repository.ipb.ac.id · y. product that has. many benefits especially for human digestive tract....

91
i FORMULASI PRODUK SUSU FERMENTASI KERING DENGAN PENAMBAHAN BAKTERI PROBIOTIK Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum DIDA HANIFA RAHMAN DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

Upload: hoanghanh

Post on 17-Mar-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

FORMULASI PRODUK SUSU FERMENTASI KERING DENGAN

PENAMBAHAN BAKTERI PROBIOTIK Lactobacillus casei dan

Bifidobacterium longum

DIDA HANIFA RAHMAN

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

ii

ABSTRACT

DIDA HANIFA RAHMAN. Formulation of Dried Fermented Milk Product by Addition Probiotic Bacteria Lactobacillus casei and Bifidobacterium longum. Under direction of IKEU TANZIHA and SRI USMIATI

Fermented milk is healthy product that has many benefits especially for human digestive tract. Manufacturing of probiotic fermented milk products with a viable long shelf life needs to be developed as a functional food. The purpose of this study was to formulate dried fermented milk products using probiotic bacteria. The experimental design study was complete random design with 4 treatments using different lactic acid bacteria (LAB): A1 (Streptococcus lactis: 0,5%); A2 (Streptococcus lactis: 0,25% and Lactobacillus casei: 0,25%); A3 (Streptococcus lactis: 0,25%, Lactobacillus bulgaricus: 0,125%, Streptococcus thermophiles: 0,125%); and A4 (Streptococcus lactis: 0,25% and Bifidobacterium longum: 0,25%). Analysist were include in the physical analysis (hardness, tenderness, pH, and total acid), chemical analysis, and microbiological analysis. The highest level of hardness was A2 product, the highest level of tenderness was A1 product, and the lowest pH level was A1 product. Results of proximate analysis showed that dried fermented milk products have high levels of the protein, calcium, and phosphorus. Microbiological test results showed that the amount of lactic acid bacteria (BAL) and probiotic bacteria in dried fermented milk products were eligible based on CODEX: 243 (2003).

Key words: dried fermented milk, functional food, probiotic, lactic acid bacteria (LAB)

iii

RINGKASAN

DIDA HANIFA RAHMAN. Formulasi Produk Susu Fermentasi Kering dengan

Penambahan Bakteri Probiotik Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum.

Pembimbing IKEU TANZIHA and SRI USMIATI

Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kesehatan telah meningkat sehingga masyarakat mulai memilih bahan makanan yang benar-benar bermanfaat bagi kesehatan dirinya. Hal tersebut mendorong berkembangnya riset mengenai makanan dan minuman yang mempunyai efek menyehatkan termasuk pangan fungsional yang berasal dari ternak. Makanan yang mengandung probiotik selain mempunyai fungsi gizi yang baik, terbukti pula dapat memberi manfaat kesehatan dan terapeutik serta bisa dijadikan antibiotik untuk menekan pertumbuhan bakteri patogen. Pembuatan produk susu fermentasi kering dengan penambahan probiotik merupakan teknologi yang masih baru di Indonesia. Oleh karena itu diperlukan riset untuk mengembangkan pangan fungsional berbahan dasar susu sapi sebagai produk kesehatan masa kini.

Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan produk susu fermentasi kering berbahan baku susu sapi dengan penambahan probiotik (Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum). Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah 1) Mendapatkan kurva pertumbuhan bakteri asam laktat sebagai dasar penentuan waktu pencampuran kultur dengan susu sapi sebelum proses fermentasi; 2) Menganalisis sifat fisiko kimia (kekerasan, kelembutan, pH, total asam tertitrasi, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, kadar kalsium, kadar fosfor, kadar abu, dan kadar air) pada produk susu fermentasi kering dengan penambahan probiotik, 3) Mengetahui jumlah bakteri asam laktat (BAL) yang terdapat pada produk susu fermentasi kering dengan penambahan probiotik, 4) Menganalisis daya terima produk fermentasi susu kering dengan penambahan probiotik.

Penelitian ini menggunakan desain eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap. Pembuatan produk dilakukan dengan empat perlakuan yang berbeda dengan 3 kali ulangan. Produk susu fermentasi kering dibuat dengan menggunakan 4 perlakuan yang berbeda pada penggunaan kultur BAL. Produk A1 adalah sebagai kontrol menggunakan kultur bakteri Streptococcus lactis 0,5%, produk A2 menggunakan kultur bakteri Streptococcus lactis: Lactobacillus casei (0,25%:0,25%), produk A3 menggunakan kultur bakteri Streptococcus lactis: Lactobacillus bulgaricus: Streptococcus thermophilus (0,25%:0,125%:0,125%), dan produk A4 menggunakan kultur bakteri Streptococcus lactis: Bifidobacterium longum (0,25%:0,25%).

Kurva pertumbuhan dibuat sebagai dasar untuk melakukan fermentasi oleh BAL sehingga didapatkan jumlah BAL yang maksimal dan karakteristik produk yang sesuai. Hasil menunjukkan waktu pencampuran susu dengan kultur BAL S. lactis dilakukan pada jam ke-4, L. casei jam ke-4, L. bulgaricus jam ke-4, S. thermophilus jam ke-2, dan B. longum pada jam ke-3.

Kekerasan produk A2 paling tinggi dibandingkan produk lainnya yaitu 1193,44 g, sedangkan kelembutan produk A1 paling tinggi dibandingkan produk lainnya yaitu 18,00 kg/s. Nilai pH terendah pada produk sebelum proses penambahan gula yaitu produk A2, dan nilai pH terendah sesudah mengalami proses pengeringan yaitu produk A1. Total asam tertitrasi (TAT) dalam (%) dengan nilai tertinggi sebelum penambahan gula dimiliki oleh produk A1 dan setelah proses pengeringan nilai TAT (%) tertinggi pada produk A2.. Kadar lemak tertinggi dimiliki oleh produk A1 dibandingkan produk lainnya sebesar 23,89 %bk.

iv

Kadar protein tertinggi pada produk A2 dibandingkan dengan produk lainnya 36,66 %bk. Kadar karbohidrat tertinggi pada produk A4 yaitu 23,72 %bk. Kadar mineral kalsium tertinggi yaitu pada produk A2 sebesar 605,20 mg/100gram. Kadar mineral fosfor tertinggi pada produk A1 sebesar 412,83 mg/100gram. Kadar air terendah dimiliki oleh produk A2 yaitu 18,59 %bb. Kadar abu tertinggi juga dimiliki oleh produk A2 dibandingkan produk lainnya yaitu 3,19 %bk Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan hanya berpengaruh nyata (p<0,05) pada kadar fosfor saja dan tidak berpengaruh nyata pada uji fisikokimia lainnya.

Rata-rata jumlah total bakteri yang terdapat pada produk susu fermentasi kering perlakuan A1 sebesar 10,10 unit log cfu/ml dan rata-rata jumlah S. lactis sebesar 10,07 unit log cfu/ml. Rata-rata jumlah total bakteri pada produk A2 yaitu sebesar 10,23 unit log cfu/ml, S. lactis sebesar 10,06 unit log cfu/ml, rata-rata uji selektif differensial L.casei yaitu sebesar 7,52 unit log cfu/ml, dan uji selektif enumerasi L.casei sebesar 7,34 unit log cfu/ml. Rata-rata jumlah total bakteri yang terdapat pada produk A3 sebesar 8,94 unit log cfu/ml, S. lactis sebesar 8,44 unit log cfu/ml, S. thermophilus sebesar 6,83 unit log cfu/ml, dan L. bulgaricus sebesar 7,30 unit log cfu/ml. Rata-rata jumlah total bakteri pada produk A4 sebesar 9,06 unit log cfu/ml, S. lactis 8,87 unit log cfu/ml, rata-rata uji selektif differensial B. longum yaitu sebesar 7,33 unit log cfu/ml, dan selektif enumerasi B. longum sebesar 7,42 unit log cfu/ml. Hasil uji mikrobiologi menunjukkan bahwa produk susu fermentasi kering sudah memenuhi standar jumlah BAL yang ditentukan berdasarkan Codex:243 tahun 2003.

Hasil uji sidik ragam pada uji mutu hedonik menunjukkan bahwa perlakuan hanya berpengaruh nyata (p<0,05) pada atribut tekstur, kekerasan dan rasa tetapi tidak pada atribut warna dan aroma. Hasil uji sidik ragam pada uji hedonik memperlihatkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) pada atribut warna, aroma, kekerasan, dan rasa kecuali pada atribut tekstur.

v

FORMULASI PRODUK SUSU FERMENTASI KERING DENGAN

PENAMBAHAN BAKTERI PROBIOTIK Lactobacillus casei dan

Bifidobacterium longum

DIDA HANIFA RAHMAN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Gizi pada

Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

vi

Judul : Formulasi Produk Susu Fermentasi Kering dengan Penambahan

Bakteri Probiotik Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum

Nama : Dida Hanifa Rahman

NIM : I14070063

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS Sri Usmiati SPt, Msi 19611210 198603 2 002 19681123 199803 2 001

Mengetahui.

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218198703 1 00 1

Tanggal Lulus :

vii

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat serta

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa penulis

haturkan sholawat dan salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW sebagai

suri tauladan dan panutan yang telah memberi petunjuk dan ilmu sehingga dapat

membuka hati dan pikiran penulis. Atas semangat, dorongan, dan kerja keras

serta bantuan dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan penelitian yang

berjudul “Formulasi Produk Susu Fermentasi Kering dengan Penambahan

Bakteri Probiotik Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum” yang

merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Gizi di Fakultas Ekologi

Manusia (FEMA). Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS selaku dosen pembimbing I yang senantiasa

meluangkan waktunya untuk memberi bimbingan, masukan, dan motivasi

kepada penulis.

2. Sri Usmiati, SPT, Msi selaku dosen pembimbing II yang selalu memberi

arahan, motivasi, dan bimbingan selama melakukan penelitian.

3. Dr. Ir. Sri Anna Marliyanti, MS selaku dosen pemandu seminar dan dosen

penguji utama yang telam memberikan banyak masukan dan sarannya

demi kesempurnaan skripsi.

4. Kedua orang tua di rumah yang selalu memberikan semangat dan

motivasi demi kelulusan penulis

5. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Cimanggu,

Bogor yang telah memberikan sarana dan prasarana penelitian kepada

penulis terutama kepada tante saya, Ermi S.

6. Laboran – laboran Pak Atok, Pak Yudi, Pak Afdan, Mbak Dwi, Ibu Tisna,

Mbak Citra, dan Mas Arif.

7. Teman-teman pembahas: Tunggul W, Adhi K, Nehemia A, Saepul R,

8. Teman-teman angkatan 44: Dana, Zahra, Gilang, Azizul, Desi Y, Cantika,

Sri Ayu L, Early, Andra, Bayu M, Atika M, Chalimatus S, Dodhi W, Ratih P

yang telah memberikan bantuan, motivasi, kritik, dan saran yang sangat

berarti untuk penulis

9. Semua pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan

dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan

skripsi ini.

viii

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran yang membangun. Akhir kata,

besar harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Maret 2012

Penulis

ix

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 10 Januari 1990. Penulis

merupakan anak pertama dari pasangan Ir. Siswoto dan Wartini, SE. Pendidikan

penulis dimulai pada tahun 1994-1995 di TK Bakti Atomita Serpong. Tahun 1995-

2001 penulis melanjutkan masa pendidikannya di SD Negeri Batan Indah

Serpong. Pada tahun 2001-2004 penulis melanjutkan masa pendidikan di SMP

Negeri 4 Puspiptek Serpong dan pada tahun 2004-2007 di SMAN 1 Cisauk.

Pada tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui

jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Setelah satu tahun mengikuti

program Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis melanjutkan studi di Mayor

Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA).

Selama masa perkuliahan penulis aktif dan berpartisipasi dalam kegiatan

kemahasiswaan dan kepanitiaan. Penulis pernah menjadi Manager Koperasi

Asrama Putra 2007-2008, anggota Divisi Produksi dan Fundrising Majalah

EMULSI 2007-2009, Pengurus Divisi Peduli Gizi dan Pangan di Himpunan

Mahasiswa Ilmu Gizi (HIMAGIZI) 2009-2010, Staf ahli media di Himpunan Peduli

Pangan Indonesia 2008-2010, Ketua Departemen Politik Kajian Strategis dan

Advokasi BEM FEMA 2009-2010, dan Staf Divisi Komunikasi dan Informasi BEM

KM IPB 2010-2011. Penulis mendapatkan beasiswa BBM dari IPB periode 2009-

2010. Penulis mendapatkan proyek dari Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Pasca Panen Cimanggu, Bogor dalam menyelesaikan penelitian

untuk skripsi.

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ............................................................................................. iii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iv

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... v

PENDAHULUAN............................................................................................. 1

Latar Belakang ............................................................................................ 1 Tujuan ......................................................................................................... 1

Tujuan Umum .......................................................................................... 1 Tujuan Khusus ......................................................................................... 2

Kegunaan Penelitian ................................................................................... 2

TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 3

Susu Sapi Segar ......................................................................................... 3 Susu Fermentasi ......................................................................................... 4 Bakteri Asam Laktat (BAL) dan Probiotik..................................................... 6

A. Bakteri Asam Laktat.......................................................................... 6 B. Probiotik ........................................................................................... 9

Proses Pengeringan .................................................................................... 11

METODE ........................................................................................................ 13

Waktu dan Tempat ...................................................................................... 13 Bahan dan Alat............................................................................................ 13 Perlakuan .................................................................................................... 13 Tahapan Penelitian ..................................................................................... 14 Analisis Sifat Fisiko Kimia dan Mikrobiologi ................................................. 15 Uji Organoleptik ........................................................................................... 16

Mutu hedonik ........................................................................................... 16 Hedonik ................................................................................................... 16

Rancangan Percobaan ................................................................................ 17 Pengolahan dan Analisis Data .................................................................... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 18

Pembuatan Kurva Pertumbuhan BAL .......................................................... 18 Penelitian Utama ......................................................................................... 21 Analisis Fisik Susu Fermentasi Kering ........................................................ 22

Tingkat kekerasan ................................................................................... 22 Tingkat Kelembutan ................................................................................. 23 Keasaman (PH) dan Total Asam Tertitrasi ............................................... 23

Analisis Kandungan Gizi Susu Fermentasi Kering ....................................... 25 Kadar Lemak ........................................................................................... 26 Kadar protein ........................................................................................... 27 Kadar Karbohidrat.................................................................................... 28 Kadar Fosfor dan Kalsium ....................................................................... 28 Kadar Air ................................................................................................. 29 Kadar Abu ............................................................................................... 30

Kontribusi Susu Fermentasi Kering terhadap Angka Kecukupan Gizi .......... 30 Analisis Mikrobiologi .................................................................................... 31

ii

Sifat Organoleptik ....................................................................................... 34 Uji Mutu Hedonik .................................................................................... 35 Warna ..................................................................................................... 35 Tekstur ................................................................................................... 36 Aroma ..................................................................................................... 37 Kekerasan .............................................................................................. 37 Rasa ....................................................................................................... 38 Uji Hedonik ............................................................................................. 39 Warna ..................................................................................................... 39 Tekstur ................................................................................................... 39 Aroma ..................................................................................................... 40 Rasa ....................................................................................................... 40 Kekerasan .............................................................................................. 40 Keseluruhan ........................................................................................... 41

KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 42

Kesimpulan ................................................................................................ 42 Saran ......................................................................................................... 42

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 43

LAMPIRAN .................................................................................................... 49

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Hasil penelitian terhadap komposisi kimia susu fermentasi kering.... 5

2 Bakteri BAL beserta media selektif, enumerasi, dan differensial yang digunakan............................................................................... . 16

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Diagram alir tahapan pembuatan produk berdasarkan Hidayatulloh (2011)........................................................................

14

2 Diagram alir tahapan penelitian...................................................... 15

3 Kurva pertumbuhan Streptococcus lactis....................................... 18

4 Kurva pertumbuhan Streptococcus thermophillus......................... 19

5 Kurva pertumbuhan Lactobacillus casei (Suprihanto 2009)........... 19

6 Kurva pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus (Suprihanto 2009)... 20

7 Kurva pertumbuhan Bifidobacterium longum (Suprihanto 2009)... 20

8 Perbandingan hasil produk susu fermentasi kering....................... 21

9 Nilai tingkat kekerasan susu fermentasi kering ............................. 22

10 Nilai tingkat kelembutan susu fermentasi kering............................ 23

11 Perbandingan pH susu fermentasi kering sebelum dan sesudah pengeringan....................................................................................

24

12 Perbandingan total asam (%) susu fermentasi kering sebelum dan sesudah pengeringan..............................................................

25

13 Kandungan zat gizi (lemak, protein, karbohidrat, dan air) susu fermentasi kering per 100g.............................................................

26

14 Kandungan zat gizi (fosfor dan kalsium) dan abu dari susu fermentasi kering per 100g.............................................................

26

15 Rataan jumlah (log cfu/ml) uji TPC dan selektif S. lactis............... 31

16 Rataan jumlah (log cfu/ml) uji TPC, selektif S. lactis, selektif enumerasi dan differensial L. casei................................................

32

17 Rataan jumlah (log cfu/ml) uji selektif S. lactis, TPC, selektif enumerasi L. bulgaricus dan S. thermophillus...............................

33

18 Rataan Jumlah ( log cfu/ml) uji selektif L. lactis, TPC, selektif differensial dan enumerasi B. longum............................................

34

19 Skor rata-rata uji mutu hedonik panelis terhadap atribut warna, tekstur, aroma, dan rasa susu fermentasi kering...........................

35

20 Skor rata-rata uji hedonik panelis terhadap atribut warna, tekstur, aroma, dan rasa susu fermentasi kering........................................

39

v

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Prosedur Analisis................................................................................ 50

2 Formulir Uji Organoleptik ................................................................. 56

3 Hasil Sidik Ragam dan Uji Duncan Analisis Fisik ............................. 59

4 Hasil Sidik Ragam dan Uji Duncan Analisis Kimia............................ 61

5 Hasil Analisis Kurva Pertumbuhan ................................................... 67

6 Hasil Sidik Ragam dan Uji Duncan Uji Mutu Hedonik ....................... 69

7 Hasil Sidik Ragam dan Uji Duncan Uji Hedonik ............................... 71

8 Gambar pembuatan kurva pertumbuhan BAL .................................. 74

9 Gambar pembuatan susu fermentasi kering..................................... 75

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kesehatan telah meningkat

sehingga masyarakat mulai memilih bahan makanan yang benar-benar

bermanfaat untuk menunjang kesehatannya. Produk makanan yang berkhasiat

terapeutik dikenal sebagai makanan fungsional. Salah satu makanan fungsional

adalah makanan yang mengandung probiotik yaitu mikroba hidup yang bila

dikonsumsi menimbulkan efek menyehatkan tubuh dengan adanya

keseimbangan mikroflora dalam saluran pencernaan (Fueller 1989).

