104

lembaga kemanusiaan berbasis agama-agama lainnya. Usaha ke arah sana sudah ada dengan dibentuknya HFI [Humanitarian Forum Indonesia], sebuah forum yang terdiri dari MDMC (Muhammadiyah Disaster Management Center), YTBI( Yayasan Tanggul Bencana Indonesia), YEU (Yakkum Emergency Unit), Dompet Dhuafa, Karina KWI, WVI (Wahana Visi Indonesia), PPKM [Perhimpunan Pemberdayaan Keberdayaan Masyarakat], PKPU dan CWS [Church World Service].

Beberapa lembaga Filantropi Islam yang muncul dan berkembang sampai sekarang:

1. Dompet Dhu’afa [Republika]

2. Rumah Zakat

3. LazizNU [Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shodaqah Nahdatul Ulama]

4. LazisMU [Lembaga Amil Zakat dan Shodaqah Muhammadiyah]

5. Dewan Da’wah Infaq Club

6. BSMI [Bulan Sabit Merah Indonesia]

7. PKPU [Pos Keadilan Peduli Umat]

Adapun kegiatan-kegiatan dari lembaga-lembaga tersebut, menurut Hilman, kelihatannya masih terkonsentrasi pada aspek-aspek yang populis dengan membuat program-program untuk penyantunan, perbaikan tempat ibadah, pemberdayaan ekonomi, pelayanan kesehatan, atau juga pemberiaan beasiswa untuk anak-anak kurang mampu.

Dalam penelitiannya, Hilman menyimpulkan bahwa filantropi Islam di Indonesia merupakan fenomena masyarakat muslim kelas menengah ke atas. Lembaga-lembaga yang muncul biasanya diawali dengan kegiatan-kegiatan dakwah atau majlis ta’lim seperti yang terjadi di Jakarta, Bandung dan Surabaya, yang kemudian berkembang menjadi aktivisme sosial Islam dengan membentuk lembaga-lembaga amal. Kelas menengah dalam hal ini meliputi baik pelaku, institusi maupun pendukungnya. Perlu

Page 114: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

105 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

diberi catatan bahwa aktivis mahasiswa cukup mewarnai lembaga filantropi Islam di Indonesia.

Karena fenomena middle class inilah Filantropi Islam di Indonesia memiliki beberapa trend yang cukup menarik:

1. Organisasinya semakin modern. Secara kelembagaan sudah terstruktur dengan rapi dari mulai tingkat pusat sampai tingkat cabang di hampir seluruh Indonesia dan rata-rata mereka mempunyai sistem informasi yang bisa diakses masyarakat, sehingga akuntabilitas kelembagaan terjaga dengan baik.

2. Volunteer yang professional. Para sukarelawan yang ada di lembaga-lembaga tersebut merupakan para professional yang ahli di bidangnya masing-masing seperti dokter, perawat, dan lain-lain.

3. Semakin banyak dan semakin kuat. Karena kelembagaannya yang sudah solid dan didukung oleh kalangan professional, maka lembaga-lembaga amal ini semakin hari semakin berkembang baik dari sisi kualitas maupun kuantitas.

4. Semakin mendapatkan tempat dan dukungan yang kuat baik di kalangan masyarakat dan juga pemerintah.

5. Lembaga-lembaga amal seperti ini muncul tidak hanya di tingkat lokal/nasional [seperti lembaga-lembaga yang disebutkan di atas], tetapi juga di tingkat internasional dalam bentuk humanitarian aid dan kelompok-kelompok solidaritas seperti Komite Nasional untuk Rakyat Palestina, KISPA [Komite Indonesia Untuk Solidaritas Palestina], dan lain-lain.

6. Mendapatkan dukungan financial dari perusahaan-perusahaan. Meskipun sumber dana masih didominasi dari perolehan zakat, infaq dan shadaqah, namun karena banyaknya dan luasnya jaringan kelas menengah ini, maka mereka juga mampu menjalin kerjasama dengan perusahaan-perusahaan besar, seperti BP Migas, Freeport, KFC, Exxon Mobil,

Page 115: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One106

Epson, Telkomsel, dll. Dalam hal ini pihak perusahaan juga cukup terbantu dalam menjalankan program tanggungjawab sosialnya [CSR: Corporate Social Responsibility]. Berbeda dengan kegiatan-kegiatan LSM yang lebih berorientasi jangka panjang, kegiatan lembaga-lembaga filantropi Islam lebih popular dan cenderung bersifat karitatif [short term] sehingga sangat disukai oleh perusahaan-perusahaan karena hasilnya kasat mata dan bisa diukur dengan jelas.

Bila kita berbicara mengenai potensi maka akan terbayang dana yang fantastic besar jumlahnya. Contohnya saja zakat, sudah banyak lembaga penelitian yang mencoba untuk melakukan survey dan risert mengenai potensi penghimpunan zakat di Indoensia. Rentan tahun 2004-2007 beberapa lembaga me-releas potensi zakat Indoensia, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh PIRAC (Public Interest Research and Advocacy Center) potensi zakat sebanyak 9,09 Triliun, selain itu menurut perhiungan FOZ (Forum Zakat) potensinya sebesar 17,5 Triliun. Pusat Budaya dan Bahasa UIN Syarif Hidayatullah bekerjasama dengan The Ford Fondations mengatakan potensi ZIS di indoensia mencapai 19,3 Triliun setiap tahunnya. Sedangkan menurut Habib Ahmed melalui lembaga IRTI-IDB mengatakan bahwa potensi zakat tahun 2010 mencapai angka 100 triliyun.18

Selanjutnya, di tahun 2011 Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dan ADB (Asian Development Bank) menyebut potensi zakat Indonesia sebesar 217,3 triliun rupiah. Sementara jumlah zakat yang terhimpun oleh BAZNAS pada tahun 2012 sekitar 2,3 triliun rupiah. Terlepas dengan jumlah angka yang berbeda beda, kita dapat berkesimpulan bahwa adanya jurang pemisah antara das sein dan das sollen, antara potensi zakat sangat begitu besar dengan realitas penghimpunan zakat yang relative masih kecil di Indoensia.

Selain zakat kekuatan yang begitu besar pada filantropi ada pada wakaf di negeri ini. Merujuk pada data Departemen Agama (Depag) RI, jumlah tanah wakaf di Indonesia mencapai 2.686.536.656,68 m2 atau sekitar 268.653,67 Ha atau 3,5 kali lebih luas dari Negara

18Zaim Saidi, Dkk, Kedermawanan...h. 14

Page 116: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

107 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

Singapura. Adapun tanah wakaf ini tersebar di 366.595 lokasi di seluruh Indonesia. Jumlah tanah wakaf yang besar ini merupakan harta wakaf terbesar di dunia. Sayangnya, tanah wakaf tersebut sebagian besar baru dimanfaatkan untuk kesejahteraan masjid, kuburan, panti asuhan, dan sarana pendidikan. Dan hanya sebagian kecil yang dikelola ke arah lebih produktif. Ini diperkuat dengan hasil penelitian Pusat Bahasa dan Budaya (PBB) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2006, terhadap 500 responden nazhir di 11 Propinsi. Penelitian itu menunjukkan, harta wakaf lebih banyak bersifat diam (77%) daripada yang menghasilkan atau produktif (23%). Berarti, tanah wakaf yang demikian besar itu tentunya belum memberikan manfaat produktif, tapi masih dipergunakan untuk kepentingan yang bersifat konsumtif. Padahal, bila digunakan untuk kepentingan produktif, tanah wakaf seluas 268.653,67 ha itu tentu akan memberikan manfaat yang lebih besar, seperti rumah sakit, pusat bisnis, pertanian, perkebunan, dan lain-lain. Itu belum termasuk potensi wakaf benda tak bergerak, misalnya wakaf uang.19

Data di atas dapat terwujud, karena tingkat kedermawanan (rete of giving) masyarakat Indoneisa sangat tinggi yang mencapai 99,6%, angka tersebut meng-indikasikan bahwa hampir seluruh responden yang disurvey setidaknya pernah berderma dalam satu tahun terakhir.20

Lembaga Negara vs Lembaga Swasta di Indonesia setidaknya kita memiliki 2 Undang Undang mengenai aturan dalam berderma, yaitu UU Zakat no 38 tahun 1991 yang di amandemen menjadi UU zakat no 23 tahun 2011 dan UU Wakaf No. 41 Tahun 2004. Pada kedua Undang Undang tersebut pemerintah hanya fokus pada regulasi dan aturan bagi otoritas penyelenggaranya saja namun tidak berupaya untuk memberikan aturan yang mengikat bagi muzaki yang tidak menunaikan kewajibannya.

19Chaidar S Bamuallim dan Irfan Abu Bakar (Ed), Revitalisasi Filantropi Islam: Studi Kasus Lembaga Zakat dan Wakaf di Indonesia, (Pusat Bahasa dan Budaya: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005) 56

20sumber: press release PIRAC mengenai pola dan potensi sumbangan masyarakat tahun 2007

Page 117: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One108

Lahirnya UU Zakat memiliki sejarah yang panjang, tercatat mulai tahun 1951 diskursus mengenai boleh tidaknya hukum Islam masuk dalam peraturan perundang undangan mendapat perdebatan panjang hingga tahun 1999 penantian pun terbayarkan dengan lahirnya Undang Undang zakat no 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat yang secara yuridis formal mengukuhkan peranannya di Masyarakat. Setelah berjalan kurang lebih 10 tahun masyarakat gerah dengan tidak maksimalnya pengelolaan zakat di tanah air, sehingga DPR mengamandemen UU zakat tahun 1999 itu dengan UU Zakat yang terbaru no. 23 tahun 2011, di sisi lain amandemen tersebut mengindikasikan terjadinya dualisme dalam pemungutan zakat baik oleh pemerintah maupun publik/swasta, sehingga menjadikan BAZ sejajar dengan LAZ, ini menimbulkan kompetisi di antara keduanya dalam menarik hati muzaki.

UU no. 23 tahun 2011 mengamanatkan bahwa pengelolaan zakat dilakukan secara sentralistik oleh negara dan menutup ruang publik untuk turut serta dalam pengelolaan zakat. Perlu disadari bahwa ketika zakat masuk dalam salah satu agenda hukum, kenyataan yang tidak dapat dielakkan adalah adanya persinggungan kepentingan antara publik dan pemerintah ini di buktikan dengan masih di gantungnya UU tersebut di Mahkamah Konstitusi terkait Judicial Review.

Hasil penelitian PIRAC (Public Interest Research and Advocacy Center) Tahun 2004 Mengenai kecenderungan masyarakat dalam menyalurkan zakatnya Hubungan antara Negara dan swasta/publik dalam mengelola filantropi, dijelaskan oleh Amelia Fauzia di mana praktek filantropi merupakan indikasi dari keberadaan civil society. Ketika Negara lemah, filantropi tumbuh kembang kuat dan digunakan untuk menentang Negara. Ketika Negara kuat, civil society muslim cenderung lemah, walaupun masih bisa menggunakan aktivitas filantropi untuk perubahan sosial. Pengecualian terjadi pada masa colonial (negara kuat dan civil society-filantropi kuat).21

Sejalan dengan hal tersebut, Prof. Azyumardi Azra menjelaskan bahwa dahulu Universitas Al Azhar di Mesir menjadi satu contoh

21Amelia Fauzia, Faith and The Satate a history of Islamic Philantropy in Indonesia, (Leiden-Boston: Brill, 2013) h. 9

Page 118: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

109 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

filantropi Islam yang sangat luar biasa dengan harta wakafnya dan juga hasil-hasil usaha lainnya. Karenanya, Universitas Al Azhar menjadi sangat independen, bahkan anggaran belanja lembaga pendidikan Islam ini lebih besar dari anggaran belanja Negara Mesir sendiri. Tetapi dalam perkembangan berikutnya, pada tahun 1961, pemerintah Mesir di bawah Presiden Naser melakukan nasionalisasi secara paksa atas sejumlah harta wakaf Al Azhar. Al Azhar pun kemudian dijadikan bagian dari struktur Negara, anggarannya ditetapkan dan diberikan oleh Negara. Sedangkan Syaikh Al Azhar di jadikan pejabat setingkat Perdana Mentri dan digaji oleh Pemerintah. Akibatnya al-Azhar tidak lagi menjadi lembaga independent atau menjadi kekuatan penyeimbang kekuasaan.22

Dakwah Transformaif Melalui Filannthropi atau Dakwah Sosial

Dakwah semestinya dipahami sebagai suatu aktivitas yang melibatkan proses transformasi dan perubahan (thathawwur wa taghayyur) yang memang tidak terjadi begitu saja tapi membutuhkan kesadaran dari masyarakat untuk merubah situasi dan kondisi mereka melalui pendidikan dan komunikasi yang berkelanjutan, hal ini berarti sangat terkait dengan upaya rekayasa sosial (taghyîr al-ijtimâ’iyyah)23. Sasaran utama dakwah adalah terciptanya suatu tatanan sosial yang di dalamnya hidup sekelompok manusia dengan penuh kedamaian, keadilan, keharmonisan di antara keragaman yang ada, yang mencerminkan sisi Islam sebagai rahmatan li al-âlamîn.24

22Azyumardi Azra, Filantrofi Islam, Dalam buku, Chaidar S Bamuallim dan Irfan Abu Bakar (Ed), Revitalisasi Filantropi Islam: Studi Kasus Lembaga Zakat dan Wakaf di Indonesia, (Pusat Bahasa dan Budaya: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005) 56

23Paulo Alman, Revolutionary Social Transformation: Democratic Hopes, Political Possibilities and Critical Education (London: Bergin & Garvey, 2001), Second Edition, h.1 Authentic social transformation is never a sudden even. It is process through which people change not only their circumstances but themselves and social transformation involve levels of human existence.

24Moh. Ali Aziz, Rr. Suhartini, A. Halim (Editors), Dakwah Pemberdayaan Masyarakat: Paradigma Aksi Metodologi (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005), Cet.1, h.26.

Page 119: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One110

Agama sebagai sistem keyakinan dapat menjadi bagian dan inti dari system nilai yang ada dan membudaya dalam masyarakat, lebih dari sekedar itu agama juga menjadi pendorong dan penggerak serta pengontrol bagi tindakan manusia agar dapat tetap berjalan sesuai dengan nilai-nilai moral dan ajaran-ajaran agamanya.25

Masyarakat kini tengah mengalami apa yang disebut transformasi sosial sebagai dampak dari arus modernisasi. Transformasi ini mendesak setiap anggota masyarakat untuk menguji kembali validitas beragam konvensi yang dilahirkan oleh lembaga-lembaga sosial dan kebudayaan dalam rangka survive dan revive. Transformasi ini juga memaksa setiap pemeluk agama untuk melakukan reorientasi terhadap pola penghayatan keagamaannya, dengan menafsirkan dan memaknai ulang format pemahamannya terhadap validitas tekstual kitab suci.26

Transformasi sosial merupakan tugas kerasulan terbesar dengan melakukan transformasi nilai-nilai Islam sebagai agama Tuhan yang normatif ke dalam bentuk perubahan sosial (social change) yang operasional. Dari teologi ke perubahan sosial (transformasi sosial). Sehingga pengaruhnya memiliki gema yang menggelegar dan cahaya yang menyinari seluruh pelosok negeri.27

Menurut Kuntowijoyo, setidaknya ada dua bentuk transformasi sosial yang dilaksanakan oleh Rasulullah, yakni pembebasan manusia (individual) dan transformasi kemasyarakatan (kolektif).28 Langkah inilah yang mampu memposisikannya sebagai orang paling berpengaruh dalam peradaban manusia.29Melalui metode transformasi itu pula, Kunto mengkaji konsep ummah (umat) sebagai kesatuan religio-politik, sebagaimana konsep negara yang makmur (baldah thayyibah), atau masyarakat yang sejahtera (qaryah thayyibah) sebagai konsep-konsep normatif yang berada dalam

25Bryan S.Turner, Religion and Social Theory (London: SAGE Publications LTD, 1991), h. 109.

26Meredith B.McGuire, Religion The Social Context (USA: Wodsworth Thomson Learning, 2002), h.244.

27Kuntowijoyo, Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi (Bandung: Mizan, 1991), Cet.1. h.345.

28Kuntowijoyo ,Pengantar Antropologi (Jakarta: UI Press, 1998), Cet. 3. h. 3.29Michael H. Hart, 100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia Terj. (Jakarta: Gema

Insani Press, 1998, Cet. 1. h. 12.

Page 120: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

111 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

struktur kesadaran subyektif.30 Konsep-konsep itu merupakan proyeksi dari cita-cita masyarakat muslim mengenai apa yang disebut sebagai “umat yang terbaik” di sebuah negeri yang baik, di bawah ampunan Tuhan.31

Kompleksitas kehidupan masyarakat menuntut adanya ruang gerak aktivitas dakwah yang lebih fleksibel, lebih mengena sasaran dakwah dan tidak mengesampingkan kaum lemah. Masyarakat yang didambakan oleh ummat Islam bukanlah masyarakat yang homogen status sosialnya, bukan pula memandang status sosialnya tinggi atau rendah, pejabat atau bawahan, kaya atau miskin, melainkan derajat ketaqwaan dari amal ibadah yang dilakukannya. Untuk mencapai semua itu dalam aktivitas dakwah perlu pendekatan ukhuwwah yang lebih menghargai dan menghormati harkat dan martabat manusia, memanusiakan manusia, juga menggunakan pendekatan budaya lokal dan penggunaan teknologi informasi sebagai media untuk mencapai sasaran dakwah. Ketiga pendekatan tersebut jika secara serentak dijalankan oleh setiap muslim maka akan tercipta masyarakat muttaqien.32

Dakwah transformatif merupakan model dakwah, yang tidak hanya mengandalkan dakwah verbal (konvensional) untuk memberikan materi-materi agama kepada masyarakat yang memposisikan da’i sebagai penyebar pesan-pesan keagamaan, tetapi menginternalisasikan pesan-pesan keagamaan ke dalam kehidupan riil masyarakat dengan cara melakukan pendampingan masyarakat secara langsung. Dengan demikian, dakwah tidak hanya untuk memperkokoh aspek religiusitas masyarakat, melainkan juga memperkokoh basis sosial untuk mewujudkan transformasi sosial. Dengan dakwah transformatif, da’i diharapkan memiliki fungsi ganda, yakni melakukan aktivitas penyebaran materi

30Kuntowijoyo, Paradigma.., h.347. 31Lihat Q.S. 34: 15.32Ali Nurdin, Dakwah Transformatif: Pendekatan Dakwah Menuju Masyarakat

Muttaqîn, Jurnal Ilmu Dakwah Vol. 8 No. 2 Oktober 2003, h.24-32. lihat juga, Very Verdiansyah, Islam Emansipatoris: Menafsir Agama untuk Praksis Pembebasan (Jakarta: P3M, 2004), cet. I. Moeslim Abdurrahman, Islam Transformatif (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997), Cet.3. Imaduddin Abdurrahman, Islam Pribumi (Bandung: ITB Salman, 1999), cet. 1. Syahrin Harahap, Islam Dinamis (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1997)., cet. 1. h. 25

Page 121: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

112

keagamaan dan melakukan pendampingan masyarakat untuk isu-isu korupsi, lingkungan hidup, penggusuran, hak-hak perempuan, konflik antaragama dan problem kemanusiaan lainnya.33

Ada lima indikator yang mesti melekat dalam dakwah transformatif. Pertama, dari aspek materi dakwah; ada perubahan yang berarti; dari materi ubudiyah ke materi sosial. Dalam konteks ini, para juru dakwah mulai menambah materi dakwahnya pada isu-isu sosial, seperti korupsi, kemiskinan dan penindasan, sehingga para juru dakwah tidak lagi hanya berkutat pada materi ukhrawi. Dari aspek materi juga ada perubahan dari materi dakwah yang ekslusif ke inklusif. Para juru dakwah tidak lagi menyampaikan materi dakwah yang memojokkan atau memusuhi non-muslim. Kecenderungan selama ini para juru dakwah sering menyampaikan dakwah yang bernada permusuhan terhadap agama lain. Padahal cara ini justru membuat masyarakat ikut memusuhi agama lain hanya karena agamanya yang berbeda. Oleh karena itu, materi dakwah yang inklusif mesti menjadi kata kunci dalam dakwah transformatif.34

Kedua, dari aspek metodologi terjadi perubahan; dari model monolog ke dialog. Para juru dakwah semestinya cara penyampaian dakwahnya, tidak lagi menggunakan pendekatan monolog, melainkan terus melakukan dialog langsung dengan jama’ah. Sehingga problem yang dihadapi masyarakat dapat langsung dicarikan solusinya oleh juru dakwah dengan kemampuan yang dimilikinya. Dakwah yang menggunakan pendekatan monolog cenderung melakukan indoktrinasi kepada jama’ah, padahal Islam tidak hanya indoktrinasi, melainkan juga pencerahan terhadap jamaah.35

Ketiga, menggunakan institusi yang bisa diajak bersama dalam aksi. Para juru dakwah mesti menggunakan institusi sebagai basis gerakan agar apa yang dilakukannya mendapatkan legitimasi yang lebih kuat. Jaringan dan sumber daya tidak hanya milik sendiri,

33usthafa Hamidi, et.al), Dakwah Transformatif (Jakarta: Lakpesdam NU, 2006), Cet.1.h. 4

34Musthafa Hamidi, et.al), Dakwah...h. 5. lihat juga elaborasinya dalam, Moeslim Abdurrahman, Islam Transformatif (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997), Cet.3.

35Musthafa Hamidi, et.al, ), Dakwah...h. 5.

Page 122: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

113

melainkan juga ada pada orang lain. Karena itu, institusi menjadi sesuatu yang penting untuk menjadi basis dari gerakan sosial. Itu sebabnya, agar para juru dakwah lebih mudah melakukan pendampingan masyarakat, mereka perlu menggunakan institusi yang kuat.36

Keempat, ada wujud keberpihakan pada kaum lemah (mustad’afîn). Para juru dakwah terketuk hatinya untuk melakukan usaha-usaha sosial untuk kepentingan kaum tertindas di daerahnya semisal kasus penggusuran tanah, pencemaran lingkungan, penggusuran nelayan dan petani. Rasa empati sosial merupakan prasyarat bagi juru dakwah yang menggunakan pendekatan transformatif.

Kelima, para juru dakwah melakukan advokasi dan pengorganisasian masyarakat terhadap suatu kasus yang terjadi di daerahnya agar nasib para petani, nelayan, buruh, dan kaum tertindas lainnya didampingi. Inilah puncak dari para juru dakwah yang menggunakan pendekatan transformatif. Hasil akhir dari dakwah transformatif adalah mencetak para juru dakwah yang mampu melakukan pendampingan terhadap problem-problem sosial yang dihadapi masyarakat.37

Dalam konteks inilah, penyebaran dakwah di masyarakat mesti dilandasi oleh visi yang benar tentang perdamaian, kesalehan sosial dan sesuai dengan cita-cita agama yang mendorong pada perubahan ekspresi beragama yang inklusif dan toleran. Di sinilah, para aktivis dakwah (da’í) memiliki peranan yang strategis dalam merubah pandangan keagamaan masyarakat. Sebab, pemahaman keagamaan masyarakat biasanya sangat dipengaruhi oleh para juru dakwah (tuan guru, ustadz, da’í, kyai,dll). Pada gilirannya, dengan kemampuan strategi dakwah yang memadai dan pemahaman keagamaan yang luas (komprehensif), masyarakat sebagai objek dakwah akan berubah cara pandang keagamaannya. Pada titik selanjutnya, wajah Islam akan kembali seperti pada zaman awal

36Musthafa Hamidi, et.al, ), Dakwah...h. 6.37Musthafa Hamidi, et.al,, Dakwah..h. 7, lihat juga, Jalaluddin Rahmat, Islam

Aktual: Refleksi Seorang Cendekiawan Muslim (Bandung: Mizan, 1998), cet. X. Jalaluddin Rahmat, Islam Alternatif: Ceramah-Ceramah di Kampus (Bandung: Mizan, 1998), cet. IX. M. Bambang Pranowo, Islam Faktual antara Tradisi dan Relasi Kuasa (Yogyakarta: Adicita, 1999).

Page 123: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One114

Islam datang; berwajah damai dan akomodatif terhadap perubahan yang terjadi di masyarakat.

Begitu juga, konsep dakwah transformatif bisa dilihat dari kandungan ayat al-Qur’an:

ياأيها الذين ءامنوا استجيبوا ه وللرسول إذا دعاكم لا يييكم واعلموا أن اه يول بن الرء وقلبه وأنه إليه تشرون38

Artinya: hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan Rasul-Nya, apabila rasul menyeru kamu kepada sesuatu yang menghidupkanmu (mentransformasikan, memberdayakan,mensejahterakan), dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah mendinding antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.

أنفسهم من رسوا فيهم بعث إذ الؤمنن على اه من لقد وإن والكمة الكتاب ويعلمهم ويزكيهم ءاياته عليهم يتلوا

كانوا من قبل لفي ضال مبن39Artinya: sesungguhnya Allah telah menganugerahi terhadap orang mukmin karena dibangkitkan dari kalangan mereka seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Allah kepada mereka dan mensucikan mereka dan sekaligus mengajarkan mereka al-kitab dan ilmu pengetahuan (al-hikmah) meskipun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata.

الذين يتبعون الرسول النب اأمي الذي يدونه مكتوبا عندهم النكر عن وينهاهم بالعروف يأمرهم واإجيل التوراة ي ويل لم الطيبات ويرم عليهم البائث ويضع عنهم إصرهم

38Q.S. al-Anfâl: 2439Q.S. Ali Imrân: 164

Page 124: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

115 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

واأغال الت كانت عليهم فالذين ءامنوا به وعزروه ونصروه واتبعوا النور الذي أنزل معه أولئك هم الفلحون40

Berdasarkan ayat di atas, dakwah transformatif dapat dilihat dari lima dimensi:

Dimensi tilâwah; membacakan ayat-ayat Allah atau Oral Communication, komunikasi lansung dengan public.41 Dimensi tazkiyah; yaitu sugesti untuk melembagakan kebenaran dan keadilan sosial (amar ma’rûf) dan mendistorsi kejahatan dan kesenjangan sosial (nahi munkar). Dimensi ta’lim; mentransformasi pengetahuan kognitif kepada masyarakat, sehingga tercipta masyarakat yang berpendidikan (educated people). Dimensi ishlâh; upaya untuk perbaikan dan pembaharuan dalam konteks keberagamaan yang lebih luas. Dimensi Ihya’ (transformasi, pemberdayaan); upaya dakwah bukan hanya sebatas komunikasi verbal tapi ada wujud transformasi sosial dan pemberdayaan kepada arah kemandirian masyarakat.

Dari lima formasi dakwah ini diharapkan dapat membawa pencerahan yang memiliki semangat transformatif dan dapat dijadikan landasan untuk mewujudkan trilogi dakwah; pembentukan, restorasi dan pemeliharaan dan perubahan masyarakat islami.42

40Q.S. al-A>râf: 157, Artinya: orang-orang yang mengikuti rasul seorang nabi yang ummi yang mereka jumpai tertulis dalam kitab Taurat dan Injil mereka, nabi menyeru pada kebaikan dan melarang kepada hal-hal yang munkar, menghalalkan apa-apa yang baik, dan mengharamkan segala sesuatu yang keji dan meringankan beban dan kesulitan yang mereka alami sebelumnya. Adapun orang-orang yang beriman dengannya, menjunjung tinggi, dan menolong nabinya sekaligus mengikuti al-Qur’an yang diturunkan beserta Nabi, merekalah orang-orang yang beruntung.

41Untuk teori komunikasi lansung) oral communication) dapat dilihat pada buku, Stepehen W. Litteljohn & Karen A. Foss, Theories of Human Communication (Belmots:Thomson Wadsworth, 2005), Eight Edition. h.154. Lihat juga, Josep. A. Devito, Human Communication The Basic Course (New York: HarperCollins Publisher,1991), 5th Edition, h. 92.

42Pembacaan seperti ini penulis sadur dari berbagai macam referensi tentang dakwah, seperti dalam buku, Jum>ah Amin Abdul Aziz, al-Da>wah Qawaîd wa Ushûl (Mesir: Dar al-Mishriyah),ttp. h.123. yang menjabarkan tiga hal yang dicakup dalam dakwah. Pertama, membangun masyarakat islami (ta>sis al-mujtma> al-islâmy). Kedua, melakukan restorasi pada masyarakat Islam (al-ishlâh fi mujtama>al-muslimah).

Page 125: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One116

Pemikiran transformatif bertolak dari pandangan dasar bahwa misi Islam yang utama adalah kemanusiaan. Untuk itu Islam harus menjadi kekuatan yang dapat memotivasi secara terus-menerus dan mentransformasikan masyarakat dengan berbagai aspeknya ke dalam skala-skala besar yang bersifat praksis maupun teoritis. Pada transformasi yang bersifat praksis, perhatian utama para pemikir transformatif bukanlah pada aspek-aspek doktrinal dari teologi Islam, tetapi pada pemecahan-pemecahan masalah-masalah empiris dalam bidang sosio-ekonomi, pengembangan masyarakat, penyadaran hak-hak politik masyarakat, orientasi keadilan sosial, dan sebagainya. Bahkan bagi para pemikir transformatif yang praksis terdapat kecenderungan kuat untuk “membumikan” ajaran-ajaran agar dapat menjadi kekuatan yang membebaskan manusia dan masyarakat dari belenggu ketidakadilan, kebodohan, dan keterbelakangan. Mereka menghendaki teologi bukan hanya sekedar sebagai ajaran yang absurd dan netral, tetapi sebagai suatu ajaran yang memihak dan membebaskan mayoritas umat Islam dari berbagai kelemahan. Demikian pula proses pemikiran kaum transformatif tidaklah diartikan dalam kerangka literal dan formal, tetapi direfleksikan dalam karya-karya produktif yang berorientasi pada perubahan sosial ekonomi dan politik menuju terciptanya masyarakat yang adil dan demokratis.43

Refleksi transformatif seperti itu, kemudian diimplementasikan ke dalam gerakan-gerakan pengembangan masyarakat (community development) dengan pendekatan praksis: kesatuan dialektis antara refleksi dan aksi, teori dan praktek, serta iman dan amal. Adapun basis sosial yang digunakan oleh para pemikir transformatif ini dalam rangka menuangkan ide-ide praksis dan merealisir program-programnya, umumnya melalui lembaga swadaya masyarakat (LSM). Sementara itu pada tataran teoretis, pemikiran transformatif berusaha membangun “teori-teori sosial alternatif ” yang didasarkan pada pandangan dunia Islam. Para pemikir transformatif yang bergerak dalam dataran teoritis, berusaha merumuskan alternatif terhadap kecendrungan dan nominasi

Ketiga, kesinambungan dakwah pada masyarakat Islam (istimrâr al-da>wah fi al-mujtmi>at al-qâimah bi al-haq).

43M.Syafi‘i Anwar ,Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia: Sebuah Kajian Politik Tentang Cendekiawan Muslim Orde Baru (Jakarta: Paramadina, 1995), cet. 1, h. 162.

Page 126: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

117 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

positivisme yang kuat di kalangan ilmuan dan pemikir sosial muslim. Karena itu mereka mengidealisasikan apa yang disebut dengan “ilmu sosial profetis”, ilmu sosial transformatif,” paradigma alternatif dan sebagainya yang bukan hanya menjelaskan dan merubah fenomena sosial, tetapi juga mengarahkannya untuk mencapai nilai-nilai yang dikehendaki umat, yakni: humanisasi, liberasi, kontekstualisasi, dan transedensi.44

Dakwah transformatif merupakan suatu aktivitas yang sifatnya dinamis dalam merespon berbagai permasalahan kehidupan masyarakat, karena keberadaan dakwah harus mampu memberikan jawaban terhadap setiap perubahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Corak dan bentuk dakwah sangat dituntut untuk dapat menyesuaikan dengan segala perubahan dan perkembangan masyarakat. Banyak di antara perubahan dan perkembangan masyarakat merupakan hal-hal yang sama sekali baru dan tidak memiliki preseden di masa lalu, baik yang berkenaan dengan pola pikir, pola hidup dan perilaku masyarakat. Apabila dakwah transformatif berjalan dengan baik, maka dakwah akan berfungsi sebagai alat dinamisator dan katalisator atau filter terhadap berbagai dampak perubahan yang terjadi dalam masyarakat.45

Dakwah juga berarti membebaskan manusia dari kebodohan, bahkan sebenarnya manusia itu sebenarnya dianjurkan untuk menuntut ilmu agar tidak bodoh. Bahkan manusia itu diprogram oleh Allah untuk menjadi pembangun peradaban di muka bumi. Karena itu manusia dibelaki akal pikiran yang menjadi perangkat paling penting untuk membangun peradaban iman. Karena itu manusia dibekali akal pikiran yang menjadi perangkat paling penting untuk membangun peradaban.

Dakwah juga berarti membebaskan manusia dari kemiskinan karena kemiskinan akan bisa menggurani martabat manusia, kemiskinan juga bisa menyebabkan manusia menjadi lemah karena kekurangan makan, gizi, vitamin, karbohidrat dan mengakibatkan

44M. Dawam Raharjo, “Ilmu Sejarah Profetik dan Analisis Transformatif, Pengantar buku Kuntowijoyo, Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi Suntingan A.E. Priyono (Bandung: Mizan, 1991), h.11-19.

45Bukhari, Desain Dakwah Untuk Pembinaan Keagamaan Komunitas Elit Intelektual, dalam Jurnal Ulumuna, Volume XII, No. 2, Desember 2008.h. 1-2.

Page 127: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One118

daya tubuh menjadi lemah dan mudah terkena penyakit. Dengan pendekatan pemberantasan kemiskinan yang diajarkan oleh islam itu maka hubungan antara kelompok miskin dengan orang kaya tetap terjaga. Hal ini berbeda dengan yang terjadi dilingkungan kaum komunis yang justru membenturkan antara orang miskin dengan orang kaya.

Ada tiga pendekatan islam tentang kemiskinan. Pertama mendorong manusia untuk mencari rizki. Kedua perintah infak, sedekah dan lain sebagainya untuk membebaskan manusia dari kemiskinan. Ketiga, mengancam orang yang kaya yang tidak menafkahkan harta kekayaannya untuk kepentingan umat.

Dengan pendekatan-pendekatan dalam pemberantasan kemisikinan seperti yang diajarkan oleh Islam, maka hubungan antara kelompok miskin dan kaya akan tetap harmonis.

Beberapa catatan yang mungkin bisa dikembangkan di masa yang akan datang berkaitan dengan dakwah melalui filantropi di Indonesia:

1. Perlu adanya motif dan impian bersama dari lembaga-lembaga charity berbasis agama-agama yang inspirasinya dapat diambil dari ajaran/konsep agama masing-masing. Misalanya dalam Kristen ada konsep “Suasana kerajaan Allah”, dalam Islam ada konsep “baldatun thoyyibatun warobbun gofur” atau “rahmatan lilalamin”, dan lain sebagainya.

2. Konsep common good atau welfare society, perlu dimaknai lebih luas dalam konteks masyarakat plural seperti di Indonesia.

3. Konsep “kemaslahatan” perlu dirumuskan bersama dengan baik supaya kategori beneficiaries [penerima manfaat] dari gerakan filantropi Islam ini bisa lebih inklusif yakni menyentuh seluruh warga masyarakat tanpa pandang agama, suku atau golongan.

4. Perlu dilakukan evaluasi dan kajian lebih dalam tentang manakah yang lebih dominan dalam gerakan ini, antara charity atau aktivitas dakwah?.

Page 128: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

119 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

5. Perlu dilakukan reinterpretasi terhadap konsep dakwah, beneficiary dan charity.

Filantropi Islam dalam pengentasan kemiskinan dan menciptakan kesejahteraan umat, mampukah? Dalam konteks ekonomi makro diyakini bahwa konsep filantropi untuk saling berbagi memiliki dampak yang sangat luar biasa. Bahkan di barat sendiri telah muncul pemikiran dan terbukti dengan penelitian sebuah konsep yang mendorong berkembangnya sharing economy atau gift economy, dimana perekonomian harus dilandasi oleh semangat berbagi dan memberi ini dicetuskan oleh Yochai Benkler seorang professor dari Universitas Yale USA. Sebagai contoh kinerja karyawan yang mendapatkan bonus atau reaward jauh lebih baik dibanding dengan karyawan yang tidak pernah mendapatkannya.

Imam Ghazali meng-analogikan uang itu seperti aliran darah yang harus bergerak dan berputar. Pada saat darah tersebut berhenti berputar dan terjadi penyumbatan maka akan mempengaruhi kondisi badan dan di situ penyakit akan berkembang. Begitu pula yang akan terjadi dengan uang apabila pertumbuhannya tidak dibarengi dengan pertumbuhan di sector rill. Ini lah yang mengakibatkan krisis financial itu terjadi.

Sedangkan dengan adanya zakat atau share economy memungkinkan terjadinya distribusi pendapatan, ketika seorang muzaki menunaikan kewajibannya dalam berzakat maka distribusi kekayaan (jumlah uang) berpindah kepada mustahik, sehingga mustahik-pun menaikkan demand –nya atas barang. Sedangkan di sisi muzaki (yang memiliki dana) dia akan melakukan investasi karena sector rill tumbuh, maka akan menggeser agregat supply juga, hal ini menyebabkan kuantitas barang dan jasa pun akan meningkat juga. Di sisi makro ekonominya, PDB kita akan meningkat dan memberikan kesejahteraan bagi kedua belah pihak.

Ini telah dibuktikan ketika khalifah Umar bin Khatab mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman, beliau hanya menghabiskan waktu sekitar 11 tahun untuk mengubah perekonomian masyarakat negeri itu sampai pada kesejahteraan. Indikasinya adalah masyarakat di sana tidak tidak ada lagi yang berhak menrima zakat. Ketika ia datang ke Madinah dengan membawa harta zakat, ia sempat

Page 129: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One120

mendapat protes dari umar r.a. “Aku tak mengutusmu sebagai penarik zakat Yaman untuk dibawa ke Madinah”. Muadz menjawab, “aku tidak lagi mendapati penduduk Yaman yang menjadi mustahik”.

Begitu pula di zaman khalifah Umar bin Abdul Aziz, zakat merupakan tolak ukur kemakmuran dimana pada saat itu tidak di temukan seorang pun yang mau menerima zakat atau menjadi mustahik. Maka dapat disimpulkan bahwa jika jumlah mustahik lebih kecil (semakin kecil) dari jumlah muzaki, maka Negara semkain makmur dan jika jumlah mustahik lebih besar dari jumlah muzaki maka Negara tersebut semakin miskin.

Filantropi dalam Islam dikenal dengan zakat, Infak dan Shadaqah yang sudah mengakar dan berkembang diberbagai belahan dunia.

Di Indonesia Filantropi Islam telah tumbuh dan mengakar sejak Islam masuk ke Indonesia. Bentuknya masih tradisional yakni penderma langsung memberikan derma (zakat, infak, shadaqah) kepada penerima derma (dalam Al-Qur’an disebutkan ada 8 Asnaf). Belum ada usaha pengelolaan derma secara kelembagaan di dalamnya.

Pada perjalanannya, filantropi Islam dalam bentuk zakat dan sedekah telah ikut berjasa dalam mendanai perjuangan melawan penjajahan kolonial belanda. Filantropi Islam untuk kemerdekaan tidak hanya mewujud dalam sumbangan-sumbangan dadakan, tapi juga dikelola secara kelembagaan. Misalnya kas wakaf kemerdekaan central Sarekat Islam yang didirikan pada tahun 1918; atau yayasan zakat Fonds sabilillah, yang didirikan tidak lama setelah kemerdekaan (1947).

Menurut penulis, dakwah transformatif adalah upaya mentransformasikan nilai-nilai normatif ajaran agama dalam aspek kehidupan bermasyarakat dengan mengedepankan; kontektualitas ajaran agama, toleran, progresif, menghargai tradisi dan memberdayakan.

Kesimpulan

Menurut hemat penulis, setidaknya Filantrhropi Islam memiliki 3 dimensi, pertama, dimensi spiritual. Filanthropi

Page 130: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

121 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

membuktikan ke-taqwaan dan ke-imanan seorang hamba kepada Tuhan-Nya, sekaligus sebagai instrument purifikasi dan pensucian jiwa dari penyakit ruhani (Q.S 9:103). Kedua, dimensi sosial. Dimana filanthropi ini berupaya dalam membangun harmonisasi sosial, rasa sayang dan cinta akan tumbuh dalam tatanan masyarakat yang pada akhirnya menciptakan kekuatan persaudaraan sebagai bentuk reduksi akan konflik yang selama ini terjadi. Ketiga adalah dimensi ekonomi, yang berimplikasi pada kesejahteraan kaum duafa dan distribusi pendapatan. Sehingga keadilan dan kesejahteraan bukan hal yang utopis lagi. Inovasi filantrhopi seperti itulah yang perlu dilakukan oleh para pengembang masyarakat Islam agar kesejahteraan masyarakat muslim di Indonesia terwujud. Perlu kerja keras yang lebih juga pola berpikir yang kreatif dan inovatif dan juga perjuangan yang panjang untuk mewujudkan hal tersebut. Akan tetapi melihat potensi Filantropi Islam yang demikian dahsyatnya maka patutlah kita memiliki optimisme yang besar demi terwujudnya masyarakat muslim yang sejahtera.

Referensi

Amelia Fauzia, Faith and the State: A History of Islamic Philanthropy in Indonesia (Leiden-Boston: Brill, 2013)

Azyumardi Azra, Transformasi Jihad Menuju Aksi Penanggulangan Kemiskinan, dalam Kata Pengantar Buku, Bachtiar Chamsah, Teologi Penanggulangan Kemiskinan, Jakarta: Rakyat Merdeka Books, 2007.

Al-Andang, Dkk, Keadilan Sosial: Upaya Mencari Makna Kesejahteraan Bersama di Indonesia, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2004.

Bachtiar Chamsyah, Teologi Penanggulangan Kemiskinan, Jakarta: Rakyat Merdeka Books, 2006., CET. 1.

Chaidar S Bamuallim dan Irfan Abu Bakar (Ed), Revitalisasi Filantropi Islam: Studi Kasus Lembaga Zakat dan Wakaf di Indonesia, (Pusat Bahasa dan Budaya: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005)

Page 131: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One122

Hilman Latief, “Filantropi Islam: Telaah terhadap Pertumbuhan Organisasi-organisasi Amal di Indonesia Pasca Orde Baru”. dosen pada Fakultas Agama Islam UMY dan sedang menyelesaikan S3 nya di Leiden University, Belanda.

Hunsaker.J. and Hanzl B, Understanding Social Justice Philanthropy, National Commitee for Responsive Philanthropy, US, 2003. www.ncrf.org/PDF/ Understandingsoci ljusticephilanthropy.pdf.

M.Nadarajah, ‘Making Sense of Philanthropy” dalam buku, A Giving Society, the State of Philanhropy in Malaysia, Edited by Josie M.F & Abdul Rahim Ibrahim, Malaysia: Penerbit Universiti Sains Malaysia, 2000.

Kusmana (ED), Bunga Rampai Islam dan Kesejateraan Sosial, (Jakarta: PIC UIN Jakarta,2000) Cet, 1.

Zaim Saidi, dkk, Kedermawanan untuk Keadilan Sosial, Depok: Piramedia, 2006, cet. 1.

Page 132: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

123

WAJAH BARU FILANTROPI ISLAM DI INDONESIA1

Masnun Tahir

Abstrak

Diskursus mengenai peran filantropi Islam (kedermawanan dalam Islam) kian hari semakin menarik untuk dikaji. Lebih lagi, di saat krisis ekonomi global yang terus menghantui perekonomian nasional kita. Apalagi, stagnasi atau bahkan bertambahnya jumlah angka kemiskinan dari tahun ketahun menunjukkan ketidakmampuan negara mensejahterakan rakyatnya. Namun kita memahami sepenuhnya dengan apa yang telah terjadi dengan kemampuan negara ini. Belum lagi kompleksitas persoalan yang mengitarinya. Pada intinya, negara telah gagal membawa warganya terbebas dari kemiskinan yang permanen. Di titik inilah, negara sangat membutuhkan ”aktor” lain yang bisa membantunya. Disinilah peran vital lembaga-lembaga filantropi Islam sangat dibutuhkan. Tulisan ini memaparkan gairah baru filantropi di Indonesia sebagai upaya untuk membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan yang masih terjadi. Fokus pembahasan pada dimensi zakat dan wakaf yang telah lama dikenal dalam tradisi Islam dan mendapatkan regulasi dari pemerintah kita.

Pengantar

Istilah filantropi dan filantropi Islam belum memasyarakat di kalangan umat Islam Indonesia. Memang isu ini baru mulai popular sekitar satu dekade terakhir. Meskipun istilah ini sesungguhnya sudah digunakan sejak masa Yunani kuno. Filantorpi artinya

1Tulisan ini pernah dipresentasikan dalam “International Seminar on Islamic Finance and Philanthropy” 6 Desember 2014 di UiTM Melaka Malaysia.

Page 133: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One124

“cinta manusia”, yang wujudnya adalah perilaku kedermawanan, dan membangun relasi sosial yang baik antara kaya dan miskin. Inti dari kegiatan filantropi adalah untuk mendorong terciptaanya kemaslahatan, public good, kesejahteraan bersama.

Filantropi Islam dalam sejarah sesungguhnya sudah muncul sejak Islam lahir 15 abad lampau. Umat Islam mengenalnya dalam berbagai sebutan popular seperti wakaf, zakat, sadaqah, dan hibah. Walalupun filantropi dan praktik berdema sudah berurat berakar dalam tradisi Islam, persoalannya adalah apa sesungguhnya sasaran yang hendak dicapai dari filantropi Islam? Filantropi Islam seharusnya memiliki sasaran ganda, yakni perubahan individual dan perubahan kolektif. Yang pertama mnengubah individu menjadi manusia peduli, lebih dari sekadar memberi. Dan kedua mengubah tatanan sosial/kolektif untuk membangun kultur tanggung jawab sosial dan kesejahteraan bersama,

Kata atau istilah filantropi (kedermawanan sosial) mungkin tergolong istilah yang baru bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Filantropi berasal dari dua kata bahasa Yunani, yaitu philos dan antrophos yang berarti love of people, mencintai sesama manusia).2 Dilihat dari dua kata tersebut, filantropi lebih berkaitan dengan upaya manusia untuk menunjukkan rasa cinta kasihnya kepada sesama melalui berbagai upaya yang dilakukan. Namun dalam perkembangannya, filantropi lebih dikaitkan dengan proses sharing private resources untuk publik benefit. Private resources di sini tidak selalu dimaknai dengan uang, tapi bentuk sumber daya lainnya, seperti barang, pikiran dan tenaga. Dari penjabaran tentang definisi filantropi tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam kegiatan filantropi terkandung makna humanity, solidarity, subsidiary, non profit orientation, dan voluntarism). 3

Meski filantropi tergolong sebagai sebagai istilah atau kosa kata baru di Indonesia, kegiatan filantropi sendiri sudah menjadi tradisi dan dipraktikkan secara turun temurun oleh nenek moyang kita sejak ratusan tahun yang lalu. Bahkan kegiatan filantropi dan

2Kim Klein, Fundraising for Social Change, Fourth Edition (Oakland California: Chardon Press, 2001), 5.

3Hamid Abidin Dkk, Membangun Kemandirian Perempuan (Jakarta: Piramedia, 2009), 89.

Page 134: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

125 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

mobilisasi sumber daya telah berkembang pesat di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Perguruan Tinggi misalnya, menunjukkan bahwa sumbangan masyarakat terus meningkat dari tahun ke tahun. Begitu juga kajian tentang filantropi di Indonesia semakin marak, termasuk dalam forum kajian seminar seperti AICIS 4

Dalam catatan Waryani, Kajian tentang studi filantropi (kedermawanan) Islam juga menjadi salah satu sorotan dalam AICIS. Kita harus memekarkan model “kedermawanan” individual menjadi sosial. Hanya saja, menurut penulis “kedermawanan” ini ukurannya tidak hanya harta, tetapi yang lebih penting adalah “kedermawanan pikiran dan ilmu”, tetapi seperti “mentalitas yang berlebih” untuk selalu berkarya. Miftahul Huda (2009), pernah mengatakan bahwa studi filantropi (kedermawanan) dalam Islam semestinya mendapat porsi dan tempat yang lebih baik ketimbang kajian yang ada saat ini. Filantropi Islam yang terdeteksi dalam institusi zakat, infaq, sadaqah, dan waqaf semestinya lebih di optimalkan. Dalam studi-studi di PTAI, institusi filantropi Islam tersebut kurang dikembangkan dan tertutupi oleh bidang ibadah yang dianggap sakral.5

Beberapa kajian tentang filantropi Islam (di luar negri) di forum AICIS, telah ditulis oleh Jahar (2010), Rozalinda (2012), dan Addidarrahman (2014), tulisan Rozalinda (2010), Asyari (2009), Muslihun (2011), Mochammad Arif (2011), Hilmi (2012), Nawawi (2014), dan Tiswarni (2014) tentang pemberdayaan harta wakaf untuk meningkatkan ekonomi ummat (wakaf produktif); tulisan Supriyatno (2006), Supardi (2006), Ahmad Fthan (2011), Eko Suprayitno (2013 dan 2014), Hasbiyallah (2014), Muhajir (2014), Berkah (2014), dan Musyafa’ (2014) tentang filantrofi zakat; tulisan Ariza Fuadi (2013), tentang filantrofi di sosial media; tulisan Muhammad Yasir (2013) tentang tanggung jawab untuk keadilan sosial; tulisan Umi Rohmah (2013) tentang Bazanas; dan tulisan Fuadi (2014) tentang filantropi Muslim di

4Lihat Andy Agung Prihatna & Kurniawati, Peduli dan Berbagi Pola Perilaku Masyarakat Indonesia dalam Berderma: Hasil Survey di Sebelas Kota (2000 dan 2004) (Jakarta: Piramedia, 2005).

5Waryani Fajar Riyanto, Studi Islam Indonesia (1950-2014), (Jogjakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2014), hlm. 552.

Page 135: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One126

Belanda. Secara umum, kajian filantropi Islam tersebut, terutama terkait dengan keberadaan lembaga zakat dan wakaf, perlu adanya sertifikasi. “Kedermawanan’ (Filantropi) konsumtif tersebut harus dikembangkan menjadi “kedermawanan” produktif.6

Tingkat kedermawanan sosial masyarakat yang tinggi ini telah memberikan momentum bagi berkembangnya kegiatan penggalangan dan pendistribusian dana sosial dan sumber daya lainnya. Upaya-upaya penggalangan dana (fundraising) dilakukan diberbagai tempat oleh berbagai macam lembaga, terutama di waktu-waktu tertentu misalnya ketika terjadi bencana, atau saat kegiatan ibadah. Kegiatan penggalangannya pun tidak lagi dilakukan dengan cara-cara konvensional, tapi sudah mengarah pada filantropisme modern. Seperti layaknya filantropi modern, beberapa lembaga sosial, kesehatan dan pendidikan mulai menggunakan strategi direct mail, special event, membership, internet fundraising, SMS charity dan strategi modern lainnya dalam menggalang dana/daya masyarakat. 7

Dinamika Filantropi Islam Di Indonesia

Di Indonesia, praktek filantropi Islam telah berakar kuat dalam tradisi masyarakat Indonesia yakni dalam bentuk zakat, infaq, wakaf dan sedekah. Apalagi dengan situasi krisis moneter yang sampai kini masih terasa dan berbagai bencana alam yang datang silih berganti telah menggairahkan dunia filantropi di Indonesia. Aktifitas lembaga-lembaga sosial marak luar biasa, aliran bantuan uang dan barang pun tercatat mencapai triliunan rupiah. Khusus untuk filantropi Islam, lembaga-lembaga Filantropi Islam selama hampir tiga dekade terakhir, hadir untuk menjawab masalah kemiskinan.8

Filantropi Islam Indonesia dalam bentuk ziswaf (zakat, infaq, sedekah, wakaf) memiliki potensi sangat besar. Belakangan ini

6Ibid., hlm. 553.7Ahmad Juwaini, Panduan Direct Mail untuk Fundraising (Jakarta: Piramedia,

2005), 8.8Isu seperti ini terkait banyak dengan perkembangan historis filantropi Islam

Indonesia di masa silam, bisa dibaca dalam karya Amelia Fauzia, Faith and the State: A History of Islamic Philanthropy in Indonesia (Leiden-Boston: Brill, 2013)

Page 136: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

127 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

berbagai kalangan memperkirakan, potensi ziswaf Indonesia mencapai sekitar Rp 217 triliun setiap tahun. Gerakan filantropi Islam di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup menarik dan signifikan terutama Pasca Orde Baru. Hal tersebut dapat dipahami menurut Hilman, karena pada era pasca Soeharto terdapat beberapa fenomena yang mendorong munculnya lembaga-lembaga amal berbasis keagamaan seperti adanya suasana politik yang baru dan lebih terbuka, terjadinya beberapa konflik komunal dan beberapa peristiwa bencana alam yang cukup besar seperti gempa, tsunami dan letusan gunung Merapi. 9

Seiring dengan menguatnya kelas menengah (middle class) di Indonesia, fenomena filantropi Islam memiliki beberapa trend yang cukup menarik:

1. Organisasinya semakin modern. Secara kelembagaan sudah terstruktur dengan rapi dari mulai tingkat pusat sampai tingkat cabang di hampir seluruh Indonesia dan rata-rata mereka mempunyai sistem informasi yang bisa diakses masyarakat, sehingga akuntabilitas kelembagaan terjaga dengan baik.

2. Volunteer yang professional. Para sukarelawan yang ada di lembaga-lembaga tersebut merupakan para professional yang ahli di bidangnya masing-masing seperti dokter, perawat, dan lain-lain.

3. Semakin banyak dan semakin kuat. Karena kelembagaannya yang sudah solid dan didukung oleh kalangan professional, maka lembaga-lembaga amal ini semakin hari semakin berkembang baik dari sisi kualitas maupun kuantitas.

4. Semakin mendapatkan tempat dan dukungan yang kuat baik di kalangan masyarakat dan juga pemerintah.

5. Lembaga-lembaga amal seperti ini muncul tidak hanya di tingkat lokal/nasional [seperti lembaga-lembaga yang disebutkan di atas], tetapi juga di tingkat internasional dalam

9Baca Hilman Latief, “Contesting Almsgiving in Post New-Order Indonesia” dalam American Journal of Islamic Social Sciencies, Vol. 3, No. 1, hal. 18.

Page 137: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One128

bentuk humanitarian aid dan kelompok-kelompok solidaritas seperti Komite Nasional untuk Rakyat Palestina, KISPA [Komite Indonesia Untuk Solidaritas Palestina], dan lain-lain.

6. Mendapatkan dukungan financial dari perusahaan-perusahaan. Meskipun sumber dana masih didominasi dari perolehan zakat, infaq dan shadaqah, namun karena banyaknya dan luasnya jaringan kelas menengah ini, maka mereka juga mampu menjalin kerjasama dengan perusahaan-perusahaan besar, seperti BP Migas, Freeport, KFC, Exxon Mobil, Epson, Telkomsel, dll. Dalam hal ini pihak perusahaan juga cukup terbantu dalam menjalankan program tanggungjawab sosialnya [CSR: Corporate Social Responsibility]. Berbeda dengan kegiatan-kegiatan LSM yang lebih berorientasi jangka panjang, kegiatan lembaga-lembaga filantropi Islam lebih popular dan cenderung bersifat karitatif [short term] sehingga sangat disukai oleh perusahaan-perusahaan karena hasilnya kasat mata dan bisa diukur dengan jelas.

Filantropi Islam di Indonesia termasuk fenomena baru, maka proses-proses advokasi belum menjadi prioritas lembaga-lembaga tersebut. Sehingga bukan menjadi suatu masalah ketika mereka bekerjasama dengan perusahaan besar yang notabene merugikan masyarakat dan negara seperti Freeport.10

Menurut Hilman, pembentukan lembaga-lembaga zakat dalam perusahaan swasta dan asing seperti di Freeport telah menandai trend baru dari praktek filantropi di Indonesia. Perusahaan berbasis kolektor zakat telah menjadi pemain baru dalam pertumbuhan yang cepat dari sektor zakat Indonesia dalam dua dekade terakhir.11

10Ibid., lihat juga Hilman Latief, “ Islamic Phylanthropy and the private sector in Indonesia” dalam Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies, Vol. 3 No. 2, Desember 2013, hal. 175.

11Hilman Latief, “ Islamic Phylanthropy..., hlm. 176. Lihat juga Hilman Latief, “ Islam and Humanitarian Affairs, the Middle Class and New Pattern of Social Activism, hal. 174.

Page 138: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

129 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

Zakat Sebagai Bentuk Kedermawanan Sosial

Zakat adalah salah satu bentuk distribusi kekayaan di kalangan umat Islam sendiri, dari golongan umat yang kaya kepada golongan umat yang miskin, agar tidak terjadi jurang pemisah antara golongan kaya dan golongan miskin, serta untuk menghindari penumpukan kekayaan pada golongan kaya saja. Untuk melaksanakan pengelolaan zakat dengan baik dan sesuai dengan fungsi dan tujuannya, tentu harus ada regulasi yang tepat dalam pengelolaannya. Pengelolaan zakat yang mengacu ada regulasi yang baik dan jelas akan meningkatkan manfaatnya yang nyata bagi kesejahteraan masyarakat.

Zakat sesungguhnya memberi kontribusi yang signifikan dalam sistem ekonomi sebuah negara sebab zakat akan memutus kesenjangan antara kaya dan miskin selanjutnya zakat akan memicu tumbuhnya perekonomian jika pengelolaan zakat tersebut lebih produktif.

Zakat, yang secara harfiah, antara lain berarti penyucian (thaharah),12 pertumbuhan (nama’).13 Maksudnya adalah menumbuhkan kemanusiaan atau mengembangkan manusia. Ia merupakan salah satu dari lima filar Islam yang dicanangkan oleh Nabi Muhammad saw.,14 dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari ibadah shalat,15 yang mencerminkan suatu ketetapan untuk mensucikan masyarakat dari kemiskinan dan memenuhi kebutuhan pokok setiap orang.16 Ini merupakan sebuah cara untuk mengungkapkan kesyukuran seseorang atas

12”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” al-Tawbah: 103. Jadi, dengan zakat seseorang dapat membersihkan diri dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda. Lihat. Abû Bakar Jâbir al-Jazâ’iri, Minhâj al-Muslim (Libanon: Dâr al-Fikr, 1976), 347.

13Lihat. Muslihun Muslim, Fiqh Ekonomi, (Mataram: LKIM-IAIN, 2005), 83.14Lihat. Abû Bakar Jâbir al-Jazâ’iri, Minhâj al-Muslim (Libanon: Dâr al-Fikr,

1976), 347.15al-Muzammil : 20.16Dengan zakat, kebutuhan ekonomi umat dapat tertanggulangi. Hal ini

mencerminkan suatu prinsif dari yurisprudensi Islam yang menyatakan, “tidak ada hak dalam harta selain zakat”. Lihat. Gazi Inayah, Teori Komprehensip, 97.

Page 139: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One130

karunia Tuhan dan untuk mencari keridhaan-Nya, yang akan dicerminkan dalam pertumbuhan kekayaan dan kesejahteraan.17

Karenanya, zakat merupakan perwujudan dari distribusi kekayaan kepada orang yang membutuhkan dan menjadi komitmen sosio-ekonomi yang penting dari umat Islam untuk memenuhi kebutuhan semua orang. Zakat merupakan kewajiban agama secara mutlak dari Tuhan kepada umat manusia sebagai amanat untuk mengeluarkan kekayaan yang telah dianugerahkan yang harus ditunaikan pada mereka yang kurang beruntung. Ini merupakan salah satu bentuk ketentuan peribadatan-yang dalam Islam tidak hanya meliputi shalat, puasa dan haji; tetapi juga mencakup pemenuhan kewajiban seseorang kepada orang lain, termasuk anggota keluarga, teman dan tetangganya.

Zakat tidak saja merupakan kewajiban ritual mahdah atau mengandung nilai intrinsik, namun juga memiliki dimensi moral, social dan ekonomi atau ekstrinsik. 18 Zakat adalah term fiqh yang memiliki implikasi terhadap kesejahteraan kehidupan bersama. Selain ia memiliki implikasi pada kesalehan individual, ia juga mengajarkan manusia untuk ikut memperhatikan kesejahteraan sosial.

Khamami Zada mengungkapkan bahwa zakat memiliki 2 makna, teologis-individual dan sosial. Makna pertama menyucikan harta dan jiwa. Penyucian harta dan jiwa bermakna teologis individual bagi seseorang yang menunaikan zakat bagi mereka yang berhak. Jika makna itu dipedomani, ibadah zakat hanya bersifat individual, yakni hubungan vertikal antara seseorang dengan Tuhannya. Sedangkan dimensi sosial ikut mengentaskan kemiskinan, kefakiran dan ketidakadilan ekonomi demi keadilan sosial. Dengan membayar zakat terjadi sirkulasi kekayaan di masyarakat yang tidak hanya dinikmati oleh orang kaya, tetapi juga orang miskin. Inilah yang menjadi inti ajaran zakat dalam dimensi Islam secara sosial.19

17Lihat. Wahbah al-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, (Damsyiq, Libanon: Dar al-Fikr, 1989), 735.

