8. toksisitas pestisida-rev

Upload: nadanursetiyanti

Post on 08-Jul-2018

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/19/2019 8. Toksisitas Pestisida-rev

    1/13

      1

    Toksisitas Pestisida PENGANTAR Manfaat Pestisida 

    Pestisida adalah zat untuk membunuh atau mengendalikan hama.  Ada berbagai

     jenis hama. Hama yang paling sering ditemukan adalah serangga. Beberapa di antaranya

     berlaku sebagai vektor untuk penyakit. Penyakit-penyakit penting yang ditularkan oleh

    vektor, antara lain malaria dan onkosersiasis ("buta sungai"). ditularkan pada manusiaoleh nyamuk dan lalat hitam. Kedua penyakit ini menyebabkan penyakit berat dan

    mengenai jutaan orang di daerah tropis dan subtropis. Penyakit lain yang juga di tularkanoleh vektor antara lain adalah filariasis, demam kuning, cacar riketsia, radang otak virus,

    tifus, dan pes. Insektisida dapat membantu mengendalikan penyakit-penyakit ini. 

    Serangga juga merusak berbagai tumbuhan dan hasil panenan. Karena itu,insektisida dipergunakan secara luas untuk melindungi berbagai produk pertanian.

    Meskipun kebanyakan insektisida yang dipergunakan sekarang ini adalah bahan kimia

    sintetis, beberapa zat alami telah digunakan oleh petani sejak zaman dahulu. Zat ini

    antara lain adalah nikotin dari tembakau, piretrum dan bunga suatu spesies krisan, serta berbagai senyawa timbal, tembaga, dan arsen. Selain gangguan serangga, gangguan yang amat penting bagi para petani adalah rumput

    liar. Sebelum herbisid dikenal, petani biasa mengeluarkan banyak waktu untukmembuang rumput liar dengan tangan, suatu tugas yang sangat memakan waktu dan amat

    melelahkan. Pestisida juga telah dikembangkan untuk mengendalikan hama lain,

    misalnya jamur dan hewan pengerat. Beberapa produk pestisida rumah tangga juga tersedia untuk mengendalikan hama yang

    mengganggu di rumah, misalnya lalat dan nyamuk.

    Efek Buruk Pestisida 

    Efek buruk ini dapat menyangkut kesehatan manusia dan/atau lingkungan. Efek yang

     paling dramatis pada manusia adalah keracunan akut akibat kecelakaan. Beberapa peristiwa keracunan massal oleh senyawa metil merkuri dan etil merkuri,

    heksaklorobenzen sebagai fungisid, serta paration, suatu insektisida organofosfat,telah terjadi di berbagai bagian dunia, mengakibatkan jatuhnya korban ribuan orang

    dan beberapa ratus di antaranya mati. Beberapa contoh dicantumkan dalam Bab 1,Apendiks 1-2. Kasus keracunan akut individual biasanya terjadi akibat memakan

    sejumlah besar pestisida secara tidak sengaja atau untuk bunuh diri. Pajanan pestisida di tempat kerja dapat mengenai para pekerja yang terlibat dalam pembuatan, formulasi, dan penggunaan pestisida. Biasanya pestisida masuk ke dalam

    tubuh melalui saluran napas dan absorpsi kulit, tetapi sejumlah kecil dapat memasuki

    saluran gastrointestinal (GI) karena menggunakan tangan atau peralatan yang tercemar.

    Jenis keracunan ini akan lebih mungkin terjadi bila dipakai pestisida yang menyebabkankeracunan akut. Tetapi, masalah utama bagi kesehatan masyarakat adalah adanya residu pestisida dalam makanan, karena ini dapat melibatkan sejumlah besar orang selama

     jangka waktu yang panjang. Selain berbahaya bagi kesehatan manusia, pestisida dapat

    mempunyai dampak berbahaya bagi lingkungan. Terlepas dari pelepasan pestisida kelingkungan secara besar-besaran akibat kecelakaan, pestisida yang ditemukan dalam

     berbagai medium lingkungan hanya sedikit sekali. Tetapi, kadar ini mungkin akan lebih

    tinggi bila pestisida itu terus bertahan di lingkungan dan/atau mempunyai kecenderungan

  • 8/19/2019 8. Toksisitas Pestisida-rev

    2/13

      2

    untuk biomagnifikasi. Dalam kasus yang belakang-an ini, konsentrasi suatu pestisidaterus meningkat sementara zat ini bergerak melalui rantai trofik. Bila konsentrasinya

    dalam suatu organisme telah tinggi, pengaruh buruk dapat terjadi. Contohnya, elang

     botak hampir punah, karena kulit telurnya mudah pecah akibat efek toksik DDT yang

    terkumpul secara biologis melalui rantai makanan yang tercemar. Pencemaranlingkungan semacam itu dapat juga mempengaruhi kesehatan manusia lewat tanah dan

    air yang tercemar yang kemudian mencemari produk makanan manusia dan air minum.

