8/1/2018 turnitin originality report

395
8/1/2018 Turnitin Originality Report file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 1/395 1 2 3 1 1 Turnitin Originality Report 20._Mei2011Prosiding_Seminar_Nasional_PPLH_revisi_2.pdf by Anonymous From Rahmawaty (Penelitian Dosen 2018) Processed on 31-Jul-2018 4:10 PM WIB ID: 986524344 Word Count: 227140 Similarity Index 9% Similarity by Source Internet Sources: 8% Publications: 0% Student Papers: 4% sources: 4% match (student papers from 11-Jun-2014) Submitted to iGroup on 2014-06-11 4% match (Internet from 06-Dec-2017) http://alviprofdr.blogspot.com/2010/11/perizinan-lingkungan-dan-aspek-hukum.html 2% match (Internet from 12-Dec-2016) http://danauluttawar.blogspot.com/2011/05/mengembalikan-keseimbangan-alami-pada.html paper text: Prosiding SEMINAR NASIONAL Dalam Rangka Menyambut Hari Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011 Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Untuk Pembangunan Berkelanjutan Editor Retno Widhiastuti Alvi Syahrin Hidayati Delvian Chairuddin 2011 USU Press Art Design, Publishing & Printing Gedung F, Pusat Sistem Informasi (PSI) Kampus USU Jl. Universitas No. 9 Medan 20155, Indonesia Telp. 061-8213737; Fax 061-8213737 usupress.usu.ac.id © USU Press 2011 Hak cipta dilindungi oleh undang- undang; dilarang memperbanyak menyalin, merekam sebagian atau seluruh bagian buku ini dalam bahasa atau bentuk apapun tanpa izin tertulis dari penerbit. ISBN 979 458 557 2 Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut Hari Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011 USU Press, 2011 xviii, 756 p.; ilus.: 24 cm Bibliografi ISBN: 979-458-557-2 LAPORAN KETUA PANITIA PELAKSANA PADA SEMINAR NASIONAL PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM RANGKA MENYAMBUT HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA TAHUN 2011 Assalamu’alaikum Wr. Wb, Salam sejahterah bagi kita sekalian. Yth,

Upload: others

Post on 02-Oct-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 1/395

1

2

3

1

1

Turnitin Originality Report

20._Mei2011Prosiding_Seminar_Nasional_PPLH_revisi_2.pdf by Anonymous

From Rahmawaty (Penelitian Dosen 2018)

Processed on 31-Jul-2018 4:10 PM WIBID: 986524344Word Count: 227140

Similarity Index9%Similarity by Source

Internet Sources:8%

Publications:0%

Student Papers:4%

sources:

4% match (student papers from 11-Jun-2014)Submitted to iGroup on 2014-06-11

4% match (Internet from 06-Dec-2017)http://alviprofdr.blogspot.com/2010/11/perizinan-lingkungan-dan-aspek-hukum.html

2% match (Internet from 12-Dec-2016)http://danauluttawar.blogspot.com/2011/05/mengembalikan-keseimbangan-alami-pada.html

paper text:

Prosiding SEMINAR NASIONAL Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Untuk Pembangunan Berkelanjutan Editor RetnoWidhiastuti Alvi Syahrin Hidayati Delvian Chairuddin 2011 USU Press Art Design, Publishing & PrintingGedung F, Pusat Sistem Informasi (PSI) Kampus USU Jl. Universitas No. 9 Medan 20155, Indonesia Telp.061-8213737; Fax 061-8213737 usupress.usu.ac.id © USU Press 2011 Hak cipta dilindungi oleh undang-undang; dilarang memperbanyak menyalin, merekam sebagian atau seluruh bagian buku ini dalam bahasaatau bentuk apapun tanpa izin tertulis dari penerbit. ISBN 979 458 557 2 Perpustakaan Nasional: KatalogDalam Terbitan (KDT)

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

USU Press, 2011 xviii, 756 p.; ilus.: 24 cm Bibliografi ISBN: 979-458-557-2 LAPORAN KETUA PANITIAPELAKSANA PADA SEMINAR NASIONAL PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUPUNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM RANGKA MENYAMBUT HARI LINGKUNGANHIDUP SEDUNIA TAHUN 2011 Assalamu’alaikum Wr. Wb, Salam sejahterah bagi kita sekalian. Yth,

Page 2: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 2/395

Menteri Negara Lingkungan Hidup RI atau Yang Mewakili; Plt. Gubernur Sumatera Utara Bapak RektorUniversitas Sumatera Utara; Bapak Prof. Dr. Emil Salim; Para Pengurus Perhimpunan CendekiawanLingkungan; Para Kepala Badan dan Kantor Lingkungan Hidup Se-Sumatera Utara Para Nara SumberSerta Hadirin Sekalian Pertama sekali ucapan syukur kita haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karenakita dapat berkumpul dalam sebuah Seminar Nasional Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan HidupUntuk Pembangunan Berkelanjutan Dalam Rangka Menyambut Hari Lingkungan Hidup Sedunia Tahun2011. Degradasi sumberdaya alam dan lingkungan adalah kontekstual. Maksudnya, pengelolaansumberdaya alam dan lingkungan selain perlunya berlandaskan pemahaman tentang aspek biologis danteknis, juga perlu mempertimbangkan aspek pengambilan keputusan dalam diri masyarakat sendiri,lingkungan internal dan eksternal ekonomi yang melandasinya, serta respons terhadap ekspetasi(perubahan ekonomi) yang diperkirakan akan terjadi. Dalam teorinya, konsep Pembangunan Berkelanjutanmemiliki empat dimensi (bidang), yaitu: lingkungan, sosial, ekonomi, dan kelembagaan. Dimensi lingkunganbertitik berat pada perlindungan lingkungan, meliputi: konservasi dan penguatan sumberdaya biofisik danekosistem. Demensi ekonomi tertuju pada penyediaan kehidupan yang sehat, produktif, dan harmonisdengan alam bagi setiap penduduk. Kesejahteraan penduduk harus dimaksimalkan dan kemiskinan harus iii\ dientaskan melalui penggunaan sumberdaya alam secara optimal dan efisien. Dimensi sosial merujukpada tujuan keadilan sosial, meliputi: hubungan antara manusia dan alam, akses pada pelayanankesehatan dan pendidikan dasar, keamanan sosial, dan penegakan hak azasi manusia. Dimensikelembagaan terkait dengan kebijakan dan pengelolaan. Tatanan pengelolaan lingkungan hidup kinisemakin diperkuat dan dipertegas melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan danPengelolaan Lingkungan Hidup (UU-PPLH). Dalam hal ini Pemerintah bertugas dan berwenang:menetapkan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokaldan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.Hadirin Yang Berbahagia Untuk menderivasi uraian diatas, Badan Lingkungan Hidup Provinsi SumateraUtara bekerjasama dengan Program Studi Magister dan Doktor Pengelolaan Sumberdaya Alam danLingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara mengadakan Seminar NasionalPerlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Untuk Pembangunan Berkelanjutan Dalam RangkaMenyambut Hari Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011 sekaligus Musyawarah PerhimpunanCendekiawan Lingkungan mulai tanggal 19 – 20 Mei 2011 di Hotel Madani Medan yang bertujuan untuk: 1.Meningkatkan pemahaman substansi perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menujupembangunan berkelanjutan; 2. Meningkatkan kinerja dan kerjasama antar lembaga pendidikan tinggi,peneliti dan stake holder dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; 3. Memfasilitasi pertukaraninformasi ilmiah dalam bidang pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan Hadirin yang Terhormat,Sebagai panitia pelaksana, dapat kami sampaikan bahwa Seminar Nasional ini akan berlangsung selama 2hari dari mulai tanggal 19 – 20 Mei 2011 yang diikuti oleh 175 orang peserta yang berasal dari berbagaiperguruan tinggi negeri maupun swasta, lembaga peneliti dan lembaga usaha (private sector), antara lainInstitut Pertanian Bogor, Universitas Indonesia, Universitas Lampung, Universitas Sriwijaya, UniversitasMalikussaleh, Politeknik Negeri Lhoksemawe, Universitas iv Syah Kuala, Sekolah Tinggi Ilmu KehutananPante Kulu Banda Aceh, Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Bogor, Balai Pengkajian TeknologiPertanian Sumatera Utara, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung, danperguruan tinggi negeri/swasta yang ada di Sumatera Utara. Seminar Nasional ini juga diisi oleh para NaraSumber yang berasal dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup RI, Perwaku Pusat, Akademisi danAparatur Pemerintah yang berkompeten di bidangnya serta dari Badan Lingkungan Hidup ProvinsiSumatera Utara sendiri yang terbagi dalam 5 (lima) session (paralel event) dengan topik: 1.Penegakan/Penaatan Hukum Lingkungan; 2. Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim; 3. PengelolaanKualitas Air Permukaan; 4. Teknologi Lingkungan; 5. Pengendalian Pencemaran Lingkungan; Demikianyang dapat kami sampaikan. Lebih dan kurangnya kami mohon maaf. Akhir kata kami ucapkan selamatberseminar Sekian dan terima kasih Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Medan, 19 Mei 2011 PANITIAPELAKSANA. v \ SAMBUTAN GUBERNUR SUMATERA UTARA PADA SEMINAR NASIONALPERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP UNTUK PEMBANGUNANBERKELANJUTAN DALAM RANGKA MENYAMBUT HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA TAHUN 2011KAMIS, 19 – 20 MEI 2011 YANG TERHORMAT : - SAUDARA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUPRI ATAU YANG MEWAKILI - SAUDARA REKTOR UNIVERSITAS SUMATERA UTARA; - BAPAK PROF. DR.

Page 3: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 3/395

2

EMIL SALIM - PARA PENGURUS PERWAKU BAIK PUSAT MAUPUN DAERAH; - PARA KEPALA BADANLINGKUNGAN HIDUP SE-SUMATERA ; - PARA NARA SUMBER; - SERTA PARA HADIRIN YANG SAYAMULIAKAN. ASSALAMU’ALAIKUM WR. WB, SALAM SEJAHTERAH BAGI KITA SEKALIAN. PARAUNDANGAN YANG BERBAHAGIA PUJI DAN SYUKUR KITA SAMPAIKAN KEHARIBAAN ALLAH SWT,ATAS BERKAT RAHMAT DAN INAYAHNYA KITA BISA BERTEMU DI TEMPAT YANG BERBAHAGIA INIPADA PADA SEMINAR NASIONAL PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUPUNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM RANGKA MENYAMBUT HARI LINGKUNGANHIDUP SEDUNIA TAHUN 2011 YANG DILAKSANAKAN ATAS KERJA SAMA BADAN LINGKUNGANHIDUP PROVINSI SUMATERA UTARA DAN PROGRAM STUDI PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAMDAN LINGKUNGAN SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SEBAGAIMANAKITA KETAHUI, KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP DALAM TAHUN – TAHUN BELAKANGAN INI TERUSMENGALAMI DEGRADASI DIMANA PERMASALAHAN DAN KERUSAKAN YANG TERJADI SEMAKINMEMPRIHATINKAN. KEPRIHATINAN KITA SEMAKIN DALAM MANAKALA KERUSAKAN LINGKUNGANYANG ADA JUSTRU TERJADI DI DEPAN MATA KITA DAN KITA HANYA MENAFIKANNYA. viKERUSAKAN PADA SALAH SATU KOMPONEN / MEDIA LINGKUNGAN SECARA OTOMATIS AKANMERUSAK JUGA STRUKTUR SEBUAH EKOSISTEM. SELURUH KOMPONEN EKOSISTEM TERSEBUTTERMASUK MANUSIA DI DALAMNYA JUGA TURUT MERASAKANNYA. BERBAGAI BENCANALINGKUNGAN YANG TELAH TERJADI ITU DISEBABKAN OLEH KURANG BERTANGGUNG JAWABNYAKITA DALAM MENGELOLA SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN UNTUK PEMBANGUNAN. HAKMASYARAKAT UNTUK MEMPEROLEH LINGKUNGAN YANG SEHAT JUGA SANGAT MAHAL UNTUKDIPEROLEH. FENOMENA ALAM YANG SANGAT EKSTRIM BANYAK TERJADI, YANG BERDAMPAKPADA KEGIATAN EKONOMI BAIK NASIONAL MAUPUN DAERAH. KONDISI INI MENGISYARATKANAGAR PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DIBERBAGAI BIDANG DILAKUKAN DENGAN LEBIHTERENCANA DAN TERINTEGRASI SERTA BERJALAN HARMONIS ANTARA KEPENTINGAN SOSIAL-BUDAYA MASYARAKAT, EKONOMI, MAUPUN EKOLOGI. HARUS MEMPERHATIKAN SALINGKETERGANTUNGAN ANTAR BIDANG MAUPUN ANTAR PIHAK, SERTA MEMBERIKAN KEADILAN BAGIBERBAGAI KELOMPOK MASYARAKAT SECARA PROPORSIONAL. UNTUK ITU, PEMERINTAHDIHARAPKAN DAPAT MEMBERIKAN ARAH, KEBIJAKAN, STANDAR- STANDAR, PEDOMAN SERTAKERANGKA KEBIJAKAN PENUNJANG LAINNYA YANG BERKAITAN DENGAN PEMBANGUNANBERKELANJUTAN. HADIRIN SEKALIAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUPMENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 ADALAH UPAYA SISTEMATIS DAN TERPADUYANG DILAKUKAN UNTUK MELESTARIKAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP DAN MENCEGAHTERJADINYA PENCEMARAN DAN/ATAU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP YANG MELIPUTIPERENCANAAN, PEMANFAATAN, PENGENDALIAN, PEMELIHARAAN, PENGAWASAN DANPENEGAKAN HUKUM. UPAYA SISTEMATIS TERSEBUT DILANDASKAN PADA KONSEPPEMBANGUNAN BERKELANJUTAN, SUATU KONSEP YANG MENDASARI HUKUM LINGKUNGANSEBAGAIMANA TERTUANG DALAM UNDANG - UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009. PEMBANGUNANBERKELANJUTAN MERUPAKAN KONSEP PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP YANGDIDEFINISIKAN SEBAGAI

UPAYA SADAR DAN TERENCANA YANG MEMADUKAN ASPEKLINGKUNGAN HIDUP, SOSIAL DAN EKONOMI KE DALAM STRATEGIPEMBANGUNAN UNTUK MENJAMIN KEUTUHAN LINGKUNGAN HIDUPSERTA KESELAMATAN, KEMAMPUAN vii \ KESEJAHTERAAN DAN MUTUHIDUP GENERASI MASA KINI DAN GENERASI MASA DEPAN.

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN JUGA TELAH MENJADI VISI PEMBANGUNAN JANGKA PANJANGKITA. SEHUBUNGAN DENGAN ITU, SETIAP PROSES PERENCANAAN PEMBANGUNAN DI DAERAHJUGA HARUS DIUPAYAKAN UNTUK MEWUJUDKAN TERCAPAINYA VISI TERSEBUT MELALUILANGKAH KONKRIT YANG TERTUANG DALAM KEBIJAKAN-KEBIJAKAN MAUPUN RENCANA DANPROGRAM-PROGRAM KEGIATAN YANG BENAR- BENAR MENJADI JAWABAN TERHADAP

Page 4: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 4/395

2

PERMASALAHAN DI MASYARAKAT, DENGAN UKURAN YANG LEBIH NYATA. UNDANG- UNDANGDASAR 1945 MENYEBUTKAN BAHWA LINGKUNGAN HIDUP YANG BAIK DAN SEHAT MERUPAKANHAK ASASI BAGI SETIAP WARGA NEGARA INDONESIA. ALANGKAH NAIFNYA JIKA KITA SEBAGAIINSTITUSI YANG DIBERI AMANAH UNTUK MENGAWAL PROSES PERENCANAAN PEMBANGUNANTIDAK DAPAT MENGUPAYAKAN TERWUJUDNYA CITA-CITA LUHUR INI. HADIRIN YANG TERHORMATPEMERINTAH BERTUGAS DAN BERWENANG: MENETAPKAN KEBIJAKAN MENGENAI TATA CARAPENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL DAN HAK MASYARAKATHUKUM ADAT YANG TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.SELANJUTNYA DI DALAM PASAL 63 AYAT (2) HURUF N DINYATAKAN: DALAM PERLINDUNGAN DANPENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP, PEMERINTAH PROVINSI BERTUGAS DAN BERWENANGMENETAPKAN KEBIJAKAN MENGENAI TATA CARA PENGAKUAN KEBERADAAN MASYARAKATHUKUM ADAT, KEARIFAN LOKAL DAN HAK MASYARAKAT TERKAIT DENGAN PERLINDUNGAN DANPENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PADA TINGKAT PROVINSI. KETENTUAN DI DALAM PASAL 63TERSEBUT PERLU DIJABARKAN LEBIH LANJUT AGAR DAPAT DIIMPLEMENTASIKAN UTAMANYAOLEH PEMERINTAH DAERAH

UNTUK BERPERAN SERTA DALAM PERLINDUNGAN DANPENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN. HADIRIN YANG BERBAHAGIA SEBAGAI SALAH SATUWUJUD DARI PERAN PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA DALAM RANGKA PERLINDUNGANDAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN,DILAKSANAKANLAH SEMINAR NASIONAL INI. ADAPUN TUJUANNYA ADALAH: viii 4. MENINGKATKANPEMAHAMAN SUBSTANSI PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP MENUJUPEMBANGUNAN BERKELANJUTAN ; 5. MENINGKATKAN KINERJA DAN KERJASAMA ANTARLEMBAGA PENDIDIKAN TINGGI, PENELITI DAN STAKE HOLDER DALAM PERLINDUNGAN DANPENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP; 6. MEMFASILITASI PERTUKARAN INFORMASI ILMIAH DALAMBIDANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN UNTUK ITU, ATAS NAMAPROVINSI SUMATERA UTARA, KAMI MEYAMPAIKAN APRESIASI YANG TINGGI KEPADA SEMUAPIHAK YANG TELAH TURUT SERTA DAN BERPARTISIPASI AKTIF DALAM MENSUKSESKAN SEMINARNASIONAL INI. DIHARAPKAN NANTINYA AKAN MENGHASILKAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN POSITIFDALAM RANGKA PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP. HADIRIN SEKALIANDEMIKIAN SAMBUTAN SAYA, TERIMA KASIH ATAS PERHATIAN DAN KEPEDULIAN SAUDARA-SAUDARA, MARI KITA BERSAMA-SAMA SELAMATKAN BUMI KITA WASSALAMU’ALAIKUM WR. WB.MEDAN, MEI 2011 GUBERNUR SUMATERA UTARA GATOT PUJONUGROHO, ST ix SAMBUTANREKTOR UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PADA SEMINAR NASIONAL PERLINDUNGAN DANPENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM RANGKAMENYAMBUT HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA TAHUN 2011 KAMIS, 19 MEI 2011 Assalamu’alaikumWr. Wb, Salam sejahterah bagi kita sekalian. Yth, Saudara Sekretaris Menteri Lingkungan Hidup RepublikIndonesia Yth. Saudara Gubernur Sumatera Utara Yth, Yth, Bapak Prof. Dr. Emil Salim Yth. Para KepalaBadan Lingkungan Hidup Se-Sumatera Utara Yth, Para Nara Sumber dan Pemakalah serta PesertaSeminar Pertama sekali ucapan syukur kita haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena kita dapatberkumpul dalam sebuah kegiatan ilmiah: “Seminar Nasional Perlindungan dan Pengelolaan LingkunganHidup Untuk Pembangunan Berkelanjutan Dalam Rangka Menyambut Hari Lingkungan Hidup Sedunia2011”. Hadirin Sekalian Perubahan lingkungan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan. Perubahan yangterjadi pada lingkungan hidup manusia menyebabkan adanya gangguan terhadap keseimbangan karenasebagian dari komponen lingkungan menjadi berkurang fungsinya. Perubahan lingkungan dapat terjadikarena campur tangan manusia dan dapat pula karena faktor alami. Dampak dari perubahannya belumtentu sama, namun akhirnya manusia juga yang mesti memikul serta mengatasinya. Oleh karena itu upayaperlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup mutlak diperlukan Pengelolaan lingkungan hidup adalahupaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan x penataan,pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup.

Page 5: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 5/395

Pengelolaan lingkungan hidup diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara, asas keberlanjutan,dan asas manfaat yang bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasanlingkungan dalam rangka pembangunan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhnya yang beriman danbertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidupadalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumberdaya, ke dalamproses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dangenerasi masa depan. Para Undangan Yang Berbahagia Sasaran pengelolaan lingkungan hidup adalah : 1.tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup; 2.terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungidan membina lingkungan hidup; 3. terjaminnya kepentingangenerasi masa kini dan generasi masa depan;4. tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup; 5. terkendalinya pemanfaatan sumberdaya secarabijaksana; 6. terlindungnya NKRI terhadap dampak usaha dan/atau kegiatan di luar wilayah negara yangmenyebabkan perusakan lingkungan hidup. Kemandirian dan keberdayaan masyarakat merupakanprasyarat untuk menumbuhkan kemampuan masyarakat sebagai pelaku dalam pengelolaan lingkunganhidup bersama dengan pemerintah dan pelaku pembangunan yang lain. Meningkatnya kemampuan dankepeloporan masyarakat akan meningkatkan efektifitas peran masyarakat dalam pengelolaan lingkunganhidup. Hadirin Yang Terhormat Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baikdan sehat, hak atas informasi lingkungan hidup yang xi \ berkaitan dengan peran dalam pengelolaanlingkungan hidup. Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkunganhidup. Selain mempunyai hak, setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidupserta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Orang yang melakukanusaha dan/atau kegiatan berkewajban memberikan informasi yang besar dan akurat mengenai pengelolaanlingkungan hidup. Hadirin Yang Berbahagia Demikian yang dapat kami sampaikan. Lebih dan kurangnyakami mohon maaf. Kepada seluruh undangan kami ucapkan selamat melaksanakan seminar. Semoga apayang kita lakukan hari ini bermanfaat untuk kehidupan esok dan masa yang akan datang. Sekian dan terimakasih Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Medan, 19 Mei 2011 Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr.Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM). Sp.A (K) xii DAFTAR ISI Kata Pengantar Laporan Ketua PanitiaPelaksana Kata Sambutan Plt.Gubernur Sumatera Utara Kata Sambutan Rektor USU iii vi x PEMAKALAHUTAMA - Pengelolaan Lahan Gambut sebagai Penyangga Ekosistem Dalam Konteks PembangunanBerkelanjutan (Prof. Ir. Zulkifli Nasution,M.Sc., Ph.D) 3 - Penegakan Hukum Lingkungan menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Prof. Dr. AlviSyahrin, M.Si) 7 - Pemanfaatan dan Teknologi Lingkungan Dalam Mewujudkan Perlindungan danPengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (Dr. Priana Sudjono) 48 PEMAKALAH PENDUKUNG KELOMPOK I(PENEGAKAN/PENATAAN HUKUM LINGKUNGAN) I.1 Optimasi Upaya Penegakan Hukum SecaraPerefentif Melalui Pengelolaan Perilaku Berbasis Mekanisme Koordinasi (Azizah Hanim Nasution, IbnuRachman Jaya) 71 I.2 AMDAL Sebagai Instrumen Lingkungan Baru Dipandang Sebatas Untuk PersyaratanPerizinan (Dedik Budianta) 79 I.3 Strategi Kebijakan Pengelolaan B3& Limbah B3 di Kota Medan DalamUpaya Pembangunan Berkelanjutan yang Berwawasan Lingkungan (Verawaty Simarmata) 87 I.4 AsuransiDalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup(Syamsul Arifin) 105 KELOMPOK II (ADAPTASI DAN MITIGASI PERUBAHAN IKLIM) II.1 Upaya MemitigasiBanjir Secara Massal (Abdul Rauf) 106 II.2 Indikasi Geografis Sebagai Model Pengembangan Kopi GayoBerwawasan Lingkungan di Dataran Tinggi Gayo (Abubakar Karim, Hifnalisa, Elliyanti) 118 II.3 PendekatanIntegrated River basin, Coastal and Ocean management (IRCOM) Menuju Pembangunan Berkelanjutan 128xiii \ II.4 II.5 II.6 Studi Kasus Pengelolaan Ekosistem Pesisir dan Laut Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu(Arief Budi Purwanto, Tidoyo Kusuma tanto) Kerentanan Perempuan Di Daerah Rawan Bencana (Desi SriPascaSari. S) 138 Potensi Ketersediaan Pakan Lebah Ternak Untuk Introduksi Agroforesti Apikultur (DwiEndah Widyastuti) 150 Pengaruh Olah Tanah Konsevasi Jangka Panjang Terhadap Emisi CO2 Tanah(Henrie Buchari, Muhajir Utomo, Irwan, S. Banuwa) 157 II.7 Potensi Spesies Lokal dalam PengelolaanHutan Berkelanjutan (Kansih Sri Hartini) 164 II.8 II.9 Analisis Potensi Biogas dari Limbah Cair Pabrik KelapaSawit Sebagai Sumber Energi Alternatif dan Peluang Reduksi Emisi Gas Rumah Kaca di Provinsi Aceh(Mahidin, Izarul Machdar, Kemalahayati) 171 Konservasi Komunitas Vegetasi Habitat Satwaliar SebagaiUpaya Mitigasi Perubahan Iklim (Ma'rifatin zahrah) 182 II.10 Pengelolaan Hutan Manggrove BerbasisMasyarakat pada Kawasan Pantai Timur Sumatera Utara (Meilinda Suriani Harefa dan Azizah Hanim

Page 6: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 6/395

1

3

Nasution) 193 II.11 Kajian Perubahan Iklim Melalui Analisis Karakteristik Curah Hujan Persepuluh Tahunan(Yeli Sarvina, Kharmila Sari H) 202 II.12 Kajian perubahan Iklim Melalui Analisi Curah Hujan Pada La-NinaModerat 1998 dan 2010 (Yeli Sarvina, Kharmila Sari H) 210 II.13 Pemetaan Daerah Rawan kebakaranSebagai Uaha Dini dalam Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan (Siti Latifah) 219 II.14 InteraksiGenotipe dan Tiga Teknik Budidaya di Dua Musim Pada Galur harapan Padi Tipe Baru (Sri RomaitoDalimunthe, Hajrial Aswidinnoor, Sugiyanta) 227 II.15 Aplikasi prediksi Besaran Soil Subsidence dan SoilSettlement dalam Penanggulangan Banjir di Daerah Rawa (Siti Yuliawati) 238 II.16 Dampak PerubahanIklim Terhadap Ketahanan Pangan Nasional (Surya Abadi Sembiring) 244 xiv KELOMPOK III(PENGELOLAAN KUALITAS AIR PERMUKAAN) III.1 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Terpadu sertaBerkelanjutan di Pesisir dan Laut Kabupaten Deli Serdang (Bambang Hendra Siswoyo) 251 III.2 ModelDicision Support System Pengelolaan Kualitas Air Bersih (Kasus PDAM Tirta Lihou Kab. Simalungun) (LatifNasution) 260 III.3 Pemanenan Air Hujan Sebagai Sumber Air Baku (Nana Ginting) 283 III.4 Analisis IntrusiAir Laut dan Zona Klorida Pada Beberapa Sumur Bor Dalam dan Dangkal di Kawasan Kota Medan danSekitarnya (Said Muzambiq) 296 KELOMPOK IV (TEKNOLOGI LINGKUNGAN) IV.1 Karakteristik ArangLimbah Padat Kelapa Sawit dengan Ftir dan SEM (Abdul Gani Haji, Ibnu Khaldun, Muhibbuddin) 303 IV.2Simultaneous Determination of Magnesium (Mg) and Manganese (Mn) in Aqueous Solution by Near InfraredSpectroscopy as a Novel and Rapid Approach (Alfian Putra, Hesti Meilina, Roumiana Tsenkova) 313 IV.3Fungsi Manggrove (Rhizopora Sp) dan Rumput laut (sorgassum sp) atau Gracillaria sp Untuk MemperbaikiKualitas Air Tambak Udang (Ali Muryati, Meutia Khalidayati) 322 IV.4 Pengunaan Penyimpanan Air BuatanTerhadap Pertumbuhan Bibit Sukun (Artocarpus communis Forst.) (Budi Utomo) 331 IV.5 Infestasiekoparasit pada Kerapu Macan (epinephelus fuscoguttatus) ditinjau dari beberapa parameter Kualitas Air(Dedi Arief Hendri Yanto) 340 IV.6 Seleksi Beberapa Tanaman Inang Parasitoid dan Predator untukPengendalian Hayati Ulat kantong (Metisa plana) di Perkebunan Kelapa Sawit (Dewi Sri Indriati Kusuma)358 IV.7 Model Pemanfaatan Green Energy daya Implentasi Teknologi Lingkungan (Studi KasusPembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro di Desa Selolimun Kec. Trawas, Kab. Mojokerto (Dwi PraptiSriMargiasih) 371 IV.8 Pembuatan Arang Aktif Dari Limbah Cangkang Kelapa Sawit dengan AktivatorH3PO4 (Erlidawati) 384 IV.9 Kerangka Konseptual Analisis Ekoefisiensi (Ester Nababan) 394 xv \ IV.10Determination of Traces of Cadmium in Aqueous Solution by Near Spectroscopy and chemometries (HestiMeilina, Alpian Putra, Roumiana Tsenkova) 405 IV.11 Potensi Pemanfaatan Limbah Pertanian UntukPengembangan Pertanian Ramah Lingkungan (Irma Calista Siagian, Siti Fatimah Batubara, Tristianahandayani) 412 IV.12 Dampak Kegiatan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) TerhadapPengendalian Penyakit Layu Fusarium Pada Tanaman pisang barangan (Lita Nasution) 417 IV.13Penapisan Berbagai Varietas Untuk Mendukung Peningkatan Produksi Kedelai di Lahan Salin (RiniRahmawati dan Rosmayati) 433 IV.14 Implimentasi GAP Pada Jeruk Siam Madu Untuk Menghasilkan BuahBermutu, Aman Dikonsumsi dan Berwawasan Lingkungan (Palmarun Nainggolan dan Dorkas Parhusip) 443IV.15 Pemetaan Tingkat Kekritisan Lahan pada Kawasan Lindung di Sub DAS Aek Raisan, DAS BatangToru (Rahmawaty, Riswan dan Basa Erika Limbong) 456 IV.16 Pemanfaatan Limbah Pabrik Kelapa SawitSebagai Upaya Mewujudkan Produksi Bersih (Retno Widhiastuti) 469 IV.17 Karakteristik dan PotensiKompos Sampah Kota sebagai pupuk Organik dalam Upaya Mengurangi Pencemaran lingkungan (SitiFatmah Batubara dan Irma CalistaSiagian) 473 IV.18

Aplikasi Tumbuhan Air , Typha latifolia dan Saccharum spontaneumsecara Fitoremediasi pada Pengolahan limbah Tinja

481 (Suhendrayatna, Marwan, RikaAndriani dan Yuliza Fajrianan Elvitriana) IV.19 Pembuatan BioplastikUntuk Pengemas Makanan dari KhitosanLimbah Kulit Udang dan Pati Tapioka dengan Minyak Kelapa SawitSebagai Pemblastis (Sulastri, M. Hasan dan Mukhlis) 493 IV.20 Efektifitas Ekstrak Buah Mengkudu(Morinda catrifolia L) terhadap tingkat Patogenitas bakteri Aeromonas Hydrophilia ikan Mas (cyprinas CarpioL) (Wirsan) 502 xvi KELOMPOK V (PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN) V

.1 Mengembalikan Keseimbangan Alami kehidupan Ulat Bulu (Ahmad

Page 7: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 7/395

1

Nadira) 516 V.2 Pengelolaan Ruang Terbuka Hujau(RTH) Menuju Pembangunan Berkelanjutan (Darwin PLubis) 531 V.3 Pestisida Pertanian: Antara Kebutuhan Akan Pangan dan Dampak Terhadap Lingkungan(Hotman Manurung) 539 V.4 Pengelolaan Air Tanah Pada Daerah yang Rentan Pencemaran (Ichwana) 454V.5 Cassapro Sebagai Alternatif Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Untuk PembangunanBerkelanjutan (Indrawaty Sitepu) 558 V.6 Dampak Penambangan Timah Terhadap Sektor Pertanian diBangka Belitung (Irma Audiah Fachrista, Siti Fatimah Batubara, Issukindarsyah) 566 V.7 Model PengelolaanSanitasi Lingkungan Pada Daerah Pemukiman Kumuh Berbasis Masyarakat (M Ali Musri.S) 575 V.8Ketergantungan Pestisida Pada Kegiatan Pertanian dan Problem Lingkungan yang Ditimbulkan (MulyadiNurdin) 582 V.9 Evalusi Kesesuaian lahan mendukung Diseminasi Teknologi Budidaya Jagungberkelanjutan di Kabupaten Pakpak Bharat (Moral Abadi Girsang, Khadujah El Ramija) 597 V.10 AnalisisZona Agroekologi Untuk Pembangunan Pertanian Tanaman pangan Berkelanjutan di Sumatra Utara (MoralAbadi Girsang, Khadujah El Ramija) 606 V.11 Pemanfaatan Cendawan Mikoriza Arbuskula dan KomposJerami Padi dalam Meningkatkan Kesuburan Tanah dan Hasil Padi Gogo ditanah Ultisol 620 (NoviaChairuman) V.12 Evaluasi Penggunaan Peptisida Secara Aman dan Berwawasan Lingkungan padaPengelolaan Kebun Jeruk di Kabupaten Karo (Palmarum Nainggolan, Dorkas Parhusip) 631 V.13 PotensiPencemaran Danau Laut Tawar Aceh Tengah (Saiful Adhar) 645 xvii \ V.14 Penggunaan Amelioran dalamMengurangi Penggunaan Pupuk Kimia Pada Tanaman Jagung untuk Mendukung Kelestarian Lingkungan(Setiasari Girsang) 653 V.15 Substitusi Pupuk kimia Dengan Pupuk Organik Pada Tanaman Pakcoy untukmendukung Kelestarian Lahan Pertanian (Setiasari Girsang) 661 V.16 Keanekaragaman Musuh AlamiHama Ulat Api Sebagai Pengendalian Ramah Lingkungan diPerkebunan Kelapa Sawit (Siti Mardiana danRetno Astuti Kuswardani) 668 V.17 Jenis-Jenis Tanaman Inang Parasitoid dan Predator Untuk PengendalianHayati Ulat Kantong (Metisa plana) di Perkebunan Kelapa Sawit (Suci Rahayu, Retno Widhiastuti, dan DewiSri Indriati Kusuma) 678 V.18 Sepeda Berkendaraan Pilihan Menciptakan Lingkungan yang Sehat danSustainabel (Fadjrir dan Teti Delia Nova) 684 V.19 Kerangka kerja dalam Membuat Keputusan UntukPenerapan Konservasi Tanah di Kabupaten Pakpak Bharat (Timbul Marbua dan Moral Abadi Girsang) 697V.20 Pengendalian Pencemaran Peptisida Pada Tanah Menuju Sistem Pertanian Ramah Lingkungan(Undang Kurnia dan KhadijahramijaEl Ramija) 706 PEMAKALAH UTAMA - Peran Pemerintah DaerahDalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menuju Pembangunan Berkelanjutan (Prof. Dr.Emil Salim) 718 - Kebijakan Nasional Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup dalamMewujudkan Hutan Penyangga kehidupan (Dana A. Kartakusuma) 722 xviii Makalah Utama ???? 1 2 \

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

THE MANAGEMENT OF HISTOSOLS AS BUFFER ZONE IN SUSTAINABLE DEVELOPMENT ZulkifliNasution Faculty of Agriculture Universitas Sumatera Utara Introduction In the periods of 1905 – 1955 thesoil classification were based on soil genetic principles. In 1905, only 26 years after Dokuchaiev introduceda systematic soil classification, the Soil Research Institute of Bogor was established and therewith soilinvestigations started in Indonesia. Already in 1910, Mohr tentatively divided the soil of Java into six geneticgroups and in 1917 he suggested the need for development of general classification and mapping systemfor all soils of the former Netherlands East Indies. The result was a classification system, which primarilybased on parent material and mode of weathering. It was adapted and supplemented many times and wascommonly use for several decades, such as the Konsngsberger /Mohr / Neeb system. Even to day, Mohr.System has still its influence on the soil classification used by the Soil Research Institute, although themorphological approach was already known among Indonesian soil scientists since 1931. White in 1931,suggested to classify the soils the country after their properties, rather theoretical genetic processes. Hethus followed the views of America soil scientists at that time, but strong opposition by Mohr prohibited largescale introduction of this proposal (Soepraptohardjo et al., 1973) Since 1955, the attention for soilclassification become much more important, as the responsibility for a systematic survey of the country soilresources was given to the Soil Research Institute. Starting in this time, the SRI used the soil classificationsystem of Thorp and Smith (1949), a system modified from Baldwin (1938). In 1966 the morphometric

Page 8: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 8/395

1

1

classification system of the USDA was already known and first introduction for comparative studies(Soepraptohardjo , 1973). The FAO-UNESCO system is also well known in Indonesia. Some modification ofthis system has been made with regard to Indonesia conditions (SRI staff, 1983). Since 1991 the USDA SoilTaxonomy System are used in Indonesia based on National Soil Science Society Congress decision inMedan December 1990. Bruinig et al. (1978) stressed the conversion of one ecosystem to another hasmany consequences because numerous interrelationship exist between the original type of vegetative cover,the scale of land-use 3

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

change, the aim of land user. The impact of change to plantation has two dimensions. They are (i) directeffects of the operations needed to make the change: tree feeling, logging, land clearance and burning. (ii)The benefit and losses sustained by replacing the previous ecosystem. The Effects of Mining Duskparticulate and Irreversible shrinkage The Histosols are soils dominantly composed of organic matter, andare commonly known as peat or muck. By definition more than half of the upper 80 cm should be organicsoil material. Organic soil material has 18 % or more organic carbon if the mineral fraction is 60 % or moreclay, and 12 % more organic carbon if the mineral fraction contains no clay. The definition and theclassification of Histosols are considered provisional. The effects of Peat mining has done some years agoat Lintong Nihuta Dolok Sanggul (in this paper as a case study). Dusk particle increased during theoperational process, as a consequent the sites are relatively high in dusk particle. Based on measurementsin 1995, the dusk content before operation was 75.32 µg / m 3 , and during operations were 1.5 g / m 3 . It isa tremendous increase. In some site, about 2 to 4 m, even 6 m (if the wood to be produced into charcoal) ofpeat land surfaces have gradually dropped within 4 years. The local inhabitants turn parts of the plants suchas trunks, branches and stem into charcoal. Generally one meter of wood can be made into 5 bags ofcharcoal by open fire, which is sold US$ 1 per bag, which is equivalent to US$ 0.14 per kg. Influence topaddy rice field. Mining of peat may influence the traditional rice farming systems which depend on the watersupply from the peat area. As a result, there has been a gradually reduced in rice yield production. Based onthe pumping test, the transmissivity of this area is 336.83 m 2 /day, and storage coefficient 9.34 x 10 -1 . Theradius of influence can reach 1,400 m if draw down 6 m (Muzambiq and Nasution, 1988). In addition to this,some colonies of endemic species namely Pinus mercusii have been destroyed in the process of peatmining and ± 312 ha of wet rice fields are lacking in water supply. Main Problem in Reclamation Thereclamation of a high land peat is hindered by the same difficulties faced by a low land peat swamp. Thestudies proved that the physical properties of these peats, which are generally considered 4

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

favorable for plant growth, are infected only marginal, even after reclamation. The following problems arehighlighted. a. The high subsidence after drainage and removal of vegetation b. The locally extremely slowvertical conductivity c. The locally slight decomposition of organic material and the high wood percentage d.The low bearing capacity and the fact that many crops, particularly tree crops and top heavy crops such aspapaya, tend to topple over after some time e. The rapid oxidation/decomposition of organic material afterdrainage f. The irreversible shrinkage, which causes adverse water retention characteristics and increasedsensitivity to erosion. To this list other negative properties can be added which do not altogether prohibit theuse of these peat but which reduce their agricultural value considerably. Many of the problems mentionedwould not occur if the peat could be kept permanently inundated. Rice which produces a storable and easilytransportable product with a high value per unit bulk would be an attractive crop for this peat area. However,the generative growth of rice on stagnant peat for rice under natural floods is utterly disappointing. Many ofthe problems mentioned can be solved by the development of adopted cropping systems which do not, or

Page 9: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 9/395

1

1

2

2

slightly interfere with the particular soil conditions in areas with tropical highland peat. More test farm areneeded in this peat region in order to trace the interactions between soil factors, water regime and croppingsystem within a defined social-economic framework. Land Management Plans are required of manyagencies today, just as Environmental Impact Statements were required by the National EnvironmentalPolicy Act earlier. These plans must be readable by the public, and agencies are required to solicit publiccomment. Land use planning and Land use law are rapidly becoming important specialties within the areasof natural resources management and the legal profession. REFERENCES Brunig, E.F., Heuveldop, J &Schneider, T.W. (1978). Dependence of productivity and stability on structure in natural and modifiedecosystems in the tropical rain forest zone: preliminary conclusion from the MBA-pilot project at San Carlosde Riode Negro for the design of optimal agro-silvicultural and 5

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

silvicultural systems. Jakarta. Proc, 8 th World Forsesty Cong. FFF/7-15. Soepraptohardjo, M. (1973). Soilsurvey and mapping for agricultural development in Indonesia. Proc of the 2 nd Asean Soil Conference.Bogor, Indonesia, p. 121-1 Nasution, Z. (1999). Geological Study and the Impact of Peat Mining to SurfaceWater Quality in Lintong Nihuta . Post Graduate Program Universitas Sumatera Utara pp. 42-48. 6

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN KEPIDANAAN

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANGPERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP AlviSyahrin

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidupberdasarkan Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan danPengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untukmelestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkunganhidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakanhukum.

Upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menjadikewajiban bagi negara, pemerintah, dan seluruh pemangkukepentingan dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan agarlingkungan hidup Indonesia dapat tetap menjadi sumber dan penunjanghidup bagi rakyat Indonesia serta makhluk hidup lain. Ketentuan Pasal 1angka (3) UUPPLH, menetapkan bahwa pembangunan berkelanjutan sebgaiupaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup,sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjaminkeutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan,dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.

Page 10: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 10/395

2

1

2

2

Pengelolaan lingkungan hidup memberikan kemanfaatan ekonomi, sosial, dan budaya serta pelu dilakukanberdasarkan prinsip kehati-hatian, demokrasi lingkungan, desentralisasi, serta pengakuan dan penghargaanterhadap kearifan lokal dan kearifan lingkungan, sehingga lingkungan hidup Indonesia harus dilindungi dandikelola dengan baik berdasarkan asas tanggung jawab negara, asas keberlanjutan, dan asas keadilan.

Upaya preventif dalam rangka pengendalian dampak lingkungan hidupperlu dilaksanakan dengan mendayagunakan secara maksimalinstrumen pengawasan dan perizinan. Dalam hal pencemaran dan kerusakanlingkungan hidup sudah terjadi, perlu dilakukan upaya represif berupapenegakan hukum yang efektif, konsekuen, dan konsisten terhadappencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang sudah terjadi. Sehinggaperlu dikembangkan satu sistem hukum perlindungan dan pengelolaanlingkungan hidup yang jelas, tegas, dan

7

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

menyeluruh guna menjamin kepastian hukum sebagai landasan bagiperlindungan dan pengelolaan sumber daya alam serta kegiatanpembangunan lain. Mendayagunakan berbagai ketentuan hukum, baikhukum administrasi, hukum perdata, maupun hukum pidana, diharapkanselain akan menimbulkan efek jera juga akan meningkatkan kesadaranseluruh pemangku kepentingan tentang betapa pentingnya perlindungandan pengelolaan lingkungan hidup demi kehidupan generasi masa kini danmasa depan.

Hukum pidana memainkan peranan penting dalam upaya penegakan hukum lingkungan, namun demikianbeban yang ditimpakan pada hukum pidana tidak berarti harus melebihi kapasitas yang dimilikinya dan perludiperhatikan pembatasan-pembatasan secara in heren terkandung dalam penerapan hukum pidanatersebut, seperti asas legalitas maupun asas kesalahan. Penegakan hukum pidana dalam UUPPLHmemperkenalkan ancaman hukuman minimum di samping maksimum, perluasan alat bukti, pemidanaanbagi pelanggaran baku mutu, keterpaduan penegakan hukum pidana, dan pengaturan tindak pidanakorporasi. Teknik perumusan tindak pidana pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup yang luasdan abstrak,

dapat memberi ruang gerak bagi penegak hukum (hakim) untukmelakukan inovasi hukum dalam menafsirkan hukum pidanalingkungan hidup guna merespon perkembangan yang terjadi dalammasyarakat di bidang lingkungan hidup.

Untuk mencapai maksud tersebut, diperlukan adanya pengetahuan hakim yang mendalam di bidanglingkungan hidup dan adanya semangat, kepedulian hakim

Page 11: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 11/395

2

2

2

2

1

2

2

untuk menegakkan hukum dan keadilan dalam melindungi lingkunganhidup. Selanjutnya, diharapkan juga aparat penegak hukum

(termasuk hakim) untuk memanfaatkan ahli dalam menangani kasus yang ditanganinya.

Teknik perumusan dan tindak pidana pencemaran dan atau perusakanlingkungan hidup

yang begitu luas dan abstrak,

juga dapat menyulitkan penegak hukum pidana lingkungan, sebab jikaaparat penenegak hukum (termasuk hakim) tidak peka dalam meresponperkembangan yang terjadi di dalam masyarakat di bidang lingkunganhidup, dapat memberi peluang bagi penegak hukum untuk menyelewengkanhukum untuk kepentingan lain (“kepentingan pribadi”). Selanjutnya, terjadinya

pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan,

kebanyakan dilakukan dalam konteks menjalankan suatu usahaekonomi dan sering juga merupakan sikap penguasa maupunpengusaha yang tidak menjalankan atau melalaikan kewajiban-kewajibannya dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

8

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Kapan dimintakannya pertanggungjawaban pidana kepada badanusaha itu sendiri, atau kepada pengurus badan usaha atau kepadapengurus beserta badan usaha, ini menjadi permasalahan dalam praktek,karena dalam kasus lingkungan hidup. ada kesulitan untuk membuktikanhubungan kausal antara kesalahan di dalam struktur usaha dan prilaku/perbuatan yang secara konkrit telah dilakukan.

I.

Ketentuan mengenai penyidikan dan pembuktian diatur dalam Bab XIVUUPPLH pada Pasal 94 UUPPLH sampai Pasal 96 UUPPLH.Berdasarkan Pasal 94 ayat (1) UUPPLH, selain penyidik Polri, PenyidikPegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang

Page 12: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 12/395

1

2

lingkup tugas dan tanggungjawabnya di bidang perlindungan danpengelolaan lingkungan hidup diberi wewenang sebagai penyidik. PenyidikPegawai Negeri Sipil yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya di bidangperlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup diberi wewenang sebagaipenyidik, sering disebut dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil LingkunganHidup atau PPNS-LH. Pasal 94 ayat (1) UUPPLH: Selain penyidik pejabatpolisi Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil tertentu dilingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggungjawabnyadi bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup diberi wewenangsebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana untukmelakukan penyidikan tindak pidana lingkungan hidup. Penyidikanmerupakan serangkaian tindakan yang dilakukan pejabat penyidik sesuaidengan cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari sertamengumpulkan bukti, dan dengan bukti tadi membuat atau menjadi terangtindak pidana yang terjadi serta sekaligus menemukan tersangkanya ataupelaku tindak pidananya. Dengan demikian, titik berat (tekanan) yangdiletakkan pada tindakan Penyidikan yaitu “mencari serta mengumpulkan bukti”

supaya tindak pidana yang ditemukan dapat menjadi terang, serta agardapat menemukan dan menentukan pelakunya. Wewenang PPNS-LHberdasarkan Pasal 94 ayat (2) UUPPLH, yaitu: a. melakukan pemeriksaanatas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;

9

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

b. melakukan pemeriksaan terhadap setiap orang yang didugamelakukan tindak pidana di bidang perlindungan dan pengelolaanlingkungan hidup; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari setiap orangberkenaan dengan peristiwa tindak pidana di bidang perlindungan danpengelolaan lingkungan hidup; d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan,catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidangperlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; e. melakukan pemeriksaandi tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti, pembukuan, catatan,dan dokumen lain; f. melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasilpelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; g. memintabantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; h. menghentikanpenyidikan; i. memasuki tempat tertentu, memotret, dan/atau membuat

Page 13: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 13/395

1

2

rekaman audio visual; j. melakukan penggeledahan terhadap badan,pakaian, ruangan, dan/atau tempat lain yang diduga merupakan tempatdilakukannya tindak pidana; dan/atau k. menangkap dan menahan pelakutindak pidana. Kewenangan PPNS-LH dalam menangkap dan menahanpelaku tindak pidana lingkungan sebagaimana diatur dalam Pasal 94 ayat (2)huruf “k” UUPPLH, merupakan kewenangan yang lebih dibandingkan dengankewenangan PPNS-LH berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH), maupun wewenang PPNSyang diatur dalam KUHAP. UUPLH maupun KUHAP, tidak memberikewenangan bagi PPNS untuk melakukan penangkapan dan penahanan,karena berdasarkan KUHAP hal tersebut merupakan kewenangan Polri.Berdasarkan ketentuan Pasal 94 ayat (3) UUPPLH, PPNS-LH dalammelakukan penangkapan dan penahanan, ia (PPNS-LH) berkoordinasidengan penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia. Hal ini dapatdimaklumi, oleh karena PPNS-LH tidak memiliki sarana dan prasarana yanglebih memadai dibandingkan Polri dalam hal melaksanakan wewenangpenangkapan dan penahanan. Adanya kewenangan PPNS-LH dalammenangkap dan menahan, maka PPNS-LH dapat mengeluarkan suratperintah penangkapan dan

10

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

penahanan. Kata “dan” yang menghubungkan kata “menangkap” dengan“menahan” diartikan sebagai jika PPNS-LH setelah menangkap pelakutindak pidana lingkungan, ia (PPNS-LH) harus melakukan penahananterhadap pelaku tindak pidana tersebut. Berdasarkan ketentuan KUHAPdibedakan antara pengertian menangkap dan menahan. Pengertian“menangkap” yang menurut KUHAP disebut sebagai “penangkapan”

berdasarkan Pasal 1 angka (20) yaitu: suatu tindakan penyidik berupapengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabilaterdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atauperadilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undangini. Sedangkan “menahan” yang menurut KUHAP disebut sebagai “penahanan”

berdasarkan Pasal 1 angka (21) yaitu: penempatan tersangka atau terdakwadi tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim denganpenetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Perintah penangkapan terhadap seseorang berdasarkan Pasal 17KUHAP, dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindakpidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Bukti permulaan yang

Page 14: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 14/395

2

1

2

cukup yaitu bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuaiPasal 1 ayat (14) KUHAP. 1 Dengan demikian, Ketentuan Pasal 17 KUHAPmengatur bahwa perintah penangkapan tidak dapat dilakukan dengansewenang-wenang, akan tetapi hanya dapat dilakukan terhadap mereka yangbetul-betul telah melakukan tindak pidana. Bukti permulaan yang cukup,harus diperoleh sebelum PPNS-LH atau penyidik Polri memerintahkanpenangkapan. Artinya, dalam tindak pidana lingkungan diperlukan “bukti-bukti

minimal” berupa alat bukti sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 96UUPPLH, dan penyidik telah berkeyakinan bahwa tidak akan terjadipenghentian penyidikan terhadap seseorang yang disangka melakukantindak pidana, setelah orang tersebut dilakukan penangkapan. Selanjutnya,untuk menjamin agar bukti permulaan yang cukup tersebut atau bukti-buktiyang minimal itu

11

Pasal 1 ayat (14) KUHAP:

“Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaanpatut diduga sebagai pelaku tindak pidana”. 11

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

juga dapat dijadikan bukti-bukti yang mempunyai kekuatan hukumdalam sidang pengadilan, PPNS-LH atau penyidik Polri mempunyaipengetahuan mengenai ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi alat buktitersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 185 KUHAP sampai dengan Pasal189 KUHAP. Penangkapan berdasarkan Pasal 19 ayat (1) KUHAP, hanyadapat dilakukan paling lama 1(satu) hari. Penangkapan berdasarkan Pasal 16KUHAP dilakukan dengan memperlihatkan surat perintah tugas denganmencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapanserta uaraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan berikut tempatia diperiksa. Dalam hal tertangkap tangan, penangkapan dapat dilakukantanpa surat perintah. Tembusan surat perintah penangkapan harus diberikankepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan. Tertangkaptangan berdasarkan Pasal 1 angka (19) KUHAP adalah tertangkapnyaseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segerasesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudiandiserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atauapabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telahdipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa

Page 15: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 15/395

1

2

ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindakpidana itu. Penangkapan dan penahanan terhadap seseorang yang didugakeras telah melakukan tindak pidana yang dilakukan PPNS-LH atau penyidikPolri, hanya boleh dilakukan untuk kepentingan penyidikan. Apabilakepentingan penyidikan tidak memerlukan lagi orang itu di sidik lebih lanjut,orang tersebut segera dibebaskan dengan tidak perlu menunggu habisnyawaktu penangkapan dan penahanan sebagaimana diatur dalam KUHAP.Penahanan berdasarkan Pasal 1 angka (21) KUHAP, yaitu penempatantersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntutumum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yangdiatur dalam undang-undang ini. Penahanan berdasarkan Pasal 21 KUHAP,dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga kerasmelakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanyakeadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwaakan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan ataumengulangi tindak pidana. Penahanan tersebut dilakukan terhadaptersangka atau terdakwa dengan memberikan surat perintah penahanan ataupenetapan hakim yang mencatumkan identitas tersangka atau terdakwa danmenyebutkan alasan penahanan serta uraian singkat

12

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan serta tempatia ditahan. Selanjutnya, tembusan surat perintah penahanan harusdiberikan kepada keluarganya. Berdasarkan Pasal 22 KUHAP, jenispenahanan dapat berupa: a. penahanan rumah tahanan negara; b.penahanan rumah; c. penahanan kota. Penahanan rumah dilaksanakan dirumah tempat tinggal atau rumah kediaman tersangka atau terdakwa denganmengadakan pengawasan terhadapnya untuk menghindarkan segalasesuatu yang dapat menimbulkan kesulitan dalam penyidikan, penuntutanatau pemeriksaan di sidang pengadilan. Penahanan kota dilaksanakan dikota tempat tinggal atau tempat kediaman tersangka atau terdakwa, dengankewajiban bagi tersangka atau terdakwa melapor diri pada waktu yangditentukan. Berdasarkan Pasal 23 KUHAP, Penyidik mempunyai wewenanguntuk mengalihkan jenis penahanan yang satu kepada jenis penahanan yanglain(penahanan rumah tahanan negara, penahanan rumah, penahanan kota).Pengalihan jenis penahanan dinyatakan secara tersendiri dengan suratperintah dari penyidik atau penuntut umum atau penetapan hakim yangtembusannya diberikan kepada tersangka atau terdakwa serta keluarganya

Page 16: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 16/395

1

2

dan kepada instansi yang berkepentingan. Masa penangkapan danpenahanan yang telah dijalani oleh tersangka atau terdakwa akandikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Selanjutnya, untukpenahanan kota pengurangan tersebut seperlima dari jumlah lamanya waktupenahanan sedangkan untuk penahanan rumah sepertiga dari jumlahlamanya waktu penahanan. Perintah penahanan yang diberikan olehpenyidik berdasarkan Pasal 24 KUHAP, hanya berlaku untuk paling lama 20(dua puluh) hari. Selanjutnya, berdasarkan Pasal 29 KUHAP, perpanjanganpenahanan oleh penyidik dapat dilakukan guna kepentingan pemeriksaantersangka berdasar alasan yang patut dan tidak dapat dihindarkan karena: a.tersangka atau terdakwa menderita gangguan fisik atau mental yang berat,yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, atau b. perkara yangsedang diperiksa diancam dengan pidana penjara sembilan tahun atau lebih.Perpanjangan tersebut diberikan untuk paling lama tiga puluh hari dandalam hal penahanan tersebut masih diperlukan, dapat diperpanjang lagiuntuk paling lama tiga puluh hari. Perpanjangan penahanan tersebut atasdasar permintaan dan laporan pemeriksaan dalam tingkat penyidikandiberikan oleh ketua pengadilan negeri. Memperhatikan ketentuan Pasal 21ayat (4) huruf “a” KUHAP, yang menetapkan bahwa penahanan hanya dapatdikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidanadan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana yangdiancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih. Jika ketentuan

13

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

tersebut dikaitkan dengan ketentuan pidana yang diatur dalamUUPPLH, maka tindak pidana yang ada dalam UUPPLH yang bisadilakukan penahanan yaitu tindak pidana sebagaimana diatur dalam: a.Pasal 98 ayat (1), (2), (3) UUPPLH, Pasal 99 ayat (2), (3) UUPPLH, c. Pasal 105UUPPLH, d. Pasal 106 UUPPLH, Pasal 107 UUPPLH, dan Pasal 108 UUPPLH.Berdasarkan Pasal 29 ayat (5) KUHAP, tidak menutup kemungkinan penyidik(PPNS-LH) untuk mengeluarkannya tersangka dari tahanan sebelum berakhirwaktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah dipenuhi.Kemudian, berdasarkan Pasal 29 ayat (6) KUHAP, setelah waktu enam puluhhari, walaupun perkara tersebut belum selesai diperiksa oleh penyidik(PPNS), tersangka harus sudah dikeluarkan dari tahanan demi hukum.PPNS-LH dalam melakukan penangkapan dan penahanan berkoordinasidengan penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia, dan dalam halmelakukan penyidikan, PPNS-LH memberitahukan kepada penyidik pejabat

Page 17: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 17/395

1

2

polisi Negara Republik Indonesia dan penyidik pejabat polisi NegaraRepublik Indonesia memberikan bantuan guna kelancaran penyidikan.PPNS-LH memberitahukan dimulainya penyidikan kepada penuntut umumdengan tembusan kepada penyidik pejabat polisi Negara RepublikIndonesia, dan hasil penyidikan yang telah dilakukan oleh penyidik pegawainegeri sipil disampaikan kepada penuntut umum. Berdasarkan Pasal 95UUPPLH, dalam rangka penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidanalingkungan hidup, dapat dilakukan penegakan hukum terpadu antarapenyidik pegawai negeri sipil, kepolisian, dan kejaksaan di bawah koordinasiMenteri. Pelaksanaan penegakan hukum terpadu diatur dengan peraturanperundang- undangan. II. Pembuktian merupakan suatu proses yang denganmenggunakan alat-alat bukti yang sah dilakukan tindakan dengan prosedurkhusus, untuk mengetahui apakah suatu fakta atau pernyataan, khususnyafakta atau pernyataan yang diajukan ke pengadilan adalah benar atau tidakseperti yang dinyatakan. Sistem pembuktian di dalam Hukum Acara Pidanamenganut sistem negatif (negatief wettelijk bewijsleer) yang berarti yangdicari oleh hakim yaitu kebenaran materil. Berdasarkan sistem pembuktianini, pembuktian didepan pengadilan agar suatu pidana dapat dijatuhkan oleh

14

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

hakim, harus memenuhi dua syarat mutlak, yaitu: alat bukti yang cukupdan keyakinan hakim. Pengertian “alat bukti yang cukup” dapat dikaitkandengan ketentuan Pasal 183 KUHAP yang menyebutkan: “Hakim tidak boleh

menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua

alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar

terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”, dan Pasal 96UUPPLH, maka alat bukti yang cukup tersebut sekurang- kurangnya dua alatbukti yang sah sebagaimana tercantum dalam Pasal 96 UUPPLH.Dipenuhinya sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, belum cukupuntuk menjatuhkan hukuman pada tersangka, perlu adanya keyakinan hakimuntuk itu. Sebaliknya, jika hakim sudah cukup yakin akan kesalahantersangka, namun tidak tersedia alat bukti yang cukup, hakim juga tidakdapat menjatuhkan pidana, artinya hakim tidak dapat menjatuhkan pidanahanya didasarkan kepada keyakinannya saja tanpa dibarengi dua alat buktiyang sah. Suatu alat bukti bukti yang dipergunakan di pengadilan perlumemenuhi beberapa syarat, diantaranya: a. diperkenankan oleh undang-undang untuk dipakai sebagai alat bukti. b. reability, yaitu alat bukti tersebutdapat dipercaya keabsahannya. c. necessity, yakni alat bukti yang diajukan

Page 18: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 18/395

1

2

memang diperlukan untuk membuktikan suatu fakta. d. relevance, yaitu alatbukti yang diajukan mempunyai relevansi dengan fakta yang akandibuktikan. Alat bukti yang diperkenankan undang-undang, berdasarkanPasal 96 UUPPLH, terdiri atas: a. keterangan saksi; b. keterangan ahli; c.surat; d. petunjuk; e. keterangan terdakwa; dan/atau f. alat bukti lain,termasuk alat bukti yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

15

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Alat bukti lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 huruf “f” UUPPLH,yaitu meliputi, informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, ataudisimpan secara elektronik, magnetik, optik, dan/atau yang serupa denganitu; dan/atau alat bukti data, rekaman, atau informasi yang dapat dibaca,dilihat, dan didengar yang dapat dikeluarkan dengan dan/atau tanpa bantuansuatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apa pun selainkertas, atau yang terekam secara elektronik, tidak terbatas pada tulisan,suara atau gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda,angka, simbol, atau perporasi yang memiliki makna atau yang dapatdipahami atau dibaca. Suatu alat bukti yang akan diajukan ke pengadilanmerupakan alat bukti yang harus relevan dengan yang akan dibuktikan. Alatbukti yang tidak relevan akan membawa resiko dalam proses pencariankeadilan, diantaranya: akan menimbulkan praduga-praduga yang tidak perlusehingga membuang-buang waktu, penilaian terhadap masalah yangdiajukan menjadi tidak proporsional karena membesar-besarkan masalahyang kecil atau mengecilkan masalah yang sebenarnya besar, yang hal iniakan menyebabkan proses peradilan menjadi tidak sesuai lagi dengan asasperadilan yang dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan sertabebas, jujur dan tidak memihak. Menurut Munir Fuady 2 , untuk melihatapakah suatu alat bukti yang diajukan relevan atau tidak dengan fakta yangakan dibuktikan, terlebih dahulu perlu menjawab beberapa pertanyaan,diantaranya: a. apakah yang akan dibuktikan oleh alat bukti tersebut? b.Apakah yang dibuktikan itu merupakan hal yang material/substansial bagikasus tersebut? c. Apakah bukti tersebut memiliki hubungan secara logisdengan masalah yang akan dibuktikan? d. Apakah bukti tersebut cukupmenolong menjelaskan persoalan atau cukup memiliki unsur pembuktian?Setelah menjawab pertanyaan diatas, dan jawabannya positif, dilanjutnyadengan pertanyaan tahap kedua, yaitu apakah ada ketentuan lain yangmerupakan alasan untuk menolak alat bukti yang diajukan tersebut. Alasan

Page 19: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 19/395

2

1

2

atau aturan yang harus dipertimbangkan tersebut, antara lain: a. Bagaimanadengan penerimaan alat bukti secara terbatas?

2 Munir Fuady, 2006, Teori Hukum Pembuktian (pidana dan Perdata),Citra Aditya, Bandung, hal. 26 – 27.

16

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

b. Alat bukti tersebut ditolak manakala penerimanya dapatmenyebabkan timbulnya praduga yang tidak fair atau dapatmenyebabkan kebingunangan. c. Merupakan saksi de auditu yang harusditolak. d. Ada alasan instrinsik yang dapat membenarkan alat buktitersebut, misalnya adanya perbaikan yang dilakukan kemudian. e. Adanyapembatasan-pembatasan untuk menggunakan bukti karakter. Selainpertanyaan-pertanyaan yang disebutkan di atas, hal lain yang juga perludiperhatikan (pengetahuan yang dimiliki) PPNS-LH atau penyidik Polri dalammelakukan penyidikan tindak pidana lingkungan, yaitu ketentuan-ketentuanyang harus dipenuhi oleh alat-alat bukti, sebagaimana diatur dalam Pasal185 KUHAP sampai Pasal 189 KUHAP. Ketentuan Pasal 185 KUHAP,berbunyi: (1) Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksinyatakan di sidang pengadilan. (2) Keterangan seorang saksi saja tidakcukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatanyang didakwakan kepadanya. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalamayat (2) tidak berlaku apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sahlainnya. (4) Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentangsuatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yangsah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lainsedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian ataukeadaan tertentu. (5) Baik pendapat maupun rekaan, yang diperoleh darihasil pemikiran saja, bukan merupakan keterangan ahli. (6) Dalam menilaikebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan: a. persesuaian antara keterangan saksi satudengan yang lain; b. persesuaian antara keterangan saksi dengan alat buktilain; c. alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberiketerangan yang tertentu; d. cara hidup dan kesusilaan saksi serta segalasesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknyaketerangan itu dipercaya;

Page 20: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 20/395

1

2

1

2

17

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

(7) Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satudengan yang lain, tidak merupakan alat bukti, namun apabilaketerangan itu sesuai dengan keterangan dari saksi yang disumpah dapatdipergunakan sebagai tambahan alat bukti sah yang lain. Penjelasan Pasal185 KUHAP: Ayat (1) “dalam keterangan saksi tidak termasuk keterangan yang

diperoleh dari orang lain atau testimonium de auditu”. Ayat (2) sampai dengan ayat(6) Cukup jelas Ayat (6) Yang dimaksud dalam ayat ini ialah untukmengingatkan hakim agar memperhatikan keterangan saksi harus benar-benar diberikan secara bebas, jujur, dan objektif. Ayat (7) Cukup jelas.Memperhatikan ketentuan Pasal 185 KUHAP, ditegaskan bahwa keterangansaksi untuk dapat dipandang sebagai alat bukti yang sah harus dinyatakan(diberikan) di sidang pengadilan. Namun demikian, jika diperhatikanketentuan Pasal 116 ayat (1) KUHAP, yang menyatakan: “saksi diperiksa dengan

tidak disumpah kecuali apabila ada bukti cukup alasan untuk diduga bahwa ia tidak akan

dapat hadir dalam pemeriksaan di pengadilan”, terlihat bahwa, keterangan saksi ditingkat penyidikan dapat diberikan di bawah sumpah. Akan tetapi, apakahketerangan saksi yang diberikan di bawah sumpah di depan penyidiktersebut mempunyai kekuatan sebagai alat bukti yang sah, KUHAP tidak adamenjelaskannya. Namun demikian, keterangan saksi yang diberikan di atassumpah yang dituangkan dalam berita acara, dipandang sebagai alat buktidan juga mempunyai kekuatan pembuktian untuk diajukan sebagai alat buktidipersidangan pengadilan. Berdasarkan Pasal 1 angka (27) KUHAP,keterangan saksi merupakan salah satu alat bukti dalam perkara pidana,yang berupa keterangan dari seorang (saksi) mengenai suatu peristiwapidana yang ia dengar sendiri, yang ia lihat sendiri atau ia alami sendiridengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu. Hal ini

18

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

berarti, saksi tidak boleh memberikan keterangan mengenai terjadinyasuatu tindak pidana yang ia dengar dari orang lain, atau yang disebutsebagai suatu kesaksian de auditu atau suatu testimonium de auditu.Kesaksian de auditu, tidak mempunyai kekuatan hukum sebagai suatu

Page 21: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 21/395

1

2

kesaksian. Ketentuan Pasal 185 ayat (2) KUHAP, menyatakan bahwa“keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa”,

ini terkandung asas unus testis nullus testis (satu saksi bukan saksi).Keterangan saksi baru dapat dipandang sebagai cukup untuk membuktikankesalahan terdakwa, jika keterangan saksi tersebut disertai dengansekurang-kurangnya satu alat bukti yang sah lainnya. Untuk tindak pidanalingkungan, alat bukti yang dimaksud sebagaimana yang dirumuskan dalamPasal 96 UUPPLH. Keterangan ahli, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka(28) KUHAP, yaitu keterangan yang diberikan oleh seorang yang memilikikeahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatuperkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Selanjutnya, Pasal 186KUHAP, menyatakan: keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakandi sidang pengadilan. Kemudian, penjelasan Pasal 186 KUHAP menyatakan:keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan olehpenyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporandan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan ataupekerjaan. Jika hal itu tidak diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidikatau penuntut umum, maka pemeriksaan di sidang, diminta untukmemberikan keterangan dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan.Keterangan tersebut diberikan setelah ia mengucapkan sumpah atau janjidihadapan hakim. Ketentuan Pasal 187 KUHAP,menyatakan bahwa ”suratsebagaimana tersebut dalam Pasal 184 ayat (1) huruf “c”, di buat atassumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah: a. berita acara dansurat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yangberwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangantentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminyasendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannyaitu b. surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang- undanganatau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tatalaksana yang menjadi tanggung

19

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atausesuatu keadaan; c. surat keterangan dari seorang ahli yang memuatpendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatukeadaan yang diminta secara resmi dari padanya; d. surat lain yang hanyadapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yanglain.”. Penjelasan Pasal 187 KUHAP, menyatakan “cukup jelas”, sehingga

Page 22: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 22/395

2

1

2

memunculkan berbagai penafsiran dalam praktek terhadap pengertian “surat”

sebagaimana dimaksud pada huruf “a”, “b”, “c” dan “d” dalam Pasal 187KUHAP. Menurut Lamintang 3 , surat-surat yang dimaksud dalam Pasal 187huruf a dan b KUHAP, yaitu surat-surat yang biasanya disebut dengan akta-akta resmi atau officiele akten berupa akta-akta otentik atau authentikekeakten ataupun akta-akta jabatan atau ambtelijke akten. Surat atau beritaacara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 187 huruf a KUHAP, misalnya:akta notaris atau berita acara pemeriksaan surat. Surat dalam Pasal 187huruf b, misalnya: sertifikat tanah, berita acara pemeriksaan di tempatkejadian yang dibuat penyidik, putusan pengadilan. Surat dalam Pasal 187huruf c,merupakan surat keterangan dari ahli yang memuat pendapatberdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau suatu keadaan, danmenjadi alat bukti yann dari ahli yang memuat pendapat berdasarkankeahliannya mengenai sesuatu hal atau suatu keadaan, dan menjadi alatbukti yang sah apabila pendapatnya mengenai hal atau keadaan tersebuttelah diminta secara resmi kepada ahli tersebut. Keterangan ahli dipandangsebagai suatu permintaan yang resmi, apabila permintaan tersebut dimintaoleh pejabat-pejabat tertentu yang disebutkan dalam KUHAP dalam kualitasmereka sebagai penyidik, penuntut umum, hakim. Surat dalam Pasal 187huruf d KUHAP, merupakan surat yang ada hubungannya dengan alat buktiyang lain. Menurut Yahya Harahap 4 , bentuk surat sebagaimana yangdisebut dalam Pasal 187 huruf d KUHAP, dari tinjauan teoritis bukanmerupakan alat bukti yang sempurna. Bentuk surat ini tidak mempunyai sifatbentuk formil yang sempurna. Karena itu baik isi dan bentuknya, bukanmerupakan alat bukti yang bernilai sempurna dan dapat dikesampingkanbegitu saja.

3 P.A.F. Lamintang, 1984, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidanadengan Pembahasan Secara Yuridis Menurut Yurisprudensi dan IlmuPengetahuan Hukum Pidana, Sinar Baru, Bandung, hal. 435 – 439. 4 M.Yahya Harahap, 1988, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP,Jilid II, Penerbit Pustaka Kartini, Jakarta, hal. 836.

20

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Ketentuan Pasal 188 KUHAP, mengatur tentang petunjuk sebagai alatbukti. Petunjuk berdasarkan Pasal 188 ayat (1) KUHAP, adalahperbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara

Page 23: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 23/395

1

2

yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri,menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.Kemudian, petunjuk tersebut, berdasarkan Pasal 188 ayat (2) KUHAP hanyadapat diperoleh dari: keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa.Memperhatikan ketentuan Pasal 188 ayat (1) dan (2) KUHAP, kemudiandikaitkan dengan Pasal 96 UUPPLH yang menyatakan: “alat bukti yang sah

dalam tuntutan tindak pidana lingkungan hidup terdiri atas: a. keterangan saksi; b.

keterangan ahli; c. surat; d. petunjuk; e. keterangan terdakwa; dan/atau f. alat bukti lain,

termasuk alat bukti yang diatur dalam peraturan perundang- undangan.”, makapetunjuk sebagaimana diatur dalam Pasal 96 huruf “d” UUPPLH, juga hanyadapat diperoleh dari: keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa(sebagaimana diatur dalam Pasal 96 huruf “a”, “c” dan “e” UUPPLH). Dengandemikian, “tidak dapat” atau “dilarang” untuk mencari dan memperoleh petunjukdalam tuntutan tindak pidana lingkungan dari keterangan ahli. Ketentuan alatbukti berupa keterangan terdakwa, diatur dalam Pasal 189 KUHAP, yangmenyebutkan: (1) Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan disidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri ataualami sendiri. (2) Keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapatdigunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang, asalkan keteranganitu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yangdidakwakan kepadanya. (3) Keterangan terdakwa hanya dapat digunakanterhadap dirinya sendiri. (4) Keterangan terdakwa saja tidak cukup untukmembuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakankepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain.Berdasarkan ketentuan Pasal 189 KUHAP, keterangan terdakwa harusdinyatakan di sidang pengadilan, jika keterangan tersebut dinyatakan di luarsidang, maka keterangan terdakwa tersebut dapat dipergunakan untuk“membantu” menemukan bukti dipersidangan, dengan syarat keteranganterdakwa diluar sidang tersebut di dukung oleh suatu alat bukti yang sahdan keterangan

21

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

yang

dinatakannya di luar sidang tadi sepanjang mengenai hal yangdidakwakan kepadanya. Bentuk keterangan yang dapat diklassifikasisebagai keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang, yaitu:keterangan yang diberikan dalam pemeriksaan penyidikan, dan keterangan

Page 24: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 24/395

1

2

tersebut dicatat dalam berita acara penyidikan, serta berita acara penyidikanitu ditandatangani oleh pejabat penyidik dan terdakwa. Hal ini sejalandengan Pasal 75 ayat (1) huruf “a” yang menyatakan : “berita acara dibuat untuk

setiap tindakan tentang pemeriksaan tersangka” dan Pasal 75 ayat (3) KUHAP, yangmenetapkan: berita acara tersebut selain ditandatangani pejabat yangmelakukan pemeriksaan tersangka, juga ditandatangani oleh pihak terlibatdalam hal ini tersangka. Penandatangan berita acara penyidikan olehtersangka tidak merupakan syarat mutlak, karena berdasarkan Pasal 118ayat (2) KUHAP, dinyatakan bahwa: dalam hal tersangka dan atau saksi tidakmau membubuhkan tanda tangannya, penyidik mencatat hal itu dalam beritaacara dengan menyebutkan alasannya. Berita acara penyidikan tersebuttetap dianggap sah sesuai ketentuan Pasal 118 KUHAP dan Pasal 75 KUHAP.III. Tindak pidana di bidang lingkungan hidup biasanya (banyak) yang terkaitdengan pengaturan atau berkenan dengan perbuatan pelanggaran ataskebijakan penguasa administratif yang biasanya bersifat preventif, danterkait dengan larangan bertindan tanpa izin. Hal ini menjadikan munculpendapat bahwa kewenangan hukum pidana untuk melakukan penyidikandan pemeriksaan selebihnya hanya akan dimungkinkan jika sarana lain(penegakan hukum lainnya) telah diupayakan dan gagal (daya kerjasubsidiaritas hukum pidana). Memandang ultimum remedium hukum pidanasebagai upaya terakhir, atau penjatuhan pidana jika sanksi-sanksi hukumlainnya (administratif atau perdata) terbukti tidak memadai dalammenanggulangi kasus lingkungan hidup. Pandangan ini tidak sepenuhnyamengandung kebenaran atau mutlak untuk dijalankan, oleh karena bisaterjadi adanya keengganan pihak pemerintah untuk melakukan tindakanadministratif atau pemerintah setempat enggan untuk terlibat dalam kasustersebut karena adanya hubungan kepentingan personal yang manapengusaha tersebut memiliki hubungan dengan partai politik atau pihakpenguasa, apakah tetap

22

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

melaksanakan hukum pidana sebagai upaya terakhir, sementara telahterjadi pelanggaran terhadap lingkungan bahkan telah menimbulkankerugian serta memunculkan rasa ketidakadilan. UUPPLH, dalam penjelasanumumnya, hanya memandang hukum pidana sebagai upaya terakhir(ulmitimum remedium) bagi tindak pidana formil tertentu, yaitu pemidanaanterhadap pelanggaran baku mutu air limbah, emisi, dan gangguan,sebagaimana diatur dalam Pasal 100 UUPPLH. Sementara untuk tindak

Page 25: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 25/395

1

2

pidana lainnya yang diatur selain Pasal 100 UUPPLH, tidak berlaku asasultimum remedium, yang diberlakukan asas premium remedium(mendahulukan pelaksanaan penegakan hukum pidana). Pandangan hukumpidana dapat dipergunakan sebagai instrumen dalam rangka perlindunganterhadap lingkungan hidup, membawa konsekuensi terhadap keterjalinanhukum pidana dengan hukum administrasi. Keterjalinan upaya penyidikanhukum pidana dengan sarana hukum administrasi (yang lebih cenderungmelaksanakan tugasnya dalam rangka prevensi atau memandangpelanggaran masalah lingkungan sebagai yang harus dipecahkan, diberinasehat dan/atau perbaikan keadaan) akan menjadikan penegakan hukumlingkungan lebih baik jika berjalan dengan bersinergi, atau menjadi kendalajika tidak bersinergi. IV. Ketentuan pidana sebagaimana di atur dalamUUPPLH dimaksudkan untuk melindungi lingkungan hidup denganmemberikan ancaman sanksi pidana. Untuk membahas tindak pidanalingkungan tersebut perlu diperhatikan konsep dasar tindak pidanalingkungan hidup yang ditetapkan sebagai tindak pidana umum (delicgenus) dan mendasari pengkajiannya pada tindak pidana khususnya (delicspecies). Pengertian tindak pidana lingkungan sebagaimana diatur dalam 98UUPPLH sampai Pasal 115 UUPPLH, melalui metode konstruksi hukumdapat diperoleh pengertian bahwa inti dari tindak pidana lingkungan(perbuatan yang dilarang) adalah “mencemarkan atau merusak lingkungan”.

Rumusan ini dikatakan sebagai rumusan umum (genus) dan selanjutnyadijadikan dasar untuk menjelaskan perbuatan pidana lainnya yang bersifatkhusus (species), baik dalam ketentuan dalam UUPPLH maupun dalamketentuan undang-undang lain (ketentuan sektoral di luar UUPPLH) yangmengatur perlindungan hukum pidana bagi lingkungan hidup. Kata“mencemarkan” dengan

23

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

“pencemaran”

dan “merusak” dengan “perusakan” adalah memiliki makna substansi yangsama, yaitu tercemarnya atau rusaknya lingkungan. Tetapi keduanyaberbeda dalam memerikan penekanan mengenai suatu hal, yakni dengankalimat aktif dan dengan kalimat pasif (kata benda) dalam prosesmenimbulkan akibat. 5 Pengertian secara otentik mengenai istilah“pencemaran lingkungan hidup”, dicantumkan pada Pasal 1 angka (14) UUPPLHmemberikan adalah: “masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi,

Page 26: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 26/395

2

1

2

dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga

melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.” Adapun unsur daripengertian “pencemaran lingkungan hidup” sebagaimana diatur dalam Pasal 1angka (14) UUPPLH, yaitu: 1. masuknya atau dimasukkannya: - makhlukhidup, - zat, - energi, dan atau - komponen lain ke dalam lingkungan; 2.dilakukan oleh kegiatan manusia; 3. melampaui baku mutu lingkungan hidupyang telah ditetapkan. Berdasarkan Pasal 20 ayat (1) UUPPLH di nyatakanbahwa penentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidup diukur melaluibaku mutu lingkungan hidup. Baku mutu lingkungan berdasarkan Pasal 1angka (13) UUPPLH, yaitu: “ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi,

atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang

keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.”.

Baku mutu lingkungan hidup, berdasarkan Pasal 20 ayat (2) UUPPLH,meliputi: a. Baku mutu air; b. Baku mutu air limbah; c. Baku mutu air laut;

5 Perhatikan juga, Mudzakir, “Aspek Hukum Pidana Dalam Pelanggaran

Lingkungan”, dalam Erman Rajagukguk dan Ridwan Khairandy (ed), 2001,Hukum Lingkungan Hidup di Indonesia, 75 Tahun Prof. Dr. KoesnadiHardjasoemantri, SH.,ML., hal. 527, Universitas Indonesia, Jakarta.

24

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

d. Baku mutu udara ambien; e. Baku mutu emisi; f. Baku mutugangguan, dan g. Baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmupengetahuan dan teknologi. Baku mutu air, baku mutu air laut, baku mutuudara ambien dan baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmupengetahuan dan teknologi, diatur dalam Peraturan Pemerintah. Sedangkanbaku mutu air limbah, baku mutu emisi, baku mutu gangguan, diatur dalamperaturan menteri negara lingkungan hidup. Penjelasan Pasal 20 ayat (2)UUPPLH, memberikan penjelasan terhadap maku mutu tersebut, sebagaiberikut: - “baku mutu air” adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat,energi, atau komponen yang ada atau harus ada, dan/atau unsur pencemaryang ditenggang keberadaannya di dalam air. - “baku mutu air limbah” adalahukuran batas atau kadar polutan yang ditenggang untuk dimasukkan kemedia air . - “baku mutu air laut” adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup,zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsurpencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air laut. - “baku mutu

udara ambien” adalah ukuran batas atau kadar zat, energi, dan/atau komponen

Page 27: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 27/395

1

2

yang seharusnya ada, dan/atau unsur pencemar yang ditenggangkeberadaannya dalam udara ambien. - “baku mutu emisi” adalah ukuran batasatau kadar polutan yang ditenggang untuk dimasukkan ke media udara. -“baku mutu gangguan” adalah ukuran batas unsur pencemar yang ditenggangkeberadaannya yang meliputi unsur getaran, kebisingan, dan kebauan.Pengertian istilah “perusakan lingkungan hidup” secara otentik dirumuskandalam Pasal 1 angka (16) UUPLH, sebagai berikut: “tindakan orang yang

menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia,

dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku kerusakan

lingkungan hidup.”. Adapun unsur-unsur “perusakan lingkungan hidup”,

sebagaimana terkandung dalam Pasal 1 angka (16) UUPPLH, yaitu:

25

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

1. adanya tindakan; 2. menimbulkan: - perubahan langsung atau - tidaklangsung terhadap sifat fisik dan/atau hayati lingkungan; 3. melampauikriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Berdasarkan Pasal 21 ayat (1)UUPPLH dinyatakan bahwa untuk menentukan terjadinya kerusakanlingkungan, ditetapkan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Bakukerusakan lingkungan hidup, berdasarkan Pasal 1 angka (15) UUPPLH, yaituukuran batas perubahan sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidupyang dapat ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat tetapmelestarikan fungsinya. Baku kerusakan lingkungan hidup berdasarkanPasal 21 ayat (2) UUPPLH, meliputi baku kerusakan ekosistem dan kriteriabaku kerusakan akibat perubahan iklim. Ketentuan mengenai kriteria bakukerusakan ekosistem dan kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim,diatur dalam peraturan pemerintah. Kriteria baku kerusakan ekosistemmenurut Pasal 21 ayat (3) UUPPLH, meliputi: a. kriteria baku kerusakan tanahuntuk produksi biomassa; b. kriteria baku kerusakan terumbu karang; c.

kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaranhutan dan/atau lahan; d. kriteria baku kerusakan mangrove; e. kriteria bakukerusakan padang lamun; f. kriteria baku kerusakan gambut; g. kriteria bakukerusakan karst; dan/atau h. kriteria baku kerusakan ekosistem lainnyasesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selanjutnya,kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim menurut Pasal 21 ayat (4)UUPPLH, didasarkan pada parameter antara lain: a. kenaikan tempratur; b.kenaikan muka air laut; c. badai; dan/atau d. kekeringan. Penjelasan Pasal 21ayat (3) UUPPLH memberikan penjelasan terhadap maksud

Page 28: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 28/395

2

1

“produksi biomassa”, “kriteria baku kerusakan tanah 26 Prosiding Seminar Nasional Dalam RangkaMenyambut Hari Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011 untuk produksi biomassa”, “kriteria baku kerusakanterumbu karang”,

dan “kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan

dan/atau lahan”. - “produksi biomassa” adalah bentuk-bentuk pemanfaatansumber daya tanah untuk menghasilkan biomassa. - “kriteria baku kerusakan

tanah untuk produksi biomassa” adalah ukuran batas perubahan sifat dasartanah yang dapat ditenggang berkaitan dengan kegiatan produksi biomassa.Kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa mencakup lahanpertanian atau lahan budi daya dan hutan. - “kriteria baku kerusakan terumbu

karang” adalah ukuran batas perubahan fisik dan/atau hayati terumbu karangyang dapat ditenggang. - “kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan

kebakaran hutan dan/atau lahan” adalah pengaruh perubahan pada lingkunganhidup yang berupa kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup yangberkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan yang diakibatkan olehsuatu usaha dan/atau kegiatan. Memperhatikan, uraian terdahulu tampakbahwa teknik perumusan tindak pidana pencemaran dan atau perusakanlingkungan hidup dalam UUPPLH tidak lagi luas dan abstrak, sebagaimanatercantum dalam UUPLH. Rumusan dalam UUPLH dapat memberi ruanggerak bagi penegak hukum (hakim) untuk melakukan inovasi hukum dalammenafsirkan hukum pidana lingkungan hidup guna meresponperkembangan yang terjadi dalam masyarakat di bidang lingkungan hidupkarena ia (hakim) mempunyai semangat dan kepedulian untuk menegakkanhukum dan keadilan dalam melindungi lingkungan hidup. Atau, juga dapatmenyulitkan penegak hukum pidana lingkungan, sebab jika aparatpenenegak hukum (termasuk hakim) tidak peka dalam meresponperkembangan yang terjadi di dalam masyarakat di bidang lingkunganhidup, dapat memberi peluang bagi penegak hukum untuk menyelewengkanhukum untuk kepentingan lain (“kepentingan pribadi”). Perumusan tindakpidana pencemaran dan atau kerusakan lingkungan berdasarkan UUPPLH,tidak lagi abstrak dan luas sebagaimana diatur dalam UUPLH, karenaUUPPLH telah memberikan kata kunci bagi tindak pidana dan ataukerusakan lingkungan, yaitu: “melampaui baku mutu lingkungan yang telah

ditetapkan” atau “melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan”. Ketentuan Pidanadalam UUPPLH diatur dalam Bab XV, yaitu dari Pasal 97 sampai denganPasal 120 UUPPLH. Tindak pidana dalam undang-undang ini merupakankejahatan. Ketentuan Pasal 97 UUPPLH,

27

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 29: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 29/395

2menyatakan tindak pidana yang diatur dalam ketentuan PidanaUUPPLH, merupakan kejahatan. Kejahatan disebut sebagai“rechtsdelicten” yaitu tindakan-tindakan yang mengandung suatu “onrecht”

hingga orang pada umumnya memandang bahwa pelaku- pelakunya itumemang pantas dihukum, walaupun tindakan tersebut oleh pembentukundang-undang telah tidak dinyatakan sebagai tindakan yang terlarang didalam undang-undang. Kejahatan (rechtsdelicten) merupakan perbuatanyang tidak adil menurut filsafat, yaitu yang tidak tergantung dari suatuketentuan hukum pidana, tetapi dalam kesadaran bathin manusia dirasakanbahwa perbuatan itu tidak adil, dengan kata lain kejahatan merupakanperbuatan tercela dan pembuatnya patut dipidana (dihukum) menurutmasyarakat tanpa memperhatikan undang- undang pidana. Terkait dengantindak pidana lingkungan yang dinyatakan sebagai kejahatan(rechtsdelicten), maka perbuatan tersebut dipandang sebagai secaraesensial bertentangan dengan tertib hukum atau perbuatan yangbertentangan dengan (membahayakan) kepentingan hukum., pelanggaranhukum yang dilakukan menyangkut pelanggaran terhadap hak ataslingkungan hidup yang baik dan sehat serta keharusan untuk melaksanakankewajiban memelihara lingkungan hidup, mencegah dan menanggulangikerusakan dan pencemaran lingkungan hidup. Jika ditinjau dari perumusantindak pidana, ketentuan Pasal 98 UUPPLH – 115 UUPPLH, terdapat tindakpidana materiil yang menekankan pada akibat perbuatan, dan tindak pidanaformil yang menekankan pada perbuatan. Tindak pidana materiilmemerlukan (perlu terlebih dahulu dibuktikan) adanya akibat dalam hal initerjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan. Tindak pidanaformal, tidak memerlukan adanya akibat, namun jika telah melanggarrumusan ketentuan pidana (ketentuan peraturan perundang-undangan),maka telah dapat dinyatakan sebagai telah terjadi tindak pidana dankarenanya pelaku dapat dijatuhi hukuman. Tindak pidana formal dapatdigunakan untuk memperkuat sistem tindak pidana materiil jika tindakpidana materiil tersebut tidak berhasil mencapai target bagi pelaku yangmelakukan tindak pidana yang berskala ecological impact. Artinya tindakpidana formal dapat digunakan bagi pelaku tindak pidana lingkungan yangsulit ditemukan bukti-bukti kausalitasnya. Tindak pidana formal ini tidakdiperlukan akibat (terjadinya pencemaran dan atau perusakan lingkungan)yang timbul, sehingga tidak perlu dibuktikan adanya hubungan sebab akibat(causality) dari suatu tindak pidana lingkungan. Hal yang perlu diketahuidalam tindak

28

Page 30: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 30/395

1

2

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

pidana formal dalam UUPPLH, yaitu, seseorang telah melakukanpelanggaran atas peraturan perundang-undangan atau izin. KetentuanPasal 98 ayat (2), (3) UUPPLH dan Pasal 99 ayat (2), (3) UUPPLH, jika disimak lebih lanjut mengandung makna selain termasuk delik formal jugadelik materiil. Pasal 98 ayat (2), (3) UUPPLH dan Pasal 99 ayat (2), (3)UUPPLH mengatur bahwa seseorang harus bertanggungjawab atasperbuatannya yang melanggar baku mutu udara ambien, baku mutu air, bakumutu air laut, atau kriteria kerusakan lingkungan, sehingga orang lukadan/atau bahaya kesehatan manusia, atau mengakibatkan orang luka beratatau mati. Dalam kasus ini harus dibuktikan hubungan sebab akibat antaraperbuatan pelanggaran baku udara ambien, baku mutu air, baku mutu airlaut, atau kriteria kerusakan lingkungan tersebut dengan terjadinya orangluka dan/atau bahaya kesehatan manusia atau luka berat atau kematian.Akan tetapi, jika ternyata tidak terbukti bahwa terjadinya pelanggaran bakumutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut atau kriteria kerusakanlingkungan menyebabkan orang luka dan atau bahaya kesehatan manusiaatau luka berat atau kematian, maka pelaku dibebaskan dari tindak pidanamateriil, namun ia tetap harus bertanggungjawab atas perbuatannya karenamelanggar tindak pidana formal. Terkait dengan tindak pidana yang selainmengandung delik formal dan materiil, Jaksa Penuntut Umum yangmenangani kasus tersebut hendaknya mendakwakan pelaku dengandakwaan alternatif dan kumulatif. Artinya, jika dakwaan berdasarkan tindakpidana materiil tidak berhasil dibuktikan, maka dakwaan berdasarkan tindakpidana formal dapat dilakukan. Berdasarkan Pasal 98 UUPPLH sampaidengan Pasal 105 UUPPLH, tindak pidana lingkungan yaitu berupa: 1. Pasal98 UUPPLH dan Pasal 99 UUPPLH: a. Pasal 98 ayat (1) UUPPLH dan Pasal 99ayat (1) UUPPLH: melakukan perbuatan: yang mengakibatkan dilampauinya:- baku mutu udara ambien, - baku mutu air, - baku mutu air laut, atau -kriteria baku kerusakan lingkungan hidup b. Pasal 98 ayat (2) UUPPLH danPasal 99 ayat (2) UUPPLH melakukan perbuatan: yang mengakibatkandilampauinya: - baku mutu udara ambien, - baku mutu air,

29

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

-

Page 31: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 31/395

2

1

2

baku mutu air laut, atau - kriteria baku kerusakan lingkungan hidupyang mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia.c. Pasal 98 ayat (3) UUPPLH dan Pasal 99 ayat (3) UUPPLH: melakukanperbuatan: yang mengakibatkan dilampauinya: - baku mutu udara ambien, -baku mutu air, - baku mutu air laut, atau - kriteria baku kerusakan lingkunganhidup yang mengakibatkan orang luka berat atau mati. Tindak pidana yangdilakukan berdasarkan Pasal 98 UUPPLH dilakukan dengan sengaja,sedangan tindak pidana yang dilakukan dalam Pasal 99 UUPPLH, dilakukandengan kelalaian. 2. Pasal 100 UUPPLH: melakukan perbuatan melanggar: -baku mutu air limbah, - baku mutu emisi, atau - baku mutu gangguanBerdasarkan Pasal 100 ayat (2) UUPPLH, tindak pidana ini baru dapatdikenakan apabila sanksi administratif yang telah dijatuhkan tidak dipatuhiatau pelanggaran dilakukan lebih dari satu kali. Kemudian, penjelasan umumUUPPLH, menyatakan “... Penegakan hukum pidana lingkungan tetapmemperhatikan asas ultimum remedium yang mewajibkan penerapanpenegakan hukum pidana sebagai upaya terakhir setelah penerapanpenegakan hukum administrasi dianggap tidak berhasil. Penerapan asasultimum remedium ini hanya berlaku bagi tindak pidana formil tertentu, yaitupemidanaan terhadap pelanggaran baku mutu air limbah, emisi, dangangguan....”, maka untuk tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal100 UUPPLH, berlaku asas ultimum remedium. 3. Pasal 101 UUPPLH:melakukan perbuatan: bertentangan dengan peraturan perundang-undanganatau izin - melepaskan dan/atau

30

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

-

mengedarkan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup 4.Pasal 102 UUPPLH: melakukan perbuatan: pengelolaan limbah B3tanpa izin 5. Pasal 103 UUPPLH: melakukan perbuatan: menghasilkan limbahB3 dan tidak melakukan pengelolaan 6. Pasal 104 UUPPLH: melakukanperbuatan: dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hiduptanpa izin 7. Pasal 105 UUPPLH: melakukan perbuatan: memasukkan limbahke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia 8. Pasal 106UUPPLH: melakukan perbuatan: memasukkan limbah B3 ke dalam wilayahNegara Kesatuan Republik Indonesia 9. Pasal 107 UUPPLH: melakukanperbuatan: memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang–undangan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia 10. Pasal

Page 32: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 32/395

1

2

1

2

108 UUPPLH: melakukan perbuatan: pembakaran lahan 11. Pasal 109UUPPLH: melakukan perbuatan: melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpamemiliki izin lingkungan 12. Pasal 110 UUPPLH:

31

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

melakukan perbuatan: menyusun amdal tanpa memiliki sertifikatkompetensi penyusun amdal 13. Pasal 111 UUPPLH: Pejabat: a.pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapidengan amdal atau UKL- UPL b. pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yangmenerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan tanpa dilengkapi dengan izinlingkungan 14. Pasal 112 UUPPLH Pejabat pengawas: tidak melakukanpengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatanterhadap peraturan perundang-undangan dan izin lingkungan yangmengakibatkan terjadinya: -- pencemaran dan/atau kerusakan lingkunganyang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia 15. Pasal 113 UUPPLH:melakukan perbuatan berupa: a. memberikan informasi palsu, b.memberikan informasi menyesatkan, c. menghilangkan informasi, d.merusak informasi, atau e. memberikan keterangan yang tidak benar yangdiperlukan dalam kaitannya dengan pengawasan dan penegakan hukumyang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup 16.Pasal 114 UUPPLH penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan: - tidakmelaksanakan paksaan pemerintah 17. Pasal 115 UUPPLH melakukanperbuatan: mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkanpelaksanaan tugas pejabat pengawas lingkungan hidup dan/atau pejabatpenyidik pegawai negeri sipil

32

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

V.

Pengertian “setiap orang” dalam Pasal 1 angka (32) UUPPLH, adalahorang perorangan atau badan usaha baik yang berbadan hukummaupun yang tidak berbadan hukum.

Page 33: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 33/395

2

1

Suatu badan hukum merupakan suatu badan (entity) yang keberadaannya terjadi karena hukum atauundang-undang, dan sebagai subyek hukum secara materiil ia (badan hukum) mencakup hal-hal sebagaiberikut: 1. Kumpulan atau asosiasi modal (yang ditujukan untuk menggerakkan kegiatan perekonomian danatau tujuan khusus lainnya. 2. Kumpulan modal ini dapat melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling)dalam hubungan-hubungan hukum (rechtsbetrekking), dan ini menjadi tujuan dari sifat dan keberadaanbadan hukum, sehingga ia dapat digugat atau menggugat di depan pengadilan. 3. Modal yang dikumpulkanini selalu diperuntukkan bagi kepentingan tertentu, berdasarkan pada ketentuan-ketentuan peraturanperundang-undangan yang mengaturnya. Sebagai suatu perkumpulan modal, maka kumpulan modaltersebut harus dipergunakan untuk dan sesuai dengan maksud dan tujuan yang sepenuhnya diatur dalamstatuta atau anggaran dasarnya, yang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 4. Kumpulanmodal ini mempunyai pengurus yang akan bertindak untuk mewakili kepentingan badan hukum ini, yangberarti adanya pemisahan antara keberadaan harta kekayaan yang tercatat atas nama kumpulan modal inidengan pengurusan harta kekayaan tersebut oleh pengurus. 5. Keberadaan modal badan hukum ini tidakdikaitkan dengan keanggotaan tertentu. Setiap orang yang memenuhi syarat dan persyaratan yang diaturdalam statuta atau anggaran dasarnya dapat menjadi anggota badan hukum ini dengan segala hak dankewajibannya. 6. Sifat keanggotaannya tidak permanen dan dapat dialihkan atau beralih kepada siapapunjuga, meskipun keberadaan badan hukum ini sendiri adalah permanen atau tidak dibatasi jangka waktuberdirinya. 7. Tanggungjawab badan hukum dibedakan dari tanggungjawab pendiri, anggota, maupunpengurus badan hukum tersebut. 6

6 Gunawan Wijaya, 2008, Seri Pemahaman Perseroan Terbatas: ResikoHukum Pemilik, Direksi & KomisarisPT, Forum Sahabat, Jakarta, hal. 15-16.

33

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tindak pidana lingkungan yang dilakukan untuk dan atau atas nama badan hukum, setidak-tidaknyadidalamnya terdapat, bahwa: 1. tindakan ilegal dari badan hukum dan agen-agennya berbeda denganperilaku kriminal kelas sosio-ekonomi bawah dalam hal prosedur administrasi. Karenanya, yang dilakukanbadan hukum tidak hanya tindakan kejahatan atas hukum pidana, tetapi juga pelanggaran atas hukumperdata dan administrasi. 2. baik badan hukum (sebagai "subyek hukum perorangan "legal persons") danperwakilannya termasuk sebagai pelaku kejahatan (as illegal actors), dimana dalam praktek yudisialnya,antara lain bergantung pada kejahatan yang dilakukan, aturan dan kualitas pembuktian dan penuntutan. 3.motivasi kejahatan yang dilakukan badan hukum bukan hanya bertujuan untuk keuntungan pribadi,melainkan pada pemenuhan kebutuhan dan pencapaian keuntungan organisasional. Tidak menutupkemungkinan motif tersebut ditopang pula oleh norma operasional (internal) dan sub- kultur organisasional.Makalah ini pembahasan badan usahanya hanya untuk bentuk Perseroan Terbatas (PT) sebagai badanhukum. PT merupakan subyek hukum tidak hanya menjalankan kegiatannya sesuai dengan prinsip ekonomi(mencari keuntungan yang sebesar-besarnya) tetapi juga mempunyai kewajiban untuk mematuhi peraturanhukum di bidang ekonomi yang digunakan pemerintah guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat dankeadilan sosial. Tanggungjawab sosial dan moral perusahaan dicerminkan dari suatu perusahaan yangbertanggungjawab atas tindakan dan kegiatan bisnisnya yang mempunyai pengaruh atas orang-orangtertentu, masyarakat, serta lingkungan di mana perusahan itu beroperasi. Secara positif perusahaandiharapkan untuk ikut melakukan kegiatan tertentu yang tidak semata-mata didasarkan pada perhitungankeuntungan kontan yang langsung, melainkan juga demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.Perusahaan sebagai bagian dari masyarakat yang lebih luas, perlu ikut memikirkan dan menyumbangkansesuatu yang berguna bagi kepentingan hidup bersama dalam masyarakat. Kepedulian perusahaan

Page 34: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 34/395

1

2

2

terhadap lingkungan hidup, kelestarian hutan, kesejahteraan masyarakat sekitar, dan seterusnya akanmenciptakan iklim yang lebih menerima perusahaan itu beserta produk-produknya. Sebaliknya,ketidakperdulian perusahan akan selalu menimbulkan sikap protes, permusuhan, dan penolakan ataskehadiran perusahaan itu beserta produknya, tidak hanya dari masyarakat setempat di sekitar perusahaanitu melainkan juga sampai pada tingkat internasional. 34

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Beberapa peranan yang diharapkan terhadap PT di dalam proses modernisasi atau pembangunan,diantaranya memperhatikan dan membina kelestarian kemampuan sumber alam dan lingkungan hidup. 7Menyerasikan antara lingkungan hidup dengan pembangunan bukan hal yang mudah, sehingga perludilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. 8

Pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan 9 terus meningkat sejalandengan meningkatnya kegiatan industri atau sejenisnya, tentunyalingkungan hidup perlu mendapat perlindungan hukum.

10 7

Perhatikan, Hamzah Hatrik, 1996, Asas Pertanggungjawaban KorporosiDalam Hukum Pidana Indonesia (Strict Liability dan VicoatiousLiability), PT Raja Grafindo Persada, hal. 24 - 25. A. Sonny Keraf,2002,"Pembangunan berkelanjutan atau Berkelanjutan Ekologii", dalam ErmanRajagukguk dan Ridwan. Khairandy, 2002, Hukum dan Lingkungan Hidup diIndonesia, 75 tahun Prof. Dr. Kcesnadi Hardjasoemantri, SH.ML., UI, Jakarta,hal. 19-20.

"Tolak ukur keberhasilan dan kemajuan masyarakat ... adalah kualitas kehidupan yang dicapai denganmenjamin kehidupan ekologis, sosial, budaya dan ekonomi secara proporsional. Gaya hidup yangdibangunpun tidak lagi gaya hidup yang didasarkan pada produksi dan konsumsi yang berlebihan,melainkan apa yang disebut Arne Naess sebagai simple in means, but rich in ends." 8 Suparmoko, M, 1997,Ekonomi Sumberdaya alam dan Lingkungan (Suatu Pendekatan Teoritis), BPFE, Yogyakarta, hal. 56 - 57.Ada pendapat yang menyatakan bahwa memburuknya lingkungan bukan merupakan akibat dariindustrialisasi melainkan karena kapitalisme dalam industrialisasi tersebut. Pemilikan swasta terhadap alat-alat produksi, perekonomian pasar, dan motif mencari ltaba, telah menyebabkan perekonomian terikat padatujuan demi untuk pertumbuhan ekonomi, .... Target pertumbuhan seringkali mengabaikan dampak negatifyang merusak lingkungan asalkan banyak barang baru dapat diciptakan, dan mungkin sekali tidakmempertimbangkan apakah sumberdaya alam itu dapat diperbaharui atau tidak .... Hubungan antaraindustrialisasi dan lingkungan serta pengurasan sumberdaya alam berkembang secara eksponensial danada bahaya yang nyata bahwa akan ada saat di mana kegiatan harus jalan terus dan akan membawakepada kehancuran dari kehidupan industri itu sendiri. Pemecahannya apabila dengan terus meningkatkanpertumbuhan dan kemajuan teknik untuk mengatasi masalah tersebut, maka rasanya tidak ada masalahdalam masyarakat industri, tetapi bila yang ditempuh adalah tanpa pertumbuhan, maka akan membawamasyarakat kembali ke zaman tradisional dengan kehidupan yang sederhana. 9 Pasal 1 angka (12) UUPLHPencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, ataukomponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke

Page 35: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 35/395

1

2

1

tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.Pasal 1 angka (14) UUPLH Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan yang menimbulkan perubahanlangsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/atau hayati yang mengakibatkan lingkungan hiduptidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan. 10 Koesnadi Hardjasoemantri, 2002,Hukum Tata Lingkungan", Gadjahmada University Press, Yogyakarta, hal. 95. 35

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan, kebanyakan dilakukan dalam konteks menjalankansuatu usaha ekonomi dan sering juga merupakan sikap penguasa maupun pengusaha yang tidakmenjalankan atau melalaikan kewajiban-kewajibannya dalam pengelolaan lingkungan hidup. 11 Hukumpidana dapat memberikan sumbangan dalam perlindungan hukum bagi lingkungan hidup 12 , namundemikian perlu diperhatikan pembatasan-pembatasan yang secara inheren terkandung dalam penerapanhukum pidana tersebut, seperti asas legalitas maupun asas kesalahan. 13 Pertanggungjawaban pidanasuatu PT dalam kasus lingkungan hidup, diatur dalam Pasal 116 UUPPLH. Ketentuan Pasal 116 UUPPLH,berbunyi: (1) Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha,tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada: a. badan usaha; dan/atau "...lingkungan hidupdengan sumber-sumber dayanya adalah kekayaan bersama yang dapat digunakan setiap orang, yangharus dijaga untuk kepentingan masyarakat dan untuk generasi mendatang. Perlindungan lingkungan hidupdan sumber daya alamnya dengan demikian mempunyai tujuan ganda, yaitu melayani kepentinganmasyarakat secara keseluruhannya dan melayani kepentingan-kepentingan individu.” 11

Wahono Baoed, 1996, Penegakcrn Hukum Lingkungan melaluiKetentuan- ketentuan Hukum Pidana, Mahkamah Agung RI, Jakarta, hal.42. Lihat Harald Hohmann, 1994, Precautionary Legal Duties and Principlesof Modern International Environmental Law, Graham & Trotman/ MartinusNijhoff, London/ Dordrecht/ Boston, menyatakan

"The modern resource- economical and ecological approach, in addition to protecting health, social, estheticand economic interest, aims at shaping the environment for its own sake with the goal of sustainable useand optimal resources management." 12 Alvi Syahrin, 2002, Asas-asas dan Penegakan Hukum LingkunganKepidanaan, Penerbit Pustaka Bangsa Press, Medan, hal. 2 - 3. Dari sudut pandang hukum lingkungan,kemungkinan untuk mengatur masalah-masalah lingkungan hidup dengan bantuan hukum pidana sangatlahterbatas. Tristam P. Mceliono, 1994, Kekhawatiran Masa Kini, Pemikiran Mengenai Hukum PidanaLingkungan Dalam Teori dan Praktek, hal. 6 - 7. Bilamana kebijakan lingkungan tidak dirumuskan dalambentuk norma hukum, maka tidak dapat dilakukan penegakan hukum melalui pendayagunaan hukumpidana.... upaya penegakan melalui sarana hukum pidana lebih merupakan pelengkap daripada instrumenpengatur. 13 Perhatikan Hyman Gross, 1979, A Theory of Criminal Justice, New York: Oxford UniversityPress, h. 419; All legal systems of course tolerate some criminal liability of this sort, through in differentcountries there are important differences in the kind of harm that must be threatened by the negligent activitybefore the criminal law takes notice. 36

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

b. orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang bertindak sebagaipemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut. (2) Apabila tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana

Page 36: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 36/395

1

2

dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang, yang berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkanhubungan lain yang bertindak dalam lingkup kerja badan usaha, sanksi pidana dijatuhkan terhadap pemberiperintah atau pemimpin dalam tindak pidana tersebut tanpa memperhatikan tindak pidana tersebutdilakukan secara sendiri atau bersama-sama. maka dapat dijelaskan dijelaskan sebagai berikut: 1.Ketentuan Pasal 116 UUPPLH menetapkan bahwa disamping orang secara pribadi, tindak pidanalingkungan dapat dilakukan oleh PT;. 2. Penyebutan badan usaha (dibaca PT) menunjukkan bahwa subyekhukum pidana lingkungan adalah badan hukum (dibaca PT) dan bentuk organisasi lain yang bukan badanhukum. 3. Prinsip dalam pertanggungjawaban pidana PT dikenakan kepada: a. PT; atau b. PT dan Merekayang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana; atau c. PT dan Mereka yang bertindak sebagaipimpinan dalam melakukan tindak pidana; atau d. Mereka yang pemberi perintah untuk melakukan tindakpidana; atau e. Mereka yang bertindak sebagai pimpinan dalam melakukan tindak pidana. PT dianggaptelah melakukan tindak pidana lingkungan jika tindak pidana lingkungan tersebut dilakukan oleh orang-orang yang ada hubungan kerja dengan badan usaha maupun hubungan lain dengan PT, yang bertindakdalam lingkungan (suasana) aktivitas usaha PT yang bersangkutan. Hubungan kerja tersebut merupakanhubungan antara pengusaha/orang perorangan (mempunyai badan usaha) dan pekerja yang didasarkanpada perjanjian kerja. Dengan demikian, baik PT maupun orang-orang yang memberi perintah ataubertindak sebagai pemimpin dalam lingkungan (suasana) aktivitas usaha korporasi yang bersangkutan,dapat dituntut pidana dan dijatuhi sanksi pidana beserta tindakan tata tertib. Sebaliknya, suatu PT juga akanterbebas dari pertanggungjawaban secara pidana atau dianggap tidak bersalah, jika PT bisa membuktikanbahwa PT tidak melakukan suatu kesalahan, berhubung orang-orang yang melakukan perbuatan itu tidakada 37

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

hubungan kerja atau hubungan lainnya dengan PT atau perbuatan itu dilakukan oleh seseorang di luarlingkungan aktivitas usaha PT itu. Kapan dimintakannya pertanggungjawaban pidana kepada PT itu sendiri,atau kepada pengurus PT atau kepada pengurus beserta PT, ini menjadi permasalahan dalam praktek 14 ,karena dalam kasus lingkungan hidup. ada kesulitan untuk membuktikan hubungan kausal antarakesalahan di dalam struktur usaha dan prilaku/ perbuatan yang secara konkrit telah dilakukan. 15 Untukmenghindari kesulitan pembuktian di atas, memang bisa dilakukan dengan meletakkan soal dapat tidaknyadimintakan pertanggungjawaban pidana 16 terhadap badan hukum yaitu dengan cara mengklasifikasikanpelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban badan hukum untuk melakukan pengawasan serta tidakdipenuhinya dengan baik fungsi kemasyarakatan yang dimiliki oleh badan hukum. 17 14

Smith dan Hogan dalam bukunya Criminal Law 1992. ButterworthsLondon, Dublin and Edinburgh menyatakan bahwa korporasi dapatdimintakan pertanggungan jawaban pidana hanya terbatas kepada dewandireksi, komisaris atau pihak berwenang lainnya yang mewakili perusahaan15 Lihat Guideline for the Criminal Enforcement of Environmental Law, 1994,National Support Bureau of the Dutch Prosecution Service, Netherlands.Dikatakan bahwa: One of the characteristics is that the committingenvironmental crime is not one of the objectives of the company as a whole,but that it is part of the management objectives of the company. Theimprovement of company results, saving on the required environmentalexpenses, obtaining a 'higher turn- over by illegal acts, are the main drivebehind this. The crimes first and foremost involve waste.

Page 37: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 37/395

2

16 Ada beberapa teori pertanggungjawaban pidana korporasi, diantaranya: 1. Doktrin pertanggungjawabanpidana langsung (Direct Liability Doctrine) atau teori Indentifikasi (Identification Theory) atau disebut jugateori/doktrin "alter ego" atau "teori organ". Perbuatan/kesalahan "pejabat senior" ("senior officer")diidentifikasikan sebagai perbuatanlkesalahan korporasi. 2. Doktrin Pertanggungjawaban Pidana Pengganti(Vicarious Liability). Bertolak dari doktrin "respondeat superior". Didasarkan pada "employment principle"bahwa majikan adalah penanggungjawab utama dari perbuatan buruh/karyawan. 3. Doktrinpertanggungjawaban Pidana yang ketat menurut undang-undang ("Strict Liability') Pertanggungjawabankotporasi semata-mata berdasarkan undang-undang, yaitu dalam hal korporasi melanggar atau tidakmemenuhi kewajiban/kondisi/situasi tertentu yang ditentukan undang-undang. Lebih lanjut, baca BardaNawawi Arief, 2003, Kapita Selekta Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 233 - 238, M.Yahya Harahap, 1997, Beberapa Tinjauan Tentang Permasalahan Hukum, Buku I, PT. Citra Aditya Bakti,Bandung, Hal 19-58, Barda Nawawi Arief, 1994, Perbandingan Hukum Pidana, Rajawali Pers, Jakarta, HaI88-110, H. Setiom, 2002, Kejahatan Korporasi; Analisis Viktimologis dan Pertanggungjawaban KorporasiDalam Hukum Pidana Indonesia, Averoes Press, Matang, Ha1125-160. 17 Pelanggaran terhadap kewajibankorporasi dapat diterapkan doktrin pertangungjawaban pidana yang ketat menurut undang-undang atauyang disebut 38 Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut Hari Lingkungan Hidup SeduniaTahun 2011 Menurut A.L.J. Van Strien, bagaimanapun beratnya akibat/dampak dari kriminalitas lingkungan,kita tetap harus memperhatikan aspek-aspek pembatasan penyelenggaraan kekuasaan dari asas legalitasmaupun asas kesalahan. Cara bagaimana kedua asas itu dikonkritasikan, tergantung pada tindak pidanayang dilakukan. 18 Menetapkan badan hukum sebagai pelaku tindak pidana, dapat dengan berpatokanpada kriteria pelaksanaan tugas dan/atau pencapaian tujuan-tujuan badan hukum tersebut. Badan hukumdiperlakukan sebagai pelaku jika terbukti tindak bersangkutan dilakukan dalam rangka pelaksanaan tugasdan/atau pencapaian tujuan badan hukum, juga termasuk dalam hal orang (karyawan perusahaan) yangsecara faktual melakukan tindak bersangkutan yang melakukannya atas inisiatif sendiri serta bertentangandengan instruksi yang diberikan. Namun dalam hal yang terakhir ini tidak menutup kemungkinan badanhukum mengajukan keberatan atas alasan tiadanya kesalahan dalam dirinya. Menetapkan PT sebagaipelaku tindak pidana, dapat dilihat dari kewenangan yang ada pada PT tersebut. PT secara faktualmempunyai wewenang mengatur/ menguasai dan/atau memerintah pihak yang dalam kenyataanmelakukan tindak terlarang. PT yang dalam kenyataannya kurang/ tidak melakukan dan/ataumengupayakan kebijakan atau tindak pengamanan dalam rangka mencegah dilakukannya tindak terlarangdapat diartikan bahwa PT itu menerima terjadinya tindakan terlarang tersebut, sehingga PT dinyatakanbertanggung jawab atas kejadian tersebut. PT dalam upaya pengelolaan lingkungan hidup mempunyaikewajiban 19 untuk membuat kebijakan/ langkah-langkah yang harus diambilnya 20 , yaitu: dengan " .

strict liability" , apalagi kalau korporasi tersebut menjalankan usahanyatanpa izin, atau korporasi pemegang izin yang melanggar syarat-syarat(kondisi/situasi) yang ditentukan dalam izin itu. Lebih lanjut, baca, Smith &Hogan, 1992, Criminal Law, Butterworths, London, hal. 98 - 122. 18 Tristam P.Mceliono, Op cit., hal. 246 - 247. 19 Kewajiban adalah suatu peraaan yangharus dilaksanakan oleh pemegangnya. Setiap orang dapat dipaksa untukmelaksanakan kewajibannya. Sehubungan dengan pelaksanaan kewajibantersebut, Hukum Pidana Baru berlaku atau diterapkan jika orang tersebut: I.Sama sekali tidak melakukan kewajibannya, 2. Tidak melaksanakankewajibannya itu dengan baik sebagaimana mestinya, yang dapat berarti a.kurang melaksanakan kewajibannya; b. terlambat melaksanakankewajibannya, atau c. salah dalam melaksanakan kewajibannya, baik secaradi sengaja maupun ridak disengaja 3. Menyalahgunakan pelaksanaankewajiban itu. 20 Alvi Syahrin, Op.cit., hal. 62

Page 38: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 38/395

1

2

2

39

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

1. merumuskan kebijakan di bidang lingkungan; 2. merumuskanrangkaian/struktur organisasi yang layak (pantas) serta menetapkansiapa yang bertang-gungjawab atas pelaksanaan kebijakan lingkungantersebut; 3. merumuskan instruksi/aturan-aturan internal bagi pelaksanaanaktifitas-aktifitas yang mengganggu lingkungan dimana juga harusdiperhatikan bahwa pegawai-pegawai perusahaan mengetahui danmemahami instruksi-instruksi yang diberlakukan perusahaan yangbersangkitan; 4. penyediaan sarana-sarana finansial atau menganggarkanbiaya pelaksanaan kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup. Jikaterhadap kewajiban-kewajiban di atas badan hukum tidak atau kurangmemfungsikan dengan baik, hal ini dapat merupakan alasan untukmengasumsikan bahwa PT kurang berupaya atau kurang kerja keras dalammencegah (kemungkinan) dilakukan tindak terlarang. Untuk menetapkan PT

sebagai pelaku tindak pidana lingkungan ada beberapa faktor yang harusdiperhatikan, yaitu: 1. Apakah kasus tersebut berkenan dengan tindakpidana dimana gangguan terhadap kepentingan yang dilindungi dinyatakansebagai tindak pidana; 2. Norma-norma ketelitian/kecermatan yang terkaitpada perilaku yang mengganggu lingkungan; 3. Sifat, struktur dan bidangkerja dari PT tersebut. Menurut Muladi 21 , berkaitan denganpertanggungjawaban korporasi dan memperhatikan dasar pengalamanpengaturan hukum positif serta pemikiran yang berkembang maupunkecendrungan internasional, maka pertanggungjawaban korporasi dalamtindak pidana lingkungan hendaknya memperhatikan hal-hal: 1. Korporasimencakup baik badan hukum (legal entity) maupun non badan hukumseperti organisasi dan sebagainya; 2. Korporasi dapat bersifat privat (privatejuridical entity) dan dapat pula bersifat publik (public entity); 3. Apabiladiidentifikasikan bahwa tindak pidana lingkungan dilakukan dalam bentukorganisasional, maka orang alamiah (managers, agents, employess) dankorporasi dapat dipidana

21

Muladi, 1998, "Prinsip-prinsip dasar Hukum Pidana Lingkungan Dalamkaitannya Dengan UU No. 23 Tahun 197T', Makalah, Seminar Kajian danSosialisasi W No. 23 Tahun 1997, FH UNDIP, Semarang, hal. 17 - 18.

40

Page 39: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 39/395

1

2

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama (bi- punishmentprovision);4. Terdapat kesalahan manajemen Main korporasi dan terjadi apa yangdinamakan breach of - a statutory or regulatory provision; 5.Pertanggungjawaban badan hukum dilakukan terlepas dari apakah orang-orang yang bertanggungjawab di dalam badan hukum tersebut berhasildiidentifikasikan, dituntut dan dipidana; 6. Segala sanksi pidana dantindakan pada dasarnya dapat dikenakan pada korporasi, kecuali pidanamati dan pidana penjara. Dalam hal ini perlu dicatat bahwa Amerika Serikatmulai dikenal apa yang dinamakan corporate death penalty dan corporateimprisonment yang mengandung pengartian larangan suatu korporasi untukberusaha di bidang-bidang usaha tertentu dan pembatasan-pembatasan lainterhadap langkah-langkah korporasi dalam berusaha; 7. Penerapan sanksipidana terhadap korporasi tidak menghapuskan kesalahan perorangan; 8.Pemidanaan terhadap korporasi hendaknya memperhatikan kedudukankorporasi untuk mengendalikan perusalaaan, melalui kebijakan pengurusatau para pengurus (corporate executive officers) yang memiliki kekuasaanuntuk memutuskan (power of decision) dan keputusan tersebut telahditerima (accepred) oleh korporasi tersebut. Guna menentukan siapa-siapayang bertanggungjawab di antara pengurus suatu PT yang harus memikulbeban pertanggungjawaban pidana tersebut, harus ditelusuri segi dokumenAMDAL, Izin (lisensi) dan pembagian tugas pekerjaan dalam jabatan jabatanyang terdapat pada PT yang bersangkutan. Penelusuran dari dokumen-dokumen tersebut akan menghasilkan data, informasi dan fakta dampaknegatif yang ditimbulkan oleh kegiatan PT yang bersangkutan dansejauhmana pemantauan dan pengendalian yang telah dilakukan terhadapdampak tersebut. Dari dokumen-dokumen tersebut dapat diketahui pula,bagaimana hak dan kewajiban pengurus-pengurus PT tersebut, untukmemantau, mencegah dan mengendalikan dampak negatif kegiatanperusahaan. Sehingga dari penelusuran itu, akan nyata pula apakahpencemaran dan/atau perusakan lingkungan tersebut terjadi karenakesengajaan atau karena kelalaian. 22 Memperhatikan ketentuan Pasal 67UUPPLH dan Pasal 68 UUPPLH yang menetapkan:

"kewajiban setiap orang memelihara 22 Harun M. Husein, 1993, Lingkungan Hidup Masalah, Pengelolaandan Penegakan Hukumnya, Bumi Aksara, Jakarta, hal. 180 -181. Alvi Syahrin, Op.cit., ha1.51. 41 ProsidingSeminar Nasional Dalam Rangka Menyambut Hari Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011 kelestarianfungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup" dan"berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai perlindungan dan pengelolaanlingkungan hidup, menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup dan menaati ketentuan tentang bakumutu lingkungan hidup dan/atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup", dan ketentuan Pasal 116

Page 40: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 40/395

2

1

UUPPLH, perlu jadi bahan pemikiran untuk menjadikan konsep pertanggungjawaban pidana PT di bidanglingkungan hidup dikenakan kepada PT dan para pengurusnya (dewan direksi), para manajer yangbertanggungjawab dalam pengelolaan lingkungan hidup pada PT (bahkan dapat dimintakan kepada parapemegang saham maupun para komisaris 23 ) secara bersama-sama, dalam hal kegiatan dan/atau usahakorporasi tersebut menyebabkan terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup yang seriusdan/atau menimbulkan kematian manusia. Pertanggungjawaban pidana korporasi, dapat didasarkan kepadahal-hal: 1. Atas dasar falsafah intergralistik, yaksi segala sesuatu hendaknya diukur atas dasarkeseimbangan, keselarasan dan keserasian antara kepentingan individu dan kepentingan sosial; 2. Atasdasar asas kekeluargaan dalam Pasal 33 UUD 1945; 3. Untuk memberantas anomie of succes (kesuksesantanpa aturan); 4. Untuk perlindungan konsumen 5. untuk kemajuan teknologi 24 PT yang mempunyaikesalahan, harus menanggungnya dengan kekayaannya, dan selanjutnya adanya pengetahuan bersamadari sebagian anggota dapat dianggap sebagai kesengajaan PT itu. Kesengajaan bersyarat dan kesalahanringan setiap orang yang bertindak untuk PT itu jika dikumpulkan akan dapat merupakan kesalahan besardari PT itu sendiri. 23

Pertanggungjawaban pidana terhadap para pemegang saham maupunkomisaris merupakan penerapan dari teori penyingkapan tiraiperusahaan (piercing the corporate veil). Penerapan teori piercing thecorporate veil perlu kearifan, kehati-hatian dan pemikiran dalam suatucakrawala hukum dengan visi yang perspektif dan responsif pada keadilan.Penerapan teori pierching the corporate veil perlu memperhatikan teoritentang keterpisahan badan hukum. Lebih lanjut baca: Robert W. Hamilton,2001, Cases and Materials on Corporations Including Partnerships andLimited Liability Companies, American Casebook Series, West Group, hal.298 - 355. Munir Fuady, Op cit, hal. 1- 30.

24 Dwidja Priyatno, 2004, “Kebijakan Legislasi tentang Sistem Pertanggungjawaban Pidana Korporasi diIndonesia”, CV Utomo, Bandung., hal. 66. 42

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

PT dapat mengurangi resiko tanggung jawab lingkungan dari operasi/kegiatannya sehari-hari, dengan cara:l. Memelihara hubungan kerjasama yang baik dengan badan (instansi) yang melakukan pengawasanlingkungan. Pejabat (instansi) yang melakukan pengawasan lingkungan biasanya memberikan kesempatanbagi korporasi untuk memperbaiki pelanggaran yang telah dilakukannya. Perbaikan terhadap pelanggaranyang telah dilakukan menjadikan diterapkannya asas subsidaritas dalam penegakan hukum pidana. 2.Melakukan perbaikan yang sesegera mungkin terhadap pemberitahuan pelanggaran yang dilakukan danperbaikan tersebut didokumentasikan dengan baik. 3. Mencari nasehat hukum sebelum meresponpemeriksaan oleh pejabat (instansi) yang melakukan pengawasan lingkungan, agar dapat merespon secaratepat pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh pejabat (instasi) tersebut. 4. Memelihara catatan-catatansecara rinci mengenai pembelian dan pembuangan B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) yang digunakandalam kegiatan operasional korporasi, sehingga a. catatan pembuangan limbah secara tepat dapatdiketahui guna pembelaan terhadap aksi penegakan hukum, dan b. jumlah dan jenis bahan kimia yangdigunakan korporasi dapat ditetapkan. 5. Membuang limbah B3 hanya melalui perusahaan pembuanganlimbah B3 yang handal dan kredibel, jika mungkin korporasi melakukan daur ulang. - Kontrak dengan pihakyang menangani limbah harus diperiksa dan diteliti oleh korporasi dan konsultan hukumnya guna menjaminbahwa proses penanganan limbah telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 6.

Page 41: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 41/395

1

1

Menerapkan suatu program pemenuhan dan pengurangan B3 yang komprehensif, antara lain mencurahkanperhatian dan dana untuk evaluasi atas penggunaan B3 dengan melakukan pembuatan serta penerapanrencana yang komprehensif untuk pengurangan dan pencegahan dari penggunaan B3. Perusahaanmemenej, mengukur, meningkatkan dan mengkomunikasikan aspek-aspek lingkungan dari operasikegiatannya dengan cara yang sistematis. Namun demikian, Dewan Direksi PT tidak dapat melepaskandirinya dari pertanggungjawaban pidana dalam hal PT yang dipimpinnya mencemari dan atau merusaklingkungan, oleh karena didasarkan kepada Pasal 97 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan 43

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Terbatas (UUPT) jo. Pasal 2 dan 4 UUPT 25 dan kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPLHserta prinsip hukum yang terbit dari adanya duty of care 26 . "Duty of care " direksi ”27 , antara lain: 1.Direktur mempunyai kewajiban untuk pengelolaan perusahaan dengan iktikad baik (good faith) dimanadirekur tersebut harus melakukan upaya yang terbaik dalam pengelolaan perusahaan sesuai dengan kehati-hatian (care) sebagaimana orang biasa yang harus berhati-hati, 2. Kewajiban atas standard kehati-hatianditentukan oleh kewajiban seorang direktur sesuai dengan penyelidikan yang rasional. Kegagalan untukmelaksanakan "duty of care " tersebut dengan sendirinya merupakan pelanggaran terhadap fiduciary dutytanpa memperhatikan apakah perbutan tersebut sebenarnya menimbulkan kerugian pada pemberi fiducia28 , oleh karena pemegang kepercayaan diharuskan untuk menerapkan standard perilaku yang lebih tinggidan dapat diminta pertanggungjawabannya berdasarkan doktrin "constructive fraud " untuk pelanggaranfiduciary duty 29 . 25 Dahulu diatur dalam Pasal 82 UUNo. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas Direksibertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan sertamewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Pasa1 2 UU No. 1 Tahun 1995 Kegiatanperseroan harus sesuai dengan maksud dan tujuannya serta tidak bertentangan dengan peraturanperundang-undangan, ketertiban umum, dan atau kesusilaan. 26 Selanjutnya lihat Katarina Pistor &Chenggang Xu, 2002, Fiduciary Duty in Transitional Civil Law Jurisdictions, European CorporateGovernance Institute (ECGI), dikatakan bahwa konsep Fiduciary Duty dari Anglo Amerikan tidak mudahuntuk diangkat, baik ke dalam sistem civil law atau ke dalam transisi ekonomi. konsep ini merupakan halyang penting bagi pengadilan karena menyebabkan pengadilan bersikap reaktif. Implikasi normatif darianalisis ini bahwa usaha perubahan dititikberatkan pada peran pengadilan. Tata cara atau prosedur yangharus diperketat dan peraturanperaturan substantif harus dibuat untuk menggalakkkan lembaga litigasi. 27Detlev F. Vagts, 1989, Basic Corporation Law, Materials-CasesText, University Casebook Series, Westbury,New York., lihat juga, James D. Cox, Thomas Lee Hazen dan F. Hodge O'Neal, 1997, Corporations, AspenLaw & Business, A Division of Aspen Publishers, Inc, New York, hal. 180 - 181. Mun'v Fuady, 2002, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law & Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, Penerbit PT Citra AdityaBakti, Bandung, hal. 51. 28 Perhatikan, Zulkarnain Sitompul, 2002, Perlindungan Dana Nasabah Suatugagasan tentang Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia, Program Pascasarjana FakultasHukum UI, Jakarta, hal. 33. 29 Perhatikan, Bismar Nasution, 2001, Keterbukaan dalam Pasar Modal, UIFakultas Hukum Program Pascasarjana, Jakarta, hal. 72. 44

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Makna dan aspek iktikad baik yang lain dalam konteks pengurusan PT adalah patuh dan taat (obedience)terhadap hukum dalam arti luas, terhadap peraturan perundang-undangan dan Anggaran Dasar PT.Ketaatan mematuhi peraturan perundang-undangan dalam rangka pegurus PT, wajib dilakukan denganiktikad baik, mengandung arti setiap orang Direksi dalam melaksanakan pengurusan perseroan, wajibmelaksanakan ketentuan perundang-undangan yang berlaku (statutory duty). Jika anggota Direksi tahutindakannya melanggar peraturan perundang- undangan yang berlaku, atau tidak hati-hati atau sembrono

Page 42: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 42/395

1

2

(carelessly) dalam melaksanakan kewajiban mengurus Perseroan, mengakibatkan pengurusan itumelanggar peraturan perundang-undangan maka tindakan pengurusan itu “melawan hukum” (onwettig,unlawful). Dengan demikian, direktur tidak dapat melepaskan diri dari pertanggungjawaban pidana dalamhal terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan, hal ini disebabkan direksi memiliki"kemampuan" dan "kewajiban" untuk mengawasi kegiatan korporasi termasuk kewajiban untuk melakukanpelestarian fungsi lingkungan hidup. Untuk menilai apakah direksi melakukan pengawasan yang cukupterhadap kegiatan-kegiatan (operasional) PT, dapat dilihat dari: a. Partisipasi direksi di dalam penciptaandan persetujuan atas rencana bisnis korporasi yang ada kaitannya dengan pengelolaan lingkungan hidup, b.Partisipasi aktif di bidang manajemen, khususnya menyangkut kegiatan yang berkaitan dengan B3; c.Melakukan pengawasan terhadap fasilitasfasilitas korporasi secara berulang-ulang; d. Mengambil tindakanterhadap karyawan/bawahan yang melanggar ketentuan-ketentuan dalam pengelolaan lingkungan hidup; e.Menunjuk/mengangkat individu yang memiliki kualitas dan kemampuan untuk bertanggungjawab dalampengelolaan lingkungan hidup korporasi; f. Menunjuk/mengangkat konsultan yang independen untukmelaksanakan audit lingkungan secara berkala; g. Permintaan untuk mendapatkan perangkat/ instrumenguna membantu manajemen maupun operasional korporasi dalam mentaati hukum lingkungan; h. Memintalaporan secara berkala kepada penanggungjawab pengelolaan lingkungan korporasi yang menyangkutpencegahan dan perbaikan. 45

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

i. Meminta kepada manajemen korporasi untuk menerapkan programyang dapat meminimalisir kesalahan karyawan dan melaksanakanprogram penyuluhan. j. Menyediakan cadangan ganti kerugian yangmemadai dalam tanggung jawab korporasi terhadap kemungkinan kerugianlingkungan. k. Direksi korporasi yang peka terhadap masalah lingkunganharus menguji ganti rugi yang memadai, mencakup tanggung jawablingkungan secara khusus. l. Menciptakan lingkungan yang kondusifterhadap kebijakan tanggung jawab direksi dan pejabat sehingga dari aspekkomersil perusahaan asuransi dapat memberi dana yang memadai 30 .

Langkah-langkah yang diambil oleh direksi tersebut di atas dapatmengurangi tanggungjawab lingkungan direksi, setidak-tidaknya tindakandireksi hanya dapat dikategorikan sebagai kealpaan (negligence) bukankesengajaan. Dalam perkembangan selanjutnya dapat dikembangkanpemikian bahwa para pemegang saham dapat dimintakanpertanggungjawaban secara pidana karena pemegang saham memilikitanggung jawab untuk mengontrol atau mengarahkan aktivitas korporasiyang membahayakan lingkungan berdasarkan besarnya persentasi saham.31 Oleh karena itu, bagi pengelola perusahaan yang berpotensimencemarkan/merusak lingkungan hidup, seyogia saya menetapkan"standard

moral bisnis yang tinggi"(high standards of business morality). Pasal 116 ayat(2) UUPPLH di dalamnya terdapat “prinsip vicarious liability”. Berdasarkanprinsip vicarious liability ini, pelaku usaha dapat dituntut bertanggungjawabatas perbuatannya, termasuk perbuatan orang lain tetapi masih di dalam

Page 43: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 43/395

2

1

2

lingkungan aktivitas usahanya atau akibat yang bersumber dari aktivitasnyayang dapat merugikan orang lain.

30

Lebih lanjut lihat, Wilson Sonsini Goodrich dan Rosati, EnvironmentalLaw Bulletin-Corporate Liability : Strategies Corporation, Shareholdersand Directors Can Employ to Reduce Environmental Liability. 31 Dalam Pasal3 Ayat (2) UUPT disebutkan bahwa tanggungjawab pemegang sahammenjadi tidak terbatas apabila: 1. Persyaratan perseroan sebagai bukanhukum belum atau tidak terpenuhi. 2. Pemegang saham yang berangkutanbaik secara langsung maupun tidak langsung dengan itikad burukmemanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan Pribadi. 3.Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawanhukum yang dilakukan oleh perseroan. 4. Pemegang saham yangbersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukummenggunakan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasiutang perseroan.

46

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Berdasarkan prinsip vicarious liability, pimpinan PT atau siapa saja yang memberi tugas atau perintahbertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukan oleh bawahan atau karyawannya. Tanggung jawab inidiperluas hingga mencakup perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang berdasarkan hubungankerja maupun hubungan lain. Dengan demikian, siapa saja yang bekerja dan dalam hubungan apa sajapekerjaan itu dilakukan, selama hal tersebut dilakukan dalam hubungannya dengan korporasi, menjaditanggung jawab korporasi. Menurut Pasal 116 ayat (2) UUPLH, pihak perusahaan yang memberi perintahatau yang bertindak sebagai pemimpin, memiliki kapasitas pertanggungjawaban untuk dipidana. Pasal 116UUPPLH berfungsi mengantisipasi kemungkinan PT bisa berlindung di balik hubungan kontraktual yangdilakukannya dengan pihak lain, kemudian Pasal 116 ayat (2) UUPPLH memberikan perluasan tanggungjawab, sehingga kesimpulan yang dapat diambil dari Pasal 116 ayat (2) UUPPLH, yaitu: 1. Perbuatanadalah atas nama korporasi. 2. Berdasarkan hubungan kerja atau hubungan lain. 3. Bertindak di dalamlingkungan korporasi Selanjutnya, subjek liabilitynya (pihak-pihak yang bertanggungjawab), menurut Pasal116 ayat (2) UUPPLH, yaitu pemberi perintah atau pengambil keputusan atau yang bertindak sebagaipemimpin yang didasarkan kepada hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain.

Perumusan ketentuan pidana lingkungan hidup sebagaimana diaturdalam UUPPLH, mencantumkan unsur sengaja atau kealpaan/kelalaian.Dicantumkannya unsur sengaja atau kealpaan, maka dapat dikatakan bahwapertanggungjawaban pidana terhadap suatu PT dalam UUPPLH menganutprinsip liability based on fault (pertanggungjawaban berdasarkankesalahan), yakni menganut asas kesalahan atau culpabilitas.

Page 44: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 44/395

1

1

-oOo- 47

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

PEMANFAATAN TEKNOLOGI LINGKUNGAN DALAM PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAANLINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH Priana Sudjono Teknik Lingkungan, ITB Email: [email protected] Pengelolaan Lingkungan hidup ditujukan pada peningkatan efisiensi pemanfaatan sumberdaya.Usaha ini menghadapi sekumpulan kendala karena pemanfaatan sumber daya selalu menghasilkanbuangan ataupun dampak negative pada lingkungan.Teknologi lingkungan berkisar pada usaha pemisahanbahan pencemar selain perkiraan penyebarannya di lingkungan.Untuk penetapan kebijakan optimal dalampemanfaatan teknologi, masalah lingkungan perlu dipandang dalam suatu sistem karena masalahlingkungan tidak pernah kecil atau berdiri sendiri.Teknik berpikir sistemik membantu dalam memengertikeseluruhan komponen pembentuk sistem.Kemudian, untuk penyederhanaan masalah nyata, SystemInterrelationship Model dikembangkan.Hubungan logis antar komponen merupakan knowledgepara pakardari berbagi disiplin keilmuan dan hubungan ini bersifat saling mempengaruhi.Hubungan tersebut dapatbersifat numeris yaitu perhitungan teknis dan pembeayaan serta deskriptif logic yaitu segi penerimaanmasyarakan yang diketahui melalui penelitian kualitatif. Latar Belakang Pengelolaan dapat pula diartikansebagai usaha dalam peningkatan efisiensi pemanfaatan suatu sumberdaya.Peningkatan efisiensi menjadisuatu persoalan yang sulit dipecahkan karena adanya suatu kumpulan kendala. Pemanfaatan sumberdayaakan menambah pendapatan, tetapi kerusakan ataupun kerugian dapat ditimbulkan dari hasil sampingberupa bahan buangan cair, padat, maupun gas dan partikel. Berbagai teknologi telah lama dikembangkanuntuk pengurangan atau penguraian bahan buangan tersebut.Pemilihan teknologi bukan saja menyangkutkemampuan atau kecanggihan teknologi, tetapi juga pertimbangan beaya operasi dan pemeliharaan.Suatuhal penting yang perlu disertakan dalam pertimbangan pengambilan keputusan adalah penerimaan danpartisipasi masyarakat. Hal ini memerlukan peninjauan mendalam akan kondisi 48

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

sosial-ekonomi-budaya mesyarakat setempat. Pemanfaatan teknologi Lingkungan dalam kaitannya dengankonservasi hutan, pemukiman, dan pencegahan pencemaran air dibeberapa kasus akandiulas maknanyadalam bahasan. Teknologi Lingkungan Teknologi lingkungan dalam bahasan ini pada pengusahaan secarateknis dalam mencegah terjadinya pencemaran lingkungan air buangan rumah tangga.Teknologipengolahan air buangan meliputi pengolahan fisik, kimia, dan biologi.Pengolahan fisik berupa pengendapanatau pemisahan.Pengolahan kimia menggunakan bahan kimia dalam memisahkan unsur-unsur tertentu,pembuatan gumpalan (flock), maupun untuk pengurangan bakteri ataupun virus.Pengolahan biologimemanfaatkan aktivitas biologi dalam memisahkan unsur-unsur tertentu.Pengolahan biologi dibagi menjadipengolahan aerobic dan anaerobic.Dalam suatu sistem pengolahan air buangan, pengolahan biologi yangpaling banyak diterapkan antara lain lumpur aktif, kontak- stabilisasi, saluran oksidasi (oxidation ditch),kolam oksidasi, dan pengolahan pada lahan basah (wet-land). Teknologi pengolahan buangan cair bisanyabersamaan dengan penerapansistem jaringan pengumpul air buangan. Beberapa kota seperti, Jakarta,Bandung, Jogja maupun Cirebon memiliki saluran air kotor yang dibuat sebelum kemerdekaan RepublikIndonesia. Pada awal tahun 1980an beberapa ibu kota propinsi mendapat prioritas pendanaanpembangunan saluran air buangan, seperti Bandung. Demikian pula pada tahun 2006, beberapa wilayah diDenpasar dibangun saluran air kotor. Di Indonesia, sistem pengolahan biologi seperti lumpur aktif, kontak-stabilisasi, dan saluran oksidasi banyak diterapkan di industry. Misal, Surabaya Industrial Estate Rungkut(SIER) menggunakan saluran oksidasi, komplek industry tekstil Cisirung di Bandung menggunakansistemkontak-stabilisasi.Pengolahan air buangan rumah tangga dari perkotaan hingga saat ini menggunakan

Page 45: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 45/395

1

1

kolam oksidasi seperti di Bojongsoang-Bandung, Suwung-Denpasar,dan Setiabudi- Jakarta. Air kotor yangtelah diolah pada umumnya dialirkan kesungai.Akan tetapi, kualitas air sungai tidak boleh lebih rendah daristandar yang telah ditetapkan.Hal ini yang disebut dengan stream standard. Penetapan lain yaitu effluentstandart yang mengharuskan pengolahan hingga menghasilkan air buangan terolah pada kualitas tertentu.Penetapan efisiensi pengolahan air buangan pada industri bukan suatu hal mudah. Usaha optimasikeputusan antara lain dengan 49

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

mempelajari penyebaran pencemar dan penerapan metoda penelitian operasi berupa program linier atauprogram dinamik. Pengelolaan sampah kota merupakan masalah rumit. Karena hal ini tidak hanyamenyangkut pengurangan dan penanganan sampah yang meliputi pengumpulan, pengangkutan, danpemrosesan akhir serta pengurangan (termasuk reuse dan recycle) (UU no. 18/2008).Kerumitanpengelolaan sampah melibatkan keseluruhan aspek yang berhubungan dengan sampah seperti infrastukturkota dan kondisi masyarakat, sehingga pengelolaan sampah membutuhkan ‘pendekatan sistem’ yangmelibatkan berbagai disiplin keilmuan. Pengurangan sampah dilakukan dengan cara yang dikenal dengan3R (Reduce, reUse, dan reCycle). Reduce diusahakan dengan perencanaan pembuatan produk denganlimbah sedikit dan penggunaan bahan yang bisa didaur ulang.Recycle adalah pemanfaatan kembali dengansuatu proses hingga terbentuklah produk lain.Pelaku dalam pengurangan produksi sampah meliputiPemerintah pusat dan daerah, Usahawan, Masyarakat, Kelompok masyarakat. Kebutuhan dasar dalampenanganan sampah antara lain peralatan, misalnya wadah, alat pengumpulan, dan pengangkutan;Perencanaan rute pengangkutan; Fasilitas daur ulang, dan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Masalahketiadaan TPA terjadi di berbagai kota besar disebabkan bukan hanya ketiadaan lahan dan harga yangtinggi, penerimaan masyarakat juga merupakan kendala yang memerlukan pemecahan. Di TPA, sampahditimbun, dikompos, atau dibakar. Pemanfaatan sampah sebagai bahan bakar pembangkit listrik jugadimungkinkan walaupun halini memerlukan pertimbangan luas.Hal-hal negatif yang perlu dipertimbangkandengan adanya TPA antara lain pencemaran air tanah dan air permukaan oleh leachate (lindi), pencemaranudara (gas dan bau), kemungkinan terjadi kebakaran dan ledakan, perkembangan serangga, estetika dankeindahan alam setempat, perubahan topography, perkembangan rumah dan kegiatan ekonomi disekitarTPA. Pewadahan harus menggunakan tempat yang mudah diangkat dengan cepat.Kegiatan pewadahansampah dilakukan di sumber atau di rumah tangga.Pengumpulan sampah ke tempat tertentu secara manualoleh individu atau bersama-sama langsung ke TPA ataupun melalui transfer depot. Beberapa permasalahanteknis sering ditemukan antara lain kapasitas peralatan dan truk belum memadai, pemeliharaan trukkurang,peningkatan pendidikan dan pembinaan tenaga pelaksanakurang, penanggung jawab berganti secarabirokratis atau politis, koordinasi antar dinas tidak berjalan ancar, kemacetan lalu- lintas, kondisi jalan rusak,dan banjir. 50

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Mengingat kendala–kendala tersebut, pengambilan keputusan dalam pemanfaatan teknologi lingkunganperlu menggunakan teknik optimasi seperti program linear ataupun program dinamik. Program linier:Sebuah fungsi tujuan yaitu memaksimumkan atau meminimumkan ????? ? ???? ? ?? (1) Dan sekumpulanfungsi kendala yang berbentuk ??? ? ????? ? ????? ? (2) Program Dinamik: a. pecahkan persoalan dalamtingkayan (stages) dan kembangkan table perhitungan setiap tingkatnya (stages) b. pergunakan terminologiyang tepat Stage; state variable, dan resources c. harus dapat menggambarkan model sebagai suatu“sequential decision” ? Return pada setiap tingkatan harus fungsi decision variabel yang dibuat padatingkatan (stage) tsb. Hal ini membutuhkan separable objective function ????? ? ?? ?? ??? ? ?? ? ???? ? ?(3) ??? ? ?? ? ?? ? ? ?? ? ?? ? ?? ? ? ???? ? ?? ? ?? ? ? (4) ? Adanya resources yang harus dialokasikan ?

Page 46: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 46/395

1

1

Multistage Dynamic Programming computations dapat diringkas dalam suatu single mathematical statementatau ‘recursive equation’ ? ? ?? ? ? ? ????? ? ?? ? ??? ??? ?? ? ?? ? ?? (5) ? ? ?? ? ? ? ??Ω ? Penerapanteknik perhitungan tersebut harus dilanjutkan dengan teknik simulasi untuk mengetahui tingkah lakusistem,sehingga dalam pengambilan keputusan suatu tindakan tepat dapat diambil. Pencegahan perambahanhutan Jumlah penduduk di Kampung Pejaten, Kecamatan Pacet, Kabupaten Bandung berkembangsehingga membutuhkan lahan garapan untuk usaha pertanian.Mereka merambah hutan hingga kepucukgunung. Dengan kata lain, hutan dirubah menjadi lahan pertanian. Untuk pencegahan perambahan hutan,masyarakat dianjurkan beternak sapi perah.Pada mulanya, kegiatan ini memberikan keuntungan cukup 51

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

baik.Akan tetapi kegiatan ini menghasilkan limbah padat maupun cair yang dibuang ke sungai terdekat yaituhulu sungai Citarum.Usaha pengurangan bahkan peniadaan pencemaran air sungai dilakukan denganpemanfaatan teknologi biogas yang mulai digalakkan sejak tahun 2004.Akan tetapi masyarakatkurangberminat dalam pengusahaan biogas.Pada tahun 2005 terjadi kenaikan bahan bakar kendaraan bermotormaupun bahan bakar yang dikonsumsi untuk kebutuhan memasak dan penerangan. Walaupun demikian,pengusahaan biogas dengan bahan baku kotoran sapi juga belum berkembang. Dalam banyak tulisandisebutkan bahwa pengusahaan biogas dapat bermanfaat besar, berupa gas yang dapat dimanfaatkanuntuk memasak, sehingga hal ini dapat mengurangi pengeluaran atau belanja sehari-hari, meningkatkansanitasi lingkungan, dan pencemaran air sungai.Pemanfaatan teknologi lingkungan tidak hanyamembutuhkan pertimbangan teknis dan keuangan tetapi harus mempertimbangkan penerimaan masyarakatterhadap teknologi tersebut.Penelitian dalam menjawab mengapa teknologi biogas tidak berkembang diKampung Pejaten mengambilanggapanbahwa persoalan tersebut berada dalam suatu sistem. MetodaMasalah pemanfaatan teknologi biogas dianalisa dengan menggunakan konsep berpikirsistemik yaitu suatupermasalahan dan pemecahan dilihat dari sudut luas.Dengan memandang masalah sebagai satusistem,komponen-komponensistem serta perannya digali dengan mengumpulkan data faktual.Komponen pentingdirangkai dalam suatu System Interrelationship Model yangmerupakan suatu model deskriptif untukmengetahui bagaimana komponen pembentuk sistem tersebut bekerja.Hubungan antar komponen dalammodel dijelaskan berdasarkan logika masyarakat yang diperoleh berdasarkan pada penelitianKualitatif,jawaban masyarakat berupa harapan, keinginan, serta motivasi dan kendala yang dihadapi dalampengusahaan biogas.Analisa ekonomi dapat dilakukan untuk mengetahui kemungkinan peningkatankesejahteraan(analisa ekonomi tidak dibahas dalam makalah ini).Perbaikan atau peningkatan pemanfaatanteknologi biogas dapat dilakukan dengan pengubahan data komponen sistem sehingga kesetimbanganberjalan menuju kearah yang diinginkan. Hasil dan Temuan Pada tahun 2006 pemerintah memberikanbantuan biogas sebagai sarana pengolahan limbah ternak.Namun reaktor biogas tersebut tidak difungsikandengan baik bahkan menimbulkan masalah baru bagi 52

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

masyarakat.Sejarah perkampungan ternak di Pejaten dalam kaitannya dengan penerapan biogas dapatdilihat pada Gambar 1. keuntungan Masyarakat mendapatkan pemasukan dari kegiatan pertanian Kegiatanpembukaan hutan menjadi berkurang Masyarakat mendapatkan pemasukan dari kegiatan pertanian HutanPembukaan hutan menjadi lahan pertanian Bantuan sapi oleh pemerintah (1962) Perubahan profesi daripertanian ke peternakan Bantuan biogas oleh pemerintah (2006) Masalah keberlanjutan pengusahaanbiogas masalah Penduduk mulai bermukim di wilayah studi Luas hutan menjadi berkurang. Timbul masalahlingkungan Sungai menjadi tercemar akibat kotoran ternak. Timbul masalah lingkungan Reaktor biogas tidakberfungsi dan program pengusahaan biogas tidak berkelanjutan Gambar1. Sejarah perkampungan ternakpada lokasi studi. Sumber: Hapsoro (2009) Kegiatan pencarian kayu bakar dapat menurunkan luas

Page 47: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 47/395

1

1

hutan.Selain itu, perambahan hutan juga sering untuk tujuan perluasan atau penambahanluas pertanian danluas ladang rumput. Hal ini terpaksa dilakukan karena kebutuhan akan rumput meningkat. Untuk lebih jelasmengenai pola berulang pada lokasi studi dapat dilihat dari Gambar 2. Konsumsi manusia susu uangrumput sapi Penebangan pohon Kotoran ternak sungai biogas kompos pertanian Gambar2.Pola berulangpada kegiatan peternakan di Pejaten. 53

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Peternakan sapi dilokasi penelitian dilakukan oleh masyarakat dengan jumlah kepemilikan sapi berkisar 4ekor.Di suatu lahan yang sangat sempit, rumah penduduk dan kandang sapi bersebelahan danmemanfaatkan air hulu sungai Citarum sebagai air bersih.Secara bersamaan, mereka juga membuanglimbah ke sungai.Keadaan demikian membahayakan kesehatan manusia dan ternak.Dengan kata lainpeternakan sapi perah menimbulkan berbagai masalah lingkungan sebagaimana diringkaskan di Tabel 1.Tabel 1. Isu-Isu lingkungan di peternakan sapi perah. No Isu Lingkungan Penjelasan 1 2 3 4 5 Pencemaransungai akibat limbah ternak Penebangan pohon sebagai kayu bakar menhakibatkan lahan gersang. Asapdari penggunaan kayu bakar menyebabkan gangguan kesehatan Material bangunan yang tidak sesuaidengan standart kriteria sehingga umur reaktor pendek. Produksi api kecil dan masalah teknis dalampengoperasian reaktor biogas 6 Reaktor biogas mahal 7 Tidak tersedia lahan untuk pembangunan reaktorbiogas 8 Pakan ternak sulit dan mahal 9 Kualitas susu sapi rendah 10 Kebutuhan waktu dalam memeliharaternak Limbah ternak dialirkan ke sungai. Air bekas pencucian sapi dialirkan ke sungai. Penebangan pohonuntuk pemanfaatan kayu sebagai kayu bakar. Hal ini menimbulkan tanah kritis. Kayu bakar sebagai bahanbakar memasak menimbulkan masalah pada kualitas udara dalam ruang. Hal ini dapat mengganggukesehatan. Pembangunan atau pemasangan reaktor biogas dilakukan oleh tenaga kerja yang tidak terdidik.Disamping itu, pengawasan sangat lemah yang mengakibatkan mutu bangunan rendah. Pengoperasianreaktor memerlukan ketekunan. Bila tidak, produksi gas methan tidaksempurna. Harga reaktor biogas masihtinggi, sehingga peternak tidak mampu membeli secara pribadi. Kepemilikan lahan sangat terbatas.Sehingga pemasangan reaktor biogas menjadi tidak mungkin. Rumput sulit diperoleh karena keterbatasanlahan yang dapat ditanami rumput. Sehingga peternak berkeinginan memperluas lahan untuk rumput.Konsentrat mahal, sehingga peternah harus sangat berhati-hati dalam mengatur uang agar usahanya tidakberhenti. Kualitas susu rendah karena asupan makanan yang tidak tepat dan pemeliharaan yang kuranghigienis. Akibatnya pendapatan petani tidak seperti harapannya. Beternak sapi perah membutukan waktupenuh seharian. Pengoperasian reaktor biogas menjadi terabaikan. 54

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Dengan mempelajari perkembangan masalah di lokasi penelitian, diperoleh berbagai komponen yangmempengaruhi keinginan peternak dalam pengoperasian reaktor biogas sebagaimana telah diringkas dalamTabel 2. Tabel 2. Komponen dan perannya dalam sistem. Komponen Sapi Limbah sapi Kandang Pakanternak Susu sapi Ladang rumput Rumput Kompos Pemukiman Reaktor biogas Material bangunanPekarangan Pengguna biogas Pekerja Institusi Pemerintah Tokoh desa Pemilik modal Dokter hewanPengawas proyek Penyuluh Ahli teknis Peran komponen sebagai sumber penghasil susu dan limbah ternak.merupakan bahan baku biogas yang dihasilkan oleh sapi. tempat memelihara sapi. sebagai konsentratsumber nutrisi bagi ternak. merupakan sumber pendapatan utama peternak sapi perah. sebagai sumberpenghasil rumput untuk pakan ternak. Sebagai makanan utama ternak Dapat menambah kesuburan tanah.sebagai tempat tinggal penduduk. sebagai alat penghasilkan biogas dan kompos untuk tanaman rumput.sebagai bahan bangunan pembuatan reaktor biogas yang menentukan umur kerja. sebagai tempatdidirikannya reaktor biogas. sebagai masyarakat yang menikmati biogas. sebagai orang yang dipekerjakanoleh pemilik sapi untuk merawat sapi. sebagai pembuat kebijakan dan pemberi fasilitas yang berhubungan

Page 48: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 48/395

1

1

dengan biogas seperti bantuan dana, bantuan reaktor bantuan sapi dan sebagainya. merupakan orang yangberpengaruh, disegani dan dihormati di desanya sehingga dapat memotivasi warganya dalam penggunaanbiogas. sebagai orang yang memiliki sapi. sebagai ahli kesehatan ternak sehingga hewan dapatberkembang baik, sehat dan dapat menghasilkan susu yang bermutu. sebagai pengawas pembangunanreaktor biogas sehingga sesuai dengan perencanaan agar biogas dapat dihasilkan dengan baik. sebagaiorang dari pemerintah yang mendampingi warga dalam pemanfaatan limbah sapi. Selain itu penyuluhberfungsi sebagai fasilitator dalam transfer pengetahuan dan teknologi biogas dari para ahli. adalah orangyang bertanggung jawab terhadap masalah teknis reaktor biogas bila terjadi gangguan atau kerusakan agarreaktor berjalan dengan baik. 55

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Komponen Peraturan Sungai Situ Cisanti Jalan Pohon Kayu bakar Minyak tanah LPG Koperasi BankBakteri Methan Gas methan Vaksin Serangga Peran komponen sebagai alat pengatur pemanfaatan biogasdan prilaku masyarakat. sebagai sumber air untuk semua keperluan.. sebagai tandon air pada musimkemarau. sebagai akses masuk ke perkampungan peternak sebagai penghasil kayu bakar dan penahantanah agar tidak terjadi longsor. sebagai bahan bakar. sebagai bahan bakar. sebagai bahan bakar. sebagaipelindung dan penyedia keperluan kehidupan peternak. sebagai penyedia fasilitas kredit untuk kepemilikanreaktor biogasi. sebagai mikroorganisme penghasil gas methan. Sebagai hasil utama biogas pencegahpenyakit. sebagai vektor penyebar penyakit yang dapat mempengaruhi produksi susu. Setelah melakukandefinisi masalah, mengidentifikasi semua komponen-komponen pembentuk sistem, menentukan temaumum, set up goal, melakukan pengelompokan, dan melakukan studi literatur dan diskusi dengan pakaragar memperoleh knowledge yang dapat menjelaskan komponen pada sistem dan pengaruhnya padakomponen lain dilakukan perangkaian komponen dalam sisitem yang dapat dilihat pada Gambar 3. DiKampung Pejaten telah terpasang 5 reaktor skala individu dan 2 reaktor skala komunal.Pemberian reaktorbiogas kepada masyarakat peternak menimbulkan berbagai dampak sosial dan reaksi masyarakat.Reaksimengenai pengusahaan biogas di masyarakat peternak Kampung Pejaten dapat dilihat dari matrik 1. 56

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Gambar 3.System Interrelationship Model pengusahaan Biogas berkelanjutan Sumber: Priana Sudjono, danHapsoro A. Nugroho (2010) Matrik 1. Reaksi penduduk terhadap Biogas. Faktor Subyek Reaksi EkonomiPengguna Biogas Peternak mendapatkan uang tambahan akibat penghematan dalam membeli bahan bakargas. Senang, karena tidak perlu khawatir Pengguna Biogas Ketersediaan kekurangan bahan bakar untukmemasak. energi Senang, karena mendukung pemerintah dalam Aparat desa pengembangan energialternatif di pedesaan Pengguna Biogas Merasa tidak enak hati dengan warga lain yang tidak mendapatkanbantuan biogas Sosial Penduduk lain Merasa iri karena tidak mendapatkan pembagian reaktor biogas daripemeintah Aparat desa Menginginkan adanya perataan pembagian biogas Peternak sapi Peternak dapatmemanfaatkan kotoran ternak dan meminimalkan kotoran ternak yang dibuang ke sungai lingkunganSenang karena kebersihan lingkungan menjadi Penduduk lain meningkat Aparat desa Senang karenakebersihan dan ketertiban di wilayahnya menjadi semakin baik Perlunya adaptasi karena perubahankebiasaan Pengguna Biogas dari mencari kayu di hutan dengan menggunakan biogas Budaya Pendudukmulai ingin meninggalkan kebiasaan mencari kayu di hutan dan ingin Penduduk lain beralih menggunakanbiogas karena dirasa lebih murah, tidak membuang waktu dan tenaga Perlunya keterampilan dalam prosesPeternak sapi pemasokan kotoran sapi kedalam reaktor Teknologi biogas dan pencampuran bahan bakuAparat desa Perlunya sosialisasi dan penyuluhan mengenai biogas 57

Page 49: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 49/395

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Perbaikan dan peningkatan pengusahaan Biogas di Pejaten Dilakukan dengan melakukan intervensiterhadap komponen sistem. (Intervensi=pengubahan data komponen). Perubahan satu komponen akanmempengaruhi langsung pada komponen yang terikat, demikian selanjutnya ke komponenlain.Misal:Peningkatan ladang rumput dengan menggunakan kompos akan meningkatkan pemanfaatanreaktor biogas.Peraturan yang mendukung subsidi dari bank akan meningkatkan pemanfaatan reaktorbiogas Penurunan Emisi dari Pemukiman Rumah sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia terbuat daribahan yang proses pembuatannya menghasilkan buangan antara lainkarbon dioksida. Demikian pulaproses pembuatan bangunan,termasuk pemindahan bahan bangunan ke tempat pekerjaan konstruksi,mengkonsumsi bahan bakar. Disamping itu, bahan bangunan terbuat dari sumberdaya alam tidakterbarukan.Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan perumahan memberikan dampak luas terhadaplingkungan. Sehingga perlu pemikiran akan bagaimana mengurangi kerugian lingkungan yang ditimbulkandari kebutuhan perumahan. Kampung tradisional, Naga, dipelajari dengan metoda kualitatif untukmendapatkan makna dari rumah dan kehidupan dalam kaitannya dengan pengurangan emisi CO 2.Kampung Naga terletak di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.Penampakan umum yang dapat ditangkapsepintas adalah bentuk rumah dan bahan bangunan seragam.Jumlah bangunan tetap dengan fungsi sesuaikebutuhan suatu kelompok masyarakat.Makna dari apa yang terlihat dari penampakan umum tersebutdibahas untuk memperolehkebijakan lokal yang bisa ditimba dalam kaitannya dengan pemanfaatanteknologi lingkungan dalam pengurangan emisi CO 2 dari pemukiman dan aktivitas kehidupan. MetodaDengan menggunakan konsep berpikir SYSTEMIC akan diperoleh suatu gambaran luas dan mendalamtentang masalah emisi CO 2 dari perumahan. Hal tersebut dipandang dalam suatusistem yang terdiri atasbeberapa komponen.Dengan memahami fungsi masing- masing komponen dalamsistem, suatu tema umumdapat diangkat.Hubungan sebab akibat antar komponen tidak hanya dijelaskan berdasarkan datakuantitative tetapi juga data kualitativ. Bilamana komponen tersebut dirangkai dalam suatu hubungan logik,akan terbentukslah System Interrelationship Model. Makna dari rumah dan kehidupan di Kampung Nagadisarikan dan kemudian dipersamakan dengan kehidupan moderen agar antisipasi atau rumusan usahapengurangan emisi dari pembangunan rumah dapat diperoleh. 58

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Hasil dan Penemuan Rumah di kampung Naga berukuran 31 m 2 hingga 73 m 2 , namun pada umumnyaberukuran 49 m 2 . Zona pemukiman dikelilingi pagar anyaman bambu rangkap dua yang menjadi batastegas antara daerah pemukiman dengan daerah fasilitas umum seperti mandi-kakus, tempat menumbukpadi, kandang ternak, kolam ikan, dan tempat sampah. Pembangunan rumah dalam kawasan ini mengikutiaturan adat. Adapun, norma pembuatan rumah di kampung Naga seperti pada gambar 4 melibatkan'pembuat kebijakan', 'penghuni', dan 'lembaga adat'. Pembuat kebijakan adalah leluhur kampung Naga.Dalam aturan adat, teknis pelaksanaan pembangunan rumah dipimpin oleh Dulah. Dalam tata-carapemindahan barang, tangga menuju kampung Naga sebagai batas dimanawarga Naga atau siapapun tidakdiperbolehkan mengangkat barang dengan alat angkut kecuali dipikul (Suganda, 2006).Demikian pulasumber bahan bangunan adalah kebun disekitar pemukiman seperti diringkas dalam table 3. Dengandemikian kawasan permukiman kampung Naga tidak menghasilkan emisi CO 2 dari kendaraan bermesin.No Tabel 3. Kebutuhan bahan bangunan rumah adat di kampung Naga. Jenis Material 1 Kayu Kebun 500 m2 Bambu Kebun 500 m 3 Daun Tepus 4 Ijuk 5 6 Batu gunung (Tatapakan Jangkung) Batu Kali (TatapakanBuleud) 7 Kapur 8 Kaca 9 Paku Sumber Jarak Fungsi Peralatan Desa Nangtang Desa Nangtang DesaNangtang Rangka bangunan, dinding, lantai Dinding, lantai 2 km Atap 2 km Atap 2 km Pondasi Kapak,gergaji, sugu Pisau, gergaji, parang Parang, pisau Parang, pisau Gerinda, pahat batu Pengang- kutan Jalankaki Jalan kaki Mobil Mobil Mobil Kebutuhan untuk rumah ukuran 49m 2 5-7 m3 48 batang 500 jalon 3000

Page 50: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 50/395

1

1

1

lembar 20 buah Ciwulan 50 m Pondasi - Jalan kaki 20 buah Desa Neglasari Desa Neglasari Desa Neglasari1 km Pewarna Dinding Kuas dan air Mobil 40 kg 1 km Jendela - Mobil 4 lembar 1 km Sambungan antarakayu, bambu Palu Mobil 20-35 kg 59

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Pembuat Kebijakan (leluhur Kampong Naga) Penghuni Karakteristik Rumah Kampung Naga (rendah emisiCO2) Pelaksana (Lembaga Adat) Indikator pelestarian rumah: Penerapan kebijakan lokalPenerimaan/penerapan dalam kehidupan sehari-hari Penerapan hidup sederhana Rendah emisi CO2Gambar 4. Norma pembuatan rumah di kampung Naga. Besar emisi untuk pembuatan suatu bahanbangunan tergantung pada proses pembuatan dan besaran penggunaan bahan bakar. Pemindahan bahanbangunan kelokasi rumah mengemisikan CO 2 dari kendaraan pengangkut. Tentu hal ini tergantung padajenis alat angkut, bahan bakar dan jarak. Selama konstruksi rumah berlangsung, emisi CO 2 tergantungpada tingkat kerumitan pekerjaan atau lama waktu pembangunan. Dengan demikian besar emisi CO 2dapat dihitung dengan formula (1) ? ? ?? i ? ? ?? ? ? ?? ? ? ? ?? ? b m e k bi f i l f p c f p (1) ? 1 ? b eadalah emisi CO 2 dalam satuan kg CO 2; f i adalah faktor emisi CO 2 m bahan bangunan, kg CO 2 per unitbahan bangunan (i); f adalah faktor emisi CO 2 bahan bakar, kg CO 2 per liter bahan bakar; f p adalahkonversi calori terhadap besarnya emisi CO 2 ; c adalah besar kalori yang dikeluarkan setiap tenaga kerjaperhari; p adalah jumlah orang-hari selama konstruksi; b i adalah volume bahan bangunan (i); l adalah jaraksumber bahan bangunan ke lokasi rumah; k adalah factor jenis rumah. Berdasarkan atas persamaan (1)besar emisi CO 2 dari pembuatan rumah tradisional di kampung Naga adalah 192 kg untuk 60

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

luas rumah 49 m 2 dan 299 kg dari kegiatan rumah tangga per bulan. Besaran tersebut diperoleh darikenyataan bahwa bahan bangunan diperoleh dari kebun, pengolahan bahan bangunan secara sederhana,dan membutuhkan tenaga sebesar 300 hingga 500 orang-hari. Lebih lanjut pengalaman menunjukkanbahwa umur bangunan mencapai 30 hingga 40 tahun. Selama kurun waktu tersebut perbaikan rumahsangat sedikit, sedangkan perluasan rumah tidak diijinkan. Dengan demikian pembangunan rumahtradisionil di kampung Naga dianggap rendah emisi CO 2 . Sumber daya alam yang dimanfaatkan untukpembangunan rumah meliputi lahan pemukiman, sawah, kebun, dan sungai seperti dalam gambar 5.Lahanpemukiman di kampung Naga seluas 1.5 hektar terletak di lembah.Sawah dapat menghasil dua kali setahununtuk pemenuhan kebutuhan warga.Irigasi berasal dari sungai kecil dan bermuara di sungai Ciwulan yangterdapat batu untuk fondasi rumah dan dinding penahan tanah.Disamping itu, masyarakat memiliki kebunadat yang di dalamnya terdapat 257 spesies tumbuhan yang sebagian besar dimanfaatkan untuk kehidupansehari-hari (Suandharu, 1998). Dalam penelitiannya, 44 persen dipergunakan untuk obat, sebagai sayuran20 persen, 19 persen sebagai bahan bangunan, dan kerajinan tangan 9 persen. Pola tanam komoditi kayusudah berorientasi pasar yaitu dengan membudidayakan suren, albasiah, manglid, dan mahoni karenajangka panen pendek.Demikian pula bambu yang banyak terdapat di kebun dimanfaatkan sebagai dindingdan penyangga atap.Dengan demikian sumber bahan bangunan untuk rumah adat tersedia di sekitarkawasan sesuai dengan pendapat Koentjaraningrat (1990) yang menyatakan bahwa tempat berlindung ataurumah tradisional setiap suku bangsa dibuat berdasarkan bahan alam yang terdapat disekitarnya.Demikianpula bentuk rumah disesuaikan dengan kondisi topografi dan matapencaharian penduduknya. 61

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 51: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 51/395

1

1

Gambar 5.Denah kampung Naga dan sumber daya hutan, sawah, kebun, dan sungai. Dalam menjalankanhidup sehari-hari, masyarakat Naga mempergunakan kayu untuk masak dan minyak tanah untukpenerangan. Kayu sebanyak 2 sampai 3 m 3 perbulan dan 20 sampai 30 liter minyak tanah setiap bulansetiap rumah. Kayu diperoleh dari kebun sedang minyak tanah dibeli dari luar kampung. Besar emisipenggunaan bahan bakar tersebut adalah 0.74 hingga 1.11 kg CO 2 kg per bulan untuk penggunaan kayu,dan 50.7 hingga 76.07 kg per bulan untuk penggunaan minyak tanah. Masyarakat Naga pada umumnyamerasa puas dan senang dengan rumah dan kondisi kehidupannya. Walaupun demikian mereka melakukanperubahan jendela dengan mempergunakan kaca atau penambahan rak untuk penjualan kerajinan tangan.Ringkasan sikap dan perilaku masyarakat Naga terdapat dalam tabel 4. Secara umum masyarakat Naga,baik yang tinggal di kampung Naga maupun yang tinggal diluar, tidak pernah mendengar tentang CO 2 .Tetapi, kesederhanaan dan keseragaman cara hidup mereka memungkinkan emisi CO 2 rendah. Denganmelihat keadaan yang diamati dan wawancara dengan masyarakat sebagai narasumber, beberapakomponen penting yang berhubungan langsung dengan rumah mereka dapat diperoleh seperti dalam table5. Dengan suatu penelitian kualitatif mendalam, diperolehlah komponen-komponen yang berhubungandengan rumah dan kehidupan mereka.Setelah peran masing-masing komponen didatakan, komponenpenting dirangkai dalam suatu System Interrelationship Model seperti 62

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

pada gambar 6.Hubungan antar komponen digambarkan dengan garis yang berarti ada hubungan imbalbalik antara kedua komponen tersebut atau disebut dengan knowledge.Hubungan tersebut dapat berupahubungan matematis ataupun diskripsi berupa sebab akibat.Hubungan deskripsi diperoleh melaluiwawancara mendalam dengan narasumber yaitu warga Naga. Tabel 4.Sikap dan perilaku masyarakat Naga.Pengguna Masyarakat yang tinggal di kampung Naga Keturunan warga Naga yang tinggal di luar kampungNaga Perasaan terhadap rumah tradisional di kampung Naga Senang tetapi ingin memperbaiki rumahdengan menggunakan kaca jendela, kayu manglid, dan pintu kayu Bagian rumah yang siap dibangun lagiSekat kamar Tindak lanjut Penggunaan anyaman bilik untuk penyekat Pemahaman tentang CO 2 Tidak adaSenang dan puas Tidak ada - Tidak ada Senang, tetapi ingin mengubah fungsi rumah selain hunian jugawarung Rak kerajinan di Golodog (teras) Tidak ada Senang, tetapi ingin tinggal diluar kampung Nagadengan rumah tembok agar sesuai dengan tetangga pada umumnya Senang, tetapi memilih tinggal diluarkarena rumah dihuni orang tua Tidak ada Tidak ada Penggunaan bambu atau papan untuk rak Tidak adaTidak ada Tabel 5. Komponen sistem yang berhubungan langsung dengan rumah Komponen KebijakanLokal Lembaga Adat Lahan Bahan Bangunan Masyarakat Naga Bahan bakar Penghasilan PenjelasanMengatur bentuk, ukuran, dan jenis material. menggunakan alat bukan mesin. Renovasi rumah hanya jikarumah mengalami kerusakan. ijin dan perintah pembangunan rumah. mengontrol tahapan kontruksi, fungsirumah, dan jenis bahan bangunan. Lahan terbatas, tidak ada penambahan bangunan. Satu rumah satukepala keluarga. Berasal dari daerah setempat Merasa senang dan aman, gotong royong dalammembangun rumah Penggunaan kayu bakar mempengaruhi perencanaan rumah. Sumber emisi darikegiatan sehari-hari Interaksi dengan masyarakat luar menambah penghasilan 63

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

rumah lembaga adat land for housing benda keramat kebijakan lokal forest penghasilan badan air Bahanbangunan bahan bakar kebun masyarakat luar masyarakat Naga lahan pertanian Gambar 6. SystemInterrelatinship Model rumah dan kehidupan masyarakat Kampung Naga. Sumber: Priana Sudjono andIndira Kusuma Dewi (2008). Berdasarkan atas knowledge hubungan antar komponen yangdirepresentasikan dalam gambar 6, hubungan sebab-akibat antar komponen, bila kondisi atau data suatukomponen diubah, akan mempengaruhi komponen yang berhubungan langsung demikian seterusnya

Page 52: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 52/395

1

1

perubahan terjadi pada keseluruh komponen. Intervensi komponen atau pengubahan data komponenmenjadi sangat mudah dimengerti sehingga strategi pengubahan kesetimbangan sistem menuju ke situasiyang diinginkan dapat berjalan sesuai dengan perkiraan.Tabel 6 adalah ringkasan penyamaan komponenyang digali dari Kampung Naga kedalam kehidupan modern serta tindakan yang diperlukan untukmengendalikan sistem agar bergulir sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, yaitu penurunan emisi CO2 dari pembangunan rumah. Tabel 6. Usulan pengurangan CO 2 pada perumahan perkotaan kelasmenengah berdasarkan pada sistem rumah dan kehidupan di kampung Naga. No Aspek Kampung Naga 1Rumah Perumahan Perkotaan Kelas Menengah Berfungsi sebagai tempat Bentuk, ukuran dan jenis tinggal.keluarga. Bentuk, material berubah sesuai ukuran, dan jenis material keinginan penghuni. tidak berubahsesuai Luas rumah bebas aturan. terkadang melebihi kebutuhan dasar. Usulan Pengurangan CO 2 Fungsirumah hanya untuk tempat tinggal dengan luas sesuai dengan kebutuhan dasar penghuni secara bersahaja.Perubahan peruntukan rumah tidak diperbolehkan. Rumah harus memanfaatkan pencahayaan mataharidan sirkulasi udara. 64

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

2 No Aspek Kampung Naga Material bangunan Berasal dari kebun atau sungai dan diolah tanpa peralatanlistrik 3 Lahan Lahan rumah dibatasi 4 5 Hukum dan peraturan Lembaga pengawas bangunan 6 Kebun 7Hutan 8 Bahan bakar Aturan pembuatan rumah dan kehidupan Lembaga Adat Kebun terpisah daripermukiman merupakan sumber material bangunan, bahan bakar, dan penghasilan. Sebagai wilayah yangdikeramatkan dan dijaga kelestariannya Minyak tanah untuk penerangan dan kayu untuk memasakPerumahan Perkotaan Kelas Menengah Material bangunan dari alam maupun buatan industry jauh dariperumahan Lahan rumah tidak dibatasi sesuai dengan kemampuan dan status sosial. Undang-undangNasional dan peraturan daerah. Dinas bangunan Halaman rumah dan kebun atau taman kota memilikifungsi keindahan Sebagai daerah konservasi air terletak di luar daerah pemukiman. Hutan kota sebagaitempat rekreasi dan olahraga Gas atau minyak tanah untuk memasak dan listrik untuk penerangan danpendingin ruang. Usulan Pengurangan CO 2 Penggunaan material rendah emisi CO 2 , Material lokaldisosialisasikan untuk mengurangi jarak ke perumahan. Pengawasan perbandingan luas lahan denganbangunan, jarak antar bangunan, dan sempadan jalan. Undang-undang dan peraturan harus lengkaptermasuk petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis. Sosialisasi terus- menerus. Penerapan mekanismeperijinan dengan mempertimbangkan emisi CO 2 dari pembangunan dan pembongkaran rumah.Rancangan rumah sehat hemat listrik, memanfaatkan cahaya matahari, dan sirkulasi udara. Halamanrumah dan taman kota harus dipelihara bahkan diperluas dan terdapat Ruang Terbuka Hijau (RTH) disemuasudut kota sekaligus memperindah dan tempat bermain serta olah raga. Setiap rumah harus mempunyaipohon selain tanaman hias. Hutan kota maupun hutan konservasi harus dilestarikan dengan menjaga luaskanopi, luas hutan, dan keanekaragaman hayatinya. Pengurangan jumlah titik lampu dalam rumahPenghematan pemakaian listrik, dan merawat peralatan listrik kompor serta perlengkapan memasak. 65

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

66 No Aspek Kampung Naga 9 Pendapatan 10 Masyarakat luar 11 Penghuni 12 Air 13 14 Matapencaharian Benda Keramat Besar pendapatan hanya untuk kebutuhan pokok. Pedagang, wisatawan, guru,dokter, lembaga desa Satu rumah dihuni satu kepala keluarga rata-rata rumah dihuni 3-4 orang Air bersihdari mata air dan saluran irigasi terletak di dekat dengan permukiman Bertani, buruh, pemandu wisata, danpengerajin Keris, tumbak maupun benda lain peninggalan leluhur Sumber: Priana Sudjono dan IndiraKusuma Dewi (2007) Perumahan Perkotaan Kelas Menengah Besar pendapatan beragam dari cukuphingga berlebihan. Pengguna jalan umum, penghuni sementara, rekan kerja atau sanak keluarga. Saturumah bisa dihuni lebih dari satu kepala keluarga, rumah dihuni 3- 7 orang Air bersih dari PDAM atau sumur

Page 53: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 53/395

1

1

1

dengan pompa listrik Pegawai negeri atau swasta Usulan Pengurangan CO 2 Besar pendapatan haruscukup untuk perawatan rumah, kendaraan, peralatan listrik dan perlengkapan memasak serta mampumelakukan peremajaan. Pemakaian telephon atau media elektronik untuk melakukan hubungan kerja,belanja, atau persaudaraan. Satu rumah satu keluarga Air bersih dari PDAM mengalir dengan jumlah cukupdan menerus, serta dipergunakan dengan hemat. Tempat kerja, belanja, dan sekolahharus dekat denganrumah. Pendidikan dan Tidak ada benda yang kesadaran hukum untuk dikeramatkan atau ditakuti tetapmenjaga kecuali hukum lingkungannya sesuai dengan undang-undang. Kesimpulan Masalah lingkungantidak pernah kecil karena masalah lingkungan melibatkan berbagai komponen yang saling terkait satu samalain dalam suatu ikatan yang bersifat imbal-balik. Jadi masalah lingkungan harus dipandang dalam suatusistem.Teknik berpikirsistemik membantu dalam mengerti keseluruhan komponen pembentuk masalah dansegala hal yang mempengaruhinya.Mengingat masalah lingkungan yang selalu rumit walaupun terlihatsederhanapada awalnya, sistem harus dimodelkan dalam bentuk proporsional dengan penyederhanaansecara rasional.Perbaikan sistem harus melibatkan pengubahan lebih dari satu komponen sistem secarabersama-sama sehinggasistemakan bergulir kesuatu kesetimbangan yang dikehendaki. Dalam SystemInterrelationship Model, hubungan antar komponen bukan hanya bersifat numeris (angka), bahkanhubungan logika yang berasal dari narasumber atau masyarakat dalam penelitian kualitatif dapat difasilitasi.Dengan demikian teknologi lingkungan dimanfaatkan dengan memperhatikan penerimaan masyarakatselain dari sudut keteknikan seperti operasional, pemeliharaan, dan beaya.

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Daftar Pustaka Dewi, Indira Kusuma dan Priana Sudjono. Penggambaran dalam Sistem Terhadap Faktor-Faktor Penentu Emisi CO 2 Pada Pembangunan Rumah dan Kehidupan di Kampung Naga.LingkunganTropis, Edisi Khusus, 2007: 249-258. Hapsoro, Adhitia, Pengembangan Model Kaitan Sistem untukMenggambarkan Komponen Penentu dalam Pengusahaan Biogas yang Berkelanjutan pada PeternakanSapi Perah Berbasis Masyarakat, Thesis Master Jurusan Teknik Lingkungan ITB, 2009. Koentjaraningrat.Pengantar Ilmu Antropologi. Edisi Kedelapan. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1990. Suandharu, Haru, (1998).Etnobotani Masyarakat Kampung Naga Tasikmalaya Jawa Barat, Skripsi, Program Sarjana Institut TeknologiBandung, Bandung. Sudjono, Priana dan Hapsoro A. Nugroho. "Pengembangan Model Keterkaitan SistemuntukPenelitianKualitative padaPenerapan Reaktor Biogas di Peternakan Sapi Perah Masyarakat" SeminarNasional Pengelolaan Lingkungan Hidup: ”Meningkatkan Peran Penelitian Lingkungan Dalam RangkaMewujudkan Pembangunan Berkelanjutan”.Univ. Diponegoro, Semarang, 9 Juni 2010. Sudjono, Priana danIndira Kusuma Dewi.Analyses on Low Emission of Carbon Dioxide to Construct Traditional Houses inKampong Naga.The 2 nd South East Asian Technical University Consortium (SEATUC)Symposium.February 2008a. Sudjono, Priana dan Indira Kusuma Dewi.Pengurangan Emisi CO 2 DariPembangunan Rumah Berdasarkan Komponen Lingkungan Pendukung Rumah dan Kehidupan di KampungNaga.J. Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol.18, No.1, April 2007:65-80. Sudjono, Priana, Indira KusumaDewi, and Chendy Octaviana Yudhi. Analyses on Life in Kampong Naga to Deduce Policy on Carbon-Dioxide Emitted from House Construction. International Symposium on Climate Change and HumanSettlements, Denpasar, March 2008b. Suganda, Her, (2006). Kampung Naga Mempertahankan Tradisi, PTKiblat Buku Utama, Bandung. 67 68

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 54: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 54/395

1

1

1

Pemakalah Pendukung ???? 69 70

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

OPTIMALISASI UPAYA PENAATAN HUKUM SECARA PREFENTIF MELALUI PENGELOLAAN PERILAKUBERBASIS MEKANISME KOORDINASI Azizah Hanim Nasution 1 dan Ibnu Rachman Jaya 2 1 MahasiswaProgram Doktor pada program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Universitas SumateraUtara dan juga sebagai Ketua Umum Green Teachers Indonesia. 2 Sekretaris 1 Green Teachers Indonesiadan Sekretaris Umum Lembaga Pemberdayaan Nusantara, Jakarta. Abstrak Kondisi lingkungan hidup duniadisadari semakin mengalami kemunduran. Diberbagai isu global di dunia telah dibahas bahwa perilakumanusia ditenggarai merupakan faktor penyebab kerusakan lingkungan hidup dan perlu dikelola. Di dalammengelola lingkungan hidup dibutuhkan berbagai instrument antara lain penaatan hukum yang dapatditerapkan melalui upaya prefentif maupun upaya represif. Penaatan hukum secara prefentif lebihdiharapkan karena lebih efektif didalam pembentukan perilaku dari pada pendekatan represif. Oleh sebabitu penaatan hukum secara prefentif harus diooptimalkan. Pendidikan dan sekolah diyakini merupakanwadah yang paling tepat untuk mengembangkan perilaku lingkungan hidup, oleh sebab itu optimalisasipenaatan hukum secara prefentif dapat dimulai dari komunitas sekolah sebagai unit terkecil dari suatutatanan masyarakat. Sebagai suatu komunitas tentu saja komunitas sekolah juga saling berinterkasi satudengan lainnya. Interaksi multi pihak ini perlu dikoordinir dengan landasan bertindak yang sesuai denganprinsip- prinsip harmonisasi. Perilaku penaatan hukum sebagai aspek pengelolaan lingkungan hidup yangdilandasi dengan prinsip rasionalitas, perencanaan, etika dan moral serta pengendalian yang efektif danterintegrasi dapat diterapkan sejak dini dan menjadi perilaku yang secara gradual membentuk karaktersumberdaya manusia dengan perilaku lingkungan hidup dan taat pada ketentuan hukum yang berlaku.Dengan demikian optimalisasi penaatan hukum secara prefentif dapat tercapai sesuai yang diharapkan.Kata kunci : penaatan hukum, prefentif, pengelolaan perilaku, mekanisme koordinasi. 71

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Pendahuluan Permasalahan yang dihadapi dunia saat ini sangat didominasi oleh semakin menurunnyakondisi lingkungan hidup. Hal ini dapat terlihat dari semakin maraknya isu-isu yang muncul diberbagailapisan masyarakat, antara lain isu pemanasan global dan perubahan iklim. Berbagai dampak dari keduaisu tersebut diyakini akibat dari tingkah laku manusia yang sudah semakin tidak peduli dengan kepentinganlingkungan hidup karena berbagai alasan, khususnya alasan pembangunan dan perbaikan tingkat ekonomi.Hegemer (1999) menjelaskan pada umumnya manusia memenuhi kebutuhan hidupnya dengan caramemanfaatkan sumberdaya alam di sekitarnya. Akibatnya perubahan demi perubahan terjadi dan manusiasendiri harus mengupayakan pendekatan untuk membentuk perilaku manusia yang lebih berwawasanlingkungan. Hal ini dapat dilihat dari hasil kesepakatan dalam konfrensi PBB di Stokholm tahun 1972 sampaidengan KTT Bumi di Rio De Jeneiro 1992. Melalui KTT Bumi di Rio de Janeiro telah disepakati pelaksanaanprinsip-prinsip Pembangunan Berkelanjutan yang dituangkan melalui Agenda 21. Pada prinsipnya hasil darikonfrensi-konfrensi tersebut ternyata menitik beratkan kepada sumberdaya manusia yang sebenarnyamenjadi inti permasalahan lingkungan. Soerjani juga berpendapat bahwa permasalahan lingkunganhidupdapat diselesaikan melalui pendidikan (Soerjani,2006). Berbicara mengenai permasalahan lingkungan hidupberarti membicarakan masalah global karena masalah lingkungan hidup sudah merupakan isu global, olehkarena itu menjadi kewajiban bagi setiap Negara untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang berkaitan

Page 55: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 55/395

1

1

dengan pelestarian lingkungan hidup serta kelangsungan peri kehidupan manusia dan mahluk hiduplainnya. Salah satu cara yang paling krusial adalah upaya Pengelolaan lingkungan hidup. Pengelolaanlingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi penataan,pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup(UU No 21 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup). Selanjutnya di dalam UU No 23 Tahun1997 pasal 41 ayat (1) tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan bahwa “barang siapa yangsecara melawan hukum … diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyakRp 500.000.000 ( lima ratus juta rupiah). Dalam UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan danPengelolaan Lingkungan Hidup telah diamanatkan bahwa Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengansemua benda, daya, keadaan dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang perlindungandan pengelolaannya meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, 72

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

pemeliharaan,pengawasan dan penegakan hukum (pasal 4 UUD No 32 Tahun 2009). Dalam menerapkanketentuan hukum yang berlaku biasanya diupayakan berbagai pendekatan, antara lain prefentif dan refresif.Pendekatan prefentif adalah upaya pencegahan terhadap tindak yang melanggar hukum sedangkanpendekatan refresif adalah upaya hukum yang bersifat penekanan terhadap penegakan sanksi hukum yangberlaku, misalnya seperti yang tertuang pada Undang-Undang no 23 Tahun 1997 pasal 41 ayat(1) di atas.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendekatan penaatan hukum terhadap Pengelolaan lingkunganhidup terdiri dari upaya prefentif dan refresif. Jika pendekatan yang dilakukan adalah prefentif maka hal-halyang perlu dilakukan antara lain adalah memberikan sosialisasi, pemahaman terhadap Pengelolaanlingkungan hidup itu sendiri. Misalnya seperti yang diatur dalam UU No 32 tahun 2009 pasal 14 tentangPencegahan terhadap Pencemaran, dan/perusakan lingkungan hidup, antara lain melalui tata ruang, bakumutu lingkungan, dan perizinan, serta instrumen lainnya yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembanganilmu pengetahuan. Berkaitan dengan pentingnya perilaku manusia dalam Pengelolaan lingkungan hidupmaka upaya prefentif lebih diharapkan karena strategi untuk mengubah atau mereduksi perilaku burukterhadap target perilaku tertentu merupakan strategi yang terbaik dalam Pengelolaan perilaku. Sebaliknyaketika upaya refresif dalam bentuk hukuman yang digunakan untuk memberikan efek jera terhadap perilakutertentu, ternyata justru meningkatkan perilaku yang sebenarnya ingin dihilangkan dan bahkan menjadisemakin berkembang (reinforced) ( Zirpoli,2005). Landasan Bertindak dalam Pengelolaan LingkunganHidup Ketika sudah disepakati bahwa upaya penaatan hukum secara prefentif merupakan pendekatan yanglebih baik dalam pengelolaan lingkungan hidup tentu saja diperlukan landasan-landasan strategis untukmenerapkannya. Landasan yang sesuai adalah landasan Pengelolaan Serasi (Harmonizing Principles).Pengelolaan Serasi adalah suatu mekanisme pengambilan keputusan terhadap berbagai jaringankepentingan yang memiliki landasan bertindak atas setiap sikap, persepsi atau perilaku terhadap lingkungan(Siahaan, 2004). Prinsip-prinsip landasan yang termasuk kedalam pengelolaan serasi (HarmonizingPrinciples) ini adalah: 1. Prinsip Rasionalisasi dan Analisis suatu Aksi menitik beratkan kepada manfaatyang tidak mengabaikan kerugian yang mungkin timbul pada nilai ekologis dan termasuk didalamnya aspeknilai sosial. 73

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

2. Prinsip Perkiraan Kedepan merupakan upaya untuk mencari bentuk keserasian melalui perkiraan danperencanaan agar daya dukung lingkungan masih tetap dalam kondisi yang seimbang. 3. Prinsip Etis danMoral Berlingkungan merupakan pembatasan (deliberation of action) terhadap perilaku individual, baikdalam hubungan dengan hak miliknya sendiri maupun bukan. Prinsip ini dapat menekan sifat-sifat atauperilaku yang tidak diinginkan seperti misalnya sifat egosentris. 4. Prinsip Perencanaan dan Tata

Page 56: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 56/395

1

Lingkungan yang merupakan upaya untuk menciptakan penataan lingkungan yang baik, serasi danseimbang, yang meliputi sistem tata ruang lingkungan hidup. 5. Prinsip Pengendalian dan Tata Lingkunganmerupakan upaya untuk mengendalikan dan mengawasi pelaksanaan penegakan hukum yangdiberlakukan, misalnya melalui analisis dampak lingkungan, sistem perizinan, sistem pemeriksaan(penerapan fungsi pengawasan administratif). Kesemua prinsip tersebut menggambarkan adanyaharmonisasi didalam pengelolaan lingkungan hidup yang berpusat kepada perilaku manusia. Kesemualandasan tersebut harus ditanamkan kepada segenap lapisan masyarakat sebagai suatu strategi yangterintegrasi. Dalam kaitannya dengan upaya penegakan hukum secara prefentif yang bertujuan membentukperilaku berwawasan lingkungan maka landasan bertindak yang diuraikan di atas harus mulai dikenalkansedini mungkin ke tengah-tengah masyarakat. Wadah yang paling efektif untuk tujuan ini adalah institusipendidikan yang didalamnya terdapat komunitas multi unsur (komunitas sekolah) yang setidaknya terdiridari 4 unsur, yaitu : (i) kepala sekolah; (ii) para guru tenaga fungsional lainnya; (iii) orang tua siswa yangtergabung dalam komite sekolah; (iv) kelompok siswa atau peserta didik sebagai kelompok yang menerimapelajaran (Wahjosumidjo, 2001). Dengan kata lain pada institusi pendidikan terjadi suatu proses belajar-mengajar (interaksi). Pendidikan Lingkungan Hidup sebagai bagian dari proses belajar- mengajardiharapkan dapat memberikan perubahan perilaku dan sikap positif bagi peserta didik terhadap lingkunganalamnya dan juga lingkungan sosial sekitarnya (http://www.menlh.go.id/pendidikanlh/ kebijakan.php 21-03-09.12:04). Pengelolaan Lingkungan Hidup berbasis Mekanisme Koordinasi Perilaku lingkungan hidupdidefinisikan sebagai serangkaian tindakan yang dapat diamati (overt) dan/atau yang tidak dapat diamati(covert). Perilaku ini memihak kepada nilai-nilai positif untuk 74

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Perilaku Lingkungan hidup juga dapat diartikansebagai perilaku yang diadopsi oleh individu secara sadar yang bertujuan untuk meminimasi dampak negatifterhadap lingkungan alami dan lingkungan buatan (Kollmus & Agyman, 2002). Pendapat lain menyatakanbahwa perilaku lingkungan hidup adalah perilaku yang dipengaruhi suatu fungsi dari interaksi antara individudengan lingkungannya, seperti yang diformulasikan oleh Thoha (1993) dalam bentuk fungsi persamaansebagai berikut. P = f (I;L) Dimana P = perilaku f = fungsi I = Individu L = Lingkungan Formulasi inimenerangkan bahwa seseorang (individu) dan interaksi yang terjadi dengan lingkungannya secara langsungdapat menentukan perilaku. Dari defenisi perilaku lingkungan hidup dapat dipahami bahwa hal penting yangharus diperhatikan didalam persoalan perilaku lingkungan hidup adalah (1) faktor yang mempengaruhinya,dan (2) interaksi yang terjadi didalamnya, sehingga membuat perilaku lingkungan hidup dapat berfungsiuntuk mengantisipasi dampak negatif terhadap lingkungan. Faktor dan interaksi ini perlu dikoordinasidengan baik sehingga tidak mengalami komplikasi atau mengalami permasalahan rumit didalam memenejperilaku tersebut. Pada suatu komunitas sekolah terdapat faktor dan interaksi multi pihak dengan tujuan danmotivasi masing-masing yang mempengaruhi perilaku lingkungan hidup. Interaksi ini sangat perludikoordinasi. Apabila tidak terwujud perilaku yang terkoordinasi maka dikawatirkan akan muncul perilakuyang tidak diharapkan, seperti misalnya konflik dalam menghabiskan sumberdaya alam secara berlebihandengan sia-sia, tidak menunjukkan perilaku yang berpihak kepada lingkungan, dan tidak peduli terhadapapa yang terjadi dan apa yang akan terjadi bagi lingkungannya dimasa yang akan datang (Azizah &Mawengkang, 2007). Jennings (1999) menjelaskan bahwa koordinasi adalah suatu proses dimana agent 2berfikir secara rasional tentang tindakannya dan mengantisipasi tindakan agent lainnya untuk mencoba danmemastikan komunitasnya bertindak dalam suatu perilaku yang logis atau beralasan. Sedangkan agent-agent ini hidup dan tinggal di dalam suatu sistem multi agent (Multi-Agent System ) atau MAS, yangmempelajari bagaimana agent tersebut hidup dan berinteraksi di dalam lingkungannya, berbagisumberdaya, bernegosiasi dan berkolaborasi untuk mencapai tujuan, membentuk koalisi dan bahkanmenciptakan konflik. 75

Page 57: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 57/395

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Jika ingin terhindar dari permasalahan pada suatu Multi-Agent System (MAS) ini maka dibutuhkan suatukoordinasi yang efektif. Persoalan yang sangat penting dalam mendesain tehnik koordinasi untuk Multi -Agent System adalah dengan memenej situasi dimana tindakan dari satu agent mempengaruhi tindakanagent lainnya, (Mallon & Crowstone, 1994). Dengan kata lain, apabila agent tidak menyadari ataupun tidakmendapatkan informasi mengenai apa yang dilakukannya dan mengenai hubungan dan interaksinyadengan agent lain, maka mereka tidak dapat memilih tindakan yang saling menguntungkan dalammengeksplorasi lingkungannya dan tidak dapat menghindari terjadinya konflik ( Lesser et al, 1998). Untukdapat memastikan bahwa siswa (sebagai target perilaku yang diharapkan) akan memiliki wawasanpenaatan hukum secara optimal dalam mengelola lingkungannya maka pihak lainnya juga harusmenanamkan pengetahuan, sikap dan tindakan yang sesuai dengan tujuan tersebut (Modelling) dengancara memberikan ketauladanan yang ditunjukkan langsung sesuai peran masing-masing. Dalam hal initauladan yang diinginkan mengacu kembali kepada landasan bertindak yang berorientasi kepada Prinsipharmonisasi yang telah diuraikan di atas. Didalam suatu hubungan koordinasi pada komunitas sekolahterdapat beberapa kategori dan sub kategori, antara lain masyarakat dan keluarga, kepemimpinan, sistemkebijakan dan karakter komunitasnya. Gambar: Optimalisasi proses penaatan hukum dalam pengelolaanlingkungan berbasis mekanisme koordinasi (untuk model aslinya lihat McIlrath dan Huitt,1995). Dari diagramdi atas dapat dijelaskan bahwa kondisi masyarakat akan membentuk karakter guru dalam mengelolalingkungan hidup. Selain itu masyarakat yang didalamnya juga terdapat pihak orang tua juga memberikanpengaruh terhadap karakter siswa. Karakter siswa 76

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

akan memberi pengaruh kepada perilaku guru dan secara timbal balik perilaku guru juga akanmempengaruhi karakter siswa. Selain itu peran pemimpin dan juga kebijakan yang berlaku jugamemberikan kontribusi yang besar dalam membentuk perilaku guru. Kebijakan Pemerintah dalampengelolaan lingkungan akan memberikan pengaruh terhadap pencapaian yang diharapkan, yaitu perilakugenerasi penerus yang taat terhadap hukum dengan tujuan pengelolaan lingkungan. Keseluruhan prosesinilah yang diartikan sebagai upaya prefentif dalam mengoptimalkan penaatan hukum dalam kaitannyadengan pengelolaan lingkungan. Kesimpulan Keberhasilan mekanisme koordinasi dalam optimalisasipenaatan hukum sebagai salah satu aspek pengelolaan lingkungan hidup tergantung dari interaksi multiagent yang terdapat pada suatu sistem multi agent ( dalam hal ini komunitas sekolah). Tanpa adanya salingketergantungan dan keterlibatan multi pihak maka pencapaian perilaku penaatan hukum secara prefentiftidak akan terwujud. Disamping itu, interaksi yang terjalin antar pihak (antar agent) pada suatu komunitasperlu menjunjung tinggi fungsi dan peran masing-masing dengan landasan bertindak secara harmoni.Perilaku penaatan hukum sebagai aspek pengelolaan lingkungan hidup yang dilandasi dengan prinsiprasionalitas, perencanaan, etika dan moral serta pengendalian yang efektif dan terintegrasi dapat diterapkansejak dini dan menjadi perilaku yang secara gradual dan berkelanjutan membentuk karakter sumberdayamanusia dengan perilaku lingkungan hidup dan taat pada ketentuan hukum yang berlaku. Dengan demikianoptimalisasi penaatan hukum secara prefentif dapat tercapai sesuai yang diharapkan. DAFTAR PUSTAKAHegemer, C.J. 1999. Materi Pendidikan Lingkungan Hidup; Dasar, Strategi dan Metode Pembelajaran. HansSeidel Foundation. Jakarta Jennings, N. R., Müller, J. P., Wooldridge, M. J. dan editors, Proceedings of theECAI'96 Workshop on Agent Theories, Architectures, and Languages: Intelligent AgentsIII, Volume 1193 ofLNAI, pages 341-356, Berlin, August 12-13 1999. Springer. Kollmuss, A., and Agyeman,J.(2002). Mind theGap: Why Do People Act Environmentally and What are the Barriers tp Pro- Environmental Bahavior?.Environmental Education Research 8(3),239-260 77

Page 58: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 58/395

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Lesser, V., Decker, K., Carver, N., Neiman, D., Prasad, M. N. and Wagner, T., “Evolution of the GPGPdomain-independent coordination framework”. Technical Report UM-CS-1998-005, University ofMassachusetts, Amherst, Computer Science, July, 1998 Malone, T. W. dan Crowston, K. TheInterdisciplinary Study Of Coordination. ACM Computing Surveys, March 1994, 26(1):87-119. McIlrath, D., &Huitt, W. (1995, December). The teaching-learning process: A discussion of models. EducationalPsychology Interactive. Valdosta, GA: Valdosta State University. http://chiron.valdosta.edu/huitt/papers/modeltch.html Nasution, Azizah dan H, Mawengkang. 2007.“Representing Coordination Relationships with Infulence Diagrams to Model the Environmental Behavior”,Proceeding dalam Eco- Modelling Confrence. Penang, Malaysia, 2007 Siahaan, N.H.T.2004.HukumLingkungan dan Ekologi Pembangunan. Edisi ke 2. PT. Gelora Aksara Pratama: Jakarta Soerjani, 2006.Lingkungan Hidup: Pendidikan, Pengelolaan Lingkungan, Dan Pembangunan Berkelanjutan. YayasanInstitute Pendidikan dan Pengembangan Lingkungan ( IPPL), Jakarta Thoha, Miftah . 1993. PerilakuOrganisasi - Konsep Dasar dan Motivasinya. Edisi ke 6 PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. UU Nomor 23Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang PengelolaanLingkungan Hidup. Wahjosoemijo, 2002. Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan Teoritik danPermasalahannya, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta. Zirpoli, Behavior Management: Application forTeachers. New Jersey: Pearson/Merill Prentice Hall, 2005. 78

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

AMDAL SEBAGAI INSTRUMEN LINGKUNGAN BARU DIPANDANG SEBATAS UNTUK PERSYARATANPERIZINAN Dedik Budianta Jurusan Tanah dan Program Studi Lingkungan Pasca Sarjana UniversitasSriwijaya E-mail [email protected] Abstrak Analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL)adalah merupakan analisis dampak besar dan penting suatu usaha yang direncanakan untuk mengambilkeputusan kelayakan lingkungannya. Karena merupakan analisis berarti merupakan kajian akademik suatuusaha dari segi lingkungan. Selama ini AMDAL sering hanya dipandang sebatas dokumen untukmengajukan izin suatu usaha. Sehingga permintaan pemarakarsa untuk menyusun AMDAL sangat singkatkurang dari 3 bulan, maka kualitasnya sangat rendah karena minimnya kajian ilmiah. AMDAL yang baikmerupakan kajian ilmiah dan memerlukan waktu yang cukup untuk membahas dampak yang ditimbulkandari berbagai disiplin ilmu. Berdasarkan UU RI No 32 Th 2009 tentang Perlindungan dan PengelolaanLingkungan Hidup Pasal 28 bahwa lembaga penyedia jasa penyusun AMDAL wajib memiliki sertifikatpenyusun AMDAL, sedangkan ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi dan kriteria penyusun AMDALdiatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup. Untuk itu sesuai dengan amanat undang-undang tersebut terbitlah Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 07 Th 2010 tentangSertifikasi Kompetensi Penyusun AMDAL bahwa syarat lembaga penyedia jasa penyusun AMDAL (LPJPA)harus diregister oleh Kementrian Lingkungan Hidup. Sedangkan untuk menjamin kualitas AMDAL, personilpenyusun AMDAL harus memiliki lisensi kompetensi penyusun AMDAL. Sampai bulan April 2011 personilpenyusun AMDAL yang telah memiliki lisensi kompetensi sekitar 444 orang dari seluruh Indonesia.Sedangkan LPJP AMDAL yang telah diregister baru mencapai 42 lembaga. Selain itu komisi penilai AMDALjuga harus dilisensi. Untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan, pemrakarsa harus melakukanpengelolaan dan pemantauan lingkungan sesuai dengan dokumen RKL- RPL (Rencana Pengelolaan danPemantauan Lingkungan) yang telah disetujui oleh Komisi Penilai AMDAL dan pemrakarsa juga telahmenandatangani dokumen RKL-RPL diatas meterai 6000 artinya pemrakarsa harus mengelola dampakyang ditimbulkan akibat usaha 79

Page 59: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 59/395

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

yang telah dijalankan. Pelaporan mengenai RKL-RPL juga telah diterbitkan dalam KemenLH No 45 tahun2005. Kalau RKL-RPL telah dijalankan dengan baik artinya dokumen AMDAL bukan hanya sebagaiinstrumen perizinan saja melainkan juga sebagai instrumen pengelolaan lingkungan hidup. Kata kunci:AMDAL, RKL-RPL, Lisensi kompetensi AMDAL, pemrakarsa PENDAHULUAN Dalam rangka pengelolaanlingkungan hidup untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi,selaras dan seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasanlingkungan hidup, telah diatur dalam suatu peraturan yaitu Undang-undang No 32 Tahun 2009 tentangperlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan hidupmenurut UU tersebut adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makluk hidup,termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dankesejahteraan manusia serta makluk hidup lain. Untuk itu setiap usaha dan/atau kegiatan yang berlangsungdi wilayah Republik Indonesia harus melindungi dan melestarikan lingkungan hidup. Sedangkanperlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untukmelestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkunganhidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakanhukum. Dalam pasal 22 UU No 32 Tahun 2009 bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampakpenting terhadap lingkungan hidup wajib AMDAL. Sedangkan yang dimaksud dengan Analisis mengenaidampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatanyang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentangpenyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Sebenarnya AMDAL di Indonesia sudah mulai berlaku sejakTahun 1986 karena berlakunya PP No 29 Tahun 1986. Hal ini dimaksudkan AMDAL sebagai bagian daristudi kelayakan pembangunan dari suatu rencana usaha dan/atau kegiatan dari segi lingkungan. Karenamerupakan suatu studi kelayakan, maka Amdal merupakan kajian ilmiah yang harus dilakukan oleh parapakar untuk mengkaji dampak besar dan penting suatu kegiatan dan/usaha dalam wilayah tertentu dalamrangka pengembangan wilayah yang berawasan 80

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Untuk melakukan kajian itu memerlukan waktu tertentu dantidak hanya sekedar menulis dokumen. Menurut UU No 32 tahun 2009, secara umum kriteria usahadan/atau kegiatan yang berdampak penting yang wajib dilengkapi dengan AMDAL terdiri atas (a)pengubahan bentuk lahan dan bentang lahan, (b) eksploitasi sumberdaya alam, baik yang terbarukanmaupun yang tidak terbarukan, (c) proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkanpencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan dan kemerosotan sumberdaya alamdalam pemanfaatannya, (d) proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam,lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya, (e) proses dan kegiatan yang hasilnya akanmempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumberdaya alam dan/atau cagar budaya, (f) introduksijenis tumbuh-tumbuhan, hewan dan jasad renik, (g) pembuatan dan penggunaan bahan hayati dannonhayati, (h) kegiatan yang mempunyai resiko tinggi dan/atau mempengaruhi pertahanan negara; dan/atau(i) penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup.Lebih rinci jenis kegiatan usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal sudah dijelaskan dalam PeraturanMenteri Negera Lingkungan Hidup No 11 Tahun 2006. Untuk mengkaji secara ilmiah selain melalui kajianbiofisik-kimia, biologi dan kesmas, dokumen AMDAL juga harus memuat (a) pengkajian mengenai dampakrencana usaha dan/atau kegiatan, (b) evaluasi kegiatan di sekitar lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan,(c) saran masukan serta tanggapan masyarakat terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan, (d) prakiraanterhadap besaran dampak serta sifat penting dampak yang terjadi jika rencana usaha dan/atau kegiatan

Page 60: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 60/395

1

1

tersebut dilaksanakan, dan (e) rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup. Sedangkansistematika penulisan dokumen AMDAL mengacu pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 08Tahun 2006. KUALITAS AMDAL Sebelum membahas tentang kualitas AMDAL dan bagaimanamewujutkannya, terlebih dahulu disinggung tentang tujuan AMDAL itu sendiri. Secara umum tujuan dansasaran AMDAL adalah untuk menjamin agar suatu usaha/dan atau kegiatan pembangunan dapatberoperasi secara berkelanjutan tanpa merusak dan mengorbankan lingkungan atau dengan kata lainusaha atau kegiatan tersebut layak dari aspek lingkungan hidup (Ilham, 2004). Ada satu kunci yang sangatprinsip yang dapat diambil dari tujuan studi AMDAL tersebut adalah berkelanjutan atau lestari. Untukmewujutkan itu maka AMDAL yang 81

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

disusun harus memiliki kualitas yang baik mulai dari awal penyusunan AMDAL sampai komisi penilaiAMDAL dan implementasi dokumen AMDAL melalui pelaksanaan rencana pengelolaan lingkungan danrencana pemantauan lingkungan oleh pemrakarsa. Secara esensial kualitas dokumen AMDAL sangatditentukan oleh kualitas tim penyusun AMDAL dengan berbagai latar belakang. Pemrakarsa dalammenentukan penyusun dokumen AMDAL terkadang tidak melihat kualitas dari tim penyusun AMDAL,karena yang penting bagi pemrakarsa adalah penyusunan dokumen AMDAL cepat selesai dibuat dalamwaktu sesingkat mungkin tanpa memandang kualitas dokumen yang dihasilkan. Padahal dokumen AMDALdisusun melalui suatu studi bukan hanya sekedar menulis dokumen tetapi melalui kajian sejak mulai darianalisis rona lingkungan tapak proyek sampai memperkirakan dan mengevaluasi dampak penting sampaimenentukan layak atau tidak layak usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan dari segi lingkungan.Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 07 Tahun 2010 bahwa setiap penyusundokumen AMDAL harus memiliki sertifikat kompetensi penyusun dokumen AMDAL. Serifikat penyusunkompetensi penyusun AMDAL diperoleh melalui ujian kompetensi untuk kelayakan sebagai penyusundokumen AMDAL. Dari seluruh Indonesia sampai bulan April 2011, jumlah personil penyusun dokumenAMDAL yang telah memiliki sertifikat penyusun AMDAL sekitar 444 orang. Sedangkan lembaga penyusunAMDAL juga harus diregistrasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup untuk diperbolehkan sebagai lembagapenyusun dokumen AMDAL. Sampai bulan April 2011 ini lembaga penyedia jasa penyusun (LPJP) AMDALyang diperbolehkan sebagai penyusun dokumen AMDAL yang tersebar di seluruh Indonesia 42 lembaga.Untuk membahas dokumen AMDAL yang telah disusun oleh LPJP AMDAL maka perlu dievaluasi olehkomisi penilai AMDAL, sedangkan komisi penilai AMDAL yang boleh melakukan evaluasi dokumen AMDALmemiliki lisensi. Sesuai peraturan pemerintah, AMDAL dapat dibatalkan kalau AMDAL dibahas oleh komisipenilai AMDAL yang tidak memiliki lisensi. Maksud adanya lisensi ini adalah untuk menjaga kualitasdokumen AMDAL yang disusun. Karena salah satu kualitas AMDAL yang disusun juga dipengaruhi olehkemampuan anggota komisi penilai AMDAL dalam memberikan penilaian terhadap dokumen yang diajukan.Komisi penilai AMDAL ini yang akan memberikan rekomendasi untuk disetujuinya dokumen AMDAL untukdiajukan penerbitan surat kelayakannya. Lisensi komisi penilai AMDAL sebelumnya sudah dilakukanpenilaian baik anggota personilnya maupun administrasi yang dimiliki oleh komisi penilai AMDAL. Untuk itubagi suatu daerah yang belum memiliki komisi penilai AMDAL 82

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

yang berlisensi harus dinilai oleh komisi penilai AMDAL lain yang telah memiliki lisensi sesuai denganperaturan yang berlaku. Setelah dokumen disetujui dan mendapatkan surat keputusan kelayakanlingkungan sesuai dengan peraturan yang berlaku, maka kewajiban perusahaan harus melaporkan kegiatanusahanya selama beroperasi sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup 45 Tahun 2005tentang pelaporan Rencana Pengelolaan dan pemantauan lingkungannya selama perusahaan beroperasi.

Page 61: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 61/395

1

Sampai saat ini, belum seratus persen perusahaan yang telah memiliki dokumen AMDAL yang melakukankomitmennya melaporkan pengelolaan dan pemantauan lingkungannya. Sehingga pembangunanberkelanjutan tidak akan tercapai. Dokumen baru ditengok kembali setelah terjadi keributan masalahpencemaran, konflik sosial dll, dan AMDAL baru ditengok lagi. Inilah salah satu terjadinya kerusakanlingkungan karena komitmen perusahaan untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan tidakterpenuhi. Pencapaian tujuan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat danberkelanjutan tidak tercapai. Dokumen AMDAL umumnya baru dibutuhkan sebatas untuk kelengkapanproses perizinan. IMPLEMENTASI AMDAL Implementasi analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL)diwujutkan dalam bentuk pelaksanaan rencana pengelolaan lingkungan dan rencana pemantauanlingkungan (RKL-RPL). Untuk mewujutkan pembangunan yang berkelanjutan dan untuk menanggulangidampak negatif yang ditimbulkan oleh adanya usaha dan/atau kegiatan maka pihak pemrakarsa harusmengelola lingkungan dan dipantau pengelolaannya oleh pemerintah. Dokumen RKL memuat berbagaiupaya penangannya dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat rencanausaha dan/atau kegiatan. Sedangkan dokumen RPL memuat berbagai rencana pemantauan terhadapberbagai komponen lingkungan hidup yang telah dikelola akibat terkena dampak besar dan penting darirencana usaha dan/atau kegiatan. Tujuan RKL adalah (a) mengindari atau mencegah dampak negatiflingkungan hidup melalui pemilihan atas alternatif, tata letak, lokasi dan rancang bangun proyek, (b)menanggulangi, meminimalkan atau mengendalikan dampak negatif yang timbul, (c) meningkatkan dampakpositif hingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar, (d) memberikan pertimbangan ekonomilingkungan sebagai dasar untuk memberikan kompensasi atas sumberdaya alam, dan (e) menjadikan lebihsempurnanya pengendalian lingkungan yang akan digunakan ke dalam atau ke luar batas kegiatan.Sedangkan tujuan RPL adalah (a) menciptakan mekanisme pengendalian dan pengelolaan lingkungan 83

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

untuk membantu pengambilan keputusan dalam pengelolaan kegiatan dan/atau usaha, (b) menciptakansistem peringatan dini terhadap suatu perubahan lingkungan yang tidak terduga, (c) menguji kemampuanpenanganan dampak yang dilakukan, dan (d) menciptakan koordinasi antara pihak-pihak yangbertanggungjawab, terkait dan pengawas melalui pertukaran informasi. Kalau setiap pemrakarsamelaporkan kegiatan RKL dan RPL ini berarti sudah ikut melaksanakan kegiatan pembangunan yangberwawasan lingkungan. RKL-RPL tersebut harus dilaporkan setiap skala waktu tertentu misalnya setiapenam bulan sekali selama perusahaan masih melakukan kegiatannya disuatu wilayah tertentu. Pedomanpenyusunan laporan pelaksanaan rencana pengelolaan lingkungan hidup (RKL) dan rencana pemantauanlingkungan hidup (RKL) telah diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 45 tahun 2005.Pelaksanaan pelaporan RKL-RPL ini juga telah dipertegas dalam pasal 32 ayat 1 Peraturan PemerintahNomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis mengenai dampak lingkungan hidup, bahwa pemrakarsa usahadan/atau kegiatan wajib menyampaikan laporan pelaksanaan rencana pengelolaan lingkungan hidup danrencana pemantauan lingkungan hidup kepada instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan yangbersangkutan, instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan hidup dan Gubernur. Apabilasetiap pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan selalu melaksanakan pelaporan RKL-RPL sesuai denganperaturan dan perundangan yang berlaku dengan sendirinya dokumen AMDAL yang telah disusun tidaksekedar dijadikan untuk kelengkapan perizinan saja tetapi dijadikan untuk pengelolaan lingkungan hidupakibat kegiatan usaha yang dilakukannya dalam mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Untukmengingatkan agar pemrakarsa selalu sadar akan kewajibannya dalam pengelolaan lingkungan hidup makapengawas dari pemerintah daerah harus melakukan fungsinya sebagai pengawas sebagaimanadiamanatkan dalam UU RI No 32 tahun 2009 tentang perrlindungan dan pengelolaan lingkungan hiduppasal 71 Bab XII Pengawasan dan sanksi administratif ayat 1 yang bunyinya Menteri, Gubernur, atauBupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan terhadap ketaatanpenanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, ayat 2, Menteri, Gubernur, atauBupati/Walikota dapat mendelegasikan kewenangannya dalam melakukan pengawasan kepada

Page 62: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 62/395

1

1

pejabat/instansi teknis yang bertanggung jawab di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,ayat 3, dalam melaksanakan pengawasan, Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota 84

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

menetapkan pejabat pengawas lingkungan hidup yang merupakan pejabat fungsional. Selanjutnya dalampasal 74, pejabat pengawas lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam pasal 71 ayat 3, berwenang(a) melakukan pemantauan, (b) meminta keterangan, (c) membuat salinan dari dokumen dan/atau membuatcatatan yang diperlukan, (d) memasuki tempat tertentu, (e) memotret, (f) membuat rekaman audio visual, (g)mengambil sampel, (h) memeriksa peralatan, (i) memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi; dan/atau (j)menghentikan pelanggaran tertentu. Dalam pasal 112 disebutkan bahwa setiap pejabat berwenang yangdengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/ataukegiatan terhadap peraturan perundang-undangan dan izin lingkungan, yang mengakibatkan terjadinyapencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, dipidanadengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus jutarupiah). Sedangkan penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaanpemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000 (satu milyar rupiah). Jadi jelas dengan adanya pidana yang diterapkan baik kepadapengawas maupun pemrakarsa semata-semata ditujukan untuk melindungi lingkungan hidup yang semakinlama semakin rusak akibat adanya kegiatan dan/usaha yang tidak memperhatikan peraturan danperundangan yang berlaku dan kurangnya komitmen pemrakarsa terhadap pengelolaan lingkungan hidup.Pengelolaan lingkungan hidup dianggap sebagai beban tambahan yang memboroskan dari segi finansial.Pemrakarsa yang demikian dalam menjalankan usahanya dan/atau kegiatan justru akan merusaklingkungan yang dampaknya akan mengancam pembangunan yang berkelanjutan. KESIMPULANPembangunan Nasional yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat masih tetapdiperlukan. Akan tetapi setiap jenis usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak penting dan masukdalam jenis usaha dan/atau kegiatan yang termaktub dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan HidupNo 11 Tahun 2006 wajib melakukan AMDAL. Untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan, AMDALyang telah disusun oleh lembaga penyedia jasa penyusun (LPJP) AMDAL yang teregistrasi oleh KementrianLingkungan Hidup harus diimplementasi melalui pelaksanaan rencana pengelolaan dan rencanapemantauan lingkungan hidup sebagaimana telah diatur dalam Keputusan Menteri Negara LingkunganHidup No 45 Tahun 2005. AMDAL tidak hanya dipandang sebagai salah satu 85

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

kelengkapan untuk perizinan saja tetapi dipandang sebagai bentuk instrumen lingkungan yang melindungidan mengelola lingkungan hidup. Dengan demikian pembangunan berkelanjutran akan terwujut sebaliknyapencemaran dan kerusakan lingkungan dapat diminimalisasi. DAFTAR PUSTAKA Keputusan MenteriLingkungan Hidup No 45 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Pelaksanaan Rencanapengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RKL). Ilham, 2004.Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Publikasi No 3. Migas Indonesia. Peraturan Menteri NegaraLingkungan Hidup Nomor 08 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai DampakLingkungan Hidup. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 tentang JenisRencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak LingkunganHidup. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 07 Tahun 2010 tentang Sertifikasi KompetensiPenyusun Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dan Persyaratan Lembaga PelatihanKompetensi Penyusun Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Undang-Undang RepublikIndonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 86

Page 63: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 63/395

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN B3 - LIMBAH B3 DI KOTA MEDAN DALAM UPAYAMENDUKUNG PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN VerawatySimarmata Mahasiswa Program Doktor Jurusan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan - USU Jl.Prof. T. Maas Kampus USU, Medan (20155) e-mail : [email protected] Abstrak Indonesiaadalah negara kepulauan yang memiliki populasi penduduk sekitar 212 juta jiwa. Dalam tiga dasawarsaterakhir, penggunaan bahan kimia termasuk pestisida telah berkembang sangat pesat dan mampumemenuhi tujuan sosial dan ekonomi masyarakat, sehingga bahan kimia tersebut berperan memberikanmanfaat yang sangat besar bagi kehidupan termasuk kepentingan masnusia yang tidak dapat dipisahkandari kehidupan sehari-hari. Secara umum penggunaan bahan kimia tersebut bersifat berbahaya danberacun (B3) digunakan di berbagai sektor perekonomian di Indonesia antara lain bidang perindustrian danperdagangan, pertanian, kesehatan, sumber daya energi dan mineral yang bertujuan meningkatkankesejahteraan manusia, sehingga dalam jangka waktu panjang maupun pendek, berpotensi menyebabkandampak terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Untuk menjamin penggunaan bahan kimia agarramah lingkungan dan meningkatkan tingkat keamanan tinggi maka diperlukan peningkatan upayapengolahan penggunaan bahan kimia tersebut baik di tingkat nasional, regional, maupun internasional untukmengurangi resiko terhadap pencemaran, kerusakan lingkungan. Sampai saat ini terdapat berbagaiperaturan perundangan-undangan yang mengatur pengelolaan bahan kimia berbahaya dan beracun, akantetapi belum cukup memadai terutama untuk mencegah terjadinya pencemaran dan atau kerusakanlingkungan. Misalnya, pada peraturan Nomor 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan B3, permasalahandititikberatkan pada pengelolaan B3 untuk bahan kimia di bidang industri dan perdagangan pada kegiatansebagai penghasil, pengedar, pengangkut, penyimpan, penggunaan dan pembuangan khususnya untukbahan kimia tertentu sesuai dengan lampiran dalam peraturan tersebut. Dasar hukum yang mengaturBahan Berbahaya dan Beracun (B3) antara lain: Undang- undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun2009 tentang 87

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) serta mempunyai dimensi perjanjianinternasional, yakni Montreal Protocol (Bahan Perusak Lapisan Ozon), Rotterdam Convention (PICProcedure), dan Stockholm Convention (POP’s). Kata kunci: strategi kebijakan, pengelolaan B3 - limbah B3,pembangunan berkelanjutan, pembangunan berwawasan lingkungan PENDAHULUAN Pestisida jugadikatergorikan sebagai bahan kimia yang berbahaya dan beracun diatur dalam Undang-undang tentangSistem Budidaya Tanaman Nomor 12/1992, yang ditindak lanjuti dengan peraturan pemerintah Nomor7/1973 serta keputusan Meteri Pertanian sebagai turunannya, mengatur penggunaan pestisida. Indonesiadalam memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri, perlu melakukan usaha-usaha serius dalammeningkatkan produksi pertanian hingga 80% pada tahun 2005 (Natsir, 2001). Usahan ini telah terealisasidalam bentuk penggunaan teknologi pertanian yang modern, seperti pendayagunaan sistem irigasi,pemupukan dengan bahan-bahan kimia, hingga menggunakan pestisida kimia. Dalam beberapa dekadeterakhir, terdapat peningkatan yang cukup drastis dalam penggunaan pestisida. Selain itu juga, sekitar 70%dari total penggunaan pestisida kimia digunakan di Indonesia dalam bentuk insektisida untuk tanamanpangan yang banyak diolah oleh petani tradisional dalam skala kecil maupun besar terutama tanaman padi,kacang kedelai, sayuran, dan buah-buahan, sehingga dalam pengawasan perlu penangan tertentu agartidak menimbulkan permasalahan terhadap kesehatan dan lingkungan. Ditinjau dari keterkaitannya dalamUndang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup untukpengelolaan B3 dan Limbah B3, yaitu Pasal 1, butir 20 Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan

Page 64: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 64/395

1

2

2

2

1

butir 22 Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah adalah zat, energi, dan/ataukomponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidaklangsung dapat mencemarkan dan/ atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkunganhidup manusia, kesehatan serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. Butir 22 LimbahBahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/ataukegiatan yang mengandung B3. Butir 88

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

23 Pengelolaan Limbah B3 adalah kegiatan yang meliputi pengurangan, penyimpanan, pengumpulan,pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan dan/atau penimbunan. DASAR-DASAR PERATURAN YANGTERKAIT Dasar hukum yang mengatur Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) antara lain: a. Undang-undangRepublik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. b.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya &Beracun. c. B3 mempunyai dimensi perjanjian internasional, yaitu : 1. Montreal Protocol (Bahan PerusakLapisan Ozon) 2. Rotterdam Convention (PIC Procedure) 3. Stockholm Convention (POP’s) Dasar hukumyang mengatur tentang Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), antara lain : a. Undang-undangRepublik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. b.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 / 1999 Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 85 / 1999tentang Pengelolaan Limbah B3. c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi danPemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. d.

