abstraksi
TRANSCRIPT
![Page 1: ABSTRAKSI](https://reader034.vdocument.in/reader034/viewer/2022042815/5571fa2649795991699165b8/html5/thumbnails/1.jpg)
ABSTRACTIntellectual capital (IC), these days, has a key role in the effort to increase the value
of various companies. This is due to the awareness that IC is a platform for companies to be more competitive. The purpose of this research is to investigate the influence between IC and firm’s financial performance. IC is the independent variable and firm’s financial performance as the dependent variable.
Using 10 financial companies data drawn from Indonesia Stock Exchange between years 2004-2008. This research uses The Pulic Model (Value Added Intellectual Coefficient – VAICTM) as the efficiency measure of three intellectual capital component; physical capital coefficient (VACA), human capital coefficient (VAHU), and structural capital coefficient (STVA) dan Partial Least Square (PLS) was used to examine the relationship between firm’s financial performance VAICTM, where the three financial ratios selected as the proxy measure for firm performance (ROA, EPS and ASR).
The findings show that: IC does not influences to financial company’s performance; IC influences does not influences to future financial company’s performance; the rate of growth of a company’s IC (ROGIC) does not influences to the future financial company’s performance. Keywords: Intellectual Capital, Performance, Partial Least Square (PLS)
1
![Page 2: ABSTRAKSI](https://reader034.vdocument.in/reader034/viewer/2022042815/5571fa2649795991699165b8/html5/thumbnails/2.jpg)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan zaman menuntut perubahan dalam cara pengelolaan perusahaan. Fokus
utama dalam cara pengelolaan perusahaan beralih dari pola yang didasarkan pada tenaga
kerja (labor-based bussines) menuju bisnis berdasarkan pengetahuan (knowledge based
bussines). Hal ini mengakibatkan perubahan karakteristik perusahaan menjadi berbasis
pengetahuan. Seiring dengan perubahan tersebut, maka kemakmuran perusahaan didasarkan
pada penciptaan transformasi dan kapitalisasi dari pengetahuan itu sendiri (Sawarjuwono,
2003). Pada titik inilah peran pengetahuan menjadi sangat sentral.
Pada tataran mikro perusahaan, tampaknya agak sulit untuk tidak menyertakan atau
mengaitkan perkembangan ini di dalam konteks persaingan dan pencarian basis keunggulan
kompetitif. Wacana kompetisi dan keunggulan bersaing mengalami pergeseran yang sangat
signifikan dalam perkembangan kajian strategi bisnis dan pembangunan ekonomi. Mulanya
dikenal teori keunggulan absolut dan keunggulan komparatif dalam konteks interaksi
perdagangan atau perekonomian antar wilayah atau internasional. Kemudian muncul
pemikiran dari Michael Porter tentang keunggulan bersaing (competitive advantage) di era
1980an. Namun, pandangan Porter kemudian dianggap tidak mampu menjelaskan secara
komprehensif fenomena keunggulan sebuah organisasi atau negara dari lainnya. Belakangan
muncul aliran baru dalam analisis keunggulan bersaing yang dikenal dengan pendekatan
berbasis sumber daya (resource-based view of the firm/RBV). Pandangan terakhir ini dinilai
sebagai yang relevan dalam konteks perekonomian yang kuat dicirikan oleh keunggulan
2
![Page 3: ABSTRAKSI](https://reader034.vdocument.in/reader034/viewer/2022042815/5571fa2649795991699165b8/html5/thumbnails/3.jpg)
pengetahuan (knowledge/learning economy) atau perekonomian yang mengandalkan aset-
aset tak-wujud (intangible assets).
Perkembangan ekonomi saat ini dikendalikan oleh informasi dan pengetahuan, hal ini
membawa sebuah peningkatan perhatian pada modal intelektual atau intellectual capital (IC)
(Stewart, 1997; Hong, 2007). Area yang menjadi pusat perhatian sejumlah akademisi dan
praktisi adalah manfaat dari intellectual capital sebagai alat untuk menentuak nilai
perusahaan (Hong, 2007; Guthrei; 2001). Penelitian mengenai intellectual capital menjadi
sebuah tantangan yang patut dikembangkan. Oleh karena itu, beberapa penulis menyarankan
untuk tidak membentuk sistem manajemen dan pelaporan yang akan meningkatkan kurang
relevansian sistem karena sistem tersebut tidak dapat menyediakan eksekutif (direksi)
informasi yang esensial untuk proses pengelolaan berdasarkan pengetahuan dan sumber tak
berwujud (Bornemann dan Leitner, 2002).
Berdasarkan sejarah, perbedaan antara aset tak berwujud dan IC tidak jelas karena IC
dihubungkan sebagai goodwill padahal keduanya berbeda (Accounting Principles Board,
1970; Accounting Standards Board, 1997; Ikatan Akuntan Indonesia, 2007; Hong, 2007).
Fakta tersebut dapat ditelusuri kembali ke awal tahun 1980an ketika gagasan umum nilai
aktiva tak berwujud selalu dinamai sebagai goodwill sejak praktik bisnis dan akuntansi
diterapkan (International Federation of Accountants, 1998 dalam Hong, 2007).
Namun, praktik akuntansi tradisional tidak mengungkapkan identifikasi dan
pengukuran aktiva tak berwujud ini pada organisasi, khususnya organisasi berbasis
pengetahuan (International Federation of Accountants, 1998 dalam Hong, 2007; Hong, 2007).
Intangibel baru seperti kompetensi staf, hubungan pelanggan, model simulasi, sistem
komputer dan administrasi tidak memperoleh pengakuan dalam model keuangan tradisional
dan pelaporan manajemen (Stewart, 1997 dalam Hong, 2007). Hal ini sangat menarik karena
3
![Page 4: ABSTRAKSI](https://reader034.vdocument.in/reader034/viewer/2022042815/5571fa2649795991699165b8/html5/thumbnails/4.jpg)
intangibel tradisional seperti modal merk, paten dan goodwill tetap jarang dilaporkan dalam
laporan keuangan (Intenational Federation of Accountants, 1998 dalam Hong 2007; Hong,
2007). Menurut fakta, IAS(Intenational Accounting Standard) 38 tentang Intangible Assets
atau Aktiva tak Berwujud melarang pengakuan merk yang dibuat secara internal seperti
publishing titles dan daftar pelanggan (International Accounting Standards Board, 2004).
Di Indonesia fenomena Intellectual capital (IC) mulai berkembang terutama setelah
munculnya PSAK NO. 19 revisi (2000) tentang aktiva tidak berwujud. Meskipun tidak secara
eksplisit menyebut IC, namun lebih kurang IC telah mendapat perhatian. Menurut PSAK No.
19, aktiva tidak berwujud adalah aktiva non-moneter yang dapat diidentifikasi dan tidak
mempunyai wujud fisiik serta dimiliki untuk untuk digunakan dalam menghasilkan atau
menyerahkan barang atau , disewakan kepada pihak lainnya, atau tujuan administratifnya
(IAI,2002). Fenomena ini menuntut mereka untuk mencari informasi yang lebih rinci
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan modal intelektual. Mulai dari cara
pengidentifikasian, pengukuran sampai pada pengungkapan IC dalam laporan keuangan
perusahaan.
Konsep IC diyakini mempengaruhi kinerja perusahaan. IC sendiri diukur dengan the
value added intellectual coefficient (VAICTM) yang dikembangkan oleh Pulic (1998) dalam
Hong (2007). Komponen utama dari VAICTM dapat dilihat dari sumber daya perusahaan,
yaitu Physical capital (VACA-value added capital employed), human capital (VAHU-value
added human capital), dan structure capital (STIVA-structure capital value added).
Sedangkan ukuran kinerja perusahaan tradisional diukur melalui Return on Asset (ROA),
Erning per Share (EPS), Annual Stock Return (ASR)
IC dalam hal ini value added capital membantu manager dalam menilai kinerja
perusahaan.berdasaarkan indikator-indikator modal fisiknya maupun modal non fisik.
