akspldtkagmpsig

55
ANALISIS KARAKTERISTIK SPASIAL PENGGUNAAN LAHAN DAN TINGKAT KERUSAKAN AKIBAT GEMPA MELALUI PENGGUNAAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG) (Studi Kasus Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut Sebelum dan Setelah Gempa) Oleh HENDRA ARYADI A24101066 PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Upload: spasial

Post on 25-Jul-2015

30 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: AKSPLDTKAGMPSIG

ANALISIS KARAKTERISTIK SPASIAL

PENGGUNAAN LAHAN DAN TINGKAT KERUSAKAN

AKIBAT GEMPA MELALUI PENGGUNAAN

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)

(Studi Kasus Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut

Sebelum dan Setelah Gempa)

Oleh

HENDRA ARYADI

A24101066

PROGRAM STUDI ILMU TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006

Page 2: AKSPLDTKAGMPSIG

SUMMARY

HENDRA ARYADI. The Spatial Characteristic Analysis of Land Use and Damage Level by Earthquake Using Geographic Information System (GIS). A Case Study of Pasirwangi Subdistrict, Garut Regency Before and After Earthquake. Baba Barus and Iskandar as advisors.

In general, land use types are differentiated as agriculture and non

agriculture. Land use potency can be influenced by soil types , mineral resources,

vegetation, topography, climate and location. There are three groups of factor that

can affect dynamic of land use characteristic : (a) Physical factor, (b) Socio

economic factors, and (c) Both. The physical factor that may change land use

suddenly, especially from natural disaster, are volcanic eruption, earthquake, etc.

Few weeks ago, there was an earthquake in Pasirwangi Subdistrict, Garut

Regency. The occurence of this earthquake caused damages to land and

settlements. Garut Regency which has specific land use pattern, beside influenced

by natural factors, influenced also by non natural factors. However, various

relations between causal factor and specific land use types has not yet known

clearly.

The aims of this research were : (a) Understanding the relation between

some land physical factors such as elevation, slope, and soil type to land use; (b)

Understanding the relation between distance of building from earthquake center

(fault line/lineament) and some physical factor such as slope and soil type to

damage level by earthquake; and (c) Identifying people perception about

earthquake disaster effect.

Materials which used in this research were primary data and secondary

data. Those data were : land unit map; imagery of SPOT year 2004; topographic

map scale of 1 : 25,000; damage level data from Pasirwangi Subdistrict; and data

of the result of interview. Spatial analysis between land use and damage level by

earthquake to land characteristics were conducted using Geographic Information

System (GIS) by overlay between land characteristics to land use and damage

level by earthquake in Arc View software.

The result of this research indicated that the land use pattern in Pasirwangi

subdistric related to elevation and soil type. While slope related only to some land

use types. Paddy field was commonly located at elevation less than 1,000 meter

above sea level with slope less than 8 percent, and soil type was Inceptisols. Dry

land, currently as high land vegetable crops, commonly was located at elevation

Page 3: AKSPLDTKAGMPSIG

1,200-1,500 meter above sea level in Andisols, and distributed on all slope

classes.

The land damages by earthquake had no relevancy with the land use

pattern and its change. However, the building damages by earthquake were related

to the distance from the earthquake center and soil type. So far, the people

perception about earthquake occured temporarely and there was no willingness of

the people moves to other place.

Key words : Land use, causal factor, spatial pattern, elevation, soil type, damage

level.

Page 4: AKSPLDTKAGMPSIG

RINGKASAN

HENDRA ARYADI. Analisis Karakteristik Spasial Penggunaan Lahan dan Tingkat Kerusakan Akibat Gempa Melalui Penggunaan Sistem Informasi Geografi (SIG). Studi Kasus Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut Sebelum dan Setelah Gempa. Dibawah bimbingan Baba Barus dan Iskandar.

Secara umum, penggunaan lahan dibedakan atas penggunaan lahan

pertanian dan bukan pertanian. Potensi penggunaan lahan dipengaruhi oleh jenis

tanah, sumberdaya mineral, vegetasi, topografi, iklim dan lokasi. Faktor yang

mempengaruhi dinamika karakteristik penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke

dalam tiga kelompok, yakni : (a) Faktor Fisik, (b) Sosial Ekonomi, dan (c)

Kombinasi keduanya. Pengaruh faktor fisik terhadap perubahan penggunaan lahan

dapat berlangsung lama dan cepat. Perubahan akibat faktor fisik yang berlangsung

cepat dapat disebabkan oleh kejadian bencana alam seperti : letusan gunung

berapi, gempa bumi, dan lain-lain.

Beberapa waktu yang lalu (2 Februari 2005) terjadi gempa bumi di

Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut. Kejadian bencana alam gempa bumi ini

mengakibatkan kerusakan pada sebagian pemukiman dan lahan. Kabupaten Garut

memiliki pola penggunaan lahan yang khas, yang selain dipengaruhi oleh faktor

alami, juga dipengaruhi oleh non-alami. Berbagai hubungan antara faktor

penyebab dan penggunaan lahan yang spesifik tersebut belum diketahui dengan

jelas.

Penelitian ini bertujuan untuk (a) Memahami hubungan antara beberapa

faktor sifat fisik lahan seperti elevasi, kemiringan lereng dan jenis tanah terhadap

penggunaan lahan; (b) Memahami hubungan antara jarak dari pusat gempa

(sesar/patahan) serta beberapa faktor sifat fisik lahan seperti kemiringan lereng

dan jenis tanah terhadap tingkat kerusakan akibat gempa; dan (c) Mengidentifikasi

persepsi masyarakat mengenai dampak bencana alam gempa bumi.

Bahan yang digunakan dalam penelitian berupa data primer dan data

sekunder. Data tersebut adalah : peta satuan lahan hasil studi terdahulu, citra

SPOT tahun 2004, peta rupabumi skala 1 : 25.000, data tingkat kerusakan

bangunan dari kantor Kecamatan Pasirwangi dan wawancara kepada masyarakat

di lokasi penelitian. Analisis spasial hubungan antara penggunaan lahan dan

tingkat kerusakan gempa dengan karakteristik lahan dilakukan melalui

Page 5: AKSPLDTKAGMPSIG

penggunaan Sistem Informasi Geografi (SIG) dengan cara tumpang tindih antara

karakteristik lahan dengan penggunaan lahan dan tingkat kerusakan bangunan

akibat gempa menggunakan perangkat lunak Arc View.

Hasil penelitian menunjukkan pola spasial penggunaan lahan di

Kecamatan Pasirwangi terkait dengan elevasi dan jenis tanah. Sedangkan

kemiringan lereng hanya berpengaruh pada beberapa tipe penggunaan lahan.

Lahan sawah umumnya berada pada ketinggian kurang dari 1.000 m dpl dengan

kemiringan lereng kurang dari 8% dan tanah Inceptisols. Lahan tegalan yang

digunakan untuk tanaman sayuran umumnya berada pada daerah dengan elevasi

1.200-1.500 m dpl berupa sayuran dataran tinggi pada tanah Andisols pada

berbagai kemiringan lereng.

Tingkat kerusakan lahan akibat gempa tidak mempengaruhi terhadap

penggunaan lahan dan perubahannya. Namun tingkat kerusakan bangunan akibat

gempa dipengaruhi oleh jarak dari pusat gempa dan jenis tanah. Sampai saat

penelitian ini, persepsi masyarakat terhadap kekhawatiran akibat kejadian gempa

hanya berlangsung sesaat dan tidak ada keinginan masyarakat untuk pindah ke

tempat lain.

Kata kunci : Penggunaan lahan, faktor penyebab, pola spasial, elevasi, tipe

tanah, tingkat kerusakan.

Page 6: AKSPLDTKAGMPSIG

ANALISIS KARAKTERISTIK SPASIAL

PENGGUNAAN LAHAN DAN TINGKAT KERUSAKAN

AKIBAT GEMPA MELALUI PENGGUNAAN

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)

(Studi Kasus Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut

Sebelum dan Setelah Gempa)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

HENDRA ARYADI

A24101066

PROGRAM STUDI ILMU TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006

Page 7: AKSPLDTKAGMPSIG

Judul Skripsi : Analisis Karakteristik Spasial Penggunaan Lahan

dan Tingkat Kerusakan Akibat Gempa Melalui

Penggunaan Sistem Informasi Geografi (SIG).

Studi Kasus Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten

Garut Sebelum dan Setelah Gempa.

Nama Mahasiswa : HENDRA ARYADI

Nomor Pokok : A24101066

Menyetujui,

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M. Agr. NIP. 130 422 698

Tanggal Lulus :

Dosen Pembimbing I

Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc NIP. 131 667 780

Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Iskandar NIP. 131 664 406

Page 8: AKSPLDTKAGMPSIG

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 13 April 1983 sebagai anak

pertama dari tiga bersaudara, putra dari pasangan Sofyan Ritung dan Sri Hartati.

Penulis memulai pendidikan formal di SD N Polisi 5 pada tahun 1989-1995.

Selepas sekolah dasar, penulis melanjutkan sekolah ke SLTP N 1 Bogor

hingga lulus tahun 1998. Pada tahun 1998-2001 penulis melanjutkan ke SMU N 1

Bogor. Di tahun 2001, setelah lulus dari SMU, penulis diterima sebagai

mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI) pada Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Di tahun 2003 penulis menjabat sebagai Dewan Komisi Kedisplinan

pada kegiatan penerimaan mahasiswa baru IPB. Di tahun 2004-2005 penulis aktif

di organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT) pada

biro informasi dan komunikasi. Di tahun 2005 penulis pernah magang di

Kementrian Lingkungan Hidup pada posko kebakaran hutan dan lahan.

Page 9: AKSPLDTKAGMPSIG

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah…. Puji dan syukur hanya bagi Allah S.W.T. atas segala

nikmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.

Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

pertanian dari Depertemen Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah “Analisis Karakteristik Spasial

Penggunaan Lahan dan Tingkat Kerusakan Akibat Gempa Melalui

Penggunaan Sistem Informasi Geografi (SIG)-(Studi Kasus Kecamatan

Pasirwangi, Kabupaten Garut Sebelum dan Setelah Gempa)”.

Selama melakukan penelitian dan menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak

mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis

ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Keluarga yang selalu mendukung penulis, terlebih ayahanda atas bimbingan,

saran dan motivasi dalam penulisan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Iskandar selaku

pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam

penulisan skripsi ini. Serta Bapak Dr. Ir. Suwardi, M.Agr yang telah bersedia

meluangkan waktunya untuk menguji saya.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Rykson Situmorang, M.Sc selaku pembimbing akademik

penulis yang telah membantu kelancaran studi penulis.

4. Pihak Pemerintah Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut atas informasi

yang diberikan menyangkut penelitian penulis..

Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Mbak Reni, Mas

Manijo, Rahmad dan nyonya, Shafiq dan nyonya, Setyo dan nyonya, Ricky dan

nyonya, Iyan, Eli, Al Farabi Guys, kawan-kawan Tanah’38 lainnya atas segala

bantuan dan kebersamaannya selama ini serta sendal dan sepatu bututku yang

setia menemani ke mana pun angin berhembus.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat meskipun masih banyak hal yang

perlu dikaji lebih dalam. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat

penulis harapkan.

