a09rto
DESCRIPTION
sdasdasTRANSCRIPT
PENGARUH APLIKASI SENYAWA HUMAT
TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH VERTISOL
DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays)
Oleh:
RONNI TOBING
A24104092
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
SUMMARY
RONNI TOBING. Effects of Humic Substance Application on the Chemical Properties of Vertisol and Corn (Zea mays) Growth. Supervised by ISKANDAR and HERU B. PULUNGGONO.
Vertisol is one of the potential soil type that can be used for agriculture activity intensively. This soil has high pH, cation exchange capacity (CEC), and base saturation percentage, but it has high potassium fixation that causes inefficiency in fertilization. Vertisol is considered as fertile soils, large cracks and hard soil consistency in drought seasons, sticky consistency in rainy seasons, and high potassium fixations are problems that are considered serious if the soil is used for the agriculture land.
The purpose of this research are to find out the effects of applications of several dosages of humic substance to the chemical properties of vertisol, also the effects of applications of humic substance to the growth of the corn plant. This research was done in the green house university farm of Bogor Agriculture University. This research was done since September 2008 until February 2009. Soil analysis was done in the laboratory of land physical resource development, laboratory of physics and soil conservation, and laboratory of chemistry and soil fertility, Soil Science and Land Resource Department, Faculty of Agriculture, Bogor Agriculture University. Soils are applied with dosages of humic substance which are H0 (0 l/ha), H1 (5 l/ha)), H2 (10 l/ha), dan H3 (25 l/ha).
The results of this research showed that addition of humic substance does not gives a significant increase to the soil chemical properties of vertisol generally. Soil acidity (pH) showed a relatively same value in all dosages that which were 7,49 - 7,51. Base saturation that was also analyzed in each application showed a percentage of >100%., where bases that analyzed were dominated by Ca and Mg Cations. CEC showed a small increase for all treatment. The highest increase of CEC is in H1 which is 30,76 me/100g from control which is 27,92 me/100g. C-organic showed a relatively same value for each application which is in the range of 1,05% in H1 and 1,22% in H3. Application of humic substance showed an increase in plant height, wet mass, and dry mass. But showed the same value relatively in the numbers of leaves of the corn. Key words : vertisol, humic substance, chemical properties, corn plant
RINGKASAN
RONNI TOBING. Pengaruh Aplikasi Senyawa Humat Terhadap Sifat Kimia Tanah Vertisol dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays). Dibawah bimbingan ISKANDAR dan HERU B. PULUNGGONO.
Vertisol memiliki potensi untuk dimanfaatkan untuk pertanian secara lebih intensif. Tanah ini memiliki pH yang tinggi, kapasitas tukar kation dan persentase kejenuhan basa yang tinggi, namun memiliki daya fiksasi yang tinggi terhadap kalium yang menyebabkan pemborosan dalam pemupukan. Meskipun vertisol tergolong subur, retakan yang hebat dan konsistensi tanah sangat keras pada musim kemarau, konsistensi tanah sangat lekat pada saat musim hujan, dan fiksasi kalium yang tinggi merupakan kendala-kendala yang cukup serius bila tanah ini dimanfaatkan untuk keperluan pertanian.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi beberapa dosis senyawa humat terhadap sifat kimia tanah vertisol serta pengaruh aplikasi senyawa humat terhadap pertumbuhan tanaman jagung. Penelitian dilakukan di rumah kaca, University Farm, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan dari bulan September 2008 sampai dengan bulan Februari 2009, sedangkan analisis tanah dilakukan di Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, Laboratorium Fisika dan Konservasi Tanah, dan Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB. Tanah diberi perlakuan dosis senyawa humat yaitu H0 (0 l/ha), H1 (5 l/ha)), H2 (10 l/ha), dan H3 (25 l/ha).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan senyawa humat memberikan peningkatan yang sangat kecil terhadap sifat kimia tanah vertisol secara keseluruhan. Kemasaman tanah (pH) menunjukkan nilai yang relative sama sama pada semua dosis yang diuji, yaitu 7,49-7,51. Kejenuhan basa (KB) yang terukur pada masing-masing perlakuan menunjukkan nilai >100% , dimana basa-basa yang terukur didominasi oleh kation Ca dan Mg. Kapasitas Tukar Kation (KTK) menunjukkan peningkatan yang kecil pada semua perlakuan. KTK tertinggi yaitu pada perlakuan H1 yaitu 30,76 me/100g, sedangkan nilai kontrol yaitu 27,92 me/100g. C-oganik menunjukkan nilai yang relatif sama pada setiap perlakuan yaitu antara 1,05% pada H1 dan 1,22% pada H3. Aplikasi senyawa humat menunjukkan peningkatan pada tinggi tanaman, bobot basah, dan bobot kering. Tetapi menunjukkan jumlah yang relatif sama pada jumlah daun tanaman jagung. Kata kunci : vertisol, senyawa humat, sifat kimia, tanaman jagung
PENGARUH APLIKASI SENYAWA HUMAT
TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH VERTISOL
DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays)
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
RONNI TOBING
A24104092
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Pengaruh Aplikasi Senyawa Humat terhadap Sifat Kimia
Tanah Vertisol dan Pertumbuhan Tanaman Jagung
(Zea mays)
Nama : Ronni Tobing
NRP : A24104092
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Iskandar Ir. Heru Bagus Pulunggono, M.Agr
NIP. 19611001 198703 1 002 NIP. 19630407 198703 1 001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr
NIP. 19571222 198203 1 002
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Ronni Tobing, dilahirkan di Medan pada tanggal
19 Desember 1984. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dari
pasangan Bapak Tahi Tobing dan Mesdiana Sinaga.
Jenjang pendidikan penulis dimulai pada tahun 1991 di SD Negeri 017
Mandau, Kabupaten Bengkalis, Riau dan lulus pada tahun 1997. Pada tahun yang
sama penulis memasuki Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 2
Mandau, Kabupaten Bengkalis, Riau dan pada tahun 2000 memasuki Sekolah
Menengah Umum di SMU Negeri 1 Mandau, Kabupaten Bengkalis, Riau. Penulis
meneruskan pendidikan di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian,
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan melalui jalur SPMB (Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru) pada tahun 2004.
Selama menjadi mahasiswa IPB penulis aktif dalam beberapa kegiatan
Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT) dan kepanitiaan dalam berbagai acara
yang diselenggarakan oleh HMIT.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala
berkat dan anugrahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penulisan skripsi ini.