4
![Page 5: ABSTRAKSI](https://reader034.vdocument.in/reader034/viewer/2022042815/5571fa2649795991699165b8/html5/thumbnails/5.jpg)
Beberapa tahun terakhir, telah dilakukan pennelitian-penelitian yang telah mengungkapkan
kegunaan intellectual capital sebagai instrumen untuk menentukan nilai perusahaan. Dalam
penelitian sebelumnya, dapat dilihat hubungan antara nilai tambah dari physical capital,
human capital, dan structural capital terhadap kinerja perusahaan (Kuryanto dan Syafruddin,
2008). Penelitian tersebut menjadi landasan bagi penulis dalam melakukan penelitian untuk
mengetahui hubungan dari intellectual capital terhadap kinerja perusahaan dengan
menggunakan sampel dari perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Adapun yang
membedakan antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah variabel kinerja
perusahaan yang digunakan berupa Return On Asset (ROA), Earning Per Share (EPS) dan
Annual Stock Return (ASR). Penelitian ini juga berusaha memperbaiki penelitian yang
sebelumnya dilakukan Ihyaul Ulum, Imam Ghozali, dan Annis Chariri (2008), dimana jangka
waktu penelitian yang digunakan selama lima (5) tahun. Berdasarkan uraian diatas, maka
penulis tertarik untuk memilih judul “PENGARUH MODAL INTELEKTUAL
TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN”
5
![Page 6: ABSTRAKSI](https://reader034.vdocument.in/reader034/viewer/2022042815/5571fa2649795991699165b8/html5/thumbnails/6.jpg)
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka permasalahan yang
ingin diteliti yaitu apakahh terdapat hubungan antara intellectual capital yang diukur melalui
value added capital coefficient, value added human capital coefficient, dan structural capital
coeficiient, terhadap kinerja perusahaan-perusahaan manufaktur dan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia. Supaya mudah dalam menganalisis masalah agar lebih terarah, maka
masalah-masalah yang diteliti dipisahkan sebagai berikut:
1. Apakah terdapat pengaruh intellectual capital perusahaan terhadap kinerja
perusahaan?
2. Apakah terdapat pengaruh intellectual capital perusahaan terhadap kinerja perusahaan
di masa yang akan datang?
3. Apakah terdapat pengaruh antara rata-rata pertumbuhan intellectual capital terhadap
kinerja perusahaan di masa yang akan datang.
C. Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan penjelasan sebelumnya tujuan dari penelitian ini:
1. Untuk mengetahui pengaruh intellectual capital perusahaan terhadap kinerja
perusahaan.
2. Untuk mengetahui pengaruh intellectual capital perusahaan terhadap kinerja
keuangan di masa yang akan datang.
3. Untuk mengetahui pengaruh rata-rata pertumbuhan intellectual capital terhadap
kinerja keuangan perusahaan dimasa yang akan datang.
6
![Page 7: ABSTRAKSI](https://reader034.vdocument.in/reader034/viewer/2022042815/5571fa2649795991699165b8/html5/thumbnails/7.jpg)
D. Manfaat dan Kegunaan Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah
1. Bagi Penulis
Untuk memenuhi syarat kelulusan di Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti.
2. Bagi Perusahaan
Penelitian ini merupakan suatu informasi dan saran bagi manajer untuk
mengetahui pentingnya Intellecual Capital dan pengetahuan sebagai faktor
penting yang mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk tetap dapat
berkompetensi dipasar global.
3. Bagi Bapepam dan Ikatan Akuntan Indonesia
Penelitian ini berguna sebagai pertimbangan untuk menetapkan standar yang lebih
baik dalam pengungkapan Intellectual Capital.
4. Bagi masyarakat umum
Penelitian ini diharapkan memberikan pemahaman kepada masyarakat umum
tentang pentingnya Intellectual Capital dalam suatu perusahaan.
5. Bagi kaum akademisi
Untuk dijadikan bahan penelitian lanjutan dari tentang Intellectual Capital
7
![Page 8: ABSTRAKSI](https://reader034.vdocument.in/reader034/viewer/2022042815/5571fa2649795991699165b8/html5/thumbnails/8.jpg)
E. Sistematika Pembahasan
Dalam membahas suatu karya ilmiah, diperlukan uraian yang lengkap dengan
penyusunan yang sistematis. Sistematika dari karya ilmiah ini dijelaskan secara singkat dari
BAB I sampai BAB V, dimana bab-bab sebelumnya merupakan dasar untuk pembahasan
bab-bab berikutnya. Pembahasan akan meliputi sistematika sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi uraian mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan dan kegunaan penelitian dan sistematika pembahasan.
BAB II :KERANGKA TEORITIS
Bab ini berisi uraian mengenai tinjauan pustaka secara lengkap yang menjadi
dasar teori penelitian, dilengkapi dengan penelitian terdahulu sebagai
perbandingan, dan kerangka pemikiran untuk menjawab penelitian.
BAB III :METODE PENELITIAN
Bab ini berisi uraian mengenai rancangan penelitian, variable, dan
pengukuran, teknik pengumpulan data, metode penarikan sampel, dan metode
analisis data yang diterapkan dalam penelitian.
BAB IV :ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi uraian mengenai deskripsi objek penelitian dan pembahasan
hasil penelitian.
8
![Page 9: ABSTRAKSI](https://reader034.vdocument.in/reader034/viewer/2022042815/5571fa2649795991699165b8/html5/thumbnails/9.jpg)
BAB V :KESIMPULAN DAN SARAN
Sebagai bab penutup, bagian ini menguraikan kesimpulan hasil penelitian,
implikasi manajerial, keterbatasan dalam penelitian, dan disertai dengan saran
yang diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan penelitian
selanjutnya.
9
![Page 10: ABSTRAKSI](https://reader034.vdocument.in/reader034/viewer/2022042815/5571fa2649795991699165b8/html5/thumbnails/10.jpg)
BAB II
KERANGKA TEORITIS
- TINJAUAN PUSTAKA
1. Intellectual Capital
Modal intelektual kini dirujuk sebagai faktor penyebab sukses yang penting dan
karenanya akan semakin menjadi suatu pumpunan perhatian dalam kajian strategi organisasi
dan strategi pembangunan. Penyimpulan seperti ini dibasiskan di atas temuan-temuan tentang
kinerja organisasi-organisasi, khususnya organisasi-organisasi yang padat pengetahuan
(knowledge-intensive organizations) (e.g. lihat Bounfour and Edvinsson 2005; Lonnqvist dan
Mettanen). Namun, pengalaman-pengalaman pada aras mikro organisasi ini kini juga mulai
ditransfer pada konteks kemasyarakatan atau pembangunan pada umumnya. Tema inilah
yang diangkat oleh Bounfour dan Edvinsson dalam Intellectual Capital for Communities
(2005).
Konsep modal intelektual kini mulai muncul sebagai konsep penting kehidupan dan
pengembangan organisasi-organisasi dan kehidupan ekonomi yang lebih luas. Ia kini
digunakan di tengah, menandingi, atau melengkapi konsep-konsep lainnya tentang modal.
Konsep-konsep tentang modal yang sudah kenal di antaranya adalah modal (finansial), modal
fisik, dan juga modal manusia.
Sebagai sebuah konsep, modal intelektual merujuk pada modal-modal non fisik atau
yang tidak berwujud (intangible assets) atau tidak kasat mata (invisible). Ia terkait dengan
pengetahuan dan pengalaman manusia serta teknologi yang digunakan. Modal intelektual
memiliki potensi memajukan organisasi dan masyarakat (Lonnqvist dan Mettanen).
10
![Page 11: ABSTRAKSI](https://reader034.vdocument.in/reader034/viewer/2022042815/5571fa2649795991699165b8/html5/thumbnails/11.jpg)
Secara ringkas Smedlund dan Poyhonen (2005) mewacanakan modal intelektual
sebagai kapabilitas organisasi untuk menciptakan, melakukan transfer, dan
mengimplementasikan pengetahuan. Tampak sebanding dengan itu, Nahapiet dan Ghoshal
(1998) merujuknya sebagai knowledge dan knowing capability yang dimiliki oleh sebuah
kolektivitas sosial (misalnya organisasi, komunitas intelektual, komunitas profesi). Definisi
ini digunakan mereka dengan pertimbangan kedekatannya dengan konsep modal manusia,
salah satu unsur modal intelektual yang oleh Fitz-enz (2000) disebut sebagai katalisator yang
mampu mengaktifkan intangibles, komponen lain yang inactive.
