7. analisis pengaruh leverage keuangan, profitabilitas dan cash position terhadap devidend payout...
DESCRIPTION
jural keuanganTRANSCRIPT
ANALISIS PENGARUH LEVERAGE KEUANGAN, PROFITABILITAS DAN CASH POSITION TERHADAP DEVIDEND PAYOUT RATIO
(Studi Empiris pada Perusahan Go Public yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)/ THE EFFECT OF FINANCIAL LEVERAGE, PROFITABILITY AND CASH POSITION
ON DEVIDEND PAYOUT RATIO (An empirical study on the companies which are listed at Indonesian Stock Exchange)
Oleh
Suryani Paulus Wardoyo
Fakultas Ekonomi Universitas Semarang
Abstrak
Tujuan studi ini adalah untuk menganalisis pengaruh dari financial leverage, profitabilitas dan posisi kas terhadap deviden payout ratio, dari perusahaan yang melakukan go public dan terdaftar di BEI. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 21 perusahaan, sedangkan pemilihan responden/sampel dilakukan secara purposive sampling. Dari hasil pengujian terhadap semua variable menunjukan bahwa tidak satupun dari ketiga variable independen yang berpengaruh terhadap DPR. Disamping itu, Koefisien determinasi dari penelitian ini hanya mencapai sebesar 1,5 %. Kata kunci : finasial leverage, profitabilitas, posisi kas dan dividend payout ratio.
Abstract The purpose of this study is to analysis the effect of financial leverage, profitability and cash position on devident payout ratio. The object of the study are the companies which are listed in Indonesian Stock Exchange. Total sample is 21 companies and purposive sampling is used. Conclusion of the study shown that all independen variable have no effect to DPR. Keyword : financial leverage, profitability, cash position and dividend payout ratio.
Latar Belakang
Tujuan utama dari investor dalam menanamkan dananya ke dalam perusahaan yaitu untuk
mencari pendapatan atau tingkat pengembalian investasi (return) baik berupa pendapatan
deviden (deviden yield) maupun pendapatan dari selisih harga jual saham terhadap harga belinya
(capital gain). Ross (1997) mendefinisikan deviden sebagai pembayaran kepada pemilik
perusahaan yang diambil dari keuntungan perusahaan, baik dalam bentuk saham maupun tunai.
Pembayaran deviden dalam bentuk tunai (kas) lebih banyak diinginkan investor daripada dalam
bentuk lain, karena pembayaran deviden tunai membantu mengurangi ketidakpastian investor
dalam aktivitas investasinya di dalam perusahaan.
Dalam hubungannya dengan pendapatan deviden, para investor umumnya menginginkan
pembagian deviden yang relatif stabil, karena dengan stabilitas deviden dapat meningkatkan
kepercayaan investor dalam menanamkan dananya kedalam perusahaan, sehingga mengurangi
unsur ketidakpastian dalam investasi (Ang, 1997). Di sisi lain perusahaan yang akan
membagikan deviden diharapkan pada berbagai macam pertimbangan anatara lain perlunya
menahan sebagian laba untuk re-investasi yang mungkin lebih menguntungkan, kebutuhan dana
perusahaan, likuiditas perusahaan, sifat pemegang saham, target tertentu yang berhubungan
dengan rasio pembayaran deviden yang berhubungan dengan kebijakan deviden.
Kebijakan deviden kas sebuah perusahaan memiliki dampak penting bagi banyak pihak yang
terlibat di masyarakat (Suherli,2004). Bagi para pemegang saham atau investor, deviden kas
merupakan tingkat pengembalian investasi mereka berupa kepemilikan saham yang diterbitkan
perusahaan lain. Bagi pihak manajemen, deviden kas merupakan arus kas keluar yang
mengurangi kas perusahaan. Perushaan yang memiliki kemampuan membayar deviden
diasumsikan masyarakat sebagai perusahaan yang menguntungkan. Namun pertimbangan
menjadi semakin rumit apabila kepentingan berbagai pihak diakomodasi. Di satu sisi ada pihak
yang cenderung berharap pembayaran deviden lebih besar atau sebaliknya. Sederhan saja,
umumnya pihak manajemen menahan kas untuk melunasi hutang atau meningkatkan investasi.
Maksudnya pengurangan hutang akan mengurangi cash outflow berupa interest expanse dan
investasi dapat memberikan pengembalian berupa cash inflow bagi perusahaan.
Beberapa penelitian tentang faktor penentu kebijakan deviden telah dilakukan antara lain
Partingthon (1989) (dalam Sunarto dan Andi kartika 2003) dalam penelitiannya menunjukkan
beberapa variable yang mempengaruhi penentuan deviden yaitu profitabilitas, stabilitas deviden
dan earning, likuiditas dan cash flow, investasi dan pembiayaan. Kemampuan perusahaan dalam
memperoleh laba merupkan indikator utama dari kemampuan perusahaan untuk membayar
deviden, sehungga profitabilitas sebagai faktor penentu terpenting terhadap deviden (Litner,
1956 dalam Parthington, 1989). Bukti empiris yang menghubungkan profitabilitas dengan dviden
dilakukan oleh Brittain, (1966) (dalam Parthington, 1989) menunjukkan bahwa profit sebagai
proksi variable cash flow secara signifikan berpengaruh positif terhadap deviden. Tetapi hal ini
berbeda dengan penelitian yang dilakukan Damayanti dan Achyani (2006) yang menyatakan
bahwa tidak ada satu variabelpun yang berpengaruh secara signifikan terhadap Devidend Payout
ratio dan penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Sunarto dan Kartika (2003).
Parthington (1989) (dalam Sunarto dan Andi Kartika, 2003) menunjukkan bahwa stabilitas
deviden dan earning merupakan variable yang mempengaruhi preferensi investor untuk
memperoleh deviden dimasa yang akan mendatang. Sementara variable likuiditas dan investasi
berada pada peringkat bawahnya setelah variable stabilitas deviden dan earning yang
berpengaruh terhadap pendapatan deviden dimasa yang akan datang (Brittain, 1966 dalam
parthingtin, 1989). Sedangkan variabel pembiayaan (eksternal finance) dianggap sebagai kendala
para manager terhadap pembayaran deviden sehungga para manajer cenderung tidak
mempertimbangkan pembiayaan pada saat pembayaran deviden.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan Sutrisno (2001) menyatakan bahwa variabel
independen cash position dan debt to equity ratio(DER) berpengaruh signifikan terhadap DPR.
