adhika-imade_b2_2007

8
Pengaruh Pemboran Panas Bumi (I Made Adhika) 339 PENGARUH PEMBORAN PANAS BUMI (Geothermal ) TERHADAP HUTAN DAN AIR DI BEDUGUL-BALI THE IMPACT OF GEOTHERMAL DRILLING TOWARD FOREST AND WATER AT BEDUGUL BALI I Made Adhika Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Udayana Jl.PB Sudirman, Bali, 80115 Email: [email protected] Abstrak: Rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi (geothermal) di Kawasan Bedugul-Bali menimbulkan isu-isu akan hilangnya mata air, menurun dan hilangnya air danau, serta hilangnya hutan di kawasan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah benar kegiatan tersebut menimbulkan dampak seperti isu tersebut. Dengan menelusuri kondisi fisik lingkungan di kawasan, sistim pemboran pengambilan panas bumi, dan analisis kualitatif dampak pemboran tersebut terhadap mata air, air danau, maupun hutan di kawasan tersebut, maka didapat kegiatan tersebut tidak menimbulkan gangguan yang signifikan terhadap mata air, air danau, maupun kerusakan hutan di kawasan tersebut. Kata kunci: pemboran, panasbumi, hutan, dan air. Abstract: The plan of geothermal power at Bedugul-Bali has risen some issues such as the lost of water,as well as forest around particular area. This research is aimed to find out whether the mentioned activities would rise such issues. By tracking the environment physical condition of the site, drilling system geothermal, and qualitative analysis of the drilling system toward the water sources, lake water, and forests, thus it is found that such activities do not significantly disturb the water sources, lake water, and also forest destructions around the area. Keywords: drilling, geothermal, forest, and water. PENDAHULUAN Bali sebagai salah daerah tujuan wisata di Indonesia, sangat ramai (1.386.448 orang tahun 2005) dikunjungi oleh wisatawan. Konsekuensi dari ramainya kunjungan tersebut adalah meningkatnya fasilitas-fasilitas penunjang pariwisata, seperti: hotel, restaurant, villa, biro perjalanan, usaha, dan jasa-jasa lainnya. Konsekuensi lanjutannya adalah meningkatnya kebutuhan akan energi listrik di Bali rata-rata 9,83 % per tahun (Bapeda Bali, 2004). Berdasar keterangan dari General Manager PLN Wilayah Bali Nusra yang berkekdudukan di Denpasar, menyatakan bahwa kebutuhan listrik pada saat puncak mencapai 360 MW, sedangkan energi yang tersedia 453,8 MW yang disuplai dari: PLTG/PLTD Pesanggaran dengan kapasitas 120 MW, PLTG Gilimanuk dengan kapasitas 133,8 MW, dan jaringan interkoneksi Jawa-Bali dengan kapasitas 200 MW. Dengan demikian maka terdapat cadangan energi listrik 93,8 MW bila kondisi pensuplai energi listrik stabil. Bila ada gangguan pada salah satu sumber, perbaikan/ pemeliharaan mesin pembangkit, maka akan terjadi kekurangan energi listrik pada jam puncak. Berdasarkan Rencana Kelistrikan Daerah (RUKD) Provinsi Bali 2004 memprakirakan kebutuhan listrik Bali tahun 2010 adalah 880,95 MW dan pada tahun 2018 mencapai 1.543,79 MW. Mengingat prediksi kebutuhan listrik di Bali cukup besar, dan dengan kebijakan pemerintah dalam diversifikasi sumber energi dalam upaya mengurangi penggunaan bahan

Upload: andhy-arya-ekaputra

Post on 23-Jun-2015

118 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Adhika-imade_b2_2007

Pengaruh Pemboran Panas Bumi (I Made Adhika)

339

PENGARUH PEMBORAN PANAS BUMI (Geothermal ) TERHADAP HUTAN DAN AIR DI BEDUGUL-BALI

THE IMPACT OF GEOTHERMAL DRILLING

TOWARD FOREST AND WATER AT BEDUGUL BALI

I Made Adhika Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Udayana

Jl.PB Sudirman, Bali, 80115 Email: [email protected]

