153-332-1-pb

13
Ida Ayu Brahmasari, Peniel Siregar Nama Orang JURNAL APLIKASI MANAJ EMEN | VOLUME 7 | NOMOR 1 | FEBRUARI 2009 238 Alamat Korespondensi: Ida A yu Brahmasari, Fakult as Ekonomi dan PPS Uni versi- tas 17 Agustus 1945 Surabaya, Jawa Timur 238 Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan Situasional dan Pola Komunikasi terhadap Disiplin Kerja dan Kinerja Karyawan pada PT Central Proteinaprima Tbk. Ida Ayu Brahmasari Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya Peniel Siregar  Plant GM , PT Central Proteinaprima Tbk  Abst rac t :  Contribution of employees’ performances to the overall performance of organization is very important as they are one of the determinant of the organizational success and competitiveness. A new challenge faced by an organization encourage the creation of a new way to do something to improve the organization performance continuously. Therefore, organization culture may be used as a means to adapt any external organization changes as well as to integrate the internal organization. Moreover, communi- cation and the leaders’ ability to influence, motivate, and enable others to contribute to the effectiveness and success of the organizations of which they are members, are very essential to the organization. The  purpose of this research is to prove and analyze the influences of corporate culture, situational leadership and communication pattern on employees’ diciplines and performances. The results proved that corporate culture, situational leadership and communication pattern have significant influences on employees’ diciplines and performances. K e yw ords:  corporate culture, situational leadership, communication pattern, employees’ diciplines, em-  ployees’ performances Pada masa krisis global seperti saat ini, banyak  perusahaan mengalami kelesuan dalam menjalankan kehidupan organisasinya. Di antara perusahaan-  perusahaan tersebut bahkan ada yang telah mengala- mi penurunan usaha karena terfokus pada berbagai upaya untuk meningkatkan kinerja sekaligus daya saingnya. Upaya-upaya tersebut penting dilakukan sebagai bentuk adaptasi terhadap perubahan yang terjadi pada lingkungan eksternalnya, namun seringkali tanpa disadari perusahaan mengabaikan integrasi in- ternal perusahaan, seperti melakukan pengembangan kualitas sumber daya manusia (SDM)nya sebagai salah satu aset  penting perusahaan. Perusahaan yang mampu bertahan dan bersaing telah mencerminkan kemampuannya dalam mengelola segala sumberdaya yang dimilikinya (Susanto, 1997:74). Menurut Kotter dan Heskett (1992:6), terdapat empat faktor yang membentuk perilaku manajerial, yaitu: budaya perusa- haan; struktur formal, sistem, rencana, dan kebijakan; kepemimpinan, sebagai upaya untuk mengartikulasi dan mengimplementasikan visi dan strategi bisnis: serta lingkungan yang teratur dan bersaing. Perusahaan terdiri dari berbagai elemen terinte- grasi dan dibentuk oleh budaya yang lebih bes ar. Buda- ya perusahaan dibangun untuk mengatasi tantangan di masa yang lalu. Berbagai kebijakan, prosedur, filosofi perusahaan, kebiasaan dan lain-lain merupakan respon terhadap situasi dan tantangan di masa yang lalu. Ketika kondisi berubah lebih cepat daripada kece-  patan penyes uaian buday a, kesuksesan organ isasi dan  bahkan kelangsu ngan hidup perusahaa n mungkin  berada dalam bahaya (Zwell, 2000:64–65).

Upload: rudi-matolu-ra

Post on 18-Oct-2015

18 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

MSDM

TRANSCRIPT

  • 5/28/2018 153-332-1-PB

    1/13

    Ida Ayu Brahmasari, Peniel Siregar

    Nama OrangJURNAL APLIKASI MANAJEMEN | VOLUME 7 | NOMOR 1 | FEBRUARI 2009238

    Alamat Korespondensi:

    Ida Ayu Brahmasari, Fakultas Ekonomi dan PPS Universi-

    tas 17 Agustus 1945 Surabaya, Jawa Timur

    238

    Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan Situasional dan Pola

    Komunikasi terhadap Disiplin Kerja dan Kinerja Karyawanpada PT Central Proteinaprima Tbk.

    Ida Ayu Brahmasari

    Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

    Peniel Siregar

    Plant GM, PT Central Proteinaprima Tbk

    Abstract: Contribution of employees performances to the overall performance of organization is very

    important as they are one of the determinant of the organizational success and competitiveness. A newchallenge faced by an organization encourage the creation of a new way to do something to improve the

    organization performance continuously. Therefore, organization culture may be used as a means to adapt

    any external organization changes as well as to integrate the internal organization. Moreover, communi-

    cation and the leaders ability to influence, motivate, and enable others to contribute to the effectiveness

    and success of the organizations of which they are members, are very essential to the organization. The

    purpose of this research is to prove and analyze the influences of corporate culture, situational leadership

    and communication pattern on employees diciplines and performances. The results proved that corporate

    culture, situational leadership and communication pattern have significant influences on employees

    diciplines and performances.

    Keywords: corporate culture, situational leadership, communication pattern, employees diciplines, em-

    ployees performances

    Pada masa krisis global seperti saat ini, banyak

    perusahaan mengalami kelesuan dalam menjalankan

    kehidupan organisasinya. Di antara perusahaan-

    perusahaan tersebut bahkan ada yang telah mengala-

    mi penurunan usaha karena terfokus pada berbagai

    upaya untuk meningkatkan kinerja sekaligus daya

    saingnya. Upaya-upaya tersebut penting dilakukan

    sebagai bentuk adaptasi terhadap perubahan yang

    terjadi pada lingkungan eksternalnya, namun seringkali

    tanpa disadari perusahaan mengabaikan integrasi in-

    ternal perusahaan, seperti melakukan pengembangan

    kualitas sumber daya manusia (SDM)nya sebagai

    salah satu asetpenting perusahaan. Perusahaan yang

    mampu bertahan dan bersaing telah mencerminkan

    kemampuannya dalam mengelola segala sumberdaya

    yang dimilikinya (Susanto, 1997:74). Menurut Kotter

    dan Heskett (1992:6), terdapat empat faktor yang

    membentuk perilaku manajerial, yaitu: budaya perusa-

    haan; struktur formal, sistem, rencana, dan kebijakan;

    kepemimpinan, sebagai upaya untuk mengartikulasi

    dan mengimplementasikan visi dan strategi bisnis: serta

    lingkungan yang teratur dan bersaing.

    Perusahaan terdiri dari berbagai elemen terinte-

    grasi dan dibentuk oleh budaya yang lebih besar. Buda-

    ya perusahaan dibangun untuk mengatasi tantangan

    di masa yang lalu. Berbagai kebijakan, prosedur,

    filosofi perusahaan, kebiasaan dan lain-lain merupakan

    respon terhadap situasi dan tantangan di masa yang

    lalu. Ketika kondisi berubah lebih cepat daripada kece-

    patan penyesuaian budaya, kesuksesan organisasi dan

    bahkan kelangsungan hidup perusahaan mungkin

    berada dalam bahaya (Zwell, 2000:6465).

  • 5/28/2018 153-332-1-PB

    2/13

    239TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 43/DIKTI/KEP/2008 ISSN: 1693-5241

    Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan Situasional dan Pola Komunikasi

    Budaya organisasi dapat sangat mempengaruhi

    individu dan kinerja perusahaan, terutama dalam ling-

    kungan yang bersaing. Tantangan baru yang dihadapi

    perusahaan mendorong diciptakannya cara baru

    melakukan sesuatu untuk perbaikan kinerja yang terus

    menerus (continous improvement). Budaya organi-

    sasi menembus kehidupan organisasi dalam berbagai

    cara untuk mempengaruhi setiap aspek organisasi.

