repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › chapter...

43
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Kota Medan Dalam riwayat Hamparan Perak, tercatat Guru Patimpus, tokoh masyarakat Karo, sebagai orang yang pertama kali membuka’desa’ yang diberi nama Medan. Patimpus adalah anak Tuan Si Raja Hita, pemimpin Karo yang tinggal di kampung Pekan. Selanjutnya Guru Patimpus menikah dengan adik Tarigan, pemimpin daerah yang sekarang bernama Pulau Brayan dan membuka Desa Medan yang terletak di antara Sungai Babura dan Sungai Deli. Dia pun lalu memimpin desa tersebut. Oleh karna itu, nama Guru Patimpus saat ini diabadikan sebagai nama salah satu jalan utama di Kota Medan. Kota Medan berdiri pada tahun 1590 sebagai kota pelabuhan, dalam buku Sejarah Medan Tempo Doeloe (Tengku Luckman Sinar, 1991), dituliskan bahwa menurut “Hikayat Aceh”, Medan telah ada pada tahun 1590, dan sempat dihancurkan selama serangan Sultan Aceh Alauddin Saidi Mukammil kepada Raja Haru yang berkuasa di situ. Serangan serupa dilakukan Sultan Iskandar Muda tahun 1613, terhadap Kesultanan Deli. Dalam Syahrum (2004), Belanda tercatat pertama kali masuk di Deli tahun 1641, ketika sebuah kapal yang dipimpin Arent Patter merapat untuk mengambil budak. Selanjutnya, hubungan Deli dengan Belanda semakin mulus. Begitulah awal cerita, yang berlanjut dengan masuknya ribuan tenaga kerja Cina, India, dan akhirnya Jawa untuk menggarap perkebunan-perkebunan Belanda. Menurut bahasa Melayu, Medan berarti tempat berkumpul, karena sejak zaman kuno disitu Universitas Sumatera Utara

Upload: others

Post on 25-Feb-2020

18 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perkembangan Kota Medan

Dalam riwayat Hamparan Perak, tercatat Guru Patimpus, tokoh

masyarakat Karo, sebagai orang yang pertama kali membuka’desa’ yang diberi

nama Medan. Patimpus adalah anak Tuan Si Raja Hita, pemimpin Karo yang

tinggal di kampung Pekan. Selanjutnya Guru Patimpus menikah dengan adik

Tarigan, pemimpin daerah yang sekarang bernama Pulau Brayan dan membuka

Desa Medan yang terletak di antara Sungai Babura dan Sungai Deli. Dia pun lalu

memimpin desa tersebut. Oleh karna itu, nama Guru Patimpus saat ini diabadikan

sebagai nama salah satu jalan utama di Kota Medan.

Kota Medan berdiri pada tahun 1590 sebagai kota pelabuhan, dalam buku

Sejarah Medan Tempo Doeloe (Tengku Luckman Sinar, 1991), dituliskan bahwa

menurut “Hikayat Aceh”, Medan telah ada pada tahun 1590, dan sempat

dihancurkan selama serangan Sultan Aceh Alauddin Saidi Mukammil kepada

Raja Haru yang berkuasa di situ. Serangan serupa dilakukan Sultan Iskandar

Muda tahun 1613, terhadap Kesultanan Deli.

Dalam Syahrum (2004), Belanda tercatat pertama kali masuk di Deli tahun

1641, ketika sebuah kapal yang dipimpin Arent Patter merapat untuk mengambil

budak. Selanjutnya, hubungan Deli dengan Belanda semakin mulus. Begitulah

awal cerita, yang berlanjut dengan masuknya ribuan tenaga kerja Cina, India, dan

akhirnya Jawa untuk menggarap perkebunan-perkebunan Belanda. Menurut

bahasa Melayu, Medan berarti tempat berkumpul, karena sejak zaman kuno disitu

Universitas Sumatera Utara

Page 2: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

6

sudah merupakan tempat bertemunya masyarakat dari Hamparan Perak,

Sukapiring, dan lainnya untuk berdagang, berjudi, dan sebagainya. Desa Medan

dikelilingi berbagai desa lain seperti Kesawan, Binuang, Tebing Tinggi, dan

Merbau. Medan sebagai embrio sebuah kota secara kronologis berawal dari

peristiwa penting tahun 1918, yaitu saat Medan menjadi Gemeente (Kota

Administratif), tetapi tanpa memiliki wali kota sehingga wilayah tersebut tetap di

bawah kewenangan penguasa Hindia Belanda. Maka, tanggal 1 April 1909 ini

sempat dijadikan tanggal lahir Kota Medan sampai dengan tahun 1975.Pimpinan

Medan Municipal Board saat didirikan tanggal 1 April 1909 (Stblt 1909 No 180)

adalah Mr EP Th Maier, yang menjabat sebagai pembantu Residen Deli Serdang.

Namun, sejak 26 Maret 1975, lewat Keputusan DPRD No 4/DPRD/1975 yang

didasari banyak pertimbangan, ditetapkan bahwa hari lahir Kota Medan adalah 1

Juli 1950.

Setelah Indonesia Merdeka pada tahun 1945 Kota Medan ditetapkan

sebagai Ibukota Propoinsi Sumatera Utara, dan wilayahnya diperluas dari 1.583

hektar menjadi 5.130 hektar, yang terdiri dari 4 (empat) daerah kecamatan yaitu

kecamatan Medan Deli, kecamatan Medan Sunggal, kecamatan Medan Timur,

dan Kemacamatn Medan Barat. Pada tahun 1986 kota Medan berkembang lagi

menjadi 21 kecamatan dengan 144 Kelurahan dan luas keseluruhan adalah 26.500

Km2.

Sejak tahun 1990 penduduk Kota Medan mengalami kenaikan yang cukup

nyata hingga ke tahun 2001 yaitu berdasarkan Sensus Penduduk dari 1.730.725

jiwa pada tahun 1990 menjadi 1.926.520 jiwa di tahun 2001.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

7

Gambar 2.1. Skala perkembangan kota Medan tahun 1862-1972Sumber: Bapeda Pemprop Sumatera Utara

2.2. Sejarah Perkembangan Kawasan Kesultanana Deli

2.2.1. Terbentuknya Bangunan Peninggalan Kesultanan Deli

Dalam Syahrum (2004), pada periode 1873 sampai dengan 1900

merupakan periode perkembangan dari penanaman tembakau oleh perkebunan-

perkebunan asing di Deli, terutama dibawah pimpinan J.T.Cremer. Tembakau

yang ditanam di daerah Deli adalah tembakau terbaik yang laku terjual dengan

harga pasaran tertinggi di Eropa sebagai pasar tembakau terbesar di dunia. Dari

hasil pembayaran atas konsesi perkebunan (CIJNS), kerajaan Deli mengalami

masa kemakmurannya.

Tuanku Sultan Makmun Alrasyid Perkasa Alamsyah naik tahta kerajaan

Deli menggantikan ayahanda Baginda Sultan Mahmud yang mangkat pada tahun

1873, saat itu Sultan Makmun masih berusia 16 tahun. Setelah berusia 18 tahun,

yaitu pada tahun 1875, beliau berangkat ke ibukota Sumatera Timur, Bengkalis.

Di Istana Siak beliau meminta Sultan Siak melakukan upacara sehingga beliau

menerima cap dari Siak. Berdasarkan akte van erkening (akte pengakuan) yang

Universitas Sumatera Utara

Page 4: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

8

dibuat oleh Sultan Mahmud Deli kepada Residen Riau, E.Neicher, tahun 1862,

Deli dianggap tunduk kepada Belanda (Tengku Luckman Sinar, 2004). Maka

sebagai kompromi secara adat Melayu, Sultan Siak dianggap pangkatnya sedikit

lebih tinggi dalam upacara penerimaan akte van verband yang ditanda tangani

pada tanggal 26 Juli 1876. Sultan Makmun menjunjung sembah kepada Sultan

Siak dalam upacara adat Melayu.

