8. toksisitas pestisida-rev
TRANSCRIPT
-
8/19/2019 8. Toksisitas Pestisida-rev
1/13
1
Toksisitas Pestisida PENGANTAR Manfaat Pestisida
Pestisida adalah zat untuk membunuh atau mengendalikan hama. Ada berbagai
jenis hama. Hama yang paling sering ditemukan adalah serangga. Beberapa di antaranya
berlaku sebagai vektor untuk penyakit. Penyakit-penyakit penting yang ditularkan oleh
vektor, antara lain malaria dan onkosersiasis ("buta sungai"). ditularkan pada manusiaoleh nyamuk dan lalat hitam. Kedua penyakit ini menyebabkan penyakit berat dan
mengenai jutaan orang di daerah tropis dan subtropis. Penyakit lain yang juga di tularkanoleh vektor antara lain adalah filariasis, demam kuning, cacar riketsia, radang otak virus,
tifus, dan pes. Insektisida dapat membantu mengendalikan penyakit-penyakit ini.
Serangga juga merusak berbagai tumbuhan dan hasil panenan. Karena itu,insektisida dipergunakan secara luas untuk melindungi berbagai produk pertanian.
Meskipun kebanyakan insektisida yang dipergunakan sekarang ini adalah bahan kimia
sintetis, beberapa zat alami telah digunakan oleh petani sejak zaman dahulu. Zat ini
antara lain adalah nikotin dari tembakau, piretrum dan bunga suatu spesies krisan, serta berbagai senyawa timbal, tembaga, dan arsen. Selain gangguan serangga, gangguan yang amat penting bagi para petani adalah rumput
liar. Sebelum herbisid dikenal, petani biasa mengeluarkan banyak waktu untukmembuang rumput liar dengan tangan, suatu tugas yang sangat memakan waktu dan amat
melelahkan. Pestisida juga telah dikembangkan untuk mengendalikan hama lain,
misalnya jamur dan hewan pengerat. Beberapa produk pestisida rumah tangga juga tersedia untuk mengendalikan hama yang
mengganggu di rumah, misalnya lalat dan nyamuk.
Efek Buruk Pestisida
Efek buruk ini dapat menyangkut kesehatan manusia dan/atau lingkungan. Efek yang
paling dramatis pada manusia adalah keracunan akut akibat kecelakaan. Beberapa peristiwa keracunan massal oleh senyawa metil merkuri dan etil merkuri,
heksaklorobenzen sebagai fungisid, serta paration, suatu insektisida organofosfat,telah terjadi di berbagai bagian dunia, mengakibatkan jatuhnya korban ribuan orang
dan beberapa ratus di antaranya mati. Beberapa contoh dicantumkan dalam Bab 1,Apendiks 1-2. Kasus keracunan akut individual biasanya terjadi akibat memakan
sejumlah besar pestisida secara tidak sengaja atau untuk bunuh diri. Pajanan pestisida di tempat kerja dapat mengenai para pekerja yang terlibat dalam pembuatan, formulasi, dan penggunaan pestisida. Biasanya pestisida masuk ke dalam
tubuh melalui saluran napas dan absorpsi kulit, tetapi sejumlah kecil dapat memasuki
saluran gastrointestinal (GI) karena menggunakan tangan atau peralatan yang tercemar.
Jenis keracunan ini akan lebih mungkin terjadi bila dipakai pestisida yang menyebabkankeracunan akut. Tetapi, masalah utama bagi kesehatan masyarakat adalah adanya residu pestisida dalam makanan, karena ini dapat melibatkan sejumlah besar orang selama
jangka waktu yang panjang. Selain berbahaya bagi kesehatan manusia, pestisida dapat
mempunyai dampak berbahaya bagi lingkungan. Terlepas dari pelepasan pestisida kelingkungan secara besar-besaran akibat kecelakaan, pestisida yang ditemukan dalam
berbagai medium lingkungan hanya sedikit sekali. Tetapi, kadar ini mungkin akan lebih
tinggi bila pestisida itu terus bertahan di lingkungan dan/atau mempunyai kecenderungan
-
8/19/2019 8. Toksisitas Pestisida-rev
2/13
2
untuk biomagnifikasi. Dalam kasus yang belakang-an ini, konsentrasi suatu pestisidaterus meningkat sementara zat ini bergerak melalui rantai trofik. Bila konsentrasinya
dalam suatu organisme telah tinggi, pengaruh buruk dapat terjadi. Contohnya, elang
botak hampir punah, karena kulit telurnya mudah pecah akibat efek toksik DDT yang
terkumpul secara biologis melalui rantai makanan yang tercemar. Pencemaranlingkungan semacam itu dapat juga mempengaruhi kesehatan manusia lewat tanah dan
air yang tercemar yang kemudian mencemari produk makanan manusia dan air minum.