    PENGGOLONGAN PESTISIDA Pestisida biasanya dikelompokkan berdasarkan penggunaannya dan sifat kimianya.

    Kelompok utama pestisida adalah sebagai berikut.

    Insektisida Seperti dicatat di atas, insektisida merupakan kelompok pestisida yang terbesar dan

    terdiri atas beberapa subkelompok kimia yang berbeda.

    Insektisida OrganofosfatInsektisida ini adalah ester asam fosfat atau asam tiofosfat, masing-masing

    diwakili oleh diklorvos dan paration. Mereka bekerja menghambat asetilkolinesterase(AChE), mengakibatkan akumulasi asetilkolin (ACh). ACh yang berlebihanmenyebabkan berbagai jenis simtom dan tanda-tanda. Beratnya gejala kurang lebih

     berkorelasi dengan tingkat penghambatan kolinesterase dalam darah, tetapi hubungan

    yang tepat tergantung pada senyawanya (Wills, 1972).

    Selain paration dan diklorvos, pestisida lain dalam kelompok ini antara lain adalah

     paration-metil,

    azinfos-metil (Gution),

    klorfenvinfos,

    diazinon,

    dimetoat,

    disulfoton (Dl-Siston),malation,

    mevinfos,

    triklorfon (Dipterex).

    Toksisitas berbagai zat ini amat bervariasi (lihat Apendiks 19-1).

    Insektisida Karbamat Kelompok ini merupakan ester asam N-metilkarbamat. Zat ini juga bekerja

    menghambat AChE. Tetapi, pengaruhnya terhadap enzim tersebut jauh lebih

    reversibel daripada efek insektisida organofosfat. Insektisida dari kelas ini antara lain

    adalah :

    karbaril (Sevin),aldikarb (Temik),

    karbofuran,

    metomil, dan

     propoksur (Baygon).

  • 8/19/2019 8. Toksisitas Pestisida-rev

    3/13

      3

    Selain itu, tanda-tanda toksisitas karbamat muncul lebih cepat; juga, rentang

    dosis yang menyebabkan efek toksik minor dan efek letal cukup besar. Dengan alasan

    ini, berdasarkan toksisitas akut, karbamat lebih aman daripada insektisida

    organofosfat. Pada Apendiks 19-1 tercantum daftar toksisitasnya. 

    Insektisida Organoklorin 

    Insektisida ini meliputi turunan

    etana berklor,

    siklodien, dan

    heksaklorosikloheksan.

    Beberapa bahan kimia ini (misalnya DDT) diperkenalkan dalam tahun 1940-

    an dan dipergunakan secara luas dalam pertanian dan program kesehatan. DDT

    dipergunakan karena toksisitas akutnya relatif rendah dan mampu bertahan lama

    dalam lingkungan sehingga tidak perlu disemprotkan berulang kali. Tetapi,

    kemampuannya bertahan dalam lingkungan belakangan ini dianggap sebagai suatu

    kekurangan, bukan suatu kelebihan. DDT maupun metoksiklor adalah derivat etana berklor, tetapi metoksiklor jauh

    kurang toksik dan tidak begitu bertahan di lingkungan dibandingkan DDT. Insektisida

    siklodien Endrin sangat toksik, aldrin dan dieldrin agak kurang toksik, dan klordan,

    heptaklor, serta mireks makin kurang toksik. Lindan adalah isomer gama

    heksaklorosikloheksan (HCH) yang masih dipergunakan. Zat ini sangat toksik tetapi

    tidak begitu banyak ditimbun. Akibatnya, penggunaan lindan jauh lebih luas daripada

    HCH. 

    Insektisida Tanaman dan Insektisida Lain Insektisida ini antara lain adalah nikotin

    dari tembakau. Zat ini sangat toksik secara akut dan bekerja pada susunan saraf.

    Piretrum diperoleh dari bunga tumbuhan Chrysanthemum cinerariaefolium. Suatu

     penghambat enzim, piperonil butoksid, sering digunakan dalam kombinasi denganinsektisida ini untuk memperoleh efek sinergis. Piretrum mempunyai toksisitas

    rendah pada mamalia tetapi dapat menimbulkan alergi pada orang yang peka,

    menyebabkan dermatitis kontak. Zat ini juga suatu neurotoksikan. Rotenon

    diekstraksi dari akar tumbuhan  Derris elliptica. Toksisitas zat ini terhadap mamalia

     juga rendah tetapi lebih toksik bagi serangga dan ikan. Banyak mikroorganisme

    diketahui bersifat patogen bagi serangga, Mikroorganisme yang biasa digunakan

    adalah  Bacillus thuringiensis dan baculovirus  pada serangga tertentu.