Sebagai Sultan Deli Sultan Makmun Alrasyid pada tanggal 8 Djulhijjah

1306 H (1888) melakukan peletakan batu pertama Istana Agung Kota Maimun di

atas tanah pertapakan kota Maksun, bekas konsesi Mabar-Deli Tua yang

dikembalikan oleh Deli Mijn kepada Sultan Deli. Pembangunan Istana yang

memakan biaya FI. 1.000.000 yang dananya diambil dari Royalti sewa tanah

perkebunan ini menggantikan Istana Kampong Bahari di daerah Labuhan deli

sebagai Istana Kesultanan Deli.

Gambar 2.2. Istana Maimun pada tahun 1890-1905Sumber: en.wikipedia.org/wiki/Maimun_Palace

Universitas Sumatera Utara

Page 5: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

9

Istana Agung Kota Maimun resmi ditempati oleh Sultan Deli pada tanggal

9 Syawal 1308 H (1891) dengan ditandai kepindahan Sultan dari Istana Kampung

Bahari ke Istana Kota Maimun. Sebagai pelengkap di lingkungan kota Maimun

maka pada hari Sabtu, 16 Mei 1903, dibangun Mahmakah Kantor Kerapatan

Besar Kerajaan Deli di jalan Mahkamah. Menuyusul pada tanggal 1 Rajab 1324 H

(1906) dimulai pembangunan Masjid Raya Al Mashun. Sebagai arsitek Istana

Agong Kota Maimun dan Masjid Raya Al Mahsun adalah seorang arsitek tentara

KNIL dari eni KNIL Batavia yang bernama Kapiten TH. Van Erp.

Masjid yang bergaya arsitektur tradisional Melayu yang dikombinasikan

dengan arsitektur India Islam (Moghul) dan Eropa diresmikan pada hari Jumat 25

Sya’ban 1327 H (1909) yang ditandai dengan shalat Jumat yang dihadiri oleh

Sultan Deli, Sultan Serdang, Sultan Langkat, dan pembesar lainnya.

Gambar 2.3. Masjid Raya Al Mahsun tahun 1931Sumber: commons.wikimedia.org

Universitas Sumatera Utara

Page 6: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

10

Berdasarkan akte Notaris No.97 tanggal 30 November 1918 tanah kerajaan

Deli dirubah statusnya menjadi gementee (kota praja Medan) oleh Walikota

pertama Medan Daniel Baron Mackay tetapi Istana Maimun dan Masjid Raya Al

Mahsun beserta kompleksnya tidak termasuk dalam tanah gementee. Selanjutnya

pada tahun 1924 setelah mangkatnya Sultan Makmun Perkasa Alam oleh

anaknya, Sultan Amaluddin Sani Perkasa Alam, dibangun sebuah Taman yang

diberi nama seperti nama isterinya yaitu Taman Tengku Chadijah. Taman Tengku

Chadijah dibangun untuk tempat Keluarga Sultan menunggu saat shalat maghrib

yang berlokasi di seberang Masjid Raya Al Mahsun. Setelah revolusi sosial tahun

1946 dan berakhirnya dinasti Sultan deli Taman Tengku Chadijah berganti nama

menjadi Taman Sri Deli.

Gambar 2.4. Taman Sri DeliSumber: archive.kaskus.co.id

Kompleks Istana Maimun dibangun sebagai titik sentra kerajaan Deli. Bila

dilihat dari pola-pola letak istana seperti halnya keraton di Jawa. Halaman depan

istana adalah sebuah alun-alun dan Masjid Raya adalah masjid istana. Disekitar

istana dibangun rumah-rumah pangeran dan pejabat istana.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

11

Tetapi bila ditinjau dari sudut pandang arsitektur, gaya arsitektur eropa

terlihat sangat dominan baik pada langgam arsitektur Istana Maimun, Masjid

Raya maupun rumah-rumah pejabat istana.

Gambar 2.5. Puri Kesultanan Melayu DeliSumber: puakmelayu.blogspot.com

Gambar 2.6. Istana Putra MahkotaSumber: puakmelayu.blogspot.com

Universitas Sumatera Utara

Page 8: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

12

Gambar 2.7. Denah Lokasi Gedung-gedung Kawasan Istana MaimunSumber : Badan Warisan Sumatera

2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada masa Pemerintahan

kolonial

Pada tahun 1918 wilayah Kota Medan masih meliputi dua kecamatan yaitu

kecamatan Medan Maimun dan Medan Polonia. Kawasan Medan Maimun adalah

kawasan Istana yang dikuasai oleh pemerintahan kerajaan Deli, walaupun secara

Undang-undang kolonial dibawah Residen Sumatera Timur. Sedangkan kawasan

Medan Polonia adalah kawasan yang dikuasai oleh Belanda. Kawasan Maimun

pada masa kolonial adalah daerah pusat administrasi kesultanan dimana terdapat

bangunan-bangunan yang berfungsi sebagai kantor-kantor pelayanan kesultanan

Deli. Syahrum (2004)

Sebagai penguasa daerah Sumatera Timur keresidenan Sumatera Timur

mendirikan wilayah kepemerintahannya sendiri sekaligus sebagai usaha untuk

mengaburkan kekuasaan dan wibawa dari kesultanan deli. Sebagai Walikota

Medan pertama, Daniel Baron Mackay pada tahun 1908 membangun Balaikota

Universitas Sumatera Utara

Page 9: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

13

Medan sebagai kantor pusat administrasi di kawasan Lapangan Merdeka sebelah

timur kawasan Istana Maimun.

Gambar 2.8. Lapangan Merdeka tahun 1900Sumber : commons.wikimedia.org

Untuk menegaskan Balaikota sebagai pusat pemerintahan maka di depan

Balaikota dibuat alun-alun tandingan yang besarnya lebih luas dari tanah lapang

(alun-alun) di depan Istana Maimun. Alun-alun ini meniru konsep alun-alun di

Jawa dengan penanaman pohon beringin di sekitar alun-alun. Sebagai pelengkkap

dari kegiatan administrasi, pemerintah kota Medan membangun Kantor Pos Pusat

pada tahun 1909 di kawasan tersebut. Kemudian di kawasan tersebut dibangun

pula sebuah hotel yang bernama Hotel de Boer dimana pengusaha-pengusaha

tembakau dan karet dari Eropa menginap. Seiring dengan dibangunnya jalur

kereta api deli dari Medan menuju Rantau Prapat oleh DSM (Deli Spoorweig

Maatschapaij) pada tahun 1911 di bangun Stasiun Besar Kereta Api Medan

diseberang Balaikota.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

14

Disebelah barat kawasan Istana Maimun dibangun Kantor Pusat

Perkebunan yang dikenal dengan nama Gedung Avros (Algemeene Vereeging

Van Rubber Planter Ookust Van Sumatra, 1919). Setelah itu dibangun jalan poros

antara Gedung Risva dengan kawasan Balaikota yang memotong kawasan Istana

Gambar 2.9.Peta Medan Tahun 1936

(atas)Gambar 2.10.

Kawasan Istana Maimun(kanan)

Sumber: Syahrum

Universitas Sumatera Utara

Page 11: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

15

Maimun sehingga tepat di depan Istana Maimun terdapat jalan poros antara pusat

pemerintahan Belanda dengan kantor pusat perkebunan, sehingga di sebelah timur

kawasan Maimun berkembang menjadi pusat perdagangan yang membentang

sepanjang jalan poros seperti Gedung Mega Eltra, yang dibangun oleh sebuah

perusahaan perkebunan Belanda yang berfungsi sebagai Kantor Pusat

perdagangan tembakau wilayah Timur Jauh, dan juga kawasan Kesawan sebagai

pusat pelayanan dan jasa bagi orang-orang asing di Medan.