Skripsi yang berjudul Pengaruh Aplikasi Senyawa Humat terhadap
Sifat Kimia Tanah Vertisol dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays)
ini merupakan hasil penelitian sebagai salah satu syarat kelulusan menjadi Sarjana
Pertanian di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Dr. Ir. Iskandar selaku dosen pembimbing skripsi pertama dan Ir. Heru Bagus
Pulunggono, M.Agr selaku dosen pembimbing skripsi kedua yang telah
banyak memberikan bimbingan, arahan, dan kemudahan dalam melakukan
penelitian hingga penulisan skripsi ini.
2. Kedua orangtua dan saudara-saudara serta keluarga yang selalu membantu,
mendoakan, memberikan semangat dan sebagai motivator sehingga penulis
dapat menyelesaikan pendidikannya di IPB.
3. Bakhtiar Z. dan Ramly M. atas kerjasamanya selama penelitian lapang dan
laboratorium.
4. Teman-teman di jurusan ilmu tanah angkatan 41 (PATAK) dan teman-teman
seperjuangan di HMIT (Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah) IPB yang telah
memberikan begitu banyak pelajaran hidup bagi penulis selama menempuh
pendidikan di IPB.
viii
5. Seluruh dosen baik dari Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
maupun dari luar departemen yang telah mencurahkan ilmunya kepada
penulis selama ini.
Bogor, November 2009
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .............................................................................. vii
DAFTAR ISI .............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL …………………………………………………….. x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xi
I. PENDAHULUAN …………………………………………………… 1 1.1 Latar Belakang ………………………………………………… 1 1.2 Tujuan Penelitian …………………………………...…………. 2 1.3 Hipotesis ........................................................................................ 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………. 3 2.1 Tanah Vertisol …………………………………………………. 3 2.2 Senyawa Humat ……………………………………………….. 5 2.4 Tananaman Jagung (Zea mays) ....................................................... 11
III. METODE PENELITIAN ………………………………………….. 12 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ………………………………….. 12 3.2 Bahan dan Alat Penelitian …………………………………….. 12 3.3 Metode Penelitian …………………………………………….. 12
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………. 15 4.1 Pengaruh Senyawa Humat terhadap Sifat-sifat Kimia Tanah ........... 15 4.2 Pengaruh Senyawa Humat Terhadap pertumbuhan Tanaman
Jagung (Zea Mays) ............................................................................ 18 4.3 Mekanisme Reaksi Senyawa Humat dalam Tanah ........................... 21
V. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………….. 23 5.1 Kesimpulan ……………………………………………………. 23 5.2 Saran ………………………………………………………….. 23
VI. DAFTAR PUSTAKA …………………………………………….. 24
LAMPIRAN ………………………………………………………….. 26
DAFTAR TABEL
No. Halaman Teks
1. Parameter dan metode analisis sifat kimia …………………………. 14
2. Pengaruh senyawa humat terhadap sifat-sifat kimia tanah ............... 15
Lampiran
1. Analisis awal tanah ............................................................................. 27
2. Dosis pupuk untuk tanaman jagung ..................................................... 27
3. Bobot basah, kering oven (60oC) dan kadar air tanaman indikator jagung ….…………………………………………………. 28
4. Tinggi dan jumlah daun tanaman indikator jagung 2-8 MST ………. 38
5. Daftar sidik ragam akibat aplikasi senyawa humat terhadap bobot basah, bobot kering, tinggi, dan jumlah daun tanaman jagung .......... 30
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman Teks
1. Struktur mineral liat mengembang-mengkerut tipe 2:1 montmorillonit ruang antar lapisan berisi kation dapat dipertukarkan dan molekul-molekul air ………………………..… 4
2. Mekanisme pembentukan asam humat …………………………… 6
3. Bagan alur pemisahan humat menjadi berbagai fraksi humat ……... 7
4. Pengaruh perlakuan senyawa humat terhadap KTK tanah …………. 16
5. Pengaruh penambahan senyawa humat terhadap jumlah daun tanaman indikator jagung ..................................................................... 18
6. Pengaruh penambahan senyawa humat terhadap tinggi tanaman Indikator jagung .................................................................... 19
7. Pengaruh penambahan senyawa humat terhadap bobot basah dan bobot kering tanaman Indikator jagung pada 8 MST .................. 21
Lampiran
1. Foto tanaman pada 8 MST ……………………………………….. 29
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Vertisol memiliki potensi untuk dimanfaatkan secara lebih intensif untuk
pertanian, karena tanah ini memiliki penyebaran yang cukup luas, yaitu sekitar 2,1
juta hektar tersebar di P. Jawa, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan
Sulawesi (Subagyo et al,. 2004). Vertisol adalah tanah mineral yang mempunyai
warna abu kehitaman, bertekstur liat dengan kandungan liat ≥ 30% pada horizon
permukaan sampai kedalaman 50 cm. Tanah bersifat vertik ini merupakan tanah-
tanah yang dicirikan oleh adanya retakan-retakan yang lebar disertai dengan
konsistensi tanah yang sangat keras pada saat musim kemarau. Pada saat musim
hujan, tanah ini akan mengembang. Retakan-retakan tanahnya segera menghilang
dan konsistensi tanah berubah menjadi sangat lekat dan sangat plastis.
Dari sisi sifat kimianya, tanah ini memiliki pH yang tinggi, kapasitas tukar
kation dan persentase kejenuhan basa yang tinggi, namun memiliki daya fiksasi
yang tinggi terhadap kalium yang menyebabkan pemborosan dalam pemupukan
kalium (Borchardt, 1989). Meskipun vertisol tergolong subur, retakan yang lebar
dan konsistensi tanah sangat keras pada musim kemarau, konsistensi tanah sangat
lekat pada saat musim hujan dan fiksasi kalium yang tinggi merupakan kendala-
kendala yang cukup serius bila tanah ini dimanfaatkan untuk keperluan pertanian.
Pemberian bahan organik ke tanah pada umumnya dapat memperbaiki
kualitas fisik-kimia tanah, namun jumlah bahan organik yang dibutuhkan sangat
besar. Faktor tersebut sering menjadi kendala dalam penggunaan bahan organik,
oleh karena itu penggunaan senyawa humat diharapkan dapat menggantikan peran
bahan organik konvensional, seperti pupuk kandang dan kompos. Senyawa humat
2
ini memiliki bobot molekul sedang sampai tinggi, dan merupakan campuran yang
komplek dari struktur hidrokarbon alifatik dan aromatik dengan gugus-gugus
fungsional amida, karboksil, keton dan lain-lain. Senyawa humat ini berfungsi
sebagai bahan pembenah tanah yang terlibat dalam reaksi kompleks dan dapat
mempengaruhi kesuburan tanah dengan mengubah kondisi fisik, kimia dan
biologi tanah (Tan, 1993).
1.2. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi beberapa dosis
senyawa humat terhadap sifat kimia tanah vertisol dan pertumbuhan tanaman
jagung.