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 2008

tentang

Pemanfaatan Limbah B3. e.

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 30 Tahun 2009tentang Tata Laksana Perizinan dan

Pengawasan PLB3 serta Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah B3 Oleh Pemerintah Daerah.f.

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun 2009tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah

B3. g. Kepdal Nomor 01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara & Persyaratan Teknik Penyimpanan &Pengumpulan Limbah B3. h. Kepdal Nomor 02/BAPEDAL/09/1995 tentang Dokumen Limbah B3. i. KepdalNomor 03/BAPEDAL/09/1995 tentang Persyaratan teknis pengolahan Limbah B3. j. Kepdal Nomor04/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara Penimbunan Hasil Pengolahan Limbah B3. 89

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 65: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 65/395

1

2

k. Kepdal Nomor 05/BAPEDAL/09/1995 tentang Simbol & Label. l. Peraturan Walikota Nomor 27 Tahun2009 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya & Beracun. m. Surat Keputusan Kepala Badan LingkunganHidup Kota Medan Nomor 660/59/BLH/I/2010, ttg Penghunjukan Tim Verifikasi Izin Pengelolaan LimbahBahan Berbahaya dan Beracun (B3) Kota Medan. Pasal 37 (ayat 1), Menteri, Gubernur, Bupati/Walikotasesuai dengan kewenangannya wajib menolak permohonan izin lingkungan apabila permohonan izin tidakdilengkapi dengan AMDAL atau UKL- UPL. Pasal 54, tertulis : 1) Setiap orang yang melakukan pencemarandan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup. 2) Pemulihanfungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tahapan : a. Penghentiansumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar b. Remediasi c. Rehabilitasi d. Restorasi e. Caralain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Pasal 58 (ayat 1), “Setiap orangyang memasukkan ke dalam NKRI, menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan,memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3 wajib melakukan pengelolaan B3” Pasal 59yang tercantum dalam ayat 1 sampai dengan ayat 6, yaitu : 1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkan. 2) Dalam hal B3 yang telah kadaluarsa,pengelolaannya mengikuti ketentuan pengelolaan limbah B3. 3) Dalam hal setiap orang tidak mampumelakukan sendiri pengelolaan limbah B3, pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain. 4) Pengelolaanlimbah B3 wajib mendapat izin dari Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengankewenangannya. 5) Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota wajib mencantumkan persyaratan lingkunganhidup yang harus dipenuhi dan kewajiban yang harus dipatuhi pengelola limbah B3 dlm izin. 90

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

6) Keputusan pemberian izin wajib diumumkan. Pasal 61 ayat 1, tertulis sebagai berikut “Setiap orang”dilarang: butir

b. Memasukkan B3 yang dilarang menurut per-UU ke dalam wilayah

NKRI butir c. Memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah NKRI ke media lingkungan hidup NKRIbutir d. Memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah NKRI butir e. Membuang limbah ke media lingkunganhidup Pasal 76, Ayat 1, Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota menerapkan sanksi administratif kepadapenanggungjawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izinlingkungan (misal izin PLB3). Ayat 2, Sanksi administratif terdiri atas : a. Teguran tertulis; b. Paksaanpemerintah; c. Pembekuan izin lingkungan; d. Pencabutan izin lingkungan. Pasal 102, Setiap orang yangmelakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun danpaling lama 3 tahun dan/atau denda paling sedikit satu milyar rupiah dan paling banyak tiga milyar rupiah.Pasal 103, Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan limbah B3,dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun dan/atau denda palingsedikit satu milyar rupiah dan paling banyak tiga milyar rupiah. Pasal 105, Setiap orang yang memasukkanlimbah ke dalam wilayah NKRI, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 12tahun dan/atau denda paling sedikit empat milyar rupiah dan paling banyak dua belas milyar rupiah. Pasal106, Setiap orang yang memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah NKRI, dipidana dengan pidana penjarapaling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan/atau denda paling sedikit lima milyar rupiah dan palingbanyak lima belas milyar rupiah. Pasal 107, Setiap orang yang memasukkan B3 yang dilarang menurut per-UU ke dalam wilayah NKRI, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15tahun dan/atau denda paling sedikit lima milyar rupiah dan paling banyak lima belas milyar rupiah.Disamping itu untuk, limbah industri pestisida maupun pemakai pestisida yang telah kadaluarsa di lapangandiatur oleh Undang-undang Lingkungan Hidup yang ditindak lanjuti dengan peraturan pemerintah 91

Page 66: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 66/395

1

2

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

tentang pengelolaan limbah pada peraturan pemerintah Nomor 18/1995 jo. Nomor 85/1995. Sedangkankeamanan pemakaian bahan kimia untuk kebutuhan di Indonesia, juga diatur dalam peraturan-peraturanseperti yang tersebut di atas. Apabila pengawasan tidak ditangani sebagaimana mestinya maka akanmembuka peluang untuk penyalahgunaan bahan kimia tersebut termasuk penanganan penggunaan bahankimia yang tergolong dalam pestisida yang sudah dilarang penggunaannya yaitu bahan kimia pestisida yangtergolong kedalam POPs. Berikut ini adalah berbagai kebijakan dan perundang-undangan Indonesiamengenai bahan kimia berbahaya bercun dan pestisida : 1. Undang-Undang Nomor 12 tahun 1992 tentangSistem Budidaya Tanaman; 2.

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan danPengelolaan Lingkungan Hidup;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1973 tentang Pengawasan Distribusi, Penyimpanan, danPenggunaan dari Pestisida; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 85 tahun 1999 tentang Perubahan Undang-undang yang Berkaitan dengan Bahaya serta Penanggulangan Limbah B3; 5. Peraturan Pemerintah Nomor74 tahun 2001 tentang Pengelolaan B3; 6. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 434/Kpts/TP.270/7/2001tentang Syarat-syarat dan Prosedur Pendaftaran Pestisida; 7. Keputusan Meteri Pertanian bulan September2002 tentang Manajemen Pengawasan Pestisida. PERMASALAHAN Pestisida di Indonesia Pestisidabanyak digunakan para petani di Indonesia dalam usaha-usaha pengelolaan lahan-lahan pertaniannya.Sebenarnya pestisida memiliki banyak efek-efek negatif yang ditimbulkannya pada lingkungan. Efek-efeknegatif itu adalah misalnya : a. Menimbulkan resistansi pada hama pertanian, misalnya pada jenisLepidoptera; b. Menurunkan populasi ikan dan burung pemangsa yang sebenarnya tidak menjadi sasaran;c. Menurunkan populasi organisme-organisme yang berperan penting dalam menjaga kesuburan tanah(cacing tanah, jamur-jamur, dan serangga tanah); d. Menghambat aktifitas fiksasi nitrogen pada kacang-kacangan (menghambat aktifitas bakteri nitrat dan bekteri nitrit); 92

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

e. Tidak terdegradasi di lingkungan sehingga residunya akan terdistribusi melalui rantai makanan; f.Menimbulkan keracunan pada hewan ternak dan manusia; g. Racun pestisida dapat terakumulasi melaluirantai makanan dapat terkonsentrasi pada organisme jenis tertentu. Cacing tanah, misalnya, dapatmengkonsentrasikan pestisida pada tubuhnya sehingga mencapai 20x konsentrasi pestisida pada tanahsekitarnya (Sastrautomo, 1992); h. Karena peristiwa akumulasi tersebur (disebut biokumulasi) melalui rantaimakanan, pestisida cenderung untuk lebih terkonsentrasi pada organisme yang menempati piramidamakanan yang lebih tinggi. Salah satu organisme itu adalah manusia. Hal ini menyebabkan manusia rawanuntuk teracuni oleh pestisida, yang menurut penelitian ndiduga kuat termasuk bahan karsinogenik ataupenyebab kanker. Secara umum, lebih dari 100 macam hama.serangga dilaporkan memiliki resistensi ataukekbalan terhadap satu atau beberapa macam pestisida. Laporan terakhir menunjukkan bahwa adapeningkatan jumlah hama yang resisten terhadap suatu jenis pestisida tertentu, sementara diketahui hamatersebut sudah memilki resistensi terhadap beberapa jenis pestisida. (Sutanto, 2002). Pestisida jugamenciptakan masalah-masalah serius, dikarenakan zat sisa (residu) yang ditinggalkannya. Dalam beberapakomponen lingkungan/ekosistem, residu tersebut dapat mematikan ikan atau mikroorganisme yang ada didalam tanah. Residu dari pestisida pun juga ditemukan di pestisida pun juga ditemukan di berbagai macammakanan, sayur-sayuran, buah-buahan, ikan dan sebaginya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.74/2001, bahan kimia yang tergolong dalam pestisida POPs sudah dilarang dipergunakan, seperti yang

Page 67: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 67/395

1

1

telah disampaikan pada tulisan terdahulu. Bahan kimia pestisida yang tergolong dalam POPs adalah bahankimia yang mempunyai sifat membahayakan terhadap kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya sertalingkungan karena bersifat persisten dan terbioakumulasi di lingkungan. Pelarangan tersebut juga tercantumdalam Konvensi Stockholm yang telah ditandatangani oleh pemerintah Indonesia pada tanggal 22 Mei 2001.Berdasarkan hal tersebut, maka pada saat ini Kantor Menteri Lingkungan Hidup sebagai Focal Point untukimplementasi Konvensi Stockholm tentang Bahan Kimia Organik yang Persisten (POPs), yangpelaksanannya dibawah Deputi Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Sumber Instansi dan AsdepUrusan Pertanian dan Kehutanan sebagai pelaksana untuk menyusun startegi dan rencana 93

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

sebagai tindak pengelolaan bahan kimia pestisida melalui “Rencana Penerapan Nasional” (NationalImplementation Plan) tentang peredaran bahan kimia yang tergolong sebagai bahan pencemar oeganikyang persisten (POPs) dalam suatu kegiatan “Enabling Activities to Facilitate Early Action on theImplementation of the Stockholm Convension on Persistent Organic Pollutants (POPs) in Indonesia” yaitusuatu kegiatan awal dalam memfasilitasi penghapusan Bahan Pencemar Organik yang Persisten diIndonesia. PEMBAHASAN PP Nomor 74 tahun 2001 – Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan BahanBerbahaya dan Beracun A. Pengelolaan B3 Penggolongan jenis B3 pada peraturan tersebut diatur padaPasal 1 ayat 9 untuk B3 terbatas dipergunakan adalah B3 yang dibatasi penggunaan, impor dan atauproduksinya; Sedangkan Pasal 1 ayat 10 untuk B3 yang dilarang dipergunakan yaitu jenis B3 yang dilarangdigunakan, diproduksi, diedarkan dan atau diimpor; Sedangkan penggolongan B3 berdasarkan klasifikasidiatur pada Pasal 5 ayat 2 yaitu : a. B3 yang dapat dipergunakan tercantum pada lampiran I b. B3 yangdilarang dipergunakan tercantum pada lampiran II Tabel 1 c. B3 yang terbatas dipergunakan tercantumpada lampiran II Tabel 2 Klasifikasi B3 diatur pada pasal 5 ayat 1 meliputi : a. Mudah meledak (explosive) b.Pengoksidasi (oxidising) c. Sangat mudah sekali menyala (extremely flammable) d. Sangat mudah menyala(highly flammable) e. Mudah menyala (flammabel) f. Amat sangat beracun (extremely toxic) g. Sangatberacun (highly toxic) h. Beracun (moderately toxic) i. Berbahaya (harmful) j. Korosif (corrosive) k. Bersifatiritasi (irritant) l. Berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment) m. Karsinogenik (carcinogenic)n. Teratogenik (teratogenic) o. Mutagenik (mutagenic) 94

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Pada peraturan PP 74/2001, jenis bahan kimia yang terkait dengan pestisida yang tergolong dalam POPsterdapat pada Lampiran I yaitu Bahan Kimia yang dilarang dipergunakan terdiri dari : 1. Aldrin (C12H8CI6)2. Chlordane (C10H6CI8) 3. DDT-Dichlorodiphenyltrichloroethane (C14H9CI5) 4. Dieldrin (C12H8CI6O) 5.Endrin (C12H8CI6O) 6. Heptachlor (C10H5CI7) 7. Mirex – Hexachloropentadienedimer (C10CI12) 8.Toxaphene (C10H10CI8) 9. Hexachlorobenzene (C6CI6) 10. PCBs – Polychlorinated (C12X ; X = H or CI)B. Tata laksana pengelolaan B3 Tata laksana B3 meliputi registrasi dan notifikasi terdapat dalam prosedurregistrasi diatur pada Pasal 1 ayat 3, Pasal 6, Pasal 41. Registrasi bahan bahaya beracun (B3) tersebutmenuntut tanggung jawab di antara produsen dan konsumen mengenai perlindungan terhadap kesehatanmanusia dan lingkungan hidup akibat pengaruh berbahaya yang akan ditimbulkan dari bahan berbahayadan beracun tersebut. Prosedur registrasi yang dijalankan diharapkan dapat membantu instansi terkaituntuk saling tukar menukar informasi, sehingga instansi-instansi tersebut terbantu dan mampu mempelajarisecara mendalam hal-hal yang berkait dengan sifat kimia bahan berbahaya yang diproduksi maupun yangdiimport untuk pertama kali sehingga dapat dilakukan proses pengambilan keputusan untuk membatasiataupun mencegah beredarnya B3 tersebut secara luas. Informasi mengenai B3 yang telah dilarangpenggunaannya maupun yang telah diregistrasikan pada instansi tertentu harus secara berkaladiinformasikan kepada seluruh instansi terkait dan lembaga terkait seperti importir, produsen dan konsumen

Page 68: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 68/395

1

1

B3. C. Mekanisme Registrasi B3 Mekanisme Registrasi B3 diatur dalam prosedur notifikasi pada pasal 1ayat 11, 12, 13 dan 14; Pasal 7, 8, 9, 10 dan Pasal 41. Secara umum sistem notifikasi adalah suatu sistemdimana otoritas negara pengekspor diwajibkan memberitahukan terlebih dahulu rencana perpindahan lalulitas batas B3 kepada otoritas negara tujuan dan negara transit untuk B3 yang dilarang dan terbatas pakai.Penerapan sistem notifikasi di Indonesia diperuntukan untuk B3 yang terbatas dipergunakan dan atau yangpertama kali diimpor. 95

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

D. Kerjasama Internasional Pengelolaan dan Limbah B3 Dalam rangka memperketat dan mengawasiperpindahan lintas batas B3 dan bahaya yang diakibatkannya serta untuk mendukung keberhasilanpelaksanaan Konvensi Rotterdam tentang prosedur PIC dalam pengawasan perpindahan linatas batas B3,diperlukan suatu pengaturan pengelolaan dan perlunya koordinasi antar instansi terkait, dengan keterlibatanmasyarakat dan industriawan atau importir dan eksportir serta ikut berperan aktif di tingkat internasionaldalam pengawasan perdagangan lintas batas B3 tersebut. Konvensi Rotterdam merupakan langkah awalyang penting bagi Indonesia dalam rangka mencegah dan mengawasi perpindahan lintas batas B3 ilegaldan meyakinkan bahwa bahan kimia tersebut harus dikelola dengan benar dan berwawasan lingkungan.Pertemuan COP (Conference of the Parties) ke 4 Konvensi Stockholm, Jenewa, 4-8 Mei 2009. Pertemuandihadiri oleh wakil dari 128 negara pihak dengan kredential, 17 negara pihak tanpa kredential, 11 negaraobserver, NGO dan badan-badan PBB. Delri dipimpin oleh Asdep 4/IV KLH dengan anggota terdiri dari wakilDepperin, KLH dan PTRI Jenewa. Dalam pertemuan ini dibahas berbagai hal penting terkait dengan bahanPOPs (Persistent Organic Pollutants) antara lain : penambahan 9 jenis bahan kimia kedalam annex A, Bdan C (lindane, Alpha hexachlorocyclohexane, Tetrabromodiphenyl eather and pentabromodiphenyl eather(C-penta BDE), Perfluorooctane sulfonic acid, its salts and perfluorooctane sulfonyl fluoride,Hexabromodiphenyl eather and heptabromodiphenyl eather (C- octaBDE)), sinergy, DDT, PCB, BAT/BEPtoolkit, Stockholm Regional Center. 96

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011 Namun demikian hal

menjadi sangat penting bagi negara Indonesia adalah adanya penambahan 9 bahan kimia tersebut, hal initerkait dengan dampak penambahan bahan kimia tersebut terhadap industri dalam negeri Indonesia sendirisehingga tidak merugikan kepentingan nasional. Berikut adalah hasil terhadap 9 bahan kimia tersebut : a.Memasukkan lindane ke dalam Annex A with the specific exemption for use for human healthpharmaceutical for control of head lice and scabies as second line treatment b. Memasukkan Alphahexachlorocyclohexane, Beta hexachlorocyclohexane, chlordecone, bromobiphenyl andpentachlorobenzene ke dalam Annex A with no exemption for production and use. c. MemasukkanTetrabromodiphenyl ether and pentabromodiphenyl ether(C-penta BDE), ke dalam Annex A with spesificexemption for articles containing these substances in accordance with provisions of part IV Annex A; danmemasukkannya ke dalam part IV Annex A yang mengizinkan untuk recycling barang-barang yangmengandung C-pentaBDE) d. Memasukkan Perfluorooctane sulfonic acid, its salts and perfluorooctanesulfonyl fluoride ke dalam Annex B with acceptable purposes, termasuk photo imaging, fire fighting foam,insect baits for leaf cutting ants, dan specific exemption including inter alia metal plating, leather andapparel, textile and upholstery, paper and packaging, and rubber and plastics. e. MemasukkanHexabromodiphenyl eather and heptabromodiphenyl eather (C-octa BDE) ke dalam Annex A with spesificexemption for articles containing these substances in accordance with provisions of part IV Annex ASedangkan dalam hal sinergy, pertemuan sepakat untuk mengadopsi rekomendasi AHJW (Ad Hoc JointWorking Group) on Enhancing Cooperation and Coordination among the Basel, Stockholm and RotterdamConventions, yang meliputi antara lain organisasi (koordinasi tingkat nasional, kerjasama program,

Page 69: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 69/395

1

1

koordinasi penggunaan regional center dan sumberdaya manusianya); teknis (pelaporan, mekanismepenaatan, kerjasama teknis dan ilmiah); pengelolaan informasi dan kesadaran masyarakat (peningkatankesadaran, pertukaran informasi (clearing-house mechanism); administrasi (pengelolaan bersama,mobilisasi sumberdaya, pengelolaan finansial, pelayanan bersama); pengambilan keputusan (rapatkoordinasi, extraordinary COP). 97

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011 Hal

lain yang menjadi pembahasan adalah terkait dengan DDT dan PCB, mengingat alternatif DDT yang efektifbelum tersedia, DDT tetap dapat digunakan untuk penanganan wabah malaria dan dibatasi denganrekomendasi WHO dan pedoman pengendalian vektor penyakit. Pertemuan mendorong pelaksanaankegiatan global partnership tentang pengembangan dan penerapan, produk alternatif, metode dan strategipengendalian vektor penyakit. Sedangkan untuk PCBs pertemuan sepakat untuk membentukPolychlorinated biphenyls elimination network sebagai kerangka kerjasama untuk mendukung para pihakmenghapuskan PCBs melalui pengelolaan PCB dan limbahnya secara ramah lingkungan. Pertemuanmendorong para pihak, intergovernmental organization, donor, pemilik PCBs, NGO, pakar, sektor bisnis danindustri untuk bergabung dalam network; dan untuk melakukan pengelolaan limbah PCBs sesuai denganpedoman yang ditetapkan dalam Konvensi Basel. Dalam COP-4 ini juga diadakan High-level Segment yangberlangsung selama 2 hari dengan tema Meeting the challenges of a POPs-free future. Pertemuanmembahas antara lain : 1. Sekretaris Eksekutif Konvensi Stockholm menekankan hubungan antara bahankimia dengan bidang lain seperti perubahan iklim serta mengenai pentingnya kerjasama antar organisasiinternasional untuk menjawab tantangan tersebut. Iran (Presiden COP4) menyampaikan bahwa masihbanyaknya illegal trafficking POPs ke negara berkembang merugikan upaya pencapaian tujuan Konvensi. 2.Negara-negara berkembang pada umumnya menyampaikan pentingnya bantuan teknis dan finansial bagiupaya pencapaian tujuan Konvensi; pentingnya menjamin ketersediaan bahan kimia alternatif (untuk bahankimia yang masuk dalam Annex Konvensi) dengan harga terjangkau, mudah didapat dan ramah lingkungan;perlunya pendekatan non-repressive measures dalam implementasi Konvensi; dan perlunya penguatanfocal point nasional. 3. EU menekankan bahwa kerjasama internasional memainkan peran penting dalameliminasi POPs. Denmark menyampaikan bahwa compliance mechanism sama pentingnya dengantechnical assistance dan financial mechanism. Finlandia menghimbau agar negara pihak dapat menyepakatinon-compliance. Amerika Serikat menyampaikan bahwa pihaknya tengah dalam proses ratifikasi KonvensiStockholm. Terkait dengan hasil dari COP-4 tersebut dan telah diratifikasinya Konvensi Stockholm olehIndonesia pada tanggal 11 Juni 2009 melalui Undang-undang Nomor 19 Tahun 2009, maka kiranyaPemerintah saat ini akan segera menyusun prioritas kerjasama antara Pemerintah RI dengan SekretariatStockholm terutama terkait dengan 98

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

pemanfaatan program-program technical assistance dan financial assistance dari Konvensi Stockholmseperti pemanfaatan program Clearing House Mechanism. Selain itu, Pemerintah RI juga dapatmengusulkan country driven activities yang akan dilaksanakan dengan koordinasi regional centers. Dandisamping itu kiranya perlu sedini mungkin mengantisipasi kemungkinan penambahan berbagai bahan kimiauntuk dimasukkan dalam Annex Konvensi Stockholm, terutama yang terkait dengan pengembangan industriterkait di dalam negeri. Notifikasi adalah sustu sistem pengawasan melalui pemberitahuan terlebih dahuludari instansi berwenang segara pengekspor ke instansi negara penerima dan negara transit apabila akandilaksanakan perpindahan lintas batas B3, sebagaimana diatur dalam PIC (Prior Informed Consent)Konvensi Rotterdam. Pemerintah Indonesia menerapkan sistem notifikasi ini dalam rangka untuk mencegahterjadinya perdagangan ilegal di Indonesia yang membawa bahan-bahan kimia yang sangat berbahaya dan

Page 70: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 70/395

1

1

beracun seperti DDT dan Chlorine yang sebenarnya sudah dilarang peredarannya di Indonesia. Lebih lanjuthal ini untuk mencegah timbulnya dampak negatif dari impor ilegal yang dapat mencemari lingkungan dankesehatan manusia. Selain itu penerapan sistem notifikasi digunakan juga untuk mengontrol peredaranbahan kimia, khususnya bahan berbahaya dan beracun (B3). Setiap orang yang melakukan kegiatan eksporB3 yang terbatas dipergunakan dan atau B3 baru yang tidak termasuk dalam Lampiran PP Nomor 74 Tahun2001, wajib menyampaikan notifikasi ke otoritas negara tujuan ekspor, otoritas negara transit melaluiinstansi yang bertanggung jawab. Ekspor B3 sebagaimana tersebut hanya dapat dilaksanakan setelahadanya persetujuan dari otoritas negara tujuan ekspor, otoritas negara transit dan instansi yangbertanggung jawab. Persetujuan dari instansi yang bertanggung jawab merupakan dasar untuk penerbitanatau penolakan izin ekspor dari instansi yang berwenang di bidang perdagangan. Prosedur notifikasidiperuntukkan bagi setiap orang/ lembaga/badan hukum/perusahaan yang melakukan kegiatan ekspor-impor B3. Jenis ekspor-impor B3 yang memrlukan prosedur notifikasi adalah : 1. B3 yang terbatasdipergunakan 2. B3 yang pertamakali diimpor 3. B3 yang baru tidak termasuk dalam daftar lampiran PPNomor 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun 99

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

E. Tim Komisi B3 Komisi B3 diatur pada pasal 21 Jenis B3 yang tidak termasuk dalam daftar B3 sepertidicantukan dalam lampiran PP Nomor 74 Tahun 2001 (B3 yang baru), diwajibkan untuk mengikuti prosedurnotifikasi, setelah melalui saran dan pertimbangan dari Komisi B3 yang akan menyatakan bahwa B3tersebut sebagai bahan kimia yang memiliki sifat berbahaya dan beracun. Pada pasal 21 dinyatakan bahwatugas Komisi B3 adalah memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah tentang bahan kimia B3yang akan beredar tersebut sebagai bahan kimia yang memiliki sifat berbahaya dan beracun yangberpotensi menimbulkan dampak mencemari dan merusak lingkungan serta kesehatan manusia. Komisi B3tersebut terdiri dari beberapa Sub Komisi B3 dengan susunan keanggotaan terdiri dari wakil instansi yangterkait, wakil perguruan tinggi, organisasi lingkungan dan asosiasi. Susunan keanggotaan, tugas, fungsi dantata kerja Komisi B3 sebagaimana dimaksud di atas ditetapkan dengan Keputusan Presiden. F. Kewajibanyang harus dilakukan dalam melaksanakan Pengelolaan B3 Kewajiban setiap orang melakukan kegiatan dibidang B3 meliputi : - Kewajiban registrasi diatur dalam pasal 6 - Kewajiban notifikasi – export/import diaturpada pasal 7,8 dan 9 - Kewajiban membuat/menyertakan Master Safety Data Sheet (MSDS) - Kewajibanmelakukan pengemasan diatur pada pasal 14 dan 16 - Kewajiban pemberian simbol dan label diatur padapasal 15,17 dan 18 - Kewajiban pada tempat penyimpanan diatur pada pasal 18 dan 19 - Kewajibanpenggunaan alat transportasi diatur pada pasal 13 G. Kewajiban setiap orang yang harus dilakukan dalammelakukan kegiatan di bidang B3 Setiap orang yang melakukan kegiatan di bidang B3 wajib memperhatikan: - Pencegahan terjadinya pencemaran atau kerusakan Iingkungan hidup – pasal 4 - Menjaga keselamatandan kesehatan kerja – pasal 22 - Menanggulangi kecelakaan dan keadaan darurat – pasal 24, 25 dan 27 -Membuat pelaporan – pasal 31 - Melakukan sosialisasi – pasal 33 dan 35 100

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

G. Pestisida Pestisida adalah suatu pengendalian organisme penggangu tumbuhan dan vektor penyakitmanusia, kareran merupakan sarana yang dapat dipergunakan secara efektif dan efesien untuk mengatasimasalah tersebut. Namun demikian, dibalik manfaat tersebut, pestisida memiliki potensi pengaruh sampingyang tidak diinginkan antara lain keracunan pada manusia dan ternak, terbunuhnya musush alamiorganisme penggangu tumbuhan dan satwa lain, tertinggalnya residu pada hasil tanam dan pencemaranlingkungan (Departemen Pertanian, 2001). Pestisida secara besar terbagi menjadi pestisida organik dananorganik. Pestisida anorganik adalah golongan pestisida yang dimana bahan aktifnya merupakan hasilsintesa dari bahan kimiawi. Kebanyakan pestisida dalam golongan ini adalah hasil pengolahan hidrokarbon,

Page 71: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 71/395

1

2

2

seperti misalnya DDT. Sedangkan pestisida organik adalah golongan pestisida yang dimana bahan aktifnyaberasal dari sumber- sumber alami yang diolah lebih lanjut. Biasanya pestisida ini mempunyai dua buahsumber, tanaman dan mineral. Berdasarkan Undang-undang Nomor 12 tahun 1992 tentang SistemBudidaya Tanaman, Pestisida adalah : - Adalah suatu zat atau senyawa kimia, zat pengatur danperangsang tumbuh, bahan lain, serta organik renik atau virus yang digunakan untuk melakukanperlindungan tanaman - Apabila pestisida tersebut akan diedarkan wajib untuk terdaftar, memenuhi satndarmutu, terjamin efektifitasnya, aman bagi manusia dan lingkungan hidup. - Setiap orang atau badan hukumyang menguasai pestisida yang dilarang peredarannya atau yang tidak memenuhi satndar mutu atau rusakatau tidak terdaftar wajib memusnahkannya. Pengaturan Pengawasan terhadap Peredaran, Penyimpanandan penggunaan Pestisida diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1973. Pada hakekatnyapestisida adalah suatu zat kimia dan bahan lain, jasad renik dan virus merupakan suatu zat dan atau bahanyang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia, kelestarian sumber daya alam hayati dan lingkunganhidup, tetapi juga dapat memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat. Berdasarkan Kepmentan Nomor434.1/Kpts/TP.270/7/2001, pestisida yang tidak layak pakai, harus dilakukan pemusnahan yaitu dihilangkansifat dan fungsi pestisidanya dan pada kenyataannya banyak ditemukan Pestisida yang tidak layak pakaitersebut di lapangan. Pestisida yang tidak layak pakai antara lain : - Pestisida yang tidak memenuhi standarmutu/rusak - Pestisida yang kadeluarsa, tidak terjamin efektifitasnya 101

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

- Pestisida yang tidak layak pakai/palsu, tidak aman

terhadap lingkungan dan kesehatan manusia, serta mahluk hiduplainnya. - Pestisida yang

ditolak peredarannya, dsb Pestida yang tidak layak pakai tersebut, dapat diketegorikan sebagai BahanBerbahaya dan Beracun (B3) adalah suatau bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan ataujumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusaklingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lengkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidupmanusia serta makhluk hidup lainnya, ketentuan Pengelolaan B3 tersebut diatur pada Peraturan PemerintahNomor 74 tahun 2001 seperti yang telah diuraikan di atas. Selain itu bagi jenis B3 yang kadeluarsa dan atautidak memnuhi spesifikasi dan atau bekas kemas, wajib dikelola sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan Limbah B3 yaitu PP Nomor 18 tahun 1999 jo. PP Nomor 85 tahun 1999tentang Pengelolaan Limbah bahan Berbahaya dan Beracun. Kegiatan pembangunan yang bertumpu padapembangunan kegiatan industri, disatu pihak dapat menghasilkan barang yang bermanfaat dan dapatmeningkatkan kesejahteraan rakayat, tetapi dipihak lain dapat menghasilkan limbah antara lain yangterindentifikasi sebagai Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Limbah B3 tersebut apabila dibuangke dalam lingkungan

dapat menimbulkan bahaya terhadap lingkunga, kesehatan manusiaserta mahluk hidup lainnya.

Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 473.1/Kpts/TP.270/7/2001 pengawasan pestisidadilaksanakan oleh instansi pertanian, kesehatan, tenaga kerja dan instansi lainnya bila perlu. Pengawasansulakukan terhadap penyimpanan, peredaran dan penggunaan pestisida mengenai : - Standar mutupestisida; - Bahan residu pestisida; - Keselamatan kerja; - Jenis pestisida palsu; - Pengaruh sampingpestisida; Berdasarkan PP Nomor 7 tahun 1973 yang mendefinisikan “pemusnahan pestisida” adalahmenghilangkan sifat dan fungsi pestisida, belum ada pengaturan dalam hal pengawasannya. Oleh karena

Page 72: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 72/395

1

1

pestisida mengundang bahan aktif yang umumnya mengandung bahan yang berdaya racun yang dapatmembahayakan lingkungan, kesehatan manusia dan mahluk hidup lainnya, termasuk pengawasan terhadapbahan pestisida yang sudah tidak layak pakai tersebut dilakukan dengan pemusnahan mengikuti peraturanperundang-undangan Nomor 32 tahun 102

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup beserta peraturan pelaksanaanya, antaralain diatur pada Keputusan Kepala Bapedal Nomor 03/Bapedal/09/1995 yaitu aturan dalam melaksanakansuatu proses mengubah jenis, jumlah dan karakteristik limbah B3 menjadi tidak berbahaya dan atau tidakberacun dan atau immobilisasi limbah B3 sebelum ditimbun dan atau memungkinkan agar limbah.PENUTUP Definisi limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa (limbah) suatukegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifat (toxicity,flammability, reactivity, dan corrosivity) serta konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung maupuntidak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia.Berdasarkan sumbernya, limbah B3 dapat diklasifikasikan menjadi: ? Primary sludge, yaitu limbah yangberasal dari tangki sedimentasi pada pemisahan awal dan banyak mengandung biomassa senyawa organikyang stabil dan mudah menguap ? Chemical sludge, yaitu limbah yang dihasilkan dari proses koagulasi danflokulasi ? Excess activated sludge, yaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan dengan lumpur aktifsehingga banyak mengandung padatan organik berupa lumpur dari hasil proses tersebut ? Digested sludge,yaitu limbah yang berasal dari pengolahan biologi dengan digested aerobic maupun anaerobic di manapadatan/lumpur yang dihasilkan cukup stabil dan banyak mengandung padatan organik. DAFTARPUSTAKA Djanius Djamin, 2007, Pengawasan dan Pelaksanaan Undang-Undang Lingkungan Hidup SuatuAnalisis Sosial, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Direktorat Pupuk dan Pestisida 2001, Pestisida untukPertanian dan Kehutanan, Jakarta : Departemen Pertanian dan Kehutanan. Himpunan PeraturanPengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun(B3), 2007, Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Jakarta. Koesnadi Hardjasoemantri, 2001, Hukum TataLingkungan, Edisi ke-7, Cetakan ke-16, Penerbit Gajahmada University Press, Yogyakarta. Kepdal Nomor01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara & Persyaratan Teknik Penyimpanan & Pengumpulan Limbah B3.103

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Kepdal Nomor 02/BAPEDAL/09/1995 tentang Dokumen Limbah B3. Kepdal Nomor 03/BAPEDAL/09/1995tentang Persyaratan teknis pengolahan Limbah B3. Kepdal Nomor 04/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata CaraPenimbunan Hasil Pengolahan Limbah B3. Kepdal Nomor 05/BAPEDAL/09/1995 tentang Simbol & Label.Natsir, M. 2002, Biotecnology, Potency and its successful in Agriculture, Jakarta : Raya Grafindo PersadaPedoman Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), 2002, Badan Pengendalian DampakLingkungan, Daerah Propinsi Sumatera Utara. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 85 Tahun1999 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun1999 Tentang Pengelolaan LimbahBahan Berbahaya dan Beracun (B3), 2004, Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Jakarta. PeraturanPemerintah Nomor 71 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan dan PenggunaanPestisida St. Munadjat Danusaputro, 1980, Hukum Lingkungan, Buku I : Umum, Penerbit Binacipta,Bandung. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan danPengelolaan Lingkungan Hidup, 2009, Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Jakarta. Undang-undangNomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budi Daya Tanaman. Sastrautomo, S.S. 1992, Pestisida, Dasar-dasardan Dampak Penggunaannya, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama Sutanto, Rahman 2002. Pertanian

Page 73: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 73/395

1

1

Organik (geogle). Tarumingkeng, Rudy. C. 1992, INSEKTISIDA, Sifat, Mekanisme Kerja dan DampakPenggunaannya, Jakarta : Universitas Kristen Krida Wacana 104

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

ASURANSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 200 TENTANG PERLINDUNGANPENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Syamsul Arifin Fakultas Hukum Universitas Sumatera UtaraAbstrak Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidupterdiri dari 127 Pasal, diundangkan pada tanggal 03 Oktober 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesiatahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059).Terdapat beberapaSubstansi pengaturan yang baru jika dibandingkan dengan Undang-undang sebelumnya, salah satudiantaranya adalah pengembangan Asuransi Lingkungan Hidup (pasal 43 ayat f). Asuransi LingkunganHidup adalah Asuransi yang memberikan perlindungan pada saat terjadinya pencemaran dan/ataukerusakan lingkungan hidup.Asuransi atau Verzekering juga berarti pertanggungan, ada 2 pihak terlibat didalam Asuransi, yaitu yang satu sanggup menanggung atau menjamin, bahwa pihak lain akan mendapatpenggantian suatu kerugian yang mungkin akan ia derita sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semulabelum tentu akan terjadi atau semula dapat ditentukan saat akan terjadinya. Sedangkan Pihak yang lainadalah pihak yang ditanggung wajib membayar sejumlah uang kepada pihak yang menanggung uangtersebut akan tetapi menjadi milik pihak yang menanggung apabila kemudian ternyata Peristiwa yangdimaksudkan itu tidak terjadi. Dalam kaitannya dengan pencegahan pencemaran lingkungan dan kerusakanlingkungan terdapat pihak pencemar atau Poluter sebagai perusahaan atau pelaku usaha yang melakukanaktifitas pengelolaan terhadap sumber daya alam dan pihak perusahaan akan menanggung akibat negatifdari aktifitas pengelolaan Sumber daya alam tersebut. Hal ini sejalan dengan bentuk pertanggung jawaban(liability of risk) karena adanya suatu resiko yang akan ditimbulkan oleh pengelolaan sumber daya alamtersebut dapat diatasi sehingga kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan oleh perusakan dan pencemaranlingkungan tidak menjadi persoalan yang serius untuk melestarikan fungsi pelestarian Lingkungan hidup.Namun yang perlu difikirkan secara bersama bagaimana pemerintah Indonesia dapat mewujudkan asuransilingkungan hidup sebagaimana yang telah diamanahkan oleh Undang-undang. Kata kunci : AsuransiLingkungan, liability of risk. 105

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

UPAYA MEMITIGASI BANJIR SECARA MASSAL Abdul Rauf Staf Pengajar Fakultas Pertanian USU Jl.Prof. A. Sofyan 3 Kampus USU Medan 20155 Email: [email protected] Abstrak Suatu kawasanlahan, baik kawasan hutan, maupun kawasan budidaya (pertanian, perkebunan) dan pemukiman sertakawasan industri dan pariwisata, tidak hanya berfungsi sebagai penyedia produk nyata (tangible) berupapangan, papan, serat dan atau jasa tetapi juga memiliki banyak fungsi dan keuntungan yang tidak nyata(intangible), termasuk dalam memitigasi banjir. Dengan meningkatkan daya jerap tanah di kawasan apapunsebesar 1 cm saja per jam, maka air yang dapat diserap tanah tersebut dapat bertambah hingga 100.000liter (100 m 3 ) per hektar per jam. Berbagai upaya dalam meningkatkan daya jerap tanah terhadap airdapat dilakukan dengan mudah dan dapat diterapkan secara masal di antaranya biopori, aplikasi mulsaorganik secara vertikal, pembuatan embung, dan teknik tanam hole in hole, sumur resapan, bak tampunganair hujan, rorak dan piringan, pengerasan permukaan tanah secara permeable, dan lain-lain. Paketteknologinya sangat mudah dan murah sehingga setiap orang, tidak terkecuali rakyat kecil hingga kepejabat penentu kebijakan, orang miskin hingga orang kaya, petani, pegawai, maupun pengusaha, anak-anak hingga ke orang dewasa, secara massal dapat memerankan diri sebagai pelaku dalam memitigasibanjir. Kata kunci: Mitigasi Banjir, Massal, Pemanenan Air, Kapasitas Infiltrasi Tanah PENDAHULUANKejadian banjir di banyak daerah akhir-akhir ini, termasuk di sebagian besar wilayah kota Medan pada 6

Page 74: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 74/395

1

1

Januari dan 1 April 2011 yang lalu, bukan hanya disebabkan oleh curah hujan ekstrim tinggi dan dayatampung sungai yang semakin rendah serta aliran sungai yang banyak terhambat oleh penyempitan badanair dan sampah yang menumpuk saja, namun juga disebabkan oleh kemampuan tanah dalam menyerap air(infiltrasi) dan keamampuan tanah dalam menyimpan air (water holding capacity; WHC) yang semakin kecil,sehingga sebagian 106

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

besar air hujan yang jatuh di suatu kawasan dengan serta merta (dalam waktu bersamaan) masuk kebadan-badan air (parit dan sungai). Dengan begitu, penanggulangan dan pencegahan (mitigasi) banjir disuatu wilayah, tidak dapat hanya pada perbaikan kapasitas saluran drainase (sungai, selokan dan atauparit) atau pada perbaikan/pemeliharaan badan-badan air agar tetap dapat menampung dan menyalurkanair dalam kapasitas maksimumnya saja, tetapi juga harus pada upaya meningkatkan infiltrasi dan WHCtanah (memperbesar daya jerap tanah terhadap air). Selain itu, upaya memitigasi banjir akan lebihmemberikan hasil yang memuaskan (memungkinkan banjir yang merusak dapat dihindari) bila disertaidengan beberapa upaya (tindakan) lain yaitu: dilakukan pemanenan air hujan (water harvesting), menahansementara air hujan untuk tidak secara langsung terbuang ke saluran drainase (interception), danpengelolaan/pengembangan situ-situ (cekungan tempat terakumulasinya air) menjadi area bisnis berbasispengelolaan air. Dengan perkataan lain, penanggulangan banjir harus secara simultan dilakukan padapengumpulan dan penyaluran air di bagian downstream-nya serta penangkapan, penahanan sertapenyimpanan air di bagian upstream-nya. Begitu banyak aspek yang harus dilakukan dalam memitigasibanjir, maka penanggulangannya tidak dapat dilakukan oleh pemerintah atau lembaga formal saja, namunharus dilakukan oleh semua pihak dan masyarakat secara massal. Setiap orang, tidak terkecuali rakyat kecilhingga ke pejabat penentu kebijakan, orang miskin hingga orang kaya, petani, pegawai, maupunpengusaha, anak-anak hingga ke orang dewasa, secara massal seharusnya (dapat) memerankan dirisebagai pelaku dalam memitigasi banjir. Namun yang terpenting, penanggulangan dan pencegahan(memitigasi) banjir harus dilakukan secara berkesinambungan, komprehensif dan terencana, tidak parsialatau insidental, layaknya ”orang sakit gigi” yang teringat akan mencabut dan merawat giginya pada saat gigisedang sakit, namun setelah giginya sembuh kembali lupa untuk mencabut/merawat gigi dengan baik. Padasaat terjadi banjir, semua ribut, saling menyalahkan, semua melakukan rencana penanggulangan banjir, dansejenisnya, namun setelah melewati musim penghujan (pada musim kemarau) semuanya menjadi lupa dantidak melakukan upaya apapun dalam memitigasi banjir tersebut. Penahanan dan penyimpanan air dibagian upstream sungai atau di kawasan tangkapan air (bisa kawasan hutan, kawasan budidaya, bahkankawasan pemukiman) harus melibatkan semua stakeholders (para pihak, terutama masyarakat), karenalahan di kawasan tersebut, terutama di kawasan budidaya dan pemukiman dikuasai oleh masyarakat.Sementara pengumpulan dan penyaluran air di bagian 107

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

downstream atau badan-badan air umumnya menjadi tanggung jawab pemerintah (kementrian PU danjajarannya). PEMANENAN AIR (WATER HARVESTING) Water harvesting adalah suatu tindanganpenyadapan atau penangkapan air yang datang, terutama air hujan yang jatuh ke permukaan tanah. Airhujan yang jatuh ke permukaan bumi selama ini dibiarkan saja sebagian besar mengalir di atas permukaantanah (surface runoff) masuk ke dalam parit dan sungai (stream flow) mengalir ke danau atau laut dansebagian kecil saja yang secara alami masuk ke dalam tanah melalui proses infiltrasi dan perkolasi(subsurface runoff). Sedikitnya air hujan yang dapat ditahan oleh tanah saat ini diperparah oleh semakinsedikitnya permukaan tanah yang dapat menampung curah hujan karena sebagian besar telah tertutup olehbangunan (pemukiman, perkantoran, jalan dan lainnya), sementara tanah yang tersisapun menjadi kecil

Page 75: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 75/395

1

1

kemampuannya dalam menyerap dan menyimpan air karena tanah telah terdegradasi menjadi padat, tanpavegetasi penutup yang optimal. Lebih banyaknya air hujan yang mengalir di atas pemukaan tanah danlangsung masuk ke parit dan sungai dari segala arah dalam waktu bersamaan itulah yang menyebabkanterjadinya banjir karena alur parit dan sungai tidak mampu menampung air larian tersbut. Gunamenanggulangi hal ini salah satu cara dapat dilakukan upaya pemanenan air (water harvesting). Beberapateknik pemanenan air yang mulai ada diterapkan oleh sebagian masyarakat adalah pembuatan embung,sumur resapan, kolam/bak tampung air hujan, rorak, piringan, hole in hole, mulsa vertikal, green leaf, danlain-lain. 1. Embung Embung adalah kolam-kolam kecil yang sengaja dibuat untuk menampung air hujanpada lahan pertanian, terutama di lokasi yang sangat sulit mendapatkan sumber air, biasanya padapunggung dan puncak lereng. Pada dasar kolam (embung) diberi lapisan kedap air berupa plastik ataudibeton agar air tidak mudah habis dari dalam embung. Dengan ukuran embung 3x3x2 meter misalnya,maka dapat ditampung tambahan air sebanyak 18 m3 untuk setiap embung. Bila setiap 500 m 2 lahandibuat satu embung, maka setiap hektar akan terdapat 20 embung. Ini berarti dapat ditampung air hujansebanyak 360 m 3 per hektar atau setara dengan 360.000 liter per hektar. 2. Sumur Resapan Bangunanperesapan air (sumur resapan) merupakan lubang yang dibuat sedemikian rupa dengan ukuran dan modelyang bervariasi 108

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

bergantung kepada tujuan dan kondisi lahannya, guna menampung air hujan berlebih di sekitar areapemukiman atau di dalam kawasan budidaya. Sumur resapan lazim dan lebih efektif diterapkan untukmenampung air hujan yang jatuh di atas atap bangunan (rumah, kantor, gudang, dan lain-lain) yang dibuatsedemikian rupa di salah satu sudut halaman bangunan guna menampung air hujan yang jatuh di atapbangunan tersebut yang disalurkan melalui talang-talang atap bangunan tersebut. Sumur resapan memilikifungsi ganda, yaitu: (1) meresapkan air hujan ke dalam tanah, sehingga dapat mengurangi genangan padasaat terjadi hujan dan menahan laju erosi pada lahan-lahan terbuka dan (2) air yang diresapkan ke dalamtanah menjadi cadangan air pada saat musim kemarau. Ditinjau dari nilai ekonomisnya, sumur resapan inimerupakan solusi termurah dalam manajemen air. Kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya telahmenerapkan model ini dan diatur di dalam perda, bahkan sumur resapan menjadi syarat utama untukmemperoleh Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di sana. 3. Bak/Tangki Penampung Air Hujan Bak penampungair hujan dapat dibuat di bawah teritisan atap bangunan (ujung atap bangunan tempat air hujan jatuh kepermukaan tanah). Bak ini biasanya dibuat di halaman belakang/samping bangunan, berukuran lebarsekitar 1-2 meter dengan panjang disesuaikan dengan panjangnya teritisan atap bangunan tersebut.Ketinggian bak/kolam dibuat sekitar 1,5-2,0 meter dan pada ketinggian 1 meter diberi keran air. Fungsikeran air ini untuk mengeluarkan sebagian air di dalam bak (menggunakan air saat tidak terjadi hujan)sehingga bak memiliki bagian/ruang yang kosong dengan ketinggian 0,5-1,0 meter. Bagian/ruang bak yangkosong ini berfungsi menampung air saat kembali terjadi hujan, dan bagian dasar bak yang tetap terisi airdapat digunakan untuk pemeliharaan (kolam) ikan. Bila tidak diberi keran air pada bagian tengah dindingbak, maka bak tidak akan berfungsi menampung air hujan berikutnya saat bak telah penuh terisi air olehhujan sebelumnya. Penampungan air hujan dari atap rumah juga dapat dilakukan menggunakan tangkipenampung air dengan prinsip yang sama dengan sumur resapan. Air hujan yang mengalir dari talang-talang atap rumah dimasukkan/ditampung ke dalam tangki-tangki air yang diberi keran air pada dasar tangkiuntuk penggunaan air tersebut untuk berbagai penggunaan, seperti menyiram bunga, mencuci kenderaan,mencuci peralatan dapur, mencuci pakaian, atau bahkan untuk air konsumsi. 109

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 76: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 76/395

1

4. Sistem Tanam Hole in Hole Sistem tanam hole in hole adalah pembuatan lubang tanam gandasedemikian rupa sehingga lubang untuk penempatan bibit dibuat/berada di bagian tengah/di dalam lubanglainnya yang ukurannya lebih kecil (Gambar 8). Sistem tanam ini juga dimaksudkan sebagai upayapemanenan air (water harvesting), terutama untuk penanaman tanaman pohon penghijauan/reboisasi didaerah yang sukar diperoleh sumber air (di bagian punggung atau puncak bukit/lereng). Dengan ukuranlubang luar 1x1x0,5 m, maka dapat ditahan air tambahan sebanyak 0,5 m 3 per lubang. Bila jarak tanampohon 10x10 meter maka akan diperoleh 100 lubang tanam. Ini berarti dapat ditahan tambahan airsebanyak 50 m 3 atau setara dengan 50.000 liter air per hektar. 5. Piringan Pohon Piringan pohon lazimdibuat pada perkebunan kelapa sawit yang ditujukan untuk menempatkan pupuk dan perawatan lainnya.Piringan dibuat sedemikian rupa dengan cara membersihkan area di sekitar pangkal batang pohon kelapasawit membentuk lingkaran dengan jarak dari pangkal batang sekitar 2 meter (diameter 4 meter).Pembuatan piringan selama ini hanya dengan cara membersihkan dari gulma pada pangkal batang tersebutdan kadang-kadang bentuk lahan yang cembung atau bergelombang sehingga hanya berfungsimemudahkan menempatkan pupuk saja, tetapi tidak berfungsi dalam menampung air hujan, bahkanmempermudah terjadinya air limpasan (run-off). Padahal, istilah piringan ini seharusnya bentuknya seperti”piring” (dibuat sedemikian rupa berbentuk cekung di bagian tengahnya, selayaknya piring). Dengandemikian, piringan pada setiap pohon perkebuan (kelapa sawit) ini dapat menampung/menahan air saatterjadi hujan. Dengan kedalaman cekungan rata-rata 10 cm saja, maka setiap piringan pohon akanmenampung air hujan sebanyak 2,5 m 3 atau 2500 liter air. Ini berarti pada setiap hektar kebun kelapa sawitdapat menampung/menahan air hujan yang jatuh sebanyak 337,5 m 3 (satu hektar kebun kelapa sawitterdapat rerata 135 pohon) atau sekitar 337.500 liter (setara dengan 33,75 mobil tangki berkapasitas 10.000liter). 6. Rorak dan Parit Pembatas Sistem Polder Rorak merupakan bangunan konservasi berupa parit yangdibuat memotong lereng, biasanya diterapkan pada lahan budidaya yang miring. Parit dibuat sedemikianrupa berukuran lebar 0,5-0,6 meter dengan kedalaman 0,5-0,7 meter dan panjang tergantung pada panjanglahan ke arah memotong lereng (sejajar kontur). Pada lahan perkebunan, baik kebun kelapa sawit maupunkaret di lahan miring, gawangan panen 110

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

biasanya membentuk tapak jalan yang padat dan saat terjadi hujan tapak jalan gawangan panen ini selalumenjadi alur untuk tempat mengalirnya air limpasan permukaan. Keadaan ini yang menyebabkan air darikawasan budidaya selalu secara merta mangalir ke parit menuju ke sungai pada saat terjadi hujan danmenyebabkan air sungai meluap (banjir). Untuk itu keberadaan rorak yang dibuat memotong lereng danmemotong tapak jalan gawangan panen menjadi penting untuk menahan air limpasan dari kawasanperkebunan, sekurang-kurangnya menahan sementara air untuk tinggal di lahan sehingga tidak secarabersamaan air hujan yang jatuh di suatu kawasan langsung menuju sungai. Selain itu, secara alami air yangtertahan di dalam rorak sebagian besar akan meresap masuk ke dalam tanah. Kawasan perkebunan akanlebih efektif dalam membantu memitigasi banjir apabila setiap hamparan kebun dikelilingi dengan paritbuatan yang lebar dan dalam (lebar 2-2,5 meter, dalam 2-3 meter) yang berfungsi untuk menampung airlarian (limasan permukaan) dari lahan perkebunan. Parit-parit buatan seperti ini sebenarnya sudah lazimdibuat oleh pihak perkebunan besar, namun selama ini lebih ditujukan untuk mencegah pencurian buah ataumasuknya ternak. Parit-parit buatan tersebut langsung menuju ke perairan umum (parit/sungai alami)sehingga memungkinkan air dari kawasan kebun justru lebih cepat menuju sungai. Untuk itu, akan lebihbermanfaat ganda bila parit-parit buatan tersebut dibuat dengan sistem polder yaitu parit-parit tersebutmembentuk satu lingkaran yang bersinambung dan diberi pintu air pada bagian parit yang berhubungandengan parit/sungai alami. Dengan demikian, air dari parit buatan yang mengelilingi kebun tersebut dapatdiatur ketinggian dan volumenya untuk secara bertahap dilepaskan ke peraian umum (bila airnya memangharus dibuang). 7. Green Leaf Green leaf merupakan salah satu model pemberdayaan lantai atapbangunan, terutama lantai atap yang rata dan terbuat dari beton cor, untuk pembudidayaan tanaman(umumnya tanaman buah-buahan) menggunakan pot-pot besar atau potongan drum bekas. Dengandemikian atap bangunan (rumah) menjadi hijau oleh tetumbuhan dan pot-pot tanaman yang disusun

Page 77: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 77/395

1

1

sedemikian rupa dengan jarak 2 x 2 meter misalnya, akan terdapat sekitar 50 pot untuk ukuran lantai atapseluas 200 m 2 . Pot-pot tanaman tersebut sudah barang tentu akan berfungsi pula sebagai penangkap(penyadap atau pemanen) air pada saat terjadi hujan, apalagi antara bibir pot dengan permukaan tanahnyamemiliki ruang (permukaan media tanah berada di bawah bibir pot) 111

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

PENINGKATAN KAPASITAS INFILTRASI TANAH Kapasitas infltrasi tanah adalah kemampuan permukaantanah meloloskan air masuk ke dalam tanah yang sangat dipengruhi oleh tingkat kegemburan (kepadatan)permukaan tanah dan porositas profil (tubuh) tanah. Semakin besar kapasitas infiltrasi tanah di suatukawasan akan semakin banyak volume air hujan yang dapat ditahan di kawasan tersebut yang berarti airhujan yang datang tidak akan langsung masuk ke parit drainase atau sungai. Demikian sebaliknya,kapasitas infiltrasi tanah yang rendah (bahkan menjadi nol untuk kawasan pemukiman yang permukaantanahnya ditutupi dengan beton dan aspal) akan menyebabkan air yang datang ke kawasan tersebutlangsung mengalir ke parit drainase dan sungai yang sangat berpotensi menyebabkan terjadinya banjir.Peningkatan kapasitas infiltrasi pada suatu lahan akan sangat besar pengaruhnya pada penguranganvolume air yang langsung menuju ke sungai saat terajdi hujan. Kapasitas infiltrasi dengan laju sebesar 1 cmsaja per jam saja, maka pada lahan seluas satu hektar dapat diserap air sebanyak 0,01 m x 100 m x 100 m= 100 m3/jam/hektar, atau setara dengan 100.000 liter/jam/hektar (10 mobil tangki berkapasitas 10.000liter). Peningkatan kapasitas infiltasi suatu tanah dapat dilakukan oleh semua orang pada semua jenispenggunaan lahan diantaranya dengan teknik biopori, mulsa vertikal, tapak halaman dan badan jalanpermeable, dan lain-lain. 1. Biopori Biopori secara harfiah merupakan lubang-lubang (pori-pori makro) didalam tanah yang dibuat oleh jasad biologi tanah. Lubang cacing tanah, lubang tikus, lubang marmut,lubang anjing prairi, lubang semut, rayap, dan lain-lain, termasuk lubang bekas akar yang mati danmembusuk, merupakan contoh-contoh dari biopori di dalam tanah. Biopori dalam tanah ini sangat optimalkeberadaannya di daerah yang tidak terganggu seperti pada lahan hutan dan kebun campuran. Pada lahanpertanian intensif dan di kawasan pemukiman, biopori sangat sedikit dijumpai, karena kehidupan jasadbiologi tanah tersebut terganggu oleh berbagai aktivitas manusia, juga oleh pengaruh limbah dan aplikasipestisida, sehingga tanah menjadi sangat padat. Keberadaan biopori yang banyak, akan mempertinggi dayajerap tanah terhadap air, karena air akan lebih mudah masuk ke dalam tubuh (profil) tanah. Memodifikasiaktivitas jasad biologi tanah dalam menghasilkan biopori maka lubang biopori yang dibuat oleh manusia(meruapakan jasad biologi juga) menggunakan bor tanah sedalam 1 meter dengan diameter lubang sekitar10 cm. Dengan demikian, lubang biopori tersebut dapat menampung air sebanyak 0,03 m 3 (30 liter). Bila112

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

jarak antar biopori tersebut 2 x 2 meter maka akan didapat sebanyak 2500 lubang biopori per hektar yangberarti dapat menampung air hujan sebanyak 75 m 3 atau setara dengan 75.000 liter air per hektar. Inibelum termasuk banyaknya air yang dijerap oleh serasah organik yang dimasukkan ke dalam bioporitersebut yang dapat menyerap air 2 kali lebih besar dari bobot bahan organiknya. Serasah organik yangdapat ditampung oleh lubang biopori sedalam 1 meter dengan diameter 10 cm tersebut sebanyak 2,0-3,2 kgbahan segar. Dalam waktu sekitar 21 hari, bahan organik segar dalam lubang biopori ini dapat menjadikompos. Kompos ini dapat pula dipanen untuk pupuk (yang kemudian kami sebut dengan istilah ”Kombipor”atau kompos biopori). Teknik kombipor ini efektif pula dalam penanggulangan sampah organik (sampahbasah) pada skala (penanggulangan) sampah rumah tangga. Selain itu, air yang masuk ke dalam lubangbiopori tersebut dapat dengan mudah bergerak di dalam profil tanah (perkolasi) masuk ke dalam air bawahtanah (ground water). 2. Penutupan dan Pengkasaran Permukaan Tanah Penutupan permukaan tanah

Page 78: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 78/395

1

1

dapat dilakukan dengan pemberian mulsa bahan organik sisa tanaman atau dengan penanaman tanamanpenutup tanah (cover crop), baik menggunakan tanaman pohon (tanaman perkebuan, buah-buahan, pohonhutan), maupun tanaman non- pohon (rerumputan, tanaman kacangan, dan lainnya). Keberadaan mulsasisa tanaman memungkinkan tanah permukaan menjadi lebih gembur (kasar) akibat aktifitas fauna tanahseperti cacing tanah, semut, rayap, lipas dan lain-lain yang memangsa sisa tanaman tersebut seakligusmembuat lubang-lubang tempat hidupnya di dalam tanah. Penutupan tanah menggunakan tanamanpenutup tanah (cover crop) memungkinkan penghambatan aliran permukaan sekaligus memperbesarinfiltrasi tanah karena keberadaan perakaran cover crop yang banyak menyebabkan lapisan permukaantanah menjadi lebih porous (gembur). Pengkasaran permukaan tanah dapat dilakukan dengan pengolahantanah secara periodik atau dengan pembuatan guludan (galengan) sejajar kontur atau pembuatanterassering pada lahan miring. Pengkasaran permukaan tanah ini memberi kesempatan bagi air lariantertahan lebih lama di permukaan tanah yang memungkinkan air akan lebih banyak masuk (terinfiltrasi) kedalam tanah. Bagian permukaan tanah yang kasar (tidak rata) memiliki permukaan yang cekung yangmemungkinkan tanah melakukan intersepsi (penahanan permukaan) terhaap air yang datang (hujan)sebelum air tersebut terserap ke dalam tanah. 113

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

3. Mulsa vertikal Teknik mulsa vertikal adalah pemberian bahan organik sisa tanaman atau pupuk kandangatau kombinasi antara keduanya dengan cara membenamkan ke dalam parit atau rorak yang sengajadibuat sedemikian rupa di antara barisan tanaman dengan jalur memotong lereng. Teknik ini sangat efektifdigunakan pada lahan miring hingga sangat miring. Pada teknik mulsa vertikal ini air berlebih (limpasanpermukaan) yang mengalir di atas permukaan tanah akan masuk ke dalam parit (rorak) yang berisi bahanorganik sisa tanaman dan atau pupuk kandang sehingga air lebih banyak ditahan di dalam parit atau rorakberisi bahan organik tersebut. Pada pertanaman tanaman semusim (jagung, padi gogo, ubi kayu, dan lain-lain) parit atau rorak yang telah diisi serasah dan pupuk kandang atau kompos dapat ditutup kembalidengan tanah sehingga tidak mengurangi luas permukaan lahan yang dapat ditanami. Pada musim tanamberikutnya, parit atau rorak dapat dipindah ke barisan lainnya. Dengan demikian, bahan oraganik yangdibenamkan tersebut juga akan berfungsi sebagai pupuk organik penyubur dan penggembur tanah. 4.Tapak Halaman dan Badan Jalan Permeable Mengupayakan tapak halaman dan badan jalan di lingkunganrumah, perkantoran, permukiman agar tetap dapat melakukan penyerapan terhadap air hujan (permeable)merupakan tindakan bijaksana dalam membantu memitigasi banjir. Pengerasan halaman rumah dan badan-badan jalan di area (kompleks) pemukiman/perkantoran menggunakan cone block (bataco) misalnya,dengan dasar pasir yang langsung bertumpu di atas hamparan tanah (tanpa disemen), dapat menyerap airdalam jumlah cukup besar. Di beberapa tempat di Indonesia, cara ini telah dilakukan, misalnya jalan- jalanraya di kampus UGM dan beberapa komplek perumahan di Medan, halaman perkantoran pemerintah diBanten dan lain-lain. Dengan penghitungan yang sederhana saja, jika cone block yang digunakanberukuran 10 x 20 cm maka pada lahan seluas 1 m 2 terdapat 50 cone block atau 500.000 cone block perhektar. Susunan cone block yang biasanya diletakkan sedemikian rupa di atas hamparan pasir di atas tanahyang sudah diratakan dengan jarak (ruang) antar cone block berkisar 0,5-1,0 cm. Dengan menganggapjarak (ruang) antar cone block tersebut 0,5 cm saja, dan ketebalan cone block 10 cm, maka terdapatruangan total di antara cone block-cone block tersebut sebesar 7.500.000 cm 3 atau 7,5 m 3 untuk setiaphektar lahan. Dengan demikian, bila tanah dasar memiliki laju infiltrasi sebesar 0,3 cm/jam saja, maka airhujan yang dapat ditampung di area ini sebanyak 37,5 m 3 per hektar per jam. 114

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 79: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 79/395

1

PENGELOLAAN LAHAN CEKUNGAN DAN LAHAN BASAH 1. Pengembangan Situ-Situ Situ-situ yangdimaksudkan dalam tulisan ini adalah area tempat berkumpulnya (terakumulasinya) air saat terjadi hujanberlebih. Sudah menjadi sifat air limpasan permukaan yang akan mengalir dari tempat tinggi ke tempat yanglebih rendah dan berkumpul pada suatu area yang merupakan cekungan dari permukaan lahan, sebelum airmeresap ke dalam tanah atau mengalir ke sungai. Landskap permukaan lahan memang menyediakanbagian-bagian cekungan, lereng dan puncak (cembungan). Dengan begitu, area cekungan pada suatulandskap pasti akan “didatangi” air limpasan dari berbagai arah pada saat terjadi hujan lebat, meskipunbagian-bagian area tersebut telah ditimbun untuk keperluan mendirikan bangunan ekonomi ataupermukiman. Pada area- area seperti inilah yang kerap terjadi genangan (banjir) pada saat terjadi hujan,meskipun area ini telah diubah menjadi area permukiman, perkantoran, atau area bisnis. Guna membantumemitigasi banjir di suatu wilayah yang merupakan area cekungan tempat berkumpulnya air, makapengembangan situ-situ untuk kegiatan usaha (bisnis) berbasis pengelolaan air (water management) jugaakan menghasilkan keuntungan yang lebih kurang sama dibandingkan dengan mengubahnya menjadikawasan industri sekalipun. Usaha wisata air, berupa water boom, kolam renang, waduk dengan sampan-sampan dan kereta air, apalagi dipadukan dengan kolam pemancingan dan outbound akan menghasilkankeuntungan dalam jumlah besar di satu sisi dan fungsi kawasan sebagai tempat berkumpulnya air saatterjadi hujan berlebih tetap berlangsung. 2. Pemeliharaan Sawah dan Rawa Pemeliharaan pematang sawahdengan baik agar dapat menampung air lebih banyak pada saat terjadi hujan merupakan tindakan dalammembantu memitigasi banjir. Lahan sawah atau rawa dengan ketinggian benteng atau pematang rata-rata20 cm saja maka lahan sawah tersebut dapat menampung/menahan air sebanyak 2.000 m 3 (2 juta liter)per hektar. Hal ini berarti dapat menampung curah hujan deras sebesar 10 cm selama 2 jam kejadian hujanatau curah hujan 20 cm pada 1 jam kejadian hujan. Oleh sebab itu, pemeliharaan sawah dan rawa tetapberfungsi sebagaimana adanya jelas akan membantu memitigasi banjir. Pemanfaatan rawa untuk kolamikan atau waduk akan tetap memiliki nilai ekonomi yang tinggi sekaligus tetap berperan dalam menampungair pada saat terjadi hujan. Alih fungsi lahan sawah untuk penggunaan lain, terutama untuk permukiman danbangunan lainnya 115

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

akhir-akhir ini mendorong terjadinya banjir yang intensif di berbagai wilayah, terutama di kawasanperkotaan. KESIMPULAN 1. Upaya memitigasi banjir dapat dilakukan secara massal dengan prinsip dasarmenahan air hujan selama mungkin berada di dalam tanah atau pada lahan (upstream) sebelum mengalirke perairan umum (parit dan sungai) dan pemeliharaan saluran air (parit dan sungai) (downstream) denganbaik. 2. Peningkatkan daya jerap tanah terhadap air dapat dilakukan oleh siapa saja dan dengan mudah diantaranya: aplikasi mulsa organik sisa tanaman dan tanaman penutup tanah, penerapan teknik mulsavertikal, pembuatan embung, rorak, piringan, guludan, terassering, teknik tanam hole in hole, pemeliharaanpematang sawah dan rawa (oleh petani dan pekebun di lahan budidaya), pembuatan biopori, sumurresapan, bak dan tangki penampung air hujan serta pengerasan tapak halaman/badan jalan menggunakancone block yang permeable dan pengembangan situ-situ oleh stakeholders terkait di kawasan permukiman,perkantoran, wisata dan industri. 3. Degan demikian, setiap orang, tidak terkecuali rakyat kecil hingga kepejabat penentu kebijakan, orang miskin hingga orang kaya, petani, pegawai, maupun pengusaha, anak-anak hingga ke orang dewasa, seharusnya (dapat) memerankan diri sebagai pelaku dalam memitigasibanjir. DAFTAR PUSTAKA Abdul-Rauf, K.S. Lubis, dan Jamilah. 2011. Dasar Dasar Pengelolaan DaerahAliran Sungai. USU Press Medan. Abdul-Rauf. 2009. Optimalisasi Pengelolaan Lahan PertanianHubungannya Dengan Upaya Memitigasi Banjir. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap UniversitasSumatera Utara. Medan, 4 April 2009 Abdul-Rauf. 2008. The effect of taking the litter (humus) of tropicalrainforest in North Sumatra on infiltration capacity and flooding. International Seminar on the 20 th Years ofBiology Department Faculty of Mathematics and Natural Sciences, University of Sumatra Utara, August 27,2008. Abdul-Rauf. 2008. Pengendalian Erosi dan Limpasan Permukaan Menggunakan Teknik Mulsa Vertikalpada Budidaya Jeruk Manis di Lahan Miring. Jurnal Agrista UNSYIAH Banda Aceh, Vol.12 No.1, April 2008.

Page 80: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 80/395

1

1

Hal. 1-9. Abdul-Rauf. 2007. Dampak Pengurasan Serasah Lantai Hutan Alami di Sumatera Utara TerhadapLaju Kapasitas Infiltrasi Tanah. 116

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Makalah pada Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian Dosen Bidang Ilmu Pertanian BKS-PTN IndonesiaWilayah Barat. Universitas Riau, 25 Juli 2007. Abdul-Rauf, 2007. Perubahan Prilaku Air dan Kadar BahanOrganik Tanah Akibat Konversi Hutan Alami Menjadi Hutan Tanaman di Sumatera Utara. Makalah padaSeminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian Dosen Bidang Ilmu Pertanian BKS-PTN Indonesia Wilayah Barat.Universitas Riau, 25 Juli 2007. Abdul-Rauf. 1999. Pengaruh Mulsa Vertikal terhadap Sifat Tanah, ProduksiJagung, Erosi dan Pemanenan Air di Lahan Kering Berlereng Curam. Makalah pada Kongres VII danSeminar Nasional HITI. Bandung, 27-28 November 1999. Abdul-Rauf, B. Slamet, dan Erlinawati. 2008.Multifungsi Pertanian: Sebuah Tinjauan Peran Pertanian Sebagai Penghasil Pangan Sekaligus PengamanLingkungan. Prosiding Seminar Dunia Pertanian Sebagai Pengaman Ketahanan Pangan SekaligusPenyelamat Lingkungan, dalam rangka Dies Natalis FP-USU ke 51, Medan, 4 Desember 2008. Hal. 1-5.Abdul-Rauf, D. Elfiati, dan Erlinawati. 2008. Laju Infiltrasi dan Perkolasi pada Beberapa Tipe Hutan KotaMedan. Prosiding Semiloka Pengelolaan DAS Berbasis Multipihak. BP-DAS Wampu Sei Ular dan FP-USU,Medan, 30 Oktober 2008. Hal. 191-196. Berd, I. 2007. Rekayasa Biofisik Hulu DAS Kampar Guna MitigasiBanjir Dan Kekeringan di Riau. Makalah pada Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian Dosen Bidang IlmuPertanian BKS-PTN Indonesia Wilayah Barat. Universitas Riau, 25 Juli 2007. Brata, K.R. 1995. EfektivitasMulsa Vertikal sebagai Tindakan Konservasi Tanah dan Air pada Pertanian Lahan Kering di LatosolDermaga. Jurnal Pertanian Indonesia, Vol. 5, No. 1, Bogor Puslitanak. 2005. Teknologi Pengelolaan LahanKering Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Badan Penelitian dan PengembanganPertanian, Departemen Pertanian. 117

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun

2011 INDIKASI GEOGRAFIS SEBAGAI MODEL PENGEMBANGAN KOPI GAYO BERWAWASANLINGKUNGAN DI DATARAN TINGGI GAYO Abubakar Karim 1) , Hifnalisa 2) , dan Elliyanti 3) 1)DosenPascasarjana Prodi Konservasi Sumberdaya Lahan Unsyiah 2)Dosen Fakultas pertanian JurusanAgroteknologi Unsyiah 3)Mahasiswa Pascasarjana Prodi Konservasi Sumberdaya Lahan Unsyiah E-mail:[email protected]; [email protected] Abstrak Indikasi Geografis (IG) merupakan pengakuanatas satu kesatuan wilayah yang diberikan dalam bentuk perlindungan atas hak kekayaan intelektual suatuciri khas produk berdasarkan kearifan lokal masyarakatnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisiskesesuaian antara wilayah IG Kopi Gayo dan Rencana Tataruang Wilayah (RTRW) Dataran Tinggi Gayo(DTG) untuk pembangunan pertanian berwawasan lingkungan. Tahap pertama, analisis kecocokan antarapeta IG Kopi Gayo dan ketinggian tempat. Tahap kedua, analisis kecocokan antara peta IG Kopi Gayo danpeta RTRWDTG. Tahap ketiga, analisis kecocokan antara peta IG Kopi Gayo hasil analisis tahap pertamadan peta RTRWDTG. Tahap keempat, cek lapang pada wilayah-wilayah yang tidak sesuai berdasarkan IGKopi Gayo. Digitasi peta, pemisahan dan peng-gabungan poligon, akurasi analisis, tumpangtindih (overlay)peta, dan perbaikan poligon hasil cek lapang menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG) dan softwareArcGIS versi 9.3. Luas wilayah DTG adalah 1.223.978 ha (22,65% dari luas Provinsi Aceh) dan luas wilayahIG kopi Gayo adalah 379.410 ha (31,00% dari luas DTG). Hasil penelitian menunjukkan ada 67.008 ha(17,66%) dari luas IG Kopi Gayo tidak sesuai dengan ketinggian tempat untuk kopi Arabika, ada 24.090 ha(1,97 % dari luas DTG) berdasarkan ketinggian tempat lahan sesuai untuk budidaya kopi Arabika tetapitidak berada di dalam wilayah IG Kopi Gayo. Luas wilayah IG Kopi Gayo hasil penyesuaian ini adalah336.493 ha (27,49 % dari luas DTG). Hasil analisis kesesuaian antara peta IG Kopi Gayo dan petaRTRWDTG menunjukkan ada seluas 15.529 ha (4.61% dari IG Kopi Gayo) berada di dalam kawasan

Page 81: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 81/395

1

1

lindung (hutan lindung dan kawasan konservasi). Untuk menjamin pembangunan pertanian (kopi Gayo diDTG) berwawasan lingkungan hanya ada seluas 320.964 ha (26.22 % dari luas DTG) yang dapatdigunakan sebagai IG Kopi Gayo. Dari luas tersebut ada sekitar 98.000 ha (30.53 % dari luas IG Kopi Gayo)telah ditanami kopi Arabika rakyat. Kata kunci : IG Kopi Gayo, RTRW, Dataran Tinggi Gayo. 118

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

PENDAHULUAN Dataran Tinggi Gayo (DTG) adalah suatu wilayah yang terletak di ujung Pulau Sumatera,tepatnya di bagian tengah Provinsi Aceh. Secara adminstratif DTG meliputi tiga kabupaten, yaitu KabupatenBener Meriah, Aceh Tengah, dan Gayo Lues. Ketiga kabupaten ini dikenal sebagai produsen kopi Arabikaterbesar di Indonesia. Luas kopi Arabika rakyat di DTG sekitar 98.000 ha (Darusman dan Karim, 2008). KopiArabika Gayo telah lama memasuki pasar ekspor, seperti Eropah, Amerika, Jepang, dll. Sejak tahun 1990-an permintaan atas produk kopi Arabika rakyat dari DTG terus mengalami peningkatan jumlah danpergeseran. Pergeseran tersebut meliputi perbaikan kualitas fisik biji kopi dan citarasa (taste) yang khas(unic). Belakangan permintaan pasar tersebut bergeser lagi bahwa biji kopi yang diproduksi dari kawasanyang dikelola secara organik harus terjamin tidak merusak lingkungan. Oleh karena itu, para produsen(petani) yang tergabung di dalam organisasi Masyarakat Perlindungan Kopi Gayo (MPKG) mengajukan hakkekayaan intelektual untuk diakui sebagai suatu produk berciri khas yang tumbuh dan berkembang darikearifan lokal masyarakatnya dan berwawasan lingkungan. Maka sejak tahun 2009 lalu, produk kopiArabika Gayo yang ditanam dan dikelola di wilayah DTG diakui dan dilindungi sebagai suatu hak kekayaanintelektual yang mempunyai ciri khas; jenis kopi Arabika, diproduksi dari ketinggian tempat 1.000 – 1.600 mdpl, dikelola oleh masyarakat/petani dengan kearifan lokalnya, kebun dikelola secara organik, pengolahanbuah secara basah (full wash processing), mutu fisik baik, dan citarasa (taste) khas. Indikasi geografisadalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis,termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dankualitas tertentu pada barang yang dihasilkan (Pasal 1 PP No. 51 Tahun 2007). Oleh karena faktor geografis(biofisik wilayah) kopi Arabika Gayo dan teknik budidaya dan pengolahan yang khas maka produknyadidaftarkan untuk dilindungi. Teknik budidaya dan pengolahan kopi Arabika organik di DTG yang didaftar didalam IG Kopi Gayo dan dijamin tidak merusak lingkungan. Jaminan ini berupa komitmen dari para petaniprodusen kopi Arabika organik yang tergabung di dalam lembaga MPKG di DTG. Sehingga MPKGmendapat sertifikat IG Kopi Gayo. Namun demikian, jaminan pengelolaan ramah lingkungan harus didahuluidari perencanaan yang benar; (1) kopi Arabika hanya mampu tumbuh dan produksi dengan baik padaketinggian 900 – 1.700 m dpl, (2) wilayah penanaman dan pengembangan kopi Arabika tersebut harussesuai dengan fungsi kawasan, dan (3) tidak menyimpang dari Rencana Tata Ruang Wilayah 119

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

(RTRW) berbagai tingkatan; nasional, provinsi, kabupaten/kota, dan Rencana Detil Tataruang Kecamatan.Oleh karena itu IG merupakan perpaduan aktifitas sosial budaya untuk menghasilkan produk yang berbasislingkungan biofisik wilayah. IG kopi Gayo merupakan suatu pembangunan pertanian berbasis data spasial,sementara itu RTRW juga merupakan data spasial yang harus diacu dalam pembangunan sesuai UU No.26 Tahun 2007. Oleh karena itu, agar pembangunan pertanian tidak merusak lingkungan, maka masing-masing data spasial tersebut harus serasi dan sesuai dalam alokasi ruangnya. Penelitian ini bertujuan untukmenganalisis kesesuaian wilayah antara wilayah IG Kopi Gayo dan Rencana Tataruang Wilayah (RTRW)DTG untuk pembangunan pertanian berwawasan lingkungan. BAHAN DAN METODE Penelitiandilaksanakan di Dataran Tinggi Gayo, meliputi Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Aceh Tengah, danKabupaten Gayo Lues (3 0 45’ 0” – 4 0 59’ 0” LU dan 96 0 16’ 10” – 97 0 55’ 10” BT). Sedangkanpengolahan peta dilaksanakan di Laboratorium Pengginderaan Jauh dan Kartografi, Fakultas Pertanian,

Page 82: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 82/395

1

1

Universitas Syiah Kuala. Bahan yang digunakan adalah : (1) peta administrasi masing- masing kabupatensaal 1 : 100.000, (2) peta IG Kopi Gayo skala 1 : 250.000, (3) peta Ketinggian Tempat masing-masingkabupaten skala 1 : 100.000, dan (4) peta Rencana Tata Tuang Wilayah Kabupaten masing-masingkabupaten skala 1 : 100.000. Alat yang dipakai adalah seperangkat PC, digitizer, scanner, software ArcGISversi 9.3., printer, GPS, tustel, dan alat tulis menulis. Penelitian dilaksanakan secara deskriptif, yang dimulaidari pengumulan peta-peta, pengolahan peta, penyesuaian peta, tumpangtindih (overlay) peta, cek lapang,dan analisis kesesuaian dan penyimpangan (Gambar 1). 120

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tahap pengumpulan data Mulai RTRWK - BM RTRWK - AT RTRWK - GL KT - BM KT - AT KT - GL IG KopiTahap pengolahan peta Peta ADM Koreksi Geomatrik dan Administrasi Peta RBI Merge Peta Output - 1Peta Kawasan BD dan non-BD DTG Peta Ketinggian Tempat DTG Peta Kawasan IG Kopi Tumpangtindih(overlay) Output - 2 Tumpangtindih (overlay) Peta IG Kopi Berdasarkan Ketinggian Peta IG KopiBerdasarkan Ketinggian Tempat dan Kawasan Cek Lapang Penyimpangan dikeluarkan Output - 3 FINAL :Peta IG Kopi Berdasarkan Ketinggian Tempat dan Kawasan Budidaya a. Penyimpangan IG terhadapketinggian tempat b. Penyimpangan IG terhadap kawasan budidaya c. Hitung luas dan pembahasanGambar 1. Diagram Alir Proses Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Dataran Tinggi Gayo WilayahDataran Tinggi Gayo (DTG) telah ditetapkan sebagai salah satu IG komoditas, yaitu komoditas kopi Arabika.Peta IG Kopi Gayo telah dikeluarkan bersama dokumennya oleh Kementeraian Hukum dan HAM, RepublikIndonesia tahun 2009. DTG meliputi Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Aceh Tengah, dan KabupatenGayo Lues. Luas kabupaten, luas ketinggian tempat (2 kelas), luas 121

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

kawasan budidaya dan kawasan lindung dan luas IG Kopi Gayo masing- masing kabupaten disajikan padaTabel 1, Gambar 2. Tabel 1. Luas kabupaten, luas ketinggian tempat, luas kawasan budidaya dan kawasanlindung, dan luas IG Kopi Gayo masing-masing kabupaten No. Kabupaten Luas Berdasarkan LuasBerdasarkan Luas Luas IG kopi Ketinggian Tempat (ha) RTRWK (ha) (ha) Gayo (ha) 900-1700 m <900;>1700 Budidaya Lindung 1. Bener Meriah 193.234 83.886 109.348 115.420 77.814 126.060 2. Aceh Tengah458.786 260.688 198.098 288.685 170.101 197.930 3. Gayo Lues 571.958 294.253 277.705 193.107378.851 55.420 Luas DTG 1.223.978 638.827 585.151 597.212 626.766 379.410 Sumber : Analisis masing-masing peta (2011) Tabel 1 menunjukkan bahwa berdasarkan ketinggian tempat ada seluas 638.827 ha(52,19% dari luas DTG) sesuai ditanam kopi Arabika, yaitu ketinggian 900 – 1.700 m dpl. Ketinggian danlereng merupakan variabel lahan penentu untuk budidaya kopi Arabika (Karim, 1993; 1996a, 1999). Lebihlanjut disebutkan, ketinggian tempat berkorelasi dengan peubah-peubah iklim dan lereng berkorelasidengan peubah- peubah tanah, sehingga untuk mendapatkan gambaran umum kecocokan wilayah untukpembudidayaan kopi Arabika, dapat dijelaskan oleh kedua komponen peubah tersebut. Karim (1993; 1996b;1999) menyebutkan bahwa, ketinggian tempat yang paling ideal untuk budidaya kopi Arabika adalah 1.200– 1.400 m dpl. Bila dikaitkan antara luas areal dengan ketinggian tempat 900 – 1.700 m dpl dan wilayah IGkopi Gayo, maka Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Gayo Lues telah sesuai, karena luas wilayah IGkopi Gayo di kedua kabupaten ini lebih sempit di banding luas wilayah dengan ketinggian tenpat 900 –1.700 m dpl tersebut. Sedangkan untuk Kabupaten Bener Meriah terlihat tidak sesuai, karena luas wilayahdengan ketinggian tempat 900 – 1.700 m dpl hanya sebesar 83.886 ha, jauh lebih sedikit di banding luaswilayah kopi Gayo di kabupaten tersebut, yaitu sebesar 126.060 ha. Ini bermakna bahwa ada seluas 42.174ha yang termasuk wilayah IG kopi Gayo tidak sesuai. Oleh karena itu, agar IG kopi Gayo sesuai denganketinggian tempat, maka luasan 42.174 ha tersebut harus dikeluarkan dari wilayah IG kopi Gayo. Biladihubungkan antara wilayah IG kopi Gayo dan kawasan budidaya, maka Kabupaten Aceh Tengah dan

Page 83: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 83/395

1

1

1

Kabupaten Gayo Lues telah sesuai, karena luas wilayah IG kopi Gayo lebih kecil dibanding luas kawasanbudidaya di masing-masing kabupaten. Sedangkan untuk Kabupaten Bener Meriah tidak sesuai, karenaluas kawasan budidaya di kabupaten ini hanya 115.420 ha, lebih kecil dibanding luas wilayah IG kopi Gayo,yaitu 126.060 ha. Ini bermakna ada seluas 10.640 ha 122

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

wilayah IG kopi Gayo berada di luar kawasan budidaya. Oleh karena itu, ditinjau dari kawasan budidayamaka luasan 10.640 ha tersebut harus dikeluarkan agar wilayah IG kopi Gayo sesuai dengan RTRW DTG.Gambar 2. Peta : (a) Dataran Tinggi Gayo (DTG), (b) Ketinggian Tempat DTG, (c) Kawasan Budidaya danKawasan lindung DTG, dan (d) IG Kopi Gayo. 123

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

IG Kopi Gayo dan Ketinggian Tempat Ketinggian tempat di atas permukaan laut merupakan salah satupeubah penentu keberhasilan budidaya kopi Arabika. Kopi Arabika tumbuh dan berproduksi baik padaketinggian 900 – 1.700 m dpl. Oleh karena itu ketinggian tempat dibagi atas dua kelas, yaitu kelas 900 –1.700 m dpl, dan kelas lebih rendah dari 900 m dpl dan lebih besar dari 1.700 m dpl. Hasil tumpangtindihantara peta IG kopi Gayo dan peta ketinggian tempat disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 3a. Tabel 2. Luaswilayah IG kopi Gayo hasil tumpangtindih antara peta ketinggian tempat dan peta IG kopi Gayo di DataranTinggi Gayo No Kabupaten Luas IG kopi Gayo (ha) Luas Wilayah IG pada Ketinggian Tempat < 900; >1.700m dpl (ha) Luas Ketinggian Tempat 900 – 1700 m dpl belum masuk IG (ha) IG kopi Gayo Revisi KT (ha) 1.Bener Meriah 126.060 43.224 0 82.837 2. Aceh Tengah 197.930 13.241 16.805 201.494 3. Gayo Lues55.420 10.543 7.285 52.162 Luas DTG 379.410 67.008 24.090 336.493 Sumber : Hasil tumpangtindih petadan cek lapang (2011) Gambar 3. Peta hasil tumpangtindih antara Peta IG kopi Gayo dan (a) PetaKetinggian Tempat, dan (b) Peta Kawasan Budidaya Tabel 2 terlihat dari 379.410 ha luas wilayah IG kopiGayo, ada 17,66% (67.008 ha) tidak sesuai dengan ketinggian tempat 900 – 1.700 m dpl. Namun ada6.35% (24.090 ha) dari luas wilayah dengan 124

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

ketinggian tempat 900 – 1.700 m dpl belum termasuk ke dalam wilayah IG kopi Gayo, sehingga luas IG kopiGayo hasil penyesuaian ini sebesar 336.493 ha. Ketinggian tempat di atas permukaan laut sangat pentinguntuk budidaya kopi Arabika, karena ketinggian tempat mementukan peubah iklim, seperti suhu dankelembaban (Karim, 1993; 1996b; 1999). Ada indikasi di lapangan, dari aspek lingkungan ketinggian tempatini telah mulai bergeser dari ketinggian medium (700 – 1.000 m dpl) menjadi hanya pada dataran tinggi (≥1.000 m dpl). Indikasi pergeseran ini dapat dilihat dari persentase intensitas serangan hama dan penyakit.IG Kopi Gayo dan RTRW Kabupaten Kawasan budidaya didelineasi dari RTRW masing-masing kabupaten.Sesuai dengan UU No. 26 Tahun 2007, RTRW merupakan dokumen perencanaan pembangunan berbasisdata spasial. Oleh karena itu seluruh aspek pembangunan dalam suatu wilayah harus mengacu kepadadokumen RTRW tersebut. Penetapan kawasan budidaya di dalam RTRW didasarkan kepada berbagaipeubah, diantaranya peubah biofisik wilayah seperti lereng, persentase batuan di permukaan tanah dan didalam tanah, drainase, aksessibilitas, sosial budaya, berbagai kriteria khusus lainnya, dll. Dalam penelitianini, RTRW masing- masing kabupaten hanya dibagi atas dua kelas, yaitu kawasan budidaya dan kawasanlindung. Hasil tumpangtindih antara peta IG kopi Gayo revisi berdasarkan ketinggian tempat (KT) dan petakawasan budidaya (BD) disajikan pada Tabel 3, Gambar 3b. Tabel 3. Luas wilayah IG kopi Gayo hasil

Page 84: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 84/395

1

1

tumpangtindih dengan peta kawasan budidaya di Dataran Tinggi Gayo No. Kabupaten Luas IG kopi GayoRevisi KT (ha) Luas Wilayah IG di Luar Kawasan Budidaya (ha) IG kopi Gayo Revisi Kawasan BD (ha) 1.Bener Meriah 82.837 4.012 78.825 2. Aceh Tengah 201.494 9.343 192.151 3. Gayo Lues 52.162 2.17449.988 Luas DTG 336.493 15.529 320.964 Sumber : Hasil tumpangtindih peta dan cek lapang (2011) Tabel3 terlihat dari 336.493 ha wilayah IG kopi Gayo hasil revisi berdasarkan ketinggian tempat, terdapat 4,62%berada di luar kawasan budidaya (di dalam kawasan lindung), sehinga luasan ini harus dikeluarkan dariluasan wilayah IG kopi Gayo. Luas kawasan IG kopi Gayo hasil revesi berdasarkan ketinggian tempat dankawasan budidaya adalah sebesar 320.964 ha (84,60% dari luas wilayah IG kopi Gayo yangdisertifikasikan). Penggunaan lahan untuk berbagai kepentingan pembangunan harus didasarkan kepadaRTRW. Dalam penelitian RTRW telah disederhanakan menjadi 2 kelas alokasi ruang, yaitu kawsanbudidaya 125

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

dan lindung. Alokasi ruang untuk kawasan budidaya didasarkan kriteria : lereng ≤ 40%, persentase batuandi permukaan tanah (≤ 15%), tidak ada hamparan batuan dangkal, kedalaman efektif tanah dalam, drainasebaik, aksessibiliti, sosial budaya, berbagai kriteria khusus lainnya, dll. Penggunaan lahan berdasarkanalokasi ruang yang telah disediakan di dalam dokumen RTRW masing-masing kabupaten ditujukan untukmemperkecil ancaman bencana dan kerusakan lingkungan. Dari berbagai studi yang dilakukan ditemukanpenyimpangan penggunaan lahan yang signifikan dari alokasi ruang kawasan budidaya (Sutono, 2000;Elliyanti, 2009; Amri, 2009). Analisis lebih lanjut, ternyata alokasi ruang kawasan budidaya tersebutmenyimpang secara signifikan berdasarkan analisis kemampuan lahan. Penelitian tersebut jugamenunjukkan penggunaan lahan eksisting oleh masyarakat justru menyimpang tidak signifikan dari kelaskemampuan lahan tersebut. Ini bermakna bahwa masyarakat dalam menggunakan lahan lebih mengacukepada kearifan lokalnya dibanding dokumen-dokumen alokasi ruang yang telah disusun secara berjenjangoleh pemerintah. KESIMPULAN DAN SARAN Dalam rangka pembangunan kebun kopi Arabikaberwawasan lingkungan di Dataran Tinggi Gayo, berdasarkan berbagai dokumen yang ada, ternyata alokasiruang wilayah IG kopi Gayo masih menyimpang dari kelas ketinggian tempat yang ideal sebesar 17,66%dan menyimpang dari alokasi ruang kawasan budidaya sebesar 4,62%. Diperlukan penelitian lebih lanjutkriteria kesesuaian lahan wilayah IG kopi Gayo yang sejalan dengan berbagai kebijakan alokasi ruang untukpembangungan sektor pertanian, terutama kebun kopi Arabika. Selanjutnya diperlukan sosialisasi yangterecana dan intensif agar dokumen wilayah IG kopi Gayo dapat diimplentasikan dengan baik, dankerusakan lingkungan dapat dikurangi. DAFTAR PUSTAKA Amri, U. 2009. Evaluasi Penggunaan Lahan diDaerah Aliran Sungai Krueng Tripa Bagian Hulu di Kabupaten Gayo Lues. Skripsi. Program Studi IlmuTanah, Fakultas Pertanian, Unsyiah. Darusman dan A. Karim. 2008. Land Availability for Arabica CoffeeDevelopment in Nanggroe Aceh Darussalam; Proc. AsiaLink Int. Seminar : Landuse After Tsunami. BandaAceh, 8 – 11 September 2008. Elliyanti. 2009. Analisis Penyimpangan Penggunaan Lahan di Kota Jantho,Aceh Besar. Skripsi. Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Unsyiah. 126

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Karim, A. 1993. Evaluasi Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kopi Arabika Di Aceh Tengah. Tesis. ProgramPascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 110 p. Karim, A. 1996a. Evaluasi karakteristik lahan kopiarabika catimor di Aceh Tengah. Jurnal Penelitian Pertanian, Fakultas Pertanian UISU. Vol. 15(1) : 19 - 26.Karim, A. 1996b. Hubungan antara elevasi dan lereng dengan produksikopi arabika catimor di Aceh Tengah.Jurnal Penelitian Pertanian, Fakultas Pertanian UISU. Vol. 15(3) : 155 - 158. Karim, A. 1999. EvaluasiKesesuaian Kopi Arabika yang Dikelola Secara Organik pada Tanah Andisol Aceh Tengah. Disertasi.Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 210 p. Sutono, H. 2002. Analisis Penggunaan

Page 85: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 85/395

1

1

Lahan Berdasarkan RTRWK Aceh Besar di Pulo Aceh, Aceh Besar. Tesis. Program Studi KSDL. PPs,Unsyiah. 127

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

PENDEKATAN INTEGRATED RIVER BASIN, COASTAL AND OCEAN MANAGEMENT (IRCOM) MENUJUPEMBANGUNAN BERKELANJUTAN: STUDI KASUS PENGELOLAAN EKOSISTEM PESISIR DAN LAUTTELUK JAKARTA DAN KEPULAUAN SERIBU Arief Budi Purwanto, Tridoyo Kusumastanto AbstrakKerusakan sumberdaya pesisir sangat terkait dengan sistem ekologi dan ekosistem di wilayah hulu sertahilir. Pengelolaan yang parsial menyebabkan terjadinya destruktifikasi wilayah tersebut secara masif.Selama ini kerusakan sumberdaya pesisir menyebabkan terjadinya kerugian ekonomi yang bersifat tangibledan intangible cukup besar. Wilayah Teluk Jakarta dan Gugusan Kepulauan Seribu sebagai bagian darisistem ekologi dan ekosistem yang kompleks harus dilihat sebagai satu kesatuan yang terpadu dengansistem Daerah Aliran Sungai yang menopangnya (DAS Ciliwung, Citarum dan Cisadane). Pengelolaan yangterpadu tersebut memerlukan pendekatan yang komprehensif dengan melibatkan pengelolaan kawasanDAS (River Basin Management) yang merupakan satu kesatuan area pengelolaan dengan pesisir dan lautyang melibatkan seluruh pemangku kepentingan dengan berbasis ecoregion tanpa melihat batasadministrasi. Dengan adanya pengelolaan bersifat integratif tersebut, maka ancaman kerusakan yangbersifat masif di masa mendatang dan ancaman terhadap perubahan iklim yang berdampak secara nyatapada wilayah tersebut dapat dimitigasi. Kata kunci: Pesisir, Daerah Aliran Sungai, Ecoregion, PengelolaanTerpadu I. PENDAHULUAN Kawasan Pesisir dan Laut Teluk Jakarta serta Gugusan Kepulauan Seribu,merupakan wilayah pesisir yang strategis sekaligus paling rentan terhadap perubahan, gangguan danpencemaran oleh manusia. Dikatakan daerah yang strategis karena Teluk Jakarta merupakan pintu gerbangutama aktivitas ekonomi kelautan di Indonesia, khususnya untuk wilayah bagian barat sementara dikatakanpaling rentan karena daerah ini merupakan penyangga bagi ekosistem daratan Jakarta yang demikian tinggiaktifitas manusianya. Kerentanan 128

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Teluk Jakarta juga disebabkan oleh terus meningkatnya kebutuhan pemanfaatan ruang di wilayah pesisiruntuk kegiatan pariwisata, industri dan pemukiman. Kematian masal ikan dan biota air di perairan sekitarAncol dan Dadap di tahun 2004 yang lalu juga telah memberi signal kepada kita semua bahwa tingkatpencemaran perairan di Teluk Jakarta telah demikian tinggi. Terlepas dari apapun penyebabnya, kematianmasal biota air beberapa waktu yang lalu tersebut adalah hasil dari masih belum tepatnya pengelolaanlingkungan yang dilakukan selama ini di kawasan tersebut. Berbagai dugaan telah dilontarkan dari berbagaipihak tentang penyebab kematian masal ikan dan biota air ini, mulai dari disebabkan blooming fitoplankton,fitoplankton beracun, minyak hingga pencemaran logam berat. Dari sisi ilmiah, kawasan serumit TelukJakarta menyulitkan dalam pencarian jawaban atas apa yang paling bertanggungjawab terhadap kematianmasal ikan dan biota air tersebut. Segenap dugaan yang telah dilontarkan, bisa saja bekerja secara sinergisdan bersama, sehingga menyebabkan efek akut terhadap ikan dan biota air. Sesungguhnya, kematianmasal ikan dan biota air lainnya di kawasan Teluk Jakarta beberapa waktu yang lalu merupakan puncak darisebuah gunung es permasalahan pencemaran perairan di kawasan ini. Gunung es pencemaran perairaninilah yang seharusnya dan perlu mendapat penelusuran menyeluruh, sehingga akar permasalahan dandeskripsi permasalahan pencemaran Teluk Jakarta dapat terjawab secara memuaskan. Untuk dapatmemperoleh jawaban yang menyeluruh, studi komprehensif yang mampu memberi gambaran tentangpermasalahan pencemaran perairan di Teluk Jakarta perlu dilakukan segera. Dari beberapa gambaranmengenai permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan Teluk Jakarta, maka dapatdikatakan bahwa studi-studi ataupun kajian maupun penelitian yang telah dilakukan oleh berbagai instansi

Page 86: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 86/395

1

1

bersifat parsial dan tidak terintegrasi. Hal ini menyebabkan hasil studi, kajian ataupun penelitian seringberbeda satu sama lain, yang pada akhirnya banyak sekali dugaan- dugaan yang muncul dan tidakdiketahui dengan pasti, sehingga pengelolaan lingkungan yang dilakukanpun cenderung kurang tepat.Salah salah satu pendekatan dalam mengatasi permasalahan tersebut diatas adalah melalui pendekatanWilayah Pesisir dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) secara Terpadu (Integrated Coastal Zone andRiver Basin Management/ICARM), suatu konsep yang telah dikaji oleh UNEP (1997). Konsep dasar dariICARM ini adalah bahwa dalam pengelolaan pesisir, kondisi biogeofisik dan sosial ekonomi yang dikaji tidakhanya wilayah pesisirnya saja, tetapi juga kondisi biogeofisik dan sosial ekonomi yang ada di sekitar DAS,karena 129

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

justru sebagian besar limbah dan partikel tersuspensi yang masuk ke wilayah pesisir berasal dari DAS.Limbah dan partikel tersuspensi tersebut tidak saja terbawa oleh aliran air pada saat hujan, tetapi secaraterus menerus dibuang ke sungai melalui saluran pembuangan limbah sehingga andilnya sangat besarterhadap pencemaran yang terjadi di wilayah pesisir kawasan Teluk Jakarta. Melalui ICARM, tidak saja akandiketahui tingkat pencemaran yang terjadi di wilayah pesisir, tetapi juga akan diketahui proses-proses alamiyang terjadi di sekitar DAS seperti siklus air, transfer material dan energi yang terjadi di sekitar DAS danwilayah pesisir. Selain itu, akan diketahui pula aktivitas-aktivitas manusia yang berada di sekitar DAS danwilayah pesisir yang mempengaruhi proses-proses alami yang terjadi seperti urban development(perumahan, industri dan sebagainya), rural activities (kehutanan, peternakan, pertanian, perikanan, dansebagainya), serta infrastruktur (irigasi, bendungan, pintu air dan dam). Pendekatan ICARM bukanpendekatan yang instan dan singkat, tetapi merupakan sebuah pendekatan studi yang terintegrasi,menyeluruh dan detail, karena meliputi beberapa proses perencanaan pengelolaan lingkungan yangmendetail. Dalam konsep ICARM, dilakukan beberapa tahapan antara lain analisis kondisi eksisting,identifikasi konflik dan peluang, identifikasi tujuan dan alternatif pengelolaan lingkungan untuk rencana aksi,pengembangan strategi, implementasi dan monitoring serta evaluasi. Dengan demikian maka penangananpermasalahan melalui pendekatan ICARM sangat penting sekali dilakukan, sehingga akar permasalahantentang pencemaran air, kondisi alam dan dinamika fisik persebaran bahan pencemar, jenis-jenispencemaran, penyebab pencemaran dan efek dari pencemaran terhadap mahluk hidup diharapkan dapatterjawab melalui pendekatan ini. Sehingga, langkah-langkah yang dapat diambil (effective preventionmeasures) sebagai sebuah jawaban terhadap penyelesaian permasalahan pencemaran perairan TelukJakarta dapat dilaksanakan dengan tepat. KONSEPSI PENGELOLAAN PESISIR dan DAS TERPADU(Integrated Coastal Zone and River Basin Management) Pengelolaan pesisir dan laut Teluk Jakarta,termasuk dalam konteks ini wilayah Kepulauan Seribu tidak dapat terlepas dari pengelolaan daerahtangkapan (catchment area) atau daerah aliran sungai (DAS) di wilayah upland. Dengan kata lain,pengelolaan yang terpadu antara kawasan pesisir dan DAS dibutuhkan agar pemanfaatan secara optimalsumberdaya pesisir Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu dapat dilakukan. Pengelolaan kawasan pesisir danDAS secara terpadu akan mengkaitkan sistem alam, ekonomi, dan lingkungan serta proses 130

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

ekologi sehingga tekanan terhadap ekosistem kawasan pesisir, DAS dan pulau-pulau kecil dapat dikurangi.Sementara itu, pulau-pulau kecil (PPK) merupakan wilayah pesisir yang memiliki karakteristik tambahanseperti (1) relatif terisolir (sifat insularitas); (2) memiliki keterbatasan secara geografis (smallness); (3)keanekaragaman yang terbatas; dan (4) secara ekonomis maupun ekologis rentan terhadap faktor eksternal(Singh, 1992). Dalam perspektif ekosistem wilayah pesisir, wilayah PPK dapat dibagi menjadi beberapa sub-wilayah (sub-zone) yaitu (1) wilayah perairan lepas pantai (coastal offshore zone); (2) wilayah pantai (beach

Page 87: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 87/395

1

1

zone); (3) wilayah dataran rendah pesisir (coastal lowland zone); (4) wilayah pesisir pedalaman (inlandzone) termasuk dalam konteks ini adalah DAS. Tabel 1 menyajikan potensi pemanfaatan dan permasalahanyang terjadi di masing-masing sub-wilayah dan umum terjadi untuk kasus PPK. Tabel 1. PotensiSumberdaya, Pemanfaatan dan Identifikasi Permasalahan di Sub-Wilayah Pesisir PPK. No Sub-WilayahPotensi Sumberdaya Potensi Persoalan dan Pemanfaatan 1 Perairan Lepas Pantai ? Sumberdayaperikanan ? Wisata Bahari ? Navigasi ? Pembuangan limbah 2 Pantai ? Ekstraksi pasir ? Rekreasi ?Pemukiman ? Reklamasi lahan ? Pembangunan pelabuhan 3 Dataran rendah pesisir ? Habitat banyakspesies ? Pembuangan limbah ? Reklamasi lahan ? Eksploitasi sumberdaya perikanan ? Polusi ?Kerusakan lingkungan akibat proses pembangunan ? Kerusakan habitat pesisir akibat pembangunan fisik ?Degradasi perlindungan alami banjir ? Konflik spasial ? Penurunan kualitas lingkungan pesisir ? Degradasikawasan habitat pesisir ? Polusi 131

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

No Sub-Wilayah Potensi Sumberdaya dan Pemanfaatan 4 Pedalaman pesisir ? Sumberdaya lahan untukindustri, perumahan ? Rekreasi ? Infrastruktur dan kegiatan pembangunan lainnya Sumber : Debance(1999) Potensi Persoalan ? Konflik spasial ? Degradasi kualitas lahan ? Penurunan kualitas lingkunganDalam konteks keterpaduan, pendekatan berbasis keberlanjutan sistem wilayah pesisir di PPK menjadisebuah syarat mutlak. Dengan kata lain, pengelolaan lingkungan wilayah pesisir di PPK harusmempertimbangkan faktor keterpaduan antar komponen yang secara riel tidak dapat dipisahkan satu samalain. Keterpaduan ini akan menjadi salah satu motor bagi tercapainya keberlanjutan pembangunan danpengelolaan wilayah pesisir dan laut dalam konteks PPK. Gambar 1 menyajikan interkorelasi antar sub-wilayah dalam wilayah pesisir dan laut PPK yang memiliki tujuan akhir kepada pengelolaan wilayah PPKyang berkelanjutan. Gambar 1. Kerangka Berkelanjutan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut di Pulau-pulau Kecil (Debance, 1999) 132

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

RENCANA STRATEGIS PENGELOLAAN TELUK JAKARTA Permasalahan dan Isu-Isu Utama Dari hasilpengamatan yang dilakukan selama ini, nampak bahwa permasalahan utama di kawasan Teluk Jakartadapat dikelompokkan ke dalam beberapa hal yaitu : 1. Permasalahan yang terkait dengan kerusakan habitatpesisir 2. Permasalahan yang terkait dengan pencemaran perairan 3. Permasalahan yang terkait denganeksploitasi berlebih sumberdaya perikanan 4. Permasalahan sosial ekonomi dan budaya yang terkait eratdengan permasalahan kerusakan habitat dan pencemaran perairan. Permasalahan yang terkait dengankerusakan habitat pesisir/pantai Teluk Jakarta utamanya disebabkan oleh kegiatan reklamasi pantai.Reklamasi pantai yang disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan lahan telah dilakukan di beberapa pantaidi kawasan ini, seperti di beberapa tempat di kawasan Dadap, Muara Angke, dan Ancol. Reklamasi lahandengan volume yang cukup besar, menyebabkan terjadinya perubahan bentang lahan serta kcenderunganperubahan garis pantai. Selain permasalahan reklamasi, permasalahan kerusakan habitat juga dialami olehkawasan ekosistem mangrove, khususnya di daerah sekitar Muara Angke. Konversi lahan mangrovemenjadi peruntukan lain sangat significant memperngaruhi kualitas habitat di lokasi tersebut. Permasalahanyang terkait dengan pencemaran perairan merupakan permasalahan yang obvious di kawasan TelukJakarta. Kejadian kematian masal biota perairan di tahun 2004, 2006, 2008 merupakan bukti yang kuatakan hal ini. Saat kejadian kedua, yaitu November 2004, tim PKSPL IPB bersama Kelompok KerjaPemantauan Kawasan Teluk Jakarta yang dikomandoi oleh BPLHD DKI menemukan kandungan oksigenterlarut di kawasan bencana sangat rendah, mendekati nol. Rendahnya kandungan oksigen terlarut tersebutdiduga disebabkan oleh tinggi bahan organik pencemar yang diuraikan oleh bakteri sehinggamengkonsumsi dalam jumlah besar oksigen di perairan. Pencemaran bahan organik ini juga yang secara

Page 88: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 88/395

1

1

simultan menyebabkan meningkatnya tingkat trofik perairan yang sangat berpotensi menyebabkantimbulnya peledakan populasi algae (algae bloom). Tim juga menemukan bahwa terdeteksinya logam-logamdi sedimen perairan Teluk Jakarta yang mengindikasikan terjadinya akumulasi logam di dasar perairan.Permasalahan lainnya adalah berupa eksploitasi berlebih sumberdaya perikanan, khususnya perikanantangkap. Sampai saat ini, telah terjadi kecenderungan berkurangnya hasil tangkapan nelayan. Hal 133

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

ini diduga terkait erat dengan berlebihnya upaya eksploitasi terhadap sumberdaya perikanan karenatingginya upaya penangkapan. Selain itu, berkurangnya hasil tangkap juga sangat terkait dengan degradasilingkungan yang disebabkan oleh kerusakan habitat dan pencemaran perairan. Permasalahan utamalainnya adalah berupa permasalahan sosial ekonomi budaya di kawasan ini yang terkait denganpermasalahan kerusakan habitat dan pencemaran perairan. Tingginya isu pencemaran perairan dialami dandirasakan oleh masyarakat, khususnya nelayan. Produk perikanan yang didaratkan di beberapa tempatpendaratan ikan di Jakarta yang tidak seluruhnya, bahkan sebagian besar adalah berasal dari luar TelukJakarta mengalami imbas. Image buruk tentang produk perikanan ini perlu mendapat penanganan serius,sehingga tidak secara keseluruhan menimpa nelayan dan pelaku ekonomi perikanan di kawasan ini. Halserupa juga menimpa petani/pembudidaya kerang hijau di kawasan Teluk Jakarta. Disamping itukekhawatiran tingginya pencemaran tersebut berdampak kepada penurunan nilai ekonomi sumberdayakelautan dan perikanan di wilayah tersebut. Arahan Solusi Pemecahan Masalah Pemecahan permasalahandalam pengelolaan kawasan Teluk Jakarta memerlukan pendekatan yang komprehensif dan terintegrasiserta dalam implementasinya perlu melibatkan seluruh stakeholders, baik pemerintah daerah, masyarakatmaupun pelaku aktifitas ekonomi (pengusaha, nelayan, dan pihak lainnya). Pendekatan dalam pemecahanmasalah ini pada prinsipnya dapat dilakukan melalui pendekatan ekosistem, ekonomi, sosial dankelembagaan. Pendekatan Ekosistem Pendekatan ekosistem dalam pengelolaan kawasan Teluk Jakartaadalah pengelolaan yang dilakukan dengan berbasiskan kepada pengetahuan dan pemahaman kondisiekosistem perairan di kawasan Teluk Jakarta. Seperti diketahui, Teluk Jakarta adalah sebuah ekosistemperairan pesisir, semi tertutup dan merupakan perairan pelagis yang sangat dipengaruhi oleh masukan airdari daratan melalui sungai maupun dari Laut Jawa. Dalam arti kata, ekosistem perairan pesisir TelukJakarta tidak berdiri sendiri dan sangat dipengaruhi oleh ekosistem daratan melalui sungai dan laut lepas,dalam hal ini Laut Jawa. Sehingga, pengelolaan kawasan Teluk Jakarta tidak bisa di lepaskan daripengelolaan kawasan DAS (Ciliwung, Citarum dan Cisadane) dan aktifitas Laut Jawa secara umum.Pengelolaan kawasan DAS, sesuai dengan pendekatan ICARM yang disajikan di pendahuluan makalah ini,menjadi penting mengingat, khususnya dalam hal 134

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

pencemaran perairan, sumbangan bahan pencemar terbesar nampaknya masih didominasi oleh masukandari sistem DAS. Pendekatan Sosial-Ekonomi-Budaya Ditinjau dari aspek sosial ekonomi dan budaya,pengelolaan wilayah pesisir beserta dengan sumberdaya alam di dalamnya, seharusnya memberikanmanfaat terbesar kepada masyarakat pesisir sebagai pelaku utama dan pemilik sumberdaya tersebut. Olehkarena itu, segala aktivitas pembangunan di wilayah pesisir diarahkan untuk meningkatkan pendapatan dankesejahteraan masyarakat pesisir tanpa mengorbankan aspek-aspek sosial budaya masyarakat setempat.Untuk itu, kebijakan pengelolaan pesisir yang harus diterapkan, ditinjau dari aspek sosial ekonomi danbudaya ini adalah : ? Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir dan memastikanbahwa mereka mendapatkan manfaat sebesar- besarnya dari kegiatan pembangunan dan pengelolaansumberdaya pesisir dan lautan. ? Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan danpengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan. ? Memasyarakatkan pengelolaan pesisir yang berkelanjutan

Page 89: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 89/395

1

1

dan diikuti dengan upaya-upaya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir, melaluipengembangan mata pencaharian alternatif. ? Pengelolaan wilayah pesisir seyogyanya disesuaikan dengankondisi sosial budaya masyarakat, disesuaikan dengan kearifan- kearifan yang ada di masyarakat,kebutuhan dan kemampuan masyarakat pesisir. Pendekatan Sosial-Politik Suatu kegiatan pembangunanberkelanjutan khususnya di wilayah pesisir dan lautan hanya dapat dicapai apabila didukung oleh suasanapolitik yang demokratis dan transparan. Untuk mewujudkan suasana politik yang demokratis dan transparantersebut, maka kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan dalam aspek sosial politik adalah: ?Perencanaan pengelolaan wilayah pesisir harus dilakukan secara independen tanpa ada tekanan dari pihaklain. Artinya bahwa pihak perencana harus bebas menentukan arah pengelolaan wilayah pesisirberdasarkan kaidah-kaidah pembangunan yang berkelanjutan dengan memrtimbangkan kepentinganseluruh stakeholder. ? Penyusunan perencanaan pembangunan dan pengelolaan sumberdaya di wilayahpesisir hendaknya dilakukan secara 135

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

? ? bijaksana dengan membertimbangkan askep ekologis dan ekonomis. Proses penyusunan perencanaanpembangunan wilayah pesisir hendaknya dilakukan dalam dua arah, yaitu perencanaan yang bersifat‘bottom up’ dan perencanaan yang bersifat ‘top down’. Artinya ada keseimbangan antara kepentinganpemerintah dengan kepentingan masyarakat yang lebih luas. Pembangunan dan pengelolaan sumberdayapesisir juga harus diikuti pendidikan politik bagi seluruh pelaku pembangunan di wilayah pesisir, untukmenciptakan kesamaan pandangan terhadap wilayah pesisir. Pendekatan Hukum dan KelembagaanPengaturan hukum dan kelembagaan dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan pada dasarnyamerupakan sarana penunjang bagi pelaksanaan pengelolaan wilayah pesisir dan laut. Oleh karena itupengaturan hukum dan kelembagaan hanya akan dapat memberikan peranannya secara maksimal apabilakebijakan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut telah ditetapkan secara pasti. Pemilihan kebijakanpengelolaan harus memiliki landasan teoritis dengan mempertimbangkan kemampuan sumberdaya alamyang tersedia serta proyeksi pemanfaatannya di masa depan, baik untuk sumberdaya pulih, tak pulihmaupun untuk jasa-jasa lingkungan kelautan. Peranan pengaturan hukum dan kelembagaan adalahsebagai sarana penunjang bagi pelaksanaan kebijakan yang telah menjadi pilihan guna mencapai tujuanyang telah ditetapkan. PENUTUP Pengelolaan kawasan Teluk Jakarta memerlukan pendekatan yangkomprehensif dengan melibatkan pengelolaan kawasan DAS (River Basin Management) yang merupakansatu kesatuan area pengelolaan. Degradasi lingkungan perairan Teluk Jakarta merupakan hasil akibatkegiatan manusia yang tidak hanya bersumber di Teluk Jakarta, namun juga bersumber di sepanjangdaerah tangkapan sungai (DAS) yang mengalir ke kawasan Teluk Jakarta. Tercatat ada 3 DAS utama yangbermuara di kawasan Teluk Jakarta, yaitu DAS Ciliwung, Citarum dan Cisadane. Penangananpermasalahan pencemaran perairan misalnya, memerlukan penangana menyeluruh terhadap seluruhaktifitas penghasil limbah di sepanjang daerah tangkapan sungai, mulai dari daerah hulu di kawasan Bogor(Ciliwung dan Cisadane) maupun daerah Karawang (Citarum). Tanpa melakukan pengelolaan menyeluruhmelibatkan area DAS, akan menjadikan upaya pengelolaan kawasan 136

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Teluk Jakarta, khususnya pengelolaan pencemaran akan menjadi kurang mengenai sasaran dan sifatnyasementara saja. DAFTAR PUSTAKA Adrianto, L. and Y. Matsuda. 2002. Developing Economic VulnerabilityIndices of Environmental Disasters in Small Islands Regions. Environmental Impact Assessment Review 22: 393-414 pp. Adrianto, L and Y. Matsuda. 2004. Study on Assessing Economic Vulnerability of Small IslandsRegions. Environment, Development and Sustainability 6 : 317-336 pp. Briguglio, L. 1995. Small IslandDeveloping States and Their Economic Vulnerabilities. World Development, 23 (9), 1615-1632. Briguglio, L.

Page 90: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 90/395

1

1

2000. An Economic Vulnerability Index and Small Island Developing States : Recent Literatures. WorkingPaper, Kagoshima University Pacific Islands Studies Center. Kagoshima, November 29, 2000. Debance,K.S. 1999. The Challenges of Sustainable Management for Small Island. [online]. Available online athttp://www.insula.org/islands/small-islands.html. Accessed in May 25, 1999. Hein, P.L. 1990. EconomicProblems and Prospects of Small Islands, in : Beller, W., P. d’Ayala and P. Hein (Eds). SustainableDevelopment and Environmental Management of Small Islands. The Parthenon Publishing Group. Paris,France, New Jersey, USA. pp. 35-44. Lonergan, S and Barb Kavaragh. 1991. Climate Change, WaterResources and Security in the Middle East. Global Environmental Changes 1 (4), 272-290. 137

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

KERENTANAN PEREMPUAN DI WILAYAH RAWAN BENCANA Desi Sri Pasca Sari S Dosen YayasanUniversitas Quality Program Doktor S3-PSL USU Email: [email protected] Abstrak Perkembangan suatuwilayah akan meningkatkan kebutuhan lahan sebagai tempat tinggal dan beraktivitas ekonomi, adapunketersediaan lahan yang ada tidak mengalami perkembangan. Penduduk terpaksa menempati lokasi yangtidak layak huni seperti di daerah perbukitan dan lereng pegunungan. Aktivitas masyarakat tersebutmenyebabkan tingkat kerawanan bencana menjadi semakin meningkat, manakala lahan dieksploitasisecara berlebihan tanpa memperhatikan daya dukung lahan. Perempuan pedesaan (menurut MDG’s) salahsatu pelaku pembangunan yang digerakkan saat ini, menjadi sangat rentan/lemah akibat dampak daribencana yang timbul. Perempuan sebagai penanggung jawab kegiatan domestik (rumah tangga) dan jugakegiatan ekonomi sangat dekat hubungannya dengan pengelolaan sumberdaya alam sehingga pada kondisibencana perempuan menjadi rentan (lemah) namun masih memiliki kapasitas,untuk mengurangi dampakbencana, baik dalam kearifan lokal yang dimiliki maupun pendidikan yang diperoleh dari pelatihan non-formal. Bencana terjadi ketika masyarakat tidak dapat mengatasi kerentanan tersebut. Kerentanan menjaditidak tertanggulangi karena kecepatan adaptasi masyarakat terhadap perubahan lingkungan sekitarnya(yang meningkatkan kerentanan) jauh tertinggal dari kecepatan perubahan lingkungan itu sendiri.Memahami tingkat kerawanan terhadap bencana tanah longsor yang ada, masyarakat berupaya untukmenanggulangi dan mengurangi resiko bencana tanah longsor. Berbagai upaya telah dilakukan olehmasyarakat salah satunya dengan mengupayakan penanaman tanaman keras pada daerah setempat,khususnya pada lahan mereka. Namun demikian masih didapati sebagian dari masyarakat yang melakukanaktivitas yang akan dapat mengganggu keseimbangan lingkungan. 1. Pendahuluan Tekanan globalisasiterhadap pertanian telah menciptakan ketergantungan petani terhadap pengembangan pertaniankonvensional 138

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

yang berorientasi eksport. Sistem pertanian tersebut mempunyai andil yang sangat besar terhadapkehancuran lingkungan dan sistem kehidupan masyarakat lokal. Sistem pertanian yang diciptakan dibawahtekanan kepentingan pasar global tersebut bertujuan untuk memonopoli terhadap sumber daya agraria danproduksi pangan dunia. Kebijakan sudah berlangsung lama, sejak ditingkatkannya penggunaan pestisida,pupuk kimia, benih transgenik dan komersialisasi terhadap pertanian. Dengan gagalnya panen, maka terjadipenurunan produktivitas pangan yang mengakibatkan kemiskinan semakin meningkat. Korban terbesar darikemiskinan tersebut pada umumnya lebih banyak ditanggung oleh perempuan dan anak-anak. Kuatnyapengaruh budaya patriarki yang masih ada di berbagai daerah, cenderung memarginalkan ataumeminggirkan posisi perempuan. Konsekuensi logis dari kondisi ini telah menyebabkan kaum perempuansemakin tersingkir dari proses produktif, di tengah masyarakat karena peranannya terkurung terbatas dalam“peran tradisional” dan “peran reproduktif” saja. Pada masyarakat pedesaan, perempuan adalah pengurusrumah tangga, sehingga perempuan berkewajiban untuk mengambil air, mengumpulkan kayu bakar dan

Page 91: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 91/395

1

1

bahan-bahan lain yang akan dimanfaatkan untuk menjalankan rutinitasnya sebagai pemelihara rumahtangga. Karena itu, perempuan sangat berkepentingan untuk memelihara sumber air, pohon-pohon, hutandan kesuburan tanah pertanian. Mereka mempunyai kearifan lokal dan tata cara tersendiri untukmemelihara sumber-sumber tersebut yang diwariskan secara turun-temurun kepada generasi berikutnya. Disamping itu, perempuan juga mempunyai tugas budaya, yaitu melestarikan jenis tanaman tertentu yangterkait pada peran mereka, seperti menanam tanaman obat-obatan tradisional dan bumbu dapur, makanan,minuman dan juga kosmetika. Kearifan lokal ini merupakan mitigasi dan adaptasi masyarakat Indonesiasejak dahulu kala namun telah mulai bergeser (Oey-Gardiner, M. 2000) Dalam sistem pertanian peranperempuan seringkali terabaikan dalam aktivitas produksi. Sebagai contoh di Afrika, dimana pertaniansubsisten dan perladangan berpindah-pindah masih menjadi metode produksi, maka hampir semua tugasdalam produksi dikerjakan oleh perempuan. Laki-laki membuka lahan yang akan dikerjakan selanjutnyamembibitkan, menanam, menyiangi, memanen sampai disimpan atau dimanfaatkan untuk konsumsikeluarga dikerjakan oleh perempuan (Boserup dalam Todaro, 1999). Dalam beberapa kasus kaumperempuan mengerjakan 70 persen kegiatan pertanian dengan peralatan yang seadanya, karena alat-alatpertanian lebih banyak dipahami oleh laki-laki, misalnya perempuan lebih banyak menggunakan cangkulbukan hand traktor. 139

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Sebagai pelaku di sektor ekonomi keluarga sering kali perempuan tidak didukung oleh pengetahuan danwawasan yang memadai. Akses perempuan terhadap informasi teknologi pemanfaatan sumberdaya alamsangat jauh. Dalam program penyuluhan, pendidikan pembangunan pedesaan, peserta didominasi olehlaki-laki sehingga informasi tidak sampai ke perempuan. Akibatnya dengan pengetahuan yang terbatasperempuan melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuannya saja. Namun di sisi lain perempuanmemiliki kepekaan yang tajam dalam memanfaatkan sumberdaya alam dan hal ini berkaitan dengankebutuhan keluarga, misalnya menanam berbagai tanaman di pekarangan rumah untuk kebutuhan anak-anaknya kelak. Hasil penelitian Bitra (2001) pada masyarakat pedesaan di kawasan Sibolangit, bahwatanaman pekarangan berupa tanaman keras : durian, manggis, rambutan adalah lebih banyak ditanami olehperempuan dan bibit dari sisa yang telah dikonsumsi, artinya tidak secara khusus dibudidayakan. Isu saatini adalah pembangunan yang berkelanjutan dan berperspektif perempuan yang diartikan sebagaipembangunan yang mengusahakan terpenuhinya kebutuhan sekarang tanpa mengurangi kemampuangenerasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Pembangunan yang berkelanjutan berartipembangunan yang berwawasan lingkungan yakni lingkungan diperhatikan sejak pembangunandirencanakan sampai pada waktu operasi pembangunan. Pembangunan yang berwawasan lingkunganpada hakekatnya adalah permasalahan ekologi khususnya sekologi pembangunan yakni interaksi antarapembangunan dengan lingkungan. Dengan pendekatan pembangunan yang berwawasan lingkungan inimaka semestinyalah perempuan dilibatkan dalam perencanaan program, proses pengambilan keputusansampai implementasi program ( Mutawali, 1987) Upaya pengelolaan sumberdaya alam secaraberkelanjutan bukannya tidak dilakukan oleh pemerintah dan kelompok-kelompok masyarakat. Masalahnya,seberapa partisipatif upaya tersebut melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk perempuan didalamnya. Dilihat dari seberapa besar keterkaitan perempuan-berdasarkan peranannya (gender role) –terhadap sumberdaya alam, maka melibatkan perempuan di dalam pengelolaan sumberdaya alammerupakan suatu keharusan bila ingin berhasil membantu masyarakat dalam pengelolaan sumberdayaalam yang berkelanjutan. 2. Pembangunan dan Perspektif Perempuan Pembangunan yang dirancangseharusnya berperspektif perempuan dalam arti bahwa cara-cara memecahkan persoalan 140

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 92: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 92/395

1

pembangunan dengan memperhatikan kepentingan perempuan. Kaum perempuan pada dasarnya samadengan pria, namun pada kenyataannya banyak perempuan pedesaan yang melakukan fungsi ganda baik :(1) perempuan sebagai istri, ibu rumah tangga mempunyai peranan dalam mengurus dan merawat anggotarumah tangga sebagai bagian dari kegiatan produksi, (2) perempuan sebagai tenaga kerja disektor ekonomiperempuan mengerjakan kegiatan produksi di sektor pertanian, perikanan, perdagangan dan jasa dan (3)perempuan melakukan fungsi sosial, berinterkasi dengan lingkungan, meneruskan nilai-nilai kepadaketurunannya dan sebagainya. Dengan fungsi ganda ini maka semestinya perempuan diberikan ruanguntuk dapat meningkatkan kwalitas diri sehingga hasil yang dicapai dapat lebih baik pula. Bagi negaraberkembang (termasuk Indonesia), posisi perempuan sebagai ibu rumah tangga yang bertanggung jawabuntuk mengelola rumah tangga menjamin kelangsungan hidup semua anggota keluarganya. Dalam konteksini perempuan adalah pemakai sumberdaya alam. Walaupun demikian kerangka dominasi patriarki selamaini maka kebutuhan perempuan untuk mempertahankan hidup keluarganya, termasuk anggota keluargalaki-laki praktis tidak diperhatikan. Kebijakan, program dan proyek umumnya dirancang oleh dan untuk laki-laki sebagai objek, tanpa melibatkan dan menghiraukan kepentingan dan keperluan perempuan. Lajupembangunan menuntut agar perempuan juga memiliki kemampuan dalam memenuhi kebutuhanpembangunan. Masalah peran perempuan dalam pembangunan seringkali bias akibat dari pembagianperan. Teori pembagian kerja antara lain meliputi : (1) teori alam (nature) yang menyatakan bahwaperbedaan psikologi antara perempuan dan laki-laki yang secara kodrati misalnya dalam hal melahirkan danmenyusui, (2) teori kebudayaan (nurture) yang mengemukakan bahwa perbedaan tercipta melalui prosesbelajar dari lingkungannya, (3) teori psikoanalisa yang mengemukakan konsep perbedaan alat reproduksiantara perempuan dan laki-laki, (4) teori fungsionalis dan Marxis yang menyatakan bahwa lingkungan yangmembuat wanita lemah dan (5) faktor-faktor budaya dan ekonomi yang melemahkan perempuan(Suparmoko, 1994). Undang-undang No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup merupakanupaya terpadu dalam melestarikan fungsi lingkungan hidup : meliputi kebijaksanaan, penataan, pemanfatan,pengembangan, pemeliharaan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup. Sasaran pengelolaanlingkungan hidup adalah (1) tercapainya keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara manusia danlingkungan hidup, (2) terwujudnya manusia 141

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi dan membinalingkungan hidup, (3) terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa mendatang, (4)tercapainya kelestarian fungsi lingkungan dan (5) terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesiaterhadap dampak usaha dan atau kegiatan li luar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran dan ataukerusakan lingkungan hidup. Gerakan massa (mass movement) tanah atau sering disebut tanah longsor(landslide) merupakan salah satu bencana alam yang sering melanda daerah perbukitan didaerahperbukitan tropis basah.Kerusakan yang ditimbulkan oleh gerakan massa tersebut tidak hanya kerusakansecara langsung seperti rusaknya fasilitas umum, lahan pertanian, ataupun adanya korban manusia, akantetapi juga kerusakan secara tidak langsung yang melumpuhkan kegiatan pembangunan adan aktivitasekonomi didaerah bencana dan sekitarnya. Banyak faktor semacam kondisi- kondisi geologi dan hidrologi,topografi, iklim dan perubahan cuaca dapat mempengaruhi stabilitas lereng yang mengakibatkan terjadinyalongsoran, Longsoran jarang terjadi oleh satu sebab saja. Adapun sebab-sebab longsoran lereng alam yangsering terjadi adalah: 1. Penambahan beban pada lereng. Tambahan beban pada lereng dapat berupabangunan baru, tambahan beban oleh air yang masuk ke pori-pori tanah maupun yang menggenangdipermukaan tanah, dan beban dinamis oleh tumbuh-tumbuhan yang tertiup angin dan lain-lain. 2.Penggalian atau pemotongan tanah pada kaki lereng. 3. Penggalian yang mempertajam kemiringan lereng4. Perubahan posisi muka air secara cepat (rapid drawdown) pada bendungan, sungai dan lain-lain. 5.Kenaikan tekanan lateral oleh air (air yang mengisi retakan akan mendorong tanah kearah lateral) 6.Penurunan tahanan geser tanah pembentuk lereng oleh akibat kenaikan kadar air. Kenaikan tekanan,kenaikan tekanan air pori, tekanan rembesan oleh genangan air didalam tanah, tanah pada lerengmengandung lempung yang mudah kembang susut dan lain-lain. 7. Getaran atau gempa bumi. Diseluruh

Page 93: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 93/395

1

1

dunia, semakin banyak kehancuran yang dipicu oleh bencana alam disebabkan oleh praktik- praktik yangmerusak secara ekologis dan karena kita sendiri yang berada ditengah-tengah bahaya. Banyak ekosistemyang telah rusak sehingga mereka tidak lagi berdaya tahan dan mampu menangkis gangguan alam,sehingga membentuk 142

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

bencana yang tidak alami yaitu bencana yang semakin sering terjadi dan semakin parah karena tindakanmanusia. Dengan merusak hutan, mengalihkan sungai, megurug lahan basah, dan membuat iklim tidakstabil, kita mengurai ikatan suatu jaringan pengaman ekologis yang kompleks. Kerusakan lingkunganmeningkatkan intensitas bahaya alam dan seringkali menjadi faktor yang mengubah bahaya menjadisebuah bencana. Sebagai contoh, banjir dari sungai dan danau diperburuk atau bahkan disebabkan olehpenggundulan hutan yang pada akhirnya akan mengakibatkan erosi dan penyumbatan sungai.(Bastian,A,2006) Proses-proses yang diakibatkan ulah dan aktivitas manusia (kadang-kadang merupakangabungan dengan bahaya alam) yang merupakan dasar sumberdaya alam atau membawa perubahan yangburuk terhadap proses-proses alam atau ekosistem. Dampak-dampak yang mungkin terjadi bervariasi danbisa mengakibatkan meningkatnya kerentanan, frekuensi dan intensitas bahaya alam. Contoh antara laindegradasi lahan, penggundulan hutan, kebakaran lahan liar, hilangnya keanekaragaman hayati, polusitanah, air dan udara, perubahan iklim, naiknya permukaan air laut, serta penipisan ozon. Bebagai aspeksosial bidaya dalam berproduksi telah merosot secara tajam dengan berkembangnya pertanian monokultur.Telah banyak terjadi distorsi pada ekosistem dataran rendah, antara lain: ? Ketergantungan pada benih/bibitkarena benih hanya sekali pakai dan bergantung terus menerus dari pihak luar ? Petani selalu tergantungpada bahan kimia seperti pupuk dan pestisida, sementara pupuk alam dan pupuk kandang ditinggalkankarena tidak tersedia secara mudah ditingkat petani ? Sangat tidak hemat terhadap air sehingga perlumembangun/ menyediakan waduk waduk untuk cadangan air, sementara cadangan air alami terlanjur rusak? Lahan diupayakan datar berakibat lapisan tanah berubah serta kesuburannya tidak mendukung untukbudidaya tanaman yang lain. ? Aneka ragam kekayaaah hayati lokal yang bernilai ekonomis diganti dengantanaman sejenis ? Alat-alat pertanian lokal berubah diganti dengan mesin-mesin yang diimpor dari luar.Faktor penyebab lainnya yaitu pendayagunaan sumberdaya alam secara tidak teratur atau melampaui dayadukungnya akan memicu terjadinya bencana. Ketersediaan informasi yang lengkap dan akurat mengenaipengendalian pemanfaatan lahan di kawasan rawan tanah longsor beserta peraturan yang bisa dijadikandasar dalam setiap 143

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011 aktivitas pengembangan merupakan

hal

yang sangat diperlukan demi mencegah dan meminimalkan korban jiwa dan dampak ekonomi yangditimbulkan oleh bencana alam tanah longsor, dan lebih jauh sebagai masukan bagi penyusunan tata ruangdalam suatu kawasan rawan tanah longsor 3. Bencana Alam dan Kerentanan Perempuan Kehidupanmanusia telah mengalami bencana alam sejak permulaan waktu. Banjir, kekeringan, kebakaran hutan danlahan, letusan gunungapi, gempabumi, tsunami, longsor lahan, badai tropis, serangan hama/penyakittanaman, dan endemik penyakit; secara konsisten mengingatkan bagaimana rentannya kita. Perempuanpedesaan (menurut MDG’s) salah satu pelaku pembangunan yang digerakkan saat ini, menjadi sangatrentan/lemah akibat dampak dari bencana yang timbul. Perempuan sebagai penanggung jawab kegiatandomestik (rumah tangga) dan juga kegiatan ekonomi sangat dekat hubungannya dengan pengelolaansumberdaya alam sehingga pada kondisi bencana perempuan menjadi rentan (lemah) namun masihmemiliki kapasitas,untuk mengurangi dampak bencana, baik dalam kearifan lokal yang dimiliki maupunpendidikan yang diperoleh dari pelatihan non-formal. Gambaran penderitaan kaum perempuan dan anak-

Page 94: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 94/395

1

1

anak selama masa bencana sangat populer di media massa. Perempuan mengalami akibat -secara tidakseimbang- kejadian bencana alam, dimana pada umumnya sebagai akibat status jender mereka di dalammasyarakat. Apa yang media tidak tunjukkan adalah bagaimanapun juga perempuan merupakan bagianpenting dalam upaya tanggap darurat dan mitigasi bencana. Apakah sudah mewakili peran jender merekasecara tradisional atau malahan sudah melampauinya. Elaine Enarson (2000) dalam tulisannya yangbejudul Gender and Natural Disasters menyatakan: “… jender membentuk dunia sosial di dalamnya, dimanaberbagai peristiwa alam terjadi.” Perempuan ‘dibuat’ menjadi lebih rentan terhadap bencana melalui peransosial yang mereka bangun. Perempuan memiliki lebih sedikit akses ke sumberdaya, misalnya: jaringansosial dan pengaruh, transportasi, informasi, keterampilan (termasuk didalamnya melek huruf), kontrolsumberdaya alam dan ekonomi, mobilitas individu, jaminan tempat tinggal dan pekerjaan, bebas darikekerasan, dan memegang kendali atas pengambilan keputusan. Padahal itu semua penting dalamkesiapsiagaan bencana, mitigasi, dan rehabilitasi. Perempuan juga menjadi korban pengelompokan jenderterkait pekerjaan. Mereka terwakili dalam industri pertanian, wirausaha, dan sektor ekonomi informal;dengan upah kerja dibawah UMR, keamanan kerja yang terbatas, tidak 144

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

mendapatkan fasilitas pelayanan kesehatan dan organisasi untuk menyuarakan aspirasinya. Sektorpertanian dan informal pada umumnya yang paling terkena dampak peristiwa bencana alam. Dengan begituperempuan lebih dari mewakili satu di antara penduduk yang tidak memiliki pekerjaan setelah terjadibencana. Perempuan ‘dianggap’ bertanggung jawab terhadap tugas-tugas domestik seperti mengurus anak,orangtua yang berusia lanjut, dan anggota keluarga yang memiliki ketidaksempurnaan fisik/mental. Merekatidak memiliki kebebasan berpindah tempat untuk mencari pekerjaan setelah mengalami bencana. Laki-lakisering berpindah tempat, meninggalkan rumah tangga yang harus diambil alih tanggungjawabnya olehperempuan dengan angka statistik yang terus meningkat. Kegagalan untuk mengenali kenyataan ini dimanaperempuan mempunyai beban ganda sebagai pekerja produktif dan melanjutkan keturunan berarti bahwajangkauan penglihatan perempuan dalam masyarakat masih rendah. Rumah atau tempat tinggal seringkalihancur akibat bencana alam, banyak keluarga yang terpaksa mengungsi ke tempat perlindungansementara. Keterbatasan fasilitas untuk kehidupan sehari- hari, misalnya aktifitas memasak berarti bahwabeban domestik perempuan bertambah pada saat yang bersamaan dengan beban ekonominya,memfungsikan sedikit kebebasan dan mobilitas yang dimilikinya untuk mencari alternatif sumberpendapatan keluarga. Ketika sumberdaya ekonomi perempuan berkurang, maka posisi tawar mereka didalam rumahtangga juga terpengaruh secara berlawanan. Kerentanan (vulnerability) perempuan adalahkondisi-kondisi yang ditentukan oleh faktor-faktor atau proses-proses fisik, sosial ekonomik dan lingkunganhidup yang meningkatkan kerawanan suatu masyarakat terhadap dampak ancaman Sifat bencana itusendiri dapat meningkatkan kerentanan perempuan. Tak terkecuali adanya gejala peningkatan perempuansebagai kepala rumahtangga dan kenyataan bahwa mayoritas penghuni tempat perlindungan sementaraadalah kaum perempuan. Beberapa kajian juga menunjukkan adanya suatu peningkatan kekerasan dalamrumahtangga dan kekerasan/pelecehan seksual setelah kejadian bencana alam. Yang tak kalah pentingnyayaitu kesehatan kaum perempuan, khususnya kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual, yang sedariawal harus dikenali sebagai komponen kunci dalam upaya pemberian bantuan/pertolongan setelahbencana. Sesungguhnya perempuan yang terkena bencana alam, ini hanyalah separuh gambaran.Bencana alam juga memberikan kesempatan unik kepada perempuan untuk menghadapi tantangan danmengubah status jender mereka di dalam masyarakat. Perempuan sudah 145

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 95: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 95/395

1

1

membuktikan bahwa keberadaan dirinya sangat dibutuhkan ketika tiba saatnya untuk memberikantanggapan atas peristiwa bencana. Pada waktu badai Mitch tahun 1998, perempuan di Guatemala danHonduras sudah terlihat membangun rumah, menggali sumur dan parit, menyelamatkan persediaan air, danmembangun tempat perlindungan. Meski seringkali harus melawan keinginan laki-laki, perempuan juga reladan ternyata mampu mengambil peran aktif dalam apa yang secara kebiasaan dianggap sebagai tugas laki-laki. Ini dapat memberikan pengaruh dalam mengubah konsepsi masyarakat terhadap kemampuanperempuan. Pandangan sempit bahwa sebagai konsekuensi terjadinya bencana menuntun ke satu fokuskondisi fisik semata, kondisi sosial diabaikan, perhatian terhadap jender dipinggirkan. Perempuan akanterus mengalami ketidakseimbangan pengaruh yang ditimbulkan oleh bencana alam, kecuali jika parapekerja sosial kebencanaan dan pejabat pemerintah mengakui adanya status kerentanan mereka danusaha memberikan bantuan yang sesuai untuk bereaksi terhadap hal ini. Kedua, kebanyakan upayapemberian bantuan/pertolongan dimaksudkan untuk keseluruhan penduduk yang terkena bencana. MenurutCordaid, 2008: Kerentanan Kerentanan Sosial ? Pemukiman wilayah tidak aman ? Pemukiman lahan danbangunan dengan kepadatan yang tinggi ? Rendahnya mobilitas ? Persepsi risiko yang rendah ? Pekerjaanyang rentan bahaya ? Kelompok dan perseorangan yang rentan ? Korupsi ? Rendahnya tingkat pendidikan? Kemiskinan ? Tidak-adanya analisis kerentanan dan kapasitas ? Manajemen dan kepemimpinan yangtidak memadai ? Kurangnya perencanaan dan kesiapsiagaan bencana Kapasitas ? Modal sosial ?Mekanisme bertahan ? Strategi menyesuaikan ? Ingatan tentang bencana yang lalu ? Tata kelolapemerintahan yang baik ? Standar-standar etis ? Kepemimpinan lokal ? Organisasi nonpemerintah lokal ?Akuntabilitas ? Perencanaan dan kesiapsiagaan bencana yang baik 146

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Kerentanan Fisik ? Bangunan yang berisiko ? Infrastruktur yang tidak aman ? Fasilitas penting yang tidakaman ? Urbanisasi yang cepat Kerentanan Ekonomi ? Pertanian dengan satu jenis tanaman pangan ?Ekonomi yang nondiversifikasi ? Ekonomi subsistens Keadaan terlibat utang Ketergantungan terhadapbantuan/sokongan Kerentanan Lingkungan ? Penggundulan hutan ? Polusi tanah, air, dan udara ?Pengrusakan pelindung alami terhadap badai (misalnya, hutan bakau) ? Perubahan iklim global ? Modalfisik ? Bangunan dan infrastruktur yang tangguh yang mampu bertahan dan menolak tekanan bahaya yangluar biasa ? Modal ekonomi ? Penghidupan yang terjamin ? Simpanan keuangan ? Pertanian dan ekonomiyang ? beragam ? Modal lingkungan alam ? Pembuatan pelindung alami terhadap amukan badai (terumbukarang) ? Proses-proses pemulihan lingkungan alam (misalnya, hutan-hutan yang baru saja pulih darikebakaran hutan) ? Keanekaragaman hayati ? Manajemen sumberdaya alam yang bertanggung jawabKapasitas adalah sumberdaya, cara dan kekuatan yang dimiliki oleh seseorang, masyarakat atau negarayang memungkinkan untuk menanggulangi, mempertahankan diri, mempersiapkan diri, mencegah danmemitigasi atau dengan cepat memulihkan diri dari suatu bencana. Konsep dasarnya adalah bahwaseseorang terlemah di dalam suatu komunitas mempunyai beberapa ketrampilan, sumberdaya, kekuatandan kemampuan untuk menolong dirinya sendiri dan bahkan sangat dimungkinkan untuk dapat menolongorang lain yang ada di sekitarnya. Kondisi lingkungan yang berada di daerah rawan menyebabkanmasyarakat berada pada kondisi yang rentan. Upaya Mengurangi Kerentanan dilakukan untukmeningkatkan kapasitas perempuan di wilayah rawan bencana . 147

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Bencana menghambat pengembangan sosial ekonomi dan upaya pembangunan lingkungan sehingga perluupaya untuk mengetahui : bagaimana kekeliruan pengelolaan lingkungan dapat mengubah pola-polakerentanan dan bahaya, Pengetahuan tentang sumber daya alam dan penerapan tata kelola lingkunganperlu di dorong sebagai strategi untuk mengurangi bencana. Aksi-aksi lingkungan yang dapat mengurangi

Page 96: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 96/395

1

1

kerentanan perlu diidentifikasi dan diterapkan oleh para praktisi pengurangan resiko bencana,Pengukuransecara kuantitatif , Mengintegrasikan pengelolaan lingkungan ke dalam kerangka kerja kebijakan untukpengurangan bencana Memahami tingkat kerawanan terhadap bencana tanah longsor yang ada,masyarakat berupaya untuk menanggulangi dan mengurangi resiko bencana tanah longsor. Berbagai upayatelah dilakukan oleh masyarakat khususnya perempuan salah satunya dengan mengupayakan penanamantanaman keras pada daerah setempat, terutama pada lahan mereka. Namun demikian masih didapatisebagian dari masyarakat yang melakukan aktivitas yang akan dapat mengganggu keseimbanganlingkungan. DAFTAR PUSTAKA Affeltranger Bastian dkk. 2006. Hidup Akrab dengan Bencana. SebuahTinjauan Global tentang Inisiatif-inisiatif Pengurangan Bencana. MPBI. Jakarta, jilid 1 dan 2. Anonimous,2001. Modul Sekolah Lapang Polikultur, Bitra Indonesia, Medan. Chambers, R. 1992. Rural Appraisal,Rapid, Relaxed and Participatory. Institute of Development Studies. Fatimah,D, 2009, GenderMainstreaming Dalam Pengurangan Risiko Bencana, Makalah dan Kerjasama Circle Indonesia dan Hivos,Jakarta Ginting, M, 1999. Dinamika Organisasi Koperasi. Disertasi pada Program Pasca Sarjana InstitutPertanian Bogor. Hutajulu, T. 1991. Peranan Perempuan Batak dalam Perekonomian Keluarga FakultasPertanian USU Medan. Oey-Gardiner, M. 2000. Pengakuan Atas Peran dan Keterlibatan Perempuan dalamPengelolaan Sumber Daya Alam. Makalah dalam Konferensi Nasional Pengelolaan Sumber Daya AlamJakarta 23 –25 Mei 2000 Mutawali. 1987. Peranan Wanita Dalam Pembangunan. PT. Karya Nusantara,Jakarta Kardinah S . 1993. wanita, Martabat dan Pembangunan. Forum Pengembangan Keswadayaan,Jakarta. 148

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Pudjiwati S. 1985. Peranan Wanita dalam Pembangunan Masyarakat Desa. Rajawali, Jakarta.Reksohadiprodjo, S, 1994. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Energi. Edisi Kedua. BPFE, Yogyakarta.Saptari Ratna dan Brigitte Holzner. 1997. Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial. Kalyanamitra, JakartaSinar, T., 2000 Sejarah Medan Tempo Doeloe. Lembaga Penelitian dan Pengembangan Seni BudayaMelayu, Medan. Singarimbun, M. 1979. Aktivitas Ekonomi Suku Bangsa Batak Karo : Suatu Case StudyDidalam Perubahan Ekonomi, Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Undang-Undang No 32 Tahun 2009tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. 149

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

POTENSI KETERSEDIAAN PAKAN LEBAH TERNAK UNTUK INTRODUKSI AGROFORESTI APIKULTURDwi Endah Widyastuti Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Jl. TriDharma Ujung No. 1 Padang Bulan Medan [email protected] Abstrak Potensi ketersediaanpakan lebah ternak untuk introduksi agroforestri apikultur, sebagai upaya mitigasi perubahan iklim denganmeningkatkan penjerapan gas rumah kaca (GRK), diteliti di Desa Tiga Juhar, Kecamatan STM HuluKabupaten Deli Serdang. Tujuan penelitian untuk mendapatkan data dan peta potensi ketersediaan pakanternak berupa nektar dan polen yang terdapat pada bunga tanaman pertanian dan pohon-pohon di desatersebut. Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan melakukan pengambilan titik koordinat lokasisebaran sumber pakan lebah serta melakukan wawancara kepada beberapa narasumber kunci. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa daerah tersebut memiliki ketersediaan pakan ternak lebah yang cukup baikdan memiliki potensi untuk pengembangan agroforestri apikultur. Kata kunci : Pakan lebah ternak,agroforesti apikultur, mitigasi perubahan iklim. PENDAHULUAN Perubahan iklim merupakan isu lingkunganyang telah menyita banyak perhatian umum, termasuk sektor kehutanan yang ditengarai menyumbangterjadinya pemanasan global, dengan emisi karbon pada kebakaran lahan dan hilangnya simpanan karbonpada tegakan karena illegal logging. Untuk menghadapi hal tersebut masyarakat harus mempersiapkan diri,salah satunya dengan program mitigasi dengan meningkatkan kemampuan hutan menjerap GRK.

Page 97: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 97/395

1

1

1

Agroforestri merupakan salah satu model pengelolaan unggulan untuk mitigasi perubahan iklim untukmeningkatkan penjerapan GRK (Balitbang Dephut, 2009). Salah satu model agroforestri yang berpotensidikembangkan adalah apikultur, yaitu agroforestri dengan kombinasi peternakan lebah (De Foresta et.a,.2000). Agroforestri apikultur memiliki keunggulan, dapat meningkatkan hasil produksi pertanian secarasignifikan, lewat aksi polinasi lebah. Lebah ternak juga hanya 150

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

memanfaatkan sumberdaya tanaman yang telah ada di suatu lokasi agroforestri yang cocok, tanpamenimbulkan kerusakan. Lebih dari itu lebah ternak akan menghasilkan produk olahannya sendiri berupamakanan dan obat bagi manusia, salah satunya adalah madu. Introduksi agroforestri apikultur memerlukansyarat, yaitu kondisi tanaman pertanian-pohon yang terdapat di lokasi tersebut, cukup memadai untuksumber pakan lebah ternak berupa nektar dan polen (Sarwono, 2007). Tujuan penelitian ini adalah untukmendapatkan data dan peta potensi ketersediaan pakan ternak berupa nektar dan polen yang terdapatpada bunga tanaman budidaya pertanian dan pohon. METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian inidilaksanakan pada tanggal 27 November 2010, di Desa Tiga Juhar, Kecamatan STM Hulu Deli SerdangSumatera Utara. Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah GPS, camera digital, laptop dan alat tulis.Bahan yang digunakan adalah Peta Administrasi Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara danPeta Kawasan, Peta Vegetasi dan Peta TGHK. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan softwareArcview GIS. Metode Metode yang dilakukan adalah dengan melakukan pengambilan titik koordinat lokasisebaran sumber pakan lebah serta melakukan wawancara kepada beberapa narasumber kunci.Narasumber kunci dianggap sebagai seseorang yang paling mengetahui tentang pengelolaan dan kondisilahan yang dianggap memiliki potensi pakan lebah. 151

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Lokasi dengan potensi pakan lebah Pengambilan titik koordinat menggunakan GPS Wawancara terbukadengan narasumber kunci Dokumentasi lokasi Peta administrasi, Peta Kawasan, Peta Vegetasi, Peta TGHKPeta Sebaran Potensi Pakan Lebah Entry data (input titik lokasi pakan) Penampalan (overlay) titik koordinatlokasi potensi pakan Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan peta potensi pakan lebah ternak Titikkordinat diambil menggunakan GPS Garmin tipe 76 CSX dengan menyertakan dokumentasi lapangan sertadata atribut lainnya. Pengambilan titik dilakukan pada setiap lokasi di Kecamatan STM Hulu yang memilikipotensi pakan lebah. Pengolahan selanjutnya dilakukan dengan menggunakan software Arcview GIS. Titikkoordinat yang telah diambil kemudian ditampalkan pada peta administrasi Kabupaten Deli SerdangPropinsi Sumatera Utara dan Peta Vegetasi. Setiap titik akan mewakili potensi pakan tertentu bagi lebah.(lihat gambar 1). HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber kunci, dikawasan sekitar desa Tiga Juhar Kecamatan STM Hulu terdapat beberapa jenis tanaman yang merupakantanaman pakan lebah ternak. Berdasarkan jenis pakan yang dapat disediakan tanaman, maka tanamantersebut dikategorikan sebagai berikut : 152

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tabel Nama tanaman dan jenis pakan lebah ternak yang tersedia No Nama Tanaman Jenis Pakan NektarPolen Nektar dan Polen 1 Durian √ 2. Jagung √ 3. Jeruk nipis √ 4. Karet √ 5. Pisang √ 6. Salak pondoh √ 7.Kelapa sawit √ Sumber : Hasanuddin (1995) Hasil penelitian terdapat sedikitnya 7 tanaman pakan lebahternak, menunjukkan bahwa desa tersebut berpotensi untuk dijadikan kawasan agroforestri apikultur. Hasil

Page 98: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 98/395

1

1

1

tersebut belum mencakup jenis sayur-sayuran yang ditanam. Apikultur memiliki keunggulan, dapatmeningkatkan hasil produksi pertanian secara signifikan, lewat aksi polinasi lebah. Lebah ternak juga hanyamemanfaatkan sumberdaya tanaman yang telah ada di suatu lokasi agroforestri yang cocok, tanpamenimbulkan kerusakan. Lebih dari itu lebah ternak akan menghasilkan produk olahannya. Diantaratanaman tersebut yang telah banyak terbukti menghasilkan madu dalam jumlah banyak adalah jagung dankaret. Keberadaan jenis tanaman lain, akan membantu koloni lebah untuk bertahan dan berkembang-biak.Agar introduksi agroforestri lebah juga dapat permanen di lokasi tersebut disarankan juga menanam jenis-jenis tanaman lain untuk mengatasi adanya masa paceklik bunga dan lokasi sumber pakan yang lebih dari 2km, karena radius terbang lebah ternak yang terbatas. Berdasarkan kawasan SK 44 tahun 2005, desa TigaJuhar Kecamatan STM Hulu berada di kawasan hutan produksi (gambar 2). Pola pengelolaan di kawasantersebut saat ini adalah penanaman jenis tanaman budidaya pertanian dengan diselingi pohon(agroforestri). Dengan pola agroforestri, tanaman hutan dan tanaman pertanian dapat ditanamberdampingan, sehingga kebutuhan primer masyarakat akan kayu dan pangan dapat terpenuhi bersama.Penanaman pohon di lahan pertanian secara langsung akan meningkatkan penjerapan GRK. Dengandemikian sebenarnya kawasan ini dapat dikembangkan untuk model agroforestri apikultur. Sementaraberdasarkan tutupan vegetasi tahun 2009 (gambar 3), kegiatan di kawasan desa tiga Juhar, kecamatanSTM Hulu didominasi oleh pertanian lahan kering. Pertanian lahan kering memiliki keragaman tumbuhanyang tinggi, dengan beraneka jenis tanaman hortikultura, 153

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

seperti sayur-sayuran dan palawija. Meskipun potensi ketersediaan pakan lebah cukup tinggi, namunpredator lebah kemungkinan juga ada, misalnya capung. Hal ini biasanya disiasati dengan sistemangon/migrasi sementara. Kemungkinan buruk lain jika budidaya pertanian masih menggunakan bahan-bahan kimia seperti pestisida, lebah dapat mengalami kematian. Sistem pertanian organik merupakantempat yang paling cocok untuk apikultur. Gambar 2. Peta Sebaran Pakan Lebah Berdasarkan Kawasan SK44 Tahun 2005 Kecamatan STM Hulu, berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan tahun 2005, beradapada kawasan Hutan Produksi Terbatas, dan merupakan penyangga Kawasan Hutan Lindung Sibuatenyang memiliki cadangan karbon dan konservasi keanekargaman hayati yang penting yang dapat tergerusoleh perubahan iklim. Untuk itu produktivitas kawasan ini harus dapat dipertahankan, agar ancamanterhadap kerusakan hutan primer dapat diminimalkan. Introduksi pola agroforestri apikultur diduga dapatmendorong pelestarian kawasan lindung tersebut. KESIMPULAN Desa Tiga Juhar, Kecamatan STM Hulu,memiliki dapat dikembangkan menjadi areal agroforestri dengan kombinasi apikultur, karena tersedia jenis-jenis tanaman sumber nektar dan polen pakan lebah ternak. Meningkatnya produktivitas lokasi yang beradadi 154

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

kawasan penyangga hutan lindung tersebut dapat mencegah terjadinya perambahan hutan sehinggakeberadaannya dapat terjaga untuk mitigasi perubahan iklim penjerapan GRK. Gambar 3. Peta SebaranPakan Lebah Berdasarkan Tutupan Vegetasi Tahun 2009 Gambar 4. Peta Sebaran Pakan LebahBerdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan Tahun 2005 155

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 99: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 99/395

1

1

DAFTAR PUSTAKA Balitbang Dephut. 2009. Road Map Kehutanan 2010-2025. Badan Penelitian danPengembangan Departemen Kehutanan. Bogor. De Foresta et.al. 2000. Ketika Kebun Berupa Hutan:Agroforest khas Indonesia, sebuah sumbangan masyarakat. ICRAF, Bogor. Hasanuddin, A. 1995.Manajemen Koloni Lebah Madu. Departemen Kehutanan, Pematang Siantar. Sarwono B. 2007. LebahMadu 1997. Agro Media Pustaka. Jakarta. Puntodewo, A., S. Dewi., dan J. Tarigan. 2003. Sistem InformasiGeografis untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. Center for International Forestry Research. Bogor.Indonesia. 156

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

PENGARUH OLAH TANAH KONSERVASI JANGKA PANJANG TERHADAP EMISI CO 2 TANAH HenrieBuchari, Muhajir Utomo, Irwan S. Banuwa Staf pengajar PS. Agroekoteknologi Fakultas PertanianUniversitas Lampung, Email: [email protected] Abstrak Sistem olah tanah konservasi merupakan suatusistem persiapan lahan yang bertujuan untuk menyiapkan lahan agar tanaman dapat tumbuh danberproduksi optimum, dengan tetap memperhatikan konservasi tanah dan air. Pada sistem OTK tanahdiolah seperlunya saja dan mulsa dari residu tanaman sebelumnya dibiarkan menutupi permukaan lahan.Dengan memanfaatkan residu tanaman dan mengurangi manipulasi mekanis permukaan tanah, pertanianOTK mempunyai potensi dalam membantu mengurangi pemanasan global melalui penyerapan C dalamtanah dan pengurangan emisi CO2. Percobaan ini bertujuan mempelajari peran olah tanah konservasidalam mengurangi emisi CO2 sebagai salah satu gas rumah kaca. Percobaan dirancang secara faktorialdalam RAK. Faktor pertama adalah perlakuan sistem olah tanah, yaitu olah tanah intensif (OTI), olah tanahminimum (OTM) dan tanpa olah tanah (TOT), dan faktor kedua pemupukan N dengan dosis O, 100 dan 200kg N ha -1 . Hasil penelitian menunjukkan emisi gas CO2 pada pertanian jagung OTI dengan pemupukan200 kg N/ha pada hari ke-1 setelah pengolahan tanah mencapai 59,89 kg CO2/ha/hari, 3,8 kali emisi gasCO2 TOT. Emisi gas CO2 OTI hari kedua dan ketiga setelah pengolahan berturut- turut mencapai 52.8 dan44,1 kg CO2/ha/hari; 5,1 dan 3,8 kali emisi CO2 TOT. Emisi total CO2 pada OTI mencapai 1,17 ton/haselama musim tanam jagung, setara dengan 4,3 kali emisi TOT dan 2,7 kali OTM. Kata kunci: olah tanahkonservasi, emisi CO2 tanah PENDAHULUAN Pemanasan global pada abad 21 ini menjadi salah satu isupenting dunia karena berdampak pada perubahan iklim global (FAO, 2007). Keadaan ini terjadi sebagaiakibat meningkatnya gas rumah kaca (GRK) di atmosfir baik yang dihasilkan secara alami maupun aktivitaskegiatan manusia (MAF, 2006). Aktivitas sektor pertanian menyumbang emisi GRK anthropogenik dalampemanasan global sebesar 23% dan 157

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

90% nya berasal dari pertanian daerah tropik (Houghton, 1995). Indonesia saat ini sudah merupakansalahsatu nagara pemasok GRK utama yang berasal dari kehutanan dan pertanian, dan sudah berada padaurutan keempat terbesar dunia, setelah Amerika, cina, dan eropa (USAID, 2008). Besarnya kehilangankarbon di sektor pertanian tersebut disebabkan oleh cara praktik budidaya yang tidak berkelanjutan.Pertanian dengan cara olah tanah intensif di lahan kering merusak agregasi tanah sehingga partikel-partikeltanah menjadi lepas dan karbon tanah hilang terbawa erosi, dan memacu oksidasi bahan organik tanahsehingga menurunkan cadangan karbon tanah dan meningkatkan emisi gas CO2 (Utomo, 2004). Jikakeadaan ini terus berlanjut, dikhawatirkan bukan hanya akan meningkatkan pemanasan global, tetapi jugaakan menurunkan ketahanan pangan nasional. Oleh karena itu, diperlukan pertanian alternatif yang mampumenjawab permasalahan tersebut. Dengan memanfaatkan residu tanaman dan mengurangi pengolahantanah, olah tanah konservasi (OTK) mempunyai potensi untuk mengurangi pemanasan global melaluipenyerapan C ke dalam tanah dan pengurangan emisi CO2 tanah (Lal, 2006; Tjitrosemito, 2005). Penelitianini bertujuan untuk mengetahui pengaruh olah tanah konservasi terhadap emisi CO2 tanah. METODE

Page 100: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 100/395

1

1

PENELITIAN Percobaan dilakukan pada tahun 1999 di kebun percobaan Politeknik Negeri Lampung.Berada pada 105 o 13’45.5”-105 o 13’48,0” BT dan 05 o 21’19,6”-05 o 21’19,7” LS dengan ketinggian 122 mdari permukaan laut. Penelitian ini merupakan bagian penelitian sistem olah tanah jangka panjang yangtelah dimulai sejak tahun 1987, dengan pola tanam yang diterapkan, serealia (jagung/padi gogo)-legum(kadelei/kacang tunggak/kacang hijau-bera (Utomo et al., 1989). Tanah percobaan yang digunakan adalahtanah berliat dengan tekstur pasir, debu dan liat berturut-turut 160, 320 dan 520 g/kg (Latosol/udult).Percobaan dirancang secara faktorial dalam rancangan kelompok acak lengkap dengan 4 ulangan. Faktorpertama adalah perlakuan sistem olah tanah, yaitu olah tanah intensif (OTI), olah tanah minimum (OTM)dan tanpa olah tanah (TOT), faktor kedua perlakuan pemupukan N dengan dosis 0 kg N/ha (N0), 100 kgN/ha (N1) dan 200 kg N/ha. Sebelum percobaan gulma disemua plot disemprot dengan herbisida roundupdengan dosis 6,0 L/ha. Setelah disemprot, lahan OTM dikored dan semua seresah tanaman dan gulmadikembalikan ke petak percobaan sebagai mulsa; sedangkan pada petak TOT, lahan tidak dikored samasekali, semua seresah alang-alang dan gulma yang mati langsung digunakan sebagai mulsa. Pada petakOTI, semua seresah tanaman dan 158

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

gulma dibersihkan dan disingkirkan dari petak percobaan, kemudian diolah. Pada percobaan ini tanamanjagung hibrida (Pioner 21) ditanam dengan jarak tanam 25x75 cm. Pupuk SP36 dan KCl sebagai pupukdasar masing-masing dengan dosis 100 kg/ha. Pengukuran emisi CO2 tanah. Untuk pengukuran emisiCO2, yang merupakan GRK dominan di pertanian lahan kering digunakan metoda titrasi. Keragaman datadiuji dengan uji Bartlet dan kemenambahan data diuji dengan uji Tukey. Analisis lanjutan denganmenggunakan uji kontras orthogonal. HASIL DAN PEMBAHASAN Gas CO2 di lahan pertanian merupakanhasil prose bio-kimia tanah terutama proses dekomposisi sisa-sisa tanaman dan bahan organik tanah.Proses ini penting untuk mendapatkan energi bagi pertumbuhan mikroba dan sekaligus memasok karbonuntuk pembentukan sel nya. Atas dasar ini, maka besarnya emisi CO2 akan tergantung dari lingkunganekologis tanah yang akan mempengaruhi aktivitas mikroba tanah. Keberadaan gas CO2 akan menjadibagian dari siklus karbon, yang selanjutnya dapat dimanfaatkan oleh tanaman untuk proses fotosintesis,namun jika lepas ke udara akan menjadi gas rumah kaca yang dapat menimbulkan pemanasan global.Tabel 1. Ringkasan Hasil Uji Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan Sistem Olah Tanah dan Pemupukan Nterhadap Emisi CO2 Tanah. Perlakuan Hari Setelah Pengolahan Tanah (Hari ke-) 0 1 2 3 11 32 53 75 N tn **** * ** ** tn * T tn ** ** ** ** ** ** ** NT tn ** tn tn tn ** ** ** Keterangan: N: No=0 kg/ha, N1=100 kg N/ha,N2=200 kg N/ha; T: T1=olah tanah intensif, T2=Olah tanah minimum, T3= Tanpa olah tanah; tn=tidak nyata,*=nyata (BNJ 5%), **=sangat nyata (BNJ 1%) Analisis ragam pengamatan emisi CO2 tanah selamapertanaman jagung (hari ke-1 sampai hari ke-75 disajikan pada Tabel 1. Sebelum percobaan emisi CO2tanah pada OTI dan OTK tidak dipengaruhi oleh perlakuan, sedangkan pada pengamatan hari ke-1, 32, 159

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

53 dan 75 setelah pengolahan tanah dipengaruhi oleh pemupukan N, pengolahan tanah dan interaksinya;sementara hari ke-2, 3 dan 11 hanya dipengaruhi oleh sistem olah tanah dan pemupukan N saja (Tabel 1).Tidak berbedanya sistem olah tanah terhadap emisi CO2 tanah sebelum percobaan karena lahan selamasatu musim diberakan sehingga semua plot didominasi oleh alang-alang. Keadaan permukaan lahan yangdiberakan ini menyebabkan emisi CO2 tanah sebelum percobaan tidak berbeda. Perlakuan pengolahantanah pada hari ke-1 sampai dengan hari ke-75 secara nyata meningkatkan emisi CO2 tanah. Emisi CO2tanah pada olah tanah intensif (OTI) lebih tinggi dibandingkan sistem olah tanah yang lain sepanjang masapertumbuhan tanaman. Sebaliknya emisi CO2 tanah pada perlakuan tanpa olah tanah (TOT) lebih rendahdibandingkan olah tanah yang lain (Tabel 2). Demikian juga perlakuan pemupukan N, juga meningkatkan

Page 101: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 101/395

1

1

emisi CO2 tanah. Tabel 2. Pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan N terhadap emisi CO2 Tanah Rata-rata emisi CO2 tanah (kg CO2/ha/hari) Perlakuan (Hari ke-) 2 3 11 160 1.Perlakuan Olah tanah Olah tanahintensif Olah tanah minimum Tanpa olah tanah 52,84 c 44,13 c 41,49 c 19,96 b 17,90 b 17,42 b 10,27 a11,54 a 12,43 a BNJ 5% 2.09 2,68 2,78 2.Perlakuan N (kg N/ha) 0 100 200 26,52 a 24,07 ab 20,94 a 26,81a 23,19 a 21,53 a 29,74 b 26,32 b 28,87 b BNJ 5% 2.089 2,68 2,78 Pada Tabel 1 memperlihatkan adanyaInteraksi antara sistem olah tanah dan pemupukan N pada hari ke-1, 32, 53 dan 75 setelah pengolahantanah. Perlakuan olah tanah intensif yang dikombinasikan dengan pupuk N sebanyak 200 kg/hamenghasilkan CO2 tanah tertinggi dibanding kombinasi lainnya, sedangkan tanpa olah tanah tanpa maupundengan N menghasilkan emisi CO2 terendah (Tabel 3). Kisaran emisi CO2 selama musim tanam jagungtahun 2009 sebagai berikut: emisi CO2 terendah diperoleh pada perlakuan kombinasi TOT-200 kg N/ha(hari ke-75), dan tertinggi diperoleh pada perlakuan kombinasi OTI-200 kg N/ha (hari ke-1). Emisi CO2tanah pada perlakuan OTI pada hari pertama adalah yang tertinggi, yaitu 59,9 kg CO2/ha/hari; 6,4 kali lebih

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

tinggi dibandingkan emisi CO2 pada perlakuan TOT. Peningkatan emisi CO2 pada OTI adalah sebesar 4,9kali dibandingkan emisi CO2 tanah yang diperoleh sebelum pengolahan tanah, sebaliknya menurun 0,8 kalipada TOT. Meskipun selama periode pertumbuhan emisi CO2 tanah menurun untuk semua perlakuan olahtanah namun pada olah tanah konservasi (OTK) selalu lebih rendah dibandingkan OTI. Tabel 3. Pengaruholah tanah dan pemupukan N terhadap emisi CO2 tanah. Perlakuan Rata-rata emisi CO2 tanah (kgCO2/ha/hari) hari ke- Olah tanah N 1 32 53 75 kg/ha Olah tanah intensif 0 50,79 c 33,76 c 29.95 d 27,01 d100 49.91 c 39,34 c 31,41 d 28,18 cd 200 59,89 d 47,27 d 38,75 e 32,00 d Olah tanah minimum 0 19,96 b11,45 ab 9,69 bc 10,28 b 100 21,72 b 12,62 b 9,98 b 11.45 b 200 20,55 b 16,44 b 12,33 c 13,50 b Tanpaolah tanah 0 9,39 a 8,22 ab 6,46 ab 8,51 ab 100 9,39 a 9,69 ab 8,51 b 9,39 ab 200 15,85 ab 5,87 a 4,99 a6,17 a BNJ 5% 7,95 5,77 3,05 4,06 Besarnya emisi CO2 tanah pada OTI berhubungan erat dengan prosesdekomposisi bahan organik tanah yang banyak dilakukan oleh organisme heterotroph tanah. Karenanya,prosesnya sangat dipengaruhi oleh karakteristik tanah, suhu tanah, kelembaban, pH tanah, (Alexander,1977). Selain itu dapat dijelaskan mengapa OTI secara konsisten dan nyata meningkatkan emisi CO2tanah: pengolahan tanah bukan saja membalikkan tanah dan membuka tanah sehingga memicu oksidasidan aliran gas CO2, namun juga membuat permukaan tanah menjadi porus sehingga mempercepatpelepasan gas CO2. Dengan meningkatnya aliran oksigen, respirasi dan aktivitas mikroba dekomposermeningkat. Peningkatan respirasi tanah (peningkatan dekomposisi bahan organik tanah) akanmenghasilkan gas CO2, yang akhirnya melalui tanah yang gembur lepas sebagai emisi gas CO2. Namunsebaliknya terhadap perlakuan tanpa olah tanah (TOT), permukaan tanah tidak diganggu sama sekalikecuali lubang tugalan, sehingga respirasi tanah tidak banyak terjadi karena ekspose tanah terhadapoksigen tidak terlalu banyak. Meski dalam kadar yang rendah, namun emisi CO2 pada perlakuan Olahtanah konservasi (TOT dan OTM) juga terjadi karena adanya proses dekomposisi mulsa*. Keadaan inisejalan dengan penelitian Reicosky (2000) yang memperlihatkan bahwa pertanian olah tanah intensif (OTI)berperan dalam memberikan kontribusi gas CO2 ke atmosfer. Hasil yang sama juga diperoleh padapenelitian yang 161

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

dilakukan di Arkansas, Amerika serikat. Pada pertanian OTI diperoleh 37,6% emisi lebih tinggi dari TOT(Brye, Longre dan Gbur, 2006). Emisi CO2 tanah menjelang percobaan (sebelum pengolahan) antarperlakuan sistem olah tanah tidak berbeda nyata (Tabel 1), yaitu rat-rata 12 kg CO2/ha/hari, tetapi satu harisetelah pengolahan tanah, emisi CO2 tanah pada OTI meningkat tajam mejadi 54 kg CO2/ha/hari, ataumeningkat 4,5 kali, sedangkan pada OTM dan TOT tidak banyak berubah dari sebelum percobaan.

Page 102: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 102/395

1

1

Terhadap perlakuan N secara nyata meningkatkan emisi CO2 tanah. Kecuali pada pengukuran ke-53 (Tabel3). Pemupukan N meningkatkan emisi CO2 tanah tertinggi pada pengamatan hari ke-1 dan hari ke-11setelah pengolahan tanah. Tingginya pada hari ke-1 setelah pengolahan tanah disebabkan adanya residupemupukan N jangka panjang dan dan olah tanah yang dilakukan sehingga memacu pertumbuhan mikrobaperombak bahan organik tanah sehingga emisi CO2 tanah meningkat. KESIMPULAN 1. Emisi CO2 tanahpada perlakuan olah tanah intensif (OTI), olah tanah minimum (OTM) dan tanpa olah tanah (TOT) sebelumpercobaan tidak berbeda; Emisi CO2 tanah hari ke-1 setelah pengolahan dipengaruhi oleh pemupukan Ndan sistem olah tanah; hari ke-2 dan ke-3 dipengaruhi baik oleh sistem olah tanah maupun pemupukan. 2.Emisi CO2 tanah pada perlakuan OTI dengan pemupukan 200 kg N/ha pada pengamatan hari ke-1 setelahpengolahan tanah diperoleh sebesar 59,89 kg CO2/ha/hari, 3,8 kali emisi CO2 tanah pada sistim TOT,sedangkan untuk OTI hari ke-2 dan ke-3 setelah pengolahan mencapai 52,8 dan 44,1 kg CO2/ha/hari, 5,1dan 3,8 kali emisi CO2 tanah TOT. Selama periode tanam jagung, total emisi CO2 pada perlakuan OTImencapai 1,17 ton C/ha, 4,3 kali emisi C TOT dan 2,7 kali emisi OTM. SANWACANA Tulisan ini merupakanbagian dari laporan akhir Hibah Kompetitip Penelitian Sesuai Prioritas Nasional (Perubahan iklim,pelestarian lingkungan, keanekaragaman hayati). Kepada Ditjen Dikti yang telah mendanai penelitian inidisampaikan ucapan terimakasih. DAFTAR PUSTAKA Alexander, M. 1976. Introduction to soil microbiology.Second Edition. John Wiley&Son. New York, USA 162

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

FAO. 2007. Carbon sequestration in dry land soils. Natural Resources Management and EnvironmentDepartment. MAF. 2006. Sustainable land management and climate change. Option for plant of action. NewZealand Government Initiative on Sustainability. Houghton, R.A. 1995. Change in the storage of terrestrialcarbon since 1850. In R. Lal, J. Kimbal, E. Levine and B.A. Stewart (eds.) p. 45-65. Soils and global change.CRC Press. Boca Raton, FL. USAID. 2008. USAID support for forestry in Indonesia: past and future.Seminar Pengelolaan DAS tentang Keterpaduan Parapihak dalam Pengelolaan DAS untuk MencegahBencana Tanah Longsor, Banjir dan Kekeringan di Indonesia. 02-03 Desember 2008. Ditjen RLPSDepartemen Kehutanan RI. Utomo. 2004. Olah tanah konservasi untuk budidaya jagung berkelanjutan.Prosiding Seminar Nasional IX Budidaya Pertanian Olah Tanah Konservasi. Gorontalo, 6-7 Oktober 2004.Lal, R. 2006. No-till farming offers a quick fix to help ward off host global problems. Ohio State ResearchNews. USA. Tjitrosemito, S. 2005. Olah tanah konservasi. Prospek dan Tantangan Pertanian Indonesia diEra Globalisasi. 35 tahun PT. Agricon. PT. Agricon. Reicosky, D.C. 2000. Conservation tillage and carboncycling: soil as a source or sink for Carbon. USDA-agricultural research Service, North Central Soil Conservation Research Laboratory. MN, USA. Brye, K.R., D.E. Longer and E.E. Gbur. 2006. Impact of tillageand residue burning on carbon dioxide flux in wheat-soybean production system. Soil Sci. Soc. Am. J.70:1145-1154 (2006). SSSA. Madison, USA. 163

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

POTENSI SPESIES LOKAL DALAM PENGELOLAAN HUTAN BERKELANJUTAN Kansih Sri HartiniProgram Studi PSL Sekolah Pascasarjana-USU Jl. Prof. T Maas Kampus USU, Medan e-mail:[email protected] Abstrak Hutan Tanaman Industri (HTI) merupakan salah satu pengelolaan hutan diIndonesia. Seiring dengan berkurangnya suplai kayu dari hutan alam, kebijakan pembangunan HTI terusmeningkat. Sebagian besar HTI lebih memilih untuk mengintroduksi spesies-spesies eksotik (Acacia spp.,Eucalyptus spp., dll) dalam kegiatannya, padahal banyak spesies lokal yang mempunyai potensipertumbuhan tidak kalah dengan spesies eksotik tersebut. Kajian tentang potensi berbagai spesies lokal(Macaranga spp, Scaphium macropodum, Octomeles sumatrana, Cananga odorata, dll) telah banyakdilakukan. Perlu segera dibuat strategi pemanfaatan dan pengembangan spesies lokal dalam pembangunan

Page 103: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 103/395

1

1

HTI khususnya dan dalam pengelolaan hutan pada umumnya. Kata Kunci: HTI, spesies eksotik, spesieslocal PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang memiliki luas hutan tropika terbesar ketiga didunia. Luas tersebut kurang lebih menempati sekitar 60% dari luas daratannya. Namun sejak dimulainyapengusahaan hutan sekitar tahun 1960-an, luasan tersebut terus menerus mengalami penyusutan.Penyusutan yang berupa deforestasi dan degradasi hutan tersebut dikarenakan adanya perubahan tataruang, penggunan kawasan untuk non kehutanan, kebakaran hutan, transisi otonomi daerah, illegal loggingserta mismanagement pemanfaatan hutan (Direktorat Bina Rehabilitasi Hutan dan Lahan, 2007).Berdasarkan data citra satelit yang dikeluarkan pemerintah, sejak tahun 2003-2006, deforestasi dandegradasi hutan Indonesia mencapai rata-rata 1,17 juta hektar per tahun. Deforestasi dan degradasi hutanini menyebabkan berkurangnya pasokan bahan baku industri kehutanan, hilangnya keanekaragaman hayatidan juga berkontribusi nyata terhadap perubahan iklim. 164

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Pengelolaan hutan secara lestari (Sustainable Forest Management) dapat dinilai dari tiga indikator, yaituproduksi, ekologi/lingkungan serta sosial. Oleh karenanya ketiga aspek tersebut harus diimplementasikandalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan. Salah satu pengelolaan hutan di Indonesia adalah HutanTanaman Industri (HTI). Kebijakan pembangunan HTI berpijak pada semakin berkurangnya pasokan bahanbaku industri kehutanan yang berasal dari hutan alam. PEMBAHASAN Hutan Tanaman Industri HutanTanaman Industri (HTI) merupakan usaha hutan tanaman untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutanproduksi dengan menerapkan silvikultur sesuai dengan tapaknya (satu atau lebih sistem silvikultur) dalamrangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan kayu maupun non kayu. Tujuan pembangunanHTI yang dicanangkan pemerintah adalah meningkatkan produktivitas hutan produksi, dalam rangkapemenuhan kebutuhan bahan baku industri perkayuan dan penyediaan lapangan usaha (pertumbuhanekonomi/pro- growth), penyediaan lapangan kerja (pro-job), pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitarhutan (pro-poor) dan perbaikan kualitas lingkungan hidup (pro-enviroment); serta mendorong daya saingproduk industri perkayuan (penggergajian, kayu lapis, pulp & paper, meubel dll) untuk kebutuhan dalamnegeri dan ekspor. Target tanaman HTI sampai dengan tahun 2009 seluas 5 juta hektar dan pada tahun2014 seluas 9 juta hektar (tanaman HTI efektif sebesar 50% s/d 70 % dari luas izin /konsesi HTI) (DirektoratPengembangan Hutan Tanaman, 2009). Berdasarkan kegunaan kayunya, HTI dibedakan menjadi HTI kayupertukangan, HTI kayu serat dan HTI kayu energi. Sebagian besar HTI terletak di luar Jawa dan ditujukanuntuk pulp dan kertas. Hampir semua jenis yang ditanam merupakan spesies eksotik yang cepat tumbuh(fast growing species), seperti A. mangium, E. pellita, dll, yang telah banyak dikuasai teknik budidayanya.Adanya penggunaan spesies- spesies eksotik ini, apabila tidak diwaspadai, akan memberikan dampak yangkurang baik pada keseimbangan ekosistem, misalnya saja hama ulat yang belum lama ini mengemuka.Penggunaan spesies lokal harus mulai dipertimbangkan. Banyak spesies-spesies lokal yang mempunyaipertumbuhan dan kualitas kayu tidak kalah dengan spesies=spesies eksotik. Strategi yang tepat perlusegera diaplikasikan. Pertimbangan pemilihan spesies Pemilihan spesies tanaman sangat penting dalammenunjang keberhasilan pembangunan HTI. Beberapa hal yang menjadi 165

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

pertimbangan dalam pemilihan spesies adalah kegunaan hasil akhir dan kesesuain spesies dengan tempattumbuh. Dewasa ini, luasan pembangunan HTI terbesar, untuk peruntukan bahan baku pulp dan kertas.Dengan tujuan ini dipilihlah spesies tanaman yang mempunyai karakteristik serat kayunya panjang danpertumbuhannya cepat, serta mudah diperoleh benih yang berkualitas dalam jumlah yang banyak. Langkahawal suatu HTI untuk pemilihan spesies dilakukan dengan uji spesies ataupun site matching. Sejumlahspesies ditanam dalam suatu pertanaman uji, kemudian dievaluasi pertumbuhannya. Kriteria sesuai, dapat

Page 104: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 104/395

1

1

dilihat dari persentase hidup, pertumbuhan, serta kualitas kayu spesies yang diuji, sesuai tujuan yangdiharapkan. Urutan yang ideal bagi pelaksanaan uji spesies, biasanya melalui tahapan fase arboretum, faseeliminasi spesies, fase uji spesies dan fase pembuktian spesies (Hardiyanto, 1994). Tetapi dalamprakteknya tidak semua dijalani. Hal ini berhubungan dengan kendala waktu. Sering pelaksanaannyalangsung pada fase uji spesies saja. Menurut Hardiyanto (1994) fase ini juga dikenal sebagai tahappenampilan spesies atau fase adaptabilitas. Hardiyanto (1994) juga mengatakan, bahwa hasil uji ini akanmemperoleh hasil paling akurat bila pengamatan atau penilaian (evaluasi) dilaksanakan paling tidak padaumur 0,5 daur. Spesies eksotik (Exotic species) Spesies eksotik adalah suatu spesies yang ditanam tidakpada sebaran alaminya. Berbagai penelitian menunjukkan spesies eksotik mempunyai pertumbuhan yangpaling menjanjikan, serta ketersediaan benih yang memadai. Hal ini menjadi pertimbangan yang sangatpenting bagi suatu HTI untuk memutuskan spesies mana yang akan dipilih. Beberapa penelitian tentang ujispesies/provenans telah dilakukan. Uji spesies yang dilakukan Honkanen (1995) untuk spesies A. mangium,A. crassicarpa, A. aulacocarpa, Paraserianthes falcataria dan Gmelina arborea di Sanggau, Kalbarmenunjukkan A. mangium ternyata mempunyai pertumbuhan terbaik, sedangkan Paraserianthes falcatariadan Gmelina arborea tumbuh merana. Di Sumatera Selatan Arisman & Widyarsono (2000) , melaporkandari beberapa spesies Acacia yang diintroduksi, A. mangium juga mempunyai pertumbuhan terbaik. Di RiamKiwa telah dicoba sekitar 100 spesies pohon, baik eksotik maupun lokal dan tempat asal/provenans. Dariseluruh spesies yang diuji, maka spesies yang dinilai potensial adalah A. mangium Cl. River, sungkai,gmelina, mersawa, mahoni, puspa, petai, sonokeling dan simpur (Sagala, 1994). 166

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tetapi, menanam spesies eksotik ternyata mempunyai berbagai permasalahan yang perlu kita perhatikan.Adapun permasalahan tersebut menurut Zobel dan Talbert (1984) bisa berupa : 1. Kegagalan yang segeraterlihat (sesungguhnya sering terjadi, tapi jarang dilaporkan) 2. Kegagalan yang tertunda, biasanyaberbentuk : a. Survival dan pertumbuhan yang baik pada awalnya tetapi tak pernah berkembang menjadihutan yang baik. b. Survival dan pertumbuhan baik tetapi kayunya tak banyak bermanfaat. c. Survival danpertumbuhan awal yang baik tetapi diserang oleh hama penyakit di kemudian hari 3. Penampilan yang dibawah standar yang pada gilirannya produksi menjadi rendah. Spesies lokal (Native species) Beberapapenelitian menunjukkan bahwa tidak hanya spesies eksotik yang mempunyai pertumbuhan yang baik untukHTI. Terdapat beberapa spesies lokal yang pertumbuhannya tak kalah bagus. Hal tersebut dibuktikandengan penelitian Jafarsidik et al (2002) untuk spesies Cananga odorata dan Octomeles sumatrana diKintap. Sedangkan penelitian Hadengganan et al (1992) menyatakan bahwa penanaman spesies Duabangamoluccana yang ditanam bersama-sama dengan padi pada areal peladangan berpindah mempunyaikeberhasilan yang tinggi, mempunyai persentase hidup sampai 80% dengan riap tinggi 3,0 m/th dan riapdiameter 3,9 cm/th. Erwansyah (1997) juga melaporkan hasil uji penanaman Octomeles sumatrana danDuabanga moluccana memberikan hasil yang baik di Maluku. Penelitian Hartini (2003) di HTI PT AyaYayang Indonesia Kalimantan Selatan, juga menunjukkan beberapa spesies lokal memberikan hasil yangprospektif. Uji tersebut menggunakan spesies lokal dan spesies eksotik. Spesies lokal meliputi Aleuritasmoluccana, Cananga odorata, Duabanga moluccana, Octomeles sumatrana dan Scaphium macropodum.Sedang spesies eksotik yang digunakan adalah Albizzia procera, Dalbergia latifolia dan Hibiscusmacrophylla serta Maesopsis eminii. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan penelitian Malmivaara (2002)untuk spesies Duabanga moluccana, Octomeles sumatrana dan Scaphium macropodum. Hasilpemeringkatan spesies uji pada penelitian Hartini (2003) umur 12 bulan untuk parameter persentasehidup(Ph), tinggi (T), diameter (10 cm di atas pangkal batang)(D), diameter tajuk(Dt), kelurusan batang(L),ketunggalan batang(Tb), dan ketahanan terhadap serangan hama(H) dan penyakit(P) 167

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 105: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 105/395

1

1

menunjukkan bahwa Cananga odorata merupakan spesies yang mempunyai pertumbuhan paling bagus.Menurut Evans (1992) penggunaan spesies lokal akan memberikan berbagai keuntungan, diantaranya: 1.tumbuh pada habitat alamnya, yang memungkinkan akan tumbuh baik di hutan tanaman 2. jenis tersebuttelah beradaptasi terhadap lingkungannya, dan telah merupakan niche ekologi bagi beberapa flora danfauna. Ini berarti jenis tersebut relatif tidak peka terhadap kerusakan yang serius akibat serangan hama danpenyakit, sepanjang controlling agent (predator, virus, faktor iklim) telah ada 3. walaupun dalam monokultur,jenis-jenis lokal umumnya dipertimbangkan lebih bernilai ekologis daripada jenis eksotik, untuk konservasiflora dan fauna asli 4. kegunaan kayunya telah diketahui oleh masyarakat Cheah (1995) mengungkapkanhal yang senada dengan Evans (1992) bahwa selain untuk keperluan produksi kayu, alasan lain yang lebihpenting adalah karena spesies lokal ini memberikan kontribusi positif dalam pemeliharaan struktur biologialam dan keanekaragaman ekosistem hutan. Strategi Pengembangan Spesies Lokal Pengembanganspesies lokal, bukanlah tanpa kendala. Seperti kita ketahui, keanekaragaman tumbuhan di Indonesia sangattinggi. Belum semua spesies lokal yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai hutan tanamandikuasai teknik budidayanya. Selain itu, ketersediaan benih baik secara kuantitas maupun kualitas belummemadai. Untuk itu strategi jangka panjang perlu segera disusun agar target penanaman hutan tanamanmenggunakan spesies lokal tercapai. Langkah awal telah banyak dimulai yaitu dengan mengidentifikasispesies lokal yang berpotensi untuk masing-masing tapak penanaman. Tetapi hal tersebut juga belumcukup, mengingat sebaran untuk masing-masing spesies biasanya cukup lebar dan banyak variasi antarlokasi/provenans. Untuk itu perlu dilakukan uji lanjut dengan uji provenans, dan uji progeny baik half-sibmaupun full-sib. Pada akhirnya spesies lokal yang unggul secara genetik akan diperoleh melalui langkahtersebut. Perlu juga segera dimulai pembangunan kebun benih unggul untuk menunjang pembangunanhutan tanaman spesies lokal berkualitas di masa mendatang. Menurut Hardiyanto (1994) usaha ke arahmemperoleh benih yang unggul secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 2 tahap: 168

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

1. Keperluan benih unggul jangka pendek, yaitu benih-benih dapat diperoleh melalui pemilihan danpenunjukan pohon plus (plus tree), tegakan-tegakan yang baik (plus stands), tegakan benih (seedproduction area) dan sumber benih yang telah terbukti (seed from proven sources). 2. Keperluan benihunggul jangka panjang, yaitu usaha-usaha memperoleh benih yang benar-benar unggul, lewat pembuatankebun-kebun benih (seed orchards). KESIMPULAN Hutan Tanaman Industri merupakan salah satupengelolaan hutan di Indonesia yang kebijakannya didasarkan pada berkurangnya ketersediaan pasokanbahan baku kayu jangka panjang. Pemilihan spesies yang tepat akan sangat menentukan produktifitas HTI.Pengembangan spesies lokal perlu lebih diprioritaskan daripada spesies eksotik. Strategi yang tepat perlusegera disusun dan dikembangkan. DAFTAR PUSTAKA Arisman, H. & Widyarsono. 2000. Silvikultur A.mangium di Sumatera Selatan. Prosiding Seminar Nasional Status Silvikultur 1999. Fakultas KehutananUGM, Yogyakarta. Cheah, L.C. 1995. Pioneer Species for Fast Growing Tree Plantations in Malaysia-anevaluation. FRIM Technical Information No. 53, Malaysia. Direktorat pengembangan Hutan TanamanIndustri. 2009. Kebijakan Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI). Departemen Kehutanan RI. Jakarta.[18 Mei 2010] Erwansyah. 1997. Penemuan Jenis Alternatif Baru. Warta Barito September-Oktober. Evans,Julian. 1992. Plantation Forest in The Tropics. Clarendon Press. Oxford. Hadengganan, S. & Goran Adjers.1992. Performance of Duabanga moluccana Interplanted with Upland Rice in a Shifting Cultivation Area inKintap, South Kalimantan; Results 4 years after Planting. Technical Report No. 28, 1992. Reforestation andTropical Forest Management Project, Phase IV ATA 267 South Kalimantan. Banjarbaru. Hardiyanto, EkoBhakti. 1994. Kompilasi Bahan Kursus Pemuliaan Pohon. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta. Hartini,Kansih Sri. 2003. Evaluasi Awal Uji Spesies Beberapa Jenis Tanaman HTI Umur 12 Bulan di PT AyaYayang Indonesia, Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan. Thesis. Program 169

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 106: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 106/395

1

1

Ilmu Kehutanan Program Pascasarjana Universitas Lambung Mangkurat. Tidak Dipublikasikan. Honkanen,A. 1995. Species and Provenance Trial. Research Paper No. 5 Sanggau Timber Estate, Enso ForestDevelopment Oy Ltd. Sanggau, Kalbar. Jafarsidik, Y.S., Wawan Halwany, Sudin Panjaitan. 2002. TeknikPembangunan Tanaman Jenis-jenis Lokal di Kalimantan Selatan. Seminar Ilmiah Hasil-Hasil Penelitian2002. Balai Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman Indonesia bagian Timur, Banjarbaru.Malmivaara, Eero. 2002. Trials Established by SCKPFP/Rehabilitation 1999-2000-Database. LaporanKonsultan SCKPFP, Banjarbaru. Sagala, Porkas. 1994. Mengelola Lahan Kehutanan Indonesia. YayasanObor Indonesia. Jakarta. Zobel, B.dan John Talbert. 1984. Applied Forest Tree Improvement. John Wiley &Sons, Inc. U.S. 170

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

ANALISIS POTENSI BIOGAS DARI LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT SEBAGAI SUMBER ENERGIALTERNATIF DAN PELUANG REDUKSI EMISI GAS RUMAH KACA DI PROVINSI ACEH Mahidin 1,2 ,Izarul Machdar 1,2 , M. Faisal 1,2 dan Kemalahayati 2 1Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik UniversitasSyiah Kuala 2Program Studi Magister Teknik Kimia PPs Universitas Syiah Kuala e-mail:[email protected] Abstrak Palm oil mill effluent (POME) gives an ecological impact on environmentsuch as reduce the biota and microorganism in water borne and cause toxicity. Methane (CH 4 ) and carbondioxide (CO 2 ) release from POME could raise the green house gases (GHGs) emission. On the otherhand, POME has a benefit as source of renewable energy. This research is aimed to analyze the potency ofpalm oil mill waste water as a source of alternative energy in Aceh and the number of GHGs reduction peryear. Analysis was conducted by using primary and secondary data such as actual mill capacity, chemicaloxygen demand (COD), pH and temperature of waste water and waste water composition. It was found thenumber of waste water production in Aceh is 1,952,510 m 3 per year. At the inlet point of first pond, wastewater has COD 21,000-85,000 mg/l and pH 2-5. By the assumption conversion of organic compounddegradation is 100% and efficiency of biogas recovery is 76.8%, number of biogas production is 58,903,900m 3 or about 1.83-9.67 GW(e)h per year and GHGs reduction is about 121,367 ton CO 2 per year.Keywords: POME, GHGs, renewable energy, biogas. Pendahuluan Dalam merespon ancaman globalwarming, seluruh negara di dunia sepakat bersama melakukan tindakan untuk mengatasi ancamantersebut. Negara-negara industri yang diklasifikasikan sebagai negara Annex I sesuai dengan UnitedNations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC, 2005a) secara khusus diminta untukmengurangi green house gases (GHGs) atau gas rumah kaca (GRK) hingga berkurang 5% pada level tahun1990 dalam periode pertama komitmen 2008-2012. UNFCCC telah menyetujui melakukan sebuah 171

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

skema mekanisme pengurangan GRK salah satunya adalah dengan mekanisme pembangunan bersih(MPB). MPB merupakan salah satu mekanisme yang sangat fleksibel. MPB seperti yang didefinisikan dalamProtokol Kyoto membuat negara-negara anggota Annex 1 melakukan penawaran atas target emisi GRKdengan biaya yang efisien dan mengikut sertakan negara berkembang atau negara-negara non Annex 1.Sejalan dengan pengurangan emisi GRK, proyek yang berlangsung dalam skema MPB akan memberikankeuntungan kepada negara-negara berkembang yang sedang berupaa mencapai tujuan pembangunanberkelanjutan melalui bantuan keuangan dan teknologi. Bantuan yang diberikan, lazim disebut dengannama kredit emisi, pada proyek MPB melalui sertifikasi disebut dengan certified emission reductions(CERs). Protokol Kyoto menetapkan dua kriteria dasar yang mesti dipenuhi oleh proyek MPB yaitupembangunan yang berkelanjutan dan mempunyai nilai tambah. Dalam hal nilai tambah proyekdimaksudkan harus menghasilkan pengurangan emisi GRK layaknya pada bisnis biasa yang berjalan

Page 107: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 107/395

1

1

normal dan sebelumnya proyek tersebut tidak ada. Hal ini untuk menjamin bahwa pengurangan emisimemang benar terjadi dan bukan proyek fiktif. Sementara itu dalam konteks pembangunan berkelanjutan,proyek seharusnya memenuhi kriteria seperti aspek sosial, ekonomi dan lingkungan sebagaimanadidefinisikan negara tuan rumah (negara-negara berkembang). Proyek MPB dapat dilaksanakan dalamberbagai sektor, dalam sektor energi misalnya dengan menemukan pengganti bahan bakar fosil yang tidakdapat diperbarui dengan bahan bakar yang dapat diperbarui, salah satunya biogas. Proyek MPB diIndonesia sudah dikembangkan oleh PT. Pelita Agung Industri pada tahun 2006 bekerjasama denganMitsubishi UFJ sebagai konsultan. Proyek ini awalnya bertujuan mengurangi emisi gas rumah kacasekaligus memperoleh CERs dengan mengekstraksi gas metan (biogas) dari pengolahan limbah cair yangdihasilkan dari proses pengolahan kelapa sawit dengan sistem teknologi anaerobik digester. Proyek iniberpotensi menurunkan kurang lebih 2.000 ton gas metan per tahun. Pemanfaatan biogas tersebut sebagaipengganti bahan bakar solar yang biasanya digunakan dalam proses pembangkitan uap bagi keperluanproduksi dapat menurunkan emisi yang setara dengan 3.000 ton gas CO 2 per tahun. Selanjutnya, PT.Pinago Utama adalah salah satu perusahaan perkebunan karet dan kelapa sawit di Sumsel yang menerimadana hibah dari UNFCCC dan Lembaga Eksekutif untuk menjadi pelaksana proyek MPB. Ada tiga jenisteknologi yang berhasil dikembangkan perusahaan tersebut untuk PKS, meliputi pengolahan limbah cairmenjadi gas metan, pemanfaatan limbah padat menjadi 172

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

kompos, dan pemanfaatan limbah padat/cair menjadi energi listrik berkekuatan 6 MW. Terdapat sekitar 205pabrik kelapa sawit (PKS) di Indonesia dimana sekitar 86% berada di luar Jawa. Produksi crude palm oil(CPO) Indonesia pada tahun 2010 menembus angka 20 juta ton. Dengan asumsi bahwa limbah cair yangdihasilkan adalah 3,5 ton per ton CPO maka jumlah limbah cair yang dihasilkan seluruh PKS di Indonesiapada tahun yang sama adalah 70 juta ton. Sebuah potensi yang cukup besar. Provinsi Aceh, dengan luaslahan kelapa sawit mencapai ±270 ribu hektar pada tahun 2010, dapat menjadi kawasan penerapan proyekMPB untuk sektor energi terutama dalam hal pemanfaatan limbah cair PKS menjadi sumber energialternatif. Lebih lanjut, Aceh dapat mengambil manfaat dari proyek MPB untuk menjawab permasalahankrisis energi yang telah menimpa Aceh selama puluhan tahun yang menghambat peningkatan ekonomidaerah. Saat ini terdapat 22 PKS yang aktif di Aceh dengan total kapasitas operasi terpakai 635 tonTBS/jam. Potensi limbah cair yang dihasilkan tentu cukup besar, jika limbah tersebut tidak dimanfaatkanmaka akan memberikan efek negatif pada lingkungan. Limbah cair PKS mengandung bahan organik yangrelatif tinggi dan tidak bersifat toksik karena tidak menggunakan bahan kimia dalam proses ekstraksiminyak. Karakteristik limbah yang dihasilkan PKS dan baku mutu limbah disajikan pada Tabel 1. Jumlahlimbah cair yang dihasilkan ±550 kg per ton TBS yang diolah, dengan berat jenis berkisar 1,05 - 1,10 g/cm 3(Budiarto dkk, 2008). Mangoensoekarjo dan Semangun (2005) menyebutkan bahwa limbah cair mencapai40 - 70% TBS yang diolah. Kisaran jumlah tersebut tergantung juga pada sistem pengolahan limbah suatupabrik. Salah satu limbah cair PKS dengan potensi dampak pencemaran lingkungan adalah lumpur (sludge)yang berasal dari proses klarifikasi dan disebut dengan lumpur primer. Lumpur yang telah mengalamiproses sedimentasi disebut dengan lumpur sekunder. Lumpur mempunyai kandungan bahan organik yangtinggi dengan pH <5. Tabel 1. Karaktersitik limbah cair PKS dan baku mutu limbah Parameter Limbah PKSBaku mutu limbah *) pH 4,10 6 – 9 BOD (g/l) 212,80 110 COD (g/l) 347,20 250 TSS (g/l) 211,70 100Kandungan nitrogen total (g/l) 41 20 Oil and grease (g/l) 31 30 Sumber: Amaru dan Kharistya, 2008 KepmenLH No. 51 Tahun 1995 173

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 108: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 108/395

1

1

Limbah cair dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas. Selain menghasilkan biogas seperti metana,beberapa penelitian juga telah memfokuskan pada pemanfaatan limbah cair tersebut untuk menghasilkangas hidrogen (H 2 ). Tabel 2 merincikan beberapa penemuan tentang jumlah gas H 2 yang dapat dihasilkandari limbah cair PKS. Table 2. Potensi hidrogen yang dihasilkan dari pengolahan limbah cair PKS Maximumhidrogen Laju produksi Kandungan hidrogen (%) Maximum penyisihan pH optimum yang dihasilkan (ml/l)(ml/l.jam) COD (%) 3,195 1,034 62 – 5,5 4,708 454 66 – 5,5 534 64 – – – 1,210 251 58 – 5,5 6,710 34 – 63– – 543 – – 6,25 102.6 – 57 67 5 Sumber: Foo dan Hameed, 2010 Studi ini dimaksudkan untuk mengkajipotensi limbah cair PKS dan pemanfaatannya sebagai sumber energi alternatif untuk pembangkit listrik dipedasaan/daerah terpencil (isolated area). Target besar dari studi ini adalah mencarikan solusi terhadappermasalahan kelangkaan energi dan permasalahan lingkungan (global warming) secaraberkesinambungan dan sekaligus sebagai pembuka pintu untuk menangkap peluang yang ada dalamperdagangan karbon dunia. Metodologi Studi ini dilakukan dengan mensurvei 11 PKS (dari 22 PKS) yangada di Aceh, meliputi pengumpulan dan analisis data, baik data sekunder maupun data primer. Datasekunder yang dikumpulkan adalah data yang berkaitan dengan kapasitas produksi terpasang PKS yangberasal dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Aceh, data literatur-literatur ilmiah terkait denganProtokol Kyoto dan studi-studi tentang penerapan MPB. Adapun data-data tersebut antara lain: 1. kapasitasproduksi terpasang, 2. faktor emisi bahan bakar fosil, dan 3. faktor emisi biogas. 174

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Data primer yang dikumpulkan adalah kapasitas pabrik aktual/terpakai, jam kerja per hari, jumlah hari kerjaper tahun, jumlah kolam dan sistim pengolah limbah yang dimiliki PKS, unjuk kerja pengolah limbah,spesifikasi teknis unit pengolah limbah, faktor koreksi limbah (m 3 limbah/ton TBS), pH dan temperaturlimbah, sampel limbah dan kebutuan energi PKS. Limbah tersebut diambil masing-masing pada titik masukkolam pengolahan dan titik keluar menuju sungai. Jumlah sampel limbah yang diambil masing-masingadalah 2 sampel pada tiap PKS. Sampel 1 diambil pada keluaran Fatpit untuk masuk ke Kolam I (inlet),Sampel 2 diambil pada keluaran Kolam Sedimentasi (outlet). Sampel limbah digunakan untuk uji COD.Volume limbah (m 3 ) per tahun ditentukan dengan persamaan berikut: V ww = m.t .d .f (1) dimana: m =kapasitas prduksi aktual (ton TBS/jam), t = jumlah jam operasi per hari, d = jumlah hari kerja per tahun, danf = faktor koreksi limbah (m 3 limbah/ton TBS, harganya berkisar antara 0,50-0,65). Recovery biogas (gasmetana) dalam limbah per tahun dihitung dengan persamaan berikut (Budiarto dkk, 2008): Q = V ww .CODre cov ered .B ww .S (2) dimana: Q = volume gas metana yang dapat direkoveri (m 3 ), V ww = volumelimbah yang dihasilkan (m 3 ), COD recovered = penyisihan COD pada sistem pengolahan limbah, selisihCOD inlet dan outlet (g/l), B ww = produksi gas metana spesifik dari limbah (0,87 m 3 /kg COD), S =kelarutan gas dalam air (0,02 m 3 / m 3 air). Daya yang dihasilkan dengan pemanfaatan metana ditentukandengan persamaan (Budiarto dkk, 2008): 175

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

1 kWh P = QC 3 6 , MJ me tan a η (3) dimana: P = daya yang dihasilkan (kW (e) h/tahun), Q = volume gasmetana (m 3 ) C metana = nilai kalor metana, 20-24 MJ/m 3 (Siregar, 2009), dan η = efisiensi siklus, 30-35%(Simamora dkk, 2008); 35% (Abduh, 2009). Selanjutnya, emisi CO 2 yang dapat direduksi denganpemanfaatan biogas dibandingkan pemakaian bahan bakar fosil (Suhedi, 2009): E CO2 = A.FE (4) dimana:A = konsumsi energi (liter minyak tanah, solar, bensin atau kWh listrik) FE = fator emisi (2,5359 kg CO 2/liter minyak tanah). Hasil dan Pembahasan Dari hasil survei diperoleh gambaran bahwa pada umumnyaPKS yang ada di Aceh masih menggunakan metode konvensional dalam mengolah limbah cair yangdihasilkan. Pengolahan dilakukan dengan menggunakan kolam-kolam terbuka secara anaerobik danaerobik. Limbah dari pabrik dengan laju produksi 0,5-0,6 m 3 /ton TBS yang diolah dialirkan ke Fatpit, dalam

Page 109: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 109/395

1

1

kolam ini minyak yang terbawa limbah dengan kandungan sekitar 0,5-1,0% (vol.) diambil ulang. Limbahkemudian dialirkan melalui Cooling Tower ke Kolam I (disebut juga Deoiling Pond atau Cooling Pond), di sinijuga masih dilakukan pengambilan sisa minyak yang kandungannya masih mencapai 0,5% (vol.). Limbahselanjutnya dialirkan ke Kolam II (Kolam Asidifikasi), ke Kolam Anaerobik I, ke Anaerobik II, dan seterusnya(tergantung jumlah kolam yang dimiliki masing-masing pabrik). Dalam kolam anaerobik terjadi prosesdegradasi senyawa organik secara anaerob. Setelah mengalami degradasi secara anaerob, limbahdidegradasi secara aerob dalam Kolam Aerobik. Aerasi dilakukan dengan menambahkan oksigen ke dalamkolam memakai pompa aerasi. Sebelum keluar sistim pengolahan, limbah terlebih dahulu dialirkan ke KolamSedimentasi. Limbah yang keluar dari sistim pengolahan umumnya sudah jernih dan tidak berbau. 176

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Parameter pertama yang dievaluasi adalah volume limbah, karena parameter ini sangat menentukanvolume gas metana yang dapat direkoveri. COD merupakan parameter berikutnya yang menentukan jumlahgas metana. Hasil analisa COD, volume limbah, volume metana dan daya yang dapat dibangkitkan untukmasing-masing PKS diperlihatkan pada Gambar 1 di bawah ini. Dari gambar terlihat bahwa COD limbah cairPKS berkisar antara 21-85 g/l dengan nilai pH 2-5. Nilai COD ini jauh lebih tinggi dibandingkan baku mutulimbah cair, yaitu 0,5 g/l dan nilai pH-nya jauh lebih rendah baku mutu 6-9. Hal ini menunjukkan bahwabeban lingkungan yang disebabkan oleh limbah PKS tersebut sangat tinggi dengan tingkat keasamanlimbah yang juga tinggi. Oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan limbah sangat tinggi. Gambar 1. Hasilanalisis parameter limbah cair PKS yang ada di Aceh Limbah cair PKS bersifat biodegradabel dan sangatbaik diolah secara biologi dan menghasilkan biogas. Biogas merupakan salah satu sumber energi alternatiframah lingkungan dan metana merupakan komponen terbesar biogas yang terbentuk selama penguraianlimbah 177

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

cair tersebut. Jika limbah cair PKS diolah dengan menggunakan sistem digester anaerob maka biogasdapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Besarnya gas metana yang terbentuk dari pengolahan limbahcair PKS hasil evaluasi dan besarnya daya listrik yang dapat dibangkitkan menggunakan gas metanatersebut juga diperlihatkan dalam Gambar 1 di atas. Volume limbah tertinggi terevaluasi pada PKS Pati Sari(kapasitas terpakai 30 ton TBS/jam), posisi kedua ditempati PKS Mapoli Raya Aceh Tamiang (kapasitasterpakai 29 ton TBS/jam), diikuti PKS Bahari Dwi Kencana Lestari (kapasitas terpakai 30 ton TBS/jam) danPKS PTPN I Cot Girek (kapasitas terpakai 35 ton TBS/jam). Total limbah cair yang dihasilkan oleh 22 PKSyang ada di Aceh adalah 1.952.510 m 3 per tahun. Jika dilihat dari kapasitas produksi maka PKS PTPN ICot Girek menempati urutan pertama, tetapi volume limbah yang dihasilkan justru berada pada urutan ke-4.Lebih lanjut, apabila ditinjau dari volume gas metana yang terbentuk dan daya yang dapat dibangkitkanmaka PKS Pati Sari masih menempati urutan teratas diikuti PKS Ubertraco/Nafasindo, PKS Bahari DwiKencana Lestari, PKS Mapoli Raya Aceh Tamiang dan PKS PTPN I Cot Girek. Meskipun volume metanaberbanding lurus dengan volume limbah dan pengaruh yang diberikan sangat kuat tetapi urutan rangkingberdasarkan volume metana sedikit berbeda dengan rangking berdasarkan volume limbah. Hal ini dapatdipahami karena volume gas juga berbanding lurus dengan COD, meskipun pengaruhnya tidak signifikan.Perlu dicatat bahwa nilai COD tidak dipengaruhi oleh volume limbah yang dihasilkan pabrik. Nilai CODmenggambarkan kharakteristik sistim pengolahan limbah masing- masing PKS. Dalam pengoperasiannya,PKS menggunakan energi listrik baik dari generator diesel sendiri ataupun PLN untuk start up dan shutdown. Untuk kondisi normal, energi listrik dibangkitkan dengan turbin uap menggunakan bahan bakarbiomassa (sabut dan cangkang sawit). Sementara, jika gas metana yang dihasilkan digunakan untukmemenuhi kebutuhan energi internal pabrik maka energi yang dihasilkan akan dapat mencukupi kebutuhan

Page 110: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 110/395

1

1

energi internal tersebut. Kebutuhan energi listrik PKS umumnya berkisar 14-16 kWh/ton TBS(Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005). Dan dari hasil estimasi didapat bahwa energi listrik yangdihasilkan dengan pemanfaatan gas metana rata-rata >17 kWh/ton TBS. Dengan asumsi konversidegradasi senyawa organik 100% dan efisiensi rekoveri biogas adalah 76,8% (Maatsura dkk, 2010) makajumlah produksi biogas keseluruhan adalah 58.903.900 m 3 atau setara 1,83-9,67 GWh energi listrik pertahun. Total reduksi emisi gas rumah kaca per tahun karena pemanfaatan biogas adalah sebesar 121.367ton CO 2 . Rincian reduksi 178

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

emisi diperlihatkan dalam Tabel 3 berikut. Prinsip pengurangan emisi GRK di sektor energi adalah (i)mengurangi penggunaan bahan bakar berbasil fosil melalui substitusi dengan bahan bakar alternatifterbarukan, (ii) meningkatkan efisiensi pembakaran dengan perbaikan/modifikasi sistim dan alatpembakaran dan (iii) meminimalkan kebocoran gas metana. Upaya penurunan emisi karbon akan mendapatkompensasi apabila memenuhi syarat untuk didaftarkan sebagai Proyek CDM dalam pasar perdagangankarbon internasional sebagaimana sudah diatur dalam Protokol Kyoto. Setiap penurunan emisi setara 1(satu) ton karbon (tCO 2 ) akan diberi 1 (satu) sertifikat reduksi emisi (CER). Sertifikat yang mirip suratberharga tersebut dikeluarkan oleh Badan Eksekutif CDM yang berada di bawah UNFCCC. Harga CERbervariasi, tergantung kesepakatan pihak-pihak yang bertransaksi, rata- rata harga CER berkisar 5-15 USD(Razak, 2007). Berdasarkan jumlah CO 2 yang dapat direduksi seperti yang diperlihatkan dalam tabel dibawah, maka masing-masing PKS akan memperoleh nilai tambah dari CERs (dengan asumsi harga per tonCO 2 5 USD) berkisar antara USD 2.270-11.967 setiap tahunnya. Tabel 3. Hasil estimasi reduksi emisimasing-masing PKS Nama PKS Kapasitas terpakai (ton TBS/jam) Konsumsi energi (kWh/tahun) PTPN ICot Girek A. Utara PT. PPP (Perkasa Subur Sakti) PTPN I Pulau Tiga A. Tamiang Reduksi emisi (ton CO 2/tahun) 35 3.524.000 7.404 10 2.295.000 3.309 27,5 1.836.000 2.511 PTPN I Tg. Seumantoh 29 3.213.0002.533 PT. Mapoli Raya A. 29 5.508.000 7.463 Tamiang PT. Parasawita A. 19 1.468.800 2.015 Tamiang PT.Bahari Dwi Kencana 30 4.039.200 7.646 Lestari PT. PPP A. Tamiang 23 2.295.000 3.308 PT. Sisirau A.Tamiang 30 2.142.000 4.394 PT. Pati Sari 30 4.590.000 9.131 PT. Socfindo A. Tamiang 14,5 1.836.0002.381 179

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Nama PKS Kapasitas terpakai (ton TBS/jam) Konsumsi energi (kWh/tahun) Reduksi emisi (ton CO 2 /tahun)PT. Karya Tanah Subur 20 2.040.000 5.183 PT. Mapoli Raya A. 25 783.360 1.807 Barat PT. Fajar Baizury 152.937.600 3.053 PT. Kalista Alam 15 1.377.000 1.732 PT. Socfindo Seunagan 22 2.346.000 2.623 PT.Socfindo Seumayam 23,5 1.913.500 2.660 PT. Lestari Tunggal 23 3.148.000 4.666 Pratama PT. LembahBakti 20 1.836.000 2.536 PT. Delima Makmur 30 3.060.000 4.176 PT. Ubertraco/Nafasindo 30 2.918.0008.354 PT. Socfindo A. Singkil 20 1.876.800 3.729 Kesimpulan 1. Limbah cair PKS di Aceh memiliki COD 21-85 g/l (21.000-85.000 mg/l) dengan pH 2-5. 2. Potensi biogas yang dapat dihasilkan berkisar antara 1,1x106 (PT. Kalista Alam)-5,8x10 6 (PT. Patisari) m 3 per tahun, setara dengan 1,83-9,67 GW (e) h/tahun. 3.Besaran reduksi emisi GRK berkisar antara 1.732-9.131 ton CO 2 /tahun. Daftar Pustaka Abduh, 2009, Datakesetaraan kandungan energi biogas, www.Abduh blog, hal. 1-3, diakses 8 April 2010. Amaru danKharistya, 2008, Limbah industri kelapa sawit, www.geocities.com/kharisty_ amaru/blog/limbah-sawit.html-85k- , diakses 20 Maret 2009. Budiarto, Rachmawan dan A. Agung, 2008, Potensi energi limbah PKS,UGM, Yokyakarta, BSS_325 hal. 1-6. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 1995,Tentang: Baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri, Jakarta. Mangoensoekarjo, S. dan H. Semangun,2005, Manajemen agribisnis kelapa sawit, Gadjah Mada University Press, Yokyakarta. Maatsura, N., M.