PENGGOLONGAN PESTISIDA Pestisida biasanya dikelompokkan berdasarkan penggunaannya dan sifat kimianya.
Kelompok utama pestisida adalah sebagai berikut.
Insektisida Seperti dicatat di atas, insektisida merupakan kelompok pestisida yang terbesar dan
terdiri atas beberapa subkelompok kimia yang berbeda.
Insektisida OrganofosfatInsektisida ini adalah ester asam fosfat atau asam tiofosfat, masing-masing
diwakili oleh diklorvos dan paration. Mereka bekerja menghambat asetilkolinesterase(AChE), mengakibatkan akumulasi asetilkolin (ACh). ACh yang berlebihanmenyebabkan berbagai jenis simtom dan tanda-tanda. Beratnya gejala kurang lebih
berkorelasi dengan tingkat penghambatan kolinesterase dalam darah, tetapi hubungan
yang tepat tergantung pada senyawanya (Wills, 1972).
Selain paration dan diklorvos, pestisida lain dalam kelompok ini antara lain adalah
paration-metil,
azinfos-metil (Gution),
klorfenvinfos,
diazinon,
dimetoat,
disulfoton (Dl-Siston),malation,
mevinfos,
triklorfon (Dipterex).
Toksisitas berbagai zat ini amat bervariasi (lihat Apendiks 19-1).
Insektisida Karbamat Kelompok ini merupakan ester asam N-metilkarbamat. Zat ini juga bekerja
menghambat AChE. Tetapi, pengaruhnya terhadap enzim tersebut jauh lebih
reversibel daripada efek insektisida organofosfat. Insektisida dari kelas ini antara lain
adalah :
karbaril (Sevin),aldikarb (Temik),
karbofuran,
metomil, dan
propoksur (Baygon).
-
8/19/2019 8. Toksisitas Pestisida-rev
3/13
3
Selain itu, tanda-tanda toksisitas karbamat muncul lebih cepat; juga, rentang
dosis yang menyebabkan efek toksik minor dan efek letal cukup besar. Dengan alasan
ini, berdasarkan toksisitas akut, karbamat lebih aman daripada insektisida
organofosfat. Pada Apendiks 19-1 tercantum daftar toksisitasnya.
Insektisida Organoklorin
Insektisida ini meliputi turunan
etana berklor,
siklodien, dan
heksaklorosikloheksan.
Beberapa bahan kimia ini (misalnya DDT) diperkenalkan dalam tahun 1940-
an dan dipergunakan secara luas dalam pertanian dan program kesehatan. DDT
dipergunakan karena toksisitas akutnya relatif rendah dan mampu bertahan lama
dalam lingkungan sehingga tidak perlu disemprotkan berulang kali. Tetapi,
kemampuannya bertahan dalam lingkungan belakangan ini dianggap sebagai suatu
kekurangan, bukan suatu kelebihan. DDT maupun metoksiklor adalah derivat etana berklor, tetapi metoksiklor jauh
kurang toksik dan tidak begitu bertahan di lingkungan dibandingkan DDT. Insektisida
siklodien Endrin sangat toksik, aldrin dan dieldrin agak kurang toksik, dan klordan,
heptaklor, serta mireks makin kurang toksik. Lindan adalah isomer gama
heksaklorosikloheksan (HCH) yang masih dipergunakan. Zat ini sangat toksik tetapi
tidak begitu banyak ditimbun. Akibatnya, penggunaan lindan jauh lebih luas daripada
HCH.
Insektisida Tanaman dan Insektisida Lain Insektisida ini antara lain adalah nikotin
dari tembakau. Zat ini sangat toksik secara akut dan bekerja pada susunan saraf.
Piretrum diperoleh dari bunga tumbuhan Chrysanthemum cinerariaefolium. Suatu
penghambat enzim, piperonil butoksid, sering digunakan dalam kombinasi denganinsektisida ini untuk memperoleh efek sinergis. Piretrum mempunyai toksisitas
rendah pada mamalia tetapi dapat menimbulkan alergi pada orang yang peka,
menyebabkan dermatitis kontak. Zat ini juga suatu neurotoksikan. Rotenon
diekstraksi dari akar tumbuhan Derris elliptica. Toksisitas zat ini terhadap mamalia
juga rendah tetapi lebih toksik bagi serangga dan ikan. Banyak mikroorganisme
diketahui bersifat patogen bagi serangga, Mikroorganisme yang biasa digunakan
adalah Bacillus thuringiensis dan baculovirus pada serangga tertentu.