    Mikroorganisme ini diketahui tidak patogen bagi manusia. 

    Herbisida Ada beberapa jenis herbisida yang toksisitasnya pada hewan belum diketahui dengan

     pasti. 

    Senyawa klorofenoksi, misalnya 2,4-D (2,4-asam diklorofenok-siasetat) dan 2,4,5-T

    (2,4,5-asam triklorofenoksiasetat). Senyawa-senyawa itu bekerja pada tumbuhan

    sebagai hormon pertumbuhan: Toksisitasnya pada hewan relatif rendah. Tetapi,

  • 8/19/2019 8. Toksisitas Pestisida-rev

    4/13

      4

    klorakne, efek toksik utama 2,4,5-T pada manusia, tampaknya disebabkan oleh|

     pencemar 2,3,7,8-tetraklorobenzo-p-dioksin.

    Herbisida bipiridil, misalnya parakuat dan dikuat, telah dipergunakan secara luas.

    Toksisitas zat ini dilakukan lewat pembentukan radikal bebas. Toksisitas parakuat

    ditandai oleh efek paru-parunya bukan saja setelah pajanan lewat inhalasi tetapi juga

    1ewat jalur oral.

    Herbisida lainnya adalah dinitro-o-kresol (DNOC), amitrol (aminotriazol), karbamat profam dan kloroprofam, dan beberapa zat kimia lain. 

    Fungisida Senyawa merkuri, misalnya metil dan etilmerkuri merupakan fungisid yang

    sangat efektif dan telah dipergunakan secara luas Untuk; mengawetkan butir padi-

     padian. Tetapi, beberapa kecelakaan tragis yang menyebabkan banyak kematian dan

    kerusakan neurologi menetap terjadi akibat penggunaannya. Karena adanya fakta ini,

     bahan kimia tersebut kini tidak digunakan lagi.

    UJI LD50 = Uji suatu zat kepada hewan (tikus, mencit) yang menyebabkanhewan tersebut mati 50%

    Dikarboksimida antara lain adalah dimetiltiokarbamat (ferbam, tiram, dan

    ziram) dan etilenbisditiokar (maneb, nabam, dan zineb). Toksisitas akut senyawa ini

    relatif rendah, karenanya zat ini dipergunakan secara luas dalam pertanian. Tetapi,

    ada kekhawatiran mengenai potensi karsinogeniknya di samping herbisid amitrol.

    Derivat ftalimida misalnya kaptan dan folpet, mempunyai toksisitas akut dan kronis

    yang sangat rendah. Tetapi, potensi karsinogenik dan teratogeniknya telah mendorong

     banyak penelitian, seperti dibahas dalam bagian berikutnya. 

    Senyawa aromatik yang telah diganti, misalnya pentaklorofenol (PCP), telah

    dipergunakan secara luas sebagai bahan pengawet kayu. PCP meningkatkan lajumetabolisme melalui pelepasan gandengan fosforilasi oksidatif. Zat ini memiliki LD50 

    yang rendah tetapi derajat tekniknya lebih toksik, menunjukkan adanya pencemar

    yang memiliki toksisitas lebih besar. Pentakloronitrobenz (PCNB) telah digunakan

    sebagai fungisid dalam mengolah tanah. Secara akut, zat ini tidak begitu toksik

    dibandingkan PCP, tetapi dapat bersifat karsinogenik. 

    Fungisid lain adalah senyawa N-heterosiklik tertentu, misalnya benomil dan

    tiabendazol. Toksisitas bahan kimia ini sangat rendah sehingga dipergunakan secara

    luas dalam pertanian. Heksa-klorobenzen digunakan sebagai zat pengolah benih,

    tetapi zat ini pernah menyebabkan keracunan massal.

    Rodentisida Warfarin adalah suatu antikoagulan yang bekerja sebagai antimetabolit

    vitamin K, dengan demikian menghambat pembentukan protrombin. Bahan kimia ini

    telah dipergunakan secara luas karena toksisitasnya hanya terlihat setelah termakan

     berulang kali, suatu peristiwa yang tidak mungkin terjadi pada anak-anak dan hewan

     piaraan. 

  • 8/19/2019 8. Toksisitas Pestisida-rev

    5/13

      5

    Tiourea misalnya, ANTU (-naftiltiourea) sangat toksik pada tikus tetapi tidak

     begitu toksik bagi manusia. Toksisitasnya terutama berupa edema paru-paru dan efusi

     pleura. 

     Natrium fluoroasetat ("1080") dan fluoroasetamida ("1081") bersifat sangat toksik

    dan sejak itu zat ini hanya boleh digunakan oleh orang-orang tertentu yang mendapatizin. Kedua toksikan itu menjalankan efek toksiknya melalui penghambatan siklus asamsitrat seperti yang diuraikan pada Bab 4 pada bagian ."Sintesis Letal".