Page 111: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 111/395

1

1

1

Hatamoto, H. Sumino, K. Syutsubo, S. Yamaguchi dan A. Ohashi, 2010, Closed DHS system to preventdissolved methane emissions as GHG in anaerobic wastewater treatment by 180

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

its recovery and biological oxidation, Journal Water Science & Technology, hal. 2407-2415. Razak, A. 2007,Kajian yuridis carbon trade dalam penyelesaian efek rumah kaca, Tesis, UGM, Yokyakarta. Simamora, S.,Salundik, S. Wahyuni dan Surajuddin, 2008, Membuat biogas pengganti bahan bakar minyak dan gas, AgroMedia Pustaka, Jakarta. Siregar, P., 2009, Produksi biogas melalui proses digester anaerob limbah cairPMKS, http://perkebunan.uwityangyoyo @yahoo.com, diakses 11 April 2009. Suhedi, F., 2009, Emisi CO 2dari konsumsi energy, Litbang Pemukiman, Jakarta. 181

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

KONSERVASI KOMUNITAS VEGETASI HABITAT SATWALIAR SEBAGAI UPAYA MITIGASI PERUBAHANIKLIM Ma’rifatin Zahrah Sekolah Tinggi Ilmu Kehutanan Pante Kulu Banda Aceh [email protected] Penyebab utama perubahan iklim adalah karena aktivitas manusia (anthropogenic), sehinggamanusia juga yang harus berbuat dan bertanggung jawab dalam meredam dan menghambat perubahan itubagi kesejahteraan generasi mendatang. Kenaikan suhu udara karena pengaruh dari peningkatan gasrumah kaca (terutama CO 2 ) di atmosfer, di daerah tropis telah merubah pola dan distribusi curah hujan,yang berakibat pada perubahan fenologi tumbuhan dan pada gilirannya akan mempengaruhi produktivitastanaman budidaya maupun tumbuhan sumber pakan satwaliar di ekosistem alami. Kontribusi aktivitasanthropogenic terhadap perubahan iklim, antara lain dari aktivitas alih fungsi lahan. Konversi lahan bukanhanya berakibat pada kerusakan ekosistem dan fragmentasi habitat, namun pada gilirannya akan mengarahpada kepunahan spesies akibat erosi genetis. Selain itu, konversi lahan akan menghilangkan vegetasi hutanyang berperan sebagai pengikat karbon lebih besar dibandingkan ekosistem lainnya, sebaliknya akanmeningkatkan konsentrasi karbon di atmoster. Kontribusi alih fungsi lahan hutan hujan tropis menjadi lahanpertanian dalam melepas CO 2 diperkirakan sekitar 10 9 ton per tahun, sementara total CO 2 setiap tahunyang terlepas ke atmosfer sebagai hasil dari aktivitas anthropogenic berkisar 6.5 x 10 9 ton. Diperkirakanemisi dan konsentrasi CO 2 kedepan, cenderung mengalami peningkatan, mencapai sekitar 550 ppmsampai tahun 2050; dari angka 350 ppm pada tahun1990. Vegetasi hutan dianggap sangat potensialsebagai tempat penimbunan atau pengendapan karbon (rosot karbon atau carbon sink). Hutan Indonesiamenyimpan sejumlah karbon yang sangat besar. Menurut FAO jumlah total vegetasi hutan di Indonesiamenghasilkan lebih dari 14 milliar ton biomassa, jauh lebih tinggi daripada negara- negara lain di Asiabahkan setara dengan sekitar 20 persen biomassa seluruh hutan tropis di Afrika. Kata kunci: konservasi,habitat satwaliar, konversi lahan, perubahan iklim 182

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

PENDAHULUAN Perubahan iklim adalah perubahan unsur-unsur iklim dalam jangka panjang (50 -100tahun) yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia (anthropogenic) yang menghasilkan emisi gas rumah kaca(GRK), dan cenderung irreversible (Murdiyarso, 2003). Walaupun perubahan yang terjadi berlangsungsecara berangsur-angsur, tidak drastis, bukan berarti hal itu tidak perlu diantisipasi; mengingat dampak yangditimbulkan akan sangat berpengaruh pada stabilitas dan kelestarian ekosistem di Bumi. Perlu diketahuibahwa penyebab utama perubahan iklim adalah karena aktivitas manusia (anthropogenic), sehinggamanusia juga yang harus berbuat dan bertanggung jawab dalam meredam dan menghambat perubahan itu

Page 112: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 112/395

1

1

bagi kesejahteraan generasi mendatang, mengingat sifatnya yang tidak akan pulih ke kondisi semula.Kenaikan suhu udara karena pengaruh dari peningkatan gas rumah kaca (terutama CO 2 ) di atmosfer, didaerah tropis telah merubah pola dan distribusi curah hujan, yang berakibat pada perubahan fenologitumbuhan dan pada gilirannya akan mempengaruhi produktivitas tanaman budidaya maupun tumbuhansumber pakan satwaliar di ekosistem alami. Dampak ikutan dari perubahan pola dan distribusi curah hujanadalah terganggunya ketersediaan sumberdaya air, seperti fenomena banjir dan kekeringan. Kontribusiaktivitas anthropogenic terhadap perubahan iklim, antara lain dari kegiatan industri dan alih fungsi lahan.Makalah ini hanya akan membahas tentang alih fungsi lahan, karena sangat terkait erat dengan kelestarianhabitat satwaliar di ekosistem alami yang sering mengalami kerusakan akibat sikap anthroposentris. Alihfungsi lahan bukan hanya berakibat pada kerusakan ekosistem dan fragmentasi habitat, namun padagilirannya akan mengarah pada kepunahan spesies akibat erosi genetis. Selain itu, konversi lahan akanmenghilangkan vegetasi hutan yang berperan sebagai pengikat karbon lebih besar dibandingkan ekosistemlainnya, sebaliknya akan meningkatkan konsentrasi karbon di atmoster. Kerusakan ekosistem alami denganberbagai tipe komunitas vegetasinya, akan sangat berpengaruh pada daya serap terhadap CO 2 , salahsatu gas rumah kaca yang mempunyai peran terbesar bagi terjadinya perubahan iklim, yang bersumberpada kegiatan industri, transportasi, kebakaran hutan dan land clearing, serta dekomposisi bahan organik.Dengan melindungi berbagai tipe ekosistem, berarti melindungi habitat sekaligus kelestarian spesiessatwaliar, dan mempertahankan kestabilan ekologi planet bumi. 183

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

TIPE KOMUNITAS VEGETASI HABITAT SATWA LIAR Ekosistem hutan merupakan komunitas tumbuh-tumbuhan yang kompleks; terdiri dari pohon, semak, tumbuhan bawah, liana, epifit, mikro organisme, yangsecara keseluruhan membentuk habitat bagi satwa liar. Di antara komponen tersebut dan lingkungannyaterikat hubungan ketergantungan. Penyebaran dan pertumbuhan vegetasi hutan sangat bergantung padakondisi iklim, sifat tumbuhan, dan terkadang juga dibantu oleh satwaliar. Sebaliknya, satwaliar sangatbergantung pada komunitas vegetasi sebagai habitatnya, untuk memenuhi kebutuhan pakan, beristirahat,dan melaksanakan aktivitas sosialnya. Selain sebagai habitat satwaliar, fungsi ekologi ekosistem hutanadalah menjaga kestabilan/keseimbangan ekologi biosfer; karena keterkaitan tipe-tipe ekosistem satu samalain dari hulu sampai ke hilir yang secara keseluruhan berperan dalam mendukung/ penyangga kehidupan.Setiap tipe komunitas mempunyai karakteristik yang berbeda, baik komposisi jenis maupun struktur vegetasipenyusunnya. Perbedaan itu karena pengaruh faktor tempat tumbuh (site/tapak) maupun faktor iklim.Satwaliar tertentu hanya menempati satu tipe ekosistem, sementara yang lainnya dapat menempatibeberapa tipe ekosistem. Hal ini berhubungan dengan home range (wilayah jelajah) satwaliar dalam rangkapemenuhan kebutuhan pakan dan relung (niche) tertentu yang mereka perlukan dalam melakukan aktivitaslainnya, seperti breeding, istirahat dan aktivitas sosial. Beberapa tipe ekosistem tersebut, antara lain: HutanMangrove Hutan mangrove sering disebut hutan bakau atau hutan payau merupakan ekosistem yang khas,didominasi oleh tumbuhan yang relatif toleran terhadap salinitas dan berada di tepi pantai atau muarasungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove tumbuh di daerah tropis, pada pantai-pantaiyang terlindung atau pantai-pantai yang datar. Hutan bakau tidak tumbuh di pantai yang terjal, berkarangdan berombak besar. Beberapa jenis flora pembentuk ekosistem mangrove, antara lain: Rhizophora spp.,Avicennia spp., Bruguiera spp., Sonneratia spp., Ceriops spp., Xylocarpus spp. Hutan mangrove merupakanekosistem yang mempunyai produktivitas tinggi dan berpotensi untuk menunjang kesejahteraan masyarakatnelayan bila dimanfaatkan secara berkelanjutan. Di Indonesia dan juga banyak negara lain, setengah ikantangkapan terdiri dari jenis-jenis yang kehidupannya bergantung pada muara dan mangrove. Selainpenghasil ikan, kepiting dan udang, mangrove juga sebagai penghasil kayu bangunan, arang, obat-obatan,bahan makanan dan pewarna. 184

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 113: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 113/395

1

Hutan bakau merupakan habitat lebih dari 100 jenis burung, seperti: bluwok (Mycteria cinerea), bangautongtong (Leptoptilos javanicus), dan burung paruh sendok (Platalea regia). Daerah dataran lumpur yangluas yang berbatasan dengan daerah hutan bakau merupakan tempat mendaratnya ribuan burung pantaimigran, termasuk jenis burung langka blekok Asia (Limnodromus semipalmatus) (Ariantiningsih, 2008).Ekosistem mangrove juga merupakan habitat bagi beberapa jenis primata, seperti: Bekantan (Nasalislarvatus) spesies endemik Kalimantan yang pakannya hanya daun-daun mangrove, dan Macaca mauramonyet endemik Sulawesi Selatan. Mamalia lainnya adalah kucing bakau; sedangkan jenis reptil yang hidupdi hutan mangrove antara lain: biawak (Varanus javanicus) dan ular. Keberadaan hutan mangrove sangatpenting sehubungan dengan peranannya dalam pengendalian ekosistem daratan maupun ekosistem lepaspantai. Mangrove berperan dalam menunjang sumberdaya perikanan di perairan laut lepas. Selain itudengan akar-akarnya yang kokoh, hutan bakau dapat meredam pengaruh gelombang air laut, mencegahabrasi dan akar-akar tersebut juga menahan aliran lumpur sehingga lahan bakau dapat semakin meluasmembentuk daratan baru. Akar dan serasah mangrove juga berfungsi menghambat intrusi air laut kewilayah daratan. Hutan Rawa/Gambut Hutan rawa merupakan lahan rawa yang sebagian besar vegetasinyaberupa pohon-pohon yang tingginya lebih dari 5 meter dan mempunyai tajuk yang rapat. Hutan rawaterletak di pedalaman maupun di daerah pesisir. Berdasarkan keberadaan dan kondisi airnya, lahan rawa diIndonesia dibedakan menjadi rawa pasang surut dan rawa non pasang surut dan diperkirakan luaskeduanya mencakup 3,4 juta hektar. Rawa pasang surut meliputi rawa-rawa pesisir yang dipengaruhi olehpasang surut air laut, termasuk rawa-rawa berair tawar namun dipengaruhi pergerakan pasang surut airlaut. Rawa non pasang surut, meliputi rawa-rawa pedalaman (terletak di daratan atau dikelilingi daratan),yang tidak dipengaruhi oleh pasang surut air laut sehingga umumnya berair tawar. Ditinjau dari tipetanahnya, rawa dapat dibedakan menjadi rawa gambut dan rawa non gambut (Ariantiningsih, 2008). Lahanrawa gambut (terutama yang tebal) lebih sesuai untuk daerah konservasi, sedangkan rawa air tawar masihsesuai untuk pertanian. Hutan rawa gambut merupakan hutan rawa yang tumbuh di atas tanah gambutdengan kedalaman gambut paling sedikit 50 cm. Hutan rawa gambut yang ada di Indonesia merupakangabungan antara hutan gambut dan hutan hujan tropis. Hutan rawa gambut terdapat di 185

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya terutama ditemukan di dekat pesisir pantai, di belakang hutan bakau,lembah sungai, sekitar meander dan di sekitar danau. Gambut dalam yang tebalnya lebih dari 2 meterterdapat di Aceh, Lampung, Sumatera Selatan, Riau dan Jambi, di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur,Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Lahan gambut memiliki berbagai fungsi ekologis sepertipengendali banjir (sebagai daerah tangkapan air) dan pengendali iklim global (penyimpan cadangankarbon). Namun, ekosistem rawa gambut merupakan suatu ekosistem yang rentan (fragile), artinya hutan inisangat mudah terganggu/rusak dan sangat sulit untuk dapat kembali lagi seperti kondisi semula. Hutanrawa gambut merupakan suatu ekosistem yang unik dan merupakan habitat bagi beragam spesies flora danfauna yang khas. Jenis pohon yang mendiami hutan gambut sangat khas, seperti: Jelutung rawa (Dyeralowii), Ramin (Gonystylus bancanus), Kempas (Koompassia malaccensis), Perepat (Combretocarpusrotundus), Pulai rawa (Alstonia pneumatophora), Bungur (Lagerstroemia speciosa), Nyatoh (Palaquiumspp.), Meranti (Shorea palembanica), Gelam/Kayu putih (Melaleuca leucadendron) dan masih banyak lagi(Wibisono dkk., 2003). Ekosistem rawa/gambut merupakan habitat dari berbagai jenis fauna. Di SuakaMargasatwa Rawa Singkil, setidaknya dapat ditemukan tiga spesies satwa endemik dan terancam punah,yaitu orangutan sumatera (Pongo abelii), harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) dan gajah sumatera(Elephas maximus sumatranus) (Van Schaik (1999); Whitten et al. (2000)). Selain itu, hasil penelitianWetland International Indonesia Program menunjukkan bahwa Rawa Singkil merupakan habitat bagi ± 40spesies burung. Beberapa spesies burung tersebut memiliki nilai konservasi tinggi seperti sandanglawa(Ciconia stormi) yang tergolong satwa langka, itik sayap putih/ mentok rimba (Cairina scutulata) dan bangautong-tong (Leptoptilos javanicus) yang tergolong satwa terancam punah menurut IUCN Red List 1994

Page 114: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 114/395

1

1

(Ariantiningsih, 2008). Hutan Hujan Hutan Indonesia merupakan salah satu hutan hujan tropis yang pentingbagi stabilitas iklim global, selain hutan hujan di Amazone, Kongo, Papua New Guniea, Malaysia,Thailand,dan Philipina. Hutan hujan tropis bercirikan kondisi vegetasi yang selalu hijau, kerapatannya tinggi,dan kaya akan jenis flora dan fauna. Data terbaru yang dihimpun oleh Earth Trends (2003) tentangkekayaan biodiversity Indonesia meliputi tumbuhan tingkat tinggi 29.375 jenis, mamalia 515 jenis, 186

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

burung 929 jenis, reptil 745 jenis, dan amphibi 278 jenis, yang sebagian besar terdapat di hutan hujan. Tipehutan ini terutama terdapat pada wilayah-wilayah dengan tipe iklim A dan B menurut Smith & Fergusson.Hutan ini dapat dibagi menjadi 3 zone: bawah, tengah, dan atas. Pada hutan hujan bawah didominasi olehasosiasi Dipterocarpaceae, Agathis, Octomeles, dan asosiasi Pinus. Zone tengah, jenis kayu utamanyaadalah dari suku Lauraceae, Ericaceae, dan Magnoliaceae, sedangkan untuk hutan hujan atas terdapatkayu dari suku Podocarpaceae dan Araucariaceae (Soerianegara dan Indrawan, 1980). Satwaliar yanghidup di hutan hujan tropis wilayah Sumatera diantaranya adalah: orangutan (Pongo abelli), gajah sumatera(Elephas maximus sumatranus), badak sumatera (Dicerorhinus sumatensis) beruang madu (Helarctosmalayanus), tapir (Tapirus indicus), harimau sumatera (Pantera tigris sumatrensis), siamang (Hylobatessyndactylus), dan jenis-jenis burung terutama dari suku Bucerotidae, seperti: enggang (Buceros rhinoceros)(Griffiths, 1995 dan Suprayogi, 1998). KERUSAKAN HABITAT SATWALIAR Alih Fungsi Lahan Prosespembangunan mau tidak mau menuntut adanya pemanfaatan ruang untuk mengatasi peningkatan jumlahpenduduk, aktivitas perekonomian dan tuntutan kesejahteraan masyarakat. Dengan kata lain, terjadinyaperubahan atau alih fungsi lahan untuk mendukung pembangunan dan pengembangan wilayah di suatudaerah merupakan suatu keniscayaan. Namun alih fungsi atau konversi lahan bagi penggunaan lainseharusnya dilakukan lebih terarah, terencana dan terintegrasi antar berbagai sektor; denganmempertimbangkan berbagai aspek dan berdasarkan pendekatan ekosistem. Tataguna lahan yang salahserta konversi lahan/alih fungsi lahan yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi dapat mengancamkelestarian sumberdaya hayati yang ada. Lahan dapat diolah untuk pemenuhan kebutuhan manusia bilasesuai dengan kemampuan wilayah/lahannya (Asdak, 2002), seperti : kelas I (meliputi semua lahan yangrelatif datar sampai landai, dengan solum yang dalam) untuk pertanian dan pemukiman (kawasanbudidaya), sedangkan kelas VIII (meliputi lahan yang punya kemiringan/kelerengan lebih dari 45% atauberada pada ketinggian >2000 meter dan solum tanahnya dangkal) hanya bisa diperuntukkan sebagaihutan lindung dan penggunaan selain menebang kayu (misalnya: hasil hutan non kayu, budidaya tanamanobat, budidaya ulat sutera, budidaya lebah madu, sarang walet, penangkaran satwa, ekowisata terbatas)tanpa merubah bentang alamnya (PP No. 34 Tahun 2002). Pengelolaan yang tidak tepat (seperti 187

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

membuka areal pertanian dan perkebunan pada lahan-lahan yang slope nya curam) menyebabkan kondisihutan lindung tidak berfungsi secara optimal, bahkan mengalami degradasi. Ekosistem rawa/gambut danmangrove adalah ekosistem lahan basah (wet land), merupakan daerah ekoton yang mempunyai fungsiekologis selain menjadi habitat berbagai jenis tumbuhan dan satwaliar tertentu, yang penyebarannya sangatterbatas; juga berfungsi sebagai pengatur/retensi aliran air dan memperbaiki kualitas air sungai (Haryani,2005). Konversi yang dilakukan terhadap lahan ekosistem tersebut menjadi lahan pemukiman, pertaniandan perkebunan akan mengancam kelestarian spesies yang spesifik (khas) di ekosistem tersebut (Hilmi,1999), sekaligus mengurangi bahkan meniadakan/merusak fungsi ekologinya (Fahutan IPB, 1996; Suryana,dkk; 1998; Hilmi, 1998). Gambut memiliki kandungan unsur karbon (C) yang sangat besar. Menurutberbagai studi, kandungan karbon yang terdapat dalam gambut di dunia sebesar 329-525 GT atau 35% daritotal karbon dunia. Sedangkan gambut di Indonesia memiliki cadangan karbon sebesar 46 GT (1 GT sama

Page 115: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 115/395

1

1

dengan 10 9 ton) atau 8-14% dari karbon yang terdapat dalam gambut di dunia. Dengan demikian, gambutmemiliki peran yang cukup besar sebagai penjaga iklim gobal. Apabila gambut tersebut terbakar ataumengalami kerusakan, materi ini akan mengeluarkan gas terutama CO 2 , N 2 O, dan CH 4 ke atmosfer;yang akan sangat berpengaruh pada iklim dunia (Ariantiningsih, 2008). Nilai stok karbon total pada hutanmangrove, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wulansari (2008) di Cagar Alam Pulau Dua,Banten adalah sebesar 130,87 Mg/ha; tidak berbeda nyata dengan hutan non-mangrove yaitu di wilayahpesisir 139,01 Mg/ha. Mackenzie, et all (2001) menuliskan bahwa eksploitasi hutan hujan sangat nyatamengakibatkan pelepasan CO 2 . Pembakaran yang menyertainya akan sangat cepat merubah vegetasimenjadi CO 2 , sementara dekomposisi serasah membutuhkan waktu yang lebih lama untuk melepas CO 2. Kontribusi alih fungsi lahan hutan hujan tropis menjadi lahan pertanian dalam melepas CO 2 diperkirakansekitar 10 9 ton per tahun, sementara total CO 2 setiap tahun yang terlepas ke atmosfer sebagai hasil dariaktivitas anthropogenic berkisar 6.5 x 10 9 ton. Selanjutnya dikatakan bahwa diperkirakan emisi dankonsentrasi CO 2 kedepan, cenderung mengalami peningkatan, mencapai sekitar 550 ppm sampai tahun2050; dari angka 350 ppm pada 1990. Degradasi dan Fragmentasi Habitat Penebangan kayu hutan yangtidak terkendali dan aktivitas konversi hutan bagi keperluan penggunaan lain (seperti: perkebunan,pertanian dan pembangunan jalan) sangat cepat mengurangi luas tutupan 188

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

hutan. Indonesia kehilangan 2 juta hektar hutan setiap tahunnya (FWI- GFW, 2003). Penebangan yangdilakukan secara ekstentif, sementara penanamannya kembali (reboisasi) sangat terbatas, akanmenurunkan fungsi hutan sebagai pelindung tata air sekaligus penyerap karbon (carbon sink). Sebaliknyahutan lebih banyak menghasilkan karbon (carbon source) daripada menyimpannya (sebagai carbonstorage), sehingga memberikan andil terhadap pemanasan global (global warming) (Diposaptono, dkk;2009). Selain itu, pembalakan dan konversi hutan mengakibatkan adanya fragmentasi habitat yakniterpotong-potongnya habitat yang luas menjadi ukuran kecil-kecil yang menyebabkan terjadinya perubahaniklim mikro di daerah tepi hutan (yang terbuka), yang disebut efek tepi (edge effect). Akibatnya adalahdaerah hutan yang rusak akibat pengaruh efek tepi masuk ke dalam interior hutan sampai 500 meter daritepi hutan, sehingga hutan mudah terbakar (Supriatna, 2008). Beberapa efek tepi yang penting adalah naikturunnya intensitas cahaya, suhu, kelembaban dan kecepatan angin secara drastis. Oleh karena spesiestumbuhan (khususnya) dan satwaliar biasanya teradaptasi oleh suhu, kelembaban dan intensitas cahayatertentu saja, perubahan tersebut dapat memusnahkan banyak spesies mikro sampai dengan makro. Akibatburuk lainnya dari efek tepi adalah memperbesar kerentanan fragmen akan invasi spesies eksotik danspesies satwa/tumbuhan pengganggu melalui tepi fragmen yang terganggu, mereka mudah berkembangdan menyebar ke bagian dalam fragmen (Primack, et al; 1998). Fragmentasi habitat satwa liar yang semulaluas menjadi ukuran kecil-kecil akan membentuk kelompok populasi yang juga kecil (sub populasi) dapatmempercepat proses kepunahan spesies. Populasi yang kecil sangat rentan terhadap tekanan silang dalam(inbreeding depression) (Primack, et al; 1998) yang pada gilirannya akan berdampak pada erosi genetik.KONSERVASI HUTAN BERARTI MITIGASI PERUBAHAN IKLIM Tutupan hutan hujan tropis secara globalhanya 7% dari luas lahan seluruh dunia, namun sedikitnya lebih dari setengah spesies yang ada di dunia,mendiami hutan ini (Mackenzie et all, 2001). Deforestasi mengakibatkan berkurang bahkan hilangnyahabitat, fragmentasi, dan terisolasinya satwaliar dalam kantong-kantong kecil. Bila hal ini terus berlangsung,tanpa ada upaya pencegahan, akan memicu percepatan kepunahan satwaliar. Konservasi keanekaragamanhayati merupakan upaya bukan hanya perlindungan terhadap spesies dan ekosistem sebagai habitatnya,189

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 116: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 116/395

1

namun juga pengawetan sumberdaya genetik sekaligus upaya pemanfaatannya secara berkelanjutan.Tanpa sumberdaya hayati kehidupan di planet bumi ini tidak akan mungkin berlangsung, karena alasan: a).manusia membutuhkan sumberdaya hayati untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan, sertaobat-obatan; b). ekosistem alami secara keseluruhan bertindak sebagai sistem penyangga kehidupan, yangtanpa proses ekologis ini kehidupan tidak akan berjalan, seperti: siklus hidrologi, rantai makanan/aliranenergi, siklus hara termasuk daur nitrogen, phospor, carbon dan yang lainnya, serta proses dekomposisi.Keanekaragaman hayati dibagi dalam 3 (tiga) tingkatan: genetik, spesies dan ekosistem. Perlindungan padatingkat genetik dan spesies akan sangat sulit dilakukan dan kurang efisien dibandingkan denganperlindungan pada tingkat ekosistem. Dengan melindungi ekosistem alaminya akan banyak spesies yangterlindungi dan otomatis akan mendukung pengawetan sumberdaya genetik. Selain itu, dengan konservasiekosistem alami dari hulu sampai ke hilir, berarti juga melindungi sistem penyangga kehidupan untukberlangsungnya proses ekologis yang menjamin keberlanjutan kehidupan. Manfaat ekologi hutan sebagaipenyedia jasa lingkungan jauh melebihi nilai yang didapatkan dari hasil-hasil hutan. Hutan di Daerah AliranSungai berperan melindungi pasokan air bagi masyarakat dengan menstabilkan tanah di lereng-lereng bukitdan mengatur laju serta kecepatan aliran sungai. Selain itu, hutan juga berperan dalam memproses karbon,nitrogen dan oksigen di atmosfir yang juga vital untuk mempertahankan keseimbangan ekologis planetbumi. Sebatang pohon yang tumbuh sepenuhnya dapat mengunci antara 10 sampai 15 kg karbon dioksidadan satu hektar hutan dapat menyerap sampai 10 ton karbon dioksida setiap tahun (Ariantiningsih, 2008).Melalui proses ini hutan-hutan bertindak sebagai peredam yang menyerap jutaan karbon dioksida yangsekarang sedang disemburkan ke atmosfir oleh kendaraan dan industri. Jelaslah bahwa rehabilitasi hutansangat penting dengan menanam pohon lebih banyak dari jumlah yang ditebang atau menghentikanpengrusakan hutan sama sekali untuk menjaga siklus karbon tetap seimbang. Karbon di udara mempunyaiperanan yang sangat penting dalam proses fotosintesis. Proses ini menyerap karbon dan menghasilkan gasoksigen yang sangat bermanfaat dan merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia. Namunkelebihan karbon di udara dapat menimbulkan masalah. Sumber karbon di udara adalah dari pembakaranbahan bakar minyak/gas yang berasal dari kendaraan dan industri, pembakaran hutan, letusan atau asapyang keluar dari gunung berapi, kayu yang dibakar atau proses pelapukan. Bila konsentrasi karbon di 190

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

udara terlalu tinggi, bersama emisi gas pencemar lain seperti metana (CH 4 ) dan N 2 O, CFC; akanmembentuk lapisan di atmosfer yang akan menahan panas yang berasal dari bumi. Akibatnya suhu udaramakin panas. Hal ini kemudian mengakibatkan perubahan iklim dan pergeseran musim di seluruh bumi.Jumlah karbon yang diikat oleh tumbuhan/pohon sangat tergantung pada jenis dan sifat tumbuhan/pohonmasing-masing. Proses penimbunannya disebut sebagai proses sekuestrasi (carbon sequestration) yaituproses penyimpanan karbon di dalam tanaman yang sedang tumbuh. Vegetasi hutan dianggap sangatpotensial sebagai tempat penimbunan atau pengendapan karbon (rosot karbon atau carbon sink). HutanIndonesia menyimpan sejumlah karbon yang sangat besar. Menurut FAO jumlah total vegetasi hutan diIndonesia menghasilkan lebih dari 14 milliar ton biomassa, jauh lebih tinggi daripada negara- negara lain diAsia bahkan setara dengan sekitar 20 persen biomassa seluruh hutan tropis di Afrika (FWI-GFW, 2003).KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Konservasi hutan sebagai habitat satwaliar mutlak harusdilakukan, mengingat peran hutan Indonesia yang sangat penting dalam menjaga stabilitas iklim global.Saran Kebijakan yang berkaitan dengan alih fungsi lahan hutan dalam kegiatan pembangunan harus benar-benar dipertimbangkan, dengan tidak hanya menghitung kepentingan ekonomi. DAFTAR PUSTAKAAriantiningsih Fransisca. 2008. Suaka Margastwa Rawa Singkil, Mutiara di Pantai Barat Aceh. ProgramKampanye Bangga Yayasan Ekosistem Lestari. Medan. Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan DaerahAliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Diposaptono, S., Budiman, F. Agung. 2009.Menyiasati Perubahan Iklim di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Penerbit Buku Ilmiah Populer. Bogor.Fakultas Kehutanan IPB. 1996. Pembinaan Habitat dan Satwaliar di Daerah Khusus Ibukota Jakarta.Pemda DKI dan Fakultas Kehutanan IPB. FWI-GFW. 2003. Potret Keadaan Hutan Indonesia. Forest WatchIndonesia, Bogor Indonesia dan Global Forest Watch, Washington DC. 191

Page 117: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 117/395

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Griffiths, M. 1995. Indonesian Eden, Aceh’s Rainforest. England: Mobil Services Co. Ltd. Pennington Litho.Haryani, Gadis Sri. 2005. Pengelolaan Ekoton: Potensi, Permasalahan dan Strategi dalam Interaksi Daratandan Lautan, Pengaruhnya terhadap Sumberdaya dan Lingkungan. LIPI Press. Jakarta. Hilmi, E. 1998.Penentuan Lebar Jalur Hijau Hutan Mangrove Melalui Pendekatan Sistem (Studi Kasus Hutan MangroveMuara Angke Jakarta). Thesis. Pascasarjana IPB. Bogor. Tidak diterbitkan. Hilmi, E. 1999. Analisis SistemPerubahan dan Degradasi Hutan Mangrove dan Efek-efek yang Ditimbulkannya untuk Jangka waktu 1998 –2018 (Studi Kasus Hutan Mangrove di Pesisir Utara Jakarta). Program Pascasarjana IPB. Bogor.Mackenzie, A., A.S. Ball , S.R. Virdee. 2001. Instant Notes Ecology. Second Edition. Bios ScientificPublishers Limited. Oxford, UK. Murdiyarso, D. 2003. Sepuluh Tahun Perjalanan Negosiasi KonvensiPerubahan Iklim. Penerbit Buku Kompas. Jakarta. Primack, R.B, J.Supriatna, M. Indrawan, dan P.Kramadibrata. 1998. Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Suprayogi, B. 1998. KawasanKonservasi Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam Daerah IstimewaAceh. Banda Aceh. Supriatna, J. 2008. Melestarikan Alam Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.Suryana, Y., Nur H.S., Hilmi, E. 1998. Hubungan antara Keberadaan Lebar Jalur Hijau Mangrove denganKondisi Fisik Ekosistem Mangrove. Fakultas Kehutanan UNWIM. Bandung. Soerianegara, I. dan A.Indrawan. 1980. Ekologi Hutan. Bogor: Laboratorium Ekologi Hutan Jurusan Manajemen Hutan FakultasKehutanan, Institut Pertanian Bogor. Suprayogi, B. 1998. Conservation Areas in Aceh Province Indonesia.Banda Aceh: Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam, Propinsi Daerah Istimewa aceh. Wibisono, I.T., L.Siboro, INN Suryadiputra. 2003. Keanekaragaman Jenis tumbuhan di Hutan Rawa Gambut. http://www-personal.umich.edu (akses 20 Desember 2010). Wulansari Melliza. 2008. Perbandingan Stok Karbon padaHutan Mangrove dan Non Mangrove di Pulau Dua, Banten. Skripsi. Program Studi Sarjana Biologi SITH.Tidak diterbitkan. 192

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERBASIS MASYARAKAT PADA KAWASAN PANTAI TIMURSUMATERA UTARA Meilinda Suriani Harefa dan Azizah Hanim Nasution Abstrak Wilayah pesisir adalahwilayah interaksi/peralihan (interface) antara ekosistem darat dan laut yang merupakan ekosistem transisiyang dipengaruhi daratan dan lautan, yang mencakup beberapa ekosistem, salah satunya adalah ekosistemhutan mangrove. Kerusakan mangrove di Pantai Timur Sumatera Utara kini semakin mengkhawatirkan.Tahun 1997, kerusakan vegetasi mangrove di Pantai Timur Sumatera Utara telah mencapai 62,7 persen(52.350 Ha) dari luas 83.550 Ha yang ada di Sumatera Utara dan sisa hutan mangrove yang kondisinyamasih baik tinggal 31.200 Ha (37,3 persen). Untuk menanggulangi kondisi tersebut, perlu dilakukannyasuatu upaya rehabilitasi hutan mangrove yang merupakan bagian dari pengelolaan hutan mangrove denganmelibatkan masyarakat. Tujuan utama dilakukannya kegiatan pengelolaan hutan mangrove berbasismasyarakat adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan mangrove.Kusmana(2003) menambahkan ada tiga faktor utama penyebab kerusakan mangrove, yaitu (1) pencemaran, (2)konversi hutan mangrove yang kurang memperhatikan faktor lingkungan dan (3) penebangan yangberlebihan. Pencemaran seperti pencemaran minyak, logam berat. Konversi lahan untuk budidayaperikanan (tambak), pertanian (sawah, perkebunan), jalan raya, industri, produksi garam dan pemukiman,pertambangan dan penggalian pasir. Maka dilakukann pengelolaan mangrove didasarkan atas tiga tahapanyaitu : isu ekologi dan sosial ekonomi, kelembagaan dan perangkat hukum serta strategi pelaksanaanrencana. Strategi pengelolaan hutan mangrove berbasis masyarakat ini adalah : (1) kegiatan penghijauandan rehabilitasi hutan mangrove, (2) pelatihan dan pemanfaatan mangrove non kayu, (3) Penyiapan wilayahekosistem mangrove menjadi lokasi wisata. Kata kunci : Pengelolaan, hutan mangrove, masyarakat dan

Page 118: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 118/395

1

1

Pantai Timur Sumatera Utara Pendahuluan Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti yang strategis karenamemiliki daya tarik bagi berbagai pihak untuk memanfaatkan secara 193

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

langsung atau untuk meregulasi pemanfaatannya karena secara sektoral memberikan sumbangan yangbesar dalam kegiatan ekonomi misalnya pertambangan, perikanan, kehutanan, industri, pariwisata dan lain-lain. Wilayah pesisir adalah wilayah interaksi/peralihan (interface) antara ekosistem darat dan laut yangmerupakan ekosistem transisi yang dipengaruhi daratan dan lautan, yang mencakup beberapa ekosistem,salah satunya adalah ekosistem hutan mangrove. Luasan hutan mangrove di dunia 15,9 juta ha dan 27%-nya atau seluas 4,25 juta ha terdapat di Indonesia (Arobaya dan Wanma, 2006). Di Asia, hutan mangroveindonesia berjumlah sekitar 49% dari luas total hutan mangrove di Asia yang dikuti oleh Malaysia (10% )dan Mnyanmar (9%), namun diperkirakan luas hutan manrove diindonesia telah berkurang sekitar 120.000ha dari tahun 1980 sampai 2005 karena alasan perubahan penggunaan lahan menjadi lahan pertanian(FAO, 2007). Luas potensial hutan mangrove Indonesia adalah 8,6 juta ha yang terdiri atas 3,8 juta haterdapat di kawasan hutan dan 4,8 juta ha terdapat di luar kawasan hutan. Sementara itu, berdasarkankondisi diperkirakan bahwa 1,7 juta ha (44.73 %) hutan mangrove di dalam kawasan hutan dan 4,2 juta ha(87.50 %) hutan mangrove di luar kawasan hutan dalam keadaan rusak (Direktur Jenderal RehabilitasiLahan dan Perhutanan Sosial, 2002). Kerusakan mangrove di Pantai Timur Sumatera Utara kini semakinmengkhawatirkan. Jika tidak segera diatasi produksi ikan semakin turun di wilayah Sumatera Utara.Berdasarkan data tahun 1997, kerusakan vegetasi mangrove di Pantai Timur Sumatera Utara telahmencapai 62,7 persen (mencapai 52.350 Ha) dari luas 83.550 Ha yang ada di Sumatera Utara. Sedangkansisa hutan mangrove yang kondisinya masih baik tinggal 31.200 Ha (37,3 persen) saja. Kerusakan hutanmangrove di antaranya disebabkan oleh tekanan dan pertambahan penduduk yang demikian cepatterutama di daerah pantai, mengakibatkan adanya perubahan tata guna lahan dan pemanfaatan sumberdaya alam secara berlebihan, akibatnya hutan mangrove dengan cepat menipis dan rusak. Selain itu,meningkatnya permintaan terhadap produksi kayu menyebabkan eksploitasi berlebihan terhadap hutanmangrove. Kegiatan lain adalah pembukaan tambak- tambak untuk budidaya perikanan yang memberikankontribusi terbesar bagi kerusakan hutan mangrove dalam situasi seperti ini, habitat dasar dan fungsinyamenjadi hilang dan kehilangan ini jauh lebih besar dari nilai penggantinya. Berdasarkan kondisi hutanmangrove tersebut, perlu dilakukannya suatu upaya rehabilitasi hutan mangrove yang merupakan bagiandari pengelolaan hutan mangrove yang melibatkan masyarakat. Keberhasilan maupun kegagalan dalamrehabilitasi hutan mangrove 194

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

tidak terlepas dari peran masyarakat dalam mendukung program pemerintah baik dalam perencanaanmaupun pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove. Mangrove dan Ekosistem Menurut Steenis (1978)mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh di antara garis pasang surut. Hutan mangrove adalahsebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropik yang didominasi olehbeberapa species pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalamperairan asin (Nybakken, 1988). Menurut Bengen (2000) bahwa hutan mangrove merupakan komunitasvegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh danberkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh didaerah pantai, biasanya terdapat di daerah teluk dan di muara sungai yang dicirikan oleh: (1) tidakterpengaruh iklim; (2) dipengaruhi pasang surut; (3) tanah tergenang air laut; (4) tanah rendah pantai; (5)hutan tidak mempunyai struktur tajuk; (6) jenis-jenis pohonnya biasanya terdiri atas api-api (Avicenia sp),pedada (Sonneratia), bakau (Rhizophora sp), lacang (Bruguiera sp), nyirih (Xylocarpus sp), nipah (Nypa sp)

Page 119: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 119/395

1

1

dan lain-lain. (Soerianegara, 1990) Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam tempatberlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup denganlingkungannya dan di antara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasangsurut air laut dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam perairanasin/payau (Santoso, 2000). Hutan mangrove meliputi pohon-pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8(delapan) famili, dan terdiri atas 12 (dua belas) genera tumbuhan berbunga yaitu Avicennia, Sonneratia,Rhyzophora, bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lumnitzera, Languncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, danConocarpus (Bengen, 2002). Fungsi dan Manfaat Mangrove Kusmana (1996) menyatakan bahwa hutanmangrove berfungsi sebagai: 1) penghalang terhadap erosi pantai dan gempuran ombak yang kuat; 2)pengolah limbah organic; 3) tempat mencari makan, memijah dan bertelur berbagai biota laut; 4) habitatberbagai jenis margasatwa; 5) penghasil kayu dan non kayu; 6) potensi ekoturisme. Selanjutnya Melana etal. (2000) mengungkapkan bahwa fungsi dan manfaat hutan mangrove adalah: 195

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

1. Menyuplai bahan makanan bagi spesies-spesies didaerah estuari yang hidup dibawahnya karenamangrove menghasilkan bahan organik 2. Sebagai tempat hidup dan mencari makan berbagai jenis ikan,kepiting, udang dan tempat ikan-ikan melakukan proses reproduksi 3. Sebagai pelindung lingkungandengan melindungi erosi pantai dan ekosistemnya dari tsunami, gelombang, arus laut dan angin topan 4.Sebagai penghasil biomas organik dan penyerap polutan disekitar pantai dengan penyerapan danpenjerapan 5. Sebagai tempat rekreasi khususnya untuk pemandangan kehidupan burung dan satwa liarlainnya 6. Sebagai sumber bahan kayu untuk perumahan, kayu bakar, arang dan kayu perangkap ikan 7.Tempat penagkaran dan penangkapan bibit ikan 8. Sebagai bahan obat-obatan dan alkohol Pemanfaatanekosistem mangrove dapat dikategorikan menjadi pemanfaatan ekosistem secara keseluruhan (nilaiekologi) dan pemanfaatan produk-produk yang dihasilkan ekosistem tersebut (nilai sosial ekonomi danbudaya). Venkataramani (2004) dalam Santoso (2007) menyatakan bahwa hutan mangrove yang lebatberfungsi seperti tembok alami. Dibuktikan di desa Moawo (Nias) penduduk selamat dari terjangan tsunamikarena daerah ini terdapat hutan mangrove yang lebarnya 200- 300 m dan dengan kerapatan pohonberdiameter > 20 cm sangat lebat. Hutan mangrove mengurangi dampak tsunami melalui dua cara, yaitu:kecepatan air berkurang karena pergesekan dengan hutan mangrove yang lebat, dan volume air darigelombang tsunami yang sampai ke daratan menjadi sedikit karena air tersebar ke banyak saluran (kanal)yang terdapat di ekosistem mangrove. Kerusakan Mangrove Kusmana (2003) menambahkan ada tiga faktorutama penyebab kerusakan mangrove, yaitu (1) pencemaran, (2) konversi hutan mangrove yang kurangmemperhatikan faktor lingkungan dan (3) penebangan yang berlebihan. Pencemaran seperti pencemaranminyak, logam berat. Konversi lahan untuk budidaya perikanan (tambak), pertanian (sawah, perkebunan),jalan raya, industri, produksi garam dan pemukiman, pertambangan dan penggalian pasir. SelanjutnyaBengen (2001) menjelaskan bahwa kerusakan di atas dikarenakan adanya fakta bahwa sebagian manusiadalam memenuhi keperluan hidupnya dengan mengintervensi ekosistem mangrove. Hal itu dikarenakanmemang pada dasarnya hutan mangrove memiliki fungsi ekonomi antara lain sebagai 196

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

penghasil keperluan rumah tangga, penghasil keperluan industri, dan penghasil bibit. Secara garis besarada dua faktor penyebab kerusakan hutan mangrove menurut Tirtakusumah (1994) , yaitu : 1. Faktormanusia yang merupakan faktor dominan penyebab kerusakan hutan mangrove dalam hal pemanfaatanlahan yang berlebihan. 2. Faktor alam, seperti : banjir, kekeringan dan hama penyakit, yang merupakanfaktor penyebab yang relatif kecil (Tirtakusumah, 1994). Selanjutnya, Soesanto dan Sudomo (1994)menyatakan kerusakan ekosistem mangrove dapat disebabkan oleh berbagai hal, antara lain : 1. Kurang

Page 120: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 120/395

2

1

dipahaminya kegunaan ekosistem mangrove. 2. Tekanan ekonomi masyarakat miskin yang bertempattinggal dekat atau sebagai bagian dari ekosistem mangrove. 3. Karena pertimbangan ekonomi lebihdominan daripada pertimbangan lingkungan hidup. Pengelolaan Mangrove Berbasis Masyarakat Syukurdkk., 2007 menyatakan bahwa pengelolaan mangrove didasarkan atas tiga tahapan yaitu : isu ekologi dansosial ekonomi, kelembagaan dan perangkat hukum serta strategi pelaksanaan rencana. Isu ekologimeliputi tampak ekologis intervensi manusia terhadap ekosistem mangrove. Berbagai dampak kegiatanmanusa terhadap ekosistem mangrove harus diidentifikasi baik yang telah terjadi maupun yang akan terjadidikemudia hari. Dalam hal ini, pengelolaan hutan mangrove terdapat 3 (tiga) komponen yang salingberkaitan yaitu : (1) Potensi sumberdaya hutan mangrove. (2) Masyarakat disekitar hutan mangrove (petanitambak) dan (3)Aparatur pemerintah. Ketiga komponen tersebut merupakan komponen yang dinamis.Sehingga dalam kebijakan pengelolaan mangrove melalui pelibatan masyarakat lebih proaktif kearahpemberdayaan masyarakat dalam bentuk partsipasi. Partisipasi masyarakat di sekitar hutan mangrovemempunyai peranan yang tidak kalah pentingnya bagi kelestarian hutan mangrove. Partisipasi tersebutdapat secara individual maupun kelompok masyarakat. Hal ini sesuai dengan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang PengelolaanLingkungan Hidup

(UU No. 23/1997) Pasal 6 ayat (1) yang berbunyi “setiap orang mempunyai hak dan kewajiban untukberperan serta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup”. Dalam penjelasannya ditegaskan bahwa hakdan kewajiban setiap orang sebagai anggota masyarakat untuk berperan serta dalam kegiatan 197

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

pengelolaan lingkungan hidup mencakup baik terhadap perencanaan maupun tahap-tahap perencanaandan penilaian. Keberhasilan pengelolaan mangrove dapat dioptimalkan melalui strategi pengelolaan hutanmangrove berbasis masyarakat yang mengandung arti keterlibatan langsung masyarakat dalam mengelolasumberdaya alam. Mengelola disini mengandung arti, masyarakat ikut memikirkan, merencanakan,memonitor dan mengevaluasi sumberdaya ekosistem hutan mangrove dan manfaat sumberdaya tersebutsecara berkelanjutan dengan memperhatikan kelestarian ekosistem tersebut. Pada dasarnya pengelolaankawasan hutan mangrove dilakukan bukan saja difokuskan kepada kegiatan fisik tetapi kegiatan manusiayang berkaitan langsung dengan keberadaan mangrove. Hal ini sangat penting dilakukan oleh karena : a.Sebagian besar masalah pesisir adalah disebabkan oleh manusia sehinggan dalam penanganannnya lebihbijak jika diselesaikan melalui keterlibatan langsung masyakat disekitarnya b. Keterlibatan masyarakatadalah sumber informasi pesisir yang baik yang berhubungan dengan pengelolaannya c. Keterlibatanmasyarakat dapat menyeimbangkan pandangan masyarakat tersebut d. Masyarakat merasa dihargaikarena dilibatkan dalam perencanaan pengelolaan terutama jika buah pikirannya diakui dan dimasukkandalam perencanaan kegiatan sehingga menjadi pendorong pelaksanaan yang lebih baik. PengelolaanMangrove berbasis masyarakat termasuk pada program penganggulangan kerusakan mangrove yang telahterjadi pada kawasan pantai timur Sumatera Utara melalui langkah terpadu yang tepat dilakukan adalahpengelolaan hutan mangrove berbasis masyarakat dengan konsep pemberdayaan masyarakat. Tujuanutama langkah ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan mangrove. Dalamhal ini Syukur dkk., 2007 menyatakan bahwa ada lima yang harus diperhatikandalam kegiatan pengelolaanhutan mangrove berbasis masyarakat adalah: 1. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melaluipemberian alternative usaha yang secara ekonomi menguntungkan dan secara ekologi ramah lingkungan 2.Memberikan akses kepada masyarakat berupa informasi, akses terhadap; pasar, pengawasan, penegakandan perlindungan hokum serta sarana dan prasarana pendukung lainnya 3. Menumbuh dan meningkatkankesadaran masyarakat terhadap arti dan nilai sumberdaya ekosistem sehingga membutuhkan pelestaraian198

Page 121: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 121/395

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

4. Menumbuh dan meningkatkan partisipasi masyarakat untuk menjaga, mengelola dan melestarikanekosistem 5. Menumbuh dan meningkatkan kemampuan amsyarakat untuk mengelola dan melestarikansumberdaya ekosistem Beberapa tahapan strategi pengelolaan mangrove yang dapat dilakukan padakawasan Pantai Timur Sumatera Utara dilakukan antara lain : 1. Penghijauan dan Rehabilitasi HutanMangrove Masyarakat akan berpartisipasi secara sukare rela dalam kegiatan penghijauan dan rehabilitasi,jika memiliki motivasi berperan serta. Motivisi ini berfungsi sebagai pendorong sehingga timbul tindakannyata yang dilakukan dalam bentuk aksi penghijauan ataupun rehabilitasi. Motivasi masyarakat melakukankegiatan penghijauan dan rehabilitasi hutan mangrove akan timbul, bila adanya kesempatan yang diberikankepada masyarakat untuk melakukan sesuai dengan kemampuannya melalui pendampingan. Kegiatanpenghijauan ataupun rehabilitasi yang dilakukan dimulai dengan keterlibatan dari perencanaan, proses,monitoring dan evaluasi sehingga keberadaan masyarakat berarti pada program tersebut. 2. PelatihanPemanfaatan Mangrove non Kayu Pemanfaatan mangrove tidak hanya dengan melakukan penebangankayunya. Pemanfaatan lain dari mangrove dapat diperoleh dari buah dan daunya yang telah mulaidisosialisasikan diberbagai media. Pemanfaatan non kayu tersebut disosialisasikan dan diimplementasidengan pelatihan . Salah satu fungsi hutan mangrove sebagai sumberdaya tanaman mangrove sebagaisalah satu bahan baku makanan alternative masih sangat sedikit sekali diketahui oleh masyarakat umumoleh karena Informasi tentang pemanfaatan tumbuhan mangrove sebahai bahan baku makanan jarangsekali disosialisasikan Salah satu contoh pemanfaatan non kayu adalah pengolahan buah mangrovemenjadi bahan makanan. Contoh makanan dari mangrove adalah : a. Buah perpat (Soneratia Spp.)menghasilkan makanan : syrup, selai, dodol, permen dan lain-lain. b. Buah api-api (Avecenia Spp.)menghasilkan makanan : keripik, bahan tepung pembuatan kue basah dan lain-lain. c. Nipah (Nypafruticans) menghasilkan makanan : sebagai bahan bahan baku minuman (es buah) dan buahnya biaslangsung dimakan. 199

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

3. Penyiapan wilayah ekosistem mangrove menjadi lokasi wisata pantai seperti lokasi pemancingan alamdan lain-lain. Kegiatan ini melibatkan masyarakat mulai dari perencanaan sampai terbentuknya wilayahpariwisata mangrove yang memiliki potensi untuk mensejahterahkan masyarakat sekitar kawasan wisatatersebut. Pengelolaan hutan mangrove menjadi lokasi wisata cenderung memberikan dampak posistifterhadap perekonomian masyarakat, seperti terbukanya lapangan usaha dan perekrutan tenaga kerja. Halutama dari program ini, pola masyarakat sebagai perambah hutan mangrove terhenti dan berganti denganpola penyelematan mangrove sebagai kawasan yang diminati pengunjung wisata. DAFTAR PUSTAKAArobaya, A dan A. Wanma. 2006. Menelusuri sisa areal hutan mangrove di Manokwari. Warta KonservasiLahan Basah,14 (4): 4-5. Bengen. 2002. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Pusat KajianSumberdaya Pesisir dan Lautan. Sipnosis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Dahuri, HR, J.Rais, S.P Ginting,dan M. J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita.Jakarta. Dahuri. 2003. Keanekaragaman Hayati: Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Kusmana, C. 1994. Manajemen Hutan Mangrove di Indonesia.Laboratorium Ekologi Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Manan, 1986.Ekosistem Mangrove Wilayah Pesisir. Kanisius, Yogyakarta. Naamin, N. 1991. Penggunaan LahanMangrove Untuk Budidaya Tambak Keuntungan dan Kerugiannya. Dalam Subagjo Soemodihardo et al.Proseding Seminar IV Ekosistem Mangrove. Panitia Nasional Pangan MAB Indonesia LIPI Nybakken,J.W.1988. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologi. Penerbit P.T. Gramedia. Jakarta. Rusila Noor, Y., M.Khazali, dan I N.N. Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PHKA/WI-IP, Bogor.Saenger et al. 1983. Global Status ol Mangrove. Ecosystem, IUCN Commossion on Eccology Papers. No.

Page 122: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 122/395

1

1

1

3. 1983 Santoso, U. 2007. Permasalahan dan solusi pengelolaan lingkungan hidup di Propinsi Bengkulu.Pertemuan PSL PT se-Sumatera tanggal 20 Februari 2006 di Pekanbaru. 200

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Santoso, N. 2000. Pola Pengawasan Ekosistem Mangrove. Makalah Disampaikan pada LokakaryaNasional. Pengembangan Sistem Pengawasan Ekosistem Laut Tahun 2000. Jakarta. Soemodihardjo, S.,O.S.R. Ongkosongo dan Abdullah. 1986. Pemikiran Awal Kriteria Penentuan Jalur Hijau Hutan Mangrove.Dalam Diskusi Panel Dayaguna dan Batas Lebar Jalur Hijau Hutan Mangrove (I. Soerianaga, S.Hardjowigeno, N. Naamin, M. Sudomo dan Abdullah, Eds). LIPI – Panitia Program MAB Indonesia.Sudarmadji. 2001. Rehabilitasi Hutan Mangrove Dengan Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir.Jurnal Ilmu Dasar. Vol. 2 No.2. 68 -71 Syukur Djazuli, Aipassa dan Arifin. 2007. Analisis Kebijakan PelibatanMasyarakat dalam mendukung Pengelolaan Hutan Mangrove di Kota Bontang. Jurnal Hutan danMasyarakat. Vol. 14. N0. 2 Desember 2007. FAO. 2007. The World’s Mangroves 1980–2005. ForestResources Assessment Working Paper No. 153. Food and Agriculture Organization of The United Nations.Rome. Melana, D.M., J. Atchue III, C.E. Yao, R. Edwards, E.E. Melana, and H.I. Gonzales. 2000. MangroveManagement Handbook. Departemen of Environment and Natural Resources, manila, Philippines throughthe Coastal Resource Management Project, Cebu Citu, Philippines. 201

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

KAJIAN PERUBAHAN IKLIM MELALUI ANALISIS CURAH HUJAN PADA LA- NINA MODERAT 1998 DAN2010 Yeli Sarvina dan Kharmila Sari H Balai Penelitian Agroklimat dan Hydrology Jl. Tentara Pelajar No. 1a,Cimanggu Bogor 16111 Email: [email protected] Abstrak Cuaca yang terjadi sepanjang tahun 2010merupakan terekstrem dalam 12 tahun terakhir. Kejadian iklim ekstrim ini telah mengakibatkan kerugianharta benda dan nyawa manusia. Kondisi cuaca ekstrim tahun 2010 mirip dengan kejadian cuaca ekstrimtahun 1998, dimana pada semester pertama terjadi fenomena global El Nino sedangkan pada semesterkedua terjadi La Nina dengan intensitas moderat. Membandingkan karakter curah hujan pada dua kejadianLa- Nina dengan kekuatan yang sama dapat dijadikan sebagai salah satu indicator perubahan iklim yangterjadi. Karakteristik curah hujan ditentukan melalui parameter anomali curah hujan tahun 1998 dan 2010terhadap curah hujan rata-ratanya (normalnya), curah hujan maksimum dan sifat intensitas hujan padabulan La Nina (Juni- Desember). Sifat intensitas hujan ditentukan berdasarkan kriteria yang ditetapkan olehBMKG. Hasil analisis menunjukkan bahwa curah hujan tahunan 2010 di sebagian besar stasiun lebih tinggidibandingkan dengan curah hujan normalnya kecuali di Padang Marpoyan dan Pusaka Negara. Intensitascurah hujan maksimum tertinggi 739 mm .Sebagian besar curah hujan maksimum terjadi pada bulanJanuari-Maret. Sifat intensitas hujan pada bulan La Nina secara umum di atas normal kecuali di stasiunPadang Marpoyan dan Samuntai. La Nina 2010 lebih berpengaruh terhadap peningkatan dan variabilitascurah hujan dibandingkan dengan La Nina 1998. Kekuatan La Nina yang sama memberikan dampak yangberbeda. Ini mengidentifikasikan bahwa perubahan iklim telah terjadi. Kata kunci : La Nina 1998/2010,Curah hujan, Perubahan Iklim PENDAHULUAN Variabilitas dan perubahan iklim merupakan fenomenaglobal yang sedang dan terus akan terjadi. Peningkatan emisi dan konsentrasi gas rumah kacamengakibatkan terjadinya pemanasan global, diikuti dengan naiknya tinggi permukaan air laut akibatpemuaian dan 202

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 123: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 123/395

1

pencairan es di wilayah kutub. Perubahan iklim juga mengakibatkan meningkatnya kejadian iklim dan cuacaekstrim. Bentuk bencana iklim yang paling sering terjadi ialah banjir kemudian diikuti oleh tanah longsor,kekeringan, penyakit yang dibawa oleh air dan vector, angin kencang, dan kebakaran. Pada tingkat globalfrekuensi dan intensitas kejadian bencana cuaca dan iklim juga meningkat secara konsisten dari waktu kewaktu Cuaca yang terjadi sepanjang tahun 2010 merupakan terekstrem dalam 12 tahun terakhir. Fenomenaini telah mengakibat banjir besar di beberapa negara seperti di China, India, Pakistan, Brazil, Australia danIndonesia. Tak hanya banjir gelombang panas pun menyerang beberapa negara di Eropa dan Asia. Padakejadian gelombang panas tersebut suhu udara di Rusia mencapai 38 0 C, di Jepang 35 0 C bahkan diChina mencapai 44 0 C. Kejadian cuaca ekstrim ini telah mengakibatkan kerugian harta benda dan nyawamanusia (BMKG,2010). Kondisi cuaca ekstrim tahun 2010 mirip dengan kejadian cuaca ekstrim tahun 1998,dimana pada semester pertama terjadi fenomena global El Nino sedangkan pada semester kedua terjadi LaNina dengan intensitas moderat ( NOAA, 2010) . Fenomena El Nino dan La Nina atau lebih sering disebutfenomena El Nino Southern Oscillation (ENSO) berpengaruh erat terhadap curah hujan di Indonesiaterutama nilai Sea Surface Temperature (SST) Nino 3. 4 (Hendon, 2001). Tidak semua stasiun memilikikorelasi nyata dengan El Nino dan La Nina. Masih diperlukan analisis hubungan antara indikatorpenyimpangan iklim dengan curah hujan. Hasil penelitian juga menunjukkan adanya perbedaan pengaruhdan keterkaitan antara anomali iklim dengan keragaman curah hujan pada musim kemarau dan musimhujan. Informasi karakteristik curah hujan suatu stasiun diperlukan untuk kegiatan perencanan dan prediksi.Selama ini penelitian banyak difokuskan pada skala global dan regional sedangkan pada wilayah yang lebihkecil seperti kabupaten dan stasiun masih kurang. Berdasarkan hal tersebut di atas maka untukmendapatkan informasi karakteristik curah hujan 2010 dan 1998 serta perbandingan pengaruh La Nina1998 dan 2010 secara spesifik lokasi, dilakukan analisis karakteristik curah hujan di 22 stasiun sentrapertanian Indonesia yang dikelola dan dikumpulkan oleh Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrology(Balitklimat). Perbandingan pengaruh La Nina 2010 dan 1998 dapat dijadikan salah satu indikator terhadapperubahan iklim yang terjadi. Dengan kekuatan La Nina yang sama dan 203

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

perbedaan waktu 12 tahun, memberikan pengaruh berbeda terhadap karakteristik curah hujan. Penelitian inibertujuan untuk memperoleh informasi karakteristik curah hujan 2010 dan 1998 dan membandingkankarakteristik curah hujannya sebagai dasar penentuan perubahan iklim yang telah terjadi. METODE Datayang digunakan dalam penelitian ini adalah data curah hujan bulanan dari 22 stasiun hujan di sentrapertanian Indonesia yang menyebar di provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Timur , NusaTenggara Timur, Lampung, Sulawsi Tenggara dan Riau. Periode dan ketersediaan data berbeda antarstasiun. Periode ketersedian data berkisar 15 sampai 25 tahun. Data diolah dengan software Excel untuktabular dan Arc View untuk spasialisasi lokasi stasiun hujan. Rata-rata curah hujan runut waktu suatustasiun adalah curah hujan normal stasiun tersebut. Pengolahan data tabular curah hujan menghasilkananomali CH 2010, anomaly curah hujan 1998, sifat hujan 2010, sifat hujan 1998, dan CH maksimumnuya.Nilai anomali negatif menunjukkan curah hujan tahunan tersebut lebih rendah dari curah hujan rata-ratanya(normalnya). Sebaliknya anomali positif menunjukkan curah hujan tanunan tersebut lebih tinggi darinormalnya. Sifat intensitas hujan hanya ditentukan pada bulan La Nina yaitu bulan Juni- Desember. Sifathujan ditentukan berdasarkan kriteria BMKG yaitu dengan cara membandingkan curah hujan tahun tersebutdengan normalnya. Hasil perbanding disajikan dalam bentuk persentase. Curah hujan dikatakan normal (N)jika nilai persentasenya 85-115 %, di bawah normal (BN) jika di bawah 85% dan di atas normal (AN) jikalebih besar dari 115%. Perbedaan pengaruh La Nina 2010 dan 1998 ditentukan dengan caramembandingkan karakteristik CH 2010 dan 1998. Untuk melihat pola hujan tahun 1998 dan 2010 maka dataCH tersebut di plotkan pada grafik. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Curah Hujan 1998 dan 2010Peningkatan curah hujan tahun 2010 dapat dilihat dari anomali curah hujan 2010 terhadap normalnya.Peningkatan curah hujan paling besar terjadi di daerah Pacet dan Kuningan. Ini mengidentifikasikan bahwapengaruh La Nina di daerah ini sangat kuat dibandingkan stasiun yang lain. Anomali curah hujan tahunantahun 2010 terhadap 204

Page 124: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 124/395

1

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

normalnya sebagian besar beranomali positif. Hanya ada dua stasiun yang beranomali negatif yaitu stasiunPusaka Negara dan Padang Marpoyan. Ini mengidikasikan ada faktor lain yang mempengaruhi curah hujantersebut. Padang Marpoyan adalah daerah dengan pola hujan B atau bimodal yaitu daerah yang memilikidua puncak hujan dan merupakan daerah semi monsoon (Edvin, 2003). Penelitian menyebutkan bahwadisamping ENSO, faktor global lain yang mempengaruhi curah hujan di Indonesia adalah Dipole Mode (DM)dan faktor local setempat. DM dipantau dengan nilai Dipole mode Index (DMI). DM adalah indikator untukmenghitung gradien perbedaan suhu permukaan laut di wilayah ekuatorial Samudera Hindia dan wilayahSumatera (Sri Woro, 2008). Penurunan curah hujan di wilayah Padang Marpoyan mungkin disebabkan olehpengaruh lokal setempat atau oleh DM ini. Curah hujan tahunan di Pusaka Negara pada tahun 2010 lebihrendah normalnya, padahal pada bulan La Nina sifat intensitas curah hujan sebagian besar di atas normal.Akumulasi tahunan yang rendah ini disebabkan pada bulan Januari- Juni 2010 akumulasi curah hujannyasangat rendah. Kondisi ini kemungkinan besar disebabkan oleh kondisi lokal daerah tersebut. Gambar 1.Peta sebaran lokasi stasiun yang dianalisis Sedangkan nilai anomali 1998 terhadap normalnya bernilainegatif terjadi pada stasiun hujan yaitu di Padang Marpoyan, Samuntai, Lempake, Natar, Taman Bogo danKendari. Ini mengidikasikan bahwa La Nina 2010 berpengaruh lebih kuat terhadap curah hujan 205

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

dibandingkan La Nina 1998. Sedangkan akumulasi curah hujan tahun 2010 sebagian besar lebih tinggidibandingkan dengan curah hujan tahun 1998 kecuali di Sukamandi, Kertek, Sleman dan Blambangan.Curah hujan maksimum tahun 2010 adalah 739 mm sedangkan pada tahun 1998 adalah 713 mm. Curahhujan maksimum tahun 2010 lebih tinggi dibandingkan curah hujan maksimum 1998 terjadi di 14 stasiunsedangkan di 8 stasiun lain sebaliknya. Ini mengidikasikan bahwa La- Nina 2010 lebih menyebabkanvariabilatas curah hujan dibandingkan tahun 2010. Curah hujan maksimum sebagian besar terjadi padabulan Januari sampai Maret. Puncak hujan pada beberapa stasiun terjadi pada musim kemarau yaitudaerah Pacet, Cahaya Negeri, Lempake dan Oebelo. Sedangkan intensitas curah hujan maksimum tahun2010 pada umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan normalnya dimana curah hujan maksimum tertinggiterjadi di stasiun Muara yaitu 739 mm. Kekuatan pengaruh La Nina tahun1998 dan tahun 2010 juga dapatdilihat dari anomali curah hujan tahun 2010 terhadap curah hujan tahun1998. Anomali positif menunjukkanbahwa curah hujan tahun 2010 lebih besar dari curah hujan tahun 1998. Ini artinya La Nina memberikanpengaruh lebih besar pada peningkatan curah hujan tahun 2010 dibanding tahun 1998. Demikiansebaliknya. Dari 22 stasiun yang dianalisis 14 diantaranya menunjukkan nilai anomali yang positif. (Tabel 2).Ini menunjukkan bahwa La Nina tahun 2010 memberikan pengaruh lebih besar dibandingkan dengan LaNina tahun 1998. Anomali curah hujan baik positif dan negatif nilainya sangat beragam. Anomali positifterbesar terjadi di stasiun Samuntai dengan nilai anomali mencapai 2086,8 mm. sedangkan anomali terkecilyaitu daerah Blambangan yaitu -1608.12 mm (Tabel 2). Intensitas curah hujan maksimum tahun 2010 lebihtinggi dibandingkan tahun 1998. Pada tahun 1998 intensitas curah hujan maksimum terbesar adalah 713mm, tahun 2010 curah hujan maksimum mencapai 739 mm sedangkan pada tuhan normal curah hujanmaksimum 516 mm. Ini menujukkan bahwa pada tahun 2010 dan 1998 simpangan dan varibilitas curahhujan lebih besar dari tahun normal dan simpangan dan varibilitas tahun 2010 lebih tinggi dibandingkantahun 1998. 206

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 125: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 125/395

1

Tabel 2. Perbedaan pengaruh sifat hujan La Nina 2010 dan 1998 terhadap normalnya Perbandinga SifatHujan 2010-1998 CH tahunan anomali terhadap normal ch mak BN AN N STASIUN normal 2010 19982010-N 1998-N 2010-1998 2010 1998 normal 2010 1998 2010 1998 2010 1998 JAWA BARAT MUARA3786.3 4427.3 3873 641.0 87.1 553.9 739 528.0 422.0 2 5 3 2 2 0 PACET 3290.4 5186.5 3355 1896.1 64.61831.5 715 555.0 415.2 0 3 7 2 0 2 PUSAKA NEGARA 1570.4 1463.0 1845 -107.4 274.6 -382.0 418 339.0376.1 1 2 5 5 1 0 SUKAMANDI 1408.0 1582.4 1729 174.4 321.2 -146.8 279 230.0 309.6 0 0 7 7 0 0KUNINGAN 2422.7 3896.4 3819 1473.7 1396.3 77.4 718 701.0 449.0 0 0 7 7 0 0 RIAU padang marpoyan2499.2 1964.0 2376 -535.2 -123.2 -412.0 338 313.0 304.8 6 3 1 3 0 1 JAWA TENGAH sleman 1747.82078.2 2627 330.4 879.2 -548.8 397 517.0 311.8 3 7 3 5 1 0 sukorejo 1693.5 2269.6 1974 576.1 280.5295.6 320 315.0 321.5 1 1 6 6 0 0 ngablak 2827.5 3813.5 3483 986.0 655.5 330.5 551 595.0 475.7 2 1 5 6 00 kertek 2827.5 3813.5 3853 986.0 1025.5 -39.5 532 679.0 516.3 3 3 4 7 0 0 KALIMANTAN TIMURsamuntai 3247.6 3468.4 600 220.8 -2647.6 2868.4 493 127.0 306.3 6 4 0 1 1 2 Babulu Darat 1900.4 2911.62282 1011.2 381.6 629.6 369 341.0 260.5 0 2 7 5 0 0 lempake 2123.9 2708.7 1550 584.8 -573.9 1158.7 280375.0 293.4 1 3 6 2 0 2 LAMPUNG srimenanti 2749.5 3610.1 3188 860.6 438.9 421.7 519 412.0 395.9 1 0 52 1 4 blambangan 2281.0 2373.2 3981 92.2 1700.3 -1608.1 458 713.0 390.2 2 2 5 5 0 0 natar 2245.62546.6 2235 301.0 -10.4 311.4 472 405.0 390.3 1 1 6 0 0 6 cahaya negeri 2458.5 2845.9 3196 387.4 737.0-349.7 398 463.0 359.5 1 2 6 5 0 0 taman bogo 2296.2 3473.9 1423 1177.7 -873.2 2050.9 396 346.0 355.50 7 7 0 0 0 sungkai utara 2357.9 3462.8 2588 1104.9 229.9 875.0 438 396.0 347.0 0 3 7 4 0 0 SULAWESITENGGARA kendari 1597.5 3300.1 1199 1702.5 -398.5 2101.1 459 171.0 225.3 0 2 6 4 1 1 NUSATENGGARA TIMUR naibonat 1674.0 2165.4 1805 491.4 131.3 360.1 312 559.0 375.5 0 2 6 3 1 2 oebelo1426.2 1849.7 1801 423.5 374.4 49.1 267 554.0 317.8 1 1 5 4 0 2 Pola Curah hujan 1998, 2010 dan NormalGambar 2 menunjukkan adanya perubahan pola hujan pada tahun 1998 dan 2010. Daerah Jawa Barat,Jawa Tengah dan NTT, pola curah hujan tahun 1998 dan 2010nya lebih mengikuti pola curah hujannormalnya dibandingkan daerah lain. Khusus curah hujan tahun 1998 lebih mengikuti pola curah hujannormalnya dibandingkan tahun 2010. La Nina 2010 memberikan pengaruh lebih nyata pada penyimpangandan karagamam pola curah hujan dibandingkan tahun 1998. Jawa Barat, Jawa Tengah dan NTT adalahdaerah dengan pola hujan A atau monsoon yaitu daerah yang memiliki pola seperti huruf V . SedangkanKendari, Kalimantan Timur dan Padang Marpoyan Riau adalah daerah dengan pola hujan B yaitu daerahyang memiliki dua puncak hujan ( Bayonk, 2008). Pada daerah dengan pola hujan B ini pola curah hujan1998 dan 2010 tidak jelas dan sangat beragam. Fenomena La Nina memberikan pengaruh yang lebih nyatapada daerah yang memiliki pola hujan A dibandingkan dengan pola hujan lainnya. Pengaruh La Ninaterhadap curah hujan terlihat lebih nyata pada musim kemarau yaitu pada bulan Juni- September hampir disemua 207

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

stasiun. Simpangan curah hujan tahun 2010 terbesar terjadi di Kendari yaitu terjadi pada bulan Agustus.Simpangan yang terjadi pada umumnya di atas normal kecuali di Padang Marpoyan, Riau (Gambar 2).CURAH HUJAN (mm) 450 400 350 300 250 200 150 100 JAWA BARAT curah hujan normal curah hujan1998 curah hujan 2010 La Nina CURAH HUJAN (mm) 500 450 400 350 300 250 200 150 100 JAWATENGAH La Nina curah hujan normal curah hujan 1998 curah hujan 2010 50 50 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12BULAN 0 BULAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 400 LAMPUNG curah hujan normal curah hujan 1998 600NUSA TENGGARA TIMUR CURAH HUJAN (mm) 350 300 250 200 150 100 La Nina curah hujan 2010CURAH HUJAN (mm) 500 400 300 200 100 curah hujan normal curah hujan 1998 curah hujan 2010 50 0 01 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 BULAN -100 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 BULAN CURAH HUJAN (mm) 300 250200 150 100 50 Kalimantan Timur curah hujan normal curah hujan 1998 curah hujan 2010 La Nina CURAHHUJAN (mm) 500 450 400 350 300 250 200 150 100 KENDARI, SULAWESI TENGGARA curah hujannormal curah hujan 1998 curah hujan 2010 50 0 BULAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 CURAH HUJAN (mm)400 PADANG MARPOYAN , RIAU curah hujan normal 350 curah hujan 1998 curah hujan 2010 300 250 200150 100 50 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 BULAN 0 -50 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 BULAN Gambar 2. Polacurah hujan 1998, 2010 dan Normalnya. 208

Page 126: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 126/395

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Kesimpulan Curah hujan tahunan 2010 sebagian besar di atas curah hujan normalnya kecuali di PadangMarpoyan dan Pusaka Negara. Sedangkan curah hujan tahun 1998 lebih tinggi dari normalnya terjadi di 6stasiun yaitu Padang Marpoyan, Samuntai, Lempake, Natar, Taman Bogo dan Kendari. Sebagian besarCurah hujan tahunan 2010 lebih tinggi dibandingkan curah hujan tahun 1998. Curah hujan maksimum padatahun 2010 lebih tinggi dibandingkan curah hujan normal dan curah hujan tahun 1998. La Nina memberikanpengaruh berbeda pada masing- masing stasiun. Daerah dengan tipe hujan monsoonal sangat dipengaruhioleh fenomena global ini sedangkan daearah dengan tipe hujan lain pengaruhnya bervariasi. La Nina 2010lebih mempengaruhi peningkatan dan penyimpangan curah hujan tahun 1998. Ini mengidentifikasikanbahwa perubahan iklim telah terjadi. Daftar Pustaka Aldrian, Edvin.2003. Identification of Three DominantRainfall Regions Within Indonesia and Their Relationship to Sea Surface Temperature. International ofJournal Climatology. 23: 1435- 1452. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. 2010. Prakiraan CurahHujan bulan Juni 2010. Jakarta. BMKG Cuaca Ekstrim 2010. 2010. ( http://www.bmkg.go.id/klmate/kejadian,diakses pada tanggal 20 Maret 2010). Cuaca 2010 Terekstrim sejak 1998. 2010. Seputar Indonesia(http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/ 344147/38/ diaksese 19 Maret 2010). ClimatePrediction Center, National Centers for Environmental Prediction, National Weather Service, NationalOceanic and Atmospheric Administration (NOAA). 2011.(http://www. cpc.ncep. noaa.gov/data/indices/oni.indices, diakses tanggal 21 Maret 2011). Hendon, H.H. 2003. Indonesian Rainfall Variability: Impacts of ENSO and Local Air-Sea Interaction. American Meteorology Society. 16, 1775-1790. Kurniati,N. 2001. Hubungan Indikator Penyimpangan Iklim dan Curah Hujan di sumatera. Tesis. FakultasMatematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam. Bogor. IPB. Tjasyono, Bayong Hk. 2008. Dampak VariasiTemperatur Samudera Pasifik dan Samudra Hindia Equatorial Terhadap Curah Hujan di Indonesia. JurnalSain Dirgantara. Vol 5 (2):83-95. 209

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

KAJIAN PERUBAHAN IKLIM MELALUI ANALISIS KARAKTERISTIK CURAH HUJAN PERSEPULUHTAHUNAN Yeli Sarvina dan Kharmila Sari H Balai Penelitian Agroklimat dan Hydrology Jl. Tentara PelajarNo. 1a, Cimanggu Bogor 16111 Email: [email protected] Abstrak Curah hujan adalah faktor iklim yangpaling berpengaruh di deareah tropis tak hanya pada bidang pertanian tapi juga pada kehidupan social-ekomoni masyarakat. Perubahan iklim telah menyebabkan berubahnya pola hujan,peningkatan curah hujanekstrem dan variabilitasnya semakin tinggi sehingga semakin sulit untuk diprediksi. Analisis time series datacurah hujan digunakan untuk melihat perubahan iklim yang telah terjadi. Informasi ini dapat dijadikansebagai dasar untuk upaya adaptasi dan mitigasi terhadapa perubahan iklim tersebut. Pada penelitian inianalisis karakteristik curah hujan dilakukan di tiga stasiun hujan di Sumatera yaitu Sampali medan, PadangMarpoyan Riau dan Taman Bogo Lampung. Data yang diolah adalah data curah hujan time series dan datasea surface temperature (SST) . Karaktersitik curah hujan dianalisis secara tabular persepuluh tahunan(1978 – 2007). Untuk melihat pengaruh iklim global berdasarkan indikator SST terhadap karakteristik curahhujan digunakan persamaan regresi. Hasil kajian menunjukkan curah hujan tahunan dan curah hujanmaksimum di Sampali medan pada sepuluh tahun pertama (1978-1987) sebesar 1756 mm/tahun meningkatsecara signifikan hingga 2176 mm/tahun pada periode 1998-2007. Pola curah hujan masih mengikuti polacurah hujan normalnya. Curah hujan tahunan di Padang Marpoyan trendnya terus meningkat dari 2480 -2541Sedangkan daerah Taman Bogo menunjukkan fenomena yang berbeda. Curah hujan tahunannnyacenderung menurun sekitar 300 mm selama periode 1980-2009. Curah hujan maksimum dan pola curahhujannya cenderung tidak berubah. SST tidak berpengaruh secara nyata di Sampali, Padang Marpoyan danTaman Bogo. Tetapi pengaruhnya dalam analisis ini menunjukkan peningkatan yang ditunjukkan denganpeningkatan nilai R-square. Kata kunci : perubahan iklim, curah hujan, SST Pendahuluan Curah hujan

Page 127: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 127/395

1

1

adalah parameter iklim yang sangat berpengaruh di daerah tropis karena variabilitasnya yang tinggi baiksecara partial 210

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

maupun temporal. Oleh karena itu dalam kajian-kajian pengaruh iklim pada berbagai bidang terutamabidang pertanian, sebagian besar membahas keterkaitannya dengan curah hujan. Naylor et al (2007)menyatakan bahwa produksi pertanian Indonesia sangat kuat dipengaruhi oleh variasi curah hujan baikyang disebabkan oleh Australia-asia monsoon maupun oleh El Nino- Southern Oscilation (ENSO) Dynamic.Perubahan iklim telah mempengaruhi berbagai sendi kehidupan manusia. Dampak potensial dari perubahaniklim adalah peningkatan suhu udara, peningkatan tinggi muka air laut dan perubahan pola hujan (Vladu etal, 2006). Perubahan iklim juga mengakibatkan meningkatnya kejadian iklim dan cuaca ekstrim. Bentukbencana iklim yang paling sering terjadi adalah banjir kemudian diikuti oleh tanah longsor, kekeringan,penyakit yang dibawa oleh air dan vector, angin kencang, dan kebakaran. Pada tingkat global frekuensi danintensitas kejadian bencana cuaca dan iklim juga meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu(Sivakuma et al, 2005). Kajian dan informasi dampak perubahan iklim global terhadap sektor pertaniansangat diperlukan. Oleh sebab itu perlu dilakukan analisis time series curah hujan suatu wilayah untukmelihat perubahan yang telah terjadi. Informasi ini penting untuk upaya adaptasi terhadap perubahan iklim.Beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya keterkaitan yang cukup jelas antara fenomena ENSO dalamhal ini ditunjukkan oleh nilai SST dengan kejadian hujan di suatuwilayah. Variabilitas SST di Nino 3.4mempengaruhi 50% variasi curah hujan seluruh Indonesia (Hendon, 2003). Sedangkan Boer (1999)menyatakan bahwa anomali suhu permukaan laut diwilayah Nino 3.4 memiliki hubungan yang lebih kuatterhadap anomaly curah hujan bulanan dibandingkan dengan anomali suhu permukaan laut di zona lain.Untuk melihat hubungan curah hujan spesifik lokasi (stasiun hujan) dengan fenemona ENSO perludilakukan analisis perstasiun hujan. Dalam penelitian ini analisis regresi digunakan untuk melihat hubunganantara SSTdan curah hujan persepuluh tahunan di Sampali Sumatera Utara, Padang Marpoyan Riau danTaman Bogo Lampung. Analisis ini dimaksudkan untuk melihat apakah pengaruh SST meningkat dari waktuke waktu. Di samping itu dilakukan juga analisis curah hujan persepuluh tahunan dan pengklasifikasianijklim bertdasarkan criteria Oldeman sebagai dasar untuk menentukan perubahan iklim yang telah terjadi ditiga wilayah tersebut. Metode Data yang digunakan dalam penelitian time series curah hujan bulanan diSampali Sumatera Utara tahun 1987- 2007, Padang Marpoyan tahun 1985-2004 dan Taman Bogo Lampungtahun 1980- 211

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

2009. Data curah hujan diperoleh dari database nasional Balitklimat yang merupakan kompilasi data dariBalitklimat, BMKG, dan PU Pengairan. Karaktristik curah hujan yang dianalisis adalah curah hujan tahunandan pola hujannya. Dari Data curah hujan bulanan dan tahunan ditentukan klasifikasi iklimnya berdasarkanklasifikasi Oldeman, dimana bulan basah (BB) adalah bulan dengan curah hujan lebih besar dari 200mm/bulan, sedangkan bulan kering (BK) adalah bulan dengan urah hujan kurang dari 100 mm/bulan. Bulandengan curah hujan lebih besar dari 100 mm/bulan dan kurang dari 200 mm/bulan ditetapkan sebagai bulanlembab. Sedangkan curah hujan tahunan ditentukan dengan klasifikasi berdasarkan Tabel 1. Tabel 1.Kriteria penentuan tipe iklim CH tahunan jumlah bulan basah tipe iklim >2500 mm >9 bulan A 6-9 bulan B1500-2500 mm >6 bulan C 3-6 bulan D <1500 mm 3-6 bulan E < 3 bulan Sementara pengaruh SSTterhadap curah hujan dianalisis dengan analisis regresi. Periode SST yang digunakan disesuaikan denganperiode ketersediaan data curah hujan. Data SST diperoleh dari National Oceanic AtmosphericAdministration (NOAA). 0 1 2 3 E4 4 5 D4 6 7 E3 D3 C3 8 B3 9 10 11 E2 D2 C2 B2 12 E1 D1 C1 B1 APeriode masa tanam Bulan kering (CH < 100 mm) berturut turut 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Bulan basah

Page 128: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 128/395

1

1

1

1

(CH > 200 mm) berturut turut Gambar 1. Penentuan zona agroklimat berdasarkan metode Oldeman(Oldeman, 1975) 212

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Hasil dan Pembahasan Sampali, Sumatera Utara Curah hujan tahunan di Sampali medan menunjukkanpeningkatan (Gambar 2a). Curah hujan meningkat pada sepuluh tahun II (1988-1997) sebesar 137 mmdibandingkan dengan curah hujan pada sepuluh tahun I ( 1978-1987). Peningkatan lebih tinggi terjadi padaSepuluh tahun II menujun sepuluh tahun III (1998-2007) yaitu sebesar 281, 604 mm. sedangkanpeningkatan curah hujan tiga puluh tahun (Periode1-periode 3) yaitu 419,584 mm. Peningkatan curah hujanini menunjukkan bahwa daerah Sampali semakin basah. Sedangkan pola curah hujan pada tiga periode inimasih mengikuti pola curah hujan normalnya kecuali pada periode kedua dimana puncak hujannya berubahdari bulan Oktober menjadi bulan November (gambar 2) sedangkan intensitasnya mengalami peningkatan.Tipe iklim daerah sampali berdasarkan klasifikasi Oldeman yaitu bertipe iklim D. Walaupun terjadipeningkatan curah hujan persepuluh tahunan tetapi tipe iklim di daearah ini tidak berubah (Tabel 2). CurahHujan Tahunan 350 curah hujan (mm) 2500 2000 1500 1000 500 0 2175.884 1894.28 1756.3 1978-19871988-1997 1998-2007 curah hujan (mm) 300 250 200 150 100 50 0 normal 1978-1987 1988-1997 1998-2007 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Periode Gambar 2. Curah hujan tahunan dan pola curah hujan SampaliTabel 2. Tipe Iklim Sampali 1978-1987 1988-1997 1998-2007 BK 3 4 4 BB 3 4 4 CH tahunan 6 8 8 TipeiklimD D D 213

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

1978-1987 1988-1997 1998-2007 Gambar 3. Analisis Regresi CH persepuluh tahunan dan SST SampaliAnalisis regresi nilai SST dan curah hujan menunjukkan bahwa curah hujan di Sampali tidak dipengaruhioleh fenomena global ini. Ini ditunjukkan dengan nilai R yang sangat kecil. Tetapi nilai R-squarenyamenunjukkan peningkatan walaupun peningkatannya sangat kecil. Ini menunjukkan kecenderungan bahwafenomena ini semakin memberikan pengaruh pada curah hujan di Sampali. Padang Marpoyan Riau Analisiscurah hujan di Padang Marpoyang hanya dianalisis dalam dua periode yaitu sepuluh tahun I (1985-1994)dan sepuluh tahun ke 2 (1995- 2004). Hal ini disebabkan oleh keterbatasan data curah hujan. Gambar 4amenunjukkan adanya peningkatan curah hujan periode 2 yaitu sebesar 61, 5 mm. Tapi dengan peningkatancurah hujan ini berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman, tipe iklim di Padang Marpoyan ini berubah dari tipe Dmenjaditipe B (Tabel 3). Pola hujan di padang marpoyan masih mengikuti pola curah hujan normalnyadimana mengalami dua puncak hujan yaitu bulan April dan bulan November. Puncak hujan pada keduapuncak ini, pada periode 1 lebih tinggi dibandingkan dengan periode 2. Ini menunjukkan bahwa padaperiode 1 curah hujan bulanannya lebih bervariasi dibandingkan pada periode dua (Gambar 4). 214

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

1978-1987 1988-1997 1998-2007 Gambar 4. Curah hujan tahunan dan pola curah hujan Padang MarpoyanTabel 3. Tipe Iklim Padang Marpoyan 1985-1994 1995-2004 BK 1 0 BB 6 7 CH tahunan 2480 mm 2541,55mm Tipe Iklim D B 215

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 129: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 129/395

1

1

curah hujan (mm) 2550 2540 2530 2520 2510 2500 2490 2480 2470 2460 2450 2440 Curah Hujan Tahunan(mm) 2480 2541.15 1985-1994 1995-2004 Periode 1985-1994 1995-2004 Gambar 5. Analisis Regresi CHpersepuh tahunan dan SST Padang Marpoyan Analisis regresi menunjukkan bahwa curah hujan di PadangMarpoyan tidak dipengaruhi oleh SST. Tidak ada perbedaan pengaruh SST pada dua periode ini.Perubahan curah hujan dan pola hujan pada wilayah ini mungkin disebabkan oleh faktor local. Taman Bogo,Lampung Curah hujan tahunan di Taman Bogo menunjukkan trend yang berbeda dari dia daerah yangdibahas sebelumnya. Pada periode 2 ( 1990-199) Curah hujan tahuanan mengalami penurunan yang cukupsignifikan yaitu 366, 72 mm s edangkan pada periode ke 3 ( 2000-2009) kembali meningkat denganpeningkatan yang sangat kecil yaitu 56, 95 mmini menunjukkan bahwa daerah ini semakin kering (Gambar5). Pola curah hujannya masih mengikuti pola curah hujan normalnya (Gambar 5). Klasifikasi iklim Oldemanmenunjukkan di daerah ini tidak terjadi perubahan tipe iklim yaitu tipe D (Tabel 4). curah hujan (mm) 400350 300 250 200 150 100 50 0 normal 1985-1994 1995-2004 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 curah hujan (mm)2600 2500 2400 2300 2200 2100 2000 1900 Curah Hujan Tahunan (mm) 2482.48 2172.713 2115.76 1980-1989 1990-1999 2000-2009 curah hujan (mm) 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 POLA CURAHHUJAN 10 TAHUNAN Normal 1980-1989 1990-1999 2000-2009 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Periode Gambar6. Curah hujan tahunan dan pola curah hujan Padang Marpoyan BULAN 216

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tabel 4. Tipe Iklim Taman Bogo Lampung 1980-1989 1990-1999 2000-2009 BK 3 4 4 BB 5 4 6 CH tahunan2482.48 2115.76 2172.713 Tipeiklim D D D 3000 2500 2000 1500 1000 y = -0.324x + 131.5 R² = 0.008 5000 -500 0 100 200 300 400 500 600 -1000 -1500 -2000 1980-1989 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 -1000-1500 -2000 1990-1999 y = -0.289x + 108.1 R² = 0.009 -500 0 100 200 300 400 500 600 2000 1500 1000500 y = -0.241x + 75.91 R² = 0.016 0 0 100 200 300 400 500 600 -500 -1000 -1500 2000-2009 Gambar 7.Analisis Regresi CH persepuluh tahunan dan SST Taman Bogo Analisis regresi curah hujan dan SSTmenunjukkan peningkatan bahwa pacurah hujan di Padang Marpoyan di pengaruhi oleh SST walaupunpengaruhnya sangat kecil. Pengaruh SST semakin meningkat yang ditunjukkan dengan peningkatan nilai R-Square (Gambar 7). Kesimpulan Curah hujan tahunan pada periode persepuluh tahunan mengalamiperubahan dimana di Sampali dan Padang Marpoyan Curah hujan semakin meningkat sedangkan di TamanBogo menunjukkan trend penurunan. Tipe iklim di Sampali dan Taman Bogo tidak berubah tetapi di PadangMarpoyan tipe iklimya berubah. Pola curah hujan pada umumnya tidak jauh berbeda dengan normalnya.217

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

SST tidak berpengaruh secara nyata pada curah hujan di ketiga wilayah ini. Tetapi pengaruhnya semakinmeningkat yang ditunjukkan dengan peningkatan nilai R-square. Daftar Pustaka Camargo, Marcelo BP danKenneth G.H. 1999. Spatial and Temporal Variability of Daily Weather variables in Sub- Humid and Semi-arid Areas of the United States High Plains. Agriculture and Forrest Meteorology. 93,1435-1452. ClimatePrediction Center, National Centers for Environmental Prediction, National Weather Service, NationalOceanic and Atmospheric Administration (NOAA). 2011.(http://www.cpc.ncep.noaa.gov/data/indices/oni.indices, diakses tanggal 21 Maret 2011). Hendon, H.H.2003. Indonesian Rainfall Variability : Impacts of ENSO and Local Air-Sea Interaction. AmericanMeteorology Society. 16, 1775-1790. Naylor R.L., D. S.Battisti, D.J. Vimont, W.P. Falcon, and M.B. Burke.2007. Assessing risks of climate variability and climate change for Indonesian rice agriculture. Proceedingsofthe National Academy of Sciences of the United States of America. PNAS 104(19):7752-7757. Oldeman,L.R. 1975. An Agroclimatic map of Java and Madura. Contr. Centr. Res.Ins.Agric. No 17. Bogor. Sivakumar,

Page 130: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 130/395

1

1

M.V.K. 2005. Impacts of natural disasters in Agriculture, rangeland anforestry: An overview. In M.V.K.Sivakumar, R.P. Motha and H.P. Das (ed). Naturaldisasters and extreme events in Agriculture: 1-22.Springer, Berlin 218

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

PEMETAAN DAERAH RAWAN KEBAKARAN SEBAGAI USAHA DINI DALAM PENCEGAHANKEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN Siti Latifah PS. Kehutanan, Fak. Pertanian [email protected] Abstrak Kebakaran hutan dan lahan menjadi perhatian internasional sebagaiisu lingkungan dan ekonomi, khususnya setelah bencana El Nino (ENSO). Kebakaran dianggap sebagaiancaman potensial bagi pembangunan berkelanjutan karena efeknya secara langsung pada ekosistem,kontribusi emisi karbon dan dampaknya bagi keanekaragaman hayati. Pencemaran kabut asap merupakanmasalah berulang bahkan selama tahun-tahun ketika peristiwa ENSO di Indonesia dan negara-negaratetangganya tidak terjadi. Dampak kebakaran menyangkut berbagai aspek, baik fisik maupun non fisik,langsung maupun tidak langsung pada berbagai bidang maupun sektor, berskala lokal, nasional, regional,maupun global. Pencegahan kebakaran hutan adalah semua usaha, tindakan atau kegiatan yang dilakukanuntuk mencegah atau mengurangi kemungkinan – kemungkinan terjadinya kebakaran hutan. Salah satukegiatan yang dilakukan dalam usaha dini pencegahan kebakaran hutan dan lahan yaitu pembuatan petarawan kebakaran dengan menggunakan Sistem Informasi Geographic (SIG) Kata kunci : Kebakaran,pencegahan, pemetaan, lahan, hutan PENDAHULUAN Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia merupakanpermasalahan yang rutin terjadi pada setiap musim kemarau. Penyebab utama sebagian besar karenaperbuatan manusia, terutama pada saat menyiapkan lahan untuk perkebunan, hutan tanaman industri, danperladangan. Kebakaran dianggap sebagai ancaman potensial bagi pembangunan berkelanjutan karenaefeknya secara langsung pada ekosistem, kontribusi emisi karbon dan dampaknya bagi keanekaragamanhayati. Pencemaran kabut asap merupakan masalah berulang bahkan selama tahun-tahun ketika peristiwaENSO di Indonesia dan negara-negara tetangganya tidak terjadi. Kebakaran hutan akhir-akhir ini seringterjadi di Indonesia khususnya di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Puncak jumlah hotspot 219

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

dan kebakaran hutan dan lahan pada periode 5 tahun terakhir terjadi pada tahun 2006. Jumlah hotspotpada tahun tersebut sebesar 146.264 titik dengan luas kebakaran hutan 32.198,58 Ha dan lahan seluas23.735,67 Ha. Mengingat pentingnya sumberdaya hutan dalam menambah devisa negara, agar tidak terjadipenurunan, maka upaya perlindungan hutan dari gangguan luar terutama dari kebakaran hutan perludiusahakan semaksimal mungkin. Untuk melindungi kerusakan hutan yang disebabkan oleh kebakarandilakukan kegiatan pengendalian kebakaran hutan meliputi kegiatan pencegahan, pemadaman; danpenanganan pasca kebakaran. Pencegahan kebakaran hutan adalah semua usaha, tindakan atau kegiatanyang dilakukan untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan – kemungkinan terjadinya kebakaranhutan. Salah satu kegiatan yang dilakukan dalam pencegahan kebakaran hutan yaitu pembuatan petarawan kebakaran (Purbowaseso, 2004). PEMBAHASAN Kebakaran Hutan dan Dampaknya Kebakaranhutan yaitu kebakaran yang terjadi di dalam kawasan hutan, sedangkan kebakaran lahan adalah kebakaranyang terjadi diluar kawasan hutan (Pubowaseso, 2004). Faktor utama yang mempengaruhi kebakaran hutanadalah karakteristik bahan bakar (kadar air, jumlah, ukuran dan susunan bahan bakar), kondisi cuaca (suhu,curah hujan, kelembaban dan angin) serta topografi lapangan. Departemen Kehutanan (2007) menyatakanbeberapa dampak kebakaran hutan dan lahan diantaranya : a. Dampak Terhadap Bio-fisik Kebakaran hutanjuga dapat mengurangi kepadatan tegakan dan merusak hijauan yang bermanfaat bagi hewan sertamenggangu habitat satwa liar. Rusaknya suatu generasi tegakan hutan oleh kebakaran, berarti hilangnyapengorbanan dan waktu yang diperlukan untuk mencapai taraf pembentukan tegakan tersebut. Kebakaran

Page 131: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 131/395

1

1

hutan dan lahan dapat merusak sifat fisik tanah akibat hilangnya humus dan bahan- bahan organik tanah,dan pada gilirannya tanah menjadi terbuka terhadap pengaruh panas matahari dan aliran air permukaan.Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa penurunan mutu kawasan karena kebakaran yang berulang-ulang menyebabkan erosi tanah dan banjir, yang menimbulkan dampak lanjutan berupa pendangkalanterhadap saluran air, sungai, danau dan bendungan. b. Dampak Terhadap Sosial Ekonomi Perubahan bio-fisik terhadap sumber daya dan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan, mengakibatkan penurunandaya 220

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

dukung dan produktivitas hutan dan lahan. Pada keadaan serupa ini akan menurunkan pendapatanmasyarakat dan negara dari sektor kehutanan, pertanian, perindustrian, perdagangan, jasa wisata danlainnya yang terkait dengan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungannya. c. Dampak TerhadapLingkungan Selain dapat menimbulkan kerugian material, kebakaran hutan dan lahan juga menimbulkanakumulasi asap yang besar yang dapat mengganggu kelancaran transportasi darat, laut dan udara.Pencegahan kebakaran Hutan Menurut UU No 45 Tahun 2004, pencegahan kebakaran hutan perludilakukan secara terpadu dari tingkat pusat, provinsi, daerah, sampai unit kesatuan pengelolaan hutan. Adakesamaan bentuk pencegahan yang dilakukan diberbagai tingkat itu, yaitu penanggungjawab di setiaptingkat harus mengupayakan terbentuknya fungsi-fungsi berikut (1) mapping yaitu pembuatan petakerawanan hutan di wilayah teritorialnya masing-masing, (2) Informasi yaitu penyediaan sistem informasikebakaran hutan. Hal ini bisa dilakukan dengan pembuatan sistem deteksi dini (early warning system) disetiap tingkat. Deteksi dini dapat dilaksanakan dengan 2 cara analisis kondisi ekologis, sosial, dan ekonomisuatu wilayah dan pengolahan data hasil pengintaian petugas, dan (3) sosialisasi yaitu pengadaanpenyuluhan, pembinaan dan pelatihan kepada masyarakat. (4) tandardisasi yaitu pembuatan danpenggunaan SOP (Standard Operating Procedure). Untuk memudahkan tercapainya pelaksanaan programpencegahan kebakaran hutan maupun efektivitas dalam penanganan kebakaran hutan (5) Supervisi yaitupemantauan dan pengawasan kepada pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan hutan. Pemantauanadalah kegiatan untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya perusakan lingkungan, sedangkan pengawasanadalah tindak lanjut dari hasil analisis pemantauan. Aplikasi SIG pada Kebakaran Hutan dan Lahan Seiringdengan perkembangan teknologi, kegiatan pemantauan hutan untuk mencegah kebakaran sudah dapatdilakukan dengan sistem komputerisasi, bukan sistem konvensional lagi. Dengan sistem komputerisasi,maka pemantauan hutan dapat dilakukan dengan cepat dan mudah, sekaligus dapatmenentukan/memperkirakan lokasi-lokasi yang rawan kebakaran. Untuk pemantauan kebakaran yangterkomputerisasi, diperlukan suatu sistem, yaitu apa yang disebut Sistem Informasi Geografis (SIG), yangmemiliki kemampuan untuk keperluan tersebut. Data yang terkait dengan kebakaran disusun sedemikianrupa 221

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

sehingga menghasilkan informasi yang baik dan benar. Data yang dimaksud adalah data yang bersifatgeografis (spasial) dan atributik. Analisis Tumpang Susun (overlay ) Untuk menghasilkan peta zona-zona(daerah) bahaya kebakaran hutan dan lahan di suatu wilayah, berbagai peta diperlukan dalam suatuanalisis tumpang susun dengan penilaian zona-zona bahaya kebakaran. Teknik tumpang tindih (overlay)merupakan hal yang terpenting dalam aplikasi SIG untuk memperoleh tematik data spasial (peta) barubeserta data atributnya. Peta-peta yang disintesis antara lain: Peta tipe vegetasi/penggunaan lahan, Petaketinggian tempat (dpl), Peta curah hujan rata-rata tahunan, Peta Rataan Suhu Udara, Peta kecepatangangin, Peta jarak dari pemukiman, Peta titik panas (hotspots), Peta administrasi. Pemodelan wilayahBahaya Kebakaran Hutan dan Lahan mengacu pada Sadmono dan Karsidi (1997) dan Hoffman (2000)

Page 132: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 132/395

1

1

1

sesuai landasan teori dalam Ruecker (2002) serta aplikasi yang dilakukan oleh Barus dan Gandasasmita(1996) dengan rumusan sebagai berikut: B = V + T + CH + SU + KA + JP dimana: B = Bahaya kebakaranhutan dan lahan V = Tipe vegetasi/penggunaan lahan T = Ketinggian tempat CH = Curah hujan tahunanrata-rata SU = Rataan Suhu Udara KA = Kecepatan Angin JP = Jarak dari pemukiman Di sini pembobotanmengacu pada klasifikasi dan pembobotan yang dilakukan oleh Ruecker (2002), Hoffman (2000) sertaBarus dan Gandasasmita (1996), seperti terlihat pada tabel 1. Tabel 1. Tipe vegetasi atau penutupan lahandan pembobotannya Tipe Vegetasi atau Penutupan Lahan Kelas/Bobot Belukar 1 Belukar rawa 2 Hutanmangrove primer 6 Hutan mangrove sekunder 5 Hutan lahan kering primer 4 Hutan lahan kering sekunder 2Hutan Tanaman Industri 2 Hutan rawa sekunder 3 Hutan rawa primer 4 Perkebunan 3 222

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Pertanian lahan kering 1 Pertanian lahan kering bercampur dengan semak 2 Tambak 7 Tanah terbuka 7Pertambangan 6 Pemukiman/Transmigrasi 1 Sumber: Ruecker (2002), Barus dan Gandasasmita (1996),dan Hoffman (2000). Untuk klasifikasi ketinggian tempat dan nilai bobotnya dapat dilihat pada tabel 2. Padatempat-tempat yang rendah dikatakan mempunyai potensi yang tinggi untuk mudah terbakar dan diberi nilaibobot 1, seterusnya pada tempat yang lebih tinggi akan lebih sulit terbakar, sampai pada tempat tertinggidiberi nilai bobot 6. Tabel 2. Klasifikasi ketinggian tempat dan pembobotannya Ketinggian Tempat (dpl)Kelas/bobot < 40 m > 40 m – 90 m > 90 m – 130 m > 130 m – 220 m > 220 m – 500 m > 500 m 1 2 3 4 5 6Klasifikasi curah hujan dilakukan berdasarkan tipe iklim. Untuk wilayah yang paling kering akan lebih sensitifuntuk terbakar, khususnya pada waktu musim kemarau dan diberi nilai bobot 1, sedangkan wilayah yangpaling basah tidak akan mudah terbakar walaupun mengalami musim kemarau yang panjang sebagaimanadapat dilihat pada table 3. Tabel 3. Klasifikasi curah hujan tahunan rata-rata dan pembobotannya CurahHujan Tahunan Rata- Kelas/bobot rata < 2000 mm 1 > 2000 mm – 2500 mm 2 > 2500 mm – 3000 mm 3 >3000 mm – 3500 mm 4 > 3500 mm – 4000 mm 5 > 4000 mm 6 Sumber: Sumaryono, dkk. 2005 Suhumempengaruhi besarnya curah hujan, laju evaporasi dan transpirasi. Suhu juga dianggap sebagai salahsatu faktor yang dapat 223

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

memprakirakan dan menjelaskan kejadian dan penyebaran air di muka bumi.. Untuk klasifikasi danpembobotan suhu udara dapat dilihat pada tabel 4 Tabel 4. Klasifikasi rataan suhu udara danpembobotannya Rataan Suhu Udara ( o C) Kelas/bobot < 20 20 – 23 >23 5 3 1 Sumber: Sumaryono, dkk.2005 Parameter tentang angin yang biasanya di kaji adalah kecepatan angin. Kecepatan angin pentingkarena dapat menentukan besarnya kehilangan air melalui proses evapotranspirasi dan mempengaruhikejadian-kejadian hujan. Untuk klasifikasi dan pembobotan kecepatan angin dapat dilihat pada tabel 5.Tabel 5. Klasifikasi kecepatan angin dan pembobotannya Kecepatan Angin (Knot) Kelas/bobot < 1 1 – 3 > 35 3 1 Sumber: Sumaryono, dkk. 2005 Peta jarak diperoleh dengan memanfaatkan perangkat lunak ArcView.Peta digital batas desa dalam bentuk shapefile dipotong sesuai dengan daerah penelitian ( Tabel 6)Kemudian diolah dengan menggunakan fitur create buffer pada menu theme, sehingga diperoleh peta jarakdari pemukiman (Nuarsa, 2005). Tabel 6. Klasifikasi jarak dari pemukiman dan pembobotannya Jarak dariPemukiman Kelas/bobot 0 m – 200 m 200 m – 400 m 400 m – 600 m 600 m – 800 m > 800 m 1 3 5 7 9 224

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 133: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 133/395

1

1

Kelas bahaya kebakaran hutan dan lahan ditentukan oleh penjumlahan dari semua nilai/bobot faktor-faktor(elemen) dalam suatu analisis tumpang susun. Penyusunan dengan kisaran tingkat bahaya kebakarannyadapat dilihat pada Tabel 7 Tabel 7. Klasifikasi tingkat kerawanan kebakaran hutan dan lahan TingkatKerawanan Kelas/bobot Sangat tinggi Tinggi Menengah/sedang Rendah 3 – 12 13 – 22 23 – 32 33 – 42Zona-zona rawan kebakaran dari peta hasil analisis tumpang susun (overlay) kemudian dievaluasi atauverifikasi. Verifikasi dilakukan dengan cara pengambilan titik ke lapangan (ground check) danmembandingkan data tersebut dengan penyebaran hotspot yang sebenarnya. Kesimpulan Informasimengenai daerah rawan kebakaran merupakan informasi yang sangat penting dan diperlukan oleh firemanager atau pengambil keputusan dalam kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Penyajiansecara spasial akan lebih membantu memberikan gambaran yang jelas dan akurat mengenai lokasi, jarakserta aksesibilitas antara lokasi daerah rawan kebakaran dengan sumberdaya pemadaman yang ada dilapangan. Oleh sebab itu, pembuatan peta daerah rawan kebakaran hutan dan lahan sangat diperlukankarena berperan penting dalam membantu fire manager dalam mengambil keputusan tersebut dandigunakan sebagai informasi peringatan dini untuk mencegah dan mengendalikan kebakaran hutan danlahan. Daftar Pustaka Arianti I. 2006. Pemodelan Tingkat Dan Zona Kerawanan Kebakaran H utan danLahan Menggunakan Sistem Informasi Geografis Di Sub Das Kapuas Tengah Propinsi Kalimantan BaratTesis]. Bogor: Sekolah Pascas arjana Institut Pertanian Bogor. Barus, B. dan K. Gandasasmita, 1996.Penentuan Zonasi Rawan Kebakaran Pulau Sumatera Tahun 1996 dengan Sistem Informasi Geografi.Sekretariat Koordinasi Nasional Pengendalian Kebakaran Lahan. Jakarta. 225

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Bina Apiari. 2010. Ternak Lebah Madu. http://www.binaapiari.com. [20 Oktober 2010] [DepartemenKehutanan]. 2007. Pedoman Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Pusat Pengendalian KebakaranHutan dan Lahan Dati I Sumatera Utara. http://www.dephut.go.id. [25 Oktober 2007]. Hoffman A. A, 2000.Production of a Fire Hazard Map for East Kalimantan. Zebris GIS + Consulting. Tidak Dipublikasikan.Nuarsa, I. W. 2005. Menganalisis Data Spasial dengan Arcview GIS 3.3 untuk Pemula. Gramedia. Jakarta.Purbowaseso. 2004. Pengendalian Kebakaran Hutan. Rineka Cipta. Jakarta. Ruecker, G, 2002. Consultingand Software Development to Produce a Dynamic Fire Danger Map for East Kalimantan. IFFM DocumentReport (Temporary). Sumaryono, Risman Situmeang, dan Ahmad Sabaraji. 2005. Penetapan WilayahBahaya Kebakaran Hutan sebagai Peringatan Dini di Kabupaten Kutai Timur. http://www. oc.its.ac.id. [1 April2011]. Sunuprapto, H. 2000. Forest Fire Monitoring and Damage Assesment Using Remotel Sensed Dataand Geographical Information System (A Case Study in South Sumatera Indonesia). [Thesis]. EnschedeThe Netherland: International Institute for Aero Survey and Earth Science (ITC) Thoha, A. S. 2006.Penggunaan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk Deteksi dan Prediksi KebakaranGambut di Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau. http://www. repository.usu.ac.id. [15 Oktober 2010] Thoha,A. S. 2008. Penggunaan Data Hotspot Untuk Monitoring Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia.http://www. repository.usu.ac.id. [15 Oktober 2010] WALHI [Wahana Lingkungan Hidup]. 2007. NegeriSeribu Asap, Dosa Turunan dari Kegagalan Fungsi Pemerintah Menjamin Hak Rakyat TerhadapLingkungan. Indonesia. http://www.walhi.or.id/kampanye/bencana/bakarhutan/060828_sr buasap_lli/?&printer_friendly=true. [15 November 2007] 226

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

INTERAKSI GENOTIPE DAN TIGA TEKNIK BUDIDAYA DI DUA MUSIM PADA GALUR HARAPAN PADITIPE BARU Sri Romaito Dalimunthe*, Hajrial Aswidinnoor**, dan Sugiyanta** *BPTP Sumatera Utara Jl.Jend. Besar AH. Nasution No.1B **Institut Pertanian Bogor Jl. Raya Darmaga Bogor-16680 Email :[email protected] Abstrak Interaksi genotipe x lingkungan (GxE) merupakan perhatian utama bagi

Page 134: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 134/395

1

pemulia tanaman. Dua puluh genotipe padi telah diuji di enam lingkungan berbeda dengan tujuanmengevaluasi interaksi GxE karakter hasil dan stabilitas hasil dalam hubungannya dengan pengembangandan pelepasan padi tipe baru (PTB). Penelitian telah dilaksanakan pada dua musim tanam (dari Juni 2009-Juni 2010) dan pada tiga sistem teknik budidaya (SRI, Legowo, Tegel) di Bogor (250 mdpl). Percobaandisusun menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak dengan tiga ulangan. Penelitian inimenggunakan 17 galur harapan PTB dan 3 varietas pembanding yaitu Ciherang, IR64 dan Fatmawati. Datahasil dianalisis menggunakan metode AMMI. Analisis ragam gabungan hasil menunjukkan bahwa interaksiGxE tidak berbeda nyata. Metode AMMI mampu menjelaskan interaksi genetik x lingkungan sampai 79,7 %.Analisis AMMI menunjukkan bahwa galur PTB yang stabil pada enam lingkungan adalah IPB97–F–20–1,IPB97–F–44–1, IPB115–F–3–2–1, IPB116–F–46–1–1, IPB116–F–50–1 dan IPB117–F–18–3–1. GalurIPB117–F–14–2–1 (6,26 t.ha -1 ), IPB117–F–17–4–1 (6,25 t.ha -1 ), dan IPB97–F–20–1 (6,05 t.ha -1 )memiliki hasil yang lebih tinggi dibandingkan varietas pembanding Ciherang (5,69 t.ha -1 ), IR64 (5,49 t.ha-1 ), dan Fatmawati (5,98 t.ha -1 ). SRI mampu meningkatkan jumlah anakan produktif dan gabah isi permalai tetapi tidak meningkatkan hasil. Kata kunci: Interaksi GxE, padi tipe baru (PTB), metode AMMIPENDAHULUAN Padi merupakan tanaman pangan utama di Indonesia yang tingkat produktivitasnya telahmelandai karena potensi genetik produksinya sudah jenuh. Berbagai upaya dan teknologi telahdikembangkan oleh pemerintah dan lembaga-lembaga non pemerintah untuk meningkatkan produksi padi.Varietas unggul berdaya hasil tinggi 227

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

merupakan salah satu komponen utama untuk peningkatan hasil tanaman maupun untuk penanggulangankendala produksi seperti hama, penyakit, dan tekanan lingkungan. 1 IRRI telah merumuskan idiotypetanaman Padi Tipe Baru (PTB) atau new plant type of rice (NPT) untuk mencapai 10% peningkatan potensihasil padi yaitu : jumlah malai 330 per m 2 (12-14 batang/rumpun), 150 butir gabah per malai, 80% gabahbernas, bobot 1000 butir gabah 25 gram (kadar air 14%), biomassa total 22 t/ha (kadar air 14%), indekspanen 50%, daun tebal berwarna hijau tua dan lambat menua. 2 Salah satu ciri khas PTB terletak padaanakannya. PTB mempunyai anakan yang semuanya produktif dan tidak ada anakan yang terlambattumbuh (late tiller). Semua anakan memiliki besar dan tinggi yang hampir sama 3 , jumlah anakan sedikit (7-12 batang), malai lebih panjang dan lebat (>300 butir/malai), batang besar dan kokoh, daun tegak, tebal,dan hijau tua, perakaran panjang dan lebat. 4 Tanaman PTB, dengan jumlah anakan sedikit, apabilaterserang hama, terutama penggerek batang dan ganjur, tidak mampu membentuk anakan barusebagaimana halnya dengan Varietas Unggul Baru (VUB). Karena itu, disamping perbaikan melaluipemuliaan, peningkatan hasil dan galur- galur yang sudah diperoleh dapat dilakukan dengan carapengelolaan budidaya yang sesuai, antara lain dengan meningkatkan populasi tanaman ataumempersempit jarak tanam 5 serta kelebatan malai. Kegiatan penelitian pemuliaan PTB di Institut PertanianBogor telah dirintis sejak tahun 1999 dan telah menghasilkan banyak galur- galur harapan PTB yangmemiliki potensi produksi 7-8 GKG/ha. Pengembangan teknologi budidaya galur-galur harapan PTBtersebut masih perlu diuji guna memperoleh teknik budidaya yang tepat dan sesuai bagi pertumbuhan danperkembangan PTB. Rekayasa teknik jarak tanam dimaksudkan untuk meningkatkan jumah anakan perhektar. Terdapat beberapa pola jarak tanam seperti tegel dan legowo. Teknologi legowo merupakanrekayasa teknik tanam padi dengan mengatur jarak tanam antar rumpun dan antar barisan, sehingga terjadipemadatan rumpun padi dalam barisan dan melebar jarak antar barisan sehingga seolah-olah rumpun padiberada di barisan pinggir dari pertanaman yang memperoleh manfaat border effect. Dengan menggunakansistem ini, jumlah rumpunnya 30% lebih tinggi dibandingkan sistem tanam tegel yang umumnya digunakanpetani. Jumlah populasi tanaman pada sistem legowo 2:1 (20 cm x 10 cm x 40 cm) dan sistem tegel (20 cmx 20 cm) masing-masing adalah 330 000 dan 250 000. System of Rice Intensification (SRI) merupakanteknologi sistem tanam yang dapat meningkatkan produksi. Beberapa teknologinya antara lain tanam bibitmuda berumur 8-15 hari, satu 228

Page 135: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 135/395

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

batang per rumpun, tanam pindah dengan akar horizontal dan kedalaman 1-2 cm, jarak tanam 25 cm x 25cm atau lebih lebar, pengairan berkala (intermitten), dan penggunaan bahan organik atau kompos sebelumtanam. 6 Menurut penelitian Masdar et al. 7 , padi sawah dengan sistem tanam biasa menghasilkan jumlahanakan yang lebih banyak dengan jarak tanam lebar dibandingkan dengan jarak tanam yang sempit.Berdasarkan penelitian tersebut, padi tipe baru hasil rakitan, yang memiliki ideotype anakan yang tidakbanyak (12-14 anakan), diharapkan dapat menghasilkan anakan yang lebih banyak dan produktif, dengankelebatan malai yang tinggi pula. Dengan kemampuan PTB yang dapat menghasilkan malai yang lebat(sekitar 200 butir gabah/malai), maka satu tanaman akan dapat menghasilkan gabah sebanyak 2000 butir.Dengan demikian produktivitasnya dapat mencapai 10-20% lebih tinggi daripada padi VUB. Interaksi antaragenotip dan lingkungan merupakan masalah utama bagi pemulia tanaman dalam usaha mengembangkankultivar hasil seleksinya, karena ada beberapa genotip yang menunjukkan reaksi spesifik terhadaplingkungan tertentu. 8 Kemampuan daya produksi beberapa kultivar atau galur yang diuji di berbagai lokasiternyata berbeda pada setiap lokasi pengujian. Hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh interaksi antaragenotip dan lingkungan. Interaksi genotipe dengan lingkungan sangat mempengaruhi fenotipe suatuvarietas, sehingga analisis stabilitas diperlukan guna mencirikan penampilan varietas tersebut di berbagailingkungan, sehingga dapat membantu pemulia tanaman dalam memilih varietas. 9 Galur-galur PTBmemiliki karakter jumlah anakan per rumpun sedikit dan kelebatan malai tinggi. Jarak tanam diketahuiberpengaruh terhadap jumlah anakan per rumpun dan populasi per hektar. Namun sejauh ini belumdiketahui apakah galur-galur PTB yang ditanam dengan teknik legowo dan SRI dapat meningkatkan jumlahanakan per hektarnya sehingga mendekati jumlah anakan per hektar pada padi VUB yang ditanam padateknik budidaya biasa. Belum diketahui pengaruh prilaku anakan tersebut terhadap kelebatan malainya.Dengan adanya resultante antara anakan per hektar dan kelebatan malai, maka diharapkan akan terjadipeningkatan produksi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keragaan jumlah anakan, heritabilitas,korelasi genotipik dan fenotipik karakter galur padi PTB pada tiga lingkungan dan dua musim tanam. Selainitu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui interaksi GxE dari sejumlah galur PTB yang diuji padasejumlah lingkungan berbeda. Hipotesis penelitian ini adalah perubahan lingkungan tumbuh berupa jaraktanam diduga tidak akan berpengaruh pada jumlah anakan PTB. Selain itu, terdapat interaksi genotipedengan lingkungan pada pertumbuhan dan hasil galur 229

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

PTB serta terdapat galur PTB yang berdaya hasil tinggi dan stabil di tiga lingkungan teknik budidaya dandua musim yang berbeda. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan pada dua musim tanam yakni MusimTanam I di tahun 2009 dan Musim Tanam II pada tahun 2010. Penelitian berlangsung sejak bulan Juni 2009- Juni 2010 di Sawah Sindang Barang Bogor. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20genotipe padi yaitu 17 galur harapan padi tipe baru dan 3 varietas pembanding (IR-64, Ciherang danFatmawati). Percobaan disusun sesuai dengan pola rancangan petak terpisah (split plot design), diulangtiga kali, dengan anak petak 20 genotipe padi dan petak utama tiga sistem tanam, yaitu tegel 20 x 20 cm;legowo 2:1 dan SRI (30 x 30 cm). Perlakuan sistem tanam dan musim diartikan sebagai lingkungan tumbuhyang berbeda. Ukuran petak per genotipe yang digunakan adalah 3 x 4 m 2 . Sistem tanam tegel. Benihdisemai pada petakan kecil sesuai dengan genotipenya selama 21 hari. Pengolahan tanah dilaksanakanseminggu sebelum penanaman. Bibit umur 21 hari kemudian ditanam dua bibit per lubang tanam denganjarak tanam 20 x 20 cm 2 . Pemberian pupuk dan pemeliharaan dilakukan dengan optimal. Pemanenandilakukan bertahap, tergantung pada kemasakan galur-galur yang diuji. Sistem tanam legowo 2:1.Pelaksanaan sistem ini sama dengan sistem tegel. Jumlah bibit yang ditanam terdiri dari 2 bibit per lubangtanam. Penanaman dilakukan dengan cara jajar legowo 2:1, jarak tanam dalam barisan 10 cm dan jarak

Page 136: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 136/395

1

1

antar barisan 20 cm serta jarak lorong 40 cm. Sistem tanam SRI. Benih disemai dalam bak pembibitankhusus per genotipe. Bibit dipindahkan ke lahan setelah berumur 7—10 hari setelah semai dengan kondisiair pada saat tanam adalah macak-macak (kondisi tanah basah tetapi bukan tergenang). Sistem inimenggunakan satu bibit per lubang tanam yang ditanam pada kedalaman 2—3 cm, dengan bentukperakaran horizontal (seperti huruf L). Jarak tanam 30 cm x 30 cm. Pupuk diberikan secara optimal. Padiditanam pada kondisi tanah yang tidak tergenang (pengairan intermitten). Pengamatan meliputi tinggitanaman (cm), sudut daun bendera ( o ), umur berbunga (hss), umur panen (hss), panjang malai (cm),jumlah anakan produktif per rumpun, jumlah gabah isi per malai dan hampa per malai, jumlah gabahtotal/malai, persentase gabah isi/malai, bobot 1000 butir gabah bernas (g), dan produksi per hektar (g).Produksi per hektar didapat dari konversi bobot gabah yang dipanen berdasarkan populasi tanaman. 230

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Pengaruh teknik budidaya pada galur dianalisis menggunakan analisis varian. Apabila terdapat perbedaan,dilanjutkan dengan menggunakan uji Dunnett dan Duncan Multiple Range Test (DMRT) dengan taraf nyata5%. 10 Sedangkan untuk melihat interaksi genetik galur digunakan Uji Bartlett untuk menguji homogenitasvarian galat dalam analisis gabungan dan apabila tiga lingkungan tumbuh dalam dua musim tanam tersebutmempunyai varian galat homogen maka dapat dilakukan analisis selanjutnya untuk uji stabilitas hasilnyamenggunakan metode Finlay-Wilkinson 11 dan AMMI (Additive Main Effects and Multiplicative Interaction).Kriteria nilai heritabilitas (h 2 bs) menurut Stanfield 12 sebagai berikut : 0.50< h 2 bs≤ 1.00 (tinggi); 0.20≤ h 2bs≤ 0.50 (sedang) dan 0.00≤ h 2 bs< 0.20 (rendah) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis variansmenunjukkan bahwa penampilan genotipe yang diuji berbeda pada lingkungan yang berbeda dankemampuan antar genotipe juga berbeda dan tidak konsisten untuk semua karakter yang diamati (Tabel 1).Interaksi GxE nyata untuk tinggi tanaman, umur berbunga, umur panen, jumlah anakan produktif, jumlahgabah hampa/malai, jumlah gabah total/malai, persentase gabah isi/malai, dan bobot 1000 butir. InteraksiGxE tidak berbeda pada karakter sudut daun bendera, panjang malai, jumlah gabah isi/malai dan hasil. Halini berarti bahwa perilaku genotipe-genotipe yang diuji tersebut tidak berbeda pada perubahan sistem tanamyang diberikan. Tabel 1. Analisis varians gabungan karakter PTB pada 6 lingkungan tumbuh KarakterVarians Genotipe Lingkungan interaksi KK (%) Tinggi tanaman (cm) ** ** ** 5,33 Sudut daun bendera ( o ) **** tn 27,37 Umur berbunga (hss) ** tn ** 3,45 Umur panen (hss) ** ** ** 2,32 Panjang malai (cm) ** ** tn 6Jumlah anakan produktif ** ** ** 23,25 Jumlah gabah isi /malai ** ** tn 20,71 Jumlah gabah hampa/ malai **** ** 30,94 Jumlah gabah total/malai ** tn ** 17,41 Persentase gabah isi/malai (%) ** ** ** 13,95 Bobot 1000butir (g) ** ** ** 5,42 Hasil (ton/ha) ** ** tn 18,57 Keterangan : ** = berbeda nyata pada taraf 0,01; tn = tidaknyata pada taraf 0,01; KK = Koefisien Keragaman 231

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Genotipe dan sistem budidaya sangat berpengaruh pada karakter-karakter tanaman yang diuji. Jika dilihatdari hasil (Tabel 2), sistem tanam legowo secara umum mampu memberikan hasil yang lebih tinggidibandingkan sistem tanam tegel dan SRI. Jumlah anakan persatuan luas dan jumlah gabah per malaimerupakan 2 dari 4 komponen hasil yang menentukan hasil padi. Varietas unggul baru mempunyai anakan20-29 anakan, namun hanya 17-19 anakan yang malainya dapat dipanen, dengan jumlah gabah 100-130butir per malai. Anakan yang sedikit juga mempunyai korelasi dengan jumlah gabah per malai lebih banyak.Jumlah anakan 10 dengan 200 gabah per malai akan mempunyai hasil yang lebih banyak dibanding dengananakan 17 dengan 100 gabah per malai. Sedangkan sistem tanam legowo 2:1 akan menjadikan semuabarisan rumpun tanaman berada pada bagian pinggir, sehingga semua tanaman mendapat efek samping(border effect). Tanaman yang mendapat efek samping produksinya lebih tinggi dari yang tidak mendapatefek samping. Tanaman yang mendapat efek samping, menjadikan tanaman mampu memanfaatkan faktor-

Page 137: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 137/395

1

1

faktor tumbuh yang tersedia seperti cahaya matahari, air dan CO 2 dengan lebih baik untuk pertumbuhandan pembentukan hasil, karena kompetisi yang terjadi relatif kecil. 14 Galur-galur harapan PTB yang diujimemiliki jumlah gabah yang cukup tinggi, dengan rata-rata berkisar antara 212-301 butir. Gabah isi cukuptinggi yaitu 130-175 butir per malai dengan persentase kehampaan 35-47%. Zhengjin et al. 15mengembangkan tipe padi ideal dengan jumlah gabah isi per malai lebih dari 160 butir, sedangkan Virk etal. 16 mengembangkan padi tipe baru dengan karakter jumlah gabah isi 150 butir per malai. Dilaporkan olehPeng et al 17 , penyebab rendahnya pengisian biji pada padi tipe baru adalah apikal dominan yang kecilpada malai, susunan gabah pada malai dan terbatasnya seludang pembuluh untuk pengangkutan asimilat.Hasil penelitian Kobata dan Lida 18 menunjukkan bahwa rendahnya pengisian biji pada PTB disebabkankarena rendahnya efisiensi partisi asimilat ke biji. Peng et al. 19 menunjukkan bahwa dalam pemuliaan paditipe baru perlu menghindari sifat-sifat yang ekstrim seperti 200-250 gabah/malai yang dapat menghasilkantanaman dengan pengisian biji yang rendah. Oleh karena itu peningkatan padi tipe baru generasi keduatelah dimodifikasi di IRRI menjadi 150 gabah/malai. 232

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tabel 2 Pengaruh Genotipe dan Sistem Budidaya terhadap Produksi, Jumlah Anakan Produktif dan JumlahGabah isi per malai Genotipe Jumlah gabah isi/malai Jumlah anakan produktif Produksi (ton/ha) SRILegowo Tegel SRI Legowo Tegel SRI Legowo Tegel IPB97–F–15–1 166a 169a 158a 16a 9b 11b 3.97b6.57a 6.00a IPB97–F–20–1 164a 158a 159a 17a 9b 12b 4.28b 7.01a 6.86a IPB97–F–44–1 150a 136a 158a20a 10b 12b 3.99b 6.78a 6.98a IPB102–F–92–1 144a 134a 130a 21a 9c 14b 4.13b 6.70a 5.69ab IPB107–F–8–3–3–1 170a 147a 161a 18a 9b 11b 3.23b 6.30a 6.25a IPB115–F–3–2–1 139a 155a 160a 17a 9b 10b3.08b 5.40a 6.02a IPB115–F–11–1 157a 178a 178a 16a 9b 10b 3.19a 4.80a 4.93a IPB116–F–42–2–1 133a129a 104a 18a 12b 14ab 3.48b 6.32a 7.58a IPB116–F–45–2–1 143a 133a 130a 28a 11b 15b 3.84b 5.32ab6.35a IPB116–F–46–1–1 137a 138a 125a 21a 11b 13b 3.51b 6.33a 6.39a IPB116–F–50–1 134a 147a 147a21a 11b 12b 4.36b 7.09ab 6.28a IPB117–F–14–2–1 148a 171a 177a 19a 8c 12b 4.49b 7.38a 6.91aIPB117–F–17–4–1 173a 167a 175a 17a 8b 11b 4.20b 7.70a 6.88a IPB117–F–18–3–1 165a 178a 175a 17a9c 12b 3.93b 5.70ab 6.87a IPB117–F–45–2–1 147a 167a 138a 19a 12b 16ab 3.49b 6.52a 6.46a IPB149–F–1–1 171a 174a 174a 17a 9b 10b 3.98b 5.78a 5.59ab IPB149–F–5–1 177a 143a 169a 17a 10b 13ab 3.77b6.28a 6.48a IR-64 123a 108a 105a 24a 15b 17b 3.72b 6.18ab 6.57a CIHERANG 138a 117a 128a 23a 13b16b 4.30b 6.18a 6.59a FATMAWATI 148a 153a 150a 17a 9b 14a 3.57b 7.03a 7.35a Keterangan: angkayang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama artinya tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjutDMRT dengan taraf 5% Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa terdapat 3 galur yang lebih baik tingkatproduksinya dibandingkan ketiga varietas pembanding, yaitu IPB117–F–14–2–1, IPB117–F–17–4–1 danIPB97–F–20–1 yang rata-rata produksinya berturut-turut 6,26; 6,25 dan 6,05 ton/ha. Berdasarkan metodestabilitas Finlay-Wilkinson pada Tabel 5, dapat dilihat bahwa galur IPB117–F–45–2–1 dan Fatmawatimemiliki nilai yang paling tinggi (> 1) dibandingkan dengan genotipe yang lain. Hal ini berarti bahwa keduagenotipe tersebut peka terhadap perubahan lingkungan dan beradaptasi khusus pada lingkungan yangmenguntungkan (favorable). Galur IPB115–F–11–1–1 dan IPB149–F– 1–1–1 memiliki nilai bi terendahberturut-turut 0.66 dan 0.67. Nilai bi di bawah 1 artinya stabilitasnya berada di atas rata-rata (above averagestability). Biplot AMMI2 sebagai alat visualisasi dari analisis AMMI dapat digunakan untuk melihat genotipe-genotipe stabil pada seluruh lingkungan atau spesifik pada lingkungan tertentu. Genotipe dikatakan stabiljika berada dekat dengan sumbu, sedangkan genotipe yang spesifik lingkungan adalah yang berada jauhdari sumbu utama tapi letaknya berdekatan dengan garis lingkungan 20 . Berdasarkan Gambar 1, galur PTByang stabil pada enam lingkungan adalah IPB97–F–20–1, IPB97–F–44–1, IPB115–F–3–2–1, IPB116–F–46–1–1, IPB116–F–50–1 dan IPB117–F–18–3–1. Hal ini dapat dilihat dari nilai standar deviasi 233

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 138: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 138/395

1

koefisien regresi yang nilainya mendekati 0 dan jika dilihat pada grafik, galur tersebut berada di tengah(Gambar1). Tabel 3. Pengaruh Genotipe dan Sistem Budidaya terhadap beberapa karakter PTB Produksi(ton/ha) Umur tanaman (hss) Tinggi tanaman (cm) Panjang malai (cm) Bobot 1000 butir Genotipe Rataan biSE bi IPB 97 – F – 15 – 1 5.52 0.948 0.136 111.33 109.44 ab 30.20 ab 27.56 a IPB 97 – F – 20 – 1 6.050.998 0.056 111.00 109.68 ab 29.54 ab 27.95 ab IPB 97 – F – 44 – 1 5.92 1.027 0.075 112.67 104.53 a28.38 ab 26.48 IPB 102 – F – 92 – 1 5.51 0.784 0.206 115.61 abc 108.16 ab 29.69 ab 26.50 IPB 107 – F – 8– 3 – 3 – 1 5.26 1.148 0.084 115.06 ab 115.14 abc 30.82 ab 24.23 bc IPB 115 – F – 3 – 2 – 1 4.84 1.0180.168 111.44 103.77 a 30.25 ab 24.93 c IPB 115 – F – 11 – 1 4.31 0.659* 0.06 111.50 107.28 a 31.17 abc25.86 IPB 116 – F – 42 – 2 – 1 5.79 1.327 0.224 111.39 97.74 c 28.17 ab 25.50 c IPB 116 – F – 45 – 2 – 15.17 0.857 0.169 111.89 101.37 a 27.64 ac 25.97 IPB 116 – F – 46 – 1 – 1 5.41 1.052 0.14 112.11 100.97 a27.88 ab 25.36 c IPB 116 – F – 50 – 1 5.91 0.941 0.186 113.61 102.57 a 28.49 ab 25.29 c IPB 117 – F – 14– 2 – 1 6.26 1.093 0.206 115.78 abc 112.31 abc 31.82 abc 28.28 ab IPB 117 – F – 17 – 4 – 1 6.26 1.0920.192 114.89 ab 111.60 abc 30.98 ab 27.24 a IPB 117 – F – 18 – 3 – 1 5.5 1.016 0.226 115.00 ab 106.98 a29.14 ab 27.17 a IPB 117 – F – 45 – 2 – 1 5.49 1.157* 0.026 112.17 102.47 a 27.80 ab 25.56 c IPB 149 – F– 1 – 1 5.12 0.673* 0.056 115.17 ab 114.27 abc 30.90 ab 28.12 ab IPB 149 – F –5 – 1 5.51 0.873 0.203115.78 abc 106.72 a 28.68 ab 29.08 abc IR64 5.49 1.152 0.293 111.84 94.81 bc 25.72 c 25.42 c Ciherang5.69 0.711 0.144 111.83 101.95 a 26.05 c 26.28 Fatmawati 5.98 1.473* 0.136 112.83 104.38 a 29.45 ab27.00 a Ket : bi = nilai koefisien regresi; * berbeda nyata dengan regresi yang bernilai 1; a = berbeda nyatadengan varietas pembanding IR64 pada uji Dunnett taraf 5%; b = berbeda nyata dengan varietaspembanding Ciherang pada uji Dunnett taraf 5%; c = berbeda nyata dengan varietas pembandingFatmawati pada uji Dunnett taraf 5% Gambar 1 Biplot pengaruh interaksi model AMMI2 pada karakter hasil20 genotipe galur PTB yang diuji 234

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

KESIMPULAN Jumlah anakan per hektar galur-galur harapan PTB pada sistem tanam legowo samadengan varietas Ciherang dan IR64 pada sistem tanam tegel, meskipun ada beberapa galur yang jumlahanakan per hektarnya lebih rendah dibandingkan varietas Ciherang dan IR64 pada sistem tanam tegel.Jumlah gabah per malai pada sistem budidaya legowo tetap sama dibandingkan sistem tanam tegel.Jumlah anakan per rumpun galur-galur PTB yang ditanam dengan jarak tanam lebar akan meningkat.Jumlah anakan per hektar beberapa galur dengan teknik legowo pada musim tanam pertama menghasilkanjumlah anakan per hektar menyamai jumlah anakan Ciherang dan IR64 yang ditanam tegel (cara budidayapetani umumnya). Pada musim tanam kedua keragaan jumlah anakan per hektar galur-galur yang diujimengalami penurunan pada semua sistem tanam. Jumlah populasi per hektar lebih berdampak terhadapcapaian anakan per hektar dibanding jumlah anakan per rumpun, sehingga jumlah anakan per hektar danproduksi tinggi diperoleh dari populasi yang tinggi dibanding dengan anakan per rumpun yang banyak tetapipopulasi per hektar rendah. Galur IPB117-F-14-2-1 dan IPB117-F-17-4-1 mampu berproduksi hingga 9.33dan 9.11 ton/ha pada sistem tanam legowo 2:1, sedangkan varietas pembanding IR64, Ciherang danFatmawati yang ditanam pada sistem tanam tegel (sistem budidaya yang umum dilakukan petani) hanyamampu berproduksi berturut-turut 6.65; 6.61 dan 8.73 ton/ha. Produksi galur-galur harapan Padi Tipe Baru(PTB) yang diuji dengan metode Finlay-Wilkinson dan metode AMMI pada umumnya stabil, meskipunterdapat beberapa galur yang memiliki nilai bi>1 (IPB116-F-42-2-1,IPB117-F-45-2-1 dan Fatmawati) dan adayang lebih kecil dari 1 (IPB115-F-11-1-1 dan IPB149-F-1-1-1). UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih untukHibah Kompetensi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional No.219/SP2H/PP/DP2M/V/2009, dan 224/SP2H/PP/DP2M/III/2010 serta I- MHERE B.2.C IPB tahun 2010, No.14/13.24.4/SPP/I-MHERE/2010 yang telah membantu pendanaan penelitian. DAFTAR PUSTAKA 1Suwarno, et al. 2002. Perbaikan varietas padi melalui markah molekuler dan kultur antera. Prosiding HasilPenelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman: 53-62. 235

Page 139: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 139/395

1

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

2 Peng et al. 2008. Progress in idiotype breeding to increase rice yield potential. Review. Field CropsResearch, 108: 32-38. 3 Fagi, A. M., I. Las, M. Syam. 2002. Penelitian Padi : Menjawab TantanganKetahanan Pangan Nasional. Subang: Balai Penelitian Tanaman Padi. 29 hal. 4 Las, I., B. Abdullah, A. A.Daradjat. 2003. Padi Tipe Baru dan Padi Hibrida Mendukung Ketahanan Pangan. Tabloid Sinar Tani, 30 Juli2003. http://www.litbang.deptan.go.id/artikel/one/23/pdf/ Padi, diakses 22 Maret 2009). 5 Abdullah, B. 2002.Perkembangan Penelitian Padi Tipe Baru. Berita Puslitbangtan, 25: 1-3. 6 Syam, M. 2006. KontroversiSystem of Rice Intensification (SRI) di Indonesia. Iptek Tanaman Pangan, 1(1): 30-40. 7 Masdar et al. 2006.Tingkat Hasil dan Komponen Hasil Sistem Intensifikasi Padi (SRI) tanpa Pupuk Organik di daerah CurahHujan Tinggi. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia, 8(2): 126- 131. 8 Ghafoor A. A. dan K. A. Siddiqui. 1977.Stability Parameters of Wheat Mutants. Envi. and Exp. Botany, 17: 13–18. 9 Jusuf, M., S. A. Rahayuningsih,T. S. Wahyuni, J. Restuono. 2008. Adaptasi dan Stabilitas Hasil Klon Harapan Ubi Jalar. Penel. PertanianTanaman Pangan, 27(1): 37-41. 10 Gomez, K. A. dan A. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik untukPenelitian Pertanian. Edisi Kedua. (Diterjemahkan oleh Endang Sjamsuddin dan Yustika S Baharsjah).Jakarta: Universitas Indonesia Press. 11 Finlay, K. W. dan G. N. Wilkinson. 1963. The Analysis of Adaptationin a Plant Breeding Programme. Aust. J. Agric. Res, 14: 742-754. 12 Stanfield, W. D. 1983. Theory andProblems of Genetics. 2 ed. Schaum’s. Outline Series. McGraw Hill Book Co. 13 Zen, S. dan H. Bahar.2001. Variabilitas Genetik, Karakter Tanaman, dan Hasil Padi Sawah Dataran Tinggi. Stigma, 9(1): 25-28. 14Harjadi, S. S. 1979. Pengantar Agronomi. Jakarta: Gramedia. 198 hlm. 15 Zhengjin, X. U., C. Wenfu, Z.Longbu, and Y. Shouren. 2005. Design Principles and Parameters of Rice Ideal Panicle Type. ChineseScience Bulletin, 50(19): 2253-2256. 16 Virk, P. S., G. S. Khush, and S. Peng. 2004. Breeding to EnhanceYield Potential of Rice at IRRI: the ideotype approach. (Mini Review). International Rice Research Notes,29(1): 5-9. 17 Peng, S. et al. 1999. Yield Potential Trends of Tropical Rice Since the Release of IR8 and theChallenge of Increasing Rice Yield Potential. Crop Sci, 39: 1552-1559. 236

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

18 Kobata, T. and K. Lida. 2004. Low Grain Ripening in the New Plant Type Rice Do to Shortage ofAssimilate Supply. New directions for a diverse planet: Proceeding of the 4 th International Crop ScienceCongress Brisbane, Australia, 26 Sept-1 Oct 2004. 19 Peng, S. et al. 2008. Progress in idiotype breeding toincrease rice yield potential. Review. Field Crops Res, 108: 32-38. 20 Mattjik, A. A. dan M. Sumertajaya.2000. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan MINITAB. Bogor: IPB Press. Jilid I. 326 hlm. 237

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

APLIKASI PREDIKSI BESARAN SOIL SUBSIDENCE DAN SOIL SETTLEMENT DALAMPENANGGGULANGAN BANJIR DI DAERAH RAWA Siti Yuliawati Staf pengajar Fakultas perikananUniversitas Dharmawangsa Email : [email protected] Abstrak Umumnya manusia membangunwilayah permukiman di daerah yang topografinya rendah (< 3%), dekat dengan sumber air tawar (sungai)dan laut (dengan maksud agar akses transportasinya mudah bisa lewat sungai dan laut). Daerah seperti inidisebut sebagai daerah rawa. Tapi sayangnya daerah seperti ini mudah digenangi air (mudah kenabanjir).Soil Subsidence adalah penurunan muka tanah organik dan Soil Settlement adalah penurunan mukatanah mineral. Soil subsidence dan soil settlement akan terjadi di daerah rawa yang direklamasi dengansistem drainase. Soil subsidence dan soil settlement akan menyebabkan daerah rawa tersebut topografinyaberbentuk cekungan, akibatnya air dari daerah sekelilingnya, yang sekarang menjadi lebih tinggi, masuk ke

Page 140: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 140/395

1

1

cekungan tersebut dan terjadilah banjir. Soil subsidence dan soil settlement dapat diprediksi sebelum terjadidengan menggunakan rumus dan diagram yang dirancang khusus untuk keperluan tersebut. Untukpenanggulangan banjir di wilayah permukiman, di daerah rawa yang direklamasi dengan sistem drainase,prediksi besaran soil subsidence dan soil settlement dapat diaplikasikan dengan cara ditambahkan padarumus untuk menghitung tinggi tanggul yang mengelilingi wilayah permukiman (yang dibangun untukmelindungi wilayah tersebut dari luapan banjir). Kata kunci : Daerah Rawa, Banjir, Soil Subsidence, SoilSettlement, Sistem Drainase. PENDAHULUAN Umumnya orang mencari wilayah permukiman dengankriteria sebagai berikut : sebuah wilayah yang terletak di dataran tinggi atau rendah dengan topografi hampirdatar (> 3 %) agar tidak perlu meratakan tanah lagi dalam pembangunannya; dekat dengan sungai (sebagaisumber air tawar dan transportasi menuju laut) atau disebut juga sebagai daerah rawa, seperti kota BandaAceh, Medan, Padang, Palembang, Jakarta, Semarang, Surabaya, Palangkaraya dan lain-lain. 238

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Sayangnya di wilayah seperti ini sering terjadi genangan air atau banjir atau disebut juga daerah yangdrainasenya buruk, yang disebabkan oleh : air hujan, pengaruh luapan pasang air laut, luapan banjir dariarah hulu sungai dan atau air bawah tanah (Madsalim, 1996). Lalu orang mulai menggali saluran air untukmembuang genangan air (drainase) ke arah sungai, dan untuk melindungi areal permukiman dari dayarusak air, akibat luapan banjir dari arah hulu sungai maupun dari luapan pasang air laut, dibangun tanggul-tanggul yang mengelilingi wilayah tersebut, sehingga diharapkan wilayah ini terlindungi dari banjir. Halseperti ini disebut dengan istilah reklamasi dalam tahap sederhana. Reklamasi adalah suatu proses untukmembuat lahan rawa, tanah kritis, gurun pasir, serta lahan yang masih asli (virgin) sedemikian rupasehingga sesuai untuk bercocok tanam dan permukiman, dan juga merupakan proses konversi dari lahanpantai menjadi lahan matang (drained land) baik dengan usaha pembendungan dan drainase sertapengurukan. Reklamasi yang umum dilakukan di daerah rawa adalah reklamasi dengan sistem drainase(yaitu untuk mengatur muka air tanah, sesuai dengan keperluan, apakah untuk pertanian / permukiman /transportasi, dan lain-lain) (Madsalim, 1996). Segera setelah itu daerah rawa menurut Glopper (1978) akanmengalami penurunan muka tanah pada tanah organik yang disebut sebagai soil subsidence dan padatanah mineral yang disebut sebagai soil settlement. Penurunan muka tanah pada jenis tanah organikdisebabkan oleh kontraksi dari rangka tanah akibat drainase, penurunan muka air tanah yang menyebabkanpenambahan beban tanah dan kehilangan bahan padat tanah akibat oksidasi bahan organiknya. Penurunanmuka tanah pada jenis tanah mineral disebabkan oleh soil consolidation (konsolidasi tanah yang terjadiakibat keluarnya air yang ada dalam pori-pori tanah, yang terjadi dalam waktu yang lama akibat adanyabeban diatasnya, dapat disengaja atau tidak); dan soil compaction (pemadatan tanah yang terjadi akibatkeluarnya udara yang ada dalam pori-pori tanah. Pemadatan yang disengaja agar tidak terjadi dikemudianhari, dilakukan dengan cara menggiling tanah selapis demi selapis, semuanya dilakukan dalam waktu yangtidak lama) (Madsalim, 1996). Penurunan muka tanah menyebabkan daerah rawa yang direklamasi dengansistem drainase, elevasinya menjadi lebih rendah dari permukaan rata-rata air laut tertinggi dan ataumenjadi lebih rendah dari permukaan rata-rata air sungai tertinggi, dan saluran air (saluran drainase) yangada sudah tidak dapat lagi membuang air secara gravitasi, sehingga air dari sekelilingnya masuk ke daerahrawa yang telah berubah menjadi cekungan ini, dan terjadilah banjir. 239

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

PEMBAHASAN Karenanya memprediksi besaran Soil Subsidence dan Soil Settlement secara teliti dankuantitatif menjadi sangat penting. Besaran Soil Subsidence dan Soil Settlement dapat diprediksi sebelumterjadi. Sehingga bangunan, tanggul atau tanaman yang ada di atas lahan di daerah rawa yang direklamasidengan sistem drainase dapat direncanakan disainnya sehingga fungsinya dapat berkelanjutan. Besaran

Page 141: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 141/395

1

Soil Subsidence dapat diprediksi dengan menggunakan rumus dan diagram yang dikembangkan olehSegeberg yang khusus dirancang untuk memprediksi besaran soil subsidence yang akan terjadi di daerahrawa (yang mempunyai lapisan tanah organik walaupun tipis) yang telah direklamasi dengan sistemdrainase, sampai seluruh lapisan tanah organik habis teroksidasi (karena dekomposisi bahan organik tidaksama dari waktu ke waktu, tidak penting memperhitungkan berapa besaran soil subsidence per tahun).Demikian pula dengan Soil settlement, yang terdiri dari Soil Consolidation dan Soil Compaction, dapatdiprediksi sebelum terjadi, dengan mempergunakan rumus yang telah dirancang khusus untuk itu(Madsalim, 1996). Aplikasi Prediksi Soil Subsidence dan Soil Settlement Dalam Penanggulangan Banjir DiWilayah Permukiman Yang Didirikan Di Daerah Rawa Untuk daerah rawa yang digunakan untukpermukiman, jika terjadi banjir, harus dilakukan tahapan sebagai berikut : Mengukur kedalaman drainaseatau D, yang diperoleh dari mengukur jarak antara permukaaan tanah dan permukaan air di salurandrainase, dalam satuan meter. Kedalaman drainase di masa depan dapat diprediksi dari sekarang (disebutkedalaman drainase potensial atau Dp). Diperoleh dengan cara mengurangi kedalaman drainase pada saatini (D) dengan S, yang adalah jumlah dari besaran prediksi penurunan muka tanah organik atau SoilSubsidence dan penurunan muka tanah mineral atau Soil Settlement (Dp = D - S). Kegunaannya adalah :a.jika Dp > 30 cm, maka pengaturan muka air tanah di saluran drainase (kedalaman drainase), harusdiusahakan sedemikian rupa, sehingga soil subsidence yang terjadi prosesnya lambat atau terkendali.Karena hubungan antara kedalaman drainase dengan soil subsidence mempunyai koefisien determinasi r 2= 1. Artinya besaran soil subsidence yang terjadi 100% ditentukan oleh kedalaman drainase (Yuliawati,2005), b. Jika Dp < 30 cm, maka mulai sekarang daerah rawa ini harus sudah dipersiapkan untukdireklamasi 240

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

dengan sistem drainase teknis penuh, yaitu dengan sistem polder dan pompa-pompa, agar muka airtanahnya dapat terkendali dengan baik. Sehingga air sudah sepenuhnya dapat dikendalikan oleh manusiadan terbebas dari pengaruh rezim hidrologi sekitarnya (Madsalim, 2005). Jika D > 30 cm, maka menurutMadsalim (2003) dilakukan reklamasi lanjutan dari sederhana ke setengah teknis yaitu : a. Menambahketinggian tanggul keliling lahan dengan besaran prediksi penurunan muka tanah organik (Soil Subsidence)dan penurunan muka tanah mineral (Soil Settlement). b. Membuat bangunan air pengendali, berupa pintu-pintu air, yang dilengkapi dengan alat ukur ketinggian air. c. Mengeruk lumpur yang menumpuk di dasarsaluran drainase, sehingga saluran drainase tidak menjadi dangkal, dapat menampung air dan terpeliharaelevasinya yang memungkinkan saluran drainase tetap dapat membuang air secara gravitasi ke sungai,yang menuju ke arah laut. d. Membuat waduk-waduk kecil (yang dilengkapi dengan pintu air dan alat ukurketinggian air) untuk menampung air dari saluran drainase, jika air sudah berada pada ketinggian tertentuyang membahayakan, baru dibuang ke sungai terdekat yang menuju ke laut. Sehingga waduk kecil ini bisadigunakan untuk persediaan air , budidaya perikanan dalam jumlah terbatas dan tempat rekreasi. Jika Dyang diperoleh < 30 cm, maka reklamasi rawanya adalah teknis penuh atau sistem polder yang dilengkapidengan long storage, untuk menampung air banjir, jika telah mencapai ketinggian tertentu yangmembahayakan, dibuang ke sungai terdekat yang menuju ke laut dengan menggunakan pompa-pompa air(yang diatur dalam satuan unit rumah pompa) karena saluran drainase yang ada, dengan kedalamandrainase < 30 cm, sudah tidak dapat lagi membuang air dengan cara gravitasi (Madsalim, 2003).KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Soil subsidence dan soil settlement akan terjadi di daerah rawayang direklamasi dengan sistem drainase. 2. Soil subsidence dan soil settlement menyebabkan daerahrawa tersebut topografinya berbentuk cekungan, akibatnya air dari daerah sekelilingnya, yang sekarangmenjadi lebih tinggi, masuk ke cekungan tersebut dan terjadilah banjir. 3. Soil subsidence dan soilsettlement dapat diprediksi sebelum terjadi. 4. Untuk penanggulangan banjir di wilayah permukiman, didaerah rawa yang direklamasi dengan sistem drainase, prediksi besaran soil subsidence dan soil settlementdapat diaplikasikan dengan cara 241

Page 142: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 142/395

1

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

ditambahkan pada rumus untuk menghitung tinggi tanggul yang mengelilingi wilayah permukiman (yangdibangun untuk melindungi wilayah tersebut dari luapan banjir). Saran Agar tanggul keliling dapat berfungsisebagai penahan air, prediksi besaran soil subsidence dan soil settlement sebaiknya diaplikasikan dengancara ditambahkan pada rumus untuk menghitung tinggi tanggul keliling tersebut. DAFTAR PUSTAKAArsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Edisi Kedua. IPB Press. Bogor. Cholik, F.,.A. Rukyani danSarnita. 1997. Pengembangan Produktifitas Perikanan Berwawasan Agribisnis Pada Lahan Rawa GambutSatu Juta Hektar di Kalimantan Tengah. Makalah Seminar dan Ekspos Hasil Pengkajian dan penelitianAgribisnis dan Pengembangan Lahan Gambut. Palangkaraya, 3-4 Januari 1997. Direktorat Rawa. 1988.Pengembangan Sumberdaya Alam Rawa. Dirjen Pengairan. Departemen Pekerjaan Umum.Jakarta.Direktorat Rawa. 1992. Konsepsi Pembinaan Rawa. Direjen Pengairan. Dep. P.U. Jakarta. Euroconsult.1995. Zona Pengelolaan Air di Daerah Rawa Pasang Surut. Ditjen Pengairan. Dep. P.U. Jakarta.Euroconsult.1996. Unit-Unit Lahan dan Zona Pengelolaan Air di Lahan Rawa Pasang Surut di Indonesia.Makalah. Dirjen Pengairan.Dep. P.U. Jakarta. Glopper. 1978. Lecture Notes on Soil Subsidence. DitjenPengairan. Dep.P.U. Jakarta. Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah.Edisi Baru. Penerbit AkademikaPressindo. Jakarta. Himalira dan Dirjen Sumberdaya Air. 2010. Kumpulan Makalah Diskusi Panel Nasional.Tema : Rawa Untuk Pangan. 24 – Juni 2010. Kemen P.U. Jakarta. Kosman, E. dan Jumberi, A. 1996.Tampilan Potensi Usaha Tani di Lahan Rawa Lebak. dalam B. Prayudi et.al. (eds.). Pros. SeminarTekonologi SUT Lahan Rawa dan Lahan Kering. Buku I. Balittra. Banjarbaru. Halaman 75-90. Madsalim.1996. Teknik Rawa. Diktat Kuliah. Fakultas Teknik Sipil. Universitas Mercu Buana. Jakarta.Tidak Diterbitkan.Madsalim.2003. Zona Pengelolaan Air Sebagai Dasar Perencanaan Teknis Jaringan Reklamasi RawaPasang Surut. Makalah disampaikan pada seminar optimalisasi potensi rawa untuk 242

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

mendukung pembangunan daerah dan ketahanan pangan pada tanggal 4 Desember 2003, yang diadakanoleh HATHI bekerjasama dengan Ditjen Sumberdaya Air. Jakarta. Noor, Muhammad. 2007. Rawa Lebak :Ekologi, Pemanfaatan dan Pengembangannya. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 274 halaman. Soebagyo,A. 2006. Lahan Rawa Lebak. Dalam Didi Ardi S. et.al. (eds.).Karakteristik dan Pengelolaan Lahan Rawa.Balai Besar penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan pertanian. Bogor. Sugiarto, A. 1983.Petunjuk Teknis Pembuatan Jaringan Irigasi Tambak. Ditjen Perikanan. Direktorat Bina PrasaranaPerikanan. Jakarta. 243

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KETAHANAN PANGAN NASIONAL Surya Abadi SembiringDosen Unika St Thomas Medan Abstrak Perubahan iklim menyebabkan terjadinya El-Nino dan La-Nina.Dampak El-Nino mengakibatkan penurunan curah hujan sedangkan La- Nina mengakibatkan kenaikancurah hujan. Simulasi non kebijakan yang dilakukan dalam studi ini yaitu mempelajari : (1) dampak kenaikancurah hujan 10 persen terhadap ketahanan pangan nasional, dan (2) dampak penurunan curah hujan 10persen terhadap ketahanan pangan nasional. Indikator ketahanan pangan nasional dalam studi ini yaituproduksi padi, produksi beras, persediaan beras masyarakat, persediaan beras domestik dan surplus beras.Data yang digunakan adalah time series bulanan dari Maret 2005-September 2009. Hasil studimenunjukkan bahwa kenaikan curah hujan 10 persen berdampak positif terhadap ketahanan pangannasional, sebaliknya penurunan curah hujan 10 persen berdampak negatif terhadap ketahanan pangan

Page 143: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 143/395

1

1

nasional. Upaya yang perlu dilakukan pemerintah yaitu membangun irigasi, memperbaiki sistim irigasi, tetapmempertahankan kebijakan harga pembelian pemerintah, dan upaya untuk mengurangi konsentrasi gasrumah kaca.. Kata Kunci: perubahan iklim, EL-Nino, La-Nina, ketahanan pangan nasional PendahuluanSalah satu tujuan pemerintah dalam Inpres Kebijakan Perberasan kurun waktu 2005-2008 yaitupeningkatan ketahanan pangan. Suryana dan Swatika (1997) menyimpulkan konsep ketahanan pangan daristudi terdahulu, seperti Soetrisno (1996), Andersen (1994), Soekirman (1996), dan Sahardjo (1996) sebagaipangan yang harus tersedia dalam kuantitas yang cukup dengan kualitas yang memadai pada waktu dantepat, serta terjangkau oleh daya beli masyarakat. Departemen Pertanian Amerika Serikat (1996)menyebutkan bahwa ketahanan pangan terdiri dari dimensi ketersediaan (availability), akses (access) danmanfaat (utilization). Menurut Simatupang (2007), kerangka pikir yang dianut pemerintah dalam merancangkebijakan ketahanan pangan ialah: (1) 244

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

harga yang "terjangkau" dan stabil cukup untuk menjamin bahwa semua konsumen akan dapat memperolehmakanan yang cukup sesuai dengan kebutuhan hidupnya, (2) tingkat harga di konsumen merupakanrefleksi dari kecukup-sediaan pangan, (3) stabilisasi harga beras pada tingkat yang "terjangkau" cukupuntuk menjamin ketahanan pangan, (4) produksi domestik merupakan sumber pengadaan yang palinghandal untuk menjamin kecukup-sediaan pangan, dan (5) oleh karena itu swasembada pangan merupakanstrategi yang paling efektif untuk kebijakan ketahanan pangan dalam jangka panjang. Perubahan iklimmerupakan kendala yang dihadapi pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan. Menurut Ellis(1992), curah hujan merupakan kendala yang sifatnya di luar kendali pemerintah. Peningkatan suhu globalmenyebabkan terjadinya perubahan iklim yang akan berdampak terhadap berbagai sektor kehidupan.Perubahan iklim berdampak serius terhadap output perekonomian, kesehatan manusia dan lingkungan.Khanal , R.C (2009) mengemukakan dampak perubahan iklim di negara berkembang : (1) perubahan lahansawah 11 persen, (2) penurunan produksi sereal di 65 negara berkembang, (3) GDP pertanian menurun 16persen. Selanjutnya Khanal, R.C (2009) mengutip IPCC (2007), bahwa perubahan kenaikan temperaturmengakibatkan produksi makanan menurun 30 persen tahun 2050. Dengan kata lain, perubahan iklimberdampak terhadap ketahanan pangan suatu negara. Boer, et al.(2003) mengutip proyeksi gas rumah kacasampai tahun 2100 oleh Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC) yang menyebutkan bahwaapabila konsentrasi CO 2 meningkat dua kali lipat dari konsentrasi saat ini maka diperkirakan suhu udaraglobal akan meningkat antara 1.3 sampai 2.7o C dan tinggi permukaan laut akan naik antara 25 sampai 100m. Studi yang dilakukan Ratag et al.(1998) dalam Boer, R et al.(2003) menunjukkan bahwa kenaikankonsentrasi CO 2 dari 2 kali menjadi 3 kali dari konsentrasi saat ini maka frekwensi kejadian El-NinoSouthern Oscillation (ENSO) akan meningkat sekali dalam 2-5 tahun menjadi sekali dalam 2-3 tahun.Dengan demikian tingkat resiko terkena kekeringan atau kebanjiran pada masa mendatang akan semakinbesar, yang menurut Tjasyono (1997) pada daerah yang dipengaruhi oleh sistim moonson. Boer, R et al.(2003) menyimpulkan bahwa berdasarkan data hujan bulanan historis 1931-1990, Indonesia sudahmengalami perubahan iklim. Cara Kerja Jenis data yang digunakan yaitu data time series bulanan dariMaret 2005-September 2009. Model kebijakan perberasan 245

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

menggunakan spesifikasi persamaan simultan. Model struktural kebijakan perberasan yang dibangunSembiring, S.A (2011) dapat digunakan untuk melakukan analisis simulasi non kebijakan. Dalam studi ini,dampak El-Nino mengakibatkan penurunan curah hujan sedangkan La-Nina mengakibatkan kenaikan curahhujan. Simulasi non kebijakan yang dilakukan yaitu: (1) mempelajari dampak kenaikan curah hujan 10persen terhadap ketahanan pangan nasional, dan (2) mempelajari dampak penurunan curah hujan 10

Page 144: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 144/395

1

persen terhadap ketahanan pangan nasional. Indikator ketahanan pangan dalam studi ini yaitu produksipadi, produksi beras, persediaan beras masyarakat, persediaan beras domestik dan surplus beras. Hasildan Pembahasan Apabila perubahan iklim terjadi, misalnya La-Nina menyebabkan terjadinya kenaikancurah hujan 10 persen menyebabkan luas areal panen meningkat 1.956 persen, sebaliknya dampakterjadinya El-Nino yang ditunjukkan dengan penurunan jumlah curah hujan 10 persen menyebabkan luasareal panen berkurang 1.834 persen. Studi Boer (2001) menunjukkan luas areal padi terkena kekeringanpada empat kali kejadian EL-Nino (1982, 1991, 1994 dan 1997) berkisar antara 500.000 sampai 820.000ha. Disisi lain studi Boer dan Alimoeso (2002) menemukan bahwa pengamatan El Nino 1994 dan 1997,kumulatif lahan sawah yang mengalami kekeringan dari bulan Mei- Agustus melebihi 400 ribu ha dari tahunnormal sedangkan pada La Nina kurang dari 75 ribu ha. Pada tingkat kabupaten, pertanaman padi yangmengalami kekeringan di kabupaten Indramayu mencapai 22 400 ha, sedangkan di kabupaten Cirebon,luas lahan sawah yang mengalami kekeringan 2 259 ha dan terancam kekeringan 17 975 ha (Hidayat, et al.2004). Naylor,R.L et al.(2002) dengan menggunakan persamaan regresi sederhana menemukan bahwa El-Nino menyebabkan luas areal panen di Indonesia berkurang. Irawan, B (2002) mengemukakan bahwadampak El-Nino menyebabkan penurunan luas areal panen 1.25 juta ha tahun 1982 dan 1.18 juta ha tahun1997. Dampak El-Nino terbesar terjadi di propinsi Lampung sedangkan terendah di propinsi Sumatera Utarapada tahun 1997. Boer, R (2002) menyebutkan El-Nina pada musim kemarau berdampak positif denganmeningkatnya Indeks Pertanaman dari 200 persen menjadi 300 persen dan dinilai cukup berhasil. Padisebagai tanaman semusim tidak terlepas dari iklim. Perubahan iklim akan mempengaruhi produksi padi,seperti ditunjukkan oleh studi Amien et al (1996), dimana perubahan iklim tahun 2030 menyebabkanproduksi 246

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

hasil padi di Ngawi dan Sukamandi menurun masing-masing 30 dan 20 persen dari produksi rata-rata padasaat ini. Studi Naylor, R.L et al.(2002) menunjukkan bahwa pada tahun El-Nino (periode 1983-1998),perubahan temperatur 1o C menyebabkan produksi gabah berkurang sekitar 1.4 juta ton pada bulanSeptember- Agustus. Angka ini mengindikasikan bahwa perubahan temperatur yang ebih besar dari 1oCmenyebabkan produksi gabah berkurang dalam jumlah yang lebih besar. Tabel 1. Dampak La Nina dan ElNino Terhadap Sumberdaya Lahan dan Ketahanan Pangan Periode Bulan Maret 2005-September 2009 NoVariabel Nama Variabel Satuan Nilai Dasar La Nina El Nino 1 LAPT Luas Areal Panen 000 Ha 1063.2 1.956-1.834 2 QPIT Produksi Padi 000 Ton 5095.1 3.117 -1.829 3 QBIT Produksi Beras 000 Ton 3209.9 3.118-1.829 4 QCBD Persediaan Beras Masyarakat 000 Ton 2888.9 3.119 -1.828 5 QCBN Persediaan BerasDomestik 000 Ton 4402.7 1.833 -1.022 6 SDBI Surplus Beras 000 Ton 2411.4 3.421 -1.986 7 HBRTR HargaBeras Pengecer Rp/Kg 4679.1 -1.071 0.936 Dampak La-Nina menyebabkan produksi padi naik sebesar3.117 persen, diikuti dengan peningkatan produksi beras 3.118 persen, sebaliknya dampak El-Ninomenurunkan produksi padi dan produksi beras sebesar 1.829 persen. Data tersebut menunjukkan bahwapenurunan curah hujan 10 persen menyebabkan penurunan produksi beras yang kecil. Produksi berasdalam studi ini diperoleh dari perkalian angka konversi (0.63) terhadap produksi padi (Sembiring, S.A,2011). Castillo et al (1992) dalam Boer, R (2002) mengemukakan bahwa tidak adanya hujan 15 hariberturut-turut baik sebelum ataupun sesudah inisiasi malai dapat menurunkan hasil tanaman antara 18 dan38 persen. Fakta diatas mendukung hasil studi ini, dimana penurunan curah hujan mengakibatkan hasiltanaman turun. Studi Boer dan Meinke, 2002; Malingreau, 1987; Bottema, 1997 dalam Boer dan Las ( )menyebutkan kejadian kekeringan akibat El-Nino tidak selalu menyebabkan terjadinya penurunan produksiberas yang menyolok, kecuali tahun 1991, 1994 dan 1997 karena (1) perhitungan produksi didasarkan padatahun kalender, sementara kejadian iklim ekstrem (El- Nino) tidak mengikuti tahun kalender, (2) pengaruhEl-Nino kuat hanya pada beberapa daerah pusat produksi saja,(3) adanya perubahan keputusan petani,misalnya dari menanam padi menjadi menanam keledai akibat kurangnya ketersediaan air pada waktukejadian El-Nino, dan (4) terjadinya hasil peningkatan hasil per satuan luas pada lahan 247

Page 145: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 145/395

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

beririgasi pada tahun El-Nino karena adanya peningkatan intensitas radiasi. Boer, et al ( ) menyebutkanbahwa penurunan hujan sebanyak 10 persen menyebabkan jumlah kecamatan di sekitar DAS Citarumdengan deficit air pada tahun 2020 semakin bertambah. Penurunan deficit air akan mempengaruhi suplai airterhadap lahan sawah, dengan demikian jumlah areal sawah berkurang diikuti dengan penurunan produksipadi. Boer dan A.Setyadipratikto (2003) menunjukkan kerugian ekonomi akibat kegagalan panen padatahun El-Nino 1991,1994 dan 1997 mencapai Rp 571 milyar sedangkan kehilangan investasi yang dialamipetani mencapai Rp 228 milyar. Dampak La-Nina menyebabkan persediaan beras masyarakatmeningkatkan 3.119 persen. Persediaan beras masyarakat diperoleh dari selisih produksi beras denganberas untuk keperluan benih atau karena penyusutan. Peningkatan persediaan beras masyarakatmenyebabkan , persediaan beras domestik naik sebesar 1.833 persen sehingga surplus beras naik 3.421persen. Sebaliknya, pengaruh El-Nino menyebabkan persediaan beras masyarakat, persediaan berasdomestik dan surplus beras turun, masing-masing 1.828, 1.022 dan 1.986 persen. Dampak La- Ninamenyebabkan jumlah beras impor turun sebesar 9.435 persen sebaliknya El-Nino menyebabkan kenaikanimpor beras 7.852 persen. Dari sisi konsumen, La-Nina berdampak terhadap penurunan harga beras dipengecer sebaliknya El-Nino berdampak terhadap kenaikan harga beras di pengecer sebesar 0.936 persen.Kesimpulan dan Implikasi Kebijakan La-Nina berdampak terhadap peningkatan ketahanan pangan nasional,sebaliknya El-Nino mengganggu keberlangsungan ketahanan pangan nasional. Upaya yang perlu dilakukanpemerintah antara lain pembangunan irigasi, perbaikan sistim jaringan irigasi, tetap mempertahankankebijakan harga pembelian pemerintah, dan upaya untuk mengurangi konsentrasi gas rumah kaca. DaftarPustaka Amien, I., Rejekiningrum, P., Pramudia, A., and Susanti, E. 1996. Effects of Interannual ClimateVariability and Climate Change on Rice Yield in Java, Indonesia. Water, Air and Soil Pollution. 92:29-39.Andersen, P.P. 1994. World Food Trend and Future Food Security. Food Policy Report. IFPRI, WashingtonDC. Boer, R. 2001. Strategy to Anticipate Climate Extreme Events. Paper Presented at the Traning Instituteon Climate and Society in the 248

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Asia-Pasific Region.5-23 February 2001. East-West Center, Honolulu, USA. Boer, R. 2002. Analisis DataIklim untuk Pengelolaan Tanaman. Disampaikan pada Pelatihan Pengamat OPT, Tanggal 26 Juni 2002,Direktorat Perlindungan Tanaman Pasar Minggu Jakarta. Boer, R dan Alimoeso,S. 2002. Strategi AntisipasiKejadian Iklim Ekstrim. Paper disajikan dalam Seminar Upaya Peningkatan Ketahanan Sistim ProduksiTanaman Pangan terhadap Iklim Ekstrim. Departemen Pertanian, Pasar Minggu 24 Juni 2002. Boer, R,.danI.Las. Sistim Produksi Padi Nasional dalam Perspektif Kebijakan Iklim Global. Boer, R,. I.Las,.J.S.Baharsjah.2003. Analisa Kerentanan dan Adaptasi terhadap Keragaman dan Perubahan Iklim. Paperdisajikan dalam Simposium VI Perhimp, Biotrop 9-10 September 2003. Boer, R., Bambang.D.D., Perdinandan Delon. Dampak Perubahan Iklim dan Tata Guna Lahan Terhadap Sumberdaya Air DAS Citarum.Laboratorium Klimatologi, Jurusan Geomet FMIPA IPB. Bogor. Boer,R. Dan A.Setyadipratikto. 2003. NilaiEkonomi Prakiraan Iklim. Disajikan dalam Workshop Pemanfaatan Informasi Iklim untuk Pertanian diSumatera Barat. Auditorium Universitas Bung Hatta, Padang. 11-13 Agustus 2003. Ellis, F. 1992.Agricultural Policies in Developing Countries. Cambridge University Press, Cambridge. Hidayat,J.R etal.2004. Masalah Kekeringan pada Pertanaman Padi Sawah di Indramayu dan Cirebon. Analisis dan Opsikebijakan Penelitian dan Pengembangan Tanaman pangan. Monograf No 1.2005.Penyunting:Partohardjono,S., D. Pasaribu., Hermanto. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. BadanPenelitian dan Pengembangan Pertanian. Irawan, B. 2002. Stabilization of Upland Agriculture Under El-NinoInduced Climatic Risk: Impact Assessment and Mitigation Measures in Indonesia. United Nations CGPRTCentre Working Paper No 62. Kanal, R.C. 2009. Climate Change and Organic Agriculture. The Journal of

Page 146: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 146/395

1

1

Agriculture and Environment Volume 10 ( Juni 2009): 100-110. Naylor, R.L., W.P. Falcon., N. Wada., and D.Rochberg. 2002. Using El Nino/Southern Oscillation Climate Data to Improve Food Policy Planning inIndonesia. Developments in the Asian Rice Economy. In Sombilla, M., M. Hossain, and B. Hargy (Editor).International Rice Research Institute. Philippines. 249

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Sembiring, S.A. 2011. Analisis Ekonomi Terhadap Instruksi Presiden Tentang Kebijakan PerberasanNasional Tahun 2005-2008. Disertasi. Sekolah Passarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Simatupang, P.2007. Analisis Kritis Terhadap Paradigma dan Kerangka Dasar Kebijakan Ketahanan Pangan Nasional.Forum Penelitian Agro Ekonomi, 25(1): 1-18. Soetrisno, N. 1996. Ketersediaan dan Distribusi Pangan dalamRangka Mendukung Ketahanan Pangan Rumah Tangga. Kerjasama Deptan-UNICEF di Yogyakarta 26-30Mei. Suhardjo. 1996. Pengertian dan Kerangka Pikir Ketahanan Pangan Rumah Tangga. Makalah disajikanpada Lokakarya Ketahanan Pangan Rumah Tangga. Kerjasama Deptan-UNICEF di Yogyakarta 26-30 Mei.Suryana, A. dan K.S. Swatika. 1997. Kinerja Dan Prospek Ketahanan Pangan Pokok. Silitonga, C., A.Fauzi,M.H. Sawit, P.Suharno, A.Soepanto dan M. Ismet (Penyunting) 30 Tahun Peran Bulog Dalam KetahananPangan. Badan Urusan Bulog, Jakarta. Sukirman. 1996. Ketahanan Pangan: Konsep, Kebijaksanaan danPelaksanaannya. Makalah disajikan pada Lokakarya Ketahanan Pangan Rumah Tangga. KerjasamaDeptan-UNICEF di Yogyakarta 26-30 Mei. Tjasyono,B.1997. Mekanisme Fisis pra, selama dan pasca El-Nino. Paper disajikan dalam Workshop Kelompok Peneliti Dinamika Atmosfer, 13-14 Maret 1997. 250

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN TERPADU SERTA BERKELANJUTAN DI PESISIR DANLAUT KABUPATEN DELI SERDANG Bambang Hendra Siswoyo Program Studi Budidaya Perairan,Fakultas Perikanan, Universitas Dharmawangsa, Jalan K.L. Yos Sudarso No. 224 Medan AbstrakPengalihan lahan hutan mangrove menjadi lahan berbagai peruntukan lain di Kabupaten Deli Serdangdimulai pada tahun 1995 tetapi pada tahun 2001 sampai tahun 2007 mengalami penurunan sebesar 9344Ha atau 1557,3 Ha/tahun. Pengalihan lahan konversi menjadi lahan peruntukan lain selama 7 tahun terakhir(2001-2007) berdampak pada produksi perikanan. Produksi perikanan Kabupaten Deli Serdang dari tahun2004 . 2005 mengalami penurunan yang sangat besar, baik dari hasil tangkapan maupun dari hasilbudidaya tambak. Hal ini diduga karena akhirakhir ini hutan mangrove cendrung berkurang dan mengalamikerusakan oleh aktivitas manusia yang mengeksploitasi hutan mangrove untuk berbagai kepentingan tanpamemperhatikan daya dukung hutan mangrove itu sendiri. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan hiduppara nelayan (responden) yang menggantungkan hidupnya pada sumberdaya perikanan, maka merekamengganti jenis alat tangkap maupun kapal penangkap ikan serta jumlah armada, walaupun dengan biayadan resiko yang lebih besar. Jenis alat tangkap yang dipergunakan oleh kapal motor adalah jenis pukatlayang (mini beam trawl) dan fish net atau otter trawl, baik pukat layang maupun otter trawl merupakan alattangkap yang secara hukum berdasarkan Keppres No. 39 Tahun 1980 di larang penggunaannya, karenaalat tangkap ini dapat merusak sumberdaya perikanan secara luas serta memutus siklus regenerasi ikandan bertentangan dengan visi pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang merupakan visidunia internasional maupun visi nasional. Pengelolaan sumberdaya perikanan secara terpadu danberkelanjutan dapat tercapai melalui: (1) konsep keterpaduan (ekologis, sektor, disiplin ilmu danstakeholder); (2) peningkatan kualitas sumberdaya manusia; (3). pemulihan biofisik lingkungan pesisir yangterdegradasi; (4) pengembangan industri perikanan tangkap dan budidaya ikan yang lestari; (5) pencegahankasus pencurian ikan; (6) pengembangan sistem informasi sejumlah kegiatan penelitian; (7) pengadaanperaturan dan peningkatan penegakan hukum; serta (8) penyusunan rencana detail tata ruang denganpendekatan mitigasi bencana. Visi pembangunan berkelanjutan tidak melarang 251

Page 147: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 147/395

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

aktivitas pembangunan ekonomi, tetapi menganjurkannya dengan persyaratan bahwa laju (tingkat) kegiatanpembangunan tidak melampaui daya dukung (carrying capacity) lingkungan alam. Dengan demikian,generasi mendatang tetap memiliki asset sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sama atau kalaudapat lebih baik dari pada generasi yang hidup sekarang. Masyarakat wilayah pesisir Kabupaten DeliSerdang mempunyai peranan penting bagi kelestarian hutan mangrove, peran tersebut dapat secaraindividual maupun kelompok sebagai organisasi masyarakat. Hasil uji Chi kuadrat terhadap variabelkarakteristik kelompok meliputi aktivitas/kegiatan, kelembagaan dan manfaat yang diperoleh baik ekonomismaupun ekologis mempunyai hubungan yang signifikan terhadap peran serta masyarakat dalam pelestarianhutan mangrove, manfaat yang tinggi dari hutan mangrove dapat meningkatkan peran serta masyarakat danbegitu pula sebaliknya. Salah satu cara dalam meningkatkan peran serta masyarakat dalam pelestarianekosistem hutan mangrove di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang adalah melibatkan komponenmasyarakat lokal, baik organisasi-organisasi sosial kemasyarakatan, maupun LSM, sehinggasecarakeseluruhan bersatu merasa memiliki. Dengan adanya rasa memiliki maka diharapkan mampumerubah pola pandang terhadap pemanfaatan mangrove secara optimal, lestari serta berkelanjutan. Untukmencapai itu semua dibutuhkan kemauan dari penanggung jawab pembangunan di Kabupaten Deli DeliSerdang serta keterpaduan dari Pemerintah, masyarakat dan swasta/investor. Kata Kunci: Terpadu,Berkelanjutan, Pesisir, Masyarakat. LATAR BELAKANG Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yangterdiri atas sumberdaya alam hayati, sumberdaya alam non hayati dan sumberdaya buatan, merupakansalah satu aset pembangunan Indonesia yang penting. Sebagai modal dasar pembangunan sumberdayaalam harus dimanfaatkan sepenuh-penuhnya tetapi dengan cara-cara yang tidak merusak, bahkansebaliknya, cara-cara yang dipergunakan harus dipilih yang dapat memelihara dan mengembangkan agarmodal dasar tersebut makin besar manfaatnya untuk pembangunan lebih lanjut di masa mendatang.Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempatberlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang satu dengan yang lainnya. Kegiatan-kegiatan pembangunan dapat mempengaruhi struktur dasar ekosistem, dengan menimbulkan perubahanyang merusak atau dengan menimbulkan tambahan pencemaran di dalam aliran bahan 252

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

dalam proses-proses ekosistem, oleh karena itu gangguan terhadap struktur dasar ekosistem harusdihindari dan di upayakan kelestariannya tetap di pertahankan. Kawasan pesisir merupakan bagian daridaerah yang menjadi batas antara wilayah laut dengan daratan. Kawasan ini sangat kompleks denganberbagai isu dan permasalahan yang memerlukan penanganan yang komprehensif dengan strategi khususdan terpadu. Selama ini kawasan pesisir belum mendapat perhatian yang cukup serius baik daripemerintah, masyarakat maupun pihak ketiga dalam pengelolaannya. Sehingga belakangan ini barudirasakan berbagai permasalahan yang muncul tentang kawasan pesisir, hal ini disebabkan pemanfaatansumberdaya tersebut sampai saat ini kurang memperhatikan kelestariannya, akibatnya terjadi penurunanfungsi, kualitas serta keanekaragaman hayati yang ada. Sebagai contoh adalah degradasi ekosistemterumbu karang yang telah teridentifikasi sejak tahun 1990- an. Hasil penelitian Pusat PenelitianOseanografi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (2001) diketahui bahwa terumbu karang Indonesiadalam kondisi sangat baik hanya 6,41 %, kondisi baik 24,3 %, kondisi sedang 29,22 % dan kondisi rusak40,14 %. Dalam rangka mengatasi degradasi sumberdaya pesisir diperlukan suatu desain pengelolaan yangkomprehensif, secara terpadu dan berkelanjutan dengan pendekatan Pengelolaan Pesisir dan LautanTerpadu (Integrated Coastal and Ocean Management/ICOM), yaitu dengan cara mengintegrasikan setiapkepentingan dalam keseimbangan antar dimensi ekologis, dimensi sosial, antar sektoral, disiplin ilmu danseluruh pemangku kepentingan (stakeholders). Rancangan pengelolaan ini diharapkan dapat menyatukan

Page 148: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 148/395

1

1

beberapa kebijakan yang ada sehingga dapat mengakomodasi kebutuhan masyarakat. METODEPENELITIAN Daerah penelitian pengelolaan sumberdaya perikanan di pesisir dan laut Kabupaten DeliSerdang ini dilaksanakan pada 4 (empat) Kecamatan Pesisir yang meliputi batas administrasi wilayah desapantai yang secara administrasi mencakup 17 desa Analisis Data Data yang diperoleh dianalisismenggunakan metoda : Untuk menguji hipotesis 1 (pertama) dilakukan Analisis Deskriptif, untukmenganalisis variabel-variabel yang dinyatakan dengan sebaran frekuensi, baik secara angka-angkamaupun dalam bentuk persentase (perkembangan produksi perikanan di 4 Kecamatan pesisir Kabupaten253

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Deli Serdang dari tahun 2004- 2008). Untuk menguji hipotesis 2 (kedua) dilakukan Analisis Diskriptif denganmenggunakan metoda statistik Chi-kuadrat.X 2 = ∑ { ( f 0 – f 1 ) 2 / (f 1 ) } Untuk mengetahui signifikansinya,hasil X 2 hitung dibanding dengan X 2 tabel, jika X 2 hitung diperoleh sama atau lebih besar dari angkayang terdapat dalam X 2 tabel, maka Hi diterima, ada hubungan dan jika X 2 hitung lebih kecil dari X 2 tabel,Ho diterima, tidak ada hubungan. Untuk menguji hipotesis 3 ( Ketiga ) dilakukan Analisis Diskriptif denganmenggunakan metoda statistik Chi-kuadrat. Adapun formulanya adalah : X 2 = ∑ { ( f 0 – f 1 ) 2 / (f 1 ) }Untuk mengetahui signifikansinya, hasil X 2 hitung dibanding dengan X 2 tabel, jika X 2 hitung diperolehsama atau lebih besar dari angka yang terdapat dalam X 2 tabel, maka Hi diterima, ada hubungan dan jikaX 2 hitung lebih kecil dari X 2 tabel, Ho diterima, tidak ada hubungan. HASIL DAN PEMBAHASANPerubahan lahan hutan mangrove menjadi lahan berbagai peruntukan berdampak pada produksi perikanan.Kondisi hutan mangrove pada tahun 2001 seluas 13.869 Ha, namun kini kondisinya sudah sangatmemprihatinkan akibat di konversi untuk berbagai kegiatan perekonomian, dan pada saat ini (tahun 2007)luas hutan mangrove di Kabupaten Deli Serdang hanya tinggal 4.525 Ha, ini berarti kerusakan hutanmangrove setiap tahunnya berkisar 1557,3 Ha, salah satu dampak yang ditimbulkan dari kerusakan hutanmangrove adalah penurunan produksi perikanan pada tahun 2004 sebanyak 41.521,60 ton sedangkanproduksi perikanan pada tahun 2005 sebanyak 20.204,60 ton, ini berarti produksi perikanan mengalamipenurunan yang sangat besar. Tabel 1: Perkembangan produksi Perikanan di 4 Kecamatan PesisirKabupaten Deli Serdang Tahun 2004 – 2008 Perkembangan produksi perikanan No Uraian 2004 2005 20062007 2008 1 Tangkapan 37,225.40 16.677.7 17.097.31 18.396.1 19.873,28 dari laut ( ton ) 2 Budidaya4.296,2 3.526.9 3.527 3.703.37 3.703,08 tambak (ton) Jumlah 41.521,60 20.204.6 20.624.31 22.099.4723.576,36 254

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011 Hal

ini disebabkan karena wilayah pesisir kabupaten Deli Serdang telah mengalami degradasi, terutama hutanmangrove sebagai akibat pemanfaatan atau konversi menjadi peruntukan lain (pertambakan, pemukiman,perkebunan, pertanian, pariwisata dan pertambangan) yang tidak sesuai dengan peruntukannya, salah satupenyebab konversi hutan mangrove menjadi lahan peruntukan lain adalah belum adanya penataan ruangwilayah pesisir, penyusunan tata ruang yang dilakukan selama ini belum mengintegrasikan wilayah pesisir,baik dalam rencana tata ruang Kabupaten maupun Kecamatan. Kenyataannya pelaksanaan pemanfaatanruang di wilayah pesisir telah banyak terjadi pelanggaran misalnya pendirian bangunan atau pengusahaantambak di sempadan pantai yang menyebabkan rusaknya hutan mangrove di jalur hijau. Belum adanyapenyusunan rencana tata ruang wilayah pesisir berkaitan erat dengan belum adanya peraturan yangmendukung secara tegas upaya penataan ruang wilayah pesisir tersebut. Penataan ruang merupakan salahsatu usaha untuk menekan terjadinya konflik kepentingan pemanfaatan ruang, termasuk pemanfaatanruang di wilayah pesisir. Pada saat ini aktifitas dan jumlah orang yang ingin memanfaatkan sumberdayapesisir semakin meningkat, sedangkan sumberdaya pesisir cendrung berkurang. Gambar 1 : Produksi

Page 149: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 149/395

1

1

perikanan tangkap dan budidaya di empat kecamatan Lokasi penelitian Di sisi lain pemanfaatansumberdaya pesisir yang ada saat ini kurang ramah lingkungan dan tidak berkelanjutan. Untuk itu perludilakukan usaha rehabilitasi hutan mangrove, Kusmana (2002) menyatakan bahwa ekosistem mangrovebaik secara sendiri maupun secara bersama dengan ekosistem padang lamun dan terumbu karang 255

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

berperan penting dalam stabilisasi suatu ekosistem pesisir, baik secara fisik maupun secara biologis,disamping itu ekositem mangrove merupakan sumber plasma nuftah yang cukup tinggi. Karena karakterpohon mangrove yang khas, ekosistem mangrove berfungsi sebagai peredam gelombang dan badai,pelindung abarasi, penahan lumpur dan perangkap sedimen. Ekosistem mangrove juga merupakanpenghasil detritus dan merupakan daerah asuhan ( nursery ground), daerah untuk mencari makan (feedingground) serta daerah pemijahan (spauning ground) bagi berbagai jenis ikan, udang dan biota laut lainnya,Juga sebagai pemasok larfa, ikan dan udang, kini kondisinya sudah pada tingkat kerusakan yang sangatmemprihatinkan. KESIMPULAN Pengalihan lahan hutan mangrove menjadi lahan berbagai peruntukan diKabupaten Deli Serdang di mulai pada tahun 1995 tetapi pada tahun 2001 sampai tahun 2007, hutanmangrove mengalami penurunan luas sebesar 9344 Ha atau 1557,3 Ha/tahun. Pengalihan lahan menjadilahan peruntukan lain selama 7 tahun terakhir (2001 – 2007) berdampak pada produksi perikanan. Produksiperikanan kabupaten Deli Serdang, baik dari hasil tangkapan dilaut maupun hasil dari budidaya tambakpada tahun 2004 sebanyak 41.521.60 ton sedangkan pada tahun 2005 produksi perikanan sebanyak22.204,60 ton ini berarti mengalami penurunan. Kharakteristik secara individu, baik hubungan antara umur,pendidikan, tingkat pendapatan, jumlah anggota keluarga, serta masa bermukim, mempunyai hubungandengan peran serta masyarakat dalam upaya pelestarian hutan mangrove. Kharakteristik tingkatpendapatan mempunyai hubungan yang lebih besar terhadap upaya pelestarian hutan mangrove, diikutidengan kharakteristik Tingkat Pendidikan, jumlah anggota keluarga, umur dan yang paling kecilhubungannya dengan pelestarian hutan mangrove adalah masa bermukim. Kharakteristik kelompok meliputikelembagaan dan manfaat mempunyai hubungan yang erat dengan peran serta masyarakat dalampelestarian hutan mangrove, manfaat yang tinggi dari hutan mangrove dapat meningkatkan peran sertamasyarakat dan begitu pula sebaliknya. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan pengelolaansumberdaya perikanan secara terpadu dan berkelanjutan dapat tercapai melalui : (1) konsep keterpaduan (ekologis, sector, disiplin ilmu dan stakeholder); (2) peningkatan kualitas sumberdaya manusia; (3)pemulihan biofisik lingkungan pesisir yang terdegradasi; (4) 256

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

pengembangan industry perikanan tangkap dan budidaya ikan yang lestari; (5) pencegahan kasuspencurian ikan; (6) pengembangan system informasi sejumlah kegiatan penelitin; (7) pengadaan peraturandan peningkatan penegakan hokum; serta (8) penyusunan rencana detail tata ruang dengan pendekatanmitigasi bencana. Untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove didaerah pesisir Kabupaten Deli Serdang, maka intensitas frekuensi penyuluhan yang berkaitan denganpengelolaan sumberdaya perikanan dan pelestarian hutan mangrove perlu ditingkatkan dengan terusmenerus dan berkesinambungan atau secara priodik, sehingga tingkat pemahaman masyarakat akan artidan fungsi sumberdaya pesisir dan laut akan meningkat, disamping peningkatan mutu hidup, tingkatpendapatan dan tingkat pendidikan, penegakan hukum juga harus ditingkatkan sehingga tingkat kerusakankawasan pesisir Kabupaten Deli Serdang yang semakin tinggi dapat ditekan. Salah satu cara dalammeningkatkan peran serta masyarakat dalam pelestarian ekosistem hutan mangrove di wilayah pesisirKabupaten Deli Serdang adalah melibatkan komponen masyarakat local, baik organisasi –organisasi socialkemasyarakat, maupun LSM, sehingga secara keseluruhan bersatu merasa memiliki. Dengan adanya rasa

Page 150: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 150/395

1

1

1

memiliki maka diharapkan mampu merubah pola pandang terhadap pemanfaatan mangrove secara optimal,lestari serta berkelanjutan. DAFTAR PUSTAKA [Anonim].2008. Data Statistik Peternakan. Dinas PertanianKabupaten Deli Serdang. [BAPPEDA] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Deli Serdang.2003. Rencana Strategis Kawasan Pesisir Pantai Kabupaten Deli Serdang. [BAPPEDA] BadanPerencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Deli Serdang. 2008. Penyusunan Rencana Pengelolaan(Management Plan) Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang. Bengen, D.G. 2004. Menuju PembangunanPesisir Dan Laut Berkelanjutan Berbasis Eko-Sosiosistem. ISBN ;979-98867-0-8. [BPS] Badan PusatStatistik. 2008. Kabupaten Deli Serdang Dalam Angka. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. KecamatanHamparan Perak Dalam Angka. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Kecamatan Labuhan Deli Dalam Angka.[BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Kecamatan Percut Sei Tuan Dalam Angka. 257

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2008 Kecamatan Pantai Labu Dalam Angka. Budiman, A, 2000. TeoriPembangunan Dunia Ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Cicin-Sain and Knecht R.W. 1998.Integrated Coastal and Marine Management. Island Pres, Washington D.C. Dahuri, R.,Rais, J., Ginting, S.P.dan Sitepu, M.J. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT PradnyaParamita, Jakarta. David , O . S . Freedman, J dan Peplan L . A, 1984. Psikologi Sosial, Edisi Kelima Jilid 2Erlangga , Jakarta. Hagul, P, 1992. Pembangunan Desa dan Lembaga Swadaya Masyarakat, Rajawali PresJakarta Hartono, H, dan Aziz , A, 1990. Ilmu Sosial Dasar, Bumi Aksara. Jakarta. [IKIP] Institut KeguruanIlmu Pendidikan Negeri Medan. 1995. Pendidikan Kependudukan Dan Lingkungan Hidup, Jabal Rahmat,Medan. Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor : KEP.10/ MEN/2002. Pedoman UmumPerencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu. Tahun 2002. Leibo,J, 1990. Sosiologi Pedesaan, Andi Offseet,Yogyakarta. Mitchell.B, B. Setiawan, Dwita Hadi Rahmi, 2007. Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan,Gadjah Mada University Press. Nazir.M, 2005. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Ciawi-Bogor Selatan16720. Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI (2001) Inventarisasi dan Penilaian Potensi Kawasan KonservasiLaut Baru Pulau Derawan, Kakaban dan Maratua, Kecamatan Kepulauan Derawan, Kabupaten Berau,Propinsi Kalimantan Timur. Laporan Penelitian. Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI. Jakarta.Wiryawan,B.,Hkazali,M., dan Knight, M. 2005. Menuju Kawasan Konservasi Laut Berau Kalimantan Timur: Satussumberdaya pesisir dan proses pengembang. Sudjana, 2005. Metoda Statistika, penerbit Tarsito, Bandung,2005. Sunarto , Susanto dan Astrid, 1998. Masyarakat Indonesia Abad Ke Dua Puluh Satu. DirektoratJendral Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. Soekanto , S, 1985. Sosiologi Ruang Lingkup danAplikasinya, Remaja Karya, Jakarta . Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007.Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil. Tahun 2007. 258

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997. Pengelolaan Lingkungan Hidup, KementerianLingkungan Hidup, 2003. [USU] Universitas Sumatera Utara. 2000. Nilai Budaya Masyarakat TerhadapPenataan Hukum Lingkungan Dalam Pengelolaan Hutan Mangrove Di Sumatera Utara. Utomo. B, 2009.Konversi Hutan Bakau Menjadi Lahan Tambak Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat. WartaDharmawangsa. 19: 39 - 61 Wiryawan, B.,Hkazali,M., dan Knight, M. 2005. Menuju Kawasan KonservasiLaut Berau Kalimantan Timur: Satus sumberdaya pesisir dan proses pengembangan KKL 259

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 151: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 151/395

1

MODEL DICISION SUPPORT SYSTEM PENGELOLAAN KUALITAS AIR BERSIH KASUS PDAM TIRTALIHOU KAB.SIMALUNGUN Latief Nasution Abstrak Air merupakan kebutuhan makhluk hidup yang palinghakiki, termasuk manusia, flora dan fauna oleh sebab itu air perlu di tata penggunaannya agar memberikanmanfaat bagi masyarakat. Dalam jaringan distribusi air diperlukan suatu sistem yang terkoordinasi, baikantara para pelaku maupun pembuat kebijakan dan jaminan perolehan air yang cukup. Menurunnya kualitasair akibat pencemaran yang timbul karena proses kegiatan masyarakat itu sendiri, hal itu semakinmenambah problem pengadaan air bersih di Indonesia. Oleh karena itu penyediaan air bersih sebagaikebutuhan pokok manusia, maka pengelolaannya harus ditangani secara serius mulai dari sumber-sumber,pengelolaan air sampai kepada pendistribusian air bersih kepada masyarakat. Pengelolaan sumber daya airbersih terpadu menghendaki pertimbangan ruang lingkup dari aspek, sosial, ekonomi dan lingkungan.Pengelolaan yang mencakup ruang lingkup yang cukup luas ini, memerlukan suatu alat bantu untuk paraperencana dan pengambil keputusan. objektif utama dari alat bantu ini adalah dihasilkannya suaturekomendasi keputusan yang terpercaya dan terevaluasi tentang suplai air bersih dengan kualitas sesusibaku mutu ramah lingkungan. Adapun alat bantu yang digunakan adalah komputer dengan DecisionSupport System yang oleh Sprague dan Carlson (1982) disebut suatu sistem pendukung interaktif berbasiskomputer (Loucks et al, 1985; Labadie Sullivan, 1986). Namun pada umumnya sistem ini terfokus padapengelolaan sumber daya air sungai. DSS untuk pengelolaan sumber daya air bersih dapat didefinisikansebagai suatu system komputer terintegrasi interaktif yang mencakup kemampuan model dan manajemeninformasi yang dirancang untuk membantu pengambil keputusan dalam menyelesaikan persoalanpengelolaan sumber daya air. Dalam memenuhi kebutuhan air diperlukan infra struktur yang membutuhkanbiaya investasi dan operasi yang cukup besar. Penyediaan biaya memerlukan partisipasi pemerintah danperusahaan swasta demi untuk kepentingan masyarakat. Pengelolan air bersih yang adil, terstruktur,dapatlah terlindungi nilai ekologis dan kultur air yang berkelanjutan. Kata Kunci : Model PengelolaanKualitas Air Bersih 260

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Pendahuluan Air merupakan karunia Tuhan untuk umatnya, termasuk untuk seluruh rakyat Indonesia,sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 diamanatkan bahwa penguasaan atas bumi,air, dan ruang angkasa, serta kekayaan yang terkandung di dalamnya itu untuk dipergunakan sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat. Penguasaan yang dimaksud tidak menempatkan Negara sebagaipemilik (Ownership), tetapi tetap pada fungsi-fungsi penyelenggaraan Negara. Air merupakan kebutuhanmakhluk hidup yang paling hakiki, termasuk manusia, flora dan fauna, oleh sebab itu perlu ditatapenggunaannya agar memberikan manfaat bagi rakyat. Dalam jaringan distribusi air, diperlukan suatusistem yang terkoordinasi, baik antara para pelaku maupun pembuat kebijakan, dan jaminan perolehan airyang cukup. Tidak dapat dipungkiri bahwa air menjadi suatu komoditas yang memiliki posisi strategis darikepentingan-kepentingan untuk pemenuhan kebutuhan hajat hidup, bisnis industri, irigasi (pertanian),maupun ketahanan pangan yang menjadi bagian dari sistem ketahanan nasional. Posisi air yang strategisdalam menguasai hajat hidup orang banyak. Maka tidak dapat dielakkan bahwa air akan menjadi persoalantari menarik dari berbagai kepentingan. Oleh kareana itu persoalan air harus di tata dengan baik melaluiperangkat peraturan perundang- undangan yang dapat melindungi dan mewujudkan ketertiban umum yangmrncerminkan keadilan masyarakat. Sejak berlakunya UU Nomor 22 tahun 1999 hingga direvisi menjadi UUnomor 32 Tahun 2004, Undang-undang yang berhubungan dengan pengelolaan air adalah Undang-undangnomor 7 Tahun 2004, tentang Sumberdaya air. Dalam UU Sumberdaya air ada dua jenis kewenangandinyatakan secara detail pada pasal 16 dan pasal 18. UU Sumberdaya Air memberikan kewengan dantanggungjawab daerah atas pengelolaan Sumberdaya air yakni dalam hal menetapkan pola pengelolaansumberdaya air, menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air, mengatur, menetapkan dan memberiizin penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan penguasaaan air, membentuk dewan sumberdaya air,memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari atas air dan menjaga efektifitas, efisiensi, kualitas, danketertiban pelaksanaan pelaksanaan pengelolaan sumberdaya air pada wilayah sungai dalam satukabupaten/kota. Dengan cara seperti itu, UU sumberdaya air terlihat banyak mengatur soal partisipasi

Page 152: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 152/395

1

1

masyarakat. Dalam bagian menimbang huruf (d) dikatakan: “Sejalan dengan semangat demokratisasi,desentralisasi, dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,masyarakat perlu diberi peran dalam pengelolaan sumber daya air”. Dalam Bab XI tentang Hak, Kewajibandan peran serta masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk berperan dalam prosesperencanaan, 261

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengelolaan sumberdaya air. Pengelolaan sumberdaya air bersihterpadu menghendaki pertimbangan ruang lingkup dari aspek sosial, ekonomi dan lingkungan terutamaditujukan terhadap pemakaian dan proteksi sumberdaya tersebut. Pengeloaan yang mencakup ruanglingkup yang cukup ini memerlukaur.n statu alat bantu yang menghasilkan suatu rekomendasi keputusanyang terpercaya dan terevaluasi tentang suplai air bersih dengan koalitas yang memenuhi baku mutu ,ramah lingkungan dan ekonomis. Decision Support System (DSS) yang oleh Sprague dan Carlson (1982)didefiniskan sebagai”Status sistem pendukung interaktif berbasis komputer” telah pernah dipakai untukpengelolaan sumberdaya air (Loucks et al, 1985; Labadie dan Sullivan, 1986; Loucks dan da Costa, 1991;Fedra, 1992; Georgahakos dan Martin,1996; Wathius dan McKenney et al, 2000). Namun pada umumnyaDSS yang dihasilkan oleh para peneliti tersebut terfokus pada pengelolaan sumberdaya air sungai. DSSuntuk pengelolaan sumberdaya air bersih dapat didefinisikan sebagi suatu sistem komputer terintegrasiinteraktif yang mencakup kemampuan model dan manajemen informasi yang dirancang untuk membantupengambil keputusan dalam menyelesaikan persoalan pengelolaan sumberdaya air tak terstruktur. CaraKerja Penelitian ini dilakukan pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Lihou KabupatenSimalungun Provinsi Sumatera Utara Indonesia yang meliputi sumber-sumber air, kualitas air dan debit air.Penelitian sumber-sumber air berada di lima Kecamatan yang produksi airnya terbesar dari 31 Kecamatanyang ada. Adapun kelima sumber air bersih tersebut antara lain, 1). Mata air Sampan Taon mengalir kesungai Lobang di Kecamatan Pematang Bandar, 2). Mata air Sinaksak mengalir ke sungai Bahapal diKecamatan Tapian Dolok, 3). Mata air Pamujian mengalir ke sungai Bah Pamujian Karang Sari KecamatanGunung Maligas, 4). Mata air Sitahuan mengalir ke sungai Balimbingan Kecamatan Tanah Jawa dan 5).Mata air Bah Timuran mengalir ke sungai Bah Timuran Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi. Sebagai datapendukung penelitian ini juga diperoleh dari, Badan Lingkungan Hidup/Bapedalda, Dinas PengelolaanSumber Daya Air (PSDA). Untuk mendukung perencanaan model dalam meningkatkan kualitas pengelolaanair bersih sebagai sumber air PDAM Kabupaten Simalungun dan juga digunakan metode statistik anova(analysis of variance) dua jalan. 262

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Langkah pendekatan sistem : ? Formulasi masalah ? Buat model ? Data ? Tentukan metode penyelesaian ?Uji hasil ? Analisis hasil dan lakukan analisis sensitivitas ? Implementasi hasil Diagram pembentukan modelmatematika : Idealisasi Kehidupan Nyata Model Nyata Aproksimasi Representasi abstraksi simbolik dgnpengalaman bermatematika Kesimpulan Peramalan Teori Teknik Matematika Model Matematika Gambar 1.Diagram Pembentukan Model Matematika dalam Indah Angriani 2010 Sebagai kerangka dasar dari modelmatematika yang akan dihasilkan merupakan fungsi dari N variabel acak. Fungsi ini mengestimasiketidakpastian dalam model yang mencakup parameter tak pasti. Andaikan C sebagai konsentrasi daribagian aliran air, yang merupakan fungsi dari N variabel acak. Secara matematika C dapat ditulis sebagai :C = g(X) Dengan X = (x 1 ,x 2 ,...,x n ) vektor yang mengandung N variabel acak x. Bentuk ini dapatdiperluas ? ?g ? C ? g( X e ) ??( xi ? xie ) ? ? xe ??xi ? Dengan xe adalah vektor variabel basis tak pastiyang menyajikan titik perluasan dan subskrip xe mengidentifikasi bahwa penurunan parsial dilakukan di titikperluasan tersebut. Model matematika diperlukan untuk memprediksi kualitas air sungai. Pada dasarnya

Page 153: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 153/395

1

1

1

model kualitas air sungai merupakan model yang secara realistik kompleks. Semakin kompleks suatumodel, semakin besar jumlah data yang diperlukan dan berakibat semakin besar biaya yang diperlukanuntuk mengkalibrasi dan memvalidasi model. Karena 263

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

alasan demikian inilah dirasa sulit untuk mengadaptasi beberapa model utama kualitas air, misalnya QUAL2 E , QUAL 2 K atau WASP 6 (Wool et al, 2006). Diperkirakan bahwa cukup beralasan untuk mengajukanmodel tambahan yang sederhana namun dapat menurunkan informasi penting tentang kualitas air sehinggadapat menjadi bagian dari sistem pengelolaan air sungai, terutama untuk Sungai Bah Pamujian, BahTimuran, Bah Lobang, Bahapal dan Bah Limbingan Dengan langkah pendekatan sistem sebagai berikut : 1.Perumusan masalah, dari data yang telah dikumpulkan dipilih- pilih coditing diformulasikan sehinggaditemukan perumusannya. 2. Desain Model, dengan menggunakan DSS dapat diilustrasikan dalam gambarberikut ini: Problem Strategi Informasi Keputusan Pembuat Keputusan Pertanyaan Permodelan dan StudyPertanyaan Keputusan (What If) Kebutuhan untuk Pendukung Keputusan Data Data Base Data yangdibutuhkan Sumber Data Wilayah Sistem Pendukung Keputusan Gambar 2. Alur Sistem PendukungKeputusan (Grigg, 1998) 3. Data DSS dapat menyatukan data dalam 5 fase sebagai berikut : a) Identifikasiisu : Identifikasi isu, informasi yang memadai, identifikasi para pihak yang mempunyai posisi kunci. b)Defenisi opsi-opsi manajemen : Mengidentifikasi opsi pengelolaan sumber daya air dan lahan yangpotensial. 264

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

c) Penetapan kriteria keputusan – penegasan kriteria untuk dipilih sebagai salah satu opsi. d) Perolehan dankomplikasi data sebagai input dalam DSS. e) Proses pendukung keputusan – menganalisis informasi yangtersusun oleh para pihak teerkait. 4. Tentukan Metode penyelesaian, diharapkan dari 5 (lima) fase di atasdapat menyelesaikan masalah tersebut. 5. Uji hasil dianalisis kembali. 6. Analisis hasil dan kemudiandilakukan analisis sensitivitas. 7. Implementasi hasil. Untuk mengetahui penurunan kuantitas air (debit airsungai) dipergunakan rumus regresi linear sederhana, dimana variabel yang terlibat didalamnya hanya dua,yaitu suatu variabel terikat Y dan satu variabel bebas X serta berpangkat satu Regresi Linear diterapkanpada semua jenis peramalan dan tidak harus berimpilikasi suatu regresi mendekati nilai tengah populasi(Walpole 1990) Bentuk persamaannya adalah : Ŷ = a + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 X 3 Keterangan : Ŷ =variabel yang diprediksikan Y = variabel kriterium = debit air bersih dari IPA (m 3 /detik) X 1 = variabelprediktor = konsumsi air bersih penduduk Simalungun (m 3 /detik) X 2 = variabel prediktor = debit air sungaiBah Pamujian X 3 = variabel prediktor = jumlah penduduk Simalungun a = konstanta b 1 , b 2 dan b 3 =koefisien regresi (slop) y ? Y1 ?Yˆ 1 x ˆ 1 ? X 1 ? X 1 x ˆ 2 ? X 2 ? X 2 x ? X ? Xˆ 3 Menghitung harga b 1 , b2 dan b 3 dan bilangan konstan a digunakan rumus : 2 x y ?b x ?b x x ?b x x ? 1 1? ? 1 2 1 ?x2 y ? b1?x1 x2? b2? ?x3 y ? b1?x 1x3 ? b2? 3 3 x x 2 2 2 2 x ? b 3 ? 3 3 ? 1 ? x2 b3? x x 3 3 2 3 265

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Variabel X disebut variabel bebas (independen) dalam analisis regresi sering disebut sebagai variabelprediktor, sedang variabel Y sebagai variabel terikat (dependen) disebut sebagai variabel kriteium. Jikahubungan antara variabel Y dan X itu sempurna, yaitu dengan r = 1,00 atau r = –1,00, prediksi yang dibuatjuga sempurna (Nugriyantoro, 2004). Korelasi bertujuan mengukur kekuatan asosiasi (hubungan) linearantara dua (2) variabel. Analisis korelasi tidak menunjukkan hubungan fungsional, tidak membedakan

Page 154: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 154/395

1

1

antara variabel dependen dengan variabel independen (Kuncoro, 2004). Analisis korelasi mencobamengukur kekuatan hubungan antara dua variabel melalui sebuah bilangan yang disebut koefisien korelasi.Koefisien korelasi linear sebagai ukuran hubungan linear antara dua variabel acak X dan Y, dandilambangkan dengan r. Nilai r = 0 berimplikasi tidak adanya hubungan linear antara variabel X dan Y, bila r= +1 atau r = –1, hubungan antara kedua variabel itu kuat dan dikatakan terdapat korelasi yang tinggi antarakeduanya. Hasil dan Pembahasan Data Penelitian Setelah diadakan penelitian seluruh data dikumpulkanbaik data primer data sekunder. Berikut disajikan data sekunder yang berasal dari Bapedalda Simalunguntahun 2007 menunjukkan adanya perubahan kualitas air, dapat dilihat pada tabel 3.1. Tabel 3.1 Kualitas AirSungai di Simalungun 2007 No Nama Sungai Parameter pH BOD 5 COD TSS NH 3 -N N total Minyak/Lemak Satuan 1. Bahapal 6,70 9,30 15,0 16,0 0,03 0,07 - mg/L 2. Bah Bolon 6,25 5,20 9,40 76,0 <000,1 -1,2 mg/L 3. Bah Langgei 5,60 21,7 40,0 35,50 0,07 - - mg/L 4. Bah Boluk 7,15 3,08 5,30 45,0 0,03 - 1,2mg/L 5. Bah Pamujian 6,30 13,50 27,0 26,0 0,07 - - mg/L 6. Balimbingan 7,59 3,15 7,30 78,0 0,03 - - mg/L7. Bah Pengkolan 6,41 10,60 31,0 28,56 0,11 - - mg/L Rata – rata 6,57 9,50 19,28 43,56 0,05 0,1 0,34 mg/LSumber : Bapedalda Simalungun, 2007 Konsentrasi pH rata-rata adalah 6,57, yakni cukup baik, karenatidak melebihi baku mutu yang berlaku yakni, 6-9. Konsentrasi BOD5 rata-rata = 9,50 mg/L, melebihi bakumutu yang berlaku yakni 2 mg/L. Konsentrasi Amonia (NH3-N) rata-rata adalah 0,05 mg/L cukup baik,karena di bawah baku mutu yang berlaku, yaitu 0,5 mg/L. Adapun baku mutu yang dipergunakan olehBapedalda Kabupaten Simalungun 2007 adalah berdasarkan baku mutu Industri berdasarkan Kep-51/MenLH/10/1995 sebagai berikut : 266

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tabel 3.2. Baku Mutu Industri Kep-51/MenLH/10/1995 No Baku Mutu Industri Kep-51/MenLH/10/1995Parameter Satuan Baku Mutu 1. pH - 6,0 – 9,0 2. BOD 5 mg/L 100 3. COD mg/L 350 4. TSS mg/L 250 5.NH 3 -N mg/L 10 6. Minyak/Lemak mg/L 25 Jika baku mutu industri (Kep-51/MenLH/10/1995) yangdigunakan untuk menilai kualitas air sungai di atas, maka secara umum kualitas air sungai tersebut masihmemenuhi syarat. Sebagai bahan pembanding berikut disajikan data kualitas air sungai tahun 2008 dariBapedalda Simalungun dapat dilihat pada Tabel 3.3. Tabel 3.3. Kualitas Air Sungai di Simalungun, 2008Parameter No Nama Sungai Minyak/ Satuan pH BOD 5 COD TSS NH 3 -N N total Lemak 1. Bahapal 7,2225,3 42,5 17,0 0,02 - 7,2 mg/L 2. Bah Bolon 7,4 16,0 27,0 21,0 0,01 - 1,4 mg/L 3. Bah Langgei 6,70 7,2021,0 24,0 < 0,01 - 0,7 mg/L 4. Bah Boluk 7,45 4,35 8,0 11,5 0,07 - 1,2 mg/L 5. Bah Pamujian 7,2 4,65 9,012,5 0,03 - 2,0 mg/L 6. Balimbingan 7,65 9,20 30,0 19,0 - - - mg/L 7. Bah Pengkolan 7,31 5,20 15,0 14,0 1,2- 0,7 mg/L Rata – rata 7,27 10,27 21,70 38,8 0,19 - 1,88 mg/L Sumber : Bapedalda Simalungun 2008 Tabel3.3 adalah tabel data kualitas air sungai Simalungun tahun 2008. Berdasarkan data di atas bahwakonsentrasi pH rata-rata = 7,27 yakni cukup baik, karena tidak melebihi baku mutu yang berlaku yaitu 6-9.Konsentrasi BOD5 rata-rata = 10,27 mg/L yakni melebihi baku mutu yang berlaku, yakni 2 mg/L.Konsentrasi amoniak (NH3-N) rata - rata = 0,19 mg/L, cukup baik, karena di bawah baku mutu yang berlakuyaitu, 0,5 mg/L. Namun jika dibandingkan dengan baku mutu Industi berdasarkan Kep-51/Men LH/10/1995lihat Tabel 3.2 yang dipergunakan Bapedalda Simalungun, maka kualitas air sungai Simalungun tahun 2008,cukup baik karena di bawah baku mutu yang berlaku. Debit Air Sungai Untuk memperoleh debit air sungaipada ke lima sungai yakni, Sungai Bah Timuran, sungai Lobang, sungai Balimbingan sungai Bahapal dansungai Bah Pamujian terlebih dahulu diadakan pengukuran masing-masing sungai meliputi lebar, dalam dankecepatan aliran sungai.Hal ini dapat dilihat pada tabel-tabel dibawah ini : 267

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tabel 3.4. Debit Air Sungai Bah Timuran No. Minggu Minggu Lokasi Minggu I Sampel II III Penelitian Lebar(m) 1 3,1 3,4 3,5 Bangun 2 3,2 3,2 3,5 Kecamatan 3 3,5 3,5 3,4 Jawa Maraja 4 4,0 3,6 3,2 Bah Jambi. 5 3,2

Page 155: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 155/395

1

1

1

3,3 3,4 6 3,4 3,5 3,5 7 3,2 3,2 3,0 8 3,2 3,3 3,4 9 3,1 3,2 3,3 10 3,1 3,2 3,4 Dalam (m) 1 0,31 0,36 0,36 20,30 0,35 0,35 3 0,29 0,34 0,30 4 0,31 0,32 0,31 5 0,28 0,34 0,34 6 0,32 0,37 0,37 7 0,33 0,35 0,25 8 0,290,34 0,35 9 0,31 0,34 0,36 Kec.Aliran (m/det) Debit (m 3 /det) Sumber : Data Primer 2010 10 030 0,37 0,371 1,50 1,40 1,40 2 1,60 1,60 1,60 3 1,65 1,67 1,40 4 1,60 1,62 1,50 5 1,64 1,64 1,64 6 1,64 1,65 1,66 7 1,631,62 1,40 8 1,62 1,65 1,65 9 1,64 1,67 1,65 10 1,50 1,55 150 1 1,44 1,71 1,76 2 1,58 1,79 1,96 3 1,67 1,981,42 4 1,98 1,86 1,48 5 1,46 1,84 1,89 6 1,78 2,13 1,05 7 1,72 1,81 2,1 8 1,50 1,85 1,96 9 1,57 1,81 1,94 101,39 1,83 1,88 Rata-rata 1,61 1,86 1,74 Dari tabel 3.4 di atas diperoleh bahwa debit air sungai Bah- Timuranpada pengambilan sampel air minggu pertama debit air sebesar 1,61 m3/det, pada minggu kedua debit airnaik menjadi 1,84 m3/det, hal ini terjadi karena pada malam hari terjadi hujan di hulu sungai dan padaminggu ketiga debit air sebesar 1,74 m3/det, masih sedikit lebih tinggi 268

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

dibanding pada minggu pertama karena menurut penduduk setempat pada sore hari hujan turun. Tabel 3.5.Debit Air Sungai Bah Lobang Kerasaan No. Minggu Minggu I Minggu II Sampel III Lokasi Penelitian Lebar(m) 1 2,50 2,50 2,54 Kerasaan 2 2,70 2,70 2,65 Kecamatan 3 3,10 3,10 3,10 Pematang Bandar 4 2,50 2,502,60 5 2,70 2,81 2,75 6 2,61 2,61 2,67 7 2,67 2,67 2,54 8 2,70 2,70 2,71 9 2,80 2.80 2,80 10 2,65 2,65 2,671 0,50 0,60 0,50 2 0,61 0,57 0,50 3 0,62 0,60 0,60 4 0,70 0,65 0,67 5 0,75 0,79 0,68 6 0,73 0,70 0,65 7 0,710,67 0,64 8 0,62 0,64 0,65 9 0,65 0,65 0,61 Kec.Aliran (m/det) Debit (m 3 /det) 10 0,70 0,63 0,64 1 1,15 1,171,19 2 1,33 1,34 1,34 3 1,50 1,56 1,57 4 1,35 1,37 1,37 5 1,46 1,46 1,41 6 1,37 1,30 1,32 7 1,41 1,35 1,37 81,57 1,60 1,61 9 1,38 1,20 1,21 10 1,45 1,40 1,45 1 1,44 1,75 1,51 2 2,19 2,06 2,13 3 2,88 2,90 2,92 4 2,742,22 2,38 5 2,95 2,87 2,63 6 2,61 2,37 2,29 7 2,67 2,41 2,22 8 2,62 2,76 2,83 9 2,85 2,18 2,06 10 2,69 2,332,47 Rata- 2,56 2,38 2,34 rata Sumber : Data Primer 2010 269

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tabel 3.5 adalah tabel hasil pengukuran debit air pada sungai Bah Lobang, penelitian debit air sungaidilaksanakan 1 minggu sekali secara berturut-turut. Minggu pertama dilaksanakan 4 Juni 2010 dengan hasil2,56 m3/det. Minggu kedua dilaksanakan 11 Juni 2010 dengan hasil 2,38m3/det. Dan minggu ketigadilaksanakan 17 Juni 2010 dengan hasil 2,34 m3/det. Nilai rata-rata secara keseluruhan = 2,42 m3/det.Tabel 3.6. Debit Air Sungai Balimbingan (Kasindir) No. Sampel Minggu I Minggu II Minggu III LokasiPenelitian Lebar (m) 1 3,0 3,6 4,0 Balimbingan 2 3,5 3,2 3,4 Kecamatan Tanah 3 5,0 4,5 4,2 Jawa 4 4,0 4,24,5 5 8,0 7,5 7,6 6 6,0 6,5 6,1 7 5,0 5,4 5,6 8 7,0 7,2 7,5 9 7,5 7,0 7,1 10 6,0 6,1 6,5 Dalam (m) 1 0,64 0,680,50 2 0,57 0,70 0,60 3 0,70 0,65 0,70 4 0,65 0,69 0,65 5 0,67 0,65 0,70 6 0,50 0,65 0,65 7 0,70 0,75 0,55 80,56 0,78 0,48 9 0,65 0,60 0,70 Kec.Aliran (m/det) Debit (m 3 /det) Sumber : Data Primer 2010 10 0,60 0,65O,68 1 0,60 0,80 0,95 2 0,90 0,95 1,20 3 0,85 1,25 0,90 4 1,20 0,85 0,95 5 0,95 0,85 0,92 6 0,75 1,30 1,057 0,65 1,35 0,95 8 0,95 0,85 0,95 9 0,95 0,70 0,75 10 1,27 0,90 0,85 1 1,15 1,95 1,90 2 1,79 2,12 2,44 32,79 3,65 2,64 4 3,12 2,46 2,77 5 5,09 4,14 4,89 6 2,25 5,49 4,16 7 2,27 5,46 2,92 8 3,18 4,77 3,42 9 4,632,94 3,72 10 4,57 3,56 3,75 Rata-rata 3,08 3,65 3,26 270

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tabel 3.6 adalah tabel hasil pengukuran debit air pada sungai Balimbingan, penelitian ini dilaksanakanselama 1 minggu mulai 4 s/d 9 Juni 2010 dengan hasil 3,08 m3/det, minggu kedua mualai 10 s/d 16 Juni2010 dengan hasil 3,65 m3/dt dan minggu ketiga mulai 17 s/d 23 Juni 2010 dengan hasil 3,26 m3/dt dannilai debit rata-rata = 3,57 m3/dt. Tabel 3.7. Debit Air Sungai Bahapal/Sinaksak No. Sampel Minggu I Minggu

Page 156: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 156/395

1

1

1

II Minggu III Lebar (m) 1 6,0 6,5 6,8 Sinaksak 2 8,0 7,5 7,6 3 7,5 7,3 7,0 4 7,0 7,2 6,5 5 7,5 7,3 7,0 6 8,0 7,57,8 7 7,5 7,4 7,0 8 6,7 6,8 6,5 9 7,5 7,3 7,0 10 8,1 8,0 7,6 Dalam (m) 1 0,60 0,70 0,65 2 0,48 0,55 0,80 30,54 0,85 0,63 4 0,63 0,69 0,53 5 0,70 0,72 0,65 6 0,60 0,70 0,68 7 0,56 0,63 0,70 8 0,41 0,52 0,57 9 0,690,58 0,74 10 0,64 0,74 0,68 Kec.Aliran (m/det) Debit (m 3 /det) Sumber : Data Primer 2010 1 1,05 1,11 1,552 1,53 0,95 0,98 3 0,98 1,00 1,75 4 0,90 1,55 1,83 5 1,05 1,45 1,27 6 0,75 1,41 1,05 7 1,05 0,95 1,10 8 0,601,15 1,30 9 0,51 1,50 1,35 10 1,05 1,29 1,05 1 3,78 5,05 6,85 2 5,87 3,92 5,95 3 3,97 6,20 7,71 4 3,97 7,706,30 5 5,51 7,62 5,77 6 3,60 7,40 5,56 7 4,41 4,42 5,39 8 1,65 4,06 4,81 9 2,64 6,35 6,99 10 5,44 7,63 5,42Rata-rata 4,08 6,03 6,07 Lokasi Penelitian Kecamatan Tapian Dolok 271

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tabel 3.7 adalah tabel hasil pengukuran debit air pada sungai Bahapal/ sungai Sinaksak. Penelitian debit airsungai dilaksanakan minggu pertama mulai tanggal 4 s/d 9 Juni 2010 dengan hasil 4,08 m3/det. Minggukedua dilaksanakan mulai 9 s/d 16 Juni 2010 dengan hasil 6,03 m3/det. Dan minggu ketiga dilaksanakanmulai 17 s/d 23 Juni 2010 dengan hasil 6,07 m3/det. Hasil rata-rata = 5,39 m3/det. Tabel 3.8. Debit AirSungai Bah Pamujian No. Lokasi Minggu I Minggu II Minggu III Sampel Penelitian Lebar (m) 1 6,5 5,0 5,7Karang Sari 2 6,3 5,4 6,0 Kecamatan 3 6,4 5,4 5,3 Gunung 4 6,4 5,3 5,2 Maligas 5 6,3 5,7 5,2 6 6,2 5,3 5,17 6,0 5,0 5,4 8 6,2 5,3 5,3 9 6,3 5,2 5,1 10 6,0 5,0 5,2 Dalam (m) 1 0,5 1,8 1,0 2 1,75 1,8 1,3 3 1,0 1,2 1,1 40,9 1,1 1,0 5 1,2 1,5 1,3 6 1,3 1,7 1,4 7 1,2 1,4 1,1 8 2,0 2,2 1,8 9 2,1 2,4 1,9 Kec.Aliran (m/det) Debit (m 3/det) Sumber : Data Primer 2010 272 10 2,0 2,4 1,9 1 0,70 0,71 0,70 2 0,60 0,68 0,61 3 0,40 0,48 0,50 40,70 0,70 0,68 5 0,63 0,62 0,63 6 0,64 0,63 0,64 7 0,60 0,60 0,60 8 0,50 0,52 0,50 9 0,50 0,52 0,50 10 0,600,61 0,56 1 2,27 6,21 3,99 2 6,61 6,60 4,76 3 2,56 3,11 2,91 4 4,03 4,08 3,53 5 4,76 5,30 4,25 6 5,15 5,674,56 7 4,32 4,2 3,56 8 6,20 6,06 4,77 9 6,61 6,98 5,03 10 7,2 7,32 5,53 Rata-rata 4,97 5,62 4,29

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tabel 3.8 adalah tabel hasil pengukuran dsebit air pada sungai Bah Pamujian, penelitian debit air sungaidilaksanakan minggu Pertama mulai 4 s/d 9 Juni 2010 dengan hasil 4,97 m3/det. Minggu keduadilaksanakan pada 10 s/d 16 Juni 2010 dengan hasil 5,62 m3/det. Minggu ketiga dilaksanakan pada 17 s/d23 Juni 2010 dengan hasil 4,29 m3/det. Hasil rata-rata = 4,96 m3/det. Tabel 3.9. Kualitas Air Sungai BahTimuran No Parameter Baku Juni 2010 Satuan Mutu Minggu I Minggu II Minggu III Lokasi 1. BOD 5 2 mg/L5,51 6,01 6,55 Timuran 2. DO 6 mg/L 7,20 11,0 6,59 Kecamatan Jawa 3. COD - mg/L 10 6,75 12 MarajaBah 4. NO 3 10 mg/L 0,7 0,7 0,6 Jambi 5. NO 2 0,06 mg/L 0,01 0,01 0,01 Sumber : Data Primer 2010 Tabel3.9 Kualitas Air Sungai Bah Timuran menunjukkan bahwa kadar BOD = 5,51, DO=7,20, melebihi baku mutuP.P No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pencemaran Air. Tabel 3.10. Kualitas AirSungai Bah Lobang No Parameter Baku Mutu Satuan Juni 2010 Minggu I Minggu II Minggu III Lokasi 1.BOD 5 2 mg/L 5,50 5,45 5,55 Kerasaan 2. DO 6 mg/L 7,20 9,0 6,75 Kecamatan 3. COD - mg/L 10 6,99 10Pematang 4. NO 3 10 mg/L 0,4 0,3 0,3 Bandar 5. NO 2 0,06 mg/L 0,01 0,006 0,007 Sumber : Data Primer2010 Tabel 3.10 Kualitas Air Sungai Bah Lobang menunjukkan bahwa kadar BOD=5,51, 5,45 dan 5,55, Do7,20,9,0 dan 6,75, yakni melebihi baku mutu PP No.82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air danPencemaran Air. Tabel 3.11. Kualitas Air Sungai Balimbingan/Kasindir No Parameter Baku Mutu SatuanJuni 2010 Minggu I Minggu II Minggu III Lokasi 1. BOD 5 2 mg/L 4,78 4,89 5,25 Balimbingan 2. DO 6 mg/L4,20 10 6,61 Kecamatan 3. COD - mg/L 8,0 6,68 11 Tanah Jawa 4. NO 3 10 mg/L 0,5 0,5 0,6 5. NO 2 0,06mg/L 0,01 0,008 0,009 Sumber : Data Primer 2010 273

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 157: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 157/395

1

1

Tabel 3.11 Adalah Kuaitas Air Sungai Balimbingan/Kasindir menunjukkan bahwa kadar BOD =4,78, 4,89dan 5,29. Do= 4,2, 10 dan 6,61 yakni melebihi baku mutu PP.Nomor 82 tahun 2001 Tentang PengelolaanKualitas Air dan Pencemaran Air. Tabel 3.12. Kualitas Air Sungai Bahapal / Sinaksak No Parameter BakuMutu Satuan Juni 2010 Minggu I Minggu II Minggu III Lokasi 1. BOD 5 2 mg/L 5,50 5,35 5,12 Sinaksak 2.DO 6 mg/L 7,20 8,0 6,85 Kecamatan 3. COD - mg/L 8,0 6,99 9,0 Tapian Dolok 4. NO 3 10 mg/L 0,4 0,4 0,45. NO 2 0,06 mg/L 0,01 0,006 0,007 Sumber : Data Primer 2010 Tabel 3.12 Kualitas air sungai Bahapal/Sinaksak menunjukkan bahwa kadar BOD = 5,50, 5,35 dan 5,12 mg/L. Dan DO = 7,20, 8,0 dan 6,85 yaknimelebihi baku mutu PP no. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pencemaran Air. Tabel3.13. Kualitas Air Sungai Bah Pamujian No Parameter Baku Mutu Satuan Juni 2010 Minggu I Minggu IIMinggu III Lokasi 1. BOD 5 2 mg/L 4,81 4,89 5,25 Karang Sari 2. DO 6 mg/L 7,20 10,0 6,61 Kecamatan 3.COD - mg/L 10,0 6,68 11,0 Gunung 4. NO 3 10 mg/L 0,6 0,6 0,6 Maligas 5. NO 2 0,06 mg/L 0,01 0,01 0,01Sumber : Data Primer 2010 Tabel 3.13 Kualitas Air Sungai Bah Pamujian Menunjukkan bahwa kadar BOD =4,82, 4,89 dan 5,25 mg/L dan DO = 7,20 ,10,0 dan 6,61 mg/L yakni melebihi baku mutu PP No. 82 tahun2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pencemaran Air. Tabel 3.14. Kualitas Air Bersih Air Mata Air BahTimuran, Timuran Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi No Parameter Baku Hasil Analisa Satuan AcuanMetode Mutu Minggu I Minggu II Minggu III 1. Suhu - 0 C 27,5 27 27,5 Potensiometri 2. pH 6 – 9 6,99 6,787,01 Potensiometri 3. Warna - Tdk Tdk Tdk Visual 4. Bau - Tdk Tdk Tdk Organoleptik 5. Rasa - Tdk Tdk TdkOranoleptik 6. Kekeruhan - NTU 0,07 0,05 0,01 Turbidimetri 7. Kesadahan mg/L 88 89 89 CalmetriColorimetric method 274

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

No Parameter Baku Hasil Analisa Satuan Acuan Metode Mutu Minggu I Minggu II Minggu III 8. Cl 1 mg/L 11 1 Argentometri 9. Cr 6+ 0,05 mg/L < 0,01 < 0,01 < 0,01 1,5 diphenilcarbohi drazid 10. TDS mg/L 61 54 62Konduktimetri 11. SO 4 mg/L 2 2 1 Sulvaver 4 12. MBAS mg/L <0,02 <0,02 <0,02 JIS K 0102-30 13. F mg/L0,70 0,70 0,69 SNI-062482- 1991 14. NO 2 -N mg/L 0,009 0,012 0,008 Cadmium Reduction 15. NO 3 -Nmg/L 0,7 0,8 0,6 Diazotization method 16. Fe mg/L 0,02 0,03 0,02 Atomisasi 17. Mn mg/L <0,0001 <0,00010,0001 Atomisasi 18. Zn mg/L <0,02 <0,02 <0,02 Atomisasi 19. Pb mg/L <0,01 <0,01 <0,01 Atomisasi 20.Hg mg/L <0,0001 <0,0001 <0,0001 Atomisasi dingin 21. Cd mg/L <0,004 <0,004 <0,004 Atomisasi 22. FecalColi Jlh/100 Nihil Nihil Nihil MPN ml 23. Total Coli Jlh/100 Nihil Nihil Nihil MPN ml Sumber : Data Primer2010 Tabel 3.15. Kualitas Air Bersih Mata Air Sampan Taon Kerasaan, Kecamatan Pem.Bandar NoParameter Hasil Analisa Baku Satuan Minggu Minggu Minggu Mutu I II III Acuan Metode 1. Suhu - 0 C 27,827,5 27,5 Potensiometri 2. pH 6 – 9 6,73 6,58 6,61 Potensiometri 3. Warna - Keruh Tdk Tdk Visual 4. Bau -Tdk Tdk Tdk Organoleptik 5. Rasa - Tdk Tdk Tdk Organoleptik 6. Kekeruhan - NTU 1,17 1,46 1,38Turbidimetri 7. Kesadahan mg/L 78 88 85 Calmagite Colorimetric method 8. Cl 1 mg/L 0,8 0,9 0,10Argentometri 9. Cr 6+ 0,05 mg/L 0,01 0,01 0,01 1,5 diphenilcarbohidrazid 10. TDS mg/L 88 90 93Konduktimetri 11. SO 4 mg/L 1 1 1 Sulvaver 4 12. MBAS mg/L <0,02 <0,02 <0,02 JIS K 0102-30 13. F mg/L0,71 0,71 0,71 SNI-062482-1991 14. NO 2 -N mg/L 0,02 0,02 0,014 Cadmium Reduction 15. NO 3 -N mg/L0,9 0,9 0,8 Diazotization method 16. Fe mg/L 0,02 0,02 0,02 Atomisasi 17. Mn mg/L <0,001 <0,001 <0,001Atomisasi 18. Zn mg/L <0,02 <0,02 <0,02 Atomisasi 19. Pb mg/L <0,01 <0,01 <0,01 Atomisasi 275

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

20. Hg mg/L <0,0001 <0,0001 <0,0001 Atomisasi dingin 21. Cd mg/L <0,004 <0,004 <0,004 Atomisasi 22.Fecal Coli Jlh/100 Nihil Nihil Nihil MPN ml 23. Total Coli Jlh/100 Nihil Nihil Nihil MPN ml Sumber : DataPrimer 2010 Tabel 3.16. Kualitas Air Bersih Mata Air Sitahuan Balimbingan Kec.T.Jawa No Parameter HasilAnalisa Baku Satuan Minggu Minggu Minggu Mutu I II III Acuan Metode 1. Suhu - 0 C 27,8 27,5 27,5Potensiometri 2. pH 6 – 9 7,03 7,21 7,18 Potensiometri 3. Warna - Keruh Tdk Tdk Visual 4. Bau - Tdk Tdk

Page 158: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 158/395

1

1

Tdk Organoleptik 5. Rasa - Tdk Tdk Tdk Organoleptik 6. Kekeruhan - NTU 6,21 6,15 6,05 Turbidimetri 7.Kesadahan mg/L 90 97 90 Calmagite Colorimetric method 8. Cl 1 mg/L 1 1 1 Argentometri 9. Cr 6+ 0,05mg/L 0,02 0,02 0,02 1,5 diphenilcarbohidrzid 10. TDS mg/L 106 119 105 Konduktimetri 11. SO 4 mg/L 1 1 1Sulvaver 12. MBAS mg/L <0,02 <0,02 <0,02 JIS K 0102-30 13. F mg/L 0,72 0,71 0,70 SNI-062482-1991 14.NO 2 -N mg/L 0,01 0,01 0,01 Cadmium Reduction 15. NO 3 -N mg/L 0,9 1,0 0,9 Diazotization method 16.Fe mg/L 0,03 0,03 0,03 Atomisasi 17. Mn mg/L <0,001 <0,001 <0,001 Atomisasi 18. Zn mg/L <0,02 <0,02<0,02 Atomisasi 19. Pb mg/L <0,01 <0,01 <0,01 Atomisasi 20. Hg mg/L <0,0001 <0,0001 <0,0001 Atomisasidingin 21. Cd mg/L <0,004 <0,004 <0,004 Atomisasi 22. Fecal Coli Jlh/100 ml Nihil Nihil Nihil MPN 23. TotalColi Jlh/100 ml Nihil Nihil Nihil MPN Sumber : Data Primer 2010 Tabel 3.17. Kualitas Air Bersih BahPamujian Karang Sari, Kecamatan Gunung Maligas No Parameter Baku Hasil Analisa Satuan AcuanMetode Mutu Minggu I Minggu II Minggu III 1. Suhu - 0 C 27,5 27,5 27,5 Potensiometri 2. pH 6 – 9 7,17 7,247,21 Potensiometri 3. Warna - Tdk Tdk Tdk Visual 4. Bau - Tdk Tdk Tdk Organoleptik 5. Rasa - Tdk Tdk TdkOrganoleptik 6. Kekeruhan - NTU 0,04 0,06 0,18 Turbidimetri 276

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

7. Kesadahan mg/L 91 68 65 Calmagite Colorimetric method 8. Cl 1 mg/L 1 1 1 Argentometri 9. Cr 6+ 0,05mg/L 0,01 0,01 0,01 1,5 diphenilcarbohid razid 10. TDS mg/L 70 62 62 Konduktimeti 11. SO 4 mg/L 1 1 1Sulvaver 4 12. MBAS mg/L <0,02 <0,02 <0,02 JIS K 0102-30 13. F mg/L 0,69 0,69 0,69 SNI-062482- 199114. NO 2 -N mg/L 0,08 0,012 0,07 Cadmium Reduction 15. NO 3 -N mg/L 0,9 0,7 0,5 Diazotization method16. Fe mg/L 0,03 0,03 0,03 Atomisasi 17. Mn mg/L <0,001 <0,001 <0,001 Atomisasi 18. Zn mg/L <0,02<0,02 <0,02 Atomisasi 19. Pb mg/L <0,01 <0,01 <0,01 Atomisasi 20. Hg mg/L <0,0001 <0,0001 <0,0001Atomisasi dingin 21. Cd mg/L <0,0004 <0,0004 <0,0004 Atomisasi 22. Fecal Coli Jlh/100 Nihil Nihil NihilMPN ml 23. Total Coli Jlh/100 Nihil Nihil Nihil MPN ml Sumber :Data Primer 2010 Tabel 3.18. Kualitas AirBersih Mata Air Sinaksak, Kecamatan Tapian Dolok No Parameter Hasil Analisa Baku Satuan MingguMinggu Minggu Mutu I II III Acuan Metode 1. Suhu - 0 C 27,5 27,5 27,8 Potensiometri 2. pH 6 – 9 6,85 6,876,92 Potensiometri 3. Warna - Keruh Tdk Tdk Visual 4. Bau - Tdk Tdk Tdk Organoleptik 5. Rasa - Tdk TdkTdk Organoleptik 6. Kekeruhan - NTU 6,05 0,71 0,69 Turbidimetri 7. Kesadahan mg/L 90 95 101 CalmagiteColorimetric method 8. Cl 1 mg/L 1 0,8 0,8 Argentometri 9. Cr 6+ 0,05 mg/L 0,02 0,01 0,01 1,5diphenilcarbohidrazid 10. TDS mg/L 105 83 96 Koduktimetri 11. SO 4 mg/L 1 1 1 Sulvaver 4 12. MBAS mg/L<0,02 <0,02 <0,02 JIS K 0102-30 13. F mg/L 0,70 0,69 0,70 SNI-062482-1991 14. NO 2 -N mg/L 0,01 0,010,01 Cadmium Reduction 15. NO 3 -N mg/L 0,9 0,5 0,4 Diazotization Method 16. Fe mg/L 0,03 <0,01 <0,01Atomisasi 277

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

17. Mn mg/L <0,001 <0,001 <0,001 Atomisasi 18. Zn mg/L <0,02 <0,02 <0,02 Atomisasi 19. Pb mg/L <0,01<0,01 <0,01 Atomisasi 20. Hg mg/L <0,0001 <0,0001 <0,0001 Atomisasi Dingin 21. Cd mg/L <0,004 <0,004<0,004 Atomisasi 22. Fecal Coli Jlm/100 Nihil Nihil Nihil MPN ml 23. Total Coli Jlh/100 Nihil Nihil Nihil MPNml Sumber : Data Primer 2010 Kesimpulan Dan Saran Kesimpulan 1. Model Decision Support SystemPengelolaan Kualitas Air Bersih dihasilkan dalam bentuk model persamaan diferensial.Dapat digunakanuntuk memprediksi perubahan kualitas air sungai . 2. Decision Support System Dalam pengelolaan kualitasair bersih. Pengelolaan dan penyediaan air bersih sebagai kebutuhan pokok kehidupan manusiapengelolaannya harus ditangani secara serius mulai dari sumber-sumber air, pengelolaan air sampaikepada pendistribusian air bersih kepada masyarakat. 3. Hasil uji anova terhadap kualitas air sungai dandari lima sungai di Kabupaten Simalungun mengalami perubahandari waktu ke waktu sepanjang aliransungai Saran 1. Pengelolaan Kualitas Air Bersih dari berbagsi sungai yang ada diupayakan dalam bentukpengelolaan terpadu melalui optimalisasi peran Dewan Sumber Daya Air Provinsi Sumatera Utara. 2.

