repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 11745 › 09... · perencanaan...

113
Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009. PERENCANAAN PELAPISAN TAMBAH PADA PERKERASAN KAKU BERDASARKAN METODE BINA MARGA DAN AASHTO (STUDY LITERATUR) TUGAS AKHIR O L E H : 03 0404 021 WAHID AHMAD SUB JURUSAN : TRANSPORTASI DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009

Upload: others

Post on 26-Feb-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

PERENCANAAN PELAPISAN TAMBAH PADA PERKERASAN KAKU BERDASARKAN METODE BINA

MARGA DAN AASHTO (STUDY LITERATUR)

TUGAS AKHIR

O L E H :

03 0404 021 WAHID AHMAD

SUB JURUSAN : TRANSPORTASI DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2009

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT atas berkat Rahmat

dan Karuni-Nya, akhirnya penyusunan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan dengan

baik, Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk

menyelesaikan Program Sarjana (S1) di Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil

Universitas Sumatera Utara (USU).

Penulis menyadari bahwa selesainya Tugas Akhir ini tidak terlepas dari

bimbingan, dukungan, motivasi dan bantuan semua pihak. Untuk itu melalui

tulisan ini Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tulus dan tidak

terhingga kepada :

1. Kedua Orang Tua Tercinta, yang selalu memberikan yang terbaik serta

tiada henti mengiringi dengan doa dan motivasi yang tidak ternilai.

2. Bapak Ir. Indra Jaya Pandia sebagai Dosen Pembimbing saya yang telah

meluangkan waktu, tenaga dan fikiran untuk memberikan dukungan

dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik

Sipil Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. Teruna Jaya, M.Sc selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil

Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak / Ibu Staff Pengajar Departemen Teknik Sipil Universitas

Sumatera Utara yang selama ini ikhlas dan sabar dalam mencurahkan

ilmunya kepada seluruh anak didiknya termasuk Penulis.

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

6. Seluruh Pegawai Administrasi yang telah memberikan bantuan dalam

menyelesaikan Tugas Akhir ini.

7. Saudara kandung saya khususnya adik-adik saya Junaini, Badawi, Hasan,

dan Husin yang selama ini telah mensupport saya.

8. Rekan-rekan Mahasiswa Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara,

Ardani, Zulfariza, Uus, Zulham, dan yang lainnya tanpa saya sebutkan

namanya satu persatu yang telah memberikan masukan dan motivasi

yang positif buat saya.

Penulis menyadari bahwa manusia tidak luput dari kekhilafan, demikian

juga dengan penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, sehingga Tugas Akhir

ini masih memiliki kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu dengan tangan

terbuka dan hati yang tulus penulis akan menerima saran dan kritikan yang positif

demi kesempurnaan Tugas Akhir ini. Harapan penulis, semoga Tugas Akhir ini

dapat memberikan manfaat bagi kita semua khusunya yang bergerak dalam

bidang Teknik Sipil.

Medan, April 2009 Penulis

Wahid Ahmad

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

ABSTRAK

Jika perkerasan kaku telah mencapai akhir dari masa layannya, sehingga

tidak mampu lagi untuk menahan beban lalu lintas yang berada di atasnya, maka

ada dua pilihan untuk meningkatkan kemampuan perkerasan kaku tersebut,

yaitu dengan rekonstruksi atau mengganti perkerasan tersebut dengan perkerasan

beton yang baru, ataupun dengan pelapisan tambah (overlay) pada perkerasan

beton yang sudah ada. Dengan adanya overlay diharapkan dapat meningkatkan

masa layan dari perkerasan lama dan juga dapat menambah kapasitas struktur,

mengurangi pemakaian peralatan untuk pemeliharaan atau maintenance, serta

menghemat biaya.

Pada tugas akhir ini akan dibahas perbandingan tebal lapis tambah yang

dihasilkan pada perkerasan kaku dengan menggunakan Metode Bina Marga 2002

dan Metode AASHTO 1993 untuk data lalu lintas dan tebal perkerasan lama yang

di ambil sama.

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan kedua metode tersebut

diperoleh hasil yang tidak terlalu berbeda antara satu dengan yang lainnya,

meskipun pada dasarnya dalam menentukan parameter yang digunakan disetiap

metode sedikit berbeda.

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

DAFTAR ISI ABSTRAK ................................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii

DAFTAR ISI .............................................................................................................. iv

DAFTAR TABEL ...................................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. viii

DAFTAR NOTASI ..................................................................................................... x

BAB I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1

I.2. Permasalahan ....................................................................................... 4

I.3. Maksud dan Tujuan .............................................................................. 4

I.4. Pembatasan Masalah ............................................................................ 5

I.5. Metodologi ........................................................................................... 5

BAB II. TEORI DASAR

2.1 Pendahuluan ........................................................................................ 8

2.2 Struktur dan Jenis Perkerasan............................................................... 8

2.3 Struktur dan Jenis Perkerasan Kaku (Perkerasan Beton Semen) ............ 9

2.4 Susunan Konstruksi .............................................................................. 10

2.4.1 Tanah Dasar .............................................................................. 10

2.4.2 Lapis Pondasi ........................................................................... 11

2.4.3 Pelat Beton ............................................................................... 11

2.4.4 Sambungan ............................................................................... 12

2.5 Tipe Kerusakan pada Perkerasan Jalan Beton ....................................... 15

2.5.1 Deformasi (deformation) ........................................................... 16

2.5.2 Retak (Cracking)....................................................................... 19

2.5.3 Kerusakan Pengisi Sambungan (Joint Seal Defects) .................. 23

2.5.4 Rompal/Gompal (Spalling) ....................................................... 23

2.5.5 Kerusakan Bagian Tepi Slab (Edge drop-off) ............................ 24

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

2.5.6 Kerusakan Tekstur Permukaan (Surface Texture Defects) ......... 25

2.5.7 Berlubang (Pot hole) ................................................................. 26

2.5.8 Ketidak cukupan Drainase Permukaan Perkerasan .................... 27

2.6 Jenis dan Metode Penanganan Pemeliharaan ........................................ 38

2.7 Metode Penanganan Kerusakan ............................................................ 30

2.7.1 Deformasi ................................................................................. 30

2.7.2 Retak (Cracking)....................................................................... 32

2.7.3 Kerusakan Pengisi Sambungan ................................................. 36

2.7.4 Gompal/Rompal (Spalling) ....................................................... 37

2.7.5 Penurunan Bagian Tepi Perkerasan (edge drop-off) .................. 37

2.7.6 Kerusakan Tekstur Permukaan .................................................. 38

2.7.7 Lubang (Pot hole) ..................................................................... 39

2.7.8 Ketidak cukupan Drainase Permukaan Perkerasan .................... 39

2.8 Metode Pengerjaan Pelapisan Tambah pada Perkerasan Kaku

Beton ................................................................................................... 40

BAB III. METODE ANALISA

3.1 Perencanaan Lapis Tambah dengan Metode Bina Marga 2002 ............. 43

3.1.1 Pelapisan Tambahan Perkerasan Beton Semen di atas

Perkerasan Beton Semen ........................................................... 44

3.1.2 Persyaratan Teknis .................................................................... 45

3.1.3 Lalu lintas ................................................................................. 51

3.1.4 Perencanaan Tebal Pelat ........................................................... 55

3.2 Perencanaan Lapis Tambah dengan Metode AASHTO 1993 ................ 61

3.2.1 Perhitungan Beban Lalu lintas .................................................. 64

3.2.2 Pelapisan Tambah Langsung (Bonded) ..................................... 70

3.2.2.1 Menentukan Nilai DT .................................................. 70

3.2.2.2 Menentukan Nilai Deff ................................................. 72

3.2.3 Pelapisan Tambah dengan Pemisah (Unbonded) ....................... 75

3.2.3.1 Menentukan Nilai DT .................................................. 76

3.2.3.2 Menentukan Nilai Deff ................................................. 76

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

3.2.4 Prosedur Untuk Menentukan Tebal Perkerasan (DT) Pada

Perkerasan Kaku Berdasarkan AASHTO 1993 .......................... 77

3.3 Perbedaan Metode Bina Marga dan AASHTO............................. 85

BAB IV. APLIKASI

4.1 Contoh Perhitungan dengan Metode Bina Marga 2002 ......................... 88

4.1.1 Perhitungan Tebal Pelat ............................................................ 90

4.1.2 Menentukan Tebal Lapis Tambah Langsung ............................. 93

4.1.3 Menentukan Tebal Lapis Tambah dengan Pemisah ................... 93

4.2 Contoh Perhitungan dengan Metode AASHTO 1993 ............................ 95

4.2.1 Perhitungan Tebal Pelat ............................................................ 96

4.2.2 Menentukan Tebal Lapis Tambah Langsung ............................. 99

4.2.3 Menentukan Tebal Lapis Tambah dengan Pemisah ................... 99

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 101

5.2 Saran .................................................................................................... 102

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 103

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Metode pemeliharaan dan perbaikan pada perkerasan jalan beton ........... 29

Tabel 3.1 Nilai koefisien gesekan (n) ..................................................................... 49

Tabel 3.2 Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan dan koefisien distribusi

(C) kendaraan niaga pada lajur rencana .................................................. 52

Tabel 3.3 Faktor pertumbuhan lalu lintas (R) ......................................................... 53

Tabel 3.4 Faktor keamanan beban (FKB) ................................................................. 54

Tabel 3.5 Langkah-langkah perencanaan tebal perkerasan beton semen ................. 55

Tabel 3.6 Tegangan Ekivalen dan Faktor erosi untuk perkerasan

dengan bahu Beton ................................................................................. 60

Tabel 3.7 Jenis kendaraan dan jumlah sumbu .......................................................... 65

Tabel 3.8 Jumlah repetisi dan beban sumbu kendaraan ........................................... 66

Tabel 3.9 Beban rencana akibat fatik dan erosi ....................................................... 69

Tabel 3.10 Faktor transfer beban .............................................................................. 77

Tabel 3.11 Faktor koefisien Cd ................................................................................. 80

Tabel 3.12 Standar deviasi ....................................................................................... 82

Tabel 4.1 Perhitungan jumlah sumbu berdasarkan jenis dan bebannya ................... 90

Tabel 4.2 Perhitungan repetisi sumbu rencana ........................................................ 91

Tabel 4.3 Analisa fatik dan erosi ............................................................................ 92

Tabel 4.4 Perhitungan nilai ESAL berdasarkan jenis kendaraan ............................. 96

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Overlay pada perkerasan kaku beton .................................. 3

Gambar 1.2 Diagram alir perencanaan pelapisan tambah berdasarkan metode

Bina Marga 2002 ................................................................. 6

Gambar 1.3 Diagram alir perencanaan pelapisan tambah berdasarkan metode

AASHTO 1993 .................................................................... 7

Gambar 2.1 Struktur perkerasan kaku beton semen ................................. 9

Gambar 2.2 Tipikal sambungan memanjang............................................ 13

Gambar 2.3 Ukuran standar penguncian sambungan memanjang ............ 13

Gambar 2.4 Sambungan susut melintang tanpa ruji ................................. 14

Gambar 2.5 Sambungan susut melintang dengan ruji .............................. 14

Gambar 2.6 Perkerasan jalan beton yang mengalami amblas ................... 16

Gambar 2.7 Perkerasan jalan beton yang mengalami patahan .................. 17

Gambar 2.8 Pumping pada perkerasan jalan beton .................................. 18

Gambar 2.9 Rocking pada perkerasan jalan beton ................................... 18

Gambar 2.10 Retak Blok (Block Cracking) pada perkerasan jalan beton ... 19

Gambar 2.11 Retak sudut (Corner Cracking) pada perkerasan jalan beton . 20

Gambar 2.12 Retak diagonal (Diagonal Cracking) ............................... 20

Gambar 2.13 Retak memanjang (Longitudinal Cracking) .......................... 21

Gambar 2.14 Retak tidak beraturan (Meandering Cracking) ..................... 22

Gambar 2.15 Retak melintang (Transverse Cracking) .............................. 22

Gambar 2.16 Kerusakan bahan pengisi sambungan ................................... 23

Gambar 2.17 Kerusakan gompal/rompal (Spalling) ................................... 24

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

Gambar 2.18 Penurunan bagian tepi perkerasan ........................................ 25

Gambar 2.19 Kerusakan tekstur permukaan .............................................. 26

Gambar 2.20 Lubang (Pot hole) pada perkerasan jalan beton .................... 27

Gambar 2.21 Overlay pada perkerasan beton kaku .................................... 40

Gambar 3.1 Tebal pondasi bawah minimum untuk perkerasan beton semen

............................................................................................ 47

Gambar 3.2 CBR tanah dasar efektif dan tebal pondasi bawah ................ 47

Gambar 3.3 Analisis fatik dan beban repetisi ijin berdasarkan rasio tegangan,

dengan/tanpa bahu beton...................................................... 57

Gambar 3.4 Analisis erosi dan jumlah repetisi beban ijin, berdasarkan faktor

erosi, tanpa bahu beton ........................................................ 58

Gambar 3.5 Analisis erosi dan jumlah repetisi beban berdasarkan faktor

erosi, dengan bahu beton...................................................... 59

Gambar 3.6 Grafik hubungan k dan Do ................................................... 71

Gambar 3.7 Grafik hubungan k dan EcD3 ................................................ 71

Gambar 3.8 Nilai Fjc ............................................................................... 72

Gambar 3.9 Grafik hubungan kondisi faktor CF dan persentase umur sisa 74

Gambar 3.10 Nomogram hubungan antara k dan nilai ESALs untuk

menentukan nilai N1.5 .......................................................... 75

Gambar 3.11 Grafik nilai k ....................................................................... 79

Gambar 3.12 Konsep perkerasan yang menggunakan PSI ......................... 81

Gambar 3.13 Nomogram Tebal Perkerasan ............................................... 84

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

DAFTAR NOTASI

D : Tebal pelat yang ada

DOL : Tebal lapis tambah

DT : Tebal pelat apabila perlu dibangun perkerasan baru

Deff : Tebal efektif dari perkerasan yang sudah ada

C : Faktor kondisi

Fjc : Faktor retakan pada sambungan

Fdur : Faktor durabilitas

Ffat : Faktor akibat fatik

RL : Persentase umur sisa

ESALs : Equivalent Single-Axle Loads

PSI : Present Serviceability Index

Ec : Modulus elastisitas beton

Sc : Modulus keretakan beton/kuat tarik hancur

k : Modulus dinamik reaksi subgrade

fcf : Kuat tarik lentur beton 28 hari

fcs : Kuat tarik tidak langsung beton 28 hari

CBR : California Bearing Ratio

R : Pertumbuhan lalu lintas

JPCP : Jointed Plain Concrete Pavements

CRCP : Continuously Reinforced Concrete Pavements

CBK : Campuran beton kurus

FE : Faktor Erosi

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

FKB : Faktor Keamanan Beban

FRT : Faktor Rasio Tegangan

JSKN : Jumlah Sumbu Kendaraan Niaga

STdRG : Sumbu Tandem Roda Ganda

STRG : Sumbu Tunggal Roda Ganda

STrRG : Sumbu Tridem Roda Ganda

STRT : Sumbu Tunggal Roda Tunggal

Tr : Tebal lapis tambah

T0 : Tebal pelat yang ada

TE : Tegangan Ekivalen

T : Tebal perlu dari jalan lama

UR : Umur Rencana.

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jalan raya merupakan salah satu prasarana transportasi terpenting,

sehingga desain perkerasan jalan yang baik adalah suatu keharusan. Selain dapat

menjamin kenyamanan pengguna jalan, perkerasan yang baik juga diharapkan

dapat memberikan rasa aman dalam mengemudi. Salah satu jenis perkerasan yang

dapat memenuhi harapan tersebut adalah perkerasan kaku, Ketika suatu

perkerasan kaku telah mencapai akhir dari masa layannya sehingga tidak mampu

lagi untuk menahan beban lalu lintas yang berada di atasnya, maka Perencana

mempunyai dua pilihan untuk meningkatkan kemampuan perkerasan kaku beton

tersebut yaitu dengan rekonstruksi atau mengganti perkerasan tersebut dengan

perkerasan beton yang baru, dan dengan pelapisan tambah (overlay) pada

perkerasan beton yang sudah ada.

Sampai saat ini penelitian pada perkerasan kaku beton dilakukan untuk

mengetahui peningkatan dari masa layannya setelah dilakukan pelapisan tambah,

melihat penambahan kapasitas struktur dari jalan yang lama, mengurangi

pemakaian peralatan untuk pemeliharaan atau maintenance, dan juga menghemat

biaya pemeliharaan. (Sumber : Concrete Overlays for Pavement Rehabilitation, ACI 325.13R-06)

Pemahaman orang tentang pelapisan tambah adalah suatu cara pelapisan

untuk perbaikan suatu kerusakan pada perkerasan lama saja, tetapi seperti yang

dijelaskan di atas bahwa pelapisan tambah juga berfungsi untuk meningkatkan

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

kapasitas struktur dan masa layan dari perkerasan lama akibat pertambahan beban

lalu lintas di masa yang akan datang, sehingga diharapkan dapat lebih mengurangi

biaya untuk pemeliharaan jika terjadi kerusakan.