Abstrak: Rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi (geothermal) di Kawasan Bedugul-Bali menimbulkan isu-isu akan hilangnya mata air, menurun dan hilangnya air danau, serta hilangnya hutan di kawasan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah benar kegiatan tersebut menimbulkan dampak seperti isu tersebut. Dengan menelusuri kondisi fisik lingkungan di kawasan, sistim pemboran pengambilan panas bumi, dan analisis kualitatif dampak pemboran tersebut terhadap mata air, air danau, maupun hutan di kawasan tersebut, maka didapat kegiatan tersebut tidak menimbulkan gangguan yang signifikan terhadap mata air, air danau, maupun kerusakan hutan di kawasan tersebut. Kata kunci: pemboran, panasbumi, hutan, dan air. Abstract: The plan of geothermal power at Bedugul-Bali has risen some issues such as the lost of water,as well as forest around particular area. This research is aimed to find out whether the mentioned activities would rise such issues. By tracking the environment physical condition of the site, drilling system geothermal, and qualitative analysis of the drilling system toward the water sources, lake water, and forests, thus it is found that such activities do not significantly disturb the water sources, lake water, and also forest destructions around the area. Keywords: drilling, geothermal, forest, and water. PENDAHULUAN Bali sebagai salah daerah tujuan wisata di Indonesia, sangat ramai (1.386.448 orang tahun 2005) dikunjungi oleh wisatawan. Konsekuensi dari ramainya kunjungan tersebut adalah meningkatnya fasilitas-fasilitas penunjang pariwisata, seperti: hotel, restaurant, villa, biro perjalanan, usaha, dan jasa-jasa lainnya. Konsekuensi lanjutannya adalah meningkatnya kebutuhan akan energi listrik di Bali rata-rata 9,83 % per tahun (Bapeda Bali, 2004). Berdasar keterangan dari General Manager PLN Wilayah Bali Nusra yang berkekdudukan di Denpasar, menyatakan bahwa kebutuhan listrik pada saat puncak mencapai 360 MW, sedangkan energi yang tersedia 453,8 MW yang disuplai dari: PLTG/PLTD Pesanggaran dengan kapasitas 120 MW, PLTG Gilimanuk dengan kapasitas 133,8 MW, dan jaringan interkoneksi Jawa-Bali dengan kapasitas 200 MW. Dengan demikian maka terdapat cadangan energi listrik 93,8 MW bila kondisi pensuplai energi listrik stabil. Bila ada gangguan pada salah satu sumber, perbaikan/ pemeliharaan mesin pembangkit, maka akan terjadi kekurangan energi listrik pada jam puncak. Berdasarkan Rencana Kelistrikan Daerah (RUKD) Provinsi Bali 2004 memprakirakan kebutuhan listrik Bali tahun 2010 adalah 880,95 MW dan pada tahun 2018 mencapai 1.543,79 MW. Mengingat prediksi kebutuhan listrik di Bali cukup besar, dan dengan kebijakan pemerintah dalam diversifikasi sumber energi dalam upaya mengurangi penggunaan bahan