Sebagai kerajaan yang diakui kedaulatannya oleh pemerintahan kolonial

Belanda, Kesultanan Deli diberi hak istimewa untuk mengatur wilayah istana dan

sekitarnya, termasuk tepian sungai Deli yang membatasi kawasan Istana Maimun

dengan kawasan Polonia. Kawasan Maimun pada masa pemerintahan kolonial

Belanda sampai awal kemerdekaan masih berkembang sebagai kawasan urban

space bagi penduduk pribumi. Perbedaan antara public space dengan private

space sudah jelas dengan dibangunnya jalan poros yang melintas didepan istana

dan jalan penghubung yang menghubungkan Masjid Raya Al Mashun dengan

kawasan Istana. Persimpangan antara jalan poros dengan jalan penghubung

menunjukkan secara tegas pola aksis dari arah masjid menuju istana.

Dibangunnya jalan penghubung yang tegak lurus dengan jalan poros,

memperlihatkan kesan visual yang tegas karena jalan penghubung berada tepat di

tengah Istana Maimun yang berbentuk simetris.

Taman Sri Deli walaupun berfungsi sebagai open space tetapi

peruntukkannya masih bersifat private karena hanya dapat digunakan oleh

keluarga kerjaan. Dalam peta lay out Istana Maimun yang menghadap kepada

Universitas Sumatera Utara

Page 12: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

16

open space, lapangan di depan Istana, Taman Sri Deli, dan Mesjid Raya

berbentuk segitiga, sedangkan public spacenya adalah jalur pejalan kaki dipinggir

jalan poros maupun di jalan penghubung. Walaupun secara konsep ajaran Islam

Masjid adalah public space, tetapi sampai pada akhir masa dinasti kesultanan deli

rakyat kebanyakan enggan untuk menggunakan Masjid Raya sebagai tempat

ibadah kecuali pada hari raya Idul Adha dan Idul Fitri atau atas undangan Sultan,

selebihnya hanya digunakan oleh lingkungan kesultanan, kerabat dan tamu dari

kerajaan lain.

2.2.3. Perkembangan Kawasan Kesultanan Deli di Masa Sekarang

Istana Maimun, Masjid Raya Al Mahsun dan Taman Sri Deli menjadi

bangunan bersejarah di kawasan ini. Gabungan antara ketiga bangunan tersebut

dapat dijadikan landmark bagi kota Medan. Syahrum (2004).

Istana Maimun sekarang ini tidak dipergunakan lagi sebagai pusat

pemerintahahn kesultanan Deli, melainkan hanya sebagai tempat tinggal

keturunan Sultan deli, dan sebagai salah satu tujuan wisata di Medan. Walaupun

Pemda Kotamadya Medan telah menetapkan Istana Maimun sebagai bangunan

konservasi dengan dasar Undang-undang Monumenten Ordonantic 238/1981,

kenyataannya istana ini masih dimiliki oleh keluarga Kesultanan Deli.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

17

Gambar 2.11. Istana Maimun (2015)Sumber : warrockclothing.wordpress.com

Pada kawasan Istana Maimun ini juga terdapat bangunan Masjid Raya Al

Mashun yang masih berfungsi sampai saat ini. Walaupun kepemilikan tanahnya

masih dikuasai oleh Kesultanan Deli, pemanfaatannya telah diserahkan kepada

masyarakat umum melalui sebuah Badan Kemakmuran Masjid.

Gambar 2.12. Masjid Raya Al Mashun sekarangSumber: Pribadi (2015)

Pada kawasan ini terdapat juga Taman Sri Deli yang telah banyak

mengalami perubahan baik fungsi maupun fisik. Taman Sri Deli sejak awal

kemerdekaan telah menjadi public space dan pernah dikelola oleh pohak swasta

Universitas Sumatera Utara

Page 14: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

18

sebagai pusat penjualan makanan. Saat ini pada kawasan Taman Sri Deli hanya

tersisa kolam dan jalur pejalan kaki yang mengelilingi kolan dan dilengkapi

dengan pergola. Taman ini sudah ditutup untuk umum dan dalam proses

revitalisasi.

Gambar 2.13. Taman Sri Deli sekarangSumber : Pribadi (2015)

Pada masa sekarang akibat perkembangan kebutuhan dan aktivitas

dibangun gedung-gedung atau bangunan baru yang mempengaruhi visual

kawasan, yaitu bangunan Perpustakaan Daerah yang fasadnya tidak sesuai dengan

fasad istana. Disamping itu juga dibangun ruko-ruko berlantai tiga di depan istana

yang mempengaruhi visual istana dan terlihat tidak berintegrasi dengan istana.

Disekitar komplek Istana tumbuh rumah-rumah semi permanen dan ruko-

ruko yang dihuni oleh penduduk pendatang dan kaum keturunan yang

menyebabkan pola masa bangunan menjadi tidak teratur.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

19

2.3. Tinjauan Arsitektur Masjid

2.3.1. Pengertian Masjid

Secara Etimologi, kata “masjid” berasal dari sebuah kata pokok dalam

bahasa Arab, sajada (tempat sujud). Kata sajada ini lalu mendapatkan awalan ma,

sehingga terbentuklah kata masjid. Dalam lafal orang Indonesia, kata masjid ini

kebanyakan diucapkan menjadi “mesjid”. Barangkali hal tersebut dikarenakan

pengaruh pemakain awalan me pada kebanyakan bahasa Indonesia. Dengan

demikian kata masjid tidak selalu menunjukkan sebuah gedung/tempat ibadah

khusus umat Islam. Dan hal ini telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Ia

biasa melakukan shalat berjamaah dirumah sahabatnya di bukit Safa, Arqom,

ketika awal syiar Islam ditentang dan dihadang dengan kekerasan oleh kafir

Quraisy. Demikian pula pada peristiwa hijrah, sesampainya di Madinah yang

mula-mula dikerjakannya sesudah datang waktu Dzuhur ialah meletakkan dahinya

ke bumi, sebagai rasa syukur ke hadirat Ilahirabbi. Kemudian di suatu lapangan

terbuka dekat tasik (danau), beliau pun mengerjakan shalat Jum’at berjamaah

dengan golongan Anshor dan Muhajirin, kira-kira sebanyak seratus orang.

Pada masa awal perjuangan Nabi Muhammad SAW, sebetulnya pengertian

masjid secara materi berupa sebuah bangunan tempat ibadah sudah dikenal,

karena sudah terdapat Masjidil Haram di Mekkah meskipun bangunannya belum

megah seperti sekarang. Masjid ini sangat terkenal, sebab selain arsitekturnya

yang monumental, juga diyakini sebagai salah satu tempat yang disinggahi Nabi

Muhammad SAW dalam peristiwa Isra Mi’raj.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

20

Pengertian kata masjid, seiring dengan perjalanan waktu, akhirnya

mengalami perubahan. Saat ini masjid lebih sering diartikan sebagai bangunan

yang dipergunakan sebagai tempat ibadah shalat.Menurut fungsi dan bentuknya,

masjid mempunyai beberapa nama pula. Masjid Jami adalah masjid yang biasa

dipakai untuk shalat Jumat yaitu shalat berjamaah yang wajib dilakukan pada hari

Jum’at menggantikan shalat Dzuhur.

2.3.2. Fungsi Masjid

Membahas fungsi masjid tidak bisa terlepas dari pengertian masjid itu

sendiri serta konteks tradisi Islam yang bersumber dari sejarah dan hadist Nabi

Muhammad SAW, yang masih dapat kita temui sampai saat ini. Fungsi masjid

adalah sebagai tempat shalat. Masjid dipakai untuk shalat berjamaah sehari-hari,

shalat Jum’at, shalat jenazah maupun aktivitas lainnya.

Masjid berfungsi juga sebagai tempat bermusyawarah dan memutuskan

berbagai permasalahan, baik yang bersifat aqidah maupun muamalah

(kemasyarakatan). Fungsi lain dari masjid adalah tempat pendidikan agama atau

madrasah.