Bogor, Januari 2006

Penulis

Page 10: AKSPLDTKAGMPSIG

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................... ii

DAFTAR TABEL ........................................................................................ iv

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... v

I. PENDAHULUAN................................................................................ 1

1. 1. Latar Belakang............................................................................. 1

1. 2. Tujuan ......................................................................................... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 3

2. 1. Penggunaan Lahan....................................................................... 3

2. 2. Bencana Alam ............................................................................. 4

2. 3. Sistem Informasi Geografi ........................................................... 4

III. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN ....................................... 6

3. 1. Letak dan Lokasi Kecamatan Pasirwangi ..................................... 6

3. 2. Kondisi Fisik ............................................................................... 7

3.2.1. Topografi ......................................................................... 7

3.2.2. Iklim ................................................................................ 7

3.2.3. Tutupan/Penggunaan Lahan ............................................. 8

3.2.4. Keadaan Geologi ............................................................. 8

3.2.5. Fisiografi dan Bentuk Wilayah ......................................... 10

3.2.6. Tanah ............................................................................... 11

3. 3. Sosial dan Ekonomi ..................................................................... 14

3.3.1. Jumlah Penduduk ............................................................. 14

3.3.2. Mata Pencaharian dan Penggunaan Lahan ........................ 14

IV. BAHAN DAN METODE..................................................................... 15

4. 1. Waktu Penelitian.......................................................................... 15

4. 2. Bahan dan Alat............................................................................. 15

4. 3. Metodologi................................................................................... 16

4.3.1. Tahap Persiapan/Pengumpulan Data ........................................ 16

4.3.2. Tahap Analisis/Pengolahan Data ...................................... 18

Page 11: AKSPLDTKAGMPSIG

Halaman

V. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................. 19

5. 1. Pola dan Distribusi Tutupan/Penggunaan Lahan

Berdasarkan Elevasi, Kemiringan Lahan dan Jenis Tanah ............ 19

5. 2. Analisis Tingkat Kerusakan ......................................................... 28

5.2.1. Hubungan Jarak Pusat Gempa (sesar/patahan) dengan

Tingkat Kerusakan Akibat Gempa.................................... 30

5.2.2. Hubungan Tingkat Kerusakan Akibat Gempa dengan

Kemiringan Lereng .......................................................... 31

5.2.3. Hubungan Tingkat Kerusakan Akibat Gempa dengan

Jenis Tanah ..................................................................... 34

5.2.4. Persepsi Masyarakat Mengenai

Kejadian Gempa Bumi ................................................... 34

VI. KESIMPULAN .................................................................................... 36

6. 1. Kesimpulan ................................................................................. 36

6. 2. Saran .......................................................................................... 37

VII. DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 38

Lampiran ...................................................................................................... 39

Page 12: AKSPLDTKAGMPSIG

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kemiringan lereng di Kecamatan Pasirwangi,

Kabupaten Garut ........................................................................... 7

Tabel 2. Jenis Penggunaan Lahan. ............................................................... 8

Tabel 3. Jenis Tanah di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut ............... 13

Tabel 4. Jumlah Penduduk per Desa di Kecamatan Pasirwangi,

Kabupaten Garut Tahun 2004 ....................................................... 14

Tabel 5. Jenis mata pencaharian per Desa yang mengalami rusak parah

akibat gempa di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut............. 14

Tabel 6. Hubungan Penggunaan Lahan dengan Elevasi

di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut .................................. 19

Tabel 7. Hubungan Penggunaan Lahan dengan Kelas Lereng

di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut .................................. 20

Tabel 8. Hubungan Penggunaan Lahan dengan Jenis Tanah

di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut................................... 20

Tabel 9. Hubungan Jarak Pemukiman dengan Pusat Gempa Terhadap

Tingkat Kerusakan Akibat Gempa ................................................ 31

Tabel 10. Hubungan Tingkat Kerusakan Akibat Gempa dengan

Kelas Kemiringan Lereng .............................................................. 31

Tabel 11. Hubungan Tingkat Kerusakan Akibat Gempa dengan

Jenis Tanah ................................................................................... 34

Page 13: AKSPLDTKAGMPSIG

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian di Kecamatan Pasirwangi,

Kabupaten Garut........................................................................ 6

Gambar 2. Stratigrafi Formasi Geologi Kecamatan Pasirwangi

berdasarkan Ketinggian ............................................................. 9

Gambar 3. Peta Geologi Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut.............. 10

Gambar 4. Peta Fisiografi Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut,

Propinsi Jawa Barat.................................................................... 11

Gambar 5. Peta Tanah Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut................. 13

Gambar 6. Diagram alir pelaksanaan penelitian ........................................... 16

Gambar 7. Peta Sebaran Penggunaan Lahan Di Atas Peta Elevasi

di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut .............................. 21

Gambar 8. Peta Sebaran Penggunaan Lahan Di Atas

Peta Kemiringan Lereng di Kecamatan Pasirwangi,

Kabupaten Garut........................................................................ 22

Gambar 9. Peta Sebaran Penggunaan Lahan Di Atas

Peta Jenis Tanah di Kecamatan Pasirwangi,

Kabupaten Garut ........................................................................ 23

Gambar 10. Lahan tegalan pada lereng curam di Kecamatan Pasirwangi,

Kabupaten Garut........................................................................ 25

Gambar 11. Lahan sawah yang beralih ke lahan tegalan sayur ...................... 25

Gambar 12. Lahan Terbuka di Kecamatan Pasirwangi Kabupaten Garut ...... 27

Gambar 13. Kerusakan Bangunan di Kecamatan Pasirwangi,

Kabupaten Garut ....................................................................... 29

Gambar 14. Kerusakan lahan di Kecamatan Pasirwangi,

Kabupaten Garut........................................................................ 30

Gambar 15. Usaha tani pada lahan kering berlereng ...................................... 30

Gambar 16. Peta Sebaran Kerusakan Bangunan Akibat Gempa

Di Atas Peta Jarak dari Garis Sesar/Patahan

di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut .............................. 32

Page 14: AKSPLDTKAGMPSIG

Halaman

Gambar 17. Peta Sebaran Kerusakan Bangunan Akibat Gempa

Di Atas Peta Kemiringan Lereng di Kecamatan Pasirwangi,

Kabupaten Garut........................................................................ 33

Gambar 18. Peta Sebaran Kerusakan Bangunan Akibat Gempa

Di Atas Peta Jenis Tanah di Kecamatan Pasirwangi,

Kabupaten Garut........................................................................ 35

Page 15: AKSPLDTKAGMPSIG

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Secara umum, penggunaan lahan dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok

besar; yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian.

Dinamika karakteristik penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam tiga

kelompok, yakni : (a) Faktor Fisik, (b) Sosial Ekonomi, dan (c) Kombinasi keduanya.

Pengaruh faktor fisik lahan terhadap dinamika penggunaan lahan dapat bersifat

statis dan dinamis. Sifat statis cenderung tidak berubah selama beberapa waktu,

sehingga dapat dinilai dengan evaluasi kesesuaian lahan. Sementara yang dinamis

akan berubah karena bencana alam seperti gempa bumi.

Gempa bumi adalah suatu kejadian alam yang disebabkan oleh aktifitas

kerak bumi. Gempa bumi dapat dibedakan atas gempa bumi volkanik dan gempa

bumi tektonik (Strahler et al., 1979). Gempa bumi volkanik merupakan kejadian

alam yang disebabkan karena aktifitas gunung berapi. Gempa bumi tektonik

merupakan kejadian alam yang disebabkan karena penurunan atau pergeseran

kerak bumi di sepanjang daerah patahan dan memantul kembali ke dalam jajaran

baru (UNDP, 1992). Getaran bumi tersebut dapat menyebabkan keretakan

permukaan bumi, goncangan, tanah longsor, dan lain sebagainya. Kemungkinan

kemunculan aktifitas ini dapat ditentukan namun waktu yang tepat tidak dapat

dipastikan. Peramalannya dapat dilakukan melalui pemantauan aktifitas seismik,

pengaruh historik dan observasi.

Faktor-faktor yang memberi andil besar terhadap kerentanan kejadian

alam ini yaitu lokasi hunian di daerah seismik, bangunan-bangunan yang tidak

tahan terhadap gerakan tanah, kumpulan bangunan padat dengan tingkat hunian

yang tinggi serta kurangnya akses terhadap informasi tentang resiko. Tindakan-

tindakan yang dapat mengurangi resiko gempa bumi dapat dilakukan dengan cara

pemetaan bahaya, kontrol penggunaan lahan atau zonasi, serta penilaian

kerentanan struktural.

Kabupaten Garut yang terkenal sebagai daerah dengan potensi sumberdaya

alam yang melimpah seperti sayur-sayuran serta tanaman akar wangi, ternyata

termasuk daerah rawan bencana alam, salah satunya ialah gempa bumi. Berdasarkan

Page 16: AKSPLDTKAGMPSIG

informasi dari BMG, bahwa pada tanggal 2 Februari 2005 telah terjadi bencana alam

gempa bumi di Kabupaten Bandung dengan kekuatan 5,2 skala Richter. Getaran dari

gempa ini dapat dirasakan hingga Kabupaten Garut. Penyebab gempa tersebut adalah

aktifitas sesar atau patahan Malabar, yang letaknya membujur di selatan Bandung

mulai dari Banjaran hingga Ciparay, dengan panjang 20-25 kilometer yang sejak dulu

terkenal sebagai pusat gempa. Akibat dari gempa bumi tersebut terdapat lima desa yang

sangat parah terkena dampak gempa bumi, yakni Desa Pasirwangi, Karyamekar,

Padaawas, Barusari, dan Sarimukti. Data di Posko Bantuan Bencana Gempa di desa

Padaawas menyebutkan ada 2.963 rumah roboh dan rusak di lima desa tersebut. Selain

itu, gempa juga merusak 324 rumah di Desa Cisarua, Kecamatan Samarang (Anonim,

2005).

Dalam menilai dinamika penggunaan lahan serta kejadian bencana alam

khususnya gempa bumi diperlukan sebuah wahana yang mampu memadukan data-data

yang bersifat deskriptif dengan data-data yang bersifat spasial. Sistem Informasi

Geografi (SIG) merupakan perangkat yang tepat untuk menganalisa hal ini.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, serta pemahaman yang lebih baik

mengenai penggunaan lahan, maka penetapan faktor-faktor perubahannya

merupakan hal yang krusial atau penting dalam studi perubahan lingkungan

global. Dengan demikian ketersediaan informasi penggunaan lahan dalam

memantau pengelolaan sumberdaya lahan yang telah maupun yang sedang

dilaksanakan di suatu wilayah diharapkan dapat memberikan manfaat yang

seoptimal mungkin bagi kehidupan manusia. Berdasarkan hal tersebut dilakukan

penelitian di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut, Propinsi Jawa Barat.

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

a). Memahami hubungan antara beberapa faktor sifat fisik lahan seperti elevasi,

kemiringan lereng dan jenis tanah terhadap penggunaan lahan;

b). Memahami hubungan antara jarak dari pusat gempa (sesar/patahan) serta

beberapa faktor sifat fisik lahan seperti kemiringan lereng dan jenis tanah

terhadap tingkat kerusakan akibat gempa.

c). Mengidentifikasi persepsi masyarakat mengenai dampak bencana alam gempa

bumi.

