109-328-1-pb
DESCRIPTION
jurnalTRANSCRIPT
-
JAL, Vol.3 No.2, Des 2012 15 Abdul Chalim
LANSEKAP TROPIS AWAL KOTA SEMARANG
Totok Roesmanto Jurusan Arsitektur FT Universitas Diponegoro
ABSTRAK
Ancient tropical landscape of Semarang was not recognized. Tirang Amper as the embryo city was forgotten, and change the Kota Lama is regarded as the oldest district in this city. Caused the great sedimentation in Semarang at the Last Era of Demak Sultanate Ki Ageng Pandan Aran had moved his settlement from Tirang Amper to Bubakan district, and then move again to Kanjengan district at the Era of Pajang Sultanate. Traditional spatial pattern and landscape of Semarang was strongly influenced by the spatial pattern of the capital of Demak Sultanate, it which adopted the Trowulan spatial pattern of Majapahit Kingdom. To be able to know the ancient tropical landscape of Semarang had done research on the landscape pattern of Trowulan. This paper is the result of a preliminary study conducted ancient tropical landscape of Semarang in the base of toponyms, historical districts, and reading the text of the ancient manuscript of Nagarakretagama.
Keywords : tropical landscape, spatial pattern, historical district, Nagarakretagama PENDAHULUAN Sebagaimana kota-kota lain di Jawa
yang terletak dan dipengaruhi iklim tropis-
lembab, kota Semarang juga telah
kehilangan sebagian besar ruang terbuka
hijaunya. Lansekap pada awal berdirinya
kota Semarang yang tanggap pada klimat
tropis-lebab menjadi tidak diketahui dan
jarang diteliti.
Untuk mengetahui lansekap awal kota
Semarang dilakukan pendekatan toponim
kawasan yang semula merupakan embrio
kota; penelusuran kesejarahan Ki Ageng
Pandan Aran dari Kesultanan Demak dan
pembukaan lahan baru dekat pusat kota
Semarang; penelusuran nama vegetasi
yang tertulis di kakawin Nagarakretagama
dari masa Majapahit; dan perkembangan
tata ruang dan lansekap awal di kawasan
Alun-Alun Semarang yang sudah hilang.
LANSEKAP TIRANG AMPER Nama Semarang tidak tersebut dalam
kakawin Nagarakretagama (1365), beda
dengan D(e)mak yang telah dan lebih
dahulu disebutkan pada Prasasti
Trowulan /Piagam Panambangan (1358)
merupakan wilayah dari Kerajaan
Majapahit yang terletak di tepi perairan.
Tirang Amper merupakan pulau kecil
tempat menetap Ki Ageng Pandan Aran
dan menyebarkan agama Islam, menurut
Serat Kandha edisi Brandes sekitar
tahun
1398 Saka/1476 M (Roesmanto,
2001:21).
-
JAL, Vol.3 No.2, Des 2012 16 Abdul Chalim
Dataran di puncak Bukit Mugas tempat
keberadaan kompleks makam Ki Ageng
Pandan Aran sangat mungkin merupakan
bekas kediamannya di Pulau Tirang.
Serat Kandhaning Ringgit Purwo dari
Naskah KBG No.7 memberitakan telah
ada beberapa peng-ajar ajaran pra-Islam
yang bermukim di desa Wotgalih, Pragota
(kemudian disebut Bergota), Brintik (atau
Gunung Brintik terletak di sebelah barat
Bergota), Tinjomoyo, Lebuapi, Guwasela,
Gajahmungkur, Jurang Suru, Sejanila,
dan Derana kemudian disebut Gisik
Derana (gisik = dataran tepi pantai).
Karena letak Derana tersebut, maka
desa-desa lainnya juga merupakan desa
pantai di/atau pulau kecil. Pulau Tirang
Amper telah menjadi Kampung (Bukit)
Mugas di sebelah timur Bukit Pragota dan
dipadati bangunan.
Sampai tahun 1981 masih terdapat
dua cungkup berbentuk piramida dan
beberapa pohon aren (Arenga Pinnata) di
puncak Bukit Mugas yang tidak
berhubungan kesejarahan dengan Ki
Ageng Pandan Aran dan masyarakatnya.
Keberadaan pohon aren bukan
sebagai elemen lansekap yang terencana
di Pulau Tirang Amper. Meskipun
konfigurasinya dengan kedua bangunan
piramida pernah menjadi point of interest
dan eye catcher koridor Jalan Thamrin
karena posisinya di T-Junction dengan
Jalan Pandanaran.
Toponim dari pandanaran atau pandan
aran(g) dapat berarti pandan yang
tumbuh
Jarang atau arang. Tetapi bisa diartikan
aran dari pandan atau anak seseorang
bernama Pandan kependekan dari Made
Pandan.
Meskipun ada yang mempersamakan
Ki Ageng Pandan Aran dengan Made
Pandan, tetapi jirat makam Made Pandan
di dalam ruang cungkup makam Sultan
Trenggono menegaskan posisinya
sebagai pejabat teras di Kesultanan
Demak serta keluarga dekat Sultan
Demak. Bangunan cungkup makam
tersebut merupakan satu satu bangunan
kuno di kompleks makam para penguasa
Kesultanan Demak yang terletak di
sebelah barat/belakang Masjid Demak.