Mikroorganisme ini diketahui tidak patogen bagi manusia.
Herbisida Ada beberapa jenis herbisida yang toksisitasnya pada hewan belum diketahui dengan
pasti.
Senyawa klorofenoksi, misalnya 2,4-D (2,4-asam diklorofenok-siasetat) dan 2,4,5-T
(2,4,5-asam triklorofenoksiasetat). Senyawa-senyawa itu bekerja pada tumbuhan
sebagai hormon pertumbuhan: Toksisitasnya pada hewan relatif rendah. Tetapi,
-
8/19/2019 8. Toksisitas Pestisida-rev
4/13
4
klorakne, efek toksik utama 2,4,5-T pada manusia, tampaknya disebabkan oleh|
pencemar 2,3,7,8-tetraklorobenzo-p-dioksin.
Herbisida bipiridil, misalnya parakuat dan dikuat, telah dipergunakan secara luas.
Toksisitas zat ini dilakukan lewat pembentukan radikal bebas. Toksisitas parakuat
ditandai oleh efek paru-parunya bukan saja setelah pajanan lewat inhalasi tetapi juga
1ewat jalur oral.
Herbisida lainnya adalah dinitro-o-kresol (DNOC), amitrol (aminotriazol), karbamat profam dan kloroprofam, dan beberapa zat kimia lain.
Fungisida Senyawa merkuri, misalnya metil dan etilmerkuri merupakan fungisid yang
sangat efektif dan telah dipergunakan secara luas Untuk; mengawetkan butir padi-
padian. Tetapi, beberapa kecelakaan tragis yang menyebabkan banyak kematian dan
kerusakan neurologi menetap terjadi akibat penggunaannya. Karena adanya fakta ini,
bahan kimia tersebut kini tidak digunakan lagi.
UJI LD50 = Uji suatu zat kepada hewan (tikus, mencit) yang menyebabkanhewan tersebut mati 50%
Dikarboksimida antara lain adalah dimetiltiokarbamat (ferbam, tiram, dan
ziram) dan etilenbisditiokar (maneb, nabam, dan zineb). Toksisitas akut senyawa ini
relatif rendah, karenanya zat ini dipergunakan secara luas dalam pertanian. Tetapi,
ada kekhawatiran mengenai potensi karsinogeniknya di samping herbisid amitrol.
Derivat ftalimida misalnya kaptan dan folpet, mempunyai toksisitas akut dan kronis
yang sangat rendah. Tetapi, potensi karsinogenik dan teratogeniknya telah mendorong
banyak penelitian, seperti dibahas dalam bagian berikutnya.
Senyawa aromatik yang telah diganti, misalnya pentaklorofenol (PCP), telah
dipergunakan secara luas sebagai bahan pengawet kayu. PCP meningkatkan lajumetabolisme melalui pelepasan gandengan fosforilasi oksidatif. Zat ini memiliki LD50
yang rendah tetapi derajat tekniknya lebih toksik, menunjukkan adanya pencemar
yang memiliki toksisitas lebih besar. Pentakloronitrobenz (PCNB) telah digunakan
sebagai fungisid dalam mengolah tanah. Secara akut, zat ini tidak begitu toksik
dibandingkan PCP, tetapi dapat bersifat karsinogenik.
Fungisid lain adalah senyawa N-heterosiklik tertentu, misalnya benomil dan
tiabendazol. Toksisitas bahan kimia ini sangat rendah sehingga dipergunakan secara
luas dalam pertanian. Heksa-klorobenzen digunakan sebagai zat pengolah benih,
tetapi zat ini pernah menyebabkan keracunan massal.
Rodentisida Warfarin adalah suatu antikoagulan yang bekerja sebagai antimetabolit
vitamin K, dengan demikian menghambat pembentukan protrombin. Bahan kimia ini
telah dipergunakan secara luas karena toksisitasnya hanya terlihat setelah termakan
berulang kali, suatu peristiwa yang tidak mungkin terjadi pada anak-anak dan hewan
piaraan.
-
8/19/2019 8. Toksisitas Pestisida-rev
5/13
5
Tiourea misalnya, ANTU (-naftiltiourea) sangat toksik pada tikus tetapi tidak
begitu toksik bagi manusia. Toksisitasnya terutama berupa edema paru-paru dan efusi
pleura.
Natrium fluoroasetat ("1080") dan fluoroasetamida ("1081") bersifat sangat toksik
dan sejak itu zat ini hanya boleh digunakan oleh orang-orang tertentu yang mendapatizin. Kedua toksikan itu menjalankan efek toksiknya melalui penghambatan siklus asamsitrat seperti yang diuraikan pada Bab 4 pada bagian ."Sintesis Letal".
