1 peran modal sosial dalam peningkatan ekonomi
TRANSCRIPT
1
PERAN MODAL SOSIAL DALAM PENINGKATAN EKONOMI
KELOMPOK NELAYAN DESA KELONG
Oleh :
Emmy Solina
Abstract
The most dominant issues facing the region 's most coastal
fishermen actually even poverty . The most fundamental issue is why they
are poor or at least considered poor , while the abundant marine
resources . Given the scale of marine resources are available , it is difficult
to understand that the poverty that afflicts most of the fishing community is
a natural poverty . Meanwhile many government policies in the form of
poverty reduction programs have been rolled out , but the results have not
been able to get them out of poverty , the policies of the new order is far
more charity ( charity ) rather than providing solutions to poverty ; proved
that this model many failures of implementation level .
The most common cause of poverty alleviation programs among
fishermen is the approach taken more structural and cultural aspects
ignores the growing community. As a result of these programs have
problems in the implementation stage are often not disclosed by the
government . Secondly , the occurrence of leaks funding level program
implementation caused by corruption , collusion and nepotism ( KKN )
between government officials who become rent seekers with program
implementation consultants .
Keywords : Social Capital , Economic A. Pendahuluan
Potensi kelautan Indonesia
sangat besar dan beragam yakni
memiliki 17.508 pulau dengan
garis pantai sepanjang 81.000 km
dan 5,8 juta km2 laut atau 70%
dari batas total Indonesia. Desa
2
Kelong, Kecamatan Bintan
Pesisir, Kabupaten Bintan
merupakan salah satu daerah
yang memiliki potensi sumber
daya perikanan yang potensial.
Potensial tersebut tercermin
dengan besarnya
keanekaragaman hayati, selain
potensial budidaya perikanan
pantai dilaut serta pariwisata
bahari. Potensial sumber daya
alam tersebut belum memberikan
konstribusi yang sigifikan
trehadap pembangunan bangsa
serta keseluruhan. Melihat
potennsial perikanan yang ada,
masyarakat nelayan yang tinggal
didaerah pesisir seharusnya
merupakan masyarakat yang
makmur dan sejahtera. Bahkan
sering di katakan bahwa mereka
merupakan kelompok masyarakat
yang paling tertinggal
dibandingkan kelompok
masyarakat yang lain.
Persoalan yang paling
dominan yang paling dihadapi
diwilayah pesisir justru malah
kemiskinan nelayan. Masalah
yang paling mendasar adalah
mengapa mereka miskin atau
setidak-tidaknya dianggap miskin,
sementara sumber daya laut
melipah. Melihat besarnya
sumber daya laut yang tersedia,
sulit dimengerti bahwa
kemiskinan yang menimpa
sebagian besar masyarakat
nelayan merupakan kemiskinan
alamiah. Sementara itu sekian
banyak kebijakan pemerintah
berbentuk program pengetasan
kemiskinan telah digulirkan, tetapi
hasilnya belum mampu
mengeluarkan mereka dari jurang
kemiskinan, kebijakan-kebijakan
orde baru sampai saat ini lebih
bersifat karitatif (charity)
ketimbang memberikan solusi
terhadap kemiskinan; terbukti
bahwa model seperti ini banyak
mengalami kegagalan ditingkat
implementasi.
Penyebab utama
kegagalan program-program
pengentasan kemiskinan
dikalangan nelayan adalah
pendekatan yang dilakukan lebih
bersifat struktural dan
mengabaikan aspek-aspek
3
cultural yang berkembang
dimasyarakat. Akibatnya
program-program ini mengalami
hambatan pada tataran
implementasi yang acap kali tidak
diungkapkan oleh pemerintah.
Kedua, terjadinya bocoran dana
program ditingkat implementasi
yang disebabkan oleh korupsi,
kolusi dan nepotisme (KKN)
antara oknum pemerintah yang
menjadi rent seeker dengan
konsultan pelaksanaan program.
Proses ini terjadi sejak program
ditederkan ataupun pada proses
penunjukan konsultan yang juga
dilakukan pemerintah. Ketiga,
program-program tersebut tidak
memiliki jaminan keberlanjutan
(sustainability) atau akuntabilitas
public (public accountability). Hal
ini disebabkan program-program
itu berbentuk “proyek” sehingga
setelah proyek selesai para
konsultan pelaksanaan tidak
peduli lagi apakah program itu
berjalan atau tidak. Merujuk pada
situasi yang diapaparkan diatas,
perlu revitalisasi penekatan-
pendekatan program
pemberdayaan ekonomi nelayan
miskin. Pendekatan
pemberdayaan mengarah pada
pendekatan cultural. Aspek yang
diperhatikan dalam pendekatan
ini adalah social capital (modal
sosial) masyarakat sebagai unsur
yang berpengaruh dalam
program pemberdayaan.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang
diatas maka perumusan
masaah penelitian ini adalah
“bagaimana peranan modal
sosial dalam
pemberdayaan masyarakat
nelayan?”
C. Konsep dan Teori
a. Modal Sosial
Konsep modal sosial
pertama kali ditemukan oleh
Coleman yang didefinsikan
sebagai aspek-aspek dari struktur
hubungan antara individu yang
memungkinkan mereka
menciptakan nilai-nilai baru.
Lebih lanjut, Coleman
membedakan antara modal sosial
dengan modal fisik dan juga
modal manusia. Dari berbagai
4
hasil kajian terhadp proyek
pembangunan di dunia ketiga,
menurut Ostrom (1992),
menyimpulkan bahwa modal
sosial merupakan prasyarat bagi
keberhasilan suatu proyek
pembangunan.