Page 17: AKSPLDTKAGMPSIG

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

Lahan ialah tempat atau wilayah dimana manusia beraktifitas, baik itu

menambang bahan mentah yang kemudian ditransformasikan ke dalam bentuk

yang lebih berguna maupun kegiatan membuang limbah hasil transformasi

tersebut. Dengan demikian dapat diperoleh gambaran mengenai sistem lahan,

dimana sistem lahan merupakan kumpulan informasi yang berisi karakteristik

yang ada di suatu lahan (Mather, 1986).

Penggunaan lahan (land use) dan penutup lahan (land cover) adalah dua

istilah yang seringkali diberi pengertian yang berbeda, padahal keduanya memiliki

pengertian yang sama (Subardiman, 1996). Menurut Lillesand & Kiefer (1987),

penggunaan lahan berhubungan dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan,

sedangkan penutup lahan lebih merupakan perwujudan fisik obyek-obyek yang

menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap obyek-obyek

tersebut.

Secara umum, penggunaan lahan dapat dikategorikan ke dalam dua

kelompok besar; yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan

pertanian. Penggunaan lahan pertanian sendiri kemudian dibedakan atas tegalan,

sawah, kebun, padang rumput, hutan, dan sebagainya yang dapat dilihat.

Sedangkan penggunaan lahan bukan pertanian dibedakan atas pemukiman (kota

dan desa), industri, rekreasi, pertambangan dan sebagainya (Arsyad, 2000).

Potensi penggunaan lahan dapat dipengaruhi oleh jenis tanah, sumberdaya

mineral, vegetasi, topografi, iklim dan lokasi (Jackson dan Jackson, 1996).

Perubahan penutupan/penggunaan lahan semakin meningkat dengan

semakin melandainya lereng, semakin rendahnya elevasi dan semakin dekat

dengan jalan/aksesibilitas. Jalan lebih dominan mempengaruhi perubahan

pemukiman dibandingkan faktor lain, sementara lereng dan elevasi lebih

mempengaruhi perubahan penutupan/penggunaan lahan pertanian seperti tegalan,

kebun campuran, sawah dan kebun teh (Arifiyanto, 2005).

Page 18: AKSPLDTKAGMPSIG

2.2. Bencana Alam

Letak geografi Indonesia yang membujur dari 94 o-141o BT dan 6o LU-

11o LS merupakan negara kepulauan dengan tingkat kegempaan tinggi karena

terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik yang bergerak satu sama lainnya

(Parwati et al., 2003). Di Indonesia terdapat tidak kurang dari 130 gunung api

yang digolongkan sebagai gunung api aktif. Beberapa dampak bencana letusan

gunung api adalah lahar hujan besar, aliran lava, awan panas dan bahan lepas

(bom, lapili, pasir dan debu).

Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa selain kondisi lahan seperti

penutup lahan, topografi dan geomorfologi, curah hujan merupakan salah satu

unsur iklim utama yang menentukan terjadinya bencana alam di Indonesia. Oleh

sebab itu dalam inventarisasi Daerah Rawan Bencana Alam, faktor lahan, iklim

harus dilibatkan secara bersamaan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa

daerah yang rawan bencana alam pada umumnya adalah daerah dengan penutup

lahan terbuka, permukiman, daerah marin, fluviomarin, topografi datar dan curah

hujan dengan intensitas tinggi dalam waktu yang lama (Parwati et al., 2003).

Gempa bumi merupakan gerakan permukaan bumi yang bila dirasakan

memiliki getaran mulai dari agak bergetar hingga sangat bergetar yang mampu

menggoncangkan bangunan dan menyebabkan rekahan/retakan di permukaan

bumi terbuka. Gempa bumi dapat terjadi akibat aktifitas volkanik gunung berapi

maupun aktifitas tektonik berupa pergerakan tiba-tiba sepanjang patahan/sesar.

Sesar yang biasa ditemukan umumnya berupa sesar normal ataupun sesar geser

(Strahler et al., 1979).

2.3. Sistem Informasi Geografi

Suatu sistem merupakan kumpulan karakteristik yang terdiri dari masukan

(input), luaran (output) dan imbal balik. Sementara itu, Sistem Informasi Geografi

(SIG) adalah sistem komputer yang digunakan untuk memasukkan (capturing),

menyimpan, memeriksa, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisis dan

menampilkan data-data yang berhubungan dengan posisi-posisi di permukaan

bumi (Rice, 2000). Lebih jauh Aronoff (1989) mengungkapkan bahwa SIG adalah

sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan

Page 19: AKSPLDTKAGMPSIG

memanipulasi informasi-informasi geografi. SIG dirancang untuk mengumpulkan,

menyimpan dan menganalisis objek-objek dan fenomena dimana lokasi geografi

merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Dengan

demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan

dalam menangani data yang bereferensi geografi, yakni : (a) masukan, (b)

manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), (c) analisis dan manipulasi

data, (d) keluaran (Prahasta, 2002). Oleh karena itu kekuatan utama SIG terdapat

dalam hal kemampuannya menangani konsep basis data yang lain daripada sistem

komputer lainnya. Sementara sistem lain memproduksi output grafis suatu

masalah, basis data SIG dapat menghubungkan data spasial dan informasi

geografis suatu kenampakan yang mendeskripsikan lebih jauh kenampakan

tersebut tidak hanya secara grafis.

Aplikasi SIG telah banyak digunakan dalam berbagai aspek, diantaranya

untuk perencanaan pertanian dan penggunaan lahan. Analisis terpadu terhadap

jenis tanah, kemiringan lereng, pengolahan tanah dan jenis tanaman telah

dilakukan untuk memprediksi erosi tanah sehingga pengendaliannya dapat

ditentukan (Aronoff, 1989).

Page 20: AKSPLDTKAGMPSIG

III. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

3. 4. Letak dan Lokasi Kecamatan Pasirwangi

Kecamatan Pasirwangi memiliki luas 5.480 hektar. Secara geografis

kecamatan ini terletak pada 7°10’–7°15’ Lintang Selatan dan 107° 41’ – 107° 50’

Bujur Timur (Gambar 1). Secara administratif Kecamatan Pasirwangi, merupakan

salah satu dari 42 kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Garut, Propinsi

Jawa Barat, terdiri atas 12 desa; yakni : Desa Barusari, Karyamekar, Padaasih,

Padaawas, Padamukti, Padamulya, Padasuka, Pasirkiamis, Pasirwangi, Sarimukti,

Sirnajaya, dan Talaga.

Batas wilayah Kecamatan Pasirwangi yaitu :

− Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan

Kecamatan Samarang.

− Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Sukaresmi dan

Kecamatan Bayongbong

− Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kabupaten Bandung.

− Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Samarang.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut

Page 21: AKSPLDTKAGMPSIG

3. 5. Kondisi Fisik

3.2.7. Topografi

Kecamatan Pasirwangi berada pada selang ketinggian antara 920 m sampai

dengan 2.580 m diatas permukaan laut. Bentuk wilayah dan kelas kemiringan

lereng di daerah ini disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kemiringan lereng di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut Kelas Kemiringan Lereng Luas (Ha)

Datar (0-3 %) 1.203 Berombak (3-8%) 294 Bergelombang (8-15 %) 1.490 Berbukit kecil (15-30 %) 1.818 Berbukit curam (30-45 %) 539 Terjal (45-60 %) 113 Sangat terjal (>60 %) 23

3.2.8. Iklim

Iklim merupakan salah satu faktor yang menentukan pertumbuhan

tanaman maupun faktor lingkungan lainnya. Dalam evaluasi lahan, iklim menjadi

salah satu parameter penentu, selain faktor tanah dan terrain. Keadaan iklim di

lokasi penelitian menurut kriteria Schmidt dan Ferguson (1951) termasuk ke

dalam daerah bertipe iklim A (daerah basah). Menurut zona agroklimat (Oldeman)

curah hujan di Kecamatan Pasirwangi masuk ke dalam Zona C dan D yang berarti

bahwa wilayah ini mempunyai bulan basah (≥ 200 mm) berturut-turut selama 3-6

bulan dan bulan kering (≤ 100 mm) berturut-turut 2-6 bulan. Curah hujan tahunan

wilayah ini berkisar antara 1.750-3.000 mm/ tahun (Barus, 2002).

Daerah kecamatan Pasirwangi merupakan bagian dari wilayah iklim hujan

tropika. Wilayah ini dicirikan dengan kecilnya keragaman penyinaran matahari

karena letaknya yang berada pada daerah pergerakan semu matahari terhadap

bumi. Oleh karena itu daerah ini memiliki suhu udara dan kelembaban yang relatif

tinggi dan seragam sepanjang tahun.

Variasi suhu udara rata-rata tahunan di daerah ini relatif kecil, secara

umum variasi suhu di lokasi penelitian berkisar antara 14° C sampai 21,5° C.

Page 22: AKSPLDTKAGMPSIG

3.2.9. Tutupan/Penggunaan Lahan

Secara umum tutupan/penggunaan lahan di wilayah penelitian meliputi

hutan, kebun campuran/semak, tegalan, pemukiman, sawah, lahan bukaan

sementara (lahan kosong). Pengelompokan lahan ke dalam kelas-kelas atau tipe

tutupan/penggunaan lahan di Kecamatan Pasirwangi dilakukan berdasarkan hasil

interpretasi data citra satelit SPOT tahun 2004, data sekunder tahun 2002, serta

pengamatan secara terbatas pada saat kegiatan pengamatan lapang. Luas masing-

masing penggunaan lahan di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Jenis Penggunaan Lahan di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut. Luas Jenis Penggunaan Lahan Ha %

Hutan 1.552 28,33 Kebun Campuran/Semak 109 1,98 Lahan Bukaan Sementara 538 9,82 Pemukiman 456 8,33 Sawah 372 6,78 Tegalan 2.453 44,75

Total 5.480 100,00

3.2.10. Keadaan Geologi

Berdasarkan Peta Geologi Lembar Garut dan Pameungpeuk skala

1 : 100.000 (Alzwar et al., 1992), Kecamatan Pasirwangi tersusun oleh tiga

formasi geologi yang kesemuanya berumur kuarter, yaitu Qgpk, Qko, dan Qypu.

Formasi Qgpk adalah batuan gunung api Guntur-Pangkalan dan Kendang,

yakni bahan remah lepas (eflata) dan lava bersusunan andesit dan andesit-basalan

yang dihasilkan oleh kelompok gunung api tua Guntur, Gandapura, dan

Pangkalan, di bagian utara, dan kelompok gunung api Kendang di bagian selatan.

Tubuh-tubuh gunung api yang terbentuk di bagian timur-tengah Lembar

merupakan sisa-sisa kalder (G. Kendang dan G. Pangkalan) dan Soma (Guntur

Tua).