1.3. Hipotesis
Dalam penelitian ini senyawa humat yang digunakan akan diencerkan
1000 kali, oleh karena itu senyawa humat ini tidak akan berpengaruh pada
peningkatan pH, KTK, C-organik, dan KB tanah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanah Vertisol
Vertisol adalah tanah-tanah mineral yang mempunyai warna abu
kehitaman, bertekstur liat dengan kandungan ≥30 % pada horizon permukaan
sampai kedalaman 50 cm. Faktor dominan yang mempengaruhi pembentukan
tanah ini adalah iklim utamanya iklim kering dan batuan tanah yang kaya terhadap
kation. Di Indonesia vertisol terbentuk pada daerah yang tingginya tidak lebih dari
300 m dpl, dengan topografi agak bergelombang sampai berbukit, temperatur
tahunan rata-rata 25 oC, dengan CH < 2500 mm dan pergantian musim hujan dan
kemarau nyata. Bahan induk vertisol umumnya batu kapur, napal, tuff, endapan
alluvial dan abu vulkanik.
Warna gelap pada horizon A tanah vertisol bukan berarti tanah ini
mengandung bahan organik yang tinggi. Ini disebabkan adanya humus pada
kondisi alkalin sampai netral, dan mungkin juga oleh reduksi senyawa besi. Pada
umumnya bahan organik tanah vertisol 1 - 3 % dan terdistribusi secara baik pada
horizon tanah. Reaksi tanah pada tanah ini antara agak masam sampai agak basa,
tipikal pH 6,0 - 7,5. Kapasitas tukar kation pada umumnya tinggi, yaitu 30 - 60
m.e./100g (Young, 1976).
Nilai pH yang tinggi pada tanah ini berhubungan dengan persentasi kalsium
dan magnesium yang tinggi. Nila pH pada lapisan atas tanah vertisol biasanya
pada batas 6 - 7,5, tetapi jika kandungan CaCO3 tinggi pH tanah ini berada pada
rentang 7,2 - 8,5. Pada umumnya peningkatan pH berhubungan dengan
peningkatan CaCO3 dan garam-garam lain. Pada kondisi pH yang tinggi pada
tanah ini, penggunaan pupuk yang bersifat asam dapat disarankan (Dudal, 1965).
4
Sifat-sifat yang khas dari tanah-tanah bersifat vertik tersebut di atas muncul
karena fraksi halus tanah didominasi oleh mineral liat mengembang-mengerut tipe
2 : 1 montmorillonit (Gambar 1). Ikatan antar lapisan montmorillonit relatif lemah
dan mempunyai ruang antar lapisan yang dapat mengembang jika kandungan air
pada ruang antar lapisan ini meningkat dan akan mengkerut jika kandungan air
pada ruang antar lapisan ini menurun. Tingginya daya mengembang dan
mengkerut dari montmorillonit menyebabkan mineral ini dapat menjerap dan
memfiksasi ion-ion logam dan persenyawaan organik (Ditjen Dikti, 1991).
Gambar 1. Struktur mineral liat mengembang-mengkerut tipe 2 : 1 montmorillonit dengan ruang antarlapisan berisi kation dapat dipertukarkan dan molekul-molekul air
Kemampuan mengembang dan mengkerut ini juga yang menyebabkan
terbentuknya relief gilgai pada bentang lahan vertisol. Pada saat kering tanah akan
retak-retak dan tanah yang ada pada permukaan akan runtuh ke dalam retakan.
Pada saat hujan tanah mengembang, dan tanah yang jatuh ke dalam retakan
tersebut akan didorong ke atas dan membentuk relief mikro yang disebut gilgai
(Mohr et al., 1972).
5
2.2 Senyawa Humat
Istilah senyawa humat berasal dari Berzellius (1830) yang menggolongkan
fraksi humat tanah ke dalam (1) asam humat, yakni fraksi yang larut dalam basa,
tidak larut dalam asam dan alkohol; (2) asam krenat dan apokrenat, merupakan
fraksi yang larut dalam air; dan (3) humin, yakni bagian yang tidak dapat larut dan
inert. Senyawa humat ini bersifat amorf, berwarna kuning sampai coklat hitam
dan memiliki bobot molekul tinggi (Tan, 1993).
Senyawa humat terdiri atas makromolekul aromatik kompleks asam amino,
peptida, termasuk juga ikatan antar kelompok aromatik yang juga terdiri atas
fenolik OH bebas, struktur quinon, nitrogen dan oksigen pada cincin aromatik.
Kandungan asam humat tanah yaitu C, H, N, O, S dan P serta unsur lain seperti
Na, K, Mg, Mn, Fe dan Al. Arsiati (2002 dalam Ardianto, 2009) menambahkan
kandungan asam humat yaitu 56,2 % C, 35,5 % O, 47 % H, 3,2 % N dan 0,8 % S.
Menurut Eggertz (1888 dalam Orlov, 1985) asam humat mengandung 0,6 – 1,1 %
S dan 0,2 - 3,7 % P. Eggertz juga mengamati adanya 5,6 % Al dan Fe oksida, 0,05
- 0,15 % sodium (Na), 0,6 % kalium sufat, magnesium dan mangan yang kecil.
Proses pembentukan bahan humat merupakan hasil dari transformasi sisa-
sisa bahan organik yang disebut dengan proses humifikasi. Lebih jauh, humifikasi
merupakan kombinasi dari proses-proses transformasi bahan organik yang
menghasilkan asam humat dan asam fulvat. Mekanisme pembentukan asam humat
diperlihatkan pada Gambar 2.
6
Residu Tanaman Modifikasi Lignin
Transformasi oleh Mikroorganisme
Gula Polifenol Amino Hasil Dekomposisi Lignin
Asam Humat Quinon Quinon
Gambar 2. Mekanisme pembentukan asam humat (Tan, 1993)
Bersama dengan liat tanah, senyawa humat bertanggung jawab atas
sejumlah aktivitas kimia dalam tanah. Senyawa humat dan liat terlibat dalam
reaksi kompleks dan dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara langsung
maupun tidak langsung. Secara tidak langsung, senyawa humat memperbaiki
kesuburan tanah dengan mengubah kondisi fisik, kimia, dan biologi dalam tanah.
Secara langsung senyawa humat merangsang pertumbuhan pertumbuhan tanaman
melalui pengaruhnya terhadap metabolisme dan terhadap sejumlah proses
fisiologi lainnya (Tan, 1992).
Sejumlah metode tersedia untuk ekstraksi dan isolasi bahan humat dari
tanah. Pemilihan ekstraktan yang cocok disarankan pada dua pertimbangan: (1)
reagen seharusnya tidak mempunyai pengaruh merubah sifat fisik dan kimia
bahan yang diekstrak, dan (2) reagen harus dapat secara kuantitatif memisahkan
bahan humat dari tanah (Tan, 1993). Prosedur yang paling umum untuk ekstraksi
asam humat ditunjukkan pada Gambar 3.