Hal ini disebabkan karena penentu dividend payout ratio secara teoritis sangat erat berhubungan
dengan posisi kas perusahaan, jumlah kewajiban, dan besarnya laba ditahan. Penelitian dilakukan
terhadap variabel cash position, growth potential, firm size, debt to equity ratio, profitability, dan
dividend payout ratio. Tetapi hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Sri Sudarsi
(2002) dan Lisa Marlina dan Clara Danica (2009) yang menyatakan bahwa Cash Position tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap Dividend Payout Ratio.
Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, mengenai factor-faktor yang mempengaruhi Deviden
Payout Ratio terdapat beberapa perbedaan hasil penelitian atau Reaserch Gap Berdasarkan
fenomena gap maka perumusan masalah penelitiannya adalah “Apakah Pembiayaan,
Profitabilitas, Cash Position secara signifikan berpengaruh terhadap kebijakan Deviden
Payout Ratio pada Perusahaan Go Public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
2007-2009”. Berdasrkan laporan keuangan variable-variabel tersebut dapat diidentifikasi
sebagai berikut: (1) Pembiayaan ( terutama yang diperoleh dari utang jamgka panjang plus
hutang jangka pendek yang diukur dengan rasio leverage), (2) Profitabilitas (diukur dengan laba
bersih setelah pajak), dan (3) Cash Position.
Kebijakan Deviden
Dividen merupakan pembayaran dari perusahaan kepada para pemegang saham atas
keuntungan yang diperolehnya. Kebijakan dividen adalah kebijakan yang berhubungan dengan
pembayaran dividen oleh pihak perusahaan, berupa penentuan besarnya dividen yang akan
dibagikan dan besarnya saldo laba yang ditahan untuk kepentingan perusahaan (Sutrisno, 2001).
Robert Ang (1997) menyatakan bahwa deviden merupakan nilai pendapatan bersih perusahaan
setelah pajak dikurangi dengan laba ditahan (retained earning) yang ditahan sebagai cadangan
bagi perusahaan. Menurut Hanafi (2004), deviden merupakan kompensasi yang diterima oleh
pemgang saham di samping capital gains. Deviden ini untuk dibagikan kepada para pemegang
saham sebagai keuntungan dari laba perusahaan.. cadangan yang di ambil dari Earning After Tax
(EAT) dilakukan sampai cadangan mencapai minimum dua puluh persen dari modal yang
ditempatkan. Modal yang ditempatkan adalah modal yang disetor penuh ditambah dengan modal
yang belum disetor sehubungan dengan penerbitan saham baru seperti rights dan warran.
Keputusan mengenai jumlah laba yang ditahan dan deviden yang akan dibagikan diputuskan
dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Menurut Brigham (1983) menyebutkan ada tiga teori dari peferensi investor yaitu:
1. Devidend irrelevance theory adalah suatu teori yang menyatakan bahwa kebijakan deviden
tidak mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan maupun biaya modalnya. Teori ini
mengikuti pendapat Modigliani dan Miller yang menyatakan bahwa nilai suatu perusahaan
tidak ditentukan oleh besar kecilnya Deviden Payout Ratio (DPR) tetapi ditentukan oleh
laba bersih sebelum pajak (EBIT) dan risiko bisnis. Dengan demikian kebijakan deviden
sebenarnya tidak relevan untuk dipersoalan.
Peryataan Modigliani Miller ini didasarkan pada beberapa asumsi penting yang lemah
seperti:
a. Pasar modal sempurna dimana semua investor adalah rasional.
b. Tidak ada baiaya emisi saham baru jika perusahaan menerbitkan saham baru.
c. Tidak ada pajak.
d. Kebijakan investasi perusahaan tidak berubah.
11
Dalam kenyataannya:
a. Pasar modal yang sempurna sulit ditemukan.
b. Biaya emisi saham baru pasti ada.
c. Pajak merupakan sesuatu hal yang pasti ada.
d. Kebijakan investasi perusahaan senantiasa berubah.
2. The Bird in the hand theory, Gordon dan Lintner yang menyatakan bahwa biaya modal
sendiri akan naik jika Devidend Payout Ratio rendah. Hal ini dikarenakan investor lebih
suka menerima deviden daripada capital gains. Menurut mereka, investor memandang
devidend yield lebih pasti daripada capital gain yield. Pertimbangannya adalah Devidend
Yield (D1/Po) adalah lebih pasti daripada capital gain yield (g). perlu diingat bahwa dilihat
dari sisi investor, biaya modal sendiri dari laba ditahan (Ks) adalah tingkat keuntungan yang
disyaratkan investor pada saham. Ks adalah keuntungan dari deviden (dividend yield)
ditambah keuntungan dari capital gain.
Modigliani dan Miller menganggap bahwa argument Gordon dan lintner ini merupakan
suatu kesalahan menggunakan istilah “The Birtd in the Hand Fallacy”. Menurut Modigliani
Miller, pada akhirnya investor akan kembali menginvestasikan deviden uang diterima pada
perusahaan yang sama atau perusahaan yang memiliki risiko yang hampir sama.
Kritik atas teori tersebt dengan menunjukkan bahwa biaya emisi saham baru akan
mempengarui nilai perusahaan. Modal sendiri bias berasal dari laba ditahan, biaya modal
adalah Ks, tapi bila berasal dari emisi saham baru, biaya modal adalah Ke.
D1
Ks = --------------------------- + g
Po
D1
Ke = -------------------------- + g
Po (1 – F)
Dimana: Ks : Biaya modal sendiri dari laba ditahan
Ke : Biaya modal dari emisi saham baru
D1 : Deviden setahun mendatang
Po : Harga saham saat ini
g : Pertumbhan deviden/keuntungan
F : Flotation cost atau biaya emisi saham
Jika D1 = Po = g, maka Ke > Ks artinya perusahaan akan lebih suka menggunakan laba
ditahan daripada saham baru.
3. Tax preference theory, teori ini diajukan oleh Litzenberger dan Ramaswamy. Mereka
menyatakan bahwa karena adanya pajak terhadap keuntungan deviden dan capital gain
maka para investor lebih menyukai capital gains karena dapat menunda pembayaran pajak.
