akspldtkagmpsig
TRANSCRIPT
ANALISIS KARAKTERISTIK SPASIAL
PENGGUNAAN LAHAN DAN TINGKAT KERUSAKAN
AKIBAT GEMPA MELALUI PENGGUNAAN
SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)
(Studi Kasus Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut
Sebelum dan Setelah Gempa)
Oleh
HENDRA ARYADI
A24101066
PROGRAM STUDI ILMU TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
SUMMARY
HENDRA ARYADI. The Spatial Characteristic Analysis of Land Use and Damage Level by Earthquake Using Geographic Information System (GIS). A Case Study of Pasirwangi Subdistrict, Garut Regency Before and After Earthquake. Baba Barus and Iskandar as advisors.
In general, land use types are differentiated as agriculture and non
agriculture. Land use potency can be influenced by soil types , mineral resources,
vegetation, topography, climate and location. There are three groups of factor that
can affect dynamic of land use characteristic : (a) Physical factor, (b) Socio
economic factors, and (c) Both. The physical factor that may change land use
suddenly, especially from natural disaster, are volcanic eruption, earthquake, etc.
Few weeks ago, there was an earthquake in Pasirwangi Subdistrict, Garut
Regency. The occurence of this earthquake caused damages to land and
settlements. Garut Regency which has specific land use pattern, beside influenced
by natural factors, influenced also by non natural factors. However, various
relations between causal factor and specific land use types has not yet known
clearly.
The aims of this research were : (a) Understanding the relation between
some land physical factors such as elevation, slope, and soil type to land use; (b)
Understanding the relation between distance of building from earthquake center
(fault line/lineament) and some physical factor such as slope and soil type to
damage level by earthquake; and (c) Identifying people perception about
earthquake disaster effect.
Materials which used in this research were primary data and secondary
data. Those data were : land unit map; imagery of SPOT year 2004; topographic
map scale of 1 : 25,000; damage level data from Pasirwangi Subdistrict; and data
of the result of interview. Spatial analysis between land use and damage level by
earthquake to land characteristics were conducted using Geographic Information
System (GIS) by overlay between land characteristics to land use and damage
level by earthquake in Arc View software.
The result of this research indicated that the land use pattern in Pasirwangi
subdistric related to elevation and soil type. While slope related only to some land
use types. Paddy field was commonly located at elevation less than 1,000 meter
above sea level with slope less than 8 percent, and soil type was Inceptisols. Dry
land, currently as high land vegetable crops, commonly was located at elevation
1,200-1,500 meter above sea level in Andisols, and distributed on all slope
classes.
The land damages by earthquake had no relevancy with the land use
pattern and its change. However, the building damages by earthquake were related
to the distance from the earthquake center and soil type. So far, the people
perception about earthquake occured temporarely and there was no willingness of
the people moves to other place.
Key words : Land use, causal factor, spatial pattern, elevation, soil type, damage
level.
RINGKASAN
HENDRA ARYADI. Analisis Karakteristik Spasial Penggunaan Lahan dan Tingkat Kerusakan Akibat Gempa Melalui Penggunaan Sistem Informasi Geografi (SIG). Studi Kasus Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut Sebelum dan Setelah Gempa. Dibawah bimbingan Baba Barus dan Iskandar.
Secara umum, penggunaan lahan dibedakan atas penggunaan lahan
pertanian dan bukan pertanian. Potensi penggunaan lahan dipengaruhi oleh jenis
tanah, sumberdaya mineral, vegetasi, topografi, iklim dan lokasi. Faktor yang
mempengaruhi dinamika karakteristik penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke
dalam tiga kelompok, yakni : (a) Faktor Fisik, (b) Sosial Ekonomi, dan (c)
Kombinasi keduanya. Pengaruh faktor fisik terhadap perubahan penggunaan lahan
dapat berlangsung lama dan cepat. Perubahan akibat faktor fisik yang berlangsung
cepat dapat disebabkan oleh kejadian bencana alam seperti : letusan gunung
berapi, gempa bumi, dan lain-lain.
Beberapa waktu yang lalu (2 Februari 2005) terjadi gempa bumi di
Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut. Kejadian bencana alam gempa bumi ini
mengakibatkan kerusakan pada sebagian pemukiman dan lahan. Kabupaten Garut
memiliki pola penggunaan lahan yang khas, yang selain dipengaruhi oleh faktor
alami, juga dipengaruhi oleh non-alami. Berbagai hubungan antara faktor
penyebab dan penggunaan lahan yang spesifik tersebut belum diketahui dengan
jelas.
Penelitian ini bertujuan untuk (a) Memahami hubungan antara beberapa
faktor sifat fisik lahan seperti elevasi, kemiringan lereng dan jenis tanah terhadap
penggunaan lahan; (b) Memahami hubungan antara jarak dari pusat gempa
(sesar/patahan) serta beberapa faktor sifat fisik lahan seperti kemiringan lereng
dan jenis tanah terhadap tingkat kerusakan akibat gempa; dan (c) Mengidentifikasi
persepsi masyarakat mengenai dampak bencana alam gempa bumi.
Bahan yang digunakan dalam penelitian berupa data primer dan data
sekunder. Data tersebut adalah : peta satuan lahan hasil studi terdahulu, citra
SPOT tahun 2004, peta rupabumi skala 1 : 25.000, data tingkat kerusakan
bangunan dari kantor Kecamatan Pasirwangi dan wawancara kepada masyarakat
di lokasi penelitian. Analisis spasial hubungan antara penggunaan lahan dan
tingkat kerusakan gempa dengan karakteristik lahan dilakukan melalui
penggunaan Sistem Informasi Geografi (SIG) dengan cara tumpang tindih antara
karakteristik lahan dengan penggunaan lahan dan tingkat kerusakan bangunan
akibat gempa menggunakan perangkat lunak Arc View.
Hasil penelitian menunjukkan pola spasial penggunaan lahan di
Kecamatan Pasirwangi terkait dengan elevasi dan jenis tanah. Sedangkan
kemiringan lereng hanya berpengaruh pada beberapa tipe penggunaan lahan.
Lahan sawah umumnya berada pada ketinggian kurang dari 1.000 m dpl dengan
kemiringan lereng kurang dari 8% dan tanah Inceptisols. Lahan tegalan yang
digunakan untuk tanaman sayuran umumnya berada pada daerah dengan elevasi
1.200-1.500 m dpl berupa sayuran dataran tinggi pada tanah Andisols pada
berbagai kemiringan lereng.
Tingkat kerusakan lahan akibat gempa tidak mempengaruhi terhadap
penggunaan lahan dan perubahannya. Namun tingkat kerusakan bangunan akibat
gempa dipengaruhi oleh jarak dari pusat gempa dan jenis tanah. Sampai saat
penelitian ini, persepsi masyarakat terhadap kekhawatiran akibat kejadian gempa
hanya berlangsung sesaat dan tidak ada keinginan masyarakat untuk pindah ke
tempat lain.
Kata kunci : Penggunaan lahan, faktor penyebab, pola spasial, elevasi, tipe
tanah, tingkat kerusakan.
ANALISIS KARAKTERISTIK SPASIAL
PENGGUNAAN LAHAN DAN TINGKAT KERUSAKAN
AKIBAT GEMPA MELALUI PENGGUNAAN
SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)
(Studi Kasus Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut
Sebelum dan Setelah Gempa)
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
HENDRA ARYADI
A24101066
PROGRAM STUDI ILMU TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
Judul Skripsi : Analisis Karakteristik Spasial Penggunaan Lahan
dan Tingkat Kerusakan Akibat Gempa Melalui
Penggunaan Sistem Informasi Geografi (SIG).
Studi Kasus Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten
Garut Sebelum dan Setelah Gempa.
Nama Mahasiswa : HENDRA ARYADI
Nomor Pokok : A24101066
Menyetujui,
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M. Agr. NIP. 130 422 698
Tanggal Lulus :
Dosen Pembimbing I
Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc NIP. 131 667 780
Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Iskandar NIP. 131 664 406
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 13 April 1983 sebagai anak
pertama dari tiga bersaudara, putra dari pasangan Sofyan Ritung dan Sri Hartati.
Penulis memulai pendidikan formal di SD N Polisi 5 pada tahun 1989-1995.
Selepas sekolah dasar, penulis melanjutkan sekolah ke SLTP N 1 Bogor
hingga lulus tahun 1998. Pada tahun 1998-2001 penulis melanjutkan ke SMU N 1
Bogor. Di tahun 2001, setelah lulus dari SMU, penulis diterima sebagai
mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) pada Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Di tahun 2003 penulis menjabat sebagai Dewan Komisi Kedisplinan
pada kegiatan penerimaan mahasiswa baru IPB. Di tahun 2004-2005 penulis aktif
di organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT) pada
biro informasi dan komunikasi. Di tahun 2005 penulis pernah magang di
Kementrian Lingkungan Hidup pada posko kebakaran hutan dan lahan.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah…. Puji dan syukur hanya bagi Allah S.W.T. atas segala
nikmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
pertanian dari Depertemen Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah “Analisis Karakteristik Spasial
Penggunaan Lahan dan Tingkat Kerusakan Akibat Gempa Melalui
Penggunaan Sistem Informasi Geografi (SIG)-(Studi Kasus Kecamatan
Pasirwangi, Kabupaten Garut Sebelum dan Setelah Gempa)”.
Selama melakukan penelitian dan menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak
mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Keluarga yang selalu mendukung penulis, terlebih ayahanda atas bimbingan,
saran dan motivasi dalam penulisan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Iskandar selaku
pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam
penulisan skripsi ini. Serta Bapak Dr. Ir. Suwardi, M.Agr yang telah bersedia
meluangkan waktunya untuk menguji saya.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Rykson Situmorang, M.Sc selaku pembimbing akademik
penulis yang telah membantu kelancaran studi penulis.
4. Pihak Pemerintah Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut atas informasi
yang diberikan menyangkut penelitian penulis..
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Mbak Reni, Mas
Manijo, Rahmad dan nyonya, Shafiq dan nyonya, Setyo dan nyonya, Ricky dan
nyonya, Iyan, Eli, Al Farabi Guys, kawan-kawan Tanah’38 lainnya atas segala
bantuan dan kebersamaannya selama ini serta sendal dan sepatu bututku yang
setia menemani ke mana pun angin berhembus.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat meskipun masih banyak hal yang
perlu dikaji lebih dalam. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan.
