a - ta chapter 14
DESCRIPTION
Teori AkuntansiTRANSCRIPT
ACCOUNTING FOR CHANGING PRICE AND INFLATION
Wahyu Anggit Prasetya387374
Learning Objectives
Memahami mengapa SFAS No. 33 gagal
Memahami SFAS No 157 dan 159, dan subsequent Accounting Standards Updates
Introduction
Inflasi dapat didefinisikan secara sederhana sebagai
kenaikan tingkat harga rata-rata barang dan jasa dalam
sebuah ekonomi.
Selama bertahun-tahun, inflasi telah menjadi salah
satu masalah terbesar yang kita hadapi di Teori
Akuntansi.
Pada akhirnya harus diperhatikan pula bahwa tanpa adanya inflasi
pun, harga (individual price) akan selalu berubah karena adanya pergeseran supply & demand
untuk barang dan jasa (individual).
Introduction
Di bawan system akuntansi yang mendasarkan pada historical cost , terdapat dua masalah
berkaitan dengan inflasi.
Pertama, terdapat banyak dari angka2
historical yang terdapat pada laporan keuangan yang secaara ekonomi
tidak relevan lagi karena harga yang
telah berubah sejak terjadinya transaksi
yang berkaitan.
Hal ini mempersulit penggunaan
laporan keuangan untuk memprediksi
arus kas masa depan dan menilai
performa managerial.
Hal ini tentu saja merupakan masalah
faithful representation yang sebelumnya
didiskusikan di dalam SFAC No. 8, Qualitative
Characteristic of Useful Accounting
Information.
IntroductionNampaknya predictive value menurun sebagai dampak dari menggunakan dan mengkombinasikan “dolar” dari purchasing power yang berbeda2.
Introduction
Kekurangan lain dari kelemahan dasar dari historical cost terletak pada area capital maintenance.
Menggunakan historical cost, pendapatan biasanya overstated relatif terhadap jumlah yang dapat didistribusikan ke
stockholder tanpa mengurangi beginning balance dari net aset perusahaan dalam
kondisi sebenarnya
Institutional Aspects of Inflation Accounting Prior to SFAS No.33
Akuntan di US telah menyadari selama lebih dari 75 tahun
potensi dampak pada laporan akuntansi oleh efek perubahan
harga, baik secara spesifik maupun umum.
Faktanya, beberapa perusahaan melakukan restatement terhadap laporan keuangan utama mereka
untuk efek perubahan pada harga spesifik selama tahun
1920an.
Selama kurang lebih setengah abad, organisasi akuntansi, seperti American
Accounting Association (AAA) dan American Istitute of Certified Public
Accountant (AICPA), telah mendiskusikan akuntansi untuk efek perubahan harga
dalam publikasi mereka.
Kedua organisasi tersebut sangat mendukung model
historical cost pada pertengahan 1930an
Institutional Aspects of Inflation Accounting Prior to SFAS No.33
Mulai awal tahun 1950an, AAA dan AICPA
mulai memposisikan kembali diri mereka.
Pada tahun 1951, AAA menerbitkan Supplementary Statement No.2, Price Level
Changes and Financial Statements.
Statement tersebut merekomendasi bahwa laporan keuangan harus
dinyatakan dalam unit yang mewakili daya beli secara umum, sebagai pelengkap bagi pernyataan yang
utama yaitu dalam historical cost.
Pada tahun 1950, AICPA mensponsori penelitian mengenai perubahan konsep pendapatan.
Institutional Aspects of Inflation Accounting Prior to SFAS No.33
Trueblood Committee menyetujui perlunya mengakui perubahan harga pada laporan keuangan, walaupun komite ini tidak menyatakan komitmen apakah menggunakan tingkat harga umum ataukah menggunakan konsep current value.
Institutional Aspects of Inflation Accounting Prior to SFAS No.33
Segera setelah
kelahirannya, FASB menerbit
kan exposure
draft berjudul
“Financial Reporting in Units
of General
Purchasing Power”.
Draft tersebut meminta penyajian
dalam balance
sheet dan income
statement dinyatakan
ulang dalam unit daya beli
umum (general
purchasing power), sebagai
informasi tambahan
FASB menunda tindakan
atas exposure
draft tersebut
karena SEC menerbitkan
ASR 190, yang
membalikkan posisi SEC yang tadinya
menolak penyajian informasi
selain menggunakan historical
cost.