7
Bahan organik tanah
Bahan humat (larut) Humin + Bahan bukan humat (tidak larut)
Asam fulvat (larut) Asam humat (tidak larut)
Asam fulvat (larut)
Humus β (tidak larut)
Asam humat (tidak larut)
Asam himatomelanik (larut)
dengan alkali
dengan asam
disesuaikan ke pH 4.8 dengan alkohol
Huma(laru
t coklat t)
Humus kelabu (tidak larut)
dengan mineral
Gambar 3. Bagan alur pemisahan humat menjadi berbagai fraksi humat (Tan, 1993).
Dalam aplikasi senyawa humat ke tanah kation organik sebagian besar
terjerap pada permukaan negatif liat, sedangkan anion-anion organik lebih terjerap
pada bidang-bidang patahan permukaan liat. Adanya senyawa organik dalam
ruang antar misel akan menyebabkan pembesaran ruang-ruang tersebut. Sebagai
contoh montmorilonit yang diberi etilin glikol atau gliserol mengalami perluasan
sebesar 17 Å, sedangkan bila terisi air dan/atau kation-kation yang dapat
dipertukarkan mengalami perluasan berkisar antara 12-14 Å tergantung jenis
kation. Didalam proses penjerapan, molekul organik akan dapat menggantikan air
yang terjerap oleh liat. Sebaliknya senyawa organik yang terjerap sering dapat
bertukar melalui pencucian dengan air, kecuali yang terdapat dalam ruang-ruang
antar misel (Ditjen Dikti, 1991).
8
Senyawa humat ini berfungsi sebagai bahan pembenah tanah yang terlibat
dalam reaksi kompleks dan dapat mempengaruhi kesuburan tanah dengan
mengubah kondisi fisik, kimia dan biologi tanah (Tan, 1993).
Pengaruh senyawa humat pada sifat fisik tanah yaitu :
1. Senyawa humat mempunyai kemampuan arbsorsi air sekitar 80 - 90%,
sehingga pergerakan air secara vertikal (infiltrasi) semakin meningkat
dibanding secara horizontal. Hal ini berguna untuk mengurangi erosi pada
tanah. Selain itu juga meningkatkan kemampuan tanah menahan air.
2. Senyawa humat berfungsi sebagai granulator atau memperbaiki struktur tanah.
Hal ini terjadi karena tanah mudah sekali membentuk komplek dengan
senyawa humat dan terjadi karena meningkatnya populasi mikroorganisme
tanah, seperti jamur, cendawan, dan bakteri. Senyawa humat digunakan
mikroorganisme tanah sebagai penyusun tubuh dan sumber energinya.
Cendawan mampu menyatukan butir tanah menjadi agregat, sedangkan
bakteri berfungsi sebagai semen yang menyatukan agregat, sementara jamur
dapat meningkatkan fisik dari butir-butir tanah. Hasilnya adalah tanah yang
lebih gembur, berstruktur remah dan relatif lebih ringan.
3. Meningkatkan aerasi tanah akibat dari bertambahnya pori tanah (porositas)
akibat pembentukan agregat. Udara yang terkandung dalam pori tanah
tersebut umumnya didominasi oleh gas-gas O2, N2, dan CO2. Hal ini penting
bagi pernafasan (respirasi) mikroorganisme tanah dan akar tanaman.
9
Pengaruh senyawa humat pada sifat kimia tanah yaitu :
1. Meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK). Peningkatan tersebut menambah
kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara atau atau nutrisi.
Senyawa humat membentuk kompleks dengan unsur mikro sehingga
melindungi unsur tersebut dari pencucian oleh hujan. Unsur N, P, dan K
diikat dalam bentuk organik atau dalam tubuh mikroorganisme sehingga
dapat dipertahankan dan sewaktu-waktu dapat diserap tanaman, sehingga
dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk kimia.
2. Senyawa humat mampu mengikat logam berat (membentuk senyawa khelate)
kemudian mengendapkannya sehingga mengurangi keracunan tanah.
3. Meningkatkan pH tanah akibat penggunaan pupuk kimia yang terus-menerus,
terutama tanah yang banyak mengandung aluminium, karena senyawa humat
mengikat Al sebagai senyawa kompleks yang sulit larut dalam air (insoluble)
sehingga tidak dapat terhidrolisis.
4. Ikatan kompleks yang terjadi antara senyawa humat dengan Fe dan Al
merupakan antisipasi terhadap ikatan yang terjadi antara unsur P dengan Al
dan Fe, sehingga unsur P dapat terserap secara optimal oleh tanaman.
Pengaruh senyawa humat pada sifat biologi tanah yaitu :
1. Perbaikan sifat kimia dan fisik tanah menciptakan situasi yang kondusif untuk
menstimulasi perkembangan mikroorganisme tanah.
2. Aktifitas mikroorganisme di tanah akan menghasilkan hormon-hormon
pertumbuhan seperti auxin, sitokinin, dan giberilin. Fungsi dari hormon Auxin
yaitu merangsang proses perkecambahan biji, memacu proses terbentuknya
akar dan perkembangannya, dan merangsang perkembangan pucuk tanaman
10
dan akar yang sudah tidak mau berkembang lagi. Fungsi dari hormon
sitokinin yaitu memacu pertumbuhan tanaman dengan cara memacu
pembelahan dan pembesaran sel, dan merangsang pembentukan tunas-tunas
baru, sedangkan fungsi hormon Giberilin yaitu meningkatkan pembungaan
dan pembuahan, mengurangi kerontokan bunga dan buah, dan mendorong
partenokarpi atau pembuahan tanpa proses penyerbukan (http://www.humate‐
indonesia.co.cc)
Asam humat dapat berfungsi memperbaiki pertumbuhan tanaman secara
langsung dengan meningkatkan permeabilitas sel atau melalui kegiatan hormon
pertumbuhan (Tan, 1992). Menurut Tan dan Napamornbodi (1979 dalam Tan,
1992) bahwa asam humat bermanfaat bagi pertumbuhan akar dan bagian atas
tanaman. Selain itu, terdapat peningkatan yang nyata dalam kandungan N bagian
atas semai dan produksi bahan kering dari pemanfaatan asam humat.
Chen dan Aviad (1990 dalam Andalasari, 1997) mempelajari penggunaan
asam humat untuk merangsang pertumbuhan tanaman. Pengaruh asam humat pada
tanaman baik di laboratorium maupun di lapangan adalah pada tinggi, berat basah,
dan berat kering tunas dan akar, jumlah akar lateral, inisiasi akar, pertumbuhan
bibit, penyerapan hara dan pembungaan.