Bogor, Januari 2006
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... v
I. PENDAHULUAN................................................................................ 1
1. 1. Latar Belakang............................................................................. 1
1. 2. Tujuan ......................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 3
2. 1. Penggunaan Lahan....................................................................... 3
2. 2. Bencana Alam ............................................................................. 4
2. 3. Sistem Informasi Geografi ........................................................... 4
III. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN ....................................... 6
3. 1. Letak dan Lokasi Kecamatan Pasirwangi ..................................... 6
3. 2. Kondisi Fisik ............................................................................... 7
3.2.1. Topografi ......................................................................... 7
3.2.2. Iklim ................................................................................ 7
3.2.3. Tutupan/Penggunaan Lahan ............................................. 8
3.2.4. Keadaan Geologi ............................................................. 8
3.2.5. Fisiografi dan Bentuk Wilayah ......................................... 10
3.2.6. Tanah ............................................................................... 11
3. 3. Sosial dan Ekonomi ..................................................................... 14
3.3.1. Jumlah Penduduk ............................................................. 14
3.3.2. Mata Pencaharian dan Penggunaan Lahan ........................ 14
IV. BAHAN DAN METODE..................................................................... 15
4. 1. Waktu Penelitian.......................................................................... 15
4. 2. Bahan dan Alat............................................................................. 15
4. 3. Metodologi................................................................................... 16
4.3.1. Tahap Persiapan/Pengumpulan Data ........................................ 16
4.3.2. Tahap Analisis/Pengolahan Data ...................................... 18
Halaman
V. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................. 19
5. 1. Pola dan Distribusi Tutupan/Penggunaan Lahan
Berdasarkan Elevasi, Kemiringan Lahan dan Jenis Tanah ............ 19
5. 2. Analisis Tingkat Kerusakan ......................................................... 28
5.2.1. Hubungan Jarak Pusat Gempa (sesar/patahan) dengan
Tingkat Kerusakan Akibat Gempa.................................... 30
5.2.2. Hubungan Tingkat Kerusakan Akibat Gempa dengan
Kemiringan Lereng .......................................................... 31
5.2.3. Hubungan Tingkat Kerusakan Akibat Gempa dengan
Jenis Tanah ..................................................................... 34
5.2.4. Persepsi Masyarakat Mengenai
Kejadian Gempa Bumi ................................................... 34
VI. KESIMPULAN .................................................................................... 36
6. 1. Kesimpulan ................................................................................. 36
6. 2. Saran .......................................................................................... 37
VII. DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 38
Lampiran ...................................................................................................... 39
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Kemiringan lereng di Kecamatan Pasirwangi,
Kabupaten Garut ........................................................................... 7
Tabel 2. Jenis Penggunaan Lahan. ............................................................... 8
Tabel 3. Jenis Tanah di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut ............... 13
Tabel 4. Jumlah Penduduk per Desa di Kecamatan Pasirwangi,
Kabupaten Garut Tahun 2004 ....................................................... 14
Tabel 5. Jenis mata pencaharian per Desa yang mengalami rusak parah
akibat gempa di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut............. 14
Tabel 6. Hubungan Penggunaan Lahan dengan Elevasi
di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut .................................. 19
Tabel 7. Hubungan Penggunaan Lahan dengan Kelas Lereng
di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut .................................. 20
Tabel 8. Hubungan Penggunaan Lahan dengan Jenis Tanah
di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut................................... 20
Tabel 9. Hubungan Jarak Pemukiman dengan Pusat Gempa Terhadap
Tingkat Kerusakan Akibat Gempa ................................................ 31
Tabel 10. Hubungan Tingkat Kerusakan Akibat Gempa dengan
Kelas Kemiringan Lereng .............................................................. 31
Tabel 11. Hubungan Tingkat Kerusakan Akibat Gempa dengan
Jenis Tanah ................................................................................... 34
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian di Kecamatan Pasirwangi,
Kabupaten Garut........................................................................ 6
Gambar 2. Stratigrafi Formasi Geologi Kecamatan Pasirwangi
berdasarkan Ketinggian ............................................................. 9
Gambar 3. Peta Geologi Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut.............. 10
Gambar 4. Peta Fisiografi Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut,
Propinsi Jawa Barat.................................................................... 11
Gambar 5. Peta Tanah Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut................. 13
Gambar 6. Diagram alir pelaksanaan penelitian ........................................... 16
Gambar 7. Peta Sebaran Penggunaan Lahan Di Atas Peta Elevasi
di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut .............................. 21
Gambar 8. Peta Sebaran Penggunaan Lahan Di Atas
Peta Kemiringan Lereng di Kecamatan Pasirwangi,
Kabupaten Garut........................................................................ 22
Gambar 9. Peta Sebaran Penggunaan Lahan Di Atas
Peta Jenis Tanah di Kecamatan Pasirwangi,
Kabupaten Garut ........................................................................ 23
Gambar 10. Lahan tegalan pada lereng curam di Kecamatan Pasirwangi,
Kabupaten Garut........................................................................ 25
Gambar 11. Lahan sawah yang beralih ke lahan tegalan sayur ...................... 25
Gambar 12. Lahan Terbuka di Kecamatan Pasirwangi Kabupaten Garut ...... 27
Gambar 13. Kerusakan Bangunan di Kecamatan Pasirwangi,
Kabupaten Garut ....................................................................... 29
Gambar 14. Kerusakan lahan di Kecamatan Pasirwangi,
Kabupaten Garut........................................................................ 30
Gambar 15. Usaha tani pada lahan kering berlereng ...................................... 30
Gambar 16. Peta Sebaran Kerusakan Bangunan Akibat Gempa
Di Atas Peta Jarak dari Garis Sesar/Patahan
di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut .............................. 32
Halaman
Gambar 17. Peta Sebaran Kerusakan Bangunan Akibat Gempa
Di Atas Peta Kemiringan Lereng di Kecamatan Pasirwangi,
Kabupaten Garut........................................................................ 33
Gambar 18. Peta Sebaran Kerusakan Bangunan Akibat Gempa
Di Atas Peta Jenis Tanah di Kecamatan Pasirwangi,
Kabupaten Garut........................................................................ 35
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Secara umum, penggunaan lahan dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok
besar; yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian.
Dinamika karakteristik penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam tiga
kelompok, yakni : (a) Faktor Fisik, (b) Sosial Ekonomi, dan (c) Kombinasi keduanya.
Pengaruh faktor fisik lahan terhadap dinamika penggunaan lahan dapat bersifat
statis dan dinamis. Sifat statis cenderung tidak berubah selama beberapa waktu,
sehingga dapat dinilai dengan evaluasi kesesuaian lahan. Sementara yang dinamis
akan berubah karena bencana alam seperti gempa bumi.
Gempa bumi adalah suatu kejadian alam yang disebabkan oleh aktifitas
kerak bumi. Gempa bumi dapat dibedakan atas gempa bumi volkanik dan gempa
bumi tektonik (Strahler et al., 1979). Gempa bumi volkanik merupakan kejadian
alam yang disebabkan karena aktifitas gunung berapi. Gempa bumi tektonik
merupakan kejadian alam yang disebabkan karena penurunan atau pergeseran
kerak bumi di sepanjang daerah patahan dan memantul kembali ke dalam jajaran
baru (UNDP, 1992). Getaran bumi tersebut dapat menyebabkan keretakan
permukaan bumi, goncangan, tanah longsor, dan lain sebagainya. Kemungkinan
kemunculan aktifitas ini dapat ditentukan namun waktu yang tepat tidak dapat
dipastikan. Peramalannya dapat dilakukan melalui pemantauan aktifitas seismik,
pengaruh historik dan observasi.
Faktor-faktor yang memberi andil besar terhadap kerentanan kejadian
alam ini yaitu lokasi hunian di daerah seismik, bangunan-bangunan yang tidak
tahan terhadap gerakan tanah, kumpulan bangunan padat dengan tingkat hunian
yang tinggi serta kurangnya akses terhadap informasi tentang resiko. Tindakan-
tindakan yang dapat mengurangi resiko gempa bumi dapat dilakukan dengan cara
pemetaan bahaya, kontrol penggunaan lahan atau zonasi, serta penilaian
kerentanan struktural.
Kabupaten Garut yang terkenal sebagai daerah dengan potensi sumberdaya
alam yang melimpah seperti sayur-sayuran serta tanaman akar wangi, ternyata
termasuk daerah rawan bencana alam, salah satunya ialah gempa bumi. Berdasarkan
informasi dari BMG, bahwa pada tanggal 2 Februari 2005 telah terjadi bencana alam
gempa bumi di Kabupaten Bandung dengan kekuatan 5,2 skala Richter. Getaran dari
gempa ini dapat dirasakan hingga Kabupaten Garut. Penyebab gempa tersebut adalah
aktifitas sesar atau patahan Malabar, yang letaknya membujur di selatan Bandung
mulai dari Banjaran hingga Ciparay, dengan panjang 20-25 kilometer yang sejak dulu
terkenal sebagai pusat gempa. Akibat dari gempa bumi tersebut terdapat lima desa yang
sangat parah terkena dampak gempa bumi, yakni Desa Pasirwangi, Karyamekar,
Padaawas, Barusari, dan Sarimukti. Data di Posko Bantuan Bencana Gempa di desa
Padaawas menyebutkan ada 2.963 rumah roboh dan rusak di lima desa tersebut. Selain
itu, gempa juga merusak 324 rumah di Desa Cisarua, Kecamatan Samarang (Anonim,
2005).
Dalam menilai dinamika penggunaan lahan serta kejadian bencana alam
khususnya gempa bumi diperlukan sebuah wahana yang mampu memadukan data-data
yang bersifat deskriptif dengan data-data yang bersifat spasial. Sistem Informasi
Geografi (SIG) merupakan perangkat yang tepat untuk menganalisa hal ini.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, serta pemahaman yang lebih baik
mengenai penggunaan lahan, maka penetapan faktor-faktor perubahannya
merupakan hal yang krusial atau penting dalam studi perubahan lingkungan
global. Dengan demikian ketersediaan informasi penggunaan lahan dalam
memantau pengelolaan sumberdaya lahan yang telah maupun yang sedang
dilaksanakan di suatu wilayah diharapkan dapat memberikan manfaat yang
seoptimal mungkin bagi kehidupan manusia. Berdasarkan hal tersebut dilakukan
penelitian di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut, Propinsi Jawa Barat.
1.2. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
a). Memahami hubungan antara beberapa faktor sifat fisik lahan seperti elevasi,
kemiringan lereng dan jenis tanah terhadap penggunaan lahan;
b). Memahami hubungan antara jarak dari pusat gempa (sesar/patahan) serta
beberapa faktor sifat fisik lahan seperti kemiringan lereng dan jenis tanah
terhadap tingkat kerusakan akibat gempa.
c). Mengidentifikasi persepsi masyarakat mengenai dampak bencana alam gempa
bumi.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan
Lahan ialah tempat atau wilayah dimana manusia beraktifitas, baik itu
menambang bahan mentah yang kemudian ditransformasikan ke dalam bentuk
yang lebih berguna maupun kegiatan membuang limbah hasil transformasi
tersebut. Dengan demikian dapat diperoleh gambaran mengenai sistem lahan,
dimana sistem lahan merupakan kumpulan informasi yang berisi karakteristik
yang ada di suatu lahan (Mather, 1986).
