library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2doc/2011-2... · web viewtsujimura...
TRANSCRIPT
BAB 2
Landasan Teori
2.1 Konsep Kesopanan
Kesopanan berkaitan dengan aspek kehidupan manusia, termasuk dalam bahasa.
Tsujimura (1999) menyatakan hubungan antara bahasa dengan kesopanan sebagai
berikut
Human interaction always has the potential to lead to conflict between the participants, and human behavior involves a variety of devices to avert these crises. A key concept at the heart of all these devices is politeness, which is the speaker’s consideration for the addressees in order to make communication among them smooth. Politeness is realized through various verbal and non-verbal devices (hal. 445)
TerjemahanHubungan antar manusia selalu memiliki kemungkinan timbulnya konflik antar pihak, dan tingkah laku manusia telah mengembangkan berbagai sarana untuk mencegah hal ini. Kunci dasar dari segala sarana ini adalah kesopanan, yang adalah merupakan perhatian penutur terhadap petutur untuk memperlancar komunikasi. Kesopanan dinyatakan melalui berbagai sarana verbal maupun non-verbal.
Kesopanan merupakan salah satu alat yang digunakan manusia agar komunikasi dapat
berlangsung dengan lancar dan terhindar dari konflik yang cenderung untuk muncul
dalam setiap hubungan antar manusia. Bahasa Jepang memiliki seperangkat tatanan
bahasa untuk menyatakan kesopanan dan rasa hormat, demi mencapai tujuan tersebut,
yaitu keigo.
2.2 Teori Keigo
Menurut Tsujimura (1991, hal. 4-5), secara umum, keigo dapat didefinisikan sebagai
kata untuk menunjukkan rasa hormat. Lebih jauh lagi dijelaskan, keigo adalah bentuk
tuturan khusus yang digunakan penutur berdasarkan perasaan hormatnya terhadap lawan 6
bicara ataupun pihak ketiga yang dibicarakan. Sejalan dengan hal ini, Hirabayashi dan
Hama (1992, hal. 5) menyatakan bahwa keigo adalah ragam bahasa hormat yang
digunakan untuk menghaluskan bahasa yang dipakai orang pertama (penutur atau
penulis) untuk menghormati orang kedua (lawan bicara atau pembaca) dan orang ketiga
(pihak yang dibicarakan). Jadi, yang dipertimbangkan dalam penggunaan keigo adalah
konteks tuturan termasuk orang pertama, orang kedua dan orang ketiga.
Keigo dibagi menjadi tiga bagian besar. Tsujimura (1991, hal. 7) membagi keigo
menjadi tiga bagian, yaitu sonkeigo, kenjougo dan teineigo. Bunka Shingikai
mengeluarkan pedoman pembagian keigo terbaru dalam lima jenis yang tertuang dalam
敬語の指針 (Keigo no Shishin; Pedoman Keigo).
敬語3種類の場合 Pembagian 3 jenis 5種類の場合 Pembagian 5 jenis
1.尊敬語 Sonkeigo 尊敬語 Sonkeigo
2.謙譲語 Kenjougo 謙譲語I Kenjougo I
謙譲語 II(丁重語) Kenjougo II (Teichougo)
3.丁寧語 Teineigo 丁寧語 Teineigo
美化語 Bikago
Tabel 2.1 Perbandingan Sistem Pembagian Keigo dalam Tiga Jenis dan Lima Jenis (sumber: Aoki, Keigo no Shishin, 2007)
Sonkeigo dan kenjougo dapat berbentuk kelas kata verba, kelas kata nomina berupa
nomina khusus untuk memanggil orang seperti 先生, 社長, dapat juga berbentuk prefiks
atau sufiks seperi akhiran ~さま (Hirabayashi dan Hama, 1992, hal. 6-14)
7
2.2.1 Teori Sonkeigo
Menurut Tsujimura (1991, hal. 7), sonkeigo digunakan untuk meninggikan lawan
bicara dan pihak ketiga, yaitu orang yang dibicarakan. Hirabayashi dan Hama (1992,
hal. 14) menjelaskan bahwa sonkeigo dipakai terhadap orang yang tingkatannya lebih
tinggi, orang yang tidak dekat, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan orang-
orang semacam itu, misalnya sanak keluarganya.