Makam Ki Ageng Pandan Aran berada di
Bukit Mugas, maka dipastikan Made
Pandan adalah tokoh historis dan tidak
bisa dipersamakan dengan Ki Ageng
Pandan Aran. Sehingga Ki Ageng Pandan
Aran adalah anak dari Made Pandan.
Made Pandan ditugaskan Raden
Patah menyebarkan agama Islam ke
wilayah di arah barat dari kota-kraton
Bintoro Demak
maka nama pandan disandang sejak
lahir, atau dapat saja ketika menetap di
Pulau Tirang Amper bertanaman pandan.
Dari toponim amper atau ampir (Bahasa
Jawa) yang berarti mampir atau singgah,
dapat dikaitkan dengan penugasan Made
Pandan yang bersifat sementara untuk
-
JAL, Vol.3 No.2, Des 2012 17 Abdul Chalim
berdakwah, karena kemudian kembali ke
kota Bintoro
Dalam budaya pemberian nama
pada
anggota keluarga (Hindu) Bali kata
made
diterapkan sebagai kata depan nama
anak tengah. Bisa jadi, Made Pandan
adalah nama samaran dari keluarga
dekat Sultan Patah yang ditugasi
mengajarkan agama Islam kepada
masyarakat Hindu di Pulau Tirang Amper
dan sekitarnya dalam kurun waktu
sementara atau se-amper-an.
Sebagai pejabat penting di Kesultanan
Demak, Made Pandan tentu sangat
paham tentang tata ruang kota-kraton
yang lansekapnya ditandai keberadaan
alun-alun sebagai ruang terbuka hijau
untuk publik. Tetapi di Tirang Amper pola
lansekap ber-alun-alun tidak bisa
diaplikasikan karena keterbatasan lahan,
atau ber-tata krama untuk tidak
menduplikasi pola tata ruang kota-kraton
Bintoro. Kalaupun ada, ruang terbuka
berukuran agak di Tirang Amper
merupakan ruang transisi di kaki Bukit
Mugas yang menghubungkan tepi
perairan Laut Jawa dengan pelataran
tempat Made Pandan bermukim. Ruang
terbuka tersebut terletak di sisi sebelah
timur Bukit Mugas.
Setelah Made Pandan ditarik kembali
ke kota-kraton Bintoro Demak kegiatan
menyebarkan agama Islam dilanjutkan Ki
Ageng Pandan (I).
Karena terjadi proses sedimentasi
yang berlangsung secara cepat dan
besar-besaran telah menyebabkan
perairan Laut Jawa bergeser jauh
menjorok ke utara. Pelabuhan alam di
kaki Bukit Bergota dan dekat Bukit Mugas
menjadi lumpuh, dan pemukiman Tirang
Amper menjadi sangat jauh dari Laut
Jawa yang menjadi media transportasi air
menuju Bintoro Demak. Ki Ageng Pandan
Aran memindahkan permukiman
masyarakatnya ke Bubakan (di sebelah
timur Pasar Johar) di tepi muara Kali
Semarang yang lebih dekat ke kota-
kraton Bintoro Demak. Perpindahan dari
Tirang Amper ke Bubakan dapat
dipastikan melalui Kali Semarang yang
mengalir di sebelah barat Bukit Brintik.
Toponim bubakan berarti tempat yang
dihasilkan dari kegiatan pem-bubak-an
atau perabasan hutan. Kisah serupa
terjadi sebelumnya ketika Raden Patah
merabas hutan Glagahwangi dan
mendirikan desa pesantren yang
kemudian menjadi kota
kraton Bintoro Demak.
Pandan (Pandanus Amaryllifolius) bila
merupakan tanaman khas di Pulau Tirang
Amper mungkin ada warga masyarakat Ki
Ageng Pandan Aran yang membawa dan
menanamnya kembali di Bubakan, karena
biasa ditradisikan sebagai pewangi nasi.
Demak dikenal sebagai penghasil beras
sehingga peran daun pandan sudah pasti
memegang peran penting di masyarakat
-
JAL, Vol.3 No.2, Des 2012 18 Abdul Chalim
Jawa. Tetapi bila pandan laut (Pandanus
Odoratissimus) mungkin ditinggalkan saja
LANSEKAP GUWASELA Wang Jing Hong / Ong King Hong
nakoda kepercayaan Cheng Ho pada misi
pelayaran muhibah keliling dunia tahun
1432 bersama beberapa Cina Muslim
awak kapalnya mendarat dan kemudian
menetap di Guwasela. Dalam Ying-yai
sheng-lan (1433) karya Ma Huan nama
Semarang juga tidak disebut-sebut,
berarti Cheng Ho tidak pernah mendarat
di Guwa Sela. Berbeda dengan
kebanyakan orang Cina yang tinggal di
Semarang dan kota lainnya yang percaya
Cheng Ho pernah singgah di Guwasela
(kini Gedong Batu).
Wang Jing Hong meninggal setelah 40
tahun bermukim, di sekitar tahun 1472.
berarti sebelum kedatangan Made
Pandan di Pulau Tirang Amper.
Masyarakat Cina Muslim kemudian
menambahkan patung untuk
menghormati Cheng Ho dan Wang Jing
Hong di masjid Guwasela. Sangat
mungkin Made Pandan berperan penting
membantu Raden Patah pada tahun 1477
mengislamkan kembali masyarakat Cina
Muslim di Guwasela.