Dalam pelaksanaan pelapisan tambah ada beberapa hal yang wajib di

perhatikan antara lain penentuan mutu beton untuk pelapisan tambah, karena

disyaratkan harus sama atau mendekati mutu beton perkerasan kaku yang lama.

Maka sebelum pelaksanaan pelapisan tambah dilakukan sebaiknya pencampuran

(ready mixed) beton untuk pelapisan tambah harus di tes kembali misalnya

dengan tes kubus seperti dalam konstruksi bangunan beton, kekuatan perkerasan

beton yang lama serta tanah dasar dari perkerasan tersebut, penentuan kelandaian

atau kerataan dari konstruksi perkerasan beton yang lama, hal ini harus disurvey

terlebih dahulu dengan menggunakan Waterpass ataupun Theodolit. Penentuan

waktu yang tepat untuk pelaksanaan overlay sangat perlu dijadwalkan, hal ini

dilakukan untuk menghindari dari cuaca ataupun suhu yang tidak mendukung

sewaktu pelapisan tambah dilaksanakan, yang kemungkinan besar akan membuat

mutu beton untuk pelapisan tambah dapat berkurang jika terkena air hujan

ataupun suhu yang lembab dan kurang baik. (Sumber : Concrete Overlays for Pavement

Rehabilitation, ACI 325.13R-06)

Untuk pekerjaan lapis tambah dengan pemisah (unbonded concrete)

biasanya tebal lapisan sekitar 4–11 inchi (10.2–27.9 cm), bergantung jenis dan

jumlah beban lalu lintas dan kondisi perkerasan beton lama. Pelapisan dengan

pemisah dapat di desain sebagai perkerasan beton yang bersambung (JPCP) atau

perkerasan beton yang menerus (CRCP). Pada jenis ini pelapisan direncanakan

sebagai suatu perkerasan beton baru pada dasar yang kaku (rigid base). Pada tipe

ini tidak memerlukan perbaikan pra-lapis (preoverlay) pada perkerasan beton

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

lama, sehingga dapat dilakukan pelapisan setelah perkerasan lama dibersihkan.

Pada perencanaan tebal lapis tambah langsung (bonded concrete) biasanya tebal

lapisan sekitar 2–5 inchi (5.1–12.7 cm), bergantung dari kapasitas beban yang

dapat ditahan dan masa layan jalan serta kapasitas struktur jalan dimana

perkerasan akan dilapis (kapasitas beton lama). Untuk kategori lain dapat dibuat

pelapisan partial (partial overlay) tetapi ini sangat jarang dipergunakan. (Sumber :

Geoffrey Griffiths and Nicholas Thom, Concrete pavement design guidance notes, Taylor &Francis, 2007)

Mayoritas umur perencanaan untuk pelapisan tambah berkisar antara 20

hingga 30 tahun dimana setelah umur tersebut maka harus dibuat rekonstruksi

untuk perkerasan yang lama sehingga tidak hanya dengan pelapisan tambah saja

karena bagaimana pun penurunan (degradasi) mutu beton yang ada sangat

dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti suhu, kelembaban, susut (shrinkage) dan

lain-lain. (Sumber : Huang, Y.H. 1993. Pavement Analysis and Design. Prentice-Hall, Engelwood Cliffs, NJ.)

Gambar 1.1 Overlay pada perkerasan kaku beton

(Sumber : Geoffrey Griffiths and Nicholas Thom, Concrete pavement design guidance notes, Taylor &Francis, 2007)

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

1.2 Permasalahan

Pelapisan tambah merupakan salah satu cara untuk perbaikan pada

perkerasan kaku beton dimana ada cara lain yang mungkin dapat dilakukan

seperti, pengisian celah retak (crack filling), penutupan celah sambungan (joint

sealing)., tambahan/penambalan (patching), lapis perata (levelling), penyuntikan

(grouting), pengaluran (grooving), pelapisan ulang tipis (surfacing), rekonstruksi

setempat (partial recontruction), atau rekonstruksi keseluruhan. (Sumber : Departemen

Pemukiman dan Prasarana Wilayah,Tata Cara Pmeliharaan Perkerasan kaku ( rigid pavement), 1992)

Adapun metode pelapisan tambah pada perkerasan kaku yang dipakai di

Indonesia yaitu Metode Bina Marga 2002. Dalam tugas akhir ini akan dibahas

tentang pelapisan tambah pada perkerasan kaku dengan menggunakan Metode

Bina Marga 2002 dan AASHTO 1993, yang menjadi permasalahan dalam tugas

akhir ini adalah seberapa besarkah perbedaan yang ditimbulkan dari kedua metode

yang digunakan sehingga memungkinkan untuk dijadikan acuan perencanaan.

1.3 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dari tugas akhir ini adalah untuk meningkatkan kapasitas

struktur dan masa layan dari perkerasan kaku yang lama akibat pertambahan

beban lalu lintas di masa yang akan datang maka perlu dilakukan pelapisan

tambah.

Sedangkan tujuan dari pembahasan tugas akhir ini yaitu :

1. Membahas pelapisan tambah pada perkerasan kaku dengan menggunakan

metode Bina Marga 2002 dan AASHTO 1993.

2. Menghitung tebal lapis tambah dengan pemisah (unbonded) dan tebal lapis

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

tambah langsung (bonded) dengan menggunakan metode Bina Marga

2002 dan AASHTO 1993.

3. Membandingkan hasil yang diperoleh dari kedua metode tersebut.

1.4 Pembatasan Masalah

Sebelum dilakukan perencanaan pelapisan tambah maka terlebih dahulu

dibuat pembatasan-pembatasan tersebut :

1. Perencanaan pelapisan tambah pada perkerasan beton semen di atas beton

semen.

2. Data parameter untuk mutu beton, mutu baja yang digunakan, data CBR

tanah serta data lalu lintas harian rata-rata ditentukan sendiri berdasarkan

peraturan PU Bina Marga 2002 maupun AASHTO 1993.

3. Perencanaan pelapisan tambah yang ditinjau adalah untuk pelapisan

perkerasan yang mengalami retak awal dan perkerasan yang telah

mengalami rusak secara struktur.

4. Perencanaan pembesian dan sambungan-sambungan pada perkerasan tidak

diikut sertakan.

1.5 Metodologi

Metode yang dipakai dalam perencanaan pelapisan tambah pada

perkerasan kaku beton adalah dengan menggunakan rumus-rumus perencanaan

yang ada sesuai dengan peraturan PU Bina Marga 2002 maupun AASHTO 1993.

Berikut diagram alir perencanaan pelapisan tambah dengan menggunakan Metode

Bina Marga 2002 dan AASHTO 1993.

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

).( 22osf TCTT −= untuk tebal pelapisan dengan pemisah

).(4.1 4.10

4.1 TCTT sr −= untuk tebal pelapisan langsung Gambar 1.2 Diagram Alir Perencanaan Pelapisan Tambah berdasarkan Metode

Bina Marga 2002

Tebal perkerasan lama

Overlay Retak awal

Retak Struktur

Taksir tebal perlu pelat

Tentukan tegangan ekivalen setiap jenis

sumbu

Tentukan faktor erosi setiap jenis

Tentukan CBR tanah dasar efektif

Menentukan JSKN selama umur rencana

Tentukan jumlah repetisi ijin untuk

setiap beban

Tentukan faktor rasio tegangan

Hitung kerusakan erosi setiap beban sumbu = jumlah

sumbu dibagi dengan

Tentukan repetisi ijin setiap beban

Hitung kerusakan fatik setiap beban sumbu = jumlah sumbu dibagi

dengan jumlah repetisi

Apakah kerusakan akibat erosi >100%

Apakah kerusakan akibat fatik>100%

Tebal perlu

Tebal

Tidak Ya Tidak Ya

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

222 )()()( effTOL DDD −= untuk tebal pelapisan dengan pemisah )( effTOL DDD −= untuk tebal pelapisan langsung

Gambar 1.3 Diagram Alir Perencanaan Pelapisan Tambah Berdasarkan Metode

AASHTO 1993

Tentukan umur

Data lalu lintas harian

Design traffic number

Faktor keandalan (R) Standard deviasi (S0)

Beban As tunggal (ESAL)

Kehilangan daya layan (ΔPSI)

Tentukan tebal pelat dengan

Tebal Pelat Beton Lama o Modulus elastisitas beton

(fc’) o Transfer beban (J) o Type sambungan

Pada struktur bawah o Koefisien drainase (Cd) o Modulus efektif reaksi

struktur bawah

Tebal pelat beton perlu

Periksa lendutan terhadap lendutan ijin

Perlu di overlay

Tentukan nilai Fjc

Tentukan nilai

Tentukan nilai

Diperoleh tebal efektif

Tebal pelat beton masih bisa digunakan

Tebal pelat beton jika subgrade dibuat untuk

perkerasan baru

Tebal overlay

Tidak memenuhi memenuhi

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

BAB II

TEORI DASAR

2.1 Pendahuluan

Perencanaan perkerasan yang efektif adalah salah satu dari berbagai

aspek lain yang penting dari perencanaan jalan. Perkerasan adalah bagian dari

jalan raya yang sangat penting bagi pengguna jalan. Kondisi dan kekuatan dari

jalan raya sering dipengaruhi oleh kehalusan ataupun kekasaran permukaan jalan.

Keadaan perkerasan yang baik dapat mengurangi biaya pengguna, penundaan

waktu perjalanan, tabrakan dan pemakaian bahan bakar, perbaikan peralatan

kenderaan dan kemungkinan mengurangi kecelakaan. Umur perkerasan secara

umum dipengaruhi oleh jumlah beban berat dan repetisi dari beban berat yang

terjadi, seperti sumbu tunggal, ganda, tiga dan empat dari truk, bus, traktor, trailer

dan perlengkapannya. Lapis perkerasan berfungsi untuk menerima dan

menyebarkan beban lalu lintas tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada

konstruksi jalan itu sendiri sehingga akan memberikan kenyamanan kepada si

pengemudi selama masa pelayanan jalan tersebut Dengan demikian perencanaan

tebal masing-masing lapis perkerasan harus diperhitungkan dengan optimal.

2.2 Struktur dan Jenis Perkerasan

Berbagai jenis perkerasan umumnya digunakan pada konstruksi jalan

raya. Ada tiga jenis pekerasan yang berbeda yaitu :

1. Perkerasan lentur atau perkerasan aspal (Flexible Pavement)

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

2 Perkerasan kaku atau perkerasan beton (Rigid Pavement)

3. Perkerasan komposit (Composite Pavement)

2.3 Struktur dan Jenis Perkerasan Kaku (Perkerasan Beton Semen)

Perkerasan beton semen dibedakan ke dalam 4 jenis :

1. Perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan

2. Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan

3. Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan

4. Perkerasan beton semen pra-tegang.

Perkerasan beton semen adalah struktur yang terdiri atas pelat beton

semen yang bersambung (tidak menerus) tanpa atau dengan tulangan, atau menerus

dengan tulangan, terletak di atas lapis pondasi bawah atau tanah dasar, tanpa atau

dengan lapis permukaan beraspal. Struktur perkerasan beton semen secara tipikal

sebagaimana terlihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Struktur perkerasan kaku beton semen

(Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2002)

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

2.4 Susunan Konstruksi

2.4.1 Tanah dasar

Pada perkerasan jalan beton, sebenarnya daya dukung tanah dasar tidak

begitu berperan terhadap kekuatan struktur perkerasan. Hal ini disebabkan karena

kekakuan maupun modulus elastisitas pelat beton yang cukup tinggi, sehingga

penyebaran beban ke lapisan tanah dasar cukup luas. Dengan demikian maka

tegangan yang diterima oleh tanah dasar menjadi relatip kecil. Menurut Road

Note 29 dalam Direktorat Jenderal Bina Marga (1995:42), menetapkan untuk

tanah dasar yang mempunyai nilai CBR antara 2 % sampai dengan 15 %, tebal

pelat betonnya diambil sama. Disini menunjukkan daya dukung tanah yang kecil

dan daya dukung tanah yang besar tidak begitu berpengaruh pada ketebalan pelat

betonnya.

Persyaratan tanah dasar yang cukup penting di dalam perkerasan beton

adalah daya dukung yang harus diusahakan sedemikian rupa agar seragam atau

kepadatan relatipnya sama. Keseragaman yang merata serta kepadatan yang baik

pada perkerasan jalan beton dapat rusak bila terjadi pumping. Pumping akan

menyebabkan terjadinya air keluar dari tanah dasar (sub grade) disertai butiran-

butiran tanah halus akibat beban roda kendaraan, sehingga membentuk rongga

diantara pelat beton dengan tanah dasar (sub grade). Apabila keadaan ini

berlangsung terus menerus, maka akan mengakibatkan pelat beton hancur.

Biasanya pumping ini terjadi pada sambungan-sambungan, pada tepi perkerasan

atau pada tempat-tempat di bawah retakan yang cukup lebar.

Untuk mencegah hal ini perlu diperhatikan masalah drainase, pada setiap

sambungan agar tertutup, sehingga perkerasan tidak mudah ditembus air,

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

sedangkan untuk menjaga agar tanah dasar tidak mudah tererosi oleh air, maka di

atas tanah dasar tersebut dapat dipasang membran kedap air (slip sheet membrane)

atau lapis pondasi (sub base) dengan material yang non plastis seperti batu pecah,

atau tanah dengan stabilisasi semen.

2.4.2 Lapis pondasi

Yaitu lapis perkerasan yang diletakkan diantara tanah dasar (sub grade)

dan pelat beton. Keberadaan lapis pondasi pada perkerasan beton, boleh ada boleh

tidak ada (Jasa Marga, 2004). Lapis ini tidak mempunyai nilai struktural dan

berfungsi untuk :

(a). mencegah terjadinya pumping,

(b). mendapatkan lantai kerja yang rata,

(c). menutupi tanah dasar (sub grade) dari hujan, dan

(d). tempat bekerja.

Bahan yang dipakai pada umumnya beton tidak bertulang, dengan kuat

tekan 'cf = 105 kg/cm2 atau setara dengan beton mutu K 75 – K 100 dengan tebal

10 cm.

2.4.3 Pelat beton

Pelat beton didalam perkerasan beton semen merupakan lapisan

permukaan dan termasuk bagian yang memegang peranan utama dalam struktur

perkerasan. Di Indonesia jenis perkerasan beton semen yang dipakai pada

umumnya jointed unreinforced concrete pavement yaitu perkerasan beton semen

bersambung tanpa tulangan (Jasa Marga, 2004).

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

Tulangan pada perkerasan beton semen tidak mempunyai fungsi struktural,

tetapi sebagai pengontrol retak. Namun pemilihan jenis jointed unreinforced

concrete pavement, bukan karena alasan di atas, melainkan didasarkan pada :

(1). jenis ini dianggap paling sederhana,

(2). pelaksanaannya lebih mudah dengan peralatan sederhana,

(3). sesuai untuk kondisi dimana pengalamannya masih terbatas, dan

(4). relatif lebih murah.

Menurut Direktorat Jenderal Bina Marga (1988), mutu beton yang dipakai

mempunyai kualitas yang cukup tinggi, yaitu dengan kuat tarik hancur (flexural

strength), 'cS = 45 kg/cm2 atau beton yang mempunyai kuat tekan (benda uji

silinder 15 x 30 cm), 'cf = 350 kg/cm2 atau setara dengan beton mutu K 375 – K

425. Untuk mendapatkan mutu beton yang tinggi, disarankan untuk menggunakan

kualitas agregat yang baik (gradasi, bidang permukaan, kekerasan dan lain-lain)

dari pada menambah jumlah semen, karena dengan menambah semen

dikhawatirkan akan terjadi retak yang berlebihan.

2.4.4 Sambungan

Perencanaan sambungan pada perkerasan jalan beton, merupakan bagian

yang harus dilakukan, baik jenis perkerasan jalan beton bersambung tanpa atau

dengan tulangan, maupun pada jenis perkerasan jalan beton menerus dengan

tulangan (Direktorat Jenderal Bina Marga, 1995).

Fungsi sambungan pada perkerasan jalan beton pada dasarnya untuk

mengontrol retakan akibat susut dan tempat untuk memuai. Penempatan

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

sambungan akan menentukan letak dimana retak tersebut harus terjadi akibat

menyusutnya beton dan juga pengendalian-pengendalian terhadap perubahan-

perubahan temperatur pada perkerasan maupun untuk keperluan konstruksi

(pelaksanaan).

Sambungan pada perkerasan jalan beton terdiri dari sambungan arah

melintang dan sambungan arah memanjang. Pada sambungan arah melintang

menggunakan besi polos (dowel) yang berfungsi sebagai pemindah beban

(transfer loading device). Besi polos tersebut pada salah satu ujungnya harus

dapat bergerak secara bebas. Sedang pada sambungan arah memanjang

menggunakan besi berprofil (deformed steel) yang disebut tie bar dan berfungsi

sebagai pengikat pelat beton pada arah memanjang.

sambungan dibuat saat pelaksanaan Pengecoran selebar jalur

Tulangan pengikat berulir Tulangan pengikat berulir

Gambar 2.2 Tipikal sambungan memanjang (Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2002.)

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

Kemiringan 1 : 4

0.2h 0.2h

0.1h

Trapesium Setengah Lingkaran

Gambar 2.3 Ukuran standar penguncian sambungan memanjang (Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2002.)