Penggunaan lahan (land use) dan penutup lahan (land cover) adalah dua
istilah yang seringkali diberi pengertian yang berbeda, padahal keduanya memiliki
pengertian yang sama (Subardiman, 1996). Menurut Lillesand & Kiefer (1987),
penggunaan lahan berhubungan dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan,
sedangkan penutup lahan lebih merupakan perwujudan fisik obyek-obyek yang
menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap obyek-obyek
tersebut.
Secara umum, penggunaan lahan dapat dikategorikan ke dalam dua
kelompok besar; yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan
pertanian. Penggunaan lahan pertanian sendiri kemudian dibedakan atas tegalan,
sawah, kebun, padang rumput, hutan, dan sebagainya yang dapat dilihat.
Sedangkan penggunaan lahan bukan pertanian dibedakan atas pemukiman (kota
dan desa), industri, rekreasi, pertambangan dan sebagainya (Arsyad, 2000).
Potensi penggunaan lahan dapat dipengaruhi oleh jenis tanah, sumberdaya
mineral, vegetasi, topografi, iklim dan lokasi (Jackson dan Jackson, 1996).
Perubahan penutupan/penggunaan lahan semakin meningkat dengan
semakin melandainya lereng, semakin rendahnya elevasi dan semakin dekat
dengan jalan/aksesibilitas. Jalan lebih dominan mempengaruhi perubahan
pemukiman dibandingkan faktor lain, sementara lereng dan elevasi lebih
mempengaruhi perubahan penutupan/penggunaan lahan pertanian seperti tegalan,
kebun campuran, sawah dan kebun teh (Arifiyanto, 2005).
2.2. Bencana Alam
Letak geografi Indonesia yang membujur dari 94 o-141o BT dan 6o LU-
11o LS merupakan negara kepulauan dengan tingkat kegempaan tinggi karena
terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik yang bergerak satu sama lainnya
(Parwati et al., 2003). Di Indonesia terdapat tidak kurang dari 130 gunung api
yang digolongkan sebagai gunung api aktif. Beberapa dampak bencana letusan
gunung api adalah lahar hujan besar, aliran lava, awan panas dan bahan lepas
(bom, lapili, pasir dan debu).
Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa selain kondisi lahan seperti
penutup lahan, topografi dan geomorfologi, curah hujan merupakan salah satu
unsur iklim utama yang menentukan terjadinya bencana alam di Indonesia. Oleh
sebab itu dalam inventarisasi Daerah Rawan Bencana Alam, faktor lahan, iklim
harus dilibatkan secara bersamaan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
daerah yang rawan bencana alam pada umumnya adalah daerah dengan penutup
lahan terbuka, permukiman, daerah marin, fluviomarin, topografi datar dan curah
hujan dengan intensitas tinggi dalam waktu yang lama (Parwati et al., 2003).
Gempa bumi merupakan gerakan permukaan bumi yang bila dirasakan
memiliki getaran mulai dari agak bergetar hingga sangat bergetar yang mampu
menggoncangkan bangunan dan menyebabkan rekahan/retakan di permukaan
bumi terbuka. Gempa bumi dapat terjadi akibat aktifitas volkanik gunung berapi
maupun aktifitas tektonik berupa pergerakan tiba-tiba sepanjang patahan/sesar.
Sesar yang biasa ditemukan umumnya berupa sesar normal ataupun sesar geser
(Strahler et al., 1979).
2.3. Sistem Informasi Geografi
Suatu sistem merupakan kumpulan karakteristik yang terdiri dari masukan
(input), luaran (output) dan imbal balik. Sementara itu, Sistem Informasi Geografi
(SIG) adalah sistem komputer yang digunakan untuk memasukkan (capturing),
menyimpan, memeriksa, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisis dan
menampilkan data-data yang berhubungan dengan posisi-posisi di permukaan
bumi (Rice, 2000). Lebih jauh Aronoff (1989) mengungkapkan bahwa SIG adalah
sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan
memanipulasi informasi-informasi geografi. SIG dirancang untuk mengumpulkan,
menyimpan dan menganalisis objek-objek dan fenomena dimana lokasi geografi
merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Dengan
demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan
dalam menangani data yang bereferensi geografi, yakni : (a) masukan, (b)
manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), (c) analisis dan manipulasi
data, (d) keluaran (Prahasta, 2002). Oleh karena itu kekuatan utama SIG terdapat
dalam hal kemampuannya menangani konsep basis data yang lain daripada sistem
komputer lainnya. Sementara sistem lain memproduksi output grafis suatu
masalah, basis data SIG dapat menghubungkan data spasial dan informasi
geografis suatu kenampakan yang mendeskripsikan lebih jauh kenampakan
tersebut tidak hanya secara grafis.
Aplikasi SIG telah banyak digunakan dalam berbagai aspek, diantaranya
untuk perencanaan pertanian dan penggunaan lahan. Analisis terpadu terhadap
jenis tanah, kemiringan lereng, pengolahan tanah dan jenis tanaman telah
dilakukan untuk memprediksi erosi tanah sehingga pengendaliannya dapat
ditentukan (Aronoff, 1989).
III. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
3. 4. Letak dan Lokasi Kecamatan Pasirwangi
Kecamatan Pasirwangi memiliki luas 5.480 hektar. Secara geografis
kecamatan ini terletak pada 7°10’–7°15’ Lintang Selatan dan 107° 41’ – 107° 50’
Bujur Timur (Gambar 1). Secara administratif Kecamatan Pasirwangi, merupakan
salah satu dari 42 kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Garut, Propinsi
Jawa Barat, terdiri atas 12 desa; yakni : Desa Barusari, Karyamekar, Padaasih,
Padaawas, Padamukti, Padamulya, Padasuka, Pasirkiamis, Pasirwangi, Sarimukti,
Sirnajaya, dan Talaga.
Batas wilayah Kecamatan Pasirwangi yaitu :
− Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan
Kecamatan Samarang.
− Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Sukaresmi dan
Kecamatan Bayongbong
− Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kabupaten Bandung.
− Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Samarang.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut
3. 5. Kondisi Fisik
3.2.7. Topografi
Kecamatan Pasirwangi berada pada selang ketinggian antara 920 m sampai
dengan 2.580 m diatas permukaan laut. Bentuk wilayah dan kelas kemiringan
lereng di daerah ini disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kemiringan lereng di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut Kelas Kemiringan Lereng Luas (Ha)
Datar (0-3 %) 1.203 Berombak (3-8%) 294 Bergelombang (8-15 %) 1.490 Berbukit kecil (15-30 %) 1.818 Berbukit curam (30-45 %) 539 Terjal (45-60 %) 113 Sangat terjal (>60 %) 23
3.2.8. Iklim
Iklim merupakan salah satu faktor yang menentukan pertumbuhan
tanaman maupun faktor lingkungan lainnya. Dalam evaluasi lahan, iklim menjadi
salah satu parameter penentu, selain faktor tanah dan terrain. Keadaan iklim di
lokasi penelitian menurut kriteria Schmidt dan Ferguson (1951) termasuk ke
dalam daerah bertipe iklim A (daerah basah). Menurut zona agroklimat (Oldeman)
curah hujan di Kecamatan Pasirwangi masuk ke dalam Zona C dan D yang berarti
bahwa wilayah ini mempunyai bulan basah (≥ 200 mm) berturut-turut selama 3-6
bulan dan bulan kering (≤ 100 mm) berturut-turut 2-6 bulan. Curah hujan tahunan
wilayah ini berkisar antara 1.750-3.000 mm/ tahun (Barus, 2002).
Daerah kecamatan Pasirwangi merupakan bagian dari wilayah iklim hujan
tropika. Wilayah ini dicirikan dengan kecilnya keragaman penyinaran matahari
karena letaknya yang berada pada daerah pergerakan semu matahari terhadap
bumi. Oleh karena itu daerah ini memiliki suhu udara dan kelembaban yang relatif
tinggi dan seragam sepanjang tahun.
Variasi suhu udara rata-rata tahunan di daerah ini relatif kecil, secara
umum variasi suhu di lokasi penelitian berkisar antara 14° C sampai 21,5° C.
3.2.9. Tutupan/Penggunaan Lahan
Secara umum tutupan/penggunaan lahan di wilayah penelitian meliputi
hutan, kebun campuran/semak, tegalan, pemukiman, sawah, lahan bukaan
sementara (lahan kosong). Pengelompokan lahan ke dalam kelas-kelas atau tipe
tutupan/penggunaan lahan di Kecamatan Pasirwangi dilakukan berdasarkan hasil
interpretasi data citra satelit SPOT tahun 2004, data sekunder tahun 2002, serta
pengamatan secara terbatas pada saat kegiatan pengamatan lapang. Luas masing-
masing penggunaan lahan di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Jenis Penggunaan Lahan di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut. Luas Jenis Penggunaan Lahan Ha %
Hutan 1.552 28,33 Kebun Campuran/Semak 109 1,98 Lahan Bukaan Sementara 538 9,82 Pemukiman 456 8,33 Sawah 372 6,78 Tegalan 2.453 44,75
Total 5.480 100,00
3.2.10. Keadaan Geologi
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Garut dan Pameungpeuk skala
1 : 100.000 (Alzwar et al., 1992), Kecamatan Pasirwangi tersusun oleh tiga
formasi geologi yang kesemuanya berumur kuarter, yaitu Qgpk, Qko, dan Qypu.
Formasi Qgpk adalah batuan gunung api Guntur-Pangkalan dan Kendang,
yakni bahan remah lepas (eflata) dan lava bersusunan andesit dan andesit-basalan
yang dihasilkan oleh kelompok gunung api tua Guntur, Gandapura, dan
Pangkalan, di bagian utara, dan kelompok gunung api Kendang di bagian selatan.
Tubuh-tubuh gunung api yang terbentuk di bagian timur-tengah Lembar
merupakan sisa-sisa kalder (G. Kendang dan G. Pangkalan) dan Soma (Guntur
Tua).
Sisa gunung api Guntur Tua sebagian besar runtuh ke arah utara dan
tenggara serta tertutup oleh lava atau kerucut-kerucut gunung api muda. Dinding
kaldera Pangkalan (garis tengah kira-kira 3,5 km; Pasir Jawa; 1653 m) bagian
utara dan timur runtuh akibat terpatahkan dan tertutup oleh rempah gunung api
muda. Traverne (1926) mencirikan tiga bagian kaldera, masing-masing
Pangkalan, Kamojang, dan Cakra.
Lava umumnya bersusunan andesit piroksen dan andesit hornblenda yang
mengalami pelapukan kuat. Beberapa sumber erupsi menghasilkan lava andesit
piroksen yang mengandung sedikit olivin dan andesit hornblenda.