Masyarakat Cina Muslim di Guwasela
kemudian dipekerjakan sebagai tenaga
ahli yang handal dalam pembuatan kapal
untuk ekspedisi Kesultanan Demak untuk
membebaskan Malaka dari kekuasaan
Portugis yang dipimpin Pangeran
Sabrang Lor / Adi-Pati Unus pada tahun
1512/1513 (Moentadhim,2010:65).
Sedimentasi yang berlangsung dahsyat
dan menyebabkan Ki Ageng Pandan Aran
meninggalkan Tirang Amper
kemungkinan terjadi di sekitar perempat
akhir abad ke-15 sampai sekitar perempat
awal abad ke-16. Ketika Ratu Kalinyamat
sebagai penguasa Kadipaten Jepara
menyerang kembali Malaka pada tahun
1550 dan 1574 galangan kapalnya masih
tetap berada di Semarang.
Sisa-sisa permukiman masyarakat
Cina Muslim di Guwasela sampai kini
belum pernah ditemukan, hanya
potongan cadik perahu nelayan, maka
lansekap tropis kuno nya tidak dapat
diperkirakan.
Sampai tahun 1970an daerah di
sekitar Gedong Batu banyak tumbuh liar
pohon mangga (Mangifera Indica) jenis
talijiwo, dan di arah selatannya lagi
terdapat Desa Sadeng yang banyak
ditumbuhi pohon sadeng (Lavistonia
Rutondifolia) sejenis aren dan jamblang
sejenis duwet, serta Desa Wringin Telu
tempat menyeberangi Kali Garang
menuju ke Gunungpati yang dikenal
sebagai sentra buah-buahan di
Semarang.
Guwasela sangat mungkin merupakan
gua di komplek Klenteng Sam Poo Kong
yang selalu mengalirkan air tawar, dan
dipercaya bertuah. Versi lain
menganggap gua kuno yang dimaksud
-
JAL, Vol.3 No.2, Des 2012 19 Abdul Chalim
telah musnah ketika tebing di
belakangnya runtuh.
Dahulu di komplek Klenteng Sam Poo
Kong terdapat sebuah kolam besar
bersegi delapan yang dibangun pada
tahun 1951 dan taman air yang
memanjang sepanjang depan bangunan
anjungan (Roesmanto & Supriya,
2001:65).
Pada tanggal 29 Juli 2011 ketika
naskah ini mulai ditulis, patung Cheng Ho
tertinggi di Asia (setinggi 10,70 meter) di
komplek Klenteng Agung Sam Poo Kong
diresmikan. Taman air dan ruang terbuka
hijau yang sangat luas yang pernah ada
telah berganti pelataran paving. Beberapa
bangunan kunonya yang khas juga telah
berganti bangunan baru yang lebih
megah. Perenovasian komplek pernah
dilakukan setelah terbenam sedalam
lebih dari satu meter dalam tragedi banjir
bandang tahun 1992. Beberapa
bangunan hasil renovasi dibangun di atas
pelataran yang posisinya lebih
ditinggikan, ataupun digeser, dan
sebagian lagi berbeda bentuk-wujudnya.
Perubahan fisik di kompleks Klenteng
Sam Poo Kong disertai hilangnya tradisi
Kejawen, pagelaran wayang kulit setiap
Malem Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon,
kegiatan shalat di mushola, menyusutnya
arak-arakan Jaran Sampo dari Klenteng
Tay Kak Sie di Gang Lombok. Hilangnya
taman air di komplek Klenteng Sam Poo
Kong disertai semua tanaman teratai
meskipun stilasi bunganya diadopsi untuk
elemen dekoratif dinding tembok.
Sangat disayangkan penelitian tentang
permukiman Cina Muslim di Simongan
nyaris tidak pernah ada meskipun
toponim
mengarah pada nama tokoh Cina
setempat
LANSEKAP BUBAKAN Kisah adipati Semarang yang pernah
diislamkan kembali oleh Sunan Kalijaga
karena kesombongannya sangat mungkin
adalah Ki Ageng Pandanaran(g) II, yang
kemudian memilih untuk berdakwah ke
arah selatan, menanggalkan
kekuasaannya dan meninggalkan kota
Semarang. Ki Ageng Pandanaran(g) II
setelah menetap di Tembayat terkenal
sebagai Sunan Tembayat. Sedangkan
Sunan Pandan Aran yang sejak tahun
1478 termasuk dalam Walisanga
Angkatan VI (Simon, 2004: 64), adalah Ki
Ageng Pandan Aran I.
Permukiman Ki Ageng Pandan Aran I
di Pulau Tirang Amper berlansekap tropis
tepi pantai dengan tanaman jenis palmae
seperti aren, dan pandan.
Permukimannya di Bubakan
kemungkinan sudah ditandai dengan
pohon-pohon asam yang tumbuh jarang.
Lansekap permukiman Bubakan
mendasari penamaan Semarang dari kata
asem yang arang.
