analisis efektifitas pemberdayaan dana zakat, infak, sedekah, dan...
Post on 09-Mar-2019
225 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
ANALISIS EFEKTIFITAS PEMBERDAYAAN DANA ZAKAT, INFAK,
SEDEKAH, DAN WAKAF (ZISWAF) LEMBAGA AMIL ZAKAT
NASIONAL POS KEADILAN PEDULI UMAT (PKPU) CABANG
SEMARANG PADA PROSMILING TERPADU DAN PROGRAM
KLINIK PEDULI
Shandy Dwi Fernandi
Arif Pujiyono, S.E., M.Si
ABSTRACT
Poverty is a major problem in Indonesia's economy. Economic growth without income
distribution will not be able to alleviate poverty. The government have been efforts to reduce
the inequalities with the society through zakkah instruments, infak, sedekah, and wakaf, with
legalize Act No. 38 of 1999 on Management of Zakkah. With a potential of up to Rp 217
Trillion in 2011, then there needs to be an evaluation of the management program ZISWAF
funds that aim to alleviate poverty, particularly in Integrated Public Health Program Mobile
(PROSMILING) Programs and Care Clinic PKPU Branch Semarang in January to February
of 2011.
The Research uses quantitative description analysis and cost-effectiveness analysis in
looking at the level of effectiveness and efficiency of ZISWAF financial empowerment.
Respondents who studied in the research reached 145 people as a population sample of 580
people recorded as participants PROSMILING and 46 samples from 184 people recorded as
the participant population Clinical Care Programs PKPU Branch Semarang.
Based on the analysis, the success of health Integrated PROSMILING respondents
achieved was 70% with a total cost of Rp 1.738.750,00. Costs required to achieve the optimal
level of effectiveness of Rp 17.215,35. While in Clinical Care Program, the success achieved
in the form of health respondents is 100% with a total cost of Rp 2.100.000,00. Costs
required to achieve the level of optimum effectiveness Rp 45.652,17. Thus, Integrated
PROSMILING more effective and efficient than Care Clinic Program PKPU Branch
Semarang in the empowerment fund ZISWAF in Semarang City in January to February 2011.
Keywords: Poverty, ZISWAF, PKPU, PROSMILING, Clinical Care, Effectiveness.
2
PENDAHULUAN
Kemiskinan merupakan masalah yang sulit dihilangkan dari kehidupan di dunia, tanpa
terkecuali bangsa Indonesia. Masalah yang sejatinya telah lama hadir sejak bangsa ini
menyatakan kemerdekaanya pada tahun 1945. Badan Pusat Statistik (2011) menunjukkan
bahwa sekitar 31 Juta penduduk Indonesia berada dalam kategori miskin pada tahun 2010.
Jumlah tersebut setara dengan 13,33 % dari total jumlah penduduk Indonesia. Salah satu
faktor penyebab kemiskinan di Indonesia adalah ketimpangan sosial. Menurut Todaro (2003),
tingkat pendapatan nasional yang tinggi tanpa disertai distribusi yang merata tidak akan
mengurangi kemiskinan, distribusi kemiskinan tanpa perbaikan dari segi jumlah pendapatan
nasional tetap akan memperluas kemelaratan.
Standar kemiskinan yang ditetapkan pemerintah pun sangat memprihantinkan, dimana
penduduk yang dikategorikan miskin adalah mereka yang memiliki pendapatan kurang dari
Rp 211.726,00, jauh dari standar yang ditetapkan oleh Bank Dunia yang sebesar $1 per hari
atau $2 per hari. Jika dikalikan dengan asumsi kurs sebesar Rp 8.500,00 per dolar, maka
sewajarnya standar kemiskinan masyarakat dengan dasar dari bank dunia adalah Rp
255.000,00 atau Rp 510.000,00 per jiwa per bulan.
Tabel 1
Jumlah, Prosentase, dan Garis Kemiskinan Menurut BPS Tahun 2007 – 2010
Tahun 2007 2008 2009 2010
Jumlah (jiwa) 37,168 Juta 34,963 Juta 32,530 Juta 31,023 Juta
Persentase 16,58 % 15,42 % 14,15 % 13,33 %
Garis Kemiskinan Rp 166.697,00 Rp 182.636,00 Rp 200.262,00 Rp 211.726
Sumber: BPS (2011)
Dalam pembangunan ekonomi, Sujudi (2003) menjelaskan bahwa manusia dapat
berada di dua posisi. Pertama sebagai obyek karena pembangunan ekonomi memiliki tujuan
untuk menyejahterakan manusia, dan kedua sebagai subyek karena manusia merupakan
pelaku dari pembangunan ekonomi tersebut. Salah satu faktor yang dapat menunjukkan
kualitas kehidupan manusia adalah kesehatan. Badan Pusat Statistik (2011) dalam indikator
kesehatan masyarakat Indonesia memperlihatkan adanya penurunan kualitas kesehatan
masyarakat Indonesia sejak tahun 2000 hingga 2010. Potret kondisi kesehatan masyarakat
Indonesia yang memprihatinkan tersebut semakin terlihat menyedihkan manakala kucuran
dana yang dialokasikan pada sektor kesehatan meningkat secara signifikan. Data Kementrian
3
Keuangan (2011) menunjukkan bahwa sejak tahun 2005 hingga 2010 anggaran bagi
Kementrian Kesehatan selalu meningkat mulai Rp 6,5 Triliun pada tahun 2005 hingga Rp
23,8 Triliun pada tahun 2010.
Tabel 2
Total Anggaran Kesehatan APBN dan Proporsi Peningkatan
Tahun 2005 – 2010
Tahun APBN Kemetrian Kesehatan
(Rupiah)
Proporsi
Peningkatan Keterangan
2005 6.508,9 Miliar - Realisasi
2006 12.260,6 Miliar 88,37 % Realisasi
2007 15.530,6 Miliar 26,67 % Realisasi
2008 15.871,9 Miliar 2,2 % Realisasi
2009 18.001,5 Miliar 13,42 % Realisasi
2010 23.796,8 Miliar 32,2 % APBN-P
Sumber: Kementrian Keuangan (2011)
Dalam Sistem Kesehatan Nasional, Wasisto, dkk (1986) menyatakan bahwa untuk
mencapai tujuan dan sasaran pembangunan kesehatan diperlukan dana, baik yang bersumber
dari pemerintah maupun masyarakat. Dengan dasar Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999
tentang Pengelolaan Zakat, masyarakat dapat memberikan kontribusinya untuk membantu
pemerintah dalam pemerataan pendapatan masyarakat untuk pengentasan kemiskinan melalui
program pembangunan kesehatan di Indonesia dengan sarana Zakat, Infak, Sedekah, dan
Wakaf (ZISWAF). Payung hukum inilah yang mendorong banyak tumbuhnya Badan Amil
Zakat dan Lembaga Amil Zakat di Indonesia, termasuk Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU)
yang telah berdiri sejak tahun 1999.
Sejak tahun 2004 – 2010, PKPU (2011) telah memberdayakan dana ZISWAF kepada
masyarakat miskin di Indonesia sebesar Rp 266,247 Miliar. Inovasi program yang menarik
dan kinerja yang positif membuat PKPU menjadi salah satu rujukan terbaik bagi masyarakat
ataupun pemerintah untuk menyalurkan dana ZISWAF kepada masyarakat miskin. Berbagai
program unggulan, khususnya pada sektor kesehatan, seperti Program Kesehatan Masyarakat
Keliling (PROSMILING) Terpadu dan Program Klinik Peduli, telah menjadikan PKPU
sebagai bagian dari solusi kehidupan kesehatan di Indonesia. Namun, semua nilai positif
tersebut perlu ditingkatkan kembali dengan evaluasi kinerja dan pembiayaan program agar
4
semakin profesional dan produktif dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat
miskin.