Namun, mendefinisikan
modal sosial sebagai syarat
proyek pembangunan, buka
suatu yang mudah. Dengan
pemahaman lain, keragaman
definisi dari konsep modal sosial
merupakan sesuatu yang tidak
terelakan karena konsep ini
semakin luas dikaji. Dari berbagai
kajian tentang modal sosial,
beberapa ahli memberi
penjelasan bahwa modal sosial
berintikan pada elemen-elemen
pokok yaitu :
1. Saling percaya (trust) yang
meliputi adanya kejujuran
(honesty), kewajaran
(fairnees), sikap egaliter
(egalitarianism), toleransi
(tolerance) dan kemurahan
hati (generosity).
2. Jaringan sosial (network)
yang meliputi adanya
partisipasi (participations),
pertukaran timbal balik
(reciprocity), solidaritas
(salodarity), kerjasama
(cooperation) dan keadilan
(equality).
3. Pranata (institusion) yang
mmeliputi nilai-nilai yang
dimiliki bersama (shared
value), norma-norma dan
sanksi-sanksi (norms and
sanctions) dan aturan-aturan
(rules).
Unsur-unsur pokok modal
sosial adalah : 1) Partisipasi
dalam suatu jaringan, 2) Timbal
balik (resiprocity), 3)
Kepercayaan (trust), 4) Norma-
norma sosial, 5) Nilai-nilai, 6)
Tindakan yang proaktif.
Penjelasan masing-masing unsur
secara ringkas adalah :
a) Partisipasi dalam suatu
ruangan
Kemampuan orang atau
individu atau anggota-anggota
komunitas untuk melibatkan diri
5
dalam suatu jaringan hubungan
sosial merupakan salah satu
kunci keberhasilan untuk
membangun odal sosial. Manusia
mempunyai kebebasan untuk
bersikap, berperilaku dan
menentukan diri dalamjaringan
sosial dan menyinergiskan
kekuatannya maka secara
langsung maupun tidak, ia telah
menambahkan kekuatan ke
dalam jaringan tersebut.
Sebaliknya, dengan menjadi
bagian aktif dalam suatu jaringan,
seseorang akan memperoleh
kekuatan tambahan dari jaringan
tersebut.
b) Hubungan Timbal Balik
(Reciprocity)
Modal sosial selalu diwarnai
oleh kecendrungan
salingbertukar kebaikan di antara
individu-individu yang menjadi
bagian atau anggota jaringan.
Hubungan timbal balik ini juga
dapat diasumsikan sebagai saling
melengkapi dan saling
mendukung satu sama lain.
Modal sosial tidak hanya didapati
pada kelompok-kelompok
masyarakat yang sudah maju
atau mapan. Dalam kelompok-
kelompok yag menyandang
masalah sosial sekalipun, mosal
sosial merupakan salah satu
modal yang membuat mereka
menjadi kuat dan dapat
melangsungkan hidupnya.
c) Rasa Pecaya (Trust)
Rasa percaya salah suatu
bentuk keinginan untuk
mengambil resiko dalam
hubungan-hubungan sosia yang
didasari parasaan yakin bahwa
orang lain akan melakukan
sesuatu seperti yang diahapkan
dan akan selalu bertindak dalam
suatu pola yang saling
mendukung. Rasa percaya
menjadi pilar kekuatan dalam
modal sosial. Seseorang akan
mau melakukan apa saja untuk
orang lain kalau ia yakin bahwa
orang tersebut akann
membawanya kearah yang lebih
baik atau kearah yang ia
inginkan.
Rasa percaya dapat
membuat orang bertindak
6
sebagaiman yag di arahkan oleh
orang lain karena ia menyakini
bahwa tindakan yang disarankan
orang lain tersebut merupakan
salah satu bentuk pembuktian
kepercayaan yang diberikan
kepadanya. Rasa percaya tidak
muncul tiba-tiba. Keyakinan pada
diri seseorang atau sekelompok
orang muncul dari kondisi terus
menerus yang berlangsung
secara alamiah ataupun buatan
(dikondisikan). Rasa percaya bisa
diwariskan tetapi harus dipelihara
dan dikembangkan karena rasa
percaya bukan merupakan suatu
hal yang absolut.
d) Norma sosial
Norma-norma soaial
merupakan seperangkat aturan
tertulis dan tidak tertulis yang
disepakati oleh anggota-anggota
suatu komunitas untuk
mengontrol tingkah laku semua
anggota dalam komunitas
tersebut. Norma sosial berlaku
kolektif. Norma sosial dalam
suatu komunitas bisa saja sama
dengan norma sosial dikomunitas
lain tetapi tidak semua bentuk
perwujudan atau tindakan norma
sosial bisa digeneralisir.
Norma sosial mempunyai
konsekwensi. Ketidaktaatan
terhadap norma atau perilaku
yang tidak sesuai denga norma-
norma yang beraku
menyebabkan seseorang dikenai
sanksi. Bentuk ssanksi dari
sebuah pelanggaran norma dapat
berupa tindakan (hukuman) dan
bisa berupa sanksi sosial yang
lebih sering ditunjukkan dalam
bentuk sikap, seperti penolakan
atau tidak melibatkan seseorang
yang melanggar norma, untuk
terlibat dalam kegiatan-kegiatan
komunitas.
e) Nilai-nilai
Nilai adalah suatu ide yang
di anggap benar dan oenting oleh
anggota komunitas dan
diwariskan secara turun-temurun.
Nilai-nilai tersebut antara lain
mengenai etos kerja (kerja keras)
, harmoni (keselarasan),
kompetisi dan prestasi. Selain
sebagai ide, nilai-nilai juga
menjadi motor penggerak bagi
7
anggota-anggota komunitas.