Kota Demak pernah terkenal sebagai
penghasil buah belimbing, yang banyak
-
JAL, Vol.3 No.2, Des 2012 20 Abdul Chalim
ditanam di Desa Betokan. Keberadaan
belimbing ditegaskan pada teks lagu
Jawa Ilir-ilir karya Sunan Kalijaga yang
sarat ajaran agama Islam. Penggalan
lagu Ilir-ilir: ...penekna belimbing kuwi
(panjat dan ambilkan buah belimbing
itu)... mengandung maksud agar (orang-
orang) mempelajari ajaran pokok agama
Islam yang disimboliskan dengan geligir
pada buah belimbing yang berjumlah
lima.
Penggunaan belimbing dalam
gubahan lagu Sunan Kalijaga
menginformasikan di kota-kraton Bintoro
khususnya perdikan
Desa Kadilangu (tempat kediaman Sunan
Kalijaga) pada masa Kesultanan Demak
telah banyak ditanam pohon belimbing.
Bisa jadi, di setiap halaman depan rumah
di kota-kraton Bintoro terdapat paling
tidak sebuah pohon belimbing.
Sunan Kalijaga berperan penting di
Kesultanan Demak setelah merancang
dan menyelesaikan pembangunan Masjid
Sang Cipta Rasa di Cirebon. Berarti
pohon belimbing terkuno di kota kraton
Bintoro ditanam setelah tahun 1479.
Ki Ageng Pandan Aran I kemungkinan
menganjurkan masyarakatnya di Bubakan
untuk menanam pohon belimbing seperti
di kota-kraton Bintoro.
Bubakan lebih besar dibanding Pulau
Tirang Amper, maka ruang terbuka
seperti alun-alun yang berukuran kecil
mungkin telah melengkapi permukiman
komunitas Ki Ageng Pandanaran, dan
terletak di tepi timur Kali Semarang.
Dalam Suma Oriental yang ditulis
berdasar kisah perjalanan Tome Pires (ke
Jawa tahun 1513) kota Semarang disebut
dengan nama Camaram (Cortesao,
1990).
Menurut Pires, Semarang
berpenduduk 3.000 orang, sedangkan
Demaa / Demak telah dipadati 8.000
sampai 10.000 hunian (Cortesao,
1990:166-198). Apabila setiap keluarga
memiliki lima orang anak (Putu, Nyoman,
Made, Wayan, Ketut), maka jumlah
penduduk kota-kraton Demak mencapai
sekitar 56.000-70.000 orang.
Lansekap kota-kraton Bintoro Demak
ditandai keberadaan Alun-alun Demak
yang ukurannya lebih luas dari alun-alun
yang ada sekarang (lebarnya ke timur
diperkirakan sampai tepi barat Sungai
Tuntang), tetapi belum diketahui vegetasi
pendukung lansekap-nya.
Toponim gelagahwangi sebagai nama
hutan yang dirabas Raden Patah beserta
pengikutnya mengindikasikan banyaknya
semak gelagah (Saccharum Officinarum)
yang berbau wangi dari sejenis ilalang
(Imperata Cylindrica). Tanaman semak
tersebut kemungkinan dipertahankan
tetap tumbuh di beberapa wilayah kota-
kraton Bintoro. Lambang Kasultanan
Demak yang dibentuk suluran
penampang bulat (berbeda dengan Surya
Majapahit) dapat diartikan mirip lonjoran
rotan atau batang bunga gelagah.
-
JAL, Vol.3 No.2, Des 2012 21 Abdul Chalim
Kadipaten Semarang sering
disebutkan sebagai bagian dari wilayah
Kesultanan Pajang, berarti pada saat
Tome Pires mengisahkan kota Camaram
berpenduduk 3000 orang kemungkinan
yang dimaksud adalah komunitas Sunan
Pandan Aran I setelah bermukim di
Bubakan.
Kegiatan Ki Ageng Pandan Aran I
beserta masyarakatnya merabas hutan di
Bubakan tidak disertai informasi tentang
jenis vegetasi yang ada. Maka pohon
asam yang keberadaannya jarang dan
mewarnai lansekap permukiman Bubakan
mungkin telah lebih dahulu ada dan
dilestarikan, atau sengaja ditanam
sebagai pohon pembatas dan peneduh
bagian tepi alun alun kecil yang kemudian
dibuat.
LANSEKAP KANJENGAN Peta kuna PAAN van het Fort in omleg
gende Cituatie van Samarangh tentang
situasi kota Semarang di sekitar tahun
1719 (Roesmanto & Supriya, 2001:129)
memperlihatkan keberadaan permukiman
yang polanya sudah teratur di sebelah
timur Kali Semarang dan berseberangan
dengan komplek Kadipaten Semarang di
Kanjengan. Dengan rentang masa sangat
panjang (1478-1719), maka tata ruang
komplek permukiman tersebut tidak dapat
dijadikan patokan untuk menggambarkan
perkembangan lansekap tropis di pusat
kota Samarang.
VOC memindahkan koloni dagangnya
dari Jepara ke Semarang setelah
mendapat konsesi dari Sultan Mataram.
Pola tata ruang tradisional pusat kota
Jepara dan pola tata ruang pada kota-
kraton Mataram yang seharusnya menjadi
patron tata ruang, ternyata berbeda.
Tata ruang kota Jepara menempatkan
kompleks Kadipaten Jepara di timur Alun-
Alun Jepara searah sumbu imajiner Laut
Jawa-Gunung Muria. Masjid Jepara
terletak di selatan Alun-Alun Jepara
searah sumbu imajiner yang tegak lurus
sumbu tersebut.