Tabel 3
Total Pemberdayaan Dana ZISWAF PKPU Tahun 2004 – 2010
Tahun Dana Pemberdayaan ZISWAF PKPU (Rp) Proporsi Peningkatan
2004 6,656 Miliar -
2005 37,003 Miliar 455,93 %
2006 43,268 Miliar 16,93 %
2007 34,014 Miliar (21,39) %
2008 36,501 Miliar 7,31 %
2009 42,935 Miliar 17,63 %
2010 65,870 Miliar 53,42 %
TOTAL 266,247 Miliar 88,31 %
Sumber: PKPU (2011)
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang diangkat dalam
penelitian kali ini yaitu, apakah pembiayaan dana ZISWAF yang digunakan pada
PROSMILING Terpadu dan Program Klinik Peduli PKPU Cabang Semarang efektif dan
tepat sasaran bagi kesehatan masyarakat miskin Kota Semarang?
TELAAH PUSTAKA
Pembiayaan sektor kesehatan dalam ilmu ekonomi masuk dalam ranah ekonomi
publik. Hamzah (2010) menjelaskan bahwa ekonomi publik mempelajari mengenai
penyediaan barang dan jasa yang tidak dapat disediakan secara efisien oleh mekanisme pasar.
Dalam analisisnya pun, ekonomi publik merujuk pada ketidakmampuan mekanisme pasar
untuk menginternalisasikan unsur-unsur signifikan yang sulit diukur dampak ekonomisnya,
seperti ekses pencemaran lingkungan, dan hal ini sering dikatakan dengan istilah adanya
kegagalan pasar. Dalam sudut pandang ekonomi Islam, instrumen fiskal yang digunakan
dalam pembiayaan sektor publik, seperti pada pembangunan kesehatan, adalah Zakat, Infak,
Sedekah, dan Wakaf (ZISWAF). Manan (1993) dalam Nasution (2006) berpendapat bahwa
kebijakasanaan fiskal bertujuan untuk mengembangkan suatu masyarakat yang didasarkan
5
atas distribusi kekayaan berimbang dengan menempatkan nilai-nilai material dan spiritual
pada tingkat yang sama.
Pembiayaan sektor kesehatan dengan tujuan peningkatan kualitas kehidupan manusia
sebagai subyek pembangunan ekonomi, didasarkan pada prinsip ekonomi klasik yang
mengatakan bahwa manusia sebagai salah satu faktor produksi yang penting. Berawal dari
pemikiran klasik tersebut, berikutnya muncul paham ekonomi neo klasik yang memfokuskan
pada tingkah laku individu dan perusahaan dalam memilih sumber daya yang ada. Menurut
pandangan Solow (1956) dalam Mankiw, dkk (1992) penduduk dimasukkan ke dalam model
sebagai angkatan kerja, sebagai salah satu input dalam mencapai pertumbuhan ekonomi,
sebagaimana yang dijelaskan secara sederhana pada fungsi produksi berikut ini.
Q = f (K,L)
Dimana Q = output
K = modal fisik
L = modal manusia
dalam persamaan tersebut variabel demografi hanya diwakili oleh variabel modal manusia
(L) yang hanya diukur dengan pendekatan jumlah angkatan kerja atau pertumbuhan angkatan
kerja tanpa memasukkan adanya kaitan antara pertumbuhan ekonomi terhadap kelahiran,
kematian serta perpindahan penduduk.
Model yang dikembangkan oleh Solow (1956) dalam Mankiw, dkk (1992) ini
menerangkan bahwa pertumbuhan output agregat dalam perekonomian ditentukan oleh dua
hal utama, yaitu pertumbuhan parsial dari masing-masing faktor produksi yang dipakai
(kapital dan tenaga kerja) serta proses teknologi yang dicerminkan pada peningkatan total
produktivitas (TFP). Perkembangan pemikiran mengenai model tersebut telah dicoba
diterangkan dalam fungsi Cobb-Douglas yang diperluas kembali dengan menambahkan
variabel human capital yang sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, kesehatan dan
kondisi lainnya sehingga terbentukah fungsi sebagi berikut:
Y = A0 Kβk
Hβh
Lβl
dimana Y adalah output, A0 adalah tingkat tenologi, K adalah capital, H adalah human
capital, L adalah tenaga kerja. Sedangkan βk, βh dan βl masing-masing adalah elastisitas dari
capital, human capital, dan tenaga kerja terhadap output.
Atmawikarta (n.d.) dalam laporannya mengatakan bahwa peningkatan kesejahteraan
ekonomi sebagai akibat dari bertambah panjangnya usia sangatlah penting. Dalam
membandingkan tingkat kesejahteraan antar kelompok masyarakat, sangatlah penting untuk
6
melihat angka harapan hidup, seperti halnya dengan tingkat pendapatan tahunan. Di negara-
negara yang tingkat kesehatannya lebih baik, setiap individu memiliki rata-rata hidup lebih
lama, dengan demikian secara ekonomis mempunyai peluang untuk untuk memperoleh
pendapatan lebih tinggi. Keluarga yang usia harapan hidupnya lebih panjang, cenderung
untuk menginvestasikan pendapatannya di bidang pendidikan dan menabung. Dengan
demikian, tabungan nasional dan investasi akan meningkat, dan pada gilirannya akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Gambar 1
Skema Hubungan Program Kesehatan Sebagai Variabel Masukan Pembangunan
Ekonomi
Sumber: Atmawikarta (n.d.)
Dalam skema di atas Atmawikarta (n.d.) menjelaskan bahwa pembangunan ekonomi
disatu pihak, merupakan fungsi dari kebijakan dan institusi (kebijakan ekonomi,
Kebijakan ekonomi
Pemerintah yang baik
Penyediaan pelayanan publik
Sumber Daya Manusia, termasuk:
Pendidikan, pelatihan, perkembangan
Fisik dan kognitif
Teknologi, termasuk:
Pengetahuan ilmiah yang relevan
untuk menghasilkan inovasi dalam
difusi ekonomi dalam negeri dengan
menggunakan teknologi dari luar
Kesehatan Pertumbuhan
ekonomi:
Pertumbuhan GNP
Perkapita,
Penurunan
kemiskinan
Modal perusahaan, termasuk:
Investasi yang pasti dalam peralatan,
organisasi dan kerjasama karyawan,
peluang investasi untuk menarik modal
7
pemerintahan yang baik, dan penyediaan pelayanan publik), dan faktor masukan (sumber
daya manusia, teknologi, dan modal perusahaan) dilain pihak. Kesehatan mempunyai peranan
ekonomi yang sangat kuat terhadap sumber daya manusia dan modal perusahaan melalui
berbagai mekanisme. Hal ini menguatkan pendapat Sularsono (2005) yang menjelaskan
bahwa bukti-bukti makroekonomi menjelaskan bahwa negara-negara dengan kondisi
kesehatan dan pendidikan yang rendah akan menghadapi tantangan yang lebih berat untuk
mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan jika dibandingkan dengan negara yang lebih baik
keadaan kesehatan dan pendidikannya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengelompokkan beberapa negara sedang
berkembang selama masa 1965 samapai 1994. Pengelompokkan ini dibuat berdasarkan
tingkat pendapatan negara pada tahun 1965 dan angka kematian bayi pada tahun yang sama
(sebagai proksi bagi kondisi penyakit secara keseluruhan), sebagaimana yang digambarkan
dalam tabel 4 berikut.