    Rodentisida lain mencakup produk tumbuhan, misalnya alkaloid striknin, perangsangSSP kuat,  squill merah, yang mengandung glikosida skilaren-A dan -B. Glikosida inimempunyai efek kardiotonik dan emesis sentral, mirip dengan digitalis. Karena efek yang

     belakangan itu, zat ini secara relatif tak beracun bagi sebagian besar mamalia tetapi

    sangat beracun bagi tikus yang tidak dapat memuntahkannya.

    Rodentisida anorganik antara lain adalah :

    zink fosfid,

    talium sulfat,arsenik trioksid, dan

    unsur fosfor yang bekerja melalui mekanisme yang berbeda.

    Fumigan Sesuai dengan namanya, kelompok pestisida ini mencakup beberapa gas, cairan yang

    mudah menguap, dan zat padat yang melepaskan berbagai gas lewat reaksi kimia. Dalam

     bentuk gas, zat-zat ini menembus daerah penyimpanan dan tanah untuk mengendalikanserangga-serangga, hewan pengerat, dan nematoda tanah.

    Banyak fumigan, misalnya

    akrilonitril,

    kloropikrin, danetilen dibromid,

    adalah zat kimia reaktif dan digunakan secara luas dalam industri kimia; beberapa

    di antaranya akan diuraikan pada Bab 21. Karena karsinogenisitas etilen dibromid, 1,3-

    dikloropropen telah dipergunakan secara lebih luas. Tetapi, zat ini tampaknya juga bersifat karsinogenik (Yang, 1986).

    SIFAT TOKSIKOLOGI

    Toksisitas terhadap Susunan Saraf

    Insektisida organoklorin (OC) merangsang sistem saraf dan menyebabkan parestesia,

     peka terhadap perangsangan, iritabilitas, terganggunya keseimbangan, tremor, dankejang-kejang. Cara kerja zat ini tidak diketahui secara tepat. Tetapi, beberapa zat kimia

    ini menginduksi fasilitasi dan hipereksitasi pada taut sinaps dan taut neuromuskuler yang

    mengakibatkan pelucutan berulang pada neuron pusat, neuron sensorik, dan neuron

    motorik (Narahashi, 1980). 

  • 8/19/2019 8. Toksisitas Pestisida-rev

    6/13

      6

    Insektisida organofosfat (OP) dan karbamat menghambat asetilkolinesterase. Biasanya,neurotransmiter asetilkolin (ACh) dilepaskan pada sinaps itu. Sekali impuls saraf

    disalurkan, ACh yang dilepas dihidrolisis oleh asetilkolinesterase (AChE) menjadi asam

    asetat dan kolin di tempat itu. Sewaktu terpajan insektisida OP dan karbamat, AChE dihambat sehingga terjadiakumulasi ACh. ACh yang ditimbun dalam SSP akan menginduksi tremor, inkoordinasi,

    kejang-kejang, dll. Dalam sistem saraf autonom akumulasi ini akan menyebabkan diare,

    urinasi tanpa sadar, bronkokonstriksi, miosis, dll. Akumula-sinya pada tautneuromuskuler akan mengakibatkan kontraksi otot yang diikuti dengan kelemahan,

    hilangnya refleks, dan paralisis. Penghambatan AChE yang diinduksi oleh karbamat

    .dapat pulih dengan mudah, sedangkan pajanan berikutnya terhadap senyawa OP biasanya lebih sulit pulih. Sebenarnya, senyawa OP tertentu, misalnya DFP (diisopropil

    fluorofosfat), menyebabkan penghambatan yang tak dapat pulih; penyembuhannya hanya

    melalui sintesis AChE baru. Beberapa senyawa OP, termasuk DFP, TOCP, leptofos, mipafoks, dan triklorofon,menyebabkan "neurotoksisitas yang ter-tunda". Untuk cara kerja dan prosedur

     pengujiannya, lihat Bab 16.

    Interaksi Jenis interaksi yang paling menonjol adalah  potensiasi yang terlihat di antara insektisidaorganofosfat tertentu. Frawley dan rekan kerjanya (1957) melaporkan potensiasi yang

    nyata pada toksisitas EPN [o-etil-o-(4-nitrofenil) fenil fosfonotioat) dan malation. Sejak

    itu, beberapa kombinasi insektisida OP telah diuji. Beberapa di antaranya menunjukkanefek aditif, lainnya kurang aditif, dan yang lain lagi sinergis. Potensiasi yang paling

    mencolok (peningkatannya sekitar 100 kali lipat) terlihat antara malation dan TOCP (tri-

    o-kresil fosfat). Mekanisme potensiasi itu diduga disebabkan oleh penghambatan enzim,

    misalnya karboksilesterase dan anudase, yang bertanggung jawab terhadap detoksikasi

    senyawa OP tertentu, misalnya malation dan metabolitnya yang lebih toksik yakni

    malaokson (Murphy, 1969). 