Formasi Qko adalah formasi G. Kiamis (1705 m). Sebagian besar
wilayahnya merupakan kubah obsidian bersusunan asam-menengah (dasitik) yang
diselingi oleh tuf kaca yang mengandung lapili obsidian. Satuan ini muncul
sebagai parasit di sebelah utara kaldera Kendang.
Formasi Qypu adalah endapan rempah lepas gunung api muda tak
teruraikan. Berupa abu gunung api hingga lapili, tuf pasiran, bongkahan andesit
dan basal, breksi lahar dan rempah lepas yang diendapkan melalui daya angkut air
di lereng atau kaki kerucut gunung api muda atau daerah cekungan.
Posisi stratigrafi ketiga formasi geologi tersebut berdasarkan ketinggian
disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Stratigrafi Formasi Geologi Kecamatan Pasirwangi Berdasarkan Ketinggian
Dari gambar tersebut tampak bahwa formasi termuda adalah Qypu,
kemudian disusul Qko, dan Qgpk.
Selain diuraikan susunan formasi geologi di daerah ini, juga dalam Peta
Geologi Lembar Garut dan Pemeungpeuk digambarkan lokasi sesar/patahan yang
terdapat di sekitar wilayah desa Barusari, Karyamekar, Padaawas, dan Sarimukti
dengan arah seperti terlihat pada Peta Geologi lokasi penelitian (Gambar 3).
Gambar 3. Peta Geologi Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut
3.2.11. Fisiografi dan Bentuk Wilayah
Berdasarkan Peta Satuan Lahan dari data sekunder tahun 2002 (Barus,
2002) dan hasil interpretasi foto udara skala 1 : 20.000, peta topografi skala
1:25.000 dan didukung peta geologi, daerah Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten
Garut dibedakan atas 1 Grup Fisiografi, yakni : Volkanik. Selanjutnya topografi
volkanik itu dibedakan atas 5 subgrup fisiografi berdasarkan satuan landform,
yakni : volkanik berbahan tua, dataran volkan, pegunungan volkan, landform
volkanik pada wilayah kurang tertoreh dari Gunung Kiamis, dataran volkan
sempit atau daerah yang lebih rendah (Gambar 4).
Bentuk wilayah datar (lereng 0-3 %) mencakup areal dengan luas 1.203 ha
(21,96% dari luas Kecamatan), terutama terdapat di Desa Pasirwangi, Sirnajaya,
Barusari, Padamukti, Talaga, Padaasih, dan Padaawas. Sementara di desa lainnya
memiliki luasan yang kecil (< 100 ha).
Bentuk wilayah berombak dan agak melandai (lereng 3-8%) mencakup
areal 294 ha (5,36 % dari luas kecamatan), umumnya berupa dataran volkanik
dan kaki volkanik. Bentuk wilayah bergelombang dan melandai (lereng 8-15 %)
terdapat pada lereng bawah volkanik dengan luas areal 1.490 ha (27,19 % dari
luas total). Bentuk wilayah yang paling umum ditemukan dilokasi ini yaitu bentuk
wilayah agak curam (lereng 15-30%) yang umumnya dijumpai di daerah dengan
tingkat torehan yang sangat tinggi, yakni di bagian barat. Sebagian sisanya yaitu :
curam (lereng 30–45 %) 539 ha, sangat curam (lereng 45–60%) 113 ha dan terjal
(lereng > 60%) 23 ha.
Gambar 4. Peta Fisiografi Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut,
Propinsi Jawa Barat 3.2.12. Tanah
Tanah merupakan hasil dari proses hancuran batuan oleh iklim dan
organisme yang dipengaruhi oleh topografi dan waktu. Secara umum tanah dapat
dikategorikan sebagai tanah mineral dan tanah organik. Ditinjau dari segi
pertanian dan penyebarannya yang lebih luas, tanah mineral lebih dikenal
dibandingkan tanah organik (Soepardi, 1983).
Pada tanah-tanah mineral, yang merupakan bagian terbesar dari tanah-
tanah tropika, sifat bahan induk mempengaruhi kandungan haranya, stabilitas dan
kerentanannya terhadap erosi, maupun kemudahan pengelolaannya. Tanah yang
berasal dari batuan gunung berapi seperti ganit dan basalt seringkali sangat stabil.
Tanah-tanah tersebut dapat juga memiliki permeabilitas yang baik jika terbentuk
di daerah dengan curah hujan yang tinggi, karena bahan yang lebih halus akan
tercuci keluar selama waktu periode geologi yang panjang. Kandungan hara
seperti kalsium, magnesium dan kalium akan bervariasi. Dengan batuan masam
seperti granit, sebagai bahan induk, maka kandungan hara tersebut dapat sangat
rendah, tetapi dengan batuan basa seperti basalt, kandungan haranya akan tinggi
atau sangat tinggi, tergantung derajat pelapukannya. Batuan gunung berapi
biasanya terdapat di daerah yang bergunung. Sangat mirip dalam sifat-sifatnya
dengan tanah masam, tanah basalt adalah tanah-tanah yang berasal dari batuan
kapur. Ini dapat berupa tanah gunung atau tanah dataran dan merupakan bahan
sisa yang tertinggal sesudah pelapukan selama periode geologi lama (William et
al., 1996).
Berdasarkan peta tanah (Gambar 5) dari data sekunder tahun 2002 (Barus,
2002), klasifikasi tanah yang terdapat di wilayah Kecamatan Pasirwangi terdiri
atas 3 ordo utama menurut sistem Taksonomi Tanah, yaitu : Andisols, Entisols,
dan Inceptisols (Tabel 3). Andisols adalah tanah-tanah yang terbentuk dari bahan
volkan dengan sifat andik atau bahan amorf. Penyebaran Andisols di Kecamatan
Pasirwangi berasal dari bahan-bahan volkan Gunung Guntur, Gunung Pangkalan
dan Kendang yang berumur kuarter, serta bahan volkan G. Kiamis yang berumur
lebih muda. Keadaan umum tanah ini di daerah Pasirwangi mempunyai tekstur
sedang sampai agak kasar dengan pH yang agak masam. Tanah ini terdiri dari
great grup Hapludands. Umumnya tanah ini digunakan sebagai kebun sayuran,
palawija dan sebagian masih berupa hutan dan belukar. Tan (2005) menyebutkan
bahwa penggunaan lahan yang khas pada tanah Andosols (Andisols) ialah sayur-
sayuran iklim dingin seperti kubis (kol), sawi, wortel, kentang, bawang daun dan
lain sebagainya.
Entisols yang terdapat di Kecamatan Pasirwangi merupakan tanah-tanah
yang belum berkembang dari bahan volkan. Penyebarannya tidak terlalu luas
(1.131 ha atau 20,63 % dari luas total Kecamatan Pasirwangi). Umumnya
digunakan sebagai tegalan, berupa tanaman kentang ataupun akar wangi dan
beberapa jenis sayuran, lahan terbuka, dan sebagian lainnya masih berupa hutan,
baik hutan-bambu maupun hutan-primer.
Jenis tanah Inceptisols di lokasi penelitian merupakan tanah-tanah yang
baru berkembang dengan tingkat kesuburan yang tinggi, hal ini dikarenakan bahan
induk tanah ini berasal dari bahan volkan dengan sifat andik dan eutrik. Tanah ini
memiliki penyebaran paling luas di daerah Pasirwangi, yakni 2.651 ha (48,37 %
dari luas total). Tanah-tanah ini umumnya digunakan sebagai sawah, pemukiman,
tegalan (tanaman sayuran seperti kentang, bunga kol; serta akar wangi sebagai
tanaman konservasi), dan beberapa masih berupa hutan primer.
Tabel 3. Jenis Tanah di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut
Klasifikasi Tanah (USDA, 1994/1998) Luas Ordo SubGrup Ha %
Entisols Andic Troporthents 482 8,79 Lithic Troporthents 605 11,04 Andic Tropopsamments 29 0,53 Typic Udipsamments 15 0,27
Andisols Typic Hapludands 1.699 31,00
Inceptisols Andic Humitropepts 668 12,20 Aquic Eutropepts 926 16,90 Fluventic Eutropepts 97 1,77
Typic Dystropepts 448 8,17 Typic Eutropepts 512 9,34
Total 5.480 100,00 Sumber : Data sekunder hasil penelitian terdahulu (Barus, 2002)
Gambar 5. Peta Tanah Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut.
3. 6. Sosial dan Ekonomi
3.3.3. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk di Kecamatan Pasirwangi sebanyak 57.122 jiwa, terdiri
atas penduduk laki-laki sebanyak 28.505 jiwa dan wanita 28.617 jiwa. (Tabel 4).
Tabel 4. Jumlah Penduduk per Desa di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut Penduduk
No. Desa KK Laki-laki Wanita Jumlah
RT RW
1 Pasirwangi 1.397 2.944 2.874 5.818 33 10 2 Pasirkiamis 997 2.118 2.079 4.197 20 5 3 Padasuka 994 2.143 2.129 4.272 18 8 4 Karyamekar 1.227 2.836 2.633 5.469 23 6 5 Padaawas 1.337 3.093 2.988 6.081 31 6 6 Barusari 1.287 2.732 2.734 5.466 30 8 7 Padaasih 1.059 2.274 2.434 4.708 28 9 8 Sirnajaya 1.030 2.150 2.148 4.298 27 6 9 Padamulya 885 1.705 1.737 3.442 16 4
10 Talaga 962 2.144 2.027 4.171 15 7 11 Sarimukti 1.091 2.119 2.563 4.682 20 6 12 Padamukti 960 2.247 2.271 4.518 27 7
Jumlah 13.226 28.505 28.617 57.122 288 82 Sumber: Statistik Kecamatan Pasirwangi, tahun 2004.
3.3.4. Mata Pencaharian dan Penggunaan Lahan
Sebagian besar penduduk di Kecamatan Pasirwangi bekerja di sektor
pertanian, baik sebagai petani pemilik lahan maupun hanya sebagai buruh tani.
Sedangkan di sektor perdagangan dan lainnya hanya sebagian kecil. Secara rinci
mata pencaharian dari lima desa yang mengalami tingkat kerusakan terparah di
Kecamatan Pasirwangi disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Jenis mata pencaharian per Desa yang mengalami kerusakan parah akibat gempa di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut.
Desa Jenis Mata Pencahariaan Pasirwangi Karyamekar Sarimukti Barusari Padaawas Petani 2.063 479 125 14 560 Buruh Tani 1.211 865 275 1.152 505 Buruh Swasta 512 50 110 38 Pegawai Negeri 25 16 - 2 21 Pengrajin 75 1 - - Pedagang 259 42 98 62 90 Peternak 1.500 60 - - 1 Nelayan - - - - Montir 3 - - - 3 Dokter - - - - - Bidan - 1 - - - Total 5.648 1.514 608 1.230 1.218
Sumber : Statistik Kecamatan Pasirwangi, tahun 2005.