Brooking (1996) mendefinisikan IC sebagai berikut: “IC is the term given to the
combined intangible assets of market, intellectual property, human-centred and
infrastructure – which enable the company to function” Roos et al. (1997) menyatakan
bahwa: “IC includes all the processes and the assets which are not normally shown on the
balance-sheet and all the intangible assets (trademarks, patent and brands) which modern
accounting methods consider…” Stewart (1997) menyebut bahwa: “IC is intellectual
material–knowledge, information, intellectual property, experience–that can be put to use to
create wealth”. Sedangkan Bontis (1998) dalam ulum (2009) mengakui bahwa: “IC is
elusive, but once it is discovered and exploited, it may provide an organisation with a new
resource-base from which to compete and win”.
Menurut Skandia Intellectual Capital (1998) dalam Sangkala (2006), intellectual
capital adalah sejumlah modal struktural dan manusia, menunjukkan kemampuan keuntungan
masa depan dari perspektif manusia. Kemampuan untuk secara berkelanjutan menciptakan
dan menghantarkan nilai terbaik.
11
![Page 12: ABSTRAKSI](https://reader034.vdocument.in/reader034/viewer/2022042815/5571fa2649795991699165b8/html5/thumbnails/12.jpg)
Tabel 2.1 Perbandingan Konsep Intellectual Capital
Menurut Beberapa Peneliti Brooking (UK)
Roos (UK) Stewart (USA) Bontis (Kanada)
Human-centered assets Skills, abilities and expertise, problem solving abilities and leadership styles
Human capital Competence, attitude, and intellectual agility
Human capital Employees are an organization’s most important assets
Human capital The individual level knowledge that each employee possesses
Infrastructure assets All the technologies, process and methodologies that enable company to function
Organizational capital All organizational, innovation, processes, intellectual property, and cultural assets
Structural capital Knowledge embedded in information technology
Sructural capital Non-human assets or organizational capabilities used to meet market requirements
Intellectual property Know-how, trademarks and patents
Renewal and development capital New patents and training efforts
Structural capital All patenrs, plans and trademarks
Intellectual property Unlike, IC, IP is a protected asset and has a legal definition
Market assets Brands, customers, customer loyalty and distribution channels
Relational capital Relationship which include internal and external stakeholders
Customer capital Market information used to capture and retain customers
Relational capital Customer capital is only one feature of the knowledge embedded in organizational relationships
Sumber: IFAC (1998) dalam Ulum (2009)
12
![Page 13: ABSTRAKSI](https://reader034.vdocument.in/reader034/viewer/2022042815/5571fa2649795991699165b8/html5/thumbnails/13.jpg)
a. Komponen intellectual Capital
Pada umumnya peneliti menyatakan bahwa intellectual capital terdiri dari tiga komponen
utama, yaitu
1) Human capital (HC)
Human capital merupakan lifeblood dalam intellectual capital. Pada Human capital inilah
terdapat sumber innovation dan improvement. Akan tetapi merupakan komponen yang sulit
diukur (Sawarjuwono dan Kadir,2003). Human capital merupakan sumber innovation dan
improvement, karena didalamnya terdapat pengetahuan, ketrampilan dan kompentensi yang
dimiliki oleh karyawan perusahaan. Human capital dapat meningkat jika perusahaan dapat
memanfaatkan dan mengembangkan pengetahuan, kompentensi dan ketrampilan
karyawannya secara efisien. Oleh karena itu, human capital merupakan sumber daya kunci
yang dapat menciptakan keunggulan kompetitif perusahaan sehingga perusahaan mampu
bersaing dan bertahan di lingkungan bisnis yang dinamis. Dengan memiliki karyawan yang
berkeahlian dan berketerampilan, maka dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan
menjamin keberlangsungan perusahaan tersebut. Meningkatnya kinerja perusahaan juga akan
meningkatkan persepsi pasar.
2) Structural capital (SC)
Structural capital merupakan kemampuan organisasi atau perusahaan dalam memenuhi
proses rutinitas perusahaan dan strukturnya yang mendukung usaha karyawan untuk
menghasilkan kinerja intelektual yang optimal serta kinerja bisnis secara keseluruhan,
misalnya : sistem operasional perusahaan, proses manufacturing, budaya organisasi, dan
filosofi manajemen (Sawarjuwono dan Kadir,2003).
13
![Page 14: ABSTRAKSI](https://reader034.vdocument.in/reader034/viewer/2022042815/5571fa2649795991699165b8/html5/thumbnails/14.jpg)
3) Relational capital (RC) atau customer capital (CC)
Relational capital merupakan hubungan yang harmonis association network yang dimiliki
oleh perusahaan dengan para mitranya, baik yang berasal dari para pemasok, pelanggan dan
juga pemerintah dan masyarakat. Relational capital dapat muncul dari berbagai bagian diluar
lingkungan perusahaan yang dapat menambah nilai bagi perusahaan (Sawarjuwono dan
Kadir,2003).
IFAC (1998) mengklasifikasikan intellectual capital dalam tiga kategori, yaitu :
organizational capital, relational capital, dan human capital. Organizational capital meliputi
intellectual property dan infrastructure assets. Tabel 2.1 menyajikan pengklasifikasian
komponen intellectual capital tersebut.
Tabel 2.2
Klasifikasi Komponen Intellectual Capital
Organizational Capital Relational Capital Human Capital
Intellectual Property :
Patens
Copyrights
Design rights
Trade Secret
Trademarks
Service marks
Infrastructure Assets :
Management philosophy
Corporate culture
Management Processes
Information systems
Networking systems
Financial relations
Brands
Customers
Customers loyalty
Backlog orders
Company names
Distribution channels
Bussiness
collaboration
Licensing agreements
Favourable contracts
Franchising
agreements
Know-how
Education
Vocational qualification
Work-related knowledge
Work-related
competencies
Enterpreneurial spirit,
innovativeness, proactive
and reactive abilities,
changebility
Psycometric valuation
14
![Page 15: ABSTRAKSI](https://reader034.vdocument.in/reader034/viewer/2022042815/5571fa2649795991699165b8/html5/thumbnails/15.jpg)
b. Metode Pengukuran
Metode pengukuran intellectual capital dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori (Tan et
al., 2007 dalam Ulum, 2009), yaitu:
Pengukuran nonmonetary
Pengukuran ini terdiri dari:
a. The Balance Scorecard, dikembangkan oleh Kaplan dan Norton (2001),
b. Brooking’s Technology Broker Method (1996),
c. The Skandia Intelletual Capital Report Method oleh Edvinssion dan Malone
(1997),
d. The Intellectual Capital Index dikembangkan oleh Roos et al (1997),
e. Intangible Asset Monitor Approach oleh Sveiby (1997),
f. The Heuristic Frame dikembangkan oleh Joia (2000),
g. Vital Sign Scorecard dikembangkan oleh Vanderkaay (2000), dan
h. The Ernst & Young Model (Barsky dan Marchant, 2000).
Pengukuran monetary
Pengukuran ini terdiri dari:
a. The EVA and MVA Model (Bontis et al., 1999),
b. The Market-to-Book Value Model (beberapa penulis),
c. Tobin’s q Method (Luthy, 1998),
d. Pulic’s VAIC™ Model (1998, 2000),
e. Calculated Intangible Value (Dzinkowski, 2000), dan
f. The Knowledge Capital Earnings Model (Lev dan Feng, 2001).