    Karena insektisida organoklorin dapat memperbesar aktivitasi enzim yangmemetabolisme obat (enzim sitokrom P-450 mikrosom), diduga toksisitas berbagai

     jenis obat akan diubah. Tetapi ternyata tidak ada efek penting yang dilaporkan

    (Murphy, 1986). Di antara insektisida organoklorin itu sendiri, sebagian memperli-

    hatkan sinergisme, tetapi tingkat sinergisme itu sangat kecil (Keplinger dan

    Deichmann, 1967).

    Karsinogenisitas Insektisida organofosfat umumnya tidak bersifat karsinogenik, kecuali senyawa yang

    mengandung halogen misalnya tetraklorvinfos. Zat kimia ini dengan jelas memiliki

    sifat insektisida organoklorin ini (lihat di bawah). 

    Insektisida karbamat sendiri juga tidak bersifat karsinogenik. Tetapi bila ada asamnitrit, karbaril telah terbukti dapat membentuk nitrosokarbaril yang bersifat

    karsinogenik. Beberapa pestisida lain dapat juga mengalami penitroan di bawah

    keadaan ekstrim, dan produknya bersifat karsinogenik dan mutagenik (IARC, 1983).

    Tetapi, karena diperlukan keadaan yang tidak realistis bagi terjadinya penitroan

    semacam itu, masalah kesehatan yang muncul akibat jenis reaksi ini diragukan. 

  • 8/19/2019 8. Toksisitas Pestisida-rev

    7/13

      7

    Di lain pihak, insektisida organoklorin yang diuji semuanya telah terbukti

    menginduksi hepatoma pada mencit (Komisi Dalam Negeri Urusan Pestisida, 1969;

    Weisburger, 1982; IARC, 1983). Pestisida yang telah menimbulkan banyak

     perdebatan adalah DOT. Zat ini tidak bersifat karsinogenik pada tikus, hamster,

    maupun beberapa spesies hewan lain. Selain itu, penemuan epidemiologi pada

    dasarnya negatif, dan begitu juga pada uji mutagenesis jangka pendek. Karena alasan

    ini Komite Ahli WHO Urusan Residu pestisida menegaskan lagi ADI untuk DDT dan

     beberapa insektisida organoklorin lain (WHO, 1974; FAO, 1985). Kesimpulan serupa

    dicapai oleh kelompok lain, misalnya Gugus Tugas Mantan Presiden Masyarakat

    Toksikologi (Task Force of Past Presidents, 1982) dan The Nutrition Foundation

    (1983). Ulasan menyeluruh dari data toksikologi dan tafsirannya terhadap DDT

    diberikan oleh Coulston (1985). Namun, penggunaan DDT telah dibatasi atau dihenti-

    kan pada beberapa negara, sebagian didasarkan pada bahaya kesehatan potensialnya

    dan sebagian pada dampak ekologinya. Satu-satunya pestisida yang mempunyai

     beberapa bukti epidemiologi mengenai karsinogenisitasnya adalah

    heksaklorosikloheksan (Wang dkk., 1988). Tetapi, hasil-hasilnya membutuhkan

     penegasan. 

    Fumigen EDB (etilen dibromid) dan DBCP (l,2-dibromo-3-kloropropan) terbuktimenimbulkan karsinoma sel-skuamosa yang sangat ganas dalam lambung tikus dan

    mencit (IARC, 1977). Se-jak itu penggunaannya telah dibatasi atau dihentikan. 

    Amitrol (aminotriazol), suatu herbisid, menyebabkan tumor tiroid tampaknya melalui

    mekanisme tak langsung (Steinhoff dkk., 1983). Tiroid peroksidase biasanya

    mengoksidasi yodium menjadi bentuk teroksidasi yang kemudian berkonjugasi

    dengan tirosin membentuk tiroksin. Amitrol menghambat enzim ini, dengan demikian

    menurunkan kadar tiroksin. Penurunan kadar ini, melalui suatu mekanisme

    biofeedback, merangsang kelenjar pituitari untuk melepaskan hormon tirotropik yang

    lebih banyak. Hormon pituitari ini merangsang kelenjar tiroid sehingga menjadi

    hiperplastik dan akhirnya terbentuk tumor. Karena itu, amitrol merupakan "kar-

    sinogen sekunder". Tetapi, untuk berhati-hati zat ini hanya diizin-kan digunakanuntuk tanaman bukan pangan (WHO, 1974). 

