12092743_2085-028x
Post on 04-Aug-2015
24 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Jurnal Infokes STIKES Insan Unggul Surabaya
KEADAAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI
KECAMATAN TANGGULANGIN KABUPATEN SIDOARJO.
(SUATU STUDI KASUS-KONTROL)
CONDITION OF ENVIRONMENTAL PHYSICAL HOUSING OF LUNG
TUBERCULOCIS/TB PATIENTS IN DISTRIC TANGGULANGIN SIDOARJO
REGENCY.
(A CASE CONTROL STUDY)
Sudarso*)
*) Dosen Luar Biasa STIKES Insan Unggul Surabaya
*) Lecturer of Wijaya Kusuma University Schoool of Medicine,Surabaya
KEYWORDS: lung tuberculocis, housing sanitation, case-control study
ABSTRACT: Most of communicable diseases influenced by environmental factors, besides of
physical, biology,chemistry, family economics, but also cultural factor. One
of communicable diseases in Indonesia which still be not able yet to be
eliminated and has case number potency to decline ery lag is Tuberculocis/ Tb.
Incidence rate in Indonesia per year there are 583000 cases, Tb can kill 140000
patients nationally per year , and this fact is the second death rate after heart
sickness, also every year always improvement the number of patient.
For Indonesia state that the condition of environment is enough requires
attention, especially of housing sanitation, because a lot house ineligibility to
health life, with humidity,air temperature ventilation, and dweller density.In the
year of 2008, the number of Tb cases in Distric Tanggulangin Sidoarjo Regency is
50, the highest among another Districts.
Based on reality in the field, seen that housing sanitation of the tuberculosis
patients in District Tanggulangin in general unable to fulfill health clauses, so
that researcher wish to know the influence physical environmental housing to
case of lung tuberculosis.
Research design is Observasional -,-case-control.
Based on result of this research with data analysis X 2
two samples , and Uji
Mann Whitney Test, Ratio Odds take conclusion, that proven there are influence
between dweller density , situation of illumination of house, ventilation,,
dampness/humidity for incidence of Tb in Distric Tanggulangin Sidoarjo Regency
House temperature variable theoretically haves influencing for`ability life of
Mycobacterium tuberculos `, but in this research house temperature doesn't have
an effect on to Tb cases in Distric Tanggulangin Sidoarjo Regency, so that still
needs further study.
PENDAHULUAN
Keberadaan penyakit menular di
masyarakat, sangat banyak
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan,
baik lingkungan fisik, biologi, kimia,
sosial-ekonomi, budaya (Lienhardt
C.et al, 2005). Salah satu penyakit
menular di Indonesia masih belum
27
Jurnal Infokes STIKES Insan Unggul Surabaya
dapat terberantas,masih mempunyai
potensi angka kejadian
penurunannya sangat lamban adalah
Tuberkulosis.Angka Insidens,
penderita baru di Indonesia per tahun
terdapat 583.000 kasus, secara
nasional per tahun dapat membunuh
140.000 orang, serta penyebab
kematian ke – 2 setelah penyakit
jantung, juga setiap tahun selalu
terdapat peningkatan jumlah
penderita ( PPTI Pusat, 2005).
Menurut data WHO, Insidens
penyakit TB di Indonesia menurun
pada tahun 1990 sebanyak 626.867
dengan rate 343/100.000 penduduk,
mortalitas 168.956 dan pada tahun
2007 sebanyak 528.063 dengan rate
228 per 100.000 penduduk ,
mortalitas 91.568. Untuk prevalensi,
TB tahun 1990 sebanyak 809.592
dengan rate 443, dan tahun 2007
sebanyak 565.614 dengan rate 244
per 100.000 penduduk (WHO,
2008) namun demikian diperkirakan,
adanya laporan yang belum
sempurna, maka
Insidens dan Prevalensi masih
tinggi. Kondisi yang cukup
memerlukan perhatian bagi negara
Indonesia adalah keadaan sanitasi
lingkungan, khususnya sanitasi
perumahan yang masih banyak yang
tidak memenuhi syarat rumah sehat.
Salah satu faktor lingkungan,
yaitu kondisi sanitasi rumah
mempunyai peran yang sangat
potensial dalam kejadian penyakit
Tuberkulosis, khususnya jenis
paru.(Stein LA, 1950). Variabel yang
penting dalam sanitasi perumahan
adalah kelembaban, suhu udara dan
ventilasi, kepadatan penghuni.(
Rosen G, 1958 )
Suatu penelitian terkait
dengan sanitasi rumah secara fisik,
membuktikan adanya hubungan
dengan kepadatan penghuni,
ventilasi, dan penerangan alami
rumah yang dihuni , pada penyakit
ISPA (Infeksi Saluran pernapasan
Atas) anak usia dibawah lima tahun
(Balita),yaitu di wilayah kota
Surabaya (Yusuf NA dan Lilis
Sulistyorini,2005).Hasil tersebut,
menunjukkan peran kondisi sanitasi
perumahan, terhadap kejadian
penyakit infeksi saluran pernapasan,
walupun penyakit tersebut jenis
saluran pernapasan atas, dan pada
balita, sangat dimungkinkan, bahwa
pada penderita Turbekulosis paru,
kondisi tersebut juga terjadi.
Tuberkulosis adalah penyakit
yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, Mycobacterium bovis
serta Mycobacyerium avium, tetapi
lebih sering disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis (FKUI,
1998). Pada tahun 1993, WHO telah
mencanangkan kedaruratan global
penyakit tuberkulosis, hal ini
dikarenakan pada sebagian besar
negara di dunia, penyakit tuberkulosis
tidak terkendali. Di Indonesia sendiri,
penyakit tuberkulosis merupakan
masalah kesehatan yang utama. Pada
tahun 1995, hasil Survey Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT),
menunjukkan bahwa penyakit
tuberkulosis merupakan penyebab
kematian nomor tiga (3) setelah
penyakit kardiovaskuler dan penyakit
saluran pernafasan pada semua
kelompok umur.
Faktor resiko yang dapat
menimbulkan penyakit tuberkulosis
adalah faktor genetik, malnutrisi,
vaksinasi, kemiskinan dan kepadatan
penduduk (Beaglehole ,1997).