Mikroflora saluran pencernaan merupakan ekosistem kompleks yang

terdiri atas berbagai jenis bakteri dan dapat menyebabkan efek positif dan negatif

pada fisiologi usus. Kondisi kesehatan yang baik dipengaruhi oleh “mikroba baik”

yang berguna bagi kesehatan yang kebanyakan merupakan bakteri asam laktat

(BAL).

Bakteri asam laktat umumnya dipakai untuk menghasilkan susu

fermentasi. Produk hasil fermentasi susu saat ini semakin berkembang dan

diketahui memiliki banyak variasi dari produk tersebut. Lactobacillus casei dan

Bifidobacterium longum adalah jenis bakteri asam laktat yang sering digunakan

dalam produksi susu fermentasi probiotik.

Pada umumnya, susu fermentasi berbentuk cair dan mempunyai umur

simpan yang tidak lama. Metode pengeringan produk susu fermentasi dapat

memperpanjang umur simpan produk agar terhindar dari kerusakan sensorik dan

kimia dan produk masih layak dikonsumsi oleh manusia. Pembuatan produk susu

fermentasi kering menggunakan bakteri probiotik merupakan teknologi yang

relatif baru di Indonesia. Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk

mengembangkan pangan fungsional berbahan dasar susu sapi sebagai produk

kesehatan masa kini.

Tujuan

Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memformulasikan susu

fermentasi kering dengan penambahan bakteri probiotik Lactobacillus casei dan

Bifidobacterium longum

2

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendapatkan kurva pertumbuhan bakteri asam laktat untuk menentukan

waktu pencampuran kultur ke dalam susu sapi dalam proses fermentasi.

2. Menganalisis sifat fisiko kimia susu fermentasi kering dengan

penambahan probiotik.

3. Mengetahui jumlah bakteri asam laktat (BAL) yang terdapat pada produk

susu fermentasi kering dengan penambahan probiotik.

4. Menganalisis daya terima produk fermentasi susu kering dengan

penambahan probiotik.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai susu

fermentasi kering sebagai pangan fungsional yang bermanfaat bagi kesehatan

tubuh terutama bagian pencernaan dan memperkuat sistem kekebalan tubuh.

Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberi informasi kepada

masyarakat terutama peternak sapi perah untuk meningkatkan nilai jual susu

sapi melalui pembuatan susu fermentasi kering probiotik.

3

TINJAUAN PUSTAKA

Susu Sapi Segar

Menurut SNI (1998), susu segar merupakan cairan yang berasal dari sapi

sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar,

kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum

mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi

kemurniannya. Secara kimia susu adalah emulsi lemak dalam air yang

mengandung gula, garam-garam mineral, dan protein dalam bentuk suspensi

koloidal (Rahman et al. 1989). Susu terdiri atas komponen yang bermanfaat bagi

manusia seperti protein, karbohidrat, lemak, air, vitamin B kompleks, vitamin A

dan D, kalsium, dan fosfor. Protein terpenting pada susu adalah kasein yang

jumlahnya 80% dari keseluruhan protein susu. Sisanya adalah whey yang

jumlahnya 20% dari protein susu. Whey terdiri atas globulin dan albumin dan

mempunyai nilai gizi yang sangat tinggi. Kualitas protein susu tergolong tinggi

sehingga tubuh manusia dapat menggunakan sebagian besar protein secara

efisien (Ebing & Rutgers 2006).

Komponen utama susu adalah air, lemak, dan protein (kasein dan

albumin), laktosa (gula susu) dan abu. Komponen susu tanpa air merupakan total

padatan. Susu segar mempunyai pH sekitar 6,6. Apabila pH susu diturunkan

sampai pada pH 4,7, susu akan membentuk curd (gumpalan). Lemak pada susu

merupakan komponen yang penting dalam susu. Aroma susu dari sebagian

besar produk olahan ditimbulkan oleh lemak susu. Lemak-lemak yang terbentuk

dari asam-asam lemak yang mudah menguap bersifat tidak stabil dan mudah

terurai dan mempengaruhi aroma produk susu. Laktosa merupakan komponen

penting pada susu untuk proses fermentasi (Rahman et al. 1989).

Susu merupakan sumber pangan hewani yang memiliki peranan strategis

dalam kehidupan manusia karena komponen gizi yang lengkap serta kompleks.

Penanganan susu bukan hanya pada produk saja tetapi juga mulai dari proses

pemerahan, distribusi, dan produk olahannya (Mugen 1987). Terdapat beberapa

alasan untuk memproses susu menjadi produk olahan susu, diantaranya yaitu

produk olahan susu dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama daripada susu

segar dan produk dapat dijual di pasar yang jaraknya jauh. Hal ini dikarenakan

susu mengandung bakteri yang bersifat merusak. Sebagian besar bakteri

perusak akan mati bila dilakukan pemanasan. Teknik pengolahan susu

4

menentukan umur simpan produk olahan susu. Salah satu teknik pengolahan

yang sering digunakan adalah pasteurisasi.

Pasteurisasi dilakukan dengan 2 cara yaitu memanaskan susu pada suhu

630 C selama 30 menit atau suhu 820C selama 2 menit. (Ebing & Rutgers 2006).

Menurut Fernandes (2009), pasteurisasi mempunyai dua jenis, yaitu temperatur

rendah waktu lama (63-65 0C selama 30 menit) dan temperatur tinggi waktu

singkat (71,7-72 0C selama 15 detik).

Susu Fermentasi

Banyak orang tidak suka mengkonsumsi susu dalam bentuk cair, oleh

karena itu terdapat beberapa jenis produk olahan susu dengan mempertahankan

nilai-nilai gizi susu dan membuatnya mudah diterima konsumen. Salah satu

contoh produk olahan susu adalah produk susu fermentasi (Kumbhar et al.

2009). Fermentasi susu juga dapat memperpanjang daya tahan simpan dan

meningkatkan nilai ekonomi susu (Widodo 2002).

Menurut FAO (2007) di dalam Codex Alimentarius, susu fermentasi

adalah produk susu yang diperoleh dengan cara fermentasi susu, dimana produk

yang diperoleh dari susu dengan dibuat dengan atau tanpa modifikasi komposisi

yang dibatasi oleh ketentuan yang ditetapkan dengan perlakuan yang cocok dari

mikroorganisme sehingga mengakibatkan penurunan pH dengan atau tanpa

koagulasi. Menurut Darwis dan Sukara (1989), fermentasi ialah proses baik

secara aerob maupun anaerob yang menghasilkan berbagai produk yang

melibatkan aktivitas mikroba atau ekstraknya dengan aktivitas terkontrol.

Widowati dan Misgiyarta (2009) menjelaskan bahwa fermentasi memiliki

berbagai manfaat, antara lain untuk mengawetkan produk pangan, memberi cita

rasa atau aroma terhadap produk pangan tertentu, memberikan tekstur tertentu

pada produk pangan. Proses fermentasi oleh mikroba tertentu dapat

meningkatkan nilai gizi yang ada pada produk fermentasi. Perbaikan mutu

produk pangan meningkatkan nilai terima produk oleh konsumen, dengan kata

lain, meningkatkan permintaan terhadap produk susu fermentasi. Panesar (2011)

menjelaskan bahwa keinginan konsumen terhadap produk susu fermentasi

merupakan saat yang tepat karena perkembangan teknologi pengolahan pangan

yang pesat, perubahan pada gaya hidup, dan manfaat kesehatan dari bukti-

bukti ilmiah.

Produk susu fermentasi merupakan komponen penting dari makanan

manusia di dunia yang tersebar di setiap daerah. Produk fermentasi susu yang

5

paling terkenal adalah yogurt. Yogurt sudah lama dikonsumsi oleh masyarakat

sejak Elie Metchnikov mengisolasi bakteri asam laktat yang bermanfaat bagi

kesehatan usus manusia pada tahun 1908 (Widodo 2002). Menurut Panesar

(2011), bakteri asam laktat secara alami dapat diterima dan umumnya dianggap

aman. Selama fermentasi berbagai perubahan fisik dan kimia terjadi karena

aktivitas fermentasi bakteri asam laktat yang digunakan sebagai kultur starter.

Produk susu fermentasi merupakan agen perantara penyampaian bakteri

probiotik.

Pembuatan produk susu fermentasi kering mengadopsi teknologi

fermentasi dari negara timur tengah. Jandal (1996) membuat susu fermentasi

kering berbahan baku susu domba. Komposisi kimia susu fermentasi kering

berbahan baku susu domba pada tabel 1.

Tabel 1 Hasil penelitian terhadap komposisi kimia susu fermentasi kering.

Sumber: Jandal (1996)

Sifat-sifat fisik dan sensori produk susu fermentasi (yogurt) dipengaruhi

oleh jumlah total solid khususnya jumlah protein. Peningkatan kekentalan dan

kepadatan produk dicapai ketika total solid susu meningkat. Penggunaan

pemanis susu fermentasi dapat meningkatkan kepadatan gel. Suhu inkubasi juga

mempengaruhi tingkat kepadatan produk. Suhu inkubasi dibawah 400C dapat

meningkatkan kepadatan dan kekentalan produk dibandingkan dengan suhu

inkubasi di atas 400 C (Lee & Lucey 2010)

Laktosa yang tersedia dalam susu menyebabkan susu mudah

difermentasi. Secara sederhana, fermentasi adalah proses pengolahan pangan

dengan menggunakan jasa mikroorganisme untuk menghasilkan sifat-sifat

produk sesuai yang diharapkan. Pada proses fermentasi, susu akan berubah

Konstituen (%) Rentang

Total asam tertitrasi 1,18-2,32

Kadar air 1,37-4,24

Total padatan 95,77-98,62

Lemak 31,46-31,79

Total protein 26,70-31,91

Laktosa 34,57-38,92

Kadar abu 3,11-3,32

Ca 0,21-0,28

P 0,16-0,21

6

menjadi asam dengan pH yang rendah. Pada titik isoelektrik protein yaitu dengan

nilai pH sekitar 4,6, kasein akan mengendap dikarenakan kondisi yang asam.

Produk kasein dapat menyerap sejumlah besar air sehingga mereka dapat

memodifikasi tekstur produk dan meningkatkan konsistensi (Southward 2001).

Bakteri Asam Laktat (BAL) dan Probiotik

A. Bakteri Asam Laktat

Bakteri asam laktat sering digunakan sebagai kultur starter dalam susu

fermentasi dan berpotensi sebagai antikolesterol karena adanya

eksopolisakarida/EPS (Malaka & Laga 2005). Kultur starter adalah setiap

mikroba yang sengaja ditambahkan saat persiapan dan dimaksudkan untuk

memulai perubahan yang diinginkan selama pembuatan produk fermentasi

(Hassan & Frank 2001). Rahman et al. (1992) mengemukakan bahwa mikroba

yang memegang peranan penting dalam proses fermentasi susu adalah

golongan bakteri asam laktat, yaitu spesies dari Streptococcus dan Lactobacillus.

Peranan bakteri ini diantaranya memproduksi asam laktat dan menghasilkan

metabolit yang erat hubungannya dengan flavor khas untuk produk tertentu.

Selain itu fermentasi akan mengakibatkan pembentukan asam, produksi gas,

proteolisis, pembentukan lendir, perubahan lemak susu, perubahan warna, dan

perubahan cita rasa.

Mikroba yang digunakan sebagai starter terdiri atas bakteri asam laktat,

propionibacteria, ragi, dan jamur. Kultur starter memiliki peran multifungsi dalam

susu fermentasi. Kemampuan mereka untuk menghasilkan asam dengan cepat

dan membantu dalam pemisahan curd dari whey selama pembuatan produk

fermentasi dan memodifikasi teksturnya (Hassan & Frank 2001).

Rahman et al. (1992) menjelaskan bahwa BAL dipakai sebagai kultur

awal, baik kultur tunggal maupun campuran. Kultur campuran sering dipakai

untuk menghasilkan produk tertentu. Komposisi kultur laktat tidak hanya terdiri

atas bakteri pembentuk asam tetapi merupakan campuran bakteri pembentuk

cita rasa. Komponen cita rasa tersebut terutama adalah diasetil dan asam-asam

volatil, yang berasal dari asam sitrat di dalam susu. Saat ini ada empat jenis BAL

yang sering dipakai sebagai kultur starter pada susu, yaitu Lactobacillus,

Streptococcus, Lactococcus, dan Leuconostoc (Hassan & Frank 2001).

Tamime dan Robinson (2007) menjelaskan bahwa alasan pemilihan

kombinasi kultur awal yang digunakan selama pembuatan yoghurt dan produk-

7

produk terkait susu fermentasi adalah untuk mencapai karakteristik rasa produk

yang diinginkan, terutama laktat, komponen pembentuk aroma dan

eksopolisakarida, sehingga dapat menyediakan berbagai pilihan produk kepada

konsumen. Komponen pembentuk aroma dan rasa ini terdiri atas empat kategori

antara lain: (1) asam-asam non volatil yaitu laktat, piruvat, oksalat, dan suksinat;

(2) asam-asam volatil yaitu format, asetat, propionat, dan butirat; (3) komponen

karbonil yaitu asetaldehid, aseton, asetoin, dan diasetil; (4) komponen lain yaitu

asam amino tertentu dan atau pembentuk konstituen hasil degradasi protein,

lemak, atau laktosa.

Pada proses fermentasi susu, BAL homofermentatif memproduksi asam

laktat sebagai hasil akhir utama sedangkan pada BAL heterofermentatif selain

memproduksi asam laktat, bakteri ini juga memproduksi asam asetat dan etanol,

senyawa asetaldehid, peptoglikan, peptida, vitamin dan antimikroba yang

berperan dalam pembentukan rasa, tekstur, dan manfaat kesehatan produk.

Selama dikonsumsi, susu fermentasi menyalurkan sejumlah besar BAL ke

saluran pencernaan. Sebagian mikroorganisme ini mampu menahan asam

lambung dan empedu (Djouzi et al. 1997)

1. Streptococcus lactis (Lactococcus lactis subsp. lactis)

Lactococcus lactis semula diberi nama Streptococcus lactis. Menurut

Martinko dan Madigan (2005), Lac. lactis merupakan bakteri Gram positif

yang digunakan secara luas dalam produksi mentega dan keju. Lactococcus

lactis tidak menghasilkan spora (nonsporulatif) dan tidak bersifat motil.

Bakteri ini termasuk ke dalam genus Lactococcus dan digolongkan sebagai

bakteri mesofilik yang dapat hidup antara suhu 10-45 0C. Bakteri ini memiliki

metabolisme homofermentatif dan khusus menghasilkan L (+) asam laktat

saja (Roissart & Luquet 1994). Selain itu, bakteri ini dapat berkembang pada

pH antara 4,4 sampai 9,6 (Axelsson 2004). Menurut Presscott et al. (2002),

untuk hidup bakteri ini membutuhkan oksigen tapi bersifat fakultatif tentu dan

membutuhkan media yang bernutrisi kompleks.

Lactococcus lactis merupakan salah satu mikroorganisme yang

penting dalam industri pengolahan susu. Ketika Lac. lactis ditambahkan ke

dalam susu, bakteri menggunakan enzim untuk menghasilkan molekul

energi (ATP) dari laktosa. Produk sampingan dari produksi energi ATP

adalah asam laktat. Asam laktat yang dihasilkan oleh bakteri akan

menggumpalkan susu kemudian memisahkan antara whey dengan

8

gumpalan (curd) yang digunakan untuk menghasilkan keju (Ghosh J &

Rajorhia 1989). Selain itu, Dahhan et al. (1984) merekomendasikan

penggunaan Lac. lactis dalam pembuatan produk yogurt karena memiliki

kesamaan dengan produk komersial yang terdapat di pasar.

2. Streptococcus thermophilus

Streptococcus merupakan bakteri Gram positif dan tumbuh baik pada

suhu 37-400C. Bakteri ini bersifat homofermentatif, fakultatif anaerob dan

memproduksi asam laktat. Streptococcus memfermentasi fruktosa,

mannosa, dan laktosa. Streptococcus memproduksi asam format dari piruvat

oleh enzim format liase. Enzim B-galaktosidae pada S. thermophilus

mempolimerisasi glukosa untuk memproduksi oligosakarida dan glikan yang

memberikan tekstur padat pada yogurt (Ray 2004).

Yogurt merupakan produk fermentasi susu dengan memakai kultur

bakteri S. thermophilus dan L. bulgaricus. Peran utama bakteri ini dalam

pembuatan yogurt adalah mengasamkan susu dengan memproduksi

sejumlah besar asam laktat dari laktosa. Asam laktat menurunkan pH susu

dan menyebabkan solubilisasi misel kalsium fosfat dengan cepat. Hal ini

menyebabkan demineralisasi misel-misel kasein dan menghasilkan

pengendapan kasein pada pH 4,6-4,7. Asam laktat juga berkontribusi

terhadap rasa yang asam yang tajam (Zourari et al. 1992). Pada awalnya L.

bulgaricus menghidrolisis protein susu oleh proteinase ekstraseluler

menghasilkan asam-asam amino yang diperlukan oleh S. thermophilus untuk

tumbuh baik. Streptococcus thermophilus pada gilirannya akan

menghasilkan asam format yang merangsang pertumbuhan L. bulgaricus.

Apabila kedua bakteri ini ditumbuhkan bersama pada susu jumlah

asetaldehid yang dihasilkan lebih tinggi (Ray 2004).

3. Lactobacillus bulgaricus

Lactobacillus bulgaricus merupakan bakteri asam laktat yang

bersifat homofermentatif dan memproduksi asam laktat dari glukosa.

Bakteri ini berbentuk batang dan fakultatif anaerob. (Ray 2004). Bakteri ini

termasuk bakteri Gram positif, sel berbentuk batang tunggal dan dalam

rantai, bersifat non motil. Bakteri ini memerlukan kebutuhan gizi yang

sangat kompleks untuk tumbuh termasuk karbohidrat, pepton, vitamin, dan

lain-lain. Bakteri ini memproduksi asam laktat dan asetaldehid dimana

9

sebelumnya bakteri ini mengubah protein menjadi asam-asam amino dan

peptida dan menstimulasi pertumbuhan S. thermophilus. S. thermophilus

lalu memproduksi asam format dan menstimulasi pertumbuhan L.

bulgaricus (Singleton & Sainsbury 2006). Kultur bakteri L. bulgaricus sering

dipakai dengan S. thermophilus dalam memproduksi produk yogurt

tradisional. Bakteri ini tidak dapat bertahan dibawah kondisi yang asam dan

konsentrasi garam empedu pada saat memasuki saluran pencernaan

(Fuquay et al. 2011)

B. Probiotik

Probiotik adalah mikroba hidup yang menempel pada dinding usus dan

bersifat menguntungkan bagi kesehatan inangnya (Salminen et al. 1999), Hull et

al. (1992) menyatakan probiotik sebagai suplemen makanan yang

menguntungkan bagi manusia atau hewan dengan cara menjaga keseimbangan

mikroba indigenus.