Nilai-nilai kesetiakawanan adalah
ide yang menggerakkan anggota
komunitas untuk melakukan
kegiatan secara bersama-sama.
Pada banyak komunitas, nilai
prestasi merupakan tenaga
pendorong yang menguatkan
anggotanya untuk bekerja lebih
keras guna mencapai hasil yang
membanggakan.
f) Tindakan yang proaktif
Keinginan yang kuat dari
anggota kelompok untuk terlibat
dan melakukan tindakan bagi
kelompoknya adalah salah satu
unsur yang paling penting dalam
modal sosial. Tindakan yang
proaktif tidak terbatas pada
partisipasi dalam artian kehadiran
dan menjadi bagian kelompok
tetapi lebih berupa konstribusi
nyata dalam berbagai bentuk.
Tindakan proaktif dalam konteks
modal sosial dilakukan oleh
anggota tidak semata-mata untuk
menambah kekayaan secara
materi melainkan untuk
memperkaya hubungan
kekerabatan, meningkatkan
intensitas kekerabatan serta
mewujudkan tujuan dan harapan
bersama. Keterkaitan yang kuat
dan saling mempengaruhi antar
anggota dalam suatu komunitas
menjadi penggerak sekaligus
memberi peluang kepada setiap
anggota untuk bertindak proaktif.
Tindakan proaktif juga dapat
diartikan sebagai upaya yang
saling membagi energi di antara
anggota komunitas.
b. Masyarakat Konteks
Nelayan
Secara geografis,
masyarakat nelayan adalah
masyarakat yang hidup, tumbuh
dan berkembang dikawasan
pesisir yakni suatu kawasan
transisi atau wilayah darat dan
laut. Menurut imron dalam
mulyadi, nelayan adalah suatu
kelompok masyarakat yang
kehidupannya tergantung
langsung pada hasil laut , baik
dengan cara melakukan
penangkapan ataupun budidaya.
Mereka pada umumnya tinggal
dipinggir pantai, sebuah
8
lingkungan pemukiman yang
dekat dengan lokasi kegiatannya.
Seperti masyarakat yang lain,
masyarakat nelayan menghadapi
sejumlah masalah politik, sosial
ekonomi yang kompleks.
Masalah-masalah tersebut antara
lain:
1. Kemiskinan, kesenjangan
sosial dan tekanan-
tekanan ekonomi yang
datang setiap saat,
2. Keterbatasan akses
modal, teknologi dan pasar
sehingga mempengaruhi
dinamika usaha,
3. Kelemahan fungsi
kelembagaan sosial
ekonomi yang ada
4. Kualitas sumberdaya
masyarakat yang rendah
sebagai akibat
keterbatasan akses
pendidikan kesehatan dan
pelayanan publik
5. Degradasi sumberdaya
lingkungan baik di
kawasan pesisir, laut
maupun pulau-pulau kecil
6. Belum kuat nya kebijakan
yang berorientasi pada
kemaritiman sebagai pilar
utama pembangunan
nasional (kusnadi,2006
dalam kusnadi 2009).
Dari uraian diatas dapat
diambil kesimpulan bahwa
kondisi masyarakat nelayan Desa
Kelong Kecamatan Bintan pesisir
masih dihadapkan pada masalah-
masalah sosial seperti
kemiskinan, keterbatasan akses
modal, kualitas sumberdaya
manusia dan kebijakan ke
maritiman yang masih belum
berpihak pada masyarakat
nelayan Desa Kelong.
c. Penggolongan Nelayan
Beberapa kelompok nelayan
memiliki beberapa perbedaan
dalam karakteristik sosial dan
kependudukan. Perbedaan
tersebutdapat dilihat pada
kelompok umur, pendidikan ,
status sosial dan kepercayan.
Dalam suatu kelompok nelayan
9
juga sering ditemukan perbedaan
kohesi internl, dalam pengertian
hubungan sesama nelayan
maupun hubungan
bermasyarakat.
Charles 2001 dam Widodo
2006 membagi kelompok nelayan
dalam empat kelompok yaitu :
1. Nelayan subsisten
(subsisten fishers), yaitu
nelayan yang menangkap
ikan hanya untuk
memenuhi kebutuhannya
sendiri.
2. Nelayan asli
(native/indegenius/anorgi
nal fisher), yaitu nelayan
yang sedikit banyak
memiliki karakter yang
sama dengan kelompok
pertama, namun memiliki
hak juga untuk
melakukan aktifitas
secara komersial
walaupun dalam skala
yang sangat kecil
3. Nelayan rekreasi
(recreational/sport
fishers), yaitu orang-
orang yang secara prinsip
melakukan kegiatan
penangkapan hanya
sekedar untuk
kesenangan dan
berolahraga.
4. Nelayan komersial
(commercial fishers),
yaitu mereka yang
menangkap ikan untuk
tujuan komersial untuk
dipasarkan baik untuk
pasar domestik maupun
pasar ekspor. Kelompok
nelayan ini dibagi dua,
yaitu nelayan skala kecil
dan skala besar.
Disamping pembagian diatas,
widodo 2006 juga
mengemukakan beberapa
pembagian lain seperti daya
jangkau armada perikanan
dan juga lokasi penangkapan
ikan. Dapat disebutkan
misalnya nelayan pantai atau
biasanya disebut :
1. Perikanan pantai untuk
usaha perikanan skala
kecil dengan armada yang
10
didominasi oleh
perahutanpa motor atau
kapal motor tempel,
2. Perikanan lepas pantai
untuk perikanan dengan
kapasitas perahu rata-rata
30 GT, dan
3. Perikanan samudera untuk
kapal-kapal ukuran besar
misalnya 100 GT dengan
target perikanan tunggal
seperti tuna.