Sambungan yang dibuat dengan menggergaji atau dibentuk saat pengecoran

h/4

h

Gambar 2.4 Sambungan susut melintang tanpa ruji

(Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2002.)

yang dibuat dengan menggergaji atau dibentuk saat pengecoran

Selaput pemisah antara ruji dan beton

h/4

225mm 225mm

h

Tulangan polos

Gambar 2.5 Sambungan susut melintang dengan ruji

(Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2002.)

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

Menurut Direktorat Jenderal Bina Marga (1995), jenis-jenis sambungan

pada perkerasan jalan beton, yaitu:

(1). Sambungan susut (contraction joint) atau sambungan pada bidang yang

diperlemah (dummy), dibuat untuk mengalihkan tegangan tarik akibat suhu,

kelembaban, gesekan sehingga akan mencegah retak. Jika sambungan susut

tidak dipasang, maka akan terjadi retak yang acak pada permukaan beton.

Retak akibat susut ini biasanya terjadi pada malam hari pertama, waktu pelat

beton selesai dicor. Sambungan susut ini ditempatkan pada jarak yang tidak

melebihi perbandingan 3 : 2 dari panjang dan lebar pelat beton. Perlemahan

untuk membentuk sambungan susut dapat dibuat dengan cara penggergajian

yang dilakukan pada permukaan pelat beton selebar 4-6 mm dengan

kedalaman lebih kurang ¼ dari tebal pelat betonnya. Kemudian perlemahan

ini diisi dengan joint sealant sedalam 4 mm untuk mencegah masuknya air

dari permukaan perkerasan.

(2). Sambungan muai (expansion joint), fungsi utamanya untuk menyiapkan

ruang muai pada perkerasan akibat perubahan temperatur yang tinggi,

sehingga dapat mencegah terjadinya tegangan tekan yang akan menyebabkan

perkerasan tertekuk. Pembuatan sambungan muai, biasanya dibuat dengan

cara dibentuk (preformed), karena pada sambungan ini celah harus dibuat

cukup lebar

(3). Sambungan konstruksi (construction joint), dibuat sehubungan dengan

berhentinya pekerjaan (break down) pada waktu selesai jam kerja, kerusakan

alat atau keadaan darurat lainnya.

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

2.5 Tipe Kerusakan Pada Perkerasan Jalan Beton

Tipe kerusakan yang umum terjadi pada perkerasan jalan beton dapat

dikelompokkan dalam beberapa tipe kerusakan yang sejenis berdasarkan model

kerusakan.

(a). Deformasi (deformation).

(b). Retak (cracking).

(c). Kerusakan pengisi sambungan (joint seal defects).

(d). Rompal/gompal (spalling).

(e). Kerusakan bagian tepi slab (edge drop-off).

(f). Kerusakan tekstur permukaan (surface texture defects).

(g). Berlubang (pot hole).

(h). Ketidakcukupan drainase permukaan perkerasan.

2.5.1 Deformasi (deformation)

Adalah penurunan permukaan perkerasan jalan beton sebagai akibat

terjadinya retak atau pergerakan diantara slab beton. Tipe kerusakan yang

tergolong deformasi adalah amblas (depression), patahan (faulting), pumping, dan

rocking.

Amblas (depression), yaitu penurunan permanen permukaan slab beton

dan umumnya terletak di sepanjang retakan atau sambungan (Suryawan, 2005).

Kerusakan ini dapat menimbulkan terjadinya genangan air dan seterusnya masuk

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

ke tanah dasar (sub grade) melalui sambungan atau retakan. Penyebab terjadinya

amblas, kemungkinan antara lain oleh:

(1). Pemadatan pada lapis pondasi yang kurang baik,

(2). Penurunan tanah dasar yang tidak sama,

(3). Daya dukung tanah dasar yang kurang baik, dan

(4). Hilangnya butiran tanah halus pada lapis pondasi atau akibat pumping.

Gambar 2.6 Perkerasan jalan beton yang mengalami amblas

(Sumber : Huang, Y.H. 1993. Pavement Analysis and Design. Prentice-Hall, Engelwood Cliffs, NJ.)

Patahan (fault), yaitu terjadinya perbedaan elevasi antar slab beton, yang

diakibatkan oleh penurunan pada sambungan atau retakan. Penyebab terjadinya

patahan, antara lain:

(1). Kurangnya daya dukung pondasi bawah atau tanah dasar,

(2). Melengkungnya slab beton, akibat perubahan temperatur,

(3). Terjadinya pumping dan rocking,

(4). Adanya perubahan volume dari tanah dasar.

Gambar 2.7 Perkerasan jalan beton yang mengalami patahan

(Sumber : Huang, Y.H. 1993. Pavement Analysis and Design. Prentice-Hall, Engelwood Cliffs, NJ.)

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

Pumping adalah proses keluarnya air dan butiran-butiran tanah dasar (sub

grade) atau pondasi bawah (sub base) melalui sambungan dan retakan atau pada

bagian pinggir perkerasan (Aly,1988). Retakan yang terjadi diakibatkan oleh

lendutan atau gerakan vertikal pelat beton karena beban lalu-lintas, setelah adanya

air bebas yang terakumulasi di bawah slab. Penyebab terjadinya pumping, antara

lain:

(1). Kadar air yang berlebihan pada tanah dasar (sub grade),

(2). Akibat infiltrasi air melalui celah sambungan atau retakan.

Gambar 2.8 Pumping pada perkerasan jalan beton

(Sumber : Huang, Y.H. 1993. Pavement Analysis and Design. Prentice-Hall, Engelwood Cliffs, NJ.)

Rocking yaitu sebuah fenomena, dimana terjadi pergerakan vertikal pada

sambungan atau retakan yang disebabkan oleh pergerakan dan beban lalu-lintas

(Suryawan, 2005). Penyebab terjadinya rocking, antara lain:

(1). Proses pumping,

(2). Kurangnya daya dukung dari lapis tanah dasar ataupun lapis pondasi,

(3). Adanya perbedaan daya dukung pada tanah dasar.

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

Gambar 2.9 Rocking pada perkerasan jalan beton

(Sumber : Huang, Y.H. 1993. Pavement Analysis and Design. Prentice-Hall, Engelwood Cliffs, NJ.)

2.5.2 Retak (cracking)

Retak blok (block cracking), yaitu retak yang saling berhubungan dan

membentuk rangkaian blok berbentuk segi empat dan umumnya ukuran blok lebih

besar dari 1 m (Watson,1989). Penyebab terjadinya retak blok (block cracking),

antara lain:

(1). Ketebalan slab yang tidak cukup,

(2). Kehilangan daya dukung daripondasi atau tanah dasar,

(3). Terjadinya penurunan pada tanah dasar.

Gambar 2.10 Retak blok (block cracking) pada perkerasan jalan beton

(Sumber : Huang, Y.H. 1993. Pavement Analysis and Design. Prentice-Hall, Engelwood Cliffs, NJ.)

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

Retak sudut (corner crack), adalah retak yang memotong secara diagonal

dari tepi atau sambungan memanjang ke sambungan melintang (Suryawan, 2005).

Penyebab terjadinya retak sudut (corner cracking), antara lain:

(1). Tebal slab yang tidak cukup,

(2). Kehilangan daya dukung dari pondasi atau tanah dasar.

Gambar 2.11 Retak sudut (corner cracking) pada perkerasan jalan beton

(Sumber : Huang, Y.H. 1993. Pavement Analysis and Design. Prentice-Hall, Engelwood Cliffs, NJ.)

Retak diagonal (diagonal crack), yaitu retak yang tidak berhubungan dan

garis retakannya memotong slab (Suryawan, 2005). Penyebab terjadinya retak

diagonal (diagonal cracking), yaitu:

(1). Terjadinya penurunan badan jalan,

(2). Tebal slab yang tidak cukup,

(3). Terjadinya penyusutan dini selama perawatan beton yang berhubungan

dengan terlambatnya pemotongan kelebihan panjang atau pembuatan

sambungan melintang.

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

Gambar 2.12 Retak diagonal (diagonal cracking)

(Sumber : Huang, Y.H. 1993. Pavement Analysis and Design. Prentice-Hall, Engelwood Cliffs, NJ.)

Retak memanjang (longitudinal crack), yaitu retak yang tidak

berhubungan dan merambat ke arah memanjang slab (Suryawan, 2005). Retak ini

dimulai sebagai retak tunggal atau serangkaian retak yang mendekati sejajar.

Penyebab terjadinya retak memanjang (longitudinal cracking), antara lain:

(1). Perbedaan penurunan pada tanah dasar (sub grade),

(2). Sambungan memanjang terlalu dangkal,

(3). Slab beton yang tidak cukup tebal.

Gambar 2.13 Retak memanjang (longitudinal cracking)

(Sumber : Huang, Y.H. 1993. Pavement Analysis and Design. Prentice-Hall, Engelwood Cliffs, NJ.)

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

Retak tidak beraturan (meandering cracking), yaitu retak yang tidak

berhubungan, polanya tidak beraturan dan umumnya merupakan retak tunggal

(Aly, 1988). Kemungkinan penyebab terjadinya retak tidak beraturan (meandering

cracking), antara lain:

(1). Tebal slab yang tidak cukup dan pemotongan sambungan (sawing) yang

terlambat,

(2). Penyusutan dini akibat ketidak sempurnaan perawatan,

(3). Terjadinya pumping dan rocking,

(4). Terjadinya amblas.

Gambar 2.14 Retak tidak beraturan (meandering cracking)

(Sumber : Huang, Y.H. 1993. Pavement Analysis and Design. Prentice-Hall, Engelwood Cliffs, NJ.)

Retak melintang (transverse cracking), yaitu retak yang tidak berhubungan

dan retakannya merambat ke arah melintang jalan (Suryawan, 2005). Kemungkinan

penyebab terjadinya retak melintang, antara lain:

(1). Tebal slab beton yang tidak cukup dan penggergajian sambungan (sawing)

yang terlambat,

(2). Terjadinya pumping dan rocking.

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

Gambar 2.15 Retak melintang (transverse cracking)

2.5.3 Kerusakan Pengisi Sambungan (joint seal defects)

Kerusakan pengisi sambungan dapat menyebabkan masuknya bahan lain

ke dalam sambungan, sehingga dapat menghalangi pemuaian horisontal dari pelat

beton. Penyebab terjadinya kerusakan pengisi sambungan, antara lain:

(1). Pengausan dan pelapukan bahan pengisi (filler, sealant),

(2). Kualitas bahan pengisi yang rendah,

(3). Kurangnya kelekatan (adesi) bahan pengisi terhadap dinding sambungan,

(4). Terlalu banyak atau tidak cukup bahan pengisi di dalam sambungan.

Gambar 2.16 Kerusakan bahan pengisi sambungan

(Sumber : Huang, Y.H. 1993. Pavement Analysis and Design. Prentice-Hall, Engelwood Cliffs, NJ.)

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

2.5.4 Rompal/gompal (spalling)

Yaitu pecah yang umumnya terjadi pada bagian tepi permukaan slab,

sambungan, sudut atau retakan, kedalaman gompal bervariasi, hingga lebih dari

50 mm (Suryawan, 2005). Penyebab terjadinya gompal/rompal antara lain:

(1). Infiltrasi material yang tidak elastis ke dalam sambungan atau retakan,

(2). Pelemahan pada tepi sambungan,

(3). Korosi pada tulangan (tie bar dan dowel),

(4). Kesalahan pemasangan dowel,

(5). Mutu agregat campuran beton yang rendah.

Gambar 2.17 Kerusakan gompal/rompal (spalling)

(Sumber : Huang, Y.H. 1993. Pavement Analysis and Design. Prentice-Hall, Engelwood Cliffs, NJ.)

2.5.5 Kerusakan bagian tepi slab (edge drop-off)

Penurunan bagian tepi perkerasan adalah penurunan yang terjadi pada

bahu yang berdekatan dengan tepi slab (Suryawan, 2005). Kemungkinan penyebab

penurunan bagian tepi jalan, antara lain:

(1). Kesalahan pada saat pelaksanaan,

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

(2). Kesalahan geometrik,

(3). Drainase bahu jalan yang kurang baik,

(4). Material pada bahu jalan yang kurang baik.

Gambar 2.18 Penurunan bagian tepi perkerasan

(Sumber : Huang, Y.H. 1993. Pavement Analysis and Design. Prentice-Hall, Engelwood Cliffs, NJ.)

2.5.6 Kerusakan tekstur permukaan (surface texture defects)

Kerusakan tekstur permukaan adalah kerusakan atau keausan yang

berkaitan dengan kualitas beton sampai dengan kedalaman 20 mm dari permukaan

(Suryawan, 2005). Ada 2 macam kerusakan tekstur permukaan, yaitu pertama

keausan mortar yang diikuti lepasnya agregat (scaling), dan yang kedua tekstur

permukaan yang rendah kualitasnya baik mikro (polishing) maupun makro

(kedalaman tekstur). Kemungkinan penyebab ausnya mortar dan lepasnya agregat,

antara lain disebabkan oleh:

(1). Selama konstruksi, pekerjaan akhir (finishing) dikerjakan secara berlebihan,

(2). Kualitas agregatnya rendah,

(3). Perawatan slab beton selama pelaksanaan kurang sempurna,

(4). Kurangnya kadar semen pada lokasi yang rusak tersebut.

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

Gambar 2.19 Kerusakan Tekstur Permukaan

(Sumber : Huang, Y.H. 1993. Pavement Analysis and Design. Prentice-Hall, Engelwood Cliffs, NJ.)

2.5.7 Berlubang (pot hole)

Lubang adalah pelepasan mortar dan agregat pada bagian permukaan

perkerasan yang membentuk cekungan dengan kedalaman lebih dari 15 mm

(Suryawan, 2005). Pelepasan mortar dan agregat umumnya tidak memperlihatkan

pesahan-pecahan yang bersudut seperti pada gompal/rompal. Kedalaman lubang,

dapat berkembang dengan cepat dengan adanya air. Kemungkinan penyebab

terjadinya lubang, antara lain:

(1). Retak setempat,

(2). Penempatan dowel terlalu dekat ke permukaan perkerasan,

(3). Akibat kerusakan atau retakan yang tidak segera ditutup.

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

Gambar 2.20 Lubang (pot hole) pada perkerasan jalan beton

(Sumber : Huang, Y.H. 1993. Pavement Analysis and Design. Prentice-Hall, Engelwood Cliffs, NJ.)

2.5.8 Ketidak cukupan drainase permukaan perkerasan

Ketidak-cukupan drainase permukaan perkerasan, erat kaitannya dengan

rendahnya kekesatan. Hal ini disebabkan karena kehilangan gaya gesek (friction)

sebagai akibat adanya air di permukaan perkerasan ketika turun hujan. Ketidak-

cukupan drainase permukaan perkerasan, dapat dideteksi bila diamati di saat

sedang turun hujan. Kemungkinan penyebab adanya ketidak-cukupan drainase

permukaan perkerasan, antara lain:

(1). Alur (grooving) permukaan perkerasan sudah aus, atau dimensi alurnya

kurang memadai,

(2). Akibat kurang memadai superelevasi,

(3). Akibat terjadinya kerusakan amblas.

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

2.6 Jenis dan Metode Penanganan Pemeliharaan

Menurut Suryawan (2005:74), jenis penanganan pemeliharaan pada

perkerasan jalan beton dapat dikelompokkan kedalam pekerjaan Pemeliharaan

Perkerasan Kaku (PPK), antara lain:

PPK 1: Pengisian celah retak (crack filling).

PPK 2: Penutupan celah sambungan (joint sealing).

PPK 3: Tambahan/penambalan (patching).

PPK 4: Lapis perata (levelling).

PPK 5: Penyuntikan (grouting).

PPK 6: Pengaluran (grooving).

PPK 7: Pelapisan ulang tipis (surfacing).

PPK 8: Rekonstruksi setempat (partial recontruction).

PPK 9: Rekonstruksi

Metode penanganan pemeliharaan dan perbaikan untuk berbagai jenis

kerusakan pada perkerasan jalan beton, dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

Tabel 2.1 Metode pemeliharaan dan perbaikan pada perkerasan jalan beton

No

Jenis kerusakan

Pemeliharaan Perkerasan Kaku (PPK)

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1. Deformasi (deformation) a. Amblas (depression)

b. Patahan (faulting) c. Pumping

d. Rocking

- -

- -

-

- -

- -

-

- -

- -

-

- v

v -

-

- -

- v

v

- -

- -

-

- -

- -

-

- -

- -

-

- v

v v

v

2. Retak (cracking)

a. Blok (block crack) b. Sudut (corner crack)

c. Diagonal (diagonal crack) d. Memanjang (longitudinal)

f. Tidak beraturan

-

v v

v v

v

-

- -

- -

-

-

- -

- -

-

-

- -

- -

-

-

- -

- -

-

-

- -

- -

-

-

- -

- -

-

v v

v v

-

- -

- -

v

3. Kerusakan pengisi sambungan

(joint seal defects)

- v - - - - - - -

4. Gompal/rompal (spalling) - - v - - - v - -

5. Kerusakan bagian tepi slab (edge drop-off)

v - - v - - - - -

6. Kerusakan tekstur permukaan 1. Scalling

2. Polished aggregate

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

v

v

v

-

-

-

-

7. Lubang (pothole) - - v - - - - - -

8. Ketidak cukupan drainase permukaan

- - - - - v v - -

Sumber: Suryawan (2005).