Dari peta kuna PAAN van het Fort in
omleg gende Cituatie van Samarangh
juga dapat diketahui Masjid Semarang
berada di sebelah utara dari Dalem
Kadipaten Semarang.
Pasebaan atau alun-alun tradisional
berada di sebelah timur Dalem Kadipaten
Semarang pada tepi barat Kali Semarang,
berbentuk trapesium yang mengecil ke
arah utara. Pada bagian tepi utara serta
selatannya berderet tiga buah pohon
yang berperan sebagai elemen pengarah
menuju Dalem Kadipaten. Di tengah
Pasebaan tidak terdapat sepasang pohon
beringin seperti umumnya lansekap Alun-
alun Lor dan Alun-alun Kidul di Kraton
Surakarta dan Kraton Yogyakarta.
Situasi di sekitar komplek Kadipaten
Semarang menggambarkan adanya jalan
tradisional yang merupakan perpanjangan
batas sisi selatan Pasebaan Semarang.
Tiga pohon kelapa terdapat di sisi selatan
-
JAL, Vol.3 No.2, Des 2012 22 Abdul Chalim
Pasebaan Semarang, dan tiga pohon
kelapa lainnya berada di sisi selatan dari
jalan tradisional tersebut. Berderet di
sepanjang sisi selatan dari bagian Kali
Semarang yang alirannya berkelok arah
Timur-Barat terdapat 14 pohon kelapa.
Dalam kakawin Nagarakretagama
pada Pupuh 60/1/4 disebutkan bahwa
pohon asam (Tamarindus Indica) telah
banyak ditanam di bagian luar dari kota-
kraton Trowulan. Apabila pohon asam
telah mewarnai lansekap permukiman
Bubakan berarti tanaman yang berderet
tiga pada sisi selatan dan utara Pasebaan
Semarang adalah pohon asam.
Komplek Kadipaten Semarang terletak
di bagian sebelah barat Kali Semarang
berseberangan dengan Bubakan. Kali
Semarang sangat mungkin difungsikan
sebagai benteng alami, dan batas wilayah
kekuasaan. Jika dugaan tersebut benar,
maka perpindahan pusat pemerintahan Ki
Ageng Pandanaran(g) II dari Bubakan ke
Kanjengan paling cepat terjadi pada awal
Kesultanan Pajang sekitar tahun 1550.
Sultan Hadiwijaya atau Joko Tingkir
sebagai Sultan Pajang memutuskan tetap
berkedudukan di kota-kadipaten Pajang
yang dikembangkan statusnya menjadi
kota-kraton. Kota-kraton Bintoro tidak
digunakan sebagai pusat
pemerintahannya karena telah
mengalami kerusakan akibat
penyerangan Arya Penangsang.
Meskipun demikian Alun-alun Demak dan
Masjid Demak tidak berubah meskipun
secara fisik kota Demak mengalami
degradasi kualitas dan statusnya berubah
menjadi kota-kadipaten.
Dengan keberadaan Alun-alun Bintoro
di sebelah barat Sungai Tuntang maka
apabila terdapat dua pohon beringin
(ringin kulon dan ringin wetan) di bagian
tengahnya maka secara fisik tidak dapat
berfungsi menyimboliskan gerbang dari
vegetasi yang menyambut kedatangan
tamu kota Bintoro Demak dari arah
sungai tersebut.
Kondisi lansekap serupa di Alun-Alun
Demak juga ada di Pasebaan Semarang
yang tengah-tengahnya tidak dilengkapi
sepasang pohon beringin. Bandingkan
dengan kondisi lansekap Candi Wringin
Lawang yang dipercaya sebagai gerbang
bentar yang dilewati Gajah Mada ketika
meninggalkan kediamannya dalam
proses menuju moksa. Candi Wringin
Lawang dilengkapi keberadaan sepasang
waringin (Ficus Benjamina) yang
membingkai jalan menuju gerbang bentar
yang berfungsi sebagai pintu atau
lawang.
Kota-kadipaten Semarang mirip kota
kadipaten Bintoro, berada di sisi barat
dari meander sungai. Lansekap keduanya
pasti lebih bernuansa kebaharian
dibandingkan kota-kraton Pajang yang
berada jauh di pedalaman. Maka dapat
dibayangkan kota kadipaten Semarang
merupakan sebuah traditional riverfront
town dengan deretan rumah-rumah
panggung di sepanjang tepi timur Kali
-
JAL, Vol.3 No.2, Des 2012 23 Abdul Chalim
Semarang yang berhadapan
berseberangan dengan komplek
Kadipaten Semarang. Itulah sebabnya
kenapa Tome Pires juga tertarik untuk
mengamati kota Camaram.
Setelah kota-kraton Bintoro rusak dan
ditinggalkan Sultan Hadiwijaya maka
kota-kadipaten Jepara dan pelabuhannya
berkembang pesat di bawah
pemerintahan Ratu Kalinyamat.
Sangat mungkin proses sedimentasi,
yang telah menyebabkan Ki Ageng Panda
Aran I bermigrasi dari Tirang Amper ke
Bubakan, terus berlangsung
menyebabkan kompleks Kadipaten
Semarang tidak lagi berada di tepi Laut
Semarang, dan di sebelah utaranya
tumbuh daratan baru. Daratan di bagian
barat Kali Semarang ini nantinya
berkembang lagi menjadi area
permukiman masyarakat Melayu. Lahan
rawa di seberang timur perkampungan
Melayu yang dianggap tidak potensial
oleh penguasa lokal dipilih VOC untuk
lokasi mendirikan bentengnya.