IV. BAHAN DAN METODE
4. 4. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan sejak bulan Agustus 2005 sampai November 2005,
terdiri atas beberapa tahap, yakni : pengumpulan data, analisis/identifikasi awal,
pengamatan lapang, pengolahan data (analisis data) di laboratorium dan
penyusunan hasil penelitian.
4. 5. Bahan dan Alat
Bahan penelitian yang digunakan berupa data sekunder dan data primer.
Data sekunder dikumpulkan dari berbagai sumber baik berupa hasil penelitian
terdahulu maupun data tabular dan spasial dari berbagai instansi. Sedangkan data
primer adalah data hasil pengamatan lapang yang terdiri atas hasil wawancara dan
identifikasi keadaan fisik daerah penelitian. Data tersebut adalah sebagai berikut :
♦ Peta Satuan Lahan lokasi penelitian bersumber dari hasil kajian terdahulu
(Barus, 2002);
♦ Citra Satelit SPOT bulan Oktober 2004 yang digunakan pada tahap
interpretasi penggunaan lahan aktual terbaru yang akan dibandingkan dengan
kondisi tahun 2002;
♦ Peta Rupabumi Lembar Samarang dan Lebaksari skala 1:25.000
(BAKOSURTANAL, 1999);
♦ Peta geologi Lembar Garut dan Pameungpeuk skala 1:100.000 (Alzwar et al.,
1992);
♦ Data tingkat kerusakan bangunan dari wawancara langsung kepada
masyarakat di lokasi penelitian.
Peralatan yang digunakan meliputi perangkat komputer, scanner, dan
printer untuk analisis dan pengolahan data dengan perangkat lunak ArcView GIS
dan Microsoft Office. Sementara itu peralatan untuk pengamatan lapangan adalah
GPS (Global Positioning System) sebagai penentu lokasi atau titik posisi di
lapang, clinometer untuk pengukuran lereng dan kamera dijital untuk merekam
keadaan kondisi lokasi penelitian.
4. 6. Metodologi
Metodologi penelitian ini dilakukan dalam dua tahap utama; yaitu : tahap
persiapan/pengumpulan data dan pengolahan/analisis data. Data yang
dikumpulkan berupa dua jenis data, yakni data primer dari pengamatan langsung
di lapangan, data sekunder dan data-data yang telah ada dari berbagai sumber.
Kegiatan pengamatan lapang dimaksudkan untuk mendapatkan validitas data dari
data-data sekunder yang telah dikumpulkan. Selanjutnya dilakukan analisis data
atau pengolahan data di laboratorium (Gambar 6).
4.3.1. Tahap Persiapan/Pengumpulan Data
Tahap ini diawali dengan pengumpulan data sekunder yang berupa peta
satuan lahan/tanah dijital hasil studi terdahulu (Barus, 2002), peta geologi lembar
Garut dan Pameungpeuk, peta elevasi lokasi penelitian, peta kemiringan lereng.
Selanjutnya peta-peta tersebut diolah untuk menghasilkan beberapa peta melalui
kegiatan sebagai berikut:
Gambar 6. Diagram alir pelaksanaan penelitian
Peta Elevasi
Peta Kontur
Interval 12,5 m
Data sekunder + Pengamatan
lapang
HUBUNGAN KARAKTERISTIK LAHAN DENGAN PENGGUNAAN LAHAN DAN KERUSAKAN AKIBAT GEMPA
DEM Klasifikasi ♣ Peta Penggunaan Lahan ♣ Data Kerusakan Bangunan ♣ Peta Tanah
♣ Peta Buffer Sesar ♣ Bahan Induk Tanah
Peta Geologi
Peta Kelas Kemiringan
Lereng
Analisis Kerusakan akibat Gempa dengan Karakteristik Lahan
Analisis Karakteristik Lahan dengan Penggunaan Lahan
- Klasifikasi Tingkat Kerusakan Akibat Gempa
- Peta Tanah
- Penyiaman (Scanning) - Koreksi Geometrik - Digitasi Layar (On Screen)
Overlay antara Peta Elevasi, Peta Kemiringan Lereng dan Peta Tanah
dengan Peta Penggunaan Lahan
Overlay antara Klasifikasi Tingkat Kerusakan Akibat Gempa dengan Peta Jarak dari Sumber
Gempa, Peta Kemiringan Lereng dan Peta Tanah
Peta Jarak Bangunan dari Sumber Gempa
1. Peta elevasi lokasi penelitian dibuat dari peta kontur pada peta rupabumi skala
1:25.000. Untuk memudahkan analisis karakteristik spasial penggunaan lahan,
maka interval kontur dibuat dengan selang 50 m. Peta elevasi dibuat dengan
menggunakan perangkat lunak ArcView GIS.
2. Peta lereng dibuat dari peta kontur dengan menggunakan software ArcView
GIS dan ekstensi model builder. Peta kontur dengan interval 12,5 m diubah ke
dalam bentuk Digital Elevation Model (DEM). Selanjutnya diolah dengan
teknik “Model Builder” untuk mendapatkan kelas kemiringan lereng yang
diinginkan. Kelas kemiringan lereng yang digunakan adalah menurut
Balittanah (2004), yakni : datar (lereng 0-3 %), berombak (lereng 3-8 %),
bergelombang (lereng 8-15 %), berbukit kecil (lereng 15-30 %), berbukit
curam (lereng 30-45 %), terjal (lereng 45-60 %), sangat terjal (lereng > 60 %).
3. Peta penggunaan lahan aktual terbaru merupakan hasil interpretasi Citra satelit
SPOT tahun 2004 dan pengamatan lapang terbatas yang dibandingkan dengan
peta penggunaan lahan hasil kajian terdahulu.
4. Peta tanah yang digunakan diambil dari peta satuan lahan hasil kajian
terdahulu tahun 2002.
5. Klasifikasi tingkat kerusakan bangunan akibat gempa menggunakan data
kerusakan bangunan yang diperoleh dari pihak Kecamatan Pasirwangi dengan
mengelompokkan ke dalam tiga kelas yang berbeda, yaitu rusak berat, rusak
sedang, dan rusak ringan.
Kategori rusak berat adalah daerah dengan tingkat kerusakan lebih dari 20 %,
rusak sedang 11-20 % dan rusak ringan kurang dari 11 %.
6. Peta geologi lokasi penelitian disajikan untuk mengetahui jenis batuan induk
yang ada di lokasi penelitian dan pembuatan peta jarak dari sumber gempa
(sesar/patahan). Kegiatan ini terdiri dari kegiatan : penyiaman peta kasar (hard
copy) ke dalam bentuk soft copy (dijital), registrasi peta geologi hasil
penyiaman ke koordinat peta lokasi penelitian, dan dijitasi peta geologi.
7. Peta jarak pusat gempa dengan daerah sekitarnya dibuat dari informasi garis
sesar yang ada di lokasi penelitian pada peta geologi dengan interval ½ km
menggunakan model “Create Buffer” dalam perangkat lunak ArcView GIS.
Setelah data sekunder terlengkapi, pengumpulan data primer dilakukan
melalui kegiatan pengamatan lapang dengan mengisi kuesioner yang telah
dipersiapkan. Daftar pertanyaan meliputi tingkat kerusakan akibat gempa,
persepsi masyarakat terhadap kejadian gempa, penggunaan lahan aktual, dan
kondisi tanah lokasi penelitian melalui pengamatan terbatas. Posisi atau titik di
setiap lokasi pengamatan dicatat berdasarkan hasil pengukuran GPS. Data hasil
wawancara selanjutnya diubah ke dalam bentuk dijital berupa data deskriptif.
4.3.2. Tahap Analisis/Pengolahan Data
Analisis/pengolahan data dilakukan berdasarkan data yang telah
dikumpulkan dan hasil pengamatan lapang yang meliputi : peta elevasi, peta
kemiringan lereng, peta tanah, peta penggunaan lahan, peta zona buffer patahan
gempa (peta jarak bangunan dari sumber gempa), peta tingkat kerusakan
bangunan akibat gempa.
Dalam analisis karakteristik lahan dengan penggunaan lahan; peta elevasi,
peta kelas kemiringan lereng dan peta tanah ditumpang tindihkan dengan peta
penggunaan lahan. Kemudian disimpulkan mengenai pola dan distribusi masing-
masing penggunaan lahan berdasarkan karakteristik lahan yang digunakan.
Analisis karakteristik lahan dengan tingkat kerusakan akibat gempa
menggunakan peta kelas kemiringan lereng, peta tanah, dan peta jarak bangunan
dari sumber gempa yang kemudian ditumpang tindihkan dengan peta tingkat
kerusakan bangunan akibat gempa. Selanjutnya disimpulkan mengenai pola dan
distribusi tingkat kerusakan berdasarkan karakteristik lahan yang digunakan.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian merupakan peta yang menunjukkan hubungan antara
karakteristik lahan seperti elevasi, kemiringan lahan dan jenis tanah terhadap
penggunaan lahan dan tingkat kerusakan akibat gempa di lokasi penelitian.
Analisis hubungan karakteristik lahan dengan penggunaan lahan menunjukkan
pola dan distribusi masing-masing penggunaan lahan di lokasi penelitian,
sedangkan analisis kerusakan akibat gempa menunjukkan hubungan tingkat
kerusakan dengan karakteristik lahan di lokasi penelitian.
5. 3. Pola dan Distribusi Tutupan/Penggunaan Lahan Berdasarkan Elevasi, Kemiringan Lahan dan Jenis Tanah
Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap penggunaan lahan di lokasi
penelitian, tampak beberapa tipe penggunaan lahan memiliki sebaran dan pola
menurut elevasi, kemiringan lereng, dan jenis tanah. Hal ini menunjukkan adanya
keterkaitan antara faktor-faktor fisik lahan seperti lereng dan elevasi serta jenis
tanah terhadap penggunaan lahan.
Hasil dari analisis penyebaran penggunaan lahan berdasarkan elevasi,
kemiringan lereng dan jenis tanah disajikan pada Gambar 7, 8 dan 9. Sedangkan
luas penyebarannya disajikan pada Tabel 6, 7 dan 8. Pola dan distribusi masing-
masing penggunaan lahan diuraikan sebagai berikut :
Tabel 6. Hubungan Penggunaan Lahan dengan Elevasi di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut
Elevasi ( x 1000 m dpl) Total Penggunaan Lahan
0,8-1 1-1,2 1,2-1,5 1,5-2 >2 Ha %
............................. Ha .............................