Dari empat pengelompokkan
tersebut sudah sangat sulit
menemukan dua klompok yang
pertama di Desa Kelong.
Sementara kalompok keempat
adalah kelompo nelayan yang
paling banyak terdapat di Desa
Kelong Kecamatan Bintan
Pesisir. Disamping
pengelompokan tersebut,
terdapat beberapa terminologi
yang sering digunakan untuk
menggambarkan kelompok
nelayan di Desa Kelong yaitu
nelayan penuh untuk mereka
yang menggantungkan
keseluruhan hidupnya dari
menangkap ikan, nelayan
sambilan untuk mereka yang
hanya sebagian dari hidupnya
tergantung dari menangkap ikan
(lainnya dari aktifitas seperti
pertanian, buruh dan tukang),
juragan untuk mereka yang
memiliki sumber daya ekonomi
untuk usaha perikanan seperti
kapal dan alat tangkap, dan
anakk buah kapal
(ABK/pandega) untuk mereka
yang mengalokasikan waktunya
dan memperoleh pendapatan dari
hasil pengoperasian alat tangkap
ikan, seperti kapal milik juragan.
D. Pembahasan
a. Modal Sosial Kelompok
Nelayan Desa Kelong
Pemahaman eksistensi
modal sosial komunitas nelayan
baik pada tataran konsepsi
maupun praktis kehidupan
sehari-hari tidak akan lepas dari
tiga elemen utama, yakni
hubungan saling percaya,
pranata dan jaringan sosial.
Ketiga elemen tersebut juga
terdapat pada masyarakat
11
nelayan Desa Kelong yag
terintegrasi dalam sebuah sistem.
Ketiga hal tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. Hubungan saling percaya
a. Kejujuran dikonsepsikan
sebagai sebuah hubungan
diantara anggota dan kelompok
nelayan yang dilakukan tulus
ikhlas dan tanpa kecurangan
berdasarkan pada standar nilai
yang disepakati bersama.
Individu dan kelompok yang
berprilaku diluar standar nilai
yang disepakati tersebut
dipandang telah melakukan
ketidakjujuran. Nilai kejujuran
dialangan kelompok nelayan
Desa Kelong terinternalisasi
dalam kehidupan berkelompok.
Berdasarkan hasil wawancara,
kasus penerapan nilai kejujuran
dalam pemanfaatan kelompok
nelayan ini biasanya diihat dari
kelompok nelayan Desa Kelong,
Kecamatan Bintan Pesisir
Kabupaten Bintan yaitu setiap
penggunaan dana
kelompok/uang kas selalu
dilaporkan kepada anggota
secara terbuka melalui rapat
bulanan. Kemudian bagi anggota
yang ingin meminjam uang kas
biasanya harus dapat
menunjukkan bukti seperti mesin
kapal rusak, kapal/perahu rusak,
atau anggota yang sakit. Hal ini
penting agar uang yang dipinjam
benar- benar dapat dimanfaatkan
dengan baik oleh sipeminjam.
b. Egaliter
Pada tataran konsep,
sikap egaliter memandang semua
kelas sosial mempunyai proporsi
unsur-unsur yang hampir sama.
Pada tataran praktis, sikap
egaliter dikalangan nelayan Desa
Kelong ditunjukkan oleh sebuah
sistem yang ada dalam kelompok
nelayan tidak membeda-bedakan
kedudukan seseorang untuk
menjadi pemimpin dan dalam
distribusi kerja. Sikap egaliter
ditunjukkan dari adanya
kerjasama yang baik antar
juragan dan buruh atau dengan
kata lain juragan turun langsung
kelaut dan tidak hanya
memerintah saja, ia juga ikut
mengerakan pekerjaan buruh
12
misanya sama-sama
memperbaiki jaring, sama-sama
menarik jala sehingga
konsekwensinya adalah juragan
lebih bijak pada buruhnya,
dengan kata lain juragan tidak
mudah marah2 kepada buruh
ketika ia melakukan kesalahan.
Dan walaupun dalam sistem bagi
tiga, tetapi biasanya juragan akan
menambahkan bagian buruh
sebanyak 5% dari hasil melaut
tersebut: terjadi pergeseran kelas
nelayan dalam kelompok, dimana
hak dan kewajiban anggota tidak
ditentukan oleh statusnya dalam
komunitas nelayan, melainkan
berdasarkan pada hak dan
kewajiban sebagai anggota dan
pengurus kelompok, Dengan kata
lain, ketika masuk anggota
kelompok, maka telah terjadi
peninggalan atribut kelas
nelayan, dan selanjutnya mereka
menggunakan atribut kelompok,
apakah dia sebagai anggota
ataukah sebagai pengurus.
c. Toleransi
Secara konseptual,
toleransi identik dengan sikap
menahan diri terhadap sikap
pihak lain yang disetujui. Dalam
tataran praktis, toleransi
seringkali berupa pengecualian
bagi seseorang yang tidak bisa
memenuhi aturan-aturan yang
telah disepekati dengan
pertimbangan kemanusiaan atau
alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Kesadaran akan toleransi
dikalangan anggota kelompok
nampaknya sudah sangat tinggi,
sehingga tidak seorangpun
berani untuk melakukakn
perlawanan atas apa yang
dilakukan kelompok pada dirinya.
Toleransi bagi kelompok
terhadap anggotanya sebagai
sebuah media untuk menciptakan
kerukunan dan kebersamaan.