Tabel 4
Angka Pertumbuhan Pendapatan Perkapita, Tahun 1965 – 1994 (Berdasar Angka
Pendapatan Dan Angka Kematian Bayi, 1956)
Angka Kematian Bayi
(AKB), 1965
Pendapatan
Awal, 1965 (PPP)
disesuaikan USD 1990
AKB < 50 AKB
50 - 100
AKB
100 - 150 AKB > 150
PDB < USD 750
PDB USD 750 – 1500
PDB USD 1500 – 3000
PDB USD 3000 – 6000
PDB > USD 6000
-
-
5,9
2,8
1,9
3,7
3,4
1,8
1,7
-0,5
1,0
1,1
1,1
0,3
-
0,1
-0,7
2,5
-
-
Catatan: Angka petumbuhan yang dilaporkan adalah rata-rata dari pertumbuhan PDB
sebua negara dalam kelompok yang bersangkutan
Sumber: WHO – SEAR, 2002 dalam Sujudi (2003)
Tabel 4 menunjukkan bahwa untuk interval pendapatan awal tertentu, negara-negara
dengan angka kematian bayi rendah mengalami pertumbuhan ekonomi lebih tinggi selama
kurun waktu tertentu. Terdapat korelasi yang kuat antara tingkat kesehatan yang baik dengan
8
pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Dalam laporan penelitiannya, Sularsono (2005)
menyebutkan, secara statistik diperkirakan bahwa setiap peningkatan sepuluh persen dari
angka harapan hidup (AHH) waktu lahir akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi minimal
0,3 – 0,4 persen per tahun, perbedaan tingkat pertumbuhan tahunan antara negara-negara
maju yang memiliki AHH tinggi (77 tahun) dengan negara-negara sedang berkembang
dengan AHH rendah (49 tahun) adalah sekitar 1,6%, dan pengaruh ini akan terakumulasi
secara terus menerus.
METODE PENELITIAN
Penelitian kali ini menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif. Menurut
Supriyadi (2010) analisis deskriptif kuantitatif yaitu analisis yang mendeskripsikan data yang
berbentuk angka (nilai). Penelitian ini pun menggunakan Analisis Efektifitas Biaya atau Cost
Effectiveness Analysis, dimana menurut Tjiptoherianto dan Soesetyo (1994) dalam Putri
(2009) merupakan salah satu cara untuk memilih dan menilai program yang terbaik bila
terdapat beberapa program yang berbeda dengan tujuan yang sama tersedia untuk dipilih.
Variabel masukan dalam penelitian ini adalah biaya langsung, dimana menurut
Stoddart (1985) dalam Mills & Gilson (1990) adalah komponen biaya yang dikeluarkan oleh
organisasi dan operasional dalam upaya kesehatan langsung dan biaya yang dikeluarkan oleh
penderita dan keluarga. Dalam penelitian ini yang termasuk komponen biaya langsung adalah
biaya yang dikeluarkan oleh PKPU Cabang Semarang, yaitu biaya operasional, biaya dokter,
biaya perawat, dan biaya obat. Sedangkan variabel luaran pada penelitian ini berupa
kesehatan responden yang dikatakan oleh Noer, dkk (2000) bahwa kondisi kesehatan
responden berupa kesembuhan merupakan variabel luaran yang dihitung sebagai akibat
langsung yang diterima penderita (responden).
Populasi pada PROSMILING Terpadu sebesar 580 orang dan Program Klinik Peduli
sebesar 184 orang selama bulan Januari hingga Februari 2011. Dengan kondisi populasi yang
cukup homogen, perhitungan sampel yang diambil pada penelitian ini adalah sebesar 25 %
dari populasi, yaitu 46 orang untuk Program Klinik Peduli dan 145 orang untuk
PROSMILING Terpadu.
Teknis penghitungan Cost Effectiveness pada penelitian kali ini adalah sebagai
berikut:
1. Total Biaya Berdasarkan Populasi = Biaya Operasional + Biaya Dokter + Biaya
Perawat + Biaya Obat
9
2. Biaya Per Peserta Berdasarkan Populasi = Biaya Berdasarkan Populasi
Jumlah Populasi
3. Total Biaya Berdasarkan Sampel = Biaya Per Peserta Berdasarkan Populasi X Jumlah
Sampel
4. Cost Effective (C/E) = Total Biaya Berdasarkan Sampel
Jumlah Sampel
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan analisis deskriptif kuantitatif, Tabel 5 menunjukkan besar proporsi
pendapatan perkapita responden PROSMILING Terpadu. Batasan yang digunakan mengacu
pada beberapa standar kemiskinan yang ditetapkan oleh beberapa lembaga. Batas bawah
ditentukan sebesar Rp 205.000,00 atas dasar standar garis kemiskinan yang dibuat oleh
Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 untuk Propinsi Jawa Tengah daerah perkotaan (BPS,
2011). Tingkat kedua menggunakan standar satu dolar per hari selama tiga puluh hari dengan
asumsi satu dolar senilai Rp 8.500,00, maka ditetapkan sebesar Rp 255.000,00.
Pada tingkat ketiga menggunakan standar dua dolar per hari selama tiga puluh hari
dengan asumsi satu dolar senilai Rp 8.500,00, maka ditetapkan sebesar Rp 510.000,00. Untuk
batas atas, digunakan standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Kota Semarang pada tahun
2010 yang dirilis oleh Serikat Pekerja Nasional (2011) Cabang Semarang dalam blog mereka
sebesar Rp 976.636,00. Namun untuk memudahkan penelitian, digunakan pembulatan
menjadi Rp 1.000.000,00 atau satu juta rupiah.
Tabel 5
Karakteristik Pendapatan Perkapita Responden PROSMILING Terpadu
No Pendapatan Perkapita Responden Jumlah
1 ≤ Rp 205.000,00 50 orang
2 Rp 205.001,00 – Rp 255.000,00 31 orang
3 Rp 255.001,00 – Rp 510.000,00 58 orang
4 Rp 510.001,00 – Rp 1.000.000,00 6 orang
5 > Rp 1.000.000,00 0 orang
TOTAL 145 orang
Sumber: Data Primer diolah (2011)
10
Mayoritas responden yang mengikuti PROSMILING memiliki pendapatan per bulan
di bawah dua dolar per hari. Sebesar 96 % atau sejumlah 139 responden berpenghasilan di
bawah standar kemiskinan yang ditetapkan oleh bank dunia. Bahkan data ini pun
memperlihatkan hasil yang lebih memprihatinkan, dimana sebesar 35 % atau sejumlah 50
orang berpenghasilan di bawah standar kemiskinan yang ditetapkan oleh BPS yang memiliki
standar sangat rendah dan tidak layak untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam satu bulan
yang sebesar Rp 205.000,00. Dengan demikian, PROSMILING yang dijalankan dari dana
zakat, infak, sedekah, dan wakaf, dapat dikatakan memiliki fokus kerja dan wilayah yang
tepat mengingat sebagian besar pesertanya masuk dalam kategori masyarakat miskin.
Hasil pengamatan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa sebesar 4 % atau
sejumlah 6 responden ternyata masih dapat menikmati fasilitas ini. Mereka yang memiliki
pendapatan lebih dari dua dolar per hari atau lebih dari Rp 510.000,00 per bulan masuk
dalam golongan mampu. Partisipasi yang mereka lakukan sebatas pada aktifitas yang bersifat
meramaikan suasana, bukan karena memang mereka membutuhkan fasilitas tersebut. Kondisi
ini terjadi karena mereka termasuk dalam kategori tokoh masyarakat yang disegani, dimana
jika mereka tidak turut serta, dikhawatirkan masyarakat yang lain pun tidak akan turut serta,
padahal masyarakat lain yang mayoritas masuk dalam golongan miskin ini membutuhkan
program seperti ini yang tidak mengeluarkan biaya sedikitpun. PKPU Cabang Semarang pun
sebagai pihak penyelenggara menilai kondisi ini sebagai hal yang wajar, karena secara
khusus dasar penentuan lokasi PROSMILING adalah wilayah bukan personal.
Berdasarkan aspek kesehatan yang menjadi variabel luaran dalam penelitian ini,
seluruh responden yang mengikuti PROSMILING Terpadu PKPU Cabang Semarang
mengalami gangguan kesehatan sebelum mengikuti program tersebut. Penetapan
keberhasilan ditentukan dari hasil wawancara dan pengisian kuesioner terhadap responden.