Oleh karena itu investor mensyaratkan suatu tingkat keuntungan yang lebih tinggi pada
saham yang memberikan dividend yield tinggi, capital gain rendah daripada saham yang
dividend yield rendah, capital gain tinggi. Jika pajak atas deviden lebih besar dar pajak atas
capital gain, maka perbedaan akan makin terasa.
Jika manajemen percaya bahwa teori “ Deviden tidak relevan’ dari Modigliani Miller adalah
benar, maka perusahaan tidak perlu memperdulikan berapa besar deviden yang harus dibagi.
Jika mereka menganut teori “The Bird in the Hand” mereka harus membagi seluruh EAT
dalam bentuk deviden. Dan bila manajemen cenderung mempercayai teori perbedaan pajak
(Tax Differential Theory), mereka harus menahan seluruh Eat atau DPR = 0%. Jadi ketiga
teori yang tela dibahan mewakili kurtub_kutub ektrim dari teori tentang kebijakan deniden.
Sayangnya tes secara empiris belum memberikan jawaban yang pasti tentang teori mana
yang paling benar.
4. Teori “ Signaling Hepotesis”
Ada bukti empiris bahwa jika ada kenaikan deviden, sering diikuti dengan kenaikan harga
saham./ sebaliknya penurunan deviden pada umumnya menyebabkan harga saham turun.
Fenomena ini dapat dianggap sebagai bukti bahwa para investor lebih menyukai deviden
daripada capital gain. Tapi MM berpendapat bahwa suatu kenaikan deviden yang diatas
diasanya merupakan suatu “sinyal” kepada para investor baha manajemen perusahaan
meramalkan suatu penghasilan yang baik deviden masa mendatang. Sebaliknya, suatu
penurunan deviden atau kenaikan deviden yang dibawah kenaikan nprmal(biasanya)
diyakini investor sebagai suatu sinyal bahwa perusahaan menghadapi masa sulit deviden
waktu mendatang.
Seperti teori deviden yang lain, teori ‘Signaling Hypotesis” ini juga sulit dibuktikan secara
empiris, adalah nyata bahwa perubahan deviden mengandung beberapa informasi. Tapi sulit
dikatakan apakah kenaikan dan penurunan harga setelah adanya kenaikan dan penurunan
deviden semata-mata disebabkan oleh efek “sinyal” atau disebabkan preferensi terhadap
deviden.
Tujuan pembagian deviden adalah : a) Untuk memaksimumkan kemakmuran bagi para
pemgang saham. Hal ini karena sebagian investor menanamkan danannya dipasar modal untuk
memperolehdeviden dan tingginya deviden yang dibayarka akan mempengaruhi harga saham.
Para investor percaya bahwa tingginya deviden yang dibayarkan berarti bahwa prospek
perusahaan dimasa yang akan dating bagus. b) Untuk menunjukkan likuiditas perusahaan.
Dengan dibayarkannya deviden, diharapkan kinerja perusahaan dimata investor bagus. c)
Sebagian investor memandang bahwa resiko deviden lebih rendah disbanding resiko capital gain.
d) Untuk memenuhi kebutuhan para pemegang saham akan pendapatan tetap yang digunakan
untuk keperluan konsumsi. e) Deviden dapat digunakan sebagai alat komunikasi abtara manajer
dan pemegang saham. Informasi secara keseluruhan tentang kondisi intern perusahaan sering
tidak diketahui oleh investor sehungga melalui deviden pertumbuhan perusahaan dan prospek
perusahaan bisa diketahui.
Dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham ditinjau dari bentuknya ada 2 (dua)
macam, yaitu (Ang, 1997) :
1. Dividen Tunai (Cash Dividend) Merupakan bagian keuntungan perusahaan yang dibagikan
kepada pemegang saham dalam bentuk cash (tunai). Tujuan dari pemberian dividen dalam
bentuk tunai adalah untuk memacu kinerja saham dibursa efek, yang juga merupakan
return dari para pemegang saham. Dividen tunai (cash dividend) umunya lebih menarik
bagi para pemgang saham dibandingkan dengan dividen saham (stock dividend). Yang
perlu diperhatikan oleh pimpinan perusahaan sebelum membuat pengumuman adanya
dividen kas ialah apakah jumlah uang kas yang ada mencukupi untuk pembagian dividen
tersebut.
2. Dividen Saham (Stock Dividend) Merupakan bagian keuntungan perusahaan yang
dibagikan kepada para pemegang saham dalam bentuk saham. Pemberian stock dividen
tambahan sering dimaksudkan untuk menahan kas untuk membiayai aktivitas perusahaan
yang dihubungkan dengan pertumbuhan perusahaan.
Dividen yang dibayarkan kepada para pemegang saham ditinjau dari jumlah yang
dibayarkan, terdiri dari (Ang, 1997) :
a. Kebijakan Dividen yang Stabil, Artinya jumlah dividen per lembar saham (DPS) yang
dibayarkan setiap tahunnya relatif tetap selama jangka waktu tertentu meskipun laba per
lembar saham setiap tahunnya berfluktuasi. Beberapa alasan yang mendorong perusahaan
menjalankan kebijakan dividen tersebut antara lain karena, (a) akan memberikan kesan
kepada para pemodal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik di masa
mendatang dan (b) adanya golongan pemodal tertentu yang menginginkan kepastian
dividen yang akan dibayarkan.
b. Kebijakan Dividen dengan Penetapan Jumlah Dividen Minimal Ditambah Dividen Ekstra.
Kebijakan ini menetapkan jumlah rupiah minimal dividen per lembar saham setiap
tahunnya, dan jika terjadi peningkatan laba secara drastis atau keadaan keuangan yang
lebih baik maka jumlah tersebut ditambah lagi dengan dividen ekstra.
c. Kebijakan Dividen yang Konstan. Berarti jumlah dividen per lembar saham yang
dibayarkan setiap tahunnya akan berfluktuasi sesuai dengan perkembangan laba bersih
yang diperoleh setiap tahunnya. Hal ini berarti dividen dianggap mempunyai isi informasi
sebagai indikator prospek perusahaan (membaik atau memburuk), maka perubahan
kebijakan dividen akan meningkatkan atau menurunkan harga saham hanya apabila hal
tersebut ditafsirkan sebagai terjadinya perubahan prospek perusahaan. Pembayaran
dividen akan menjadi alat monitoring sekaligus bonding bagi manajemen (Copeland dan
Weston, 1992). Pembagian dividen akan membuat pemegang saham mempunyai
tambahan return selain dari capital gain. Dividen juga membuat pemegang saham
mempunyai kepastian pendapatan dan mengurangi agency cost of equity karena tindakan
18
perquisites, yaitu tindakan yang memunculkan biaya yang dikeluarkan tidak untuk
kepentingan perusahaan, karena internal cash flow akan diserap untuk membayar dividen
bagi pemegang saham.