Peta kuna PAAN van het Fort in omleg
gende Cituatie van Samarangh dibuat
VOC menjelang loji-nya dipindahkan dari
Jepara. Loji VOC di Jepara didirikan
tahun 1613, dan ditinggalkan pada tahun
1618 karena serangan pasukan Mataram.
VOC bertahan di bekas benteng Portugis
yang sudah ada, kemungkinan di Keling-
Kelet yang letaknya tidak jauh dari Pulau
Mandalika.
Gambar kuno buatan VOC yang
melukiskan kedatangan perahu-perahu
VOC berukuran besar di pantai Jepara
memperlihatkan bangunan Masjid Jepara
masih beratap tumpang-lima (kemudian
berubah menjadi ber-tumpang telu
setelah tersambar petir), dan lansekap
daerah pesisiran yang didominasi pohon
kelapa.
Gambar kuno lain menggambarkan di
depan Masjid Jepara ber-tumpang lima
terdapat ruang terbuka yang sangat luas
yang dapat dipastikan adalah Pasebaan
Jepara tetapi tidak menampakkan adanya
pohon beringin. Pola lansekap demikian
sangat mungkin sesuai dengan lansekap
kota-kraton Kerta Mataram di masa awal
pemerintahan Sultan Agung. Tidak jelas,
apakah pada saat Sultan Agung memulai
penyerangan ke Batavia pada tahun 1628
Pasebaan Jepara telah dilengkapi sebuah
pohon beringin, ataukah masih
merupakan pelataran terbuka yang
lapang.
Sultan Agung melengkapi Alun-alun
Lor di kota-kraton Kerta dengan sebuah
pohon beringin mengadopsi pola
lansekap kota-kraton Cirebon.
Sebelumnya telah tertanam sebuah
pohon randu alas atau Bombaxma
Labaricum (Adrisijanti, 2000: 162 dalam
Roesmanto, 2010). Alun-alun Kidul kota-
kraton Kerta belum ada karena Sultan
Agung memfokuskan perhatiannya
mengusir VOC dari Jawa.
-
JAL, Vol.3 No.2, Des 2012 24 Abdul Chalim
Tajuk pohon beringin melebihi pohon
randu alas menghadirkan bayangan yang
luas di hamparan pasir permukaan Alun-
alun Lor, dan mengatur iklim mikro di
komplek kraton.
Permukaan hamparan pasir yang
terkena sinar matahari langsung akan
menghadirkan pemandangan seperti alun
di samudera luas. Samudera
disimboliskan sebagai tempat melebur
segala niat buruk.
Hamparan pasir pada Pasebaan
Semarang sangat mungkin diambil dari
bagian hulu Kali Semarang.
PATRON LANSEKAP MAJAPAHIT Tidak ada manuskrip berbentuk babad
ataupun serat yang menjelaskan pola tata
ruang kota-kraton Bintoro, Pajang, Kota
Gede, Kerta, Plered, Kartasura,
Surakarta, dan Yogyakarta menerapkan
pola tata ruang kota-kraton Trowulan
Majapahit.
Dari dimensi kawasannya, kota-kraton
Trowulan jauh lebih luas dari kota-kraton
penerusnya. Membandingkan tafsir teks
Nagarakretagama tentang pola tata
ruang kota-kraton Trowulan versi
Stutterheim, Maclaine Pont, Pigeaud,
dengan peta-peta kuno kota-kraton Kerta,
Plered, dan tata ruang kota-kraton
Kasunanan Surakarta, terdapat
kesamaan dalam menempatkan Alun-
alun yaitu di sebelah utara dari dalem /
kediaman raja.
Pola tata ruang Kota Gede hasil dari
perabasan Hutan Mentaok menempatkan
pasebaan di sebelah timur dari kediaman
Ki Ageng Pamanahan (sebelum berubah
menjadi Masjid Kota Gede). Di pelataran
komplek Pasarean Mataram dan Masjid
Kota Gede inilah dapat dijumpai banyak
pohon nagasari yang namanya beberapa
kali dituliskan di Nagarakretagama.
Keberadaan Pasebaan Semarang di
sebelah timur dari komplek Kadipaten
Semarang, dan letak Pasebaan Jepara di
sebelah barat komplek Kadipaten Jepara
memiliki kekhasan karena tidak sesuai
dengan tata ruang kota-kraton Mataram
pada masa Sultan Agung yang
meletakkan Alun-alun Lor di sebelah
utara komplek kediaman raja.
Menurut kakawin Nagarakretagama
Pupuh 8/1/4. (Slametmulyana, 1979:277)
di kota-kraton Trowulan terdapat tempat
tunggu para tanda yang bertugas
meronda dan menjaga Paseban. Pada
Pupuh 8/1/3 disebutkan bahwa para
tanda menunggu di bawah pohon
brahmastana berkaki bodi yang ditanam
berjajar-panjang dan rapi serta bentuknya
beraneka ragam di lapangan luas yang
dikelilingi parit dan terletak di sebelah
barat dari pintu barat pura (dalem /
cepuri) yang bernama Pura Waktra.