Rodentisida lain mencakup produk tumbuhan, misalnya alkaloid striknin, perangsangSSP kuat, squill merah, yang mengandung glikosida skilaren-A dan -B. Glikosida inimempunyai efek kardiotonik dan emesis sentral, mirip dengan digitalis. Karena efek yang
belakangan itu, zat ini secara relatif tak beracun bagi sebagian besar mamalia tetapi
sangat beracun bagi tikus yang tidak dapat memuntahkannya.
Rodentisida anorganik antara lain adalah :
zink fosfid,
talium sulfat,arsenik trioksid, dan
unsur fosfor yang bekerja melalui mekanisme yang berbeda.
Fumigan Sesuai dengan namanya, kelompok pestisida ini mencakup beberapa gas, cairan yang
mudah menguap, dan zat padat yang melepaskan berbagai gas lewat reaksi kimia. Dalam
bentuk gas, zat-zat ini menembus daerah penyimpanan dan tanah untuk mengendalikanserangga-serangga, hewan pengerat, dan nematoda tanah.
Banyak fumigan, misalnya
akrilonitril,
kloropikrin, danetilen dibromid,
adalah zat kimia reaktif dan digunakan secara luas dalam industri kimia; beberapa
di antaranya akan diuraikan pada Bab 21. Karena karsinogenisitas etilen dibromid, 1,3-
dikloropropen telah dipergunakan secara lebih luas. Tetapi, zat ini tampaknya juga bersifat karsinogenik (Yang, 1986).
SIFAT TOKSIKOLOGI
Toksisitas terhadap Susunan Saraf
Insektisida organoklorin (OC) merangsang sistem saraf dan menyebabkan parestesia,
peka terhadap perangsangan, iritabilitas, terganggunya keseimbangan, tremor, dankejang-kejang. Cara kerja zat ini tidak diketahui secara tepat. Tetapi, beberapa zat kimia
ini menginduksi fasilitasi dan hipereksitasi pada taut sinaps dan taut neuromuskuler yang
mengakibatkan pelucutan berulang pada neuron pusat, neuron sensorik, dan neuron
motorik (Narahashi, 1980).
-
8/19/2019 8. Toksisitas Pestisida-rev
6/13
6
Insektisida organofosfat (OP) dan karbamat menghambat asetilkolinesterase. Biasanya,neurotransmiter asetilkolin (ACh) dilepaskan pada sinaps itu. Sekali impuls saraf
disalurkan, ACh yang dilepas dihidrolisis oleh asetilkolinesterase (AChE) menjadi asam
asetat dan kolin di tempat itu. Sewaktu terpajan insektisida OP dan karbamat, AChE dihambat sehingga terjadiakumulasi ACh. ACh yang ditimbun dalam SSP akan menginduksi tremor, inkoordinasi,
kejang-kejang, dll. Dalam sistem saraf autonom akumulasi ini akan menyebabkan diare,
urinasi tanpa sadar, bronkokonstriksi, miosis, dll. Akumula-sinya pada tautneuromuskuler akan mengakibatkan kontraksi otot yang diikuti dengan kelemahan,
hilangnya refleks, dan paralisis. Penghambatan AChE yang diinduksi oleh karbamat
.dapat pulih dengan mudah, sedangkan pajanan berikutnya terhadap senyawa OP biasanya lebih sulit pulih. Sebenarnya, senyawa OP tertentu, misalnya DFP (diisopropil
fluorofosfat), menyebabkan penghambatan yang tak dapat pulih; penyembuhannya hanya
melalui sintesis AChE baru. Beberapa senyawa OP, termasuk DFP, TOCP, leptofos, mipafoks, dan triklorofon,menyebabkan "neurotoksisitas yang ter-tunda". Untuk cara kerja dan prosedur
pengujiannya, lihat Bab 16.
Interaksi Jenis interaksi yang paling menonjol adalah potensiasi yang terlihat di antara insektisidaorganofosfat tertentu. Frawley dan rekan kerjanya (1957) melaporkan potensiasi yang
nyata pada toksisitas EPN [o-etil-o-(4-nitrofenil) fenil fosfonotioat) dan malation. Sejak
itu, beberapa kombinasi insektisida OP telah diuji. Beberapa di antaranya menunjukkanefek aditif, lainnya kurang aditif, dan yang lain lagi sinergis. Potensiasi yang paling
mencolok (peningkatannya sekitar 100 kali lipat) terlihat antara malation dan TOCP (tri-
o-kresil fosfat). Mekanisme potensiasi itu diduga disebabkan oleh penghambatan enzim,
misalnya karboksilesterase dan anudase, yang bertanggung jawab terhadap detoksikasi
senyawa OP tertentu, misalnya malation dan metabolitnya yang lebih toksik yakni
malaokson (Murphy, 1969).