Didalam pembayaran dividen oleh emitten, emitten selalu mengumumkan secara resmi
jadwal pelaksanakan pembayaran dividen tersebut, baik dividen tunai maupun dividen saham.
Tanggal-tanggal yang perlu diperhatikan didalam pembayaran dividen adalah (Ang, 1997 ) :
1. Tanggal Deklarasi ( Declaration Date ), Merupakan tanggal resmi pengumuman oleh
emitten tentang bentuk dan besarnya serta jadwal pembayaran dividen yang dilakukan.
2. Tanggal Pencatatan ( Date of Record ), Pada tanggal ini perusahaan melakukan
pencatatan nama-nama pemegang saham. Para pemilik saham yang terdaftar pada daftar
pemegang saham diberikan hak sedangkan pemegang saham yang tidak terdaftar pada
tanggal pendaftaran tidak diberikan hak untuk memperoleh dividen.
3. Tanggal Eks-Dividen ( Ex Dividen Date ), Tanggal dimana perdagangan saham tersebut
tidak melekat lagi hak untuk memperoleh dividen.
4. Tanggal Pembayaran ( Payment Date ), Tanggal ini merupakan saat pembagian dividen
oleh perusahaan kepada pemegang saham yang telah mempunyai hak atas dividen. Jadi
pada tanggal tersebut para investor sudah dapat mengambil dividen sesuai dengan bentuk
dividen yang telah diumumkan oleh emitten (dividen tunai maupun deviden saham)
Menurut Husnan (1996) kebijakan deviden menyangkut masalah penggunaan laba yang
menjadi hak para pemegang saham, dan laba tersebut biasa dibagi sebai deviden atau laba yang
ditahan untuk di investasikan kembali. Sedangkan Riyanto (1995), mendefinisikan kebijakan
deviden bersangkutan dengan penentuan pembagian pendapatan (earning) antara penggunaan
pendapatan untuk dibayarkan kepada pemegang saham sebagai deviden atau untuk digunakan
didalam perusahaan, yang berarti laba tersebut harus ditahan dalam perusahaan. Menurut Kolb
(1983), kebijakan dividen penting karena 2 (dua) alasan, yaitu: 1) Pembayaran dividen mungkin
akan mempengaruhi harga saham. 2) Pendapatan yang ditahan (retained earning) biasanya
merupakan sumber tambahan modal sendiri yang terbesar dan terpenting untuk pertumbuhan
perusahaan.
Kedua alasan tersebut merupakan dua sisi kepentingan perusahaan yang agak
kontroversial. Agar kedua kepentingan itu dapat terpenuhi secara optimal, manajemen
perusahaan seharusnya memutuskan secara hati-hati dan teliti kebijakan dividen yang harus
dipilih. Kebijakan dividen perlu dianalisa dan diputuskan dengan lebih bijaksana, karena apabila
dividen dibagikan kepada pemegang saham, maka hal ini akan mengurangi besarnya dana
internal yang akan dipakai untuk memperluas operasi perusahaan. Dampak lebih jauh adalah
pertumbuhan perusahaan akan menurun, sedangkan apabila dividen tidak dibagikan bisa jadi
pemegang saham mempersepsikan bahwa perusahaan tersebut kekurangan dana yang selanjutnya
menyebabkan harga sahamnya akan turun.
Dengan demikian, kebijakan dividen harus dibuat dengan lebih bijaksana dalam
kaitannya dengan struktur modal perusahaan. Ada beberapa teori yang dapat digunakan sebagai
landasan dalam menentukan kebijakan dividen untuk perusahaan, sehingga dapat dijadikan
pemahaman mengapa suatu perusahaan mengambil kebijakan dividen tertentu.
Beberapa kendala yang dihadapi oleh perusahaan dalam membagikan dividen adalah:
a. Kas yang Tidak Mencukupi, Dana perusahaan yang likuid harus dikaitkan dengan utang-
utang dan persediaan, jika tidak maka perusahaan akan mengalami kesulitan likuiditas
pada saat perjanjian telah ditetapkan.
b. Hambatan Kontrak, Karena kesulitan likuiditas atau pembiayaan, kreditur mungkin
mensyaratkan pembatasan dividen sehubungan dengan perjanjian utang yang telah dibuat.
Dalam kondisi seperti ini perusahaan akan menyetujui kontrak pembatasan dividen untuk
menahan labanya agar dapat meningkatkan modalnya (Debt to Equity Ratio) dan agar
dapat meningkatkan likuiditas perusahaan dalam pembayaran bunga yang telah ditetapkan.
c. Aspek Legal, Pembayaran dividen dapat dikaitkan dengan persyaratan tertentu, misalnya
batasan laba ditahan yang harus dipenuhi sebelum melakukan pembayaran dividen agar
perusahaan tidak menyesatkan investor karena informasi yang dikandung oleh dividen
akan memberikan tanda bagi para investor. Informasi tersebut akan digunakan sebagai
pedoman dalam melakukan transaksi jual beli saham. Faktor-faktor yang mempengaruhi
perusahaan dalam menentukan keputusan bahwa perusahaan akan membayarkan dividend
dan tidak akan menahan laba antara lain (Weston dan Copeland, 1997) :
1. Undang- Undang, Mengenai peraturan laba bersih yang menyatakan bahwa dividen
dapat dibayar dari laba saat ini atau laba tahun lalu. Adanya larangan pengurangan
modal untuk membayar dividen, hal ini dimaksudkan untuk melindungi pemberi
kredit. Peraturan kepailitan yang menyatakan bahwa jika perusahaan membayar
dividen pada kondisi pailit artinya dana tersebut berasal dari pemberi kredit bukan
dari laba bersih.
2. Posisi Likuiditas, Laba ditahan biasanya diinvestasikan dalam bentuk aktiva yang
dibutuhkan untuk menjalankan usaha. Laba ditahan tahun-tahun lalu biasanya sudah
diinvestasikan dalam bentuk pabrik dan peralatan, persediaan, dan aktiva lainnya,
dengan kata lain laba tersebut tidak disimpan dalam bentuk kas. Jadi meskipun suatu
perusahaan mempunyai catatan mengenai laba, perusahaan mungkin tidak dapat
membayar dividen karena posisi likuiditasnya.
