_5_pmsr2003_des2004
TRANSCRIPT
![Page 1: _5_PMSR2003_Des2004](https://reader030.vdocument.in/reader030/viewer/2022020808/5571feff49795991699c71ff/html5/thumbnails/1.jpg)
5/13/2018 _5_PMSR2003_Des2004 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/5pmsr2003des2004 1/7
SURVEI CEMARAN MIKROBA, RESIDU ANTIBIOTIKA DAN SULFA
PADA PRODUK ASAL HEWAN DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT
DAN NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2003(A Survey Microbilogical Contaminants, Antibiotic and Sulpha Residues of
Livestock Products in West Nusa Tenggara and East Nusa Tenggara Provinces in
2003)
Handayani. N.M.S, A.A.S. Dewi dan N. Riti
Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional VI Denpasar
Abstrak
Survei cemaran mikroba, residu antibiotika dan sulfa telah dilakukan di Rumah Potong Hewan,pasar tradisional dan peternakan ayam di Propinsi NTB dan NTT pada tahun 2003. Selama survei
telah diambil 412 sampel, terdiri atas daging sapi, babi, ayam dan telur ayam. Cemaran mikroba diuji
secara kuantitatif terhadap E.coli, S.aureus, Coliform dan Salmonella sp, pengujian residu antibiotika
dengan teknik Bioassay, sedangkan pengujian residu sulfa pada daging ayam secara kuantitatif
menggunakan teknik High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Hasil survei menunjukkan,
sebanyak 210 sampel (73,2%) mengandung Total Plate Count (TPC) dan 174 sampel (60,6%)
mengandung E.coli dan tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). namun seluruh sampel
tidak mengandung kuman Staphylococcus aureus dan Salmonella sp. Hasil pengujian residu
antibiotika, 7 sampel (1,7%) mengandung residu golongan tetrasiklin, 8 sampel (1,9%) golongan
penisillin, 4 sampel (0,9%) golongan makrolida dan 6 sampel (1,4%) golongan aminoglikosida dari
412 sample yang diuji. Residu golongan tetrasiklin paling tinggi ditemukan pada daging ayam
(11,4%). Residu sulfa ditemukan dalam sampel daging ayam. Dari 20 sampel yang diuji, 5 sampel(25%) diantaranya mengandung sulfamerazine dan 3 sampel (15%) sulfadiazine dan tidak memenuhi
SNI.
Kata Kunci : Cemaran mikroba, Residu, Daging, Hati .
Abstract
A survey of microbiological contaminants, antibiotic and sulfa residues of livestock products were
conducted in West Nusa Tenggara and East Nusa Tenggara Provinces in 2003. Four hundred and
twelve samples consistency of eggs, meats and liver were collected from different location, slaughter
house, wet market and poultry farms. The samples were tested quantitatively for microbiological
contaminants such as E.coli, S.aureus, Coliform and Salmonella. Mean while as the antibiotic residueswere tested by bioassay technique. Quantitative test of sulpha residues from chicken meat sample were
tested by High Performance Liquid Chromatography technique. The result indicated that, 73.2% Total
Plate Count and containing 60.6% E.coli and were not acceptable for the Indonesian National
Standard. All samples were free from S. aureus and Salmonella sp contamination. The samples were
found contained antibiotic and sulpha residues. The percentages antibiotic residues were 1.7%
tetracycline group, 1.9% penicilline group, 0.9% macrolyde group and 1.4% aminoglycoside group.
The sulpha residues are 25% sulphamerazine and 15% sulphadiazine are also not acceptable.
Keywords : Microbiological contaminants, Residues, Meat, Liver.
![Page 2: _5_PMSR2003_Des2004](https://reader030.vdocument.in/reader030/viewer/2022020808/5571feff49795991699c71ff/html5/thumbnails/2.jpg)
5/13/2018 _5_PMSR2003_Des2004 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/5pmsr2003des2004 2/7
PENDAHULUAN
Bahan makanan asal hewan seperti
daging dan telur selain sebagai sumber
protein yang nilainya tinggi juga
merupakan salah satu media yang baik
bagi perkembang biakan
mikroorganisme dan dapat bertindak
sebagai pembawa (transmitter)
beberapa jenis penyakit yang kadang-
kadang sifatnya berbahaya bagimanusia (Anon.,1991). Disamping itu,
juga potensial mengandung residu,
karena pemakaian obat-obatan dalam
bidang peternakan tidak dapat
dihindarkan untuk menjaga kesehatan
dan sebagai pemacu pertumbuhan
ternak (Murdiati dan Bahri, 1991).