    Telah banyak studi yang dilakukan membuktikan

    bahwa budaya organisasi mempengaruhi berbagai

    outcomesseperti produktivitas, kinerja, komitmen,

    kepercayaan diri, dan perilaku etis (Deal dan Kennedy,

    Denison, Ouchi, Posner, Kouzes dan Schmidt,

    Pritchard dan Karasick, serta Sathe dalam Ritchie,

    2000).Bagi PT Central Proteinaprima Tbk konsep

    budaya organisasi telah lama diterapkan pada semua

    lini karyawan sesuai dengan tugas di bidangnya

    masing-masing, karena PT Central Proteinaprima Tbk

    memahami pentingnya pemahaman tujuan dari apa

    yang menjadi misi dan visi perusahaan serta tujuan

    organisasi oleh setiap karyawan akan membawa pada

    kemajuan dan daya saing dari PT Central

    Proteinaprima Tbk.

    Budaya perusahaan (corporate culture)meru-

    pakan aplikasi dari budaya organisasi (organizationalculture) terhadap badan usaha atau perusahaan.

    Kedua istilah ini sering dipergunakan untuk maksud

    yang sama secara bergantian (Ndraha, 2003:4).

    Dalam tulisan ini diupayakan konsistensi penggunaan

    kedua istilah tersebut dengan pengertian yang sesuai

    dengan istilah asli dari buku teks dan jurnal yang

    dijadikan acuan serta disesuaikan dengan konteks

    kalimat.

    Budaya perusahaan merupakan bagian dari ling-

    kungan internal yang tidak terpisahkan dari perusahaan

    yang terdiri dari seperangkat asumsi, keyakinan dannilai yang dianut bersama oleh anggota organisasi dan

    digunakan untuk mengatur serta mengarahkan perila-

    ku sesuai dengan fungsi yang diharapkan (Gordon,

    2002:374). Dengan demikian, seperti dinyatakan oleh

    Rue dan Byars (1989:513), budaya perusahaan meng-

    komunikasikan bagaimana anggota organisasi seha-

    rusnya berperilaku dengan membangun suatu sistem

    nilai yang disampaikan melalui tata cara, ritual, mitos,

    legenda, dan berbagai aktivitas lainnya.

    Beberapa penulis mendefinisikan budaya organi-

    sasi sebagai berikut: pola asumsi dasar yang dicipta-

    kan, ditemukan atau dikembangkan oleh kelompok

    tertentu dalam upaya untuk belajar mengatasi masalah

    adaptasi eksternal dan integrasi internalnya, dan yang

    telah berjalan dengan baik. Oleh karenanya, diajarkan

    kepada anggota baru sebagai cara merasakan dan

    memikirkan masalah tersebut Schein (1991:9); nilai-

    nilai, penuntun keyakinan akan suatu hal dan kebiasa-

    an yang dimiliki bersama dalam organisasi, yang ber-

    interaksi dengan struktur formal guna menghasilkan

    berbagai norma perilaku yang membedakan organi-

    sasinya dari organisasi lainnya (Hofstede, 1984:21,

    Kotter and Heskett, 1992:6).

    Werther dan Davis (1996:47) mendefinisikanbudaya perusahaan sebagai produk semua segi orga-

    nisasi: orangnya, keberhasilannya dan kegagalannya

    yang secara sadar atau di bawah sadar, dijalankan

    dalam kegiatan organisasi sehari-hari, sedangkan

    Ashby, 1999:5 serta Sherriton dan Stern (1997:24)

    mendefinisikannya sebagai cara hidup suatu kelom-

    pok, yaitu perusahaan atau organisasi, dan (Wheelen

    and Hunger, 1996:134) mendefinisikannya sebagai

    nilai-nilai yang dianut bersama oleh anggota perusa-

    haan dan diwariskan dari satu generasi ke generasi

    berikutnya.Beberapa penulis lainnya mendefinisikan budaya

    organisasi sebagai cara kita melakukan sesuatu di

    sekitar kita dan beberapa nilai dominan yang didu-

    kung oleh organisasi (Bower dalam Deal dan

    Kennedy, 2000:4); dan serangkaian asumsi yang

    secara implisit dipegang oleh kelompok dan yang me-

    nentukan bagaimana kelompok tersebut merasakan,

    memikirkan, dan bereaksi terhadap lingkungan

    (Kreitner dan Kinicki, 2006:43).

    Budaya yang dicirikan oleh nilai inti dari orga-

    nisasi yang dianut dengan kuat, diatur dengan baik,dan dirasakan bersama secara luas. Makin banyak

    anggota yang menerima nilai-nilai inti, menyetujui

    jajaran tingkat kepentigannya, dan merasa sangat

    terikat kepadanya, maka makin kuat budaya tersebut.

    Organisasi yang masih baru atau yang turnover

    anggotanya konstan, mempunyai budaya yang lemah

    karena para anggota tidak akan mempunyai penga-

    laman yang diterima bersama sehingga dapat mencip-

    takan pengertian yang sama. Ini jangan diartikan

    bahwa semua organisasi yang sudah matang dengan

  • 5/28/2018 153-332-1-PB

    3/13

    Ida Ayu Brahmasari, Peniel Siregar

    Nama OrangJURNAL APLIKASI MANAJEMEN | VOLUME 7 | NOMOR 1 | FEBRUARI 2009240

    anggota yang stabil akan mempunyai budaya yang

    kuat (Wheelen and Hunger, 1996).

    Salah satu teori kontingensi yang paling terkenal

    adalah Model Kepemimpinan Situasional yang dicip-

    takan oleh Hersey dan Blanchard pada tahun 1988.

    Model kepemimpinan ini mengemukakan bahwa pe-

    mimpin yang efektif memiliki gaya yang bervariasi

    dengan kesiapan pengikutnya. Kesiapan yang

    dimaksud menunjuk pada kemampuan karyawan atau

    tim kerja serta kemauan untuk mencapai tugas terten-

    tu. Kemampuan menunjuk pada sejauhmana peng-

    ikutnya memiliki keterampilan dan pengetahuan untuk

    melaksanakan tugasnya tanpa petunjuk dari pimpinan-

    nya. Kemauan menunjuk pada motivasi diri dan komit-

    men pengikutnya untuk melaksanakan tugas yangdiberikan. Model kepemimpinan ini menekan konsep-

    konsep yang berbeda ini ke dalam suatu kondisi situasi

    tunggal (McShane dan Von Glinov, 2005:426).

    Hershey dan Blanchard menggunakan studi dari

    Ohio State University (OSU) untuk mengembangkan

    lebih lanjut empat gaya kepemimpinan untuk para

    manajer, yaitu:

    Tellingpemimpin mendifinisikan peran yang

    dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan dan men-

    ceritakan kepada pengikutnya tentang apa, di

    mana, bagaimana, dan kapan melakukan tugas-nya.

    Sellingpemimpin memberikan kepada pengi-

    kutnya instruksi terstruktur dan mendukung.

    Participatingpemimpin dan pengikutnya ber-

    bagi keputusan tentang bagaimana yang terbaik

    untuk memenuhi pekerjaan yang berkualitas

    tinggi.

    Delegatingpemimpin memberikan arahan

    sedikit spesifik, tertutup atau dukungan personal

    kepada pengikutnya (Ivancevich, Konopaske dan

    Matteson, 2005:504505).Gaya kepemimpinan yang tepat didapatkan

    dengan cara menyilangkan anatara kesiapan pengikut

    yang bervariasi dari rendah ke tinggi dengan salah

    satu daya kepemimpinan. Keempat gaya kepemim-

    pinan menggambarkan kombinasi antara tugas dan

    perilaku pemimpin yang berorientasi pada hubungan

    (S1S4). Para pemimpin didorong untuk menggu-

    nakan gaya telling kepada pengikutnya dengan

    kesiapan rendah. Gaya ini mengkombinasikan perilaku

    pemimpin yang berorientasi pada tugas yang tinggi,

    seperti memberikan instruksi, dengan perilaku pemim-

    pin yang berorientasi pada hubungan rendah. Karena

    kesiapan pengikut meningkat, maka pemimpin disa-

    rankan untuk secara bertahap bergerak gaya kepe-

    mimpinan dari telling ke selling keparticipating

    dan pada akhirnya ke gaya delegating (Kinicki dan

    Kreitner, 2005:352353).