Page 2: Adhika-imade_b2_2007

Lingkungan Tropis, Edisi Khusus Agustus 2007 : 339 - 346

340

bakar minyak (BBM), maka sumber energi panas bumi (geothermal) menjadi salah satu alternatif sumber energi yang terbarukan. Bali memiliki potensi tersebut, terletak di Kawasan Bedugul-Pancasari, tepatnya di kawasan hutan lindung Batukaru, pada Gunung Tapak, Pohen, Sengayang, dan Gunung Lesung. Realisasi dari kebijakan tersebut Pertamina telah melakukan kerjasama dengan PT. Bali Energi Limited (BEL) dalam memanfaatkan sumber energi tersebut. Namun demikian, dalam kegiatan eksplorasi kegiatan BEL berkembang isu-isu akan hilangnya hutan dan mata air di kawasan tersebut, hilangnya air Danau Beratan, Buyan, dan Tamblingan yang dianggap sebagai sumber air bagi daerah-daerah bawahannya. Lokasi dan Kondisi Lingkungan Lokasi eksplorasi/pemboran terletak di kawasan hutan lindung Batukaru yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, dan di wilayah Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng. Di dalam kawasan hutan lindung Batukaru terdapat tiga kawasan Cagar Alam yan terletak di Gunung Tapak, Gunung Lesung, dan Gunung Pohen. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ( LIPI) tahun 1992 menunjukkan bahwa cagar alam di kawasan hutan lindung Batukaru merupakan kawasan khusus tegakan murni cemara pandak (Podocarpus imbricatus) flora/tumbuhan yang tergolong langka, sedangkan tumbuhan lainnya yang ada dikawasan tersebut didominir oleh jenis bunut (Ficus indica), sompang (Laplaceae sp), seming (Engelhardia spicata), cemara geseng (Casuarina junghuniana), udu (Litsea velutina), belantih (Homalanthus giganteus), lateng (Laportea sp), kedukduk (Astronia spectabilitas), dan yang lainnya. Bila dibandingkan dengan daerah lain yang ditumbuhi tanaman sejenis di Wilayah Indonesia, interaksi antara sifat genetis dengan faktor klimatik merupakan suatu keunikan yang tersendiri. Untuk daerah Bali, jenis tumbuhan ini penyebarannya hanya terdapat di daerah Bedugul mulai pada ketinggian ± 1400 m dpl., sehingga kondisi ini merupakan suatu keunikan vegetasi di lokasi rencana pemboran. Selain Cemara pandak (Podocarpus imbricatus), pada beberapa tempat teridentifikasi Cemara geseng (Casuarina junghuniana) yang relatif jarang. Kedua jenis cemara ini masih tergolong langka di Provinsi Bali, namun secara nasional kedua jenis tumbuhan ini belum tergolong tanaman yang dilindungi, namun perlu mendapatkan perlindungan. Walaupun cemara pandak mempunyai persebaran yang luas, namun jarang dijumpai keberadaannya secara mengelompok sebagai jenis yang dominan (umumnya tersebar secara sepasial). Perbedaan persebaran sepasial cemara pandak kemungkinan karena adanya variasi ataupun perbedaan sifat genetika. Cemara pandak di Bali cenderung memperlihatkan suatu keunikan dibandingkan di tempat lain. Lokasi Pemboran, Cagar Alam dan kawasan lindung seperti Gambar 1. Kawasan Bedugul- Pancasari merupakan rangkaian pegunungan vulkan dengan puncak-puncanya Gunung Sengayang (2.087 m), Gunung Pohen (2.069 m), G. Tapak (1.909 m) dan G. Lesong (1.663 m). Merupakan kaldera dengan tebing terjal di bagian utara, bagian tengah merupakan danau-danau ( Beratan, Buyan, dan Tamblingan) yang dibentuk oleh dinding kaldera. Laporan studi dampak lingkungan kegiatan pemboran panas bumi Bedugul menunjukan bahwa daerah Bedugul merupakan daerah vulkanik kuarter yang berasosiasi dengan endapan lava andesit dan piroklastik. Berdasar pada data Resource BEL menunjukkan di bawah Kawasan Bedugul terdapat lapisan batuan kedap air yang diistilahkan dengan Cap rock ( batuan penudung) . Hasil pemboran untuk uji sumur produksi dan Test Core Hole (TCH) pada sumur BEL 01, 02, dan 03 menunjukkan bahwa terdapat selang-seling lapisan batuan piroklastik, andesit

Page 3: Adhika-imade_b2_2007

Pengaruh Pemboran Panas Bumi (I Made Adhika)