Bakteri probiotik menurut Food and Agriculture Organization (FAO) dalam

Burn et al. (2008) adalah mikroorganisme hidup yang bila diberikan dalam jumlah

yang cukup akan memberikan manfaat kesehatan bagi penggunanya. Salah satu

karakteristik terpenting yang diperlukan untuk pemilihan kandidiat probiotik

adalah ketahanan terhadap keasaman asam lambung dan garam empedu

(Hattingh & Viljoen 2001)

Beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh bakteri asam laktat yang

berfungsi sebagai probiotik antara lain: (1) stabil terhadap asam (terutama asam

lambung) (2) stabil terhadap garam empedu dan mampu bertahan hidup selama

berada pada bagian atas usus kecil (3) memproduksi senyawa antimikroba

antara lain asam-asam organik, hidrogen peroksida dan bakteriosin (4) mampu

menempel dan mengkolonisasi sel usus manusia (5) tumbuh baik dan

berkembang dalam saluran pencernaan (6) aman digunakan oleh manusia (7)

koagregasi membentuk lingkungan mikroflora yang normal dan seimbang

(Salminen et al. 1998). Keberadaan bifidobakteri dan laktobasili dalam saluran

pencernaan penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem mikroflora dalam

usus (Bernet et al. 1993). Bakteri-bakteri ini menunjukkan aktivitas

penghambatan terhadap bakteri patogen Listeria monocytogenes, E. Coli, dan

Salmonella sp. (Jenie 2003). Bakteri asam laktat menghasilkan asam organik,

hidrogen peroksida, bakteriosin untuk menghambat pertumbuhan bakteri

patogen.

10

Jumlah sel mikroba hidup yang harus terdapat pada produk probiotik

masih menjadi perdebatan, akan tetapi umumnya adalah sebesar 106-108

cfu/gram (Tannock 1999) dimana jumlah (viabilitas) mikroorganisme setelah

melalui saluran pencernaan adalah sekitar 106-107 cfu/gram mukosa (Charterist

et al. 1998). Charterist et al. (1998) juga menyatakan bahwa jumlah minimal

mikroorganisme probiotik dalam bioproduk untuk dapat memberikan manfaat

kesehatan adalah 107-108 cfu/gram produk. Codex standar:243 (2003),

menguatkan bahwa jumlah mikroba hidup yang diinginkan dalam suatu produk

susu fermentasi yaitu minimal 106 cfu/g.

Jenie (2003) menyatakan bahwa permasalahan yang dihadapi oleh kultur

probiotik adalah pertumbuhannya yang lambat, serta sifat sensori seperti flavour

yang kurang baik. Permasalahan ini dapat diatasi dengan penggunaan kultur

starter campuran sehingga lama fermentasi dapat direduksi serta menghasilkan

sifat sensori dan tekstur yang lebih baik.

1. Lactobacillus casei

Lactobacillus casei merupakan bakteri Gram positif, anaerob

fakultatif, non-motil, tidak membentuk spora, dan berbentuk batang. Bakteri

ini sama seperti bakteri asam laktat lainnya, L. casei bersifat toleran

terhadap asam, tidak dapat mensistesis porfirin, dan menghasilkan asam

laktat sebagai produk akhir metabolisme. Bakteri ini termasuk ke dalam

genus Lactobacillus yang bersifat fakultatif hetero fermentatif (Axelsson

1998).

Lactobacillus casei dapat tumbuh antara suhu 15 – 45 0C dan

membutuhkan riboflavin, asam folat, kalsium pantotenat, dan niasin. Bakteri

ini termasuk spesies yang adaptif dan dapat diisolasi dari susu yang mentah

dan yang telah difermentasi, usus manusia dan hewan lainnya (Kandler &

Weiss 1986). Pada industri makanan, L. casei digunakan sebagai kultur awal

untuk fermentasi susu, mempercepat dan memperbesar pembentukan rasa

pada varietas keju tertentu, dan saat ini juga digunakan sebagai probiotik

(Fonden et al. 2000).

Hutkins (2006) menegaskan bahwa L. casei sering digunakan

sebagai kultur pembuatan keju dan produk-produk fermentasi susu lainnya.

Lactobacillus casei menghasilkan peptidase dan enzim hidrolase protein

lainnya yang diperlukan untuk membentuk rasa dan tekstur produk yang

tepat. Selain itu, L. casei menghasilkan asam sitrat, komponen diasetil rasa,

11

dan gas karbon dioksida. Proses pengasaman susu yang dilakukan oleh

bakteri ini lambat sehingga membantu mengurangi pengendapan protein

pada produk (Kang & Lee 1985). Menurut Mitsuoka (1990), L. casei diisolasi

dari keju dan merupakan flavor utama keju. Nama pertama yang diberikan

adalah Bacillus casei, “casei” adalah nama latin untuk keju.

Sebagai mikroorganisme yang meningkatkan kesehatan,

Lactobacillus casei telah digunakan pada kombinasi yang berbeda dengan

kultur bakteri asam laktat lainnya untuk memproduksi produk-produk

fermentasi. (Tamime & Robinson 2007).

2. Bifidobacterium longum

Bifidobacterium longum termasuk ke dalam bakteri Gram positif,

katalase negatif, non motil, non spora, dan berbentuk batang.

Bifidobacterium longum ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada usus

besar. Bifidobacterium longum membantu mencegah kolonisasi bakteri

patogen dengan cara menempel pada dinding usus dan mendesak bakteri

jahat keluar. Bakteri ini menghasilkan asam laktat dan asam asetat sehingga

menurunkan pH usus dan menghalangi bakteri yang tidak diinginkan.

(Wahyudi & Samsundari 2008).

Jenis bakteri Bifidobacterium longum NCC2705 memiliki beberapa

jumlah keistimewaan, yaitu kemampuannya dalam bertahan hidup pada

saluran pencernaan manusia bagian bawah (Schell et al. dalam Tamime

2005). Genus Bifidobacterium memiliki sifat sebagai probiotik yang memiliki

beberapa manfaat bagi inangnya, seperti sistem kekebalan tubuh,

mencegah penyakit diare, menjaga keseimbangan saluran pencernaan, dan

memperbaiki lactose intolerance. Bifidobacterium longum merupakan bakteri

yang memfermentasi secara anaerob dan bersifat heterofermentatif. Produk

metabolit utama B. longum selain asam laktat adalah asam asetat (Tamime

2005).

Proses Pengeringan

Pengeringan merupakan proses penghilangan sejumlah air dari material

tertentu. Air dihilangkan dengan prinsip perbedaan kelembapan antara udara

dengan bahan makanan yang dikeringkan. Pengeringan pangan berarti

pemindahan air dengan sengaja dari bahan pangan. Selama pengeringan terjadi

penguapan air yang terdapat dalam bahan pangan. Oleh sebab itu, makanan

12

yang dikeringkan terjaga keawetannya karena kandungan airnya rendah

sehingga organisme pembusuk tidak dapat tumbuh. (Fellows 2000).

Proses pengeringan mempunyai beberapa metode diantaranya metode

pengeringan kontak langsung, metode pengeringan vakum, dan metode

pengeringan beku (Geankoplis 1993). Pengeringan oven merupakan cara yang

paling sederhana untuk mengeringkan makanan karena tidak memerlukan

peralatan khusus. Metode ini juga lebih cepat daripada metode pengeringan

dengan sinar matahari (penjemuran) ataupun dengan menggunakan pengering

makanan (food dryer) (Fellows 2000).

Pengeringan menggunakan oven terdiri dari dua teknik yaitu pengeringan

menggunakan oven biasa dan oven vakum. Produk akan mengalami penurunan

massa akibat menguapnya air dan semua zat yang udah menguap. Luas

permukaan sampel akan mempengaruhi efisiensi pengeringan dan pembentukan

kekerasan pada produk. Produk yang ditambahkan bahan makanan seperti gula

sebelum proses pengeringan memiliki kecenderungan untuk membentuk

gumpalan yang berakibat timbulnya kerak di permukaan (Hui et al. 2006)

Pengeringan pada produk susu fermentasi dilakukan oleh negara-negara

penghasil produk susu fermentasi. Metode ini ditemukan karena sebagian besar

produk fermentasi mempunyai masa simpan yang terbatas dan viabilitas bakteri

yang singkat walaupun sudah disimpan dalam suhu dingin. Pengeringan produk

susu secara substansial dapat memperpanjang masa simpan produk (Jandal

1996).

Proses pengeringan pada gula juga mempengaruhi karakteristik produk.

Gula akan menentukan karakteristik produk yaitu pada warna permukaan melalui

proses karamelisasi, bertindak juga sebagai perantara proses pengerasan,

menciptakan tekstur renyah. Gula yang berbentuk kasar akan membentuk

granula/gumpalan pada permukaan dan akan menyebabkan keretakan pada

permukaan produk (Hui et al. 2006)

13

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2011

sampai bulan September 2011, bertempat di laboratorium Balai Besar Penelitian

dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Cimanggu, Bogor. Analisis

mikrobiologi dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, sedangkan analisis fisik

dilakukan di Laboratorium Kimia, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Pascapanen Pertanian, Cimanggu, Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan terdiri atas bahan utama dan bahan pendukung.

Bahan utama adalah susu sapi yang didapatkan dari peternak sapi perah di

kawasan Kunak, Ciampea, Bogor dan kultur BAL (S. lactis, L. bulgaricus, S.

thermophilus, L. casei dan B. longum). Bahan pendukung yang digunakan

adalah gula pasir. Bahan kimia yang digunakan adalah de Mann Rogosa Sharpe

Broth (MRSB), de Mann Rogosa Sharpe Agar (MRSA), media M17 agar, media

Plate Count Agar (PCA), larutan H2SO4, larutan HCL, larutan NaCl 0,85%,

akuades, NaOH 0,1 N, indikator PP, larutan ribosa 1%, larutan laktosa 1%, LiCl

1%, bile salts, sodium propionat, dan prussian blue.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian antara lain texture analyzer

(merk CT3 4500 produksi USA), penetrometer (merk Precision Petroleum

Analyzer, Company San Antonio Texas), oven (merk Imperial V Laboratory

Oven, USA), pH meter, cawan petri, pipet mikro, blower room, dan colony

counter, cawan porselen, erlenmeyer, kompor, penangas air, tanur, cawan

porselen, alat destilasi, alat titrasi, labu takar, termometer, gelas volume, alat-alat

gelas, dan peralatan lainnya.

Perlakuan

Pembuatan produk fermentasi kering berbahan baku susu sapi dengan

penambahan probiotik ini didasarkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Jandal

(1996) dan telah dimodifikasi oleh Hidayatulloh (2011). Perlakuan yang

ditambahkan yaitu penambahan kultur BAL (S. lactis, L. bulgaricus, S.

thermophilus, L. casei dan B. longum). Tahapan pembuatan produk fermentasi

kering dengan modifikasi yang telah dilakukan oleh Hidayatulloh (2011) dengan

perlakuan yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 1.

14

Gambar 1 Diagram alir tahapan pembuatan produk berdasarkan Hidayatulloh (2011)

Tahapan Penelitian

Penelitian terdiri atas penelitian pendahuluan dan penelitian utama.

Penelitan pendahuluan bertujuan untuk mendapatkan kurva pertumbuhan bakteri

asam laktat dan menentukan waktu inokulasi kultur dengan susu sapi sebelum

proses fermentasi. Penelitian utama bertujuan untuk mendapatkan produk

dengan perlakuan yang telah ditetapkan. Perlakuan terdiri atas 4 kombinasi

kultur bakteri sebagai kultur starter. Perlakuan pertama menggunakan kultur

bakteri S. lactis (A1). Perlakuan kedua memakai kultur bakteri S. lactis dengan

penambahan bakteri probiotik L. casei. Perlakuan ketiga memakai kultur bakteri

S. lactis dengan penambahan kultur yoghurt yaitu L. bulgaricus dan S.

Pembuatan Kultur starter (0,1% dari

kultur induk):

Susu sapi ditoning (25%) lalu didinginkan

Dicampurkan dengan kultur starter sebanyak 0,5%

Inkubasi selama 24 jam pada suhu 37

0C

Disaring dengan kain saring untuk mendapatkan curd

Dicampurkan dengan gula pasir yang telah dihaluskan sebanyak 10% berat curd

Dicetak dengan ketebalan + 2 cm dan dikeringkan pada oven selama 42-43

jam pada suhu 50 0C

Setelah 24 jam, produk dipanaskan sampai suhu 80 0C dengan interval kenaikan 10

0C, dan

dipertahankan 10 menit setiap kenaikannya

Produk diangkat dan disimpan dalam refrigerator

15

thermophilus. Perlakuan keempat memakai kultur bakteri S. lactis dengan

penambahan bakteri probiotik B. longum. Tahapan penelitian disajikan pada

Gambar 2.

Gambar 2 Diagram alir tahapan penelitian

Analisis Sifat Fisiko Kimia dan Mikrobiologi

Produk fermentasi kering dianalisis atas sifat fisik, kimia, dan mikrobiologi.

Sifat fisik yang dianalisis yaitu tingkat kelembutan dan kekerasannya. Sifat kimia

yang dianalisis meliputi kadar air (metode oven SNI 01-2891-1992), kadar protein

(metode soxhlet SNI 01-2891-1992), kadar karbohidrat (Winarno 1997), kadar

abu (metode tanur SNI 01-2891-1992), kadar fosfor (Apriyantono et al. 1989),

kadar kalsium (Apriyantono et al. 1989), dan kadar lemak (metode Weibull SNI

01-2891-1992).

Analisis mikrobiologi yang dilakukan mencakup uji Total Plate Count

(TPC), uji selektif yang mencakup selektif laktis, enumerasi dan selektif

differensial dengan mengacu pada metode yang digunakan oleh Tabasco et al.

(2007) yang tersaji pada tabel 2.

Pembuatan Kurva Pertumbuhan -S. thermophilus -S. lactis -L.casei -L. bulgaricus -B. longum

Modifikasi Pembuatan Produk Fermentasi Kering Berbahan Baku Susu Sapi

Perlakuan A1

Perlakuan A2

Perlakuan A3

Perlakuan A3

Analisis Mikrobiologi, Fisik dan Kimia

Uji Organoleptik

16

Tabel 2 Bakteri BAL beserta media selektif, enumerasi, dan differensial yang digunakan

Bakteri Media Lama, suhu, dan kondisi

S. lactis M17 (selektif) 48 jam suhu 37 0C aerob

L. casei

MRSA + 1% b/v ribosa

(Enumerasi) 72 jam suhu 27 0C anaerob

MRSA + 0,15 b/v bilesalt

(Differensial) 72 jam suhu 27 0C aerob

L. bulgaricus MRSA pH 5,2 (Enumerasi) 72 jam inkubasi 43 0C anaerob

S. thermophilus

M17 + 1% b/v laktosa

(enumerasi) 24 jam inkubasi 45 0C anaerob

B. longum

MRSA + LiCl 2 gr/L + 3 gr/L

sodium propionat (Enumerasi) 48 jam suhu 37 0C anaerob

RCA + prussiah blue pH 5

(Differensial) 72 jam suhu 37 0C aerob

Sumber: Tabasco et al. (2007)

Uji Organoleptik

Panelis yang dijadikan dalam penelitian ini adalah panelis semi terlatih,

terdiri atas peneliti dan teknisi di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Pascapanen Pertanian, Cimanggu, Bogor. Panelis semi terlatih yang digunakan

sebanyak 15-25 orang (Setyaningsih et al. 2010). Panelis diminta untuk menilai

mutu hedonik dan hedonik terhadap empat sampel. Sampel merupakan produk

susu fermentasi kering yang telah dikeringkan dalam oven selama kurang lebih

42 jam.

Mutu hedonik

Uji mutu hedonik yang dilakukan pada penelitian ini meliputi tingkat

kesukaan terhadap warna, tekstur, aroma, rasa, dan kekerasan. Atribut yang

digunakan meliputi warna (putih-coklat), aroma (sangat beraroma khas susu

murni-sangat khas susu asam), kekerasan (sangat lembek-sangat keras), tekstur

saat dilidah (sangat halus-sangat kasar), dan rasa (sangat manis-sangat asam).

Metode yang digunakan memakai skala numerik dengan pemberian skor 1

sampai dengan 5.

Hedonik

Uji hedonik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen

terhadap atribut warna, tekstur, aroma, rasa, kekerasan, dan keseluruhan. Skala

17

yang digunakan adalah 1-5 (sangat tidak suka-sangat suka). Nilai terbesar

menunjukkan tingkat kesukaan panelis yang tertinggi terhadap suatu produk

yang dinilai.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan untuk penelitian ini adalah

Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga kali ulangan. Bentuk umum dari

rancangan percobaan tersebut adalah:

Yij = µ + Ai + ɛ ij

Keterangan:

Yij = nilai pengamatan respon karena perlakuan i dari formula produk susu

fermentasi kering berbahan baku susu sapi pada ulangan ke-j

µ = nilai rata-rata umum

Ai = Pengaruh formulasi produk fermentasi kering pada perlakuan i

ɛ ij = Galat penelitian karena pengaruh perlakuan i formulasi produk fermentasi

kering berbahan baku susu sapi dengan pengulangan ke-j

i = Formulasi produk fermentasi kering berbahan baku susu sapi (i= 1,2,3,4)

dimana:

A1 = Menggunakan kultur bakteri Streptococcus lactis 0,5%

A2 = Menggunakan kultur bakteri Streptococcus lactis: Lactobacillus casei

(0,25%:0,25%)

A3 = Menggunakan kultur bakteri Streptococcus lactis : Lactobacillus bulgaricus:

Streptococcus thermophilus (0,25%:0,125%:0,125%)

A4 = Menggunakan kultur bakteri Streptococcus lactis: Bifidobacterium longum

(0,25%:0,25%)

Pengolahan dan Analisis Data

Data hasil uji organoleptik (hedonik/kesukaan dan mutu hedonik)

dianalisis secara deskriptif menggunakan skor modus masing-masing perlakuan.