ASR 190 meminta pendaftar tertentu
(kira2 1000
perusahan terbesar nasional)
untuk mengungk
apkan sebagai
informasi tambahan
dalam formulir
10-K mereka
Institutional Aspects of Inflation Accounting Prior to SFAS No.33
Sebagai contoh, jika penggantian dari current equipment akan berdampak pada labor cost yang lebih rendah, maka antisipasi atas labor cost yang lebih rendah tersebut harus digambarkan dalam pengungkapan tambahan (supplementary disclosure).
Institutional Aspects of Inflation Accounting Prior to SFAS No.33
Sekilas, terlihat bahwa kebutuhan mempertimbangkan dampak dari perubahan harga dalam laporan
keuangan telah mengikuti perkembangan yang cukup
evolusioner;
Selama hampir 40 tahun, kebanyakan literatur membahas mengenai
kemungkinan menyatakan ulang laporan keuangan historical cost untuk
perubahan pada general price level, bukan mengenai adopsi sistem
pengukuran yang baru.
Price-level-restated Financial Statement masih menggunakan historical cost sebagai sistem pengukuran namun merubah bagaimana historical cost
tersebut dilaporkan, yaitu, dengan unit of constant dollars daripada dengan unit
of nominal dollars.
Namun, pendekatan current cost, merubah sistem pengukuran dasar menjadi salah satu dari
current value (fair value) ketimbang historical cost
Institutional Aspects of Inflation Accounting Prior to SFAS No.33
Akuntan pada umumnya dan organisasi akuntansi, seperti AAA,
AICPA, dan FASB, cenderung menyukai price-level-restated
historical cost sampai ketika SEC menerbitkan ASR 190.
Alasan mengapa profesi akuntansi cenderung menyukai price-level-restated historical cost daripada current cost hanyalah perkiraan saja, namun terdapat beberapa
kemungkinan alasan.
Metodologi menyatakan ulang historical cost untuk perubahan unit of currency secara umum
lebih mudah daripada mengukur current cost.
Karena mengukur current cost harus menggunakan price level index, seperti
customer Price Index (CPI) yang diperoleh secara eksternal, dan mengkalikan
historical cost dengan current index level dibagi dengan past index level pada
tanggal sebelumnya dari pengukuran.
Institutional Aspects of Inflation Accounting Prior to SFAS No.33
Tindakan SEC mengubah evolusi dari
akuntansi untuk perubahan harga
di US.
ASR 190 mengakibatkan FASB segera
mempertimbangkan kembali posisinya dan
mengarahkan pada pengadopsian dual
approach dalam SFAS No.33
Penerbitan ASR 190 ini memberikan
kemajuan signifikan pada
perkembangan akuntansi untuk
perubahan harga.
Hal tersebut bukanlah termasuk
langkah yang evolusioner, namun lebih kepada refleksi pemikiran dari chief accountant of SEC, John C. Burton
Institutional Aspects of Inflation Accounting Prior to SFAS No.33
Latar belakang Burton adalah akademisi, dan dia percaya bahwa jikalau ada perubahan apapun dalam laporan keuangan karena
perubahan harga, perubahan itu haruslah dibuat untuk sistem pengukuran itu sendiri supaya sistem dapat melaporkan informasi yang lebih berguna bagi pengguna laporan
keuangan.
Keinginannya adalah digunakannya current economic cost dalam sistem pengukuran.
Berdasarkan pendekatan tersebut, expense didasarkan
pada current cost of replacement dari aset tertentu
yang dijual atau digunakan.
Dengan ini, proses matching menunjukkan gambaran rata2
arus kas jangka panjang didasarkan pada current cost
pada saat terjadinya transaksi.
Institutional Aspects of Inflation Accounting Prior to SFAS No.33
Walaupun kemudahan penerapan dari general price-level adjustment tidak dapat terelakkan, namun ketiadaan pengukuran ekonomik yang baru,
Burton meragukan apakah terdapat benefit signifikan yang dapat dicapai
dari sistem semacam itu
Tentu saja, pengaruh posisi Burton terhadap akuntansi
perubahan harga tidak dapat terlalu ditekankan.
Ada kemungkinan bahwa FASB tidak akan mempertimbangkan
current cost jika Burton tidak menjabat sebagai Chief
Accountant dari SEC.