15
![Page 16: ABSTRAKSI](https://reader034.vdocument.in/reader034/viewer/2022042815/5571fa2649795991699165b8/html5/thumbnails/16.jpg)
Secara lengkap, metode pengukuran intellectual capital dapat dilihat pada tabel 2.3
sebagai berikut:
Tabel 2.3 metode pengukuran intellectual capital
LABEL PENGANJUR
UTAMA
KATEGORI DESKRIPSI PENGUKURAN
Technology
Broker
Brooking (1996) Direct Intellectual Capital
Method
Citation-
Weighted Patents
Bontis
(1996)
Direct Intellectual
Capital Method
(DIC)
Faktor teknologi dihitung
berdasarkan para pengembangan
paten oleh perusahaan.
Intellectual capital dan
kinerjanya diukur berdasarkan
pada dampak upaya
pengembangan riset atas
serangkaian indeks, seperti
jumlah paten dan biaya paten
terhadap perputaran penjualan,
yang menjelaskan paten
perusahaan.
Inclusive
Valuation
Methodology
(IVM)
McPherson
(1998)
Direct Intellectual
Capital Method
(DIC)
Menggunakan hirarki dari
weighted indicator yang
dikombinasikan, dan fokus pada
nilai relatif daripada nilai
absolut. Kombinasi value added
= monetary value added
dikombinasikan dengan
intangible value added.
16
![Page 17: ABSTRAKSI](https://reader034.vdocument.in/reader034/viewer/2022042815/5571fa2649795991699165b8/html5/thumbnails/17.jpg)
LABEL PENGANJUR
UTAMA
KATEGORI DESKRIPSI PENGUKURAN
The Value
Exporer™
Andriessen
& Tiessen
(2000)
Direct Intellectual
Capital Method
(DIC)
Metodologi akuntansi diajukan
oleh KMPG untuk menghitung
dan mengalokasikan nilai
kepada 5 jenis intangible:
Assets & endowments
Skill & tacit knowledge
Collective value & norm
Teknologi dan explicit
knowledge
Manajemen proses
Intellectual
Asset Valuation
Sullivan
(2000)
Direct Intellectual
Capital Method
(DIC)
Metode untuk menaksir nilai
dari intellectual property.
Total Value
Creation,
TVC™
Anderson
& McLean
(2000)
Direct Intellectual
Capital Method
(DIC)
Suatu proyek inisiatif oleh
Canadian Institute of Chartered
Accountants. TVC
menggunakan discounted arus
kas diproyeksikan untuk
menguji kembali bagaimana
peristiwa mempengaruhi
aktivitas yang direncanakan
LABEL PENGANJUR KATEGORI DESKRIPSI PENGUKURAN
17
![Page 18: ABSTRAKSI](https://reader034.vdocument.in/reader034/viewer/2022042815/5571fa2649795991699165b8/html5/thumbnails/18.jpg)
UTAMA
Accounting for
the future (AFTF)
Nash (1998) Direct Intellectual
Capital (DIC)
Suatu sistem dari projected
discounted cash flow. Nilai
AFTF pada akhir dan awal
periode adalah nilai
tambah(value added) selama
periode tersebut
Economic Value
Added (EVA)
Stewart
(1998)
Return On Asset Dihitung dengan menyeseuaikan
laba yang diungkap perusahaan
dengan beban yang
berhubungandengan intangible
perusahaan dalam EVA
merupakan indikasi bahwa
apakah intellectual capital
perusahaan produktif atau tidak.
Tobin’s q Stewart (1997) Market
Capitalization
Methods (MCM)
Adalah rasio dari nilai pasar
saham perusahaan dibagi dengan
biaya pengganti (replacement
cost) aset. Perubahan pada ‘q’
merupakan proksi untuk
pengukuran efektif tidaknya
kinerja intellectual capital
perusahaan.
LABEL PENGANJUR KATEGORI DESKRIPSI PENGUKURAN
18
![Page 19: ABSTRAKSI](https://reader034.vdocument.in/reader034/viewer/2022042815/5571fa2649795991699165b8/html5/thumbnails/19.jpg)
UTAMA
Value
Added
Intellectual
Coefficient
(VAIC™)
Pulic
(1997)
Return
On Assets
(ROA) –
(tidak cukup
memenuhi salah
satu kategori)
Mengukur seberapa dan
bagaimana efisiensi intellectual
capital dan capital employed
menciptakan nilai yang berdasar
pada hubungan 3 komponen,
yaitu:
capital employed
human capital
structural capital
Human
Capital
Intelligence
Jac Fitz-Enz
(1994)
Scorecards
Methods
(SC)
Perangkat indikator human
capital dikumpulkan dan di-
benchmark terhadap database.
Mirip dengan HTCA.
Intangible
Asset
Monitor
Sveiby
(1997)
Scorecards
Methods
(SC)
Manajemen memilih indikator,
berdasarkan pada tujuan stratejik
perusahaan, untuk mengukur 4
aspek dari penciptaan nilai dari
aset tidak berwujud. Melalui:
pertumbuhan,
pembaruan,
utilisasi/efisiensi, dan
pengurangan
risiko/stabilitas.
LABEL PENGANJUR KATEGORI DESKRIPSI PENGUKURAN
19
![Page 20: ABSTRAKSI](https://reader034.vdocument.in/reader034/viewer/2022042815/5571fa2649795991699165b8/html5/thumbnails/20.jpg)
UTAMA
Balance
Score
Card
(BSC)
Kaplan
& Norton
(1992)
Scorecards
Methods
(SC)
Kinerja perusahaan diukur
dengan indikator-indikator yang
meliputi 4 perspektif, yaitu:
financial perspective,
customer perspective,
internal process perspective,
dan
learning prespective.
2. Value Added Intellectual Capital (VAICTM)
Metode VAIC™ dikembangkan oleh Ante Pulic pada tahun 1997 yang didesain untuk
menyajikan informasi tentang value creation efficiency dari aset berwujud (tangible asset)
dan aset tidak berwujud (intangible asset) yang dimiliki perusahaan. VAIC™ merupakan
instrumen untuk mengukur kinerja intellectual capital perusahaan (Ulum, 2009). Model
ini dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk menciptakan value added (VA). Value
added adalah indikator paling objektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan
menunjukkan kemampuan perusahaan dalam penciptaan nilai (value creation). VA
dihitung sebagai selisih antara output dan input. Output (OUT) mempresentasikan
revenue dan mencakup seluruh produk dan jasa yang dijual di pasar, sedangkan input (IN)
mencakup seluruh beban yang digunakan dalam memperoleh revenue. Hal penting dalam
model ini adalah bahwa beban karyawan (labour expenses) tidak termasuk dalam IN.
Karena peran aktifnya dalam proses value ceation, intellectual potential (yang
direpresentasikan dengan labour expenses) tidak dihitung sebagai biaya (cost) dan tidak
masuk dalam komponen IN (Ulum, 2009).
20
![Page 21: ABSTRAKSI](https://reader034.vdocument.in/reader034/viewer/2022042815/5571fa2649795991699165b8/html5/thumbnails/21.jpg)
VA dipengaruhi oleh efisiensi dari Human Capital (HC) dan Structural Capital (SC).
Hubungan lainnya dari VA adalah capital employed (CE). Ada tiga komponen utama Value
Added Intellectual Capital (VAIC™)
a. Value added of Capital Employed (VACA)
Value Added of Capital Employed (VACA) adalah indikator untuk VA yang
diciptakan oleh satu unit dari physical capital. Pulic (1998) mengasumsikan bahwa jika 1
unit dari CE Capital Employed) menghasilkan return yang lebih besar daripada
perusahaan yang lain, maka berarti perusahaan tersebut lebih baik dalam memanfaatkan
CE-nya. Dengan demikian, pemanfaatan IC yang lebih baik merupakan bagian dari IC
perusahaan.
b. Value Added Human Capital (VAHU)
Value Added Human Capital (VAHU) menunjukan berapa banyak VA dapat
dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Hubungan antara VA
dengan HC mengindikasikan kemampuan HC untuk menciptakan nilai di dalam
perusahaan.
c. Structural Capital Value Added (STVA)
Structural Capital Value Added (STVA) menunjukkan kontribusi structural capital
(SC) dalam penciptaan nilai. STVA mengukur jumlah SC yang dibutuhkan untuk
menghasilkan 1 rupiah dari VA dan merupakan indikasi bagaimana keberhasilan SC
dalam penciptaan nilai. SC bukanlah ukuran yang independen sebagaimana HC dalam
proses penciptaan nilai.