18Abdul Manan, Teori dan Praktik Hukum Islam, Yogyakarta : Dana Bhakti Prima Yasa, tt, hlm 256

19Sebagaimana dikutip oleh Suparman usman, Strategi Pengelolaan Zakat dalam Mengurangi Kemiskinan, dalam M Arifin Purwakanta, Noor Aflah (ed), ,

Page 140: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

131 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

Yusuf Qardawi dalam karyanya yang begitu terkenal tentang zakat mengungkapkan bahwa zakat memiliki perannan yang penting dalam bermasyarakat dan bernegara, antara lain ia memiliki dimensi sosial, ekonomi, politik, moral dan sekaligus agama.20

Zakat adalah sebuah langkah kemandirian sosial yang diambil dengan dukungan penuh agama untuk membantu orang-orang miskin dan faqir yang tidak mampu memenuhi kebutuhan mereka sendiri dan untuk menghapus kesengsaraan dan kemiskinan masyarakat muslim. Jika hasil zakat tidak cukup, adalah menjadi tanggungjawab masyarakat itu untuk menemukan cara dan sarana lain untuk mencapai tujuan ini. Karena itu, adalah kewajiban seorang muslim untuk mendapatkan penghasilannya sendiri untuk menjadikan orang miskin dapat mandiri. Hasil zakat ini juga digunakan untuk membuat rakyat mampu mandiri dalam menata kehidupan sosio-ekonominya.21

Itulah sebabnya, Nabi Muhammad saw, selalu menekankan kerjasama di antara umat muslim. Dengan kerjasama, tolong menolong dan persaudaraan, maka masyarakat Islam akan terbebas dari segala bentuk eksploitasi dan ketidakadilan.22 Dalam konteks ini, zakat akan mendapatkan tempatnya sebagai sarana menjalin kepedulian sosial demi kesejahteraan umat dan merupakan

Padang, FOZ, DD, Pemkot Padang, 2008, hlm 156. 20Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, cet III, (Bogor : Pustaka Litera Antanusa,1993),

hlm 3-6. 21 Zakat sebagai salah satu perangkat politik keuangan Islam dimaksudkan

sebagai sarana untuk menghimpun penghasilan dan pengembangan harta kekayaan. Nabi sendiri juga memberikan suatu perspektif peningkatan produktivitas kekayaan dengan menyatakan bahwa zakat dapat memelihara harta dari kekurangan dan memacu pertumbuhan (ekonomi) dan dapat diberdayakan secara terus menerus”. Lihat. Gazi Inayah, Teori Komprehensip, 218.

22 Dalam perspektif ini, kedatangan Islam dengan segala aturannya, termasuk aturannya tentang zakat adalah untuk memperbaiki kehidupan manusia yang dipenuhi oleh ketidakadilan. Dalam hubungan inilah, zakat merupakan suatu kerangka teoretis untuk mendirikan kedilan sosial dalam masyrakat Islam. Ia bertujuan untuk membersihkan jiwa manusia dari kekotoran, dan kebakhilan. Zakat juga dapat menjadi sarana untuk mendirikan segala sesuatu yang penting bagi kepentingan umat manusia, seperti memerangi inflasi dan memperkecil jurang antara berbagai lapisan sosial. Lihat. A. Rahman Zainuddin, “Zakat: Implikasinya pada Pemerataan”, dalam Budhy Munawar Rachman (ed), Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah (Jakarta: Paramadina, 1995), 437.

Page 141: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One132

cara untuk memberi harapan bagi pengembangan produktivitas seseorang dalam rangka mendapatkan ridha Allah swt.

Jadi, Islam mengajarkan kepada para pemeluknya agar memperhatikan bahwa perbuatan baik (‘amal sâlih) bukan saja dalam makna ibadah mahdhah (hubungan vertikal), tetapi juga dalam makna bagaimana menciptakan tatanan sosial (kesalihan sosial). Ajaran ini bisa ditemukan di semua bagian al-Qur’ân dan ditunjukkan secara nyata dalam kehidupan Nabi Muhammad saw. sendiri, dan para shahabat beliau. Prinsip ini pada akhirnya akan melahirkan sikap persaudaraan (ukhuwwah)23 sejati dan salah satu sarana untuk mengaktualisasikan persaudaraan sejati ini adalah melalui pengimplementasian kewajiban zakat.

Dalam satu dekade terakhir ini, muncul fenomena menarik di kalangan umat Islam di Indonesia terkait dengan zakat. Minat atau ketertarikan umat Islam Indonesia untuk membayar zakat mengalami peningkatan, seiring tumbuhnya lembaga-lembaga pegelola zakat, baik “negeri” maupun “swasta”. Hal ini juga didorong oleh penggunaan media, baik cetak meupun elektronik yang dikemas secara kreatif sebagai sebuah strategi untuk mengefektifkan pengaruh kesadaran ber-zakat.24

Data Statistik tahun 2009 menunjukkan bahwa penduduk Islam di Indonesia mencapai 86,1% dari 240.271.522.25 Bisa dibayangkan apabila pengelolaan zakat berjalan semestinya, maka angka kemiskinan di Indonesia seharusnya tidak mencapai 33,7 juta orang26, anak terlantar bisa diminimalisir, dan tentu hal ini juga akan berpengaruh terhadap dinamisasi ekonomi di Indonesia.

Zakat yang keberadaannya dipandang sebagai sarana komunikasi utama antara manusia dengan manusia lain dalam masyarakat memiliki peranan yang sangat penting dalam menyusun kehidupan yang sejahtera dan berkeadilan di dalam

23Bandingkan. Ibid. 436.24 Lihatlah beberapa majalah Sedekah Itu Indah dll, iklan televise dari BAZ

Jakarta, acara Mukjizat Sedekah yang dikemas secara sederhana dan menggugah kesadaran masayarakat untuk menzakatkan sebagian hartanya sebagai wujud keimanan kepada Allah SWT.

25Lihat www. Wikepedia.org, diakses pada 24 November 2009.26Lihat www. Kontan.co.id, diakses pada 24 November 2009.

Page 142: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

133 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

sebuah negara. Dengan demikian permasalahan dalam dunia Islam bukanlah sekedar bagaimana cara menghimpun dan menyalurkan zakat kepada yang berhak, tetapi lebih jauh mencakup upaya sistematisasi untuk mentransformasikan nilai-nilai Islam dalam pengembangan masyarakat dan negara.27

Dalam khasanah pemikiran hukum Islam, ada pendapat seputar kewenangan pengelolaan zakat oleh negara. Ada yang berpendapat zakat baru boleh dikelola oleh negara yang berasaskan Islam, tetapi ada juga yang berpendapat bahwa pada prinsipnya zakat harus diserahkan kepada amil terlepas dari apakah amil tersebut ditunjuk oleh negara atau amil yang bekerja secara independent dalam masyarakat muslim itu sendiri. Pendapat lain mengungkapkan bahwa pengumpulan zakat dapat dilakukan oleh badan-badan hukum swasta di bawah pengawasan pemerintah. 28

Apabila melihat realitas pengelolaan dan pendayagunaan zakat di Indonesia, keberadaannya di antara kepastian yang tak berujung. Meski pemerintah memiliki keinginan yang cukup kuat untuk melakukan formalisasi zakat di Indonesia, namun formalisasi tersebut terus berkembang dan mengalami perbaikan dari waktu-ke waktu. Di satu sisi, ini dapat dikatakan sebagai wujud kepedulian negara terhadap semangat zakat dalam Islam. Namun di sisi lain, kepastian yang tidak berujung terhadap regulasi yang dikeluarkan pemerintah tentang zakat menjadikan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga yang dibentuk oleh pemerintah. Ketidak-adanya building trust (membangun kepercayaan) ini yang sering menjadi kendala image pengelolaan zakat di Indonesia.29

Jika menggali sejarah pengelolaan zakat di Indonesia maka akan kita temukan pola-pola yang cenderung berbeda dari masa-ke masa. Pada masa Kolonial, pengelolaan ini diserahkan pada masyarakat, negara kolonial menghindari campur tangan. Dengan berkembangnya pesantren, madrasah, dan organisasi civil society Islam, zakat dan sadaqah masyarakat berkembang dengan sendirinya. Zakat dan sadaqah memberi sumbangan besar untuk

27Nasaruddin Umar, Zakat dan Peran Negara dalam Perspektif Hukum Positif di Indonesia, dalam M. Arifin Purwakanta, Noor Aflah (ed), Southeast Asia..., hlm 36

28Ibid. 29Dialog Jumat, Nadzir Profesional, Republika, Jumat, 12 Januari 2007.

Page 143: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One134

kemerdekaan Republik Indonesia pada zaman kemerdekaan, misalnya di Aceh, di Pulau Jawa, dan beberapa daerah lainnya.

Pada zaman Orde Lama, negara hanya memberikan supervise dengan mengeluarkan Surat Edaran Kementrian Agama No.A/VII/17367 tahun 1951 yang melanjutkan ketentuan ordonasi Belanda bahwa negara tidak mencampuri urusan pemungutan dan pembagian zakat, tetapi hanya melakukan pengawasan.

Baru pada masa Orde Baru, negara mulai terlibat dan ikut mengelola zakat melalui beberapa regulasi pemerintah. Pada tahun 1964 misalnya, Kementrian Agama menyususn RUU pelaksanaan zakat dan rancangan Perpu pengumpulan dan pembagian zakat dan pembentukan baitul mal. Akan tetapi, keduanya belum sempat diajukan ke DPR dan Presiden. Baru pada tahun 1967, sebagai sebuah langkah tindak lanjut Menteri Agama mengirimkan RUU pelaksanaan zakat kepada DPR-GR. Point penting dari surat pengajuan Menteri Agama pada saat itu adalah pembayaran zakat merupakan keniscayaan bagi umat Islam di Indonesia, dan negara mempunyai kewajiban moril untuk mengaturnya.30

Satu tahun kemudian, berdasarkan saran dan masukan dari berbagai pihak Menteri Agama menerbitkan Peraturan Menteri Agama No. 4 tahun 1968 tentang Pembentukan Badan Amil Zakat dan Peraturan Menteri Agama No.5 tahun 1968 tentang Pembentukan Baitul Mal yang berfungsi sebagai pengumpul zakat untuk kemudian disetor kepada BAZ. Namun demikian, kedua keputusan itu segera dicabut, karena Menteri Keuangan menolak gagasan legislasi zakat yang dibuat setahun sebelumnya oleh Departemen Agama. Yang cukup mengundang tanda tanya, langkah ini diambil tanpa menghiraukan anjuran Menteri Keuangan sendiri bahwa keputusan tingkat menteri sudah cukup untuk mengatur administrasi zakat.31

Namun, atas seruan dan dorongan Presiden berturut-turut pada peringatan Isra’ Mi’raj dan Idul Fitri 1968 keluarlah Instruksi Menteri Agama No.1 tahun 1969 tentang Penundaan PMA No.4 dan 5 tahun 1968. Presiden Soeharto menegaskan bahwa zakat

30Bahtiar Effendy, Islam dan Negara Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam di Indonesia (Jakarta: Paramadina, 1998), hlm. 298.

31Ibid.

Page 144: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

135 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

harus diatur secara sistematis. Dalam rangka itu, seperti dicatat Taufik Abdullah, “ia, sebagai seorang warganegara (yang beragama Islam), bersedia menggalang ‘upaya massif berskala nasional untuk mengumpulkan zakat’ dan menyampaikan laporan tahunan tentang pengumpulan dan pendistribusian zakat.”32

Setelah penundaan tersebut, perkembangan pengelolaan zakat oleh negara mengalami stagnasi. Dan zakat yang pada dasarnya dapat menyumbang kemajuan ekonomi masyarakat berfungsi secara kultural dan terbatas. Distribusi zakat dilakukan melalui lembaga-lembaga agama seperti pesantren, panti asuhan, atau melalui amil zakat yang dibentuk oleh masyarakat secara temporer (pada zakat fitrah).

Nafas baru pengelolaan zakat baru didapatkan kembali pada era 1990-an. Negara mulai memberikan perhatian pada pengelolaan zakat melalui lembaga yang dibentuknya yaitu baziz. Pada tahun 1991, pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 29 dan 47 Tahun 1991 tentang Pembinaan Badan Amil Zakat, Infaq dan shadaqah. Dan diikuti dengan Instruksi Menteri Agama Nomor 5 Tahun 1991 tentang Pembinaan Teknis Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah dan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 1998 tentang Pembinaan Umum Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah. Tentu hal ini juga dipengaruhi oleh relasi Islam dan negara yang pada saat itu sedang mulai membaik sehingga ormas-ormas Islam seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama ikut berperan dalam pengelolaan dan pendayagunaan zakat. Selain itu juga terdapat lembaga-lembaga zakat yang dikelola oleh masyarakat seperti LAZ (Lembaga Amil Zakat).33

Pengelolaan zakat terus berkembang seiring dengan dinamisnya kondisi politik dan ekonomi di Indonesia. Puncaknya pada 1999 dimana dikeluarkan UU No 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat yang disusul dengan Keputusan Menteri Agama No 581 Tahun 1999. Pada masa ini muncul Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang disahkan, yakni (1) Dompet Dhuafa, (2) Yayasan

32Ibid33Baca Hilman Latief, “Contesting.., hal. 19.

Page 145: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One136

Amanah Takaful, (3) Pos Keadilan Peduli Ummat (PKPU), (4) Yayasan Baitul Maal Muamalat, (5) Yayasan Dana Sosial Al Falah, (6) Yayasan Baitul Maal Hidayatullah, (7) LAZ Persatuan Islam (PERSIS), (8) Yayasan Baitul Maal Ummat Islam (BAMUIS) PT BNI (persero) tbk, (9) LAZ Yayasan Bangun Sejahtera Mitra Umat, (10) LAZ Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, (11) LAZ Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia, (12) LAZIS Muhammadiyah, (13) LAZ Baitul Maal Wat Tamwil (BMT), (14) LAZ Yayasan Dompet Sosial Ummul Quro (DSUQ), (15) LAZ Baituzzakah Pertamina (BAZMA), (16) LAZ Dompet Peduli Ummat Daarut Tauhid (DPUDT), (17) LAZ Nahdlatul Ulama (NU), dan (18) LAZ Ikatan Persaudaraan Haji (IPHI).34

Sekarang, saat gerbang reformasi telah terbuka selama 10 tahun UU Pengelolaan Zakat kembali di sentuh setelah maraknya lembaga-lembaga amil zakat “swasta”. UU Pengelolaan Zakat akan direvisi karena beberapa hal yang dianggap “perlu pelurusan dan perbaikan”. Salah satu point revisi yang banyak diperbincangkan saat ini adalah tentang pelarangan pemungutan dan pengelolaan zakat oleh selain Badan Amil Zakat Pemerintah. Tentu hal ini akan mengejutkan beberapa pihak, terutama lembaga-lembaga amil zakat “swasta”. Padahal apabila ditilik dari segi kepercayaan masyarakat, lembaga-lembaga amil zakat “swasta” ini justru lebih mendapatkan kepercayaan dari masyarakat karena keberhasilannya dalam mengelola zakat secara akuntabel, transparan, partisipatif dan inovatif. 35

Wakaf Sebagai Bagian Dari Filantropi Islam Di Indonesia

Salah satu model filantropi yang ditawarkan dalam Islam adalan institusi wakaf. Wakaf dikenal dapat berfungsi memberdayakan ekonomi umat. Instrumen wakaf begitu besar bagi masyarakat muslim, baik dulu, saat ini, maupun akan datang, sebagai model dan pola peningkatan kesejahteraan umat. Wakaf sendiri berarti menahan harta yang dapat diambil manfaatnya tanpa musnah dan untuk penggunaan yang mubah, serta dimaksudkan untuk

34Cahyo Budi Santoso, “Geakan Zakat Indonesia” dalam http: //dsniamanah.or.id/web/content/view/105/1/ (25 November 2008 14: 55).

35Hilman Latief, “Contesting.., hal. 20.

Page 146: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

137 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

mendapatkan keridhaan Allah SWT. Atau dengan kalimat lain, wakaf ialah menahan asal dan mengalirkan hasilnya. 36 Dengan cara demikian, harta wakaf dapat dipergunakan untuk kepentingan publik dan kemaslahatan umum secara berkelanjutan tanpa menghilangkan harta asal. Hukum-hukum yang menyangkut pengelolaan wakaf, di samping peribadatan dan perorangan, dilaksanakan secara konsisten di kalangan umat Islam. Semangat berwakaf ini pada zaman klasik terbukti mampu menciptakan suasana yang kondusif untuk bangkitnya intelektualisme muslim sehingga Islam mencapai puncak kegemilangannya.

Wakaf adalah intitusi sosial islami yang tidak memiliki rujukan yang eksplisit dalam Al Qur’an dan sunnah37. Menurut bahasa wakaf merupakan al habs (menahan). Kata al waqf adalah bentuk masdar (gerund) dari ungkapan waqfu al syai’, yang berarti menahan sesuatu. Secara istilah wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta benda miliknya (aset produktif) dan melembagakannya untuk selamanya atau sementara untuk dimanfaatkan guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya yang sesuai dengan ajaran Islam.

Dalam normativitas hukum Islam, wakaf tidak terbatas pada benda tidak bergerak tetapi juga benda bergerak termasuk uang.

38 Wakaf uang sebenarnya sudah dikenal oleh para ulama klasik. Ulama yang membolehkan wakaf uang berpendapat, bahwa uang dapat diwakafkan asalkan uang tersebut diinvestasikan dalam usaha bagi hasil (mudlarabah), kemudian keuntungannya disalurkan sesuai dengan tujuan wakaf.39 Dengan demikian uang yang diwakafkan tetap, sedangkan yang disampaikan kepada mauquf ‘alaih adalah hasil pengembangan wakaf uang itu. Dalam hal ini uang diserahkan kepada badan atau yayasan yang menerima pinjaman usaha bagi hasil atau kepada yayasan yang dikelola oleh

36Muhammad Mustafa Syalabi, Muhadarah fi al Waqf wa al Wasiyyah, (Iskandariyah: tnp, 1957), 19.

37Jaih Mubarok, Wakaf Produktif (Bandung : Simbioasa Rekatama Media, 2008) cet. Ke-1, hlm.7.

38Wahbah Zuhaily, al Fiqh al Islami wa Adillatuh jil. X (Beirut: Dar al Fikr, tt), 7610.

39Ibid.,7634-5.

Page 147: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One138

pengelola sewaan, sedangkan hasilnya diberikan kepada mauquf ‘alaih sebagai amal kebaikan sesuai dengan tujuan wakaf.

Di beberapa negara seperti Mesir, Yordania, Saudi Arabia, Turki, Kuwait, wakaf selain berupa sarana dan prasarana ibadah dan pendidikan juga berupa tanah pertanian, perkebunan, flat, hotel, pusat perbelanjaan, uang, saham, real estate dan lain-lain yang semuanya dikelola secara produktif. Dengan demikian hasilnya benar-benar dapat dipergunakan untuk mewujudkan kesejahteraan umat. Sepanjang sejarah Islam, wakaf telah berperan sangat penting dalam pengembangan kegiatan-kegiatan sosial, ekonomi dan kebudayaan masyarakat Islam serta telah menfasilitasi sarjana dan mahasiswa dengan sarana dan prasarana yang memadai yang memungkinkan mereka melakukan berbagai kegiatan seperti riset dan menyelesaikan studi mereka. Cukup banyak program-program yang didanai dari hasil wakaf seperti penelitian buku, penerjemahan dan kegiatan-kegiatan ilmiah dalam berbagai bidang termasuk bidang kesehatan. Wakaf tidak hanya mendukung pengembangan ilmu pengetahuan, tetapi juga menyediakan berbagai fasilitas yang diperlukan mahasiswa maupun masyarakat. Sebagai contoh misalnya di bidang kesehatan, lembaga wakaf juga menyediakan fasilitas-fasilitas untuk meningkatan kesehatan masyarakat dan fasilitas pendidikan dengan pembangunan rumah sakit, sekolah medis, dan pembangunan industri obat-obatan serta kimia.40

Dalam konteks Indonesia, keberadaan wakaf, khususnya wakaf tanah, sudah dilakukan semenjak lahirnya komunitas-komunitas muslim. Lembaga wakaf muncul bersamaan dengan lahirnya masyarakat muslim, sebagai sebuah komunitas pada umumnya memerlukan fasilitas-fasilitas peribadatan dan pendidikan untuk menjamin kelangsungannya sebagaimana cikal bakal pondok pesantren41. Fasilitas-fasilitas itu dapat terpenuhi dengan cara

40Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Fiqih Wakaf (Jakarta: Direktorat Jendreral Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI, 2007), hlm. 90-92.

41Pada umumnya pesantren adalah sebuah institusi yang berasal dari pemberian seorang kyai bersama warga masyarakat, baik itu tanah yang digunakannya ataupun dana pembangunannya. Inilah yang kita kenal dengan filantropi berbasis pesantren. Bisa dibayangkan kalau tidak sikap kedermawanan ini, mengingat pesantren adalah sebuah institusi non pemerintah yang sangat membutuhkan biaya besar dalam

Page 148: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

139 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

wakaf, baik berupa tanah, bahan bangunan, maupun sumbangan tenaga. Namun saat ini, muncul tantangan yang harus dihadapi, seperti perumusan konsepsi fiqh wakaf baru, pengelolaan wakaf secara produktif, pembinaan nazhir, peraturan perundang-undangan yang mendukungnya, dan komitmen bersama antara nazhir, pemerintah dan masyarakat untuk mengembangkan wakaf secara produktif. 42

Bahwa wakaf di Indonesia merupakan persoalan klasik yang sampai saat ini belum tuntas dan belum selesai seratus persen, walaupun perangkat peraturan perundangannya telah cukup banyak dan menjanjikan. Kasus-kasus menguapnya sejumlah harta wakaf di berbagai daerah di hampir seluruh Indonesia, membuktikan bahwa di sana masih banyak masalah yang harus segera dipecahkan.

Dengan hadirnya Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf, sesungguhnya dapat memberikan harapan yang cukup cerah dalam uapaya penyelamatan dan pemberdayaan serta pengembangan wakaf untuk kesejahteraan masyarakat secara umum. Akan tetapi sosialisasi dan pelaksanaannya sampai sekarang belum tampak menggembirakan. Barangkali lokakarya wakaf ini merupakan salah satu wujud dari sosialisasi dan upaya pelaksanaan undang-undang tersebut, serta upaya pengembangannya secara maksimal.

Di Indonesia, kegiatan wakaf dikenal seiring dengan perkembangan dakwah Islam di Nusantara. Di samping melakukan dakwah Islam, para ulama juga sekaligus memperkenalkan ajaran wakaf. Hal ini terbukti dari banyaknya mesjid-masjid yang bersejarah yang dibangun di atas tanah wakaf. Ajaran wakaf ini terus berkembang di bumi Nusantara, baik pada masa dakwah pra kolonial, masa kolonial maupun pasca-kolonial (Indonesia merdeka).43

pengelolaannya.42Lihat Uswatun Hasanah, “Potret Filantropi Islam di Indonesia”, dalam Idris

Thaha (Edit), Berderma untuk Semua: Wacana dan Praktek Filantropi Islam (Jakarta: PBB UIN Jakarta dan FF, 2003).

43Dakwah dengan pendekatan kedermawanan (bil hal) dalam sejarah peradaban Islam sangatlah efektif bahkan dalam konteks dakwah moderen di komunitas minoritas muslim, Baca Hilman Latief, Islamic Charities and Dakwah Movements

Page 149: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One140

Sejarah perkembangan wakaf di tanah air ini memang cukup panjang, mengalami pasang surut seiring dengan dinamika umat Islam. Stagnasi perkembangan manajemen wakaf di Indonesia mulai mengalami dinamisasi ketika pada tahun 2001, beberapa praktisi ekonomi Islam mulai mengusung paradigma baru ke tengah masyarakat mengenai konsep baru manajemen wakaf tunai untuk meningkatkan kesejahteraan umat. Ternyata konsep tersebut menarik dan mampu memberikan energi untuk menggerakkan kemandegan perkembangan wakaf. Kemudian pada tahun 2002, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyambut konsep tersebut dengan mengeluarkan fatwa yang membolehkan Wakaf Uang (Waqf al Nuqud).44

Secara umum, dasar hukum pengelolalaan wakaf di Indonesia adalah:

a. PP No. 28 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik

b. Permendagri No. 6 tahun 1977

c. PMA No. 1 tahun 1978 tentang Peraturan Pelaksanaan PP No. 28/1977

d. Inpres No 1 tahun 1991 tentang KHI (pasal 215-229)

e. UU No 41 tahun 2004 tentang Wakaf

f. PP No 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU No 41 tahun 2004 tentang Wakaf.45

Dengan banyaknya regulasi tersebut maka potensi wakaf di tanah air cukup mengembirakan. Banyak sebab yang menjadi alasan bahwa wakaf memiliki potensi yang sangat tinggi dalam rangka memberdayakan masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan, secara khusus dalam pemberdayaan ekonomi. Berikut

in a Muslim Minority Island, dalam Journal of Indonesian Islam, Vol. 6, No. 2 Edisi Desember 2012.

44Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia (Jakarta: Direktorat Jendreral Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2004), hlm. 30

45Lihat Mukhlisin Muzarie, Hukum Perwakafan dan Implikasinya Terhadap Kesejahteraan Masyarakat (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2010), hlm. 146-150.

Page 150: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

141 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

potensi wakaf yang dirincikan oleh Direktorat Pemberdayaan Wakaf Kementerian Agama:

1. Masih banyaknya harta wakaf yang tidak dikelola secara optimal

Menurut data Kementerian Agama kekayaan tanah wakaf Indonesia sebanyak 403.845 lokasi dengan luas 1.566.672.406 M2. Dari total tersebut 75% di antaranya sudah bersertifikat wakaf dan sekitar 10% memiliki potensi ekonomi yang sangat tinggi. Data lain yang belum terdata pun sangat banyak. Selain itu dari segi pengelolaannya pun masih bersifat konsumtif dan tradisional. Artinya belum terkelola secara produktif dengan sistem yang profesional.

Terdapat beberapa alasan mengapa terjadi pengelolaan secara konsumtif dan tradisional, yaitu:

a. Sempitnya pemahaman masyarakat terhadap harta yang akan diwakafkan. Sedangkan pemahaman masyarakat untuk peruntukkannya hanya seputar peribadatan.

b. Pada umumnya masyarakat yang mewakafkan hartanya diserahkan kepada orang yang dianggap panutan seperti ulama, kyai, ustadz, dan atau tokoh lainnya. Banyak fakta ahli waris yang menggugat nazhir akibat tidak dilakukan pengadministrasian wakaf dengan baik. Di samping itu, kasus penyalahgunaan peruntukkan wakaf oleh nazhir.

c. Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pendaftaran tanah wakaf. Hal ini memberikan peluang terjadinya penyalahgunaan atau bahkan pengambilan secara paksa oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.46

Dari fakta-fakta tersebut kemudian dirumuskanlah Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 yang mengatur agar pengurusan dan pengelolaan wakaf dapat dilakukan secara baik dan profesional

46Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Strategi Pengembangan Wakaf Tunai di Indonesia (Jakarta: Direktorat Jendreral Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI, 2007), hlm. 2-4.

Page 151: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One142

dengan landasan hukum yang kuat. Kronologis usaha pemerintah tersebut telah ditempuh sejak dahulu. Misalnya, muncul Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Pokok Agraria, kemudian keluar PP Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik. Kemudian muncul Inpres RI Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, hingga akhirnya dirumuskan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004. Perbedaannya pun sangat banyak dibanding undang-undang dan peraturan sebelumnya. Dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004, cakupan benda wakaf, pengelolaan, dan peruntukannya sangat luas.47

2. Sumber Daya Manusia dalam Pengelolaan Wakaf Produktif

SDM yang dimaksud di sini adalah nazhir. Karena menurut Direktorat Pemberdayaan Wakaf, nazhir merupakan pihak yang paling bertanggung jawab atas berhasil tidaknya pemanfaat harta wakaf. Kini, jumlah nazhir sangat banyak. Dan hal ini merupakan modal besar bagi pengembangan pemberdayaan wakaf. Bahkan dengan adanya Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004, penertiban nazhir menjadi ketat. Misalnya bersifat perorangan atau badan usaha yang telah berbadan hukum. Agar mampu bekerja secara profesional maka nazhir memperoleh pembinaan langsung dari Menteri. Upaya pembinaan Nazhir melalui pendidikan formal, pendidikan non-formal dan pendidikan informal.48 Perlunya pembinaan SDM ini agar pengelolaan zakat berjalan secara profesional dan mampu sebagai wahana pemberdayaan ekonomi umat.

Menurut Uswatun Hasanah sebagaimana dikutip oleh Muslihun Muslim, jika wakaf dikelola dengan baik maka akan sangat menunjang pembangunan, baik di bidang ekonomi, agama, sosial, budaya, politik maupun pertahanan keagamaan. Wakaf yang ada dapat digunakan untuk mendirikan tempat-tempat ibadah, pemenuhan sarana kesehatan dan lembaga pendidikan.49

47Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Fiqih Wakaf., hlm. 98.48Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Strategi Pengembangan Wakaf Tunai di Indonesia

(Jakarta: Direktorat Jendreral Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI, 2007), hlm. 24-26.

49Muslihun, Menuju Wakaf Produktif, Studi Pergeseran dan Perubahan Pemahaman Tuan Guru tentang Wakaf di Lombok, Ringkasan Disertasi (Semarang: IAIN Walisongo, 2012), hlm. 25.

Page 152: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

143 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

3. Dukungan Politik Pemerintah dalam Pemberdayaan Civil Society.

Dalam berbagai studi tentang masyarakat, khususnya diskursus ilmu-ilmu sosial, civil society memperoleh tempat yang signifikan selain sebagai ciri dan idealitas, juga sebagai tolak ukur bagi kemajuan dan keberadaban suatu bangsa dalam koridasi pandangan politik demokrasi. civil society adalah tujuan. Tujuan dalam hal ini adalah ketika civil society merupakan barometer bagi terciptanya masyarakat yang sejahtera secara ekonomi. Ketika civil society termanifestasi secara matang dalam kehidupan bermasyarakat, maka akan tumbuh suatu kesadaran dan kedewasaan politik yang lebih mapan sehingga berbagai aktivitas sosial akan terjalani secara lebih terbuka dan fair. Civil society menghapus ragam kooptasi dan meminimalisir berbagai aktivitas hegemoni ekonomi, politik dan hegemoni sosial karena masyarakat telah realistis dan peka terhadap berbagai fenomena yang sarat politik dan cenderung mengeruk keuntungan dari masyarakat itu sendiri. Civil society menjadikan segenap dimensi sosial berperan secara aktif dalam realitas sosial dan berinteraksi dengan baik, semisal kritisme media, kemandirian kelas-kelas sosial dan organisasi kemasyarakatan, dan tentunya, semakin terjaganya kemurnian agama karena mengurangi adanya pemanfaatan simbol keagamaan. Oleh sebab itu civil society yang direpresentasikan oleh organisasi keagamaan seperti NU, Muhammadiyyah, NW dll berlomba-lomba untuk membangun lembaga filantropi seperti lembaga zakat dan wakaf untuk memberdayaan ekonomi umatnya. Dan pemerintah terus memberikan dukungan moral terhadap lahirnya lembaga tersebut.

4. Kesadaran Umat Islam Terhadap Penerapan Sistem Ekonomi Syariah

Munculnya Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang dibidani ICMI-MUI di awal 1990-an sebagai Bank Syari’ah pertama di Indonesia merupakan dukungan pemerintah yang dapat dijadikan tonggak awal kesadaran terhadap pentingnya bank Islam yang memasyarakatkan sistem keuangan yang bebas bunga.

Sejalan dengan itu, maka lembaga-lembaga keuangan syariah bermunculan sebagai respon positif atas hadirnya lembaga

Page 153: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One144

keuangan syariah tersebut, seperti: Asuransi Takaful, Reksadana Syariah, BPR Syariah, Baitul Mal Wat-Tamwil (BMT), dan lain-lain. Selain itu munculnya gerakan sebagai simbol civil society seperti Dompet Dhuafa Repubika (DDR) yang mengeluarkan sertifikat wakaf tunai, merupakan bentuk kepedulian yang tumbuh dari kesadaran masyarakat.

Setelah itu, berkembanglah bank-bank syari’ah seperti Bank Syari’ah Mandiri, BNI Syari’ah, BRI Syari’ah, Bank Jabar Banten Syari’ah, Bank Syari’ah NTB, dan lain-lain hampir di seluruh Indonesia.

Munculnya bank-bank Syariah di atas, di dalamnya mengurusi pula permasalahan wakaf secara produktif. Untuk harta wakaf yang berbentuk harta tak bergerak seperti tanah dan bangunan, maka pihak bank Syariah bisa menjadikannya sebagai anggunan peminjaman sejumlah dana dalam rangka pengembangan harta wakaf yang lain. Sedangkan wakaf dalam bentuk tunai, pihak bank dapat langsung mengelola, mengembangkan dan menyalurkan harta wakaf yang dipercayakan kepada bank tersebut.50

Kesimpulan Dan Rekomendasi

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa Filantropi Islam Indonesia dalam bentuk ziswaf (zakat, infaq, sedekah, wakaf) memiliki potensi sangat besar. Belakangan ini berbagai kalangan memperkirakan, potensi ziswaf Indonesia mencapai sekitar Rp 217 triliun setiap tahun. Oleh sebab itu membutuhkan perspektif dan paradigma baru dalam mengelola potensi tersebut. Tidak cukup menggunakan paradigma lama tetapi perlu perubahan paradigma pengelolaanya ke arah yang lebih produktif dan pemahaman yang dinamis.

Dalam konteks masyarakat plural seperti di Indonesia, gerakan filantropi Islam dituntut untuk mampu bekerjasama dengan lembaga kemanusiaan berbasis agama-agama lainnya. Di sini dibutuhkan fleksiblitas pemahaman kita tentang konsep fikih filantropi (zakat dan wakaf) ke arah yang lebih inklusif dan paradidmatik. Konsep “kemaslahatan” perlu dirumuskan bersama

50Ibid., hlm. 37-52.

Page 154: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

145 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

dengan baik supaya kategori beneficiaries [penerima manfaat] dari gerakan filantropi Islam ini bisa lebih inklusif yakni menyentuh seluruh warga masyarakat tanpa pandang agama, suku atau golongan.

Datar Pustaka

Ahmad Juwaini, Panduan Direct Mail untuk Fundraising, Jakarta: Piramedia, 2005.

Amelia Fauzia, Faith and the State: A History of Islamic Philanthropy in Indonesia, Leiden-Boston: Brill, 2013.

Andy Agung Prihatna & Kurniawati, Peduli dan Berbagi Pola Perilaku Masyarakat Indonesia dalam Berderma: Hasil Survey di Sebelas Kota (2000 dan 2004), Jakarta: Piramedia, 2005.

Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Strategi Pengembangan Wakaf Tunai di Indonesia, Jakarta: Direktorat Jendreral Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI, 2007.

Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Fiqih Wakaf , Jakarta: Direktorat Jendreral Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI, 2007.

Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf. 2004. Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, Jakarta: Direktorat Jendreral Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2004.

Effendy, Bahtiar, Islam dan Negara Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam di Indonesia (Jakarta: Paramadina, 1998.

Hafidhuddin, Didin, Zakat dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani Press, 2002.

Hami Abidin Dkk, Membangun Kemandirian Perempuan, Jakarta: Piramedia, 2009.

Hilman Latief, “ Islamic Phylanthropy and the private sector in Indonesia” dalam Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies, Vol. 3 No. 2, Desember 2013.

Page 155: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One146

Hilman Latief, “Contesting Almsgiving in Post New-Order Indonesia” dalam American Journal of Islamic Social Sciencies, Vol. 3, No. 1

Idris Thaha (Edit), Berderma untuk Semua: Wacana dan Praktek Filantropi Islam, Jakarta: PBB UIN Jakarta dan FF, 2003.

Kim Klein, Fundraising for Social Change, Fourth Edition (Oakland California: Chardon Press, 2001.

Kuntowijoyo, Paradigma Islam, Interpretasi untuk Aksi, Bandung, Mizan, 1997.

M Arifin Purwakanta, Noor Aflah (ed), Southeast Asis Zakat Movement, Padang, FOZ, DD, Pemkot Padang, 2008

Madjid, Nurcholis, dkk, Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah, Jakarta: Paramadina, 1995.

Manan, Abdul, Teori dan Praktik Hukum Islam, Yogyakarta : Dana Bhakti Prima Yasa, tt.

Mas’udi, Masdar Farid, Agama Keadilan Risalah Zakat (Pajak) Dalam Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991.

Muslihun Muslim, Fiqh Ekonomi, Mataram: LKIM-IAIN, 2005.

Muslihun, Menuju Wakaf Produktif, Studi Pergeseran dan Perubahan Pemahaman Tuan Guru tentang Wakaf di Lombok, Ringkasan Disertasi, Semarang: IAIN Walisongo, 2012.

Noraini Mohamad dkk (ed.), Islamic Philanthropy For Ummah Excellence, Malaysia: Institut Kajian Zakat Malaysia UiTM, 2013.

Purwakanta, M. Arifin, Aflah, Noor (ed), Southeast Asia Zakat Movement Padang: FOZ& Pemkot Padang, 2008.

Qardawi, Yusuf, Hukum Zakat, Bogor : Pustaka Litera Antanusa,1993.

Page 156: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

147

Optimalisasi Pengelolaan Zakat Melalui Lembaga Filantropi Islam Dalam Meningkatkan Mutu

Pendidikan Pesantren Di Indonesia

H. Sahrah1

Pendahuluan

Kemiskinan merupakan peroalan akut yang dihadapi oleh berbagai negara di belahan dunia tidak terkecuali Indonesia. Persoalan kemiskinan ini memberi efek yang cukup signifikan pada seluruh aspek kehidupan. Persoalan lambatnya laju perekonomian negara semakin memperparah kemiskinan yang terjadi. Parsudi Suparlan seperti yang diungkapkan Nurcholis setiawan mengatakan bahwa kemiskinan dapat didefinisikan sebagai standar hidup yang rendah, yaitu adanya kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat.2 Standar hidup yang rendah inilah yang kemudian berdampak langsung terhadap pemenuhan kebutuhan pokok manusia, kesehatan, tempat tinggal, termasuk juga kebutuhan akan pendidikan.

Pendidikan merupakan tumpuan harapan suatu bangsa agar bisa eksis di tengah pergulatan kehidupan masyarakat internasional. Indikator keberhasilan sebuah proses pendidikan terdeteksi dari kualitas Sumber Daya Manusia. Sumber Daya Manusia yang berkualitas terlahir dari lembaga pendidikan yang berkualitas. Jika sebuah negara memiliki standar hidup yang tinggi, maka secara otomatis kualitas pendidikan atau sumber

1Dosen Tetap Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Mataram2Nur Kholis Setiawan, Pribumisasi al-Quran (Tafsir Berwawasan Keindonesiaan),

Kaukaba: Yogyakarta, 2012, 167.

Page 157: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One148

daya manusianya pun akan tinggi, demikian pula sebaliknya jika standar hidup masyarakat rendah maka akan berdampak buruk pada kualitas pendidikan.

Rendahnya standar hidup sesungguhnya bukan hanya disebabkan oleh lemahnya etos kerja masayarakat. Akan tetapi disebabkan tidak adanya sebuah mekanisme yang terstruktur dan sistematis dalam pengelolaan zakat infak dan sodaqah. Sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk muslim tertinggi di dunia, Indonesia memiliki potensi zakat yang cukup besar hingga 217 trilun pertahunnya sebagaimana yang dimuat dalam kompasiana.com.3

Perolehan hasil zakat yang cukup tinggi tersebut jika benar-benar dikelola dengan baik dan tepat sasaran pasti akan mampu mengentaskan kemiskinan atau minimal dapat mengurangi. Sejumlah riset telah membuktikan pengaruh zakat dalam perekonomian, terutama terkait dengan upaya pengentasan kemiskinan. Mekanisme pengelolaan yang baik iharapkan dapat menjadi sebuah solusi dalam rangka memutus jaringan kemiskinan yang melilit masyarakat saat ini termasuk juga di dalamnya adalah persoalan rendahnya kualitas pendidikan.

Zakat merupakan kewajiban sementara infak bersifat sukarela. Banyak ayat-ayat al Quran maupun hadits nabi yang menjelaskan secara detail terkait kewajiban zakat tersebut. Dengan demikian, zakat sesungguhnya berpotensi memberikan kontribusi positif dalam berbagai hal jika dapat dikelola dan diorganisir secara optimal. Namun kenyataannya, sebagaimana yang dikemukakan Hamid Abidin, exekutive director Public Interest Research and Advocacy Center (PIRAC) mengungkapkan bahwa saat ini masyarakat lebih cenderung menymbang atau membayar zakat secara langsung kepada mereka yang membutuhkan daripada membayar atau menyumbang melalui lembaga-lembaga kemanusiaan yang memiliki program yang bersifat berkesinambungan.4

3Lihat:kompasiana.com/2013/08/01/ternyata-indonesia-memiliki-potensi-zakat-terbesar-di-dunia-581023.html

4Muhammad Khairul Muttaqin, Mengoptimalkan Peran Lembaga Filantropi Islam, Majalah Gontor Edisi 02 Tahun XII Sya’ban – Ramadhan 1435 H/Juni 2014, h. 69.

Page 158: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

149 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

Sistem pembayaran zakat yang dilakukan masyarakat sabagaimana yang dikemukkan di atas sungguhnya bukan menjadi sebuah solusi yang tepat untuk mengurai persoalan-persolan seputar kesejahteraan masyarakat. Jika lembaga Zakat bisa lebih optimal memainkan perannya tentu persoalan-persoalan seputar kesehatan sosial ini akan dapat teratasi dengan baik.

Potensi Zakat di Indonesia: sebuah solusi atas berbagai persoalan sosial

Zakat merupakan ketetapan Tuhan menyangkut harta benda. Karena Allah menjadikan harta benda sebagai sarana kehidupan untuk umat manusia, maka harus diarahkan untuk kepentingan bersama. Zakat sebagaimana yang dikemukakan M. Quraish Shihab merupakan salah satu sendi pokok ajaran Islam bahkan dijadikan lambang keseluruhan ajaran Islam seperti yang termaktub di dalam al Quran “Apabila kaum musyrik, bertubat, mendirikan sholat, menunaikan zakat, maka mereka adalah saudara-saudara seagama (QS 9:11) Allah tidak melarang manusia untuk mencari kekayaan, justru Allah memberikan penghargaan yang tinggi bagi pada kekayaan tersebut yang disebut dengan istilah “kelimpahan dari Allah” (lihat QS. 62:10, 73:20, 5:54).

Akan tetapi penyalahgunaan kekayaan dapat menghalangi manusia di dalam mencari nilai-nilai yang luhur sehingga kekayaan tersebut menjadi sebagian kecil dari kelimpahan dunia.5 Tanpa keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan orang-orang miskin. Dengan menganalisa firman Allah SWT tersebut maka dapat dikatakan bahwa zakat merupakan prinsip dasar dalam rangka menegakkan struktur sosial Islam.

Zakat sebagaimana yang dikemukakan Ahmad Kusyairi Suhail6 jika ditinjau dari sudut etimologi memiliki tiga makna yaitu: 1) an Namaa’ yaitu tumbuh dan berkembang artinya harta yang disisihkan untk zakat menyebabkan terjadinya perputaran harta di kalangan kaum faqir dan miskin, sehingga menimbulkan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi karena terjadi

5Fazlur Rahman, Tema-tema Pokok al Quran, Bandung: Pustaka, 1983, 56-576Ahmad Kusyairi Suhail, Zakat Menyejahterakan Umat, Majalah Gontor Edisi 10

Tahun IX Februari 2012/Rabiul Awwal – Rabiul Akhir 1433 H, 34-35.

Page 159: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One150

pemerataan kesejahteraan masyarakat. Pada saat yang bersamaan, zakat akan menumbuhkembangkan harta muzakki dan tidak mengurangi hartanya seikitpun. 2) al Thaharah yaitu suci dan bersih artinya zakat akan membersihkan harta dari segala kotoran yang menyebabkan sucinya jiwa sehingga terjauh dari sifat kikir, tamak, dan keras terhadap kaum papa dan lemah. 3) al Barakah yaitu berkah artinya dengan zakat akan terwujud hubungan yang harmonis antara sesama manusia sehingga tercipta stabilitas keamanan, kedamaian, dan ketenangan hidup.

Zakat adalah salah satu bentuk distribusi kekayaan di kalangan umat Islam sendiri, dari golongan umat yang kaya kepada golongan umat yang miskin, agar tidak terjadi jurang pemisah antara golongan kaya dan golongan miskin, serta untuk menghindari penumpukan kekayaan pada golongan kaya saja. Untuk melaksanakan pengelolaan zakat dengan baik dan sesuai dengan fungsi dan tujuannya, tentu harus ada regulasi yang tepat dalam pengelolaannya. Pengelolaan zakat yang mengacu ada regulasi yang baik dan jelas akan meningkatkan manfaatnya yang nyata bagi kesejahteraan masyarakat.

Zakat sesungguhnya memberi kontribusi yang signifikan dalam sistem ekonomi sebuah negara sebab zakat akan memutus kesenjangan antara kaya dan miskin selanjutnya zakat akan memicu tumbuhnya perekonomian jika pengelolaan zakat tersebut lebih produktif. Terkait hal ini di dalam al Quran disebutkan bahwa zakat memiliki manfaat dan efek positif mendatangkan rahmat Allah SWT sebagaimana yang dikemukakan dalam surat al Taubah ayat 71:

Suksesnya pengelolaan zakat sesungguhnya tidak dilihat dari seberapa banyak zakat yang terkumpul, tetapi dilihat dari seberapa besar dampak pengelolaan zakat tersebut dalam mengatasi persoalan-persoalan sosial masyarakat. Zakat tentu saja dapat dikatakan sebagai solusi atas persoalan kesejahteraan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia jika zakat tersebut memberi efek positif terhadap kesejahteraan masyarakat. Kondisi ini tentu saja memiliki relevansi yang kuat terhadap sistem pengelolaan zakat yang ada.

Page 160: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

151 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

Terkait sistem pengelolaan zakat, Al Qardhawi sebagaimana yang dikemukan M. Quraish Shihab mengatakan bahwa terdapat perbedaan pendapat di kalangn para Imam Madzhab terkait distribusi zakat yang diserahkan kepada pemerintah yaitu: (a) Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa al amwal al zhahirah harus diserahkan kepada imam, sedangkan al amwal al Bathinah diserahkan kepada pemilik harta; (b) Madzhab Maliki berpendapat bahwa pada dasarnya zakat wajib diserahkan kepada imam yang adil. Imam Qurtubi menambahkan bahwa jika imam yang menerima bersifat adil (dalam penerimaan dan pembagiannya), maka tidak dibenarkan si pemilik harta membagi-bagikannya sendiri; (c) Madzhab Syafii berpendapat bahwa untuk harta yang bersifat bathin, pemilik dapat membagi-bagikannya sendiri. Sedangkan dalam bentuk zhahir terdapat dua pilihan yaitu antara boleh dan tidak boleh; (d) Madzhab Hanafi berpendapat bahwa tidak diwajibkan penyerahan dan pembagian oleh Imam atau Amil, tetapi apabila pemilik sudah menyerahkannya maka kewajibannya gugur.7

Bank Indonesia (BI) menggelar acara Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) tahun 2014. Direktur Eksekutif Departemen Internasional BI Aida S. Budiman mengatakan bahwa forum ini bertujuan untuk mengenalkan dan mendekatkan masyarakat pada bentuk-bentuk kegiatan ekonomi dan produk keuangan syariah. Lebih lanjut Aida menyampaikan bahwa, potensi zakat di Indonesia mencapai Rp 217 triliun per tahun, atau sekitar 3,4% terhadap produk domestik bruto (PDB). Sementara, penyerapan zakat baru sekitar Rp 2,7 triliun per tahun. Dana zakat sering kali habis untuk membeli sembako, padahal dapat digunakan untuk kebutuhan dana jangka panjang, seperti pendidikan.

Sementara itu Tirta Segara, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, mengatakan, bahwa BI akan membentuk sebuah working group di mana akan ada pembahasan standard operating procedure (SOP) penggunaan zakat bagi muztahiq. Misalnya, pemberian zakat untuk mendirikan sekolah atau rumah sakit dengan bebas biaya. 8

7M. Quraish Shihab, Membumikan Al Quran, Bandung: Mizan, 1994, h. 3288Potensi Zakat di Indonesia Mencapai Rp 217 Triliun

Page 161: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One152

Ketua Umum BAZNAS, Didin Hafiudin mengungkapkan bahwa sejak tahun 2002, perolehan zakat yang diterima Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) mengalami peningkatan. Rata-rata dalam lima tahun terakhir, kenaikan mencapai 24.56 persen. Tahun 2013 perolehan zakat mencapai 2.5 triliun rupiah. Ini membuat rata-rata perolehan zakat sejak lima tahun terakhir mencapai 24.46 persen. Lebih lanjut Didin mengatakan bahwa perolehan ini masih jauh dari potensi yang ada. Ia memperkirakan potensi zakat masyarakat Indonesia mencapai 270 triliun rupiah. Bila dilihat dari capaian saat ini, raihan zakat hanya satu persen dari potensi yang ada. 9

Berikut perolehan zakat yang diterima BAZNAS:

No Perolehan Zakat Tahun

1 68,39 M 2002

2 85,28 M 2003

3 150,09 M 2004

4 295, 52 M 2005

5 373, 17 M 2006

6 740 M 2007

7 920 M 2008

8 1,2 T 2009

9 1, 5 T 2010

10 1,73 T 2011

11 2,2 T 2012

12 2,5 T 2013

Jika melakukan perbandingan potensi zakat di beberapa negara Islam tentunya potensi zakat di Indonesia jauh lebih besar. Pada tahun 2000 dan 2002, potensi zakat di Jordania, Kuwait dan Mesir sangat kecil bila dibandingkan dengan nilai Gross

http://www.tribunnews.com/bisnis/2014/10/29/potensi-zakat-di-indonesia-mencapai-rp-217-triliun

9Lihat: http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/wakaf/14/01/22/mzscm3-baznas-potensi-zakat-baru-terpenuhi-satu-persen

Page 162: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

153 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

Domestic Product (GDP) mereka, bahkan dapat diabaikan karena sangat tidak signifikan. Selanjutnya, potensi zakat Arab Saudi mencapai 0,4 persen-0,6 persen dari total GDP mereka. Khusus untuk Pakistan, potensi zakat mencapai 0.3 persen dari GDP, dan Yaman memiliki potensi hingga 0,4 persen dari total GDP. Jika dilihat sekilas, nampak bahwa potensi zakat masih sangat kecil. Sedangkan potensi zakat Indonesia mencapai Rp19 triliun atau 0,95 persen dari GDP Indonesia.

Jika kita menggunakan asumsi bahwa potensi zakat adalah sama dengan 2,5 persen dikali dengan total GDP, menemukan bahwa potensi zakat Turki mencapai angka 5,7 miliar dolar AS. Sedangkan potensi zakat Uni Emirat Arab dan Malaysia masing-masing sebesar 2,4 miliar dolar AS dan 2,7 miliar dolar AS. Total potensi zakat seluruh negara-negara Islam minus Brunei Darussalam adalah sebesar 50 miliar dolar AS. Dari sisi realisasi, secara umum dana zakat yang berhasil dihimpun oleh masing-masing negara masih sangat kecil. Indonesia sebagai contoh, hanya mampu menghimpun 800 miliar rupiah pada tahun 2006 lalu, atau 0,045 persen dari total GDP. Malaysia pun pada tahun yang sama hanya mampu mengumpulkan 600 ringgit, atau sekitar 0,16 persen dari GDP mereka. Dari data riset ini menunjukkan betapa Indonesia masih unggul dari hasil pengumpulan diantara negara-negara besar Islam di dunia.

Program zakat di Pakistan mampu menurunkan kesenjangan kemiskinan dari 11,2 persen menjadi 8 persen. Begitupula peran zakat dalam mengurangi angka kemiskinan dan kesenjangan pendapatan di Malaysia. Dengan mengambil sampel negara bagian Selangor. Hal Ini menunjukkan bahwa pengelolaan zakat yang baik dan terencana mampu mengentaskan kemiskinan, paling tidak menguranginya. 10

Bertolak pijak pada narasi tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa zakat sesungguhnya memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam rangka mengurai persoalan-persoalan sosial baik kesehatan, kesejahteraan, maupun pendidikan mengingat potensi zakat rata-rata pertahun mengalami

10http://birokrasi.kompasiana.com/2013/08/01/ternyata-indonesia-memiliki-potensi-zakat-terbesar-di-dunia-581023.html

Page 163: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One154

peningkatan. Jika sistem pengelolaan zakat ini dapat dilakukan dengan baik maka, ikhtiar untuk mengurai problem kemiskinan, kesehatan dan pendidikan sebagaimana yang dipaparkan tersebut dapat terealisasi dengan baik. Namun yang menjadi persoalan selanjutnya adalah, mampukah pemerintah dalam hal ini melalui lembaga filantropi Islam membangun regulasi pengelolaan zakat yang baik? Kemudian dapatkah regulasi tersebut dijalankan dengan optimal?

Opimalisasi Pengelolaan Zakat Melalui Lembaga Filantropi Islam dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan di Indonesia

Dalam wikipedia disebutkan bahwa istilah Filantropi berasal dari bahasa Yunani yaitu philein berarti cinta dan anthropos berarti manusia. Dengan demikian, filantropi dapat didefinisikan sebagai tindakan seseorang yang mencintai sesama manusia, sehingga menyumbangkan waktu, uang, dan tenaganya untuk menolong orang lain. Istilah ini umumnya diberikan pada orang-orang yang memberikan banyak dana untuk amal. Biasanya, filantropi seorang kaya raya yang sering menyumbang untuk kaum miskin.11

Di Indonesia berkembang lembaga-lembaga filontropi Islam sebagai wadah untuk mendistribusikan zakat, infak, dan sodaqah, salah satunya adalah Badan Amil Zakat Nasional atau yang disingkat BAZNAS. Badan bentukan pemerintah ini memeiliki wewenang untuk mengelola zakat. Badan Amil Zakat Nasional sebagai salah satu lembaga filontropi yang berwenang dalam pengelolaan zakat menggulirkan program-program kegiatan pemberdayaan masyarakat yaitu:12

1. Rumah Cerdas Anak Bangsa (RCAB)

Rumah Cerdas Anak Bangsa (RCAB) adalah program pendanaan dan bimbingan bagi siswa dan mahasiswa dalam bidang pendidikan dan pelatihan agar dapat menjadi individu yang mandiri. Mahalnya biaya pendidikan di Indonesia menyebabkan berbagai permasalahan, salah satunya angka pengangguran terbuka

11http://id.wikipedia.org/wiki/Filantropi12Program Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) ini dikutip dari web resmi

BAZNAS di situs www.pusat.baznas.go.id

Page 164: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

155 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

10,45 % dan angka setengah pengangguran 28,16 % (BPS 2007). Melihat kondisi ini, BAZNAS bermaksud membuka jalan bagi masyarakat kurang mampu dan mengajak mereka menatap tegap masa depan melalui program pengembangan pendidikan. Tujuan: 1) Mewujudkan tujuan nasional dibidang pendidikan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa; 2) Memberi kesempatan kepada anak-anak dari keluarga kurang mampu secara ekonomi untuk bersekolah hingga perguruan tinggi; 3) Menyiapkan generasi penerus bangsa yang memiliki integritas lifeskill (IQ, EQ dan SQ).

2. Bimbingan Belajar Gratis

Bimbingan belajar ini merupakan program peningkatan pengetahuan dan ketrampilan hidup kepada dhuafa sebagai upaya peningkatan prestasi belajar untuk melanjutkan pendidikan formal ke jenjang yang lebih tinggi. Program ini difokuskan kepada mustahik yang tidak mampu untuk mengikuti bimbingan belajar, dan secara prestasi belajar sangat kurang. Pengelolaan rumah cerdas anak bangsa dibagi sesuai dengan wilayah kerja rumah cerdas anak bangsa yaitu meliputi kota-kota: Yogyakarta, Jakarta, Balikpapan, Makasar, dan Banda Aceh.

Peserta/Mustahiq rumah cerdas anak bangsa tahap pertama secara komulatif untuk tiap daerah ditargetkan minimal berjumlah 500 mustahiq yang dibagi dalam kelompok sesuai jenjang pendidikan. Adapun kelompok tersebut adalah kelompok kelas 6 SD, kelas 3 SMP dan SMU. Untuk program bimbingan belajar menghadapi UASBN/UNAS, tercapai sukses UASBN/UNAS dengan nem rata-rata kabupaten/kota. Untuk kursus bahasa Inggris, tercapai peningkatan nilai bahasa Inggris dan mampu berbahasa Inggris secara aktif.

3. Satu Keluarga Satu Sarjana (SKSS)

Program Satu Keluarga Satu Sarjana (SKSS) adalah Beastudi Mahasiswa berprestasi di kampus negeri di seluruh Indonesia. Sesuai namanya program ini mengutamakan mahasiswa yang berasal dari keluarga tidak mampu tanpa sarjana. Beastudi SKSS membiayai mahasiswa semester pertama sampai lulus sarjana. SKSS adalah program beasiswa ikatan dinas kepada setiap penerima

Page 165: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One156

untuk menjadi sarjana pelopor pemberdayaan masyarakat di desanya.

Adapun target program ini adalah: 1) Lulusan SMA/MU/SMK/Ponpes yang lulus USMPTN dan terdaftar di PTN regional SKSS; 2) Memiliki kepedulian social; 3) Memiliki keinginan untuk pemberdayaan potensi lokal daerah.

Siswa dengan nilai tambah non-akademis yang dilengkapi dengan surat keterangan atau sertifikat.

Berikut adalah perguruan Tinggi yang bermitra dengan BAZNAS dalam Program SKSS

REGIONAL UNIVERSITAS JURUSAN

REGIONALÂ I Universitas Study pembangunan, Ilmu Kesehatan Masyarakat,

UNPAD

Agronomi/Pemuliaan Tanaman, Ilmu Hama dan Penyakit TumbuhanSosek Pertanian, Perikanan dan Ilmu Kelautan, Perternakan, Teknologi Industri Per-tanian

IPBPertanian,Kelautan,Perikanan, Peternakan Teknolo-gi Pertanian

ITB Teknik Lingkungan, Teknik Kelautan , Mikrobiologi

Universitas Gajah Mada

Teknik Pertanian, Teknologi Hasil Pertanian, Teknologi Industri Pertanian, Teknologi Hasil Ternak ,Agronomi, Budidaya Perikanan, Manajemen Sum-berdaya Perikanan, Teknologi Hasil Perikanan, Mik-robiologi Pertanian, Manajemen Hutan, Budidaya Hutan, Teknologi Hasil Hutan,

UniversitasBrawijaya

Pemanfaatan Sumberdaya PerikananTeknologi Hasil Perikanan, Sosial Ekonomi Perikanan, Budi-daya Perairan, Manajemen Sumberdaya Perairan, Teknologi Industri Pertanian, Teknologi Hasil Perta-nian Teknik Pertanian

REGIONAL IIUniversitasAndalas

Teknologi Hasil Pertanian, Produksi Ternak, Sosek Pertanian/Agrobisnis, Produksi Ternak, Sosek Peter-nakan

Page 166: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

157 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

USU

Teknik Pertanian, Produksi Ternak , Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis, Teknologi Hasil Ternak , Agronomi, Budidaya Hutan, Manajemen Sumber-daya Perikanan, Teknologi Hasil Pertanian , Manaje-men Hutan, Teknologi Hasil Hutan,

REGIONAL IIIUniversitasMulawarman

Pertanian dan Teknologi Pertanian, Perternakan, Perikanan dan Ilmu Kelautan, Kehutanan.

REGIONAL IVUniversitasHasanuddin

Budidaya Pertanian/Agrobisnis, dan Penyakit Tum-buhan, Teknologi hasil pertanian, Pemanfaatan sumber daya perikanan, Produksi Ternak

UniversitasMataram

Teknologi Pertanian, Ilmu Tanah, Budidaya Perta-nian, Sosial Ekonomi Pertanian

REGIONAL VUniversitasCendrawasih

Pertanian dan Teknologi Pertanian, Perternakan, Perikanan dan Ilmu Kelautan, Kehutanan.

Pembiayaan seorang peserta Beastudi Unggulan SKSS BAZNAS meliputi: Biaya hidup (living cost) yang biayanya dialokasikan Selama menjalani masa studi mahasiswa akan mendapat tunjangan biaya hidup yang besarnya ditentukan oleh BAZNAS. Biaya Pendidikan (tuition fee) merupakan hasil kerjasama antara BAZNAS dengan PTN dan besarnya sesuai dengan biaya pendidikan di PTN dimana peserta teregistrasi. Mahasiswa yang bersangkutan juga mendapatkan bantuan biaya pembinaan sebagai sarana pengembangan diri yang di berikan melalui pihak ketiga / mitra BAZNAS .