An Overview of Inflation Accounting
Ketika mendiskusikan renspon mengenai inflasi, satu pembedaan
harus segera ditekankan: yaitu antara penyesuaian daya beli
umum (general purchasing power adjustment) dan current valuation.
General price-level adjustment memperhatikan perubahan daya
beli dari monetary unit dari waktu ke waktu relatif terhadap barang dan jasa yang diproduksi
dan dijual.
Untuk mengukur perubahan tingkat harga yang timbul sepanjang periode waktu
tertentu, harus dibuat indeks harga.
An Overview of Inflation Accounting
Indeks harga (price index) adalah weighted average dari current price barang dan jasa; rata2 tersebut
berhubungan dengan harga dalam periode dasar, dan tujuannya
adalah untuk menentukan berapa banyak perubahan
yang telah terjadi.
Penyesuaian didapatkan dengan mengambil
historical cost dari suatu item dan mengkalikannya dengan suatu angka hasil pembagian current period
general price index dengan general price
index pada saat akuisisi.
An Overview of Inflation Accounting
Berdasarkan contoh pada halaman 569 paragraf terakhir, kita mengasumsikan bahwa tanah di-adjust dengan indeks
harga umum (general price index): merupakan percobaan untuk mengukur
perubahan harga seluruh barang dan jasa tersedia.
SFAS No. 33 menggunakan customer price index (CPI) untuk tujuan tingkat harga
umum.
Indeks tingkat harga yang lebih sempit yang disebut specific
price-level indexes, dapat juga digunakan untuk
mensimulasikan harga dari berbagai aset.
Sebagai contoh, indeks harga tertentu untuk capital equipment di industri baja dapat digunakan untuk mengestimasi biaya modal
peralatan di industri tersebut.
An Overview of Inflation AccountingCurrent Valuation, disebut juga current
cost dan fair value, menggambarkan percobaan untuk memperoleh nilai
spesifik untuk point atau period of time tertentu dari assets, liabilities,
expenses, dan revenues.
FASB, dalam SFAS No. 107, mendefinisikan fair value sebagai
jumlah yang mana sebuah aset dapat ditukarkan pada transaksi
sekarang antara pihak2 yang bersedia.
Sebagaiman yang kita tahu, terdapat perbedaan
konsepsi current dan fair value antara penjual dan
pembeli
An Overview of Inflation Accounting
Dua tipe current valuation, adalah
entry dan exit value.
Entry value merupakan biaya pengganti dalam pasar
dimana asset, liability, atau expense yang lumrahnya
didapatkan oleh perusahaan.
Exit value merupakan net realizable value atau disposal
value dari aset dan hutang perusahaan dimana diistilehkan
dengan “orderly liquidation”
Kedua pengukuran tersebut merupakan opportunity cost, dan
keduanya pasti relevan dalam beberapa situasi keputusan,
seperti capital budgeting.
An Overview of Inflation AccountingKita juga mempelajari pendekatan current value, yang kompleks namun berguna, yang disebut deprival value.
Purchasing Power Gains and Losses
Purchasing power gains and losses ditentukan dengan mengukur purchasing power dari item moneter yang tersedia untuk perusahaan dan membandingkannya dengan jumlah sebenarnya dari net monetary accounts.
T-accountNet Monetary Assets
Beginning balance 10.000
1st quarter net inflows 8.000 2nd quarter net inflows 12.000
3rd quarter net inflows 13.000
4th quarter net inflows 6.000
37.000 12.000
Ending balance 25.000
General Price Index
Beginning index
180
1st quarter 192
2nd quarter 197
3rd quarter 205
4th quarter 210
Contoh…
Net Monetary Assets (in terms of 4th-quarter purchasing power)
10.000 x 210/180 11.6678000 x 210/192 8.750 12.000 x 210/197 12.79213.000 x x 210/205 13.3176.000 x 210/210 6.000
39.73426.942
Untuk mengukur purchasing power gain or loss dari purchasing power saat kuarter ke-4, balance awal dan perubahan item moneter bersih berikutnya disajikan kembali dalam bentuk purchasing power yang
diukur berdasarkan kuarter ke-4.
Ending balance melebihi jumlah aktual dari aset moneter bersih, sehingga perusahaan kehilangan $ 1.942 (26.942-25.000) dari purchasing power dengan memegang aset moneter bersih saat periode dimana general price level
berubah
Purchasing power gains and losses tidak di bahas dalam SFAS No. 157, juga bukan merupakan bagian dari standar income measurement system. Namun, merupakan bagian dari sumplementary data yang terdapat di SFAS No. 33.