Pembentukan verba sonkeigo berdasarkan Hirabayashi dan Hama (1992, hal. 16-18)
adalah sebagai berikut.
(1) Menggunakan verba sonkeigo bentuk khusus. Istilah verba jenis ini berbeda-beda.
ada yang menyebut dengan istilah tokubetsuna sonkeigo ( 特 別 な 尊 敬 語 ) atau
sonkeigo doushi (尊敬語 動詞)
Bentuk biasa Bentuk sonkeigo
する suru なさる nasaru
来る kuru いらっしゃる irassharu:
おいでになる Oide ni naru
見える Mieru / おみになる omi ni naru
お越しになる Okoshi ni naru
行く iku いらっしゃる irassharu:
8
おいでになる oide ni naru
~ていく、~てくる、~ている~te iku, ~te kuru, ~te iru
~ていらっしゃる ~te irassharu
いる iru いらっしゃる irassharu
おいでになる oide ni naru
言う iu おっしゃる ossharu
知っている Shitteiru ご存知です Gosonji desu
食べる taberu, 飲む nomu 上がる Agaru、召し上がる meshiagaru
着る kiru 召す Mesu, お召しになる o meshi ni
naru
風を引く Kaze wo hiku お風を召す o kaze wo mesu
年を取る Toshi wo toru お年を召す o toshi wo mesu
気にいる Ki ni iru お気に召す o ki ni mesu
聞く kiku お耳に入る o mimi ni hairu
見る miru ご覧になる goran ni naru
くれる kureru 下さる kudasaru
~てくれる Te kureru ~て下さる~te kudasaru
Tabel 2.2 Tabel Sonkeigo Doushi (Sumber: Hirabayashi dan Hama, Gaikokujin no Tame no Nihongo Reibun/Mondai Shi-rizu: Keigo. 1992)
9
(2) Mengubah verba menjadi bentuk berikut
1. お(ご)……になるKeigo bentuk ini dibentuk dengan cara menghilangkan ます pada verba bentuk ま
す, menambahkan お/ご di depan dan になる di belakang kata tersebut.
Contoh: 乗る menjadi お乗りになる
2. ご……なさる atau ……なさるDibentuk dengan mengubah す る dengan な さ る pada verba yang berakhiran
dengan する.
Contoh: 利用する menjadi 利用なさる atau ご利用なさる
3. お(ご)……だDibentuk dengan cara menghilangkan ま す pada verba bentuk ま す dan
menambahkan お / ご di depan verba tersebut. Bentuk ini sering digunakan untuk
menggantikan bentuk ~ている.
Contoh: 読む/読んでいる menjadi お読みだ, 利用する menjadi ご利用だ
4. お(ご)……くださる/ください
10
Dibentuk dengan cara menghilangkan ま す pada verba bentuk ま す dan
menambahkan お/ご di depan dan くださる/ください di belakang kata. Dipakai
untuk mengubah bentuk ~てくださる dan ~てください menjadi keigo.