    Dengan cara yang sama, etilenbisditiokar (mankozeb, maneb, nabam, dan zineb) juga

    telah dilaporkan menyebabkan tumor tiroid. Cara kerjanya jelas diperantarai oleh

    hasil pecahan utama dan hasil metabolismenya, etilentiourea. Pertemuan Bersama

    FAO/ WHO yang membahas residu pestisida menganjurkan agar peng-gunaan

    fungisid ini dibatasi untuk memastikan agar tidak dite-mukan etilentiourea dalam

    makanan (FAO, 1981).

    Teratogenisitas dan Efek pada Fungsi Reproduksi

    Pada akhir tahun 1960-an, muncul beberapa artikel yang melapor-kan berbagai jenisefek teratogen dan efek reproduksi akibat karbaril pada anjing. Ringkasan laporan ini

    telah disertakan dalam suatu monograf (WHO, 1970a). Penelitian menyeluruh pada

    tikus yang diberi karbaril dalam diet pada dosis sebesar 100 mg/kg dan 200 mg/kg

    tidak membuktikan adanya efek pada berbagai fungsi reproduksi dan tidak ada efek

    teratogen. Beberapa efek terlihat pada tikus yang diberi karbaril dengan sonde (Weil

    dkk., 1972). Para pengarangnya mengkaitkan efek pada tikus itu dengan metode

  • 8/19/2019 8. Toksisitas Pestisida-rev

    8/13

      8

     pemberian pestisida lewat sonde ini dan efek pada anjing dengan jalur-jalur biotransformasi karbaril yang berbeda dengan jalur biotransformasi pada manusia dan

     beberapa spesies lain. Pestisida lain yang dilaporkan mempunyai efek teratogen ialah fungisid ditiokarbamat.

    Efek-efek itu mungkin disebabkan, paling tidak sebagian, oleh produk pecahannya ETUseperti diterangkan di atas (WHO, 1974). Selain itu, kaptan, folpet, parakuat, benomil,

    dan tiabendazol dilaporkan memiliki efek semacam itu. Tetapi penemuan ini

    membutuhkan penegasan (Murphy, 1986).

    Efek Buruk Lain Efek khusus karbaril pada  ginjal dilaporkan terjadi pada sekelompok sukarelawan

    manusia yang diberi karbaril dengan dosis sebesar 0,12 mg/kg setiap hari selama 6minggu. Terjadi peningkatan perbandingan antara nitrogen asam amino air kencing dan

    kreatinin, dibandingkan dengan orang yang diberi plasebo. Temuan ini dianggap

    merupakan suatu petunjuk berkurangnya kemampuan tubulus proksimal menyerap

    kembali asam amino. Efek ini tidak terlihat pada individu yang diberi karbaril 0,6 mg/kgtiap hari (Wills dkk., 1968). Parakuat menyebabkan edema  paru-paru,  perdarahan, dan fibrosis (Smith dan Heath,

    1976) setelah penghirupan atau termakan, tetapi herbisida yang berkaitan erat, yaknidikuat, tidak menunjukkan efek tersebut (lihat juga Bab 11). Namun, kedua zat kimia itu

    toksik terhadap biakan sel paru-paru. Karena parakuat bertahan dalam paru-paru

    sementara dikuat tidak, jelaslah bahwa beda antara kedua herbisid itu dalam toksisitasnya pada paru-paru berkaitan dengan afinitas khusus parakuat terhadap sel paru-paru tertentu

    (sel jenis II). Untuk rincian tambahan lihat Clark dkk. (1966), dan Rose dkk. (1976). Reaksi hipersensitivitas terhadap piretrum telah dilaporkan. Bentuk yang paling umum

    adalah dermatitis kontak. Asma juga telah dilaporkan. Beberapa reaksi anafilaktik jarangditemukan (Hayes, 1982). Insektisida organoklorin, misalnya DDT, klorodekon, dan mireks, bersifat hepatotoksik,

    menginduksi pembesaran hati dan nekrosis sentrolobuler. Zat-zat itu juga merupakan

     penginduksi monooksigenase mikrosom, sehingga dapat mempengaruhi toksisitas zatkimia lain.

    Beberapa organofosfat, karbamat, insektisida organoklorin, fu-ngisid ditiokarbamat, dan

    herbisid mengubah berbagai  fungsi imun. Contohnya, malation, metilparation, karbaril,DDT, parakuat, dan dikuat telah terbukti dapat menekan pembentukan anttbodi, meng-

    ganggu fagositosis leukosit, dan mengurangi pusat germinal pada limpa, timus dan

    kelenjar limf (Roller, 1979; Street, 1981). 