Holding Gains and Losses
Aset non moneter(yang disebut aset riil) dikenai gain or loss akibat perubahan nilai mereka
Holding gain and losses pada aset riil dapat dibagi menjadi dua bagian
Holding gains and losses juga dapat diklasifikasikan sebagai akuntansi konvensional yang telah direalisasikan atau belum direalisasi.
Monetary holding gains and losses, yang semata-mata karena perubahan tingkat harga umum selama periode tersebut
Real holding gains and losses, perbedaan antara jumlah price-level-adjusted umum
dan nilai-nilai saat ini.
Deprival Value
Nilai deprival adalah pengukuran nilai saat ini atau nilai wajar.
Diperoleh dengan cara berikut : biarkan A lebih tinggi dari net realizable value atau present value dari arus kas masa depan, dan biarkan B menjadi replacement cost. Nilai deprival adalah lebih rendah dari A atau B
Lanjut…
Dengan mengambil nilai terendah dari kedua hal tersebut, nilai deprival
mengukur biaya kesempatan dari perusahaan yang
“dirampas” dari asetPenggunaan nilai deprival
dapat menimbulkan masalah verifiability.
Selain itu, nilai deprival dapat menjadi subjek overstatement atau
understatement yang disengaja, jika manajer
memutuskan untuk memanipulasi holding gains atau losses pada
asset dispositions
Perbelakuan SFAS No. 33 dan Penolakan SFAS No. 82 dan 89
• SFAS No.33 – SFASNo. 33 menjelaskan bahwa efek dari
perubahan harga harus di tampilkan sebagai informasi tambahan dalam laporan keuangan.
– FASB menyimpulkan perusahaan seharusnya melaporkan informasi tambahan selain informasi utama dengan pendekatan pengukuran yang berbeda. SFAS 33 tidak dapat diaplikasikan pada semua perusahaan.
• SFAS 33 dapat diterapkan pada :
Perusahaan publik yang menyiapkan laporan keuangan dalam dolar AS dan berdasarkan pada US GAAP, dan yang pada awal tahun fiskal laporan
keuangannya memiliki :
Persediaan dan property, plant, dan equipment(kecuali
goodwill atau aset yang tak berwujud lainnya) (sebelum di dikurangi
depresiasi, deplesi dan amortisasi) berjumlah
sebesar lebih dari $125 juta
ATAU
Total aset sebesar lebih dari $1 milyar (setelah
dikurangi akumulasi depresiasi)
• SFAS 33 mendefinisikan perusahaan publik sebagai perusahaan yang :
Pemilik kewajiban atau sekuritas ekuitasnya diperdagangkan dalam sebuah public market di bursa saham domestik atau dalam market di luar domestik (termasuk surat-surat berharga yang hanya diberikan dalam skala lokal atau regional); atau
Diwajibkan untuk mengajukan laporan keuangan oleh SEC (Securities and Exchange Commission)
• SFAS 33 mewajibkan pengungkapan:
Informasi pendapatan dari operasi berkelanjutan untuk
tahun fiskal yang sedang berjalan di dalam sebuah
historical cost atau constant dollar.
Keuntungan atau kerugian daya beli atas nilai moneter bersih
pada tahun fiskal
• Purchasing power gains and losses tidak boleh dimasukkan dalam perhitungan income from continuing operatios. Berdasarkan current cost, berikut adalah yang harus diungkapkan :I
nformasi income yang berasal dari operasi yang berkelanjutan untuk tahun fiskal saat ini dalam current cost.
Jumlah current cost dari inventory, property, plant, dan equipment pada akhir tahun fiskal.
Peningkatan atau penurunan untuk jumlah current cost dari inventory, property, plant, dan equipment untuk tahun fiskal sekarang pada saat inflasi.
SFAS No. 33 gagal dalam
beberapa alasan
Pertama, ada penolakan dramatis
terhadap inflasi selama awal 1980an
Ditambah lagi masalah pengukuran yang digunakan, muncul pertanyaan tentang
understandability (pengertian) dan kegunaan untuk tujuan
predictive value.