Pengawasan residu dan cemaran
mikroba dalam bahan makanan asal
hewan sangat penting terutama dalam
kaitannya dengan perlindungankesehatan dan keamanan konsumen.
Perdagangan internasional yang menuju
ke arah pasar bebas akan menyebabkan
tuntutan pembeli yang menekankan
kepada produk hewani yang bebas
residu atau residu free (Anon., 1997).
Berkaitan dengan hal tersebut, upaya
untuk memberikan jaminan terhadap
bahan makanan asal hewan terusdilakukan, salah satunya adalah dengan
melaksanakan program monitoring dan
surveilans residu (PMSR). Hasil
surveilans tahun 2002 di beberapa
wilayah kerja BPPV Regional VI
Denpasar menunjukkan bahwa, rata-
rata 80% sampel yang diuji
mengandung cemaran mikroba
melebihi Standar Nasional Indonesia
(Dartini dkk., 2003). Oleh sebab itu,
untuk mendapatkan gambaran secaragaris besar kandungan residu dan
sekaligus mengetahui tingkat cemaran
mikroba produk asal hewan yang
beredar di seluruh wilayah kerja BPPVRegional VI Denpasar maka tahun
2003 surveilans dilakukan di beberapa
derah NTB dan NTT yang belum
pernah dilakukan survei sebelumnya.
MATERI DAN METODE
1. Materi
Sampel yang diambil untuk analisa
adalah daging segar dan telur yang
diambil di derah NTB (Sumbawa,
Bima) dan NTT (Maumere,
Manggarai). Sebanyak 100-250 gram
untuk setiap sampel daging (sapi, babi,
ayam, kambing) diambil di rumah
potong hewan (RPH), tempat
pemotongan hewan (TPH), pasar
tradisional, sedangkan telur diambil di
peternakan. Jumlah keseluruhan sampel412 sampel.
2. Metode
2.1. Uji Cemaran Mikroba
Masing-masing sampel ditimbang 10
gram, dihomogenkan dan ditambahkan
90 ml pepton water 1%, kemudian
dikocok sampai homogen (pengenceran10-1). Sebanyak 1 ml dari campuran
tersebut diambil dan dimasukkan ke
dalam 9 ml pepton water ( pengenceran
10-2 ), demikian seterusnya sampai
pengenceran yang diinginkan. Masing-
masing pengenceran diambil 1 ml
dipupuk pada media nutrient agar
dengan sistem tuang, kemudian
diinkubasikan semalam pada suhu
370C. Koloni yang tumbuh dihitung
sebagai TPC (Total Plate Count). Daripengenceran 10
-1diambil 0,1 ml
![Page 3: _5_PMSR2003_Des2004](https://reader030.vdocument.in/reader030/viewer/2022020808/5571feff49795991699c71ff/html5/thumbnails/3.jpg)
5/13/2018 _5_PMSR2003_Des2004 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/5pmsr2003des2004 3/7
dipupuk pada media agar darah dan
Mac Conkey Agar, untuk pemeriksaan
E.coli dan S.aureus. Untuk uji Salmonella, 25 gram sampel
dimasukkan ke dalam 225 buffer fosfat
air pepton, selanjutnya diinkubasi 24
jam pada suhu 370
C. Diambil 1 ml,
dipupuk pada media “tetrationet broth”,
inkubasi pada suhu 370
C selama 24
jam, diambil satu loop kemudian
dipupuk pada bismut sulfit agar,
inkubasi 34 jam pada suhu 370
C.
Koloni yang dicurigai diuji denganserum polyvalen O, apabila positif
pemupukan dilanjutkan ke media
Shigella salmonella Agar. Apabila
positif dilanjtkan ke dalam uji biokimia
dan gula-gula.
2.2. Uji Residu Antibiotika
( Bioassay)
Sampel ditimbang seberat 10 gram
dihomogenkan dan ditambahkan bufferphospat pH 7,0 sebanyak 20 ml.
Setelah disentrifugasi, diambil
supernatannya. Kertas cakram (paper
dish) ditetesi dengan sampel tersebut
sebanyak 75 µl dan diletakkan di atas
permukaan media agar yang telah
dicampur dengan biakan bakteri uji
kemudian diinkubasikan semalam..
Sampel dinyatakan positif mengandung
residu antibiotika bila terbentuk daerahhambatan minimal 2 mm lebih besar
dari diameter kertas cakram (Anon.,
2000).