Operasionalisasi toleransi
ini dapat berubah sukarela
memberi tenaga, waktu dan
materi untuk keberhasilan tujuan
kelompok. Aktifitas pengelolaan
kelompok nelayan disikapi
sebagai sebuah aktifitas untuk
ajang pengabdian kepada
masyarakat, dan bagian dari
13
amal ibadah. Bentuk toleransi
nelayan juga dapat dilihat dari
kerelaan untuk menolong sesama
nelayan dan atau bukan nelayan
yang mengalami musibah dilaut.
2. Pranata
a. Nilai-nilai yang Dianut
Bersama
Nilai bersama
dikonsepsikan sebagai nilai-nilai
yang dianut bersama yang
mengacu pada cita-cita dan
tujuan bersama. Dalam tatanan
prilaku, nilai bersama tersebut
ditunjukkan oleh andangan yang
menganggap penting
kebersamaan daam
menanggulangi masalah yang
dihadapi komunitas dan atau
kelompok, serta nilai tinggi
kerjasama kolektif. Nilai-nilai
yang dianut dikalangan nelayan
Desa Kelong yakni, menilai
penting sikap kebersamaan
dalam menanggulangi masalah
yang dihadapi anggota kelompok,
sikap mereka yang menilai tinggi
kebersamaan juga dapat diamati
dari praktis kehidupan keseharian
nelayan ketika sedang melaut,
misalnya dalam menebar jaring,
seharusnya tugas buruh dalam
prakteknya juragan juga
membantu melakukannya, tidak
melihat kedudukan seseorang,
apakah ia seorang juragan atau
seorang buruh. Nilai bersama
juga dikembangkan dalam
kehidupan berkelompok, yakni
menilai tinggi kebersamaan dan
kekompakkan.
b. Norma-norma dan sanksi-
sanksi
Norma dan sanksi
dikonsepsikan sebagai suatu
aturan atau patokan berprilaku
yang pantas. Sementara sanksi
merupakan konsekwensi dari
hukuman terhadap
penyimpangan norma atau
berprilaku tidak pantas
berdasarkan ukuran lingknga
sosialnya. Norma yang umum
berlaku dalam komunitas dan
atau elayan di Desa Kelong
Kecamatan Bintan Pesisir
Kabupaten Bintan adalah tidak
boleh mementingkan diri sendiri.
Jika seseorang yang melanggar
14
norma tersebut, maka ia akan
dikucilkan dari pergaulan
nelayan, baik dalam
kelompoknya, maka anggota
kelompok lain akan menerapkan
sanksi sosial dalam bentuk-
bentuk pengucilan dalam
pergaulan dan aktifitas-aktifitas
tertentu.
c. Aturan-aturan
Aturan-aturan
dalamkonteks modal sosial
merupakan pedoman mengenai
perilau yang dikehendaki atau
dianggap pantas. Aturan yang
menonjol dalam komunitas
nelayan adalah sistem bagi hasill
yang berlaku bagi semua juragan
dan anak buah. Aturan tersebut
berkembang sejak lama dan
disepakati sebagai sebuah
pedoman untuk melakukan
aktifitas tangkap dan
penjualannya. Sistem bagi hasil
merupakan modal sosial dalam
bentuk kelembagaan lokal yang
dimiliki oleh nelayan. Berkenaan
dengan hasil tangkapan ikannya,
banyak atau sedikitnya hasil
tangapannya sama sekali tidak
berpengaruh terhadap sistem
pembagian hasil ikan diantara
juragan kapal/perahu, juragan
kapal, serta orang-orang lain
yang terlibat dalam proses
persiapan dan peaksanaan
operasi penangkapan ikan.
Berapapun hasil penangkapan
ikan, sistem pembagian hasilnya
tidak berubah.
Aturan-aturan urgen yang
berlaku didalam komunitas
(kelompok-kelompok) nelayan
Desa Kelong, Kecamata Bintan
Pesisir Kabupaten bintan adalah
aturan untuk menangkal tidak
kembalinya pinjaman, norma
yang berlaku bagi didalam
kelompok-kelompok nelayan
yang ada dikomunitas nelayan
Desa Kelong, yaitu tidak boleh
mementingkan diri sendiri ia akan
tersisih dikelompok dan
masyarakat.
Kewajaran dikalangan
kelompok nelayan dapat dilihat
dari cara penerapan aturan
ataupun dijatuhkannya sanksi
yang tegas oleh ketua kelompok
nelayan kepada anggotanya
15
begitupun sebaliknya.
Selanjutnya aturan untuk menjadi
anggota kelompok nelayan Desa
Kelong umumnya sama, karena
tujuan didirikannya kelompok
nelayan ini adalah untuk
membantu mereka ketika
kesulitan dalam keuangan.
Contoh praktisnya seperti aturan
yang berlaku adalah angota wajib
membayar simpanan wajib.
Sanksi yang diterapkan bagi
anggota yang tidak memenuhi
kewajibannya, yaitu ia tidak akan
diberikan pinjaman lagi dan akan
berlaku juga bagi anggota
keluarganya.
3. Jaringan sosial
a. Partisipasi
Dalam perspektif modal
sosial, partisipasi diarikan
sebagai keterlibatan seseorang
dan atau kelompok dalam suatu
proses komunikasi atau kegiatan
bersama dalam situasi sosial
tertentu Dalam tatanan praktis,
konsep partisipasi ini
mencerminkan dari keterlibatan
anggota, baik dalam
perencanaan maupun
pelaksanaan suatu kegiatan
secara proporsional. Bentuk
keterlibatan anggota kelompok
dapat dicerminkan dari
pelaksanaan musyawarah dalam
rangka menentukan rencana
kerja dan peraturan kelompok.