    Bioakumulasi dan Biomagnifikasi

    Sifat ini secara sendiri tidak selalu merupakan efek biologis yang merugikan. Sifat ini

     biasanya berhubungan dengan zat yang bersifat lipofilik dan resisten terhadap perusakan.Pestisida organoklorin umumnya lebih mampu bertahan di lingkungan dan cenderung

    disimpan dalam timbunan lemak. Tetapi, bioakumulasi lebih nyata pada beberapa zat

    kimia dibanding dengan zat lainnya. Contohnya, DDT jauh lebih lama tersimpan dalamlemak tubuh dibanding metoksiklor. Pada tikus, waktu paruh insektisida ini masing-

    masing 6-12 bulan dan 1-2 minggu. Kemampuannya bertahan dalam lingkungan dapat menimbulkan masalah ekologis. DDTdan zat kimia yang berkaitan yang ada di lingkungan meningkatkan metabolisme

  • 8/19/2019 8. Toksisitas Pestisida-rev

    9/13

      9

    estrogen pada burung. Dalam siklus bertelur dan bersarang pada burung tertentu,gangguan hormon ini berpengaruh buruk pada reproduksi dan kelangsungan hidup anak

     burung itu (Peakall, 1970). Biomagnifikasi dapat terjadi akibat bioakumulasi dalam organisme itu saja atau

    kemampuannya bertahan di lingkungan. Contohnya, DDT bersifat lipofilik, dankarenanya terdapat pada cairan tubuh yang berlemak termasuk susu. Meskipun asupan

    DDT per hari pada ibu 0,5 µg/kg, bayi yang disusuinya mungkin mendapat asupan

    sebesar 11,2 µg/kg. Pembesaran ini berasal dari fakta bahwa DDT tersimpan dalam tubuhmanusia pada tingkat asupan harian kronis 10-20 kali lipat dan bayi itu pada dasarnya

    hanya mengkonsumsi susu saja. Selain itu, pada bayi asupan kalori per kilogram berat

     badan lebih tinggi dibandingkan dengan orang dewasa. Pentingnya asupan DDT yang jauh lebih besar pada bayi tidak jelas karena tingkat ambilan yang besar ini terjadi dalam

    waktu yang relatif pendek dan bayi sangat tidak peka dibandingkan dengan orang

    dewasa (La dkk., 1965). 

    Biomagniflkasi bahkan lebih jelas pada hewan karnivora. DDT dan metil merkuri

    dapat terakumulasi melalui rangkaian plankton ikan kecil, ikan besar, dan burung dan

    mengakibatkan pembesaran konsentrasi beberapa ratus kali (Woodwell, 1967).

    Keputusan untuk menghentikan penggunaan DDT sebagian didasarkan pada dampak

     buruknya pada ekosistem, seperti diterangkan di atas.

    PENGUJIAN, EVALUASI, DAN PENGENDALIAN Jenis Data yang Dibutuhkan

    Berbagai jenis data dibutuhkan dalam evaluasi pestisida. Data dasar yang dibutuhkan

     pada prinsipnya sama dengan data zat tambahan makanan. Tetapi, beberapa masalah

    toksikologi khusus dapat disebabkan oleh pestisida seperti yang digambarkan dalam

     bagian terdahulu. Penelitian lain untuk pestisida tertentu adalah sebagai berikut.

    Letalis Doses 50 (LD50) dan Toksisitas Jangka Pendek

    Karena lebih besarnya toksisitas akut dari kebanyakan pestisida, LD50  biasanya dapat ditentukan dengan lebih tepat. Selain itu, mengingat fakta bahwa

     pekerja tertentu, misalnya di pabrik, formulator, dan pemakainya dapat terpajan

    melalui kulit dan saluran napas, LD50  kulit dan LD50  lewat penghirupan biasanya

    dibutuhkan. Selain itu, karena para pekerja mungkin akan terpajan dalam waktu yang

    lama, biasanya pasti terjadi toksisitas akibat pajanan berulang kali melalui kulit dan

     penghirupan

    Neurotoksisitas Tertunda (Aksonopati Perifer)Jenis toksisitas ini terlihat pada beberapa insektisida organofosfat. Uji yang

    tepat dilakukan pada zat kimia baru dari kelompok ini untuk menghindari bahaya potensial ini

    InteraksiInteraksi yang nyata terdapat antara pasangan insektisida organofosfat tertentu.

    Bahaya kesehatan potensialnya dinilai dengan menggunakan LD50 dari zat kimia itu

    sendiri dan dalam kombinasi.

  • 8/19/2019 8. Toksisitas Pestisida-rev

    10/13

      10

    Evaluasi Toksikologi Seperti dibahas diatas, ada dua pendekatan sehubungan dengan evaluasi keamanan/risiko

    toksikan termasuk pestisida. Asupan harian yang dapat diterima (ADI) mencakup penilaian pada data dasar mengenaikelengkapan dan relevansinya, penentuan kadar terlihat tanpa efek dalam mg/kg berat

     badan (NOEL; juga dikenal sebagai kadar tanpa efek [no-effect level],  NEL) dan

     pemilihan faktor pengaman yang tepat untuk mengekstrapolasikannya pada asupan harianyang dapat diterima untuk manusia, juga dalam mg/kg berat badan. Meskipun semua pestisida bersifat toksik, zat-zat itu bervariasi dalam sifat dan besarnya

    toksisitas. Pestisida tertentu mempunyai potensi bawaan untuk efek toksik khusus.