3. Kebutuhan Pelunasan Hutang, Apabila perusahaan mengambil hutang untuk
membiayai ekspansi atau untuk mengganti jenis pembiayaan lain, perusahaan
menghadapi dua pilihan. Pilihan tersebut adalah perusahaan dapat membayar hutang
itu pada saat jatuh tempo dan menggantikannya dengan jenis surat berharga lain, atau
perusahaan dapat memutuskan untuk melunasi hutang tersebut. Jika keputusannya
adalah membayar hutang tersebut maka ini biasanya perlu penahanan laba.
4. Pembatasan Dalam Perjanjian Hutang, Dividen pada masa yang akan datang hanya
dapat dibayar dari laba yang diperoleh sesudah perjanjian hutang (jadi dividen tidak
dapat dibayar dari laba tahun-tahun lalu). Dividen tidak dapat dibayarkan apabila
modal kerja (aktiva lancar dikurangi kewajiban lancar) dibawah suatu jumlah yang
telah ditentukan. Perjanjian hutang, khususnya hutang jangka panjang seringkali
membatasi kemampuan perusahaan untuk membayar dividen.
5. Tingkat Ekspansi Aktiva, Semakin cepat suatu perusahaan berkembang, semakin
besar kebutuhannya untuk membiayai ekspansi aktivanya. Jika kebutuhan dana
dimasa depan semakin besar, maka perusahaan cenderung untuk menahan laba
daripada membayarnya.
6. Tingkat Laba, Tingkat hasil pengembalian yang diharapkan akan menentukan pilihan
relative untuk membayar laba tersebut dalam bentuk dividen kepada para pemegang
saham atau menahan laba tersebut yang digunakan untuk keperluan perusahaan.
7. Stabilitas Laba, Suatu perusahaan yang memiliki laba stabil seringkali dapat
memperkirakan berapa besar laba dimasa yang akan datang. Perusahaan seperti ini
biasanya cenderung membayar dividen dengan persentase yang lebih tinggi daripada
23
perusahaan yang labanya berfluktuasi. Perusahaan yang tidak stabil, tidak yakin
apakah laba yang diharapkan pada tahuntahun yang akan datang dapat tercapai
sehingga perusahaan akan lebih cenderung menahan sebagian besar laba saat ini.
Dividen yang lebih rendah akan lebih mudah untuk dibayarkan apabila laba menurun
pada masa yang akan datang.
8. Akses ke Pasar Modal, Perusahaan yang besar dan telah berjalan baik serta
mempunyai catatan profitabilitas dan stabilitas, akan mempunyai akses yang mudah
ke pasar modal. Sedangkan perusahaan yang baru, kecil dan bersifat mencoba akan
lebih banyak mengandung resiko bagi penanam modal potensial. Kemampuan
perusahaan untuk menaikkan modalnya atau dana pinjaman dari pasar modal akan
terbatas dan perusahaan seperti ini harus menahan lebih banyak laba untuk
membiayai operasinya. Jadi perusahaan yang sudah mapan cenderung untuk memberi
tingkat pembayaran dividen yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil atau
perusahaan yang baru.
9. Kendali Perusahaan, Pentingnya pembiayaan internal dalam usaha untuk
mempertahankan kendali perusahaan, akan memperkecil pembayaran dividen.
10. Posisi Pemegang Saham sebagai Pembayar Pajak, Posisi pemilik perusahaan sebagai
pembayar pajak akan sangat mempengaruhi keinginannya untuk memperoleh dividen.
11. Pajak Atas Laba yang Diakumulasikan Secara Salah, Untuk mencegah pemegang
saham yang hanya menggunakan perusahaan sebagai perusahaan penyimpan uang
yang dapat digunakan untuk menghindari tarif penghasilan pribadi yang tinggi,
peraturan perpajakan perusahaan menentukan suatu pajak tambahan khusus terhadap
penghasilan yang diakumulasikan secara tidak benar.
Setyawan (1995) mengelompokkan berbagai faktor yang mempengaruhi kebijakan
pembagian dividen menjadi 2 faktor, yaitu :
a. Faktor Internal, Faktor internal adalah faktor dari dalam perusahaan yang
mempengaruhi kebijakan pembagian dividen, misalnya: likuiditas perusahaan, tingkat
laba, dan kemampuan untuk meminjam dana.
b. Faktor Eksternal, Faktor eksternal merupakan pengaruh yang berasal dari luar
perusahaan, misalnya: pajak atau capital gain, akses ke pasar modal dan peraturan yang
berlaku.
Dividend Payout Ratio
Dividend Payout Ratio adalah perbandingan anatara dividend per share dengan earning
per share (Ang, 1997). DPR merupakan presentase dari pendapatan yang akan dibayarkan
kepada para pemegang saham sebagai cash dividend (Riyanto, 1995).
Rasio pembayaran dividen (dividend payot ratio) menentukan jumlah laba yang dibagi
dalam bentuk dividen kas dan laba yang ditahan sebagai sumber pendanaan. Rasio ini
menunjukkan persentase laba perusahaan yang dibayarkan kepada pemegang saham yang berupa
dividen kas. Apabila laba perusahaan yang ditahan untuk keperluan operasional perusahaan
dalam jumlah besar, berarti laba yang akan dibayarkan sebagai dividen menjadi lebih kecil.
Sebaliknya jika perusahaan lebih memilih untuk membagikan laba sebagai dividen, maka hal
tersebut akan mengurangi porsi laba ditahan dan mengurangi sumber pendanaan intern. Namun,
dengan lebih memilih membagikan laba sebagai dividen tentu saja akan meningkatkan
kesejahteraan para pemegang saham, sehingga para pemegang saham akan terus menanamkan
sahamnya untuk perusahaan tersebut.