4. Rumah Pintar

Program BAZNAS berikutnya adalah Rumah Pintar, yaitu rumah pusat pembelajaran masyarakat yang di dalamnya terdapat perpustakaan dengan 5.000 unit buku, sarana bermain edukatif, peralatan ketrampilan bagi anak, remaja, ibu dan masyarakat sekitarnya.Rumah Pintar di Bantul Yogyakarta ini juga menjadi posyandu untuk memantau gizi anak, tempat berlatih menjahit ibu-ibu, tempat belajar komputer bagi anak dan remaja serta tempat para petani belajar cara pertanian yang baik, lebih dari 9800 orang terlayani dalam program ini.

Page 167: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One158

5. Mobil Pintar dan Motor Pintar

Program selanjutnya adalah mobil Pintar dan Motor Pintar adalah program perpustakaan plus yaitu selain membawa 3.000 judul buku untuk Mobil Pintar dan 1.000 judul buku untuk Motor Pintar, juga berisi komputer, videoplayer dan CD interaktif, alat permainan edukatif dan arena Panggung.

Pengelolaan zakat melalui program-program tersebut di atas adalah program BAZNAS yang merupakan kaki tangan pemerintah. Namun pengelolaan zakat di Indonesia sesungguhnya bukan semata-mata milik pemerintah. Peran masyarakat, terutama umat Islam, juga sangat besar, bahkan telah memiliki sistem sendiri yang berkembang di internal masyarakat. Akibatnya banyak masyarakat

Page 168: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

159 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

yang mendistribusikan zakatnya melalui lembaga non pemerintah yang sudah dipercaya bahkan ada juga sebagian masyarakat yang secara langsung memberikan zakatnya kepada para ashnaf yang berhak menerima. Namun penyaluran zakat seperti ini hanya memberi efek jangka pendek, padahal zakat diharapkan dapat menjadi solusi untuk mengurai problem sosial yang melanda masyarakat. Terkait hal ini, penulis lebih tertarik jika pengelolaan zakat dipusatkan pada lembaga pemerintah yang dalam hal ini BAZNAS, hanya saja regulasi dan sistem pengelolaannya jelas serta berdampak tidak hanya jangka pendek namun juga jangka panjang seperti program-program yang telah digulirkan oleh BAZNAS.

Lembaga pendidikan Islam, baik pondok pesantren maupun madrasah sebagai bagian dari institusi pendidikan sejatinya memperoleh manfaat dari pengelolaan zakat tersebut. Untuk mewujudkan sebuah pendidikan yang berkualitas tentu tidak cukup hanya dengan mengandalkan potensi yang ada. Namun perlu suntikan program yang dapat memicu kualitas pendidikan yang diharapkan.

Dalam perjalanannya, Pendidikan Islam di Indonesia telah melalui tiga tahapan. Tahapan pertama berlangsung pada awal masuknya Islamdi Indonesia. Periode ini ditandai dengan perkembangan pesantren. Sementara tahapan kedua berlangsung semenjak munculnya ide-ide pembaharuan yang ditandai dengan lahirnya madrasah kemudian selanjutnya tahapan yang ketiga pendidikan Islam telah terintegrasi ke dalam sistem pendidikan nasional sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 dilanjutkan dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003.13

Secara historis, pesantren dinilai tidak hanya mengemban misi dan mengandung nuansa keislaman, tetapi juga menjaga nuansa keaslian (indigenious) Indonesia karena lembaga sejenis telah berdiri sejak masa Hindu-Budha, sedangkan pesantren tinggal meneruskan dan mengIslamkan saja. Pada abad ke 15 M, pesantren telah didirikan oleh para penyebar agama Islam, di antaranya

13Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesiahttp://id.shvoong.com/books/dictionary/2020367-sejarah-pertumbuhan-dan-pembaruan-pendidikan/#ixzz1IwJBBcfv ( Mei, 8, 2011)

Page 169: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One160

walisongo. Dalam menyebarkan Islam mereka mendirikan masjid dan asrama untuk santri. Di Ampel Denta Sunan Ampel telah mendirikan lembaga pendidikan Islam sebagai tempat ngelmu para pemuda Islam.14

Pada awal abad 20 M, pendidikan di Indonesia terpecah menjadi dua golongan yaitu: 1) pendidikan yang diberikan oleh sekolah-sekolah Barat yang sekuler yang tak mengenal ajaran agama (corak baru); 2) pendidikan pondok pesantren yang hanya mengenal agama saja (corak lama).15 Ciri-ciri pendidikan corak lama: 1) menyiapkan calon ulama yang hanya menguasai masalah agama semata; 2) kurang diberikan pengetahuan untuk menghadapi perjuangan hidup sehari-hari dan pengetahuan umum sama sekali tidak dibberikan; 3) sikap isolasi yang disebabkan karena sikap nonkooperasi secara total terhadap Barat. Di samping karakterristik tersebut, pendidikan tradisional juga memiliki ciri-ciri yaitu: (1) anak-anak biasanya dikirim ke sekolah di dalam wilayah geografis distrik tertentu, (2) mereka kemudian dimasukkan ke kelas-kelas yang biasanya dibeda-bedakan berdasarkan umur, (3) anak-anak masuk sekolah di tiap tingkat menurut berapa usia mereka pada waktu itu, (4) mereka naik kelas setiap habis satu tahun ajaran, (5) prinsip sekolah otoritarian, anak-anak diharap menyesuaikan diri dengan tolok ukur perilaku yang sudah ada, (6) guru memikul tanggung jawab pengajaran, berpegang pada kurikulum yang sudah ditetapkan, (7) sebagian besar pelajaran diarahkan oleh guru dan berorientasi pada teks, (8) promosi tergantung pada penilaian guru, (9) kurikulum berpusat pada subjek pendidik, (10) bahan ajar yang paling umum tertera dalam kurikulum adalah buku-bukuteks. Sedangkan ciri corak baru adalah: 1) hanya menonjolkan intelek; 2) bersikap negative terhadap agama; 3) alam pikiran terasing dari kehidupan bangsanya.16

Dalam sejarahnya, pendidikan tradisional telah menjadi sistem yang dominan di tingkat pendidikan dasar dan menengah sejak paruh kedua abad ke-19, dan mewakili puncak pencarian

14Depag RI Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Rekonstruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta, 2005, h. 46

15Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam, Bandung: Nuansa, 2010, h. 14-15

16Muhaimin Ibid. h. 15

Page 170: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

161 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

elektik atas “satu sistem terbaik”. Karakteristik pendidikan tra-disional sebagaimana yang dikemukakan di atas, masih dianut oleh sebagian Pesantren, Madrasah, dan lembaga-lembaga pendidikan Islam yang lainnya, kurikulum ditetapkan merupakan paket yang harus diselesaikan, kurikulum dibuat tanpa atau sedikit sekali memperhatikan konteks atau relevansi dengan kondisi sosial masyarakat bahkan sedikit sekali memperhatikan dan mengantisipasi perubahan zaman, sistem pembelajaran berorientasi atau berpusat pada guru (sentralistik).

Wirojosukarto sebagaimana yang dikutip Muhaimin me ngata -kan bahwa pondok pesantren bertujuan menyiapkan calon lulusan yang hanya menguasai masalah agama semata dan kurikulum ditetapkan oleh Kyai dengan menunjuk kitab-kitab apa yang harus dipelajari.17 Keseluruhan kitab-kitab yang diajarkan di pondok pesantren dapat digolongkan ke dalam 8 kelompok yaitu: 1) Nahwu dan Shorof, 2) Fiqih, 3) Ushul Fiqh, 4) Hadits, 5) Tafsir, 6) Tauhid, 7) Tasawuf, 8) cabang-cabang lain seperti Tarikh dan Balaghah.

Sementara itu metode yang diterapkan di pondok pesantren seperti metode wetonan, sorogan, muhawarah, mudzakarah, majlis ta’lim, wetonan, bahtsul masail, pengajian pusaran, muhafazhah, dan praktek ibadah.18

Tujuan pendidikan pondok pesantren pada dasarnya adalah menyiapkan calon lulusan yang hanya menguasai masalah agama semata (Tafaqquh fi Addien), pola pikir seperti ini dilandasi oleh pemikiran bahwa hakikat manusia adalah sebagai ‘abd Allah yang hanya mengadakan hubungan vertikal dengan Allah SWT guna mencapai kesholehan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan Islam Pesantren sebagaimana yang dikemukakan di atas, maka campur tangan pemerintah maupun lembaga non pemerintah yang menangani masalah zakat dapat juga memberi efek positif terhadap pengembangan pesantren mengingat pendidikan islam

17Muhaimin Ibid. h. 1618Imron Arifin, Kepemimpinan Kyai (Kasus Pondok Pesantren Tebuireng),

Malang: Kalimasahada, 1993, h. 37. Lihat juga: Depag RI Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah (Pertumbuhan dan Perkembangannya), Jakarta, 2003, h. 39

Page 171: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One162

sebagai sebuah investasi masa depan untuk melangsungkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang berlandaskan nilai-nilai religius. Kemajuan suatu bangsa di segala aspek kehidupan seperti pertumbuhan dan perkembangan perekonomian berbanding lurus dengan kualitas pendidikan bangsa tersebut.

Terkait hal ini maka peran serta lembaga filantropi Islam-Lembaga Pengelola Zakat, baik Badan Amil Zakat (BAZ) maupun Lembaga Amil Zakat (LAZ) sangat diperlukan. Sebagai wujud kepedulian terhadap dunia pendidikan, BAZNAS-Dompet Dhuafa pada bulan Agustus 2007, bertepatan dengan moment kemerdekaan BAZNAS-Dompet Dhuafa menggulirkan sebuah program peduli pendidikan dengan tema “Merdeka adalah bebas dari Kebodohan. Bantu anak Indonesia tetap sekolah”. Program ini bertujuan memberikan bantuan biaya pendidikan yang bersumber dari dana zakat. BAZNAS-Dompet Dhuafa juga telah memiliki sebuah sekolah khusus untuk kaum tak berpunya, SMART Ekselensia Indonesia yang berlokasi di Parung Bogor serta memberikan beasiswa bagi mahasiswa yang belajar di Perguruan Tinggi Negeri yang dikenal dengan Program Beastudi Etos.19

Zakat untuk pendidikan sebagaimana yang dikemukakan Untung Kasirin sebetulnya telah lama berjalan di masyarakat terlebih dengan munculnya beberapa lembaga pengelola zakat yang kreatif, amanah dan professional di Indonesia. Hampir seluruh BAZ dan LAZ di Indonesia termasuk BAZIS DKI yang telah eksis sejak tahun 1960an memiliki program peduli pendidikan dengan memberikan bantuan biaya pendidikan kepada siswa-siswa yang berasal dari kalangan tidak mampu dari pendidikan dasar hingga jenjang perguruan tinggi. Namun pengelolaan zakat secara profesional masih lebih terfokus di perkotaan, sementara di perdesaan, pelaksanaannya lebih banyak diserahkan kepada partisipasi pribadi masing-masing. Para muzaki (wajib zakat) cukup menyerahkan kepada mustahiknya di tempat tinggal masing-masing, tanpa menghiraukan pengelolaan yang lebih baik melalui badan amil zakat.

19http://www.beritasatu.com/blog/ekonomi/2764-optimalisasi-pengelolaan-dan-regulasi-zakat.html

Page 172: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

163 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

Lebih lanjut Untung Kasirin mengatakan bahwa fenomena tersebut sebagai bentuk keprihatinan sekaligus kepedulian masyarakat terhadap pendidikan. Terkait hal ini maka haruslah disikapi dengan tangan terbuka dan kooperatif oleh pemerintah. Sikap ini berupa upaya timbal balik pemerintah yang diwujudkan dengan keseriusan pemerintah dalam memerhatikan perzakatan di Indonesia. Dalam hal institusi, itikad baik pemerintah memang telah ditunjukkan dengan menyatunya raksasa lembaga pengelola zakat pemerintah (BAZNAS) dengan raksasa lembaga pengelola zakat swasta (Dompet Dhuafa) hampir setahun yang lalu.

Tentu saja pengelolaan zakat secara terorganisasi dan profesional dimaksudkan agar zakat memberi manfaat optimal dalam pembinaan umat. Minimal ada nilai-nilai yang hendak diwujudkan, seperti mengupayakan zakat sebagai salah satu solusi bagi masalah perekonomian yang dihadapi sebagian besar masyarakat, yakni kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan. Bahkan untuk negara negara tertentu, zakat sudah diarahkan untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan, yakni sebagai instrumen jaminan sosial dalam upaya mengurangi kesenjangan antara si miskin dan si kaya serta memperkuat kemandirian ekonomi.

Namun penulis berpandangan bahwa pengelolaan zakat untuk dunia pendidikan sebagaimana dipaparkan di atas masih terbatas karena hanya bisa diakses oleh masyarakat tertentu, sementara pesantren sebagai institusi pendidikan Islam belum mendapat efek positif pengelolaan zakat baik oleh lembaga pemerintah maupun lembaga non pemerintah. Walaupun pesantren adalah institusi yang mandiri dan independen, namun efek positif pengelolaan zakat setidaknya dapat dirasakan misalnya dengan menggulirkan program beasiswa baik S1 maupun S2 untuk mencetak para ulama maupun da’i, yang tidak hanya ahli di bidang agama namun juga memiliki kompetensi dan keahlian di bidang ilmu umum.

Dengan demikian, maka untuk mewujudkan harapan tersebut diperlukan sebuah regulasi dan sistem pengelolaan zakat yang lebih produktif. Pengelolaan zakat harus dilakukan secara terpadu dari lembaga filontropi yang ada dengan mengarahkan penerimaan zakat untuk memberdayakan umat. Jika zakat hanya menjadi gerakan individual yang tidak dikelola secara bterpadu,

Page 173: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One164

maka optimalisasi zakat hanya bersifat sementara dan tidak berkesinambungan.

Untuk mewujudkan pemberdayaan zakat secara berkesinambungan, masih ada sejumlah kendala yaitu, pertama, rendahnya tingkat kesadaran umat dalam menunaikan kewajiban zakat. Banyak orang kaya yang punya tabungan ratusan juta rupiah. bahkan miliaran rupiah, belum semuanya sadar untuk membayar zakat.

Kedua, rendahnya tingkat kepercayaan para muzaki terhadap pengelola zakat, baik yang berasal dari masyarakat maupun dari aparat pemerintah. Hal itu terkait dengan kondisi tingkat integritas dan kejujuran aparat pemerintah yang masih rendah. Para muzaki masih meragukan mental dan perilaku aparat. Hal ini terbukti dengan banyaknya kasus korupsi di negeri ini. Akibatnya berimbas pada rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kejujuran aparat pemerintah yang ditugasi mengelola zakat.

Ketiga, masih terdapat silang pendapat di antara ulama dalam zakat profesi. Sebagian ulama berpendapat wajib, dan sebagian lainnya mengatakan tidak wajib. Bagi ulama yang menyatakan wajibnya zakat profesi adalah di-qiyas-kan dengan zakat pertanian. Begitu pertanian panen dan telah memenuhi nishab-nya, wajib berzakat, tanpa harus menunggu haul (tahun). Sementara ulama yang menyatakan zakat profesi tidak wajib berargumentasi tidak ada dalilnya. Padahal potensi hasil dari zakat profesi ini cukup besar.20

Penutup

Zakat adalah salah satu bentuk distribusi kekayaan di kalangan umat Islam dari golongan umat yang kaya kepada golongan umat yang miskin. Zakat sesungguhnya memberi kontribusi yang signifikan dalam sistem ekonomi sebuah negara sebab zakat akan memutus kesenjangan antara kaya dan miskin, selanjutnya zakat akan memicu tumbuhnya perekonomian jika pengelolaan zakat tersebut lebih produktif.

20http://www.beritasatu.com/blog/ekonomi/2764-optimalisasi-pengelolaan-dan-regulasi-zakat.html

Page 174: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

165 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim di dunia memiliki potensi yang tinggi dalam perolehan zakat. Namun perolehan zakat tersebut perlu dikelola dengan regulasi dan sistem yang terpadu dan jelas, sehingga zakat dapat dikelola lebih profesional melalui lembaga-lembaga filontropi yang ada seperti BAZNAS. Dengan demikian pengelolaan zakat perlu dialihkan dari pengelolaan yang bersifat konsumtif ke arah yang lebih produktif misalnya dengan menggulirkan program pendidikan yang bermutu. Karena selama ini pengelolaan zakat lebih bersifat individualistik dan efeknya pun hanya bersifat sementara.

Pesantren sebagai salah satu institusi pendidikan Islam sejatinya juga mendapat efek positif terhadap pengelolaan zakat, mengingat selama ini pesantren belum tersentuh secara optimal oleh program-program yang digulirkan BAZNAS mengingat pesantren sebagai sebuah institusi yang mandiri dan independen.

Page 175: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan
Page 176: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

167

Kajian Amalan Berwaqaf Dalam Kalangan Pejawat Awam: Kajian Kes Di Uitm Melaka1

Prof. Madya Dr. S. Salahudin Suyurno, Maymunah Ismail, Shahiszan Ismail,Saloma Mohd Yusof, Maizatul Saadiah

Mohammad dan Faimah Hashim

Pendahuluan

Wakaf menurut istilah syarak adalah bermaksud menahan sesuatu harta seseorang untuk dimanfaatkan oleh orang lain. Harta wakaf ini hendaklah berada dalam keadaan yang baik, kekal dan tujuan ia melakukan wakaf adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah S.W.T dan memberikan kebajikan kepada orang lain. Terdapat dua bentuk kategori harta yang boleh diwakafkan iaitu harta tak alih (‘aqar atau immovables) dan harta alih (manqul atau movabales) (Al Khatib Al-Syarbini, 1997).

Ibadah berwakaf di kalangan umat Islam pada zaman ini bukanlah satu ibadah yang menjadi tradisi dan amalan lagi. Berbeza dengan di zaman terdahulu, wakaf merupakan instrumen utama sebagai sumber kekuatan ekonomi umat Islam. Malah, di zaman dinasti Umaiyyah dan Abbasiyah wakaf menjadi satu perkara utama di dalam kehidupan ummat Islam ketika itu, sehinggakan tertubuhnya lembaga dan yayasan wakaf tersendiri dan khas di dalam menguruskan hal ehwal wakaf.

1Prof. Madya Dr. S. Salahudin Suyurno, at All, Maymunah Ismail, Shahiszan Ismail, Saloma Mohd Yusoff, Maizatul Saadiah Mohammad, Fatimah Hashim, Pensyarah di Universiti Teknologi MARA (MARA), Alor Gajah, 78000 Alor Gajah, Melaka Malaysia.

Page 177: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One168

Wakaf, dari segi bahasanya berasal daripada perkataan وقف bermaksud ‘terhenti’ atau ‘menahan’, manakala dari segi istilah bermaksud apa-apa harta yang ditahan hak pewakaf ke atas harta tersebut daripada sebarang urusan jual beli, pewarisan, hibah dan wasiat di samping mengekalkan sumber fizikalnya, untuk kebajikan dengan niat untuk mendekatkan diri (taqarrub)pewakaf kepada Allah S.W.T. Wakaf adalah sedekah yang sebenarnya lebih dikenal sebagai sedekah jariyah. Dari segi maksud yang lebih spesifik, wakaf menahan hak pewakaf ke atas harta tersebut untuk diberikan manfaatnya atas niat kebajikan, agar pahala itu dapat mengalir terus-menerus. Sebagaimana sabda Rasulullah S.A.W melalui sebuah hadith yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah R.A yang bermaksud “Apabila mati anak Adam, maka terputuslah segala amalannya kecuali tiga perkara : sedeqah jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat dan do’a dari anak yang soleh”

Kajian Lepas

Kebanyakan kajian lepas yang dibuat mengenai waqaf lebih memfokuskan kepada pengurusan wakaf seperti yang dinyatakan oleh Zulkifli (2011) dalam “An overview of The Effectiveness of The Administration of Waqf Land in Malaysia” serta Megat A.R et. al. (2006)dan Ahmad Zaki et. al. (2006), kaedah pembangunan wakaf kontemporari (Habib Ahmad 2007, Abd Shakor 2011, Zakariya & Salihu 2011) serta peranannya didalam mengagihkan semula kekayaan ekonomi kepada masyarakat Islam (Fahmi Medias 2010, Asmak 2009). Namun, kajian mengenai faktor-faktor penentu yang mempengaruhi gelagat umat Islam berwakaf masih belum di dapati. Oleh yang demikian, kajian ini akan menggunakan kajian lepas berkaitan dengan gelagat umat Islam membayar zakat sebagai asas kepada perbincangan wakaf. Ini adalah kerana, menurut Prof. Dr. Ahmas Akgunduz (Rektor Universiti Islam Rotterdam, menjelaskan zakat dan wakaf adalah “jambatan di antara keuntungan dan ketamakan”. Ini bermaksud, zakat dan wakaf boleh menyumbang kepada keuntungan di dalam masyarakat dan boleh juga menjadi penyebab keruntuhan dan punca masalah sosial di kalangan masyarakat. Zakat dan wakaf merupakan salah satu instrumen penyumbang dana dalam masyarakat Islam. Peningkatan didalam dana wakaf akan dapat

Page 178: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

169 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

digunakan bagi memantapkan kehidupan ekonomi dan sosial umat Islam di Malaysia.

Merujuk kepada kajian ini, penulis cuba menggunakan beberapa pembolehubah tidak bersandar yang digunakan untuk mengukur tahap pembayaran zakat dan juga faktor penentu pembayaran zakat di kalangan masyarakat Islam Malaysia berpandukan kajian yang lepas. Kebanyakan pengkaji menggunakan analisis regrasi logistik bagi mengenalpasti pemboleh ubah tidak bersandar yang mempengaruhi tahap kesedaran membayar zakat pendapatan (Kamil 2005, Hairunizam 2005, Mohd Ali 2004). Terdapat juga pengkaji yang mengambilkira tentang faktor demografi dan tingkah laku individu bagi menentukan faktor yang mempengaruhi gelagat membayar zakat pendapatan,(Hairunizam 2005, Nik Mustapha 1987, Mohd Ali (2004). Beberapa pengkaji juga telah menguji hubungan antara persepsi Muslim dan kepercayaan sebagai faktor pembayaran zakat ,(Kamil 2005, Mohd Ali 2004)

Hafiz Majdi (2010) didalam artikelnya “Motivations of Paying Zakat on Income: evidence from Malaysia” mendapati faktor sosial, agama serta ekonomi adalah faktor penentu meningkatkan motivasi membayar zakat dikalangan Staf Akademik di Universiti Islam Malaysia (UIA). Manakala Ida Husna (2009), dengan menggunakan Teori Planned Behavior mengenalpasti sikap serta Perceived Behavior Control (PBC) mempengaruhi secara signifikan kepatuhan kepada pembayaran zakat oleh pekerja Kilang di Pulau Pinang. Oleh itu, kajian ini cuba mengenalpasti faktor sebenar selain dari faktor demografi yang mempengaruhi masyarakat untuk berwakaf. Maka kajian ini akan menggunakan faktor tahap pendapatan (Nur Barizah 2010; Hairunizam 2005; Mohd Ali 2004), tahap pengetahuan (S. Salahudin 2006; Mohd Ali 2004), niat dan kesedaran kendiri (Zainol Bidin 2009) sebagai faktor yang menentukan tujuan berwakaf di kalangan responden.

Teori Gelagat Terancang (Theory of Planned Behavior)

Teori ini merupakan lanjutan kepada Teori of Reasoned Action (TRA) (Fishbein & Ajzen, 1980). Menurut teori (TPB) ini, terdapat tiga komponen yang menerangkan dengan lebih jelas kesedaran kepada gelagat manusia iaitu sikap (attitude), norma

Page 179: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One170

subjektif (subjective norm) serta perceived behavior control (PBC). Ketiga-tiga faktor penentu niat ini merupakan fungsi kepercayaan menonjol (salient belief) seseorang ke atas sesuatu gelagat (Ajzen & Driver 1992). Dengan menggunakan teori ini, kajian cuba mengenalpasti faktor yang mempengaruhi gelagat umat Islam berwakaf dikalangan kakitangan profesional di UiTM Melaka.

Teori Gelagat Terancang (TBA) ini dibangunkan kerana TRA adalah tidak mencukupi dan mempunyai beberapa kelemahan (Godin & Kok, 1996). Kelemahan ini adalah berkisar kepada permasalahan manusia apabila menghadapi masalah dan mempunyai kuasa yang kurang atau tiada kuasa untuk mengawal gelagat mereka. Oleh itu, Ajzen membangunkan teori ini untuk memasukkan pembolehubah baru iaitu “Perceived Behavior Control” (PBC). Kunci utama kepada TPA adalah niat yang merupakan faktor motivasi manusia bergelagat. (Ajzen, 1991). Ajzen dan Fishbein (1980) mentakrifkan niat sebagai kesedian gambaran kognitif individu untuk melaksanakan sesuatu gelagat. Niat juga merupakan kesanggupan seseorang mencuba untuk melaksanakan sesuatu gelagat kerana niat adalah faktor penyumbang ke arah pembentukan gelagat (Ajzen 1991). Berdasarkan definasi di atas, dapat disimpulkan bahawa niat ialah petunjuk kepada kesedian seseorang untuk melaksanakan sesuatu gelagat (Ajzen,2005). Kajian lepas menunjukkan bahawa niat merupakan praketerangan terdekat (immediate antecedent) bagi sesuatu gelagat (Ajzen,2005). Kajian eperti Bagozzi dan Warshaw (1990) dan Schifter dan Ajzen (1985) menyokong bahawa wujudnya hubungan positif antara niat dengan gelagat.

Namun demikian, teori ini hanya berfungsi apabila gelagat adalah dibawah kawalan, memerlukan peluang serta sumber yang boleh didapati seperti duit, masa, kemahiran, dan pendidikan. Jadi, elemen PBC didalam teori PB melengkapkan teori asal. Jadi terdapat 3 pembolehubah di dalam teori ini iaitu sikap, norma subjektif and Kawalan gelagat ditanggap (PBC).

Page 180: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

171 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

Sikap

Norma

subjektif

Kawalan

gelagat

ditanggap

Niat Gelagat Gelagat

Kepatuhan

Rajah 1: Kerangka model gelagat kepatuhan berwaqaf (Ajzen, 1991)

Kaedah Penyelidikan

Kaedah penyelidikan yang digunakan oleh pengkaji adalah berbentuk kaedah kuantitatif. Kaedah yang digunakan adalah soal-selidik dimana penggunaan kaedah ini akan dapat memberikan maklumat dalam cara yang betul. Soal-selidik ini telah diberikan kepada 200 responden iaitu penjawat awam di UiTM Melaka yang mana sebanyak 102 soal-selidik diterima. Instrumen kajian yang digunakan ialah satu set soal-selidik yang terdiri daripada 5 bahagian. Pemboleh ubah tidak bersandar ialah faktor-faktor pendorong kesedaran berwakaf. Faktor-faktor ini akan dikenalpasti menggunakan analisis faktor berdasarkan jawapan yang diberi oleh responden untuk soalan-soalan Bahagian B (Tahap pendapatan), Bahagian C(Tahap pengetahuan), Bahagian D(sikap) dan Bahagian E(Niat). Teknik pengukuran skala Likert 5 mata digunakan untuk 4 bahagian tersebut (1=Sangat tidak setuju, 2=Tidak setuju, 3=Tidak pasti, 4=Setuju, 5=Sangat setuju). Bahagian A soal-selidik pula merupakan data demografi responden

Pemboleh ubah bersandar dalam kajian ini ialah pelaksanaan wakaf yang diukur secara dikotomus iaitu 1 untuk mereka yang pernah berwakaf dan 0 untuk mereka yang belum pernah melaksanakan wakaf. Model regresi logistik atau dikenali juga sebagai model logit akan digunakan untuk melihat kesan faktor-faktor kesedaran berwakaf dengan pelaksanaan wakaf. Model ini digunakan kerana pemboleh ubah bersandar adalah dalam bentuk dikotomus. Model anggarannya boleh ditulis seperti berikut :

Page 181: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One172

di mana = Log bagi nisbah odds pelaksanaan wakaf terhadap X (pemboleh ubah bersandar).

X1 = Tahap pendapatan

X2 = Tahap pengetahuan

X3 = Sikap

X4 = Niat

Analisa Penyelidikan

1. Analisis Kebolehpercayaan

Oleh kerana instrument kajian ini dibentuk sendiri oleh pengkaji, maka ujian kebolehpercayaan (Reliability Test) terhadap item-item instrumen yang menggunakan skala Likert 5-mata telah dilakukan. Didapati, pekali kebolehpercayaan Cronbach’s Alpha secara keseluruhannya bagi instrumen ini ialah 0.922 (Jadual 1). Menurut Mohd Majid Konting (2005), nilai kebolehpercayaan yang melebihi 0.60 menunjukkan bahawa item-item dalam instrumen kajian ini adalah baik dan boleh digunakan untuk kajian.

Jadual 1 : Ujian kebolehpercayaan instrumen kajian

Reliability Statistics

Cronbach>s Al-pha

Cronbach>s Alpha Based on Standardized Items

N of

Items

.922 .929 20

2. Analisis Deskripif

Pensampelan yang dilakukan secara rawak berjaya mengumpulkan sebanyak 102 sampel responden. Daripada 102 responden tersebut, 19 orang (18.6%) adalah lelaki dan 83 orang (81.4%) adalah perempuan. Dari segi umur responden, majoritinya adalah mereka yang berumur di antara 20-30 dan 31-40 iaitu sebanyak 43.1% untuk setiap kategori umur tersebut. Selebihnya adalah mereka yang berumur 41-50 (10.8%) dan 51 ke atas (2.9%). Dari segi kategori pendapatan pula, kebanyakan responden adalah

Page 182: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

173 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

mereka yang berpendapatan 2000-3000 dan 5001 ke atas, iaitu 28 orang responden bagi setiap kategori. Untuk kategori pendapatan 3001-4000, terdapat 22 orang responden dan untuk kategori pendapatan 4001-5000, terdapat 24 orang responden.

Dari segi pelaksanaan wakaf, sejumlah 29 orang responden (28.4%) menyatakan telah pun melaksanakannya (Jawapan=Ya). Daripada jumlah tersebut, 7 orang adalah responden lelaki dan 22 orang responden perempuan. Di antara jenis wakaf yang paling banyak telah dilaksanakan ialah wakaf lot tanah untuk pembinaan bangunan masjid, sekolah tahfiz dan rumah anak yatim. Jenis-jenis wakaf lain yang telah dilaksanakan ialah wakaf al-qur’an, telekung, duit tunai, kerusi solat, telaga dan saham. Taburan responden yang berwakaf mengikut kategori pendapatan pula boleh dilihat seperti Jadual 2 dibawah.

Jadual 2 : Taburan responden yang berwakaf mengikut kategori pendapatan

Pendapatan Wakaf

Ya Tidak

2000 – 3000 3 25

3001 – 4000 4 18

4001 – 5000 8 16

5001 ke atas 14 14

Jumlah 29 73

Didapati bahawa majoriti yang berwakaf ialah mereka yang berpendapatan 5001 ke atas iaitu 14 orang (48.3%). Ini mungkin disebabkan pendapatan yang membolehkan golongan ini melaksanakan wakaf.

3. Analisis Faktor

Analisis faktor telah digunakan untuk mengenalpasti faktor-faktor sebenar penentu kesedaran keperluan berwakaf di Malaysia. Terdapat 20 item yang digunakan dalam soal-selidik ini. Bahagian B - 5 item, Bahagian C – 6 item, Bahagian D – 5 item, Bahagian E – 4 item. Analisis faktor menggunakan SPSS untuk data kajian ini memberikan nilai petunjuk Kaiser-Meyer-Olkin (KMO)

Page 183: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

174

0.854 yang signifikan iaitu melebihi 0.6 dan menghampiri 1. Ini menunjukkan analisis faktor sesuai untuk data kajian ini. Begitu juga nilai ujian Bartlett’s yang juga signifikan memberikan kewajaran untuk penggunaan analisis faktor dalam kajian ini (Jadual 3).

Jadual 3 : KMO : KMO and Bartlett’s Test

Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy .854

Bartlett>s Test of Sphericity

Approx. Chi-Square 1159.348

Df 190

Sig. .000

Hasil analisis yang seterusnya menunjukkan terdapat 3 nilai eigen yang melebihi 1 dan ianya mewakili 64.307% variasi keseluruhan data (Jadual 4). Maka dengan itu, 3 faktor dikenalpasti untuk data kajian ini.

Jadual 4 : Nilai eigen

Total Variance Explained

Factor Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Loadings

Rotation Sums of Squared Loadings

Total % of Variance

C u m u -lative %

Total % of Variance

C u m u -lative %

Total % of Variance

Cumu-

l a t i v e

%

1 8.819 44.094 44.094 8.485 42.426 42.426 6.570 32.850 32.850

2 3.298 16.492 60.586 3.018 15.090 57.516 4.156 20.782 53.632

3 1.659 8.296 68.882 1.358 6.791 64.307 2.135 10.676 64.307

4 .968 4.838 73.721

.

.

.

19 .088 .439 99.696

20 .061 .304 100.000

Extraction Method: Principal Axis Factoring.

Page 184: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

175

Analisis faktor ini telah mengumpulkan item-item yang berkaitan ke dalam faktor yang sepatutnya (Jadual 5).

Jadual 5 : Pengumpulan item-item mengikut faktor

Rotated Factor Matrixa

Factor

1 2 3

E3 .872

E1 .857

D1 .842

E2 .827

D4 .810

B3 .734

D2 .706 .396

D5 .681

B4 .635

E4 .604 .440

C6 .543 .379

B5 .407

D3 .398 .394

C4 .901

C3 .845

C2 .810

C1 .797

C5 .776

B2 .873

B1 .789

Extraction Method: Principal Axis Factoring. Rotation Method: Varimax with Kaiser Nor-malization.

a. Rotation converged in 5 iterations.

Page 185: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One176

Setelah mengenalpasti item-item berkenaan, faktor-faktor penentu kesedaran keperluan berwakaf yang dikenalpasti melalui kajian ini ialah 1) Sikap dalam mempengaruhi niat berwakaf, 2) Pengetahuan mengenai wakaf dan, 3) Pendapatan untuk berwakaf.

4. Analisis Regresi Logisik

Analisis regresi logistik diteruskan dalam kajian ini dengan mengambilkira 3 faktor yang dikenalpasti melalui analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesedaran berwakaf. Jadual 5 menunjukkan perbandingan nilai yang dijangka untuk pemboleh ubah bersandar iaitu pelaksanaan wakaf yang menggunakan model regresi dengan nilai data sebenar yang diperoleh. Daripada jadual itu, dapat diperhatikan bahawa model ini dapat meramal dengan betul 78.4% daripada data sebenar. Maka itu, kadar kesilapan dalam penganggaran bagi model data ini adalah 21.6%.

Jadual 5 : Classification Tablea,b

Observed

Predicted

Wakaf Percentage Correct

Ya Tidak

WakafYa 12 17 41.4

Tidak 5 68 93.2

Overall Percentage 78.4

Berdasarkan kepada Jadual 6 pula, nilai chi-square yang diperolehi iaitu 41.152 dengan nilai-p<0.000, menunjukkan bahawa model ini signifikan. Keputusan ujian Hosmer dan Lemeshow tidak signifikan kerana nilai-p lebih besar dari 0.05 (nilai-p=0.367). Namun, ini menunjukkan model yang terhasil bersesuaian dengan data yang diperoleh (fitness of the model – Jadual 7).

Page 186: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

177 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

Jadual 6

Omnibus Tests of Model Coeicients

Chi-square df Sig.

Step 1

Step 41.152 3 .000

Block 41.152 3 .000

Model 41.152 3 .000

Jadual 7

Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square df Sig.

1 8.719 8 .367

Nilai Cox & Snell R Square dan nilai Nagelkerke R Square yang diperoleh ialah 0.332 dan 0.476 (Jadual 8). Semakin hampir nilai-nilai ini dengan 1, semakin baik sesuatu model itu. Untuk kajian ini yang menggunakan data primer, model ini boleh diterima.

Jadual 8

Model Summary

Step -2 Log likelihood Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 80.632a .332 .476

a. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter esti-mates changed by less than .001.

Keputusan regresi logistik antara pemboleh ubah pelaksanaan wakaf dengan 3 pembolehubah yang mempengaruhi tahap ke-sedar an berwakaf boleh dilihat dalam Jadual 9.

Page 187: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One178

Jadual 9

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

factor1 -0.51 0.69 0.55 1 0.46 0.60

factor2 0.90 0.39 5.28 1 0.02 2.47

factor3 2.05 0.59 12.12 1 0.00 7.77

Constant -9.61 2.74 12.33 1 0.00 0.00

Berdasarkan jadual di atas, wujud hubungan yang positif diantara faktor kedua iaitu pengetahuan mengenai wakaf dan faktor ketiga iaitu pendapatan untuk berwakaf dengan wujudnya niat untuk berwakaf. Ini menunjukkan semakin meningkat pengetahuan seseorang mengenai wakaf, semakin tinggi bilangan individu yang melaksanakannya iaitu hampir 2.5 kali ganda. Pendapatan yang meningkat juga akan meningkatkan bilangan pelaksanaan wakaf iaitu sebanyak hampir 8 kali ganda. Namun, faktor 1 iaitu sikap dalam membantu sesama islam tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan pelaksanaan wakaf. Ini menunjukkan bahawa niat sahaja tanpa diiringi dengan kemampuan berwakaf dan pengetahuan mengenai wakaf tidak cukup dalam meningkatkan dana wakaf.

Kesimpulan

Daripada perbincangan diatas, hasil keputusan kajian ini menunjukkan bahawa dua faktor iaitu pengetahuan dan pendapatan mempengaruhi niat untuk berwakaf wakaf secara positif manakala sikap tidak mempunyai hubungan dengan kesedaran wakaf. Oleh yang demikian, pihak kerajaan dan Institusi wakaf dapat memainkan peranan penting didalam mengadakan kempen kesedaran wakaf di kalangan orang ramai, terutamanya mereka yang berpendidikan tinggi agar dapat meningkatkan dana wakaf. Selain daripada itu juga, kempen melalui medium baru dapat ditingkatkan kerana umat Islam sekarang terdedah dengan kemajuan teknologi yang pesat yang mana maklumat boleh disebarkan melalui website, facebook serta twitter akan kepentingan wakaf serta peranan yang dimainkannya.

Page 188: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

179 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

Pengurusan zakat secara kontemporari melalui pembangunan sistem ICT juga boleh dijadikan salah satu penyelesaian seperti e-wakaf (Aidi Ahmi, 2005), yang mana ia dapat membantu umat Islam mengakses maklumat dengan cepat dan tepat. Konsep pembayaran wakaf secara online juga boleh diperkenalkan dan kerajaan boleh mengusulkan pelepasan cukai diberikan kepada umat Islam yang berwakaf agar dapat merancakkan lagi pengurusan wakaf dan dana wakaf dapat ditingkatkan sekaligus menjadikan ekonomi umat Islam yang lebih mantap.

Rujukan

Abd, S. B. ( 2011). Pelaksanaan Pembangunan Wakaf Korporat Johor Corporat Berhad (Jcorp): Satu Tinjauan. International Conference on Humanities. 1-18.

Ahmad, Z., A.L, Abdul H. R., Che, Z. I., Kamarulzaman S., & Norzaidi M. D. (2006). “ Pengurusan Harta Wakaf dan potensinya ke arah Kemajuan Pendidikan Umat Islam di Malaysia”.

Aidi A., & Mohd Hisham M. S. (2005). E-Wakaf: Ke arah Pengurusan Wakaf Yang Lebih Sistematik, Prosiding Seminar Kebangsaan E-Komuniti Universiti Kebangsaan Malaysia.

Ajzen, I. (1991). The Theory of planeed behavior. Organizational Behavior and human Decision Processes, 50, 179-211.

Ajzen, I., & Driver, B.L. (1992). Application of the theory of planned behavior to leisure choice. Journal of Leisure Research, 24(3), 207-224.

Asmak, A. R.(2009), Peranan Wakaf dalam Pembangunan Ekonomi Umat Islam dan Aplikasinya di Malaysia. Shariah Journal, Vol. 17, No. 1: 113-152.

Bagozzi, R.P. & Warshaw, P.R (1990) Trying to consume. Journal of Consumer Research 17: 127-140.

Page 189: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One180

Baharuddin, S., Asmak, A., & S Salahudin, S. (2006), Kajian Perbandingan Pengurusan Wakaf Di Malaysia : Kajian kes di negeri Johor, Melaka, Perak, Pulau Pinang, Sabah, Sarawak, Selangor, Terengganu dan Perbadanan Waqaf di Malaysia, Institut Penyelidikan Pembangunan dan Penyelidikan UiTM.

Dziauddin, S. (2011) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengeluaran Zakat Pendapatan Di Kalangan Warga Pendidik di Segamat, Johor. Proseding World Zakat Universities 2011.

Fahmi, M. (2010). Wakaf Produktif dalam Perspektf Ekonomi Islam.La_Riba, Jurnal Ekonomi Islam.Vol IV. No. 1. 69-84

Habib, A. (2007). Waqf-Based Microfinance: Realizing the Social Role of Islamic Finance. Paper written for International Seminar on Integrating Awqaf in Islamic Financial Sector. Singapore,March 6-7.

Godin, G., & Kok, G. (1996). The theory of planned behavior: A review of its application s to health –related behaviors. American Journal of Health Promotion, 1192), 87-98.

Hairunnizam, W., Mohd Ali, M. N., & Sanep, A. (2005). Kesedaran membayar zakat: Apakah faktor penentunya? IJMS, 12(2), 171-189.

Ida, H. H. (2009). Intention to Pay Zakah on Employment Income Among Manufacturing Employees In Penang. Dissertasi Master Universiti Utara Malaysia.

Kamil, M. I. (2005). The role of intrinsic motivational factor on compliance behaviour of zakat on employment income. Isu-isu kontemporari zakat di Malaysia. Jilid 1. 137-170.

Megat, A.R., Megat, M. G. & Othman, Asiah. (2006). Development of Waqf Land: Issues, Prospect and Strategies. Malaysian Journal of Real Estate, 1 (2). 39-46. ISSN 1823-8505.

Page 190: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

181 Islamic Finance And Philanthropy: Sharing Experience Between Malaysia And Indonesia

Mohd Ali, M.N., Hairunizam,W., & Nor Ghani,M.N. (2004). Kesedaran Membayar Zakat Pendapatan di Kalangan Kakitangan Profesional Universiti Kebangsaan Malaysia. Islamiyat 26 (2) (2004): 59-67.

Mohd Majid Konting. (2005). Kaedah Penyelidikan Pendidikan. Dewan Bahasa dan Pustaka.

Muhammad, R. (2013). Assessment on the Willingness among Public in Contributing For Social Islamic Waqf Bank for Education. Australian Journal of Basic and Applied Sciences, 7(13) November 2013. 172-176.

Mustafa, M. H. et. al. (2011).Financing the Development of Waqaf Property: The Experienced of Malaysia and Singapore. 1-15.

Nur Barizah, A.B., Hafiz, M. A.R. (2010). Motivations of Paying Zakat on Income: Evidence from Malaysia. International Journal of Economics and Finance. Vol.2, No.3; August 2010. 76 -84.

Norhaliza, M. N. & Mustafa, O. M. (2011). Categorizations of Waqf Lands and their management using Islamic Investment Modes: The case of the state of Selangor Malaysia, Management centre international islamic university (IIUM).

Ram, A. J. S., Zainol, B., Kamil, M. I., & Md, H. M. H. (2010). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gelagat Kepatuhan Zakat Perniagaan. Jurnal Pengurusan 30, 49-61.

Schifter, D.B., & Ajzen, I. (1985) Intention, perceived control and weight loss: An application of the theory of planned behavior. Journal of Personality and Social Psychology, 49: 843-851.

Siti, M. M. (2007). Pembentukan Dana Waqaf menurut Perspektif Syariah dan Undang-undang serta aplikasinya di Malaysia. Jurnal Syariah, Vol.15, No.2, 61-83.

Page 191: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter One182

Zainol,B., Kamil,M.I., & Faridahwati, M.S.(2009). Predicting Compliance Intention on Zakah on Employment income in Malaysia: An Application of Reasoned Action Theory. Jurnal Pengurusan 28 (2009). 85-102.

Zainol, B., Mohd, Z. O., & Farah, M. N. A. (2013). Proceeding of International Conference on Social Science Research, ICSSR 2013, 145-155.

Zakariya, M., & Salihu A. A. (2011). New Dimension In The Mobilization of Waqaf Funds for Educational Development. Kuwait Chapter of Arabian Journal of Business and Management Review. Vol 1. 155-175.

Zulkifli, H. (2011 ). An Overview of The effectiveness of The Administration of Waqf land In Malaysia. 1-17.

www.jawhar.gov.my, “Himpunan Keputusan Muzakarah Jawatankuasa Fatwa Kebangsaan”.

Page 192: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

CHAPTER TWO:

ISLAMIC FINANCE:ZAKAT, WAQAF AND SHADAQAH

IN MALAYSIA AND INDONESIA

Page 193: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan
Page 194: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

185

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Zakat Perniagaan Di Wilayah Persekutuan

Hamidah Bini Muhd Irpan, Abd Halim Mohd Noor, Ariin Md Salleh & Abu Hassan Shaari Md Noor

Pengenalan

Zakat perniagaan merupakan sebahagian daripada zakat yang wajib ditunaikan. Hasil kutipan zakat perniagaan akan memberi manfaat yang besar kepada asnaf yang menerimanya. Hasil kutipan cukai perniagaan merupakan peratusan utama hasil cukai negara. Namun begitu, kutipan zakat perniagaan didapati lebih rendah berbanding kutipan zakat perndapatan di negara ini. Keadaan ini menunjukkan wujudnya potensi besar untuk meningkatkan kutipan zakat perniagaan. Oleh itu, kajian ini telah dijalankan untuk mengenalpasti (i) status pengamalan zakat perniagaan dan (ii) faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan zakat perniagaan di Wilayah Persekutuan. Skop kajian melibatkan pembayar dan pembayar berpotensi zakat perniagaan di Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur dan Putrajaya.

Sehingga tahun 2012, hasil kutipan zakat perniagaan oleh Pusat Pungutan Zakat Wilayah Persekutuan (PPZ-MAIWP) telah mencapai RM 74.42 juta dengan bilangan pembayar seramai 1,844 syarikat. Hasil kutipan dan bilangan pembayar boleh dilihat di bawah (Jadual 1 & Rajah 1). Kadar peningkatan tertinggi bagi hasil kutipan zakat perniagaan adalah pada tahun 2011 sebanyak RM 21.26 jtua (63%) berbanding tahun 2012. Namun begitu, peningkatan bilangan pembayar juga penting di mana ia menunjukkan tahap kesedaran dan ekonomi yang semakin baik di kalangan peniaga Islam. Dapat dilihat dari statistik ini bahawa bilangan pembayar sekitar tahun 2004 dan 2005 mengalami peningkatan yang pasif.

Page 195: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two186

Peningkatan yang baik bermula pada tahun 2006 dan 2007 iaitu mencapai 18% dan 20%. Peningkatan yang konsisten diteruskan sehingga tahun 2013, bilangan pembayar meningkat sebanyak 273 orang (17%) dari tahun 2012 dan merupakan kadar peningkatan yang tinggi berbanding tahun-tahun sebelumnya dengan purata 10% kadar kenaikan bilangan pembayar.

Jadual 1: Hasil kutipan dan bilangan pembayar zakat perniagaan 2001-2012

Tahun Pembayar Hasil kutipan (Juta)2001 623 13.562002 644 13.1232003 718 12.902004 712 15.412005 747 20.122006 885 22.792007 1062 23.312008 1169 28.702009 1302 29.112010 1429 33.622011 1571 54.882012 1844 74.42

Rajah 1: Jumlah bilangan pembayar dan kutipan zakat perniagaan 2001-2012

Page 196: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

187Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

Menurut Abdul Hakim Amir (2011), potensi pembayar pada tahun 2010 adalah seramai 59,470 tetapi realitinya hanya 30,618 iaitu 51.1% sahaja yang membayar zakat perniagaan pada tahun 2010. Jumlah kutipan yang diterima pula adalah RM 301.78 juta iaitu 27.8% daripada nilai sebenar yang sepatutnya diterima.

Kajian Literatur

Zakat perniagaan

Zakat dari segi bahasa bermaksud bersih, suci, subur, berkat dan berkembang (JAKIM, 2001; Halizah et. al, 2011). Pengertian dari segi syarak pula bermaksud “penyerahan yang wajib dilakukan ke atas sebahagian harta kekayaan yang dimiliki seseorang Muslim kepada golongan yang berhak menerimanya melalui amil yang bertauliah bagi mencari keredhaan Allah SWT, penyucian diri dan harta kekayaan bertujuan membangunkan masyarakat berdasarkan syarat-syarat yang ditentukan oleh syarak”.

Zakat perniagaan bermaksud zakat yang wajib dikeluarkan hasil daripada harta perniagaan sama ada berasaskan pembuatan, perlombongan, perikanan, perkapalan, pembekalan, pertanian, perkhidmatan atau sebagainya dengan tujuan diperniagakan sama ada dalam bentuk perniagaan persendirian, perniagaan perkongsian sesama Islam atau bukan Islam, perniagaan semua jenis syarikat, koperasi atau perniagaan saham atau sebagainya.

Tuntutan membayar zakat ada difirmankan dalam surah al-Baqarah ayat 267 yang bermaksud: “Wahai orang yang beriman! Belanjakanlah (pada jalan Allah) sebahagian dari hasil usaha kamu yang baik-baik, dan sebahagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu sengaja memilih yang buruk daripadanya (lalu kamu dermakan atau kamu jadikan pemberian zakat), padahal kamu sendiri tidak sekali-kali akan mengambil yang buruk itu (kalau diberikan kepada kamu), kecuali dengan memejamkan mata padanya. Dan ketahuilah sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi sentiasa Terpuji.”

Manakala tuntutan membayar zakat perniagaan ada disebut daripada hadis Nabi SAW yang dinyatakan oleh Samurah RA bermaksud: “...Maka sesungguhnya Rasulullah SAW menyuruh kami

Page 197: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two188

mengeluarkan zakat daripada harta yang kami sediakan untuk dijual...” (Riwayat Abu Daud). Terdapat juga hadis Nabi SAW mengenai dalil wajib zakat perniagaan yang diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bermaksud: “...Tidak dikumpulkan antara yang bercerai dan tidak dicerai-ceraikan antara yang berkumpul, kerana takut kepda sedekah (zakat) dan orang yang mencampurkan haiwan masing-masing (sebagai harta syarikat), penyelesaian antara keduanya dengan dasar nisbah...”. Dalil tersebut menyatakan apabila sesebuah perniagaan orang Islam yang cukup syarat-syaratnya, maka wajiblah dikeluarkan zakat. Para ulama yang mewajibkan zakat perniagaan berdalil dengan beberapa hadis yang telah dikeluarkan oleh para sahabat Nabi SAW dan lainnya sehingga para ulama feqah sampai kepada suatu kesimpulan bahawa harta atau barang dagangan wajib dikenakan zakat apabila ia telah genap setahun (al-Qardhawi, 2006).

Antara syarat wajib zakat perniagaan adalah (i) Islam, (ii) Merdeka, (iii) harta itu mestilah terdiir daripada harta yang halal, (iv) cukup nisab, (v) genap haul, (vi) harta tersebut mestilah harta yang produktif, (vii) milik sempurna, (viii) sumber harga perniagaan termasuk derma dan seumpamanya akan dizakatkan, (ix) niat untuk berniaga, dan (x) harta perniagaan tidak diambil untuk kegunaan sendiri.

Kadar zakat perniagaan adalah 2.5% atas harta perniagaan yang layak dizakatkan tertakluk kepada nisab. Terdapat tiga kaedah pengiraan zakat perniagaan (Hamat, 2009). Kaedah pertama hanya mengambil kira jumlah aset semasa. Kaedah kedua mengambil kira aset semasa dan keuntungan daripada pelaburan. Kaedah ketiga pula mengambil kira keuntungan (perbezaan antara aset semasa dan hutang semasa) yang akan ditambahkan bersama keuntungan pada tahun itu. Jika jumlah ini melebihi nisab, maka zakat perniagaan wajib dikeluarkan.

Disebabkan terdapat perbezaan antara setiap kaedah pengiraan zakat perniagaan maka JAKIM telah menetapkan dua kaedah yang boleh dijadikan panduan dalam pengiraan zakat perniagaan. Kaedah ini juga telah diaplikasikan oleh kebanyakan institusi zakat di Malaysia, misalnya Lembaga Zakaat Selangor (Hasan, 2011). Kaedah pertama dikenali sebagai kaedah modal berkembang (growth capital), sesuai digunakan bagi syarikat-syarikat seperti Berhad, Sdn. Bhd., Koperasi, Perniagaan dan sebagainya di mana

Page 198: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

189Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

terdapat pengkelasan aset semasa dan liabiliti semasa. Manakala kaedah kedua dikenali sebagai modal kerja (working capital), sesuai digunakan bagi institusi kewangan dan perbankan Islam yang biasanya tidak mengkelaskan aset semasa dan liabiliti semasa.

Faktor dan cabaran berkaitan kepatuhan zakat perniagaan

Faktor kepatuhan zakat perniagaan dibahagikan kepada dua iaitu faktor dalaman dan luaran. Faktor dalaman diklasifikasikan sebagai faktor pengetahuan (Ram 2010), kefahaman dan penghayatan kewajipan membayar zakat perniagaan oleh individu itu sendiri. Faktor luaran pula diklsifikasikan kepada beberapa faktor antaranya implokasi cukai terhadap zakat dan derma, kemelesetan ekonomi, persepsi masyarakat ke atas pengurusan zakat, perkembangan dan penggunaan ICT serta perundangan dan penguatkuasaan zakat yang khusus memberi kesan terhadap pembayaran zakat (Abdul Hakim, 2011). Selain itu, Ram (2010) menambah faktor luaran yang signifikan terhadap kepatuhan zakat perniagaan ialah hubungan bersama amil zakat.

Aznan Hasan (2009) menyatakan kesedaran membayar zakat hendaklah dipupuk dan giat dijalankan bagi mendorong peniaga Islam mengetahui kepentingan dan kewajipan menunaikannya. Kesedaran ini boleh dipupuk dengan penyampaian maklumat yang berkesan kepada pengusaha atau wakil syarikat kerana dari tahun ke tahun, kadar kutipan zakat harta dan fitrah meningkat tetapi masih banyak syarikat yang tidak mengeluarkan zakat perniagaan.

Ahmad Radzuan (2009) telah menjalankan kajian terhadap kontraktor perniagaan di Pulau Pinang dan mendapati tahap keagamaan (Mohd Rahim et. al, 2014) dan akauntabiliti peribadi mempunyai hubungan yang positif terhadap niat membayar zakat perniagaan. Tahap keagamaan ini dinilai berdasarkan pendidikan agama, kepercayaan agama dan juga pengorbanan. Selain itu, faktor yang dilihat penting adalah sikap terhadap perlakuan, norma subjektif dan kawalan tingkah laku. Faktor ini pula dinilai berdasarkan sikap terhadap penggunaan borang zakat perniagaan, perkhidmatan kaunter bayaran dan insentif cukai pendapatan.

Page 199: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two190

Berkaitan agihan zakat perniagaan, terdapat juga peniaga yang cenderung untuk mengagih sendiri zakat perniagaan mereka. Menurut pendapat Imam Shafi’e dan sahabat, apabila zakat diagihkan sendiri atau wakilnya, maka gugurlah tugas bahagian amil. Perkara ini didorong oleh tahap keyakinan pembayar terhadap pengurusan dana zakat. Raudha et. al (2008) telah mengkaji tahap keyakinan pembayar zakat terhadap keupayaan pengurusan dana zakat di Lembaga Zakat Selangor (LZS). Hasil kajian mendapati tiga faktor yang menyumbang kepada tahap keyakinan pembayar adalah imej korporat LZS, kutipan dan agihan zakat. Oleh itu, isu meningkatkan tahap keyakinan pembayar harus dibincangkan dan tindakan yang sesuai patut dilaksanakan untuk memperkasa badan zakat di Malaysia. Isu CSR juga menjadi salah satu cabaran pelaksanaan zakat perniagaan di mana ianya menjadi indikator kejayaan sesuatu syarikat.

Selari dengan pendapat Raudha et. al (2008) berhubung kepentingan tahap keyakinan, Nur Azura et. al (2005) menambah taraf sosial dan bilangan tanggungan juga memberi kesan yang signifikan terhadap kepatuhan zakat perniagaan. Namun begitu, terdapat peniaga yang tidak memahami kaedah pengiraan zakat perniagaan (Syed Wafa, 2004). Mereka menyamakan pengiraan zakat seperti pengiraan cukai pendapatan.

Isu rebat cukai juga menjadi salah satu cabaran bagi kepatuhan zakat perniagaan di mana insentif yang diberikan kerajaan tidak mampu untuk mengurangkan beban syarikat untuk mendorong mereka menjalankan kewajipan membayar zakat perniagaan. Ini kerana, syarikat terpaksa membuat dua tanggungjawab kewangan iaitu cukai pendapatan dan zakat. Syarikat yang membuat potongan zakat 2.5% membayar cukai yang lebih banyak daripada yang hanya membayar cukai tahunan tanpa zakat. Secara tidak langsung mendorong syarikat untuk membuat cukai pendapatan sahaja daripada membuat bayaran terhadap cukai syarikat dan zakat.

Pelaksanaan undang-undang patut dijalankan selari dengan tuntutan agama yang mewajibkan membayar zakat (Kamil, 2002; Mohamad Alayuddin, 2008 & Sanep & Zulkifli, 2010). Pelaksanaan ini merupakan faktor penentu kepatuhan zakat pendapatan dan memberi kesan terhadap jumlah kutipan zakat secara tidak langsung.

Page 200: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

191Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

Metodologi

Data diperoleh dari pihak Pusat Kutipan Zakat Wilayah Persekutuan (PPZ-MAIWP) dan maklumbalas daripada responden. Instrumen yang digunakan telah diperkenalkan oleh Abd. Rahim & Arifin (2011) dan dibengkelkan bersama PPZ-MAIWP Soalan diedarkan secara terus (temubual) dan atas talian. Skala 1 hingga 5 digunakan bagi setiap soalan faktor yang berkaitan. Statistik penerimaan data daripada responden ditunjukkan di dalam Jadual 2. Sebanyak 411 (42%) soalan yang diterima daripada peniaga sekitar Wilayah Persekutuan.

Jadual 2: Jumlah responden dalam kajian

Kaedah Hantar Terima Kadar Terima (%)

Temubual 350 300 86%

Emel & Atas talian 634 111 27%

Jumlah 984 411 42%

Faktor-faktor yang terlibat adalah seperti di Jadual 3.

Jadual 3: Bahagian instrumen yang diedarkan kepada responden

Bahagian Pemboleh ubah A Proil respondenB Faktor kepatuhanC Faktor keagamaanD Faktor operasi perniagaanE Faktor OrganisasiF Faktor Insentif kerajaanG Faktor Penguatkuasaan garis panduan

Model logistik digunakan untuk mengenalpasti faktor-faktor tersebut. Model ditulis secara empirikal seperti di bawah:

Kepatuhan zakat perniagaan merupakan pemboleh ubah bersandar

di mana Y=1 bagi patuh dan Y=0 bagi tidak patuh. Faktor yang terlibat

Page 201: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two192

digambarkan sebagai . Model ini mengira kebarangkalian peniaga untuk patuh membayar zakat perniagaan dan dinilai dari skala 0 hingga 1. Selain faktor yang di atas, faktor demograi juga diambilkira bagi membangunkan model logit ini.

Hasil Kajian

Hasil kajian diterangkan bermual dengan profil responden diikuti dengan faktor yang mempengaruhi tahap kepatuhan zakat perniagaan.

Proil responden

Statisik profil responden boleh dilihat di dalam Jadual 4. Hanya 55.2% sahaja responden yang terdiri daripada pemilik perniagaan manakala selebihnya merupakan pengurus, setiausaha, pengurus kewangan dan lain-lain. 58% daripada perniagaan responden telah beroperasi lebih 5 tahun. Kebanyakannya adalah Sendirian Berhad dan Enterprise/Trading. 81% daripada sektor perniagaan yang terlibat adalah produk pengguna dan perkhidmatan.

Hasil kajian mendapati 270 responden (65.7%) mengaku membayar zakat perniagaan. Di kalangan yang patuh, 67% daripadanya melakukan taksiran di tempat selain PPZ-MAIWP. 22% mengagihkan secara langsung, 69% membayar di PPZ-MAIWP manakala selebihnya 9% membayar di luar PPZ-MAIWP. Pendapat mengenai rebat, hanya separuh dari pembayar bersetuju ianya akan mendorong syarikat untuk membayar zakat perniagaan.