Pengaruh perlakuan (formulasi produk fermentasi kering berbahan baku susu

sapi) terhadap penerimaan konsumen dan pengaruhnya terhadap sifat fisik

(kelembutan, kekerasan) serta sifat kimia (pH, total asam tertitrasi (TAT), kadar

abu, protein, lemak, kalsium, dan fosfor) dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA).

Jika berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji Duncan.

18

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Kurva Pertumbuhan BAL

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan waktu mulai BAL

melakukan pertumbuhan secara eksponensial melalui pembuatan kurva

pertumbuhan, persentase starter, dan waktu inokulasi kultur ke dalam susu sapi

sebelum proses fermentasi. Kurva pertumbuhan yang diperoleh digunakan untuk

penelitian utama.

Pembuatan kurva pertumbuhan dilakukan pada dua jenis BAL, yaitu S.

lactis dan S. thermophillus. Pembuatan kurva pertumbuhan BAL L. casei, L.

bulgaricus dan B. longum mengacu pada penelitian Suprihanto (2009). Kurva

pertumbuhan dibuat untuk mengetahui awal fase BAL mengalami pertumbuhan

eksponensial. Waktu pada saat BAL tumbuh secara eksponensial digunakan

untuk pencampuran starter dalam pembuatan susu fermentasi kering pada

penelitian utama. Starter yang digunakan dalam penelitian utama merupakan

BAL pada awal fase pertumbuhan eksponensial atau akhir fase adaptasi BAL

sehingga campuran kultur BAL yang digunakan untuk kultur starter memiliki

kondisi yang sama. Kurva pertumbuhan BAL disajikan pada Gambar 3 - 7.

Gambar 3 Kurva pertumbuhan Streptococcus lactis

0,10

0,20

0,30

0,40

0,50

0,60

0,70

0,80

0,90

1,00

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

10,00

11,00

12,00

13,00

14,00

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Lo

g J

um

lah

BA

L d

an

Nilai

pH

Waktu inkubasi (t)

pH

cfu/ml

TAT

Asam

lakta

t (%

)

19

Gambar 4 Kurva pertumbuhan Streptococcus thermophillus

Gambar 5 Kurva pertumbuhan Lactobacillus casei (Suprihanto 2009)

0,20

0,30

0,40

0,50

0,60

0,70

0,80

0,90

1,00

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

10,00

11,00

12,00

13,00

14,00

15,00

16,00

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Lo

g J

um

lah

BA

L d

an

Nilai

pH

Waktu inkubasi (t)

PH

cfu/ml

TAT

Kurva Pertumbuhan L. casei

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

16.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Waktu Inkubasi (t)

pH

da

n L

og

Po

pu

las

i (c

fu/m

l)

0.0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

1.0

pH

Log Populasi (cfu/ml)

Asam Laktat (%)

As

am

La

kta

t (%

)

Asam

lakta

t (%

)

20

Gambar 6 Kurva pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus (Suprihanto 2009)

Gambar 7 Kurva pertumbuhan Bifidobacterium longum (Suprihanto 2009)

Berdasarkan kurva pada Gambar 3 dan 4 diperoleh bahwa awal fase

eksponensial S. lactis adalah jam ke-4 dan fase eksponensial S. thermophilus

adalah jam ke 2. Penelitian Suprihanto (2009) ditunjukkan pada Gambar 5-7 dan

Kurva Pertumbuhan L. bulgaricus

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Waktu Inkubasi (t)

pH d

an L

og P

opul

asi (

cfu/

ml)

0.0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

1.0

pH

Log Populasi (cfu/ml)

Asam Laktat (%)

Asa

m L

akta

t (%

)

21

diperoleh bahwa awal fase adaptasi L. casei adalah jam ke-4 , L. bulgaricus jam

ke-3 , dan B. longum jam ke-4.

Penelitian Utama

Susu sapi telah banyak dimanfaatkan sebagai produk olahan susu. Dilihat

dari aspek gizi, susu digunakan sebagai sumber protein, dan sumber zat gizi

mikro, yaitu kalsium (Ca) dan fosfor (P). Jandal (1996) melaporkan bahwa

pengolahan susu fermentasi dengan membuatnya dalam kondisi kering dapat

mempertahankan masa simpan produk. Pengeringan pada dasarnya bertujuan

untuk mengurangi kadar air bahan yang dikeringkan. Proses pengeringan

memberikan beberapa keuntungan, antara lain masa simpan produk kering lebih

lama, untuk biji-bijian hasil pertanian, viabilitas biji lebih terjamin, dan

memperkecil dan meringankan volume produk sehingga memudahkan

penanganan, penyimpanan, dan transportasi (Hendy 2007). Proses pengeringan

bahan pangan dilakukan dengan bantuan alat pengering. Pembuatan susu

fermentasi kering dipilih menggunakan proses pengeringan oleh oven

dikarenakan metode ini mudah digunakan, praktis, dan mampu mengurangi

kadar air pada produk. Pada pembuatan susu fermentasi kering menghasilkan

60-70% dari berat basahnya. Misalnya berat basah curd yang dikeringkan adalah

300 gram, maka berat produk kering setelah proses pengeringan sebesar 180-

210 gram.

Pada penelitian utama dianalisis beberapa sifat fisiko kimia dan

mikrobiologi susu fermentasi kering. Produk susu fermentasi kering terdiri atas 4

produk dengan penggunaan kultur BAL yang berbeda. Produk A1 sebagai

menggunakan kultur S. lactis, produk A2 menggunakan kultur S. lactis dan L.

casei, produk A3 menggunakan kultur S. lactis, S. thermophilus, dan L.

bulgaricus, dan produk A4 menggunakan kultur S. lactis dan B. longum. Hasil

produksi produk A1, A2, A3, dan A4 disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8 Perbandingan hasil produk susu fermentasi kering

22

Analisis Fisik Susu Fermentasi Kering

Tingkat kekerasan

Kekerasan merupakan salah satu penilaian karakter fisik produk dan

biasanya diukur dengan cara menekannya menggunakan tangan atau digigit

menggunakan gigi. Produk susu fermentasi kering diukur tingkat kekerasannya

menggunakan Texture Analyzer. Hasil analisis sifat fisik tingkat kekerasan susu

fermentasi kering disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9 Nilai tingkat kekerasan susu fermentasi kering

Berdasarkan Gambar 9, perlakuan A2 menghasilkan susu fermentasi

kering dengan tingkat kekerasan tertinggi yaitu 1193,44 g. Hal ini dikarenakan

kadar air yang sedikit (Gambar 9) sehingga produk memiliki kondisi yang kering

dan keras. Semakin sedikit air dalam bahan pangan, sifatnya menjadi kering dan

padat. Sebaliknya, perlakuan A1 mempunyai tingkat kekerasan paling rendah

yaitu 905,06 g. Hal ini dikarenakan masih tingginya kadar air yang terdapat pada

produk A1 setelah proses pengeringan. Tingginya kadar air ini dimungkinkan

karena proses penyaringan curd dan whey masih meninggalkan sejumlah air

sehingga setelah proses pengeringan kekerasan produk belum maksimal.

Kekerasan suaatu produk menjadi acuan seberapa besar kandungan air yang

terdapat dalam suatu produk (de Man 1997).

Nilai tingkat kekerasan produk susu fermentasi kering berturut-turut yaitu

A1 (905,06 g), A4 (910,83 g), A3 (1145,44 g), dan A2 (1193,44 g). Diketahui

bahwa nilai tingkat kekerasan produk susu fermentasi paling tinggi dimiliki oleh

produk dengan penambahan L. casei.

Hasil uji sidik ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan tidak

berpengaruh nyata terhadap tingkat kekerasan produk susu fermentasi kering.

905,06a

1193,44 a 1145,44 a

910,83 a

0

200

400

600

800

1000

1200

A1 A2 A3 A4

Kekera

san

(g

)

Perlakuan

23

Hal ini menandakan bahwa nilai tingkat kekerasan produk susu fermentasi kering

pada perlakuan A1, A2, A3, dan A4 tidak berbeda satu sama lain.

Tingkat Kelembutan

Kelembutan suatu produk dapat dirasakan dengan mengunyahnya di

dalam mulut. Tingkat kelembutan produk susu fermentasi kering diukur

menggunakan penetrometer. Hasil analisis fisik tingkat kelembutan susu

fermentasi kering disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10 Nilai tingkat kelembutan susu fermentasi kering

Hasil sidik ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan tidak

berpengaruh nyata terhadap kelembutan susu fermentasi kering. Hasil uji statistik

menandakan bahwa nilai kelembutan susu fermentasi kering semua perlakuan

tidak berbeda nyata satu sama lain.

Berdasarkan Gambar 10, perlakuan A1 mempunyai tingkat kelembutan

tertinggi yaitu sebesar 18 kg/s sedangkan perlakuan A3 mempunyai tingkat

kelembutan terendah yaitu sebesar 13,28 kg/s. Lembutnya produk susu

fermentasi kering pada perlakuan A1 disebabkan oleh tingginya kadar lemak

pada susu. Kadar lemak susu yang tinggi menghasilkan produk olahan susu

dengan tekstur yang lembut dan sebaliknya (Banks 2007). Kelembutan susu

fermentasi kering dari yang paling lembut secara berturut-turut adalah A1 (18,00

kg/s), A2 (16,50 kg/s), A4 (13,39 kg/s), dan A3 (13,28 kg/s).

Keasaman (PH) dan Total Asam Tertitrasi

Pengukuran nilai pH dilakukan saat susu telah selesai difermentasi

selama 24 jam dan saat susu fermentasi kering selesai mengalami proses

18,00 16,50

13,28 13,39

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

A1 A2 A3 A4

kele

mb

uta

n k

g/s

Perlakuan

24

pengeringan. Grafik perbandingan pH susu fermentasi kering sebelum dan

sesudah mengalami proses pengeringan disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11 Perbandingan pH susu fermentasi kering sebelum dan sesudah pengeringan

Berdasarkan Gambar 11, nilai pH susu fermentasi kering sesudah proses

fermentasi berkisar antara 5,03-5,39. Nilai pH terendah dimiliki oleh perlakuan A2

sedangkan nilai pH tertinggi dimiliki oleh perlakuan A4. Nilai pH susu fermentasi

setelah mengalami proses pengeringan berkisar antara 5,74-6,14. Nilai pH

terendah dimiliki oleh perlakuan A1 sedangkan nilai pH tertinggi dimiliki oleh

perlakuan A4. Perbedaan nilai pH antara susu fermentasi kering sebelum dan

sesudah proses pengeringan adalah karena faktor penambahan gula. Gula dapat

menngkatkan nilai pH sehingga mengurangi rasa asam pada susu fermentasi.

Menurut Fellows (2000), gula mempunyai senyawa-senyawa fruktosa sederhana

yang dapat menyebabkan rasa manis dan mempengaruhi tingkat keasaman

produk pangan. Hasil sidik ragam pada nilai pH menunjukkan bahwa nilai pH

pada susu fermentasi kering semua perlakuan baik sebelum dikeringkan maupun

sesudah dikeringkan tidak berbeda nyata satu sama lain (Lampiran 3).

Perbandingan susu fermentasi kering juga dilakukan dengan mengukur

tingkat keasaman melalui total asam tertitrasi. Perbandingan tingkat keasaman

susu fermentasi kering sebelum dan sesudah proses pengeringan disajikan pada

Gambar 12.

A1 A2 A3 A4

Sebelum 5,16 5,03 5,28 5,39

Sesudah 5,74 5,84 6,08 6,14

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00p

H

25

Gambar 12 Perbandingan total asam (%) susu fermentasi kering sebelum dan sesudah pengeringan

Berdasarkan Gambar 12, total asam (%) susu fermentasi kering sebelum

proses pengeringan berkisar antara 1,12-1,43% dengan total asam tertinggi yaitu

pada produk A1. Setelah proses pengeringan, total asam (%) menurun dan

berkisar antara 0,53-0,69 dengan total asam tertinggi pada produk A2. Tingkat

keasaman berbanding lurus dengan nilai pH, semakin tinggi nilai pH maka tingkat

keasaman semakin turun. Menurut Roissart & Luquet (1994), BAL memproduksi

asam laktat dalam tingkat yang berbeda-beda tergantung dari jumlah nutrisi

terutama laktosa dan komponen-komponen lain di dalam media susu selama

proses fermentasi. Hasil sidik ragam pada total asam (%) susu fermentasi kering

menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (p<0,05)). Hasil uji Duncan

menunjukkan perbedaan subset yaitu antara perlakuan A1 dan A2 dengan A3

dan A4 (Lampiran 3).

Analisis Kandungan Gizi Susu Fermentasi Kering

Analisis kandungan gizi susu fermentasi kering meliputi analisis kadar air,

abu, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, dan fosfor. Perbandingan kandungan

zat gizi susu fermentasi kering disajikan dalam bentuk grafik batang pada

Gambar 13 dan 14.

A1 A2 A3 A4

sebelum 1,43 1,41 1,22 1,12

sesudah 0,68 0,69 0,53 0,56

0,00

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

1,20

1,40

1,60

To

tal A

sam

(%

)

26

Gambar 13 Kandungan zat gizi (lemak, protein, karbohidrat, dan air) susu fermentasi kering per 100g

Gambar 14 Kandungan zat gizi (fosfor dan kalsium) dan abu dari susu fermentasi kering per 100g

Kadar Lemak

Berdasarkan Gambar 13, perlakuan dengan hasil kadar lemak produk

susu fermentasi kering terendah dihasilkan dari perlakuan A4 (18,60 %),

sedangkan kadar lemak tertinggi dihasilkan dari perlakuan A1 (23,89%). Secara

berturut-turut kadar lemak susu fermentasi kering dengan hasil terendah ke yang

paling tinggi yaitu A4 (18,60%), A3 (19,16%), A2 (22,40%), dan A1 (23,89%).

Hasil sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa perlakuan tidak

berpengaruh nyata terhadap kadar lemak susu fermentasi kering. Kadar lemak

Lemak (%bk) Protein (%bk)Karbohidrat

(%bk)Air (%bb)

A1 23,89 35,58 18,60 18,86

A2 22,40 36,66 19,15 18,59

A3 19,16 34,19 22,89 21,19

A4 18,60 35,09 23,72 20,09

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

30,00

35,00

40,00

kad

ar

per

100 g

Fosfor (%bk) Kalsium (%bk) Abu (%bk)

A1 0,41 0,57 3,08

A2 0,32 0,61 3,19

A3 0,29 0,52 2,57

A4 0,27 0,57 2,50

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

3,50

kad

ar

per

100 g

27

susu fermentasi kering tidak berbeda antara perlakuan yang satu dengan

perlakuan yang lain.

Menurut Amanda (2010), kadar lemak pada suatu produk olahan susu

bervariasi tergantung dari penggunaan jenis susu dan metode pembuatan.

Rendahnya kadar lemak pada perlakuan A4 dimungkinkan oleh banyaknya

lemak yang terbuang bersama whey saat proses pemisahan dengan curd

diakibatkan asam laktat yang sedikit terbentuk.

Kadar lemak yang tinggi dapat mengakibatkan kerusakan produk pangan

disebabkan oleh ketengikan yang terbentuk akibat terjadinya reaksi oksidasi atau

hidrolisis komponen bahan pangan (Herawati 2008). Lemak dalam bahan

pangan, selain untuk menambahkan nilai kalori, juga sebagai penambah cita

rasa dan memperbaiki tekstur.

Kadar lemak susu fermentasi kering hasil perlakuan A1, A2, A3, dan A4

dengan menggunakan susu sapi mempunyai nilai yang lebih rendah

dibandingkan produk susu fermentasi kering hasil penelitian Jandal (1996) yang

menggunakan susu domba. Hal ini dijelaskan oleh Bondi (1983), bahwa lemak

pada susu domba (7,4%/berat) memiliki kandungan yang lebih besar daripada

susu sapi (3,5 %/berat).

Kadar protein

Berdasarkan Gambar 13 diketahui bahwa perlakuan A2 menghasilkan

kadar protein susu fermentasi kering tertinggi yaitu sebesar 36,66%, sedangkan

perlakuan A3 menghasilkan kadar protein terendah yaitu sebesar 34,19%. Kadar

protein dari yang tertinggi ke yang terendah berturut-turut yaitu A2 (36,66%), A1

(35,58%), A4 (35,09%), dan A3 (34,19%). Hal ini berarti susu fermentasi kering

dengan perlakuan penambahan bakteri L. casei mempunyai nilai kadar protein

tertinggi. Hasil sidik ragam (Lampiran 4) diketahui bahwa perlakuan tidak

berpengaruh nyata terhadap kadar protein susu fermentasi kering. Kadar protein

susu fermentasi kering tiap perlakuan tidak berbeda satu sama lain .

Tingginya kadar protein pada perlakuan A2 menandakan bahwa saat

terjadi koagulasi, kasein yang terhidrolisis lebih banyak dibandingkan dengan

yang lainnya (Holland et al. 1989). Semakin banyaknya kasein yang terhidrolisis

maka jumlah curd yang terbentuk semakin banyak dan semakin asam kondisi

susu maka koagulasi protein yang terjadi juga semakin banyak (Rahman et al.

1992). Kadar protein susu fermentasi kering pada semua perlakuan tinggi

nilainya dibandingkan dengan susu fermentasi kering hasil penelitian Jandal

28

(1996). Kadar protein susu fermentasi kering berbahan baku susu domba

dengan menggunakan S. lactis dan S. cremoris yang dilaporkan oleh Jandal

memiliki nilai 26,70-31,91%.

Kadar Karbohidrat

Pada Gambar 13 ditunjukkan bahwa kadar karbohidrat susu fermentasi

kering dari yang tertinggi ke yang terendah pada yaitu A4 (23,72%), A3

(22,89%), A2 (19,15%), dan A1 (18,60%). Hal ini berarti perlakuan A4

mempunyai kadar karbohidrat tertinggi dengan kadar sebesar 23,72%

sedangkan perlakuan A1 mempunyai kadar karbohidrat terendah sebesar

18,60%. Hasil sidik ragam (Lampiran 4) memperlihatkan bahwa perlakuan tidak

berpengaruh nyata pada kadar karbohidrat produk susu fermentasi kering. Hal ini

juga menandakan bahwa kadar karbohidrat produk susu fermentasi kering pada

semua perlakuan tidak berbeda satu sama lain.

Menurut Jandal (1996), tingginya kadar karbohidrat terutama laktosa

disebabkan oleh perubahan parsial dari laktosa menjadi asam laktat dan

komponen-komponen volatil pembentuk rasa selama proses fermentasi. Hal ini

berarti pada perlakuan A4, bakteri asam laktat yang digunakan tidak

mengkonversi laktosa sebanyak pada perlakuan A1. Hal ini juga sesuai dengan

perlakuan A1 yang menggunakan kultur starter S. lactis lebih banyak daripada

perlakuan A4. Hal ini menyebabkan semakin banyak laktosa yang dikonversi

menjadi asam laktat dan komponen-komponen volatil pembentuk rasa sehingga

kadar laktosa pada produk A1 lebih rendah daripada produk A4.