Musyawarah merupakan media
komunikasi dan informasi untuk
membuat kebijakan kelompok
dalam rangka pencapaian tujuan
dan kepentingan bersama
nelayan Desa Kelong.
b. Pertukaran timba balik
Pertukaran timbal balik
dikonsepsikan sebagai hubungan
timbal balik antara dua pihak
yang sama-saa memiliki hak dan
kewajiban. Pada tataran
komunitas nelayan, kasus timbal
balik ini sangat jelas jual beli hasil
tangkapan diantara pelaku
transaksi tersebut. Transaksi jual
beli ikan/udang dilakukan didarat
seperti dalam masyarakat
kepulauan riau lainnya. Aktifitas
jual beli tersebut terjadi antara (1)
nelayan, juragan perahu, juragan
kepala; (2) bakul ikan; dan (3)
16
tengkulak. Banyak kasus
dilapangan memperlihatkan
bahwa hubungan jual beli ikan
antara para nelayan dan juragan
kepala satu pihak. Dan para
bakul di lain pihak sering bersifat
“mengikat”, dari pada atas dasar
“sukarela”. Sementara itu,
pertukaran timbal balik didalam
kelompok-kelompok nelayan di
Desa Kelong dapat dilihat dari
adanya pergiliran dari
kepengurusan kelompok nelayan.
c. Solidaritas
Solidaritas didalam
kelompok-kelompok nelayan
Desa Kelong dapat dilihat pada
pelaksanaan musyawarah
kelompok. Solidaritas ini dibentuk
semua anggota mendukung
keputusan kelompok meskipun
ada bagian-bagian yang tidak
setuju. Misalnya dalam pemilihan
ketua kelompok, jika si A sudah
terpilih atau mendapatkan suara
terbanyak maka pendukung si B
yang tidak terpilih harus
mematuhi keputusan kelompok
atau dalam hal memutuskan
iuran terbaru. Selanjutnya
solidaritas didalam kelompok-
kelompok nelayan yang ada di
Desa Kelong tercermin dari
adanya kemauan pengurus
kelompok dan anggota untuk
berkorban demi kepentingan
kelompok. Sikap solidaritas ini
juga tercermin dari perilaku
nelayan akan nampak tinggi
manakala teman senasibnya
mengalami musibah. Rsa
kesetiakawanan ditunjukkan
dengan cara melakukan hal-hal
yang sekiranya dapat
menginginkan beban ahli
musibah.
d. Kerjasama
Kehidupan para nelayan
di Desa Kelong bukanlah sifat
individual, tetappi berkelompok.
Setiap kelompok nelayan terdiri
dari : juragan pemili perahu,
juragan kepala perahu dan
nelayan buruh/awak perahu.
Sebagai sebuah (organisasi)
kelompok nelayan, pola relasi
kerja, baik antara juragan perahu,
juragan kepala atau antar
nelayan itu sendiri, tidak terjadi
dalam kerangka hubungan kerja
17
antara atasan dan bawahan yang
bersifat hubungan pengabdian,
tertapi lebih bersifat kolegalisme
dan kekeluargaan, sekalipun
terdapat klasifikasi diantara
mereka sesuai dengan spesifikasi
kerja masing-masing. Hubungan
antara merekapun sangat
longgar, terbuka, suka hati dan
didasarkan atas kesertaan secara
sukarela. Hal ini menunjukkan
betapa faktor-faktor sosial
budaya bercampur dengan
faktor-faktor ekonomi. Sementara
dilain pihak, kerjasama di dala
kelompo-kelompok nelayan yang
ada di Desa Kelong dapat dlihat
dari partisipasi aktif semua
anggota kelompok nelayan dalam
membayar iuran wajib dan
simpanan wajib, mengadakan
penagihan peminjaman,
membuat laporan keuangan,
melayani anggota yang mau
meminjam.
e. Keadilan
Dalam perspektif modal
sosial, keadilan identik dengan
persamaan kedudukan,
kesempatan dan perlakuan.
Namun demikian, dimensi
keadilan cenderung berbeda
pada tataran kelompok dan
tataran komunitas. Apabila dikaji
pola pembagian hasil yang telah
dijelaskan sebelumnya, nampak
bahwa telah terjadi ketidakadilan
yang dilakukan juragan terhadap
awak kapalnya. Dari sudutnya
ekonomi, perhitungan pola
pembagian hasil sangat tidak
masuk akal,namun dari
pandangan awak kapal
pembagian tersebut cukup adil
sehingga tidak menimbulkan
gejolak atau protes. Para awak
kapal memandang bahwa
proporsi bagian jurang memang
seharusnya besar mengingat
resiko yang harus ditanggung
olehnya cukup tinggi. Selain itu,
para awak kapal sangat
tergantung kepada „kemurahan‟
juragan pada saatnya musim
paceklik atau pada saat tidak bisa
melaut. Segala kebutuhan
keluarga awak kapal akan
ditanggung sementara oleh
juragan. Konsep timbal balik
antara juragan dan anak buah
kapal kembali mewarnai pola
18
hubunga tersebut. Namun
demikian, dari sudut perhitungan
ekonomi pola pembagian hasil
tersebut sangat menyentuh rasa
keadilan, karna keuntungan yang
lebih besar justru ketangan
juragan kapal. Sementara itu,
konsep keadilan relatif berbeda
pada tataran kelompok. Dari hasil
wawancara dengan beberapa
informan, yang dimaksud dengan
keadilan adalah jika ketua
kelompok dalam menegakkan
aturan, menjatuhkan sanksi tanpa
pilih kasih. Dalam konteks modal
sosial, keadilan ini harus
ditunjukkan oleh persamaan
kesempatan dan perlakuan.