Hutan 34 192 139 766 421 1.552 28,33
Kebun Campuran/Semak 4 81 11 12 0 109 1,98
Lahan Bukaan Sementara 0 0 0 535 3 538 9,82
Pemukiman 67 181 201 7 0 456 8,33
Sawah 278 48 45 0 0 372 6,78
Tegalan 25 677 1.141 609 0 2.453 44,75
Total 409 1.180 1.537 1.929 424 5.480 100,00
Tabel 7. Hubungan Penggunaan Lahan dengan Kelas Lereng
di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut
Kemiringan Lereng (%) Total Jenis
Penggunaan Lahan 0-3 3-8 8-15 15-30 30-45 45-60 >60 Ha %
.................................... Ha ....................................
Hutan 150 10 329 631 316 95 22 1.552 28,33
Kebun Campuran/
Semak 54 7 25 22 2 0 0 109 1,98
Lahan Terbuka 75 0 86 260 111 6 0 538 9,82
Pemukiman 191 59 135 72 0 0 0 456 8,33
Sawah 247 42 62 20 0 0 0 372 6,78
Tegalan 488 176 852 813 110 12 1 2.453 44,75
Total 1.203 294 1.490 1.818 539 113 23 5.480 100,00
Tabel 8. Hubungan Penggunaan Lahan dengan Jenis Tanah di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut
Jenis Tanah Total Jenis Penggunaan Lahan
Inceptisols Entisols Andisols Ha %
........................ Ha ........................
Hutan 599 693 261 1.552 28,33
Kebun Campuran/Semak 88 9 12 109 1,98
Lahan Bukaan Sementara 114 107 318 538 9,82
Pemukiman 352 9 96 456 8,33
Sawah 372 0 0 372 6,78
Tegalan-Sayuran 1.127 313 1.012 2.453 44,75
Total (Ha) 2.651 1.131 1.699 5.480 100
Gambar 7. Peta Sebaran Penggunaan Lahan Di Atas Peta Elevasi di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut
Gambar 8. Peta Sebaran Penggunaan Lahan Di Atas Peta Kemiringan Lereng di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut
Gambar 9. Peta Sebaran Penggunaan Lahan Di Atas Peta Jenis Tanah di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut
Sawah
Lahan sawah merupakan lahan yang digunakan untuk budidaya tanaman
padi sawah. Sawah-sawah yang ada di Kecamatan Pasirwangi umumnya memiliki
periode tanam 2 sampai 3 kali setahun dan sebagian diantaranya diselang dengan
tanaman sayuran terutama pada sawah berteras di daerah berlereng.
Luas lahan sawah keseluruhan yang teridentifikasi di Kecamatan
Pasirwangi meliputi luas 372 ha atau 6,78 % dari luas wilayah Kecamatan
Pasirwangi. Lahan sawah terluas terdapat di Desa Padaasih (160 ha) dan
Padamukti (120 ha), desa lainnya berkisar antara 11-64 ha (Lampiran 1).
Penyebaran sawah di wilayah ini terdapat pada daerah dengan selang
ketinggian 900-1.350 m dpl (Tabel 6) dan keadaan kemiringan lahan berkisar
antara 0-30 % (Tabel 7). Sebagian besar lahan tersebut terdapat pada daerah
dengan elevasi 900-1.000 m dpl. dengan kemiringan lahan 0-8%, sedangkan
sebagian kecil pada elevasi 1.000-1.300 m dpl dengan kemiringan 9-30% berupa
lahan sawah berteras.
Berdasarkan analisis tumpang tepat antara penyebaran sawah dan jenis
tanah di daerah ini, ternyata bahwa lahan sawah yang ada terdapat pada jenis
tanah Inceptisols (Tabel 8). Jenis tanah ini umumnya bertekstur halus dan
umumnya berdrainase agak terhambat (Aquic Eutropepts).
a. Tegalan
Lahan tegalan di daerah penelitian sebagian besar digunakan untuk
budidaya tanaman lahan kering seperti sayuran, dan sebagian lainnya digunakan
untuk budidaya tanaman tembakau dan akar wangi. Lahan tegalan yang
teridentifikasi adalah mencakup areal yang cukup luas, yakni 2.453 ha atau 44,75
% dari luas total Kecamatan Pasirwangi. Sebagian besar lahan tegalan tersebut
terletak di daerah dataran tinggi dan lereng-lereng pegunungan dengan ketinggian
lebih dari 950 m diatas permukaan laut (Tabel 6). Penyebaran tegalan terutama
terletak di wilayah desa Padaawas, Barusari, Karyamekar, Pasirwangi, Sarimukti,
Pasirkiamis, Talaga, dan Sirnajaya. Sementara desa lainnya penggunaan lahan
tegalan relatif sempit yaitu kurang dari 100 ha (Lampiran 1).
Tegalan pada daerah berlereng kurang dari 8% sekitar 664 ha, pada lahan
berlereng 9-30% seluas 1.666 ha dan yang berlereng lebih dari 30 % adalah seluas
123 ha (Tabel 7). Hal ini menunjukkan bahwa lahan tegalan yang paling luas
terdapat lahan yang perlu mendapatkan perhatian dalam konservasi tanah. Dari
pengamatan lapangan tampak bahwa sebagian dari lahan tersebut sudah dilakukan
dengan cara berteras, namun sebagian lainnya tanpa teras (Gambar 10). Menurut
Kurnia et al., 2004, bahwa lahan berlereng yang diusahakan terutama untuk
tanaman semusim seperti sayuran perlu dilakukan tindakan konservasi baik secara
teras bangku maupun bentuk teras lainnya agar erosi yang akan terjadi dapat
dikurangi.
Gambar 10. a) Lahan tegalan pada lereng curam yang tidak ditanami tanaman sayur. b) Lahan tegalan pada daerah berlereng yang ditanami sayuran
di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut (Foto : Hendra Aryadi, September 2005).
Penyebaran lahan tegalan di daerah ini umumnya terdapat pada tanah-
tanah bersifat andic (Typic Hapludands, Andic Humitropepts) serta sebagian pada
Inceptisols (Aquic Eutropepts). Pada tanah yang bersifat andic umumnya
bertekstur agak kasar sampai sedang dan drainase baik atau cepat, sedangkan pada
Aquic Eutropepts bertekstur sedang dan drainase sedang sampai agak terhambat.
Lahan sayur pada tanah Aquic Eutropepts tersebut tampaknya merupakan lahan
sawah irigasi atau tadah hujan yang dirubah menjadi lahan sayuran (Gambar 11).
Gambar 11. a) Lahan sawah yang beralih ke lahan tegalan sayur. b) Lahan sawah yang dipersiapkan untuk tanaman sayur
di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut (Foto : Hendra Aryadi, September 2005).
a b
a. b.
b. Kebun Campuran/Semak
Kebun campuran merupakan kelompok lahan yang digunakan untuk
berbagai jenis komoditas pertanian terutama tanaman tahunan yang berselang-
seling dengan tanaman semusim, yang umumnya dengan sistem penanaman tak
teratur, sehingga sulit untuk memisahkan menjadi kelompok tanaman tertentu. Di
dalam kelompok lahan ini juga terdapat lahan yang tidak digunakan untuk
budidaya pertanian tetapi berupa semak dan belukar yang sulit dipisahkan karena
penyebarannya yang sempit.
Luas areal lahan ini di kecamatan Pasirwangi ialah 109 ha atau sekitar 1,98
% dari luas total Kecamatan Pasirwangi. Lahan ini terletak di daerah dengan
selang ketinggian 950-1.700 m diatas permukaan laut (Tabel 6). Jenis tanaman
tahunan yang dijumpai adalah berupa buah-buahan tahunan, sedangkan tanaman
semusim yang diusahakan adalah tanaman pangan dan sayuran seperti kubis,
tomat, buncis, singkong. Penyebaran kebun campuran/semak terutama terletak di
wilayah desa Padamulya, Talaga, Padaawas, dan Pasirwangi. Sementara desa
lainnya penggunaan lahan ini sangat sempit yaitu kurang dari 10 ha (Lampiran 1).
Berdasarkan elevasi lahan kebun campuran umumnya berada pada
ketinggian 1.000-1.200 m dpl, sedangkan pada elevasi lainnya sangat sempit. Jika
menurut kemiringan lahan, maka lahan kebun campuran berada pada lahan
berlereng 0-30% yang menyebar secara merata mengikuti lokasi pemukiman.
Jenis tanah pada lahan kebun campuran/semak adalah Inceptisols,
Andisols dan Entisols. Pada Inceptisols sebagian besar sebagai Typic Eutropepts
dan sebagian lagi pada Aquic dan Andic Eutropepts.
c. Lahan Bukaan Sementara
Penggunaan lahan ini merupakan lahan terbuka atau lahan tanpa
tutupan/vegetasi yang teridentifikasi melalui data citra. Lahan ini diduga sebagai
lahan hutan yang dibuka untuk dijadikan tegalan sayuran. Berada pada ketinggian
1.500-2.050 m dpl dengan kelas kemiringan lereng datar hingga terjal (Tabel 6
dan Gambar 12), namun sebagian besar terdapat lahan berlereng lebih dari 8%
(Tabel 7).
Penyebaran lahan ini cukup luas terutama terletak di daerah-daerah yang
dekat dengan daerah pengembangan tanaman hortikultura seperti di desa
Padaawas dan Karyamekar. Luas lahan terbuka yang teridentifikasi yaitu 538 ha
atau 9,82 % dari luas wilayah Kecamatan Pasirwangi.
Lahan bukaan sementara yang berada pada dataran tinggi terdapat jenis
tanah Andisols, Inceptisols dan Entisols. Sebagian besar termasuk pada jenis
Andisols (Hapludands) dan yang bersifat andic, yang rencananya akan ditanami
sayuran dataran tinggi.
Gambar 12. Lahan terbuka yang dipersiapkan untuk ditanami sayuran di Kecamatan Pasirwangi Kabupaten Garut (Foto : Hendra Aryadi, September 2005)
d. Hutan
Hutan di Kecamatan Pasirwangi terdiri atas tiga jenis hutan, yaitu : hutan
bambu, hutan pinus dan hutan primer. Hutan bambu terletak di sekitar pemukiman
yang sudah sejak dulu berada di lokasi tersebut, berada pada ketinggian kurang
dari 1.200 m dpl. Sementara hutan pinus terletak di bagian utara wilayah ini
dengan luasan yang tidak terlalu besar. Hutan primer merupakan lahan hutan
terluas dari ketiga jenis lahan hutan di Kecamatan Pasirwangi dan merupakan
kawasan lindung yang dijaga kelestariannya oleh undang-undang. Hutan pinus
maupun hutan primer berada pada ketinggian lebih dari 1.200 m dpl dengan
kemiringan lahan lebih dari 15%.