Kadar Fosfor dan Kalsium

Pada Gambar 14 diperlihatkan bahwa kadar fosfor produk susu

fermentasi kering dari yang tertinggi ke yang terendah yaitu A1 (412,82

mg/100g), A2 (322,25 mg/100g), A3 (293,82 mg/100g), dan A4 (274,57

mg/100g). Sedangkan kadar kalsium susu fermentasi kering dari yang tertinggi

ke yang terendah yaitu perlakuan A2 (605,20 mg/100g), A4 (569,71 mg/100g),

A1 (566,26 mg/100g), dan A3 (523,50 mg/100g).

Kadar fosfor susu fermentasi kering menggunakan susu domba yang

dilaporkan Jandal (1996) yaitu sebesar 160-210 mg/100 gram dan kadar kalsium

sebesar 210-280 mg/100 gram. Hal ini berarti kadar fosfor dan kadar kalsium dari

semua perlakuan memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil

penelitian Jandal (1996). Hasil sidik ragam (Lampiran 4) memperlihatkan bahwa

perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar fosfor produk susu

29

fermentasi kering. Uji Duncan menunjukkan perlakuan A2, A3, dan A4 tidak

berbeda nyata dan memiliki kadar fosfor yang lebih rendah daripada perlakuan

A1. Sedangkan hasil sidik ragam pada kadar kalsium (Lampiran 6)

memperlihatkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar

kalsium susu fermentasi kering. Perlakuan yang satu dengan perlakuan yang lain

tidak berbeda pada kadar kalsium.

Menurut Tamime dan Robinson (2007), penggunaan BAL dapat

mempengaruhi kandungan gizi suatu produk pangan dikarenakan proses

fermentasi yang dilakukan tiap BAL berbeda. Perbedaan perubahan senyawa-

senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang dilakukan BAL

mengakibatkan kadar fosfor dan kalsium juga berbeda. Hal ini diperkuat oleh

Rahman et al (1992) bahwa fosfor dan kalsium berikatan dengan protein susu,

dan apabila terjadi proses fermentasi, ikatan akan terlepas sehingga mineral

fosfor dan kalsium dalam keadaan bebas.

Kadar Air

Hasil sidik ragam (Lampiran 4) pada kadar air susu fermentasi kering

menunjukkan perlakuan tidak berpengaruh nyata. Produk terbaik adalah dengan

kadar air terendah agar produk dapat disimpan dalam waktu yang relatif lebih

lama. Tingginya kadar air pada produk pangan dapat menyebabkan kerusakan

yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri patogen, jamur, dan mikroba lainnya

(Christian 1980). Kadar air tertinggi sampai terendah, yaitu perlakuan A3 sebesar

21,19% (%b/b), A4 20,09% (%b/b), A1 18,86% (%b/b), dan A2 18,59% (%b/b).

Berdasarkan perbandingan kadar air susu fermentasi kering seluruh

formulasi dengan penelitian Jandal (1996), nilai kadar air A1, A2, A3, dan A4

tergolong tinggi. Nilai kadar air yang dilaporkan Jandal (1996) adalah antara

1,37-4,24%. Hal ini juga didukung oleh Fellows (2000) bahwa produk susu kering

setidaknya mempunyai kadar air tidak lebih dari 3,5%. Tingginya kadar air pada

perlakuan A3 disebabkan oleh proses pemisahan antara whey dan curd yang

kurang baik dapat mengakibatkan tingginya kadar air. Whey dan curd yang sulit

dipisahkan ini diakibatkan oleh proses fermentasi yang kurang maksimal

sehingga asam yang terbentuk sangat sedikit. Rahman et al. (1992) menjelaskan

bahwa jika produksi asam oleh kultur laktat sangat rendah, maka proses

pemisahan whey dari curd akan susah dan mengakibatkan produk yang

dihasilkan mempunyai kandungan air yang tinggi.

30

Penambahan probiotik L. casei pada perlakuan A2 mengakibatkan

rendahnya kadar air susu fermentasi kering. Kemampuan probiotik dalam

memecah karbohidrat (oligosakarida) menjadi karbohidrat rantai pendek yang

mempunyai struktur lebih kecil, memungkinkan air yang terikat pada karbohidrat

menjadi terpisah menjadi air yang tidak terikat (Parvez et al. 2010). Oleh karena

itu air dapat mudah dipisahkan bersama whey saat penyaringan curd.

Kemungkinan kemampuan bakteri L. casei dengan bakteri B. longum tidak sama

dalam memecah karbohidrat sehingga perlakuan A4 tidak menghasilkan kadar

air yang rendah.

Kadar Abu

Berdasarkan sidik ragam (Lampiran 4) diperlihatkan bahwa perlakuan

tidak berpengaruh nyata terhadap kadar abu susu fermentasi kering. Hal ini

berarti tidak ada perbedaan yang nyata antara perlakuan yang satu dengan

perlakuan yang lain. Perlakuan A2 memiki kadar abu tertinggi yaitu sebesar

(3,19%) lalu diikuti dengan A1 (3,08%), A3 (2,57%), dan A4 (2,50%).

Berdasarkan Winarno (2008), semakin tingginya kadar abu suatu bahan

makanan maka mengindikasikan bahwa kadar mineral suatu bahan semakin

tinggi. Kadar abu juga menggambarkan banyaknya mineral yang tidak terbakar

menjadi zat yang tidak dapat menguap. Atmarita dan Sadjaja (2009)

menjelaskan bahwa kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral

yang terdapat dalam suatu bahan, kemurnian serta kebersihan suatu bahan.

Tingginya kadar abu produk susu fermentasi kering berdasarkan berat kering

pada perlakuan A2 menunjukkan hubungan yang positif pada tingginya kadar

kalsium. Selain itu, rendahnya kadar abu berdasarkan berat kering pada

perlakuan A4 hanya mempunyai hubungan yang positif pada rendahnya kadar

fosfor.

Kontribusi Susu Fermentasi Kering terhadap Angka Kecukupan Gizi

Susu fermentasi kering digunakan sebagai cemilan atau snack di

beberapa negara. Sumbangan terbesar energi susu fermentasi kering berasal

dari lemak. Susu fermentasi kering digunakan sebagai pangan sumber protein

dan mineral kalsium. Setidaknya 25% kebutuhan protein sehari-hari tercukupi

dari susu fermentasi kering (Almatsier 2004). Jika merujuk pada kebutuhan

protein dan kalsium rata-rata masyarakat indonesia yaitu 60 gram, maka protein

yang harus dipenuhi dari produk susu fermentasi kering ini adalah 15 gram. Susu

31

fermentasi kering mempunyai kandungan protein rata-rata 35,38 gram tiap 100

gram. Susu fermentasi kering yang dihasilkan memiliki berat +7 gram/keping,

maka dalam 100 gram terdapat +14 produk. Maka untuk memenuhi 25%

kebutuhan protein sehari dibutuhkan +6 keping susu fermentasi kering.

Mengkonsumsi +6 keping susu fermentasi kering juga dapat memenuhi +30%

kebutuhan kalsium sehari.

Susu fermentasi kering ini khusus ditujukan untuk anak-anak berusia 2-6

tahun. Nilai kebutuhan zat gizi per hari untuk anak berusia 2-6 tahun

berdasarkan Acuan Label Gizi Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik

Indonesia yaitu protein sebesar 35 gram, kalsium 500 mg, dan fosfor sebesar

400 mg. Kebutuhan protein yang harus dipenuhi yaitu setidaknya 25% dari

kebutuhan satu hari. Maka jumlah susu fermentasi kering yang harus

dikonsumsi yaitu sebanyak +4 keping. Selain itu, mengkonsumsi +4 keping susu

fermentasi kering dapat memenuhi +28% kebutuhan kalsium sehari, dan +20%

kebutuhan fosfor sehari.

Analisis Mikrobiologi

Analisis yang dilakukan meliputi uji Total Plate Count (TPC), selektif S.

lactis, selektif enumerasi dan selektif differensial. Produk A1 memakai BAL

Streptococcus lactis sehingga uji mikrobiologi yang dilakukan adalah selektif S.

lactis dan TPC. Hasil uji mikrobiologi pada perlakuan A1 dapat dilihat pada

Gambar 15.

Gambar 15 Rataan jumlah (log cfu/ml) uji TPC dan selektif S. lactis

Berdasarkan Gambar 15, jumlah total bakteri yang terdapat pada susu

fermentasi kering perlakuan A1 sebesar 10,10 unit log cfu/ml dan rata-rata

10,07 10,10

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

10,00

11,00

Selektif S. lactis TPC

log

cfu

/ml

A1

32

jumlah S. lactis sebesar 10,07 unit log cfu/ml. Berdasarkan Codex standard:243

(2003), jumlah mikroba hidup yang diinginkan dalam suatu produk susu

fermentasi berjumlah minimal 1 x 106 cfu/ml atau sebesar 6 unit log cfu/ml. Karna

et al. (2007) menyatakan bahwa jumlah minimum bakteri asam laktat dari produk

susu fermentasi yang layak dikonsumsi dan memberikan manfaat kesehatan

adalah sebanyak 105 sampai 106 cfu/g. Rata-rata jumlah bakteri S. lactis yaitu

sebesar 1,2 x 1010 cfu/ml (Lampiran 5) dan sudah melebihi dari jumlah minimum

yang telah ditetapkan (>106 cfu/ml). Oleh karena itu, produk susu fermentasi

kering A1 sudah memenuhi salah satu syarat sebagai produk susu fermentasi.

Produk A2 menggunakan BAL S. lactis dan L. casei. Oleh karena itu, uji

mikrobiologi yang dilakukan antara lain uji TPC, selektif S. lactis, selektif

enumerasi dan differensial L. casei. Hasil uji mikrobiologi pada perlakuan A2

dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16 Rataan jumlah (log cfu/ml) uji TPC, selektif S. lactis, selektif enumerasi dan differensial L. casei

Berdasarkan Gambar 16, rata-rata jumlah total bakteri pada produk A2

yaitu sebesar 10,23 unit log cfu/ml dan S.lactis sebesar 10,06 unit log cfu/ml.

Selain itu nilai rata-rata uji selektif differensial terhadap L. casei yaitu sebesar

7,52 unit log cfu/ml dan uji selektif enumerasi sebesar 7,34 unit log cfu/ml.

Menurut Tannock (1999), jumlah mikroba hidup yang harus terdapat pada produk

probiotik adalah sebesar 106-108 cfu/gram. Jumlah ini sudah dipenuhi oleh

produk A2 dengan rata-rata jumlah bakteri S. lactis sebanyak 1,7 x 1010 cfu/ml

dan L. casei sebanyak 2,2 x 107 cfu/ml (Lampiran 5). Oleh karena itu, produk

10,06 10,23

7,52 7,34

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

Selektif S. lactis TPC Selektifdifferensial L.

casei

SelektifEnumerasi

L.casei

log

cfu

/ml

A2

33

susu fermentasi kering A2 sudah memenuhi salah satu syarat sebagai produk

probiotik.

Produk A3 yaitu produk dengan menggunakan S. lactis dan kultur yogurt

(S. thermophilus dan L. bulgaricus). Uji mikrobiologi berupa TPC, selektif S.

lactis, selektif enumerasi L. bulgaricus dan S. thermophillus. Hasil uji mikrobiologi

pada produk A3 dapat dilihat pada gambar 17.

Gambar 17 Rataan jumlah (log cfu/ml) uji selektif S. lactis, TPC, selektif enumerasi L. bulgaricus dan S. thermophillus

Hasil pada Gambar 17 menunjukkan bahwa jumlah total bakteri yang

terdapat pada produk A3 sebesar 8,94 unit log cfu/ml, S. lactis sebesar 8,44 unit

log cfu/ml, S. thermophilus sebesar 6,83 unit log cfu/ml, dan L. bulgaricus

sebesar 7,30 unit log cfu/ml.

Jumlah rata-rata bakteri asam laktat pada produk A3 sudah melebihi dari

standar yang ditetapkan (>106 cfu/ml) berdasarkan codex standar: 243 (2003)

dan Karna et al. (2007), dengan rata-rata jumlah bakteri S. lactis sebanyak 2,7 x

108 cfu/ml, S. thermophilus sebanyak 6,8 x 106 cfu/ml, dan L. bulgaricus

sebanyak 2.0 x 107 cfu/ml (Lampiran 5). Oleh karena itu, produk susu fermentasi

kering A3 sudah memenuhi salah satu syarat sebagai produk susu fermentasi.

Produk A4 merupakan produk dengan menggunakan S. lactis dan

Bifidobacterium longum. Uji mikrobiologi yang dilakukan yaitu TPC, selektif S.

lactis, selektif enumerasi dan differensial B. longum. Hasil uji mikrobiologi pada

produk hasil perlakuan A4 dapat dilihat pada Gambar 18.

8,44 8,94

6,83 7,30

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

10,00

Selektif S. lactis TPC SelektifEnumerasi S.thermophillus

SelektifEnumerasi L.

bugaricus

log

cfu

/ml

A3

34

Gambar 18 Rataan Jumlah ( log cfu/ml) uji selektif L. lactis, TPC, selektif differensial dan enumerasi B. longum

Hasil pada Gambar 18 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah total bakteri

pada produk A4 sebesar 9,06 unit log cfu/ml dan S. lactis sebesar 8,87 unit log

cfu/ml. Hasil rata-rata uji selektif differensial B. longum yaitu sebesar 7,33 unit log

cfu/ml dan selektif enumerasi sebesar 7,42 unit log cfu/ml. Shah (2000)

merekomendasikan agar jumlah bakteri probiotik minimum yang hidup dalam

produk susu fermentasi tidak kurang dari 106 cfu/g. Rata-rata jumlah bakteri asam

laktat yang terdapat pada produk A4 sudah melebihi dari standar yang ditetapkan (>106

cfu/ml) dengan rata-rata jumlah S. lactis sebanyak 7,3 x 108 cfu/ml dan rata-rata

jumlah B. longum sebanyak 2,6 x 107 cfu/ml (Lampiran 5). Oleh karena itu,

produk susu fermentasi kering A4 sudah memenuhi salah satu syarat sebagai

produk probiotik.

Sifat Organoleptik

Menurut Setyaningsih et al. (2010), pengujian inderawi adalah pengujian

bahan secara subjektif dengan menggunakan panca indera manusia. Walaupun

peralatan telah berkembang pesat, namun penilaian makanan dengan

menggunakan indera tetap penting karena ada beberapa karakteristik makanan

hanya dapat dinilai dengan indera manusia. Penilaian inderawi sangat penting

dalam pengembangan produk makanan kaitannya dengan perbaikan gizi. Uji

organoleptik atau disebut juga pengujian secara sensory evaluation didasarkan

atas indera penglihatan, indera pencium, indera perasa, dan mungkin indera

pendengar. Penentuan penerimaan terhadap produk makanan dapat dilakukan

melalui uji hedonik atau kesukaan.

8,87 9,06

7,33 7,42

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

10,00

Selektif S. lactis TPC Selektifdifferensial B.

longum

SelektifEnumerasi B.

longum

log

cfu

/ml

A4

35

Uji Mutu Hedonik

Setyaningsih et al. (2010) menyatakan bahwa uji mutu hedonik digunakan

untuk mengetahui kesan panelis terhadap sifat produk secara lebih spesifik.

Penilaian mutu hedonik dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19 Skor rata-rata uji mutu hedonik panelis terhadap atribut warna, tekstur, aroma, dan rasa susu fermentasi kering

Warna

Menurut Setyaningsih et al. (2010), warna merupakan alat sensori

pertama yang dapat terlihat langsung oleh panelis. Penentuan mutu bahan

makanan umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor diantaranya rasa,

warna, tekstur, dan nilai gizinya. Suatu produk yang dinilai bergizi, enak, dan

teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak

sedap dipandang atau memberikan kesan yang menyimpang dari warna yang

seharusnya. Pemilihan warna yang tepat dan sesuai akan menarik minat dan

keinginan konsumen untuk membeli.

Sidik ragam menunjukkan perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap

atribut warna (Lampiran 6). Susu fermentasi kering A1 memiliki penilaian warna

putih kekuningan sama seperti produk A2, A3, dan A4. Menurut Fellows (2000),

warna produk dipengaruhi oleh proses pengolahan dan penyimpanan.

Pengolahan yang menggunakan pengeringan menyebabkan warna susu

fermentasi kering berubah dari putih menjadi putih kekuningan. Adanya gula

pada susu fermentasi kering memungkinkan terjadinya reaksi Maillard sehingga

susu fermentasi kering berwarna putih kekuningan. Namun, suhu yang tidak

Warna Tekstur Aroma Kekerasan Rasa

A1 2,60 3,00 3,17 3,03 3,77

A2 2,43 2,67 3,30 2,70 3,83

A3 2,40 3,37 3,07 3,60 3,47

A4 2,30 3,10 3,00 2,87 3,13

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

3,50

4,00

4,50

5,00

Sko

r U

ji M

utu

Hed

on

ik

36

terlalu tinggi dan penambahan gula yang hanya 10% dari berat curd

menyebabkan reaksi Maillard tidak menghasilkan produk dengan warna yang

coklat. Warna kuning disebabkan oleh senyawa beta karoten pada susu.

Kemiripan warna pada tiap formulasi produk disebabkan lama pengeringan

produk yang relatif sama.

Tekstur

Tekstur merupakan salah satu faktor penting dalam penentuan mutu

bahan pangan. Penginderaan tentang tekstur yang berasal dari sentuhan dapat

ditangkap oleh keseluruhan permukaan kulit, tetapi biasanya jika orang ingin

mengetahui tesktur suatu bahan digunakan ujung jari tangan (Setyaningsih et al.

2010).

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata

(p<0,05) terhadap atribut tekstur. Uji Duncan menunjukkan bahwa perlakuan

penggunaan BAL yang berbeda berpengaruh nyata terhadap atribut tekstur.

Perbedaan subset yaitu pada produk A2 dengan produk A1, A3, dan A4

(Lampiran 6). Produk A1, A3, dan A4 memiliki penilaian tekstur sedang

sedangkan produk A2 memiliki penilaian tekstur halus. Berdasarkan analisis fisik,

produk A2 memiliki tingkat kekerasan tertinggi (Gambar 9).