Karena insektisida organoklorin dapat memperbesar aktivitasi enzim yangmemetabolisme obat (enzim sitokrom P-450 mikrosom), diduga toksisitas berbagai
jenis obat akan diubah. Tetapi ternyata tidak ada efek penting yang dilaporkan
(Murphy, 1986). Di antara insektisida organoklorin itu sendiri, sebagian memperli-
hatkan sinergisme, tetapi tingkat sinergisme itu sangat kecil (Keplinger dan
Deichmann, 1967).
Karsinogenisitas Insektisida organofosfat umumnya tidak bersifat karsinogenik, kecuali senyawa yang
mengandung halogen misalnya tetraklorvinfos. Zat kimia ini dengan jelas memiliki
sifat insektisida organoklorin ini (lihat di bawah).
Insektisida karbamat sendiri juga tidak bersifat karsinogenik. Tetapi bila ada asamnitrit, karbaril telah terbukti dapat membentuk nitrosokarbaril yang bersifat
karsinogenik. Beberapa pestisida lain dapat juga mengalami penitroan di bawah
keadaan ekstrim, dan produknya bersifat karsinogenik dan mutagenik (IARC, 1983).
Tetapi, karena diperlukan keadaan yang tidak realistis bagi terjadinya penitroan
semacam itu, masalah kesehatan yang muncul akibat jenis reaksi ini diragukan.
-
8/19/2019 8. Toksisitas Pestisida-rev
7/13
7
Di lain pihak, insektisida organoklorin yang diuji semuanya telah terbukti
menginduksi hepatoma pada mencit (Komisi Dalam Negeri Urusan Pestisida, 1969;
Weisburger, 1982; IARC, 1983). Pestisida yang telah menimbulkan banyak
perdebatan adalah DOT. Zat ini tidak bersifat karsinogenik pada tikus, hamster,
maupun beberapa spesies hewan lain. Selain itu, penemuan epidemiologi pada
dasarnya negatif, dan begitu juga pada uji mutagenesis jangka pendek. Karena alasan
ini Komite Ahli WHO Urusan Residu pestisida menegaskan lagi ADI untuk DDT dan
beberapa insektisida organoklorin lain (WHO, 1974; FAO, 1985). Kesimpulan serupa
dicapai oleh kelompok lain, misalnya Gugus Tugas Mantan Presiden Masyarakat
Toksikologi (Task Force of Past Presidents, 1982) dan The Nutrition Foundation
(1983). Ulasan menyeluruh dari data toksikologi dan tafsirannya terhadap DDT
diberikan oleh Coulston (1985). Namun, penggunaan DDT telah dibatasi atau dihenti-
kan pada beberapa negara, sebagian didasarkan pada bahaya kesehatan potensialnya
dan sebagian pada dampak ekologinya. Satu-satunya pestisida yang mempunyai
beberapa bukti epidemiologi mengenai karsinogenisitasnya adalah
heksaklorosikloheksan (Wang dkk., 1988). Tetapi, hasil-hasilnya membutuhkan
penegasan.
Fumigen EDB (etilen dibromid) dan DBCP (l,2-dibromo-3-kloropropan) terbuktimenimbulkan karsinoma sel-skuamosa yang sangat ganas dalam lambung tikus dan
mencit (IARC, 1977). Se-jak itu penggunaannya telah dibatasi atau dihentikan.
Amitrol (aminotriazol), suatu herbisid, menyebabkan tumor tiroid tampaknya melalui
mekanisme tak langsung (Steinhoff dkk., 1983). Tiroid peroksidase biasanya
mengoksidasi yodium menjadi bentuk teroksidasi yang kemudian berkonjugasi
dengan tirosin membentuk tiroksin. Amitrol menghambat enzim ini, dengan demikian
menurunkan kadar tiroksin. Penurunan kadar ini, melalui suatu mekanisme
biofeedback, merangsang kelenjar pituitari untuk melepaskan hormon tirotropik yang
lebih banyak. Hormon pituitari ini merangsang kelenjar tiroid sehingga menjadi
hiperplastik dan akhirnya terbentuk tumor. Karena itu, amitrol merupakan "kar-
sinogen sekunder". Tetapi, untuk berhati-hati zat ini hanya diizin-kan digunakanuntuk tanaman bukan pangan (WHO, 1974).