Menurut Yuniningsih (2002) Dividen Payout Ratio (DPR) dapat dirumuskan sebagai
berikut :
DPS
DPR = ------------
EPS
Dimana:
DPS : Dividend Per Share
EPS : Earning Per Share
Leverage Keuangan
Struktur keuangan adalah cara bagaimana perusahaan membiayai aktivitasnya (Weston
Copeland, 1996). Struktur keuangan terdiri terdisri dari hutang jangka pendek, hutang jangka
panjang dan modal pemegang saham. Struktur modal adalah pembiayaan permanent yang terdiri
dari hutang jangka panjang, saham preferen dan modal pemegang saham. Pembiayaan ini
terutama dana yang diperoleh dari hutang jangka panjang plus hutang jangka pendek yang diukur
dengan rasio leverage (Sunarto dan Kartika, 2003). Laverage merupakan istilah yang digunakan
perusahaan untuk mengukur kemampuan perusahaan didalam memenuhi seluruh kewajiban
financial suatu perusahaan. Faktor hutang mempengaruhi kebijakan perusahaan dalam
pembayaran deviden pada shareholder. Dalam penelitian ini laverage diukur dengan
menggunakan rasio Debt to Total Asset (DTA). DTA merupakan rasio antara total hutang (total
debt) baik hutang jangka pendek (current liability) dan hutang jangka panjang (long term debt)
terhadap total aktiva (total asset) baik aktiva lancer (current asset) maupun aktiva tetap (fixed
asset) dan aktiva lainnya (other asset) (Sunarto dan Kartika, 2003).
Total Hutang
DTA = ------------------------
Total Asset
Profitabilitas
Profitabilitas adalah tingkat keuntunag bersih yang mampu diraih oleh perusahaan pada
saat menjalankan operasinya (Srisudarsi, 2002). Faktor ini juga memiliki pengaruh terhadap
kebijakan deviden. Deviden adalah sebagian dari laba bersih yang diperoleh perusahaan. Oleh
karena itu deviden akan dibagikan kepada pemegang saham adalah keuntungan setelah
perusahaan memenuhi kewajiban-kewajiban tetapnya yaitu bunga dan pajak. Oleh karena itu
deviden yang diambilkan dari keuntungan bersih akan mempengaruhi Deviden Payout Ratio.
Perusahaan yang semakin besar keuntungannya akan membayar porsi pendapatan yang semakin
besar sebagai deviden. Dalam penelitian ini profitalitas di ukur dengan rasio Return On
Invesment (ROI), yaitu rasio perbandingan antara Erning After Tax (EAT) dengan Total
Investasi.
EAT ROA = ------------------------
Total Investasi
Cash Position
Cash position atau posisi kas merupakan rasio akhir tahun dengan earning after tax
(EAT) (Sri Sudarsi, 2002). Sutrisno (2001) menyatkan bahwaa posisikas suatu perusaaan
merupakan faktor yang harus dipertimbangkan, sebelum membuat keputusan untuk menentukan
besarnya deviden yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham. Deviden merupakan cash
out flow, dengan demikian makin kuatnya posisi kas perusahaan akan semakin besar kemampuan
untuk membayar deviden (Riyanto, 2001:2002). Posisi kas dihitung berdasarkan perbandingan
anatara saldo kas akhir tahun dengan laba bersih setelah pajak (Sutrisno, 2001). Sehingga Cash
Position (CP) dapat di rumuskan sebagai berikut:
Saldo kas akhir
Cash Position = --------------------------------------
EAT
Pengaruh Leverage Keuangan terhadap Devidend Payout Ratio
Pembiayaan ini terutama dana yang diperoleh dari utang jangka panjang plus utang
jangka pendek, yang diukur dengan rasio leverage ( Sunarto dan Kartika, 2003). Leverage
merupakan istilah yang digunakan perusahaan untuk mengukur kemampuan perusahaan didalam
memenuhi seluruh kewajiban financial suatu perusahaan. Faktor hutang mempengaruhi
kebijakan perusahaan dalam pembayaran dividen pada shareholder. Dalam penelitian ini
leverage menggunakan rasio Debt to Total Asset (DTA). DTA merupakan rasio antara total
hutang (total debt) baik hutang jangka pendek (current liability) dan hutang jangka panjang
(long term debt) terhadap total aktiva (total assets) baik aktiva lancar (current asset) maupun
aktiva tetap (fixed asset) dan aktiva lainnya (other assets).
Rasio ini menunjukan besarnya hutang yang digunakan untuk membiayai aktiva yang
digunakan oleh perusahaan dalam rangka menjalankan aktivitas operasionalnya. Semakin besar
rasio DTA menunjukkan semakin besar tingkat ketergantungan perusahaan terhadap pihak
eksternal (kreditur) dan semakin besar pula beban biaya hutang (biaya bunga) yang harus dibayar
oleh perusahaan. Dengan semakin meningkatnya rasio DTA (dimana beban hutang juga makin
besar) maka hal tersebut berdampak terhadap profitabilitas yang diperoleh perusahaan, karena
sebagian digunakan untuk membayar bunga pinjaman. Dengan biaya bunga yang semakin besar,
maka profitabilitas (Earning After Tax) semakin berkurang (karena sebagian digunakan untuk
membayar bunga), maka hak para pegang saham (deviden) juga semakin berkurang (menurun).
Teori ini didukung oleh Parthington (1989) dalam (Sunarto dan Kartika, 2003) yang
menunjukkan bahwa tingkat hutang yang tinggi akan mempengaruhi pembayaran deviden yang
semakin rendah. Dengan kata lain DTA berpengaruh negatif terhadap deviden. Sementara
Pujiono (2002) meneliti tentang ”dampak kebijakan deviden terhadap harga saham pada waktu
ex-devidend day” menunjukkan bahwa leverage yang diukur dengan debt to equity ratio terbukti
bahwa untuk sampel di Indonesia, leverage berpengaruh positif terhadap harga saham pada
waktu ex-deviden day.
Berdasarkan teori dan uraian tersebut maka dapat diajukan hipotesis aternatif kesatu:
H 1 : Pembiayaan memiliki pengaruh negatif terhadap Devidend Payout Ratio.
Pengaruh Pofitabilitas terhadap Devidend Payout Ratio
ROI merupakan ukuran efektifitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan
memanfaatkan aktifa tetap yang digunakan untuk operasi. Semakin besar ROI menunjukkan
kinerja perusahaan yang semakin baik, karena tingkat kembalian investasi (return) semakin besar
(Sunarto dan Kartika, 2003). Seperti diuraikan sebelumnya, bahwa return yang diterima oleh
investor dapat berupa pendapatan deviden dan capital gain. Dengan demikian meningkatnya
ROI juga akan meningkatkan pendapatan deviden.