Page 202: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

193Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

Jadual 4: Statistik profil responden

Soalan Kategori Peratus (%)Membayar zakat perni-agaan

Jawatan responden

Jenis syarikat

Tempoh beroperasi

Tempat membuat taksiran

Tempat bayar zakat perni-agaan

YaTidak

Pengurus besarSetiausahaPemilikPengurus kewanganAkauntanKetua bahagian unit syariahLain-lain

< 3 tahun3 - 5 tahun> 5 tahun

Berhaf/Perbankan Islam dan takafulKoperasiSepara kerajaan / badan berkanunSendirian berhadEnterprise / Trading

Produk penggunaProduk industriPembinaanPerkhidmatanTeknologiKewanganLain-lain

66%34%

8%4%55%6%1%1%25%

25%16%58%

3%3%1%42%50%

41%2%1%40%1%2%12%

Model logit yang dihasilkan adalah seperti di bawah. Model ini dapat mengklasifikasikan dengan betul kepatuhan zakat perniagaan sebanyak 85.8%. Model ini sesuai digunakan untuk data ini (Omnibus= 0.000).

Page 203: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two194

Melalui model logit, potensi pembayar dapat dinilai. Faktor utama yang mempengaruhi kepatuhan zakat perniagaan adalah faktor pengetahuan. 5 faktor yang mempengaruhi kepatuhan zakat perniagaan adalah (i) faktor pengetahuan, (ii) organisasi, (iii) insentif kerajaan, (iv) jenis perniagaan dan (v) tempoh perniagaan (Jadual 5).

Jadual 5: Pemboleh ubah dalam persamaan

Parameter , k =

X Value p-value Exp (B)

0 Constant -18.729 0.013 0.0001 Kepatuhan +1.88 0.159 6.5522 Keagamaan +1.677 0.078 5.3503 Pengetahuan +1.002 0.002 2.7234 Operasi perniagaan -0.5 0.375 0.6065 Organisasi +2.768 0.027 15.9196 Insentif kerajaan -0.2906 0.012 0.0557 Garis panduan -0.285 0.785 0.7528 Jumlah pekerja +0.086 0.157 1.0909 Perbankan Islam -5.019 0.028 0.00710 Sendirian Berhad +2.555 0.016 11.51711 Pengguna +0.399 0.731 1.59012 Perkhidmatan +1.975 0.105 7.20113 Tidak bayar zakat 3 tahun per-

tama+0.28 0.977 1.028

14 Bayar zakat selepas 3 tahun +2.555 0.016 12.73115 Tidak untung 3 tahun pertama -1.775 0.082 0.16916 Cukup aset semasa 3 tahun

pertama+0.983 0.370 2.671

Pemilik syarikat yang mempunyai pengetahuan yang baik tentang zakat tetap membayar zakat perniagaan biarpun untung atau rugi. Selain itu, insentif kerajaan dilihat memberi impak yang negatif terhadap kepatuhan zakat perniagaan. Ini adalah kerana ianya suatu kewajipan yang telah ditetapkan, maka sesetengah golongan pembayar akan tetap membayar zakat perniagaan dalam apa jua keadaan pun. Pendapat ini selari dengan kajian yang dijalankan oleh Mohamad Noor Saidi J. (2013) yang mengatakan cuaki and zakat adalah kewajipan dan tanggungjawab yang patut ditunaikan. Imej PPZ-MAIWP memainkan peranan yang

Page 204: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

195Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

penting dalam memastikan tahap keyakinan pembayar terhadap pengendalian dana zakat. Imej yang telus dan terbuka dilihat dapat mengatasi keraguan pembayar berpotensi. Melihat kepada jenis syarikat pula, syarikat sendirian berhad lebih berpotensi untuk membayar zakat perniagaan, diikuti syarikat perbankan dan takaful, separa kerajaan, badan berkanun berbanding dengan jenis perniagaan yang lain.

Strategi yang boleh diambil untuk meningkatkan kepatuhan zakat perniagaan adalah dengan menyampaiakn maklumat dengan lebih berkesan menggunakan kemudahan terkini seperti iklan di media sosial dan di premis-premis perniagaan agar maklumat dapat disampaikan terus kepada pembayar berpotensi. Nama-nama syarikat besar yang membayar zakat di PPZ-MAIWP boleh digunakan untuk meningkatkan keyakinan dan kepercayaan pembayar terhadap pengurusan dana zakat.

Selain itu, usaha dalaman harus ditingkatkan dengan memudahkan proses pembayaran dan menyampaikan maklumat dengan jelas bahawa di Wilayah Persekutuan, fungsi kutipan dan pengurusan dana zakat adalah berbeza agar tidak menimbulkan salah faham. Usaha PPZ-MAIWP untuk memulangkan sebahagian zakat perniagaan kepada syarikat yang membayar untuk diagihkan sendiri adalah sangat berkesan dan patut diteruskan untuk meningkatkan jumlah pembayar dan kutipan.

Penutup

Hasil kajian yang dijalankan bergantung kepada ketelusan responden menjawab dengan benar dan tepat. Selain itu, terdapat responden yang kurang arif berkaitan pelaksaan zakat perniagaan di syarikat mereka

Dari hasil kajian,seramai 270 dari 411 responden yang membayar zakat pernaigaan dan responden yang tidak membayar zakat perniagaan adalah berpotensi untuk menunaikannya. Mengikut umlah pembayaran, terdapat 21 syarikat yang membayar zakat perniagaan lebih RM 10,000. Terdapat juga 73 responden yang tidak menyatakan jumlah bayaran yang telah dibuat. Masih ramai yang tidak membuat taksiran di PPZ-MAIWP tetapi majoriti membayar zakat perniagaan di PPZ-MAIWP.

Page 205: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two196

Dengan mengetahui beberapa ciri-ciri penting pembayar berpotensi, pangkalan data seharusnya dinaik taraf dan berintegrasi antara badan-badan yang terlibat seperti Suruhanjaya Syarikat Malaysia (SSM) dan Dewan Perniagaan Melayu Wilayah Persekutuan dan Kesatuan Penjaja agar maklumat dapat dicapai dengan mudah dan tepat. Ini dapat memudahkan usaha menarik minat yang khusus kepada pembayar berpotensi agar usaha dan tenaga dapat dioptimumkan demi kebaikan bersama.

Rujukan

Abdul Hakim A. (2011). Potensi Pembayar dan Kutipan Zakat di Malaysia. Dlm. Abd Halim, M.N. et. Al (penyunting) Perintegrasian Zakat & Cukai di Malaysia. Shah Alam: Pusat Penerbitan Universiti (UPENA). ms. 45-78.

Hamat Z. (2009). Business Zakat Accounting and Taxation in Malaysia. Conference on Islamic Perspective on Management and Finance, anjuran oleh School of Management, University of Leicester, United Kingdom, 2-3 Julai 2009.

Hasan B., Abd Halim M.N. & Rawi, N. (2011). Fiqh Zakat Malaysia. Shah Alam: Pusat Penerbitan Universiti (UPENA).

Kamil M.I. (2002). Gelagat kepatuhan zakat gaji di kalangan kakitangan awam. Ph.D. Tesis tidak diterbitkan, Universiti Utara Malaysia, Sintok.

Mohamad Alayuddin (2008). Pematuhan zakat dan cukai di kalangan syarikat-syarikat Bumiputera. Seminar Persidangan Zakat dan Cukai Peringkat Kebangsaan 2008.

Mohamad Noor Sahidi J. (2013). Issues on the Implementation on Tax Rebate on Business Zakat: The Case of Malaysia. 5th Islamic Economics System Conference (iECONS 2013). Universiti Sains Malaysia. 4-5 September 2013.

Page 206: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

197Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

Mohd Rahim K., Rohani M., Arifin M.S. & Abdol Samad N. (2014). Do Religious Practices Influence Compliance Behaviour of Business Zakat among SMEs? Journal of Emerging Economies and Islamic Research. Vol 2, No 2.

Nur Azura S., Norazlina A.W. & Nor Fadzlin M.B. (2005). Gelagat kepatuhan pembayaran zakat pendapatan: Kajian Kes UUM. Seminar Ekonomi dan Kewangan Islam, Fakulti Ekonomi, Universiti Utara Malaysia, 29-30 Ogos, ms. 275-296.

Ram Al-Jaffri (2010). Gelagat kepatuhan zakat perniagaan: Apakah penentunya?. International Islamic Development & Management (IDMAC 2010), Universiti Sains Malaysia, 21-22 Disember 2010.

Raudha M.R., Sanep A., Hairunnizam W., Abdul Ghafar I., Nik Sabrina N.S. & Norzaihawati Z. (2011). Indeks Keyakinan Masyarakat Pembayar Terhadap Keupayaan Pengurusan Dana Zakat: Kajian Kes di Lembaga Zakat Selangor. The World Universities 1st Zakat conference 2011 (WU1ZC 2011). PWTC Kuala Lumpur, Malaysia. ms. 22-24.

Sanep A. & Zulkifli D. (2010). Model Gelagat Pematuhan dan Pengelakan Zakat: Suatu Tinjauan Teori. Seventh International Conference – The Tawhidi Epistemology: Zakat And Waqf, Bangi.

Page 207: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan
Page 208: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

199

Gunapakai Uruf Emas Di Malaysia

Noormala Rabu, Abdullah Hj Said, Zainal Fikri Zamzuri

Pengenalan

Emas adalah merupakan logam galian yang berharga kurniaan Allah SWT. Ia merupakan hasil bumi yang banyak manfaat kepada manusia.Emas boleh digunakan dalam bentuk wang atau kepingan, bekas minuman, cenderahati dan perhiasan. Syariat Islam menetapkan emas sebagai sesuatu kekayaan alam yang hidup dan berkembang. Oleh itu zakat diwajibkan ke atas pihak yang memiliki emas apabila sampai nisab dan telah cukup haul setahun. Firman Allah s.w.t. bermaksud:

“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak dibelanjakan pada jalan Allah (tidak mengeluarkan zakat), maka khabarkanlah kepada mereka dengan balasan azab seksa yang tidak terperi sakitnya (iaitu) pada hari dibakar emas dan perak (dan harta benda) itu dalam neraka jahanam lalu diselar dengannya dahi, rusuk serta belakang mereka (sambil dikatakan kepada mereka), inilah apa yang telah kamu simpan untuk diri kamu, oleh itu rasakan (azab dari) apa yang kamu simpan itu”. (At-Taubah: 34-35)

Ulama Fiqh mempunyai pendapat yang berbeza berkaitan dengan zakat yang dikenakan ke atas emas yang dijadikan perhiasan wanita. Ini kerana tiada dalil shahih yang jelas sama ada wajib dikeluarkan zakat atau tidak ke atas emas perhiasan ini (Yusof al-Qardhawi 2009). Ulama yang mengatakan tidak wajib zakat ke atas emas perhiasan bersandarkan kepada beberapa sandaran IIbnu Hazm berkata : bahawa Jabir bin Abdullah dan Ibnu Umar berkata : Tidak dikenakan zakat pada perhiasan. Ini juga merupakan pendapat dari Asma binti Abu Bakr dan diriwayatkan juga dari Aisyah dan riwayat ini adalah shahih. Juga diriwayatkan oleh Sya’bi dan Umrah binti Abdul Rahman dan Abu Ja’far Muhammad bin

Page 209: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two200

Ali. Dan juga diriwayatkan dari Thawus, Hasan dan Said bin Musaiyib. Juga menjadi pendapat Qasim bin Muhammad, dan menjadi pegangan Imam Malik bin Anas dan Imam Ahmad bin Hambal dan juga Ishaq bin Ruwaihah.

Di Malaysia, dasar penetapan sesuatu fatwa dan hukum adalah berdasarkan pandangan mazhab Syafie (Abdullah 2010) iaitu emas perhiasan adalah diwajibkan zakat apabila telah cukup syarat-syaratnya. Antara syarat utama ialah melebihi nisab iaitu 85 gram bagi emas yang disimpan, sedangkan bagi emas yang dipakai, kadar nisabnya adalah jika melebihi uruf. Uruf adalah kebiasaan pemakaian emas bagi wanita di sesebuah tempat.

Urusniaga emas pula semakin berkembang pesat di seluruh dunia termasuklah di Malaysia. Statistik kutipan zakat emas pada 2009 ialah berjumlah RM593,028 daripada keseluruhan kutipan zakat iaitu sebanyak RM 283,787,046 (0.20%). Kutipan pada tahun 2010 berjumlah RM804,172 daripada RM336,934522 (0.23%) dan kutipan pada tahun 2011 berjumlah RM1,308,681 dari keseluruhan kutipan zakat sebanyak RM394,103,904 (0.3%). Statistik kutipan zakat ini menunjukkan bahawa kadar peningkatan kutipan zakat emas adalah sebanyak 0.1% sahaja dari keseluruhan jumlah kutipan zakat.

Pengalaman di Malaysia kecendenderungan memilikii emas perhiasan dalam kalangan masyarakat adalah meningkat, namun kepatuhan berzakat emas perhiasan adalah terlalu rendah berbanding harta-harta kenaan zakat yang lain. Sebagai contoh bagi negeri Pulau Pinang hanya 0.24%(2008) pembayar zakat emas perhiasan, manakala di Selangor hanya 0.23% (2008).

Jadual 1 : Contoh jumlah pembayar zakat emas di beberapa negeri

NEGERI JUMLAH PEMBAYAR PEMBAYAR ZAKAT EMAS PERATUSPahang (2009) 47,439 761 1.6Melaka (JAN - JUN 2010) 42,869 338 0.8PenangJAN-MAC 2008

36,738 87 0.24

Selangor (Dis 2008) 104,738 242 0.23Kedah (2007) 121,855 225 0.18Johor(2009) 63,258 401 0.63

Page 210: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

201Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

Wilayah Persekutuan (2013)

138,852 2,153 1.6

Sumber: diubahsuai daripada Website pusat pungutan zakat negeri-negeri

Isu kepatuhan zakat emas perhiasan masih menjadi perbincangan di kalangan pengamal zakat. Antaranya berkaitan perbezaan kadar uruf yang amat ketara di antara negeri-negeri. Keadaan ini menyebabkan berlaku kekeliruan dalam kalangan masyarakat. Sebagai contoh kadar uruf emas perhiasan negeri Selangor ialah 800 gram, N.Sembilan dan Melaka ialah 200 gram dan negeri Johor ialah 850gram (laman web pusat zakat negeri terlibat).

Jadual 2 : Perbezaan Uruf Dan Kaedah Pengiraan Zakat Emas Antara Negeri-Negeri.

Bil Negeri Uruf Emas Kaedah Pengiraan Penfatwaan

Kelantan Tiada UrufMelaka RM5,000 Lebihan Uruf Telah DifatwakanSabah RM5,000 Lebihan Uruf Telah DifatwakanWilayah 150 gram Lebihan Uruf Telah DifatwakanTerengganu 150 gram Lebihan Uruf Fatwa 850 gram (tidak

ikut fatwa) P. Pinang 165 gram Lebihan Uruf Telah DifatwakanKedah 170 gram Lebihan Uruf Telah DifatwakanPerlis 170 gram Lebihan Uruf Telah DifatwakanPahang 200 gram Lebihan Uruf Belum DifatwakanPerak 500 gram Zakat Keseluruhan Telah DifatwakanSarawak 775 gram Lebihan Uruf Telah DifatwakanSelangor 800 gram Zakat Keseluruhan Telah DifatwakanN. Sembilan 800 gram Lebihan Uruf Belum DifatwakanJohor 850 gram Lebihan Uruf Telah Difatwakan

Kebanyakan negeri telah mengeluarkan fatwa berhubung uruf pemakaian emas di negeri masing-masing. Amalan di Malaysia mendapati penentuan kadar uruf terbahagi kepada tiga kategori iaitu menggunakan berat emas, menggunakan nilai wang (RM) dan tiada penetapan uruf. Terdapat tiga kategori kadar uruf zakat emas iaitu 500 gram – 850 gram (Johor, Negeri Sembilan, Selangor, Sarawak dan Perak); 100 gram ke 200 gram (Pahang, Kedah, Terengganu dan Kuala Lumpur) dan 85 gram (Perlis).

Page 211: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two202

Manakala Melaka, Sabah dan Pulau Pinang menetapkan kadar uruf pada nilai RM5,000.00. Kelantan tidak menetapkan sebarang kadar uruf. Kadar uruf yang dikenakan adalah berbeza-beza.

Persoalan Kajian

Berdasarkan statistik di atas, masyarakat Malaysia masih kurang membayar zakat emas. Mengapakah kutipan zakat emas rendah berbanding kutipan zakat harta yang lain? Urusniaga emas semakin meningkat tetapi mengapakah kutipan zakat emas tidak seimbang dengan pemilikan tersebut? Mengapa kutipan zakat emas kurang berbanding pemilikan emas? Bagaimanakah kadar kutipan zakat emas ini dapat ditingkatkan?

Objekif Kajian

Tujuan kajian ini adalah untuk membincangkan tentang punca kadar kutipan zakat emas yang rendah. Perbezaan pemakaian emas di antara tahap-tahap sosio-ekonomi yang berbeza kalangan wanita Islam di Malaysia dan mengetahui tahap kefahaman mengenai zakat emas perhiasan di kalangan wanita Islam di Malaysia. Kajian juga akan melihat tentang kaedah uruf dan uruf sebenar pemakaian emas di kalangan wanita Islam di Malaysia.

Kajian Lepas

Prof. Dr. Yusof al-Qaradawi telah menyatakan dalam bukunya yang bertajuk “Masalah Dalam Kemiskinan dan Cara Islam Mengatasinya” kemiskinan boleh membawa seseorang melakukan perkara yang menjejaskan akidah serta merbahaya kepada pemikiran, akhlak, masyarakat dan negara. Untuk memastikan wujud keadilan antara yang miskin dan kaya, maka terdapat mekanisme zakat yang diwajibkan ke atas umat Islam yang ada kemampuan. Antara harta yang wajib dibayar zakat ialah emas kerana golongan wanita suka berhias dan memakai barangan perhiasan daripada emas dan perak. Malah ada yang menjadikan pembelian perhiasan emas dan perak sebagai satu hobi dan kemestian. Sedangkan tanpa disedari di sebalik hobi atau kemestian sebenarnya ada kewajipan yang perlu diberi perhatian.

Page 212: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

203Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

Ini kerana pada masa kini urusniaga emas di Malaysia semakin berkembang pesat. Urus niaga emas juga telah dikomersialkan dalam pelbagai bentuk samada, perhiasan, jongkong, kepingan emas, syiling dan juga dinar emas. Namun begitu rata-rata masyarakat Malaysia masih kurang membayar zakat emas. Jumlah kutipan zakat emas masih berada pada tahap yang minimum jika dibandingkan dengan jumlah pemilikan emas di seluruh negara (Laporan Zakat Selangor,2011).

Menurut Eza Ellany et.al (2011), antara faktor utama yang mendorong individu Muslim membayar zakat terbahagi kepada dua iaitu faktor ukhrawi dan faktor duniawi. Kebanyakan Muslim sedar mengenai kewajipan zakat yang perlu dilaksanakan sebagaimana yang telah disyariatkan dalam al-Quran dan al-Sunnah. Selain itu, dengan membayar zakat individu Muslim dapat mengurangkan jumlah cukai pendapatan yang perlu dibayar kerana diberikan insentif rebat cukai daripada jumlah amaun pembayaran zakat. Kedua-dua faktor ini merupakan antara faktor yang menggalakkan individu Muslim membayar zakat. Namun, adakah faktor-faktor ini menjadi pemangkin dalam pembayaran zakat emas?

Hairunnizam Wahid et.al (2005) mengatakan bahawa frekuensi pembayaran zakat masyarakat Malaysia adalah tidak seimbang dengan kadar 47% Muslim membayar zakat dan 53% tidak membayar zakat. Persoalannya di sini adakah masyarakat Malaysia sedar bahawa emas-emas yang dimiliki mereka ini sebenarnya wajib dikeluarkan zakat? Mengapakah masyarakat Malaysia beranggapan bahawa emas yang menjadi perhiasan sahaja yang akan dikenakan zakat? Bagaimanakah fatwa-fatwa sedia ada mendorong masyarakat membayar zakat emas? Bagaimanakah caranya untuk menjadikan masyarakat Malaysia prihatin terhadap kewajipan membayar zakat emas? Persoalan-persoalan ini timbul kerana statistik kutipan zakat emas di Malaysia tidak seimbang dengan pemilikan emas pada masa kini sedangkan urusniaga dan pemilikan emas semakin bertambah.

Kebanyakan kajian gelagat kepatuhan berzakat di Malaysia hanya berfokus pada zakat penggajian (contoh Kamil (2002), Sanep(2005) dan Arifin (2006). Kajian yang dilakukan oleh Kamil (2002) menumpukan kepada aspek keimanan dan niat berzakat

Page 213: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two204

sebagai penentu kepatuhan. Sementara Sanef (2005) menekankan aspek keyakinan masyarakat terhadap institusi zakat. Kajian ke atas gelagat kepatuhan zakat emas perhiasan masih baru di Malaysia. Setakat ini terdapat dua pusat pungutan Zakat iaitu Negeri Pahang dan Negeri Sembilan yang telah membuat usaha penilaian semula penetapan uruf emas perhiasan.

Rumusan

Ketidakseimbangan ini berlaku disebabkan oleh beberapa sebab antaranya ialah kurang kesedaran untuk membayar zakat harta, tahap pendapatan dan perbelanjaan individu yang berbeza di setiap negeri, dan kecekapan pengurusan zakat oleh institusi zakat. Hal ini mungkin disebabkan oleh tiadanya fatwa yang jelas berkaitan zakat emas ini. Sesetengah individu yang memiliki emas ini beranggapan bahawa hanya emas dalam bentuk perhiasan sahaja yang perlu dibayar zakat sama ada dipakai ataupun tidak dan bukannya emas dalam bentuk-bentuk yang pelbagai seperti syiling, jongkong ataupun dinar.

Dalam kajian ini juga para penyelidik mengandaikan bahawa pemilik emas kurang prihatin mengenai pembayaran zakat emas ini. Selain itu juga, kajian ini beranggapan bahawa pemilik emas kurang mendapat pendedahan mengenai zakat emas ini disebabkan tiada fatwa yang jelas. Terdapat dua isu utama iaitu keperluan menyeragamkan kaedah menentukan uruf emas dan keperluan menyeragamkan kadar uruf.

Justeru itu, bagi menentukan kaedah penentuan uruf dan kadar uruf untuk mendapatkan nilai uruf yang tepat dan diyakini, satu kajian yang menyeluruh mengenai kebiasaan pemakaian emas di Malaysia perlu dilakukan. Hasil kajian tersebut diharapkan dapat menjadi panduan kepada Jawatankuasa Perundingan Hukum Syarak, Majlis Fatwa Kebangsaan.

Penulisan ini juga diharap akan dapat menjadi rujukan kepada pusat-pusat pungutan zakat dalam usaha menambahkan bilangan pembayar zakat di kalangan pemilik emas di samping memberikan pendedahan yang secukupnya kepada pemilik emas mengenai kewajipan membayar zakat emas.

Page 214: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

205Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

Rujukan

Abd. Allah Ibrahim (1977). Jibayat al-Zakat Wa Haqqu al-Daulah fiha. Mesir : Matba`ah Misriyyah

Abu Yusuf (t.t). Kitab al-Kharaj. Beirut : Dar al-Macrifah

Ahmad Ali (1953). Al-Tanzimat al-Ijtimaciyyat Wa Iqtisadiyyat Fi al-Basrah. Baghdad

Al-Qaradawi (1985). Fiqh al-Zakat. Beirut : Muassasah al-Risalah

Daud, Zulkili, Sanep Ahmad, and Aulia Fuad Rahman. «Model perilaku kepatuhan zakat: suatu pendekatan teori.» iqtishoduna (2012).

Dato’ Haji Nooh Gadot, Konsep Asnaf Fi Sabilillah Mengikut Hukum Syarak, Seminar Agihan Zakat Di Bawah Sinf Fi Sabilillah, 9 Jun 2009.

Eza Ellany Abdul Lateff & Mohd Rizal Palil (2011). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembayaran Zakat Pendapatan Di Malaysia. Prosiding PERKEM Vi, Jilid 1 (2011) 148 – 159.

Hailani Muji Tahir (1998). Pentafsiran asnaf lapan mengikut keperluan semasa di Malaysia. Bangi: Jabatan Syariah FPIUKM

Hairunnizam Wahid, Mohd Ali Mohd Noor Dan Sanep Ahmad (2005), Kesedaran Membayar Zakat:Apakah Faktor Penentunya?, IJMS 12 (2), 171-189.

Jabatan Wakaf, Zakat Dan Tabung Haji (2007). cet.pertama

Idris, Kamil (2002) : Gelagat kepatuhan zakat pendapatan gaji di kalangan kakitangan awam persekutuan Negeri Kedah. Masters thesis, Universiti Utara Malaysia.

Laporan Zakat 2008, PPZ – MAIWP

Mahyu al-Din Mastu. (1971). Al-Zakat Wa cIlaju Muskilatu al-Faqri fi al-Islam. Beirut : Dar al-Qadr

Page 215: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two206

Prof Madya Dato’ Dr Hailani Muji Tahir, Pentafsiran Dan Perlaksanaan Agihan Zakat Fi Sabilillah Mengikut Keperluan Semasa Di Malaysia, Seminar Agihan Zakat Di Bawah Sinf Fi Sabilillah, 9 Jun 2009.

Prof Madya Dr Mujaini Tarimin (2005),Golongan Penerima Zakat Agihan Dana Zakat Secara Lebih Berkesan, UiTM Shah Alam: UPENA

Sanep Ahmad, and Hairunnizam Wahid, (2005) Persepsi Agihan Zakat dan Kesannya Terhadap Pembayar Zakat Melalui Institusi Formal. Jurnal Ekonomi Malaysia, 39 . pp. 53-69. ISSN 01261962Md.

Wahairi bin Mahmud (2001). Kesan Penubuhan Pusat Zakat Ke atas Pentadbiran Zakat di Negeri Pahang, Thesis Sarjana Syariah di Universiti Malaya

Wahairi bin Mahmud (1991). Zakat: Peranannya Dalam Penyuburan Harta. Cet 1. Kuala Lumpur : Pustaka al-Mizan

Yusoff, Mohammed, and Sorina Densumite. “Zakat distribution and growth in the federal territory of Malaysia.” Journal

of Economics and Behavioral Studies4, no. 8 (2012): 449-456.

Yusuf Qardawi, 2004. Hukum Zakat. Litera Antara Nusa. Jakarta.

Zulkefly Abdul Karim, Mohd Azlan Shah Zaidi dan Hairunnizam Wahid, Pendapatan dan Sasaran Perbelanjaan Dana Zakat di Negeri Kedah, Perak, Selangor dan Negeri Sembilan: Isu dan Cabaran, Fakulti Ekonomi, Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM), Bangi (tt)

Page 216: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

207

PELAKSANAAN CSR DI IPTA: SOROTAN AWAL KAJIAN DI UITM

Norajila Bini Che Man, Nor Azlina Bini Abd Wahab, Noraifah Bini Ab Hamid dan Nurul Izza Bini Ahad

Pendahuluan

Isu mengenai tanggungjawab sosial korporat atau corporate social responsibility (CSR) ini telah lama diperbincangkan dan diperdebatkan di seluruh dunia semenjak ianya mula diperkenalkan pada tahun 1960-an di negara-negara barat. Namun begitu, konsep CSR ini tidak begitu diperbincangkan secara meluas di tahun-tahun awal pelaksanaannya. Ianya mula kembali hangat diperkatakan sejak kebelakangan ini disebabkan oleh perubahan yang berlaku dalam nilai sosial masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup yang semakin kompetitif, kesan globalisasi dan juga liberalisasi serta masalah sosial yang semakin meruncing yang berlaku dalam masyarakat sekarang. Faktor-faktor ini telah mendorong kepada perkembangan konsep CSR ini. Syarikat-syarikat korporat dan firma-firma mula menyedari bahawa keuntungan korporat semata-mata tidak dapat menyumbang kepada kestabilan syarikat dalam jangka masa yang panjang. Tetapi perlu juga mengambil kira faktor-faktor luaran yang lain.

Kebanyakan ahli akademik dan ahli perniagaan mula menyedari bahawa konsep CSR yang dahulunya dianggap tidak relevan dan selalu diremehkan berubah menjadi satu konsep yang paling ortodoks dan diterima pakai dalam dunia perniagaan di seluruh dunia dalam 20 tahun kebelakangan ini. Sehingga penghujung tahun 1970-an pun konsep CSR ini masih lagi dianggap sebagai bahan jenaka dan gurauan dan dianggap bertentangan dengan konsep pelaburan dan terma perniagaan. Namun begitu, bermula penghujung tahun 1990-an, idea mengenai CSR ini mula diterima

Page 217: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two208

pakai di seluruh dunia oleh setiap entiti dalam masyarakat daripada kerajaan dan pihak swasta kepada organisasi bukan kerajaan dan juga pengguna individu. Bahkan, organisasi-organisasi antarabangsa seperti PBB, Bank Dunia, dan Organisasi Buruh Antarabangsa bukan sahaja menyokong konsep CSR ini malahan telah menggariskan panduan dan menubuhkan satu unit khas bagi membuat penyelidikan mengenai CSR ini dan mempromosikan konsep tersebut ke serata ceruk dunia.

Teori dan Konsep CSR

Tanggungjawab sosial korporat (CSR) boleh difahami sebagai keadaan bertanggungjawab, bertanggungjawab terhadap sesuatu, ataupun kebertanggungjawaban. Ia juga boleh didefinisikan sebagai etika di mana status bagi personaliti dianggap sebagai mampu untuk bertindak balas terhadap tanggungan yang telah ditetapkan oleh undang-undang moral ataupun oleh prinsip-prinsip etika (Blair J. Kolasa, 1972). CSR boleh juga difahami sebagai satu rangka kerja bagi peranan sesebuah institusi korporat dan meletakkan satu standard perlakuan di mana sesebuah syarikat mesti mengambil kira untuk memberi kesan yang positif dan produktif kepada masyarakat (Asyraff Wajdi Dusuki, 2006). Secara mudahnya dapat disimpulkan bahawa, CSR berkait rapat dengan tindakan atau keputusan yang dibuat oleh sesuatu organisasi yang memberikan kesan yang positif dan produktif ke atas kebajikan dan kesejahteraan masyarakat. Sesebuah organisasi korporat perlu memaksimumkan kesan positif dan meminimumkan kesan negatif terhadap masyarakat bagi mewujudkan tanggungjawab sosial dalam organisasi (Norajila Che Man, 2011).

CSR ini telah menjadi isu debat sejak berkurun lamanya, iaitu bermula sebelum zaman pasaran terbuka oleh Maneville (1705) yang dibincangkan dalam buku ‘The Fable of The Bees’ dan juga Adam Smith (1776) dalam bukunya “Wealth Of Nations” sehinggalah ke abad 20 ini (Javed Akhtar Mohammed, 2007). Kebanyakan sarjana barat bersetuju bahawa Howard Bowen merupakan orang pertama yang cuba menulis mengenai hubungan antara organisasi korporat dan masyarakat melalui bukunya yang bertajuk “Social Responsibility of the Business”. Beliau mengatakan bahawa, industri mempunyai obligasi “to pursue those policies, to make those decisions, or

Page 218: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

209Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

to follow those lines of actions which are desirable in terms of the objectives and values of society”. Di sini dapat difahami bahawa, sesebuah organisasi korporat boleh menjalankan operasi mereka mengikut kehendak sendiri, namun harus juga memberi perhatian kepada objektif dan nilai-nilai yang akan diterima oleh masyarakat (Min-dong Paul Lee, 2008).

CSR menurut perspektif Islam lebih menjurus kepada pendekatan kerohanian. Pandangan bersifat rohaninya adalah berteraskan daripada ajaran al-Quran dan al-Sunnah. Dan idea mengenai tanggungjawab sosial ini terkandung dalam ikatan kerohanian (religious bond). Ikatan ini memerlukan setiap individu untuk berserah kepada ketetapan Syariah dengan melaksanakan setiap tanggungjawab yang telah ditetapkan dan menjalani kehidupan di muka bumi ini dengan berasaskan kebaikan dan kemurnian akhlak sebagaimana dituntut oleh Syariah. Ikatan kerohanian ini menggambarkan komitmen terhadap standard moral dan juga norma-norma sosial dengan berasaskan kepada Syariah (Asyraf Wajdi Dusuki, 2008). Ini kerana, dalam Islam matlamat yang ingin dicapai bukan tertumpu kepada keperluan material sahaja, tetapi ianya merangkumi konsep kesejahteraan hidup manusia yang menekankan konsep persaudaraan dan keadilan sosioekonomi, di mana ia memerlukan keseimbangan antara kedua-dua aspek samada keperluan material ataupun spiritual bagi setiap insan (Gillian Rice, 1999).

Konsep CSR dalam Islam melibatkan elemen-elemen penting yang terkandung dalam ajaran Islam. Elemen-elemen tersebut ialah takwa, tauhid, ukhuwah dan al-‘adl, dan fardh. Elemen takwa menjadi penggerak kepada individu untuk mencapai objektif-objektif Syariah melalui jalan yang telah ditetapkan oleh Syariah itu sendiri. Ketakwaan kepada Allah akan mewujudkan nilai-nilai moral di dalam diri individu dalam membentuk kehidupan sosialnya sendiri. Individu yang bertakwa akan memastikan hubungannya dengan Allah, tuhan pencipta alam, sentiasa terpelihara di samping hubungannya sesama manusia dan juga makhluk Allah yang lain seluruhnya. Hubungan manusia dengan manusia seharusnya dihiasi dengan nilai-nilai yang wujud dalam Islam seperti kepercayaan, amanah, keadilan, saling menghormati, kebaikan dan tolak ansur. Setiap Muslim seharusnya

Page 219: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two210

mempunyai kesedaran sosial yang tinggi, pemurah dan memenuhi tanggungjawab masing-masing dalam memastikan keperluan setiap individu terpelihara.1 Oleh itu, hubungan-hubungan yang wujud ini perlu dipelihara oleh setiap individu bagi memastikan al-falah dapat dicapai (Rusnah Muhamad, 2007).

Elemen tauhid juga merupakan asas dalam memahami konsep tanggungjawab sosial dalam Islam. Elemen tauhid atau mengakui keesaan Allah ini menyediakan satu arah tuju dalam menjamin penyatuan semangat ke arah kepatuhan terhadap Syariah Islamiah. Konsep tauhid ini juga turut menunjukkan peranan manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi. Firman Allah,

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat; «Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi». mereka bertanya (tentang hikmat ketetapan Tuhan itu dengan berkata): «Adakah Engkau (ya Tuhan kami) hendak menjadikan di bumi itu orang yang akan membuat bencana dan menumpahkan darah (berbunuh-bunuhan), padahal kami sentiasa bertasbih dengan memujiMu dan mensucikanMu?». Tuhan berfirman: «Sesungguhnya Aku mengetahui akan apa yang kamu tidak mengetahuinya». (al-Baqarah 2:30)

Tanggungjawab sebagai khalifah bukan merupakan tiket kepada manusia melakukan apa sahaja yang dikehendakinya di muka bumi ini, sebaliknya manusia memikul tanggungjawab yang besar terhadap Allah dan juga makhluknya yang lain. Dua peranan utama yang dimainkan oleh manusia ialah yang pertama sebagai hamba Allah dan yang kedua sebagai khalifah Allah di muka bumi (Mohd Rizal Muwazir @ Mukhazir, et.al, 2006). Sebagai hamba, manusia harus menghambakan diri kepada tuhan penciptanya, mencari keredhaan Allah, mematuhi segala aturan dan panduan yang telah ditetapkan, berbuat baik kepada sesama makhluk dan mengelakkan daripada membuat kerosakan di muka bumi Allah ini. Manakala, sebagai seorang khalifah pula, manusia bertanggungjawab untuk menguatkuasakan Syariah Islamiah

1Rusnah Muhamad (2007), “Corporate Social Responsibility: An Islamic Perspectives’, International Conference On Global Research In Business And

Economics, 27-29 December, Bangkok:Thailand.

Page 220: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

211Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

dalam segenap aspek kehidupannya, memastikan keharmonian dan keamanan di atas muka bumi, memelihara alam sekitar dan mengamalkan sifat mahmudah dalam diri setiap individu. Manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi ini bertanggungjawab untuk memikul amanah yang telah ditetapkan oleh Allah bagi memastikan kepentingan ummah sentiasa terpelihara. Dalam Islam, prestasi perniagaan diukur berdasarkan bagaimana sumber alam yang terhad digunakan dengan sebaiknya untuk memajukan masyarakat (Rusnah Muhamad, 2007). Sumber alam tersebut perlu digunakan dengan sebaik-baiknya kerana ianya merupakan amanah dari Allah untuk generasi akan datang. Sekiranya sumber alam tersebut dibazirkan dengan sewenang-wenangnya, kesannya akan dapat dilihat pada generasi akan datang. Oleh itu, sumber yang ada perlu diuruskan dengan sebaiknya oleh organisasi perniagaan bagi menjamin kemandirian masyarakat akan datang.

Konsep CSR dalam Islam juga bercambah dari konsep per-saudaraan (ukhuwah) dan keadilan sosial (al-‘adl). Kerana Islam merupakan satu program hidup yang selaras dengan peraturan alam yang telah ditetapkan oleh Allah. Ianya juga telah menetapkan secara jelas hubungan antara sesama manusia yang berpandukan kepada konsep persaudaraan dan kesaksamaan. Keadilan sosial merujuk kepada satu keadaan hidup apabila setiap individu mempunyai hak-hak mereka sendiri dan dalam mencapai hak-hak tersebut, hak-hak ahli masyarakat yang lain tidak diketepikan (Ahmad Sarji Abdul Hamid, 2005). Konsep ini juga boleh difahami dengan lebih jelas melalui prinsip-prinsip dan petunjuk keadilan sosial dalam Islam. Yang pertama ialah kemerdekaan individu yang merujuk kepada rasa bebas dari perkara-perkara yang membelenggu diri serta berasa aman kerana rezeki diperoleh secara wajar dan masa depannya nampak cerah. Kemerdekaan yang diwujudkan dalam Islam bermula dengan kemerdekaan manusia daripada menyembah selain dari Allah, yang mana ianya akan melahirkan rasa mulia dan kuat dalam diri individu dan bebas daripada rasa takut melainkan terhadap Allah. Kemerdekaan ini juga mencakupi segala yang diingini manusia seperti kebebasan beribadah, berfikir, mentadbir dan sebagainya. Yang kedua ialah persamaan hak sesama manusia. Islam tidak memberikan hak keistimewaan kepada individu atau bangsa tertentu sahaja, bahkan semua orang berhak mendapat hak-hak masing-masing

Page 221: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two212

(Ahmad Sarji Abdul Hamid, 2005). Yang ketiga ialah peluang atau kesempatan yang sama untuk semua. Dalam Islam terdapat dua aspek yang diberi perhatian menyeluruh iaitu peluang menuntut ilmu dan peluang untuk bekerja mencari rezeki. Di mana, Islam memberikan setiap individu kebebasan untuk mencari rezeki dengan cara yang halal dan ma’ruf, sesuai dengan kemampuan dan kemahiran yang ada padanya. Yang keempat ialah hak untuk berpolitik secara demokrasi. Setiap individu diberi peluang untuk membuat pilihan di samping mempunyai hak untuk menyuarakan pendapat masing-masing. Ini sebagai contoh dapat dilihat melalui amalan syura yang dilaksanakan oleh Rasulullah. Dan yang terakhir ialah hak ahli masyarakat yang lain (kebajikan orang yang memerlukan). Keadilan sosial tidak akan wujud sekiranya golongan yang kurang bernasib baik tidak dipelihara. Oleh itu, golongan yang berkemampuan selain kerajaan perlu bersama-sama bertanggungjawab menjaga kebajikan golongan ini (Khairul Azhar Idris, 2007). Keadilan dan persaudaraan dalam Islam menekankan bahawa ahli masyarakat harus mengambil berat mengenai keperluan asas orang-orang fakir dan miskin (Gillian Rice, 1999). Amalan berkaitan keadilan sosial dan persaudaraan ini dapat menghalang individu dari melakukan perkara yang mendatangkan kemudaratan kepada diri sendiri, orang sekeliling serta makhluk Allah yang lain. Sebagaimana firman Allah:

“Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil, dan berbuat kebaikan, serta memberi bantuan kepada kaum kerabat; dan melarang daripada melakukan perbuatan-perbuatan yang keji dan mungkar serta kezaliman. ia mengajar kamu (dengan suruhan dan laranganNya ini), supaya kamu mengambil peringatan mematuhiNya.” (Al-Nahl:90)

Selain itu, setiap individu dalam Islam menanggung tanggungjawab (fardh) yang besar terhadap tindakannya sendiri. Ini adalah berdasarkan kepada sabda nabi Muhammad s.a.w dalam khutbahnya yang terakhir. Khutbah ini berkisar sepenuhnya tentang tanggungjawab sosial dan keadilan. Setiap individu dilarang menzalimi individu lain sama ada dari segi harta ataupun nyawanya. Harta yang dimiliki oleh setiap orang adalah hak miliknya sendiri dan sebagai individu Muslim adalah dilarang sama sekali mengambil hak tersebut tanpa sebarang alasan yang kukuh mengikut hukum

Page 222: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

213Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

syarak. Selain itu, umat Islam dilarang mengambil hak orang lain secara tersembunyi melalui amalan riba yang banyak diamalkan sekarang. Ini kerana, amalan mengambil lebihan dari perniagaan ataupun pembiayaan merupakan satu bentuk rampasan terhadap harta yang dimiliki oleh seseorang individu yang akhirnya akan menindas dan menzalimi individu tersebut. Oleh sebab itu, amalan riba ini dilarang keras oleh Allah dan rasulnya. Amalan riba ini akan mewujudkan jurang yang luas antara golongan kaya dengan golongan miskin yang akan menyukarkan wujudnya keadilan sosial dalam masyarakat. Khutbah ini juga menunjukkan bahawa umat Islam adalah bersaudara dengan yang lain. Dan persaudaraan antara setiap Muslim ini tidak dibatasi oleh faktor geografi, bangsa, bahasa, warna kulit dan sebagainya. Ukhuwah yang dirasai bersama oleh setiap individu akan mewujudkan keadilan dan menolak kezaliman sesama manusia. Insan yang bersaudara secara relatifnya akan sentiasa mengambil berat mengenai saudaranya dan tidak akan menyakitinya dalam apa cara sekalipun. Keadilan akan sentiasa ditegakkan sama ada terhadap diri sendiri, masyarakat dan juga alam sekeliling. Prinsip ukhuwah ini akan memastikan unsur-unsur eksploitasi, penindasan, pemerasan dan penyelewengan tidak berlaku dalam masyarakat (Surtahman Kastin Hasan & Sanep Ahmad, 2005). Selain itu, setiap individu bertanggungjawab terhadap setiap tindakannya. Oleh itu, individu diingatkan untuk tidak bertindak di luar batasan nilai moral dan etika hanya untuk memenuhi keperluan sendiri. Setiap individu terutamanya Muslim perlu mengambil berat tentang orang lain dalam melakukan setiap tindakan. Dan tanggungjawab tersebut tidak boleh dipindahkan kepada orang lain dan setiap orang akan diberikan balasan berdasarkan apa yang dilakukannya sebagaimana firman Allah:

Tiap-tiap diri terikat, tidak terlepas daripada (balasan buruk bagi amal jahat) yang dikerjakannya. (Surah al-Muddathir 74:38)

CSR Menurut Perspekif Pihak Berkepeningan UiTM

Pihak berkepentingan atau stakeholders merujuk kepada seseorang, kumpulan atau organisasi yang mempunyai kepentingan dalam urusan sesuatu organisasi. Pihak berkepentingan boleh memberi kesan atau terjejas oleh tindakan, objektif dan dasar

Page 223: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two214

organisasi. Beberapa contoh pemegang kepentingan utama adalah pemiutang, pengarah, pekerja, kerajaan (dan agensi-agensinya), pemilik (pemegang saham), pembekal, kesatuan pekerja dan masyarakat yang perniagaan yang menarik sumber-sumbernya. Namun, tidak semua pemegang kepentingan adalah setara. Pelanggan sebuah syarikat berhak untuk amalan perdagangan yang adil tetapi mereka tidak berhak terhadap bayaran atau pertimbangan yang sama seperti pekerja dalam organisasi tersebut.

Bagi UiTM, pihak berkepentingannya boleh dibahagikan kepada beberapa kategori. Antara kelompok utama pelanggan UiTM ialah pelajar, kakitangan, ibu bapa, pembekal, bakal majikan, agensi luar, Kementerian Pengajian Tinggi dan Kerajaan Negeri.

Dalam menjalankan urusan korporatnya, UiTM bertanggung-jawab menyediakan saluran khusus bagi pengurusan universiti untuk menyampaikan maklumat samada secara sehala/dua hala. Ia juga bertindak sebagai pendengar untuk pelanggan dan pihak berkepentingan bagi menyalurkan maklumat, menyuarakan pendapat, aduan dan cadangan kepada pihak universiti supaya dapat membina satu kejeleketan perhubungan jangka panjang. Antara tanggungjawab UiTM terhadap pihak berkepentingannya ialah seperti berikut:

Pelajar sedia ada:

Memberi ruang dan peluang kepada pemimpin pelajar menganggotai jawatankuasa yang ditubuhkan terutama jawatankuasa Minggu Destini Siswa dan lain-lain program atau aktiviti di peringkat universiti.

Menjalankan mesyuarat dan perbincangan dengan badan kepimpinan pelajar terutama MPP dan Jawatankuasa Pengurusan Kolej.

e-Aduan menyediakan saluran menyampaikan maklumat kerosakan, cadangan dan lain-lain. Pihak UiTM juga telah menyediakan semua kemudahan asas pembelajaran, pengajaran, penyelidikan dan persekitaran yang memenuhi keperluan MQA KPT dan badan-badan profesional.

Page 224: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

215Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

Kakitangan

1. UiTM telah memberikan kemudahan belajar secara percuma kepada golongan pekerja yang berminat untuk mendapatkan pendidikan tinggi namun tidak berkemampuan. Pelajar akan dapat mengikutinya menerusi program pengajian jarak jauh dan luar kampus di semua kampus UiTM. Tawaran ini merupakan satu tanggungjawab sosial (CSR) UiTM yang diusahakan sendiri oleh universiti itu melalui program Mengubah Destini Anak Bangsa.

2. UiTM juga turut memberi kemudahan klinik panel kepada kakitangannya sebagai alternatif untuk menjaga kebajikan pekerja.

3. Menyediakan kemudahan yang sesuai kepada staf dan pelanggan

4. Menyediakan Projek Latihan dan Program Pembangunan Sumber Manusia yang bersesuaian menepati keperluan UiTM dan Pelanggan berkaitan Akademik, Pengurusan dan Pentadbiran

Ibu Bapa

1. Kaji selidik di kalangan Ibu bapa semasa pendaftaran pelajar baru

2. Taklimat waris semasa pendaftaran pelajar baru

Pelajar Non Residen (NR)

Perjumpaan taklimat kepada pelajar yang tinggal di luar kampus (NR) bersama pengurusan UiTM dan pemilik rumah yang disewa oleh pelajar

Bakal Majikan

1. Mengadakan latihan praktikal

Page 225: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two216

2. Mengadakan lawatan akademik sepanjang semester meliputi semua program yang ditawarkan

Alumni UiTM

Menubuhkan jawatankuasa penaja persatuan Alumni UiTM

Bakal Pelajar

Suara dan kehendak bakal pelajar dan pihak berkepentingan disalurkan melalui beberapa kaedah yang telah dirancang serta dipantau, seperti berikut:

1. Promosi program-program yang ditawarkan melalui jawatankuasa promosi dan penggalakan program

2. Program out-reach di daerah-daerah pendalaman dan sekolah-sekolah berhampiran untuk promosi program Mengubah Destini Anak Bangsa (MDAB)

3. Program, taklimat, penerangan ke sekolah-sekolah berhampiran.

Industri dan pihak berkepeningan yang lain.

- Sentiasa bersedia memberi khidmat bakti kepada masyarakat dan;

- Sentiasa memberi layanan mesra dan profesional.

Selain itu, bagi mendapat maklumat kepuasan atau ketidak-puasan hati dan penglibatan pelajar dan pihak berkepentingan yang lain terhadap pengurusan UiTM, beberapa sistem telah dibangunkan. Sistem ini berfungsi untuk mengukur tahap kepuasan hati pelajar dan pihak berkepentingan. Selain daripada kaedah manual seperti soal selidik yang diedarkan terdapat beberapa sistem dan kaedah lain yang digunakan seperti i-Lead, e-Aduan, SuFO, Soal selidik persepsi pelajar terhadap sistem pengurusan kualiti, Entrance & Exit Survey, dan Biro Inspektorat Fizikal. Sistem-sistem ini bertujuan untuk memastikan UiTM

Page 226: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

217Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

dapat melaksanakan tanggungjawab sosial korporat terhadap pihak berkepentingannya.

Pelaksanaan CSR di UiTMUiTM Shah Alam

Tanggungjawab Sosial Korporat (CSR) UiTM Shah Alam dapat dilihat melalui beberapa program yang dilaksanakan. Pertama melalui Skim Sadaqah dan Sadaqah Jariah (wakaf) UiTM di bawah kendalian Pusat Zakat, Sedekah & Wakaf Akademi Pengajian Islam Kontemporari (ACIS) UiTM. Para kakitangan dan pelajar UiTM boleh menyumbang dengan hanya RM1 sebulan bagi menjayakan program ini. Hasil daripada kutipan tersebut dapat dimanfaatkan untuk membantu para pelajar dan kakitangan yang ditimpa musibah.

Selain itu bantuan zakat juga menjadi saluran utama dalam usaha membangunkan pendidikan para pelajar UiTM. Para pelajar UiTM diberi peluang untuk memohon zakat bagi meringankan beban perbelanjaan pendidikan yang ditanggung. Bukan sekadar itu malahan keluarga pelajar yang mengalami masalah kemiskinan turut dibantu dengan menyalurkan kepada Lembaga Zakat Negeri untuk diberi perhatian.

UiTM telah merintis jalan mewujudkan sistem zakat yang dikendalikan oleh Pusat Zakat, Sedekah dan Wakaf, ACIS menerima bayaran semua jenis zakat seperti zakat pendapatan, KWSP, emas/perak dan sebagainya. Mengguna pakai sistem memproses berkomputer, resit dan laporan yang dilaksanakan oleh Lembaga Zakat Selangor. Pada 9 Mei 1998 Majlis Agama Islam Selangor telah memberi kebenaran kepada UiTM bagi melaksanakan operasi agihan dan kutipan zakat. (acis.uitm.edu.my)

Program Mengubah Destini Anak Bangsa (MDAB) merupakan salah satu tanggungjawab sosial korporat UiTM yang dilihat besar sumbangan dan kesannya kepada masyarakat. Diilhamkan oleh Y. Bhg. Tan Sri Dato’ Seri Prof. Ir. Dr. Sahol Hamid Abu Bakar, Naib Canselor UiTM. Cetusan idea dari YAB Dato’ Seri Hj Mohd Najib Tun Abdul Razak, Perdana Menteri Malaysia.

Page 227: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two218

Penubuhan program MDAB (Mengubah Destini Anak Bangsa) adalah bertujuan untuk memberi pendidikan kepada anak-anak miskin Melayu dan Bumiputera dan luar bandar yang berpendapatan (gaji kasar) ibu bapa kurang dari RM3,000 sebulan. Antara tujuan utama program Mengubah Destini Anak Bangsa (MDAB) adalah untuk mengubah landskap masa depan anak-anak Melayu dan Bumiputera yang miskin dengan memberikan bantuan kewangan, bantuan pembangunan diri dan motivasi dan lain-lain bantuan atau sokongan sama seperti pelajar UiTM yang lain. (www.uitm.edu.my)

Selain daripada zakat, sedekah dan wakaf tanggungjawab sosial korporat (CSR) ini juga dapat dilihat melalui program-program yang dianjurkan oleh Masjid UiTM seperti program iftar secara percuma pada setiap hari Isnin dan Khamis. Para kakitangan dan pelajar boleh hadir ke masjid bagi sama-sama menikmati juadah berbuka yang disediakan. Pada bulan Ramadhan menjadi kelaziman Masjid UiTM dengan menyediakan iftar percuma setiap hari kepada para pelajar. Usaha ini dilihat dapat membantu meringankan beban perbelanjaan para pelajar. (acis.uitm.edu.my)

Di samping iftar secara percuma menjadi kelaziman juga pada bulan Ramadhan adalah program mewakafkan al-Quran. Pada perayaan Aidil Adha pula telah menjadi kelaziman UiTM di bawah kendalian ACIS telah menganjurkan program ibadah korban. Agihan daging korban akan diberikan kepada warga kampus terutamanya kepada golongan kakitangan yang kurang berkemampuan. (acis.uitm.edu.my)

Selain itu Masjid UiTM di bawah kendalian Hal Ehwal Islam ACIS, turut menganjurkan pelbagai program secara percuma kepada kakitangan dan pelajar. Program Cinta Ilmu untuk kakitangan yang diadakan setiap bulan secara percuma dilihat penting dalam usaha membangunkan pendidikan dan kerohanian para pekerja UiTM. Selain itu kelas pengajian al-Quran secara percuma turut diberikan kepada para pelajar dan kakitangan. (acis.uitm.edu.my)

Hal ehwal kebajikan kakitangan dan pelajar adalah perkara penting yang turut diberi perhatian oleh pihak UiTM. Sehubungan

Page 228: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

219Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

itu skim khairat kematian telah ditubuhkan bagi membantu meringankan beban ahli keluarga kakitangan yang telah meninggal dunia. Potongan dengan hanya RM2 seorang telah berjaya mengumpulkan RM30368.00 bersamaan dengan 15184 ahli yang menyertai. Dalam konteks pelajar tabung kebajikan pelajar juga turut disediakan bagi membantu mereka yang ditimpa musibah. ( Portal I-Staf, UiTM)

Begitu juga dengan aktiviti-aktiviti setiap fakulti yang turut mengambil berat dan saling membantu antara satu sama lain samada dalam kalangan kakitangan mahupun staf. Menjadi kelaziman di UiTM apabila warga kampusnya ditimpa musibah seperti kemalangan, bencana dan kematian kutipan derma dan bantuan dari tabung kebajikan akan diberikan bagi meringankan beban keluarga mangsa. Bukan sekadar itu malahan bagi kakitangan yang meraikan majlis perkahwinan juga telah menjadi kelaziman warga kampus untuk saling membantu dengan mengumpulkan derma dan memberikan sumbangan dalam pelbagai bentuk hadiah. Secara umumnya dapat dinyatakan bahawa tanggungjawab sosial korporat (CSR) di UiTM Shah Alam telah pun wujud dan terlaksana dengan baik.

UiTM Melaka

Perlaksanaan CSR di UiTM Melaka mencakupi pelbagai aspek dan kaedah. Antara instrumen CSR yang sering kali diaplikasikan di UiTM Melaka adalah agihan zakat, wakaf, hibah dan sadaqah. Gerak kerja CSR ini dilihat bergerak aktif dari hari ke hari. Hal ini dibuktikan dengan penganjuran pelbagai program dan aktiviti berbentuk CSR yang telah dilaksanakan oleh pihak UiTM Melaka di ketiga-tiga kampusnya.

Penganjuran program agihan zakat oleh unit Hal Ehwal Agama Islam di UiTM Melaka bergerak dengan aktif. Agihan dilaksanakan pada setiap semester bagi membantu mengurangkan beban pelajar yang mempunyai masalah kewangan. Aspek pemilihan asnaf dilihat dari pendapatan keluarga dan jumlah tanggungan dalam keluarga. Mengikut sumber Pegawai Hal Ehwal Islam bagi Kampus Jasin, Puan Nor Rafedah binti Mohsan agihan zakat untuk pelajar di Kampus Jasin bagi Mac-September 2014

Page 229: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two220

adalah lebih kurang RM68,000.00. Ianya diagihkan mengikut tiga kategori asnaf iaitu asnaf fakir (RM500), miskin (RM300) dan fisabillillah (RM150).

Penganjuran program yang berbentuk CSR turut dilaksanakan oleh pihak UiTM Melaka. Salah satu program mega yang telah dilaksanakan pada tahun ini ialah Program Perkampungan Anak-anak Yatim dan Miskin Seluruh Melaka 2014. Program yang berjalan selama 5 hari ini dilaksanakan bertujuan untuk memberikan pendedahan kepada peserta tentang alam pembelajaran di peringkat universiti sekaligus membakar semangat mereka untuk mencapai cita-cita. Hal ini penting bagi memberi kesedaran kepada peserta bahawa meskipun mereka kekurangan dari segi kewangan dan kehidupan namun ianya tidak menjadi penghalang kepada mereka untuk mengecap kejayaan. Menurut berita Melaka Hari Ini bertarikh 5 November 2014, Ketua Menteri Melaka Datuk Seri Ir. Idris Haron turut memuji program yang dianjurkan. Beliau berkata bahawa program memperkasakan golongan anak yatim dan miskin adalah satu program yang bermanfaat dan wajar diteruskan pada masa akan datang.

Program CSR bukan sahaja tertumpu kepada pelajar dan masyarakat luar malahan program CSR turut mengambil berat kebajikan warga kerja UiTM Melaka. Salah satu aktiviti yang telah dilaksanakan ialah kakitangan UiTM berkunjung ke rumah keluarga petugas yang sudah meninggal dunia. Program ini dianjurkan oleh Persatuan Sukan dan Kebajikan Kakitangan (PSKK). Menurut Pengerusi PSKK En. Abu Zaireen Abu Hasan program ini dilaksanakan adalah bertujuan untuk menyampaikan sumbangan Aidilfitri sekaligus mengeratkan hubungan kekeluargaan dengan bekas kakitangan UiTM. Program yang dilaksanakan pada 25 Julai 2013 ini telah memilih untuk menziarahi dan memberi sumbangan kepada keluarga dua bekas pegawai keselamatan iaitu Abd Rahim Kamarudin dan Sabri Mohamad dan pembantu am pejabat Norazrin Md Taib. Program ini dilihat sebagai salah satu inisiatif bagi menghargai jasa bekas kakitangan UiTM Melaka yang pernah memberi khidmat dan bakti kepada institusi ini.

Melalui program CSR yang telah dilaksanakan di UiTM Melaka jelas sekali menunjukkan bahawa kesungguhan pihak institusi dalam melaksanakan pelbagai program CSR. Hal ini

Page 230: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

221Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

merupakan salah satu kaedah bagi menghubungkan institusi dengan pelajar, kakitangan dan masyarakat luar seterusnya membina jalinan ukhuwah yang harmoni dan berterusan. Selain itu juga, CSR dilihat penting dalam memartabatkan UiTM sebagai salah sebuah institusi yang bukan sahaja memfokuskan kepada akademik semata-mata bahkan dari aspek sumbangan kepada masyarakat turut dititikberatkan.

Kesimpulan

Tanggungjawab sosial korporat merupakan satu medium terbaik untuk organisasi korporat melaksanakan tanggungjawab mereka terhadap masyarakat dan alam sekitar. Sehubungan dengan itu, konsep dan pelaksanaan CSR ini perlu diperkemas dan dimantapkan bagi memastikan ianya dapat memberikan keputusan dan kesan yang diingini sesuai dengan matlamat pelaksanaannya. Dalam memastikan CSR ini dapat dilaksanakan dengan lebih baik di masa akan datang, semua pihak sama ada organisasi korporat terutamanya IPTA, masyarakat bahkan juga kerajaan perlu berganding bahu dan menggembleng tenaga bersama-sama menjayakan CSR ini agar ianya tidak hanya menjadi satu konsep semata-mata.

Bibliograi

Ahmad Sarji Abdul Hamid (2005), “Makalah Khas Keadilan So-sial di Malaysia” dalam Khairul Azhar Idris (2007), Keadi-lan Sosial dari Perspektif Islam, Petaling Jaya:MPH Group Publishing Sdn.Bhd. h. xviii.

Asyraf Wajdi Dusuki (2008), “What Does Islam Say About Cor-porate Social Responsibility?”, Review Of Islamic Economics, Jil. 12, Bil. 1 2008, hlm. 5-28.

Asyraff Wajdi Dusuki (2006), “Stakeholder’s Expectation Towards Corporate Social Responsibility of Islamic Banks”, Interna-tional Accouting Conference 3, 26th-28th June 2006, Interna-tional Islamic University Malaysia Kuala Lumpur

Page 231: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two222

Blair J. Kolasa (1972), Responsibility In Business, New Jersey : Pren-tice Hall

Gillian Rice (1999), “Islamic Ethics and The Implications for Business”, Journal of Business Ethics, 18:345-358

Javed Akhtar Mohammed (2007). “Corporate Social Responsi-bility in Islam”, Thesis Ph.D, University of Technology, Auckland

Khairul Azhar Idris (2007), Keadilan Sosial dari Perspektif Islam, Kuala Lumpur : MPH Group Printing (M) Sdn. Bhd, hh. xviii-xxviii

Min-dong Paul Lee (2008), “Theory of Corporate Social Responsibility:Its Evolutionary and The Road Ahead”, In-ternational Journal of Management Reviews 2008, hh. 1-37.