2.3. Uji Residu Sulfa
Sampel ditimbang seberat 10 gram,
ditambahkan 2 x 25 ml acetonitril
kemudian dihomogenkan dengan
homogenizer. Ekstrak yang sudah
homogen disaring dengan corong gelas
yang telah diisi kapas. Filtrat yang
dihasilkan ditambahkan 30 ml hexan jenuh dan dikocok. Fase acetonitril
ditampung dalam labu florintin
kemudian dievaporasi sampai kering.
Residu dilarutkan dengan 5 ml 85 %
methanol.
Fase clean up dilakukan dengan cara
memasukkan 6 gram aluminium oksid
basa aktif I yang sudah dicuci dengan
10 ml methanol ke dalam gelas kolomyang pada bagian ujungnya telah diisi
glasswool. Kemudian dielusi dengan 25
ml methanol 85 %. Ekstrak residu
dituangkan ke dalam gelas kolom,
kemudian dielusi dengan 25 ml
methanol ; asam asetat : air (30 : 0,4 :
70). Eluat dicuci dengan 20 ml hexan,
evaporasi pada suhu 400C sampai
kering. Residu dilarutkan dalam 1 ml
fase gerak, kemudian disaring dengan
filter ukuran 0,2 µm. Cuplikan sampeldiinjeksikan ke HPLC sebanyak 20 µl
dengan kondisi alat HPLC kecepatan
alir 0,8 ml/menit dan detektor UV 267
nm.
HASIL
1. Hasil Uji Cemaran Mikroba
Hasil pengujian sampel menunjukkan,rata-rata prosentase sampel produk asal
hewan mengandung cemaran mikroba
yang tidak memenuhi SNI yaitu TPC
(73,2%) dan E.coli (60,6,%). Tingkat
cemaran tertinggi terdapat pada daging
ayam yaitu TPC (91,4%) dan E.coli
(74,3%), disajikan pada tabel 1.
![Page 4: _5_PMSR2003_Des2004](https://reader030.vdocument.in/reader030/viewer/2022020808/5571feff49795991699c71ff/html5/thumbnails/4.jpg)
5/13/2018 _5_PMSR2003_Des2004 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/5pmsr2003des2004 4/7
Tabel 1
Hasil Pemeriksaan Cemaran Mikroba Berdasarkan Spesies Ternak
Spesies TernakJumlah
SampelTidak Memenuhi SNI
TPC E.coli S. aureus Salmonella
Ayam (daging ) 35 32 (91,4%) 26 (74,3%) 0 0
Sapi (daging&hati) 163 133 (81,6%) 101 (61,9%) 0 0
Babi (daging&hati) 51 27 (52,9%) 31 (60,8%) 0 0
Kambing (daging&hati) 38 18 (47,4%) 16 (42,1%) 0 0
Jumlah 287 210( 73,2%) 174 (60,6%) 0 0
Keterangan : Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Standar Nasional Indonesia
(SNI), No: 01-6366-2000 dalam satuan CFU/gram;Sampel daging : TPC : 1 x 104 ,
E.coli : 5x 101 ; S.aureus:1x102 ; Salmonella sp:negatif
2. Hasil Uji Residu Antibiotika
Hasil pengujian residu antibiotika
menunjukkan, rata-rata 1,7%
mengandung residu golongan
tetrasiklin, 1,9% golongan penisillin,
0,9% golongan makrolida dan 1,4%
golongan aminoglikosida. Prosentase
tertinggi residu golongan tetrasiklin
terdapat pada daging ayam (11,4%),
disajikan pada tabel 4.
Tabel 4
Hasil Uji Residu Antibiotika ( Bioassay) Berdasarkan Jenis Sampel
Hasil Uji Residu AntibiotikaJenis Sampel Jumlah Sampel
TC’s PC’s ML’s AG’s
Daging Sapi 163 2 (1,2%) 4 (2,4%) 2 (1,2%) 1 (0,6%)
Daging Ayam 35 4 (11,4%) 0 0 2 (5,7%)
Daging Kambing 38 1 (1,6%) 0 0 3 (7,9%)
Telur Ayam 125 0 2 (1,6%) 2 (1,6%) 0
Daging Babi 51 0 2 (3,9%) 0 0
Jumlah 412 7 (1,7%) 8 (1,9%) 4 (0,9%) 6 (1,4%)
Keterangan : TC’s: golongan tetrasiklin; PC’s: golongan penisillin; ML’s: golongan
macrolida; AG’s: golongan aminoglikosida; 0: negatif
Berdasarkan asal sampel, prosentase
tertinggi residu golongan tetrasiklin
terlihat pada sampel dari Sumbawa
(5,2%), residu golongan penisillin
(6,2%) dan golongan Macrolida (2,1%)
pada sampel Manggarai dan golongan
aminoglikosida (3%) terdapat pada
sampel dari Bima, disajikan pada tabel
5.