Contoh: 読む menjadi お読みくださる, 読んでください menjadi お読みください)
5. ……(ら)れるDibentuk dengan cara mengubah verba menjadi bentuk ( ら ) れ る (sama dengan
bentuk 受身形 ukemikei)
Ada bentuk keigo お……になられる dimana bentuk keigo お(ご)……になる dan
……(ら)れる diterapkan pada satu verba. Bentuk ini disebut nijuukeigo (二重敬語 )
(Hirabayashi dan Hama, 1992, hal. 21). Contohnya adalah お読みになられる. Bentuk
ini adalah perubahan bentuk 読む menjadi お読みになる dan ditambah lagi dengan
bentuk (ら)れる sehingga menjadi お読みになられる. Bentuk semacam ini tidak dapat
dikatakan tepat, namun sekarang ini bentuk semacam ini sering digunakan dalam
masyarakat sehingga mengalami pembakuan secara tidak resmi, seperti yang tertulis
dalam Keigo no shishin (Aoki, 2007, hal. 30)
2.2.2 Teori Kenjougo
11
Kenjougo digunakan untuk merendahkan diri sendiri dan benda milik sendiri
(Tsujimura, 1991, hal. 7). Kenjougo digunakan untuk menyatakan rasa hormat terhadap
lawan bicara atau terhadap teman orang yang dibicarakan dengan cara merendahkan
orang yang dibicarakan termasuk benda-benda, keadaan, aktifitas atau hal-hal lain yang
berhubungan dengannya. Misalnya ketika sedang membicarakan tentang ‘ibu saya’
kepada orang yang dihormati. Karena ‘ibu saya’ termasuk bagian dari ‘saya’, maka
penutur menggunakan kenjougo ketika membicarakan ‘ibu saya’ tersebut. Hal ini
berhubungan juga dengan hubungan uchi-soto terhadap pihak yang dibicarakan, seperti
yang dijelaskan oleh Hirabayashi dan Hama (1992, hal. 3).
Hirabayashi dan Hama (1992, hal. 15) membagi kenjougo menjadi dua jenis, yaitu
kenjougo I dan kenjougo II. Sejak tahun 2007, pembagian semacam ini dibakukan dalam
Bunka shingikai toushin (文化審議会答申 ) dalam keigo no shishin (敬語の指針 ).
Namun, penyebutan istilah kenjougo I dan kenjougo II dalam keigo no shishin terbalik
dengan penyebutan istilah kenjougo I dan kenjougo II oleh Hirabayashi dan Hama.
Dalam penelitian ini akan digunakan penggunaan istilah berdasarkan Hirabayashi dan
Hama.
Kenjougo I digunakan untuk meninggikan lawan bicara dengan cara merendahkan
tindakan penutur dan ‘uchi’ dari pentutur. Tindakan tersebut tidak berhubungan dengan
lawan bicara. Contohnya adalah dalam kalimat berikut
明日から海外へ参ります。(Mulai besok (saya) pergi ke luar negeri)
12
Sedangkan Kenjougo II digunakan untuk meninggikan lawan bicara dengan cara
merendahkan tindakan pentutur dan ‘uchi’ penutur yang berhubungan dengan lawan
bicara, yaitu sebagai sasaran dari verba tersebut. Tindakan penutur tersebut berhubungan
dengan lawan bicara dan menyebabkan dampak pada lawan bicara. Contohnya adalah
dalam kalimat berikut
先生のところに伺いたいんですが……。((Saya) ingin pergi ke tempat pak guru. (Kenjougo II)
Dalam dua contoh kenjougo di atas, verba yang digunakan memiliki arti yang sama,
yaitu ‘pergi’. Dalam contoh pertama, penutur merendahkan tindakan diri dengan
menggunakan bentuk kenjougo berupa mairu sebagai pengganti iku yang artinya juga
‘pergi’. Pelaku verba ‘pergi’ adalah penutur. Pelaku verba ‘pergi’ adalah penutur dan