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

2.7 Metode Penanganan Kerusakan

2.7.1 Deformasi

(a). Amblas (depression)

Bila amblas (depression) dibiarkan terus dan tidak dilakukan pemeliharaan

atau perbaikan, maka dapat menyebabkan kerusakan jalan beton seperti:

(1). Meluasnya daerah atau slab yang mengalami amblas,

(2). Berkurangnya kenyamanan dan keselamatan dalam berkendaraan.

Kedalaman amblas yang dipandang kritis adalah bila lebih dari 25 mm.

Cara mengatasi amblas dan penanganannya, antara lain:

(1). Untuk kedalaman amblas > 25 mm, dilakukan dengan penambalan

(patching), PPK 3.

(2). Untuk kedalaman amblas < 25 mm, dilakukan dengan lapis perata (leveling),

PPK 4.

(b). Patahan (faulting)

Bila patahan (faulting) dibiarkan terus dan tidak dilakukan pemeliharaan

atau perbaikan, dapat menyebabkan kerusakan jalan seperti:

(1). Meluasnya area patahan dan slab beton mengalami patahan,

(2). Terjadinya gompal/rompal (spalling),

(3). Berkurangnya kenyamanan dan keselamatan dalam berkendaraan.

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

Saran penanganannya, antara lain:

(1). Untuk perbedaan elevasi antar slab < 25 mm, dengan pemberian lapis perata

(levelling), PPK 4 dan pengisian celah retak (crack filling), PPK 1.

(2). Untuk perbedaan elevasi antar slab > 25 mm, dilakukan dengan penambahan

(patching), PPK 3.

(c). Pumping

Pumping dapat menyebabkan berkurangnya daya dukung lapis pondasi

maupun tanah dasar, karena timbulnya rongga di bawah slab (pada lapis pondasi).

Akibat lanjutan dari pumping bila dibiarkan terus dan tidak dilakukan

pemeliharaan perbaikan, antara lain:

(1). Akan terjadi rocking dan retak (cracking),

(2). Meluasnya area atau slab yang mengalami pumping,

(3). Berkurangnya kenyamanan dan keselamatan berkendaraan.

Upaya untuk mengatasinya, antara lain:

(1). Penutupan celah sambungan (joint sealing), PPK 2.

(2). Penyuntikan bahan pengisi dari semen (grouting), PPK 5.

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

(d). Rocking

Keberadaan rocking tidak dapat diamati secara visual, akan tetapi dapat

dirasakan bila kendaraan melintas di atas slab yang mengalami rocking. Akibat

lanjutan dari rocking bila dibiarkan terus dan tidak dilakukan pemeliharaan

perbaikan, antara lain:

(1). Terjadinya retak yang akan diikuti patahan (faulting) permanen,

(2). Meluasnya area slab yang mengalami rocking,

(3). Berkurangnya kenyamanan dan keselamatan berkendaraan.

Upaya untuk mengatasi terjadinya rocking, antara lain:

(1). Pengisian celah yang retak (crack filling), PPK 1.

(2). Penutupan celah sambungan (joint sealing), PPK 2.

(3). Penyuntikan bahan pengisi dari semen (grouting), PPK 5.

2.7.2 Retak (Cracking)

(a). Retak blok (block cracking)

Bila retak blok (block cracking) dibiarkan terus dan tidak dilakukan

pemeliharaan perbaikan, maka dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada

perkerasan jalan beton, seperti:

(1). Meluasnya area dan slab yang mengalami retak,

(2). Terjadinya patahan (faulting),

(3). Berkurangnya kenyamanan dan keselamatan berkendaraan.

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

Pola retak blok berkembang dari retak tunggal atau berbentuk terbuka menjadi

retak saling berhubungan sehingga membentuk jaringan tertutup.

Cara mengatasi terjadinya retak blok, antara lain:

(1). Untuk retak blok dengan lebar retak < 5 mm, penanganannya dengan

pengisian celah retak dengan aspal (crack filling), PPK 1.

(2). Untuk retak blok dengan lebar retak ≥ 5 mm, penanganannya dengan

rekonstruksi satu slab, PPK 9.

(b). Retak sudut (corner crack)

Apabila terjadi retak sudut (corner cracking) dan dibiarkan terus dan tidak

dilakukan pemeliharaan perbaikan, maka dapat menyebabkan terjadinya

kerusakan pada perkerasan jalan beton, seperti:

(1). Meluasnya area dan slab yang mengalami retak,

(2). Terjadinya patahan (faulting) atau gompal/rompal (spalling),

(3). Berkurangnya kenyamanan dan keselamatan berkendaraan.

Cara mengatasinya bila terjadi retak sudut:

(1). Untuk retak sudut tanpa terjadi pecah, penanganannya dengan pengisian

celah (crack filling), PPK 1.

(2). Untuk retak sudut yang disertai terjadinya pecah, penanganannya dengan

rekonstruksi parsial, PPK 8.

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

(c). Retak diagonal (diagonal crack)

Bila terjadi retak diagonal (diagonal cracking) dan dibiarkan terus dan

tidak dilakukan pemeliharaan perbaikan, maka dapat menyebabkan terjadinya

kerusakan pada perkerasan jalan beton, seperti:

(1). Meluasnya area dan slab yang mengalami retak,

(2). Terjadinya patahan (faulting) atau gompal/rompal (spalling),

(3). Berkurangnya kenyamanan dan keselamatan berkendaraan.

Cara mengatasinya, antara lain:

(1). Untuk lebar retak < 5 mm, penanganannya dengan pengisian celah retak

dengan aspal (crack filling), PPK 1.

(2). Untuk lebar retak ≥ 5 mm, penanganannya dengan rekonstruksi setempat

(partial reconstruction), PPK8.

(d). Retak memanjang (longitudinal crack)

Akibat lanjutan dari retak memanjang (longitudinal cracking) bila

dibiarkan dan tidak dilakukan pemeliharaan perbaikan, antara lain:

(1). Meluasnya area dan slab yang mengalami retak,

(2). Terjadinya patahan (faulting) atau gompal/rompal (spalling),

(3). Berkurangnya kenyamanan dan keselamatan berkendaraan.

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

Cara mengatasinya, antara lain:

(1). Untuk lebar retak < 5 mm, penanganannya dengan pengisian celah retak

dengan aspal (crack filling), PPK 1.

(2). Untuk lebar retak ≥ 5 mm, penanganannya dengan rekonstruksi setempat

(partial reconstruction), PPK 8.

(e). Retak tidak beraturan (meandering crack)

Akibat lanjutan dari retak tidak beraturan (meandering cracking) bila

dibiarkan terus dan tidak dilakukan pemeliharaan perbaikan, antara lain:

(1). Meluasnya area dan slab yang mengalami retak,

(2). Terjadinya patahan (faulting) atau gompal/rompal (spalling),

(3). Berkurangnya kenyamanan dan keselamatan berkendaraan.

Cara mengatasinya, antara lain:

(1). Untuk lebar retak < 5 mm, penanganannya dengan pengisian celah retak

dengan aspal (crack filling), PPK 1.

(2). Untuk lebar retak ≥ 5 mm, penanganannya dengan rekonstruksi satu slab,

PPK 9.

(f). Retak melintang (transverse crack)

Akibat lanjutan dari retak melintang (transverse cracking) bila dibiarkan

terus dan tidak dilakukan pemeliharaan perbaikan, antara lain:

(1). Meluasnya area dan slab beton yang mengalami retak,

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

(2). Terjadinya patahan (faulting) atau gompal/rompal (spalling),

(3). Berkurangnya kenyamanan dan keselamatan berkendaraan.

Cara mengatasinya, antara lain:

(1). Untuk lebar retak < 5 mm, penanganannya dengan pengisian celah retak

dengan aspal (crack filling), PPK 1.

(2). Untuk celah retak ≥ 5 mm, penanganannya dengan rekonstruksi setempat

(partial reconstruction), PPK 8.

2.7.3 Kerusakan Pengisi Sambungan

Akibat dari kerusakan pengisi sambungan, tegangan di dalam slab dapat

naik, sehingga dapat menyebabkan terjadinya retak-retak (cracks) maupun gompal

(spalling) pada pelat betonnya. Juga dengan rusaknya bahan pengisi sambungan,

akan mempermudah air permukaan untuk masuk ke bawah perkerasan, sehingga

dapat menimbulkan pumping.

Akibat lanjutan dari kerusakan bahan pengisi bila dibiarkan terus dan tidak

dilakukan pemeliharaan atau perbaikan, antara lain:

(1). Akan terjadi pumping dan rocking,

(2). Berkurangnya kenyamanan dan keselamatan berkendaraan,

(3). Meningkatkan kebisingan.

Cara mengatsinya, antara lain dengan melakukan penggantian bahan

pengisi (joint sealing), PPK 2.

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

2.7.4 Gompal/rompal (spalling)

Akibat lanjutan dari kerusakan gompal/rompal bila dibiarkan dan tidak

dilakukan pemeliharaan atau perbaikan, antara lain:

(1). Meluasnya area atau slab yang mengalami gompal/rompal,

(2). Berkurangnya kenyamanan dalam berkendara,

(3). Dapat menimbulkan kerusakan yang lebih parah.

Cara mengatasinya, antara lain:

(1). Untuk kedalaman spalling > 50 mm, penanganannya dengan penambalan

(patching), PPK 3.

(2). Untuk kedalaman spalling < 50 mm, penanganannya dengan pelapisan ulang

tipis (surfacing), PPK 7.

2.7.5 Penurunan Bagian Tepi Perkerasan (edge drop-off)

Akibat lanjutan dari penurunan bagian tepi jalan bila dibiarkan dan tidak

dilakukan pemeliharaan atau perbaikan, antara lain:

(1). Masuknya air permukaan ke bawah perkerasan,

(2). Dapat menimbulkan kerusakan yang lebih parah (spalling),

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi penurunan bagian tepi

perkerasan, antara lain:

(1). Untuk penurunan ≤ 15 mm, dengan pengisian celah sambungan/retak, PPK 1.

(2). Untuk penurunan > 15 mm, dengan perataan (levelling), PPK 4.

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

2.7.6 Kerusakan Tekstur Permukaan (surface texture defliciencies)

(a). Kerusakan akibat ausnya mortar dan lepasnya agregat (scaling)

Akibat lanjutan dari ausnya mortar dan lepasnya agregat bila dibiarkan

terus dan tidak dilakukan pemeliharaan atau perbaikan, antara lain:

(1). Meluasnya area atau slab yang mengalami scaling,

(2). Berkurangnya kenyamanan dan keselamatan berkendaraan.

Untuk mengatasinya, antara lain dengan melakukan pelapisan ulang tipis

(white topping atau black topping), PPK 7.

(b). Keausan agregat (polished aggregate)

Kekesatan yang rendah adalah kerusakan yang diakibatkan rendahnya

tekstur mikro atau makro. Umumnya, rendahnya tekstur mikro disebabkan oleh

ausnya (polishing) agregat kasar pada permukaan beton atau akibat penggunaan

agregat bulat dan licin. Penurunan tekstur makro terjadi karena pengausan mortar

beton pada perkerasan. Kekesatan yang rendah, meskipun kadang-kadang dapat

dikenali, akan tetapi tidak dapat diukur secara visual. Kemungkinan penyebab

lepasnya mortar dan agregat, antara lain:

(1). Menggunakan agregat yang secara alami licin,

(2). Terjadi tumpahan bahan/material yang licin,misalnya minyak,

(3). Terdapat sisa larutan perawatan pada tekstur mikro,

(4). Penyelesaian akhir (finishing) yang berlebihan, menyebabkan naiknya air

semen ke permukaan slab,

(5). Kualitas mortar pada permukaan perkerasan yang kurang baik.

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

Akibat lanjutan dari keausan agregat bila dibiarkan terus dan tidak

dilakukan pemeliharaan atau perbaikan, antara lain:

(1). Meluasnya area atau slab yang mengalami kerusakan,

(2). Membahayakan pengguna jalan.

Saran penanganannya, antara lain:

(1). Pembuatan alur (grooving), PPK 8.

(2). Pelapisan ulang tipis (white topping atau black topping), PPK 7.

2.7.7 Lubang (pothole)

Akibat lanjutan dari adanya lubang bila dibiarkan dan tidak dilakukan

pemeliharaan atau perbaikan, antara lain:

(1). Meluasnya ukuran lubang,

(2). Berkurangnya kenyamanan dan membahayakan keselamatan berkendara.

Upaya untuk mengatasi terjadinya lubang pada perkerasan jalan beton,

antara lain dengan melakukan penambalan (patching), PPK 3.

2.7.8 Ketidak-cukupan Drainase Permukaan Perkerasan (surface drainage)

Bila kondisi drainase permukaan perkerasan tidak mencukupi kemudian

dibiarkan dan tidak dilakukan pemeliharaan atau perbaikan, maka dapat

membahayakan keselamatan pengguna jalan terutama di waktu hujan turun.

Cara mengatasinya, antara lain:

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

(1). Pembuatan alur (grooving), PPK 8.

(2). Pelapisan ulang tipis (white topping atau black topping), PPK 7.

2.8 Metode Pengerjaan Pelapisan Tambah pada Perkerasan Kaku Beton

Overlay perlu dilakukan , bila terdapat rongga udara di bawah slab atau

besarnya rata-rata lendutan di daerah retakan > 0.7 mm, agar dilakukan

penyumbatan atau pembongkaran setempat sebelum dilakukan overlay, Tebal

taksiran overlay untuk pelapisan dengan pemisah pada jalan kecil (road) sekitar

75-100 mm, untuk jalan raya (highway) sekitar 100-125 mm, dan untuk jalan raya

besar (inter-state highway) atau lapangan terbang sekitar 125-200 mm. Sedangkan

tebal taksiran untuk pelapisan langsung pada jalan kecil (road) 50-75 mm, untuk

jalan raya (highway) sekitar 75-100 mm, dan untuk untuk jalan raya besar (inter-

state highway) atau lapangan terbang sekitar 100-150 mm.

Untuk menentukan perlu dilakukan overlay atau tidak maka harus dilihat

ratio keretakan pada perkerasan lama seperti pada gambar

(Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah,Tata Cara Pmeliharaan Perkerasan

kaku (rigid pavement), 1992)

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

Gambar 2.21 Overlay pada perkerasan beton kaku

(Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah,Tata Cara Pmeliharaan Perkerasan kaku ( rigid pavement),

1992)

a. Pekerjaan Persiapan

Hal yang perlu diperhatikan pada permukaan perkerasan yang ada sebelum

dilakukan pelapisan tambah pada perkerasan beton adalah :

Lubang, genangan air, kotoran dan benda-benda asing lainnya

Pamping atau rembesan air pada sambungan

Rongga dapat ditutup dengan menggunakan campuran aspal atau bahan lain yang

sesuai.

Pada daerah dimana terjadi kerusakan perkerasan yang cukup parah pada

perkerasan atau tanah dasar, harus dilakukan pembongkaran dan diganti dengan

material untuk mendapatkan kondisi pondasi permukaan yang memenuhi

persyaratan. Sebelum dilakukan pekerajaan lapis tambah maka persyaratan

permukaan harus dilaksanakan antara lain :

Sebelum penghamparan beton semen, kemiringan permukaan harus

dibentuk sesuai dengan kemiringan pada potongan melintang yang

ditentukan pada gambar rencana dengan toleransi tinggi permukaan

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

maksimum 2 cm. Penyimpangan kerataan permukaan tidak boleh lebih besar

1 cm, bila diukur dengan mistar pengukur (straight edge) sepanjang 3 m.

Permukaan perkerasana agar dijaga tetap rata dan padat sampai pondasi atau

beton semen dihamparkan.

b. Pekerjaan Pelaksanaan

Apabila pelapisan yang diperlukan cukup tebal, naikkan terlebih dahulu

perlengkapan jalan lainnya seperti kereb, saluran tepi dan lain-lain.

Lakukan cara ini bersama-sama dengan metoda penggantian parsial atau

dengan injeksi pada beton yang mengalami kerusakan cukup berat.

Isi sambungan-sambungan dan retak-retak, kerusakan pelandaian-pelandaian

(taper) yang lebih dari 3 cm, perbaiki pelepasan-pelepasan butir dengan

kedalaman lebih dari 3 cm, ketidakrataan memanjang dan kerusakan-

kerusakan sudut.

Sebelum penyemprotan tack coat, sapu slab-slab beton dan bersihkan

kotoran-kotoran, lumpur dan lain-lain, jika mempergunakan aspal emulsi

semprotkan setipis mungkin.

Mutu perkerasan harus sama dengan lapis permukaan perkerasan lama.

(Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah,Tata Cara Pemeliharaan Perkerasan kaku ( rigid pavement),

1992)

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

BAB III

METODE ANALISA

3.1 Perencanaan Lapis Tambah dengan Metode Bina Marga 2002

Pelapisan tambahan dilakukan apabila kondisi perkerasan jalan yang ada

sudah dianggap tidak memenuhi standar pelayanan yang diharapkan, baik itu

sebelum ataupun setelah mencapai target umur rencana. Data-data yang diperlukan

pada pelapisan tambahan ini secara umum sama dengan data-data yang diperlukan

untuk perencanaan jalan baru, namun perlu juga dilakukan survey terhadap

kondisi perkerasan jalan yang telah ada sebelumnya, seperti susunan material per-

kerasan, tebal masing-masing lapis perkerasan dan penilaian terhadap kondisi

lapis pennukaan, lapis pondasi atas maupun lapis pondasi bawah, sehingga dapat

diketahui kekuatan perkerasan jalan yang telah ada. Dengan pemberian lapis

tambahan ini, diharapkan tingkat pelayanan jalan dapat ditingkatkan kembali

untuk memenuhi syarat standar pelayanan yang direncanakan. Lapis tambahan ini

terkadang menjadi sangat penting dikarenakan beberapa sebab, diantaranya :

o Angka pertumbuhan lalu lintas yang sulit diprediksi secara pasti.

o Beban kendaraan yang melebihi batas normal.

o Faktor pelaksanaan di lapangan.

o Kondisi alam yang berbeda-beda di tiap daerah.

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

3.1.1 Pelapisan Tambah Perkerasan Beton Semen di atas Perkerasan Beton

Semen

Jenis pelapisan tambah perkerasan beton semen di atas perkerasan beton semen,

antara lain :

a. Pelapisan Tambah dengan Lapis Pemisah (Unbonded)

Tebal lapis tambahan dihitung berdasarkan rumus berikut:

).( 22osf TCTT −= ...........................................................................................(3.1)

dimana :

Tf = Tebal lapis tambahan

T = Tebal perlu berdasarkan beban rencana dan daya dukung tanah dasar dan

lapis pondasi bawah dari jalan lama sesuai dengan cara yang telah diuraikan.

To = Tebal pelat lama (yang ada)

Cs = Koefisien yang menyatakan kondisi pelat lama yang nilainya sebagai

berikut :

Cs = 1 untuk kondisi struktur perkerasan lama yang masih baik

Cs = 0.75 untuk kondisi perkerasan lama, yang baru mengalami

retak awal pada sudut-sudut sambungan

Cs = 0.35 untuk kondisi perkerasan lama yang secara struktur

telah rusak.

Tebal minimum lapis tambahan dengan lapis pemisah sebesar 150 mm.

Lapis pemisah dimaksudkan untuk mencegah refleksi penyebaran retak

perkerasan lama ke lapis tambahan, yang biasanya terbuat dari beton aspal dengan

ketebalan minimum 3 cm.

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

b. Pelapisan Tambah Langsung (bonded)

Tebal lapis tambah dihitung berdasarkan rumus berikut:

).(4.1 4.10

4.1 TCTT sr −= ......................................................................................(3.2)

dimana :

Tf = Tebal lapis tambahan

T = Tebal perlu berdasarkan beban rencana dan daya dukung tanah dasar dan

atau lapis pondasi bawah dari jalan lama sesuai prosedur yang telah

diuraikan

To = Tebal pelat lama (yang ada)

Cs = Faktor yang menyatakan keadaan struktural perkerasan lama, yang besarnya

antara 0,75-1.

Tebal minimum lapis tambahan ini sebesar 130 mm. Letak sambungan

pada lapis tambahan harus sama dengan letak sambungan pada perkerasan

lama. Jenis sambungan dan penulangan pada lapis tambahan tidak harus sama

dengan jenis sambungan dan penulangan pada perkerasan lama. Perkerasan lama

yang mengalami retak awal (Cs = 0,75) dapat diberi lapisan tambahan langsung

bila kerusakannya dapat diperbaiki.

3.1.2 Persyaratan Teknis

a. Tanah Dasar

Daya dukung tanah dasar ditentukan dengan pengujian CBR insitu sesuai

dengan SNI 03-1731-1989 atau CBR laboratorium sesuai dengan SNI 03-1744-

1989, masing-masing untuk perencanaan tebal perkerasan lama dan perkerasan

jalan baru. Apabila tanah dasar mempunyai nilai CBR lebih kecil dari 2 %, maka

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

harus dipasang pondasi bawah yang terbuat dari beton kurus (Lean-Mix Concrete)

setebal 15 cm yang dianggap mempunyai nilai CBR tanah dasar efektif 5 %.

b. Pondasi bawah

Bahan pondasi bawah dapat berupa :

o Bahan berbutir.

o Stabilisasi atau dengan beton kurus giling padat (Lean Rolled Concrete)

o Campuran beton kurus (Lean-Mix Concrete).

Lapis pondasi bawah perlu diperlebar sampai 60 cm diluar tepi perkerasan

beton semen. Untuk tanah ekspansif perlu pertimbangan khusus perihal jenis dan

penentuan lebar lapisan pondasi dengan memperhitungkan tegangan

pengembangan yang mungkin timbul. Pemasangan lapis pondasi dengan lebar

sampai ke tepi luar lebar jalan merupakan satah satu cara untuk mereduksi prilaku

tanah ekspansif. Tebal lapisan pondasi minimum 10 cm yang paling sedikit

mempunyai mutu sesuai dengan SNI No. 03-6388-2000 dan SNI 03-1743-1989. Bila

direncanakan perkerasan beton semen bersambung tanpa ruji, pondasi bawah harus

menggunakan campuran beton kurus (CBK). Tebal lapis pondasi bawah minimum

yang disarankan dapat dilihat pada gambar 3.1 dan CBR tanah dasar efektif didapat

dari gambar 3.2.

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

Gambar 3.1 Tebal pondasi bawah minimum untuk perkerasan beton semen

(Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2002)

Gambar 3.2 CBR tanah dasar efektif dan tebal pondasi bawah

(Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2002)

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

• Pondasi Bawah Material Berbutir

Material berbutir tanpa pengikat harus memenuhi persyaratan sesuai dengan

SNI-03-6388- 2000. Persyaratan dan gradasi pondasi bawah harus sesuai

dengan kelas B. Sebelum pekerjaan dimulai, bahan pondasi bawah harus

diuji gradasinya dan harus memenuhi spesifikasi bahan untuk pondasi bawah,

dengan penyimpangan ijin 3% - 5%. Ketebalan minimum lapis por.dasi bawah

untuk tanah dasar dengan CBR minimum 5% adalah 15 cm. Derajat kepadatan

lapis pondasi bawah minimum 100 %, sesuai dengan SNI 03-1743-1989.

• Pondasi Bawah dengan Bahan Pengikat (BoundSub-base)

Pondasi bawah dengan bahan pengikat (BP) dapat digunakan salah satu dari:

- Stabilisasi material berbutir dengan kadar bahan pengikat yang sesuai dengan

hasil perencanaan, untuk menjamin kekuatan campuran dan ketahanan

terhadap erosi. Jenis bahan pengikat dapat meliputi semen, kapur, serta abu

terbang dan/atau slag yang dihaluskan.

- Campuran beraspal bergradasi rapat (dense-graded asphalt).

- Campuran beton kurus giling padat yang harus mempunyai kuat tekan

karakteristik pada umur 28 hari minimum 5,5 MPa (55 kg/cm2).

• Pondasi bawah dengan campuran beton kurus (Lean-Mix Concrete)

Campuran Beton Kurus (CBK) harus mempunyai kuat tekan beton

karakteristik pada umur 28 hari minimum 5 MPa (50 kg/cm2) tanpa

menggunakan abu terbang, atau 7 MPa (70 kg/cm2) bila menggunakan abu

terbang, dengan tebal minimum 10 cm.

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

c. Lapis Pemecah Ikatan Pondasi Bawah dan Pelat

Perencanaan ini didasarkan bahwa antara pelat dengan pondasi bawah

tidak ada ikatan. Jenis pemecah ikatan dan koefisien geseknya dapat dilihat pada

Tabel 3.1.

(Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2002)

Tabel 3.1 Nilai koefisien gesekan (n)

No. Lapis Pemecah Ikatan Koefisien

1 Lapis resap ikat aspal di atas permukaan pondasi bawah

1,0

2 Laburan parafin tipis pemecah ikat 1.5

3 Karet campuran (A chlorinated rubber curing compound) 2,0

(Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2002)

d. Beton Semen

Kekuatan beton harus dinyatakan dalam nilai kuat tarik lentur (flexural,

strength) umur 28 hari, yang didapat dari hasil pengujian balok dengan

pembebanan tiga titik (ASTM C-78) yang besamya secara tipikal sekitar 3-5 MPa

(30-50 kg/cm2). Kuat tarik lentur beton yang diperkuat dengan bahan serat penguat

seperti serat baja, aramit atau serat karbon, harus mencapai kuat tarik lentur 5-5,5

MPa (50-55 kg/cm2). Kekuatan rencana harus dinyatakan dengan kuat tarik lentur

karakteristik yang dibulatkan hingga 0,25 MPa (2,5 kg/cm2) terdekat. Hubungan

antara kuat tekan karakteristik dengan kuat tarik-lentur beton dapat didekati

dengan rumus berikut:

50.0' ).( ccf fKf = dalam MPa atau ..................................................................... .(3.3)

50.0' ).(13.3 ccf fKf = dalam kg/cm2 ................................................................... .(3.4)

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

dimana :

fc' = Kuat tekan beton karakteristik 28 hari (kg/cm2)

fcf = Kuat tarik lentur beton 28 hari (kg/cm2)

K = Konstanta, 0,7 untuk agregat tidak dipecah dan 0,75 untuk agregat pecah.

Kuat tarik lentur dapat juga ditentukan dari hasil uji kuat tarik belah beton yang

dilakukan menurut SNI 03-2491-1991 sebagai berikut:

cscf ff .37.1= dalam MPa atau...................................................(3.5a)

cscf ff .44.13= dalam kg/cm2......................................................(3.5b)

Dengan pengertian :

fcs : kuat tarik belah beton 28 hari

(Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2002)

Beton dapat diperkuat dengan serat baja (steel-fibre) untuk meningkatkan kuat

tarik lenturnya dan mengendalikan retak pada pelat khususnya untuk bentuk tidak

lazim. Serat baja dapat digunakan pada campuran beton, untuk jalan tol, putaran, dan

perhentian bus. Panjang serat baja antara 15 mm dan 50 mm yang bagian ujungnya

melebar sebagai angker atau sekrup penguat untuk meningkatkan ikatan. Secara

tipikal serat dengan panjang antara 15 dan 50 mm dapat ditambahkan ke dalam

adukan beton, masing-masing sebanyak 75 dan 45 kg/m3. Semen yang akan

digunakan untuk pekerjaan beton harus dipilih dan sesuai dengan lingkungan

dimana perkerasan akan dilaksanakan.

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

3.1.3 Lalu-lintas

Penentuan beban lalu-lintas rencana untuk perkerasan beton semen,

dinyatakan dalam jumlah sumbu kendaraan niaga (commercial vehicle), sesuai

dengan konfigurasi sumbu pada lajur rencana selama umur rencana. Lalu-lintas harus

dianalisis berdasarkan hasil perhitungan volume lalu-lintas dan konfigurasi sumbu,

menggunakan data terakhir atau data 2 tahun terakhir. Kendaraan yang ditinjau

untuk perencanaan perkerasan beton semen adalah yang mempunyai berat total

minimum 5 ton. Konfigurasi sumbu untuk perencanaan terdiri atas 4 jenis kelompok

sumbu sebagai berikut:

- Sumbu tunggal roda tunggal (STRT).

- Sumbu tunggal roda ganda (STRG).

- Sumbu tandem roda ganda (STdRG).

- Sumbu tridem roda ganda (STrRG).

a. Lajur Rencana dan Koefisien Distribusi

Lajur rencana merupakan salah satu lajur lalu lintas dari suatu ruas jalan

raya yang menampung lalu-lintas kendaraan niaga terbesar. Jika jalan tidak

memiliki tanda batas lajur, maka jumlah lajur dan koefsien distribusi (C) kendaraan

niaga dapat ditentukan dari lebar perkerasan sesuai Tabel 3.2. (Sumber : Departemen Pemukiman

dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2002)

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

Tabel 3.2 Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan dan koefisien distribusi (C)

kendaraan niaga pada lajur rencana

Lebar perkerasan (Lp) Jumlah lajur (n,) Koefisien distribusi

1 Arah 2 Arah

Lp < 5,50 m

5,50 m < Lp < 8,25 m

8,25 m<Lp< 11,25 m

11,23 m<Lp< 15,00 m

15,00 m<Lp< 18,75 m

18,75 m<LD< 22,00 m

1 lajur

2 lajur

3 lajur

4 lajur

5 lajur

6 lajur

1

0,7

0

0,5

0

-

1

0,50

0,475

0,45

0.425

0,40

(Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2002)

b. Pertumbuhan Lalu-lintas

Volume lalu-lintas akan bertambah sesuai dengan umur rencana atau sampai

tahap di mana kapasitas jalan dicapai, faktor pertumbuhan lalu-lintas dapat

ditentukan berdasarkan rumus sebagai berikut :

1)1(−

+=

iiR

UR

........................................................................................... (3.6)

dimana:

R = Faktor pertumbuhan lalu lintas

i = Laju pertumbuhan Lalu lintas per tahun dalam %.

UR = Umur rencana (tahun)

Faktor pertumbuhan lalu-lintas (R) dapat juga ditentukan berdasarkan Tabel 3.3

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

Tabel 3.3 Faktor pertumbuhan lalu-lintas ( R)

Umur Rencana (Tahun)

Laju Pertumbuhan (i) per tahun (%) 0 2 4 6 8 10

5

5 5,2 5,4 5,6 5,9 6,1

10 10 10,9 12 13,2 14,5 15,9 15 15 17,3 20 23,3 27,2 31,8 20 20 24,3 29,8 36,8 45,8 57,3 25 25 32 41,6 54,9 73,1 98,3 30 30 40,6 56,1 79,1 113,3 164,5 35 35 50 73,7 111,4 172,3 271 40 40 60,4 95 154,8 259,1 442,6

(Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2002)

Apabila setelah waktu tertentu (URm tahun) pertumbuhan lalu-lintas tidak terjadi

lagi, maka R dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :

[ ]1)1()()1(−+−+

+= URm

UR

iURmURiiR ……………………………(3.7)

dimana :

R = Faktor pertumbuhan lalu lintas

i = Laju pertumbuhan lalu lintas per tahun dalam %.

URm = Waktu tertentu dalam tahun, sebelum UR selesai.

(Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2002)

c. Lalu-lintas Rencana

Lalu-lintas rencana adalah jumlah kumulatif sumbu kendaraan niaga pada

Iajur rencana selama umur rencana, meliputi proporsi sumbu serta distribusi

beban pada setiap jenis sumbu kendaraan. Beban pada suatu jenis sumbu secara

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

tipikal dikelompokkan dalam interval 10 kN (1 ton) bila diambil dari survai beban.

Jumlah sumbu kendaraan niaga selama umur rencana dihitung dengan rumus berikut:

JSKN =JSKNHx365xRxC ............................................. (3.8)

Dengan pengertian :

JSKN = Jumlah total sumbu kendaraan niaga selama umur rencana.

JSKNH = Jumlah total sumbu kendaraan niaga per hari pada saat jalan dibuka.

R = Faktor pertumbuhan kumulatif dari Rumus (3.6) atau Tabel 3.3 atau

Rumus (3.7), yang besarnya tergantung dari pertumbuhan lalu lintas

tahunan dan umur rencana.

C = Koefisien distribusi kendaraan.

(Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2002)

d. Faktor Keamanan Beban

Pada penentuan beban rencana, beban sumbu dikalikan dengan faktor

keamanan beban (FKB) Faktor keamanan beban ini digunakan berkaitan adanya

berbagai tingkat realibilitas perencanaan seperti terlihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Faktor keamanan beban (FKB)

No. Penggunaan Nilai FKB

1 Jalan bebas hambatan utama (major freeway) dan jalan berlajur banyak, yang aliran lalu lintasnya tidak terhambat serta volume kendaraan niaga yang tinggi. Bila menggunakan data lalu-lintas dari hasil survai beban (weight-in-motion) dan adanya kemungkinan route alternatif, maka nilai faktor keamanan beban dapat dikurangi menjadi 1,15.

1,2

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

2 Jalan bebas hambatan (freeway) dan jalan arteri dengan volume kendaraan niaga menengah.

1,1

3 Jalan dengan volume kendaraan niaga rendah. 1,0

(Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan Jalan Beton

3.1.4 Perencanaan Tebal Pelat

Tebal pelat taksiran dipilih dan total fatik serta kerusakan erosi dihitung

berdasarkan komposisi lalu-lintas selama umur rencana. Jika kerusakan fatik atau

erosi lebih dari 100%, maka tebal taksiran dinaikkan dan proses perencanaan

diulangi. Tebal rencana adalah tebal taksiran yang paling kecil yang mempunyai

total fatik dan atau total kerusakan erosi lebih kecil atau sama dengan 100%, langkah-

langkah perencanaan tebal pelat diperlihatkan pada tabel 3.1

Tabel 3.5 Langkah-langkah perencanaan tebal perkerasan beton semen

Langkah Uraian Kegiatan

1 Pilih jenis perkerasan beton semen, bersambung tanpa ruji, bersambung dengan ruji, atau menerus dengan tulangan.

2 Tentukan apakah menggunakan bahu beton atau bukan.

3 Tentukan jenis dan tebal pondasi bawah berdasarkan nilai CBR rencana dan perkirakan jumlah sumbu kendaraan niaga selama umur rencana sesuai dengan gambar 3.1.