Tuberkulosis terutama banyak terjadi
pada populasi yang mengalami stres,
28
Jurnal Infokes STIKES Insan Unggul Surabaya
nutrisi jelek, penuh sesak, ventilasi
rumah yang tidak bersih, perawatan
kesehatan yang tidak cukup dan
perpindahan tempat. Genetik berperan
kecil, tetapi faktor-faktor lingkungan
berperan besar pada insidensi kejadian
tuberkulosis (Fletcher, 1992).
Lingkungan merupakan hal
yang tidak terpisahkan dari aktivitas
kehidupan manusia. Lingkungan, baik
secara fisik maupun biologis, sangat
berperan dalam proses terjadinya
gangguan kesehatan masyarakat,
termasuk gangguan kesehatan berupa
penyakit tuberkulosis (Notoatmodjo,
2003). Lingkungan rumah juga
merupakan salah satu faktor yang
memberikan pengaruh besar terhadap
status kesehatan penghuninya
(Notoatmodjo, 2003).
Lingkungan rumah merupakan
salah satu faktor yang berperan dalam
penyebaran kuman tuberkulosis.
Kuman tuberkulosis dapat hidup
selama 1 – 2 jam bahkan sampai
beberapa hari hingga berminggu-
minggu tergantung pada ada tidaknya
sinar ultraviolet, ventilasi yang baik,
kelembaban, suhu rumah dan
kepadatan penghuni rumah.
Di Kecamatan Tanggulangin,
saat ini angka kejadian tuberkulosis
cenderung tinggi. Hal ini dibuktikan
dengan meningkatnya jumlah pasien
yang terdiagnosa menderita
tuberkulosis berdasarkan laporan
tahunan pada bagian P2M di
Puskesmas Tanggulangin.
Berdasarkan data tersebut diketahui
bahwa pada tahun 2008, jumlah
pasien yang terdiagnosa menderita
tuberkulosis adalah sejumlah 50
orang.
Berdasarkan kenyataan di
lapangan, tampak bahwa kondisi
rumah-rumah para penderita
tuberkulosis di kecamatan
Tanggulangin pada umumnya kurang
memenuhi persyaratan kesehatan,
yang ditandai dengan kurangnya
ventilasi dan pencahayaan alami
rumah karena ukuran atau jumlah
jendela yang kurang memadai, serta
adanya rumah-rumah yang jendelanya
ditutupi oleh triplek sehingga cahaya
matahari tidak dapat masuk. Selain itu
sinar matahari yang tidak dapat masuk
mengakibatkan keadaan di dalam
rumah cenderung lembab. Banyak
rumah – rumah penduduk yang
dinding rumahnya tampak berlumut
yang menjadi tanda bahwa
kelembaban di rumah tersebut cukup
tinggi. Selain itu didapatkan juga
adanya rumah penduduk yang luas
rumahnya yang tidak sesuai dengan
jumlah penghuni, hal ini sejalan
dengan fakta di lapangan bahwa
sebagian besar penduduk yang
menderita tuberkulosis paru tinggal
dengan keluarga besar (extended
family); jumlah penghuni rumah
menjadi sangat banyak dan
menyebabkan perjubelan
(overcrowded). Hal inilah yang
membuat peneliti merasa tertarik
untuk meneliti tentang ”pengaruh
karakteristik lingkungan fisik rumah
terhadap kejadian tuberkulosis paru di
kecamatan Tanggulangin kabupaten
Sidoarjo”.
Tujuan penelitian adalah
mengetahui pengaruh keadaan
lingkungan fisik rumah, berupa
kepadatan penghuni, pencahayaan,
ventilasi, kelembaban udara, dan suhu
udara rumah penderita tuberkulosis
paru di Kecamatan Tanggulangin
Kabupaten Sidoarjo.
29
Jurnal Infokes STIKES Insan Unggul Surabaya
METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini peneliti
menggunakan disain penelitian
adalah Observasional - kasus-
kontrol,-case-control- yaitu untuk
melihat bagaimana pengaruh antara
keadaan lingkungan fisik rumah
penghuni kasus tuberkulosis paru
dan yang bukan kasus tuberculosis
(kontrol) di Kecamatan
Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo.
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh penderita tuberkulosis paru
di kecamatan Tanggulangin
kabupaten Sidoarjo yang mendapat
pengobatan di puskesmas Kecamatan
Tanggulangin berdasarkan data dari
Puskesmas Tanggulangin antara
bulan Januari sampai bulan
Desember 2008, yang rumahnya
tidak mengalami perubahan baik
sebelum maupun sesudah
terdiagnosis tuberkulosis, yaitu
sebanyak 50 orang.
Subyek penelitian meliputi
seluruh populasi yaitu sebesar 50
orang penderita kasus, dan ditambah
50 orang kontrol.(tidak menderita
tuberculosis paru). Kontrol adalah
penduduk yang tidak menderita
tuberkulosis pada Kecamatan
Tanggulangin yang berkunjung ke
Puskesmas Tanggulangin, yang
kondisi rumahnya tidak mengalami
perubahan antara bulan Januari –
Desember 2008, diambil secara
simple random sampling
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di
wilayah kerja Puskesmas Kecamatan
Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo
pada bulan Pebruari 2009 sampai
dengan April 2009, bersamaan
dengan praktek Kepaniteraan Klinik
Dokter Muda Universitas Wijaya
Kusuma Surabaya.
Cara Pengumpulan, Pengolahan dan
Analisa data
a. Pengumpulan Data
- Data primer berupa pengamatan
variabel kelembaban, suhu udara dan
ventilasi, kepadatan penghuni dan
wawancara dengan responden kepala
KK sampel penderita dan kontrol.
- Data sekunder berupa penderita Tb
yang tercatat di kecamatan
Tanggulangin selama tahun 2008.
b. Pengolahan dan Analisa Data
- Data mentah yang didapat dari hasil
wawancara berdasarkan kuisioner
yang diolah ke dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi secara manual.