Provision of SFAS No. 33 and Rejection in SFAS No. 82 and 89
• SFAS No. 82Akibatnya, Dewan jelas merasa bahwa biaya pengungkapan pendapatan dolar konstan melebihi manfaat informasi
Provision of SFAS No. 33 and Rejection in SFAS No. 82 and 89
• SFAS No 89
Aspek paling menarik dari SFAS No. 89 adalah terkait four-to-three
vote (Mosso, Lauver, dan Swieringa berbeda pendapat). Komentar-
komentar dari penentang ini sangat memberikan pencerahan.
David Mosso menyatakan keyakinannya bahwa isu
perubahan harga umum dan khusus adalah masalah yang
paling penting yang akan dihadapi oleh FASB selama abad ini
Meskipun kekurangan SFAS No. 33 ini, Mosso
melihatnya sebagai dasar untuk membangun di masa
mendatang.
Raymond Lauver setuju dengan hal ini. Robert Swieringa setuju baik dengan Mosso dan Lauver dan juga melihat
hilangnya sistem dan kontinuitas Data: dasarnya biaya tetap installing dan
capturing data biaya saat ini.
SFAS NO. 157• Elemen Utama dari SFAS No. 157SFAS No. 157 Pengukuran Nilai Wajar, mempengaruhi Akun yang "memerlukan atau mengizinkan pengukuran nilai wajar" pada neraca meskipun standar sedikit mengatakan tentang pertimbangan laporan laba rugi terkait. Termasuk dalam cakupan standar ini adalah sebagai berikut:
1. Sewa SFAS No. 13
2. Gangguan aset berdasarkan SFAS No. 144, yang masih lower of cost
atau market type of valuation
3. Pertukaran aset nonmoneter berdasarkan APB Opinion No. 29
dan SFAS No. 153, dengan pengecualian diizinkan jika nilai
wajarnya tidak "cukup ditentukan“
4. Derivatif SFAS No. 133 dengan keuntungan yang belum direalisasi atau kerugian diakui dalam laporan
laba rugi, tetapi lebih pada pengungkapan harus disediakan
SFAS NO. 157• Terkait dengan berbagai aneka ragam aset dan kewajiban, tetapi
SFAS No. 157 menyediakan tempat berpijak untuk penggunaan yang lebih luas dari pengukuran nilai wajar.
Ayat 2 dan 3: standar akuntansi yang memungkinkan
pengukuran berdasarkan pada bukti-vendor tertentu pada
nilai wajar
Ayat 5: nilai wajar sebagai harga yang akan diterima untuk menjual
aset atau dibayar untuk mentransfer kewajiban dalam transaksi antara pelaku pasar
pada tanggal pengukuran “
Ayat 10: pelaku pasar diasumsikan independen dari
perusahaan pelapor, berpengetahuan, dan mampu
dan mau masuk ke dalam transaksi
Ayat 8: harga aset seharusnya diturunkan
untuk aset pasar di mana aset penggunaan tertinggi
dan terbaik“
Measurement ConsiderationsNilai wajar umumnya berlaku untuk aset dan kewajiban tertentu, tetapi dapat berlaku untuk agregasi yang lebih besar dari aset tersebut sebagai bisnis yang dimiliki oleh entitas pelaporan.
Valuation Techniques• Ada tiga teknik penilaian atau pendekatan baik dalam pertukaran
dan penggunaan kategori untuk aset dan juga untuk kewajiban:3. Pendekatan Biaya: melibatkan menentukan biaya saat ini untuk menggantikan kapasitas pelayanan aset.
The Fair Value Pricing Hierarchy• Hirarki nilai harga yang wajar berkaitan dengan proses atau
mekanisme pengamanan harga. Ada tiga tingkat untuk mengamankan harga:
Level 1: harga dikutip dari harga di pasar aktif untuk identitas aset atau kewajiban
Level 3: masukan yang berasal dalam situasi di mana ada sedikit aktivitas pasar.
SFAS 157 - The Fair Value Pricing Hierarchy
Category SFAS 157 Classification Comments
How assets are used In-use versus in-exchange Aplicable only to assets. Joint cost may impede in-use category
Valuation techniques Market, income, cost approaches
this category provides an overview of valuations
Fair value hierarchy Level 1, level 2, level 3 This category provides the specifics of pricing going from higher to lower verifiabilitY
SFAS 157 - Disclosures• Terdapat banyak interim dan year end disclosure dibuat
berdasar SFAS 157, terutama untuk pengukuran yang menggunakan unobservable inputs atau input yang tidak dapat diamati (level 3).