Masjid diramaikan oleh berbagai kegiatan ibadah seperti kegiatan

pesantren kilat, maulid, isra’ mi’raj, maupun pengajian. Aktivitas ibadah yang

lain bersifat sosial dipusatkan di masjid seperti pembayaran zakat mal dan zakat

fitrah, tempat bagi para musafir (orang yang sedang dalam perjalanan) untuk

digunakan sebagai tempat menginap atau beristirahat sementara. Pelaksanaan

akad nikah pun sering dilakukan di masjid. Masjid juga menjadi pusat

kebudayaan karena menjadi pusat kegiatan umat Islam baik yang bersifat spiritual

Universitas Sumatera Utara

Page 17: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

21

maupun material, sehingga keberadaannya sangat penting dan berpengaruh

terhadap kehidupan masyarakat.

2.3.3. Arsitektur Masjid di Indonesia

Arsitektur masjid di Indonesia banyak dipengaruhi oleh tradisi dan budaya

serta arsitek yang merancangnya. Hal ini berpengaruh terhadap karakteristik

perwujudan arsitektur masjid di Indonesia.

Gambar 2.14. Masjid Raya Sumatera BaratSumber: googleimage.com

Tempat ibadah agama Islam tertua di Indonesia terdapat di Pulau Jawa

dan berpengaruh ke bagian lain Indonesia. Pengaruh ini berkembang melalui

perdagangan dan penyebaran ulama di wilayah Nusantara. Semua masjid yang

dibangun pertama kali di Indonesia terbuat dari bahan kayu, bukan dari batu dan

bata.

Sebagian besar masjid di Indonesia selain dipengaruhi tradisi Jawa, juga

dipengaruhi oleh arsitektur Timur Tengah, yaitu bentuk kubah dengan lengkungan

panjang. Bagian dalam arsitektur masjid selalu menggunakan media keramik

untuk mendesain bagian dalam masjid. Lalu ditambah pula kolam air yang

terletak di dekat masjid.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

22

Selama abad 19, arsitektur masjid di Indonesia mulai dipengaruhi oleh

bangsa Arab. Menara masjid mulai mengikuti bentuk umum menara daerah

Hadramaut, di bagian selatan Saudi Arabia. Menara Hadramaut, biasanya

berbentuk bulat, tetapi kadang-kadang juga persegi, makin keatas semakin kecil,

dan puncaknya tumpul. Pada umumnya menara itu dicat putih. Batang tubuhnya

tanpa perhiasan. Persamaan ini hanya dibedakan di dekat puncaknya dengan

adanya jendela yang kadang-kadang diisi dengan terali kecil. Bentuk menara

seperti ini terdapat di kampung Pekojan Jakarta dan di Surabaya pada masjid

Ampel yang bertanggalkan sebelum tahun 1862.

Gambar 2.15. Masjid Ampel di SurabayaSumber : googleimage.com

Menurut Anom (1999), umumnya bentuk arsitektur masjid-masjid kuno di

Indonesia kontruksinya dari bahan kayu atau bambu, berdenah persegi empat dan

memiliki atap yang bertingkat-tingkat dari rumbia atau ijuk. Atapnya ditopang

oleh beberapa tiang kayu, empat tiang besar terletak di tengah-tengah ruangan

untuk menopang atap, sampai atap yang tertinggi. Dindingnya ada pula yang

terbuka dan menggunakan bahan dari papan atau tembok. Terdapat mihrab dan

Universitas Sumatera Utara

Page 19: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

23

mimbar pada ruangan utama. Pintu dan jendelanya sempit-sempit sehingga udara

serta cahaya yang masuk sangat terbatas.

2.4. Masjid Raya Al-Mashun

Bangunan masjid berdiri diatas sebidang tanah yang cukup luas meliputi

13.200 m2. Masjid Raya Al-Mashun Medan yang dimiliki dan dikelola oleh

keluarga Kerajaam Sultan Deli ini didirikan pada tanggal 21 Agustus 1906,

sedangkan pembangunannya dimulai dari tahun 1906 dan pembangunan masjid

selesai dalam tiga tahun. Bangunan Masjid Raya Al-Mashun ini dirancang dengan

bantuan seorang arsitek yang berasal dari tentara KNIL yang bernama TH. Van

Erp. Setelah pembangunan masjid mulai selesai, diberilah nama Masjid Raya Al-

Mashun yang mempunyai arti masjid yang mendapat pemeliharaan dari Allah

SWT. Peresmian pemakaiannya bertepatan dengan hari Jum’at tanggal 10

September 1909. Dalam rangka peresmiannya itu dilaksanakan shalat jum’at yang

dihadiri oleh pembesar-pembesar Kerajan termasuk Sri Paduka Alumarsyun,

Tuanku Sultan Aziz, Abdul Jalal Rakhmadsyah dari Langkat dan Sultan Sulaiman

Alamsyah dari Negeri Serdang. Pada masa lalu masjid ini merupakan tempat

shalat Jum’at satu-satunya di wilayah Kesultan Deli. Hal ini menunjukkan Masjid

Raya Al-Ma’shun Medan merupakan masjid Kesultanan tetapi tidak terdapat

tempat sembahyang khusus untuk Sultan (maksurah) seperti pada umumnya

masjid-masjid Kesultanan.

Masjid ini dibangun atas perintah sultan yang berkuasa saat itu guna

memperoleh wujud yang representatif dari masjid negara, dan melalui

perencanaan seorang arsitek Belanda.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

24

Gambar 2.16. Denah Masjid Raya Al MashunSumber : Amin (2004)

Pengaruh gaya arsitekur Timur Tengah tampak pada kubah-kubahnya yang

tampak dominan, sehingga menjadi corak utama dari masjid tersebut sebagai

masjid berkubah. Kubah-kubah pada masjid tersebut diperkuat dengan bentuk-

bentuk lengkung dari elemen-elemen seperti pintu dan jendela, dan sebagai

kelengkapannya adalah menara yang berbentuk bulat yang juga beratapkan kubah.

Gambar 2.17. Perspektif Masjid Raya Al-MashunSumber : skyscanner.co.id

Karakter yang diperlihatkannya adalah masjid sebagai bangunan suci

sebagaimana layaknya sebuah gedung formal lambang dari negara dan sultannya.

Penampilan ini lebih terdukung lagi dengan kemewahan dekorasinya yang berupa

ornamen-ornamen megah dan meriah. Gaya dekoratif ini memang serupa dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 21: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

25

penampilan masjid-masjid di Timur-Tengah yang juga kebanyakan berfungsi

sebagai lambang kekuasaan Sultan.

Ornamen yang menghiasi bangunan masjid tersebut hampir terdapat di

seluruh bagian bangunan, termasuk alat perlengkapannya yang dipergunakan di

dalam ruangan masjid itu, misalnya lampu penerangan yang berbentuk lampu

gantung.

Pada tahun 1970 M dilakukan pengecatan oleh Direktorat Jenderal

Pariwisata pada bagian luar dengan menyesuaikan warna aslinya. Tahun 1991

dilaksanakan perbaikan yang meliputi perbaikan jalan, taman, pekarangan,

halaman, dan pergantian bola-bola lampu yang rusak. Perbaikan ini dilakukan

oleh Proyek rehabilitasi, Dinas Bangunan Kotamadia Daerah Tingkat II Medan.

2.5. Identitas Kota

Lynch (1960) mengatakan bahwa identitas kota adalah citra mental yang

terbentuk dari ritme biologis tempat dan ruang tertentu yang mencerminkan

waktu, yang ditumbuhkan dari dalam secara mengakar oleh aktivitas sosial-

ekonomi-budaya masyarakat kota itu sendiri.

Identitas adalah suatu kondisi saat seseorangmampu mengenali atau

membedakan suatu tempat dengan tempat lain karena memiliki karakter dan

keunikan. Lynch (1960)

Menurut Lynch terdapat tiga komponen yang sangat mempengaruhi

gambaran mental terhadap suatu kawasan (kota) yaitu :

Universitas Sumatera Utara

Page 22: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

26

1. Identitas, artinya orang dapat memahami gambaran perkotaan

melaluiidentifikasi obyek, perbedaan antara obyek dan hal-hal yang diketahui

tentang

obyek tersebut.