Adapun aspek yang dinilai yaitu responden harus mengikuti seluruh anjuran yang diberikan
oleh dokter, tidak mengikuti pengobatan lain selama tenggat waktu masa penyembuhan yang
diberikan oleh dokter, tidak mengonsumsi obat lain selain yang dianjurkan oleh dokter, dan
tidak ada lagi gangguan kesehatan yang dirasakannya atau merasa telah sehat setelah
mengikuti PROSMILING Terpadu PKPU Cabang Semarang. Keberhasilan dapat dicapai jika
responden benar-benar menjadi sehat setelah mengikuti PROSMILING Terpadu PKPU
Cabang Semarang tanpa ada intervensi dari program lain, pengobatan lain, ataupun obat lain
diluar anjuran yang diberikan oleh dokter dan selama tenggat waktu penyembuhan yang
diberikan oleh dokter.
11
Tabel 6 menunjukkan seberapa besar tingkat keberhasilan yang telah dicapai oleh
PROSMILING Terpadu PKPU Cabang Semarang. Dengan tingkat keberhasilan sebesar 70 %
atau sejumlah 101 responden dan tingkat kegagalan sebesar 30 % atau sejumlah 44
responden, PROSMILING Terpadu PKPU Cabang Semarang telah memperlihatkan sisi yang
berbeda atas pengelolaan program kesehatan bagi masyarakat miskin yang bebas biaya.
Tabel 6
Karakteristik Kesehatan Responden PROSMILING Terpadu
No Aspek Kesehatan Responden Ya Tidak Jumlah
1 Mengikuti Anjuran Dokter 140 orang 5 orang 145 orang
2 Mengikuti Pengobatan Lain 11 orang 134 orang 145 orang
3 Mengonsumsi Obat Lain 19 orang 126 orang 145 orang
4 Menjadi Sehat Setelah Pengobatan 116 orang 29 orang 145 orang
KEBERHASILAN PROGRAM 101 orang 44 orang 145 orang
Sumber: Data Primer diolah (2011)
Kegagalan yang terdapat dalam program tersebut sebagian besar terjadi karena masih
adanya gangguan kesehatan yang dialami oleh responden. Sejumlah 29 responden merasa
masih belum sehat meskipun mereka telah mengikuti program tersebut. Kondisi lingkungan
yang buruk dan asupan gizi yang kurang memadai, menjadi faktor eksternal penghambat
keberhasilan program ini. Sedangkan keterbatasan sarana dan prasarana yang diberikan
dalam program ini, membuat beberapa penyakit hanya diberikan pelayanan secukupnya.
Pada Tabel 7 menunjukkan besar proporsi pendapatan perkapita responden Program
Klinik Peduli. Batasan yang digunakan mengacu pada beberapa standar kemiskinan yang
ditetapkan oleh beberapa lembaga. Batas bawah ditentukan sebesar Rp 205.000,00 atas dasar
standar garis kemiskinan yang dibuat oleh Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 untuk
Propinsi Jawa Tengah daerah perkotaan (BPS, 2011). Tingkat kedua menggunakan standar
satu dolar per hari selama tiga puluh hari dengan asumsi satu dolar senilai Rp 8.500,00, maka
ditetapkan sebesar Rp 255.000,00.
Pada tingkat ketiga menggunakan standar dua dolar per hari selama tiga puluh hari
dengan asumsi satu dolar senilai Rp 8.500,00, maka ditetapkan sebesar Rp 510.000,00. Untuk
batas atas, digunakan standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Kota Semarang pada tahun
2010 yang dirilis oleh Serikat Pekerja Nasional (2011) Cabang Semarang dalam blog mereka
12
sebesar Rp 976.636,00. Namun untuk memudahkan penelitian, digunakan pembulatan
menjadi Rp 1.000.000,00 atau satu juta rupiah.
Tabel 7
Karakteristik Pendapatan Perkapita Responden Program Klinik Peduli
No Pendapatan Perkapita Responden Jumlah
1 ≤ Rp 205.000,00 39 orang
2 Rp 205.001,00 – Rp 255.000,00 6 orang
3 Rp 255.001,00 – Rp 510.000,00 1 orang
4 Rp 510.001,00 – Rp 1.000.000,00 0 orang
5 > Rp 1.000.000,00 0 orang
TOTAL 46 orang
Sumber: Data Primer diolah (2011)
Seluruh responden yang mengikuti Klinik Peduli memiliki pendapatan per bulan di
bawah dua dolar per hari, bahkan sebesar 85 % atau sejumlah 39 responden berpenghasilan di
bawah standar kemiskinan yang ditetapkan oleh BPS yang memiliki standar sangat rendah
dan tidak layak untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam satu bulan yang sebesar Rp
205.000,00. Data ini pun memperlihatkan hasil yang cukup memprihatinkan, dimana sebesar
13 % atau sejumlah 6 orang berpenghasilan di bawah standar kemiskinan satu dolar per hari
selama sebulan, yaitu sebesar Rp 255.000,00. Hanya ada 1 responden dengan proporsi 2 %
yang memiliki pendapatan melebihi satu dolar per hari selama sebulan. Namun, ini pun masih
memprihatinkan karena responden tersebut tidak dapat memenuhi standar bank dunia sebesar
dua dolar per hari selama sebulan yaitu sebesar Rp 510.000,00. Melihat kondisi ini maka
Klinik Peduli telah menjalankan fungsinya dengan baik, karena seluruh responden yang
mengikuti program tersebut benar-benar masuk dalam kategori masyarakat miskin.
Berdasarkan aspek kesehatan yang menjadi variabel luaran dalam penelitian ini,
seluruh responden yang mengikuti Klinik Peduli mengalami gangguan kesehatan sebelum
mengikuti program tersebut. Penetapan keberhasilan ditentukan dari hasil wawancara dan
pengisian kuesioner terhadap responden. Adapun aspek yang dinilai yaitu responden harus
mengikuti seluruh anjuran yang diberikan oleh dokter, tidak mengikuti pengobatan lain
selama tenggat waktu masa penyembuhan yang diberikan oleh dokter, tidak mengonsumsi
obat lain selain yang dianjurkan oleh dokter, dan tidak ada lagi gangguan kesehatan yang
dirasakannya atau merasa telah sehat setelah mengikuti pengobatan di Klinik Peduli.
13
Keberhasilan dapat dicapai jika responden benar-benar menjadi sehat setelah berobat di
Klinik Peduli tanpa ada intervensi dari program lain, pengobatan lain, ataupun obat lain
diluar anjuran yang diberikan oleh dokter dan selama tenggat waktu penyembuhan yang
diberikan oleh dokter.
Tabel 8 menunjukkan seberapa besar tingkat keberhasilan yang telah dicapai oleh
Klinik Peduli. Dengan tingkat keberhasilan sempurna sebesar 100 % atau sejumlah 46
responden dan tingkat kegagalan nihil, Klinik Peduli telah memperlihatkan sisi yang berbeda
atas pengelolaan program kesehatan bagi masyarakat miskin yang bebas biaya.
Tabel 8
Karakteristik Kesehatan Responden Program Klinik Peduli
No Aspek Kesehatan Responden Ya Tidak Jumlah
1 Mengikuti Anjuran Dokter 46 orang 0 orang 46 orang
2 Mengikuti Pengobatan Lain 0 orang 46 orang 46 orang
3 Mengonsumsi Obat Lain 0 orang 46 orang 46 orang
4 Menjadi Sehat Setelah Pengobatan 46 orang 0 orang 46 orang
KEBERHASILAN PROGRAM 46 orang 0 orang 46 orang
Sumber: Data Primer diolah (2011)
Klinik Peduli mampu memberikan tingkat keberhasilan yang sempurna karena sarana
dan prasarana maupun obat yang diberikan saat pengobatan di Klinik Peduli lebih lengkap
ketimbang yang ada saat PROSMILING Terpadu. Selain itu, sebagian besar responden yang
masuk dalam kategori usia di bawah 15 tahun, khususnya balita, maka jarang diantara mereka
yang memiliki sikap dualisme dalam melakukan pengobatan atas gangguan kesehatan yang
mereka rasakan.