sasaran verbanya adalah ‘sensei’. Dalam contoh kedua, penutur merendahkan tindakan
diri dengan menggunakan bentuk kenjougo berupa ukagau sebagai pengganti iku yang
artinya ‘pergi’. Jumlah kenjougo II dalam verba tetap tidak terlalu banyak, hanya ada
empat yaitu 伺う (ukagau), 上がる (agaru)/~て上がる (~te agaru), 申し上げる (moushi ageru), 存じ上げている (sonjiageteiru/oru) dan 拝聴する (haichousuru)
Pembentukan verba kenjougo adalah sebagai berikut (Hirabayashi dan Hama, 1992,
hal. 16-18)
13
(1) Menggunakan verba kenjougo bentuk khusus. (tokubetsuna kenjougo (特別な謙譲語) atau kenjougo doushi (謙譲語 動詞)
Bentuk biasa Bentuk kenjougo
する suru いたす itasu
行く・来る iku, kuru 参る mairu
伺う ukagau; 上がる agaru (ada sasaran
verba/Kenjougo II)
~ていく ~te iku, ~てくる te kuru ~て参る ~te mairu
~ て 上 が る ~te agaru (ada sasaran
verba/Kenjougo II)
いる iru おる oru
~ている ~te iru ~ておる ~te oru
訪ねる tazuneru 伺う ukagau; 上がる agaru (ada sasaran
verba/Kenjougo II)
言う iu 申す mousu
申 し 上 げ る moushi ageru (ada sasaran
verba/Kenjougo II)
思う omou 存じる sonjiru
知っている Shitteiru 存じている/おる sonjiteiru/oru
存じ上げている/おる sonjiageteiru/oru
(ada sasaran verba/Kenjougo II)
14
食べる taberu, 飲む nomu 頂く itadaku
聞く kiku 伺う ukagau; 承る uketamawaru;
拝 聴 す る haichousuru (ada sasaran
verba/Kenjougo II)
会う au お目に掛かる o me ni kakaru
見せる miseru お目に掛ける o me ni kakeru, 御覧に入れる goran ni ireru
見る miru 拝見する haiken suru
借りる kariru 拝借する haishaku suru
上げる ageru 差し上げる sashiageru
~て上げる te ageru ~て差し上げる ~te sashiageru
もらう morau 頂く itadaku; 頂戴する choudai suru;
賜る tamawaru
~てもらう ~te morau ~て頂く ~te itadaku
Tabel 2.3 Tabel Kenjougo Doushi (Sumber: Hirabayashi dan Hama, Gaikokujin no tame no Nihongo Reibun/Mondai shi-rizu: Keigo. 1992)
(2) Mengubah verba menjadi bentuk berikut
1. お(ご)……するKeigo bentuk ini dibentuk dengan cara menghilangkan ます pada verba bentuk
ます, menambahkan お/ご di depan dan する/いたす di belakang kata tersebut. Ini
merupakan bentuk yang paling sering digunakan.
15
Contoh: 届ける menjadi お届けする
2. お(ご)……申し上げるDibentuk dengan cara menghilangkan ま す pada verba bentuk ま す ,
menambahkan お/ご di depan dan 申し上げる di belakang kata tersebut. Bentuk ini
mengandung nuansa penghormatan yang lebih tinggi daripada bentuk pada poin 1
Contoh: 届ける menjadi お届け申し上げる
3. お(ご)……いただくDibentuk dengan cara menghilangkan ま す pada verba bentuk ま す ,
menambahkan お/ご di depan dan 申し上げる di belakang kata tersebut. Digunakan
pada situasi ketika menerima kemurahan hati dari lawan bicara.
Contoh: 読む menjadi お読みいただく
4. お(ご)…… 願うDibentuk dengan cara menghilangkan ま す pada verba bentuk ま す ,
menambahkan お/ご di depan dan 願う di belakang kata tersebut.
2.2.3 Teori Teineigo
Tsujimura (1991, hal. 7) mengatakan bahwa teineigo adalah bentuk untuk
memperhalus cara penuturan maupun memperhalus benda. Teineigo digunakan sebagai
16
bentuk kesopansantunan terhadap lawan bicara langsung. Misalnya pada kalimat Sensei
ga okaeri ni naru, bentuk ini menggunakan sonkeigo berupa okaeri ni naru untuk
menaikkan derajat sensei sebagai orang yang posisinya lebih tinggi, namun kalimat ini
tidak menggunakan teineigo bagi lawan bicara.