341

piroklastik, ignimbrite, dan andesit breksi, secara bergantian. Secara keseluruhan batuan dinominasi oleh batuan Vulkanik. Secara lebih terinci kondisi batuan seperti Gambar 2. Iklim pada lokasi kegiatan pemboran menurut sistem klasifikasi iklim “Koppen” (Handoko, 1993) termasuk tipe iklim sedang berhujan, dimana suhu bulan terdingin lebih rendah dari 18oC dengan bulan-bulan kering pada musim dingin. Tipe iklim ini dicirikan oleh adanya suhu yang relatif dingin, kelembaban udara yang tinggi curah hujan yang cukup banyak dan bermusim. Menurut sistem Klasifikasi Schmidt dan Ferguson, lokasi rencana kegiatan termasuk tipe iklim C (daerah agak basah dengan vegetasi hutan rimba). Temperatur rata-rata bulanan di sekitar lokasi pemboran berkisar antara 17,3oC sampai dengan 19,1oC dengan temperatur rata-rata tahunan 18,5oC. Temperatur maksimum tertinggi terjadi pada bulan april (23,8oC), dan minimum terendah tercapai pada bulan Juli dan Agustus masing-masing sebesar 14.3OC. Sumber: Laporan Andal PLTP Bedugul.

Hasil pengamatan geohidrologi yang dilakukan oleh LIPI menunjukkan bahwa kawasan Bedugul dan pada lokasi pemboran merupakan cekungan tertutup. Disebutkan pula bahwa aliran yang terisolasi perlu mendapat perhatian dalam pengelolaan air terkait dengan empat sub-DAS sebagai pembentuk cekungan tertutup, yaitu: Sub-DAS Beratan (13,40 km2), Buyan (24,10 km2), Tamblingan (9,20 km2), dan Pulan Kuali (0,31 km2). Danau Beratan mempunyai permukaan pada ketinggian 1.231 meter di atas permukaan laut, sedangkan Danau Buyan dan Tamblingan air pemukaannya berada pada 1.214 meter di atas permukaan laut atau 17 meter lebih rendah dari permukaan air Danau Beratan. Danau Beratan dengan luas 3,85 km2 dengan kedalaman maksimum 20 meter, menampung air sebanyak 49,22 juta m3. Danau Buyan dengan luas 3,37 km2 dengan kedalaman maksimum 69 m, menampung air sebanyak 116,25 juta m3. Danau Tamblingan dengan luas 1,15 km2 dengan kedalaman 40,5 m, menampung air sebanyak 27,05 juta m2. Ketiga danau ini mempunyai arti penting

Page 4: Adhika-imade_b2_2007

Lingkungan Tropis, Edisi Khusus Agustus 2007 : 339 - 346

342

bagi daerah bawahannya. Selain itu danau dan sumber mata air di daerah bawahannya yang disakralkan oleh masyarakat setempat, sehingga keberadaannya sangat berarti bagi masyarakat di sekitarnya. Cekungan tertutup dan daerah aliran disajukan dalam Gambar 3.

Gambar 1. Lokasi Pemboran dan Lingkungannya.

Gambar 2. Kondisi Batuan di BEL 01, 02, dan BEL 03.

Page 5: Adhika-imade_b2_2007

Pengaruh Pemboran Panas Bumi (I Made Adhika)

343

Sumber : LIPI 1992. Sistem Pemboran Panas Bumi ( Geothermal) Berdasarkan pada buku Resourse BEL, maka potensi panas bumi yang layak dimanfaatkan sebagai energi pembangkit listrik berada pada kedalaman antara 2500 – 3500 meter di bawah permukaan tanah. Untuk pemanfaatan panas bumi tersebut maka dilakukan pemboran dengan kedalaman sesuai dengan potensi yang ada. Untuk menjaga stabilitas tekanan, maka sumur pemboran dilapisi denga casing dengan ukuran yang berbeda sesuai dengan kedalamam pemboran. Pada kedalamam 1800 - 2500 m akan menggunakan casing dengan diameter 7”, dan casing yang paling atas berdiameter 30”. Pada bagian atas pada kedalama 30 m akan terdapat 3 casing, masing-masing 30” , 20“, dan 13“. Diantara casing akan diisi dengan agregat beton sebagai penguat sumur dan isolasi. Sampai kedalaman 300 m akan menggunakan 2 casing, masing-masing 26” dan 13”, dan dilapisi agregat beton di sekelilingnya. Selanjutnya menggunakan casing tunggal yang diilapisi dengan agregat beton. Program casing terinci seperti Gambar 4.