2. Struktur, artinya orang dapat memelihara pola perkotaan melalui

hubunganantar obyek-subyek melalui pola yang dapat dilihat.

3. Makna, artinya orang dapat mengalami ruang perkotaan dengan

segalaperkembangan fisik, sosial maupun rohani subyeknya sehingga

mendapatkanrasa yang dapat dialami.

Utomo (2005) berpendapat bahwa kota memerlukan identitas, baik dalam

skala lingkungan maupun skala kota. Ciri atau identitas yang mudah diamati

adalah bentukan-bentukan fisik kota. Kesan visual suatu benda atau bangunan

mudah dicerna atau diserap oleh ingatan manusia. Ciri-ciri spesifik dari elemen-

fisik pembentuk kota, diperkuat dengan struktur yang memisahkannya dengan

elemen-elemen di sekitarnya. Oleh karena itu, elemen-elemen fisik tersebut

mampu menanamkan citra pada setiap pengamatnya, serta dapat menambah

makna bagi keberadaannya. Pemahaman suatu makna identitas berguna terhadap

penanaman citra bagi pengamatnya, sehingga pesan yang disampaikan dapat

dengan mudah diserap oleh ingatannya.

Elemen-elemen fisik yang tercipta dapat menjadi karakter bagi lingkungan

di sekitarnya. Hal ini lebih banyak ditentukan oleh perwujudan rancangan maupun

perletakan yang dikaitkan dengan hubungan antara elemen fisik yang satu dengan

lainnya. Sebuah kota mempunyai kesan yang tidak sama dengan kota lainnya bagi

Universitas Sumatera Utara

Page 23: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

27

orang yang berada didalamnya. Kesan ini timbul dari adanya persepsi manusia

terhadap apa yang dilihatnya didalam tersebut. Pesan yang disampaikan oleh

suatu lingkungan maupun kota melalui komunikasi visual, menyebabkan

seseorang mempunyai kesan yang spesifik terhadap kota dan lingkungan tersebut.

Oleh karena itu, keberadaan sebuah kota sering diwujudkan dalam bentuk

kekhasan yang dimasukkan dalam elemen-elemen fisik pembentuknya.

Arsitektur juga dapat menjadi salah satu bagian penanda suatu tempat,

misalnya membuat landmarkbagi sebuah kawasan yang dapat menunjang identitas

suatu kota. Arsitektur diintisarikan agar dapat merepresentasikan keberadaan

identitas kota dapat dilestarikan sebagai benda cagar budaya. Jadi dapat

disimpulkan bahwa identitas dari sebuah kota berawal dari nilai budaya yang

meliputi nilai historis perjuangan dan perkembangan di bidang politik, ekonomi

dan sosial, arstitektur, struktur masyarakat, tata kota serta karakteristik khusus

kotanya.

Sedangkan identitas psikis kota, masih perlu upaya penggalian dan

pengenalan jati diri yang lebih mendalam. Mengingat identitas psikis merupakan

identitas kehidupan masyarakat kota secara psikis yang mempengaruhi wajah kota

tersebut, berupa ritme kehidupan masyarakatnya maupun spirit yang dimiliki

masyarakat sehingga memberikan identitas kota atau budaya yang hidup dalam

keselarasan kota yang menjadi simbol suatu kehidupan kota membentuk identitas

kota itu sendiri.

Identitas merupakan pengenalan bentuk ruang dan kuantitas yang paling

sederhana, pengertian tersebut disebut pula “A Sense of Place”. Pemahaman

Universitas Sumatera Utara

Page 24: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

28

tentang nilai dari tempat, merupakan pemahaman tentang keunikan dari suatu

tempat secara khusus, bila dibandingkan dengan tempat lain.. Identitas dapat juga

berupa peristiwa-peristiwa, yang disebut “Sense of Occasion”, yakni tempat dan

peristiwa akan saling menguatkan satu dengan yang lain dan menciptakan suatu

keberadaan. Purwanto (2001).

Unsur-unsur pembentuk lingkungan binaan yang perlu mendapat perhatian

dalam usaha membangun identitas suatu kawasan adalah bentuk, massa serta

fungsi bangunan, dan ruang luar kawasan yang terbentuk. Dari unsur-unsur

pembentuk kawasan tersebut, makna kawasan (image) manusia tentang suatu

kawasan dapat terbentuk, kesan suatu kawasan adalah hasil dari proses dua arah

antara manusia dengan lingkungannya. Suatu kawasan menyediakan objek-objek

tertentu dan manusia mengorganisasikannya di dalam otak dan memberikan

pengertian khusus.

Keragaman budaya menuntut karya arsitektur harus dirancang semakin

serius agar kawasan terhindar dari polusi visual yang kacau, untuk itu rancangan

arsitektur yang kontekstual akan memberikan kemungkinan tampilan kawasan

yang lebih harmonis secara visual, baik melalui rancangan bangunan maupun

perkotaan. Kontinuitas visual kawasan dapat dijaga dengan memperhatikan

elemen tampilan seperti bentuk dasar yang sama, namun tampak berbeda,

pemakaian bahan, warna, tekstur, serta ornamentasi bangunan.

Pemahaman lain yaitu Shirvani (1985) membedakan antara identitas dan

sense, dimana sense adalah makna yang ditangkap oleh manusia yang ada di

Universitas Sumatera Utara

Page 25: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

29

dalam lingkungan tersebut, terkait dengan makna kultural dan budaya masyarakat,

sedangkan identitas dapat diwujudkan melalui bentuk arsitektur, elemen estetik

dan nilai yang membuat sebuah kota dapat dipahami secara visual.

Ayu Diya (2001) menyimpulkan bahwa identitas kawasan adalah dimana

sebuah ruang mampu mewakili lingkungan, budaya masyarakat dan kegiatan di

dalamnya yang sifatnya tidak terukur, yang ketiganya kemudian membentuk

seting lingkungan. Seting lingkungan tersebut kemudian ditangkap oleh pengamat

untuk selanjutnya diolah dalam pikiran dan diberi pemaknaan, dan pemaknaan

yang ditangkap oleh rata rata masyarakat tersebutlah yang kemudian disebut

identitas kawasan. Oleh karena itu agar identitas yang sifatnya tidak terukur

tersebut dapat ditangkap oleh pengamat secara visual adalah dengan

mengaplikasikan nilai budaya, ciri lingkungan ke dalam elemen-elemen fisik kota.

Gambar 2.18. Sense of place dan elemen fisik yang ditangkap oleh pengamat.Sumber: Jurnal Ayu Ditya, dkk

Hamid Shirvani (1985) menentukan elemen urban desain dalam delapan

kategori sebagai berikut:

1. Tata guna Lahan (Land Use)

Land use adalah pengaturan penggunaan lahan untuk menentukan pilihan

yang terbaik dalam mengalokasikan fungsi tertentu, sehingga secara

Universitas Sumatera Utara

Page 26: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

30

umum dapat memberikan gambaran keseluruhan bagaimana daerah-daerah

pada suatu kawasan tersebut seharusnya berfungsi.

2. Bentuk dan Massa Bangunan (Building Form and Massing)

Dalam bentuk dan massa bangunan, seharusnya diperhatikan berbagai

aspek, meliputi:

a. Ketinggian Bangunan

Ketinggian bangunan berkaitan dengan jarak pandang pemerhati, baik

yang berada dalam bangunan maupun yang berada pada jalur pejalan

kaki. Ketinggian bangunan pada suatu kawasan membentuk skyline.

Skyline dalam skala kota mempunyai makna:

Sebagai simbol kota

Sebagai indeks sosial

Sebagai alat orientasi

Sebagai perangkat estetis

Sebagai perangkat ritual

Spreiregen (1965), bila tinggi muka bangunan sama dengan jarak dari

tempat kita berdiri ke bangunan, maka sudut yang terjadi antara garis

puncak muka bangunan dan garis horizontal pandangan adalah 45°.