Tekstur produk susu fermentasi dipengaruhi oleh kadar air, lemak, dan

protein. Perubahan pada tekstur disebabkan oleh koagulasi atau hidrolisasi

protein, pemecahan emulsi pada susu, hidrolisis karbohidrat, dan kehilangan

lemak (Fellows 2000). Tekstur pada produk disebabkan oleh banyak faktor mulai

dari proses pemanasan susu dan pengeringan produk. Menurut Tomar dan

Prasad (1989), susu yang dipanaskan sampai 700C menghasilkan produk yang

lembut dan memiliki stuktur kasein yang terbuka. Selain itu, susu asam hasil

fermentasi oleh BAL mengalami perubahan tekstur menjadi lebih lembut

(Widowati & Misgiyarta). Penambahan gula pasir yang dihaluskan kepada curd

mempunyai dampak terhadap tekstur produk yang dihasilkan setelah mengalami

proses pengeringan (Manley 2008).

Tekstur susu fermentasi kering A2 dinilai halus dimungkinkan karena

granula-granula yang dihasilkan lebih lembut sehingga saat curd dicetak dan

dikeringkan tidak menghasilkan tekstur yang kasar di mulut. Penilaian atribut

tekstur susu fermentasi kering tertinggi dimiliki oleh perlakuan A3. Menurut Rohm

et al. (1994) bahwa kultur yogurt disarankan dipakai untuk membuat produk susu

37

fermentasi tradisional karena memiliki kemiripan dengan produk komersial yang

tersedia di pasar.

Aroma

Aroma merupakan hasil kombinasi antara rasa dan bau. Aroma dapat

dideteksi menggunakan epithelium olfaktori bagian atas dari rongga hidung

(Vaclavik & Christian 2003). Manusia menggunakan hidung sebagai alat untuk

mendeteksi aroma dan bau. Pembauan disebut pencicipan jarak jauh karena

manusia dapat mengenal enaknya makanan yang belum terlihat hanya dengan

mencium baunya dari jarak jauh (Setyaningsih et al. 2010).

Hasil sidik ragam menunjukkan perlakuan tidak berpengaruh nyata

terhadap atribut aroma susu fermentasi kering (Lampiran 6). Susu fermentasi

kering A1 memiliki aroma antara khas susu asam dan khas susu murni dan

sama seperti perlakuan A2, A3,dan A4. Pembentukan aroma pada produk

fermentasi susu disebabkan oleh beberapa komponen yang dihasilkan pada saat

fermentasi seperti diasetil, asetoin, dan butadienol. Komponen paling utama

yang berperan adalah diasetil (Quintans et al. 2000). Berdasarkan penilaian pada

gambar, produk A2 memiliki nilai tertinggi diantara produk lain. Menurut Fonden

et al. (2000) dan Hutkins (2006), L. casei menghasilkan produk dengan aroma

khas asam sehingga sering digunakan dalam pembentukan aroma dan rasa

pada produk keju.

Kekerasan

Kekerasan merupakan faktor lain yang menjadi penentu daya terima

konsumen terhadap produk pangan. Biasanya produk pangan yang diminati oleh

konsumen memiliki tingkat kekerasan yang sedang agar dapat digigit dengan

mudah. Susu fermentasi kering merupakan produk yang dikeringkan dengan

cara dioven, oleh karena itu diperlukan penilaian terhadap mutu hedonik atribut

kekerasan.

Hasil sidik ragam memperlihatkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata

(p<0,05) terhadap atribut kekerasan. Uji Duncan menunjukkan bahwa perlakuan

penggunaan BAL yang berbeda berpengaruh nyata terhadap atribut kekerasan.

Perbedaan dapat dilihat pada nilai atribut kekerasan yang terletak pada subset

yang berbeda yaitu antara produk A3 dengan produk A1, A2, dan A4 (Lampiran

6). Susu fermentasi kering A1, A2, dan A4 memiliki penilaian kekerasan lunak

sedangkan produk A3 memiliki penilaian sedang. Berdasarkan analisis fisik pada

tingkat kelembutan (Gambar 10), produk A3 mempunyai nilai paling rendah. Hal

38

ini sesuai dengan penilaian panelis karena produk A3 mempunyai tingkat

kekerasan yang sedang.

Produk A3 memiliki penilaian yang tinggi terhadap atribut kekerasan

dibandingkan dengan produk yang lain. Menurut Panesar (2011), kultur yoghurt

dengan simbiosis antara bakteri S. thermophilus dengan L. bulgaricus

menghasilkan produk yoghurt yang bertekstur lembut, konsistensi yang padat,

dan aroma asam yang sesuai. Hal ini juga didukung oleh Paskov et al. (2010)

bahwa kombinasi kultur S. thermophilus dan L. bulgaricus meningkatkan

viskositas gel produk susu fermentasi sehingga saat dikeringkan produk A3

mempunyai nilai kekerasan yang paling tinggi.

Rasa

Rasa merupakan faktor penentu daya terima konsumen terhadap produk

pangan. Vaclavik dan Christian (2003) mengemukakan bahwa rasa dari

makanan adalah kombinasi dari lima rasa dasar yaitu asin, manis, asam, pahit,

dan umami. Rasa itu sangat kompleks dan sulit untuk digambarkan. Rasa suatu

produk pangan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia,

temperatur, konsistensi, dan interaksi dengan komponen rasa yang lain serta

jenis dan lama pemasakan.

Hasil sidik ragam memperlihatkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata

(p<0,05) terhadap atribut rasa. Uji Duncan menunjukkan bahwa perbedaan

subset yaitu antara perlakuan A1 dan A2 terhadap perlakuan A3 dan A4

(Lampiran 6). Susu fermentasi kering A1 dan A2 memiliki rasa dominan asam

sedangkan A3 dan A4 memiliki penilaian rasa manis dan asam yang sama.

Berdasarkan pengukuran terhadap nilai pH dan total asam (Gambar 11 dan 12),

hal ini sesuai dikarenakan produk A1 dan A2 memiliki nilai pH yang lebih rendah

dan juga memiliki total asam (%) yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk

A3 dan A4.

Produk A1 dan A2 memiliki penilaian dominan asam. Menurut Fonden et

al. (2000) dan Dahhan et al. (1984) bahwa dalam pembuatan produk yogurt,

penggunaan S. lactis dapat menghasilkan keasaman yang baik seperti pada

produk yogurt komersial dan L. casei juga menghasilkan rasa asam yang baik

sebagai pembentuk rasa pada keju komersial. Menurut Tamime dan Robinson

(2007), Bifidobacteria tidak menghasilkan keasaman yang tinggi dikarenakan

fermentasi asam laktat yang lambat. Hal ini juga sesuai dengan Standar Nasional

Indonesia (1992) bahwa rasa yang dimiliki oleh produk yogurt adalah khas asam.

39

Menurut Fellows (2000) penggunaan gula dapat mempengaruhi rasa suatu

produk pangan.

Uji Hedonik

Menurut Rahayu (1998), uji hedonik bertujuan untuk mengetahui respon

panelis terhadap sifat mutu yang umum misalnya warna, aroma, tekstur, dan

rasa. Melalui uji hedonik akan diketahui sifat mutu minuman yang dihasilkan baik

rasa, aroma, warna, dan tekstur. Penilaian uji hedonik terhadap produk

perlakuan A1 sebagai kontrol, A2, A3, dan A4 dapat dilihat pada Gambar 20.

Gambar 20 Skor rata-rata uji hedonik panelis terhadap atribut warna, tekstur, aroma, dan rasa susu fermentasi kering

Warna

Warna merupakan salah satu syarat suatu produk dapat diterima oleh

konsumen. Oleh karena itu, uji kesukaan terhadap warna perlu diketahui.

Berdasarkan sidik ragam, diketahui bahwa tingkat kesukaan terhadap warna

tidak berbeda satu sama lain (Lampiran 7). Hal ini ditunjukkan pada nilai atribut

warna yang berada pada subset yang sama satu sama lain. Penerimaan warna

susu fermentasi kering A1 yaitu suka dan sama seperti produk perlakuan A2, A3,

dan A4. Warna susu fermentasi kering yang cerah yaitu putih kekuningan

menyebabkan sebagian besar panelis menyukainya.

Tekstur

Tekstur merupakan salah satu faktor penting dalam penentuan mutu

bahan pangan. Tekstur dan konsistensi suatu bahan dapat mempengaruhi cita

Warna Tekstur Aroma Kekerasan Rasa Keseluruhan

A1 3,53 3,10 3,27 3,13 2,97 3,17

A2 3,53 3,47 3,20 3,33 3,13 3,37

A3 3,70 2,83 3,43 2,87 3,07 3,13

A4 3,87 3,30 3,53 3,27 3,43 3,47

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

Sko

r U

ji H

ed

on

ik

40

rasa yang ditimbulkan oleh bahan tersebut. Berdasarkan sidik ragam yang

dilakukan pada penilaian tingkat kesukaan susu fermentasi kering, dapat

diketahui bahwa tingkat kesukaan tekstur berbeda nyata antar formulasi (p<0,05)

(Lampiran 7). Uji Duncan juga menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh

pada penerimaan produk. Hal ini dapat dilihat pada nilai atribut tekstur yang

berbeda antara perlakuan A3 dengan A1, A2 dan A4. Penerimaan tekstur susu

fermentasi kering A1, A2, dan A4 biasa, sedangkan A3 dinilai tidak suka. Tekstur

produk A3 yang agak kasar menimbulkan sebagian besar panelis menilai tidak

suka.

Aroma

Aroma merupakan salah satu faktor penerimaan panelis terhadap produk

pangan. Seperti halnya dengan penerimaan terhadap warna, sidik ragam pada

penilaian tingkat kesukaan susu fermentasi kering terhadap aroma tidak berbeda

nyata (Lampiran 7). Nilai atribut aroma berada pada subset yang sama, oleh

karena itu perlakuan A1, A2, A3, dan A4 tidak berpengaruh pada penerimaan

terhadap aroma. Penerimaan aroma susu fermentasi kering pada semua

formulasi yaitu biasa.

Rasa

Rasa sangat mempengaruhi penerimaan panelis terhadap produk susu

fermentasi kering. Berdasarkan sidik ragam yang dilakukan pada penilaian

tingkat kesukaan, diketahui bahwa tingkat kesukaan terhadap rasa produk susu

fermentasi kering tidak berbeda satu sama lain (Lampiran 7). Penerimaan rasa

susu fermentasi kering pada semua formulasi dinilai biasa. Rasa produk yang

mempunyai rasa khas asam merupakan alasan mengapa responden menilai

susu fermentasi kering biasa saja.

Kekerasan

Kekerasan juga mempengaruhi penerimaan panelis terhadap susu

fermentasi kering. Berdasarkan analisis ragam, diketahui bahwa tingkat

kesukaan terhadap kekerasan produk susu fermentasi kering tidak berbeda satu

sama lain (Lampiran 7). Penerimaan atribut kekerasan susu fermentasi kering

pada A1, A2, A3, dan memiliki penilaian biasa. Panelis lebih menyukai produk

dengan tingkat kekerasan yang agak lunak daripada produk yang keras.

41

Keseluruhan

Uji organoleptik terhadap susu fermentasi kering dengan penambahan

probiotik secara keseluruhan diukur berdasarkan uji kesukaan Uji keseluruhan

ini menentukan apakah produk layak untuk diproduksi. Berdasarkan analisis

ragam, diketahui bahwa tingkat kesukaan secara keseluruhan terhadap produk

tidak berbeda nyata (Lampiran 7). Hal ini terlihat nilai atribut kesukaan yang

berada pada subset yang sama. Penerimaan keseluruhan formula susu

fermentasi kering yaitu biasa.

42

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Waktu pencampuran susu dengan kultur berdasarkan kurva pertumbuhan

adalah Streptococcus lactis, Lactobacillus casei, dan Lactobacillus bulgaricus

setelah berumur 4 jam, Streptococcus thermophilus berumur 2 jam, dan

Bifidobacterium longum berumur 3 jam.

Produk A4 dengan perlakuan kombinasi starter bakteri Streptococcus

lactis dan Bifidobacterium longum terpilih dengan tingkat kekerasan, kelembutan,

pH, kadar protein, kadar kalsium yang baik, jumlah Bifidobacterium longum

sebesar 2,6 x 107 cfu/ml sesuai standar probiotik yang ditentukan. Produk A4 ini

memiliki kharakteristik warna putih kekuningan, tekstur sedang, aroma antara

khas susu asam dan khas murni, kekerasan lunak, dan memiliki rasa asam dan

manis yang berimbang yang disukai oleh panelis.

Saran

Aroma khas susu sapi yang masih tercium pada produk diperbaiki

dengan memberikan flavor tambahan berupa flavor buah-buahan. Sedangkan

untuk memperbaiki tekstur produk yang baik diperlukan penelitian lebih lanjut

terhadap proses pengeringan.

43

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Amanda RD. 2010. Uji aktivitas rennet dari abomasums kambing lokal muda

pada kondisi yang berbeda dan karakterisasi keju yang dihasilkan. [Skripsi]. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

AOAC. 1995. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical

Chemistry. Washington DC: AOAC Intl Apriyantono AD, Fardiaz D, Sedarnawati L, & Budiyanto S. 1989. Analisa

Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor.

Atmarita, Sandjaja. 2009. Buku Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga.

Jakarta: PT Kompas media Nusantara. Axelsson L. 1998. Lactic Acid Bacteria Microbiology and Functional Aspects, 2nd

Edition. New York: Marcel Dekker Inc. Axelsson L. 2004. Lactic Acid Bacteria Microbiology and Functional Aspects, 3rd

Edition. New York: Marcel Dekker Inc. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2007. Acuan Label

Gizi Produk Pangan. Banks. 2007. What factors Associated With The Milk Affect Cheese Yield? Dalam

McSweeney PLH. Cheese Problem Solved. New York: CRC Press. Bernet MF, Brassart B, Neerer JR, dan Servin AL. 1993. Adhesion of human

Bifidobacterial strains to cultured human intestinal epithelial cells and inhibition of enteropathogen-cell interaction. Applied and Enviromental Microbiology. 59(12): 4121-4128.

Bondi A. 1983. Animal Nutrition. London: J Wiley, pp 437–475. Burn P, Inderola G, Binetti A, Quiberoni A, Gavilan de los Reyes & Reinhemer J.

2008. Bile resistant derivatives obtained from intestinal dairy lactobacilli. Elsevier Appl Sci. 18: 377-385.

Charterist WP, Kelly PM, Morelli L, dan Collins JK. 1998. Ingredient selection

criteria for probiotics microorganism in functional dairy food Int. Journal Dairy Technology 51 (4): 123-135.

Christian et al. 1980. Reduced water activity. p. 79−90. New York: Microbial

Ecology of Foods. Dahhan AH, Ali MM, Sibo NH. 1984. Study of the effect of different kinds of milk

on quality of leben. Iraqi Journal of Agricultural Sciences 2(2): 51.

44

Darwis AA, Sukara E. 1989. Teknologi mikrobial. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor: IPB Press.

De Vuyst L & Vandamme EJ. 1994. Antimicrobial potention of Lactic Acid

Bacteria dalam De Vuyst L dan Vandamme EJ (eds). Bacteriocin of lactic acid bacteria microbiology, genetic, and apllication. London: Blackie Academic and Profesional. Pp: 91-129.

deMan JM. 1997. Kimia Makanan. Bandung: Penerbit ITB Press. Dzouji et al. 1997. The association of yogurt starters with lactobacillus casei dn

114.001 in fermented milk alters the composition and metabolism of intestinal microflora in germ-free rats and in human flora–associated rats. The Journal of Nutrition: 0022-3166/97.

Ebing P, Rutgers K. 2006. Preparation of Dairy Products. Wageningen: Agromisa

Foundation. Fardiaz Srikandi. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. Jakarta: PT Rajagrafindo

Persada. Fellows PJ. 2000. Food Processing Technology Principles and Practice. England:

CRC Press LLC Fernandes R. 2009. Microbiology Handbook Dairy Products. Surrey. UK:

Leatherhead Publishing. Fonden R, Mogensen G, Tanaka R, dan Salminen S. 2000. Effect of culture

containing diary products on intestinal microflora, human nutrition and health – current knowledge and future perspectives. International Dairy Federation Bulletin number 352

Food Agricultural Organization. 2003. Codex Standard For Fermented Milks:243. Fueller R. 1989. Probiotics in man and animals. J. Appl. Bacteriol 66: 365-378. Fuquay et al. 2011. Encyclopedia Of Dairy Sciences Second Edition. London:

Elsevier Ltd. Academic Press. Geankoplis Christie J. 1993. Transport Processes and Unit Operations. New

Jersey, USA: Prentice Hall Publisher. Ghosh J, Rajorhia GS. 1990. Selection of starter culture for production of

indigenous fermented milk product. Lait 70, 147-154. Hassan AN, Frank JF. 2001. Starter Cultures and Their Use dalam Applied Dairy

Microbiology. Georgia, USA: Marcel Dekker, Inc. Hattingh AL, Viljoen Bennie C. 2001. Yogurt as probiotic carrier food. South

Africa. International Dairy Journal 11 (2001) 1–17.

45

Hendy. 2007. Formulasi bubur instan berbasis singkong (Manihot esculenta Crantz) sebagai pangan pokok alternatif [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Herawati Heny. 2008. Penentuan umur simpan pada produk pangan. Jurnal

Litbang Pertanian, 27(4): Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah.

Hidayatulloh MA. 2011. Analisis Kalsium dan Fosfor pada Susu Fermentasi

Kering [tugas akhir]. Bogor: Program Keahlian Kimia, Program Diploma , Institut Pertanian Bogor.

Hiswaty. 2002. Pengaruh penambahan tepung ikan nila merah (Oreochromis sp)

terhadap karakteristik biskuit [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Holland B, Unwin LD, dan Buss DH. 1989. Milk Products and eggs: The Fourth

Suplement to Mc Cance and Widdowson’s The Composition of Foods, 4 th Edition. Royal Society of Chemistry/Ministry of Agriculture. Fisheries and Food, Cambridge, UK.

Hui et al. 2006. Food Biochemistry and Food Processing. USA: Blackwell

Publishing. Hull et al. 1992. Probiotic food: New opportunity. Journal of Food Australia. 44:

112-113. Hutkins Robert W. 2006. Microbiology and Technology of Fermented Foods.

Oxford: Blackwell Publishing. Jandal JM. 1996. Studies on dried fermented dairy products prepared from sheep

milk. Small Ruminant Research 21 (1996) 217-220. Jenie BSL. 2003. Pangan fungsional penyusun flora usus yang menguntungkan

makalah disajikan dalam seminar sehari keseimbangan flora usus bagi kesehatan dan kebugaran Bogor: 15 November 2010.