- Data Kelayakan Hunian Berdasarkan
Kepadatan Hunian, Pencahayaan Dan
Ventilasi
Untuk kepadatan hunian,
pencahayaan dan ventilasi
dikategorikan dalam skala nominal
yaitu tidak memenuhi syarat dan
memenuhi syarat (lihat tabel III.2),
masing- masing variabel diberikan
nilai minimal 1 dan maksimal 2,
sehingga dari ketiga variabel
(kepadatan, pencahayaan, dan suhu)
diperoleh nilai tertinggi 6.
Penetapan skor kategori keadaan fisik rumah
subyek penelitian, sebagai berikut :
i. Memenuhi Syarat : skor 5 - 6
ii. Tidak memenuhi syarat : skor 3 - 4
Tahap berikut data diuji hipotesa
mengunakan analisis komparatif dua
sampel independen data nominal dengan
rumus Kai Kuadrat dua sampel. Namun
data tersebut juga diberikan skoring yang
dapat diperingkatkan, maka data tersebut
juga sekaligus merupakan data ordinal.
Oleh karena itu data - data tersebut juga
diuji hipotesa menggunakan rumus Mann
30
Jurnal Infokes STIKES Insan Unggul Surabaya
Whitney Test dengan tujuan mendapatkan
hasil yang lebih akurat.
Kategori data nominal untuk kepadatan
hunian, pencahayaan dan ventilasi
No Variabel Keadaan yang
didapat
Kategori Sko
r
1. Kepadatan
hunian
a. Jumlah
kamar
sesuai
dengan
jumlah
penghuni
Memenuh
i syarat
2
b. Jumlah
kamar
tidak
sesuai
dengan
jumlah
penghuni
Tidak
memenuhi
syarat
1
2. Pencahayaan a. Cukup
terang
Memenuh
i syarat
2
b. Kurang
terang /
cenderu
ng gelap
Tidak
memen
uhi
syarat
1
3. Ventilasi a. Ventilas
i cukup
(≥10% dari luas
lantai
ruangan
)
Memen
uhi
syarat
2
b. Ventilas
i tidak
cukup
(<10%
dari luas
lantai
ruangan
)
Tidak
memen
uhi
syarat
1
Sumber : Parameter Survey Kesehatan
Nasional 2002 (modifikasi)
- Data Kelembaban dan Suhu
Suhu dan kelembaban dikategorikan
dalam skala interval berdasarkan data
mentah kelembaban dalam satuan persen
dan suhu dalam satuan derajat Celcius,
kemudian data tersebut diuji hipotesa
menggunakan analisis komparatif dua
sampel independen data interval dengan
rumus t-test dua sampel.
- Semua variabel yang dianalisa gabungan
(Kepadatan hunian, ventilasi,
pencahayaan alami) dinyatakan
sebagai faktor yang dikatagorikan dalam
2 resiko (+ atau-), dihitung Ratio
Odds=RO, dengan, ketentuan sebagai
berikut: : KONTROL
KASUS
RESIKO
+
RESIKO -
RESIKO +
a b
RESIKO –
c d
Bila RO =1, maka pajanan bukan
sebagai faktor resiko.
Bila RO >1, maka pajanan merupakan
faktor resiko.
Bila RO <1, maka pajanan merupakan
faktor protektif.
RO = ad
bc
c. Variabel Penelitian
- Variabel Dependen Sebagai variabel dependen dalam
penelitian ini adalah kejadian
penyakit TB paru pada penduduk di
wilayah kerja Puskesmas
Tanggulangin.
- Variabel independen
Sebagai variabel independen dalam
penelitian ini adalah sanitasi rumah,
yang dilihat dari masing-masing
variabel sanitasi (ventilasi, suhu,
kepadatan penghuni, penerangan
alami, kelembaban) .
31
Jurnal Infokes STIKES Insan Unggul Surabaya
0%24%
76%
<40%
40% - 60%
>60%
0%
74%
26%
<40%
40%-60%
>60%
HASIL
a. Perbedaan Kondisi Rumah Secara
Keseluruhan Berdasarkan Hasil
Skoring kepadatan hunian, kondisi
pencahayaan dan ventilasi.
Tabel
Distribusi frekuensi kondisi rumah
keseluruhan berdasarkan akumulasi skor
kepadatan hunian, kondisi pencahayaan dan
ventilasi pada bulan April 2009
Kategori
Kejadian Tuberkulosis
Jumlah Kasus TB Bukan
TB
f % F %
Tidak
Memenuhi
Syarat
(skor 3-4)
39 78 19 38 44
Memenuhi
Syarat
(skor 5-6)
11 22 31 62 56
Jumlah 50 100 50 100 100
Sumber : Hasil Survey
Gambar
Proporsi kondisi rumah penderita TB paru
dilihat dari kepadatan hunian, kondisi
pencahayaan dan ventilasi
Gambar
Proporsi kondisi rumah bukan
penderita TB paru dilihat dari
kepadatan hunian, kondisi
pencahayaan dan ventilasi
Dari data hasil survey diatas maka
didapatkan bahwa secara keseluruhan dari
akumulasi hasil skoring kepadatan hunian,
kondisi pencahayaan dan ventilasi, tampak
ada perbedaan antara rumah penghuni TB
paru (78 % tidak memenuhi syarat
kesehatan) dengan bukan penderita TB paru
(38% tidak memenuhi syarat kesehatan).
b. Kelembaban Rumah
Tabel
Distribusi frekuensi kondisi
kelembaban rumah responden di
kecamatan Tanggulangin
kabupaten Sidoarjo pada bulan
April 2009
Kategori
Kejadian Tuberkulosis
Jumlah Kasus TB Bukan TB
f % f %
Kurang dari 40% 0 0 0 0 0
Antara 40% - 60% 38 76 13 26 51
Lebih dari 60 % 12 24 37 74 49
Jumlah 50 100 50 100 100
Sumber : Hasil Survey
Gambar
Proporsi kondisi kelembaban di
dalam rumah penderita TB paru
Gambar
Proporsi kondisi kelembaban di
dalam rumah bukan penderita TB
paru
Dari data mentah hasil pengukuran di
lapangan, untuk sementara dapat dilihat
bahwa terdapat perbedaan mengenai kondisi
kelembaban rumah penderita TB paru
dengan rumah bukan penderita TB paru,
dimana rumah penderita TB paru cenderung
memiliki kelembaban tinggi (>60%) , dan
32
Jurnal Infokes STIKES Insan Unggul Surabaya
rumah bukan penderita TB paru memeiliki
kelembaban normal (40% - 60%).