Sisa gunung api Guntur Tua sebagian besar runtuh ke arah utara dan

tenggara serta tertutup oleh lava atau kerucut-kerucut gunung api muda. Dinding

kaldera Pangkalan (garis tengah kira-kira 3,5 km; Pasir Jawa; 1653 m) bagian

utara dan timur runtuh akibat terpatahkan dan tertutup oleh rempah gunung api

Page 23: AKSPLDTKAGMPSIG

muda. Traverne (1926) mencirikan tiga bagian kaldera, masing-masing

Pangkalan, Kamojang, dan Cakra.

Lava umumnya bersusunan andesit piroksen dan andesit hornblenda yang

mengalami pelapukan kuat. Beberapa sumber erupsi menghasilkan lava andesit

piroksen yang mengandung sedikit olivin dan andesit hornblenda.

Formasi Qko adalah formasi G. Kiamis (1705 m). Sebagian besar

wilayahnya merupakan kubah obsidian bersusunan asam-menengah (dasitik) yang

diselingi oleh tuf kaca yang mengandung lapili obsidian. Satuan ini muncul

sebagai parasit di sebelah utara kaldera Kendang.

Formasi Qypu adalah endapan rempah lepas gunung api muda tak

teruraikan. Berupa abu gunung api hingga lapili, tuf pasiran, bongkahan andesit

dan basal, breksi lahar dan rempah lepas yang diendapkan melalui daya angkut air

di lereng atau kaki kerucut gunung api muda atau daerah cekungan.

Posisi stratigrafi ketiga formasi geologi tersebut berdasarkan ketinggian

disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Stratigrafi Formasi Geologi Kecamatan Pasirwangi Berdasarkan Ketinggian

Dari gambar tersebut tampak bahwa formasi termuda adalah Qypu,

kemudian disusul Qko, dan Qgpk.

Selain diuraikan susunan formasi geologi di daerah ini, juga dalam Peta

Geologi Lembar Garut dan Pemeungpeuk digambarkan lokasi sesar/patahan yang

terdapat di sekitar wilayah desa Barusari, Karyamekar, Padaawas, dan Sarimukti

dengan arah seperti terlihat pada Peta Geologi lokasi penelitian (Gambar 3).

Page 24: AKSPLDTKAGMPSIG

Gambar 3. Peta Geologi Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut

3.2.11. Fisiografi dan Bentuk Wilayah

Berdasarkan Peta Satuan Lahan dari data sekunder tahun 2002 (Barus,

2002) dan hasil interpretasi foto udara skala 1 : 20.000, peta topografi skala

1:25.000 dan didukung peta geologi, daerah Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten

Garut dibedakan atas 1 Grup Fisiografi, yakni : Volkanik. Selanjutnya topografi

volkanik itu dibedakan atas 5 subgrup fisiografi berdasarkan satuan landform,

yakni : volkanik berbahan tua, dataran volkan, pegunungan volkan, landform

volkanik pada wilayah kurang tertoreh dari Gunung Kiamis, dataran volkan

sempit atau daerah yang lebih rendah (Gambar 4).

Bentuk wilayah datar (lereng 0-3 %) mencakup areal dengan luas 1.203 ha

(21,96% dari luas Kecamatan), terutama terdapat di Desa Pasirwangi, Sirnajaya,

Barusari, Padamukti, Talaga, Padaasih, dan Padaawas. Sementara di desa lainnya

memiliki luasan yang kecil (< 100 ha).

Bentuk wilayah berombak dan agak melandai (lereng 3-8%) mencakup

areal 294 ha (5,36 % dari luas kecamatan), umumnya berupa dataran volkanik

dan kaki volkanik. Bentuk wilayah bergelombang dan melandai (lereng 8-15 %)

terdapat pada lereng bawah volkanik dengan luas areal 1.490 ha (27,19 % dari

luas total). Bentuk wilayah yang paling umum ditemukan dilokasi ini yaitu bentuk

Page 25: AKSPLDTKAGMPSIG

wilayah agak curam (lereng 15-30%) yang umumnya dijumpai di daerah dengan

tingkat torehan yang sangat tinggi, yakni di bagian barat. Sebagian sisanya yaitu :

curam (lereng 30–45 %) 539 ha, sangat curam (lereng 45–60%) 113 ha dan terjal

(lereng > 60%) 23 ha.

Gambar 4. Peta Fisiografi Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut,

Propinsi Jawa Barat 3.2.12. Tanah

Tanah merupakan hasil dari proses hancuran batuan oleh iklim dan

organisme yang dipengaruhi oleh topografi dan waktu. Secara umum tanah dapat

dikategorikan sebagai tanah mineral dan tanah organik. Ditinjau dari segi

pertanian dan penyebarannya yang lebih luas, tanah mineral lebih dikenal

dibandingkan tanah organik (Soepardi, 1983).

Pada tanah-tanah mineral, yang merupakan bagian terbesar dari tanah-

tanah tropika, sifat bahan induk mempengaruhi kandungan haranya, stabilitas dan

kerentanannya terhadap erosi, maupun kemudahan pengelolaannya. Tanah yang

berasal dari batuan gunung berapi seperti ganit dan basalt seringkali sangat stabil.

Tanah-tanah tersebut dapat juga memiliki permeabilitas yang baik jika terbentuk

di daerah dengan curah hujan yang tinggi, karena bahan yang lebih halus akan

Page 26: AKSPLDTKAGMPSIG

tercuci keluar selama waktu periode geologi yang panjang. Kandungan hara

seperti kalsium, magnesium dan kalium akan bervariasi. Dengan batuan masam

seperti granit, sebagai bahan induk, maka kandungan hara tersebut dapat sangat

rendah, tetapi dengan batuan basa seperti basalt, kandungan haranya akan tinggi

atau sangat tinggi, tergantung derajat pelapukannya. Batuan gunung berapi

biasanya terdapat di daerah yang bergunung. Sangat mirip dalam sifat-sifatnya

dengan tanah masam, tanah basalt adalah tanah-tanah yang berasal dari batuan

kapur. Ini dapat berupa tanah gunung atau tanah dataran dan merupakan bahan

sisa yang tertinggal sesudah pelapukan selama periode geologi lama (William et

al., 1996).

Berdasarkan peta tanah (Gambar 5) dari data sekunder tahun 2002 (Barus,

2002), klasifikasi tanah yang terdapat di wilayah Kecamatan Pasirwangi terdiri

atas 3 ordo utama menurut sistem Taksonomi Tanah, yaitu : Andisols, Entisols,

dan Inceptisols (Tabel 3). Andisols adalah tanah-tanah yang terbentuk dari bahan

volkan dengan sifat andik atau bahan amorf. Penyebaran Andisols di Kecamatan

Pasirwangi berasal dari bahan-bahan volkan Gunung Guntur, Gunung Pangkalan

dan Kendang yang berumur kuarter, serta bahan volkan G. Kiamis yang berumur

lebih muda. Keadaan umum tanah ini di daerah Pasirwangi mempunyai tekstur

sedang sampai agak kasar dengan pH yang agak masam. Tanah ini terdiri dari

great grup Hapludands. Umumnya tanah ini digunakan sebagai kebun sayuran,

palawija dan sebagian masih berupa hutan dan belukar. Tan (2005) menyebutkan

bahwa penggunaan lahan yang khas pada tanah Andosols (Andisols) ialah sayur-

sayuran iklim dingin seperti kubis (kol), sawi, wortel, kentang, bawang daun dan

lain sebagainya.

Entisols yang terdapat di Kecamatan Pasirwangi merupakan tanah-tanah

yang belum berkembang dari bahan volkan. Penyebarannya tidak terlalu luas

(1.131 ha atau 20,63 % dari luas total Kecamatan Pasirwangi). Umumnya

digunakan sebagai tegalan, berupa tanaman kentang ataupun akar wangi dan

beberapa jenis sayuran, lahan terbuka, dan sebagian lainnya masih berupa hutan,

baik hutan-bambu maupun hutan-primer.

Jenis tanah Inceptisols di lokasi penelitian merupakan tanah-tanah yang

baru berkembang dengan tingkat kesuburan yang tinggi, hal ini dikarenakan bahan

Page 27: AKSPLDTKAGMPSIG

induk tanah ini berasal dari bahan volkan dengan sifat andik dan eutrik. Tanah ini

memiliki penyebaran paling luas di daerah Pasirwangi, yakni 2.651 ha (48,37 %

dari luas total). Tanah-tanah ini umumnya digunakan sebagai sawah, pemukiman,

tegalan (tanaman sayuran seperti kentang, bunga kol; serta akar wangi sebagai

tanaman konservasi), dan beberapa masih berupa hutan primer.

Tabel 3. Jenis Tanah di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut

Klasifikasi Tanah (USDA, 1994/1998) Luas Ordo SubGrup Ha %

Entisols Andic Troporthents 482 8,79 Lithic Troporthents 605 11,04 Andic Tropopsamments 29 0,53 Typic Udipsamments 15 0,27

Andisols Typic Hapludands 1.699 31,00

Inceptisols Andic Humitropepts 668 12,20 Aquic Eutropepts 926 16,90 Fluventic Eutropepts 97 1,77

Typic Dystropepts 448 8,17 Typic Eutropepts 512 9,34

Total 5.480 100,00 Sumber : Data sekunder hasil penelitian terdahulu (Barus, 2002)

Gambar 5. Peta Tanah Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut.

Page 28: AKSPLDTKAGMPSIG

3. 6. Sosial dan Ekonomi

3.3.3. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk di Kecamatan Pasirwangi sebanyak 57.122 jiwa, terdiri

atas penduduk laki-laki sebanyak 28.505 jiwa dan wanita 28.617 jiwa. (Tabel 4).

Tabel 4. Jumlah Penduduk per Desa di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut Penduduk

No. Desa KK Laki-laki Wanita Jumlah

RT RW

1 Pasirwangi 1.397 2.944 2.874 5.818 33 10 2 Pasirkiamis 997 2.118 2.079 4.197 20 5 3 Padasuka 994 2.143 2.129 4.272 18 8 4 Karyamekar 1.227 2.836 2.633 5.469 23 6 5 Padaawas 1.337 3.093 2.988 6.081 31 6 6 Barusari 1.287 2.732 2.734 5.466 30 8 7 Padaasih 1.059 2.274 2.434 4.708 28 9 8 Sirnajaya 1.030 2.150 2.148 4.298 27 6 9 Padamulya 885 1.705 1.737 3.442 16 4

10 Talaga 962 2.144 2.027 4.171 15 7 11 Sarimukti 1.091 2.119 2.563 4.682 20 6 12 Padamukti 960 2.247 2.271 4.518 27 7

Jumlah 13.226 28.505 28.617 57.122 288 82 Sumber: Statistik Kecamatan Pasirwangi, tahun 2004.

3.3.4. Mata Pencaharian dan Penggunaan Lahan

Sebagian besar penduduk di Kecamatan Pasirwangi bekerja di sektor

pertanian, baik sebagai petani pemilik lahan maupun hanya sebagai buruh tani.

Sedangkan di sektor perdagangan dan lainnya hanya sebagian kecil. Secara rinci

mata pencaharian dari lima desa yang mengalami tingkat kerusakan terparah di

Kecamatan Pasirwangi disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Jenis mata pencaharian per Desa yang mengalami kerusakan parah akibat gempa di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut.