Artinya, semakin besar kontribusi HC dalam value creation, maka akan semakin kecil
kontribusi SC dalam hal tersebut. Lebih lanjut Pulic menyatakan bahwa SC adalah VA
dikurangi HC.
21
![Page 22: ABSTRAKSI](https://reader034.vdocument.in/reader034/viewer/2022042815/5571fa2649795991699165b8/html5/thumbnails/22.jpg)
3. Kinerja Perusahaan
Kinerja adalah kemampuan kerja yang ditunjukkan dengan hasil kerja. Hawkins (The
Oxford Paperback Dictionary, 1979) mengemukakan pengertian kinerja sebagai berikut:
“Performance is: (1) the process or manner of performing, (2) a notable action or
chievement, (3) the performing of a play or other entertainment”. Kinerja perusahaan
merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dalam periode tertentu dengan
mengacu pada standar yang ditetapkan. Kinerja perusahaan hendaknya merupakan hasil
yang dapat diukur dan menggambarkan kondisi empirik suatu perusahaan dari berbagai
ukuran yang disepakati. Untuk mengetahui kinerja yang dicapai maka dilakukan penilaian
kinerja.
Kata penilaian sering diartikan dengan kata assessment. Sedangkan kinerja
perusahaan merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dalam periode
tertentu dengan mengacu pada standar yang ditetapkan. Dengan demikian penilaian
kinerja perusahaan (Companies performance assessment) mengandung makna suatu
proses atau sistem penilaian mengenai pelaksanaan kemampuan kerja suatu perusahaan
(organisasi) berdasarkan standar tertentu (Kaplan dan Norton, 1996; Lingle dan
Schiemann, 1996; Brandon & Drtina, 1997). Beberapa rasio yang sering digunakan untuk
menilai kinerja persahaan adalah sebagai berikut:
a. Liquidity Ratio
Rasio likuiditas (Liquidity Ratio) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan jangka pendek
tepat pada waktunya.
b. Leverage Ratio
Leverage Rasio mengukur seberapa besar perusahaan dibiayai oleh hutang
22
![Page 23: ABSTRAKSI](https://reader034.vdocument.in/reader034/viewer/2022042815/5571fa2649795991699165b8/html5/thumbnails/23.jpg)
c. Activity Ratio
Rasio aktivitas adalah rasio yang mengukur sejauh mana efektivitas perusahaan
dalam menggunakan sumber dayanya.
d. Profitability Ratio
Rasio profitalitas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur manajemen secara
keseluruhan yang ditunjukkan oleh besar kecilnya tingkat keuntungan yang
diperoleh dalam hubungannya dengan penjualan ataupun investasi.
e. Growth Ratio
Rasio pertumbuhan adalah rasio yang digunakan untuk mengukurseberapa besar
kemampuan perusahaan dalam mempertahankan posisinya didalam industri dan
dalam perkembangan ekonomi secara umum.
f. Value Ratio
Value Ratio adalah rasio yang mencerminkan pengaruh risk ratio dan return ratio
Dalam kaitannya dengan penelitian ini ukuran kinerja perusahaan akan diwakili oleh
tiga rasio yaitu Return On Asset (ROA), Earning per Share, dan Annual Stock Return.
1) Return on Assets (ROA)
Return on Assets adalah profitabilitas kunci yang mengukur jumlah profit yang
diperoleh tiap rupiah aset yang dimiliki perusahaan. ROA memperlihatkan
kemampuan perusahaan dalam melakukan efisisensi penggunaan total aset untuk
operasional perusahaan. ROA memberikan gambaran kepada investor tentang
bagaimana perusahaan mengkonversikan uang yang telah diinvestasikan dalam laba
bersih. Jadi, ROA adalah indikator dari profitabilitas perusahaan dalam menggunakan
asetnya untuk menghasilkan laba bersih. ROA dihitung dengan membagi laba bersih
(net income) dengan rata-rata total asset perusahaan. Semakin tinggi nilai ROA, maka
perusahaan tersebut semakin efisien dalam menggunakan asetnya. Hal ini berarti
23
![Page 24: ABSTRAKSI](https://reader034.vdocument.in/reader034/viewer/2022042815/5571fa2649795991699165b8/html5/thumbnails/24.jpg)
bahwa perusahaan tersebut dapat menghasilkan uang (earnings) yang lebih banyak
dengan investasi yang sedikit.
2) Earnings per share (EPS)
EPS memberikan ukuran profitabilitas yang memasukkan keputusan operasi, investasi
dan pembiayaan (Stikney dan Weil, 1997 dalam Hong, 2007). Jadi formula untuk
memperoleh EPS adalah:
3) Annual stock return (ASR)
Annual stock return (ASR) mengukur perubahan harga saham termasuk dividen. Total
return dari saham yang dimiliki berasal dari dua sumber yaitu dividen dan distribusi
kas lain dan capital gains (Siegel, 2002 dalam Hong, 2007).
- Penelitian Terdahulu yang Relevan
Firer dan William (2003) melakukan penelitian mengenai hubungan intellectual
capital terhadap kinerja perusahaan pada perusahaan di Afrika selatan. Penelitian ini
menggunakan tiga dasar ukuran kinerja perusahaan yaitu profitability (ROA),
productivity (ATO) dan juga market valuation (MB). Hasil dari penelitian
menunjukkan bahwa intellectual capital tidak berpengaruh terhadap profitablitas
perusahaan. Chen et. al. (2005) meneliti hubungan antara intellectual capital dengan
nilai pasar dan kinerja keuangan perusahaan dengan menggunakan model Pulic
(VAIC). Chen et.al. (2005) menggunakan sampel perusahaan publik di Taiwan tahun
1992- 2002. Hasilnya menunjukkan bahwa IC berpengaruh positif terhadap nilai pasar
dan kinerja keuangan. Syed Najibullah (2005) melakukan penelitian tentang
hubungan intellectual capital terhadap nilai pasar dan kinerja keuangan di perusahaan
perbankan Bangladesh. Kinerja keuangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
return on equity (ROE), return on asset (ROA), growth revenue (GR) dan employee
productivity (EP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa IC berpengaruh terhadap MB
24
![Page 25: ABSTRAKSI](https://reader034.vdocument.in/reader034/viewer/2022042815/5571fa2649795991699165b8/html5/thumbnails/25.jpg)
dan GR. Imaningati (2007), meneliti hubungan intellectual capital terhadap nilai
pasar dam kinerja keuangan perusahaan pada perusahaan real estate & property yang
terdaftar di BEJ 2001-2006. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat
pengaruh antara IC dengan nilai pasar perusahaan. Biaya advertising berpengaruh
terhadap kinerja perusahaan.
Ulum (2008) meneliti hubungan intellectual capital terhadap kinerja
perusahaan perbankan Indonesia. Kinerja perusahaan yang digunakan adalah ROA,
ATO dan GR. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Intellectual Capital
berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja perusahaan sekarang dan masa depan.
Kuryanto (2008) melakukan penelitian mengenai intellectual capital terhadap kinerja
perusahaan pada perusahaan yang terdaftar di BEI pada tahun 2003 – 2006 kecuali
perusahaan keuangan. Kinerja perusahaan yang digunakan adalah ROE, EPS dan
ASR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Intellectual Capital tidak berpengaruh
terhadap kinerja perusahaan dan kinerja perusahaan masa depan. Ramadhan (2009)
melakukan penelitian tentang hubungan kinerja keuangan yang diukur dengan MtBV,
ROA, ROE dan EP dengan intellectual capital. Hasilnya Intellectual Capital
berpengaruh terhadap kinerja keuangan.