PROSMILING Terpadu PKPU Cabang Semarang pada bulan Januari sampai Februari
tahun 2011 dilaksanakan sebanyak lima kali. Tiga kali merupakan program untuk masyarakat
umum yang tersebar di tiga lokasi, yaitu Kecamatan Gayamsari, Kecamatan Pedurungan, dan
Kecamatan Gunungpati. Sedangkan dua lokasi lainnya terdapat di PAUD Pedurungan dan
PAUD Gedawang yang keduanya merupakan permohonan pihak sekolah agar diadakan
pemeriksaan umum kesehatan bagi siswa dan seluruh pegawai PAUD.
Biaya yang dikeluarkan oleh PKPU Cabang Semarang untuk pelaksanaan
PROSMILING Terpadu di Kecamatan Gayamsari antara lain, biaya operasional sebesar Rp
625.000,00 untuk transportasi, administrasi, sosialisasi, dan operasional lainnya, biaya dokter
14
sebesar Rp 300.000,00 untuk dua orang dokter, biaya perawat Rp 150.000,00 untuk tiga
orang perawat, dan satu paket pengobatan sebesar Rp 500.000,00. Total biaya yang
dikeluarkan adalah sebesar Rp 1.575.000,00.
Kemudian, biaya yang dikeluarkan oleh PKPU Cabang Semarang untuk pelaksanaan
PROSMILING Terpadu di Kecamatan Pedurungan antara lain, biaya operasional sebesar Rp
630.000,00 untuk transportasi, administrasi, sosialisasi, dan operasional lainnya, biaya dokter
sebesar Rp 300.000,00 untuk dua orang dokter, biaya perawat Rp 150.000,00 untuk tiga
orang perawat, dan satu paket pengobatan sebesar Rp 500.000,00. Total biaya yang
dikeluarkan adalah sebesar Rp 1.580.000,00.
Biaya yang dikeluarkan oleh PKPU Cabang Semarang untuk pelaksanaan
PROSMILING Terpadu di Kecamatan Gunungpati antara lain, biaya operasional sebesar Rp
670.000,00 untuk transportasi, administrasi, sosialisasi, dan operasional lainnya, biaya dokter
sebesar Rp 300.000,00 untuk dua orang dokter, biaya perawat Rp 150.000,00 untuk tiga
orang perawat, dan satu paket pengobatan sebesar Rp 500.000,00. Total biaya yang
dikeluarkan adalah sebesar Rp 1.620.000,00.
Kemudian, biaya yang dikeluarkan oleh PKPU Cabang Semarang untuk pelaksanaan
PROSMILING Terpadu di PAUD Pedurungan antara lain, biaya operasional sebesar Rp
590.000,00 untuk transportasi, administrasi, sosialisasi, dan operasional lainnya, biaya dokter
sebesar Rp 100.000,00 untuk satu orang dokter, biaya perawat Rp 1000.000,00 untuk dua
orang perawat, dan satu paket pengobatan sebesar Rp 300.000,00. Total biaya yang
dikeluarkan adalah sebesar Rp 1.090.000,00.
Biaya yang dikeluarkan oleh PKPU Cabang Semarang untuk pelaksanaan
PROSMILING Terpadu di PAUD Gedawang antara lain, biaya operasional sebesar Rp
590.000,00 untuk transportasi, administrasi, sosialisasi, dan operasional lainnya, biaya dokter
sebesar Rp 100.000,00 untuk satu orang dokter, biaya perawat Rp 100.000,00 untuk dua
orang perawat, dan satu paket pengobatan sebesar Rp 300.000,00. Total biaya yang
dikeluarkan adalah sebesar Rp 1.090.000,00.
15
Tabel 9
Biaya PROSMILING Terpadu PKPU Cabang Semarang
No Lokasi Pos
Anggaran
Nilai
(Rp) Jumlah
Subtotal
(Rp) Total (Rp)
1 Gayamsari
Operasional 625.000 1 paket 625.000
1.575.000 Dokter 150.000 2 orang 300.000
Perawat 50.000 3 orang 150.000
Obat 500.000 1 paket 500.000
2 Pedurungan
Operasional 630.000 1 paket 630.000
1.580.000 Dokter 150.000 2 orang 300.000
Perawat 50.000 3 orang 150.000
Obat 500.000 1 paket 500.000
3 Gunungpati
Operasional 670.000 1 paket 670.000
1.620.000 Dokter 150.000 2 orang 300.000
Perawat 50.000 3 orang 150.000
Obat 500.000 1 paket 500.000
4 PAUD
Pedurungan
Operasional 590.000 1 paket 590.000
1.090.000 Dokter 100.000 1 orang 100.000
Perawat 50.000 2 orang 100.000
Obat 300.000 1 paket 300.000
5 PAUD
Gedawang
Operasional 590.000 1 paket 590.000
1.090.000 Dokter 100.000 1 orang 100.000
Perawat 50.000 2 orang 100.000
Obat 300.000 1 paket 300.000
Sumber: Data Primer Diolah (2011)
Jadi, total biaya yang dikeluarkan oleh PKPU Cabang Semarang untuk
PROSMILING Terpadu selama periode bulan Januari sampai Februari tahun 2011 dengan
total peserta program (populasi) mencapai 580 orang sebesar Rp 6.955.000,00. Dengan
demikian biaya tiap peserta adalah Rp 11.991,38 per orang, didapat dari hasil pembagian
antara Rp 6.955.000,00 dengan 580 orang. Jika dalam penelitian kali ini menggunakan
sampel sebanyak 145 orang, maka total biaya yang dikeluarkan PKPU Cabang Semarang
16
berdasarkan sampel adalah sebesar Rp 1.738.750,00, didapat dari hasil perkalian Rp
11.991,38 dengan 145 orang.
Tabel 10
Total Biaya PROSMILING Terpadu PKPU Cabang Semarang
No Keterangan Jumlah
1 Total Biaya Berdasarkan Populasi Rp 6.955.000,00
2 Jumlah populasi 580 orang
3 Biaya Per Peserta Berdasarkan Populasi Rp 11.991,38
4 Jumlah sampel 145 orang
5 Total Biaya Berdasarkan Sampel Rp 1.738.750,00
Sumber: Data Primer Diolah (2011)
Biaya-biaya yang dikeluarkan pada PROSMIILING Terpadu cenderung statis dari
satu lokasi ke lokasi lainnya. Hal ini disebabkan dengan petunjuk pelaksanaan dari
PROSMILING Terpadu yang membuat program ini tidak membedakan antara satu lokasi
dengan lokasi lainnya. Perbedaan pembiayaan secara signifikan terjadi saat program
dilaksanakan sesuai dengan permohonan, baik itu permohonan secara khusus dari muzakki
ataupun donator, maupun permohonan khusus dari mustahik. Kondisi seperti ini terjadi
seperti pada perusahaan yang akan menyalurkan dana Corporate Social Responsibility (CSR)
nya, yang kemudian disesuaikan dengan besaran anggaran yang diberikan oleh perusahaan
tersebut. Pada kondisi lainnya, adanya permohonan khusus dari mustahik yang membutuhkan
adanya pengobatan di wilayah mereka, seperti pada suatu wilayah yang merebaknya penyakit
tertentu, misalnya demam berdarah, atau wilayah yang tertimpa musibah, misalnya saat
terjadi banjir bandang di daerah Mangkang.