Dalan teineigo terdapat cara memperhalus dan memperindah kata. Misalnya kata 天気 dan 茶 diubah ke dalam teineigo menjadi お天気 dan お茶 . Tsujimura menyebut
teineigo bentuk ini menjadi bikago (美化語)
Teineigo dapat berupa kelas kata verba dengan menggunakan verba bantu です dan
ます seperti 起きます, 本です dan kelas kata nomina seperti お天気 dan お茶, yang
diklasifikasikan sebagai bikago oleh Tsujimura.
Dalam sistem pembagian jenis keigo terbaru, pembagian dengan lima jenis, Teineigo
dibagi menjadi dua, yaitu teineigo dan bikago. Teineigo berbentuk verba dengan verba
bantu で す dan ま す dan bikago berbentuk kelas kata nomina dengan penambahan
prefiks お atau ご di depan kata benda.
Teineigo bentuk verba dibentuk dengan mengubah verba bentuk kamus/bentuk biasa
(futsuutai; 普 通 体 ) menjadi bentuk masu ( ま す ). Bentuk lainnya adalah dengan
menambahkan です pada akhir kalimat yang berakhiran dengan nomina atau adjektiva.
Contoh: 起きる menjadi 起きます本 menjadi 本です.
2.3 Konsep Penggunaan Keigo17
Salah satu kesulitan dalam penggunaan keigo adalah keharusan memilih bentuk yang
tepat dalam situasi tertentu berdasarkan hubungan antar manusia. Pengguna harus
melihat siapa lawan bicaranya, seberapa kedekatannya pada lawan bicara, juga situasi
dan kondisi saat menggunakan keigo. (Hirabayashi dan Hama, 1992, hal. 2-3).
Berdasarkan hal tersebut, Hirabayashi dan Hama menjabarkan kondisi penggunaan
keigo sebagai berikut
1. Lawan bicara penggunaan keigo
Ketika bicara terhadap orang yang tidak dekat (orang yang tidak terlalu dikenal, orang
yang bukan anggota kelompok kita), orang yang posisinya lebih tinggi dan orang
yang harus dihormati (orang yang posisi, status dan umurnya lebih tinggi), bila kita
membicarakan orang tersebut, maka kita menggunakan keigo.
2. Tempat penggunaan keigo
Keigo digunakan pada situasi dan tempat resmi (rapat, pertemuan, presentasi, pidato,
dalam surat dan lainnya). Dalam situasi seperti ini keigo tetap digunakan walaupun
terhadap orang yang posisinya sama dengan kita.
3. Hubungan uchi dan soto
Ketika membicarakan uchi dari diri sendiri, digunakan kenjougo. Sedangkan ketika
membicarakan soto dari orang yang dihormati, digunakan sonkeigo.
Kubota (1990, hal. 67) menyatakan bahwa hubungan antar manusia ( 人 間 関 係 ;
ningen kankei) merupakan salah satu unsur penting dalam penggunaan keigo. Hubungan
antar manusia tersebut dijabarkan sebagai berikut (Kubota, 1990, hal. 68)
1. Unsur identitas (本人か本人ではないか; honnin ka, honnin dewa nai ka)
18
Apakah penutur, petutur, subjek pelaku dalam tuturan dan sasaran kegiatan dalam
tuturan adalah orang yang sama atau bukan. Misalnya jika penutur dan subjek tuturan
adalah orang yang sama, lawan bicara dan subjek tuturan adalah orang yang sama
atau bukan, dan sebagainya.
2. Jenis kelamin (性別; seibetsu)
Terutama mengenai perbedaan pemilihan keigo berdasarkan jenis kelamin penutur.
Dijelaskan lebih rinci oleh Hirabayashi dan Hama (1992, hal 3, 4, 21) bahwa
perempuan sering menggunakan keigo dibanding laki-laki sebagai wujud kesopan-
santunan dalam pergaulan (Hirabayashi dan Hama, 1992, hal 3), meninggikan diri
atau menunjukkan martabat diri (Hirabayashi, et al, 1992, hal 4) maupun untuk
memperindah kata, yang biasanya berupa verba keigo bentuk kamus ( 普 通 形 ;
futsuukei)
3. Strata sosial diri (所属階層; Shozoku kaisou), kedudukan (地位; Chii), posisi (立場;
tachiba) dan lain-lain.