Mohd Rizal Muwazir @ Mukhazir, Rusnah Muhamad & Kamar-uzzaman Noordin (2006), “Corporate Social Responsibil-ity Disclosure : A Tawhidic Approach”, Jurnal Syariah, Jil. 14, Bil. 1 2006, hh. 125-142.

Rusnah Muhamad (2007), “Corporate Social Responsibility: An Islamic Perspectives’, International Conference On Glob-al Research In Business And Economics, 27-29 December, Bangkok:Thailand.

Surtahman Kastin Hasan & Sanep Ahmad (2005). Ekonomi Is-lam: Dasar Dan Amalan, Edisi Ke-2, Kuala Lumpur: De-wan Bahasa Dan Pustaka.

“Dasar sosial Negara”, http://pmr.penerangan.gov.my/page.cfm?name=sosial, 11 Julai 2009

Page 232: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

223Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

http://www.businessdictionary.com/definition/stakeholder.html

http://inqka.uitm.edu.my/v1/images/stories/AKNC/Conto-hAKNC/Pahang/kriteria3_tumpuankepadapelanggan.pdf.

http://uitm.edu.my.

http://institutlatihan.uitm.edu.my.

Page 233: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan
Page 234: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

225

Pemberian Hibah Sebagai Struktur Perancangan Harta Umat Islam: Pengaplikasiannya Di Kalangan Masyarakat Islam Di Malaysia

Marziana Bt. Abd. Malib, Mimi Soiah Bt. Ahmad MustafaSalmiah Bini Salleh Dan Aliyah Abdullah

Pendahuluan

Di dalam menjalani kehidupan seharian, salah satu perkara yang amat penting adalah harta atau material. Ini adalah kerana kita memerlukan harta untuk meneruskan kehidupan. Kita perlu berusaha mencari harta agar kehidupan yang dijalani dapat dilalui dengan lancar dan teratur. Walaupun harta bukan segala-galanya tetapi ia amat signifikan dan relevan untuk menyempurnakan sesebuah kehidupan. Oleh yang demikian, sememangnya diakui, betapa perlu dan pentingnya seseorang itu untuk merancang dan menguruskan hartanya yang sedia ada dan berusaha mencari harta untuk melengkapkan perjalanan kehidupan supaya harta tersebut dapat dimanfaatkan sewajarnya kepada orang yang sepatutnya dan ke mana dan bagaiman harta itu dapat dimanfaatkan seperti yang dihasratkan oleh pemilik harta. Perancangan harta ini bukan sahaja penting ketika hidup tetapi selepas kematian pemilik harta juga.

Walau bagaimanapun, lazimnya perancangan dan pengurusan harta dipandang ringan dan diambil mudah. Ramai berpendapat dan beranggapan perancangan dan pengurusan harta hanya relevan kepada orang-orang yang berharta, berpendapatan lumayan dan yang lanjut usia. Anggapan-anggapan sedemikianlah sebenarnya bakal menimbulkan pelbagai masalah dan kesulitan, terutamanya selepas berlaku kematian si pemilik harta. Namun demikian, realiti dan hakikatnya, perancangan dan pengurusan harta perwarisan merangkumi harta sebelum dan selepas kematian. Ini bertujuan

Page 235: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two226

untuk memastikan harta kekayaan yang dikumpulkan, dapat diwarisi dengan baik dan seterusnya melebarkan manfaatnya tanpa kesulitan sekaligus mengelakkan harta dari beku dan tidak dapat dijanakan untuk kepentingan waris, masyarakat dan Negara.

Tercatat suatu masa dahulu, di dalam sebuah akhbar tempatan bertarikh 10 Julai 2007, menyatakan nilai hartanah dan jumlah wang yang tidak dituntut disebabkan isu pewaris yang tidak dapat diselesaikan, terdiri dari semua kaum di Negara ini, mencecah RM 40 bilion. Ketika itu, Menurut Menteri di jabatan Perdana Menteri, Dato’ Nazri Aziz berkata, daripada jumlah tersebut, sebanyak RM 38 Bilion terdiri daripada hartanah orang Melayu. Menurut beliau lagi, sebanyak RM 1.8 bilion wang yang tidak dituntut dari Pendaftar Wang Tidak Di Tuntut dan wang yang tidak diselesaikan pewarisnya yang berada di bawah KWSP, Tabung Haji, Koperasi-koperasi dan PNB terdiri dari harta semua kaum benilai RM 70 Juta. Malah pada tahun 2013 ,melalui akhbar tempatan, Utusan Malaysia bertarikh 26 September, 2013, statistik yang diperolehi melalui Jabatan kehakiman Syariah Malaysia (JKSM), ketika ini, harta orang Islam yang tidak dituntut, mencecah RM66 billion. Ini jelas amat membimbangkan dan ini merugikan masa depan pewaris, generasi masa hadapan dan memberi kesan kepada ekonomi negara kerana harta tersebut, terbeku tanpa dapat diluaskan manfaatnya. Fakta yang diperolehi dari Wasiyyah Shoppe, hanya 100,000 daripada 10 juta umat Islam yang merancang harta di Malaysia.

Dalam kenyataan akhbar tersebut, turut menyatakan bahawa timbulnya masalah harta terbeku ini, adalah akibat perbalahan keluarga, kurangnya kesedaran mengenai harta pusaka dan terdapat di kalangan waris yang tidak mengetahui langsung kewujudan harta tersebut yang boleh dituntut dan pelbagai sebab lagi.

Kaedah pentadbiran harta pusaka jika dirujuk ilmu perancangan kewangan (Financial planning) ada tiga (3) peringkat; iaitu pengumpulan harta (wealth creation), penjagaan harta supaya tidak hilang dan susut nilai (wealth protection) dan akhir sekali ialah pembahagian harta.(wealth distribution).Pengumpulan harta untuk mencapai pertumbuhan modal sewajarnya dengan objektif mengekalkan kekayaan terkumpul. Menurut ajaran Islam, umat Islam dituntut sebelum membuat keputusan mengumpul harta, perlu memastikan sumber adalah dari sumber yang

Page 236: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

227Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

halal dan memastikan saluran pelaburan juga kepada saluran yang halal dan patuh syariah serta memastikan transaksi bebas dari unsur gharar, riba, maisir dan tidak halal. Kaedah mengekalkan harta pula adalah dengan cara melindungi harta tersebut dari sebarang risiko kewangan dan ancaman yang boleh berlaku sebagai contoh mendapatkan nasihat kewangan dan pelaburan yang betul dan perlindungan insuran atau takaful. Akhir sekali ialah pembahagian harta; umat Islam juga mempunyai kewajipan untuk memastikan kekayaan dan harta mereka dibahagikan secara adil di antara ahli keluarga sama ada semasa mereka hidup atau selepas mereka meninggal dunia. Antara kaedah pembahagian harta umat Islam adalah faraid, wasiat dan hibah. (Harian Metro; Minda: Perancangan Harta; Tan Beng Wah, 25 April, 2011.)

Tumpuan penulisan artikel ini adalah merujuk kepada kaedah ketiga iaitu pembahagian harta (wealth distribution). Menurut Tan Beng Wah juga, ramai orang Islam yang menganggap seseorang tidak perlu membuat persediaan dan merancang harta mereka memandangkan pembahagian harta akan diuruskan dan diatur mengikut sistem faraid. Walau tanggapan itu benar namun keupayaan untuk membuat keputusan yang tepat dan wajar kepada siapa harta itu boleh diagihkan mengikut keperluan dan keadaan individu-individu tersebutadalah penting demi memastikan harta itu dapat dikekalkan dan dimanfaatkan sebaiknya walau selepas kematian pemilik harta.

Tambahan pula, perlu diberi perhatian, sekiranya pembahagian harta diberi secara faraid, pembahagian harta ada sekatannya sebagi contoh, waris terdekat yang bukan beragama Islam, anak angkat, anak luar nikah, jiran rapat adalah golongan yang tidak berhak mewarisi harta melalui faraid. Kesukaran lain dalam perlaksanaan faraid adalah berkenaan perlantikan wasi atau pentadbir harta pusaka yang mana selalunya menimbulkan banyak kerumitan jika dilaksanakan selepas kematian.Oleh yang demikian, atas kekangan dan kesulitan itulah, hibah dilihat sebagai alternatif terbaik melengkapkan kekurangan dan masalah yang boleh berlaku melalui sistem pembahagian harta pusaka melalui wasiat dan faraid. Ini kerana hibah adalah pemberian yang dibuat semasa hidup. Jelas sekali, perancangan harta sememangnya wajar dibuat semasa hidup sekalipun wasiat dan faraid merupakan kaedah yang sering menjadi rujukan umat Islam. Walau bagaimanapun

Page 237: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two228

pemberian hibah tersebut perlu dilaksanakan dengan teratur dan adil.

Masalah dalam pembahagian harta di kalangan umat Islam ini, ini sepatutnya tidak berlaku kerana ilmu pembahagian harta umat Islam boleh dirujuk di dalam alquran sendiri terutamanya ilmu faraid yang lengkap dengan kadar-kadar tertentu. Namun demikian faraid sebenarnya adalah kaedah terakhir yang digunakan sekiranya tiada perancangan yang dibuat secara muafakat di kalangan waris. Yang pasti ilmu faraid ini adalah untuk mengelakkan berlakunya perbalahan dan mengukuhkan lagi silaturrahim sedia ada

Pembahagian Harta Di Dalam Islam

Seperti ada dinyatakan di atas, Pengurusan dan perancangan harta umat Islam, boleh dibahagikan kepada tiga komponen utama iaitu faraid, wasiat dan hibah. Ketiga-tiga komponen ini, adalah berbeza dari pelbagai sudut. Walau bagaimanapun, persamaan faraid dan wasiat ialah, ia efektif dan berkuatkuasa selepas berlakunya kematian. Manakala hibah pula boleh dikuatkuasakan semasa pemberi hibah masih hidup lagi.

Seperti sedia maklum, faraid adalah pembahagian harta yang telah ditetapkan oleh Allah di dalam al Quran, sebagaimana termaktub di dalam surah an-Nisa’ ayat 11. Harta yang dibahagikan mengikut faraid adalah harta khusus untuk waris-waris dan tidak termasuk harta yang telah diwasiatkan. Kadar pembahagian harta juga telah ditetapkan di dalam al-Quran, yang mana kita sedia mengetahui bahawa melalui sistem faraid, kaum lelaki mendapat dua (2) bahagian dari kaum perempuan dan harta ini tidak boleh diagihkan kepada mereka yang bukan waris, contohnya, anak angkat, jiran terdekat dan lain-lain. Sebaliknya wasiat pula ialah harta yang telah dikenalpasti untuk diwasiatkan, lazimnya kepada bukan waris. Kadar harta yang boleh diwasiatkan dihadkan hanya 1/3 dari harta si mati. Sekiranya lebih dari 1/3, keizinan daripada waris adalah diperlukan. Manakala sekiranya harta si mati, hendak diwasiatkan kepada waris pula, keizinan dari waris-waris juga diperlukan, sekiranya tidak, ia tidak sah dan tidak boleh dikuatkuasakan.

Page 238: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

229Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

Seterusnya, hibah pula ialah pemberian harta sama ada alih atau tidak alih, tanpa balasan oleh penghibah kepada kepada penerima hibah secara rela hati semasa hayatnya di atas dasar kasih sayang dan kemanusian. Pemberian hibah ini, boleh diberi kepada sama ada waris sendiri dan bukan waris sekalipun dan kadar pemberian tiada dihadkan. Ini adalah kerana terpulang kepada budibicra si pemberi hibah untuk mengagihkan hartanya kepada siapa yang ia sayangi dan berhak. Nyata sekali ia berbeza dari kaedah faraid dan wasiat yang mempunyai had-had tertentu. Dalam penulisan selanjutnya kaedah hibah akan diperincikan lagi.kepentingannya. Perbincangan juga akan diluaskan kepada peranan hibah sebagai satu sistem pembahagian harta yang banyak kebaikannya dan pelengkap kepada sistem pembahagian harta yangselalunya lebih tertumpu kepada faraid dan wasiat.

Deinisi hibah

Hibah ialah perkataan Arab, mengikut penggunaan umum bererti pemberian atau hadiah tetapi fuqaha menggunakannya dalam perundangan dengan memberi pengertiannya yang khusus. Fuqaha Hanafi mentakrifkan hibah dengan memberi milik sesuatu semasa hidup kepada seseorang tanpa balasan (Sharbini, Mughni al-Muhtaj,jil.2, hlm.269). Fuqaha Shafi’i pula mentakrifkan hibah sebagai kontrak yang membawa kepada pemindahan hakmilik ketika masih hidup secara sukarela tanpa balasan. (Ghayat al-Muntaha, jil.2 hlm. 328). Mazhab Hambali pula mentakrifkannya sebagai memberi milik sesuatu yang harus diuruskan samada ia sesuatu yang diketahui atau tidak ketahui, yang ada dan mampu diserahkan semasa hidup tanpa balasan dan ia bukannya wajib, dengan menggunakan lafaz pemberian yang biasa dipakai. (Al-Baqarah: ayat 177)

Manakala dari segi teknikalnya, hibah boleh didefinasikan sebagai pemberian atau memindah milik sesuatu (harta alih atau tidak alih) tanpa balasan oleh penghibah kepada penerima hibah secara rela hati semasa hayatnya di atas dasar kasih sayang dan kemanusiaan (Maqasid As Syariah, Universiti Al Aazhar, ms.126). Ianya berbeza dari sedekah, kerana sedekah dan wakaf merupakan pemberian yang mempunyai unsur untuk mendapat ganjaran pahala sekalipun kedua-duanya juga tidak memerlukan balasan

Page 239: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two230

material tetapi sedekah tidak disyaratkan ada pihak yang terima (Qabul). Hibah juga berbeza dengan pemberian hadiah kerana pemberian hadiah tidak memerlukan ijab dan qabul dan lazimnya barangan dibawa datang kepada penerima.

Menurut Haji Abul Walid bin Abu Hassan (Pegawai Penyelidik Kanan kepada Ketua Hakim Syarie, Jabatan Kehakiman Syariah Malaysia), daripada definisi di atas, perkataan memindah milik menunjukkan pemberian hibah ini tidak membawa maksud harta berbentuk sewaan atau jaminan. Manakala perkataan sesuatu harta itu menunjukkan bahawa ia tidak termasuk hutang dan manfaat. Seterusnya perkataan tanpa balasan menunjukkan perbezaan dengan jual beli biasa. Manakala semasa hayatnya merujuk kepada bahawa harta itu perlu dirancang pembahagiannya semasa hidup sekiranya tidak, maka ia akan dibahagikan mengikut faraid. Akhir sekali, perkataan suka rela, adalah untuk membezakan dengan perkara yang wajib seperti zakat, kafarah dan sebagainya.

Manakala berdasarkan kitab al-Ahyar jilid (1) menyatakan pengertian hibah adalah; Hibah tidak menjadi lazim/wajib melainkan diterimanya, apabila telah diterima oleh orang yang menerima hibah, maka pemberi hibah (wahib) tidak boleh menuntut kembali kepada hibahnya kecuali jika pemberi hibah itu adalah ayahnya sendiri.

Seterusnya di dalam kitab I’aanah al-Talibin, jilid 3 ms. 245 disebut Matan Fath al Muin menjelaskan iaitu, “.. hibah ialah memberi milik sesuatu barang kepada seseorang yang mana barang itu sah untuk dijual atau diberi hutang oleh ahli tabarru’ dengan tidak adanya sebarang tukaran atau balasan.”

Dalil dalil dan hukumnya

Dari segi syara’ hibah adalah disunatkan berdasarkan firman Allah SWT di dalam surah” Di dalam surah al-Baqarah ayat 177; bermaksud “….kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu kea rah timur dank e barat, tetapi kebajikan itu adalah (kebajikan orang yang beriman kepada Allah, hari akhirat, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memeberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, musafir, peminta-minta dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan s olat dan menunaikan zakat…

Page 240: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

231Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

”Ayat di atas menunjukkan hukum hibah adalah harus di dalam Islam. Ia adalah pemberian yang ditujukan kepada orang yang dikasihi tidak kira sama ada ahli waris atau tidak. Ini disokong oleh hadis Rasullullah (SAW) yang bermaksud, “..berikanlah hibah/hadiah, nescaya kamu dikasihi…” Hadis ini jelas menunjukkan bahawa sesiapa yang memberi hibah akan disayangi dan dikasihi. Seterusnya surah Al-Maidah 5:2.. “hendaklah kamu tolong menolong untuk buat kebajikan dan bertaqwa..”

Para fuqaha’ juga sebulat suara bahawa hibah adalah harus hukumnya. Namun demikian keutamaan hibah adalah kepada keluarga yang terdekat dahulu. Hujah ini disokong berlandaskan kepada peristiwa oleh isteri Rasullullah iaitu Aisyah, berhasrat untuk memberikan sesuatu kepada dua orang jirannya. Apabila beliau merujuk kepada Rasullullah, Rasullullah memberi jawapan, “…berikanlah kepada mereka yang terdekat dahulu…”. Tetapi ini tidak bermakna, Islam menghalang pemberian hibah kepada selain kerabat. Hadis yang lain, Saidatina Aishah telah berkata al Tarmidzi: Nabi S.A.W menerima dan membalas hadiah..”

Rukun-rukun hibah

Bagi sesuatu dokumen hibah boleh diiktiraf sah di sisi syara’, ia mestilah lengkap dengan rukun-rukun yang ditetapkan syara’. Sepertimana yang termaktub di dalam kitab al-fiqh al-Islami wa Adillatuhu, jld v, Wahbah al- Zuhaili, terjemahan Dr. Ahmad Shahbari Salamon et.al (Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur, 2002) halaman 4, rukun hibah menurut Jumhur ulama’ ada 4:

1. Pemberi

Pemberi ialah orang yang memiliki barang yang diberi; jikalau benar ia pemilik yang sah, ia berhak memberi. Ia mestilah mempunyai kapasiti untuk memiliki harta dan bebas menguruskan harta tersebut.

2. Penerima

Penerima mestilah seorang yang baligh dan berakal. Bagi orang yang tidak berkeupayaan seperti kanak-kanak di bawah

Page 241: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two232

umur dan pesakit mental, pemberian hibah dibuat melalui penjaga. Penerima mesti tahu mengenai penerimaan hibah dan bersetuju menerimanya. Menurut Jumhur, pemberian hibah ke atas keseluruhan harta kepada seseorang anak, adalah makruh, walau ada ulama yang mengatakan hukumnya harus.

3. Barang atau harta yang nak dihibahkan

Pemberi hibah mestilah mempunyai hak milik ke atas barang. Harta ini mesti wujud pada masa aqad atau perjanjian. Ia mesti bernilai dan halal dari sudut syara’ sama ada harta alih atau tak alih.

4. Lafaz aqad iaitu ijab dan qabul.

Ijab ialah penawaran pemberi hibah manakala qabul pula ialah penerima hibah. Lafaz yang digunakan mestilah jelas yang dapat difahami oleh kedua pihak yang beraqad.

Jenis-jenis hibah

Hibah boleh dibahagikan kepada dua (2); iaitu hibah bersyarat dan tidak bersyarat. Ada dua (2) syarat yang biasa digunakan. Pertama hibah bersyarat umra. Hibah ini ialah pemberian hibah selama hidup penerima hibah sahaja. Sekiranya penerima hibah mati dahulu, harta hibah akan dikembalikan kepada pemilik harta semula dan sekiranya pemberi hibah mati dahulu, maka harta hibah akan dikembalikan kepada waris pemberi hibah. Ia bersifat sementara dan bergantung kepada hayat masing-masing (pemberi dan penerima hibah). Terdapat hadis Rasullullah yang tidak menerima hibah umra.

Manakala yang kedua hibah bersyarat ruqba pemberian dengan syarat kematian salah satu pihak sama ada pemeberi hibah atau penerima hibah sebagai syarat pemilikan kepada salah satu pihak. Syarat yang ditetapkan oleh pemberi hibah ialah harta hibah akan menjadi milijika penerima hibah meninggal dunia dahulu maka harta hibah akan kembali kepada pemberi hibah. Contoh lafaz hibah ruqba: “ Tanah ini, aku berikan kepada kamu sebagai ruqba dan jika kamu mati dulu, maka harta itu kembali kepadaku dan

Page 242: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

233Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

jika aku mati dulu, maka harta itu menjadi milik kamu”. .(Mohd Zamroo Muda, 2008)

Kesan Kontrak hibah

Kontrak hibah yang mencukupi rukun dan syaratnya akan melahirkan kesan undang-undang iaitu; barang yang dihibahkan itu, berpindah milik kepada penerima hibah tanpa ada balasan kepada pemberi hibah. Fuqaha Hanafi berpendapat kontrak hibah ialah kontrak yang tidak mengikat sebelum penerimaan barang hibah. Ini bermakna ia boleh tertarik balik dan dibatalkan oleh pemberi hibah, ini berdasarkan hadis Rasullullah S.A.W yang bermaksud.. “ Pemberi hibah lebih berhak ke atas barang hibah selama ianya belum sabit (kepada penerima hibah),”. Pembatalan hibah sah dengan adanya kerelaan pihak yang berkontrak atau dengan keputusan Khadi. Penarikan balik hibah pembatalan kontrak selepas sempurna dilakukan maka samalah dengan pembatalan kerana kecacatan barang selepas diterima. (Kasani, Bada’I, jil 6, hlm.119)

Seterusnya Fuqaha Maliki berpendapat bahawa adalah sabit hak milik barang hibah kepada penerima hibah dengan berlakumya kontrak hibah dan ia mengikat apabila barang hibah diterima dan sesudah itu, tiada hak lagi bagi pemberi hibah untuk menarik balik pemberiannya, kecuali jika pemberi hibah itu bapa yang menghibahkan sesuatu kepada anaknya. (Ibn Rushd, Bidayat al- Mujtahid, jil. 2, hlm.324, 327)

Demikian juga Fuqaha Shafi’i dan Hambali berpendapat bahawa tidak harus bagi pemberi hibah untuk menarik balik pemberiannya, kecuali pemberi hibah itu bapa yang memberi sesuatu kepada anaknya. Ini berdasarkan hadis Rasulullah S.A.W yang bermaksud.. “tidak diharuskan seseorang yang menghibahkan sesuatu kemudianmenarik balik daripadanya, kecuali bapa yang memberi sesuatu kepada anaknya..” (Asqalani, Subul al-Salam, jil. 3 hlm. 90)

Page 243: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two234

Kebaikan dan Manfaat Perlaksanaan Hibah

1. Sebagai pelengkap pengagihan harta umat Islam

Dr Zalikha Mdnor, ahli akademik menyatakan masyarakat perlu memahami bahawa sistem faraid sebenarnya adalah satu bentuk pengagihan harta kepada waris atau pemilik harta muda yang mungkin mati mengejut atau meninggal awal. Ini kerana mereka tidak sempat merancang pembahagian harta mereka. Dalam kata lain, faraid sebenarnya adalah kaedah terakhir yang digunakan sekiranya tiada perancangan yang dibuat secara muafakat di kalangan waris. Apa yang pasti, ilmu faraid ini adalah juga untuk mengelakkan berlakunya perbalahan dan mengukuhkan lagi silaturrahim sedia ada Namun, hibah boleh dijadikan sebagai proses perancangan awal harat untuk tujuan kebaikan, pupuk kasih sayang dan cegah permusuhan. (Zalikhah Md Noor 2002). Pemberian hibah juga turut dituntut dilaksanakan secara adil. Transaksi hibah boleh menjadi pelengkap kepada sistem pembahagian harta umat Islam tatkala faraid dan wasiat tidak membantu dalam masalah-masalah tertentu.

2. Transaksi Hibah Boleh Beri Kepada Sesiapa Yang Dikehendaki

Sepertimana yang kita ketahui pembahagian harta secara faraid telah pun ditentukan kepada siapa dan lengkap dengan kadar yang tertentu sepertimana yang termaktub dalam al-Quran contohnya surah an-Nisa ayat 176. Manakala pembahagian harta secara wasiat pula sekatan kepada waris sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Tarmizi, sabda Rasullullah S.A.W.. “sesungguhnya Allah telah memberi kepada setiap orang haknya. Oleh yang demikian, tidak boleh memberikan wasiat kepada ahli waris, kecuali jika dikehendaki atau diizinkan oleh warisnya yang lain.”

Seperti yang telah diputuskan di dalam kes Mohd Awang lwn Awang Deraman (2004) CLJ(Sya) 139, mahkamah memutuskan bahawa wasiat tidak boleh lebih dari 1/3.

Namun pemberian hibah pula, boleh diberi kepada siapa yang dikehendaki atas sebab-sebab yang wajar. Sebagai contoh dalam seksyen 2 Enakmen Pentadbiran Syariah Kelantan No.3 tahun 1982; alang hayat (hibah) sebagai maksud pemberian percuma

Page 244: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

235Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

atau pindah milik harta oleh seseorang dalam masa hayat kepada sesiapa yang dikehendakinya atas sebab-sebab tertentu. Antaranya seperti berikut:-

a. Hibah boleh diberi kepada waris

Pemberian hibah adalah boleh dan sah daripada seorang bapa kepada anak-anaknya dan boleh juga dari suami kepada isterinya. Kes yang boleh dirujuk ialah Wan Mahmud bin Wan Abdul Rahman & 3 yang lain lwn Aminah binti Hj Taib & 2 yang lain (JH XVIII/II Bhg II, Dis 2004 hlm. 331.

b. Hibah Boleh Diberi Kepada Bukan Waris

Antara contoh bukan waris ialah anak angkat, anak luar nikah, jiran terdekat dan lain-lain lagi. Bukan waris tidak tersenarai di dalam pembahagian harta secara faraid. Oleh yang demikian adalah yang amat menyedihkan sekiranya anak angkat yang dipelihara sehingga dewasa oleh pemilik harta tetapi anak tesebut tidak mendapat apa-apa setelah kematian pemilik harta apatah lagi sekiranya anak angkat itulah yang menjaga ibu ayah angkatnya tatkala mereka sakit. Di sini, hibah boleh menjadi penyelesai kepada situasi ini. Ini adalah kerana hibah boleh diberi kepada bukan waris.

Sebagai contoh di dalam kes poolimahee Rajeswary @ Fatimah Bt Baba lwn Meah Bt Hussain (JH XIX/1, Bhg 1, hlm. 165); suami Defendan iaitu bapa angkat Plaintif semasa hidup, telah menghibahkan sebidang tanah yang terdapat sebuah rumah di atasnya kepada Plaintif. Sekalipun pindah milik belum dibuat semasa pemberi hibah masih hidup, mahkamah tetap memutuskan bahawa hibah tersebut adalah sah dan telah memenuhi rukun hibah. Begitu juga seperti yang telah diputuskan di dalam kes Norizah Mansor (JH XIX/I Bhg 1, Feb. 2005). Mahkamah juga mengiktiraf pemberian saham secara hibah kepada anak saudara sepertimana dirujuk di dalam kes Fathilah Binti Sidik (JH XVII/I Jun 2004)

c. Pemberian Hibah kepada Bukan Islam

Perkembangan mutakhir telah menunjukkan terdapat ramai pertambahan mualaf. Sebagai contoh seorang anak telah menganut

Page 245: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two236

agama Islam dan mempunyai banyak harta. Si anak sudah tentu tidak dapat mewariskan hartanya kepada semua warisnya yang bukan beragama Islam melalui sistem faraid. Sedangkan hubungan mereka sangat baik dan keluarganya terutama ibunya telah banyak berkorban dan menyokong beliau sebelum ini. Oleh itu demi menjaga keharmonian dan hubungan baik yang berterusan, hibah adalah alternatif yang terbaik dalam proses pembahagian harta-hartanya. (Mohd Zamroo Muda dan Mohd Ridzuan Awang 2006)

Larangan mewariskan harta orang Islam kepada bukan Islam boleh dilihat di dalam kes Re Timah Bt Abdullah (1941) MLJ 51. Hakim Gordon Smith dengan merujuk kepada Mazhab Shafi’i memutuskan bahawa harta orang Islam tidak boleh diwarisi oleh orang bukan Islam. Keputusan yang sama diputuskan di dalam kes Majlis Agama Islam Wilayah Persekutuan lwn Lim Ee Seng & Anor (2000)2MLJ 572.

Oleh yang demikian, jelas di sini menunjukkan bahawa perlaksanaan hibah boleh membantu merapatkan hubungan kekeluargaan walaupun telah menganut agama Islam. Hubungan baik dan harmoni berkeluarga yang belum menganut Islam dapat dikekalkan kerana sudah tentu mereka sebelum ini baik dan banyak jasa. Ini selaras dengan tuntutan ajaran Islam yang menggalakkan kasih sayang dan keharmonian. Mudah-mudahan dengan keindahan Islam itu sendiri, keluarga yang belum Islam akan tertarik untuk menganut Islam.

3. Hibah tiada kadar yang dihadkan seperti faraid dan wasiat

Merujuk kepada faraid, seperti kita sedia maklum yang termaktub di dalam al-Quran surah al-Baqarah ayat 177, faraid ada kadar yang telah ditetapkan sebagai contoh, bahagian anak lelaki adalah 2 kali anak perempuan dan sebagainya. Manakala seperti pemberian wasiat pula, adalah dihadkan setakat 1/3 sahaja. Setiap ketetapan ini, sudah pasti ada tujuan dan kebaikannya yang tersendiri. Antaranya dalam sistem faraid bahagian lelaki ditetapkan 2 bahagian dari anak perempuan atas justifikasi orang lelaki memikul tanggungjawab yang lebih di dalm memberi nafkah dan anak perempuan pula akan menerima nafkah dari orang lelaki. Manakla wasiat ditetapkan hadnya setakat 1/3 dan diberi kepada

Page 246: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

237Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

bukan waris adalah kerana Islam menganjurkan keutamaan diberikan kepada waris supaya tiada waris yang ditinggalkan dalam keadaan meminta-minta dan susah.

Namun zaman berubah, mutakhir ini, orang perempuan lebih ramai bekerja dan mendapat gaji lumayan dan ada kalanya mereka inilah yang lebih menanggung keluarga berbanding anak lelaki atau ada situasi di mana anak lelaki yang banyak mendatangkan masalah seperti penagih dadah, banduan dan lain-lain lagi. Sekiranya harta diwarisi oleh anak lelaki ini, lebih dari anak perempuan berdasarkan faraid, ia boleh mengakibatkan harta yang diwarisi akan tergadai atau terbengkalai seterusnya tidak dapat dimanfaatkan dengan baik. Oleh itu, pemberian harta secara hibah kepada anak perempuan ada kewajarannya demi untuk memastikan kelangsungan harta yang diwarisi terus dapat dipertahankan dan dimanfaatkan.

Mahkamakah juga turut mengiktiraf pembahagian hibah tanpa had tersebut. Ini boleh dilihat di dalam kes Juamaaton & Raja Delila lwn Raja Hirauddin (JH Dis 1998 jld XII, Bhg II , hlm 201) pemberian saham oleh seorang bapa kepada salah seorang anaknya sebanyak 11,095,666 daripada jumlah 12,560,313 unit saham dikira sebagai satu hibah yang sah walaupun sekiranya mengikut sistem faraid si anak tidak boleh dapat sebanyak itu. Seterusnya di dalam kes Wan Mahmud Bin Wan Abdul rahman & 3 Yang Lain lwn Aminah binti Hj Taib & 2 Yang lain (JHXVIII/II bhg II Dis 2004 hlm 331) turut mengiktiraf pemberian hibah tanpa had yang tertentu. Di dalam kes ini, si suami memberi hibah kepada si isteri.

4. Hibah Tidak perlu Melalui Proses Permohonan Pentadbiran Seperti Permohonan Penyelesaian Pembahagian Harta Secara Faraid

Transaksi hibah ini, amat membantu mempercepatkan proses pembahagian harta baik semasa hidup atau selepas kematian. Ini sekaligus boleh mengelakkan kelewatan atau penangguhan pembahagian harta pusaka kepada waris dan orang yabg dikehendakai menerima harta. Sudah tentu isu pengabaian harta tidak akan berlaki kerana pemberian telah dibuat semasa hayat pemilik harta dan harta yang telah dihibahkan perlu ditolak atau

Page 247: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two238

diasingkan terlebih dahulu sebelum pembahagian harta secara faraid dan wasiat dilaksanakan ke atas harta si mati.

Kesukaran melalui proses permohonan pentadbiran penyelesaian harta pusaka akan melambatkan proses pembahagian harta si mati. Waris selalunya menghadapi masalah untuk menukarkan nama tanah bapanya walau tanah itu, mungkin hanya 1 ekar sahaja. Waris terpaksa berulang alik ke pejabat tanah berkali-kali. Salah satu sebab, pembahagian sistem faraid tidak berlaku automatik, ia perlu proses perlantikan wasi dan persepakatan sesama waris. Tiada persepakatan juga akan melambatkan proses pembahagian harta pusaka tetapi sekiranya hibah telah dibuat, pembahagian harta pusaka akan dibuat dengan mengasingkan terlebih dahulu harta yang telah dihibahkan oleh si mati.

5. Pemberian Hibah Boleh Dibuat atau diberi kepada seseorang mengikut kesesuaian, keperluan dan kedudukan penerima hibah

Pemilik harta boleh sendiri menentukan kepada siapa hartanya layak diberi. Pemilik harta boleh mentadbir atau merancang hartanya untuk diberikan kepada pihak yang mungkin lebih diyakini untuk menjaga hartanya dan memanfaatkan harta tersebut. Keadaan ini penting di dalam membuat keputusan kepada siapa yang layak, berhak dan sesuai apabila pemilik harta menyedari pembahagian harta melalui sistem faraid tidak dapat mencapai objektif yang sepatutnya. Seperti yang kita ketahui, antara objektif sistem faraid adalah untuk memastikan waris yang ditinggalkan tidak meminta-minta tanpa harta, pembahagian harta kepada telah ditentukan supaya tiada perbalahan dan yang penting harta itu dapat dimanfaatkan.

Namun pembahagian harta dianggap tidak selesai dan sempurna jika pembahagian harta tersebut tidak dapat dimanfaatkan dengan baik dan tidak diberi faedah kepada waris atau orang terdekat. Oleh itu hibah boleh menjadi penyelesai masalah yang timbul apabila pembahagian hartat secara wasiat dan faraid, tidak dapat ditadbir dengan sempurna atau memberi kesan yang tidak baik. Pemberian atau pembahagian harta mestilah berpaksikan keharmonian dan keadilan.

Page 248: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

239Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

Sebagai contoh, pemilik harta perlu merancang harta melalaui pemberian hibah antaranya seperti berikut:-(i) Pemilik harta yang ada anak lelaki dan anak perempuan.

Didapati anak lelaki lebih senang hidupnya berbanding anak perempuan; mungkin anak perempuan itu seorang balu, andartu, sakit, miskin dan terencat akal. Sekiranya mengikut faraid, anak lelaki mendapat lebih iaitu dua bahagian dari anak perempuan. Namun dalam keadaan ini, anak perempuan ini, lebih memerlukan untuk mendapat harta yang lebih untuk memastikan kehidupannya terbela selepas kematiannya.

(ii) Pasangan yang ada anak perempuan dan anak lelaki tetapi anak lelaki adalah penagih dadah dan bermasalah tetapi anak perempuannya adalah anak yang bertanggungjawab serta mengambil berat hal ehwal keluarga. Sekiranya mengikut faraid, anak lelaki ini, akan mendapat lebih bahagian namun dikhuatiri harta tersebut boleh dijual untuk kepentingan diri sendiri tanpa dimanfaatkan.

Sebagai contoh kes yang berlaku di Kulai Johor, seorang bapa yang telah meninggal dunia, meninggalkan seorang anak lelaki dan dua anak perempuan. Oleh kerana tiada wasiat atau hibah, harta yang ditinggalkan dibahagikan mengikut faraid iaitu anak lelaki mendapat lebih iaitu mendapat sama bahagian dengan dua anak perempuan. Apa yang berlaku ialah, kedua-dua anak perempuan telah hilang kuasa mengurus harta pewaris yang sebelum ini dimiliki iaitu turut menguruskan harta atau tanah yang telah menjadi milik anak lelaki. Lebih malang lagi, anak lelaki ini seoranga penagih dadah, telah pun menjual pemilikannya kerana terlibat dengan dadah dan akhirnya anak lelaki ini, datang mengemis kepada anak perempuan dari masa ke semasa untuk sesuap nasi, sebaik sahaja hartanya habis. (Muhamadul bakir Yaakub, Khatijah Othman 2011).

Jelas sekali dari contoh kes di atas, sekiranya pemberian hibah dibuat semasa hidup pemilik harta, sudah tentu, beliau

Page 249: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two240

boleh menjangkakan bahawa anak perempuan lebih bijak menguruskan harta dan mampu menjaga harta tersebut dari terlucut haknya kepada orang lain kerana kegagalan mengurus harta oleh anak lelaki seorang penagih dadah.

(iii) Pasangan yang tiada anak tetapi mengambil anak angkat. Seperti yang kita ketahui, anak angkat tiada hak untuk mewarisi kerana bukan waris dan sekiranya diwasiatkan pula, hanya terhad kepada 1/3 harta sahaja. Oleh itu, untuk memastikan anak angkat ini dapat meneruskan hidup dengan baik dan memperoleh harta dari ibu bapa angkatnya, pemberian hibah adalah cara yang sesuai.

Pemberian hibah yang dimanifestasikan secara fleksibel juga boleh dilihat di dalam kes Norizah Binti mansor (JH XIX/I Bhg 1, Feb. 2005). Di dalam kes ini, seorang ibu angkat telah membuat suart akuan menaytakan bahawa beliau ingin memberikan kepada Plaintif kerana merasakan simpati dan kasihan kepadanya memandangkan palintif hidup dalam kesusahan serta perlu membesarkan anaknya tanpa suami. Beliau membuat keputusan untuk memberi hibah kerana tahu anak angkat tiada hak di dalam sistem faraid.Mahkamah mengiktiraf dan mengesahkan pemberian hibah tersebut.

(iv)Pasangan yang hanya ada anak perempuan sahaja. Pemilik harta perlu tahu bahawa dengan ketiadaan anak lelaki, harta ibu bapa ini, boleh juga turut diwarisi oleh adik beradik si mati selain ibu dan bapa sekiranya ada. Ini bermakna harta pemilik harta bukan secara automatik diwarisi semuanya oleh anak perempuan simati.

(v) Mualaf yang tidak dapat mewariskan hartanya kepada warisnya kerana bukan Islam. Oleh itu, demi mengekalkan keharmonian dan ikatan kekeluargaan, hibah adalah pilihan terbaik.

(vi) Hibah kepada anak-anak yang lebih bertanggungjawab dan dipercayai samada lelaki atau perempuan. Ini bermakna,

Page 250: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

241Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

mungin ada anak-anak yang dapat lebih dari anak-anak yang lain berdasarkan justifikasi tertentu dalam menjamin harta yang ditinggalkan oleh pemilik harta tidak disia-siakan.

Ini Merujuk kepada kes Muhammad Awang & Yang Lain lwn Awang Deraman & Yang Lain (2004) CLJ (Sya) 139. Si mati, semasa hayatnya telah menghibahkan dua bidang tanah miliknya kepada respondan ke 2 dan ke 3 iaitu anak-anak beliau. Selepas kematian beliau, anak-anak yang lain telah pertikaikan kesahihan hibah tersebut atas alas an tidak adil sebab tidak samarata. Mahkamah Rayuan di dalam kes ini, memutuskan bahawa pemberian tersebut walaupun kelihatan tidak adil, tetapi sesuatu yang sah hukumnya. Hakim Daud Muhammad dalam menyampaikan penghakimannya berkata; pada zahirnya hibah dilakukan oleh simati Nampak seperti tidak adil kerana mengenepikan kepentingan sebahagian anaknya tetapi pada hakikatnya mungkin ada sebab-sebab yang munasabah yang mana simati dan Allah sahaja yang lebih mengetahui.

Seseorang yang banyak harta tetapi tiada waris langsung.

Sepertimana yang kita ketahui, hanya waris yang berhak menerima harta pusaka selagi tiada sebab yang menghalang seperti membunuh, memfitnah dan murtad. Namun sekiranya seseoarng itu, tidak berkahwin dan meninggalkan walau seorang pun waris, maka harta warisannya wajib diserahkan kepada Baitul Mal untuk dipergunakan bagi kebajikan dan kepentingan agama Islam dan umatnya. Dalam situsai ini, adalah lebih baik sekiranya pemilik harta tersebut membuat hibah kepada siapa yang dikehendakinya. Sebagai contoh, beliau mempunyai saudara, rakan rapat atau pembantu yang baik yang setia menjaga kebajikannya, menjaga beliau ketika sakit dan sebagainya untuk diberikan hibah dari hartanya. Mereka ini, mungkin lebih memerlukan apatah lagi, sekiranya dia orang susah.

Peruntukan Undang-Undang, Pembahagian Harta, bidang kuasa mahkamah dan contoh-contoh kes di Malaysia

Di dalam perlembagaan Malaysia, perakuan faraid, penentuan wasiat dan pemberian hibah terletak di bawah peruntukan bidang kuasa Mahkamah Syariah sahaja. Manakala Mahkamah Sivil dan

Page 251: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two242

Pejabat Tanah berhak mengeluarkan perintah pembahagian pusaka hartanah orang-orang Islam.

Malaysia perkara-perkara yang berkaitan dengan pusaka bagi orang-orang Islam adalah termasuk dalam bidang kuasa kerajaan negeri sepertimana yang diperuntukkan di dalam Jadual ke-9 Perlembagaan Persekutuan iaitu Senarai 2(1) melibatkan Senarai Negeri iaitu: “Kecuali mengenai Wilayah Persekutuan, Hukum Syara’, dan Undang-Undang Diri dan Keluarga bagi orang yang menganut agama Islam, termasuk hukum syara’ berhubung dengan mewarisi harta berwasiat dan tidak berwasiat, pertunangan, perkahwinan, perceraian, mas kahwin, nafkah… ”Oleh itu berkaitan dengan pentadbiran pusaka atau pewarisan harta berwasiat dan tak berwasiat maka ia termasuk dalam Senarai 1(4)(e) iaitu Senarai Persekutuan dan ini menyebabkan terdapat banyak statut-statut Persekutuan yang telah diluluskan oleh parlimen berhubung dengan perwarisan berwasiat dan tidak berwasiat. Undang-undang yang dilaksanakan dalam pentadbiran harta pusaka orang-orang Islam di Malaysia ialah Akta Harta Pusaka Kecil (Pembahagian) 1955 dan Akta Probhet dan Pentadbiran 1959. Berdasarkan kedua-dua statut ini, harta pusaka dapat dikategorikan kepada tiga jenis iaitu harta pusaka besar (biasa), harta pusaka ringkas, dan harta pusaka kecil. Pembahagian ketiga-tiga jenis harta ini tertakluk kepada jumlah nilaian harta pusaka yang ditinggalkan oleh simati

Berhubung dengan undang-undang pusaka orang-orang Islam (faraid) dan pentadbiran pusaka bagi orang-orang Islam terdapat dua peruntukan yang berbeza dalam Jadual Ke-9 dalam Senarai 2(1) iaitu Senarai Negeri dan yang kedua pula diletakkan di bawahSenarai 1(4)(e) iaitu Senarai Persekutuan. Kedudukan yang lebih jelas dapat diperhatikan dalam kedua-dua senarai yang disebut diatas. Berdasarkan kedua-dua senarai diatas jelas menunjukkan bahawa undang-undang pusaka Islam (Faraid) terletak dibawah bidang kuasa negeri-negeri manakala pentadbiran keadilan termasuk pentadbiran pusaka bagi orang Islam adalah terletak di bawah bidang kuasa Kerajaan Pesekutuan. Oleh kerana itu, Parlimen telah meluluskan dua jenis undang-undang bagi mentadbir pusaka orang Islam dan bukan Islam iaitu Akta Harta Pusaka Kecil (Pembahagian) 1955 dan Akta Probet

Page 252: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

243Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

dan Pentadbiran 1959. Dalam pentadbiran dan penyelesaian kes-kes pusaka orang Islam, Mahkamah Syariah hanya diberi kuasa memperaku dan mengesahkan bahagian-bahagian yang akan diperolehi oleh waris-waris dalam bentuk Sijil Farid atau Perakuan Ahli Waris sahaja. Bagi negeri Sabah dan Sarawak, perkara-perkara yang berkaitan dengan undang-undang diri yang berkaitan dengan undang-undang diri berhubung dengan perkahwinan, perceraian, penjagaan anak, nafkah, pengambilan anak angkat, taraf anak, undang-undang keluarga, pemberian atau mewarisi harta berwasiat atau tidak berwasiat adalah diletak di bawah Senarai Bersama, di mana Kerajaan Persekutuan dan Negeri-negeri sama-sama mempunyai kuasa tentang perkara-perkara tersebut.

Undang-undang Pusaka Islam (Faraid)Sehingga hari ini, di Malaysia tidak ada satu bentuk undang-undang pusaka Islam (faraid) yang telah dikanunkan dalam bentuk undang-undang bertulis oleh negeri-negeri seperti yang terdapat di Mesir iaitu Qanun al-Mawarith 1943. Walau bagaimanapun, kaedah pembahagian pusaka secara Islam telah diikuti sepenuhnya oleh Mahkamah Syariah negeri-negeri. Dalam hal ini, rujukan bolehlah dibuat kepada kitab-kitab fiqh Mazhab Shafie untuk menetukan kedudukan waris-waris dan bahagian-bahagian yang sepatutnya mereka terima dalam harta pusaka si mati yang beragama Islam.

Akta Harta Pusaka Kecil (Pembahagian) 1955 Akta ini merupakan undang-undang bersifat tadbiran. Tujuan akta ini diperkenalkan ialah untuk meyelaraskan dan menyeragamkan cara-cara pembahagian dan tadbiran pusaka si mati sama ada beragama Islam atau bukan beragama Islam. Di samping itu, akta ini diluluskan bertujuan untuk menjimatkan perbelanjaan dan mempercepatkan urusan pengendalian dan pengurusan sesuatu tuntutan pembahagian pusaka kecil. Akta ini diguna pakai kepada semua tuntutan harta pusaka seseorang si mati sama ada semuanya mengandungi tanah-tanah sahaja atau sebahagiannya mengandungi tanah bersama dengan harta-harta alih yang lain seperti wang tunai, saham, Kumpulan Wang Simpanan Pekerja (KWSP), Amanah Saham Nasional (ASN), Amanah Saham Bumiputera (ASB), Amanah Saham Johor (ASJ), dan sebagainya tetapi jumlah nilaian harta itu hendaklah tidak melebihi RM 600,000.00 pada tarikh permohonan dibuat

Page 253: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two244

Akta Probet dan Pentadbiran 1959Akta ini dilaksanakan terhadap harta pusaka besar (biasa) dan harta pusaka rigkas. Harta pusaka besar ialah harta pusaka yang jumlah nilainya lebih daripada RM 600,000.00 sama ada terdiri daripada harta alih semuanya atau semuanya harta tak alih atau terdiri dari campuran harta alih dengan harta tak alih atau harta pusaka yang jumlah nilainya kurang daripada RM 600,000.00 tetapi si mati ada meninggalkan wasiat.Akta Probet dan Pentadbiran 1959 telah dikuatkuasakan pemakaiannya di seluruh Semenanjung Malaysia pada 1hb Februari 1960. Akta ini memperuntukan cara-cara untuk mendapatkan surat kuasa probet dan surat kuasa tadbir. Permohonan untuk mendapatkan surat kuasa probet dan surat kuasa tadbir boleh dibuat di Mahkamah Tinggi Sivil. Menurut akta ini terdapat tiga jenis surat kuasa wasiat dan kuasa tadbir, iaitu :( 1 ) Surat kuasa wasiat (probet) jika si mati meninggalkan wasiat yang meliputi semua hartanya (bagi si mati yang bukan beragama Islam).( 2 ) Surat kuasa tadbir bagi harta pusaka tanpa wasiat (intestate estate)( 3 ) Surat kuasa tadbir dengan wasiat berkembar apabila si mati meninggalkan wasiat untuk sebahagian daripada harta peninggalanya dan sebahagian yang lain tanpa wasiat.

Mahkamah Syariah Dalam pentadbiran harta pusaka di Malaysia, Mahkamah Syariah diberi kuasa untuk mengeluarkan sijil faraid atau perakuan ahli waris. Sijil faraid atau perakuan ahli waris ialah satu sijil atau perakuan yang dikeluarkan si mati yang beragama Islam, waris-waris yang berhak dan bahagian masing-masing terhadap harta pusaka tersebut. Sijil faraid atau perakuan ahli waris telah diberi kuasa hanya kepada Mahkamah Syariah mengeluarkannya. Sijil faraid hendaklah disahkan oleh Mahkamah Tinggi Syariah sekalipun ianya dikeluarkan oleh Mahkamah Rendah Syariah negeri-negeri. Sijil ini biasanya mengandungi nilaian harta pusaka si mati, nama-nama waris yang berhak dan bahagian masing-masing. Sijil ini dikeluarkan apabila terdapat permohonan daripada waris-waris atau pihak-pihak tertentu yang berhasrat unutk membahagikan harta pusaka si mati mengikut hukum syarak. Sijil faraid amat penting dalam pembahagian dan pentadbiran pusaka orang-orang Islam di Malaysia kerana pembahagian dan pengeluaran harta pusaka si mati akan dibuat berdasarkan.sijil yang telah disahkan itu. Sijil ini diperlukan dalam semua tuntutan harta pusaka si mati sama ada dibuat melalui

Page 254: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

245Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

Mahkamah Tinggi Sivil, Pegawai Penyelesai Pusaka atau Amanah Raya Berhad sama ada dalam bentuk harta pusaka kecil, harta pusaka besar ataupun harta pusaka ringkas

Merujuk kepada Seksyen 15(5) dan jadual Akta (Pembahagian Harta Pusaka Kecil sebenarnya telah menyediakan garis panduan kepada pentadbir tanah dalam mengeluarkan perintah pembahagian. Pembahagian harta pusaka selain faraid, dibenarkan mengikut persepakatan iaitu pembahagian dibuat tanpa semestinya mengikut hukum faraid dengan syarat wujud persetujuan semua ahli waris dengan kata lain, semua waris bersepakat harta yang ditinggalkan dibahagikan secara muafakat tanpa terikat dengan kadar faraid.

Merujuk kepada kes Re Mamat Bin Dat Son & Anor; Mek Som lwn Awang Bin Senik (1972)1 MLJ 59, Mahkamah Persekutuan membuat keputusan bahawa perintah pembahagian yang dibuat secara muafakat adalah sah dan mengikat waris. Muafakat ini, tidak menyalahi hukum kerana Islam menganjurkan sulh atau perdamaian. Apatah lagi sekiranya merujuk kepada hibah kesepakatan dan muafakat sesame waris adalah mudah dicapai sekiranya pemberian hibah semasa hidup itu, diperjelaskan sebab dan kewajarannya. Ini bermaksud, sekiranya seorang bapa memberi hibah tanah dan sejumlah saham yang lebih dari anak-anak yang lain, muafakat dan kesepakatan antara adik beradik sebelum kematian pemberi hibah, sudah pasti mempercepatkan lagi proses pembahagian harta dan ini dapat mengelakkan harta umat Islam beku tanpa dapat diusahakan.

Peruntukan Undang-Undang Hibah di Malaysia

Peruntukan undang-undang berkenaan hibah di kebanyakan negeri di Malaysia adalah tidak terperinci dan jelas. Apa yang ada hanyalah menerangkan berkenaan bidangkuasa Mahkamah Tinggi ke atas hibah. Sebagai contoh di dalam Enakmen Pentadbiran Agama Islam Negeri Melaka 2002, di dalam seksyen 49(3)(b)(vi) menyatakan; “…dalam bidangkuasa malnya, mendengar dan memutuskan semua tindakan dan prosiding jika semua pihak dalam tindakan atau prosiding itu ialah orang Islam dan tindakan atau prosiding itu adalah berhubungan dengan; …alang semasa hidup, atau penyelesaian

Page 255: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two246

yang dibuat tanpa balasan yang memadai dengan wang atau nilaian wang oleh seseorang Islam.”

Akta Probet dan Pentadbiran 1959, Akta Pembahagian Hrta Pusaka Kecil dan Akta Perbadanan Amanah Berhad 1955 adalah statut utama yang memberi lebih peranan kepada Mahkamah Sivil dan Pejabat tanah di dalam pentadbiran harta umat Islam. Manakala bidangkuasa mahkamah Shariah, seolah-olah hanya terbatas di dalam memutuskan hal-hal yang berkaitan dengan pusaka hanya setakat mana yang diperuntukkan di dalam jadual kesembilan, senarai II, senarai negeri.

Manakala peruntukan undang-undang yang dirujuk kepada Enakmen Pentadbiran Agama Islam (Negeri Selangor) 2003 subseksyen 61(3)(b)(v) dan (viii) menyatakan bidangkuasa Mahkamah Tinggi Shariah termasuk wasiat alang semasa maradulmaut (sakit yang membawa maut) juga pembahagian dan pewarisan harta berwasiat atau tidak berwasiat. Negeri Selangor adalah negeri terawal yang mengendorsdan mewartakan Enakmen Wasiat Orang Islam (Negeri Selangor) No. 4 tahun 2009 hasil deraf undang-undang oleh Jawatankuasa Teknikal Undang-undang Syarak dan Sivil Kebangsaan pada 15 September 1999 dan dikuatkuasakan mulai Jun 2000.

Daripada peruntukan tersebut, didapati perlaksanaan hibah bukan sahaja diperuntukkan pemberian hibah semasa hidup sahaja tetapi turut merangkumi pemberian hibah semasa marad-al-maut.

Menurut Tn. Shukeri Najib bin Ab. Rahim, Pegawai Penyelidik di Mahkamah Syariah Negeri Melaka, peruntukan undang-undang tentang hibah tidak menyatakan secara jelas dan terperinci tentang tatacara dan prosedur pembahagian hibah. Namun menurut beliau, lacuna atau kekosongan itu dirujuk kepada undang-undang syara’ iaitu berdasarkan al-Quran, hadis dan pendapat jumhur. Ini jelas terlihat di dalam kebanyakan kes-kes mengenai hibah yang diputuskan oleh mahkamah. Sepertimana rujukan ke atas kes Rosmh Binti Suly dan seorang yang lain lwn Ismail Bin Mohamad & Seorang Yang Lain (JH32/2, Jun 2011, 223). Kes ini aspek pembuktian hibah.Di dalam kes ini, ulasan yang dibuat ialah ‘secara umumnya fakta

Page 256: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

247Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

persoalan sepatutnya ditemui dalam undang-undang substantif seperti undang-undang Keluarga Islam. Bagi mengenal pasti fakta isu bagi sesuatu kes, rujukan dan penelitian perlu dibuat terhadap peruntukan undang-undang substantif bagi kes tersebut. Namun tiada peruntukan undang-undang yang khusus bagi kes hibah. Wlau bagaimanapun, peruntukan yang berkaitan hibah dinyatakan dalam seksyen 46(2)(b)(vi) Akta Pentadbiran Undang-undang Islam (Wilayah-wilayah Persekutuan)1993 (Akta 505) yang memperuntukkan: Alang semasa hidup, atau penyelesaian yang dibuat tanpa balasan yang memadai dengan wang atau nilaian wang, oleh seseorang Islam’. Walaupun perkataan hibah tidak dignakan, namun dua frasa yang sinonim dengan hibah, iaitu ‘alang semasa hidup’(atiyyah) dan ‘dibuat tanpa balasan” (bi la ‘iwad) secara merujuk maksud hibah mengikut hokum syarak. Namun peruntukan ini bukanlah peruntukan undang-undang substantif untuk mengenal pasti fakta isu bagi kes hibah tetapi peruntukan berkaitan bidang kuas mal Mahkamah tinggi Shariah. Ini bermakna tiada peruntukan atau undang-undang atau takrif yang ekslusif mendefinisikan hibah secara statut. Oleh itu, jika wujud lacuna seperti ini, hokum syarak akan menjadi rujukan muktamad. Walaupun situasi ini, kelihatan positif dari sudut perlaksanaannya, tetapi ia boleh membuka kepada pelbagai tafsiran dalam perlaksanaan hubah di setiap negeri.

Namun demikian gesaan mewujudkan satu peruntukan perundangan yang spesifik danjelas serta terperinci amat diperlukan untuk memastikan penguatkuasaan hibah dapat dilaksanakan dengan sepurna dan lancar serta teratur. Dalam keratan akhbar bertarik 2 Nov, 2013 melaporkan, jabatan kemajuan Islam Malaysia (JAKIM) kini diperingkat akhir untuk membentangkan deraf Rang Undang-Undang Hibah bagi menyelesaikan harta sebelum diluluskan di Parlimen. Antara yang diusahakan dalamderaf tersebut, ialah keseragaman perlaksanaan hibah di semua negeri. Menurut ketua Pengarah JAKIM, Datuk Othman Mustapha berkata, rang undang-undang itu penting bagi menegakkan kewibawaan mahkamah dalam pengurusan harta hibah secara lebih teratur dan sempurna.

Page 257: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two248

Antara Kes-kes yang diputuskan

Memang tidak dapat dinafikan bahawa hibah mempunyai banyak kepentingan dan kelebihan di dalam kehidupan umat Islam dari pelbagai sudut. Sekiranya perancangan harta ini dilakukan dengan teratur, sistematik serta mengikut keutamaan syara’ sudah pasti pelbagai masalah boleh diselesaikan dan banyak manfaat boleh tercapai. berdasarkan kes yang telah dibincangkan di atas, jelas sekali Mahkamah mengiktiraf pemberian hibah sebagai mekanisme pembahagian harta umat Islam. Sekalipun hibah tersebut dibuat secara lisan dan hakmilik belum dipindahkan, hibah itu, akan dianggap sah. sekiranya cukup rukun-rukun, keterangan saksi diyakini serta qarinah yang kuat.

Sepertimana di dalam kes Re Man bin Mihat (1965)2 MLJ 1, seorang suami telah menamakan isterinya sebagai penerima yang berhak ke atas wang insuran nyawanya selepas dia mati. Ia dibuat secara bertulis bertarikh 26hb. Mac, 1962. Man Bin Mihat telah meninggal dunia pada 6hb. Januari, 1962. Isu dan persoalan yang timbul di dalam kes ini, sama ada polisi insuran berkenaan menjadi harta pusaka atau menjadi milik mutlak isterinya. Di dalam kes ini, mahkamah memutuskan bahawa, dengan merujuk peruntukan di bawah seksyen 23 Ordinan Undang-undang Sivil, faedah dari insuran tersebut adalah milik mutlak si isteri kerana pemberian itu diberi semasa si suami masih hidup dan dengan jelas ia diberikan untuk kepentingan si isteri. Tambahan pula, di dalam undang-undang Islam seseorang si isteri mempunyai hak dari harta si suami kerana orang-orang Islam boleh melupuskan atau memindahkan harta secara sah semasa hayatnya melalui hibah.

Manakala di dalam kes Wan Puziah Binti Wan Awang Lwn Wan Abdullah bin Muda dan seorang lagi, JH(1422) 235, seorang ibu angkat bernama Hajjah Wan Hitam Binti Hj. Wan Long, telah menamakan anak angkat perempuannya Wan Puziah, sebagai salah seorang dari penerima wang yang didepositkan ke dalam akaunnya di Lembaga Urusan Tabung Haji. Kata-kata penamaan Hajjah Wan Hitam adalah mengikut peraturan No. 6 Peraturan-peraturan Perbadanan Wang Simpanan Bakal-bakal Haji (Wang Simpanan dan Wang Keluaran) Tahun 1963. Pemberian hibah ini juga dikuatkuasakan dan disahkan oleh Mahkamah.

Page 258: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

249Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

Antara contoh kes sebelum pindaan Artikel 121 Perlembagaan Persekutuan. Kes-kes ini dibicarakan di mahkamah sivil. Sebagai contoh kes Kiah lwn Som (1953) MLJ 82. Seorang telah memberi rumah papan yang dibuat olehnya kepada cucu perempuannya di hadapan saksi-saksi. Apabila ia meninggal dunia, pihak perayu telah mengambil alih rumah tersebut kerana didirikan di atas tanahnya. Apabila tindakan undang-undang diambil, Hakim Mahkamah Tinggi Sivil telah memutuskan rumah itu telah diberikan kepada cucu perempuan tersebut dengan percakapan lisan di hadapan saksi-saksi. Majoriti mahkamah menegaskan bahawa pemberian itu telah lengkap pada masa pemberian formalnya dan sah di sisi undang-undang. Manakala di dalam kes Roberts lwn Umi Kalthum (1966)1MLJ 163, hakim menyatakan bahawa di dalam undang-undang Islam, seseorang boleh membuat pemberian hartanya ketika dia masih hidup, dengan syarat dia memenuhi perkara-perkara berikut iaitu;

- Pemberi hendaklah dengan jelas dan nyata menzahirkan bahawa ia hendak membuat pemberian;

- Penerima telah menerima pemberian itu sama ada secara nyata atau tersirat;

- Penerima telah mengambil alih pemilikan apa yang telah diberi dengan nyata atau pengertian.

Namun demikian, di dalam kes ini mahkamah memutuskan hibah tersebut tidak sah kerana syarat ketiga tidak dapat dibuktikan. Prinsip yang sama juga telah diputuskan di dalam kes Tengku Haji Jaafar dan seorang lagi lwn Kerajaan Pahang (1987) 2 MLJ 74.