Dengan cara yang sama, etilenbisditiokar (mankozeb, maneb, nabam, dan zineb) juga
telah dilaporkan menyebabkan tumor tiroid. Cara kerjanya jelas diperantarai oleh
hasil pecahan utama dan hasil metabolismenya, etilentiourea. Pertemuan Bersama
FAO/ WHO yang membahas residu pestisida menganjurkan agar peng-gunaan
fungisid ini dibatasi untuk memastikan agar tidak dite-mukan etilentiourea dalam
makanan (FAO, 1981).
Teratogenisitas dan Efek pada Fungsi Reproduksi
Pada akhir tahun 1960-an, muncul beberapa artikel yang melapor-kan berbagai jenisefek teratogen dan efek reproduksi akibat karbaril pada anjing. Ringkasan laporan ini
telah disertakan dalam suatu monograf (WHO, 1970a). Penelitian menyeluruh pada
tikus yang diberi karbaril dalam diet pada dosis sebesar 100 mg/kg dan 200 mg/kg
tidak membuktikan adanya efek pada berbagai fungsi reproduksi dan tidak ada efek
teratogen. Beberapa efek terlihat pada tikus yang diberi karbaril dengan sonde (Weil
dkk., 1972). Para pengarangnya mengkaitkan efek pada tikus itu dengan metode
-
8/19/2019 8. Toksisitas Pestisida-rev
8/13
8
pemberian pestisida lewat sonde ini dan efek pada anjing dengan jalur-jalur biotransformasi karbaril yang berbeda dengan jalur biotransformasi pada manusia dan
beberapa spesies lain. Pestisida lain yang dilaporkan mempunyai efek teratogen ialah fungisid ditiokarbamat.
Efek-efek itu mungkin disebabkan, paling tidak sebagian, oleh produk pecahannya ETUseperti diterangkan di atas (WHO, 1974). Selain itu, kaptan, folpet, parakuat, benomil,
dan tiabendazol dilaporkan memiliki efek semacam itu. Tetapi penemuan ini
membutuhkan penegasan (Murphy, 1986).
Efek Buruk Lain Efek khusus karbaril pada ginjal dilaporkan terjadi pada sekelompok sukarelawan
manusia yang diberi karbaril dengan dosis sebesar 0,12 mg/kg setiap hari selama 6minggu. Terjadi peningkatan perbandingan antara nitrogen asam amino air kencing dan
kreatinin, dibandingkan dengan orang yang diberi plasebo. Temuan ini dianggap
merupakan suatu petunjuk berkurangnya kemampuan tubulus proksimal menyerap
kembali asam amino. Efek ini tidak terlihat pada individu yang diberi karbaril 0,6 mg/kgtiap hari (Wills dkk., 1968). Parakuat menyebabkan edema paru-paru, perdarahan, dan fibrosis (Smith dan Heath,
1976) setelah penghirupan atau termakan, tetapi herbisida yang berkaitan erat, yaknidikuat, tidak menunjukkan efek tersebut (lihat juga Bab 11). Namun, kedua zat kimia itu
toksik terhadap biakan sel paru-paru. Karena parakuat bertahan dalam paru-paru
sementara dikuat tidak, jelaslah bahwa beda antara kedua herbisid itu dalam toksisitasnya pada paru-paru berkaitan dengan afinitas khusus parakuat terhadap sel paru-paru tertentu
(sel jenis II). Untuk rincian tambahan lihat Clark dkk. (1966), dan Rose dkk. (1976). Reaksi hipersensitivitas terhadap piretrum telah dilaporkan. Bentuk yang paling umum
adalah dermatitis kontak. Asma juga telah dilaporkan. Beberapa reaksi anafilaktik jarangditemukan (Hayes, 1982). Insektisida organoklorin, misalnya DDT, klorodekon, dan mireks, bersifat hepatotoksik,
menginduksi pembesaran hati dan nekrosis sentrolobuler. Zat-zat itu juga merupakan
penginduksi monooksigenase mikrosom, sehingga dapat mempengaruhi toksisitas zatkimia lain.
Beberapa organofosfat, karbamat, insektisida organoklorin, fu-ngisid ditiokarbamat, dan
herbisid mengubah berbagai fungsi imun. Contohnya, malation, metilparation, karbaril,DDT, parakuat, dan dikuat telah terbukti dapat menekan pembentukan anttbodi, meng-
ganggu fagositosis leukosit, dan mengurangi pusat germinal pada limpa, timus dan
kelenjar limf (Roller, 1979; Street, 1981).