Terutama perbedaan penggunaan kata berdasarkan kasta dan strata sosial dalam
masyarakat. Misalnya, kalangan bangsawan sering menggunakan bentuk keigo dalam
percakapan sehari-hari.
4. Hubungan atasan-bawahan (上下関係; Jougekankei)
a. Hubungan atasan-bawahan bersifat status/kedudukan ( 身分的上下 関係 ; Mibun
teki jougekankei)
Kurang-lebih adalah kelas dan kasta dalam masyarakat, erat hubungannya dengan
struktur dan sistem yang ada dalam masyarakat (kasta dan sebagainya)
19
b. Hubungan atasan-bawahan bersifat alami/bawaan (生得的上下関係; Seitoku teki
jougekankei)
Umumnya hubungan atasan-bawahan berdasarkan umur.
c. Hubungan atasan-bawahan berdasarkan riwayat karir ( 経 歴 的 上 下 関 係 ,
keirekiteki jougekankei)
Panjang-pendeknya riwayat karir dan lama-sebentarnya bekerja dan banyak-
sedikitnya pengalaman
d. Hubungan atasan-bawahan berdasarkan peranan tugas/kerja ( 役 割 的 上 下 関 係 ;
yakuwariteki jougekankei)
Salah satu contohnya adalah tingkat jabatan dalam perusahaan. Manajer, direktur,
kepala bagian dan sebagainya.
e. Hubungan atasan-bawahan bersifat diskriminatif ( 差別的上下 関係 , sabetsuteki
jougekankei)
Pembedaan orang atau kelompok orang berdasarkan nilai-nilai yang sulit
ditemukan alasan logisnya. Misalnya masalah diskriminasi kulit putih-kulit hitam,
diskriminasi terhadap perempuan dan sebagainya.
f. Hubungan atasan-bawahan berdasarkan tingkat kemampuan ( 能力 的上 下 関係 ;
nouryokuteki jougekankei)
Misalnya mengenai ada tidaknya bakat kepemimpinan.
20
g. Hubungan atasan-bawahan berdasarkan posisi ( 立 場 的 上 下 関 係 ; tachibateki
jougekankei)
Berhubungan dengan psikologis/kejiwaan seseorang. Misalnya antara tamu toko
dan pelayan toko, pihak yang meminjan dan pihak yang dipinjami, pihak pemohon
dan pihak yang dimohon, pihak yang memberitahu dan yang diberitahu dan
sebagainya.
h. Hubungan atasan-bawahan bersifat mutlak ( 絶 対 的 上 下 関 係 ; zettaiteki
jougekankei)
Hubungan superioritas dalam agama atau kekuatan gaib. Hubungan atasan-
bawahan terhadap Tuhan, Buddha, dewa-dewa ataupun kekuatan gaib
5. Hubungan solidaritas (親疎関係; shinso kankei)
a. Hubungan solidaritas berdasarkan kejiwaan (心理的親疎関係 ; shinriteki shinso
kankei)
Ada-tidaknya perasaan akrab terhadap objek yang dituju atau tidak, hubungan
persahabatan, hubungan teman sejawat, hubungan tetangga dan lain-lain
b. Hubungan solidaritas secara sosial (社会的親疎関係; shakaiteki shinso kankei)
Solidaritas hubungan darah dan solidaritas sosial. Sanak saudara atau bukan, teman
sekantor atau bukan, anggota kelompok yang sama atau bukan, berada dalam kelas
masyarakat yang sama atau tidak, dan sebagainya.