Luas lahan hutan di Kecamatan Pasirwangi mencakup areal sekitar 1.552
ha atau 28,33 % dari luas total wilayah Kecamatan Pasirwangi (Lampiran 1).
Jenis tanah pada lahan ini terutama termasuk ke dalam jenis tanah Entisols
dan Inceptisols. Hutan bambu dominan terletak pada tanah Lithic Troporthents
dan beberapa jenis Inceptisols seperti Aquic Eutropepts, Typic Eutropepts dan
Andic Humitropepts. Sementara sisanya berupa Typic Hapludands.
Hutan pinus terutama terletak pada jenis tanah Andisols dan sisanya dalam
luasan yang relatif sempit pada jenis tanah Entisols dan Inceptisols. Hutan primer
terutama terletak pada jenis tanah Entisols berupa Andic dan Lithic Troporthents,
Inceptisols berupa Typic Dystropepts, Fluventic dan Typic Eutropepts. Sisanya
dalam luasan yang cukup besar berupa jenis Andisols.
e. Pemukiman Lahan ini merupakan lahan yang digunakan sebagai perumahan penduduk,
komplek perkantoran, sekolah dengan luas 456 ha atau 8,33 % dari luas
Kecamatan Pasirwangi (Lampiran 1). Di lahan ini terdapat lahan pekarangan yang
ditanami tanaman sayuran (aktivitas persemaian tanaman sayuran) dan tanaman
tahunan terutama buah-buahan, sehingga sulit dipisahkan dengan lahan
pemukiman.
Lahan ini terletak pada ketinggian antara 900-1.650 m dpl dengan
kemiringan lereng datar hingga berbukit. Perhatian khusus pada jenis penggunaan
lahan ini diperlukan karena letaknya yang dekat dengan jalur patahan/sesar.
Tingkat kerentanan atau bahaya runtuh bagi bangunan di lokasi ini yang dekat
dengan aktifitas pergerakan bumi akan lebih besar bila dibandingkan tempat
lainnya yang lebih jauh.
Jenis tanah yang dominan pada lahan ini ialah jenis Inceptisols yakni
sebagai Andic Humitropepts, serta Aquic dan Typic Eutropepts. Sementara
sisanya jenis Andisols dan Entisols dengan luasan sempit.
5. 4. Analisis Tingkat Kerusakan
Analisis dampak kerusakan di lokasi penelitian menggunakan beberapa
parameter dalam melihat tingkat kerusakan lahan dan bangunan; yaitu jumlah
bangunan/lahan yang rusak di masing-masing desa, jarak terhadap bangunan
terhadap pusat gempa yaitu sesar/patahan, faktor lereng dan jenis tanah. Kegiatan
ini dilakukan dalam bentuk wawancara dan pengamatan lapang di lokasi
penelitian.
Hasil pengamatan lapang menunjukkan kondisi lahan yang terkena gempa
tidak ada perubahan. Berdasarkan informasi dari masyarakat bahwa terdapat
beberapa lokasi di lahan pertanian yang mengalami pergerakan tanah ketika
terjadi gempa, terutama pada bagian tebing yang curam runtuh, namun dalam
luasan yang relatif sempit, sifatnya sementara dan tidak membahayakan
masyarakat. Menurut Morgan (1979) bahwa tanah-tanah di daerah sayuran
dataran tinggi, khususnya Andisols mempunyai sifat tiksotropik (tanah licin dan
berair bila dipirid), mengindikasikan tekstur tanahnya mengandung fraksi debu
lebih banyak dibandingkan dengan tanah mineral lainnya. Tanah dengan
kandungan debu tinggi mempunyai kepekaan terhadap erosi lebih tinggi, atau
rentan terhadap erosi.
Perubahan yang terjadi di lokasi penelitian terlihat pada kerusakan
bangunan akibat kejadian gempa (Gambar 13). Sementara itu kerusakan lahan di
lokasi penelitian disebabkan karena aktifitas masyarakat yang membuka lahan-
lahan pada kemiringan lereng yang besar tanpa adanya tindakan konservasi tanah
yang tepat (Gambar 14).
Berdasarkan wawancara dengan petani, terdapat dua hal pokok yang
menyebabkan petani tidak menerapkan teknik konservasi tanah pada lahan usaha
taninya. Pertama, bedengan atau guludan yang dibuat memotong lereng atau
searah kontur, sulit dan berat dalam mengerjakannya, serta memerlukan waktu
lebih lama. Kedua, bedengan atau guludan searah kontur dianggap dapat
menyebabkan terjadinya genangan air setelah hujan pada saluran-saluran di antara
bedengan atau antar guludan, walaupun untuk sementara waktu (Gambar 15).
Dalam kondisi demikian masih mungkin terjadi rembesan air secara
horizontal ke dalam tanah di dalam bedengan, sehingga kadar air atau kelembaban
tanah di dalam bedengan meningkat, sehingga drainase tanah memburuk. Keadaan
seperti itu merupakan media yang baik bagi berjangkit dan berkembangnya
penyakit tanaman, terutama cendawan atau jamur yang dapat menyebabkan busuk
akar atau umbi (Kurnia, 2004).
Gambar 13. Kerusakan Bangunan di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut : a) Dinding rumah yang hampir runtuh. b) Mesjid yang terlihat baru dibangun merupakan mesjid yang pernah runtuh, foto diambil tepat di lokasi garis sesar/patahan. c) Atap rumah
yang rusak (Foto : Hendra Aryadi, September 2005)
a. b. c.
Gambar 14. Kerusakan lahan pada tebing-tebing merupakan akibat tindakan konservasi tanah yang tidak tepat di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut (Foto : Hendra Aryadi, September 2005).
Gambar 15. Usaha tani pada lahan kering berlereng yang tidak menerapkan tindakan
konservasi tanah dengan baik (Foto : Hendra Aryadi, September 2005).
5.2.5. Hubungan Jarak Pusat Gempa (sesar/patahan) dengan Tingkat Kerusakan Akibat Gempa
Pusat gempa yang dimaksudkan dalam penelitian ini ialah garis sesar atau patahan yang berada sepanjang lokasi penelitian pada desa Barusari, Karyamekar, Padaawas, dan Sarimukti. Data tingkat kerusakan bangunan yang digunakan pada penelitian ini merupakan data kerusakan bangunan dari pihak Kecamatan Pasirwangi (Tabel 9). Tingkat kerusakan bangunan di lokasi penelitian digolongkan ke dalam tiga kelompok berdasarkan persentase kerusakan bangunan yaitu rusak berat, rusak sedang dan rusak ringan. Tingkat kerusakan berat ditandai dengan persentase kerusakan bangunan akibat gempa lebih dari 20 persen, rusak sedang 11-20 %, dan rusak ringan memiliki persentase kerusakan kurang dari 11 persen
Hasil analisis menunjukkan bahwa kerusakan bangunan akibat gempa dengan kategori rusak berat berada pada wilayah dengan jarak 0-2,5 km dari pusat gempa (sesar bandung), tingkat kerusakan sedang terletak 2,5-5 km dari pusat
gempa dan tingkat kerusakan ringan >5 km. Namun ditemukan fakta bahwa ada satu desa yang dekat dengan pusat gempa memiliki tingkat kerusakan yang rendah, atau dengan kata lain ada penyimpangan sebesar 8,33 % (1/12 * 100%). Hal ini menunjukkan bahwa ada kelemahan dalam metode penentuan tingkat kerusakan bangunan yang digunakan. Dengan demikian ada faktor lain selain jarak terhadap pusat gempa yang lebih mempengaruhi tingkat kerusakan bangunan di lokasi penelitian (Gambar 16).
Tabel 9. Hubungan Jarak Pemukiman dengan Pusat Gempa Terhadap Tingkat Kerusakan Akibat Gempa
Jumlah Bangunan Rusak Desa Jarak Pemukiman Terhadap
Pusat Gempa (Km) Unit Ó •Bangunan %
Barusari 0,5-2 630 1412 44,62 Karyamekar 1-2,5 340 1410 24,11 Padaawas 0,5-2,5 332 1535 21,63 Pasirwangi 1,5-4,5 218 1450 15,03 Sarimukti 2,5-5 140 1061 13,20 Padamulya 3,5-5 112 959 11,68 Talaga 3-5,5 22 941 2,34 Padasuka 5-6,5 95 932 10,19 Padaasih 6,5-8,5 79 1239 6,38 Padamukti 6,5-9 54 989 5,46 Pasirkiamis 5,5-6,5 35 950 3,68 Sirnajaya 4,5-6,5 35 1047 3,34
Total 2092 13925 15,02
5.2.6. Hubungan Tingkat Kerusakan Akibat Gempa dengan Kemiringan Lereng
Hubungan antara kemiringan lereng terhadap tingkat kerusakan bangunan akibat gempa ditunjukkan pada Tabel 10 dan Gambar 17. Pada tabel terlihat bahwa tingkat kerusakan bangunan akibat gempa terjadi pada daerah datar hingga berbukit. Dengan demikian diperoleh informasi bahwa daerah pemukiman yang dekat dengan pusat gempa (daerah patahan) dan kemiringan lereng 0-30 % perlu mendapatkan perhatian khusus dalam usaha pemantauan bahaya bencana gempa.
Tabel 10. Hubungan Tingkat Kerusakan Akibat Gempa dengan Kelas Kemiringan Lereng Kemiringan Lereng (%) Luas Tingkat
Kerusakan Bangunan 0-3 3-8 8-15 15-30 30-45 Ha %
...………………………. Ha ...………………………. Rusak Berat 39,63 9,13 55,06 17,07 0,00 120,89 2,21 Rusak Sedang 71,41 22,76 41,82 36,63 0,03 172,64 3,15 Rusak Ringan 79,50 27,09 38,60 17,78 0,00 162,97 2,97
Total (Ha) 190,54 58,97 135,49 71,48 0,03 456,49 8,33
Gambar 16. Peta Sebaran Kerusakan Bangunan Akibat Gempa Di Atas Peta Jarak dari Garis Sesar/Patahan di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut
Gambar 17. Peta Sebaran Kerusakan Bangunan Akibat Gempa Di Atas Peta Kemiringan Lereng
di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut
Tabel Hubungan Tingkat Kerusakan Bangunan Akibat Gempa dengan Kemiringan Lereng
5.2.7. Hubungan Tingkat Kerusakan Akibat Gempa dengan Jenis Tanah
Pada daerah pemukiman dengan tingkat kerusakan yang berat, selain
karena faktor jarak pemukiman yang dekat sumber gempa, faktor lain seperti jenis
tanah juga mempengaruhi tingkat kerusakan di lokasi penelitian. Lokasi dengan
tingkat kerusakan yang berat menunjukkan bahwa jenis tanahnya memiliki sifat
tanah bertekstur kasar, yang dalam klasifikasi tanah dikenal sebagai jenis Andisols
(Tabel 11 dan Gambar 18). Jenis tanah dengan karakteristik demikian sangat peka
erosi dan mudah goyah bila ada pergerakan tanah (Strahler et al., 1979). Bila
terjadi gempa, pemukiman yang berada pada jenis tanah ini memiliki tingkat
kerawanan yang tinggi terhadap bahaya runtuhan bangunan.