    Stoner (2000:216) menyatakan bahwa komuni-

    kasi sebagai proses yang dipergunakan oleh manusia

    untuk mencari kesamaan arti lewat transmisi pesan

    simbolik. Selanjutnya, Stoner menyatakan bahwa pe-

    ngertian komunikasi tersebut ada tiga butir penting,

    yaitu (a) bahwa komunikasi melibatkan orang, dan

    bahwa memahami komunikasi termasuk mencoba

    memahami cara manusia saling berhubungan; (b) bah-wa komunikasi termasuk kesamaan arti, yang berarti

    bahwa agar manusia dapat berkomunikasi, mereka

    harus menyetujui definisi istilah yang mereka gunakan;

    dan (c) bahwa komunikasi termasuk simbol, baik itu

    badan, suara, huruf, angka, dan kata-kata hanya dapat

    mewakili atau mendekati ide yang mereka maksudkan

    untuk dikomunikasikan.

    Komunikasi menurut Robbins (2001:6) adalah

    langkah-langkah antara satu sumber dan penerima

    yang menghasilkan pentransferan dan pemahaman

    makna. Gibson, et al.(2003:230232) menyatakanbahwa komunikasi sebagai suatu proses penyampaian

    informasi dan pengertian dengan menggunakan tanda-

    tanda yang sama.

    Komunikasi merupakan perekat yang mere-

    katkan organisasi secara bersama-sama. Komunikasi

    membantu anggota organisasi untuk mencapai baik

    tujuan individu maupun organisasi, mengimplemen-

    tasikan dan merespon perubahan organisasi, meng-

    koordinasikan berbagai aktivitas, dan berkaitan secara

    virtual dengan semua perilaku yang relevan dengan

    organisasi. Ketika efektivitas komunikasi organisasikurang efektif seperti seharusnya, maka organisasi

    juga tidak seefektif seharusnya (Ivancevich, Konopaske

    dan Matteson, 2005:421).

    Menurut Kinicki dan Kreitner (2007:438), mana-

    jemen adalah komunikasi. Setiap fungsi manajerial

    dan aktivitas melibatkan berbagai bentuk komunikasi

    baik langsung maupun tidak langsung. Apakah dalam

    melakukan perencanaan dan pengorganisasian atau

    pengarahan dan memimpin, manajer berkomunikasi

    dengan atau melalui orang lain. Keputusan manajerial

  • 5/28/2018 153-332-1-PB

    4/13

    241TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 43/DIKTI/KEP/2008 ISSN: 1693-5241

    Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan Situasional dan Pola Komunikasi

    dan kebijakan organisasional tidak efektif kecuali dapat

    dipahami oleh orang-orang yang bertanggungjawab

    untuk melaksanakannya. Komunikasi didefinisikan

    sebagai pertukaran informasi antara seorang pengi-

    rim dan seorang penerima, dan kesimpulan (persepsi)

    terhadap makna komunikasi antara individu yang

    terlibat. Komunikasi merupakan suatu proses dua arah

    yang terdiri dari elemen-eleman yang terkait secara

    berurutan. Manajer yang memahami proses ini dapat

    menganalisis pola komunikasi mereka serta program

    desain komunikasi yang cocok untuk kebutuhan

    organisasi.

    Komunikasi dapat mengalir secara vertikal atau

    lateral. Dimensi vertikal dibagi menjadi dua arah, yaitu

    ke bawah dan ke atas (Robbins, 2005301302). Ko-munikasi yang mengalir dari satu tingkat suatu kelom-

    pok atau organisasi ke tingkat yang lebih rendah meru-

    pakan komunikasi ke bawah.

    Pola komunikasi ke bawah biasa digunakan oleh

    manajer untuk berkomunikasi dengan karyawannya.

    Komunikasi ini digunakan oleh pimpinan kelompok

    dan manajer untuk menentukan tujuan, memberikan

    instruksi pekerjaan, menginformasikan kepada karya-

    wan tentang kebijakan dan prosedur, menunjukkan

    masalah yang perlu mendapatkan perhatian, dan

    memberikan umpan balik tentang kinerja. Pola ko-munikasi ini tidak harus berbentuk kontak lisan atau

    face to face, misalnya menggunakan surat atau e-

    mail.

    Pola komunikasi ke atas mengalir ke tingkat yang

    lebih tinggi dalam kelompok atau organisasi. Pola

    komunikasi digunakan untuk memberikan umpan balik

    ke atas. Pola komunikasi ini membuat manajer

    menyadari bagaimana karyawan merasakan peker-

    jaannya, rekan kerja, dan organisasi secara umum.

    Manajer juga bergantung pada pola komunikasi ini

    untuk mendapatkan ide-ide untuk memperbaiki ber-bagai hal. Misalnya, laporan kinerja yang disiapkan

    oleh lower managementuntuk ditinjau oleh middle

    dan top management, kotak saran, survei tentang

    sikap karyawan, diskusi antara atasan dan bawahan

    serta sesi keluhan informal di mana karyawan me-

    miliki peluang untuk mengidentifikasi dan menidis-

    kusikan masalah dengan bosnya atau wakil dari

    manajemen yang lebih tinggi.

    Pola komunikasi lateral terjadi ketika komunikasi

    terjadi di antara anggota dalam kelompok kerja yang

    sama, di antara anggota kelompok kerja pada tingkat

    yang sama, di antara manajer pada tingkat yang sama,

    atau di antara personel yang secara horisontal sama.

    Jika komunikasi horisontal seringkali dilakukan

    untuk menghemat waktu, dan memfasilitasi koordi-

    nasi, komunikasi lateral secara formal memiliki sanksi.

    Pola komunikasi ini secara informal diciptakan untuk

    memotong hierarki vertikal dan mempercepat tindak-

    an. Komunikasi lateral dari sisi manajemen dapat baik

    atau buruk. Ketaatan yang ketat pada struktur vertikal

    yang formal untuk semua komunikasi dapat mengha-

    langi efisiensi dan akurasi transfer informasi. Oleh

    sebab itu, pola komunikasi lateral dapat mengun-

    tungkan. Dalam kasus tertentu, komunikasi ini terjadi

    dengan sepengetahuan dan dukungan penyelia, namunsebaliknya, juga dapat menciptakan konflik disfung-

    sional ketika saluran vertikal yang formal dilanggar,

    bilamana anggota organisasi melewati penyelia mere-

    ka agar semuanya dapat berjalan, atau ketika bosnya

    mengetahui bahwa tindakan yang dilakukan atau

    keputusan yang dibuat adalah tanpa sepengeta-

    huannya.

    Kadang-kadang perilaku karyawan yang tidak

    tepat mengacaukan atau kinerjanya tidak dapat

    diterima oleh organisasi. Dalam kondisi ini, dibutuhkan

    disiplin. Disiplin merupakan tindakan manajemen yangmendorong pemenuhan standar organisasi (Werther

    dan Davis, 1996:515). Menurut Mondy dan Noe

    (2005:451), disiplin merupakan kontrol diri dan tingkah

    laku tertata karyawan dan mengindikasikan adanya

    tim kerja yang sejatinya di dalam suatu organisasi.

    Tindakan disiplin memberikan suatu penalti atas

    karyawan yang gagal memenuhi standar. Tindakan

    disiplin yang efektif menunjukkan perilaku karyawan

    yang salah, bukan karyawan sebagai perseorangan.

    Tindakan disiplin yang dilakukan secara tidak tepat

    dapat merusak, baik bagi karyawan maupun orga-nisasi. Oleh sebab itu, tindakan disiplin tidak boleh

    dilakukan dengan sembarangan.