4 Tentukan CBR efektif bedasarkan nilai CBR rencana dan pondasi bawah yang dipilih sesuai gambar 3.2.

5 Pilih kuat tarik lentur atau kuat tekan beton pada umur 28 hari (fcf).

6 Pilih faktor keamanan beban lalu lintas (FKB).

7 Taksir tebal pelat beton (taksiran awal dengan tebal tertentu berdasarkan pengalaman atau menggunakan contoh yang tersedia atau dapat menggunakan grafik lampiran.

8 Tentukan tegangan ekivalen (TE) dan faktor erosi (FE) untuk STRT.

9 Tentukan faktor rasio tegangan (FRT) dengan membagi tegangan ekivalen (TE) oleh kuat tarik-lentur (fcf).

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

10 Untuk setiap rentang beban kelompok sumbu tersebut, tentukan beban per roda dan kalikan dengan faktor keamanan beban (Fkb) untuk menentukan beban rencana per roda. Jika beban rencana per roda ≥ 65 kN (6,5 ton), anggap dan gunakan nilai tersebut sebagai batas tertinggi pada Gambar 3.3 sampai Gambar 3.5.

11 Dengan faktor rasio tegangan (FRT) dan beban rencana, tentukan jumlah repetisi ijin untuk fatik, yang dimulai dari beban roda tertinggi dari jenis sumbu STRT tersebut.

12 Hitung persentase dari repetisi fatik yang direncanakan terhadap jumlah repetisi ijin.

13 Dengan menggunakan faktor erosi (FE), tentukan jumlah repetisi ijin untuk erosi, dari gambar 3.4 atau 3.5.

14 Hitung persentase dari repetisi erosi yang direncanakan terhadap jumlah repetisi ijin.

15 Ulangi langkah 11 sampai dengan 14 untuk setiap beban per roda pada sumbu tersebut sampai jumlah repetisi beban ijin yang terbaca pada gambar 3.3 dan gambar 3.4 atau gambar 3.5 yang masing-masing mencapai 10 juta dan 100 juta repetisi.

16 Hitung jumlah total fatik dengan menjumlahkan persentase fatik dari setiap beban roda pada STRT tersebut. Dengan cara yang sama hitung jumlah total erosi dari setiap beban roda pada STRT tersebut.

17 Ulangi langkah 8 sampai dengan langkah 16 untuk setiap jenis kelompok sumbu lainnya.

18 Hitung jumlah total kerusakan akibat fatik dan jumlah total kerusakan akibat erosi untuk seluruh jenis kelompok sumbu.

19 Ulangi langkah 7 sampai dengan langkah 18 hingga diperoleh ketebalan tertipis yang menghasilkan total kerusakan akibat fatik dan atau erosi ≤ 100%. Tebal tersebut sebagai tebal perkerasan beton semen yang direncanakan.

(Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2002)

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

Gambar 3.3 Analisis fatik dan beban repetisi ijin berdasarkan rasio tegangan,

dengan /tanpa bahu beton (Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2002)

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

Gambar 3.4 Analisis erosi dan jumlah repetisi beban ijin, berdasarkan faktor erosi,

tanpa bahu beton (Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2002)

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

Gambar 3.5 Analisis erosi dan jumlah repetisi beban berdasarkan faktor erosi, dengan bahu beton

(Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2002)

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

Tabel 3.6 Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi untuk Perkerasan dengan bahu beton

(Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, 2002)

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

3. 2 Perencanaan Lapis Tambah dengan Metode AASHTO 1993 Salah satu metode perencanaan untuk tebal perkerasan jalan yang sering

digunakan adalah metode AASHTO’93. Metode ini sudah dipakai secara umum di

seluruh dunia untuk perencanaan serta di adopsi sebagai standar perencanaan di

berbagai negara. Metode AASHTO’93 ini pada dasarnya adalah metode perencanaan

yang didasarkan pada metode empiris. Parameter yang dibutuhkan pada perencanaan

dengan menggunakan metode ini antara lain adalah :

a. Structural Number

Structural Number (SN) merupakan fungsi dari ketebalan lapisan, koefisien

relatif lapisan (layer coefficients), dan koefisien drainase (drainage coefficients).

b. Lalu Lintas

Prosedur perencanaan untuk parameter lalu lintas didasarkan pada kumulatif

beban sumbu standar ekivalen (Cumulative Equivalent Standard Axle, CESA).

Perhitungan untuk CESA ini didasarkan pada konversi lalu lintas yang lewat

terhadap beban sumbu standar 8.16 kN dan mempertimbangkan umur rencana,

volume lalu lintas, faktor distribusi lajur, serta faktor bangkitan lalu lintas (growth

factor).

c. Reliability

Konsep reliability untuk perencanaan perkerasan didasarkan pada beberapa

ketidaktentuan (uncertainties) dalam proses perencaaan untuk meyakinkan

alternatif-alternatif berbagai perencanaan. Tingkatan reliability yang digunakan

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

tergantung pada volume lalu lintas, klasifikasi jalan yang akan direncanakan maupun

ekspetasi dari pengguna jalan. Reliability didefinisikan sebagai kemungkinan bahwa

tingkat pelayanan dapat tercapai pada tingkatan tertentu dari sisi pandangan para

pengguna jalan sepanjang umur yang direncanakan. Hal ini memberikan implikasi

bahwa repetisi beban yang direncanakan dapat tercapai hingga mencapai tingkatan

pelayanan tertentu. Pengaplikasian dari konsep reliability ini diberikan juga dalam

parameter standar deviasi yang mempresentasikan kondisi-kondisi lokal dari ruas

jalan yang direncanakan serta tipe perkerasan, baik itu perkerasan lentur maupun

perkerasan kaku. Secara garis besar pengaplikasian dari konsep reliability adalah

sebagai berikut:

- Urban atau jalan antar kota (rural).

- Tentukan tingkat reliability yang dibutuhkan dengan menggunakan tabel

yang ada pada metode perencanaan AASHTO’93. Semakin tinggi tingkat

reliability yang dipilih, maka akan semakin tebal lapisan perkerasan yang

dibutuhkan.

- Satu nilai standar deviasi (So) harus dipilih. Nilai ini mewakili dari kondisi-

kondisi lokal yang ada. Berdasarkan data dari jalan percobaan AASHTO

ditentukan nilai So sebesar 0.25 untuk rigid dan 0.35 untuk flexible pavement.

d. Faktor Lingkungan

Persamaan-persamaan yang digunakan untuk perencanaan AASHTO

didasarkan atas hasil pengujian dan pengamatan pada jalan percobaan selama lebih

kurang 2 tahun. Pengaruh jangka panjang dari temperatur dan kelembaban pada

penurunan serviceability belum dipertimbangkan. Satu hal yang menarik dari faktor

lingkungan ini adalah pengaruh dari kondisi swell dan frost heave dipertimbangkan,

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

maka penurunan serviceability diperhitungkan selama masa analisis yang kemudian

berpengaruh pada umur rencana perkerasan. Penurunan serviceability akibat

roadbed swelling tergantung juga pada konstanta swell, probabilitas swell, dll.

Metoda dan tata cara perhitungan penurunan serviceability ini dimuat pada metode

AASHTO’93.

(Sumber : AASHTO, 1993. Guide for Design of Pavement Structures. American Association of State Highway and

Transportation Officials, Washington, DC)

e. Serviceability

Serviceability merupakan tingkat pelayanan yang diberikan oleh sistem

perkerasan yang kemudian dirasakan oleh pengguna jalan. Untuk serviceability ini

parameter utama yang dipertimbangkan adalah nilai Present Serviceability Index

(PSI). Nilai serviceability ini merupakan nilai yang menjadi penentu tingkat

pelayanan fungsional dari suatu sistem perkerasan jalan. Secara numerik

serviceability ini merupakan fungsi dari beberapa parameter antara lain

ketidakrataan, jumlah lobang, luas tambalan, dan lain-lain. Nilai serviceability ini

diberikan dalam beberapa tingkatan antara lain :

- Untuk perkerasan yang baru dibuka (open traffic) nilai serviceability ini diberikan

sebesar 4,0 – 4,2. Nilai ini dalam terminologi perkerasan diberikan sebagai nilai

initial serviceability (Po).

- Untuk perkerasan yang harus dilakukan perbaikan pelayanannya, nilai

serviceability ini diberikan sebesar 2,0. Nilai ini dalam terminologi

perkerasan diberikan sebagai nilai terminal serviceability (Pt).

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

- Untuk perkerasan yang sudah rusak dan tidak bisa dilewati, maka nilai serviceability

ini akan diberikan sebesar 1,5. Nilai ini diberikan dalam terminologi failure

serviceability (Pf).

(Sumber : AASHTO, 1993. Guide for Design of Pavement Structures. American Association of State Highway and

Transportation Officials, Washington, DC)

3.2.1 Perhitungan Beban Lalu lintas

Analisa struktur dan perencanaan dari perkerasan memerlukan pengetahuan :

- Besarnya sumbu beban kenderaan pada perencanaan lalu lintas

- Berapa kali jumlah masing-masing kenderaan ini akan dipakai pada

perencanaan jalur selama umur perkerasan.

Dua bentuk pengamatan lapangan diperlukan untuk memperoleh informasi

dari jenis jalan yang sama dalam daerah yang sama. Survey jumlah lalu lintas

harus dilaksanakan untuk menentukan jumlah kenderaan dari jenis-jenis

kenderaan yang kemudian dikelompokkan berdasarkan ukuran dan konfigurasi

sumbu, seperti mobil-mobil, bus-bus, truk-truk, dan jenis-jenis dari truk-truk

tersebut. Tabel 3.7 menunjukkan sistem pengelompokkan yang umum dari

kenderaan yang digunakan. Bentuk lain dari pengamatan adalah untuk mengukur

sumbu atau beban roda dari tiap jenis kenderaan, sehingga data dapat

dikumpulkan dari dua bentuk pengamatan tersebut untuk menghitung jumlah

repetisi (pengulangan) dari jenis sumbu (contoh, oleh sumbu tunggal, sumbu

ganda, dan sumbu tiga dan lain-lain), seperti yang diperlihatkan pada table 3.8.

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

Tabel 3.7 Jenis kenderaan dan jumlah sumbu

Jenis Kenderaan Konfigurasi Sumbu Total Jumlah sumbu

Jumlah Sumbu

Tunggal, Ganda

dan Tandem

Kenderaan penumpang kecil 2 2S

Kenderaan penumpang besar

2 2S

Satu unit truk dengan 2 sumbu 2 2S

Satu unit bus dengan 2 sumbu

2 2S

Kenderaan penumpang dengan trailer satu sumbu 3 3S

Satu unit truk dengan 3 sumbu 3 1S-1D

Satu unit truk kontainer dengan 3 sumbu

3 3S

Kenderaan penumpang dengan trailer dua sumbu

4 4S

Satu unit truk dengan 4 sumbu

4 2S-1D

Satu unit truk kontainer dengan 4 sumbu 4 2S-1D

Satu unit truk kontainer dengan 5 sumbu 5 1S-2D

Dua unit truk dengan 5 sumbu

5 5S

Dua unit truk dengan 6 sumbu

6 4S-1D

Dua unit truk dengan 7 sumbu

7 3S-2D

Dua unit truk gandeng dengan 8 sumbu

8 1S-2D-1T

Dua unit truk gandeng dengan 9 sumbu

9 1S-1D-2T

Dua unit truk gandeng dengan 11 sumbu

11 1S-5D

Tiga unit truk gandeng dengan 12 sumbu

12 1S-1D-3T

Tiga unit truk gandeng dengan 12 sumbu

12 1S-1D-3T

(Sumber : Highway engineering Handbooks, manuals 2006, etc. I. Fwa, T. F. Taylor & Francis Group, LLC)

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

Tabel 3.8 Jumlah repetisi dan beban sumbu kenderaan

Beban sumbu Jumlah repetisi/hari

Beban sumbu

Jumlah repetisi/hari

Beban sumbu

Jumlah repetisi/hari

(kips) (kips) (kips) Kurang dari 3 1438 9-11 2093 25-27 588

3-5 3391 11-13 1867 27-29 515

5-7 3432 13-15 1298 29-31 496

7-9 6649 15-17 1465 31-33 448

9-11 9821 17-19 1743 33-35 225

11-13 2083 19-21 1870 35-37 372

13-15 946 21-23 2674 37-39 474

15-17 886 23-25 2879 39-41 529

17-19 472 25-27 2359 41-43 684

19-21 299 27-29 2104 43-45 769

21-23 98 29-31 1994 45-47 653

31-33 1779 47-49 527

33-35 862 49-51 421

35-37 659 51-53 363

37-39 395 53-55 298

39-41 46 55-57 125

57-59 84

59-61 67

61-63 46

63-65 423

65-67 282

67-69 16

69-71 12

71-73

73-75

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

Beban sumbu

Axle Load

Tebal plat , D (inches)

(kips)

6 7 8 9 10 11 12 13 14

(a) Sumbu tunggal dari 2.5

2 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002 0.0002

4 0.003 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002

6 0.012 0.011 0.010 0.010 0.010 0.010 0.010 0.010 0.010

8 0.039 0.035 0.033 0.032 0.032 0.032 0.032 0.032 0.032

10 0.097 0.089 0.084 0.082 0.081 0.080 0.080 0.080 0.080

12 0.203 0.189 0.181 0.176 0.175 0.174 0.174 0.173 0.173

14 0.376 0.360 0.347 0.341 0.338 0.337 0.336 0.336 0.336

16 0.634 0.623 0.610 0.604 0.601 0.599 0.599 0.599 0.598

18 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00

20 1.51 1.52 1.55 1.57 1.58 1.58 1.59 1.59 1.59

22 2.21 2.20 2.28 2.34 2.38 2.40 2.41 2.41 2.41

24 3.16 3.10 3.22 3.36 3.45 3.50 3.53 3.54 3.55

26 4.41 4.26 4.42 4.67 4.85 4.95 5.01 5.04 5.05

28 6.05 5.76 5.92 6.29 6.61 6.81 6.92 6.98 7.01

30 8.16 7.67 7.79 8.28 8.79 9.14 9.35 9.46 9.52

32 10.8 10.1 10.1 10.7 11.4 12.0 12.3 12.6 12.7

34 14.1 13.0 12.9 13.6 14.6 15.4 16.0 16.4 16.5

36 18.2 16.7 16.4 17.1 18.3 19.5 20.4 21.0 21.3

38 23.1 21.1 20.6 21.3 22.7 24.3 25.6 26.4 27.0

40 29.1 26.5 25.7 26.3 27.9 29.9 31.6 32.9 33.7

42 36.2 32.9 31.7 32.2 34.0 36.3 38.7 40.4 41.6

44 44.6 40.4 38.8 39.2 41.0 43.8 46.7 49.1 50.8

46 54.5 49.3 47.1 47.3 49.2 52.3 55.9 59.0 61.4

48 66.1 59.7 56.9 56.8 58.7 62.1 66.3 70.3 73.4

50 79.4 71.7 68.2 67.8 69.6 73.3 78.1 83.0 87.1

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

(b) Tandem Axles and p t of 2.5

2 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001

4 0.0006 0.0006 0.0005 0.0005 0.0005 0.0005 0.0005 0.0005 0.0005

6 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002

8 0.007 0.006 0.006 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005

10 0.015 0.014 0.013 0.013 0.012 0.012 0.012 0.012 0.012

12 0.031 0.28 0.026 0.026 0.025 0.025 0.025 0.025 0.025

14 0.057 0.052 0.049 0.048 0.047 0.047 0.047 0.047 0.047

16 0.097 0.089 0.084 0.082 0.081 0.081 0.080 0.080 0.080

18 0.155 0.143 0.136 0.133 0.132 0.131 0.131 0.131 0.131

20 0.234 0.220 0.211 0.206 0.204 0.203 0.203 0.203 0.203

22 0.340 0.325 0.313 0.308 0.305 0.304 0.303 0.303 0.303

24 0.475 0.462 0.450 0.444 0.441 0.440 0.439 0.439 0.439

26 0.644 0.637 0.627 0.622 0.620 0.619 0.618 0.618 0.618

28 0.855 0.854 0.852 0.850 0.850 0.850 0.849 0.849 0.849

30 1.11 1.12 1.13 1.14 1.14 1.14 1.14 1.14 1.14

32 1.43 1.44 1.47 1.49 1.50 1.51 1.51 1.51 1.51

34 1.82 1.82 1.87 1.92 1.95 1.96 1.97 1.97 1.97

36 2.29 2.27 2.35 2.43 2.48 2.51 2.52 2.52 2.53

38 2.85 2.80 2.91 3.03 3.12 3.16 3.18 3.20 3.20

40 3.52 3.42 3.55 3.74 3.87 3.94 3.98 4.00 4.01

42 4.32 4.16 4.30 4.55 4.74 4.86 4.91 4.95 4.96

44 5.26 5.01 5.16 5.48 5.75 5.92 6.01 6.06 6.09

46 6.36 6.01 6.14 6.53 6.90 7.14 7.28 7.36 7.40

48 7.64 7.16 7.27 7.73 8.21 8.55 8.75 8.86 8.92

50 9.11 8.50 8.55 9.07 9.68 10.14 10.42 10.58 10.66

52 10.8 10.0 10.0 10.6 11.3 11.9 12.3 12.5 12.7

54 12.8 11.8 11.7 12.3 13.2 13.9 14.5 14.8 14.9

72 13.0 12.0 11.8 12.4 13.3 14.1 14.7 15.0 15.2

74 14.6 13.5 13.2 13.8 14.8 15.8 16.5 16.9 17.1

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

76 16.5 15.1 14.8 15.4 16.5 17.6 18.4 18.9 19.2

78 18.5 16.9 16.5 17.1 18.2 19.5 20.5 21.1 21.5

80 20.6 18.8 18.3 18.9 20.2 21.6 22.7 23.5 24.0

82 23.0 21.0 20.3 20.9 22.2 23.8 25.2 26.1 26.7

84 25.6 23.3 22.5 23.1 24.5 26.2 27.8 28.9 29.6

86 28.4 25.8 24.9 25.4 26.9 28.8 30.5 31.9 32.8

88 31.5 28.6 27.5 27.9 29.4 31.5 33.5 35.1 36.1

90 34.8 31.5 30.3 30.7 32.5 34.4 36.7 38.5 39.8

(Sumber : Highway engineering Handbooks, manuals 2006, etc. I. Fwa, T. F. Taylor & Francis Group, LLC)