c. Suhu Rumah
Tabel
Distribusi Frekuensi Kondisi Suhu
Rumah Responden di kecamatan
Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo
pada bulan April 2009
Kategori
Kejadian Tuberkulosis
Jumlah Kasus TB Bukan TB
f % f %
Kurang dari 20% 0 0 0 0 0
Antara 20% - 25% 0 0 0 0 0
Lebih dari 25 % 50 100 50 100 100
Jumlah 50 100 50 100 100
Sumber : Hasil Survey
Gambar
Proporsi kondisi suhu rumah penderita TB
paru
Gambar
Proporsi kondisi suhu rumah bukan
penderita TB paru
Dari data mentah hasil
pengukuran di lapangan,
menunjukkan bahwa tidak
terdapat perbedaan antara suhu
rumah penderita TB paru dan
bukan penderita TB paru . Karena
baik rumah penderita TB paru
maupun rumah bukan penderita
TB paru menujukan suhu diatas
25 oC.
ANALISA PENGARUH
KARAKTERISTIK
LINGKUNGAN FISIK
RUMAH TERHADAP
KEJADIAN TB PARU.
a. Analisa Kepadatan penghuni dengan
perhitungan Rasio Odd
Dari tabel IV.1, maka Rasio Odds
dihitung sebagai berikut :
Rasio Odds= (39x31) : (19x11) = 5, 07,
berarti >1, yaitu kepadatan penghuni
rumah merupakan faktor risiko
terjadinya kasus TB
b. Analisa Pencahayaan rumah dengan
perhitungan Rasio Odds
Dari tabel IV.2, maka Rasio Odds
dihitung sebagai berikut:
Rasio Odds= (43x24 ) : (26x7) = 5, 06,
berarti >1, yaitu pencahayaan rumah
merupakan faktor risiko terjadinya kasus
TB
c. Analisa ventilasi rumah dengan
perhitungajn Rasio Odds
Dari tabel IV.3, maka Rasio Odds
dihitung sebagai berikut:
Rasio Odds= (34x40) : (10x16) = 8,05,
berarti >1, yaitu ventilasi rumah
merupakan faktor risiko terjadinya kasus
TB
d. Analisa Data Gabungan Kepadatan
Hunian, Pencahayaan dan Ventilasi
Rumah
Uji Kai Kuadrat Dua Sampel
Kai Kuadrat (X2) digunakan untuk
menguji hipotesa komparatif bila datanya
berbentuk nominal dan sampelnya besar.
Data yang diambil berdasarkan tabel IV.4,
menunjukkan data tersebut data nominal.
Dimana formulasi hipotesanya adalah:
H0 = Tidak ada perbedaan antara rumah
yang tidak memenuhi syarat
kesehatan dan memenuhi syarat
33
Jurnal Infokes STIKES Insan Unggul Surabaya
kesehatan terhadap timbulnya
kejadian TB paru.
H1 = Ada perbedaan antara rumah yang
tidak memenuhi syarat kesehatan
dan memenuhi syarat kesehatan
terhadap timbulnya kejadian TB
paru.
Taraf nyata yang digunakan 5% (0,05),
dengan nilai X2
memiliki derajat bebas
(db) = 1 (n-1), sehingga didapatkan 2
)1( = 3,481
Dengan kriteria pengujian :
H0 diterima (H1 ditolak) apabila 2
0 ≤ 2
)1(
H1 diterima (H0 ditolak) apabila 2
0 > 2
)1(
Tabel
Data untuk uji kai kuadrat dua sampel
Kelompok Tidak
memenuhi
syarat
Skor (3-4)
Memenuhi
syarat
Skor (5-6)
Jumlah
Kasus TB 39 = a 11 = b 50= a+b
Bukan TB 19 = c 31 = d 50 = c+d
Jumlah 58 = a+c 42= b+d 100 = n
))()()((
)2
1..( 2
2
0dcdbcaba
ncbdan
)50)(42)(58)(50(
)1002
119.1131.39(100 2
2
0
= 14,82
Ternyata harga 2
0 lebih besar dari
harga 2
)1( untuk taraf nyata 5%. Dengan
demikian H1 diterima (H0 ditolak), jadi
dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan
antara rumah yang tidak memenuhi syarat
kesehatan dan memenuhi syarat kesehatan
terhadap timbulnya kejadian TB paru.
Uji Mann Whitney
Untuk menambah akurasi hasil
analisa penelitian ini, maka berdasarkan data
rumah yang memenuhi syarat dan yang tidak
memenuhi syarat dari akumulasi skoring
kepadatan hunian, pencahayaan dan
ventilasi, dilakukan uji lagi menggunakan
uji Mann Whitney.
Uji ini digunakan untuk menguji
hipotesa komparatif dua sampel yang
independen bila datanya berbentuk ordinal.
Data dalam tabel IV.4 yang awalnya
merupakan data nominal, akhirnya diubah
menjadi data ordinal (lihat lampiran),
berdasarkan peringkat skoring.
Data tersebut diolah secara otomatis
menggunakan program SPSS 12 for
Windows, dimana formulasi hipotesanya
adalah :
H0 = Tidak ada perbedaan antara rumah
yang tidak memenuhi syarat
kesehatan dan memenuhi syarat
kesehatan terhadap timbulnya
kejadian TB paru.
H1 = Ada perbedaan antara rumah yang
tidak memenuhi syarat kesehatan
dan memenuhi syarat kesehatan
terhadap timbulnya kejadian TB
paru.
Taraf nyata yang digunakan 5% (0,05)
sehingga =0,05
Dengan kriteria pengujian :
H0 diterima (H1 ditolak) apabila Asymp
Sig. ≥
H1 diterima (H0 ditolak) apabila Asymp
Sig. <
34
Jurnal Infokes STIKES Insan Unggul Surabaya
Tabel
Tabel Hasil Uji Mann Whitney
Dari hasil uji Mann Whitney
menggunakan SPSS 12 for
Windows ternyata didapatkan
hasil Asymp = 0.000 < = 0,05.