![Page 5: _5_PMSR2003_Des2004](https://reader030.vdocument.in/reader030/viewer/2022020808/5571feff49795991699c71ff/html5/thumbnails/5.jpg)
5/13/2018 _5_PMSR2003_Des2004 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/5pmsr2003des2004 5/7
Tabel 5.
Hasil Uji Residu Antibiotika ( Bioassay) Berdasarkan Asal Sampel
Hasil Uji Residu AntibiotikaLokasi Sampling
Jumlah
Sampel TC’s PC’s ML’s AG’s
Sumbawa (NTB) 116 6 (5,2%) 0 0 3(2,6%)
Manggarai (NTT) 97 0 6 (6,2%) 2 (2,1%) 0
Bima (NTB) 100 0 2 (2%) 2 (2%) 3 (3%)
Maumere (NTT) 99 1 (1%) 0 0 0
Jumlah 412 7 (1,7%) 8 (1,9%) 4 (0,9%) 6 (1,4%)
Keterangan : TC’s: golongan tetrasiklin; PC’s: golongan penisillin; ML’s: golongan
macrolida; AG’s: golongan aminoglikosida; 0: negatif
3. Hasil Uji Residu Sulfa
Hasil uji terhadap 20 sampel daging
ayam yang berasal dari Sumbawa
terhadap residu obat golongan sulfa
(sulfadiazine dan sulfamerazine)
disajikan pada tabel 5. Sebanyak 25%
dari sampel yang diperiksa
mengandung residu sulfamerazine dan
15% residu sulfadiazine.
Tabel 6
Hasil Uji Residu Sulfa pada Sampel Daging Ayam dari Sumbawa
Lokasi
Pengambilan
Sampel
Jumlah
Sampel
Tidak Memenuhi
SNI
SMZ SDZ
Pasar 20 5 (25%) 3 (15%)
Keterangan : SMZ : sulfamerazine; SDZ : Sulfadiazine
Batas Maksimum Residu dalam Standar Nasional Indonesia (SNI), No: 01-6366-2000 0,1 ppm.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengujian sampel
produk asal hewan yang tersaji dalam
tabel diatas, secara umum tingkat
hyegiene daging yang beredar di
Sumbawa, Bima (NTB) dan
Manggarai, Maumere (NTT) masih
rendah bila dibandingkan dengan
persyaratan yang ditetapkan dalam
Standar Nasional Indonesia. Rendahnya
hygiene daging yang diuji disebabkan
karena tingginya cemaran mikroba
terutama TPC (73,2%) dan E. coli
(60,6%) yang mencemari sampel
tersebut.
![Page 6: _5_PMSR2003_Des2004](https://reader030.vdocument.in/reader030/viewer/2022020808/5571feff49795991699c71ff/html5/thumbnails/6.jpg)
5/13/2018 _5_PMSR2003_Des2004 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/5pmsr2003des2004 6/7
Terkontaminasinya sampel terhadap
mikroba sudah terjadi mulai dari rumah
pemotongan hewan (RPH) yangmerupakan unit pengolahan tingkat
pertama dalam mata rantai kegiatan
agribisnis yang mana fungsinya sebagai
tempat terjadinya perubahan dari ternak
menjadi daging (Anon., 1997). Hal ini
dapat dilihat dari hasil uji sampel,
sebanyak 70,6% sampel daging yang
berasal dari RPH mengandung cemaran
mikroba terutama TPC tidak memenuhi
SNI. Pencemaran mikroba yang cukuptinggi di RPH sangat memungkinkan
mengingat kondisi RPH di NTB dan
NTT tidak memenuhi persyaratan
sanitasi lingkungan. Pegawai yang
terlibat dalam proses pemotongan
kurang peduli terhadap kebersihan
dirinya maupun tempat pemotongan.
Demikian pula halnya dengan kondisi
tempat pemotongan hewan (TPH) dan
pasar tradisional yang masih jauh dari
segi higienis.
Pemeriksaan terhadap bakteri
Salmonella sp dan Staphylococcus
aureus juga dilakukan terhadap seluruh
sampel daging. Namun demikian
semua sampel tidak ada yang
mengandung bakteri Salmonella sp dan
Staphylococcus aureus yang dapat
mengakibatkan diare maupun
keracunan (Marion and Hughes, 1975).
Hasil uji residu antibiotika
menunjukkan prosentase tertinggi
terdapat pada daging ayam (11,4%)
yaitu residu antibiotika golongan
tetrasiklin. Hal ini disebabkan karena
penggunaan antibiotika tetrasiklin
sering digunakan sebagai bahan
tambahan dalam makanan dan
minuman (Yoshimura dkk., 1990).