    Mathis dan Jackson (2000:314) menyatakan

    bahwa disiplin merupakan bentuk pelatihan yang

    menegakkan peraturan-peraturan organisasi. Tujuan

    pencegahan disiplin adalah untuk meningkatkan

    kesadaran karyawan akan kebijakan dan aturan orga-

    nisasi. Pengetahuan tentang tindakan disiplin dapat

    mencegah terjadinya pelanggaran. Penekanan pada

    pencegahan disiplin serupa dengan penekanan pada

  • 5/28/2018 153-332-1-PB

    5/13

    Ida Ayu Brahmasari, Peniel Siregar

    Nama OrangJURNAL APLIKASI MANAJEMEN | VOLUME 7 | NOMOR 1 | FEBRUARI 2009242

    pencegahan kecelakaan. Konseling oleh penyelia di

    unit kerja dapat memberikan dampak positif. Sering-

    kali orang membutuhkan untuk disadarkan tentang

    suatu aturan, dan konseling dapat memberikan kesa-

    daran tersebut. Pelanggaran tertentu membawa

    penalti yang lebih berat daripada pelanggaran lainnya.

    Masalah disiplin yang umum ditimbulkan oleh

    karyawan bermasalah antara lain terlambat datang,

    pulang cepat, tidak masuk kerja, defisiensi produkti-

    vitas, alkoholisme, dan ketidak patuhan. Lebih lanjut,

    Mathis dan Jackson mengemukakan bahwa disiplin

    yang terbaik adalah jenis disiplin diri, karena sebagian

    besar orang memahami apa yang diharapkan dari

    dirinya dalam pekerjaannya, dan biasanya karyawan

    diberi kepercayaan untuk menjalankan pekerjaannyasecara efektif. Namun, beberapa orang menyadari

    perlunya disiplin eksternal untuk membantu disiplin

    diri mereka. Disiplin yang efektif sebaiknya diarahkan

    kepada perilakunya, bukan kepada karyawan secara

    pribadi, karena alasan untuk pendisiplinan adalah untuk

    meningkatkan kinerja.

    Disiplin dapat secara positif dikaitkan dengan

    kinerja, di mana hal ini bertentangan dengan anggapan

    orang-orang bahwa disiplin dapat merusak perilaku.

    Para karyawan bisa saja menolak tindakan disiplin

    yang tidak adil dari manajemennya, namun tindakanyang diambil untuk mempertahankan standar yang

    sudah ditetapkan bisa mendorong adanya norma

    kelompok dan menghasilkan peningkatan kinerja dan

    rasa keadilan.

    Dari pendapat para ahli yang telah disebutkan

    diatas, maka dapat disimpulkan bahwa seorang karya-

    wan dapat dinilai sebagai individu yang memiliki kedi-

    siplinan yang tinggi apabila individu tersebut memiliki

    kesadaran dalam melaksanakan aturan perusahaan

    dan norma sosial. Kesadaran adalah sikap seseorang

    yang secara sukarela menaati semua peraturan dansadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Jadi, dia

    akan mematuhi/mengerjakan semua tugasnya dengan

    baik, bukan atas paksaan. Kesediaan adalah suatu

    sikap, tingkah laku, dan perbuatan seseorang yang

    sesuai dengan peraturan perusahaan, baik yang tertulis

    maupun tidak (Hasibuan, 2000:74).

    Peraturan sangat diperlukan untuk memberikan

    bimbingan dan penyuluhan bagi karyawan dalam men-

    ciptakan tata tertib yang baik diperusahaan. Dengan

    tata tertib, semangat kerja, moral kerja yang baik,

    efisiensi dan efektivitas kerja karyawan akan mening-

    kat. Hal ini akan mendukung tercapainya tujuan peru-

    sahaan, karyawan dan masyarakat. Perusahaan akan

    sulit mencapai tujuannya, jika karyawannya tidak

    mematuhi peraturan-peraturan perusahaan tersebut.

    Kedisiplinan suatu perusahaan dikatakan baik, jika

    sebagian besar karyawan menaati peraturan-peraturan

    yang ada. Peraturan diperlukan dalam meningkatkan

    kedisiplinan dan mendidik karyawan supaya menaati

    semua peraturan perusahaan. Pemberian hukuman

    harus adil dan tegas terhadap semua karyawan.

    Dengan keadilan dan ketegasan, sasaran pemberian

    hukuman akan tercapai. Peraturan tanpa dibarengi

    pemberian hukuman yang tegas bagi pelanggarnya

    bukan menjadi alat pendidik bagi karyawan.Kinerja adalah pencapaian atas tujuan organisasi

    yang dapat berbentuk output kuantitatif maupun

    kualitatif, kreativitas, fleksibilitas, dapat diandalkan,

    atau hal-hal lain yang diinginkan oleh organisasi. Pene-

    kanan kinerja dapat bersifat jangka pendek maupun

    jangka panjang, juga dapat pada tingkatan individu,

    kelompok ataupun organisasi. Kinerja juga dapat diar-

    tikan sebagai pemenuhan suatu tugas. Poin penting

    dari kinerja adalah bahwa harus dipikirkan secara

    luas. Oleh karena itu, kinerja yang hanya difokuskan

    pada kuantitas outputakan disayangkan (Aldac danStearns, 1987:7778).

    Kinerja individu memberikan kontribusi pada

    kinerja kelompok yang selanjutnya, memberikan kon-

    tribusi pada kinerja organisasi. Pada organisasi yang

    sangat efektif, pihak manajemen membantu mencip-

    takan sinergi yang positif, yaitu secara keseluruhan

    yang lebih besar daripada jumlah dari bagian-

    bagiannya. Tidak ada satupun ukuran atau kriteria

    yang tepat merefleksikan kinerja di tingkat manapun

    (Gibson,et al., 1988:18).

    Dalam pengertian bebas, kinerja(performance)dapat diartikan sebagai suatu pencapaian hasil kerja

    sesuai dengan aturan dan standar yang berlaku pada

    masing-masing organisasi kerja. Menurut Simamora

    (2001:327), kinerja merupakan suatu pencapaian

    persyaratan-persyaratan pekerjaan tertentu yang

    akhirnya secara langsung dapat tercermin dari out-

    putyang dihasilkan baik jumlah maupun kualitasnya.

    Outputyang dihasilkan sebagaimana yang dikatakan

    Simamora di atas dapat berupa fisik maupun nonfisik.

    Hal ini ditegaskan oleh Nawawi (1997:234) yang

  • 5/28/2018 153-332-1-PB

    6/13

    243TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 43/DIKTI/KEP/2008 ISSN: 1693-5241

    Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan Situasional dan Pola Komunikasi

    menyebut kinerja dengan istilah karya, yaitu suatu hasil

    pelaksanaan suatu pekerjaan, baik bersifat fisik/ma-

    terial maupun non fisik/non material.

    Pada organisasi/unit kerja di mana output-nya

    dapat teridentifikasi secara individual dalam bentuk

    kuantitas seperti pabrik rokok, indikator kinerja peker-

    janya dapat diukur dengan mudah, yaitu dari besarnya

    outputyang dicapainya dalam kurun waktu tertentu.

    Namun pada unit kerja kelompok atau tim, kinerja

    tersebut agak sulit teridentifikasi secara kuantitas

    secara individual. Simamora menyatakan bahwa

    kinerja antara lain dapat dilihat dari indikator-indikator

    berikut: kepatuhannya terhadap segala aturan yang

    telah ditetapkan dalam perusahaan, dapat melaksana-

    kan tugasnya tanpa kesalahan (dengan tingkat kesa-lahan paling rendah), dan ketepatan dalam menjalan-

    kan tugasnya.