2.4 Tanaman Jagung (Zea mays)
Tanaman jagung merupakan tanaman C-4 yang mampu beradaptasi dengan
baik pada faktor-faktor pembatas pertumbuhan dan hasil, seperti radiasi matahari
yang tinggi, curah hujan rendah dengan cahaya musiman tinggi disertai suhu
tinggi (Muhadjir, 1998 dalam Mulyatri, 2003).
11
Tanaman jagung dapat tumbuh baik hampir di semua jenis tanah. Menurut
Effendi (1982), tanaman jagung mempunyai kemampuan beradaptasi lebih luas
dibandingkan tanaman sereal lainnya. Akan tetapi, tanaman ini akan dapat tumbuh
lebih baik pada tanah yang subur, gembur, dan kaya humus (bahan organik).
Tanaman jagung dapat tumbuh normal di tanah yang berat asalkan aerasi dan
drainasenya diperbaiki. Hal ini terjadi karena pada tanah demikian air akan
tergenang, sehingga benih jagung akan membusuk dan tanaman muda akan
menguning.
Menurut AAK (1993 dalam Ola, 1998) penanaman jagung pada tanah
Grumusol atau vertisol perlu memperhatikan keseimbangan antara pengairan,
drainase, dan aerasi sebab tanah ini sulit untuk meloloskan air sehingga mudah
tergenang. Hal ini akan menyebabkan kandungan udara tanah yang semakin
kecil, sehingga dapat menyebabkan tanaman kekurangan oksigen, akhirnya
tanaman mudah layu.
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di rumah kaca, University Farm, Institut Pertanian
Bogor dari bulan September 2008 sampai dengan bulan Februari 2009, sedangkan
analisis tanah dilakukan di Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik
Lahan, Laboratorium Fisika dan Konservasi Tanah, dan Laboratorium Kimia dan
Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas
Pertanian, IPB.
3.2 Bahan dan Alat Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan di lapangan adalah tanah vertisol yang
diambil dari daerah Kecamatan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat,
benih jagung hibrida, pupuk dasar urea, SP-18, KCl, dan senyawa Humat.
Senyawa humat yang digunakan pada penelitian ini memiliki bentuk cair dengan
kadar asam humat 20 - 26 %, kosentrasi padatan 25 - 35 %, kadar abu 10 - 15 %,
pH 10 - 11, karbon (C) 10 - 13 %, bobot spesifik 1,10 - 1,18 g/cm3, dan daya
hantar listrik 20 - 30 mS/cm. Peralatan lapangan yang digunakan adalah plastik
polibag, karung, timbangan, sprayer, ember, dan peralatan gelas ukur. Sedangkan
alat dan bahan yang digunakan untuk analisis fisik-kimia tanah disesuaikan
dengan jenis analisis yang dilakukan.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini dimulai dengan persiapan media tanah yaitu contoh tanah
kering udara ditumbuk dan diayak dengan ayakan 2 mm. Tanah kemudian diberi
13
perlakuan dosis senyawa humat primer yaitu H0 (0 l/Ha), H1 (5 l/Ha), H2 (10
l/Ha) dan H3 (25 l/Ha).
Sebanyak 2 ml senyawa humat primer diencerkan 1000 kali, sehingga
untuk polibag berisi 2,5 kg tanah diberi senyawa humat yang sudah diencerkan
masing-masing sebanyak 6,25 ml (setara 5 l humat primer/ha), 12,5 ml (setara 10 l
humat primer/ha), dan 31,25 ml (setara 25 l humat primer/ha). Polibag yang berisi
10 kg tanah diberi senyawa humat yang sudah diencerkan sebanyak 75 ml (setara
5 l humat primer/ha), 150 ml (setara 10 l humat primer/ha), 375 ml (setara 25 l
humat primer/ha). Namun karena jumlah larutan tersebut masih terlalu kental
untuk diaplikasikan, maka masing-masing diencerkan kembali dengan
mencampur 200 ml air untuk tanah 2,5 kg dan 800 ml air untuk 10 kg. Campuran
senyawa humat dan air disemprotkan pada masing-masing tanah sesuai dosis dan
diaduk secara merata. Tanah kemudian dimasukkan ke dalam polibag ukuran 20
cm x 25 cm sebanyak 2,5 kg (untuk pengamatan sifat kimia) dan Polibag ukuran
40 cm x 45 cm sebanyak 10 kg (untuk yang ditanami jagung).
Masing-masing polibag dikelompokkan dalam 2 kelompok (P1, P2).
Kelompok P1 perlakuan senyawa humat dan kontrol diulang sebanyak 3 kali,
kemudian diinkubasi selama 1 minggu. Tanah yang sudah diinkubasi diberi pupuk
dasar yaitu 2 gram urea/polibag, 10,7 gram SP-18/polibag, dan 2 gram
KCl/polibag, kemudian ditanami jagung sebagai tanaman indikator. Tanaman
jagung dipupuk susulan pada 4 MST yaitu 4 gram urea/polibag. Kelompok P2
adalah perlakuan senyawa humat dan kontrol tanpa ditanami. Perlakuan P2
diinkubasi selama satu minggu setelah itu tanah disiram hingga mendekati
kapasitas lapang setiap 2 hari sekali.
14
Pertumbuhan tanaman jagung diukur mulai 2 MST sampai 8 MST.
Pertumbuhan tanaman jagung yang diamati yaitu tinggi tanaman dan jumlah daun.
Pada 8 MST tanaman jagung dipanen dan kemudian ditimbang berat basah dan
berat keringnya untuk mengetahui kadar air tanaman. Pengambilan contoh tanah
terganggu untuk analisis kimia dilakukan pada polibag kelompok P(2) yang
disiram secara teratur. Analisis kimia yang dilakukan adalah seperti pada Tabel 1
berikut.