25
![Page 26: ABSTRAKSI](https://reader034.vdocument.in/reader034/viewer/2022042815/5571fa2649795991699165b8/html5/thumbnails/26.jpg)
Tabel 2.4 Penelitian Terdahulu
No Peneliti Variabel Metode Hasil
1. Firer &
William
(2003)
Variabel
dependen:
ROA, ATO, MB
Variabel
independen:
CEE,HCE,SCE
Variabel
control :
LCAP, Lev, ROE,
Industry Tipe
(BANK, ELEC,
IT, SER)
Analisis
Regresi
berganda
a. CEE dan HCE berpengaruh
signifikan negative terhadap
ATO
b. CEE berpengaruh signifikan
positif terhadap MB
2. Chen et.al.
(2005)
Variabel
dependen:
M/B, kinerja
keuangan
(ROE, ROA, GR,
EP)
Variabel
independen:
VAIC, VACA,
VAHU, STVA,
RD, AD
Analisis
regresi
a. VAIC, VACA, & VAHU
berhubungan positif
terhadap M/B, ROE, ROA,
GR & EP
b. STVA tidak berhubungan
signifikan terhadap M/B
c. STVA berhubungan
ignifikan positif terhadap
ROE
d. RD berhubungan signifikan
positif terhadap ROA & GR
e. AD berhubungan signifikan
negative terhadap ROE &
ROA
3. Syed
Najibullah
(2005)
Variabel
dependen:
M/B, kinerja
keuangan
(ROE, ROA, GR,
Analisis
regresi
berganda
a. VAIC berpengaruh
signifikan terhadap M/B
dan GR
b. CEE berpengaruh
signifikan terhadap MB,
26
![Page 27: ABSTRAKSI](https://reader034.vdocument.in/reader034/viewer/2022042815/5571fa2649795991699165b8/html5/thumbnails/27.jpg)
EP)
Variabel
independen:
VAIC, CEE,
HCE, SCE
ROE dan ROA
c. HCE berpengaruh
signifikan terhadap M/B
4. Imaningati
(2007)
Variabel
dependen:
MtBV, kinerja
keuangan
(ROE, ROA, GR,
EP, ATO)
Variabel
independen:
VAIC, CE, HU,
SC, AD
Analisis
regresi
a. Dengan model IC agregat,
IC berpengaruh terhadap
ROE & EP
b. Dengan model per
komponen, IC berpengaruh
terhadap ROE, EP, ATO &
tidak berpengaruh terhadap
GR, sedang ROA & EP
tidak dapat diketahui
adanya pengaruh atau tidak
karena model tidak fit
c. AD berpengaruh terhadap
ROE, ROA, EP ATO
d. Tidak terdapat pengaruh
antara IC dengan niali pasar
perusahaan
5. Ulum
(2008)
Variabel
dependen:
ROA, ATO, GR
Variabel
independen:
VAIC, VACA,
VAHU, STVA,
ROGIC
PLS a. IC berpengaruh signifikan
positif terhadap kinerja
perusahaan
b. IC berpengaruh signifikan
positif terhadap kinerja
perusahaan masa depan
c. ROGIC tidak berpengaruh
terhadap kinerja perusahaan
masa depan
6. Kuryanto Variabel PLS a. IC dan kinerja perusahaan
27
![Page 28: ABSTRAKSI](https://reader034.vdocument.in/reader034/viewer/2022042815/5571fa2649795991699165b8/html5/thumbnails/28.jpg)
(2008) dependen :
ROE, EPS, ASR
Variabel
independen :
VACA, VAHU,
STVA
tidak berhubungan positif
b. IC tidak berhubungan
dengan kinerja perusahaan
masa depan
c. Kontribusi IC terhadap
kinerja perusahaan berbeda
tiap industry
7. Ramadhan Variabel
dependen :
kinerja keuangan
(MtBV, ROE,
ROA, EP)
Variabel
independen :
VAIC, VACA,
VAHU, STVA,
RD, AD
Analisis
regresi
a. Terdapat pengaruh VAIC
terhadap kinerja keuangan
b. VACA berpengaruh
signifikan positif terhadap
ROA, ROE, EP
c. VAHU hanya berpenagruh
terhadap MtBV
d. STVA tidak berpengaruh
terhadap keempat kinerja
keuangan
e. RD & AD hanya
berpengaruh signifikan
positif
terhadap MtBV
C. KERANGKA PEMIKIRAN
28
![Page 29: ABSTRAKSI](https://reader034.vdocument.in/reader034/viewer/2022042815/5571fa2649795991699165b8/html5/thumbnails/29.jpg)
INTELLECTUAL CAPITAL (VAICTM):VACAVAHUSTVA
RATE OF GROWTH INTELLECTUAL CAPITAL (ROGIC):RVACA RVAHURSTVA
COMPANY’S PERFORMANCE:ROAEPSASR
H1
H3
H2
Kerangka pemikiran analisis dalam penelitian ini adalah adanya hubungan antara
variabel-variabel independen Return On Asset (ROA), Earning Per Share (EPS), dan Annual
Stock Return, dengan variabel dependen Value Added Intellectual Capital (VAICTM).
Adapun kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut
D. Model Hipotesis
29
RATE OF FUTURE COMPANY PERFORMANCE:
- ROA+1
- EPS+1
- ASR+1
![Page 30: ABSTRAKSI](https://reader034.vdocument.in/reader034/viewer/2022042815/5571fa2649795991699165b8/html5/thumbnails/30.jpg)
1. Pengaruh Intellectual Capital terhadap Kinerja Perusahaan
Intellectual Capital berpengaruh dengan data kinerja perusahaan tahun yang sama.
Pengaruh kontemporer mengindikasikan relevansi informasi ke investor (Tan et al., 2007).
Jika informasi telah diberi harga, maka nilainya akan menjadi minimal ke investor.
Intellectual Capital diyakini dapat berperan penting dalam peningkatan nilai perusahaan
maupun kinerja keuangan. Firer dan Williams (2003), Chen et al. (2005) dan Tan et al.
(2007) telah membuktikan bahwa Intellectual Capital (VAIC™) mempunyai pengaruh
positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Intellectual Capital merupakan sumberdaya
yang terukur untuk peningkatan competitive advantages, maka Intellectual Capital akan
memberikan kontribusi terhadap kinerja keuangan perusahaan (Harrison dan Sullivan, 2000;
Chen et al., 2005; Abdolmohammadi, 2005). Sebagai tambahan, seperti yang dinyatakan
dalam Ulum (2008), praktik akuntansi konservatisme menekankan investasi perusahaan
dalam intellectual capital yang disajikan dalam laporan keuangan, dihasilkan dari
peningkatan selisih antara nilai pasar dan nilai buku. Jadi, jika misalnya pasarnya efisien,
maka investor akan memberikan nilai yang tinggi terhadap perusahaan yang memiliki
Intellectual Capital lebih besar (Belkaoui, 2003; Firer dan Williams, 2003). Dengan
menggunakan VAIC™ yang diformulasikan oleh Pulic (1998; 1999; 2000) sebagai ukuran
kemampuan intelektual perusahaan (corporate intellectual ability), diajukan hipotesis sebagai
berikut:
H1 : Terdapat pengaruh positif Intellectual Capital (VAIC™) terhadap kinerja
keuangan perusahaan.
2. Pengaruh Intellectual Capital terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Masa Depan
30
![Page 31: ABSTRAKSI](https://reader034.vdocument.in/reader034/viewer/2022042815/5571fa2649795991699165b8/html5/thumbnails/31.jpg)
Intellectual Capital (VAIC™) tidak hanya berpengaruh secara positif terhadap kinerja
perusahaan tahun berjalan, secara logis, bahkan Intellectual Capital (VAIC™) mungkin juga
dapat memprediksi kinerja keuangan masa depan (Chen et al., 2005; Tan et al., 2007; Bontis
dan Fitz-enz, 2002). Untuk menguji kembali pernyataan tersebut, maka hipotesis kedua
penelitian ini adalah:
H2 : Terdapat pengaruh positif Intellectual Capital (VAIC™) terhadap kinerja
keuangan perusahaan masa depan.