    Menurut Robbins (2005:526527) ada tiga krite-

    ria untuk mengetahui kinerja seseorang, yaitu:

    Hasil pelaksanaan tugas individual, yang apabila

    hasil akhir diperhitungkan, maka pihak manaje-

    men harus mengevaluasi hasil kerja karyawan.

    Menggunakan hasil kerja, seorang manajer pa-

    brik dapat dinilai berdasarkan kriteria tertentu

    seperti kualitas produksi atau biaya yang dikeluar-

    kan untuk satu unit produksi.

    Perilaku, tidak mudah untuk mengidentifikasi

    hasil-hasil tertentu secara langsung dari kegiatan

    karyawan. Hal ini khususnya terjadi pada karya-

    wan di tingkat menengah yang peranannya ber-

    ada ditengah-tengah kelompok kerja.

    Sifat, merupakan kriteria paling lemah yang se-

    cara luas dipergunakan oleh organisasi. Kriteria

    ini paling lemah dibandingkan dengan dua kriteria

    lainnya, karena kriteria ini dihilangkan paling jauh

    dari kinerja pekerjaan yang sebenarnya.

    Tujuan penilaian kinerja adalah sebagai alat

    diagnostik dan proses penilaian terhadap pengem-

    bangan individu, tim dan organisasi. Oleh karena ki-

    nerja merupakan suatu fungsi potensi, untuk mencapai

    dan mempertahankan kinerja diperlukan berbagaiproses organisasional yang memungkinkan orang

    maupun program mewujudkan potensi mereka sepe-

    nuhnya. Maka itu, kebutuhan untuk mencapai dan

    mempertahankan kinerja menentukan target kemam-

    puan organisasi. Kinerja juga dinilai berdasarkan

    tujuan organisasi secara keseluruhan yang mungkin

    telah dipecah menjadi beberapa target terpisah yang

    bersama-sama memberikan kontribusi bagi tujuan

    keseluruhan organisasi.

    Kerangka Konseptual

    Gambar 1. Kerangka Konseptual

  • 5/28/2018 153-332-1-PB

    7/13

    Ida Ayu Brahmasari, Peniel Siregar

    Nama OrangJURNAL APLIKASI MANAJEMEN | VOLUME 7 | NOMOR 1 | FEBRUARI 2009244

    METODE

    Jenis Penelitian

    Penelitian ini termasuk jenis penelitian penjelasan

    (explanatory research), yang akan menjelaskan

    hubungan kausal antara variabel budaya perusahaan,

    kepemimpinan situasional dan pola komunikasi terha-

    dap disiplin kerja dan kinerja karyawan PT Central

    Proteinaprima Tbk. melalui pengujian hipotesis.

    Populasi

    Populasi pada penelitian ini adalah karyawan tetap

    di PT Central Proteinaprima Tbk yang berjumlah 100

    orang dan karyawan kontrak sejumlah 150 orang.

    Sampel

    Mengingat penelitian ini membahas budaya

    organisasi yang berkaitan dengan interaksi yang erat

    antara karyawan dan filosofi perusahaan, maka dipilih

    karyawan tetap sebagai anggota sampel. Bendasar-

    kan pada syarat minimal untuk jumlah sampel bagi

    analisis dengan menggunakan SEM, maka keseluruh-

    an karyawan tetap akan diambil sebagai sampel, yaitu

    sejumlah 100 orang.

    Definisi Operasional dan Variabel Penelitian

    Berdasarkan kajian teori, kerangka konseptual

    dan hipotesis penelitian didepan maka dapat diidentifi-

    kasikan variabel eksogen dalam penelitian ini sebagai

    berikut ini.

    Budaya perusahaan adalah nilai-nilai, penuntun

    keyakinan akan suatu hal dan kebiasaan yang

    dimiliki bersama dalam organisasi, yang berinter-

    aksi dengan struktur formal guna menghasilkan

    berbagai norma perilaku yang membedakan

    organisasinya dari organisasi lainnya (Hofstede,1984:21, Kotter and Heskett, 1992:6). Secara

    operasional,variabel ini diukur menggunakan

    indikator sebagai berikut.

    - Seberapa jauh para karyawan dapat mema-

    hami tujuan yang ingin dicapai perusahaan

    (tujuan perusahaan)

    - Seberapa jauh inisiatif perusahaan membe-

    rikan kesempatan kepada seluruh karyawan

    untuk terlibat langsung dalam proses pe-

    ngambilan keputusan (konsensus).

    - Seberapa besar tingkat kemampuan perusa-

    haan untuk menumbuhkan suatu sikap agar

    selalu menjadi yang terbaik dan berprestasi

    yang lebih baik lagi dari apa yang pernah

    dilakukan sebelumnya (keunggulan).

    - Sikap yang dilakukan perusahaan terhadap

    karyawannya. Dalam hal ini perusahaan

    harus dapat berlaku adil dan tidak memihak

    terhadap kelompok tertentu pada lingkungan

    intern perusahaan (kesatuan).

    - Sikap perusahaan terhadap prestasi karya-

    wannya (prestasi).

    - Sejauhmana perusahaan mau menggunakan

    bukti-bukti empirik di dalam pengambilan

    keputusan (empirik).- Gambaran suatu kondisi pergaulan sosial

    dalam perusahaan dan antar karyawan

    perusahaan (keakraban).

    - Sejauhmana anggota perusahaan mau be-

    kerja sama dengan sungguh-sungguh dalam

    pencapaian tujuan perusahaan (integrasi).

    Kepemimpinan Situasional adalah teori kepe-

    mimpinan yang memfokus pada para pengikut.

    Kepemimpinan yang berhasil dicapai dengan

    memilih gaya kepemimpinan yang tepat, yangmenurut argumen Hersey dan Blanchard bersifat

    bergantung pada tingkat kesiapan atau kede-

    wasaan para pengikutnya. Secara operasional,

    variabel ini diukur menggunakan indikator sebagai

    berikut:

    - Kemampuan pemimpin untuk mendefinisi-

    kan peranan-peranan yang dibutuhkan untuk

    melakukan tugas dan mengatakan pada

    pengikutnya apa, di mana, bagaimana, dan

    kapan melakukan tugas-tugasnya (telling).

    - Kemampuan pemimpin untuk menyediakaninstruksi-instruksi terstruktur bagi bawahan-

    nya disamping juga harus supportif (selling).

    - Interaksi antara pemimpin dan bawahan di

    mana pimpinan dan bawahan saling berbagi

    dalam keputusan mengenai bagaimana yang

    paling baik untuk menyelesaikan tugas

    dengan baik (participating).

    - Kemampuan pimpinan dalam menyerahkan

    tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan

  • 5/28/2018 153-332-1-PB

    8/13

    245TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 43/DIKTI/KEP/2008 ISSN: 1693-5241

    Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan Situasional dan Pola Komunikasi

    pada bawahan agar dapat melakukan efek-

    tifitas pekerjaan (delegating).

    Pola Komunikasi adalah suatu proses penyam-

    paian informasi dan pengertian dengan menggu-

    nakan tanda-tanda yang sama Gibson (2003:230-

    232). Secara operasional, variabel ini diukur

    menggunakan indikator sebagai berikut:

    - Komunikasi Vertikal.

    Komunikasi yang bergerak ke atas atau

    kebawah menurut rantai komando.

    - Komunikasi Lateral

    Komunikasi lateral biasanya mengikuti pola

    arus pekerjaan dalam sebuah perusahaan,

    terjadi antara angota kelompok kerja yanglain, antara satu kelompok dengan kelompok

    kerja yang lain, antara anggota departemen

    yang berbeda, dan antara karyawan lini dan

    staf.