Klinik Peduli PKPU Cabang Semarang pada bulan Januari sampai Februari tahun
2011 dilaksanakan setiap hari Senin sampai Jum‟at mulai pukul 14.00 – 17.00 WIB. Total
biaya yang dikeluarkan oleh PKPU Cabang Semarang untuk pelaksanaan program Klinik
Peduli selama bulan Januari hingga Februari tahun 2011 adalah sebesar Rp 8.400.000,00
dengan total peserta sebesar 184 orang. Rinciannya adalah Rp 600.000,00 untuk biaya
operasional yang meliputi administrasi, listrik, dan perlengkapan lainnya selama dua bulan,
Rp 4.000.000,00 untuk biaya dokter selama dua bulan, Rp 1.800.000,00 untuk biaya perawat
yang merangkap sebagai apoteker selama dua bulan, dan Rp 2.000,000,00 untuk biaya obat
selama dua bulan.
17
Total biaya yang dikeluarkan oleh PKPU Cabang Semarang untuk Klinik Peduli
selama periode bulan Januari sampai Februari tahun 2011 dengan populasi mencapai 184
orang sebesar Rp 8.400.000,00. Dengan demikian biaya tiap peserta adalah Rp 45.652,17 per
orang, didapat dari hasil pembagian antara Rp 8.400.000,00 dengan 184 orang. Jika dalam
penelitian kali ini menggunakan sampel sebanyak 46 orang, maka total biaya berdasarkan
sampel yang dikeluarkan PKPU Cabang Semarang adalah sebesar Rp 2.100.000,00.
Tabel 11
Biaya Klinik Peduli PKPU Cabang Semarang
No Keterangan Pos
Anggaran
Nilai
(Rp) Jumlah
Subtotal
(Rp) Total (Rp)
1 Klinik
Peduli
Operasional 300.000 2 bulan 600.000
8.400.000 Dokter 2.000.000 2 bulan 4.000.000
Perawat 900.000 2 bulan 1.800.000
Obat 1.000.000 2 bulan 2.000.000
Sumber: Data Primer Diolah (2011)
Biaya-biaya yang dikeluarkan pada Program Klinik Peduli cenderung konstan dan
tidak banyak perubahan tiap bulannya. Hanya komponen pengeluaran obat saja yang secara
khusus selalu berubah setiap bulan, karena penggunaan jenis dan jumlah obat dari setiap
pengobatan yang dilakukan selalu berbeda antara satu pasien dengan pasien lainnya, antara
satu penyakit dengan penyakit lainnya. Untuk komponen biaya lainnya, seperti biaya dokter
dan perawat, selalu tetap, karena adanya kontrak kerja antara PKPU Cabang Semarang
dengan dokter ataupun perawat yang memberikan pelayanan pada Program Klinik Peduli
tersebut.
Perhitungan analisis Cost Effectiveness pada penelitian ini dilakukan dengan cara
menghitung semua variabel masukan berupa biaya-biaya yang dikeluarkan oleh PKPU
Cabang Semarang pada PROSMILING Terpadu dan Program Klinik Peduli selama bulan
Januari – Februari tahun 2011. Kemudian semua total biaya yang dikeluarkan oleh PKPU
Cabang Semarang dibagi dengan total populasi penelitian dan hasilnya kemudian dikalikan
dengan jumlah sampel. Setelah didapatkan total biaya yang dikeluarkan oleh PKPU Cabang
Semarang berdasarkan sampel, selanjutnya total biaya tersebut dibagi dengan jumlah peserta
yang sehat untuk menganalisis tingkat efektifitas pemberdayaan dana ZISWAF PKPU
Cabang Semarang pada kedua program tersebut.
18
Tabel 12
Total Biaya Klinik Peduli PKPU Cabang Semarang
No Keterangan Jumlah
1 Total Biaya Berdasarkan Populasi Rp 8.400.000,00
2 Jumlah populasi 184 orang
3 Biaya Per Peserta Berdasarkan Populasi Rp 45.652,17
4 Jumlah sampel 46 orang
5 Total Biaya Berdasarkan Sampel Rp 2.100.000,00
Sumber: Data Primer Diolah (2011)
Pada PROSMILING Terpadu dengan tingkat keberhasilan sebesar 70 % atau
sejumlah 101 peserta dari 145 peserta dan total biaya sebesar Rp 1.738.750,00, maka dapat
diukur tingkat efektifitas biayanya. Dengan menggunakan rumus di atas, maka dapat
diketahui bersama bahwa tingkat efektifitas biaya PROSMILING Terpadu sebesar Rp
17.215,35 per orang. Sedangkan pada Klinik Peduli dengan tingkat keberhasilan sempurna
sebesar 100 % atau sejumlah 46 peserta dari 46 peserta dan total biaya sebesar Rp
2.100.000,00, maka dapat diukur tingkat efektifitas biayanya. Dengan menggunakan rumus di
atas, maka dapat diketahui bersama bahwa tingkat efektifitas biaya Klinik Peduli sebesar Rp
45.652,17.
Tabel 13
Gambaran Cost Effectiveness PROSMILING Terpadu dan Klinik Peduli
PKPU Cabang Semarang Periode Januari – Februari Tahun 2011
Variabel PROSMILING Terpadu Klinik Peduli
Total biaya program Rp 1.738.750,00 Rp 2.100.000,00
Total peserta berdasarkan sampel 145 orang 46 orang
Total peserta sehat 101 orang 46 orang
Cost Effective (C/E) Rp 17.215,35 Rp 45.652,17
Sumber: Data Primer Diolah (2011)
Tabel 13 menunjukkan bahwa PROSMILING Terpadu lebih efektif dari segi biaya
ketimbang program Klinik Peduli. Hal ini terlihat besaran C/E PROSMILING Terpadu lebih
kecil dari Klinik Peduli, yaitu sebesar Rp 17.215,35 dibandingkan dengan Rp 45.652,17.
Data ini menunjukkan bahwa untuk membiayai peserta program tersebut yang merupakan
19
masyarakat miskin hingga menjadi sehat pada PROSMILING Terpadu dibutuhkan biaya
sebesar Rp 17.215,35 dan pada Program Klinik Peduli dibutuhkan biaya sebesar Rp
45.652,17.
Aktifitas Klinik Peduli yang rutin membuat biaya tetap terus keluar meskipun pasien
tidak selalu meningkat, sehingga beban biaya seperti biaya dokter, perawat, obat, listrik dan
operasional lainnya sulit untuk diminimalisir mengingat harus selalu stand by jika ada pasien
yang membutuhkan. Terlebih variasi penyakit yang ditangani lebih bermacam-macam yang
mendorong persediaan perlengkapan dan umur ekonomis peralatan lebih cepat menyusut.
Kondisi ini semakin jelas manakala terjadi situasi tertentu yang membuat permintaan akan
pengobatan gangguan kesehatan meningkat dari biasanya, seperti pada musim pancaroba
ataupun musim dengan cuaca ekstrim yang membuat daya tahan tubuh lebih rentan terhadap
penyakit.
Berbeda dengan Klinik Peduli, aktifitas PROSMILING Terpadu yang memiliki fokus
pada suatu wilayah dan dilaksanakan secara insidental memakan biaya yang lebih rendah
karena tidak terbebani dengan biaya tetap yang harus selalu dikeluarkan, karena setiap biaya
yang dikeluarkan selalu diiringi dengan adanya pengobatan yang diberikan kepada pasien.
Secara khusus PROSMILING Terpadu pun lebih meringankan beban pasien yang tidak harus
mengeluarkan biaya tambahan secara langsung seperti biaya transportasi, karena metode
„jemput bola‟ yang dilakukan dalam PROSMILING Terpadu memberikan pelayanan lebih
kepada masyarakat miskin untuk dapat langsung menikmati fasilitas kesehatan tanpa
dipungut biaya sedikitpun.
Pada aspek yang lain, Klinik Peduli lebih efektif ketimbang PROSMILING Terpadu
dengan melihat tingkat keberhasilan yang diperoleh yang mencapai 100 % dibandingakan
dengan 70 %. Situasi ini dinilai baik karena fungsi dan peran Klinik Peduli yang disesuaikan
dengan puskesmas ataupun posyandu sehingga setiap orang yang hendak mengikuti program
ini dapat dipastikan orang tersebut sedang dalam kondisi sakit. Sehingga dana yang
dialokasikan memang khusus untuk mereka yang sedang mengalami gangguan kesehatan.