Sebagaiumana lazimnya pengukuran ROI didapat dari Earning After Tax (EAT) dan total
investasi aktiva operasi. Besarnya EAT diperoleh dari laporan laba rugi, sedangkan total
investasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah total aktiva tetap (bersih) yang digunakan
untuk aktivitas operasi yang tercermin dalam laporan neraca (sisi aktiva/asset) (Sunarto dan
Kartika, 2003).
Parthington (1989) dalam (Sunarto dan Kartika(2003) menunjukkan bahwa variabe
investasi yang diukur dari aktiva tetap (bersih) operasi dapat digunakan untuk memprediksi
kebijakn deviden kas. Apabila potensi profitabilitas makin meningkat maka kemampuan
perusahaan untuk membayar deviden kepada pemegang saham makin terbatas sehingga rasio
pembayaran deviden semakin rendah (Sri Sudarsi, 2002). Florentina (2001) dalam (Damayanti
dan Achyani, 2006) menemukan bahwa profitabilitas mempunyai pengaruh positif terhadap
deviden payout ratio.
Berdasarkan teori dan uraian tersebut maka dapat diajuka hipotesis alternatif kedua:
H 2 : Profitabilitas memiliki pengaruh positif terhadap Devidend Payout Ratio.
Pengaruh Cash Positions terhadap Devidend Payout Ratio
Cash position atau posisi kas merupakan rasio akhir tahun dengan earning after tax
(EAT) (Sri Sudarsi, 2002). Sutrisno (2001) menyatkan bahwa posisi kas suatu perusaaan
merupakan faktor yang harus dipertimbangkan, sebelum membuat keputusan untuk menentukan
besarnya deviden yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham. Bagi perusahaan yang
memiliki posisi kas yang semakin kuat akan semakin kuat kemampuannya untuk membayar
deviden. Faktor ini merupakan faktor internal yang dapat dikendalikan oleh manajemen sehingga
pengaruhnya dapat dirasakan secara langsung bagi kebijakan deviden. Deviden merupakan cash
out flow, dengan demikian makin kuatnya posisi kas perusahaan akan semakin besar
kemampuan untuk membayar deviden.
Sri Sudarsi (2002) menenunjukkan bahwa perusahaan yang mempunyai posisi kas yang
tinggi akan berdampak positif terhadap kemampuan perusahaan untuk membayar deviden kepda
pemegang saham untuk membayar deviden kepada pemegang saham yang lebih tinggi sehingga
rasio pembayaran deviden juga tinggi. Teori ini juga didukung Sutrisno (2001) yang
menyatakan bahwa semakin tinggi posisi kas suatu perusahaan maka akan semakin tinggi pula
kemampuannya untuk membayarkan deviden.
Berdasarkan teori dan uraian tersebut maka dapat diajuka hipotesis alternatif ketiga:
H 3 : Cash position memiliki pengaruh positif terhadap Devidend Payout Ratio.
Dengan melihat dari dasar teori yang telah diuraikan sebelumnya dan penelitian-
penelitian terdahulu, maka variabel yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
devidend payout ratio, pembiayaan, profitabilitas, dan cash positions. Sehingga kerangka
pemikiran teoritis dalam penelitian ini dapat digambarkan seperti pada gambar 2.1 berikut ini:
GAMBAR 1
KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS
Leverage Keuangan (DTA) H1
Profitabilitas (ROI) H2 Devidend Payout Ratio (DPR)
Cash Position (CP) H3
Sumber: Teori yang di kembangkan untuk penelitia
METODE PENELITIAN
Definisi Operasional
Tabel 1. Definisi Operasional
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi
Populasi merupakan keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya akan diduga. Populasi
adalah sejumlah individu yang paling sedikit mempunyai sifat atau kepentingan yang sama (
Hadi, 2001). Populasi merujuk pada sekumpulan orang atau obyek yang memiliki kesamaan
dalam satu atau beberapa hal dan membentuk masalah pokok dalam suatu riset khusus (Santoso
dan Tjiptono, 2001). Populasi pada penelitian ini adalah perusahaan go public yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia ( BEI ) dalam periode 2007– 2010 sebanyak 21 perusahaan.
No Variabel Definisi Skala Pengukuran
1 DTA Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi total hutang dari total aktiva yang dimiliki perusahaan
Rasio Total Hutang
Total Aset
2 ROI Rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba setelah pajak dari total investasi yang digunakan oleh perusahaan.
Rasio EAT
Total Investasi
3 Cash Position
Rasio perbandingan antara saldo kas akhir tahun dengan laba bersih setelah pajak
Rasio Saldo kas akhir
EAT
4 DPR Rasio perbandingan antara dividen yang dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen kas dengan laba per lembar saham.
Rasio DPS EPS
Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu pemilihan
anggota sampel dengan berdasarkan pada kriteria – kriteria tertentu. Adapun kriteria–kriteria
yang digunakan dalam penelitian ini mencakup :
1. Perusahaan go pblic yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia ( BEI ) sejak tahun 2007.
2. Perusahaan tersebut selalu menyajikan laporan keuangan setiap periode pengamatan.
3. Perusahaan mengalami keuntungan (profit) setiap periode pengamatan.
4. Perusahaan go publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang secara kontinyu
membagikan deviden pada periode 2007 – 2009.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah
data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer
atau pihak lain (Husein Umar,1999:43). Data ini dapat diperoleh dari berbagai macam sumber
(koran, majalah dan bursa efek). Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berupa
laporan keuangan emiten tahunan perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
yang diambil dari buku Indonesian Capital Market Directory ( ICMD ) tahun 2010
Metode Analisis
Analisis Regresi Berganda
Teknik analisis data yang digunakan didalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan analisis regresi berganda. Analisis regresi berganda adalah teknik statistik melalui
koefisien parameter untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen. Pengujian terhadap hipotesis baik secara parsial maupun simultan, dilakukan setelah
model regresi yang digunakan bebas dari pelanggaran asumsi klasik. Tujuannya adalah agar hasil
penelitian dapat diinterpretasikan secara tepat dan efisien.
Persamaan regresi tersebut adalah sebagai berikut :
Y = bo + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e
Dimana :
Y = Dividend payout ratio
bo = Konstanta
b1…b4 = Koefisien Regresi
X1 = Pembiayaan (Laverage (DTA))
X2 = Profitabilitas ( ROI )
X3 = Cash Position
Untuk mengetahui apakah model regresi benar – benar menunjukkan hubungan yang
signifikan dan representative atau disebut BLUE (Best Linier Unbiased Estimator), maka model
tersebut harus memenuhi asumsi klasik regresi, untuk itu dilakukan uji : normalitas,
heteroskedastisitas dan multikolinearitas.