Desa Jenis Mata Pencahariaan Pasirwangi Karyamekar Sarimukti Barusari Padaawas Petani 2.063 479 125 14 560 Buruh Tani 1.211 865 275 1.152 505 Buruh Swasta 512 50 110 38 Pegawai Negeri 25 16 - 2 21 Pengrajin 75 1 - - Pedagang 259 42 98 62 90 Peternak 1.500 60 - - 1 Nelayan - - - - Montir 3 - - - 3 Dokter - - - - - Bidan - 1 - - - Total 5.648 1.514 608 1.230 1.218

Sumber : Statistik Kecamatan Pasirwangi, tahun 2005.

Page 29: AKSPLDTKAGMPSIG

IV. BAHAN DAN METODE

4. 4. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan sejak bulan Agustus 2005 sampai November 2005,

terdiri atas beberapa tahap, yakni : pengumpulan data, analisis/identifikasi awal,

pengamatan lapang, pengolahan data (analisis data) di laboratorium dan

penyusunan hasil penelitian.

4. 5. Bahan dan Alat

Bahan penelitian yang digunakan berupa data sekunder dan data primer.

Data sekunder dikumpulkan dari berbagai sumber baik berupa hasil penelitian

terdahulu maupun data tabular dan spasial dari berbagai instansi. Sedangkan data

primer adalah data hasil pengamatan lapang yang terdiri atas hasil wawancara dan

identifikasi keadaan fisik daerah penelitian. Data tersebut adalah sebagai berikut :

♦ Peta Satuan Lahan lokasi penelitian bersumber dari hasil kajian terdahulu

(Barus, 2002);

♦ Citra Satelit SPOT bulan Oktober 2004 yang digunakan pada tahap

interpretasi penggunaan lahan aktual terbaru yang akan dibandingkan dengan

kondisi tahun 2002;

♦ Peta Rupabumi Lembar Samarang dan Lebaksari skala 1:25.000

(BAKOSURTANAL, 1999);

♦ Peta geologi Lembar Garut dan Pameungpeuk skala 1:100.000 (Alzwar et al.,

1992);

♦ Data tingkat kerusakan bangunan dari wawancara langsung kepada

masyarakat di lokasi penelitian.

Peralatan yang digunakan meliputi perangkat komputer, scanner, dan

printer untuk analisis dan pengolahan data dengan perangkat lunak ArcView GIS

dan Microsoft Office. Sementara itu peralatan untuk pengamatan lapangan adalah

GPS (Global Positioning System) sebagai penentu lokasi atau titik posisi di

lapang, clinometer untuk pengukuran lereng dan kamera dijital untuk merekam

keadaan kondisi lokasi penelitian.

Page 30: AKSPLDTKAGMPSIG

4. 6. Metodologi

Metodologi penelitian ini dilakukan dalam dua tahap utama; yaitu : tahap

persiapan/pengumpulan data dan pengolahan/analisis data. Data yang

dikumpulkan berupa dua jenis data, yakni data primer dari pengamatan langsung

di lapangan, data sekunder dan data-data yang telah ada dari berbagai sumber.

Kegiatan pengamatan lapang dimaksudkan untuk mendapatkan validitas data dari

data-data sekunder yang telah dikumpulkan. Selanjutnya dilakukan analisis data

atau pengolahan data di laboratorium (Gambar 6).

4.3.1. Tahap Persiapan/Pengumpulan Data

Tahap ini diawali dengan pengumpulan data sekunder yang berupa peta

satuan lahan/tanah dijital hasil studi terdahulu (Barus, 2002), peta geologi lembar

Garut dan Pameungpeuk, peta elevasi lokasi penelitian, peta kemiringan lereng.

Selanjutnya peta-peta tersebut diolah untuk menghasilkan beberapa peta melalui

kegiatan sebagai berikut:

Gambar 6. Diagram alir pelaksanaan penelitian

Peta Elevasi

Peta Kontur

Interval 12,5 m

Data sekunder + Pengamatan

lapang

HUBUNGAN KARAKTERISTIK LAHAN DENGAN PENGGUNAAN LAHAN DAN KERUSAKAN AKIBAT GEMPA

DEM Klasifikasi ♣ Peta Penggunaan Lahan ♣ Data Kerusakan Bangunan ♣ Peta Tanah

♣ Peta Buffer Sesar ♣ Bahan Induk Tanah

Peta Geologi

Peta Kelas Kemiringan

Lereng

Analisis Kerusakan akibat Gempa dengan Karakteristik Lahan

Analisis Karakteristik Lahan dengan Penggunaan Lahan

- Klasifikasi Tingkat Kerusakan Akibat Gempa

- Peta Tanah

- Penyiaman (Scanning) - Koreksi Geometrik - Digitasi Layar (On Screen)

Overlay antara Peta Elevasi, Peta Kemiringan Lereng dan Peta Tanah

dengan Peta Penggunaan Lahan

Overlay antara Klasifikasi Tingkat Kerusakan Akibat Gempa dengan Peta Jarak dari Sumber

Gempa, Peta Kemiringan Lereng dan Peta Tanah

Peta Jarak Bangunan dari Sumber Gempa

Page 31: AKSPLDTKAGMPSIG

1. Peta elevasi lokasi penelitian dibuat dari peta kontur pada peta rupabumi skala

1:25.000. Untuk memudahkan analisis karakteristik spasial penggunaan lahan,

maka interval kontur dibuat dengan selang 50 m. Peta elevasi dibuat dengan

menggunakan perangkat lunak ArcView GIS.

2. Peta lereng dibuat dari peta kontur dengan menggunakan software ArcView

GIS dan ekstensi model builder. Peta kontur dengan interval 12,5 m diubah ke

dalam bentuk Digital Elevation Model (DEM). Selanjutnya diolah dengan

teknik “Model Builder” untuk mendapatkan kelas kemiringan lereng yang

diinginkan. Kelas kemiringan lereng yang digunakan adalah menurut

Balittanah (2004), yakni : datar (lereng 0-3 %), berombak (lereng 3-8 %),

bergelombang (lereng 8-15 %), berbukit kecil (lereng 15-30 %), berbukit

curam (lereng 30-45 %), terjal (lereng 45-60 %), sangat terjal (lereng > 60 %).

3. Peta penggunaan lahan aktual terbaru merupakan hasil interpretasi Citra satelit

SPOT tahun 2004 dan pengamatan lapang terbatas yang dibandingkan dengan

peta penggunaan lahan hasil kajian terdahulu.

4. Peta tanah yang digunakan diambil dari peta satuan lahan hasil kajian

terdahulu tahun 2002.

5. Klasifikasi tingkat kerusakan bangunan akibat gempa menggunakan data

kerusakan bangunan yang diperoleh dari pihak Kecamatan Pasirwangi dengan

mengelompokkan ke dalam tiga kelas yang berbeda, yaitu rusak berat, rusak

sedang, dan rusak ringan.

Kategori rusak berat adalah daerah dengan tingkat kerusakan lebih dari 20 %,

rusak sedang 11-20 % dan rusak ringan kurang dari 11 %.

6. Peta geologi lokasi penelitian disajikan untuk mengetahui jenis batuan induk

yang ada di lokasi penelitian dan pembuatan peta jarak dari sumber gempa

(sesar/patahan). Kegiatan ini terdiri dari kegiatan : penyiaman peta kasar (hard

copy) ke dalam bentuk soft copy (dijital), registrasi peta geologi hasil

penyiaman ke koordinat peta lokasi penelitian, dan dijitasi peta geologi.

7. Peta jarak pusat gempa dengan daerah sekitarnya dibuat dari informasi garis

sesar yang ada di lokasi penelitian pada peta geologi dengan interval ½ km

menggunakan model “Create Buffer” dalam perangkat lunak ArcView GIS.

Page 32: AKSPLDTKAGMPSIG

Setelah data sekunder terlengkapi, pengumpulan data primer dilakukan

melalui kegiatan pengamatan lapang dengan mengisi kuesioner yang telah

dipersiapkan. Daftar pertanyaan meliputi tingkat kerusakan akibat gempa,

persepsi masyarakat terhadap kejadian gempa, penggunaan lahan aktual, dan

kondisi tanah lokasi penelitian melalui pengamatan terbatas. Posisi atau titik di

setiap lokasi pengamatan dicatat berdasarkan hasil pengukuran GPS. Data hasil

wawancara selanjutnya diubah ke dalam bentuk dijital berupa data deskriptif.

4.3.2. Tahap Analisis/Pengolahan Data

Analisis/pengolahan data dilakukan berdasarkan data yang telah

dikumpulkan dan hasil pengamatan lapang yang meliputi : peta elevasi, peta

kemiringan lereng, peta tanah, peta penggunaan lahan, peta zona buffer patahan

gempa (peta jarak bangunan dari sumber gempa), peta tingkat kerusakan

bangunan akibat gempa.

Dalam analisis karakteristik lahan dengan penggunaan lahan; peta elevasi,

peta kelas kemiringan lereng dan peta tanah ditumpang tindihkan dengan peta

penggunaan lahan. Kemudian disimpulkan mengenai pola dan distribusi masing-

masing penggunaan lahan berdasarkan karakteristik lahan yang digunakan.

Analisis karakteristik lahan dengan tingkat kerusakan akibat gempa

menggunakan peta kelas kemiringan lereng, peta tanah, dan peta jarak bangunan

dari sumber gempa yang kemudian ditumpang tindihkan dengan peta tingkat

kerusakan bangunan akibat gempa. Selanjutnya disimpulkan mengenai pola dan

distribusi tingkat kerusakan berdasarkan karakteristik lahan yang digunakan.

Page 33: AKSPLDTKAGMPSIG

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian merupakan peta yang menunjukkan hubungan antara

karakteristik lahan seperti elevasi, kemiringan lahan dan jenis tanah terhadap

penggunaan lahan dan tingkat kerusakan akibat gempa di lokasi penelitian.

Analisis hubungan karakteristik lahan dengan penggunaan lahan menunjukkan

pola dan distribusi masing-masing penggunaan lahan di lokasi penelitian,

sedangkan analisis kerusakan akibat gempa menunjukkan hubungan tingkat

kerusakan dengan karakteristik lahan di lokasi penelitian.

5. 3. Pola dan Distribusi Tutupan/Penggunaan Lahan Berdasarkan Elevasi, Kemiringan Lahan dan Jenis Tanah

Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap penggunaan lahan di lokasi

penelitian, tampak beberapa tipe penggunaan lahan memiliki sebaran dan pola

menurut elevasi, kemiringan lereng, dan jenis tanah. Hal ini menunjukkan adanya

keterkaitan antara faktor-faktor fisik lahan seperti lereng dan elevasi serta jenis

tanah terhadap penggunaan lahan.

Hasil dari analisis penyebaran penggunaan lahan berdasarkan elevasi,

kemiringan lereng dan jenis tanah disajikan pada Gambar 7, 8 dan 9. Sedangkan

luas penyebarannya disajikan pada Tabel 6, 7 dan 8. Pola dan distribusi masing-

masing penggunaan lahan diuraikan sebagai berikut :

Tabel 6. Hubungan Penggunaan Lahan dengan Elevasi di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut

Elevasi ( x 1000 m dpl) Total Penggunaan Lahan

0,8-1 1-1,2 1,2-1,5 1,5-2 >2 Ha %

............................. Ha .............................