Unobservable Inputs MeasurementUntuk pengukuran level 3 harus ditunjukkan• Pengukuran menggunakan fair value pada tanggal
pelaporan plus detail rincian mengenai penggunaan ketiga level (par 32)
• Saldo awal dan akhir beserta komposisi perubahan • Gain dan losses, termasuk asal muasalnya.
SFAS 157 - Evaluation • SFAS 157 merupakan standard yang berpengaruh luas.
24 standard FASB dan tiga APB opinions dipengaruhi pleh SFAS 157.
• Terdapat dua aspek kritik mengenai SFAS 157– Omissions (pengecualian)– Theoritical issues (isu-isu teoritis)
SFAS 157 - Evaluation Omissions (Pengecualian): The Income Statement
Dalam SFAS 157 sama sekali tidak disinggung
mengenai income statement.
Untuk aktiva tetap, besar kemungkinan nilai penyusutan akan sama dengan penurunan
nilai aset antara dua titik dalam suatu waktu.
Terdapat juga kemungkinan aset tetap dapat mengalami
apresiasi jika nilai pasar meningkat lebih dari penurunan nilai aset.
Lampiran E pada SFAS 157 menunjukkan beberapa
perubahan dari SFAS 144 mengenai impairment nilai
aset jangka panjang.
SFAS 157 - Evaluation Holdings Gains and Losses
SFAS 157 hanya menyinggung mengenai penyajian holding gains & losses dalam disclosure (par 32c dan d)
SFAS 157 – Theoretical IssuesThe Exit Value Choice
Net realisable value atau exit value biasanya melibatkan cost dari transaksi.
Tanpa memperhitungkan transaction cost, pengukuran jadi kurang mantab dan tampak overstated.
SFAS 157 – Theoretical IssuesMarket-Based Versus Entity-Specific Prices
Dalam pasar monopoli dan pasar dengan persaingan tidak sempurna, harga lebih banyak mendapat pengaruh dari sellers.
SFAS 157 – Theoretical IssuesDalam SFAS 157, situasi pasar
persaingan tidak sempurna tersebut tampak dalam kasus dimana
perusahaan memiliki porsi kepemilikan saham yang besar -> menjual ini berarti
harganya bakal jadi rendah.
Dalam situasi tersebut, SFAS 157 menggunakan harga
pasar tanpa memperhitungkan efeknya
terhadap harga saham.
Harga asset tidak dipengaruhi oleh resiko aset. Sedangkan harga liability dipengaruhi oleh non performance
risk (kemungkinan gagal bayar), yang mana besar kecilnya kemungkinan
tersebut memengaruhi harga.
SFAS 157 – Theoretical IssuesPricing Approaches and TechniquesDalam par 18 SFAS 157 terdapat tiga valuation techniques:1. Market Approach -> Exit value2. Income Approach -> Exit value3. Cost Approach -> Entry valueKetiga teknik penilaian diatas bermanfaat dalam penentuan fair value, namun terdapat beberapa isu problematik.
SFAS 157 – Theoretical IssuesBeberapa Isu problematik valuation techniques:1. Tidak seperti pendekatan exit value yang jelas dan precise ala
Chambers dan Sterling, SFAS 157 mungkin tidak sejelas itu. 2. Terdapat banyak variasi pendekatan dan teknik pengukuran
yang reliable dan verifiable namun kurang comparable. Trade off keduanya perlu dipertimbangkan.
3. Dewan FASB memilih exit value karena lebih menekankan ekspektasi saat ini terhadap future inflow dari aset. Namun dikesampingkannya transaction cost dalam penilaian aset membuat alasan ini menjadi tidak berhubungan.
4. Valuasi dalam SFAS 157 ini cenderung bikin user bingung dalam hal menganalisis profitability, leverage dan rasio efisiensi
SFAS 157 – Theoretical IssuesCapital Manitenance
Capital maintenance merepresentasikan jumlah yang dapat didistribusikan kepada
shareholders sebagai dividend tanpa harus menjual capital. Nilai dividend
tergantung dari seberapa banyak income dihasilkan pada suatu periode.
Capital maintenance dalam SFAS 157 mengundang pertanyaan.
Misalnya tentang digunakannya historical cost untuk inventory
(alih-alih menggunakan fair value).
Masalah berikutnya adalah mengenai tidak dikurangkannya
transaction cost dalam perhitungan fair value untuk
penentuan nilai aset.