ANALISIS DATA
Deskriptif Statistik variable Penelitian
Berdasarkan hasil analisis deskriptif, maka Tabel 2 berikut ini akan ditampilkan
karakreistik sampel yang akan digunakan di dalam penelitian ini meliputi jumlah sampel (N),
rata-rata sampel (mean), nilai maksimum, nilai minimum serta standar devisiasi untuk masing-
masing variable.
Tabel 2 Hasil Analisis Descriptive Statistics
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
SQDPR 63 .07 1.55 .5587 .22732
SQDTA 63 .35 .87 .6568 .13454
SQROI 63 .10 .63 .3022 .10672
SQCP 63 .18 3.98 1.3797 .78121
Valid N (listwise) 63
Sumber: data sekunder yang di olah
Berdasarkan hasil pengolahan data pada tabel 2 diatas diketahui bahwa rasio Deviden
Payout Ratio (DPR) diperoleh rata-rata sebesar 0,5587. hal ini berati bahwa rata-rata kebijakan
pembagian deviden tunai sebesar 0,5587 (55,87%) dari laba perlembar saham yang diperoleh
perusahaan. Nilai maximum sebesar 1,55 (155%) yang berarti bahwa deviden tertinggi dari
perusahaan sampel dapat mencapai 155% dari laba per lembar saham yang diperoleh perusahaan.
Sedangkan nilai minimum DPR adalah 0,07(7%) dari laba perlembar saham yang diperoleh
Rasio Pembiayaan Debt to Total Asset (DTA) yang merupakan rasio total hutang dengan
total asset perusahaan menunjukkan nilai rata-rata sebesar 0,6568 (65,68%). Hal ini berati
bahwa rata-rata perusahaan sampel memiliki hutang sebesar 0,6568 kali lebih besar dari total
asset yang dimiliki perusahaan. Nilai maximumnya sebesar 0,87 kali yang berarti bahwa sampel
tertinggi memiliki hutang sebesar 0,87 kali dari total asset dan nilai minimumnya sebesar 0,35
kali atau dimilikinya hutang sebesar 0,35 kali dari total asset yang dimiliki perusahaan..
Rasio Profitabilitas Return On Invesment (ROI) manunjukan nilai rata-rata sebesar
0,3022 (30,22%). Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan sampel mampu mendapatkan
laba bersih sebesar 30,22% dari total asset yang dimiliki perusahaan dalam satu periode. Nilai
minimum yaitu sebesar 0,10 (10%) yang berarti sampel terendah hanya mendapatkan laba bersih
dari seluruh total asset yang dimiliki sebesar 10% dan nilai maximum diketahui sebesar 0,63
(63%).
Rasio Cash Position yang merupakan rasio perbandingan antar saldo kas akhir tahun
dengan laba bersih setelah pajak perusahaan menunjukkan nilai rata-rata sebesar
1,3797(1,3797%). Hal ini berarti bahwa rata-rata perusahaan sampel memiliki saldo kas akhir
sebesar 1,3797 kali dari EAT yang dihasilkan perusahaan. Nilai maximum sebesar 3,98 kali yang
berati bahwa sampel tertinggi saldo kas akhir sebesar 3,98 kali dari EAT yang di hasilkan
perusahaan dan nilai minimumnya sebesar 0,18 kali.
Uji Normalitas Data
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah data yang digunakan telah terdistribusi normal.
Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Metode
yang lebih akurat untuk menguji normalitas adalah dengan uji Kolmogorov Smirnov, yaitu
dengan melihat angka profitabilitas signifikan dimana data dapat disimpulkan berdistribusi
normal jika angka signifikansinya lebih besar dari 0,05.
Tabel 3 Normalitas Data
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Zscore (SQDPR)
Zscore (SQDTA)
Zscore (SQROI)
Zscore (SQCP)
N 57 57 57 57
Normal Parametersa,,b Mean -.0859081 -.0179510 -.0733163 -.0671787
Std. Deviation .77724460 1.03274144 .80734201 .82783889
Most Extreme Differences
Absolute .160 .134 .103 .129
Positive .103 .077 .103 .129
Negative -.160 -.134 -.050 -.088
Kolmogorov-Smirnov Z 1.211 1.013 .780 .976
Asymp. Sig. (2-tailed) .106 .257 .577 .297
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Sumber: data sekunder yang di olah
Dari Tabel uji Kolmogrov-Smirnov dapat dilihat bahwa angka signifikansi uji
Kolmogrov-smirnov Zscore (SQDPR) sebesar 0,106, Zscore (SQDTA) sebesar 0,257, Zscore
(SQROI) sebesar 0,577 dan Zscore(SQCP) sebesar 0,297 diatas nilai signifikan 0,05, sehingga
dapat disimpulkan bahwa model regresi terdistribusi secara normal.
Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi ditemukan
adanya kolerasi antara variabel independen. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya
multikolinearitas dalam suatu model regresi dapat diketahui dari nilai tolerance dan variance
inflation factor (VIF) dimana nilai tolerance mendekati 0,1 dan nilai VIF di atas 10
(Ghozali,2001).
Tabel 4 Hasil Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) -.071 .104 -.684 .497
Zscore(SQDTA) .101 .115 .134 .882 .382 .759 1.317
Zscore(SQROI) .223 .171 .232 1.303 .198 .556 1.798
Zscore(SQCP) -.055 .156 -.058 -.350 .727 .640 1.562
a. Dependent Variable: Zscore(SQDPR)
Sumber : Data sekunder yang diolah
Berdasarkan hasil pengujian pada Tabel 4 menunjukkan bahwa semua variabel yang
digunakan dalam penelitian ini memiliki tolerance yang lebih dari 0,1 dan nilai VIF yang kurang
dari 10. Hal ini berarti bahwa variabel-variabel penelitian tidak menunjukkan adanya gejala
multikolinearitas dalam model regresi.
Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi
terjadi ketidaksamaan varians dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari
satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas atau tidak
terjadi heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak
terjadi heteroskedastisitas (Ghozali,2001).
Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya
pola tertentu pada gambar scatterplot antara SRESID dan ZPRED.
Gambar 2 Grafik Scatterplot