Brahmasthana dapat diartikan sebagai
sthana atau tempat persemayaman Dewa
Brahma (Sang Pencipta) dalam agama
Hindu. Bodi atau bodhi erat kaitannya
dengan agama Budha. Perpaduan antara
-
JAL, Vol.3 No.2, Des 2012 25 Abdul Chalim
brahmastana dan bodi menegaskan
agama kesatuan yang dianut di Majapahit
yaitu Hindu-Budha.
Pada gambar rekonstruksi kota kraton
Trowulan versi Maclaine Pont posisi
Brahmasthana berada di tengah-tengah
ruang terbuka yang menyerupai Alun-alun
Selatan. Perletakannya dikaitkan dengan
arah ke puncak gunung-gunung di selatan
kota-kraton Trowulan yang disimboliskan
sebagai tempat persemayaman leluhur
raja-raja Majapahit. Tetapi dari bentuk
brahmasthana yang beraneka ragam
yang dimaksud adalah pohon kalpataru
ataupun waringin.
Berbagai jenis tanaman di kota-kraton
Trowulan juga disebut di dalam kakawin
Nagarakretagama. Pohon-pohon tersebut
adalah 1). tanjung (Mimusops Elengi) di
Pupuh 8/5/2, 11/2/4, 12/1/3, dan 37/1/4;
2).kesara (Messua Ferrea / Dewadaru) di
Pupuh 11/2/4; juga 3).cempaka (Michelia
Alba) di Pupuh 11/2/4; 4). maja (Aegle
Marmelos) terdapat di Pupuh 18/4/1; 5).
nagakusuma di Pupuh 32/5/2 disebut juga
nagasari atau Dewadaru di Pupuh 37/1/
4; dan 6). salaga (Slametmulyana, 1979).
Tanaman yang terdapat di luar kota-
kraton Trowulan antara lain 1). penaka di
Pupuh 17/3/4; 2). teratai (Neliumbium
Nucifera) di Pupuh 17/1/3, dan 88/1/3; 3).
andung / andong (Cordyline Fruticosa) di
Pupuh 32/5/2; juga 4). karawira di Pupuh
32/5/2; 5). kayu mas / kayu jati mas (?) /
(Tectona Grandis) di Pupuh 32/5/2; 6).
menur (Melati Jawa / Jasminium Sambac)
di Pupuh 32/5/2; 7). kayu puring / puring
(?) ataukah kaca piring (Gardenia
Augusta Merr) (?) di Pupuh 32/5/2; 8).
kelapa gading (Cocos Capitata) di Pupuh
32/5/3, dan 59/6/3); juga 9). gelagah
(Saccharum Officinarum) ataukah ilalang
(Imperata Cylindrica) di Pupuh 50/1/4;
10). lada di Pupuh 60/1/3); 11). kesumba
(Bixa Orellana L) di Pupuh 60/1/3; 12).
kapas (Gossypium Hirsutum) di Pupuh
60/1/3; 13). pinang (Areca Catechu) di
Pupuh 60/1/4; 14). asam (Tamarindus
Indica) di Pupuh 60/1/4, dan 68/4/1 atau
cempaluk di Pupuh 60/3/2&4; 15). wijen
(Sesamum Indicum) di Pupuh 60/1/4; 16).
kecubung (Datura Fatuosal) di Pupuh
60/3/2; 17). rebung dapat diartikan bambu
atau bambu apus (Gigantochloa Apus)
dapat juga bambu betung
(Dendrocalamus Asper) atau bambu
wulung (Phyllostachys Puberuka), tetapi
biasanya jenis bambu yang dapat
dimakan (untuk bahan utama lumpia)
adalah jenis bambu kuning (Phyllostachys
Sulphurea) disebutkan di Pupuh 60/3/2;
terdapat juga 18). seludang
(Bougainvillea) di Pupuh 60/3/2; 19).
tunjung merah atau tanjung /(Mimusops
Elengi) di Pupuh 83/1/3; 20). kamala
benarkah kelor (?) (Moringa Oleifera Lam)
di Pupuh 95/3/3; dan 21). asana atau
angsana (Pterocarpus Indica) di Pupuh
95/3/3.
Terdapat desa-desa dengan tanaman
yang khas seperti di desa perdikan
Kasogatan terdapat tanaman 1). jarak (
-
JAL, Vol.3 No.2, Des 2012 26 Abdul Chalim
Jatropha Curcas ataukah Jatropha
Multifida) disebutkan di Pupuh 76/3/2); di
desa Kebudaan Bajradara terdapat 2).
pohaji atau mangga (Mangifera Indica)
pada Pupuh 77/3/3; di desa-desa
perdikan Siwa: terdapat tanaman 3).
kunci (Kaempferia Angustifolia), 4). kuti
jati, 5). nilakusuma atau nila (Indigofera
Hendecaphyli) dan 6).sadeng (Lavistonia
Rutondifolia) pada Pupuh 76/1/1-3
ataukah aren (Arenga Pinnata ataukah
Duschesnea Indica) yang daunnya
digunakan untuk media penulisan yang
disebut lontar / rontal.