    Displin Kerja adalah salah satu fungsi operatif

    dari manajemen sumber daya manusia yang men-

    cerminkan besarnya rasa tanggung jawab sese-

    orang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepa-

    danya (Mathis, 2000:314). Secara operasional,

    variabel ini diukur menggunakan indikator sebagaiberikut:

    - Tingkat kehadiran

    - Ketepatan waktu kerja

    - Ketaatan terhadap peraturan

    Kinerja karyawan merupakan hasil kerja yang

    dicapai oleh karyawan di lingkungan perusahaan

    yang diukur melalui tiga indikator sebagai berikut

    Robbins (2001:650):

    - Hasil pelaksanaan tugas individu

    - Perilaku individu- Sikap individu

    Pengujian Hipotesis

    Bagi kepentingan analisis dan pengujian hipotesis,

    digunakan pendekatan statistik inferensial. Teknik

    analisis data yang dipergunakan pada penelitian ini

    adalah structural equation model (SEM) dengan

    menggunakan bantuansoftwareAMOS version 4.01.

    Structural Equation Model (SEM) adalah se-

    kumpulan teknik-teknik statistikal yang memungkinkan

    pengujian sebuah rangkaian hubungan antar variabel

    secara simultan. Hubungan yang rumit tersebut dapat

    dibangun antara satu atau beberapa variabel eksogen

    dengan satu atau beberapa variabel endogen. Masing-

    masing variabel eksogen dan endogen tersebut dapat

    berupa faktor atau konstruk (latent variable atau

    unobserved construct) yang dibangun dari beberapa

    indikator/dimensi, dapat pula beberapa manifestvari-

    able atau observed construct yang dapat diukur

    secara langsung dalam sebuah proses penelitian

    (Sharman, 1996:420).

    Hasil Uji Instrumen Penelitian

    Uji ValiditasBanyak peneliti yang menggunakan nilai kritis

    untuk loading factor paling rendah 0,40 dalam

    mengukur validitas suatu instrumen penelitian

    (Sharma, 1996). Dari hasil uji model terhadap 100

    responden ternyata variabel indikator menghasilkan

    nilai loadingyang masih di atas nilai kritis antara

    0,48 sampai dengan 0,86 (Tabel 1).

    Selain dari besarnya nilai loading,signifikansi

    dari variabel indikator bisa kita amati dari nilai criti-

    cal ratio (C.R) yang identik dengan thitung

    pada

    regresi. Nilai batas dihitung berdasarkan nilai Chi-square dengan derajat bebas sebesar 25 pada tingkat

    signifikansi 0,05 atau ttabel

    (25:0,05) = 2,201. Apabila

    nilai C.R berada di atas nilai ttabel

    , maka variabel

    indikator bisa dikatakan secara signifikan merupakan

    dimensi atau indikator dari variabel laten.

    HASIL

    Pada Tabel 1 nampak bahwa semua nilai criti-

    cal ratioterbukti diterima secara siginifikan berada

    di atas nilai batas 2,201. Ini menunjukkan bahwa

    semua variabel indikator valid untuk mengukur varia-bel laten.

    Uji Reliabilitas

    Untuk menguji reliabilitas masing-masing variabel

    indikator dalam penelitian, akan digunakan compos-

    ite-reliability.Nilai batas yang digunakan untuk meni-

    lai sebuah tingkat reliabilitas adalah > 0,70, walaupun

    angka itu bukanlah sebuah ukuran mati.

    Nilai di bawah 0,70 pun masih dapat diterima

    sepanjang disertai dengan alasan-alasan empirik

  • 5/28/2018 153-332-1-PB

    9/13

    Ida Ayu Brahmasari, Peniel Siregar

    Nama OrangJURNAL APLIKASI MANAJEMEN | VOLUME 7 | NOMOR 1 | FEBRUARI 2009246

    (Ferdinand, 2000). Hasil perhitungan composite-re-

    liabilitydari constructpada penelitian ini dapat dilihat

    pada Tabel 2.

    teoritik, sehingga model tersebut menjadi berarti.

    Sebaliknya, jika tidak ada kesesuaian, maka model

    empirik menjadi alternatif teori yang melengkapi,merevisi, menolak teori, atau bahkan memunculkan

    model teoritik baru.

    Structural Equation Model (SEM) adalah

    sekumpulan teknik-teknik statistikal yang memung-

    kinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan antar

    variabel secara simultan. Masing-masing variabel

    eksogen dan endogen tersebut dapat berupa faktor

    atau konstruk (latent variable atau unobserved

    construct) yang dibangun dari beberapa indikator/

    dimensi, dapat pula beberapa manifestvariable atau

    observed constructyang dapat diukur secara lang-

    sung dalam sebuah proses penelitian (Sharman, 1996:

    420).

    Evaluasi atas Multikolinearitas atau Singula-

    ritas

    Multikolinearitas atau singularitas dalam sebuah

    kombinasi variabel bisa diamati dari determinan

    matriks kovarians. Determinan yang benar-benar

    kecil mengindikasikan adanya multikolinearitas atau

    singularitas (Tabachnick dan Fidell, 1998 dalam

    Ferdinand, 2000). Dari text output yang dihasilkanoleh AMOS 4.0 data ini adalah sebagai berikut:

    Determinant of Sample Covariance Matrix= 41,325

    Angka ini sangat jauh dari nol, karena itu dapat

    disimpulkan tidak terdapat multikolinearitas atau si-

    ngularitas dalam data ini, karena itu asumsi ini dipenuhi.

    Evaluasi atas Kriteria Goodness of F it

    Hasil perhitungan Goodness of Fitdari model SEM

    di atas, dapat disarikan berdasarkan indeks-indeks

    dalam SEM sebagaimana nampak dalam Tabel 3.

    Tabel 1. Loading Factor M easurement M odel

    (Sumber: Data primer diolah (2006))

    Tabel 2. Hasil Uji Composite-Reliability

    (Sumber: Data primer diolah (2006))

    Pada Tabel 2 nampak bahwa hasil perhitungan

    construct reliability menunjukkan rata-rata masih

    di atas nilai batas yang ditentukan antara 0,72 sampaidengan 0,89. Dengan melihat kondisi-kondisi empiris

    di atas, maka nilai reliabilitas konstruk hubungan antar

    variabel dalam variabel-variabel construct yang

    diamati terhadap disiplin kerja dan kinerja karyawan

    masih bisa diterima.

    Evaluasi atas Hasil SEM

    Structural Equation Modelling merupakan

    perkembangan lebih lanjut dari analisis regresi bergan-

    da. Bila dalam analisis regresi berganda semua varia-

    bel bebas berderet dalam suatu blok, maka dalamanalisis jalur variabel bebas terbagi ke dalam sejumlah

    blok yang tersusun secara hierarkis sesuai landasan

    teorinya. (Pedhazur, 1982:157). Oleh karena itu,

    penggunaan analisis ini selalu berdasarkan pada model

    konseptual dukungan teoritik. Berdasarkan atas model

    konseptual teoritik, selanjutnya diuji model tersebut

    secara empirik. Signifikan model yang tampak hanya

    berdasarkan koefisien path yang signifikan pada

    setiap jalur. Kesimpulan dari model ini terletak pada

    kesesuaian data empirik yang terhimpun dengan model

  • 5/28/2018 153-332-1-PB

    10/13

    247TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 43/DIKTI/KEP/2008 ISSN: 1693-5241

    Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan Situasional dan Pola Komunikasi