Tetrasiklin untuk pengobatandiperbolehkan, tetapi dilarang sebagai
tambahan dalam bahan makanan dan
minuman. Selain residu golongan
tetrasiklin, residu golongan penisillin,makrolida dan aminoglikosida juga
ditemukan pada sampel. Ditemukannya
residu antibiotika pada beberapa
sampel karena ternak dipotong sebelum
waktu henti obat dilampaui atau
terdesak oleh keadaan ekonomi.
Antibiotika dalam tubuh masih
meninggalkan residu sampai waktu
henti/withdrawal time 5 hari (Lastari
dkk., 1987).
Hasil uji terhadap residu sulfa pada
sampel daging ayam menunjukkan
bahwa terdeteksinya residu sulfa pada
sampel daging ayam terjadi mengingat
obat golongan ini baik tunggal maupun
dikombinasikan dengan
diaminopyrimidine pemakaiannya
cukup luas dimasyarakat sebagai
antibakterial dan antikoksidiosis
(Endoh, dkk,1992). Penambahan feedadditive pada pakan ayam yang
dilakukan sendiri oleh peternak kurang
dapat dijamin ketepatan takarannya,
selain itu kurangnya pengetahuan
peternak mengenai waktu henti obat
dapat mempengaruhi tingginya
konsentrasi residu pada daging (Anon.,
1994).
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus, 1991. Pola Pengembangan dan
Pembinaan Kesehatan Masyarakat
Veteriner. Manual Kesmavet No.
40/1991-92. Direktorat Bina Kesehatan
Hewan. Direktorat Jenderal Peternakan.
Departemen Pertanian Jakarta.
Anonimus, 1994. Hati-hati menggunakan Feed
Additive. Infovet. Edisi 014 Mei-Juni.
Anonimus, 1997. Manual Kesmavet . PedomanPembinaan Kesmavet. No. 47. Hal. 40.
![Page 7: _5_PMSR2003_Des2004](https://reader030.vdocument.in/reader030/viewer/2022020808/5571feff49795991699c71ff/html5/thumbnails/7.jpg)
5/13/2018 _5_PMSR2003_Des2004 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/5pmsr2003des2004 7/7
Anonimus, 2000. Pengembangan
Metode/Pelatihan Pengujian Residu
Obat dan Cemaran Mikroba. LokaPengujian Mutu Produk Peternakan.
Direktorat Jenderal Produksi
Peternakan.
Anonimus, 2000; Batas Maksimum Cemaran
Mikroba dan Batas Maksimum residu
dalam Bahan Makanan Asal Hewan.
Dewan Standarisasi Nasional-DSN.
Standard Nasional Indonesia-SNI No :
01-6366-2000. Direktorat Kesehatan
Masyarakat Veteriner. Jenderal Produksi
Peternakan Departemen Pertanian.
Dartini N.L., A.A.G.Putra, G. Kertayadnya,
A.A.,Dewi. 2003, Tingkat Cemaran
Mikroba, Residu Antibiotika Sulfa dan
Pestisida pada Bahan Asal Hewan di
Propinsi Bali, NTB dan NTT tahun
1996-2002. Makalah Workshop
Nasional Kesmavet tahun 2003. Balai
Penyidikan dan Pengujian Veteriner
Regional VI Denpasar.
Endoh,Y.S., Y.Takahashi and
M.Nishikawa.1992. HPLC
Determination of Sulfonamides, their
N4-Acetyl Metabolites and
Diaminopyrimidine Coccidiostats in
Chicken Tissues. Journal of Liquid
Chromatography .1992.
Lastari, P., Evie H.K., Noer Indah P., 1987,
Analisa Residu Tetrasiklin dalam Ayam
Broiller, Cermin Dunia Kedokteran No.46.
Marion, B and O. Hughes 1975, Introductory
Foods. 6th Edition.
Murdiati, T.B. and S. Bahri, 1991. Pola
Penggunaan Antibiotika dalam
Peternakan Ayam di Jawa Barat,
Kemungkinan Hubungan dengan
Masalah Residu. Proceeding Kongres
Ilmiah ke-8 ISFI, Jakarta.
Yoshimura, H., N.Osawa, F.S.C.Rasa,D.Hermawati, S.Werdiningsih,
N.M.R.Isriyanthi dan T.Sugimori 1991,
Residues of Doxycycline and
Oxytetracycline in eggs after medication
via drinking Water to Laying Hens,Food
Additives and Contaminants, 1991,
Vol. 8, No 1, 65-69.