LANSEKAP TROPIS PRODUK VOC Lansekap Alun-alun Semarang produk
VOC yang berbentuk layang-layang tidak
ditandai dengan deretan pohon beringin
di sepanjang tepinya sebagaimana
lansekap Pasebaan Semarang, tetapi
ditanami pohon johar (Johar
Disambiguasi ataukah Cassia Siamena).
Lansekap pusat kota kadipaten
Semarang ditandai keberadaan dua alun-
alun (Alun-alun Tradisional Jawa dan
Alun-alun VOC) dengan vegetasi yang
jenis pohonnya berbeda dengan yang
banyak ditanam di kota-kraton Trowulan
seperti pohon tanjung, dewadaru,
cempaka, maja, dan salaga.
Alun-alun VOC kemungkinan sudah
berupa ruang terbuka hijau dari hamparan
rumput, karena difungsikan sebagai
tempat pasukan kompeni berparade.
Hamparan pasir pada Pasebaan
Semarang bisa jadi juga sudah berubah
menjadi padang rumput.
Toponim beberapa perkampungan di
sekitar Kali Semarang seperti Pedamaran
mengindikasikan pernah ada pohon
damar atau tempat pengumpulan getah
dan kayu damar di kampung tersebut;
Karang Bidara menandakan suatu tempat
yang banyak pohon bidara atau widara-
nya.
Kampung Sekayu (memiliki Masjid
Sekayu yang dipercaya lebih muda dari
Masjid Demak) yang terletak di arah barat
jalan tradisional di bagian sebelah selatan
komplek Kadipaten Semarang, sangat
mungkin memiliki banyak pohon yang
kayunya untuk material bangunan masjid.
Pada masa Hindia Belanda deretan
pohon johar di sekeliling Alun-alun VOC
dimanfaatkan sebagai tempat berteduh
orang-orang yang akan tilik saudaranya
dipenjara di gevangenis (penjara, bui).
Gemeente Semarang memiliki
gevangenis yang terdapat di sebelah
timur dan selatan Alun-alun VOC. Ketika
di atas sebagian Alun-alun Semarang
didirikan bangunan pasar sentral yang
dirancang Thomas Karsten (1933), maka
namanya pun lebih terkenal dengan
sebutan Pasar Djohar.
Lansekap Alun-alun VOC yang tersisa
kemudian ditandai deretan pohon asam
yang membingkai koridor Jalan Alun-Alun
Utara dan Jalan Alun-Alun Timur.
Kemungkinan banyak pohon johar yang
-
JAL, Vol.3 No.2, Des 2012 27 Abdul Chalim
ditebang pada proses pembangunan
Pasar Djohar dan bangunan kuno lainnya.
KESIMPULAN Lansekap tropis kota Semarang pada
awal berdirinya, ketika masih di Pulau
Tirang Amper, ditandai beberapa pohon
aren dan pandan.
Lansekap tropis permukiman Bubakan
telah memiliki alun-alun berukuran kecil
dan diwarnai keberadaan pohon asam
yang tumbuh jarang.
Lansekap kota-kadipaten Semarang di
masa pemerintahan Kesultanan Pajang
ditandai keberadaan pasebaan berbentuk
trapesium berupa pelataran terbuka dari
hamparan pasir dengan deretan tiga
pohon asam di sepanjang sisi selatan dan
utara. Pasebaan (Alun-Alun) berupa
hamparan pasir kemudian diganti
pelataran rumput, tetapi tidak pernah
dilengkapi dengan pohon beringin di
bagian tengahnya.
Lansekap tropis di awal kota
Semarang selalu berdekatan dengan
unsur air dalam wujudnya sebagai Laut
Jawa di Pulau Tirang dan Kali Semarang.
Di daerah sekitar kompleks Kadipaten
Semarang terdapat pohon kelapa yang
menandai lansekap tropis pesisiran.
Lansekap kota-kadipaten Semarang di
masa pemerintahan Kerajaan Mataram
ditandai keberadaan pasebaan (Alun-alun
Tradisional Jawa) yang dilestarikan, dan
Alun-alun VOC berbentuk layang-layang
dan berukuran lebih luas yang dikitari
deretan pohon johar.
DAFTAR PUSTAKA Adrisijanti, Inajati, 2000, Arkeologi Perko
taan Mataram Islam, Jendela, Yogya
karta.
Cortesao, Armando, (ed), 1990, The
Suma Oriental of Tome Pires and
the Book of Francisco Rodrigues,
Asian Educational Services, New
Delhi-Madras.
Moentadhim, Martin, 2010, Pajang.Pergo
lakan Spiritual Politik & Budaya, Gen
ta, Jakarta.
Roesmanto,Totok, Supriya Priyanto, 2001
Gedongbatu . Purifikasi Arsitektural
atau Transformasi Kultural, Laborato
rium Konservasi Sejarah Teori Arsitek
tur Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik
Undip & Laboratorium Budaya Fakul
tas Sastra Undip, Semarang.
Simon, Hasanu, 2004, Misteri Syekh Siti
Jenar. Peran Wali Songo dalam Meng
islamkan Tanah Jawa, Pustaka
Pelajar Yogyakarta.
Slametmulyana, 1979,
Nagarakretagama dan Tafsir
Sejarahnya, Bhratara Karya Aksara,
Jakarta.
-
JAL, Vol.3 No.2, Des 2012 28 Abdul Chalim