Berdasarkan tiga contoh kes di atas, Mahkamah Sivil tetap mengiktiraf pemberian hibah sebagai salah satu mekanisma pengurusan dan pembahagian harta umat Islam berdasarkan syarat-syarat tertentu walaupun sebelum pindaan ke atas Artilel 121 Perlembagaan Persekutuan dibuat.

Seterusnya, selepas pindaan Artikel 121 Perlembagaan Persekutuan iaitu wujudnya Artikel 121(1A), bidangkuasa mendengar kes-kes hibah adalah di bawah bidangkuasa Mahkamah

Page 259: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two250

Syariah sekiranya kedua-dua pihak adalah orang Islam kerana hibah adalah amalan pengurusan harta oleh umat Islam.

Di antara contoh kes hibah selepas pindaan Artikel 121 ialah Abu Talib @ Musa Bin Muda lwn Che Alias Bin Che Muda (JHXXII/11 1427H). Plaintif di dalam kes ini telah menuntut pemberian semasa hidup berhubung dengan ½ bahagian tanah di kawasan dan alamat tertentu di Terengganu oleh arwah ibu tiri beliau. Aset tersebut didakwa telah diberikan kepada Plaintif sejak 30 tahun yang lalu. Manakala Defendan yang tidak berpuas hati atas pemberian tersebut adalah anak sulong si mati iaitu adik tiri Plaintif. Di dalam kes ini mahkamah mengesahkan pemberian hibah oleh ibu tiri kepada anak tirinya. Keputusan ini adalah berdasarkan keterangan saksi-saksi ketika pemberian hibah dibuat secara lisan dan melalui tindakan Plaintif menambahbaik rumah tersebut ketika si mati masih hidup. Walaupun surat perjajian kasih sayang ditandatangani kemudian, tetapi hibah telah disahkan berlaku 30 tahun dahulu.

Manakala di dalam kes Norizah Bt. Mansor JH XVII/I 1425H ms 69, Plaintif adalah anak angkat kepada Jamaliah bt. Burhan di mana ibu angkatnya itu memiliki ½ bahagian tanah yang dikongsi dengan adiknya ½ bahagian lagi. Semasa hidupnya, beliau ada membuat surat akuan yang menyatakan bahawa beliau ingin memberikan bahagian tanahnya kepada Plaintif. Selepas tanah itu dijual, si mati tidak sempat mengambil wang pendahuluan penjualan tanah tersebut sebaliknya mewakilkan kepada Plaintif bagi mengambil wang itu sebanyak 10% dari hasil jualan tanah. Selepas kematian si mati, Plaintif tidak dapat mengambil baki hasil jualan tanah tersebut kerana tidak pasti status wang tersebut, sama ada pusaka si mati atau sah menjadi milik Plaintif. Di dalam kes ini, mahkamah mengesahkan pemberian hibah oleh ibu angkat Plaintif dan memerintahkan wang baki hasil jualan tanah tersebut diserahkan kepada Plaintif. Di dalam mencapai keputusan ini, mahkamah melihat dalam proses penghibahan itu di mana semua rukun hibah telah dipenuhi. Plaintif telah pun mengambil 10% dari hasil jualan tanah tersebut dan mahkamah berpendapat rukun ketiga iaitu harta hibah telah diterima oleh penerima hibah sepertimana yang dikehendaki. Tambahan pula pemberi hibah telah menghibahkan harta itu melalui surat akuan yang menurut

Page 260: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

251Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

saksi adalah tujuan kasih sayang. Penerimaan 10% dari hasil jualan tersebut adalah bersesuaian dengan Undang-Undang Keterangan Mahkamah Syariah yang member pengiktirafan qarinah yang boleh diaplikasi oleh mahkamah di dalam membuat keputusan sesuatu kes.

Di dalam kes Wan Mahmud bin Wan Abdul Rahman & 3 yang lain lwn Aminah Bt. Hj. Taib & 2 yang lain (JH XVIII/11 1425H/ 2004), mahkamah rayuan sebulat suara mengesahkan tuntutan hibah Plaintif/responden. Hibah ini terdiri daripada satu perdua lot tanah dan sebahagian rumah di atas tanah tersebut adalah hibah dari suami kepada isteri. Pasangan ini tidak mempunyai zuriat. Menyedari namaya tidak tercatat di dalam geran tanah tersebut, si isteri ke mahkamah untuk mengesahkan pemberian hibah tersebut tetapi ini ditentang oleh adik beradik suaminya. Berdasarkan wujudnya semua rukun hibah, keterangan saksi dan qarinah, mahkamah mengekalkan pengesahan hibah ke atas Plaintif atau si isteri oleh Mahkamah Tinggi Syariah.

Berdasarkan keputusan-keputusan kes di atas, jelas terlihat bahawa mahkamah mengiktiraf pemberian hibah sekira cukup syarat-syaratnya iaitu sempurna rukun-rukunnya walaupun ada antaranya tidak dibuat secara bertulis atau didaftarkan sekalipun dengan syarat adanya keterangan saksi yang menyokong dan qarinah yang meyakinkan. Jarang sekali mahkamah menafikan pemberian hibah yang dituntut oleh penerima hibah.

Merujuk kepada pengendalian mahkamah di dalam kes hibah yang telah diuruskan oleh agen-agen perkhidmatan pengendalian harta; sebagai contoh, agen dari Wasiyyah Shoppe cawangan Masjid Tanah Melaka, En. Mohammad bin Balok, menyatakan Mahkamah di dalam kebanyakan kes memberi respon dan reaksi positif di dalam mengesahkan permohonan hibah yang dibuat oleh pegawai syarie agensi tersebut sekiranya rukun-rukun hibah lengkap dan disokong dengan dokumen yang terperinci mengenai pemberian hibah tersebut. Malah ini mempercepatkan lagi proses pembahagian harta tanpa sebarang kerenah prosedur dan birokrasi yang sukar.

Tambahan pula, Y.A.A Datuk Mahammad Bin Ibrahim, Ketua Hakim Syarie Negeri Melaka, berpendapat pengurusan harta

Page 261: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two252

orang Islam secara hibah ini memang sepatutnya diuruskan di luar mahkamah oleh agen-agen tertentu sebelum pengesahan dibuat oleh mahkamah. Ini adalah kerana, menurut beliau, sekiranya hibah itu dibuat di mahkamah dan hakim adalah salah seorang dari saksi penghibahan tersebut, adalah tidak tepat sekiranya hakim tersebut juga yang mengesahkan hibah itu nanti. Jelaslah di sini peranan agen-agen hibah ini amat penting malah mendapat pengiktirafan di kalangan pelaksana undang-undang sendiri.

Bidangkuasa mahkamah

Merujuk kepada peruntukan hibah yang telah dinyatakan di atas, kita dapati, kes-kes hibah di mahkamah Shariah di Malaysia, selalunya melibatkan pengesahan hibah, pertikaian takat atau kadar hibah dan isu penarikan balik hibah.

Sepertimana sedia maklum, undang-undang syariah adalah di bawah bidang kerajaan negeri. Oleh yang demikian, isu keseragaman peruntukkan dan perlaksanaan memang wujud, walaupun sekarang ini usaha di dalam menambahbaik dan menyeragamkan sistem perundangan di Mahkamah syariah giat dilakukan oleh pihak-pihak berwajib tertentu. Merujuk kepada pembahagian harta, Mahkamah syariah di setiap negeri, mempunyai bidangkuasa untuk mengeluarkan sijil faraid. Sijil faraid adalah pernyataan perakuan yang mengesahkan ahli-ahli waris yang layak menerima harta dan bahagian-bahagian yang diperoleh. Kebiasaannya hanya sijil faraid yang dikeluarkan dan dimeterai oleh Mahkamah Syariah sahaja yang diperakui sah. Namun demikian Mahkamah Syariah tidak mempunyai kuasa mendengar kes perbicaraan harta pusaka serta mengeluarkan perintah pembahagian. Sepertimana termaktub di dalam seksyen 50, Akta Pentadbiran undang-undang Islam (Wilayah Persekutuan) 1993:… “Jika dalam perjalanan mana-mana prosiding berhubung dengan pentadbiran atau pembehagian harta pusaka si mati Islam, mana-mana Mahkamah atau pihak berkuasa selain Mahkamah Tinggi Syariah atau Mahkamah Rendah Syariah, adalah mempunyai kewajipan untuk menentukan orang-orang yang berhak kepada bahagian-bahagian yang berhak…………”

Page 262: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

253Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

Selain dari skop terhad bidang kuasa mahkamah syariah seperti di atas, Mahkamah Syariah juga tidak mempunyai bidangkuasa ke atas pertikaian yang berlaku sekiranya salah satu pihak bukan beragama Islam sepertimana yang telah sedia maklum, Mahkamah Syariah hanya mempunyai bidang kuasa terhadap Orang yang beragama Islam.Prinsip ini diambil dari kes yang diputuskan iaitu G. Rethinasamy v Majlis Agama Islam Pulau Pinang and anor (1993) 2 mlj 605 dan Tan Lim Kuan lwn Sabariah Bt. Md. Noor (1995) 1 CLJ 323. Namun demikian, di dalam kes Majlis Ugama Islam Pulau Pinang dan Seberang Perai v Shaik Zolkaffily bin Shaik Natar & Ors. (2003) MLJ 705, Mahkamah Persekutuan selaku Mahkamah yang tertinggi telah memutuskan bahawa sekiranya Mahkamah mengendalikan sesuatu kes, pendekatan penting yang perlu diambil kira di dalam menentukan sama ada Mahkamah itu mempunyai bidangkuasa atau tidak, adalah dengan merujuk kepada perkara asas (Subject matter) dan bukannya remedi yang dipohon. Perkara ini juga selari dengan kehendak Artikel 121(1A) Perlembagaan Persekutuan yang memberi bidangkuasa ekslusif Mahkamah Syariah berkaitan perkara-perkara syariah dan apa yang telah diputuskan di Mahkamah Syariah, tidak boleh dicampurtangan oleh Mahkamah Sivil.

Sekiranya merujuk kepada pemberian hibah sebagai mekanisma pembahagian harta umat Islam, sememangnya Mahkamah Syariah mempunyai bidang kuasa sepertimana termaktub di dalam Enakmen Pentadbiran Syariah setiap negeri. Namun demikian, Mahkamah Syariah hanya mempunyai bidang kuasa sekiranya kedua-dua pihak adalah beragama Islam. Sepertimana yang diketahui, hibah boleh diberikan kepada bukan waris dan tidak menghalang pemberian kepada seseorang yang bukan beragama Islam. Sebagai contoh seorang bapa muallaf berhasrat memberi hibah kepada anak-anaknya yang bukan Islam, adalah sesuatu yang dibenarkan. Namun persoalan yang timbul ialah sekiranya bapa yang muallaf sebagai Pemberi hibah, meninggal dunia dan beliau dalam masa yang sama mempunyai keluarga dan anak yang beragama Islam, apa akan berlaku sekiranya keluarganya yang Muslim mencabar pemberian hibah tersebut kepada anak-anak yang bukan Islam dengan alasan bahawa harta seseorang Muslim tidak boleh diberikan kepada bukan

Page 263: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two254

Muslim? Sepertimana yang telah diputuskan di dalam kes Majlis Agama Islam Persekutuan lwn Lim Eng Seng dan satu lagi (2002) 2 MLJ 572; Si mati di dalam kes ini ialah suami kepada Defendan, seorang muallaf yang nama Islamnya ialah Ali Cheow Bin Abdullah. Beliau telah menganut agama Islam dan didaftar sebagai seorang Islam pada 23 Januari 1973 dan beliau meninggal dunia pada 28 Julai 1998, sepanjang hayat beliau, beliau tidak pernah berpaling dari agama asalnya. Di dalam kes ini, surat kuasa mentadbir telah dikeluarkan kepada Defendan-defendan pada 27 Ogos 1992. Pihak Plaintif iaitu Majlis Aagama Islam, menuntut supaya Mahkamah membatalkan surat Kuasa Mentadbir harta yang diberikan kepada Defendan-defendan dan melantik Plaintif sebagai Pentadbir Harta yang baru. Defendan membuat tuntutan balas deklarasi bahawa mereka berhak menjadi pentadbir, mahkamah berhadapan dengan konflik ini merujuk sama ada pihak defendan ada kepentingan beneficial di dalam harta pusaka si mati sebagai syarat melayakkan mereka dilantik sebagai pentadbir. Di sini, Mahkamah membuat keputusan menolak permohonan defendan dan membatalkan Surat Kuasa Mentadbir tersebut dan membenarkan tuntutan Plaintif berlandaskan bahawa si mati adalah Muslim manakala defendan bukan Muslim. Keputusan ini diputuskan dengan merujuk kepada prinsip kes Timah Binti Abdullah (1941) MLJ 41.

Bertitik tolak dari perbincangan di atas, penulis menyoroti kenyataan Hakim Datuk Abdul Hamid Mohamed, sebagai ketua panel ketika bersidang bersama Hakim Datuk S. Agustine Paul dan Datuk Ariffin Zakaria, yang menekankan betapa perlunya peruntukan berkaitan bidang kuasa dua Mahkamah iaitu Syariah dan Sivil supaya disemak dan kemaskini supaya menepati keadaan semasa selepas 50 tahun Negara merdeka. Beliau menyeru supaya badan perundangan menengani masalah yang timbul apabila sesetengah isu melibatkan Mahkamah Sivil dan sesetengah lagi bidang kuasa Mahkamah Syariah. Konflik berkaitan bidang kuasa kedua-dua mahkamah ini timbul di dalam rayuan yang dikemukakan, di mana Mahkamah perlu memutuskan sama ada aset harta seseorang Muslim yang telah meninggal dunia merupakan suatu hibah menurut undang-undang Islam dan ianya tidak boleh diagihkan kepada warisnya mengikut hukum faraid.

Page 264: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

255Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

Pertikaian ini timbul adalah berkaitan wang dalam akaun semasa atas nama bersama si mati iaitu Datuk Sharibun Wahab dan isteri ketiganya, Latifah Mat Zin, yang merupakan Perayu. Di dalam kes ini Perayu mendakwa bahawa wang dalam dua akaun semasa bersama itu adalah miliknya kerana ia telah diberikan kepadanya oleh si mati sebagai hadiah atau hibah. Manakala Responden pula ialah anak perempuan si mati yang mendakwa wang tersebut adalah harta si mati dan patut diagihkan kepada waris mengikut faraid. Hakim Datuk Abdul Hamid Mohamed, menyatakan… “Bila persoalan timbul sama ada harta tertentu merupakan sebahagian daripada aset si mati, yang merupakan seorang Islam dalam sesuatu petisyen bagi Surat Pentadbiran di Mahkamah Tinggi Sivil, jawapan kepadanya bergantung kepada sama ada terdapat pemberian sebagai hadiah daripada si mati yang meninggal tanpa wasiat. Di dalam perkara ini, persoalan itu akan ditentukan mengikut mengikut undang-undang Islam mengenai Hibah atau hadiah. Yang Amat Arif seterusnya menegaskan pemberian hibah berkenaan siapa yang berhak menerima faedah, jumlah peratusan hak tersebut, jika relevan adalah di dalam bidang kuasa Mahkamah Syariah. Seterusnya, Mahkamah Sivil mempunyai bidangkuasa memberi penguatkuasaan kepadanya menerusi pemberian surat pentadbiran serta proses pembahagian harta. Beliau menyatakan dalam rayuan biasa, pemberian surat kuasa dan perintah pengagihan merupakan perkara yang terletak di bawah bidang kuasa Mahkamah sivil, tetapi penentuan berkaitan undang-undang Islam yang timbul dari petisyen itu terletak di bawah bidang kuasa Mahkamah Syariah.

Beliau turut memberi kenyataan selagi masalah konflik bidang kuasa ini tidak diselesaikan oleh Badan Perundangan, maka pihak yang menimbulkan isu yang ada kaitan dengan Islam atau undang-undang syarak di Mahkamah Sivil, hanya boleh memfailkan kes berkenaan di Mahkamah Syariah, semata-mata untuk mendapatkan penentuan tentang isu yang ditimbulkan dan kemudian, keputusan yang dibuat oleh Mahkamah Syariah tentang isu tersebut, boleh digunakan oleh Mahkamah Sivil di dalam membuat keputusan tentang kes berkenaan. Oleh yang demikian beliau menegaskan di dalam rayuan yang dikemukan, sekiranya semua pihak adalah Islam, masih ada jalan keluar sekalipun ia melibatkan prosiding berganda, kelewatan dan lebih

Page 265: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two256

perbelanjaan. Sebaliknya Jika salah satu pihak bukan beragama Islam, maka permohonan seperti itu tidak boleh dikemukakan di Mahkamah Syariah. Menurut beliau lagi, sekiranya pihak yang bukan beragama Islam merupakan bakal Plaintif, dia tidak boleh memulakan prosiding di Mahkamah Syariah. Sekiranya pihak bukan Islam ini adalah bakal Defendan pula, maka dia tidak boleh hadir untuk mengemukakan pembelaannya. Kesannya masalah tidak akan selesai.

Jelas di sini, konflik bidang kuasa antara Mahkamah Sivil dan Syariah boleh merumitkan keadaan terutamanya jika ia melibatkan salah satu pihak adalah bukan Islam. Sekalipun dengan jelas pemberian hibah itu boleh diberikan kepada bukan waris termasuk bukan Islam tetapi perebutan dan perbalahan ke atas harta si mati memang boleh berlaku . Namun demikian, sekiranya pemberian hibah itu telah diberikan secara jelas dan nyata ketika hidup, sepatutnya hak tersebut tidak boleh dipertikaikan lagi dan harta dari pemberian hibah itu hendaklah terkeluar dari senarai harta pusaka si mati. Oleh itu adalah penting pemberian hibah itu diberi secara jelas dengan mendokumenkannya secara teratur. Sekiranya dilihat dari pendekatan Mahkamah terhadap pemberian hibah, sama ada syariah atau Sivil, terus mengiktiraf pemberian hibah. Ini ternyata sepertimana diputuskan di dalam kes Datuk Sharibun Mahkamah menguatkuasakan dan mengesahkan harta akaun semasa bersama dengan isteri ketiga tersebut sebagai pemberian hibah dan bukannya sebahagian harta pusaka, oleh itu tidak boleh dituntut oleh waris.

Kesan perlaksanaan hibah dan penguatkuasannya merujuk kepada peruntukan undang-undang

Seperti sedia maklum peruntukan undang-undang berkenaan hibah di dalam Enakmen hanya menyentuh berkenaan bidang kuasa sahaja. Tiada tata cara dan prosedur berkenaan hibah diperuntukkan secara seragam di dalam kebanyakan Enakmen Syariah. Berdasarkan kepada kes-kes yang diputuskan, jelas menunjukkan bahawa mahkamah mengiktiraf pemberian hibah walau ia dibuat secara lisan (dengan faktor-faktor tertentu) dan seterusnya mengisytiharkan harta hibah tersebut terkeluar dari senarai harta pusaka si mati. Mahkamah syariah juga jarang

Page 266: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

257Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

membantah dan menolak pengesahan hibah yang diberikan kepada bukan waris seperti anak angkat, waris jauh dan muallaf terutamanya ia dibuat secara bertulis. Ini adalah kerana harta tersebut diberikan semasa hidup lagi dan pada pandangan Makamah Syariah, ia adalah sesuatu yang diperakui sebagai mekanisme pentadbiran dan pembahagian harta umat Islam berdasarkan syara’.

Pada pendapat penulis, Mahkamah syariah sememangnya menguatkuasakan pemberian hibah sekiranya sempurna rukun dan cukup bukti pemberian hibah itu sekalipun secara lisan sahaja. Pendirian Mahkamah ini sudah tentu mengalu-alukan di dalam menguatkuasakan dan mengesahkan pemberian hibah yang jelas dan terperinci yang dibuat secara bertulis dan lengkap didokumenkan. Namun demikian, persoalan yang timbul ialah bagaimana pemberian hibah itu, dikuatkuasakan dan diberi pengesahan. Apakah garis panduan dan kayu pengukur yang digunakan di dalam menguatkuasakan dan mengesahkan hibah? Sama ada Mahkamah mengambil kira objektif dan rasional pembahagian harta pusaka secara faraid dan kadar wasiat yang dihadkan kepada 1/3 sahaja? Sepertimana yang telah dijelaskan di atas, objektif faraid dikhususkan kepada waris-waris terdekat yang layak dengan kadar pembahagian yang tertentu berlandaskan prinsip mengutamakan waris-waris supaya mereka yang ditinggalkan berada di dalam keadaan berharta dan bukannya meminta-minta. Malahan wasiat yang dihadkan kepada 1/3 yang juga berlandaskan prinsip yang sama. Kadar wasiat dihadkan kerana berdasarkan prinsip umum wasiat; sesuatu wasiat hendaklah diberikan kepada bukan waris. Pemberian wasiat yang lebih dari 1/3 adalah tidak sah kerana ia melanggar objektif dan rasional pemberian faraid yang mengutamakan dan mengiktiraf waris lebih dari orang yang bukan waris.

Sebagai contoh, sekiranya seseorang memberi hibah keseluruhan harta miliknya kepada Penerima hibah atas dasar kasih sayang kepada siapa yang dikehendakinya, semasa hidup pemberian tersebut lengkap dengan rukun-rukun hibah serta didokumenkan, pemberian tersebut, selalunya diterima mahkamah. Merujuk kepada pendekatan Mahkamah Syariah (seperti contoh-contoh kes yang telah dibincangkan), sudah

Page 267: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two258

tentu pemberian hibah ini disahkan dan dikuatkuasakan. Namun demikian sekiranya seseorang membuat hibah semasa hidupnya dengan menghibahkan semua hartanya kepada bukan waris dan ia didokumenkan, sudah tentu hibah ini juga akan dikuatkuasakan dan disahkan oleh mahkamah. Persoalan timbul ialah di mana hak dan pembelaan terhadap waris-waris? Sudah tentu pemberian hibah ini juga tidak selari dengan objektif pembahagian harta yang dimaksudkan oleh Islam. Sebagai contoh seorang anak yang mempunyai ibu bapa yang sudah tua dan susah, telah menghibahkan keseluruhan hartanya kepada kekasihnya termasuk pampasan perlindungan Insuran. Di manakah pembelaan terhadap ibu bapanya yang ditinggalkan untuk meneruskan hidup? Atau pun contoh lain ialah seorang suami yang berpoligami menghibahkan semua hartanya kepada isteri keduanya dan mengabaikan terus isteri pertama dan anak-anaknya. Adakah ini adil? Mahkamah sudah tentu menguatkuasakan dan mengesahkan hibah ini, lebih-lebih lagi ia didokumenkan. Ini adalah kerana pemberian hibah ini dibuat secara bertulis dan semasa hayat pemberi hibah. Sudah tentu harta hibah sememangnya terkeluar dari harta pusaka.

Walaupun ia Nampak tidak adil, namun mahkamah sudah tentu tidak dapat menafikan pemberian hibah ini kerana ia merupakan kontrak semasa hidup dan tiada peruntukan di dalam mana-mana enakmen memberi peraturan dan syarat-syarat pemberian hibah yang sepatutnya, supaya selari dengan kehendak ajaran Islam di dalam pembahagian harta pusaka. Kekosongan dan lakuna undang-undang Ini, hakikatnya tiada perbezaan dengan wasiat orang bukan Islam, kerana sepertimana yang diketahui, orang bukan Islam boleh mewasiatkan keseluruhan hartanya mengikut kehendaknya kepada siapa sahaja yang dikehendaki. Malahan sekiranya dirujuk kepada pemberian kasih sayang orang bukan Islam, yang termaktub di dalam seksyen 26(a) Akta Kontrak 1950, ianya lengkap dengan syarat-syarat yang perlu dipenuhi. Antara syarat yang penting ialah pemberian itu mestilah diberikan kepada seseorang yang ada hubungan rapat. Sekiranya syarat ini tiada, pemberian tanpa balasan (consideration) itu, adalah batal sepertimana yang diputuskan di dalam kes Re Tan Soh Sim. Malangnya di dalam Enakmen Syariah, tiada langsung peruntukan tersebut. Sekalipun ada peruntukan yang menyatakan sekiranya terdapat Lakuna, hukum syara’ berdasarkan alquran, hadis dan

Page 268: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

259Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

pendapat Jumhur akan dirujuk tetapi ia tidak dikanunkan atau diperuntukkan di dalam Enakmen. Ini sudah tentu Mahkamah berhadapan dengan masalah untuk menguatkuasakan.

Saranan dan cadangan

Melalui peruntukkan undang-undang sedia ada di setiap negeri, jelas menunjukkan tidak ada peruntukan yang jelas dan terperinci dilengkapkan di dalam mana-mana Enakmen Pentadbiran undang-undang syariah. Kesannya keputusan yang dicapai tidak dijamin keseragamannya atau konsistensinya sekalipun mahkamah jarang menolak untuk mengesahkan permohonan hibah yang dituntut. Oleh itu para penulis berpendapat satu Enakmen khusus berkenaan pembahagian harta pusaka umat Islam diwujudkan dan peruntukan khusus berkenaan hibah juga dinyatakandengan jelas dan terperinci di dalam Enakmen tersebut.

Kami berpendapat di dalam peruntukan undang-undang tersebut perlu terlebih dahulu memberi prinsip umum (general principle) tentang pemberian hibah dan disertakan pengecualian-pengecualiannya berserta dengan syarat-syarat yang perlu dipenuhi. Sebagai contoh, memandangkan pemberian hibah ini boleh diberikan kepada bukan waris dan waris, maka kami mencadangkan prinsip umumnya ialah hibah hendaklah diberikan kepada waris terlebih dahulu selari dengan hadis Rasullullah dan objektif pembahagian harta di kalangan umat Islam; sebagai contoh hibah dari pasangan yang hanya ada anak perempuan sahaja, pemberian hibah dari datuk kepada cucu yang telah kematian ayahnya dan lain-lain lagi yang mana mahkamah fikir wajar dan adil. Penulis berpendapat turutan hierarki waris juga perlu dinyatakan dengan jelas di dalam peruntukan undang-undang. Seterusnya pengecualian terhadap prinsip umum itu pula dibolehkan membuat pemberian hibah kepada bukan waris berdasarkan kepentingan, keperluan dan maslahah tertentu. Sebagai contoh pemberian hibah oleh pasangan yang tiada anak; suami kepada isteri, pemberian hibah kepada anak angkat, muallaf kepada keluarganya yang tidak memeluk agama Islam, , jiran yang banyak jasanya dan pelbagai golongan lagi yang boleh dinyatakan berdasarkan maslahah dan keperluan tertentu. Dalam hadis

Page 269: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two260

Rasulullah (S.A.W) turut menuntut keadilan di dalam pemberian hibah sekalipun kepada anak-anak.

Kami turut mencadangkan pemberian hibah yang berlandaskan kasih sayang itu hendalah dibuat secara bertulis, didaftarkan sekiranya perlu, ada hubungan yang rapat dan tidak menghibahkan keseluruhan hartanya kecuali dapat dijelaskan kepentingan dan keperluannya. Disyaratkan Ia perlu dibuat secara bertulis dan didaftarkan supaya boleh mengelakkan penipuan dan manipulasi dari pihak yang tidak bertanggungjawab. Manakala syarat tidak boleh dihibahkan semua harta kerana ini melanggar objektif pembahagian harta di kalangan umat Islam.

Di dalam peruntukan tersebut juga perlu memberi ruang budibicara mahkamah membuat keputusan berdasarkan sebab-sebab dan alasan yang menurut perkiraan Mahkamah adalah wajar, adil dan patut. Selanjutnya apa sahaja kekosongan atau lacuna, tetap perlu merujuk kepada alquran, hadis dan pendapat Jumhur.

Yang pasti peruntukan ini, perlu disediakan dengan terlebih dahulu mengambil kira hak waris dan ahli keluarga serta mengukuhkan silaturrahim sedia ada. Ini kerana kami berpendapat, pemberian hibah kepada bukan waris tanpa panduan, syarat dan kayu pengukur tertentu, bukannya menyuburkan kasih sayang dan silaturrahim sedia ada, malah meruntuhkan silaturrahim itu sendiri dan boleh mewujudkan perbalahan yang tidak sepatutnya. Benarkah ia lambing kasih saying atau silaturrahim yang melayang? Oleh yang demikian Penulis-penulis berharap cadangan dan saranan tersebut dapat menambahbaikkan dan menyempurnakan lagi kaedah perlaksanaan pemberian hibah di dalam menjaga kepentingan waris dan mengukuhkan silaturrahim sesama umat Islam seterusnya keistimewaan dan kelebihan kaedah hibah itu terus dimanfatkan dan dipertahankan.

Kesimpulan

Melalui perbincangan di atas, dapatlah dirumuskan bahawa merancang pengurusan dan pentadbiran harta adalah amat penting. Namun demikian melalui kajian dan temubual yang dibuat, kesedaran masyarakat khususnya umat Islam berkenaan perkara ini amat rendah sekali sehingga berlakunya pembekuan

Page 270: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

261Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

harta bernilai sehingga kini telah mencecah 66 billion. Sesuatu yang drastik dan praktikal perlu dilakukan segera. Melalui peruntukan undang-undang sedia ada di setiap negeri, jelas menunjukkan tidak ada peruntukan yang jelas dan terperinci dilengkapkan di dalam mana-mana Enakmen Pentadbiran undang-undang syariah. Kesannya keputusan yang dicapai tidak dijamin keseragamannya atau konsistensinya sekalipun mahkamah jarang menolak untuk mengesahkan permohonan hibah yang dituntut. Namun kaedah yang sistematik dan selaras perlu dilengkapkan di dalam Enakmen. Namun kenyataan tentang deraf undang-undang hibah yang telah dimajukan pada akhir 2013 lalu, memberi sinar baru kepada perlaksanaan harta dan pembahagian harta umat Islam secara lebih teratur, jelas dan sistematik.

Perkembangan ini, amat positif dalam mempercepatkan proses pembahagian harta umat Islam kerana difahamkan peruntukan di dalam deraf undang-undang tersebut telah dibentangkan kepada penasihat undang-undang negeri, mufti serta ketua Hakim Sharie setiap negeri bagi mencari titik permasalahan yang diamalkan setiap negeri. Isu keseragaman perlaksanaan hibah di setiap negeri turut menjadi perhatian dalam penggubalan undang-undang hibah ini.

Merujuk kepada peranan agen-agen pengurus harta seperti Wasiyyah Shoppe, Amanah Raya Berhad, institusi-institusi kewangan dan lain-lain, perlu mengembeleng tenaga memasarkan produk perkhidmatan hibah ini secara efektif dan drastik melalui pendedahan di media cetak, media elektronik, risalah-risalah selain turun padang memberi pendedahan melalui kempen-kempen, ceramah-ceramah yang bukan sahaja dilakukan di bandar-bandar malah ke luar bandar sekalipun. Ini jelas dilihat, kesedaran perancangan harta, mula meningkat walau tidak sepenuhnya di kalangan mereka di kawasan bandar dan di kalangan profesional. Namun demikian di kalangan mereka di luar bandar masih kurang pendedahan dan kesedaran, walhal mereka inilah kebanyakannya mempunyai hartanah yang banyak dan ada pula tanah yang mempunyai banyak nama di atas satu geran.

Kegagalan merancang pengurusan dan pentadbiran harta, boleh mengakibatkan pelbagai masalah dan kesulitan timbul di kalangan waris, bukan sahaja timbul keretakkan silaturrahim

Page 271: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two262

sesama waris, malah harta juga terbiar tanpa dapat dimanfaatkan oleh waris, pembahagian harta yang mengambil masa yang lama, seterusnya memberi kesan yang tidak produktif kepada ekonomi keluarga dan negara.

Perancangan pengurusan harta sebenarnya hendaklah dibuat semasa hayat si pemilik harta dan bukannya setelah berlakunya kematian. Ini adalah kerana pemilik harta itu sendiri lebih tahu kepada siapa harta itu layak diberikan atau untuk apa dan bagaimana harta itu dimanfaatkan. Sepertimana melalui ilmu perancangan kewangan, (oleh Hj Abdul Aziz Hassan dan Cik Yusmawati Yusop 2006) ia mempunyai tiga peringkat iaitu pengumpulan harta, penjagaan harta supaya tidak hilang dan susut nilai serta akhir sekali pembahagian harta. Oleh yang demikian adalah rugi dan malangnya sekiranya pengumpulan harta dan penjagaan harta yang dibuat semasa hidup, gagal dimanfaatkan di dalam jangka masa panjang bila sampai ke peringkat pembahagian harta selepas kematian si pemilik harta.

Jelas di sini pengetahuan dan kesedaran berkenaan perancang-an harta dapat melancarkan urusan pembahagian harta pusaka, menjana dan mengukuhkan ekonomi keluarga dan negara. Peran an agen-agen pengurusan harta amat signifikan dan relevan di dalam membantu secara langsung dan tidak langsung berkembangnya ekonomi negara. Selain dari mantapnya ekonomi keluarga penerima hibah itu sendiri, dengan kewujudan agen-agen pengurusan harta ini juga, mampu memberi persaingan yang sihat dan kompetitif di dalam pasaran produk perkhidmatan di dalam negara. Seterusnya menjana ekonomi negara dengan wujudnya peluang-peluang pekerjaan dan pertambahan ilmu pengurusan harta di kalangan agen-agen sendiri dan masyarakat keseluruhannya, malah tertunai juga fardu kifayah yang dituntut oleh agama. Sesungguhnya peranan agen-agen ini adalah umpama serampang dua mata kerana ia merangkumi kedua-dua aspek ilmu dan manfaat di dunia ini dan di akhirat nanti. Peranan dan fungsi agen ini perlu disokong dan diluaskan melalui kerjasama semua pihak.

Page 272: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

263Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

Rujukan

al-Ahyar, Jilid 1

al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Jilid v, Wahbah al- Zuhaili

Berita Harian, 23 Januari 2007, 10 Julai 2007

Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Melaka 2002

I’aanah al-Talibin, Jilid 3

Kanun Tanah Negara 1965 (Akta 56)

Maqasid Aas Syariah, Universiti Al Aazhar

Nur Ezan Rahmat, Hibah: Mekanisme Meningkatkan Hak Wanita di Dalam

Perwarisan, Seminar Wanita dan Undang-Undang, 09/09/06, Rennaisance Melaka Hotel, Melaka.

Siti Mashitoh Mahamood, Hak dan Tuntutan Kehartaan Wanita di Malaysia :

Perspektif Undang-Undang Masakini, Seminar Wanita dan Undang-Undang, 09/09/06, Rennaisance Melaka Hotel, Melaka.

Ruzman Md Noor, Mohd Istajib Mokhtar; Ulasan Kes dari Aspek Pembuktian: Rosmah Binti Suly & Seorang Yang lain lwn Ismail bin Mohamad & Seorang Yang Lain.

Mohd Bakir Yaakub, Khatijah Othman 2011; Konflik Pembahagian Harta Pusaka (Al-Mirath) Dan Krisis Identiti Dalam Institusi Kekeluargaan Masyarakat Melayu: Satu Tinjauan Dan Perspektif Islam; (Teaching and Learning ICICMI 2011)

Abu Zareen 2009: Penyelesaian Harta Wakaf, Wasiat, hibah, harta Sepencarian Dan harta Pusaka;

Pengurusan harta Melaui Hibah: Kepentingan Dan Manfaat Dari Pelbagai Aspek Untuk kemajuan Ummah; Rusnadewi

Page 273: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two264

Abd. Rashid; Nor Hisyam Ahmad (Jurnal Hadhari 5(1) (2013) 91-104.

Mohd Zamroo Muda; Instrumen hibah & wasiat: Analisis hukum dan aplikasi di Malaysia; Jabatan Syariah, Fakulti Pengajian Islam, UKM.

Abdul Halim El- Muhammady 2001; Undang-undang Muamalat & Aplikasinya Kepada Produk-Produk Perbankan Islam; Abdul Halim El- Muhammady,; 2001.

Berita Harian oleh tuan Musa Awang, 13/7/2011

Utusan melayu oleh Othman Mustapha bertarikh 3/11/2013

Ismail Bin Mohamad & Seseorang Yang lain (JH 32/2, JUN 2011, 223)

http://www.wasiyyahshoppe.com

http://www.cimbbank.com.my

http://dictionary.bnet.com/definition/Service.html

http://www.ridaparidah.com/2007/04/29

http://wikipedia.org

http://sistersinislam.org.my

Page 274: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

265

PENGURUSAN WAKAF TANAH DI MELAKA: SATU KAJIAN KONSEP

Zunaidah Ab Hasan, Khalilah Ibrahim,Noor Azzura Mohamed, Azhana Othman

Pengenalan

Wakaf dalam bahasa Arab bermaksud bermakna berhenti , mengandungi , atau memelihara. Dari segi Islam , wakaf merujuk kepada endowmen agama iaitu dedikasi sukarela dan tidak boleh ditarik balik kekayaan seseorang atau sebahagian daripadanya seperti tunai atau benda ( seperti rumah atau bangunan, tanah dan perbelanjaan untuk projek-projek yang mematuhi syariah seperti masjid, tanah wakaf perkuburan atau sekolah agama. Wakaf adalah sumbangan tetap. Setelah wakaf yang diwujudkan, ia tidak boleh didermakan sebagai hadiah, diwarisi, atau dijual semula harta tersebut. Pembayaran pulangannya dilakukan mengikut hasrat penyumbang ini.

Wakaf adalah satu instrumen yang penting di dalam pembangunan ekonomi umat Islam. Harta yang dimiliki oleh umat islam dikongsi atau diserahkan pemilikannya kepada masyarakat umumnya dapat memperkembangkan tahap ekonomi umat Islam . Pemberian yang boleh di dalam bentuk wang, bangunan, tanah bagi tujuan yang akan menguntungkan masyarakat yang berada di sekelilungnya. Antara dalil pensyariatan berwakaf adalah seperti Surah Ali Imran: Ayat 92:

Firman Allah Subhanahu Wa Taala yang bermaksud :

لن تنالوا الب حتى تنفقوا ما تبون وما تنفقوا من شيء فإن اه به عليم

Page 275: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two266

“Kamu tidak sekali-kali akan mencapai kebaikan (yang sempurna) sehingga kamu dermakan sebahagian daripada apa yang kamu sayangi, dan apa jua yang kamu dermakan maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.”

Dalam pengurusan harta wakaf, pentadbir wakaf adalah pihak yang memainkan peranan yang penting. Pihak ini adalah menjadi tunggak atau nadi yang menggerakkan pembangunan harta wakaf dan diuruskan sebagaimana yang dikehendaki oleh pewakaf. Pentadbir wakaf menjalankan bidang yang terhad berdasarkan kepada syarat-syarat yang ditetapkan, kecuali terdapat keperluan tertentu yang diharuskan tetapi dilakukan melalui keputusan jemaah mufti. Di dalam konteks negara Malaysia, setiap Majlis Agama Islam Negeri bertanggungjwab di dalam mentadbir, mengurus dan mengawal harta wakaf yang di amanah atau yang telah diserahkan untuk kebaikan umat Islam secara umumnya.

Mohamad Zaim Isamail et.al (2013), penambahbaikan konsep wakaf, penubuhan pentadbiran wakaf pusat, wakaf dalam pendidikan perlu dilaksanakan dan dihayati agar ia menjadi anjakan paradigma berterusan sekaligus membangunkan tahap hidup masyarakat dan meningkatkan ekonomi umat Islam. Kecekapan di dalam pengurusan wakaf amat penting bagi memastikan harta yang diwakafkan oleh umat Islam dapat diperkembangkan atau dipertingkatkan atau digunakan secara maksimum bagi mendatangkan keuntungan kepada ummah.

Zuraidah, Norhidayah dan Rabitah (2011) di dalam kajian mendapati kebanyakan tanah wakaf yang terdapat di Kedah tidak didaftar dengan Majlis Agama Islam Kedah (MAIK). Terdapat hanya 42 peratus sahaja yang berdaftar. Begitu juga yang dihadapi oleh Jabatan Agama Islam Melaka (JAIM), kerana tidak mempunyai data lengkap maklumat bagi tanah wakaf yang terdapat di Melaka. Tanaf wakaf yang dimaksudkan iaitu tanah masjid, surau, sekolah agama dan tanah wakaf kubur. Ketiadaan maklumat yang lengkap berkenaan tanah wakaf yang terdapat di negeri Melaka menyebabkan Pihak JAIM tidak dapat menilai jumlah harta tanah wakaf yang terdapat di Negeri Melaka.. Kajian (Ismail Ahmad ,2014) di dalam mengkaji kecekapan pengurusan wakaf bagi Majlis Agama Islam Kelantan, Pahang dan Penang menggunakan DEA analisis mendapati hanya Majlis Agama

Page 276: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

267Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

Islam Pulau Pinang sahaja mencapai tahap kecekepan yang tinggi manakala Kelantan dan Pahang jauh ketinggalan, tidak mencapai tahap kecekapan yang sepatutnya.

Latar Belakang Pengurusan Tanah Wakaf Di Negeri Melaka

1. Konsep Tanah Wakaf

Wakaf pada asasnya merupakan satu daripada institusi Islam yang telah dimulakan sejak zaman Rasulullah s.a.w. lagi selain institusi seperti zakat, Baitulmal, dan lain-lain. Ia memainkan peranan yang amat penting bukan sahaja sebagai ibadah, bahkan juga sebagai satu institusi ekonomi yang amat berkesan. Malahan sehingga kini, kebanyakan daripada negara-negara Islam masih memandang wakaf sebagai institusi yang penting dalam pembangunan masyarakat dan negara.

Sesuatu benda yang dijadikan wakaf itu pula dalam fikah Islam merupakan suatu objek yang umum bentuknya dan boleh meliputi berbagai benda. Walaupun berbagai hadis atau riwayat yang menceritakan masalah ini adalah mengenai tanah, tetapi ramai ulama memahami bahawa wakaf yang tidak berbentuk tanah (bukan tanah) juga boleh dijadikan wakaf asalkan objek tersebut tidak mudah musnah atau boleh mengekalkan bentuknya secara abadi ketika diambil manfaatnya (H. Adijani, 1992:24).

Tanah merupakan harta wakaf yang terpenting kerana harta tanah mempunyai ciri-ciri istimewa sebagai satu sumber pelaburan yang baik, sama ada melalui sewaan, pajakan, ataupun dibangunkan semula berasaskan permintaan dan arus pembangunan semasa. Setiap negeri di Semenanjung Malaysia sebenarnya mempunyai tanah wakaf yang boleh dirancang dan dibangunkan semula sebagai sumber pendapatan dan pembangunan ekonomi umat Islam secara berkesan.

Tanah wakaf tidak seharusnya dilihat dalam bentuk tapak untuk kegiatan ibadah seperti membina surau, masjid, atau kubur semata-mata, malah ia boleh diusahakan bagi kegiatan ekonomi yang lain asalkan berlandaskan hukum syarak. Dengan ini fungsi tanah wakaf itu boleh diperkembangkan lagi kepada

Page 277: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two268

kegiatan-kegiatan lain yang lebih ekonomi mengikut tuntutan pembangunan terkini.

2. Pengurusan Tanah Wakaf di Negeri Melaka

Setiap negeri di Semenanjung Malaysia mempunyai harta wakaf, dalam berbagai bentuk iaitu tanah, bangunan perniagaan, perumahan, dan sebagainya selain dalam bentuk tempat ibadat dan tanah perkuburan. Didapati kebanyakan tanah wakaf terus terbiar tanpa adanya pihak pengurusan yang berkesan untuk berusaha memajukan tanah tersebut walaupun ia amat berpotensi untuk dimajukan secara komersial.

Sementara itu, bagi sesetengah harta tanah wakaf, penggunaannya tidak menepati kehendak Islam serta tidak mengikut keadaan pembangunan semasa. Contohnya, berlaku di Melaka, misalnya terdapat kadar sewa yang dikenakan ke atas tanah wakaf di Bandar Melaka ialah antara RMl.00 dan RM14.00 sebulan. Sewa bagi tapak dan bangunan kedai pula ialah antara RM17.75 dan RM430.00. Sebahagian besar dari orang-orang yang menyewa tanah-tanah wakaf ini pula terdiri dari orang-orang bukan Islam yang menikmati penggunaan harta tersebut dengan kadar sewa yang amat rendah.

Sebenarnya, pembangunan harta tanah wakaf boleh dirancang selari dengan dasar pembangunan negara, khususnya dalam mengurangkan ketidakseimbangan sosial dan ekonomi melalui perkongsian faedah secara lebih adil dan saksama menerusi satu sistem pentadbiran, pengurusan, dan perancangan sumber yang cekap, dinamik, dan berkeupayaan.

Hukum syarak telah menetapkan bahawa harta yang diwakafkan hendaklah diurus dan ditadbir oleh pihak yang bertanggung jawab bagi mengawal selia dan menjaga keselamatan harta wakaf agar ia dapat disalurkan kepada pihak yang benar-benar berhak menerimanya. Hukum syarak yang digunakan di negeri Melaka pada masa kini berpandukan kepada Mazhab Syafie. Semua negeri di Malaysia mempunyai harta tanah wakaf, dan kebanyakkannya ditadbir oleh Majlis Agama Islam. Sistem pengurusan tanah wakaf di sesebuah negeri bergantung kepada bagaimana sesebuah negeri itu melaksanakannya.

Page 278: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

269Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

Dalam konteks negeri Melaka, pentadbiran dan pengurusan harta wakaf telah di ambil alih sepenuhnya oleh Majlis Agama Islam. Dengan ini, tanah wakaf tidak boleh diambil balikatau dibatalkan oleh Pihak Berkuasa Negeri. Ini adalah bertujuan untuk memelihara dan melindungi harta orang Islam sewajarnya. Di Melaka, Majlis Agama Islam Melaka MAIM, adalah badan yang merangka dan menguruskan tanah wakaf di negeri Melaka.

Peranan MAIM adalah menguruskan perkara yang berkaitan harta wakaf. MAIM adalah menjadi tunggak atau nadi yang menggerakkan pembangunan harta wakaf dan diuruskan sebagaimana yang dikehendaki oleh pewakaf. Pentadbir wakaf menjalankan bidang yang terhad berdasarkan kepada syarat-syarat yang ditetapkan, kecuali terdapat keperluan tertentu yang diharuskan tetapi dilakukan melalui keputusan jemaah mufti. Dari segi perundangannya, walaupun badan ini dianggap sebagai badan yang menjadi pemegang harta amanah wakaf, namun ia tidak bermakna semua tanah wakaf adalah menjadi milik mutlak MAIM. Dalam proses membuat keputusan, MAIM berhak untuk membuat perjanjian, membeli, mengambil, memegang dan memiliki harta sama ada harta alih atau tak alih untuk menukar, memindah dan membangun segala harta yang terserah milik kepada MAIM mengikut mana-mana peraturan yang tersedia ada menurut hukum syarak. Peraturan ini memberi kuasa kepada MAIM untuk melaksana dan membangun harta wakaf yang ditadbir oleh MAIM.

Beberapa proses dalam menguruskan tanah wakaf. Pengurusan dimulakan dengan Proses Permohonan Tanah Yang Diserahkan Kepada Kerajaan Bagi Diwakafkan Sebagai Tanah Kubur dan Masjid. Seterusnya, Proses Permohonan Peletakhakan Tanah Secara Statutori Berdasarkan Dokumen Kepada MAIM. Seterusnya, Proses Pelepasan Kaveat (Pembatalan) Setelah Berlaku Pewakafan. Akhir sekali, iaitu Proses Peletakhakan Tanah Dalam Kawasan Penempatan Berkelompok Sebagai Tanah Wakaf. MAIM bertanggungjawab sepenuhnya mentadbir dan menguruskan wakaf tanah di negeri Melaka.

Page 279: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two270

Permasalahan Dalam Pengurusan Wakaf Tanah Di Malaysia

Terdapat banyak kajian yang telah dilaksanakan oleh pelbagai pihak dalam mengkaji permasalahan pengurusan wakaf tanah di Malaysia (Rohayu & Rosli, 2014; Mohd Afandi, 2012; Sanep & Nur Diyana, 2011; Ahmad Zaki, Zuina & Norzaidi, 2006). Secara tidak langsung kajian-kajian yang telah dijalankan ini telah banyak membantu pihak-pihak yang berwajib dalam menangani permasalahan pengurusan wakaf tanah dan seterusnya memperbaiki tahap kecekapan (Sanep & Nur Diyana, 2011). Selain itu, kajian serta penyelidikan yang telah dilaksanakan ini dapat membantu dalam mengenalpasti beberapa isu dan halangan serta cara penyelesaian di dalam memperbaiki tahap pembangunan wakaf tersebut.

Oleh yang demikian, kajian konseptual ini dilaksanakan bagi mengenalpasti dan membincangkan permasalahan dalam pengurusan wakaf tanah yang relevan hari ini. Antara permasalahan tersebut ialah prosedur dan perundangan tanah Negara, permasalahan hukum, konflik bidang kuasa mahkamah, pengurusan dan pentadbiran, permasalahan pangkalan data tanah wakaf, pembangunan tanah serta halangan fizikal dan sosial (Rohayu & Rosli, 2014; Mohd Afandi, 2012; Sanep & Nur Diyana, 2011; Norhaliza & Mustafa Omar, 2011; Hasnol, 2007; Abdul Rahman & Othman, 2006; Abdul Halim, 2005; Mohd Saharudin, Mohd Saifoul & Jamal, 2003; Kamarudin, 1992).

1. Masalah Prosedur dan Perundangan Tanah Negara

Menurut kajian yang telah dilaksanakan oleh Abdul Rahman & Othman (2006), permasalahan utama yang wujud dalam pengurusan wakaf tanah ialah masalah prosedur dan perundangan. Berdasarkan kepada peruntukan enakmen Majlis Agama Islam Negeri (MAIN), sememangnya tiada peruntukan yang khusus berkaitan dengan wakaf seperti yang terdapat di negeri Selangor, Terengganu, Perak dan Johor (Mohd Dani & Baharudin, 2006). Oleh yang demikian, ia boleh menjurus kepada penyelewengan dan penyalahgunaan harta wakaf oleh pihak yang tidak bertanggungjawab. Selain daripada itu, disebabkan oleh ketiadaan peruntukan dalam enakmen negeri yang khusus

Page 280: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

271Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

ini, telah merumitkan prosedur pendaftaran dan pengurusan wakaf tanah (Harun et al, 2012), malahan menyukarkan dari segi penukaran syarat tanah oleh pemilik tanah (Abdul Malik, 2012). Sepertimana yang dinyatakan oleh Mohd Afandi (2012) di dalam kajiannya bahawa prosedur penyerahan balik tanah kepada pihak kerajaan yang dilakukan di Pejabat Tanah untuk pengwartaan dan terpaksa dipohon semula oleh MAIN sebagai tanah rezab melalui permohonan khas adalah satu proses yang agak rumit dan memakan masa yang agak panjang.

Walaupun perkara yang berkaitan dengan wakaf ditadbir di peringkat negeri dan telah ada diperuntukkan dalam setiap Enakmen Pentadbiran Negeri masing-masing, namun peruntukan wakaf dalam Enakmen tersebut bukanlah bersifat menyeluruh. Ia lebih menekankan aspek pentadbiran dan prosedur ringkas perwakafan. Malahan terdapat percanggahan dengan undang-undang wakaf Islam (Hishamuddin, Megat Mohd Ghazali & Asiah, 2006). Sebagai contoh, dalam sekatan wakaf yang tidak boleh melebihi satu pertiga harta wakaf (Nik Abdul Rasyid, 1986). Selain itu, wujud juga percanggahan bidang kuasa di antara Badan Perundangan Negeri dengan bidang kuasa Persekutuan.

Justeru itu, dalam usaha untuk mengatasi permasalahan ini, satu pelan tindakan awal perlu dilaksanakan dengan membuat pindaan serta meluluskan beberapa peraturan baru yang khusus berkenaan wakaf serta perlunya tafsiran yang lebih meluas terhadap beberapa seksyen yang terkandung di dalam enakmen negeri yang sedia ada dan peruntukan-peruntukan lain yang perlu dirujuk bersama. Antaranya seperti Akta Kanun Tanah Negara 1965 (Akta 56), Akta Kerajaan Tempatan 1976 (Akta 171), Akta Pemegang Amanah 1949 (Akta 208) dan Akta Pengambilan Tanah 1960 (Akta 486).

2. Masalah Hukum

Permasalahan dari segi hukum dan kategori harta wakaf juga merupakan faktor penghalang kepada usaha membangun serta memajukan harta wakaf. Penggunaan harta tanah Baitulmal berbeza dengan tanah wakaf yang agak ketat dari sudut hukum dan ciri-ciri penggunaannya. Harta tanah Baitulmal agak

Page 281: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two272

terbuka penggunaannya di mana ia boleh dijual dan dibeli dan penggunaannya tidak terikat dengan apa-apa perjanjian atau Surat Cara yang diwasiatkan berbanding harta wakaf . Justeru itu, segala rancangan pembangunan tanah wakaf adalah terikat dengan niat pewakaf. Contohnya kebanyakan tanah yang diwakafkan adalah bertujuan untuk ibadat seperti masjid atau surau. walaubagaimanapun, amanah pewakaf ini tidak dapat dilaksanakan lantaran ketidaksesuaian tujuan tersebut disebabkan oleh beberapa kemungkinan seperti di tempat berkenaan telah wujud masjid yang berdekatan dengan lokasi tersebut.

Di Kelantan, wakaf ibadat antara yang terbanyak meliputi 70 peratus daripada keseluruhan keluasan tanah wakaf. Biasanya harta Wakaf Khas tidak mendatangkan hasil kepada Majlis, bahkan MAIN terpaksa mengeluarkan perbelanjaan daripada sumber yang lain untuk membiayai penyelengaraan harta tanah tersebut yang terdiri daripada tanah kubur, tapak masjid dan tapak Sekolah Agama dan sebagainya yang berbentuk kebajikan umum. Sama seperti di Melaka, terdapat sebanyak 1458.28 ekar, daripada jumlah tersebut 476.73 ekar adalah tanah tapak perkuburan.

3. Masalah Konlik Bidang Kuasa Mahkamah

Antara perkara utama yang wajar diberi perhatian yang serius dari sudut perundangan ialah perkara mengenai Hal Ehwal Pentadbiran Agama Islam dan Undang-undang yang berkaitan dengan hukum syarak ditadbir di bawah negeri dan tidak di peringkat Persekutuan. Realiti yang berlaku adalah disebaliknya. Perkara wakaf walaupun dikategori dalam urusan agama, namun apabila wakaf dibuat melalui wasiat atau surat pemegang amanah ia terikat dengan Akta Pemegang Amanah 1949 (Akta 208), (Ahmad, 1999), justeru itu, beberapa elemen sivil dipertikaikan khususnya jika tanah itu tidak didaftarkan atas nama Majlis Agama Islam, isu pertikaian yang membabitkan orang bukan Islam.Dalam hal ini walaupun pada masa yang sama Mahkamah Syariah mempunyai bidang kuasa untuk mendengar kes terbabit, Mahkamah Sivil juga berhak untuk mendengar pertikaian berkenaan. Sesuatu fatwa mufti juga tidak mengikat keputusan mahkamah awam, bahkan mahkamah boleh untuk tidak mengambil kira fatwa tersebut.

Page 282: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

273Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

Implikasi daripada ini wujudnya pertindihan bidang kuasa antara Negeri dengan Persekutuan.

4. Masalah Pengurusan dan Pentadbiran

Pengurusan wakaf tanah di Malaysia juga berhadapan dengan masalah pengurusan dan pentadbiran (Rohayu & Rosli, 2014 dan Ihsan & Mohamed Ibrahim, 2011). Ini kerana, jika dilihat Bahagian Unit Wakaf adalah satu bahagian kecil yang digabung dengan Unit Baitulmal yang mana hanya melibatkan sebilangan kecil pentadbir yang bertanggung jawab ke atas semua hal yang berkaitan dengan harta Baitulmal dan lain-lain urusan. Ini jelas membuktikan bahawa bilangan tenaga kerja yang kecil ini telah menyebabkan pengurusan dan pentadbiran wakaf tanah menjadi tidak proaktif (Abdul Ghafar & Noraziah, 2009). Selain itu, kajian yang dilaksanakan oleh Norhaliza & Mustafa Omar (2009) antara alasan utama yang menjurus kepada kelemahan pengurusan dan pentadbiran ialah kekurangan dana serta sumber manusia yang terhad. Situasi ini telah menyebabkan mereka tidak dapat melaksanakan program dan perancangan dengan sempurna. Pegawai Baitulmal dan Wakaf terpaksa memikul semua beban tanggung jawab yang melibatkan dua institusi yang agak besar, iaitu Baitulmal dan Wakaf pada satu masa. Jika dilihat kepada perkembangan antara dua institusi ini nampaknya MAIN lebih memberi keutamaan dan penumpuan kepada institusi Baitulmal (Mohd Afandi, 2012).

Bukan sahaja kekurangan tenaga kerja ini merupakan masalah yang utama, malahan masalah semakin meruncing apabila mereka yang bertanggungjawab menguruskan hal-hal yang berkaitan dengan wakaf didapati kurang mahir dalam mengendalikan pelbagai kes yang membabitkan pengurusan hartanah wakaf (Rohayu & Rosli, 2014; Abdul Malik, 2012; Harun et al., 2012).

5. Masalah Pangkalan Data Tanah Wakaf

Berdasarkan kepada kajian-kajian lepas menunjukkan bahawa rekod dan dokumentasi tanah-tanah wakaf di Malaysia

Page 283: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two274

adalah antara isu dan halangan utama yang menyumbang kepada kegagalan tanah wakaf untuk didaftar dan dibangunkan (Harun et al, 2012 dan Mohd Afandi, 2012). Ini terbukti apabila masih terdapat badan pengurusan wakaf yang belum lagi menggunakan sistem berkod serta sistem rekod yang tidak bersistematik. Menurut Ihsan & Mohamed Ibrahim (2011), ekoran itu banyak maklumat berhubung hartanah wakaf tidak direkodkan dengan baik dan tersusun yang akhirnya menyebabkan ia terus lenyap dalam senarai peruntukan.

Kajian dan penyelidikan semula serta siatan dari semasa ke semasa perlu dijalankan ke atas keseluruhan tanah wakaf di bawah kawalan MAIN. Ini sejajar dengan perkembangan dunia teknologi maklumat berkomputer yang memerlukan perubahan dan pembaharuan yang menyeluruh dalam sistem data pengumpulan harta wakaf. Sistem fail sudah tidak lagi relevan untuk dipraktikkan kerana ia melengahkan usaha untuk meneliti setiap timbunan fail yang mengambil masa yang panjang. Ini kerana data-data yang telah dikemaskini berupaya memberikan gambaran yang jelas tentang kedudukan semasa pembangunan harta wakaf dan meningkatkan mutu kerja, prestasi pembangunan dan analisis kemajuan dari segi ekonomi (Rohayu & Rosli, 2014; Mohd Afandi, 2012; Mohd Saharudin, Mohd Saifoul & Jamal, 2003).

6. Masalah Pembangunan Tanah

Antara objektif utama Unit Wakaf dan Baitulmal ialah mengembang dan meluaskan harta wakaf dalam negeri dengan memperkemaskan dan menyusun semula sistem pentadbiran dengan lebih sempurna mengikut keperluan semasa dan tidak bercanggah dengan hukum syarak. Walau bagaimanapun, berdasarkan kepada hasil pembangunan yang dijalankan oleh MAIN di beberapa buah negeri sehingga ke hari ini tidak menampakkan hasil kejayaan yang boleh dibanggakan, malah masih kekal berada pada takuk dan tahap yang sama (Mohd Afandi, 2012).

Selain itu, hartanah wakaf dibangunkan dengan sistematik dan berkesan bagi memberi faedah kepada para Muslim (Isa et al., 2011). Namun begitu, pengurusan tanah wakaf tertakluk kepada usaha yang telah dirancang oleh kerajaan negeri yang

Page 284: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

275Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

mana kemajuan ini adalah berteras kepada kesejahteraan rakyat tempatan. Bagaimanapun peratusan kecemerlangan kejayaan yang dicapai amatlah kurang. Ini kerana wakaf tanah tersebut kurang diberi penekanan untuk diterokai bagi tujuan pembangunan (Abdul Malik, 2012; Hassan & Shahid, 2010). Malahan, majoriti pembangunan yang telah dilaksanakan di atas tanah wakaf ini lebih tertumpu kepada pembangunan berkonsepkan islam dan keagamaan semata-mata. Kajian yang dilaksanaka oleh Hassan & Shahid (2010) mendapati bahawa kebanyakan daerah hanya menumpukan pembangunan hartanah wakaf bagi pembangunan surau, masjid dan tanah perkuburan sahaja. Sedangkan hartanah wakaf ini boleh digunakan bagi semua tujuan asalkan ianya membawa kebajikan kepada keseluruhan penduduk tempatan (Rohayu & Rosli, 2014; Mohd Afandi, 2012 dan Mohd Saharudin, Mohd Saifoul & Jamal, 2003).