Tabel 3.9 Beban rencana akibat fatik dan erosi

Axle Load (kips)

Design Load (kips)

Design n Fatigue Erosion

N1 (n/N1) N2 (n/N2)

52T 62.4T 3,100 800,000 0.004 800,000 0.004

50T 60.0T 32,000 2,000,000 0.016 1,000,000 0.030

48T 57.6T 32,000 10,000,000 0.0032 1,200,000 0.027

46T 55.2T 48,000 unlimited 0 1,700,000 0.028

44T 52.8T 158,000 unlimited 0 2,000,000 0.079

42T 50.4T 172,000 unlimited 0 2,800,000 0.061

40T 48.0T 250,000 unlimited 0 3,500,000 0.071

30S 36.0T 3,100 25,000 0.124 1,700,000 0.002

28S 33.6T 3,100 70,000 0.044 2,200,000 0.001

26S 31.2T 9,300 200,000 0.045 3,000,000 0.002

24S 28.8T 545,000 800,000 0.682 5,000,000 0.033

22S 26.4T 545,000 1,000,000 0.064 9,000,000 0.071

Total 0.982 0.41

(Sumber : Highway engineering Handbooks, manuals 2006, etc. I. Fwa, T. F. Taylor & Francis Group, LLC)

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

3.2.2 Pelapisan Tambah Langsung (Bonded)

Berdasarkan AASHTO 1993 untuk pelapisan ini dapat dituliskan

persamaan sebagai berikut :

)( effTOV DDAD −= ........................................................................................(3.9)

dimana :

OVD = Tebal lapisan tambah perkerasan

TD = Tebal perkerasan yang diperlukan jika perkerasan baru dibangun pada

subgrade lama

effD = Tebal efektif dari perkerasan induk

3.2.2.1 Menentukan nilai TD

Dalam menentukan karakteristik perkerasan yang ada seperti modulus

dinamik reaksi subgrade (k), modulus elastis beton perkerasan (Ec) diperoleh dari

langkah sebagai berikut :

Dari deflektometer diperoleh defleksi permukaan 0D , 12D , 24D dan 36D pada

0, 12, 24 dan 36 inchi (0, 305, 610 dan 915 mm) dari pusat beban

Menghitung parameter AREA sebagai berikut :

)2221(60

36

0

24

0

12

DD

DD

DDAREA +++= .............................................................(3.10)

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

Gambar 3.6 Grafik hubungan k dan Do

(Sumber : AASHTO, 1993. Guide for Design of Pavement Structures. American Association of State Highway andTransportation

Officials, Washington, DC)

Gambar 3.7 Grafik hubungan k dan EcD3

(Sumber : AASHTO, 1993. Guide for Design of Pavement Structures. American Association of State Highway andTransportation

Officials, Washington, DC)

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

Masukkan parameter AREA kedalam gambar 3.3 sehingga di dapat harga efektif

dinamis k, yang kemudian dari gambar 3.4 di dapat juga nilai 3DEc , dikarenakan

tebal D sudah diketahui maka harga cE dapat dihitung.

3.2.2.2 Menentukan nilai effD

Dua metode yang di usulkan pada AASHTO design guide untuk menentukan

tebal effektif yaitu dengan Condition Survey Method dan Remaining Life Method.

a. Condition Survey Method (Metode Survei Keadaan)

Berdasarkan kondisi yang ada tebal effektif dapat dihitung dengan :

fatdurjceff FFFD = …………………..........................................................................(3.11)

_ Menentukan Fjc

Jumlah titik dan retak yang tidak dapat diperbaiki per mil

Fjc (bernilai1.00 untuk daerah yang rusak)

Gambar 3.8 Nilai Fjc

(Sumber : AASHTO, 1993. Guide for Design of Pavement Structures. American Association of State Highway

andTransportation Officials, Washington, DC)

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

• Menentukan nilai Fdur

1.00 Jika tidak ada masalah durabilitas retak

0.96-0.99 Sedikit retak tetapi tidak palling exists

0.88-0.95 Sedikit retak cracking dan beberapa serpihan terjadi

0.80-0.88 Retak banyak dan cracking dan banyak serpihan terjadi

• Menentukan nilai Ffat

0.97-1.00 Jika sangat sedikit terjadi retak melintang

0.94-0.96 Jika agak banyak terjadi retak melintang

0.90-0.93 Jika sangat banyak terjadi retak melintang

b. Remaining Life Method (Metode Umur Sisa)

Berdasarkan persentase umur sisa yang ada pada perkerasan, tebal effektif dapat

dihitung dengan :

DCD Feff = ………………………………………………………………………(3.12)

dimana D adalah tebal dari plat induk dan FC faktor kondisi yang ditentukan dari

gambar 3.9, untuk menentukan factor FC , umur sisa dari perkerasan induk dapat

dihitung dengan persamaan :

−=

5.1

1100NN

RL p ……………………………………………………………...…(3.13)

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

dimana :

RL = Persentase umur sisa

pN = Total ESALs (Equivalent Single Axle Loads) pada saat peninjauan.

5.1N = Total ESALs terhadap “kegagalan” perkerasan pada PSI = 1.

5.1N dapat ditentukan dari nomogram AASHTO seperti gambar 3.7.

Gambar 3.9 Grafik hubungan kondisi faktor CF dan persentase umur sisa (Sumber : AASHTO, 1993. Guide for Design of Pavement Structures. American Association of State Highway andTransportation

Officials, Washington, DC)

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

Gambar 3.10 Nomogram hubungan antara k dan nilai ESALs untuk menentukan nilai 5.1N

(Sumber : AASHTO, 1993. Guide for Design of Pavement Structures. American Association of State Highway andTransportation

Officials, Washington, DC)

3.2.3 Pelapisan Tambah dengan Pemisah (Unbonded)

Berdasarkan AASHTO 1993 untuk pelapisan ini dapat dituliskan persamaan

sebagai berikut :

222 )()()( effTOL DDD −= ...............................................................................................(3.14)

Wahid Ahmad : Perencanaan Pelapisan Tambah Pada Perkerasan Kaku Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Aashto (Study Literatur), 2009.

dimana :

OLD = Tebal lapis tambah perkerasan

TD = Tebal perkerasan yang diperlukan jika perkerasan baru dibangun pada

subgrade lama

effD = Tebal efektif dari perkerasan induk

3.2.3.1 Menentukan nilai TD

Dalam menentukan karakteristik perkerasan yang ada seperti modulus dinamik

reaksi subgrade (k), modulus elastis beton perkerasan (Ec), perhitungan dilakukan sama

dengan pada kondisi perkerasan terikat (bonded).

3.2.3.2 Menentukan nilai effD

effD dari perkerasan yang ada dapat diperkirakan baik dengan Survey Method atau

Remaining Life Method. Untuk perhitungan Remaining Life Method (metode umur sisa)

sama dengan pada kondisi perkerasan terikat (bonded), sedangkan untuk Survey Method

(Metode Survei) hanya faktor retak jcuF dimasukkan ke persamaan sebagai berikut :

DFD jcueff = ................................................................................................................(3.15)

jcuF diperoleh dengan menentukan jumlah retak dan titik melintang per mil,

jcN dibaca dari grafik. Grafik dapat diperkirakan dengan 2 garis lurus, satu

menghubungkan titik )1,0( == jcujc FN dan )97.0,30( == jcujc FN dan yang lain

menghubungkan titik )97.0,30( == jcujc FN dan )90.0,200( == jcujc FN

3.2.4 Prosedur Untuk Menentukan Tebal Perkerasan (DT) pada Perkerasan

Kaku berdasarkaan AASHTO 1993

TD = Tebal plat perkerasan yang diperlukan jika perkerasan baru dibangun pada

subgrade lama.

a. Pada Plat Beton

1. Tentukan tebal plat sekarang (existing)

2. Tentukan modulus retak (modulus of rupture) berkisar 600-800 psi

cfMR ′= 6.0 (MR dan f’c dalam MPa)

cfMR ′= 5.7 (MR dan f’c dalam lb/in2) ........................................(3.16)

3. Type bahu = terikat atau tidak

4. Tentukan modulus Elastis beton (3 juta- 8 juta psi)

cc fE ′= 4730 (Ec dan f’c dalam MPa)

cc fE ′= 000.457 (Ec dan f’c dalam lb/in2) ...................................(3.17)

5. Menentukan faktor transfer beban, (3.2 – 4.0 untuk perkerasan beton

bertulang bersambung dan, 2 - 2.6 untuk perkerasan beton bertulang

menerus).

Tabel 3.10 Faktor transfer beban

Bahu Aspal Perkerasan kaku terikat Transfer beban Ya Tidak Ya Tidak Jenis Perkerasan Bersambung 3.2 3.8-4.4 2.5-3.1 3.6-4.2 Menerus 2.9-3.2 - 2.3-2.9 - (Sumber : AASHTO, 1993. Guide for Design of Pavement Structures. American Association of State Highway

andTransportation Officials, Washington, DC)

b. Pada Jalan Raya

1. Menentukan Equivalent Single Axle Load (ESAL) pada waktu

perencanaan.

Rumus Beban Sumbu Tunggal Ekivalen (ESAL) :

[ ] 28.32/

/62.4

2

218

181810

10xG

G

xx

sx LLLLL

WW x

++

= β

β

..................................................(3.18)

=xW sumbu yang digunakan

=18W jumlah 18.000 lbs atau 80 kN dari beban sumbu tunggal.

=xL sumbu beban yang dihitung.

=18L 18 (standard sumbu beban)

=xL2 tanda untuk konfigurasi sumbu :

1 = satu sumbu

2 = dua sumbu

3 = tiga sumbu

x = faktor ekivalen beban sumbu

Fungsi dari rasio kehilangan pada tingkat layan terhadap waktu, untuk

kehilangan potensial pada waktu t diambil tp

−−

=5.15.4

5.4log tp

G ..............................................................................(3.19)

=tp indeks tingkat layan

20.5

52.32

46.82

.)1().(63.300.1

++

+=x

xx

LDLLb ..........................................................(3.20)

=D tebal plat beton (inchi)

2. Menentukan harga (k) efektif dinamis untuk tumpuan.

Gambar 3.11 Grafik nilai k

(Sumber : AASHTO, 1993. Guide for Design of Pavement Structures. American Association of State Highway

andTransportation Officials, Washington, DC)

Tentukan harga k efektif statis = harga k efektif dinamis / 2 (sekitar 50-

500 psi/inchi).

3. Tumpuan dan pembuangan (drainase).

Koefisien sub drainase (Cd = 1.0 untuk kondisi sub drainase buruk)

Tabel 3.11 Faktor koefisien Cd

Kualitas

Drainase

Persen dari waktu perkerasan pada tingkat kelembaban

Lebih kecil 1% 1-5% 5-25% Lebih besar 25%

Sangat baik 1.25-1.20 1.20-1.15 1.15-1.10 1.10

Baik 1.20-1.15 1.15-1.10 1.10-1.00 1.00

Sedang 1.15-1.10 1.10-1.00 1.00-0.90 0.90

Buruk 1.10-1.00 1.00-0.90 0.90-0.80 0.80

Sangat Buruk 1.00-0.90 0.90-0.80 0.80-0.70 0.70

(Sumber : AASHTO, 1993. Guide for Design of Pavement Structures. American Association of State Highway

andTransportation Officials, Washington, DC)

4. Kehilangan Tingkat Layan.

Kehilangan tingkat layan (ΔPSI) menyatakan nilai daya layan suatu

perkerasan disaat ini yang diberikan kedalam beberapa tingkatan index

seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, berikut ini gambar konsep

perkerasan yang menggunakan persen serviceability index.

Gambar 3.12 Konsep perkerasan yang menggunakan PSI

5. Tingkat Keandalan (Reliability).

- Tentukan tingkat keandalan R (80-99 persen)

- Standard deviasi secara keseluruhan So sekitar 0.40

Tabel 3.12 Standard deviasi

Persen Keandalan

(Reliability)

Standard Deviasi Normal, ZR

50 -0.000

60 -0.253

70 -0.524

75 -0.674

80 -0.841

85 -1.037

90 -1.282

91 -1.340

92 -1.405

93 -1.476

94 -1.555

95 -1.647

96 -1.751

97 -1.881

98 -2.054

99 -2.327

99.9 -3.090

99.99 -3.750 (Sumber : AASHTO, 1993. Guide for Design of Pavement Structures. American Association of State Highway

andTransportation Officials, Washington, DC)

Menentukan Tebal perkerasan dengan rumus :

..............................(3.21)

Atau dengan nomogram

Gambar 3.13 Nomogram Tebal Perkerasan

(Sumber : AASHTO, 1993. Guide for Design of Pavement Structures. American Association of State Highway

andTransportation Officials, Washington, DC)

3.3 Perbedaan Metode Bina Marga dan AASHTO

Ada beberapa perbedaan yang perlu dicermati pada perencanaan dan

pelapisan tambah pada perkerasan beton didalam menggunakan kedua metode

tersebut, Metode Bina Marga 2002 mengadopsi dari peraturan AUSTROADS

Pavement Design ”A Guide to the Structural Design of Pavements (1992)”

dimana peraturan ini menggunakan konsep pembatasan regangan vertikal pada

subgrade yaitu prosedur perencanaan perkerasan beton semen didasarkan atas dua

model kerusakan yaitu : retak fatik (lelah) tarik lentur pada pelat, dan erosi pada

pondasi bawah atau tanah dasar yang diakibatkan oleh lendutan berulang pada

sambungan dan tempat retak yang direncanakan. Sedangkan Metode AASHTO

1993 mengadopsi dari konsep ”The Corps of Engineer’s concept” dimana

menggunakan konsep mechanistic empirical dengan memperhitungkan tegangan,

regangan dan deformasi pada pelat beton secara empirik berdasarkan statistik.