Jika jarak orang ke bangunan = tinggi bangunan atau pandangan

membentuk sudut 45°, merupakan pandangan normal manusia, pada

jarak tersebut pengamat dapat memperhatikan keseluruhan muka

Universitas Sumatera Utara

Page 27: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

31

obyek/bangunan. Demikian pula menurut Panero (2003), sudut

pandang yang nyaman adalah sebesar 45 derajat. Jika bangunan lebih

tinggi daripada batas atas daerah pandangan kita kedepan, maka kita

akan merasa tertutup.

b. Kepejalan Bangunan (Bulky)

Arti dari kepejalan adalah tebal, besar, dan gemuk. Dalam hal ini yang

dibicarakan adalah penampakan gedung dalam konteks kota.

Kepejalan suatu gedung ditentukan oleh tinggi, luas, lebar panjang,

olahan massanya, dan variasi penggunaan material.

c. Koefisien Lantai Bangunan

Koefisien lantai bangunan adalah jumlah luas lantai bangunan dibagi

dengan luas tapak. Koefisien lantai bangunan dipengaruhi oleh daya

dukung tanah, daya dukung lingkungan, nilai harga tanah dan faktor-

faktor khusus tertentu sesuai dengan peraturan atau kepercayaan

daerah setempat.

d. Koefisien Dasar Bangunan (Building Coverage)

Koefisien dasar bangunan adalah luas tapak yang tertutup

dibandingkan dengan luas tapak keseluruhan. Koefisien dasar

bangunan dimaksudkan untuk menyediakan area terbuka yang cukup

di kawasan perkotaan agar tidak keseluruhan tapak diisi dengan

bangunan sehingga daur lingkungan menjadi terhambat.

e. Garis Sempadan Bangunan

Universitas Sumatera Utara

Page 28: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

32

Garis Sempadan Bangunan merupakan jarak bangunan terhadap as

jalan. Garis ini sangat peting dalam mengatur keteraturan bangunan di

tepi jalan kota.

f. Langgam

Langgam atau gaya dapat diartikan sebagai suatu kumpulan

karakteristik bangunan dimanastuktur, kesatuan dan ekspresi

digabungkan di dalam satu periode atau wilayah tertentu. Peran dari

langgam ini dalam skala urban jika direncanakan dengan baik dapat

menjadi guideline yang mempunyai kekuatan untuk menyatukan

fragment-fragment kota.

g. Skala

Rasa akan skala dan perubahan-perubahan dalam ketinggian ruang

atau bangunan dapat memainkan peranan dalam menciptakan kontras

visual yang dapat membangkitkan daya hidup dan kedinamisan

h. Material

Peran material berkenaan dengan komposisi visual dalam perancangan.

Komposisi yang dimaksud diwujudkan oleh hubungan antar elemn

visual.

i. Tekstur

Universitas Sumatera Utara

Page 29: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

33

Dalam sebuah komposisi yang lebih besar (skala urban) sesuatu yang

dilihat dari jarak tertentu maka elemen yang lebih besar dapat

menimbulkan efek-efek tekstur.

j. Warna

Dengan adanya warna (kepadatan warna, kejernihan warna), dapat

memperluas kemungkinan ragam komposisi yang dihasilkan.

3. Sirkulasi dan Parkir (Circulation and Parking)

a. Sirkulasi

Elemen sirkulasi adalah satu aspek yang kuat dalam membentuk

struktur lingkungan perkotaan. Sirkulasi dapat berupa bentuk,

hubungan atau satu pola bagi yang dapat mengontrol aktivitas kawasan

seperti aktivitas jalan raya, jalur pejalan kaki, dan pusat-pusat kegiatan

yang bergerak.

b. Tempat Parkir

Unsur yang sangat penting dapat sirkulasi kota adalah tempat parkir

kendaraan. Keberadaan tempat parkir sangat menentukan hidup

tidaknya suatu kawasan komersial.

4. Ruang Terbuka (Open Space)

Ruang terbuka bisa menyangkut semua lansekap : elemen keras

(hardscape, yang meliputi jalan, trotoar dan sebagainya), taman dan ruang

rekreasi di kawasan kota.

Universitas Sumatera Utara

Page 30: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

34

Elemen-elemen ruang terbuka juga menyangkut lapangan hijau, ruang

hijau kota, pepohonan, pagar, tanaman, air, penerangan, paving, kios-kios,

tempat sampah, air minum, sculpture, jam dan sebagainya. Secara

keseluruhan, elemen-elemen tersebut harus dipertimbangkan untuk

mencapai kenyamanan dalam perancangan kota. Dan ruang terbuka

merupakan elemen yang sangat esensial dalam perancangan kota. Desain

ruang terbuka harus dipertimbangkan secara terintegral terhadap bagian

dari perancangan kota.

Rustam Hakim (1987) membagi ruang terbuka berdasarkan kegiatan yang

terjadi sebagai berikut:

a. Ruang terbuka aktif, yaitu ruang terbuka yang mengundang unsur-

unsur kegiatan di dalamnya, misalnya plaza, tempat bermain.

b. Ruang terbuka pasif, yaitu ruang terbuka yang di dalamnya tidak

mengandung kegiatan manusia

5. Area Pedestrian (Pedestrian Area)

Pedestrian merupakan elemen penting dalam perancangan kota, karena

tidak lagi hanya berorientasi pada keindahan semata, akan tetapi juga

masalah kenyamanan dengan didukung oleh kegiatan pedagang eceran

yang dapat memperkuat kehidupan ruang kota yang ada. Sistem pedestrian

yang baik akan mengurangi keterkaitan terhadap kendaraan di kawasan

pusat kota, meningkatkan penggunaan pejalan kaki, mempertinggi kualitas

lingkungan melalui sistem perancangan yang manusiawi, menciptakan

kegiatan pedagang kali lima yang lebih banyak dan akhirnya akan

Universitas Sumatera Utara

Page 31: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

35

membantu dalam meningkatkan interaksi antara dasar-dasar elemen

perancangan kota dalam suatu kawasan hunian dengan berbagai bentuk

kegiatan pendukungnya.

6. Penanda (Signage)

Tanda adalah suatu tulisan (huruf, angka, atau gambar), gambar (ilustrasi

atau dekorasi), lambang (simbol atau merek dagang), bendera, atau sesuatu

gambar yang:

a. Ditempelkan atau digambar pada suatu bangunan atau struktur lain

b. Digunakan sebagai pemberitahuan, penarik perhatian, iklan

c. Terlihat di luar bangunan

Papan reklame merupakan elemen visual yang semakin penting artinya

dalam perancangan kota. Perkembangan papan-papan reklame terutama,

mengalami persaingan yang berlebihan baik dalam penempatan titik-

titiknya, dimensi atau ukuran billboardnya, kecocokan bentuk, dan

pengaruh visual terhadap lingkungan kota.

Pedoman teknis mengenai signages menurut Richardson (2003), meliputi

hal-hal sebagai berikut:

a. Penggunaan tanda-tanda harus merefleksikan karakter kawasan

tersebut.

b. Jarak dan ukuran tanda-tanda harus memadai dan diatur sedemikian

rupa agar menjamin jarak penglihatan dan menghindari kepadatan

signage.

Universitas Sumatera Utara

Page 32: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

36

c. Penggunaan penanda harus harmonis dengan bangunanarsitektur di

sekitar lokasi tersebut.

d. Pembatasan penanda dengan lampu hias, kecuali penggunaan khusus

seperti theater dan tempat pertunjukan.

7. Kegiatan Pendukung (Activity Support)

Pendukung kegiatan adalah semua fungsi bangunan dan kegiatan-kegiatan

yang mendukung ruang-ruang publik suatu kawasan kota. Antara

kegiatan-kegiatan dan ruang-ruang fisik selalu memiliki keterkaitan satu

sama lain. Bentuk, lokasi dan karakter suatu kawasan yang memiliki ciri

khusus akan berpengaruh pula terhadap fungsi peggunaan lahan dan

kegiatan-kegiatannya. Sebaiknya kegiatan yang memperhatikan lokasi

tapak yang layak dan baik tergantung seberapa besar aktivitas penggunaan

lahan tersebut.