Dengan demikian H1 diterima
(H0 ditolak), sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada
perbedaan antara rumah yang
tidak memenuhi syarat kesehatan
dan memenuhi syarat kesehatan
terhadap timbulnya kejadian TB
paru.
e. Analisa Data Kelembaban Rumah
Data mentah kelembaban rumah
yang diukur dengan Hygrometer, yang
merupakan data interval diolah dengan uji
hipotesa menggunakan rumus t-test dua
sampel secara otomatis menggunakan
program SPSS 12 for Windows, dimana
formulasi hipotesanya adalah :
H0 = Tidak ada perbedaan kelembaban
pada rumah penderita TB paru dan
rumah bukan penderita TB paru .
H1 = Ada perbedaan kelembaban pada
rumah penderita TB paru dan
rumah bukan penderita TB paru .
Taraf nyata yang digunakan 5% (0,05)
sehingga =0,05
Dengan kriteria pengujian :
H0 diterima (H1ditolak) apabila Asymp
Sig. ≥
H1 diterima (H0ditolak) apabila Asymp
Sig.<
Ranks
Status Kasus N Mean Rank Sum of Ranks
Kondisi Rumah TB Bkn TB Total
50 50
100
41.00 60.00
2050.00 3000.00
Test Statistics
Kondisi Rumah
Asymp Sig. (2tailed) .000
35
Jurnal Infokes STIKES Insan Unggul Surabaya
Tabel
Tabel hasil uji t-test untuk kelembaban rumah
Dari hasil uji t-test menggunakan SPSS 12 for Windows ternyata didapatkan
hasil Asymp Sig = 0.000 < = 0,05. Dengan demikian H1 diterima (H0 ditolak),
sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan kelembaban pada rumah penderita
TB paru dan rumah bukan penderita TB paru .
f. Analisa Data Suhu Rumah
Data mentah suhu rumah yang
diukur dengan Thermometer yang
merupakan data interval akan dianalisis
dengan uji hipotesa menggunakan rumus t-
test dua sampel secara otomatis
menggunakan program SPSS 12 for
Windows, dimana formulasi hipotesanya
adalah :
H0 = Tidak ada perbedaan suhu pada
rumah penderita TB paru dan rumah
bukan penderita TB paru .
H1 = Ada perbedaan suhu
pada rumah penderita TB paru
dan rumah bukan penderita
TB paru .
Taraf nyata yang digunakan
5% (0,05) sehingga =0,05
Dengan kriteria pengujian :
H0 diterima (H1ditolak)
apabila Asymp Sig. ≥
H1 diterima (H0ditolak)
apabila Asymp Sig. <
Group Statistics
Status Kasus N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Kelembaban rumah (%) TB Bkn TB
50 50
63.4000 60.5200
2.62640 .88617
.37143
.12532
Independent Sample Test
t-test for Equality of Means
t
df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Kelembaban rumah (%) Equal variances assumed Equal variances not assumed
7.347
7.347
98
60.014
.000
.000
2.88000
2.88000
36
Jurnal Infokes STIKES Insan Unggul Surabaya
Tabel hasil uji t-test untuk suhu
rumah
Dari hasil uji t-test menggunakan SPSS 12 for Windows ternyata didapatkan
hasil Asymp Sig = 0.124 > = 0,05. Dengan demikian H0 diterima (H1 ditolak),
sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan suhu pada rumah penderita
TB paru dan rumah bukan penderita TB paru .
PEMBAHASAN
a. Pengaruh kepadatan penghuni
terhadap kasus TB paru
Secara analisis variabel mandiri untuk
kepadatan penghuni, dilakukan dengan
perhitungan Rasio Odds (RO) untuk mencari
adanya pengaruh faktor resiko(+), sebagai
kepadatan penghuni yang memenuhi syarat,
dan kepadatan penghuni yang tidak
memenuhi syarat, sebagai faktor resiko (-).
Hasil perhitungan adalah RO adalah
5,07 , berarti >1, yaitu kepadatan penghuni
rumah yang tidak memenuhi syarat,
merupakan faktor risiko terjadinya kasus
TB. Secara empiris dari penelitian Michael
Clark dkk, membuktikan bahwa daerah
dengan kepadatan penghuni per kamar
semakin tinggi menunjukkan angka kasus
TB semakin tinggi pula (Clark M,et al.,
2002).Atas pertimbangan tersebut, maka
tentang kepadatan penghuni di perumahan,
pelu mendapat pula prioritas perhatian .
Bahkan di Amerika Serikat ada data
menyebutkan tidakmemenuhi syaratnya
ventilasi dan kepadatan penghuni per kamar
menjadi epidemic tuberkulosis satu abad
yang lalu (Stein, 1950) dan memang oleh
WHO dinyatakan kasus tuberkulosis sebagai
problem yang signifikan, dengan
menyebabkan angka kematian 2 juta tahun
2002 (WHO, 2004)
Pengaruh pencahayaan alami rumah
terhadap kasus TB paru
Dari analisis variabel mandiri untuk
pencahayaan rumah , dilakukan dengan
perhitungan Rasio Odds (RO) untuk mencari
adanya pengaruh faktor resiko(+), sebagai
pencahayaan rumah yang memenuhi syarat,
dan pencahayaan rumah` yang tidak
memenuhi syarat, sebagai faktor resiko (-).
Hasil perhitungan adalah RO
adalah 5,06 , berarti >1, pencahayaan
rumah yang tidak memenuhi syarat
faktor risiko terjadinya kasus
TB.Secara teoritis cahaya matahari
yang kurang, mempengaruhi
Group Statistics
Status Kasus N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Suhu rumah (oC) TB
Bkn TB 50 50
30.1600 29.7000
1.44787 1.51523
.20476
.21429
Independent Sample Test
t-test for Equality of Means
t
df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Suhu rumah (oC) Equal variances
assumed Equal variances not assumed
1.552
1.552
98
97.798
.124
.124
.46000
.46000
37
Jurnal Infokes STIKES Insan Unggul Surabaya
perkembangan bakteri
M.tubercuolosis.