Page 159: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 159/395

1

1

Kedalaman sungai dikelola dengan pengerukan untuk menghindari terjadinya pendangkalan sungai, yangdapat menyebabkan terjadinya banjir saat curah hujan tinggi. 3. Mencegahnya meningkatnya konsentrasiBiologycal Oxygen Demand (BOD) dengan melakukan pengolahan terhadap limbah untuk sumber titik(point sources) sebelum dibuang ke sungai. Daftar Pustaka Ahmad, Rukaesih. 2004. Kimia Lingkungan.Andi, Yogyakarta. Anggraini, Indah. 2010. Model Prediksi Kualitas Air Sungai Deli Sebagai Air Baku AirBersih di Kota Medan. Sekolah Pascasarjana USU, Medan. APHA-AWWA-WPCF. 1995. Standard Methodsfor Examination of Water and Wastewater. 19th Edition. Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian.Cetakan keduabelas. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. 278

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Asdak, C.2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.Cetakan Ketiga. Gadjah Mada UniversityPress.Yogyakarta. Bantuan Teknik Penyehatan PDAM Kabupaten Simalungun.2006.Departemen PekerjaanUmum Direktorat Jenderal Cipta Karya,SNVT Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air Minum SumateraUtara,Medan. Biswas,Asit K. 1981. Models for Water Quality Management. McGraw- Hill Inc. USA.Bratakusumah.D.S dan Solihin.D .2003. Otonomi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.cetakankeempat.Penerbit P.T Gramedia Pustaka Utama .Jakarta. Corporate Plan 2000-2005 PDAM Tita LihouKabupaten Simalungun Juni 2000. Day, John W. 1977. Ecosystem Modeling in Theory and Practice. JohnWiley & Sons Publications. New York. Ford Andrew. 1999. Modeling The Environment. Island Press.Washington,D.C Covelo California. Hadi,Anwar.2005. Prinsip Pengelolaan Pengambilan SampelLingkungan.penerbit Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hall,Charles A.S and Day, Jhon W,Jr.1977.Ecosystem Modeling in theory and Practice. A.Wiley intercience publication , Printed in the United State ofAmerica. Hanafi, Imam. 2005. Model Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Privatisasi Air Bersih, SekolahPascasarjana, IPB Bogor. Hasan, Iqbal. 2004. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Bumi Aksara,Jakarta. Husin.SK. 1985. Water Supply And Sanitary Engineering. Seventh Printing. Oxford & IBHPublishing Co. New Delhi Bombay Calcutta. Indriyanto.2008. Ekologi Hutan. Cetakan kedua . Penerbit BumiAksara. Jakarta. Irwan. ZD. 2003. Ekostem Komunitas & Lingkungan. Cetakan ketiga. Penerbit BumiAksara. Jakarta. Iswahjudi. 2002. Kualitas Pelayanan Air Bersih PDAM Kabupaten Tulung Agung. ProgramPascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Khandan,N.N.2002. Modelling Tools for EnvironmentalEngineers and Scientists.CRG PRESS.Florida USA. Keraf.A.Sony. 2005. Etika Lingkungan. Cetakan kedua.Penerbit Buku Kompas. Jakarta. Kodoati J.Robert dan Sjarief, Roestam. 2005. Pengelolaan Sumber DayaAir Terpadu. Andi, Yogyakarta. 279

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Kuncoro, M. 2004. Metode Kuantitatif : Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi. Edisi Kedua. UnitPenerbit dan Percetakan AMP YKPN. Yogyakarta. Kusrini. 2007. Konsep dan Aplikasi Sistem PendukungKeputusan. Andi, Yogyakarta. Linsley.Ray K.1979 and Franzini,Joseph.B. Water Resources Engineering 3rdedition .McGraw Hill,Inc. Makruf,Lalu. 2001. Dasar-Dasar Aliran Sungai dan Muara. Penerbit UII Press.Yogyakarta. Mahmud, Mahir Hasan.2007.Terapi Air.Cetakan Ketiga. Qultum Media, Jakarta. Maryono, Agus.2005. Eko-Hidrolik Pembangunan Sungai. Edisi kedua .penerbit Magister Sistem Teknik ProgramPascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Mattews, Rupert. 2005. Planet Bumi. Topik PalingSeru, alih bahasa oleh Damaring Tyas Wulandari.Erlangga. Jakarta. Mawengkang, H. 2006. KerangkaUntuk Pengembangan Sistem Pendukung Keputusan (Decision Support System). USU, Medan.Mitchell.Bruce. 1997. Resource And Environmentsl management. First edition. By Addison WesleyLongman Limited (Indesian edition). Muhammadi, dan kawan-kawan. 2001. Analisis Sistem Dinamis,Lingkungan Hidup, Sosial, Ekonomi dan Manajemen. UMJ Press, Jakarta. Munir,H.A.S. 1992. ManajemenPelayanan Umum di Indonesia. Penerbit Bumi Aksara, Jakarta. Nurgiyantoro, B., Gunawan dan Marzuki.

Page 160: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 160/395

1

1

2

2004. Statistik Terapan. Untuk Penelitian Ilmu-ilmu Social. Cetakan Ketiga (revisi). Gadjah Mada UniversityPress. Odum, EP. 1996. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.Parasuraman et.al 1990. Delivering Quality Service Balancing Customer Perseptions and Expectation. TheFree Press, New York. Parker,Steve. 2007. Tata Surya- Just the facts. Penerjemah Soni Astranto. Erlanggafor kids. Penerbit Erlangga .Jakarta. Pasaribu, Syahrial E. 2004. PDAM Operator Pelayanan Air Bersih & AirMinum. Bina Teknis Press, Medan. Pascasarjana USU. 2007. Panduan Usulan Penelitian Dan DisertasiProgram Doktor (S3) Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan, Medan. Salim,Emil. 1991.Pembangunan Berwawasan Lingkungan. Cetakan Keempat. Penerbit LP3ES, Jakarta. Salusi,J. 2003.Pengambilan Keputusan Stratejik. Cetakan keenam. Penerbit PT.Gramedia Widiasarana Indonesia.Jakarta.280

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Saryono.H. 2002. Pengelolaan Hutan,Tanah & Air Dalam Perspektif Al- quran. Penerbit Pustaka Al HusnaBaru. Jakarta. Simalungun Dalam Angka Tahun 2008 BPS kerjasama dengan Bappeda Simalungun.Siswono D. PDAM di Indonesia, Internet 17 September 2007. Slamat.J.S. 2004. KesehatanLingkungan.Cetakan keenam. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Suripin. 2004. PelestarianSumber Daya Tanah dan Air. Penerbit Andi. Yogyakarta. Sosrodarsono,Suyono dan Takeda Kensaku. 1987.Hidrologi Untuk Pengairan. Cetakan keenam. Penerbit PT.Pradnya Paramita. Jakarta. Sutjipto,Budi.W(et.al).Editor, A.Usmara. 2002. Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit Amara Books.Yogyakarta. Siregar, D.D.2004. Manajemen Aset.Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.Soerjani,M,Ahmad, dan Munir,R.1987. Lingkungan Sumber Daya Alam dan Kependudukan dalamPembangunan. Penerbit Universitas Indonesia.UI Press. Jakarta. Soemarwoto, O. 1989. EkologiLingkungan Hidup dan Pembangunan. Cetakan kempat. Penerbit Djambatan .Jakarta. Soemawoto,O.2004.Atur Diri Sendiri. Cetakan ketiga. Penerbit Gadjah Mada University Press. Sunu Pramudya.2001. MelindungiLingkungan. Penerbit PT.Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. Supardi. 2003. Lingkungan Hidup danKelestariannya. Edisi kedua.Cetakan kedua Penerbit PT.Alumni. Bandung. Suripin.2004. PelestarianSumber Daya Tanah dan Air. Penerbit andi. Yogyakarta. Sutrisno.C.T. 2002. Teknologi Penyediaan AirBersih( Edisi trebaru) .Cetakan keempat. Penerbit Rineka Cipta.Jakarta. Turban,E.,dkk.2005. DecisionSupport System and Intelligent Systems. Andi, Yogyakarta. Tebbutt, T.H.Y.1982.Principles of Water QualityContorol, Departement of Civil Engineering, University of Birmingham. Walpole, R.E. 1990. PengantarStatistika. Edisi ke 3. Penerbit PT. Gramedia. Jakarta. World Commision on Environment and Development.1987.Our Common Future Oxford Universiy Press ,Oxford, England. Terjemahan dalam bahasa IndonesiaHari Depan Kita Bersama.1987 (Komisi Dunia Untuk Lingkungan dan Pembangunan). PenerbitPT.Gramedia, Jakarta. 281

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

PDAM Tirta Lihou Kabupaten Simalungun. 2007. Penerbit PDAM Tirta Lihou, Simalungun. ________.2006.Dinas Kehutanan Kabupaten Simalungun. Penerbit Dinas Kehutanan, Simalungun. ________.2008. DaftarUsulan Rencana Proyek (DURP) Simalungun Tahun Anggaran 2008. Bappeda , Simalungun. Undang-undang R.I Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air, Fokusmedia, Bandung. Undang-undang R.I

Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan PengelolaanLingkungan Hidup.

Page 161: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 161/395

2

1

Penerbit Fokus Media. Bandung. Undang-undang Dasar Negara Republik.Indonesia tahun 1945. SekretariatJenderal MPR Republik Indonesia 2010. Undang-undang R.I No. 8 Tahun 2000 Tentang PerlindunganKonsumen. _________.2005. River Basin Management: A Negotiated approach Both ENDS and Gomukhedisi Indonesia cetakan kedua .Penerbit Insist Press. Peraturan Menteri Kesehatan R.I Nomor907/MENKES/SK/VII/2002. Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 01 Tahun 2007,

Tentang

Pengkajian Teknis Untuk Menetapkan Kelas Air. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun2005 Tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Peraturan Pemerintah Nomor 20/1990Tentang Pengelolaan dan Pengendalian Pencemaran Air. Peraturan Pemerintah R.I Nomor 82 Tahun 2001Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Peraturan Gubernur Sumatera UtaraNomor 660.3/1690/K/1991 Tentang Baku Mutu Effluen dari Kegiatan yang sudah Beroperasi. PeraturanDaerah (Perda) Nomor 43 Tahun 2001 Tentang Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta LihouKabupaten Simalungun. Keputusan Menpan Nomor 81 Tahun 1993 Tentang Pedoman Tata LaksanaPelayanan Umum. Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. 660.3/1096/K/1992. KEPMEN.LH NO.112/2003 Tentang Baku Mutu Limbah Domestik Keputusan Menteri Kesehatan R.I Nomor416/Menkes/Per/IX/1990 Tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air. Keputusan MenteriPerindustrian Nomor 134/M/SK/4/1988 Tentang Pencegahan dan Penanganan Pencemaran Lingkungandari Kegiatan Industri. 282

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

PEMANENAN AIR HUJAN SEBAGAI SUMBER AIR BAKU Nana Terangna Ginting E-mail:[email protected] Abstrak Ketersediaan sumber air baku perkotaan semakin kritis karenapenurunan kapasitas, peningkatan pencemaran dan dampak perubahan iklim. Sistem pemanenan danpemanfatan air hujan (SIPPAH) pada saat ini sedang berkembang di beberapa negara dunia, sebagaialternatif penyediaan air baku yang ramah lingkungan. Dengan berlimpahnya curah hujan di sebagian besarwilayah Indonesia, penerapan SIPPAH untuk memasok kebutuhan air baku permukiman mempunyaiprospek yang sangat baik. Teknologi SIPPAH telah cukup tersedia, namun diperlukan strategi yang tepatuntuk penerapannya di Indonesia yang dapat meyakinkan para pemangku kepentingan tentang manfaatSIPPAH. Selain sebagai sumber air baku, SIPPAH juga bermanfaat mengurangi resiko banjir, konservasisumber daya air, penghematan sumber daya alam dan energi, dan upaya mitigasi dan adaptasi perubahaniklim, serta menghemat biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk pelayanan air minum. Kata kunci:perubahan iklim , SIPPAH, air hujan. Pendahuluan Dalam beberapa dekade terahir ini telah terjadiperubahan ketersediaan air di sungai, danau dan air tanah yang disebabkan oleh pesatnya peningkatanpenggunaan air oleh pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi, serta dampak dari perubahaniklim. Perubahan iklim berdampak terhadap pola aliran sungai, tingkat pengisian (recharge rates) air tanah,peningkatan muka air laut, banjir, kekeringan, kualitas air dan kesehatan, lingkungan dan ekosistem alam(Ludwig,F.et all, 2009). Penurunan daya dukung sumber air karena kerusakan lahan konservasi,peningkatan jumlah dan jenis bahan pencemar oleh pertumbuhan penduduk dan kegiatan pendukungkehidupannya, merupakan tantangan yang semakin sulit diatasi untuk penyediaan air baku di masa yangakan datang (Nana,T.G,2009). Indonesia termasuk salah satu negara yang sangat rentan terhadapperubahan iklim. Model global perubahan iklim memperkirakan seluruh wilayah Indonesia akan mengalamikenaikan temperatur yang berdampak pada variasi iklim yang ekstrim. Dampak perubahan iklim terhahappola hujan telah menyebabkan menurunnya cadangan air. Pada musim kemarau volume air di tempatpenampungan 283

Page 162: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 162/395

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

menurun jauh dibawah normal. Pada tahun-tahun kejadian El Nino Southern Oscillation (ENSO) periode1994 sampai 2006, penurunan volume air pada waduk-waduk di P.Jawa telah menyebabkan penurunanproduksi listrik dan berkurangnya pasokan air baku perkotaan. Cadangan air tanah yang semakin berkurangdan peningkatan muka air laut menyebabkan penyusupan air laut semakin jauh kedaratan sehinggamencemari air baku untuk berbagai keperluan. Selain itu sumber air permukaan yang ada semakin tercemardan tidak layak menjadi air minum. Rencana aksi nasional dalam menghadapi perubahan iklim, khususnyauntuk memenuhi pasokan air baku antara lain: mengadakan inventarisasi tempat pengambilan air bakupada sungai dan mengidentifikasi upaya-upaya penanganannya; melaksanakan program pembangunansitu, embung dan waduk sebagai tempat penampungan air di musim hujan untuk dapt dimanfaatkan padamusim kemarau; melanjutkan gerakan hemat air untuk segala keperluan, seperti air minum dan domestik,pertanian, industri dan lain-lain; melakukan penelitian tentang pembangunan resapan air dan penampunganair baik di gedung-gedung maupun di dalam tanah; mengembangkan teknologi ramah lingkungan(Environmentally Sound Technology) yang diprioritaskan pada teknologi yang mendukung upaya mitigasidan adaptasi terhadap perubahan iklim terpadu dengan mempertimbangkan kemampuan ekonomi danefektifitas biayanya (KLH,2007). Dalam menghadapi permasalahan tersebut diatas perlu dikembangkanupaya- upaya mitigasi dan adaptasi dampak perubahan iklim tersebut dalam penyediaan air baku melaluiberbagai cara diantaranya melalui peningkatan upaya pemanfaatan air hujan secara praktis untuk maksudyang lebih luas. Meskipun pemanfaatan air hujan di Indonesia telah dilaksanakan sejak lama, namunpelaksanaanya masih sangat terbatas terutama dalam hal penyediaan air baku pada daerah-daerah yangsulit air. Pemanfaatan air hujan melalui teknologi pemanenan air hujan (Rain Water Harvesting, RWH) saatini telah berkembang tidak hanya untuk mengatasi masalah kekurangan air, akan tetapi secara lebih luasuntuk penghematan energi dan mengurangi resiko banjir perkotaan. Praktek pemanenan air hujan memilikiprospek untuk dikembangkan secara global untuk adaptasi dampak perubahan iklim dalam penyediaan airbaku (Bill McCann, 2008). Beberapa negara di dunia telah menerapkan teknologi pemanenan air hujansebagai pasokan sumber air baku bagi berbagai keperluan. Di dunia ini, beberapa tetes air hujan dapatmemberi kehidupan bagi sejumlah orang, akan tetapi kita membuangnya ke laut. Sementara itu diperkotaan kita membuang air bersih untuk menyiram tanaman, mencuci pakaian, menggelontor toilet, 284

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

padahal sebagian kita sedang menghadapi kekurangan air (Group Raindrops Japan, 1995). Mengingatcurah hujan di Indonesia cukup tinggi, penerapan Sistem Pemanenan dan Pemanfatan Air Hujan (yangselanjutnya disingkat SIPPAH) di permukiman sebagai sumber air baku memiliki prospek untuk mengatasikelangkaan air baku dan permasalahan sumber air lainnya yang timbul akibat dampak perubahan iklim.Penulisan makalah menggunakan metoda penelusuran pustaka , informasi ilmiah dan data dari buku, jurnal,laporan penelitian, dan internet. Pembahasan difokuskan kepada prospek sistem pemanenan danpemanfaatan air hujan (SIPPAH) sebagai sumber air baku dan konservasi sumber air, serta sebagai upayamitigasi dan adaptasi dampak perubahan iklim. Analisa dan pengkajian terbatas pada ketersediaan dankualitas air hujan, teknologi SIPPAH, dan strategi untuk promosi penerapannya di Indonesia. Hasil danPembahasan Perkembangan pemanenan dan pemanfaatan air hujan diberbagai negara Mengumpulkan airhujan dari atap di rumah merupakan cara pemanenan air hujan yang meguntungkan dan mampu dibiayaioleh masyarakat miskin sekalipun. Perkembangan sistem pemanenan dan pemanfaatan air hujan (SIPPAH)di dunia semakin meningkat baik di negara maju maupun di negara berkembang. Satu hal yang menarikadalah berkembangnya minat untuk melaksanakan sistem pemanenan air hujan secara regional dan distrik,daripada cara-cara tradisional yang mengumpulkan air secara individu. Pada negara-negara maju di duniasaat ini banyak contoh-contoh pemanenan air hujan di rumah tangga telah membantu mengurangi

Page 163: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 163/395

1

1

pemakaian air dari sistem pelayanan air minum dan dapat pula mengurangi resiko banjir. Menurut ahlipemanenan air hujan Klaus Koenig (Bill McCann, 2008), pemanenan air hujan dalam skala rumah tanggadapat menjadi alat untuk mengembangkan proyek yang ambisius. Menurutnya apabila masing- masingindividu memutuskan untuk menanam investasi untuk pemanenan air di rumahnya , mereka dapatmempengaruhi tetangga- tetangga sekitarnya sehingga dapat meningkatkan kesadaran pemanenan airhujan dalam lingkungan yang lebih luas. Berikut ini dikemukakan perkembangan pemanenan danpemanfaatan air hujan di beberapa negara: Jerman Pemanenan air hujan telah lama dilaksanakan diJerman sebagai salah satu metoda untuk menghasilkan sumber air yang menguntungkan 285

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

dan ramah lingkungan. Pemanenan air hujan dalam skala besar di Jerman tidak hanya menambahcadangan sumber air dan penghematan energy, akan tetapi juga telah menghasilkan pandangan hidup yangpositif dalam masyarakat untuk mempraktekkan pelestarian lingkungan. Sejak tahun 1970 pemanenan airhujan telah dimasukkan dalam undang- undang dan dilaksanakan secara nasional melalui peraturanbangunan (building code) dan peraturan lingkungan. Melalui peraturan tersebut dikenakan “pajakpresipitasi” yang dapat digunakan untuk membuat bangunan pemanenan air hujan baik pada bangunganyang telah ada, maupun bangunan baru. Salah satu contoh penerapan teknologi pemanenan air hujan olehperusahaan Huttinger Electronic dibangun diatas area 34.000 m2, merupakan gedung dua tingkat dengantotal luas permukaan atap 7200 m2. Lantai atas gedung dibagi menjadi dua modul yang dipisahkan olehjalan yang terbuat dari bahan gelas sehingga cahaya matahari dapat menembus ke lantai dasar gedungsehingga dapat menghemat energi untuk penerangan ruangan. Air hujan ditambah dengan air tanahdigunakan untuk pendingin ruangan di ruang kantor dan pendingin mesin produksi. Air hujan ditampungpada dua reservoir bawah tanah dengan kapasitas masing-masing 3000 m 3. Pada saat air hujan kurangmencukupi kebutuhan, digunakan tambahan dari air tanah . System ini memberi manfaat bagi perusahaandan lingkungan. Penghematan energi oleh pendingin diperkirakan mampu mengurangi emisi GRK sebesar868 tonnes/tahun. Dengan sistem ini Huttinger Elektronik mendapatkan berbagai keuntungan antara lain;bebas dari pajak presipitasi ; bebas dari biaya “equalization measures” , ; menghemat energi; mengurangiemisi GRK ke udara sekitar 868 tonnes/tahun; dan mengurangi beban pelayanan air minum kota(IWA,2008). Penerapan kebijakan ini telah membuat upaya pemanenan dan pemanfaatan air hujan menjadipertimbangan ekonomi karena memberi nilai tambah suatu bangunan, sehingga hal ini memacupenerapannya pada kota-kota di Jerman. Jepang Di Tokyo, SIPPAH dipromosikan untuk mengatasi masalahkekurangan air, pengendalian banjir dan cadangan air darurat. Gedung arena pertandingan Sumo atauRyogoku Kokugigan Sumo-wrestling Arena di Sumida City, yang dibangun tahun 1985 telah diperlengkapidengan fasilitas pemanenan air hujan dan sistem pemanfaatannya. Air hujan dari atap bangunan seluas8400 m2, dikumpulkan dan dialirkan ke bak pengumpul di bawah tanah, kemudian digunakan untukpenggelontoran toilet dan pendingin udara. Balai kota Sumida City dan banyak fasilitas umum di Tokyo telahmembangun fasilitas SIPPAH yang sama dengan yang di Kokugikan tersebut. Untuk bangunan rumah 286

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

tangga biasa, dibangun fasilitas pemanenan dan pemanfaatan air hujan yang lebih sederhana dan unikyang disebut Rojison yang digunakan untuk menyiram taman, pemadam kebakaran dan cadangan airminum darurat. Sampai saat ini sekitar 750 rumah dan bangunan publik di Tokyo menggunakan fasilitaspemanenan dan pemanfaatan air hujan. Saat ini pemanenan dan pemanfaatan air hujan di Tokyo semakinpopuler baik pada bangunan publik maupun rumah pribadi. Pada musim kemarau tahun 1994, Jepangmengalami krisis air yang serius. Oleh karena itu, pada acara Tokyo International Rainwater UtilizationConference yang diselenggarakan di Sumida City pada tanggal 1-6 Agustus 1994, hampir 8000 peserta dari

Page 164: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 164/395

1

seluruh Jepang mengikutinya dan menyampaikan sejumlah gagasan tentang pemanenan dan pemanfaatanair hujan. Selain itu juga diperoleh sejumlah gagasan dari peserta 26 negara lain. Hasil konferensi ini telahberhasil menghimpun gagasan mengenai teknik dan kebijakan pemanenan dan pemanfaatan air hujan,mengubah cara berpikir masyarakat terhadap air hujan dan membangun jaringan informasi pemanfaatan airhujan dalam skala global. Group Raindrops dari kelompok studi teknis pada konferensi tersebut menyusunbuku pedoman teknis SIPPAH dalam bahasa Jepang dengan judul Yatte Miyo Amamizu Riyo pada tahun1994 (Ichikawa, R.2007). Buku ini berisi petunjuk praktis SIPPAH di pedesaan dan perkotaan padabangunan rumah tangga, gedung besar, fasilitas umum seperti stasiun, toilet umum, pompa bensin, danlain-lain. Buku tersebut dirjemahkan ke dalam bahasa Ingris tahun 1995 dengan judul Rainwater & You, 100Ways to Use Rain Water. Saat ini buku tersebut telah diterjemahkan lebih dari 7 bahasa, termasuk bahasaIndonesia yang diterjemahkan oleh Witono Basuki dengan judul Air Hujan dan Kita, Panduan PraktisPemanfaatan Air Hujan pada tahun 2009. Buku ini dapat menjadi sumber inspirasi bagi penerapanpemanenan dan pemanfaatan air hujan di seluruh dunia termasuk Indonesia. Singapura Singapura memilikilahan dan sumber air terbatas namun kebutuhan air terus meningkat. Pemerintah Singapura berusahauntuk mengurangi ketergantungan sumber air baku dari Malaysia dan Indonesia dengan membangunsistem pengumpulan dan pemanfaatan air hujan, serta air limbah. Sekitar 86% penduduk tinggal diapartemen bertingkat tinggi. Seluruh bangunan dan jalan dilengkapi fasilitas saluran penangkap air hujanyang terhubung dengan sistem drainase kota. Air hujan ini kemudian diolah dan dimanfatkan sebagaisumber air baku. Sekitar 96% air hujan di Singapore dapat dikumpulkan, diolah dan dimanfaatkan. Salahsatu fasilitas pemanenan air hujan terbesar berada di bandara Changi. Seluruh air hujan yang jatuh padalandasan pacu 287

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

dikumpulkan dan ditampung pada reservoir, selanjutnya digunakan untuk pemakaian non-air minum sepertipembilas toilet, pemadam kebakaran, dan lain-lain. Air hujan ini dapat memenuhi sepertiga dari kebutuhanair Bandara Changi, dan menghemat S$ 390,000 per tahun (UNEP, 2007). Selain itu, Singapura jugamembangun instalasi reklamasi air menggunakan teknologi microfiltration and reverse osmosis untukmendaur ulang 95% efluen instalasi pengolahan limbah domestik. Air hasil olahan yang dipromosikansebagai NEWater cukup aman digunakan untuk imbuhan akuifer, pasokan tambahan air waduk, dan bahkansebagai air minum. Pengenalan dan pemasyarakatan penggunaan air dalam kemasan dengan logoNEwater secara cuma- cuma telah diuji cobakan sejak tahun 2007. Indonesia Pemanfaatan air hujan diIndonesia pada umumnya dilaksanakan pada daerah-daerah yang langka air dan pulau-pulau kecil. MenurutSoenarto, B, (2009), sistem pemanenan air hujan yang ada di Indonesia saat ini masih tradisional berupabangunan PAH ( Pengumpulan Air Hujan) tidak memadai dalam kapasitas dan kualitas untuk memenuhikebutuhan air rumah tangga. Mengatasi hal tersebut telah dikembangkan bangunan ABSAH (Akuifer BuatanSimpanan Air Hujan) yang dapat dirancang untuk memenuhi kebutuhan selama setahun dan dilengkapidengan unit pengolahan untuk menyaring bahan pencemar yang terbawa air hujan serta menambahkandungan mineral air. Pada saat ini telah dikembangkan tiga tipe bangunan ABSAH dan telah digunakan dibeberapa daerah yang langka air tawar. Penerapan sistem ABSAH saat ini ditujukan untuk mengatasikebutuhan air pada daerah yang sumber air tanah dan air permukaan tidak tersedia, atau lokasi sumber airsangat jauh, atau sumber air yang ada tercemar. Pemanfaatan air hujan untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga di perkotaan belum berkembang, apalagi untuk tujuan pengendalian banjir, penghematan energiserta mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, belum menjadi perhatian. Dalam tahap penelitian Sugeng, dkk(2009) dari Puslitbang Permukiman sedang meneliti SIPPAH perkotaan di rumah susun karyawan Puskim diTurangga. Model yang dikembangkan menggunakan air limpasan atap untuk diolah menjadi air minumlangsung untuk penghuni rusun dan air limpasan permukaan halaman untuk menyiram tanaman. Biayapengolahan air hujan menjadi air minum sebesar Rp. 800 per m 3 , belum termasuk biaya tangki penyimpandan pipa pengumpul. Sebagian masyarakat perkotaan yang belum terlayani PDAM pada umumnyamenggunakan air tanah dan air permukaan yang kualitasnya sudah tercemar. Pengambilan air tanah yangberlebihan pada sejumlah kota di P.Jawa telah mengakibatkan 288

Page 165: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 165/395

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

penurunan muka air tanah yang sangat kritis, bahkan beberapa kota telah mengalami amblasan danpenyusupan air laut yang cukup serius. Untuk mengatasi hal ini pemeritah telah mengeluarkan beberapaperaturan untuk membatasi pengambilan air tanah, namun pelaksanaannya belum memadai. Kebijakanpembuatan sumur resapan air hujan sebagai persyaratan IMB (Izin Mendirikan Bangunan), telah diterapkanoleh pemerintah pada beberapa kota di P.Jawa, belum diketahui kesinambungan dan efektifitasnya. Bahkanbanyak orang menghawatirkan terjadinya pencemaran air tanah oleh air resapan yang terkontaminasibahan pencemar. Belajar dari perkembangan penerapan SIPPAH di negara-negara lain serta tersedianyateknologi yang memadai untuk mengatasi berbagai permasalahan dalam penerapannya, SIPPAHberpotensi sangat baik untuk diterapkan pada perkotaan dan pedesaan di Indonesia untuk mengatasikesulitan air baku, membantu pengendalian banjir, konservasi sumber daya alam dan lingkungan, dansekaligus sebagai upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Prospek penerapan SIPPAH di IndonesiaKetersedian air hujan. Meskipun tidak merata, curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia sangatberlimpah. Dari data Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) tahun 2006, curah hujan rata-rata diIndonesia 2.250 mm per tahun. Sebagian besar wilayah Indonesia (58%) memiliki curah hujan > 2000 mm,sebagian lainnya antara 1000-2000 mm (39%), dan hanya 3% memiliki curah hujan <1000 mm.Berdasarkan data tersebut, volume air hujan rata-rata yang dapat dikumpulkan setiap m 2 luas permukaanadalah 2,25 m 3 per tahun atau diperlukan sekitar 20 m 2 untuk memenuhi kebutuhan air sebanyak150L/orang/hari. Berikut ini potensi volume air hujan pada berbagai daerah di Indonesia (Tabel 1) Tabel 1.Potensi Volume Air Hujan di Indonesia Tahun 2006 No Pulau Luas (km 2 Curah hujan rata- ) rata (mm) 1Sumatera 446.686,68 2.537 2 Jawa 129.306,48 2.019 3 Bali dan Nusa 71.296,03 1.266 Tenggara 2.9192.059 2.485 4 Kalimantan 507.412,18 5 Sulawesi 193.847,09 6 Maluku dan Papua 511.811,21 Volume airhujan (10 9 m 3 ) 1.133 261 90 1.481 399 1.272 Total 1.860.359,67 4.637 Sumber: Statistik Indonesia(2004) dan BMG (2006) diambil dari Status Lingkungan Hidup Indonesia, KLH, 2006. 289

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Berdasarkan data tersebut, SIPPAH dapat dikembangkan di seluruh wilayah Indonesia. Kapasitas bakpenampung dapat dirancang secara efisien dan efektif sesuai kebutuhan pengguna dan pola hujansetempat. Kualitas air hujan Air hujan merupakan uap air dari proses evapotranspirasi yang mengembunsehingga sangat rendah kadar mineralnya. Air hujan kemungkinan terkontaminasi oleh bahan pencemaryang terdapat di udara seperti SOx, NOx, CO 2, dan bersifat asam. Hasil pemantauan pH air hujan olehBadan Meteorologi dan Geofisika (BMG) menunjukkan pH air hujan pada pos pemantauan di Indonesiasebagian besar berada dibawah pH air hujan alami. Meskipun demikian, kualitas air hujan lebih layakdigunakan untuk keperluan rumah tangga dibandingkan dengan kualitas air sumur dangkal dan air sungaiatau saluran (Tabel 2). Tabel 2. Perbandingan kualitas air hujan dengan air PAM, air tanah dan air sungaiParameter Satuan Air Hujan 1) Air PDAM 2) Air Tanah 3) Air Sungai 4) Persyaratan air minum 5) pH ZatTerlarut - mg/L 5,5 25 6,8 120 7,0 226 7,1 168 6,5 – 8,5 1000 Kekeruhan NTU 4,7 0,32 2,2 608 5Kesadahan mg/LCaCo 3 18,7 65,02 96,4 54,5 500 Zat Organik BOD mg/L KmnO 4 mg/L 5 - 0,33 - - 16,6 -16,5 10* - Fluorida Sisa Chlor mg/L mg/L <0,05 - - 0,50 0,32 - 0,7 - 1,5 - Fecal coli Jumlah/100ml - 0 30**32000 0 Sumber: 1) Cimahi,2009 (Lab.BLK, Pusair); 2) Sarijadi-Bandung, 2006 (PDAM); 3) Cicadas-Bandung, 2010 (Lab.BLK, Pusair); 4) Citarum-Nanjung, Pusair (2008); 5) KepMenKes 907/2002 ; *PerMenKes 416/1990 Hasil penelitian kualitas sumber-sumber air sejak tahun 1990 telah diketahui bahwaair tanah dangkal dan air permukaan di perkotaan sudah tidak layak digunakan sebagai air minum (Nana,T.G, 1993). Pada saat ini keadaan tersebut belum membaik, bahkan cenderung memburuk (KLH,2006).Pola konsumsi air rumah tangga Pola konsumsi negara-negara maju secara sistematis telah memaksanegara-negara berkembang untuk mengeksploitasi sumber daya alamnya sehingga memacu terjadinya

Page 166: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 166/395

1

1

kerusakan lingkungan global. Selain itu juga mempengaruhi pola konsumsi pangan dan gaya hidup yangmembutuhkan energi dan air yang lebih banyak (Bapedal, 290

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

2010). Dari hasil survey tim Dit.Jen Cipta Karya tahun 2006, pola konsumsi air minum rata-rata di perkotaanIndonesia sebesar 144 L/hari. Hanya 15% dari jumlah tersebut memerlukan kualitas air yang tinggi yaituminum (2%) dan memasak (8%). Sedangkan sisanya (90%), digunakan untuk keperluan yang tidakmembutuhkan kualitas air yang tinggi yaitu mandi (45%), mencuci pakaian dan keperluan rumah tanggalainnya (45%), sehingga dapat menggunakan air hujan. Dengan demikian dapat menghemat biayapengolahan dan pelayanan air minum serta penggunaan bahan kimia dan energi untuk pengolahan airminum. Besaran persentase air hujan yang dapat digunakan dalam rumah tangga , secara praktis tentunyamasih memerlukan pengkajian yang lebih seksama. Namun demikian prospek air hujan untuk mensubstitusisebagian pemakaian air PDAM dalam rumah tangga dapat menjadi bahan pemikiran dalam menyusunkebijakan pegelolaan sistem penyedian air minum yang berwawasan lingkungan. Ketersediaan teknologiTeknologi SIPPAH berikut petunjuk praktis penerapannya berdasarkan pengalaman berbagai negara, padasaat ini dapat diperoleh dengan mudah, baik dalam bentuk buku, VCD dan internet. SIPPAH mudah dibuatdan terdapat pilihan teknologi dengan variasi biaya yang dapat disesuaikan dengan kemampuan. Secaraumum SIPPAH terdiri dari empat subsistem yaitu: penangkap; saluran pembawa; penyimpan; dan distribusi.Khusus untuk pemanfatan air minum dapat ditambahkan subsistem pengolahan. Penangkap air hujan yangpaling populer adalah atap bangunan seperti rumah tinggal, rumah susun, gedung pertemuan, pekantoran,industri,instalasi pengolahan air minum, dan bangunan-bangunan umum seperti bandara, stasiun, toiletumum, pompa bensin, dan lain-lain. Air hujan yang terkumpul pada masing-masing bangunan dapatmelayani kebutuhan air pada bangunan bersangkutan. Hal penting yang perlu diperhatikan dalam prosespenangkapan air dari atap adalah menghindari masuknya bahan-bahan pencemar yang terkumpul padaatap bangunan seperti daun-daun, kotoran burung, dan lain-lain kedalam sistem penyimpananan air. Untukmengatasi masalah ini digunakan saringan kasar untuk menahan sampah daun, cabang pohon, dan lain-lain, curah hujan selama 5-10 menit pertama harus dibuang melalui bangunan pembilasan. Selain dari atapbangunan, pelataran parkir, landasan pesawat terbang, jalan raya dapat digunakan untuk menangkap airhujan. Air hujan dari sumber ini dapat digunakan untuk keperluan umum seperti menyiram taman, mencucimobil, pemadam kebakaran, dan lain-lain. 291

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Penyimpanan air merupakan subsistem terpenting dan termahal dari SIPPAH. Beberapa hal yang perludiperhatikan dalam penyimpanan air hujan antara lain: tidak mudah bocor; terbuat dari bahan yang tidakmencemari air; dan tidak tembus cahaya matahari yang untuk mencegah pertumbuhan ganggang; dantertutup untuk menghindari penguapan dan kontaminasi. Manfaat SIPPAH Sebagian masyarakat perkotaanyang berkemampuan ekonomi menengah keatas, pada umumnya mempertanyakan mengapa mereka harusbersusah payah menerapkan sistem pemanenan dan pemanfaatan air hujan, sementara air PDAM telahtersedia dan mereka siap membayar pemakaian sesuai tarif. Pada saat kapasitas air PDAM tidakmencukupi karena krisis air baku di musim kemarau, mereka dapat mengatasinya dengan membeli airkemasan untuk minum dan untuk keperluan lainnya dibeli dari layanan tanki air PDAM. Sebagian lagimenggunakan air tanah atau air permukaan yang tidak terjamin kualitasnya bahkan sebagian membeli darivendor dengan harga yang cukup mahal. Berikut ini beberapa manfaat penerapan SIPPAH: Air hujansebagai sumber daya air: Dengan curah hujan rata- rata di Indonesia 2.250 mm per tahun, denganpenerapan SIPPAH, air hujan merupakan sumber daya air yang besar. Sebagai ilustrasi, apabila sebuahkota yang memiliki satu juta rumah dengan luas atap 50 m 2 /rumah, volume air yang dapat terkumpul dari

Page 167: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 167/395

1

1

bangunan rumah tangga saja sebesar 112,5 juta m 3 setara dengan volume air sebuah waduk. Sebagaiperbandingan volume tampungan waduk Jatiluhur: 12,9 milyar m 3 , waduk Jatigede (rencana): 1 milyar m 3, waduk Karangkates: 343 juta m 3 , waduk Batujai (Lombok): 23,3 juta m 3 , waduk Gunung Rowo: 5,5 jutam 3 . Penghematan biaya untuk penyediaan air bersih: Dengan penerapan SIPPAH, dapat dihemat biayayang dikeluarkan untuk pengolahan, pendistribusian dan pelayanan air bersih. Penghematan biayamasyarakat untuk konsumsi air: Masyarakat dapat menghemat biaya untuk konsumsi air PDAM. Tarif airPDAM untuk rumah tangga bekisar Rp 1000 – 5000 per m 3 , untuk apartemen mewah lebih dari Rp.10.000per m 3 . Penghematan energi: Penghematan energi dapat diperoleh dari berkurangnya pemakaian energiuntuk menambang, memproduksi dan trasportasi bahan-bahan pengolahan air, serta tenaga untukmembawa air baku dan mendistribusikan air minum. Konservasi Lingkungan: Dengan penerapan SIPPAH,akan mengurangi kecenderungan pengambilan air tanah, mengurangi resiko 292

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

banjir, dan secara tidak langsung dapat mengurangi kebutuhan untuk pembangunan bendungan. Strategipenerapan SIPPAH Secara teknis peluang penerapan SIPPAH di Indonesia sangat baik, namun diperlukanstrategi yang tepat untuk membangun pemahaman tentang manfaatnya yang dapat mendorongpenerapannya. Berdasarkan pengalaman di negara lain, strategi yang dilakukan untuk mempromosikanpenerapan SIPPAH antara lain (Krishna,H.J, 2009): Pendidikan. Teknologi SIPPAH perlu diajarkan dalampendidikan formal dan informal. Melalui jalur pendidikan, penyebaran teknologi SIPPAH dapat lebih cepatberkembang. Pendidikan formal dilaksanakan melalui pelajaran di kelas mulai dari sekolah dasar,pendidikan kejuruan sampai universitas, sedangkan pendidikan informal melalui seminar, pertemuankelompok masyarakat, dan lain-lain. Pelatihan. Pelatihan kepada staff pemerintah daerah sangatbermanfaat untuk mengembangkan penerapan SIPPAH secara nasional. Pedoman teknis dan manualpenerapan SIPPAH perlu disusun secara nasional yang dapat dimodifikasi sebagai bahan diseminasi sesuaikondisi dan kebutuhan daerah. Organisasi perhimpunan SIPPAH. Adanya organisasi perhimpunan SIPPAHdi tingkat pusat dan cabang-cabang di tingkat provinsi dan kabupaten/kota dapat memacu penerapannya.Perhimpunan SIPPAH di tingkat Kabupaten/Kota mengembangkan manual sesuai dengan kebutuhannyaserta mempromosikan penerapan SIPPAH di daerahnya. Percontohan SIPPAH. Pembuatan percontohanbangunan SIPPAH pada fasititas umum seperti sekolah, perpustakaan, gedung pertemuan dapat berfungsisebagai alat promosi penerapan SIPPAH. Dukungan Legislatif. Adanya dukungan anggota lergislatif dapatmenjadi kunci keberhasilan penerapan SIPPAH. Organisasi SIPPAH setempat dapat mengundang dewanperwakilan rakyat daerah untuk membuka dan mengikuti acara seminar/ pertemuan mengenai SIPPAH.Bantuan pemeritah pusat. Bersamaan dengan dukungan legislatif, perlu pula dikembangkan kerjasama danbimbingan pemerintah pusat untuk menerapkan SIPPAH. Mengundang perwakilan dari pemerintah pusatdalam seminar, lokakarya dan pertemuan lainnya dapat menumbuhkan perhatian dan dukungan. Bantuanpemerintan daerah. Penjelasan mengenai prospek dan manfaat SIPPAH kepada organisasi pemerintahanyang menangani konservasi air dan lingkungan dapat membantu mereka untuk mengatasi permasalahankelangkaan air baku pada daerahnya. 293

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Ketersediaan pinjaman. Organisasi pengembangan SIPPAH perlu menjalin kerjasama yang erat denganperbankan dan organisasi peminjam agar dapat memberikan pinjaman dana apabila diperlukan. PeralatanSIPPAH. Banyak diantara masyarakat yang memilih untuk membeli peralatan SIPPAH selengkapnya di satutempat. Perimbangan Biaya. Bagaimapun juga, penerapan SIPPAH menjadi menarik apabila biayanyamenjadi lebih murah dibandingkan alternatif lainnya. SIPPAH harus memiliki daya saing kompetitif yangberimbang. Diatas semua hal diatas, yang terpenting adalah seseorang harus terlebih dahulu yakin tentang

Page 168: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 168/395

1

1

manfaat SIPPAH, baru dapat meyakinkan orang lain disekitarnya bahwa teknologi SIPPAH yang murahdapat mengatasi masalah kelangkaan air baku, melestarikan sumber daya alam, serta upaya mitigasi danadaptasi perubahan iklim. Kesimpulan Penerapan SIPPAH di berbagai negara dunia sebagai sistempenyediaan air baku yang berkelanjutan telah berkembang dari upaya mandiri di rumah tangga menjadiupaya masyarakat pada suatu wilayah. Peran pemerintah melalui kebijakan pembangunan dan peraturansangat penting untuk pengembangan penerapan SIPPAH secara luas. Air hujan di Indonesia memilikipotensi kuantitas dan kualitas yang besar untuk dikelola dan dimanfaat secara optimal untuk sumber airbaku. Kapasitas air hujan yang dapat dikumpulkan melalui SIPPAH sebuah kota besar dapat setara denganvolume tampungan sebuah bendungan. Kualitas air hujan diperkotaan saat ini relatif lebih baik dari air tanahdangkal dan air sungai atau saluran. SIPPAH merupakan sumber air baku ramah lingkungan danbermanfaat pula untuk mengurangi resiko banjir, konservasi sumber daya alam, menghemat biayapengolahan air, menghemat energi dan sebagai upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. TeknologiSIPPAH telah tersedia, untuk penerapannya diperlukan strategi yang dapat meyakinkan para pemangkukepentingan tentang manfaatnya. Keberhasilan startegi penerapan SIPPAH di negara lain dapat digunakansebagai acuan untuk memulai pengembangan SIPPAH di Indonesia. Kepustakaan Kementerian LingkunganHidup, Rencana Aksi Nasional Dalam Menghadapi Perubahan Iklim, Jakarta, 2007. Ludwig, F. et all, ClimateChange Adaptation in the Water Sector, Earthscan, London, 2009. 294

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Nana T.G, Potensi Sumber Air di Indonesia, Peluang dan Tantangan Pelestariannya, ISBN 978-602-8330-08-4, Balitbang PU, Jakakarta, 2009. International Water Association, Water 21 December 2008, IWAPublishing, 2008. Group Raindrops (Ryu Ichikawa, et.all) , :Rainwater and You, 100 Ways to Use Rainwater,The Organizing Committee for the Tokyo International Utilization Conference, March 1995. Witono Basuki,Kelompok Raindrops (Jepang) Air Hujan dan Kita, Panduan Praktis Pemanfaatan Air Hujan, Kompas, 2009.Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, Bahan Rapat Koordinasi Terbatas TindakLanjut COP 15 Copenhagen di Jakarta 29 Desember 2009, Bappenas, 2009. UNEP, Rainwater Harvestingand Utilization, UNEP Newsletter and Technical Publication, 2007,http://www.unep.or.jp/ietc/publication/urbanenv-2/9 diakses 15 Maret 2010. Singapore Water ReclamationStudy, Rainwater Harvesting Guide, http://www.rain barrel net/newater diakses 18 Maret 2010. BambangSoenarto, Pengembangan Teknologi Bangunan Akuifer Buatan Simpanan Air Hujan (ABSAH) di Indonesia,ISBN 978- 979-3197-76-0, Balitbang PU, Jakakarta, 2009. Kementerian Lingkungan Hidup RepublikIndonesia, Status Lingkungan Hidup Indonesia 2006, Jakarta, 2007 Bapedal, Pola KonsumsiMengakibatkan Kerusakan Lingkungan Global, , diakses 18 Maret 2010 Direktorat Jendral Cipta Karya, SatuOrang Indonesia Konsumsi Air Rata-rata 144 Liter per hari, tim survey Direktorat Pengembangan Air Minum,2006, http:/ciptakarya.pu.go.id diakses 18 Maret 2010. Herwindo,W,dkk, Pembiayaan Pengellolaan SumberDaya Air, Makalah Kolokium Hasil Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air 2010, Puslitbang SDA,Bandung, 2010. Sugeng P dan Atang S, Penerapan Instrumen Automatic Control Systems (ACS) padaModel Pemanfaatan Air Hujan, Studi Kasus: Ujicoba Penerapan Model Pemanfaatan Air Hujan di RumahSusun Puslitbang Permukiman, Laporan Kegiatan Penelitian Puslitbang Permukinan, TA 2009. 295

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

ANALISIS INTRUSI AIR LAUT DAN ZONA KLORIDA PADA BEBERAPA SUMUR BOR DALAM DANDANGKAL DI KAWASAN KOTA MEDAN DAN SEKITARNYA Said Mozambiq Abstrak Medan Belawan dansekitarnya belum mengalami intrusi air laut. Tetapi perlu diwaspadai karena distribusi pemanfaatan airbawah tanah (sumur-sumur bor) di daerah ini tergolong tinggi.Berdasarkan peta intrusi tersebut tergambarbahwa daerah yang terkena intrusi air laut (air permukaan) adalah daerah bagian Utara Kota Medan mulai

Page 169: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 169/395

1

dari daerah pantai Kecamatan Medan Belawan menuju ke arah Selatan dengan jarak sekitar 6 – 10 km darigaris pantai. Sedangkan air bawah tanah masih belum terganggu atau mengalami instrusi air Intrusi Air Lautmerupakan peristiwa masuknya air asin ke dalam aquifer dalam air tanah, peristiwa ini bisa terjadi olehbeberapa hal, antara lain penggunaan air tanah yang berlebihan, perubahan fungsi lahan dan penebanganhutan bakau. Salah satu dampak negatif dari terjadinya intrusi air laut adalah menimbulkan perubahankualitas air bawah tanah, sehingga air bawah tanah tidak dapat digunakan sebagai air baku. Metode untukmemprediksikan terjadinya Intrusi Air laut ini dilakukan dengan mengambil sampel air sumur denganmenguji parameter klorida, CO 3¯ , HCO = 3 serta Daya Hantar Listrik (DHL), selanjutnya penelitian intrusiair laut ini juga mengukur pengaruh kadar klorida (Cl - ). Dari hasil pengujian sampel air tanah pada sumurbor dalam di daerah sekitar Medan Belawan Berdasarkan peta distribusi pemanfaatan air bawah tanahdiketahui bahwa eksploitasi air bawah tanah didominasi oleh kalangan industri. Sementara distribusinyatersebar tidak merata dimana keberadaan sumur bor tersebut lebih dominan ke arah Utara Kota Medan(Kecamatan Medan Belawan), disusul di bagian tengah (pusat) kota Medan. Untuk daerah KecamatanMedan Belawan dan sekitarnya diperkirakan pemanfaatan air bawah tanah melalui sumur-sumur bormenghasilkan debit air sekitar 300 liter/detik. Sementara pemanfaatan air bawah tanah di kota Medandiperkirakan menghasilkan debit air lebih dari 880 liter/detik. Berdasarkan hasil analisa terhadap hargaperbandingan (HP) yaitu rata-rata lebih kecil dari 0,5, konsentrasi kadar Chlorida berada antara 0 – 60.0mg/liter dan Daya Hantar Listrik (DHL), kondisi air bawah tanah di daerah Kecamatan laut. Kata kunci:intrusi air laut, zona klorida, sumur bor dan dangkal 296

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

PENDAHULUAN Hampir 95 persen air bersih yang tersedia di seluruh dunia adalah dalam bentuk air tanah.Secara khusus, air tanah terdapat dimana-mana dan mudah dieksploitasi dengan biaya yang relatif rendah.Karakteristik air tanah ini lebih mudah diakses, sangat bermanfaat dan lebih reliabel dibandingkan dengansumber air lainya dan mereka cenderung tergantung pada berbagai tujuan penggunaan yang telah tersedia. Selanjutnya Kataoka, (2006) menyatakan bahwa, air tanah memberikan kontribusi bagi keberlangsunganhidup manusia di beberapa kota-kota di Asia, dan kurang lebih sepertiga penduduk Asia masih tergantungpada air tanah untuk mendapatkan pasokan air minum. Demikian juga industri seringkali tergantung padaair bawah tanah karena murah dan merupakan sumber air yang banyak bagi aktivitas produksi. Air tanahtelah dapat dimanfaatkan dalam berbagai aspek kegiatan manusia dan turut memainkan peranan di dalampengembangannya, terutama dibeberapa kota besar, abstraksi dari air tanah ini telah diintensifkan gunamemenuhi peningkatan permintaan air, yang dapat menghasilkan konsekuensi negatif seperti penurunanketinggian air tanah, berkurangnya kuantitas dari sumur, terjadinya degradasi kualitas air tanah, subsidensiair tanah dan perembesan (intrusi) air laut ke dalam suplai air bawah tanah. Konsekuensi negatif darieksploitasi berlebihan terhadap air bawah tanah dapat diamati dibeberapa kota besar di Asia sepertiBangkok, Jakarta, Beijing, Shanghai dan Tianjin. Tercatat di Jakarta (Indonesia), telah mengalamisubsidensi tanah dengan kecepatan berkisar 3-6 cm/tahun di tahun 1990-an. (West Java EPA. 2006). DiBandung, abstraksi penggunaan air tanah mencapai 0,45 Mm 3 per hari, dan pada tahun 1996 mencapai 80% air tanah yang dipompa untuk tujuan keperluan berbagai industri, dan cenderung dalam penggunaan airtanah diperkotaan tergantung pada aktivitas timbulnya permasalahan cukup serius yang membutuhkanwaktu cukup lama guna dapat memulihkan keberadaan air tanah pada ketinggian yang diharapkan.Disamping itu dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, dapat juga mempengaruhi kerugian baik nilaisosial dan ekonomi seperti kelangkaan air yang dibutuhkan untuk mempertahankan aktivitas perkotaan dankerusakan terhadap infrastruktur bangunan 2 . Kekurangan air menjadi semakin terasa akibat pengambilanterus-menerus untuk kegiatan pembangunan dan makin sedikitnya persediaan, sehingga jaminanketersedian sumber daya air bersih dapat menjadi masalah global akibat semakin meningkatnyapemanfaatan sumber-sumber air yang terbatas, baik oleh penduduk yang terus yang bertambah jumlahnya.Dengan kondisi tersebut, tidak jarang 297

Page 170: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 170/395

1

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

terjadi konflik antar sektor, lebih-lebih dalam era otonomi daerah, dimana pemanfaatan air bukan sajamerupakan isu antar sektor bahkan telah menjadi kendala dalam pengalokasian antar lintas wilayahKabupaten dan atau Kota. Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi dikawasan Medan Kota Metropolitan, pemanfaatan sumber daya airtanah/air bersih semakin meningkatseperti keperluan industri dan rumah tangga. Kebutuhan air bersih untuk Kota Medan dipasok oleh PDAMTirtanadi yang memasok lebih kurang 55-60 % kebutuhan air bersih kota Medan dari (21) Kecamatan,sementara kapasitas terpasang PDAM, tahun 2010 diprediksi 6550 unit dengan rasio (64 %). Ratiopemenuhan kebutuhan air bersih didalam daerah PDAM Tirtanadi akan berkisar pada angka : 60 -70 %dengan demikian berkisar 30-40% belum atau tidak terlayani kebutuhan air bersihnya. Dampak eksploitasisecara berlebihan dalam arti melebihi kapasitas daya dukungnya dimana keluaran air tanah (output) lebihtinggi dari masukannya (input), maka keseimbangan lingkungan akan terganggu dan akan terjadi dampaknegatif diantaranya adalah terjadinya perembesan (intrusi) air asin. Cara Kerja dan Peralatan 1. Persiapan,meliputi: a. Studi pustaka b. Penelaahan peta-peta dasar/laporan terdahulu c. Persiapan personil d.Persiapan alat dan administrasi 2. Pekerjaan orientasi dan pengambilan data lapangan, merupakankegiatan persiapan untuk pekerjaan survey lapangan dan groundcek data peta dasar dengan kondisilapangan meliputi : a. Pengumpulan data sekunder. b. Orientasi dan pengamatan kondisi geologi danhidrogeologi secara umum. c. Penentuan lokasi titik pengambilan sampel airtanah. d. Kompilasi dataterdahulu yang telah ada. 3. Analisis Data, meliputi : a. Analisis data : Data lapangan (sampel air) dibawa kelaboratorium untuk mendapatkan nilai dari parameter CL, CO 3 , HCO 3 dan Daya Hantar Listrik. b.Interpretasi data : Berdasarkan hasil pengolahan data dilakukan interpretasi guna mengetahui distribusipemanfaatan air tanah Kota Medan dan kualitas air tanah di Kecamatan Medan Belawan 298

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

c. Hasil Analisis, akan dituangkan dalam bentuk peta distribusi pemanfaatan air tanah dan intrusi air laut,selanjutnya dilakukan penyusunan laporan akhir Peralatan Peralatan yang digunakan untuk mendukungpenelitian ini antara lain : 1. Peta topografi dan peta geologi. 2. GPS. 3. Kamera Digital. 4. Botol sampel air600 ml 5. Komputer + printer + scan HASIL PENELITIAN Kualitas Air Tanah di Kecamatan Medan BelawanHasil analisis terhadap kualitas air tanah dapat memberikan dampak terjadinya proses salinitas. Prosessalinitas terhadap air tanah tentunya akan sangat mempengaruhi kualitas air tanah. a. Harga PebandinganHP Hasil penelitian dan analisis terhadap unsur Clorida menunjukkan bahwa, harga perbandingan (HP),kondisi air bawah tanah dalam di Kecamatan Medan Belawan rata-rata lebih kecil dari 0,5. Hal inimenunjukkan kondisi air tanah di daerah tersebut belum mengalami pencemaran (intrusi) air laut. 0,50 0,45Harga Perbandingan (HP) 0,40 0,35 0,30 0,25 0,20 0,15 0,10 0,05 0,00 BHR–2–09 PB – 10 SCNG – 01BHR – 08 BGN – 06 BL – 1 BL–2–05 BL–2–07 SC – 02 SC – 03 SC – 04 Gambar 1. Harga Perbandingan(HP) air tanah Kecamatan Medan Belawan 299

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

b. Konsentrai Kadar Clorida Hasil konsentrasi kadar Chlorida (Cl) pada air tanah di Kecamatan MedanBelawan, rata-rata 31,45 mg/liter. Tertinggi terdapat di Kelurahan Belawan Sicanang (71,9 - 82,36 mg/l) dandi Kelurahan Belawan Bahari (67,45 mg/l), sedangkan di kelurahan lainya , Bagan Deli (19,88 mg/l),Belawan I (19,17 mg/l) dan Belawan II (11-19 mg/l). Berdasarkan Klasifikasi air tanah konsentrasi Cl - (0–600 mg/liter), maka air tanah di daerah ini masuk kategori air tanah (air tawar). Konsentrasi kadar Cl (mg/l)

Page 171: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 171/395

1

1

100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 BHR–2–09 PB – 10 SCNG – 01 BHR – 08 BGN – 06 BL – 1 BL–2–05BL–2–07 SC – 02 SC – 03 SC – 04 Gambar 2. Distribusi kadar chlorida air tanah Kecamatan MedanBelawan c. Daya Hantar Listrik (DHL) Hasil analisa berdasarkan Daya Hantar Listrik (DHL) dari sampelpada air tanah diperoleh nilai rata-rata sebesar 926,95 ?mhos, dengan nilai tertinggi 2454,5 ?mhos.Kelurahan Belawan Sicanang mempunyai DHL relatif lebih tinggi (2090 - 2454,55 ?mhos), kelurahanBelawan Bahari (327 – 2000 ?mhos), Belawan I (580 ?mhos), Belawan II (345 – 580 ?mhos) dan BaganDeli (581,82 ?mhos). Kondisi ini dapat dikategorikan kedalam air tanah. Berdasarkan uraian di atas baikditinjau dari harga perbandingan (HP), konsentrasi kadar Chlorida dan Daya Hantar Listrik (DHL), kondisi airtanah dalam di daerah Kecamatan Medan Belawan belum mengalami intrusi air laut. 300

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

3000 Daya Hantar Listrik (DHL) 2500 2000 1500 1000 500 0 BHR–2–09 PB – 10 SCNG – 01 BHR – 08BGN – 06 BL – 1 BL–2–05 BL–2–07 SC – 02 SC – 03 SC – 04 Gambar 3. Daya Hantar Listrik air tanahKecamatan Medan Belawan 2. Peta Intrusi Air Laut Data hasil pengambilan sampel terhadap air tanah,selanjutnya diplot dalam peta berdasarkan lokasinya, kemudian dilakukan simulasi data - data denganmenggunakan software untuk mengetahui prilaku distribusi data yang selanjutnya akan membentuk petadistribusi dari unsur/parameter yang dikandung oleh air bawah tanah. Dari peta hasil simulasimemperlihatkan distribusi kandungan unsur chlorida pada daerah penelitian (Tabel 1). Berdasarkan petaintrusi tersebut tergambar bahwa daerah yang terkena intrusi air laut (air permukaan) adalah daerah bagianUtara Kota Medan mulai dari daerah pantai Kecamatan Medan Belawan menuju ke arah Selatan denganjarak sekitar 6–10 km dari garis pantai. Sedangkan air bawah tanah masih belum terganggu ataumengalami instrusi air laut, Walaupun air bawah tanah di Kecamatan Medan Belawan saat ini belummengalami pencemaran atau intrusi air laut, tapi perlu diwaspadai karena distribusi pemanfaatan air bawahtanah di daerah ini tergolong tinggi. Untuk itu perlu model dan managemen yang tepat. Tabel 1. Hasilanalisa kimia air di Kecamatan Medan Belawan Hasil Analisa No. Kode Sampel CO HP Keterangan Cl(mg/l) 3 HCO 3 DHL (mg/l) (mg/l) (US/Cm) 1. BHR – 2 – 09 11,36 0 134,2 327,27 0,08 Air tawar 2. PB – 1013,49 0 73,2 381,82 0,18 Air tawar 3. SCNG – 01 71,9 0 195,7 2090,91 0,37 Air tawar 4. BHR – 08 67,45 0152,5 2000,00 0,44 Air tawar 5. BGN – 06 19,88 0 158,6 581,82 0,13 Air tawar 6. BL – 1 – 08 19,17 0 158,6580,00 0,12 Air tawar 7. BL – 2 – 05 19,17 0 219,6 580,00 0,09 Air tawar 8. BL – 2 – 07 12,07 0 146,4345,50 0,08 Air tawar 9. SC – 02 12,07 0 140,3 345,50 0,09 Air tawar 10. SC – 03 17,04 0 67,1 509,09 0,25Air tawar 11. SC – 04 82,36 30,0 305,0 2454,55 0,25 Air tawar Sumber : Balai Laboratorium Kesehatan,Dinas Kesehatan Propinsi Sumetara Utara 301

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Diketahui bahwa eksploitasi air tanah didominasi oleh kalanganindustri dan distribusinya tersebar tidak merata ke arah Utara Kota Medan (Kecamatan Medan Belawan)disusul di bagian tengah (pusat) kota Medan. 2. Hasil analisa terhadap harga perbandingan (HP) rata-ratalebih kecil dari 0,5, sedangkan konsentrasi kadar Chlorida berada antara 0-600 mg/liter yaitu, kategori airtanah (air tawar). Daya Hantar Listrik (DHL), kondisi air tanah belum mengalami intrusi air laut. Tetapi perludiwaspadai karena distribusi pemanfaatan air tanah (sumur- sumur bor) di daerah ini tergolong tinggi. 3.Peta intrusi air laut yang tergambar bahwa daerah yang terkena intrusi (air permukaan) bagian Utara KotaMedan mulai dari daerah pantai Kecamatan Medan Belawan menuju ke arah Selatan jarak sekitar 6–10 kmdari garis pantai. Saran : 1. Bagi peneliti selajutnya dilakukan pemantauan fluktuasi muka air tanah melaluisumur pantau di beberapa lokasi industri yang mengeksploitasi airtanah. 2. Melakukan kajian terhadapkondisi hidrogeologi, batas cekungan air bawah tanah dan karakteristik akuifer Kota Medan. DAFTARPUSTAKA David Keith Todd, Groundwater Hidrology, Dept. Of Economics and Social Affairs, Ground water

Page 172: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 172/395

1

1

in the Western Hemisphere, United Nations, New York, 1980. Kataoka,. Y. 2006.Towards SuatainableGrounwater Management in Asian Citiees-Lessons from Osaka International Revie Strategies, vol 6. No. 2.Institute for Global Environmental Strategies, Hayama, Kanagawa, Japan., 269-270. Suyono, Gatot H.P. danLilik Eko Widodo, Simulasi Perubahan Kualitas Airtanah akibat Pemompaan Airtanah Dalam di RawajituUnit I, II dan IV Kecamatan Menggala, Lampung Utara, Propinsi Lampung, Lembaga Penelitian ITBBandung, 1991. Situmorang, Rappel, 2004, Pendeteksian Intrusi Air Laut di sekitar kawasan industri Medan(KIM) dengan Metode Konduktifitas Listrik, Medan, Sumatera Utara, Kataoka,. Y. 2006.Towards SuatainableGrounwater Management in Asian Citiees-Lessons from Osaka International Revie Strategies, vol 6. No. 2.Institute for Global Environmental Strategies, Hayama, Kanagawa, Japan., 269-270. David Keith Todd,Groundwater Hidrology, Dept. Of Economics and Social Affairs, Ground water in the Western Hemisphere,United Nations, New York, 1980 302

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

KARAKTERISASI ARANG LIMBAH PADAT KELAPA SAWIT DENGAN FTIR DAN SEM Abdul Gani Haji,Ibnu Khaldun, dan Muhibbudin Program Studi Kimia FKIP Universitas Syiah Kuala Darussalam, Banda Aceh23111 Email: [email protected] Abstrak Limbah padat kelapa sawit merupakan salah satu limbahyang selama ini masih ditangani secara konvensional dengan dibiarkan menumpuk atau dibakar di udaraterbuka sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan. Metode yang diperkirakan efektif untukmenangani limbah tersebut yaitu dengan cara pirolisis yang dapat menghasilkan produk berupa arang danasap cair yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Limbah padat kelapa sawit yang terdiri atas cangkang,tandan kosong, dan janjang dipirolisis secara berturut dengan menggunakan reaktor listrik furnace 21100merk Barnstead International dengan variasi suhu 300, 400 dan 500 o C, yang bertujuan untuk memperoleharang yang banyak dimanfaatkan sebagai adsorben, soil conditioning dan briket arang. Selanjutnya, arangsebagai produk utama pirolisis dihaluskan dan diayak dengan ayakan 100 mesh. Kemudian diidentifikasigugus fungsinya dengan FTIR dan topografi permukaan strukturnya dengan SEM. Hasil pirolisis limbahpadat kelapa sawit menunjukkan peningkatan suhu menurunkan rendemen arang yang dihasilkan, di manarendemen arang tertinggi didapatkan pada janjang dengan suhu 300oC sebesar 78,68%. Arang limbahpadat kelapa sawit hasil pirolisis menunjukkan adanya kandungan dan perubahan gugus fungsi sesuaidengan pengaruh suhunya. Gugus fungsi yang teridentifikasi adalah O-H, C-H, C=C, C=O, C=C, C-O danstruktur polisiklik. Secara berturut-turut serapan dan perubahan gugus fungsi arang cangkang, tandankosong dan janjang terlihat di daerah 3674-670, 2853-654, dan 3735-1107 cm -1 . Hasil foto SEMmenunjukkan permukaan pori arang janjang dan tandan kosong hasil pirolisis pada suhu 400 dan 500oClebih terbuka dibandingkan dengan arang cangkang, sedangkan pada suhu 300oC semua produk arangpermukaan porinya belum terbuka. Kata Kunci: limbah padat kelapa sawit, arang, pirolisis, FTIR, SEM 303

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

PENDAHULUAN Sebahagian besar masyarakat di negara maju sangat mengkhawatirkan dampakperubahan iklim global terhadap kelangsungan kehidupan di bumi. Mereka sudah tidak bisa lagimengendalikan emisi berbagai macam gas yang terbang ke lapisan atmosfer. Hal ini disebabkan karenapenyerapan gas efek rumah kaca terutama gas CO 2 melalui jaringan tanaman jauh lebih rendah dari padaemisi gas ini yang dikeluarkan ke lapisan tersebut karena pesatnya pertumbuhan industri yang tidak ramahlingkungan. Salah satu contoh industri yang menyumbang polusi udara adalah pabrik kelapa sawit.Indonesia merupakan negara terbesar kedua di dunia setelah Malaysia dalam hal industri kelapa sawit. Disamping keuntungan yang mendatangkan devisa bagi negara dari industri tersebut, juga dihasilkan limbahyang menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Selama ini, limbah kelapa sawit masih ditangani secarakonvensional. Biasanya limbah kelapa sawit dibiarkan menumpuk, dikomposkan dan dibakar di udara

Page 173: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 173/395

1

1

tarbuka. Penanganan limbah secara tidak tepat akan menyebabkan pencemaran pada perairan, udara dantanah yang disebabkan oleh hasil buangan industri tersebut. Untuk itu, hasil pembuangan industri kelapasawit harus dikelola dengan baik agar tidak mencemari lingkungan (Sanita, 2009). Limbah yang dihasilkandalam jumlah besar pada pengolahan kelapa sawit adalah limbah padat. Limbah ini tardiri atas janjang,tandan kosong dan cangkang. Salah satu teknologi aplikatif yang dapat menjadi salah satu solusi adalahpirolisis. Proses pirolisis biasanya dilakukan pada wadah tertutup yang dirancang sedemikian rupa sehinggaoksigen tidak dapat masuk ke dalam wadah tersebut. Menurut Shen dan Zhang (2005) proses pirolisismenggunakan rotary kiln reactor akan memperoleh hasil yang baik pada suhu antara 400-500 o C.Dekomposisi dan karbonisasi kayu lunak secara pirolisis menghasilkan suatu mikro struktur dari biopolimerkayu (Paris, et al., 2005). Selanjutnya, pada pirolisis sampah organik perkotaan dengan suhu 400-510oCselama 5 jam diperoleh rendemennya berkisar 22,36-27,38% (Haji, et al., 2007). Di samping itu, Pastor-Villegas, et al. (2006) melaporkan bahwa karbonisasi kayu berlangsung secara bertingkat, di manadegradasi terhadap molekul hemiselulosa terjadi pada suhu 200-260 o C, selulosa pada suhu 240-350 o C,dan lignin pada suhu 280-500 o C. Arang merupakan produk pirolisis bahan oragnik yang mengandungkarbon pada kondisi tertentu yang diperoleh dalam jumlah besar. Menurut Lehmann (2009), istilah arangmerupakan nama populer dari karbon hitam atau arang sebagai produk utama pada proses pirolisis. Ilmupengarangan telah membuat kemajuan pesat dalam dua tahun terakhir sejak dikembangkannya melaluiberbagai jaringan 304

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

komunikasi antar masyarakat dunia. Pada tahun 2009, perkumpulan International Biochar Initiative (IBI)telah mensponsori terlaksananya Konferensi Regional Asia Pasific yang pertama dalam rangka memajukanperkembangan pengetahuan tentang pengarangan. Penggunaan arang pada pembenahan tanahmerupakan pendekatan baru dan unik dalam penyerapan gas CO 2 atmosfer dalam jangka panjang padaekosistem daratan. Pada proses dekomposisi material organik secara biologi hanya menyisakan sekitar20% kandungan karbonnya dalam jangka waktu 5-10 tahun, sedangkan jika dibakar secara terbuka denganudara diperoleh sekitar 3% saja kandungan karbonnya yang masih bersisa. Menurut Zwieten, et al. (2009),selain menekan emisi dan meningkatkan daya pengikatan gas rumah kaca, penerapan arang juga dapatmemperbaiki kesuburan tanah sehingga meningkatkan produksi tanaman. Untuk menentukan topografipermukaan struktur arang dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen Scanning Electron Miscroscope(SEM), yang merupakan miskroskop elektron dengan kemampuan deteksi ukuran bahan hingga ratusanribu kali. Instrumen ini juga dapat digunakan untuk mengetahui ukuran pori suatu bahan (Lelono danIsnawati, 2007). Untuk menelusuri karakteristik gugus fungsi senyawa kimia pada bahan tersebut digunakansuatu instrumen canggih dengan resolusi tinggi, yaitu Fourier Transform Infra Red (FTIR). Berdasarkanuraian di atas, pada penelitian ini ingin diketahui karakteristik produk arang hasil pirolisis limbah padatkelapa sawit. CARA KERJA Prosedur Prolisis Prosedur pirolisis bahan baku menggunakan peralatanreaktor listrik dengan langkah-langkah, yaitu 1) sampel berupa cangkang kelapa sawit ditimbang sebanyak150 gram, 2) sampel dimasukkan ke dalam reaktor listrik dan di-on-kan, 3) diatur suhu awal pada 300ºC, 4)asap yang dikeluarkan dikondensasi dan ditampung dalam botol yang dimasukkan yang direndam dalames/air dingin, 5) setelah proses berlangsung selama 5 jam, aliran listrik di-off-kan dan dibiarkan dinginselama 24 jam, 6) arang yang diperoleh dihitung rendemennya, 7) diulangi perlakuan di atas untukperlakuan pada suhu 400 dan 500ºC. Selanjutnya, diulangi lagi untuk tandan kosong dan janjang denganperlakuan yang sama. Karakterisasi dengan FTIR Penentuan gugus fungsi pada arang dilakukan denganlangkah- langkah cara: 1) arang hasil pirolisis sampel (cangkang, janjang, dan tandan kosong) diayakdengan ayakan 100 mesh, 2) dibuat dalam 305

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 174: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 174/395

1

1

bentuk pelet dengan mengambil 0,5-1,0 mg cuplikan sampel kemudian dicampur merata dengan 100 mgKBr kering, 3) campuran tersebut ditekan dengan hidrolik khusus, dengan tekanan 10.000-15.000 pond perinci sampai diperoleh pelet tipis, 4) hasil pelet tipis dipasang dalam sel spektrofotometer FTIR denganlubang mengarah ke sumber radiasi, kemudian sumber radiasi dihidupkan, 5) gelombang radiasi yangditeruskan oleh sampel akan ditangkap oleh detektor yang terhubung ke komputer dan memberikangambaran spektrum sampel yang di uji, 6) struktur kimia dan bentuk ikatan molekul serta gugus fungsionaltertentu pada sampel yang diuji dianalisis dengan menggunakan buku referensi. Karakterisasi dengan SEMPenggunaan instrumen SEM untuk menentukan porisitas arang dilakukan dengan langkah-langkah, yaitu: 1)arang hasil pirolisis sampel (cangkang, janjang, dan tandan kosong) diayak dengan ayakan 100 mesh, 2)serbuk arang lolos mesh hasil ayakan 100 mesh difoto sebaiknya berukuran kecil, tidak lebih dari 5 x 5 mmuntuk luas permukaan dan arang dalam keadaan kering, 3) arang diberi lapisan tipis dari campuranemas(Au)-paladium (Pd) (80:20) dengan ketebalan 400 Å, 4) digunakan sebuah mesin ion sputter JFC-1100pada kondisi tegangan 1,2 kV, arus listrik 6-7,5 mA, kevakuman 0,2 torr selama 4 menit, 5) arang tadidimasukkan dalam tube (spesimen pada alat SEM) untuk dilakukan pemotretan, 6) data atau tampilan yangdiperoleh adalah data dari permukaan atau lapisan yang tebalnya sekitar 20 µm dari permukaan, 7)gambaran permukaan yang diperoleh merupakan gambar topografi dengan segala tonjolan dan lekukanpermukaan arang. HASIL DAN PEMBAHASAN Produk Pirolisis Pada penelitian ini, limbah padat kelapasawit (janjang, tandan kosong, dan cangkang) dipirolisis dengan menggunakan reaktor listrik skalalaboratorium merk furnace dalam waktu 5 jam pada variasi suhu 300, 400, dan 500 o C. Hasil analisis kadarair menunjukkan rata-rata untuk sampel cangkang 10,58%; tandan kosong 6,56% dan janjang 6,17 (%w/w).Adapun rata-rata rendemen arang hasil pirolisis pada suhu 300, 400, dan 500oC secara berturut, yaitucangkang sebesar 49,17; 42,21; 36,32%, tandan kosong sebesar 56,29; 50,22; 36,89%, dan janjangsebesar 78,68; 71,83; 40,05%. Arang yang dihasilkan dari semua bahan baku umumnya memilikipenampilan fisik dengan bentuk yang beragam dan berwarna hitam. Semakin tinggi suhu pirolisis semakinrendah rendemen arang yang diperoleh, karena semakin tinggi suhu sebagian arang berubah menjadi abudan gas-gas mudah menguap. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sembiring dan Sinaga (2003),pembentukan arang 306

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

terjadi pada suhu 400-600 0 C. Arang dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi gas karbon dioksida,gas hidrogen dan gas-gas hidrokarbon. Tinggi rendahnya rendemen arang bergantung pada kadar airlimbah tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suyitno dkk. (2008), kadar air yang tinggi menyebabkandekomposisi bahan sedikit sehingga diperoleh rendemen arang yang relatif rendah. Identifikasi GugusFungsi Hasil analisis spektrum absorbansi IR dapat memberikan petunjuk tentang perubahan gugus fungsisenyawa pada arang akibat perubahan suhu pirolisisnya. Hasil serapan IR dari arang cangkang, tandankosong, dan janjang ditunjukkan pada Tabel 1, 2 dan 3. Tabel 1. Data Bilangan Gelombang Serapan IR dariArang Cangkang Kelapa Sawit Bilangan gelombang (cm -1 ) pada suhu ( o C) Perkiraan gugus fungsi 300400 500 3736 3690 3431 2922 2853 2362 -- -- 1577 -- -- 799 3736 3674 3422 2921 2853 2363 1846 16991576 1034 876 798 3736 -- 3434 2921 2853 2347 -- 1620 -- 1063 873 796 Regang O-H Regang O-HRegang O-H Regang C-H Regang C-H Regang C=C Regang C=O Regang C=C Regang C=C Lentur C-HRegang C-O Struktur polisiklik Tabel 2. Data Bilangan Gelombang Serapan IR dari Arang Tandan KosongKelapa Sawit Bilangan gelombang (cm -1 ) pada suhu ( o C) Perkiraan gugus fungsi 300 400 500 37423743 3674 3674 3429 3445 2921 2921 1747 1562 -- -- 1573 1101 1405 871 -- 752 872 752 3751 3673 34052922 -- 1576 1416 1110 875 753 Regang O-H Regang O-H Regang O-H Regang C-H Regang C=O RegangC=C Lentur C-H Regang C-O Regang C-O Struktur polisiklik 307

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 175: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 175/395

1

1

Tabel 3. Data Bilangan Gelombang Serapan IR dari Arang Janjang Kelapa Sawit Bilangan gelombang (cm-1 ) pada suhu ( o C) Perkiraan gugus fungsi 300 400 500 -- 3402 2951 -- 1590 1433 1107 803 753 6923736 3402 2951 -- 1590 1427 1166 809 752 692 3735 3430 2951 2361 1573 1413 -- 873 750 692 RegangO-H Regang O-H Regang C-H Regang C=C Regang C=C Lentur C-H Regang C-O Struktur polisiklikStruktur polisiklik Struktur polisiklik Berdasarkan data Tabel 1, 2 dan 3 ditunjukkan pola spektrum serapan IRdari semua sampel mengalami perubahan sesuai dengan perubahan suhunya. Selama proses pirolisisterjadi penguaraian struktur kimia yang diperhatikan oleh adanya perubahan pola spektrum, yaitu denganditunjukkan adanya pergeseran bilangan gelombang 3674 – 670 cm -1 . Pada arang cangkang terdapatserapan pada 1846, 1772, 1699 – 1620, 1382 , 1034 – 1063, dan 876 – 873 cm -1 . Di samping itu, adaserapan yang hilang dari suhu awal (300 o C) pada suhu 500 o C, yaitu pada bilangan gelombang 3690,1577, dan 1102 cm -1 . Bilangan gelombang yang muncul pada suhu 400oC ada juga yang hilang setelahmencapai suhu 500 o C, yaitu pada serapan bilangan gelombang 1846, 1772, 1576 dan 964 cm -1 . Hasil inisesuai dengan yang dikemukakan Budiono dkk. (2009) bahwa perubahan atau pergeseran transmisi darispektra FTIR disebabkan adanya gugus fungsi dari arang yang terbentuk. Gugus-gugus fungsi pada semuaarang hasil pirolisis dengan suhu 300oC antara lain adanya regang O–H dengn serapan kuat di daerahbilangan gelombang 3736 – 3431 cm -1 , regang C–H dengan serapan kuat didaerah 2922 – 2853 cm -1 ,adanya ikatan C=C regang diperlihatkan pada bilangan gelombang 2362 cm -1 , regang C=C denganserapan kuat di daerah 1577 cm -1 , ikatan C–O ditunjukkan di daerah 1102 cm -1 dengan serapan kuat,dan adanya struktur polisiklik diindikasikan di daerah 799 – 692 cm -1 dengan serapan sedang. Gugus-gugus fungsi yang teridentifikasi pada arang dengan suhu 400oC sama seperti pada suhu 300 o C, tetapimengalami sedikit pergeseran bilangan gelombang yang tidak mempengaruhi kedudukan gugus fungsi danadanya serapan baru di daerah 1846 – 1772 cm -1 yang menunjukkan 308

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

adanya regang C=O dengan serapan lemah. Pada suhu 500oC gugus fungsi yang teridentifikasi pada arangadanya serapan yang hilang pada daerah serapan 1846 – 1772 cm -1 yang merupakan regang C=O padasuhu 400 o C, sedangkan serapan lainnya sama. Berdasarkan data di atas, dapat dikemukakan bahwagugus fungsi yang teridentifikasi pada arang cangkang kelapa sawit hasil pirolisis baik pada suhu 300, 400maupun suhu 500oC secara umum relatif sama, akan tetapi tingkat serapannya bilangan gelombang sedikitbergeser dengan semakin meningkatnya suhu pirolisis. Hasil ini sesuai dengan yang di kemukakan olehMenendez dkk. (1999) dalam Gani (2007) bahwa pada proses pirolisis suatu bahan pada suhu tinggi, makaakan terjadi pergeseran serapan bilangan gelombang. Identifikasi Pola Struktur Pola srtuktur pori dari aranglimbah padat kelapa sawit digambarkan dengan fotografi SEM. Analisis ini bertujuan mengetahui topografipermukaan struktur akibat perubahan suhu pirolisisnya. Topografi permukaan arang cangkang, tandankosong, dan janjang ditunjukkan pada Gambar 1. 300 o C 400 o C 500 o C cangkang tandan kosongjanjang Gambar 1. Topografi permukaan arang cangkang kelapa sawit Pada Gambar 1 diperlihatkan polatopografi permukaan arang cangkang kelapa sawit dengan variasi suhu 300, 400 dan 500oC yangmengalami perubahan sesuai dengan kenaikan suhu. Pada suhu 300 o C memperlihatkan sudah mulaiterbentu pori-pori, sedangkan pada suhu yang lebih tinggi lagi (500 o C) sebahagian dari pori-pori sudahmulai 309

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

banyak terbentuk yang tersebar di permukaan arang, meskipun ada juga yang masih tertutupi zat-zatterbang saat pirolisis. Topografi permukaan memperlihatkan pembentukan pori-pori semakin banyak sesuaikenaikan suhu. Hal ini sesuai pernyataan Frilla dkk. (2008) bahwa semakin tinggi suhu semakin banyakjumlah pori yang terbentuk sehingga arang semakin baik. Pori-pori yang terbentuk diperkirakan berasal dari

Page 176: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 176/395

1

adanya zat yang menguap (zat terbang) dari struktur yang terdegradasi akibat panas yang tinggi padaproses pirolisis tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Husin dan Rosnelly (2008)bahwa selama waktu pirolisis menyebabkan zat volatil lebih banyak menguap sehingga lebih banyak kisi-kisi aktif (pori-pori) yang terbentuk. Berbeda dengan hasil pirolisis cangkang kelapa sawit, arang dari tandankosong kelapa sawit menunjukkan pembentukan pori yang lebih besar dan lebih luas seiring denganpeningkatan suhu pirolisis. Berdasarkan gambar 4.5 dapat diketahui topografi permukaan arangmenujukkan kecendrungan membesarnya ukuran pori dan zat-zat hasil pirolisis keluar/menguap dari dalampori arang tersebut. Pada suhu 300oC ukuran pori masih kecil dan zat masih menutupi permukaan pori,begitu juga pada suhu 400oC meskipun ukuran pori membesar tetapi masih ada zat yang menutupipermukaan pori arang. Tetapi pada suhu 500oC zat-zat sudah menguap dan menutupi permukaan arang.Subroto (2007) menjelaskan sebahagian besar pori arang tertutup dengan hidrokarbon, dan senyawaorganik lain yang komponennya terdiri dari abu, air, nitrogen dan sulfur. Semakin besar atau lebar ukuranpori yang terbentuk pada arang tandan kosong yang disebabkan oleh peningkatan suhu pirolisis, adanyakemungkinan semakin banyak pula jumlah komponen bahan baku yang terdegradasi akan menguap.Penguapan komponen-komponen tersebut dapat mengakibatkan pergeseran antara lapisan dan mengubahsrtuktur arang. Selanjutnya dengan menguapnya produk hasil dekomposisi pada proses pirolisis semakinmenguntungkan karena bila tidak menguap, komponen tersebut akan menutupi celah diantara lapisanarang. Perbedaan ukuran dan luas pori dari tandan kosong kelapa sawit dengan cangkang kelapa sawitkarena kandungan kimia lignin yang berbeda dari kedua bahan ini. Hal ini dapat dilihat dari teksturcangkang lebih keras dibandingkan tandan kosong, sehingga pada saat proses pirolisis tandan kosong lebihmudah komponen-komponennya terdegradasi menjadi arang dan lebih cepat membentuk dan membesarukuran topografi permukaannya. Hal ini sesuai yang dikemukakan Prananta (2007) bahwa semakin tinggikandungan lignin semakin lama proses penguraiannya 310

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini diperoleh karakteristik arang limbah padat kelapa sawit berdasarkananalisis FTIR dan SEM adalah: Dari hasil perhitungan nilai rendemen arang tertinggi hasil variasi suhupirolisis limbah padat kelapa sawit adalah arang janjang pada suhu 300oC sebesar 78,68%. Hasilkarakterisasi arang limbah padat kelapa sawit dengan variasi suhu pirolisis dari identifikasi gugus fungsiarang menunjukkan adanya perubahan serapan bilangan gelombang, untuk cangkang 3674 – 670 cm -1 ,tandan kosong 2853 – 654 cm -1 dan janjang 3735 – 1107 cm -1 . di mana pada semua suhu menunjukkanadanya gugus O-H dan senyawa polisiklik dan hasil identifikasi pola struktur arang menunjukkan arang darijanjang kelapa sawit memiliki porositas yang tinggi sedangkan cangkang memiliki porisitas yang rendah.DAFTAR PUSTAKA Budiarto, R dan A. Agung. 2008. Potensi Energi Limbah Pabrik Kelapa Sawit.Yogyakarta: UGM Press. Demirbas A. 2005. Pyrolysis of ground beech wood in irregular heating rateconditions. J Anal Appl Pyr 73:39-43. Frilla R.T.S., E. Handoko., B. Soegijono., Umiyatin., Linah., dan R.Agustriany. 2008. Pengaruh temperatur terhadap pembentukan pori pada arang Bambu. Proseding SeminarNasional Sains dan Teknologi-II. 17-18 November 2008. Universitas Lampung. Gani, A. 2007. KonversiSampah Organik Menjadi Komarasca (Kompos-Arang Aktif-Asap Cair) dan Aplikasinya Pada TanamanDaun Dewa. Disertasi tidak ditebitkan. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB. Haji, A.G., Z.A. Mas’ud, B.W. Lay,S.H. Sutajhjo, dan G. Pari. 2007. Karakterisasi asap cair hasil pirolisis sampah organik padat. JurnalTeknologi Industri Pertanian 16(3):113-120 Husin, H dan C.M. Rosnelly. 2008. Preparasi Dan KarakterisasiKarbon Aktif Dari Batang Pisang Menggunakan Gas Nitrogen. Banda Aceh: Jurusan Teknik Kimia, FakultasTeknik, Universitas Syiah Kuala. Lehmann, J. 2009. Biochar: science and policy. 1 st Asia Pasific BiocharConference. 17-20 May 2009 Watermark Hotel Gold Coast Australia. Pari, G. 2002. Teknologi AlternatifPemanfaatan Limbah Industri Pengolahan Kayu. http://www.rudyct.com/ipb/04212/gustan pari.html., diakses20 Oktober 2009 Pastor-Villegas, J., J. F. Pastor-Valle, J. M. Meneses-Rodriguez, dan M. Garcia-Garcia.2006. Studi of commercial wood charcoals for 311

Page 177: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 177/395

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

the preparation of carbon adsorbens. J. Anal. Appl. Pyrolysis 76:103- 108 Prananta, J. 2007. PemanfaatanSabut dan Tempurung Kelapa serta Cangkang Sawit untuk Pembuatan Asap Cair sebagai PengawetMakanan Alami. Lhokseumawe: Jingki Institute, Alumnus Unimal. (http://www.scribd.com/doc/5008374/pemanfaatan-sabut-dan- tempurung-kelapa, diakses 20 Juni 2009). Pujiarti, R dan J.P.G.Sutapa. 2005. Mutu Arang Aktif dari Limbah Kayu Mahoni (Swietenia macrophylla King) Sebagai BahanPenjernih Air. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis. 3(2): 33-38. Sanita, N. 2009. Karakteristik KomposAmpas Sabut Kelapa Sawit (Elaeis guinensis jacq) Hasil Pengomposan dengan Biodekomposer EM-4.Skripsi tidak diterbitkan. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala. Sembiring, M.T. dan T.S. Sinaga. 2003.Arang Aktif (Pengenalan dan Proses Pembuatannya). (http://library.usu.ac.id/ft/ industri-meilita.pdf., diakses20 Desember 2009). Suyitno, Y., Hidayat, dan Z. Arifin. 2008. Pengolahan Sekam Padi Menjadi BahanBakar Alternatif Melalui Proses Pirolisis Lambat. Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik UNS: Jakarta.Siregar, C.A. dan U.J. Siregar. 2009. Effect of biochar application on soil amelioration and growth of Acasiamangium (Willd.) and Michelia montana Blume. 1 st Asia Pasific Biochar Conference. 17- 20 May 2009Watermark Hotel Gold Coast Australia. Shen, L., and D.K. Zhang. 2005. Low-temperature pyrolysis ofsewage sludge and putrescible garbage for fuel oil production. Fuel 84:809-815 Smernik, R.J. dan A.V.McBeath. 2009. A simple method for determining biochar condensation. 1 st Asia Pasific BiocharConference. 17-20 May 2009 Watermark Hotel Gold Coast Australia. Subroto. 2007. KarakteristikPembakaran Briket Campuran Arang Kayu Dan Jerami. Jurnal Media Mesin. 8(1): 10-16 Tarwiyah, T. 2001.Arang Tempurung Kelapa. Jakarta: Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan danPemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Yu, X.Y., G.G. Ying, dan R.S. Kookana. 2009. Reducedplant uptake of pesticides with biochar additions to soil. Chemosphere 76:665-671 Zwieten, L.V., B. Singh,S. Joseph, J. Rust, dan S. Kimber. 2009. Biochar holds potential for reducing soil emission of greenhousegases. 1 st Asia Pasific Biochar Conference. 17-20 May 2009 Watermark Hotel Gold Coast Australia. 312

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

SIMULTANEOUS DETERMINATION OF MAGNESIUM (Mg) AND MANGANESE (Mn) IN AQUEOUSSOLUTION BY NEAR INFRARED SPECTROSCOPY AS A NOVEL AND RAPID APPROACH Alfian Putra 1, Hesti Meilina 2 , Roumiana Tsenkova 3 1 Chemical Engineering Department, Polytechnic LhokseumaweState, Lhokseumawe 2 Chemical Engineering Department, Faculty of Engineering, SyiahKuala University,Banda Aceh 3 Biomeasurement Technology Laboratory, Graduate School of Agricultural Science, KobeUniversity, Japan E-mail: [email protected] Abstrak This study was focused on detection ofMagnesium (Mg) and Manganese (Mn) as minerals in aqueous solution using Near Infrared Spectroscopy(NIRS) and chemometrics. Although detectable, minerals have no absorption in NIR region, but alteration ofthe vibration mode of water matrix caused by minerals can be detected by NIRS. Artificial samples used inthis research were contained Mg (II) and Mn (II) diluted in 0.1 M HNO 3 aqueous solutions. Analyses wereperformed in the 680-1090 nm and 1110-1800 nm region and were subjected to a partial least-square (PLS)regression analysis; validation was performed by mean center and transformed by smoothing. Mg (II) andMn (II) were scanned by NIRSystem 6500 using cuvette cell with 2 mm path length, in three consecutivedays. Data for two days were used as data set and the rest of the data were used as prediction set. Thecalibration and prediction statistics obtained in this study indicated the potential of NIRS to predict Mg (II)and Mn (II) in aqueous 0.1 M HNO 3 solution with correlation coefficient (R 2 pred. > 0.7). The RPD (residualpredictive deviation) or ratio of standard error of prediction to the standard deviation, values were greaterthan 2, indicating that the model is appropriate for practical use. These results showed that the PLS modelwere able to detect metal ions in the NIR region of electromagnetic spectra with high accuracy even at lowconcentrations (0 -10 ppm). PLS model provided a powerful tool for investigation of the vibration and

Page 178: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 178/395

1

1

interaction of a mineral with water. Keywords: near infrared spectroscopy; magnesium (II), manganese (II),partial least square regression, regression vector 313

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

INTRODUCTION Manganese is an essential trace element known to be related particularly to reproductivefunctions. Manganese is a toxic metal, emitted from industrial sources, which can seriously damage humanhealth. It can also affect the ecosystem negatively, accumulating in the food chain (Kalembkiewicz.et.al.2008). Magnesium is 11 th the most abundant element by mass in the human body; its ion is essential to allliving cells, where they play a major role in manipulating important biological compounds. However thesetwo metals (manganese and magnesium) one of the causes of the water hardness. Hardness in water isdefined as the presence of multivalent cations. Hardness in water can cause water to form scales and aresistance to soap. There exist a need for rapid and idea scale monitoring of metal in an environment.Simple, sensitive sensor, easy to work, that can measure multi element simultaneously would be of greatsignificance for wide scale monitoring metal presence. One way of measuring and metal detection is to useNIRspectroscopy, in this study will be used for metal detection in water. Near infrared spectroscopy (NIRS)could be an alternative for monitoring Mg and Mn presence. Near infrared spectroscopy (NIRS) is apromising alternative due to its speed, minimal sample preparation and its being a non-destructive and non-invasive method, making it possible to conduct large numbers of analyses in a short time with minimal to nosample preparation. Metals as such have no absorption in NIR range, but dissolved in organic matter, theyactively form complexes with organic molecules (Malley.et.al, 1997). Alteration in the vibrational mode oforganic complexes has been exploited for accurate detection of metals in agriculture materials and food,such as Cu, Fe, K, Na, Mg and Ca in wines (Sauvage.et.al, 2002); Na, S, Cu, Fe, Mn, Zn, and B in legumes(Cozzolino.et.al,2004), forage(Clark.et.al, 1989). NIRS has been also used to predict trace metals insediments (malley.et.al, 1997). Sakudo et al. recently reported successful detection of Cu (II), Mn (II), Zn (II)and Fe (III) in HNO 3 aqueous solution by NIRS. This study suggested that the vibration modes of water ineach system were influenced by the metal’s valence. Their findings are a good illustration of the potential ofNIRS for metal detection in solution in the absence of organic matrices. This work continues their approachand takes it a step further to understand why NIRS is able to detect metals, lacking specific absorbance.Water associates strongly with ions, organic monomers and polymers through hydrogen bonds. Thepresence of ions in water solutions results in modification of the hydrogen bond structure, 314

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

expressed as changes in their light absorbance patterns. Therefore, changes in water absorption bands inthe NIR region permits measurement of solute quantities or structural changes at concentrationsinaccessible by standard NIRS. This concept has been explored by Aquaphotomics, which has become apowerful strategy to understand changes in the spectral response of water related to small concentration. Inthis study to determine the potential of NIR spectroscopy with partial least square (PLS). Changes of thisvibration mode are used for the detection Mg and Mn by water matrix absorbance coordinate (WAMACS).MATERIAL AND METHOD Sample Preparation,The metals were used in this study was obtained fromstandard solutions purchased from Wako (Tokyo). These metals are Mn(II) and Mg(II). Working stocksolutions containing each metal at a concentration of 100 mg.L -1 were prepared by diluting the standardsolution with 0.1 M HNO 3 . The concentration of each sample solution of Mn(II) and Mg(II) varied from 1mg.L -1 to 10 mg.L -1 with 1 mg.L -1 step, these sample being prepared by direct dilution of the 100 mg.L -1stock solution with 0,1 M HNO 3 NIR instrument: The NIR spectra were recorded in the wavelength range400-2500 nm at 2 nm intervals by spectroscopy (Nireco 6500). The spectral data were collected as theabsorbance value [log(1/T)], where T= Transmittance. The cell was positioned in a cell holder in conjunction

Page 179: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 179/395

1

1

1

with a temperature bath to maintain temperature at 25 0 C (Room temperature). Three consecutive spectrafor each metal concentration over the wavelength region of 400 - 2500 nm, and devided in the range of 680-1090 nm and 1110-1800 nm in 2 nm steps, were registered Method analyses: Three consecutive spectra foreach solution were used to develop partial least squares (PLS) regression model (Pirrouette 3.11, InfometrixInc., Woodinville, WA, USA). A matrix data set was constructed with rows representing metal samples andthe columns corresponding to the absorbance in 400-2500 nm range (data not shown). Prior to calibration,spectral data were mean centered and transformed using none and smooth transformation with 5-25 data-point windows. In the development of all calibration models twenty PLS factors were set up as maximum.The optimum number of PLS factors used in the models was determined by step-validation. To further focusthe analysis, absorbance range was divided into two ranges: 680-1090 nm (second and third waterovertone) and 1110-1800 nm (first water overtone) . The optimum calibration models were determined by thelowest standard error of calibration (SEC) and standard error of 315

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

prediction (SEP) and the highest correlation coefficient (R 2 ). The ratio of standard error of Performance toStandard Deviation (RPD) was used to evaluate the accuracy of prediction. RESULT AND DISCUSSIONCalibration model. The average correlation coefficient (R 2 pred.) is reported to be an indicator of a modelsuccessful practical usage when higher than 0.70.(Moron,et.al.,2003). These results show that theconcentration of Magnesium and Manganese from 0 to 10.mgL- 1 could be predicted by PLSR model withreasonable correlation (R 2 pred. > 0.7) (Moron, A.,and Cozzolino ,2003) Chang et al. define the residualpredictive deviation (RPD) >2.0 as indicator of good prediction models. The RPD value of the developedmodel is >2.5 (Table 1), thus the model presented can be considered as of acceptable accuracy foranalytical purposes. Table. 1. Statistic for the Partial Least-Squares Regression (PLS) Models of Mn(II) in0.1 M HNO3 solution Wavelength Calibration Validation Prediction Factor RPD Mg range (nm) R 2 SEC R 2SEV R 2 SEP 680-1090 6 0.94 0.70 0.88 1.09 0.93 2.01 2.92 1110-1800 12 0.98 0.32 0.94 0.70 0.94 1.043.31 Mn 680-1090 10 0.98 0.41 0.82 1.25 0.85 1.74 2.54 1110-1800 5 0.92 0.87 0.81 1.34 0.95 1.24 2.37 R²:Correlation Coefficient, SEC: Standard Error Calibration, SEV: Standard Error Validation, SEP: StandardError Prediction, RPD: Standard Error of Performance to Standard Deviation. Good correlation couldobtained Mn(II) and Mg (II) value model set and predicted values based on NIR Spectroscopy. The Standarddeviation, correlation coefficient and Standard error prediction in the middle and short range are shown inFig.1 316

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

(a) (b) 680-1090 nm 1110-1800 nm Figure 1. Partial Least-Squares Regression (PLS) Calibration models forpredicting Mn(II) and Mg(II) in Aqueous HNO 3 (a) 680- 1090 nm (short range) and (b) 1110-1800 nm(middle range). The prediction capacity of the models was assed using the ratio performance deviation(RPD) parameter or standard deviation reference of validation (Conzzolino and Moron, 2003). In thosestudy, the RPD values obtained in accordance with the value in requiring, this show that the NIR equationsobtained can be applied to unknown sample.(Gonzales-Martin,.et.al, 2007). (a) 400 1408 1364 1500Regression Vector 200 0 -200 1176 1392 1700 1278 -400 1438 1486 -600 1100 1200 1300 1400 1500 16001700 1800 Wavelength (nm) 317

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 180: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 180/395

1

1

(b) 1500 688 960 1000 722 780 Regression Vector 500 0 -500 790 832 -1000 -1500 740 930 768 700 750800 850 900 950 1000 Wavelength (nm) Figure 2. Regression coefficient for the Partial Least-squares (PLS)Model Based on NIR spectra in the (a) 1110-1800 nm and (b) 680-1090 nm region, Mg in 0.1 M HNO 3.solution. 800 Regression Vector 600 400 200 0 -200 -400 -600 1428 1450 1474 1394 1362 1406 1456 14681498 1508 1536 1488 -800 1434 1300 1350 1400 1450 1500 1550 1600 Wavelength (nm) 20000Regression Vector 15000 10000 5000 0 -5000 -10000 702 730 764 752 850 828 864 902 924 964 984 10381078 -15000 712 914 792 1062 700 750 800 850 900 950 1000 1050 1100 Wavelength (nm) Figure 3.Regression coefficient for the Partial Least-squares (PLS) Model Based on NIR spectra in the (a) 1110-1800nm and (b) 680-1090 nm region, Mn in 0.1 M HNO 3. solution. 318

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

The regression coefficient shown that the existence of several consistencies in some absorbance bands,positive or negative peaks at around 722, 740, 768,780 nm in 680-1090 nm range for Mg (Fig 4.2.b.) andalso, in 1110 – 1800 nm range, with negative and positive peaks at 1364,1408,1438,1450,1478 and 1488,respectively (Fig.4.2.b.) In the short NIR range (680-1090 nm), the regression coefficient for Mn consistentpattern of positive and negative peaks at 730,792, 830, 914, and 924 (Fig.4.3.a). Important wavelengths forMn in the middle NIR (1110-1800 nm) range were found at 1394,1428,1434,1450,1474,1488 and 1498respectively (Fig.4.3.b.). Absorbance pattern, can be detect the presence of metal in the sample. Theseabsorbance showed high correlation value with Mg and Mn in general they matched positive and negativepeaks In the short NIR range, the results have the consistency in 702- 792 nm (Fig 4.2 b and 4.3.b), thisarea most important to investigate the influence of metal to the water spectra. Similar spectra were obtainedby A.Sakudo et.al. (2006) in 710-750 nm short wavelength. Important wavelength for a middle range wasfound in 1362-1486 nm (Figure 4.2.a and 4.3.a). These results indicated that water spectra change due tothe presence of metal, which occurs in a particular wavelength. Therefore, the objective of the spectralobservation was to understand and prove that the metal presence will be affecting the water spectra. Theseresult indicated that Magnesium and Manganese can be found in several important wavelength, therefore itcan be speculated that the commonly observed peaks may be related to interaction between Mn, Mg andwater. The finding of common absorbance bands with water in the regression vector for Mg and Mn thatwater-metal interaction play very important role to understanding metal presence in water. Therefore it canbe speculated that the commonly observed peaks may be related to interaction between metals and water.Thus, using the consistency in the absorbance patterns, the presence of metal in the sample can bedetected. CONCLUSSION The potential of NIR spectroscopy was investigated for identification andquantification of Mn and Mg in aqueous HNO 3 . The results show that NIR spectra analysis by our PLSmodel provided a useful tool for investigating the interaction of metal with water and its quantitativedetection. The results show that NIRS could measure low concentrations of Mg and Mn by PLS model andprovided a useful tool for investigating the interaction of metal with water and its quantitative detection, withaverage coefficient of prediction (R 2 pred. > 0.7) (Moron, A.,and Cozzolino ,2003). These results indicatethat the interaction of 319

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

NIR light and water is the a useful tool for detection of metal in water and for analyzing water samples forManganese and Maganesium contamination. REFERENCES B.G. Osborne, T. Fearn, P.H.Hindle, PracticalNIR spectroscopy with applications in Food and Beverage Analysis, Logman Scientific and Technical, EssexUK, 716, 227 (1993). Chang,C.W.,Laird,D.A., Near-infrared reflectance spectroscopic analysis of soil C andN. Soil.Sci., 167, {Chang, 2002 #9}(2002). Clark,D.H., Cary,E.E., Mayland, H.F., Analysis of trace elementsin forages by near infrared reflectance spectroscopy. Agron.J., 81, 91-95 (1989). Cozzolino,D. ,Moron,A.,

Page 181: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 181/395

1

1

Exploring the use of near-infrared reflectance spectroscopy (NIRS) to predict trace mineral in legumes.Anim.Feed Sci.Technol., 111, 161-173 (2004). Cozzolino,D.,Kwiatkowski,M.J.,Damberg,R.G., Analysis ofelements in wine using near infrared spectroscopy and partial least squares regression, Talanta 74 711-716(2008). Cozzolino,D.,Kwiatkowski,M,J.,Dambergs,R,G.,Cynkar,W.U.,Janik,L,J ., Skououmounis,G.,Gishen,M., Analysis of elements in wine using near infrared spectroscopy and partial least squaresregression,Talanta, 74, 711-716. Font, R.,Velez, D.,Celestino,M.,Bailon A.H., Montoro,A, Fast, clean, lowcost screening of Cadmium and Lead in the mussel Mytilus galloprovincialis Lmk by visible spectroscopyand partial least squares regression, Food Chemistry 105, 667-674 (2007).Frost,R.L.,Wain,D.L.,Martens,W.N.,Reddy,B.J., Vibrational spectroscopy of selected minerals of the rosasitegroup. Spectrochimia Acta.66, 1068-1074 (2007). M.J.Baxter, H.M,Crews, M.J. Dennis, I Goodall, D.Anderson, Food Chem. 60 443 (1996). Malley, D.F., and William, P.C., Use of Near-infrared reflectancespectroscopy in prediction of heavy metals in freshwater sediment by their association with organic matter.Environ. Sci. Technol., 31, 3461-3467 (1997). Moron, A.,and Cozzolino, D., Exploring the use of nearinfrared reflectance spectroscopy to study physical properties and microelement in soil. J.Near InfraredSpectrosc., 11, 145-154 (2003). Malec,P.,Maleva,M.G.,Prasad,M.N.,Strazalka,K., Identification andcharacterization of Cd-induced Peptide in Egeria densa (Water 320

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

weed): Putative role in Cd detoxification, Aquatic Toxiology. 95, 213-221 (2009) Osborne,B.G., Fearb,T. andHindle,P.T., “Practical NIR Spectroscopy with Aplication in Food and Beverage analysis (Logman FoodTechnology),” Longman Group United Kingdom, Essex, pp. 1- 35 (1993). R.Tsenkova, Method forinformation Extraction from Analyzed Samples. Patent Aplication 2000-183427 (2000). R.Tsenkova,Aquaphotomics : extended water mirror approach reveals peculiarities of prion protein alloform, NIR news18 , 14 (2007) R.Tsenkova, Aquaphotomics:the extended water mirror effect explaints why smallconcentrations of protein in solution can be maesured with near infrared ligth. NIR news 19 , 4 (2008)Sakudo,A.,Yoshimura,E.,Tsenkova,R.,Ikuta,K.,Onodera,T., Native state of metals in non digested tissue bypartial least square regression analysis of visible and near-infrared spectra, Toxicological Science 132, 2,135-141 (2007). Sakudo,A.,Tsenkova,R.,Tei,K.,OnozukaT.,Ikuta,T.,Yoshimura,E.,Onod era,T., Comparison ofthe vibration mode of metals in HNO 3 by partial least-squares regression analysis of near-infrared spectra.Bioschi.Biotechnol.Biochem 70(7) 1578-1583 (2006). Sauvage,L.,Frank,D.,Stearne,J.,Milikan,M.B., Tracemetal studies of selected white wine : An alternative approach. Anal.Chim.Acta, 458, 223-230 (2002). 321

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

FUNGSI MANGGROVE (Rhizopora sp) DAN RUMPUT LAUT (Sargassum sp atau Gracillaria sp) UNTUKMEPERBAIKI KUALITAS AIR TAMBAK UDANG Ali Muryati dan Meutia Khalidayati Abstrak Dalampembudidayaan udang windu atau vanname, penggunaan sistem budidaya intensif yang bertujuan untukmeningkatkan produksi dengan tingkat penebaran bibit yang tinggi sehingga memerlukan pakan yang besar,selalu menimbulkan masalah. Sebagian besar (70–80%) pakan yang diberikan tidak terkonsumsi olehudang (Jones,1995). Hal ini akan meningkatkan akumulasi sisa pakan, sehingga konsumsi oksigen,konsentrasi amonia, nitrit dan nitrat dalam budidaya akan meningkat yang berdampak terhadap peningkatandan kepadatan fitoplankton yang menyebabkan ledakan populasi (blooming) selanjutnya dikuti olehkematian massal (die off) fitoplankton. Dampaknya akan memperburuk kualitas air tambak. Untukmengatasi masalah ini perlu dilakukan pendekatan rekayasa ekologis dengan memanfaatkan manggrovedan rumput laut sebagai faktor pemicu (forcing function) yang akan mengarahkan proses ekofisiologis. Padapetak tambak yang berfungsi sebagai tandon (penampung air) hendaknya ditanami dengan pohonmanggrove. Dengan memanfaatkan fungsi dan peran mangrove, air yang masuk dari saluran pemasukan

Page 182: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 182/395

1

1

dan tertampung di petak tambak tandon merupakan air yang berkualitas. Kemudian air dari petak tambaktandon dialirkan ke petak tambak lainnya yang telah ditanami rumput laut. Melalui fotosintesis, komponenautotrof dapat meningkatkan kualitas air tambak dengan jalan meningkatkan produksi oksigen dan pH airserta menurunkan konsentrasi amoniak, nitrit dan nitrat. Diharapkan udang tumbuh berkembang biak yangmemiliki kualitas air dan kualitas lingkungan tambak yang baik melalui penyaringan tumbuhan mangrovediair. Kata kunci : Fungi Manggrove, Rumput Laut, kualitas air, tambah PENDAHULUAN Latar belakangmasalah Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling berkolerasisecara timbal balik. Masing-masing elemen dalam ekosistem memiliki peran dan fungsi yang saling 322

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

mendukung. Kerusakan salah satu komponen ekosistem dari salah satunya (daratan dan lautan) secaralangsung berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem keseluruhan. Hutan mangrove merupakanelemen yang paling banyak berperan dalam menyeimbangkan kualitas lingkungan dan menetralisirpencemaran yang terjadi di didaerah pesisir. Ekosistem mangrove merupakan sumber daya alam yangmemberikan banyak keuntung bagi manusia, berjasa untuk produktivitas yang tinggi serta kemampuanmemelihara alam. Mangrove memproduksi nutrien yang dapat menyuburkan perairan, perputaran karbon,nitrogen dan sulpur. Jika di daerah pesisir pantai di buat lahan tambak, mangrove untuk memperbaikikualitas air tambak udang. Pendekatan rekayasa ekologis dengan memanfaatkan manggrove dan rumputlaut sebagai faktor pemicu (forcing function) yang akan mengarahkan proses ekofisiologis. Rumput lautmerupakan salah satu komuditas perikanan yang juga berperan sebagai biofilter, karena dalampertumbuhanya rumput laut menyerap nutrien ( amonia, nitrat, dan nitrit ) dari media perairan secara difusimelalui dinding thallusnya. Fungsi biofilter pada kawasan tambak sangat diperlukan terutama yang sumberairnya sangat keruh karena lumpur atau partikel lain. Kegiatan budidaya yang menggunakan biofiltrasi,kandungan bahan organik dan amoniak di dalam petak pemeliharaan relatif lebih rendah dibandingkandengan tambak pemeliharaan yang tidak menggunakan sistem biofitrasi. Hal ini disebabkan karena rumputlaut mampu menyerap ion-ion amonia, nitrat dan phospat. Selain itu rumput laut juga mempunyaikemampuan mengabsorsi unsur atau senyawa lainnya seperti logam berat. Dijelaskan oleh Supito et al.,(2005) dalam Ditjen Perikanan Budidaya (2005), bahwa rumput laut sebagai tumbuhan air dapat menyerapdegradasi bahan organik air yang akan diperlukan untuk pertumbuhan, sehingga mengurangi resikomeningkatnya bahan organik air yang akan dipergunakan untuk memperbaiki kualitas air tambak udang.Kegiatan budi daya udang sudah dikenal oleh masyarakat indonesia sejak tahun 60an, kemudianberkembang dan menjadi primadona pada era tahun 80an. Perkembangan teknologi budidaya udang darisistem tradisional menjadisistem intensif bahkan super intensif mampu meningkatkan produksi, tetapi tanpadisadari juga merupakan bencana bagi kegiatan budi daya itu sendiri. Terbukti sejak tahun 90an budidayaudang mulai mengalami kegagalan denganberkurangnya fungsi imun terhadap penyakit, penurunanpembiakan dan peningkatan kematian pada biota budidaya sehingga mengakibatkan rendahnya volumepanen. 323

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Jika disimak lebih dalam maka kegagalan tersebut disebabkan oleh terbatasnya daya tampung alam ataulingkungan budidaya untuk menampung beban limbah yang dihasilkan baik dari kegiatan eksternal maupuninternal budidaya. Selama ini limbah yang dihasilkan pada kegiatan operasional budidaya tambak selaludibuang langsung kebadan air penerima tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu. Pada hal dalam kegiatanbudidaya terdapat kandungan bahan organik yang sangat tinggi. Tingginya bahan organik terutama yangdihasilkan oleh pakan udang yang tidak termakan (uneaten feed) berkisar antara 30-40% dan hasil ekstresiudang itu sendiri. Dengan sistem pembuangan air seperti ini, dapat diprediksi berdampak nyata pada

Page 183: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 183/395

1

1

kualitas air tambak dan lingkungan sekitarnya. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas,maka dapat dirumuskan berbagai permasalahan tentang fungsi ekologi penggunaan mangrove dan rumputlaut untuk memperbaiki kualitas air tambak udang sebagai berikut: a. Apakah terdapat perbedaan kualitasair di tambak yang menggunakan mangrove dan rumput laut (perlakuan) dengan tambak yang tidakmenggunakan mangrove dan rumput laut (kontrol) ? b. Bagaimana hubungan antara keberadaan mangrovedan rumput laut (perlakuan) dengan tingkat kehidupan udang di tambak? Tujuan Penelitian Adapun tujuandari penelitian ini adalah: a. Mengetahui perbedaan kualitas air di tambak yang mengunakan mangrove danrumput laut (perlakuan) dengan yang tidak menggunakan mangrove dan rumput laut (kontrol) b. Mengkajihubungan antara keberadaan mangrove dan rumput laut dengan tingkat kehidupan udang di tambak.Hipotesis penelitian Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: a. Terdapat perbedaan kualitas airdi tambak yang menggunakan mangrove dan rumput laut (perlakuan) dengan yang tidak menggunakanrumput laut (kontrol) b. Keberadaan mangrove dan rumput laut (perlakuan) mampu meningkatkan tingkatkehidupan udang. 324

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Kerangka Pikir Penelitian Gambar 1. Kerangka Pikir Peelitian Manfaat Penelitian Manfaat yang dapatdiambil dari penelitian ini adalah: a. Terciptanya tambak yang ramah lingkungan dan usaha yangberkelanjutan. b. Berkurangnya limbah dari proses kegiatan budidaya tambak udang. KAJIAN PUSTAKAVegetasi mangrove dapat menyerap dan mengurangi pencemaran (polutan). Jaringan Anatomi tumbuhanmangrove mampu menyerap bahan polutan, misalnya jenis mucronata dapat menyerap 300 ppm Mn, 20ppm Zn, 15 ppm Cu (Darmiyati et al., 1995), dan pada daun Avicennia marina terdapat akumulasi Pb ³ 15ppm, Cd ³ 0,5 ppm, Ni ³ 2,4 ppm (Saepulloh, 1995). Selain itu, hutan mangrove dapat mengendalikan intrusiair laut sebagaimana yang dilaporkan Hilmi (1998), yakni percepatan intrusi air laut di pantai Jakartameningkat dari 325

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

1 km pada hutan mangrove selebar 0,75 km menjadi 4,24 km pada areal tidak berhutan. Keadaan inimenjadikan hutan mangrove memegang peranan penting bagi kehidupan biota seperti ikan, udang, moluskadan lainya. Selain itu hutan mangrove juga berperan sebagai pendaur zat hara, penyedia makanan, tempatmemijah, berlindung dan tempat tumbuh. Hutan mangrove sebagai pendaur zat hara, karena dapatmemproduksi sejumlah besar bahan organik yang semula terdiri dari daun, ranting dan lainnya. Kemudianjatuh dan perlahan-lahan menjadi serasah dan akhirnya menjadi detritus. Proses ini berjalan lambat namunpasti dan terus menerus sehingga hasil proses pembusukan ini merupakan bahan suplai makanan biota air.Turner (1975) menyatakan bahwa disamping fungsi hutan mangrove sebagai ‘waste land’ juga berfungsisebagai kesatuan fungsi dari ekosistem estuari yang bersifat: 1. Sebagai daerah yang menyediakan habitatuntuk ikan dan udang muda serta biota air lainnya dalam suatu daerah dangkal yang kaya akan makanandengan predator yang sangat jarang. 2. Sebagai tumbuhan halofita, mangrove merupakan pusatpenghisapan zat-zat hara dari dalam tanah, memberikan bahan organik pada ekosistem perairan.Merupakan proses yang penting dimana tumbuhan menjadi seimbang dengan tekanan garam di akar danmengeluarkannya. 3. Hutan mangrove sebagai penghasil detritus atau bahan organik dalam jumlah yangbesar dan bermanfaat bag! mikroba dan dapat langsung dimakan oleh biota yang lebih tinggi tingkat.Pentingnya ‘detritus food web’ ini diakui oleh para ahli dan sangat berguna dilingkungannya. Detritusmangrove menunjang populasi ikan setelah terbawa arus sepanjang pantai. Berdasarkan hal tersebutdiatas, hutan mangrove memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan biota airdalam kesatuan fungsi ekosistem. Dengan bertambah luasnya hutan mangrove, cenderung semakin tinggiproduktivitasnya. Hal ini telah dibuktikan oleh Martosubroto (1979) yaitu ada hubungan antara keUmpahan

Page 184: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 184/395

1

1

udang diperairan dengan luasnya hutan mangrove. Demikian pula hasil penelitian dari Djuwito (1985)terhadap struktur komunitas ikan di Segara Anakan memberikan indikasi bahwa perairan tersebut tingkatkeanekaragamannya tinggi, dibandingkan dengan daerah Cibeureum yang dipengaruhi oleh sifat daratan.Tingginya keanekaragaman jenis ikan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor makanandan faktor kompetisi. 326

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Produksi primer bersih merupakan bagian dari produksi primer fotosintesis tumbuhan yang tersisa setelahbeberapa bagian digunakan untuk respirasi tumbuhan yang bersangkutan. Fotosintesis dan respirasi adalahdua elemen pokok dari produksi primer bersih. Komponen- komponen produksi primer bersih adalahkeseluruhan dari organ utama tumbuhan meliputi daun, batang dan akar. Selain itu, tumbuhan epfit sepertialga pada pneumatofor,dasar pohon dan permukaan tanah juga memberikan sumbangan kepada produksiprimer bersih. Clough (1986) menyatakan produksi primer bersih mangrove berupa mated yang tergabungdalam biomassa tumbuhan yang selanjutnya akan lepas sebagai serasah atau dikonsumsi oleh organismeheterotrof atau dapat juga dinyatakan sebagai akumulasi materi organik bam dalam jaringan tumbuhansebagai kelebihan dari respirasi yang biasanya dinyatakan dalam berat kering materi organik. Sebagaiproduser primer, mangrove memberikan sumbangan berarti terhadap produktivitas pada ekosistem estuaridan perairan pantai melalui siklus materi yang berdasarkan pada detritus atau serasah (Head, 1969 dalamClough, 1982). Produktivitas merupakan faktor penting dari ekosistem mangrove dan produksi daunmangrove sebagai serasah dapat digunakan untuk menggambarkan produktivitas (Chapman, 1976). Fungsidan Peran Rumput Laut Kehadiran rumput laut dalam budidaya perairan tambak akan membentuk strukturkomunitas baru yang dapat memperkuat fungsi komponen autotrof. Melalui fotosintesis, komponen autotrofdapat meningkatkan kualitas air tambak dengan jalan meningkatkan produksi oksigen dan pH perairan,serta menurunkan konsentrasi amonia, nitrit dan nitrat. Peningkatan kualitas air tambak diperkirakan dapatberpengaruh meningkatkan produktivitas udang windu. Sementara itu, kemampuan rumput laut dalammenyerap nutrisi diperkirakan dapat meningkatkan jumlah energi yang dapat dipanen dari perairan tambak.Menurut Odum (1989), kehadiran tumbuhan akuatik dapat mendukung perkembangan komponen lain dalamsuatu ekosistem, sehingga akan menghasilkan jaring makanan yang lebih kompleks, pola daur ulang materidan mekanisme pengendalian populasi, sehingga akan menghasilkan lebih banyak sumber daya danmeningkatkan efisiensi aliran materi dalam budidaya. Menurut Jongsong dan Honglu (1989), susunanbudidaya yang dibentuk melalui rekayasa ekologis dapat menghasilkan struktur komunitas biotik yang lebihlengkap, sehingga dapat terjadi interaksi antar komponen budidaya yang lebih kompleks. Dengan demikian,siklus materi dalam budidaya dapat berlangsung secara berlapis ("multilayer") dan bertahap. 327

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan model budidaya yang dapat meningkatkankualitas air tambak, produktivitas udang , membentuk struktur komunitas yang lebih kompleks danmeningkatkan jumlah energi yang dapat dipanen. Rumput laut yang ditanam di tambak bermanfaat untukkecerahan air tambak, konsentrasi oksigen dan pH. METODOLOGI Penelitian ini dilaksanakan di tambakudang PT.Marlboro Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Pada penelitian ini dipergunakan5 petak tambak. Pada petak tambak pertama dipergunakan sebagai penyimpan air (tandon). Pada petaktambak ini telah ditanami tanaman mangrove. Air dari saluran pemasukan dialirkan ke petak tambak ini. Diharapkan air di petak tambak ini berkualitas baik sesuai dengan fungsi dan peranan tanaman mangrove.Kemudian air disalurkan ke petak tambak kedua yang terdiri dari dua petak tambak yang telah ditanamirumput laut jenis Sargassum dan Gracillaria untuk masing-masing masing petak tambaknya. Pengamatandilakukan terhadap kondisi fisik, meliputi kejernihan dan salinitas perairan tambak. Konsentrasi oksigen

Page 185: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 185/395

1

1

terlarut diukur pada saat fotosintesis berlangsung optimum yaitu pukul 12 siang. HASIL PENELITIAN Hasilpenelitian tmenunjukkan bahwa, Sargassum yang tidak mengalami kerusakan dapat menghasilkan modelbudidaya dengan kualitas air tambak yang lebih tinggi dibanding dengan kontrol. Dengan Sargassum,kecerahan dan konsentrasi oksigen terlarut adalah 9,61% dan 11,51% lebih tinggi dari kontrol. Konsentrasibahan organik, amonia, nitrit dan nitrat berturut-turut 11,92%, 24,54%, 17,14% dan 15,8% lebih rendah darikontrol. Dengan demikian, hasil penelitian pada tahap ini dapat membuktikan bahwa kehadiran Sargassumyang tidak mengalami kerusakan bermanfaat menghambat penurunan kualitas air tambak. DenganGracillaria, kecerahan air tambak, konsentrasi oksigen dan pH berturut turut 20,35%, 26,53% dan 6,5%lebih tinggi dari kontrol. Konsentrasi bahan organik, amonia, nitrit dan nitrat dalam air tambak beturut turut18,81%, 60,91%, 28,57% dan 36,84% lebih rendah dari kontrol. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwakehadiran Gracillaria dapat menghambat penurunan kualitas air tambak yang terjadi selama budidaya,meningkatkan produktivitas udang dan jumlah energi yang dipanen lebih tinggi dibanding denganSargassum. Diperkirakan, hal ini disebabkan karena pertumbuhan Gracillaria (103% per bulan) jauh lebih328

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

tinggi dibanding dengan Sargassum (21,6% per bulan). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwaGracillaria lebih tepat untuk digunakan dalam budidaya ganda dengan udang, dibanding denganSargassum. Kemudian air dari petak tambak ini dialirkan lagi ke dua petak tambak lainnya, yang masing-masing telah ditanami dengan tanaman bakau dibagian tepi dalam petak tambak dan telah ditanami denganrumput laut dibagian dasar tambakdengan jenis Sargassum untuk tambak yang satu dan jenis Gracillaria utktambak yang lainnya. Kemudian dimasukkan bibit udang. Dari penelitian diketahui Dibanding dengankontrol, model ini mempunyai kelimpahan fitoplankton yang lebih rendah, tetapi keanekaragaman yang lebihtinggi. Kisaran kelimpahan fitoplankton pada model ini adalah antara 2687-3235 ind/1, sedangkan kisaranindeks keanekaragaman adalah antara 0,70-0,72. Pada kontrol, kisaran kelimpahan fitoplankton adalahantara 3043-3700 ind/l, sedang indeks keanekaragaman antara 0,50-0,60. Model ini menghasilkankelimpahan dan keanekaragaman zooplankton yang lebih tinggi dari kontrol. Kisaran kelimpahanzooplankton pada model ini adalah antara 1279-4826 ind/1, dengan indeks keanekaragaman berkisarantara 0,14-0,48. Pada kontrol, kisaran kelimpahan zooplankton adalah antara 381-1651 ind/1, sedangkanindeks keanekaragaman berkisar antara 0,12-0,55. Kelulus hidupan, berat dan panjang akhir serta produksibiomasa udang pada model ini berturut-turut 18,67%, 6,4%, 4,83% dan 26,61% lebih tinggi dari kontrol.Jumlah energi yang dipanen juga meningkat secara signifikan, yaitu 5 kali lebih tinggi dari kontrol. Tambakyang ditanami dengan rumput laut jenis Gracillaria, mempunyai kelimpahan fitoplankton yang lebih rendahdan keanekaragaman yang lebih tinggi dari kontrol. Kisaran kelimpahan fitoplankton pada model ini adalahantara 2118 hingga 2495 ind/l, sedangkan kisaran indeks keanekaragaman adalah antara 0,67-0,80. Padakontrol, kisaran kelimpahan fitoplankton adalah antara 3043-3700 ind/l, sedang indeks keanekaragamanantara 0,50-0,60. Kelimpahan dan keanekaragaman zooplankton pada model ini juga lebih tinggi darikontrol, dengan kisaran kelimpahan zooplankton antara 762-2286, dan indeks keanekaragaman berkisarantara 0,42-0,67. Pada kontrol, kisaran kelimpahan zooplankton adalah antara 381-1651 ind/l, sedangkanindeks keanekaragaman berkisar antara 0,12-0,55. Kelulus hidupan, berat, dan panjang akhir serta produksibiomasa udang pada model budidaya udang dan Gracillaria berturut turut 24,30%, 32,80%, 4,83% dan66,43% lebih tinggi dari kontrol. Jumlah energi yang dipanen pada model ini juga meningkat secarasignifikan, yaitu 13,8 kali lebih tinggi dari kontrol, dan 2,7 kali lebih 329

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 186: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 186/395

1

1

tinggi dibanding dengan model budidaya udang dan Sargassum. Terakhir setelah panen air dialirkan kepetak tambak yang telah ditanami dengan mangrove dan diendapkan selama 2 minggu, baru kemudiandibuang melalui saluran pembuangan air, dengan harapan air buangan ramah lingkungan. KESIMPULANDari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, budidaya udang dengan mempergunakan air berkualitasyang dihasilkan dari perlakuan penggunaan tanaman mangrove dan rumput laut sebagai biofilter dapatmeningkatkan konsentrasi oksigen dan pH air, serta menurunkan konsentrasi bahan organik, amonia, nitritdan nitrat dalam air tambak. 330

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

PENGGUNAAN PENYIMPAN AIR BUATAN TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUKUN (Artocarpuscommunis Forst.) APPLICATION OF FABRIC WATER RETAINER ON GROWTH OF BREADFRUITPLANTS (Artocarpus communis Forst.) Budi Utomo Program Studi Budidaya Hutan Departemen KehutananFakultas Pertanian USU Jl. Tridarma Ujung No 1 Kampus USU Medan 20155, Telp. 061-8220605 E-mail:[email protected] Abstract Physiologically, water is essential for plant growth. Physiological andmorphological plant activities will be disrupted if plant get less of water. The object of the study was todetected the effects of crystal soil on the growth of breadfruit seedlings. Crystal soil used are control, 3grains, 7 grains, 10 grains, 12 grains, and 15 grains of crystal soil. This research was conducted fromDecember 2009 until June 2010, in Green House, Agriculture Faculty, USU, Medan, using completelyrandomized non factorial design. The Parameters analyzed were plants height, plants diameter, percentageof soil moisture content, crystal soil weight reduction, and the ability of plants to survive. The results showedthat the crystal soil provided non significant effect on height, diameter and breadfruit plants ability to survive.The highest breadfruit plant was 32.38 cm height, and the lowest was 28.5 cm height. The highest breadfruitdiameter was 0.61 cm and the lowest was 0.48 cm, soil moisture content decrease 36.99% to 3.09%, thecrystal soil decrease from 5.4 g to 0 g, the breadfruit plants were able to survive until day 21 or within threeweeks. Keywords: Breadfruit, Water, Plants, Crystal soil PENDAHULUAN Latar Belakang Sukun merupakantanaman hasil hutan kayu yang dapat dimanfaatkan kayunya dan buah sukun juga merupakan hasil hutannon kayu sehingga tanaman sukun dapat dikatakan sebagai MPTS (Multi Purpose Tree Species). Dari segibudidaya, sukun tergolong mudah untuk dibudidayakan baik secara tradisional pada lahan sempit sepertipekarangan, ladang, atau kebun maupun dibudidayakan secara komersial pada lahan yang relatif luas.Jarak tanam yang digunakan umumnya lebar karena tajuk tanaman sukun juga cukup lebar. 331

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Penanaman pada lahan terbuka tidak ternaungi akan membantu pertumbuhan tanaman sukun lebih baiksehingga lebih cepat berbuah (Adinugraha dan Kartikawati, 2003). Sukun dapat dijadikan sebagai panganalternatif karena keberadaannya tidak seiring dengan pangan konvensional (beras), artinya keberadaanpangan ini dapat menutupi kekosongan produksi pangan konvensional (Koswara, 2006). Dalam bidangkehutanan, sukun merupakan salah satu jenis pohon yang dipilih dalam kegiatan Gerakan NasionalRehabilitasi Hutan dan Lahan. Selain memiliki akar yang kuat dan tajuk yang lebar yang dapat mengurangilaju erosi, (Hendalastuti dan Rojidin, 2006). Sumber daya hutan yang telah mengalami kerusakan perludirehabilitasi. Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan,dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktifitas, dan peranan hutan sebagaisistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dilaksanakan berdasarkankondisi spesifik setempat, yang meliputi aspek biofisik, sosial dan ekonomi. Sebagai langkah awal upayarehabilitasi, dilakukan penilaian aspek biofisik berupa kondisi penutupan lahan menurut kriteriakekritisannya. (Dephut, 2003). Sukun tergolong tanaman tropik sejati, tumbuh paling baik di dataran rendahyang panas. Tanaman ini tumbuh baik di daerah basah, tetapi juga dapat tumbuh di daerah yang sangat

Page 187: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 187/395

1

1

kering asalkan ada air tanah dan aerasi tanah yang cukup. (Hendalastuti dan Rojidin, 2006). Air merupakanfaktor penting dalam menunjang pertumbuhan tanaman. Secara fisiologis air adalah penting sebagaipembentuk utama protoplasma dan cairan vakuola sebagai pelarut gas dan bahan larutan, untukmengangkut mineral dan menjaga turgiditas, adalah penting untuk penjarangan dan pertumbuhan sel,memelihara bentuk tumbuhan, pembukaan stomata dan gerakan tumbuhan seperti pada daun dan mahkotabunga (Daniel et al., 1994). Hampir semua air yang digunakan tumbuhan diambil oleh sistem perakaran.Beberapa bagian dapat terserap langsung dari atmosfir oleh daun. Kekurangan air akan mengganggufisiologis dan morfologis, sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terusmenerus akan menyebabkan perubahan irreversible (tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akanmati (Daniel et al., 1994). Sehubungan dengan hal di atas bahwa air merupakan faktor penting bagipertumbuhan dan pemeliharaan tanaman sukun, sehingga apabila kekurangan air akan mengganggupertumbuhan tanaman sukun tersebut. Pembibibitan tanaman sukun di lahan kering dengan sumberdaya airyang terbatas, memerlukan komponen penahan air yang 332

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

dapat menyimpan air dalam waktu cukup lama dan juga dapat mengurangi intensitas penyiraman sehinggadiharapkan dapat menghemat biaya, tenaga dan waktu selama pembibitan tanaman sukun. Penelitian inibertujuan untuk mendeteksi pengaruh pemberian crystal soil pada pertumbuhan bibit sukun (Artocarpuscommunis Forst). BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas PertanianUniversitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan yang dimulai pada bulanDesember 2009 sampai dengan Juni 2010. Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain bibitsukun, media top soil, crystal soil, dan polibag. Adapun alat yang digunakan pada penelitian ini antara lainayakan, jangka sorong, gembor, penggaris, timbangan digital, oven dan camera digital. Penelitian inimenggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 7 perlakuan dan 4 ulangan. Metode penelitian inimerujuk kepada penelitian sebelumnya, yaitu Utomo dan Sidabutar (2009). A 0 = Tanpa pemberian crystalsoil (kontrol); A 1 = Pemberian crystal soil sebanyak 3 butir; A 2 = Pemberian crystal soil sebanyak 5 butir; A3 = Pemberian crystal soil sebanyak 7 butir; A 4 = Pemberian crystal soil sebanyak 10 butir; A 5 =Pemberian crystal soil sebanyak 12 butir; A 6 = Pemberian crystal soil sebanyak 15 butir. Crystal soil yangakan digunakan dapat diperoleh dari toko tanaman. Crystal soil direndam di dalam air selama ± 8 jamhingga crystal soil tersebut mengembang kira-kira sebesar biji kelereng. Dilakukan penyiraman pada bibitsukun selama satu minggu setelah penanaman dan penyiraman dilakukan hingga air jenuh. Kemudian, bibitsukun tidak akan disiram lagi. Parameter penelitian yang diukur meliputi tinggi bibit, diameter batang bibit,persentase kadar air tanah, penurunan bobot crystal soil dan kemampuan tanaman bertahan hidup. HASILDAN PEMBAHASAN Hasil Tinggi tanaman dan diameter batang bibit sukun Pada Tabel 1 di bawah ini dapatdilihat rataan pertambahan tinggi dan diameter bibir sukun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasicrystal soil tidak nyata mempengaruhi pertambahan tinggi dan diameter bibit sukun. 333

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tabel 1. Pertambahan tinggi dan diameter bibit sukun selama tiga minggu Perlakuan Rataan tinggi bibit (cm)Rataan diameter bibit (cm) A 0 2.58 0.07 A 1 1.88 0.06 A 2 1.15 0.06 A 3 2.18 0.01 A 4 1.28 0.11 A 5 1.250.05 A 6 2.03 0.08 Persentase kadar air tanah Persentase kadar air tanah yang diamati setiap harinyaselama tiga minggu menunjukkan bahwa terjadi penurunan persentase kadar air tanah. Berikut grafikpenurunan kadar air tanah disajikan pada Gambar 3. Grafik di atas menunjukkan bahwa terjadi penurunanpersentase kadar air tanah. Kadar air tertinggi terdapat pada hari pertama yaitu 36,99% dan kadar airterendah terdapat pada hari ke-21 yaitu 3,09%. Gambar 3. Grafik rerata penurunan kadar air tanah selamatiga minggu Penurunan bobot crystal soil Berat bobot crystal soil yang telah diamati setiap harinya selama

Page 188: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 188/395

1

1

1

tiga minggu menunjukkan bahwa terjadi penurunan bobot crystal soil. Berikut grafik penurunan bobot crystalsoil disajikan pada Gambar 4. 334

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Gambar 4. Grafik rerata penurunan bobot crystal soil selama 3 minggu Grafik di atas menunjukkan bahwasetiap harinya bobot crystal soil semakin berkurang. Hal ini disebabkan crystal soil semakin hari semakinmengecil di mana kemampuan crystal soil dalam menyerap dan melepaskan air juga berkurang. Pada haripertama, bobot crystal soil yaitu 5.4 g dan pada hari ke-21 bobot crystal soil semakin berkurang yaitu 0 g.Kemampuan tanaman bertahan hidup Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan crystal soil tidaknyata mempengaruhi kemampuan tanaman bertahan hidup. Data kemampuan tanaman untuk dapatbertahan hidup yang diamati setiap harinya disajikan pada Gambar 5 di bawah ini. Gambar 5. Grafik reratakemampuan tanaman bertahan hidup 335

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa pada perlakuan A 0 sampai dengan perlakuan A 2, tanamanmampu bertahan di hari yang sama (rerata hari). Berbeda dengan perlakuan A 3, tanaman mampu bertahandi hari ke-19 (rerata hari) lebih lama dari perlakuan A 0 -A 4 . Sedangkan pada perlakuan A 5 dan A 6,tanaman mampu bertahan hidup pada hari ke-20 (rerata hari). Hal ini sesuai dengan tabel di atas tadi yangmenunjukkan bahwa tanaman mampu bertahan hidup sesuai dengan perlakuan yang diberikan meskipunsebenarnya crystal soil tidak nyata mempengaruhi pertumbuhan tanaman sukun. Pembahasan Hasilpenelitian menunjukkan bahwa perlakuan crystal soil tidak nyata mempengaruhi tinggi dan diameter bibitsukun. Tanaman hanya mampu bertahan hidup hingga selama tiga minggu di rumah kaca. MenurutRahardjo (2007) crystal soil dapat bertahan sampai dengan dua tahun. Tanaman tidak dapat bertahan hidupatau mati disebabkan oleh adanya pelepasan air dari butir crystal soil yang terlalu cepat. Hal ini terjadikarena crystal soil sensitif terhadap sinar matahari. Bentuk crystal soil yang lunak dan mudah pecahsehingga dibutuhkan kesabaran dan ketelitian dalam penggunaannya. Pada pengukuran crystal soil yangdiamati setiap harinya ditunjukkan oleh penurunan bobot crystal soil. Dari gambar 4 tersebut, dapat dilihatpenurunan yang sangat drastis. Pada minggu ketiga, crystal soil habis (setelah ditimbang, beratnya menjadi0 g). Sehingga tanaman akhirnya layu dan mati karena kekurangan air. Terjadinya dehidrasi pada tanamanmerupakan salah satu faktor yang menyebabkan tanaman mengalami stres air. Menurut Haryati (2003)kekurangan air pada tanaman terjadi karena ketersediaan air dalam media tidak cukup dan transpirasi yangberlebihan atau kombinasi kedua faktor tersebut. Dalam pertumbuhannya, bibit sukun mengalamikekurangan air yang disebabkan tidak dilakukan penyiraman. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwaterjadinya penurunan persentase kadar air tanah. Hal ini disebabkan bahwa air yang tersedia di dalamtanah semakin hari semakin berkurang. Menurut Hakim, et al., (1986) jika kadar air tanah diseluruh daerahperakaran rendah, akar tumbuhan akan mengabsorbsi air secepatnya pada tanah lapisan atas. Begitu tanahmulai mengering dan tegangan air di permukaan meningkat, pengambilan air bergeser ke lapisan bawah.Dengan cara demikian secara progresif akar menyerap air tersedia. Pada kadar air tinggi, kekurangan udaramungkin dapat menjadi penghambat pertumbuhan tanaman. Adanya crystal soil sebagai komponenpenahan air juga mengalami penurunan berat bobot crystal soil tersebut. Panas matahari jugamempengaruhi crystal soil tersebut di mana suhu pada rumah kaca yaitu pada pagi hari (T=34,9 0 C dan336

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 189: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 189/395

1

kelembaban 69%), siang hari (T=49,4 0 C dan kelembaban 72%) dan sore hari (T=35,8 0 C dankelembaban 61%). Suhu pada rumah kaca diukur setiap minggu, sehingga suhu tersebut adalah hasil darirataan suhunya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perlakuan crystal soil tidak nyata mempengaruhikemampuan tanaman sukun untuk bertahan hidup. Hal ini ditunjukkan bahwa bibit tanaman sukun hanyamampu bertahan hidup selama tiga minggu saja. Ada beberapa faktor yang mempengaruhinya seperti dosiscrystal soil yang sedikit, panas matahari (crystal soil tidak bisa kontak langsung dengan sinar ultravioletkarena akan menyebabkan crystal soil pecah) dan juga dikarenakan perakaran tanaman yang rusak (setiapharinya crystal soil diambil dari polibag sehingga akan menganggu perakaran tanaman). Adapun ciri-ciribibit sukun yang mati ditandai oleh daun yang kecoklatan, layu dan kering, berguguran, batang yang kurusdan kering. Perlakuan crystal soil sebagai komponen penahan air mampu menahan dan menyediakan airuntuk sementara pada bibit sukun di rumah kaca. Sehingga semakin lama air di dalam tanah bisa disuplaidan ditahan oleh crystal soil. Tanaman yang kekurangan air mengakibatkan tingkat persentase kematianyang tinggi. Menurut Sinaga (2008) secara umum tanaman akan menunjukkan respon tertentu bilamengalami cekaman kekeringan. Respon tanaman terhadap stres air sangat ditentukan oleh tingkat stresyang dialami dan fase pertumbuhan tanaman saat mengalami cekaman. Sesuai dengan pernyataan Haryati(2000), stres air pada tanaman dapat disebabkan oleh dua hal yaitu (1) kekurangan suplai air di daerahperakaran dan (2) permukaan air yang berlebihan oleh daun. Stres air (kekeringan) menghambatpertumbuhan tanaman dan juga sudah diketahui bahwa potensial air dalam pembuluh xylem berbagai jenistanaman bernilai negatif selama sebagain besar masa hidup tanaman. Dari pengamatan yang dilakukan,dapat dlihat bahwa crystal soil yang diberikan tidak signifikan terhadap pertumbuhan. Dari penelitianRahardjo (2007) dari hasil sementara penelitiannya menunjukkan bahwa crystal soil mempunyai potensiuntuk digunakan sebagai salah satu teknologi mengatasi usaha budidaya tanaman di lahan kering danefisiensi pemakaian air untuk tanaman-tanaman tertentu. Berbeda dengan pengamatan di rumah kaca,crystal soil tidak menunjukkan hasil yang signifikan karena bibit sukun hanya bertahan selama tiga minggusaja. Diduga teknis di lapangan dengan di rumah kaca berbeda cara pengaplikasiannya atau anjuran dosisyang diberikan masih terlalu sedikit. Menurut Rahardjo (2007) bahwa crystal soil mampu menyerap airsebanyak 400 kali dari berat crystal soil tersebut. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berat crystalsoil kering yang digunakan sebelum direndam 0,03 g dan setelah direndam dengan 337

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

air beratnya sekitar 5 g. Berarti crystal soil dapat menyerap air sekitar 167 kali berat dari crystal soiltersebut. Stres air dapat terjadi karena kekurangan atau kelebihan air di lingkungan tanaman, sehingga airsangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman di mana menurut Haryati (2000) air merupakan bagian yangesensial bagi protoplasma dan membentuk 80-90% bobot segar jaringan yang tumbuh aktif, air adalahpelarut, di dalamnya terdapat gas-gas, garam-garam dan zat-zat terlarut lainnya, yang bergerak keluarmasuk sel, dari organ ke organ dalam proses transpirasi, air adalah pereaksi dalam fotosintesis dan padaberbagai proses hidrolisis, air adalah esensil untuk menjaga turgiditas di antaranya dalam pembesaran sel,pembukaan stomata, dan menyangga bentuk (morfologi) daun-daun muda atau struktur lainnya yangberlignin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa crystal soil tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan bibitsukun (Artocarpus communis). Penelitian yang telah dilakukan Rahardjo (2007) bahwa crystal soil sangatberpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman seperti jati dan tanaman yang lainnya. Menurut Utomo danSidabutar (2009) dari hasil penelitiannya menggunakan bahan crystal soil dan aquasorb (hydrogel) tanamanjuga mati dalam waktu satu bulan. Bahan penahan air ini merupakan bahan yang dapat menyerap airsehingga berbentuk bola sebesar biji kelereng dan juga dapat melepaskan air hingga crystal soil mengecilatau kering seperti bentuk aslinya sebelum direndam dengan air. Penggunaan crystal soil sebagaikomponen penahan air belum memberikan pertumbuhan yang optimal bagi pertumbuhan tanaman sukun,khususnya tanaman sukun hanya dapat bertahan selama tiga minggu saja dengan dosis crystal soil yangdianjurkan. KESIMPULAN Kesimpulan 1. Perlakuan crystal soil yang diberikan tidak berpengaruh nyataterhadap pertambahan tinggi, diameter, dan kemampuan tanaman sukun bertahan hidup. 2. Tanaman sukunhanya mampu bertahan hidup selama tiga minggu dengan crystal soil sebagai komponen penahan air.

Page 190: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 190/395

1

1

DAFTAR PUSTAKA Adinugraha, H.A dan Kartikawati, N.K. 2004. Pertumbuhan Bibit Tanaman Sukun(Artocarpus altilis) Hasil Perbanyakan Secara Klonal Di Persemaian. Prosiding Ekspose Hasil LitbangBioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Yogjakarta 338

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Daniel, T.W, J.A. Helms dan F.S. Baker. 1994. Prinsip-prinsip Silvikultur. Edisi Kedua. Gadjah MadaUniversity Press. Yogyakarta Dephut, 1998. Buku Pedoman Kehutanan Indonesia. Jakarta 2003. BukuIndikasi Kawasan Hutan dan Lahan. http://dephut.go.id [14 Oktober 2010] Hakim, N, Nyapka, Y.M, Lubis,A.M, Nugroho, G.A, Saul,R, Diha, A, Hong,B.G, Bailey, H.H, 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. UniversitasLampung Haryati. 2003. Pengaruh Cekaman Air Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman. FakultasPertanian USU. Medan Haryati, S.S. 2000. Fisiologi Cekaman. Edisi Revisi. Jurusan Agronomis. FakultasPertanian. IPB. Bogor Hendalastuti, H. dan Rojidin, R. 2006. Karakteristik Budidaya Dan Pengolahan BuahSukun : Studi kasus Di Solok Dan Kampar Prosiding Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 220-232Irawan, B. 2007. Pengenalan Teknis Hydrogel. http://www.horties.com. [2 September 2010] Koswara, S.2006. Sukun Sebagai Cadangan Pangan Alternatif http:// ebookpangan.com [27 November 2009] Rahardjo,2007. Hydrogel Merupakan Salah Satu Teknologi Untuk Mengatasi Lahan Kering di Nusa Tenggara Barat.Universitas Mataram. Nusa Tenggara Barat. http://ntb.litbang.deptan.go.id [1 September 21010] Sinaga, S.2008. Asam Abisik Sebuah Mekanisme Adaptasi Tanaman Terhadap Cekaman Kekeringan.http://research.merubuana.ac.id [2 September 2010] Utomo, B dan Sidabutar, F,H. 2009. PenggunaanBeberapa Jenis Penahan Air Untuk Mendukung Pertumbuhan Bibit Sukun (Artocarpus communis Forst).Jurnal Akademia Kopertis Wilayah I NAD SUMUT Vol 13 No.4 Agustus 2009. Hal 19-23. 339

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

INFESTASI EKOPARASIT PADA KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) DITINJAU DARIBEBERAPA PARAMETER KUALITAS AIR (THE ECTOPARASITE INFESTATION ON TIGER GROUPER(Epinephelus fuscoguttatus) CONSIDERED WITH WATER QUALITY PARAMETER) Dedy Arief HendriyantoGuest Lecturer for Fisheries Faculty of Dharmawangsa University Medan, North Sumatera Abstract Theresearch to know the infestation of parasite on tiger grouper (Epinephelusfuscoguttatus) as indicator ofwater quality and to know the influence of water quality by parasites incidency had been conducted onJanuary to February 2011 at Laboratory of Fish Quarantine Regional Office of Polonia and fish culture pondbelonging of UD. Sundoro as field examination. The research was carried out using descriptive andcorrelation method. Data was analized by estimating incidency and intensity value form ectoparasite on fish.Analysis of regression and correlation was used to study the influence of water quality to ectoparasiteintensity. The result of analysis showed that the water quality of pond 1st are : temperature 30-34o C (uppersurface) dan 31- 37o C (30-40 cmsunder surface) ; salinity 20-26 ppt ; DO 5.64 mg/L ; pH 7.29 ; ammonia0.93 mg/Land nitrite 0.02 mg/L.Parameters of pond 2nd are temperature 30-340 C (upper surface) and 32-37o C (30-40 cm under surface) ; salinity 20-26 ppt ; DO 6.39 mg/L ; pH 7.36 ; ammonia 0.68 mg/L andnitrite 0.021 mg/L. Ectoparasites of Diplectanumsp., Trichodinasp. and Tetrahymenasp. were found in gill,whereas Benedeniasp. andTrichodinasp. were found in skin mucus. The highest incidency rate of pond 1 ston gill was Diplectanumsp. (86.1%), on skin mucus was Benedeniasp. (31.9%). Total samples wereexamined for 144. The highest incidencyrate of pond 2 nd on gill wasDiplectanumsp. (66.7%), on skinmucus was Trichodinasp. (63.9%). The average of intencity value on gill of Diplectanumsp. in pond 1 st and2 nd were 6.3 and 6.7, respectively. ForTetrahymenasp. in pond 1 st and 2 nd were 10.3 and 11.2andTrichodinasp. were 8.9 and 6.7, respectively.The whole relation of water quality and parasite intensity ongill and skin to show light correlatin. But, relation of ammonia and Diplectanumsp. has been show severe

Page 191: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 191/395

1

1

correlation with pattern of positive regression. The final result can be conclusedan evidence whereDiplectanumsp. on fish 340

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

culture is an indicator of high level ammonia with clinical sign of fish is gill damage or hyperplasia. Highmortality caused by pathogen infestation and can be able consisted if other parameter where have relationwith ammonia is rapid change with extreme. Keyword : water quality parameter, ectoparasite, fish culturePENDAHULUAN Latar Belakang Aktivitas budidaya ikan menyebabkan upaya manipulasi dan modifikasibaik terhadap lingkungan, bio-reproduksi, kepadatan, manajemen pakan dan lain-lain.Kondisi tersebutmenimbulkan tekanan (stress) terhadap komoditas yang dibudidayakan sehingga rentan terhadap penyakitbaik infeksius maupun non infeksius.Munculnya penyakit tersebut merupakan resiko biologis yang harusdiantisipasi. Dalam akuakultur atau budidaya perairan, kesehatan lingkungan tempat pemeliharaan ikanmerupakan salah satu faktor penentu keberhasilan.Unsur kesehatan lingkungan perairan yang dimaksudadalah terjadinya perkembangan polusi dan penyakit. Pada kegiatan budidaya sistem tertutup, lingkunganperairan yang terpolusi dan berpenyakit akan menyebabkan kematian ikan secara massal dalam waktuyang singkat. Penyakit ikan merupakan salah satu masalah serius yang harus dihadapi dalampengembangan usaha budidaya ikan.Kerugian yang diakibatkan oleh penyakit ikan selain dapat mematikanikan juga dapat menurunkan mutu dari ikan itu sendiri.Kematian yang ditimbulkan oleh penyakit ikan sangattergantung pada jenis penyakit ikan yang menyerang, kondisi ikan dan kondisi lingkungan.Apabila kondisilingkungan menurun maka kematian yang diakibatkan oleh wabah penyakit sangat tinggi, tapi sebaliknyaapabila kondisi lingkungan baik maka kematian akibat infeksi suatu penyakit lebih rendah.Tinggi rendahnyakematian akibat infeksi suatu penyakit juga tergantung pada kondisi immunitas ikan. Wabah penyakit yangterjadi pada kondisi ikan sedang sehat tidak akan mengakibatkan kematian yang tinggi, dan sebaliknyaakan mengakibatkan kematian yang tinggi apabila kondisi ikan kurang sehat (Supriyadi, 2007). Menurutpenyebabnya, penyakit ikan dibedakan atas penyakit infeksi (infectious diseases) dan non infeksi (noninfectious diseases).Penyakit infeksi disebabkan oleh jasad parasitik, bakteri, jamur dan virus. Penyakitparasiter yaitu penyakit akibat infeksi jasad parasitik seperti golongan protozoa maupun metazoa. Protozoayang sering ditemukan sebagai organisme parasitik meliputi sporozoa, ciliata dan flagellate, sedangkanmetazoa meliputi: crustacea, isopoda dan 341

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

helminth (cacing). Jasad parasiter tersebut dapat menginfeksi ikan air tawar maupun ikan laut (Taukhid,2006). Ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) merupakan salah satu primadona ikan budidaya diIndonesia dan pada saat ini mempunyai potensi dan peluang pasar yang sangat menjanjikan.Potensitersebut perlu disertai dengan perhatian terhadap mutu mulai dari benih yang dihasilkan oleh hatcherykarena kegiatan pembenihan merupakan awal dari rangkaian kegiatan budidaya ikan.Benih ikan yangberkualitas tinggi merupakan salah satu kunci untuk keberhasilan kegiatan budidaya. Penangananmengenai manajemen lingkungan pembesaran dan penanganan penyakit sangat penting denganmenerapkan prinsip pengelolaan yang ramah lingkungan sehingga dapat meningkatkan produktifitas lahan,mengurangi tingkat pencemaran dan menjadikan areal budidaya yang berkelanjutan.Beberapa pendekatanyang bisa dilakukan untuk menuju usaha budidaya yang berkelanjutan adalah dengan mengurangipenggunaan tepung ikan dan minyak ikan dalam pakan dengan mencari sumber-sumber protein dan minyakselain ikan serta usaha mengurangi buangan limbah ke perairan melalui pengadaan pakan dan ikan ramahlingkungan. Perumusan Masalah Berbagai pustaka telah melaporkan bahwa sanitasi yang buruk merupakansalah satu faktor penyebab munculnya parasit monogenea yang menyebabkan infeksi primer.Hal inimenyebabkan munculnya infeksi sekunder yang ditandai dengan munculnya bakteri bahkan virus. Di sisi

Page 192: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 192/395

1

1

lain ikan masih dapat bertahan hidup bila kualitas air di lingkungan budidaya tidak optimal (parameter di luarambang). Insidensi parasit monogenea pada net cage culture mempunyai nilai lebih tinggi jika dibandingkandengan pond system.Dari beberapa penelitian telah ditemukan bahwa tidak terdapat korelasi antara suhudengan insidensi/ prevalensi parasit. Rendahnya kualitas lingkungan akuatik (poor sanitation) tidakberpengaruh nyata terhadap kegiatan budidaya ikan sehingga pada penelitian ini akan dapat terlihat danterjawab untuk pertanyaan berikut : a. Parasit apa yang dominan menyerang ikan kerapu macan? b. Apakahfaktor lingkungan dapat mempengaruhi timbulnya parasit? Tujuan Adapun tujuan dalam penelitian ini adalahuntuk mengetahui jenis dan intensitas serangan ektoparasit pada kerapu macan (E. fuscoguttatus) danuntuk mengetahui faktor lingkungan yang menyebabkan timbulnya penyakit parasiter pada kerapu macan(E. 342

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

fuscoguttatus) sebagai indikator penurunan kualitas lingkungan perairan sekitar budidaya. Manfaat SebagaiSistem Peringatan Dini (Early Warning System) dalam hal pengelolaan lingkungan budidaya ikan kerapumacan dan sebagai indikator bahwa lingkungan perairan sekitar budidaya telah menurun ditandai denganadanya ektoparasit pada insidensi dan intensitas tertinggi. METODOLOGI Waktu, Tempat Alat dan BahanPenelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Pebruari 2011. Bahan yang digunakan dalampenelitian ini terdiri dari akuades, reagensia ammonia dan nitrit serta desinfektan. Alat yang digunakanterdiri dari multi parameter ion spesifik meter (HANNA instuments- Italy), hand refractometer, pH meter,termometer, slide glass, mikroskop CCTV dan akuarium beserta kelengkapannya. Rancangan PenelitianPenelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian survey (survey research) dengan tujuan untukmengetahui insidensi dan hubungan antar variabel dari populasi sampel yang diambil. Pelaksanaanpenelitian dilakukan melalui 2 (dua) tahap dimana untuk masing-masing tahap mempunyai metodepenelitian yang berbeda yaitu : 1. Tahap pertama adalah menginventarisasi dan mengkaji status seranganektoparasit terhadap ikan kerapu yang dibudidayakandimana biasanya terjadi akumulasi bahan organikyang kaya nutrien dan ammonia dari hasil pembusukan sisa pakan serta fluktuasi parameter kimia lain.Pada tahap ini dilakukan diagnosis terhadap ikan sampel secara mikroskopis dan konvensional. Hasilanalisis yang diperoleh dijadikan data dasar untuk menentukan nilai insidensi dan intensitas parasit. Metodepenelitian yang dilakukan adalah deskriptif dimana pada tahap tersebut memperlihatkan gambaran faktualmengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi ikan dimana akan dilakukan komparasi dan evaluasi. 2. Tahapkedua adalah mencari kemungkinan hubungan antara infestasi ektoparasit pada ikan kerapu macan denganparameter air pada masing-masing petak. Pada tahap ini, data-data serangan parasit yang telah ditemukanpada tahap sebelumnya akan dikumpulkan dan dianalisis tentang sebab dan hubungannya. 343

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Pada penelitian ini jumlah ikan kerapu macan yang dibudidayakan pada masing-masing petak adalah200.000 (dua ratus ribu) ekor. Setelah melalui pengamatan gejala klinis ikan, melakukan anamnesa,mengetahui sistem budidaya yang diterapkan serta memperoleh data awal parameter kualitas air, asumsiinsidensi parasit ditentukan pada 40 %, sehingga menurut kaidah pengambilan sampel yang merujuk padaAmos (1985) dalam Lightner (1996), pada populasi ≥100000 ekor adalah 9 (sembilan) ekor sehingga totalsampel ikan masing-masing petak adalah 72 (tujuh puluh dua) ekor. Analisis Data Infestasi ektoparasit padaikan ditentukan oleh dua parameter yaitu insidensi dan intensitas. Insidensi adalah Prosentase jumlah ikanyang terinfeksi dibagi jumlah total ikan yang diperiksa. Intensitas adalah rasio antara jumlah parasit yangditemukan dibagi dengan jumlah ikan yang terinfeksi. Rumus Insidensi dan Intensitas adalah sebagaiberikut : Insidensi = Jumlah ikan yang terinfeksi Jumlah total ikan yang diperiksa X 100% Intensitas =Jumlah parasit yang ditemukan Jumlah ikan yang terinfeksi Selanjutnya untuk mengetahui hubungan antara

Page 193: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 193/395

1

1

parameter kualitas air (DO, temperatur, salinitas, pH, ammonia dan nitrit) dengan keberadaan parasit(intensitas) digunakan analisis regresi dan korelasi serta mencari koefisien determinasi untuk mengetahuiprosentase keberadaan ektoparasit yang dijelaskan oleh faktor parameter kualitas air melalui hubunganlinear. Analisis data statistik tersebut menggunakan Tool Data Analysis Microsoft Excel. HASIL Kualitas AirData harian petak I untuk parameter temperatur mempunyai kisaran 30-34 oC (di udara) dan 31-37oC (30-40 cm dari permukan air). Petak II, kisaran temperatur udara sama dengan petak I yaitu 30-34 o C, tetapitemperatur air berkisar dari 32-37 oC (30-40 cm dari permukan air). Temperatur udara di atas permukaan aircenderung lebih rendah jika dibandingkan temperatur di dalam air.Perbedaan temperatur udara dengantemperatur air di luar karamba berkisar 1-2oC sedangkan di dalam karamba berkisar 2-3 o C. 344

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Salinitas tertinggi pada petak I dan II selama penelitian adalah 26 ppt dan terendah adalah 20 ppt. Dari dataharian, nilai rata-rata salinitas petak I dan II adalah 22,9 ppt. Hanya minggu pertama dan ketiga yangmempunyai rata-rata salinitas yang sama yaitu 23,4 ppt (minggu ke-1) dan 23 ppt (minggu ke-3). Selainminggu ke-1 dan ke-3 nilai salinitas petak I lebih rendah dari petak II. Oksigen terlarut (DO) pada petak Imempunyai kisaran 5,0-6,6 mg/L sedangkan pada petak II adalah 5,5-6,8 mg/L. Jika dirata-ratakan, dataharian petak I mempunyai kisaran nilai DO 5,27-5,86 mg/L dan petak II adalah 6,16-6,47 mg/L. Selamapengamatan, total nilai DO petak I lebih rendah dari petak II dimana petak I mempunyai rata-rata nilai 5,64mg/L dan petak II mempunyai nilai 6,39 mg/L. Konsentrasi DO di luar karamba cenderung lebih tinggi jikadibandingkan dengan konsentrasi di dalam karamba. Secara teknis, petak I dan II mempunyai perlakuanyang sama yaitu dalam manajemen pemasukan dan pergantian air, penambahan oksigen pada malam haridengan menggunakan aerator, waktu pergantian jaring, kedalaman kolam dan air serta manajemenpemberian pakan. Secara fisik pada siang hari riak air kolam di petak I dan II di luar karamba terlihat kuattetapi di dalam petakan karamba terlihat kecil karena terhalang oleh jaring yang mempunyai ukuran matajaring 1 cm dimana lumut dan kotoran sering menempel di pinggir jaring tersebut. Pengukuran pH dilakukanseminggu sekali dimana pada minggu ke-0 (awal pengambilan data) diperoleh nilai pH 7,33 pada petak Idan 7,30 pada petak II. Data yang diperoleh pada petak I mempunyai kisaran nilai 7,2-7,4 pada masing-masing stasiun pengamatan. Nilai rata-rata selama penelitian adalah 7,29 dimana nilai terendah terjadi padaminggu ke-6 dan ke-7 dengan konsentrasi 7,24 dan nilai tertinggi terjadi pada minggu ke-0 dan 2 yaitudengan nilai 7,33. Pada petak II, kisaran konsentrasi pH adalah 7,2-7,8 pada masing-masing stasiunpengamatan. Nilai rata-rata selama penelitian adalah 7,36 dimana nilai terendah terjadi pada minggu ke-5yaitu 7,29 dan nilai tertinggi pada minggu ke-6 yaitu 7,6. Dari hasil pengamatan, perbedaan pH petak Iberkisar 0,1-0,2 sedangkan pada petak 2 berkisar 0,1-0,6. Dari hasil pengamatan, konsentrasi ammoniamasing-masing stasiun pengamatan di petak I mempunyai kisaran 0,55-1,55 mg/L sedangkan petak IImempunyai kisaran 0,50-1,03 mg/L. Konsentrasi tertinggi pada petak I setelah dirata-ratakan dari beberapastasiun terjadi pada minggu ke-5 dengan nilai 1,52 mg/L dan terendah pada minggu ke-0 (awal pengambilandata) dengan nilai 0,63 mg/L. Pada petak II, nilai tertinggi terjadi pada minggu ke-4 dengan nilai 0,89 mg/Ldan terendah pada minggu ke-0 (awal pengambilan data) dengan nilai 0,54 mg/L. Setelah dihitung nilai rata-rata total selama penelitian, konsentrasi 345

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

ammonia petak I mempunyai nilai lebih tinggi dibanding petak II yaitu 0,93 mg/L untuk petak I dan 0,68 mg/Luntuk petak II. Konsentrasi nitrit selama penelitian berkisar antara nilai 0,01- 0,03 mg/L untuk petak I dan 2di masing-masing stasiun pengamatan. Pada petak I nilai tertinggi terjadi pada minggu ke-3 dan 4 dengannilai 0,024 mg/L sedang terendah terjadi pada minggu ke-6 dengan nilai 0,016 mg/L. Pada petak II nilaitertinggi terjadi pada minggu ke-6 dan 7 dengan nilai 0,027 mg/L sedang terendah pada minggu ke-0 (awal

Page 194: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 194/395

1

1

pengambilan data) dengan nilai 0,014 mg/L. Nilai rata-rata selama penelitian tidak terjadi perbedaan yangekstrim antara petak I dan petak II dimana petak I mempunyai nilai 0,02 mg/L dan petak II mempunyai nilai0,021 mg/L. Insidensi dan Intensitas Ektoparasit Pada petak I terdeteksi sebanyak 62 (enam puluh dua)ekor ikan terinfeksi Diplectanum sp. yang menyerang insang dengan nilai insidensi terendah 77,7% yangterjadi pada minggu ke -1,5,6 dan 7 dan tertinggi 100% pada minggu ke-2 dan 8. Jika dihitung selama 8(delapan) minggu maka nilai insidensi total adalah 86,1 %. Pada petak II, total ikan yang terinfeksiDiplectanum sp. berjumlah 48 ekor dengan nilai insidensi terendah 44,4% yang terjadi pada minggu ke -2dan tertinggi 88,9% pada minggu ke-4 dan 7. Jika dihitung selama 8 (delapan) minggu penelitian maka nilaiinsidensi total adalah 66,7%. Selain Diplectanum sp. yang menyerang insang kerapu macan juga terdeteksiparasit Tetrahymena sp. yang menginfeksi 33 ekor ikan pada petak I dengan nilai insidensi terendah 11,1%pada minggu ke-4 dan tertinggi 66,7% pada minggu ke-5. Nilai insidensi total 45,8%. Pada petak II,Tetrahymena sp. menginfeksi 40 ekor ikan dengan nilai insidensi terendah 22,2% pada minggu ke-5 dantertinggi 55,6% pada minggu ke-1,4 dan 6. Nilai insidensi total 55,6%. Parasit Trichodina sp. juga ditemukanpada insang kerapu macan. Pada petak I Trichodina sp. menyerang 36 ekor ikan dengan insidensi terendah22,2% pada minggu ke-7 dan tertinggi 77,8% pada minggu ke-1. Nilai insidensi total selama pengamatanadalah 50%. Pada petak II Trichodina sp. menyerang 33 ekor dengan insidensi terendah 22,2% padaminggu ke-5 dan tertinggi 55,5% pada minggu ke-1,4 dan 6. Nilai total insidensi selama penelitian adalah45,8%. Dari hasil pengamatan selama penelitian, parasit yang ditemukan menyerang kulit adalah Trichodinasp. dan Benedenia sp. Gejala klinis ikan yang terserang parasit tersebut adalah mempunyai mucus ataulendir yang berlebihan serta warna tubuh agak memudar (pucat). Parasit Benedenia sp. di petak Imempunyai nilai insidensi terendah pada minggu ke-2 dan 4 dengan nilai 11,1% dan tertinggi pada 346

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

minggu ke-6 dengan nilai 55,6%. Terhadap parasit Trichodina sp. nilai insidensi terendah terjadi padaminggu ke-2 dengan nilai 11,1% dan tertinggi pada minggu ke-6 dan 7 dengan nilai insidensi 88,9%. Padapetak II, nilai insidensi Benedenia sp. terendah terjadi pada minggu ke- 1, 3 dan 8 dengan nilai 22,2%sedang nilai tertinggi terjadi pada minggu ke-2, 4 dan 7 dengan nilai 44,4%. Parasit Trichodina sp.mempunyai nilai terendah pada minggu ke-2 dan 4 yaitu 33,3% sedangkan tertinggi pada minggu ke-5dengan nilai 100% dengan kata lain seluruh sampel yang diperiksa terinfeksi parasit tersebut. Intensitasparasit tertinggi pada insang adalah Tetrahymena sp. dimana populasinya kadang bergerombol denganukuran yang kecil. Trichodina sp. danDiplectanum sp. juga mempunyai nilai intensitas tetapi tidak sebanyakTetrahymena sp. Intensitas ektoparasit pada kulit kerapu macan pada petak I dan II didominasi olehTrichodina sp. yang merupakan protozoa jenis cilliata sedangkan Benedenia sp. mempunyai intensitas yanglebih rendah. Benedenia sp. merupakan parasit jenis monogenea seperti halnya Diplectanum sp. padainsang. Tabel 1. Nilai korelasi antara parameter kualitas air dengan intensitas ektoparasit pada insangParameter Kualitas Air Nilai Korelasi terhadap Diplectanum sp. Tetrahymena sp. Trichodina sp. P I P II P I PII P I P II Temperatur (+) 0,39 (+) 0,14 (+) 0,48 (+) 0,84 (-) 0,04 (-) 0,36 Salinitas (+) 0,20 (-) 0,14 (+) 0,50 (-)0,24 (-) 0,30 (+) 0,31 DO (-) 0,17 (+) 0,47 (+) 0,02 (-) 0,53 (-) 0,46 (-) 0,22 pH (-) 0,14 (-) 0,55 (-) 0,56 (-)0,44 (-) 0,24 (-) 0,43 Ammonia (+) 0,97 (+) 0,47 (+) 0,83 (+) 0,04 (+) 0,53 (+) 0,14 Nitrit (+) 0,10 (-) 0,40 (-)0,10 (-) 0,24 (+) 0,62 (-) 0,51 Keterangan : (+) dan (-) untuk menunjukkan pola garis regresi linear Tabel 2.Nilai korelasi antara parameter kualitas air dengan intensitas ektoparasit pada kulit Nilai Korelasi terhadapParameter Benedenia sp. Trichodina sp. Kualitas Air P I P II P I P II Temperatur (-) 0,28 (+) 0,90 (+) 0,22 (+)0,33 Salinitas (+) 0,05 (+) 0,28 (-) 0,42 (+) 0,33 DO (+) 0,75 (+) 0,41 (+) 0,42 (+) 0,14 pH (-) 0,14 (+) 0,75 (-)0,02 (+) 0,26 Ammonia (+) 0,14 (+) 0,33 (+) 0,14 (+) 0,51 Nitrit (-) 0,20 (+) 0,28 (+) 0,52 (+) 0,14 Keterangan: (+) dan (-) untuk menunjukkan pola garis regresi linear 347

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 195: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 195/395

1

PEMBAHASAN Hubungan Parameter Kualitas Air dengan Intensitas Ektoparasit Rata-rata metabolismeikan mempunyai hubungan erat dengan temperatur air. Metabolisme yang paling baik terjadi pada saattemperatur tertinggi di kisaran normal (Svobodova et al., 2009). Kabata (1985) mengatakan bahwaperubahan temperatur yang terjadi sangat cepat akan membawa perubahan patologi pada insang. Infestasimonogenea (Diplectanum sp.) dan Tetrahymena sp. pada insang mempunyai garis regresi dan korelasipositif, tetapi Trichodina sp. mempunyai garis regresi dan korelasi negatif. Hal ini mungkin disebabkankarena Trichodina sp. mudah menyerang ikan dalam kondisi dengan nafsu makan kurang (annorexia) yangbiasanya terjadi pada temperatur rendah. Antara temperatur dengan intensitas Diplectanum sp. danTetrahymena sp. pada petak I mempunyai hubungan yang sedang. Pada petak II antara temperatur denganintensitas Tetrahymena sp. mempunyai hubungan sangat kuat berbeda dengan Diplectanum sp. yangmempunyai hubungan lemah. Dari hasil tersebut tidak dapat diambil kesimpulan bahwa temperaturmempengaruhi intensitas ektoparasit karena hanya terjadi pada Tetrahymena sp. di petak II saja yangmempunyai hubungan sangat kuat. Akan tetapi Noga (1996) menjelaskan bahwa reproduksi monogeneadikontrol oleh temperatur dimana mempunyai range yang sempit. Monogenea sering berkembang pesatpada musim semi. Bayoumy et al. (2008) juga mengatakan bahwa temperatur merupakan parameter abiotiksangat penting dan pengaruhnya sangat besar terhadap siklus hidup monogenea. Pada penelitiannyadijelaskan bahwa ditemukan korelasi positif yang tinggi antara temperatur dengan insidensi monogeneayang secara umum dapat dijelaskan bahwa meningkatnya temperatur sejalan dengan meningkatnya rata-rata pertumbuhan monogenea. Kasus infestasi Trichodina sp. pada insang berbeda dengan infestasi padakulit dimana produksi lendir pada kulit melimpah sehingga mempengaruhi pergerakan ikan. Antaratemperatur dengan intensitas Trichodina sp. pada kulit mempunyai korelasi positif walaupun pada petak Ipengaruh lemah dan pada petak II mempunyai pengaruh sedang. Hal ini tidak sesuai dengan yangdikatakan Grabda (1991) bahwa tubuh sebagai inang merupakan substrat bagi perkembangan parasitsecara individu dimana bagian yang paling penting terhadap lingkungan adalah temperatur air. Dari hasilpenelitian dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang kuat antara temperatur dengan intensitasTrichodina sp. baik pada insang maupun kulit. Dari penelitian Garcia et al. (2009) ditemukan bahwaTrichodina sp. tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan temperatur. 348

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Hubungan salinitas dengan intensitas ektoparasit baik Diplectanum sp., Tetrahymena sp. dan Trichodina sp.pada petak I dan II tidak ada yang menunjukkan pengaruh kuat bahkan pada petak II, antara salinitasdengan Diplectanum sp. dan Tetrahymena sp. mempunyai korelasi negatif begitu juga dengan Trichodinasp. pada petak I. Hal ini disebabkan Trichodina sp. mempunyai toleransi yang luas terhadap salinitas hingga60 ppt (Kabata, 1985). Tawfik et al. (2006) mengatakan bahwa korelasi positif ditemukan antara insidensiTrichodina sp. dengan turbidity, DO, nitrit dan ammonia sedangkan dengan salinitas tidak terjadi hubunganyang spesifik. Dari penelitan Colorni & Diamant (2005) menemukan bahwa pada salinitas 40 ppt, 30.000ekor European Sea Bass dengan berat 200 g terinfeksi Trichodina sp. dan Diplectanum aequans padainsang dengan serangan berat. Setelah dilakukan evaluasi, infeksi monogenea ternyata berhubungandengan parameter air yang peningkatannya mungkin disebabkan oleh konduktifitas elektrik yang ditandaidengan penambahan NaCl yang berarti meningkatnya salinitas (Garcia et al., 2003). Hubungan antarasalinitas dengan intensitas parasit pada kulit di petak I dan II terjadi perbedaan dimana salinitas denganBenedenia sp. pada petak I menunjukkan korelasi linear positif dan Trichodina sp. berkorelasi linear negatifsedangkan pada petak II, intensitas 2 (dua) parasit tersebut mempunyai nilai regresi dan korelasi yangpositif dimana Trichodina sp. 0,33 dan Benedenia sp. 0,28. Noga (1996) mengatakan bahwa untuk ikanperairan payau, salinitas tidak boleh diatur lebih dari 10 ppt selama beberapa jam. Begitu juga denganvariabel kualitas air yang lain, dimana perubahan yang cepat akan mempunyai toleransi yang rendahterhadap ikan sehingga manifestasi penyakit akan timbul. Hal ini tidak sependapat dengan Ernst et al.(2004) yang menyatakan bahwa pengaruh salinitas terhadap periode embrionasi terhadap Benedeniasangat menentukan inkubasi embrio pada 25, 30 dan 35 ppt dan pada fase telur di salinitas 20 dan 50 ppt.Hubungan oksigen terlarut (DO) dengan ektoparasit pada insang di petak I mempunyai korelasi negatif

Page 196: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 196/395

1

1

terhadap Diplectanum sp. dan Trichodina sp. sedang terhadap Tetrahymena sp. berkorelasi linear positif.Pada petak II, korelasi positif hanya ditunjukkan oleh Diplectanum sp. sedangkan ektoparasit yang lainberkorelasi negatif. Dari penelitian Garcia et al. (2009) dilaporkan hubungan antara DO dengan Trichodinasp. berkorelasi negatif dimana kadar oksigen yang rendah lebih disukai Trichodina sp. untuk melakukanreproduksi. Hubungan DO dengan intensitas ektoparasit pada kulit baik pada petak I maupun petak IImenunjukkan korelasi positif terhadap Benedenia sp. dan Trichodina sp. Hal ini bertolak belakang dengankejadian infestasi 349

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Trichodina sp. pada insang. Madsen et al. (2000) mengatakan bahwa DO mempunyai korelasi positifterhadap infestasi Trichodina sp. dimana DO yang rendah dapat menyebabkan konsentrasi bahan organiktinggi yang sesuai untuk reproduksi Trichodina. Tawfik et al. (2006) dalam observasinya mengatakan bahwaDO mempunyai korelasi negatif terhadap insidensi dan intensitas Trichodina sp. dan Apiosoma sp.Hubungan DO dengan intensitas Diplectanum sp. pada insang di petak I menunjukkan korelasi negatifsedangkan pada petak II menunjukkan korelasi positif. Secara umum Diplectanum sp. hanya menyeranginsang sehingga reproduksinya akan semakin meningkat pada kondisi ikan mengalami gangguan respirasi.Hal itu berkaitan dengan kandungan oksigen terlarut yang ada pada perairan tersebut karena semakin kecilDO akan menyebabkan respirasi terhambat dan infestasi monogenea semakin besar. Noga (1996)mengatakan bahwa rendahnya oksigen menyebabkan infestasi monogenea dalam skala berat ditandaidengan reproduksi yang cepat. Berbeda dengan pernyataan Post (1987) bahwa tidak diketahui hubunganantara reduksi oksigen dengan timbulnya monogenea karena selama observasi yang dilakukannyamenunjukkan tidak ada pengaruh reduksi oksigen terhadap munculnya parasit jenis monogenea sedangkandeplesi oksigen pengaruhnya cukup rendah dan tidak ada pengaruhnya terhadap munculnya cacing.Hubungan pH dengan semua jenis parasit yang menyerang insang pada petak I dan II menunjukkan nilaikorelasi negatif sedangkan terhadap kulit hanya pada petak II saja yang mempunyai nilai korelasi positif.Singhal et al. (1986) melaporkan bahwa meningkatnya pH mempunyai korelasi tinggi dengan infestasiTrichodina sp. Berbeda dengan pernyataan Madsen et al. (2000) bahwa pH tidak mempengaruhi rata-rataintensitas Trichodina sp. Tetapi, penelitian tersebut tidak dilakukan pada pH 5,45-6,39 sebagaimanadilakukan oleh peneliti sebelumnya yaitu Singhal et al. (1986). Pada penelitian ini hubungan antara pHdengan intensitas ektoparasit pada insang mempunyai hasil yang konsisten, akan tetapi pada infestasi kulitdi petak II ditemukan hal yang berbeda. Jika dilihat dari kondisi parameter air di petak tersebut, kondisi pHcenderung lebih fluktuatif jika dibandingkan dengan petak I. Hal lain yang mungkin terjadi adalah karenakondisi pH selama penelitian dalam kisaran normal dan apabila terjadi infestasi parasit mungkin disebabkanoleh faktor lain yang berkaitan dengan perubahan pH seperti ammonia, temperatur dan DO. Svobodova etal. (2009) mengatakan bahwa meningkatnya pH akan diiringi dengan meningkatnya temperatur danammonia serta menyebabkan kandungan oksigen terlarut menurun. Kadar ammonia pada petak I dan IImelebihi standar baku mutu dan menyebabkan terjadinya korelasi yang positif terhadap semua jenis 350

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

ektoparasit baik pada insang maupun kulit di kedua petak tersebut. Koefisien korelasi antara ammoniadengan ektoparasit pada insang di petak I cenderung lebih tinggi jika dibandingkan pada petak II. Hal inidisebabkan oleh perbedaan kadar ammonia antara petak I dan II dimana pada petak I cenderung lebihtinggi. Ammonia mengandung sisa bahan organik yang terakumulasi sehingga dapat menyebabkan racunyang proses awalnya diserap melalui insang sebagai alat pernafasan. Akibat penyerapan tersebut adakemungkinan terjadi kerusakan filamen insang yang kemudian akan dijadikan iang oleh patogen. Padapenelitian ini ditemukan Diplectanum sp. pada insang di petak I dengan intensitas tinggi yang merupakan

Page 197: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 197/395

1

pengaruh dari tingginya kadar ammonia pada organ tersebut. Boyd (1982) mengatakan bahwa amoniakmeningkatkan konsumsi oksigen oleh jaringan, merusak insang dan mengurangi kemampuan darah untukmelakukan transportasi. Adanya konsentrasi subletal amoniak dapat meningkatkan sensitifitas ikanterhadap penyakit. Noga (1996) mengatakan bahwa infestasi monogenea biasanya merupakan indikatorbahwa sanitasi dan pengawasan kualitas air buruk seperti tingginya ammonia atau nitrit, polusi bahanorganik dan rendahnya oksigen terlarut. Reproduksi mereka sangat cepat pada kondisi yang demikiankarena dalam waktu 24 jam mereka dapat bereproduksi dua kali dengan cara vivipar. Kadar ammonia yangtinggi di petak I mempengaruhi Infestasi Tetrahymena sp. dengan hubungan yang sangat kuat yaitu padanilai korelasi 0,83. Pada petak II mempunyai hubungannya lemah. Begitu juga terhadap Trichodina sp. yangmenyerang insang dimana pada petak I mempunyai hubungan yang kuat tetapi pada petak II hubungannyalemah. Hal ini mungkin disebabkan karena Tetrahymena sp. dan Trichodina sp. menyukai inang dengankondisi mucus/ lendir yang berlebihan yang merupakan indikator bahwa kualitas air jelek seperti kondisipada petak I, sedangkan ikan pada petak II mempunyai kondisi yang normal sehingga lendir yang dijadikaninang parasit tersebut tidak diproduksi oleh ikan. Noga (1996) mengatakan bahwa parasit menyebabkaniritasi dimana sering menyebabkan hiperplasia pada epitel atau meningkatkan produksi lendir. Ketikahiperplasia mencapai serangan berat, hal yang terjadi adalah kulit menjadi buram dimana kejadiannya samadengan insang yang terserang hipoksia berat. Supriyadi (2007) mengatakan bahwa Tetrahymena sp.merupakan parasit fakultatif yang terdapat pada kulit dan sirip tapi kadang-kadang ditemukan pada insang.Gejala klinis yang dapat temukan adalah warna ikan agak kusam, gerakan ikan lamban, jika menginfeksiinsang maka ikan akan kelihatan megap-megap. Kondisi yang memicu infeksi parasit ini adalah kualitas airyang buruk serta kepadatan ikan yang terlalu tinggi. 351

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Hubungan nitrit dengan intensitas Diplectanum sp. dan Tetrahymena sp. pada insang di petak I adalahlemah sedangkan pada petak II hubungannya sedang. Terhadap Trichodina sp. di petak I dan II mempunyaihubungan yang kuat tetapi regresi linearnya berbeda. Dalam penelitian ini, konsentrasi nitrit masih dalambatas yang direkomendasikan sehingga tidak menunjukkan adanya degradasi yang dipengaruhinya.Kuatnya hubungan antara Nitrit dengan Trichodina sp. di petak I mungkin kadar ammonia yang tinggi dalamkolam karena nitrit merupakan bentuk peralihan antara ammonia dan nitrat serta antara nitrat dengannitrogen dalam proses nitrifikasi. Dalam PP No. 20 Tahun 1990, Tanggal 5 Juni 1990 tentang PengendalianPencemaran Air Daftar kriteria kualitas air Golongan C (Air yang dapat digunakan untuk keperluanperikanan dan peternakan), konsentrasi Nitrit sebagai N adalah maksimal 0,06 mg/L. Kejadian selamapenelitian mungkin bisa juga disebabkan karena nitrit yang telah terbentuk dari ammonia melalui prosesnitrifikasi telah terbuang dengan adanya pergantian air yang rutin setiap hari. Noga (1996) mengatakanbahwa pergantian air 25-50 % setiap hari akan mengurangi konsentrasi nitrit. Hal lain yang menyebabkannitrit tidak mempengaruhi infestasi patogen adalah disebabkan karena proses nitrifikasi akan selaludipengaruhi oleh pH, temperatur dan DO dimana pada petak I dan II selama penelitian, konsentrasi pH danDO masih dalam kisaran yang direkomendasikan walaupun temperatur mengalami fluktuasi. Russo &Thurston (1991) mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi proses nitrifikasi adalah pH, temperatur,oksigen terlarut, jumlah bakteri nitrifikasi dan munculnya zat-zat penghambat. Pengelolaan Kesehatan Ikandan Lingkungan Penyakit lingkungan disebabkan oleh berbagai macam faktor baik fisik maupun kimiawi,diantaranya adalah rendahnya kandungan oksigen terlarut, tingginya kandungan nitrit, nitrit ataupun racun-racun lain yang merupakan hasil manipulasi dan aktifitas manusia yang masuk ke dalam lingkunganbudidaya. Pengelolan kesehatan ikan dan lingkungan budidaya ikan kerapu sama seperti terhadap ikan laintergantung dari rekomendasi standar baku mutu parameter kualitas air. Terhadap lingkungan budidaya yangmempunyai kandungan oksigen yang terlalu tinggi akan menyebabkan gas bubble diseaases. Pencegahandan penanggulangan terhadap kasus tersebut adalah dengan melakukan pergantian air yang cukup,menghindari terjadinya blooming alga, monitoring rutin kadar oksigen terlarut dan melakukan penambahanair untuk menghilangkan nitrogen (Dewi dkk, 2002). Rendahnya oksigen terlarut menyebabkan penyakithipoksia. Penyebab rendahnya DO tersebut berkaitan dengan dua faktor utama 352

Page 198: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 198/395

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

yaitu karena tingginya bahan organik dan adanya blooming alga yang kemudian mati (Djokosetyanto, 2006).Pencegahan dan penanggunlangan kasus tersebut adalah monitoring kandungan oksigen terlarut secaraperiodik serta penyediaan aerasi yang cukup terutama pada saat mendekati titik kritis oksigen (Dewi dkk,2002). Selama penelitian kandungan nitrit masih dalan kisaran standar baku mutu yang direkomendasikan.Apabila kandungan nitrit menjadi sangat basa atau nitrit tinggi maka kulit ikan akan menjadi keruh danterjadi kerusakan pada kulit dan insang. Supriyadi (2007) mengatakan bahwa pencegahan penyakit alkalois(nitrit basa) adalah dengan memonitor nitrit secara rutin dan mengetahui nitrit optimum pada setiap jenisikan yang dibudidayakan. Terhadap penyakit asinitritsis (nitrit asam), pencegahan yang dapat dilakukanadalah monitoring nitrit tanah dan membilas dasar kolam dengan air serta penggunaan kapur pertanian(CaCO 3 ) sebelum dilakukan penebaran ikan (Boyd, 1982). Beberapa strategi pengelolaan lingkunganselain manajemen pengelolaan kualitas air yang saat ini dilakukan adalah bioremediasi termasukfitoremediasi dan penggunaan biofilter, biosekuriti serta biostimulasi. Pada kegiatan budidaya ikan secaraintensif biasanya dilakukan manajemen pengelolaan air sebagai media hidup ikan dengan cara penggunaanfilter biologi. Di lokasi penelitian telah diterapkan konsep biofilter tetapi manajemen yang dilakukan belummaksimal. Tandon sebagai tempat penampungan air yang akan didistribusikan ke dalam petakan budidayaditanami rumput laut dan kerang hijau yang berfungsi untuk mengendapkan partikel-partikel yangmenyebabkan air menjadi keruh. Rumput laut merupakan jenis alga yang sering digunakan sebagai biofilterkarena rumput laut mempunyai kapasitas untuk mengurangi kelebihan nitrogen pada ekosistem budidaya(Nurhudah, 2006). Selain rumput laut, kerang hijau jenis mytilidae juga sering digunakan sebagai filterfeeder yang berfungsi dalam penyerapan logam berat (Djokosetyanto, 2006). Sejumlah penelitianmenunjukkan optimasi penanganan air limbah akuakultur dengan kombinasi antara tiram (Saccostreacommercialis), Ciliata dan alga makrofit yang secara signifikan memperbaiki kualitas air limbah (Taukhid,2006). KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Ektoparasitberkembang biak pada kondisi lingkungan yang buruk dengan ditandai tingginya ammonia dan nitrit sertafluktuasi pH, DO dan temperatur. Jenis ektoparasit yang ditemukan selama penelitian adalah Diplectanumsp., Trichodina sp. danTetrahymena sp. pada insang. Pada kulit ditemukan Benedenia sp. danTrichodina sp.353

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Hubungan kualitas air dengan intensitas parasit baik pada insang maupun kulit pada petak I dan II jikadilihat secara keseluruhan, rata- rata mempunyai nilai korelasi yang lemah. Khusus terhadap hubunganantara ammonia dengan Diplectanum sp. mempunyai nilai korelasi positif dan pola regresi linear positif dandapat dinyatakan bahwa ammonia mempunyai hubungan yang kuat terhadap intensitas Diplectanum sp.Munculnya Diplectanum sp. yang ditandai dengan rusaknya insang merupakan indikator bahwa kandunganammonia di lahan budidaya tersebut tinggi. Kematian tinggi akibat infestasi patogen dan toksisitas akansangat mungkin terjadi apabila parameter air lain yang berhubungan dengan ammonia mengalamiperubahan yang ekstrim. REFERENSI Abduh, M. 2007. Pembesaran Kerapu Macan Di Karamba JaringApung. Balai Budidaya Laut Batam. Alifuddin, M. 2003. Pengelolaan Air Tambak.Modul : BDI-P/1/1.3.Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Ditjen Dikdasmen. Departemen Pendidikan Nasional. AndrewsC, Adrian E and Neville C. 2003.Manual of Fish Health.A Firefly Publisher. Canada. Fisrt Printing. Boyd C.E.1982. Water Quality Management for Pond Fish Cultured. Department of Fisheries and AlliedAquacultures.Agricultural Experiment Station.Auburn University. Alabama. USA. Budi, S.H. 2009.Ammonia,Nitrit dan Nitrat.Blog Water Quality Information.Google search. Burgess, W.E., Axelrod H.R. and RaymondE.H. 1990.Marine Aquarium Fishes. T.F.H. Publications Inc. USA. 3rd edition. Chua, T. E. and Teng, S. K.1978. Effects of feeding frequency on the growth of young estuary grouper, Epinephelus tauvina Forskal,

Page 199: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 199/395

1

1

culture in floating net cages, Aquaculture 14 : 31 – 47. Colorni, A. and Diamant, A. 2005. Hyperparasitism ofTrichodinid Ciliates on Monogenea Gill Flukes of two Marine Fish. Diseases of aquatic Organism. Vol. 65:177-180. Israel Oceanographic and Limnological Research.National Cneter for Mariculture. Israel. Davis, J.C. 1975. Minimal Disolved Oxygen Requirements of Aquatic Life With Emphaisis on Canadian Species. J.Fish. Res. Board. Can. 32 (12): 2296-2332 Daye, P.G and Garside, E.T. 1976. Histopathologic Changes inSurficial Tissues on Brook Trout Mitchill Exposed to Acute and chronic Level oh pH. Can J Zool 54 :142-155.354

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Dewi, J., Muawanah dan Minjoyo, H. 2002. Penyakit lingkungan. Pengelolaan kesehatan Ikan Budidya Laut.Balai Budidaya Laut lampung. Seri Budidaya laut No : 10. ISBN : 979-95483-8. Djokosetyanto, D. 2006.Pengelolaan Parameter Fisika dan Kimia Air. Makalah Perawatan dan Pemeliharaan Ikan. Pusat KarantinaIkan. Jakarta. Ernst, I., Whittington, I.D., Corneillie, S. and Talbot, C. 2005. Effect of emperature, salinity,desiccation and chemical treatments on egg embryonation and hatching Success of Benedenia seriolae(Monogenea : Capsalidae), a parasite of farmed Seriola spp. Journal of Fosh Diseases. Volume 28.Number3.March 2005, pp 157-164(8).Blackwell Publishing. European Inland Fisheries Advisory Committee (EIFAC).1969. Water Quality Criteria for European Freshwater Fish. Extreme pH Values and Inland Fisheries. Garcia,F., Fujimoto, R.Y., Martin, M.L and Moraes, F.R. 2009.Protozoa parasites of Xiphophorus spp. (Poeciliidae)and their relation with water characteristics.Veterinary Medicine.Centro de Aquicultura. University ofEspanyola. Jaboticabal. Spain. Arq. Bras. Med. Vet. Zootec. 61 : 1. Belo Horizonte. Grabda, J. 1991. MarineFish Parasitology. Polish Scientific Publishers. Warszawa. Poland. Halmetoja, A., Valtonen, E.T. andTaskinen, J. 1992. Trichodinids (Protozoa) on fish from central finish lake of differing water quality. AquaFenica. 22 : 59-70. Hoa, D.T., Phan, V.U. 2007.Monogenean disease in cultured grouper (Epinephelus spp.)and snapper (Lutjanus argentimaculatus) in Khanh Hoa province, Vietnam.Marine Aquaculture FinfishNetwork.Faculty of Aquaculture, Nha Trang University, Vietnam. Jobling, M. 1981. The Influences of Feedingon The Metabolic Rate of Fishes. J. Fish. Biol. 18 : 385-400. Kabata, Z. 1985. Parasites and Diseases ofFish Cultured in The Tropics. International Development Reasearch Council. United Kingdom. Koesharyani,I., Roza, D., Mahardika, K., Johnny, F., Zafran and Yuasa, K. 2001.Manual for Fish Disease Diagnostic-II.Marine Fish and Crustacean Disease in Indonesia.Gondol Research Institute for Mariculture and JapanInternational Cooperation Agency (JICA). Langkosono dan Wenno, L. F. 2003. Distribusi ikan kerapu(Serranidae) dan kondisi lingkungan perairan Kecematan Tanimbar Utara, 355

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Maluku Tenggara. Prosiding Lokakarya Nasionaldan Pameran Pengembangan Agribisnis Kerapu II Jakarta,8 – 9 Oktober 2002. “.Menggalang Sinergi unrtuk Pengembangan Agribisnis Kerapu” .Pusat PengkajiandanPenerapan Teknologi Budidaya Pertanian BPPT, Jakarta. 203-212. Lewis, W.M. and Morrios, D.P. 1986.Toxicity of Nitrite to fish. A review, Trans Am Fish Soc 115 : 183-195. Lightner, D.V. 1996.A Handbook ofShrimp Pathology and Diagnostic Procedures for Diseases of Cultured Penaeid Shrimp.World AquacultureSociety, Baton Rouge, Louisiana, USA.304 p. Madsen, H.C.K., Buchmann, K and Mellergaard, S. 2000.Association between trichodiniasis in eel (Anguilla anguilla) and water quality in recirculation system.Aquaculture.187 : 275-281. Malole, M.B.M dan Zenal, F.C. 2006. Epidemiologi dan Surveillance. PelatihanDiagnosa Hama Penyakit Ikan Karantina Golongan Virus. Balai Besar Karantina Ikan Soekarno-Hatta.National Technical Advisory Commitee (NTAC). 1968. Water Quality Qriteria. Federal Water PollutionControl Administration. Washington DC. 234 p. Noga, E.J. 1996. Fish Disease.Diagnosis andTreatment.Department of Companion Animal and Special Species Medicine.North Caroline State University.Nurhudah, M. 2006. Pengelolaan Kualitas Air.Makalah Pendidikan dan Pelatihan Dasar Pengendali hama

Page 200: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 200/395

1

1

Penyakit Ikan Tingkat Ahli. Pusat Karantina Ikan. Jakarta. Office International des Epizooties. 2003. ManualDiagnostic Test for Aquatic Animals. Fourth edition. Paris. Paperna, I. 1979. Diseases Caused by Parasitesin the Aquaculture of Warm Water Fish. Ann Rev Fish Dis. 1 : 155-194. Post, G. 1987.Text Book of FishHealth.T.F.H Publication, Inc. for Revised and Expanded Edition. USA. Rakovac, R.C., Perovic, I.S.,Popovic, N.T., Hacmanjek, M., Simpraga, B. and Teskeredzik, E. 2002.Health status of wild and cultured seabass in the northern Adriatic Sea.Center for Marine and Environmental Research, LIRA, Bijenicka 54, 10000Zagreb, Croatia. Reantoso, M.G.B, Shomkiat, K and Chinabut, S. 2004. Review of Grouper Diseases andHealth Management.Regional Workshop on Sea Farming Grouper Culture. Departement of FisheriesCompound. Thailand. Russo, R.C and Meade, J.W. 1985. Ammonia, Nitrite and Nitrate. In Rand GM,Petrocelli SR Editors : Fundamentals of Aquatic Toxicology. Hemisphere. New York. 356

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Schwedler, T.E., Tucker, C.S., Beleau, C.S. and Beleau, M.H. 1985. Non Infectious Diseases.In Tucker C.S.Editor.Channel Catfish Culture. Amsterdam. Elsevier.P.497-541. SEAFDEC. 2000. Grouper Culture. SeafdecAquaculture Department.Southeaast Asian Fisheries Development Center.Tingbauan.Phiippines. Singhal,R.N, Jeet, S and Davies, R.W. 1986. The relationship between changes in selected physico-chemicalproperties of water and the occurrence of fish parasites in Haryana, India. Trop. Ecol. 27: 1-9. Sisterkarolin.2008. Data Ekspor Tahunan Komoditi Ikan Hidup melalui Pintu Pengeluaran Bandara Polonia-Medan.Sistem Informasi Karantina Ikan On-line. Pusat Karantina Ikan. Departemen Kelautan dan Perikanan.Jakarta Suprakto, B. dan Fahlivi, M. R. 2007. Studi tentang kesesuaian lokasi budidaya ikan di KJA diperairan Kecamatan Sapeken Kabupaten Sumenep. Pembangunan kelautan berbasisIPTEK dalam rangkapeningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir. Prosiding SeminalKelautan III, Universitas Hang Tuah 24April 2007, Surabaya : 58 – 65. Supriyadi, H. 2007. Penyakit Parasiter Pada Ikan. Laboratorium RisetKesehatan Ikan-Pasar Minggu. Jakarta. Suryabrata, S. 2003. Metodologi Penelitian. Universitas GadjahMada. Rajawali Pers. PT. Rajawali Grafindo Persada. Jakarta. Svobodova, Z., Lloyd, R. and Machota, J.2009. Water Quality and Fish Health.Causes and Effect of Pollution on Fish.FAO Corporate DocumentRepository.Fisheries and Aquaculture Department. Taukhid, 2006.Manajemen Kesehatan Ikan danLingkungan. Laboratorium Riset Kesehatan ikan. Bogor. Tawfik, M.A.A., Abo-Hegab, S., Ahmed A.K andAbbas. 2006. Protozoan Parasites of Fish in relation to Water Quality of Some Ecosystems in Egypt.Egyptian Journal of Veterinary Science.Department of Parasitology and Anima Diseases.Nation ResearchCenter.Faculty of Science.Cairo University. Cairo. Thurston, R.V., Chakonmakos, C and Russo, R.C. 1981.Effect of Fluctuating Exposure s on the Acute Toxicity of Ammonia to Rainbow Trout. Water res 15 : 911-917.Tucker, C.S. 1985. Water Quality.In Tucker C.S. Editor.Channel Catfish Culture. Amsterdam. Elsevier. p.135-227. Yoshimitsu, T. H. Eda and Hiramatsu, K. 1986. Groupers final report marineculture research anddevelopment in Indonesia. ATA 192, JICA. p.103 – 129. 357

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

SELEKSI BEBERAPA TANAMAN INANG PARASITOID DAN PREDATOR UNTUK PENGENDALIANHAYATI ULAT KANTONG (Metisa plana) DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT Dewi Sri Indriati KusumaPasca Sarjana USU Fakultas FMIPA Biologi Program Studi Ekologi Email: [email protected] AbstrakUlat kantong, Metisa plana merupakan salah satu hama utama pada tanaman kelapa sawit yangkeberadaannya perlu diwaspadai. Pengendalian hama M. plana secara hayati dengan menyeleksi beberapatanaman inang parasitoid dan predator M. plana. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis tanamanbawah disekitar kebun sawit yang berfungsi sebagai inang untuk parasitoid dan predator M. Plana sertamengetahui jenis parasitoid dan predator hama M. plana. Penelitian dilakukan di salah satu perkebunan diSumatra Utara. Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 ulangan.