8. Konservasi (Conservation)

Konservasi suatu bangunan individual harus dikaitkan secara keseluruhan

kota, agar meyakinkan bahwa konservasi akan harmonis dengan

lingkungan sekitarnya. Konsep tentang konservasi kota memperhatikan

beberapa aspek yakni: bangunan-bangunan tunggal, struktur dan gaya

arsitektur, hal-hal yang berkaitan dengan kegunaan, umur bangunan atau

kelayakan bangunan.

Identitas merupakan aspek yang sifatnya tidak terukur dan tergantung dari

persepsi pengamat terhadap setting lingkungannya. Dalam upaya membentuk

identitas pada sebuah kawasan, dapat dilakukan dengan pendekatan terhadap

Universitas Sumatera Utara

Page 33: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

37

elemen-elemen fisik kota, karena melalui elemen fisik inilah sebuah pemahaman

akan ditangkap oleh pengamat secara visual untuk kemudian diolah dalam pikiran

dan diberi pemaknaan, aspek-aspek fisik tersebut (land use, ruang luar dan

bangunan) dalam konteks kawasan Kesultanan Deli.

Lynch (1960) melihat landmark sebagai sebuah konstruksi fisik yang

dapat menyatakan suatu identitas wilayah atau lingkungan karena landmark

memiliki entitas bentuk fisik yang berbeda dan terpisah dengan sekitarnya.

Landmark dapat berperan menjadi identitas karena ia berperan sebagai basis atau

dasar dalam mengenal suatu lingkungan. Ketika landmark dapat menyatakan

identitas suatu wilayah, landmark kemudian juga membawa karekter, atmosfir,

dan ambience keberadaannya terhadap manusia yang merasaknnya. Landmark

yang dapat menyatakan identitas dan karakter suatu wilayah kemudian tidak lagi

hanya dipandang sebagai suatu elemen fisik secara visual saja. Narita (2010)

Untuk menetapkan elemen-elemen yang akan digunakan dalam upaya

pembentukan identitas sebuah kawasan adalah dengan melihat elemen apa saja

yang menonjol dan dapat dijadikan potensi untuk membentuk identitas kawasan,

tentunya yang sesuai dengan tema (estetika ataupun budaya), yang dalam konteks

penelitian ini adalah elemen-elemen fisik yang terdapat pada bangunan Masjid

Raya.

2.6. Citra Kota

Menurut Pocock (1978), citra adalah merupakan hasil dari adaptasi

kognitif terhadap kondisi yang potensial mengenai stimulus pada bagian kota

Universitas Sumatera Utara

Page 34: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

38

yang telah dikenal dan dapat dipahami melalui suatu proses berupa reduksi dan

simplifikasi.

Lynch berpendapat bahwa citra merupakan suatu senyawa dari atribut-

atirbut dan pengertian fisik, tetapi secara sengaja memilih untuk berkonsentrasi

pada fungsi bentuk, dengan mengembangkan hipotesis bahwa pengetahuan

manusia mengenai kota merupakan fungsi dari imageabilitasnya. Citra kota

ditentukan oleh pola dan struktur lingkungan fisik yang dalam perkembangannya

dipengaruhi oleh faktor: sosial, ekonomi, budaya,kelembagaan, adat isitiadat serta

politik yangpada akhirnya akan berpengaruh pula dalampenampilan fisiknya.

Menurut Budihardjo (1991), terdapat enam tolok ukur yang sepantasnya

digunakan dalam penggalian, pelestarian dan pengembangan citra kota, sebagai

berikut:

1.Nilai kesejarahan; baik dalam arti sejarah perjuangan nasional (Gedung

Proklamasi, Tugu Pahlawan) maupun sejarah perkembangan kota (Kota Lama

di Semarang, Kawasan Malioboro di Yogyakarta)

2. Nilai arsitektur lokal/tradisional; (terdapat keraton, rumah pangeran)

3. Nilai arkeologis; (candi-candi, benteng)

4. Nilai religiositas; (masjid besar, tempat ibadah lain)

5.Nilai kekhasan dan keunikan setempat; baik dalam kegiatan sosial ekonomi

maupun sosial budaya; dan

6. Nilai keselarasan antara lingkungan buatan dengan potensi alam yang dimiliki.

Kualitas fisik yang diberikan oleh suatu kota dapat menimbulkan suatu

image yang cukup kuat dari seorang pengamat. Kualitas ini disebut dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 35: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

39

imageability (imagibilitas) atau kemampuan mendatangkan kesan. Imagibilitas

mempunyai hubungan yang sangat erat dengan legibility (legibilitas), atau

kemudahan untuk dapat dipamahi/dikenali dan dapat diorganisir menjadi satu pola

yang koheren.

Kota akan lebih tepat bila dipandang sebagai suatu loka (loci, place,

tempat). Kota dapat dikatakan menyediakan ruang untuk kegiatan, untuk orientasi,

disamping mempunyai karakter untuk identifikasi. Purwanto(2001). Karakter

yang spesifik dapat membentuk suatu identitas, yang merupakan suatu pengenalan

bentuk dan kualitas ruang sebuah daerah perkotaan, yang secara umum disebut a

sense of place. Dalam gambar berikut dijelaskan hubungan antara citra kota,

karakter kota dan identitas kota.

Gambar 2.19. Hubungan antara Citra, Identitas dan Karakter KotaSumber: Purwanto (2001)

2.7.Landmark

Dalammemahami elemen-elemen fisik pembentuk kota dan

yangmembantu pengamat dalam menangkap gambaran tentang sebuahkota (image

content), secara fisik terdapat sebuah pandanganoleh Kevin Lynch, yaitu dalam

melihat elemen-elemensebuah kota, Kevin Lynch membagi dalam lima elemen

yaitu Paths, Edges, Districts, Nodes, dan Landmark.

Universitas Sumatera Utara

Page 36: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

40

Lynch (1960), mengatakan bahwa landmarkmerupakan simbol yang

menarik secara visual dengan sifat penempatan yang menarik perhatian. Biasanya

Landmark mempunyai bentuk yang unik serta terdapat perbedaan skala dalam

lingkungannya. Beberapa Landmark hanya mempunyai arti di daerah kecil dan

hanya dapat dilihat di daerah itu, sedangkan Landmark lain mempunyai arti untuk

keseluruhan kota dan bisa di lihat dari mana-mana. Landmarkadalah elemen

penting dari bentuk kota karena membantu orang mengenali suatu daerah. Selain

itu Landmark bisa juga merupakan titik yang menjadi ciri dari suatu kawasan.

Gambar 2.20. LandmarkSumber: google image

Menurut Lynch (1960), dalam bukunya The Image of the City,3 unsur

penting dalam Landmark, yaitu:

1. Tanda fisik

Landmark merupakan obyek fisik yang dapat ditangkap dengan indera

penglihatan secara mudah.

2. Informasi

Universitas Sumatera Utara

Page 37: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

41

Landmark merupakan gambran dengan cepat dan pasti tentang suatu

tempat kepada pengamat sehingga membentuk image fisik dan non fisik

lokasi Landmark dan sekitarnya.

3. Jarak

Landmark harus dapat dikenali dari suatu jarak, dimana pengamat berada

diluar lingkup proyek.

Proses pembentukan suatu obyek yang mempunyai potensi sebagai

landmark dapat diwujudkan dengan 2 cara dalam hal posisi, yaitu:

a. Memperluas arah pandang

Dengan cara menjadikan obyek dapat terlihat dari arah yang lebih banyak

atau luas sehingga arah pandang menjadi lebih terbuka dan medan

pengenalan visual lebih luas.

b. Tampilan Obyek

Dengan cara membentuk obyek menjadi kontras dalam komposisi bersama

elemen-elemen fisik di sekitarnya, misal menciptakan variasi setback.