Sementara itu, pemukiman yang berada pada jenis tanah dengan tingkat
stabilitas yang lebih baik menunjukkan tingkat kerusakan yang lebih rendah
dibandingkan pemukiman yang berada diatas tanah dengan struktur remah.
Tabel 11. Hubungan Tingkat Kerusakan Akibat Gempa dengan Jenis Tanah
Jenis Tanah Luas Tingkat Kerusakan Bangunan
Entisols Andisols Inceptisols Ha %
….....……….. Ha ….....………..
Rusak Berat 2,12 85,21 33,56 120,89 2,21
Rusak Sedang 4,10 11,02 157,53 172,64 3,15
Rusak Ringan 2,39 0,00 160,58 162,97 2,97
Total (Ha) 8,60 96,23 351,66 456,49 8,33
5.2.8. Persepsi Masyarakat Mengenai Kejadian Gempa Bumi
Dari hasil wawancara dengan masyarakat setempat menunjukkan bahwa
kekhawatiran terhadap kejadian gempa hanya berlangsung sementara dan tidak
lama, masyarakat tidak berkeinginan untuk pindah ke tempat lain. Hal ini
berkaitan dengan mata pencaharian baik sebagai petani pemilik lahan maupun
buruh tani yang sudah dilakukan secara turun temurun. Sementara untuk pindah
ke lokasi lain tidak ada kepastian mengenai kehidupan perekonomian masyarakat
setempat seperti yang saat ini dilakukan.
Gambar 18. Peta Sebaran Kerusakan Bangunan Akibat Gempa Di Atas Peta Jenis Tanah
di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut
VI. KESIMPULAN
6. 1. Kesimpulan
Penggunaan lahan sawah terdapat pada daerah dengan selang ketinggian
900-1.350 m dpl dengan kemiringan lereng yang datar (lereng 0-30%) dan jenis
tanah Inceptisols dengan drainase agak terhambat (Aquic Eutropepts).
Lahan tegalan di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut umumnya
digunakan sebagai budidaya tanaman lahan kering seperti sayuran. Terutama
terdapat pada daerah dengan ketinggian 1.200-1.500 m dpl dengan kemiringan
lereng 9-30% dan jenis tanah Andisols atau yang memiliki sifat andic.
Lahan kebun campuran umumya terdapat pada ketinggian 1.000-1.200 m
dpl dengan kemiringan lereng 0-30% yang menyebar secara merata mengikuti
lokasi pemukiman. Jenis tanah pada lahan kebun campuran/semak ialah
Inceptisols.
Penggunaan lahan terbuka berada di ketinggian 1.500-2.050 m dpl dengan
kemiringan lereng 15-30% dan jenis tanah terutama pada penggunaan lahan ini
ialah Andisols. Penggunaan lahan terbuka atau lahan tanpa tutupan/vegetasi ini
diduga sebagai lahan hutan yang dibuka untuk dijadikan tegalan sayuran.
Hutan di Kecamatan Pasirwangi terdiri atas tiga jenis hutan, yaitu : hutan
bambu, hutan pinus dan hutan primer. Hutan bambu terletak di sekitar pemukiman
pada ketinggian kurang dari 1.200 m dpl. Hutan primer merupakan kawasan
lindung yang dijaga kelestariannya oleh undang-undang. Hutan pinus dan hutan
primer berada pada ketinggian lebih dari 1.200 m dpl dengan kemiringan lereng
lebih dari 15%. Jenis tanah pada lahan ini terutama termasuk ke dalam jenis tanah
Entisols dan Inceptisols.
Lahan pemukiman merupakan lahan yang digunakan sebagai perumahan
penduduk, komplek perkantoran, sekolah. Terletak pada ketinggian 900-1.650 m
dpl dengan kemiringan lereng datar hingga berbukit. Jenis tanah yang dominan
pada lahan ini ialah Inceptisols.
Kerusakan lahan yang terjadi di Kecamatan Pasirwangi bukan disebabkan
akibat kejadian gempa bumi, namun lebih dikarenakan tindakan konservasi yang
tidak tepat oleh masyarakat dalam mengelola penggunaan lahannya.
Kerusakan bangunan akibat gempa menunjukkan hubungan yang nyata
terhadap jarak bangunan dari pusat gempa (sesar/patahan). Pada jarak 0-2,5 km
dari pusat gempa (sesar/patahan) tingkat kerusakan bangunan tergolong rusak
berat, pada jarak 2,5-5 km dari pusat gempa termasuk rusak sedang dan pada jarak
> 5 km dari pusat gempa termasuk rusak ringan.
Hubungan antara kemiringan lereng terhadap tingkat kerusakan bangunan
akibat gempa menunjukkan bahwa tingkat kerusakan bangunan akibat gempa
terjadi pada daerah datar hingga berbukit dengan kemiringan lereng 0-30 %.
Selain faktor jarak pemukiman yang dekat sumber gempa (sesar/patahan),
faktor lain seperti jenis tanah juga mempengaruhi tingkat kerusakan bangunan
akibat gempa di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut. Pada tanah Andisols
dan yang bersifat andic umumnya tergolong rusak berat, sedangkan pada tanah
Inceptisols dan tidak bersifat andic tergolong rusak sedang dan rusak ringan.
Kekhawatiran masyarakat terhadap kejadian gempa hanya berlangsung
sementara waktu dan tidak ada keinginan untuk pindah ke tempat lain yang dapat
memberi kepastian terhadap kehidupan perekonomian masyarakat setempat.
6. 2. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan faktor sosial
ekonomi terhadap dinamika penggunaan lahan. Serta hubungan karakteristik lahan
terhadap kerusakan lahan/bangunan akibat gempa di lokasi lain.
VII. DAFTAR PUSTAKA
Alzwar, M., N. Akbar dan S. Bachri. 1992. Peta geologi lembar Garut dan
Pameungpeuk, skala 1:100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Bandung.
Anonim. 2005. Akibat Gempa, Ribuan Warga Garut Mengungsi.
(http:\\www.Tempointeraktif.com tanggal 3 Februari 2005).
Anonim. 2005. Korban Gempa Garut Belum Berani pulang
(http:\\www.Liputan6.com tanggal 4 Februari 2005).
Arifiyanto, D. 2005. Identifikasi Pengaruh Berbagai Faktor Fisik Lahan Terhadap
Pola dan Distribusi Perubahan Penutupan/Penggunaan Lahan Dengan
Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan Jauh. Studi Kasus DAS
Citarum Tengah III, Cianjur, Jawa Barat.
Aronoff, S. 1989. Geographic Information System: A Management Perspective.
WDL Publication, Ottawa, Canada.
Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB-Press. Bogor.
Balittanah. 2004. Petunjuk Teknis Pengamatan Tanah. Balai Penelitian Tanah,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Badan
Litbang Pertanian, Departemen Pertanian.
Barus, B. 2002. Development of A Framework for Multi-scale Agricultural
Sustainability Assessment Using GIS : A Case Study in West Java,
Indonesia. Disertasi Doktor pada Department of Geography. University of
Portsmouth, UK.
Jackson, A. R. W. dan J. M. Jackson. 1996. Environment Science: The Natural
Environment and Human Impact. Longman Singapore Publisher (Pte) Ltd.
Singapore.
Jensen, John R. 2000. Remote Sensing of the environment: An Earth Resource
Perspective. University of South Cardina, Prentice-Hall Inc. Upper Saddle
River, New Jersey.
Kurnia, U., Husein Suganda, Dedi Erfandi dan Harry Kusnadi. 2004. Teknologi
Konservasi Tanah pada Budidaya Sayuran Dataran Tinggi dalam buku
Teknologi Konservasi Tanah pada Lahan Kering Berlereng. Halaman 133-
150. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Badan
Litbang Pertanian.
Lillesand, T. M., dan R. W. Kiefer. 1994. Penginderaan Jauh dan Interpretasi
Citra. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Mather, A. S. 1986. Land Use. Longman. London and New York.
Morgan, R. P. C. 1979. Soil Erosion. Topic in Applied Geography. Longman-
London and New York.
Oldeman, L. R. 1975. Agroclimatic Map of Java. Contribution of the Central
Research Institute Bogor.
Parwati, E. 2003. Inventarisasi Daerah Rawan Bencana Alam di Wilayah NTB
dan NTT.
Prahasta, E. 2002. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografi. CV.
Informatika. Bandung.
Rice. 2000. “GIS/Data Center : GIS Links”, http://riceinfo.rice.edu/Fondren/GDC/
gislinks.shtml.
Schmidt, F. H. and T. H. A. Ferguson. 1951. Rainfall types based on wet and dry
period ratios for Indonesia with western New Guinea. Verhandelingen 42.
Jawatan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah.
Subardiman, A. 1996. Pemanfaatan Pembahas penggunaan lahan menggunakan
Sistem Informasi Geografi (SIG). Studi Kasus Kecamatan Semplak,
Kabupaten Bogor.
Soil Survey Staff. 1998. Kunci Taksonomi Tanah. Edisi Kedua Bahasa Indonesia,
1999. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
Strahler, A. N and A. H. Strahler. 1979. Elements of Physical Geography. Second
Edition. John Wiley and Sons.
UNDP. 1992. Tinjauan Umum Manajemen Bencana. PBB. New York.
William, C. N., J. O. Uzo, dan W. T. H. Peregrine. 1996. Produksi Sayuran di
Daerah Tropika. Gadjah Mada University Press.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Jenis Penggunaan Lahan di Masing-masing Desa di Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut
Desa Barusari Karyamekar Padaasih Padaawas Padamukti Padamulya Padasuka Pasirkiamis Pasirwangi Sarimukti Sirnajaya Talaga Luas Penggunaan Lahan .......................................................................................................................Ha ....................................................................................................................... Ha %
Hutan 326 227 12 347 10 10 20 27 59 389 39 86 1.552 28,33 Kebun Campuran/Semak 9 12 3 46 3 1 10 9 16 109 1,98 Lahan Bukaan Sementara 208 262 68 538 9,82 Pemukiman 30 29 46 62 26 38 29 28 55 44 34 35 456 8,33 Sawah 160 120 16 11 0 64 372 6,78 Tegalan 364 346 5 536 33 59 49 185 317 281 110 168 2.453 44,75 Grand Total 721 809 232 1.219 192 153 118 253 441 847 191 305 5.480 100,00
Grafik Hubungan Jarak Pusat Gempa dengan Tingkat Kerusakan Akibat Gempa