    Adanya sifat-sifat itu harus dinilai dengan melakukan uji yang tepat seperti yang dibahasdi atas, sebelum menentukan suatu NOEL. Ukuran faktor pengaman itu bergantung pada

     beberapa faktor seperti yang dibahas diatas Pendekatan kedua, yaitu penilaian risiko, biasanya diterapkan pada pestisida yang bersifat

    karsinogen. Beberapa contoh matematis tersedia untuk tujuan ini, Tetapi, jelaslah bahwakarsinogen bervariasi bukan saja dalam potensinya tetapi juga dalam cara kerjanya.

    Contohnya, amitrol bekerja melalui mekanisme ketidakseimbangan hormonal dan

    mempunyai dosis ambang batas, dan DOT menginduksi hepatoma pada mencit tetapi pengaruhnya pada manusia masih diragukan. Masalah ini dikemukakan dalam Pertemuan

    Bersama Ahli FAO/ WHO yang membahas residu pestisida (WHO, 1974). Badan

    internasional itu menetapkan ADI untuk pestisida ini tetapi masih akan dipastikan lagi

     pada pertemuan berikutnya. Sebagai pendekatan ketiga, pestisida dapat digunakan dengan dasar "tanpa residu". Ini

    karena zat-zat itu bersifat karsinogenik atau karena kurang lengkapnya data. 

    Standar  

    ToleransiUntuk melindungi kesehatan konsumen, dirumuskan berbagai standar. Ditentukan

    suatu standar legal dalam bentuk "toleransi" (juga dikenal sebagai "batas residumaksimum").

    Standar itu memberikan tingkat maksimum yang diizinkan dalam tiap komoditi

    makanan yang mungkin meninggalkan residu pestisida akibat penggunaannya. Pestisidadapat digunakan dalam tahap sebelum penanaman, pertumbuhan, pemanenan, dan

     penyimpanan hasil panen.

    Asupan DietBeberapa prosedur digunakan untuk menjamin bahwa asupan keseluruhan tiap

    residu pestisida dalam semua komoditas makanan tidak melebihi ADI-nya. Satu

     prosedur melibatkan analisis kimia pada tingkat residu dalam makanan yang diwakilidalam "diet total" dan penghitungan "asupan diet" tiap pestisida dengan menambahkan

    hasil kali kadar residu itu dengan konsumsi per kapita dari tiap makanan itu. Survei

  • 8/19/2019 8. Toksisitas Pestisida-rev

    11/13

      11

    terbaru oleh FDA AS menunjukkan bahwa asupan diet dari semua pestisida yangdianalisis jauh lebih rendah dari ADI-nya (FDA, 1987). Prosedur lain, yang jauh lebih sederhana, menyangkut penghitungan "asupan harian

     potensial" dan pembandingannya dengan, ADI. Angka yang pertama diperoleh dengan

    menambahkan hasil kali kadar toleransi dalam tiap makanan dengan konsumsi per kapitamakanan itu. Rinciannya dimuat dalam laporan WHO (WHO, 1970b). Jelaslah asupan

    harian potensial merupakan penaksiran yang berlebihan. Pertama, pestisida tidak selalu

    digunakan dalam semua komoditas makanan yang ada toleransinya. Selain itu, dalamsebagian besar kasus, kadar residu yang sebenamya jauh lebih rendah daripada kadar

    toleransi. Namun, prosedur ini memberikan keuntungan yang nyata. Kecuali beberapa

    negara industri maju, angka-angka mengenai asupan pestisida diet tidak tersedia; baginegara-negara itu asupan harian potensial memberikan ukuran untuk menilai bahaya bagi

    kesehatan pada konsumen yang disebabkan oleh asupan pestisida dalam diet. Penaksiran

    yang berlebihan dapat juga mengkompensasi perbedaan dalam kebiasaan diet di berbagai

    negara dan dalam variasi kadar residu pestisida dalam makanan tertentu. Berdasarkananalisis yang sebenamya, kadar residu dapat melebihi toleransi, meskipun hal ini jarang

    terjadi. Terlepas dari penilaian bahaya potensial pestisida, angka-angka asupan diet, yang

    diperoleh dengan analisis atau perhitungan, juga digunakan dalam menilai dan barangkali juga dalam me-rekomendasikan modifikasi penggunaan zat kimia ini dalam perta-

  • 8/19/2019 8. Toksisitas Pestisida-rev

    12/13

      12

  • 8/19/2019 8. Toksisitas Pestisida-rev

    13/13

      13