7. Masalah Halangan Fizikal dan Sosial

Pengurusan hartanah wakaf juga turut menghadapi masalah dari segi fizikal dan sosial. Menurut Abdul Malik (2012) keluasan tanah wakaf yang kecil menghalang suatu projek pembangunan. Selain daripada kedudukan tanah yang berselerak yang mana ia menyukarkan pembangunan yang dirancang bagi tujuan sesuatu pembangunan. Terdapat juga tanah-tanah wakaf yang terletak di pedalaman yang mana tiadanya kemudahan jalan masuk yang baik. Tidak kurang juga tanah-tanah ini tidak berpotensi dan tidak berdaya maju serta tidak produktif untuk dibangunkan dalam tempoh yang terdekat ini. Akibatnya tanah berkenaan terbiar begitu sahaja tanpa dapat memberi apa-apa pulangan kepada MAIN, lebih-lebih lagi kepada umat Islam seluruhnya. Malahan terdapat juga tanah wakaf turut disewakan kepada penduduk yang bukan Islam (Rohayu & Rosli, 2014 dan Mohd Afandi, 2012).

Selain itu pemahaman tentang hak dan tanggungjawab terhadap harta amanah kurang diberi perhatian oleh masyarakat pada hari ini. Seharusnya kesedaran tentang kepentingan harta wakaf untuk kegunaan ummah keseluruhannya perlu ditingkatkan lagi. Masyarakat sekeliling juga perlu bertindak dan prihatin terhadap tanggung jawab memelihara amanah harta wakaf dengan membuat laporan segera kepada MAIN jika ada

Page 285: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two276

sebarang pencerobohan yang berlaku ke atas tanah wakaf. Sikap mementingkan diri sendiri tidak akan mencapai konsep keadilan hidup bermasyarakat dan perancangan pembangunan tanah wakaf tidak akan menjadi kenyataan selagi sikap negatif ini tidak diubah.

Kesimpulan

Kajian ini adalah tinjauan awal mengenai pengurusan wakaf tanah khususnya di Melaka. Ia bertujuan untuk menganalisa pengurusan wakaf tanah secara umum disamping mengenal pasti masalah-masalah yang terdapat dalam pengurusan wakaf tanah.Di Malaysia setiap negeri tanah wakaf akan ditadbirurus oleh Majlis Agama Islam Negeri daripada pendaftaran tanah wakaf, pembangunan yang dijalankan ke atas tanah tersebut serta memantau aset tanah wakaf yang dimiliki yang mana pengurusannya dapat memberi manafaat kepada masyarakat Islam secara keseluruhannya.(Nor ‘Azzah Kamri,2010). Hasil dapatan kajian diharapkan dapat menyumbang kepada penambahbaikan pengurusan wakaf tanah yang lebih sistematik demi manafaat umat Islam akan datang di mana perancangan pembangunan dapat dilaksanakan ke atas tanah yang diwakafkan.

Rujukan

Abdul Ghafar Ismail & Noraziah Che Arshad. (2009). Pengurusan Zakat Dan Wakaf Di Malaysia: Satu Langkah Ke Hadapan. Jurnal Pengurusan JWZH (Vol 3, No 2)

Abdul Halim Ramli. (2005). Pengurusan Wakaf Di Malaysia: Caba-ran Dan Masa Depan. Pusat Penerbitan Universiti (UPE-NA) UiTM, Shah Alam Selangor.

Abdul Malik, A. B, (2012). Comparative Study on Management of Waqf Land, unpublished Degree Dissertation, Univer-siti Teknologi MARA, Malaysia.

Page 286: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

277Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

Ahmad Ibrahim (1999), “Wakaf dan Pelaksanaannya di Malaysia”, dalam Undang-undang Keluarga Islam di Malaysia, Malayan Law Journal Sdn. Bhd

Ahmad Zaki Hj Abd Latif, Zuina bt Ismail, Norzaidi bin Mohd Daud (2006), “Pengurusan Harta Wakaf dan Potensinya ke Arah Kemajuan Pendidikan Umat Islam di Malaysia”, (Konvensyen Wakaf Kebangsaan 2006, Anjuran Jabatan Wakaf Zakat dan Haji, di Hotel Legend Kuala Lumpur, Pada 12-14 September 2006)

Harun, R., Mohamed Isa, Z., Ali, N. (2012) Preliminary Finding on Waqf Management Practices among selected Muslim Countries, Proceedings of 2012 International Conference on Economics Marketing and Mangement IPEDR Vol 28. LACSIT Press, Singapore.

Hasnol Zam Zam Ahmad. (2007). Cabaran Dalam Mempertingkat-kan Potensi Pembangunan Tanah Wakaf. Jurnal Pengurusan JWZH (Vol 1, No 1)

Hassan, A.; Shahid, M. A. (2010) Management and Development of the Awaqf Assets. Proceeding at The Seventh Interna-tional Conference - The Tawhidi Epistemology Zakat and Waqf Economy organized by Universiti Kebangsaan Ma-laysia, Bangi. 6-7 January 2010

Hishamuddin Mohd Ali, Megat Mohd Ghazali Megat A. Rah-man, Asiah Othman (2006), “Pelaburan Wakaf: Stategi dan Rangka Kerja Perundangan Islam”, (Konvensyen Wakaf Kebangsaan 2006, Anjuran Jabatan Wakaf Zakat dan Haji, di Hotel Legend Kuala Lumpur, Pada 12-14 September 2006)

Ihsan, H.; Mohamed Ibrahim, S. H. (2011) Waqf accounting and management in Indonesian Waqf Institution. Humanaom-ics. 27(4), 252-269.

Page 287: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two278

Isa, Z. M., Ali, N., & Harun, R. (2011). A Comparative Study of Waqf Management in Malaysia. International Proceedings of Economics Development & Research, 10.

Isa, Z. M.; Ali N.; Harun, R. (2011) A Comparative Study of waqf management in Malaysia. Proceeding of 2011 Internation-al Conference on Sociality and Economic: Development IPEDR Vol 10 . LACSIT Press Singapore

Ismail Ahmad. (2014). Measuring Waqf Admistration Efficiency of Penang, Pahang and Kelantan State Islamic Religion Councils (SIRCs) in Data Envelopment Analysis (DEA). International Islamic Philantrophy,Seminar and Visitation En-dowment Program 2014, February 27-28,Millenum Hotel Ja-karta

Kamarudin Ngah (1992), Isu Pembangunan Tanah Wakaf di Pulau Pinang, cet.1, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka

Kamri, N. (2014). The Roles of Ethics in Waqf Management: Case Of Jawhar. Jurnal Syariah, 18(3).

M.Puad, N.A.Rafdi.N.,Shahar.W.S.S. (). Issues and Challenges of Waqf Instrument:A Case Study In MAIS.

Mohd Afandi Mat Rani (2012). Pembangunan Tanah Wakaf di Malaysia: Isu dan Halangan. Pusat Pemikiran dan Kefaha-man Islam (CITU). Universiti Teknologi MARA, Malay-sia.

Mohd Dani Muhamad, Baharuddin Sayin (2006), “Wakaf dan Bandar Islam: Satu Perspektif Sejarah”, (Prosiding Semi-nar Kebangsaan Pengurusan Harta dalam Islam, Universiti Kebangsaan Malaysia, pada 8-9 Ogos 2006, di Kolej Islam Pahang Sultan Ahmad Shah (KIPSAS)

Mohd Saharudin Shakrani, Mohd Saifoul Zamzuri Noor & Jamal Ali (2003). Tinjauan isu-isu yang membataskan penggu-naan wakaf dalam pembangunan ekonomi ummah di Ma-laysia. Jurnal syariah, 11 (2), 73 -98.

Page 288: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

279Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

Nik Abdul Rasyid Nik Abdul Majid (1986), “Pembangunan Har-ta Wakaf di Malaysia: Suatu Tinjauan Sosio-Undang-un-dang”, (Kertas Kerja Seminar Kebangsaan Pengurusan dan Pentadbiran Harta Wakaf, Anjuran Bersama Majlis Agama Islam Perak dan Bahagian Hal Ehwal Islam, Jabatan Per-dana Menteri, di Kompleks Islam Darul Ridzuan, Pada 24-25 November 1986)

Norhaliza Mohd Nor & Mustafa Omar Mohamed (2011) Cat-egorization of Waqf Lands and their Management Us-ing Islamic Investment Models: The Case of the State of Selangor, Malaysia. Retrieved from: ismul.blogspot.com/2011/01/categorization-of-waqf-lands-and-their.htm

Rohayu Abdul Majid & Rosli Said (2014). Permasalahan Pengu-rusan Hartanah Wakaf di Malaysia. International Survey-ing Research Journal. 4(1), 29 – 43.

Sanep Ahmad & Nur Diyana Muhamed (2011). Institusi Wakaf dan Pembangunan Ekonomi Negara: Kes Pembangunan Tanah Wakaf di Malaysia. Prosiding Persidangan Kebang-saan Ekonomi Malaysia Ke VI (PERKEM VI). Melaka: 5 – 7 Jun 2011.

Page 289: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan
Page 290: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

281

PERMOHONAN ZAKAT YANG DITOLAK OLEH PUSAT ZAKAT: SATU ANALISIS

Azhana Othman

Insitut Kajian Zakat(IKaZ) Malaysia

Pengenalan

Masyarakat umumnya, amat sensitif mengenai bagaimana penagihan zakat dilakukan oleh pusat zakat atau baitulmal. Permasalahan masyarakat seperti isu gelandangan, pengemis dan kemiskinan di kalangan orang Islam menimbulkan persoalan dan persepi negatif kepada pusat zakat atau baitulmal dalam menjalankan pengurusan zakat.

Kajian oleh Abd Halim et.al (2010) mendapati ada dikalangan mereka yang layak menerima zakat tetapi telah dinafikan hak mereka. Isu-isu agihan zakat seperti zakat yang tidak habis diagihkan yang mana jurang antara kutipan dan agihan zakat untuk tahun 2003-2010 sehingga 40% walaupun selepas setahun dikumpul dan peratusan agihan zakat yang besar diterima oleh asnaf fisabilillah dan bukannya fakir dan miskin (Zakat Report 2013-PPZ-MAIWP) walaupun mengikut prinsip agihan keutamaan perlu diberi kepada dua golongan ini. Persoalan yang timbula adakah asnaf fakir dan miskin telah menerima hak mereka atau adakah diluar sana mereka yang layak menerima zakat tetapi dipinggirkan? (Azhana & Abd Halim,2013).

Surah Az-Zaariyat:19 menjelaskan hak-hak si miskin ke atas zakat sama ada mereka memohon zakat atau tidak.

وي أموالم حق للسائل والروم

Page 291: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two282

Dan pada harta-harta mereka, (ada pula bahagian yang mereka tentukan menjadi) hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang menahan diri (daripada meminta).

Justeru, hak orang miskin terhadap zakat perlulah diutamakan. Kajian oleh Abd Halim et.al (2010) ada mencadangkan agar staf pusat zakat “turun padang”mencari sendiri golongan fakir dan miskin ini. Walaubagaimanapun disebabkan kekangan staf dan kewangan, hanya Lembaga Zakat Selangor (LZS) telah mewujudkan Skuad Jejak Kemiskinan (SJK) untuk mencari dan mengenalpasti asnaf fakir dan miskin ini. Di tahun permulaan operasi mereka iaitu pada 2011, SJK telah berjaya mengenalpasti seramai 500 orang asnaf potensi di Petaling Jaya.

Menurut Ustaz Hairulamin b. Mohd Sis, pegawai dari unit agihan zakat, Majlis Agama Islam Melaka (MAIM) dalam temubual pada 7 September 2012 bersetuju bahawa bukan semua permohonan zakat diterima. Sebahagiannya ditolak berasaskan faktor-faktor sepertisuami/isteri/ahli kelaurga pemohon adalah penerima zakat, maklumat tidak tepat dan berbeza dari laporan Amil atau Jawatankuasa Kemajuan Kampung (JKK), mereka mempunyai sumebr pendaptan lain seperti anak yang tinggal bersama boleh menyara mereka, bilangan tanggungan ynag tidak ramai atau tiada tanggungan. Namun secara statistic, faktor-faktor penolakan ini tidak diperincikan.

Jadual 1 : Statistik Permohonan Zakat (2012)

DaerahPermohonan Berjaya

% KIV %Permohonan Tidak Berjaya

%

Melaka Tengah 5234 96.12 4 0.07 207 3.8

Alor Gajah 6525 96.96 6 0.09 198 2.94

Jasin 3564 98.1 2 0.05 67 1.84

Sumber: MAIM (dikemaskini sehingga September)

Dalam satu kajian pilot yang diadakan di sekitar Melaka pada 26-28 Februari 2013 oleh Azhana, Abd Halim, Zunaidah dan Nor Shahrina (2013) mendapati dari 30 permohonan tersebut, 21

Page 292: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

283Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

permohonan telah ditolak (70%) dan hanya 9 permohonan diterima (30%) . Persoalan yang timbul ialah mengapa permohonan mereka ditolak sedangkan pemohon-pemohon ini memohon zakat kerana merasakan mereka miskin dan layak menerima bantuan.

Walaupun peratusan permohonan yang ditolak ini dianggap kecil seperti dalam Jadual 1 namun apa yang lebih penting adalah untuk menganlisisnya bagi memastikan mereka yang ditolak permohonannya adalah kerana pendapatan mereka melebihi PGK (paras garis kemiskinan) dan Haddul kifayah yang ditetapkan dan bukannya disebabkan faktor seperti tempat asal, tempoh maustautin, masalah dokumen dan lain-lain yang menghalang mereka mendapatkan bantuan zakat.

Analisis Deskripif

Data kajian adalah dari senarai permohonan zakat yang ditolak oleh MAIM bagi bulan April-Mei 2014. Ia meliputi tiga daerah di Melaka iaitu Melaka Tengah, Jasin dan Alor Gajah. Dari seramai 250 orang pemohon, 211 permohonan diterima dan 40 permohonan ditolak seperti Rajah 1di bawah:

Rajah 1: Status Permohonan Zakat bagi bulan April-Mei 2014

Bilangan permohonan di pusat zakat bergantung kepada borang permohonan yang lengkap diisi yang dihantar ke pusat zakat oleh pemohon sendiri. Maka bilangan permohonan untuk setiap bulan adalah berbeza.

Page 293: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two284

Jadual 2: Statistik Permohonan Yang Ditolak

Item Bilangan Peratus

JANTINA Perempuan 21 53.8Lelaki 17 43.6

BILANGAN TANGGUNGAN 0 9 23.71-3 20 52.74-6 7 18.4Lebih 7 2 5.3

UMUR 70-74 15 39.575-79 17 44.880 ke atas 5 15.7

STATUS PERKAHWINAN Berkahwin 15 39.5Bercerai 10 26.3Bujang 2 5.3Ibu Tinggal 11 28.9

PEKERJAAN Berkerja kampung 4 10.5Pekerja kilang 2 5.3Berniaga kecil-kecilan 1 2.6Bekerja tidak tetap/kontrak/se-mentara

7 18.4

Tidak bekerja 18 47.4Lain-lain 6 15.8

PENDIDIKAN Tidak pernah bersekolah 13 34.3Sekolah Rendah 14 36.8Sekolah Menengah 9 23.7Pengajian tinggi 2 5.3

PENDAPATAN 0 23 60.6100 2 7.9150 1 2.6200 1 2.6300 1 2.6320 2 5.3400 1 2.6500 1 2.6550 2 5.3600 1 2.6653 1 2.6700 2 5.3800 1 2.6

Jadual 2 menunjukkan statistic pemohon zakat yang ditolak berasaskan jantina,bilangan tanggungan, pekerjaan, pendapatan pemohon zakat. Pemohon perempuan adalah seramai 53.8% berbanding pemohon lelaki seramai 43.6%. Pemohon yang mempunyai tanggungan 1-3 orang (52.7%) atau tiada tanggungan (23.7%) lebih ramai ditolak permohonannya berbanding isi rumah yang mempunyai tanggungan lebih daripada 3 orang. Untuk permohonan bulan April-Mei ini, kesemuannya dikategorikan warga emas kerana umur pemohon melebihi 70 tahun.

Page 294: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

285Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

Status perkahwinan iaitu berkahwin merupakan peratus tertinggi permohonan ditolak (39.5%) berbanding bercerai (26.3%), bujang (5.3%) dan ibu tinggal (28.9%). Untuk kategori pekerjaa, majoriti permohonan yang ditolak adalah dikalangan mereka yang tiada pekerjaan (47.4%). Dari segi pendidikan, 34.3% tidak mempunyai pendidikan formal dan 36.8% mempunyai pendidikan setakat sekolah rendah. Lebih enam puluh peratus daripada permohonan yang ditolak tidak mempunyai pendapatan.

Rajah 2: Faktor-faktor Penolakan Pusat Zakat

Terdapat lapan alasan mengapa permohonan ditolak yang digariskan oleh pusat zakat. Seperti dalam rajah 2,alasan penolakan adalah :R1-pendapatan isi rumah melepasi garis kemiskinan; R2- mempunyai anak-anak bekerja yang mampu memberi sumbangan; R3- mempunyai pekerjaan dan tiada tanggungan; R4-tiada masalah dalam makanan asas; R5- pemohon masih muda,sihat dan boleh bekerja; R6-menerima pencen arwah suami/bantuan kebajikan/socso/nafkah penceraian; R7-ada anak yang tinggal bersama yang bekerja dan membantu menyara kehidupan dan R8-mempunya kehidupan dan tempat tinggal selesa.

Rajah 2 menunjukkan, majoriti alasan atau faktor penolakan permohonan zakat adalah disebabkan oleh alasan R2 iaitu pemohon mempunyai anak yang bekerja dan mampu membantu

Page 295: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two286

sudut perbelanjaan kewangan dan alasan kedua tertinggi ialah R1 iaitu pendapatan isi rumah melepasi garis kemiskinan. Alasan yang ketiga tertinggi ialah R6 di mana pemohon mempunyai sumber pendapatan lain seperti pencen arwah suami/bantuan kebajikan/socso/nafkah penceraian.

Kesimpulan

Kajian mengenai faktor-faktor kemiskinan bandar di Malaysia oleh Mok, Gan and Sanyal (2007) mendapati hubungan positif antara pendapatan dan pendidikan berkaitan kemiskinan iaitu semakin baik pendapatan dan tinggi tahap pendidikan,lebih baik atau tinggi peluang untuk keluar dari kemiskinan. Kajian juga mendapati isi rumah yang mempunyai bilangan ahli keluarga yang besar, warga emas (umur bersara) adalah berkemungkinan untuk menjadi miskin. Mereka yang berusia berisiko menjadi miskin. Jangkaan hayat umur yang meningkat (70 tahun ke atas) ditambah dengan kos perubatan dan kos kehidupan yang meningkat menambah risiko kemiskinan.

Dalam kajian oleh Nor Fatihah, Nur Dalila, Nur Syaliza Hanim & Nur Safwati (2014) pula menyatakan penentu kemiskinan dipengaruhi oleh umur ketua isi rumah, sais keluarga, bilangan ahli yang menyumbang kepada kewangan keluarga, strata (bandar/luar bandar),jantina(lelaki/perempuan), tahap pendidikan, status perkahwinan (berkahwin/bercerai/tidak berkahwin/ibu tinggal) dan pekerjaan ketua isi rumah. Hasil kajian mereka mendapati kemiskinan lebih tinggi di kawasan luar bandar berbanding bandar, status bercerai atau tinggal berasingan juga lebih berisiko menjadi miskin. Perbandingan antara bilangan ahli keluarga yang menyumbang kepada kewangan keluarga dan bilangan penerima dalam keluarga juga menambah risiko kemiskinan. Ini disebabkan ada keluarga yang walaupun penyumbang pendapatan tidak ramai tetapi jumlah pendapatan mereka tinggi disebabkan bilangan ahli keluarga tidak ramai dan sebaliknya, mereka yang mempunyai ramai penyumbang pendapatan tetapi disebabkan bilangan ahli keluarga ramai maka jumlah pendapatan rendah.

Hasil dapatan kajian menunjukkan permohonan yang ditolak; majoriti adalah perempuan, mempunyai tanggungan kurang dari

Page 296: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

287Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

empat orang, berkahwin, tiada pekerjaan dan tiada pendapatan. Perkara ini perlu diperincikan kerana menurut tinjauan literature adalah sebaliknya, di mana golongan perempuan, mereka yang tiada pekerjaan dan pendapatan adalah berisiko menjadi miskin. Manakala bilangan keluarga yang lebih besar ,status bercerai dan ibu tinggal lebih berisiko miskin.

Tujuan kajian bukanlah untuk menunding jari mencari kesalahan pusat zakat tetapi adalah untuk membantu menyelami permasalahan dalam mengenalpasti golongan miskin ini.

Rujukan

Abd Halim Mohd Noor, Shawal Hj Kaslam, Ahmad Che Yaacob & Kamil Md Idris.(2010). Performance Indicators for Zakat In-stitution.Institut Pengurusan Penyelidikan UiTM.

Azhana Othman, Abd Halim Mohd Noor & Arifin Md Salleh. (2014). Non-Recipients Asnaf of Zakat Fund (NRAZF): Factors of Rejection of Zakat Institutions. Proceeding in 2nd World Conference on Islamic Thought & Civilization (WCIT 2014), Perak,Malaysia, 18-19 Ogos.

Azhana Othman,Abd Halim Mohd Noor, Zunaidah Ab Hasan & Nor Shahrina Mohd Rafien. (2013). A Preliminary Study on Minimizing Asnaf Exclusion of Zakat Fund. Proceed-ing in FirstInternational Conference on Islamic Finance Mua-malat and Financial Criminology (IFMFC),Cagayan De Oror City,Philippines,23-24 Oktober.

Mok, T.Y., C. Gan and A. Sanyal, (2007). The Determinants of Urban Household Poverty in Malaysia. J. Soc. Sci., 3: 190-196.

Nor Fatihah Abd Razak, Nur Dalila Norshahidi, Nur Syaliza Hanim Che Yusof, Nur Safwati Ibrahim. (2014). Determi-nants of Poverty . Proceeding of the Social Sciences Research ICSSR 2014 (e-ISBN 978-967-11768-7-0). 9-10 June. Kota Kinabalu, Sabah, MALAYSIA.

Page 297: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan
Page 298: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

289

THE IMPORTANCE OF FAMILY TAKAFUL SCHEME TO ZAKAT BENEFICIARIES IN MALAYSIA

Norfaezah Mohd Shahren, Prof Madya Dr.Rozman Hj Md Yusof, Prof Madya Dr. Abd Halim Mohd Noor,

Norida Abu Bakar, dan Nurul Aida Harun

Introducion

Maqasid al-shariah is the main objective in Islam. As a Muslim, we should fulfil the five elements of maqasid al-shariah. Islam promotes the essence of peace, economic well being and development. Thus, Islam calls for the protection of basic rights which is religion, life, intellect, wealth and dignity. In takaful, we are urges to protect our life and wealth. Therefore, the concept of takaful is well within the maqasid al-shariah framework. Furthermore, takaful is a contract where the participants agree to cooperate and mutually take the responsibility to help one another in the event of defined loss. This is achieved through the concept of donation (tabarru’) to a common fund from which financial compensation being paid to eligible participants. The transactional aspect of takaful is subjected to Shariah or Islamic law. To keep abreast with the practice of mutual cooperation and mutual guarantee, takaful embraces the approach of assistance within the participants of the group. Thus, takaful protection is very suitable to the zakat beneficiaries.

Zakat beneficiaries in Malaysia are considered as a poor people. Thus, this poor unfortunately are more exposed to the vulnerability of risk in their daily lives. They need more protection since they cannot afford to protect themselves in the event of loss or misfortune. They need society’s help to ensure their survivorship being protected and assisted. The institution

Page 299: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two290

of zakat can plays a critical role in the Muslim socio economic system and acts as a balance in creating justice in the wealth ownership concept according to Islamic requirements. Therefore, it is pertinent that the management of zakat is made efficient to ensure that the rights of the recipients and the society, in general, will not be put in jeopardy. The zakat disbursed must benefit the recipients and zakat fund must be utilized to develop the economy of the Muslims so that the wealth of zakat could be regarded as productive assets to achieve this means. Moreover, the zakat fund could free the recipients from poverty and improve their living standard. Therefore, family takaful are very important to the zakat beneficiaries in order for them to survive in this risky world. Based on previous research have been done, most study are concentrate on selected group but not on zakat beneficiaries. Therefore, this paper takes a challenge to determine the level of awareness of zakat beneficiaries towards family takaful scheme.

Background of the study

The zakat beneficiaries face difficulty in generating regular and substantial income and are extremely vulnerable to economic, political, and physical downturns. For the poor and for those just above the poverty line, a drop in income or increase in expense can have a disastrous effect on their already low standard of living. Death, sickness, or accident may force the disposal of productive assets or household consumables, which in turn decreases future income and current livelihood. In addition, high risks of illnesses, death and disability of the breadwinner have left many asnaf with little external protection for their dependents or possessions.

However, most zakat institutions do not provide takaful coverage for reducing the vulnerability of the poor from the impacts of disease, disability, and other hazards. Serious attention must be given to zakat management in ensuring that the utilization of zakat fund can be optimized, namely in an effort to mobilize the Muslim society, the poor and needy. The zakat beneficiaries tend to use zakat to support their present life and have not considered long term investment that guarantees the continuity of their self-sustenance. In addition, the fund given is small and does not allow them to utilize the fund for other purpose.Therefore, a portion of

Page 300: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

291Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

zakat given to support the zakat beneficiaries should also come in the form of takaful.

The concept of takaful are in line with the Islamic teaching. By providing takaful protection to the zakat beneficiaries, it will fulfill the maqasid al-shariah and maslahah element. Zakat beneficiaries will receive a sum of money every month, however, it will ends like that. Zakat beneficiaries can be considered as a poor people. Thus, they are more exposed to death, accident, poor health condition, disablement and etc. Therefore, the poor people are more vulnerable to the risk in their daily lives. By having a takaful benefit, they will have a protection for their life. If there is anything happen to the breadwinners, their family will have a peace of mind and ensures their survival of life. Thus, it very important to determine their level of awareness towards a family takaful benefit.

Statement of the problem

Creating the awareness and knowledge among zakat beneficiries on the importance of risk protectionis important so that zakat distribution will be fully utilized especially in a modern Muslim country such as Malaysia, in fulfilling socio-religious obligations. It is therefore important that some risk protection mechanism is available to lower the vulnerability of the Muslim population and act as an important component in poverty alleviation strategies based on the maqasid al-shariah framework.

While zakat is one of the most potent institutions of wealth-sharing that promotes the Muslims economic activities and assures a minimum standard of living for the Muslims. Abdul Monir and Parid as cited in Mahyudin and Abdullah (2011) pointed out that the zakat distribution proportion for the poor and need must be made at certain levels in which they are given enough to get basic necessities to get on with their lives. Apart from that, zakat distribution must be enough to provide comfort for the recipient and his dependents and ensures that the standard of living is satisfactory. Hence, to ensure the continuity of comfort life through zakat distribution, the allocation of zakat proportion for zakat recipients must not only suffice to cater for their basic

Page 301: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two292

necessities but it must also be enough to help the recipients to improve the quality of life. Otherwise, the zakat recipient will carry on receiving zakat in the following years. Therefore, this conceptual paper focuses more on the manner to determine the level of awareness of zakat beneficiaries towards family takaful scheme in Malaysia.

Research Objecive

To determine the level of awareness of zakat beneficiaries towards family takaful scheme.

To examine the factors influence the level of awareness of zakat beneficiaries towards family takaful scheme.

Literature ReviewAwareness towards family takaful scheme

The concept of takaful or Islamic Insurance, where resources are pooled to help the poor does not contradict Shariah (Islamic Law). This concept in line with the principles of compensation and shared responsibilities among the community. Unfortunately, with the development of the global takaful industry, its focus is mainly towards the middle to high-income group, with many of the poor in this world still misses its benefits. This observable fact is due to the affordability of the middle-income and high-income population to pay an amount of contribution in order to acquire the required takaful benefits. Therefore, the poor are negletect and no protection are given. As the takaful operator are moving forwardto the profit making objective , the main purpose of the takaful is not fulfilled. Therefore, no understanding among the people about takaful and comes to worst where there is a lot of people who does not aware about it at all. Thus, it contradict with the concept of takaful where the shared responsibility, brotherhood and solidarity are opposed.

According to Ismail et al.,(2012) it is obvious that majority of the respondents are aware of the existence of insurance product in the market but only a minority of the respondents are aware of the takaful products. This illustrates that the takaful product is

Page 302: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

293Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

not widely known. Zaheed (2008) highlighted a lack of awareness of the concept of insurance, lack of education or knowledge on solving poverty and perception by the recipients that takaful is a scam to abscond their money, has created a lot of negative vibes about takaful. The level of awareness towards takaful products is also influence by the misconception of takaful. Ismail et al., (2012) also stated that the lack of understanding on takaful concepts and benefit create no demand of micro takaful. When the concept of takaful is not fully understood by people, they will not aware about the benefits and advantages of having takaful products. In Haryadi (2007) also found that all takaful products can be delivered to the poor with some modifications on the collecting basis and low premium contributions.Haryadi (2006) states that microtakaful is a mechanism to provide Shariah-based protection for the low income groups and low income groups and under-privileged individuals at an affordable price. Similarly, Bhatty (2010) states that the existence of the microtakaful is considered as poverty alleviation strategies to empower people to exit from poverty and to retain financial ground.

Demographic factor

Malaysia has a fastest growth in takaful industry. However, they are people who are still not aware on the importance of the family takaful scheme. Past experience and trend have indicated that takaful policies are bought mostly by those in the high and middle income groups who we may refer this group as ‘select group’ because only them that can afford to acquire takaful coverages. For the poor people like zakat beneficiaires, a takaful protection is just an option. They are more concentrate on the basic needs for example food, accomodation, and etc. Therefore, we need to examine the zakat beneficiaries in term of of their consumption. The most prominent factors that have been examine is demographic factor where it will lead to the consumer consumption. Thus, it is very important to determine zakat beneficiaries’s consumption in family takaful scheme. There are five demographic factor been used which are gender, age, race, education level and income level. However, this paper will not

Page 303: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two294

examine the race factor since the zakat beneficiaries are Muslim people. Therefore, this paper will proceed with the other factor.

A lot of study have been done on the awareness of the selected people on the family takaful scheme. For example, a study done by Hamid, Husni and Palil (2013) prove that the income level are most significant to the level of awareness on family takaful scheme. This people are called as ‘selected group’ where this people have an income to have a takaful protection. For the poor like zakat beneficiaries, they are more focuses in fulfilling their basic needs. Education factor also will influence the demand for takaful protection. As study by Zuriah (2009), she indicates that the higher the level of education, the higher the level of awareness on the importance of family takaful scheme. Hammod, Houston and Mellander (195) states that edcuation and income are significantly related to premium expenditure. Brown and Kim (1993) also mention that income will influence the purchasing of people towards life insurance product. Jeddi and Zaeim (2010) states that age and gender will influence the consumer purchasing decision on family takaful. As mention by Jeddi and Zaeim (2010), the older the person, the more awareness they have to protect their life. They also states that, men are tend to have a knowledge on takaful since they have more financial knwledge rather than women.

Family takaful

Takaful which originates from the Arabic word ‘kafalah’, which means ‘to help one another’ or ‘mutual guarantee’ has been driven by the need to help the asnaf dependents or possessions with external protection and create an insurance proposition that is fully compliant with Shariah (Islamic law). It offers Muslims a valuable risk management tool and the first true alternative to conventional insurance in both the life and non-life sectors that is acceptable to the Muslim faith. Takaful business offers a family takaful plan and general takaful plan.

Takaful is a system of Islamic insurance based on the principle of mutual cooperation (ta’awun) and donation (tabarru’), where the risk is shared collectively and voluntarily by the group of

Page 304: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

295Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

participants. It is derived from an Arabic word meaning ‘joint guarantee’ or ‘guaranteeing each other’ (Mahmood, 2008). It is an arrangement by a group of people with common interests to guarantee or protect each other from certain defined misfortunes such as premature death, disability and property damages (Obaidulllah, 2005). Under takaful schemes, participants mutually agree to guarantee and to protect each other against a defined loss or damage, by jointly providing financial assistance to any members suffering from a loss. Such financial assistance is made possible through the creation of a common pool contributed out of the participants’ resources as donations.

It is a Muslim’s belief that any misfortune that befalls him, which results in the loss of life or belongings, happens as determined by Allah s.w.t. At the same time, a Muslim also should

take positive steps to avoid or reduce the possibility of these misfortunes as indicated by the Hadith:

“The Prophet told a Bedouin who left his camel untied to the will of Allah: Tie your camel first, and then put your trust in Allah.” (At-Tirmidhi, see also Saheeh al-Jaami’ 1068)

The Quran asks Muslims to take recourse to mutual assistance (ta’awun) in time of distress or misfortunes.

“Help one another to piety and Allah-fearing.” (Quran 5:2)

Family takaful includes protection of life, saving and investment. These types of product normally offer long-term coverage, thus, providing long-term saving and investment opportunities. In the event of the death of the participant, the takaful operator will provide a mutual financial assistance and protection to the beneficiaries. Usually, the contribution will be paid by monthly instalments. However, in some cases, quarterly, half yearly or yearly instalments are also allowed. The objectives of these plans are (1) to save regularly over a fixed period through payment of contributions, (2) to earn returns on contributions from investment in Shariah compliant instruments and (3) to receive takaful protection in the event of premature death to the participant.

Page 305: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two296

Family takaful can be grouped into three categories which are ordinary family, annuity and investment-linked. Ordinary family includes individual family takaful plan and group family takaful plan. Individual family takaful plan is a protection given to the individual. The plan includes education, medical and health, family plan, mortgage rent term takaful and endowment. Financial benefits will be given if death or permanent disability occurred during the period of protection. The participants also will receive the portions of saving and investments that will be distributed upon claim, maturity and early surrender. Whereas, group family takaful plan is a protection given by the employers, associations or societies to the member of the organization. The plan includes group education, group medical and health and group family plan. Financial benefits will be given if death or permanent disability occurred during the period of protection. This plan requires for the minimum numbers of participants. Second, annuity also known as ‘pension scheme’ where it provides a regular income to the participants upon the retirement based on the terms and condition stipulated in the annuity contracts. The participants may choose the method of payment whether in term of lump sum or instalments basis until the total sum payable has been settled. Lastly, investment-linked where the takaful operator will invest the fund in the Participant Account (PA). Here, the participant will enjoy the investment profit as well as takaful protection on death and permanent disability.

Over the last few years takaful is increasingly becoming recognized as an important component in poverty alleviation strategies. Takaful is an effective mechanism for reducing the vulnerability of the poor from the impacts of disease, theft, disability, and other hazards as well as safeguarding the productive use of savings and credit facilities. Takaful protects against unexpected losses by pooling the resources of the many to compensate for the losses of the few, the more uncertain the event the more takaful becomes the most economical form of protection. The primary function of takaful is to act as a risk transfer mechanism, to provide peace of mind and protect against losses. Risk can be handled by assumption, combination, transfer, or loss prevention activities. Takaful schemes utilize the combination method by persuading a

Page 306: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

297Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

large number of individuals to pool their risks into a large group to minimize overall risk (Ali, 2000).

Zakat beneiciaries

Prophet Muhammad s.a.w. considered poverty as a serious matter when he declared that the wealth of zakat must be used to protect the welfare of the poor (al Qardhawi,2000). Zakat disbursed must benefit the recipients. He argues that zakat is an instrument to eradicate poverty among the members of the Muslim society. To obtain this objective, zakat fund must be utilized to develop the economy of the Muslims so that the wealth of zakat could be regarded as productive assets to achieve this means. It is also to ensure that the poor and needy and their dependents or possessions will lead a comfortable life with the offerings of zakat.

The main objective of zakat is to achieve socio-economic justice. The institution of zakat can also contribute to eradication of poverty by providing a social security system to Muslims. The zakat institution is part of the wider social security system which should be enforced by the state for the upliftment of the disadvantaged groups in society rather than being treated as a voluntary institution (Sadeq in Norazlina and Abdul Rahim, 2011). Zakat fund also acts as additional capital subsidized by the society to support the unemployed, orphans, widows, physically disadvantaged people, the sick and others. In other words, zakat functions as an important social insurance for every members of the Muslim community in which a bright future is guaranteed ( Zulkifly et al.,2002). They also argues that zakat has its own strength as itunites the Muslims, builds better relations among them and make the Muslims work together. Zakat also functions as a welfare instrument to overcome economic issues or as a means to stabilize the economy of the Muslims. Sami Hasan (2006) has placed zakat as asocial support system like Takaful. Inclusive in the concept of zakat is the concept of helping each other (taawun)among Muslims. What this means is that Islam has established an obligatory social support system in the Muslim society.

Page 307: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two298

In Malaysia, the professional approach of governing zakat institution has contributed a significance increase in zakat collection. The collection of zakat, since the implementation of this approach has shown a steady increase. This increase is the outcome of various initiatives taken by the authorities. Through modernization and corporatization of zakat institutions, zakat collection has increased tremendously. The total collection in the last two decades has increased multiple folds. Beginning in 1991 with RM 63 million1, it increased to RM320.35 million and RM 1,360.82million in 2001 and 2010, respectively. In 2013, the total zakat collection has exceeded RM2.2 billion.

Zakat funds were distributed to the eight zakat beneficiaries with priorities to the indigent and the poor followed by fisabillillah. However in some instances, fisabilillah tend to receive the largest portion. This is due to the fact that fisabilillah is widely interpreted.

The eight zakat beneficiaries are:

1. Faqir

2. Poor destitute

3. Zakat officials (amil)

4. Those their hearts are reconciled

5. The slaves and captivates

6. The debtors

7. For the cause of Allah (fisabillillah)

8. Wayfarer

The institution of zakat plays a critical role in the Muslim socio economic system and acts as a balance in creating justice in the wealth ownership concept according to Islamic requirements. Therefore, it is pertinent that the management of zakat is made efficient to ensure that the rights of the recipients and the society,

1On average, the exchange rate for USD1.00 hovers between RM3.00 to RM3.20

Page 308: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

299Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

in general, will not be put in jeopardy. The zakat disbursed must benefit the recipients and zakat fund must be utilized to develop the economy of the Muslims so that the wealth of zakat could be regarded as productive assets to achieve this means. Moreover, the zakat fund could free the recipients from poverty and improve their living standard.

Maqasid Al-Shariah

Maqasid al-shariah word comes from Arabic word means aims, goals or objective. In Islam, maqasid al-shariah refers to the objective that are in line with the Shariah. Maqasid al-shariah also is a Islamic legislation where the perservation of social order of the community and promoting the well-being and virtue of human being. The virtue of human beings consists of the soundness of their intellect and the righteousness of their deeds, as well as the goodness of the things of the world in which they live that are put at their disposal (Ibn Ashur (1973).Shariah also knowns as Islamic law where the Muslim people need to adhere on it. This prescribes the Muslim behavior in all aspects of life including human life, intellectual and spritiual. This law is binding on individual, society and states.

Abu Hamid al-Ghazali (d.1111 CE) as:

The very objective of the Shariah is to promote the well-being of the people, which lies in safeguarding their faith (deen), their lives (nafs), their intellect (Ñaql), their posterity (nasl), and their wealth (mal). Whatever ensures the safeguarding of these five serves public interest and is desirable, and whatever hurts them is against public interest and its removal is desirable.

Page 309: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two300

Figure 1 : Al-Ghazali theoreical framework on Maqasid Al-Shariah

Al-Ghazali (d.1111 A.D) refined al-Juwayni’s theory of Maqasid al-Shari’ah, and categorized Maslahah into three: necessities (Daruriyat), complements (Hajiyaat) and embellishments (Tahsiniyaat). According to al-Ghazali, necessities are those elements without which the system of a nation will run into chaos. For example, in protecting the religion, as a Muslim, we should believe the six pillars of iman which is the “Rukun Iman’. We should also consumes only halal foods in order to protect the descent and life. As a human, we need to protects other and their property. We cannot do any vandalism since will contrary with the Islamic teaching. Complements are elements that facilitate human lives. The purpose of complements are to avoid hardship and diffilculties. For example, for every parents, they know that education is very important, thus if they can send their children to the best school, they will have a high level of satisfaction. Meanwhile embellishments are articles that are related to moral and ethical conducts. For example, to have an expensive car, to have a luxurious item, to have a jewelry andetc.

Al-Ghazali further refined necessities into the preservation of five essential elements (al-Dharuriyat al-Khams), namely religion (al-Din), life (al-Nafs), intellect (al-Aql), dignity (al-Nasl) and wealth (al-Mal). These five essential elements are given priority according to this order. First, protection of religion. As a Muslim, we should protect our religion from any violance or

Page 310: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

301Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

anything undermine the fundamentals. We also should protect our faith and beliefs. We also needs to protects other Muslim and their belonging. Second, protection of life includes protecting ourselves from any sickness or illness. We should ensure our live by fulfilling the basic needs which is food, drinks, clothing, shelter and etc. Third, protection of intellect. Intellect is te foundation of knowledge. Therefore, drinking an alchohol is prohibited due to the evidence that it will leads to the intellect disorder. Intellect disorder will to improper and perverted human conduct. Fourth, protection of wealth where the protection of property or possessions. Therefore, corruption, wastefullness and taking possessions of an orphan are not allowed. In Islam, wealth should be expanded and distributes. Therefore, zakat is the method of distribution of income to the eligible person. Lastly, protection of dignity where zina and adultery is prohibited for the benefits of future generation. Other than, survival of family is important and the protection of progeny.

Therefore, takaful fulfilling two basic needs of maqasid al-shariah which are the protection of life and protection of wealth. As a Muslim, we should have takaful protection as a risk transfer mechanism. Although we can protect ourselves, but with takaful protection, we will have a better quality of life. Takaful also protecting the public interest (maslahah) where it given protection to the participant.

Al-Ghazali has defined maslahah as :-

As for Maslahah, it is essentially an expression referring to the acquisition of benefit or the repulsion of injury or harm, but that is not what we mean by it because acquisition of benefits and the repulsion of harm represent human goals, that is, the welfare of humans through the attainment of these goals. What we mean by maslahah, however, is the preservation of the ends of the Shariah

Page 311: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two302

Conclusion

Takaful is an effective mechanism for reducing the vulnerability of the zakat beneficiaries from the impacts of disease, theft, disability, and other hazards as well as safeguarding the productive use of savings and credit facilities. Takaful protects against unexpected losses by pooling the resources of the many to compensate for the losses of the few, the more uncertain the event the more takaful becomes the most economical form of protection. Participant only pay the average loss suffered by the group rather than the actual costs of an individual event, takaful replaces the uncertain prospect of large losses with the certainty of making small, regular, affordable premium payments. The primary function of takaful is to act as a risk transfer mechanism, to provide peace of mind and protect against losses. It is possible to widen the scope of the caretaking.

Family takaful scheme are in line with the maqasid al-shariah where the five elements are fulfilled. It also will protect the public interest where the concept of brotherhood, shared responsibility and solidarity are ascertained. By joining takaful, one is indirectly involved in charity and welfare. Either by force or voluntarily, it will end mundane pursuit for survival or convenience, as there is practically no time to physically be involved in charity and social welfare. Therefore, by participating in a takaful scheme, a noble intention could be realized.

As a conclusion, this paper seeks to proposed the conceptual framework in determining the level of awareness of zakat beneficiaries towards family takaful scheme in Malaysia. From extensive reading on previous journal, it have been proved that age, gender, education level and income level have a relationship towards the consumption of family takaful scheme. Therefore, this paper will examine the factor towards the level of awareness among zakat beneficiaries in Malaysia.

Page 312: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

303Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

References

Afzalurrahman, (1991). Doktrin Ekonomi Islam. Jil. 2. Kuala Lumpur:DBP.

Ali, (2005). Islamic banking, Journal of Islamic Banking and Finance, January-March, 4 (1): 31- 56.

Bhatty A. M.,Takaful Industry: Global Profile and Trends, New Horizon, no. 108, April 2001.

Billah M. M., Takaful (Islamic Insurance) Premium: A Suggested Regulatory Framework;Journal of Islamic Banking and Fi-nance, vl. 19, no.3 pp 52-64, July-September 2002.

Brown, W. and Churchill, C., (1999). Micro-Insurance: Providing Insurance to Low-IncomeHouseholds Part—a Primer on In-surance Principles and Products, Microenterprise BestPrac-

tices Project, (Development Alternatives Inc., Bethesda, MD), www.mip.org/pubs/mbpdef. htm.

Insurance Annual Report, (1990-2005). Central Bank of Malay-sia.

Jaffer S., Optimizing the Takaful Offering;Islamic Finance News, Vol. 7, Issue 29, 2010.

Jeddi, N. and Zaiem, I. (2010), The impact of label perception on the consumer’s purchase intention: an application on food products, IBIMA Business Review, pp. 1-14, available at: www.ibimapublishing.com/journals/IBIMABR/ibimabr.html.

Juliana A., Ahmad S. Y., and Unaidah S. (2013). A conceptual mod-el of literature review for family takaful (life insurance) demand in Malaysia. International Business Research Vol. 6 No.3.

Kamal Amran Kamarudin (2011) CEO, Baitulmal Negeri Sembi-lan, Malaysia, Interviewed on 24th June 2011.

Page 313: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two304

Laporan Pusat Pungutan Zakat (2010). Majlis Agama Islam Wilayah Persekutuan.

Mahmoud, H., (2008). Insurance: Takaful Gaining Ground, The

Actuary.

Mahyuddin Haji Abu Bakar and Abdullah Haji Abd.Ghani, (2011). Towards Achieving the Quality of Life in the Management of Zakat Distribution to the Rightful Recipients (The Poor and Needy). International Journal of Business and Social

Science Vol. 2 No. 4; 237.

Matin, I., Hulme, D., and Rutherford, S., (1999). Financial Servic-

es for the Poor and thePoorest: A State of the Art Report.

Mohamad A. H., Suhara H. and Mohd R. P., The ownership of Is-lamic insurance (takaful) in Malaysia. International Jour-

nal of Advance in Management and Economics Vol.2, Issue 6;22-30.

Norazlina Abd. Wahab and Abdul Rahim Abdul Rahman, (2011). A framework to analyse the eficiency and governance of zakat institutions Journal of Islamic Accounting and Busi-

ness Research Vol. 2 No. 1.

Obaidullah, M., (2005).Islamic Financial Services, [http:// www.islamic-finance.net].

Rabiah A. E. A and Odierno H. S. P., “Essential Guide to Takaful (Islamic Insurance),” CERT Publication Sdn Bhd, 2008.

Robinson, R. and Smith, C. (2002), “Psychosocial and demo-graphic variables associated with consumer intention to purchase sustainably produced foods as defined by the Midwest food alliance”, Journal of Nutrition Education and Behaviour, Vol. 34 No. 6, pp. 316-325.

Wahab A. R. A., Mervyn K. L. and Hassan M. K., “Islamic Taka-ful: Business Models, Shariah concerns and Proposed So-

Page 314: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

305Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

lution,” Thunderbird International Business Review, vol, 49, Is-sue 3, pp 371-396, May/June 2007.

Yasin M. N., “Socio Benefits of Takaful Islamic Insurance,” Al-Nahdah, Kulliyyah of Laws, International Islamic Univer-sity Malaysia, vol. 19, no. 2. Pp 43-44, December 1995.

Yusof M. F., “ An Overview of the Takaful Industry, “New Hori-zon, no. 107, pp 9-11, March 2001

Zuriah A. R. and Redzuan H., “Takaful: The 21st Century In-surance Innovation,” Mc Graw Hill (Malaysia Sdn Bhd), 2009.

Page 315: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan
Page 316: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

307

PERAN ZAKAT DALAM MENGENTASKAN KEMISKINAN DI INDONESIA

Muh. Idris

Pendahuluan

Masalah kemiskinan merupakan salah satu momok dalam kehidupan baik bagi individu maupun bagi masyarakat dan Negara khususnya di Indonesia. Kemiskinan dapat digolongkan dalam kemiskinan struktural, kemiskinan kultural dan kemiskinan natural. Kemiskinan struktural disebabkan oleh kondisi struktur perekonomian yang timpang dalam masyarakat, baik karena kebijakan ekonomi pemerintah, penguasaan faktor-faktor produksi oleh segelintir orang, monopoli, kolusi antara pengusaha dan pejabat dan lain-lainnya. Intinya kemiskinan struktural ini terjadi karena faktor-faktor buatan manusia. Adapun kemiskinan kultural muncul karena faktor budaya atau mental masyarakat yang mendorong orang hidup miskin, seperti perilaku malas bekerja, rendahnya kreativitas dan tidak ada keinginan hidup lebih maju. Sedangkan kemiskinan natural adalah kemiskinan yang terjadi secara alami, antara lain yang disebabkan oleh faktor rendahnya kualitas sumber daya manusia dan terbatasnya sumber daya alam.

Dari ketiga katagori kemiskinan tersebut, pada dasarnya kemiskinan berpangkal pada masalah distribusi kekayaan yang timpang dan tidak adil. Karena itu Islam menekankan pengaturan distribusi ekonomi yang adil agar ketimpangan di dalam masyarakat dapat dihilangkan. Firman Allah SWT dalam Surat al-Hasyr ayat 7 “supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.”

Page 317: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two308

Dari pemahaman diatas, zakat ikut andil dalam mengentaskan permasalahan kemiskinan yang terjadi di Indonesia. Yaitu peranan zakat itu sendiri adalah peran yang tidak bisa dipungkiri keberadaannya, baik dalam kehidupan muslim ataupun dalam kehidupan lainnya. Khalayak umum hanya mengetahui bahwasanya tujuan dari zakat adalah mengentaskan kemiskinan dan juga membantu para fakir miskin, tanpa mengetahui gambarannya secara gamblang.

Kenyataanya, zakat dalam pandangan Islam bukanlah satu-satunya cara untuk dapat mengentaskan kemiskinan. Masih banyak cara lain yang masih bisa diupayakan secara individu ataupun pemimpin masyarakat untuk dapat memenuhi dan menutupi kebutuhan seoarang fakir dan juga keluarganya, hingga ia tidak perlu lagi bergantung kepada orang lain.

Perlu digarisbawahi, bahwa peran zakat tidak hanya terbatas kepada pengentasan kemiskinan (Mahmud Abdul Hamid Al-Ba’li, 1991). Akan tetapi bertujuan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan kemasyarakatan lainnya. Dapat, diketahui bahwa salah satu peranan zakat adalah membantu Negara muslim di Indonesia dalam menyatukan hati para warganya untuk dapat loyal kepada Islam dan juga membantu segala permasalahan yang ada di dalamnya. Termasuk permasalahan yang ada dalam tubuh orang Islam itu sendiri. Sebagaimana membantu Negara muslim di Indonesia dalam menegakkan kalimatullah, dan memotivasi orang yang berhutang untuk dapat berbuat baik serta membantunya istiqomah dalam kebaikan.

Berdasarkan pemahaman di atas, maka pemakalah mencoba untuk membahas masalah tersebut dengan rumusan masalah sebagai berikut, yaitu pertama: mengentaskan kemiskinan dengan mengentaskan penyebabnya, kedua: kadar zakat yang dikeluarkan untuk fakir miskin, ketiga: banyaknya masalah dalam pengentasan kemiskinan.

Dalam sistematika penulisan ini pemakalah telah memaparkan bahwa dapat dijelaskan penulisan ini di dahulukan dengan pendahuluan, rumusan masalah, pembahasan, kesimpulan dan daftar pustaka.

Page 318: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

309Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

Mengentaskan Kemiskinan Dengan Mengentaskan Penyebabnya

Sudah semestinya agar seseorang dapat menunaikan zakatnya untuk mengentaskan kemiskinan, diketahui penyebab kemiskinan terhadap individu atau kemiskinan yang terjadi pada satu kelompok masyarakat maupun yang menimpa pada suatu daerah. Sesungguhnya setiap penyakit mempunyai obat yang berbeda-beda sesaui dengan penyebab yang menyertainya. Suatu obat tidak akan manjur apabila tidak sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan. Dan tidak mungkin membuat spesifikasi suatu obat, apabila tidak diketahui penyebab datangnya penyakit tersebut, sehingga membuat obat itu tidak berfungsi terhadap penyembuhan penyakit yang ada. Karena itu dalam mengentaskan kemiskinan yang disebabkan oleh pengangguran, rasa malas, dan kurangnya upaya dalam mencari pekerjaan, tentunya tidak sama formulanya dengan kemiskinan yang disebabkan banyaknya anggota keluarga yang ditanggung, sehingga minimnya pemasukan bulanan (Yusuf al-Qardhawi, 2005).

Kemiskinan yang disebabkan karena ketidakmampuan dalam menutupi dan memenuhi semua kebutuhan hidupnya. Dimana ketidakmampuan tersebut disebabkan oleh salah satu dari dua sebab sebagai berikut:

Pertama; kemiskinan yang disebabkan oleh kelemahan fisik yang menjadi penghalang diriya dalam mendapatkan penghasilan yang besar. Termasuk dalam cakupan lemahnya fisik adalah umur yang masih kecil sedang ia tidak mempunyai keluarga seperti yang dialami oleh para anak yatim. Atau umur yang terlalu tua sebagaimana yang dialami oleh para kakek tua yang sudah lemah. Selain itu, bisa jadi karena kehilangan salah satu anggota badannya atau panca indranya. Ataupun, karena ia menderita penyakit yang menyebabkan tidak bisa berbuat banyak selayaknya orang normal, dan penyebab-penyebab fisik lainnya yang diderita dan ia tidak bisa mengatasi hal tersebut. Orang yang ditimpa kemiskinan karena hal ini berhak mendapatkan zakat, karena kelamahan fisik yang dideritanya dan juga sebagai rasa empati atas kekurangan yang ada padanya hingga ia tidak harus selalu menjadi beban masyarakat.

Kedua; kemiskinan yang disebabkan oleh ketidakmampuan untuk mencari pekerjaan karena ditutupnya pintu-pintu pekerjaan

Page 319: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two310

yang halal sesuai dengan keadaan para fakir miskin tersebut. Waaupun mereka telah mengupayakan dengan sekuat tenaga dan mencarinya dengan gigih serta giatnya usaha para pemimpin masyarakat dalam memberikan kesempatan pada meraka dalam membuka lowongan pekerjaan. Mereka tidak diragukan lagi berada dalam posisi yang sangat lemah secara hukum, namun tidak secara kekuatan. Karena kekuatan tubuh tidak memberikan makanan dan juga tidak menghilangkan kelaparan selama tidak didapati suatu pengahsilan. Telah diriwayatkan dari Imam Ahmad dan yang lainnya tentang kisah dua orang laki-laki yang dating kepada Rasulullah Saw dan meminta darinya sadaqah (zakat). Rasulullah menatap keduanya lalu menurunkan pendangannya. Ia mendapati keduanya orang tersebut masih kuat, lalu beliau berkata: “Apabila kalian menginginkannya, aku akan memberinya. Zakat tidak diperuntukkan untuk orang yang mampu (kaya) dan juga orang yang mampu bekerja.” Seseorang yang mampu bekerja tidak berhak mendapatkan zakat. Namun apabila ternyata orang yang mampu bekerja tapi tidak mendapatkan pekerjaan atau ia menemukan pekerjaan, namun bukan pekerjaan yang diperbolehkan atau bisa jadi ia menemukan pekerjaan, namun pekerjaannya itu tidak sesuai dengan kedudukannya di mata masyarakat atau ia mendapatkan pekerjaan namun membebaninya di luar batas kemampuannya, maka ia boleh mendapatkan zakat.

Ketiga; kemiskinan yang ketiga ini bukan disebabkan karena pengangguran atau karena ia tidak menemukan pekerjaan yang sesuai, tetapi pada kenyataanya ia bekerja dan mendapatkan penghasilan tetap. Namun sayangnya penghsailan dan pemasukan tidak seimbang dengan pengeluaran. Pendapatannya tidak mampu memenuhi semua kebutuhannya dan tidak mampu mewujudkan kecukupan, sebagaimana yang banyak dialami oleh para buruh, petani dan juga pekerja rendahan ataupun wiraswata kecil. Atau seseorang yang sedikit uangnya tetapi mempunyai keluarga yang banyak, dimana ia harus menanggung semua kehidupan keluarganya tersebut. Mereka yang berada dalam kondisi tersebut boleh mendapatkan zakat.

Jawaban atas semua permasalahan kemiskinan ini adalah sesuatu yang positif dan membangun. Sesungguhnya Rasulullah Saw telah menjelaskan penggolongan di atas dengan jelas dan

Page 320: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

311Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

membuat sesuatu yang menarik perhatian para sahabtnya di saat Rasulullah menggambarkan akan definisi miskin yang sesungguhnya. Dimana masyarakat memperdulikannya, di saat mereka membutuhkan pertolongan dan bantuan. Rasulullah Saw bersabda: “Tidaklah dianggap seorang itu miskin, apabila ia duberi satu butir atau dua butir kurma, ataupun apabila ia diberi selembar atau dua lembar roti. Sesungguhnya orang miskin adalah orang yang menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak halal.”

Dan Allah Swt berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 273 yang artinya“(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah maha Mengetahui.”

Dimaksud dengan tidak meminta secara mendesak adalah, tidak mendesak akan sesuatu hal, serta tidak membebani orang lain akan apa yang mereka tidak butuhkan. Maka bagi siapa yang telah meminta sesuatu hal namun ia sendiri belum membutuhkannya, maka sesungguhnya ia telah mendesak dan membebani orang. Inilah pensifatan yang digambarkan dan dilekatkan pada fakir miskin dari kaum Muhajirin yang lebih mengkonsentrasikan diri untuk taat kepada Allah dan Rasulnya padahal mereka tidak mempunyai uang ataupun pekerjaan yang memenuhi kebutuhan mereka.

Mereka dan orang sejenis merekalah yang sebenarnya lebih pantas untuk dibantu, sebagaimana sabda Rasulullah Saw mengarahkan dan menjelaskannya dalam hadits di atas. Dalam satu riwayat lain, Rasulullah saw bersabda, yang artinya “Bukanlah dianggap miskin, seorang yang mendatangi banyak orang, lalu ia diberikan satu-dua potong roti ataupun satu-dua butir kurma. Sesungguhnya orang yang miskin adalah orang yang tidak membutuhkan orang lain ataupun mencari orang lain untuk memberikan sedekah padanya, juga tidak meminta belas kasihan orang lain.” (H.R. Muslim).

Merekalah sebenarnya orang-orang miskin yang pantas mendapatkan bantuan, walaupun banyak orang yang lupa dan

Page 321: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two312

tidak begitu memperduikan keadaan mereka. Jumlah mereka sangat banyak namun tidak tampak di permukaan. Karena mereka adalah orang-orang yang sangat menjunjung kemuliaan diri untuk untuk tidak meminta bantuan orang lain ataupun untuk memperlihatkan kebutuhan mereka yang belum terpenuhi.

Imam Hasan Basri pernah ditanya tentang seorang lelaki yang mempunyai rumah dan seorang budak, apakah ia diperbolehkan mengambil zakat? Lalu ia menjawab: “Ia boleh mengambilnya apabila ia membutuhkannya, dan tidak ada masalah dalam hal ini.”

Imam Ahmad pun bertanya tentang seorang lelaki yang mempunyai sebuah rumah yang ia kontrakan dan juga uang sekitar sepuluh ribu dirham; namun kesemuanya itu belum mencukupi untuk kebutuhannya. Lalu ia menjawab: “ Maka ia boleh mengambil zakat.”

Para ulama Mazhab Syafi’i berpendapat bahwasanya apabila seseorang memiliki suatu bangunan namun penghasilan yang di dapat darinya belum mencukupi kebutuhannya, maka ia pun disebut sebagai fakir atau miskin. Dan ia berhak diberikan zakat sesuai dengan kebutuhannya dan tidak membebaninya untuk menjual bangunan yang dimilikinya.

Para ulama Mazhab Maliki berpendapat bahwasanya boleh untuk mengambil zakat bagi seseorang yang memiliki nishab (batas waktu dan ukuran) dalam membayar zakat. Sedangkan ia memiliki keluarga besar dimana ia harus menanggung kehidupan mereka walaupun ia mempunyai rumah dan juga budak yang sesuai dengan kehidupannya.

Para ulama dari Mazhab Hanafi berpendapat bahwa seseorang yang memiliki rumah baik berfurniture ataupun tidak, budak, kuda, senjata, pakaian, dan buku-buku ilmu pengetahuan, tidak menghalanginya untuk bisa memperoleh zakat. Pendapat mereka ini berdasar atas riwayat dari Hasan Basri yang berkata: “Bahwasanya mereka memberikan zakat kepada orang yang memiliki sepuluh ribu dirham dalam bentuk kuda, senjata, budak, dan juga rumah.”

Page 322: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

313Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

Kadar Zakat yang Diberikan Untuk Fakir Miskin

Para ulama berbeda pendapat terhadap kadar zakat yang harus dikeluarkan untuk golongan fakir miskin, tergantung kondisi yang dialami. Setiap pendapat tersebut dilandasi dengan dalilnya masing-masing.