    Berdasarkan hasil perhitungan pada uji kesesuai-

    an Tabel 3. di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut;

    nilai 2

    - Chi Square sebesar 4.786 dan significantprobability sebesar 0.361 menunjukkan bahwa model

    yang akan diuji memiliki kesesuaian yang baik seba-

    gaimana disampaikan oleh Hair (1995) yang menyata-

    kan bahwa semakin kecil nilai chi square akan

    semakin baik model yang disusun (karena dalam uji

    beda chi square, 2 = 0 berarti benar-benar tidak ada

    perbedaan dan H0 diterima) dan diterima dengan cut

    off valuesebesar p > 0.05. Perhitungan nilai RMSEA

    menunjukkan bahwa model yang akan diuji juga memi-

    liki kesesuaian yang baik seperti yang dikatakan oleh

    Hair (1995) bahwa nilai RMSEA yang lebih kecil atau

    sama dengan 0.08 merupakan indeks untuk diterima-

    nya sebuah model. Perhitungan nilai GFI menunjukkan

    bahwa model juga memiliki kesesuaian yang baik di

    mana hal tersebut ditunjukkan oleh nilai GFI yang

    mendekati 1 (rentang nilai GFI antara 0 (poor fit)

    sampai dengan 1 (perfect fit)). Nilai yang tinggi dalam

    indeks ini menunjukkan sebuah better fit. Perhitungan

    nilai AGFI menunjukkan bahwa model yang diajukan

    perlu dipertimbangkan (marjinal) karena nilai AGFI

    yang dihasilkan berada di bawah angka 0.90 di mana

    batasan sebuah model dinilai memiliki overall model

    fitadalah nilai AGFI minimal sebesar 0.95. Perhi-tungan nilai CMIN/DF menunjukkan bahwa model

    yang akan diujikan memiliki kesesuaian antara data

    dengan model di mana hal tersebut ditunjukkan dengan

    nilai CMIN/DF yang berada di bawah nilai 2.0.

    Perhitungan nilai TLI (Tucker Lewis Index) menun-

    jukkan bahwa model yang akan diujikan memiliki

    kesesuaian yang baik, di mana batasan dari nilai TLI

    adalah > 0.95 dan nilai yang sangat dekat ke 1 menun-

    jukkan a very good index (Arbuckle, 1997). Nilai

    CFI (Comparative Fit Index) menunjukkan bahwa

    semakin mendekati 1, semakin bagus model yang

    diamati (Arbuckle, 1997) dan nilai CFI yang direko-

    mendasikan adalah > 0.95 di mana berdasarkan perhi-tungan di atas dapat dilihat bahwa model yang diajukan

    memiliki kesesuaian yang tinggi dengan nilai CFI

    sebesar 0.956

    Evaluasi atas Regression Weight untuk Uji

    Kausalitas

    Untuk menguji hipotesis mengenai kausalitas yang

    dikembangkan dalam model ini, perlu diuji hipotesis

    yang menyatakan bahwa koefisien regresi antara hu-

    bungan adalah sama dengan nol melalui uji-t yang

    lazim dalam model-model regresi. Tabel berikut inimenyajikan nilai-nilai koefisien regresi dan t-hitungnya

    (CR).

    Dengan menghitung nilai batas berdasarkan nilai

    Chi-square dengan derajat bebas sebesar 12 pada

    tingkat signifikansi 0,05 atau ttabel

    (12;0,05) = +2,201.

    Maka pada tabel di atas, melalui pengamatan nilai

    CR terlihat bahwa semua koefisien regresi secara

    signifikan tidak sama dengan nol (nilai CR > t-tabel

    +2,201). Hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel

    kompensasi, komunikasi vertikal, partisipasi karya-

    wan, dan iklim kerja berpengaruh secara signifikanterhadap pembentukan disiplin kerja dan prestasi kerja

    karyawan.

    Pengujian Hipotesis

    Berdasarkan hasil perhitungan yang telah diper-

    oleh pada bab V sebelumnya, maka pada bagian ini

    akan disampaikan hasil pengujian hipotesis dan pem-

    bahasan atas hubungan antar variabel yang diamati

    dalam kegiatan penelitian ini sebagai berikut ini.

    Tabel 3.Goodness of F it I ndices

    (Sumber: Data primer yang diperbandingkan)

  • 5/28/2018 153-332-1-PB

    11/13

    Ida Ayu Brahmasari, Peniel Siregar

    Nama OrangJURNAL APLIKASI MANAJEMEN | VOLUME 7 | NOMOR 1 | FEBRUARI 2009248

    Hipotesis terbukti (1= 0,543; CR = 2,954) di

    mana hasil perhitungan menunjukkan variabel

    budaya organisasi memiliki pengaruh yang sig-nifikan terhadap variabel disiplin kerja.

    Hipotesis terbukti (2= 0,524; CR = 2.951) di

    mana hasil perhitungan menunjukkan bahwa

    budaya organisasi secara signifikan berpengaruh

    terhadap kinerja karyawan.

    Hipotesis terbukti (3= 0,201; CR = 3.243) di

    mana hasil perhitungan menunjukkan bahwa va-

    riabel kepemimpinan situasional secara signifikan

    berpengaruh terhadap disiplin kerja.

    Hipotesis terbukti (4= 0,347; CR = 4.551) di

    mana hasil perhitungan menunjukkan bahwavariabel kepemimpinan situasional secara signi-

    fikan berpengaruh terhadap kinerja karyawan.

    Hipotesis terbukti (5= 0,119; CR = 4.462) di

    mana hasil perhitungan menunjukkan bahwa va-

    riabel pola komunikasi secara signifikan berpe-

    ngaruh terhadap disiplin kerja karyawan.

    Hipotesis terbukti (6= 0,174; CR = 3.625) di

    mana hasil perhitungan menunjukkan bahwa va-

    riabel pola komunikasi secara signifikan berpe-

    ngaruh terhadap disiplin kerja karyawan.

    Hipotesis terbukti (6= 0,511; CR = 3.517) dimana hasil perhitungan menunjukkan bahwa

    variabel disiplin kerja secara signifikan berpe-

    ngaruh terhadap kinerja karyawan.

    PEMBAHASAN

    Berdasarkan hasil pembuktian hipotesis dengan

    menggunakan analisis SEM dibuktikan bahwa variabel

    budaya organisasi memiliki pengaruh yang signifikan

    dan dominan terhadap disiplin kerja dan kinerja kar-

    yawan, di mana hal tersebut sesuai dengan pendapat

    yang disampaikan oleh Deal dan Kennedy, Denison,

    Ouchi, Posner, Kouzes dan Schmidt, Pritchard dan

    Karasick, serta Sathe dalam Ritchie (2000) danGorgon (2002:374), bahwa budaya organisasi dapat

    sangat mempengaruhi individu dan kinerja peru-

    sahaan, terutama dalam lingkungan yang bersaing.

    Hasil penelitian ini memperkuat teori yang dike-

    mukakan oleh Hersey dan Blanchard (1988) serta

    McShane dan Von Glinov (2005:426) yang menyata-

    kan bahwa gaya kepemimpinan memiliki pengaruh

    yang dominan terhadap kinerja karyawan dimana

    semakin tinggi kesesuaian antara tingkat kematangan

    bawahan dengan kemampuan dan kemauan pemim-

    pinnya maka karyawan akan merasa mendapatkanperlindungan dan bimbingan dari pemimpin yang pada

    akhirnya bersedia untuk menyumbangkan karya

    terbaiknya untuk perusahaan.

    Hasil penelitian ini juga memperkuat pendapat

    Ivancevich, Konopaske dan Matteson, 2005:421 serta

    Kinicki dan Kreitner (2007:438) yang menyatakan

    bahwa komunikasi membantu anggota organisasi

    untuk mencapai baik tujuan individu maupun organi-

    sasi, mengimplementasikan dan merespon perubahan

    organisasi, mengkoordinasikan berbagai aktivitas, dan

    berkaitan secara virtual dengan semua perilaku yangrelevan dengan organisasi. Jika komunikasi organisasi

    kurang efektif maka organisasi juga tidak seefektif

    yang seharusnya.