Menurut Lynch (1960), ditinjau dari aspek jarak, Landmark dapat

dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu:

DistantLandmark

Merupakan obyek landmark yang dapat dilihat dari banyak arah atau

posisi dengan suatu jarak yang relatif jauh. “Some landmarks are distant ones,

typically seen from many angles and distances, over the tops of smaller elements,

Universitas Sumatera Utara

Page 38: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

42

and used as radial references”. Lynch (1960). Pengamat dapat melihat distant

landmark tidak hanya pada saat ia berada di dalam ruang kota tetapi juga ketika ia

berada di luar kota. Contohnya seperti menara, monumen, gunung, bangunan, dan

lain-lain. Penggunaan distant landmark sebagai pusat orientasi lebih cenderung

untuk manusia yang tidak famiiar terhadap lingkungan. “People who used distant

landmarks did so only for very general directional orientation, or, more

frequently, in symbolic ways.”

Gambar 2.21. The Duomo, Florence sebagai distant landmarkSumber: www.paradoxplace.com

Distant Landmark dengan bentuk fisik yang dapat dilihat dari jauh juga

dapt berperan menjadi simbol yang mewakili suatu wilayah. Seperti yang

dicontohkan oleh Lynch, Duomo of Flourence, sebagai salah satu distant

landmark yang memiliki bentuk fisik sebagai simbol juga identitas yang

mencirikan wilayah kota Florence. Suatu bentuk fisik yang tidak dapat

dihilangkan. Distant Landmark memiliki potensi untuk dimaknai sebagai sesuatu

yang dapat mewakili identitas suatu wilayah tertentu.

LocalLandmark

Universitas Sumatera Utara

Page 39: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

43

Merupakan obyek fisik yang penampilan fisiknya terlihat istimewa apabila

terlihat dari arah, jarak atau jangkauan yang terbatas. Kehadirannya sebagai

landmark di dalam suatu lingkungan sangat dipengaruhi oleh seberapa pengamat

mengenal lingkungannya. “The number of local elements that become landmarks

appears to depend as much upon how familiar the observer is with his

surroundings as upon the elements themselves” Lynch (1960). Semakin tinggi

tingkat familiritas seseorang terhadap lingkungannya, maka akan semakin banyak

pula elemen dalam lingkungan yang dapat berperan sebagai local landmark.

Contoh dari local landmark adalah seperi tampak depan toko, papan iklan, dan

detil-detil kecil lainnya dalam suatu wilayah. Pada contoh diatas, The “Little Gray

Lady” sebuah toko yang berada di Los Angeles meski tidak dapat dilihat dari

kejauhan sekalipun namun ia tetap berperan sebagai landmark karena karakter

ruang intim yang ada di halaman depan toko tersebut.

Gambar 2.22. The Little Gray Lady, Los Angeles sebagai Local LandmarkSumber: Narita (2010)

Kehadiran local landmark seringkali lebih diingat dalam bentuk rangkaian

atau kelompok beberapa titik landmark, dimana satu elemen local landmark

dengan elemen lainnya saling membentuk rangkaian yang kemudian dapat

Universitas Sumatera Utara

Page 40: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

44

memudahkan proses identifikasi lingkungan. “More often, local points were

remembered as cluster, in which they reinforced each othe by repietition, and

were recognizable partly by context” Lynch (1960). Sebuah wilayah atau sebuah

tempat kemudian dapat memiliki lebih dari satu landmark, terutama pada jenis

locallandmark yang dipengaruhi oleh tingkat familiaritas seseorang.

Menurut Lynch (1960), fungsi Landmark dalam perancangan dan

pembentukan lingkungan fisik urban adalah:

a. Landmark sebagai sarana informasi

Sarana informasi langsung mapun tidak langsung dalam jarak dekat

maupun jarak jauh, baik fisik maupun non fisik dimana Landmark berada

DistantLandmark memberikan informasi secara langsung dari jarak

jauh mengenai aspek fisik berupa bangunan Landmark, maupun

non fisik berupa kegiatan di sekitar Landmark

LocalLandmark memberi informasi secara langsung maupun tidak

langsung dari jarak dekat mengenai aspek fisik dan non fisik

b. Landmark sebagai orientasi lingkungan

Landmark dapat dijadikan patokan arah apabila dikaitkan dengan elemen

atau proses alam yang berlangsung secara kontinyu. Orientasi arah dapat

dibentuk dari kombinasi Landmark dengan suatu jalan atau jalur menuju

atau mendekati Landmark.

Universitas Sumatera Utara

Page 41: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

45

Menurut Lynch (1960), Pengendalian keberadaan Landmark dalam

perancangan dan pembentukan lingkungan fisik urban dibedakan menjadi 2

kelompok, yaitu:

a. Berdasarkan bentuk

Distant Landmark pada proses pengendalian dalam perancangan dan

pembentukan lingkungan urban berkaitan dengan skala kota, meliputi

konfigurasi bangunan, sky line bangunan dan penataan fungsi lahan

kota

Local Landmark pada proses pengendalian ini berpengaruh dalam

radius tertentu; seperti komposisi fasade bangunan, arah pandang, dan

arah capai

b. Berdasarkan waktu keberadaannya

Ditinjau berdasarkan waktu maka Landmark dibedakan menjadi 2 bagian,

yaitu:

Bangunan Landmark lama (old building), yaitu obyek Landmark yang

lebih dahulu ada dari proses perancangan kota.

Bangunan Landmark baru (new building), yaitu obyek Landmark

yang keberdaaanya bersamaan atau sesudah proses perancangan kota.

Menurut Lynch (1960), terdapat beberapa kriteria untuk menjadikan suatu

obyek sebagai Landmark:

Mempunyai karakter fisik lain dari obyek fisik di sekitarnya, mempunyai

unsur unik dan mudah diingat.

Universitas Sumatera Utara

Page 42: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

46

Mudah diidentifikasikan, hal ini berkaitan dengan tuntutan bahwa

Landmark harus mudah dikenali pengamat.

Mempunyai bentuk yang jelas dalam luasan atau benteng yang relatif

besar. Hal ini dapat dicapai dengan membentuk kontras antara obyek

Landmark dengan latar belakangnya.

Mempunyai nilai lebih dalam suatu lingkup atau luasan tempat berupa

nilai historis atau nilai estetis.

Nilai historis menyangkut proses terbentuknya obyek tersebut dan

kaitannya dengan lingkup tempat dimana Landmark berada.

Nilai estetis dapat pula nilai historis menyangkut kurun waktu

terbentuknya bangunan, karena nilai estetik tiap kurun waktu dapat

berlainan.

Tabel 2.1. Citra Kawasan menurut teori Citra Kota dari penelitian Syahrum

(2004)

Elemen kota

menurut teori

Citra Kevin

Lynch

Periode sebelum

Kemerdekaan

1896-1945

Periode setelah

Kemerdekaan 1945-2002

Periode saat ini

2003-2004

Landmark Istana Maimun

sebagai Landmark

dari Kerajaan

Deli saat itu

Istana Maimun sebagai

Landmark dari kota

Medan mulai berkurang,

juga pengaruh politik

Pemerintahan daerah

mulai mencoba

untuk menjadikan

Istana Maimun

Universitas Sumatera Utara

Page 43: repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50459 › Chapter II.pdf?sequence=4... 2.1. Perkembangan Kota Medan2.2.2. Perkembangan kawasan Kesultanan Deli pada

47

sangat tegas,

selain sebagai

pusat

pemerintahan

juga merupakan

bangunan terbesar

dan termegah di

Medan pada saat

itu

saat itu yang mengangkat

Balaikota Lama sebagai

Landmark Kota Medan

karena keberpihakan

Kerajaan deli kepada

pemerintahan kolonial

pada saat yang lalu

menyebabkaan istana

maimun menjadi simbol

kolonialisme dan

imperialisme masa lalu

sebagai Landmark

Kota Medan, karena

dianggap sebagai

warisan budaya

Melayu yang identik

dengan kebudayaan

lokal. Kebijakan

Politik Pemerintahan

Kerajaan Deli pada

masa lalu mulai

dilupakan

masyarakat

Universitas Sumatera Utara