Imam Abu Hamid Ghazali berpendapat bahwa mazhab-mazhab ulama beerbeda pendapat dalam menentukan kadar yang diberikan kepada penerima zakat ataupun sadaqah. Sebagian dari mereka ada yang mengambil minimalnya yaitu dengan memberikan makanan yang cukup untuk sehari dan semalam, sedang sebagian lainnya memberikannya hingga batasan kayanya seseorang. Batasan tersebut dilihat dari nishab harta. Karena sesungguhnya Allah tidak mewajibkan zakat kecuali bagi orang-orang yang kaya.

Sedangkan sebagian ulama lainnya menentukan kadar yang sangat maksimal. Dikatakan: “Diberikan bagian zakatnya sesuai dengan harga barang yang dibutuhkan, hingga ia mampu untuk mandiri selama sisa hidupnya atau disediakan baginya barang-barang dagangan untuk diperjualbelikan. Dengan keuntungannya ia menafkahi hidupnya selama sisa hidup; karena inilah yang disebut dengan kaya.

Banyaknya Masalah Dalam Pengentasan Kemiskinan

Permasalahan penyebaran penyakit berkaitan erat dengan masalah kemiskinan. Semakin tinggi tingkat kehidupan seseorang, maka semakin tinggi pula jaminan kesehatannya, yang ditunjang dengan lingkungan yang hygienis, gizi tercukupi, dan kemampuan untuk berobat di saat tertimpa penyakit. Sesungguhnya suatu penyakit akan mampu bertahan pada diri seseorang dalam keadaan yang sempit.

Secara umum masalah kebodohan pun merupakan implikasi dari adanya masalah kemiskinan. Seorang yang fakir umumnya tidak bisa belajar ataupun mengajarkan dan menyekolahkan anak-anak mereka. Bagaimana hal ini terjadi? Karena hal inilah, pendidikan merupakan urgensitas yang harus dipenuhi oleh kaum fakir pada masa ini, dengan mendayagunaka zakat yang ada untuk

Page 323: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two314

belajar dan menyekolahkan anak-anak mereka demi kepentingan duniawi dan ukhrawi.

Kesimpulan

Tak bisa dipungkiri bahwa peran ‘sejumlah kecil’ zakat begitu ‘besar’ artinya bagi fakir miskin. Melalui zakat, fakir miskin dan mustahik yang lain dijamin kelangsungan hidupnya sebagai bagian dari masyarakat. Namun dalam implementasinya, zakat tidak bisa berjalan sendirian dalam upaya menyelesaikan berbagai permasalahan umat terutama di bidang perekonomian. Untuk bisa optimal, pelaksanaan zakat harus sesuai dengan posisinya dalam perspektif ekonomi Islam.

Kemiskinan yang disebabkan oleh adanya pengangguran, baik itu karena keterpaksaan ataupun karena suatu pilihan. Kemiskinan yang disebabkan karena ketidakmampuan dalam menutupi dan memenuhi kebutuhan hidupnya.

Referensi

Al-Ba’ly Mahmud Al-Hamid Abdul, Ekonomi Zakat, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1991.

Al-Muslih, Abdullah dan Shalah ash-Shawi, Fikih Ekonomi Keuan-gan Islam, Jakarta, Darul Haq, 2004.

Dahlan, Abdul Azis (Ed.), Ensiklopedi Hukum Islam, Cet. 1, Jilid 4, Jakarta, Ichtiar Baru van Hooeve, 1996.

Hafidhuddin, Didin, Zakat dalam Perekonomian Moderen, Jakarta, Gema Insani Press, 2002.

Hafidhuddin, Didin, dkk., Problematika Zakat Kontemporer: Artikulasi Proses Sosial Politik Bangsa, Jakarta: Forum Zakat, 2003.

Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI), Proceedings of Interna-tional seminar on Islamic Economics as Solution, Medan, 18-19 September 2005

Page 324: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

315Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

Nasution, Mustafa Edwin, et al., Pengenalan Eklusif; Ekonomi Islam, Ja-karta, Kencana, 2007.

Qardhawi Yusuf, Spektrum Zakat, Jakarta: Zikrul Hakim, 2005.

Rais, M. Amien, Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia, Yogyakarta, Aditya Media, 1995.

Soekarni, Muhammad, Investasi Syari’ah Implementasi Konsep pada Ke-nyataan Empiris, Yogyakarta, Kreasi Wacana, 2008.

Zuhdi, Masjfuk, Masail Fiqhiyyah, Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 1997.

Page 325: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan
Page 326: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

317

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAMUNTUK MENUNJANG EKONOMI DAERAH

Suhirman

Pendahuluan

Wilayah territorial Indonesia adalah 740 juta ha dengan lebih dari 190 juta ha (25,6%) merupakan wilayah daratan, sedangkan 550 juta ha (74,4%) berupa lautan. Indonesia terdiri dari pulau-pulau, sebnayak 17.508 pulau dengan lima pulau besar serta 30 gugusan pulau kecil. Potensi yang demikian besar tersebut menunjukkan bahwa kepulauan Nusantara memiliki sumberdaya alam yang berlimpah ruah. Sumberdaya mineral (non hayati), keragaman hayati, kekayaan hasil bumi dan laut yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Jika kekayaan alam Indonesia yang disertai dengan jumlah penduduk yang besar ini diasumsikan sebagai input dari suatu proses ekonomi dan sosial, maka output yang bisa diharapkan sebenarnya cukup besar.

Namun demikian, pengelolaan Sumberdaya alam (SDA) yang tersebar di kepulauan Nusantara ini tidak menyebabkan penduduk yang hidup di dalamnya menjadi sejahtera. Tingkat kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia masih jauh dari amanat Undang-Undang Dasar 1945. Lebih-lebih apabila kita bandingkan dengan negara-negara tetangga, dimana kesejahteraan ekonomi Indonesia relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara tetangganya dan indikator kemajuan sosial tergolong sangat rendah di dunia.

Ketimpangan antara input dan output ini menunjukkan bahwa proses pengelolaan input di negara dengan 220 juta jiwa tidak berjalan dengan efektif. Proses pengolahan atau manajemen sumberdaya kini perlu dilihat secara komprehensif dan. Tanggung

Page 327: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two318

jawab pengelolaan manajemen sumberdaya tidak hanya dibebankan kepada pemerintah, tetapi juga harus melibatkan masyarakat sipil dan swasta, sehingga ketiga komponen tersebut memiliki tanggung jawab yang setara untuk mengelola SDA Indonesia.

Terbitnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 serta revisinya dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah berimplikasi luas kepada semakin terbukanya peluang daerah (Kabupaten/Kota) untuk mengatur dan mengurus sendiri rumah tangganya sesuai dengan aspirasi, inovasi dan prakarsa masyarakat. Sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang tersebut, kewenangan daerah yang dimaksud mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan bidang lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (PP). Oleh karena itu, kebijakan pengelolaan SDA yang meliputi eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan rehabilitasi SDA merupakan kewenangan Pemerintah Daerah.

Adanya kebijakan yang lebih memberikan kewenangan daerah untuk mengelola dan mengatur SDA tersebut diharapkan berdampak pada : 1) kemudahan perizinan dan menekan biaya perizinan yang tinggi; 2) kelancaran investasi masuk ke daerah; 3) keterlibatan langsung pemerintah daerah dalam pengelolaan SDA yang dimilikinya; 4) tidak menimbulkan kecemburuan sosial di masyarakat.

Makalah ini akan mencoba membahas kebijakan pengelolaan SDA dalam rangka menunjang basis perekonomian daerah. Oleh karena itu, kebijakan pengelolaan SDA juga dilakukan dengan tujuan untuk lebih mengembangkan ekonomi kerakyatan berupa pembagian hasil bagi daerah-daerah secara lebih proporsional, serta menciptakan keseimbangan untuk menunjang pembangunan yang berkelanjutan. Dengan demikian, permasalahan utama mengenai pengelolaan SDA di daerah bagaimana melahirkan kebijakan pengelolaan SDA sehingga dapat digunakan untuk memperkuat perekonomian suatu daerah secara optimal.

Page 328: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

319Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

Landasan Teoria. Pengerian SDA

Sumberdaya alam adalah segala sesuatu persediaan bahan atau barang alamiah yang dalam keadaan sebagaimana ditemukan dan diperlukan oleh manusia (Randall, 1987). Sedangkan menurut Menard (1974) sumberdaya alam merupakan segala sesuatu yang apabila diupayakan dengan cara-cara tertentu dapat bermanfaat bagi manusia. Dipertegas kembali oleh Randall (1987) sumberdaya alam yang dalam keadaan mentah dapat menjadi masukan kedalam proses yang menghasilkan sesuatu yang berharga, atau dapat memasuki proses konsumsi secara langsung sehingga mempunyai harga.

Selanjutnya Randall (1987) mengatakan bahwa apabila sumberdaya alam ditelaah dari sudut pandang aspek ekonomi, maka sumberdaya dimaknai dengan konsep keterbatasan (Scarcity). Artinya sesuatu yang tidak terbatas bukan digolongkan kedalam sumberdaya, sehingga sumberdaya bermatra ganda, yakni ditinjau dari segi kualitas, kuantitas, ruang dan waktu.

Dari definisi tersebut menjadi jelas bahwa yang kita ketahui mengenai SDA menurut Charles (1979) sangat tergantung pada keadaan yang kita warisi, tingkat teknologi sekarang ini dan perkembangan teknologi yang akan datang serta kondisi ekonomi maupun preferensi pasar.

Sumberdaya alam berarti sesuatu yang ada di alam yang berguna dan mempunyai nilai dalam kondisi dimana kita menemukannya. Sehingga, sesuatu tidak dapat dikatakan SDA apabila sesuatu yang ditemukan tidak diketahui kegunaannya sehingga tidak mempunyai nilai, atau sesuatu yang berguna tetapi tidak tersedia dalam jumlah besar dibanding permintaannya sehingga ia dianggap tidak bernilai. Oleh karena itu, sesuatu dikatakan SDA apabila memenuhi 3 syarat yaitu : 1) sesuatu itu ada, 2) dapat diambil, dan 3) bermanfaat. Dengan demikian, pengertian dari SDA mempunyai sifat yang sangat dinamis, dalam arti peluang sesuatu benda untuk berubah menjadi sumberdaya selalu terbuka. Pemahaman mengenai SDA akan semakin jelas jika dilihat menurut jenisnya.

Page 329: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two320

Berdasarkan wujud fisiknya menurut Yakin (1997) SDA dapat dibedakan menjadi 4 klasifikasi yaitu : 1) sumberdaya lahan; 2) sumberdaya hutan; 3) sumberdaya air, dan; 4) sumberdaya mineral.

Sedangkan berdasarkan proses pemulihannya, maka SDA menurut Irawan (1992) dibagi menjadi 3 yakni:

1. Sumberdaya alam yang tidak dapat habis (inexhaustible natural resources), seperti: udara/angin, energi matahari, tanah dan air.

2. Sumberdaya alam yang dapat diganti atau diperbaharui dan dipelihara (renewable resources), seperti : air danau atau air sun-gai, kualitas tanah, hutan, dan margasatwa.

3. Sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui (non-renew-able resources/ irreplaceable atau stock natural resources ), seperti : batubara, minyak bumi, dan logam mulia.

Berdasarkan bahan penyusunnya SDA dibagi menjadi: 1) sumberdaya mineral (seperti: air, tanah, udara, bahan tambang, energi), dan 2) sumberdaya hayati (seperti: hewan dan tumbuhan). Ada juga yang membagi sumberdaya menjadi sumberdaya terbarukan dan sumberdaya tak terbarukan. Dalam penggunaannya, SDA yang dapat diperbaharui dan tidak dapat diperbaharui dapat saling melengkapi (komplementer), saling menggantikan (substitusi) atau dapat bersifat netral.

Ruang lingkup SDA mencakup semua yang ada alam, baik yang terdapat di permukaan maupun perut bumi, yang berupa material maupun hayati. Pengertian SDA meliputi semua sumberdaya dan sistem yang bermanfaat bagi manusia dalam hubungannya dengan teknologi, ekonomi, dan keadaan sosial tertentu. Definisi ini terus berkembang dan sekarang ini mencakup sistem ekologi dan lingkungan. Setelah lepas dari alam dan dikuasai oleh manusia, maka sumberdaya tersebut disebut barang-barang sumberdaya (resource commodity).

Page 330: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

321Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

b. Pengelolaan SDA

Prinsip umum dalam ilmu ekonomi adalah bagaimana memenuhi kebutuhan manusia yang cenderung tidak terbatas dengan ketersediaan sumberdaya yang terbatas. Kelangkaan atau keterbatasan SDA ini merupakan salah satu faktor utama dalam kajian ekonomi yang berwawasan lingkungan dan karena faktor kelangkaan itu maka dibutuhkan pengelolaan sumberdaya secara arif dan bijaksana.

Tingkat ketersediaan dan kelangkaan sumberdaya memberikan indikasi tentang bagaimana seharusnya mengelola sumberdaya yang langka dimaksud agar tidak mengancam kelestariannya dengan tanpa dan atau meminimalkan terjadinya degradasi lingkungan. Macam dan karakterisasi sumberdaya tidak hanya menggambarkan bagaimana pentingnya sumberdaya tersebut tetapi yang lebih penting adalah bagaimana sebaiknya sumberdaya itu dikelola agar memenuhi kebutuhan manusia generasi sekarang, tapi tidak mengorbankan kepentingan generasi yang akan datang.

Menurut Irawan (1992), ada 4 hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan SDA, yakni:

1. Biaya pengambilan/penggalian semakin tinggi dengan se-makin menipisnya persediaan SDA tersebut.

2. Kenaikan dalam biaya pengambilan/penggalian SDA akan diperkecil dengan diketemukannya deposit baru serta adanya teknologi baru.

3. Sebidang tanah tidak hanya bernilai tinggi karena adanya sumberdaya mineral yang terkandung di dalamnya, tetapi juga karena adanya opportunity cost berupa keindahan alam itu.

4. Perlu diingat dan dibedakan antara penggunaan sumberdaya yang bersifat dapat dikembalikan lagi dan penggunaan sum-berdaya yang tak dapat dikembalikan ke keadaan semula (ir-reversible).

Sumberdaya yang menjadi perhatian utama dalam literatur ekonomi lingkungan adalah sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui. Oleh karena itu alokasi yang dinamik dari waktu ke

Page 331: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two322

waktu adalah penting untuk menjamin alokasi sumberdaya yang berkelanjutan, diikuti dengan upaya-upaya lain yang bisa menekan kehabisan sumberdaya.

Menurut Yakin (1997) kelangkaan sumberdaya mempunyai peluang untuk diatasi yaitu paling tidak melalui 4 cara yaitu : 1) eksplorasi dan penemuan; 2) kemajuan teknologi; 3) penggunaan sumberdaya substitusi; dan 4) pemanfaatan kembali (reuse) dan daur ulang (recycling ).

c. Pengelolaan SDA menurut UU Nomor 32 Tahun 2004

Terbitnya Undang-Undang Pemerintahan Daerah Nomor 22 tahun 1999 menurut Gany (2002) menunjukan bahwa Indonesia telah memasuki babak baru dalam perjalanan menuju proses desentralisasi dan otonomi daerah. Selanjutnya UU No. 22/1999 telah diganti dengan Undang-Undang 32 tahun 2004 yang dikenal dengan Undang-Undang Otonomi Daerah mengamanatkan kepada pusat untuk menyerahkan berbagai kewenangan pemerintahan kepada daerah. Dengan terbitnya UU No. 32/2004, maka UU No. 22/1999 dinyatakan tidak berlaku lagi.

Kelemahan sekaligus kekuatan dari UU No. 22/1999 adalah terletak pada banyaknya Peraturan Pemerintah yang perlu disusun dalam rangka implementasi amanah UU tersebut. Kualitas semangat reformasi dari para penyelenggara negara akan menentukan apakah hal itu menjadi kekuatan atau justru menjadi kelamahan, sebab penjabaran pasal demi pasal ke dalam PP akan menentukan format yang sebenarnya dari model otonomi tersebut (Gany, 2002)

Dengan kata lain otonomi daerah adalah perwujudan konsep desentralisasi yakni penyelenggaran pemerintahan yang memberikan kekuasaan yang lebih besar kepada daerah, baik dalam bentuk penyerahan tugas, kewajiban, kewenangan maupun berupa tanggung jawab tertentu. Desentralisasi dimaksudkan untuk memungkinkan daerah yang bersangkutan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Karena otonomi daerah tidak hanya menyangkut desentralisasi kewenangan administratif,

Page 332: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

323Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

tetapi juga kebijakan politik dan fiskal sebagaimana diatur dalam Undang-Undang 33 tahun 2004 tentang Dana Perimbangan.

Implikasi dari relokasi kekuasaan dalam semangat otonomi daerah bukanlah sekedar pelaksanaan fungsi “konsultasi” tugas-tugas pusat yang dilaksanakan oleh aparat di daerah, melainkan penyerahan sepenuhnya tanggung jawab dan wewenang kepada pemerintah daerah atau entitas di daerah sehingga adalah sepantasnya (seharusnya) jika pemerintah daerah berusaha mewujudkan pembangunan dan pengelolaan sumberdaya alam yang dimilikinya berdasarkan kondisi lokal yang spesifik. Sehingga, pembangunan berkelanjutan di daerah yang memiliki potensi sumber daya alam (ekonomi) tinggi sekaligus resiko ekologis yang juga tinggi, dan hal itu dapat terwujud apabila pelaksanaan pemerintahan dilakukan dengan memperhatikan dan berdasarkan pada sifat khusus daerah.

Mengacu kepada Pasal 1 ayat (18) Undang-Undang 32/2004, ketentuan mengenai kawasan khusus, yang menyebutkan bahwa: kawasan khusus adalah bagian wilayah dalam provinsi dan/atau kabupaten/kota yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional. Selanjutnya secara lebih rinci ketentuan mengenai kawasan khusus ini diatur dalam Pasal 9, ayat (1-6) sebagai berikut: untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional, pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus dalam wilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota.

Berdasarkan pengertian kawasan khusus menurut ketentuan Undang-Undang 32/2004 Pasal 1, ayat (18) dan pengaturannya sebagaimana ketentuan dalam Pasal 9, ayat (1-6) tersebut diatas dapat digarisbawahi beberapa hal yang penting yakni: penetapan suatu kawasan khusus tidak hanya memperhatikan kekhasan dan keinginan daerah tetapi juga harus (dianggap) menyangkut kepentingan nasional. Tata cara penetapan kawasan khusus (selain kawasan khusus perdagangan) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Khusus mengenai pengelolaan SDA, maka kewenangan daerah adalah mengelola sumberdaya nasional yang tersedia di wilayahnya

Page 333: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two324

dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sehubungan dengan batasan kewenangan daerah pengelolaan SDA tersebut, maka pengertian pengelolaan SDA adalah mencakup kegiatan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan rehabilitasi SDA itu sendiri.

Dalam hubungannya dengan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, ruang pun dipandang hanya sebagai “wadah”, sebagaimana yang tercantum pada pasal 1. Hal ini jelas menunjukkan adanya ketertarikan yang kuat ke arah pemahaman ruang sebagai “fakta obyektif yang bersifat normatif ” seperti yang selalu dikatakan oleh epistemologis positivisme. Dengan demikian, pemaknaan ruang yang berdasarkan pada pengamatan obyek-obyek indrawi (ukuran, bentuk, dan pola) terasa begitu dominan. Keteraturan dan keutuhan teritorial menjadi orientasi utama yang diupayakan melalui pendekatan secara hirarkis dan birokratis. Sehingga, disadari atau tidak, ruang Indonesia pun menjadi tersekat-sekat ke dalam satuan-satuan politik-administratif yang lebih kecil.

Dalam praktik operasional Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, tingginya egoisme kedaerahan di era otonomi menyebabkan konsep Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tidak selalu berjalan sesuai dengan rencana. Di beberapa daerah RTRW tidak bisa dilaksanakan atau tertunda bertahun-tahun karena adanya konflik kepentingan antar daerah, antar departemen bahkan antar kelompok masyarakat.

d. Konsep Pembangunan Berwawasan Lingkungan (Sustainable

Development)

The world conservation strategy tahun 1980 telah memperkenalkan konsep pembangunan berkelanjutan sebagai “pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kebutuhan bagi generasi yang akan datang”. Konsep ini dapat dijabarkan dengan diberi konotasi ekonomi menjadi “suatu pola pertumbuhan ekonomi yang memenuhi kebutuhan kebendaan kini tanpa memberikan dampak negatif pada sumberdaya fisik yang ada, yang seringkali jumlahnya terbatas, sehingga tidak membahayakan kapasitas dan potensi pembangunan masa depan.

Page 334: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

325Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

Dalam konsep dasar pembangunan berwawasan lingkungan ada dua aspek penting yang menjadi perhatian utama yaitu lingkungan (ecology, the environment) dan pembangunan (development). Dalam perkembangannya, konsep pembangunan berwawasan lingkungan ini telah melahirkan pemikiran yang cukup variatif sesuai dengan konteks dan kepentingan tertentu. Namun demikian, secara umum konsep ini mengacu pada bagaimana mengharmoniskan dua kepentingan, yaitu pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan dan sumberdaya. Bahkan Gany (2002) berpendapat bahwa konsep tentang pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) hanya dapat dilaksanakan jika kualitas manusia dijadikan arah sekaligus titik tumpu pembangunan, di samping mengupayakan agar proses pembangunan senantiasa berwawasan lingkungan, mempertahankan kualitas dan fungsi lingkungan hidup (ekologis).

Selanjutnya, definisi tentang pembangunan berwawasan lingkungan yang populer adalah seperti yang dikemukakan pada Brundtland Report, Our Common Future (WCED, 1987) yaitu : Pembangunan yang berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pembangunan yang berkelanjutan merupakan suatu proses perubahan dalam mana eksploitasi sumberdaya, arah investasi, orientasi pengembangan teknologi, perubahan institusi adalah semua berada dalam keselarasan dan meningkatkan potensi masa kini dan yang akan datang untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan manusia. Dalam hal ini, pembangunan ekonomi harus berjalan selaras dengan kepentingan lainnya sehingga pertumbuhan ekonomi tidak hanya memenuhi kepentingan generasi sekarang tetapi juga generasi yang akan datang.

Sebagaimana teori Rostow, pertumbuhan ekonomi yang menuju kematangan (drive to maturity) memerlukan peranan leading sector. Leading sector biasanya bertumpu pada sektor primer yang berciri ekstraktif. Contohnya adalah tambang minyak bumi sebagai sektor primer yang berperan penting dalam tahap awal pembangunan ekonomi Indonesia. Begitupula halnya dengan kasus di berbagai daerah di Indonesia, peranan sektor primer

Page 335: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two326

(sektor pertanian, pertambangan dan galian) dalam pembangunan ekonomi daerah tidak dapat diabaikan. Selama kurun satu decade terakhir, kontribusi sektor primer masih merupakan yang dominan untuk pembangunan suatu daerah.

Pembahasan

Kendala Pengembangan SDA Daerah

a. Masalah Kebijakan/Peraturan Pengelolaan SDA

Selama ini, masalah utama yang paling menghambat pengembangan SDA daerah adalah adanya kebijakan pengelolaan SDA secara terpusat. Walaupun pada awalnya kebijakan tersebut dimaksudkan untuk meratakan hasil-hasil pembangunan sehingga daerah yang kaya SDA dapat memberikan subsidi kepada daerah yang miskin SDA, namun pada kenyataannya banyak daerah yang merasa tidak puas dan menuntut adanya pembagian hasil secara adil dan proporsional. Beberapa contoh mengenai hal di atas adalah :

1. Perlunya batasan mengenai hak penguasaan pengelolaan SDA, seperti lahirnya PP Nomor 6 Tahun 1998 yang men-gatur tentang batasan luas konsesi (hak penguasaan hutan) yaitu 100.000 Ha/Propinsi atau 400.000 Ha/Nasional.

2. Ijin pengelolaan SDA, antara lain seperti ijin HGU 200 Ha oleh BPN, ijin HPH oleh Departemen Kehutanan, dan ijin kuasa pertambangan oleh Ditjen Pertambangan Umum, dan lain-lain.

Disamping itu, masalah kebijakan pengelolaan SDA yang juga perlu diperbaiki adalah mengenai upaya pemberdayaan para pengusaha kecil, koperasi dan masyarakat. Hal ini mengingat bahwa ternyata dalam krisis ekonomi saat ini yang masih banyak bertahan adalah ekonomi rakyat yang mengandalkan kepada sektor-sektor primer skala kecil.

Page 336: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

327Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

b. Masalah Ketersediaan dan Kelangkaan SDA

Pada dasarnya ketersediaan sumberdaya itu terbatas dan langka sifatnya baik dalam dimensi waktu maupun ruang. Kelangkaan itu bisa terjadi karena terbatasnya ketersediaan SDA pada suatu tempat sehingga tidak memenuhi kebutuhan lokal atau wilayah tertentu. Konsep kelangkaan sumberdaya ini adalah sangat bermanfaat sebagai dasar dalam menganalisis tingkat produksi dan konsumsi yang optimal sehingga memenuhi kebutuhan manusia kini dan masa datang. Tingkat alokasi sumberdaya yang dinamis dalam konteks analisa ekonomi lingkungan berpijak dari konsep kelangkaan ini.

Kelangkaan sumberdaya baik SDA yang tidak bisa diper-baharui maupun SDA yang bisa diperbaharui pada dasarnya bisa diperkirakan melalui indikator fisik dan indikator ekonomi. Indikator fisik adalah menyangkut ketersediaan sumberdaya secara fisik. Jika secara fisik, ketersediaan SDA melimpah, maka SDA tersebut dikatakan belum langka. Sebaliknya, jika ketersediaan fisiknya sedikit, maka SDA tersebut langka adanya. Sedangkan Indikator ekonomi ditentukan oleh 4 kriteria yaitu: 1) harga sumberdaya, 2) nilai kelangkaan marjinal (scarcity rent), 3) biaya penemuan marjinal, dan 4) biaya ekstraksi marjinal (Tietenberg, 1992).

Meningkatnya kebutuhan manusia akibat pertumbuhan penduduk dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu faktor penting kenapa usaha-usaha untuk mengatasi kelangkaan sumberdaya menjadi sangat penting. Kemampuan daerah dalam mengatasi kelangkaan sumberdaya merupakan salah satu upaya penting dan strategis menuju ke pembangunan berkelanjutan. Kelangkaan sumberdaya, jika diupayakan untuk diatasi secara sungguh-sungguh, paling tidak ada empat cara utama, yaitu : 1) eksplorasi dan penemuan, 2) kemajuan teknologi, 3) penggunaan sumberdaya substitusi, dan 4) pemanfaatan kembali dan daur ulang.

c. Masalah Lingkungan Hidup

Masalah lingkungan hidup yang sangat menonjol adalah timbulnya polusi akibat pemanfaatan SDA, disamping masalah

Page 337: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two328

degradasi lingkungan lain seperti semakin berkurangnya potensi air, tanah dan lahan. Semakin cepat pembangunan daerah biasanya diikuti dengan polusi yang semakin besar. Sebagai contoh, adanya pembangunan suatu proyek baru pasti akan merusak atau mengubah keadaan yang ada sebelumnya dan juga memiliki dampak positif dan negatif terhadap lingkungan sekitarnya. Hal ini disebut externalities, yang terdiri dari external economies dan external diseconomies. External economies merupakan dampak positif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan sehingga menguntungkan bagi lingkungan di luar kegiatan itu. Sebaliknya external diseconomies merupakan dampak negatif yang timbul dari adanya suatu kegiatan.

Hal yang sangat menonjol mengenai external diseconomies yang kemudian menjadi external cost itu adalah polusi atau pencemaran udara. Pihak produsen polusi biasanya tidak pernah menghitung dan memasukkan dalam komponen biaya produksi pengorbanan atau penderitaan masyarakat sekitarnya karena adanya polusi tersebut, sehingga harga barang produksinya pun tidak menjadi terlalu mahal. Lain halnya dengan pemerintah yang selalu berusaha membuat masyarakatnya lebih sejahtera, pemerintah memandang polusi itu sebagai biaya masyarakat (social cost) yang harus dihindari atau dibatasi. Untuk itu, pemerintah dapat secara langsung campur tangan dengan mengharuskan pemasangan alat-alat untuk mengurangi polusi atau pemerintah dapat mengenakan pajak yang tinggi agar polusi itu tidak banyak dihasilkan. Cara pengenaan pajak akan lebih efektif karena menyangkut masyarakat yang luas, sedangkan campur tangan pemerintah secara langsung menghendaki pengamatan yang cermat dan ketat terhadap masing-masing kegiatan polusi.

d. Masalah Penguasaan Teknologi dalam Penggunaan SDA

Penggunaan SDA dan peranan yang dimainkannya dalam meningkatkan standar hidup, tergantung antara lain pada bentuk penyesuaian diri manusia atas alam sekitarnya yaitu perubahan teknologi. Seperti halnya di negara-negara sedang berkembang, umumnya sumber-sumber daya alam belum banyak digunakan, karena kurangnya pengetahuan teknik. Termasuk dalam kaitan ini adalah penguasaan teknologi untuk tujuan inventarisasi SDA dan

Page 338: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

329Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

penyusunan neraca SDA serta lingkungan yang sangat berperan dalam menerapkan kebijakan pengelolaan SDA secara bijaksana.

Namun, penerapan dan introduksi ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) menurut Gany (2002) seyogianya tidak dalam bentuk kelembagaan asing yang ditransplantasikan ke dalam system budaya masyarakat. Karena, terbukti bahwa nilai atau kelembagaan asing umumnya akan ditolak oleh masyarakat, bahkan kalau dipaksakan justru akan menjelma menjadi penghambat tumbuhnya inisiatif masyarakat.

Faktor-faktor Sosial Budaya dalam Penggunaan SDA

Nilai penggunaan dan eksploitasi sumber-sumber alam dipengaruhi oleh keadaan-keadaan dalam masyarakat yang bersangkutan. Dalam masyarakat pra-industri (belum mengalami kegiatan industri) misalnya, masyarakat itu dipandang oleh penduduknya sebagai sesuatu yang misterius dan belum dapat dimengerti. Kebutuhan-kebutuhan akan materi terbatas pada kebutuhan yang pokok. Dalam kebudayaan semacam itu manusia belum berfikir untuk menggunakan atau mengeksploitasi sumber-sumber alam yang ada. Sebaliknya dalam masyarakat industri atau yang telah maju, sikap masyarakat itu lebih agresif dan ingin menguasai alam. Sumber-sumber ditemukan, dikembangkan, dan dikuasai untuk menyediakan kebutuhan-kebutuhan manusia yang selalu berkembang. Pengetahuan teknologi memegang peranan yang sangat penting dalam masyarakat tersebut.

Disamping itu, kepercayaan yang ada dalam masyarakat kadang-kadang juga menghambat konsumsi tertentu. Misalnya bagi orang Yahudi dan Islam, mereka tidak makan daging babi; orang Hindu tidak makan daging sapi. Kepercayaan semacam itu mungkin akan memaksa pembagian kerja menurut suku bangsa, dan selanjutnya faktor kepercayaan ini akan menghalangi mereka untuk bergerak dari sektor pertanian ke sektor industri. Sebagai misal, ada sebuah pabrik kepunyaan bangsa Indonesia keturunan Cina dan mungkin hanya akan mempekerjakan buruh keturunan Cina saja, alasannya bukan karena ini satu bahasa atau setia kawan misalnya, tetapi sukar sekali bila menggunakan buruh penduduk asli yang beragama Islam yang tidak memakan daging babi.

Page 339: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two330

Keadaan Ekonomi yang Membatasi Penggunaan SDA

Seperti telah dijelaskan bahwa faktor-faktor khusus dalam kebudayaan yang berbeda dapat menghambat kemajuan perekonomian dalam arti penggunaan sumber alamnya. Diantara faktor-faktor khusus yang ada dalam masyarakat itu mungkin sekali terdapat keadaan perekonomian yang menyebabkan adanya perbedaan antara penggunaan yang optimum dan penggunaan yang sebenarnya daripada sumber-sumber itu. Menurut Irawan (1992) mungkin sekali keadaan ekonomi dapat menghambat penggunaan optimum dari sumber-sumber alam itu, misalnya:

1. Tidak tersedianya faktor-faktor lain. Bahwa sumber-sumber alam bisa saja akan tetap berada di tempatnya ataupun tidak digunakan karena tidak tersedianya faktor-faktor lain yang dibutuhkan untuk mengerjakannya atau ada tetapi telah di-gunakan untuk hal-hal yang kurang produktif.

2. Organisasi yang kurang baik. Kemajuan hanya sedikit dapat dicapai karena tidak mempunyai pengorganisir komunikasi yang efektif.

3. Distribusi yang tidak baik. Tidak adanya sistem distribusi yang baik, misalnya transportasi yang baik, pengawasan pasar dan sebagainya akan menghalangi hasil panen yang maksimum.

4. Bentuk pasar yang tidak tepat. Bentuk organisasi pasar dapat juga mempengaruhi penggunaan SDA. Adanya monopoli dan peraturan-peraturan pemerintah misalnya dapat menghalangi berdirinya industri-industri lokal yang menggunakan bahan-bahan mentah dalam negeri.

5. Perubahan-perubahan biaya. Pada umumnya setiap sumber alam yang diketemukan akan dapat dieksploitir secara ekono-mis asalkan biaya-biaya ekspolitasi (menggali) dan sebagainya diharapkan dapat terbayar.

6. Ketergantungan pada ekspor. Bagi negara-negara sedang berkembang pada umumnya, perbandingan antara ekspor dan pendapatan nasional adalah tinggi. Pembelanjaan dan

Page 340: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

331Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

penerimaan pemerintah sebagian terbesar tergantung pada ekspor. Karena itu, harus diusahakan disamping menambah banyaknya sumber alam juga menambah macam sumber alam yang dimiliki, kemudian dimanfaatkan untuk kepentin-gan ekspor.

Alternaif Konsep Pengelolaan SDA Daerah Terpadu

a. Produk Domesik Regional Bruto sebagai Indikator Per-tumbuhan

Telah disepakati bahwa untuk mengukur tingkat kesejahteraan ekonomi suatu daerah digunakan indikator pendapatan atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita. Semakin tinggi indikator PDRB per kapita semakin makmur daerah tersebut. Lebih tepat lagi apabila yang digunakan sebagai indikator kemakmuran adalah nilai pendapatan netto per kapita yaitu setelah penyusutan barang-barang kapital buatan manusia diperhitungkan. Namun demikian, perkembangan terakhir dalam konsep penghitungan atau penyusunan neraca nasional/daerah untuk mendapatkan indikator kemakmuran perlu diperhitungkan penyusutan SDA dan menurunnya mutu lingkungan. Hal ini dapat diterima oleh akal sehat, bahwa apabila nilai pendapatan netto tidak atau belum dikurangi penyusutan SDA, akan mencerminkan nilai pendapatan yang semu karena menyusutnya modal alam natural capital yang berarti menyusutnya kemampuan daerah yang bersangkutan dalam menghasilkan barang dan jasa dikemudian hari atau dengan kata lain akan menyebabkan penurunan pendapatan.

Untuk memperoleh nilai pendapatan daerah yang sudah disesuaikan dengan penyusutan SDA, maka perlu dibuat neraca SDA dan lingkungan (natural resource and environmental accounting). Dalam neraca SDA ini biasanya disajikan nilai cadangan awal, pertumbuhan, pengambilan, dan kerusakan serta cadangan akhir. Pendekatan ini merupakan pendekatan kesejahteraan. Namun demikian, karena umumnya sulit untuk mengetahui besarnya nilai cadangan awal, maka pendekatan pendapatan yang digunakan hanya mencatat besarnya pengambilan SDA, pertumbuhan dan kerusakannya. Secara keseluruhan penyusunan neraca SDA dan lingkungan akan sangat berguna untuk penyusunan kebijakan

Page 341: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two332

dalam pengelolaan SDA guna dikaitkan dengan kebijakan pembangunan yang mengejar pertumbuhan ekonomi.

b. Prinsip Dasar Penggunaan SDA Secara Bijaksana

Penerapan konsep pengelolaan SDA secara terpadu pada dasarnya memerlukan beberapa prinsip dasar dalam penggunaan SDA. Prinsip dasar tersebut didasarkan atas penjabaran ketentuan yang diatur baik dalam TAP MPR hasil Sidang Istimewa Tahun 1998 maupun dalam UU Nomor 32 dan 33 Tahun 2004. Beberapa prinsip dasar tersebut antara lain :1. Menjaga produktivitas (sesuai dengan TAP MPR No. X/

MPR/1999 tentang Pokok-pokok Reformasi Pembangunan BAB IV.A butir g yang berbunyi : mendayagunakan potensi ekonomi dari SDA khususnya sumberdaya kelautan termasuk pengamannya untuk meningkatkan ekspor.

2. Memperhatikan kelestarian atau sustainability.

3. Menganggap SDA sebagai asset dalam proses pembangunan, bukan sebagai faktor produksi.

4. Manfaat yang diperoleh dari pemanfaatan SDA digunakan untuk investasi.

c. Inventarisasi SDA secara Menyeluruh dan Terkoordinasi

Kegiatan inventarisasi SDA adalah salah satu aktivitas untuk mengetahui data dan informasi mengenai jenis, potensi dan sebaran SDA di suatu daerah tertentu. Dengan kata lain, kegiatan inventarisasi SDA merupakan langkah awal dalam rangka melakukan evaluasi SDA yang terdapat di suatu daerah. Ketersediaan data dan informasi mengenai keberadaan SDA tersebut sangat diperlukan sebagai bahan input bagi perencana didalam mengelola SDA demi terjaminnya pembangunan daerah secara berkelanjutan. Untuk memperoleh data dan informasi yang akurat mengenai jenis, potensi dan sebaran SDA tersebut diperlukan kerjasama seluruh dinas atau instansi yang terkait dalam pengelolaan SDA sehingga merupakan suatu kegiatan yang terpadu.

Page 342: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

333Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

Sesuai dengan penjelasan mengenai klasifikasi SDA, maka kegiatan inventarisasi SDA yang dimaksud meliputi : 1) inventarisasi SDA lahan; 2) inventarisasi SDA hutan; 3) inventarisasi SDA air; 4) inventarisasi SDA mineral.

d. Penyusunan Neraca SDA bagi Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan memerlukan pendataan mengenai tersedianya faktor produksi, tidak hanya faktor produksi kapital dan tenaga kerja tetapi juga faktor produksi yang berasal dari alam. Dengan diketahuinya persediaan SDA, maka para pembuat keputusan dan kebijakan akan lebih mampu mengelola SDA yang ada, mengembangkan dan memanfaatkannya. Pencatatan tersebut disebut neraca SDA dan lingkungan, yang mencatat baik persediaan maupun perubahan-perubahan baik yang berupa penambahan maupun pengurangan persediaan SDA tertentu.

Pembuatan neraca SDA dan lingkungan ini sebaiknya mencakup neraca fisik maupun neraca moneter tetapi neraca moneter memerlukan metode penilaian SDA yang cukup rumit. Neraca moneter sangat berguna bagi dasar penentuan pungutan atau royalti dan pajak bagi pemerintah. Walaupun saat ini telah lahir UU. Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang diantaranya mengatur dana perimbangan.

e. Parisipasi Seluruh Anggota Masyarakat dalam Pengelolaan SDA

Pengembangan konsep pengelolaan SDA secara terpadu diharapkan dapat mewujudkan pembangunan berwawasan lingkungan atau pembangunan berkelanjutan. Oleh karenanya dibutuhkan keterlibatan semua pihak baik pemerintah dengan seluruh perangkat terkait, pihak swasta dan atau pelaku ekonomi, serta masyarakat luas atau konsumen. Unsur tersebut perlu keterpaduan dan kebersamaan visi untuk menuju dan mensukseskan pembangunan berwawasan lingkungan.

Berkenaan dengan upaya mensukseskan pembangunan berwawasan lingkungan, menurut Yakin (1997) terdapat paling

Page 343: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two334

tidak ada 6 faktor penentu yaitu : 1) kehendak politik pemerintah; 2) peranan institusi lingkungan pemerintah; 3) peranan lembaga swadaya masyarakat; 4) peranan sektor industri; 5) peranan media massa; 6) kesadaran dan partisipasi masyarakat.

Sedangkan dalam rangka menerapkan konsep pengelolaan SDA secara terpadu dalam rangka mewujudkan pembangunan berwawasan lingkungan sebaiknya menempuh 5 (lima) jalur sebagai berikut: jalur politis, jalur organisasi, jalur administrasi, jalur profesi, jalur ilmiah.

Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah diuraikan, beberapa kesimpulan dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. SDA sebagai salah satu unsur yang menentukan perkemban-gan ekonomi daerah. Struktur perekonomian daerah didomi-nasi oleh SDA (pertanian, pertambangan dan galian). Namun demikian, share terhadap pendapatan daerah masih belum optimal.

2. Upaya pengelolaan sumberdaya alam merupakan suatu ke-harusan. Hal ini mengingat ketersediaan SDA yang semakin langka dan lingkungan cenderung mengalami kerusakan, se-hingga secara ekologis daya dukung dan kemampuan alam menyediakan SDA menjadi terbatas.

3. Pengelolaan SDA daerah memerlukan kebijakan yang bersifat konseptual, aspiratif, dan aplikatif. Oleh karena itu, pengelo-laan secara partisipatif dengan mempertimbangkan penilaian secara menyeluruh dan terkoordinasi sesuai dengan kondisi dan peran masing-masing pemangku kepentingan.

Page 344: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

335Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

Datar Pustaka

Charles W. Howe. 1979. Natural Resource Economics , John Wiley & Sons, New York.

Gany, Radi A. 2002. Menyogsong Abad Baru, Dengan Pendekatan Pembangunan Berbasis Kemandirian Lokal. Penerbit Hasa-nuddin University Press, Makasar, Edisi Revisi,

Irawan, Suparmoko M. 1992. Ekonomika Pembangunan, Penerbit BPFE, Yogyakarta, Edisi 5.

Menard, H.W. 1974. Geology, Resources, and Society, W.H. Freeman and Company, San Fransisco.

Randall, A. 1987. Resource Economics, John Wiley and Son, New York.

Tietenberg, Tom. 1992a. Environmental and Natural Resources Eco-nomics. New York, USA : Harper Collins Publishers Inc.

Tietenberg, Tom. 1992b. Innovation in Evironmental Policy : Eco-nomic and Legal Aspects of Recent Development in Environmental Enforcement and Liability. Vermont, USA : Edward Elgar.

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Ototomi Daerah.

Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Daerah.

Yakin, Addinul. 1997. Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Teori dan Kebijaksanaan Pembangunan Berkelanjutan. Akademika Pressindo, Jakarta.

WCED. 1987. Our Common Future : Brundtland Report.

Page 345: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan
Page 346: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

337

MAKLUMBALAS AMALAN PENGURUSAN TAUHIDIK ASNAF FI SABILILLAH TERHADAP LEMBAGA ZAKAT

SELANGOR

Ismail Ahmad,1 Hajar Bin Opir,2 S. Salahudin Suyurno,3 Siti Akmar 4

Pendahuluan

Pengurusan organisasi dalam kalangan sarjana Islam telah banyak dilakukan sebagai garis panduan pengendalian organisasi yang mapan. Usaha ini sangat penting untuk memastikan Institusi Zakat mencapai standard piawaian urus tadbir yang baik atau good governance. Dalam konteks Institusi Zakat yang merupakan pemegang amanah dana awam, pengurusan yang cekap dan efesien memberi impak kepada kebolehpercayaan masyarakat terhadap keupayaannya dalam mengutip dan mengagihkan dana kepada penerima zakat.

Dalam kontek pengurusan zakat, amalan pengurusan tauhidik amat signifikan bagi mewujudkan suasana yang kondusif lebih-lebih lagi ia adalah organisasi yang berorientasikan agama. Malahan pengurusan zakat yang cekap mampu meningkatkan prestasi kutipan yang maksimum dan agihan dapat dilaksanakan dengan efesien. Situasi ini dapat dibuktikan apabila pentadbiran

1Prof. Dr. Hj. Ismail Bin Ahmad adalah seorang pensyarah Ekonomi dan Kewangan di Fakulti Pengurusan Perniagaan, Universiti Teknologi MARA, Shah Alam, Selangor.

2Hajar Bin Opir adalah Felo Institut Kajian Zakat Malaysia, Universiti Teknologi MARA, Shah Alam, Selangor.

3S Salahudin Suyurno adalah Felo Institut Kajian Zakat Malaysia,Universiti Teknologi MARA, UiTM Melaka

4Siti Akmar adalah seorang pensyarah Akademi Pengajian Bahasa, Universiti Teknologi MARA, Shah Alam, Selangor.

Page 347: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two338

yang berorientasikan ‘one stop centre’ dapat meningkatkan kutipan dan menyelenggara pengagihan zakat dengan efesien.

Kajian Lepas

Paradigma Tauhidik (Tawhidic Paradigm) menyediakan falsafah atau tujuan dalam melakukan sesuatu perkara semata-mata kerana Allah SWT, dengan tujuan untuk mendapatkan keredhaan-Nya. Paradigma Tauhidik menetapkan prinsip panduan bagi manusia supaya mereka melaksanakan tugas sebagai hamba dan khalifah Allah.

Menurut Yusof Ismail, (2009) Paradigma Tauhidik merangkumi empat Fungsi Pengurusan (Management Function) secara keseluruhannya. Daft (2010) mengenal pasti empat Fungsi Pengurusan (Management Function) iaitu merancang (Planining), menyusun (Organizing), memimpin (Leading) dan mengawal (Controlling) untuk mencapai matlamat organisasi dan memperolehi keredaan Allah SWT. Perancangan (Planining) ditakrifkan sebagai proses untuk merangka matlamat untuk mempertingkatkan prestasi pada masa hadapan bersama-sama dengan sumber-sumber yang diperlukan. Menyusun (Organizing) merujuk kepada susunan tugas, tanggungjawab, akauntabiliti, dan sumber peruntukan untuk membolehkan organisasi melaksanakan aktiviti-aktiviti untuk mencapai matlamat organisasi tersebut. Manakala, memimpin (Leading) adalah tentang penggunaan pengaruh ke atas pekerja-pekerja supaya mereka bermotivasi, sanggup dan bersedia untuk melaksanakan tugas yang diberikan kepada mereka. Mengawal (Controlling), ditakrifkan sebagai pemantauan pekerja dan sumber supaya mereka berada di landasan yang betul untuk mencapai matlamat organisasi. Hubungan antara Paradigma Tauhidik (Tawhidic Paradigm) dan Fungsi Pengurusan (Management Function) boleh dilaksanakan kerana kedua-duanya tidak bercanggah dan melengkapi antara satu sama lain. Malah, Paradigma Tauhidik (Tawhidic Paradigm) berfungsi sebagai “perisian”, di mana Fungsi Pengurusan (Management Function) menyediakan platform atau “perkakasan” bagi Paradigma Tauhidik (Tawhidic Paradigm) untuk mengaktifkannya. Oleh yang demikian, Fungsi Pengurusan (Management Function) diklasifikasikan sebagai aktiviti-aktiviti tertentu dan peranan pengurus dalam melaksanakan tugas untuk

Page 348: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two340

daripada responden yang berpotensi dengan menggunakan borang soal selidik untuk mendapatkan hasil kajian yang lebih objektif. Kaedah kajian ini menggunakan borang soal selidik untuk mengukur maklumbalas pengurusan tauhidik dalam pengurusan zakat dari persepsi penerima zakat asnaf fisabilillah. Dengan kaedah ini, hasil kajian dapat menjawab soalan-soalan penyelidikan dengan tepat. Bilangan responden bagi kajian ini adalah 150 orang penerima zakat asnaf fisabilillah khusus di Lembaga zakat Selangor (LZS). Kajian ini akan mengukur elemen-elemen pengurusan tauhidik seperti ciri-ciri matlamat, nilai, proses, dan budaya dalam kalangan pentadbir LZS. Teknik statistik yang digunakan dalam kajian ini adalah mean yang diperolehi dari Statistical Package for the Social Sciences (SPSS).

Hasil Kajian

Demograi Responden

Jadual 1: Jantina Responden

Jantina Kekerapan PeratusLelaki 52 34.7Perempuan 98 65.3Jumlah 150 100

Jantina responden seperti yang dipaparkan dalam Jadual 1 menunjukkan responden lelaki (34.7%) dan diikuti perempuan (65.3%). Daripada sampel ini, menunjukkan jantina responden perempuan melebihi jantina lelaki.

Jadual 2: Umur Responden

Umur Kekerapan Peratus18-21 8 5.322-25 142 94.7Jumlah 150 100

Jadual 2 menunjukkan umur responden. Majoriti responden berusia 22 sehingga 25 tahun (94.7%). Ini diikuti oleh mereka yang berumur dalam lingkungan 18 sehingga 21 tahun sebanyak 5.3%.

Page 349: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

341Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

Jadual 3: Taraf Perndidikan

Taraf Pendidikan Kekerapan PeratusDiploma 8 5.3Ijazah Sarjana Muda 135 90.0Ijazah Sarjana 7 4.7Jumlah 150 100

Rajah di atas menunjukkan 8 responden (5.3%) dikalangan asnaf isabilillah yang berpendidikan Diploma, manakala 135 responden (90%) berpendidikan Ijazah Sarjana Muda yang merupakan penyumbang peratusan tertinggi diikuti oleh 7 responden berpendidikan Ijazah Sarjana iaitu 4.7%.

Mean

Faktor Tahap Pengetahuan

Rajah 1

PerkaraMin Max Mean Std. Deviation

T_1Saya berkeyakinan pengurusan yang baik memberi impak ke-pada setiap urusan.

4 5 4.57 .496

T_2Saya memahami tauhid merupa-kan elemen utama dalam pengu-rusan Islam.

4 5 4.81 .391

T_3Pengagihan zakat secara adil da-pat melancarkan proses pengu-rusan zakat.

4 5 4.80 .401

T_4Kepatuhan kepada agama da-pat melahirkan individu/pekerja yang baik.

4 5 4.81 .391

T_5Amalan telus dalam pengagihan zakat mendapat keredhaan Allah swt.

4 5 4.85 .355

Rajah 1 di atas menunjukkan mean bagi faktor tahap pengetahuan responden terhadap pengamatan tauhidik di dalam pengurusan zakat. Berdasarkan soal selidik yang menggunakan

Page 350: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two342

“5 likert-scale” yang dipilih oleh responden, menunjukkan bahawa majoriti responden memilih untuk bersetuju (Skala 4) dan sangat bersetuju (Skala 5). Secara keseluruhan menunjukkan mean memperolehi nilai positif bagi setiap faktor tahap pengetahuan. Item T_5 mendapat mean yang paling tinggi iaitu 4.85. Responden amat yakin bahawa amalan telus dalam pengagihan zakat akan mendapat keredhaan dari Allah SWT.

Elemen Matlamat

Rajah 2

Perkara Min Max Mean Std. De-viation

E_M1Kakitangan LZS dapat meng-hasilkan kerja yang berkualiti

3 5 4.31 .545

E_M2

Kakitangan LZS mengamalkan cara kerja yang positif semata-mata untuk mencapai keredhaan Allah SWT..

3 5 4.39 .577

E_M3Kakitangan LZS menjalankan tanggungjawab yang diberikan dengan ikhlas.

3 5 4.09 .423

E_M4Kakitangan LZS memberi layan-an yang mesra kepada penerima zakat.

3 5 4.40 .505

E_M5Kakitangan LZS mengamalkan pengurusan terbaik dalam tu-gasan mereka.

3 5 4.33 .562

Rajah 2 di atas menunjukkan mean bagi elemen matlamat yang merupakan salah satu elemen dalam pengurusan tauhidik. Berdasarkan soal selidik yang menggunakan “5 likert-scale” yang dipilih oleh responden menunjukkan bahawa responden memilih skala tidak pasti (Skala 3), diikuti bersetuju (Skala 4) dan sangat bersetuju (Skala 5). Secara keseluruhan menunjukkan mean memperolehi nilai positif bagi setiap elemen matlamat. Item E_M4 menjelaskan bahawa kakitangan LZS member layanan yang mesra kepada penerima zakat.

Page 351: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

343Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

Elemen Nilai

Rajah 3

PerkaraMin Max Mean

Std. De-viation

E_N1Kakitangan LZS mempunyai nilai-nilai integreti dalam setiap tindakan.

3 5 4.10 .460

E_N2Kakitangan LZS berkemampuan menyelesaikan masalah.

3 5 4.31 .555

E_N3Kakitangan LZS mampu untuk mengawal emosi, minda dan izikal.

3 5 4.19 .501

E_N4Kakitangan LZS melakukan se-suatu pekerjaan dengan sem-purna.

3 5 4.30 .553

E_N5Kakitangan LZS melakukan sesuatu pekerjaan sehingga selesai.

3 5 4.51 .552

Rajah 3 di atas menunjukkan mean bagi elemen nilai yang merupakan elemen kedua dalam pengurusan tauhidik. Berdasarkan soal selidik yang menggunakan “5 likert-scale” yang dipilih oleh responden menunjukkan bahawa responden memilih skala tidak pasti (Skala 3), diikuti bersetuju (Skala 4) dan sangat bersetuju (Skala 5). Secara keseluruhan menunjukkan mean memperolehi nilai positif bagi setiap elemen nilai. Item E_NS iaitu kakitangan LZS melakaukan sesuatu pekerjaan sehingga selesai mendapat mean yang laing tinggi iaitu 4.51. Manakala,mean yang paling rendah ialah bagi item E_N1 iaitu kakitangan LZS mempunyai nilai-nilai integrity dalam setiap tindakan.

Elemen Proses

Rajah 4

Perkara Min Max Mean Std. De-viation

E_P1LZS sentiasa berbincang bagi men-capai sesuatu keputusan berasas-kan prosedur yang ditetapkan

3 5 4.29 .583

Page 352: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two344

E_P2LZS berkebolehan melaksana- kan tugasan dalam tempoh masa yang ditetapkan.

3 5 4.09 .612

E_P3LZS mampu membahagikan kerja mengikut keutamaan

3 5 4.00 .579

E_P4 LZS melakukan kerja secara telus. 3 5 4.36 .638

E_P5LZS sentiasa bertindak secara adil dalam melaksanakan tugas.

3 5 4.46 .587

Rajah 4 di atas menunjukkan mean bagi elemen proses yang merupakan elemen ketiga dalam pengurusan tauhidik. Berdasarkan soal selidik yang menggunakan “5 likert-scale” yang dipilih oleh responden menunjukkan bahawa responden memilih skala tidak pasti (Skala 3), diikuti bersetuju (Skala 4) dan sangat bersetuju (Skala 5). Secara keseluruhan menunjukkan mean memperolehi nilai positif bagi setiap elemen proses.

Elemen Budaya

Rajah 5

Perkara Min Max Mean Std. De-viation

E_B1Kakitangan LZS mudah meneri-ma teguran dengan baik.

3 5 4.26 .607

E_B2Kakitangan LZS sentiasa mem-beri kerjasama dengan penerima zakat.

3 5 4.45 .513

E_B3Kakitangan LZS memahami ke-hendak penerima zakat.

3 5 4.32 .509

E_B4Kakitangan LZS mampu menye-lesaikan kerja cemerlang.

3 5 4.27 .542

E_B5Kakitangan LZS bersedia mem-beri perkhidmatan dengan baik..

3 5 4.43 .549

E_B6Kakitangan LZS bersedia men-erima maklum balas daripada penerima zakat.

3 5 4.53 .552

Page 353: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

345Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

Rajah 5 di atas menunjukkan mean bagi elemen budaya yang merupakan elemen keempat dalam pengurusan tauhidik. Berdasarkan soal selidik yang menggunakan “5 likert-scale” yang dipilih oleh responden menunjukkan bahawa responden memilih skala tidak pasti (Skala 3), diikuti bersetuju (Skala 4) dan sangat bersetuju (Skala 5). Secara keseluruhan menunjukkan mean memperolehi nilai positif bagi setiap elemen budaya.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil kajian ini, mendapati bahawa amalan Tauhidik didalam pengurusan zakat amat penting dalam mencapai urus tadbir yang baik. Ini kerana amalan yang dipraktikkan dalam tugasan mereka memberi impak yang positif terhadap kehidupan mereka. Dengan erti kata lain, elemen tauhidik ini memberi pengaruh yang besar dalam kehidupan seseorang Muslim terutama dalam aspek pekerjaan. Seseorang individu mestilah mempunyai matlamat yang jelas ketika melaksanakan sesuatu pekerjaan. Matlamatnya adalah hanya kepada Allah swt dan ingin mencapai al-falah (kejayaan di dunia dan di akhirat). Oleh itu, pendekatan Tauhidik ini hakikatnya dapat mengintegrasikan antara pemikiran dan amal secara harmonis bagi meningkatkan potensi kakitangan dalam organisasi khususnya di Lembaga Zakat Selangor yang memberikan perkhidmatan kepada penyumbang dan penerima zakat.

Rujukan

Adibah Abd Wahab (2008), Peranan Agihan Zakat Dalam Men-gurangkan Masalah Kemiskinan Bandar : Kajian Kes di Lembaga Zakat Selangor, (MA), Akademi Pengajian Islam, UM.

Armiadi Musa Basyah (2009), Pentadbiran Zakat Di Baitul Mal Acheh : Kajian Terhadap Agihan Zakat Bagi Permoda-lan Masyarakat Miskin, (phd), Akademi Pengajian Islam, UM.

Page 354: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

Chapter Two346

Chittick, William C. (1986). God Surrounds All Things: An Is-lamic Perspective on the Environment. The World and I. pp. 671–8.

Dr Yusuf al-Qaradawi (2009). Hukum Zakat, Litera Anter Nusa Sdn. Bhd.

Haryanto (2008). Rasulullah Way of Managing People, Pustaka al-Kauthar Group.

Hajar Opir (2010). Falsafah dan Metodologi Pengurusan Dalam Islam, Shah Alam: Pusat Penerbitan Universiti UiTM.

Harold Koontz & Heinz Weihrich (2008). Essensial of Manage-ment from International Perspective, New Delhi: Tata Mc Graw, Hill Publishing Company Limited.

Iqbal, Muhammad (1996). The Reconstruction of Religious Thought in Islam. Lahore, Pakistan: The Insti-tute of Islamic Culture.

Jabatan Audit Negara, (tt), Indeks Akautabiliti Pengurusan Kewan-gan Kementeriaan/ Jabatan/ Agensi Kerajaan Perse-kutuaan dan Negeri, Puterajaya Malaysia.

Laporan Zakat (2007-2008), Pusat Pungutan Zakat Wilayah Perse-kutuan, Kuala Lumpur.

Mohd Faisal Ibrahim (2010). Zakat dan Perlaksanaannya di Ma-laysia, Universiti Malaysia Sabah.

Manzoor, S. Parvez. (1984). Environment and Values: The Islamic Perspective. In Ziauddin Sardar, ed. The Touch of Midas: Science, Values and Environment in Islam and the West. Man-chester, UK: Manchester University Press, 1984, 150–69.

Murata, Sachiko and William C. Chittick (1996). The Vision of Islam.

Page 355: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

347Islamic Finance:Zakat, Waqaf And Shadaqah In Malaysia And Indonesia

Nasr, Seyyed Hossein (1996). Religion & the Order of Nature. New York: Oxford University Press.

Yon Noor Haniza Samsuddin & Nor ‘Azzah Kamri (2009). Pendekatan Tauhid dalam Pembangunan Usahawan Mus-lim, Bab dalam Buku (CIB), Penerbit Universiti Malaya.

Page 356: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan
Page 357: repository.uinmataram.ac.idrepository.uinmataram.ac.id/58/1/Isi.pdf · iii PENGANTAR REKTOR IAIN MATARAM Bismillahirrahmanirrahim Tiada kalimat yang lebih indah kecuali memanjatkan

A large number of books and articles on various aspects of Malaysia’s and

Indonesia’s religion, politics, culture and law have been written. However,

a little has been done to explore in one volume the issues of Islamic

economics and philanthropy in these countries despite the fact that they

are majority Muslim countries that exist side by side. This volume aims to

fills this gap. It presents a wide range of articles on Islamic finance and philanthropy based on Malaysia’s and Indonesia’s experiences. Although

no single article makes comparison on Islamic philanthropy and finance in both countries, the volume, however, provides an integral reading on the

issues; on a whole, it is comparative. More importantly, all contributors

are Malaysia and Indonesian scholars, who have expertise on this subject.

This volume thus presents “insider perspective” about Islamic finance and philanthropy.

There are two important variables that this volume deals with: Islamic

economy and philanthropy and two Muslim countries: Malaysia and Indo-

nesia. As revealed religion, Islam is believed to offer a way of life, compre-

hensive teaching that regulate its adherents’ life. The Qur’an, as the prime

source of Islam, and the Prophet Tradition (sunnah), as the second impor-

tant source, provide ample ethical and legal considerations on economic

activities. For example, the Qur’an reminds that Muslims should not

forget “their part” in this world and that their economic activities should

not lead to exploitation. The prohibition of interest (riba) is one clear

example of how ethics and law must become primary guide for Islamic

economics. Similar religious norms and injunctions are explicitly stated

by the Prophet. Furthermore, detail theoretical and practical matters

regarding economics and philanthropy are given through Muslim jurists’

work. The authors discuss these sources.

9 7 8 6 0 2 7 2 4 5 1 0 5