Dalam penelitian lain, yaitu
penelitian hubungan penerangan
alami dengan kejadian ISPA pada
balita, Yusuf NA dan Lilis
Sulistyorini, membuktikan bahwa
dalam penelitiannya di Surabaya,
rumah yang kurang mendapat
penerangan alami terdapat sebagian
besar r4esponden menderita ISPA
(76,5 %) dan sebanyak 23,5 % tidak
ISPA (Yusuf NA dan Lilis
Sulistyorini, 2005).Pembuktian
dengan uji Chi-Square secara
signifikan ada hubungan antara
rumah dengan penerangan alami
dengan kasus ISPA pada balita.
Dalam penelitian tersebut, walapun
dari penyakit yang berbeda, namun
secara substansial peran penerangan
alami sangat potensial dalam
perkembangan suatu kuman,
tentunya termasuk kuman
tuberkulosis.
Atas pertimbangan tersebut,
maka, penerangan alami di rumah,
khususnya bagi umah dengan
penghuni ang ada pendeita TB, perlu
selalu mendapat penyuluhan yang
kontinyu.
Pengaruh ventilasi rumah
terhadap kasus TB paru Dari analisis variabel
mandiri untuk venilasi rumah ,
dilakukan denganperhitungan Rasio
Odds (RO) untuk mencari adanya
pengaruh faktor resiko(+), sebagai
ventilasi rumah yang memenuhi
syarat, dan ventilasi rumah`yang
tidak memenuhi syarat, sebagai
faktor resiko (-).
BHasil perhitungan adalah
RO adalah 8,05, berarti >1, ventilasi
rumah yang tidak memenuhi syarat
merupakan faktor risiko terjadinya
kasus TB. Suatu ventilasi yang tidak
memenuhi syarat, dampak yang
timbul membuat perabot yang ada di
rumah menjadi lembab( Markus TA,
1993) Disamping itu kelembaban
tersebut mengakibatkan tumbuhnya
subur binatang seerti kecoak, virus
penapasan, jamur, dan sangat
memegang peran dalam timbulnya
penyakit patogenis saluran
pernapasan (Karim YG,et al, 1985)
b. Bahasan Pengaruh Persyaratan
Rumah Berdasar Analisa
Gabungan Kepadatan,
Pencahayaan Dan Ventilasi
Rumah
Berdasarkan uji hipotesa data
nominal dengan rumus Kai kuadrat
dan uji hipotesa data ordinal dengan
rumus Mann Whitney Test
didapatkan data bahwa rumah yang
memenuhi syarat kesehatan rumah
berdasarkan variabel kepadatan
hunian, kondisi pencahayaan dan
ventilasi, memiliki pengaruh yang
bermakna dengan kejadian TB paru
pada penduduk kecamatan
Tanggulangin kabupaten Sidoarjo.
Dapat dipahami, bahwa
penyakit TB paru ditularkan dari
penderita TB paru BTA (+) melalui
droplet nuclei yang dibatukkan atau
dibersinkan oleh seorang penderita
kepada orang lain, dan dapat
menularkan pada 10-15 orang
disekitarnya, terutama anak-anak
(Depkes RI, 2002). Oleh karena itu,
kepadatan penghuni yang berlebihan
(overcrowded) sangat berpengaruh
dengan penularan infeksi TB paru
,seperti yang disampaikan oleh Stein
L (Stein L, 1950)
Menurut Puslit Ekologi
Kesehatan (1991), tingkat penularan
TB paru di lingkungan rumah
38
Jurnal Infokes STIKES Insan Unggul Surabaya
penderita cukup tinggi, dimana
seorang penderita rata-rata dapat
menularkan kepada 2-3 orang di
dalam rumahnya. Oleh karena itu,
dapatlah dimengerti bahwa
terjadinya TB paru dipengaruhi oleh
kepadatan penghuni yang tidak
memenuhi syarat kesehatan.
Keadaan ventilasi juga
berpengaruh terhadap kejadian TB
paru di kecamatan Tanggulangin
kabupaten Sidoarjo. Hal tersebut
dapat dipahami, karena ventilasi
memiliki berbagai fungsi,
diantaranya adalah untuk
membebaskan ruangan rumah dari
bakteri-bakteri patogen, terutama
kuman tuberkulosis. Kuman TB
yang ditularkan melalui droplet
nuclei, dapat melayang di udara
karena memliliki ukuran yang sangat
kecil, yaitu sekitar 50 mikron.
Apabila ventilasi rumah memenuhi
syarat kesehatan, maka kuman TB
dapat terbawa ke luar ruangan
rumah, tetapi apabila ventilasinya
buruk makan kuman TB akan tetap
ada di dalam rumah. Selain itu
ventilasi yang tidak memenuhi syarat
kesehatan akan mengakibatkan
terhalangnya sinar matahari masuk
ke dalam rumah, padahal kuman TB
hanya dapat terbunuh oleh sinar
matahari langsung (Depkes RI,
2002;Notoatmodjo, 2003; Girsang,
1999; Salvato dalam Lubis, 1989;
Supraptini, 1999; Prihardi, 2002).
Agar cahaya matahari cukup
pada pagi dan siang hari, diperlukan
luas ventilasi dan jendela yang
memenuhi syarat kesehatan. Kamar
tidur sebaiknya berada di sebelah
timur untuk memberi kesempatan
masuknya ultraviolet yang ada
didalam sinar matahari pagi.
Dari data mentah hasil
pengukuran kelembaban di lapangan
ditemukan bahwa rumah penderita
TB paru memiliki kelembaban yang
cenderung tinggi. Selanjutnya
berdasarkan uji hipotesa
menggunakan rumus t-test untuk
data kelembaban tersebut yang
dikategorikan sebagai data interval,
juga menujukkan adanya perbedaan
antara kondisi kelembaban pada
rumah penderita TB paru dan rumah
bukan penderita TB paru .
Hal ini bisa dianggap sebagai
faktor yang ikut mendukung
terjadinya TB paru pada penduduk di
kecamatan Tanggulangin kabupaten
Sidoarjo, sebab dapat dipahami
bahwa kelembaban rumah yang tidak
memenuhi syarat kesehatan akan
menjadi media yang baik bagi
pertumbuhan berbagai
mikroorganisme seperti bakteri,
spiroket, ricketsia, virus dan
mikroorganisme yang dapat masuk
ke dalam tubuh manusia melalui
udara sehingga dapat menyebabkan
terjadinya infeksi pernafasan pada
penghuninya.