Page 6: Adhika-imade_b2_2007

Lingkungan Tropis, Edisi Khusus Agustus 2007 : 339 - 346

344

Sumber : Laporan Andal BEL

Gambar 4. Sistem Casing Sumur ( Pemboran).

Pada saat pemboran akan memerlukan air + 2416 lt/dt selama pemboran untuk pembuatan lumpur dan mendinginkan mata bor, serta membuat campuran semen. Lumpur diperlukan dalam transportasi serpihan pemboran dari lubang boran ke permukaan. Lumpur dan serpihan akan dipisahkan dan secara sirkular dipergunakan kembali. Kebutuhan air diperlukan selama pemboran yang diprakirakan memerlukan waktu 2 bulan paling lama, sedangkan bila menggunakan cara yang terbaru waktu penyelesaian sumur akan lebih pendek, bahkan ada yang mempredikasi hanya dalam dua minggu saja. Sistem Pembangkit Pada saat pengoperasian pembangkit akan menggunakan dua sistem, yaitu: binary turbine system dan condesing turbine system. Pada sistem binary turbine system uap yang dihasilkan dari sumur produksi akan dialirkan ke unit penukar panas yang diisi dengan cairan Iso Butane yang berfungsi sebagai penyerap panas, dan akan disemprotkan untuk memutar turbin, kemudian didinginkan kembali melalui menara pendingin (cooling tower), dan secara berkelanjutan disemprotkan ke turbin untuk menghasilkan listrik. Demikian pula uap yang keluar dari unit penukar panas akan menjadi brine yang dingin dan selanjutnya akan diinjeksikan kembali kedalam perut bumi melalui sumur injeksi. Dengan demikian terjadi siklus tertutup pada uap yang dihasilkan oleh sumur produksi maupun pada fluida pada unit penukar panas. Pada tahap awal akan diperlukan air untuk mengisi menara pendingin sebanyak 2500m3, selanjutnya air dipergunakan secara sirkular, dan hanya memerlukan imbuhan air akibat terjadinya penguapan.

P R O G R A M C A S IN G U N T U K S U M U R

D e r e c t i o n

C o n t r o l

0 - 3 0 0 m , e v e r y 1 0 0 ' o r c lo s e r 3 0 0 m to 8 0 0 m , e v e r y 5 0 0 ' i f d iv ia t io n is lo o s t h a n 3 , o th e r w is e e v e r y 1 0 0 '8 0 0 t o 1 1 0 0 m , W W D o f o r ie n t a t io n s in g le s h o t e v e r y 1 0 0 '1 1 0 0 t o 2 5 0 0 m ( T D ) , e v e r y 3 0 0 ' a s s e m b lie se v e r y 1 0 0 f o r s l i c k a s s e m b lie s

G E O L O G I C

T O P S

W E L L

D E P T H

H O L E

S I Z E

C A S I N G

C E M E N T

M U DH O L E

D E V I A T IO NLogs

Dup

th

( FEE

T )

Page 7: Adhika-imade_b2_2007

Pengaruh Pemboran Panas Bumi (I Made Adhika)