3. Pengaruh Tingkat Pertumbuhan Intellectual Capital (ROGIC) terhadap Kinerja
Keuangan Perusahaan Masa Depan
Jika perusahaan yang memiliki Intellectual Capital (VAIC™) lebih tinggi akan cenderung
memiliki kinerja masa datang yang lebih baik, maka logikanya, tingkat pertumbuhan dari
Intellectual Capital (rate of growth of intellectual capital – ROGIC) juga akan memiliki
hubungan positif dengan kinerja keuangan masa depan (Tan et al., 2007). Model Pulic
menetapkan pengukuran IC dari sebuah perusahaan adalah VACA, VAHU dan STVA, maka
ROGIC diperoleh dari tingkat pertumbuhan VACA, VAHU dan STVA perusahaan dari tahun
ke tahun. Hipotesis berikut mendukung hipotesis kedua maka hipotesis selanjutnya yang diuji
dalam penelitian adalah:
H3 : Terdapat pengaruh positif tingkat pertumbuhan intellectual capital (ROGIC)
terhadap kinerja keuangan perusahaan masa depan.
BAB III
31
![Page 32: ABSTRAKSI](https://reader034.vdocument.in/reader034/viewer/2022042815/5571fa2649795991699165b8/html5/thumbnails/32.jpg)
METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian menjelaskan suatu hubungan (korelasional). Penelitian korelasional, yaitu
penelitian untuk menguji pengaruh antara Intellectual Capital ( yang diukur melalui value
added capital coeficient, value added human capital coeficient, value added structural
capital coeficient) dengan kinerja perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI). Unit analisis adalah laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2004, 2005, 2006, 2007, 2008.
Berdasarkan jenis waktunya, maka penelitian ini digolongkan dalam penelitian data panel,
yaitu penelitian dengan menggabungkan data time series dan data cross sectional (Modul
Laboratorium Analisis Kuantitatif).
Alat analisis data menggunakan metode Partial Least Square (PLS) dengan Smart
PLS. Partial Least Square (PLS) menurut Wold merupakan metode analisis yang powerful
oleh karena tidak ddasarkan pada banyak asumsi. PLS sebagai teknik analisis data dengan
software mempunyai keunggulan sendiri, diantaranya; data tidak harus berdistribusi normal
multivariate (indikator dengan skala kategori, ordinal, interval sampai rasi dapat digunakan
pada model yang sama) dan ukuran sampel tidak harus besar. Walaupun PLS digunakan
untuk mengkonfirmasi teori, tetapi dapat juga untuk menjelaskan ada atau tidaknya hubungan
antara variabel laten. PLS dapat dapat menganalisis sekaligus konstruk yang dibentuk dengan
indikator refleksif dan indikator formatif dan hal ini tidak mungkin dijalankan dala Structural
Equation Model (SEM) karena akan menimbulkan unindetified. Pemilihan metode PLS
didasarkan pada pertimbangan bahwa dalam penelitian ini terdapat 2 variabel laten
(intellectual capital dan kinerja perusahaan). Yang dibentuk dengan indikator formative
32
![Page 33: ABSTRAKSI](https://reader034.vdocument.in/reader034/viewer/2022042815/5571fa2649795991699165b8/html5/thumbnails/33.jpg)
(Ihyaul Ulum, Ghozali dan Anis, 2008). Karena kedua variabel laten itu, multiple regression
tidak dapat digunakan untuk menguji hipotesis pada penelitian.
3.2 Variabel Penelitian dan Pengukuran
Penelitian ini menggunakan dua macam variabel, yakni variabel bebas (independent
variabel) dan variabel terikat (dependent variabel). Variabel-variabel tersebut dapat
didefenisikan sebagai berikut:
Tabel 3.1Variabel Independen
Variabel Indikator Skala
VAICTM
(Value
Added
Intellectual
Capital)
(Variabel
Bebas)
Value Added Human Capital Coefficient (VAHU)
VAHU= Value Added
Human Capital
Rasio
Value Added Capital Coefficient (VACA)
VACA= Value Added
Capital Asset
Rasio
Structure Capital Coefficient (STVA)
VACA= Structure Capital
Value Added
Rasio
VAICTM= VAHU+VACA=STVA Rasio
Value Added= OUT-IN Rasio
33
![Page 34: ABSTRAKSI](https://reader034.vdocument.in/reader034/viewer/2022042815/5571fa2649795991699165b8/html5/thumbnails/34.jpg)
ROGIC= VAICTM-t-VAICTM
-t-1 Rasio
KeteranganVallue Added : outputs (OUT) – inputs (IN)OUT : Seluruh Pendapatan Perusahaan baik sales revenue maupun
service revenueIN : Beban usaha kecuali gaji dan tunjangan karyawanCapital asset : total asset perusahaan, tidak termasuk didalamnya tenaga
kerja.Human capital : total salary ecpense dan wages expense perusahaanStructural Capital : Vallue Added – Human Capital
a. Value Added Capital Coefficient (VACA)
VACA adalah perbandingan antara value added (VA) dengan modal fisik yang bekerja (CA).
Rasio ini menunjukkan kontribusi yang dibuat oleh setiap unit dari CA terhadap value added
organisasi (Ulum, Ghozali dan Chariri, 2008).
b. The Human Capital Coefficient (VAHU)
VAHU rasio yang menunjukkan kontribusi yang dibuat oleh setiap rupiah yang diinvestasikan dalam
HC terhadap value added organisasi. Hubungan antara VA dan HC mengindikasikan kemampuan HC
membuat nilai pada sebuah perusahaan. Jadi hubungan antara VA dan HC mengindikasikan
kemampuan HC membentuk nilai dalam sebuah perusahaan (Ulum, Ghozali dan Chariri, 2008).
c. Structural Capital Coefficient (STVA)
STVA menunjukkan kontribusi modal struktural (SC) dalam pembentukan nilai. Rasio ini
mengukur jumlah SC yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 rupiah dari VA dan merupakan
indikasi bagaimana keberhasilan SC dalam penciptaan nilai. Dalam model Pulic, SC
merupakan VA dikurangi HC. Kontribusi HC pada pembentukan nilai lebih besar kontribusi
SC (Ulum, Ghozali dan Anis, 2008).
d. Value Added Intellectual Capital (VAICTM)
VAICTM mengindikasikian kemampuan organisasi. VAICTM dapat juga dianggap sebagai BPI
(Bussiness Performance Indicator) (Ulum, Ghozali danChariri, 2008).
34
![Page 35: ABSTRAKSI](https://reader034.vdocument.in/reader034/viewer/2022042815/5571fa2649795991699165b8/html5/thumbnails/35.jpg)
e. Rate of Growth of IC (ROGIC)
ROGIC merupakan selisih (∆) antara nilai IC dari tahun ke-t dengan nilai IC tahun ke –t-1
(Ulum, Ghozali dan Chariri, 2008).
Variabel Dependen
Variabel Indikator Skala
Kinerja
Perusahaa
n (Variabel
Terikat)
Return On Asset (ROA)
ROA= Total Pendapatan
Total Aset
Rasio
Earning Per Share (EPS)
EPS= Laba pemegang saham
saham jumlah tertimbang rata - Rata
Rasio
Annual Stock Return (ASR)
ASR= Harga saham(tahun x+1)- Harga saham tahun x)+ deviden
Harga Saham Tahun x
Rasio
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Sumber data yang digunakan untuk pengumpulan data penelitian kali ini menggunakan data
sekunder. Data sekunder yang digunakan adalah laporan keuangan perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Data-data tesebut diperoleh dari ICMD
(Indonesian Capital Market Director) dan IDX (Indonesian Stock Exchange). Data mengenai
35
![Page 36: ABSTRAKSI](https://reader034.vdocument.in/reader034/viewer/2022042815/5571fa2649795991699165b8/html5/thumbnails/36.jpg)
value added, physcal capital coeficient, return on asset, earning per share, annual stock
return diambil dari ICMD, secara khusus dari dari informasi yang disajikan dalam laporan
keuangan, yakni pada laporan laba-rugi (income statement), neraca (balance sheet), dan
rasio-rasio keuangan (financial ratio). Data mengenai human capital coeficient diperoleh dari
IDX berdasarkan informasi yang tersaji dalam catatan laporan keuangan perusahaan
mengenai seluruh biaya yang dikeluarkan untuk membiayai sumber daya manusia pada tiap-
tiap perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
3.2. Metode Penarikan Sampel
Metode penarikan data yang digunakan adalah metode purposive sampling, yaitu
penarikan sample berdasarkan pada kriteria yang telah ditetapkan peneliti. Adapun kriteria-
kriteria tertentu dalam memilih sampling adalah sebagai berikut:
Perusahaan yang akan dianalisis hanya perusahaan manufaktur yang listed di Bursa
Efek Indonesia (BEI).