Tabel 1. Parameter dan metode analisis sifat kimia
No Parameter Metoda Analis
1 pH pH-meter
2 C-organik Walkley and Black
3 KTK Ekstrak NH4OAc pH 7
4 Basa-basa dapat ditukar (K, Na, Ca, Mg) Ekstrak NH4OAc pH 7, AAS
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengaruh Senyawa Humat terhadap Sifat-sifat Kimia Tanah
Hasil analisis sifat-sifat kimia yang dilakukan pada tanah yang diberi
perlakuan senyawa humat disajikan pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Pengaruh senyawa humat terhadap sifat-sifat kimia tanah
perlakuan pH Walkley & N NH4OAc pH 7.0 KB Black
H20 C-organik Mg Ca K Na KTK (%) …………....(me/100g)…………… (%)
H0 7,50 1,11 13,23 60,50 0,44 0,71 27,92 268 H1 7,50 1,05 23,31 86,68 0,44 0,69 30,76 361 H2 7,49 1,22 15,88 56,19 0,42 0,64 28,06 261 H3 7,51 1,17 16,70 61,60 0,38 0,75 28,47 279
Pada perlakuan penambahan senyawa humat dengan dosis perlakuan H0,
H1, H2, dan H3 menunjukkan nilai pH yang relatif sama yaitu antara 7,49 – 7,51
(Tabel 2). Nilai pH yang tinggi pada seluruh perlakuan merupakan pengaruh dari
tingginya kadar Ca dan Mg dalam tanah, seperti yang terlihat pada nilai basa-basa
yang terukur (Tabel 2). Walaupun senyawa humat yang digunakan memiliki nilai
pH yang lebih tinggi dari nilai pH tanah, tetapi dosis yang cukup rendah dan
pengenceran yang tinggi menyebabkan senyawa humat ini tidak mempengaruhi
nilai pH. Senyawa humat yang digunakan memiliki nilai pH 10 – 11.
Data pada Tabel 2 juga menunjukkan bahwa pemberian perlakuan senyawa
humat pada H2 (10 l/ha) dan H3 (25 l/ha) mampu meningkatkan sedikit
kandungan C-organik tanah. Peningkatan tertinggi hanya memberikan
peningkatan sebesar 0,09% yaitu pada H2. Peningkatan yang sangat kecil ini,
merupakan pengaruh rendahnya dosis yang diberikan. Berdasarkan hasil
penelitian Ardiyanto (2009) pada lahan bekas tambang yang menggunakan pupuk
16
kandang dan senyawa humat, pemberian 100 ton/ha pupuk kandang dapat
meningkatkan 0,8% C-organik tanah, sedangkan penambahan senyawa humat
hanya meningkatkan sedikit C-organik tanah. Jadi jika dilihat dari bobot isinya,
yaitu 1,18 gram/cm3, senyawa humat yang diaplikasikan, hanya memiliki bobot
45 kg untuk aplikasi 25 l/ha (Lampiran 1). Jika dibandingkan dengan pemberian
bahan organik yang menggunakan pupuk kandang 100 ton/ha maka jumlah
senyawa humat yang digunakan sangat kecil.
Dibandingkan dengan nilai kontrol, seluruh perlakuan penambahan
senyawa humat tidak berpengaruh terhadap peningkatan KTK tanah (Tabel 2).
Hal ini karena dosis yang diberikan masih terlalu kecil untuk meningkatkan KTK
tanah. Perlakuan H1 memberikan peningkatan tertinggi dari ketiga dosis senyawa
humat yang digunakan, yaitu 30,76 me/100g dari kontrol yaitu 27,92 me/100g.
Berdasarkan Gambar 4 berikut dapat dilihat nilai KTK yang dihasilkan relatif
tetap dengan meningkatnya dosis yang diberikan.
Gambar 4. Pengaruh perlakuan senyawa humat terhadap KTK tanah
Kandungan liat sebesar 31,27% pada tanah vertisol yang digunakan setara
dengan 625.400 kg liat/ha, memiliki KTK sebesar 27,92 me/100 gram. Jadi
17
aplikasi senyawa humat yang hanya memiliki bobot padatan 45 kg bahan padatan
untuk dosis 25 l/ha (Lampiran 1) akan sangat sedikit sekali mempengaruhi
peningkatan KTK tanah.
Pada penelitian ini nilai persentase KB yang terukur sangat tinggi, yaitu
lebih dari 100%. Nilai KB yang terukur ini merupakan hasil pengukuran basa-
basa yang tidak hanya terdapat pada tapak jerapan tanah tetapi juga basa-basa
yang bebas. Pada tanah ini nilai basa-basa yang terukur didominasi oleh kation
Ca dan Mg (Tabel 2). Nilai kation Ca dan Mg yang tinggi ini tidak seluruhnya
merupakan kation Ca dan Mg yang terjerap pada tapak jerapan tanah, sebab jika
kation Ca dan Mg yang terukur merupakan kation yang berasal dari tapak jerapan
tanah maka nilai persentase KB tanah seharusnya tidak lebih dari 100% (Soepardi,
1983). Ca dan Mg ini diduga berasal dari kation Ca dan Mg yang berada bebas
(tidak terjerap pada tapak jerapan tanah). Pada nilai basa-basa Na dan K memiliki
nilai yang relatif sama (Tabel 2) pada keempat dosis yang diaplikasikan, hal ini
karena kandungan kation Na dan K pada senyawa humat sangat sedikit jadi
aplikasi pada keempat dosis tersebut tidak mempengaruhi jumlah kation-kation
Na dan K yang ada pada tanah.
4.2 Pengaruh Senyawa Humat Terhadap pertumbuhan Tanaman Jagung
(Zea Mays)
Jumlah daun pada awal pengukuran yaitu pada 2 MST tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan sampai dengan 8 MST untuk masing-masing dosis
perlakuan (Tabel Lampiran 4). Hal ini menunjukkan senyawa humat tidak
memberikan pengaruh pada jumlah daun tanaman jagung, seperti yang terlihat
pada Gambar 5. Perlakuan H1 dan H3 memiliki jumlah daun yang sama yaitu 13
helai sedangkan H2 jumlah daun sama dengan K yaitu 14 helai pada 8 MST.
18
Gambar 5. Pengaruh penambahan senyawa humat terhadap jumlah daun tanaman indikator jagung.
Untuk tinggi tanaman indikator, pengukuran dimulai dari permukaan tanah
sampai dengan ujung daun tanaman yang terpanjang. Pada awal pertumbuhan (2
MST – 5 MST) tinggi tanaman untuk semua perlakuan hampir sama setiap
minggunya. Justru pada 2 MST sampai 5 MST tinggi tanaman pada perlakuan
kontrol memiliki tinggi yang paling bagus dari perlakuan H1, H2, dan H3, seperti
yang terlihat pada Tabel Lampiran 4. Hal ini dapat disebabkan pada minggu-
minggu tersebut senyawa humat belum dapat digunakan tanaman sehingga belum
menunjukkan pengaruh terhadap tanaman. Seterusnya pada 6 MST – 7 MST
perlakuan H1 dan H3 mulai menunjukkan peningkatan tinggi. Pada 8 MST tinggi
tanaman perlakuan H1 (5 l/ha) yaitu 202 cm dan H3 (25 l/ha) yaitu 207 cm lebih
tinggi dari perlakuan H0 (0 l/ha) yaitu 193 cm. Pada perlakuan H2 tinggi tanaman
lebih rendah dari perlakuan kontrol pada 2 MST – 6 MST, tetapi pada 8 MST
tinggi tanaman pada H2 (10 l/ha) yaitu 189 cm terukur relatif sama dengan
perlakuan kontrol (Gambar 6). Hal ini dapat disebabkan benih jagung yang kurang
19
baik pada perlakuan H2, sehingga dari awal pertumbuhannya jagung pada
perlakuan ini memiliki tinggi yang paling kecil.