Hutan 34 192 139 766 421 1.552 28,33

Kebun Campuran/Semak 4 81 11 12 0 109 1,98

Lahan Bukaan Sementara 0 0 0 535 3 538 9,82

Pemukiman 67 181 201 7 0 456 8,33

Sawah 278 48 45 0 0 372 6,78

Tegalan 25 677 1.141 609 0 2.453 44,75

Total 409 1.180 1.537 1.929 424 5.480 100,00

Page 34: AKSPLDTKAGMPSIG

Tabel 7. Hubungan Penggunaan Lahan dengan Kelas Lereng

di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut

Kemiringan Lereng (%) Total Jenis

Penggunaan Lahan 0-3 3-8 8-15 15-30 30-45 45-60 >60 Ha %

.................................... Ha ....................................

Hutan 150 10 329 631 316 95 22 1.552 28,33

Kebun Campuran/

Semak 54 7 25 22 2 0 0 109 1,98

Lahan Terbuka 75 0 86 260 111 6 0 538 9,82

Pemukiman 191 59 135 72 0 0 0 456 8,33

Sawah 247 42 62 20 0 0 0 372 6,78

Tegalan 488 176 852 813 110 12 1 2.453 44,75

Total 1.203 294 1.490 1.818 539 113 23 5.480 100,00

Tabel 8. Hubungan Penggunaan Lahan dengan Jenis Tanah di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut

Jenis Tanah Total Jenis Penggunaan Lahan

Inceptisols Entisols Andisols Ha %

........................ Ha ........................

Hutan 599 693 261 1.552 28,33

Kebun Campuran/Semak 88 9 12 109 1,98

Lahan Bukaan Sementara 114 107 318 538 9,82

Pemukiman 352 9 96 456 8,33

Sawah 372 0 0 372 6,78

Tegalan-Sayuran 1.127 313 1.012 2.453 44,75

Total (Ha) 2.651 1.131 1.699 5.480 100

Page 35: AKSPLDTKAGMPSIG

Gambar 7. Peta Sebaran Penggunaan Lahan Di Atas Peta Elevasi di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut

Page 36: AKSPLDTKAGMPSIG

Gambar 8. Peta Sebaran Penggunaan Lahan Di Atas Peta Kemiringan Lereng di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut

Page 37: AKSPLDTKAGMPSIG

Gambar 9. Peta Sebaran Penggunaan Lahan Di Atas Peta Jenis Tanah di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut

Page 38: AKSPLDTKAGMPSIG

Sawah

Lahan sawah merupakan lahan yang digunakan untuk budidaya tanaman

padi sawah. Sawah-sawah yang ada di Kecamatan Pasirwangi umumnya memiliki

periode tanam 2 sampai 3 kali setahun dan sebagian diantaranya diselang dengan

tanaman sayuran terutama pada sawah berteras di daerah berlereng.

Luas lahan sawah keseluruhan yang teridentifikasi di Kecamatan

Pasirwangi meliputi luas 372 ha atau 6,78 % dari luas wilayah Kecamatan

Pasirwangi. Lahan sawah terluas terdapat di Desa Padaasih (160 ha) dan

Padamukti (120 ha), desa lainnya berkisar antara 11-64 ha (Lampiran 1).

Penyebaran sawah di wilayah ini terdapat pada daerah dengan selang

ketinggian 900-1.350 m dpl (Tabel 6) dan keadaan kemiringan lahan berkisar

antara 0-30 % (Tabel 7). Sebagian besar lahan tersebut terdapat pada daerah

dengan elevasi 900-1.000 m dpl. dengan kemiringan lahan 0-8%, sedangkan

sebagian kecil pada elevasi 1.000-1.300 m dpl dengan kemiringan 9-30% berupa

lahan sawah berteras.

Berdasarkan analisis tumpang tepat antara penyebaran sawah dan jenis

tanah di daerah ini, ternyata bahwa lahan sawah yang ada terdapat pada jenis

tanah Inceptisols (Tabel 8). Jenis tanah ini umumnya bertekstur halus dan

umumnya berdrainase agak terhambat (Aquic Eutropepts).

a. Tegalan

Lahan tegalan di daerah penelitian sebagian besar digunakan untuk

budidaya tanaman lahan kering seperti sayuran, dan sebagian lainnya digunakan

untuk budidaya tanaman tembakau dan akar wangi. Lahan tegalan yang

teridentifikasi adalah mencakup areal yang cukup luas, yakni 2.453 ha atau 44,75

% dari luas total Kecamatan Pasirwangi. Sebagian besar lahan tegalan tersebut

terletak di daerah dataran tinggi dan lereng-lereng pegunungan dengan ketinggian

lebih dari 950 m diatas permukaan laut (Tabel 6). Penyebaran tegalan terutama

terletak di wilayah desa Padaawas, Barusari, Karyamekar, Pasirwangi, Sarimukti,

Pasirkiamis, Talaga, dan Sirnajaya. Sementara desa lainnya penggunaan lahan

tegalan relatif sempit yaitu kurang dari 100 ha (Lampiran 1).

Tegalan pada daerah berlereng kurang dari 8% sekitar 664 ha, pada lahan

berlereng 9-30% seluas 1.666 ha dan yang berlereng lebih dari 30 % adalah seluas

Page 39: AKSPLDTKAGMPSIG

123 ha (Tabel 7). Hal ini menunjukkan bahwa lahan tegalan yang paling luas

terdapat lahan yang perlu mendapatkan perhatian dalam konservasi tanah. Dari

pengamatan lapangan tampak bahwa sebagian dari lahan tersebut sudah dilakukan

dengan cara berteras, namun sebagian lainnya tanpa teras (Gambar 10). Menurut

Kurnia et al., 2004, bahwa lahan berlereng yang diusahakan terutama untuk

tanaman semusim seperti sayuran perlu dilakukan tindakan konservasi baik secara

teras bangku maupun bentuk teras lainnya agar erosi yang akan terjadi dapat

dikurangi.

Gambar 10. a) Lahan tegalan pada lereng curam yang tidak ditanami tanaman sayur. b) Lahan tegalan pada daerah berlereng yang ditanami sayuran

di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut (Foto : Hendra Aryadi, September 2005).

Penyebaran lahan tegalan di daerah ini umumnya terdapat pada tanah-

tanah bersifat andic (Typic Hapludands, Andic Humitropepts) serta sebagian pada

Inceptisols (Aquic Eutropepts). Pada tanah yang bersifat andic umumnya

bertekstur agak kasar sampai sedang dan drainase baik atau cepat, sedangkan pada

Aquic Eutropepts bertekstur sedang dan drainase sedang sampai agak terhambat.

Lahan sayur pada tanah Aquic Eutropepts tersebut tampaknya merupakan lahan

sawah irigasi atau tadah hujan yang dirubah menjadi lahan sayuran (Gambar 11).

Gambar 11. a) Lahan sawah yang beralih ke lahan tegalan sayur. b) Lahan sawah yang dipersiapkan untuk tanaman sayur

di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut (Foto : Hendra Aryadi, September 2005).

a b

a. b.

Page 40: AKSPLDTKAGMPSIG

b. Kebun Campuran/Semak

Kebun campuran merupakan kelompok lahan yang digunakan untuk

berbagai jenis komoditas pertanian terutama tanaman tahunan yang berselang-

seling dengan tanaman semusim, yang umumnya dengan sistem penanaman tak

teratur, sehingga sulit untuk memisahkan menjadi kelompok tanaman tertentu. Di

dalam kelompok lahan ini juga terdapat lahan yang tidak digunakan untuk

budidaya pertanian tetapi berupa semak dan belukar yang sulit dipisahkan karena

penyebarannya yang sempit.

Luas areal lahan ini di kecamatan Pasirwangi ialah 109 ha atau sekitar 1,98

% dari luas total Kecamatan Pasirwangi. Lahan ini terletak di daerah dengan

selang ketinggian 950-1.700 m diatas permukaan laut (Tabel 6). Jenis tanaman

tahunan yang dijumpai adalah berupa buah-buahan tahunan, sedangkan tanaman

semusim yang diusahakan adalah tanaman pangan dan sayuran seperti kubis,

tomat, buncis, singkong. Penyebaran kebun campuran/semak terutama terletak di

wilayah desa Padamulya, Talaga, Padaawas, dan Pasirwangi. Sementara desa

lainnya penggunaan lahan ini sangat sempit yaitu kurang dari 10 ha (Lampiran 1).

Berdasarkan elevasi lahan kebun campuran umumnya berada pada

ketinggian 1.000-1.200 m dpl, sedangkan pada elevasi lainnya sangat sempit. Jika

menurut kemiringan lahan, maka lahan kebun campuran berada pada lahan

berlereng 0-30% yang menyebar secara merata mengikuti lokasi pemukiman.

Jenis tanah pada lahan kebun campuran/semak adalah Inceptisols,

Andisols dan Entisols. Pada Inceptisols sebagian besar sebagai Typic Eutropepts

dan sebagian lagi pada Aquic dan Andic Eutropepts.

c. Lahan Bukaan Sementara

Penggunaan lahan ini merupakan lahan terbuka atau lahan tanpa

tutupan/vegetasi yang teridentifikasi melalui data citra. Lahan ini diduga sebagai

lahan hutan yang dibuka untuk dijadikan tegalan sayuran. Berada pada ketinggian

1.500-2.050 m dpl dengan kelas kemiringan lereng datar hingga terjal (Tabel 6

dan Gambar 12), namun sebagian besar terdapat lahan berlereng lebih dari 8%

(Tabel 7).

Penyebaran lahan ini cukup luas terutama terletak di daerah-daerah yang

dekat dengan daerah pengembangan tanaman hortikultura seperti di desa

Page 41: AKSPLDTKAGMPSIG

Padaawas dan Karyamekar. Luas lahan terbuka yang teridentifikasi yaitu 538 ha

atau 9,82 % dari luas wilayah Kecamatan Pasirwangi.

Lahan bukaan sementara yang berada pada dataran tinggi terdapat jenis

tanah Andisols, Inceptisols dan Entisols. Sebagian besar termasuk pada jenis

Andisols (Hapludands) dan yang bersifat andic, yang rencananya akan ditanami

sayuran dataran tinggi.

Gambar 12. Lahan terbuka yang dipersiapkan untuk ditanami sayuran di Kecamatan Pasirwangi Kabupaten Garut (Foto : Hendra Aryadi, September 2005)

d. Hutan

Hutan di Kecamatan Pasirwangi terdiri atas tiga jenis hutan, yaitu : hutan

bambu, hutan pinus dan hutan primer. Hutan bambu terletak di sekitar pemukiman

yang sudah sejak dulu berada di lokasi tersebut, berada pada ketinggian kurang

dari 1.200 m dpl. Sementara hutan pinus terletak di bagian utara wilayah ini

dengan luasan yang tidak terlalu besar. Hutan primer merupakan lahan hutan

terluas dari ketiga jenis lahan hutan di Kecamatan Pasirwangi dan merupakan

kawasan lindung yang dijaga kelestariannya oleh undang-undang. Hutan pinus

maupun hutan primer berada pada ketinggian lebih dari 1.200 m dpl dengan

kemiringan lahan lebih dari 15%.