345

Pada condesing turbin system uap yang dihasilkan oleh sumur produksi akan alat pengatur kestabilan pasokan uap, kemudian disaring dengan menggunakan separator untuk memisahkan antara uap dengan materi yang terbawa ataupun dari titik air (brine). Brine ini akan diinjeksikan kembali kedalam perut bumi. Uap yang bersih akn dipergunakan untuk memutar turbin agar dapat menghasilkan energi listrik. Uap yang keluar dari turbin akan dikondensasikan dan kembali dipakai untuk memutar turbin dan seterusnya pemanfaatan secara sirkular, sedangkan hasil kondensasi berupa kondesat panas akan diinjeksikan kembali ke perut bumi melalui sumur injeksi. Dengan demikian maka pembangkit ini memiliki sistem tertutup sama dengan sistem binary. PEMBAHASAN Posisi sumber panas bumi (geothermal) yang berada pada kedalaman 2500 m sampai dengan kedalaman 3500 m di bawah permukaan tanah, letaknya relatif jauh dari kondisi air permukaan, danau ( Beratan pada ketinggian 1231 meter di atas muka air laut, Buyan dan Tamblingan1214 meter di atas muka air laut), walaupun secara horizontal jaraknya lebih dekat dari sumber panas tersebut. Selain jauh, data penelitian kelandaian suhu dan sumur kecil (slimming well) yang menunjukkan adanya lapisan batuan berupa tudung (cap rock ) yang kedap air akan memisahkan antara sumber panas bumi dengan air permukaan. Dengan demikian sangat kecil kemungkinannya terjadi kebocoran terhadap air permukaan maupun air danau. Pemanfaatan sumber panas bumi dilakukan dengan pemboran yang menggunakan casing dan dilapisi dengan beton. Casing dan beton memberikan perlindungan yang cukup terhadap pengaruh luar terhadap uap sumur produksi, atau sebaliknya pengaruh uap sumur produksi terhadap lingkungan di sekitarnya. Penggunaan casing yang berlapis pada sumur produksi, utamanya pada bagian (atas) yang dekat dengan permukaan akan membuat isolasi permanen dari pengaruh uap sumur produksi terhadap lingkungan maupun sebaliknya pengaruh lingkungan sekitar (termasuk air) terhadap uap sumur produksi. Bila ada kebocoran akan berpengaruh terhadap tekanan dan panas uap yang dihasilkan oleh sumur produksi, serta berkurangnya tekanan dan panas uap sumur produksi akan mempengaruhi daya putar turbin, yang selanjutnya mempengaruhi energi listrik yang dihasilkan. Dengan demikian maka kebocoran sumur produksi yang dapat mempengaruhi lingkungan sekitarnya tidak diharapkan pengelola karena selain merugikan lingkungan juga mengurangi produksi energi, yang berarti pula merugikan pengelolaan. Dengan demikian tidak ada pengaruh yang signifikan uap sumur produksi terhadap lingkungan di sekitarnya termasuk hutan dan air. Dengan tidak adanya bocoran tekanan dn suhu, maka kondisi hutan yang ada di sekelilingnya tidak berpengaruh pula. Namun demikian kegiatan pemboran akan memerlukan tapak pemboran seluas + 2 ha pada saat pemboran yang akan menebang hutan, sedangkan pada tahap produksi terbatas di sekitar kepala sumur saja dan sisanya dapat direvegetsi. Dengan begitu terganggunya hutan lebih disebabkan untuk kepentingan aktivitas pemboran dan pemeliharaan sumur, bukan oleh pengaruh uap panas bumi yang diekplorasi. Dalam kegiatan pemboran sumur produksi akan memerlukan air untuk pembuatan lumpur yang diperlukan saat pemboran. Namun demikian, penggunaan air sifatnya terbatas dan lama jangka waktu tertentu saja, yaitu selama pemboran sumur berlangsung. Berdasarkan informasi dari BEL yang menyebutkan bahwa pemboran yang terlama dilakukan selama dua bulan, sedangkan yang tercepat sudah mencapai satu minggu. Bila dibandingkan dengan volume air Danau Beratan yang digunakan 45 m3/hari/sumur dengan kapasitas 49,22 juta m3 dan akan ada imbuhan kembali, maka penggunaan air Danau Beratan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap keberadaan air danau. Mengingat kawasan Bedugul merupakan