Gambar 6. Pengaruh penambahan senyawa humat terhadap tinggi tanaman indikator jagung.
Pengukuran bobot basah dan bobot kering tanaman dilakukan pada saat
panen, yaitu umur tanam 8 MST. Bobot basah dan bobot kering tanaman
digunakan sebagai indikator pengaruh dari perlakuan dosis senyawa humat. Bobot
basah merupakan berat tanaman yang ditimbang secara langsung sesaat setelah
dipanen. Kelemahan penggunaan bobot basah sebagai indikator pertumbuhan
adalah karena data bobot segar akan dipengaruhi oleh kadar air pada jaringan
tanaman.
Berdasarkan Gambar 7, masing-masing perlakuan dosis senyawa humat
(H1, H2, H3) menunjukkan peningkatan baik bobot basah maupun bobot kering
dibanding perlakuan H0. Dari Gambar 7 dapat dilihat nilai bobot basah tanaman
tertinggi yaitu pada perlakuan H3 (25 l/Ha) yaitu 203 gram, sedangkan untuk
perlakuan H1 (5 l/ha) 188,33 gram dan H2 (10 l/ha) 185,33 gram bobot basah
tanaman meningkat dari perlakuan H0 (0 l/ha) yaitu 179,67 gram.
20
Untuk mengurangi bias akibat perubahan kadar air pada jaringan tanaman,
digunakan data bobot kering sebagai indikator pertumbuhan tanaman. Bobot
kering tanaman merupakan hasil akumulasi senyawa organik yang berhasil
disintesis oleh tanaman dari senyawa anorganik. Unsur hara yang telah diserap
akar, baik yang digunakan dalam sintesis senyawa organik maupun yang tetap
dalam bentuk ionik dalam jaringan tanaman, akan memberikan kontribusi
terhadap pertambahan berat kering tanaman (Lakitan, 1995).
Pada nilai bobot kering tanaman, semua perlakuan (H1, H2, dan H3)
menunjukkan peningkatan nilai bobot dari perlakuan H0. Nilai bobot kering yang
tertinggi yaitu pada perlakuan H2 (10 l/Ha) yaitu 49,67 gram dibandingkan
kontrol yaitu 37,63 gram. Sedangkan nilai bobot kering pada H3 (25 l/Ha) yaitu
47,12 gram lebih besar daripada H1 (5 l/Ha) yaitu 41,76 gram.
Gambar 7. Pengaruh penambahan senyawa humat terhadap bobot basah dan bobot kering tanaman Indikator jagung pada 8 MST
Dari Gambar 7, dapat dilihat bahwa semakin tinggi dosis senyawa humat
yang diaplikasikan akan semakin tinggi bobot basah dan bobot kering tanaman
21
jagung. Hal ini berkaitan dengan penyerapan unsur hara dan senyawa organik oleh
tanaman, dimana semakin tinggi dosis akan memberikan pengaruh yang semakin
tinggi terhadap jumlah unsur hara dan senyawa organik yang dapat diserap
tanaman.
Hasil analisis statistik pada taraf kepercayaan 5% terhadap jumlah daun,
tinggi, bobot basa dan bobot kering tanaman jagung pada 8 MST menunjukkan
peningkatan yang tidak nyata.
4.3 Mekanisme Reaksi Senyawa Humat dalam Tanah
Senyawa humat yang diaplikasikan ke tanah akan meningkatkan beberapa
sifat kimia tanah seperti KTK, C-organik, pH tanah. Terhadap nilai KTK tanah
senyawa humat ini akan meningkatkan KTK karena senyawa humat memiliki
KTK yang tinggi juga yaitu 200 – 300 me/100 gram. Muatan tinggi pada senyawa
humat berasal gugus aktif yaitu karboksil dan fenol yang merupakan sumber
muatan negatif. Gugus-gugus karboksil dan fenol ini akan sangat mudah
melepaskan ion H+ pada pH yang tinggi, jadi jika satu ion H+ dilepaskan maka
akan menimbulkan muatan negatif yang dapat meningkatkan KTK tanah. Muatan
negatif ini akan menjerap kation-kation dalam tanah (Ditjen Dikti, 1991).
Senyawa humat memiliki kadar C-organik yang tinggi. Aplikasi senyawa
humat ini ke tanah akan meningkatkan C-organik tanah, sehingga secara tidak
langsung dapat meningkatkan aktivitas organisme tanah (Soepardi, 1983).
Aplikasi senyawa humat ke tanah juga dapat meningkatkan pH tanah,
karena dalam proses ekstraksinya, senyawa humat ini diekstrak dengan
menggunakan ekstraktan yang memiliki nilai pH yang tinggi (Tan, 1993). Jadi
hasil ekstrak bahan organik yang akan menghasilkan senyawa humat memilki pH
22
tinggi. Nilai pH senyawa humat yang tinggi dapat meningkatkan pH tanah jika
diaplikasikan dalam jumlah yang cukup.
Selain itu, senyawa humat berperan dalam pengkhelatan senyawa-senyawa
logam, sehingga tidak meracuni tanaman. Senyawa humat ini juga berperan dalam
pertumbuhan tanaman melalui aktivitas hormon-hormon pertumbuhan dan
permeabilitas sel akar tanaman (Tan, 1993).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan senyawa humat
memberikan peningkatan yang kecil, seperti pH 7,5-7,51, KTK 27,92-30,76
me/100g, dan C-organik 1,11-1,22 %. Sementara nilai KB >100 %, karena nilai
Ca dan Mg yang terukur merupakan nilai Ca dan Mg total, sedangkan untuk basa-
basa K dan Na relatif sama. Semakin tinggi dosis senyawa humat yang
diaplikasikan pada tanaman jagung akan meningkatkan tinggi, bobot basah, dan
bobot kering tanaman jagung, tetapi jumlah daun relatif sama dengan kontrol.
5.2 Saran
Diperlukan penelitian lanjutan dengan dosis senyawa humat yang lebih
tinggi, perbedaan dosis yang berselang dan pengukuran sifat kimia tanah yang
bertahap setelah inkubasi, dan pengukuran setiap minggunya.
DAFTAR PUSTAKA
Andalasari, T.D. 1997. Regenerasi tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) pada beberapa media dengan asam humat. Tesis. Institut Pertanian Bogor.