Page 201: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 201/395

1

1

Pengambilan sampel dilakukan pada areal terserang dan terkendali. Sampel hama M. Plana sebanyak10000 ulat diambil untuk mengetahui jenis parasitoid dan predator yang menyerang hama M. plana padasetiap stadia hidup M. plana. Sampel M. plana yang mati dicacah dengan cara digunting untuk melihatparasitoid dan predator yang ada didalam pupa M. plana. Hama M. plana yang masih hidup dibiakkan(direaring) untuk melihat perkembangan parsitoid dan predator yang terdapat di pupa M. plana. Hasilpenelitian menunjukkan terdapat 25 jenis tanaman di lokasi percobaan yang dikunjungi oleh serangga.Ditemukan adanya serangga yang berperan sebagai parasitoid pada hama M. plana dari ordo Hymenopterafamili Euphelmidae dan famili Braconidae ( Aphanteles metesae ). Jenis tanaman yang paling banyakditemukan parasitoid hama M. plana adalah Cynodon dactilon, Momordica charantia, Asystasia intrusa,Mimosa pudica dan Ageratum conyzoides. Serangga parasitoid menyukai tanaman tersebut karena memilikibunga dan trichoma pada daun, yang diduga sebagai tempat sintesis senyawa penarik parasitoid. Katakunci : Metisa plana, serangga parasitoid, tanaman inang, pengendalian hayati. PENDAHULUAN Kelapasawit Elaeis guinensis merupakan tanaman dengan nilai ekonomis yang cukup penting karena dikenalsebagai salah satu 358

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

tanaman penghasil minyak nabati. Di Indonesia, kelapa sawit memiliki arti penting karena mampumenciptakan kesempatan lapangan kerja bagi masyarakat dan sebagai sumber devisa negara (Fauzi et al.,2002 ; Pulungan, 2002). Sistem monokultur perkebunan kelapa sawit menciptakan kondisi lingkungan yangmendukung bagi peningkatan laju reproduksi dan laju kelangsungan hidup hama pemakan daun. Hal inimenjadi pemicu ledakan hama ulat api seperti Setothosea asigna, Setothosea bisura, Darna trima, danSetora nitens ( Lisanti dan Wood, 2009). Pada umumnya sebagian besar strategi pengendalian hama tidakpernah sepenuhnya efektif, akan ada sejumlah kecil hama yang mampu bertahan hidup untuk bereproduksidan menurunkan materi genetiknya kepada generasi selanjutnya. Jika genetik tersebut membawa genresisten terhadap insektisida kimia, maka strategi pengendalian yang pernah diterapkan akan menjadikurang efektif terhadap generasi selanjutnya. Populasi hama resisten akan dapat mencapai ledakan dengancepat kecuali jika strategi pengendalian dapat diubah atau diperbarui menjadi lebih efektif (Basukriadi,2003). Mikroorganisme (virus dan bakteri) memiliki potensi yang sangat bagus untuk pengendalian hamasecara biologi seperti diperlihatkan dari sifatnya yang spesifik dan bermanfaat. Sampai saat ini sebagianbesar perkebunan kelapa sawit di Indonesia masih mengandalkan insektisida kimia non selektif yangbersifat spektrum luas untuk pengendalian ulat api. Menurut Sudharto (2001) hanya 40 persen perkebunansawit yang mengandalkan pengendalian hama secara biologi, terutama perkebunan swasta. Aplikasiinsektisida spektrum luas dalam jangka tertentu akan menyebabkan ledakan hama sebagai akibatterganggunya keseimbangan musuh alami (Wood, 2002). Musuh alami serangga hama yaitu parasitoid danpredator berfungsi sebagai penyeimbang dan pengendali hama. Pengendalian secara terpadu denganmenekankan pada pengendalian biologi merupakan pilihan yang terbaik sesuai dengan konsep Roundtableon Sustainable Palm Oil (RSPO) berbasis ramah lingkungan dan merupakan konservasi alam yang selamaini sedang gencar dicanangkan oleh dunia internasional (Lisanti dan Wood, 2009). Strategi pengendalianbiologi dengan menggunakan metode pengendalian yang selektif yaitu dengan virus Nucleo PolyhedrosisVirus (NPV) dan Bacillus thuringiensis (BT) merupakan pilihan yang tepat dan sebaiknya dapat diterapkandalam mengelola perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan sesuai dengan konsep RSPO yangmemprioritaskan pada penerapan pengendalian hama terpadu (PHT) menggunakan metode biologis. 359

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Salah satu hama penting yang menyerang tanaman kelapa sawit adalah ulat kantong (Metisa plana).Pengendalian hama ini dilakukan dengan berbagai cara diantaranya pengendalian dengan bahan kimia,

Page 202: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 202/395

1

1

penggunaan pestisida alami (virus) dan penggunaan musuh alami yang bersifat parasit dan parasitoid.Untuk pengembangan musuh alami ini diperlukan tanaman inang. Basri et al., (1999) menemukan bahwaada hubungan yang sangat erat antara serangga parasitoid dan jenis tanaman. Dari percobaan diketahuibahwa Dolochogenidea metesae menyukai tanaman Cassia cobanensis dan Asystasia intrusa. Brachirariacarinata menyukai Cassia cobanensis, Euphorbia heterophylla dan Ageratum conyzoides. Euphelmuscatoxanthae menyukai tanaman Cassia cobanensis, Euphorbia heterophylla dan Ageratum conyzoides.Tetrastichus sp menyukai tanaman Cassia cobanensis, Euphorbia heterophylla dan Ageratum conyzoides.Eurytoma sp menyukai tanaman Euphorbia heterophylla dan Ageratum conyzoides. Pediobius imbreusmenyukai tanaman Cassia cobanensis Euphorbia heterophylla, Asystasia intrusa dan Ageratum conyzoides.Pediobius anomalus menyukai Cassia cobanensis dan Asystasia intrusa BAHAN DAN METODA Percobaandilakukan disalah satu perkebunan swasta di kecamatan Lima Puluh kabupaten Batubara denganmenggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 (lima) ulangan dengan jenis tanaman inangsebagai perlakuan. Areal pengamatan seluas 100 hektar dimana 50 hektar terdapat serangan Metisa plana(areal terserang) dan 50 hektar areal dimana serangan hama M. Plana sudah teratasi (areal terkendali).Satu ulangan terdiri atas 10 ha yang dibagi lagi atas 2 hektar. Pengamatan pada Metisa Plana Pengambilandata dilakukan pada hama M. plana untuk mengetahui jenis serangga yang menyerang hama tersebutdengan mengambil sampel seluruh stadia hama M. plana sebanyak 10000 ulat. Metisa plana yang diambildari lapangan dibagi 2, yang mati dicacah/examinasi, yang hidup dipelihara dengan cara direaring dandisungkup. Sampel M. plana dicacah dengan cara digunting (examinasi) untuk melihat parasitoid danpredator yang ada di dalam pupa M. plana. M. plana yang masih hidup dibiakkan (direaring) untuk melihatperkembangan parasitoid dan predator yang terdapat di pupa M. Plana 360

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Pengamatan pada Tanaman Pengambilan data dilakukan dengan mengamati rumpun bunga/tanaman yangterdapat pada areal untuk mengetahui jenis serangga yang menjadi parasitoid atau predator. Penangkapanserangga yang terdapat pada rumpun bunga/tanaman tersebut dilakukan dengan menggunakan penangkapserangga. Penangkapan serangga dengan mengayunkan sweeping net, serangga yang terjaringdimasukkan kedalam botol dan diberi label. Serangga kemudian dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasidan dicocokkan dengan serangga yang menyerang pupa M. Plana. HASIL DAN PEMBAHASAN Populasi Mplana Pengamatan awal dilakukan pada areal percobaan untuk mengetahui status M. plana, pada arealterserang dan yang sudah terkendali. Populasi M. plana pada setiap stadia yang dijumpai pada areal kebunsawit terserang dapat dilhat dari Tabel 1. Hasil analisa menunjukkan bahwa rata-rata jumlah hama M. planayang hidup paling banyak pada stadia larva kecil, walaupun tidak berbeda dengan larva sedang dan besar.Tabel 2 juga menunjukkan bahwa walaupun tidak ada perbedaan diantara stadia hama M. plana yang matidisebabkan oleh parasitoid, namun ada kecendrungan semakin besar stadia hama M. plana, semakinbanyak jumlah hama M. plana yang mati disebabkan parasitoid Tabel 1. Populasi Metisa plana pada arealkebun sawit yang terserang Stadia Kondisi Jumlah Telur Hidup 0 Mati 0 Mati bukan karena parasitoid 0 Matiparasitoid 0 Larva kecil Hidup 120 Mati 1951 Mati bukan karena parasitoid 1 Mati parasitoid 0 Larva sedangHidup 95 Mati 2831 Mati bukan karena parasitoid 0 Mati parasitoid 4 Larva besar Hidup 97 Mati 1933 Matibukan karena parasitoid 4 Mati parasitoid 13 Pupa Hidup 37 Mati 2683 Mati bukan karena parasitoid 2 Matiparasitoid 19 361

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tabel 2. Jumlah hama Metisa plana pada stadia yang berbeda di areal terserang Penyebab KematianStadia Hidup Mati Bukan Parasitoid Parasitoid Telur 0 a 0 a 0 a 0 a Larva Kecil 5.7 c 92.9 b 0.05 a 0 a LarvaSedang 4.5 bc 134.8 b 0 a 0.2 a Larva Besar 4.6 bc 92 b 0.19 a 0.6 a Pupa 1.8 ab 127.8 b 0.1 a 0.9 a

Page 203: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 203/395

1

Keterangan: Notasi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyatapada taraf 5 %. Populasi Serangga yang Terdapat Pada Tanaman Bawah Tabel 3 menunjukkan rata-ratajumlah serangga dan jenis serangga yang terdapat pada rumpun tanaman diareal pengamatan. Dari tabelterlihat bahwa tanaman Staenochlaena pallustris dan Asistasia intrusa adalah tanaman terbanyak dijumpaikunjungan serangga. Setiap harinya ditemukan rata-rata lebih dari 9 serangga dengan jumlah jenisserangga lebih dari 4 jenis. Fenomena sebaliknya, pada tanaman Piper caducibracteum, Luffa aegyptiacadan Cassia tora merupakan tanaman yang tidak ada satupun jenis serangga ditemukan berkunjung. Jenistanaman yang tidak dikunjungi satupun jenis serangga, Piper caducibracteum, Luffa aegyptiaca dan Cassiatora ternyata ketiganya tidak memiliki kelenjar trichom. Diduga kelenjar trichom merupakan tempat sintesisdan sekeresi metabolit sekunder yang berfungsi untuk menarik serangga datang ke suatu tanaman danmemungkinkan untuk meletakkan telurnya. Kelenjar trichom juga menyebabkan morfologi daun menjadiscaber (kasar) yang sangat cocok untuk peletakan telur (oviposisi) serangga. Tanaman Asystasia intrusa,Stenochlaena pallustris dan Momordica charantia ketiganya mempunyai trichom, faktor inilah yangmenyebabkan serangga berkunjung ke tanaman tersebut. Namun tanaman Mimosa pudica tidak bertrichom,maka diduga serangga datang disebabkan karena faktor lain, misal bentuk bunga yang berwarna mencolokatau yang sedang mekar sehingga banyak menghasilkan sumber makanan. Dugaan lain disebabkan karenabentuk yang rimbun dari habitus tanaman Mimosa pudica, sehingga dapat memberi perlindungan bagiserangga. Secara umum faktor-faktor keuntungan tersebut merupakan penyebab utama mengapa satu jenisserangga tertarik untuk mendatangi suatu tanaman. 362

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tabel 3. Rataan jumlah dan jenis serangga yang terdapat pada rumpun tanaman pada areal terserang danterkendali Jenis Gulma Rataan jumlah Serangga Trichoma Rataan Jenis Serangga Pagi Siang Sore PagiSiang Sore Antigonon leptopus 1.5 2.0 1.1 ada 0.5 0.7 0.3 Tetrastigma papilosum 0.3 0.4 0.1 tdk ada 0.1 0.10.1 Asystasia intrusa 3.0 3.3 3.4 ada 1.7 1.6 1.3 Turnera subulata 0.6 0.3 0.5 ada 0.3 0.2 0.2 Ludwigiahissopifolia 0.3 0.8 0.4 tdk ada 0.1 0.2 0.0 Piper caducibracteum 0.0 0.0 0.0 tdk ada 0.0 0.0 0.0 Luffaaegyptiaca 0.0 0.0 0.0 tdk ada 0.0 0.0 0.0 Cassia tora 0.0 0.0 0.0 tdk ada 0.0 0.0 0.0 Centrosomapubescens 1.3 1.5 0.7 ada 0.6 0.9 0.4 Caladium bicolor 2.0 1.9 1.0 ada 1.0 0.9 0.5 Passiflora foetida 1.4 1.81.1 ada 0.3 0.5 0.3 Mikania micrantha 0.4 0.4 0.6 tdk ada 0.2 0.2 0.3 Mucuna bracteata 0.5 0.4 0.3 ada 0.10.1 0.2 Steonchlaena pallustris 3.6 3.8 2.2 ada 1.5 1.9 1.2 Momordica charantia 2.2 2.5 1.2 ada 0.9 1.0 0.4Mimosa pudica 1.3 3.3 1.4 tdk ada 0.8 1.3 0.6 Derris scandens 1.5 1.9 1.3 ada 0.9 1.0 0.7 Cynodon dactilon1.7 1.4 1.9 tdk ada 0.6 0.8 0.6 Scleria sumatrensis 0.0 0.3 0.1 tdk ada 0.0 0.1 0.1 Paspalum conjugatum 0.50.6 0.2 tdk ada 0.3 0.3 0.1 Paspalum commersonii 0.6 0.5 1.1 tdk ada 0.1 0.2 0.1 Lasia spinosa 0.0 0.0 0.0tdk ada 0.0 0.0 0.0 Melastoma malabatricum 0.6 0.5 1.0 tdk ada 0.2 0.1 0.1 Cyperus rotundus 0.0 0.5 0.0tdk ada 0.0 0.2 0.0 Ageratum conyzoides 0.3 0.5 0.2 tdk ada 0.3 0.2 0.1 Selanjutnya Ramadhani (2009)menyebutkan ada beberapa faktor yang menyebabkan serangga menyukai tanaman tertentu diantaranyaantraktan visual. Ramadhani menyatakan terdapat dua komponen penting pada atraktan visual, yaitu warnadan bentuk. Semakin besar bunga/perbungaan dan semakin kontras dengan lingkungan sekitar semakinefektif kerja dari atraktan ini. Pada umumnya serangga lebih banyak ditemukan pada siang haridibandingkan pagi ataupun sore hari. Pola aktivitas harian serangga tergantung pada beberapa faktor,seperti suhu, kelembaban, curah hujan, sekresi senyawa atraktan, serta keberadaan bunga mekar. Aktivitasberkunjung serangga aktif pada siang hari selama pengamatan diduga karena faktor-faktor tersebut. Tabel 4menunjukkan bahwa secara umum, tanaman Asystasia intrusa dan Stenochlaena pallustris tertinggidikunjungi serangga dan sangat berbeda nyata dengan tanaman lain. Tanaman Piper aduncatum, Luffaaegyptiaca dan Cassia tora adalah tanaman yang tidak ditemukan adanya kunjungan serangg. Jikadibandingkan antara areal terserang dan terkendali, terdapat perbedaan tanaman yang lebih sukadikunjungi oleh serangga. 363

Page 204: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 204/395

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Pada areal terserang, serangga sangat banyak dijumpai pada tanaman Derris scandens, Mimosa pudicadan Stenochlaena pallustris, sedangkan pada areal terkendali, serangga sangat menyukai tanamanAsystasia intrusa, Stenochlaena pallustris, Derris scandens dan Antigonon leptopus. Bila dilihat dari waktupengambilan serangga, secara umum lebih banyak dijumpai serangga pada siang dan pagi hari, dimanapada daerah terserang, serangga lebih banyak dijumpai pada siang hari, sedangkan pada areal terkendali,tidak ada perbedaan jumlah serangga pada pengambilan pagi, siang ataupun sore hari, hal ini terlihat padaTabel 5. Lisanti dan Wood, 2009 menjelaskan adanya perbedaan antara daerah yang dilakukanpengendalian dengan bahan kimia dan dengan virus dimana pada daerah dengan pengendalian bahankimia ada indikasi bahwa ketika hama kembali menyerang daerah itu, tidak ada lagi musuh alami danpopulasi serangga hama cepat meningkat dari bulan-bulan sebelumnya (resurgensi). Ini juga terbukti darijumlah kematian akibat musuh alami yang sangat rendah dijumpai di areal tersebut sejak bulan Mei –Oktober 2008 sehingga terjadi kenaikan populasi yang tinggi pada bulan berikutnya (November 2008). Tabel4. Pengaruh jenis tanaman terhadap jumlah dan jenis serangga pada areal terserang dan terkendaliTerserang Terkendali Rataan Serangga Jenis Gulma Rataan Serangga Rataan Serangga Jumlah JenisJumlah Jenis Jumlah Jenis Antigonon leptopus 1.56 cde 0.51 bcd 0.0 a 0.0 a 3.67 de 1.20 ef Tetrastigmapapilosum 0.25 a 0.08 ab 0.0 a 0.0 a 0.63 ab 0.19 ab Asystasia intrusa 3.21 f 1.53 g 1.48 de 0.99 def 5.5 f2.27 g Turnera subulata 0.45 ab 0.23 abc 0.0 a 0.0 a 1.12 ab 0.57 abcd Ludwigia hissopifolia 0.52 ab 0.09ab 0.0 a 0.0 a 1.36 ab 0.22 ab Piper caducibracteum 0.0 a 0.0 a 0.0 a 0.0 a 0.0 a 0.0 a Luffa aegyptiaca 0.0a 0.0 a 0.0 a 0.0 a 0.0 a 0.0 a Cassia tora 0.0 a 0.0 a 0.0 a 0.0 a 0.0 a 0.0 a Centrosoma pubescens 1.21bcde 0.64 def 1.48de 0.78 cde 0.70 ab 0.44 abc Caladium bicolor 1.63 de 0.81 ef 1.08 cd 0.65 bcd 2.47 bcd1.06 def Passiflora foetida 1.43 cde 0.37 bcd 0.08 a 0.08 a 3.52 cde 0.83 cde Mikania micrantha 0.43 ab0.24 abc 0.11 a 0.07 a 0.90 ab 0.5 abc Mucuna bracteata 0.42 ab 0.15 ab 0.0 a 0.0 a 1.02 ab 0.37 abcSteonchlaena pallustris 3.20 f 1.52 g 1.94 ef 1.08 ef 5.04 ef 2.17 g Momordica charantia 2.00 e 0.82 ef 0.92bcd 0.42 abc 3.52 cde 1.38 f Mimosa pudica 2.00 e 0.89 f 2.08 ef 0.99 def 1.88 abc 0.75 bcde Derrisscandens 1.55 cde 0.87 f 2.41 f 1.35 f 0.0 a 0.0 a Cynodon dactilon 1.66 e 0.64 def 0.0 a 0.0 a 3.78 de 1.46f Scleria sumatrensis 0.14 a 0.06 ab 0.0 a 0.0 a 0.34 a 0.15 a Paspalum conjugatum 0.42 ab 0.24 abc 0.58bc 0.36 ab 0.15 a 0.05 a Paspalum commersonii 0.73 abcd 0.12 ab 0.0 a 0.0 a 1.84 abc 0.31 abc Lasiaspinosa 0.0 a 0.0 a 0.0 a 0.0 a 0.0 a 0.0 a Melastoma malabatricum 0.70 ab 0.15 ab 0.0 a 0.0 a 1.67 ab 0.37abc Cyperus rotundus 0.15 a 0.06 ab 0.25 ab 0.10 a 0.0 a 0.0 a Ageratum conyzoides 0.33 ab 0.20 abc 0.25ab 0.13 a 0.44 a 0.31 abc Keterangan : Notasi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakada perbedaan yang nyata pada taraf 5 %. 364

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tabel 5. Pengaruh waktu pengambilan sampel terhadap jumlah dan jenis serangga pada areal terserangdan terkendali Terserang Terkendali Rataan Serangga Waktu Rataan serangga Rataan serangga JumlahJenis Jumlah Jenis Jumlah Jenis Sore 0.86 a 0.34 a 0.31 a 0.18 a 1.66 a 0.56 a Pagi 1.06 ab 0.48 b 0.52 a0.31 b 1.79 a 0.68 a Siang 1.17 b 0.52 b 0.84 b 0.44 c 1.77 a 0.72 a Keterangan : Notasi huruf yang samapada kolom yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 5 %. Parasitoid Hama M.plana Hasil Rearing Pada Setiap Jenis Tanaman Bawah Pengambilan hama M. plana yang dilanjutkandengan rearing dilaboratorium, ditemukan beberapa serangga yang menjadi parasitoid hama M. plana.Perbandingan jumlah parasitoid yang terdapat pada setiap jens tanaman dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6.Parasitoid yang terdapat pada hama M. plana setelah dilakukan rearing di laboratorium Tanaman JumlahParasitoid Total Trichoma Terserang Terkendali Antigonon leptopus 2 Ada 0 2 Asistasia intrusa 3 Ada 1 2Centrosema pubescens 2 Ada 2 0 Caladium bicolor 3 tdk ada 3 0 Passiflora foetida 1 Ada 0 1 Micaniamicrantha 1 tdk ada 0 1 Staenochlaena pallustris 2 tdk ada 1 1 Momordica charantia 4 tdk ada 1 3 Mimosa

Page 205: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 205/395

1

1

pudica 3 tdk ada 3 0 Cynodon dactilon 5 tdk ada 0 5 Paspalum conjugatum 1 tdk ada 1 0 Derris scandens 1Ada 1 0 Ageratum conyzoides Jumlah 3 31 tdk ada 0 13 3 18 Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwabeberapa tanaman dijumpai kehadiran parasitoid dari Tabel 6 juga dapat dilihat bahwa terdapat perbedaanjenis tanaman yang dikunjungi oleh serangga tersebut dimana pada areal terserang, serangga parasitoidlebih banyak terdapat pada tanaman Caladium sp dan Mimosa pudica, sedangkan pada areal terkendalipaling banyak terdapat pada tanaman Cynodon dactilon, Ageratum conizoides dan Momordica charantia.Pengaruh jenis tanaman terhadap jumlah parasitoid yang muncul setelah rearing M. Plana yang terdapatpada areal tersesang dan terkendali dapat dilihat pada tabel 9. Berdasarkan hasil analisis yang 365

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

diperlihatkan pada Tabel 9, secara umum serangga parasitoid banyak ditemukan pada tanaman Ageratumconyzoides, tetapi hanya berbeda dengan Centrosema pubescens dan Micania micrantha tetapi tidakberbeda nyata dengan beberapa tanaman lainnya. Pada areal yang terserang, tidak ada perbedaandiantara tanaman yang disukai serangga parasitoid, namun pada areal yang terkendali, serangga parasitoidtersebut lebih menyukai tanaman Ageratum conyzoides diikuti oleh tanaman Cynodon dactilon danAntigonon leptopus. Tabel 7. Pengaruh Jenis tanaman terhadap jumlah parasitoid yang mucul setelahrearing M. plana Jumlah Parasitoid Tanaman Total Terserang Terkendali Antigonon leptopus 0.36 ab 0.000.36 ab Asistasia intrusa 0.37 ab 0.12 a 0.25 b Centrosema pubescens 0.24 b 0.24 a 0.00 Caladium bicolor0.31 ab 0.31 a 0.00 Passiflora foetida 0.34 ab 0.00 0.34 ab Micania micrantha 0.24 b 0.00 0.24 bStaenochlaena pallustris 0.35 ab 0.18 a 0.18 b Momordica charantia 0.33 ab 0.08 a 0.25 b Mimosa pudica0.36 ab 0.36 a 0.00 Cynodon dactilon 0.42 ab 0.00 0.42 ab Paspalum conjugatum 0.36 ab 0.36 a 0.00Derris scandens 0.36 ab 0.36 a 0.00 Ageratum conyzoides 1.05 a 0.00 1.05 a Keterangan: Notasi hurufyang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 5 %. Jenisserangga parasitoid yang terdapat pada tanaman di areal terserang dan terkendali. Tabel 8 menunjukkanbahwa baik pada areal terkendali maupun terserang terdapat 4 jenis serangga yaitu A (Euphelmidae), B(Euphelmidae), C (Harmolita tritici) dan D (Aphantales metesae). Serangga D (Aphantales metesae)ditemukan paling banyak dan diikuti oleh serangga C, sedangkan tanaman yang paling disukai adalahCynodon dactilon dan Momordica charantia. Jika dibandingkan areal terserang dan terkendali (Tabel 6)terlihat bahwa serangga lebih banyak ditemukan pada areal terkendali sebanyak 18 serangga dibandingkanareal terserang sebanyak 13 serangga. Berdasarkan Tabel 9 parasitoid yang paling efektif untukmengendalikan M. plana adalah serangga Apantheles metesae. Serangga ini juga ditemukan oleh Sankarandan Syed, 1972, dimana serangga ini menjadi parasitoid yang menyerang hama Metisa plana, dari 260sampel Metisa plana yang dikumpulkan, 4 % terdapat serangga ini sedangkan yang lainnya kebanyakankosong. Selain itu juga ditemukan Eupelmidae. 366

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tabel 8. Jenis serangga parasitoid yang terdapat pada tanaman Jenis Serangga Jenis Tanaman Sp A Sp BSp C Sp D Jumlah Staenochlaena pallustris 0 0 2 0 2 Momordica charantia 1 1 0 2 4 Centrosemapubescens 0 0 0 2 2 Caladium bicolor 0 0 0 3 3 Derris scandens 0 1 0 0 1 Paspalum conjugatum 0 0 0 1 1Asystasia intrusa 0 0 1 2 3 Mimosa pudica 1 0 0 2 3 Cynodon dactilon 0 2 1 2 5 Antigonon leptopus 0 0 1 12 Ageratum conyzoides 0 0 0 3 3 Micania micrantha 0 0 1 0 1 Passiflora foetida 0 0 0 1 1 Jumlah 2 4 6 1931 Tabel 9. Pengujian serangga parasitoid terhadap hama Metisa plana Jenis Serangga Jumlah M. planayang Terparasit Spesies A (Euphelmidae) 1 Spesies B (Euphelmidae) 1 Species C (Harmolita tritici) 1Spesies D (Aphantales metesae) 4 Borror et al., (1996) mengatakan dari sudut kepentingan manusia, ordohymenoptera barangkali paling berguna dari seluruh kelas serangga. Ordo ini mengandung banyak sekalijenis yang berharga sebagai parasitoid-parasitoid atau pemangsa-pemangsa dari hama-hama serangga,

Page 206: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 206/395

1

1

dan ordo itu mengandung penyerbuk-penyerbuk yang paling penting dari tumbuhan-tumbuhan yaitu lebah-lebah. Hymenoptera adalah satu kelompok yang sangat menarik dalam hal biologi mereka, karena merekamenunjukkan keragaman yang besar dari kebiasaan- kebiasaan dan kompleksitas kelakuan yangmeningkat dalam hal organisasi sosial dari tabuhan, lebah dan semut. Anggota – anggota yang bersayapdari ordo ini memiliki empat sayap yang tipis. Sayap-sayap belakang lebih kecil daripada sayap- sayapdepan dan mempunyai satu deret kait-kait kecil (hamuli) pada tepi anterior mereka dengan alat itu sayapbelakang menempel kesatu lipatan pada tepi posterior sayap depan. Sayap-sayap secara relatifmengandung beberapa rangka sayap, dan pada beberapa bentuk kecil yang tidak terdapat rangka-rangkasayap sama sekali. Morfologi Daun, Bunga dan Anatomi Daun Tanaman inang Metisa plana Berdasarkanhasil penelitian tentang keberadaan trikhom ada 9 jenis tanaman bawah yang mempunyai kelenjar tersebut,16 jenis 367

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

lainnya tidak terdapat. Kesembilan jenis tanaman yang mempunyai kelenjar trikhom adalah : A. leptopus,A.intrusa, T. subulata, C. pubescens, C. bicolor, P.foetida, M. bracteata, M. charantia dan D. scandens. Padatumbuhan, sintesis dan pelepasan senyawa atraktan umumnya berhubungan dengan jaringan, organ, danbagian-bagian tertentu seperti rambut kelenjar, pori, dan kelenjar minyak atau resin (Gershenzon et al.,2000; Effmert et al,. 2005). Pada umumnya tumbuhan memproduksi atraktan yang disimpan di dalamkelenjar minyak atau tempat lain, dan kemudian dilepaskan melalui pori-pori yang ada pada kelenjar.Senyawa-senyawa atraktan tersebut dilepaskan oleh tumbuhan dengan : 1) difusi melalui udara danpermukaan tanah, 2) sekresi, 3) melarut dalam embun atau air hujan, 4) perlukaan tumbuhan, 5)pembusukan bahan tumbuhan. Penelitian Effmert et al., (2005) yang dilakukan pada tanaman Mirabilisjalapa, menunjukkan bahwa senyawa-senyawa atraktan penting dalam bunga diproduksi dalam sel-selepidermis dari mahkota bunga dan dilepaskan dengan berdifusi melalui jaringan tanaman yangterdiferensiasi, seperti kelenjar osmofor dan kelenjar trikhom. Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa hasilyang diperoleh dari percobaan lapangan juga menunjukkan bahwa serangga parasitoid menyukai tanamantertentu yang dalam hal ini dari percobaan adalah Asystasia intrusa dan Ageratum conyzoides, selain ituserangga parasitoid juga ditemukan pada tanaman Cynodon dactilon, Momordica charantia, Antigononleptopus dan Mimosa pudica. Beberapa tanaman yang disukai oleh serangga adalah tanaman yangmenguntungkan namun beberapa jenis lainya selama ini diketahui sangat tidak dianjurkan berada padaareal perkebunan kelapa sawit. Hal ini disebabkan oleh adanya zat yang bisa menyebabkan keracunanpada tanaman sawit muda diantaranya Asystasia intrusa sedangkan lainnya merupakan gulma padatanaman perkebunan diantaranya Cynodon dactilon, Momordica charantia dan Mimosa pudica. Beberapabukti tidak langsung pada hubungan antara tanaman menguntungkan dan musuh alami telah dilaporkan,diantaranya Ho dan Teh (1977) dalam Basri dkk (1999) menjelaskan bahwa penanaman skala besarEuphorbia heterophylla mempengaruhi perkembangan predator dan parasitoid pada perkebunan kelapasawit. Syed dan Shah (1977) menemukan bahwa penggunaan herbisida secara intensif mengakibatkanmatinya Euphorbia geniculata dan E. Prunifolium yang mengakitbatkan terjadinya ledakan hama Pteromapendula dan Setothosea asigna. Singh (1992) melaporkan bahwa usaha telah dilakukan oleh perkebunanuntuk menanam tanaman menguntungkan 368

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

sepanjang tepi jalan, jalur bukan panenan dan pada areal kosong dikebun sawit. Basri et al., (1999)menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan serangga parasitoid menyukai tanaman.Sebagai contoh dari hasil percobaan diketahui bahwa serangga parasitoid menyukai tanaman Cassiacobanensis karena adanya nectar yang dihasilkan stipula pada ketiak daun yang menyebabkan nektar

Page 207: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 207/395

1

1

tersebut mudah diperoleh oleh parasitoid. Selanjutnya kandungan gula yang tinggi pada nektar bunga yangmenarik parasitoid. Pada tanaman Asystasia intrusa, diketahui bahwa tanaman ini juga memiliki nektarnamun nektar tersebut lebih sulit diperoleh oleh serangga parasitoid disebabkan letaknya didasar tabungcorolla, namun tanaman ini sangat mudah dikembangkan. Sementara itu tanaman Euphorbia heterophyllatelah lama diketahui sebagai tanaman yang menguntungkan pada perkebunan kelapa sawit (Ho dan Teh1997 dalam Basri et al., 1999), namun tanaman ini mengandung lebih sedikit gula pada nektar. Pada arealpercobaan telah banyak ditanam tanaman Antigonon leptopus dan Basri et al., (1999) menyatakan bahwatanaman ini sangat potensial sebagai tanaman yang menguntungkan bagi parasitoid. Selain itu diharapkantanaman Turnera subulata juga disukai oleh parasitoid karena tanaman ini berbunga cukup banyak danmudah dikembangkan namun kelemahannya adalah bunga tanaman ini hanya terbuka pada pagi hari,sedangkan dari pengamatan yang dilakukan serangga aktif hingga siang hari KESIMPULAN 1. Tanamanbawah pada areal percobaan yang ditemukan serangga parasitoid yaitu Ageratum conizoides, Momordicacharantia, Centrosema pubescens, Asystasia intrusa, Mimosa pudica dan Cynodon dactilon. 2. Ditemukanadanya serangga yang berperan sebagai parasitoid pada hama Metisa plana dari ordo Hymenoptera familyEuphelmidae (Parasitoid Sp. A, Sp. B dan Sp. C dan Braconidae (Sp. D; Aphanteles metesae), tetapipredator tidak ditemukan. 3. Parasitoid Metisa plana banyak dijumpai pada stadia larva dewasa dan pupa.4. Serangga parasitoid mengunjungi tanaman karena pada tanaman tersebut memiliki bunga dan trichomapada daun. 369

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

DAFTAR PUSTAKA Basri, M.W., Simon Siburat, Ravigadevi S. dan Othman Arshad. 1999. Beneficial plantsfor the natural enemies of the bagworm in Oil Palm Plantations. PORIM Malaysia . Basukriadi, Adi. 2003.Penggunaan serangga Pemangsa dan Parasitoid sebagai Pengendalian Hama; Pengendalian Hayati,Copyright (BMP) © Jakarta: Universitas Terbuka. Borror D. J., Charles A.T. dan Norman F. J. 1996. AnjIntroduction to the study of Insects. Saunders College Publishin Amerika Serikat. Fauzi, Y., Yustina E.W.,Imam Satyawibawa, dan Rudi Hartono, 2002. Kelapa Sawit: Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah,Analisa Usaha dan Pemasaran. Edisi Revisi, Penebar Swadaya. Jakarta, p20-59. Lisanti dan Wood B.J.2009. Observasi pengaruh metoda pengendalian selektif dan non selektif pada hama ulat api Setothoseaasigna (Lepidoptera: Limacodidae) di Perkebunan kelapa sawit PT Lonsum. Pusat Penelitian Kelapa SawitMedan. Poeloengan, Z. 2002. Natural and Human Resource Capacity for Sustainable Development of OilPalm Industri in Indonesia. p.1- 13. Dalam Poeloengan (Ed.) Proceeding of Agriculture Conference IOPRIBali 8-12 July 2002. Medan Ramadhani, 2009. Polinasi, Servis Alam yang Terabaikan. UniversitasKanazawa, Jepang. Sudharto, PS.2001. Pengendalian hayati ulat api Setothosea asigna di perkebunankelapa sawit dengan menggunakan mikroorganisme entomopatogenik, Kompas Iptek. Syed R.A, and ShahS. 1977. Some important aspects of insect pest management in oil palm estates in Sabah, Malaysia. In (eds.Earp E. A and Newall W). International Development in oil Palm. Incorporated Society Planters. P.577-590.T. Sankaran dan R.A. Syed. 1972. The natural enemies of bahwormon Oil Palm in Sabah, East Malaysia.Journal of Pasific Insects, Volume 14 (1). Uta Effmert, Claudia Dinse and Birgit Piechulla. 2005. Influence ofGreen Leaf Herbivora by Manduca sexta on Floral Volatile Emission by Nicotiana suaveolens . Institute ofBiological Sciences, Biochemistry, University of Rostock, 18059 Rostock, Germany in Plant Physiol volume110 Wood B J, 2002. Pest control in Malaysia’s perennial crops: A half century perspective tracking thepathway to integrated pest management. Integrated Pest Management Reviews 7:173-190. 370

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

IMPLEMENTASI TEKNOLOGI LINGKUNGAN (Studi Kasus Pembangkit Listrik Ternaga Mikro Hidro di DesaSeloliman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur) Dwi Prapti Sri Margiasih Mahasiswa S3

Page 208: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 208/395

1

Program Studi Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia Abstract The utilization of green energy which is themanagement of renewable energy are expected to create non-polluting energy; it is mean environmentallyfriendly energy. Green energy is environmentally friendly use of energy, with renewable energy sources,which benefit green energy for environment are reduce a polutant and prevent global warming. In the future,green energy is expected to realize a sustainable energy utilization.This research use case studies of MicroElectric Power Plant at Seloliman, Mojokerto, East Java. It is part of the implementation of environmentaltechnologies, which aim at conserving the environment and provide energy. By utilizing the Watershed(DAS) for electricity generation has adopted the concept of green energy, and proven to achievesustainability in economic, ecological and social. Keywords: green energy - environmental technology -Watershed Pendahuluan Pemanfaatan energi fosil masih tetap memainkan perannya sebagai sumberenergi hingga beberapa dekade ke depan. Namun konsumsi bahan bakar fosil sebagai sumber energiternyata diiringi dengan munculnya masalah-masalah lingkungan global yang mengancam penduduk bumi.Masalah lingkungan global di antaranya adalah meningkatnya emisi karbon yang berdampak terhadap efekrumah kaca. Penggunaan energi fosil juga mengakibatkan hujan asam yang berdampak serius terhadapkesehatan manusia dan kelesatarian lingkungan. Dampak penggunaan energi fosil lainnya adalahpencemaran logam berat maupun racun kimia lainnya berkaitan dengan penggunaan bahan bakar fosildalam berbagai kegiatan. Menurut Akhadi (2009), polutan-polutan yang dikeluarkan saat pembakaranbahan bakar fosil akan dilepaskan langsung ke lingkungan sehingga mengakibatkan penurunan kualitaslingkungan, yang berdampak pada gangguan kesehatan. Beberapa penelitian menyebutkan, polusi udarasudah pada tingkat yang parah. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya untuk menyelamatkan atmosferbumi dari 371

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

kehancuran total. Salah satu upaya yang saat ini menjadi gerakan internasional adalah pengendaliankarbondioksida. Protokol Kyoto, Konvensi Perubahan Iklim dan Mekanisme Pembangunan Bersih adalahmekanisme internasional, dengan tujuan utama mengurangi emisi gas- gas rumah kaca sehingga kenaikansuhu atmosfer bumi bisa dikendalikan. Green energy adalah energi bersih yang merupakan sebuah sumberenergi alternatif, yang mendukung kelestarian lingkungan dan diharapkan dapat mereduksi dampaklingkungan yang ditimbulkan akibat penggunaan energi fosil. Karlsoon (2010) memaparkan bahwa greenenergy adalah istilah yang digunakan ketika menggambarkan sumber energi atau sumber daya yang non-polusi, yakni sumber energi yang pada dasarnya ramah lingkungan. Energi Hijau adalah cara yang ramahlingkungan, merupakan sumber energi alternatif dengan kekuatan yang akan memperbaiki pengaruh daribahan pencemar terhadap lingkungan, serta mencegah pemanasan global di masa depan. Ketika energihijau ini digunakan, tujuan utama adalah untuk mengurangi polusi udara, dan meminimalkan ataumenghapus sepenuhnya dampak terhadap lingkungan. Jadi, manfaat utama energi hijau adalah: (1)Pengurangan dampak terhadap lingkungan berdasarkan metode energi atau sistem penyediaan daya yangdigunakan, dan (2) Pengurangan emisi yang berbahaya bagi lingkungan berdasarkan metode energi atausumber daya yang digunakan. Pemanfaatan energi hijau dapat dikembangkan oleh masyarakat atau pundunia bisnis sebagai sarana penunjang hidup ramah lingkungan dengan mengurangi dampak terhadaplingkungan, yang terjadi dari energi fosil. Kebijakan pemerintah sangat dibutuhkan untuk mendukungpengembangan energi hijau. Pada akhirnya, energi hijau adalah energi bersih, dan digunakan denganteknologi dianggap bersih, atau ramah lingkungan. Energi alternatif adalah istilah tambahan yang digunakanuntuk menggambarkan energi bersih atau hijau. Semua bentuk energi hijau dianggap bentuk energi baruterbarukan dalam arti bahwa sumber energinya menggunakan sumber daya yang terbarukan dan tidak akanterbuang sehingga pasokan bahan bakar terjaga. Contoh sumber energi terbarukan dan hijau adalah tenagamikro hidro, energi surya, tenaga angin, energi panas bumi, energi biomassa, dan kekuatan gelombang.Energi baru terbarukan yang sejalan dengan green energy telah diterapkan di beberapa daerah pelosok,khususnya pedesaan belum mendapatkan listrik dari PLN. Mereka tidak dapat mengandalkan energi fosilkarena biaya mahal. Di sisi lain, kebutuhan energi yang terus meningkat harus pula dipenuhi denganpemanfaatan energi alternatif. Kementrian ESDM, dalam dokumen Indonesia Energi Outlook 2009, 372

Page 209: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 209/395

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

memaparkan bahwa konsumsi energi final (tanpa biomasa untuk rumah tangga) diperkirakan tumbuh rata-rata 6,7% per tahun. Konsumsi energi itu, dengan konsumen terbesar sektor industri (51,3%), diikuti olehsektor transportasi (30,3%), sektor rumah tangga (10,7%), sektor komersial (4,6%), dan sektor PKP (3,1%).Adapun pangsa permintaan energi final menurut jenis, terdiri dari BBM (33,8%), gas (23,9%), listrik (20,7%),batubara (14,9%), LPG (2,6%), BBN (2,9%), dan biomasa komersial (1,1%). Peningkatan konsumsi energitidak dapat hanya mengandalkan energi fosil, maka pengembangan energi terbarukan mutlak diperlukanuntuk memenuhi kebutuhan listrik. Namun, terdapat beberapa kendala dalam pemanfaatan energiterbarukan, yakni tingginya biaya investasi awal energi terbarukan, sementara sebagian besarkonsumennya berada didaerah perdesaan dengan daya beli yang rendah (Budiona, 2003). Sehingga,komersialisasi energi terbarukan di Indonesia tidak optimal diimplementasikan tanpa dukungan pemerintah.Pertumbuhan ekonomi makro dan mikro, berpengaruh terhadap biaya pembangkit energi dari energiterbarukan untuk listrik. Oleh karena itu, kebijakan ekonomi pemerintah pun diharapkan dapat mendukungpengembangan energi terbarukan. Kebijakan energi terbarukan harus didukung data dan prasaranapendukung, antara lain: data mengenai jenis, besar, dan profil kebutuhan jasa energi di perdesaan,kemampuan teknis masyarakat setempat, jaringan listrik, dan sistem kelembagaan yang mendukung.Namun, saat ini belum terdapat kebijakan energi baru dan terbarukan yang mendukung energi bersih. Haltersebut mendasari penelitian ini, yakni untuk menganalisis model pengembangan energi baru terbarukanberbasis energi bersih. Penelitian ini menggunakan studi kasus Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro(PLTMH) di Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, sebagai modelpengembangan energi bersih. Model energi terbarukan tersebut diharapkan dapat mendukung pengelolaanenergi terbarukan yang berkelanjutan. Pengembangan energi bersih diharapkan dapat mendukungkelestarian fungsi ekologi, fungsi sosial dan fungsi ekonomi yang mendukung ketersediaan energi nasional.Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan rumusan model pemanfaatan energi baru danterbarukan yang berkelanjutan. Cara Kerja Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifatdeskriptif, karena dalam penelitian ini akan mendeskripsikan pemanfaatan sumber energi baru terbarukanyang merupakan 373

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

implementasi dari green energy. Penelitian ini berusaha mendeskripsikan atau melukiskan secara terperinciatau mendalam tentang pemanfaatan DAS di Desa Seloliman sebagai sumber energi baru terbarukan untukkeperluan pembangkit listrik. Data yang digunakan adalah data sekunder. Cara pengumpulan data sekunderdilakukan dengan studi literatur yang meliputi : data lokasi serta data laporan penunjang. Data sekunderdapat diperoleh studi literatur. Setelah di dapat data-data yang potensi dan deskripsi pengembangan energibaru dan terbarukan di Desa Seloliman. Penelitian menganalisis sistem pemanfaatan energi baru danterbarukan di Desa Seloliman. Selanjutnya dilakukan perumusan model pemanfaatan energi baru danterbarukan berbasis energi bersih. Hasil dan Pembahasan Deskripsi Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidrosebagai Implementasi Teknologi Lingkungan Teknologi mikrohidro adalah teknologi pembangkit tenagaberskala kecil yang diterapkan pada sumber daya air untuk mengubah tenaga air dari tenaga potensial(daya tekan) menjadi tenaga kinetis atau kecepatan (Maryono, 2008). Tenaga kinetis ini dapat digunakanuntuk membangkitkan energi seperti energi listrik melalui perpindahan gerak dari turbin ke generator atauuntuk menggerakkan peralatan lainnya seperti pompa, mesin giling, dan lain-lain. Indonesia merupakannegara dengan potensi sumber daya air yang sangat besar yang dapat dimanfaatkan untuk mikrohidro.Potensi mikrohidro di Indonesia besarnya + 500 MW, baru dimanfaatkan sekitar 20 MW (4%). Pembangkitlistrik tenaga mikro hidro adalah pembangkit listrik dengan kapasitas kecil, antara 5 kWh sampai 100 kWh,yang merupakan praktik membumi untuk melistriki sekitar 13.900 atau 20,5 persen desa yang belum

Page 210: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 210/395

1

1

terlistriki di Indonesia (data tahun 2006). PMLTH telah terbukti dapat mengurangi emisi karbon dioksida diatmosfer sehingga mengurangi efek rumah kaca. Gambar 1. Skema Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro(Sumber: http://3.bp.blogspot.com/SKEMA+PLTMH.jpg) 374

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Masyarakat Desa Seloliman telah dapat memanfaatkan daerah aliran sungai yang memiliki kontur tanahyang curam dan berpotensi menjadi sumber energi. Pembangkit listrik tenaga mikrohidro memanfaakandaerah aliran sungai dengan cara menampung air bendungan kecil. Kemudian air disalurkan melalui pipabesar ke bawah, sehingga menghasilkan kekuatan seperti air terjun yang kemudian menggerakkan turbinlistrik. Gambar 1 mendeskripsikan mekanisme kerja sistem pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH).Pemanfaatan PMLTH Implementasi Pembangunan Berkelanjutan Keberlanjutan Fungsi Ekonomi Selamapuluhan tahun sebelum tahun 1993, Dusun Janjing, Dusun Biting, Dusun Balekambang, dan Dusun Sempurtak kenal listrik. Pergerakan ekonomi sangat lamban. Pada tahun 1993 PLN akhirnya juga masuk ke wilayahDesa Seloliman, tetapi hanya mencakup Dusun Balekambang, Biting, dan sebagian Sempur. Namun,Dusun Janjing sama sekali tidak mendapat listrik. Atas inisiatif warga dan difasilitasi PPLH denganmengorganisasikan warga, lahirlah PLTMH Kalimaron Seloliman, diresmikan bulan Agustus 1994. PLTMHberdaya 12 kWh itu digunakan melistriki seluruh Desa Janjing dan bagian dari dusun lain yang belummendapat listrik dari PLN. Sebagian lagi untuk keperluan listrik PPLH yang beroperasi dengan petromakssejak tahun 1988. Biayanya sebagian berasal dari warga, sedangkan sebagian lagi dibantu Kedutaan BesarJerman. Pemanfaatan tenaga mikrohidro di Desa Seloliman terbukti dapat mengembalikan peberdayaannyasecara ekonomi, maupun pengelolaan serta pemeliharaan sumber daya hutan dan air berkelanjutan. Hal initerbukti dalam pemanfaatan PLTMH di Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto, JawaTimur. Salah satu manfaat ekonomi yang diperoleh setelah listrik masuk, adalah waktu menumbuk kertasjadi pendek. Seorang ibu rumah tangga Jayanti (37) dari Dusun Sempur, Desa Seloliman mengungkapkansejak tahun 1999, Jayanti mendirikan usaha Sempur Peduli Daur Ulang (Sempedu), berupa daur ulangkertas menjadi berbagai produk. Setelah listrik masuk ke desa itu pada tahun 2001, proses daur ulanghanya butuh waktu satu hari, atau tiga hari lebih cepat daripada sebelumnya. Dengan membayar biayalistrik Rp 45.000-Rp 50.000 per bulan, emisi karbon dioksida dari proses produksi bisa diminimalisasi.Kemudian, untuk merebus kertas menjadi bubur kertas hanya butuh 20 menit, tanpa kayu bakar. Sedangkanuntuk merendam kertas hanya satu hari. Efisiensi waktu pemrosesan membuat meningkatnya jumlahproduksi. Sebelum ada PMLTH pesanan kertas 200 lembar satu minggu belum tentu jadi. Setelah adaPMLTH hanya dibutuhkan waktu 1,5 375

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

sampai 2 hari. Produksi kertas daur ulang itu mencapai sekitar 60 lembar kertas berukuran A4 untukdijadikan bermacam-macam produk. Kalau panas matahari konstan selama sebulan, produksi melonjaksampai dua kali lipat. Harga satu lembarnya sekitar Rp 300. Beberapa penduduk perempuan yang panenjagung membantu kerja daur ulang itu sebagai sambilan. Sebagian juga punya usaha yang sama, jika adaorder, biasanya dibagi rata. Kemudian, hasilnya untuk modal lagi dan ditabung. Usaha daur ulang kertasawalnya memang membidik anak- anak perempuan yang tak punya aktivitas, kecuali menonton televisiseharian. Kertas bekas sebagian didapat dari Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Selolimandengan harga separuh lebih rendah. PPLH kemudian memesan kertas daur ulang untuk pembuatansertifikat, buku, dan lain-lain kepada warga dengan harga pasar. Selama puluhan tahun sebelum tahun1993, Dusun Janjing, Dusun Biting, Dusun Balekambang, dan Dusun Sempur tak kenal listrik. Pergerakanekonomi merangkak amat pelan. Tak ada kemajuan berarti terkait pembangunan manusia. Sebelum adaPLTMH, rata-rata setiap keluarga punya anak lima sampai enam. Setelah ada PLTMH, rata-rata jumlah

Page 211: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 211/395

1

1

anak hanya dua, hanya beberapa punya tiga anak. Sebelum ada PLTMH di Dusun Janjing, anak-anakhanya lulus sekolah dasar, namun setelah ada PLTMH anak-anak dapat bersekolah hingga SMA.Keberlanjutan Fungsi Ekologi PLTMH selain sebagai sumber energi listrik, juga berfungsi untukmelestarikan DAS sebagai sumber air dan hutan di sekitar DAS. Untuk 1 kWh, setidaknya membutuhkansatu pohon di hutan untuk menyimpan air. Kesadaran warga dibangun dengan melihat dan merasakanmanfaatnya. Kalau hutan tidak dijaga, sumber air berkurang dan pembangkit listrik tidak bisa jalan. TriMumpuni dari Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan yang bersama timnya sudah melistriki sekitar 6.000desa, agar PLTMH mampu berfungsi sepanjang tahun, setidaknya daerah tangkapan air di hulu harusdipertahankan seluas 30 kilometer persegi. Itu berarti tidak boleh ada penebangan hutan ataupenggundulan vegetasi. 376

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Gambar 2. PMTMH Seloliman dengan Deskripsi Lingkungan Hijau di sekitarnya (Sumber:http://indonesiaproud.files.wordpress.com/2010/04/ pltmh-kalimaron.jpg) Keberlanjutan Fungsi SosialPemanfaatan PLTMH Seloliman adalah wujud kerja sama masyarakat dan Pusat Pendidikan LingkunganHidup (PPLH) serta Pemerintah Daerah setempat. Dalam pemanfaatan PLTMH Seloliman, produsen listrikyakni kelompok masyarakat Seloliman, bekerjasama memperbaiki kondisi DAS, terutama denganmasyarakat di hulu. Ketika kondisi DAS telah diperbaiki, kelompok masyarakat ini pun harus terus menjagakelestarian lingkungan di sekitar DAS agar suplai air untuk keperluan PLTMH tetap terjamin. Dalammenjaga kelestarian DAS, masyarakat pun didukung pemerintahan daerah setempat. Masyarakat tidakmelakukan penebangan pohon demi menjaga hutan dan menjaga suplai air untuk pembangkit listrikmereka. Masyarakat melindungi DAS dengan: menjaga kawasan hutan lindung di hulu agar tetap berhutanuntuk water regulation; menyesuaikan sistem usahatani di hulu dengan memperhatian kaidah konservasitanah; dan menerapkan sistem agroforestry atau menanam tanaman keras pada lahan bertopografi curam.Model Pemanfaatan PLTMH Seloliman dalam Implementasi Green Energy Menurut Muhammadi (2001)model adalah suatu bentuk yang dibuat untuk menirukan suatu gejala atau proses. Pemodelan sistemdigunakan untuk: memahami masalah, mencari solusi dan memperkirakan masa depan. Modelpemanfaatan PLTMH Seloliman, dalam penelitian ini adalah suatu bentuk implementasi dari konsep greenenergy. Model pemanfaatan PLTMH Seloliman mengidentifikasi variabel dalam sistem PLTMH Seloliman,kemudian menghadirkan 377

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

konsep green energi sebagai solusi dari permasalahan dampak lingkungan yang ditimbulkan olehpemanfaatan sumber-sumber energi. GREEN ENERGY PLTMH SELOLIMAN PEMANFAATAN GREENENERGY MENUJU ENERGI BERKELANJUTAN Identifikasi Pemanfaatan Energi Baru & Terbarukan DalamImplementasi Green Energy Implementasi Green Energy: 1.Pengurangan Emisi Karbon, cegah globalwarming 2. Pengurangan polusi udara 3. Pengelolaan DAS, penghijauan, meningkatkan suplai O2Dukungan Stakeholder Dunia Usaha & masyarakat MODEL Pengelolaan Energi Baru dan TerbarukanBerkelanjutan: 1.Keberlanjutan Fungsi Ekonomi 2. Keberlanjutan Fungsi Ekologi 2. Keberlanjutan FungsiSosial Kebijakan Terbarukan Sbg Implementasi Green Energy 1.Prinsip berkeadilan 2.Berkelanjutan3.Berwawasan lingkungan 4. Tercapainya kemandirian energi nasional Gambar 3. Konsep Berpikir ModelPengembangan PMLTH Model Keberlanjutan Ekologi Pemanfaatan PLTMH Seloliman Pemanfaatan PLTMHdi seloliman disertai dengan pengelolaan DAS, karena jika DAS terpelihara dengan baik maka dapatmewujudkan mikrohidro yang kuat. Sedangkan jika kondisi DAS memburuk, maka akan terjadi degradasilahan yang mengakibatkan bencana. Bencana yang terjadi terkait dengan iklim meningkat (banjir, longsor,kekeringan). Oleh karena itu, rehabilitasi lahan akan sia-sia kalau aktivitas yang menyebabkan degradasi

Page 212: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 212/395

1

1

lahan terus berjalan. Menurut UU No. 7 Tahun 2004 (Pasal 1) menyebutkan bahwa Daerah Aliran Sungai(DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anaksungainya yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan yang berasal dari curah hujan kedanau atau laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampaidengan daerah pengairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Pengelolaan DAS adalah upayamanusia dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia di dalamDAS dan segala aktifitasnya dengan tujuan mebina kelestarian dan keserasian ekosistem sertamemningkatkan kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan. Secara proposional,upaya pengelolaan DAS adalah dengan mempertahankan 378

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

kecukupan luas hutan minimum 30% luas DAS. Pengelolaan DAS harus dilakuakan secara holistik, terpadu,terencana dan berkelanjutan. Sasaran wilayah pengelolaan adalah DAS secara utuh dari daerah hulusampai hilir. Terciptanya kondisi DAS yang optimal: (a) hasil air yang memadai (quality, quantity, dancontinuity); (b) terkendalinya erosi, sedimentasi, banjir dan kekeringan. Gambar 5 adalah modelkeberlanjutan fungsi ekologi dalam penerapan energi bersih. GREEN ENERGY Pemanfaatan PLTMHSeloliman Pengurangan Polusi Udara Pengurangan Emisi Karbon Kelestarian DAS Keberlanjutan FungsiEkologi Penge- lolaan DAS Ya Terjaminnya Suplai Air utk PLTMH Tidak Longsor Kerusakan DASKekeringan Banjir Gambar 4. Model Green Energi PLTMH dalam Keberlanjutan Fungsi Ekologi ModelKeberlanjutan Ekonomi Pemanfaatan PLTMH Seloliman Energi mempunyai peranan sebagai pendorongperekonomian. Hal ini karena energi listrik adalah bahan bakar bakar industri (Kadir, 1987). Tersedianyatenaga listrik akan memudahkan perkembangan industri yang selanjutnya mendorong pertumbuhanekonomi. Energi listrik dapat menyediakan penerangan listrik, sehingga memungkinkan manusia belajar dimalam hari. Hal ini mendukung pembangunan sumber daya manusia. PLTMH Seloliman telah mampumendukung aktivitas ekonomi warganya, dengan adanya listrik produksi kertas daur ulang meningkat,sehingga pengahasilan warga pun meningkat. Tersedianya listrik di Desa Seloliman juga mendukungindustri kecil pengolahan biji kapuk, serta mengfungsikan beberapa mesin penggiling padi. Disisi lain,tingkat pendidikan warga pun meningkat setelah adanya listrik sebagai penerangan, sehingga banyakwarga yang telah menyekolahkan anaknya hingga SMU. 379

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Model Keberlanjutan Sosial Pemanfaatan PLTMH Seloliman Pemanfaatan PLTMH Seloliman dilakukansejalan dengan pengelolaan DAS, oleh karena itu dilakukan desentralistis yang bertanggung jawab denganpendekatan DAS sebagai satuan wilayah pengelolaan. Berdasarkan partisipasi dan konsultasi masyarakatpada setiap tahap pengelolaan DAS. Kelembangaan organisasi masyarakat, warga setempat serta peranpemerintah daerah bahu membahu dalam pemanfaatan PLTMH Seloliman. Pemanfaatan PLTMH jugamengedepankan pengelolaan lahan/ruang (kawasan lindung, budidaya, dan kawasan khusus, dan lainsebagainya). Selain itu dilakukan pula pengelolaan sumberdaya air (kualitas, kuantitas, distribusi dankontinuitas), serta pengelolaan vegetasi. Oleh karena itu diperlukan pembinaan dan pemberdayaansumberdaya manusia, melalui penyuluhan, pelatihan, permodalan, dan kemitraan. Dalam pengembangankelembagaan, pemanfaatan PLTMH Seloliman melibatkan kelompok tani, forum-forum, LSM, TimKoordinasi, Jejaring kerja, dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk dapat meningkatnya kesadaran,kemampuan dan partispasi masyarakat dalam pengelolaan DAS. Melalui tertatanya kelembagaanpengelolaan DAS, maka dapat terwujudnya pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.GREEN ENERGY Pemanfaatan PLTMH Seloliman Pendorong Perekonomian Tersedianya Energi ListrikBahan Bakar Industri Penerangan Listrik Industri Daur Ulang Kertas Peningkatan Produksi Industri

Page 213: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 213/395

1

1

1

Pengolahan Biji Kapuk Penggi- lingan Padi Meningkatkan Kesejahteraan Ekonomi Belajar MalamPeningkatan Kualitas SDM Keberlanjutan Fungsi Ekonomi Gambar 5. Model Green Energi PLTMH dalamKeberlanjutan Fungsi Ekonomi 380

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Diagram Simpal Kausal Pemanfaatan PLTMH Seloliman dalam Keberlanjutan Energi Model pemanfaatanPLTMH Seloliman dapat dideskripsikan dalam sistem dinamika yang menggunakan kausal-loop diagramatau diagram simpal kausal. Melalui model permasalahan pemanfaatan PLTMH dapat disederhanakan.Menurut Simon (1959) at Muhammadi, dkk (2001) kemampuan manusia untuk menyelesaikan masalahterbatas, karena solusi harus sesuai dengan dunia nyata yang kompleks. Oleh karena itu diperlukanpenyederhanaan atau pembatasan (bounded rationality), dengan dibuat model. Konsep sistem dalamsystem thinking bahwa dalam system thinking, sistem digunakan untuk menguraikan kompleksitas. Masalahyang kompleks diuraikan dengan mencari variabel yang menyebabkan terjadinya masalah. Selanjutnyaditentukan hubungan sebab akibat antar variabel. Gambar 9 adalah diagram simpal kausal modelpemanfaatan PLTMH dalam keberlanjutan fungsi ekologi, ekonomi dan sosial. Gambar 6. Model GreenEnergi PLTMH dalam Keberlanjutan Fungsi Sosial Diagram simpal kausal untuk model pemanfaatanPLTMH Seloliman adalah untuk mendefinisikan variabel dalam pemnafaatan PLTMH Seloliman, kemudiansecara kualitatif dapat diketahui hubungan antar variabel. Diagram simpal kausal berikut digunakan sebagaibagian dari berpikir sistem, yang menadang masalah secara 381

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

menyeluruh, kemudian menguraikan keterkaitan antar bagian sistem. Model tersebut digunakan untukmemudahkan analisis kebijakan. Sasaran analisis kebijakan adalah untuk mempengaruhi sistem agar dapatmenghasilkan perilaku yang sesuai dengan kondisi yang menuju solusi permasalahan. Model PLTMHberikut merupakan implementasi green energy diharapkan dapat mengidentifikasi variabel-variabel dalampemanfaatan PLTMH. Dalam model dapat diketahui bahwa terdapat keterkaitan antar sub sistem (variabel)menuju pada keberlanjutan fungsi ekologi, ekonomi dan sosial dalam pemanfaatan energi. Model ini adalahdasar untuk analisis kebijakan, penelitian lanjutan dapat dilakukan untuk analisis kebijakan, yakni denganmenginterfensi variabel tertentu dalam analisis kebijakan. Gambar 7. Diagram Simpal Kausal ModelPemanfaatan PLTMH dalam Keberlanjutan Fungsi Ekologi, Ekonomi dan Sosial Kesimpulan 1. Denganmenggunakan metode kualitatf deskriptif dapat disimpulkan bahwa Pemanfaatan PLTMH Seloliman adalahimplementasi green energy, karena mampu mengurangi polusi udara, mengurangi emisi karbon sertameningkatkan suplai oksigen melalui pengelolaan vegetasi di sekitar DAS. 2. Pemanfaatan PLTMH melaluipengelolaan DAS mewujudkan keberlanjutan fungsi ekonomi, melalui industri daur ulang dan 382

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

pengolahan biji kapuk mewujudkan keberlanjutan fungsi ekonomi, serta kelembagaan yang terbentukmenuju terciptanya keberlanjutan fungsi sosial. 3. Model pemanfaatan PLTMH Seloliman dalamImplementasi Green Energy memiliki keterkaitan antar variabel sebagai suatu bentuk pemanfaatan energiyang berkelanjutan secara ekonomi, ekologi dan sosial. Daftar PustakaAmhar.2007.Energiterbarukan.http://famhar.multiply.com/journal/item/ 86. Diakses April 2011. Anonymous.2008. Biodiesel from algae-info, resorces and links. biodiesel_algae.html. www.algaculturebiodieselnow.com. Diakses April 2011. Akhadi, Mukhlis. 2009. Ekologi Energi: Mengenali Dampak

Page 214: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 214/395

1

1

Lingkungan dalam Pemanfaatan Sumber-Sumber Energi. Penerbit Graha Ilmu. Yogyakarta. Kadir, Abdullah.1987. Energi: Sumber daya, Inovasi, Tenaga Listrik, Potensi Ekonomi. Universitas Indonesia. Jakarta.Karlsoon, Sigbritt. 2010. Polymers from Renewable Resources. Volume 2, 4 issues per year KTH, SwedenMagfirotunnisa, Nurul. 2008. Mengenal Energi Hijau. Penerbit Mediatama. Jakarta. Ramani,K.V. 1992. RuralelectnEcation and rural development, Rural electrification guide book for Asia & Pacific, Bangkok. Salim,Emil. 2000. Kembali ke Jalan Lurus: Esai-esai. 1966-1999. Penerbit Alvabet. Jakarta Santhiarsa, I GustiNgurah Nitya dan I Gusti Bagus Wijaya Kusuma. 2005. Kajian Energi Surya Untuk Pembangkit TenagaListrik. Jurnal Teknologi Elektro. Vol.4 No.1 29 Januari – Juni 2005. Jurusan Teknik Mesin, Fakutas Teknik,Universitas Udayana. Bali. Zuhal. 1995. Policy & Development Programs on Rural ElectriScation for next 10years, Ditjen.Listrik & Pengembangan Energi, Departemen Pertambangan dan Energi, Jakarta.http://www.alpensteel.com/article/53-101-energi-terbarukan-- renewable-energy/3871-ltmh-di-desa-seloliman-kecamatan- trawas-kabupaten-mojokerto-jawa-timur.html 383

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI LIMBAH CANGKANG KELAPA SAWIT DENGAN AKTIVATOR H 3 PO 4Erlidawati, Abdul Gani Haji, dan Badriah Email: [email protected] Abstrak Telah dilakukan penelitiantentang “Pembuatan Arang Aktif dari Limbah Cangkang Kelapa Sawit dengan Aktivator H 3 PO 4 ”.Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan arang aktif dari limbah cangkang kelapa sawit denganmenggunakan aktivator H 3 PO 4 dan untuk mengetahui sifat arang aktif yang dihasilkan dapat memenuhistandar mutu SNI. Populasi pada penelitian ini yaitu limbah cangkang kelapa sawit yang diambil dari PabrikKelapa Sawit (PKS) Tanjong Seumentok Karang Baru Kabupaten Aceh Tamiang Provinsi Nanggroe AcehDarussalam. Sampel yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 25 kg arang hasil pirolisis limbahcangkang kelapa sawit yang diambil secara acak dari populasi. Sebelum dibuat arang aktif, arang direndamdalam larutan H 3 PO 4 0,5 dan 1 M selama 24 jam. Proses pembuatan arang aktif dilakukan didalamreaktor listrik yang dilengkapi dengan termolyne pada suhu 700oC yang divariasikan suhu selama 60 dan120 menit. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh randemen arang aktif tertinggi pada perlakuan dengankonsentrasi 1 M selama 120 menit sebanyak 76,28%, kadar air terendah pada perlakuan 1 M selama 60menit sebanyak 7,78%, kadar abu terendah pada perlakuan konsentrasi 0,5 M selama 60 menit sebanyak12,60%, kadar zat terbang terendah pada perlakuan konsentrasi 1 M selama 60 menit sebanyak 76,01%,daya serap terhadap benzen tertinggi pada perlakuan konsentrasi 1 M selama 60 menit sebanyak 66,67%,dan daya serap terhadap larutan iodin tertinggi pada perlakuan konsentrasi 0,5 M selama 60 menitsebanyak 6251,30 mg/g. Pada umumnya karakteristik arang aktif yang dihasilkan dari limbah cangkangkelapa sawit memenuhi standar mutu SNI-06- 3730-1995 kecuali karakteristik kadar abu. Kata kunci : arangaktif, aktivator H 3 PO 4, cangkang kelapa sawit PENDAHULUAN Kelapa sawit merupakan salah satugolongan palm yang sangat penting terutama untuk menghasilkan minyak sawit, minyak industri, maupunbahan bakar (biodiesel). Pada proses produksi minyak sawit akan menghasilkan limbah padat dan limbahcair. Limbah padat berupa tandan sawit kosong, biji sawit, cangkang sawit, dan serat (serabut) 384

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

sawit. Selama ini limbah-limbah tersebut hanya dibiarkan membusuk begitu saja dan dibakar secara terbukasehingga dapat menimbulkan masalah bagi lingkungan. Limbah padat kelapa sawit dapat diolah secarateknologi, yaitu dengan pengarangan. Dengan cara ini, selain dapat mencegah pencemaran lingkunganjuga menghasilkan produk yang bermanfaat dan mempunyai nilai ekonomis yang tinggi seperti briket, arangaktif, dan media tanaman. Salah satu limbah padat yang dihasilkan dari pengolahan kelapa sawit adalahcangkang. Secara fisik, cangkang mempunyai struktur yang keras dan padat sehingga sangat sukarterdegradasi secara alami. Cangkang mengandung bahan organik seperti lignin, hemiselulosa, dan selulosa

Page 215: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 215/395

1

1

yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan arang aktif karena sebagian besar tersusun atasunsur karbon dan sangat efektif untuk mengadsorpsi limbah cair (Pope, 1999 dalam Anonim 2009). Arangaktif merupakan produk yang penggunaannya cukup luas, salah satunya sebagai penyerap. Arang aktifadalah suatu bentuk karbon yang mempunyai sifat menyerap terhadap cairan atau gas sehingga berfungsisebagai penjernih larutan, penghisap gas beracun dan penyerap warna (Affandi, 2006). Arang serbuk dapatdiolah lebih lanjut menjadi produk yang mempunyai nilai ekonomi seperti arang aktif, briket arang, seratkarbon, arang kompos dan dapat digunakan secara langsung sebagai soil conditioning (Pari, 2002). Arangaktif yang dibuat dengan aktivator H 3 PO 4 dapat digunakan sebagai soil conditioning karena padaumumnya H 3 PO 4 banyak digunakan dalam pembuatan pupuk yang merupakan elemen penting dalammemperkaya unsur hara dalam tanah dengan meningkatkan unsur pospat pada pertumbuhan tanaman(Shakhashiri, 2008). Selain itu, dengan aktivator H 3 PO 4 arang aktif yang dihasilkan dapat memiliki poriyang lebih besar dan rendemen yang tinggi (Anonim, 2008). Menurut Kastanya (2008) cangkang kelapasawit digunakan sebagai bahan bakar dan sebagai bahan pengeras jalan kebun. Arang aktifnya dapatdigunakan dalam industri kesehatan. Sedangkan menurut Anonim (2009) cangkang umumnya digunakansebagai bahan bakar boiler. Uap dari boiler dimanfaatkan untuk menghasilkan energi listrik dan untukmerebus TBS sebelum diolah di dalam pabrik. Pirolisis adalah penguraian bahan-bahan organik padatemperatur tinggi di bawah kondisi non oksidatif. Pendekatan utama dari pirolisis adalah pendaur ulanganbahan-bahan yang dapat diuraikan secara termal untuk menghasilkan produk-produk yang bernilai. Pirolisismerupakan suatu proses penguraian suatu bahan akibat adanya 385

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

pemanasan pada temperatur tinggi dalam keadaan sedikit maupun tanpa udara (Aryafatta, 2008). Aranghasil pirolisis dapat dimanfaatkan untuk briket, arang aktif, arang kompos, sebagai penyerap dan bahanbakar. Produk pirolisis berupa gas, fluida cair dan padat. Gas hasil pirolisis dapat diekstrak menjadi bahanbakar gas. Sedangkan arang dapat dimanfaatkan menjadi bahan bakar padat (Pambudi, 2008). Arangmerupakan residu dari proses pirolisis (penguraian oleh panas) atau proses karbonisasi kayu (FAO dalamSabrus, 2008). Proses Pembuatan Arang Aktif Manocha (2003) menyatakan proses pembuatan arang aktifdapat dilakukan dengan dua cara yaitu aktivasi cara kimia dan cara fisika. Sembiring dan Tuti (2003) jugamenjelaskan proses pembuatan arang aktif dapat dibagi dua yaitu 1) proses fisika, di mana pada proses inibahan baku terlebih dahulu dibuat arang, selanjutnya arang tersebut digiling, diayak dan diaktivasi dengancara pemanasan pada temperatur 1000oC yang disertai pengaliran uap, dan 2) proses kimia, di manabahan baku dicampur dengan bahan-bahan kimia tertentu. Aktivasi secara kimia Aktivasi kimia dilakukandengan cara merendam arang cangkang kelapa sawit dengan senyawa kimia selam 24 jam, lalu ditiriskandan dipanaskan dalam reaktor pada suhu 700oC selama 1-2 jam. Bahan-bahan kimia yang sudahdilaporkan dapat mengaktivasi arang menjadi arang aktif, antara lain, H 3 PO 4 , ZnCl 2 , H 2 SO 4 , K 2 S,atau KOH (Muzammel et al., 2002 dalam Smisek dan Cerny, 2002). Beberapa peneliti lain juga melaporkanbahan-bahan yang dapat mengaktivasi secara kimia yaitu KOH (Tseng dan Tseng, 2005), NaOH dan KOH(Lillo-Rodenas et al., 2003). Aktivator H 3 PO 4 Salah satu bahan yang dapat mengaktifkan arang menjadiarang aktif adalah H 3 PO 4 (Muzammel et al., 2002 dalam Smisek dan Cerny, 2002). Menurut Sudrajat,dkk. (2005) hasil penelitian menunjukkan, bahwa H 3 PO 4 dapat meningkatkan daya serap iod danbenzena secara nyata, tetapi pengaruh suhu hanya nyata terhadap peningkatan daya serap iod. Sifat fisiko-kimia yang optimum dari arang aktif dihasilkan dengan menggunakan suhu aktivasi 750°C dan konsentrasiH 3 PO 4 15%. Kondisi optimum ini memberikan rendemen arang aktif 52,5%, kadar air 4%, zat terbang11,8%, abu 19,29%, karbon terikat 68,91%, daya serap iod 1039,2 mg/g dan benzena 13,5%, kecuali dayaserap benzena, semua sifat arang aktif lainnya memenuhi SNI 06-3730-1995. 386

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 216: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 216/395

1

Arang aktif mengandung karbon dan keaktifan yang bervariasi, tergantung pada suhu dan lamanya waktuaktivasi yang diberikan pada bahan baku arang. Arang aktif dapat dibedakan dari arang berdasarkan sifatpada permukaannya. Permukaan pada arang masih ditutupi oleh deposit hidrokarbon yang menghambatkeaktifannya, sedangkan pada arang aktif permukaannya relatif telah bebas dari deposit dan mampumelakukan adsorpsi karena permukaannya lebih luas dan pori-porinya telah terbuka (Gomez-Serrano et al.,2003). Arang aktif yang baik adalah arang aktif yang memenuhi Standar Nasional Indonesia berdasarkanBSN 1995 No. SNI 06-3730-1995 (Gani, 2007). METODOLOGI Alat yang digunakan pada penelitian iniyaitu sebuah perangkat retort untuk pembuatan arang aktif. Peralatan untuk karakteristik arang aktifdigunakan antara lain timbangan analitik, oven, cawan porselin, petri dish, desikator, tanur listrik, reaktordrum, perangkat titrasi, dan peralatan gelas yang umum terdapat di laboratorium kimia. Bahan baku yangdigunakan meliputi arang hasil karbonisasi limbah cangkang kelapa sawit. Bahan kimia yang digunakanantara lain larutan asam pospat 0,5 dan 1 M, sedangkan untuk karakterisasinya digunakan larutan iodin 0,1N, kalium iodida 0,1 N, natrium tiosulfat 0,1 N, dan kanji 1%, benzena, kertas saring, dan aquades Peralatanyang digunakan untuk pengarangan cangkang kelapa sawit selama penelitian terdiri dari dua buah reaktoryaitu reaktor standar dan reaktor drum. Reaktor standar digunakan hanya untuk studi awal. Proses pirolisisdengan reaktor standar bertujuan mendapatkan suhu optimum untuk memperoleh arang berkualitas baik.Selanjutnya digunakan reaktor drum yang dirancang secara sederhana dari bahan drum bekas. Prosespirolisis bahan baku limbah cangkang kelapa sawit menggunakan reaktor drum yang berkapasitas ±25 kgdimasukkan dalam reaktor dan ditutup rapat. Kemudian dilakukan proses pemanasan selama 5 jam dengansuhu maksimum yang dicapai 378 . Dari proses pirolisis dihasilkan arang sebagai residu dan asap cairsebagai destilat. HASIL DAN PEMBAHASAN Arang hasil pirolisis dengan reaktor standar diperolehrendemennya sebanyak 36,32% yang dilakukan selama 5 jam pada suhu 500 o C, sedangkan denganmenggunakan reaktor drum pada suhu 378 o C selama 5 jam diperoleh rendemennya sebanyak 38,81%.Maka untuk memperoleh hasil arang yang maksimum dapat dilakukan pirolisis dengan reaktor drum dandilakukan secara triplo. Arang yang dihasilkan 387

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

mempunyai penampilan fisik dengan bentuk yang beragam dan berwarna hitam. Kemudian arang tersebutditumbuk dan diayak dengan ayakan 100 mesh, hasil ayakannya dilakukan karakterisasi sifat-sifat dasarseperti kadar air, zat terbang, abu, karbon terikat, dan daya serap terhadap benzen dan larutan iodin. Arangyang dihasilkan selanjutnya dilakukan aktivasi. Proses aktivasi dilakukan untuk menghilangkan hidrokarbonyang melapisi permukaan arang sehingga dapat meningkatkan porositas arang. Arang yang diaktivasisecara kimia, dengan merendam arang dalam larutan H 3 PO 4 0,5 dan 1 M selama 24 jam lalu ditiriskandan dipanaskan dalam reaktor listrik standar pada suhu 700oC selama 60 dan 120 menit. Arang aktif yangdihasilkan mempunyai penampilan fisik bentuk dan warna yang sama seperti arang sebelum diaktivasi.Arang aktif ini kemudian dihaluskan menjadi serbuk untuk analisa sifat-sifat dasarnya yang sesuai denganstandar mutu SNI-06-3730-1995. Rendemen arang aktif merupakan salah satu parameter yang pentinguntuk mengetahui jumlah yang dihasilkan dari suatu proses aktivasi. Data rendemen arang aktif yangdihasilkan dengan aktivator H 3 PO 4 0,5 dan 1 M selama 60 dan 120 menit pada suhu 700 o C. Rendemenarang aktif tertinggi terdapat pada arang yang diaktivasi dengan aktivator H 3 PO 4 1 M selama 120 menitpada suhu 700 o C, dan rendemen terendah terdapat pada arang yang diaktivasi dengan H 3 PO 4 0,5 Mselama 60 menit. Sudrajat dan Ani, (2002) rendemen terendah terdapat pada arang aktif yang dibuatdengan konsentrasi bahan pengaktif H 3 PO 4 5% dan yang tertinggi pada konsenrtasi 15%. Rendahnyarendemen arang aktif pada konsentrasi bahan pengaktif H 3 PO 4 5% dikarenakan terjadi kontak langsungantar bahan baku dengan panas di dalam retor sehingga terjadi proses oksidasi lebih lanjut dari bahan bakumengakibatkan atom karbon yang terbentuk relatif sedikit. Sama halnya dengan hasil penelitian Gani (2007)rendemen arang aktif hasil aktivasi dengan larutan H 3 PO 4 cenderung meningkat seiring meningkatnyakonsentrasi, dan lama aktivasi. Oleh karena itu, dapat dikatakan perlakuan terbaik pada pembuatan arangaktif dengan rendemen yang relatif tinggi yaitu terdapat pada perlakuan dengan konsentrasi 1 M yangdiaktivasi selama 120 menit pada suhu 700 o C. Kadar air arang aktif merupakan salah satu pembanding

Page 217: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 217/395

1

1

untuk mengetahui keaktifan arang yang diperoleh dengan syarat mutu SNI-06- 3730-1995. Kadar air dapatmemberikan indikasi jumlah molekul air dalam arang aktif. Kadar air yang tinggi akan menyebabkan prosespenyerapan jumlah cairan lebih sedikit. Hasil analisa kadar air arang aktif dengan menggunakan aktivator H3 PO 4 dengan konsentrasi bervariasi. 388

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Kadar air dari hasil aktivasi arang aktif dengan aktivator H 3 PO 4 0,5 dan 1 M dengan waktu yang berbeda.Nilai kadar air ini dapat memenuhi persyaratan SNI-06-3730-1995 karena nilainya tidak melebihi batasmaksimal SNI-06-3730-1995 yaitu 15% untuk arang serbuk. Kadar air tertinggi terdapat pada arang denganperlakuan konsentrasi 0,5 M yang diaktivasi selama 120 menit, dan terendah terdapat pada perlakuandengan konsentrasi 1 M yang diaktivasi selama 60 menit. Berdasarkan hasil perhitungan bahwa semakinmeningkatnya suhu maka kadar air yang diperoleh semakin tinggi. Tingginya kadar air disebabkan olehterjadinya penyerapan uap air dari udara terutama pada waktu proses pendinginan selama 24 jam dalamreaktor karena salah satu sifat arang aktif adalah higroskopis sehingga memungkinkan uap air yangterperangkap di dalamnya dan tidak dapat lepas pada kondisi pengeringan oven 105 o C. Menurut Paridalam Gani (2007) kadar air arang aktif yang dikehendaki harus bernilai sekecil-kecilnya karena akanmempengaruhi daya serapnya terhadap gas ataupun cairan. Selanjutnya Hendaway dalam Gani (2007)kadar air yang terkandung dalam arang aktif dipengaruhi oleh jumlah uap air di udara, lama prosespendinginan, penggilingan dan pengayakan. Oleh karena itu, arang aktif yang baik dengan kadar airterendah yaitu terdapat pada perlakuan dengan konsentrasi H 3 PO 4 1 M yang diaktivasi selama 60 menitpada suhu 700 o C. Kadar abu dari arang sebelum aktivasi berkisar 17,46%. Kadar abu arang aktif tidakmemenuhi persyaratan SNI-06-3730-1995, karena kadar abu yang dihasilkan lebih dari batas maksimumstandar SNI yaitu maksimum 10% untuk arang serbuk. Kadar abu tertinggi terdapat pada arang aktif denganaktivator H 3 PO 1 M selama 60 menit dan terendah terdapat pada arang aktif dengan aktivator H 3 PO 40,5 M selama 60 menit pada suhu 700 o C. Hasil ini didukung oleh hasil penelitian Gani (2007) arang aktifyang diaktivasi dengan aktivator H3PO4 0,5 atau 1 M pada suhu 700oC tidak ada yang memenuhiPersyaratan SNI-06-3730-1995. Tingginya kadar abu disebabkan oleh arang yang digunakan memiliki kadarabu yang tinggi sebesar 17,46% dan disebabkan juga oleh terjadinya reaksi oksidasi. Menurut Pari (2000)kadar abu yang besar dapat mengurangi kemampuan penyerapan terhadap gas dan larutan karenakandungan mineral yang terdapat dalam abu seperti kalium, natrium, magnesium, dan kalsium akanmenyebar ke dalam kisi- kisi arang aktif sehingga menutupi pusat aktif. Oleh karena itu, arang aktif yangbaik yang dapat menghasilkan kadar abu yang relatif rendah yaitu pada perlakuan konsentrasi 0,5 M yangdiaktivasi selama 60 menit pada suhu 700 o C. 389

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Kadar zat terbang arang aktif yang dihasilkan pada semua perlakuan dapat memenuhi persyaratan SNI-06-3730-1995, karena kadarnya kurang dari 25%. Arang aktif yang mengandung kadar zat terbang terendahterdapat pada arang yang diaktivasi dengan aktivator H 3 PO 4 1 M selama 60 menit dan tertinggi terdapatpada arang yang diaktivasi dengan konsentrasi 0,5 M selama 60 menit pada suhu 700 o C. Besarnya kadarzat terbang yang dihasilkan pada suhu 700 o C disebabkan karena penguraian senyawa non karbon sepertiCO 2 , CO, CH 4 , dan gas H 2 yang terdapat dalam arang tidak sempurna. Rendahnya zat terbang arangaktif yang dihasilkan pada konsentrasi H 3 PO 4 1 M adalah 9,54%, disebabkan bahwa residu-residusenyawa hidrokarbon yang menempel pada permukaan arang aktif terekstraksi pada saat proses aktivasikarbon dengan uap air, yang diikuti pelepasan senyawa non karbon yang tereduksi oleh asam fosfat karenasalah satu fungsi bahan pengaktif ini tidak menyebabkan residu hidrokarbon membentuk senyawa organikoksigen yang dapat bereaksi kristalit karbon (Hassler dalam Sudrajat dan Ani, 2002). Arang aktif yang baik

Page 218: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 218/395

1

1

yang dapat menghasilkan kadar zat terbang yang relatif rendah yaitu pada perlakuan konsentrasi 1 M yangdiaktivasi selama 60 menit pada suhu 700oC yaitu 9,54%. Kadar karbon arang aktif yang dihasilkanmemenuhi persyaratan SNI-06-3730-1995, karena kadar yang dihasilkan melewati batas minimal dari SNI-06-3730-1995 yaitu 65% untuk arang serbuk. Kadar karbon tertinggi terdapat pada arang aktif yang dibuatdengan konsentrasi 0,5 M yang diaktivasi selama 60 menit, karena dengan konsentrasi yang rendah danwaktu pemanasan yang tidak lama maka karbon yang terbentuk semakin banyak dari pada kadar abu.Kadar karbon terendah terdapat pada arang yang yang dibuat dengan konsentrasi 1 M yang diaktivasiselama 60 menit pada suhu 700 o C. Rendahnya kadar karbon yang dihasilkan selain disebabkan olehbesarnya kadar abu dan kadar zat terbang juga dipengaruhi oleh reaksi yang terjadi di dalam reaktor lebihbanyak proses oksidasi dibandingkan dengan reduksi. Menurut Puziy et al. 2003 dalam Gani (2007)rendahnya kadar karbon terikat menunjukkan sebagian atom-atom karbon teroksidasi menghasilkan gas COdan/atau CO 2 sehingga atom karbon yang tertata kembali membentuk struktur heksagonal berkurang.Arang aktif tersusun atas atom-atom karbon bebas yang berikatan secara kovalen membentuk strukturheksagonal datar. Kadar karbon yang diharapkan dari hasil aktivasi adalah yang mempunyai kadar karbonyang tertinggi. Oleh karena itu, arang aktif yang baik terdapat pada perlakuan dengan aktivator H 3 PO 4 0,5M selama 60 menit yang mempunyai kadar karbon tertinggi sebesar 76,01%. 390

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Penentuan daya serap benzen perlu dilakukan untuk mengetahui kemampuan daya serap arang aktifterhadap bahan yang bersifat nonpolar. Nilai daya serap arang aktif terhadap uap benzen dapat memenuhipersyaratan SNI-06-3730-1995, karena lebih dari batas minimum yaitu 25%. Dari hasil perhitunganmenunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi H 3 PO 4 berpengaruh nyata terhadap daya serap benzen,makin tinggi konsentrasi bahan pengaktif maka daya serap terhadap benzen makin tinggi. Daya serapbenzen terendah terdapat pada arang aktif dengan perlakuan konsentrasi 0,5 M yang diaktivasi selama 120menit dan pada perlakuan konsentrasi 1 M yang diaktivasi selama 120 menit. Hal ini menunjukkan bahwa H3 PO 4 mampu mengoksidasi senyawa deposit hidrokarbon yang terdapat pada permukaan kristalit arangaktif sehingga mengurangi tingkat kepolaran pada atom karbon. Arang aktif yang baik yang memiliki dayaserap terhadap benzen tertinggi terdapat pada perlakuan dengan H 3 PO 4 1 M yang diaktivasi selama 60menit. Daya serap arang aktif terhadap larutan iodin merupakan faktor penting dalam menilai kualitas suatuarang aktif. Nilai daya serap terhadap larutan iodin dapat memenuhi persyaratan standar SNI-06- 3730-1995, karena melewati batas minimum yaitu 750 mg/g. Daya serap arang aktif terhadap larutan iodintertinggi terdapat pada perlakuan konsentrasi 0,5 M yang diaktivasi selama 60 menit dan terendah terdapatpada perlakuan konsentrasi 1 M yang diaktivasi selama 120 menit. Besarnya daya serap arang aktifmenggambarkan banyaknya struktur mikropori yang terbentuk. Menurut Sudrajat dan Ani (2002) besarnyadaya serap arang aktif terhadap iodin menunjukkan bahwa proses oksidasi dan reduksi antara senyawahidrokarbon dengan H 3 PO 4 melalui efek interkalasi yaitu masuk/terserapnya anion dari H 3 PO 4 diantara pelat-pelat karbon heksagonal dalam struktur karbon sehingga terjadi pendesakan terhadap residuhidrokarbon yang berada di antara pelat-pelat karbon heksagonal dari kristalit, dengan sendirinya akanmeningkatkan pembentukan pori arang aktif. Berdasarkan hasil perbandingan dari semua perlakuan denganfaktor konsentrasi dan waktu, maka arang aktif yang baik yang memiliki daya serap terhadap larutan iodintertinggi yaitu terdapat pada perlakuan dengan H 3 PO 4 0,5 M yang diaktivasi selama 60 menit. Hasilkarakterisasi sifat arang aktif yang didapatkan seperti kadar abu, maka tidak sesuai digunakan sebagaipenyerap karena memiliki daya serap arang aktif yang rendah, tetapi mempunyai kegunaan yang lebihprospek lagi bila digunakan sebagai pupuk dan soil condiotning (memperkaya unsur hara) dalam tanah. 391

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 219: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 219/395

1

1

KESIMPULAN 1) Arang yang dihasilkan dari reaktor drum diperoleh rendemen sebesar 38,81% selama 5jam pada suhu 378 o C. 2) Arang yang dihasilkan dari pirolisis limbah cangkang kelapa sawit dapatdiaktivasi dengan menggunakan aktivator H 3 PO 4 0,5 dan 1M dengan variasi waktu selama 60 dan 120menit. 3) Arang aktif yang dihasilkan dari limbah cangkang kelapa sawit pada umumnya semua karakteristiksifat arang aktif dapat memenuhi standar mutu SNI-06-3730-1995 kecuali karakteristik kadar abu arangaktif. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2008. Kelapa Sawit. http://id.wikipedia.org/wiki/Kelapa_sawit., diakses 10Juli 2009. ---------------. 2009. Karakteristik Pori Karbon Aktif Limbah Sagu Yang Disiapkan Dengan MetodeAktivasi Kimia. http://mamanpptfisikaohfisika., diakses 30 Agustus 2009. Affandi, M. A. 2006. PemanfaatanArang Aktif Cangkang Kelapa Sawit Sebagai Adsorben Limbah Cair Tekstil. http://digilib.polisriwijaya.ac.id/browse&op=ssptpolsri - muharamasl-717., diakses 30 Agustus 2009. Aryafatta. 2008. Meningkatkan NilaiArang Tempurung Menjadi Karbon Aktif. http://aryafatta.wordpress.com/2008/06/04/meningkatkan-nilai-arang-tempurung-jadi-karbon-aktif/., diakses 30 Agustus 2009. Gomez-Serrano, V., M.C. Fernandez-Gonzales, M.R. Rojas-Cervantes, M.F. Alexandre-Franco, and A. Macias-Garcia. 2003. Carbonization andDemineralization of Coal: a study by means of FT-IR Spectroscopy. Bulletin Material Science 26(7):721-732.Gani, A. 2007. Konversi Sampah Organik Menjadi Komarasca (kompos-arang aktif-asap cair) danAplikasinya Pada Tanaman Daun Dewa. Disertasi Program Doktor tidak diterbitkan. Sekolah pascasarjana,IPB Bogor. Kastanya, L. 2008. KelapaSawit. http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://yongkikastanyaluthana.files.wordpress.com/2008/12/ke lapa sawit,. diakses 16 juli 2009). Lillo-Rodenas, M., D. Cazorla-Amoros, dan A. Linares-Solano. 2003. Understanding Chemical ReactionsBetween Carbons and NaOH and KOH: An insight into the Chemical Activation Mechanism. Carbon41(2):267-275. Manocha, S. 2003. Porous carbon. Sadhana 28(1-2):335-348. 392

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Pambudi, N.A. 2008. Menyulap Biomassa Menjadi Energi. http://nets ains.com/2008/03., diakses 10 Juli2009. Pari,G. 2000. Pembuatan Arang Aktif dari Batu Bara. Buletin Penelitian Hasil Hutan 17(4):220-230.Pari, G. 2002. Teknologi Alternatif Pemanfaatan Limbah Industri Pengolahan Kayu.http://www.rudyct.com/PPS702- ipb/04212/gustan_pari.htm., diakses 25 juni 2009. Sabrus, R. 2008. KisahArang Si Bubuk Hitam. http://abrus.blogdetik.com/2008., diakses 9 Oktober 2009. Sembiring, M.T., dan Tuti,S.S. 2003. Arang Aktif (Pengenalan dan Proses Pembuatannya). Fakultas Teknik Universitas SumateraUtara. http://library.usu.ac.id/download/ft/industri-meilita.pdf., diakses 25 Juni 2009. Shakashiri. 2008. FosforAcid. http://scifun.chem.wisc.edu/chemweek//P hosphoric_Acid.pdf., diakses 9 maret 10. Smisek, M., dan S.Cerny. 2002. Active Carbon.: Manufakture, properties, and Aplication. Elsevier Publishing Co. New York.http://www.ams.usda. Gov/nop/NationalList/TAPReviews/actvecarbon.pdf., diakses 10 mei 2005. Sudrajat,R., dan Ani, S. 2002. Pembuatan dan Pemanfaatan Arang Aktif Dari Ampas Daun Teh. Buletin penelitianHasil Hutan: Bogor. 20(1):1-1 393

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

KERANGKA KONSEPTUAL ANALISIS EKOEFISIENSI BAGI KAWASAN INDUSTRI CONSEPTUALFRAMEWORK OF ECO-EFFICIENCY ANALYSIS FOR INDUSTRIAL REGION Esther Nababan SekolahPasca Sarjana -Universitas Sumatera Utara PS Manajemen Lingkungan dan Sumber Daya Alam Email :[email protected] ; [email protected] Abstrak Ekoefisiensi merupakan salah satu indikator untukpengukuran kinerja suatu industri perpabrikan, yang menunjukkan hubungan empiris antara aktivitasekonomi dengan dampak pada lingkungan. Saat ini penilaian kinerja industri perpabrikan mengacu padaindikator yang tertera pada ISO 14001. Pada pengukuran kinerja, transformasi dampak lingkungan yangberaneka ragam untuk menjadi skalar tunggal memerlukan definisi dan pendekatan yang jelas karenaterdapat banyak metode yang saling tumpang tindih. Sedangkan pada bagian ekonomi, indikator ekonomi

Page 220: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 220/395

1

1

dapat dipilih agar nilai ekoefisiensi menjadi tinggi, relatif terhadap dampak lingkungan. Dalam kontekskawasan industri, pemilihan indikator ekonomi dan indikator dampak lingkungan dapat dilakukan secarasubjektif sesuai keinginan para pemangku kepentingan. Hal ini bertentangan dengan tujuan daripeningkatan kinerja lingkungan, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kinerjaekonomi, sekaligus mengurangi beban dan dampak lingkungan. Akibatnya peningkatan ekoefisiensi tidakselalu menjamin keberlanjutan. Oleh sebab itu diperlukan suatu pedoman dalam pemilihan model danmetode perhitungan ekoefisiensi, khususnya dalam mengkuantifikasi perhitungan ekoefisiensi suatukawasan industri. Tulisan ini merupakan kajian literatur tentang beberapa metode yang dapat digunakanuntuk mengukur ekoefisiensi industri dalam konteks kawasan industri. Terdapat keterbatasan, keunggulandan kelemahan dari setiap metode. Kajian literatur menunjukkan bahwa model akhir dari efek lingkungantidak akan pernah dihasilkan dan tidak akan pernah disepakati oleh semua pihak, karena adanya perbedaanagregat dan efek lingkungan. Demikian pula dengan nilai (score) ekonomi, sehingga nilai ekonomi suatulingkungan tidak dapat dibuat berlaku umum dan hanya dapat diterima pada level tertentu, khususnya jikahasilnya bergantung pada asumsi. Banyaknya pemangku kepentingan membuat sulitnya tercapai suatukesepakatn atau persamaan persepsi mengenai target dan 394

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

tujuan dalam kerangka keberlanjutan suatu kawasan industri. Transparansi dan keterbukaan masihmerupakan faktor penghambat dalam membangun kerangka koseptual yang eksplisit dari analisisekoefisiensi. Kesepakatan dan konsensus pada pendekatan dan metode utama untuk proses kuantifikasiekoefisiensi merupakan komponen yang esensial dan sangat diperlukan untuk mewujudkan lingkunganyang lebih baik. Kata kunci : Kawasan industri, ekoefisiensi, produktivitas, preferensi, kuantifikasi.PENDAHULUAN Saat ini negara-negara di dunia telah menerapkan prinsip ekologi dalam tata kelolakawasan industri, termasuk di Indonesia. Usaha untuk meningkatkan efektifitas penerapan prinsip ekologidalam setiap kegiatan industri telah dilakukan oleh pemerintah Republik Indonesia antara lain denganmengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia nomor 24 tahun 2009 tentang KawasanIndustri. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa seluruh kegiatan industri perpabrikan di Indonesiaharus berada dalam suatu kawasan industri. Peraturan yang efektif berlaku sejak bulan Maret 2010 inimengacu pada Undang-Undang no. 4 tahun 1984 tentang Perindustrian. Dalam peraturan tersebutdisebutkan bahwa sasaran pokok adalah “aspek efisiensi”. Hal inilah yang merupakan dasar pertimbanganpemerintah mewajibkan perusahaan industri untuk berlokasi di kawasan industri. Ekoefisiensi merupakankonsep yang mengombinasikan aspek bisnis dan aspek lingkungan. Terdapat beberapa definisi dan konsepmengenai ekoefisiensi, yang dikembangkan berdasarkan tujuan atau target perusahaan, dan kebutuhanakan keberadaan lingkungan yang berkelanjutan (Bleischwitz, 2003 ; Boosik, 2005 ; Ehrenfeld, 2005 ;Brattebo, 2005 ; Ishikawa dkk, 2007; Carlson, 2009) . Pola pendekatan yang digunakan meliputi rancanganinfrastruktur kawasan dan pabrik berwawasan lingkungan, produksi bersih, efisiensi energi, dan kemitraanantar perusahaan. Dalam suatu perusahaan yang berorientasi pada keuntungan (Economic Growth), kinerjaperusahaan dinilai dengan mengukur tingkat efisiensi yang terjadi di perusahaan. Pembangunanberkelanjutan adalah konsep yang menekankan pada keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi (EG),perlindungan dan pemeliharaan pada lingkungan dan kesetaraan sosial (equity) . Dalam tahapperkembangan ekonomi (EG), pengadaan kawasan industry telah lama menjadi salah satu konsep yangdibangun untuk tujuan pertumbuhan ekonomi, serta kemudahan pengelolaan dan pengawasan bagiperusahaan di dalam kawasan. Sedangkan dalam menanggapi kebutuhan serta kesepakatan 395

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 221: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 221/395

1

internasional mengenai pembangunan berkelanjutan (UU & PP), maka kawasan industri tidak lagi hanyauntuk meningkatkan jumlah pabrik dan jumlah produksi, tetapi juga merupakan tetangga yang baik bagikomunitas penduduk yang tinggal di sekitar lokasi kawasan industri. Dengan menyertakan pertimbanganlingkungan, maka kinerja bagi perusahaan maupun kawasan industry bukan lagi dengan menghitungefisiensi, tetapi berdasarkan pada konsep ‘ekoefisiensi’ (eco-efficiency) yang menghitung kombinasikeduanya yaitu kinerja ekonomi dan kinerja lingkungan dari kawasan industry. Secara teknis, konseppengukuran kinerja lingkungan, termasuk ekoefisiensi belum standar dan belum sesuai dengan konsensusmengenai data dan informasi yang diperlukan untuk menghitung ekoefisiensi, khususnya kuantifikasi nilaiekoefisiensi. Berbagai usaha dan kegiatan telah dilakukan untuk mengembangkan pengertian mengenaiekoefisiensi sebagai alat maupun pengukuran, misalnya yang dilakukan oleh Huppes, Ishikawa (2007).Pada kenyataannya belum terdapat konsensus mengenai hal ini, meski usaha untuk membuat panduanyang mendekati standar internasional dari ekoefisiensi didalam ISO (International Standard Organization)telah dilakukan oleh beberapa lembaga riset. Salah satunya adalah yang dilakukan oleh Carlson (2009),dimana standarisasi pekerjaan dilakukan berdasarkan ISO/TC 207/SC 5 (Life Cycle Assessment), danrancangan yang dihasilkan adalah Eco-Efficiency Assesment – menjadi ISO14045. Terdapat berbagaipendekatan dan metode yang dapat digunakan untuk pengukuran ekoefisiensi, yang berdampak padarancunya akurasi penilaian kinerja lingkungan suatu industri akibat dari adanya faktor subjektifitas. Olehsebab itu, diperlukan terlebih dahulu pemahaman mengenai ekoefisiensi secara konseptual agar pihakpengelola kawasan industri serta pihak pemerintah dapat menentukan dan mengembangkan modelpengukuran kinerja lingkungan suatu kawasan industri. Pemahaman akan konsep ekoefisiensi yangmengacu pada tujuan dan konsensus bersama antar pemangku kepentingan di kawasan industri diperlukansebagai langkah awal dalam menuju kawasan industri berkelanjutan. Hal ini diperlukan agar modelpengukuran kinerja yang dikembangkan, dalam implementasinya dapat mencapai tujuan utama yaitumendapatkan suatu acuan untuk meningkatkan kinerja lingkungan yang berdampak pada peningkatankesejahteraan sosial serta pemeliharaan kualitas lingkungan. PEMBAHASAN Di Indonesia saat ini terdapatbanyak kawasan industri yang telah lama beroperasi, tersebar di berbagai propinsi. Umumnya kawasanindustri yang telah lama beroperasi tersebut sejak awal tidak 396

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

menerapkan prinsip ekologi dalam pengelolaannya. Namun demikian, semua kawasan industri dalambeberapa tahun terakhir telah memiliki instalasi pengelolaan limbah (IPAL). Salah satunya adalah KawasanIndustri Medan (KIM) yang berlokasi di Mabar, Sumatera Utara. Kompleks industri dan pergudangan milikpemerintah pusat ini terbagi dalam dua lokasi, yaitu KIM I dan KIM II. Pada KIM I terdapat sedikitnya 80industri, sedangkan pada KIM II terdapat sekitar 100 industri. Pada awal pembangunan kompleks industriitu, sekitar tahun 1990-an, KIM sudah menyediakan satu Instalasi Pengelolaan Air Limbah yang mampumengolah limbah sebanyak 3.500 meter kubik per hari. Saat KIM II dibangun, pengelola kembalimembangun dua IPAL di lokasi yang baru. Pembangunan kedua IPAL memproses limbah yang dihasilkan100 industri di KIM II. Dengan kapasitas pengolahan sebesar 16.000 meter kubik per hari, IPAL tersebutjuga berfungsi untuk mengelola limbah yang akan dihasilkan industri dari kompleks KIM III yang sedangdikerjakan. Saat ini Kawasan Industri Medan belum sepenuhnya menerapkan simbiosis dalam operasinya,meskipun telah memiliki IPAL yang merupakan persyaratan pemerintah bagi suatu kawasan industri. Tidaksemua kawasan industri merupakan kawasan industri perpabrikan. Terdapat beberapa kawasan industriyang tidak mempunyai pabrik, tetapi hanya bergerak di bidang jasa. Kawasan industri tersebut awalnyadibangun tanpa mempertimbangkan penerapan prinsip-prinsip ekologi di kawasan. Pada awalnya kawasanindustri tersebut dibangun sebagai wadah para pelaku industri untuk mempermudah proses pengirimanbarang maupun import barang. Itulah sebabnya kawasan industri berada dekat dengan pelabuhan.Munculnya kesadaran akan perlunya pemeliharaan lingkungan membuat munculnya persyaratan sertifikasiyang menyatakan suatu kegiatan perpabrikan telah memenuhi syarat lingkungan, misalnya dengan adanyasertifikasi ISO 14001 yang merupakan sertifikasi mengenai pengelolaan, dan ISO 9001 yang merupakansetifikasi mengenai kualitas suatu produk. Setiap perusahaan industri akan berusaha untuk memenuhi

Page 222: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 222/395

1

1

kriteria dan persyaratan yang ditentukan untuk mendapatkan sertifikat ISO 14001. Salah satu komponenpenilaian untuk mendapatkan ISO 14001 adalah kinerja lingkungan. Dalam salah satu butir 4.3.1 dari ISO14001 disebutkan bahwa : Indikator kinerja adalah suatu hal yang spesifik, merupakan pengukurankuantitatif yang digunakan sebagai jalur dalam pengelolaan lingkungan menuju sasaran dan target.Perhitungan nilai ekoefisiensi dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Beberapa metode yang umumdigunakan untuk menghitung kinerja suatu kegiatan industri antara lain Cost Benefit Analysis, DataEnvelopment Analysis, Balanced Score Card Methods, dan Multi Criteria Analysis. Komponen 397

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

yang berperan untuk meningkatkan kinerja termasuk kebijakan, regulasi, tujuan / objektif, strukturpenanggung jawab dan narasumber, kendali operasional, Environmental Management System (EMS) yangtermasuk dalam ISO 14001; Tindakan preventif dan kuratif ; Pemangku kepentingan ;Pelatihan, kesadaran,kompetensi ; Kepatuhan, motivasi ; Pengambilan Keputusan organisasi dan perencanaan ; Pengawasandokumen ; Evaluasi dan pengembangan secara kontinu (Glauser, 1997, Hukkinen, 2001; Eherenfielf, 2005).Semua metode diatas dipilih dan digunakan berdasarkan keinginan pihak pelaku industri tunggal.Komponen ekonomi dapat dipilih sedemikian sehingga rasio antara nilai ekonomi relatif terhadap dampaklingkungan dapat dibuat agar mencapai nilai ekoefisiensi tinggi. Secara umum, rancangan modelekoefisiensi dibuat dalam 4 tingkatan, yaitu ( Carlson, 2009). Ekoefisiensi secara konseptual : yaitu deskripsiinformal dari arti dan penekanan dari ekoefisiensi, dan menggambarkan bagaimana penerapan ekoefisiensiserta interpretasinya. ? Konsep dari ekoefisiensi : Deskripsi formal dari konsep ekoefisiensi secarasemantik, fungsional dan relasi logis. ? Informasi dari ekoefisiensi : gambaran umum dari informasi yangdiperlukan untuk menghitung dan menjajikan nilai ekoefisiensi. ? Data ekoefisiensi : gambaran rinci darisetiap data yang diperlukan untuk menghitung nilai ekoefisiensi. Saat ini persepsi mengenai ekoefisiensimasih berdasarkan pada definisi ekoefisiensi menurut International Reseacrh and Development, namunpeluang adanya interpretasi yang berbeda masih cukup besar karena perbedaan sudut pandang. Tetapiterdapat juga pandangan yang sama mengenai definisi ekoefisiensi yaitu sebagai kombinasi dari nilaiekonomi dan nilai ekologi lingkungan, yang diekspresikan sebagai rasio antara nilai ekonomi dengandampak lingkungan (Keffer dan Shimp, 1999; Sturm dkk., 2002). Konsep ini dapat diformulasi secarakuantitatif maupun kualitatif, bergantung pada tujuan dan situasi. Adapun perhitungan kuantitatif lebih intuitifdan lebih mudah digambarkan, serta merupakan alat untuk mengukur perkembangan relatif dariekoefisiensi. Komponen biaya dan pendapatan dipilih dan ditentukan sesuai dengan tujuan dan disesuaikandengan kebutuhan. Hal ini menyebabkan ekoefisiensi merupakan suatu konsep yang subjektif (Carlson,2009). Meskipun demikian, masih belum terdapat pengukuran dan indikator baku (standar) untuk nilaiekonomi dan nilai lingkungan, demikian pula hal nya dengan ekoefisiensi (Reijnders, 1998). Untuk bagianekonomi dari rasio ekoefisiensi, WBCSD menentukan kuantitas dari produk yang baik dan jasa, sertapenjualan bersih (net sales) 398

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

sebagai indikator umum dari nilai produk/ jasa yang memenuhi suatu persyaratan atau baku mutu, jumlahbarang dan jasa dan penjualan bersih (value added) sebagai indikator tambahan (WBCSD, 2000). UnitedNations Conference on Trade and Development (UNCTAD) menggunakan indikator nilai tambah untukmerepresentasikan indikator kinerja (performance indicator) seperti Sales Revenue (UNCTD, 2003). Dalamimplementasinya, pengukuran kinerja umumnya dilakukan oleh masing-masing industri tunggal di dalamkawasan industri, dengan menggunakan metode pengukuran yang ditentukan oleh para pengelola setiapindustri. Beberapa metode yang umumnya digunakan adalah LCA (Life Cycle Analysis), Cost BenefitAnalysis, Data Envelopment Analysis, Metode Score Card Balance dll. Sedangkan dalam konteks kawasan,

Page 223: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 223/395

1

1

pengukuran kinerja industri belum dilakukan. Hal ini antara lain disebabkan oleh : ? Masih sangat sedikitnyapenelitian serta kajian mengenai ekoefisiensi untuk pengukuran kinerja kawasan Industri di Indonesia, yangmemerlukan dilakukannya pengembangan suatu sistem kerangka pengukuran ekoefisiensi. Saat inibagaimana menentukan numerator dan denominator dari ‘persamaan eko- efisiensi’ masih mengacu padaapa yang ditentukan oleh International Research dan Development (Seppälä dkk., 2005). ? Kesulitan dalammeng kuantifikasi seluruh kinerja dari Kawasan eko-industri, yaitu : o Fasiltas masuk dan keluar ( In andOuts of facilities) o Fluktuasi dari produk ? Data yang dikumpulkan memerlukan : o Biaya dalampengumpulan data o Keterbatasan informasi dari perusahaan untuk menginformasikan data kepadacompetitor ? ? Pengetahuan dan pandangan mengenai kinerja secara keseluruhan dari Kawasan eko-industri sangat kurang. Belum ada suatu mekanisme pengukuran kinerja pengelolaan pada kawasan eko-industry. Pada tingkat kawasan atau regional , Seppälä dkk. (2005) memilih 3 (tiga) indikator ekonomi untukmerepresentasikan nilai produk dan jasa, yaitu : Gross Domestic Product (GDP), nilai tambah dari industri,dan output pada harga dasar. Dalam proses perhitungan pada rasio ekoefisiensi, biaya atau nilai ekonomiharus ditotal atau dikombinasikan kedalam satu nilai. Demikian juga dengan indikator dampak lingkunganterdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu indikator tekanan (misalnya emisi CO2, GHG), indikator kategori dampak(misalnya CO2 ekivalen dengan masalah perubahan 399

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

iklim), dan indikator total dampak (mengkumulasikan indicator dampak dari kategori yang berbeda menjadisatu nilai tunggal). Ketiga jenis indikator dampak lingkungan ini juga perlu digabungkan menjadi satu nilai.Dalam dimensi ekonomi, tidak sulit menentukan nilai indikator karena ada satuan unit, misalnya uang. Tetapidalam dimensi lingkungan, data dan indikator sangat luas dan kompleks dengan pengukuran pada skalayang berbeda. Untuk membangun skor atau angka dampak lingkungan yang menyeluruh, biasanyadigunakan bobot yang berbeda bagi setiap dampak lingkungan yang berbeda. Pendekatan untukmengkuantifikasi rasio ekoefisiensi dapat dilakukan dengan menggunakan skala pembobotan yang samaataupun menggunakan pembobotan berdasarkan penilaian subjektif (Kuosmanen dan Kortelainen, 2005).Indikator ekoefisiensi dapat dikembangkan dengan menggabungkan tekanan lingkungan yang berbeda-beda / bervariasi. Salah satu cara adalah dengan menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA). DEA iniumumnya digunakan untuk mengevaluasi efisiensi dari sejumlah ‘unit’ seperti kelompok produsen, bank,atau rumah sakit dimana terdapat banyak input dan output (multiple input dan output). DEA sangat sesuaidigunakan untuk mengevaluasi koleksi unit yang homogen, atau juga dikenal sebagai suatu pendukungkeputusan dalam Analisa Multi Kriteria dari alternative diskrit /decision aid in multi-criteria analyses ofdiscrete alternatives (Srdjevic dkk., 2005). Aplikasi model DEA untuk analisis ekoefisiensi menunjukkanbahwa terdapat banyak kombinasi berbeda untuk melalukan perlakukan / treatment terhadap sampah atausisa produk yang tidak diinginkan seperti limbah atau emisi dan banyak kombinasi pilihan model (Allen,1999). Lovell dkk. (1995) melakukan pengolahan pada output yang tidak diinginkan (emisi karbon dannitrogen) sebagai output normal setelah melakukan reciprocal (timbal balik) . Pemilihan indikator dominanuntuk meningkatkan ekoefisiensi. Pemilihan indikator bergantung pada tujuan / object dari para pemangkukepentingan, dan peraturan pemerintah. Kurup dkk. (2005) mengembangkan himpunan indikatorberdasarkan prinsip dasar accounting yang memungkinkan untuk peningkatan identifikasi dan pelaporanmanfaat ekonomi, sosial dan lingkungan dari kegiatan simbiosis industri. Indikator yang dipilih mengacupada kriteria dan persyaratan yang harus dipenuhi (Richards and Galdwin, 1999) yaitu : • Relevansi :Memastikan bahwa investor memandang bahwa indikator yang dipilh sangat penting bagi tujuan jangkapanjangnya, dimana indikator dimaksud merupakan 400

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 224: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 224/395

1

1

faktor yang dipertimbangkan dalam membuat keputusan. • Praktis : Memastikan bahwa pengukuran danpengawasan indikator praktis, konsisten dan berada dalam lingkup sumber daya yang berhubungan dengankegiatan bisnisnya. • Kesesuaian : Memastikan bahwa indikator merefleksikan dampak nyata lingkungan(actual environmental impacts) dan sesuai dengan tujuan jangka panjang perusahaan. Sama hal nyadengan dampak lingkungan, perhitungan dampak sosial juga sulit dilakukan. Kurup dkk. (2005)mengusulkan agar indikator sosial didaftar dan ditandai dengan dampak positif atau negatif, dan tambahanindikasi pengembangan dari minor ke mayor untuk membantu pembuat keputusan. Tetapi meskipun analisismengenai prinsip-prinsip untuk ekoefisiensi cukup jelas, dalam prakteknya tidak selalu demikian (Eco-efficiency conference – the challenge, 2010 Eco-Efficiency Conference - the challenge : http://www.eco-efficiency-conf.org/content/2010. challenge.shtml ). Pengukuran Kinerja Lingkungan. Terdapat beberapametode yang merupakan mekanisme dasar bagi analisis efisiensi lingkungan pada perusahaan. Efisiensidapat dikaji dari sisi penghematan yang terjadi sebagai akibat dari : - pengelolaan terpadu di kawasan,misalnya dengan adanya pusat jasa layanan bersama - pengadaan jasa angkutan terpadu di kawasan -pemanfaatan limbah dan sisa produk dengan menerapkan prinsip simbiosis mutualisme di kawasan -pemanfaatan energi yang terbuang bagi masyarakat sekitar kawasan. - pemanfaatan sisa produk untukmenghasilkan produk lain dengan kualitas yang lebih rendah tetapi dapat digunakan Kinerja perusahaandalam mengelola lingkungan secara mendasar dibatasi oleh faktor internal dan faktor eksternal. (Andrews,2002) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa kinerja lingkungan dari suatu perusahaan : - Sangatberhubungan dengan dengan ukuran perusahaan yang diklasifikasikan berdasarkan jumlah pegawai. -Dipengaruhi oleh lokasi - Jumlah kandungan bahan kimia yang digunakan dalam operasional dapatmempengaruhi kinerja lingkungan 401

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

McIntosh (2005) mengembangkan suatu model logika untuk mengukur kinerja. Pengukuran mengacu padatujuan dari pengelolaan, baik tujuan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Untuk jangkapendek ukuran kinerja adalah outcome yang berupa pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan.Sedangkan ukuran kinerja jangka menengah adalah perubahan perilaku, aplikasi /implementasi, transferketrampilan dan pengetahuan. Untuk tujuan jangka panjang, ukuran kinerja adalah hasil, perubahan ataukemajuan yang dihasilkan dan efektifitas dari hasil pengelolaan. Chertow (2003) menggambarkan kerangkakonseptual untuk mengevaluasi sistem industri sebagai berikut : Grb. 1 : Kerangka konseptual untukmengevaluasi system industry (Sumber : Chertow (2003) Meskipun demikian, masih belum terdapatpengukuran dan indikator baku (standar) untuk nilai ekonomi dan nilai lingkungan, demikian pula hal nyadengan ekoefisiensi (Reijnders, 1998). Untuk bagian ekonomi dari rasio eko-efisiensi, the World BusinessCouncil for Sustainable Development (WBCSD) menentukan kuantitas dari produk dan jasa yang baik sertapenjualan bersih (net sales) sebagai indicator umum dari nilai produk/ jasa, jumlah barang dan jasa danpenjualan bersih (value added) sebagai indikator tambahan (WBCSD, 2000). United Nations Conference onTrade and Development (UNCTAD) mengajukan usulan untuk menggunakan indicator nilai tambah untukmerepresentasikan indicator kinerja (performance indicator) seperti Sales Revenue (UNCTD, 2003). Padakawasan industri diperlukan adanya kerjasama lintas pelaku industri dalam pengukuran kinerja kawasanindustri. Kerjasama antara lain dengan membuat kesepakatan dan persamaan persepsi akan 402

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

indikator ekoefisiensi. Berbagai pelaku industri mempunyai target yang berbeda-beda serta pandanganyang tidak selalu sama mengenai kinerja lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari pemilihan metode yangdiadopsi untuk mengukur kinerja lingkungan bagi perusahaannya. Tidak mudah menghasilkan kesepakatandan persamaan persepsi dalam hal ini. Selain perbedaan target, dalam implementasinya diperlukan

Page 225: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 225/395

1

1

transparansi dan keterbukaan dari masing-masing pelaku industri serta masyarakat sekitar yang jugaberperan sebagai stake holder. Hal lain yang juga penting adalah peranan pemerintah dan pembuatkebijakan. Pihak pembuat kebijakan perlu memahami karakteristik dan kebutuhan suatu kawasan industrisecara spesifik. Kebijakan yang dibuat bagi suatu kawasan industri belum tentu sepenuhnya dapatditerapkan pada kawasan industri lain. KESIMPULAN Model akhir dari efek lingkungan tidak akan pernahdihasilkan dan tidak akan pernah disepakati oleh semua pihak, karena adanya perbedaan agregat dan efeklingkungan. Demikian pula dengan nilai (score) ekonomi, sehingga nilai ekonomi suatu lingkungan tidakdapat dibuat berlaku umum dan hanya dapat diterima pada level tertentu, khususnya jika hasilnyabergantung pada asumsi. Transparansi dan keterbukaan masih merupakan faktor penghambat dalammembangun kerangka koseptual yang eksplisit dari analisis ekoefisiensi. Kesepakatan dan konsensus padapendekatan dan metode utama untuk proses kuantifikasi ekoefisiensi merupakan komponen yang esensialdan sangat diperlukan untuk mewujudkan lingkungan yang lebih baik. Terdapat banyak hambatan dantantangan dalam menentukan metode pengukuran kinerja lingkungan suatu kawasan industri. Transparansi,keterbukaan, komitmen dan integritas yang tinggi antar pemangku kepentingan di kawasan industri sangatdominan menentukan kinerja lingkungan suatu kawasan industri menuju kawasan industri berkelanjutan.Diperlukan lintas sektor publik dan sektor swasta untuk menghasilkan ekosistem industry dengan dukunganinstitusional. Pembuat kebijakan sebaiknya mengetahui bahwa untuk keberlangsungan daur ulang atausystem roundput, issue lingkungan harus direfleksikan juga dalam implikasi ekonomi, social dan budaya,misalnya konteks komunitas aliran (societal context of the flow). DAFTAR PUSTAKA Bleischwitz, R. 2003.Cognitive and institutional perspectives of eco- efficiency. Ecological Economics 46, 453–467. Boosik, K.2009. Development of indicators for eco-efficient water infrastructure. Workshop on Eco-Efficient WaterInfrastructure 403

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Planning and Management for Climate Change Adaptation. UNESCAP, Bangkok, Thailand, Feb 7th 2009Brattebo, H. 2005. Towards a methods framework for eco-efficiency framework for eco-efficiency analysis?Journal of Industrial Ecology vol. 9, no. 4, 9-11 http://mitpress.mit.edu/jie Carlson, R. 2009. Eco-efficiency :The Conseptual Model, The concept model and operational data structure. CPM report 2009 : 2,Eco2winAB, Sweden. Charnes, A., Cooper, W.W. and Rhodes, E. 1978. Measuring efficiency of decisionmaking units. European Journal of Operational Research 2, 429–444 Ehrenfeld, J.R. 2005. Eco-efficiency:philosophy, theory, and tools. Journal of Industrial Ecology vol. 9 no. 4, pp. 6–8. Glauser, M. and Muller, P.1997. Eco-efficiency: a prerequisite for future success. CHIMIA 51, 201–206. Huppes, G. and Ishikawa, M.2005. A framework for quantified eco- efficiency analysis. Journal of Industrial Ecology 9, 25–41. Keffer, C.and Shimp, D. 1999. Eco-efficiency Indicators and Reporting. World Business Council for SustainableDevelopment (WBCSD), London. McIntosh, N. 2005. Performance Measure : How to Make a Logic Model.Coastal Connections vol.3 issue 2 April/May http://www.csc.noaa.gov/newsletter/2005/issue02.pdf Nam, S.2010. Eco-Efficiency Indicators : Measuring Environmental Implications of Economic Performance,UNESCAP Park, H.S. 2009. Development of Eco-efficiency indicators for eco- industrial park : A case studyof Ulsan, Ulsan Eco-Center, KICOX, South Korea Seppälä, J., Melanen, M., Mäenpää, I., Koskela, S.,Tenhunen, J. and Hiltunen, M.-R. 2005. How can the eco-efficiency of a region be measured and monitored?Journal of Industrial Ecology 9, 117– 130. 404

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

DETERMINATION OF TRACES OF CADMIUM IN AQUEOUS SOLUTION BY NEAR INFRAREDSPECTROSCOPY AND CHEMOMETRICS Hesti Meilina 1 , Alfian Putra 2 , Roumiana Tsenkova 31Chemical Engineering Department, Faculty of Engineering, Syiah Kuala University, Banda Aceh 2Chemical

Page 226: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 226/395

1

Engineering Department, Polytechnic Lhokseumawe State, Lhokseumawe 3Biomeasurement TechnologyLaboratory, Graduate School of Agricultural Science, Kobe University, Japan E-mail:[email protected] Abstract Cadmium is known to be a hazardous environmental pollutant withtoxic effects for the living organisms in aquatic ecosystems. A rapid and non destructive technique wasdeveloped for the determination of traces of cadmium (Cd) in aqueous solution by using near infraredspectroscopy and chemometrics. The concentration of sample varied from 0 to 10 mg.L -1 with 1 mg.L -1step prepared by diluting with 0.1 M HNO 3 standard solution. The transmittance spectra were recordedusing a spectrophotometer model NIRSystem 6500 (FossNIR-System, Laurel, USA) fitted with a quartzcuvette with 2 mm optical path length and temperature bath were set at 25 o C, 30 o C, 37 o C. Quantitativechemical analysis to detect and predict cadmium content was constructed using partial least square (PLS)regression analysis in 680-1090 nm, and 1110-1800 nm regions. Prior to calibration, spectral data weremean centered and transformed using none and smooth with 5-25 data-point windows. The optimumcalibration models were determined by the lowest standard error of calibration (SEC), the lowest standarderror of prediction (SEP) and the highest R 2 (correlation coefficient). The ratio of the standard error ofPerforrnance to Standard Deviation (RPD) was used to evaluate the accuracy of prediction. The resultobtained indicates that it is possible to determine metal using NIRS. It is also possible to measure the metalsunder difference perturbations affect. Near infrared region has considerable influence on the spectra due tothe strong relationship between metal and water, mainly with O-H overtones (water) influenced by thepresence of metal. Keywords: near infrared spectroscopy, cadmium, partial least square regression,chemometrics 405

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

INTRODUCTION Analysis of metal ions in environment is of great importance for evaluating the risk ofheavy metal to public health and ecological safety. One of a dangerous metal is Cadmium (Cd). Cadmium isan extremely toxic metal commonly found in industrial workplaces, particularly where any ore is beingprocessed or smelted. Due to its low permissible exposure limit (PEL), overexposures may occur even insituations where trace quantities of cadmium are found in the parent ore or smelter dust. Buildup ofcadmium levels in the water, air, and soil has been occurring particularly in industrial areas. Environmentalexposure to cadmium has been particularly problematic in Japan where many people have consumed ricethat was grown in cadmium contaminated irrigation water. Therefore, rapid and non destructive analyticaltechnique is the crucial requirement to determine cadmium content in water. In recent years, near infraredspectroscopy (NIRS) has become an effective and economical analytical technique for measuring foodquality parameters. The interest in NIR spectroscopy lies in its advantages over alternative instrumentaltechniques. Thus, it can record spectra for solid and liquid samples with no pretreatment, implementcontinuous methodologies, provide spectra quickly and predict physical and chemical parameters from asingle spectrum. These attributes make it especially attractive for straightforward, speedy characterization ofsamples (Meilina, 2009). The primary interest of NIRS technology is the rapid and nondestructivedetermination of the concentration of certain constituents in agricultural material included water. Most of themajor constituents of agricultural and food materials contain C-H and O-H groups, while proteins contain allthree, together with other formations, such as carbon-nitrogen (C-N). Absorptions at different areas of thewavelength range between 800 and 2500 nm can be assigned to these individual groups. Therefore, thesespecial bonds play an important part in the field of food chemical analysis, and could extract information toanalyze the chemical structures. This study evaluates the potential application of NIRS technology andchemometrics in determinating cadmium in aqueous solution as a non-invasive, rapid and cheap analyticalalternative. MATERIALS AND METHOD Sample preparation Standard solution for Cd(II) (1000 mg/L)(catalog No. 036- 16171) was purchased from Wako Pure Chemical Indutries Japan (Tokyo). Working stocksolutions containing Cd(II) at a concentration 406

Page 227: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 227/395

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

of 10 mg.L -1 was prepared by diluting with 0.1 M HNO 3. The concentration of each sample solution variedfrom 0 to 10 mg.L -1 with 1 mg.L -1 step. To minimize metal contamination of the sample, all glass or vesselwere immersed during one day in HNO 3 and then washed using deionized water from milliQ water(Millipore, Molsheim, Germany). NIR Spectra collection The transmittance spectra were recorded using aspectrophotometer model NIRSystem 6500 (FossNIR-System, Laurel, USA) fitted with a quartz cuvette with2 mm optical path length. The cell was positioned in a cell holder in conjunction with a temperature bath tomaintain at, 25, 30 and 37 0 C. Three consecutive spectra were recorded for each metal over thewavelength region 400-2500 nm and were devided into 680-1090 nm and 1110-1800 nm in 2 nm steps. Thespectral data were collected as absorbance value [log (1/T)], where T= transmittance. The data was takenfor three consecutive days with the same conditions. Data for two days were used as a data set and the restof the data were used as a prediction set. Chemometrics Data Analysis Preprocessing of Spectral Data Thespectra were used in partial least squares (PLS) regression (Pirrouette 3.11, infometrix, Inc, Woodinville,WA, USA). A matrix data set was constructed with rows representing metal samples and the columnscorresponding to the absorbance in 400-2500 nm range. Prior to calibration, spectral data were meancentered and transformed using none and smooth with 5-25 data-point windows. Cadmium Determination Acommercial software program (Piroutte 3.11, Infometrix., Woodinville, WA, USA) was used to processspectral data. The data set was divided into calibration (67%) and validation (33%) set by difference dayselection. The calibration set was used prediction metal in aqueous solution by partial least square (PLS)regression analysis in 680-1090 nm, and 1110-1800 nm regions. In the development of all calibration modelstwenty PLS factors were set up as the maximum. The optimum number of PLS factors used in the modelswas determined by step-validation method. Prior to prediction, spectral data were mean centered andtransformed using none and smooth with 5,11,15,17 and 25 data-point windows. No mathematicaltreatments or spectral transformation were applied when PLS regression was performed. For furtheranalysis, the wavelength range is divided into 680-1090 nm and 1110-1800 nm. The optimum calibrationmodels were determined by the 407

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

lowest standard error of calibration (SEC) and standard error of prediction (SEP) and the highest R2(correlation coefficient). The ratio of the standard error of Perforrnance to Standard Deviation (RPD) wasused to evaluate the accuracy of prediction. Perturbation Effect Perturbation, defined as evaluation of thephysical system by applying small random changes to selected parameters and re-estimating the resultsystem. To determine if there were further unknown water bands involved in the models, water was analyzedunder various perturbation and additional water bands were assigned based on the loadings and regressionvectors of the resulting data set. In this study to observe the consistency of the presence of metal in thewater, presence of perturbation is needed to a calculation of the overtone of these new bands wereconsistent with the experiment result. Perturbation that will be used are: temperature (25, 30 and 37 0C),mixture between two metals the other one as a perturbation. These observations were interpreted asindication water bands are widely-distributed in NIR range. RESULTS AND DISCUSSION NIR Spectra ofCadmium in Aqueous Solution NIR spectra of Cd(II) in aqueous solution in 400 – 2500 nm region are shownin Fig.1 As it is apparent, the water bands are so strong that it is almost impossible to extract informationabout Cd(II) visually from the NIR spectra. The spectra had high absorption at 1446 nm which is related tothe first overtone of O-H stretching vibration 1t 1450 nm. Minor peaks appeared around 968 nm which isassociated with the O-H stretch second overtone of water and ROH (Osborne et al., 1993). Determination ofCadmium in 0.1 M HNO 3 Solution at Different Wavelength Ranges and Temperature as Perturbations Theexcellent performance of Cd(II) calibration model at different wavelength range and temperature are shown

Page 228: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 228/395

1

1

1

in Fig. 1 without particular spectral data pretreatment. The highest R 2 was obtained in 680-1090 nmspectral region with different temperature as perturbation. The lowest SEC, SEV, and SEP were obtained attemperature of 25 o C. The summary of Cd(II) calibration and prediction at different wavelength ranges andtemperature are shown in Table 1. 408

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Fig.1. Prediction plots of Cd(II) in 0.1 M HNO 3 based on PLS model using difference perturbation in 680-1090 nm and 1110-1800 nm. 409

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tabel 1. Statistic for the Partial Least Squares Regression (PLS) Models of Cd (II) in 0.1 M HNO 3 solutionwith difference perturbations Wavelength Calibration Validation Prediction Perturbation Factor RPD range(nm) R 2 SEC R 2 SEV R 2 SEP 680-1090 25 0 10 0.98 0.48 0.88 1.07 0.98 0.80 2.97 C 1110-1800 10 0.960.61 0.82 1.35 0.92 1.27 2.36 680-1090 30 0 11 0.98 0.41 0.86 1.21 0.97 0.76 2.72 C 1110-1800 7 0.94 0.800.87 1.15 0.95 0.96 2.68 680-1090 37 0 9 0.94 0.87 0.82 1.30 0.96 1.95 2.44 C 1110-1800 14 0.96 0.66 0.621.96 0.88 2.50 1.64 680-1090 13 0.98 0.48 0.80 1.42 0.82 2.43 2.44 Zn(II) 1110-1800 14 0.98 0.39 0.83 1.340.81 2.02 2.10 R²: Correlation Coefficient, SEC: Standard Error Calibration, SEV: Standard Error Validation,SEP: Standard Error Prediction, RPD: Standard Error of Performance to Standard Deviation..CONCLUSIONS A good correlation was obtain in determination of Cd(II) in aqueous HNO 3 solutions basedon NIR Spectroscopy. PLS analysis for Cd(II) sample shows that the models considered as an acceptableand accuracy for the analytical purpose. The prediction of Cd(II) in aqueous HNO3 solutions in differentconcentrations were made by PLS regression at 680-1090 nm and 1110-1800 nm with differenceperturbations. High correlation coefficients (R 2 ) and low SEP were obtained for temperature of 25 0 C at680-1090 nm range (R2=0.95, SEP 0.76). The obtained result indicates that it is possible to determine metalusing NIRS. It is also possible to measure the metals under difference perturbations affect. REFERENCESAbe, H., Kusuma, T., Kawano, A. and Iwamoto, M. 1995. In: Spectrosc.Soc.Jpn 44, 247; cited by: Iwamoto,M., Kawano, S, Ozaki, J: An Overview of research and development of near infrared spectroscopy in Japan.Journal Near Infrared of Spectroscopy 3, 179-189 Barton, F.E., Shenk, J.S., Westerhaus, D.B. andFunk,D.B. 2000. Journal of Near Infrared Spectroscopy 8, 201 Bakier, S. 2009. Capabilities of near-infraredspectroscopy to analyse changes in water bonding during honey crystallisation process, InternationalJournal of Food Science and Technology, 44, 519- 524. Berentsen, S., Stolz, T. and Molt, K. 1997. Analysisof aqueous solutions by near-infrared spectroscopy (NIRS) IV: One- and 410

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

twocomponent systems of organic compounds in water, Journal of Molecular Structure, 410–411, 581-585.Boudreaux,D.S. and Cutler, P.H. 1966. Theory of atom-metal interaction (II) Perturbation Theory in FieldIonization Calculation, Surface Science, 5, 230-238 Buning-Pfaue, H. 2003. Analysis of water in food bynear infrared spectroscopy, Food Chemistry, 82, 107–115. Ertas,N.,Akkaya,E.U. and Ataman,O,Y. 2000.Simultaneous determination of Cadmium and Zinc using a fiber optic device and fluorescence spectrometry,Journal Talanta, 51,693-699 Frank,H.S. and Wen, W.Y. 1957. Structural aspects of ion-solvent interaction inaqueous solutions: a suggested picture of water structure, Discussion of the Fraraday Society, 24, 133-140.Hong, J., Yamaoka-Koseki, S., Tsujii, Y. and Yasumoto, K. 1996. Applicability of near-infrared spectroscopicmethod to unfreezable water measurements in egg white lysozyme and soluble starch, Lebensmittel-

Page 229: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 229/395

1

1

Wissenschaft und-Technologie, 30, 406–410. Heise, H.M. and Winzen, R. 2002. Fundamental chemometricmethods, in Near Infrared Spectroscopy: Principles, Instruments, Applications, Wiley-VCH Verlag GmbH,Weinheim. Iwamoto, M., Uozomi, J. and Nishinari,K. 1987. Preliminary investigation of the state water infoods by near infrared spectroscopy. International Near Infrared Diffuse Reflectance/TransmittanceSpectroscopy Conference. Akademiai Kiado, Budapest, pp. 3-12. Luck, W.A.P. 1974. Structure of water andaqueous solutions, Weinheim: Verlag Chemie, 220–284. Lutz, H.D. 1995. Structure Bonding (Berlin) 82, 85-103 Li, R., Jiang, Z., Shi, S. and Yang, H. 2003. Raman spectra and 17O NMR study effects of CaCl 2 andMgCl 2 on water structure. Journal of Molecular Structure, 645, 69–75. Maeda, H., Ozaki,Y., Tanaka,M.,Hayashi,N. and Kojima,T. 1995. Near Infrared spectroscopy and chemometric studies of temperature-dependent spectral variations of water: relationship between spectral change and hydrogen bond, JournalNear Infrared of Spectroscopy, 3, 191-201 Malley, D.F. and William,P.C. 1997. Use of near-infraredreflectance spectroscopy in prediction of heavy metal in freshwater sediment by their association withorganic matter. Environ.Sci.Technol., 31, 3461-3467 Meilina, H. 2009. Disease thresholds identificationbased on somatic cells in raw and its respective spectra. Doctoral Dissertation Graduate School ofAgriculture, Kobe University. 411

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

POTENSI PEMANFAATAN LIMBAH PERTANIAN UNTUK PENGEMBANGAN PERTANIAN RAMAHLINGKUNGAN Irma Calista Siagian, Siti Fatimah Batubara, dan Tristiana Handayani BPTP Sumatera UtaraJl. Jend. Besar A.H Nasution No. 1 B Medan Email: [email protected] ABSTRAK Pertanianmerupakan kegiatan paling mendasar bagi manusia, karena adanya kebutuhan makanan setiap hari.Kegiatan pertanian juga menghasilkan limbah pertanian yang jika dibiarkan dapat mencemari lingkungan.Padahal, limbah pertanian berpotensi untuk diolah menjadi kompos yang selanjutnya dapat dimanfaatkanuntuk kegiatan pertanian yang ramah lingkungan. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji potensi limbahpertanian untuk pengembangan pertanian ramah lingkungan. Metodologi yang digunakan berupapengumpulan data dari analisis sifat kimia kompos dari beberapa limbah pertanian yang dilakukan dilaboratorium tanah BPTP Sumut. Kompos dari limbah pertanian yang dianalisis yaitu kompos ampas kopi,kompos belotong tebu,dan kompos kulit coklat. Hasil analisis menunjukkan kandungan hara di dalambeberapa kompos dari limbah pertanian tersebut relatif tinggi, sehingga sangat baik untuk diaplikasikansebagai pupuk organik. Hal ini dapat menjadi alternatif untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia yangsecara umum jika digunakan terus menerus dapat mengakibatkan degradasi lahan. Kandungan C-Organiktertinggi terdapat pada kompos ampas (kulit) coklat yakni sebesar 23.19% sedangkan yang terendahterdapat pada kompos coklat yaitu 6,61%, sedangkan kandungan N, P, dan K dari kompos yang dianalisistergolong dapat memenuhi kebutuhan unsur hara pada tanah . Berdasarkan hasil analisis tersebut komposdari limbah pertanian berpotensi untuk pengembangan pertanian ramah lingkungan. Kata kunci: kompos,limbah pertanian, pertanian ramah lingkungan PENDAHULUAN Peningkatan populasi manusiamenyebabkan permintaan pangan selalu bertambah. Di samping itu, kompleksnya kebutuhan danpeningkatan pola hidup masyarakat memacu perkembangan berbagai 412

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

industri, termasuk pertanian. Namun seiring pertumbuhan dan pengelolaan industri pertanian yangdilakukan secara intensif, efek yang dihasilkan juga semakin mengkhawatirkan, salah satunya adalahlimbah. Limbah pertanian merupakan persoalan lingkungan yang hingga kini belum teratasi sepenuhnya.Sering kali limbah pertanian dibuang sembarangan dan menyebabkan bau yang tidak sedap dan menyebarkemana-mana, polusi udara, kontaminasi air tanah dan timbulnya dioksin akibat pembakaran. 1 Kondisi inisebenarnya bisa diatasi jika limbah tersebut diolah menjadi kompos dan dapat memberikan dampak positif

Page 230: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 230/395

1

bagi pengembangan pertanian ramah lingkungan. Praktek penggunaan pupuk kimia yang berkonsentrasitinggi dan dengan dosis yang tinggi dalam kurun waktu yang panjang ternyata menyebabkan terjadinyakemerosotan kesuburan tanah karena terjadi ketimpangan hara atau kekurangan hara lain, dan semakinmerosotnya kandungan bahan organik tanah. Oleh sebab itu pemerintah sekarang gencar membahaspertanian ramah lingkungan yang pada prinsipnya adalah sistem pertanian yang dapat mempertahankankeberlanjutan kesuburan dan produktivitas tanah, menciptakan konservasi tanah dan mengurangi degradasitanah. Salah satu kunci terciptanya pertanian ramah lingkungan adalah tersedianya tanah yang sehat,sehingga akan menghasilkan pangan yang sehat yang pada gilirannya akan menghasilkan manusia yangsehat pula. Sementara tanah yang sehat adalah tanah subur yang produktif, yaitu yang mampu menyanggabagi pertumbuhan tanaman dan bebas dari berbagai pencemar. Untuk itu keberadaan bahan organikpenting untuk penyediaan hara dan untuk mempertahankan struktur tanah. Sistem pertanian organik inidapat menjamin keberlanjutan usaha pertanian mengingat sistem usaha ini mampu menjamin kelestariankesuburan dan lingkungannya. Salah satu upaya dalam memelihara kesuburan tanah yaitu denganpenggunaan pupuk organik, yang mempunyai kelebihan tidak hanya meningkatkan kesuburan kimia tanah,namun juga kesuburan fisik (struktur lebih baik) dan biologi tanah serta mengandung senyawa pengaturtumbuh. Atau dengan kata lain penggunaan pupuk organik tidak sekedar mampu memperbaiki kesuburansaja, namun akan menyehatkan tanah, sehingga akan menjamin terhadap kesehatan tanaman danhasilnya, serta akan menyehatkan manusia yang mengkomsumsinya. 2 Dalam praktek penerapan sistempertanian organik sekarang ini, masalah utama yang sering timbul di lapangan adalah sumber bahanorganik yang dapat digunakan. Untuk itu kita harus mencari sumber bahan organik potensial setempat, yangtersedia dan mempunyai hara tinggi. Misalnya dari: sisa dan kotoran hewan (pupuk kandang), sisa 413

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

tanaman, pupuk hijau, sampah kota, limbah industri, dan kompos (yang berasal dari limbah pertanian).Melalui berbagai penelitian diperoleh kesimpulan bahwa tanpa bahan organik, sistem pertanian akanbersifat rapuh (fragile), mudah terguncang hanya dengan perubahan lingkungan yang kecil. Beberapalimbah pertanian yang dapat dijadikan kompos berasal dari beberapa bagian tanaman yang tidak ikutdipanen antara lain ampas (kulit) kopi, belotong tebu dan kulit coklat, sehingga berpotensi untuk dijadikankompos. Banyak petani dan perusahaan mengolah limbah pertanian ini menjadi kompos karena memilikikadar bahan organik dan unsur hara yang memungkinkan untuk memperbaiki tanah. Limbah padat kulitbuah kopi (pulp) yang belum dimanfaatkan secara optimal, umumnya ditumpuk di sekitar lokasi pengolahanselama beberapa bulan, sehingga timbulnya bau busuk dan cairan yang mencemari lingkungan Limbahpadat berupa blotong tebu, merupakan hasil endapan (limbah pemurnian nira) sebelum dimasak dandikristalkan menjadi gula pasir. Bentuknya seperti tanah berpasir berwarna hitam, memiliki bau tak sedapjika masih basah. Bila tidak segera kering akan menimbulkan bau busuk yang menyengat. Sekitar tahun1980, blotong menjadi masalah yang serius bagi pabrik gula dan masyarakat sekitar. Dimusim hujan,tumpukan blotong basah, sehingga menebarkan bau busuk dan mencemari lingkungan. Limbah padat yangberupa kulit kakao juga memiliki kandungan hara yang cukup tinggi. 3 Dengan demikian pengomposanmerupakan sebuah teknik stabilisasi untuk mengolah sampah (limbah organic) atau limbah industripertanian yang mudah didegradasi secara biologis.Kompos segar bila digunakan di pertanian masihmengalami dekomposisi lebih lanjut dengan pengaruh yang menguntungkan perbaikan struktur,penambahan mikroorganisme dan pelepasan unsure hara secara bertahap melalui mineralisasi, sedangkankompos matang dapat dianggap sebagai pupuk organic untuk penggunaan secara umum dan cocok sekalidigiunakan di tanah. 4 METODOLOGI Metodologi yang digunakan berupa pengumpulan data dari analisissifat kimia kompos dari beberapa limbah pertanian yang dilakukan di Laboratorium Tanah dan Pupuk BPTPSumut. Kompos dari limbah pertanian yang dianalisis yaitu kompos ampas (kulit) kopi, kompos belotongtebu,dan kompos kulit coklat. 414

Page 231: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 231/395

1

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

HASIL DAN PEMBAHASAN Kompos Kulit Kopi Tabel 1. Sifat Kimia Kompos Kulit Kopi No JENIS ANALISISNILAI Metode 01. C – Organik (%) 23.19 Spectrophotometry 02. N-Total (%) 1.19 Kjeldahl 03. C/N (ratio)19.48 Kalkulasi 04. P 2 O 5 – Total (%) 0.53 Spectrophotometry 05. K 2 O (%) 0.47 AAS 06. MgO (%) 0.94AAS 07. pH (H 2 O) 7.70 Elektrometry Sumber. Laboratorium Tanah dan Pupuk BPTP SUMUT Dari Tabel 1.diperoleh kandungan C-Organik limbah kulit buah kopi yang cukup tinggi dan memenuhi persyaratan teknisminimal pupuk organic 5 , dikarenakan semua bahan organic di dalam kompos terdekomposisi secarasempurna dan apabila dikombinasikan dengan limbah organic yang memiliki kandungan N-nya yang tinggiseperti kotoran hewan akan dapat menjadi kompos yang baik bagi tanaman dan memungkinkan untukmemperbaiki tanah. Sementara kandungan N,P,K,dan Mg juga memenuhi persyaratan teknis minimal pupukorganik untuk memperbaiki sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Kandungan C/N limbah kulit kopi juga memenuhipersyaratan teknis minimal pupuk organic. Kompos Belotong Tebu Tabel 2. Sifat Kimia Kompos BelotongTebu No JENIS ANALISIS N I L A I Metode 01 P 2 O 5 – Total (%) 7.39 Spectrophotometry 02 K 2 O (%)0.44 AAS 03 C – Organik (%) 11.02 Spectrophotometry Sumber. Laboratorium Tanah dan Pupuk BPTPSUMUT Dari Tabel 2. Dapat dilihat bahwa kandungan C-organik pada kompos belotong tebu sudah cukupbaik untuk memenuhi kebutuhan hara di tanah, begitu juga dengan unsure penunjang lainnya yakni P danK. 415

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Kompos Kulit Coklat Tabel 3. Sifat Kimia Kompos Kulit Coklat No JENIS ANALISIS Nilai Metode 01 C –Organik (%) 6.61 Spectrophotometry 02 N-Total (%) 2.23 Kjeldahl 03 P 2 O 5 – Total (%) 0.55Spectrophotometry 04 K 2 O (%) 0.19 AAS 05 CaO (%) 4.44 AAS 06 MgO (%) 3.77 AAS 07 Cu (ppm) 23.83AAS 08 Zn (ppm) 126.12 AAS 09 Fe (%) 0.25 AAS 10 B (ppm) 51.43 Spectrophotometry 11 Moisture (%)37.97 Oven Sumber. Laboratorium Tanah dan Pupuk BPTP SUMUT Dari Tabel 2. Dapat dilihat bahwakandungan C-organik pada kompos belotong tebu belum memenuhi persyaratan teknis minimal pupukorganic, sehingga perlu ditambahkan bahan organic lainny seperti kotoran hewan, untuk memenuhikebutuhan hara di tanah. Unsur penunjang lainnya yakni N,P,K,Ca,Mg dan unsure mikro lainnya telahmemenuhi persyaratan teknis minimal pupuk organic. KESIMPULAN Dari data analisa tiga jenis komposyang dilakukan di Laboratorium Tanah dan Pupuk BPTP Sumut, diketahui bahwa Kompos yang berasal darikulit kopi memiliki kandungan C-Organik tertinggi yakni sebesar 23.19 % dibandingkan dengan kompos daribelotong tebu dan kulit coklat. DAFTAR PUSTAKA Willyan ,Djaja. 2008.Langkah jitu membuat kompos darikotoran ternak dan sampah. Jakarta:AgroMedia Pustaka. Suntoro,H.2007.Pertanian Sehat RamahLingkungan. (http:/www.28- pertanian-sehat-ramah-lingkungan, diakses 12 Mei 2011). Isroi. 2007.Pengomposan Limbah Kakao, Laporan penelitian,Balai Penelitian Bioteknologi PerkebunanIndonesia,Bogor. Yulipriyanto,H.2010.Biologi Tanah dan Strategi Pengelolaannya.Yogyakarta:Graha Ilmu.Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik. Permentan No 28/Permentan/SR.130/5/2009 416

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

DAMPAK KEGIATAN SEKOLAH LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SLPHT) TERHADAPPENGENDALIAN PENYAKIT LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN PISANG BARANGAN Lita Nasution StafPengajar Fakultas Pertanian Universitas Al-Azhar, Medan Abstrak Fusarium oxysforum f.sp cubensemerupakan penyakit penting pada tanaman pisang barangan terutama di Kabupaten Deli Serdang yakniKecamatan Sinemba Tanjung Muda (STM) Hilir. Pengendalian penyakit Fusarium dilakukan pada tahun

Page 232: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 232/395

1

1

2003 oleh Dinas Pertanian melalui Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) kepadamasyarakat tani pisang barangan di Kecamatan Sinemba Tanjung Muda Hilir melalui kegiatan SekolahLapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT). Penelitian ini bertujuan untuk mengethaui dampak kegitansekolah lapang pengendalian hama terpadu (SLPHT) terhadap pemberdayaan masyarakat di KabupatenDeli Serdang (kasus pengendalian penyakit layu Fusarium pada tanaman pisang barangan) di KecamatanSinemba Tanjung Muda Hilir, Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini menggunakan motode survey dan datadianalisis melalui pendekatan korelasi parametric Paerson Product Moment dengan alat bantu SPSSS versi13 untuk menganalisis data curah hujan dan intensitas serangan penyakit layu Fusarium tahun 2001-2006.Hasil penelitian menunjukkan bahwa curah hujan sangat berpengaruh terhadap munculnya penyakit.Pelatihan petani melalui SLPHT berpengaruh positif terhadap tingkat keamanan tanaman pisang barangandari serangan penyakit Fusarium. Kata kunci: sekolah lapang, hama, penyakit layu fusarium, pisangbarangan PENDAHULUAN Penyakit tanaman umumnya disebabkan oleh jamur, bakteri, virus danmikroplasma. Penyakit menyebar disebabkan adanya interaksi faktor-faktor biotik (hidup) atau oleh faktor-faktor abiotik (fisik dan kimia) (Yunasfi, 2002). Penyebaran penyakit layu Fusarium atau dikenal jugasebagai penyakit Panama terjadi secara endemik terjadi di Kabupaten Deli Serdang, khususnya diKecamatan STM Hilir. Penyakit ini merupakan penyakit penting pada pisang di seluruh dunia 417

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

dan paling merugikan di daerah Tropis (Anonim, 2005). Beberapa tahun terakhir pengendalian penyakitPanama dilakukan dengan menyemprot fungisida kimia secara berlebihan dan tidak tepat sasaran. Residufungisida yang terdapat di dalam buah pisang dapat mengakibatkan penyakit pada manusia. Residufungisida ada yang dapat bertahan lama bahkan bertahun-tahun di dalam tanah. Ketergantunganmasyarakat tani terhadap fungisida kimia sudah sangat tinggi. Untuk mengurangi penggunaannya makadigunakan sistem pengendalian hama terpadu (PHT). Dalam penerapannya PHT dilakukan melalui kegiatanSekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT). SLPHT merupakan sekolah nonformal yangdilaksanakan oleh Pemerintah Dinas Pertanian melalui Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikulturauntuk masyarakat tani pisang barangan di Kecamatan Sinemba Tanjung Muda (STM) Hilir. Kegiatan SLPHTdimulai pada tanggal 1 Mei 2003 sampai bulan Agustus 2006. Pengendalian penyakit pada kegiatan SLPHTberorientasi pada pengendalian kultur teknis dan biologis. Kegiatan SLPHT inidiharapkan akan mengurangipenggunaan fungsida kimia (zat kimia untuk menumbuh penyakit tumbuhan) serta menetapkan prinsippengendalian yang ramah lingkungan sehingga tercapai tingkat efisiensi dan produktivitas tinggi. KegiatanSLPHT pisang berangan mengutamakan agens hayati (jamur Trichoderma) untuk mengendalikan seranganpenyakit layu Fusarium di areal tanaman pisang. Penggunaan Trichoderma bertujuan untuk menurunkantingkat serangan penyakit sampai pada tingkat yang tidak merugikan. Petani terlebih dahulu mengikutiprogram pelatihan khusus yang intensif untuk peningkatan kualitas SDM melalui kegiatan SLPHT. Hal inikarena perbedaan cara berpikir dan pendekatan. Pada tanaman hortikultura contohnya tanaman pisangvarietas barangan, SLPHT berlangsung selama satu musim tanam, sedangkan di tanaman perkebunanSLPHT berjalan selama 4-5 bulan (Untung, 2005). SLPHT merupakan kegiatan belajar dari diambilpengalaman praktek lapang dipadukan dengan melakukan tindakan pengendalian yang kompatibel dengansekolah lapang petani. Kegiatan ini bertujuan akhir untuk mewujudkan pelestarian ekosistem pertanian yangberkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Teknologi PHT yang dilaksanakan melalui kegiatan ini bersifatramah lingkungan (tidak menimbulkan peledakan penyakit baru di lapangan) dan membuat ekosistempertanian tetap terpelihara kelestariannya. Kegiatan SLPHT diharapkan dapat mengurangi penggunaanfungisida kimia pada tanaman (Waibel dan Praneetratakul, 2001). Kegiatan SLPHT pisang barangan lebihditekankan pada pengendalian 418

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 233: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 233/395

2

1

biologis yaitu penggunaan Trichoderma sp untuk mengendalikan penyakit layu Fusarium. PengendalianHama dan Penyakit Terpadu (PHT) Dalam UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanamandinyatakan bahwa Perlindungan tanaman adalah segala upaya untuk mencegah kerugian pada budidayatanaman yang diakibatkan oleh organisme pengganggu tumbuhan. Dalam Peraturan Pemetintah No. 6Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman, yang dimaksud sistem PHT adalah ”Upaya pengendalianpopulasi serangan OPT dengan menggunakan satu atau lebih dari berbagai teknik pengendalian yangdikembangkan dalam suatu kesatuan. Hal ini bermanfaat untuk mencegah timbulnya kerugian ekonomi dankerusakan lingkungan hidup. Pengendalian setiap jenis OPT harus dilakukan dengan memadukan berbagaiteknik pengendalian (pengendalian kultur teknis, pengendalian mekanis, pengendalian fisis, pengendalianbiologi (hayati) dan pengendalian kimia secara kompatibel. Tujuan PHT bukan membasmi ataumemusnahkan penyakit namun mencegah kerugian ekonomi dan lingkungan (Wagiman, 2006). Segalakegiatan pengelolaan ekosistem pertanian dan pengendalian penyakit sepenuhnya didasarkan padapengetahuan dan informasi tentang dinamika ekosistem, termasuk populasi musuh alami. Pada PHTekologi pengedalian biologi sangat dianjurkan dibandingkan pengendalian kimia (Untung, 2002).Pengambilan keputusan dalam tindakan pengendalian penyakit harus didasarkan dari hasil analisis usahatani. Teknologi pengendalian OPT berdasarkan PHT sangat beragam tergantung pada kondisi setempat.Untuk mengendalikan penyakit di lapangan sebaiknya dilakukan secara PHT melalui SLPHT (Tarigan,2003). Pengelolaan lingkungan pertanian yang berwawasan lingkungan menurut alur penelitian yaitu upayaterpadu melalui kegiatan SLPHT untuk melestarikan proses produksi pada komoditi buah pisang varietasbarangan. Dalam UU No. 23/1997 dinyatakan sebagai upaya sadar dan terencana yang denganmemadukan semua unsur dalam lingkungan kedalam proses pembangunan untuk menjamin terjaminnyaprinsip – prinsip pelestarian,

kesejahteraan dan kualitas hidup generasi masa kini dan generasi masa

mendatang. Penyakit Layu Fusarium pada Tanaman Pisang Barangan Pisang varietas baranganmerupakan varietas yang tergolong peka terhadap serangan jamur Fusarium oxysporum f.sp cubense yangdapat menyebabkan kelayuan pada pisang. Munculnya gejala penyakit layu sekitar 60 hari (Girsang, 2005).Jenis-jenis varietas pisang 419

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

mempunyai ketahanan yang berbeda terhadap serangan penyakit layu. Fusarium merupakan jamur tanahyang dapat bertahan lama dalam tanah dan dalam akar tanaman sakit. Jamur mengadakan infeksi melaluiakar tanaman dan terangkut dalam arus transpirasi. Jamur dapat terbawa pada alat-alat pertanian. Penyakitterutama menyebar karena perakaran tanaman sehat berhubungan dengan spora yang dilepaskan olehtanaman sakit. Pemakaian bahan (bibit) tanaman sakit juga dapat menularkan penyakit layu. Penyakit inidapat meluas lebih cepat di tanah alluvial yang asam, tanah geluh yang bertekstur ringan atau di tanahgeluh berpasir (Semangun, 2000). Jamur Fusarium berkembang baik pada suhu 27o-28o C (Tanjung,2000). Penyakit ini merupakan penyakit yang sangat mematikan bagi tanaman pisang di seluruh dunia.Gejala serangan yakni daun mengalami kelayuan, terkadang terjadi nekrosis pada daun, mengunginyadaun, mengeritingnya tanaman dan kematian tanaman. Tanaman yang terinfeksi jamur ini akan mati selamaproses pembangan atau selama masa kritis tanaman (Constatinides dan Hugh, 2003). Parasit-parasittanaman terutama jamur, menghasilkan bermacam-macam senyawa kimiawi yang dapat menghasilkangejala penyakit-penyakit tanaman. Seperti asam fusarat yang dihasilkan oleh Fusarium sp. Asam fusaratatau asam 5-nbutilpiridin-2-karboksilat merupakan racun yang larut dalam air yang sekaligus jugamerupakan antibiotik. Toksin asam fusarat mengganggu permeabilitas membran dan akhirnyamempengaruhi air tanaman. Adanya hambatan pergerakan air dalam tubuh tanaman menyebabkanterjadinya layu patologis yang tidak dapat pulih yang berakibat kematian tanaman. Jamur F. oxysporummenyerang tanaman melalui akar mengakibatkan: - Timbulnya gejala daun tua menguning mulai dari

Page 234: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 234/395

1

1

pinggiran daun, - Tangkai daun patah, layu dan tanaman mati, - Kadang-kadang lapisan luar dari batangpalsu (batang pisang) terbelah mulai dari permukaan tanah, - Tanaman yang terserang tidak mampuberbuah (buahnya tidak terisi), - Jika pangkal batang dibelah membujur terlihat garis coklat atau hitam daripangkal batang ke atas, melalui jaringan pembuluh pangkal dan tangkai daun (Poerwanto, 2004). Penyakitlayu Fusarium pada tanaman pisang barangan dapat ditekan pertumbuhannya oleh jamur antagonisGliocladium sp, Trichoderma koningii, dan Fusarium oxysporum non-patogenik, masing-masing sebesar79,54 %, 70,63% dan 33,85 % di laboratorium (Pinem, 2005). Untuk mengendalikan penyakit layu Fusariumdigunakan jamur Trichoderma sp sebagai agens antagonis pengendali jamur berbagai patogen tanamanpada komoditi hortikultura. 420

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Penggunaan jamur antogonis Trichoderma sp. Trichoderma sp merupakan jamur yang sangat bermanfaatsebagai pesaing mikroorganisme pada akar tanaman (Harman dkk, 2004). Berdasarkan hasil riset selamabertahun-tahun dari Trichoderma sp dibuktikan bahwa mekanisme dan karakteristik jamur harus disesuaikanpada jenis tanah, temperatur, pH, lingkungan tanah dan juga oleh keberadaan sejumlah mikroflora dalamtanah (Howell, 2003). T. harzianum mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman sehingga efektif sebagaiagen biokontrol dalam kondisi lingkungan yang beragam (Altomare dkk, 1999). T. asperellum sebagai agenbiokontrol jamur telah terbukti dapat menambah ketahanan tanaman melalui sejumlah mekanisme antibiotik,persaingan unsur hara dalam rizospfer (Shoresh dkk, 2006). Jamur Trichoderma sp menghasilkankonsentrasi metabolisme fungitoksik yang tinggi pada temperatur tinggi sehingga sangat efektif menekanpertumbuhan jamur Sclerotium rolfsii pada tanaman jahe pada saat pasca panen (Lihat Lampiran 10)(Mukherjee dan Raghu, 1997). Penggunaan Trichoderma sebagai perlakuan benih tanaman (seedtreatment) (Lihat Lampiran 10) dapat bertahan pada tanah sekitar 18 bulan setelah aplikasi (Harman, 1976).Trichoderma dapat hidup di berbagai kondisi iklim yang berbeda, yakni pada tanah yang agak lembab.Jamur ini dapat tumbuh dan berkembang pada pH tanah 5-6 (Girsang, 2005). Jamur ini menyukai kondisitanah yang asam dan termasuk peka terhadap pengaruh sinar atau cahaya langsung. Dalam keadaanlingkungan yang kurang baik, miskin hara (kekeringan) Trichoderma akan membentuk klamidosporasebagai propagul untuk bertahan. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui hubungan iklim mikro terhadap seranganpenyakit layu Fusarium pada tanaman pisang barangan. 2. Mengetahui manfaat kegiatan SLPHT terhadappelestarian lingkungan pertanian dan kesejahteraan masyarakat tani. Hipotesis 1. Kegiatan SLPHTberpengaruh terhadap intensitas serangan penyakit layu Fusarium di ekosistem pertanian. 2. Curah hujanmempengaruhi serangan penyakit layu Fusarium di ekosistem pertanian. 421

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Manfaat 1. Sebagai bahan informasi bagi lembaga/organisasi, petani atau pihak lain untuk meningkatkanproduksi dan kualitas komoditi pisang barangan. 2. Sebagai bahan informasi keberhasilan kegiatan SLPHTpada komoditas pisang barangan. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan dilima desa; Desa Talun Kenas, Desa Siguci, Sumbul, Limau Mungkur dan Gunung Rintih, di KecamatanSinemba Tanjung Muda (STM) Hilir, Kabupaten Deli Serdang (± 500 meter) diatas permukaan laut,pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) disebabkan serangan endemik penyakitlayu Fusarium pada tanaman pisang barangan. Waktu penelitian bulan Desember 2006 sampai Februari2007. Penelitian kuantitatif dilakukan untuk mengetahui hubungan iklim mikro terhadap intensitas seranganpenyakit layu Fusarium pada tanaman pisang barangan. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data iklimmikro dan intensitas serangan penyakit layu Fusarium pada tanaman pisang barangan pada Tahun 2001-2006 dilakukan dengan metode pengumpulan data primer. Pengumpulan data dampak kegiatan SLPHTterhadap kehidupan sosial, ekonomi dan budaya petani pisang barangan menggunakan metode

Page 235: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 235/395

1

1

pengumpulan data primer dan pengumpulan data aktif dengan wawancara langsung kepada responden.Teknik Pengumpulan Sampel Sampel penelitian untuk mengetahui hubungan iklim mikro terhadap intensitasserangan penyakit layu Fusarium yakni seluruh tanaman pisang barangan di kelima desa di KecamatanSTM Hilir. Sampel penelitian untuk keadaan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat diambil dengan caramemilih 8 orang informan dari 25 orang peserta SLPHT Jumlah sampel sebanyak 30 % dari jumlah pesertaSLPHT dan dipilih secara acak (random sampling). Analisis Data Analisis yang digunakan untuk mengetahuihubungan iklim mikro terhadap serangan penyakit layu Fusarium yakni Korelasi Parametrik PearsonProduct Moment dengan menggunakan SPSS 13 (Sarwono, 2006). 422

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

1. Identifikasi Dampak dilakukan metode survei secara desktiptif melalui wawancara terhadap alumnipeserta SLPHT pada Tahun 2003. 2. Matriks Sederhana dampak lingkungan pada identifikasi dampak diberitanda positif (+) dan untuk dampak negatif diberi tanda negatif (-) 3. Standar Skala Kualitas Lingkungandibuat dengan menggunakan dasar identifikasi kepentingan dampak (Tertera pada Kep. Men. KLH No.49/1997 (Lihat Tabel 11). 4. Tabel Matriks Evaluasi Dampak Standar Metode Leopold Dimodifikasi Dibuatdengan didasarkan oleh pengumpulan data primer serta pengumpulan data aktif melalui wawancara.Prakiraan dampak dalam bentuk nilai skala antara 1-5. Data yang diperoleh dimasukkan dalam matriksevaluasi dampak (Lihat Tabel 12). - Tabel Matriks Leopold dibuat dengan 5 tahap yakni: Tahap I (RLA):Ditentukan Rona Lingkungan Awal - Pada tabel S (nilai kualitas kondisi lingkungan) diperoleh analisiskegiatan terhadap nilai skala kualitas lingkungan (Lihat Tabel 12). - Pada tabel K (kepentingan komponenlingkungan) diperoleh dari skala penilaian kepentingan komponen lingkungan/skala (Lihat Tabel 11). Tabel 2:Skala Penilaian Kualitas Lingkungan (Fandelli, 1992) Macam Skala Besaran (%) Tafsiran KeadaanKomponen 1 1-20 Sangat buruk Lingkungan 2 21-40 Buruk 3 41-60 Sedang 4 61-80 Baik Kepentingankomponen lingkungan Keadaan kualitas lingkungan 5 81-100 Baik 1 1-20 Kurang penting 2 21-40 Cukuppenting 3 41-60 Penting 4 61-80 Lebih penting 5 81-100 Sangat penting 1 1-20 Sangat buruk 2 21-40 Buruk3 41-60 Sedang 4 61-80 Baik 5 81-100 Sangat baik Tafsiran dampak 1 1-20 Dampak sangat kecil 2 21-40Dampak kecil 3 41-60 Dampak sedang 4 61-80 Dampak besar 5 81-100 Dampak sangat besar 423

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tahap II (Aktivitas): Ditentukan skala pada aktivitas pra- kegiatan SLPHT, Kegiatan SLPHT, dan Pasca-kegiatan SLPHT (Sesuai Tabel 12) berdasarkan hasil interview kepada responden. Tahap III (Evaluasi):Ditentukan Tabel ke-1 evaluasi di peroleh dari: - Dijumlahkan nilai skala dari tahap Pra-kegiatan SLPHT,SLPHT dan Pasca-kegiatan SLPHT. - Untuk Tabel ke-2 evaluasi diperoleh dari: Total maximum skalakualitas lingkungan total aktivitas Σ (5x12) Caranya: dikalikan nilai kualitas skala (5) dengan Jumlah aktivitas(kegiatan) = (12) Σ (5 x 12) = 60 - Untuk Tabel ke-3 evaluasi diperoleh dari: 100 % x Tabel ke-1 evaluasi:Tabel ke-2 evaluasi - Untuk Tabel ke-4 evaluasi diperoleh dari: Nilai kualitas lingkungan sesuatu parameter(skala) setelah selesai kegiatan, Caranya: diperkirakan nilai skala kegiatan pada tahun 2007 (sesudahaktivitas Pasca-SLPHT). - Untuk Tabel ke-5 besaran dampak diperoleh dari Tabel ke- 4 evaluasi dikurangTabel S. Tahap IV (Besaran Dampak): ditentukan besaran dampak dengan mengacu pada perhitungan:Penjelasan: Panjang kelas skala = 5 kelas Rumus: Panjang kelas = Nilai max – Nilai min/panjang kelasPanjang Kelas = 5 -1 / 5 = 0.8 (Lihat Tabel 3). Tabel 3: Skala tingkat besaran dampak untuk 5 kriteria(Fandelli, 1992) Besaran Dampak Tingkat Besaran Dampak > 4.4 – 3.6 5 3.5 – 2.7 4 2.6 – 1.8 3 1.7 – 0.9 20.8 – 0 1 Tahap V (Derajat Kepentingan Dampak): Ditentukan derajat pentingnya dampak dengan mengacupada: - Perhitungan: Panjang kelas = 7 kelas Rumus panjang kelas = Nilai max – Nilai min / panjang kelasPanjang kelas = 7 – 1 / 7 = 0.85 (Kep. Bapedal No. 56/1994) (Lihat Tabel 4). 424

Page 236: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 236/395

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tabel 4: Skala Tingkat Kepentingan Dampak untuk 7 kriteria (Fandelli, 1992) Besaran Dampak TingkatKepentingan Dampak > 6.55 – 5.7 7 5.6 – 4.75 6 4.65 – 3.8 5 3.7 – 2.85 4 2.75 – 1.9 3 1.8 – 0.95 2 0.85 – 01 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Daerah Penelitian Kabupaten Deli Serdang Kabupaten DeliSerdang dibagi menjadi 33 Kecamatan yang di dalamnya terdapat 20 Kelurahan dan 617 Desa Sentra, 7perwakilan kecamatan yaitu perwakilan Kecamatan Silindak di Kecamatan Bangun Purba dan perwakilanKecamatan Gunung Kelawas di Kecamatan Namorambe. Kabupaten Deli Serdang mempunyai luas wilayah4.397,94 km 2 atau 6,21 % dari luas Provinsi Sumatera Utara. Jumlah pertumbuhan dan kepadatanpenduduk di Kabupaten Deli Serdang menurut hasil sensus ekonomi Tahun 2006 (Anonim, 2006). DeskripsiDaerah Penelitian Kecamatan Sinemba Tanjung Muda a. Luas lahan irigasi (teknis, semi teknis dansederhana) 53.374 Ha b. Luas lahan non irigasi (tadah hujan, pasang surut dll) 33.021 Ha c. Produksi beras503.206 Ha d. Pencapaian tanaman-tanaman pangan dan palawija: - Padi sawah 92.261 Ha - Jagung 1.833Ha - Kedele 2.370 Ha - Ubi kayu 12.968 Ha - Lain-lain 7.033 Ha e. Komoditi unggulan: padi, jagung, jambuklutuk atau jambu biji, belimbing, pisang barangan, ubi kayu mangga, jeruk (Anonim, 2006). Iklim MikroDalam Hubungannya Dengan Penyakit Layu Fusarium Pada Tanaman Pisang Barangan Kecamatan STMHilir memiliki komoditas pertanian unggulan yakni buah pisang varietas barangan. Dalam budidaya pisangbarangan faktor lingkungan (kelembaban, suhu, cahaya, unsur hara dan air) sangat mempengaruhipertumbuhan buah-buahan normal (Yunasfi, 2002). Intensitas curah hujan yang tinggi menyebabkanperubahan iklim mikro yakni kelembaban tanah disekitar areal tanaman pisang barangan. Patogen penyakitlayu Fusarium dapat tumbuh dan berkembang pada kondisi tanah yang lembab. Hubungan iklim mikrodengan 425

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

perkembangan penyakit layu Fusarium pada tanaman pisang barangan pada Tahun 2001-2003. Tingginyacurah hujan mengakibatkan tanah menjadi lembab sehingga jumlah tanaman yang terserang penyakit layuFusarium semakin bertambah. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 7. Berdasarkan analisis uji korelasi (Sebesar0,534 dengan tingkat signifikan pada taraf 0,01 dan nilai r = 0,99), intensitas curah hujan yang tinggimenyebabkan bertambahnya jumlah tanaman terserang penyakit layu Fusarium. Kondisi tanah yanglembab menyebabkan tanaman pisang menjadi rentan (mudah terserang penyakit) terhadap patogen jamurFusarium oxysporum f.sp cubense (penyebab penyakit penting pada pisang barangan) (Semangun, 2000).Penyakit layu Fusarium merupakan salah satu penyakit penting yang berperan menurunkan jumlahtanaman dan produksi pisang di Indonesia. Tingginya curah hujan mengakibatkan perubahan iklim mikro(iklim disekitar tanaman) yakni kelembaban tanah (Semangun, 2000), pertumbuhan penyakit layu Fusariumdipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti kelembaban, air, suhu, cahaya dan unsur hara. Untukmengendalikan penyakit layu Fusarium di Kec. STM Hilir maka dilaksanakan kegiatan Sekolah LapangPengendalian Hama dan Penyakit Terpadu (SLPHT), pada Tahun 2003. Hasil kegiatan SLPHT telahmenghasilkan manfaat terhadap kelestarian tanaman pisang barangan. Hal ini dibuktikan dengan tidakadanya korelasi antara curah hujan dan jumlah tanaman terserang penyakit layu Fusarium pada periode2004-2006 yakni sesudah kegiatan SLPHT dilaksanakan (Tabel 8). Berdasarkan Tabel 8 berikut ini,diperoleh bahwa serangan penyakit layu Fusarium menurun disebabkan oleh aplikasi jamur Trichoderma sp( Tabel 8 & 9). Hal ini dibuktikan dengan hasil uji korelasi sebesar 0,261. Tabel 7: 426 Bulan IntensitasSerangan Penyakit Layu Fusarium Dengan Keadaan Curah Hujan Sebelum SLPHT Pada Tahun 2001 –2003 Tahun Jumlah Tanaman Terserang Penyakit Layu Sebelum SLPHT 2001-2003 Curah Hujan (mm)SLPHT 2001-2003 Jan 2001 6.200 19 Feb 2001 6.600 15 Mar 2001 8.200 11 Apr 2001 9.600 9 Mei 200110.200 12 Jun 2001 20.300 15 Jul 2001 23.500 17 Aug 2001 23.800 19 Sep 2001 22.200 21 Okt 200126.100 21 Nov 2001 29.700 23

Page 237: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 237/395

1

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Bulan Tahun Jumlah Tanaman Terserang Penyakit Layu Sebelum SLPHT 2001-2003 Curah Hujan (mm)SLPHT 2001-2003 Des 2001 26.600 23 Jan 2002 5.100 16 Feb 2002 6.100 13 Mar 2002 11.100 9 Apr 200210.300 8 Mei 2002 11.300 13 Jun 2002 37.400 15 Jul 2002 25.300 14 Aug 2002 18.800 12 Sep 200222.600 11 Okt 2002 23.700 12 Nov 2002 31.300 14 Des 2002 27.100 17 Jan 2003 3.300 6 Feb 2003 4.6005 Mar 2003 5.100 4 Apr 2003 8.200 10 Mei 2003 1.500 4 Jun 2003 5.300 9 Jul 2003 2.700 9 Aug 20033.300 11 Sep 2003 5.600 12 Okt 2003 6.800 17 Nov 2003 7.800 18 Des 2003 8.200 19 Petani pisangbarangan memperoleh Trichoderma dari Laboratorium Pengamat Hama dan Penyakit Tumbuhan, BalaiProteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura. Tabel 8: Intensitas Serangan Penyakit Layu Fusarium DenganKeadaan Curah Hujan Sesudah SLPHT Pada Tahun 2004 – 2006 Bulan Tahun Jumlah Tanaman TerserangPenyakit Layu Sesudah SLPHT 2004-2006 Curah Hujan (mm) SLPHT 2004-2006 Jan 2004 8.600 96 Feb2004 6.700 58 Mar 2004 5.200 28 Apr 2004 4.470 46 Mei 2004 5.000 28 Jun 2004 4.300 112 Jul 20044.300 98 Aug 2004 4.200 126 Sep 2004 3.500 148 Okt 2004 4.800 167 Nov 2004 6.000 288 Des 20045.800 265 Jan 2005 3.600 66 Feb 2005 4.060 42 427

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Bulan Tahun Jumlah Tanaman Terserang Penyakit Layu Sesudah SLPHT 2004-2006 Curah Hujan (mm)SLPHT 2004-2006 Mar 2005 11.060 69 Apr 2005 4.570 54 Mei 2005 3.160 112 Jun 2005 5.640 148 Jul2005 4.900 136 Aug 2005 6.320 167 Sep 2005 5.400 288 Okt 2005 5.700 194 Nov 2005 5.900 218 Des2005 6.700 236 Jan 2006 4.100 112 Feb 2006 4.800 86 Mar 2006 6.000 62 Apr 2006 5.700 32 Mei 20065.300 164 Jun 2006 5.720 198 Jul 2006 5.400 148 Aug 2006 5.500 176 Sep 2006 5.800 248 Okt 20067.400 188 Nov 2006 11.000 236 Des 2006 7.800 256 Kegiatan SLPHT memadukan sistem pengendaliankultur teknis dan biologis (penggunaan jamur Trichorderma sp). Pada perlakuan benih tanaman danpemupukan organik (kompos, pupuk kandang dan jamur Trichoderma sp) pada tanaman pisangmenyebabkan ketahanan tanaman meningkat. Hal ini disebabkan jamur Trichoderma sp dapat bertahanhidup pada tanah sekitar 18 bulan setelah aplikasi (Harman, 1976). Curah hujan yang tinggi tidakmengakibatkan pengaruh terhadap iklim mikro di sekitar areal pertanaman pisang. Hal ini disebabkanpengendalian biologis mampu memodifikasi faktor lingkungan seperti curah hujan dan kelembaban tanahsehingga tanaman menjadi sehat dan bebas dari serangan penyakit layu Fusarium. Kegiatan SLPHTmembawa dampak positif terhadap kesehatan tanaman, namun berdampak negatif pada aspek sosialbudaya (Suratmo, 2004). KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarikbeberapa kesimpulan sebagai berikut: Hubungan iklim mikro terhadap serangan penyakit layu Fusariumpada tanaman pisang barangan sebagai berikut: 428

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

a. Intensitas curah hujan yang tinggi sebelum SLPHT menyebabkan perubahan iklim mikro yaknikelembaban tanah sehingga jumlah tanaman yang terserang penyakit layu Fusarium bertambah tinggi. b.Intensitas curah hujan yang tinggi sesudah SLPHT tidak mengakibatkan pengaruh terhadap iklim mikrodisebabkan pengendalian biologis yang diterapkan SLPHT mampu memodifikasi faktor lingkungan seperticurah hujan dan kelembaban tanah. c. Kegiatan SLPHT membawa dampak positif terhadap kesehatantanaman pisang barangan di Kecamatan STM Hilir, Kabupaten Deli Serdang. DAFTAR PUSTAKAAltomare.C., Norvell. W.A., Bjorkman, T. and Harman. G.E. 1999. Solubilization of Phosphates andMicronutrients by The Plant- Growth-Promoting and Control Fungus Trichoderma harzianum Rifai 1295-22

Page 238: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 238/395

1

1

Environmental Microbiology, 65 (7): 2926. [Anonim]. 2006. Sistem Informasi Agribisnis. Kabupaten DeliSerdang 1-13. http://www.deptan.go.id/sipoa/sumut/deliserdang/index.htm [1 Juli 2006] [Anonim]. 2005.Penyakit Panama http://jel.ipb.ac.id/agrinetmedia/modul//serverpisang /PANAM Html [1 Juli 2006] [Anonim].2002. Project Farmers Field School. Ecological Agriculture at The Environmental Education Centre PPLHSeloliman, East Java. Indonesia. 1-2. www.paneco.ch [1Juli 2006] [Anonim]. 2000. MengembangkanPenyuluhan Pertanian Partisipasif. Ringkasan. 1-3. http://www.delivery.org/guidelines/implementation/ig 5sum maryi.htm [1 Juli 2006] Constantinides, L.N dan Hugh, M. J. J. 2003. Pest Management Strategic Plantfor Banana Production in Hawai. Appropriate Technology, 6 : 1-71. Daniel. M, Darmawati dan Nieldalifia.2006. Participatory Rural Appraisal. Pendekatan Efektif Mendukung Penerapan Penyuluhan Partisipatifdalam Upaya Percepatan Pembangunan Pertanian. Penerbitan Bumi Aksara, Jakarta. Dinas PertanianProvinsi Sumatera Utara. 1990. Petunjuk Intensifikasi Pertanian Tanaman Pangan. Provinsi SumateraUtara, Medan. T.A. 1990/1991. 429

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Fandelli. C. 1992. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Prinsip Dasar dan Penerapannya dalamPembangunan. Liberty, Yogyakarta. Fravel. D., Olivain. C. and Alabouvette.C. 2003. Fusarium oxysporumand its biocontrol. New Phytologis, 157 : 493. Gallagher, K. D. 2000. Farmer Education for IPM. Fao-Rome,Italy. 1- 6. Girsang. H.R. 2005. Uji Antagonisme. Beberapa Jamur Tanah Terhadap Penyakit Fusariumoxysproum f.sp cubene Penyakit Layu Fusarium Pada Tanaman Pisang Barangnan (Musa sp). Dilaboratorium. Fakultas Pertanian. Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan. Universitas Sumatera Utara,Medan. Gold. C.S. 1999. Biology and Integrated Pest Management of Banana Weevil. CosmopolitiesSordidus (Germar). International Institute of Tropical Agriculture. Kampala, Uganda. Advancing Banana andPlantain R & D in Asia and The Pacific. 10 : 23-28. Habazar. T. 2006. Pemanfaatan dan PengembanganPengendalian Hayati. Makalah Pemasyarakatan Teknologi Pengendalian Hama Terpadu (PHT), Padang.Hadi. S.P. 2003. Aspek Sosial AMDAL. Sejarah, Teori, Jenis dan Metode. UGM Press, Yogyakarta. Harman.G.E. 1976 Trichoderma spp. including T. harzianum, T. viridae, T.koningii, T. hamatum and other spp.Deuteromycetes, Moniliales (Asexual Classification System). Biological Control, 2 (14456) : 1-9. Harman.G.E., Howell. GR., Viterbo. A., Chet. I and Lorito, M. 2004. Trichoderma Spesies Oppurtunistic AvirulentPlant Symbionts. Nature Reviews Microbiology, 2 : 40-48. Hasibuan. 2003. Pengaruh DesentralisasiPenyuluhan Pertanian Terhadap Pengelolaan Lingkungan Pertanian. di Balai Penyuluhan Pertanian KualuhSelatan Kec. Kualuh Selatan Kab. Labuhan Batu. Sekolah Pasca Sarjana. Universitas Sumatera Utara,Medan. Howell, C.R. 2003. Mechanisms Employed by Trichoderma species in The Biological Control ofPlant Disease : The History and Evaluation of Current Concepts. Plant Disease, 87 (1) : 1-10. Mukherjee.P.K. and Raghu. K., 1997. Effect of Temperature on Antagonistic and Biocontrol Potential of Trichoderma spon Sclerotium Rolfsii. Mycopathologia, 139 : 151-155. Perman. R.Y. dan Gilvray. M.J. 1996. NaturalResource and Environmental Economics. Longman Singapore dalam Buku 430

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Teori dan Aplikasi . Oleh Fauzi A. 2004. PT. GramediaPustaka Utama, Jakarta. Poerwanto, R., Kuntarsih. S., Sobir, Herdrajat., Simanjuntak. H., Saptiati. A.,Husni. I dan Roganda. A. 2004. Standar Prosedur Operasional (SPO) Pisang Barangan Kabupaten DeliSerdang. Direktorat Tanaman Buah, Jakarta. Pontius, J.R., Dilts, dan Bartlett. A. 2002. From Farmer FieldSchool to Community IPM : Ten Years of IPM Training in Asia, Bangkok : Food and Agricultural Organizationof the United Nations. Regional Office for Asia and The Pacific. Rangkuti A.Z. 2000. Uji AntagonismeTrichoderma koningii dan Gliocladium virens Terhadap Penyakit Layu Fusarium (Fusarium oxysporum f.spcubense) Pada Beberapa Varietas Tanaman Pisang (Musa paradisiaca). Fakultas Pertanian. Jurusan Ilmu

Page 239: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 239/395

1

1

Hama dan Penyakit Tumbuhan. Universitas Sumatera Utara, Medan. Sarwono, J. 2006. Analisis DataPenelitian Menggunakan SPSS 13. Andi Office. Yogyakarta. Semangun. H., 2000. Penyakit-PenyakitTanaman Hortikultura di Indonesia. UGM Press, Yogyakarta. Shoresh. M., Leibman. D and Chet. I. 2006.Characterization of a Mitogen-Activated Protein Kinase Gene form Cucumber Reguired for Trichoderma-Conferred Plant Resistance. Plant Physiology. 142 : 1169-1179. Suhaidi, I. 2003. Pengaruh PencelupanBenlate dan Pelapisan Lilin Terhadap Mutu Buah Pisang Barangan Selama Penyimpanan. FakultasPertanian. Jurusan Teknologi Pertanian. Universitas Sumatera Utara. USU Digital Library.www.libraryusu.com [1 Mei 2007]. Suhardiman. P. 1997. Budi Daya Pisang Cavendish. Kanisius,Yogyakarta. Supardi, I. 1994. Lingkungan Hidup Kelestariannya. Edisi ke-2. Cetakan I. Penerbit Alumni,Bandung. Suratmo. G. 2004. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. UGM Press, Yogyakarta. Tanjung.M.B. 2000. Uji Anagonisme. Trichoderma koningii dan Glocladium sp Terhadap Penyakit Layu Panama(Fusarium oxysporum f.sp cubense) Pada Tanaman Pisang Barangan. Fakultas Pertanian. Ilmu Hama danPenyakit Tumbuhan. Universitas Sumatera Utara, Medan. Tarigan. R.K. 2003. Laporan KegiatanPengendalian Penyakit Fusarium Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) Pada TanamanPisang Barangan Tahun Anggaran 2003. Dinas 431

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Pertanian. Provinsi Sumatera Utara. UPT Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura, Medan. Untung,K. 2005. Pengelolaan Perlindungan Tanaman Secara Organik. Penebar Swadaya, Jakarta. Untung. K. 1993.Konsep dan Penerapan Pengendalian Hama Terpadu. Andi Office, Yogyakarta. Utama. I. 2006. Pendekatanbudaya Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah dalam Seminar Nasional “Budaya danLingkungan”. Prapat. Sumatera Utara. Kerjasama Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. BadanPengendalian Dampak Lingkungan Daerah dan Program Doktor. Pengelolaan Sumber Daya Alam danLingkungan. Sekolah Pasca Sarjana. Universitas Sumatera Utara, Medan. Wagiman, F.X. 2006.Pengendalian Hayati Hama Kutu Perisai Kelapa Dengan Predator Chilocorus politus. Gadjah MadaUniversity Press, Yogyakarta. 219. Waibel. H and Preneetratakul. S. 2001. A Socio-Economic Analysis ofFarmer Field Schoold (FFS) Implemented by The National. Program on Integrated Pest Management ofThailand. Appropriate Technology, 1: 20-26. Whitten. A. I. 1984. The Ecology of Sumatera. Diterjemahkanoleh Jazanul Anwar. SJ., Damanik. S dan OK N. Hisyam. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.Yunafsi. 2002. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit dan Penyakit yang disebabkanoleh Jamur. Fakultas Pertanian. Jurusan Ilmu Kehutanan. Universitas Sumatera Utara, Medan. 1-13.www.libraryusu.com [1 Mei 2007] Yurnaliza. 2002. Senyawa Khitin dan Kajian Aktivitas Enzim MikrobialPendegradasinya. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Program Studi Biologi. UniversitasSumatera Utara, Medan. USU Digital Library. www.libraryusu.com [1 Mei 2007]. 432

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

PENAPISAN BERBAGAI VARIETAS UNTUK MENDUKUNG PENINGKATAN PRODUKSI KEDELAI DILAHAN SALIN Nini Rahmawati dan Rosmayati Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian USUAbstrak Penelitian ini bertujuan untuk Untuk mengetahui varietas kedelai yang dapat tumbuh danberproduksi di lahan salin. Penelitian dilaksanakan di Desa Tanjung Rejo Kecamatan Percut Sei TuanKabupaten Deli Serdang dengan DHL 5,9 mmhos/cm dan pH 8,2 dan di Lahan Percobaan FakultasPertanian Universitas Islam Sumatera Utara sebagai data pembanding. Penelitian ini menggunakanRancangan Acak Kelompok (RAK) non faktorial yang terdiri dari 20 varietas yaitu Detam 1, Detam 2,Anjasmoro, Cikuray, Sibayak, Ratani, Ijen, Kaba, Wilis, Bromo, Burangrang, Tanggamus, Gumitir,Argomulyo, Sinabung, Panderman, Malabar, Grobogan, Seulawah dan Kawi. Hasil pengamatan diujidengan analisis (sidik) ragam dan uji lanjut DMRT. Parameter yang diamati adalah bobot kering tajuk dan

Page 240: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 240/395

1

1

akar, luas daun, jumlah klorofil, jumlah stomata, ketebalan kutikula, produksi per tanaman dan nilaiheritabilitas. Hasil penelitian menunjukkan Varietas kedelai menunjukkan respon pertumbuhan dan produksiyang nyata terhadap cekaman salinitas, yaitu pada bobot kering akar, bobot kering tajuk, luas daun,ketebalanl kutikula, jumlah klorofil, dan produksi per tanaman. Varietas Grobogan, Anjasmoro, dan Bromomerupakan vaarietas yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai varietas yang toleran terhadapcekaman salinitas. Nilai duga heritabilitas komponen hasil menunjukkan nilai yang tinggi sehinggaberpotensi untuk dikembangkan pada tahap seleksi berikutnya. Kata kunci : lahan salin, kedelai, penapisanPendahuluan Pemanasan global (global warming) pada dasarnya merupakan fenomena peningkatantemperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (greenhouse effect) yangdisebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas gas rumah kaca terperangkap dalam atmosfer bumi. Berbagailiteratur menunjukkan kenaikan temperatur global termasuk Indonesia yang terjadi pada kisaran 1,5 – 40°Cpada akhir abad 21. Pemanasan global mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi lingkungan bio-geofisik, antara lain naiknya permukaan air laut. 433

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Dampak kenaikan paras muka air laut bagi pertanian terutama adalah terjadinya intrusi air laut di lahanpertanian mengakibatkan kandungan garam salinitas tanah meningkat. Kondisi ini mendorong semakin luaslahan pertanian yang meningkat kadungan garamnya terutama yang terletak di sekitar wilayah pesisir. Saatini pemanfaatan lahan salin yang tergolong lahan marginal untuk meningkatkan produksi pangan diIndonesia telah banyak dilakukan, termasuk untuk budidaya kedelai. Tanah salin adalah salah satu lahanyang belum dimanfaatkan secara luas untuk kegiatan budidaya tanaman, hal ini disebabkan adanya efektoksik dan peningkatan tekanan osmotik akar yang mengakibatkan terganggunya pertumbuhan tanaman(Slinger and Tenison, 2005). Ada beberapa usaha untuk melakukan budidaya di lahan salin antara laindengan menanam varietas kedelai yang toleran terhadap salinitas. Upaya penggunaan kultivar toleran salinhingga saat ini masih terkendala oleh terbatasnya ketersediaan kultivar kedelai unggul berdaya hasil tinggidan toleran salin. Sumbangan inovasi teknologi hasil penelitian berupa varietas unggul baru spesifik lokasimerupakan andalan untuk meningkatkan produksi baik melalui program peningkatan produktivitas maupunperluasan areal. Fokus penelitian melestarikan dan mendayagunakan plasma nutfah tanaman kedelai gunamenopang kegiatan pemuliaan berkelanjutan dan produktif menghasilkan varietas unggul baru(Simatupang, dkk, 2005). Penanaman varietas kedelai yang toleran di lahan salin, merupakan salah satualternatif dalam pengembangan dan peningkatan budidaya pertanaman kedelai. Sumber ketahananterhadap salinitas pada kedelai sampai saat ini sangat terbatas sehingga perbaikan untuk karakter tersebutdilakukan melalui metode seleksi berbagai varietas kedelai di lapangan. Metode ini telah digunakan untukmeningkatkan sifat resistensi pada beberapa jenis tanaman, baik cekaman biotik maupun abiotik (Mariska,dkk (2004); Sutjahjo, 2006). Studi mengenai respon tanaman terhadap salinitas penting dalam usaha teknikpenapisan tanaman yang efektif. Penapisan dapat dilakukan pada di lapangan maupun secara kulturjaringan. Penapisan di lahan salin dapat digunakan untuk melihat pengaruh salinitas terhadap prosesfisiologis, morfologi dan pertumbuhan tanaman. Dengan penapisan varietas kedelai ini akan diperoleh datamengenai varietas yang toleran terhadap salinitas. Data ini akan mendukung pengembangan kedelai padalahan salin yaitu dengan memberikan rekomendasi pemilihan varietas kedelai yang paling tepat sesuaidengan tingkat salinitas lahan. 434

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Bahan dan Metode Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tanjung Rejo Kecamatan Percut Sei TuanKabupaten Deli Serdang, dengan ketinggian 5 m dpl (DHL 5,9 mmhos/cm, pH 8,2) dan di Lahan PercobaanFakultas Pertanian Universitas Islam Sumatera Utara dengan ketinggian tempat 25 m dpl (data pembanding

Page 241: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 241/395

1

1

di lahan dengan kondisi optimal) dilaksanakan pada bulan Februari 2010 hingga bulan Mei 2010. Penelitianini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) non faktorial yang terdiri dari 20 varietas yaitu Detam1, Detam 2, Anjasmoro, Cikuray, Sibayak, Ratani, Ijen, Kaba, Wilis, Bromo, Burangrang, Tanggamus,Gumitir, Argomulyo, Sinabung, Panderman, Malabar, Grobogan, Seulawah dan Kawi. Hasil pengamatandiuji dengan analisis (sidik) ragam dan uji lanjut DMRT. Parameter yang diamati adalah bobot kering tajukdan akar, luas daun, jumlah klorofil, jumlah stomata, ketebalan kutikula, produksi per tanaman dan nilaiheritabilitas. Hasil Tabel 1. menunjukkan varietas berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar dan bobotkering tajuk baik pada pertanaman di lahan salin maupun lahan optimal. Pada lahan salin, bobot kering akaryang tetinggi adalah pada varietas Grobogan (0,21 g) dan yang terendah pada varietas Wilis (0,08 g).Sedangkan pada lahan optimal, bobot kering akar yang tertinggi adalah pada varietas Sibayak (0,86 g) danyang terendah pada varietas Kaba (0,42 g). Dari data tersebut dapat diketahui terjadi penurunan sebesar75,58% pada bobot kering akar tertinggi jika dibandingkan pertanaman pada lahan salin dan lahan optimal.Sedangkan di lahan salin, bobot kering tajuk yang tertinggi adalah pada varietas Grobogan (0,43 g) danyang terendah pada varietas Burangrang (0,25 g). Pada lahan optimal varietas Ratai memiliki bobot keringtajuk tertinggi yaitu 7,73 dan yang terendah pada varietas Kaba (4,60 g). Penurunan bobot kering tajuktertinggi sebesar 94,44% jika dibandingkan pertanaman pada lahan salin dan lahan optimal. Varietas jugaberpengaruh nyata terhadap luas daun dan jumlah klorofil di lahan salin dan lahan dengan kondisi optimal(Tabel 2.). Pada budidaya kedelai di lahan salin varietas Tanggamus memiliki daun yang terluas yaitu 96,63cm 2 dan luas daun terkecil adalah pada varietas Grobogan yaitu 65,39 cm 2 . Di lahan dengan kondisioptimal, varietas Sibayak mempunyai luas daun yang terbesar yaitu 190,47 cm 2 dan luas daun terkecilpada varietas Kaba yaitu 94,03 cm 2 . Jika dibandingkan luas daun kedelai yang ditanam pada lahan salindengan lahan optimal maka ada penurunan luas daun sebesar 63,67%. 435

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tabel 1. Bobot Kering Akar (g) dan Daun (g) Beberapa Varietas Kedelai di Lahan Salin dan Optimal VarietasLahan Salin Lahan Optimal Bobot kering akar Bobot Kering tajuk Bobot kering akar Bobot Kering tajukDetam 1 0.14 bc 0.37 abc 0.61 cdef 6.89 ab Detam 2 0.17 b 0.39 ab 0.73 abc 6.56 abc Anjasmoro 0.20 a0.42 a 0.62 cde 6.90 ab Cikuray 0.16 b 0.37 abc 0.47 ef 5.02 cd Sibayak 0.14 bc 0.36 abc 0.86 a 7.24 aRatai 0.09 de 0.27 cd 0.72 abc 7.37 a Ijen 0.09 de 0.34 abcd 0.61 cdef 6.47 abcd Kaba 0.09 de 0.31 bcd0.42 f 4.60 d Wilis 0.08 e 0.31 bcd 0.68 bcd 7.14 ab Bromo 0.16 b 0.38 abc 0.70 abcd 5.92 abcdBurangrang 0.09 de 0.25 d 0.59 cdef 5.49 bcd Tanggamus 0.12 cd 0.33 abcd 0.82 ab 7.02 ab Gumitir 0.11de 0.28 cd 0.67 bcde 6.91 ab Argomulyo 0.08 e 0.30 bcd 0.59 cdef 5.99 abcd Sinabung 0.12 cd 0.27 cd0.52 def 6.53 abc Panderman 0.12 cd 0.33 cd 0.71 abcd 7.16 ab Malabar 0.11 de 0.30 abcd 0.62 cde 6.54abc Grobogan 0.21 a 0.43 a 0.62 cde 6.62 abc Seulawah 0.10 de 0.26 d 0.73 abc 7.02 ab Kawi 0.11 de 0.27cd 0.62 cde 5.84 abcd Keterangan : huruf yang sama menunjukkan angka tersebut tidak berbeda nyatapada taraf α =0,05 (atau 5%) Tabel 2. Luas Daun (cm 2 ) dan Jumlah Klorofil (unit/6 mm 3 ) BeberapaVarietas Kedelai di Lahan Salin dan Optimal Varietas Lahan Salin Lahan Optimal Luas Daun Jumlah LuasDaun Jumlah Klorofil Klorofil Detam 1 73.50 bcd 36.58 f 138.94 bcdef 37.48 ef Detam 2 71.01 cd 38.35 d139.49 bcdef 40.20 cde Anjasmoro 65.53 d 40.48 b 184.64 ab 42.61 abcd Cikuray 77.31 bcd 36.86 e 177.67abc 40.08 def Sibayak 87.26 abc 33.27 g 190.47 a 39.97 def Ratai 81.82 abcd 31.47 j 117.03 def 40.56bcde Ijen 90.12 abc 31.88 h 99.87 ef 38.31 ef Kaba 91.94 abc 31.25 l 94.03 f 36.58 f Wilis 89.78 abc 31.93h 152.25 abcde 38.59 ef Bromo 71.26 cd 40.16 c 112.63 def 37.47 ef Burangrang 93.91 ab 30.70 n 146.51abcdef 43.53 abc Tanggamus 96.63 a 31.35 jk 121.94 def 40.56 bcde Gumitir 83.86 abcd 31.86 h 126.75cdef 45.33 a Argomulyo 83.45 abcd 30.90 m 149.60 abcde 40.27 cde Sinabung 91.98 31.44 jk 117.89 def40.01 def 436

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 242: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 242/395

1

1

Varietas Lahan Salin Lahan Optimal Luas Daun Jumlah Luas Daun Jumlah Klorofil Klorofil abcd Panderman78.59 bcd 31.14 lm 116.96 def 44.39 a Malabar 74.42 bcd 31.28 kl 133.78 cdef 37.19 ef Grobogan 65.39 d42.48 a 160.98 abcd 43.74 ab Seulawah 82.86 abcd 31.62 i 138.77 bcdef 39.94 def Kawi 79.71 bcd 31.00 m107.62 ef 36.54 f Keterangan : huruf yang sama menunjukkan angka tersebut tidak berbeda nyata padataraf α =0,05 (atau 5%) Dari Tabel 2. juga diketahui bahwa terjadi penurunan jumlah klorofil pada berbagaivarietas kedelai yang ditanam pada lahan salin. Jumlah klorofil yang tertinggi pada lahan salin adalah padavarietas Grobogan 42,48 unit/6 mm 3 , sedangkan pada lahan optimal jumlah klorofil yang tertinggi padavarietas 44,39 unit/6 mm 3 . Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah stomata pada daun kedelai yang ditanamdi lahan salin juga lebih rendah dibandingkan dengan jumlah stomata di lahan optimal. Jumlah stomatayang terbanyak di lahan salin adalah pada varietas Tanggamus yaitu 294,67 stomata/mm 2 dan yangterendah pada varietas Grobogan 65,39 stomata/mm 2 . Jumlah stomata paling banyak pada kedelai yangditanam pada lahan optimal pada varietas Detam 1, Bromo dan Grobogan masing-masing 303,67stomata/mm 2 sedangkan varietas Ratai 296,00 stomata/mm 2 . Tabel 3 juga menunjukkan pada lahansalin, varietas kedelai yang memiliki daun pada tebal adalah pada varietas Grobogan yaitu 3,18 μm jikadibandingkan dengan ketebalan kutikula varietas Grobogan pada lahan optimal terdapat peningkatanketebalan kutikula sebesar 27,2%. Sedangkan pada lahan optimal, daun kedelai yang memiliki kutikulapaling tebal adalah pada varietas Anjasmoro yaitu 2,50 μm jika dibandingkan dengan ketebalan kutikulavarietas Anjasmoro pada lahan optimal terdapat penurunan sebesar 19,6%. Tabel 3. Jumlah Stomata(stomata/mm 2 ) dan Ketebalan Kutikula (μm) Beberapa Varietas Kedelai di Lahan Salin dan OptimalVarietas Lahan Salin Lahan Optimal Jumlah Stomata Ketebalan Kutikula Jumlah Stomata KetebalanKutikula Detam 1 262.00 2.73 bc 303.67 2.42 abc Detam 2 258.00 2.90 abc 300.67 2.47 ab Anjasmoro244.00 2.99 ab 301.67 2.50 a Cikuray 275.67 2.96 abc 302.67 2.47 ab Sibayak 274.33 2.34 d 301.00 2.41abc Ratai 274.33 2.25 d 296.00 2.41 abc Ijen 275.67 2.27 d 302.00 2.40 abc 437

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Kaba 283.00 2.24 d 300.00 2.37 abc Wilis 279.33 2.32 d 300.67 2.38 abc Bromo 258.00 2.97 ab 303.672.47 ab Burangrang 294.67 2.00 d 296.67 2.26 c Tanggamus 283.67 2.31 d 300.67 2.26 c Gumitir 273.332.65 c 300.00 2.44 abc Argomulyo 291.33 2.31 d 299.00 2.29 bc Sinabung 280.67 2.30 d 300.00 2.29 bcPanderman 283.67 2.28 d 301.67 2.29 bc Malabar 279.33 2.24 d 301.33 2.28 bc Grobogan 251.33 3.18 a303.67 2.50 a Seulawah 279.67 2.30 d 296.67 2.26 c Kawi 267.00 2.20 d 300.00 2.26 c Keterangan : hurufyang sama menunjukkan angka tersebut tidak berbeda nyata pada taraf α =0,05 (atau 5%) Pada Tabel 4,diketahui bahwa pada lahan salin varietas yang mampu berproduksi hanya tiga varietas yaitu Anjasmoro,Bromo dan Grobogan. Varietas Grobogan memiliki produksi per tanaman tertinggi di lahan salin yaitu 1,98g. Sedangkan di lahan optimal, semua varietas mampu berproduksi. Produksi tertinggi adalah pada varietasSeulawah yaitu 15,89 g. Tabel 4. Produksi per Tanaman (g) Beberapa Varietas Kedelai di Lahan Salin danOptimal Varietas Lahan Salin Lahan Optimal Detam 1 0 c 13.15 abcde Detam 2 0 c 10.49 def Anjasmoro1.21 b 14.01 abcd Cikuray 0 c 10.33 def Sibayak 0 c 14.98 abc Ratai 0 c 11.95 bcdef Ijen 0 c 11.88 bcdefKaba 0 c 8.00 f Wilis 0 c 13.47 abcd Bromo 1.18 b 10.73 cdef Burangrang 0 c 15.09 ab Tanggamus 0 c 8.60ef Gumitir 0 c 10.43 def Argomulyo 0 c 14.28 abcd Sinabung 0 c 11.08 bcdef Panderman 0 c 13.38 abcdMalabar 0 10.28 def Grobogan 1.98 a 9.28 ef Seulawah 0 c 15.89 a Kawi 0 c 10.88 cdef Keterangan : hurufyang sama menunjukkan angka tersebut tidak berbeda nyata pada taraf α =0,05 (atau 5%) 438

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tabel 5. Nilai Duga Heritabilitas Masing-Masing Karakter Lahan Salin Lahan Optimal Karakter Nilai DugaNilai Duga Kriteria Heritabilitas Heritabilitas Kriteria Bobot kering akar 0.801 Tinggi 0.707 Tinggi Bobotkering tajuk 0.342 Sedang 0.478 Sedang Luas daun 0.266 Sedang 0.628 Tinggi Jumlah klorofil 0.943 Tinggi

Page 243: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 243/395

1

0.830 Tinggi Jumlah stomata 0 Rendah 0 Rendah Ketebalan kutikula 0.802 Tinggi 0.493 Sedang Produksiper tanaman 0.923 Tinggi 0.633 Tinggi Nilai duga heritabilitas pada karakter bobot kering akar, jumlahklorofil, dan produksi per tanaman baik pada lahan salin maupun lahan optimal memiliki kriteria tinggi,sedangkan bobot kering tajuk memiliki nilai duga heritabilitas sedang. Jumlah stomata memiliki nilai dugaheritabilitas rendah, baik pada kedelai yang ditanam pada kondisi salin maupun kondisi lahan optimal.Pembahasan Dua puluh varietas kedelai yang diuji pada penelitian ini menunjukkan pengaruh yangberbeda-beda terhadap peubah amatan yang diteliti. Kondisi lingkungan sangat mempengaruhi respontanaman, baik kondisi tanah maupun iklim. Lahan penelitian dengan tingkat salinitas yang tinggi (DHL 5,9mmhos/cm) menyebabkan pertumbuhan dan produksi tanaman terganggu. Hal ini dapat dilihat dari bobotkering akar dan bobot kering tajuk tanaman yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan kedelai yangditanam pada tanah dengan kondisi optimal. Pada kondisi salin tanaman kedelai akan mengalamimengalami keracunan Na dan Cl. Noor (2004) menyatakan bahwa kelarutan garam yang tinggi dapatmenghambat penyerapan air dan hara oleh tanaman, seiring terjadinya peningkatan tekanan osmotik.Sipayung (2003) juga menyatakan bahwa salinitas menekan proses pertumbuhan tanaman dengan efekyang menghambat pembesaran dan pembelahan sel, produksi protein serta penambahan biomassatanaman. Penurunan bobot kering akar dan tajuk cenderung lebih besar pada tanaman yang sensitif padakondisi salin, sedangkan varietas yang toleran penurunan bobot kering akar dan tajuk tidak terlalu besar.Varietas kedelai yang menunjukkan pertumbuhan vegetatif yang lebih baik adalah Grobogan, Anjasmoro,Bromo, Detam 2 dan Cikuray. Mekanisme toleransi yang terjadi pada tanaman yang lebih toleran meliputimekanisme morfologi dan fisiologi, seperti terjadi luas daun mengecil, penebalan kutikula, jumlah stomatayang lebih sedikit dan jumlah klorofil yang semakin banyak. Varietas Grobogan, Anjasmoro dan Bromomerupakan varietas-varietas yang memiliki mekanisme 439

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

morfologi yang lebih baik dibandingkan dengan varietas-varietas lain yang lebih sensitif terhadap cekamansalinitas. Pada kondisi cekaman salinitas dan kandungan liat tanah yang tinggi, air akan diikat oleh liat dangaram sehingga air tidak tersedia bagi tanaman. Tanaman akan berusaha mengurangi kehilangan airmelalui transpirasi, salah satu mekanisme toleransi tanaman adalah dengan membentuk kutikula yang lebihtebal. Kramer (1963) menyatakan bahwa kekurangan air di dalam jaringan tanaman dapat disebabkan olehkehilangan air yang berlebihan pada saat transpirasi melalui stomata dan sel lain seperti kutikula ataudisebabkan oleh keduanya. Varietas Grobogan, Anjasmoro, Detam 2, Cikuray dan Bromo memiliki kutikulayang nyata lebih tebal dibandingkan dengan varietas lainnya. Courtois dan Lafitte (1999) menyatakanbahwa salah satu mekanisme ketahanan kekeringan adalah escape yang mempunyai lapisan kutikula yangtebal. Jumlah stomata pada varietas-varietas yang lebih toleran seperti Grobogan, Anjasmoro, Bromo,Detam 2 dan Cikuray juga cenderung lebih sedikit dibandingkan dengan varietas lain yang sensitif.Pengurangan jumlah stomata juga merupakan mekanisme toleransi tanaman untuk mengurangi jumlah airyang diuapkan dari jaringan tanaman. Mekanisme lain yang dilakukan oleh varietas kedelai yang lebihtoleran adalah membentuk daun yang lebih kecil. Pada penelitian ini terlihat bahwa varietas Grobogan danAnjasmoro secara nyata memiliki luas daun yang lebih kecil dibandingkan dengan varietas lain. Padakondisi cekaman garam yang umumnya diikuti dengan cekaman kekeringan, tanaman yang toleran akanmemperkecil luas daun untuk mengurangi penguapan. Pugnaire dan Pardos (1999) menyatakan bahwaadaptasi tanaman terhadap cekaman kekeringan antara lain dengan modifikasi daun yaitu mengurangi luasdaun. Jumlah klorofil varietas Grobogan , Anjasmoro, Bromo, Detam 2 dan Cikuray nyata lebih banyakdibandingkan varietas lain. Jumlah klorofil akan mempengaruhi kemampuan tanaman dalam berfotosintesis.Dalam kondisi cekaman salinitas, ketersediaan air berkurang sehingga konsentrasi ion Na dan Cl yangtertimbun di dalam jaringan tanaman akan meningkat dan meracuni tanaman (Bintoro, dkk, 1986). Hal inimenyebabkan serapan unsur nitrogen dan magnesium akan berkurang sehingga pembentukan klorofil jugaberkurang. Hal ini dapat ditandai dengan warna daun pucat karena kekurangan klorofil dan terjadi klorosispada daun akibatnya kemampuan berfoto sintesis menurun (Salisbury and Ross, 1995). Jika kemampuanfotosintesis menurun pembentukan karbohidrat terhambat, laju pertumbuhan dan 440

Page 244: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 244/395

1

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

akumulasi bahan kering akan menurun sehingga produksi biji juga menurun. Terganggunya prosesfotosintesis akan mempengaruhi produksi tanaman, baik kuantitas maupun kualitas hasil. Pada penelitianini, hanya tiga varietas yang mampu mencapai fase generatif sampai menghasilkan biji dengan kualitasyang beragam, yaitu varietas Grobogan, Anjasmoro, dan Bromo. Terlihat jelas bahwa potensi produksiketiga varietas tersebut yang ditanam di tanah salin jauh lebih kecil dibandingkan potensi produksinyaapabila dibudidayakan pada lahan mineral yang tidak mengalami cekaman. Walaupun demikian, diharapkankemampuan tanaman untuk berproduksi dapat ditingkatkan melalui tahapan seleksi pada masa yang akandatang melalui upaya- upaya pemuliaan tanaman. Sitompul dan Guritno (1995) juga menyatakan bahwaperbedaan susunan genetik merupakan salah satu penyebab keragaman penampilan tanaman. Keragamanpenampilan tanaman akibat susunan genetik selalu mungkin terjadi sekali pun bahan tanaman yangdigunakan berasal dari jenis yang sama. Karakter produksi/tanaman termasuk karakter yang memiliki nilaiduga heritabilitas yang tinggi. Hal ini menunjukan bahwa komponen hasil tersebut didominasi oleh faktorgenetik dibandingkan dengan lingkungan dan berpotensi untuk dikembangkan pada tahap seleksiberikutnya. Welsh (1991) menyatakan bahwa seleksi akan sangat efektif pada tanaman yang heritabilitastinggi. Tanaman yang heritabilitas tinggi akan mudah terlihat dalam populasi. Kesimpulan 1. Varietas kedelaimenunjukkan respon pertumbuhan dan produksi yang nyata terhadap cekaman salinitas, yaitu pada bobotkering akar, bobot kering tajuk, luas daun, ketebalan kutikula, jumlah klorofil, dan produksi per tanaman. 2.Varietas Grobogan, Anjasmoro, dan Bromo merupakan vaarietas yang berpotensi untuk dikembangkansebagai varietas yang toleran terhadap cekaman salinitas. 3. Nilai duga heritabilitas komponen hasilmenunjukkan nilai yang tinggi sehingga berpotensi untuk dikembangkan pada tahap seleksi berikutnya.Daftar Pustaka Bintoro, M.H., R. Arifah, dan Watiningsih. 1986. Pengaruh Penyiraman Larutan Garam NaClterhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung. IPB. Bogor. Kramer, P.J. 1963. Water stress and plant growth.Agronomic Jurnal 55 : 31 – 35. 441

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Mariska, I., E. Sjamsudin, D. Soepandie, S. Hutami, A. Husni, M. Kosmiatin, A. Vivi. 2004. PeningkatanKetahanan Tanaman Kedelai terhadap Aluminium Melalui Kultur In Vitro. Jurnal Litbang 23 (2) : 46-52. Noor,M. 2004. Lahan Rawa, Sifat dan Pengelolaan Tanah Bermasalah Sulfat Masam. Raja Grafindo Persada.Jakarta Pugnaire, F.I. and J. Pardos. 1999. Constrain by Water Stress on Plant Growth. In Passarakli, M(ed) Hand Book of Plant and Crop Stress. John Wiley an Sons. New York . Salisbury, F.B. dan C.W. Ross.1995. Fisiologi Tumbuhan (terjemahan D.R. Lukman dan Sumartono). ITB. Bandung. Simatupang, P.,Marwoto, dan D.K.S. Swastika. 2005. Pengembangan Kedelai dan Kebijakan Penelitian di Indonesia.Lokakarya Pengembangan Kedelai di Lahan Suboptimal. BALITKABI Malang. Sipayung, R. 2003. StresGaram Dan Mekanisme Toleransi Tanaman. Fakultas Pertanian Jurusan Budidaya Pertanian UniversitasSumatera Utara, Medan. Digitazed by usu digital library Sitompul, S.M dan B. Guritno. 1995. AnalisisPertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Slinger, D. and Tenison, K. 2005.Salinity Glove Box Guide - NSW Murray and Murrumbidgee Catchments. An initiative of the Southern SaltAction Team, NSW Department of Primary Industries. Sutjahjo, S.H. 2006. Seleksi in Vitro untukKetenggangan terhadap Aluminium pada Empat Genotipe Jagung. Jurnal Akta Agrosia 9 (2) : 61-66. Welsh,J.R. 1991. Dasar-Dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Terjemahan J.P. Mogea. Erlangga. Jakarta. 442

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 245: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 245/395

1

IMPLEMENTASI GAP PADA JERUK SIAM MADU UNTUK MENGHASILKAN BUAH BERMUTU, AMANDIKONSUMSI DAN BERWAWASAN LINGKUNGAN Palmarum Nainggolan dan Dorkas Parhusip BalaiPengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara Jl. Jenderal A.H. Nasution No. 1B Medan (20143) AbstrakJeruk siam madu (Citrus suhuniensis L. Tan) merupakan salah satu varietas jeruk siam yang dibudidayakandi dataran tinggi Sumatera Utara. Buah jeruk ini memiliki atribut rasa manis, kulit buah warna kekuninganhingga oranye, kulit mudah dikupas, serat halus, kandungan air tinggi, dan daya simpan agak lama.Terbatasnya lahan untuk budidaya buah-buahan di satu pihak dan peningkatan permintaan di lain pihak,sehingga menimbulkan eksploitasi lahan dan aplikasi teknologi oleh produsen yang hanya berprinsip padakepentingan ekonomi semata. Akibatnya lahan kritis meningkat dan terjadi pencemaran lingkungan,sehingga mengancam keberlanjutan budidaya di masa mendatang. Penggunaan pupuk yang sangat tinggiserta aplikasi pestisida sering berlebihan berpengaruh pada mutu buah dan juga mempercepat kerusakanlingkungan. Kementerian Pertanian telah menyusun panduan budidaya yang baik (Good AgriculturalPractices) untuk tanaman buah- buahan dan Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk jeruk siam madu.Implementasi budidaya jeruk siam madu berdasarkan GAP dan SOP diharapkan akan menghasilkan buahPrima-3 (aman dikonsumsi), Prima-2 (aman dikonsumsi dan bermutu baik) dan Prima-1 (super). Teknologibudidaya yang harus diterapkan digolongkan atas : 1) wajib dilaksanakan, 2) sangat dianjurkan dan 3)dianjurkan. Katakunci : Citrus suhuniensis L. Tan, GAP, SOP, mutu buah, berwawasanlingkunganPENDAHULUAN Posisi bisnis perjerukan Indonesia dalam lima tahun terakhir berkembang pesat, dan padatahun 2006 telah memasuki sepuluh besar produsen jeruk dunia dan posisi kedua setelah China untukkelompok jeruk keprok (Supriyanto, 2008). Posisi ini menjadikan Indonesia mulai diperhitungkan sebagaiprodusen jeruk dan sekaligus sebagai pasar potensial bagi produsen utama jeruk lainnya. Sebagian besarkonsumen domestik menyukai jeruk siam yang memiliki atribut rasa manis, warna 443

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

kulit hijau-kuning, permukaan kulit mengkilat-halus, berkulit tipis, berserat rendah dan kandungan air tinggi(Adiyoga et al., 2009). Jeruk siam madu (Citrus suhuniensis Tan) salah satu varietas jeruk siam yangdibudidayakan masyarakat di dataran tinggi Sumatera Utara (kabupaten Karo, Simalungun, Dairi danTaput). Kualitas buah jeruk siam madu masih perlu diperbaiki agar mampu bersaing dengan jeruk impor,seperti penampakan kulit buah kurang menarik, citrarasa beraneka ragam, dan ukuran buah bervariasi(Davtyan et.al, 2003; Nainggolan et al, 2006; Napitupulu et al, 2005). Saat ini kita telah memasuki eraglobalisasi ekonomi yang memaksa petani sebagai produsen utama produk-produk pertanian secaralangsung dan tidak langsung memasuki persaingan dengan banyak produsen lain ditingkat global. Produk-produk pertanian tidak hanya bersaing dengan produk-produk pertanian luar negeri di pasar global tetapijuga di pasar domestik. Dalam pasar global terbuka suatu negara tidak boleh mengenakan proteksi danhambatan tarif terhadap komoditi yang masuk kewilayahnya. Dalam kondisi demikian persaingan menjadisemakin sengit dan ketat, produsen kuat bersaing dengan produsen lemah, akibatnya produsen yang kalahbersaing akan semakin termarginalkan. Keadaan demikian yang sekarang sedang terjadi dengan produk-produk pertanian khususnya produk pangan buah-buahan dan sayuran. Terbatasnya lahan pertanian untukbudidaya tanaman buah- buahan di satu pihak dan peningkatan permintaan akan komoditas tersebut di lainpihak, sehingga dapat menimbulkan terjadinya eksploitasi lahan dan aplikasi teknologi oleh produsen yanghanya berprinsip pada kepentingan ekonomi semata. Praktek ini sudah lama terjadi di berbagai negara,termasuk Indonesia. Banyak produsen yang hanya mengejar kuantitas dan mengabaikan kualitas. Praktekbudidaya seperti ini menyebabkan terjadinya lahan kritis yang semakin meluas dan pencemaran lingkunganyang makin berat, sehingga mengancam keberlanjutan budidaya pertanian di masa mendatang. Selainbuah bermutu dan aman dikonsumsi, konsumen mengharuskan persyaratan lainnya, seperti ramahlingkungan, diproduksi dengan cara yang tidak menurunkan kualitas lingkungan antara lain erosi,pencemaran tanah dan air serta penurunan kualitas lingkungan lain. Praktek budidaya juga harusbertanggungjawab terhadap kesejahteraan dan kesehatan pekerja. Traceability cara memproduksi harusdapat dirunut, transparan, tidak ada yang disembunyikan dan petani dimintakan catatan kebun. Sementara

Page 246: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 246/395

1

1

itu, kondisi dunia pertanian di Indonesia sendiri juga mengalami tantangan yang cukup merisaukan, salahsatunya adalah terjadinya konversi lahan yang cukup besar. Ruswandi, et al. (2007) 444

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

menyatakan konversi lahan pertanian mengakibatkan dua dampak yang sangat tidak menguntungkan baiksecara ekonomi maupun ekologi. Secara ekologi konversi lahan akan menyebabkan menurunnya dayadukung lahan. Konversi lahan pertanian juga secara potensial dapat menyebabkan berkurangnya produksiair tanah dan menyebabkan banjir. Sedangkan secara ekonomi konversi lahan tidak hanya berimbas padaberkurangnya lahan dan produksi pertanian, tetapi juga menyebabkan berkurangnya kesempatan kerja baikbagi buruh tani maupun pemilik lahan, berkurangnya investasi infrastruktur di bidang pertanian, sepertiirigasi, kelembagaan, dan menyebabkan konsekuensi negatif bagi lingkungan. Mahalnya biaya yang harusdikeluarkan tentu menjadi kendala untuk dapat diterapkan oleh para petani di Indonesia yang mayoritasmasih berkutat dengan masalah kemiskinan dan lemah dalam SDM terutama dilihat dari tingkat pendidikanpara petani di Indonesia. Untuk menerapkan GAP di Indonesia saat ini dioptimalkan untuk dilaksanakanoleh perusahaan agribisnis yang berskala besar dan berorientasi ekspor. Pemerintah sendiri telahmembantu penerapan GAP tersebut dengan SOP khusus pada setiap komoditas pertanian yang hendakdiusahakan, namun baru terbatas pada komoditas hortikultura. GAP TANAMAN BUAH-BUAHAN DAN SOPSIAM MADU GAP (Good Agricultural Practices) adalah suatu pedoman dalam “praktik pertanian yang baikdan benar” untuk memperoleh hasil panen yang optimal, bermutu tinggi, terjamin, aman, efisien,berwawasan lingkungan, dan dapat dirunut kembali (treaceable) asal-usul dan proses yang dilalui sebelumdiperdagangkan dan digunakan. Pedoman tersebut merupakan seperangkat prinsip dan prosedur yangdigali dari tradisi pertanian yang ada dan adopsi gagasan dan inovasi teknologi untuk pembangunan yangramah lingkungan dan berkelanjutan (Purwanto, 2007; Sudiarto, 2006). GAP difokuskan pada kegiatanbudidaya, pengolahan primer komoditas pertanian dan penyimpanannya, yang diperdagangkan dandigunakan dalam industri makanan, pakan, obat, penambah rasa (flavor) dan parfum. Beberapa negaratelah menerapkannya seperti EUREP GAP di Uni Eropa, APS di Inggris, Fresh Care di Australia, ASP diNew Zealand, bahkan Malaysia telah pula menjalankannya melalui Skema Akreditasi Ladang Malaysia(SALM) (Purwanto, 2006). Kementerian Pertanian telah membuat panduan budidaya tanaman (GAP) untuktanaman buah-buahan (Purwanto, 2007). Dalam melaksanakan GAP diperlukan standar pelaksanaanpekerjaan yang disebut Standar Operasional Prosedur (SOP) tanaman yang spesifik lokasi. SOP jeruk siammadu (Direktorat Tanaman Buah, 2004 b ) adalah 445

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

yang pertama disusun diantara komoditas jeruk dan tanaman buah- buahan lainnya. Penyusunan SOP inimelibatkan peran Kelompok Tani, Masyarakat Jeruk Indonesia Sumatera Utara, Peneliti Balitjes dan BPTPSumatera Utara. Dasar hukum penerapan GAP di Indonesia adalah Peraturan Menteri Pertanian Nomor :61/Permentan/OT.160/11/2006, tanggal 28 November 2006 untuk komoditi buah-buahan. Maksud dariGAP/SOP adalah untuk menjadi panduan umum dalam melaksanakan budidaya tanaman buah secarabenar dan tepat, sehingga diperoleh produktivitas tinggi, mutu produk yang baik, keuntungan optimum,ramah lingkungan dan memperhatikan aspek keamanan, keselamatan dan kesejahteraan petani, sertausaha produksi yang berkelanjutan. Tujuan dari penerapan GAP/SOP diantaranya; (1) meningkatkanproduksi dan produktivitas, (2) meningkatkan mutu hasil termasuk keamanan konsumsi, (3) meningkatkanefisiensi produksi dan daya saing, (4) memperbaiki efisiensi penggunaan sumberdaya alam, (5)mempertahankan kesuburan lahan, kelestarian lingkungan dan sistem produksi yang berkelanjutan, (6)mendorong petani dan kelompok tani untuk memiliki sikap mental yang bertanggung jawab terhadapkesehatan dan keamanan diri dan lingkungan, (7) meningkatkan peluang penerimaan oleh pasar

Page 247: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 247/395

1

1

internasional, dan (8) memberi jaminan keamanan terhadap konsumen. Sedangkan sasaran yang akandicapai adalah terwujudnya keamanan pangan, jaminan mutu, usaha agribisnis hortikultura berkelanjutandan peningkatan daya saing (Direktorat Tanaman Buah, 2004 a ). Untuk mempercepat penerapanGAP/SOP maka Direktorat Tanaman Buah (2004 a ; 2004 c ) telah melakukan beberapa hal-hal adalah : (1)mendorong terwujudnya Supply Chain Management (SCM), (2) merubah paradigma pola produksi menjadimarket driven, (3) mendorong peran supermarket, retailer, supplier, dan eksportir untuk mempersyaratkanmutu dan jaminan keamanan pangan pada produk, (4) penyediaan tenaga pendamping penerapan GAP, (5)melakukan sinkronisasi dengan program instansi terkait lainnya, (6) perumusan program bersama instansiterkait lainnya dan melakukan promosi, (7) target kuantitatif pencapaian kebun GAP tercantum dalamRenstra Departemen Pertanian, (8) membentuk dan memberdayakan lembaga sertifikasi untuk melakukansertifikasi kebun dan produk Prima dan (9) mendorong sosialisasi mekanisme sistem sertifikasi danperangkatnya. SOP Jeruk Siam Madu Kabupaten Karo dan Dataran Tinggi Bukit Barisan. Sebagai acuandalam penyusunan SOP Jeruk siam madu adalah produksi buah untuk tujuan pasar konsumsi segar. Targetyang ingin dicapai melalui penerapan SOP adalah : a). Produktivitas > 50 446

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

kg/pohon/tahun atau 20 t/ha/tahun pada tanaman usia 5-6 tahun, b). Jumlah grade A (5-6 butir/kg) 20%, c).Jumlah grade B (7-8 butir/kg) 30%, d). Jumlah grade C (9-11 butir/kg) 30%, e). Jumlah grade D (12 - 20butir/kg) 20%, f). Buah bebas burik dan kusam, g). Warna buah cerah, h). Kandungan juice 33 – 40%, dani). Brix 10– 12. Contoh SOP Perencanaan Kebun A. Definisi : Membuat rencana tata letak yaitu tempatpenampungan hasil sementara, bak penampung air, dan arah barisan tanaman. B. Tujuan : Mendapatkansketsa desain kebun untuk memudahkan pemeliharaan tanaman hingga pemetikan hasil. C. Validasi : Hasilpenelitian, literatur, pengalaman petani jeruk maju (Kardi Ginting) dari desa Dokan, kecamatan Merek,kabupaten Karo. D. Bahan dan Alat : a. Kertas/alat tulis/penggaris, b. Alat ukur jarak/altimeter. E. Fungsi : a.Kertas/alat tulis/penggaris, untuk membuat desain kebun, b. Alat ukur jarak/altimeter, untuk menghitungjarak tanam dan ukuran kebun, kemiringan dan ketinggian lahan. F. Prosedur Pelaksanaan : a. Perhatikanletak, arah dan kemiringan lahan, dan letak akses jalan usahatani terdekat, b. Buat sketsa kebun. c. Buatdisain mengenai letak titik distribusi air, bak penampung air, dan tempat pengumpulan buah sementara, d.Catat dan dokumentasikan sketsa rencana kebun. BUAH JERUK BERMUTU DAN AMAN DIKONSUMSIDiperlukan penyediaan produk yang sesuai dengan permintaan pasar baik kuantitas, kualitas, kontinuitasmaupun harga (Direktorat Tanaman Buah, 2004 C ). Mutu atau kualitas adalah kecocokan dengan suatuproduk dan terkait dengan derajat keterandalan. Mutu merupakan gabungan dari sifat-sifat atau ciri-ciri yangmemberikan nilai kepada setiap komoditi dalam hal untuk maksud apa komoditi tersebut digunakan.Selanjutnya disebut mutu tidak hanya berada pada produk, tetapi termasuk pelayanan yang terkait, sepertiisi kemasan sesuai dengan label, ketepatan waktu pengiriman dll. Sebenarnya mutu mempunyai sifat relatif,berbeda-beda antara produsen, pengolah, pedagang besar, pengecer, hotel serta konsumen. Maka untukmendefinisikan mutu dibutuhkan standard dan standar dibuat guna memastikan bahwa konsumen dapatmengandalkan suatu ketentuan minimum dan menjembatani kepentingan berbagai unit dalam mata rantaiagribisnis (Dirjen Bina Produksi Hortikultura, 2002) Mutu visual. Penampakan buah secara visualmerupakan daya tarik pertama bagi konsumen. Mutu visual dicirikan oleh ukuran buah (bobot dan volume),bentuk buah (rasio diameter/tinggi), keseragaman ukuran, kondisi permukaan, dan warna buah(keseragaman warna, intensitas). 447

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Kondisi umum seperti kemulusan, ada tidaknya cacat dan kerusakan. Indek bentuk buah jeruk(diameter/tinggi) ideal untuk jeruk siam adalah sekitar 1,4. Semakin kecil indek ini bentuk buah semakin

Page 248: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 248/395

1

1

bulat membola, contoh jeruk manis Lau Kawar. Dan buah jeruk yang berbentuk bulat kurang disukai olehkonsumen. Rasa di mulut. Rasa tersebut dicirikan oleh tekstur, kesegaran, kealotan, kekentalan sari buah.Mutu tekstur buah ini sangat berkaitan dengan transportasi, keperuntukan (konsumsi segar atau diolah).Flavor (rasa, aroma dan citra rasa) meliputi kemanisan, keasaman, intensitas rasa pahit, intensitas dankualitas aroma. Jeruk Siam dan Keprok umumnya enak dimakan oleh konsumen di daerah tropis, sepertiIndonesia. Jika kandungan Padatan Total Terlarut (PTT) minimal 10% dengan kandungan Asam Tertirasi(AT) antara 0,5-1%. Jika kandungan asam lebih dari 1% akan terasa asam, tetapi jika kandungan asamkurang dari 0,5% maka buah jeruk akan terasa hambar. Pada proporsi kandungan PTT dan AT yang baik,buah jeruk akan terasa manis segar. Keamanan. Keamanan yang meliputi bebas kontaminasi baik olehmikroba patogen, toksin, maupun bahan kimia, pestisida, cemaran fisik lainnya. Kemudahan penanganan,meliputi kemudahan untuk dikonsumsi (dikupas dan dipisahkan), disajikan, kemudahan pembuangansampah. Sifat mutu lainnya, seperti faktor harga, umur simpan, faktor lingkungan, dan konsistensi suplai.Buah Prima. Upaya peningkatan mutu dan berdaya saing mengacu pada Sistem Sertifikasi PertanianIndonesia (SI SAKTI) dengan pelabelan untuk proses dan produk yang dihasilkan yang diberi label Prima,yang terdiri dari 3 (tiga) tingkatan, yaitu Prima 3, Prima 2, dan Prima 1 (Purwanto, 2007). Lambangsertifikasi buah disajikan pada Gambar 1 berikut. Prima 3 Prima 2 Prima 1 Gambar 1. Lambang SertfikasiGAP 448

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Buah Prima 3 adalah buah dari hasil peringkat penilaian yang diberikan terhadap penilaian usahatani danproduksi yang dihasilkan aman dikonsumsi dimana kegiatan wajib telah dilaksanakan 100%, kegiatan yangsangat dianjukan ≥ 60% dan kegiatan yang dianjurkan ≥ 20%. Buah Prima 2 adalah buah dari hasilperingkat penilaian yang diberikan terhadap penilaian usahatani dan produksi yang dihasilkan amandikonsumsi dan bermutu baik dimana kegiatan wajib telah dilaksanakan 100%, kegiatan yang sangatdianjukan ≥ 70% dan kegiataan yang dianjurkan ≥ 40%. Buah Prima 1 adalah buah dari hasil peringkatpenilaian yang diberikan terhadap penilaian usahatani dan produksi yang dihasilkan aman dikonsumsi danbermutu baik serta cara produksinya bertanggungjawab terhadap lingkungan dan sosial, dimana GAP telahditerapkan secara lengkap, kegiatan wajib telah dilaksanakan 100%, kegiatan yang sangat dianjukan ≥ 90%dan kegiatan yang dianjurkan ≥ 60%. BUDIDAYA TANAMAN JERUK SIAM MADU BERWAWASANLINGKUNGAN Komponen budidaya tanaman berwawasan lingkungan sesuai GAP yang meliputi kegiatan :(1) pemilihan lokasi, (2) penggunaan benih yang bermutu, (3) penanaman, (4) pemupukan, (5) perlindungantanaman, (6) pengairan, (7) pemeliharaan tanaman, (8) panen, (9) penanganan pascapanen, (10)pelestarian lingkungan, (11) tenaga kerja, (12) pengawasan, pencatatan dan penelusuran balik dansertifikasi (Purwanto, 2007). 1. Pemilihan lokasi 1.1. Pemilihan lokasi kebun berdasarkan kesesuaian lahanberdasarkan hasil penelitian dan sebelum melakukan usahatani perlu dilakukan pemetaan lahan sebagaidasar untuk perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kebun. 1.2. Kesuburan tanah yang baik mengandungbahan organik > 2 %, lapisan tanah dalam, dan mempunyai kandungan unsur hara makro dan mikro yangcukup. 1.3. Penyiapan lahan harus menghindari terjadinya erosi permukaan, kelongsoran tanah dan ataukerusakan sumber daya lahan serta harus merupakan bagian integral dari upaya pelestarian sumberdayalahan. 1.4. Konservasi lahan dengan pembuatan teras dan bangunan pencegah erosi disesuaikan dengankemiringan lahan dan jenis tanah. 449

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

1.5. Pengolahan lahan harus cepat, sehingga dapat mencegah erosi, pemadatan tanah, pe-rusakan strukturdan drainase serta menghilangkan sumber kelembaban tanah. 1.6. Lahan budidaya adalah lahan datarsampai dengan kemiringan lahan 30% diikuti dengan upaya konservasi tanah. 1.7. Lahan yang lapisan