Kandler O, Weiss N. 1986. Genus Lactobacillus dalam Bergey's Manual of

Systematic Bacteriology, vol 2, 9th edition. Baltimore: Williams and Wilkins.

Kang KH, Lee CN. 1985. Preservation and production of starter cultures. Dairy

Science Abstracts, 47, 686. Karna, BKL, Emata OC, dan Barraquio VL. 2007. Lactic acid and probiotic

bacteria from fermented and probiotic dairy products. Philipphines. Science Diliman (July-December 2007) 19:2, 23-34.

Kumbhar SB, Ghosh JS, Samudre SP. 2009. Microbiological analysis of

pathogenic organisms in indigenous. Advance Journal of Food Science and Technology 1(1): 35-38, 2009.

46

Lee WJ, Lucey JA. 2010. Formation and physical properties of yogurt. Asian-Aust. J. Anim. Sci. Vol. 23, No. 9 : 1127 – 1136.

Malaka R, Laga A. 2005. Isolasi dan Identifikasi Lactobacillus Bulgaricus Strain

Ropy dari Yoghurt Komersial. Sains & Teknologi, April 2005, Vol. 5 No. 1: 50 – 58.

Manley Duncan. 1998. Biscuit Doughs: Types, Mixing, Conditioning, Handling.

Cambridge England: Woodhead Publishing Limited. Martinko J, Madigan M. 2005. Brock Biology of Microorganisms (11th ed.). New

Jersey: Prentice Hall. Mitsuoka T. 1990. A Profile Of Intestinal Bacteria. Tokyo: Yakult Honsha Co., Ltd. Mugen W. 1987. Dairy Cattle Feeding and Management. Canada: John Willey

and sons, Inc. Neech GA, MA Melvin, dan J Taggart. 1985. Food, Drink and Bioteknology.

dalam Higgins, J., D.J. Best dan J. Jones (eds). Biotechnology. Melbourne: Blackwell Sci. Pub.

Panesar Parmjit S. 2011. Fermented dairy products: starter cultures and potential

nutritional benefits. India. Food and Nutrition Sciences, 2, 47-51. Parvez S, Malik KA, Kang Ah, dan Kim HY. 2006. Probiotics and their fermented

food products are beneficial for health.Pakistan Journal of Applied Microbiology 100 (2006) 1171–1185.

Paskov V, Karsheva M, dan Pentchev I. 2010. Effect of starter culture and

homogenization on the rheological properties of yoghurts. Journal of the University of Chemical Technology and Metallurgy, 45, I, 59-66.

Prescott, Harley, Klein. 2002. Microbiology 5th edtition. New York: McGraw-Hill

Science. Quintans NG, Blancato Victor, Repizo G, Magni C, dan Lopez P. 2000. Citrate

metabolism and aroma compound production in lactic acid bacteria. Spanyol. Molecular Aspects of Lactic Acid Bacteria for Traditional and New Applications, 2008: 65-88.

Rahayu WP. 1998. Penuntun Praktikum Organoleptik. Bogor: Jurusan Teknologi

Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Rahman A, Fardiaz D, Rahayu WP, Suliantari, & Nurwitri CC. 1992. Teknologi

Fermentasi Susu. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Ray Bibek. 2004. Fundamental Food Microbiology Third Edition. Florida: CRC

Press.

47

Rohm H, Kovac A. 1994. Effects of starter cultures on linear viscoelastic and physical properties of yogurt gels. Journal of Texture Studies, 25, 311.

Roissart H, Luquet FM. 1994. Lactic Acid Bacteria: Fundamental Aspects And

Technology. France: Lorica. Salminen S & Atte von Wright. 1999. Lactic Acid Bacteria: Microbiology and

Functional Aspect. Second edition, Revisied and Expanded. New York: Marcel Dekker Inc.

Salminen S, Ouwehand A, Beno Y, dan Lee YK. 1998. Probiotic: how should

they be defined. Trends in Food Science and Technology. Schell MA, Karmirantzou M, Snel B, Vilanova D, Berger B, Pessi. 2002. The

Genome sequence of retl ects its adaptation to the human gastrointestinal tract. Proceedings of The National Academy of Sciences USA, 99, 14422-14427.

Setyaningsih D, Apriyantono A, dan Sari MP. 2010. Analisis Sensori unuk Industri

Pangan dan Agro. Bogor: IPB Press. Shafiee et al. 2010. Combined effects of dry matter content, incubation

temperature and final pH of fermentation on biochemical and microbiological characteristics of probiotic fermented milk. African Journal of Microbiology Research Vol. 4(12) pp. 1265-1274

Shah. 2000. Probiotic bacteria: selective enumeration and survival in dairy foods.

Journal of Dairy Science. 83, Pp. 894-907. Singleton P, Sainsburry D. 2006. Dictionary of Microbiology and Molecular

Biology, 3rd Edition. Canada: Wiley Press. Southward CR. 2001. Casein Products. New Zealand: Dairy Research Institute. Sri Widowati, Misgiyarta. 2009. Efektifitas bakteri asam laktat (bal) dalam

pembuatan produk fermentasi berbasis protein/susu nabati. Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman.

Standar Nasional Indonesia. 1998. Susu Segar. Jakarta: Dewan Standarisasi

Nasional. Standar Nasional Indonesia. 1992. SNI:01-2891-1992 Cara Uji Makanan dan

Minuman. Jakarta: Dewan Standar Nasional Indonesia. Standar Nasional Indonesia. 1992. Mutu Yogurt. Jakarta: Dewan Standar

Nasional Indonesia. Sunarlim R, Setiyanto H, Poeloengan M. 2007. Pengaruh kombinasi starter

bakteri Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophilus, dan Lactobacillus palntarum terhadap sifat mutu susu fermentasi. Jurnal Teknologi Peternakan dan Veteriner.

48

Suprihanto Agung Joko. 2009. Pengaruh jenis bakteri asam laktat terhadap kualitas dadih sapi probiotik selama penyimpanan dalam suhu ruang dan suhu rendah. [skripsi]. Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fateta, IPB.

Tabasco R, Paarup T, Janer C, Pela’ez C, dan Requena T. 2007. Selective

enumeration and identification of mixed cultures of Streptococcus thermophilus, Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus, L. acidophilus, L. paracasei subsp. paracasei and Bifidobacterium lactis in fermented milk. International Dairy Journal 17 (2007) 1107–1114.

Tamime A. 2005. Probiotic Dairy Products. United Kingdom: Blackwell Publishing

Ltd. Tamime, Robinson. 2007. Yoghurt Science and Technology. Third Edition.

Washington DC, USA: CRC Press. Tannock GW (eds). 1999. Probiotic: A Critical Review. England: Horizon

Scientific Press. Tomar SK, Prasad DN. 1989. Therapeutic value of yoghurt: an assessment.

Buffalo Journal, 5(1), 25. Vaclavik VA, Christian EW. 2003. Essentials of Food Science Second Edition.

New York: Kluwer Academic/Plenum Publishers. Wahyudi A & Samsundari. 2008. Bugar dengan Susu Fermentasi. Malang:

Universitas Muhamadiah Malang Press. Widodo Wahyu. 2002. Bioteknologi Fermentasi Susu. Pusat Pengembangan

Bioteknologi. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang Press. Winarno FG . 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka. Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi Edisi Revisi. Bogor: M-BRIO PRESS. Zourari A, Accolas JP, dan Desmazeaud MJ. 1992. Metabolism and biochemical

of yogurt bacteria. Lait 72, 1-34. Elsevier.

49

LAMPIRAN

50

Lampiran 1 Prosedur Analisis

1. Analisis Fisik

1.1 Analisis Tingkat Kekerasan

Pengukuran kekerasan produk susu fermentasi kering dengan menggunakan

Texture Analyzer CT3 4500 produksi USA. Tekanan yang digunakan adalah 2

mm/s. jarak yang digunakan antara produk dengan probe adalah 5 mm. Produk

susu fermentasi kering yang akan diukur kekerasannya diletakkan di bawah

probe, lalu tekan “Quick Run Test”. Setelah pengukuran selesai, nilai kekerasan

susu fermentasi kering dapat dilihat pada layar komputer.

1.2 Analisis Tingkat Kelembutan

Kelembutan susu fermentasi kering dianalisis menggunakan alat penetrometer

San Antonio, Texas 78216. Susu fermentasi kering yang ingin diukur

kelembutannya diletekan dibawah alat penekan. Tempelkan alat penekan pada

permukaan produk. Kemudian tekan panel pada alat, tahan selama 10 detik.

Setelah itu baca nilai pada alat. Lakukan sebanyak 10 kali perhitungan pada

posisi yang berbeda-beda. Perhitungan nilai kelembutan keju putih endah lemak

yang dihasilkan adalah sebagi berikut:

Keterangan:

x = rata- rata nilai yang diperoleh pada alat.

1.3 Pengukuran PH (Apriyanono et al. 1989)

Tahap-tahap penetapan pH secara umum adalah suhu sampel diukur, pengatur

suhu sampel pada suhu terukur diset, kemudian pH meter dinyalakan sampai

stabil (15-30 menit), probe elektrode lalu dibilas dengan menggunakan akuades

atau aliquot sampel dan dikeringkan dengan kertas tissue. Elektrode dicelupkan

pada larutan sampel, diset pengukuran pH, elektrode dibiarkan tercelup

beberapa saat sampai diperoleh pembacaan yang stabil. Pengukuran dilakukan

sebanyak 3 kali untuk setiap sampel.

1.4 Total Asam Tertitrasi (AOAC 1995)

Pengukuran total asam tertitrasi dilakukan dengan prinsip titrasi asam basa.

Sebanyak 10 ml contoh dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambah

dengan tiga tetes indikator fenoftalin 1%. Contoh kemudian dikocok dengan

51

NaOH yang telah distandarisasi menggunakan asam oksalat. Titrasi dihentikan

jika warna berubah menjadi merah muda. Perhitungan total asam lakta (%) yaitu:

2. Analisis Kimia

2.1 Analisis Kadar Air Metode Oven (SNI 01-2891-1992)

Kadar air ditentukan dengan menghitung kehilangan berat setelah pemanasan

dalam oven sampai beratnya tetap. Sampel ditimbang kurang lebih 1-2 gram dan

diletakkan dalam cawan yang telah diketahui bobotnya. Cawan kemudian

dimasukkan ke dalam oven pada suhu 1050 C selama 3 jam. Cawan kemudian

didinginkan dalam eksikatorr selama 30 menit. Setelah dingin cawan ditimbang.

Persentase dari kadar air dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

A = berat sampel dan cawan sebelum dikeringkan (gram)

B = berat sampel dan cawan setelah setelah dikeringkan (gram)

2.2 Analisis Kadar Abu (SNI 01-2891-1992)

Sebanyak 2-3 g sampel dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah

diketahui beratnya. Cawan dimasukkan ke dalam tanur bersuhu 550o C selama

12 jam atau hingga bahan berubah warna menjadi putih. Kemudian cawan

diambil dan dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang

Penghitungan kadar abu dapat menggunakan rumus:

Keterangan:

A = berat wadah dan sampel awal (gram)

B = berat wadah dan sampel setelah dikeringkan (gram)

2.3 Analisis Kadar Protein Metode Semi Mikro Kjeldahl (SNI 01-2891-1992)

Sampel sebanyak 0,1 gram dimasukkan ke dalam tabung mikro Kjeldahl 30 ml,

kemudian ditambahkan H2SO4 (2,5 ml) dan tablet Kjeldahl. Sampel dididihkan

selama 1-1,5 jam sampai jernih kemudian didinginkan. Isi labu dituangkan ke

dalam alat destilasi. Labu dibilas 5-6 kali dengan aquades 20 ml. air bilasan juga

52

dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan larutan NaOH 4% sebanyak

20 ml.

Cairan dalam ujung kondensor ditampung dalam Erlenmeyer 125 ml berisi

larutan H3BO3 dan 3 tetes indicator (cairan metil merah dan metilen blue) yang

ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan hingga diperoleh 200 ml destilat

yang bercampur dengan H3BO3 dan indikator dalam Erlenmeyer. Destilat dititrasi

dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah. Hal yang

sama juga dilakukan terhadap blanko. Nilai persentase kadar protein dapat

dihitung dengan rumus:

2.4 Analisis Kadar Lemak Metode Hidrolisis Weibull (SNI 01-2891-1992)

Penentuan kadar lemak dilakukan dengan mengambil sampel yang telah

dihancurkan sebanyak 3 g (C). Dilakukan hidrolisis dengan menggunakan 30ml

HCl 25% dan akuades sebanyak 20 ml.dipanaskan selama 15 menit. Sampel

disaring sampai HCl hilang dari sampel. Sampel dibungkus dengan kertas saring,

selanjutnya kertas saring yang berisi sampel diletakan ke dalam alat ekstraksi

Soxhlet. Labu kosong ditimbang (A). Ekstraksi dilakukan dengan hexane selama

3 jam. Minyak atau lemak yang terapung di dalam ekstraksi soxhlet dikeringkan

dalam oven 105o C sampai berat konstan dan timbang (B). Kadar lemak dapat

dihitung dengan rumus:

Keterangan:

A = berat labu kosong

B = berat labu ekstrak sampel

C = berat sampel awal

2.5 Penentuan Kadar Karbohidrat (by difference) (Winarno 1997)

53

Penentuan kadar karbohidrat dilakukan dengan menggunakan perhitungan

Carbohidrat by Difference. Perhitungan ini bukan berdasarkan analisis tetapi

berdasarkan perhitungan sebagai berikut:

2.5 Analisis Kadar Ca Kalsium (Apriyantono et al. 1989)

Preparasi sampel untuk penetapan kadar kalsium dilakukan dengan pengabuan

basah. Sampel ditimbang sebanyak ± 1 gram dan dimasukan ke dalam

erlenmeyer. Kemudian ditambahkan 10 H2SO4 dan 10 ml HNO3, dipanaskan

perlahan-lahan sampai larutan tidak berwarna gelap lagi (semua zat organik

telah teroksidasi). Larutan ditambah akuades sehingga menjadi tidak berwarna

atau menjadi kuning, dan dididihkan sampai berasap. Setelah itu didinginkan

kemudian diencerkan dengan labu takar 100 ml sampai tera. Blanko

dipersiapkan sperti proses diatas, kemudian larutan standar kalsium, sampel

dukur pada ʎ= 422,7; kemudian dibuat kurva.

(

)

2.6 Analisis Kadar Fosfor ( Apriyantono et al. 1989)

Timbang sampel sebanyak 3 gram. Sampel diabukan ke dalam tanur.

Setelah menjadi abu, sampel ditambahkan 5 ml HCL 5M. Sampel tersebut

dituangkan ke dalam labu takar 250 ml, kemudian ditambahkan akuades sampai

tanda tera. Homogenisasi sampel dan diambul 10 ml sampel yang telah

diencerkan ke dalam labu takar 100 ml. Lalu ditambahkan vanadat-molibdat

sebanyak 12,5 ml. Tambahkan akuades sampai dengan tanda tera lalu

dihomogenisasi kembali. Lalu dibaca absorbansi pada panjang gelombang 400

nm. Hitung kadar fosfor dengan rumus:

Persamaan inier: y= ax –b

Kadar fosfor (mg/100 g) (bb) =

(

)

54

Keterangan :

BS = Berat sampel (g)

C = Konsentrasi sampel (mg/1000ml)

A = Absorbansi sampel (mg/1000ml)

Val = Volume aliquat (ml)

VA = Volume akhir (ml)

BAP = Berat atom fosfor (g)

BM = Berat molekul

Bb = mg/100 g fosfor (berat basah)

Bk = mg/100g fosfor (berat kering)

3. Analisis Mikrobiologi

3.1 Total Bakteri Asam Laktat (Fardiaz 1989)

Sampel susu fermentasi kering dihancurkan dan sebanyak 1 gram dimasukkan

ke dalam larutan pengencer NaCL 0,85% sebesar 9 ml, dihomogenkan dengan

menggunakan vortex sehingga didapat pengenceran 10-1. Selanjutnya

pengenceran dibuat sampai dengan jumlah yang dibutuhkan menggunakan

larutan pengencer 9 ml. Pemupukan dilakukan dengan menggunakan media

yang sesuai dalam cawan petri. Cawan petri selanjutnya diinkubasikan pada

suhu yang 370C dengan posisi terbalik. Pemupukan dilakukan duplo pada setiap

pengenceran. Perhitungan koloni yang tumbuh dilakukan setelah 48 jam.

Perhitungan dilakukan berdasarkan SPC (Standard Plate Count).

Jumlah sel/ml = rata-rata koloni x 1/faktor pengenceran

Untuk melaporkan suatu hasil analisis mikrobiologi digunakan suatu

standar yang disebut “Standar Plate Count” (SPC) yang menjelaskan mengenai

cara menghitung koloni pada cawan serta memilih data yang ada untuk

menghitung jumlah koloni di dalam suatu contoh.

Data yang dilaporkan sebagai SPC harus mengikuti peraturan-peraturan

sebagai berikut.

1. Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua angka, yaitu angka pertama

di depan koma dan angka kedua dibelakang koma. Jika angka yang

ketiga sama dengan atau lebih besar dari lima harus dibulatkan satu

angka lebih tinggi pada angka yang kedua.

55

2. Jika semua pengenceran yang dibuat untuk pemupukan menghasilkan

angka kurang dari 30 koloni pada cawan petri, hanya jumlah koloni pada

pengenceran terendah yang dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai kurang

dari 30 dikalikan dengan besarnya pengenceran, tetapi jumlah yang

sebenarnya harus dicantumkan dalam tanda kurung.

3. Jika semua pengenceran yang dibuat untuk pemupukan menghasilkan

lebih dari 300 koloni pada cawan petri, hanya jumlah koloni pada

pengenceran tertinggi yang dihitung.

4. Jika cawan dari dua tingkat pengenceran menghasilkan koloni antara 30

dan 300, dan perbandingan antara hasil tertinggi dan terendah dari kedua

pengenceran tersebut lebih kecil atau sama dengan dua, tentukan rata-

rata dari kedua nilai tersebut dengan memperhitungkan pengencerannya.

Jika hasil perbandingan antara hasil hasil tertinggi dan terendah lebih

besar dari dua, yang dilaporkan hanya hasil yang terkecil.

5. Jika dua cawan petri (duplo) per pengenceran, data yang diambil harus

dari kedua cawan tersebut, tidak boleh diambil salah satu, meskipun

salah satu dari cawan duplo tersebut tidak memenuhi syarat diantara 30

dan 300.