Bioakumulasi dan Biomagnifikasi
Sifat ini secara sendiri tidak selalu merupakan efek biologis yang merugikan. Sifat ini
biasanya berhubungan dengan zat yang bersifat lipofilik dan resisten terhadap perusakan.Pestisida organoklorin umumnya lebih mampu bertahan di lingkungan dan cenderung
disimpan dalam timbunan lemak. Tetapi, bioakumulasi lebih nyata pada beberapa zat
kimia dibanding dengan zat lainnya. Contohnya, DDT jauh lebih lama tersimpan dalamlemak tubuh dibanding metoksiklor. Pada tikus, waktu paruh insektisida ini masing-
masing 6-12 bulan dan 1-2 minggu. Kemampuannya bertahan dalam lingkungan dapat menimbulkan masalah ekologis. DDTdan zat kimia yang berkaitan yang ada di lingkungan meningkatkan metabolisme
-
8/19/2019 8. Toksisitas Pestisida-rev
9/13
9
estrogen pada burung. Dalam siklus bertelur dan bersarang pada burung tertentu,gangguan hormon ini berpengaruh buruk pada reproduksi dan kelangsungan hidup anak
burung itu (Peakall, 1970). Biomagnifikasi dapat terjadi akibat bioakumulasi dalam organisme itu saja atau
kemampuannya bertahan di lingkungan. Contohnya, DDT bersifat lipofilik, dankarenanya terdapat pada cairan tubuh yang berlemak termasuk susu. Meskipun asupan
DDT per hari pada ibu 0,5 µg/kg, bayi yang disusuinya mungkin mendapat asupan
sebesar 11,2 µg/kg. Pembesaran ini berasal dari fakta bahwa DDT tersimpan dalam tubuhmanusia pada tingkat asupan harian kronis 10-20 kali lipat dan bayi itu pada dasarnya
hanya mengkonsumsi susu saja. Selain itu, pada bayi asupan kalori per kilogram berat
badan lebih tinggi dibandingkan dengan orang dewasa. Pentingnya asupan DDT yang jauh lebih besar pada bayi tidak jelas karena tingkat ambilan yang besar ini terjadi dalam
waktu yang relatif pendek dan bayi sangat tidak peka dibandingkan dengan orang
dewasa (La dkk., 1965).
Biomagniflkasi bahkan lebih jelas pada hewan karnivora. DDT dan metil merkuri
dapat terakumulasi melalui rangkaian plankton ikan kecil, ikan besar, dan burung dan
mengakibatkan pembesaran konsentrasi beberapa ratus kali (Woodwell, 1967).
Keputusan untuk menghentikan penggunaan DDT sebagian didasarkan pada dampak
buruknya pada ekosistem, seperti diterangkan di atas.
PENGUJIAN, EVALUASI, DAN PENGENDALIAN Jenis Data yang Dibutuhkan
Berbagai jenis data dibutuhkan dalam evaluasi pestisida. Data dasar yang dibutuhkan
pada prinsipnya sama dengan data zat tambahan makanan. Tetapi, beberapa masalah
toksikologi khusus dapat disebabkan oleh pestisida seperti yang digambarkan dalam
bagian terdahulu. Penelitian lain untuk pestisida tertentu adalah sebagai berikut.
Letalis Doses 50 (LD50) dan Toksisitas Jangka Pendek
Karena lebih besarnya toksisitas akut dari kebanyakan pestisida, LD50 biasanya dapat ditentukan dengan lebih tepat. Selain itu, mengingat fakta bahwa
pekerja tertentu, misalnya di pabrik, formulator, dan pemakainya dapat terpajan
melalui kulit dan saluran napas, LD50 kulit dan LD50 lewat penghirupan biasanya
dibutuhkan. Selain itu, karena para pekerja mungkin akan terpajan dalam waktu yang
lama, biasanya pasti terjadi toksisitas akibat pajanan berulang kali melalui kulit dan
penghirupan
Neurotoksisitas Tertunda (Aksonopati Perifer)Jenis toksisitas ini terlihat pada beberapa insektisida organofosfat. Uji yang
tepat dilakukan pada zat kimia baru dari kelompok ini untuk menghindari bahaya potensial ini
InteraksiInteraksi yang nyata terdapat antara pasangan insektisida organofosfat tertentu.
Bahaya kesehatan potensialnya dinilai dengan menggunakan LD50 dari zat kimia itu
sendiri dan dalam kombinasi.
-
8/19/2019 8. Toksisitas Pestisida-rev
10/13
10
Evaluasi Toksikologi Seperti dibahas diatas, ada dua pendekatan sehubungan dengan evaluasi keamanan/risiko
toksikan termasuk pestisida. Asupan harian yang dapat diterima (ADI) mencakup penilaian pada data dasar mengenaikelengkapan dan relevansinya, penentuan kadar terlihat tanpa efek dalam mg/kg berat
badan (NOEL; juga dikenal sebagai kadar tanpa efek [no-effect level], NEL) dan
pemilihan faktor pengaman yang tepat untuk mengekstrapolasikannya pada asupan harianyang dapat diterima untuk manusia, juga dalam mg/kg berat badan. Meskipun semua pestisida bersifat toksik, zat-zat itu bervariasi dalam sifat dan besarnya
toksisitas. Pestisida tertentu mempunyai potensi bawaan untuk efek toksik khusus.