Page 249: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 249/395

1

1

olahnya dangkal diperbaiki dengan pemberian bahan organik dan penanaman leguminosa penutup tanah.1.8. Lahan dengan kondisi menggenang harus dibuatkan saluran drainase atau pengaliran air permukaan.1.9. Untuk lokasi pertanaman baru perlu dilakukan penilaian resiko atau analisis dampak lingkungan. 2.Benih 2.1. Benih atau bahan tanaman harus jelas varietasnya, daya tumbuh, tempat asal, dan pe-rusahaan/petani penangkar benihnya. 2.2. Benih atau bahan tanaman sehat, tidak membawa ataumenularkan OPT dilokasi produksi. 3. Penanaman 3.1. Pada saat penanaman harus mengantisipasitanaman agar terhindar dari cekaman ke-keringan, kebanjiran, tergenang atau cekaman faktor abiotik. 3.2.Tanggal dan hari penanaman dicatat pada buku kerja, guna memudahkan jadwal pe-meliharaan,penyulaman, pemanenan dan hal-hal lainnya. 4. Pemupukan 4.1. Pupuk yang digunakan terdiri dari pupukorganik dan anorganik mengandung unsur ha-ra makro dan mikro yang telah diakui, disyahkan dan terdaftaroleh pemerintah. 4.2. Pupuk yang digunakan perlu dipastikan mutu, keasliannya sesuai dengan standardyang ditetapkan serta tepat jenis dan dosisnya sesuai kebutuhan pertumbuhan secara optimal. 4.3.Pemupukan harus diusahakan memberikan manfaat yang sebesar- besarnya dengan dampak negatifnyasekecil-kecilnya serta memenuhi lima tepat sesuai dengan SPO Jeruk siam madu 4.4. Penyemprotan pupukcair pada tajuk tanaman tidak boleh meninggalkan residu zat-zat kimia berbahaya. 4.5. Penggunaan pupukorganik dan atau anorganik tidak boleh mengakibatkan terjadinya pencemaran air baku (waduk, telaga,embung, bendungan, empang) atau air tanah dan sumber air. 4.6. Penyimpanan pupuk tidak bolehdisatukan dengan penyimpanan pestisida. 450

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

4.7. Pupuk organik harus disimpan pada tempat yang sesuai untuk menghindari pencemaran lingkungan. 5.Perlindungan Tanaman 5.1. Perlindungan tanaman dilaksanakan sesuai dengan sistem pengendalian hamaterpadu, menggunakan sarana dan cara yang tidak mengganggu kesehatan manusia, serta tidakmenimbulkan gangguan dan kerusakan lingkungan hidup. 5.1. Penggunaan pestisida merupakan alternatifterakhir apabila cara- cara yang lain dianggap tidak memadai. 5.2. Pestisida yang digunakan adalahpestisida yang terdaftar dan diizinkan oleh Menteri Per-tanian untuk tanaman jeruk dan efektif terhadap OPTyang bersangkutan. 5.3. Penggunaan pestisida memenuhi kriteria 8 tepat (jenis, mutu, waktu, dosis,konsentrasi, OPT target, cara dan alat aplikasi. Memenuhi ketentuan Pedoman Umum PenggunaanPestisida. 5.4. Penggunaan pestisida tidak menimbulkan dampak negatif pada pekerja atau aplikatorpestisida dan terhadap lingkungan. 5.5. Daftar jenis pestisida yang digunakan dicatat dan disimpan ditempat yang baik dan aman, berventilasi dan tidak bercampur dengan materi lain. 5.6. Semua pestisidaharus disimpan dalam kemasan aslinya dan kaleng kosong tidak boleh digunakan dan harus dijaga sampaike tempat pembuangan. 5.7. Analisa residu pestisida mengacu pada penilaian resiko dan laboratorium yangdigu-nakan untuk analisa residu merupakan lembaga yang telah terakreditasi. 6. Pengairan 6.1. Air yangdigunakan harus memenuhi persyaratan air sehat, baik untuk pertanaman maupun proses pascapanen. 6.2.Pengairan tidak boleh mengakibatkan terjadi erosi lahan maupun tercucinya unsur ha-ra, pencemaranbahan berbahaya dan keracunan bagi tanaman dan lingkungan hidup. 7. Pengelolaan/pemeliharaantanaman 7.1. Tanaman harus dikelola sesuai karakteristik dan kebutuhan spesifik tanaman agar dipe-rolehproduksi tinggi dan mutu buah baik, seperti pemangkasan dan penjarangan buah. 8. Panen 8.1. Tersediaperaturan tentang kebersihan bagi pekerja untuk menghindari terjadinya kon-taminasi terhadap produkbuah. 451

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

8.2. Pemanenan harus dilakukan pada umur/waktu yang tepat, sehingga produk buah hasil panen mutunyaoptimal saat tiba di konsumen. 8.3. Kemasan/wadah yang akan digunakan harus disimpan di tempat yangaman untuk menghindari terjadinya kontaminasi. 9. Penanganan pasca panen 9.1. Hasil panen buah produk

Page 250: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 250/395

1

1

segar tidak boleh terkena sinar matahari langsung dalam waktu lama agar tetap segar dan harusdiperlakukan secara hati-hati agar buah tidak memar, luka, lecet dan kotor. 9.3. Penyotiran hasil panenharus dipilah-pilah antara buah yang baik atau memenuhi syarat dan yang rusak fisik, gangguan OPT, buahmuda dan matang. 9.4. Hasil buah panen dilakukan pengkelasan sesuai standar yang berlaku dan dikemassesuai dengan kelas produk mengikuti standar kelas (grade) berlaku dipasar atau yang dikehendakikonsumen. 9.5. Kemasan label diberikan tulisan atau gambar yang menjelaskan produk buah yangdikemas. 10. Pelestarian lingkungan 10.1.Usaha budidaya tanaman buah perlu memperhatikan aspekberkelanjutan, ramah lingkungan dan keseimbangan ekologi. 11. Tenaga kerja. 11.1.Tenaga kerja/pelakuusaha harus mengetahui cara budidaya dan bila belum mengetahui teknik budidaya dianjurkan mengikutipelatihan, magang atau berkonsultasi. 11.2.Tenaga kerja usahatani buah-buahan harus memenuhiPeraturan Perundangan Ketenagakerjaan dari aspek umur, jam kerja, keselamatan kerja dan upah.11.3.Perlu pekerja dilatih dan disediakan P3K di tempat kerja serta menggunakan perlengkapanperlindungan sesuai anjuran baku. 11.4.Pekerja yang menangani pestisida harus mengalami pengecekankesehatan secara rutin setiap tahun. 12. Pengawasan, pencatatan dan penelusuran balik 12.1.Pelaku usahabudidaya buah-buahan hendaknya melakukan sistem pengawasan secara internal dalam proses produksi.12.2.Hasil pengawasan didokumentasikan, dicatat dan disimpan dengan baik untuk menunjukkan buktibahwa aktivitas produksi telah sesuai pedoman yang disusun. 12.3.Instansi yang berwewenangmelaksanakan pengawasan terhadap penerapan pelaksanaan manajemen mutu produk buah yang 452

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

dilakukan mengacu pada Norma Budidaya Tanaman Buah yang Baik dan Benar. 12.4.Usaha budidayatanaman buah diharuskan melakukan pencatatan (Farm Recording) terhadap semua aktivitas produksi yangdilakukan. Catatan harus disimpan dengan baik, minimal selama 2 (dua) tahun. 12.5.Semua produk yangdihasilkan harus dapat ditelusuri ke lahan usaha tani dimana produk tersebut ditanam. 13. Sertifikasi13.1.Sertifikasi dilaksanakan oleh lembaga terakreditasi dan mempunyai kewenangan melaksanakanpenilaian terhadap proses produksi. 13.2.Produk bersertifikat menunjukkan bahwa produk tersebut telahmengacu pada Norma Budidaya Tanaman Buah yang Baik dan Benar (GAP) dan telah menerapkantahapan-tahapan yang tertuang dalam Standar Operasional Prosedur. Badan Ketahanan Pangan ProvinsiSumatera Utara mulai tahun 2010 melalui Otoritas Kompoten Keamanan Pangan Daerah (OKKP-D) telahditunjuk sebagai instansi yang syah mengeluarkan sertifikasi dan verifikasi terhadap buah-buahan dengankualitas Prima 3 hingga Prima 1. Komoditi yang telah memperoleh sertifikat tersebut adalah jeruk siammadu dan pisang barangan dengan tingkat Prima 3. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Jeruk siam madumerupakan salah satu komoditas buah-buahan unggulan di dataran tinggi Sumatera Utara. Buah denganatribut rasa manis, kulit buah warna kekuningan hingga oranye, kulit mudah dikupas, serat halus,kandungan air tinggi, dan daya simpan agak lama, sehingga sangat disukai oleh banyak konsumen. 2.Terbatasnya lahan untuk budidaya buah-buahan di satu pihak dan peningkatan permintaan di lain pihak,sehingga menimbulkan eksploitasi lahan dan aplikasi teknologi oleh produsen yang hanya berprinsip padakepentingan ekonomi semata, menyebabkan meningkatnya lahan kritis dan pencemaran lingkungan,sehingga mengancam keberlanjutan budidaya pertanian di masa mendatang. 3. Penerapan GAP/SOP padabudidaya jeruk siam madu bertujuan untuk : a) meningkatkan produksi dan produktivitas, b) meningkatkanmutu hasil termasuk keamanan konsumsi, c) meningkatkan efisiensi produksi dan daya saing, d)mempertahankan kesuburan tanah, kelestarian lingkungan dan sistem produksi yang berkelanjutan, e)mendorong petani dan kelompok tani untuk memiliki sikap mental yang bertanggung 453

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 251: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 251/395

1

1

jawab terhadap kesehatan dan keamanan diri dan lingkungan, dan f) memberi jaminan keamanan terhadapkonsumen. 4. Komponen budidaya tanaman jeruk siam madu yang berwawasan lingkungan meliputi a)persiapan lahan, b) penggunaan benih yang bermutu, c) penanaman, d) pemupukan, e) perlindungantanaman, f) pengairan, g) pemeliharaan tanaman, h) panen, i) pe-nanganan pascapanen, j) pelestarianlingkungan, k) tenaga kerja, l) fasilitas kebersihan, m) tempat pembuangan, n) pengawasan, pencatatan danpenelusuran balik. DAFTAR PUSTAKA Adiyoga, T. Setyowati, M. Ameriana dan Nurmalinda. 2009. PerilakuKonsumen terhadap Jeruk Siam di Tiga Kota Besar di Indonesia. J. Hort. 19(1):112-124. Davtyan, A., D.Xuecheng, E. Sembiring, F. Mengistu, I. Vorster, and Y. G. A. Bashir. 2003. Towards A Competitive JerukProduction : Enchancing production and institutional factors for quality jeruk production in the North SumatraHighlands, Indonesia. ICRA- BPTP Sumatera Utara. Direktorat Tanaman Buah, 2004 a . MembangunKawasan Sentra Produksi Buah. Makalah Sinkronisasi Pelaksanaan Pengembangan Hortikultura. DirektoratJenderal Bina Produksi Hortikultura. 13 hlm. Direktorat Tanaman Buah, 2004 b . Buku Standar ProsedurOperasional Jeruk Siam Madu Kabupaten Karo dan Dataran Tinggi Bukit Barisan Sumatera Utara.Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. 13 hlm. Direktorat Tanaman Buah, 2004 c . PedomanPengelolaan Kebun Buah Percontohan. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. 100 hlm. Dirjen BinaProduksi Hortikultura, 2002. Pedoman Penerapan Jaminan Mutu Terpadu Jeruk. Dirjen Bina ProduksiHortikultura bekerja sama Pusat Kajian Buah-buahan Tropika IPB. 54 hlm. Nainggolan, P., D. Napitupulu,dan L. Winarto. 2006. Pengendalian Beberapa Hama Penyakit Penting Tanaman Jeruk Siam Madu denganMenggunakan Bubur California. Prosiding Semnas Sosialisasi Hasil Litkaji. Medan, 21-22 November 2005.Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. 339-349. Napitupulu, B., D.D. Handoko, M. Sinaga,S. Simatupang dan Sariman, 2005. Usulan Rancangan Standard Mutu Jeruk Siam Madu Sumatera Utara.Prosiding Semnas Sosialisasi Hasil Litkaji Pertanian, Medan 21-22 November 2005. Pusat Analisis SosialEkonomi dan Kebijakan Pertanian. 454

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Nurjanah, N. 2009. Sistem Pengendalian Mutu Produk dan Peluang Implementasi GAP pada Lada Hitam diIndonesia. Perkembangan Teknologi TRO 21(1): 7-14. Purwanto, R., 2007. Panduan Budidaya Buah yangbaik (GAP). Makalah disampaikan pada Fruit Eksport Development Symposium di Medan, 22-23 Maret2007. Fruit Export Development Centre (FEDC). Kerjasama EKONID-INA. 21 Hal. Ruswandi, A., Rustiadi,E. Mudjikdjo, dan Kuswardhono.2007. Dampak Konversi Lahan Pertanian Terhadap Kesejahteraan PetaniDan Perkembangan Wilayah : Studi Kasus di Daerah Bandung Utara. Jurnal Agro Ekonomi 25(2): 207 –219. Sudiarto. 2006. Praktek Pertanian yang Baik untuk Antisipasi Pasar Global.http://64.203.71.11/kompas- cetak/0409/06/ilpeng/1248623.htm Sumarno, 2004. Program Peningkatan MutuBuah Jeruk Indonesia. Makalah disampaikan pada Semiloka Jeruk Nasional III di Makassar, 6-8 Agustus2004. Kerjasama Universitas Hasanuddin dengan MJI Pusat. Supriyanto, A. 2008. Model PengembanganAgribisnis Kebun Jeruk Rakyat. Prosiding Seminar Nasional Jeruk di Yokyakarta, 13-14 Juni 2007. PusatPenelitian dan Pengembangan Hortikultura. 31- 46. 455

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

PEMETAAN TINGKAT KEKRITISAN LAHAN PADA KAWASAN LINDUNG DI SUB DAS AEK RAISAN, DASBATANG TORU Rahmawaty 1 , Riswan 2 dan Basa Erika Limbong 3 1Dosen Jurusan Kehutanan, FakultasPertanian,Universitas Sumatera Utara 2 Dosen Kopertis Wilayah I SUMUT-NAD 3Alumni JurusanKehutanan, Fakultas Pertanian,Universitas Sumatera Utara Jl. Tri Dharma ujung No. 1, Medan Email:[email protected] [email protected] [email protected] Abstrak Hutan diIndonesia mengalami degradasi dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat dari wilayah lahan kritis yangsemakin luas dari tahun ke tahun. Pemetaan lahan kritis diperlukan sebagai sumber informasi untuk

Page 252: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 252/395

1

1

melakukan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan yang merupakan salah satu upaya untuk mengatasimasalah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan tingkat kekritisan lahan di kawasan Sub DASAek Raisan, DAS Batang Toru dengan menggunakan Geographic Information System (GIS). Penelitian inidilakukan pada bulan Mei hingga Juli 2010. Pengolahan data dan analisis data lahan kritis dilakukan padakawasan lindung dengan menggunakan metode skoring untuk masing-masing parameter penentu lahankritis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kekritisan lahan di kawasan Sub DAS Aek Raisandidominasi pada tingkat potensial kritis. Dengan demikian, diperlukan upaya-upaya untuk mencegah agarluas lahan kritis tidak bertambah. Hal ini dapat dilakukan melalui upaya-upaya rehabilitasi hutan dan lahandengan memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air. Kata Kunci: Lahan Kritis, DAS, AnalisisSpasial, GIS PENDAHULUAN Hutan mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dalammenunjang pembangunan nasional. Hutan merupakan sumberdaya alam yang penting dan bermanfaat bagikehidupan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Pemanfaatan sumberdaya alam berupahutan, tanah dan air sebagai salah satu modal dasar pembangunan nasional, harus dilaksanakan sebaik-baiknya berdasarkan 456

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

azas kelestarian, keserasian dan azas pemanfaatan yang optimal, yang dapat memberikan manfaatekonomi, ekologi dan sosial secara seimbang. Berdasarkan data dari Departemen Kehutanan hingga tahun2000, luas lahan kritis yang mengalami kerusakan parah di seluruh Indonesia mencapai 8.136.646 Ha untukkawasan hutan dan 21.944.595,70 Ha untuk lahan di luar kawasan hutan. Pada tahun yang sama,kemampuan pemerintah untuk melakukan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) hanya mencapai 2 %, 12.952Ha untuk lahan hutan dan 326.973 Ha untuk lahan di luar hutan. Maraknya alih fungsi kawasanmenyebabkan lahan kritis di Sumatera Utara semakin luas. Hingga kini lahan kritis diperkirakan mencapai2,4 juta Ha dan 1,3 juta Ha diantaranya harus segera direhabilitasi karena rawan memicu bencana(Departemen Kehutanan, 2004). Hutan Batang Toru merupakan daerah tangkapan air untuk 10 sub-DASyang memegang peranan penting dalam keberlanjutan ekosistem dan keberadaan Sub DAS tersebut. Airmerupakan bagian penting dalam kehidupan manusia. Air dari hutan Batang Toru sangat penting bagimasyarakat disekitarnya untuk perkebunan, pertanian lahan basah dan untuk keperluan rumah tangga di 3kabupaten yaitu Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan. Penggunaan atau pemanfaatanhutan dan lahan yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi dan melampaui kemampuan dayadukungnya, akan menyebabkan terjadinya lahan kritis. Selain itu perilaku masyarakat yang belummendukung konservasi seperti illegal loging dan penyerobotan lahan hutan akan menyebabkan deforestasidan memicu terjadinya bencana alam banjir dan tanah longsor pada musim penghujan, kebakaran dankekeringan pada musim kemarau ,serta pencemaran air sungai, abrasi pantai, dan tidak berfungsinyasarana pengairan sebagai akibat sedimentasi yang berlebihan. Untuk menghindari hal tersebut di atas perludilakukan upaya rehabilitasi hutan dan lahan kritis, dan pengembangan fungsi DAS terus ditingkatkan untukmemulihkan kesuburan tanah, melindungi tata air, dan kelestarian daya dukung lingkungan. Berdasarkankondisi kerusakan yang demikian luas, maka dibutuhkan suatu penentuan sebaran dan tingkat kekritisanlahan, yang dalam hal ini dilakukan di kawasan Sub DAS Aek Raisan dan Sub DAS Sipansihaporas, DASBatang Toru Kabupaten Tapanuli Utara. Mengingat DAS ini merupakan salah satu kawasan lindung yangmemiliki banyak atau beragam fungsi dan yang terutama adalah sangat penting sebagai sungai yangberfungsi untuk mensuplai PLTA Sipansihaporas yang menerangi kota Sibolga dan juga mengairipersawahan. Penentuan sebaran lahan kritis dan tingkat kekritisan lahan 457

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 253: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 253/395

1

1

ini akan dilakukan dengan pemetaan. Pemetaan yang dilakukan adalah dengan menggunakan GeographicInformation System (GIS) karena menyediakan informasi dan data yang lebih akurat untuk di analisasehingga dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dan pengelolaan sumber daya hutan danlingkungan. Penelitian ini bertujuan mengetahui luas lahan kritis dan mengidentifikasi tingkat kekritisanlahan di kawasan Sub DAS Aek Raisan dan Sub DAS Sipansihaporas untuk tersedianya data lahan kritisdan peta tingkat kekritisan lahan yang terkini guna mempermudah pihak pemerintah dan pengambilkeputusan dalam penyusunan perencanaan rehabilitasi hutan dan lahan. METODE PENELITIAN Penelitianini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2010, survei lapangan di wilayah Sub DAS Aek Raisandan Sub DAS Sipansihaporas dan analisis data di Laboratorium Manajemen Hutan Terpadu. Bahan-bahanyang digunakan dalam penelitian ini adalah: Peta digital vegetasi permanen/ tutupan lahan skala 1:50.000yaitu hasil interpretasi Citra Satelit LANDSAT ETM7 Tahun 2009 resolusi spasial 30 meter yang dilakukanoleh BPDAS Asahan Barumun, Peta digital DAS Batang Toru skala 1:50.000, Peta digital administrasi dariBappeda Tapanuli Utara, Peta digital kontur untuk pembuatan peta kemiringan lereng dari BPDAS AsahanBarumun, Data curah hujan tahun 2009 yang diperoleh dari BPDAS Asahan Barumun, Peta tanah diperolehdari Puslit tanah dan BPDAS Asahan Barumun, Peta sistem lahan yang diperoleh dari BPDAS AsahanBarumun dan Peta fungsi kawasan hutan diperoleh dari Puslit tanah dan BPDAS Asahan Barumun.Sedangkan alat yang digunakan adalah Global Positioning System, kamera digital, PC sertakelengkapannya dengan perangkat lunak ArcView 3.3 yang dilengkapi dengan ekstensi Spatial Analyst.Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi: 1. Pengumpulan Data Primer Data yang digunakandalam penelitian ini merupakan jenis data spasial yaitu data berbentuk peta digital dan data atribut sertakegiatan survei lapangan. 2. Pengumpulan Data Sekunder Proses pengumpulan data sekunder parameterlahan kritis ini dilakukan dengan cara studi pustaka yaitu mencari informasi dari literatur. 3. Input DataSpasial (Parameter dalam Analisis Lahan Kritis) Parameter penentu kekritisan lahan berdasarkan PeraturanMenteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P. 32/Menhut-II/2009 458

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai(RTKRHL-DAS) meliputi: ? Kondisi vegetasi permanen atau tutupan lahan ? Kemiringan lereng ? Tingkatbahaya erosi, dan ? Kondisi pengelolaan/manajemen, Produktivitas pertanian dan batuan Data SpasialVegetasi Permanen Informasi mengenai vegetasi permanen diperoleh dari hasil interpretasi citra satelit yangmeliputi daerah aliran sungai. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan No: P. 32/Menhut-II/2009 (Tabel 1),pengkelasan untuk menentukan kelas liputan lahan ditentukan berdasarkan nilai Cp yaitu indeks penutupanvegetasi (C) dan indeks pengolahan lahan atau tindakan konservasi tanah (P) masing-masing penggunaanlahan. Tabel 1. Klasifikasi Vegetasi Permanen/ Tutupan Lahan dan Skoringnya untuk Penentuan LahanKritis dengan Persen Bobot 50% No. Kelas Kriteria CP Skor Skor x Bobot 1. Sangat baik 0,01-0,028 5 2.Baik 0,028-0,046 4 3. Sedang 0,046-0,064 3 4. Buruk 0,064-0,082 2 5. Sangat buruk 0,082-0,1 1 Sumber: P.32/Menhut-II/2009 250 200 150 100 50 Data Spasial Kemiringan Lereng Kemiringan lereng (Tabel 2)diperoleh dari hasil pengolahan data kontur dalam format digital. Data kontur terlebih dahulu diolah untukmenghasilkan model elevasi digital (Digital Elevation Modem/ DEM). Pengolahan data kontur untukmenghasilkan informasi kemiringan lereng dapat dilakukan dengan menggunakan extension demat. Tabel 2.Klasifikasi Kemiringan Lereng dan Skoringnya untuk Penentuan Lahan Kritis dengan Persen Bobot 10% No.Kelas Kemiringan Lereng(%) Skor Skor x Bobot 1. Datar < 8 5 50 2. Landai 8-15 4 40 3. Agak curam 15-253 30 4. Curam 25-40 2 20 5. Sangat curam >40 1 10 Sumber: P. 32/Menhut-II/2009 459

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 254: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 254/395

1

1

Data Spasial Tingkat Erosi Data spasial tingkat erosi diperoleh dengan melakukan pendekatan denganmetode USLE dengan menggunakan beberapa variabel. Rumus USLE dapat dinyatakan sebagai:A=RxKxLSxCxP Keterangan: A = jumlah tanah hilang (ton/ha/tahun) R = erosivitas curah hujan tahunanrata-rata (biasanya dinyatakan sebagai energi dampak curah hujan (MJ/ha) x Intensitas hujan maksimalselama 30 menit (mm/jam) K = indeks erodibilitas tanah (ton x ha x jam)/ (ha x mega joule x mm) LS =indeks panjang dan kemiringan lereng C = indeks pengelolaan tanaman P = indeks upaya konservasi tanahTeknik pelaksanaan pemetaan TBE dengan cara menumpang tindihkan peta tingkat bahaya erosi (USLE)dan peta kedalaman solum tanah ataupun langsung mencantumkan TBE pada setiap satuan lahan yangTBE-nya telah dievaluasi dengan menggunakan matriks (Tabel 3). Beberapa penelitian yang menggunakanmetode ini salah satunya yang telah dilakukan oleh Rahmawaty (2009). Tabel 3. Kelas Tingkat Bahaya ErosiSolum Kelas Erosi Tanah I II III IV V (cm) Erosi (ton/ha/tahunan) < 15 5 – 60 60 – 180 80 – 480 > 480 DalamSR R S B SB > 90 0 I II III IV Sedang R S B SB SB 60 – 90 I II III IV IV DangkalSBSB SB SB 30 – 60 II III IVIV IV Sangat Dangkal B SB SB SB SB < 30 III IV IV IV IV Keterangan: 0 – SR = Sangat Ringan I – R =Ringan II – S = Sedang III – B = Berat IV - SB = Sangat Berat Kriteria Manajemen/ Produktivitas dan Batuan- Kriteria Manajemen Manajemen pada prinsipnya merupakan data atribut yang berisi informasi mengenaiaspek manajemen (Tabel 4). 460

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tabel 4. Klasifikasi Manajemen dan Skoringnya untuk Penentuan Lahan Kritis dengan persen bobot 30%No. Kelas Besaran/ Deskripsi Skor Skor x Bobot 1. Baik Lengkap: tata batas kawasan ada 5 150pengawasan ada, penyuluhan dilaksanakan 2. Sedang Tidak lengkap 3 90 3. Buruk Tidak ada 1 30 Sumber:P. 32/Menhut-II/2009 - Produktivitas Data produktivitas diperoleh dari hasil survei sosial ekonomi, data dariinstansi Dinas pertanian, Dinas Kehutanan dan instansi terkait lainnya (Tabel 5). Tabel 5. KlasifikasiProduktivitas dan Skoringnya untuk Penentuan Lahan Kritis dengan persen bobot 30% Kelas Besaran/Deskkriptif Skor Skor x Bobot Sangat ratio terhadap produksi komoditi Tinggi umum optimal padapengelolaan 5 150 tradisional: > 80% Tinggi ratio terhadap produksi komoditi umum optimal padapengelolaan 4 120 tradisional: 61 - 80% Sedang ratio terhadap produksi komoditi umum optimal padapengelolaan 3 90 tradisional: 41 - 60% Rendah ratio terhadap produksi komoditi umum optimal padapengelolaan 2 60 tradisional: 21 – 40% Sangat ratio terhadap produksi komoditi Rendah umum optimalpada pengelolaan 1 30 tradisional: < 20% Sumber: P. 32/Menhut-II/2009 - Geologi (Batuan) Batuanmerupakan salah satu parameter penentu lahan kritis pada kawasan budidaya pertanian dengan bobot 5%(Tabel 6). Hal ini dapat dilihat dari kriteria sedikit banyaknya batuan yang terdapat pada kawasan budidayapertanian. 461

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tabel 6. Klasifikasi Batuan dan Skoringnya untuk Penentuan Lahan Kritis dengan persen bobot 5% KelasBesaran/ Deskkriptif Skor Skor x Bobot Sedikit <10% permukaan lahan tertutupbatuan 5 25 Sedang 10 – 30% permukaan lahan tertutup batuan 3 15 Banyak >30% permukaan lahan tertutup batuan 1 5 Sumber: P.32/Menhut-II/2009 Analisis Spasial Analisis spasial dengan menggunakan GIS. Keempat data spasialdilakukan dengan cara overlay (tumpang susun) dengan bantuan software ArcView. Berikut contoh sepertiterlihat pada Gambar 1 teknik memilih untuk teknik overlay (tumpang susun) yang terdapat dalam extentionsoftware SIG. Gambar 1. Kotak Dialog untuk Memilih Teknik Overlay Proses overlay ini dilakukan dengansecara bertahap dan berurutan (Gambar 2). Setelah itu dapat dibuat kriteria dan prosedur Penetapan lahankritis pada kawasan lindung, Gambar 2. Kriteria dan Prosedur Penetapan Lahan Kritis di Kawasan HutanLindung 462

Page 255: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 255/395

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Setelah dilakukan proses overlay dilakukan terhadap variabel peubah yang mempengaruhi tingkat kekritisanlahan, maka dapat dirumuskan fungsi untuk kekritisan lahan sesuai skor dan bobot pada masing-masingkawasan, yaitu: Rumus fungsi untuk penentuan lahan kritis di kawasan hutan lindung adalah: LK = [ a(50) +b(20) + c(20) + d(10) ] Keterangan: LK = Lahan kritis a = Faktor penutupan lahan/ vegetasi b = Faktorkemiringan lereng c = Faktor bahaya erosi d = Faktor manajemen 50, 10, 10, 30 = merupakan konstantadari nilai skoring Hasil akhirnya akan didapatkan luasan lahan kritis dan tingkat kekritisan lahan (Tabel 7).Tabel 7. Klasifikasi Tingkat Kekritisan Lahan Berdasarkan Total Skor Total Skor Pada: Kawasan KawasanKawasan Tingkat Hutan Budidaya Lindung di Luar Kekritisan Lindung Pertanian Kawasan Hutan Lahan 120- 180 115 - 200 110 - 200 Sangat Kritis 181 - 270 201 - 275 201 - 275 Kritis 271 - 360 276 – 350 276 - 350Agak kritis 361 - 450 351 - 425 351 - 425 Potensial Kritis 451 - 500 426 - 500 426 - 500 Tidak Kritis Sumber:P. 32/Menhut-II/2009 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengelolaan Peta Dasar Dalam penelitian ini data-datadasar yang dipergunakan adalah berupa data digital yang diperoleh dari Badan Pengelolaan Daerah AliranSungai (BPDAS) Asahan Barumun, Pematang Siantar tahun 2009 dengan skala 1:50.000. B. Arahan FungsiLahan Berdasarkan peta kawasan hutan yang diperoleh dari BPDAS Asahan Barumun, Pematang Siantartahun 2009 skala 1:50.000 Hasil perhitungan menunjukkan bahwa di kawasan Sub DAS Aek Raisan danSub DAS Sipansihaporas terdapat arahan fungsi lahan untuk areal budidaya pertanian seluas 2.466,440Ha, hutan lindung di dalam kawasan hutan seluas 5.220,409 Ha dan kawasan lindung di luar kawasanhutan seluas 32,612 Ha (Tabel 8). 463

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tabel 8 . Arahan Fungsi Lahan di Sub DAS Aek Raisan dan Sub DAS Sipansihaporas Arahan Fungsi LuasPersentase Fungsi Lahan Hutan (Ha) (%) Budidaya Pertanian Areal Penggunaan Lain 2.466,440 31,95Pemukiman 13,901 0,18 Tubuh air 15,418 0,20 Kawasan Lindung Hutan Lindung 5.220,409 67,63 Di dalamKawasan Hutan Kawasan Suaka Alam - - dan Pelestarian Alam Kawasan Lindung Areal Penggunaan Lain3,293 0,04 Di Luar Kawasan Hutan Total 7.719,461 100,00 Sumber:BPDAS Asahan Barumun dan Hasilanalisa C. Tingkat Kekritisan Lahan Lahan kritis menurut Direktorat Rehabilitasi dan Reboisasi Lahan Kritis(1997) merupakan lahan yang telah mengalami kerusakan sehingga kehilangan atau kekurangan fungsinyasampai pada batas yang ditentukan. Lahan kritis dapat dinilai dari segi fungsi lahannya atauproduktivitasnya. Namun secara umum penilaian lahan kritis dapat dilihat dari keadaan gundul, terkesangersang dan bahkan munculnya batuan dipermukaan tanah, topografi lahan pada umumnya berbukit danberlereng curam, pada umumnya dijumpai pada lahan dengan vegetsi alang-alang dengan pH tanah relatifrendah 4,8-6,2 dan mengalami pencucian tanah tinggi (Mahfuzd, 2001). Pada lahan kritis yang menjadipermasalahan utama adalah lahan yang mudah tererosi, tanah bereaksi masam dan miskin unsur hara.Berdasarkan data peta penutupan lahan (vegetasi permanen), faktor kelerengan, tingkat bahaya erosi,geologi, faktor manajemen serta tingkat produktivitas yang telah dioverlaykan sesuai dengan parameter dankriteria untuk masing-masing kawasan hutan lindung, budidaya pertanian dan kawasan lindung di luarkawasan hutan, maka tingkat kekritisan lahan di Sub DAS Aek Raisan dan Sub DAS Sipansihaporas sepertipada Tabel 9. Berdasarkan hasil dari tabulasi parameter-parameter penentu tingkat kekritisan lahandiperoleh bahwa pada kawasan Sub DAS Aek Raisan dan Sipansihaporas dalam fungsi kawasan hutanlindung pertanian tingkat kekritisan lahannya yang dominan berada pada kelas potensial kritis denganluasan 2.767,715 Ha. Sedangkan fungsi kawasan lindung di luar kawasan hutan tingkat kekritisan lahannyayang dominan berada pada kelas kritis dengan luasan 29,662 Ha (Gambar 3). 464

Page 256: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 256/395

1

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tabel 9. Tingkat Kekritisan Lahan di Sub DAS Aek Raisan dan Sub DAS Sipansihaporas ARAHAN FUNGSITINGKAT KEKRITISAN LAHAN LUAS Persentase FUNGSI HUTAN Sangat Kritis Agak Potensial Tidak (Ha)(%) LAHAN Kritis Kritis Kritis Kritis Budidaya APL - 546,952 885,926 1.113,904 - 2.546,782 32,99 PertanianHutan HL - - - 2.767,715 2.367,430 5.135,145 66,52 Lindung HAS&PA - - - - - - - Kawasan HPT 7,87215,196 - - - 23,068 0,30 Lindung HP - 14,466 - - - 14,466 0,19 Di luar HPK - - - - - - kawasan hutan Total7,872 576,614 885,926 3.881.619 2.367,430 7.719,461 100 Sumber: Hasil Analisa Gambar 3. TingkatKekritisan Lahan di Sub DAS Aek Raisan dan Sub DAS Sipansihaporas Penentuan tingkat kekritisan lahan(Gambar 4) dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode skoring. Sebaran tingkat kekritisanlahan yang didominasi pada tingkat potensial kritis baik pada kawasan hutan lindung 2.246,12 Ha, budidayapertanian 9.680,93 Ha maupun kawasan lindung di luar kawasan hutan 1.957,81 Ha dan yang terbesarterdapat pada kawasan budidaya pertanian. Hal ini berbeda jika dibandingkan dengan luas lahan yangpotensial kritis di Sub DAS Aek Raisan dan Sipansihaporas yang paling besar pada kawasan hutan lindung2.767,715 Ha. Hal ini disebabkan karena sebagian besar luas kawasan Sub DAS Aek Raisan danSipansihaporas didominasi oleh hutan lindung yang berpotensi kritis karena disebabkan oleh bencanalongsor dan aktivitas masyarakat yang membakar hutan dan menjadikannya ladang berpindah. KawasanSub DAS Aek Raisan dan Sub DAS Sipansihaporas didominasi tingkat kekritisan lahan kelas potensial kritisyang dibutuhkan adalah penjagaan kondisi ekosistemnya agar tetap baik dan 465

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

stabil. Tindakan yang harus dilakukan pada kondisi lahan yang demikian adalah tindakan konservasi lahansuatu upaya pengelolaan sumber daya lahan dengan menerapkan teknologi-teknologi yang sesuai dengansyarat-syarat yang diperlukan agar lahan tersebut tidak mengalami penurunan tingkat produktivitasnya atautetap produktif dalam jangka waktu yang tidak terbatas. Melihat kondisi tersebut wilayah Sub DAS AekRaisan dan Sipansihaporas sangat penting untuk ditangani dengan upaya-upaya rehabilitasi hutan danlahan, rekomendasi kegiatan-kegiatan pengolahan lahan dengan memperhatikan kaidah-kaidah konservasitanah, upaya melestarikan dan mempertahankan keberadaan hutan. Gambar 4. Peta Tingkat KekritisanLahan di Sub DAS Aek Raisan dan Sub DAS Sipansihaporas Adapun yang menjadi acuan untukpengembangan dan konservasi kawasan DAS sesuai dengan prinsip pengelolaan DAS. Prinsip dasarpengelolaan DAS: - Berazaskan kelestarian, kemanfaatan, keadilan, dan kemandirian - Melibatkanstakeholders dalam pengambilan keputusan - Prioritas berdasarkan DAS strategi - Meliputi manajemen:konservasi air, pengelolaan lahan dan pengelolaan vegetasi serta pembinaan SDM - Efektivitas danefisiensi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, monitoring dan evaluasi - Peninjauan kembali secaraberkala dan program lanjutan 466

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

KESIMPULAN Tingkat kekritisan lahan di kawasan Sub DAS Aek Raisan didominasi pada tingkat potensialkritis. Dengan demikian, diperlukan upaya-upaya untuk mencegah agar luas lahan kritis tidak bertambah.Hal ini dapat dilakukan melalui upaya-upaya rehabilitasi hutan dan lahan dengan memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air. DAFTAR PUSTAKA Aeronoff, S. 1989. Geographic Information Systemand Rural Development. In The Proceedings of Franco-Thai Workshop on Remote Sensing. Khon-kaen,Thailand: pp 162-166. Arrijani., Dede, S., Edi,G., dan Vonul, Q. 2006. Analisis Vegetasi Hulu DAS CianjurTaman Nasional Gunung Gede Pangrango. Jurnal Biodiversitas Vol.7 No. 2 (2006) hal: 147-153. Arsyad, S.

Page 257: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 257/395

1

1

2006. Konservasi Tanah dan Air (Soil and Water Conservation). IPB Press. Bogor. 396p. Asdak, C. 1995.Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Barus, B.1999. Pemetaan Bahaya Longsoran Berdasarkan Klasifikasi Statistik Peubah Tunggal Menggunakan SIG:Studi Kasus Daerah Ciawi-Puncak-Pacet, Jawa Barat. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. Vol. 2 No. 1(1999) hal:7-16. Budiyanto, E. 2002. Sistem Informasi Geografis Menggunakan ArcView GIS. Andi.Yogyakarta. Dalimunthe, J. L. 2009. Penentuan Tingkat Kekritisan Lahan Daerah Aliran Sungai Bilah diKabupaten Labuhan Batu. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan. Departemen Kehutanan. 2002.Informasi Statistik. http://www.dephut. go.id [12 April 2010]. Harjadi, B., Dodi Prakosa., dan Agus Wuryanta.2007. Analisis Karakteristik Kondisi Fisik Lahan DAS dengan PJ dan SIG di DAS Benain-Noelmina, NTT.Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 7 No. 2 (2007) p: 74-79. Hartono, Puji. 2004. Analisis Lahan Kritisdan Arahan Teknik Lapangan di Sub DAS Lau Renun Hulu. Tesis. Universitas Sumatera Utara. Medan.Kastaman, R., Dwi Rustam Kendarto., dan Sandhi Nugraha. 2007. Penggunaan Metode Fuzzy DalamPenentuan Lahan Kritis dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis di Daerah Sub DAS Cipeles.Jurnal FTIP-Roni Vol. 1 No.16 (2007) hal:1-11. Narulita, I., Rahmat, A., dan Maria, R. 2008. Aplikasi SistemInformasi Geografis untuk Menentukan Daerah Prioritas Rehabilitasi dan 467

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Cekungan Bandung. Jurnal Riset Biologi dan Pertambangan Vol. 18 No. 1 (2008) hal: 23-35.Notohadiprawiro, S. 2006. Lahan Kritis dan Bincangan Pelestarian lingkungan Hidup. Ilmu TanahUniversitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No: P. 32/Menhut-II/2009 Tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai(RTKRHL- DAS). http://www.aphi_net.com. Jakarta [12 April 2010]. Prabawasari, V. W. 2003. AplikasiTeknologi Sistem Informasi Geografis dalam Manajemen Tanah Perkotaan. Jurnal Desain dan Konstruksi.Vol. 2 No.2 (2003). Prahasta, E. 2004. System Informasi Geografis: ArcView Lanjut. Informatika. Bandung.Rahmawaty. 2009. Participatory Land Use Allocation In Besitang watershed, Langkat, North Sumatera,Indonesia. Disertation. Submitted to the Faculty of graduate School University of Philippines Los Banon inPartial Fulfillment of the Requirements For The Degree of Doctor of Philosophy. Philippiness.Sismanto.2009. Analisis Lahan Kritis Sub DAS Riam Kanan DAS Barito Kabupaten Banjar KalimantanTengah. Jurnal Aplikasi. Vol. 6 No.1 (2009) ISSN. 1907-753x. Surgawan, I.K.F. 2004. Analisa TingkatKekritisan DAS di Sub DPS Bango Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis. UniversitasBrawijaya. Malang, Jawa Timur. Wirosoedarmo,R., Bambang Rahadi., dan Dony Anggit Sasmito. 2007.Penggunaan Sistem Informasi Geografi (SIG) Pada Penentuan Lahan Kritis di Wilayah Sub DAS LestiKabupaten Malang ISSN 1411 – 0067 Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Edisi Khusus, No. 3 2007, Hlm.452 - 456 452. Zain, A. S. 1998. Aspek Pembinaan Kawasan Hutan dan Sertifikasi Hutan Rakyat. RinekaCipta. Jakarta. 468

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK PENGOLAHAN KELAPASAWIT SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKANPRODUKSI BERSIH Retno Widhiastuti Departemen Biologi FMIPA Universitas Sumatera Utara Jl.Bioteknologi No. 1 Kampus USU Padang Bulan – Medan E-mail : [email protected] AbstrakProduksi bersih merupakan sebuah strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan terpaduyang perlu diterapkan secara terus menerus pada proses produksi dan daur hidup produk dengan tujuanmengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan. Dalam proses produksinya Pabrik PengolahanKelapa Sawit (PKS) akan menghasilkan limbah padat dan limbah cair. Limbah padat berupa fiber dancangkang dimanfaatkan sebagai bahan baku energy untuk boiler. Limbah padat tandan kosong kelapa sawitdan solid decanter dapat dimanfaatkan sebagai pupuk. Pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit (TKS)

Page 258: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 258/395

1

1

untuk pupuk dilakukan dengan menebarnya pada lahan perkebunan kelapa sawit, namun prosesdekomposisi TKS memerlukan waktu yang cukup lama sekitar 4 – 6 bulan. Penelitian pemanfaatkan TKSmenjadi kompos dengan pemberian inokulum Trichoderma viridae dan limbah cair pabrik kelapa sawitmampu mempercepat pegomposan tandan kosong kelapa sawit hanya dalam waktu 2 bulan. Limbah cairPKS dapat dimanfaatkan sebagai pupuk dan gas metannya dapat dimanfaatkan sebagai sumber energy.Pemanfaatan limbah cair PKS sebagai pupuk dilakukan dengan cara land application setelah limbah cairtersebut dilakukan perlakuan hingga BODnya 3000 – 5000 ppm. Hasil penelitian yang dilakukan di PTTapian Nadenggan SMART Group, Langga Payung, Sumatera Utara dapat meningkatkan produksi kelapasawit 5,75 sampai dengan 33 %. dan PT Perkebunan Milano Wilmark Group, Sumatera Utara. Analisisreduksi metan menggunakan metode menangkap dan membakar gas metan dalam pengolahan limbah cairyang disetujui oleh UNFCCC yaitu: AMS III H menurut Shrestha et al, (2005) yang dilakukan di PTPerkebunan Milano dapat berkurang sebesar 31.895 ton CO 2 e per tahun, dengan opsi jangka waktupenghitungan kredit selama 7 tahun periode pengkreditan diperkirakan sebesar 223.265 ton CO 2 e.Dengan demikian pemanfaatan limbah PKS merupakan bagian dari produksi bersih karena dapatmemberikan tingkat efisiensi pada bahan baku dan energi. Kata kunci : limbah, produksi bersih, kelapasawit. 469

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

PENDAHULUAN Produksi bersih merupakan suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventifdan terpadu yang perlu diterapkan secara terus menerus pada proses produksi dan daur hidup produkdengan tujuan mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan. Berdasarkan konsep produksi bersihtersebut dapat dikatakan bahwa pabrik pengolahan kelapa sawit dalam proses industrinya harus tidakmenghasilkan limbah dalam bentuk apapun, karena limbah tersebut dapat dimanfaatkan atau merupakanbahan baku bagi industri lain. Pabrik pengolahan kelapa sawit akan menghasilkan limbah padat dan limbahcair. Limbah padat berupa fiber dan cangkang dimanfaatkan sebagai bahan baku energy untuk boiler,sedangkan limbah padat tandan kosong kelapa sawit (TKS) dapat dimanfaatkan sebagai pupuk denganditebar langsung di areal perkebunan kelapa sawit atau dibuat kompos terlebih dahulu. Limbah cair pabrikpengolahan kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai pupuk melalui perlakuan “land application” dan gasmetan yang dihasilkan dari limbah cait dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Berdasarkan hal tersebutperlu penelitian pemanfaatan limbah yang dihasilkan oleh pabrik pengolahan kelapa sawit sebagai upayamewujukan produksi bersih. METODE PENELITIAN Penelitian pemanfaatkan TKS menjadi kompos denganpemberian inokulum Trichoderma viridae dan limbah cair pabrik kelapa sawit dilakukan di Pabrik KelapaSawit PT Perkebunan Nusantara II Pagar Merbau, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utaraselama 4 bulan, penelitian pemanfaatan limbah cair dilakukan di perkebunan kelapa sawit PT TapianNadenggan SMART Group, Sumatera Utara, selama 10 bulan, sedangkan penelitian pengurangan emisigas metan dilakukan di PT Perkebunan Milano Wilmark Group, Sumatera Utara, selama 4 bulan. Metodeyang digunakan untuk pembuatan kompos dari TKD dengan rancangan acak lengkap factorial menurutGomez dan Gomez (1994) dengan perlakuan sebagai berikut : pemberian inokulum T1 (pemberian 1 %inokulum Trichoderma viridae), T2 (pemberian 1 % inokulum Trichoderma viridae), T3 (pemberian 1 %inokulum Trichoderma viridae), dan pemberian limbah cair pabrik kelapa sawit A1 ( 2L/kg TKS), A2 (3L/kgTKS), A3 (4L/kg TKS). Ulangan sebanyak 2 kali. Pemanfaatan limbah cair sebagai pupuk dilakukan denganrancangan acak kelompok. menurut Gomez dan Gomez (1994), dengan 4 perlakuan aplikasi limbahsebagai pupuk yaitu :B 0 tanpa aplikasi 470

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 259: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 259/395

1

LPKS, B 1 aplikasi LPKS 14 tahun 1990 - 2004 , B 2 aplikasi LPKS 13 tahun , B 3 aplikasi LPKS 12 tahun1992 - 2004. Ulangan sebanyak 5 kali. Tanaman kelapa sawit yang diberi perlakuan LPKS berumur 5 tahun.LPKS yang diaplikasikan nilai BODnya 2000 ppm. Teknik aplikasi limbah dengan teknik “land application”berbentuk parit dan teras (flatbed). Metode yang digunakan dalam penelitian pengurangan emisi gas metanadalah metode menangkap dan membakar gas metan dalam pengolahan limbah cair yang disetujui olehUNFCCC yaitu: AMS III H (Shrestha et al, 2005). HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanfaatan TKS sebagaikompos Limbah padat berupa TKS sebesar 20 % dari tandan buah sawit (TBS). Menurut (Lubis dan Tobing,1989) setiap ton TKS mengandung unsur hara N,P,K, dan Mg berturut-turut 3 kg urea; 0,6 kg CIRP; 12 kgMOP; dan 2 kg kieserite. Dengan demikian dari satu unit PKS kapasitas 30 ton TBS/jam atau 600 tonTBS/hari akan menghasilkan pupuk N,P,K dan Mg berturut-turut setara dengan 360 kg kieserite, 72 kg CIRP,1.440 kg MOP dan 240 kg kieserite. Dalam pengomposan TKS, mikroorganisme (inokulum) yang terlibatdalam proses pengomposan tidak hanya memerlukan karbon (C) sebagai sumber dan bahan untukmembentuk sel-sel baru tetapi juga memerlukan nitrogen (N) untuk mensintesis protein sel dalammikroorganisme. Pengikatan beberapa jenis hara didalam tubuh jasad renik, terutama N dan unsur lainnyaakan dilepas kembali bila jasad renik itu mati. Oleh karena itu nisbah C/N merupakan salah satu parameterpenting dalam penentuan tingkat kematangan kompos. Suhartatik et al (1998) menjelaskan biasanyakompos dianggap matang bila nisbah C/N sudah menurun hingga sekitar 20. Darnoko et al (1993)menjelaskan tandan kosong kelapa sawit mempunyai nisbah C/N yang tinggi yaitu > 45, apabila bahan inidiberikan langsung ketanah lingkungan tanaman tumbuh maka N dalam tanah akan kurang tersedia bagitanaman akibat N termobilisasi oleh proses perombakan bahan organik oleh mikroorganisme tanah.Perlakuan kombinasi TKS dengan pemberian inokulum Trichoderma viridae dan limbah cair pabrik kelapasawit terhadap nisbah C/N dapat dilihat pada Tabel 1. Pada Tabel 1 menunjukkan perbedaan sangat nyataterhadap kandungan C-organik kompos pada pengomposan minggu ke-2, ke-4, dan ke-6, sedangkan padaminggu ke-8 dan ke-10 tidak berbeda nyata. Hal tersebut menunjukkan pemberian limbah cair pabrik kelapasawit memiliki peranan penting terhadap aktivitas mikroorganisme decomposer, karena selain kadar air,limbah pabrik kelapa sawit mengandung unsur hara seperti N, P, K yang diperlukan 471

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

mikroorganisme dekomposer. Indriani (2000) menjelaskan untuk berfungsinya bakteri decomposer kadar airdalam proses pengomposan aerobic sangat perlu dipertahankan sekitar 60 %. Tabel 1. Pengaruh KombinasiPemberian Inokulum Trichoderma viridae (T) dan Pemberian Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit TerhadapNisbah C/N Kompos Selama 10 Minggu Pengomposan Minggu Ke- Perlakuan(%) T1 T2 T3 A1 A2 A3 A1 A2A3 A1 A2 A3 2 74.95 aA 69.7 abA 57.95 cB 73.15 aA 66.65 bA 41.8 dC 69.65 abA 41.5 dC 35.8 eC 4 68.0aA 64.6 bA 46.05 dC 65.8 abA 57.25 cB 36.0 cD 63.4 bA 34.85 eD 28.35 fE 6 56.4 aA 51.45 bB 38.05 dD52.85 bAB 45.7 cC 31.45 eE 52.9 bAB 28.25 fE 23.2 gF 8 44.4 aA 40.25 bBC 30.4 dD 42.7 abAB 37.3 cC25.05 eE 40.95 bBC 17.2 fF 16.5 fF 10 39.2 aA 32.5 cCD 26.35 eE 36.35 bAB 29.0 dDE 22.1 fF 34.4 bcBC15.1 gG 13.9 gG Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang samamenunjukkan perbedaan yang tidak nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan 1% (huruf besar) berdasarkan ujibeda rata Duncan Pemanfaatan limbah cair PKS sebagai pupuk Sifat kimia tanah secara sederhana adalahkeasaman tanah dan komposisi kandungan hara mineral yang ada dalam tanah. Sifat kimia tanahmempunyai arti penting dalam menentukan kelas kesuburan tanah. Tanaman kelapa sawit tidakmemerlukan tanah dengan sifat kimia yang istimewa, sebab kekurangan suatu unsure hara dapat diatasidengan pemupukan. Pemupukan dengan dosis yang tepat sangat membantu pertumbuhan tanaman kelapasawit, sehingga akan meningkatkan produksinya. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa aplikasiLimbah cair PKS memberikn pengaruh sangat nyata terhadap sifat kimia tanah, kecuali terhadap pH tanah.(Tabel 2). Tabel 2. Hasil rata-rata pengamatan sifat kimia tanah Perlakuan pH Nitrogen (%) Fosfor(me/100g) Kalium (me/100 Mg (me/100 g) C- organik (%) g) B0 4,89 c 0,08 d 46,09 d 0,23 d 0,25 d 1,58 dB1 5,35 a 0,20 a 263,94 a 0,99 a 2,09 a 3,88 a B2 5,05 b 0,14 b 230,33 b 0,64 b 1,63 b 2,85 b B3 4,91 c0,10 c 143,21 c 0,41 c 0,73 c 2,04 c Keterangan : angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang samamenunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji Duncan pada taraf 5 %. 472

Page 260: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 260/395

1

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Dari Tabel 2 menunjukkan bahwa pemberian aplikasi LPKS dapat meningkatkan kesuburan tanah. Hal inisesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zakaria dan Hasan (1989), Pusat Penelitian Kelapa Sawit(1996) bahwa penggunaan limbah cair PKS dengan nilai BOD < 5000 ppm dapat meningkatkan kesuburantanah. Lim (1987) menyatakan beberapa keuntungan pemanfaatan limbah cair PKS antara lain : a)memperbaiki struktur fisik tanah, b) meningkatkan aerasi, peresapan, retensi, dan kelembaban tanah, c)meningkatkan perkembangbiakan dan perkembangan akar, d) meningkatkan kandungan organic tanah, pHtanah, dan kapasitas tukar kation tanah, e) meningkatkan populasi mikroflora dan mikrofauna tanah maupunaktivitasnya. Hasil analisis pengaruh aplikasi limbah cair PKS terhadap produksi kelapa sawit pengaruhaplikasi limbah cair PKS terhadap produksi kelapa sawit menunjukkan bahwa perlakuan aplikasi limbahPKS memberi pengaruh sangat nyata terhadap produksi kelapa sawit (Tabel 3). Tabel 3. Produksi KelapaSawit Setiap Bulan (kg/ha) Akibat Aplikasi Limbah Cair PKS Perlakuan Produksi kelapa sawit B 0 ( TanpaAplikasi) 852 d D B 1 (Aplikasi 14 tahun) 1907 a A B 2 (Aplikasi 13 tahun) 1771 b B B 3 (Aplikasi 12 tahun)1619 c C Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada P0,05 (a, b, c,…) dan P 0,01 (A, B, C,…). Dari Tabel 3 menunjukkan pada pemberian aplikasi limbah PKSselama 15 tahun (B1) memberikan pengaruh produksi kelapa sawit lebih tinggi dibandingkan denganaplikasi limbah selama 14 tahun, 13 tahun, dan tanpa aplikasi limbah. Perbandingan peningkatan produksipada aplikasi limbah PKS tersebut dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini. Tabel 4. Perbandingan peningkatanProduksi Kelapa Sawit Pada Lahan Aplikasi LPKS Aplikasi B0 B1 B2 B3 LPKS B0 - 123,83 % 107,86 %90,02 % B1 - 7,68 17,79 B2 - 9,39 B3 - 473

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa terdapat peningkatan produksi kelapa sawit yang sangat tinggi biladibandingkan dengan produksi kelapa sawit tanpa pemupukan (B0). Pada Tabel 4 juga menunjukkan adakecenderungan makin lama limbah diaplikasikan produksi kelapa sawit makin meningkat. Hal ini sejalandengan penelitian Lim (1987) bahwa aplikasi limbah PKS sebesar 10 cm rey (rain eqyuvalent year) selama5 tahun dapat meningkatkan produksi kelapa sawit 20,3 % dibandingkan dengan produksi kelapa sawit dariperkebunan dengan pupuk anorganik. Pengurangan emisi gas metan Total Pengurangan Emisi Gas Metandari hasil perhitungan total pengurangan emisi gas metan pada PKS Perkebunan Milano dapat dilihat padaTabel 5. Tabel 5. Total Pengurangan Emisi (tonCO2e/thn) Emisi Emisi Tahun Kegiatan Awal ProyekKebocoran Total pengurangan Emisi 1 4.102 35.997 0 31.895 2 4.102 35.997 0 31.895 3 4.102 35.997 031.895 4 4.102 35.997 0 31.895 5 4.102 35.997 0 31.895 6 4.102 35.997 0 31.895 7 4.102 35.997 0 31.895Total (tCO2e) 28.714 251.980 0 223.265 Dari Tabel 5 maka dapat dilihat bahwa total pengurangan emisi gasmetan yang dihasilkan sebesar 31.895 ton CO2e/thn. Jadi total pengurangan emisi selama periodepengkreditan 7 tahun yang dilakukan PKS PT Perkebunan Milano diperkirakan sebesar 223.265 ton CO2e.Hal ini berarti bahwa PKS PT Perkebunan Milano setelah melaksanakan proyek MPB dapat mengurangiemisi gas metan sebesar 31.895 ton CO2e per tahun. Menurut Zen (2007) bahwa pabrik kelapa sawitdengan kapasitas olah 45 ton TBS dapat menghasilkan 18.000 ton setara CO2 per tahun. SelanjutnyaBuron (2008) mengemukakan bahwa pabrik kelapa sawit di Guatemala dengan kapasitas olah 30 ton TBSdan mengolah 116.000 ton TBS per tahun diperkirakan dapat menghasilkan pengurangan emisi gas metansebesar 13.084 ton CO2e per tahun. KESIMPULAN 1. Kombinasi pemberian inokulum fungi Trichodermaviridae dengan pemberian limbah cair pabrik kelapa sawit dapat lebih 474

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 261: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 261/395

1

mempercepat laju dekomposisi nisbah tanah 39,2 – 13,9 pada waktu sepuluh minggu pengomposan. 2.Terdapat kecenderungan selama 15 tahun aplikasi LPKS, sifat kimia tanah, meningkat dibandingkan denganaplikasi selama 14 dan 13 tahun. 3. Pemberian aplikasi limbah cair PKS dapat meningkatkan produksikelapa sawit. 4. Emisi gas metan di PT Perkebunan Milano dapat berkurang sebesar 31.895 ton CO 2 e pertahun, dengan opsi jangka waktu penghitungan kredit selama 7 tahun periode pengkreditan diperkirakansebesar 223.265 ton CO 2 e. 5. Pemanfaatan limbah padat, limbah cair dan pengurangan emisi gas metanpada pabrik pengolahan kelapa sawit menunjukkan bahwa penerapan produksi bersih di industriaperkelapasawitan dapat dilakukan. DAFTAR PUSTAKA Darnoko. 2001. Produksi sawit Tanpa Buangan.Kompas. Selasa 13 November 2001. Gomez, A.K. and A.A. Gomez. 1994. Statistical Prosedure forAgricultural. Research. Terjemahan. Syamsudin, E. dan S.B. Yustika (1995). Prosedur Statistik UntukPenelitian Pertanian. Penerbit Universitas Indonesia Press. Jakarta. Lim, K.H. 1987. Trial on long-term effectof application of POME on soil poperties. Oil palm nutrion and yields. Proceedings of the 1987 internationaloil palm/ palm oil conferences progress and prospects. Palm Oil Research Institute of Malaysia. KualaLumpur. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 1996. Rencana Strategis Pusat Penelitian Kelapa Sawit Tahun 1997– 2005. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan. Shrestha,R.M., Sharma,S.,Timilsina,G.R., and Kumar. 2005.Baseline Methodologies for Clean Development Mechanism Projects. A Guide Book UNEP Risø Center.Denmark. Suhartatik, E. Salma, dan R. damanhuri. 1998. Pemanfaatan Trichoderma untuk mempercepatpelapukan jerami. Makalah Temu Ilmiah Bioteknologi Pertanian. BPBTP Bogor. Zakaria, Z.Z. dan A. Hassan.1989. Pengendalian limbah industri minyak sawit (Pengalaman Malaysia). Prosiding seminar nasionalpengendalian limbah pabrik minyak sawit dan karet. Balai Penelitian Perkebunan. Medan. Zen, Z. 2007.Peluang Emas Berdagang Karbon. Mandat Bali: Selamatkan Bumi. Gatra. Edisi Khusus Perubahan Iklim.PT. Era Media Informasi. Jakarta. 475

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

KARAKTERISTIK DAN POTENSI KOMPOS SAMPAH KOTA SEBAGAI PUPUK ORGANIK DALAM UPAYAMENGURANGI PENCEMARAN LINGKUNGAN Siti Fatimah Batubara dan Irma Calista Siagian BPTPSumatera Utara Jl. Jend. Besar A.H. Nasution No. 1B Medan Email : [email protected] AbstrakKebersihan kota selalu dihubungkan dengan masalah sampah dan pengelolaannya. Hingga hari ini masalahsampah belum mendapatkan solusi yang tepat untuk pemecahannya. Pertambahan jumlah penduduk danperubahan pola konsumsi masyarakat menimbulkan bertambahnya volume, jenis, dan karakteristik sampahyang semakin beragam. Sebagian besar sampah kota berasal dari pemukiman yaitu berupa sampah dapur(garbage), Artinya bahwa volume sampah kota sebagian besar bersifat organik dan dapat membusuk.Untuk itu, pengelolaan sampah ini menjadi sangat penting, karena jika terjadi penimbunan tanpa melakukanpembuangan ke tempat pembuangan sementara (TPS) atau tempat pembuangan akhir (TPA) akanmengakibatkan gangguan berupa bau dan ketidaknyamanan lingkungan. Oleh karena itu, pengolahansampah kota menjadi kompos menjadi hal yang sangat penting untuk mengurangi pencemaran lingunganyang diakibatkan oleh sampah kota. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik dan potensi kompossampah kota sebagai pupuk organik dalam upaya mengurangi pencemaran lingkungan. Untuk itu dilakukanpengumpulan data berupa hasil analisis sifat kimia dari kompos sampah kota Medan. Data diperoleh darilaboratorium tanah BPTP Sumut. Selanjutnya dilakukan kajian potensi kompos sampah kota tersebutsebagai pupuk organik berdasarkan hasil analisis sifat kimia yang diperoleh. Hasil analisis sifat kimiakompos sampah kota medan menunjukkan bahwa kandungan C-organik kompos sebesar 2,73%,sedangkan kandungan N-total, P 2 O 5 -total, K 2 O, dan MgO berturut-turut yaitu 0,69%, 0,54%, 0,16% dan0,29%. Kandungan logam berat seperti Fe menunjukkan nilai sebesar 3,13%. Dari hasil tersebut, meskipunkandungan hara pada kompos sampah kota relatif rendah namun kompos sampah kota berpotensi dijadikansebagai pupuk organik untuk memperbaiki sifat fisik tanah dan juga menjadi alternatif untuk mengurangipencemaran lingkungan yang bisa diakibatkan oleh sampah kota jika tidak dilakukan pengolahan. Katakunci: kompos, sampah kota, pencemaran lingkungan 476

Page 262: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 262/395

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

PENDAHULUAN Masalah kebersihan muncul akibat aktifitas manusia dalam kehidupannya. Berbicaramengenai kebersihan kota, kita akan bersinggungan dengan banyak elemen yang berkaitan langsungdengan kebersihan itu sendiri, yaitu pemerintah, masyarakat, keluarga, dan individu. Masing-masing elementersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan harus saling mendukung, karena jika sebagianmelakukan perbaikan dan sebagian lainnya tidak mendukung bahkan justu merusak, maka tujuan yangdiinginkan tidak akan pernah terwujud. Kebersihan kota selalu dihubungkan dengan masalah sampah danpengelolaannya. Hingga hari ini masalah sampah belum mendapatkan solusi yang tepat untukpemecahannya. Pertambahan jumlah penduduk dan perubahan pola konsumsi masyarakat menimbulkanbertambahnya volume, jenis, dan karakteristik sampah yang semakin beragam. Bersamaan dengan hal itujuga bahwa pengelolaan sampah selama ini belum sesuai dengan metode dan teknik pengelolaan sampahyang berwawasan lingkungan sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat danlingkungan. Dalam UU No 18 Tahun 2008 dikatakan bahwa permasalahan sampah telah menjadipermasalahan nasional sehingga pengelolaannya perlu dilakukan secara komprehensif dan terpadu darihulu ke hilir agar memberikan manfaat secara ekonomi, sehat bagi masyarakat, dan aman bagi lingkungan,serta dapat mengubah prilaku masyarakat. Sampah didefinisikan sebagai ” sisa kegiatan sehari-harimanusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat”. Sampah yang dikelola menurut undang- undangtersebut adalah sampah rumah tangga, sampah sejenis sampah rumah tangga, dan sampah spesifik.Sebagian besar sampah kota berasal dari pemukiman yaitu berupa sampah dapur (garbage). Artinya bahwavolume sampah kota sebagian besar bersifat organik dan dapat membusuk. Untuk itu, pengelolaan sampahini menjadi sangat penting, karena jika terjadi penimbunan tanpa melakukan pembuangan ke tempatpembuangan sementara (TPS) atau tempat pembuangan akhir (TPA) akan mengakibatkan gangguanberupa bau dan ketidaknyamanan lingkungan. Oleh karena itu, pengolahan sampah kota menjadi komposmenjadi hal yang sangat penting untuk mengurangi pencemaran lingungan yang diakibatkan oleh sampahkota. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik dan potensi kompos sampah kota sebagai pupukorganik dalam upaya mengurangi pencemaran lingkungan. 477

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

METODOLOGI Pengumpulan data berupa hasil analisis sifat kimia dari kompos sampah kota Medandiperoleh dari laboratorium tanah BPTP Sumut. Selanjutnya dilakukan kajian potensi kompos sampah kotatersebut sebagai pupuk organik berdasarkan hasil analisis sifat kimia yang diperoleh. HASIL DANPEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis terhadap kompos sampah kota medan yang ditunjukkan padaTabel 1 diketahui bahwa kandungan C- organic sebesar 2,73%. Hasil tersebut masih sangat rendah apabiladibandingkan dengan kriteria yang disyaratkan pada permentan no 28 tahun 2009 (Tabel 2) yaitu >12%, danstandar kompos sampah kota berdasarkan SNI (Tabel 3) yaitu 9,8%. pH sebesar 7,32 sudah memenuhistandar permentan dan SNI yaitu 4 – 8 (permentan) dan 6,8 – 7,49 (SNI). Kandungan N- total, P 2 O 5 , danK 2 O berturut-turut sebesar 0,69%, 0,54%, dan 0,16% sudah memenuhi standar permentan yaitu <6%.Beberapa kandungan logam berat yang melebihi standar yang disyaratkan permentan dan SNI yaitu Fesebesar 3,13% sementara standar permentan kandungan Fe dalam pupuk organic minimal 0 dan maksimal0,8%. Demikian juga dengan Pb sebesar 211,22 ppm telah melebihi standar permentan yakni ≤50 ppm.Berdasarkan hasil analisis tersebut, kompos sampah kota yang dianalisis masih belum memenuhi standaruntuk diaplikasikan sebagai pupuk organic, disebabkan kandungan C organic yang masih sangat rendahdan juga kandungan logam berat seperti Fe dan Pb yang cukup tinggi sehingga dikhawatirkan dapat bersifatracun. Namun demikian, pengolahan sampah kota menjadi kompos dapat menjadi alternatif untukmengurangi pencemaran lingkungan yang bisa diakibatkan oleh sampah kota jika tidak dilakukanpengolahan. Akan tetapi perlu dilakukan proses pengomposan yang baik agar kualitas kompos yang

Page 263: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 263/395

1

1

dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik yang baik pula. Tabel 1. Hasil analisis kompossampah kota Medan No JENIS ANALISIS N I L A I Metode 01 N – Total (%) 0.69 Kjeldahl 02 P 2 O 5 – Total(%) 0.54 Spectrophotometry 03 K 2 O (%) 0.16 AAS 04 MgO (%) 0.29 AAS 05 S (%) 0.35Spectrophotometry 06 Cu (ppm) 119.99 AAS 07 Zn (ppm) 99.16 AAS 08 Mn (%) 0.017 AAS 09 Fe (%) 3.13AAS 10 Pb (ppm) 211.22 AAS 478

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

No JENIS ANALISIS N I L A I Metode 11 Cd (ppm) Td * ) AAS 12 Co (ppm) 10.90 AAS 13 B (ppm) 30.00Spectrophotometry 14 Moisture (%) 26.82 Oven 15 pH 7.32 Elektrometry 16 C – Organik (%) 2.73Spectrophotometry 17 Hg (ppm) 0.03 AAS 18 As (ppm) Td * ) AAS 19 Mo (ppm) 8.00 AAS Keterangan :Td*) = Tidak Terdeteksi Tabel 2. Persyaratan teknis minimal pupuk organik menurut permentan no 28 tahun2009 No Parameter Satuan Persyaratan Granul/pelet Remah/Curah Murni Diperkaya Cair/Pasta MurniDiperkaya mikroba mikroba 1 C- Organik % >12 >12 ≥4 ≥12 ≥12 2 C/N Rasio 15 - 25 15 - 25 15 - 25 15 - 253 Bahan ikutan (plastic, kaca, % <2 <2 <2 <2 <2 kerikil, endapan 4 Kadar air % 4 – 15*) 10 – 20*) 15 – 25*)15 – 25*) 5 Kadar logam berat As Hg Pb Cd ppm ppm ppm ppm ≤10 ≤1 ≤50 ≤10 ≤10 ≤1 ≤50 ≤10 ≤2,5 ≤0,25≤12,5 ≤2,5 ≤10 ≤1 ≤50 ≤10 ≤10 ≤1 ≤50 ≤10 6 pH 4 - 8 4 - 8 4 - 8 4 - 8 4 - 8 7 Kadar total N P 2 O 5 K 2 O 8Mikroba kontaminan E.Coli Salmonella sp. % % % <6*** <6** <6** <6*** <6** <6** <2 <2 <2 <6*** <6** <6**<6*** <6** <6** cfu/g <10 2 <10 2 <10 2 <10 2 <10 2 cfu/ml 9 Mikroba fungsional cfu/g - <10 3 - - <10 3(penambat N, pelarut P, dll) cfu/ml 10 Ukuran butir mm 2 -5 (min 2 -5 (min - - - 80%) 80%) 11 Kadar unsurmikro Fe total Mn Cu Zn B Co Mo ppm Min 0, maks 8000 Min 0, maks 5000 Min 0, maks 5000 Min 0, maks5000 Min 0, maks 2500 Min 0, maks 20 Min 0, maks 10 Min 0, maks 8000 Min 0, maks 5000 Min 0, maks5000 Min 0, maks 5000 Min 0, maks 2500 Min 0, maks 20 Min 0, maks 10 Min 0, maks 800 Min 0, maks1000 Min 0, maks 1000 Min 0, maks 1000 Min 0, maks 500 Min 0, maks 5 Min 0, maks 1 Min 0, maks 8000Min 0, maks 5000 Min 0, maks 5000 Min 0, maks 5000 Min 0, maks 2500 Min 0, maks 20 Min 0, maks 10Min 0, maks 8000 Min 0, maks 5000 Min 0, maks 5000 Min 0, maks 5000 Min 0, maks 2500 Min 0, maks 20Min 0, maks 10 479

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tabel 3. Standar kualitas kompos berdasarkan SNI: 19-1730-2004 No Parameter Satuan Min Maks NoParameter Satuan Min Maks 1 Kadar air % 50 17 Cobal (Co) mg/kg * 34 2 Temperatur Suhu air tanah 18Chromium (Cr) mg/kg * 210 3 Warna Kehitaman 19 Tembaga (Cu) mg/kg * 100 4 Bau Berbau tanah 20Mercuri (Hg) mg/kg 0,8 5 Ukuran partikel mm 0,55 25 21 Nikel (Ni) mg/kg * 62 6 Kemampuan ikat % 58 22Timbal (Pb) mg/kg * 150 air 7 pH 6,80 7.49 23 Selenium (Se) mg/kg * 2 8 Bahan asing % * 1,5 24 Seng (Zn)mg/kg * 500 Unsur Makro Unsur lain 9 Bahan organic % 27 58 25 Kalsium (Ca) % * 25,50 10 Nitrogen %0,40 26 Magnesium (Mg) % * 0,60 11 Karbon % 9,80 32 27 Besi (Fe) % * 2,00 12 Phospor (P 2 O 5 ) % 0,1028 Aluminium (Al) % 2,20 13 C/N Ratio 10 20 29 Mangan (Mn) % 0,10 14 Kalium (K 2 O) % 0,20 * BakteriUnsur Mikro 30 Fecal coli MPN/gr 1000 15 Arsen mg/kg * 13 31 Salmonella sp. MPN/4gr 3 16 Cadmium(Cd) mg/kg * 3 Keterangan: *Nilainya lebih besar dari minimum atau lebih kecil dari maksimumKESIMPULAN DAN SARAN 1. Kompos sampah kota yang dianalsis belum memenuhi standar Permentandan SNI sebagai pupuk organik. 2. Diperlukan cara pengomposan yang tepat untuk menghasilkan kompossampah kota yang baik sehingga dapat digunakan sebagai pupuk organik. 3. Pembuatan kompos darisampah kota dapat menjadi alternatif untuk mengurangi pencemaran lingkungan. DAFTAR PUSTAKADamanhuri, E. 2008. Pengelolaan Sampah yang Berbasiskan Reduksi dan Daur Ulang MerupakanKeharusan. Makalah dalam seminar Pelestarian Lingkungan dan Nilai Tambah dari Sampah. Bogor. (19 Juni2008). Permentan. No 28/permentan/SR.130/5/2009. Persyaratan teknis minimal pupuk organik. SNI:19-7030-2004. Spesifikasi kompos dari sampah organic domestik. Undang-undang RI No 18 Tahun 2008.

Page 264: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 264/395

1

1

1

Tentang Pengelolaan Sampah. http://sriwahyono.blogspot.com/2011/02/kualitas-pog-dari-sampah- kota-memenuhi.html 480

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

APLIKASI TUMBUHAN AIR, Typha latifolia dan Saccharum spontaneumSECARA PHYTOREMEDIASI PASA PENGOLAHAN LIMBAH

NINJA Suhendrayatna 1 , Marwan 1 , Rika Andriani 1 , Yuliza Fajriana 1 , dan Elvitriana 2 1 Jurusan TeknikKimia, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala Jalan Tgk. Abdurrauf No. 7, Darussalam, Banda Aceh,Indonesia Email : [email protected] 2 Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, UniversitasSerambi Mekkah Jalan Universitas Muhammadyah No. 46, Batoh, Banda Aceh, Indonesia Abstrak Aplikasitanaman air Typha latifolia dan Saccharum spontaneum pada pengolahan limbah tinja telah dilakukandengan tujuan mengetahui tingkat efektivitas tanaman air dalam menurunkan konsentrasi ChemichalOxygen Demand (COD), Biological Oxygen Demand (BOD) dan Total Suspended Solid (TSS). Penelitiandilakukan dengan metode phytoremediasi pada Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT) Kota Banda Aceh.Air limbah dialirkan dengan laju alir 5 ml/detik (HRT 24 jam) selama 15 hari ke dalam masing-masing bakyang telah ditanami tanaman. Pertumbuhan tumbuhan diamati dengan mengukur pertambahan bagiantunasnya dan air keluaran dianalisa dengan metode standar untuk mengetahui persentase penurunankandungan COD, BOD, dan TSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa limbah tinja dapat menghambat lajupertumbuhan tanaman Typha latifolia dan Saccharum spontaneum, dimana pertumbuhan kedua tanamantersebut lambat namun tidak menyebabkan kematian. Aplikasi proses phytoremediasi denganmenggunakan tanaman Typha latifolia dan Saccharum spontaneum pada pengolahan limbah tinja (denganbeban COD: 591 mg/L; BOD: 67 mg/L; TSS: 188,431 mg/L) dapat menurunkan konsentrasi COD, BOD, danTSS masing-masing adalah 50,15%; 56,72%; dan 88,83%. Sementara itu, untuk tumbuhan Saccharumspontaneum masing-masing adalah 56,41%; 37,31; dan 97,96% Hasil penelitian secara umummenunjukkan bahwa walaupun limbah tinja menghambat laju pertumbuhan kedua tumbuhan, namun keduatumbuhan tersebut berpotensial digunakan untuk proses phytoremediasi dan efektif untuk menyisihkanCOD, BOD, dan TSS dari air limbah tinja perkotaan. Kata kunci:

Typha latifolia, Saccharum spontaneum, phytoremediasi, limbah tinja481 Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

PENDAHULUAN Masalah limbah tinja merupakan salah satu isu utama yang timbul di setiap kota diIndonesia terutama kota besar. Persoalan ini terutama dihadapi oleh pengelola kota dalam menyediakansarana dan prasarana perkotaan. Meningkatnya pertumbuhan penduduk yang tinggi disertai dengankemajuan tingkat perekonomian, sangat mempengaruhi peningkatan jumlah limbah manusia. Apabila tidakdikelola dengan baik maka akan mempengaruhi tingkat kebersihan dan mencemari lingkungan yang padaakhirnya dapat menurunkan tingkat kesehatan masyarakat. Penimbunan limbah tinja pada InstalasiPengolahan Limbah Tinja (IPLT) akan mengalami proses penguraian secara kimia dan biokimia. Prosespengolahan lumpur tinja bertujuan untuk menurunkan kadar air dalam lumpur dan menghilangkan bahan-bahan organik yang masih terkandung dalam lumpur. Karena kandungan zat hara dan nutrien yang baikpada lumpur tinja, hasil olahan dari lumpur tinja dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif bahanpembuatan kompos dengan memperhatikan rasio C/N yang ada pada lumpur. Proses pengolahan limbahtinja dapat dilakukan dengan metode phytoremediasi yaitu proses bioremediasi dengan menggunakanberbagai tanaman untuk menghilangkan, memindahkan, dan atau menghancurkan kontaminan dalam tanah

Page 265: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 265/395

1

1

dan air bawah tanah. Sumarsih (2007) menjelaskan beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa tanamanair yang dimanfaatkan sebagai penyerap memiliki kemampuan untuk menyerap polutan dari air limbah,dimana penyerapan polutan terjadi pada saat transpirasi. Transpirasi tanaman terjadi sebagai akibatmeningkatnya suhu lingkungan pada siang hari. Polutan setelah diabsorbsi masuk ke dalam perakaran akandiakumulasi pada bagian- bagian tertentu dari tanaman, seperti akar, batang, daun, atau biji. Penelitian yangberkenaan dengan proses biosorbsi zat pencemar dalam upaya pengurangan zat pencemar denganmelibatkan tumbuhan telah menjadi subjek yang menarik saat ini (Edme dkk., 2006; Suhendrayatna dkk.,2008; Irhamni, dkk., 2009, Elvitriana, dkk., 2011). Sejalan dengan itu, penelitian ke arah pencarian metodebaru untuk mengurangi zat pencemar selalu dilakukan. Salah satunya adalah mencari jenis tumbuhan airyang memiliki kemampuan tinggi dalam menyerap sekaligus memiliki daya tahan terhadap zat pencemarsehingga dapat diaplikasikan dalam proses bioremoval. Hasil penelitian ini memaparkan kemampuantumbuhan air Typha latifolia dan Saccharum spontaneum dalam mengurangi COD, BOD, dan TSS pada airlimbah tinja yang diharapkan akan bermanfaat untuk diaplikasikan pada pengolahan limbah, khususnyalimbah cair tinja domestik. 482

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

METODOLOGI Bahan dan Peralatan Air limbah tinja diambil dari kolam anaerobic IPLT Gampong Jawa,sementara tumbuhan air Typha latifolia dan Saccharum spontaneum dikulturisasi dari perairan sekitar IPLTGampong Jawa, Kota Banda Banda Aceh. Bahan kimia yang digunakan untuk analisa diperoleh secarakomersial dari Wako Pure Chemical Industries, LTD. Kulturisasi Typha latifolia dan Saccharum spontaneumPenelitian dilaksanakan di Outdoor Laboratory Jurusan Teknik Kimia Universitas Syiah Kuala, Banda Acehdan IPLT Gampong Jawa, Kota Banda Aceh yang dimulai dengan membuat bak kulturisasi yang terdiri daritanah basah, lumpur, dan kerikil (sand gravel filter). Sebelum dilakukan perlakuan, Typha latifolia danSaccharum spontaneum dihidupkan terlebih dahulu pada bak kulturisasi selama 2 minggu agar dapatberadaptasi. Analisa COD, BOD, dan TSS Analisa kandungan COD, BOD, dan TSS pada air limbah tinjadilakukan dengan metode standart dan peralatan analisa yang sesuai dengan peruntukkannya. PenurunanCOD, BOD, dan TSS pada Limbah Tinja Tanaman Typha latifolia yang diambil sebagai tanaman kontrolmemiliki ketinggian awal + 19 cm dan untuk perlakuan dengan tinggi + 12,40 cm, sedangkan Saccharumspontaneum yang diambil sebagai tanaman kontrol setinggi + 12 cm dan untuk perlakuan setinggi + 13 cm.Tanaman kontrol adalah tanaman yang tidak dialirkan air limbah, dan digunakan untuk membandingkandengan tanaman perlakuan yang dialirkan limbah. Tanaman-tanaman tersebut kemudian ditumbuhkan kedalam bak yang kemudian dialirkan dengan limbah tinja yang berasal dari penampung keluaran anaerobicIPLT. Bak berfungsi sebagai penyaring (sand gravel filter) yang berisikan tanah dan kerikil. Air limbahdengan laju alir 5 ml/detik (HRT 24 jam) dialirkan selama 15 hari ke dalam masing-masing bak yang telahditanami tanaman dan pertumbuhan tumbuhan air tersebut diamati dengan mengukur pertambahan bagiantunasnya pada selang waktu tertentu. Air keluaran diambil dan dianalisa dengan metode standar untukmengetahui penurunan COD, BOD, dan TSS. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian menitikberatkan padastudi penurunan COD, BOD, dan TSS pada limbah tinja oleh tanaman air Typha latifolia dan 483

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Saccharum spontaneum pada bak uji. Penelitian dimulai dengan mengalirkan air limbah tinja pada bak yangtelah ditanami tanaman Typha latifolia dan Saccharum spontaneum secara kontinyu dengan HRT 24 jam.Karakteristik Limbah Tinja Kota Banda Aceh Limbah tinja dari setiap rumah masyarakat Kota Banda Acehdiangkut dengan menggunakan mobil penyedot tinja, kemudian dikirimkan ke IPLT Gampong Jawa, KotaBanda Aceh. Air limbah tinja tersebut dimasukkan ke dalam kolam penampungan dan kemudian dialirkan kedalam bak lumpur aktif untuk diproses secara anaerobik. Berdasarkan hasil analisis, karakteristik limbah

Page 266: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 266/395

1

1

1

tinja IPLT Gampong Jawa ditabulasikan pada Tabel 1. Tabel 1 Karakteristik air limbah tinja IPLT GampongJawa, Kota Banda Aceh No Parameter Satuan Hasil Analisa 1 Chemical Oxygen Demand mg/L 591 (COD)2 Biological Oxygen Demand mg/L 67 (BOD) 3 Total Suspended Solid (TSS) mg/L 188,43 4 pH - 5,75 5Dissolved Oxygen mg/L 5,5 6 Temperatur air limbah oC 27,6 Pengukuran dilakukan dengan tiga kalipengulangan Pengaruh Limbah Tinja terhadap Pertumbuhan Typha latifolia dan Saccharum spontaneumPertumbuhan tumbuhan air diamati dengan mengukur pertambahan bagian tunasnya pada selang waktutertentu dan hasilnya diilustrasikan pada Gambar 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa padapertumbuhan awal kedua tanaman control sangat cepat di mana tanaman kontrol Typha latifolia bertambahsetinggi 9 cm, sedangkan Saccharum spontaneum bertambah setinggi 13,7 cm. Berbeda dengan tanamankontrol, pertambahan tinggi kedua tanaman perlakuan lebih lambat. Typha latifolia bertambah tinggi sebesar1,6 cm, sedangkan Saccharum spontaneum bertambah tinggi sebesar 0,7 cm. Setelah 1 hari kulturisasi,pertambahan tinggi tanaman mengalami fluktuasi, tetapi tidak mematikan. Hal ini menunjukkan bahwa airlimbah tinja mengakibatkan laju pertumbuhan tanaman Typha latifolia dan Saccharum spontaneumterhambat. Hal ini disebabkan karena nutrien yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman semakinmenipis seiring 484

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

dengan meningkatnya jumlah mikroorganisme pada akar. Mikroorganisme membutuhkan nutrien yang adapada limbah untuk menguraikan bahan organik pada air limbah, sehingga terjadinya persaingan antaratanaman dan mikroorganisme pada akar tanaman seperti yang dikemukakan oleh Suhardjo (2008). Hasilpenelitian juga menunjukkan bahwa secara keseluruhan pertumbuhan Typha latifolia lebih cepatdibandingkan Saccharum spontaneum pada air limbah tinja yang berarti Typha latifolia lebih tahan terhadapair limbah tinja dibandingkan dengan Saccharum spontaneum. Gambar 1. Pengaruh limbah tinja terhadappertumbuhan Typha latifolia dan Saccharum spontaneum (COD: 591 mg/L; BOD: 67 mg/L; TSS: 188,431mg/L; HRT: 24 jam dan T: 27 C) Gambar 1. Pengaruh limbah tinja terhadap pertumbuhan Typha latifolia danSaccharum spontaneum (COD: 591 mg/L; BOD: 67 mg/L; TSS: 188,431 mg/L; HRT: 24 jam dan T: 27 C)Penurunan Kandungan Chemical Oxygen Demand (COD) pada Air Limbah Penurunan kandungan CODpada air limbah tinja oleh Typha latifolia dan Saccharum spontaneum diukur setiap hari selama 9 hari. 485

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Gambar 2. Pengaruh tumbuhan Typha latifolia dan Saccharum spontaneum terhadap penurunan kadarCOD dari air limbah tinja (COD: 591 mg/L; dan HRT: 24 jam) Gambar 2 menunjukkan penurunankonsentrasi COD selama beberapa waktu phytoremediasi dengan memanfaatkan Typha latifolia danSaccharum spontaneum dengan konsentrasi awal 591 mg/L. Typha latifolia menurunkan konsentrasi CODpada beberapa waktu tertentu berturut-turut adalah 354 mg/L; 340 mg/L; 325 mg/L; 260 mg/L; dan 194mg/L. Penurunan konsentrasi COD oleh Typha latifolia lebih kecil bila dibandingkan dengan menggunakanSaccharum spontaneum. Penurunan konsentrasi COD oleh Saccharum spontaneum selama waktu yangditetapkan adalah 280 mg/L; 270 mg/L; 260 mg/L; 246 mg/L; dan 232 mg/L. Penurunan konsentrasi CODdengan perlakuan Typha latifolia tertinggi terjadi pada hari ke 9 mencapai 67,17% dengan konsentrasi awalCOD sebesar 591 mg/L, sedangkan perlakuan oleh Saccharum spontaneum mengalami penurunan tertinggimencapai 60,74% dengan konsentrasi awal COD sebesar 591 mg/L seperti yang ditunjukkan pada Gambar3. 486

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 267: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 267/395

1

1

Gambar 3. Persentase penurunan kadar COD dengan taaman Typha latifolia dan Saccharum Spontaneum(COD: 591 mg/L; dan HRT: 24 jam) Hasil penelitian menunjukkan bahwa Typha latifolia dan Saccharumspontaneum mampu menurunkan COD masing-masing hingga 67,17% dan 60,74% dengan HRT 24 jamselama 9 hari. Akhirruliawati dan Amal (2010) melaporkan bahwa semakin lama waktu operasi makasemakin besar penurunan konsentrasi COD dan semakin besar konsentrasi Degra simba untuk mengolahlimbah maka semakin besar pula penurunan konsentrasi COD. Hasil yang sama juga dilaporkan oleh Prabudan Udayasoorian (2007) bahwa penurunan kadar COD dari air limbah pabrik pulp oleh tanaman Typhalatifolia dan Cyperus pangorei secara berturut-turut adalah 62,55% dan 49% dengan konsentrasi awal BODadalah 79 mg/L. Penurunan Kandungan Biological Oxygen Demand (BOD) pada Air Limbah Penurunankandungan BOD pada air limbah tinja oleh tanaman Typha latifolia dan Saccharum spontaneum dianalisasetiap hari selama 9 hari dan hasilnya diilustrasikan pada Gambar 4 dan Gambar 5. 487

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Gambar 4. Pengaruh tumbuhan Typha latifolia dan Saccharum spontaneum terhadap penurunan kadarBOD dari air limbah tinja (BOD: 67 mg/L, dan HRT: 24 jam) Gambar 5. Persentase penurunan kadar BODdengan tanaman Typha latifolia dan Saccharum Spontaneum (BOD: 67 mg/L, dan HRT: 24 jam) 488

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Konsentrasi BOD pada keluaran yang berasal dari bak anaerobik IPLT adalah sebesar 67 mg/L. Setelah 3hari kulturisasi, konsentrasi tersebut turun hingga 46 mg/L yang disebabkan proses penyerapan oleh akarTypha latifolia, sedangkan penyerapan oleh Saccharum spontaneum mengakibatkan konsentrasi BOD turunhingga 33 mg/L. Nilai ini menunjukkan perbedaan penurunan konsentrasi BOD dengan pemanfaatan duatanaman penyerap yang berbeda. Penurunan konsentrasi BOD ditemukan lebih tinggi oleh tanaman Typhalatifolia dibandingkan dengan Saccharum spontaneum. Penurunan konsentrasi BOD oleh Typha latifoliatertinggi terjadi pada hari ke 9 yang mencapai 76,12% dengan konsentrasi awal BOD sebesar 67 mg/L,sedangkan oleh Saccharum spontaneum penurunan tertinggi terjadi hingga 47,76% dengan konsentrasiawal BOD sebesar 67 mg/L seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5. Hasil ini menunjukkan bahwapenurunan konsentrasi BOD juga dipengaruhi oleh tanaman dengan melibatkan aktivitas mikroorganismeyang dapat menguraikan senyawa organik dalam proses phytoremediasi. Phytoremediasi yang terjadiadalah proses rhizofiltrasi/rhizodegradasi yaitu pemanfaatan akar tumbuhan untuk menyerap polutan dari airlimbah (Ghosh dan Singh, 2005). Prabu dan Udayasoorian (2007) juga menegaskan bahwa penurunanBOD dapat disebabkan oleh oksidasi bahan organik pada lahan basah yang menyediakan energi untukproses metabolisme mikroba. Bahan organik yang terdapat dalam limbah menyediakan substrat untukmetabolisme mikroba aerobik dan lamanya waktu operasi menyebabkan semakin banyak BOD yangdiserap. Selain itu penurunan BOD juga dipengaruhi oleh lamanya waktu fotoremediasi seperti yangdikemukakan oleh Zhang dkk. (2006). Penurunan Total Suspended Solid (TSS) Penurunan kandungan TSSpada air limbah tinja oleh tanaman Typha latifolia dan Saccharum spontaneum diukur setiap hari selama 9hari dan hasilnya diilustrasikan pada Gambar 6. Penurunan kandungan TSS oleh Typha latifolia secaraberturut- turut selama 15 hari kulturisasi masing-masing 58,600; 31,133; 14,733; 13,467; 13,005; 12,891;12,570; dan 12,015 mg/L, sedangkan penurunan kadar TSS oleh Saccharum spontaneum masing-masing8,000; 5,333; 3,533; 2,933; 2,761; 2,702; 2,699; dan 2,651 mg/L dengan konsentrasi TSS awal sebesar188,431 mg/L. Penurunan kadar TSS tertinggi terjadi pada hari ke 15 yang mencapai 93,62% oleh Typhalatifolia dan 98,59% oleh Saccharum spontaneum. Penurunan kandungan TSS ini tidak terlepas darikeberadaan media sand gravel 489

Page 268: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 268/395

1

1

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

filter yang digunakan sebagai filtrasi yang dapat mengendapkan bahan- bahan padatan terlarut. Semakinlama waktu kulturisasi maka semakin banyak bahan-bahan padatan terlarut yang dapat diendapkan. Hal inididukung juga dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Suhardjo (2008) dimana partikel besar bahanpadatan terlarut dalam air limbah akan mengendap setelah terbawa oleh air, sedangkan yang lebih ringanakan ikut terbawa oleh air dan tertahan oleh tanaman yang selanjutnya mengendap. Partikel yang lebih kecilakan terserap pada lapisan biofilm yang menempel pada permukaan media atau akar tanaman di dalam bakperlakuan. Gambar 6. Penurunan kandungan TSS dari air limbah tinja KESIMPULAN Berdasarkan hasilpenelitian maka kesimpulan yang dapat dipaparkan adalah sebagai berikut ini. (1) Limbah tinja dapatmenghambat laju pertumbuhan tanaman Typha latifolia dan Saccharum spontaneum, namun tidakmenyebabkan kematian tanaman; (2) Aplikasi proses phytoremediasi oleh Typha latifolia pada pengolahanlimbah tinja (dengan beban COD: 591 mg/L; BOD: 67 mg/L; TSS: 188,431 mg/L) dapat menurunkankonsentrasi COD, BOD, dan TSS masing-masing 50,15%; 56,72%; dan 88,83%; (3) Aplikasi prosesphytoremediasi oleh Saccharum spontaneum juga dapat menurunkan kandungan COD, BOD, dan TSSpada limbah tinja masing-masing adalah 56,41%; 37,31; dan 97,96% 490

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

dengan dengan beban COD: 591 mg/L; BOD: 67 mg/L; dan TSS: 188,431 mg/L. (4) Hasil penelitian secaraumum menunjukkan bahwa walaupun limbah tinja menghambat laju pertumbuhan Typha latifolia danSaccharum spontaneum, namun tumbuhan ini berpotensial digunakan untuk proses phytoremediasi danefektif untuk menyisihkan COD, BOD, dan TSS dari air limbah tinja. DAFTAR PUSTAKA Akhirruliawati M.,S. dan Amal, S., 2010, Pengolahan Limbah Cair Pati Secara Aerob Menggunakan Mikroba Degra Simba,Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang. Elvitriana, Ariani, V.,Jamaluddin, Suhendrayatna, Zaki, M., 2011,

Removal of Zinc Ion by Aquatic Plant, Typha latifolia: Preparation forapplication of heavy metal phytoremediation, Proceding AcehDevelopment International Conference (ADIC 2011), Volume II, hal. 710-716,Kuala Lumpur 26 – 28 Maret 2011.

Edme, S.J., Glynn, N.G., dan Comstock, J.C., 2006, Genetic Segregation of Microsatellite Markers inSaccharum officinarum and Saccharum spontaneum. USDA-ARS Sugarcane Field Station. USA.http://nature.com/hdy. Ghosh, M. dan Singh, S.P., 2005, A Review On Phytoremediation of Heavy Metalsand Utilization of Its Byproducts. Biomass and Waste Management Laboratory. School of Energy andEnvironmental Studies, Faculty of Engineering Science. http://www.ecology.kee.hu/pdf/0301_001018.pdf.Irhamni, Elvitriana, Suhendrayatna,

2009, Penyisihan Logam Khromium (Cr) dengan MenggunakanTumbuhan Air (Typha latifolia) secara Phytoremediasi, Jurnal RonaLingkungan Hidup, Vol. 1 No. 2,

Page 269: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 269/395

1

1

1

1

hal 58-65. Prabu, P., C., dan Udayasoorian, C., 2007, Treatment of Pulp and Paper Mill Effluent UsingConstructed Wetland. Electronic Journal of Enviromental, Agricultural and Food Chemistry.http://ejeafche.uvigo.es/. Sumarsih, S., 2007, Phytoremediasi. Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik,UPNY, Yogyakarta. Suhardjo, D., 2008, Penurunan COD, TSS, dan Total Fosfat pada Septic Tank LimbahMataram Citra Sembada Catering dengan Menggunakan Waswater Garden, Jurnal Manusia danLingkungan, Volume 15, No. 2, hal. 79-89. 491

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Suhendrayatna, Bahagia, Novia Z.A., Elvitriana,

2008, Pengaruh Waktu Tinggal Dan Umur Tanaman Pada BiosorpsiAmmonia Oleh Tanaman Air Enceng Gondok (Eichhornia crassipes),Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan, Vol. 7, No. 2, hal. 54-58.

Zhang, X., B., Liu, P., Yang, Y., S., dan Chen, W.R., 2006, Phytoremediation of Urban Wastewater by ModelWetlands with Ornamental Hydrophytes. Journal of Environmental Sciences; hal. 902-909. 492

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

PEMBUATAN BIOPLASTIK UNTUK BAHAN PENGEMAS MAKANAN DARI KHITOSAN LIMBAH KULITUDANG DAN PATI TAPIOKA DENGAN MINYAK KELAPA SAWIT SEBAGAI PEMLASTIS SYNTHESIS OFBIOPLASTIC FOR FOOD PACKAGING BASED CHITOSAN FROM SHRIMP WASTE AND STARCH WITHPALM OIL AS PLASTICYZER Sulastri, M. Hasan, dan Mukhlis Staf pengajar pada Program Studi KimiaFKIP Unsyiah Alamat e-mail: [email protected] Abstract An investigation of the manufacture ofbioplastics from chitosan shrimp shell waste and tapioca starch has been done. Specific targets to beachieved is to obtain information about the effect of chitosan composition, tapioca starch, Refined bleacheddeodorized palm oil (RBDPO) as plasticyzer, and film thickness on mechanical properties, thermalproperties, crystallinity, permeability to oxygen, and biodegradation ability. To achieve long term goals andspecific targets are then carried out experiments in the laboratory. The experiment was conducted on theextraction of tapioca starch from cassava, the extraction of chitin from shrimp shell waste, the transformationof chitin into chitosan, synthesis of bioplastics by way of blending between tapioca starch, chitosan, andRBDPO at various compositions, analysis and characterization. The characterization includes the analysis ofmechanical properties through tensile strength test, thermal analysis DTA-TGA, oxygen permeability test,analysis of crystallinity by XRD, and its characterization and biodegradation test. Characterization ofbiodegradation is done by determining the degree of crystallinity, the determination to lose weight, surfaceanalysis by SEM, and the determination of viscosity. The results obtained yield of tapioca starch isolation of12.03% w / b. Deasetilation of chitosan which is obtained from shrimp shell chitin yield of 20.55% b / b. Theresults of the oxygen permeability test showed that the sample is very difficult bioplastic films bypassed byoxygen gas, where the film thickness the smaller the value of permeability. Similarly, the mechanicalproperties. Tensile strength and percent elongation sample size tends to increase with increasing samplethickness. Keywords: Chitosan, Tapioca Starch, Bioplastics 493

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 270: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 270/395

1

PENDAHULUAN Biodegradable plastik dapat disintesis melalui beberapa cara, diantaranya kopolimerisasi,biosintesis/fermentasi, dan blending. Melalui kopolimerisasi diantara polimer sintetis telah terbukti mampumensintesis biopolimer yang kuat dan dapat terdegradasi di alam. Akan tetapi polimer yang dihasilkanmasih sangat mahal karena proses sintesis dan pemurniannya yang terlalu rumit. Dengan carabiosintesis/fermentasi juga telah berhasil mensintesis berbagai jenis biodegradable polimer, terutamaturunan polihidroksi alkanoat seperti Polihidroksibutirat (PHB), Polikaprolakton (PCl), dan Poliasamlaktat(PLA). Dengan cara fermentasi selain tidak dapat memodulasi struktur molekul polimer yang dihasilkan jugarendemen produk yang dihasilkan sangat rendah. Oleh karena itu plastik produk biosintesis ini masih belumdigunakan sebagai bahan kemas, yaitu disebabkan harganya masih terlalu mahal. Produk biosintesishingga saat ini digunakan terbatas hanya dalam bidang biomedik seperti untuk benang jahit operasi, kontroldrug release, dan untuk organ artifisial. Cara lain sintesis biodegradable plastik yang sangat efektif danefisien adalah dengan cara blending berbagai polimer alam. Dengan cara ini polimer alam seperti pati-patian, khitin dan khitosan, selulosa dapat dibuat plastik. Pada dasarnya, semua polimer alam bersifatbiodegradable, akan tetapi memiliki sifat mekanik yang relatif rendah, rapuh, dan mudah rusak olehpengaruh termal. Melalui penambahan pemlastis, polimer alam seperti pati dapat ditingkatkan kekuatanmekaniknya (Jane, 1995). Melalui penelitian ini akan disintesis film bioplastik untuk kemasan makananmelalui blending antara pati tapioka dan khitosan dari kulit udang dengan penambahan minyak kelapa sawitsebagai pemlastis. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mensintesis film bioplastik dari bahan bakupolimer alam yang bersifat dapat diperbaharui (renewable resources), yaitu pati tapioka, khitosan, danRBDPO untuk kemasan makanan. Target yang ingin dicapai yaitu memperoleh film bioplastik yang memilikikekuatan mekanik dan termal yang baik serta mudah terbiodegradasi di alam ketika dibuang sebagaisampah. Untuk mencapai sasaran tersebut maka tujuan khusus penelitian ini adalah: (i) Mempelajaripengaruh komposisi pati tapioka, khitosan, RBDPO sebagai pemlastis, dan ketebalam film bioplastikterhadap sifat termal, sifat mekanik, kristalinitas, dan permeabilitas terhadap oksigen dari film plastik yangdihasilkan. 494

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

(ii) (iii) Uji biodegradasi dan karakterisasinya. Melalui kegiatan ini dipelajari pengaruh komposisi polimer patitapioka, khitosan, dan RBDPO terhadap kemampuan biodegradasi film bioplastik hasil sintesis tersebut.Manfaat Penelitian Penelitian diharapkan akan bermanfaat terutama : 1) sebagai film alternatif yang bersifatramah lingkungan; 2) pengembahan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama dalam bidang sintesis dankarakterisasi bahan polimer. Kajian Pustaka Polimer sintetik, seperti polivinilklorida (PVC), polietilena (PE),polipropilena (PP), dan polistirena (PS), sangat banyak digunakan sebagai bahan baku plastik untukkemasan makanan (Erceg, 2005). Penggunaannya hanya dalam waktu singkat, setelah itu dibuang kelingkungan sebagai sampah. Akibatnya sampah plastik ini akan menumpuk dan dapat menjadi masalahekologi terbesar bagi masyarakat modern. Hal ini terjadi karena polimer sintetik tidak dapat diuraikan olehmikroba dan tidak terdegradasi oleh radiasi sinar matahari. Untuk mengatasi hal ini berbagai upaya telahdilakukan, diantaranya melalui daur ulang. Dengan cara ini kurang efektif karena harus memisahkan jenisplastik sesuai dengan polimer asal. Selain itu produk plastik daur ulang lebih rendah sifat mekanik dan sifattermalnya dibandingkan plastik dari polimer asli. Alternatif lain yang sangat menarik dilakukan adalahsintesis polimer yang bersifat dapat terbiodegradasi di alam (biodegradable polymer). Beberapa polimeryang dapat terbiodegradasi di alam telah dapat disintesis secara fermentasi, khususnya yang berasal daripoliester alifatik turunan alkanoat diantaranya, poli-R-?-hidroksibutirat (PHB), poli-?-kaprolakton (PCL),poli-?-valerolakton (PVL) dan poli asam laktat (PLA) (Lee, 2000; Zhaobin, 2005). Akan tetapi pada sintesissecara fermentasi selain tidak dapat mengontrol struktur kimia polimer yang yang dihasilkan juga rendemenpolimer yang dihasilkan sangat rendah (Ojumu, 2004; Lenz, 2005). Akibatnya penggunaan polimer inisecara komersial masih sangat terbatas dan harganya masih cukup mahal. Untuk itu perlu dicari metodesintesis yang lain agar biopolimer tersebut dapat dibuat plastik kemasan dengan karakteristik kuat pada saatdigunakan dan segera hancur pada saat dibuang. Karakteristik tersebut menuntut sifat mekanik dan termalyang tinggi dari polimer tetapi dapat mudah terbiodegradasi di alam. 495

Page 271: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 271/395

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Polimer yang bersifat dapat terbiodegradasi di alam juga dibuat melalui sintesis poliblend antara polimeralam yang dapat terbiodegradasi secara total, seperti pati (Preechawong, 2004; Petnamsin, 2000), denganpolimer sintetik yang dapat terbiodegradasi di alam yang memiliki sifat termal dan mekanik yang relatiftinggi, seperti PCL. Melalui blending kedua polimer ini dan ditambah dengan pemlastis dari minyak kelapasawit telah dapat menghasilkan suatu biopolimer yang relatif kuat (Hasan, 2007), dan hanya mampumenurunkan sedikit biaya produksi, karena pati (khususnya pati tapioka dari singkong) merupakan bahanbaku yang sangat melimpah di Provinsi NAD dan harganya sangat murah. Kelemahannya adalah plastikyang dihasilkan relatif kuat hanya apabila kandungan PCL nya relatif tinggi (60% berat). Akibatnya hargadari material ini masih relatif tinggi. Oleh karena itu, perlu disubstitusi PCL dengan polimer alam yangmempunyai nilai ekonomis rendah tetapi dapat mempunyai sifat yang mirip dengan PCL. Salah satu polimeralam yang memiliki kemiripan sifat dengan PCL adalah khitosan. Khitosan merupakan biopoliaminosakaridayang diperoleh melalui deasetilasi khitin dari krustasea seperti dalam kulit udang dan kepiting (Caiqin,2005). Khitosan memiliki fleksibilitas yang cukup baik (Jinhui, 2006), tidak terlarut dalam kebanyakan pelaruttermasuk air (Morley, 2006), memiliki sifat mekanik yang tinggi (Khiar, 2005), dan bersifat anti mikroba(Jinhui, 2006; Durango, 2004; Rungsardthong, 2005). METODE PENELITIAN Untuk merealisasikan tujuanjangka panjang, target khusus, dan tujuan khusus penelitian, maka dilakukan eksperimen di laboratoriumdengan pekerjaan yang dilakukan meliputi: ekstraksi pati tapioka dari ubi kayu, ekstraksi khitin dari kulitudang, deasetilasi khitin menjadi khitosan, blending antara khitosan dan pati tapioka dengan penambahanminyak kelapa sawit dalam bentuk RBDPO (Refining, Bleaching, and Deodorizing of Palm Oil), dan ujibiodegradasi beserta karakterisasinya. Karakterisasi yang dilakukan meliputi: analisis sifat mekanik denganuji tarik, penentuan kristalinitas dan sifat termal dengan DTA-TGA, dan penentuan permeabilitas oksigendengan alat oxygen Permeability Tester. Karakterisasi terhadap perlakuan biodegradasi meliputi penentuanderajat kristalinitas dengan XRD, analisis permukaan dengan SEM, dan penentuan kehilangan berat.Pembuatan film Bioplastik dengan cara blending Pati tapioka dan khitosan dengan komposisi (50/50 b/b)(Khi- pa), dan RBDPO ditimbang dengan berat tertentu (Tabel 3.1 Rancangan 496

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Penelitian) sesuai dengan komposisi yang diinginkan. Khitosan dan pati tapioka masing-masing dilarutkandalam asam asetat 5%. Ke dua larutan dicampurkan dan ditambahkan RBDPO sebagai pemlastis.Campuran tersebut kemudian dipanaskan pada suhu 130 oC selama 2 jam sambil terus diaduk denganmagnetik stirer. Kemudian campuran tersebut dituang ke dalam cawan petri dan dikeringkan dalam ovenhingga pelarutnya menguap dan diperoleh film plastik yang transparan. Untuk mengetahui pengaruhketebalan film terhadap karakteristik bioplastik, maka sampel bioplastik pada kondisi optimal kandunganRBDPO divariasikan ketebalannya dalam rentang (mm): 0,10; 0,15; 0,20; 0,25; 0,30; dan 0,40. Tabel 1.Rancangan Penelitian: Pengaruh komposisi pemlastis No Khi-pa/RBDPO Berat Khi-pa (gram) BeratRBDPO (gram) 1 2 3 4 5 6 100/0 90/10 80/20 70/30 60/40 50/50 1,0 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,0 0,1 0,2 0,3 0,40,5 HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi Pati Tapioka Isolasi pati tapioka dalam penelitan ini menggunakanprosedur yang dilakukan oleh Radiyati dan Agusto (2006). Pati tapioka yang dihasilkan berbentuk padat,berwarna putih, tidak terdapat serat dan pengotor. Dari 3 kg ubi kayu diperoleh pati sebanyak 360,87 gramatau sebesar 12,03% b/b. Isolasi Khitin dan Deasetilasi menjadi Khitosan Setelah melalui beberapa tahapperlakuan isolasi khitin dan deasetilasinya menjadi khitosan diperoleh data sebagai beikut: dari 75,050 gramserbuk kulit udang yang digunakan menghasilkan sebanyak 15,420 gram khitosan (rendemen 20,546%).Tahap pengurangan berat selama pemrosesan dapat dilihat pada Tabel 2. Khitosan diperoleh dari hasiltransformasi khitin, yang diisolasi dari kulit udang yang sudah kering. Berat kulit udang yang sudahdikeringkan dan dihaluskan sebesar 75,05 gram. Khitin yang dihasilkan berwarna merah muda dan

Page 272: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 272/395

1

1

1

berbentuk padat. Untuk mendapatkan khitin yang berwarna putih dilakukan pemutihan dengan larutan H 2 O2 3,5%. 497

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tabel 2. Data Pengurangan Berat selama pemrosesan dalam Tahap Pembuatan Khitosan No TahapPerlakuan Berat Hasil(gram) 498 1. 2. 3. 4. Deproteinasi Demineralisasi Decolourisasi Transformasi khitinhitosan 45,13 22,34 18,94 15,42 Pada proses penambahan HCl 1N terbentuk gelembung- gelembung gasyang menunjukkan proses hilangnya mineral. Sedangkan penambahan NaOH 1,5% bertujuan untukmenghilangkan protein. Dari hasil isolasi khitin diperoleh sebanyak 18,94 gram kemudian ditransformasimenjadi khitosan dengan penambahan NaOH 50%. Hasil akhir diperoleh khitosan sebanyak 15,42 gram.Analisis Permeabilitas Terhadap Oksigen Data hasil analisis sifat melalui uji kekuatan tarik secara lengkapdirangkum dalam Tabel 3. Tabel 3. Data analisis permeabilitas terhadap gas oksigen No Kode SampelKetebalan (mm) Permeabilitas Oksigen (cm 3 .cm/cm 2 .s.cmHg) 1 L 1 0,19 5,35 x 10 -10 2 L 2 0,4459 5,25x 10 -10 3 L 3 1,0311 4,77 x 10 -10 4 L 4 1,2756 4,30 x 10 -10 5 L 5 1,3202 3,24 x 10 -10 Hargapermeabilitas film bioplastik dari khitosan dan pati tapioka cenderung rendah. Hal ini berarti bahwa filmbioplastik cocok digunakan sebagai pengemas makanan. Semakin tebal film, nilai permeabilitas filmterhadap oksigen semakin menurun. Hal ini berarti bahwa semakin tebal film maka semakin sulit ditembusoleh gas oksigen. Adapun pengaruh komposisi khitosan-pati/RBDPO tapioka terhadap nilai permeabilitasfilm bioplastik dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa semakin tinggi kandunganRBDPO sebagai pemlastis, maka nilai permeabilitas semakin rendah. Analisis Sifat Mekanik Hasil analisissifat mekanik pada berbagai ketebalan film dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4 tampak bahwakekuatan tarik

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

dan perpanjangan sampel meningkat seiring dengan meningkatnya ukuran ketebalan film. Hal ini dapatdijelaskan sebagai berikut: Sifat mekanik sangat dipengaruhi oleh penampang lintang film. Jadi semakintebal film maka semakin kuat untuk menahan beban pada saat penarikan. Tabel 4. Pengaruh komposisikhitosan-pati tapioka/RBDPO terhadap permeabilias No Permeabilitas Oksigen Sampel (Khi-pa/ (cm 3.cm/cm 2 .s.cmHg) RBDPO I II Rata-rata 1. 100/0 5 x 10 -9 5 x 10 -9 5 x 10 -9 2. 90/10 5 x 10 -9 5 x 10 -9 5x 10 -9 3. 80/20 4 x 10 -9 5 x 10 -9 4,5 x 10 -9 4. 70/30 4 x 10 -9 5 x 10 -9 4,5 x 10 -9 5. 60/40 2 x 10 -9 4 x10 -9 3 x 10 -9 Tabel 5. Pengaruh ketebalan film terhadap sifat mekanik film Kode sampel Ketebalan Rata-rata (mm) Rata-rata Perpanjangan (Regangan) (mm) Kekuatan Tarik (Mpa) Persen Perpanjangan (%) L 1 L2 L 3 L 4 L 5 0,25 0,46 1,06 1,13 1,14 0,965 1,252 1,600 1,717 1,907 0,425 0,703 1,019 1,067 0,942 2,4253,131 4,000 4,293 5,393 Pengaruh komposisi khitosan-pati/RBDPO terhadap sifat mekanik dapat dilihatpada Tabel 5, yang menunjukkan bahwa sifat mekanik sampel bioplastik dipengaruhi oleh komposisikhitosan- pati/RBDPO sebagai pemlastis. Kondisi optimal kekuatan tarik dicapai pada komposisi khi-pa/RBDPO 70/30 sedangkan elongasi sangat dipengaruhi oleh kandungan pemlastis, dimana semakintinggi kandungan senyawa ini dalam struktur bioplastik maka perpanjangan semakin besar. Tabel 6.Pengaruh komposisi khi-pa/RBDPO terhadap sifat mekanik No Khi-pa/ RBDPO Kuat Putus / σ (Mpa)Regangan / ε (%) 1 100/0 3,625 3,55 2 90/10 4,125 3,57 3 80/20 6,375 4,80 4 70/30 6,500 6,40 5 60/404,375 9,05 499

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 273: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 273/395

1

1

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan permasalahan, tujuan, dan hasil penelitian sertapembahasan yang telah disajikan maka dapat disimpulkan sebagai berikut: i) Permeabilitas sampelbioplastik cenderung rendah, semakin tebal film semakin kecil nilainya, dan semakin banyak kandunganRBDPO sebagai pemlastis maka semakin besar nilai parameter ini. ii) Semakin tebal film bioplastik makasemkin besar harga kekuatan tarik dan persen perpanjangannya. Nilai elongasi juga meningkat seiringdengan meningkatnya kandungan RBDPO sebagai pemlastis, akan tetapi nilai kekuatan tari mencapaioptimum pada komposisi khitosan-pati tapioka/RBDPO 70/30. Saran Perlu kajian lebih lanjut tentangpembuatan bioplastik berbasis bahan alam, terutama blending antara polimer alam dengan polimer sintetikuntuk meningkatkan sifat mekaniknya. UCAPAN TERIMAKASIH Penelitian ini terealisir berkat bantuan danadari Dirjen Dikti untuk skim Penelitian Strategis Nasional Batch I. Untuk kami mengucapkan ribuanterimakasih. DAFTAR PUSTAKA Caiqin, Q., Huirong, L., Qi, X., Yi, L., Juncheng, Z., dan Yumin, D. 2005.Water –Solubility of chitosan and its antimicrobial activity. Corbohydrate Polymers, 63, 367-374. Durango,A.M., Soares, N.F.F., dan Andrade, N.J. 2006. Microbial evaluation of an edible antimicrobial coating onminimally processed carrots. Food Control. pp 336-341. Erceg, M., T. Kovacic, dan I. Klaric. 2005. Thermaldegradation of poly(3-hydroxybutyrate plasticized with acetyl tributyl citrate, Journal Polymer Degradationand Stability, 90 : 313-318. Hasan, M., Sulastri, dan Latifah, H. 2007. Pembuatan film plastik biodegradabledari khitosan dengan penambahan gliserol dan minyak kelapa sawit sebagai pemlastis alami. PenelitianMandiri. Jane, J. 1995. Starch Properties, Modifications, and Application. Dalam: Degradable Polymers,Recycling, and Plastics Waste Management. (Ann-Christine, A. dan Samuel J.H., eds), New York: MarcelDekker. pp 159 – 165. 500

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Lee, S.H., D.H. Oh, W.S. Ahn, Y. Lee. J-I. Choi, dan S.Y. Lee. 2000. Production of poly(3-hydroxybutyrate-3-hydroxyhexanoate) by high-cell-density cultivation of Aeromonas hydrophilia, Journal Biotechnol. Bioeng. 67: 240-244. Lenz, R.W., dan R.H. Marchessault .2005. Bacterial Polyesters: Biosynthesis, BiodegradablePlastics and Biotechnology, Journal Biomacromolecules, 6, 1-8. Ojumu, T.V., J. Yu, dan B.O. Solomon.2004. Production of polyhydroxyalkanoate, a bacterial polymer, African Journal of Biotechnology, 3(1) : 18-24. Petnamsin, C., N. Termvejsayanon, dan K. Siroth .2000. Effect of Particle Size on Physical Propertiesand Biodegradability of Cassava Starch/Polymer Blend, Journal Natural Science, 34, 254- 261.Preechawong, D., M. Peesan, P. Suphapol, dan R. Rujiravanit .2004. Characterization of Starch/poly(?-caprolactone) hybrid foams, Journal Polymer Testing, 23, 651-657. Zhaobin, Q., W. Yang, T. Ikehara, dan T.Nishi .2005. Miscibility and crystallization behavior of biodegradable blends of two aliphatic polyesters.Poly(3-hydroxybutyrate-co-hydroxyvalerate) and poly(3-caprolactone), J. Polymer, 46 : 11814-11819. 501

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Efektifitas Ekstrak Buah Mengkudu ( Morinda citrifolia L. ) Terhadap Tingkat Patogenitas Bakteri Aeromonashydrophila Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). Wirsan Alumni Mahasiswa Perikanan UniversitasDharmawangsa Medan. Email:[email protected] Abstrak Pengendalian penyakit dengan berbagaizat kimia seperti obat- obatan dapat menimbulkan resistensi terhadap zat kimia yang diberikan serta dapatmenimbulkan pencemaran lingkungan. Disamping itu penggunaan zat kimia dikhawatirkan akanmenimbulkan residu dalam ikan dan membahayakan manusia yang mengkonsumsinya. Oleh karena itusebagai alternatif dapat memanfaatkan bahan obat-obatan dari alam sebagai pemanfatan kekayaan alam.Keuntungan yang diperoleh dari menggunakan obat tradisional adalah lebih aman, tidak menyebabkanresistensi, mudah diperoleh, murah dan relatif tidak menyebabkan kerusakan lingkungan. Salah satu bahanyang dapat digunakan adalah buah mengkudu (Morinda citrifolia L.). Tujuan dari penelitian ini adalah untukmengetahui efektifitas ekstrak buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) terhadap tingkat patogenitas bakteri

Page 274: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 274/395

1

1

Aeromonas Hydrophila penyebab penyakit ikan. Penelitian ini merupakan penelitian dasar yang dapatdikembangkan dimasa yang akan datang sehingga ekstrak buah mengkudu dapat digunakan sebagaibahan bioaktif yang dapat menghambat bakteri yang sering menyerang ikan budidaya. Metode yangdigunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan rancangan percobaan menggunakanRancangan Acak Lengkap (RAL). Analisis data yang digunakan adalah ANAVA dan dilanjutkan dengan ujiBNT. Dosis ekstrak buah mengkudu yang digunakan adalah 0,3 ml (A), 0,5 ml (B) 0,7 ml (C) dan 0 ml (D).Hasil dari pengujian menunjukkan Nilai ID 50 yang diperoleh adalah 10 4 sel/ml. Uji in vitro menunjukkanbahwa dosis 0,5 ml dan 0,7 ml ekstrak buah mengkudu (Morinda citrifolia) merupakan dosis optimum yangefektif menghambat pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila sedangkan uji in vivo menunjukkan bahwapada perlakuan B (0,5 ml) dan C (0,7 ml) ikan mas yang diinfeksi Aeromonas hydrophila menunjukkangejala klinis yang sama yaitu berangsur-angsur menunjukkan kondisi normal. Melalui uji ANAVA yangdilanjutkan dengan uji BNT menunjukkan bahwa pengaruh ekstrak buah mengkudu berbeda sangat nyataterhadap terhadap tingkat patogenitas bakteri 502

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Aeromonas hydrophila pada ikan mas. Perlakuan dosis 0,7 ml merupakan dosis yang paling efektif,sedangkan dosis 0,5 ml merupakan dosis yang lebih efesien. Kata kunci : Mengkudu, ekstrak, patogenitas,bakteri PENDAHULUAN Latar belakang Pengendalian penyakit ikan yang di sebabkan oleh Aeromonashydrophila dapat menggunakan berbagai zat kimia tertentu. Namun, penggunaan zat kimia seperti obat-obatan dapat menimbulkan resistensi bakteri Aeromonas hydrophila terhadap zat kimia yang diberikan sertadapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Disamping itu penggunaan zat kimia dikhawatirkan akanmenimbulkan residu dalam ikan dan membahayakan manusia yang mengkonsumsinya. Oleh karena itusebagai alternatif dapat memanfaatkan bahan obat-obatan dari alam sebagai pemanfatan kekayaan alam.Salah satu alternatif yang dapat digunakan adalah tumbuhan obat tradisional yang mengandung antiparasit, anti jamur dan anti bakteri. Keuntungan yang diperoleh dari menggunakan obat tradisional adalahlebih aman, tidak menyebabkan resistensi, mudah diperoleh, murah dan relatif tidak menyebabkankerusakan lingkungan. Salah satu bahan yang dapat digunakan adalah buah mengkudu (Morinda citrifoliaL.). Buah mengkudu mengandung senyawa antibakteria yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri.Zat anti bakteri tersebut adalah acubin, l. asperuloside, dan beberapa zat antraquinon. Zat-zat yang terdapatdalam buah mengkudu terbukti menunjukkan kekuatan melawan golongan bakteri infeksi : pseudominasaeruginosa, proteus morganii, staphylococcus aureus, bacillus subtis dan Escherichia coli. Tetapi belumdiketahui efektifitas ekstrak buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) terhadap tingkat patogenitas bakteriAeromonas hydrophila yang menginfeksi ikan mas (Cyprinus carpio L.). Tujuan dan manfaaat Tujuanpenelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas ekstrak buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) terhadaptingkat patogenitas bakteri Aeromonas hydrophila penyebab penyakit ikan. Dari hasil penelitian ini,diharapkan dapat memberikan informasi tentang pemanfaatan ekstrak mengkudu sebagai alternatifpengobatan penyakit yang di sebabkan oleh aktifitas bakteri Aeromnas hydrophila pada ikan mas. 503

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2010 -Pebruari 2011 di Laboratorium uji mikrobiologi milik Balai Karantina Ikan Kelas 1 Polonia Medan. Alat danBahan penelitian Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah akuarium, blower, selang,blender, ayakan, ember, cawan petri, alat sterilisasi (oven dan autoklaf), gelas ukur, alat saringan, gelasukur, gelas objek,cover gelass, tabung reaksi, jarum ose, tissue, inkubator, bunsen, laminary flow, neracadigital, Erlenmeyer, mistar, aluminium foil, sarung tangan, jarum suntik, masker, botol, serok, thermometer,DO meter dan pH meter, buah mengkudu, isolat murni Aeromonas hydrophila, ikan mas, media TSA (Tryptic

Page 275: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 275/395

1

1

Soy agar), TSB (Tryptic Soy Broth), GSP (Glutamat Starch Phenile), PBS (Phospat Buffer Saline), Giemsa,Spritus, dan alkohol. Rancangan Percobaan Penelitian ini disusun dengan menggunakan Rancangan AcakLengkap (RAL). Terdiri atas tiga perlakuan konsentrasi buah mengkudu, dan setiap perlakuan diulangsebanyak tiga kali. Prosedur Penelitian Pembuatan Ekstrak Buah Mengkudu Bagian mengkudu yangdigunakan dalam penelitian ini adalah bagian buahnya. Buah mengkudu di blender dan disaring (ukuran 0,5mm), sehingga menjadi cairan yang selanjutnya akan digunakan dalam proses ekstraksi. Uji Pendahuluan(ID 50 ) Uji ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi bakteri yang dapat menyebabkan morbiditas ikan ujisebanyak 50%. Bakteri Aeromonas hydrophila disuntikkan pada 6 (Enam) ekor ikan mas uji sebanyak 0,1ml/ekor secara intra muscular dengan konsentrasi 10 -1 , 10 - 2 , 10 -3 , 10 -4 dan 10 -5 sel/ml. Parameteryang di amati adalah tingkat kesakitan (morbiditas) serta gejala klinis sakit lainnya. Berdasarkan Reed danMuench (1938) dalam Lesmanawati (2006) perhitungan ID 50 sebagai berikut : 504

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Kematian diatas 50 % - 50 Selang Proporsi = (Proporsionate distance) Kematian diatas 50% - kematiandibawah 50% Log negative ID 50 = Log negative konsentrasi di atas 50% + selang proporsi Uji In Vitro Uji invitro dilakukan untuk melihat aktivitas anti bakteri dari buah mengkudu terhadap bakteri Aeromonashydrophila skala laboratorium. Dari uji in vitro dapat diperoleh dosis optimum buah mengkudu yang efektifuntuk menghambat bakteri Aeromnas hydrophila atau Minimum Inhibitory Concentration (MIC). PengujianMIC dilakukan dengan cara : 1. Membuat ekstrak buah mengkudu dengan dosis 0 ; 0,30 ; 0,50 ; 0,70 ml. 2.Media MHB disiapkan dan dimasukkan ke dalam tabung, lalu dicampurkan dengan ekstrak buah mengkudu(sesuai dosis masing- masing), sehingga mempunyai volume akhir 5 ml. 3. Biakkan bakteri Aeromonashydrophila diinokulasikan kedalam setiap seri pengenceran, dengan kepadatan akhir bakteri sesuai denganhasil uji ID 50 . Dibuat pula untuk perlakuan kontrol, yaitu tabung reaksi dengan medium MHB tanpa ekstrakbuah mengkudu yang tidak diinokulasi bakteri Aeromonas hydrophila. Semua tabung diinkubasi selama 24jam dan kemudian di amati pertumbuhan bakteri pada setiap tabung. Uji Utama Setelah ikan ujidiaklimatisasi di dalam akuarium selama 3 hari, ikan tersebut diinjeksi dengan bakteri Aeromonas hydrophilasecara intra muscular dengan konsentrasi kepadatan yang dihasilkan dari uji ID 50 sebanyak 0,1 ml/ekor.Kemudian ikan dipelihara selama 3 hari, dan dilakukan pengobatan dengan menggunakan ekstrakmengkudu sesuai dengan dosis yang telah di tetapkan dengan cara injeksi secara intramuscular. Masing-masing perlakuan dilakukan 3 kali ulangan, dan diamati selama 7 hari. Analisis Data Metode yangdigunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Untuktingkah laku, gejala klinis dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif. 505

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Pendahuluan (ID 50 ) Konsentrasi bakteri (sel/ml) ∑ ikan (E) Ikan sakit (E)Ikan sehat (E) Rasio kesakitan Ikan sakit (E) ∑ akumulasi Ikan sehat (E) Rasio kesakitan % 10 7 6 6 0 6/621 0 21/21 100 10 6 6 5 1 5/6 15 1 15/16 94 10 5 6 5 1 5/6 10 2 10/12 83 10 4 6 4 2 4/6 5 4 5/9 56 10 3 6 15 1/6 1 9 1/10 10 10 2 6 0 6 0/6 0 14 0/14 0 ∑ 36 21 15 Keterangan : E= Ekor Uji In Vitro Tabel Identifikasidaya hambat antibakteri buah mengkudu terhadap pertumbuhan Aeromonas hydrophila 506 PerlakuanPengamatan jam ke- 18 19 20 21 22 23 24 A (0,3 ml) - - + + + + + B (0,5 ml) - - - - - - - C (0,7 ml) - - - - - - - D(Kontrol) + + + + + + + Keterangan : (+) Tumbuh (-) Tidak tumbuh Uji In Vivo Gejala klinis Hasil pengamatanyang dilakukan setelah ikan di injeksi dengan bakteri Aeromonas hydrophila menunjukkan bahwa bakterimembutuhkan waktu 48 jam untuk menginfeksi ikan mas. Hal tersebut berdasarkan hasil pengamatan ikanpada hari ke-1 dan ke-2 yang menunjukkan ikan sudah terserang penyakit yang di akibatkan Aeromonashydrophila. Secara keseluruhan pengamatan perubahan tingkah laku dan gejala klinis ikan sebelum dansesudah penginfeksian Aeromonas hydrophila dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel Perubahan tingkah

Page 276: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 276/395

1

1

laku dan gejala klinis ikan sebelum dan sesudah penginfeksian. Sebelum Penginfeksian Aeromonashydrophila Setelah penginfeksian Aeromonas hydrophila ? Pola berenang normal ? Pola berenang semakinlemah, lebih sering diam didasar dan d sudut wadah ? Aktivitas mengambil O 2 normal ? Aktivitas mengmbilO 2 sering megap-megap ? Nafsu makan berkurang ? Nafsu makan normal ? Warna tubuh berubahmenghitam, insang ? Tidak ditemukan gejala klinis apapun pucat, produksi lender berlebih dan pada siripbanyak terdapat geripis ? Terdapat haemorage ? Tidak terdapat haemorage mengarah ke luka/borok

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tabel Pengamatan ikan setelah dilakukan perlakuan injeksi mengkudu. Hari Perlakuan ke- 0,3 ml 0,5 ml 0,7ml O ml 1 Ikan mengalami peradangan kea rah hemoragi disekitar daerah injeksi Ikan mengalamiperadangan kearah hemoragi disekitar daerah injeksi Ikan mengalami peradangan kearah hemoragidisekitar daerah injeksi Ikan mengalami peradangan kearah hemoragi disekitar daerah injeksi 2 Nafsumakan mulai meningkat namun masih ada peradangan 3 Nafsu makan kembali menurun dan munculhemoragi, warna ikan kusam 4 Sirip geripis, area borok membesar 5 Semua ikan diam di dasar dengan lukaborok 6 Ikan tidak mau makan, perut ikan cekung Nafsu makan mulai meningkat namun masih adaperadangan Ikan menunjukkan gejala klinis normal dengan penyempitan area hemoragi, warna tubuh ikanmulai cerah Nafsu makan normal, area borok mulai mengecil Gerakan ikan lincah Gejala klinis ikan sakithilang Peradangan masih ada, namun nafsu makan mulai meningkat Area hemoragi mulai menyempit danwarna tubuh ikan mulai cerah Nafsu makan normal, area borok mulai mengecil Gerakan ikan lincah Gejalaklinis ikan sakit hilang Peradangan semakin parah dan menjadi hemoragi Hemoragi semakin banyak danmengarah ke borok dibagian kulit dan mulut Ikan anoreksia dan peradangan mulut semakin meluasBeberapa ikan timbul borok semakin besar 100% ikan timbul borok Data hasil pengamatan jumlah ikan yangsembuh setelah dilakukan perlakuan pengobatan dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 5. Data Hasilpengamatan jumlah ikan yang sembuh setelah pengobatan (Ekor) Ulangan Perlakuan pengobatan (ml) A(0,3) B (0,5) C (0,7) Jumlah Rata-Rata 1 2 5 6 13 4,33 2 1 6 6 13 4,33 3 1 5 5 11 3,67 Jumlah 4 16 17 3712,33 Rata-Rata 1,33 5,33 5,67 12,33 4,11 Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini dianalisis denganAnalisis Variansi (ANAVA). Jika hasilnya berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT).Dari hasil ANAVA ternyata diperoleh nilai sangat significant yaitu Fh ( 52,8788) > Ft 0,01 (10,92) , inimenunjukkan bahwa pengaruh perlakuan ekstrak mengkudu berpengaruh sangat nyata (highly significant)terhadap tingkat 507

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

patogenitas bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan mas.. Sedangkan uji BNT pada LSD 0,05 = 1,9879dan LSD 0,01 = 3,0116. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan C (0,7) merupakan dosis yang paling efektifdari pada dosis yang lainnya. Kualitas air Tabel Parameter kualitas air. Perlakuan Parameter DO (ppm)Suhu ( o C) pH A 5-6 26 ±2 7,6 ±0,2 B 5-6 26 ±2 7,6 ±0,2 C 5-6 26 ±2 7,6 ±0,2 D 5-6 26 ±2 7,6 ±0,2Parameter kualitas air menunjukkan semua parameter homogeny dan berada dalam batas normal darikisaran kesesuaian parameter kualitas air untuk pertumbuhan ikan mas. Pembahasan Bakteri Aeromonashydrophila adalah bakteri pathogen Gram- negatif penyebab penyakit MAS (Motile aeromonas septicaemia)yang merupakan penyakit yang sering menyerang ikan mas. Bakteri Aeromonas hydrophila ini memilikiderajat penularan penyakit yang tinggi (Angka et al., 1981). Aeromonas hydrophila dapat merusak jaringanorgan tubuh dan mengeluarkan toksin yang disebarkan keseluruh bagian tubuh melalui aliran darah yangdapat menyebabkan hemolisis dan pecahnya pembuluh darah, sehingga menimbulkan warna kemerahandan kulit tampak mengelupas. Dari hasil penelitian, ikan yang diinfeksi Aeromonas hydrophila menunjukkanadanya hemoragi, lesi, peradangan, borok. Hal ini seperti yang dikatakan Noga (2000) bahwa bakteriAeromonas hydriphila menghasilkan produk luar sel sejenis toksin yang mengandung protease,

Page 277: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 277/395

1

1

enterotoksin, sitotoksin, hemolisin, dan lipase, sehingga dapat meracuni darah, menimbulkan luka dipermukaan tubuh, dan kematian ikan. Enzim protease dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh ikan(Hayes, 2000 dalam Zauhari, 2005). Menurut Kabata (1985), penyakit yang disebabkan oleh bakteriAeromonas hydrophila menunjukkan tiga ciri yang nyata, yaitu : a. Perut menggembung ditandai denganrongga perut yang berisi cairan b. Daging rusak atau borok ditandai dengan kulit dan daging yang terluka c.Kehilangan banyak darah 508

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Salah satu cara untuk mengetahui tingkat patogenitas bakteri Aeromonas hydrophila adalah dengan uji ID50 . Hasil penelitian dalam uji ID 50 menunjukkan bahwa ikan mas yang diinfeksi bakteri Aeromonashydrophila dengan konsentrasi yang berbeda, berpengaruh terhadap tingkat kesakitan ikan masBerdasarkan hasil uji ID 50 yang dilakukan, konsentrasi bakteri yang menyebabkan morbid (sakit) 50% ikanadalah 10 4 sel/ml. Kemampuan ekstrak buah mengkudu dalam menghambat pertumbuhan bakteriAeromonas hydrophila telah diuji secara in vitro. Hal ini terjadi karena adanya kandunganantrakuinon,acubin, dan alizarin yang merupakan senyawa fenol pada mengkudu. Menurut Dwidjoseputro(1981), senyawa fenol dapat menggangu aktivitas enzim yang diproduksi oleh bakteri, karena bersifatkoagulator protein. Protein yang menggumpal tidak dapat berfungsi, sehingga akan menggangupembentukan dinding sel bakteri. Selain itu daya antibakteri ekstrak buah mengkudu diduga juga berkaitandengan adanya skopoletin yang dapat mempengaruhi dinding sel bakteri. Jika terjadi kerusakan padadinding sel atau ada hambatan dalam pembentukannya, maka dapat terjadi lisis pada sel bakteri sehinggabakteri kehilangan kemampuan membentuk koloni, dan diikuti dengan kematian bakteri. Dari uji tersebutekstrak buah mengkudu yang efektif menghambat pertumbuhan bakteri bakteri Aeromonas hydrophilaadalah 0,5 ml dan 0,7 ml. Ekstrak buah mengkudu pada dosis 0,5 ml dan 0,7 ml memiliki kekuatan antibakteri yang terbaik, ini ditandai dengan tetap jernihnya TSB sebagai media tumbuh dilihat dari jampengamatan ke-18 hingga ke-24. Zat anti bakteri menghambat pertumbuhan bakteri pada fase adaptasi.Diduga ada tiga macam adaptasi bakteri, yaitu adaptasi fisik, adaptasi kimia, dan adaptasi biologis. Adaptasifisik merupakan proses penyesuaian secara bertahap oleh bakteri terhadap media tumbuh. Adaptasi kimiamerupakan proses penyesuaian bakteri terhadap bahan kimia buah mengkudu, dan adaptasi biologismerupakan penyesuaian kemampuan bakteri Aeromonas hydrophila, seperti bahan aktif antibakteri yangakan terabsorbsi melalui rantai metabolisme bakteri (Rand dan Petrocelli, 1985 dalam petrus et al, 2006).Menurut Katzung (1989) dalam Naiborhu (2002) menjelaskan bahwa mekanisme kerja senyawa antibakteridimulai dengan penghambatan sintesis dinding sel dengan cara mengganggu sintesis mukopeptida danlipoprotein pada mikroba, perubahan permeabilitas membrane sel atau transport aktif melalui membranesel. Kerusakan membrane sel menyebabkan tidak berlangsungnya transport senyawa dan ion ke dalam selbakteri sehingga bakteri mengalami kekurangan nutrisi yang diperlukan bagi pertumbuhannya.Penghambatan sintesis 509

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

protein yaitu penghambatan penerjemahan dan transkripsi material genetic dan penghambatan sintesisasam nukleat yang dapat menghambat kerja enzim untuk replikasi sel sehingga perkembangbiakan selakan terganggu dan akhirnya mengalami kematian karena kekurangan nutrisi yang disebabkan rusaknyamembrane sel (Wasito et al, 1999). Affandi dan Usman (2002) mengatakan bahwa adanya luka pada kulitmerupakan jalan masuk utama (port of entry) untuk beberapa infeksi bakteri. Proses injeksi merupakan jalanmasuk yang sangat cepat bagi bakteri Aeromonas hydrophila untuk menginfeksi. Bakteri Aeromonashydrophila yang diinfeksikan ke dalam tubuh ikan mas akan berlipat ganda di dalam usus, menyebabkanpendarahan dan berlendir. Toksin yang dihasilkan bakteri Aeromonas hydrophila akan terserap dari usus

Page 278: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 278/395

1

dan menyebabkan darah tercemar racun. Pembuluh dermis dari sirip dan tubuh serta lapisan submukosadari kulit mengalami hemoragi (perdarahan). Sel hati dan jaringan epitalia ginjal mengalami kerusakan(kemerosotan fungsional) (Aoki, 1999). Dari hasil uji in vivo, sebelum ikan mas diinfeksi Aeromonashydrophila menunjukkan respon makan yang sangat baik, tetapi setelah itu menunjukkan respon makanyang menurun . Hal ini disebabkan pada kondisi ikan sakit terjadi anorexia. Hal ini seperti yang diungkapkanmenurut Kabata (1985) dalam Setiaji (2009) bahwa kan yang terserang bakteri Aeromonas hydrophila akanmenolak makanan yang diberikan. Sedangkan menurut Pasaribu (1989), penolakan terhadap makanansering dialami pada ikan yang tidak sehat. Hal ini terjadi karena ikan mengalami stress pasca penyuntikan,sehingga respon makannya sangat sedikit. Stress dapat mengakibatkan ikan menjadi shock, tidak maumakan, kanibalisme, dan meningkatnya kepekaan terhadap penyakit (Ghufran dan kordi, 2004). Stressadalah kondisi dimana pertahanan tubuh ikan menurun, dan stres merupakan salah satu kunci terjadinyainfeksi yang peranannya sangat dominan (Affandi dan Usman, 2002). Kondisi stress yang dialami ikan massetelah diinjeksi bakteri Aeromonas hydrophila secara intramuskuler ditunjang dengan aktivitas toksin yangdihasilkan bakteri Aeromonas hydrophila dalam tubuh ikan memudahkan terjadinya infeksi dan kerusakanjaringan tubuh ikan mas. Penyuntikan bakteri Aeromonas hydrophila secara intramuskuler mengakibatkanikan tidak memiliki nafsu makan dan menyebabkan adanya perubahan patologis pada tubuh ikan (Haliman,1993). Luka yang ada di permukaan tubuh ikan terjadi karena pada Aeromonas hydrophila terdapat produkekstraseluler yang berupa enterotoksin, sitotoksin, hemolisin, lipase, dan protease (Noga, 2000). Padareaksi peradangan terjadi penurunan jumlah sel leukosit yang dimungkinkan karena sel-sel tersebut lisis.Pelepasan enzim intraseluler 510

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

merupakan suatu konsekuensi dari sel leukosit yang lisis sehingga akan merugikan pathogen, dan bahkandiperkirakan neutrofil secara aktif mengeluarkan enzim ekstraselulernya sebagai mekanisme membunuhpathogen. Darmanto (2003) mengatakan bahwa setelah bakteri diinfeksi ke dalam tubuh ikan, Aeromonashydrophila akan melakukan penetrasi melalui garis sistem pertahanan pertama yang berupa lapisanmuskus, baik pada permukaan tubuh maupun organ dalam seperti insang. Garis sistem pertahanan yangkedua dalam melawan infeksi adalah system pertahan humoral non spesifik, yaitu dapat berupa protease,lisin, dan agglutinin hasil sekresi mucus yang berada di luar sel mucus. Perubahan gejala klinis sehatditunjukkan setelah ikan yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila mempunyai tingkat pathogenitas yangmenurun. Hal ini terlihat dengan adanya penurunan gejala infeksi setelah 2 hari pasca injeksi ekstrak buahmengkudu walau masih terlihat adanya peradangan, dan ikan semakin membaik dari hari ke hari sampaiakhirnya gejala klinis pada ikan hilang. Pada penelitian ini dosis yang disarankan adalah dosis 0,5 ml karenadipandang lebih efesien jika dibandingkan dengan dosis diatasnya. Dosis ini adalah dosis minimum yangsudah dapat menghambat pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila. Bahan aktif yang berfungsi sebagaiantibakteri dan antimikroba bekerja dalam jaringan tubuh ikan sehingga membantu sel leukosit mengurangijumlah dan patogenitas dari bakteri Aeromonas hydrophila. Pelepasan enzim intraseluler merupakan suatukonsekuensi dari sel leukosit yang lisis sehingga akan merugikan pathogen, dan bahkan diperkirakanneutrofil secara aktif mengeluarkan enzim ekstraselulernya sebagai mekanisme membunuh pathogen. Halini juga didukung dengan proses difusi antibakteri ekstrak buah mengkudu yang cepat karena kadar airbuah mengkudu yang mencapai 85,50% (Djauhari, 2003). Oleh karena itu, ekstrak buah mengkudu yangberasal dari buah yang masak akan lebih efektif untuk dimanfaatkan sebagai sumber senyawa antibakteri.Selain karena kemungkinan kandungan senyawa aktifnya lebih tinggi, penggunaan buah yang sudah masakjuga akan lebih memudahkan dalam pemrosesannya. Berdasarkan hasil perrhitungan analisis variansi(ANAVA) diketahui bahwa factor perlakuan berpengaruh sangat nyata (highly significant) terhadap factorpengamatan. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Yusuf (2009) bahwadosis mengkudu sebesar 0,7 ml berpengaruh nyata terhadap hambatan pertumbuhan bakteri Vibrio sp.Hasil pengukuran suhu adalah 26±2 o C, oksigen terlarut 5-6 dan pH 7,6±0,2. Semua hasil pengukurankualitas air yang diperoleh pada awal penelitian sama dengan ahir penelitian dan masih dalam 511

Page 279: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 279/395

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

kisaran optimum untuk kehidupan. Hal ini sama seperti yang dikatakan Santoso (1993) pada kisaran suhu20-30oC pH 7-8 ikan masih dapat hidup optimal. Menurut Boyd (1988) menyatakan kisaran suhu untuk ikandidaerah tropis yaitu berkisar antara 25-30 oC dimana ikan dapat berkembang dan tumbuh dengan baik.Suhu juga merupakan salah satu parameter kualitas air yang sangat berpengaruh terhadap tingkatpertumban dan patogenitas bakteri. Temperatur sekitar 30oC atau lebih rendah, sesuai bagi kehidupanbakteri pathogen yang berasal dari hewan maupun manusia. Aeromonas hydrophila tumbuh pada pH 4,7-11dengan temperature 10-42oC (Tanasupawat dan saitanu, 1985 dalam Saitanu, 1986). Dengan demikiantempertur air pada saat pengujian juga tidak menghambat pertumbuhan bakteri pathogen Aeromonashydrophila. Cholik et al (1986) menyatakan bahwa kisaran pH yang baik untuk pertumbuhan organisme airadalah 6,5- 9,0. Jika pH kurang dari 6 maka ikan tidak dapat hidup dengan baik dan pada keadaan dimanapH lebih besar dari 9,5 perairan menjadi tidak produktif lagi. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Darihasil penelitian ini dapat disimpulkan : 1. Nilai ID 50 yang diperoleh adalah 10 4 sel /ml. 2. Uji in vitromenunjukkan bahwa dosis 0,5 ml dan 0,7 ml ekstrak buah mengkudu (Morinda citrifolia) merupakan dosisoptimum yang efektif menghambat pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila sedangkan uji in vivomenunjukkan bahwa pada perlakuan B (0,5 ml) dan C (0,7 ml) ikan mas yang diinfeksi Aeromonashydrophila menunjukkan gejala klinis yang sama yaitu berangsur-angsur menunjukkan kondisi normal. 3.Dari uji ANAVA yang dilanjutkan dengan uji BNT menunjukkan bahwa pengaruh ekstrak buah mengkuduberbeda sangat significan terhadap tingkat patogenitas bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan mas,perlakuan dosis 0,7 ml merupakan dosis yang paling efektif, sedangkan yang dirokemendasikan adalahdosis 0,5 ml karena dianggap lebih efesien. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian terhadap efektivitas dantoksisitas buah mengkudu terhadap tingkat patogenitas bakteri selain Aeromonas hydrophila . 2. Perlupenelitian mengenai kombinasi antara ekstrak mengkudu (Morinda citrifolia L.) dengan bahan herbal lain.512

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

DAFTAR PUSTAKA Affandi R, Usman MT. 2002. Fisiologi Hewan Air. Unri Press: Pekan baru. Angka SL,Soehardjo H, Endang H, Muhammad A, Dadang S. 1981. Sistomatologi dan epizootiologi. Didalam : AngkaSL, Soehardjo H, Kusman S, dan Muhammad E (Editor). Wabah penyakit bercak merah ikan. LaporanKelompok Kausal Team Crash Program Penanggulangan Epidemi Penyakit Ikan. Institute Pertanian Bogor.Hlm.1-17 Aoki T. 1999. Motile Aeromonads ( Aeromonas hydrophila). journalLaboratory of Genetic andBiochemistry 11:427-435. Austin B, Austin DA. 1987. Bacterial Fish Patogens “Diseases In Farmed and WildFish”. Secend Edition. Ellis Hoewood Limited : England Boyd, D. 1988. Water Quality in Warm Water FishPonds. Fourth Printing. Auburn University Agricultural Experiment Station. Alabama. USA. Cholik T, Artatidan R Arifuddin. 1986. Pengelolaan Kualitas Air Kolam Ikan. Direktorat Jenderal Perikanan Bekerja SamaDengan Internasional Development Risearch Center. Darmanto. 2003. Respon kebal ikan mas koki(Carrasius auratus L.) melalui vaksinasi dan immunostimulasi terhadap infeksi bakteri Aeromonashydrophila. [Tesis]. Proram Pasca Sarjana. Institute Pertanian Bogor. Bogor. Djariah, AS. 2001. PembenihanIkan Mas. Kanisius. Yogyakarta. Djauhari E, M Raharjo, dan Maimun. 2003. Karateristik Morfologi dan MutuBuah Mengkudu. Buletin plasma Nutfah Vol. 12 no. 1 tahun 2006. Balai tanaman Obat dan Aromatik: Bogor.Dwidjosepoetro, D. 1981. Mikrobiologi. Yogyakarta : UGM Press 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi.Djambatan. jakarta. 214 hlm. Ghufran M, H Kordi K. 2004. Penanggulangan Hama dan penyakit ikan. PT.Rineka Cipta dan PT. Bina Adiaksara: Jakarta. Haliman RW. 1993. Gejala klinis dan gambaran darah ikanlele dumbo (Clarias sp) dewasa yang disuntik dengan bakteri Aeromonas hydrophila (sel utuh) galur virulenlemah secara intramuskuler. [skripsi]. Fakultas Perikanan. Institute Pertanian Bogor. Bogor.Http://id.wikipedia.org/kiki/mengkudu. Diakses 27 Oktober 2010. Holt G.J., Kreig R.N, Sneath A.H.P., Staley

Page 280: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 280/395

1

1

1

3

T.J., & Williams T.A. 1985. Bergeys’s manual of Determinative Bacteriology. Williams and Wilkins AwaverlyCompany. USA 513

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Irianto, A. 2005. Patologi kan Teleostei. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Kabata Z. 1985.Parasites and disease of fish cultured in the tropics. Taylor and Francis : London and Philadelphia.Lesmanawati, W. 2006. Potensi Mahkota Dewa (Phaleria Macrocarpa) Sebagai AntiBakteri danImmunostimulan Pada Ikan Patin ( Pangasius hypothalamus) Yang diinfeksi Dengan Aeromonas hydrophila.[Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, InstitutPertanian Bogor. Bogor. Nabib R, Pasaribu FH.1989. Patologi dan Penyakit Ikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal PendidikanTinggi. Pusat antar universitas Bioteknologi institute Pertanian Bogor. Bogor. Naoborhu PE. 2002. Ekstraksidan manfaat ekstrak mangrove (Sonneratia alba dan Sonneratia caselaris) sebagai bahan alamiantibacterial pada pathogen udang windu Paneus monodon, vibrio harveyi. [teisis]. Program studi IlmuPerairan. Institut Pertanian Bogor. Nitimulyo, Sarono. A. 1993. Deskripsi Hama dan Penyakit Ikan KarantinaGolongan Bakteri. Pusat Karantina Pertanian. Jakarta. Noga EJ. 2000.Fish Diseas : Diagnosis andTreatment. A Blackwell Publishing Company : Iowa. Santoso, B.H. 1993. Petujuk Praktis Budidaya IkanMas. Kanisius. Jakarta Saitanu K. 1986. Aeromonas hydrophila infections in Thailand, p. 231- 234. InJ.L.Maclean, L. B. Dizon and L. V. Hosillos (eds) The first Asian Fisheries Sociaty, Manila, Philippines.Setiaji A. 2009. Efektivitas ekstrak daun papaya Carica papaya L. untuk pencegahan dan pengobatan ikanlele dumbo Clarias sp yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila. [skripsi]. Institut Pertanian bogor.Snieszko, Axelrod, H.R. 1971. Disease of Fishes. TFH publication Ltd. Hongkong Susanto, H danRochdianto,A. 2007. Kiat Budidaya Ikan Mas Di Lahan Kritis. Penebar Swadaya. Jakarta Suseno. D. 1994.Pengelolaan Usaha Pembenihan Ikan Mas. Penebar Swadaya.Jakarta. 2002. Pengelolaan UsahaPembenihan Ikan Mas.Penebar Swadaya. Jakarta. Syamsuhidayat. 1991. Inventaris Tanaman ObatIndonesia. Puslitbang Kesehatan. Depkes RI. Jakarta. Wasito R, Sarono A, Widodo, Thabib N. 1999.Perlakuan dan Pengobatan pada Ikan. Buku 18. Pusat Karantina Ikan Jakarta. 514

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Widayat, W. www.ekafood.com. Diakses 27 Oktober 2010 Yususp MW. 2009. Efektivitas ekstrak buahmengkudu (Morinda citrifolia L.) dalam menghambat pertumbuhan bakteri Vibrio sp. Pada ikan kerapumacan (Epinephelus fuscoguttatus). [Skripsi]. Universitas Lampung. Lampung. 515

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

MENGEMBALIKAN KESEIMBANGAN ALAMI PADA KEHIDUPAN ULATBULU Ahmad Nadhira Dosen Kopertis Wilayah I Dpk. Universitas TjutNyak Dhien E-mail : [email protected] Abstrak Merebaknya wabahulat bulu di berbagai wilayah di Indonesia secara hampir serentakmenimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat umum dan ilmuwan.Bagaimana fenomena ini bisa terjadi dalam waktu yang relatif singkat?Makalah ini bertujuan menjelaskan kausalitas fenomena tersebut dan

Page 281: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 281/395

1

3

kebijakan yang diperlukan untuk mengatasi masalah ini dan mencegahnyaterjadi lagi di masa yang akan datang, dalam perspektif ekologis. Ketikapenelitian ini dimulai, beberapa teori dan laporan penemuan faktadikumpulkan, dianalisa, dan diinterpretasikan. Makalah ini menyimpulkanbahwa ulat bulu merupakan bentuk lain dari siklus hidup serangga bersayapsisik. Dalam bahasa Indonesia, serangga tersebut dinamakan kupu-kupuatau ngengat. Nafsu makan yang tinggi dari bentuk lepidoptera inimenempatkan serangga ulat bulu ditetapkan sebagai hama yang merusakdaun, cabang, akar, atau buah pada tanaman pangan, tanaman akar,tanaman daun, pohon kayu, dan cemara. Bagi manusia, bulu-bulunya bisamenimbulkan iritasi kulit, reaksi alergi, dan bahkan korban akut sampaikematian. Spesies lepidoptera diyakini berjumlah lebih dari 174.250, dalam126 famili, dan 46 superfamili. Kondisi ini menempatkan lepidoptera sebagaiserangga paling bervariasi di dunia. Kemajemukan dan melimpahnyalepidoptera merupakan kausalitas dari keberadaannya yang rentan. Seluruhfase dalam siklus hidupnya selalu berada dalam bahaya diserang. Tidak itusaja, iklim yang lebih hangat telah memperpendek siklus hidupnya dari 4-7minggu menjadi kurang dari 4 minggu. Beberapa spesies bisa melahirkan 2generasi dalam waktu kurang dari 1 tahun. Keberadaan sayapnya membuatlepidoptera mampu bermigrasi ke wilayah yang dinilai bisa membuat merekatenang berkembang biak semasa hidupnya. Penanggulangan wabah ulatbulu melalui penyemprotan pestisida telah dilarang di seluruh dunia.Pemusnahan ulat bulu dengan mengumpulkannya satu per satu,menyemprotnya dengan api, menjebak mereka dengan memasang feromonsebagai umpan, serta intervensi langsung dinilai kurang efektif untukmengatasi ribuan lepidoptera larva dan dewasa. Cara yang aman, ekologis,dan ekonomis guna mengatasi serangan hama ulat bulu adalah dengankembali memanfaatkan musuh alaminya, yang bersifat parasit, predator, atauvirus. Dalam jangka menengah dan jangka lebih panjang, pemerintahbersama masyarakat umum dan masyarakat industri

516

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

seharusnya lebih memperhatikan dan memberikan prioritas lebih tinggipada upaya pengurangan emisi karbondioksida dan penyerapankarbondioksida di udara. Tujuannya adalah untuk memperlambat kecepatanpemanasan global, dan terlebih lagi untuk menguranginya. Kata kunci:lepidoptera, epidemi, kontrol biologis, perubahan iklim Latar BelakangFenomena jutaan ulat bulu yang menyerang 49 desa di 7 kecamatan di

Page 282: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 282/395

1

3

kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, ternyata mulai terjadi sejak awalFebruari 2011. Setelah ditelisik lebih mendalam, tanaman yang diserangternyata adalah jenis pohon mangga. Survey fisik berhasil mengidentifikasikerusakan sekitar 14.500 pohon mangga atau sekitar 1,5% dari total 1,8 jutajumlah pohon mangga. Kejadian serupa pernah terjadi di Thailand di tahun2003 dengan tanaman mangga sebagai target serangan. Probolinggo dikenalsebagai sentra mangga terbesar di Jawa Timur. Manalagi merupakanvarietas mangga yang menjadi target serangan ulat bulu. Ulat bulu yangmenyerang diidentifikasi sebagai bakal ngengat dengan sebutan Arctornissp, Lymantria atemeles collenette, Lymantria marginanta (Jawa Timur),Cyana veronata, Arctiidae, Lasiocampidae, (Yogyakarta), Daychera indusa(Kendal, Jawa Tengah). Hymenoptera merupakan predator alami ulat bulu,yakni dari jenis braconid (tawon merah) dan apanteles berkurang akibathujan terus menerus. Demikian pula semut rang-rang. Dari tipe burung,prenjak, jalak, cinenen, dan cerukcuk berkurang cukup signifikan hinggamencapai 80 persen dari populasi sebelumnya, akibat perburuan. Demikianjuga populasi burung pipit atau burung gereja. Tabel 1. Rekapitulasifenomena wabah ulat bulu, 2011 Waktu Tempat Jenis Ulat Bulu TanamanSasaran 2011-03-30 Probolinggo Arctornis riguata Mangga Lymantria beatrixSphrageidus virguncula Orgya postica (lymantriidae) Cyana peronata(arctiidae) 2011-04-14 Yogyakarta Trabala sp Kenanga Maenas sp 2011-04-20Tj. Jabung, Jambi Lymantria beatrix Mangga 2011-04-15 Ketapang, LampungEuproctis Mangga 2011-04-16 Marunda, Jak-Ut Dasychira Rerumputan,gulma 2011-04-19 Tj. Duren, Jak-Bar Euproctis sp Cemara Ps. Rebo, Jak-TimTrabala Spp 2011-04-17 Bali Crucula trifenestrata Jambu mete, (Ulat suteraemas) Kedondong, alpukat 2011-04-21 Lombok, NTB Crucula trifenestrataJambu Mete (Ulat sutera emas) Kedondong

517

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Seiring hebohnya pemberitaan wabah ulat bulu di Probolinggo,beberapa daerah lainnya juga dilaporkan telah diserang ulat bulu,antara lain: 1. Jawa Timur: Pasuruan, Jombang, Malang, Pasuruan,Banyuwangi, Lamongan, Bojonegoro. 2. Yogyakarta. 3. Jawa Tengah:Kendal, Semarang, Sukoharjo. 4. Bandung. 5. Bekasi: Jati Asih 6. Jakarta:Tanjung Duren, Rawa Badak. 7. Sumatera Utara: Tebing Tinggi 8. Bali:kabupaen Gianyar, kecamatan Melaya dan Penyaringan, Jembrana 9. NTB:Lombok. 10. Aceh: kabupaten Bireuen, Aceh Utara 11. Sumatera Barat:Kanagarian Paritmalintang, Kecamatan Enam Lingkung, Kabupaten

Page 283: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 283/395

1

3

Pariaman. Beberapa tanaman yang diserang termasuk ke dalam jenistanaman kacang, pohon angsana, cemara. Pada tahun 2009 lalu, wabah ulatbulu pernah menyerang pohon kaliki di Bandung (26.03.2009) dan tanamankedelai di Lamongan (15.05.2009). Identifikasi Masalah 1. Apa danbagaimana kondisi-kondisi yang menyebabkan ulat bulu bisa atau tidak bisaberkembang biak dengan baik. 2. Bagaimana matrikulasi atau apa saja yangmenjadi kausalitas (sebab- akibat) fenomena mewabahnya ulat bulu diIndonesia dewasa ini? 3. Apa saja kriteria, sasaran antara, ataupertimbangan dalam mencapai tujuan berhentinya perluasan epidemi wabahulat bulu di masa kini dan yang akan datang? 4. Apakah global warmingberdampak di tingkat global atau lokal? a. secara fisik atau bagi lingkunganalam ditinjau dari sudut kenaikan suhu (udara, air, tanah), penurunanketebalan salju di dua kutub dan kenaikan permukaan air laut, dan lainnya.b. bagi lingkungan flora dan fauna. c. terhadap ulat bulu dan predatornya.Kedudukan Ulat Bulu dalam Dunia Fauna Pada mulanya, klasifikasi makhlukhidup terbagi atas dunia fauna (animalia kingdom) dan dunia flora(vegetabilia kingdom). Seiring perkembangan zaman, makhluk hidup terbagiatas 6 klasifikasi menurut versi Woese (1977) dan Cavalier-Smith (1998 danterakhir 2004). Menurut Cavalier-Smith, serangga merupakan kerajaan

518

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

tersendiri. Ukurannya yang kecil dan kemampuan adaptasinya yangtinggi, membuat serangga diyakini sebagai makhluk hidup pertamayang mampu membuat koloni di bumi. Beberapa hal yang biasanya dijadikandasar klasifikasi fauna mencakup tulang belakang (vertebrata daninvertebrata/avertebrata), simetri tubuh, lapisan tubuh, filum, makanan, dansuhu. Dalam dunia fauna, komposisi hewan invertebrata adalah sekitar 97%,sementara hewan vertebrata hanya berjumlah 3%. Klasifikasi invertebrataterbagi atas 9 filum atau divisi, yakni protozoa, porifera, coelentrata,platythelminthes, nemathelminthes, annelida, mollusca, arthropoda, danechinodermata. Filum arthropoda terbagi atas 4 kelas, yakni crustacea,chelicerata, myriapoda, dan hexapoda atau serangga (insecta). Keluargaserangga terbagi atas monocondylia dan dicondylia. Monocondylia hanyamemiliki archaeognatha yang juga berperan sebagai ordo pertama dalamklas serangga. Keluarga dicondylia terbagi atas 2 kelompok besar ordo,yakni bersayap (pterigota) dan tidak bersayap (apterigota). Dua ordoserangga tidak bersayap mencakup thysanura dan monura. Seranggabersayap terbagi atas paleoptera (serangga dengan sayap tidak bisa dilipat)

Page 284: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 284/395

1

3

3

dan neoptera (serangga bersayap fleksibel). Dua ordo dalam paleopteramencakup ephemeroptera dan odonate. Beberapa ordo dalam klas neoptera:Blattodea, Coleoptera, Dermaptera, Diptera, Embioptera, Grylloblattaria,Hymenoptera, Lepidoptera, Mantodea, Mecoptera, Megaloptera, Neuroptera,Orthoptera, Phasmatodea, Phthiraptera, Plecoptera, Siphonaptera,Strepsiptera, Trichoptera, Zoraptera dan Zygentoma. Gambar 1. Siklus hiduplepidoptera (Sumber: wikipedia)

519

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Ulat (bulu) merupakan salah satu tahapan (larva/nimfa) dalam siklushidup hewan dalam ordo lepidoptera (serangga bersayap sisik, lepis =sisik, pteron = sayap) yang bermetamorfosis dari telur menjadi ulatkemudian menjadi kepompong dan akhirnya kupu-kupu atau ngengat (rama-rama). Proses metamorfosis yang dialami ulat wujud pada perubahanpenampilan fisik dan/atau struktur setelah kelahiran atau penetasan. Selyang bermetamorfosis mengalami pertumbuhan dan perkembangan yangsecara radikal berbeda. Perbedaan bisa terlihat pada perubahan habitat danprilaku. Bentuk dewasa ulat bisa berupa kupu-kupu atau ngengat tergantungjus yang dicerna ulat selama periode memakan. Sumber makanan ulatadalah dedaunan, sementara sumber makanan kupu-kupu adalah madubunga, nektar, atau sari kembang. Sumber makanan lain adalah buah yangmembusuk di tanah, bangkai, kotoran burung, dan tanah basah. Tumbuhanyang memberikan dedaunan bisa berupa tanaman semusim, tanaman keras,tanaman keras, atau lainnya. Metamorfosis ulat (caterpillar) bersifatsempurna (holometabola) dari fase larva ke fase tidak aktif (pupa,kepompong, chrysalis) dan kemudian menjadi imago (dewasa). Di dalamkepompong, larva mengeluarkan cairan pencernaan untuk menghancurkantubuhnya (histolisis) dan menyisakan sebagian sel yang tumbuh menjadidewasa (histogenesis) dengan hancuran tubuh larva sebagai nutrisi sel.Ekosistem dan Keseimbangan Alam Keseimbangan alam (balance of nature)merupakan satu kondisi teoritis yang menyatakan adanya ekuilibrium yangstabil (homeostatis) dalam sistem ekologis. Sedikit perubahan padabeberapa parameter akan dikoreksi dengan besar yang sama sehingga ketitik keseimbangan (point of balance).

Kondisi ini berlaku pada sistem predator/mangsa, atau hubunganantara herbivora dan sumber makanannya, atau hubungan antara

Page 285: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 285/395

1

3

1

3

ekosistem bumi, komposisi atmosfir, dan cuaca dunia. Dalam prakteknya,komunitas ekologis flora dan fauna pada dasarnya adalah tidak stabil,karena adanya perbedaan substansil pada prilaku diantara komunitas danantar-individu. Walau beberapa populasi memiliki prilaku kacau, tetapimereka tetap tunduk pada hukum deterministik bahwa jumlah populasisangat tergantung sumber makanannya.

520

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Gambar 2. Rantai makanan (Sumber: Thompsma, Rantai makanan)

Pada umumnya, ekosistem merupakan lingkungan biologis yang terdiridari seluruh organisme di satu wilayah; termasuk didalamnyakomponen fisik dan benda mati (abiotik) yang menjadi tempat interaksiorganisme seperti udara, tanah, air, dan cahaya matahari. Keseluruhanorganisme terbagi atas fungsinya sebagai produsen, konsumen,decomposer, organisme mikro, dan rantai makanan. Dalam tatanan atauhierarki kehidupan, ekosistem merupakan urutan kedua setelah biosfir, yangdilanjutkan dengan komunitas (biocoenosis), populasi, organisme, sistemorgan, organ tubuh, jaringan (tissue), sel, organelle, molekul (molekul-makro- biomolekul), dan atom. Biosfir berlokasi di atmosfir bumi paling bawah,yakni udara, troposfir (6-20 km), stratosfir (20-50 km), mesosfir (50-85 km),termosfir (85-690 km), eksosfir (690-10.000 km). Atmosfir bumi dibagimenurut tekanan dan kepadatan udara yang bervariasi menurut ketinggian,yang dinyatakan dalam ukuran suhu. Udara merupakan atmosfir bumi yangdigunakan untuk bernafas dan fotosintesis. Udara dipenuhi oleh empat gasutama, yakni nitrogen (78,09%), oksigen (20,95%), argon (0,93%), dankarbondioksida (0,039%). Diluar keempat gas tersebut, banyak uap air bisaberkisar antara 1%-4% di permukaan.

521

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Perubahan kondisi lingkungan yang sifatnya sementara bisamenimbulkan gangguan ekologis seperti kebakaran, banjir, badai angin,mewabahnya serangga (insect outbreaks), perambahan hutan, dan

Page 286: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 286/395

3

1

3

3

munculnya spesies eksotis. Gangguan tersebut bisa berefek langsung yangdahsyat terhadap ekosistem dan dapat memberikan perubahan drastis bagikomunitas alam. Gangguan alami biasanya diakibatkan oleh iklim, cuaca,atau lokasi. Kondisi gangguan bisa bersifat siklus, periodik, atau karenaadanya manusia atau spesies yang invasif. Sebagai satu siklus, bisa sajaterjadi jumlah satu spesies (predator) yang berkurang banyak bisaberdampak pada membludaknya spesies lain (yang berperan sebagaimangsa). Faktor lainnya bisa berupa adanya perubahan lingkungan fisik.Spesies yang populasinya meningkat drastis bisa menjadi endemik danepidemik. Persaingan spesies bisa membuat satu spesies mendominasi; dandi sisi lain, spesies lain mengalami kepunahan untuk digantikan spesiesyang baru yang bisa beradaptasi dan mengalami evolusi dengan kondisilingkungan yang baru. Determinan yang Mempengaruhi Keseimbangan AlamGangguan alami yang sifatnya laten dan jangka panjang berdampak padaperubahan iklim, dan dinyatakan dengan telah terjadinya pemanasan global.Beberapa determinan utama alami yang menyebabkan pemanasan global: 1.Efek gas rumahkaca, ditandai dengan meningkatnya penguapan air diatmosfir. 2. Terlepasnya gas karbondioksida dan metana akibat melumernyasalju abadi. 3. Penurunan kemampuan samudera yang panas menahankarbondioksida.

Peningkatan konsentrasi gas rumahkaca yang membuat iklim bumisemakin panas bisa berasal dari (Steinfeld, et al, 2006): 1. Hasilpembakaran bahan bakar minyak. 2. Terlepasnya gas aerosol. 3. Produksisemen. 4. Pemakaian ruang tanah. 5. Menipisnya lapisan ozon. 6. Peternakan(biomassa). 7. Penggundulan hutan. 8. Pergeseran lempeng tektonikmengubah topografi dan sirkulasi samudera dan atmosfir. 9. Aktivitasgunung berapi. 10. Aktivitas samudera.

522

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Gambar

3. Siklus produksi karbondioksida (Sumber: Departemen Energi AS)

Beberapa faktor eksternal lainnya yang mengubah iklim bumimencakup: 1. Variasi dalam radiasi sinar matahari. 2. Deviasi orbitbumi. Dampak perubahan iklim bisa terlihat secara alam fisik pada sistem-

Page 287: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 287/395

1

3

sistem alam, ekologis, dan sosial. Beberapa dampak pada sistem alam: 1.menurunnya luas dan ketebalan es dan salju abadi, 2. naiknya tingkatpermukaan laut, 3. semakin intensifnya aktivitas badai tropis, 4. tingginyatingkat pengendapan (hujan lebat) dan banjir bandang, 5. semakin seringnyakejadian cuaca dengan panas ekstrim, gelombang panas, 6. semakinluasnya wilayah kekeringan. Tiga bentuk generik perubahan pada alam ditingkat regional, yakni pembentukan atau pencairan es, perubahan siklushidrologis (penguapan dan hujan), dan perubahan arus laut dan arus udaradi atmosfir. Luas wilayah pantai juga semakin berkurang. Di laut, penyerapankarbon dioksida oleh laut membuat air laut semakin asam dan kadar oksigensemakin jauh berkurang. Ekosistem laut mulai

523

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

terganggu. Di sisi lain, naiknya suhu air laut juga semakin mengurangikemampuannya untuk menyerap karbondioksida. Secara ekologis,perubahan iklim semakin meningkatkan potensi kepunahan banyak spesiesdan berkurangnya kemajemukan ekosistem. Secara sosial, perubahan iklimtingkat regional berpengaruh pada sistem-sistem yang terkait denganaktivitas yang dilakukan manusia seperti pasokan pangan (manajemenpertanian dan kehutanan), bahaya kehidupan tepi laut seperti banjir rob atautsunami, kekurangan gizi dan daya tahan serta kemampuan tubuhberadaptasi (kesehatan). Dewasa ini, 70% kejadian bencana alam dikaitkandengan perubahan iklim. Kondisi ini naik dari 50% dibandingkan kondisi 20tahun lalu. Bencana ekologis seperti gagal panen ditengarai karena jumlahpenduduk yang meningkat pesat, pembangunan ekonomi, dan pertanianyang tidak berkesinambungan. Kepunahan yang merebak dan berlanjut sertakelangkaan air membuat populasi harus hidup tanpa air minum yang aman,berkurangnya hewan penyerbuk, penangkapan ikan berlebih, perambahanhutan yang luas, desertification, perubahan iklim, atau pencemaran air yangberlebihan. Degradasi lingkungan dan biosfir merefleksikan adanyakehancuran secara bertahap terhadap lingkungan akibat berkurangnyasumber daya udara, air, dan lapisan tanah; kehancuran ekosistem, dansemakin punahnya kehidupan flora dan satwa liar. Degradasi lingkunganditandai dengan semakin berkurangnya kapasitas lingkungan dan/atauhabitat alami yang berfungsi untuk memenuhi berbagai tujuan dankebutuhan sosial dan ekologis. Bencana ekologis bisa berkembang danmerembet menjadi bencana kemanusiaan. Respon Manusia terhadapPemanasan Global Upaya mitigasi efek gas rumahkaca dilakukan dengan

Page 288: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 288/395

1

3

mengembangkan strategi adaptasi terhadap pemanasan global di tingkatmanusia dan spesies flora dan fauna, ekosistem, wilayah dan bangsa-bangsa. Di tingkat internasional, bentuk mitigasi dinyatakan dalam KonvensiPerubahan Iklim (UNFCCC), Protokol Kyoto, dan Inisiatif Iklim Barat. Dikalangan ilmuwan lingkungan, mereka menyerukan tercapainya beberapatujuan berikut: 1. Pengurangan dan pembersihan polusi. 2. Mengkonversimateri yang tidak bisa didaur-ulang menjadi energi bersih melaluipembakaran langsung atau dikonversi kembali menjadi bahan bakaralternatif. 3. Pengurangan konsumsi masyarakat atas bahan bakar minyakyang tidak bisa diperbarui.

524

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

4. Pengembangan sumber-sumber energi alternatif yang lestari,berkarbon rendah, atau dapat diperbarui. 5. Konservasi dan pelestarianpemanfaatan sumber daya langka seperti air, tanah, dan udara. 6.Perlindungan ekosistem yang mewakili, unik, atau asli. 7. Pelestarianspesies yang terancam punah. 8. Pembuatan suaka alam dan biosfir dalamberbagai bentuk perlindungan. 9. Perlindungan keragaman hidup(biodiversity) dan ekosistem demi saling ketergantungan hidup di bumi.Kondisi Nyaman bagi Berkembangbiaknya Ulat Bulu Beberapa spesieslepidoptera memperlihatkan fluktuasi populasi yang nyata dan sinkronterhadap wilayah geografis yang luas. Hal ini ditengarai sebagai akibatperubahan iklim yang berperan besar dalam hal waktu dan timbulnyakejadian perubahan populasi tersebut. Dengan semakin jarangnya turunhujan, telur-telur bisa menetas menjadi larva untuk kemudian berkembangmenjadi kepompong dan bermetamorfosis menjadi kupu-kupu padaakhirnya. Cuaca yang semakin panas semakin memanjakan lepidopterauntuk berkembang biak lebih banyak. Di iklim yang semakin panas, siklushidup lepidoptera semakin pendek dari satu generasi ke generasiberikutnya. Beberapa spesies (seperti Orgyia leucostigma, Lymantriidae)bisa memiliki 2 generasi dalam 1 tahun, atau minimal 1 generasi dalam 1tahun. Sebagai serangga, lepidoptera betina bisa menghasilkan telur daribeberapa butir saja sampai ribuan butir. Untuk menjadi larva, telurmembutuhkan waktu antara 5-7 hari. Usia hidup larva sampai kupu- kupubervariasi, yakni dari 2 minggu sampai 7 tahun (khususnya Gynaephoragroenlandica). Ada fase kepompong yang hanya berusia 1 minggu saja, 2minggu (seperti kupu-kupu monarki), 10 bulan, atau lainnya. Di sisi lain,kupu-kupu bisa bertahan hidup antara 4-5 hari. Khusus di wilayah Indonesia,

Page 289: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 289/395

1

3

3

siklus hidup lepidoptera adalah 4- 7 minggu. Sebagai makhluk hidupberdarah dingin, udara yang semakin hangat membuat kondisi danlingkungan hidup mereka semakin bersahabat untuk berkembang biak. Halini ditengarai sebagai faktor pemercepat siklus hidup mereka menjadi hanya4 minggu. Sebagai serangga bersayap, lepidoptera memiliki kemampuanyang tinggi untuk bermigrasi ribuan kilometer ke tempat yang memberikankenyamanan hidup dengan kecepatan sampai 100 km per jam padaketinggian ratusan meter. Kecepatan terbang mereka disesuaikan denganarah dan kecepatan angin.

525

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Kelembaban hutan pohon mangga merupakan tempat tujuan utama darimigrasi yang dilakukan lepidoptera. Deforestasi hutan alami danhomogenisasi hutan juga ditengarai membantu menghilangkan kondisi-kondisi yang tidak nyaman bagi lepidoptera untuk berkembang biak.Membludaknya jumlah ulat bulu berpotensi membawa kerusakan padabeberapa tanaman seperti mangga, jambu air, jambu mete, alpokat,kedondong, tomat, padi, gula bit, tebu, kapas, tembakau, tanaman akar dandaun, pohon kayu, pohon kenanga, dan cemara. Kerusakan biasanya terjadipada daun, cabang, akar, atau buah. Kain wol, sutra, bulu binatang (fur), buluunggas (feather) banyak dimakan jamur ngengat (fungus moth). Ngengat lilin(wax moth, Galleria mellonella) bisa merusak sarang lebah. Rantai Makanan,Musuh Alami, dan Kondisi Buruk bagi Ulat Bulu Tubuhnya yang lunak danrentan membuat lepidoptera merupakan mangsa empuk bagi pemangsanya.Sebagai herbivora, ulat bulu merupakan mangsa utama karnivora terendahyang berfungsi sebagai predator tingkat pertama. Dalam siklus hidupnya,lepidoptera juga merupakan mangsa burung nazar (vulture, scavenger) danparasit.

Makhluk kecil lainnya seperti protozoa, bakteri, virus, jamur, dan cacingtanah, merupakan predator ulat bulu pada masa-masa membludaknyajumlah populasi ulat bulu. Beberapa organisme ini dimanfaatkan manusiasebagai alat untuk mengendalikan spesies yang sedang bermasalah.Beberapa jenis predator lepidoptera mencakup kelelawar, kutilang, perenjak,jalak, capung, belalang sembah atau walang keke (mantid), laba-laba, lipan,kadal, ampibi (kodok), tikus, monyet. Beberapa jenis hewan yang bersifatparasit bagi lepidoptera mencakup tawon, lebah, kumbang kepik (cynipid),

Page 290: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 290/395

1

3

1

ichneumon (lalat, lebah, musang/mongoose), chalcid (lalat, lebah), lalattachinid, lalat gergaji, kroto/semut rangrang. Hewan parasit bagi lepidopteraadalah dengan meletakkan telurnya di dalam, di atas, di dekat lepidoptera.Larva parasit hidup didalam tubuh inangnya dan secara perlahan memakanjaringan tubuh lepidoptera dan keseluruhan tubuh lepidoptera. Beberapaulat bulu bisa mengusir sang parasit dengan mengeluarkan cairan beracun,tetapi banyak yang tidak memiliki mekanisme pertahanan diri tersebut. Halini bisa dijelaskan dengan tingginya tingkat reproduksi lepidoptera.

526

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Gambar 4. Parasitisme di Ngengat Gipsi (Sumber: Wikipedia)

Mengembalikan Keseimbangan Alam Pada Kehidupan Ulat BuluGangguan pada rantai makanan dan ekosistem ulat bulu biasanya akanhilang dengan sendirinya. Hal ini disebabkan oleh premis umum bahwasuatu rantai makanan dan ekosistem bersifat homeostatis. Keseimbanganalam akan terjadi dengan sendirinya. Alam akan dan dapat menyesuaikandirinya, bahkan tanpa intervensi manusia. Hukum deterministik yang berlakumenyatakan bahwa jumlah populasi sangat tergantung sumber makanannya.Walau demikian, masyarakat awam cenderung naif terhadap hukum alam.Mereka ingin secepatnya menghilangkan dan menghentikan wabahserangan ulat bulu. Tidaklah mungkin bagi kita untuk memusnahkan ulatbulu dengan tangan kosong, mengumpulkannya satu per satu, ataumenyemprotnya dengan api. Menjebak mereka dengan memasang feromonsebagai umpan juga kurang efektif untuk mengatasi ribuan lepidopteradewasa. Penyemprotan dengan pestisida (chlorinated hydrocarbons) jugatidak dibenarkan karena sifat dan derivatifnya yang menetap pada tempatpenyemprotan, tetap aktif secara biologis dan terakumulasi dalam rantaimakanan dan keturunannya. Pestisida yang dilarang mencakup DDT, aldrin,dieldrin, endrin, HCH (Lindane). Indonesia merupakan salah satu negaraPenandatangan Etika Pestisida FAO

527

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 291: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 291/395

3

1

3

(International Code of Conduct on the Distribution & Use of Pesticides 2005).Solusi jangka pendek dan jangka menengah atas fenomena seranganulat bulu adalah dengan memasukkan kembali musuh alaminya ke dalamhabitat dan ekosistem yang menjadi tempat hidup ulat bulu. Pada faseserangan ulat bulu yang merebak di banyak tempat, musuh alaminya terdiridari makhluk kecil bernama protozoa, bakteri, virus, jamur, dan cacing tanah.Musuh alami lepidoptera pada fase ulat bulu dan kupu-kupu yang bersifatpredator mencakup kelelawar, kutilang, perenjak, jalak, capung, belalangsembah atau walang keke (mantid), laba-laba, lipan, kadal, ampibi (kodok),tikus, monyet. Musuh alami ulat bulu pada masa kepompong dan teluradalah hewan yang bersifat parasit bagi lepidoptera seperti tawon, lebah,kumbang kepik (cynipid), ichneumon (lalat, lebah, musang/mongoose),chalcid (lalat, lebah), lalat tachinid, lalat gergaji, kroto/semut rangrang.Dalam jangka panjang, pemerintah bersama masyarakat dan pengusahaharus tetap mempertahankan dan melestarikan keanekaragaman hayati(biodiversity) dalam rangka menjaga rantai makanan dan ekosistem demitetap terciptanya keseimbangan alam sejati. Di sisi lain, perhatian terhadappengurangan emisi gas karbondioksida dan penyerapan gas karbondioksidadi udara perlu ditingkatkan dan diterapkan secara bersama. Hal ini perludilakukan dalam rangka mengurangi fenomena pemanasan global terhadapsuhu permukaan dan atmosfir bumi. Kesimpulan Ulat bulu yang berdarahdingin membutuhkan udara hangat untuk bisa berkembang biak. Udara yanghangat, kondisi yang nyaman, dan tanpa musuh alami yang berarti, bisamenjelaskan meledaknya jumlah populasi ulat bulu di hutan yang homogen,yakni hutan pohon mangga. Berbagai kondisi yang nyaman ini ditengaraisebagai faktor pemercepat siklus hidup ulat bulu (yang menyerangProbolinggo) menjadi hanya 4 minggu. Bentuknya yang ringkih dan rentan(untuk dijadikan mangsa) membuat ulat bulu (dan berbagai bentuk laindalam siklus hidupnya) merupakan alasan sebab-akibat mereka bisaberkembang biak dengan cepat. Sebagai serangga bersayap, bentuk laindari ulat bulu, lepidoptera mampu bermigrasi hingga ribuan kilometer ketempat yang memberikan kenyamanan hidup dengan kecepatan sampai 100km per jam pada ketinggian ratusan meter. Fakta ini bisa menjelaskan

528

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

percepatan meluasnya wabah ulat bulu di berbagai wilayah di Indonesiadalam waktu singkat. Di sisi lain, berbagai fenomena alam yang

Page 292: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 292/395

1

3

diobervasi memperlihatkan kondisi bumi yang semakin panas. Bumi yanghidup dan merasa panas, bereaksi dengan sendirinya, dengan melumerkanes dan salju abadi yang terdapat di kutub-kutub bumi dan di berbagaipermukaan tertinggi di dunia. Metana dan karbondioksida yang dilepas darisalju yang mencair menambah konsentrasi gas penyimpan panas di udara.Mekanisme lain dari pendinginan yang dilakukan bumi adalah denganmenutupi sinar matahari yang masuk ke atmosfir bumi. Hal ini pernah terjadidan ditengarai akibat letusan gunung api maha dahsyat yang pernah terjadibeberapa kali di Indonesia seperti letusan Gunung Toba, Tambora, danKrakatau. Saran Pada hutan yang homogen, perlakuan berbagai pestisidadan insektisida bisa sangat menekan hama yang mengganggu tanamantersebut secara langsung. Rantai makanan pada hubungan mangsa-predator yang tidak seimbang berdampak pada ledakan populasi yang tidakmemiliki musuh alami. Kondisi ini bisa dicegah dengan tetap memperhatikankeanekaragaman hayati. Bumi ini yang hidup berserta segala makhluk hidupyang ada akan terus mengalami evolusi dan menciptakan keseimbanganalam yang baru. Manusia yang berada di puncak rantai makanan berperansangat penting terhadap terjadinya evolusi. Dalam aktivitas hidupnya,manusia justru menyebabkan ‘gangguan yang signifikan’ terhadapkeseimbangan alam, yakni dengan menambah panas udara di bumi melaluiemisi karbondioksida. Pemerintah bersama masyarakat dan pengusahaseharusnya memberikan perhatian lebih terhadap pengurangan emisi gaskarbondioksida dan penyerapan gas karbondioksida di udara. Hal ini perludilakukan dalam rangka mengurangi fenomena pemanasan global terhadapsuhu permukaan dan atmosfir bumi. Di sisi lain, keanekaragaman hayati(biodiversity) dalam rangka menjaga rantai makanan dan ekosistem demitetap terciptanya keseimbangan alam sejati tetap perlu dipertahankan dandilestarikan. DAFTAR PUSTAKA Capinera, John L., Butterflies and moths,Encyclopedia of Entomology, 4 (2nd ed.), Springer, 2008, pp. 626–672.Cavalier-Smith, Thomas, A revised six-kingdom system of life, BiologicalReviews, 73(03), 1998, 203–66.

529

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Cavalier-Smith, Thomas, Only six kingdoms of life, Proc. R. Soc. Lond.,B 271, 2004, 1251–62. Egerton, Frank N., A History of the EcologicalSciences, Part 31: Studies of Animal Populations during the 1700s,Contributions, Bulletin of the Ecological Society of America, April 2009.Fuester, Roger W., et al, Host Range of Aphantorhaphopsis samarensis

Page 293: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 293/395

1

(Diptera: Tachinidae), a Larval Parasite of the Gypsy Moth (Lepidoptera:Lymantriidae), Environ. Entomol. 30(3): 605-611, 2001. IntergovernmentalPanel on Climate Change,"Summary for Policymakers", Climate Change 2007,Synthesis Report, IPCC’s Fourth Assessment Report (AR4), Valencia, Spain,27.11.2007. Intergovernmental Panel on Climate Change, Climate Change2007, Synthesis Report, IPCC’s Fourth Assessment Report (AR4), Valencia,Spain, 27.11.2007. Jacobs, Tom, Belief in Balance of Nature Hard to Shake,Miller- McCune, 27.12.2007. Lepidoptera, Wikipedia,http://en.wikipedia.org/wiki/Lepidoptera, 18.04.2011. Lepidopteran,Encyclopædia Britannica, 2011, http://www.britannica.com/EBchecked/topic/336811/lepidopteran, 27.04.2011. Mallet, Jim, Taxonomy of Lepidoptera: thescale of the problem, The Lepidoptera Taxome Project, University College,London, 12.06.2007. Palmer, Colin, Current PEFC Statement on PesticideUse, 15.04.2010. Reynolds, Lindsay V., et al, Climatic effects on caterpillarfluctuations in northern hardwood forests, Canadian Journal of ForestResearch. CJFR #06-12, 17.07.2006. Steinfeld, H., et al, Livestock's longshadow, FAO, 2006. Straight Chain Lepidopteran Pheromones (SCLPs), UnitE.3 - Chemicals, contaminants, pesticides, Directorate E – Safety of the foodchain, Health and Consumers Directorate-General, European Commission,Sanco/2633/08 – rev. 2, 28.10.2008. The Ottawa Citizen, Study of Ocean LifeShows a Chaotic Balance of Nature, canada.com, 13.02.2008.

530

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) MENUJU PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DarwinP Lubis Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Abstrak Kesadaranakan pentingnya mempertahankan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang dicanangkan oleh pemerintah perlu diapresiasi mengingat minimalnya upaya-upaya ke arah tersebut. Banyak kota-kota besar yang mengalamimasalah penurunan kualitas lingkungan hidup dan gangguan-gangguan sosial. Beban masalah tersebutberkembang sejalan dengan perkembangan kota yang mengarah kepada ketidak harmonisan hubunganantara pertumbuhan ekonomi dengan lingkungan. Telah terjadi konversi lahan dari lahan terbuka hijaumenjadi lahan terbangun, sehingga Ruang Terbuka Hijau makin minim. Keadaan perkotaan memang hanyamaju dalam pertumbuhan fisik, akan tetapi mundur secara ekologi. Seharusnya Perencanaan kota yangbersifat sustainable salah satunya adalah mempertimbangkan keberadaan kuantitas dan kualitas lahanterbangun dan lahan terbuka. Penataan ruang kota secara menyeluruh dan terpadu dengan model-modelparticipatory planning dan over the board planning atau perencanaan lintas sektoral sudah dilakukan secarakonsekuen dan berkesinambungan/berkelanjutan. Peran serta penduduk dan kemitraan dengan pihakswasta agar lebih digalakan untuk bisa memecahkan masalah tata ruang kota dan pengelolaan lingkunganhidup dengan prinsip win-win solution, tanpa ada yang merasa terlalu dirugikan. Prinsip pembangunanberkelanjutan yang berwawasan pada kepentingan rakyat agar dijabarkan dalam rencana dan tindakannyata, tidak sekedar berhenti sebagai slogan semata-mata lingkungan. Dalam Undang-Undang No. 26Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, perencanaan tata ruang wilayah kota harus memuat rencanapenyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau yang luas minimalnya sebesar 30% dari luas wilayah

Page 294: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 294/395

1

1

kota. Keywords: Ruang Terbuka Hijau, Pembangunan kota yang berkelanjutan Ekonomi Lingkungan,Kemitraan pembangunan 531

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Pendahuluan Indonesia, negara kepulauan terbesar di dunia, perlu dan memang memiliki komitmen untukmewujudkan pembangunan berkelanjutan. Indonesia merupakan peserta aktif pada United NationsConference on Environment and Development (UNCED, juga dikenal sebagai “KTT Bumi) di Rio de Janeiro,Brasil pada tahun 1992. Pada tahun 1997, Indonesia mengeluarkan Agenda 21 Nasional, yangpersiapannya melibatkan lebih dari 1000 peserta dari berbagai kalangan selama lebih dari dua tahun.Agenda 21 Nasional berisikan rujukan untuk memasukkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan kedalam perencanaan pembangunan nasional. Agenda 21 Nasional ini kemudian diikuti pula oleh Agenda 21Sektoral yang dikeluarkan tahun 2000, meliputi sektor pertambangan,energi, perumahan, pariwisata dankehutanan. Berdasarkan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro, Brazil (1992) dandipertegas lagi pada Tingkat Tinggi (KTT) Johannesburg, Afrika Selatan 10 tahun kemudian (2002,),disepakati bersama bahwa sebuah kota idealnya memiliki luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) minimal 30persen dari total luas kota. Di Indonesia, hal senada juga di pertegas di dalam kerangka pembangunannasional yang tertuang di dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,perencanaan tata ruang wilayah kota harus memuat rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbukahijau yang luas minimalnya sebesar 30% dari luas wilayah kota. Perkembangan dan pertumbuhan kotabesar dan metropolitan ditandai dengan pertumbuhan dan pertambahan penduduk yang pesat, sehinggabanyak terjadi proses urbanisasi. Seiring dengan adanya proses urbanisasi ini, maka banyak terjadipertumbuhan di daerah kawasan pinggiran kotasehingga terjadilah pemekaran kota. Pertumbuhan kotasecara fisik meluas secara menyebar (Urban Sprawl) tergantung kebutuhan. Pemekaran kota inimenimbulkan dampak negatif terhadap keadaan lingkungan, yaitu banyak perubahan tata guna lahan darilahan tidak terbangun menjadi arealterbangun. Perubahan tata guna lahan ini diikuti dengan pertambahankebutuhan akan transportasi. Hal ini semua menimbulkan permasalahan dalam keberlanjutan kota. RuangTerbuka Hijau (RTH) memegang peran penting dalam pembangunan perkotaan, terutamaterkait denganmerancang masa depan perkotaan. Untuk mewujudkannya, tiga pilar utama, yaitu ekonomi, lingkungan, dansosial harus saling bersinergi. Saat ini, kota Jakarta hanya memiliki RTH sebesar 9 persen dari 30 persen(20 persen publik dan 10 persen privat) yang diamanatkan dalam Undang-Undang Penataan Ruang(UUPR) No. 26 Tahun 2007. Sehingga perlu inovasi dalam 532

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

pembangunan perkotaan untuk menciptakan RTH melalui pengembangan taman dan penataan saluranserta bantaran sungai Penyebab minimnya RTH di daerah perkotaan disebabkan oleh tidak tegasnyaregulasi atau peraturan yang mengatur ketentuan penyediaan RTH, adanya demand yang tinggi darimasyarakatuntuk membangun, pola pembangunan yang cenderung horizontal, dan hilangnya budayamenanam pohon dari masyarakat perkotaan. Apabila penyebab-penyebab tersebut dapat diperbaiki,diharapkan RTH akan semakin tersedia dalam jumlah yang maksimal dan nantinya masa depan perkotaanakan semakin terjamin. Dengan adanya perubahan tata guna lahan dari lahan terbuka hijau menjadi lahanterbangun maka Ruang Terbuka Hijau menjadi berkurang, sehingga terjadilah kerusakan lingkungan.Proses Pembangunan di Indonesia yang berlangsung secara cepat dan disusul dengan adanya krisisekonomi telah merusak kondisi lingkungan. Dengan semakin padatnya penduduk di kota, sedangkansumber daya alamnya terbatas, dalam pengolahannya tidak mempertimbangkan terhadap perencanaanyang berkelanjutan, akibatnya telah merusak lingkungan kota. Perencanaan RTH baik secara kuantitatifmaupun kualitatif berpengaruh terhadap keberlanjutan perkotaan baik secara lingkungan, sosial, maupun

Page 295: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 295/395

1

1

ekonomi. Beberapa implikasi kebijakan terpenting yang terkait dengan kompaksi perkotaan terutama dalamprioritas pengembangan pada kawasan pusat/ dalam kota sebagai strategi regenasi perkotaan, danpengendalian pemanfaatan ruang melalui instrumen peraturan zonasi Metode Penelitian atau EksperimentalTulisan ini adalah merupakan hasil analisis dari kajian pustaka, hasil riset, dan observasi lapangan. Adapuntujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keterkaitan antara bentuk tata ruang dengan perubahantata guna lahan akibat dari pertumbuhan dan perkembangan penduduk dalam rangka usaha untukmembentuk kawasan kota yang berkelanjutan. Hasil dan Pembahasan Konsep dari sustainable adalahmenjaga kondisi bumi tetap baik untuk tetap dapat dimanfaatkanoleh generasi mendatang. Prinsip dariSustainable dalam pemahaman akan ruang adalah : 1. Disain dengan pemahaman yang mendalam tentangruang. Hal ini dimaksudkan agar manusia dapat menempati suatu lingkungan tanpa adanya kerusakan.Pemahaman ruang (dalam hal initapak) membantu proses desain seperti orientasi bangunan berdasarkanmatahari perlindungan lingkungan dan akses ketransportasi publik. 533

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

2. Disain menyatu dengan alam, dimanapun bangunan didirikan, penyatuan dengan alam membuatlingkungan buatan menjadi lebih hidup selaras dengan alam. 3. Pemahaman proses alamiah, disainbangunan hendaknya tidak merusak atau mengganggu siklus ekologi yang ada dialam. 4. Pemahamandampak lingkungan.Desain yang sustainable berusaha mengurangi dampak pembangunan terhadaplingkungan melalui pengolahan tapak, pemanfaatan energi dan limbahmaterial serta efisiensi energi teknikmaterial dan konstruksi. Kerusakan Lingkungan terjadi karena pembangunan Ekonomi, Sosial danLingkungan tidak bisa berjalan bersama-sama. Proses Pembangunan di Indonesia yang berlangsungsecara cepat dan disusul dengan adanya krisis ekonomi telah merusak kondisi lingkungan. Dengan semakinpadatnya penduduk di kota, sedangkan sumber daya alamnya terbatas, dalam pengolahannya tidakmempertimbangkan terhadap perencanaan yang berkelanjutan, akibatnya telah merusaklingkungan kota.Perencanaan RTH baik secara kuantitatif maupun kualitatif berpengaruh terhadap keberlanjutan perkotaanbaik secara lingkungan, sosial, maupun ekonomi. Beberapa implikasi kebijakan terpenting yang terkaitdengan kompaksi perkotaan terutama dalam prioritas pengembangan pada kawasan pusat/ dalam kotasebagai strategi regenerasi perkotaan, dan pengendalian pemanfaatan ruang melalui instrument peraturanzonasi Permasalahan menurunnya kuantitas dan kualitas RTH salah satu pemicunya adalah untukmengejar pertumbuhan ekonomi, akan tetapi pertumbuhan tersebut tidak memikirkan sumberdaya alamdanlingkungan. Disamping kuantitas yang belum terpenuhi secara ideal, tampaknya dari segi kualitaspenyebaran lokasi RTH di kota Medan masih belum merata. Perencanaan Arsitektur Kota salah satunyadan yang lebih spesifik lagi Perencanaan RTH mempunyai kontribusi langsung terhadap pemecahan salahsatu permasalahan lingkungan global. Dengan berkembangnya waktu dan semakin meningkatnyapembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia telah mengakibatkan fungsi dan perananlingkungan telah menurun yaitu kemampuan alam untuk mengolah limbah juga semakin berkurang karenaterlalubanyaknya limbah yang harus di tampung melebihi daya tampung lingkungan, dan kemampuan alammenyediakan kesenangan dan kegembiraan langsung juga semakin berkurang karena banyaknya sumberdaya alam dan lingkungan yang telah berubah fungsi atau karena meningkatnya pencemaran. Pertumbuhanekonomi yang berhasil dan langgeng apabila mempertimbangkan aspek kelestarian lingkungan 534

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

ikut menjadi bahan pertimbangan atau dengan kata lain pertumbuhan ekonomi berwawasan lingkungan.Demikian pula untuk mengejar perkembangan suatu kota yang ber prinsip pada pembangunan kota yangberkelanjutan, berwawasan lingkungan yakni untuk mengejar pertumbuhan ekonominya yang berhasil harusmemperhatikan kelestarian lingkungan. Dalam kasus Ekonomi Lingkungan menganalisis tentang perubahan

Page 296: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 296/395

1

konversi lahan dari lahan RTH menjadi lahan yang lebih tinggi nilainya. Perubahan konversi lahan ini kitasebut sebagai externalitas. Suatu externalitas adalah setiap dampak terhadap tingkat kesejahteraan pihakketiga pihak ketiga yang timbul karena tindakan seseorang tanpa dipungut kompensasi atau pembayaran.Banyak kota besardi Indonesia mengalami tekanan masalah penurunan kualitas lingkungan hidup danpeningkatan gangguan – gangguan sosial. Banyaknya masalah tersebut berkembang sejalan denganperkembangan kota yang mengarah kepada ketidak harmonisan hubungan antara pertumbuhan ekonomidengan lingkungan. Akibat dari pertumbuhan ekonomi yang pesat di perkotaan, maka akan terjadikompetisipemanfataan ruang, terutama tanah dan sumberdaya alam lainnya baik antar individu, hukum,dansektoral, konversi lahan berlangsung semakin cepat demi tercapainya pertumbuhan ekonomi akantetapitelah menimbulkan kerusakan lingkungan. Meningkatnya kompetisi dan konversi tanah mendorongtimbulnya konflik kepentingan antar penguna tanah kemungkinan bagi sebagian besarmasyarakat kotauntuk mampu bermukim didalam wilayah kota. Alternatifnya sebagian warga mencari permukiman jauh diluar kota dengan harga tanah yang lebih murah sehingga perusahaan pengembang banyak membangunlokasi baru untuk permukiman. Memang pertumbuhan permukiman di pinggiran kota telah memecahkanberbagai banyak persoalan kebutuhan perumahanbagi masyarakat banyak tapi di sisi lain telahmenimbulkan permasalahan baru yang kian hari kianterasa di perkotaan. Dilihat dari sudut pandangekonomi, lahan adalah satu faktor produksi yang mempunyai harga. Nilai sewa ekonomi lahan adalah nilaipenerimaan bersih yang diterima oleh bidang lahan per m 2 pertahun akibat dilakukannya kegiatan padabidang lahan tersebut. Bila nilai sewa ekonomi lahan untuk semua penggunaan lain, maka kecenderunganalih fungsi lahan akan terjadi. Menurut Barlowe (1978) pada umumnya besaran sewa ekonomi lahan dariberbagai kegiatan dapat diurutkan sebagaiberikut, dimulai dari yang sewa lahannya paling tinggi : industridan perdagangan, permukiman,pertanian, hutan, lahan tandus. Tentu saja kondisi ini tidak mudah terjadipada setiap lokasi. Dengandemikian penggunaan lahan 535

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

yang memiliki keuntungan yang komparatif tinggi mempunyai kapasitas penggunaan lahan yang terbesar,sehingga penggunaan lahan cenderung dialokasikan untukkegiatan yang memberikan sewa ekonomi lahanyang tertinggi. Apabila mekanisma pasar dibiarkanberlangsung secara bebas, maka penggunnaan lahanyang mempunyai sewa ekonomi lahan yang lebih besar relatif lebih mudah menduduki lokasi utama danmengubah penggunaan lahan yang mempunyai sewa ekonomi lahan lebih rendah. Padahal lahanmempunyai nilai sewa lingkungan (Enviromental Rent), khususnya dikaitkan dengan ekosistem kota secarakeseluruhan. Nilai sewal ingkungan dari alih fungsi lahan disini terabaikan karena tidak memperhatikan nilaisewa ekonomi lingkungan, padahal fangsi suatu lahan sangat penting. Dengan adanya alih fungsi lahanRTH menjadi lahan yang lain akan mendatangkan banyak sekali kerugian, karena fungsi RTH sangatpenting, makadengan sendirinya fungsi tersebut akan hilang (berkurang seiring dengan berkurangnya RTHtersebut). Berdasarkan uraian tersebut maka penggunaan lahan suatu kota perlu direncanakandengan baikagar tercipta kenyamanan dan kesehatan lingkungan kota, karena lahan juga memilikifungsi ekologis.Menurut Winoto (1996) salah satu cara untuk menganalisis fenomena terjadinya perubahan penggunaanlahan adalah Shift Share. Dengan menganalisis pergeseran penggunaan lahan Shift Share Analysis inidiharapkan dapat diketahui kawasan-kawasan tertentu yangmempunyai kecenderungan perubahanpenggunaan lahan relatif cepat, sehinga dapat dirancangtindakan yang dapat dilakukan dalam rangkamenjaga kelestarian RTH. Untuk mewujudkan Kotayang Berwawasan Lingkungan terkait erat denganpendekatan penhgelolaan RTH pada kotatersebut. RTH merupakan salah satu komponen ruang kota yangtingkat ketersediaannya baik secara kuantitas maupun kualitas harus selalu diperhitungkan dalam prosesperencanaan kota. KeberadaanRTH perlu dikelola secara berkelanjutan agar tercipta kota yangberwawasan lingkungan bagikepentingan warga kota generasi sekarang maupun mendatang (Budihardjodan Sujarto, 1999). Menurut Budihardjo dan Sudanti (1993) banyak kota di Indonesia yang berkembangsecara Laissezfaire yaitu tanpa dilandasi perencanaan kota yang menyeluruh dan terpadu. Perencanankotaseharusnya disesuaikan dengan kondisi landscape alami, seperti gunung, bukit, tebing, sempadansungai, dan sempadan pantai. Dengan adanya konversi lahan yang bebas dan berlebihan dan

Page 297: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 297/395

1

1

1

tidakmempertimbangkan nilai Ekonomi Lingkungan, mengakibatkan kerusakan lingkungan. Hal ini semuaterjadi karena adanya konversi lahan disini tidak ada penolakan (exclusion) atau “NonexclusionPrinciple”terhadap pihak atau orang yang tidak bersedia membayar dalam pemakaian alih fugsilahan tersebut, dantidak ada 536

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

kompensasi yang harus mereka gantikan, padahal fungsi RTH disini sangat sangat penting sekali. Akibatalih fungsi lahan tersebut seharusnya untuk memperbakisumberdaya lingkungan maka harus memberikankompensasi yaitu dengan menempatkan“Command and Control System” dan atau dengan “Economicincentive system” termasuk “Polluterpays principle” . Kesimpulan Dari pembahasan tersebut diatas dapatdiambil kesimpulan dan saran sebagai berikut : 1) Perkembangan kota yang tidak dirancang dengan baikakan berdampak pada penurunan daya dukung ekologis wilayah tersebut yang akhirnya menyulitkanperkotaan itu sendiri, yaitu berkurangnya RTH sehingga kondisi sangat tidak efisien bagi pertumbuhanekonomi akhirnya keberlanjutan kota tidak akan tercapai 2) Dimasa mendatang pertumbuhan perkotaan diIndonesia akan terus mengalami restrukturisasi ruang kota dimana pusat kota akan menjadi pusat kegiatanperdagangan dan jasa sedangkan kegiatan industri dan permukiman akan menggeser wilayah pertanian,sehingga tanpa usaha pengendalian yang sungguh- sungguh, perkembangan kota akan semakin menjuruskepadakesenjangan ekologis yang kian lebar 3) Keberlanjutan dibidang ekonomi dan ekologi apabila bisaberjalan bersama-sama akan saling menguntungkan 4) Perlunya Inovasi dalam penyediaan RTH karenaRTH mempunyai fungsi beragam baik dari segiekonomi, ekologi, dan sosial, sehingga untuk menjagaketersediaan RTH diperlukan kesadaran stakeholder, baik itu Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,Pelaku Ekonomi (Developer), serta Masyarakat 5) Peran serta masyarakat dan pihak swasta perlu diikutsertakan dalam memecahkan masalah tata ruang kota dan pengelolaan lingkungan hidup DAFTARPUSTAKA Budihardjo, E. 1993. Kota Berwawasan Lingkungan. Penerbit Alumni. Bandung. Burrough, P.A.and R.A. McDonnel. 1986. Principles of GIS for Land Resources Assesment. Clarendon Press. London.Dahlan, E.N. 1992. Hutan Kota Untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup. AsosiasiPengusaha Hutan Indonesia. Bogor. 537

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Dahlan, E.N. 2004. Membangun Kota Kebun (Garden City) Bernuansa Hutan Kota. IPB Press. Davis, B.E.1996. GIS: A Visual Approach. OnWord Press. United States. Djaiz, E.D., dan H. Novian. 2000. Sebaranhutan kota Kodya Bogor berdasarkan data Landsat-TM. Warta Lapan 30: 32-41. Dwi Dinariana, dkk 2010.Perencanaan Kota yang Berkelanjutan : Keberadaan Ruang Ternuka Hijau Sebagai Aspek Nilai EkonomiLingkungan. Prosiding Seminar Nasional Infrastruktur 2010 Universitas Indonesia. Sujatini S. 2006.Pembangunan Berkelanjutan.com/authors. htmlSkripsi, Tesis, Disertasi. Universitas Indonesia, 2006. 538

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

PESTISIDA PERTANIAN : ANTARA KEBUTUHAN AKAN PANGAN DAN DAMPAK TERHADAPLINGKUNGAN Ir. Hotman Manurung, MS Prodi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian UniversitasHKBP Nommensen Medan Email: [email protected] Abstrak Pangan merupakan kebutuhandasar manusia yang paling utama, sehingga pemenuhannya menjadi bagian dari hak asasi setiap individu.Pangan menjadi prasyarat bagi pemenuhan hak-hak dasar lainnya seperti pendidikan, pekerjaan, kesehatandan sebagainya. Jumlah kebutuhan pangan semakin meningkat, sejalan dengan meningkatnya jumlah

Page 298: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 298/395

1

1

penduduk. Bahkan peningkatan jumlah penduduk, melebihi jumlah pangan yang tersedia. Untukmeningkatkan produksi pertanian maka pola pertanian dilakukan secara intensifikasi dengan menggunakanpupuk dan pestisida. Pemakaian pestisida disatu sisi dapat meningkatkan produksi pangan, karenakehilangan (lose) pangan akibat serangan hama dan penyakit berkurang. Namun disisi lain pemakaianpestisida menimbulkan dampak negatifkarena : 1) Meninggalkan residu pada bahan pangan danlingkungan; 2) Predator hama dan penyakit musnah sehingga dapat menimbulkan hama jenis yang baru; 3)Timbul hama dan penyakit yang tahan terhadap pestisida. Dampak penggunaan pestisida dapat direduksimelalui : 1) Pemakaian pestisida di lingkungan pertanian harus mengacacu kepada konsep PengelolaanHama Terpadu (PHT); 2) Penggunaan pestisida organic; 3) Melakukan rotasi tanaman untuk memutussiklus hama dan penyakit; dan 4) Sistem pertanian dengan multikultur. Kata kunci: Pestisida, pertanian, danlingkungan Pendahuluan Kebutuhan pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk dapatmempertahankan hidup dan karenanya kecukupan pangan bagi setiap orang setiap waktu merupakan hakasasi yang layak dipenuhi. Berdasarkan kenyataan tersebut masalah pemenuhan kebutuhan pangan bagiseluruh penduduk setiap saat di suatu wilayah menjadi sasaran utama kebijakan pangan bagi pemerintahansuatu negara. Oleh karena itu pada awal orde baru pertanian ditujukan untuk meningkat produksi panganmelalui intesifikasi pertanian Salah satu komponen penunjang intesifikasi pertanian adalah pestisida danpupuk anorganik. Pestisida dan pupuk disubsidi pemerintah, untuk 539

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

mempermudah petani mendapatkan pestisida dan pupuk. Hasilnya produksi pangan meningkat, dan tahun1984 Indonesia swasembada beras. Rata-rata hasil padi per ha tahun1970 adalah 1,68 ton, dan pada tahun1984 rata-rata 3,87 ton/ha. Sebuah kenaikan produksi 2,3 kali. Produksi nasional padi naik hampir 2 kaliyaitu dari 19,2 juta ton ada tahun 1970 menjadi 37,5 juta ton pada tahun 1984 (Soemarwoto, 2004). Namunkeberhasilan ini tidak tanpa dampak. Pestisida yang digunakan dipertanian meninggalkan residu baik didalam bahan pangan yang disemprot maupun di dalam tanah. Penggunaan pestisida di sektor pertanianseperti pisau bermata dua atau seperti buah simalakama. Pestisida untuk sementara waktu berjasa untukmemenuhi kebutuhan pangan , tetapi disisi lain telah mencemari lingkungan biotic maupun lingkunganabiotik dengan residu pestisida. Penduduk dan Kebutuhan akan Pangan Hubungan antara pendudukdengan pangan selalu mengingatkan kita kepada teori Malthus. Thomas Malthus pada tahun 1798 membuatteori yang ditulisnya di dalam bukunya An Essay on the Principle of Population mengatakan bahwapertambahan jumlah penduduk mengikuti deret ukur/eksponensial (kelipatan), sedangkan pertumbuhanpangan mengikuti deret hitung/aritmatik (penambahan). Untuk menjelaskan sifat pertumbuhan yangmengikutiti deret ukur (kelipatan), kepada anak sekolah dasar (SD) orang perancis selalu mengunakan teka-teki. Sebuah kolam teratai berisi selembar daun. Tiap hari jumlah daun itu berlipat dua- dua lembar daunpada hari ke dua, empat pada hari ke tiga, delapan pada hari ke 4, enambelas pada hari ke 5 danseterusnya. Kalau kolam itu penuh pada hari ke tiga puluh, kapan kolam tersebut berisi setengahnya?.Peningkatan jumlah lembar daun mengikuti deret ukur menggambarkan peningkatan jumlah penduduk,sedangkan hari mengikuti deret hitung menggambarkan peningkatan produksi pangan. Jumlah pendudukIndonesia meningkat setiap tahun dengan rata-rata laju pertumbuhan 1,49% per tahun seperti terlihat padaGambar 1. Kenaikan tersebut membutuhkan kenaikan kebutuhan pangan (beras). Konsumsi berasIndonesia kira-kira 120 kg/orang/tahun. 540

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Gambar 1. Tren jumlah penduduk Indonesia (BPS, 2010) Kebutuhan penduduk, bukan hanya pangan saja,tetapi juga sandang dan papan. Penduduk perlu rumah tempat tinggal, maka perlu lahan untuk membanguntempat tinggal. Alih fungsi lahan produktif terjadi dimana-mana. Lahan pertanian makin sempit. Lahan yang

Page 299: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 299/395

1

1

makin sempit diolah agar makin produktif dengan menambah jumlah pupuk yang digunakan dan pemakaianpestisida untuk membrantasan hama penyakit. Atau penambahan luas lahan pertanian seperti programpemerintah food estate yang dapat dipastikan akan meningkatkan pemakaian pestisida. Sepertinyapestisida tidak dapat lagi dipisahkan dari pertanian. Dampaknya Terhadap Lingkungan Pestisida bermanfaatmeningkatkan produksi pertanian sehingga Indonesia pernah swasembada beras, namun menimbulkandampak negatif terhadap lingkungan: a. Residu pestisida pada bahan pangan dan lingkungan Penggunaanpestisida dalam upaya memberantas hama dan penyakit tanaman dapat mengakibatkan produk hasilpertanian maupun peternakan tercemar oleh residu pestisida. Data tahun 1975 bagi Negara Eropa, kanada,Amerika Serikat, dan Jepang melaporkan susu sapi mengandung DDT antara 19-50 microgram per kg,sedangkan di dalam ASI (air susu ibu) didapat 25 kali lipat dibanding DDT pada susu sapi. El-Hinnawi et.all(1982) di dalam Slamet (1994) Sayur-sayuran wortel, kentang, kubis dan tomat di Pasar Kosambi Bandungtercemar pestisida. Lili (1993) didalam Slamet (2009) Residu pestisida pada bahan pangan tidak hanya adadi Indonesia. Hampir separuh (45%) dari keseluruhan produksi buah dan sayur di selandia Baru padaperiode 1990-1991 telah 541

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

terkontaminasi pestisida. Bahkan, nyaris (95%) buah peach, dan seledri di Negara itu mengandung residupestisida. Di Thailand, residu DDT terdapat pada setiap makanan (Faedah,Gayatri,Koesnadi, dan Chan,1994). Ikan kering yang berasal dari Medan, Belitung, Muara angke dan Indramayu yang dijual di Bogormengandung residu pestisida. Hal ini karena nelayan /masyarakat yang mengeringkan ikan menggunakanpestisida untuk mengusir lalat atau untuk membunuh ulat belatung. (Nurjanah, 1989) di dalam Faedah et.all(1994). Atmawidjaya, Tjahjono dan Rudiyanto (2004) mengatakan di dalam tomat 2 hari setelahpenyemprotan ditemukan residu metidation sebesar 086 mg/kg.Setelah dicuci dengan deterjen pencucisayuran m/kg menjadi 0,07 mg/kg, dengan air suling menjadi 0,08 mg/kg. Kadar residu pestisida yangdiperoleh dari sampel tomat dari pasar Lembang adalah 0,09 mg/kg. Manurung (1992) mengatakanpencucian, pengupasan, perebusan, dan pengukusan mengurangi residu diazinon pada wortel masing-masing 19%, 42%, 61%, dan 35%. Sementara hasil penelitian Sudewa, Suprapta, damn Mahendra (2009)menyebutkan krop kubis dan kacang panjang yang dijual di pasar Badung, Denpasar mengandung residuklorpirifos dan residu Karbaril masing-masing klorpirifos sebesar 0,525 ppm dan 1,296, karbaril sebesar0,303 ppm dan 0,471 ppm. Air danau Buyan Buleleng Bali ditemukan residu pestisida karbofuran danmetomil masing-masing sebesar 6,1 dan 8,9 ppb ( part per billion) (Manuaba, 2009). Perubahankeseimbangan ekosistem Keragaman hayati menyokong layanan-layanan yang diberikan oleh ekosisitemdan memiliki nilai untuk penggunaan di masa sekarang , kemungkinan penggunaan masa datang dan nilai-nilai intrinsic. Layanan-layanan ekosistem adalah berbagai proses atau fungsi dari ekosistem yang bernilaiterhadap seseorang atau masyarakat. Millenium ecosystem assessment menjelaskan lima kategori utamalayanan ekosistem: Menyediakan, misalnya pangan dan air; mengendalikan misalnya iklim dan wabahpenyakit; menyokong misalnya siklus nutrient dan penyerbukan ; kebudayaan misalnya mamfaat sprotualdan rekreasi; serta memelihara misalnya pemeliharaan keragaman (Kraft,Valencia,dan Ackerly,2005)didalam laporan (World Bank ,2010). Pestisida mengakibatkan keragaman terganggu disebabkanpemakaian pestisiada maupun insektisida. Insektisida golongan organofosfat, karbamat, dan piretroidsintesis berpengaruh negative terhadap musuh alami wereng dan penggerek batang yaitu laba-laba (Lycosasp), Cyrtorhinus sp., Coccinella sp.( laba et.al., 1988 dalam Laba, 2010). Terjadinya ledakan wereng coklatdan wereng hijau tahun 542

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 300: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 300/395

1

1976/1977 mengkibatkan 450.000 Ha padi mengalami puso dengan kerugian USS 100 juta. Pada tahun1963 di San Joaquin, Bolivia lebih 300 orang penghuni kota San Joaquin meninggal akibat demamhermorraghic Bolivia atau “tifus hitam”. Sebelumnya penyakit ini tidak pernah terjadi didaerah tersebut.Ternyata demam tersebut disebabkan virus yang berasal dari rodensia mirip tikus yang disebut laucha.Populasi laucha meningkat karena predator kucing berkurang. Predator kucing berkurang akibat mengalamikematian karena didalam tubuh terakumulasi DDT yang mengenai ketubuhnya pada saat penyemprotanmembasmi nyamuk malaria. Pembrantasan penyakit endemi malaria dengan DDT menimbulkan endemicbaru berupa demam herraghic Bolivia. (Flint dan VandenBosch, 1990). Hama menjadi resisten Penggunaanpestisida secara terus menerus dan waktu lama dapat meningkatkan daya tahan hama dan penyakit,sehingga untuk memberantasnya dosis pestisida harus ditingkatkan. Oka (1995) dalam Laba (2010)mengatakan hama daun kubis,wereng coklat, wereng hijau, dan penggerek batang menjadi tahan terhadapberbegai jenis insektisida dengan tingkat ketahanan 1,9- 17,3 kali. Satroutomo (1992) mengatakan sampaipada tahun 1971 tercatat sebanyak 225 jenis serangga yang mempunyai resistensi. Dari jumlah tersebut 98resisten terhadap DDT. Cara Pengendalian Dampak Terhadap Lingkungan Pengendalian Hama Terpadu(PHT) Pegendalian Hama terpadu (PHT) merupakan koreksi pemberantasan hama penyakit tanamandengan menggunakan pestisida secara terus menerus dalam waktu yang lama sehingga kesetimbanganekosistem terganggu. Hama dan penyakit tidak perlu diberantas tetapi dikendalikan atau dikelola jangansampai merugikan secara ekonomi. Pengendalian hama dengan menggunakan predator biologi yangsecara alami ada pada ekosistem. PHT merupakan suatu cara pendekatan atau cara berpikir tentangpengendalian OPT yang didasarkan kepada pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangkapengelolaan agro-ekosistem yang berwawasan lingkungan yang berkelanjutan. (Anonimus, 2010).Penerapan PHT di pertanian merupakan contoh pengelolaaan lingkungan hidup berdasarkan pendekatanADS (Atur Diri sendiri) menggantikan pendekatan ADA ( Atur Dan Awasi). Si petani mengatur diri sendiribagaimana cara mengendalikan hama dan penyakit (Soemarwoto, 2004). 543

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Menggunakan pestisida Organik Secara umum pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yangbahan dasarnya berasal dari tumbuhan yang relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuanyang terbatas. Oleh karena terbuat dari bahan alami / nabati maka jenis pestisida ini bersifat mudah terurai(bio-degradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan, dan relatif aman bagi manusia dan ternakpeliharaan karena residu mudah hilang. Berbagai pestisida organik telah banyak diproduksi untukmengendalikan hama belalang, wereng, penggerek batang, ulat, dan jenis hama lainnya(Anonimus, 2009).Melakukan Rotasi Tanaman Rotasi tanaman bertujuan untuk memutus siklus hidup hama dan penyakit,serta untuk pemanfaatan potensi zat hara yang terdapat di dalam tanah sehingga penggunaan pupuk dapatdikurangi. Petani bawang di sekita danau Toba telah melakukan rotasi tanaman untuk memutuskan siklushama ulat. Pertanian Multikultur Pada Pertanian multikultur keanekaragaman hayati dan keseimbangankomunitas pada ekosistem terjaga. Keanekaragaman hayati tetap terpelihara bila ada tanaman yangberbeda-beda (multi crop). Komunitas termasuk hama dan penyakit terkendali populasinya, karena adanyapredator yang hidup pada tanaman lain. Wirakusumah (2003) mengatakan Keanekaragaman hayati yangtinggi akan meningkatkan keteguhan ekosistem, karena tingkat persaingan sangat rendah. Bilakeanekaragaman rendah maka keteguhan komunitas rendah, dan akhirnya ekosistem rusak. SedangkanHidayat (2009) mengatakan perluasan monokultur tanaman dapat mengorbankan vegetasi alami sehinggamengurangi keragaman habitat lokal, yang akhirnya menimbulkan ketidakstabilan agroekosistem danmeningkatnya serangan hama. Hujono dan Joewono ( 2011) mengatakan petani di Malang menghindaritanaman monokultur sudah memasukkan pertimbangan pasar dalam budidaya pertanian. Itulah sebabnyakebijakan pemerintah untuk mengatasi masalah ketahanan pangan dengan menggalakkan pertanian foodestate ditentang oleh pemerhati lingkungan karena akan mengurangi keanekaragam hayati dan padaakhirnya akan memakai pestisida (Sjaf,2011). Kesimpulan 1. Peningkatan kebutuhan pangan akibatpertambahan jumlah penduduk merupakan salah satu faktor penyebab peningkatan pemakaian pestisida disektor pertanian. 544

Page 301: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 301/395

1

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

2. Pemakaian pestisida pertanian meninggalkan residu yanga dapat menimbulkan dampak negatif terhadaplingkungan dan produk pertanian. 3. Untuk mengurangi dampak negatif residu pestisida maka pemakaianpestisida harus berdasarkan konsep PHT, melakukan rotasi tanaman, dan pertanian dengan multikultur.Daftar Pustaka Anonimus. 2002. Konsep Penegendalian Hama Terpadu.http://sobatbaru.blogspot.com/2010/08/konsep-pengendalian- hama-terpadu-pht.html [1 Mei 2011]Atmawidjaya, S. Tjahjono,D.H., Rudiyanto. 2004. Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Residu PestisidaMetidation pada Tomat. Acta Pharmaceut ica Indonesia. Vol.XXIX No.2. Berita Sore. 2011. JumlahPenduduk Indonesia Berpotensi nomor tiga terbesar di Dunia. http://beritasore.com/2011/02/21/jumlah-penduduk-indonesia-berpotensi-terbesar-ketiga-sedunia. Djojosumarto. 2004. Teknik Aplikasi pestisida.Kanisius, Yogyakarta Faedah A, Gayatri,Koesnadi, dan Chan, 1994. Awas …Pestisida Ngendon DalamMakanan Kita. Dalam Ingatlah Bahaya pestisida (pennyunting Riza V.T dan Gayatri). Pesticida ActionNetwork (PAN) Indonesia, Jakarta. Flint, M.L dan VandenBosch, R. 1990. Pengendalian Hama Terpadu.(Terjemahan: kartini I.K dan John P). Kanisius, Yogyakarta. Hidayat , W. 2009. Hindari Bertani Monokultur.Waspada 29 oktober 2009. Hujono dan Joewono , 2011. Petani Hindari Tanaman Monokultur. Kompas 3 Mei20011 Kasumbogo, U. 2002. Penerapan Konsep Pengelolaan Terpadu sebagai proses PemeberdayaanMasyarakat. Seminar Nasional rapat Koordinasi Wilayah III, Himpunan Mahasiswa Perlindungan TanamanIndonesia, Universitas Brawijaya Laba, I.W. 2010. Analisisis Empiris Penggunaan Insektisida menujuPertanian Berkelanjutan. Pengembangan Inovasi Pertanian 3(2): 120-137 Laporan Pembangunan Dunia2010: Pembangunan dan Perubahan Iklim (terjemahan oleh Christian Sungkono). Penerbit Salemba empat,Jakarta. Manuaba, I.B. 2009. Cemaran Pestisida Karbamat Dalam Air Danau Buyan Buleleng Bali. JurnalKimia 3 (1): 47-54. Manurung, H. 1992. Kinetika Penurunan Kadar Residu Diazinon dan Kinetikanya SelamaPemanasan Wortel yang Disemprot Dengan Diazinon 60 EC. Tesis Pascasarjana IPB Bogor. 545

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Rini, W. 1996. Petnjuk penggunaan pestisida. Penebar Swadaya, Jakarta. Sastroutomo, S.S. 1992.Pestisida: Dasar-Dasar dan dampak Penggunaanya. Gramedia, karta. Sjaf, S. 2011. Food Estate dan sesatPikiran. Kompas, 8 Mei 2011 Slamet, J. S. 2009. Kesehatan Lingkungan. Gajah Mada Univesity Press,Yogykarta. Soemarwoto, O. 2004. Atur Diri Sendiri.Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup. GajahMada University, Press. Yogyakarta. Sudewa. K.A., Suprapta,D.N., dan Mahendra,M.S. 2009. ResiduPestisida Pada sayuran Kubis dan Kacang Panjang yang Dipasarkan Di Pasar Badung Denpasar.ECOTRPHIC:4 (2): 125- 130.ISSN; 1907-562 Wirakusumah, S. 2003. Dasar-Dasar Ekologi. UI-Press,Jakarta. 546

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

PENGELOLAAN AIR TANAH PADA DAERAH YANG RENTAN TERHADAP PENCEMARAN IchwanaJurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala e-mail: [email protected] Aktivitas penggunaan lahan seperti pemukiman,kegiatan industri, perdagangan akan memberikandampak penurunan kualitas lingkungan yaitu pemcemaran terhadap air tanah bebas. Kerentanan air tanahbebas dapat dievaluasi dengan mengetahui kedalaman muka air tanah, curah hujan , media akuifer, teksturtanah, kelerengan , media zona tak jenuh , tata gunalahan, aktivitas manusia. Masalah pencemaran airtanah sangat tergantung pada faktor fisik alami dan kondisi faktor non alami. Potensi air tanah terhadappencemaran pada derah rentan perlu diketahui dengan tepat dengan mengetahui potensi alami dan non

Page 302: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 302/395

1

1

alami sehingga tidak terjadi penyalagunaan pemakaian ruang dalam pengembangan tata ruang. Salah satumetode untuk mengetahui kerentanan air tanah terhadap pencemaran dengan Metode Drastis. Untukdaerah yang air tanahnya rentan terhadap maka perlu invetarisasi sumber daya air tanah sangat pentingdalam usaha pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya air tanah serta ketersediaan air tanah. Air tanahdapat berkelanjutan apabila dilakukan pengaturan tata guna lahan, mengatur penggunaan dan pemompaanair tanah, menjaga dan mengatur terjadinya infiltrasi, membuat peraturan Perda (air, tata ruang, tarif air dankebersihan) dan melakukan pengelolaan melalui pemerintah, tenaga ahli, perangkat lunak dan keras,swadaya masyarakat, pengawasan,pemantauan dan penegakan ukum (law enforcement) Kata Kunci :pengelolaan, air tanah, rentan, pencemaran PENDAHULUAN Pertambahan penduduk dan berbagaiaktivitas perekonomian yang terus meningkat menyebabkan perubahan tata guna lahan. Indikasi kerusakanini dapat dirasakan dengan semakin menurunnya debit ekstrim minimum dan meningkatnya debit ekstrimmaksimum serta meningkatnya koefisien run off air. Sehingga sumberdaya air menjadi bernilai pentingkarena tersedianya berfluktuasi. Kegiatan eksploitasi sumber daya alam, tidak lepas dari pemanfaatankondisi dan potensi 547

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

DAS yang sangat beragam antara satu dengan yang lain yaitu air tanah. Terlebih akibat pemanasan globalyang mengakibatkan terjadi kompetisi dalam pemanfaatan sumberdaya air terutama pada musim kemarauperlu dikendalikan agar tidak menjadi konflik diantara para stakeholder. Indikasi kerusakan ini dapatdirasakan dengan semakin menurunnya debit ekstrim minimum dan meningkatnya debit ekstrim maksimumserta meningkatnya koefisien run off air (Ichwana, 2004). Saat ini masyarakat merasakan sulitnyamendapatkan air dari sumur pada musim kemarau dibandingkan pada beberapa dekade yang lalu.Sehingga masyarakat memakai sumur bor untuk memenuhi kebutuhannya, hal ini juga dipacu karenatersediaanya air dari PDAM yang tidak mencukupi. Pemakaian sumur bor berarti pemanfaatan air tanah.Pemanfaatan yang tidak terkendali akan menyebabkan berkurangnya air tanah. Ditambah lagi akibatkonversi lahan dari daerah resapan menjadi areal pemukiman dan industri menyebabkan air hujan yangjatuh ke permukaan tanah tidak banyak yang terserap untuk menjadi air tanah namun air hujan yang jatuhterbuang menjadi limpasan. Karena volume air tanah yang terisi semakin berkurang maka kecendrungantersebut jika dibiarkan terus akan menjadi masalah terhadap keseimbangan daur hidrologi sehinggaterjadinya kontaminasi air tanah, penurunan muka air tanah, instrusi air laut di daerah pantai dan amblesnyatanah. Sehingga pengelolaan sumber daya air dalam hal ini air tanah yang memperhatikan prinsipkeseimbangan air harus diterapkan dan harus memperhatikan kuantitas dan kualitas airnya. FAKTOR YANGMEMPENGARUHI KUALITAS AIR TANAH Air tanah adalah air yang berada dibawah permukaan tanahpada zona jenuh air. Meskipun keberadaannya dibawah permukaan tanah, namun dapat tercemar. Air tanahyang memiliki potensi tinggi terhadap pencemaran yaitu air tanah pada akuifer bebas dibandingkan padaakuifer tertekan. Faktor yang mempengaruhi terhadap mudah tidaknya suatu polutan mencapai muka airtanah yaitu kedalaman muka air tanah, curah hujan, media akuifer, tekstur tanah, topografi, media zona takjenuh dan konduktivitas hidroulik (Todd, 1980). Kedalaman muka air tanah merupakan zona vertikal yangdapat dicapai polutan sampai muka air tanah. Semakin dangkal kedalaman muka air tanah, maka semakintinggi potensi pencemaran. Curah hujan yang tinggi menyebabkan semakin rentan air tanah yang tercemarkarena pelindian zat polutan. Untuk faktor hidrogeologi, media akuifer juga merupakan hal penting karenasemakin porus suatu lapisan batuan maka semakin besar konduktivitas hidrouliknya, sehingga air tanahbebas semakin tinggi potensi tercemarnya. Untuk topografi disuatu daerah yaitu kelerengan jugaberpengaruh terhadap proses peresapan air atau 548

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 303: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 303/395

1

infiltrasi. Semakin landai suatau lereng, maka semakin besar tingkat infiltrasinya dan berpeluang untukterjadinya pencemaran air tanah. Hal yang tersebut diatas merupakan faktor alami yang dimiliki suatudaerah sedangkan faktor non alami yang mempengaruhi pencemaran adalah kondisi lingkungan yang tidakterjadi secara alami, namun diciptakan oleh manusia seperti sistem sanitasi, pengelolaan limbah yang tidahtepat, pemakaian pupuk/peptisida dll. Begitu juga terhadap penggunaan lahan sangat memungkinkansebagai faktor penentu bagi tingkat kerentanan air tanah terhadap pencemaran (Widyastuti 2006). Metodeyang dilakukan untuk mengetahui kerentanan air tanah yang tercemar dilakukan dengan metode drastis(gambar 1).Penelitian yang dilakukan oleh Jasem, H 2010, menyatakan daerah yang memilki kerentananrendah terjadi pada muka air tanah yang tinggi, pengisian volume air yang rendah dan aktivitas manusiayang rendah. Sedangkan pada area yang kerentananan tinggi terllihat nilai polutan yang tinggi untukmencapai air tanah. Penambahan nilai aktivitas manusia dan struktural di daerah akan menentukankerentanan air tanah terhadap pencemaran. Oleh karena itu pemetaan untuk daerah yang rentan terhadappencemaran perlu dilakukan sebagai pedoman tata ruang. Dengan adanya pengembangan wilayah disuatukawasan maka perlu adanya gambaran besarnya resapan air yang mungkin tertampung untuk menjagakeseimbangan ketersediaan air terlebih untuk air minum . Barry F, 2008 menyebutkan zona penangkapandalam penggunaan air sumur sebagai air minum yang aman dan baik harus melalui program perlindungan.Begitu juga menurut Kupfesher, 2005 membahas pentingnya mempertimbangkan variabilitas konduktivitashidroulik dan kondisi hidrogeologi, bentuk dan lokasi dari zona tangkapan resapan.Untuk mencegahterjadinya intrusi air laut. Ponce, 2006 menggambarkan pentingnya mengisi ulang dalam sistem aliran airtanah yang menipis dan pemompaan yang terus menerus. Akibat pemompaan yang tidak seimbang denganpengisian air kembali maka akan terjadi intrusi air laut. Sebagai contoh untuk Kota Banda Aceh, mencegahkontaminasi garam air ke dalam lubang sumur dan mencegah penurunan baik hasil, jumlah ekstraksi airtanah dari akuifer dalam di daerah Banda Aceh harus dibatasi sekitar 0,5 sampai 1,0 juta m3/tahun. Olehkarena itu jumlah dalam sumur bor untuk dipasang di Banda Aceh harus dibatasi untuk sekitar 100 sampai150 tergantung pada ekstraksi rata-rata per sumur (AK.Djauhari JH., 2008). Andriani et.al. 1996,jugamenyatakan intrusi terjadi akibat pemanfaatan air tanah yang berlebihan di daerah pesisir dan daratansehingga menganggu keseimbangan air tanah. 549

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Lokasi Penelitian Hidrogeologi Air tanah Penggunaan lahan dan penduduk Curah hujan Media AkuiferTekstur tanah Kelerengan Pengaruh Zona Tak jenuh Kedalaman Muka Air Tanah Pemukiman/perkantoranLahan Kosong Pertanian Hutan Pertambahan Penduduk Konduktivitas Hidroulik Informasi Wilayah resapandankerentanan air tanah bebas terhadap pencemaran Model pengelolaan yang diharapkan REKOMENDASIGambar 1. Konsep Metode Drastis untuk kerentanan air tanah terhadap Pencemaran Akibat bencana alam(gempa dan Tsunami) seperti yang dialami oleh Provinsi Aceh muncul permasalahan terhadap kualitas airtanah yaitu a. kerawanan instrusi air asin di pesisir pantai Aceh yang semakin meluas sehingga perlupemetaan luas intrusi air asin dilakukan. Metode geolistrik dapat mengetahui distribusi lateral dan vertikaldaerah air asin. b. sistem akifer airtanah dangkal rentan terhadap zat-zat pencemar baik biologis maupunkimiawi sehingga sumur-sumur gali masyarakat sangat mungkin menerima rembesan tinja dari hewan danmanusia, air lindi (leachate) dari TPA ataupun juga kebocoran tangki minyak. c. Kebiasaan merebus air darisumur gali sebelum diminum dapat mematikan bakteri E Coli tetapi unsur-unsur berbahaya dari logam beratseperti Besi, Mangan, Arsenic tidak hilang hanya dengan merebus air. Permasalahan kualitas airtanah yangtersebut diatas erat kaitannya dengan perilaku masyarakat yang kurang peduli terhadap kesehatan diri danlingkungan. Kebiasaan membuang sampah dan limbah industri rumah tangga ke sungai dan drainase, sertabuang air besar di tempat terbuka adalah perilaku hidup yang lebih banyak mudharatnya daripada manfaat.Justru ulah manusia sendiri yang membuat degradasi kualitas airtanah. Efeknya bukan hanya untuk airtanah, tetapi juga berdampak pada pencemaran udara dan air permukaan. Peningkatan intensitaspenurunan kualitas lingkungan atau 550

Page 304: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 304/395

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

pencemaran lingkungan juga dipicu oleh revolusi hijau, peledakan penduduk dan perubahan gaya hidup.Seperti halnya yang terjadi di Prov. Aceh dengan adanya pengembangan kota seperti dalam Qanun RTRWmenyebabkan terjadi perubahan lingkungan jika tidak dideteksi rencana pengembangan apakah termasukdaerah yang rentan atau tidak maka generasi yang akan datang akan menerima dampaknya. Keberhasilanrevolusi industri yang berimbas ke sektor pertanian yaitu sebagai obat-obatan pertanian, pembasmiserangga, pupuk anorganik diproduksi. Pemakaian pupuk an organik menjadi tak terpisahkan dari kegiatanorganik walaupun saat ini sudah trend pupuk organik. Namun petani merasa engan menanam sesuatutanpa diberi pupuk. Pentingnya peran pupuk ditunjang banyaknya varietas-varietas unggul yang mempunyairespon tinggi terhadap pemupukan selain banyak tanah yang ditanami merupakan lahan yang tingkatkesuburannya rendah, selain itu pemakaian produk industri pertanian menghasilkan bahan kimia beracundiatas tanah, yang tentunya jika terjadi hujan akan mencemari tanah dan badan-badan perairan.Pencemaran air tanah dapat menimbulkan permasalahan yang serius karena air tanah adalah sumber airyang dimanfaatkan penduduk untuk memenuhi kebutuhannya. Ditambah jika pemanfaatan air tanah yangtidak mengindahkan konsep pengawetan dan pelestarian air tanah, pembangunan kawasan pemukimanyang tidak memberikan tempat untuk peresapan air ke dalam tanah tanpa melalui pengolahan limbahterlebih dahulu. DAMPAK TATA RUANG TERHADAP SIKLUS AIR Pengembangan tata ruang sangatlahberdampak terhadap siklus air yang ada di wilayah tersebut. Siklus air yang dimaksud dalam tulisan iniadalah siklus hidrologi, yaitu siklus kesetimbangan antara air hujan, air permukaan dan air tanah. Dampakyang secara kualitatif sudah terjadi antara lain [2]: a. Penataan ruang di daerah perkotaan:Perubahan fungsilahan menjadi jalan, tempat parkir dan bangunan lainnya akan mengakibatkan perubahan nilaievapotransrasi dan pola mikroklimat. Untuk air permukaan akan mengakibatkan penambahan aliranpermukaan (runoff), banjir di daerah hilir. Sedangkan untuk air tanah dapat mengurangi besaran infiltrasi airke dalam tanah, besaran air tanah dan aliran dasar di sungai (base flow) yang berasal dari air tanah. b.Penataan ruang di daerah pedesaan:Peningkatan erosi dan sedimentasi yang dapat berakibat padaberkurangnya tingkat 551

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

kesuburan lahan serta potensi bencana alam. Dan pencemaran dari air permukaan terhadap sungai, danaudan rawa. c. Penataan ruang di daerah industri dan pertambangan:Potensi terbesar adalah pada masalahpencemaran baik untuk air sungai maupun air tanah. Potensi permasalahan lainnya adalah kerusakan padadaerah aliran sungai dan kawasan resapan mata air. d. Penataan ruang untuk pengembangan kawasanbaru: Perencanaan wilayah pemukiman baru sangat memerlukan perhitungan mengenai ketersediaan airyang akurat, secara kuantitas dan kualitas. Banyak contoh kasus ketersediaan air cukup memadai secarakuantitas tetapi tanpa didukung oleh kualitas yang baik. Akibatnya wilayah tersebut ditinggalkan danterbengkalai (Rachmat, 2006) Penggunaan saling menunjang antara air tanah dan air permukaan harusmenjadi bagian tak terpisahkan dalam pengelolaan air(tanah). Pada dasarnya penggunaan salingmenunjang adalah untuk memaksimalkan kemanfaatan penggunaan dan keuntungan ekonomi baik airpermukaan dan air tanah melalui pemanfaatan yang terkoordinasi. (Burchi, 1999). Hasil penelitianmenunjukkan bahwa bidang penipisan air tanah terbesar adalah di India, Pakistan, Amerika Serikat danChina. Para hydrologists memperkirakan bahwa 1960-2000 abstraksi air tanah global telah meningkat 312-734 km 3 per tahun dan menipisnya air tanah 126-283 km 3 per tahun. Hasil perhitungan kontribusipenipisan air tanah untuk kenaikan permukaan air laut yang terjadi 0,8 mm per tahun(ISARM,2010) Nilaitersebut merupakan jumlah yang mengejutkan besar jika dibandingkan dengan kenaikan permukaan lautsaat ini sebesar 3,3 mm per tahun seperti yang diperkirakan oleh IPCC. Dengan demikian ternyata bahwahampir setengah dari kenaikan permukaan laut saat ini dapat dijelaskan dengan perluasan pemanasan air

Page 305: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 305/395

1

1

laut, lebih dari seperempat oleh mencairnya gletser dan es dan sedikit kurang dari seperempat oleh deplesiair tanah. Studi sebelumnya telah mengidentifikasi menipisnya air tanah sebagai kontribusi mungkin untukkenaikan permukaan air laut. Namun, karena ketidakpastian yang tinggi tentang ukuran kontribusinya,deplesi air tanah tidak termasuk dalam laporan IPCC terbaru. Penelitian ini menegaskan dengan kepastianyang lebih tinggi yang deplesi air tanah memang merupakan faktor yang signifikan(Wada, Y, 2010) Olehkarena tantangan dan arah baru sangat diperlukan untuk pembangunan berkelanjutan dan pengelolaanakuifer lintas batas dan air tanah. Kebijakan, program, atau kegiatan yang berkaitan dengan air tanah,pokok pikiran untuk mewujudkan kemanfaatan air tanah bagi 552

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

kesejahteraan semua rakyat terutama kaum miskin perkotaan dan perdesaan harus terus tetapdipertahankan selain arahan baru yang akan diusulkan. PENGELOLAAN AIR TANAH Pengelolaan air tanahharus dilakukan dengan memulai tahapan perncanaan terlebih dahuluu.Perencanaan pendayagunaan airtanah yang berwawasan lingkungan harus mencakup : ? Inventarisasi potensi air tanah Inventarisasi potensiair tanah merupakan fungsi paling menentukan dalam pendaya gunaan air tanah yang berwawasanlingkungan, karena ketersediaandan potensi air tanah di suatu tanah ditentukan oleh faktor alami danmerupakan sesuatu yang diterima apa adanya sebesar kemampuan alam itu sendiri. Inaventarisasi airtanah /potensi air tanah dapat diketahui melalui pengumpulan data, pemetaan, penyelidikan, penelitianseperti pengambilan air tanah dan distribusi muka air tanah. Resapan air merupakan faktor yang sangatpenting dalam proses terbentuknya air tanah karena berfungsi sebagai penyeimbang atau penentuterpeliharanya kelestarian air tanah yang secara tidak langsung menjamin terhadap kelangsungan hidupkita. Resapan untuk daerah pemukiman dengan daerah perkebunan memiliki perbedaan resapan sebesar30% (Ichwana ,B 2009). ? Perencanaan pemanfaatan air tanah Dalam perencanaan pemanfaatan air tanahuntuk memenuhi kebutuhan harus mempertimbangkan kebutuhan air tanah dalam jangka panjangberdasarkan pekembangan penduduk dan rencana induk pengembangan air tanah. Pemanfaatan harusdirencanakan dengan baik agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, untuk itu harusmengetahui kondisi hidrogeologi dalam respon distribusi muka air tanah. Yang harus diperhatikan dalampemanfaatan air tanah maka prioritas utama adalah untuk air minum, selanjutnya rumah tangga,peternakan, pertanian, industri , irigasi, pertambangan, usaha perkotaan dan kepentingan lainnya.Perencanaan pemanfaatan air tanah identik dengan evaluasi potensi air tanah (Gambar2). ? Perizinan(eksplorasi dan eksploitasi air tanah) Pengambilan air tanah untuk keperluan air minum dan rumah tanggatidak memerlukan izin. Namun untuk pemanfaatan yang bersifat industri perlu mendapatkan izin uangdiberikan oleh Bupati sebagai perwujudan aspek legalitas untuk membatasi pengambilan air tanah melaluiketentuan ketentuan teknis yang 553

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

? harus dipatuhi oleh pemegang izin. Hal tersebut sangat penting agar pengambilan air tanah sesuaidengan daya dukung (potensi) ketersediaan secara alami. Namun sering kali terjadi rekomendasi yangdiberikan tidak diindahkan sehingga akan merugikan pengelolaan air tanah yang berkelanjutan.Pengawasan dan pengendalian air tanah Keberhasilan pendaya gunaan air tanah yang berwawasanlingkungan sangat tergantung pada fungsi pengawasan dan pengendalian sehingga keberlanjutanpemanfaatan air tanah dapat terwujud. Pengawasan meliputi pengawasan terhadap UKL, UPL dan AMDAL,pengambilan air tanah melalui meterisasi, usaha eksploitasi air tanah ilegal, respon muka air tanah(kuantitas) dan mutu air tanah (kualitas) dan pengawasan terhadap pencemaran/kerusakan lingkungan airtanah terutama di daerah imbuh. Untuk pengendalian harus ada pemantauan terhadap jumlah (dalambentuk sumur pantau), mutu air tanah, pemantauan dampak lingkungan akibat pendaya gunaan air tanah.