Kuman Tuberkulosis dapat
hidup baik pada lingkungan yang
lembab (Depkes RI, 2002;
Notoatmodjo, 2003; Salvato dalam
Lubis, 1989; Supraptini, 1999;
Prihardi, 2002). Selain itu karena air
membentuk lebih dari 80% volume
sel bakteri dan merupakan hal yang
esensial untuk pertumbuhan dan
kelangsungan hidup sel bakteri,
maka kuman TB dapat bertahan
hidup pada tempat sejuk, lembab dan
gelap tanpa sinar matahari sampai
bertahun-tahun lamanya
(Atmosukarto, 2000; Gould dan
Brooker, 2003).
39
Jurnal Infokes STIKES Insan Unggul Surabaya
Berdasarkan hasil uji
hipotesa menggunakan rumus t-test,
dalam penelitian ini didapatkan
bahwa tidak ada perbedaan suhu
pada rumah penderita TB paru dan
rumah bukan penderita TB paru .
Dari pengukuran di lapangan
didapatkan data bahwa rata-rata suhu
rumah penderita TB paru adalah
30,16 ºC dan rata-rata suhu rumah
bukan penderita TB paru adalah
29,70 ºC. Pada kisaran suhu ini
sebenarnya memungkinkan bakteri
tuberkulosis untuk hidup. Menurut
Gould dan Brooker (2003), bakteri
Mycobacterium tuberculosis
memiliki rentang suhu yang disukai,
tetapi pada rentang suhu ini terdapat
suatu suhu optimum yang
memungkinkan mereka tumbuh
pesat. Mycobacterium tuberculosis
merupakan bakteri mesofilik yang
tumbuh subur dalam rentang 25 –
40º C, tetapi akan tumbuh secara
optimal pada suhu 31 – 37 º C
(Depkes RI, 1989; Gould dan
Brooker, 2002; Gibson, 1996;
Girsang, 1999; Salvato dalam Lubis,
1989).
Berdasarkan uraian diatas,
maka dapat dipahami bahwa
sebenarnya suhu rumah berpengaruh
terhadap kemampuan hidup kuman
TB. Tetapi, variabel suhu rumah
dalam penelitian ini tidak
berpengaruh terhadap kejadian TB
paru di kecamatan Tanggulangin
kabupaten Sidoarjo karena tidak ada
perbedaan antara suhu rumah
penderita TB paru dan bukan
penderita TB paru.
KESIMPULAN
Secara umum, berdasarkan hasil
penelitian, pengolahan data, analisa
data serta pembahasan yang ada,
maka peneliti mengambil
kesimpulan bahwa :
(1) Terbukti ada pengaruh antara
kepadatan penghuni rumah dengan
kejadian TB paru di Kecamatan
Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo.
(2) Terbukti ada pengaruh antara
keadaan pencahayaan rumah dengan
kejadian TB paru di Kecamatan
Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo.
(3) Terbukti ada pengaruh antara
keadaan ventilasi rumah dengan
kejadian TB paru di Kecamatan
Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo.
(4) Terbukti ada pengaruh antara
kelembaban udara dalam rumah
dengan kejadian TB paru di
Kecamatan Tanggulangin Kabupaten
Sidoarjo.
(5) Untuk variabel suhu rumah,
disimpulkan bahwa secara teoritis
suhu berpengaruh pada kemampuan
hidup kuman TB paru, namun dalam
penelitian ini suhu rumah tidak
berpengaruh terhadap kejadian TB
paru di Kecamatan Tanggulangin
Kabupaten Sidoarjo, sehingga masih
perlu kajian lebih lanjut
KEPUSTAKAAN
-----------------------.1989. Bakteriologi
Klinik. Depkes RI. Jakarta.
----------------------- 1990. Buku Pegangan
Kader Penyehatan Kesehatan
Lingkungan. Depkes RI (Dirjen
PPM dan PLP). Jakarta.
------------------.2002. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis.
DinasP2M. Jakarta
------------------.2002. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Rineka Cipta.
Jakarta
Aditama, T. 2000. Tuberkulosis: Diagnosis,
Tatalaksana dan Masalahnya. UI
Press.Jakarta.
40
Jurnal Infokes STIKES Insan Unggul Surabaya
APHA Program Area Comitte on Housing
and Health.1968.Basic health
principles of housing and its
environmen6t.Am J Public
Healthj;59:841-851
Ariati, J dan Boesri. 1998. Variabel
Epidemiologi Penyakit Menular;
Majalah Kesehatan Masyarakat
No. 19 Thn. 1998, Depkes RI.
Jakarta
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktek. Edisi
Revisi V. Rineka Cipta. Jakarta
Atmosukarto dan Sri Soewasti. 2000. Media
Litbang Kesehatan, Vol. 9 ;
Pengaruh Lingkungan
Pemukiman dalamPenyebaran
Tuberkulosis. Depkes RI. Jakarta
Azwar, A. 1990. Pengantar Ilmu Kesehatan
Lingkungan. Mutiara
SumberDaya. Jakarta.
Beaglehole, R dan Bonita, R. 1997. Dasar-
dasar Epidemiologi.
GadjahMada University Press.
Yogyakarta.
Catzel, P dan Robert, I. 1995. Kapita Selekta
Pediatri. EGC. Jakarta.
Collins KJ.1986.Low indoor temperatures
and morbidity in the eldery.Age
Ageing ;15:212-220
Cordoso Maria Regina Alves, Simon
Nicholas Cousens,Luiz
Fermando de Goes
Siqueira,Fatima Maria Alves and
Luiz Antonio V
D’Angelo.2004.Crowding:risk
factor or protective factor for
lower respiratory disease in
young children.BMC Publiuc
Health;4:1-8
Crofton, J, dkk. 1995. Tuberkulosis Klinik.
Widya Medika. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1989.
Pengawasan Penyehatan
Lingkungan Pemukiman. Depkes
RI. Jakarta.