56

Lampiran 2 Formulir Uji Organoleptik

Formulir Uji Hedonik Susu Fermentasi Kering Nama : Tanggal : Jenis Kelamin : L/P

Dihadapan saudara disajikan empat macam produk susu fermentasi

kering dengan kode tertentu. Saudara diminta untuk memberikan penilaian

terhadap empat sampel sesuai dengan tingkat kesukaan saudara, dengan

ketentuan di bawah ini.

Pengisian dilakukan dengan cara menuliskan nilai pada setiap kolom

sesuai dengan ketentuan dan kode produk.

Diharapkan Saudara berkumur terlebih dahulu dengan air mineral

sebelum mencoba ke formula lainnya.

Keterangan:

1 = Sangat tidak suka

2 = Tidak suka

3 = Biasa

4 = Suka

5 = Sangat suka

Komentar :

…………………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………………

……………………………………………………

*komentar wajib diisi

Kode Warna Tekstur Aroma Rasa Kekerasan Keseluruhan

254

873

986

105

57

Formulir Uji Mutu Hedonik Susu Fermentasi Kering Nama : Tanggal : Jenis Kelamin : L/P

Dihadapan saudara disajikan empat macam produk susu fermentasi kering

dengan kode tertentu. Saudara diminta untuk memberikan penilaian terhadap

empat sampel sesuai dengan dengan ketentuan di bawah ini.

a. Pengisian dilakukan dengan cara memberikan tanda () pada setiap kolom

sesuai dengan ketentuan dan kode produk.

b. Diharapkan Saudara berkumur terlebih dahulu dengan air mineral sebelum

mencoba ke formula lainnya.

c. Jangan membandingkan antar sampel

Warna : Aroma :

Tekstur (dimulut):

Kode

1 2 3 4 5

Putih Putih

kekuningan Kuning

Kuning kecoklatan

coklat

254

873

986

105

Kode

1 2 3 4 5

Sangat Khas Susu murni

Khas susu murni

Sedang Khas susu asam

Sangat Khas Susu Asam

254

873

986

105

Kode

1 2 3 4 5

Sangat halus

Halus Sedang Kasar Sangat kasar

254

873

986

105

*Ket: 1. Susu Murni (80%) : Susu Asam (20%) 2. Susu Murni (60%) : Susu Asam (40%) 3. Susu Murni (50%) : Susu Asam (50%) 4. Susu Murni (40%) : Susu Asam (60%) 5. Susu Murni (20%) : Susu Asam (80%)

58

Kekerasan (Digigit) : Rasa:

Kode

1 2 3 4 5

Sangat lunak

Lunak Sedang Keras Sangat keras

254

873

986

105

Kode

1 2 3 4 5

Sangat manis

Kurang Manis

Sedang Asam Sangat Asam

254

873

986

105

Komentar :

…………………………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………..............................................

.................................................……………………………………………………………

…...........................................

*komentar wajib diisi

*Ket: 1. Manis (80%) : Asam (20%) 2. Manis (60%) : Asam (40%) 3. Manis (50%) : Asam (50%) 4. Manis (40%) : Asam(60%) 5. Manis (20%) : Asam (80%)

59

Lampiran 3 Hasil Sidik Ragam dan Uji Duncan Analisis Fisik

Lampiran 3.1 Hasil analisis kelembutan susu fermentasi kering

Perlakuan Rata-rata (g)

A1 18,00

A2 16,50

A3 13,28

A4 13,39

Lampiran 3.2 Hasil analisis kekerasan susu fermentasi kering

Perlakuan Rata-rata (g)

A1 905,06

A2 1193,44

A3 1145,44

A4 910,83

Lampiran 3.3 Hasil pengukuran PH produk sebelum dan sesudah pengeringan

Perlakuan sebelum sesudah

A1 5,16 5,74

A2 5,03 5,84

A3 5,28 6,08

A4 5,39 6,14

Lampiran 3.3 Hasil pengukuran total asam (%) produk sebelum pengeringan

Perlakuan sebelum sesudah

A1 1,43 0,68

A2 1,41 0,69

A3 1,22 0,53

A4 1,12 0,56

Lampiran 3.4 Hasil sidik ragam (ANOVA ) analisis fisik

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Kelembutan 308314.795 3 102771.598 .063 .978

Kekerasan 54.944 3 18.315 .206 .890

pH sebelum .218 3 .073 2.968 .097

pH sesudah .338 3 .113 5.717 .022

60

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

TAT sebelum .202 3 .067 12.720 .002

TAT sesudah .061 3 020 11.692 .003

Lampiran 3.5 Uji lanjut (DUNCAN) analisis kelembutan susu fermentasi kering

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1

A1 3 905.0556

A4 3 910.8333

A3 3 1145.4444

A2 3 1193.4444

Sig. .753

Lampiran 3.6 Uji lanjut (DUNCAN) analisis kekerasan susu fermentasi kering

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1

A3 3 13.2778

A4 3 13.3889

A2 3 16.5000

A1 3 18.0000

Sig. .480

Lampiran 3.7 Uji lanjut (DUNCAN) analisis TAT (%) sebelum susu fermentasi kering dikeringkan

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2

A4 3 1.1200

A3 3 1.2167

A2 3

1.4100

A1 3

1.4267

Sig.

.142 .786

61

Lampiran 3.8 Uji lanjut (DUNCAN) analisis TAT (%) sesudah susu fermentasi kering dikeringkan

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2

A3 3 .5300

A4 3 .5533

A1 3

.6800

A2 3

.6867

Sig.

.513 .850

Lampiran 4 Hasil Sidik Ragam dan Uji Duncan Analisis Kimia

Lampiran 4.1 Kadar air susu fermentasi kering

Perlakuan Rata-rata Kadar Air (%)

A1 18,86

A2 18,59

A3 21,19

A4 20,09

Contoh perhitungan:

Diketahui:

A (Berat wadah dan sampel sebelum dioven) = 20,5122 g

B (Berat wadah dan sampel setelah dioven) = 20,1556 g

BS (Berat sampel) = 2,0497 g

= 17,41%

Lampiran 4.2 Kadar abu susu fermentasi kering

Perlakuan Rata-rata Kadar Abu (%)

A1 3,0760

A2 3,1925

A3 2,5722

A4 2,5015

62

Contoh perhitungan:

B1 (Berat cawan)= 22,5360 g

B2 (Berat sampel + berat cawan sebelum ditanur) = 24,3379 g

B3 (Berat sampel + berat cawan setelah ditanur) = 22,5942 g

%bb= % kadar abu (berat basah)

%bk= % kadar abu (berat kering)

= 3,23%

= 3,91%

Lampiran 4.3 Kadar lemak susu fermentasi kering

Perlakuan Rata-rata Kadar Lemak (%)

A1 23,8885

A2 22,4043

A3 19,1647

A4 18,5985

Contoh perhitungan:

BS (berat sampel ) = 2,1632 g

B1 (berat labu awal) = 32,6348 g

B2 (berat labu akhir) = 33,1217 g

= 22,51%

63

= 27,25%

Lampiran 4.4 Kadar protein susu fermentasi kering

Perlakuan Rata-rata Kadar Protein (%)

A1 35,5760

A2 36,6642

A3 34,1875

A4 35,0869

Contoh perhitungan:

= 32,35%

= 39,04%

Lampiran 4.5 Kadar karbohidrat susu fermentasi kering

Perlakuan Rata-rata Kadar Karbohidrat (%)

A1 18,6028

A2 19,1488

A3 22,8888

A4 23,7229

Kadar karbohidrat (%) = 100% – (% kadar air + %kadar abu + %kadar protein +

% kadar lemak)

= 100% - (17,41% + 3,91% + 39.04% + 27,25%)

= 29,78%

64

Lampiran 4.6 Kadar fosfor susu fermentasi kering

Perlakuan Rata-rata Kadar Fosfor (mg/100g)

A1 412,8274

A2 322,2510

A3 293,8200

A4 274,5759

Contoh perhitungan:

BS = berat sampel (g) BAP = Berat atom fosfor (g)

A = absorbansi sampel (mg/1000ml) BM = Berat molekul P205

Val = Volume aliquat (ml) VA = Volume akhir (ml)

Bb = mg/100g fosfor (berat basah) a = 0,0281

Bk = mg/100f fosfor (berat kering) b = 0,1047

(

)

(

)

= 312,95 mg/100g

Lampiran 4.7 Kadar kalsium susu fermentasi kering

Perlakuan Rata-rata Kadar Kalsium (mg/100g)

A1 566,2554

A2 605,2034

A3 523,5042

A4 569,7128

65

Lampiran 4.8 Hasil sidik ragam (ANOVA ) analisis kimia

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Kadar Air 12.912 3 4.304 .431 .737

Kadar Abu 1.099 3 .366 1.358 .323

Kadar Lemak 58.351 3 19.450 1.635 .257

Kadar Protein 9.587 3 3.196 .094 .961

Kadar

Karbohidrat 89.527 3 29.842 .665 .596

Kadar Fosfor 33698.901 3 11232.967 17.759 .001

Kadar Kalsium 10069.615 3 3356.538 .101 .957

Lampiran 4.9 Hasil uji lanjut (DUNCAN) kadar air susu fermentasi kering

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1

A2 3 18.5900

A1 3 18.8567

A4 3 20.0900

A3 3 21.1867

Sig. .371

Lampiran 4.10 Hasil uji lanjut (DUNCAN) kadar abu susu fermentasi kering

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1

A4 3 2.5016

A3 3 2.5722

A1 3 3.0760

A2 3 3.1926

Sig. .164

66

Lampiran 4.11 Hasil uji lanjut (DUNCAN) kadar lemak susu fermentasi kering

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1

A4 3 18.5985

A3 3 19.1647

A2 3 22.4044

A1 3 23.8885

Sig. .116

Lampiran 4.12 Hasil uji lanjut (DUNCAN) kadar protein susu fermentasi kering

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1

A3 3 34.1875

A4 3 35.0870

A1 3 35.5760

A2 3 36.6642

Sig. .637

Lampiran 4.13 Hasil uji lanjut (DUNCAN) kadar karbohidrat susu fermentasi

kering

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1

A1 3 18.6028

A2 3 19.1488

A3 3 22.8888

A4 3 25.2410

Sig. .286

67

Lampiran 4.14 Hasil uji lanjut (DUNCAN) kadar fosfor susu fermentasi kering

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1 2

A4 3 274.5760

A3 3 293.8200

A2 3 322.2510

A1 3 412.8274

Sig. .056 1.000

Lampiran 4.15 Hasil uji lanjut (DUNCAN) kadar fosfor susu fermentasi kering

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1

A3 3 523.5042

A1 3 566.2554

A4 3 569.7128

A2 3 605.2034

Sig. .618

Lampiran 5 Hasil Analisis Kurva Pertumbuhan

Lampiran 5.1 Hasil analisis pH, jumlah unit (log cfu/ml), dan total asam tertitrasi

pada Streptococcus thermophilus.

Jam

Rata-rata

pH TAT (%) Log cfu/ml cfu/ml

0 6,73 0,15 5,72 5,3 x 105

1 6,56 0,16 5,95 8,9 x 105

2 6,31 0,19 7,36 2,3 x 107

3 6,43 0,18 7,69 4,9 x 107

4 6,29 0,19 8,65 4,5 x 108

5 6,25 0,20 8,95 8,8 x 108

6 6,10 0,22 9,32 2,1 x 109

7 5,80 0,24 9,85 7,1 x 109

8 5,46 0,28 10,43 2,7 x 1010

9 5,32 0,29 11,27 1,9 x 1011

10 5,50 0,39 12,27 1,8 x 1012

11 5,52 0,39 12,70 5,0 x 1012

12 5,25 0,43 13,22 1,7 x 1013

68

Lampiran 5.2 Hasil analisis pH, jumlah unit (log cfu/ml), dan total asam tertitrasi

pada Streptococcus lactis

Jam

Rata-rata

PH TAT Log cfu/ml cfu/ml

0 6,36 0,23 5,72 5,3 x 105

1 6,24 0,25 6,38 2,4 x 106

2 6,18 0,22 7,24 1,7 x 107

3 6,12 0,26 7,63 4,3 x 107

4 5,84 0,42 8,09 1,2 x 108

5 5,74 0,41 10,31 2,1 x 1010

6 5,58 0,42 10,48 3,1 x 1010

7 5,56 0,42 11,41 2,5 x 1011

8 5,30 0,43 12,07 1,2 x 1012

9 5,22 0,44 12,46 2,9 x 1012

10 5,13 0,56 13,36 2,3 x1013

11 5,24 0,56 14,23 1,7 x 1014

12 5,27 0,66 14,91 8,1 x 1014

Lampiran 5.3 Hasil analisis mikrobiologi pada produk A1

Uji cfu/ml log cfu/ml

Total Plate Count 1,3 x 1010 10,10

Selektif S. lactis 1,2 x 1010 10,07

Lampiran 5.4 Hasil analisis mikrobiologi pada produk A2

Uji cfu/ml log cfu/ml

Total Plate Count 1,7 x 1010 10,23

Selektif S. lactis 1,1 x 1010 10,06

Enumerasi L.casei 2,2 x 107 7,34

Differensial L. casei 3,3 x 107 7,52

Lampiran 5.5 Hasil analisis mikrobiologi pada produk A3

Uji cfu/ml log cfu/ml

Total Plate Count 8,7 x 108 8,94

Selektif S. lactis 2,7 x 108 8,44

Enumerasi S. thermophilus 6,8 x 106 6,83

Enumerasi L. bulgaricus 2.0 x 107 7,3

69

Lampiran 5.6 Hasil analisis mikrobiologi pada produk A4

Uji cfu/ml log cfu/ml

Total Plate Count 1,2 x 109 9,06

Selektif S. lactis 7,3 x 108 8,87

Enumerasi B. longum 2,6 x 107 7,42

Differensial B. longum 2,1 x 107 7,33

Lampiran 6 Hasil Sidik Ragam dan Uji Duncan Uji Mutu Hedonik

Lampiran 6.1 Hasil sidik ragam (ANOVA) uji mutu hedonik

Penilaian Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Warna 1.400 3 .467 1.126 .341

Tekstur 7.533 3 2.511 3.626 .015

Aroma 1.533 3 .511 .558 .644

Kekerasan 13.767 3 4.589 9.870 .000

Rasa 9.233 3 3.078 3.946 .010

Lampiran 6.2 Hasil uji lanjut (DUNCAN) mutu hedonik terhadap warna

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1

A4 30 2.3000

A3 30 2.4000

A2 30 2.4333

A1 30 2.6000

Sig. .102

Lampiran 6.3 Hasil uji lanjut (DUNCAN) mutu hedonik terhadap tekstur

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1 2

A2 30 2.6667

A1 30 3.0000 3.0000

A4 30 3.1000 3.1000

A3 30 3.3667

Sig. .058 .110

70

Lampiran 6.4 Hasil uji lanjut (DUNCAN) mutu hedonik terhadap aroma

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1

A4 30 3.0000

A3 30 3.0667

A1 30 3.1667

A2 30 3.3000

Sig. .275

Lampiran 6.5 Hasil uji lanjut (DUNCAN) mutu hedonik terhadap kekerasan

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1 2

A2 30 2.7000

A4 30 2.8667

A1 30 3.0333

A3 30 3.6000

Sig. .075 1.000

Lampiran 6.6 Hasil uji lanjut (DUNCAN) mutu hedonik terhadap rasa

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1 2

A4 30 3.1333

A3 30 3.4667 3.4667

A1 30 3.7667

A2 30 3.8333

Sig. .146 .132

71

Lampiran 7 Hasil Sidik Ragam dan Uji Duncan Uji Hedonik

Lampiran 7.1 Hasil sidik ragam (ANOVA) uji hedonik

Penilaian Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Warna 2.292 3 .764 1.820 .147

Tekstur 6.692 3 2.231 3.770 .013

Aroma 2.092 3 .697 1.512 .215

Rasa 3.633 3 1.211 1.857 .141

Kekerasan 3.833 3 1.278 2.493 .064

Keseluruhan 2.300 3 .767 1.645 .183

Lampiran 7.2 Hasil uji lanjut (DUNCAN) uji hedonik terhadap warna

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1

A1 30 3.5333

A2 30 3.5333

A3 30 3.7000

A4 30 3.8667

Sig. .070

Lampiran 7.3 Hasil uji lanjut (DUNCAN) uji hedonik terhadap tekstur

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1 2

A3 30 2.8333

A1 30 3.1000 3.1000

A4 30 3.3000

A2 30 3.4667

Sig. .182 .083

72

Lampiran 7.4 Hasil uji lanjut (DUNCAN) uji hedonik terhadap aroma

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1

A2 30 3.2000

A1 30 3.2667

A3 30 3.4333

A4 30 3.5333

Sig. .085

Lampiran 7.5 Hasil uji lanjut (DUNCAN) uji hedonik terhadap rasa

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1 2

A1 30 2.9667

A3 30 3.0667 3.0667

A2 30 3.1333 3.1333

A4 30 3.4333

Sig. .456 .099

Lampiran 7.6 Hasil uji lanjut (DUNCAN) uji hedonik terhadap kekerasan

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1 2

A3 30 2.8667

A1 30 3.1333 3.1333

A4 30 3.2667

A2 30 3.3333

Sig. .152 .312

73

Lampiran 7.7 Hasil uji lanjut (DUNCAN) uji hedonik terhadap keseluruhan

Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

1

A3 30 3.1333

A1 30 3.1667

A2 30 3.3667

A4 30 3.4667

Sig. .086

74

Lampiran 8 Gambar pembuatan kurva pertumbuhan BAL

Gambar Susu difermentasi pada

suhu 370C

Gambar Pengenceran dengan NaCl

0,85%

Gambar Sampel dan media agar

dimasukkan ke dalam cawan petri

Gambar Perhitungan koloni BAL

dengan plate counter

75

Lampiran 9 Gambar pembuatan susu fermentasi kering

Gambar Susu sapi ditoning sampai volumenya berkurang 25% pada

suhu +600C

Gambar Susu sapi dimasukkan ke

dalam panci semianaerob

Gambar Kultur starter 0,5%

diinokulasi ke dalam susu sapi

Gambar Susu sapi diinkubasi

selama 24 jam pada suhu 370C

Gambar Produk dipanaskan sampai suhu 80

0C dengan interval kenaikan 10

0C, dan

dipertahankan 10 menit setiap kenaikannya

Gambar Produk diangkat dan didinginkan setelah dipanaskan

76

Gambar Produk disaring menggunakan kain saring untuk memisahkan curd dengan whey

Gambar Curd ditambahkan gula pasir yang telah dihaluskan (10%)

Gambar Curd dicetak dengan ketebalan +2 cm

Gambar Produk dikeringkan dalam selama 42-48 jam pada suhu 50 0C

Gambar Produk diangkat dan disimpan dalam refrigerator

77