    Hasil penelitian ini mendukung pendapat Mathis

    dan Jackson (2000:314), yang menyatakan bahwa

    disiplin dapat secara positif dikaitkan dengan kinerja,

    dimana hal ini bertentangan dengan anggapan orang-

    orang bahwa disiplin dapat merusak perilaku. Para

    karyawan bisa saja menolak tindakan disiplin yang

    tidak adil dari manajemennya, namun tindakan yang

    Tabel 4. Estimasi Parameter

    (Sumber: Data primer diolah)

  • 5/28/2018 153-332-1-PB

    12/13

    249TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 43/DIKTI/KEP/2008 ISSN: 1693-5241

    Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan Situasional dan Pola Komunikasi

    diambil untuk mempertahankan standar yang sudah

    ditetapkan bisa mendorong adanya norma kelompok

    dan menghasilkan peningkatan kinerja dan rasa

    keadilan.

    KESIMPULAN DAN SARAN

    Kesimpulan

    Budaya organisasi memiliki pengaruh yang sig-

    nifikan terhadap disiplin kerja kerja karyawan di

    PT Central Proteinaprima Tbk.

    Budaya organisasi memiliki pengaruh yang sig-

    nifikan terhadap kinerja kerja karyawan di PT

    Central Proteinaprima Tbk.

    Kepemimpinan situasional memiliki pengaruhyang signifikan terhadap disiplin kerja kerja kar-

    yawan di PT Central Proteinaprima Tbk.

    Kepemimpinan situasional memiliki pengaruh

    yang signifikan terhadap kinerja kerja karyawan

    di PT Central Proteinaprima Tbk.

    Pola komunikasi memiliki pengaruh yang signi-

    fikan terhadap disiplin kerja kerja karyawan di

    PT Central Proteinaprima Tbk.

    Pola komunikasi memiliki pengaruh yang signi-

    fikan terhadap kinerja kerja karyawan di PT

    Central Proteinaprima Tbk. Disiplin kerja memiliki pengaruh yang signifikan

    terhadap kinerja karyawan di PT Central

    Proteinaprima Tbk.

    Saran

    Budaya organisasi PT Central Proteinaprima

    yang saat ini dianut oleh seluruh anggota organisasi

    harus terus dijaga dan terus ditingkatkan agar dapat

    membantu seluruh pimpinan maupun karyawan (orga-

    nisasi) untuk melakukan adaptasi terhadap perubahan

    di lingkungan eksternalnya serta integrasi di lingkung-an internalnya, terutama nilai-nilai organisasi yang

    menjadi jantung dari budaya organisasi PT Central

    Proteinaprima Tbk. Selain itu, perlu diciptakan iklim

    kerja yang harmonis melalui keterbukaan antara ma-

    najemen dan karyawan sehingga setiap permasalahan

    karyawan dapat diketahui dengan jelas oleh pihak

    manajemen dan dapat dicarikan jalan keluarnya.

    Upaya tersebut perlu dilakukan mengingat pemben-

    tukan suatu kondisi pergaulan sosial yang akrab dan

    harmonis dalam organisasi akan dapat tercapai bila

    tercipta iklim kerja yang kondusif yang mendukung

    terciptanya rasa kebersamaan dalam bekerja dan

    menghindari sebisa mungkin konflik-konflik yang

    mungkin timbul.

    Gaya kepemimpinan situasional yang selama ini

    dijalankan oleh pimpinan PT Central Proteinaprima

    Tbk. terutama gaya telling agar tidak terjadi kesalahan

    interpreasi tentang peran yang dibutuhkan untuk kar-

    yawan dalam melakukan pekerjaan.

    Memberi kesempatan kepada para karyawan

    untuk mengajukan saran dan pendapat, terutama pada

    saat perusahaan sedang menghadapi masalah. Upaya

    ini perlui dilakukan dengan pertimbangan bahwa

    kebebasan mengemukakan pendapat dan otonomi

    tugas dapat menjadikan sebuah suasana kerja yangakrab serta mampu memberikan kepuasan kerja para

    karyawan karena mereka bekerja dalam lingkungan

    yang akrab dan harmonis.

    Tindakan disiplin yang diatur dalam peraturan

    perusahaan harus dijaga agar tidak dilakukan dengan

    semena-mena, apalagi tidak adil kepada seluruh

    anggota organisasi, baik pimpinan maupun karyawan.

    Hal ini untuk menghindari agar disiplin karyawan yang

    selama ini ada tetap terjaga. Dengan demikian, produk-

    tivitas dan kinerja perusahaan secara keseluruhan

    dapat ditingkatkan.

    DAFTAR RUJUKAN

    Ashby, C.F. 2000. Revitalize Your Corporate Culture.

    Houston, Texas: Cashman Dudley.

    Brown, A.D. 1998. Organizational Culture.2ndedition.

    Harlow, England: Financial Times. Prentice Hall.

    Champoux, J.E. 2006. Organizational Behavior.3rdedi-

    tion, USA: Thomson South-Western.

    Deal, T.E., and Kennedy, A.A. 2000. Corporate Cultures:

    The Rites and Rituals of Corporate Life. Cambridge,

    Massachusetts: Perseus Publishing.

    Gibson J.L., and Ivancevich J.M., Donnely Jr., J.H. 1995.

    Organizations. 8thed., Boston, Massachusetts: Irwin,

    Inc.

    Gordon, J.R. 2002. Organizational Behavior: A Diagnos-

    tic Approach,New Jersey: Prentice Hall International,

    Inc.

    Hodgetts R.M., and Luthans F. 1997.International Man-

    agement.3rded., New York: The McGraw-Hill Compa-

    nies, Inc.

    Hofstede, G. 1984. Cultures Consequences: International

    Differences in Work-Related Values.Abridged edi-

    tion, California: Sage Publications. Newbury Park.

  • 5/28/2018 153-332-1-PB

    13/13

    Ida Ayu Brahmasari, Peniel Siregar

    Nama OrangJURNAL APLIKASI MANAJEMEN | VOLUME 7 | NOMOR 1 | FEBRUARI 2009250

    Ivancevich J.M., Konopaske, R., dan Matteson, M.T. 2005.

    Organizational Behavior and Management.Boston:

    McGraw Hill.

    Kotter, J.P., and Heskett, J.L. 1992. Corporate Culture andPerformance. New York: The Free Press.

    Kreitner, R., and Kinicki, A. 2006. Organizational

    Behaviour. 2ndedition. New York: McGraw Hill.

    Luthans, F. 2002. Organizational Behavior. 9thed. New

    York: McGraw-Hill Irwin.

    Marcoulides, G.A., and Heck, R.H. 1993. Organizational

    Culture and Performance: Proposing and Testing a

    Model. Organization Science.4(2):209225.

    McShane, S.L., dan Von Glinov, M.A. 2005. Organizational

    Behavior. 3rdedition. New York: McGraw Hill.

    Miller, S. 1997.Human Resources Management. New York:

    Prentice Hall Inc.Plunkett, W.R., and Attner R.F. 1989.Management. 3rded.,

    Boston, Massachusetts: PWS-KENT Publishing

    Company.

    Ritchie, M. Organizational Culture: An Examination of Its

    Effect on the Internalization Process and Member

    Performance. Southern Business Review. 113.

    Robbins, S.P. 2005. Organizational Behavior.11thedition.New Jersey: Prentice-Hall Inc.

    Rue, L.W., and Byars, L.L. 1989.Management: Theory and

    Application.5thed. Homewood, Illinois: IRWIN.

    Schein, E.H. 1991. Organizational Culture and Leader-

    ship, 1sted., San Francisco, Oxford: Jossey-Bass Pub-

    lishers.

    Simamora, H. 1997.Manajemen Sumber Daya Manusia,

    Edisi Kedua, Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi

    YKPN.

    Werther, W.B., and Davis, K. 1996.Human Resources and

    Personnel Management. 5thed. New York: MacGraw

    Hill, Inc.Wheelen, G., and Jolan, H. 1996. Organizational Develop-

    ment: Behavioral Science Interventions for Organi-

    zation Improvement. New York:John Willey and Son

    Zwell, M. 2000. Creating a Culture of Competence.

    Canada:John Wiley & Sons, Inc.