Dirjen Pengendalian Penyakit dan
penyehatan
Lingkungan.2005.Manual
Pemberantasan Penyakit
Menular.Departemen Kesehatan
RI,Jakarta
Dunn JR,Hayes MV.2000.Social inequality,
population health, and housing: a
study of two Vancouver
neighborhoods.Sos Sci Med; 51:563-
587
Evans J,Hyndman S,Stewart-Brown S,Smith
D, Petersen S.2000.An
epidedemiological study of the
relativeimportance of damp housing
in relationm to adulth health.J
Epidemiol Health;54:677-686
FKUI. 1998. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan
Anak. FKUI. Jakarta.
Fletcher. 1992. Sari Epidemiologi Klinik.
Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Clark Michael, Peter Riben, and Earl
Nowgesic.2002.The association of
housinhg density, isolation and
tuberculosis in Canadian First
Nations communities. International
Journal of Epidemiology;31:940-945
Gibson, J.M. 1996. Mikrobiologi dan
Patologi Modern untuk Perawat.
EGC.Jakarta
Girsang, M. 1999. Media Litbang Kesehatan
Vo. IX No. 3 tahun 1999: Kesalahan-
kesalahan dalam Pemeriksaan
Sputum BTA pada Program
Penanggulangan terhadap Beberapa
Pemeriksaan dan Identifikasi
Penyakit TBC. Depkes. Jakarta
Gould, D dan Brooker, C. 2003.
Mikrobiologi Terapan untuk
Perawat. EGC. Jakarta.
Hasan Iqbal. 2004. Analisis Data Penelitian
Dengan Statistik. Bumi Aksara.
Jakarta.
Jenkins. 1992. The Microbiology of
Tuberculosis During 1990. Houston
41
Jurnal Infokes STIKES Insan Unggul Surabaya
Kartasasmita, C. 2002. Pencegahan
Tuberkulisis pada Bayi dan Anak.
Available at URL from :
http//www.depkes.com on Maret
25, 2009
Karim YG, Ijaz MK, Sattar SA,Johnson
Levussemburg CM.19/85.Eff ect
of realtive humidity on the
airborne survival of rhinovirus-
14.Can J Microbiol 31:1058-1061
Krieger J, and Donna L.H. 2002. Housing
and Health: Time Agaian for
Public H~ealth Action.American
Journal of Public Health, May
2002,Vol 92,No.5 :758-768
Lennihan dan Fletter. 1989. Health and
Environment. Academic Press.
San Fransisco
Lienhardt, K Fielding, JS Sillah, B Bah, P
Gustafson, D Warndorff,M
Papayew, I Lisse, S Donkor, S
diallo, K Manneh, R Adegbola, P
Aab6y, O BahSow, S Bennet and
K McAdam, 2005.Investigation of
the risk factors for tuberculosis: a
case control study in three
countries in West Africa.
Lubis, P. 1989. Perumahan Sehat. Jakarta:
Depkes RI
Markus TA.1993 .Cold, condensation and
housing poverty.In: Burridge %R,
Ormandy D, eds.Unhealthy
Housing: research,Remedies and
Reform.New ork, NY:Spon
Press;141-167
Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan
Masyarakat, Prinsip-prinsip
Dasar. Rineka Cipta. Jakarta
Prihardi, D. 2002. Ancaman Masa Depan
Anak Indonesia. Available at URL
from http//www.depkes.com
(cited on 2009, Maret 25).
Rosen G.1958.A History of Public
Health.New York, NY:MD
Publications
Rosmayudi, O. 2002. Diagnosis dan
Pengobatan Tuberkulosis pada Bayi
dan Anak. Available at URL from :
http//www.depkes.com on 2009,
Maret, 2009.
Sanropie, D. 1991. Pengawasan Penyeharan
Lingkungan Pemukiman. Dirjen
PPM dan PLP. Jakarta
Siegel, S. 1997. Statistik Non Parametrik:
untuk Ilmu-ilmu Sosial. Gramedia.
Jakarta.
Stanhope and Lancester. 1989. Community
Health Nursing. Mosby Company.
St. Louis, USA.
Starke, J.R. 1996. Tuberculosis in Nelson
WE (Ed), Textbook of Pediatrics,
15th ed. WB Saunders. Philadelphia.
Stein L.1950.A Sstudy of respiratory
turbeculosis in relation to housing
condition in Edinburg;the pre war
period.Br.J Soc Med; 4:143-169
Sudarso. 2007. Membuat Karya Tulis Ilmiah
Bidang Kesehatan; Dengan
Penjelasan Dasar Metodologi
Penelitian dan Desain Penelitian
Kesehatan. Perc.
Dua Tujuh. Surabaya.
Sudjana. 1996. Metode Statistika. Tarsito.
Bandung
Sugiyono. 2009. Statistik untuk Penelitian.
Alfabeta. Bandung.
upraptini, dkk. 1999. Pemeriksaan
Bakteriologik Lingkungan Rumah
Sakit Tuberculosa Pari Cisarua
Bogor. Media litbang Kesehatan Vol.
IX No.3 tahun 1999. Jakarta
TECHO,Thermal Environmental Conditions
for Human
Occupancy.1981.American Society
of Heating,Refrigerating, and Air-
Conditioning Engineers.ASHRAE
Standard ANSI?ASHRAE 55
42
Jurnal Infokes STIKES Insan Unggul Surabaya
Walton, P. 1991. Environment Health.
Academic Press. New York
WHO.2008.Estmasted burden TB
Insicidence and Prevalence 1990 –
2007. Avalaible at URL from :
http://www.who.int/tb (cited
2009,March 15)
WHO,2004. Tuberculocis Fact Sheet.World
Health Organization.Available at
URL from :
http://www.who.int/mediacentre/fa
ctsheets/fs104/en (accessed April
2008).
World Health Organization.1988.Guidelines
for Healthy Housing.Health
Seriesd 321.WHO:Regional Office
for Europe.
Yusuf N A, Lilis Sulistyorini. 2005.
Hubungan sanitasi rumah secara
fisik dengan kejadian ISPA pada
balita.Jurnal Kesehatan
Lingkungan,Vol.I,No.2 Januari
2005
43
top related