Luas lahan hutan di Kecamatan Pasirwangi mencakup areal sekitar 1.552

ha atau 28,33 % dari luas total wilayah Kecamatan Pasirwangi (Lampiran 1).

Jenis tanah pada lahan ini terutama termasuk ke dalam jenis tanah Entisols

dan Inceptisols. Hutan bambu dominan terletak pada tanah Lithic Troporthents

dan beberapa jenis Inceptisols seperti Aquic Eutropepts, Typic Eutropepts dan

Andic Humitropepts. Sementara sisanya berupa Typic Hapludands.

Hutan pinus terutama terletak pada jenis tanah Andisols dan sisanya dalam

luasan yang relatif sempit pada jenis tanah Entisols dan Inceptisols. Hutan primer

terutama terletak pada jenis tanah Entisols berupa Andic dan Lithic Troporthents,

Page 42: AKSPLDTKAGMPSIG

Inceptisols berupa Typic Dystropepts, Fluventic dan Typic Eutropepts. Sisanya

dalam luasan yang cukup besar berupa jenis Andisols.

e. Pemukiman Lahan ini merupakan lahan yang digunakan sebagai perumahan penduduk,

komplek perkantoran, sekolah dengan luas 456 ha atau 8,33 % dari luas

Kecamatan Pasirwangi (Lampiran 1). Di lahan ini terdapat lahan pekarangan yang

ditanami tanaman sayuran (aktivitas persemaian tanaman sayuran) dan tanaman

tahunan terutama buah-buahan, sehingga sulit dipisahkan dengan lahan

pemukiman.

Lahan ini terletak pada ketinggian antara 900-1.650 m dpl dengan

kemiringan lereng datar hingga berbukit. Perhatian khusus pada jenis penggunaan

lahan ini diperlukan karena letaknya yang dekat dengan jalur patahan/sesar.

Tingkat kerentanan atau bahaya runtuh bagi bangunan di lokasi ini yang dekat

dengan aktifitas pergerakan bumi akan lebih besar bila dibandingkan tempat

lainnya yang lebih jauh.

Jenis tanah yang dominan pada lahan ini ialah jenis Inceptisols yakni

sebagai Andic Humitropepts, serta Aquic dan Typic Eutropepts. Sementara

sisanya jenis Andisols dan Entisols dengan luasan sempit.

5. 4. Analisis Tingkat Kerusakan

Analisis dampak kerusakan di lokasi penelitian menggunakan beberapa

parameter dalam melihat tingkat kerusakan lahan dan bangunan; yaitu jumlah

bangunan/lahan yang rusak di masing-masing desa, jarak terhadap bangunan

terhadap pusat gempa yaitu sesar/patahan, faktor lereng dan jenis tanah. Kegiatan

ini dilakukan dalam bentuk wawancara dan pengamatan lapang di lokasi

penelitian.

Hasil pengamatan lapang menunjukkan kondisi lahan yang terkena gempa

tidak ada perubahan. Berdasarkan informasi dari masyarakat bahwa terdapat

beberapa lokasi di lahan pertanian yang mengalami pergerakan tanah ketika

terjadi gempa, terutama pada bagian tebing yang curam runtuh, namun dalam

luasan yang relatif sempit, sifatnya sementara dan tidak membahayakan

masyarakat. Menurut Morgan (1979) bahwa tanah-tanah di daerah sayuran

dataran tinggi, khususnya Andisols mempunyai sifat tiksotropik (tanah licin dan

Page 43: AKSPLDTKAGMPSIG

berair bila dipirid), mengindikasikan tekstur tanahnya mengandung fraksi debu

lebih banyak dibandingkan dengan tanah mineral lainnya. Tanah dengan

kandungan debu tinggi mempunyai kepekaan terhadap erosi lebih tinggi, atau

rentan terhadap erosi.

Perubahan yang terjadi di lokasi penelitian terlihat pada kerusakan

bangunan akibat kejadian gempa (Gambar 13). Sementara itu kerusakan lahan di

lokasi penelitian disebabkan karena aktifitas masyarakat yang membuka lahan-

lahan pada kemiringan lereng yang besar tanpa adanya tindakan konservasi tanah

yang tepat (Gambar 14).

Berdasarkan wawancara dengan petani, terdapat dua hal pokok yang

menyebabkan petani tidak menerapkan teknik konservasi tanah pada lahan usaha

taninya. Pertama, bedengan atau guludan yang dibuat memotong lereng atau

searah kontur, sulit dan berat dalam mengerjakannya, serta memerlukan waktu

lebih lama. Kedua, bedengan atau guludan searah kontur dianggap dapat

menyebabkan terjadinya genangan air setelah hujan pada saluran-saluran di antara

bedengan atau antar guludan, walaupun untuk sementara waktu (Gambar 15).

Dalam kondisi demikian masih mungkin terjadi rembesan air secara

horizontal ke dalam tanah di dalam bedengan, sehingga kadar air atau kelembaban

tanah di dalam bedengan meningkat, sehingga drainase tanah memburuk. Keadaan

seperti itu merupakan media yang baik bagi berjangkit dan berkembangnya

penyakit tanaman, terutama cendawan atau jamur yang dapat menyebabkan busuk

akar atau umbi (Kurnia, 2004).

Gambar 13. Kerusakan Bangunan di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut : a) Dinding rumah yang hampir runtuh. b) Mesjid yang terlihat baru dibangun merupakan mesjid yang pernah runtuh, foto diambil tepat di lokasi garis sesar/patahan. c) Atap rumah

yang rusak (Foto : Hendra Aryadi, September 2005)

a. b. c.

Page 44: AKSPLDTKAGMPSIG

Gambar 14. Kerusakan lahan pada tebing-tebing merupakan akibat tindakan konservasi tanah yang tidak tepat di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut (Foto : Hendra Aryadi, September 2005).

Gambar 15. Usaha tani pada lahan kering berlereng yang tidak menerapkan tindakan

konservasi tanah dengan baik (Foto : Hendra Aryadi, September 2005).

5.2.5. Hubungan Jarak Pusat Gempa (sesar/patahan) dengan Tingkat Kerusakan Akibat Gempa

Pusat gempa yang dimaksudkan dalam penelitian ini ialah garis sesar atau patahan yang berada sepanjang lokasi penelitian pada desa Barusari, Karyamekar, Padaawas, dan Sarimukti. Data tingkat kerusakan bangunan yang digunakan pada penelitian ini merupakan data kerusakan bangunan dari pihak Kecamatan Pasirwangi (Tabel 9). Tingkat kerusakan bangunan di lokasi penelitian digolongkan ke dalam tiga kelompok berdasarkan persentase kerusakan bangunan yaitu rusak berat, rusak sedang dan rusak ringan. Tingkat kerusakan berat ditandai dengan persentase kerusakan bangunan akibat gempa lebih dari 20 persen, rusak sedang 11-20 %, dan rusak ringan memiliki persentase kerusakan kurang dari 11 persen

Hasil analisis menunjukkan bahwa kerusakan bangunan akibat gempa dengan kategori rusak berat berada pada wilayah dengan jarak 0-2,5 km dari pusat gempa (sesar bandung), tingkat kerusakan sedang terletak 2,5-5 km dari pusat

Page 45: AKSPLDTKAGMPSIG

gempa dan tingkat kerusakan ringan >5 km. Namun ditemukan fakta bahwa ada satu desa yang dekat dengan pusat gempa memiliki tingkat kerusakan yang rendah, atau dengan kata lain ada penyimpangan sebesar 8,33 % (1/12 * 100%). Hal ini menunjukkan bahwa ada kelemahan dalam metode penentuan tingkat kerusakan bangunan yang digunakan. Dengan demikian ada faktor lain selain jarak terhadap pusat gempa yang lebih mempengaruhi tingkat kerusakan bangunan di lokasi penelitian (Gambar 16).

Tabel 9. Hubungan Jarak Pemukiman dengan Pusat Gempa Terhadap Tingkat Kerusakan Akibat Gempa

Jumlah Bangunan Rusak Desa Jarak Pemukiman Terhadap

Pusat Gempa (Km) Unit Ó •Bangunan %

Barusari 0,5-2 630 1412 44,62 Karyamekar 1-2,5 340 1410 24,11 Padaawas 0,5-2,5 332 1535 21,63 Pasirwangi 1,5-4,5 218 1450 15,03 Sarimukti 2,5-5 140 1061 13,20 Padamulya 3,5-5 112 959 11,68 Talaga 3-5,5 22 941 2,34 Padasuka 5-6,5 95 932 10,19 Padaasih 6,5-8,5 79 1239 6,38 Padamukti 6,5-9 54 989 5,46 Pasirkiamis 5,5-6,5 35 950 3,68 Sirnajaya 4,5-6,5 35 1047 3,34

Total 2092 13925 15,02

5.2.6. Hubungan Tingkat Kerusakan Akibat Gempa dengan Kemiringan Lereng

Hubungan antara kemiringan lereng terhadap tingkat kerusakan bangunan akibat gempa ditunjukkan pada Tabel 10 dan Gambar 17. Pada tabel terlihat bahwa tingkat kerusakan bangunan akibat gempa terjadi pada daerah datar hingga berbukit. Dengan demikian diperoleh informasi bahwa daerah pemukiman yang dekat dengan pusat gempa (daerah patahan) dan kemiringan lereng 0-30 % perlu mendapatkan perhatian khusus dalam usaha pemantauan bahaya bencana gempa.

Tabel 10. Hubungan Tingkat Kerusakan Akibat Gempa dengan Kelas Kemiringan Lereng Kemiringan Lereng (%) Luas Tingkat

Kerusakan Bangunan 0-3 3-8 8-15 15-30 30-45 Ha %

...………………………. Ha ...………………………. Rusak Berat 39,63 9,13 55,06 17,07 0,00 120,89 2,21 Rusak Sedang 71,41 22,76 41,82 36,63 0,03 172,64 3,15 Rusak Ringan 79,50 27,09 38,60 17,78 0,00 162,97 2,97

Total (Ha) 190,54 58,97 135,49 71,48 0,03 456,49 8,33

Page 46: AKSPLDTKAGMPSIG

Gambar 16. Peta Sebaran Kerusakan Bangunan Akibat Gempa Di Atas Peta Jarak dari Garis Sesar/Patahan di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut

Page 47: AKSPLDTKAGMPSIG

Gambar 17. Peta Sebaran Kerusakan Bangunan Akibat Gempa Di Atas Peta Kemiringan Lereng

di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut

Tabel Hubungan Tingkat Kerusakan Bangunan Akibat Gempa dengan Kemiringan Lereng

Page 48: AKSPLDTKAGMPSIG

5.2.7. Hubungan Tingkat Kerusakan Akibat Gempa dengan Jenis Tanah

Pada daerah pemukiman dengan tingkat kerusakan yang berat, selain

karena faktor jarak pemukiman yang dekat sumber gempa, faktor lain seperti jenis

tanah juga mempengaruhi tingkat kerusakan di lokasi penelitian. Lokasi dengan

tingkat kerusakan yang berat menunjukkan bahwa jenis tanahnya memiliki sifat

tanah bertekstur kasar, yang dalam klasifikasi tanah dikenal sebagai jenis Andisols

(Tabel 11 dan Gambar 18). Jenis tanah dengan karakteristik demikian sangat peka

erosi dan mudah goyah bila ada pergerakan tanah (Strahler et al., 1979). Bila

terjadi gempa, pemukiman yang berada pada jenis tanah ini memiliki tingkat

kerawanan yang tinggi terhadap bahaya runtuhan bangunan.