Page 306: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 306/395

1

1

Tentunya hal ini dapat dilakukan dengan adanya zonasi air tanah dan konversi lahan. Hal ini sangat pentinguntuk memberikan informasi tentan lingkungan hidup demi pengembangan kebijakan perlindungan danpengelolaan lingkungan hidup, selain itu sistem informasi lingkungan hidup memuat peta rawan lingkunganhidup( Undang-Undang No 32 tahun 2009 pasal 62) dalam kasus ini adalah peta daerah imbuhan air tanah.Gambar 2. Evaluasi Potensi Air Tanah dalam Perencanaan Pengembangan air tanah 554

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

? Konservasi air tanah Konservasi air tanah merupakan pengelolaan air tanah untuk menjamin ketersediaandan pemanfaatannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan mutunya. Konservasi air perlu dilakukanagar pemanfaatan dapat optimum dan berkesinambungan tanpa menimbulkan dampak negatif terhadaplingkungan. Oleh karena itu salah satu usaha konservasi air tanah melalui pembinaan dan partisipasimasyarakat. Pasal 70 UU No. 32 Tahun 2009 peran masyarakat dalam ayat menjelaskan masyarakatmemiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan danpengelolaan lingkungan hidup. Kebjakan pengelolaan air bawah tanah dan air permukaan meliputipenetapan standar pengelolaan air bawah tanah maupun air permukaan, pemberian izin, pembinaan danpengawasan, pedoman dalam survey, inventarisasi pengeboran, pemanfaatan dan konservasi serta tarifpajak (qanun provinsi Nanggroe Aceh Darussalam no 13 tahun 2002). Landasan Kebijakan Pengelolaan AirTanah adalah (1) Air tanah mempunyai peran yang penting bagi kehidupan dan penghidupan rakyatIndonesia, mengingat fungsinya sebagai salah satu kebutuhan pokok hidup, (2) Air tanah harus dikelolasecara bijaksana, menyeluruh, terpadu, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan. (3) Pengelolaan airtanah secara teknis perlu disesuaikan dengan perilaku air tanah meliputi keterdapatan, penyebaran,ketersediaan, dan kualitas air tanah serta lingkungan keberadaannya. (4) Pengelolaan air tanah wajibmengacu kebijakan pengelolaan air tanah pada cekungan air tanah, kebijakan ini mengacu pada UU No. 7Tahun 2004 tentang Sumber daya air (SDA). (5)Kebijakan pengelolaan air tanah ditetapkan oleh Menteri,Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangan masing-masing. (6) Pengelolaan air tanah perludiarahkan pada keseimbangan antara upaya konservasi dan pendayagunaan air tanah yang terintegrasidalam kebijakan dan pola pengelolaan sumber daya air. (7) Kegiatan utama dalam pengelolaan air tanahyang mencakup konservasi dan pendayagunaan air tanah diselenggarakan untuk mewujudkan kelestariandan kesinambungan ketersediaan air tanah serta pemanfaatan air tanah yang berkelanjutan. Oleh karenaitu kebijakan yang harus dilakukan dalam pengelolaan sumber daya air adalah pengelolaan yangterintegrasi anta departemen terkait yang mencakup aspek ketersediaan, kualitas, distribusi pemanfaatan.Karena sumber daya air tidak terlepas berada pada suatu DAS (Daerah Aliran Sungai), maka harus adaperencanaan DAS secara terpadu, adanya perhitungan nerca air, pemetaaan tata guna lahan. 555

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

KESIMPULAN 1. Mudah tidaknya air tanah tercemar dipengaruhi oleh kondisi topografi, karakteristikmaterial yang ada di muka air tanah, dan karakteristik material dimana air tanah berada. Topografi yangdatar yang porous memudahkan air anah tercemar dari pada topografi yang terjal dan material kedap.Material aquifer yang porous memungkinkan pollutan bergerak lebih jauh dan faktor tata gunalahan/aktivitas manusia 2. Manfaat invetarisasi sumber daya air tanah sangat penting dalam usahapengelolaan dan pemanfaatan sumber daya air tanah terutama dalam menganalisa neraca air denganmemasukkan faktor tata guna lahan, daerah peresapan, kapasitas infiltrasi, karakteristik presipitasi (curahhujan), iklim, topografi dan geologi tanah sangat mempengaruhi ketersediaan air tanah. 3. Air tanah dapatberkelanjutan apabila menjaga melalui pengaturan tata guna lahan, mengatur penggunaan dan pemompaanair tanah, menjaga dan mengatur terjadinya infiltrasi, membuat peraturan Perda (air, tata ruang, tarif air dankebersihan) dan melakukan pengelolaan melalui pemerintah, tenaga ahli, perangkat lunak dan keras,

Page 307: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 307/395

1

1

swadaya masyarakat, pengawasan,pemantauan dan penegakan ukum (law enforcement) DAFTARPUSTAKA AK. Djauhari JH., Jens Boehme, M. Mahdi, Dian Budi Dharma, Andri Priyana InternationalSymposium and Workshop on Current Problem in Groundwater Management and Related Water ResourcesIssues Groundwater Development in Aceh Province Post Tsunami Case Study : Banda Aceh EmbaymentAndriani, G, Nandang, Masmui dan Priyano, 1996. Alogaritma selidik berturut untuk minimasi intrusi air lautdi akifer pantai. Majalah BPP Teknologi no LXXII, Jakarta Burchi S., 1999, National Regulations forGroundwater: Options, Issues and Best Practices, dalam Grounwater, Legal and Policy Perspectives, WorldBank Technical Paper # 456, The World Bank, Washington D. C. F. Barry, 2009 Groundwater Flow andcapture Zone Analysis of The Central Passaic River Basin, New Jersey, Jurnal Environmental Geology56:1593-1603 Ichwana,2004 Pengaruh Tata Guna Lahan Terhadap Debit Puncak di SUB DAS Kr. Seulimumdengan Mengunakan Metode Unit Hidrograf, Thesis Pascasarjana Konservasi Sumberdaya lahanUniversitas Syiah Kuala 556

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Ichwana, 2009 , Soil Humidity Dynamics on Biopore Absorption Hole for Residental areal and cultivatedLand (Proceeding International Seminar on Food & Agricultural Sciences, 17 February 2010 Bukit Tinggi,Indonesia, ISBN 978-602-96301- 0-7) ISARM 2010: "Transboundary aquifers, challenges and newdirections" 6-8 December 2010, UNESCO, Paris (France) Jasem H.A , Marwan Airaggad, 2010, AssessingGroundwater Vulnerability in Azraq Basin Area by a modified DRASTIC Index, Jurnal Water Resource andProtection, 2010,2,944-951 Kementrian Lingkungan Hidup, 2005, Pengelolaan Lingkungan Hidup dalamMewujudkan Pembangunan Berkelanjutan Kupfersberger H, Frank J 2005 On the value of includingtransient data in the delinecation of the capture zone of the well Geophysical Research Abstracts, 7; 08604Ponce VM (2006) Sustainable yield of groundwater. http://groundwater .sdsu.edu Rachmat FajarLubis,2006, Tantangan Ai rSebagai Parameter Kendali Dalam tata Ruang, majalah inovasi vol 7 XVIII, juni2006 Soekardi 1990, Kualitas Lingkungan Indonesia, Kantor Mentri Negara Kependudukan dan LingkunganHidup , Jakarta Soemarto, CD, 1995 Hidrologi Teknik Penerbit Usaha Nasional- Indonesia Jakarta. Todd D.K1963 Ground Water Hydrology. John Wiley & Sons Inc. New Yok Wada, Y., L. P.H. van Beek, C. M. vanKempen, J. W.T.M. Reckman, S. Vasak, dan M.F.P. Bierkens (2010), Global deplesi sumber daya air tanah,Geophysical Research Letters DOI: di tekan, 10.1029/2010GL044571. Widyastuti, M.,dkk, 2006Pengembangan Metode Drastic Untuk Prediksi Kerentanan Air Tanah Bebas Terhadap pencemaran diSleman, Majalah Geografi Indonesia, Vol 20, No.01 557

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

CASSAPRO SEBAGAI ALTERNATIF PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUPUNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Indrawaty Sitepu Dosen Fakultas Pertanian UniversitasMethodist Indonesia Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Cassapro sebagai alternatifperlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk pembangunan berkelanjutan. Sejalan denganperkembangan kondisi dan kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun dan telah mengancamkelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, maka perlu dilakukan perlindungan danpengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan.Dari penelitian literatur yang dilakukan dapat disimpulkan Cassapro bukan hanya meminimalkan dampaknegatif limbah onggok ubi kayu dan ampas pembuatan tepung tapioka melainkan usaha mengubah limbahmenjadi suplemen pellet dan pakan yang mengandung protein tinggi, yang pada gilirannya dapatmeningkatkan perekonomian petani/peternak/nelayan yang menggunakannya. Dengan demikian nyatabahwa Cassapro dengan semua nilai lebihnya dapat menjadi alternatif perlindungan dan pengelolaanlingkungan hidup untuk pembangunan berkelanjutan, Kata kunci: cassapro,lingkunagan hidup,

Page 308: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 308/395

1

pembangunan berkelanjutan Pendahuluan Pada hakekatnya pembangunan ekonomi nasional sebagaimanadiamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diselenggarakanberdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Pembangunanberkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, danekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan,kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Sejalan denganperkembangan kondisi dan kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun dan telah mengancamkelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, maka perlu dilakukan perlindungan danpengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan.558

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup merupakan upaya sistematis dan terpadu yang dilakukanuntuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakanlingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, danpenegakan hukum. Perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus didasarkan padaprinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Komitmen untuk mempertimbangkanaspek ekologi, ekonomi, dan sosial dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan harus dilakukansecara konsisten, melalui pendekatan holistik. Dengan demikian setiap usaha untuk meningkatkan kualitashidup dan kehidupan perlu didasari dengan semangat kebersamaan, kemitraan, keberlanjutan, danakuntabilitas pada semua pihak yang terkait dengan pembangunan berkelanjutan. Kelestarian fungsilingkungan hidup dan keberlanjutannya merupakan tugas bersama dari pemerintah, swasta dan masyarakatdalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dan bertumpu pada kemitraan pemerintah danmasyarakat. Sehubungan dengan itu, penulis melakukan penelitian literatur, khususnya terkait denganpenelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh penulis (Indrawaty Sitepu) dengan judul: Peningkatankandungan protein cassapro sebagai salah satu sumber protein pakan ternak secara fermentasi denganbantuan Aspergillus niger , menyimpulkan terjadinya peningkatan kandungan protein pada ketela pohon ,onggok dan ampas pembuatan tepung tapioca.Disamping itu, penelitian Indrawaty Sitepu dkk dalampenelitian sebelumnya yang berjudul: Analisis biaya pembuatan cassapro sebagai salah satu sumber pakanternak secara fermentasi dengan bantuan Aspergillus niger, dapat ditarik kesimpulan bahwa harga cassaproterjangkau, yaitu dari bahan baku ubi kayu rebús Rp 5.675, dari bahan baku ampas tapioka Rp 2.787, daribahan baku onggok Rp 2.607. Rumusan Permasalahan Apakah cassapro dari ampas tepung tapioka danonggok ubi kayu dapat merupakan alternatif perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untukpembangunan berkelanjutan Tujuan Penelitian Untuk mengetahui apakah cassapro ampas tepung tapiokadan onggok ubi kayu dapat merupakan alternatif perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untukpembangunan berkelanjutan 559 Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut Hari LingkunganHidup Sedunia Tahun 2011 Tinjauan Pustaka Ketela pohon bukanlah sesuatu yang baru bagi masyarakatIndonesia. Tanaman ini sudah lama dikenal bahkan dikonsumsi oleh banyak orang. Ubi kayu mendudukiurutan kelima tanaman yang dikonsumsi langsung oleh manusia. Walau bila disejajarkan dengan beberapabahan makanan lainnya , ketela pohon menduduki peringkat paling sedikit kandungan proteinnya.Secarataksonomi ubi kayu dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan :Plantae Divisio :Magnoliophyta Kelas:Magnoliopsida Ordo :Malpighiales Suku :Euphorbiaceae Subsuku :Crotonoideae Tribe :Manihoteae Marga:Mannihot Spesies :M. esculenta/utilissima Pohl Sebanyak 800 juta manusia di dunia tergantung ubi kayusebagai sumber kalori. Krisis pangan dan kebutuhan industri berbahan baku pati menyebabkan kebutuhanubi kayu meningkat. Walaupun ubi kayu di daerah marginal sudah menjadi makanan pokok seperti tiwul dangaplek, penggunaan ubi kayu untuk pangan di Indonesia masih sangat terbatas. Apalagi ampas danonggok. Onggok ini danggap limbah pertanian yang sering menimbulkan maalah lingkungan karenaberpotensi sebagai polutan di daerah sekitar pabrik. Setiap ton ubi kayu dapat dihasilkan 250 kg tepungtapioka dan 114 kg onggok. Setiap kilogram ubi kayu biasanya dapat menghasilkan 15-20 % kulit umbi(onggok). Di sisi lain kita perlu menyadari bahwa kendala dalam mendukung perkembangan peternakan

Page 309: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 309/395

1

1

adalah tercukupinya kebutuhan pakan ternak, sehingga perlu diupayakan jenis bahan pakan yang dapatdigunakan sebagai pakan ternak pengganti yang harganya murah, tidak bersaing dengan kebutuhanmanusia, mudah didapat dan berkualitas baik. Onggok merupakan limbah padat industri tapioka dandiperkirakan di Indonesia dihasilkan kurang lebih 1,2 juta ton per tahun. Namun demikian, pemanfaatanlimbah padat ini masih sangat rendah. Oleh sebab itu memanfaatkan atau meningkatkan daya guna ubikayu, ampas dan onggok ini adalah langkah yang bijak. Ketela pohon atau ubi kayu /singkong ini bukanlahtanaman yang sulit membudidayakannya. Tapi walaupun ketela pohon ini termasuk tanaman yang “baik”atau “tidak rewel” alangkah baiknya bila kita ingin membudidayakannya dengan hasil yang optimal, adabeberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu; (1). Syarat Pertunbuhangan (2). 560

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Pedoman Teknis Budidaya (3).Teknik Penanaman, dimulai (4). Ciri dan Umur Panen. Ubi kayu dapat dibuatatau digunakan untuk berbagai produk seperti;a.Tapioka;Tepung tapioka adalah merupakan bahan pembuatkerupuk dan makanan ringan lainnya. Pembuatan tepung tapioka menyisihkan limbah berupa ampas. Sisapembuatan tepung tapioka ini dapat dijadikan makanan ternak. Setiap ton ubi kayu dapat dijadikan 250 kgtapioka dan 114 kg onggok. Gaplek;Gaplek adalah nama lain ubi kayu yang dikeringkan. Mula-mula dikupaskulitnya dan dicuci kemudian dibelah dua bagian setelah itu barulah dijemur. Penjemuran dilakukan dengantujuan untuk menurunkan kadar air dalam umbi. Industri dan pakan ternak;Di masa lalu , umbi singkongdiekspor ke Eropah untuk bahan baku wiski kelas rendahan. Selain itu singkong juga diproses menjadiproduk tapioka olahan. Oleh Amerika Serikat , tepung tapioka impor digunakan untuk berbagai keperluan ,dari industri kayu, tekstil, sampai industri bahan perekat, pembuatan alkohol, etanol dan gasohol. Ampastapioka juga digunakan dalam industri kue, roti dan kerupuk. Sepanjang tahun 1990-an , ekspor berbagaiproduk singkong naik 10 persen per tahun, terutama sejak Thailand meninggalkan produk ini. Dalam industripakan ternak dikenal dengan nama Cassapro, yaitu cassava berprotein tinggi yang telah disentuh denganbioteknologi fermentasi dengan bantuan Aspergillus niger. Fermentasi adalah suatu cara yang dapatmeningkatkan jumlah protein cassava yang cukup murah. Kandungan protein kasar dari umbi cassavasekitar 3,5 % dari berat keringnya dan sekitar 40-60 % nitrogen totalnya adalah non protein nitrogen.Karbon, nitrogen, phospor dan nutrient lainnya dibuat dalam keadaan terlarut. Inokulasi mikroorganismedilakukan dalam keadaan aseptic sehingga dapat mengkonversi non protein nitrogen menjadi protein. Tetapimetode ini hanya ekonomis bila dilakukan secara skala industri dengan menggunakan proses pengendalianfermentasi yang sempurna dan berlangsung dalam suatu lingkungan yang steril. Biasanya fermentasi padatdicirikan oleh penambahan air yang terbatas pada bahan padat hanya sampai terserap (tidak berlebihan).Keuntungan cara ini yaitu lebih sederhana, mudah diadaptasikan pada daerah pedesaan dan mengurangibiaya produk akhir dan mengandung kadar protein sampai 20 %. Cassapro adalah hasil fermentasi ubi kayumenggunakan jamur Aspergillus niger. Fermentasi ubi kayu meningkatkan protein menjadi 9,5 % ( ubi kayusegar 2,6 % ) . Selain itu juga menghasilkan beberapa jenis senyawa seperti Biotin, Thiamin. Rhiboflavindan asam sitrat yang dibutuhkan ternak untuk tumbuh dan berproduksi. Pemakaian Cassapro 561

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

15 % dalam ransum produksi telur Hen day 50,5 % dengan konsumsi ransum 130 gram/ekor/hari. Cassapromudah dibuat oleh peternak dengan waktu 3- 5 hari , dengan kandungan gizi: bahan kering 35. 8 % ,proteinkasar 9,5 % , lemak kasar 1,0 5 % serat kasar 3,1 % , abu 1,8 % , bahan ekstrak tanpa N (BETN ) 86,5 % ,Ca 0,23 % dan P 0,14 % . Penggunaan Cassapro sebagai bahan pakan itik telur dapat dipakai sampaitingkat 15 % ( jagung giling 6,3 % , dedak halus 19,7 %, bungkil kedelai 4,0 % , tepung ikan 11,9 %, tepungkapur 6,5 % , bungkil kelapa 5,9 %, garam 0,2 % dan premix B 0.5 %). Pemakaian Cassapro untukpemakaian bahan pakan itik petelur berdampak terhadap diversifikasi penggunaan ubi kayu , menekan

Page 310: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 310/395

1

biaya produksi dalam menghasilkan telur dan meningkatkan ketersediaan sumber protein murah untukpeternak itik. Peningkatan yang sangat nyata terhadap produksi ternak akhir2 ini di negara berkembangsudah tentu meningkatkan supplay pakan ternak. Dalam konteks ini peranan dari ubikayu sebagai sumberkarbohidrat yang murah mampu mensupplay kalori yang cukup pada hewan ternak. Tetapi karena kadarprotein, vitamin dan mineral yang rendah serta kekurangan asam amino yang mengandung sulfur sepertimethionin sering dianggap bahwa cassava ini lebih rendah daripada jagung dan gandum. Protein terdiri dari50 % berat kering dari kebanyakan sel. Protein-protein tersebut sangat banyak peranannya dalam sel.Protein adalah senyawa yang sangat kompleks yang selalu mengandung unsur- unsur karbon, hidrogen,oksigen, nitrogen dan seringkali juga belerang. Berat molekulnya sangat besar berkisar antara 5000 sampai1 juta atau lebih. Tipe-tipe protein adalah sebagai berikut: (1). Protein struktural. Fungsi:Penopang. Contoh:Collagen dan elastin, membangun kerangka jaringan pada hewan seperti tendon dan ligamen. Keratinadalah merupakan protein yang menyusun rambut, tanduk, bulu, kulit dll. (2). Protein cadangan.Fungsi:Gudang asam amino. Contoh: Ovalbumin adalah protein putih telur yang digunakan sebagai sumberasam amino untuk perkembangan embrio. Casein adalah protein susu yang merupakan sumber asamamino untuk bayi mamalia. Tanaman menyimpan proteindalam biji. (3) Protein transport. Fungsi:Mengangkut zat-zat lain. Contoh: Hemoglobin, protein yang mengandung besi dalam darah, akanmengangkut oksigen dari paru-paru ke bagian lain dari tubuh.Protein transport lain mengangkut molekulmelewat membran sel atau selaput sel. (4). Protein hormonal. Fungsi: Sebagai kordinasi aktivitas-aktvitastubuh. Contoh: Insulin adalah protein hormon yang di sekresikan/dikeluarkan oleh pakreas yang berperanmengatur konsentrasi gula dalam darah. (5). Proten kontraktir. Fungsi: Untuk pergerakan. Contoh: Actin danMiosin berperan terhadap 562

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

pergerakan otot. (6). Proten antibodi. Fungsi: Untuk pertahanan. Contoh: Antibodi menyerang bahkteri,virusdan benda - benda asing ke tubuh. (7). Protei enzim. Fungsi: Membantu reaksi kimia. Contoh: Enzimtersebut mengatur kimia sel dengan mempercepat reaksi. Hasil dan Pembahasan Limbah adalah sisa suatuusaha dan/atau kegiatan.Limbah pertanian merupakan tantangan dan ancaman yang perlu ditangani dandiantisipasi dengan serius. Sehingga limbah tersebut bukan hanya dikecilkan dampak negatifnya melainkanmengubahnya menjadi peluang dan kesempayan untuk perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidupuntuk pembangunan berkelanjutan. Hasil Analisa protein berdasarkan metode uji AOCS Ba 4ª-38(Indrawaty Sitepu, dkk ,2009): Kontrol Ampas Tapioka (3.63%), Ampas Tapioka 0.5 liter (66,29%), Ampas 1liter (5,50%), Kontrol Ubi kayu (3.50%), Ubi kayu 0.5 liter (6.69%), Kontrol onggok (7.44%), Onggok 0.5 liter(17.13%) dan Onggok 1 liter (23.03%) Dari hasil analisa protein berdasarkan metode uji AOCS Ba 4ª- 38tersebut di atas dapat dilanjutkan analisa pertambahan kandungan protein yang terdapat pada ketelapohon, ampas dan onggok. Kandungan protein sebelum dilakukan fermentasi (kontrol) ketelapohon:ampas:onggok adalah 3,50%: 3,63%: 7,44%. Setelah di fermentasi dengan konsentrasi 0,5 liter dariketela pohon:ampas: onggok adalah sebagai berikut: 6,69%: 66,29%: 17,13%. Sementara kandunganprotein antara ampas dan onggok yang di fermentasi dengan konsentrasi 1 liter adalah sebagai berikut:5,50%: 23,03%. Dengan demikian dapat kita lihat pertambahan kandungan proteion pada ketela pohonadalah: 3,50% (kontrol) menjadi 6,69% (setelah di fermentasi dengan konsentrasi 0,5 liter). Berarti terjadipertambahan yang sangat besar yaitu hampir 100%. Dengan demikian hipotesa yang mengatakn terjadipertambahan kandungan protein yang sangat besar setelah difermentasi pada ketela pohon dapat diterima.Sementara itu pada ampas pembuatan tepung tapioka adalah: 3,63% (kontrol) menjadi 66,29% (setelah difermentasi dengan konsentrasi 0,5 liter, sementara pada konsentrasi 1 liter menjadi 5,50%). Pada ampaspembuatan tepung tapioka terjadi pertambahan kandunga protein yang sangat sangat besar yaitu 2000%lebih pada konsentrasi 0,5 liter sementara pada konsentrasi 1 liter mencapai pertambahan 50% lebih. Jadipertambahannya juga sangat besar. Sehingga hipotesa yang mengatakan terjadi pertambahan kandunganprotein yang sangat besar setelah difermentasi pada ampas pembuatan tepung tapioka dapat diterima.Sementara itu pada onggok adalah: 7,44% (kontrol) menjadi 17,13% (setelah di fermentasi dengan 563

Page 311: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 311/395

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

konsentrasi 0,5 liter, sementara pada konsentrasi 1 liter menjadi 23,03%). Pada onggok terjadi pertambahankandunga protein yang sangat yaitu 100% lebih pada konsentrasi 0,5 liter sementara pada konsentrasi 1liter mencapai pertambahan 300% lebih. Jadi pertambahannya juga sangat besar. Dari tiga bahan bakuyang di beri perlakuan tersebut terjadi peningkatan kandungan protein yang sangat besar dan bervariasi.Variasi ini mungkin disebabkan kehalusan butiran bahan baku dan ukuran permukaan sehinggamempengaruhi daya kerja Aspergillus niger dalam merombak karbohidrat menjadi protein. Disamping itupenelitian Indrawaty Sitepu dkk (2009) menyimpulkan bahwa biaya pembuatan cassapro per 100 kg bahanadalah sebagai berikut: (a). Dari bahan baku ubi kayu rebus Rp 560.750, (b). Dari bahan baku ampastapioka Rp 278.750. (c). Dari bahan baku onggok Rp 260.750. Cassapro adalah sebutan atau istilah yangdigunakan untuk menerangkan cassava yang berprotein tinggi setelah dilakukan fermentasi denganbantuan Aspergillus niger.Biaya pembuatan cassapro per 1 kg bahan adalah sebagai berikut: (a). Daribahan baku ubi kayu rebús Rp 5.675, (b). Dari bahan baku ampas tapioka Rp 2.787, (c). Dari bahan bakuonggok Rp 2.607. Dari pemaparan di atas kita dapat melihat bahwa cassapro yang terbuat dari onggok danampas pembuatan tepung tapioka, dapat meningkatkan protein dan secara ekonomi dapat dijangkau karenaharganya relatif murah. Cassapro dari onggok dan ampas pembuatan tepung tapioka yang seyogiayaadalah limbah justru dapat diolah sedemikian rupa sehingga merupakan alternatif perlindungan danpengelolaan lingkungan hidup untuk pembangunan berkelanjutan karena cassapro ini dapat digunakansebagai suplemen pellet dan pakan ternak. Dengan demikian hasil olahan limbah onggok dan ampaspembuatan tepung tapioka menjadi cassapro bukan hanya merupakan usaha meminimalkan dampaknegatif melainkan mengubahnya menjadi alternative peningkatan ekonomi bukan hanya untuk generasi kinitapi juga ke depan. Kesimpulan Cassapro bukan hanya meminimalkan dampak negatif limbah onggok ubikayu dan ampas pembuatan tepung tapioka melainkan usaha mengubah limbah menjadi suplemen pelletdan pakan yang mengandung protein tinggi, yang pada gilirannya dapat meningkatkan perekonomianpetani/peternak/nelayan yang menggunakannya. Cassapro dengan semua nilai lebihnya dapat menjadialternatif perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk pembangunan berkelanjutan 564 ProsidingSeminar Nasional Dalam Rangka Menyambut Hari Lingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011 Saran Perludilakukan penelitian lanjutan dampak pemberian cassapro sebagai suplemen pellet pada ikan dan pakanterhadap ternak Daftar Pustaka AR Loveless, 1991. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk daerah tropic,Gramedia, Jakarta, Achmad Djaeni Sediaoetama 2000. Ilmu Gizi jilid I, Dian Rakyat, Jakarta, Charles, 2009.Ubi Kayu, Forum IDWS Enny Sudarmonowati, 2009. Perbaikan sifat ubi kayu dan pengembangannya untukketahanan pangan dan nutrisi, diposting Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, LIPI, Herman Tabrany,2004. Pemanfaatan limbah onggok dengan biofermentasi dalam meningkatkan daya gunanya sebagaipakan ternak, diposting Markustri Multiply, Indrawaty Sitepu dkk, 2009. Analisis biaya pembuatan cassaprosebagai salah satu sumber protein pakan ternak secara fermentasi dengan bantuan Aspergillus niger, FP-UMI, Indrawaty Sitepu, Peningkatan kandungan protein cassapro sebagai salah satu sumber protein pakanternak secara fermentasi dengan bantuan Aspergillus niger,Jurnal Penelitian Kopertis Wilayah I, 2009 NeilA. Champel,Biologiy, The Benjamin Cumminsh Pulishing Compuni, Redwood City pg 74-75 Nurhayani.HM,Peningkatan kandungan protein kulit umbi ubi kayu melalui proses fermentasi, JMS Vol 6 No 1 hal 1-12,2001 Ranuspdt, Budidaya tanaman singkong/ketela pohon (Manihot utilissima Pohl), disposting 13 Maret2008 Tarmudji MS, Pemanfaatan onggok untuk pakan unggas, Tabloid Sinar Tani, 2004 diposting MarkustriMultiply, 2004 Undang Undang Republik Indonesia no 32 Tahun 2009 Tentang perlindungan danPengelolaan Lingkungan Hidup 565

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 312: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 312/395

1

DAMPAK PENAMBANGAN TIMAH TERHADAP SEKTOR PERTANIAN DI BANGKA BELITUNG IrmaAudiah Fachrista 1 , Siti Fatimah Batubara 2 dan Issukindarsyah 3 1,3Balai Pengkajian Teknologi PertanianKepulauan Bangka Belitung 2Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara 1Email:[email protected] Abstrak Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan provinsi yang terkenal danpotensial dalam bidang pertambangan timah. Tanah di provinsi ini banyak mengandung mineral bijih timahdan bahan galian yang tersebar secara merata. Pada era tahun 1990an, sebelum reformasi, penambangantimah hanya dapat dilakukan oleh dua perusahaaan besar yaitu PT. Timah dan PT. Koba Tin. Lebih lanjut,pada era pasca reformasi, penambangan timah ini diperparah dengan adanya Tambang Inkonvensional (TI).TI merupakan penambangan timah yang dilakukan oleh masyarakat dengan modal seadanya. Kegiatanpenambangan, khususnya TI yang menjamur ini, berdampak pada kerusakan lingkungan dan menimbulkanberbagai masalah yang merugikan sektor ekonomi lain, khususnya pertanian. Dampak langsung kegiatanpenambangan pada sektor pertanian misalnya dapat dilihat pada terjadinya penyusutan lahan perkebunanlada seluas 50.000 hektar dari tahun 2000 hingga 2004 menjadi lahan pertambangan timah, peralihanpetani menjadi penambang timah serta penurunan produktivitas lada dari 2 ton menjadi 1 ton per hektarpada tahun yang sama. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengembalikan kesuburan tanah melaluikegiatan reklamasi. Meskipun demikian, implementasi reklamasi lahan di lapangan tidak selalu mulus. Parapenambang timah sering menambang ulang di lokasi tambang bekas perusahaan tambang dan penambangTI lainnya. Selama ini reklamasi lahan dilakukan dengan menggunakan tanaman kayu-kayuan sepertiakasia yang tidak termanfaatkan oleh petani. Sebagai alternatif, masa datang, reklamasi lahan sebaiknyamenggunakan tanaman yang bermanfaat bagi petani dan masyarakat seperti tanaman pangan,perkebunan, dan sayuran. Kata Kunci: dampak, tambang timah, Bangka Belitung PENDAHULUAN ProvinsiKepulauan Bangka Belitung merupakan provinsi yang terkenal sebagai sentra produksi timah.Penambangan timah di daerah 566

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

ini sangat potensial karena tanah yang banyak mengandung mineral bijih timah dan bahan galian yangtersebar secara merata. Kegiatan penambangan timah ini sebenarnya bukanlah hal baru bahkan telahdilakukan sejak lama sebelum masa penjajahan Belanda. Luas penambangan timah di provinsi ini mencapai532.364 ha; 385.150 ha di darat dan 147.194 ha di laut (Dinas Pertambangan dan Energi ProvinsiKepulauan Bangka Belitung, 2010) Pada era tahun 1990an, sebelum reformasi, penambangan timah hanyadapat dilakukan oleh dua perusahaaan besar yaitu PT. Timah dan PT. Koba Tin. Lebih lanjut, pada erapasca reformasi, penambangan timah ini diperparah dengan adanya Tambang Inkonvensional (TI). TImerupakan penambangan timah yang dilakukan oleh masyarakat dengan modal seadanya; alat yangdiperlukan hanya mesin penyedot tanah dan air. TI kemudian terus menjamur dan beroperasi di mana-mana. Kegiatan TI mulai marak pasca diterbitkannya Keputusan Menperindag No. 146/MPP/Kep/4/1999tanggal 22 April 1999 yang mengkategorikan timah sebagai barang bebas (tidak diawasi) dan pencaputanstatus timah sebagai komoditas strategis, sehingga tidak dimonopoli lagi oleh BUMN. Padahal sebelumnya,berdasarkan UU No. 11 Tahun 1967 Tentang Pertambangan Umum, kebijakan pengelolaan pertambangantimah merupakan kewenangan pemerintah pusat. Sejak dicabutnya status timah sebagai barang strategis,mata rantai kegiatan penambangan timah mulai dari ekspolarasi, ekploitasi, pengolahan dan penjualantimah tidak hanya dilakukan yaitu PT. Timah dan PT. Koba Tin, tetapi juga oleh masyarakat dalam bentuk TI.Kegiatan penambangan timah dilakukan hampir di seluruh lokasi yang mengandung deposit timah.Penambangan dilakukan di lahan-lahan pertanian, perkebunan, hutan, sungai, pantai bahkan sekarangsudah merambah ke laut (Inonu, 2008). Penambangan timah, tidak dapat dipungkiri, berdampak positifterhadap perekonomian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Berdasarkan data BI Palembang (2006),menunjukkan bahwa pada tahun 2006, dari perkiraan total ekspor timah Indonesia yang mencapai 123.500ton, 60.000 ton diantaranya merupakan produksi TI, sementara kontribusi PT. Timah dan PT. Koba Tinberturut-turut adalah sebesar 43.000 dan 20.500 ton. Lebih lanjut, Dinas Pertambangan dan Energi ProvinsiKepulauan Bangka Belitung (2010) menyatakan bahwa ekspor timah pada tahun 2008 mencapai 90.146 tondan pada tahun 2009 mencapai 119.117 ton. Masalah utama yang timbul akibat penambangan timah adalah

Page 313: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 313/395

1

1

terjadinya perubuhan mutu lingkungan; baik berupa perubahan kimiawi, fisik dan biologis. Perubahankimiawi yang terjadi berupa perubahan mutu air tanah dan air permukaan, sementara, perubahan fisikberupa perubahan morfologi dan topografi lahan, dan perubahan biologis 567

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

berupa gangguan terhadap flora, fauna dan mikroorganisme tahan. Penambangan timah menyebabkan,lahan bekas galian timah ini menjadi tandus, kualitas air menurun dan tercemar akibat limbah tailing, sertabekas galian dibiarkan sehingga terbentuk tumpukan-tumpukan tanah dan danau-danau. Perubahanlingkungan tersebut pada gilirannya akan berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap kegiatanproduksi sektor pertanian. Makalah ini bertujuan untuk memaparkan bagaimana dampak penambangantimah terhadap sektor pertanian, serta alternatif reklamasi lahan pasca tambang timah sebagai upayaperbaikan lahan. PEMBAHASAN Kebijakan Pengelolaan Pertambangan Timah Kegiatan penambangantimah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dimulai sejak sebelum masa penjajahan Belanda.Pengelolaan kegiatan penambangan oleh penjajah diperkirakan dimulai pada tahun 1667. Pascakemerdekaan dilakukan nasionalisasi perusahaan- perusahaan timah Belanda di Bangka (1953) danBelitung (1958), sehingga penambangan dan perdagangan timah sepenuhnya di bawah kontrol pemerintah.Kondisi pertimahan nasional saat itu ditetapkan secara sentralistik berdasarkan UU No. 11/1067, hanyaperusahaan yang diberikan izin oleh pemerintah yang memiliki akses menambang timah. Saat itu,perusahaanyang beroperasi adalah PT. Timah yang merupakan Badan Usaha Milik Negara dan PT. KobaTin yang merupakan Joint venture Malaysia dan Indonesia. Wilayah penambangan PT Timah seluas471.382,49 ha, tersebar diseluruh kabupaten Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, sedangkan PT Koba Tinseluas 41.680,30 ha, terletak di Kabupaten Bangka Tengah dan Kabupaten Bangka Selatan (Yuniato, 2009).Pada era reformasi yang kemudian diiikuti dengan kebijakan otda telah memberikan perubahan dalampertimahan nasional. Pertambangan timah yang sebelumnya merupakan kewenangan pemerintah pusat,kemudian, berdasarkan Keputusan Menperindag No.146/MPP/Kep/ 4/1999 tanggal 22 April 1999,menjadikan timah sebagai barang bebas dan tidak diawasi. Hali ni mendorong semakin tumbuh suburnyaTI. Bila pada awalnya pengelola TI hanya melakukan penambangan di areal kuasa penambangan yangditentuakan oleh PT tambang timah, maka pasca reformasi, kegiatan penambangan timah masyarakattumbuh menjamur di mana-mana dan di luar kendali menjadi penggalian pasir timah tanpa izin dan ilegal.Menurut Zulkarnain et al. (2005), TI sebenarnya adalah klasifikasi yang dipakai oleh PT. Timah untuk suatukegiatan penambangan dengan kemampuan pemindahan material tambang di 568

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

bawah 30 m 3 /jam. Namun pengertian ini sekarang bergeser menjadi kegiatan penambangan timah yangdilakukan oleh masyarakat yang secara umum tidak memiliki izin dari pemerintah. Karakter TI inimencerminkan suatu aktivitas penambangan yang kurang aspek keselamatan dan kesehatan kerja. Hal inikarena masyarakat yang melakukan kegiatan tersebut hanya memiliki pengetahuan tentang penggalian, tapibukan penambangan (Zulkarnain et al., 2005). Kebijakan penyerahan beberapa kewenangan pusat kepadadaerah dalam bidang peraturan/regulasi (UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah dan UU No. 25Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah yang kemudian disempurnakandengan UU No. 32 tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah), mendorong Pemerintah Kabupaten Bangkadengan persetujuan DPRD mengeluarkan beberapa kebijakan sebagai landasan yuridis untuk melakukanpengawasan dan pengelolaan bahan galian timah bagi kepentingan daerah sekaligus sebagai upayamengantisipasi tingkat kerusakan lingkungan. Kebijakan tersebut berupa: 1. Peraturan Daerah No. 6 Tahun2001 Tentang Pengelolaan Pertambangan Umum. 2. Peraturan Daerah No. 20 tahun 2001 TentangPenetapan dan Pengaturan Tatalaksana Perdagangan barang Strategis. 3. Peraturan daerah No. 21 tahun

Page 314: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 314/395

1

1

2001 Tentang Pajak Pertambangan Umum dan Mineral ikutan Lainnya. Menurut Peraturan Daerah di atas,kriteria pertambangan rakyat mencakup penambangan yang dikelola secara perorangan dengan peralatansederhana dan non mekanik maupun penggunaan maksimal dua mesin yang masing-masing berkekuatanmaksimal 20 PK. Dalam Perda juga diatur ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan upayapenertiban dan pengelolaan pertambangan timah, antara lain ketentuan untuk tidak melakukan kegiatanpenambangan pada kawasan tertutup seperti daerah hutan lindung, pemukiman, sarana pemukiman,kewajiban untuk melakukan reklamasi dan atau jaminan reklamasi, melakukan kajian terhadap AMDAL, danhanya melakukan usaha pertambangan setelah mendapat Ijin Usaha Pertambangan (IUP) atau Ijin UsahaPertambangan Rakyat (IUPR) dan atau Ijin Usaha Pertambangan (Hermawan et al., 2010) KegiatanPenambangan Timah Teknik penambangan yang dilakukan oleh perusahaan besar dan TI pada prinsipnyasama. Perbedaan antara tambang perusahaan dan TI terletak pada luasan areal tambang, alat yangdigunakan, umur tambang dan perbaikan lahan pasca penambangan (reklamasi). Penambangan timahdilakukan dengan membongkar lapisan batuan yang tidak 569

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

mengandung bijih timah dilanjutkan dengan menggali lapisan batuan yang mengandung bijih timah.Penambang selanjutnya mencuci batuan untuk memisahkan bijih timah dari kotorannya. Teknikpenambangan di darat yang biasa dilakukan pada perusahaan besar adalah teknik tambang semprot dantambang open pit. Teknik penambangan yang dilakukan oleh masyarakat (TI) adalah tambang semprot.Perbedaan antara tambang open pit dan tambang semprot hanya terletak pada teknik perluasan arealtambang. Tambang semprot bersifat bergerak maju secara horizontal, sedangkan tambang open pitbergerak secara vertikal (makin dalam). Urutan mekanisme penambangan adalah penebasan lahan,stripping (pengupasan lapisan tanah penutup baik tanah atas/tanah dibawahnya yang tidak mengandungtimah ke luar areal daerah kerja (lapisan tanah yang di stripping bervariasi 0,5 s/d 2 m), penyemprotan ataupemecahan lapisan tanah yang mengandung timah dilakukan dengan media air (pompa semprot). Tanahyang sudah menjadi lumpur kemudian dihisap oleh pompa tanah dan ditampung ke dalam palong/bakpenampungan untuk dilakukan pencucian, sedangkan sisa pencucian (tailing) dialirkan ke daerahpembuangan. Dampaknya Penambangan Timah terhadap Sektor Pertanian Perubahan lingkungan strategistelah mendorong bertumbuh kembangnya TI. Disadari bahwa TI telah memberikan keuntungan bagiperekonomian Bangka Belitung dan berdampak positif pada penyerapan tenaga kerja, Dengan hanyabermodalkan sekitar 15 juta rupiah (BI Palembang, 2006), rata-rata penghasilan sehari penambang dapatberkisar antara Rp. 500.000 hingga Rp. 1.000.000. Dilaporkan bahwa diperkirakan pada tahun 2001terdapat 6000 unit TI di Babel yang telah menghidupi kurang lebih 15.000 jiwa dengan total kontribusi PDRBsekitar Rp 30 miliar. Kegiatan penambangan, khususnya TI, di sisi lain juga telah menyebabkan terjadinyakerusakan lingkungan dan menimbulkan berbagai masalah yang merugikan sektor ekonomi lain, khususnyapertanian. Dampak terhadap lingkungan fisik dapat dilihat dari bertambahnya luas lahan kritis akibatrusaknya hutan dan rusaknya lahan pertanian. Dampak langsung kegiatan penambangan pada sektorpertanian misalnya dapat dilihat pada terjadinya penyusutan lahan perkebunan lada seluas 50.000 hektardari tahun 2000 hingga 2004 menjadi lahan pertambangan timah dan penurunan produktivitas lada dari 2ton menjadi 1 ton per hektar pada tahun yang sama (BI Palembang, 2006). Selain itu, sisa pembuangantanah dari TI juga menyebabkan terjadinya pendangkalan sungai dan kerusakan berat pada daerah aliransungai (DAS). Dewi (2008) menyebutkan terjadinya 570

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

kerusakan DAS mulai dari Kecamatan Mentok, Jebus di Kabupaten Bangka Barat, Kecamatan Merawang diKabupaten Bangka Induk, dan Kabupaten Bangka Tengah serta Kabupaten Bangka Selatan. Tingkat

Page 315: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 315/395

1

1

kerusakan lingkungan hidup di beberapa tempat di pulau Bangka juga sudah sangat mengkhawatirkan,seperti terjadinya pencemaran air Sungai Rangkui di kota Pangkalpinang, kerusakan hutan lindung di bukitMenumbing Kabupaten Bangka Barat dan kerusakan sepanjang pantai Tanjung Ratu di Bangka Selatanserta Pantai Rebo di Kabupaten Bangka Induk. Menurut PT Timah (1991) dampak dari penambangan timahdi Bangka adalah terjadinya perubahan sifat fisik dan kimia tanah, perubahan struktur tanah akibatpenggalian top soil untuk mencapai lapisan bertimah yang lebih dalam, pembuatan dam (phok) telahmengubah topografi dan komposisi tanah permukaan akibat digunakannya tanah overburden dan sebagaisarana penimbun, top soil musnah karena tertimbun tailing atau terendam genangan air, gangguan terhadapvegetasi, hutan dan ekosistem alami, serta terbentuknya kolong. Secara umum, lahan pasca tambang timahterdiri dari kolong, overburden dan tailing Kolong merupakan lahan bekas tambang timah yang bebrbentukdanau kecil dengan kedalaman mencapai 40 m. Overburden merupakan timbunan liat hasil galian.Sedangkan tailing merupakan bahan dengan komponen utama berupa pasir bercampur kerikil. Adapun Sifatfisik dan kimia tailing timah dapat dilihat pada Tabel 1. Dari tabel analisis tanah di atas menunjukkan bahwapH tanah termasuk masam dengan kelas tekstur lempung berpasir. Kandungan C- organik sedang dan Ntotal rendah, yang menandakan kandungan bahan organik tanahnya rendah. Kandungan basa-basa dapatditukar bervariasi dari sangat rendah sampai rendah. P potensialnya sangat rendah dan P tersedia tanahsangat tinggi. Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah sangat rendah, namun kejenuhan basanya sedang dan Ktersedianya sangat rendah. Menurut Inonu (2008), karakteristik fisik lahan bekas tambang timahmenunjukkan kandungan fraksi pasir yang yang tinggi. Pada tailing umur 5 tahun, kandungan rata-ratapartikel pasir kasar 66%, pasir halus 22,6%, sebu 4,5% dan liat 6,3%. Sejalan dengan waktu, kandungan liatmengalami penurunan akibat erosi. Pada tailing umur 15 tahun, partikel liat menjadi 2,4% sedabngkan pasirkasar menjadi 70,2%, pasir halus 20,6% dan debu 5,4%. Sifat fisik tailing timah dengan fraksi pasir tinggiakan berimplikasi terhadap sifat kimia tanah. Kapasitas tukar kation (KTK) pada tailing cenderungrendah,pH tergolong sanagt masam sampai masam, kandungan N,P,K tergolong 571

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

rendah sampai sangat rendah. Sedangkan kandungan bahan organik cenderung rendah 0,1-2%. Kondisi inimenyebabkan turunnya kualitas ekosistem. Kondisi tailing timah yang mempunyai karakteristik fisik dankimia tanah serta kondisi iklim mikro yang jelek sehingga tanpa perlakuan tertentu tanaman akan sulittumbuh di atasnya. Tabel 1. Sifat fisik dan kimia tailing timah Desa Sifat tanah Cerucuk Belitung 1 Tekstur :Pasir (%) 91 Debu (%) 7 Liat (%) 4 Desa Perlang Bangka Tengah 1 86 4 10 Desa Merawang Bangka 2 pHH2O 5,0 4,6 4,8 C organik (%) 0,12 0,23 2,15 N total (%) 0,01 0,02 0,14 P2O5 (mg/100g) (HCl 25%) 2 2 10K2O (mg/100g) (HCl 25%) 2 3 4 Al-dd (cmol/kg) 0,02 0,21 1,32 KTK (cmol/kg) 0,81 1,77 3,88 Kejenuhanbasa (%) 22 21 1,64 Sumber : 1 Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian dalam Hermawan et al(2010) 2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung, 2006 Penambangan timah jugaberdampak pada beralihnya tenaga kerja pertanian menjadi penambang timah. Puspasari et al., (2007)menyatakan bahwa peralihan petani lada di Desa Cit, Kecamatan Riau Silip, Kabupaten bangka,disebabkan karena kontribus TI yang cukup besar (23,86%) terhadap pendapatan keluarga. Selain itu,Pengusahaan TI juga berdampak terhadap lingkungan; terjadi penurunan mutu air dan penurunan mutulahan pertanian. Penurunan mutu air sering menjadi keluhan bagi lokasi penambangan seperti perubahankualitas air yang dulunya jernih sekarang menjadi warna kecoklatan. Lebih lanjut Puspasari et al., (2007),penambangan mengakibatkan penurunan mutu lahan sebesar 60%. Lahan yang dulunya produktif denganunsur hara yang baguis sekarang tidak produuktif lagi dikarenakan adanya perubahan bentang alam, sertatercuci dan terhanyutnya unsur hara tanah disebabkan adanya pengupasan tanah tertutup yang bercampurtanah, pasir, kerikil, dan lain-lain, baik yang ditinggalkan atau pun belum disebarkan ke atas buangan tailing.Dari lagan ang berupa 65 21 14 572

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 316: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 316/395

1

1

hamparan tailing yang berupa tumpukan pasir dan kerikil yang merupakan proses pencucian biji timah.Hamparan ini sebagaian sudah mengering berupa endapan pasir. Reklamasi Lahan Pasca Tambang TimahReklamasi bekas tambang adalah usaha memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi dalamkawasan hutan yang rusak sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan agar dapat berfungsi secaraoptimal sesuai dengan peruntukannya. Pada intinya reklamasi lahan dilakukan melalui tiga pola, yaitupembenahan tanah, revegetasi, dan pengelolaan top soil (Latifah, 2003). Pengelolaan top soil yang benarpenting bagi pemulihan biota tanah, proses siklus hara, dan perkembangan biodiversitas. Oleh karena itujika penambangan timah mengikuti aturan yang berlaku, reklamasi lahan pasca penambangan dapatberjalan baik dengan mengembalikan top soil di area tambang. Pengembalian top soil tidak akan menjadimasalah pada akhir penambangan karena top soil tersedia dalam jumlah yang cukup. Implementasikebijakan reklamasi lahan di lapangan, oleh karenanya, tidak selalu mulus. Para penambang timah seringmenambang ulang di lokasi tambang bekas perusahaan tambang dan penambang TI lainnya. Masyarakatjuga sering membuka TI, pada kawasan yang telah direklamasi. Akibatnya, lahan reklamasi bekaspenambangan timah menjadi rusak kembali. kerusakan pada kawasan yang telah direklamasi akan semakinparah jika masyarakat tidak menyadari pentingnya reklamasi bekas tambang untuk masa depan kehidupanmanusia. Oleh sebab itu kegiatan reklamasi harus memiliki nilai tambah dari sisi ekonomi sehingga dapatmensejahterakan masyarakat, dapat menimbulkan kesadaran dari masyarakat untuk menjaga danmengembangkannya serta tidak menutup kemungkinan justru Reklamasi lahan bekas tambang akanmenjadi sektor andalan untuk membangun sosial ekonomi masyarakat Bangka Belitung khususnya. Selamaini reklamasi lahan dilakukan dengan menggunakan tanaman kayu-kayuan seperti akasia yang tidaktermanfaatkan oleh petani. Sebagai alternatif, masa datang, reklamasi lahan sebaiknya menggunakantanaman yang bermanfaat bagi petani dan masyarakat seperti tanaman pangan, perkebunan, dan sayuran.KESIMPULAN Penambangan timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung berdampak negatif terhadapsektor pertanian. Dampak negatif yang terjadi berupa penurunan jumlah lahan pertanian, menurunnyaproduktivitas, beralihnya petani menjadi penambang timah serta terjadi penurunan mutu air. Upayapengembalian kesuburan tanah telah 573

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

dilakukan melalui reklamasi. reklamasi lahan sebaiknya menggunakan tanaman yang bermanfaat bagipetani dan masyarakat seperti tanaman pangan, perkebunan, dan sayuran. DAFTAR PUSTAKA BalaiPengkajian Teknologi Pertanian. 2006. Laporan Akhir Tahun. Pengkajian Sistem Usahatani BerbasisTanaman Pangan dan Sayuran pada Lahan Bekas Galian Timah di Bangka Belitung. BPTP Kep. BangkaBelitung: Pangkalpinang. BI Palembang. (2006). Kontroversi Ti Dan Dampaknya Terhadap PerekonomianBabel. Laporan Perkembangan Ekonomi dan Perbankan Kep. Bangka Belitung Tahun 2006. Bank IndonesiaPalembang. Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. 2010. Profil BidangPertambangan di Provinsi Bangka Belitung. Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kepulauan BangkaBelitung: Pangkalpinang. Inonu, Ismed. 2008. Pengelolaan Lahan Tailing Timah di Pulau Bangka: penelitianyang telah dilakukan dan Prospek ke Depan. Jurnal Pertanian dan Lingkungan Enviagro Vol.2 No. 2Oktober 2008. Universitas Bangka Belitung: Pangkalpinang. Hermawan, Agus., Asmarhansyah, A. Choliq.2010. Transformasi Petani menjadi Penambang Timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. ProsidingSeminar Nasional Pengelolaan Lingkungan Hidup. Universitas Dipanegoro: Semarang. Latifah. (2003).Kegiatan Reklamasi Lahan Pada Bekas Tambang. Diakses di USU digital library. Yunianto, Bambang. 2009.Kajian Problema Pertambangan Timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebagai Masukan KebijakanPertimahan Nasional. 574

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 317: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 317/395

1

MODEL PENGELOLAAN SANITASI LINGKUNGAN PADA DAERAH PEMUKIMAN KUMUH BERBASISMASYARAKAT M Ali Musri. S Staf Pengajar di Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia MedanAbstrak Tingginya tingkat dan jumlah kepadatan penduduk perkotaan serta tekanan ekonomi karenarendahnya tingkat pendapatan menyebabkan sebagian dari anggota masyarakat terpaksa menetapkankawasan pinggiran sungai dan sepadan pantai menjadi tempat tinggal menetap, yang menjadikan kawasantersebut menjadi daerah pemukiman kumuh dengan karakteristik buruknya sanitasi, rendahnya tingkatkesehatan masyarakat yang diakibatkan oleh ketidakteraturan dalam melakukan pengelolaan tempat tinggaldan penyediaan sarana serta prasarana yang dapat dijadikan sebagai tempat pemukiman. Buruknyasanitasi pada pemukiman padat yang tidak tertata dengan baik serta tidak memenuhi syarat kesehatan,rendahnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya penataan sanitasi lingkunganyang sehat, perilaku masyarakat yang kurang ramah pada lingkungan, kondisi sosial dan ekonomi akanberpengaruh terhadap kelanjutan pembangunan lingkungan hidup yang sehat.Problematika yangmeyebabkan masyarakat bertempat tinggal pada daerah kawasan pemukiman kumuh serta hidup dalamketertinggalan pada dasarnya adalah karena keterbelakangan dari aspek sumberdaya manusianya, latarbelakang pendidikan yang rendah serta masalah lapangan pekerjaan, kondisi pemukiman ini akanberpotensi sebagai faktor penyebab penyebaran berbagi wabah penyakit.Dalam mendukung programpemerintah yang mulai dicanangkan tahun 2003 guna mencapai target Millenium Development Goals(MDGs) pada tahun 2015 maka pelaksanaan program sanitasi oleh masyarakat harus dapat diwujudkan,sehingga program sanimas ini akan memberikan manfaat bagi kelanjutan pembangunan. Konsep penataanpembangunan berbasis masyarakat ini memerlukan peran seimbang antar pelaku pembangunan(masyarakat, swasta, pemerintah) yang dimulai dari membangun budaya berfikir responsip dalam menjalininteraksi manusia dengan kondisi lingkungannya sehingga dapat terwujud lingkungan pemukiman yangmemadukan konsep ekonomi, sosial dan ekologi. Kata kunci : ekonomi, perilaku, pola hidup, sanimas. 575

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

LATAR BELAKANG Pertumbuhan suatu kota yang secara cepat yang didukung oleh pertambahan jumlahpenduduk, baik dari tingkat kelahiran yang tinggi dan migrasi penduduk dari desa menuju kota yangdiasumsikan migran bahwa kota merupakan tempat tinggal dan memiliki sumber kehidupan, perekonomianyang baik dan menjanjikan, situasi dan asumsi ini akan mempengaruhi kepadatan kota dan menjadi halyang tidak tertampung serta tidak terwujut sehingga mengambil dan memilih untuk bertempat tinggal didaerah pinggiran kota dan terbentuk pemukiman kumuh. Menurut Achmad Nurmadi,(1999;28) kurangnyapelayanan prasarana lingkungan seperti infrastruktur air bersih dan sistem sanitasi, penyediaan rumah dantransportasi yang baik untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan kota, menjadi penyebab utama timbulnyaberbagai masalah di kota-kota, negara - negara yang sedang berkembang. Kecamatan Medan Belawan,Medan Marelan, Medan Labuhan, dan Medan Deli yang berada diwilayah Medan Utara masih mengalamiketerbelakangan dalam semua bidang baik segi pembangunan, pendidikan, kesehatan dan ekonomi, yangrentan dengan peta kemiskinan yang sangat parah, dimana saat ini belum terlihat adanya suatu penataanyang terstruktur, hal ini menyebabkan banyaknya perumahan yang dibangun tidak sesuai dengan kondisilingkungan. Menurut data statistik tahun 2010 dari BPS Medan penduduk miskin yang berada diwilayahMedan Utara mencapai 28.448 penduduk dari sejumlah 122.538 penduduk dengan 27.986 kepala keluarga,data dihitung dari jumlah rumah tangga sasaran Program Pendataan Layanan Sosial (PPLS). Tekananekonomi karena rendahnya tingkat pendapatan menyebabkan sebagian dari anggota masyarakat terpaksamenetapkan kawasan pinggiran sungai dan sepadan pantai menjadi tempat tinggal yang menetap, sertamenjadikan kawasan tersebut menjadi daerah pemukiman. Pertumbuhan pemukiman yang secara nasionalsekarang ini mengalami peningkatan, sehingga menimbulkan kesenjangan antara kebutuhan danketersediaan pemukiman, maka mengakibatkan munculnya rumah-rumah yang tidak teratur membentukpola pemukiman sporadis dengan tingkat kepadatan yang tinggi, pemukiman ini menyebabkan menurunnyakwalitas pemukiman yang ditandai dimana dengan meningkatnya jumlah rumah yang tidak layak huni,berada dalam lingkungan kumuh, buruknya sanitasi, ketidak teraturan dalam penataan tempat tinggal sertapenyediaan sarana dan pra sarana dasar yang dapat dijadikan sebagai tempat pemukiman. Padatnya

Page 318: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 318/395

1

1

penduduk dikota akan mengakibatkan semakin kurang memadainya sarana dan prasarana pemukiman.(Budiharjo,2009). 576

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Perkembangan pemukiman yang cenderung tidak memperhatikan tingkat kesesuaian lahan akanberdampak pada kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan yang terjadi diantaranya adalahterganggunya sistem tata air. Ketika turun hujan akan mudah banjir dan ketika musim kemarau terjadikekeringan. Kerusakan lingkungan dapat juga terjadi sebagai akibat pola perkembangan pemukiman yangmelebihi daya dukung lingkungan seperti tingkat kepadatan, ukuran dan bentuk pemukiman.PERMASALAHAN Pengelolaan lingkungan hidup membutuhkan adanya partisipasi aktip dan keikut sertaanseluruh lapisan masyarakat tanpa pengecualian. Sanitasi lingkungan yang buruk akan dapat memberikandampak terhadap keberlangsungan lingkungan hidup. Dilihat dari kondisi nyata di lapangan, ditemukanfenomena rendahnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang makna pentingnya sanitasilingkungan permukiman yang sehat, serta perilaku masyarakat yang tidak ramah pada lingkungan, hal iniditandai dengan : • Sikap dan perilaku masyarakat yang cenderung tidak peduli terhadap upaya pengelolaansanitasi lingkungan permukiman. • Belum adanya usaha kelembagaan dan masyarakat secaraberkelanjutan terhadap pengelolaan kualitas lingkungan permukiman kumuh • Perilaku dan sikapmasyarakat yang kurang tanggap terhadap arti pentingnya lingkungan yang bersih dan kesehatan bagihidupnya hal ini terlihat adanya anggota masyarakat yang masih menjalankan pola hidup tidak sehat,misalnya mencemari lingkungan alami dengan limbah rumah tangganya. Kondisi lingkungan masyarakatserta problema yang terdapat pada kecamatan Medan Belawan dapat menggambarkan berbagai persoalanyang dimulai dari kondisi tempat tinggal yang buruk, menurunnya kualitas infrastruktur jalan, drainase akibatgenangan pasang surut air laut setiap harinya serta kurangnya faktor pengelolaan serta pemeliharaanterhadap infrastruktur yang terbangun menjadi faktor penyebab yang dapat memperburuk kondisi yangsudah ada. Problematika yang menyebabkan masyarakat di kawasan kecamatan Medan Belawan ini hidupdalam ketertinggalan pada umumnya adalah karena keterbelakangan yang terlihat dari sumber dayamanusia. Pada umumnya masyarakatnya bekerja sebagai nelayan dan mempunyai tingkat pendidikan yangmasih rendah, masalah lapangan pekerjaan, kemiskinan yang meningkat, kerawanan sosial akibatmeningkatnya angka kejahatan, pelayanan kesehatan dan faktor lainnya yang rendah. Sebagian besarlahan permukiman penduduk berada di 577

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

daerah pinggiran atau bibir pantai serta di bantaran Sungai Deli atau DAS Deli yang belakangan ini semakinkumuh. Banyak anak sekolah terhimpit biaya dan juga karena minimnya sarana infrastruktur yang membuatmereka memutuskan sekolahnya. Kurang tersedianya area penghijauan, semakin banyaknya timbunansampah rumah tangga, dan masih adanya penduduk yang melakukan kebiasaan buang air besar ke sungai,serta penggunaan air sungai untuk kebutuhan rumah tangga karena tidak tersedianya sarana danprasarana sanitasi lingkungan yang layak, dapat berpotensi sebagai faktor penyebab penyebaran wabahpenyakit. Penyebaran wabah penyakit dibuktikan dengan meningkatnya angka penderita penyakit diare,disentri dan infeksi penyakit usus lainnya, serta penyakit kulit, hal ini mengindikasikan buruknya sanitasilingkungan yang ada. PEMBAHASAN Sanitasi lingkungan menurut (Syahbana, 2006:20) adalah bagian darikesehatan masyarakat yang meliputi prinsip-prinsip usaha untuk meniadakan atau menguasai faktorlingkungan yang dapat menimbulkan penyakit melalui kegiatan yang ditujukan untuk (i) sanitasi air, (ii)sanitasi makanan, (iii) sistem pembuangan tinja, (iv) sanitasi udara, (v) pengendalian vektor dan rodenpenyakit, (vi) higienitas rumah. Ketika masalah sanitasi muncul di kawasan permukiman padat yang tidaktertata dengan baik dan juga tidak ditangani dengan cara yang memenuhi syarat kesehatan maka akan

Page 319: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 319/395

1

1

dapat mencemari lingkungan sekitarnya, keadaan ini menyebabkan angka kematian bayi dan ibumelahirkan dapat meningkat karena diakibatkan dari berbagai penyakit yang ditularkan oleh kondisilingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Pemerintah serta masyarakat yang ada disekitarnyasudah seharusnya memperbaiki kondisi ini melalui kegiatan dan program perbaikan lingkungan permukimandengan menggunakan konsep pemberdayaan masyarakat, Program ini mengikut sertakan partisipasi danperan serta masyarakat yang dimulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan sampai pada tahappemanfaatan dan pemeliharaan. Diharapkan dengan adanya peran serta masyarakat dalam menjagakebersihan lingkungan timbul rasa memiliki terhadap hasil pembangunan yang sudah dilakukan, sehinggakeberlanjutan dari program pembangunan yang dilaksanakan dapat tercapai, tetapi pada kenyataannyatidak semua program pembangunan dapat berjalan dengan baik, hal ini disebabkan karena tidak semuawarga masyarakat memiliki rasa dan tanggung jawab serta kepedulian terhadap lingkungannya. 578

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Dalam rangka meningkatkan lanjutan pembangunan sebagai upaya perbaikan diberbagai sektor dalamkehidupan masyarakat maka dapat dilihat dari pencapaian Visi dan Misi Gubernur Sumatera Utara sesuaidengan 5 (lima) prinsip dasarnya yaitu : • Rakyat takut kepada Tuhan Yang Maha Kuasa; • Rakyat tidaklapar; • Rakyat tidak sakit; • Rakyat tidak bodoh, dan • Rakyat punya masa depan. PROGRAMLINGKUNGAN SEHAT Tujuannya adalah untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih sehatmelalui pengembangan sistem kewilayahan untuk menggerakan pembangunan lintas-sektor berwawasankesehatan dengan kegiatan pokok nya meliputi : 1. Penyediaan sarana air bersih dan sanitasi dasar; 2.Pengawasan kualitas lingkungan; 3. Pengendalian dampak resiko pencemaran lingkungan ; dan 4.Pengembangan wilayah sehat. KEBIJAKAN YANG PERLU DILAKUKAN. 1. Lingkungan sehat dicapaimelalui pengembangan kesehatan wilayah dan ekosistem 2. Prioritas kesling diutamakan pada high riskgroup anak, penduduk miskin, daerah pemukiman kumuh dan daerah pembangunan. 3. Mengutamakanpreventif dan promotif 4. Peran aktif masyarakat sejak dari pengenalan masalah, penyusunan perencanaan,pelaksanaan dan evaluasinya. 5. Pengendalian faktor risiko memerlukan kerjasama lintas sektor, kemitraandengan swasta dan masyarakat. KEBERLANJUTAN MENJADI TUJUAN KEBIJAKAN PENGELOLAANLINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT Kebijakan Nasional Pembangunan Pengelolaan LingkunganBerbasis Masyarakat, dengan tujuan umum : ”Terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui pengelolaanpelayanan air minum dan penyehatan lingkungan yang berkelanjutan.”, sedangkan tujuan khususnya adalah: “Keberlanjutan dan penggunaan efektif.” Pokok Kebijakannya : 1. Air merupakan benda sosial dan bendaekonomi yang diperlukan masyarakat. 579

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

2. Pilihan yang diinformasikan sebagai dasar dalam pendekatan tanggap kebutuhan agar masyarakatmengerti akan kesehatan lingkungan. 3. Pembangunan berwawasan lingkungan dan akuntabilitas prosespembangunan 4. Pendidikan perilaku hidup bersih dan sehat. 5. Keberpihakan pada masyarakat miskin 6.Peran pemerintah sebagai fasilitator dan peran aktif masyarakat PENGELOLAN LINGKUNGAN HIDUPDALAM MASYARAKAT Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsilingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfatan, pengembangan, pemeliharaan,pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup. (UU no.23,1997, pasal 1 (2). Selanjutnyadalam UU no 32 tahun 2009 pasal 1(3) menyebutkan Pembangunan Berkelanjutan adalah upaya sadar danterencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial dan ekonomi kedalam strategi pembangunanuntuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutuhidup generasi masa kini dan generasi masa depan. KESIMPULAN Berkaitan dengan perilaku masyarakatuntuk hidup bersih dan sehat, maka diperlukan : Fasilitas pengelolaan sanitasi, Manajemen sumber daya

Page 320: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 320/395

1

manusia, dana, serta penerapan peraturan dan perundang- undangan yang berlaku. Indikator kesehatanlingkungan pada konteks masyarakat seperti di kawasan Belawan dapat diukur dengan melihat beberapaaspek fisik, antara lain : Penataan rumah tempat tinggal, sumber dan sarana air bersih, pengelolaan sanitasilingkungan, ruang terbuka hijau dan infrastruktur sosial lainnya SARAN Diperlukan adanya sikap danperilaku masyarakat yang tanggap dan cenderung peduli terhadap upaya pengelolaan sanitasi lingkunganpermukiman, serta usaha kelembagaan dan masyarakat secara berkelanjutan terhadap pengelolaankualitas lingkungan permukiman kumuh. 580

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

DAFTAR PUSTAKA Budiharjo, Eko dan Djoko Sujarto. 2009. Kota Yang Berkelanjutan (Sustainable City).Semarang: Undip. Boedojo. 1996. Arsitektur, Manusia, dan Pengamatannya. Jakarta. Penerbit Jambatan.Conyers, Diana. 1991. Perencanaan Sosial Di Dunia Ketiga Suatu Pengantar (terjemahan). Yogyakarta:Gadjah Mada University Press. Diwiryo, Ruslan, 1996, Panel Nasional Ahli Pembangunan PrasaranaPerkotaan Pembangunan Prasarana Perkotaan di Indonesia, Jakarta, Departemen Pekerjaan Umum. ElsaPuspita Agustiningrum 2004. ”Studi Ketersediaan Prasarana Lingkungan Berdasarkan Standar danPersepsi Penghuni (studi kasus : Perumnas Banyumanik Semarang)”. Tugas Akhir tidak diterbitkan,Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota, Universitas Diponegoro, Semarang. Golledge Reginald, &Stimson Robert. J., 1990, Analytical Behavioural Geography, Rutledge. Hygien Kurniawati 2004.”Pengelolaan Layanan Air Bersih Berbasis Masyarakat. TA tidak diterbitkan, Magister Teknik PembangunanWilayah dan Kota, Universitas Diponegoro, Semarang. Pedoman Perencanaan Lingkungan PermukimanKota, 1983.Jakarta : Penerbit Departemen Pekerjaan Umum Keputusan Menteri Pekerjaan UmumNo:12/KPTS/1986 tentang Pedoman Teknik Pembangunan Perumahan Sederhana Tak Bersusun NurmadiAchmad. 1999. Manajemen Perkotaan. Lingkaran Bangsa: Yogyakarta UU nomor 23 tahun 1997 tentangPengelolaan Lingkungan Hidup. UU nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan PengelolaanLingkungan Hidup 581 Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut Hari Lingkungan HidupSedunia Tahun 2011 KETERGANTUNGAN PESTISIDA PADA KEGIATAN PERTANIAN DAN PROBLEMLINGKUNGAN YANG DITIMBULKAN Mulyadi Nurdin Staf Pengajar Fakultas Pertanian UniversitasMalikussaleh E-mail : [email protected] Abstrak Pestisida dipergunakan oleh manusia untukmengendalikan organisme pengganggu tanaman dan juga demi kesehatan manusia dan lingkungannya.Namun, pemakaian pestisida secara luas dalam jumlah besar adalah digunakan petani dalam budidayatanaman dengan dalih perlindungan bagi tanaman. Hingga sekarang, kebanyakan dari petani masihmempunyai persepsi bahwa pemakaian dosis tinggi dan juga mencampur beberapa jenis pestisidasekaligus dalam setiap aplikasi dapat memberikan hasil panen yang maksimal dengan pengggunaanaplikasi sistem kalender. Petani melakukan lagi penyemprotan pestisida sehari atau selang beberapa harisebelum panen, sebagai upaya menghindari terjadinya kerusakan atau pembusukan selama prosesdistribusi dalam pemasaran menciptakan kemungkinan munculnya residu pestisida pada hasil pertanian.Salah satu faktor pemicu adalah preferensi atau anggapan dari konsumen secara luas, bahwa bahanpangan yang layak dimakan adalah sayuran yang elok rupa. Dampak negatif dari pemakaian pestisida diantaranya adalah terjadinya resistensi dan resurjensi pada hama, kematian predator dan parasitoid bukansasaran, kematian komunitas biota tanah yang berguna bagi kesuburan tanah, pencemaran air, dan padaakhirnya semuanya akan bermuara dan terakumulasi pada manusia sebagai konsumen yang menempatitingkat trofik tertinggi di dalam ekosistem. Untuk menjamin penggunaan pestisida agar ramah terhadaplingkungan dan meningkatkan keamanan yang tinggi maka diperlukan peraturan dan perundangan sebagaiupaya pengelolaan penggunaan bahan kimia tersebut baik di tingkat nasional, regional, maupun kerjasamainternasional untuk mengurangi resiko terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Kata Kunci :Pestisida, Residu, Ekosistem 582 Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut Hari LingkunganHidup Sedunia Tahun 2011 Latar Belakang Komoditi pertanian memiliki peran strategis dalam mewujudkankebijaksanaan pemerintah untuk meningkatkan perolehan devisa. Ketangguhan peran tersebut di eraglobalisasi perdagangan didunia diperhadapkan pada persaingan mutu komoditi, baik dipasar domestikmaupun manca negara. Intensifikasi pertanian merupakan kebijaksanaan yang diambil oleh pemerintah

Page 321: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 321/395

1

dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia sejalan dengan laju pertambahan penduduk yangsemakin meningkat. Masalah kerusakan tanaman akibat serangan hama telah merupakan bagian budidayapertanian sejak manusia mengusahakan pertanian ribuan tahun yang lalu. Manusia dengan sengajamenanam tanaman untuk dipungut hasilnya bagi pemenuhan keperluan sandang dan makanan. Kuantitasdan kualitas makanan terus meningkat sesuai dengan perkembangan kehidupan dan kebudayaan manusia.Pengendalian dengan cara baru dikembangkan dan digunakan seperti cara bercocok tanam penggunaanjenis tanaman yang tahan terhadap hama parasitoid dan predator, dan penggunaan bahan kimia organik.Sampai pada era Perang Dunia II praktek pengendalian hama masih banyak dilandasi oleh bermacam-macam pengetahuan biologi dan ekologi sehingga cara-cara pengendalian hama kurang memberikandampak negatif bagi lingkungan hidup dan keamanan kehidupan manusia. Tetapi metode pengendalianyang digunakan pada saat itu masih dianggap kurang efektif dan sering kurang praktis. Praktekpengendalian hama tersebut menjadi berubah drastis setelah ditemukan dan digunakannya secara luasinsektisida organik sintetik sejak Perang Dunia II yang di mulai dengan DDT. Konsep pengendalian hamayang sejak semula banyak berdasar pada pengetahuan biologi dan ekologi semakin ditinggalkan dandiubah menjadi konsep pengendalian hama yang bertumpukan pada penggunaan pestisida. Hal inidisebabkan karena pada permulaannya pestisida menunjukkan hasil yang mengagumkan dalam efektifitasdan efisiensinya mengendalikan hama dibandingkan cara-cara pengendalian sebelumnya. Pestisidaternyata sangat efektif praktis dan mendatangkan keuntungan ekonomi yang besar bagi petani. Disampingsegala keberhasilannya manusia semakin merasakan dampak negatif pestisida yang semakinmemprihatinkan rasa kemanusiaan dan juga rasa tanggungjawabnya terhadap kelangsungan hidupmanusia di biosfer ini. Salah satu kerugian penggunaan pestisida pada tanaman pertanian adalah timbulnyaresidu pestisida pada tanaman sebagai bahan makanan manusia. Sebagian besar residu pestisidaterakumulasi di dalam tanah. Residu ini dapat bertahan dalam waktu lama dalam tanah sampai beberapatahun tergantung jenis pestisidanya. 583 Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011 Residu pestisida ini dapat mempengaruhi kehidupan di dalamtanah, terakumulasi di dalam tubuh hewan dan dapat berpindah dari satu hewan ke hewan lainnya melaluirantai makanan (Hardjowigeno, 1995). Bukti-bukti semakin berdatangan tentang banyak korban pestisidabaik binatang berharga, ternak dan manusia sendiri. Residu pestisida pada makanan dan lingkungansemakin menakutkan manusia. Dalam era globalisasi, aspek pelestarian lingkungan hidup dan perlindungankonsumen, terutama terhadap kemungkinan kontaminasi/pencemaran sejumlah bahan kimia, telah menjadiisu sentral di berbagai negara, baik di negara maju maupun negara yang sedang berkembang. Hanyakomoditas yang telah teruji aman bagi konsumen dan tidak memberikan dampak negatif bagi lingkunganyang mampu bersaing di pasaran internasional (Kelompok Kerja Penyusun Revisi Metode Analisis ResiduPestisida pada Hasil Pertanian, 2004). Permasalahan Sudah menjadi paradigma baru bagi para penggunapestisida untuk keberhasilan usaha manusia, mengingat tingkat efektifitas dan efisensinya cara kerjanyadalam pengendalian hama maupun penyakit yang menjadikan pestisida sebagai dewa penyelamat produksipertanian. Di sisi lain dalam penggunaannya di lapangan telah menimbulkan berbagai macampermasalahan meliputi resistensi dan resurgensi organisme pengganggu tanaman, matinya musuh alami,kesehatan petani dan konsumen serta menimbulkan problematika ekologi ; pencemaran tanah, air, udaradan tanaman. Gambaran tentang permasalahan sebagaimana ditampilkan pada Gambar 1. TujuanPenulisan Tulisan ini menyajikan betapa pentingnya peranan pestisida dalam sistem pertanian di Indonesiadalam upaya mempertahankan dan meningkatkan produksi, serta memberikan informasi tentang bahayayang ditimbulkan pada aspek hama/penyakit, kesehatan manusia dan lingkungan. Kajian LiteraturPengertian Pestisida Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1973, tentang “ Pengawasan atasPeredaran dan Penggunaan Pestisida” yang dimaksud dengan Pestisida adalah sebagai berikut ; 584

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Budidaya Tanaman Hortikultura OPT (organisme pengganggu tanaman) Produksi (kualitas & kuantitas)Penggunaan Pestisida Kesejahteraan Keluarga Petani Dampak Resistensi, Resurgensi & Matinya MusuhAlami Pencemaran Tanah, Air & Udara Residu Pestisida pada Tanaman Kesehatan Manusia Gambar 1.

Page 322: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 322/395

1

1

Diagram alir peran pestisida dan dampak negatif yang ditimbulkannya “Semua zat kimia dan bahan lainserta jasad renik dan virus yang digunakan untuk memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak tanaman, memberantas rerumputan, mematikan daun dan mencegah pertumbuhanyang tidak diinginkan, mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman tidaktermasuk pupuk, memberantas atau mencegah hama- hama air, memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi denganpenggunaan pada tanaman, tanah dan air”. Dinamika Pestisida di lingkungan Pestisida sebagai salah satuagen pencemar ke dalam lingkungan baik melalui udara, air maupun tanah dapat berakibat langsungterhadap komunitas hewan, tumbuhan terlebih manusia. Pestisida yang masuk ke dalam lingkungan melaluibeberapa proses baik pada tataran permukaan tanah maupun bawah permukaan tanah. Salah satu dampakdari penggunaan pestisida adalah polusi air tanah. Sebagian pestisida yang disemprotkan pada tanamandapat diserap tanah. Kemudian pestisida dapat bercampur dengan air yang 585

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

mengalir melalui tanah dikarenakan hujan atau banjir. Jumlah pestisida yang terlepas dari tanah bergantungpada sifat-sifat kimia dan sifat-sifat fisika serta morfologi tanah. Air yang mengandung pestisida tersebutkemudian mencapai air tanah. Sehingga perlu diadakan penafsiran secara menyeluruh tentang pengaruhpestisida tertentu terhadap air tanah sebelum digunakan (Smith, 1978). Air tanah tersebut berjalan melaluipola biotransformasi dan bioakumulasi oleh tanaman, proses reabsorbsi oleh akar serta masuk langsungpestisida melalui infiltrasi aliran tanah. Gejala ini akan mempengaruhi kandungan bahan pada sistem airtanah hingga proses pencucian zat pada tahap penguraian baik secara biologis maupun kimiawi di dalamtanah. Proses pencucian (leaching) bahan-bahan kimiawi tersebut pada akhirnya akan mempengaruhikualitas air tanah baik setempat dan maupun secara region denganberkelanjutan. Apabila prosespemurnian unsur-unsur residu pestisida berjalan dengan baik dan tervalidasi hingga aman pada wadah-wadah penampungan air tanah, misal sumber mata air, sumur resapan dan sumur gali untuk kemudiandikonsumsi oleh penduduk, maka fenomena pestisida ke dalam lingkungan bisa dikatakan aman. Namundemikian jika proses tersebut kurang berhasil atau bahkan tidak berhasil secara alami, maka kondisisebaliknya yang akan terjadi. Penurunan kualitas air tanah serta kemungkinan terjangkitnya penyakit akibatpencemaran air merupakan implikasi langsung dari masuknya pestisida ke dalam lingkungan. Aliranpermukaan seperti sungai, danau dan waduk yang tercemar pestisida akan mengalami proses dekomposisibahan pencemar. Dan pada tingkat tertentu, bahan pencemar tersebut mampu terakumulasi hinggadekomposit. Pestisida di udara terjadi melalui proses penguapan oleh foto- dekomposisi sinar matahariterhadap badan air dan tumbuhan. Selain pada itu masuknya pestisida diudara disebabkan oleh driff yaituproses penyebaran pestisida ke udara melalui penyemprotan oleh petani yang terbawa angin. Akumulasipestisida yang terlalu berat di udara pada akhirnya akan menambah parah pencemaran udara. Gangguanpestisida oleh residunya terhadap tanah biasanya terlihat pada tingkat kejenuhan karena tingginyakandungan pestisida persatuan volume tanah. Lebih lanjut akumulasi residu pestisida dalam tanah dapatmenyebabkan tanah menjadi kurang subur terbukti pada kandungan Al dan unsur lain yang tinggi padatanah tercemar residu pestisida sehingga untuk usaha budidaya tanaman diperlukan perlakuan tanahkhusus (Frank, 1995). Degradasi tanah pertanian sudah semakin parah dan dengan sudah mengendapnyapestisida maupun bahan agrokimia lainnya dalam waktu yang cukup lama. Padahal, untuk mengembalikannutrisinya 586

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

tanah memerlukan waktu ratusan tahun, sedangkan untuk merusaknya hanya perlu beberapa tahun saja.Hal ini terlihat dari menurunnya produktivitas karena hilangnya kemampuan tanah untuk memproduksi

Page 323: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 323/395

1

nutrisi. Pencemaran tanah juga dapat memberikan dampak terhadap ekosistem. Perubahan kimiawi tanahyang radikal dapat timbul dari adanya bahan kimia beracun/berbahaya bahkan pada dosis yang rendahsekalipun. Perubahan ini dapat menyebabkan perubahan metabolisme dari mikroorganisme endemik danantropoda yang hidup di lingkungan tanah tersebut. Akibatnya bahkan dapat memusnahkan beberapaspesies primer dari rantai makanan, yang dapat memberi akibat yang besar terhadap predator atautingkatan lain dari rantai makanan tersebut. Bahkan jika efek kimia pada bentuk kehidupan terbawahtersebut rendah, bagian bawah piramida makanan dapat menelan bahan kimia asing yang lama-kelamaanakan terkonsentrasi pada makhluk-makhluk penghuni piramida atas. Banyak dari efek-efek ini terlihat padasaat ini, seperti konsentrasi DDT pada burung menyebabkan rapuhnya cangkang telur, meningkatnyatingkat kematian anakan dan kemungkinan hilangnya spesies tersebut. Dr. Theresia (1993) dalamSulistiyono 2004 menyatakan bahwa Kondisi tanah di Lembang dan Pengalengan Jawa Barat sudahtercemar pestisida. Di daerah Lembang, contoh tanah yang diambil dari sekitar ladang tomat, kubis, buncisdan wortel, mengandung residu organoklorin yang cukup tinggi. Penggunaan pestisida dan tertinggalnyaresidu dapat sangat menurunkan populasi hewan tanah. Biota di dalam tanah, melakukan berbagai ragamkegiatan yang berpengaruh terhadap kesuburan tanah, Pada tanah yang subur terdapat keragaman spesiesmikroba yang sangat tinggi dan lebih kompleks dibandingkan dengan pada tanah yang tidak subur. Dalamkondisi demikian kelompok bakteri dengan berbagai ragam jenis dan spesies mendominasi lingkungantersebut, yang kemudian berturut-turut diikuti oleh cendawan, cacing tanah dan nematoda. Srikandi, (2010)menyatakan bahwa kelimpahan nematoda ditemukan pada lahan pertanian intensif sedangkan yangtertinggi pada lahan pertanian non pestisida serta jumlah jenis arthropoda tanahnya lebih tinggi dankeanekaragaman arthropoda tanahnya lebih tinggi dibandingkan dengan kebun petani yang tidak dilatihpenggunaan pestisida yang benar. Batas Toleransi Pestisida EPA Indonesia sebagai negara agraris dimanasebagian besar penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian, sejak REPELITA ke-3 telahmelakukan berbagai program untuk Penyehatan Lingkungan Pemukiman dalam upaya pengamananpestisida. Namun 587

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

hingga kini masih terdapat kasus-kasus keracunan pestisida yang cukup serius. Pada para pelaku di sektorpertanian juga berdampak pada pencemaran tanah yang disebabkan tanah terkontaminasi oleh pestisida(Soemarwoto, 2007). Setiap perusahaan pestisida yang akan mengedarkan produknya untuk diaplikasikanke tanaman diharuskan mendaftarkan pada komisi pestisida (Pesticide Commission), di Amerika di tanganioleh Badan Perlindungan Lingkungan (EPA/Environmental Protection Association). Sedangkan di Indonesiaditangani oleh Komisi Pestisida dibawah Departemen Pertanian. Keputusan lembaga untuk mengijinkanpemakaian pestisida tergantung pada evaluasi dari resiko dan kegunaan kimia. Resiko meliputi kemampuandalam menimbulkan pengaruh yang merugikan terhadap kesehatan seperti kanker, cacat lahir, kerusakansyaraf, atau mutasi genetik, seperti juga pengaruh yang merusak lingkungan seperti membahayakankehidupan liar atau pencemaran air tanah. Adapun kegunaannya terutama dalam upaya mempertahankanhasil pertanian. Residu yang terdapat dalam tanaman dapat berasal dari pestisida yang langsungdiaplikasikan pada tanaman, atau yang diaplikasikan melalui tanah dan air. Selain itu residu dapat berasaldari kontaminasi melalui hembusan angin, debu yang terbawa hujan dari daerah penyemprotan yang lain,dan juga penanaman pada tanah yang mengandung pestisida persisten. Tinggi rendahnya residu pestisidapada tanaman ditentukan oleh jenis pestisida, dosis dan frekuensi aplikasi, serta waktu aplikasi (Untung,2006) Dibawah ketentuan Undang-undang Makanan, Minuman dan Kosmetik Federal (FFDCA), maka EPAmenetapkan batas toleransi terhadap pestisida yang didaftarkan untuk dipakai pada makanan berdasarkandua prinsip dasar: batas toleransi harus melindungi kesehatan masyarakat dan harus ditetapkan pada arasyang tidak lebih tinggi dari pengendalian hama yang diperlukan. Batas toleransi adalah jumlah maksimaldari residu pestisida (dalam part per million – ppm atau miligram per kilogram (mg/kg) yang diijinkanterdapat pada makanan pada saat dijual. Dalam penentuan batas toleransi, EPA membandingkan potensipemaparan terhadap pestisida dengan pemaparan maksimal diijinkan secara toksikologi terhadapsubstansi; potensi pemaparan harus tidak melebihi batas maksimal yang diijinkan, atau pemaparan yang

Page 324: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 324/395

1

1

“aman”. EPA dapat pula memberikan pengecualian dari batas toleransi untuk pestisida yang digunakanpada makanan bila tidak ada aras pestisida yang mungkin muncul pada makanan, atau bila EPAmemutuskan bahwa tidak ada resiko yang berhubungan dengan pemaparan manusia terhadap residu EPAmemperhitungkan pemaparan maskimal yang 588

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

diijinkan bagi pestisida dari data toksikologi yang diberikan oleh perusahaan kimia. Dari data ini, didapatkanAras Pengaruh yang Tidak Dapat Diteliti (No Observable Effect Level, NOEL) atau jumlah yang diberikankepada hewan percobaan yang tidak menyebabkan pengaruh yang merugikan (seperti tumor, cacat lahiratau kerusakan syaraf) yang diteliti pada aras dosis tertinggi. Pembahasan Peranan pestisida dalam Sistempertanian a. Penciptaan budaya “pestisidaisme” di kalangan petani Penggunaan pestisida yang tinggi dalampenanganan hama dan penyakit pada umumnya tidak lepas dari paradigma lama yang memandangkeberhasilan pertanian atau peningkatan produksi sebagai wujud peran pestisida. Dorongan kebijaksanaanpemerintah yang terlanjur memanjakan petani menggunakan pestisida melalui regulasi subsidi sebesar 80%dari harga pestisida pada tahun 1987. Selain itu, kondisi ini tertunjang oleh terciptanya lingkaran peluangantara kesenjangan pengetahuan petani dalam pengendalian hama dan gencarnya promosi keandalanpestisida serta lemahnya pengawasan dan penegakan hukum dan adanya iklim kebijaksanaan pencapaiantarget program produksi pertanian (Swasembada, dan sebagainya). Meskipun secara konseptualpenggunaan pestisida diposisikan sebagai alternatif terakhir dalam pengendalian organisme pengganggutanaman (OPT) serta dukungan dengan piranti peraturan yang mengikat, namun kenyataan di lapanganmenunjukkan pestisida sering merupakan pilihan utama dan paling umum dilakukan petani. Penggunaanpestisida dalam mengatasi organisme pengganggu tanaman telah membudaya dikalangan petani. Hal iniditunjukkan oleh tingginya trend data sebelum tahun 1970 jumlah penggunaan pestisida untuk tanamanpangan masih dibawah 100 ton, maka pada tahun 1970 sudah mencapai 2000 ton yang kemudian terusmeningkat cepat dan pada tahun 1987 jumlah pestisida yang disubsidi oleh pemerintah sebesar 80% dariharga pestisida maka penggunaannya meningkat pesat mencapai 18.700 ton (Bimas, 1990). Sehinggasecara tidak sengaja pemerintah telah menciptakan iklim budaya yang mengagungkan pestisida(pestisidaisme) sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam sistem pertanian yang telah diusahakan olehpetani. Kondisi ini telah menjadi suatu tradisi dan bertahan hingga saat ini pada kalangan petani dalammenjalankan sistem usaha taninya. b. “Cosmetic Appearance” sebagai indikator utama konsumen Hal yangsangat memprihatinkan menurut Pimentel dan Khan (1997) adalah penampilan produk “CosmeticAppearance” yang masih 589

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

merupakab faktor utama bagi konsumen dalam menilai kualitas produk pertanian. Sementara itu konsumentidak banyak diberikan penerangan tentang ukuran kualitas yang lebih mendasar seperti nilai gizi dan residupestisida. Hingga saat ini konsumen menilai kualitas produk-produk hortikultura didasarkan padapenampakan akan kemolekkannya. Jika dikaji lebih lanjut, keutuhan dan kesegaran produk hortikultura dipasar yang disediakan oleh produsen masih harus dipertanyakan, bagaimana hal itu didapatkan ?Pengetahuan tentang residu pestisida di Indonesia masih sangat terbatas. Berdasarkan data hasilpemantauan PAN (Pesticide Action Network ) Indonesia-sebuah LSM pemerhati pestisida selama periode1993-1994 dibeberapa tempat menunjukkan sebagian besar buruh tani dan petani di Indonesia tidakmemngetahui arti residu pestisida dan bahaya yang ditimbulkannya (Riza dan Gayatri, 1994). Karena“cosmetic appearance” masih menjadi penilaian utama para konsumen, telah menciptakan iklim lomba padapetani tanaman hortikultura untuk menjaga penampilan produk yang dihasilkan tetap menarik perhatian.Usaha yang dilakukan oleh petani adalah melakukan pemupukan dan melakukan perlindungan tanamannya

Page 325: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 325/395

1

1

dari serangan OPT. Maka pestisida sebagai alternatif utama untuk mewujudkan impiannya ; produknyacepat terjual dengan harga yang dapat bersaing sehingga keuntungan maksimal dapat dicapai. c. Dewapenyelamat investation capital Penggunaan pestisida yang dilakukan oleh petani hortikultura padaumumnya tidak lagi mengindahkan aturan dosis/konsentrasi yang dianjurkan. Sulistiyono (2002), ketepatandosis penggunaan pestisida oleh petani bawang merah yang telah mengikuti SLPHT (Sekolah LapangPengendalian Hama Terpadu) di Kabupaten Nganjuk; 4,17 % tepat dan 95,83 % tidak tepat, sedangkanpada petani Non SLPHT 1,04 % tepat dan 98,96% tidak tepat. Demikian halnya aplikasi pestisida dilakukansecara terjadwal “sebagai upaya preventifí” tindakan ini dilakukan oleh petani terdorong oleh adanyaanggapan bahwa serangan OPT dapat datang secara tiba-tiba. Penggunaan pestisida yang demikian itutelah menimbulkan dampak ekologis yang sangat serius. Dampak ekologis yang ditimbulkan diantaranyaadalah timbulnya resurgensi hama, ledakan hama sekunder, matinya musuh alami hama primer danresistensi hama utama. Sebagaimana diketahui pada tahun 1947, dua tahun setelah penggunaan DDT telahdiketahui munculnya strain seperti lalat rumah yang resisten terhadap DDT. Saat itu telah diketahui lebihdari 500 spesies serangga terutama serangga hama yang telah resisten terhadap berbagai jenis ataukelompok insektisida (Untung, 2006). Sulistiyono 590

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

(2002), penggunaan insektisida yang tidak sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan pada tanamanbawang merah telah meningkatkan tingkat resistensi hama Ulat (Spodoptera, sp) sebagai hama utama, danledakan Leromyza. Sp. (hama sekunder), disisi lain telah memusnahkan berbagai hewan dan seranggapredator seperti Laba-laba (Aranaeus inustus, Argiope sp, Lycosa pseudoannulata dan Oxyopes javanicus.Kondisi kerusakan ekologis inilah mengakibatkan munculnya dorongan petani untuk meningkatkanpenggunaan pestisida berlebihan, bahkan melakukan self inovation untuk memperoleh formulasi pestisidayang cocok untuk memberantas hama maupun penyakit pada tanamannya. Kekawatiran petani yang sangattinggi terhadap usahanya apabila terjadi serangan OPT tak terkendalikan dan berdampak pada investationcapital. Bahaya Penggunaan Pestisida Pada umumnya kita membedakan makanan yang aman danberbahaya atau beracun dengan cara mengamatinya atau membaui, atau bahkan mencicipinya secaralangsung. Penilaian mendasarkan pada rasa, misalnya, asam, pahit, getir atau manis. Adapula rasa lain,gatal, umpamanya, dan bau yang aneh atau menyengat. Namun demikian cara pendeteksian sebagaimanadi atas perlu untuk dikaji ulang. Saat ini metode dan ukuran-ukuran di atas sudah tidak sanggup lagi untukmemastikan aman tidaknya makanan yang akan kita konsumsi. Perlu diketahui bahwa panca indra kitasudah tidak lagi mampu mendeteksi adanya zat kimia berbahaya di dalam makanan yang akan kita santap.Zat kimia berbahaya inilah yang lazim disebut dengan residu pestisida. Munculnya fenomena residupestisida sejak manusia mempercayai keampuhan pertanian modern (revolusi hijau), bertani denganasupan kimia yang tinggi. Keracunan pestisida tidak hanya dapat terjadi karena paparan (exposure)langsung oleh pestisida (menghirup, terkena percikan atau menyentuh sisa pestisida), yang umumnyasudah diketahui oleh banyak orang. Tetapi keracunan bisa terjadi pula, lantaran manusia mengkonsumsibahan-bahan makanan yang mengandung residu pestisida dalam jumlah yang cukup tinggi, melibihi suatubatas maksimal yang telah ditetapkan (MRL-maximum Residu Limit), atau batasan ADI (Acceptable DailyIntake) sebagai batasan- batasan baku yang telah ditetapkan oleh badan-badan dunia (WHO, FAO). a.Pestisida dalam makanan kita Residu pestisida yang terdapat dalam hasil-hasil tanaman berasal daripestisida yang langsung diaplikasikan pada tanaman (untuk 591

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

mengatasi hama dan penyakit tanaman). Namun, residu dapat pula berasal dari kontaminasi melaluihembusan angin, debu yang terbawa hujan dari daerah lain, maupun membudidayakan tanaman pada

Page 326: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 326/395

1

1

tanah yang banyak mengandung pestisida. Beberapa contoh; hampir separuh (45%) dari keseluruhanproduksi buah dan saturan di Selandia Baru pada periode 1990-1991, telah terkontaminasi pestisida.Bahkan, nyaris seluruh (95%) buah peach, dan seledri (96%) di negara itu mengandung residu pestisida. DiIndonesia kadar residu pestisida yang terkandung dalam bahan pangan cukup memprihatinkan. Wortel,kentang, kubis, bawang merah, tomat, dan kubis dari berbagai tempat budidaya sayuran di Sumatera Utara,Jawa Barat, dan Jawa Tengah diketahui memiliki residu yang melampai batas maksimal. Tabel 1 : ResiduPestisida Pada Sayuran No. Pestisida Residu (ppm) Jenis Sampel Asal Sampel 1. Deltametrin 1,1470 KubisTanah Karo 2. Endosulfan 1,1265 Kubis Tanah Karo 3. Gamma BHC 0,012 Kubis Tanah Karo 4. BetaSiflutrin 0,012 Kubis Tanah Karo 5. Diazinon 0,312 Kubis Tanah Karo 6. Klorpirifos 0,360 Kubis Tanah Karo7. Endosulfan 0,006 Wortel Tanah Karo 8. Pp DDT 0,060 Wortel Tanah karo Sumber : Nadhira (2004).Temuan lainnya, DDT yang sudah dilarang oleh pemerintah sejak tahun 1991, ternyata masih mampumeninggalkan residu (tertinggi) pada buah tomat dengan kadar 0,5780 ppm (Sulistiyono, 2004). HasilPenelitian YLKSS (yayasan Lembaga Konsumen Sulawesi Selatan) tahun 1990 menunjukkan bahwa satudari 16 sampel sayuran, yaitu tomat mengandung residu pestisida. Hasil analisis densitimeter menunjukkanbahwa kadar senyawa Sipermetrin mencapai 2,167 ppm. Residu pestisida terdapat pula pada daging dansusu berasal dari ternak yang diberi makan rumput dan limbah pertanian yang telah tercemar pestisida. DiPengalengan, Jawa Barat tahun 1987, susu sapi yang dipelihara petani mempunyai kandungan turunanDDT sebanyak 0,0162 ppm. b. Bahaya pestisida terhadap kesehatan manusia Kita semua terpapar denganpestisida pada dasarnya yang berketerusan. Makanan yang kita makan, terutama buah dan sayuran segar,mengandung residu pestisida. The Nacional Academy of Sciences 592

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

(NAS) tahun 1987 mengeluarkan laporan tentang pestisida dalam makanan. Pada dasar data dalampenelitian, resiko potensial yang diberikan oleh pestisida penyebab kanker dalam makanan kita lebih darisejuta kasus kanker tambahan dalam masyarakat Amerika selama hidup. Karena sekitar 30 macampestisida karsinogen terdapat dalam makanan kita, dan selama ini belum menyebutkan potensi pemaparanterhadap pestisida karsinogen dalam air minum. Badan yang bekerja sebagai pemantau atas pestisidauntuk melindungi konsumen (FDA/The foot and Drug Administration), menyatakan lebih dari 110 pestisidayang berbeda terdeteksi dalam semua makanan ini antara 1982-1985. Dari 25 pestisida yang terdeteksilebih sering, 9 telah diidentifikasi oleh FDA sebagai penyebab kanker, disamping potensi bahaya lainnya.Pada musim panas 1985, hampir 1000 orang dibeberapa negara bagian Wilayah Barat dan Canadakeracunan oleh residu pestisida Temik dalam semangka. Dalam 2-4 jam setelah memakan semangka yangtercemar, orang akan mengalami rasa mual, muntah, pandangan buram, otot lemah dan gejala lain. (Masihuntung), tidak ada yang meninggal, biarpun kebanyakan korban dalam kondisi parah. Masih ditempat yangsama laporan juga menyebutkan adanya serangan gangguan hebat, jantung tak teratur, sejumlah orangdirumah-sakitkan, dan paling kurang 2 bayi lahir mati. Tahun 1986, kira-kira 140 kandang sapi perah diArkansas, Oklahoma dan Missouri dikarantina karena tercemar oleh pestisida terlarang heptaklor WHO(World Health Organisation) memperkirakan bahwa setengah juta kasus keracunan pestisida muncul setiaptahunnya, 5000 orang diantaranya berakhir dengan kematian. Tabel 2 : Jenis Pestisida dan potensi bahayabagi kesehatan manusia No. Jenis Pestisida Jenis Potensi Bahaya Pada Kesehatan Manusia Penggunaan1. Asefat Insektisida Kanker, mutasi gen, kelainan alat reproduksi 2. Aldikard Insektisida Sangat beracunpada dosis rendah 3. BHC Insektisida Kanker, beracun pd alat reproduksi 4. Kaptan Insektisida Kanker,mutasi gen 5. Karbiral Insektisida Muatasi gen, kerusakan ginjal 6. Klorobensilat Insektisida Kanker, mutasigen, keracunan alat reproduksi 7. Klorotalonis Fungisida Kanker, keracunan alat reproduksi 8. KlorprofamHerbisida Kanker, mutasi gen, pengaruh kronis 9. Sihekdatin Insektisida Karsinogen 10. DDT InsektisidaCacat lahir,, pengaruh kronis Sumber : Pesticide Action Network (PAN) Indonesia 593

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 327: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 327/395

1

Pada akhir tahun 1980 dilaporkan bahwa jumlah keracunan pestisida di dunia dapat mencapai satu jutakasus dengan 20.000 kematian per tahun. Dr. Nani Djuangsih dalam penelitiannya tahun 1987 di beberapadesa di Jawa Barat menemukan residu DDT dalam Asi sebanyak 11,1 ppd didaerah Lembang. Demikianpula penelitian muthahir yang dilakukan Dr. Theresia membuktikan masih detemukan turunan DDTsebanyak 0,2736 ppm dalam ASI di daerah Pengalengan. Dampak secara tidak langsung dirasakan olehmanusia, oleh adanya penumpukan pestisida di dalam darah yang berbentuk gangguan metabolisme enzimasetilkolinesterase (AChE), bersifat karsinogenik yang dapat merangsang sistem syaraf menyebabkanparestesia peka terhadap perangsangan, iritabilitas, tremor, terganggunya keseimbangan dan kejang-kejang(Frank, 1995). Hasil uji Cholinesterase darah dengan Tintyometer Kit yang dilakukan oleh Dinas KesehatanPropinsi Jawa Timur terhadap tenaga pengguna pestisida pada tahun 1999 dari 86 petani yang diperiksa61,63 % keracunan dan 2000 sebanyak 34,38 % keracunan dari lokasi yang berbeda. Sulistiyono (2002),pada petani Bawang Merah di tiga kecamatan di Kabupaten Nganjuk Jawa Timur, ditemukan petani yangterpapar pestisida kategori berat 5 orang dan ringan 83 kasus dari 192 responden. c. Pestisida dapatmerusak keseimbangan ekologi Dinamika pestisida dilingkungan yang membentuk suatu siklus, terutamajenis pestisida yang persisten. Penggunaan pestisida oleh petani dapat tersebar di lingkungan sekitarnya;air permukaan, air tanah, tanah dan tanaman. Sifat mobil yang dimiliki akan berpengaruh terhadapkehidupan organisme non sasaran, kualitas air, kualitas tanah dan udara. Kondisi tanah di Lembang danPengalengan Jawa Barat berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dr. Theresia (1993) sudah tercemarpestisida. Di daerah Lembang, contoh tanah yang diambil dari sekitar ladang tomat, kubis, buncis danwortel, mengandung residu organoklorin yang cukup tinggi. Penggunaan pestisida dan tertinggalnya residudapat sangat menurunkan populasi hewan tanah. Dibandingkan dengan besarnya kandungan residupestisida dalam tanah, kandungan pestisida dalam air memang lebih rendah. Meskipun demikian hasilpenelitian membuktikan bahwa telah terjadi pencemaran di lingkungan perairan akibat pestisida. Contohnyaialah kematian 13 orang di Aceh Utara tahun 1993 akibat mengkonsumsi tiram (Ostrea culcullata) yangtercemar pestisida. Pencemaran itu berasal dari tambak udang yang menggunakan Brestan untukmembunuh siput dan hama yang memakan benur. Lingkungan perairan yang tercemar menyebabkan satwayang hidup di dalam dan sekitarnya turut tercemar. Ini dapat dibuktikan dari penelitian Dr. Therestia tahun594

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

1993, ia menemukan kandungan Organoklorin dalam tubuh ikan sebanyak 0,0792 ppm di Lembang dan0,020 ppm di Pengalengan. Selain itu terdapat residu organofosfat sebesar 0,0004-1,1450 ppm di wilayahtersebut. BATAN (Badan Tenaga Atom Nasional) tahun 1982 sudah melaporkan bahwa ikan, udang dankepiting di Delta Cimanuk Jawa Barat tercemar oleh derivat DDT. Air dan Lumpur tanah liat pun tercemardengan Diazinon dan Thiodan. Penelitian yang lebih intensif, dilakukan oleh Proyek PenelitianPengembangan Sumberdaya Air dan Pencemaran Perairan Air Tawar menemukan bahwa semua badan airtawar yang diteliti di Jawa Barat mengandung pestisida dengan jumlah berkisar 0,1-6,0 ppm dari 4 jenisOrganofosfat dan 1 karbamat yang dianalisis, dan badan-badan air tawar di bagian Indonesia lainnya,seperti di Sumatera, Sulawesi dan Bali hampir tercemar seluruhnya. Penutup Peranan pestisida dalamsistem pertanian sudah menjadi dilema yang sangat menarik untuk dikaji. Berpihak pada upaya pemenuhankebutuhan produksi pangan sejalan dengan peningkatan perumbuhan penduduk Indonesia, maka padakonteks pemenuhan kuantitas produksi pertanian khususnya produk hortikultura pestisida sudah tidak dapatlagi dikesampingkan dalam sistem budidaya pertaniannya. Mengingat penciptaan social culture yang telahtercipta sedemikian rupa oleh pemerintah tahun 1980-an dengan subsidi biaya penggunaan pestisida danpendewaan pestisida sebagai penyelamat produksi dan investasi petani. Hingga saat ini ketergantunganpetani terhadap pestisida semakin tinggi untuk menghasilkan kuantitas dan cosmetic appearance produk,hal ini disebabkan oleh keseimbangan ekologis yang sudah tidak sempurna (populasi hama tinggi musuhalami semakin punah). Di pihak lain penggunaan pestisida membawa bencana yang sangat hebat terhadap

Page 328: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 328/395

1

1

kesehatan petani dan konsumen akibat mengkonsumsi produk hortikultura yang mengandung residupestisida. Menurut WHO setiap setengah juta kasus pestisida terhadap manusia, 5000 diakhiri dengankematian. Dampak lain yang tidak kalah pentingnya adalah timbulkan pencemaran air, tanah dan udarayang dapat mengganggu sistem kehidupan organisme lainnya di biosfer ini. Daftar Pustaka Bimas, 1990.Surat Keputusan Menteri Pertanian/Ketua Badan Pengendali BIMAS. Faedah, A. Gayatri, Koesnadi dan Y.Chan, 1993. Awas pestisida “Ngendon” dalam Makanan Kita. Frank C. Lu. 1995, Toksikologi Dasar (Azas,Organ Sasaran dan Penilaian Resiko) Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia. 595

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Hardjowigena, S. 1995. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. Kelompok Kerja Penyusun RevisiMetode Analisis Residu Pestisida pada Hasil Pertanian, 2004. Metode Analisis Residu Pestisida pada HasilPertanian. Direktorat Perlindungan Tanaman. Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan.Departemen Pertanian. Jakarta. Nadhira, A. 2004, Analisis Residu Pestisida Pada Tanah dan Hasil PanenKubis pada Lahan Milik Petani di Daerah Sentra Produksi (Kabupaten Karo) Sumut. Thesis ProgramPascasarjana. USU. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.7 Tahun 1973 Tentang Pengawasan AtasPeredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida. Pimentel D.,D. Khan (ed), 1997. EnvironmentAspects of “Cosmetics Satandard” Of Foods and Pesticides. “Tecniques for Reducing Pesticide Use”. NewYork: John Wiley and Sons Ltd. Riza, V.T. dan Gayatri. 1994. “Ingatlah Bahaya Pestisida” Bunga Rampai“Residu Pestisida dan Alternatifnya” PAN- Indonesia. Smith, R.F. 1978. The Role of Pesticide in the Conceptof Managemant, in Pesticide Management in South Eas Asia. Proc. SEA Workshop on PesticideManagement, 1977. Bangkok, Thailland. P. 47 –51. Srikandi, 2010. Hubungan Antara Tingkat residuPestisida dan Komunitas Biota Tanah pada Lahan Padi Sawah. Thesis Program Pascasarjana. IPB.Sulistiyono, 2002. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Petani Bawang Merah dalam Penggunaan Pestisida.(Kasus di Kabupaten Nganjuk Propinsi Jawa Timur). Thesis Program Pascasarjana. IPB. SulistiyonoL.2004.Dilema Penggunaan Pestisida dalam Sistem Pertanian Hortikultura di Indonesia Sumarwoto, et al.1978. Residu Pestisida dalam Hasil Pertanian, Seminar Pengendalian Pencemaran Air. Untung K. 2006.Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 596

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN MENDUKUNG DISEMINASI TEKNOLOGI BUDIDAYA JAGUNGBERKELANJUTAN DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT Moral Abadi Girsang dan Khadijah EL Ramija BalaiPengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara (Jl. Jend. A.H. Nasution 1 B Medan, Sumatera Utara)Abstrak Tujuan dari penelitian evaluasi kesesuaian lahan komoditi jagung di Kabupaten Pakpak Bharatadalah untuk memberikan acuan kepada pemerintah kabupaten dan penyuluh pertanian dalampengembangan pertanaman jagung serta memberikan dukungan dalam pelaksanaan diseminasi teknologibudidaya jagung yang efisien. Dari hasil evaluasi kesesuaian lahan didapatkan bahwa luas kesesuaianlahan untuk jagung di Kabupaten Pakpak Bharat adalah 63.409 ha. Lahan yang sesuai untuk komoditijagung terdapat di Kecamatan Kerajaan, Siempat Rube, Salak, Mahala Majanggut, Sitelu Tali Urang Juludan Perketeng-Keteng Sekut. Hasil evalusi lahan ini diharapkan dapat digunakan untuk perluasan lahanuntuk komoditi jagung dan mendukung kegiatan diseminasi teknologi budidaya jagung oleh penyuluhpertanian lapangan. Hasil ini juga diharapkan dapat mendukung pertanaman jagung yang berkelanjutan, disamping memberikan keuntungan kepada petani. Kata Kunci: evaluasi lahan, diseminasi, jagung,berkelanjutan PENDAHULUAN Permasalahan usahatani jagung di Pakpak Bharat adalah produktivitasnyayang masih rendah dengan mutu yang masih beragam. Salah satu upaya dalam meningkatkan pendapatanusahatani adalah dengan membentuk Sentra atau Wilayah Pengembangan Agribisnis komoditas jagung.Dalam upaya agar wilayah pengembangan tersebut mencapai derajat kesuksesan yang diharapkan,

Page 329: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 329/395

1

1

diperlukan sistem usahatani spesifik lokasi yang bersifat efisien, terlanjutkan dan memiliki keunggulankomparatif dengan mempertimbangkan ketersediaan tenaga kerja, modal dan kemampuan petani (Amiendan Karama, 1993). Agar sistem dan juga teknologi spesifik lokasi tersebut dapat dihasilkan dengan lebihefisien, hemat, terarah dan sesuai untuk wilayah pengembangan perlu dilakukan zonasi agro-ekologi atauZAE (Amien, 597

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

1996). Melalui pengenalan agro-ekologi wilayah, sumberdaya lahan dapat dimanfaatkan secara terarah danefisien (Puslittanak, 1993). Analisis seperti ini dapat dilakukan melalui metoda Analisis Agro-ekosistem(AAES) yang baik namun cepat dan ringkas serta sesuai dengan program pembangunan daerah(Saefuddin, 1993) guna lebih menjamin keberhasilan program dimaksud. Menurut KEPAS (1985), AAESbertujuan merumuskan dan sekaligus menjawab sejumlah isu kunci yang memungkinkan suatu pemahamanyang seksama terhadap berbagai proses yang berperan dalam dinamika suatu agro- ekosistem, sehinggaberbagai kebijakan dan keputusan dapat dirumuskan. AAES yang menurut Saefuddin (1993) dilakukansecara cepat dan sistematis ini mungkin saja hanya dapat merekomendasikan suatu hipotesis pendahuluanyang selanjutnya perlu diuji namun tidak menutup kemungkinan untuk menghasilkan inovasi yang dapatlangsung diterapkan. Dalam upaya menyediakan informasi mengenai wilayah atau sentra pengembangankomoditas jagung Kabupaten Pakpak Bharat maka perlu dilakukan kegiatan zonasi komoditas jagungberdasarkan kondisi agro-ekologi pada daerah yang diperuntukan bagi sektor pertanian. Hasil pengkajian iniakan menyajikan peta operasional wilayah pengembangan jagung di Kabupaten Pakpak Bharat dalambentuk peta sekala 1: 50.000. Hasil dari studi ini diharapkan dapat digunakan oleh para penyuluh pertanianuntuk kegiatan diseminasi teknologi budidaya jagung spesifik lokasi yang efisien. Peta yang dihasilkandapat membantu para penyuluh pertanian menyebarkan teknologi budidaya jagung pada lokasi yangsesuai, sehingga pengembangan komoditas jagung di Kabupaten pakpak Bharat dapat dilakukan secaraefisien, menguntungkan secara ekonomi dan berkelanjutan. Selama ini petani masih mengandalkan teknikbertani yang tradisional dan berdasarkan pengalaman saja, sedangkan dukungan teknologi yang didukungoleh basis ilmiah masih kurang sehingga mereka tergantung kepada produsen saprotan. METODOLOGIPeta pewilayahan komoditas sekala 1 : 50.000 untuk komoditas jagung dilakukan berdasarkan peta skala 1: 250.000 yang telah tersedia sebelumnya. Lahan yang sesuai untuk komoditas jagung tersebut di analisiskembali dengan metode analisis terrain untuk mendapatkan peta sekala 1 : 50.000, pengambilan contohtanah akan dilakukan pada titik- titik yang ditentukan. Penyusunan peta pewilayahan komoditas jagungsekala 1 : 50.000 didasarkan pada data hasil evaluasi lahan untuk komoditas 598

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

jagung, baik berupa data tabular maupun data spasial (peta kesesuaian lahan). Sedangkan evaluasi lahandidasarkan pada karakteristik lahan yang bersumber dari data/peta satuan lahan hasil analisis terrain yangtelah dilengkapi dengan data tanah dan iklim, serta data sosial ekonomi. Penyajian hasil evaluasi lahandalam wujud spasial atau peta dilakukan dengan cara mengimpor data tabulasi hasil ALES kedalam formatGIS. Penyajian peta kesesuaian lahan dibuat berdasarkan jenis komoditas pertanian yang dikaji denganmenggunakan program ArcView. Selanjutnya peta kesesuaian lahan dioverlaykan dengan peta administratifsehingga diketahui peta wilayah pengembangan potensial di setiap kecamatan di Kabupaten PakpakBharat. Penajaman arahan dilakukan secara redaksional dan didasarkan kepada hasil validasi di lapangan.Sejalan dengan pelaksanaan validasi juga dilakukan konsultasi hasil analisis dengan penentu kebijakan diKabupaten tersebut sehingga keluaran kegiatan dapat dipakai sebagai acuan perencanaan bagi PemerintahDaerah setempat. Untuk mempercepat evaluasi lahan dilakukan secara komputasi dengan menggunakanprogram Automated Land Evaluation System/ALES versi 4.65 d (Rossiter dan Wambeke, 1997).

Page 330: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 330/395

1

1

Pelaksanaan komputasi dilakukan dengan mengimport data SDPLE atau data yang sudah tersedia dalamformat Excel ke dalam program ALES.Untuk melaksanakan evaluasi lahan selanjutnya mengacu kePetunjuk Teknis No. 1.0 versi 1.0 tahun 2001. Sedangkan untuk pengoperasian program ALES dapatdigunakan Petunjuk Teknis yang disusun oleh Marwan dkk. (1996). HASIL DAN PEMBAHASAN AspekSumberdaya lahan a. Kondisi Iklim Rata-rata total curah hujan tahunan selama periode 1992 – 2002 adalah2298 mm/tahun dengan hari hujan 159 hari/tahun (Sumber Bappeda Kabupaten Pakpak Bharat). Curahhujan menyebar sepanjang tahun dimana rata-rata hujan setiap bulannya >100mm/bulan. Namun puncakmusim hujan terjadi pada bulan Maret, April oktober dan November dengan rata-rata curah hujan >200mm/bulan, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Juni. Curah hujan yang tinggi dan meratasepanjang tahun ini berpotensi besar menyebabkan terjadinya erosi terutama pada lahan yang diusahakanuntuk budidaya tanaman semusim, khususnya pada periode awal dari pertumbuhan tanaman. Sementarasyarat iklim untuk pertanaman jagung menurut Badan Litbang Pertanian (2007) adalah sebagai berikut: 599

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

? Iklim yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung adalah daerah-daerah beriklim sedanghingga daerah beriklim sub-tropis/tropis yang basah. Jagung dapat tumbuh di daerah yang terletak antara 0-50 derajat LU hingga 0-40 derajat LS. ? Pada lahan yang tidak beririgasi, pertumbuhan tanaman inimemerlukan curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase pembungaan danpengisian biji tanaman jagung perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya jagung ditanam diawal musimhujan, dan menjelang musim kemarau ? Pertumbuhan tanaman jagung sangat membutuhkan sinarmatahari. Tanaman jagung yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat/ merana, dan memberikanhasil biji yang kurang baik bahkan tidak dapat membentuk buah. ? Temperatur berkisar antara 16 sampai 320 C, yang optimum antara 20 sampai 26 0 C. Curah hujan berkisar antara 500 sampai 5.000 mm/tahun danyang optimum antara 1000 sampai 1500 mm/tahun ? Saat panen jagung yang jatuh pada musim kemarauakan lebih baik daripada musim hujan, karena berpengaruh terhadap waktu pemasakan biji danpengeringan hasil Tabel 1. Persyaratan Penggunaan Lahan Komoditi Jagung (Puslittanak, 1993)Persyaratan Pengguna/ Kelas Kesesuaian Lahan Karakteristik lahan S1 S2 S3 N Temperatur (tc)Temperatur rata ( 0 C) 20 - 26 26 - 30 16 – 20 30 - 32 > 32 < 16 Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm)Kelembaban (%) 500 – 1200 > 42 1200 – 1600 400 – 500 36 - 42 > 1600 300 – 400 30 - 36 < 300 < 30Ketersediaan O 2 Drainase Media perakaran Tekstur Bahan kasar Kedlman tnh (cm) Gambut: - Ketebalan -+ dgn sisipan - Kematangan Baik s/d agak trhmbat h ah, ss < 15 > 60 < 60 < 140 saprik + Agak cepatterhambat Sangat trhmbt & cepat h, ah, s 15 - 35 40 - 60 60 - 140 140 - 200 saprik/hemik + ak 35 - 55 25 -40 140 - 200 200 - 400 hemik/fibrik+ k > 55 < 25 > 200 > 400 fibrik Retensi hara KTK liat (cmol) KB (%) pHH 2 O > 16 > 50 5,8 – 7,8 ≤ 16 35 - 50 5,5 – 5,8 7,8 – 8,2 < 35 < 5,5 > 8,2 600

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Persyaratan Pengguna/ Kelas Kesesuaian Lahan Karakteristik lahan S1 S2 S3 N C org (%) > 0,4 ≤ 0,4Toksisitas Salinitas (dS/m) < 4 4 – 6 6 – 8 > 8 Sodisitas ESP (%) < 15 15 – 20 20 - 25 > 25 Bhya sulfudikKedlman sulfudik > 100 75 – 100 40 - 75 < 40 (cm) Bhy erosi Lereng (%) Bhy erosi < 8 sr 8 – 16 r – sd 16 –30 b > 30 sb Bhy banjir Genangan FO - F1 > F2 Penyiapan lhn Batuan dipermukaan < 5 5 – 15 15 – 40 (%)< 5 5 – 15 15 - 25 Singkapan batuan (%) Keterangan: Tekstur h = halus; ah = agak halus; s = sedang; ak =agak kasar + = gambut dengan pengkayaan bahan mineral Bahaya erosi sr = sangat ringan; r = ringan; sd =sedang; b = berat; sb = sangat berat > 40 > 25 b. Tanah Dari hasil pengamatan dan analisis laboratoriumjenis tanah yang mendominasi di Kabupaten Pakpak Bharat adalah typic dystrudepts, hapludands dan danhydridands. Persyaratan kebutuhan tanah sebagai berikut: Tanah dalam, konsistensi gembur (lembab),permeabilitas sedang, drainase agak sepat sampai baik, tingkat kesuburan sedang, tekstur lempung dan

Page 331: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 331/395

1

1

lempung berdebu dengan kandungan humus sedang. pH berkisar 5,2 – 8,5 yang optimum antara 5,8 – 7,8.Penurunan hasil bisa terjadi karena salinitas dengan DHL mencapai > 1,7 dS/m. Penurunan hasil bisamencapai 50% bila DHL mencapai 5,9 dS/m atau ESP mencapai 15%, dan tanaman tidak mampuberproduksi bila DHL mencapai 10 dS/m. Persyaratan penggunaan lahan komoditi jagung lebih lengkapdapat dilihat pada Tabel 1. Sedangkan peta jenis tanah di Kabupaten Pakpak Bharat dapat dilihat padaGambar 1. 601

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

?????? ?????? ?????? ?????? ?????? ?????? ?????? ?????? ?????? PETA JENIS TANAH KABUPATENPAKPAK BHARAT ?????? N ?????? W E S 4 0 4 Kilometers ?????? ?????? LEGENDA Typic DystrudeptsTypic Epiaquands Typic Hapludands Typic Hydrudands Typic Melanudands ?????? ?????? ?????? ???????????? ?????? ?????? ?????? ?????? ?????? ?????? ?????? ?????? ?????? ?????? ?????? ??????602 Gambar 1. Peta Jenis Tanah di Kabupaten Pakpak Bharat 3.1. Aspek Sosial Ekonomi Jika dilihat dariperkembangan pertanaman jagung di Kabupaten Pakpak Bharat selama lima tahun (2005-2009) terlihatbahwa terjadi penurunan luas panen komoditi jagung yang konsisten. Namun terjadi peningkatan produksidan produktifitas yang cukup signifikan. Penurunan luas panen ini terjadi kemungkinan karena banyakpetani yang mengkonversi lahan mereka ke pertanaman komoditi pertanian lainnya, terutama komoditi jerukdan sayuran. Hal ini terjadi karena menurut petani tingkat keuntungan dari usaha komoditi jeruk dansayuran relatif lebih tinggi dibandingkan komoditi jagung. Perkembangan luas panen, produksi danproduktifitas komoditi jagung di Kabupaten Pakpak Bharat dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2.Perkembangan Pertanaman Komoditi Jagung Di Kabupaten Pakpak Bharat 2005-2009 No Indikator 20052006 2007 2008 2009 1 Luas Panen (ha) 7.756 2.128 2.128 1.481 1.158 2 Produksi (ton) 25.653 7.1457.145 6.625 5.327 3 Produktivitas (ton/ha) 3,30 3,36 3,36 4,47 4,60 Sumber: BPS Sumut2006,2007,2008,2009 dan 2010

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tingkat keuntungan dari hasil usahatani komoditi jagung yang masih relatif rendah dibandingkan dengankomoditi lain, disebabkan pertanaman jagung yang dilakukan oleh petani umumnya masih secaratradisional, tidak efisien dan kemungkinan faktor pemilihan lokasi lahan yang kurang sesuai sehingga biayainput usaha tani relatif lebih tinggi. Supaya pertanaman komoditi jagung di kabupaten ini dapat lebihmenguntungkan bagi petani maka pelaksanaan kegiatan penyuluhan atau diseminasi teknologi budidayajagung perlu dilakukan lebih intensif. Kegiatan diseminasi teknologi budidaya jagung ini akan berhasil bilapara penyuluh pertanian didukung dengan ilmu yang memadai serta pengetahuan tentang kondisi danlokasi lahan yang sesuai untuk pertanaman jagung yang efisien. Dukungan data tingkat kesesuaian lahanuntuk tanaman jagung akan mempermudah para penyuluh pertanian lapangan dalam melakukan diseminasiteknologi yang sesuai serta dapat merekomendasikan penggunaan pupuk yang efisien kepada petanijagung di Kabupaten Pakpak Bharat. Tabel 3. Analisis Usahatani Komoditi Jagung di Kabupaten PakpakBharat No Faktor Produksi Volume Hrg (Rp) Nilai (Rp) 1 Sewa Lahan 1 ha 250.000 250.000 2 Benih JagungHibrida 25 kg 21.000 410.000 3 Pupuk: -Urea 200 kg 1200 240.000 -TSP 140 kg 1800 252.000 -KCl 70 kg2300 161.000 -NPK(15-15-15) 25 kg 2500 62.500 4 Herbisida 4 l 35.000 140.000 5 Pengolahan tanah: ?Traktor (Bajak 1x) 1 ha 200.000 200.000 ? Perataan tanah 14 HOK 15.000 210.000 ? Tanam 5 HOK 15.00075.000 ? Memupuk 3 HOK 15.000 45.000 ? Menyiang/bumbun 9 HOK 15.000 135.000 ? Menyemprotpestisida 2 HOK 15.000 30.000 6 ? Biaya panen + angkut 8 HOK 15.000 120.000 ? Pemipilan 4300 kg 25107.500 ? Penjemuran 1,5 HOK 15.000 22.500 7 Total Biaya 2.460.500 8 Penerimaan 4300 kg 8803.784.000 9 Keuntungan 1.323.500 10 R/C Ratio 1,54 Usaha peningkatan luas panen jagung di kabupatenini juga dapat dilakukan oleh penyuluh pertanian lapangan berdasarkan hasil evaluasi kesesuaian lahan

Page 332: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 332/395

1

1

untuk tanaman jagung. Para penyuluh pertanian lapangan dapat berkonsentrasi melakukan pembinaankepada 603

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

petani jagung pada wilayah atau lahan-lahan yang memang sesuai untuk pertanaman jagung. Perluasanareal pertanaman jagung pada lahan yang memang sesuai untuk komoditi tersebut akan memberikankeuntungan yang lebih tinggi, efisien, berkualitas dan berkelanjutan. 3.2. Kesesuaian Lahan Dari hasilanalisis kesesuaian lahan didapatkan bahwa luas kesesuaian lahan untuk jagung di Kabupaten PakpakBharat adalah 63.409 ha. Komoditi jagung juga merupakan program kerja Pemkab Pakpak Bharat, komoditiini sudah dikembangkan juga oleh petani. Luas panen jagung pada tahun 2009 di kabupaten ini baru 1.158ha dengan produksi sebesar 5.327 ton (BPS Sumut 2010). Jadi produktivitas tanaman jagung di kabupatenini baru 4,6 ton/ha, padahal potensi produksi jagung adalah 6 ton/ha. Dengan luas kesesuaian lahan untukkomoditi jagung seluas 63.409 ha dan potensi peningkatan produksi sekitar 1,4 ton/ha makapengembangan jagung di kabupaten ini sangat layak jika diikuti dengan perogram diseminasi teknologipertanian Keterangan : S1 : Sangat Sesuai, S2 : Sesuai, S3 : Sesuai Bersyarat, N : Tidak Sesuai eh :Bahaya Erosi, nr : Retensi hara, rc : Kondisi Perakaran, oa : Ketersediaan Oksigen, tc: Ketinggian Tempat,lp: Penyiapan Lahan Gambar 2. Peta Kesesuaian Lahan Komoditi Jagung di Kabupaten Pakpak Bharat Darihasil evaluasi kesesuaian lahan untuk komoditi jagung di Kabupaten Pakpak Bharat (Gambar 2.) makakegiatan penyuluhan, diseminasi teknologi budidaya jagung dan program perluasan lahan pertanamanjugung sebaiknya di arahkan ke Kecamatan Kerajaan, Siempat Rube, Salak, Mahala Majanggut, Sitelu TaliUrang Julu dan Perketeng-Keteng Sekut. KESIMPULAN ? Hasil analisis kesesuaian lahan menunjukkanbahwa luas kesesuaian lahan untuk jagung di Kabupaten Pakpak Bharat adalah 63.409 ha ? Arahpengembangan pertanaman jagung dan diseminasi teknologinya sebaiknya dilakukan pada lahan yangmemang sesuai untuk komoditi jagung yaitu di Kecamatan Kerajaan, 604

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Siempat Rube, Salak, Mahala Majanggut, Sitelu Tali Urang Julu dan Perketeng-Keteng Sekut DaftarPustaka Amien, I dan S. Karama. 1993. Zona Agroekologi dan Alternatif Pengembangan Pertanian.Bull.Perhimpi 1(2): 55-71 Amien, I. 1996. Panduan Karakterisasi dan Analisis Zona Agroekologi.Pembahasan Pemantapan Metodologi Karakterisasi Zona Agroekologi. Badan Litbang Pertanian,Puslittanak bekerjasama dengan Proyek Pembinaan Kelembagaan Penelitian dan PengembanganPertanian, Pekanbaru. Badan Pusat Statistik Kabupaten Pakpak Bharat, 2009. Kabupaten Pakpak BharatDalam Angka Tahun 2009. BPS dan Bappeda Kabupaten Pakpak Bharat. Badan Statistik Propinsi SumateraUtara. 2006. Sumatera Utara Dalam Angka Tahun 2006. BPS dan Bappeda Propinsi Sumatera Utara.Badan Statistik Propinsi Sumatera Utara. 2007. Sumatera Utara Dalam Angka Tahun 2007. BPS danBappeda Propinsi Sumatera Utara. Badan Statistik Propinsi Sumatera Utara. 2008. Sumatera Utara DalamAngka Tahun 2008. BPS dan Bappeda Propinsi Sumatera Utara. Badan Statistik Propinsi Sumatera Utara.2009. Sumatera Utara Dalam Angka Tahun 2009. BPS dan Bappeda Propinsi Sumatera Utara. BadanStatistik Propinsi Sumatera Utara. 2010. Sumatera Utara Dalam Angka Tahun 2010. BPS dan BappedaPropinsi Sumatera Utara. KEPAS,(Kelompok Peneliti Agroekosistem). 1985. The Critical Uplands of EasternJava: An Agro-Ecosystems Analysis, Agency for Agricultural Research and Development, Republic ofIndonesia. Marwan, H.,D.Djainudin, Subagyo,H.,S.Hardjowigeno,dan E.R.Jordens. 1996. Petunjuk TeknisPengoperasian ALES. Puslittanak Badan Litbang Pertanian Bogor. Puslittanak.1993. Petunjuk teknisevaluasi lahan. Puslittanak berkerjasama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.113 halaman. Rossitter,D. and A.R. Van Wambeke. 1997. Automated Land Evaluation System. ALESVersion 4.65 User’s Manual. SCAS Cornell University. Saefuddin, A. 1993. Analisis Agroekosistem untuk

Page 333: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 333/395

1

1

Pengembangan Pertanian Pedesaan. Bahan Pelatihan, disampaikan pada Pelatihan Analisa AgroekosistemTgl. 8 – 12 September 1993 di Banda Aceh. Balai Informasi Pertanian Propinsi Daerah Istimewa Aceh 605

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

ANALISIS ZONA AGROEKOLOGI UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN TANAMAN PANGANBERKELANJUTAN DI SUMATERA UTARA Moral Abadi Girsang dan Khadijah EL Ramija Balai PengkajianTeknologi Pertanian Sumatera Utara Abstrak Keberhasilan pembangunan pertanian tanaman pangansangat terkait dengan optimalisasi sumber daya lahan sehingga pada gilirannya akan tercipta suatu sistempertanian, khususnya tanaman pangan yang efisien, berdaya saing tinggi dan berkelanjutan. Studi inidilakukan dengan metode zona agroekologi dengan pendekatan analis agroekosistem yang meliputi dataevaluasi lahan yang didukung oleh data sosial ekonomi. Dari hasil kajian diperoleh bahwa secara kuantitatifsumber daya lahan untuk tanaman pangan cukup besar dan sebagian besar telah dimanfaatkan. Lahanyang tersisa umumnya lahan marginal yang membutuhkan pengelolaan khusus. Di Sumatera Utara, padaumumnya pengelolaan lahan dan air dalam sistem usahatani tanaman pangan masih belum optimal. Selainmemanfaatkan peluang peningkatan produktivitas melalui intensifikasi, peningkatan produksi tanamanpangan di Sumatera Utara dapat dilakukan melaui pendekatan peluasan areal panen dengan peningkatanIP. Bahkan peningkatan IP merupakan opsi paling strategis jika teknologi PTT (Pengelolaan TanamanTerpadu) dapat diterapkan secara efektif. Pada lahan kering pemanfaatan peluang peningkatanproduktivitas masih cukup besar yaitu melalui penerapan teknologi spesifik lokasi yang didukung oleh datakarakteristik lahan yang akurat dan rekomendasi pemupukan melaui uji tanah dan omission plot.PENDAHULUAN Tujuan utama pembangunan pertanian tanaman pangan adalah meningkatkan ketahananpangan nasional. kesejahteraan masyarakat petani serta menciptakan lapangan kerja dan kesempatanberusaha di pedesaan. Kementerian Pertanian Indonesia menargetkan swasembada untuk tiga komoditaspangan utama yaitu: kedelai, gula dan daging sapi. Agar tercapai swasembada, sasaran produksi kedelai,gula dan daging sapi pada tahun 2014 adalah kedelai sebesar 2,70 juta ton biji kering, gula 5,7 juta ton dandaging sapi 546 ribu ton; atau masing-masing meningkat rata-rata 20,05 persen per tahun (kedelai), 17,63persen per tahun (gula) dan 7,30 persen per tahun (daging sapi). Adapun 606

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

swasembada berkelanjutan ditargetkan untuk komoditas padi dan jagung (Kemtan, 2010). Keberhasilanupaya ini ditentukan oleh faktor-faktor bio fisik, teknis, sosial ekonomi, budaya dan kebijakan pemerintah.Faktor bio fisik berupa sumberdaya lahan dan air sangat menentukan kuantitas dan kualitas produksipangan nasional. JICA (PSE, 1997) memperkirakan pada tahun 2020 Indonesia akan mengalami defisitberas sebesar 9.668.000 ton, kedelai dan jagung masing-masing 3 juta ton seandainya tingkat produksitidak meningkat. Melalui jalur intensifikasi, pemerintah mengantisipasi hal tersebut dengan menerapkankebijakan pemenuhan kebutuhan pangan dengan produksi dalam negeri atau swasembada pangan denganberbagai upaya, diantaranya melalui optimalisasi lahan sawah, lahan kering serta lahan rawa berupapeningkatan mutu intensifikasi (PMI), peningkatan indeks pertanaman (Padi IP 400) dan PengelolaanTanaman Terpadu Tanaman Pangan (PTT-Padi). Sedangkan melalui jalur perluasan areal tanam,peningkatan produksi tanaman pangan di Sumatera Utara hampir tidak ada dibandingkan denganperkebunan, karena secara ekonomis perkebunan lebih menguntungkan. Bahkan dibeberapa dati II terjadipertumbuhan areal tanam negatif sebagai akibat dari konversi lahan dari pertanian tanaman panganmenjadi hortikultura atau perkebunan. Kecenderungan ini akan terus berlangsung bila tidak ada upayapemerintah untuk menyetarakan pendapatan petani tanaman pangan dengan komoditas lain. Upayatersebut dapat dilakukan melalui pewilayahan komoditas tanaman pangan, pembinaan petani, kelembagaanusahatani dan pemasaran hasil dan subsidi petani yang disertai dengan penyediaan teknologi. Lahan lahan

Page 334: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 334/395

1

1

pertanian tanaman pangan di Sumatera Utara didominasi oleh tanah tanah yang terbentuk dari tuff masamdan tuff Toba dengan karakteristik utama miskin unsur hara, pH rendah dan Kapasistas Tukar Kation yangrendah. Kondisi ini memerlukan masukan teknologi budidaya yang sesuai dan berbasis sumberdaya (BPTPSumut, 2000). Makalah ini akan mencoba membahas permasalahan dan potensi sumberdaya lahankeragaan pertanian pangan dan peluang perbaikannya dengan menggunakan analisis agroekologi (AEZ)dalam rangka pembangunan pertanian tanaman pangan di Sumatera Utara. BAHAN DAN METODE BahanPenelitian Bahan-bahan utama untuk penelitian ini terdiri dari : ? Foto udara skala 1 : 50.000 atau lebihbesar yang dilengkapi dengan indeks jalur terbang yang menunjukkan lokasi pemotretan. ? Peta rupabumiatau tofografi skala 1 : 50.000 atau lebih besar. 607

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

? Citra satelit : a.l Landsat TM, SPOT, Ikonos, JERS. Bahan-bahan pendukung terdiri dari ? Peta geologiskala 1 : 250.000 atau lebih besar. ? Peta iklim atau agroklimat. ? Peta eksesbilitas atau jaringan jalan atautransportasi. Peralatan untuk kegiatan penelitian lapangan yang perlu dipersiapkan terdiri atas : ? Bor tanahtipe Belgia ? Buku Mundell Soil Color Chart ? PH truogh ? Kompas Abney level ? Altimeter ? Meteran Baja ?Pisau tanah ? Kantong plastik untuk contoh tanah. ? Form isian data lapangan dan petunjuk pengisiannya. ?Buku Klasifikasi Tanah (Soil Taxonomy) Penyusunan Basis Data (a)Data tabular Data hasil pengamatan dilapangan dan hasil analisa laboratorium, yang terdiri atas sifat-sifat morfologi tanah, fisik lingkungan, sifatfisik kimia dapat dimasukkan (entry) dalam format basis data tabular melalui program yang sudah tersedia,yaitu Site Horizon Description (SHD), Soil Sample Analysis (SSA) dan Mapping Unit Description (MU) untukkeperluan penyusunan data karakteristik lahan untuk setiap satuan lahan. Data tersebut selanjutnyadigunakan untuk tujuan evaluasi lahan untuk komoditas pertanian unggulan. Basis data tabular satuan lahantersebut dapat dihubungkan (linkage) dengan data spasial (peta satuan lahan) dengan fasilitas GIS untukmenampilkan hasil evaluasi lahan. (b) Data spasial Peta satuan lahan yang telah disusun berdasarkan hasilanalisis terrain dari foto udara perlu dilakukan perbaikan – perbaikan delineasi maupun penamaannyaberdasarkan hasil pengamatan di lapangan. Perbaikan dapat dilakukan melalui interpretasi kembali fotoudara untuk memantapkan hasil dengan dilengkapi data tanah. Peta satuan lahan yang telah diperbaikidilakukan digitasi dan disimpan dalam basis data spasial. Basis data tabular dan spasial tersebutselanjutnya digunakan sebagai dasar evaluasi lahan untuk berbagai komoditas pertanian. 608

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Disamping peta satuan lahan yang disimpan dalam basis data spasial sebagai data pendukung, untukmengetahui sebaran penggunaan lahan pertanian melalui overlay kedua peta tersebut. HASIL DANPEMBAHASAN Kondisi Lahan Pertanian Tanaman Pangan Di Sumatera Utara A. Luas Tanam,Produktivitas dan Produksi Padi Sawah Dari luas total sawah di Sumatera Utara yakni sekitar 550.000hektar, sekitar separuhnya merupakan sawah irigasi baik irigasi teknis, irigasi setengah teknis, irigasisederhana PU dan irigasi sederhana pedesaan. Sisanya yakni 50 persen merupakan sawah non irigasikhususnya sawah tadah hujan. Sentra utama sawah irigasi di Sumatera Utara berada di KabupatenTapanuli Selatan (51.477 ha), Tapanuli Utara dan Humbahas(51.368 ha), Deli Serdang dan Sergei(50.543ha) dan Simalungun (47.316 ha). Sedangkan sawah non irigasi terutama di Kabupaten Labuhan Batu(84.735 ha), Langkat (51.412 ha), Deli Serdang dan Sergei (39.102 ha) dan Asahan dan Batubara (40.847ha). Dilihat dari luas panen dan produksi (Tabel 1.) terlihat bahwa padi sawah di Sumatera Utara mengalamipenurunan, hal ini disebabkan oleh adanya alih fungsi lahan sawah baik manjadi perkebunan, industrimaupun pemukiman. Penyebab lain adalah terjadinya kerusakan saluran irigasi di beberapa tempat yangmengakibatkan mundurnya musim tanam dan turunnya indeks pertanaman di beberapa tempat. Walaupunjika dilihat dari produktivitas ada kenaikan rata-rata untuk setiap kabupaten. Untuk dapat kembali

Page 335: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 335/395

1

1

meningkatkan luas tanam dan produksi padi sawah ini maka pengembangan lahan yang berpotensi danperbaikan saluran irigasi perlu segera dilakukan. Di Sumatera Utara lahan yang memungkinkan masih dapatdikembangkan seluas 70.000 ha. Lahan ini sebagian besar berupa lahan basah berupa rawa. Faktorpembatas utama adalah drainase sangat terhambat, kedalaman gambut, dan tingkat kesuburan tanah.Sebagian besar lahan yang dapat dikembangkan tersebut terdapat di Pantai Timur (Asahan, Batubara danLabuhan Batu) serta sedikit di Pantai Barat ( Tapanuli Selatan, Madina dan Tapanuli Tengah) Padi GogoKomoditas padi gogo merupakan sumber pertumbuhan produksi padi yang harus dipacu pada masamendatang. Pengembangan padi gogo selama ini terhambat oleh interaksi genetik dan lingkungan yangsangat bervariasi. Hal ini menyebabkan tingkat stabilitas hasil relatif rendah. Potensi pengembangan lahanuntuk komoditas ini di Sumatera 609

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Utara meliputi Tapanuli Selatan dan Tapanuli Tengah, namun faktor pembatas utama dalampengembangannya adalah media perakaran, lereng dan tingkat kesuburan tanah. Usaha yang perludilakukan adalah pemakaian varietas unggul baru padi gogo, penambahan bahan organik, tindakankonservasi tanah dan air serta penyusunan rekomensadi pemupukan. Dilihat dari luas tanam dan produksipadi gogo Sumatera Utara secara keseluruhan terjadi penurunan yang sangat tajam dari tahun 2000 ketahun 2009. Namun demikian produktivitas masing-masing kabupaten relatif terjadi peningkatan (Tabel 2.).Penurunan secara keseluruhan di Sumatera Utara ini disebabkan karena di beberapa kabupaten sentra(Karo, Dairi, Humbahas, Tobasa dan Taput) petaninya memilih menanam komoditi hortikultura yang memilikinilai tambah yang lebih besar jika dibandingkan dengan padi gogo. Demikian juga di Kabupaten LabuhanBatu, Deli Serdang, Sergei, Asahan, Madina, dan Batubara terjadi konversi lahan dari tanaman pangan padigogo menjadi perkebunan sawit. Tabel 1. Luas Tanam dan Produktivitas Padi Sawah Tahun 2000 dan 2009(BPS Sumut) Kabupaten/Kota Luas Panen (ha) Produktivitas (ton/ha) Produksi (ton) 2000 2009 2000 20092000 2009 Nias 28.640 39907* 3,36 3,89* 96350 101038* Madina 32877 35966 4,60 4,68 151265 168704Tapanuli Selatan 80268 38294* 4,63 4,81* 372197 143477* Tapanuli Tengah 29028 28264 3,92 4,30113847 121751 Tapanuli Utara 40307 42229* 4,01 4,46* 161501 188943* Toba Samosir 31646 19704* 4,014,60* 126981 90638* Labuhan Batu 75757 59240* 3,99 4,66* 302000 275830* Asahan 76489 56007* 4,164,68* 318345 262298* Simalungun 81337 82004 4,83 5,08 392773 417494 Dairi 18350 14368* 3,97 4,50*72903 64755* Karo 16251 14635 4,04 4,49 65588 65749 Deli Serdang 154000 144324* 4,67 4,86* 719470708147* Langkat 86900 85968 4,14 4,72 358486 405850 Tanjung Balai 932 530 4,12 4,39 3844 2327Pematang Siantar 3340 3591 4,83 4,77 16139 17127 Tebing Tinggi 1876 1146 4,57 4,65 8582 5330 Medan5629 3941 4,60 4,64 25919 18305 Binjai 4283 3944 4,11 4,60 17621 18173 610 Jumlah 767700 6740824,33 4,70 3323811 3.075.972 Keterangan: - BPS Sumut 2000 dan 2009 * Data Kabupaten Induk denganKabupaten/ KotaPemekaran Tabel 2. Luas Tanam dan Produktivitas Padi Gogo (BPS Sumut)

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Produktivitas Luas Panen (ha) Kabupaten/Kota (ton/ha) Produksi (ton) 2000 2009 2000 2009 2000 2009Nias 1538 276* 2,33 2,73* 3585 755* Madina 3071 613 2,46 2,90 7544 1779 Tapanuli Selatan 4340 1877*2,52 2,89* 10935 5421* Tapanuli Tengah 3921 2609 2,51 2,92 9864 7622 Tapanuli Utara 8057 4035* 2,482,88* 20188 11398* Toba Samosir 2666 356* 2,56 2,82* 6602 1004* Labuhan Batu 3280 968* 2,55 3.03*8351 2933* Asahan 1498 681* 2,56 2,85* 3839 1945* Simalungun 21255 15748 2,55 2,99 54198 47208Dairi 16949 9658* 2,45 2,01* 41597 28955* Karo 11428 9194 2,46 2,82 28173 25943 Deli Serdang 39671032* 2,54 2,86* 10078 2930* Langkat 1024 544 2,31 2,78 2371 1514 Jumlah 82994 49824 2,50 2,92207325 178262 Keterangan: - BPS Sumut 2000 dan 2009 * Data Kabupaten Induk denganKabupaten/KotaPemekaran ? Jagung Peningkatan luas panen, produktivitas dan produksi jagung di

Page 336: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 336/395

1

1

Sumatera Utara terjadi dari tahun 2000 ke tahun 2009 (Tabel 3.). Peningkatan ini terjadi karena adopsiteknologi budidaya jagung yang dilakukan hampir seluruh petani jagung di setiap kabupaten. Beberapakomponen teknologi yang di adopsi dengan baik adalah penggunaan benih hibrida unggul dan teknologipemupukan yang efektif. Di samping itu, peningkatan keuntungan dari bertani jagung dan luasnya pasaruntuk komoditi ini menyebabkan banyak petani tanaman pangan lain beralih menanam komoditi jagung.Produktivitas jagung secara keseluruhan di Sumatera Utarajuga meningkat. Tingkat produktivitas inimelebihi proyeksi produktivitas jagung nasional 3 ton/ha. Hal ini juga disebabkan makin meluasnyapenggunaan varietas unggul bersari bebas maupun penanaman jagung hibrida untuk pakan ternak.Walaupun demikian produktivitas jagung masih dapat ditingkatkan melalui perbaikan teknologi budidaya danpenggunaan varietas unggul baru. Senjang produktivitas aktual dengan potensi hasil pada tingkat penelitianmasih cukup besar. Hasil penelitian SUTPA dalam skala luas menunjukkan rata-rata produktivitas jagung ditingkat pengkajian dapat mencapai 5,6 ton/ha, berarti masih terdapat senjang hasil sekitar 35%. Varietasjagung hibrida baru perlu diperluas areal penanamannya yang dikombinasikan dengan teknologi budidayayang dapat menekan biaya produksi seminimal mungkin sehingga harga jagung pipilan dalam negeri dapatbersaing dengan jagung impor. 611

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Kawalan teknologi dan dukungan kelembagaan untuk menjamin tingkat keberhasilan peningkatanproduktivitas jagung perlu dilakukan. Tabel 3. Luas Tanam dan Produktivitas Jagung Tahun 2000 – 2002(BPS Sumut) Produktivitas Luas Panen (ha) Kabupaten/Kota (ton/ha) Produksi (ton) 2000 2009 2000 20092000 2009 Nias 250 241 2,30 4,35 575 1048 Madina 4134 1669 2,76 4,54 11406 7572 Tapanuli Selatan3032 4035 2,77 4,55 8402 19155 Tapanuli Tengah 2504 1663 2,62 4,63 6573 7704 Tapanuli Utara 52915099 2,64 4,64 13947 23676 Toba Samosir 2562 7804 2,66 4,67 6828 36347 Labuhan Batu 2005 1901 2,614,54 5233 19040 Asahan 5405 9513 2,91 4,68 15750 44445 Simalungun 54543 65820 3,16 4,74 172138311724 Dairi 37780 64579 3,06 4,71 115682 135328 Karo 63371 48084 3,43 4,72 217616 305136 DeliSerdang 25967 31398 3,04 4,71 78914 147698 Langkat 10940 22473 2,90 4,70 31704 105734 TanjungBalai 18 11 2,56 4,66 46 51 Pematang Siantar 468 932 2,57 4,64 1200 4321 Tebing Tinggi 53 35 2,56 4,68136 164 Medan 546 403 2,63 4,65 1438 1873 Binjai 332 1121 2,62 4,63 872 5189 Jumlah 219.201 247.7823,14 4,7 688.460 1.166.548 Keterangan: - BPS Sumut 2000 dan 2009 * Data Kabupaten Induk denganKabupaten/KotaPemekaran ? Kedelai Perhatian pemerintah terhadap pengembangan kedelai telah dimulaisejak Pelita III. Usaha perluasan areal tanam telah dilaksanakan, baik di daerah lama, daerah baru, maupundaerah transmigrasi. Demikian juga peningkatan mutu intensifikasi telah dilaksanakan denganmenggunakan paket-paket teknologi yang ada, khususnya melalui pola Insus (Ditjen Tanaman Pangan2001). Usaha- usaha peningkatan produksi tersebut dilaksanakan terutama disebabkan oleh meningkatnyakebutuhan akan kedelai setiap tahun. Laju peningkatan produksi belum dapat mengimbangi lajupeningkatan kebutuhan kedelai sehingga jumlah impor meningkat dari tahun ke tahun. Oleh karena ituapabila tidak ada usaha-usaha peningkatan produksi dengan memanfaatkan potensi sumberdaya yangtersedia, maka volume impor akan terus meningkat. 612

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Di Sumatera Utara luas pertanaman dan produsi kedelai relatif rendah, Dari sisi produktivitas juga lebihrendah dibandingkan dengan rata-rata nasional 1,183 ton /ha. Sedangkan melalui penggunaan varietasunggul dan teknologi budidaya yang tepat , rata-rata produktivitas di tingkat penelitian dalam skala luas dilahan petani dapat mencapai 1,60 ton/ha. Potensi hasil varietas unggul kedelai seperti Tampomas,Krakatau, Cikuray, Singgalang, Kipas Putih dan Pangrango dalam pengkajian SUTPA di beberapa propinsimencapai 1,75-2,50 ton/ha (BPTP Sumut, 2001). Karena itu, upaya menekan senjang hasil produktivitas

Page 337: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 337/395

1

1

merupakan peluang yang cukup besar bagi peningkatan produksi kedelai. Di samping itu usaha pokokintensifikasi harus diarahkan pada perluasan dan peningkatan mutu intensifikasi, perluasan Insus danpemantapan Opsus pada lahan-lahan marginal. B. Zona Agro-ekologi Berdasarkan kondisi biofisik,Sumatera Utara dibagi menjadi 11 Sub-zona agro-ekologi (Gambar 1 dan Tabel 4). Gambar 1. Peta SubZona Lahan di Sumatera Utara 613

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tabel 4. Klasifikasi Lahan di Sumatera Utara Menurut Zona agro- ekologi Zona Parameter Bio-fisik Analisiselevasi suhu fisiografi Bahan Induk lereng Jenis tanah Drai nase sistem Komo ditas I 50-2000 m dpl panasGunung bukit Volkan >40 % Udult Udant Tropept Baik Hutan lindung Vegetasi alami IIa 40-750 m dpl panasGunung Dataran Bukit IIb 750–2000 m dpl Sejuk- dingin Dataran Bergelom bang Volkan Tuff masam Tufftoba 16-40 % Udult Udant Tropept 16-40 % Udult Udant Tropept IIIa 50-750 m dpl panas dataran Tuffmasam 8-15 % Udult Udant Tropept IIIb 750-2000 m dpl Sejuk- dingin VIa1 0-750 m dpl panas Teras marinVIb1 750-2000 m dpl Sejuk- dingin dataran Tuff masam 8-15 % Udult Udant Tropept Teras marin VIa2 0-750m dpl panas Dataran Teras sungai Teras marin VIb2 750-2000 m dpl Sejuk- dingin Dataran Teras sungaiTeras marin Tuff toba < 8 % Aquents Aquepts Aquuand s Buru k Tuff toba < 8 % Aquents Aquepts Aquuands Buru k Tuff masam Tuff toba Tuff masam Tuff toba < 8 % Udults Udands Tropepts < 8 % Udults UdandsTropepts V 0-50 m dpl panas marin < 3 % Rawa Pasang surut VI Beragam Bera gam Kubah gambutOrganik < 3 % Sapri Hemists Baik Budidaya Tanaman tahunan Baik Budidaya Tanaman tahunan Baik Wanatani Baik Wana tani Pertanian Lahan basah Pertanian Lahan basah Baik Pertania Lahan kering BaikPertania Lahan kering Buru k Buru k Penyang ga hutan Kakao, Sawit, karet dll Kopi Jeruk lengkeng Kopi,duku Jagung, padi gogo, horti Kopi, duku Jagung, padi gogo, horti Tanaman Pangan, hortikultura TanamanPangan, hortikultura Tanaman Pangan, hortikultura Tanaman Pangan, hortikultura Mangrove TambakVegetasi alami Berdasarkan Tabel tersebut, peruntukan lahan pertanian tanaman pangan terdapat padazona IVa1, IVa2, IVb1dan IVb2, meskipun pada zona IIIa dan IIIb masih diperbolehkan. Terlihat pula bahwasecara umum tanah-tanah di Sumatera Utara terbentuk dari bahan induk tuff masam dan tuff toba yangmiskin hara. Pada Sub-zona IIIa dan IIIb dengan kelerengan 8 – 16 % merupakan tanah tanah yang rawanerosi. Pertanian tanaman pangan pada zona ini harus dilakukan menurut kaidah kaidah konservasi lahan.Secara umum, Kemasaman (pH) tanah menjadi kendala yang akan sangat lazim dijumpai, disamping nilaiKTK dan kandungan Bahan Organik tanah yang rendah. 614

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

3. 2. Permasalahan Dan Solusi Secara garis besar, permasalahan lahan pertanian tanaman panganmecakup dua aspek yakni (1) Permasalahan biofisik lahan dan (2) Permasalahan sosial-ekonomi. (1)Permasalahan biofisik lahan Permasalahan biofisik lahan dan alternatif pemecahannya disajikan pada Tabel2 berikut ini: Tabel 5. Permasalahan dan Solusi Teknologi Untuk Lahan-lahan yang diperuntukkan bagiTanaman Pangan Menurut AEZ Sumatera Utara. No. Zona Sebutan Anjuran Masalah Solusi Teknologi 5.VIa1 Sawah dataran rendah 3. VIb1 Sawah dataran tinggi 4. VIa2 Lahan kering dataran rendah 5. VIb2Lahan kering dataran tinggi Padi sawah, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau Padi sawah, jagung,kacang tanah, hortikultura Padi ladang, jagung, kedelai, cabe Padi ladang, jagung , kacang tanah, kentang ?? ? Pelumpuran menyebabkan pengurasan unsur hara dan bahan organik dg cepat Penggunaan pupuktidak efisien Pelandaian hasil (BPTP, 1999) ? IP rendah ? Varietas Unggul masih jarang ? Jarangmenggunakan var unggull ? Hamparan datar tidak luas ? Rekomendasi pupuk tidak ada ? Rekomendasipupuk tidak ada ? pH rendah, pengapuran mahal ? Produktivitas rendah ? IP rendah ? Varietas Unggul tidakada ? Hamparan datar tidak luas ? Rekomendasi pupuk tidak ada ? Pemberian bahan organik ? SistemIntegrasi Padi – Ternak (SIPT) Pengkajian BPTP di Lubuk Bayas, Deli Serdang ? Peta Rekomendasi hara P

Page 338: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 338/395

1

1

1

dan K lahan sawah(BPTP, 2000) ? Omission plot (BPTP, 2001) ? BWD (BPTP, 1998) ? PTT (PengkajianBPTP di beberapa sentra produksi padi sumut, 2002 s/d 2003), thn 2003 mulai menngunakan Padi hibrida(Maro,Rokan) dan padi Tipe Baru (Fatmawati dan Gilirang) ? ? ? ? ? VUT umur genjah Ciptakan varietasUnggul Padi sawah dataran tinggi Penggunaan varietas unggul padi sawah dataran tinggi (Batang Ombilindan Sumani) Pengolahan minimal Program Uji Tanah, studi kalibrasi, Omiission plot ? Program Uji Tanah,studi kalibrasi, Omiission plot ? Pemakaian varietas padi gogo toleran terhadap kemasaman (Margasari,Tunggalang) ? PMI, PTT, pemakaian varietas unggul (Towuti, Limboto) ? PMI, PTT (bisa mencapai IP200) ?Ciptakan varietas Unggul Padi gogo dataran tinggi ? Pengolahan minimal ? Program Uji Tanah (BPTP,2000- 2001, studi kalibrasi, Omiission plot 615

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tabel 6. Lahan lahan Marginal dan Lahan lainnya yang masih dapat Dimanfaatkan untuk PertanianTanaman Pangan. No. Zona Sebutan Anjuran Masalah Solusi Teknologi 1 IIIa Lahan Kering Dataran rendah2 IIIb Lahan Kering Dataran Tinggi 3. V Lahan Pesisir (lebak dan rawa) 4 VI Lahan Gambut (Sawah gambutdan lahan kering) 6. IIIa, VIa2 Tanaman Sela Perkebunan dan lahan TBM perkebunan Padi ladang, jagung,kedelai, cabe ? Lereng curam ? Rawan erosi Padi ladang, jagung , ? Lereng curam kacang tanah, kentang? Rawan erosi ? Tanaman Penyangga ? Drainase jelek ? Mangrove ? Tambak ? Tanaman pangan denganteknologi spesifik ? Keracunan pirit ? ? ? ? Pembangunan infrastruktur mahal Hutan produksi ? Drainasejelek Vegetasi alami Tanaman pangan ? pH rendah, dengan teknologi pengapuran spesifik mahal ?Pembangunan infrastruktur mahal Padi ladang, jagung ? Naungan ? Biaya Pengolahan tanah mahal ?Pertanaman konservasi ? Pengolahan tanah minimal ? Pertanaman konservasi (Pengkajian BPTP di Gurgurdan Tanah Karo) ? Pengolahan tanah minimal ? Pembuatan saluran sepanjang tidak menggangu lahanpotensial sulfat masam ? Tata air mikro ? Pembuatan surjan ? Pemakaian varietas padi toleran (Dendang,indragiri, punggur) ? Perencanaan eksploitasi lahan ini dilakukan dengan cermat dan merupakan alternatifterakhir ? Pembuatan saluran ? Tata air mikro ? Pemakaian varietas toleran (Siak Raya dan Tunggalang) ?Perencanaan eksploitasi lahan ini dilakukan dengan cermat dan merupakan alternatif terakhir ? Penanamanpadi gogo tahan naungan (Gajah mungkur, Way Rarem) ? Pengolahan tanah minimal dan pemamfaatanherbisida 616

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

2) Permasalahan Sosial Ekonomi Upaya peningkatan produksi dan pembangunan pertanian panganberkelanjutan terasa semakin berat dan kompleks karena selain dihadapkan pada masala biofisk lahan,juga dihadang oleh masalah sosial ekonomi. Masalah-masalah tersebut disarikan pada Tabel 5 berikut ini.Tabel 8. Permasalahan Sosial Ekonomi Lahan Pertanian Tanaman Pangan di Sumatera Utara No. MasalahSolusi 1. Konversi Lahan karena secara ekonomis, komoditas non pangan lebih menguntungkan 2.Kepemilikan Lahan Sangat kecil (< 0,5 ha/KK) yang menyebabkan inefisiensi dan kesukaran penerapanteknologi 3. Status Kepemilikan Lahan dan faktor adat, misalnya, makam di lahan ? Tata ruang dan Perda ?Kebijakan pemerintah untuk menyetarakan pendapatan petani Tanaman Pangan dengan Non Pangan ?Subsidi kepada petani pangan ? Konsolidasi lahan bila memungkinkan ? Corporate Farming bila konsolidasilahan tidak memungkinkan ? Perda ? Penyuluhan 617

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 339: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 339/395

1

1

No. Masalah Solusi pertanian (Tapanuli Utara dan Tobasa) ? Pendekatan Pemda kepada pemuka adat danTanah tanah yang dikuasai adat tidak dimanfaatkan 4. Tingkat pendidikan dan kemampuan ? Penyuluhanfinasial petani tanaman pangan rendah, ? Bantuan Permodalan menyebabkan teknologi tidak dapat ? PTTditerapkan dengan benar, terutama berkaitan dengan pemupukan, dalam jangka panjang tanah menjadisakit 5. Curahan tenaga kerja tidak merata, sehingga pada puncak kebutuhan tenaga kerja (Tanam,penyiangan dan panen) tenaga kerja menjadi langka dan mahal Hal ini selaian akan menaikkan ongkosproduksi, juga akan menyulitkan petani untuk melakukan pengembalian brangkasan ke lahan 6. GlobalisasiPerdagangan Akan terjadi persaingan dengan produk tanaman pangan dari negara lain ? PengkajianAlsintan spesifik lokasi (BPTP, 1997-2000/telah tersedia Alat tanam Tipe IRRI untuk padi sawah yangdimodifikasi oleh BPTP, Alat tanam kedelai, K.Tanah dan Jagung Tipe RIS Alat penyiang tipe Landak danbermesin) ? Penggunaan alsintan pada saat tanam, menyiang dan panen ? Peningkatan efisiensi produksi,sehingga mampu menurunkan ongkos produksi sampai pada tingkat yang minimal sama dengan ongkosproduksi di negara lain. Konsep pengembangan berbasis sumberdaya, (terutama dalam mengatasihambatan yang berasal dari sifat sifat tanah) perlu diterapkan dengan benar ? Negara-negara yangmensubsidi petaninya seperti Amerika Serikat dan Eropah, di masa mendatang perlu dicermati dan menjadibahan pertimbangan untuk mengambil kebijakan ”apakah petani kita juga perlu mendapatkan subsidi” yangsama KESIMPULAN DAN IMPLEMENTASI Tantangan dan isu sumberdaya lahan dan air terutamaberkaitan dengan degradasi dan penciutan lahan subur, penurunan kualitas lahan dan kekurangan air,perubahan dan penyimpangan iklim. Bertitik tolak dari pengalaman dan terjadinya krisis ekonomi danpangan, mendorong pemerintah mereorientasi pembangunan pertanian dengan visi pembangunanpertanian yang tangguh berbasis sumberdaya. Oleh sebab itu, identifikasi dan evaluasi sumberdaya lahandan air menjadi sangat penting dalam mewujudkan visi tersebut. Penggunaan sumberdaya lahan dan airuntuk budidaya tanaman pangan perlu diberi prioritas tinggi, terutama di sentra-sentra produksi tanamanpangan yang dipilih berdasarkan kesesuaian lahan, iklim dan kondisi sosial budaya petani. 618

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Sejalan dengan konsep pembangunan pertanian tanaman pangan yang berbasis sumberdaya, penggunaanvarietas varietas baru merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah yang paling ekonomis padatanah tanah pertanian tanaman pangan. Varietas varietas unggul tersebut terus menerus diciptakan olehBadan Litbang Pertanian, dan tersedia di BPTP Sumatera Utara. Untuk menjamin sustainabilitas sentra-sentra produksi tanaman pangan beserta lingkungan hidupnya, maka perlu koordinasi dan partisipasisemua fihak yang terlibat dalam pertanian tanaman pangan. Disamping itu, perlu juga difikirkan carameningkatkan kesejahteraan petani tanaman pangan melalui penganekaragaman hasil serta meningkatkanmutu dan derajat pengolahan produksi.. Dengan adanya peningkatan kesejahteraan petani tanamanpangan maka alih fungsi lahan dapat diminimalisasi. DAFTAR PUSTAKA Abdul Rahman A Irsal Ras, AHidayat dan E Pasandaran (2000) optimasi sumber daya lahan dan air untuk pembangunan pertaniantanaman pangan proseding simposium penelitian tanaman pangan IV. Puslitbang Tanaman Pangan Bogorhal 28- 54. BPS, 2000. Sumatera Utara dalam Angka Tahun 2000. BPS, 2009. Sumatera Utara dalamAngka Tahun 2009. BPTP Sumut, 1999. Buku Panduan Karakteristik Agro-ekosistem Wilayah SumateraUtara BPTP Sumut, 1998. Pengkajian Zona Agro-ekologi Wilayah Sumatera Utara BPTP Sumut, 2000.Pengkajian Status P dan K Tanah Sawah di Sumatera Utara BPTP Sumut, 2001. Studi Kalibrasi Hara P(Pada Tanah Humic Dystrudept)Dan K (Pada Tanah Typic Eutrudept) Untuk Tanaman Jagung Lahan KeringDitjen Pangan 2001. Kebijakan pembangunan pertanian pangan nasional. Makalah pada Konp HIGI XV diSurakarta 17-19 Juli 2001. Kementerian Pertanian, 2010. Rencana Strategis Kementerian PertanianIndonesia. Kemtan. Jakarta. 619

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 340: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 340/395

1

PEMANFAATAN CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA DAN KOMPOS JERAMI PADI DALAMMENINGKATKAN KESUBURAN TANAH DAN HASIL PADI GOGO DI TANAH ULTISOL Novia ChairumanBalai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara Email : [email protected] AbstrakPenelitian dilaksanakan di rumah kasa Kebun Percobaan Pasar Miring, Kabupaten Deli Serdang, ProvinsiSumatera Utara, dari bulan Februari sampai dengan Juni 2010. Penelitian disusun menurut RancanganAcak Lengkap dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama terdiri dari 4 taraf pemberian Cendawan MikorizaArbuskula (CMA) (0; 7,5; 15; dan 22,5 g/pot) dan faktor kedua 4 taraf pemberian kompos jerami padi (0; 25;50; dan 75 g/pot). Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi CMA dan kompos jerami padi nyatameningkatkan ketersediaan P, serapan P, pertumbuhan dan hasil padi gogo. Kata kunci : CMA, komposjerami padi, kesuburan tanah, padi gogo, Ultisol PENDAHULUAN Keberhasilan peningkatan produksiberbagai tanaman pangan di Indonesia tidak terlepas dari penggunaan pupuk kimia (buatan). Varietasunggul yang dihasilkan oleh para pemulia dalam revolusi hijau merupakan jenis tanaman yangmembutuhkan masukan pupuk yang tinggi, di samping masukan lain seperti pengairan dan pestisida, agardapat mencapai potensi hasil yang optimal dari tanaman tersebut. Kondisi iklim tropika basah di Indonesia,telah memfasilitasi terjadinya proses pengurasan hara yang intensif, khususnya bahan organik tanah (BOT).Bahan ini sering kali diabaikan karena tidak disiplinnya petani mengembalikan biomassa sisa panen kedalam tanah. Upaya pemberian kompos pun masih menghadapi banyak kendala sehingga makin lamakandungan BOT makin menurun. Penggunaan pupuk hayati sebagai upaya menjaga kestabilanproduktivitas lahan-lahan pertanian dalam rangka pencapaian sasaran dan target tujuan pertanianberkelanjutan (sustainable agriculture) adalah sangat diperlukan. Konsep pertanian berkelanjutanmempertimbangkan sebuah pendekatan system dan penempatan 620

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

penekanan utama terhadap dua hal yaitu memaksimalkan hasil dan perbaikan stabilitas agro-ekosistem(Saxena and Tilak, 2002). Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) adalah salah satu cendawan yang akhir-akhir ini cukup populer mendapat perhatian dari para peneliti lingkungan dan biologis. Manfaat CMA dapatdikelompokkan menjadi tiga, yaitu untuk tanaman, ekosistem, dan bagi manusia. Bagi tanaman, CMAsangat berguna untuk meningkatkan serapan hara, khususnya unsur fosfat (P). Cendawan ini diperkirakandi masa mendatang dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif teknologi untuk membantu pertumbuhan,meningkatkan produktivitas dan kualitas tanaman terutama yang ditanam pada lahan-lahan marginal yangkurang subur atau bekas tambang/industri. Mikoriza tidak hanya menguntungkan pertumbuhan tanaman,tetapi juga menekan kebutuhan pupuk 20%-30% (Delvian, 2006) dan (Sutanto, 2002). CMA dapatbersimbiosis lebih dari 80% jenis tanaman, seperti pada kedelai, bawang, kacang tunggak, nenas, padigogo, pepaya, selada, singkong, jagung, sorgum, kacang tanah, dan legum penutup tanah (Atmaja, 2001).Disamping penggunaan pupuk hayati, penambahan bahan organik perlu dilakukan. Bahan organikmerupakan salah satu komponen penyusun tanah yang penting disamping air dan udara. Jumlah sporaCMA berhubungan erat dengan kandungan bahan organik di dalam tanah. Jumlah maksimum sporaditemukan pada tanah-tanah yang mengandung bahan organik 1-2 persen sedangkan pada tanah- tanahdengan bahan organik rendah kurang dari 0,5 persen kandungan spora sangat rendah (Pujianto, 2001).Padi gogo memegang peranan yang cukup penting dalam memenuhi kebutuhan pangan nasional. Rata-rataproduksi padi gogo secara nasional masih rendah, yaitu 2,58 t/ha atau 45% dari rata-rata produksi padisawah yang mencapai 5,68 t/ha (Litbang Deptan, 2009). Padi gogo kebanyakan ditanam pada lahan-lahanmarginal seperti tanah Ultisol yang banyak terdapat di Indonesia. Kendala umum tanah Ultisol adalahtingkat ketersediaan P yang sangat rendah, kemasaman tanah tinggi, kejenuhan Al tinggi, miskinkandungan hara K, Ca, dan Mg serta kandungan bahan organik yang rendah (Prasetyo dan Suradikarta,2007). Kendala inilah yang merupakan salah satu penyebab produksi padi gogo masih rendah. Padaintensifikasi lahan-lahan marginal tersebut, peningkatan produktivitas lahan dengan penambahan pupukbuatan saja tidak akan menjamin terhadap perbaikan lahan, bahkan akan dapat terjadi degradasi. Olehsebab itu penambahan bahan organik dan pupuk hayati adalah suatu tindakan yang bijaksana. 621

Page 341: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 341/395

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tujuan penelitian adalah untuk melihat pengaruh CMA dan kompos jerami padi dalam meningkatkankesuburan tanah dan hasil padi gogo. METODOLOGI Penelitian dilaksanakan di rumah kasa KebunPercobaan Pasar Miring, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, dari bulan Februari sampaidengan Juni 2009. Percobaan disusun menurut Rancangan Acak Lengkap dua faktor dengan tiga ulangan.Faktor pertama pemberian CMA (0; 7,5; 15; dan 22,5 g/pot) dan faktor kedua pemberian kompos jeramipadi (5, 10, 15, 20 g/pot). Tanah Ultisol yang digunakan berasal dari Desa Bangun Purba, Kabupaten DeliSerdang, diambil secara komposit pada kedalaman hingga 20 cm, dikeringanginkan dan diayak lolos ukuran2 mm, ditimbang sebanyak 10 kg untuk masing-masing pot percobaan. Kompos jerami dicampur meratadengan tanah sesuai takaran, satu minggu sebelum tanam. Dosis dasar diberikan berdasarkan hasil analisistanah sebelum percobaan, yaitu Urea 198 kg/ ha (1,00 g/pot), fosfat alam 241 kg ha (1,21 g/pot), dan KCl118 kg/ha (0,60 g/pot). Pupuk rock fosfat dicampur merata dengan tanah dan diberikan sekaligus pada saattanam. Pupuk Urea dan KCl dalam dua tahap, setengah dosis pada 10 HST dan sisanya pada 30 HST.CMA multispesies (Gigaspora margarita, Glomus manihotis, Glomus entucicatum, Acaulospora tuberculata)yang berasal dari Institut Pertanian Bogor, sesuai dosis diinokulasikan ke tanah pada kedalaman 2 cm dibawah benih. Padi gogo varietas Situpatenggang ditanam sebanyak 10 biji/pot, satu minggu setelah tanamdilakukan penjarangan menjadi 4 batang. Peubah yang diamati meliputi sifat kimia contoh tanah sebelumperlakuan, ketersediaan P, serapan P, C organik dan bobot kering tanaman pada umur 63 HST, anakanproduktif dan hasil gabah kering kadar air 14% diamati saat panen. Peubah dianalisis statistik dengansoftware program IRRISTAT secara faktorial dan dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf 5% (Gomez danGomez, 1995). HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Kimia Tanah Sebelum Perlakuan Analisis sifat kimia tanahsebelum perlakuan, menurut kriteria penilaian kandungan hara tanah seperti dikemukakan Hardjowigeno(2003), adalah bereaksi masam, C-organik, P-total, K yang dapat dipertukarkan tergolong sangat rendah, N-total, P-tersedia, Kapasitas Tukar Kation rendah, sedangkan kejenuhan Al sangat tinggi. Data ini 622

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

menunjukkan bahwa tanah yang digunakan dalam percobaan tergolong tidak subur. Tabel 1. Hasil analisiscontoh tanah Desa Bangun Purba sebelum perlakuan. No. Jenis Analisis Nilai 1. pH (H 2 O) 3.77 2. C-Organik (%) 0.41 3. N-Total (%) 0.11 4. P-tersedia Bray I (ppm) 4.21 5. P-Total (mg/100 g) 9.76 6. K-dd(me/100 g) 0.02 7. Al-dd (me/100 g) 1.64 8. Al-Saturation (%) 47.13 9. KTK (me/100g) 5.47 P Tersedia,Serapan P, dan C Organik Ketersediaan P meningkat dengan inokulasi CMA hingga 22,5 g/pot (Gambar 1).Peningkatan inokulasi 15,0 g/pot CMA yang diikuti oleh pemberian 75 g/pot kompos jerami menunjukkan Ptersedia tertinggi (3,06 ppm) dan meningkatkan P tersedia sebesar 118 % dibandingkan dengan tanpaperlakuan. Meningkatnya P tersedia ini disebabkan aktivitasnya CMA yang mampu melarutkan P,sedangkan kompos jerami sebagai sumber bahan organik memberikan kondisi yang menguntungkan bagiaktivitas CMA dalam meningkatkan P tersedia di dalam tanah. Kompos jerami sebagai sumber bahanorganik dapat mengurangi aktivitas Al dan Fe dalam memfiksasi P, sehingga P tersedia di dalam tanah akanmeningkat. Pada aplikasi 22,5 g/pot CMA dan 75 g/pot kompos jerami terjadi penurunan P tersedia menjadi1,93 ppm. Hal ini disebabkan oleh peningkatan dosis CMA, maka serapan P semakin meningkat dan Ptersedia di dalam tanah menjadi berkurang. Serapan P meningkat dengan penambahan CMA (Gambar 2).Kondisi ini juga dilaporkan oleh Musfal (2009) dan Kabirun (2002), bahwa tanaman yang terinfeksi CMAmampu menyerap unsur P yang lebih tinggi dibandingkan tanaman yang tidak terinfeksi. Tingginya serapanP oleh tanaman yang terinfeksi CMA disebabkan hifa CMA mengeluarkan enzim fosfatase sehingga P yangterikat di dalam tanah akan terlarut dan tersedia bagi tanaman. Selanjutnya Bolan (1991) melaporkanbahwa kecepatan masuknya hara P ke dalam hifa CMA dapat mencapai enam kali lebih cepat pada akar

Page 342: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 342/395

1

1

tanaman yang terinfeksi CMA dibandingkan dengan yang tidak terinfeksi CMA. Hal ini terjadi karenajaringan hifa eksternal CMA mampu memperluas bidang serapan. 623

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Serapan P tertinggi (180,3 mg/rumpun) diperoleh pada pemberian 15 g/pot CMA dan 75 g/pot komposjerami dan dapat meningkatkan serapan P sebesar 231 % dibandingkan dengan tanpa perlakuan. Komposjerami padi sebagai bahan organik, selain sebagai penyumbang hara P organik maupun anorganik, jugamenghasilkan substrat alami bagi perkembangan CMA dan mikroorganisme lainnya, berfungsi memperbaikistruktur tanah, merangsang granulasi sehingga menambah ruang pori tanah. CMA akan mendapat suplaioksigen yang cukup bagi perkembangannya dan aktivitasnya akan berjalan maksimal dalam meningkatkanP tersedia. Disisi lain kondisi ini sangat mendukung bagi perkembangan akar, karena dengan meningkatnyaperkembangan akar, maka semakin besar peluang CMA untuk mengkolonisasi akar, sehingga penyerapanunsur hara P juga menjadi meningkat. P tersedia (ppm) 3.25 3.00 2.75 2.50 2.25 2.00 1.75 1.50 1.25 1.000.75 0.50 0.25 0.00 0 25 50 75 CMA 0 (g/pot) CMA 7.5 (g/pot) CMA 15.0 (g/pot) CMA 22.5 g/pot) KomposJerami Padi (g/pot) Gambar 1. Pengaruh CMA dan kompos jerami padi terhadap ketersediaan P pada tanahUltisol Penurunan serapan P pada pemberian CMA lebih dari 15 g/pot dan kompos jerami padi 75 g/potakan menurunkan serapan P. Penurunan serapan P pada pemberian CMA dosis tinggi diduga berkaitandengan kompetisi CMA itu sendiri dalam menginfeksi akar dan kemampuan akar untuk menyerap P yangada dalam larutan tanah. Sesuai dengan pernyataan Lambers et al., (1998), bahwa dalam aktivitasnyamikoriza akan mengeluarkan enzim fosfatase dimana enzim tersebut mampu melarutkan P yang terfiksasioleh ion Al dan Fe, sehingga P yang tersedia ditanah akan meningkat. Asam fosfatase yang terdapat padahifa CMA yang sedang aktif menimbulkan aktivitas fosfatase pada permukaan akar yang menyebabkan Pinorganik 624

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

dibebaskan dari sumber P organik tanah pada daerah dekat permukaan sel sehingga dapat diserap melaluimekanisme penyerapan hara (Bolan, 1991). Berdasarkan uji statistik, interaksi CMA dan kompos jeramipadi tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan C organik. Namun pengaruh tunggal CMA dan komposjerami padi sangat nyata meningkatkan C organic di dalam tanah, seperti disajikan pada Tabel 2. C organiktertinggi (1.15%) pada dosis kombinasi 15 g/po CMA dan 50/g pot kompos jerami. Sedangkan yangterendah adalah tanpa perlakuan, yaitu 0.54%. Tidak adanya interaksi antara CMA dan kompos jeramididuga terjadi kompetisi antara dua unsur tersebut. Karbon yang dihasilkan dari dekomposisi kompos jeramijuga digunakan CMA untuk perkembangannya. Peningkatan kandungan karbon organik di dalam tanahakibat pengaruh tunggal CMA diduga akibat meningkatnya aktivitas akar tanaman padi gogo yang terinfeksiCMA mengeluarkan eksudat berupa karbon organik. Menurut Hairiah et al., (2000), karbon merupakansumber makanan mikroorganisme tanah dalam hal ini CMA, sehingga keberadaan unsur ini dalam tanahakan memacu kegiatan mikroorganisme. Peningkatan karbon organik di dalam tanah adalah karena komposjerami yang ditambahkan sebagai bahan organik merupakan penyumbang karbon di dalam tanah. Sepertidisajikan pada Tabel 2, bahwa dengan pemberian kompos jerami, rata-rata kandungan karbon organiktanah meningkat 55.38% daripada tanpa pemberian kompos jerami. Hasil penelitian Sembiring dan Jamil(2007) juga melaporkan bahwa dengan penambahan bahan organik ke dalam tanah rata-rata kandungankarbon organik tanah meningkat sekitar 28-54%. Tabel 2. Pengaruh aplikasi CMA dan kompos jerami paditerhadap C Organik di tanah Ultisol Kompos Jerami (g/pot) CMA 0 25 50 (g/pot) C Organik (%) 75 Rata-rata0,0 0,54 0,73 0,90 0,89 0,77 b 7,5 0,64 0,68 1,04 0,89 0,81 b 15,0 0,70 0,75 1,15 1,14 0,94 a 22,5 0,71 0,750,96 0,94 0,84 b Rata- 0,65 C 0,73 b 1,01 a 0,97 a rata Angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yangsama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT. 625

Page 343: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 343/395

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Bobot Kering Tanaman, Anakan Produktif, dan Gabah Kering Bobot kering tanaman tertinggi (106,9g/rumpun) diperoleh pada aplikasi 22,5 g/pot CMA dan 25 g/pot kompos jerami (Gambar 3). Bobot keringtanaman mencerminkan pertumbuhan tanaman dan banyaknya unsur hara yang terserap per satuan bobotbiomassa yang dihasilkan. Semakin berat bobot kering tanaman yang dihasilkan, pertumbuhan tanamansemakin baik dan unsur hara yang terserap tanaman semakin banyak. CMA berperan aktif menyerap unsurhara P yang berguna dalam penambahan bobot kering akar. CMA melalui jaringan hifa eksternalnya jugadapat memperbaiki dan memantapkan struktur tanah. Menurut Wright dan Uphadhyaya (1998) CMAmenghasilkan senyawa glycoprotein glomalin yang sangat berkorelasi dengan peningkatan kemantapanagregat. Sekresi senyawa-senyawa polisakarida, asam organik dan lendir jaringan hifa mampu mengikatbutir-butir primer menjadi agregat mikro. Selanjutnya agregat mikro melalui proses mekanikal oleh hifaeksternal akan membentuk agregat makro yang mantap. Kondisi ini sangat menguntungkan dalamperkembangan akar tanaman padi gogo. Dengan berkembangnya akar, maka semakin banyak bulu-buluakar yang kontak dengan tanah maka semakin banyak unsur hara P dan unsur-unsur hara lainnya serta airyang diserap. Akar yang dikolonisasi CMA menghasilkan senyawa semacam sitokinin dan auksin yangmendukung pertumbuhan tanaman (Bertha et al., 1993). Anakan produktif tertinggi (16,3 batang/rumpun)diperoleh pada aplikasi 7,5 g/pot CMA dan tanpa kompos jerami (Tabel 3). Sedangkan gabah keringtertinggi (46,4 g/rumpun) diperoleh pada pemberian 15,0 g/pot CMA dan 75 g/pot kompos jerami padi,seperti disajikan pada Gambar 4. Hal ini diduga, walaupun anakan produktif tinggi namun tidak menjaminpenambahan bobot kering gabah. Tanpa pemberian CMA dan kompos jerami bobot kering gabah yangdiperoleh paling rendah (26,5 g/pot). Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa peningkatan Ptersedia dan serapan P tanaman ini ditunjukkan oleh peningkatan pertumbuhan dan produksi tanaman yangdisebabkan pengaruh interaksi CMA dan kompos jerami, seperti dilihat pada bobot kering tanaman, anakanproduktif, dan bobot kering gabah. Unsur hara P dapat meningkatkan jumlah biji terutama pada tanamanyang masih muda. Peranan P pada tanaman dapat mendorong pertumbuhan akar, membantumemindahkan susbstansi dari batang, daun dan bagian- bagian tanaman lainnya menuju ke biji. Akar yangdikolonisasi CMA menghasilkan senyawa semacam sitokinin dan auksin yang mendukung pertumbuhantanaman (Bertha et al., 1993). Disamping itu CMA berfungsi meningkatkan serapan air oleh tanamansehingga tanaman 626

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

tidak mengalami cekaman air pada waktu kekeringan, maka akan berdampak positif terhadap pertumbuhandan produksi. Selain meningkatkan kemampuan menyerap hara, kolonisasi akar dengan mikoriza secaratidak langsung berpengaruh terhadap modifikasi tingkat transpirasi dan laju fotosintesa (Marschner, 2002).120.0 Bobot kering tanaman (g/rumpun) 100.0 80.0 60.0 40.0 20.0 CMA 0 (g/pot) CMA 7.5 (g/pot) CMA 15.0(g/pot) CMA 22.5 g/pot) 0.0 0 25 50 75 Kompos Jerami Padi (g/pot) Gambar 3. Pengaruh aplikasi CMA dankompos jerami padi terhadap bobot kering tanaman padi gogo pada 63 HST. Tabel 3. Pengaruh aplikasiCMA dan kompos jerami padi terhadap anakan produktif tanaman padi gogo Kompos Jerami (g/pot) CMARata-rata (g/pot) 0 25 50 75 Anakan Produktif (batang/rumpun) 0,0 10,7 c 15,0 a 14,3 a 13,7 a 13,4 7,5 16,3a 13,3 a 14,3 a 14,3 a 14,6 15,0 13,0 bc 14,3 a 13,7 a 15,3 a 14,1 22,5 15,3 ab 13,3 a 14,7 a 14,0 a 14,3Rata-rata 13,8 14,0 14,3 14,3 Angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyatapada taraf 0,05 DMRT. Kurva Respon Hasil Gabah Kering Akibat Aplikasi CMA dan Kompos Jerami PadiBerdasarkan kurva respon yang disajikan pada Gambar 6, diketahui bahwa pada dosis 0; 7,5; dan 15,0g/pot CMA, hasil gabah meningkat secara linier dengan bertambahnya dosis kompos jerami hingga 75/gpot. Sebaliknya pada dosis 22,5 g/pot CMA memperlihatkan persamaan yang kuadratik. Hal inimenunjukkan bahwa pada dosis 22,5 g/pot CMA produksi meningkat dengan 627

Page 344: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 344/395

1

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

bertambahnya dosis kompos jerami hingga 32,0 g/pot. Hal ini bila dihubungkan dengan P tersedia, serapanP, dan bobot kering tanaman juga diperoleh pada dosis tersebut, sehingga pada kondisi ini peningkatanpertumbuhan dan produksi tanaman berjalan maksimal. Kemudian produksi akan menurun biladitambahkan kompos jerami hingga 75 g/pot. Diduga efektivitas CMA pada dosis 22,5 g/pot semakinmenurun bila ditambahkan kompos jerami hingga 75 g/pot. Hal ini juga menunjukkan bahwa semakin tinggidosis kompos jerami, maka semakin berkurang keefektifan CMA dalam meningkatkan hasil gabah kering.Gambar 4. Pengaruh aplikasi CMA dan kompos jerami padi terhadap gabah kering padi gogo. Gambar 6.Kurva respon hasil gabah kering akibat aplikasi CMA dan kompos jerami padi 628

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

KESIMPULAN DAN SARAN ? Aplikasi CMA dan kompos jerami nyata meningkatkan ketersediaan P,serapan P, anakan produktif, bobot kering tanaman, dan hasil gabah kering padi gogo. ? Aplikasi CMA dankompos jerami padi sebanyak 15 g/pot dan 75 g/pot meningkatkan ketersediaan P sebesar 118% danserapan P 231% serta memberikan hasil gabah tertinggi dibandingkan tanpa perlakuan. ? CMA dan komposjerami sangat berpotensi dalam meningkatkan kesuburan tanah dan meningkatkan hasil pertanian. ?Penelitian ini perlu dilanjutkan untuk melihat pengaruh residu dari CMA dan kompos jerami untuk tanamanpadi atau rotasi tanaman palawija. DAFTAR PUSTAKA Atmaja, I Wayan Dana. 2001. Bioteknologi Tanah(Ringkasan Kuliah). Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Denpasar. Berta, G., S.Sgorbati, V. Soler, A. Fusconi, A. Trotta, A. Citterio, M.G. Bottone, E. Sparvoli and S. Scannerini. 1993.Variations in chromatin structure in host nuclei of a vesicular arbuscular mycorrhiza. New Phytol., 14, 199-216. Bolan, N.S. 1991. A critical review on the role of mycorrhizal fungi in uptake of phosphorus by plants.Plant and soil 134:189-207. Delvian. 2006. Peranan ekologi dan agronomi cendawan mikoriza arbuskula.Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Gomez. K.A dan A. A. Gomez.1995. Prosedur statistik untuk penelitian pertanian Edisi Kedua. Penerbit Universitas Indonesia. Hairiah, K.,Widianto, Noordwijk, dan G. Cadisch. 2000. Pengelolaan Tanah Masam Secara Biologi. ICRAF. Bogor.Hardjowigeno, S. 2003. Soil science. Fifth Edition. Akademika Pressindo. Jakarta. (Indonesian Version). 286p. Kabirun, S. 2002. Tanggap padi gogo terhadap inokulasi jamur mikoriza arbuskula dan pemupukan fosfatdi Entisol. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 3 (2), p 49-56. Lambers, H., F.S. Chapin and T.L. Pons.1998. Plant Fisiological Ecological. Springer-Verlag. New York. Marschner, H. 2002. Mineral nutrition ofhigher plants. Fifth printing. Academic Press. London. UK. Musfal, Delvian, Jamil. A. 2009. Efisiensipenggunaan pupuk NPK melalui pemanfaatan Cendawan Mikoriza Arbuskular pada 629

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

jagung. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan, Vol. 28 (3):165-169. Petunjuk Teknis PengelolaanTanaman Sumberdaya Terpadu (PTT) Padi Gogo. 2009. BPTP Jawa Barat. BBP2TP. Badan LitbangDepartemen Pertanian). Pujianto. 2001. Pemanfatan jasad mikro, jamur mikoriza dan bakteri dalam sistempertanian berkelanjutan di Indonesia : Tinjauan dari Perspektif Falsafah Sains. Makalah Falsafah SainsProgram Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor Prasetyo, B. H dan D.A. Suriadikarta. 2007.Karakteristik, potensi, dan teknologi pengelolaan tanah Ultisol untuk pengembangan pertanian lahan keringdi Indonesia. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Saxena, L. A. K.,and K. V. B. R. Tilak. 2002. Biofertilizers to augment soil fertility and crop production. Dalam K. R. Krishna.2002. Soil Fertility and Crop Production. Edited by. Science Publishers, Inc., Enfield (NH), USA., and

Page 345: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 345/395

1

1

Plymouth, UK. p. 279-312. Sembiring, H dan A. Jamil. 2007. Sifat tanah sebagai pengaruh residu fosfor danbahan organik pada lahan sawah tadah hujan di Sumatera Utara. Prosiding Seminar Nasional. Medan. Hal18-26 Sutanto, R. 2002. Pertanian organik menuju pertanian alternatif dan berkelanjutan. hlm 71-81 Wright,S. F., and A, Uphadhyaya. 1998. A survey of soils for aggregate stability and glomalin, a glycoproteinproduced by hyphae of arbuskular mycorrhizal fungi. Plant and Soil 198:97-107. 630

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

EVALUASI PENGGUNAAN PESTISIDA SECARA AMAN, BIJAKSANA DAN BERWAWASANLINGKUNGAN PADA PENGELOLAAN KEBUN JERUK DI KABUPATEN KARO Palmarum Nainggolan danDorkas Parhusip e-mail : [email protected] Abstrak Tujuan dari penelitian ini untuk mengevaluasisejauhmana pengetahuan dan ketrampilan petani dalam menggunakan pestisida secara aman, bijaksanadan berwawasan lingkungan pada pengelolaan kebun jeruk Siam. Penelitian dilaksanakan 2 tahap, yaitutahap I (Agustus 2008) dan tahap II (Maret 2010) menggunakan metode survei, di kecamatan sentraproduksi jeruk (Barusjahe, Berastagi, Dolatrayat, Kabanjahe, Simpang Empat, dan Payung). Masing-masingKecamatan diwakili 3-4 desa dan jumlah petani responden sebanyak 105 orang. Hasil evaluasimenunjukkan bahwa sebagian besar petani sudah mengenal organisme pengganggu tanaman jeruk,kecuali kutu sisik dan penyakit busuk pangkal batang. Sumber informasi untuk memilih pestisida yang efektifdan efisien berasal dari penyuluh pertanian, formulator pestisida, melalui pelatihan dan mediacetak/elektronik. Penggunaan pestisida oleh petani sudah mengikuti dosis anjuran, namun masih ada yangmelebihi dosis atau kurang dari dosis anjuran. Volume semprot yang digunakan berdasarkan umur pohon,untuk tanaman jeruk yang berumur 6-10 tahun adalah 0,5-1,0 l/pohon. Limbah pestisida, seperti kemasansudah dikumpulkan dalam karung atau dimasukan dalam lobang yang disediakan, namun sebagian kecilpetani masih ada yang membuang secara sembarangan. Penanganan pestisida mulai dari membeli,mengangkut, menyimpan, teknik aplikasi, penggunaan alat pelindung diri dan penanganan limbah sudahdilakukan petani sesuai dengan anjuran. Metoda pelatihan penggunaan pestisida secara baik, tepat, amandan bijaksana yang dilakukan sudah sesuai dengan keinginan petani jeruk. Katakunci : Citrus suhuniensisL.Tan, hama penyakit, evaluasi, penggunaan pestisida, berwawasan lingkungan. PENDAHULUAN Jerukmerupakan salah satu buah yang cukup banyak digemari masyarakat pada berbagai kalangan. Sebagianbesar konsumen domestik menyukai jeruk siam yang memiliki atribut rasa manis, warna kulit 631

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

hijau-kuning, permukaan kulit mengkilat-halus, berkulit tipis, berserat rendah dan kandungan air tinggi(Adiyoga et al., 2009). Kabupaten Karo merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Sumatera Utara yangterkenal sebagai sentra penghasil buah-buahan, seperti jeruk, markisa dan buah lainnya. Luas pertanamanjeruk di Kabupaten Karo pada tahun 2000-2009 masih meningkat (Tabel 1) dan tahun 2009 luas tanamansebanyak 12.123 ha dengan produksi sebesar 413.957 ton (BPS Pertanian Karo, 2010). Daerah sentraproduksi berada pada ketinggian > 1.000 m dpl. Hasil produksi jeruk dipasarkan, selain untuk kebutuhankota Medan, juga untuk perdagangan antar kota, pulau dan eksport. Tuntutan pasar akan produk pertaniantidak hanya terhadap mutunya, tetapi juga terhadap bebasnya dari kandungan residu pestisida dan bahankimia lainnya. Adanya ISO 9000 mengenai jaminan pengelolaan mutu produk dan ISO 14000 mengenaipengelolaan lingkungan merupakan aspek yang harus diperhitungkan. Sebahagian besar buah jeruk dalamnegeri dipasarkan dengan penampilan kurang menarik, ukuran, rasa dan warna beragam. Salah satupenyebabnya adalah akibat serangan hama penyakit dan salah satu upaya untuk meningkatkan daya saingproduk menurut Dwiastuti dan Muharam (2008) penerapan hasil-hasil penelitian diantaranya adalahPengelolaan Kebun Jeruk Sehat (PKJS) yang bersumber pada pengendalian hama penyakit terpadu (PHT).Konsumen buah-buahan menginginkan persyaratan tertentu, seperti : (1) ramah lingkungan, diproduksi

Page 346: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 346/395

1

1

dengan cara yang tidak menurunkan kualitas lingkungan antara lain bebas erosi, pencemaran tanah dan air,serta penurunan kualitas lingkungan lainnya, (2) tanggungjawab sosial antara kesejahteraan pekerja dankesehatan pekerja, (3) traceability yaitu cara memproduksi harus dapat dirunut, transparan, tidak ada yangdisembunyikan dan ada catatan kebun (Purwanto, 2004). Perkembangan agribisnis hortikultura, hingga saatini sangat tergantung pada penggunaan pestisida. Dalam perkembangan selanjutnya, banyak petanicenderung menggunakan pestisida berlebihan tanpa memikirkan kesehatan para konsumen dan kelestarianlingkungan hidup. Selain konsumen, produsen juga mengalami resiko yang sama bila tidak mengikuti kaidahpenggunaan pestisida secara baik, benar, aman, bijaksana dan berwawasan lingkungan. Hal inikemungkinan disebabkan oleh karena sebelum bertanam, petani tidak pernah mendapatkan pelatihan atauhanya mengandalkan pengalaman orangtua secara turun temurun. 632

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tabel 1. Perkembangan luas tanam, luas panen, produksi dan produktivitas jeruk di Kabupaten Karo kurunwaktu tahun 2000-2009 No. Tahun Luas Tanam (Ha) Luas Panen (Ha) Produksi (t) Produktivitas (t/ha) 1.2000 6.651,38 3.854,01 350.154,75 908,55 2. 2001 6.938,94 4.395,00 337.143,60 767,11 3. 2002 7.596,294.745,80 372.695,80 785,32 4. 2003 9.402,50 9.402,50 377.212,10 594,60 5. 2004 14.292,68 9.782,30437.149,00 446,88 6. 2005 14.298,17 10.021,43 542.237,00 541,08 7. 2006 14.304,45 10,036,69588.706,00 586,55 8. 2007 13.850,22 11.405,91 653.622,75 573,07 9. 2008 12.160,57 9.725,00 408.912,00420,46 10 2009 12.123,90 9.846,37 413.958,66 420,42 Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Karo (2010)Organisme pengganggu tanaman saat ini dan di masa yang akan datang tetap merupakan faktor pembataspeningkatan produksi pertanian, sehingga perlindungan tanaman menjadi hal yang sangat penting. Metodepengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang banyak dipilih oleh petani sampai saat iniadalah menggunakan pestisida kimiawi. Menurut Ameriana (2008) strategi yang sering dilakukan petani, bilapada saat serangan berat yakni penambahan konsentrasi, dan frekuensi penyemprotan serta menggantijenis pestisida dan pencampuran beberapa pestisida. Disamping itu manfaat yang diperoleh, ternyata daripengalaman dan hasil penelitian semakin diketahui berbagai dampak negatif penggunaan pestisida kimia.Resiko bagi kesehatan manusia baik pekerja, penyemprot, masyarakat dan konsumen produk pertanian.Resiko bahaya dalam bentuk keracunan akut dan yang saat ini paling ditakuti adalah keracunan kronikseperti kanker, mutasi gen, turunan cacat, kerusakan hormon endoktrin dan kerusakan sistem sayaraf(Gupta, 2004; Kamel et.at, 2005). Resiko bagi lingkungan hidup seperti (1) terbunuhnya organisme yangbukan sasaran seperti musuh alami dan serangga penyerbuk, (2) terbunuhnya organisme lain termasukikan, burung, dan ternak, (3) tersebarnya residu pestisida di kompartemen lingkungan seperti tanah, air,udara, dan laut, serta (4) merosotnya keanekaragaman hayati (Moorman, 1989). Terjadinya fenomenaresistensi hama, resurgensi hama serta letusan hama kedua setelah penggunaan pestisida 633

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

mengakibatkan penggunaan pestisida kimia tidak efektif untuk pengendalian OPT (Laba et.al, 1998).Dikaitkan dengan masalah keamanan pangan, buah jeruk dapat dikatakan sebagai jenis buah-buahan yangberpeluang mengandung residu pestisida melebihi batas maksimum residu (BMR) karena buah disemprotdengan pestisida secara langsung selama proses produksi, mulai buah terbentuk hingga menjelang panen.Persyaratan batas maksimun residu pestisida tanaman pangan dan hortikultura serta persyaratan pertanianorganik merupakan tuntutan konsumen global yang sadar akan bahaya pestisida. Penelitian bertujuan untukmengevaluasi sejauhmana pengetahuan dan ketrampilan petani dalam penggunaan pestisida secara benar,aman, bijaksana dan berwawasan lingkungan untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman jeruk.BAHAN DAN METODA Penelitian dilaksanakan dalam 2 tahapan, yaitu tahap I (Agustus 2008) sebelumpelatihan dan tahap II (Maret 2010) setelah pelatihan. Lokasi penelitian di Karo salah satu sentra produksi

Page 347: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 347/395

1

1

jeruk di dataran tinggi Sumatera Utara. Berdasarkan data luas tanaman jeruk dipilih secara sengaja di 6Kecamatan (Barusjahe, Dolatrayat, Berastagi, Kabanjahe, Simpang 4, dan Payung). Kriteria yang samadigunakan untuk memilih desa dan setiap kecamatan diwakili 3-4 desa. Masing- masing desa secara acakdipilih 5 orang petani jeruk dari daftar nama- nama anggota kelompok tani, sehingga jumlah petaniresponden sebanyak 105 orang yang berdomisili pada 21 desa. Petani responden saat survei tahap I dan IIadalah petani yang sama, kecuali ada beberapa yang berhalangan diganti oleh petani lainnya dalamkelompok tani yang sama pula. Penelitian dilakukan melalui tahapan prasurvei dan survei formal. Prasurveikhusus pada tahap I mencakup kegiatan pemilihan lokasi dan responden, pengumpulan data sekunder.Informasi yang diperoleh dari prasurvei digunakan sebagai acuan untuk menyusun daftar pertanyaan.Dalam survei formal data dikumpulkan melalui wawancara individual menggunakan kuestioner yang diberipertanyaan tertutup (multiple choices) dan pertanyaan dengan jawaban terbuka (open-ended). Khususdaftar pertanyaan untuk mengidentifikasi hama dan penyakit penting tanaman jeruk, disertakan foto-fotoyang ditunjukkan kepada petani untuk dipilih jenis hama dan penyakit penting pada kebun mereka.Pelatihan yang didanai oleh AMARTA-USAID melalui Crop Life Indonesia di Kabupaten Karo telah dilatih >80 Kelompok Tani Jeruk. Materi pelatihan lebih fokus pada penggunaan pestisida secara 634

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

baik, benar, aman, bijaksana dan berwawasan lingkungan. Sebagai narasumber adalah 1) BPTPHSumatera Utara, 2) Formulator Pestisida, dan 3) Tim Teknis MJI. Teknik penyampaian materi melalui 2pendekatan, yaitu (1) tatap muka dan diskusi, (2) praktek lapang di kebun Jeruk. Lama waktu pelatihansetiap kelompok tani adalah 4 hari. Data yang dikumpulkan dalam survei formal adalah (1) karakteristikpetani responden, (2) identifikasi hama dan penyakit penting, (3) sumber informasi dalam memilih jenispestisida, (4) pengetahuan petani tentang pestisida, bahan aktif, dan istilah-istilah dalam pestisida, (5)pengelolaan pestisida, (6) penanganan limbah pestisida, (7) aplikasi pestisida, (8) pengamatan tanamansebelum penyemprotan dan (9) tindakan yang dilakukan petani bila terjadi keracunan, dan (10) evaluasipelaksanaan pelatihan. Data yang dikumpulkan dari pertanyaan dianalisis menggunakan statistik deskriptifdan diinterpretasikan. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Karakteristik petani responden Memperhatikangambaran usia petani responden berkisar antara 37-45 tahun tergolong usia produktif, hal ini mengingatusahatani jeruk membutuhkan padat tenaga kerja dan modal. Bila dilihat dari segi pendidikan formal,diketahui bahwa petani responden memiliki pendidikan formal cukup memadai, yaitu tamat SMA (45,3%)dan bahkan 14,4 % responden tamat pendidikan D3/S1 pertanian. Ada kecendrungan semakin dekattempat tinggalnya ke kota tingkat pendidikan petani semakin tinggi. Sehingga tingkat pemahaman merekatentang penggunaan pestisida semakin baik pula. Adiyoga et al. (1999) menyatakan semakin tinggipendidikan seseorang semakin cepat pula yang bersangkutan menerima inovasi teknologi, termasuk dalamhal ini pengendalian hama terpadu (PHT). Bila ditinjau dari segi pengalaman petani dalam budidayatanaman jeruk ternyata kisaran pengalaman responden antara 5-30 tahun (Tabel 3). Sebagian respondenpernah mengikuti pelatihan sebelum survei tahap I dilakukan. Jumlah pohon jeruk yang dimiliki petaniberkisar antara 100 hingga 1.000 batang (0,2-2 ha). Dengan jarak tanam 4 m x 5 m, maka jumlah populasitanaman adalah 500 batang/ha dan umur tanaman antara 5-20 tahun. 635

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tabel 2. Pendidikan formal dan usia petani responden di Kabupaten Karo Kecamatan Rataan usia (thn)Pendidikan formal petani responden SD SLTP SLTA PT Barusjahe 42,27 20.0 40.0 33.3 06.7 Berastagi42,05 10.5 26.4 52.6 10.5 Dolatrayat 37,40 06.7 13.3 46.7 33.3 Kabanjahe 36,95 15.8 15.8 52.6 15.8Simpang 4 44,75 26.7 26.7 40.0 06.7 Payung 44,67 00.0 40.0 46.7 13.3 Rata-rata 41,37 13,28 27,03 45,3114,38 Tabel 3. Identitas petani responden di Kabupaten Karo Kecamatan Jumlah pohon (batang)

Page 348: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 348/395

1

1

Pengalaman petani (tahun) Pernah mengikuti pelatihan (%) Barusjahe 275,3 12,6 13,3 Berastagi 186,2 13,315,0 Dolatrayat 324,0 11,6 16,7 Kabanjahe 271,4 11,3 20,0 Simpang 4 335,0 15,5 18,3 Payung 315,0 14,719,7 Rata-rata 284,48 13,17 17,17 2. Identifikasi organisme pengganggu tanaman pada tanaman JerukDijumpai banyak jenis OPT penting pada jeruk siam (Davtyan et al., 2003; Dwiastuty et al., 2004;Nainggolan et al, 2006). Hasil identifikasi hama dan penyakit tanaman jeruk siam madu di kabupaten Karodisertai nama lokalnya disajikan dalam Tabel 4. Diperoleh bahwa hama kutu sisik dan hama penggerekbuah sebelum pelatihan hanya dikenal < 45 % petani responden, tetapi setelah pelatihan sudah dikenal >65 % petani. Hama lalat buah sangat meresahkan petani jeruk di Karo oleh karena dapat menurunkanproduksi hingga 80% dan jenis lalat buah yang banyak dijumpai adalah Bactrocera dorsalis Hendel danBactrocera tau Walker (Bangun, 2009). Hampir semua petani sudah mengenalnya, hanya saja belumsemua dapat membedakan antara hama lalat buah dan penggerek buah (Muryati, 2007). Hama kutu sisik(Lepidosaples beckii) yang selama ini kurang dikenal dan mereka menyebut jamur merah. Hama ini barudiidentifikasi oleh Balitjestro Malang pada tahun 2003, sehingga penyuluh dan petani belum semuamengenalnya (Triwiratno et.al., 2003). 636

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

3. Memilih produk perlindungan tanaman Macam dan jenis pestisida cukup banyak dan namanyatergantung pada organisme sasaran yang akan dikendalikan. Insektisida, fungisida dan herbisidamerupakan pestisida yang sudah biasa digunakan petani, akan tetapi nama bahan aktif pestisida yang biasadigunakan tidak semua mengetahuinya (Tabel 5). Mengingat bahan aktif pestisida menggunakan istilahasing atau nama ilmiah, sehingga petani susah mengingat dan lebih mudah mengingat nama dagangproduk. Pestisida lain, seperti akarisida, nematisida, dan bakterisida belum banyak diketahui oleh karenaproduk tersebut sangat jarang digunakan petani jeruk. Tabel. 4. Nama hama dan penyakit utama tanamanjeruk Siam Madu yang sudah dikenal oleh petani sebelum dan setelah mengikuti pelatihan. No Nama OPTpada tanaman jeruk Siam OPT dikenal petani (%) Nama lokal Madu Sebelum Setelah A. Hama 1. Lalatbuah (Bactrocera spp) Cit-cit 95,0 100,0 2. Penggerek buah Citripestis sagittiferella) Bur-bur 45,0 85,0 3.Thrips (Scirtothrips citri) - 85,0 95,0 4. Ulat peliang daun (Phylocnistis citrella) Surat-surat 95,0 100,0 5. Kutusisik (Lepidosaples beckii) - 15,0 55,0 6. Kutu daun (Toxoptera aurantii) Kutu buluh 97,5 100,0 7. Tungau(Panonychus citri) - 65,0 75,0 8. Kutu dompolan (Planococcus citri) Kutu babi 71,5 75,0 B. Penyakit 1.Embun tepung (Oidium tingitanium) Kapuren 100,0 100,0 2. Diplodia(Botryodiplodia theobromae) Teh-tehan40,0 55,0 3. Lumut (Cephaleuros virescens) - 100,0 100,0 4. Busuk pangkal batang (Phytophthora spp) -37,5 51,0 5. Busuk akar (Phytophthora spp) - 30,0 41,0 6. Embun jelaga (Capnodium citri ) - 85,0 95,0Produk pestisida yang tersedia di toko saprotan cukup banyak jenis dan nama dagangnya yang diproduksioleh formulator pestisida. Kebanyakan petani masih bingung memilih pestisida yang efektif dan efisien untukmengendalikan OPT pada tanaman jeruk. 637

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tabel 5. Produk pestisida yang sudah dikenal petani dan mengetahui nama bahan aktifnya. No. Jenisproduk pestisida Sebelum pelatihan (%) Setelah pelatihan (%) 1. Insektisida 65,0 80,00 2. Fungisida 70,085,30 3. Akarisida 17,0 34,67 4. Herbisida 52,0 54,67 5. Nematisida 15,0 16,00 6. Bakterisida 10,0 12,00Sumber informasi yang menjadi acuan petani dalam memilih pestisida setelah pelatihan adalah : 1)narasumber pelatihan (33,3%), 2) penyuluh/kelompok tani (30,7%), 3) formulator pestisida (26,7%), 4)media cetak dan elektronik (6,7%). Tabel 6. Sumber informasi dlm memilih pestisida untuk pengendalianhama penyakit jeruk No. Sumber Informasi Sebelum Pelatihan (%) Setelah Pelatihan (%) 1.Penyuluh/kelompok tani 33,56 30,67 2. Formulatur pestisida, 30,48 26,67 3. Pelatihan yang diikuti 29,7933,33 4. Media cetak dan elektronik 06,17 06,67 4. Pemahaman istilah dalam label pestisida. Setiap label

Page 349: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 349/395

1

1

pestisida tercantum istilah yang tertera di dalam kemasannya. Informasi tersebut berupa bentuk, bahanaktif, dosis aplikasi, racun kontak/sistemik, daya bunuhnya serta nomor pendaftaran atau ijindiperdagangkan. Istilah lainnya seperti WP, EC dan G belum banyak diketahui oleh petani (8,6-16,2%) dansetelah pelatihan menjadi mengetahui (84-92%), sedangkan istilah F, S, PWD, LD pemahaman masihrendah, hal ini terkait dengan tingkat pendidikan formal petani. Gambar tengkorak manusia yang terterapada kemasan hampir semua petani sudah mengerti bahwa produk tersebut berbahaya bagi manusia,ternak dan lingkungan. Sedangkan no. pendaftaran yang tertera pada label baru 40,5-66,7% respondenyang memahami. Hal ini sangat penting untuk mendeteksi apakah produk tersebut palsu. Pengertiankonsentrasi larutan, pestisida kontak/sistemik sudah dimengerti oleh sebagian besar petani (92-94%).Informasi tentang konsentrasi larutan, pestisida kontak dan sistemik sangat berkaitan dengan efektif danefisiensi penggunaan pestisida. 638

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tabel 7. Pengetahuan petani tentang label pestisida di Kabupaten Karo No. Istilah dlm label pestisidaSebelum pelatihan (%) Setelah pelatihan (%) 1. Konsentrasi larutan 75,2 84,00 2. Gambar tengkorak 75,097,67 3. Pestisida kontak dan sistemik 55,2-56,2 92,0-94,00 4. No. Pendaftaran 40,5 66,67 5. 70 WP, 60EC, dan 10 G 8,6-16,2 84,00-92,00 6. 57 PWD, 80 F, S-85 dan LD 1,0-2,9 6,67-10,67 5. PenangananProduk Perlindungan Tanaman Umumnya petani membeli saprotan di desa tempat tinggal mereka, tetapibila tidak tersedia mereka membeli di kota kecamatan/kabupaten terdekat. Alat angkut yang digunakandalam membawa pestisida dari kios saprodi adalah angkutan umum atau pribadi dengan cara mengemasdalam karton atau kantongan plastik dan sudah dipisahkankan dari barang lainnya. Pestisida sebelumdigunakan disimpan di dalam gudang atau tempat khusus tidak mudah dijangkau oleh anak-anak. Sebagianlagi menyimpan di pondok atau di kebun, terutama sisa-sisa pestisida yang tidak habis dipakai. Pestisidayang dibeli sudah sesuai dengan tujuan penggunaannya, misalnya fungisida digunakan untuk pengendalianpenyakit oleh jamur. Sedangkan untuk membedakan antara insektisida dan akarisida sebagian besar petanibelum memahami dengan benar. Mana pestisida yang efektif untuk mengendalikan ulat atau serangga danmana untuk mengendalikan tungau atau kutu, tetapi mereka menganggap itu sama saja. Pestisida yangdigunakan petani setiap kali menyemprot minimal 3 jenis yang dicampur secara bersamaan, tetapi merekabelum mengetahui mana pestisida yang boleh dicampur dan yang tidak. Menurut Basuki (2009) jika bahankimia atau pestisida mempunyai kemampuan untuk meningkatkan daya racun maka efeknya disebutsinergistik. Sebaliknya jika bahan campuran tersebut menurunkan pengaruh daya racun maka dinamakanefek antagonistik, dan jika campuran tersebut tidak berefek terhadap daya racun pestisida disebut efeknetral. Kebanyakan petani sudah menggunakan bahan perekat/perata, terutama saat musim penghujan.Hampir semua petani melakukan penyemprotan saat pagi hari. Cara penyemprotan dilakukanmenggunakan dua cara, yaitu searah dengan arah angin (85,33%) dan memotong arah angin (14,67%).Sebelum dilakukan penyemprotan < 35% dari petani responden sudah melakukan pengamatan hamapenyakit. Sedangkan interval penyemprotan yang dilakukan petani masing-masing 2 ; 3 ; dan 4 minggusekali, yaitu 53,6 % ; 36,3% ; dan 10,1%. Mengingat periode panen buah jeruk siam tidak serentak ataubertingkat maka saat penyemprotan sebelum panen seharusnya mendapat perhatian agar 639

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

residu pestisida dalam buah aman bagi konsumen, walaupun hasil penelitian menyatakan bahwakandungan residu pestisida buah jeruk dari Karo (Khairia, 2009) masih dibawah batas maksimun residu(BMR). 6. Penanganan limbah produk pestisida Limbah produk pestisida sangat berbahaya pada manusia,ternak, ikan dan lingkungan hidup, bila tidak ditangani secara baik. Limbah tersebut berupa kemasanpestisida atau sisa-sisa bahan pestisida yang masih tertinggal. Dari hasil wawancara setelah pelatihan

Page 350: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 350/395

1

diketahui bahwa bekas kemasan pestisida dibuang dalam lobang yang disediakan (38,6%) dan cara laindikumpulkan dalam karung untuk dimusnahkan (51,3%), tetapi masih ada (10,1%) yang membuangkemasan secara sembarangan, sedangkan sebelum pelatihan masih membuang secara sembarangansebanyak 21,0% dari petani responden. Dan sebagian kecil petani (9,8%) sudah memberi tanda padakebun bahwa tanaman jeruk sedang atau barusan disemprot dengan pestisida. 7. Teknik aplikasi pestisidaPenentuan dosis pestisida. Penentuan konsentrasi larutan pestisida yang dilakukan belum semua petanimengikuti aturan yang tertera dalam label masing-masing pestisida. Diperoleh sebanyak 47,6% petanisudah mengikuti dosis anjuran, 42,6% melebihi dosis anjuran dan 9,55 % kurang dari dosis anjuran. Bahkanmasih ada petani yang tanpa terlebih dahulu membaca dosis anjuran yang tertera dalam kemasan danberasumsi semua penggunaan pestisida sama berdasarkan volume tutup botol atau sendok makan yangbiasa digunakan. Penentuan volume semprot. Penentuan volume semprot atau jumlah larutan pestisidayang perlu disediakan sebelum penyemprotan, yaitu 1) berdasarkan umur tanaman jeruk (42,67%), 2)berdasarkan jumlah pohon yang akan disemprot (41,33%), dan 3) berdasarkan pengalaman penyemprotanterakhir atau tanpa estimasi sebelumnya (13,33%). Sebahagian besar petani untuk menentukan volumelarutan semprot yang disediakan dengan asumsi per pohon 1 liter, misalnya jumlah tanaman yang akandisemprot 200 pohon maka perlu disiapkan larutan pestisida sebanyak 200 liter atau 1 drum. Bila tanamanjeruk yang berumur 6-10 tahun petani menggunakan : 0,5 l/pohon (44,29%), > 0,5-1,0 l/pohon (48,57%) dan> 1,0 l/pohon (7,14%) dari seluruh petani responden. Penggunaan alat pelindung diri. Para petani sudahsemakin menyadari bahwa pestisida berbahaya bagi aplikator, maka dalam melakukan pekerjaanpenyemprotan sudah menggunakan alat pelindung diri, seperti masker, sarung tangan, dan baju khusus.Oleh karena 65 % 640

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

dari petani responden sudah menggunakan mesin 5 PK, maka waktu yang dibutuhkan sudah semakinsingkat. Bila masih dengan alat semprot gendong dan jumlah pohon yang akan disemprot seluas 1 ha makapenyemprotan dilakukan secara bertahap. Mengetahui kondisi angin dan cuaca. Sebelum petani melakukanpenyemprotan terlebih dahulu memprediksi keadaan cuaca. Bila keadaan cuaca agak gelap atau ada tanda-tanda bakal hujan turun, maka petani biasanya akan menunda penyemprotan hingga esok hari. Petaniberanggapan bila setelah penyemprotan terjadi hujan, maka pestisida yang telah disemprotkan akanterbuang sia-sia. Menurut petani minimal 3 jam setelah penyemprotan cuaca cerah dan jikalaupun hujanturun sudah tidak mempengaruhi. Pemahaman toksisitas pestisida. Toksisitas atau daya racun pestisidaberbeda-beda dan tergantung banyak faktor, antara lain pada jenis dan stadium hama. Hal ini berhubungandengan aktivitas fisiologi dan biokimia tiap stadium. Pada serangga, stadium larva muda lebih pekadibandingkan dengan stadia dewasa, kepompong atau telur, sehingga pengendaliannya lebih efektif.Pengetahuan petani tentang toksisitas masih rendah (< 10%) hal ini terjadi oleh karena petani belum pernahmendapatkan pendidikan dan pelatihan secara khusus. Bila terjadi keracunan pestisida, petani meminumteh manis atau teh susu sebelum berobat ke Puskesmas terdekat. 3.2. Evaluasi Pelaksanaan PelatihanUntuk mengetahui bagaimana tanggapan petani tentang pelaksanaan pelatihan disajikan pada Tabel 8.Sebahagian besar petani merasa cukup puas mengikuti pelatihan, dan materi yang disampaikan dapatmenambah pengetahuan dan ketrampilan mereka tentang penggunaan pestisida, sehingga mereka dapatmemilih pestisida yang efektif dan efisien serta aman terhadap lingkungan. Mengingat tingkat pendidikanpeserta pelatihan sangat bervariasi mulai dari tamat SD hingga S1, sehingga daya serap juga berbeda-beda. Tabel. 8. Tanggapan petani responden setelah mengikuti pelatihan penggunaan pestisida. NoPertanyaan dan jawaban petani responden Persentase (%) 1. Materi/topik yang disampaikan atau diskusi a.Materi yang disampaikan sudah baik 58,67 b. Materi yang disampaikan masih kurang 41,33 c. Materi yangdisampaikan terlalu banyak 00,00 2. Jadwal dan waktu pelaksanaan pelatihan selama 4 hari a. Waktu dalampelaksanaan sudah cukup 62,67 b. Waktu dalam pelaksanaan masih kurang 24,00 641

Page 351: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 351/395

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

No Pertanyaan dan jawaban petani responden Persentase (%) c. Waktu dalam pelaksaaan sangat kurang13,33 3. Penguasaaan materi oleh nara sumber/pelatih a. Nara sumber menguasi materi yang disampaikan53,33 b. Nara sumber sangat menguasai materi disampaikan 44,00 c. Nara sumber kurang menguasi materidisampaikan 02,67 4. Sarana atau bahan praktek yang digunakan selama pelatihan a. Sarana atau bahanpraktek sudah cukup memadai 64,00 b. Sarana atau bahan praktek masih kurang memadai 17,34 c. Saranaatau bahan praktek sangat kurang memadai 17,33 5. Ilmu yang telah diperoleh sudah diaplikasikan olehpetani a. 60% dari materi telah diaplikasikan oleh petani 54,67 b. 80% dari materi telah diaplikasikan olehpetani 38,67 c. 40% dari materi telah diaplikasikan oleh petani 06,67 6 Kendala yang dihadapi petani dalamaplikasi pada usahatani a. Tingkat kesadaran petani masih kurang 44,00 b. Harga pestisida terlalu mahalbagi petani 36,00 c. Harga jual produk yang dihasilkan terlalu rendah 20,00 KESIMPULAN DAN SARAN 1)Sebagian besar petani sudah mengenal organisme pengganggu tanaman jeruk, kecuali hama kutu sisik danpenyakit busuk pangkal batang dan akar. Informasi tentang gejala-gejala serangan hama dan penyakittersebut diperoleh dari pengalaman, formulator pestisida, penyuluh, dan pelatihan. 2) Istilah umum yangterdapat dalam label pestisida sudah dipahami oleh petani, kecuali istilah bersifat khusus. Dalam memilihpestisida yang efektif dan efisien petani memperoleh informasi dari penyuluh (30,7%), formulator (26,7%),pelatihan (33,3%) dan media cetak/elektronik (6,7%) dari seluruh petani responden. 3) Dalam aplikasipestisida petani sudah mengikuti dosis anjuran (47,6%), melebihi dosis (42,6%) dan kurang dari dosisanjuran (9,8%). Volume semprotan yang digunakan adalah berdasarkan umur pohon, untuk tanaman jerukyang berumur 6-10 tahun volume semprotan adalah 0,5 l (44,3%); > 0,5-1,0 l (48,6%) dan > 1,0 l/pohon(7,1%). 4) Limbah pestisida, seperti kemasan sudah ditangani dengan baik yaitu dengan caramengumpulkan dalam karung (51,3%), atau dimasukkan dalam lobang yang disediakan (38,6%) dansebagian kecil masih membuang secara sembarangan. 5) Mengingat belum semua petani memilikipengetahuan dan pemahaman yang memadai tentang penggunaan pestisida secara benar, aman,bijaksaana, dan berwawasan lingkungan maka perlu 642

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

terus-menerus diupayakan pelatihan dan penyuluhan bagi petani, agar produk buah yang dihasilkanbermutu baik dan aman dikonsumsi. DAFTAR PUSTAKA Adiyoga, W., R.S. Basuki, Y. Hilman, dan B.K.Udiarto. 1999. Studi Lini Dasar Pengembangan Teknologi Hama Terpadu pada Tanaman Cabai di JawaBarat. J. Hort. 9(1):67-83. __________, T. Setyowati, M. Ameriana dan Nurmalinda. 2009. PerilakuKonsumen terhadap Jeruk Siam di Tiga Kota Besar di Indonesia. J. Hort. 19(1):112-124. Bangun, D.A. 2009.Kajian Beberapa Metode Perangkap Lalat Buah (Diptera : Tephritida) pada Pertanaman Jeruk di Kab. Karo.Skripsi. Fakultas Pertanian USU Medan. 75 hlm. Basuki, R.S. 2009. Pengetahuan Petani dan KeefektifanPenggunaan Insektisida oleh Petani dalam Pengendalian Ulat Spodoptera exigua Hubn. Pada TanamanBawang Merah di Brebes dan Cirebon. J. Hort. 19(4):459-474. BPS. 2009. Luas Tanaman yangMenghasilkan dan Produksi Buah- buahan di Kabupaten Karo. Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo. 315hlm Davtyan, A., D. Xuecheng, E. Sembiring, F. Mengistu, I. Vorster, and Y. G. A. Bashir. 2003. Towards ACompetitive Jeruk Production : Enchancing production and institutional factors for quality jeruk production inthe North Sumatra Highlands, Indonesia. ICRA- BPTP Sumatera Utara. Dwiastuty, M.E, A. Triwiratno, O.Endarto, S. Wuryantini, dan Yunimar. 2004. Panduan Teknis Pengenalan dan Pengendalian Hama PenyakitTanaman Jeruk. Loka Penelitian Tanaman Jeruk dan Hortikultura Sub Tropis. Pusat Penelitian danPengembangan Hortikultura. 96 hlm. _____________, dan A. Muharam. 2008. Riview Hasil PenelitianTeknologi Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan Jeruk di Balitjestro dan Aplikasinya di Lapang.Prosiding Seminar Nasional Jeruk di Yokyakarta, 13-14 Juni 2007. Pusat Penelitian dan PengembanganHortikultura. 408-428. Gupta, P.K. 2004. Pesticide Exposure-Indian Scene. Toxicology 198 (1-3): 83-90.