Page 8: Adhika-imade_b2_2007

Lingkungan Tropis, Edisi Khusus Agustus 2007 : 339 - 346

346

cekungan yang tertutup, maka imbuhan semuanya akan mengarah pada danau –danau yang terdapat di cekungan tersebut. Dengan demikian, pengaruh penggunaan air Danau Bertan tidak signifikan terhadap ketersediannya air danau. Sistem pembangkit yang dipergunakan adalah binary turbine system dan condesing turbine system yang merupakan sistem tertutup. Uap yang dihasilakan oleh sumur produksi setelah dilakukan proses pemindahan panas maupun pemutaran turbin, brinenya akan diinjeksikan kembali ke dalam perut bumi yang berada di kawasan pemboran dengan syarat-syarat tertentu. Dengan demikian terjadi pengisian kembali ke perut bumi yang diharapkan melalui proses alami akan menjadi uap kembali pada sumur produksi. Dengan terisinya kekosongan pada lapisan uap yang diambil maka kondisi ini secara kualitatif tidak berpengaruh secara signifikan terhadap hutan, air permukaan, dan air danau. Pada tahap operasional pembangkit pada tahan awal akan memerlukan air 2500 m3 untuk kebutuhan cooling tower, namun penggunaan ini hanya awal kegiatan saja, selanjutnya air akan disirkulasi, dan hanya memerlukan imbuhan-imbuhan akibat dari penguapan pada cooling tower. Air pada cooling tower dimanfaatkan secara berkelanjutan dengan memompa kembali air yang di bawah begitu seterusnya. Dengan demikian, tahap awal memang memerlukan air relatif besar, namun berikutnya selama operasional hanya memerlukan air imbuhan dengan jumlah yang relatif sedikit. Dengan demikian maka penggunaan air untuk cooling tower dengan jumlah relatif besar pada tahap awal tidak berpengaruh signifikan terhadap ketersediaan air danau. Memang dalam berberapa tahun terakhir permukaan air Danau Tamblingan mengalami penurunan dan ramai dibicarakan masyarakat, namun demikian hasil studi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Universitas Udayana tahun 1986 menunjukkan bahwa penurunan permukaan air Danau Tamblingan lebih disebabkan oleh beberapa pengaruh, diantaranya diindikasikan oleh rendahnya curah hujan di kawasan tersebut dalam lima tahun terakhir dan adanya alih funsi lahan di sekitar danau. Dalam laporan tersebut tidak ada menyebutkan keterhubungan antara kegiatan eksplorasi panas bumi di Kawasan Bedugul-Pancasari dengan menurunnya air Danau Tamblingan. KESIMPULAN Dari pembahasan tersebut, secara kualitatif kegiatan pemboran panas bumi (geothermal) di Kawasan Bedugul-Pancasari tidak berpengaruh secara signifikan terhadap hutan dan air. Terganggunya hutan disebabkan oleh kegiatan pemboran dan pemeliharaan sumur produksi. Daftar Pustaka Bali Energy Limited, Resource Information, 2004. ------, Analisis Dampak Lingkungan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Kawasan

Bedugul Bali, 2004. Bapeda Bali, Rencana Umum Kelistrikan Daerah (RUKD) Bali, 2004. Hehanusa, P.E. “Penataan Ruang dan Daya Dukung Sumber daya Air di Cekungan Terkungkung Beratan –

Buyan- Tamblingan Provinsi Bali”, Prosiding Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup di Kawasan Bedugul, 2005.

LIPI, Puslitbang Biologi – Puslitbang Geoteknologi. Studi Daya Dukung Habitat Flora dan Fauna Endemik, serta Hidrologi untuk Rencana Pengusahaan Panas Bumi di Batukaru, Bali. 1992.

PPLH Unud. Studi Penurunan Muka Air Danau dan Tamblingan , 2006.