C. Peranan Modal Sosial pada
Pemberdayaan Masyarakat
Desa Kelong
Hasil penelitian yang
dilakukan di Desa Kelong,
Kecamatan Bintan Pesisir
Kabupaten Bintan terhadap
peranan modal sosial terhadap
pemberdayaan masyarakat
nelayan menemukan sebuah
potensi modal sosial dalam
komunitas tersebut. Potensi
modal sosial tersebut anatar lain:
1. Patron-Klien yang lahir
dari sikap percaya (trust)
sebagai salah satu modal
sosial. Adanya sikap saling
percaya yang terbangun
antar beberapa golongan
komunitas nelayan
merupakan dasar bagi
munculnya keinginan
untuk membentuk jaringan
sosial yang akhirnya
dimapankan dalam bentuk
pranata patron-klien.
2. Koperasi sebagai salah
satu perwujudan modal
sosial sikap saling
percaya, mampu menjadi
kekuatan yang cukup
potensial dalam
menghadadapi tekanan
eksternal yang bersifat
struktural seperti kekuatan
pasar yang membuat
nelayan menjadi obyek
eksploitasi dari para
pedagang melalui
penetapan harga ikan
secara sepihak. Dalam
19
kondisi tersebut, posisi
tawar nelayan terhadap
harga sama sekali tidak
ada. Hal ini menjadi salah
satu faktor yang
menyebabkan nelayan dan
juga petani senantiasa
berada dalam kemiskinan.
3. Serikat Tolong Menolong
merupakan pranata yang
berfungsi secara ekonomi
dan juga berfungsi sosial
dalam hal ritual
keagamaan, khususnya
pada saat ada kematian.
Fungsi ekonomi dari
Serikat Tolong Menolong
dapat dilihat dari sejumlah
uang yang terkumpul , baik
secara sukarela maupun
wajib yang disumbangkan
oleh anggotanya. Fungsi
sosial dari pranata Serikat
Tolong Menolong dapat
dilihat dalam wujud
solidaritas dari sesama
warga masyarakat yang
merasa senasib dan
sepenanggungan untuk
bekerja secara bersama-
sama dalam
melaksanakan dan
mengerjakan sesuatu.
4. Arisan sebagai suatu
pranata untuk mensiasati
perangkap kemiskinan
pada masyarakat nelayan.
Keberadaan arisan
sebagai pranata, memberi
modal sosial yang cukup
strategis dimana arisan
memberi kemampuan
komunitas nelayan untuk:
(1) membangun
konsensus, (2)
menetapkan tujuan, (3)
membangun jaringan
sosial yang kompak, (4)
merajut pranata dan
membangun kepercayaan.
Upaya untuk mengurangi
kemiskinan melalui potensi modal
sosial dapat dilakukan dengan
cara, pertama, upaya reduksi
kemiskinan hendaknya diarahkan
pada pencapaian ditingkat rakyat
misikin yang tidak hanya
bermakna keluarnya mereka dari
situasi kemiskinan secara
temporer, tetapi juga bermakna
20
pada penciptaan kemampuan
bagi mereka untuk secara
mandiri mengatasi masalah dan
keluar dari krisis ketika terjadi
perubahan kondisi. Dengan
pemahaman lain, bahwa upaya
reduksi kemiskinan harus
terfokus pada peningkatan
kapabilitas di tingkat individu dan
penguatan kelembagaan di
tingkat struktural dan sistem pada
komunitas nelayan miskin.
Menurut penganut pendekatan
partisipatoris dalam upaya
mereduksi kemiskinan, dikenal
adanya dua langkah utama, yaitu
penyadaran (coenscientization)
dan pengorganisasian
(community organizing). Kedua,
perlu adanya pembenahan pada
tingkat delivery dan receiving
mechanism yang meliputi agenda
accauntability, transparancy,
participatory dan rule by law
dalam pengelolaan reduksi
kemiskinan. Upaya sebagaimana
tersebut, memerlukan adanya
kerja kolaborasi dari berbagai
unsur dengan tujuan pada
peningkatan kesejahteraan
materil dan juga psikologis, baik
individu maupun komunitas.
Penguatan aksi kolektif dalam
tingkat komunitas yang terbangun
melalui pilar-pilar modal sosial,
akan memperkuat posisi tawar
komunitas terhadap kekuatan-
kekuatan eksternal yang
mencoba melakukan eksploitasi
terhadap sumberdaya alam.
Melalui potensi modal sosial yang
ada, komunitas nelayan dapat
memanfaatkan sumberdaya alam
secara efektif tanpa merusak
habitat laut demi kelangsungan
kehidupan. Hal ini terjadi karna
modal sosial merupakan
infrastruktur sosial yang
terbangun dari interaksi warga
yang didasarkan rasa saling
percaya, untuk mencapai
keuntungan dan menghasilkan
kehidupan yang berkeadaban
(civic culture).
Saat ini banyak program
pemberdayaan yang mengklaim
sebagai program yang berdasar
kepada keinginan kebutuhan
masyarakat (bottom up), tapi
ironisnya masyarakat tetap saja
21
tidak merasa memiliki akan
program-program tersebut
sehingga tidak aneh banyak
program yang hanya seumur
masa proyek dan berakhir tanpa
dampak berarti bagi kehidupan
masyarakat.
Memberdayakan masyarakat
nelayan berarti menciptakan
peluang bagi masyarakat Desa
Kelong untuk menentukan
kebutuhannya, merencanakan
dan melaksanakan kegiatannya,
yang akhirnya menciptakan
kemandirian permanen dalam
kehidupan masyarakat itu sendiri.