Ada beberapa perbedaan di antara kedua metode ini, diantaranya :

a. Lalu lintas rencana

Dalam menentukan beban lalu-lintas rencana untuk perkerasan beton

semen berdasarkan Metode Bina Marga 2002, dinyatakan dalam jumlah

sumbu kendaraan niaga (commercial vehicle), sesuai dengan konfigurasi

sumbu pada lajur rencana selama umur rencana. Lalu-lintas harus

dianalisis berdasarkan hasil perhitungan volume lalu-lintas dan konfigurasi

sumbu menggunakan data terakhir atau data 2 tahun terakhir, kendaraan

yang ditinjau untuk perencanaan perkerasan beton semen adalah yang

mempunyai berat total minimum 5 ton. Sedangkan pada Metode AASHTO

1993 lalu lintas rencana berdasarkan Jumlah kumulatif ekivalen 80 kN (18

kip) beban As tunggal pada jalur lalu lintas rencana selama umur rencana.

b. Penentuan beban rencana

Pada penentuan beban rencana untuk Metode Bina Marga 2002, beban

sumbu untuk memperoleh jumlah total sumbu kendaraan niaga selama

umur rencana hanya dikalikan faktor keamanan beban (Fkb), sedangkan

pada AASHTO 1993 untuk perhitungan lalu lintas rencana jumlah

kumulatif ekivalen 80 kN (18 kip) beban As tunggal pada jalur lalu lintas

rencana selama umur rencana dimasukkan juga faktor keandalan (R),

Standard deviasi keseluruhan (So), dan kehilangan daya layan rencana

(∆PSI).

c. Struktur bawah (substructure)

Pada struktur bawah untuk perkerasan kaku berdasarkan Metode Bina

Marga 2002 hanya memperhitungkan CBR tanah dasar dan Modulus

efektif reaksi struktur bawah (k). Sedangkan pada AASHTO 1993

koefisien drainase (Cd), modulus resilien dari lapisan struktur bawah untuk

variasi musim (sebagai contoh akibat salju) dan kehilangan potensial

tumpuan dari pelat beton turut diperhitungkan.

d. Pelat beton

Pada pelat beton untuk perkerasan kaku berdasarkan peraturan Bina Marga

2002 ditentukan oleh mutu dari pelat beton (dengan ruji ataupun tanpa

ruji), jenis penulangan, tebal pelat, kuat tarik beton yang ditentukan setelah

28 hari dengan tes lentur. Sedangkan pada AASHTO 1993 ditentukan oleh

mutu beton atau Modulus Elastisitas beton (Ec), tegangan tarik rata-rata

beton yang ditentukan setelah 28 hari dengan tes lentur (S’c), koefisien

transfer beban titik (J), jenis perkerasan kaku yang digunakan, jenis

sambungan konstruksi (apakah dengan ruji atau tidak), jenis penulangan,

tebal pelat, serta modulus reaksi strutur bawah (substructure).

e. Tebal efektif

Pada penentuan tebal efektif pelat lama berdasarkan Metode Bina Marga

2002 hanya dikalikan dengan suatu koefisien yang menyatakan kondisi

pelat lama yang nilainya (Cs), dimana nilai Cs dapat diambil sebagai

berikut:

Cs = 1, kondisi struktur perkerasan lama masih baik

Cs = 0,75, kondisi perkerasan lama, baru mengalami retak awal

pada sudut-sudut sambungan

Cs = 0,35, kondisi perkerasan lama secara struktur telah rusak

Sedangkan pada AASHTO 1993 turut diperhitungkan juga pengaruh

banyaknya titik retak (Fjc), pengaruh durabilitas (Fdur), dan pengaruh fatik

(ffa)

BAB IV

APLIKASI

4.1 Contoh Perhitungan Dengan Metode Bina Marga 2002

Diketahui data parameter rencana sebagai berikut :

Kuat tarik lentur (fcf) : 4.0 MPa

Bahu jalan : Ya (Beton)

Ruji (Dowel) : Ya

Faktor keamanan beban : 1,1

Tebal pelat beton lama (T0) : 15 cm

Hasil pemeriksaan pelat bearing (k) : 14 kg/cm2

CBR : 50%

Data lalu lintas harian rata-rata :

Mobil Penumpang = 1640 buah/hari

Bus = 300 buah/hari

Truk 2As kecil = 650 buah/hari

Truk 2As besar = 780 buah/hari

Truk 3As = 300 buah/hari

Truk Gandeng = 10 buah/hari

Pertumbuhan lalu lintas (i) : 5% pertahun

Umur Rencana (UR) : 20 tahun

Direncanakan perkerasan beton semen untuk jalan 2 lajur 1 arah untuk Jalan

Arteri.

Diminta : Tentukan tebal lapis perkerasan dan tebal lapis tambah perkerasan

beton di atas beton semen dengan lapis pemisah dan tambah langsung

berdasarkan Peraturan Bina Marga 2002.

Penyelesaian :

4.1.1 Perhitungan Tebal Pelat a. Analisis Lalu lintas Tabel 4.1 Perhitungan Jumlah Sumbu Berdasarkan Jenis dan Bebannya.

Jenis Kendaraan Konfigurasi beban sumbu (ton)

Jlh. Kend (bh).

Jml. Sumbu Per Kend

(bh).

Jml. Sumbu keseluruhan

(bh)

STRT STRG STdRG

RD RB RGD RGB BS (ton)

JS (bh)

BS (ton)

JS (bh)

BS (hb)

JS (bh)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) MP 1 1 - - 1640 - - - Bus 3 5 - - 300 2 600 3 300 5 300 - -

Truk 2as Kecil 2 4 - - 650 2 1300 2 4 1300 - - - - Truk 2as Besar 5 8 - - 780 2 1560 5 780 8 780 - -

Truk 3 as Tandem 6 14 - - 300 2 600 6 300 - - 14 300 Truk Gandeng. 6 14 5 5 10 4 40 6 5 5 30 - - 14 10

Total 4100 2710 1080 310 RD = Roda depan, RB = Roda belakang, RGD = Roda ganda depan, RGB = Roda ganda belakang, BS = Beban sumbu, JS = Jumlah sumbu STRT = Sumbu tunggal roda tunggal, STRG = Sumbu tunggal roda ganda, STdRG = Sumbu tandem roda ganda.

Jumlah sumbu kendaraan niaga (JSKN) selama umur rencana 20 tahun :

JSKN = 365 x JSKNH x R (R diambil dari tabel 3.3atau dengan rumus 3.6)

1)1(−

+=

iiR

UR

= 33,07 JSKN = 365 x 4100 x 33,07 = 4,95 x 107 JSKN rencana = 0,7 x 4,95 x 107 = 3,46 x 107

b. Perhitungan repitisi sumbu yang terjadi

Tabel 4.2 Perhitungan repetisi sumbu rencana

Jenis Sumbu

Beban Sumbu (ton)

Jumlah Sumbu

Proporsi Beban

Proporsi Sumbu

Lalu-lintas Rencana

Repetsi yang terjadi

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)=(4)x(5) x(6)

STRT 6 300 0,11 0,66 3,46 x 107 2,53 x 106 5 780 0,29 0,66 3,46 x 107 6,58 x 106 4 650 0,24 0,66 3,46 x 107 5,49 x 106 3 330 0,12 0,66 3,46 x 107 2,78 x 106 2 650 0,24 0,66 3,46 x 107 5,49 x 106

Total 2710 1,0 STRG 8 780 0,7 0,26 3,46 x 107 6,58 x 106

5 300 0,3 0,26 3,46 x 107 2,53 x 106 Total 1080 1,0

STdRG 14 310 1,0 0,08 3,46 x 107 2,62 x 106 Total 310 1,00

Total 3,46 x 107

Tabel 4.3 Analisa fatik dan erosi

Jenis Sumbu

Beban Sumbu (kN)

Beban Rencana Per roda

(kN)

Repetisi yang terjadi

Faktor Tegangan dan Erosi

Analisa fatik Analisa Erosi Repetisi ijin

Persen Rusak (%)

Repetisi ijin

Persen Rusak (%)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)=(4)*100 /(6)

(8) (9)=(4)*100 /(8)

STRT 60 33,00 2,53E+06 1,13 (TE) TT 0 TT 0 50 27,50 6,58E+06 0,29(FRT) TT 0 TT 0 40 22,00 5,49E+06 1.98 (FE) TT 0 TT 0 30 16,50 2,78E+06 TT 0 TT 0 20 11,00 5,49E+06 TT 0 TT 0 TT TT

STRG 80 22,00 6,58E+06 1,60 (TE) TT 0 TT 0 50 13,75 2,53E+06 0,40 (FRT) TT 0 TT 0 2,53 (FE)

STdRG 140 19,25 2,62E+06 1,36 (TE) TT 0 TT 0 3.34 (FRT) 2,53 (FE)

Total 0 <100% 0 <100% Keterangan : TE = tegangan ekivalen; FRT = faktor rasio tegangan; FE = faktor erosi; TT = tidak terbatas

Dari Tabel 3.6 diambil tebal pelat beton efektif 16 cm (T = 16 cm), karena dari

perhitungan di atas prosentase kerusakan akibat fatik dan erosi lebih kecil dari

100%.

4.1.2 Menentukan Tebal Lapis Tambah Langsung

a) Untuk kondisi perkerasan lama yang mengalami retak awal (C = 0.75)

).(4.1 4.10

4.1 TCTT sr −=

)15.75,016(4.1 4.14.1 −=rT

cmTr 0075,7= (ambil Tr = 7 cm)

b) Untuk kondisi perkerasan lama yang mengalami rusak struktur (C = 0.35)

).(4.1 4.10

4.1 TCTT sr −=

)15.35,016(4.1 4.14.1 −=rT

cmTr 15.12= (ambil Tr = 12 cm)

4.1.3 Menentukan Tebal Lapis Tambah dengan Pemisah

a) Untuk kondisi perkerasan lama yang mengalami retak awal (C = 0.75)

).( 22osr TCTT −=

)15.75,016( 22 −=rT

cmTr 34,9= (ambil Tr = 10 cm)

b) Untuk kondisi perkerasan lama yang mengalami rusak struktur (C = 0.35)

).( 22osr TCTT −=

)15.35,016( 22 −=rT

cmTr 31,13= (ambil Tr = 14 cm)

4.2 Contoh Perhitungan Dengan Metode AASHTO 1993

Diketahui data parameter rencana sebagai berikut :

CBR Tanah dasar : 4%

Kuat tarik lentur (fcf) : 4.0 Mpa = 580 lb/in2

Bahu jalan : Ya (Beton)

Ruji (Dowel) : Ya

Data lalu lintas harian rata-rata :

Mobil Penumpang = 1640 buah/hari

Bus = 300 buah/hari

Truk 2As kecil = 650 buah/hari

Truk 2As besar = 780 buah/hari

Truk 3As = 300 buah/hari

Truk Gandeng = 10 buah/hari

Pertumbuhan lalu lintas (i) : 5% pertahun

Umur Rencana (UR) : 20 tahun

Faktor lalu lintas rencana : 0,7

Direncanakan perkerasan beton semen untuk jalan 2 lajur 1 arah untuk Jalan

Arteri.

Diminta : Tentukan tebal lapis perkerasan dan tebal lapis tambah perkerasan

beton di atas beton semen dengan lapis pemisah dan tambah langsung

berdasarkan Peraturan AASHTO 1993.

Penyelesaian :

4.2.1 Perhitungan Tebal Pelat a. Analisis Lalu lintas Fd = 100% (persentase truk dalam perencanaan untuk 2 lajur 1 arah)

Gjt = ((1+i)UR-1)/I = 33,07

ESALi = fd x Gjt x 365 x Ni x FEi

Tabel 4.4 Perhitungan nilai ESAL berdasarkan jenis kendaraan

Jenis Kendaraan Jumlah sumbu

Konfigurasi beban sumbu (ton)

Konfigurasi beban sumbu (kip)

N(i) RD RB RGD RGB RD RB RGD RGB (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) MP 2 1 1 - - 2,25 2,25 - - Bus 2 3 5 - - 6,74 11,24 - -

Truk 2as Kecil 2 2 4 - - 4,50 8,99 - - Truk 2as Besar 2 5 8 - - 11,24 17,99 - -

Truk 3 as Tandem 2 6 14 - - 13,49 31,47 - - Truk Gandeng. 4 6 14 5 5 13,49 31,47 11,24 11,24

RD = Roda depan, RB = Roda belakang, RGD = Roda gandeng depan, RGB = Roda gandeng belakang.

Jenis Kendaraan Lalu lintas

sekarang

Jumlah sumbu

Faktor pertumbuhan

Lalu lintas rencana

E.S.A.L

faktor

E.S.A.L rencana

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) MP 1640 0 33,07 - 0,0004 - Bus 300 600 33,07 5,07E+06 0,207 1,05E+06

Truk 2as Kecil 650 1300 33,07 1,10E+07 0,091 9,99E+05 Truk 2as Besar 780 1560 33,07 1,32E+07 1,081 1,42E+07

Truk 3 as Tandem 300 600 33,07 5,07E+06 1,838 9,32E+06 Truk Gandeng. 10 40 33,07 3,38E+05 2,188 7,39E+05

Total 4100 2,64E+07

b. Menentukan Tebal Pelat Perlu (DT) Lalu lintas rencana (W18) = 2,64 x 107 Ec = 1372742 Sc = 800 lb/in2 k = 480 psi ∆PSI = 3,5 So = 0,4

Cd = 1 Pt = 2 ZR = -1,1282

J = 2,8 (dengan bahu)

Dari persamaan di atas diperoleh nilai D = 6.63 Inch = 16,575 cm

Maka di ambil nilai DT = 17 cm

c. Menentukan tebal efektif (Deff)

• Tebal efektif untuk kondisi perkerasan lama secara struktur telah rusak :

Fjc = 0,75

Fdur = 0,8

Ffat = 0,9

Maka Deff = Fjc x Fdur x Ffat x D = 9,18 cm

• Tebal efektif untuk kondisi perkerasan lama mengalami retak awal :

Fjc = 0,95

Fdur = 0,88

Ffat = 0,94

Maka Deff = Fjc x Fdur x Ffat x D = 13,36 cm

4.2.2 Menentukan Tebal Lapis Tambah Langsung

a) Untuk kondisi perkerasan lama yang mengalami retak awal (Deff = 13,36)

)( effTOL DDD −=

)36,1317( −=OLD

cmDOL 64,3= (ambil DOL = 5 cm)

b) Untuk kondisi perkerasan lama yang mengalami rusak struktur

(Deff = 9,18)

)( effTOL DDD −=

)18,917( −=OLD

cmDOL 82,7= (ambil DOL = 8 cm)

4.2.3 Menentukan Tebal Lapis Tambah dengan pemisah

a) Untuk kondisi perkerasan lama yang mengalami retak awal (Deff = 13,36)

222 )()()( effTOL DDD −=

222 36,1317)( −=OLD

cmDOL 51,10)( = (ambil DOL = 11 cm).

b) Untuk kondisi perkerasan lama yang mengalami rusak struktur

(Deff = 9,18)

222 )()()( effTOL DDD −=

222 18,917)( −=OLD

cmDOL 30,14)( = (ambil DOL = 15 cm).

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

1. Hasil pelapisan tambah langsung (bonded concrete) untuk kondisi

perkerasan yang mengalami retak awal dengan menggunakan Metode Bina

Marga 2002 diperoleh sebesar 7 cm, sedangkan Metode AASHTO 1993

diperoleh sebesar 5 cm.

2. Hasil pelapisan tambah langsung (bonded concrete) untuk kondisi

perkerasan yang mengalami rusak secara struktur dengan menggunakan

Metode Bina Marga 2002 diperoleh sebesar 12 cm, sedangkan Metode

AASHTO 1993 diperoleh sebesar 8 cm.

3. Hasil pelapisan tambah dengan pemisah (unbonded concrete) untuk

kondisi perkerasan yang mengalami retak awal dengan menggunakan

Metode Bina Marga 2002 diperoleh sebesar 10 cm, sedangkan Metode

AASHTO 1993 diperoleh sebesar 11 cm.

4. Hasil pelapisan tambah dengan pemisah (unbonded concrete) untuk

kondisi perkerasan yang mengalami rusak secara struktur dengan

menggunakan Metode Bina Marga 2002 diperoleh sebesar 14 cm,

sedangkan Metode AASHTO 1993 diperoleh sebesar 15 cm.

5. Tebal lapis tambah yang diperoleh dengan menggunakan Metode Bina

Marga 2002 untuk desain overlay pada pelapisan tambah langsung

(bonded concrete) lebih besar jika dibandingkan dengan menggunakan

Metode AASHTO 1993,

6. Sedangkan tebal lapis tambah yang diperoleh dengan menggunakan

Metode Bina Marga 2002 untuk desain overlay pada pelapisan tambah

dengan pemisah (unbonded concrete) lebih kecil jika dibandingkan dengan

menggunakan Metode AASHTO 1993.

5.2 SARAN

Meskipun parameter yang digunakan kedua metode dalam menghitung tebal

lapis tambah,pada perkerasan kaku baik itu untuk tipe bonded/unbounded

concrete saling berbeda, namun hasil yang diperoleh tidak jauh berbeda antara

satu metode dengan metode lainnya. Maka dari itu Metode Bina Marga lebih

layak digunakan di Indonesia dikarenakan parameter yang digunakan dalam

perhitungan telah disesuaikan dengan kondisi regional Negeri ini.

DAFTAR PUSTAKA

AASHTO, 1993. Guide for Design of Pavement Structures. American

Association of State Highway and Transportation Officials,

Washington, DC.

Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Perencanaan Perkerasan

Jalan Beton Semen, 2002.

Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Pelaksanaan Perkerasan

Jalan Beton Semen, 2002.

Direktorat Jenderal Bina Marga, Direktorat Pembinaan Jalan Kota, Petunjuk

Pelaksanaan Perkerasan Kaku (Beton Semen), 1990.

Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Tata Cara Pemeliharaan

Perkerasan Kaku (Rigid Pavement), 1992.

Directorate General of Highway, Directorate of Urban Road, Manual for

Maintenance and Repair of Cement Concrete Pavement, 1992.

Highway Engineering Handbooks, manual 2006, etc. I. Fwa, T. F. Taylor &

Francis Group, LLC.

Huang, Y. H. 1993. Pavement Analysis and Design. Prentice-Hall, Engelwood

Cliffs, NJ.

Geoffrey Griffiths and Nicholas Thom, Concrete Pavement Design Guidance

Notes, Taylor & Francis, 2007.

Aly, M. A. (1998). Pengamatan dan Evaluasi Pelaksanaan Jalan Beton Semen

di Indonesia Periode 1985-1988. Direktorat Jenderal Bina Marga,

Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.

Suryawan, A. (2005). Perkerasan Jalan Beton Semen Portland (Rigid

Pavement), Penerbit Beta Offset, Jakarta.

ACI Committee 325, Concrete Overlays for Pavement Rehabilitation,

American Concrete Institute, 2006

Jasa Marga, P.T. (Persero), (2004). Spesifikasi Umum. Tanpa Penerbit. Jakarta.

Direktorat Jenderal Bina Marga, (1988). Petunjuk Pelaksanaan Perkerasan

Kaku. Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.

Direktorat Jenderal Bina Marga, (1995). Bahan Pembekalan Sertifikasi Tenaga

Inti Konsultan Supervisi, Modul V – Buku 3. Departemen Pekerjaan

Umum, Jakarta.