21
Di antara lima hubungan antar manusia tersebut, terdapat hubungan atasan bawahan
(jogekankei). Hubungan atasan-bawahan ini kemudian dihubungkan dengan hubungan
uchi-soto yang mempertimbangkan dua hal berikut
1. Derajat keakraban
2. Kelompok: termasuk anggota kelompok/bukan anggota kelompok
Dengan mempertimbangkan hubungan antar manusia serta situasi percakapan,
bermacam-macam efek dapat muncul dalam penggunaan keigo. Kubota memberi contoh
sebagai berikut. Seorang mahasiswa menunjungi seorang nyonya bangsawan untuk
mendapatkan pekerjaan. Nyonya tersebut mengatakan bahwa ia akan menyampaikan
permohonannya pada suaminya, dan nyonya tersebut menggunakan banyak bentuk keigo
ketika berbicara pada mahasiswa tersebut. Dilihat dari situasi saat itu, yaitu situasi yang
tidak mengharuskan penggunaan keigo, serta posisi sang mahasiswa sebagai pihak soto
dan shita, serta penggunaan keigo yang beruntun, menciptakan efek meninggikan diri
sang nyonya bangsawan dan membuat sang mahasiswa menjadi rendah diri (1990, hal.
92-93)
2.4 Teori Efek Penggunaan Keigo
Keigo digunakan untuk menyatakan rasa hormat (Tsujimura, 1991, hal. 4). Akan
tetapi, efek yang ditimbulkan oleh penggunaan keigo bervariasi dari berangkat dari efek
awalnya yang adalah untuk menimbulkan rasa hormat. Efek tersebut timbul tergantung
dari lawan bicara dan situasi serta kondisi saat keigo tersebut digunakan. Misalnya,
penggunaan banyak bentuk keigo secara beruntun, yang mungkin secara situasi tidak
perlu digunakan, terhadap orang yang lebih rendah posisinya, justru menimbulkan efek 22
meninggikan posisi petutur sendiri sebagai pengguna keigo, serta membuat posisi lawan
bicara menjadi lebih rendah. Keigo memiliki sifat khusus semacam ini. (Kubota, 1990,
hal. 92-94)
Hirabayashi dan Hama (1992, hal. 3-4) membagi efek penggunaan keigo menjadi
lima bagian sebagai berikut
1. Efek meninggikan
Digunakan untuk menunjukkan perasaan meninggikan pada orang yang status dan
posisinya lebih tinggi, yang umurnya lebih tua, guru dan orang-orang yang kita
hormati.
2. Efek formal sebagai sopan santun dalam pergaulan
Memunculkan efek formal dalam kondisi ketika rapat, kondisi semacam ketika
sedang duduk semeja dan melakukan pembicaraan dengan orang yang lebih tinggi.
Yang disebut situasi formal dalam hal ini antara lain ketika rapat, pertemuan,
presentasi, pidato atau dalam surat. Perempuan dengan sesama perempuan sering
menggunakan keigo dalam percakapannya dengan sesama perempuan lainnya untuk
memunculkan efek semacam ini.
3. Efek menciptakan jarak terhadap lawan bicara
Efek ini biasa digunakan dalam situasi ketika menggunakan keigo kepada orang yang
belum dekat untuk menimbulkan nuansa ‘orang ini tidak terlalu dekat dengan saya’
atau ‘ia orang luar’. Biasanya dipakai kepada orang yang baru pertama ditemui.
4. Efek menunjukkan martabat dan keagungan penutur
Kemampuan menggunakan keigo dengan lancar menunjukkan tingkat pendidikan
yang tinggi atau juga kelas sosial yang tinggi, sehingga penggunaan keigo dapat
memberikan efek menimbulkan kesadaran bahwa status si penutur keigo berada di 23
tingkat atas. Banyak juga perempuan yang banyak menggunakan keigo untuk
menimbulkan efek semacam ini.
5. Efek sindiran, ejekan dan lelucon
Efek semacam ini timbul dalam penggunaan keigo secara sepihak dan tiba-tiba oleh
penutur terhadap orang yang sudah dekat dan akrab. Misalnya penggunaan keigo
secara tiba-tiba oleh seorang istri yang sedang marah pada suaminya.
24