Ardianto, A.E. 2009. Pengaruh pemberian bahan amelioran senyawa humat, bahan organik dan kapur terhadap pertumbuhan koro benguk (Mucuna prurirens) pada lahan bekas tambang batubara tambang Batulicin Kalimantan Selatan. Skripsi. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. IPB
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.1991. Kimia Tanah. Jakarta.
Borchardt, G. A. 1989. Montmorillonite and Other Smectite Minerals. P 293-330. In J.B. Dixon and S.B. Weed (Eds.). Minerals in Soil Environments. Soil Sci. of Amer., Madison, USA.
Dudal, R. 1965. Dark Clay Soils of Tropical and Subtropical Regions. Food and Agriculture Organization of The United Nations. Rome.
Effendi, S. 1982. Bercocok Tanam Jagung. Yasaguna. Jakarta.
http://sultra.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=115:rekomendasi-pemupukan-jagung&catid=33:rekomendasi-teknologi&Itemid=47 (diakses 19 Oktober 2009)
http://www.humate-indonesia.co.cc/2009/07/sejarah-singkat-berawal-sekitar-60.html (diakses 08 Agustus 2009)
Lakitan, B. 1995. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Mohr. E. C. J., F. A. Van Baren and J. Van Schuylenborgh. 1972. Tropical Soils. A Comprehensive Study of Their Genesis 3rd ed. W. Van Hoeve Publishers, Ltd. The Hague.
Mulyatri. 2003. Pengaruh pemberian amonium dan kalium terhadap fiksasi dan ketersediaan K serta respon tanaman jagung pada tanah vertisol. Tesis. Bogor; Institut Pertanian Bogor.
Ola, Tenri. 1998. Perubahan beberapa sifat mineral dan kimia vertisol Cianjur akibat perlakuan polimer hidroksi aluminium. Skripsi. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. IPB
Orlov, D. S. 1985. Humic Acids of Soils. Moscow University Publishers. Moscow.
Soepardi, Goeswono. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu Tanah. IPB.
25
Subagyo, H., N Suharta dan A. B. Siswanto. 2004. Tanah-tanah pertanian di Indonesia. Hlm 21-66. Puslitbangtanah.
Tan, K.H. 1992. Dasar-dasar Kimia Tanah. Edisi Ketiga (Terjemahan). Gadjah Mada Univ. Press. Yogyakarta.
Tan, K. H. 1993. Priciples of Soil Chemistry. Marcel Dekker Inc., New York
Young, Anthony. 1976. Tropical Soils and Soil Survey. Cambridge University Press. Cambridge.
LAMPIRAN
27
Tabel lampiran 1. Analisis awal tanah No Sifat yang dianalisis Hasil Metode
1. Tekstur Tanah (%) - Liat - Debu - Pasir pH H2O (1:1)
31,27 41,4 27,33 7,5
Pipet pH meter
3. C-Organik 1,11 Walkley & Black
4. KTK & Basa-basa dapat dipertukarkan (me/100g) - KTK - K-dd - Na-dd - Mg-dd - Ca-dd Jumlah basa-basa
27,92 0,44 0,71 13,23 60,5 74,88
NNH4OAc pH7
5. KB (%) 268
Tabel Lampiran 2. Dosis pupuk untuk tanaman jagung
(http://sultra.litbang.deptan.go.id) Dosis pupuk
Urea SP-36 SP-18 KCl 1ha 300 kg 100kg 200kg 100
Per tanaman 4,5 gram 1,5 gram 3 gram 1,5 gram
• Aplikasi pupuk untuk nitrogen 1/3 dosis anjuran diberikan bersamaan waktu tanam secara larikan (sekitar 7 cmdari baris tanaman) selanjutnya 2/3 dosis lainnya dapat diberikan setelah tanaman jagung berumur 4 – 6 minggu setelah tanam.
• Untuk pupuk P dan K dapat diberikan bersamaan waktu tanam, secara larikan seperti pada pemberian pupuk urea
28
Tabel Lampiran 3. Bobot basah, kering oven 60 0c, dan kadar air tanaman
jagung perlakuan berat basah (gram) kadar air (%) berat kering (gram) H0 179,67 79,06 37,63 H1 188,33 77,82 41,76 H2 185,33 73,20 49,67 H3 203,00 76,79 47,12
Ket : H0 : Kontrol H1 : Senyawa Humat 5 l/Ha H2 : Senyawa Humat 10 l/Ha H3 : Senyawa Humat 25 l/Ha Tabel Lampiran 4. Tinggi dan jumlah daun tanaman jagung 2 sampai 8 minggu setelah tanam
Perlakuan MST
2 3 4 5 6 7 8 D T D T D T D T D T D T D T
H0 5 46 5 71 7 102 9 134 10 162 12 188 14 193 H1 4 37 6 65 7 97 9 126 10 159 12 187 13 202 H2 4 41 6 65 8 95 9 126 10 155 12 180 14 189 H3 4 42 6 68 7 97 8 128 10 162 12 194 13 207
Ket : H0 : Kontrol H1 : Senyawa Humat 5 l/Ha H2 : Senyawa Humat 10 l/Ha H3 : Senyawa Humat 25 l/Ha D : Jumlah Daun (helai) T : Tinggi Tanaman (cm) MST : Minggu Setelah Tanam
29
Gambar Lampiran 1. Foto tanaman pada 8 MST
Lampiran 1. Perhitungan bobot senyawa humat
Bobot senyawa humat (25 l) = Volume senyawa humat (25 l) X Bobot isi
= 25 l X 1,8 g/cm3
= 25.000 cm3 X 1,8 g/ cm3
= 45.000 g
= 45 kg
Tabel Lampiran 5. Daftar sidik ragam akibat aplikasi senyawa humat terhadap bobot basah, bobot kering, tinggi, dan jumlah daun tanaman jagung
SUMBER KERAGAMAN DERAJAT BEBAS JUMLAH KUADRAT KUADRAT TENGAH F HITUNG
F TABEL KK
5% 1%Bobot Basah Tanaman Jagung pada 8 MST HUMAT 3 890,92 296,97 0,32 4,07 7,59 16,05% GALAT 8 7.372,00 921,5 TOTAL 11 8.262,92 Bobot Kering Tanaman Jagung pada 8 MST HUMAT 3 261,54 87,18 1,73 4,07 7,59 59,14% GALAT 8 402,96 50,37 TOTAL 11 664,50 Tinggi Tanaman Jagung pada 8 MST HUMAT 3 584,83 194,94 2,02 4,07 7,59 4,97% GALAT 8 772,41 96,55 TOTAL 11 1.357,24 Jumlah Daun Tanaman Jagung pada 8 MST HUMAT 3 3,67 1,22 1,83 4,07 7,59 6,05% GALAT 8 5,33 0,67 TOTAL 11 9
30