Sementara itu, pemukiman yang berada pada jenis tanah dengan tingkat

stabilitas yang lebih baik menunjukkan tingkat kerusakan yang lebih rendah

dibandingkan pemukiman yang berada diatas tanah dengan struktur remah.

Tabel 11. Hubungan Tingkat Kerusakan Akibat Gempa dengan Jenis Tanah

Jenis Tanah Luas Tingkat Kerusakan Bangunan

Entisols Andisols Inceptisols Ha %

….....……….. Ha ….....………..

Rusak Berat 2,12 85,21 33,56 120,89 2,21

Rusak Sedang 4,10 11,02 157,53 172,64 3,15

Rusak Ringan 2,39 0,00 160,58 162,97 2,97

Total (Ha) 8,60 96,23 351,66 456,49 8,33

5.2.8. Persepsi Masyarakat Mengenai Kejadian Gempa Bumi

Dari hasil wawancara dengan masyarakat setempat menunjukkan bahwa

kekhawatiran terhadap kejadian gempa hanya berlangsung sementara dan tidak

lama, masyarakat tidak berkeinginan untuk pindah ke tempat lain. Hal ini

berkaitan dengan mata pencaharian baik sebagai petani pemilik lahan maupun

buruh tani yang sudah dilakukan secara turun temurun. Sementara untuk pindah

ke lokasi lain tidak ada kepastian mengenai kehidupan perekonomian masyarakat

setempat seperti yang saat ini dilakukan.

Page 49: AKSPLDTKAGMPSIG

Gambar 18. Peta Sebaran Kerusakan Bangunan Akibat Gempa Di Atas Peta Jenis Tanah

di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut

Page 50: AKSPLDTKAGMPSIG

VI. KESIMPULAN

6. 1. Kesimpulan

Penggunaan lahan sawah terdapat pada daerah dengan selang ketinggian

900-1.350 m dpl dengan kemiringan lereng yang datar (lereng 0-30%) dan jenis

tanah Inceptisols dengan drainase agak terhambat (Aquic Eutropepts).

Lahan tegalan di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut umumnya

digunakan sebagai budidaya tanaman lahan kering seperti sayuran. Terutama

terdapat pada daerah dengan ketinggian 1.200-1.500 m dpl dengan kemiringan

lereng 9-30% dan jenis tanah Andisols atau yang memiliki sifat andic.

Lahan kebun campuran umumya terdapat pada ketinggian 1.000-1.200 m

dpl dengan kemiringan lereng 0-30% yang menyebar secara merata mengikuti

lokasi pemukiman. Jenis tanah pada lahan kebun campuran/semak ialah

Inceptisols.

Penggunaan lahan terbuka berada di ketinggian 1.500-2.050 m dpl dengan

kemiringan lereng 15-30% dan jenis tanah terutama pada penggunaan lahan ini

ialah Andisols. Penggunaan lahan terbuka atau lahan tanpa tutupan/vegetasi ini

diduga sebagai lahan hutan yang dibuka untuk dijadikan tegalan sayuran.

Hutan di Kecamatan Pasirwangi terdiri atas tiga jenis hutan, yaitu : hutan

bambu, hutan pinus dan hutan primer. Hutan bambu terletak di sekitar pemukiman

pada ketinggian kurang dari 1.200 m dpl. Hutan primer merupakan kawasan

lindung yang dijaga kelestariannya oleh undang-undang. Hutan pinus dan hutan

primer berada pada ketinggian lebih dari 1.200 m dpl dengan kemiringan lereng

lebih dari 15%. Jenis tanah pada lahan ini terutama termasuk ke dalam jenis tanah

Entisols dan Inceptisols.

Lahan pemukiman merupakan lahan yang digunakan sebagai perumahan

penduduk, komplek perkantoran, sekolah. Terletak pada ketinggian 900-1.650 m

dpl dengan kemiringan lereng datar hingga berbukit. Jenis tanah yang dominan

pada lahan ini ialah Inceptisols.

Kerusakan lahan yang terjadi di Kecamatan Pasirwangi bukan disebabkan

akibat kejadian gempa bumi, namun lebih dikarenakan tindakan konservasi yang

tidak tepat oleh masyarakat dalam mengelola penggunaan lahannya.

Page 51: AKSPLDTKAGMPSIG

Kerusakan bangunan akibat gempa menunjukkan hubungan yang nyata

terhadap jarak bangunan dari pusat gempa (sesar/patahan). Pada jarak 0-2,5 km

dari pusat gempa (sesar/patahan) tingkat kerusakan bangunan tergolong rusak

berat, pada jarak 2,5-5 km dari pusat gempa termasuk rusak sedang dan pada jarak

> 5 km dari pusat gempa termasuk rusak ringan.

Hubungan antara kemiringan lereng terhadap tingkat kerusakan bangunan

akibat gempa menunjukkan bahwa tingkat kerusakan bangunan akibat gempa

terjadi pada daerah datar hingga berbukit dengan kemiringan lereng 0-30 %.

Selain faktor jarak pemukiman yang dekat sumber gempa (sesar/patahan),

faktor lain seperti jenis tanah juga mempengaruhi tingkat kerusakan bangunan

akibat gempa di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut. Pada tanah Andisols

dan yang bersifat andic umumnya tergolong rusak berat, sedangkan pada tanah

Inceptisols dan tidak bersifat andic tergolong rusak sedang dan rusak ringan.

Kekhawatiran masyarakat terhadap kejadian gempa hanya berlangsung

sementara waktu dan tidak ada keinginan untuk pindah ke tempat lain yang dapat

memberi kepastian terhadap kehidupan perekonomian masyarakat setempat.

6. 2. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan faktor sosial

ekonomi terhadap dinamika penggunaan lahan. Serta hubungan karakteristik lahan

terhadap kerusakan lahan/bangunan akibat gempa di lokasi lain.

Page 52: AKSPLDTKAGMPSIG

VII. DAFTAR PUSTAKA

Alzwar, M., N. Akbar dan S. Bachri. 1992. Peta geologi lembar Garut dan

Pameungpeuk, skala 1:100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan

Geologi, Bandung.

Anonim. 2005. Akibat Gempa, Ribuan Warga Garut Mengungsi.

(http:\\www.Tempointeraktif.com tanggal 3 Februari 2005).

Anonim. 2005. Korban Gempa Garut Belum Berani pulang

(http:\\www.Liputan6.com tanggal 4 Februari 2005).

Arifiyanto, D. 2005. Identifikasi Pengaruh Berbagai Faktor Fisik Lahan Terhadap

Pola dan Distribusi Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Dengan

Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan Jauh. Studi Kasus DAS

Citarum Tengah III, Cianjur, Jawa Barat.

Aronoff, S. 1989. Geographic Information System: A Management Perspective.

WDL Publication, Ottawa, Canada.

Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB-Press. Bogor.

Balittanah. 2004. Petunjuk Teknis Pengamatan Tanah. Balai Penelitian Tanah,

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Badan

Litbang Pertanian, Departemen Pertanian.

Barus, B. 2002. Development of A Framework for Multi-scale Agricultural

Sustainability Assessment Using GIS : A Case Study in West Java,

Indonesia. Disertasi Doktor pada Department of Geography. University of

Portsmouth, UK.

Jackson, A. R. W. dan J. M. Jackson. 1996. Environment Science: The Natural

Environment and Human Impact. Longman Singapore Publisher (Pte) Ltd.

Singapore.

Jensen, John R. 2000. Remote Sensing of the environment: An Earth Resource

Perspective. University of South Cardina, Prentice-Hall Inc. Upper Saddle

River, New Jersey.

Kurnia, U., Husein Suganda, Dedi Erfandi dan Harry Kusnadi. 2004. Teknologi

Konservasi Tanah pada Budidaya Sayuran Dataran Tinggi dalam buku

Teknologi Konservasi Tanah pada Lahan Kering Berlereng. Halaman 133-

Page 53: AKSPLDTKAGMPSIG

150. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Badan

Litbang Pertanian.

Lillesand, T. M., dan R. W. Kiefer. 1994. Penginderaan Jauh dan Interpretasi

Citra. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Mather, A. S. 1986. Land Use. Longman. London and New York.

Morgan, R. P. C. 1979. Soil Erosion. Topic in Applied Geography. Longman-

London and New York.

Oldeman, L. R. 1975. Agroclimatic Map of Java. Contribution of the Central

Research Institute Bogor.

Parwati, E. 2003. Inventarisasi Daerah Rawan Bencana Alam di Wilayah NTB

dan NTT.

Prahasta, E. 2002. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografi. CV.

Informatika. Bandung.

Rice. 2000. “GIS/Data Center : GIS Links”, http://riceinfo.rice.edu/Fondren/GDC/

gislinks.shtml.

Schmidt, F. H. and T. H. A. Ferguson. 1951. Rainfall types based on wet and dry

period ratios for Indonesia with western New Guinea. Verhandelingen 42.

Jawatan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah.

Subardiman, A. 1996. Pemanfaatan Pembahas penggunaan lahan menggunakan

Sistem Informasi Geografi (SIG). Studi Kasus Kecamatan Semplak,

Kabupaten Bogor.

Soil Survey Staff. 1998. Kunci Taksonomi Tanah. Edisi Kedua Bahasa Indonesia,

1999. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian.

Strahler, A. N and A. H. Strahler. 1979. Elements of Physical Geography. Second

Edition. John Wiley and Sons.

UNDP. 1992. Tinjauan Umum Manajemen Bencana. PBB. New York.

William, C. N., J. O. Uzo, dan W. T. H. Peregrine. 1996. Produksi Sayuran di

Daerah Tropika. Gadjah Mada University Press.

Page 54: AKSPLDTKAGMPSIG

LAMPIRAN

Page 55: AKSPLDTKAGMPSIG

Lampiran 1. Jenis Penggunaan Lahan di Masing-masing Desa di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut

Desa Barusari Karyamekar Padaasih Padaawas Padamukti Padamulya Padasuka Pasirkiamis Pasirwangi Sarimukti Sirnajaya Talaga Luas Penggunaan Lahan .......................................................................................................................Ha ....................................................................................................................... Ha %

Hutan 326 227 12 347 10 10 20 27 59 389 39 86 1.552 28,33 Kebun Campuran/Semak 9 12 3 46 3 1 10 9 16 109 1,98 Lahan Bukaan Sementara 208 262 68 538 9,82 Pemukiman 30 29 46 62 26 38 29 28 55 44 34 35 456 8,33 Sawah 160 120 16 11 0 64 372 6,78 Tegalan 364 346 5 536 33 59 49 185 317 281 110 168 2.453 44,75 Grand Total 721 809 232 1.219 192 153 118 253 441 847 191 305 5.480 100,00

Grafik Hubungan Jarak Pusat Gempa dengan Tingkat Kerusakan Akibat Gempa