Berbeda dengan PROSMILING Terpadu dimana masih ada peserta program yang
memanfaatkan kondisi ini mengingat program seperti ini tidak dilaksanakan secara rutin di
wilayah sekitar tempat tinggal mereka.
Selain itu, Program Klinik Peduli pun lebih efektif dibandingkan dengan
PROSMILING Terpadu pada aspek pemberdayaan dana ZISWAF yang diperuntukan bagi
masyarakat miskin. Dari data dan analisis yang diperoleh, dana yang diberdayakan oleh
20
PKPU Cabang Semarang bagi kedua program ini terlihat seluruh peserta Program Klinik
Peduli termasuk dalam kategori masyarakat miskin, sedangkan pada PROSMILING Terpadu
masih terdapat sekitar 6 orang dari 145 orang peserta yang masuk dalam kategori masyarakat
mampu.
Dengan demikian, dari analisis yang dilakukan didapatkan hasil bahwa kedua
program memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. PROSMILING Terpadu
memiliki keunggulan pada efektifitas biaya, sedangkan Program Klinik Peduli memiliki
keunggulan pada efektifitas pemberdayaan dana ZISWAF bagi masyarakat miskin dan
efektifitas keberhasilan program dalam memberikan kesembuhan bagi masyarakat miskin
tersebut. Kombinasi kedua program ini sangat baik, selain karena memiliki keunggulan yang
berbeda, pola pemberdayaan dana ZISWAF tersebut melalui strategi lapangan yang berbeda
memiliki nilai lebih dari kombinasi kedua program ini, yaitu PROSMILING Terpadu dengan
metode jemput bola atau langsung terjun ke satu wilayah ke wilayah lain yang berada di
bawah garis merah, sedangkan Program Klinik Peduli yang memiliki peran selayaknya
Puskesmas ataupun Posyandu.
KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan perhitungan dengan cost effectiveness analysis, Program Kesehatan
Masyarakat Keliling (PROSMILING) Terpadu lebih efektif ketimbang Program Klinik
Peduli PKPU Cabang Semarang. Hal ini terbukti dengan nilai biaya yang dikeluarkan untuk
peserta yang berhasil dalam pengobatannya (menjadi sehat) lebih rendah, yaitu sebesar Rp
17.215,35 untuk PROSMILING Terpadu dan Rp 45.652,17 untuk Program Klinik Peduli.
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis, Program Klinik Peduli mencapai tingkat
keberhasilan dalam pengobatan yang lebih baik ketimbang PROSMILING Terpadu, yaitu
mencapai nilai sempurna sebesar 100 % untuk Program Klinik Peduli atau setara dengan 46
orang menjadi dari 46 peserta dan 70 % untuk PROSMILING Terpadu atau setara dengan
101 orang dari 145 peserta.
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis deskriptif kuantitatif, peserta Program
Klinik Peduli secara keseluruhan masuk dalam kategori masyarakat miskin. Hal ini terlihat
dari 46 responden yang diteliti, 1 responden berpenghasilan di bawah dua dolar per hari, 6
21
responden berpenghasilan di bawah satu dolar per hari, dan 39 responden berpenghasilan di
bawah garis kemiskinan yang ditetapkan BPS sebesar Rp 205.000,00.
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis deskriptif kuantitatif, peserta
PROSMILING Terpadu mayoritas masuk dalam kategori masyarakat miskin. Hal ini terlihat
dari 145 responden yang diteliti, 58 responden berpenghasilan di bawah dua dolar per hari, 31
responden berpenghasilan di bawah satu dolar per hari, dan 50 responden berpenghasilan di
bawah garis kemiskinan yang ditetapkan BPS sebesar Rp 205.000,00. Sedangkan 6
responden lainnya memiliki penghasilan lebih dari dua dolar per hari yang masuk dalam
kategori masyarakat mampu.
Keterbatasan
Penelitian ini memiliki keterbatasan, di mana hanya dilakukan penelitian pada aspek
bagaimana peran Lembaga Amil Zakat PKPU Cabang Semarang dalam upaya peningkatan
kualitas kesehatan masyarakat miskin Kota Semarang. Pengamatan sederhana yang dilakukan
pada dua program kesehatan PKPU Cabang Semarang, membuat penelitian kali ini masih
membutuhkan riset yang lebih mendalam, khususnya pada aspek peningkatan produktifitas
peserta program serta dampak secara langsung bagi pembangunan ekonomi Kota Semarang.
Pada sisi yang lain, penelitian ini memiliki kelebihan dalam menganalisis tingkat
efektifitas pemberdayaan dana ZISWAF pada kedua program tersebut. Tingkat efektifitas
yang dianalisis meliputi efektifitas biaya dengan cost effectiveness analysis, efektifitas
pemberdayaan dana ZISWAF bagi masyarakat miskin dengan analisis deskriptif kuantitatis,
dan efektifitas keberhasilan kedua program tersebut dengan analisis deskriptif kuantitatif.
Saran
Diperlukan perhitungan biaya yang lebih rinci dan detail pada kedua program
tersebut, seperti biaya obat yang habis terpakai, biaya sewa tempat, biaya penyusutan aktiva
tetap, dan jenis biaya lainnya agar perhitungan biaya yang dikeluarkan per orang lebih akurat,
khususnya pada Program Klinik Peduli.
Pada PROSMILING Terpadu, diperlukan pemetaan dan persyaratan yang lebih jelas
dan tegas terkait pemilihan lokasi dan standar partisipasi peserta program, agar dana
ZISWAF yang dihimpun benar-benar dapat dirasakan oleh masyarakat miskin dan mereka
yang benar-benar sedang sakit.
22
Pada Program Klinik Peduli, diperlukan sosialisasi yang lebih masif dan kerjasama
dengan lebih banyak lagi dengan instansi ataupun swasta agar masyarakat yang menikmati
program tersebut lebih banyak dan tidak hanya berasal dari warga sekitar Klinik, mengingat
program tersebut sangat baik dan bermanfaat bagi masyarakat miskin Kota Semarang.
Pemerintah Kota Semarang perlu mendukung penuh kedua program ini melalui
penyebaran informasi seluas mungkin, karena dapat membantu masyarakat miskin Kota
Semarang dalam mendapatkan fasilitas kesehatan gratis sehingga tujuan Semarang Setara
dapat segera tercapai.
Diperlukan penelitian lebih lanjut terkait kedua program ini dan akan lebih baik jika
menggunakan metode analisis yang berbeda seperti Cost Benefit Analysis (CBA) untuk
mengukur pengaruh dari hasil program yang lebih besar lagi dan tingkat efisiensi diantara
kedua program tersebut. Serta dapat menganalisis dampak secara langsung ataupun tidak
langsung bagi pembangunan ekonomi Kota Semarang.
Diperlukan metode penelitian lebih lanjut berupa observasi terkait seluruh peserta
ataupun responden kedua program tersebut agar dapat memberikan gambaran yang lebih
menyeluruh kondisi dan realita kehidupan sosial, ekonomi, dan kesehatan mereka.
23
DAFTAR PUSTAKA
Aditya, Riza. 2011. “Kebijakan Fiskal dan Finansial.” http://rizaaditya.com/kebijakan-fiskal-
dan-finansial.html, diakses 15 Februari 2011
Agustina, Gina. 2009. “Pendapat Peserta Didik Tentang Kompetensi „Melakukan Prosedu
Hygiene Di Tempat Kerja‟ Dalam Praktikum „Penyajian Dan Penataan Makanan‟ Di
SMK Negeri 3 Cimahi (Penelitian Terbatas Pada Peserta Didik Tingkat II Program
Keahlian Restoran Di SMK Negeri 3 Cimahi).” Skripsi Dipublikasikan, Universitas
Pendidikan Indonesia
Anshori, Abdul Ghafur. 2009. Hukum Perbankan Syariah (UU No. 21 Tahun 2008).