Page 352: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 352/395

1

1

Khairia, W. 2009. Dampak Penggunaan Pestisida terhadap Keanekaragaman Anthro-poda Tanah dan KadarResidu Pestisida pada Buah Jeruk (Kasus Petani Hortikultura di Kabupaten Karo). Tesis. SekolahPascasarjana USU Medan. 67 hlm. 643

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Kamel, F., L.S. Engel, B.C. Gladen, J.A. Hoppin, M.C.R. Alavanja and D.P. Sandler. 2005. NeurologicSymptoms in Licensed Private Pesticide Applicators in the Agricultural Health Study. Environ. HealtPerspect. 113(7):877-882. Laba, I.W., D. Kilin, dan D. Sutopo. 1998. Dampak Penggunaan Insektisidadalam Pengendalian Hama. Jurnal Litbang Pertanian, XVII(3): 99-107. Moorman, T.B. 1989. A Review ofPesticide Effects on Microorganisms and Microbial Processes Related to Soil Fertility. J. Prod. Agric.2(1):14-23. Muryati, A., 2007. Pengaruh Umur Buah dan Faktor Iklim terhadap Serangan Penggerek BuahJeruk Citripestis sagitiferella Mr. (Lepidoptera : Pyralidae). J. Hort. 17(2):188-195. Nainggolan, P., D.Napitupulu, dan L.Winarto. 2006. Pengendalian Beberapa Hama Penyakit Penting Tanaman Jeruk SiamMadu dengan Menggunakan Bubur California. Prosiding Semnas Sosialisasi Hasil Litkaji. Medan, 21-22November 2005. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. 339-349. Purwanto, R., 2007.Panduan Budidaya Buah yang baik (GAP). Makalah disampaikan pada Fruit Eksport DevelopmentSymposium di Medan, 22-23 Maret 2007. Fruit Export Development Centre (FEDC). Kerjasama EKONID-INA. 21 hlm. Triwiratno, A., A. D. Susanto, dan P. Nainggolan. 2003. Identifikasi Penyebab Penyakit “JamurMerah” di Pertanaman Jeruk Kabupaten Karo. Sirkular Inovasi Teknologi Jeruk. Citrusindo Lolitjeruk.Volume 11. 644

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

POTENSI PENCEMARAN PERAIRAN DANAU LAUT TAWAR KABUPATEN ACEH TENGAH Saiful AdharFakultas Pertanian Universitas Malikussaleh Kampus Utama Reuleut – Aceh Utara Email :[email protected] Abstrak Danau Laut Tawar memiliki 42 daerah tangkapan air dengan total luas14.803 Ha. Aliran air permanen yang mengalir ke dalam danau ditemui pada 12 daerah tangkapan air.Danau tersebut mengalami penyusutan debit air, pendangkalan cekungan danau, penurunan kualitas air,dan hilangnya beberapa spesies endemik. Pendangkalan disebabkan oleh erosi daerah tangkapan air yangjuga mengakibatkan penurunan kualitas air melalui peningkatan konsentrasi Total Solid (TS). Penguranganjumlah covercrop mengakibatkan berkurangnya kuantitas air yang masuk ke danau. Limbah domestik yangberasal dari areal pemukiman, dan bahan organik pakan ikan dari kegiatan keramba jaring apungberpotensi mencemari perairan danau. Peningkatan polutan tersebut akan berdampak terjadinya eutrofikasidanau. Kata Kunci : Danau Laut Tawar, daerah tangkapan air, pencemaran perairan PENDAHULUANDanau Laut Tawar di Kabupaten Aceh Tengah merupakan salah satu sumber air yang banyak digunakanuntuk berbagai keperluan masyarakat. Danau tersebut adalah yang terbesar di Provinsi Aceh, yang memilikiluas permukaan 57 km 2 pada elevasi 1230 m di atas permukaan laut, secara astronomis berada pada 04 050’ LU dan 96 0 50’ BT (Ambar et al 1994). Sebagai sumberdaya air, Danau Laut Tawar mempunyai fungsisosial, ekologi, dan ekonomi. Fungsi sosial berupa segala aktivitas sosial yang menunjang kesejahteraanumum. Secara ekologi Danau Laut Tawar berfungsi sebagai bagian dari ekosistem yang menampung,menyimpan, dan mendistribusikan air, dan sebagai habitat tempat kelangsungan hidup flora dan fauna.Secara ekonomi Danau Laut Tawar dapat didayagunakan untuk menunjang kegiatan usaha, diantaranyaberfungsi sebagai sumber pendapatan penduduk sekitar, terutama di bidang perikanan, disamping debitairnya akan digunakan sebagai penggerak turbin PLTA Peusangan yang direncanakan pembangunannyaselesai pada tahun 2014. 645

Page 353: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 353/395

1

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Menurut Adhar (2010) Danau Laut Tawar memiliki 42 daerah tangkapan air (catchment area) dengan totalluas 14.803 Ha yang terletak antara 96 0 48’ - 97 0 02’ Bujur Timur dan 04 0 40’ - 04 0 32’ Lintang Utara.Secara administrasi daerah tangkapan air tersebut berada pada wilayah Kecamatan Lut Tawar, Kebayakan,Bebesan, dan Kecamatan Bintang. Peta Daerah Tangkapan Air Danau Laut Tawar di tampilkan padaGambar 1. Aliran air permanen yang mengalir secara terus menerus sepanjang tahun ke Danau Laut Tawarditemui pada 12 daerah tangkapan air, yaitu Daerah Tangkapan Air Kebayakan, Bebesan, Gembirit,Nempan, Rawe, Kalang, Nosar, Mengaya, Bewang, Linung, Kalarengkih, dan Kalasegi (Adhar, 2010).Sedangkan daerah tangkapan air lainnya hanya mengalirkan air ke Danau Laut Tawar secara temporer,terutama di musim penghujan. Sebagaimana layaknya danau-danau di dunia, Danau Laut Tawar juga takterlepas dari permasalahan yang mengarah kepada menurunnya kualitas lingkungan hidup. Masalah utamayang terjadi di ekosistem Danau Laut Tawar adalah (1) penyusutan debit air, (2) pendangkalan cekungandanau, (3) penurunan kualitas air, dan (4) hilangnya beberapa spesies endemik. Makalah ini bertujuan untukmengkaji potensi penurunan kualitas lingkungan hidup di kawasan Danau Laut Tawar, yang dibatasi dalamruang lingkup pencemaran perairan Danau Laut Tawar dan kemungkinan dampak yang diakibatkan olehpencemaran tersebut. Gambar 1. Peta Daerah Tangkapan Air Danau Laut Tawar (Sumber : Adhar, 2010)646

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

PERMASALAHAN EKOSISTEM DANAU LAUT TAWAR Berdasarkan 4 (empat) permasalahan utama yangtelah disebutkan di atas, maka dapat diidentifikasi potensi penyebab timbulnya permasalahan tersebut,seperti yang disajikan pada flowchart di bawah ini. Berdasarkan alur flowchart di atas, maka dapat diperolehinformasi bahwa terdapat 2 (dua) areal sumber bahan pencemar yang menyebabkan penurunan kualitas airDanau Laut Tawar, yaitu perairan danau dan daerah tangkapan air. Adapun kegiatan-kegaitan yangberpotensi menyumbangkan bahan pencemar (polutan) dari daerah tangkapan air adalah kegiatanpertanian, pemukiman, industry/jasa, dan pariwisata, sedangkan di perairan danau berupa kegiatankeramba jaring apung (KJA) dan dekomposisi bahan organic di perairan danau, dan juga kegiatanpariwisata di perairan danau. Salah satu spesies endemik Danau Laut Tawar yang terancam punah menurutMuchlisin et al (2010) adalah ikan depik (Rasbora tawarensis) yang merupakan ikan air tawar endemik diDanau Laut Tawar yang statusnya terancam punah dengan populasi menurun dalam beberapa tahunterakhir. Hal ini diduga karena terjadi perubahan yang signifikan pada Danau Laut Tawar hinggamengakibatkan ikan tersebut tidak mampu lagi beradaptasi di ekosistem tersebut. Perubahan tersebutkemungkinan besar berupa penyusutan debit dan pendangkalan danau yang berkonsekwensi padaberkurangnya volume air Danau Laut Tawar, serta perubahan kualitas air karena adanya berbagai bahanpencemar. Selain itu hal lain yang tidak dapat dikesampingkan adalah terjadinya pemanasan global yangjuga mengakibatkan peningkatan suhu di kawasan Danau Laut Tawar. Gambar 2. Identifikasi PotensiPermasalahan 647

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Peningkatan aktivitas di daerah tangkapan air seperti kegiatan pariwisata, industri/jasa, pemukiman, danpertanian mengakibatkan semakin berkurangnya hutan (covercrop). Hal ini berdampak semakinmeningkatnya erosi tanah, sehingga terjadinya sedimentasi sejumlah tanah yang mengalir ke dalam danau,disamping mengakibatkan pendangkalan danau juga mempengaruhi kualitas air karena meningkatnya Total

Page 354: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 354/395

1

1

Solid (zat padat total) di dalam air. Selain memproduksi sejumlah zat padat, terutama tanah, sedimentasidari daerah tangkapan air ke dalam danau juga membawa sejumlah bahan- bahan pencemar yang berasaldari areal pertanian, pemukiman, industry/jasa, dan pariwisata. Dari total luas daerah tangkapan air DanauLaut Tawar 76,12 persen telah mengalami Tingkat Bahaya Erosi Sangat Berat, sedang 1,48 persen ErosiSedang, 2,75 persen Erosi Sangat Rendah, dan 4,12 persen Erosi Berat, dan 15,53 persen Erosi Rendah(Adhar, 2010). Hal tersebut menggambarkan bahwa daerah tangkapan air Danau Laut Tawar tidak dikelolasecara baik, dimana tidak mengikuti kaedah- kaedah konservasi. Kondisi topografi daerah tangkapan airyang didominasi oleh kelerengan di atas 45 persen, yaitu seluas 44,62 persen dari total daerah tangkapanair, telah memicu terjadinya erosi, selain faktor-faktor penyebab erosi lainnya. POTENSI SUMBERPOLUTAN Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan danPengelolaan Lingkungan Hidup, bahwa pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannyamakhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusiasehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Bahan yang menyebabkanterjadinya pencemaran disebut dengan polutan, yang kemungkinan besar berasal dari hasil atau sisa-sisakegiatan yang terjadi di perairan danau dan dari daerah tangkapan air. Penggunaan lahan di daerahtangkapan air Danau Laut Tawar terdiri dari 5 (lima) jenis, yaitu (1) pemukiman, (2) perkebunan (3) sawah(4) belukar, dan (5) hutan (Adhar, 2010). Penggunaan lahan tersebut dapat disederhanakan, untukmemudahkan pembahasan berdasarkan kegiatan, berupa (1) pemukiman, (2) pertanian, dan (3) hutan.Kegiatan industri/jasa untuk daerah tangkapan air Danau Laut Tawar berlangsung di kawasan pemukiman,terutama di daerah perkotaan yang terletak di sebelah barat danau. Menurut Uswa (2008) Kota Takengonyang memiliki luas sekitar 203,09 km 2 secara geografis terletak antara 04 0 10” 30” - 05 0 57” 40” LU dan95 0 15’ 20” - 97 0 22’ 25” dengan jumlah penduduk sebanyak 64.673 jiwa pada tahun 2006. 648

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Polutan Daerah Tangkapan Air Sumber polutan yang masuk ke perairan diklasifikasikan sebagai (1) pointsource discharges (sumber titik) dan (2) non point source (sumber menyebar) (Davis dan Cornwell, 1991).Sumber polutan yang diketahui secara pasti merupakan suatu lokasi tertentu seperti dari limbah industri danlimbah domestic. Sumber polutan dari sumber menyebar berasal dari sumber yang tidak diketahui secarapasti. Polutan masuk ke perairan melalui run off (limpasan) dari permukaan tanah wilayah pertanian yangmengandung pestisida dan pupuk, atau limpasan dari daerah permukiman dan perkotaan. Untuk kasus kotaTakengon, dapat diduga terdapat 3 (tiga) air limbah yang dialirkan ke Danau Laut Tawar berpotensimenurunkan kualitas perairan danau, yaitu air limbah industry/jasa, air limbah domestic yang berasal darikegiatan rumah tangga, dan air limbah yang berasal dari perkantoran dan pertokoan. Ketiga air limbah inidialirkan melalui outlet aliran Daerah Tangkapan Air Bebesan, dan Kebayakan. Hal ini yang menurutbeberapa informasi menyebabkan air Danau Laut Tawar di bagian barat berwarna kehitaman. Fenomena inisering terjadi bila musim kemarau. Sehingga dapat diperkirakan hal tersebut karena air limbah yang masukke danau tidak mengalami pengenceran disebabkan tidak ada air hujan. Menurut Said (2008) secara umumjumlah air limbah rumah tangga berkisar antara 200 – 300 liter/orang.hari. Beban polutan per kapita per haridisajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Beban polutan per orang per hari Paremeter Polutan Tinja Air Limbah NonToilet Total BOD 5 18 32 50 SS 20 18 38 Total Nitrogen 9 3 12 Total Phosphor 0,9 0,9 1,8 Unit :gram/orang.hari Sumber : Nihon Gesuido Kyoukai, 1975 dalam Said (2008) Berdasarkan Tabel 1 di atas,dengan jumlah penduduk kota Takengon sebanyak 64.673 jiwa, maka dapat diduga pada tahun 2006perairan Danau Laut Tawar menerima beban polutan Total Nitrogen sebesar 776.076 gram per hari danTotal Phosphor sebesar 116.411,40 gram per hari, dan Suspended Solid sebesar 2.457.574 gram per hari.Nilai tersebut baru berasal dari areal pemukiman di Kota Takengon yang meliputi Daerah Tangkapan AirKebayakan dan Bebesan, belum 649

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 355: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 355/395

1

termasuk estimasi beban pencemaran dari pemukiman di daerah tangkapan air lainnya. Kegiatan di arealpertanian juga berpotensi mencemarkan perairan danau, bila berbagai residu pupuk dan pestisida mengalirke dalam danau. Hal ini akan menyebabkan akumulasi residu tersebut di perairan sehingga menyebabkanpencemaran dan merusak ekosistem perairan. Menurut Kemka et al (2006) dalam Marganof (2007) residupupuk yang tidak terserap tanaman, mengandung unsur nitrogen dan fosfor yang cukup tinggi, sehinggadapat merangsang pertumbuhan alga dan tanaman air lainnya. Kelimpahan hara nutrisi ini dapatmenyebabkan terjadinya eutrofikasi (penyuburan perairan). Potensi Polutan di Perairan Danau MenurutMarganof (2007) kegiatan budidaya perikanan dengan teknik keramba jaring apung yang berlangsung dibadan air, merupakan kegiatan yang langsung berhubungan dengan perairan danau, sehingga berdampaklangsung terhadap perairan danau yaitu penurunan kualitas perairan. Limbah yang dihasilkan oleh kegiatantersebut pada umunya berupa limbah organik berupa sisa pakan (pellet). Pakan yang tidak termanfaatkandari kegiatan budidaya ikan intensif merupakan suatu hal yang dapat mengganggu lingkungan perairanserta dapat menyebabkan terpacunya eutrofikasi di ekosistem perairan danau. Perairan Danau Laut Tawardewasa ini mulai dipenuhi oleh kegiatan keramba jaring apung (KJA) mulai di danau sampai ke outletdanau. Hal ini merupakan suatu kegiatan yang berpotensi menghasilkan polutan yang dapat mencemarkanperairan danau. Selain itu, dekomposisi bahan-bahan organic di dalam air danau juga merupakan hal yangdapat mencemarkan air danau bila jumlah bahan organic cukup banyak, yang dapat menyebabkanpengurangan oksigen terlarut di air. Dampak Pencemaran Perairan Berdasarkan uraian di atas maka dapatdiprakirakan bahwa polutan yang memenuhi perairan danau, baik yang berasal dari limbah domestik, limbahkegiatan pertanian, dan kegiatan di perairan danau, didominasi oleh bahan nitrogen dan phosphor. Hal iniakan mendorong terjadinya eutrofikasi di perairan Danau Laut Tawar. Eutrofikasi adalah suatu rangkaianproses dari sebuah danau yang bersih menjadi berlumpur akibat pengkayaan unsur hara tanaman danmeningkatnya pertumbuhan tanaman (Kumurur, 2011). Wood (1975) dalam Connell dan Miller (2006)mencirikan eutrofikasi sebagai pengkayaan unsur hara pada air yang menyebabkan rangsangan suatususunan perubahan simptomatik yang meningkatkan produksi ganggang 650

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

dan makrofit, memburuknya perikanan, memburuknya kualitas air dan perubahan simptomatik lainnya yangtidak dikehendaki serta mengganggu penggunaan air. Bila hal ini benar terjadi pada perairan Danau LautTawar, berarti danau tersebut sedang menghadapi masalah serius yang mengancam kelestariannya.Namun berbagai proses yang dianggap berpotensi mencemarkan perairan Danau Laut Tawar di atas, belumdilakukan riset secara ilmiah yang mengkaji berbagai dugaan tersebut. Diharapkan ke depan aka nadaberbagai riset dan kajian ilmiah tentang kondisi ekosistem Danau Laut Tawar yang dapat melahirkanberbagai metode pengelolaannya. KESIMPULAN 1. Areal dan kegiatan yang berpotensi menyumbangpolutan ke perairan Danau Laut Tawar adalah Pemukiman, Pertanian, dan Kegiatan Keramba Jaring Apung.2. Berbagai sumber dan proses pencemaran peraiaran Danau Laut Tawar diduga akan mendorongterjadinya eutrofikasi perairan, dimana akan mengakibatkan penurunan kualitas air, meningkatnyatumbuhan air, dan mengganggu estetika Danau Laut Tawar. 3. Perlu dilakukan riset dan kajian ilmiah untukmelindungi dan mengelola Danau Laut Tawar dari ancaman degradasi. REFERENSI Ambar, S.,Hendrawan., Dahlian & Tabung. 1994. Laporan Analisis Dampak Lingkungan Proyek PLTA Peusangan 1dan 2. Departemen Pertambangan dan Energi. Jakarta. Adhar, S., 2010, Studi Erosi dan Konservasi DaerahTangkapan Air Danau Laut Tawar, Unimal Press, Lhokseumawe. Connel, D.W, dan Gregory J. Miller, 2006,Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Davis, M.L., and D.A.Cornwell. 1991. Introduction to Environmental Engineering. Second edition. Mc-Graw-Hill, Inc. New York.Kumurur , V.A., 2011, Erosi dan Eutrofikasi Mengancam Ekosistem Perairan Danau Tondano,http://veronicakumurur.blogspot.com/2011/04/erosi-eutrofikasi- mengancam-ekosistem.html, diunduh Mei2011 Marganof, 2007, Model Pengendalian Pencemaran Perairan di Danau Maninjau, Sumatera Barat,Disertasi, Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor. Said, N.I., 2008, Pengelolaan Air Limbah Domestik di DKI

Page 356: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 356/395

1

1

1

Jakarta, Tinjauan Permasalahan, Strategi dan Teknologi Pengolahan, Badan Pengkajian dan PenerapanTeknologi, Jakarta 651

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Uswa, M., 2008, Kajian Penggunaan Lahan di Pinggir Danau sebagai Lahan Pengembangan Kota StudiKasus Danau Laut Tawar Kota Takengon, Tesis Magister Teknik, Program Studi Teknik Arsitektur, SekolahPascasarjana Sumatera Utara, Medan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 TentangPerlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. ZA Muchlisin, Musri Musman, dan MN Siti Azizah, 2010,Spawning seasons of Rasbora tawarensis (Pisces: Cyprinidae) in Lake Laut Tawar, Aceh Province,Indonesia, Reproductive Biology Endocrinology, http://www.rbej.com/content/8/1/49. 652

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

PENGGUNAAN AMELIORAN DALAM MENGURANGI PENGGUNAAN PUPUK KIMIA PADA TANAMANJAGUNG UNTUK MENDUKUNG KELESTARIAN LINGKUNGAN Setia Sari Girsang Peneliti pada BPTPSumatera Utara, Medan Email : [email protected] Abstrak Laju peningkatan produksi tanaman jagungdi Indonesia kini cendrung melandai, sistim intensifikasi jagung yang selama ini diterapkan tidak dapat lagidiharapkan mampu meningkatkan produksi pada peningkatan input bervariasi. Untuk mempertahanproduksi yang tinggi diperlukan input yang tinggi pula. Hal ini dikarenakan pengelolaan lahan yang kurangtepat dan melanggar kaedah pelestarian lahan lingkungan. Penelitian menggunakan Rancangan AcakKelompok dengan 4 (empat) ulangan. Bahan pembenah tanah Dolomit Subur Makmur yang diuji diharapkanmampu meningkatkan ketersediaan pupuk makro sehingga dapat mengurangi penggunaan pupuk kimiayang bertujuan untuk kelestarian lingkungan. Dosis pemberian pupuk lengkap (N , P , K , S ) adalah sebesar80 kg N, 60 kg P 2 O 5 , 60 kg K 2 O, dan 10 kg SO 4 per hektar. Sesuai anjurannya, pemberian bahanpembenah tanah Dolomit Subur Makmur diberikan bersamaan pada saat pengolahan tanah dengan dosis1,5 t/ha. Untuk mencukupi kekurangan unsur hara N, P, K ditambahkan Urea, SP-36, KCl dan ZA sehinggajumlah hara yang diberikan sama dengan kontrol. Hasil Pengujian menunjukkan bahwa pemberian bahanpembenah tanah Dolomit Subur Makmur yang mengandung CaO, MgO dan SiO 2 dan hara mikromenunjukkan manfaat yang positif terhadap pertumbuhan tanaman jagung varietas P12 dan dapatmenaikkan produksi sebesar 790 kg/ha. Disamping itu, hasil Analisis Ekonomi memperlihatkan bahwapemakaian bahan pembenah tanah Dolomit Subur Makmur sebanyak 1125 kg per hektar, dapatmenghasilkan penerimaan sebesar Rp 13.294.000,- dan dengan demikian petani mendapat keuntunganbersih sebesar Rp 5.447.050,- dari total biaya usahatani sebesar Rp. 7.846.950,- dengan R/C rasio sebesar1.69 sedangkan perlakuan kontrol lengkap yang mempunyai R/C 1.68 memperoleh keuntungan lebihrendah (Rp. 4.827.580,-) Keyword : Amelioran, pupuk kimia, Kelestarian lingkungan. 653

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

PENDAHULUAN Luas panen lahan jagung di Sumatera Utara pada tahun 2010 adalah 274,822 ha, denganproduksi rata-rata 1.377.718 ton (Kantor Statistik Sumut, 2011). Untuk mempertahan produksi yang tinggidiperlukan input yang tinggi pula. Hal ini dikarenakan pengelolaan lahan yang kurang tepat dan melanggarkaedah pelestarian lahan lingkungan (Las et al. 2002). Peningkatan produksi jagung dan kedelai dapatdimasukkan dalam pola usaha pertanian di daerah pengembangan baru ini, ditunjang oleh pengembangankeseluruhan rantai agribisnis secara efisien. Untuk memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat,maka produksi tanaman pangan, khususnya jagung perlu dipacu dengan laju peningkatan penduduk. Upaya

Page 357: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 357/395

1

1

peningkatan produktivitas tanaman tidak terlepas dari komponen pemupukan. Penghapusan subsidi pupukurea, ZA, SP-36 dan KCl menyebabkan meningkatnya harga pupuk tersebut dan semakin banyaknyaberedar pupuk alternatif. Bahan pembenahan tanah merupakan bahan yang dapat memperbaiki sifat fisikdan fisiko kimia tanah dan/atau dapat meningkatkan efisiensi pupuk. Termasuk dalam bahan pembenahtanah antara lain kapur (calcite), dolomit, kapur fosfatan, dan zeolit (Ismunadji,1998; Soepardi, 1983).Sasaran penggunaannya ditunjukan pada lahan yang memerlukan secara selektif. Tujuan dari penelitian iniadalah untuk Mengevaluasi manfaat bahan pembenah tanah dolomit subur makmur yang memungkinkanuntuk digunakan sebagai alternatif pengganti sebagian atau seluruh unsur mikro didalam tanah seperti CaO,MgO dan meningkatkan ketersediaan unsur hara makro pada tanaman jagung di Sumatera Utara. METODEPENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian lapangan dilakukan di kebun percobaan BPTPSumatera Utara, di Medan pada MH 2010 pada ekosistem lahan kering tadah hujan. Pertanaman dimulaipada bulan September 2010 dan panen pada Januari 2011. Rancangan Percobaan Penelitianmenggunakan rancangan acak kelompok (randomized complete block design) dengan 4 (empat) ulangan.Sebagai perlakuan adalah beberapa produk pupuk alternatif yang diuji dengan perlakuan sebagai berikut :654

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

1. TANPA PUPUK (PM 1) 2. NPK=KONTROL (PM 2) 3. 0,50 NPK + 1, 25 PA uji (PM 3) 4. 0,50 NPK + 1, 5PA uji (PM 4) 5. 0,75 NPK + 1 PA uji (PM 5) 6. 0,75 NPK+ 0,75 PA uji (PM 6) 7. 0,75 NPK+ 0.50 PA uji (PM7) Luas petak percobaan adalah 6 x 6 m dengan jarak tanam 70 cm x 20 cm dengan varietas P12 sebagaitanaman indikator. Jumlah tanaman perlubang yaitu 1 biji/lubang sehingga dalam 1 petak percobaandiperoleh jumlah tanaman sebanyak 257 tanaman. Sebagai kontrol adalah perlakuan pupuk lengkap (N , P ,K , S ) dengan takaran 80 kg N, 60 kg P 2 O 5 , 60 kg K 2 O, dan 10 kg SO 4 per hektar. Pupuk N (asalurea) diberikan tiga kali masing-masing sepertiga pada umur 7 HST, 21 HST dan 45 HST. Pupuk P (asalSP-36), S (asal ZA) seluruhnya diberikan pada 7 HST. K (asal KCl) diberikan umur 7 HST dan 21 HST.Sesuai anjurannya, pemberian bahan pembenah tanah dolomit subur makmur diberikan bersamaan padasaat pengolahan tanah dengan dosis 1,5 t/ha. Pengumpulan Data Pengamatan dilapangan dilakukanterhadap : ? Tinggi tanaman umur 45 hari setelah tanam (HST) dan saat panen, Panjang tongkol dandiameter tongkol, bobot 1000 butir dan Produksi perhektar Metode Analisis Data analisis secara statistikamenggunakan analisis sidik ragam (ANOVA) dan diikuti dengan uji lanjutan menggunakan Uji BNT padataraf 5% untuk melihat perbedaan antara perlakuan (Steel dan Torrie, 1993). Analisis data dilakukan denganprogram komputer SAS. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap bahanpembenah tanah dolomit Subur Makmur periode September 2010-Januari 2011 menunjukkan bahwa tinggitanaman pada 45 HST dan saat panen pada perlakuan kontrol lengkap dan perlakuan bahan pembenahtanah dolomit subur makmur secara statistik tidak berbeda nyata. Tinggi tanaman pada perlakuan 0,75 NPK+ 0,75 PA uji (PM6) lebih tinggi dari kontrol. Namun pada dasarnya Tinggi Tanaman lebih banyakdipengaruhi oleh faktor genetis tanaman itu sendiri. Namun tinggi tanaman merupakan parameter yang baikuntuk memastikan apakah tanaman tumbuh dengan normal atau dibawah suatu stress tertentu. 655

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tabel 1. Pengaruh Bahan Pembenah Tanah Dolomit Subur Makmur Terhadap Tinggi tanaman jagungvarietas P12 Umur 45 HST dan Saat Panen, MH 2010. Perlakuan Takaran pupuk (kg/ha) Tinggi tanaman NP2O5K2O S 45HST SaatPanen TANPA PUPUK (PM1) 0 0 0 0 143a 182a NPK=KONTROL (PM2) 71.25 6060 10 196c 222c 0,50 NPK + 1, 25 PA uji (PM3) 35.62 30 30 5 181b 205b 0,50 NPK + 1, 5 PA uji (PM4)35.62 30 30 5 198c 230c 0,75 NPK+ 1 PA uji (PM5) 53.44 45 45 7.5 201cd 234cd 0,75 NPK + 0,75 PA uji(PM6) 53.44 45 45 7.5 203cd 236cd 0,75 NPK+ 0,50 PA uji (PM7) 71.25 60 60 10 200cd 229c Keterangan:

Page 358: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 358/395

1

1

Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% BNT. Diameter Batang,tongkol dan panjang tongkol tanaman jagung, dibandingkan terhadap perlakuan pupuk kontrol lengkap (N,P, K), perlakuan dolomit subur makmur tidak nyata meningkatkan diameter batang, tongkol dan panjangtongkol tanaman jagung (Tabel 2), meskipun tampak adanya tren peningkatan. Untuk diameter batang,tongkol dan panjang tongkol tertinggi pada perlakuan PM6 dimana masing-masing sebesar 5,26 cm, 4,63cm dan 23,63 cm. Tabel 2. Pengaruh Bahan Pembenah Tanah Dolomit Subur Makmur terhadap diameterBatang, tongkol dan panjang tongkol tanaman jagung Varietas P12, MH 2010. Takaran pupuk (kg/ha) DmtrDmtr Panjang Perlakuan Batang Tongkol Tongkol N P2O5K2O S (cm) (cm) (cm) TANPA PUPUK (PM1) 0 00 0 3.55a 3.76a 18.13a NPK=KONTROL (PM2) 2) 71.25 60 60 10 4.89c 4.52c 23.29c 0,50 NPK + 1, 25 PAuji (PM3) 35.62 30 30 5 4.35b 4.13b 20.92b 0,50 NPK + 1, 5 PA uji (PM4) 35.62 30 30 5 4.38b 4.37bc21.23b 0,75 NPK+ 1 PA uji (PM5) 1) 53.44 45 45 7.5 5.17cd 4.61c 22.98c 0,75 NPK + 0,75 PA uji (PM6)53.44 45 45 7.5 5.26cd 4.63c 23.63cd 0,75 NPK+ 0,50 PA uji (PM7) 71.25 60 60 10 4.69bc 4.43bc 21.93bcKeterangan: Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% BNT. Untukpeubah Bobot 100 butir, dibandingkan terhadap perlakuan kontrol pupuk lengkap (N, P, K), perlakuandolomit subur makmur tidak nyata secara statistik meningkatkan bobot 1000 butir (Tabel 3). Untuk produksipipilan kering menunjukkan bahwa tertinggi diberikan oleh perlakuan Bahan Pembenah Tanah dolomit suburmakmur yaitu 1125 kg/ha, dimana perlakuan ini berbeda nyata dengan pemberian pupuk lengkap (NPK).Penggunaan Bahan Pembenah Tanah 656

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

dolomit subur makmur sebagai sumber hara mikro dan hara makro tambahan lainnya dapat meningkatkanproduksi 790 kg/ha tanaman jagung (Tabel 3). Tabel 3. Pengaruh Bahan Pembenah Tanah Dolomit SuburMakmur terhadap berat 1000 butir dan produksi jagung varietas P12, MH 2010. Perlakuan Takaran pupuk(kg/ha) Berat 1000 Butir (g) Produksi KA 14% (t/ha) N P2O5K2O S TANPA PUPUK (PM1) 0 0 0 0 305.46a3.34a NPK=KONTROL (PM2) 71.25 60 60 10 341.20b 7.03bc 0,50 NPK + 1, 25 PA uji (PM3) 35.62 30 30 5317.46ab 6.59b 0,50 NPK + 1, 5 PA uji (PM4) 35.62 30 30 5 339.12b 6.79b 0,75 NPK+ 1 PA uji (PM5) 53.4445 45 7.5 342.80bc 7.18bc 0,75 NPK + 0,75 PA uji (PM6) 53.44 45 45 7.5 346.23bc 7.82c 0,75 NPK+ 0,50PA uji (PM7) 71.25 60 60 10 333.88b 7.09bc Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidakberbeda nyata pada taraf 5% BNT. Peningkatan hasil yang nyata ini didukung oleh parameter penentuproduksi seperti panjang tongkol, diameter tongkol dan Bobot 1000 butir jagung yang meskipun tidak nyatanamun menunjukkan kenaikan produksi. Peningkatan produksi ini disebabkan N, P dan K berperan dalammendukung pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman jagung, sehingga tanaman tumbuh lebih suburkarena hara yang diperlukan oleh tanaman terpenuhi dalam jumlah yang berimbang, hal ini sesuai denganpendapat Dwidjoseputro (1986) yang menyatakan bahwa tanaman jagung tumbuh lebih subur apabila unsurhara yang dibutuhkan tanaman cukup tersedia dalam proporsi yang berimbang terutama unsur hara makroprimer seperti N, P dan K. Demikian juga dengan unsur hara makro sekunder sangat dibutuhkan tanamanuntuk mendukung pertumbuhannya. Unsur makro sekunder meliputi: kalsium (Ca), magnesium (Mg), danbelerang (S) yang tersedia cukup banyak di dalam tanah, namun di beberapa tempat dengan tanah yangasam diperlukan tambahan kalsium dan magnesium untuk menetralkan keasaman tanah. Kalsium diseraptanaman dalam bentuk Ca ++ , terdapat sebagai kalsium pectinaat pada lamela-lamela tengah dari dinding-dinding sel, endapan-endapan dari kalsium oksalat dan kalsium karbonat dan sebagai ion didalam air-sel.Kebanyakan dari zat kapur ini (CaO) terdapat didalam daun dan batang. Fungsi ion Kalsium yang pentingadalah mengatur permeabilitas dari dinding sel. Telah diketahui bahwa ion-ion Kalium mempertinggipermeabilitas dinding sel dan ion-ion Kalsium adalah sebaliknya. Hal ini penting bagi organisme, sebabbertambahnya 657

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 359: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 359/395

1

1

permeabilitas yang disebabkan ion-ion Kalium dapat lebih dicegah. Peranan yang penting dari kapurterdapat pada pertumbuhan ujung- ujung akar dan pembentukan bulu-bulu akar. Bila kapur ditiadakan makapertumbuhan keduanya akan terhenti dan bagian-bagian yang telah terbentuk akan mati dan berwarnacoklat kemerah-merahan. Magnesium diserap dalam bentuk Mg ++ dan merupakan bagian dari hijau daunyang tidak dapat digantikan oleh unsur lain, kecuali didalam hijau daun Mg terdapat pula sebagai iondidalam air-sel. Walaupun zat mineral ini diserap tanaman dalam jumlah yang sedikit jika dibandingkandengan zat mineral makro primer (diantaranya N,P, K), Mg dalam bentuk Mg 2+ mempunyai perananpenting dalam penyusunan klorofil. Analisis Usaha Tani Besar kecilnya keuntungan penggunaan bahanpembenah tanah Ca dan Mg dalam meningkatkan ketersediaan unsur hara dan pertumbuhan tanamandapat dilihat pada analisis usaha tani pada Tabel 4 di bawah ini. Analisis Usaha Tani menunjukkanPenggunaan Bahan Pembenah Tanah dolomit subur makmur terbaik pada perlakuan PM5 yaitu 0,75 NPK +0,75 dosis dolomit subur makmur (1125 kg/ha). Hal ini sesuai dengan hasil analisis ekonomi dimanaperlakuan PM5 (0,75 NPK + 0,75 dosis dolomit subur makmur) R/C ratio sebesar 1,69 sedangkan perlakuanPM1 (NPK) lengkap sebesar 1,68. Hasil Analisis ekonomi memperlihatkan bahwa pemakaian pupuk dolomitsubur makmur sebanyak 1125 kg per hektar, dapat menghasilkan penerimaan sebesar Rp 13.294.000,- dandengan demikian petani mendapat keuntungan bersih sebesar Rp 5.447.050,- dari total biaya usahatanisebesar Rp. 7846950,- sedangkan perlakuan kontrol lengkap memperoleh keuntungan lebih rendah (Rp.4827580,-). Tabel 4. 658 Analisa usaha tani dolomite subur makmur pada tanaman jagung varietas P12, MH2010. Uraian Satuan Harga satuan Rp/satuan Volume Perl. Perl. Dolomit Kontrol Subur lengkap MakmurTotal (Rp) Perl. Perl. Dolomit Kontrol Subur lengkap Makmur A. Jumlah Penerimaan Kg/ha 1700 7820 703013294000 11951000 B. Biaya Tunai 1. Sarana Produksi a. Benih Kg/ha 50000 20 20 1000000 1000000 b.Herbisida liter/ha 75000 5 5 375000 375000 c. Insektisida liter/ha 75000 1 1 75000 75000 d. Fungisidaliter/ha 90000 1 1 90000 90000 e. Pupuk : 0 0

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Uraian Satuan Harga satuan Rp/satuan Volume Perl. Perl. Dolomit Kontrol Subur lengkap Makmur Total(Rp) Perl. Perl. Dolomit Kontrol Subur lengkap Makmur Urea Kg/ha 4000 118.75 158.33 475000 633320 SP-36 Kg/ha 4000 125 166.67 500000 666680 KCL Kg/ha 9000 75 100 675000 900000 ZA Kg/ha 1000 31.2541.67 31250 41670 Dolomit Subur Kg/ha 1000 1125 1125000 0 Makmur 2. Tenaga kerja 0 0 a. Pengolahantanah Borongan 1 750000 750000 750000 750000 b. Tanam Borongan 1 450000 450000 450000 450000 c.Penyiangan Borongan 1 360000 360000 360000 360000 d. Penyemprotan Herbisida HOK 2 40000 4000080000 80000 e. Penyemprotan HOK 1 40000 40000 40000 40000 Insektisida f. Penyemprotan fungisidaHOK 1 40000 40000 40000 40000 g. Aplikasi pemupukan HOK 12 40000 40000 480000 480000 h. Biayapanen Goni 3000 260.67 234.33 782000 703000 i. Biaya pemipilan Borongan 65000 7.98 6.75 518700438750 3. Lain-lain b. pajak Total Biaya 7846950 7123420 C. Pendapatan bersih 5447050 4827580 D. R/CRatio 1.69 1.68 KESIMPULAN 1. Penambahan bahan pembenah tanah dolomit subur makmurmenunjukkan manfaat yang positif terhadap pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman jagung varietasP12. 2. Pada pemberian bahan pembenah tanah dolomit subur makmur sebanyak 1125 kg per hektar,secara nyata meningkatkan produksi sebanyak 790 kg/ha. 3. Hasil Analisis ekonomi memperlihatkan bahwapemakaian bahan pembenah tanah dolomit subur makmur sebanyak 1125 kg per hektar, dapatmenghasilkan penerimaan sebesar Rp 13.294.000,- dan dengan demikian petani mendapat keuntunganbersih sebesar Rp 5.447.050,- dari total biaya usahatani sebesar Rp. 7.846.950,- dengan R/C rasio sebesar1.69 sedangkan perlakuan kontrol lengkap yang mempunyai R/C 1.68 memperoleh keuntungan lebihrendah (Rp. 4.827.580,-. 659

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 360: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 360/395

1

1

DAFTAR PUSTAKA BPS Sumut, 2011. Biro Pusat Statistika Propinsi Sumatera Utara. Data luas lahansawah intetnitas pertanaman Propitni Sumatera Utara. Biro Pusat Statistika Propinsi Sumatera Utara. FaisalKasryno. 1999. Strategi pembangunan pertanian yang berorientasi pada petani kecil. Makalah dalamSeminar Nasional Pembangunan Pertanian dan PeDesaan Dalam Era Otonomi Daerah. Bogor, 16-17nopember 1999. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. 55 hal. Ismunadji, M. 1988. Kalium: Kebutuhandan Penggunaannya dalam Pertanian Moderen. Potash & Phosphate Itntitute of Canada. Saskatchewan,Canada. Edisi Bahasa Indonesia. Soepardi, G. 1983. Sifat dan ciri tanah. Itntitut Pertanian Bogor. IPB,Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Bogor. 660

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

SUBSTITUSI PUPUK KIMIA DENGAN PUPUK ORGANIK PADA TANAMAN PAKCOY UNTUKMENDUKUNG KELESTARIAN LAHAN PERTANIAN Setia Sari Girsang Peneliti pada BPTP SumateraUtara, Medan Email : [email protected] Abstrak Tanaman sayuran khususnya pak coy banyak disukaimasyarakat dan memerlukan unsur hara (nutrisi) untuk pertumbuhan dan produksi. Nutrisi dapat diperolehdari pupuk anorganik maupun organik. Pupuk organik selalu digunakan pada usahatani sayuran karenadapat berperan sebagai penyedia unsur hara, walaupun dalam jumlah yang relatif sedikit sekaligus sebagaipembenah tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manfaat pupuk organik kelompok tani terhadappertumbuhan dan produksi tanaman pakcoy dan persentase substitusi pupuk kimia ke pupuk organik demikelestarian lingkungan. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2010 sampai bulan Februari 2010bertempat di Lahan Kebun Percobaan Tanaman Buah Berastagi dengan perlakuan : P0. Kontrol (TanpaPemupukan), P1. Pupuk pembanding kandang (300 g/3 m 2 ), P2. Pupuk organik ”Kelompok Tani” (50 g/3 m2 ), P3. Pupuk organik ”Kelompok Tani” (100 g/3 m 2 ), P4. Pupuk organik ”Kelompok Tani” (150 g/3 m 2 ),P5. Pupuk organik ”Kelompok Tani” (200 g/3 m 2 ), P6. Pupuk organik ”Kelompok Tani” (250 g/3 m 2 ).Masing-masing perlakuan diulang sebanyak lima kali pada setiap perlakuan terdapat 40 tanaman.Pemberian pupuk dilakukan 2 hari sebelum tanam dengan sistem ditabur dalam larikan. Hasil yangdiperoleh menunjukkan: Pemberian perlakuan pemupukan sangat berperan dalam peningkatanpertumbuhan tanaman pak choy (tinggi tanaman, diameter batang, bobot per tanaman dan produksi perpetak) dan pendapatan petaninya. Produksi per petak tertinggi dijumpai pada perlakuan P6 (pupuk organik“Kelompok Tani” 250 g/3 m 2 ) yaitu 6,10 Kg dengan persentase peningkatannya dibanding perlakuankontrol adalah sebesar 23,98 %, sedangkan produksi per petak yang terendah pada perlakuan P0 (kontrol)3,74 Kg. Produksi grade besar tertinggi dijumpai pada perlakuan perlakuan P6 (pupuk organik “KelompokTani” 250 g/3 m 2 ) yaitu 5,52 Kg, sedangkan yang terendah adalah perlakuan P0 (kontrol) yaitu 2,52 Kg.Nilai pendapatan bersih dan penambahan pendapatan yang tertinggi diperoleh pada 661

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

perlakuan P6 (pupuk organik “Kelompok Tani” 250 g/3 m 2 ) yaitu masing-masing Rp19.083.333 dan Rp.6.616.667. PENDAHULUAN Tanaman Pak choy (Brassica rapa var. chinensis) dapat digolongkan menjadi 2jenis tanaman, yaitu Green Fut Choy dan Gardena. Varietas Green Fut mempunyai perawakan yang sangatgemuk. Tangkai daunnya pendek dan besar. Tinggi tanaman hanya 10 cm dengan bentuk daun oval sepertisendok. Ukuran daunnya cukup lebar dan berwarna hijau. Dapat dipanen mulai umur 30 hari setelah tanam.Potensi hasilnya bisa mencapai 24.6 ton. Varietas ini sangat tahan untuk penyimpanan dan pengangkutanjarak jauh. Seddangkan varietas Gardena sekilas mirip dengan Green Fut Choy namun yang membedakandengan varietas tersebut diantaranya: pertumbuhannya cepat dan seragam, tahan terhadap panas dancocok untuk ditanam di dataran tinggi. Kemudian mempunyai ukuran daun yang lebar, serat daging halus,tangkai daun besar dan tebal. Sangat cocok untuk berbagai masakan karena rasanya sangat enak.Budidaya tanaman sayur merupakan satu usaha tani intesif, dengan demikian untuk mendapatkan

Page 361: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 361/395

1

1

pertumbuhan dan produksi yang baik perlu penanganan yang baik pula, diantaranya adalah suplai unsurhara yang cukup dan berimbang (Fox, 1981). Bahan organik diberikan ke dalam tanah akan menghasilkanasam-asam karboksilat yang dapat mengurangi fiksasi fosfat oleh Al dan Fe, dimana Al dan Fe humus sertamineral liat alofan mempunyai peranan penting dalam fiksasi fosfat pada tanah-tanah masam serta tanahyang terbentuk dari debu vulkanik (Wada, Li dan Moody, 1990). Penambahan bahan organik ke dalam tanahterutama yang miskin bahan organik akan meningkatkan aktivitas jasad renik tanah yang pada akhirnyaakan menguraikan senyawa organik tidak tersedia bagi tanaman menjadi senyawa anorganik melalui prosesmineralisasi, sehingga dapat menjadi tersedia untuk tanaman (Rao, 1982). Kelompok Tani merupakanpupuk organik yang berfungsi sebagai penyuplai nutrisi ataupun kandungan hara yang dibutuhkan tanaman,sekaligus sebagai pembenah tanah dan memperkaya mikroorganisme tanah. Penelitian ini bertujuan untukmengetahui manfaat pupuk organik kelompok tani terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman pakcoydan persentase menggantikan pupuk kimia demi kelestarian lingkungan. 662

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

BAHAN DAN METODOLOGI Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januarisampai bulan Februari 2010 bertempat di lahan Kebun Percobaan Tanaman Buah Berastagi, ketinggiantempat 1.340 m dpl, jenis tanah Andisol. Bahan Bahan yang digunakan adalah bibit pak choy, pupukkandang sapi, pupuk Kelompok Tani, pestisida, dan bahan penolong lainnya. Prosedur Pelaksanaaan ?Metodologi Rancangan penelitian menggunakan Acak Kelompok (RBD) dengan perlakuan sebagai berikut:P0. Kontrol (Tanpa Pemupukan) P1. Pupuk pembanding kandang sapi (300 g/3 m 2 ) P2. Pupuk organik”Kelompok Tani” (50 g/3 m 2 ) P3. Pupuk organik ”Kelompok Tani” (100 g/3 m 2 ) P4. Pupuk organik”Kelompok Tani” (150 g/3 m 2 ) P5. Pupuk organik ”Kelompok Tani” (200 g/3 m 2 ) P6. Pupuk organik”Kelompok Tani” (250 g/3 m 2 ) ? Penanaman Penanaman dilakukan pada petak-petak percobaan denganukuran 2 m x 1,5 m, jarak antar petak percobaan 50 cm, jarak antar ulangan 1 m dan jarak tanam 25 x 15cm. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak lima kali pada setiap perlakuan terdapat 40 tanaman. Duahari sebelum bibit ditanam, pada petak-petak percobaan disebarkan pupuk sesuai dengan perlakuan padabarisan tanaman (sistem larikan) kemudian ditutup dengan tanah. ? Peubah yang Diamati Pengamatanlapangan dilakukan terhadap: Tinggi tanaman, diameter batang, bobot per tanaman, produksi per petak,Produksi grade besar, Produksi grade kecil ? Analisa Data Data yang diamati dianalisa dengan uji F dandilanjutkan dengan uji beda rata-rata BNJ pada taraf 5% (Gomez dan Gomez, 1976) HASIL DANPEMBAHASAN 1. Tinggi tanaman, diameter batang dan bobot per tanaman Hasil pengujian statistikterhadap tinggi, diameter batang dan bobot tanaman tanaman disajikan pada Tabel 1 berikut ini. 663

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tabel 1. Tinggi tanaman umur 1 bulan, diameter batang dan bobot per tanaman, MK 2010 Perlakuan TinggiTanaman Diameter Batang Bobot per tanaman (cm) (cm) (g) P0 22,54 A 4,91 a 104,00 B P1 24,45 A 6,16 a202,00 Ab P2 24,01 A 5,61 a 169,00 Ab P3 25,02 A 5,96 a 174,00 Ab P4 24,81 A 6,24 a 194,00 Ab P524,40 A 6,43 a 166,00 Ab P6 25,95 A 6,36 a 225,50 A Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti oleh hurufyang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut Uji BNJ. Data pada Table 1di atas memperlihatkan bahwa, tinggi tanaman pak choy tidak berbeda nyata antara semua perlakuan,namun semua perlakuan yang menggunakan pupuk organic kelompok tani memiliki tinggi tanaman yanglebih tinggi dibanding perlakuan P0 (kontrol). Tanaman tertinggi dijumpai pada perlakuan P6 (Pupuk organik”Kelompok Tani” 250 g/3 m 2 ) yaitu 25,95 cm, sedangkan yang terendah adalah perlakuan P0 (kontrol)yaitu 22,54 cm. Demikian juga untuk diameter batang secara statistik tidak berbeda nyata diantara semuaperlakuan pemupukan yang diuji, namun ada kecendrungan bahwa semua perlakuan pemupukan pupukorganic kelompok tani memiliki diameter yang lebih besar dibanding perlakuan P0 (kontrol). Pada perlakuan

Page 362: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 362/395

1

1

penggunaan pupuk organik kelompok tani, nilai diameter batang lebih tinggi dari perlakuan P1(pembanding) mulai dosis pemupukan pada perlakuan P4, P5 dan P6, dan diperoleh diameter batangterbesar pada perlakuan P6 (Pupuk organik ”Kelompok Tani” 250 g/3 m 2 ) yaitu 6,36 cm, sedangkan yangterkecil adalah perlakuan P0 (kontrol) yaitu 4,91 cm. Pada Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa, secarastatistik perlakuan pemupukan memberi pengaruh yang nyata terhadap bobot per tanaman. Dimanaperlakuan P0 (kontrol) tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1, P2, P3, P4, P5, namun berbeda nyatadengan perlakuan P6, sedangkan perlakuan P6 tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1, P2, P3, P4, P5.Seiiring dengan peningkatan dosis pemupukan organik kelompok tani, maka cenderung bobot per tanamanakan semakin meningkat pula. Bobot per tanaman tertinggi diperoleh pada perlakuan perlakuan P6 (Pupukorganik ”Kelompok Tani” 250 g/3 m 2 ) yaitu 225,50 g, dan yang terendah adalah perlakuan P0 (Kontrol)yaitu 104 g. Hubungan antara perlakuan pemupukan dengan bobot per tanaman dapat dilihat pada gambardi bawah ini. 664

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

2. Produksi dan persentase peningkatan produksi Hasil pengujian statistik terhadap Produksi danpersentase peningkatan produksi disajikan pada Tabel 2 berikut ini. Gambar 1. Hubungan antara PerlakuanPemupukan dengan Bobot per Tanaman Tabel 2. Produksi per Petak dan persentase peningkatan produksitanaman pakcoy pada MK 2010 Perlakuan Produksi petak Produksi Grade (Kg/3 m 2 ) Besar (Kg/3 m 2Produksi Grade Persentase ) Kecil (Kg/3 m 2 ) peningkatan (%) P0 3,74 A 2,52 A 1,22 A 0,00 P1 5,42 A4,76 A 0,66 A 18,34 P2 4,00 a 3,42 A 0,58 A 3,36 P3 5,08 a 4,30 A 0,78 A 15,19 P4 4,92 a 4,18 A 0,74 A13,63 P5 5,48 a 4,96 A 0,52 A 18,87 P6 6,10 a 5,52 A 0,58 A 23,98 Keterangan : Angka rata-rata yangdiikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut Uji BNJ.Data pada Tabel 2 di atas memperlihatkan bahwa, produksi pak choy per petak antar semua perlakuan tidakberbeda nyata, namun semua perlakuan pemupukan memiliki nilai produksi per petak yang lebih tinggidibanding perlakuan P0 (kontrol). Produksi per petak tertinggi dijumpai pada perlakuan P6 (pupuk organik“Kelompok Tani” 250 g/3 m 2 ) yaitu 6,10 Kg dengan persentase peningkatannya dibanding perlakuankontrol adalah sebesar 23,98 %, sedangkan produksi per petak yang terendah pada perlakuan P0 (kontrol)3,74 Kg. Hal ini 665

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

menunjukkan bahwa penggunaan pupuk organik Kelompok Tani pada dosis 250 g/3 m 2 dapatmeningkatkan produksi tanaman pakcoy. Data di atas memperlihatkan bahwa produksi grade besar dankecil antar perlakuan pemupukan tidak berbeda nyata secara statistic, namun cenderung semua perlakuanpemupukan memiliki produksi grade besar dan kecil yang lebih tinggi dibanding perlakuan P0 (kontrol).Produksi grade besar tertinggi dijumpai pada perlakuan perlakuan P6 (pupuk organik “Kelompok Tani” 250g/3 m 2 ) yaitu 5,52 Kg, sedangkan yang terendah adalah perlakuan P0 (kontrol) yaitu 2,52 Kg. Untuksemua perlakuan pemupukan memiliki produksi grade kecil yang lebih rendah dari pada perlakuan P0(kontrol). Produksi grade kecil tertinggi dijumpai pada perlakuan P0 (kontrol) yaitu 1,22 Kg dan terendahpada perlakuan P5 (pupuk organik “Kelompok Tani” 200 g/3 m 2 ) yaitu 0,52 Kg. Analisa PendapatanPerhitungan analisa pendapatan pupuk organik kelompok tani pada tanaman pakcoy dapat dilihat padaTabel 3 berikut ini. Tabel 3. Analisa usaha tani pupuk organik kelompok tani pada tanaman pakcoyPerlakuan Kebutuhan perAplikasi (Kg/Ha ; ltr/Ha) Total Kebutuha n (Kg/Ha) Biaya Kebutuhan (Rp/Ha)Produksi (Kg/Ha) Total pendapatan (Rp/Ha) Pendapatan Bersih (Rp/Ha) Penambahan Pendapatan (Rp/Ha)1 2 4 5 6 7 8 9 (2 x 3) (7 – 5) P0.Kontrol (tanpa Pemupukan) 0 - - 12.467 12.466.667 12.466.667 - P1.Pupuk pmbdg kandang Sapi (300 1.000 1.000 500.000 18.067 18.066.667 17.566.667 5.100.000 g/3 m 2 )P2. Pupuk orgnk Kelompok Tani (50 167 167 250.000 13.333 13.333.333 13.083.333 616.667 g/3 m 2 ) P3.

Page 363: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 363/395

1

1

Pupuk orgnk ”Kelompok Tani” 333 333 500.000 16.933 16.933.333 16.433.333 3.966.667 (100 g/3 m 2 ) P4.Pupuk orgnk ”Kelompok Tani” 500 500 750.000 16.400 16.400.000 15.650.000 3.183.333 (150 g/3 m 2 ) P5.Pupuk orgnk ”Kelompok Tani” 667 667 1.000.000 18.267 18.266.667 17.266.667 4.800.000 (200 g/3 m 2 )P6. Pupuk orgnk ”Kelompok Tani” 833 833 1.250.000 20.333 20.333.333 19.083.333 6.616.667 (250 g/3 m2 ) Keterangan : - Harga pupuk Kelompok Tani = Rp. 1.500/Kg ; Pupuk Pembanding Kandang Sapi = Rp.500/Kg ; Harga Jual Pak choy = Rp. 1.000/Kg. - Penambahan pendapatan diperoleh dengan mengurangkanpendapatan bersih setiap perlakuan dengan pendapatan bersih perlakuan kontrol. 666

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tabel analisis pendapatan di atas, memperlihatkan bahwa total biaya kebutuhan dalam aplikasi Pupukorganik Kelompok Tani berkisar antara Rp. 250.000 sampai dengan Rp. 1.250.000 per Ha. Perlakuanpemupukan yang menggunakan pupuk organik kelompok tani memiliki pendapatan bersih yang lebih tinggidari perlakuan P0 (kontrol) dan lebih rendah dari perlakuan P1 (pembanding), kecuali perlakuan P6 (pupukorganik “Kelompok Tani” 250 g/3 m 2 ) yang menghasilkan pendapatan bersih tertinggi, yaitu Rp.19.083.333. Semua perlakuan pemupukan memiliki nilai penambahan pendapatan dari perlakuan P0(kontrol) dan yang terbesar diperoleh pada perlakuan P6 (pupuk organik “Kelompok Tani” 250 g/3 m 2 )yaitu sebesar Rp. 6.616.667. KESIMPULAN 1. Pemberian perlakuan pemupukan sangat berperan dalampeningkatan pertumbuhan tanaman pak choy (tinggi tanaman, diameter batang, bobot per tanaman danproduksi per petak) dan pendapatan petaninya. 2. Produksi per petak tertinggi dijumpai pada perlakuan P6(pupuk organik “Kelompok Tani” 250 g/3 m 2 ) yaitu 6,10 Kg dengan persentase peningkatannya dibandingperlakuan kontrol adalah sebesar 23,98 %, sedangkan produksi per petak yang terendah pada perlakuanP0 (kontrol) 3,74 Kg. 3. Produksi grade besar tertinggi dijumpai pada perlakuan perlakuan P6 (pupukorganik “Kelompok Tani” 250 g/3 m 2 ) yaitu 5,52 Kg, sedangkan yang terendah adalah perlakuan P0(kontrol) yaitu 2,52 Kg. 4. Nilai pendapatan bersih dan penambahan pendapatan yang tertinggi diperolehpada perlakuan P6 (pupuk organik “Kelompok Tani” 250 g/3 m 2 ) yaitu masing-masing Rp19.083.333 danRp. 6.616.667. PUSTAKA Fox, R.L., 1981. External Phosphorus Requirement of Crop. Soil. Sci. Soc. Am.Journal. 45 (3) : 224-239. Gomez, K.A dan A.A. Gomez, 1976. Statistical Procedures for AgriculturalResearch with Emphasis on Rice, IRRI. Los Banos, Philippines. Rao S. N.S, 1982. Phosphate SolubilizingBy Micro Organism. In Advances in Agricultural Microbiology. Butterworth Scientific. London. P. 295-303.Wada, K. Li Xue Yuan and P.W. Moody, 1990. Chemistry of Adverse Plant Soil. In PhosphorusRequirements for Suitable in Asia and Oceania. P. 243-253 667

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

KEANEKARAGAMAN MUSUH ALAMI HAMA ULAT API SEBAGAI PENGENDALIAN RAMAHLINGKUNGAN DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT Siti Mardiana 1) dan Retno Astuti Kuswardani 2) 1)Program Doktor PSL Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Kampus USU Medan 2)FakultasPertanian Universitas Medan Area, Medan Email: 1) [email protected] Abstrak Penelitiandilakukan mulai bulan Maret sampai dengan Nopember 2009 dengan metode surveii pada enam tipe arealperkebunan kelapa sawit Sumatera Utara dan di laboratorium hama tanaman Fakultas Pertanian,Universitas Medan Area. Tujuan penelitian untuk mengetahui jenis-jenis parasitoid, predator dan patogenyang menyerang ulat api di perkebunan kelapa sawit. Ditemukan 3 jenis parasitoid telur yakni dari genusTetrasticus, Trichogramma dan Telenomus Trichogramma paling banyak ditemukan dan paling besarpersentase parasitasinya di lapangan yakni 5,65%- 12,24%. Stadia larva diserang oleh patogen darigolongan jamur yakni genus Matharizium dan Beauveria serta golongan bakteri Bacillus thuringiensis. Dari 6tipe areal kelapa sawit ditemukan 2,36%-23,24% larva mati terserang bakteri, Bacillus thuringiensis. Parasityang menyerang stadia larva dari famili Ichneumonidae, Scelionidae, Braconidae dan Chalcididae. Stadia

Page 364: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 364/395

1

1

kepompong diserang oleh jamur Cordiceps, Metarhizium dan Beauveria. Pada stadia larva juga ditemukanpredator yang memangsa Limacodidae dari ordo Hemiptera dan Arachnida dan Hymenoptera. Kata kunci :keanekaragaman, musuh alami, ulat api, perkebunan kelapa sawit PENDAHULUAN Industri kelapa sawitterus berkembang pesat di Indonesia, Malaysia, dan negara-negara lain. Industri ini terbukti telah berhasilmemberikan kontribusi yang signifikan dalam pembangunan dengan menyediakan lapangan kerja danmengentaskan kemiskinan. Minyak kelapa sawit juga telah berkembang fungsinya dalam menyediakanbiodisel. Perlunya penyikapan yang serius akan isu lingkungan dalam pengembangan kelapa sawit. Isutermasuk zonasi dan buffer zona dalam 668

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

memelihara keragaman lingkungan. Tantangan pengembangan kelapa sawit di dunia akan makin besardengan berkembangnya isu lingkungan yang banyak dihembuskan oleh sejumlah negara dan LSM. Salahsatu dampak yang nyata adalah karena tidak dimilikinya diversitas biotik dan genetik yang tinggi makaterjadi ketidak stabilan di ekosistem perkebunan kelapa sawit Ketidak stabilan ekosistem di perkebunankelapa sawit ini ditunjukkan dengan sering terjadinya ledakan populasi hama. Hama merupakan faktorpembatas produksi tanaman di Indonesia, baik tanaman pangan, hortikultura, maupun perkebunan.Masalah hama saat ini menjadi semakin penting karena diperparah oleh dampak perubahan iklim yangterjadi lima tahun terakhir. Hama ulat api merupakan hama yang sangat berbahaya di perkebunan kelapasawit. Penyebarannya begitu cepat yang mengakibatkan daun tanaman kelapa sawit habis dimakan ulatdan akan membuat tanaman sulit untuk berbuah dan akhirnya akan mati dengan sendirinya(Prawirosukarto,S. et al. 2005). Dalam agroekosistem kelapa sawit ditemukan banyak jenis hama pemakandaun yang merugikan bagi usaha budidaya kelapa sawit. Beberapa jenis hama pemakan daun yangmenjadi hama utama dari tanaman belum menghasilkan sampai dengan tanaman menghasilkandiantaranya adalah dari keluarga Limacodidae (ulat api), Psychidae (ulat kantong), Acrididae (belalang), danAphidae (kutu) (Khalshoven, 1981). Serangan hama utama pada perkebunan kelapa sawit mengakibatkankelapa sawit kehilangan daun, dan akhirnya akan menurunkan produksi kelapa sawit. Hasil percobaansimulasi kerusakan daun yang dilakukan pada kelapa sawit berumur 8 tahun, diperkirakan menurunkanproduksi mencapai 30%-40% dalam dua tahun setelah terjadinya kehilangan daun sebesar 50% padatanaman kelapa sawit yang berumur dua tahun dan satu tahun, masing-masing akan mengakibatkanpenurunan produksi sebesar 12%-24% dan <4% pada dua tahun pasca serangan (Prawirosukarto,S. et al.2005). Pengendalian hama ulat api di perkebunan kelapa sawit di Indonesia sampai saat ini masihmengandalkan insektisida sintetik yang banyak menimbulkan dampak negatif. Dalam era globalisasiperdagangan bebas, dimana konsumen lebih memilih produk pertanian yang memenuhi persyaratanecolabelling, potensi pengendalian hayati akan semakin besar Apabila program pengendalian hayati suksesmengatasi masalah hama tanaman maka dapat bersifat permanen, harmonis, aman, dan ekonomis biladibandingkan dengan cara pengendalian dengan pestisida kimia. Keberhasilan implementasi pengendalianhayati sangat dilandasi oleh pengetahuan dasar ekologi 669

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

terutama teori pengaturan populasi oleh pengendali alami dan keseimbangan dinamis ekosistem. Untukmemahami berbagai unsur hayati pada ekosistem perkebunan kelapa sawit, perlu dilakukan studikeanekaragaman predator, parasit, patogen serta potensinya terhadap penekanan populasi hama ulat api.Ini merupakan langkah awal untuk mengetahui komposisi musuh alami serta dinamika populasinya. Melaluistudi ini akan menjadi pertimbangan dalam mengambil keputusan pengendalian dengan memanfaatkanpotensi musuh alami secara optimal. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan mulai bulan Maret sampaidengan Nopember 2009 dengan metode survei pada perkebunan kelapa sawit Sumatera Utara dan di

Page 365: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 365/395

1

1

laboratorium hama tanaman Fakultas Pertanian, Universitas Medan Area. Enam tipe areal perkebunankelapa sawit digunakan sebagai lokasi penelitian yakni areal murni tanaman kelapa sawit yang telahmenghasilkan (TM), areal tanaman kelapa sawit belum menghasilkan (TBM), areal kelapa sawit dekatpemukiman (Kode DP), areal kelapa sawit dekat persawahan dengan kode DS, areal kelapa sawit dekatperkebunan karet dengan kode DK, areal kelapa sawit dekat hutan dengan kode DH. Rencana penelitiandidesain sebagai penelitian deskriptif. Pengamatan di lapangan meliputi populasi dan tingkat parasitasi telur,larva, ulat, dan kepompong ulat api. Jenis dan populasi berbagai arthropoda lain yang terdapat pada setiaptanaman sampel dan disekitar piringan, tumbuhan lain yang berasosiasi dengan parasitoid, dan predator,termasuk komposisi jenis ulat api. Pengamatan dilakukan terhadap 300 kelompok telur, 300 ekor larva, dan300 pupa yang dikumpulkan dari masing-masing 6 tipe habitat. Pengambilan sampel dilakukan 10 kali. Hasilpengamatan dari lapangan dilanjutkan dengan pemeliharaan telur, larva, dan pupa di laboratorium,sehingga diketahui tingkat parasitasinya dan jenis parasitoid yang muncul. Parasitoid yang munculdiidentifikasi sampai tingkat Ordo, Familia, Genus dan jika memungkinkan sampai tingkat spesies denganBorror and White (!970); Borror and DeLong (1974), Kalshoven (1981), Subiyanto dan Sulthoni (1991).Pengamatan relatif dilakukan untuk mengetahui keanekaragaman arthropoda di perkebunan kelapa sawit.Pengamatan relatif dengan menggunakan jaring serangga sebanyak lima ayunan ganda (10 ayunantunggal) disekitar piringan. Setiap tipe habitat diamati 10 piringan secara diagonal, pada empat arah angin.Semua arthropoda yang sudah terkumpul dari lapangan diidentifikasi dan dikelompokkan menurut kelas,bangsa, suku, dan jenis. Hasil pengamatan tersebut 670

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

dikelompokkan atas hama, pemangsa, parasitoid, dan arthropoda neutral antara lain sebagai inangpengganti atau sebagai serangga pengurai bahan organik. Parasitoid yang muncul diidentifikasi sampaitingkat Ordo, Familia, Genus dan jika memungkinkan sampai tingkat spesies dengan Borror and White(!970); Borror and DeLong (1974), Kalshoven (1981), Subiyanto dan Sulthoni (1991). Analisiskeanekaragaman dan kelimpahan arthropoda dilakukan dengan menggunakan rumus persamaan Cheng(1995). H’ dan λ dihitung menggunakan persemaan seperti tersebut di bawah. Uji beda nyata antarperlakuan pada semua perhitungan keanekaragaman dan kelimpahan menggunakan Fisher’s ProtectedLSD pada taraf 5%. Artinya uji beda nyata hanya dilakukan apabila uji F menunjukkan adanya beda nyataantar perlakuan. ? s ?? i H' ? s ? i n1 n1 [( ) ln ( )] n n ni (ni -1) [ ] , dengan penjumlahan dilakukan terhadapS jenis n(n -1) ,dimana N1 = exp. (H′) dan N2 = 1/λ N2 -1 E ? N1 -1 Keterangan : H′ = Indeks Shannon-Weaver N? = Nilai kemelimpahan spesies dalam contoh N2 = Jumlah jenis yang populasinya sangatmelimpah E = Nilai (indeks) kemerataan ni = Jumlah individu ke-i n = Jumlah total individu dari contohHASIL DAN PEMBAHASAN Jenis –jenis parasitoid telur ulat api Dari hasil penelitian ditemukan 3 jenisparasitoid dari famili Trichogrammatidae, Eulopidae dan Scelionidae. Masing-masing genusnya adalahTrichogramma, Tetrasticus dan Telenomus. Ketiga genus ini termasuk dalam Ordo Hymenoptera.Sedangkan hasil pengamatan di lapangan ditemukan kelompok telur yang juga dimakan oleh semut. Dariketiga jenis parasitoid telur yang muncul, maka genus Trichograma frekuensinya paling tinggi ditemukan(Tabel 1.). 671

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Parasitoid Trichogramma paling sering muncul memparasit telur ulat api di semua tipe habitat. Parasitoidtelur tersebut mempunyai banyak inang dan banyak jenis sehingga menurut Damayanti (2003), parasitoid inisebagai parasit telur yang potensial dikembangkan sebagai agens hayati di Indonesia. Tabel 1. Frekuensikemunculan jenis parasit telur pada enam tipe areal tanaman Tipe kelapa sawit Frekuensi kemunculanparasit dalam 8 kali pengamatan Trichogramma Tetrasticus Telenomus Tanaman Belum 3 1 - Menghasilkan

Page 366: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 366/395

1

1

(TBM) Tanaman Menghasilkan 6 2 1 (TM) Dekat Pemukiman (DP) 4 - - Dekat Kebun Karet (DK) 5 2 - DekatSawah (DS) 7 1 1 Dekat Hutan (DH) 5 - 1 Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa parasitasiTrichogramma terhadap berbagai jenis ulat api di areal perkebunan kelapa sawit berkisar antara 5,65 %-12,24%. Dengan telah berhasilnya metode pengembangbiakan Trichogramma secara masal di laboratoriumseperti yang dilaporkan oleh Nurindah (2000), maka metode ini dapat diadopsi untuk pengembangbiakanTrichogramma untuk meningkatkan populasi dan parasitasinya di areal kelapa sawit. Jenis-jenis musuhalami satadia larva ulat api Dari 6 tipe areal kelapa sawit ditemukan larva terserang oleh bakter dengankisaran 2,36%-23,24 6,8 % larva mati terserang bakteri hal ini ditunjukkan dari gejala yang ditimbulkan.Gejala awal larva malas makan dan kurang aktif, larva bergerak menuju tepi daun dan melekat padapinggiran daun, ulat mati tubuh pecah dan mengeluarkan cairan yang berbau, pada akhirnya tinggal kulitlarva yang menempel di pinggir helaian daun. Bakteri yang ditemukan ini dari jenis Bacillus thuringiensis.Ulat api yang terserang Bacillus thuringiensis paling sedikit ditemukan di areal kelapa sawit yang belummenghasilkan. Hal ini kemungkinan karena keadaan areal yang masih terbuka karena tanaman masihrelatih rendah sehingga bakteri kurang dapat berkembang. Hal ini dapat dibandingkan dengan lokasi lainyang kondisi kebun lebih lembab karena tanaman telah tinggi banyak naungan sehingga bakteri dapatberkembang baik. Hasil penelitian Suryanto (2007), di Sumatera Utara telah ditemukan 9 isolat bakteri darispesies Bacillus thuringiensis yang mirip secara morfologi dan biokimia dan tidak jauh dengan isolat 672

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

bioinsektisida komersiilberbahan aktif Bacillus thuringiensis. Di areal perkebunan kelapa sawit diketahuibahwa selain menggunakan insektisida sintetis juga menggunakan insektisida berbahan aktif Bacillusthuringiensis. Beberapa spesies parasitoid larva yang ditemukan menyerang larva ulat api termasuk OrdoHymenoptera, antara lain dari famili Ichneumonidae, Braconidae, Chalcididae, Tachinidae, dan Bombiliidae.Tabel 2. Persentase larva ulat api yang terserang Bacillus thuringiensis pada 6 tipe areal kelapa sawit Tipeareal kelapa sawit Persentase rata-rata larva terserang Bacillus thuringiensis Tanaman Belum Menghasilkan(TBM) 2,36% + 0,82% Tanaman Menghasilkan (TM) 14,71 % + 3,68 % Dekat Pemukiman (DP) 3,12 % +0,63 % Dekat Kebun Karet (DK) 3,78% + 1,28% Dekat Sawah (DS) 23,24 % + 4,54 % Dekat Hutan (DH)18,17 % + 2,32 % Jenis-jenis musuh alami satadia pupa ulat api Dari hasil pengamatan baik di lapanganmaupun di laboratorium ditemukan 3 jenis jamur dan satu parasitoid yang menyerang pupa ulat api yaituCordiceps, Metarrhizium dan Beauveria.. Pupa yang terserang jamur Cordiceps menunjukkan gejalaterdapatnya rhizomorph berwarna putih dan adanya perihesia dengan askus berwarna merah jambu yangtumbuh memanjang di luar permukaan pupa. Perkembangan selanjutnya dapat dilihat pada permukaanabdomen pupa mengeras, muncul stroma sebagai tunas-tunas kecil berwarna putih dan bercabag-cabangmembentuk tangkai silindris. Pupa ulat api di areal perkebunan kelapa sawit biasanya diletakkan dipermukaan tanah sekitar piringan dan pada pelepah-pelepah yang lembab. Pada kondisi areal tempatpeletakan pupa yang lembab menjadi habitat yang sesuai bagi perkembangan patogen entomopatogenikseperti dari genus Cordiceps, Beauveria dan Metharizium. Patogenisitas jamur Cordiceps pada ulat apiBirthosea bisura berkisar 7,3%-18,7%. Keanekaragaman dan Kelimpahan Arthropoda Hasil analisis indeksdiversitas (H’) menggambarkan keanekaragaman arthropoda pada lahan perkebunan kelapa sawit berkisarantara 0,72 – 2,12. Semakin tinggi nilai H’ berarti semakin beragam jenis arthropoda dan tidak ada jenisyang mendominasi jenis lainnya. Nilai keragaman terendah ditemukan pada areal tanaman kelapa sawityang belum menghasilkan. Pada areal ini bukan hanya keragaman 673

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

yang rendah namun juga jumlah individu yang masih rendah, dan ada beberapa famili arthropoda dengannilai kelimpahan jenis (N1) tertinggi (8,33 per 10 tanaman), ditemukan pada areal kelapa sawit dekat sawah.

Page 367: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 367/395

1

1

Arthropoda yang populasinya tinggi ditemukan pada areal tersebut adalah dari famili Acrididae,Pentatomidae, Lymacodidae, dan Psychidae. Tabel 3. Indeks diversitas dan kelimpahan relatif arthropodapada 6 tipe areal kelapa sawit Tipe areal Indeks diversitas dan kelimpahan kelapa sawit n No H’ N1 N2 ETBM 50,4 10 0,72 6,16 5,14 0,80 TM 769,3 27 1,34 3,82 2,15 0,41 DP 736,2 26 1,55 4,69 2,42 0,39 DK658,9 26 1,72 5,60 3,1 0,46 DS 495,4 25 2,12 8,33 5,25 0,58 DH 747,8 26 1,69 5,44 3,33 0,52 Keterangan :H′ = Indeks Shannon-Weaver No= Jumlah jenis N1 = Nilai kemelimpahan spesies N2 = Jumlah jenis yangpopulasinya sangat melimpah E = Nilai (indeks) kemerataan n = Jumlah total individu Nilai kelimpahanspesies N1 berkisar 3,82- 8,33 dan dengan indeks diversitas yang rata-rata lebih dari 1 menunjukkan bahwaspesies arthropoda di areal perkebunan kelapa sawit sangat beragam. Jika dilihat dari komposisi arthropodamaka di areal kelapa sawit ditemukan 11 ordo dari 61 famili yang terdiri dari serangga yang berpotensisebagai hama, predator, parasitoid maupun serangga dengan potensi lain. Dengan keragaman jenis danfungsi arthropoda yang cukup tinggi di areal perkebunan kelapa sawit dapat memberikan harapan yang baikuntuk mengembangkan dan memberdayakan agens pengendali hayati yang terdiri dari predator, parasitoid,maupun patogen entomopatogenik. Untung (2006), menjelaskan bahwa pada ekosistem perkebunandengan tanaman tahunannya lebih memberikan kondisi optimal bagi perkembangan musuh alamidibandingkan dengan ekosistem pertanian tanaman semusim yang lebih sering mengalami perubahanfaktor iklim mikro yang lebih drastis. Pola penggantian tanaman baru yang lama dengan keberadaan gulmayang beragam di sekitar areal tanaman juga mendukung sebagai konservasi musuh alami. Hal iniditunjukkan oleh hasil pengamatan secara fisual di lapngan ditemukan beberapa jenis gulma yangdigunakan untuk tempat bertelur, 674

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

istirahat, maupun sebagai inang pengganti dari musuh alami untuk menyelesaikan daur hidupnya. Sebagaicontoh semua jenis parasitoid memerlukan tanaman lain untuk menyelesaikan daur hidupnya terutamapada stadia imago yang memerlukan keberaaan pollen dan nektar pada berbagai anggota ordoHymenoptera dan Diptera. Pada predator juga memerlukan inang pengganti pada saat populasi ulat api dilapangan rendah, maka predator akan memangsa ulat lain yang berkembang pada gulma di sekitartanaman kelapa sawit. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian ditemukan 3 jenis parasitoid darifamili Trichogrammatidae, Eulopidae dan Scelionidae. Masing-masing genusnya adalah Trichogramma,Tetrasticus dan Telenomus Ketiga genus ini termasuk dalam Ordo Hymenoptera.. Dari ketiga jenis parasitoidtelur yang muncul, maka genus Trichograma paling sering muncul memparasit telur ulat api di semua tipehabitat. Beberapa spesies parasitoid larva yang ditemukan menyerang larva ulat api termasuk OrdoHymenoptera, antara lain dari famili Ichneumonidae, Braconidae, Chalcididae, Tachinidae, dan Bombiliidae,ditemukan 3 jenis jamur dan satu parasitoid yang menyerang pupa ulat api yaitu Cordiceps, Metarrhiziumdan Beauveria. Ditemukan 5 jenis predator yang memangsa ulat api di lapangan yakni 2 spesies dari OrdoHemiptera, 1 jenis dari Ordo Arachnida, 1 jenis dari ordo Hymenoptera, dan 1 jenis dari Ordo Orthoptera.Nilai kelimpahan spesies N1 berkisar 3,82- 8,33 dan dengan indeks diversitas yang rata-rata lebih dari 1menunjukkan bahwa spesies arthropoda di areal perkebunan kelapa sawit sangat beragam. Jika dilihat darikomposisi arthropoda maka di areal kelapa sawit ditemukan 11 ordo dari 61 famili yang terdiri dari seranggayang berpotensi sebagai hama, predator, parasitoid maupun seranggadengan potensi lain. Dengankeragaman jenis dan fungsi arthropoda yang cukup tinggi di areal perkebunan kelapa sawit dapatmemberikan harapan yang baik untuk mengembangkan dan memberdayakan agens pengendali hayati yangterdiri dari predator, parasitoid, maupun patogen. DAFTAR PUSTAKA Gabriel, C.J. and Cook. R.J., 1990.Biofeedback: Biological Control- the Need for a New Sciencetific Framework. Bio Science 40 (3): 204-206.Garcia, R., Caltagirone, L.E. and Gutierrez, A.P. 1988. Roundtable: Comments on a Redifinition of BiologicalControl. BioScience 38(10): 692-694. 675

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 368: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 368/395

1

1

Kalshoven, L. G. E. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. P.T. Ichtiar Baru-Van Houve. Jakarta. 701p.Kuswardani, R.A. 2006. Evaluasi Hasil Introduksi Tyto alba javanica Gmel, Pemangsa Tikus di EkosistemPersawahan, Kabupaten Kendal Prop. Jawa Tengah. Penelitian dipublikasikan dalam Jurnal PenelitianBidang Ilmu Pertanian. KOPERTIS WIL I. ISSN: 1693-7368. Vol 4. No.2. Agustus Mangoendihardjo, S.2003. Antara gagasan, pengembangan Penalaran dan Penciptaan Konsep. Orasi Purna Bakti. 25 Januari2003. Mahrub, E. Sri Ambarwati Amini, dan N. Rahaya. 2002. Evaluasi Potensi parasitoid Penggerek PucukTebu di Kabupaten Bantul. J. Perlintan. Indonesia. 6 (1): 18-22. Martono, e. 2001. Pengelolaan HamaTerpadu, Konsep Pertanian Berkelanjutan berbasis Perlindungan Tanaman. Seminar Dies Natalis UNSOED,Purwokerto, 20 September 2001. Notohadikusumo, T., 2006. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan DalamKonteks Globalisasi dan Demokratisasi Sistem Ekonomi. Forum Komunikasi Perguruan Tinggi PertanianIndonesia. Fakultas Pertanian UGM. Rengam, D.J. 2002. Biological Control: A Consumer Perspective.Proceeding of The Biological Control, International Conference on Plant Protections in The Tropics.Malaysia. March. 2002. Suryanto, D. (2009). Keanekaragaman Mikroba dan Potensinya di Sumatera Utara.Pidato Pengukuhan jabatan Guru Besar Tetap. USU. Medan. 10 Oktober 2009. Susilo, F.X., 2007.Pengendalian Hayati Dengan Memberdayakan Musuh Alami Hama Tanaman. Graha Ilmu. Yogyakarta. 118p. Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan. Penerbit Kanisius.218p. Tobing, M.C. 2009. Keanekaragaman hayati Dan Pengelolaan Serangga Hama DalamAgroekosistem. Pidato Pengukuhan jabatan Guru Besar Tetap. USU. Medan. 10 Oktober 2009. Trisyono,Y.A., 2006. Refleksi dan Tuntutan Perlunya manajemen Pestisida. Pidato Pengukuhan Guru Besar UGMYogyakarta. Untung, K. 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Edisi Kedua. Gadjah Mada UniversityPress. Yogyakarta. 348p. Wagiman, F.X., 2006. Pengendalian Hayati hama Kutu Perisai Kelapa DenganPredator Chilocorus politus. Gadjah Mada University Press. 219p. Widyastuti, S.M., 2004. Kesehatan Hutan:Suatu Pendekatan Dalam Perlindungan Hutan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar. FakultasKehutanan. UGM. Yogyakarta. 20 Maret 2004. 676

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Wiyono, S. 2007. Perubahan Iklim dan Ledakan Hama dan Penyakit. Seminar Sehari TentangKeanekaragaman Hayati di Tengah Perubahan Iklim: Tantangan Masa Depan Indonesia. KEHATI. Jakarta28 Juni 2007. 677

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

JENIS-JENIS TANAMAN INANG PARASITOID DAN PREDATOR UNTUK PENGENDALIAN HAYATI ULATKANTONG (Metisa plana) DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT Suci Rahayu 1) ; Retno Widhiastuti 1) ; danDewi Sri Indriati Kusuma 2) 1)Dept Biologi FMIPA, Universitas Sumatera Utara, MEDAN 2)Kepala SekolahSMP Negeri II Pematang Siantar E-mail : [email protected] Abstrak Ulat kantong, Metisa planamerupakan salah satu hama penting pada tanaman kelapa sawit sehingga keberadaannya perludiwaspadai. Pengendalian secara hayati dapat dilakukan salah satunya dengan cara menyeleksi beberapatanaman inang parasitoid dan predator M. plana. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis tanamanbawah disekitar kebun sawit yang dapat sebagai inang oleh parasit dan predator M. plana . Penelitian inidilakukan di Perkebunan PT PP London Sumatra Indonesia kebun Dolok bekerjasama dengan PusatPenelitian Bah Lias, Perdagangan. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa ada 25 jenis tanaman yangterdapat pada lokasi percobaan yang dikunjungi parasitoid. Jenis tanaman yang paling banyak ditemukanparasotoid hama M. plana adalah Cynodon dactilon, Momordica charantia, Asystasia intrusa, Mimosapudica dan Ageratum conyzoides. Kata kunci : tanaman inang, kelapa sawit, Metisa plana Latar belakangpenelitian Sistem monokultur perkebunan kelapa sawit menciptakan kondisi lingkungan yang mendukung

Page 369: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 369/395

1

1

bagi peningkatan laju reproduksi dan laju kelangsungan hidup hama pemakan daun. Hal ini menjadi pemiculedakan hama ulat api seperti Setothosea asigna, Setothosea bisura, Darna trima, Setora nitens, dan Metisaplana ( Lisanti dan Wood, 2009). Selama ini, umumnya perkebunan-perkebunan kelapa sawit di Indonesiamenggunakan insektisida untuk mengendalikan populasi hama. Penggunaan insektisida ternyata jugamembunuh musuh alami hama, maka akan terjadi pertukaran dari agen pengendali jangka panjang (musuhalami) ke agen pengendali jangka pendek (insektisida kimia). Apabila pengaruh pengendali kimia tidak adamaka populasi hama akan cepat berkembang di lingkungan yang bebas dari musuh 678

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

alaminya (Basukriadi, 2003). Musuh alami merupakan hal yang sangat kompleks dan memiliki peranan yangsangat penting dalam regulasi populasi inangnya (hama) terutama di tanaman perkebunan. Pada umumnyasebagian besar strategi pengendalian hama tidak pernah sepenuhnya efektif, akan ada sejumlah kecil hamayang mampu bertahan hidup untuk bereproduksi dan menurunkan materi genetiknya kepada generasiselanjutnya. Jika genetik tersebut membawa gen resisten terhadap insektisida kimia, maka strategipengendalian yang pernah diterapkan akan menjadi kurang efektif terhadap generasi selanjutnya(Basukriadi, 2003). Pengendalian secara terpadu dengan menekankan pada pengendalian biologimerupakan pilihan yang terbaik sesuai dengan konsep Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO)berbasis ramah lingkungan dan merupakan konservasi alam yang selama ini sedang gencar dicanangkanoleh dunia internasional (Lisanti dan Wood, 2009). Konsep RSPO yang memprioritaskan pada penerapanpengendalian hama terpadu (PHT) menggunakan metode biologis. Basri et al., (1999) menemukan bahwaada hubungan yang sangat erat antara serangga parasitoid dan jenis tanaman. Dari percobaan diketahuibahwa Dolochogenidea metesae menyukai tanaman Cassia cobanensis dan Asystasia intrusa. Brachirariacarinata menyukai Cassia cobanensis, Euphorbia heterophylla dan Ageratum conyzoides. Euphelmuscatoxanthae menyukai tanaman Cassia cobanensis, Euphorbia heterophylla dan Ageratum conyzoides.Tetrastichus sp menyukai tanaman Cassia cobanensis, Euphorbia heterophylla dan Ageratum conyzoides.Eurytoma sp menyukai tanaman Euphorbia heterophylla dan Ageratum conyzoides. Pediobius imbreusmenyukai tanaman Cassia cobanensis Euphorbia heterophylla, Asystasia intrusa dan Ageratum conyzoides.Pediobius anomalus menyukai Cassia cobanensis dan Asystasia intrusa. Untuk mengetahui tanaman inangyang efektif, perlu dilakukan penelitian jenis tanaman inang yang paling disukai oleh predator Metisa plana.Metode penelitian Penelitian dilakukan di Kebun Dolok PT PP London Sumatra Tbk. Waktu pelaksanaanmulai bulan Februari sampai April 2010. Penelitian ini dilakukan bekerjasama dengan Bah Lias ResearchStation atau saat ini dikenal dengan Sumatra Bioscience. Penelitian ini menggunakan Rancangan AcakKelompok (RAK) dengan 5 (lima) ulangan dengan 25 jenis tanaman inang sebagai perlakuan. Arealpengamatan seluas 100 ha dimana 50 ha terdapat serangan Metisa plana (areal terserang) dan 50 hektarareal dimana 679

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

serangan hama M. plana sudah teratasi (areal terkendali). Satu ulangan terdiri atas 10 ha yang dibagi lagiatas 2 hektar. Penelitian meliputi : koleksi Metisa plana di lapangan, rearing dan sungkup M. plana,pengujian keberadaan parasitoid dan predator di tubuh M. plana, pengamatan parasitoid dan predator pada25 jenis tanaman bawah yang ditanam disekitar perkebunan sawit. Hasil Penelitan Tabel 1 menunjukkanrata-rata jumlah dan jenis serangga yang terdapat pada rumpun tanaman diareal pengamatan. Dari tabelterlihat bahwa tanaman Staenochlaena pallustris dan Asistasia intrusa adalah tanaman terbanyak dijumpaikunjungan serangga. Setiap harinya ditemukan rata-rata lebih dari 9 serangga dengan jumlah jenisserangga lebih dari 4 jenis. Fenomena sebaliknya, pada tanaman Piper caducibracteum, Luffa aegyptiaca,Cassia tora, dan Lasia spinosa merupakan tanaman yang tidak ada satupun jenis serangga ditemukan

Page 370: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 370/395

1

1

berkunjung. Jenis tanaman yang tidak dikunjungi satupun jenis serangga, Piper caducibracteum, Luffaaegyptiaca ,Cassia tora dan Lasia spinosa ternyata tidak memiliki kelenjar trichom. Diduga kelenjar trichommerupakan tempat sintesis dan sekeresi metabolit sekunder yang berfungsi untuk menarik serangga datangke suatu tanaman. Kelenjar trichom juga menyebabkan morfologi daun menjadi scaber (kasar) yang sangatcocok untuk peletakan telur (oviposisi) serangga. Berhubung ketiga tanaman tersebut tidak mempunyaikelenjar trichom, maka senyawa penarik serangga untuk datang berkunjung dan meletakan telur tidak ada.Populasi jumlah dan jenis serangga pada areal terserang dan areal terkendali dapat dilihat pada Tabel 2.Jika dilihat dari areal terserang dan terkendali, terlihat perbedaan yang sangat jauh. Pada areal terkendalijumlah serangga sangat banyak yaitu 119 serangga dibandingkan dengan daerah terserang yang hanya37.6 dengan masing masing jumlah jenis serangga rata- rata 14,6 dan 6.9 pada kedua lokasi. Berdasarkanhasil penelitian dari 10 jenis tanaman bawah yang banyak didatangi oleh serangga, 7 jenis diantaranyamemiliki trichoma pada daun dan warna bunga yang cerah. Hal ini mengindikasikan serangga mendatangitanaman tersebut selain karena tanaman memiliki bunga juga karena tanaman memiliki trichoma. Daunyang memiliki trichoma menyebabkan serangga tersebut mudah untuk meletakkan telurnya. 680

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tabel 1. Rataan jumlah dan jenis serangga yang terdapat pada rumpun tanaman pada areal terserang danterkendali Rataan jumlah Serangga Rataan Jenis Serangga Jenis Gulma Pagi Siang Sore Trichoma PagiSiang Sore Antigonon leptopus 1.5 2.0 1.1 ada 0.5 0.7 0.3 Tetrastigma papilosum 0.3 0.4 0.1 tdk ada 0.1 0.10.1 Asystasia intrusa 3.0 3.3 3.4 ada 1.7 1.6 1.3 Turnera subulata 0.6 0.3 0.5 ada 0.3 0.2 0.2 Ludwigiahissopifolia 0.3 0.8 0.4 tdk ada 0.1 0.2 0.0 Piper caducibracteum 0.0 0.0 0.0 tdk ada 0.0 0.0 0.0 Luffaaegyptiaca 0.0 0.0 0.0 tdk ada 0.0 0.0 0.0 Cassia tora 0.0 0.0 0.0 tdk ada 0.0 0.0 0.0 Centrosomapubescens 1.3 1.5 0.7 ada 0.6 0.9 0.4 Caladium bicolor 2.0 1.9 1.0 ada 1.0 0.9 0.5 Passiflora foetida 1.4 1.81.1 ada 0.3 0.5 0.3 Mikania micrantha 0.4 0.4 0.6 tdk ada 0.2 0.2 0.3 Mucuna bracteata 0.5 0.4 0.3 ada 0.10.1 0.2 Steonchlaena pallustris 3.6 3.8 2.2 tdk ada 1.5 1.9 1.2 Momordica charantia 2.2 2.5 1.2 ada 0.9 1.00.4 Mimosa pudica 1.3 3.3 1.4 tdk ada 0.8 1.3 0.6 Derris scandens 1.5 1.9 1.3 ada 0.9 1.0 0.7 Cynodondactilon 1.7 1.4 1.9 tdk ada 0.6 0.8 0.6 Scleria sumatrensis 0.0 0.3 0.1 tdk ada 0.0 0.1 0.1 Paspalumconjugatum 0.5 0.6 0.2 tdk ada 0.3 0.3 0.1 Paspalum commersonii 0.6 0.5 1.1 tdk ada 0.1 0.2 0.1 Lasiaspinosa 0.0 0.0 0.0 tdk ada 0.0 0.0 0.0 Melastoma malabatricum 0.6 0.5 1.0 tdk ada 0.2 0.1 0.1 Cyperusrotundus 0.0 0.5 0.0 tdk ada 0.0 0.2 0.0 Ageratum conyzoides 0.3 0.5 0.2 tdk ada 0.3 0.2 0.1 SelanjutnyaRamadhani (2009) menyebutkan ada beberapa faktor yang menyebabkan serangga menyukai tanamantertentu diantaranya antraktan visual. Ramadhani menyatakan terdapat dua komponen penting padaatraktan visual, yaitu warna dan bentuk. Semakin besar bunga/perbungaan dan semakin kontras denganlingkungan sekitar semakin efektif kerja dari atraktan ini. Tanaman menadapat kunjungan tertinggi olehserangga ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel tersebut menunjukkan bahwa secara umum, tanaman Asystasiaintrusa dan Stenochlaena pallustris tertinggi dikunjungi serangga dan sangat berbeda nyata dengantanaman lain. Tanaman Piper aduncatum, Luffa aegyptiaca dan Cassia tora adalah tanaman yang tidakditemukan adanya kunjungan serangga. Jika dibandingkan antara areal terserang dan terkendali, terdapatperbedaan tanaman yang disukai untuk dikunjungi serangga. Pada areal terserang, serangga sangatbanyak dijumpai pada tanaman Derris scandens, Mimosa pudica dan Stenochlaena pallustris, sedangkanpada areal terkendali, serangga sangat menyukai tanaman Asystasia intrusa, Stenochlaena pallustris,Derris scandens dan Antigonon leptopus. 681

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tabel 2. Pengaruh jenis tanaman terhadap jumlah dan jenis serangga pada areal terserang dan terkendaliJenis Gulma Rataan Serangga Terserang Rataan Serangga Terkendali Rataan Serangga Jumlah Jenis

Page 371: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 371/395

1

1

Jumlah Jenis Jumlah Jenis Antigonon leptopus 1.56 cde 0.51 bcd 0.0 a 0.0 a 3.67 de 1.20 ef Tetrastigmapapilosum 0.25 a 0.08 ab 0.0 a 0.0 a 0.63 ab 0.19 ab Asystasia intrusa 3.21 f 1.53 g 1.48 de 0.99 def 5.5 f2.27 g Turnera subulata 0.45 ab 0.23 abc 0.0 a 0.0 a 1.12 ab 0.57 abcd Ludwigia hissopifolia 0.52 ab 0.09ab 0.0 a 0.0 a 1.36 ab 0.22 ab Piper caducibracteum 0.0 a 0.0 a 0.0 a 0.0 a 0.0 a 0.0 a Luffa aegyptiaca 0.0a 0.0 a 0.0 a 0.0 a 0.0 a 0.0 a Cassia tora 0.0 a 0.0 a 0.0 a 0.0 a 0.0 a 0.0 a Centrosoma pubescens 1.21bcde 0.64 def 1.48de 0.78 cde 0.70 ab 0.44 abc Caladium bicolor 1.63 de 0.81 ef 1.08 cd 0.65 bcd 2.47 bcd1.06 def Passiflora foetida 1.43 cde 0.37 bcd 0.08 a 0.08 a 3.52 cde 0.83 cde Mikania micrantha 0.43 ab0.24 abc 0.11 a 0.07 a 0.90 ab 0.5 abc Mucuna bracteata 0.42 ab 0.15 ab 0.0 a 0.0 a 1.02 ab 0.37 abcSteonchlaena pallustris 3.20 f 1.52 g 1.94 ef 1.08 ef 5.04 ef 2.17 g Momordica charantia 2.00 e 0.82 ef 0.92bcd 0.42 abc 3.52 cde 1.38 f Mimosa pudica 2.00 e 0.89 f 2.08 ef 0.99 def 1.88 abc 0.75 bcde Derrisscandens 1.55 cde 0.87 f 2.41 f 1.35 f 0.0 a 0.0 a Cynodon dactilon 1.66 e 0.64 def 0.0 a 0.0 a 3.78 de 1.46f Scleria sumatrensis 0.14 a 0.06 ab 0.0 a 0.0 a 0.34 a 0.15 a Paspalum conjugatum 0.42 ab 0.24 abc 0.58bc 0.36 ab 0.15 a 0.05 a Paspalum commersonii 0.73 abcd 0.12 ab 0.0 a 0.0 a 1.84 abc 0.31 abc Lasiaspinosa 0.0 a 0.0 a 0.0 a 0.0 a 0.0 a 0.0 a Melastoma malabatricum 0.70 ab 0.15 ab 0.0 a 0.0 a 1.67 ab 0.37abc Cyperus rotundus 0.15 a 0.06 ab 0.25 ab 0.10 a 0.0 a 0.0 a Ageratum conyzoides 0.33 ab 0.20 abc 0.25ab 0.13 a 0.44 a 0.31 abc Keterangan : Notasi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidakada perbedaan yang nyata pada taraf 5 %. Pengambilan hama M. plana yang dilanjutkan dengan rearingdilaboratorium, ditemukan beberapa serangga yang menjadi parasitoid hama M. plana. Perbandinganjumlah parasitoid yang terdapat pada setiap jenis tanaman dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3diketahui bahwa beberapa tanaman dijumpai kehadiran parasitoid. Tabel 3 tersebut juga menunjukkan adaperbedaan jenis tanaman yang dikunjungi oleh serangga pada areal terserang, serangga parasitoid lebihbanyak terdapat pada tanaman Caladium sp dan Mimosa pudica, sedangkan pada areal terkendali palingbanyak terdapat pada tanaman Cynodon dactilon, Ageratum conizoides dan Momordica charantia. 682

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tabel 3. Parasitoid yang terdapat pada hama M. plana setelah dilakukan rearing di laboratorium TanamanJumlah Parasitoid Total Trichoma Terserang Terkendali Antigonon leptopus 2 Ada 0 2 Asistasia intrusa 3Ada 1 2 Centrosema pubescens 2 Ada 2 0 Caladium bicolor 3 tdk ada 3 0 Passiflora foetida 1 Ada 0 1Micania micrantha 1 tdk ada 0 1 Staenochlaena pallustris 2 tdk ada 1 1 Momordica charantia 4 tdk ada 1 3Mimosa pudica 3 tdk ada 3 0 Cynodon dactilon 5 tdk ada 0 5 Paspalum conjugatum 1 tdk ada 1 0 Derrisscandens 1 Ada 1 0 Ageratum conyzoides 3 tdk ada 0 3 Berdasarkan hasil analisa yang diperlihatkan padaTabel 4, secara umum serangga parasitoid banyak ditemukan pada tanaman Ageratum conyzoides, tetapihanya berbeda dengan Centrosema pubescens dan Micania micrantha tetapi tidak berbeda nyata denganbeberapa tanaman lainnya. Pada areal yang terserang, tidak ada perbedaan diantara tanaman yang disukaiserangga parasitoid, namun pada areal yang terkendali, serangga parasitoid tersebut lebih menyukaitanaman Ageratum conyzoides diikuti oleh tanaman Cynodon dactilon dan Antigonon leptopus. Tabel 4.Pengaruh Jenis tanaman terhadap jumlah parasitoid yang mucul setelah rearing M. plana yang terdapatpada areal terserang dan terkendali Jumlah Parasitoid Total Terserang Terkendali Tanaman Antigononleptopus 0.36 ab 0.36 ab Asistasia intrusa 0.37 ab 0.12 a 0.25 b Centrosema pubescens 0.24 b 0.24 aCaladium bicolor 0.31 ab 0.31 a Passiflora foetida 0.34 ab 0.34 ab Micania micrantha 0.24 b 0.24 bStaenochlaena pallustris 0.35 ab 0.18 a 0.18 b Momordica charantia 0.33 ab 0.08 a 0.25 b Mimosa pudica0.36 ab 0.36 a Cynodon dactilon 0.42 ab 0.42 ab Paspalum conjugatum 0.36 ab 0.36 a Derris scandens0.36 ab 0.36 a Ageratum conyzoides 1.05 a 1.05 a Keterangan: Notasi huruf yang sama pada kolom yangsama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 5 %. 683

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 372: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 372/395

1

1

Tabel 5. memperlihatkan bahwa pada areal terkendali terdapat 4 jenis serangga parasitoid Sp. A, Sp.B, Sp.C dan Sp. D. Serangga D yaitu Aphanteles metesae ditemukan paling banyak, sedangkan tanaman yangpaling disukai pada areal terkendali adalah Cynodon dactilon, Momordica charantia dan Ageratumconizoides. Terlihat juga bahwa serangga Aphanteles metesae (D), lebih menyukai tanaman Ageratumconizoides, Cynodon dactilon, dan Asystasia intrusa. Tabel 5 menunjukkan bahwa baik pada arealterkendali maupun terserang terdapat 4 jenis serangga yaitu A, B, C dan D. Serangga D (Aphantalesmetesae) ditemukan paling banyak dan diikuti oleh serangga C, sedangkan tanaman yang paling disukaiadalah Cynodon dactilon dan Momordica charantia. Jika dibandingkan areal terserang dan terkendali (Tabel10 dan 11) terlihat bahwa serangga lebih banyak ditemukan pada areal terkendali sebanyak 18 seranggadibandingkan areal terserang sebanyak 13 serangga. Dari Gambar 3, ada 4 jenis serangga parasitoid yangterdapat pada lokasi percobaan yang berasal dari ordo Hymenoptera. Hasil identifikasi tersebut diketahuibahwa 4 jenis seranga parasitoid tersebut adalah Cetosia sp (Hymenoptera : Braconidae), Anesteles sp(Hymenoptera : Ephelmidae), Erytroma sp (Hymenoptera : Eurytomidae), dan Apantheles metesae(Hymenoptera : Braconidae). Basri et al., 1993 mengatakan bahwa M. plana memiliki beberapa jenisserangga musuh alami, diantaranya Dolochogenidea metesae, Pediobius imbreus, Elasmus sp, Callimerusarcufer dan Sycanus dichotomus. Wood dalam Basri dkk 1993 menemukan bukti betapa pentingnya musuhalami ini dalam mengontrol populasi Metisa plana dengan melakukan penyemprotan hama ini denganinsektisida berspektrum luas, efek residu yang lama dan kontak langsung (dieldrin) yang akibatnya merusakkeseimbangan musuh alami. Hal ini menyebabkan dikembangkannya pengendalian hama terpadu denganmenggunakan bahan kimia selektif (contoh triclorfon) yang aman bagi musuh alami. Borror et al., (1996)mengatakan dari sudut kepentingan manusia, ordo hymenoptera barangkali paling berguna dari seluruhkelas serangga. Ordo ini mengandung banyak sekali jenis yang berharga sebagai parasitoid-parasitoid ataupemangsa-pemangsa dari hama-hama serangga, dan ordo itu mengandung penyerbuk-penyerbuk yangpaling penting dari tumbuhan-tumbuhan yaitu lebah-lebah. Hymenoptera adalah satu kelompok yang sangatmenarik dalam hal biologi mereka, karena mereka menunjukkan keragaman yang besar dari kebiasaan-kebiasaan dan kompleksitas kelakuan yang meningkat dalam hal organisasi sosial dari tabuhan, lebah dansemut. 684

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tabel 5. Jenis serangga parasitoid yang terdapat pada tanaman di areal terserang dan terkendali JenisSerangga Jenis Tanaman Sp A Sp B Sp C Sp D Jumlah Staenochlaena pallustris 0 0 2 0 2 Momordicacharantia 1 1 0 2 4 Centrosema pubescens 0 0 0 2 2 Caladium bicolor 0 0 0 3 3 Derris scandens 0 1 0 0 1Paspalum conjugatum 0 0 0 1 1 Asystasia intrusa 0 0 1 2 3 Mimosa pudica 1 0 0 2 3 Cynodon dactilon 0 2 12 5 Antigonon leptopus 0 0 1 1 2 Ageratum conyzoides 0 0 0 3 3 Micania micrantha 0 0 1 0 1 Passiflorafoetida 0 0 0 1 1 Jumlah 2 4 6 19 31 Anggota- anggota yang bersayap dari ordo ini memiliki empat sayapyang tipis. Sayap-sayap belakang lebih kecil daripada sayap- sayap depan dan mempunyai satu deret kait-kait kecil (hamuli) pada tepi anterior mereka dengan alat itu sayap belakang menempel kesatu lipatan padatepi posterior sayap depan. Sayap-sayap secara relatif mengandung beberapa rangka sayap, dan padabeberapa bentuk kecil yang tidak terdapat rangka-rangka sayap sama sekali. 685

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Bagian-bagian mulut mandibula, tapi kebanyakan, terutama lebah-lebah, labium dan maksilaen membentuksatu struktur seperti lidah melalui alat itu makanan cairan diambil. Sungut-sungut biasanya mengandungsepuluh atau lebih ruas-ruas dan biasanya cukup panjang.Tarsi biasanya beruas lima. Alat pertelurannyabiasanya bagus berkembang. Dalam beberapa hal dimodifikasi menjadi satu sengat, yang berfungsisebagai satu organ penyerangan dan pertahanan. Karena organ penyengat berkembang secara evolusionar

Page 373: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 373/395

1

1

dari organ perteluran, hanya betina yang dapat menyengat. Metamorfosis sempurna, dan pada kebanyakanordo, larva seperti lundi atau seperti belatung. Larva kebanyakan lalat-lalat gergaji dan bentuk bentuk yangsekerabat (subordo symphyta) adalah eruciform dan berbeda dari Lepidoptera dimana mereka mempunyailebih dari 5 pasang proleg, tidak ada kroset pada proleg-proleg ini, dan biasanya hanya mempunyaisepasang stemmata. Pupa eksarat dan dapat terbentuk dalam satu kokon, didalam induk semang (dalamhal jenis parasitoidik) atau pada sel sel yang khusus. Kelamin pada kebanyakan hymenoptera dikontrol olehpembuahan telur. Telur yang telah dibuahi berkembang menjadi betina dan telur-telur yang tidak dibuahibiasanya berkembang menjadi jantan. KESIMPULAN 1. Ditemukan adanya serangga yang berperanansebagai parasitoid pada hama Metisa plana dari ordo Hymenoptera adalah Cetosia sp (Hymenoptera :Braconidae), Anesteles sp (Hymenoptera : Ephelmidae), Erytroma sp (Hymenoptera : Eurytomidae), danApantheles metesae (Hymenoptera : Braconidae), tetapi predator tidak ditemukan. 2. Serangga parasitoidditemukan pada berapa tanaman yang terdapat pada areal percobaan diantaranya Ageratum conizoides,Momordica charantia,Centrosema pubescens, Asystasia intrusa, Mimosa pudica dan Cynodon dactilon.DAFTAR PUSTAKA Basri, M.W., Siburat, S., Ravigadevi, S., dan Othman, A. 1999. Beneficial Plants for TheNatural Enemies of The Bagworm in Oil Palm Plantations. PORIM Malaysia. Basri, M.W, Norman K.,Hamdan A.B., dan Zulkifli M. 1993. Natural Enemies of The Bagworm Metisa plana walker (Lepidoptera:Phsycidae) and Their Impact on Host Population Regulation. PORIM Malaysia. 686

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Basukriadi, Adi. 2003. Penggunaan Serangga Pemangsa dan Parasitoid sebagai Pengendalian Hama;Pengendalian Hayati, Copyright (BMP) © Jakarta: Universitas Terbuka. Lisanti dan Wood, B.J. 2009.Observasi Pengaruh Metoda Pengendalian Selektif dan Non Selektif Pada Hama Ulat Api Setothoseaasigma (Lepidoptera ; Limacodidae) di Perkebunan Kelapa sawit P.T Lonsum. Pusat Penelitian KelapaSawit Medan. Ramadhani, 2009. Polinasi, Servis Alam yang Terabaikan. Universitas Kanazawa, Jepang.687

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

SEPEDA BERKENDARAAN PILIHAN MENCITAKAN LINGKUNGAN YANG SEHAT DAN SUSTAINABELFadjrir 1) dan Tertia Delia Nova 2) 1 Staf Pengajar di RSU Pirngadi Medan 2)Staf Pengajar FakultasPeternakan Universitas Andalas - Padang [email protected] Abstrak Masalah lingkungan dan perusakanalam saat ini menjadi fokus perhatian di seluruh dunia. Hampir di seluruh kota besar di Indonesia umumnya,telah terjadi polusi disebabkan makin meningkatnya jumlah kendaraan bermotor, jelas menimbulkanberbagai permasalahan kemacetan, pencemaran udara, yang dapat mengganggu kesehatan pendudukkota. Dampak yang lebih luas lagi adalah kerusakan alam (global warming) pada akhirnya dapatmengganggu kehidupan manusia maupun makhluk hidup di muka bumi ini. Bersepeda menyehatkan badanjuga merupakan salah satu solusi, permasalahan masyarakat kota saat ini, bersepeda sudah mulai lagidigalakkan serta mendapat dukungan dan perhatian pemerintah daerah. Kondisi menggembirakan artinyausaha mengurangi polusi udara sudah disadari oleh seluruh lapisan masyarakat, walau masih belum bisamengatasi semua persoalan. Bagi anggota masyarakat yang telah memulai bersepeda hendaknya diberikansuatu pujian dan sedikit perhatian serta penghargaan, sokongan pemerintah karena mereka telah menjadisalah satu pejuang “anti pemanasan global” dalam menjaga usia bumi agar tetap suatainabel, Kata kunci:Polusi, global warming, bersepada PENDAHULUAN Di tengah isu lingkungan seperti polusi dan pemanasanglobal saat ini, kegiatan bersepeda makin mendapatkan tempat di hati masyarakat. Karena betapapentingnya menggugah kesadaran masyarakat dalam mengurangi polusi dan pemanasan global. Disamping itu jika kebiasaan bersepeda bisa memasyarakat dan membudaya, carbon dioksida dan carbon

Page 374: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 374/395

1

1

monoksida yang dilepas di udara menjadi berkurang setiap harinya. Hal ini dapat membantu mengurangipolusi udara dan menghambat terjadinya global warming 688

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

hingga terjadinya hujan asam yang dapat merusak lingkungan. Maraknya hobi bersepeda di masyarakatkota saat ini cukup populer nampaknya mendapat dukungan dan perhatian pemerintah daerah. Kondisi inisangat menggembirakan karena artinya usaha mengurangi polusi udara sudah dilakukan oleh seluruhlapisan masyarakat, walau masih belum bisa mengatasi semua persoalan ini. Aktivitas bersepeda sepertibanyak informasi mengatakan sebagai salah tindakan untuk mengurangi zat pencemar udara akibat gasbuang kendaraan bermotor. Pernahkah kita mengetahui betapa banyaknya sisi positif, yang akan kitadapatkan dari kegiatan bersepeda. Ditenggarai saat ini, sebagian dari masyarakat kita menganggap bahwabersepeda adalah kegiatan yang sudah ketinggalan zaman dan merupakan kegiatan yang sangatmelelahkan. Tapi, banyak sekali manfaat yang akan di rasakan dengan melakukan kegiatan tersebut.Manfaat tersebut dapat kita lihat pada berbagai macam aspek, baik dalam kesehatan, ekonomi,transportasi, dan terlebih lagi pada segi lingkungan. Jepang adalah salah satu Negara maju yang masihmempertahankan kebudayaan tradisionalnya, salah satunya adalah bersepeda. Sedangkan kita semua tahubahwa negara Jepang adalah pembuat berbagai macam jenis mobil-mobil bagus, mewah danberkelas.tetapi di negara Jepang sendiri hampir 80% penduduknya lebih menyukai dan memilihmenggunakan sepeda atau dalam bahasa Jepang dinamakan Jitensya atau mamacharin karena sepedayang sangat disukai oleh ibuk-ibuk dan nyaman untuk aktivitas sehari-hari. Tidak hanya kaum ibu-ibu, tetapijuga bapak-bapak, anak-anak sekolah sampai ke para mahasiswa termasuk mahasiswa-mahasiswa mancanegara Eropah, Amerika, Arab, Afrika dan tentunya Indonesia salah satunya yang sedang belajar di Jepang.Bersepeda bukan hanya untuk keuntungan pribadi, tetapi juga untuk kepentingan bersama, bagi orang lain,binatang, dan bumi. Kewajiban manusia adalah menjaga bumi dan lingkungan itu tetap seimbang dan amanditinggali untuk waktu yang lebih lama.Maka sebagai makhluk Tuhan yang dianugerahi akal budi marilahkita berusaha menyelamatkan lingkungan dari kerusakan sesuai dengan kapasitas kita masing-masing.Mulailah bersepeda saat ini juga dan mulailah dengan hal sederhana yang memungkinkan bisadilakukan. Kegiatan nyata dengan bersepeda untuk beraktivitas sehari-hari dalam jarak dekat. Mari bersamakita budayakan kembali bersepeda untuk kesehatan dan untuk bumi kita tercinta! 689

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

PEMBAHASAN 1. Bersepeda bersahabat dengan lingkungan. Di tengah kampanye Global Warming yangsering digembor- gemborkan, sepeda merupakan kendaraan yang sedang digalakan dan populer baru-baruini. Selain anti polusi dan ramah lingkungan, bersepeda juga merupakan sarana olah raga yang efektif.Bersepeda secara rutin tidak membuat kita berpergian lebih cepat dari kendaraan bermotor atau mobil itulahanekdot dari bersepeda Bersepeda akan sangat bermanfaat bagi kesehatan untuk menjaga tubuh selaludalam keadaan bugar. Disini penulis mencoba mengulas dari beberapa sisi, yaitu dari segi kesehatan,lingkungan dan ekonomi. Pertama, Bersepeda dapat dijadikan salah satu program olah raga bagi yangmengurangi berat badan dan menjaga kebugaran. Aktivitas bersepeda sama saja membakar kalori yangdihasilkan dari makanan yang di konsumsi. Hanya dengan beberapa menit bersepeda dari rumah ke tempattujuan atau tempat kerjaan 4 – 5 kali dalam seminggu, bisa berhasil mengurangi berat badan sekitar 5-6 kgdalam satu tahun. Sangat cocok dianjurkan bagi usia kerja yang sibuk hampir tidak mempunyai waktu yangkhusus untuk olah raga juga yang ingin mengurangi berat badan, tetapi belum mendapatkan cara yangtepat. Kedua, bersepeda dapat memberikan efek yang sangat besar pada perasaan dan suasana hati.Bersepeda dapat mengurangi depresi, strees, meningkatkan mood dan memotivasi diri kita. Sebagai contohdengan bersepeda dapat melihat lingkungan sekitar secara lebih seksama, bersosialisasi dengan

Page 375: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 375/395

1

1

lingkungan, menikmati pemandangan alam dan udara yang segar. Bonus dari semua itu adalah kesehatanKetiga, bersepeda sangat baik bagi lingkungan. Bersepeda selain menyehatkan juga dapat mengurangipemananasan global akibat polusi kendaraan bermotor sehingga dapat menyelamatkan lingkungan. Kitasemua sudah mengetahui yang menyebabkan global warming, jawanbannya kendaraan bermotorlahpelakunya. Aktivitas bersepeda menyumbang kehidupan di bumi dengan tidak mencemarinya lagi denganpolusi asap berbahaya. Tidak perlu lagi kuatir dengan polusi udara yang disebabkan lalulintas kendaraan,hasil penelitian menyebutkan orang yang bersepeda lebih sedikit terkena polusi udara dari pada orang yangnaik kendaraan bermotor.Hal ini di mungkinkan karena orang yang bersepeda bernafas lebih teratur danmenghisap oksigen lebih banyak. Keempat, Bersepeda sangat bermanfaat untuk jantung. Denganbersepeda rutin setiap hari bisa melatih nafas agar bernafas lebih berkualitas dibandingkan dengan yangtidak memiliki hobi bersepeda. Bersepeda lebih efektif dibandingkan dengan senam aerobik dan tentu 690

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

saja lebih mengasyikan karena kita bisa melihat lingkungan sekitar. Bersepeda merupakan salah satubentuk olah raga yang paling efektif, murah dan mengasyikkan untuk mencapai kesehatan yang sangatmahal harganya. Sebagai contoh, bersepeda dapat mengurangi resiko serangan jantung, tekanan darahtinggi, dan diabetes. Hasil penelitian menyebutkan bersepeda dalam jarak yang pendek dan seringdilakukan dapar mengurangi tingkat kematian karena penyakit jantung kurang lebih 22%. Kelima, Denganbersepeda juga bisa menghemat uang karena bersepeda itu gratis alias tidak membutuhkan bahan bakar.Cukup bermodalkan sepeda langsung bisa digunakan untuk bepergian dan jalan-jalan. Dengan bersepedatentu saja bisa menghemat cadangan minyak bumi yang hanya tinggal bebrapa tahun lagi serta tidak perlumembayar pajak kendaraan bermotor setiap tahunnya. Jadi, tidak perlu ditunda lagi, mulailah hidup sehatdengan bersepeda sekaligus menjaga kelangsungan lingkungan dan bumi ini. 2. Kota Yang MenyediakanFasilitas Bersepeda Terbaik di Dunia Pemanasan Global adalah salah satu ,momok menakutkan bagikelangsungan hidup manusia, hal ini dikarenakan dampak yang ditimbulkan yaitu pemanasan globalmemanglah sangat komplek, mulai dari mencairnya es di kutub, naiknya suhu di permukaan bumi, bahkanhingga perubahan cuaca yang drastis. oleh karena itu kemudian banyak gerakan yang mengajak umatmanusia untuk mengurangi global warming atau pemanasan global.Salah satu cara yang bisa dilakukanuntuk mengurangi global warming adalah dengan mengurangi intensitas pemakaian kendaraan bermotor,dan salah satu alternatif pengganti paling tepat adalah menggunakan sepeda, selain tidak menimbulkanpolusi, bersepeda juga bermanfaat bagi tubuh, karena bisa sekalian berolahraga.namun ternyata tak semuakota-kota di dunia menyediakan kenyamanan bagi para pemakai sepeda, fasilitas jalan khusus sepedamasih minim, dan hanya ada di kota-kota besar. dan berikut adalah 10 kota yang menyediakan fasilitasbersepeda terbaik sehingga mendapatkan predikat kota bersepeda terbaik di Dunia, belum termasuk diIndonesia: 1. Amsterdam, Belanda. 2. Portland, Oregon, AS 3. Copenhagen, Denmark 5. Davis, California,AS 6. Sandnes, Norwegia7. Trondheim, Norwegia8. San Francisco, California9. Berlin, Jerman 10.Barcelona, Spanyol 3. Kesadaran Lingkungan Hidup:dengan Budaya Bersepeda di Jepang. Cermin perilakuyang ramah lingkungan sehat dan perduli pada ekologi serta lingkungan, begitulah benda ini digambarkan diNegeri 691

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Sakura Jepang. Sepeda dinilai sangat cocok dipakai kota-kota di Jepang, mengacu kepada motto “eco cyclecity” yang mulai digalang pemerintah Jepang dalam rangka mempromosikan program ramah lingkungan.Kesukaan orang Jepang bersepeda memang cukup mencolok. Menurut data kepolisian tahun 2004, diTokyo yang penduduknya saat itu berjumlah sekitar 12,1 juta jiwa, terdapat 8,2 juta sepeda. Dengandemikian, bisa dikatakan bahwa bila dirata-ratakan, satu orang di Tokyo memiliki dua sepeda.Sebab,

Page 376: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 376/395

1

penduduk yang jumlahnya 12,1 juta jiwa itu tentu turut pula memasukkan warga balita, manula, atau orangcacat yang tidak bisa bersepeda. Menyusul Tokyo, dua kota lain yang memiliki sangat banyak sepedaadalah Osaka, dengan angka 6,6 juta, lalu diikuti Saitama, sebanyak 4,7 juta sepeda. Warga Jepang tidakbermasalah dengan sepeda yang dianggap sebagai alat kendaraan yang sudah memasyarakat. Kesadaranatas pemeliharaan lingkungan hidup di negara maju memang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan dinegara berkembang seperti Indonesia. Namun tak ada salahnya bila kita mengadaptasikan beberapa halpositif yang dilakukan di negara lain untuk diterapkan di Indonesia. Dengan mengambil inti pemecahanmasalah yang ditempuh, kita juga bisa mulai menumbuhkan rasa memiliki atas lingkungan sekitar kita danmemulai pemeliharaannya dengan lebih serius. Untuk mengejar hingga taraf yang sama atau mendekatimemang sedikit mustahil, tapi menumbuhkan kesadaran akan keterkaitan kita dengan lingkungan dan alamadalah yang terpenting agar kita dapat menghindari tindakan – tindakan yang bersifat merusak danmengeksploitasi alam. 4. Berkendaraan sepeda pada jalur aman Tingginya minat masyarakat di Indonesiamengendara sepeda baik untuk sarana berkendaraan maupun sekedar berolah raga pada hari libur,sehingga pemerintah Di kota Jakarta memasang rambu-rambu selalu mengingatkan para pengendaradengan berbagai peringatan agar menggunakan jalur yang benar dan yang telah di tentukan. Seolah-olahpara pengendara dipandang sebagai penyebab kemacetan dan gangguan bagi pengendara kendaraanbermotor lainya. Bagi saya pemerhati lingkungan bukannya jalurnya yang harus ditertibkan tapi berilahtempat yang senyaman mungkin dan terlindungi dengan adanya aturan yang jelas bagi pengendara sepedabahkan lebih memudahkan ases kemanapun karena tidak memerlukan lahan yang luas Agar bersepedatidak lagi dipandang sebagai kendaraan golongan kecil, udik dan ketinggalan zaman dan tersingkirkandisebabkan tidak tersedianya jalur yang aman bagi mereka. Kapan saya bisa menyaksikan sepedamerupakan kendaraan pilihan mencitakan lingkungan sehat dan suatainabel. 692

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Terdapat tiga konsep jalur sepeda, jelas Pristono, yang berlaku di dunia. Antara lain, Bike Path yaitu jalursepeda tersendiri yang benar-benar terpisah dari jalan raya. kedua, Bike Lane yakni jalur yang samadengan bike path, hanya bedanya, jalur sepeda dan jalan raya hanya dipisahkan dengan marka jalan. Danterakhir, jalur sepeda yang bercampur dengan jalan raya, tidak ada marka, hanya dibantu dengan rambu-rambu atau disebut dengan Bike Route. Di antara ketiga konsep tersebut, jalur bike path dan bike lane yangdinilai lebih aman. Dikarenakan kedua jalur, terpisah dengan jalur mobil dan motor, dengan begitu parapengguna sepeda akan merasa lebih aman berkendara. Sayangnya, kedua jalur sulit untuk direalisasikan diberbagai jalan di Ibukota.Konsep yang aman adalah bike path dan bike lane. Tapi, kedua konsep itu, sudahtidak mungkin dilakukan terhadap jalan-jalan di ibukota. 5. Suasana bersepeda di Yokyakarta Berkurangnyapenggunaan sepeda di masyarakat Yokyakarta saat ini sudah mulai dibangkitkan lagi juga mendapatdukungan pemerintah daerah. Dibeberapa ruas jalan telah terlihat jalur khusus untuk sepeda di Yogyakartaini. Jalur khusus itu ditandai dengan marka di bahu jalan selebar kira-kira 1meter dengan cat markaberwarna kuning. Di beberapa lampu merah juga ada tempat tunggu khusus sepeda bercat hijau di palingdepan. Hal ini membuat bersepeda merasa nyaman karena ini artinya pemerintah kesultanan Yogyakartadaerah istimewa memang memiliki niatan baik untuk mengurangi tingkat polusi dan hal ini ditunjukkandengan sarana yang mereka cipatakan untuk kenyamanan bersepeda. Saya tidak tahu mengenai saranahukum yang melindungi pengendara sepeda di sini. Semoga hal itu juga sudah dibuat oleh pemerintah yangdi kerjakanan oleh aggota dewan terhormat kita yaitu DPR. Selama bersepeda, mulanya merasa cukupaman dengan adanya jalur khusus sepeda tersebut. Namun tetap saja ada yang membuat belum merasanyaman sepenuhnya. Hal ini disebabkan karena cukup banyak pengendara sepeda motor yang mengambiljalur khusus tersebut padahal jalur tersebut jelas bergambar sepeda bukan sepeda motor. Lebih parahnya,sepeda motor yang mengambil jalur khusus tersebut tidak hanya sepeda motor yang searah dengan saya,tapi tak sedikit juga yang berlawanan arah Tak jarang pula pengendara sepeda dipepet oleh pengendaramobil padahal saya sudah berada di paling pinggir aspal. Saya sedih ternyata promosi pemerintah untukbersepeda ke sekolah, ke kantor dan ke tempat kerja yang dibarengi dengan sarana yang mendukung

Page 377: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 377/395

1

1

kenyamanan bersepeda belum didukung sepenuhnya oleh kesadaran berkendaraan . Pengendara sepedapagi hari yang saya lihat 693

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

hanyalah anak-anak SD dan SMP (tidak ada lagi anak SMA yang bersepeda), orang tua yangmengantarkan anaknya ke sekolah (ini pun tidak banyak, bisa dihitung jari), pedagang (ditandai dengan duabuah keranjang besar di kiri kanan sepedanya),dan saya. Harapan kita semua semoga pemerintah tidakbosan berpromosi gerakan bersepeda dan masyarakat semakin tinggi kesadarannya untuk mengurangitingkat polusi di Indonesia, khususnya di Yogyakarta yang istimewa. 6. Besepada mengurangi kemacetandan poliusi udara Pada event bersepeda di kota-kota besar, PT Ultrajaya sebuah perusahaan industribergerak dalam bidang minuman ringan teh kotak dalam rangka mewujudkan keperduliannya untukmengajak masyarakat dari semua lapisan berpartisipasi mempersembahkan yang terbaik untuk alam. Suatugerakan bersepaeda dinamakan ’’50.000 Sepeda untuk Alam’ di Jakarta ini merupakan bagian darirangkaian kegiatan serupa sudah diadakan sebelumnya di lima kota besar, dimulai dari Bandung, Medan,Surabaya, dan Balikpapan. Di kota Jakarta, dimana seluruh masyarakat kota diajak untuk merayakankeikutsertaan dalam’, dengan bersepeda bersama-sama menikmati keindahan kota Jakarta dalamkesejukan udara bersih di pagi hari, yang ingin kita jaga seterusnya bersama melalui gerakan ini. Kitasemua bisa memberikan kontribusi dalam menjaga alam kita, salah satu caranya yang sangat mudah dansederhana adalah dengan mengurangi penggunaan kendaraan bermotor dalam bepergian menuju tempatyang mudah dijangkau. Di kota Bandung, gerakan ini dimulai dalam suatu selebrasi bersepeda yangdilakukan bersama-sama oleh ribuan warga kota setempat, yang dimulai dari Jl. Aceh, Balai Kota Bandung,pada Mei 2010. Selanjutnya Gerakan ini menuju kota Medan, dimana pada tanggal Juni 2010 dari lapanganBenteng, warga Medan kembali bersepeda bersama-sama merayakan Gerakan ini. Ribuan warga Surabayasecara antusias merayakan gerakan ini Juli 2010dengan bersepeda bersama-sama dari Halaman KantorWalikota Surabaya. Dan seminggu sesudahnya pada tanggal Juli 2010, ribuan warga kota Balikpapanmelakukan selebrasi yang luar biasa menyambut Gerakan ini di kota mereka. Tidak hanya antusiasmeribuan warga kota Balikpapan dalam bersepeda bersama-sama, tapi juga segenap Muspida yang dipimpinoleh Walikota Balikpapan langsung bergabung dalam perayaan Gerakan ini. KESIMPULAN 1. Pemanasanglobal (global warming) telah menjadi masalah yang sangat mengancam bagi kehidupan manusia di muka694

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

bumi. Tuntutan ke kendaraan sepeda pilihan tidak menggunakan energi fosil yang ramah lingkunganmenyehatkan 2. Indonesaia bisa belajar pada pemerintah Jepang dengan penurunan sebanyak 6% atasproduksi karbon dioksida dan emisi gas buang lainnya. Peran sepeda sebagai “Green Vehicle” ataukendaraan ramah 3. Keinginan masyarakat Indonesia terutama di kota besar dalam menggunakankendaraan sepeda sudah tidak bisa dibendung lagi keinginan dengan seringnya mereka menyuarakan danmenyatakan akan terus baktivitas berkendaraan sepeda ada atau tanpa tersedianya sarana jalan dan jaluryang aman dan nyaman bagi mereka. Sinergi dengan anjuran himbauan pemerintah kota untukmemfasilitasi dalam penggunaan kendaraan yang menyehatkan bebas polusi dan mencitakan lingkunganyang sustainabel. Sudah saatnya pemerintah serta wakil rakyat para anggota dewan, segera membuatundang-undang perturan yang jelas agar berkendara sepeda tidak lagi sebatas kegiatan seremonial danberupa kegiatan perlombaan sesaat. 4. Kegemaran bersepeda dibeberapa daerah di Indonesia sudah mulaimeningkat, terbukti dengan adanya klub-klub sepeda dengan anggota-anggotanya mulai dari anak-anaksampai lansia. Seandainya kebiasaan ini diteruskan pengendara sepeda diperbanyak sedang pengendaramobil, motor secara berangsur dikurangi akan berdampak mengurangi pencemaran udara akibat polusi.

Page 378: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 378/395

1

1

DAFTAR BACAAN Dwi Larasatie Nur Fibri di 07:46 dwifibri.blogspot.com/ 2011/04/Sepeda-Pagi-di-Yogyakarta.html JAKARTA--MICOM: Rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk memberlakukan jalursepeda di jalan-jalan besar di Ibukota, sepertinya akan sulit terealisasi http://www.menarik-unic.co.cc/2011/04/10-kota-yang-menyediakan- fasilitas.html#ixzz1JklwbYC6 Kompasianer menilaibermanfaat Nikmatnya Jika Pejabat Bersepeda. (Selected Reading: Kompas 24 November 2010,HalKlasika, Inspirasi) Kulinet.com/baca/bersepeda-untuk-kesehatan-dan-lingkungan) dan sedikit penambahandari saya, 14 April 2011 The URL http://www.generasi-hijau.com/kesehatan-3/ayo-bersepeda- sayangi-tubuh-cintai-lingkungan.html has been shared MediaIndonesia.com Motor penyebab polusi udara. All rightsreserved.Comments & suggestions please email [email protected] Hasil penelitian ini 695

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

dipublikasikan di jurnal Environmenal Health Perspectives. Media Indonesia. Jalur-Sepeda-di-Jakarta-Sulit-Terealisir http://www.mediaindonesia.com/read/2011/01/16/196088/38/5/ Nesia Andriana. Sekilas tentangBersepeda di Jepang Selasa, 10-06- 2008 Citizen reporter Nesia Andriana dapat dihubungi melalui [email protected] Pikiran Rakyat Bandung/Senin, 08 September 2003 Pasific friend magazine Artikel olehHisashi Kondo, judul asli Learn clean and greenTerjemahan & adaptasi bahasa oleh Suksma RatriPujasaputra Reza Syahbana, Ayooo Teruss Bersepeda untuk Kesehatan & Lingkungan Http/b2w-Indonesia,or,id/profil/Rezas di citasi 14 April 2011 S Hamdani. http/ catatam kimia.com Mari bersepeda. 16 April 2011696

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

KERANGKA KERJA DALAM MEMBUAT KEPUTUSAN UNTUK PENERAPAN KONSERVASI TANAH DIKABUPATEN PAKPAK BHARAT Timbul Marbun dan Moral Abadi Girsang Balai Pengkajian TeknologiPertanian Sumatera Utara Abstrak Studi ini bertujuan untuk memberikan alternatif kepada PemerintahKabupaten Pakpak Bharat dalam membuat keputusan dalam penerpan konservasi tanah di KabupatenPakpak Bharat. Dari hasil pengamatan di lapangan tingkat erosi lahan di kabupaten Pakpak Bharat relatiftinggi dan telah terjadi perubahan kualitas tanah (produktivitas dan kesuburan) sebagai dampak perubahanlahan hutan menjadi lahan usahatani. Bentuk-bentuk usahatani pada sebagian wilayah kabupaten PakpakBharat memiliki banyak keragaman system usahatani. Dari hasil studi ini maka dapat direkomendasikanbahwa pada usahatani tanaman umur panjang yang sudah ada seperti Jeruk, Gambir, Kopi, Karet harusdilengkapi dengan tanaman leguminosa penutup tanah seperti Arachis pintoi. Pada punggung bukit yangsudah gundul dapat dikembangkan untuk tanaman perkebunan seperti Kopi, Karet, Coklat namundilengkapi dengan tindakan konservasi tanah yaitu terrasering, atau dikembangkan pola agroforestrykomplek. Pada usahatani tanaman semusim baik dilahan kering maupun sawah, sebaiknya sisa tanamanjangan dibawa/dibuang keluar dari lahan usahatani setempat. Pada usahatani tanaman semusim/panganpada lahan miring harus dilengkapi dengan upaya konservasi tanah seperti teras dan/atau sistim tanamanpagar atau sistim alley cropping Keywords: konservasi tanah, erosi, terasering, sistem tanaman pagar.PENDAHULUAN Sektor pertanian mempunyai peranan yang strategis dalam struktur perekonomian diKabupaten Pakpak Bharat yang dapat dilihat pada sumbangan PDRB sebesar 67,7%, dengan keterlibatanangkatan kerja dibidang pertanian dalam skala rumahtangga sebesar 74,34%. Dengan demikian sektorpertanian merupakan prioritas utama dalam pembangunan daerah di Kabupaten Pakpak Bharat, khususnyauntuk sub sektor hortikultura, perkebunan dan tanaman pangan. Luas lahan pertanian Kabupaten PakpakBharat adalah 104.264 ha, terdiri dari 1.206 ha lahan sawah dan 103.058 ha lahan kering (BPS 697

Page 379: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 379/395

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Pakapak Bharat, 2008). Berbagai tipe zona agroekosistem yang terdapat di kabupaten Karo mulai darilahan dataran rendah, dataran medium dan dataran tinggi tersebar di seluruh kecamatan. Lahan pertanianumumnya diusahakan petani dengan menanam tanaman semusim (sayuran, bunga- bungaan, padi danpalawija) dan tanaman tahunan (buah-buahan, perkebunan, tanaman pencegah erosi). Pengembanganpertanian di Kabupaten Pakpak Bharat pada dasarnya masih dihadapkan pada permasalahan-permasalahan antara lain pengelolaan usaha tani yang masih bersifat tradisional, skala usahatani yangrelatif kecil (skala kepemilikan lahan), mutu produk sangat beragam, belum berorientasi pasar (marketoriented), pengelolaan usahatani masih perorangan belum secara berkelompok, penggunaan pupuk danpestisida yang belum memperhatikan kelestarian lingkungan serta penanganan pasca panen yang baik.Selain itu posisi tawar petani masih rendah Konservasi tanah dan air merupakan salah satu aspekterpenting dalam pelestarian sistem pertanian di Kabupaten Pakpak Bharat, karena besarnya ancamandegradasi lahan berupa kemunduran sifat fisika, kimiawi dan biologi tanah. Hal ini tidak hanya untuk tujuanprroduksi tanaman, tetapi juga kelestarian sumberdaya alam dalam hubungannya dengan konservasikeanekaragaman hayati dan perlindungan daerah aliran sungai (DAS) (KEPAS, 1985). Sumberdaya lahandi Kabupaten Pakpak Bharat sangat rentan terhadap degradasi karena kondisi alam yang mendukung kearah tersebut, yakni berupa curah dan intensitas hujan yang tinggi serta topografi yang bergelombangsampai bergunung. Tanpa tindakan konservasi yang tepat akan terjadi proses percepatan erosi dan longsorbaik pada lahan pertanian maupun non- pertanian, penciutan kadar bahan organik dan hara tanah,pencemaran tanah oleh logam berat dan bahan kimiawi yang berasal dari sarana produksi pertanian, danlain-lain. Dampak dari proses degradasi yang dipercepat ini adalah berupa penurunan produktivitas tanah,penurunan kualitas lingkungan, dan pemiskinan (terutama) masyarakat tani yang menggantungkanhidupnya dari pertanian. Percepatan erosi terutama terjadi karena menurunnya konduktivitas hidrolik tanah,menurunnya infiltrasi air ke dalam tanah, terbentuknya lapisan padat di permukaan tanah (crust) danselanjutnya penutupan pori tanah lapisan atas (surface sealing). Tahap pertama pembentukan crust dansealing adalah karena pecahnya agregat tanah. Menurut Sitanala, A. (2010) ada empat mekanisme utamahancurnya agregat tanah, yaitu perpecahan agregat, pengembangan atau pengkerutan tanah secara tidakmerata, perpecahan secara mekanis dan dispersi fisiko-kimia. Perpecahan mekanis pada umumnya terjadikarena energi kinetis pukulan butir-butir air hujan. Tanah dalam keadaan basah 698

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

lebih tidak stabil sehingga lebih mudah pecah agregatnya. Butiran air hujan memisahkan fraksi-fraksi tanahdan memindahkan pecahan- pecahan tersebut. Partikel dari hasil pecahan ini biasanya terdapat dalambentuk partikel tanah atau mikro agregat yang ukurannya kecil. METODOLOGI Studi ini dilakukan padatahun 2009 merupakan salah satu bagian dari kerjasama antara BPTP Sumut dengan PemerintahKabupaten Pakpak Bharat. Metode yang digunakan dalam studi ini adalah obeservasi lapangan untukmengetahui kondisi lahan dan eksisting pertanaman yang dilakukan oleh masyarakat. Data hasilpengamatan di lapangan dan hasil analisa laboratorium, yang terdiri atas sifat-sifat morfologi tanah, fisiklingkungan, sifat fisik kimia dapat dimasukkan (entry) dalam format basis data tabular melalui program yangsudah tersedia, HASIL DAN PEMBAHASAN Kabupaten Pakpak Bharat merupakan kabupaten hasilpemekaran dari Kabupaten Dairi pada tahun 2003. Luas wilayah Kabupaten Pakpak Bharat adalah 1.221,30km 2 , yang terdiri dari Kecamatan Salak (473,68 km 2 ), Kecamatan S.T.U. Jehe (443,62 km 2 ) danKecamatan Kerajaan (304,00 km 2 ) Kabupaten Pakpak Bharat sebagian besar terdiri dari dataran tinggidan berbukit-bukit dan sebagian besar tanahnya bergunung-gunung dengan kemiringan yang bervariasi danberiklim hujan tropis. Pada umumnya Kabupaten Pakpak Bharat berada pada ketinggian 700 – 1.500 mdpl.Berdasarkan keadaan lahannya maka Kabupaten ini dapat dibagi atas Datar ( 6.396 km 2 ), Landai ( 3.348

Page 380: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 380/395

1

1

km 2 ), Miring ( 28.016 km 2 ) dan Terjal ( 84.070 km 2 ) dengan jenis tanah Aluvial, Glei Humus, Organosol( 512 ha), Podsolik Coklat/Kelabu ( 91.136 ha), Podsolik Coklat Kelabu Podsolik Coklat (3.552 ha ), Latosol /Regosol (3.072 ha) Tata guna lahan Kabupaten Pakpak Bharat secara umum dapat dibagi dua yaitu lahanbasah dan lahan kering. Lahan – lahan tersebut dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber dayaalam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan. Pemanfaatan ruang untuk kabupaten inidikelompokkan pada pertanian lahan basah (sawah berpengairan dan tadah hujan) dan lahan kering(tanaman pangan dan hortikultura lahan kering, tanaman keras/tahunan dan perkebunan). Untuk lebihrincinya penggunaan lahan di Kabupaten Pakpak Bharat ini dapat dilihat pada Tabel 1. 699 N tc

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tanjung Mulia Kaban Tengah Tanjung Meriah Bandar Baru Mahala Majanggut II Sukaramai KutasagaKecupak I Kuta Meriah Kutadame Parpulungan Pardomuan Kecupak II Kutabaru Siempat Rube IIPardomuan Simerpara Aornakan Ulu Merah Kuta Tinggi Sibagindar Sibongkaras MajanggutI Salak IBinanga Boang Tinada Silimakuta Mungkur Salak II B.M.Salak Siempat Rube I Relief-lereng Le reng 0 -3%Le reng 3 -8% Lereng 8-15% Le reng 1 5-30% Le reng 3 0-45% Le reng 4 5-75% Datar (0-3%) Berombak(3-8%) Bergelombang (8-15%) Hillocky (15-30%) Berbukit (15-30%) Bergunung (>30%) N W E S Gambar 1.Peta Lereng Kabupaten Pakpak Bharat Tabel 1. Tata Guna Lahan Kabupaten Pakpak Bharat Keadaan LuasLahan (ha) I. Lahan Basah 1.206 II. Lahan Kering 114.444 a. Pekarangan 1.542 b. Tegal/kebun 3.966 c.Ladang/Huma 2.762 d. Penggembalaan/Padang rumput 529 e. Sementara Tidak Diusahakan 11.863 f.Hutan Rakyat 3.988 g. Hutan Negara 15.390 h. Perkebunan 3.892 i. dan lain-lain 70.512 Sumber:PakpakBharat dalam Angka 2009 Konsep Konservasi Tanah dan Air Konservasi tanah dan air adalah semuaupaya/tindakan untuk melestarikan sumberdaya tanah dan air. Tindakan konservasi tanah dan air mencakuptiga aspek: ? Perlindungan tanah dari bahaya pukulan air hujan yang jatuh kepermukaan tanah melaluipeningkatan jumlah penutupan tanah. 700

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

? Pengurangan aliran permukaan dengan cara peningkatan laju infiltrasi air kedalam tanah, peningkatankandungan bahan organik tanah, atau dengan meningkatkan daya simpanan air di permukaan tanah(surface strorage) dan di dalam tanah, misalnya melalui peningkatan kekasaran permukaan tanah(pengolahan), pembuatan rorak, sumur resapan, embung, dll. ? Pengurangan laju aliran permukaansehingga pengikisan dan perpindahan butiran dan agregat tanah dapat dikurangi melalui cara vegetatif,mengurangi kemiringan lahan dan memperpendek lereng. Sebenarnya konservasi tanah dan air tidakidentik dengan masalah pengendalian erosi tanah, namun aspek yang paling utama dan paling menonjoladalah aspek erosi tanah (Amin I. 1996). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap besar kecilnyanya erosiadalah : erosivitas hujan, erodibilitas tanah, bentukan lahan (kemiringan dan panjang lereng), vegetasipenutup tanah dan tingkat pengelolaan tanah (Rachman A. dan Ai Dariah, 2006). Erosivitas hujanmerupakan sifat alam yang hampir tidak mungkin dikelola. Erodibilitas tanah juga relatif sulit dikelola, kecualidengan meningkatkan kandungan bahan organik. Sehingga masalah yang berkaitan dengan erosi tanahmerupakan hal yang paling utama dibahas dalam makalah ini. Kharakteristik Lahan a.Curah Hujan: Rata-rata total curah hujan tahunan selama periode 1992 – 2002 adalah 2298 mm/tahun dengan hari hujan 159hari/tahun (Sumber Bappeda Kabupaten Pakpak Bharat). Curah hujan menyebar sepanjang tahun dimanarata-rata hujan setiap bulannya >100mm/bulan. Namun puncak musim hujan terjadi pada bulan Maret, Apriloktober dan November dengan rata-rata curah hujan >200 mm/bulan, sedangkan curah hujan terendahterjadi pada bulan Juni. Curah hujan yang tinggi dan merata sepanjang tahun ini berpotensi besarmenyebabkan terjadinya erosi terutama pada lahan yang diusahakan untuk budidaya tanaman semusim,khususnya pada periode awal dari pertumbuhan tanaman. b. Erosi Hasil pengamatan lapang erosi pada

Page 381: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 381/395

1

1

beberapa sistem usahatani mengindikasikan bahwa erosi yang terjadi pada kawasan Kabupaten PakpakBharat tergolong tinggi. Hal ini terlihat dari banyaknya alur-alur air pada lahan dan munculnya pasir kuarsayang banyak pada permukaan tanah (Gambar 2 dan Gambar 3). Besarnya erosi ini disebabkan karenasebagian besar tekstur tanahnya didominasi oleh fraksi ringan (debu) sangat mudah terangkut oleh aliranpermukaan, dimana apabila tanah 701

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

jenuh air maka terjadi aliran permukaan dan tanah menjadi sangat mudah tererosi. Namun terlihat pula,pada sistim Agroforestry yaitu campuran beberapa jenis tanaman seperti durian, kopi, petai, kelapa, kulitmanis, pisang, nanas dan jenis tanaman lainnya yang tumbuh/diusahakan pada satu areal yang telahberkembang pada sebagian tempat tidak memperlihatkan adanya bahaya/ancaman erosi tersebut.Sebagaimana diketahui faktor vegetasi sangat menentukan besarnya erosi dan aliran permukaan yangterjadi. Dua hal penting dari vegetasi (tanaman) yang berperan dalam menentukan besarnya aliranpermukaan dan erosi adalah penutupan tanah dan tipe perakaran. Hasil pengamatan terhadap systemagroforestry yang telah berkembang di kawasan ini menunjukkan rata- rata seluruh permukaan tanah sudahtertutup oleh tajuk dan serasah tanaman. Faktor penutupan lahan sangat berperan dalam memperkecil dayarusak butir-butir hujan. Barisan tanaman, tajuk dan serasahnya juga berperan dalam memperlambat aliranpermukaan, sehingga daya rusak/erosivitasnya menurun dan kesempatan air untuk menyerap ke dalamtanah menjadi lebih besar. Lain halnya dengan system monokultur khususnya tanaman semusim (padi,jagung) sebagian besar permukaan tanah terbuka tanpa adanya perlindungan dari pukulan butir-butir hujan,akibatnya butir-butir tanah yang mengandung liat tersuspensi oleh butir- butir hujan yang menimpanya danpori lapisan permukaan akan tersumbat oleh butir-butir liat tersebut. Hal inilah yang menyebabkan terjadinyaaliran permukaan dan erosi yang hebat. c. Perubahan kualitas tanah Perubahan kualitas tanah(produktivitas dan kesuburan) sebagai dampak perubahan lahan hutan menjadi lahan usahatani juga terlihatdi sebagian kawasan di Kabupaten Pakpak Bharat. Kondisi ini terlihat dari luasnya padang alang-alangpada bagian pinggang bukit yang bersebelahan dengan hutan. Hal ini membuktikan bahwa apabila hutandibuka baik itu untuk diambil kayunya atau untuk budidaya pertanian apabila tidak dilakukan upaya-upayakonservasi tanah, maka proses degradasi lahan akan berjalan dengan cepat. Bentuk-bentuk usahatani yangada Hasil observasi terhadap bentuk-bentuk usahatani pada sebagian wilayah kabupaten Pakpak Bharatmenunjukkan bahwa banyaknya keragaman system usahatani yang telah berkembang diantaranya adalah:? Jagung monokultur ? Jahe monokultur ? Jeruk + Cabe ? Jeruk + Jagung 702

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? Jeruk + Padi gogo Gambir + Padi gogo Gambir moonokultur Karet monokulturKelapasawi monokultur Kemenyan monokultur Kopi monokultur Kopi + Cabe Kopi + Lamtoro Nenasmonokultur Padi gogo monokultur Padi gogo + Nenas Padi gogo + Jagung Padi sawah Agroforestrysederhana (seperti: Karet + padi gogo) Agroforestry komplek yaitu campuran beberapa jenis tanaman (limaatau lebih jenis tanaman) pada satu bidang lahan. Jenis tanaman yang ada: Durian, Petai, Kelapa,Kulitmanis, Coklat, Rambutan, Kopi, Aren, Pandan, Padi gogo, Jagung dan jenis- jenis tanaman lainnya.Berapa Kendala Konservasi Tanah dan Bahaya Erosi di Kabupaten Pakpak Bharat Status kepemilikanlahan, dimana hampir seluruh lahan adalah milik adat sehingga petani yang mengelola lahan tersebut belummerasa memiliki sepenuhnya. Dampaknya sangat memungkinkan terjadinya perladangan berpindah. Padasystem perladangan berpindah ini tidak terlihat adanya upaya/tindakan konservasi tanah. Hal ini terlihat daribanyaknya lahan-lahan terlantar bekas penebangan hutan dan perladanagn berpindah yang tidak produktiflagi menjadi padang alang- alang. Pada usahatani tanaman semusim seperti padi sawah dan padi gogo,sisa tanaman (jerami) semuanya dibawa/dibuang keluar dari lahan pertanian. Hal ini akan mempercepat

Page 382: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 382/395

1

1

1

terjadinya ketidakseimbangan unsure hara dalam tanah sehingga proses degradasi lahan menjadidipercepat. Sifat tanah, khususnya tekstur yang didominasi fraksi ringan (tingginya kadar debu) sangatmudah terangkut oleh liran permukaan (erodibilitasnya tinggi) memngkinkan besarnya erosi. Ada jugakecendrungan banyaknya tempat-tempat khususnya pada tebing jalan rawan terhadap longsor inidisebabkan karena struktur tanah yang belum 703

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

berkembang (remah) dan tanah mengandung jenis mineral yang mudah tererosi seperti tipe 1: 1. Erosi yangbesar juga terlihat terjadi pada badan-badan jalan (baik jalan besar maupun jalan setapak), dimanabanyaknya alur- alur/parit-parit yang terjadi pada badan jalan dan biasanya erosi dari badan jalan inilangsung masuk ke sungai atau sawah di bagian bawahnya. Hal ini akan berdampak negatif terhadapkualitas air dan ekosistem sungai. KESIMPULAN, REKOMENDASI DAN SARAN Kesimpulan ? Erosi yangterjadi pada kawasan Kabupaten Pakpak Bharat tergolong dalam kategori tinggi ? Perubahan kualitas tanah(produktivitas dan kesuburan) sebagai dampak perubahan lahan hutan menjadi lahan usahatani juga terlihatdi sebagian kawasan di Kabupaten Pakpak Bharat Rekomendasi ? Pada usahatani tanaman umur panjangyang sudah ada seperti Jeruk, Gambir, Kopi, Karet harus dilengkapi dengan tanaman leguminosa penutuptanah seperti Arachis pintoi Pada punggung bukit yang sudah gundul dapat dikembangkan untuk tanamanperkebunan seperti Kopi, Karet, Coklat namun dilengkapi dengan tindakan konservasi tanah yaituterrasering, atau dikembangkan pola agroforestry komplek. ? Pada usahatani tanaman semusim baikdilahan kering maupun sawah, sebaiknya sisa tanaman jangan dibawa/dibuang keluar dari lahan usahatanisetempat. Pada usahatani tanaman semusim/pangan pada lahan miring harus dilengkapi dengan upayakonservasi tanah seperti teras dan/atau sistim tanaman pagar atau sistim alley cropping Saran Agarmeningkatkan penghasilan usahatani dan kelestarian sumberdaya lahan, petani perlu difasilitasi untukmencoba menerapkan teknik konservasi tanah secara partisipatif, ini adalah suatu proses yangmengkombinasikan pengetahuan dan pengalaman masyarakat lokal dengan hasil penelitian danpengembangan lembaga formal melalui proses penelitian oleh petani. Penelitian oleh petani yang dimaksudadalah suatu kegiatan atau percobaan yang dilakukan oleh petani dari awal sampai dengan akhir, yaitu: ?pelaksanaan percobaan ? monitoring ? evaluasi 704

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

DAFTAR PUSTAKA Amien, I. 1996. Panduan Karakterisasi dan Analisis Zona Agroekologi. PembahasanPemantapan Metodologi Karakterisasi Zona Agroekologi. Badan Litbang Pertanian, Puslittanakbekerjasama dengan Proyek Pembinaan Kelembagaan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,Pekanbaru. Badan Pusat Statistik Kabupaten Pakpak Bharat, 2009. Kabupaten Pakpak Bharat DalamAngka Tahun 2009. BPS dan Bappeda Kabupaten Pakpak Bharat. KEPAS (Kelompok PenelitiAgroekosistem). 1985. The Critical Uplands of Eastern Java: An Agro-Ecosystems Analysis, Agency forAgricultural Research and Development, Republic of Indonesia. 705

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

PENGENDALIAN PENCEMARAN PESTISIDA PADA TANAH MENUJU SISTEM PERTANIAN RAMAHLINGKUNGAN Undang Kurnia dan Khadijah EL Ramija [email protected] PENDAHULUANPenggunaan bahan-bahan agrokimia seperti pupuk dan pestisida mencapai 30 % dari total input produksipertanian. Sebagai contoh, pupuk dan pestisida dalam budidaya sayuran, khususnya komoditas yang

Page 383: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 383/395

1

bernilai ekonomis sangat intensif dan diberikan dalam jumlah yang sangat banyak (dosis tinggi), dengantujuan untuk menjamin keberhasilan usahatani. Hasil penelitian penggunaan pestisida menunjukkan bahwa30 sampai 50% dari total biaya produksi hortikultura digunakan untuk pembelian pestisida (Badan LitbangPertanian, 1992) dengan maksud untuk meningkatkan dan menyelamatkan produk yang akan dihasilkan.Penggunaan pestisida yang dilakukan secara tidak benar dan bijaksana bisa menyebabkan pencemaranpada tanah, badan air dan tanaman, serta membahaya-kan kesehatan manusia dan mahluk hidup lain.Dalam penjelasan UU Republik Indonesia No. 12/1992 tentang sistem budidaya tanaman, pestisidadikatagorikan sebagai bahan beracun berbahaya (B 3 ). Pestisida yang digunakan dalam budidayapertanian diketahui menyisakan residu dalam tanaman, dan dipastikan masuk ke dalam tanah dan badan airatau sungai. Hasil-hasil penelitian menunjukkan, beberapa komoditas sayuran di Indonesia telah mengalamipencemaran pestisida (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura, 1997). Jenis-jenis pestisidayang terdiri dari insektisida dan fungisida yang beredar di pasaran sangat banyak dengan tingkatkeampuhan yang bermacam-macam. Selain itu sering dijumpai pestisida palsu beredar di pasaran,sehingga mengganggu tatanan peredaran pestisida yang secara hukum syah, dan disinyalir dijumpai jenis-jenis pestisida yang sudah dilarang masih digunakan oleh petani. Saat ini penggunaan pestisida dalambudidaya pertanian sangat intensif, diberikan dalam jumlah/dosis dan frequensi sangat tinggi, terkadangmelebihi dosis anjuran. Contoh penggunaan pestisida di sentra produksi hortikultura, khususnya dalambudidaya kentang di dataran tinggi Pangalengan (Jawa Barat) dan di dataran tinggi Dieng (Jawa Tengah)berkisar dari 14 sampai 24 kali penyemprotan dalam satu hektarnya untuk satu musim tanam. Hal ini, selaindiperlukan biaya 706

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

tinggi juga bisa berakibat terakumulasinya pestisida dalam bagian tanaman, buah atau umbi serta di dalamtanah dan badan air, sehingga meninggalkan residu. Petani dalam menggunakan pestisida seringkalimengabaikan syarat kesehatannya sendiri. Penggunaan pestisida biasanya dilakukan terhadap bagianvegetatif tanaman (crop), buah dan/atau umbi, sehingga pestisida tersebut bisa masuk ke dalam tanah danbadan air akibat tercuci hujan dan terbawa aliran permukaan yang menyebabkan pencemaran menjadi lebihluas. Selain itu pestisida tertentu apabila digunakan secara terus menerus dalam kurun waktu lama bisamenimbulkan peledakan hama, karena terjadi kekebalan pada tubuh hama tersebut. Saat ini sangat sulitmemperoleh data residu pestisida dalam tanah dan badan air. Hal ini bisa dimengerti, karena data tersebutsepertinya belum berguna, apabila dikaitkan dengan kebijakan pemerintah dalam memproteksi produk-produk pertanian dari B 3 di pasaran bebas. Oleh sebab itu bisa dimengerti, residu pestisida dalam hasilatau produk pertanian sudah banyak diteliti dan diketahui, sedangkan residu pestisida dalam tanah dan airmasih sangat jarang yang berminat untuk mengetahuinya. Oleh sebab itu, sudah saatnya mengetahuiresidu pestisida di dalam tanah dan air, agar penanggulangan penggunaan pestisida lebih tepat, terarah danluas. Bagaimanapun juga pestisida yang disemprotkan pada tajuk atau bagian tanaman lain, akan jatuh diatas permukaan tanah, meresap ke dalam tanah dan mengalir terbawa aliran permukaan masuk ke dalambadan air atau sungai. Untuk pestisida yang resisten atau sukar terdegradasi dengan paruh waktu (halftime) lama, residu pestisida bisa bertahan lama di dalam tanah. Oleh sebab itu, penggunaan pestisida haruswajar, seimbang dan tidak menimbulkan dampak negatif bagi tanaman, tanah, air, dan lingkungan, sertakesehatan konsumen, selain tidak lagi menggunakan pestisida yang mengandung bahan beracunberbahaya (B 3 ) Penelitian bertujuan untuk: (1) meneliti penggunaan pestisida, baik jenis, dosis maupunfrequensi khususnya pada budidaya hortikultura, (2) meneliti dampak penggunaan pestisida (residu)terhadap tanaman atau bagian tanaman, buah dan/atau umbi, serta tanah. Berdasarkan hasil ke dua tujuanpenelitian tersebut diharapkan bisa diperoleh suatu arahan penanggulangan penggunaan pestisida secarabenar, bijaksana dan terkendali. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan dengan studi pustaka untukpengumpulan data sekunder, pengamatan lapang. dan wawancara. 707

Page 384: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 384/395

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Studi pustaka Studi pustaka dilakukan dengan kunjungan ke berbagai instansi pemerintah dan perguruantinggi, yaitu ke Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) Universitas Pajajaran Bandung dan PSLH UniversitasDiponegoro Semarang, Kantor Bappedal/ Dinas Lingkungan Hidup Propinsi Jawa Tengah dan KabupatenBandung, Kantor Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Semarang, Ngawi dan Bandung, sertaDirektorat Pupuk dan Pestisida Jakarta. Data sekunder yang dikumpulkan adalah dari berbagai hasilpenelitian yang telah dilakukan oleh pusat studi lingkungan hidup dan lembaga penelitian, dan data primerberupa hasil perbincangan atau wawancara dengan pimpinan atau staf dinas terkait (lingkungan hidup,pertanian, dll). Pengamatan lapang Pengamatan dilakukan di sentra produksi pertanian, khususnya sayur-sayuran di Kabupaten Tegal, Brebes dan Banjarnegara Propinsi Jawa Tengah, Kabupaten Ngawi danMagetan Propinsi Jawa Timur, serta Kabupaten Bandung dan Cianjur Propinsi Jawa Barat. Pengamatandilakukan terhadap pemakaian pestisida oleh petani dan kemungkinan adanya pencemaran di lapangan,serta di pasar-pasar atau kios-kios saprotan yang menyangkut jenis dan macam pestisida yang beredar.Wawancara Wawancara dilakukan secara terbatas dengan beberapa orang petani di lapangan dan penjualdi pasar atau kios saprotan di daerah yang berdekatan dengan sentra produksi hortikutura. Wawancaradimaksudkan untuk mengetahui keinginan (preference) petani tentang pestisida yang akan digunakan padalahan budidayanya, jenis, dosis dan frequensi penggunaan pestisida, dan alasan pemilihan jenis-jenispestisida tersebut. HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis-jenis pestisida dan penggunaannya Saat ini banyaksekali jenis-jenis pestisida, baik dari kelompok insektisida maupun fungisida yang beredar di pasaranmempunyai nama dagang dan nama bahan aktif yang sangat beragam. Jenis-jenis insektisida dan fungisidadalam Tabel 1 dan 2 merupakan sebagian yang bisa dicatat dari sekian banyak pestisida yang beredar dipasaran, dan digunakan dalam budidaya pertanian. Dalam Tabel 1 dan 2 tersebut terlihat bahwa volumeaplikasi dan frequensi aplikasi dalam satu musim tanam cukup tinggi. Sebagai contoh, dosis acodan denganbahan aktif 708

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

endosulfan adalah 2 cc/l air atau 1,2-1,6 l /ha untuk sekali aplikasi dengan volume air cukup besar, yaitu600-800 l/ha, atau 14-19 l/ha dalam satu musim tanam (Tabel 1). Dengan mempertimbangkan volumeaplikasi yang sangat banyak merupakan permasalahan tersendiri, yaitu diperlukannya alat penyemprot yangmemadai untuk suatu areal budidaya yang luas dan waktu cukup agar pengendalian hama bisa efektif danefisien. Kerjasama terorganisir di antara petani pengelola lahan dalam suatu kelompok usahatani bisamembantu memecahkan permasalahan tersebut. Tabel 1. Jenis-jenis pestisida dari kelompok insektisidayang beredar di pasaran, konsen-trasi dan volume aplikasi yang umum dalam budidaya sayuran datarantinggi. Nama dagang Acodan 35 EC Agrimex 18 EC Agristik Ambush 20 EC Arrivo 3 EC Corsair 100 ECCuracron 500 EC Curzate Decis 2,5 EC Dessin 5 EC Furadan 3 G Manzate 200 Marshal 200 EC Pounce 20EC Previcur Rhocap 10 G Spontan 400 WSC Supracide 40 EC Tamaron 200 LC Nama aktif bahanEndosulfan - Alk. pol. eter Permetrin Cypermetrin Permetrin Profenofos Mankozeb Deltametrin PermetrinKarbofuran Mankozeb Karbosulfan - - Etrofos Dimehipo Metidation Metamidofos Konsentrasi aplikasiVolume aplikasi per luas lahan cc atau g/l l/ha kali 2 600 - 800 2-3 800 1-2 600 - 800 3-5 400 - 600 3 l 400 -600 2,5 1.500 2, 5 400 - 600 2 600 - 800 2-3 800 - 1.200 2-3 800 - 1.200 - 30 5 600 - 800 3 600 - 800 3-5500 - 600 3 600 - 800 - 25 - 30 2,5-3 5 - 10 2,3-3 800 - 1.200 2-3 800 - 1.200 Frequensi aplikasi per musimtanam 12 - 15 8 -15 14 - 18 15 - 20 6 - 10 12 - 15 8 - 10 10 - 14 20 - 25 12 - 16 1 - 2 12 - 16 12 - 16 15 - 2012 - 16 1 - 2 6 - 8 12 - 16 12 - 16 Daerah budidaya sayuran dataran tinggi umumnya terletak di wilayahdengan curah hujan tinggi, seperti curah hujan di dataran tinggi Dieng mencapai lebih dari 4.000 mm/tahun.Curah hujan dengan intensitas tinggi mempunyai peluang untuk menyebabkan erosi dan menghasilkanvolume aliran permukaan yang besar.. Kondisi hujan tersebut berpeluang melarutkan pestisida yang

Page 385: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 385/395

1

1

tertahan dalam tajuk tanaman, bagian tanaman, cabang atau batang ke atas permukaan tanah. Melaluiperistiwa infiltrasi, larutan pestisida tersebut masuk ke dalam tanah dan/atau terbawa aliran permukaan,selanjutnya masuk ke dalam badan air atau sungai. Dengan demikian, tanah dan badan air/sungai tersebutmengalami pencemaran, sehingga tanaman yang tumbuh dan 709

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

berproduksi di atas tanah tersebut ikut tercemar akibat menyerap unsur- unsur hara dan air yang tercemar.Apabila pestisida yang mengendap di dalam tanah atau tertahan dalam sungai atau badan air sangatresisten atau stabil, maka situasinya lebih buruk lagi, karena residu pestisida akan berada di dalam tanahdalam waktu yang tidak terbatas. Tabel 2. Jenis-jenis pestisida dari kelompok fungisida yang beredar dipasaran, konsentrasi dan volume aplikasi yang umum digunakan dalam budidaya sayuran dataran tinggi.Nama dagang Antracol 70 WP Bactospeine WP Bancol 50 WP Daconil 75 WP Dithane M45 80 WP Filaram80 WP Ridomil 64 WP Trineb 80 WP Vandozeb 80 WP 710 Nama aktif bahan Propineb ThuringiensisBensulap Klorotalonil Mankozeb Maneb Mankozeb Maneb Mankozeb Konsentras i aplikasi Volume aplikasiper luas lahan cc atau g/l l/ha kali 3-5 600 - 800 2-2,5 600 5 1.200 - 1.500 5 800 5 400 - 600 - 25 - 30 3 600- 800 5 600 - 800 3-5 800 - 1.200 Frequensi aplikasi per musim tanam 20 - 25 6 - 10 15 - 20 14 - 16 18 - 2014 - 16 15 - 20 12 - 16 15 – 20 Hasil penelaahan data sekunder, sampai tahun 1998, dijumpai pestisidayang dilarang, masih beredar di pasaran. Beberapa diantaranya cukup dikenal pengguna dan ampuhmengendalikan hama, seperti azodrin, furadan, sevin, thiodan, dursban, diazinon. Namun, karena bahanaktif beberapa residu pestisida dinilai resisten berada di dalam tanah dan tanaman, serta bisamembahayakan kesehatan manusia, pestisida yang mengandung bahan aktif terutama dari senyawaorganoklorin (BHC, endosulfan, dieldrin) tidak diperkenankan lagi diperdagangkan dan digunakan dilapangan. Beberapa pestisida resisten disajikan dalam Lampiran 1. Tabel 3. Pestisida yang dilarangberedar, namun masih ditemukan digunakan di lapangan, periode 1997 - 1998. Pestisida Bahan aktifPestisida Bahan aktif Gusadrin Azodrin Furadan Sevin Thiodan Dursban Lannate Diazinon MonokrotofosMonokotrofos Karbofuran Karbaril Endosulfan Klorpirifos Metomil Diazinon Matador Padan Elsan EkaluxLebaycide Nuvacron Orthene Sihalotrin Kartaphidroklorida Fentoat Kuinalfos Fention MonokotrofosFenitrotion Dampak penggunaan pestisida terhadap tanah dan tanaman (a) Residu pestisida dalam tanahPestisida yang digunakan dalam budidaya pertanian berdampak menyisakan residu pada bagian tanamanseperti tajuk, cabang dan

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

batang, dan diperkirakan masuk dan berada di dalam tanah dan badan air. Hasil studi di beberapa lembagapenelitian/perguruan tinggi menunjukkan data residu pestisida dalam tanah sulit diperoleh. Diduga penelitianresidu pestisida dalam tanah masih terbatas, penelitian lebih banyak ditujukan untuk mengetahui residupestisida dalam tanaman/buah, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Namun, beberapa peneliti(Ardiwinata et al., 1999; Jatmiko et al., 1999; dan Harsanti et al., 1999) memperoleh data residu pestisidadalam tanah sawah di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan Abdul Muti et al. (2000) dalambudidaya sayuran dataran tinggi (Tabel 4 dan 5). Data pada Tabel 4 menunjukkan pestisida yang digunakandalam pertanam-an padi sawah menyisakan residu dalam tanah dengan bahan aktif yang membaha-yakankesehatan manusia, diantaranya klorpirifos dan aldrin berturut-turut dari senyawa golongan organofosfatdan organoklorin sudah mendekati nilai baku mutu residu (BMR). Sedangkan penelitian Abdul Muti et al.,(2000), menunjukkan tanah pada budidaya sayuran di Pangalengan, Kabupaten Bandung diketahuimengandung residu pestisida yang berbahaya (Tabel 5), seperti BHC, endosulfan, dan dieldrin(organoklorin), klorpirifos (organofosfat), dan karbofuran (karbamat). Diduga, saat ini berbagai jenispestisida dengan residu bahan aktif dari senyawa organoklorin masih banyak dan luas digunakan di dalam

Page 386: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 386/395

1

1

budidaya pertanian, khususnya pada budidaya sayuran dataran tinggi. Oleh sebab itu, jenis-jenis pestisidatersebut perlu dicegah atau dikendalikan penggunaannya di dalam budidaya pertanian. Tabel 4. Konsentrasiresidu insektisida pada tanah sawah di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Insektisida Jawa Barat aJawa Tengah b Jawa Timur c ------------------------------- ppm -------------------------------- Organofosfat - klorpirifos- diazinon - fention Organoklorin - BHC - endosulfan - aldrin Karbamat - karbofuran - BPMC - Fenvalerat0,0014-0,0401 0,0415-0,0602 0,0326-0,0450 0,0009-0,0375 0,0003-0,0360 0,0110-0,0194 0,0013-0,05630,0037-0,0410 - 0,0022-0,0971 0,0080-0,0465 0,0326-0,0450 0,0011-0,0263 0,0102-0,0343 0,0020-0,0185 -- 0,0088-0,0205 0,0007-0,0035 0,0015-0,0040 - - 0,0015-0,0055 - 0,0008-0,0032 0,0025 - Sumber: aArdiwinata et al., 1999; b Jatmiko, et al., 1999; c Harsanti et al., 1999. 711

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tabel 5. Residu bahan aktif pestisida dalam tanah pada budidaya sayuran dataran tinggi Pangalengan,Kabupaten Bandung. Penggunaan lahan BHC Klorpirifos Endosulfan Karbofuran Dieldrin -------------------------------- ppb ---------------------------------- Pra tanam Kentang Tomat Pasca kentang Cabe Kubis 712 117,5 5,714,3 7,1 83,6 6,4 -* - 0,4 0,8 0,5 4,0 39,1 18,6 - 0,7 0,2 0,5 Sumber: Abdul Muti et al., 2000. *Tidakterdeteksi - 30,4 22,0 30,9 44,8 0,2 7,6 - - 12,8 1,4 23,7 (b) Residu pestisida dalam tanaman PenelitianAbdul Muti et al. (2000) di dataran tinggi Pangalengan, kabupaten Bandung mendapatkan residu bahan aktifpestisida dalam tanaman, seperti kentang, tomat, cabe umumnya telah melampaui nilai batas ADI(acceptable daily intake). Data pada Tabel 6 memperlihatkan residu bahan aktif BHC, endosulfan dandieldrin berasal dari pestisida dengan senyawa golongan organoklorin yang berbahaya, karena tingkatdegradasi pestisida tersebut rendah (resisten atau stabil). Demikian juga residu bahan aktif klorpirifos(organofosfat) dan karbofuran (karbamat) berada dalam tanaman terutama tomat, cabe dan kubis melebihinilai batas ADI (acceptable daily intake). Tabel 6. Residu bahan aktif pestisida dalam tanaman, padabudidaya sayuran dataran tinggi Pangalengan, Kabupaten Bandung. Tanaman BHC Klorpirifos EndosulfanKarbofuran Dieldrin --------------------------------- ppb ----------------------------------- -- Kentang Tomat Cabe Kubis2,8 9,3 6,4 2,1 0,5 58,8* 0,2 0,2 13,7* 44,3* 0,5 0,8 - 0,9 48,2* 50,0* 0,8 27,9* 1,0 1,6* *Melampaui nilaibatas ADI (acceptable daily intake), FAO/WHO, 1993. ARAHAN PENCEGAHAN DANPENANGGULANGAN 1. Sehubungan dengan permasalahan pemakaian pestisida yang diaplikasikan dalamjumlah besar dan frequensi tinggi, diperlukan peralatan yang memadai dan biaya yang cukup besar. Olehsebab itu, pembentukan suatu organisasi pencegahan dan penanggulangan hama dan penyakit tanamandiperkirakan dapat mengatasi permasalahan tersebut. Para petani dibantu dengan penyuluh pertanianlapangan (PPL), membentuk kelompok pelestari sumberdaya alam. Atau, pemerintah dan swasta yangberminat dan mempunyai rasa tanggung jawab untuk meningkatkan kesejahteraan petani, membentukorganisasi pelayanan jasa penyemprotan

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

hama/pemakaian pestisida dengan tarif memadai dan tidak memberatkan. 2. Dampak penggunaanpestisida yang menyisakan residu pada tanaman dan tanah, diduga kuat berlanjut pada badan air atausungai. Oleh sebab itu, salah satu upaya untuk mencegah atau mengurangi pencemaran pestisida padatanah dan air dapat dilakukan melalui penerapan teknik konservasi tanah dan pengen- dalian aliranpermukaan. Upaya tersebut ditujukan untuk memperbesar volume air yang masuk ke dalam tanah sekaligusmengurangi jumlah aliran permukaan, sehingga pencemaran pestisida tidak meluas ke luar lingkunganpertanian. 3. Pencegahan atau melarang penggunaan pestisida yang resisten dan mempunyai paruh waktu(half time) lama, khususnya dari senyawa organoklorin. Selain itu, perlu dilakukan pergiliran penggunaanjenis-jenis pestisida agar tidak terjadi resistensi hama dan peledakan hama. 4. Organisasi kelompokpelestari sumberdaya alam dan pengelola lahan melakukan perencanaan penggunaan pestisida, yang

Page 387: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 387/395

1

1

1

menyangkut jenis, dosis dan frequensi secara tepat, benar dan baik dibawah bimbingan penyuluh pertanianlapangan. 5. Sehubungan dengan konsep pertanian organik dan mengantisipasi perdagangan bebas dipasar internasional sudah saatnya menggalakkan penggunaan pestisida alami atau pemberantasan hamasecara biologis.. 6. Penegakkan perundang-undangan, peraturan dan sanksi hukum secara tegas bagidistributor, penjual/pengedar pestisida palsu atau yang sudah dilarang, termasuk pemberian sanksi atauperingatan kepada pengelola lahan yang turut berperan dalam mempercepat terjadinya pencemaranlingkungan. 7. Untuk mengetahui penyebaran pencemaran pestisida di dalam dan di luar lingkunganpertanian, sudah waktunya dilakukan penelitian residu pestisida dalam tanah, air dan badan air atau sungaidi berbagai agroekosistem.. DAFTAR PUSTAKA Abdul Muti, K., Sudirman, F. G. Berelaka, dan D.Sudjarwadi. 2000. Identifikasi Residu Pestisida dan Upaya Mendapatkkan Teknologi Penanggulangannyapada Lahan Sayuran Dataran Tinggi. Laporan No:10-i/Puslittanak/2000. Ardiwinata, A. N., S. Y. Jatmiko,dan E. S. Harsanti. 1999. Monitoring residu insektisida di Jawa Barat. p.91-105 dalam Risalah SeminarHasil Penelitian Emisi Gas Rumah Kaca dan Peningkatan Produktivitas Padi di Lahan Sawah MenujuSistem Produksi Padi Berwawasan Lingkungan. Bogor, 24 April 1999. Pusat Penelitian dan PengembanganTanaman Pangan. 713

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Badan Litbang Pertanian. 1992. Lima Tahun Penelitian dan Pengembangan Pertanian (1987-1992).Sumbangan dalam Menyongsong Era Tinggal Landas. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.Departemen Pertanian republik Indonesia. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura. 1997.Peraturan Pemerintah RI No. 12 tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman dan Keputusan BersamaMenteri Kesehatan dan Menteri Pertanian No. 881/MENKES/SKB/VIII/1996 dan No. 711/Kpts/TP.270/8/96tentang Batas Maksimum Residu Pestisida pada Hasil Pertanian, Jakarta.. Edwards, C. A. 1976. PersistentPesticides in The Environment. Second edition. CRC Press Ohio, USA. FAO-WHO. 1993. PesticideResidues in Food. FAO Plant Production and Protection. Paper No. 12, Report 1993. Rome, Italy. Harsanti,E. S., S. Y. Jatmiko, dan A. N. Ardiwinata. 1999. Residu insektisida pada ekosistem lahan sawah irigasi diJawa Timur. p.119-128 dalam Risalah Seminar Hasil Penelitian Emisi Gas Rumah Kaca dan PeningkatanProduktivitas Padi di Lahan Sawah Menuju Sistem Produksi Padi Berwawasan Lingkungan. Bogor, 24 April1999. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Jatmiko, S. Y., E. S. Harsanti, dan A. N.Ardiwinata. 1999. Pencemaran pestisida pada agroekosistem lahan sawah irigasi dan tadah hujan di JawaTengah. p.106-118 dalam Risalah Seminar Hasil Penelitian Emisi Gas Rumah Kaca dan PeningkatanProduktivitas Padi di Lahan Sawah Menuju Sistem Produksi Padi Berwawasan Lingkungan. Bogor, 24 April1999. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Lampiran 1. Persistensi beberapa insektisidadalam tanah. Insektisida Dosis aplikasi Waktu paruh Waktu hilang sampai 95% (tahun) kg/ha/thun tahunkisaran rata-rata Aldrin Chlordane DDT Dieldrin Endrin Heptaclor Lindane Isobenzena 1,1-3,4 1,1-2,2 1,1-2,8 1,1-3,4 1,1-3,4 1,1-3,4 1,1-2,8 0,3-1,1 0,3 1,0 2,8 2,5 2,2 0,8 1,2 0,4 1 - 6 3 - 5 4 - 30 5 - 25 3 - 30 3 - 5 3- 10 2 - 7 3 4 10 8 7 3,5 6,5 4,0 Sumber: Edwards, 1976 714

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

715

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Makalah Utama ???? 716

Page 388: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 388/395

1

1

1

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

717

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Oleh Emil Salim Medan, 19 Mei 2011 [email protected] Kabupaten 2006 2008 Arahperkembangan Nias Selatan (1) 35,89% 25,19% Sama; Nias (2) 31,53 24,36 Sama; Tapanuli Tengah 29.4419,34 Sama; Pak Pak Barat (4) 16,91 15,02 (5) Membaik; Samosir (5) 23,87 18,76 (4) Memburuk ; TapanuliUtara 22,36 14,15 (8) Membaik 2 tingkat; Tapanuli Selatan 21,05 13,77 (7) Membaik 2 tingkat; MandailingNatal 20,58 14,46 (6) Membaik 2 tingkat Langkat (9) 20,57 14,81 (9) Sama; H.Hasunduta (10) 18,36 12,99(10) Sama Pulau dan kawasan barat Sumut miskin timur Sumut maju Pembangun berjalan kawasan timurdari utara-ke-selatan; 718

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

? < SD(42,0) Tamat SD/SLTP(44) SLTA+(13) ? 1. Nias Selatan 60 35 4 ? 2.Nias 45 47 7 ? 3. TapanuliTengah 49 42 8 ? 4.Tapanuli Utara 49 41 8 ? 5.Batubara 50 40 8 ? 6.Dairi 50 40 8 ? 7.Mandailing Natal 4050 9 ? 8.Pakpak Barat 42 48 9 ? 9.Labuhan Batu 46 43 9 ? 10.Asahan 40 48 10 1. Basis pengembanganekonomi kaku (SDA Karet, Kelapa Sawit , Tambang – bahan mentah); 2. Pertumbuhan tak berimbang antarkawasan timr (maju) – barat (stagnant); 3. Pola pembangunan tidak diversified (kebun-dagang) hasilkan“urban sprawl” ; 4. Lingkungan alam rusak (hutan menciut, sungai cemar, air permukaan/tanah berkurang,suhu panas); 5. Penduduk bertambah, kesempatan kerja sempit, ksempatan pendidikan kurang, urbanisasipenduduk ke kota dan eksodus penduduk; 719

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

1. Persaingan ekonomi terbuka meningkat nasional, regional ASEAN-Asia dan Global; 2. Daya saing =naikkan nilai tambah SDA dengan sains, teknologi, inovasi dan daya kreatifitas budaya suku SumateraUtara; 3. Industri kreatifitas kuliner, wisata, seni budaya; 4. Teknologi informasi, komunikasi, transportasi; 5.Ancaman lingkungan: perubahan iklim, sekuritas pangan, air, energi dan banjir; Strategi pembangunanperlebar dan perdalam kegiatan pembangunan antar kabupaten dan antar kelompok suku-ras-budaya-agama penduduk: 1. Aksesibilitas fisik barang-manusia dgn infrastruktur jalan, listrik, air, tata-ruang; 2.Aksesibilitas fasilitas ekonomi keuangan, mikro kredit, jejaring pasar rakyat; 3. Aksesibilitas sosial, jaringankomunikasi-sosial, konflik-management antar suku-agama-budaya; 4. Aksesibilitas pendidikan, kesehatancapai MDG; 5. Tingkatkat Clean & Effective Governance bina bangsa. 720

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

1. Perlu dialog Pemerintah-Pengusaha-Madani tingkat kabupaten sampai propinsi; 2. Pemerintah mencakupGubernur-Bapeda-Dinas Propinsi dengan Bupati-Bapeda-Dinas Kabupaten; 3. Pengusaha mencakup

Page 389: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 389/395

1

1

1

1

Kadin, pengusaha perkebunn; 4. Masyarakat Madani mencakup cendekiawan, universitas, kelompokagamawan, budayawan, perempuan, pemuda, pramuka, wartawan, dll; 5. Masyarakat perantau di luarSumatera Utara; TUJUAN; GOTONG-ROYONG BANGUN SUMATERA UTARA 2011-2020. 721

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Kebijakan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Dana A. Kartakusuma Staf Ahli Menteri NegaraLingkungan Hidup Bidang Perekonomian dan Pembangunan Berkelanjutan Mei 2011 Resume: Dana A.Kartakusuma • Dana A. Kartakusuma, born in Jakarta, 2 Mei 1954 • Position: Staf Ahli BidangPerekonomian dan Pembangunan Berkelanjutan Kementerian Lingkungan Hidup • Email:[email protected] • 1989-2009: berbagai posisi di Kementerian Lingkungan Hidup dan Bapedal –Sekretaris Bapedal – Kepala Biro KLN KLH – Pembantu Asisten urusan Lembaga Internasional KLH –Kepala Biro Perencanaan Bapedal – Kepala Biro Perencanaan dan Kerja sama Luar Negeri KLH – AsistenDeputi ursan Perdaagangan dan Lingkungan – Asisten Deputi Urusan Kajian Dampak Lingkunganmerangkap Sekretaris Komisi Pusat AMDAL • 1978-1989: berkarir di Departemen Pekerjaan Umum: – StafSubdit Pengembangan Wilajah Sungai Dit. Bina Program Ditjen Pengairan – Kepala Sub BagianPerencanaan Umum Biro Perencanaan – Sekretaris Tim Teknis AMDAL • Pendidikan: – Master inEnvironment Science and Techniques, Ecole National des Ponts et Chaussees in collaboration with theUniversite Paris XII, Paris, 1982 – Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen, Program Extension FEUI, Jakarta,1998 – Sarjana Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung, 1978 722

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Sustainable Development World Commission on Environment and Development: “…… to meet the need ofthe present without sacrificing the ability of the future to meet theirs ……..” (…..memenuhi kebutuhangenerasi masa kini tanpa mengorbankan kemampuan pemenuhan kebutuhan generasi mendatang ….)Sustainable Development World Commission on Environment and Development: “…… to meet the need ofthe present without sacrificing the ability of the future to meet theirs ……..” (…..memenuhi kebutuhangenerasi masa kini tanpa mengorbankan kemampuan pemenuhan kebutuhan generasi mendatang ….) 723

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Masalah-masalah pembangunan berkelanjutan • Peningkatan penduduk ? peningkatan permintaan ?Penipisan cadangan sumber daya alam • Tekanan dan konflik ruang internasional, regional, nasional,hingga lokal ? berkurangnya hutan dunia • Bencana alam akibat ulah manusia dan perubahan iklim yangsulit diprediksi • Ancaman terhadap ketahanan pangan dunia, ketahanan pasok air tawar, dan ketahananenergi Tantangan dan peluang pembangunan berkelanjutan • Pola konsumsi dan produksi berkelanjutan •Produksi meningkat dengan semakin sedikit input (elemen ekonomi hijau atau pertumbuhan hijau mengarahpada pertumbuhan ekonomi berkelanjutan) • Pengurangan, pemanfaatan kembali, pendaur- ulangan(Reduce – Reuse – Recycle) • Low carbon economy • Peningkatan kapasitas PB • Teknologi bagi PB •Pendanaan bagi PB 724

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 390: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 390/395

1

1

1

1

1

Kalimantan: Forest Cover 28 Aug 2007 DAK-JAKPLH 7 28 Aug 2007 DAK-JAKPLH 8 725

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

1.6 1.4 Trend of the increasing temperature of Earth (without efforts in reducing greenhouse gases) 1.2Temprerature change (?C) 1.0 0.8 0.6 0.4 CO2 Concentration Annual temperature change Trend oftemperature increase 370 ppm 0.2 0.0 300 ppm –0.2 1860 1880 1900 1920 1940 1960 1980 2000 20202040 Greenland Seasonal Ice Melt 1992 2002 2005 2007 Source:svs.gsfc.nasa.gov/vis/a000000/a003400/a003475/ NASA/Goddard Space Flight Center ScientificVisualization Studio 726

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Sea Level Rise (simulation) 2050 ? Archipelago: Sea Level Rise: small island submerged ? Millions ofpeople must move form coastal area?Floods from world rising sea levels could displace up to 100 millionpeople if no action is taken (Stern Review, 2006) Source: Susandi et al, 2006 Climate vulnerability andConsumption in energy per capita 727

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Agriculture •Population Growth: Food Consumption Increasing •Climate change: El nino, la nina, extremeweather? Food production decreasing •Food Production vs. Biofuels World Wheat Production andConsumption (Earth Trend, 2007) Juta Metrik Ton ???????? ???????? 2,100 2,000 1,900 1,800 The Priceshave been significant increasing ?Indonesia: most of the commodities is imported ? food security !!!! 1,7001,600 1,500 ???? ???? ???? ???? ???? ???? ???? ???? ???? ???? ???? ???? ???? ???? ???? ???? ????Environmental Disaster • Flood • Drought : Clean Water Shortage ? Water Resources Scarcity • Typhoon728

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Persentase Kerugian (%) 6 4 2 0 Economic Loss Economic loss cause of sea level rise in Jakarta 20102020 2030 2040 2050 Tahun Source: Susandi et al, 2006 Skenario Min Skenario Rata-rata Skenario Max •Jakarta Flood (2006): Rp 4.5 Trillion (Bappenas); Rp 8 Trillion (US$ 500M- 800M) • Stern Report: Cut ofWorld’s GDP (20%/year???) ? no action (BAU), while cost of mitigation: about 1-3% of World GDP Lowcarbon principles in sustainable development • Transport sector – mass rapid transport-MRT • Commercialand human settlement sector – Green architecture development ? lighting, shading, heating, and cooling •Spatial Planning – National spacial plan towards green environment • Industrial Sector – Energyconservation and efficiency, greenhouse gas reduction, and waste reduction 729

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Page 391: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 391/395

1

1

1

1

Perkembangan global strategi pembangunan berkelanjutan Biaya & Tingkat Kerusakan early prevention ischeaper (Stern) $1 now prevent $40 future Dimensi Waktu 730

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Trend towards Social & Environmental Regulation • The last two decades: Expansion of strong politicalagenda on the rising of movement of the public interest • Environment and consumer organizations hasbecome counterpart of the business world ? demand of social performance from big companies $100 Bil.$225 Bil. Cost for social and environmental regulations $75 Bil. 70an $25 Bil. 90an Cost for economicregulations Sumber: School George S. Day, David J. Reibstein & Robert E Gunther, Dynamic CompetitiveStrategy, The Wharton Strategi • Ekonomi hijau • 3Rs: reduce – reuse – recycle • Green growth • Circulareconomy • Pola konsumsi dan produksi berkelanjutan • International environment governance • Institutionalframework for sustainable development 731

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP TEKANAN PERSOALANRUANG DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP •RUANG LINDUNG vs BUDIDAYA •RUANGEKSPLOITASI SUMBER DAYA ALAM KONFLIK RUANG KOMPETISI RUANG •DAMPAK LH RUANGPERKOTAAN &PERDESAAN TEKANAN N PERTUM- BUHAN AKSES ATAS RUANG •RUANG PRIVAT vsPUBLIK 732

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan & Pengelolaan Lingkungan Hidup (LNRI No 140,TLN RI No 5059, Tgl 3 Oktober 2009) Isi 17 Bab 127 Pasal Sistematika ? Ketentuan Umum ? Asas, Tujuan& Ruang Lingkup ? Perencanaan ? Pemanfaatan ? Pengendalian ? Pemeliharaan ? Pengelolaan B3 sertaLimbah B3 ? Sistem Informasi ? Tugas & Wewenang Pemerintah & Pemerintah Daerah • Hak, Kewajiban, &Larangan • Peran Masyarakat • Pengawasan & Sanksi Administratif • Penyelesaian Sengketa Lingkungan •Penyidikan & Pembuktian • Ketentuan Pidana • Ketentuan Peralihan • Ketentuan Penutup 733

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Ruang Lingkup Perencanaan SERUPA DENGAN CIRI LINGKUNGAN: ? Sistem (systems) ? Berstruktur(structure) ? Saling-Tergantung (interdependency) ? Jaring kerja (networks) ? Keanekaragaman (diversity) ?Holistik (holistic) ? Dinamis (dynamic) ? Keseimbangan (equilibrium) Penegakan Hukum PengawasannPemeliharaan Pemanfaatan Pengendalian Sumber: Pasal 4 UU 32/2009 Perubahan mendasar UU Nomor32 Tahun 2009 tentang PPLH dibandingkan dengan UU sebelumnya (UU Nomor 23 Tahun 1997), antaralain: 1 2 3 4 5 Diintegrasikannya aspek perlindungan lingkungan hidup, sehingga judul berubah menjadi“tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup” Lebih rincinya tugas dan tanggungjawab semuastakeholder dalam melakukan perlindungan dan pengelolaan LH Muncul kewajiban-kewajiban baru sepertiizin lingkungan, ERA (ARLH), Audit LH, Desentralisasi perizinan pengelolaan B3 dan limbah B3 Aspekpengawasan dan pemberian sanksi (administratif dan pidana) dibuat lebih rinci dan mengikat 734

Page 392: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 392/395

1

1

1

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Tanggung jawab pidana Eco Development Partisipasi Masyarakat Penyelesaian sengketa diluar peradilanPrinsip AMDAL Tanggung jawab dan kompensasi Poluter pays principle Watak UU32/2010 EfektivitasPerizinan Class Action Audit Lingkungan Hidup Akses Informasi Public hearing Kemitraan masyarakat,dunia usaha, dan pemerintah Pengelolaan terpadu KONSEP UU 32/2009 Tentang Perlindungan danPengelolaan LH Perencanaan Pemanfaatan Pengendalian Pemeliharaan Pengawasan -Inventarisasi SDA -Penetapan Ekoregion - Keberlanjutan Proses - Keberlanjutan Produktifitas - Keselamatan danKesejahteraan Masyarakat -Pencegahan -Penanggulangan -Pemulihan -Konservasi SDA -PencadanganSDA -Pelestarian fungsi Atmosfer (mitigasi, adaptasi, lapisan ozon dan hujan asam -Pembinaan -SanksiAdministrasi -Sanksi Perdata -Sanksi Pidana -KLHS -Tata Ruang -AMDAL -UKL-UPL -Instrumen Ekonomi -Rencana PPLH -Daya Dukung -Daya Tampung -Baku Mutu LH -Kriteria Kerusakan LH -Perizinan -Anggaranberbasis LH -Analisa Risiko LH -Audit LH -Perubahan iklim -Rekayasa genetika -Sumber daya genetik -PUUberbasis LH -Ijin lingkungan KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP MENINGKAT Peningkatan KapasitasTersedianya Sarana dan Prasarana Data dan Informasi 735

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

PERANGKAT PERLINDUNGAN & PENGELOLAAN LINGKUNGAN PIDANA PERDATA SANKSIADMINISTRASI PEMBINAAN INVENTARISASI LH INVENTARISASI WILAYAH EKOREGION RPPLHPENGAWASAN AMDAL /UKL-UPL PPLH / PPNS Audit Lingkungan KONSERVASI / PENCADANGANKajian Risiko Lingkungan Baku Mutu Lingkungan izin usaha Dana Penjaminan KLHS KLHS FungsiLingkungan Inventarisasi Lingkungan Hidup • Tingkat Nasinal • Tingkat Pulau • Tingkat Wilayah Ekosistem •Potensi dan ketersediaan • Jenis yang dimanfaatkan • Bentuk penguasaan • Bagaimana pengelolaannya •Bentuk kerusakan • Konflik dan penyebab konflik 736

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Penetapan Ekoregion • Hasil inventarisasi • Karakteristik bentang alam • Daerah Aliran Sungai • Iklim • Floradan Fauna • Sosial Budaya • Ekonomi • Kelembagaan masyarakat Untuk menentukan: Daya Dukung danDaya Tampung 737

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

? Inventarisasi LH (SLHD ? Ekoregion ditetapkan oleh Menteri Peta/ Gambaran PP RPPLH Perda ProvPerda Kab/Kota Menteri Gubernur Bupati/Walikota RPPLH Nasional Provinsi Kab/Kota InventarisasiEkoregion Inventarisasi Tingkat Pulau RPPLH (Rencana Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup)Faktor-faktor: ? Keragaman karakter dan fungsi ekologis ? Sebaran penduduk ? Sebaran potensi SDA ?Kearifan lokal ? Aspirasi masyarakat ? Perubahan iklim Isi: • Pemanfaatan/ pencadangan SDA •Pemeliharaan fungsi LH • Pengendalian, Pemanfaatan, dan Pendayagunaan Kelestarian SDA • Adaptasidan Mitigasi 738

Page 393: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 393/395

1

1

1

2

2

1

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Rencana 45% Kawasan Lindung Provinsi Jawa Barat 2025 GREEN PROVINCE 739

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

AMDAL dan UKL/UPL merupakan salah satu instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakanlingkungan hidup. Pasal 14 Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidupterdiri atas : a.KLHS; b.tata ruang; c.baku mutu lingkungan hidup; d.kriteria baku kerusakan lingkunganhidup; e.amdal; f.UKL-UPL; g.perizinan; h.instrumen ekonomi lingkungan hidup; i.peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup; j.anggaran berbasis lingkungan hidup; k.analisis risiko lingkunganhidup l.audit lingkungan hidup; dan m.instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembanganilmu pengetahuan AMDAL UKL-UPL SPPL BERDAMPAK PENTING Permen LH 11/2006 TIDAKBERDAMPAK PENTING ? DI LUAR AMDAL/ UKL- UPL ? GOL. EKONOMI LEMAH Permen LH 13/2010740

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Baku Mutu Lingkungan Penentuan terjadinya pencemaran diukur melalui

baku mutu lingkungan hidup 1. Baku mutu air; 2. Baku mutu air limbah;3. Baku mutu air laut; 4. Baku mutu udara ambien; 5. Baku mutu emisi;6. Baku mutu gangguan; 7. Baku mutu lain sesuai dengan perkembanganilmu pengetahuan & teknologi.

Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup Penentuan terjadinya

kerusakan lingkungan hidup diukur berdasarkan kriteria baku kerusakanlingkungan hidup Kriteria baku kerusakan ekosistem Kriteria bakukerusakan akibat perubahan iklim

741

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Kriteria Baku Kerusakan Ekosistem • Kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa • Kriteria bakukerusakan terumbu karang • Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaranhutan dan/atau lahan • Kriteria baku kerusakan mangrove • Kriteria baku kerusakan padang lamun • Kriteriabaku kerusakan gambut • Kriteria baku kerusakan karst • Kriteria baku kerusakan ekosistem lainnya sesuai

Page 394: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 394/395

1

1

1

1

dengan perkembangan ilmu pengetahuan & teknologi Kenaikan temperatur Kriteria baku kerusakan akibatperubahan iklim didasarkan pada: Kenaikan muka air laut Badai Kekeringan 742

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Perizinan Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup Izin Lingkungan Izin Usaha dan/atau Kegiatan Izinlingkungan dicabut Izin usaha dan/atau kegiatan dibatalkan Korelasi Izin lingkungan dengan AMDAL 743

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

KORELASI AMDAL, UKL-UPL & IZIN LINGKUNGAN AMDAL SK Kelayakan LH dari Menteri SK KelayakanLH dari gubernur UKL-UPL SK Kelayakan LH dari bupati/ walikota Rekomendasi dari Menteri Rekomendasidari gubernur Rekomendasi dari bupati/ walikota Izin lingkungan dari Menteri Izin lingkungan dari gubernurIzin lingkungan dari bupati/ walikota Izin lingkungan dari Menteri Izin lingkungan dari gubernur Izinlingkungan dari bupati/ walikota 45 Makna & implikasinya... Tidak ada birokrasi baru antara AMDAL/UKL-UPL dengan izin lingkungan, karena diterbitkan oleh pejabat yang sama Dapat dipastikan bahwa semuapersyaratan pengelolaan & pemantauan lingkungan akan terintegrasi secara utuh dalam izin lingkungan,karena diterbitkan oleh pejabat yang sama Akan terjadi efisiensi biaya, waktu dan birokrasi, karenaditerbitkan oleh pejabat yang sama Adanya jaminan bagi investasi, karena “dapat dipastikan” bahwa izinlingkungan akan diterbitkan setelah SK kelayakan lingkungan hidupnya diterbitkan oleh pejabat yang samaDokumen RKL dan RPL [dan UKL-UPL] harus memuat upaya pengelolaan dan pemantauan lingkunganhidup untuk DAMPAK PENTING dan DAMPAK TIDAK PENTING, dan serinci mungkin sesuai dengantahapan kajian lingkungan dari rencana usaha dan/atau kegiatan [studi kelayakan atau desain teknis rinci(detailed engineering design, DED)] 46 744

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Integrasi AMDAL- UKL/UPL, ARLH, Audit Lingkungan Hidup (1) ? Analisis risiko lingkungan hidup (ARLH) ?dapat menjadi: – bagian dari AMDAL, atau – bagian dari izin lingkungan. Jika ARLH bagian dari kajianAMDAL Jika ARLH bukan bagian dari kajian AMDAL, hanya ditetapkan oleh komisi penilai SK kelayakan kLH sudah termasuk hasil kajian ARLH keputusan atas hasil kajian ARLH izin lingkungan izin lingkungan JikaMenteri menetapkan usaha dan/atau kegiatan yang telah beroperasi keputusan atas hasil kajian ARLH izinlingkungan 47 Integrasi AMDAL-UKL/UPL, ARLH, Audit Lingkungan Hidup (2) diperintahkan untukmelakukan Analisis risiko lingkungan hidup (ARLH) Izin lingkungan wajib melakukan audit lingkungan hidupsecara berkala 48 745

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

KONSEP KORELASI AMDAL, UKL-UPL, ANALISIS RISIKO LINGKUNGAN HIDUP, DAN IZIN LAINNYA[IPLC, LA, DUMPING, LB3, REINJEKSI, DLL] • IPLC • LA • DUMPING • LB3 • REINJEKSI • DLL [~10 IZIN] •AMDAL • UKL-UPL • ANALISIS RISIKO LINGKUNGAN HIDUP (ARLH) IZIN LINGKUNGAN CatatanPENTING: Tidak semua usaha dan/atau kegiatan memerlukan “izin usaha dan/atau kegiatan”, sehingg aperlu definisi izin usaha dan/atau kegiatan 49 PENEGAKAN HUKUM Jenis Sanksi UU 23/1997 RUU

Page 395: 8/1/2018 Turnitin Originality Report

8/1/2018 Turnitin Originality Report

file:///C:/Users/PERPUSTAKAAN%20USU/Downloads/Turnitin_Originality_Report_986524344.html 395/395

1

tentang Perlindungan & Pengelolaan LH Pidana Denda MINIMUM Tidak Ada 1 tahun MAKSIMUM 15 tahun15 tahun MINIMUM Tidak Ada 500 juta rupiah MAKSIMUM 750.000.000 15 miliar rupiah 746

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Menyambut HariLingkungan Hidup Sedunia Tahun 2011

Ketentuan Pidana Jenis Pelanggaran Sengaja Lalai Akibat Pidana Denda (rupiah) Minimum MaksimumMinimum Maksimum > BM 3 tahun 10 tahun 3 millir 10 miliar Orang Luka 4 tahun 12 tahun 4 miliar 12 miliarOrang Mati 5 tahun 15 tahun 5 miliar 15 miliar > BM 1 tahun 3 tahun 1 miliar 3 miliar Orang Luka 2 tahun 6tahun 2 miliar 6 miliar Orang Mati 3 tahun 9 tahun 3 miliar 9 miliar [email protected] 747