Masalah lainnya adalah mengenai reliability
penentuan nilai fair value menggunakan perhitungan
kategori level 3.
SFAS 157 – Theoretical IssuesComparability and Reliability
Jika pengukuran tidak reliable (atau verifiable), tingkat comparability-nya layak diragukan.
Masalah lain dapat muncul pada kasus ketika perusahaan menggunakan market yang fair value nya lebih tinggi daripada fair value pada principal market.
SFAS 157 – Theoretical IssuesOther PointsParagraf 17 SFAS 157
menyatakan bahwa initial cost atau transaction price seringkali setara dengan exit value pada
saat intial recognition.
Pernyataan tersebut hanya tepat untuk instrument
finansial namun tidak untuk aset tetap dan aset operasional lain.
Paragraf 8 menyatakan bahwa pengukuran fair value (digunakan atau)
supposed to occur ‘’in the principal market for the asset or liability, or in
the absence of a principal market, the most advantageous market for the
asset or liability’’.
Pernyataan tersebut jelas dan tidak ambigu, namun dalam
paragraf 10 penekanan pengukuran fair value tampak bergeser ke ‘’highest and best
use’’
Paragraf 10 menyatakan: ‘’A fair value measurement assumes the highest and
best use of the asset by market participants, considering the use of the asset that is physically possible, legally
permissible, and financially at the measurement.’’
SFAS 159Dikemukakan beberapa ‘option’ baru untuk pengukuran fair value.
Option pada standard ini cenderung untuk financial asset dan financial liability events, kecuali beberapa hal.
SFAS 159Beberapa hal yang dikecualikan tersebut adalah:
Anak perusahaan yang harus dikonsolidasi (par 8a)
Variabel interest entitas
Bermacam jenis simpanan di bank (bank deposits) dan liability (par 8c).
SFAS 159
Penggunaan fair value option dapat diterapkan
tergantung instrumen yang hendak diukur (par
5) - instrument by instrument approach.
Salah seorang anggota FASB memiliki
pandangan bahwa instrument by
instrument approach ini dapat mengurangi
comparability.
Standard ini harusnya memperkenalkan
valuation measurement yang sama untuk
beragam instrument finansial agar income
volatility dapat dikurangi.
SFAS 159
SFAS 159 juga diharapkan
menggunakan valuation
measurement yang sama agar
dapat mengurangi
aktivitas hedging dan income
smooting yang berlebihan.
Pernyataan SFAS 159 juga telah
memperbaiki SFAS 115 mengenai
marketable securities (par 28 dan 29) dengan
menyatakan bahwa aset
available for sale dan held to
maturity securities diukur
menggunakan fair value.
Jika diukur menggunakan
fair value, unrealised gains
dan losses dimasukkan
dalam perhitungan
Income.
SFAS 159
Salah satu efek samping dari SFAS 159 dapat ditemui pada kasus dimana buyout firm (perusahaan yang
aktivitasnya membeli minimal 51% kepemilikan perusahaan lain dengan
tujuan untuk dijual kembali dengan harga
lebih tinggi) dapat mengakui management fees ‘upfront’ (dimuka).
SFAS 159 tidak punya pernyataan mengenai
upfront income recognition untuk
management fee (dan atau sejenisnya) pada
buyout firm.
Accounting Standard UpdatesFASB menerbitkan ASU 2009-12 mengenai masalah-masalah pengukuran pada entitas
tertentu terkait dengan investasi yang belum mempunyai ukuran yang tersedia untuk dinilai.
FASB menerbitkan ASU 2010-06 mengenai improving disclosures about fair value
measurement. ASU ini mensyaratkan disclosure untuk asset dan liabilities.
ASU ini mensyaratkan disclosure diterapkan untuk pengukuran fair value dengan kategori level 2 dan
3, baik itu untuk yang recurring maupun untuk yang non-recurring
Accounting Standard Updates
ASU 2011-04 mengenai Amendments to Achieve Common Fair Value Measurement and Disclosure
Requirement in US GAAP dan IFRS.
ASU yang satu ini mantab betul, isinya sampai 331 halaman! Pembuat standard tampaknya kurang
sreg dengan ide simplicity.
Singkat cerita, standard ini intinya bercerita tentang bagaimana mengukur fair value dan bagaimana
usaha untuk meminimumkan perbedaan wording (kosakata) antara US GAAP dan IFRS.