Adanya sifat-sifat itu harus dinilai dengan melakukan uji yang tepat seperti yang dibahasdi atas, sebelum menentukan suatu NOEL. Ukuran faktor pengaman itu bergantung pada
beberapa faktor seperti yang dibahas diatas Pendekatan kedua, yaitu penilaian risiko, biasanya diterapkan pada pestisida yang bersifat
karsinogen. Beberapa contoh matematis tersedia untuk tujuan ini, Tetapi, jelaslah bahwakarsinogen bervariasi bukan saja dalam potensinya tetapi juga dalam cara kerjanya.
Contohnya, amitrol bekerja melalui mekanisme ketidakseimbangan hormonal dan
mempunyai dosis ambang batas, dan DOT menginduksi hepatoma pada mencit tetapi pengaruhnya pada manusia masih diragukan. Masalah ini dikemukakan dalam Pertemuan
Bersama Ahli FAO/ WHO yang membahas residu pestisida (WHO, 1974). Badan
internasional itu menetapkan ADI untuk pestisida ini tetapi masih akan dipastikan lagi
pada pertemuan berikutnya. Sebagai pendekatan ketiga, pestisida dapat digunakan dengan dasar "tanpa residu". Ini
karena zat-zat itu bersifat karsinogenik atau karena kurang lengkapnya data.
Standar
ToleransiUntuk melindungi kesehatan konsumen, dirumuskan berbagai standar. Ditentukan
suatu standar legal dalam bentuk "toleransi" (juga dikenal sebagai "batas residumaksimum").
Standar itu memberikan tingkat maksimum yang diizinkan dalam tiap komoditi
makanan yang mungkin meninggalkan residu pestisida akibat penggunaannya. Pestisidadapat digunakan dalam tahap sebelum penanaman, pertumbuhan, pemanenan, dan
penyimpanan hasil panen.
Asupan DietBeberapa prosedur digunakan untuk menjamin bahwa asupan keseluruhan tiap
residu pestisida dalam semua komoditas makanan tidak melebihi ADI-nya. Satu
prosedur melibatkan analisis kimia pada tingkat residu dalam makanan yang diwakilidalam "diet total" dan penghitungan "asupan diet" tiap pestisida dengan menambahkan
hasil kali kadar residu itu dengan konsumsi per kapita dari tiap makanan itu. Survei
-
8/19/2019 8. Toksisitas Pestisida-rev
11/13
11
terbaru oleh FDA AS menunjukkan bahwa asupan diet dari semua pestisida yangdianalisis jauh lebih rendah dari ADI-nya (FDA, 1987). Prosedur lain, yang jauh lebih sederhana, menyangkut penghitungan "asupan harian
potensial" dan pembandingannya dengan, ADI. Angka yang pertama diperoleh dengan
menambahkan hasil kali kadar toleransi dalam tiap makanan dengan konsumsi per kapitamakanan itu. Rinciannya dimuat dalam laporan WHO (WHO, 1970b). Jelaslah asupan
harian potensial merupakan penaksiran yang berlebihan. Pertama, pestisida tidak selalu
digunakan dalam semua komoditas makanan yang ada toleransinya. Selain itu, dalamsebagian besar kasus, kadar residu yang sebenamya jauh lebih rendah daripada kadar
toleransi. Namun, prosedur ini memberikan keuntungan yang nyata. Kecuali beberapa
negara industri maju, angka-angka mengenai asupan pestisida diet tidak tersedia; baginegara-negara itu asupan harian potensial memberikan ukuran untuk menilai bahaya bagi
kesehatan pada konsumen yang disebabkan oleh asupan pestisida dalam diet. Penaksiran
yang berlebihan dapat juga mengkompensasi perbedaan dalam kebiasaan diet di berbagai
negara dan dalam variasi kadar residu pestisida dalam makanan tertentu. Berdasarkananalisis yang sebenamya, kadar residu dapat melebihi toleransi, meskipun hal ini jarang
terjadi. Terlepas dari penilaian bahaya potensial pestisida, angka-angka asupan diet, yang
diperoleh dengan analisis atau perhitungan, juga digunakan dalam menilai dan barangkali juga dalam me-rekomendasikan modifikasi penggunaan zat kimia ini dalam perta-
-
8/19/2019 8. Toksisitas Pestisida-rev
12/13
12
-
8/19/2019 8. Toksisitas Pestisida-rev
13/13
13