Perusahaan tidak menderita rugi besar dan neracanya tidak menunjukkan kekayaan
negatif.
Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan per 31 desember untuk tahun 2004,
2005, 2006, 2007, dan 2008.
Perusahaan membagikan deviden selama 5 tahun berturut-turut sejak 2002 sampai
dengan 2008.
Perusahaan yang tidak tercatat perdagangan sahamnya untuk keseluruhan tahun tidak
dimasukkan ke dalam sampel karena tidak mungkin menentukan Annual Stock Return
untuk tahun itu.
36
![Page 37: ABSTRAKSI](https://reader034.vdocument.in/reader034/viewer/2022042815/5571fa2649795991699165b8/html5/thumbnails/37.jpg)
Tabel 3.3Sampel Penelitian
NO NAMA PERUSAHAAN KODE
1 PT. Fast Food Indonesia Tbk.2 PT. Mayora Indah Tbk.3 PT. Multi Bintang Indonesia Tbk.4 PT. Gudang Garam Tbk.5 PT. Colorpak Indonesia Tbk.6 PT. Lionmesh Prima Tbk.7 PT. Sumi Indo Kabel Tbk.8 PT. Hexindo Adiperkasa Tbk.9 PT. Tunas Ridean Tbk.
10 PT. United Tractor Tbk.
3.5 Teknik Analisis Data
VAICTM yang diformulasikan oleh Pulic (1998;1999)digunakan untuk menentukan
efisiensi dari tiga model Intellectual Capital (IC), yaitu physical capital, human capital, dan
structural capital. Pengujian dengan regresi berganda tidak dilakukan karena hasil penelitian
Tan et al. (2007) dengan menggunakan regresi berganda tidak meyakinkan. Dari 21 uji
regresi berganda yang dilakukan, hanya 9 yang memberikan hasil yang signifikan. Hasil itu
signifikan secara statistik untuk beberapa tahun tetapi tidak untuk tahun yang lain. Jadi
regresi berganda dianggap tidak memadai untuk penelitian ini dan lebih lanjut analisis akan
menggunakan Partial Least Square (PLS). Dalam hal ini, kinerja perusahaan diperlakukan
sebagai sebuah variabel laten dengan ROA, EPS, dan ASR sebagai indikator. Model itu
memperlakukan IC dan kinerja perusahaaan sebagai variabel laten dengan tiga indikator tiap
variabelnya karena regresi berganda tidak dapat menyediakan alat uji untuk tipe analisis ini
(Benny dan Syafrudin 2008).
37
![Page 38: ABSTRAKSI](https://reader034.vdocument.in/reader034/viewer/2022042815/5571fa2649795991699165b8/html5/thumbnails/38.jpg)
PLS merupakan sebuah metode untuk melaksanakan Structural Equation Modelling
(SEM), untuk tujuan saat ini dianggap lebih baik daripada teknik SEM (software AMOS,
LISREL) yang lain. Model ini dikembangkan sebagai alternatif untuk situasi dimana dasar
teori pada perancangan model lemah dan atau indikator yang tersedia tidak memenuhi model
pengukuran reflektif. PLS merupakan metode analisis yang sangat baik karena dapat
diterapkan pada semua skala data, tidak membutuhkan banyak asumsi dan ukuran sampel
tidak harus besar (Ghozali, 2006).
PLS selain dapat digunakan sebagai konfirmasi teori juga dapat digunakan untuk
membangun hubungan yang belum ada landasan teorinya atau untuk pengujian proposisi,
PLS juga merupakan pendekatan yang lebih tepat untuk tujuan prediksi, hal ini terutama pada
kondisi dimana indikator bersifat formatif, atau ketika penelitian ini masih tidak pasti karena
variabel seharusnya termasuk pada sebuah model atau berhubungan diantara variabel dengan
model miss-specified akan menghasilkan perkiraan inferior varians sesuai yang dijelaskan
PLS. Missing variables dan miss-specification lain hanya memiliki sedikit efek estimasi yang
dibuat oleh PLS (Tan et al., 2007; Ghozali, 2006).
Hipotesis pertama (H1) digunakan untuk mengetahui pengaruh IC dengan data kinerja
perusahaan tahun yang sama. Pengujian IC digunakan untuk memperoleh abnormal return,
salah satunya harus menggunakan uji prediktif multi periode (Tan et al., 2007). Hipotesis
kedua (H2) dibentuk untuk menguji kapabilitas prediktif IC. Jika IC merupakan kendali
utama nilai perusahaan, maka secara logis tingkat pertumbuhan IC seharusnya juga
berpengaruh dengan peningkatan dalam kinerja perusahaan. Hipotesis ketiga (H3) digunakan
untuk mengetahui pengaruh tingkat pertumbuhan intellectual capital terhadap kinerja
perusahaan. Hipotesis ini akan diuji untuk memvaliditas prediksi dalam hipotesis kedua.
Selanjutnya model pengujian hipotesis dengan PLS, akan ditunjukkan oleh gambar
berikut:
38
![Page 39: ABSTRAKSI](https://reader034.vdocument.in/reader034/viewer/2022042815/5571fa2649795991699165b8/html5/thumbnails/39.jpg)
Intellectual Capital (VAICTM) Company’s Performance
VACA
VAHU
STVA ASR
EPS
ROA
H1
Gambar 3.1Model pengujian PLS untuk H1
Sumber Ulum, Imam Ghozali & Anis Chariri (2008)
39
![Page 40: ABSTRAKSI](https://reader034.vdocument.in/reader034/viewer/2022042815/5571fa2649795991699165b8/html5/thumbnails/40.jpg)
VACA
VAHU
STVA
R-VACA
R-VAHU
R-STVA
ASR
EPS
ROA
Rate of Growth of IC (ROGIC)
Intellectual Capital (VAICTM)
Company’s Performance (t+1)
H3
H2
Gambar 3.2Model Pengujian dengan PLS H2 dan H3
Sumber Ulum, Imam Ghozali & Anis Chariri (2008)
40
![Page 41: ABSTRAKSI](https://reader034.vdocument.in/reader034/viewer/2022042815/5571fa2649795991699165b8/html5/thumbnails/41.jpg)
3.5.1 Uji Statistik Deskriptif
Pengujian ini berguba sebagai alat yang dapat menggambarkan karakteristik dari data
yang terdiri dari nilai rata-rata, nilai terkecil, nilai tertinggi, dan standar deviasi dari data yang
diteliti (Modul Laboratorium Analisis Kuantitatif, 2007; 1-2)
3.5.2 Uji Outer Model
Outer model atau model pengukuran mendefenisikan bagaimana setiap blok indikator
berhubungan dengan variabel latennya. Perancangan model pengukuran menentukan sifat
indikator masing-masing variabel laten, apakah refleksi atau formatif, berdasarkan definisi
operasional variabel.
Karena konstruk formatif pada dasarnya merupakan hubungan regresi dari indikato ke
konstruk maka cara menilainya adalah dengan melihat bilai koefisien regresi dan signifikan
dari koefisien regresi tersebut (Ulum, Ghozali dan Chariri, 2008).
3.5.3 Uji Inner Model
Inner model atau Model Struktural menggambarkan hubungan antara variabel laten
berdasarkan pada subtantive theory. Perancangan Model Model Struktural hubungan antara
variabel laten didasarkan pada rumusan masalah atau hipotesis penelitian. Model struktural
dievaluasi dengan menggunakan R-square untuk konstruk dependen, Stone Gieser,Q-Square
test untuk predictive relevance dan uji t serta signifikansi dari koefisien parameter jalur
struktural. (Ulum, Ghozali dan Chariri, 2008).
41