Memberdayakan masyarakat
nelayan tidaklah seperti
memberdayakan kelompok-
kelompok masyarakat lainnya,
karna didalam habitat pesisir
terdapat banyak kelompok
kehidupan masyarakat
diantaranya:
a) Masyarakat nelayan tangkap,
adalah kelompok masyarakat
pesisir yang mata
pencaharian utamanya
adalah menangkap ikan
dilaut. Kelompok ini dibagi
lagi dalam dua kelompok
besar, yaitu nelayan tangkap
modern dan nelayan tangkap
tradisional. Kedua kelompok
ini dapat di bedakan dari jenis
kapal/peralatan yang
digunakan dan jangkauan
wilayah tangkapannya.
b) Masyarakat nelayan
pengmpul/bakul, adalah
kelompok masyarakat pesisir
yang bekerja disekitar tempat
pendaratan dan pelelangan
ikan. Mereka akan
mengumpulkan ikan-ikan
hasil tangkapan baik melalui
pelanggan maupun dari sisa
ikan yang tidak terlelang yang
selanjutnya djual
kemasyarakat sekitarnya
atau dibawa kepasar-pasar
lokal. Umumnya, yang
menjadi pengumpul ini
adalah kelompok masyarakat
pesisir perempuan.
c) Masyarakat nelayan buruh,
adalah kelompok masyarakat
nelayan yang paling banyak
dijumpai dalam kehidupan
22
masyarakat pesisir. Ciri dari
mereka dapat terlihat dari
kemiskinan yang selalu
membelenggu kehidupan
mereka, mereka tidak
memiliki modal atau
peralatan yang memadai
untuk usaha produktif.
Umunya mereka bekerja
sebagai buruh/anak buah
kapal (ABK) pada kapal-kapal
juragan dengan penghasilan
yang minim.
d) Masyarakat nelayan tambak,
masyarakat nelayan
pengolah, dan kelompok
masyarakat nelayan buruh.
Setiap kelompok masyarakat
tersebut haruslah mendapat
penanganan dan perlakuan
khusus sesuai dengan kelompok,
usaha, dan aktifitas ekonomi
mereka. Pemberdayaan
masyarakat tangkap misalnya
mereka membutuhkan sarana
penangkapan dan kepastian
wilayah tangkap. Berbeda
dengan kelompok masyarakat
tambak, yang mereka butuhkan
adalah modal kerja dan modal
investasi, begitu juga untuk
kelompok masyarakat pengolah
dan buruh. Kebutuhan setiap
kelompok yang berbeda tersebut
menunjukkan keanekaragaman
pola pemberdayaan yang akan
diterapkan untuk setiap kelompok
tersebut.
Dengan demikian program
pemberdayaan untuk masyarakat
nelayan Desa Kelong haruslah
dirancang dengan sedemikian
rupa dengan tidak
menyamaratakan antara satu
kelompok dengan kelompok
lainnya apalagi antara satu
daerah dengan daerah pesisir
lainnya. Pemberdayaan
masyarakat nelayan haruslah
bersifat bottom up dan open
menu, namun yang terpenting
adalah pemberdayaan itu sendiri
yang harus langsung menyentuh
kelompok masyarakat sasaran.
E. Kesimpulan
Sosial pada dasarnya
merupakan salah satu komponen
modal sosial dalam masyarakat
disamping modal lain seperti
23
modal manusia, modal
sumberdaya alam, modal fisik,
dan modal financial. Dalam
banyak kasus, proses
pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat
sering melupakan keberadaan
modal sosial. Dari kajian yang
telah dilakukan, penelitian ini
menimpulkan: segi tiga pilar
modal yang meliputi hubungan
saling percaya, perantara dan
jaringan sosial dengan berbagai
komponen didalam nya secara
bersama-sama dan dapat
membangun kelompok madani
dalam komunitas nelayan.
Interelasi ketiga pilar modal
tersebut akhirnya akan bermuara
pada sifat hubungan saling
percaya antar individu dalam
kelompok atau kelompok dengan
kelompok. Hubungan saling
percaya ini menjadi dasar bagi
pendaya gunaan modal sosial
dalam praktis kehidupan
berkelompok. Berdasarkan pada
temuan dilapangan, maka
institusi yang terkait dengan
pemberdayaan nelayan sangat
penting untuk memperhatikan.
Seperti halnya komunitas lain,
komunitas nelayan memiliki
sumberdaya sosial yang selama
ini yang akan melaksanakan
program pemberdayaan
sebaiknya mempertimbangkan
eksistensi modal sosial, baik
yang bersifat potensial maupun
yang sudah dilaksanakan dalam
praksis kehidupan mereka.
F. Saran
Modal sosial yang dibangun
oleh kelompok nelayan desa
kelong harus diperkuat oleh
sistem dan aturan yang jelas
modal sosial dengan aturan dan
sistem yang tidak jelas akan
menimbulkan dampak negatif dari
modal sosial itu sendiri.
Pemerintah melalui dinas terkait
memberikan bimbingan berkaitan
dengan peningkatan
pemberdayaan masyarakat
nelayan desa kelong.
24
DAFTAR PUSTAKA
Abu bakar 2001 Pemberdayaan
Ekonomi Masyarakat
Pesisir Melalui
Pendekatan Agribisnis
Dan Agrindustri
Lubis,zulkifli. 2001, resistensi
persistensi dan model
Transmisi Modal Sosial
dalam pengelolaan
sumber daya milik
Bersama
http://
planoitm.bogspot.com/2013/09/tip
ologi-masyarakat-pesisir.html
http://staff.undip.ac.id/sastra/mudj
ahirin/2010/07/03/masyarakat-
pesisir/s2ppuns12.wordpress.co
m/2012/02/03/modernisasi-
perikanan-terhadap-stratifikasi-
masyarakat-pesisir-suku-bajo
http://coastalpoverty.blogspot.co
m/2008/02/gambaran-kehidupan-
masyarakat-pesisir.html