Bandung: Refika Aditama
Arrsa, Ria Casmi. 2008. “Peran Negara Dalam Merevitalisasi Pengelolaan Zakat Sebagai
Upaya Strategis Menanggulangi Kemiskinan Di Indonesia.” www.legalitas.org,
diakses 15 Februari 2011
Atmawikarta, Arum. n.d. “Investasi Kesehatan untuk Pembangunan Ekonomi.”
www.bappenas.go.id/get-file-server/node/8547/, diakses 15 Februari 2011
Badan Pusat Statistik. 2011. “Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, Garis Kemiskinan,
dan Indeks Keparahan Kemiskinan, Menurut Propinsi, Maret 2007”
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=23¬ab=1
, diakses 1 Agustus 2011
Badan Pusat Statistik. 2011. “Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, Garis Kemiskinan,
dan Indeks Keparahan Kemiskinan, Menurut Propinsi, Maret 2008”
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=23¬ab=2
, diakses 1 Agustus 2011
Badan Pusat Statistik. 2011. “Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, Garis Kemiskinan,
dan Indeks Keparahan Kemiskinan, Menurut Propinsi, Maret 2009”
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=23¬ab=3
, diakses 1 Agustus 2011
Badan Pusat Statistik. 2011. “Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, Garis Kemiskinan,
dan Indeks Keparahan Kemiskinan, Menurut Propinsi, Maret 2010”
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=23¬ab=4
, diakses 1 Agustus 2011
24
Badan Pusat Statistik. 2011. “Indikator Kesehatan Tahun 1995 - 2010.”
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=30¬ab=3
3, diakses 1 Agustus 2011
Chapra, M. Umer. 2001. Masa Depan Ilmu Ekonomi: Sebuah Tinjauan Islam. Jakarta: Gema
Insani Press
Hafidhudin, Didin. 2002. Zakat dalam Perekonomoian Modern. Jakarta: Gema Insani Press
Hamzah, Fahri. 2010. Negara, Pasar, dan Rakyat: Pencarian Makna, Relevansi, dan Tujuan.
Jakarta: Muda Cendikia
Juanita. 2002. “Peran Asuransi Kesehatan dalam Benchmarking Rumah Sakit dalam
Menghadapi Krisis Ekonomi.”
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3747/1/fkm-juanita5.pdf, diakses 15
Februari 2011
Kamal, Abu Malik. 2010. Ensiklopedi Shaum dan Zakat. Solo: Cordova Mediatama
Karim, Adiwarman A. 2001. Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer. Jakarta: Gema
Insani Press
Kementrian Keuangan. 2011. “Data Pokok APBN 2005 - 2011.”
http://www.anggaran.depkeu.go.id, diakses 1 Agustus 2011
Latif, Yudi. 2011. Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Mangkoesoebroto, Guritno. 1999. Ekonomi Publik. Yogyakarta: BPFE
Mankiw, Gregory N., David Romer, dan David N. Weil. 1992. “A Contribution to the
Empirics of Economic Growth.” The Quarterly Journal of Economics, Vol. 107,
No.2, pp. 407-437. Diakses tanggal 1 Agustus 2011
Mills, A. dan Gilson, L. 1990. Ekonomi Kesehatan untuk Negara Sedang Berkembang.
Jakarta: Unit Analisa Kebijakan dan Ekonomi Kesehatan.
Muhsin M.K. 2004. Menyayangi Dhuafa. Jakarta: Gema Insani Press
Nasution, Mustafa Edwin, dkk. 2006. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana
Noer, Chaidir., Barmawi Hisyam, dan Ali Ghufron Mukti. 2002. “An Economic Analysis of
Intensification Project of Pulmonary Tuberculosis Control Program In Tapin District.”
http://kpmak.fk.ugm.ac.id/wp-content/uploads/2010/01/Naskah-Publikasi-Chaidir-
noer-030602.pdf, diakses 20 Juli 2010
Pos Keadilan Peduli Umat. 2011. “Tentang PKPU.” http://www.pkpu.or.id/about, diakses 1
Agustus 2011
25
Pos Keadilan Peduli Umat. 2011. “Sejarah PKPU.” http://www.pkpu.or.id/about/sejarah,
diakses 1 Agustus 2011
Pos Keadilan Peduli Umat. 2011. “Visi dan Misi PKPU.” http://www.pkpu.or.id/about/visi-
dan-misi, diakses 1 Agustus 2011
Pos Keadilan Peduli Umat. 2011. “Aktifitas Lembaga PKPU.”
http://www.pkpu.or.id/about/aktivitas-lembaga, diakses 1 Agustus 2011
Pos Keadilan Peduli Umat. 2011. “Program PKPU.” http://www.pkpu.or.id/about/program,
diakses 1 Agustus 2011
Pos Keadilan Peduli Umat. 2011. “Program Pendidikan PKPU.”
http://www.pkpu.or.id/program/pendidikan, diakses 1 Agustus 2011
Pos Keadilan Peduli Umat. 2011. “Program Kesehatan PKPU.”
http://www.pkpu.or.id/program/kesehatan, diakses 1 Agustus 2011
Pos Keadilan Peduli Umat. 2011. “Program Ekonomi PKPU.”
http://www.pkpu.or.id/program/ekonomi, diakses 1 Agustus 2011
Pos Keadilan Peduli Umat. 2011. “Program Charity PKPU.”
http://www.pkpu.or.id/program/charity, diakses 1 Agustus 2011
Pos Keadilan Peduli Umat. 2011. “Program Rescue dan CBDRM PKPU.”
http://www.pkpu.or.id/program/rescue-dan-cbdrm, diakses 1 Agustus 2011
Pos Keadilan Peduli Umat. 2011. “Program Yatim PKPU.”
http://www.pkpu.or.id/program/yatim, diakses 1 Agustus 2011
Pos Keadilan Peduli Umat. 2011. “Laporan Keuangan.” http://www.pkpu.or.id/news/laporan-
keuangan, diakses 1 Agustus 2011
Putri, Kurnia Wining. 2009. “Analisis Efektifitas Biaya Penggunaan Antidiabetik Kombinasi
Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan Di RSU Pandan Arang Boyolali
Tahun 2008.” Skripsi Dipublikasikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam. 2008. Ekonomi Islam. Jakarta:
Rajawali Pers
Serikat Pekerja Nasional. 2011. “DPC SPN KOTA SEMARANG: SPN Kota Semarang
Tolak UMK 2011.” http://spndpckotasemarang.blogspot.com/2010/11/spn-kota-
semarang-tolak-umk-2011.html, diakses 1 Agustus 2011
Sjahdeini, Sutan Remy. 2010. Perbankan Syariah. Jakarta: Jayakarta Agung Offset
Sujudi, Ahmad. 2003. Investasi Kesehatan untuk Pembangunan Ekonomi. Jakarta:
Departemen Kesehatan
26
Sularsono. 2005. “Peningkatan Investasi Kesehatan untuk Pembangunan Ekonomi
Indonesia.” Tesis Dipublikasikan, Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik,
Universitas Indonesia
Supranto, J. 2000. Statistik Teori dan Aplikasi. Jakarta: Erlangga
Supriyadi. 2010. “Analisis Peran PKPU Jawa Tengah Dalam Mengatasi Masalah
Pengangguran Di Kota Semarang Melalui Program Balai Latihan Kemandirian.”
Skripsi Dipublikasikan, Universitas Diponegoro
Todaro, Michael P. 2003. Pembangunan Ekonomi Dunia Ketiga, Alih Bahasa : Burhanudin
Abdullah dan Harris Munandar, Erlangga, Jakarta
Wasisto, Broto., Ascobat Gani, dan Berlian T.P. Siagian. 1986. Seminar Ekonomi Kesehatan.
Jakarta : Departemen Kesehatan
top related