analisis pragmatik dalam kartun … digilib.uns.ac.id berusaha mengkomunikasikan penyimpangan...
Post on 12-Mar-2018
229 Views
Preview:
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR BANG ONE” PADA PROGRAM BERITA TV ONE
SKRIPSI
SKRIPSI
Oleh:
NURYATI YULIANA
NIM X1207043
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR BANG ONE” PADA PROGRAM BERITA TV ONE
Oleh:
NURYATI YULIANA
NIM X1207043
Skripsi
Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan
Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK Nuryati Yuliana. X1207043. Analisis Pragmatik dalam Kartun Editorial “Kabar Bang One” pada Program Berita TV One. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret, Juni 2011. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menjelaskan: (1) konteks yang melatarbelakangi tuturan dalam kartun editorial “Kabar Bang One” pada program berita TV One; (2) praanggapan yang muncul dalam kartun editorial“Kabar Bang One” pada program berita TV One; (3) implikatur dalam kartun editorial “Bang One” pada program berita TV One; dan (4) bentuk-bentuk penyimpangan maksim kerjasama dalam kartun editorial “Bang One” pada program berita TV One. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif yang memusatkan pada pendeskripsian terhadap aspek-aspek penggunaan dan faktor-faktor yang melatarbelakangi konteks, praanggapan, implikatur dan penyimpangan prinsip kerjasama dalam kartun editorial “Kabar Bang One” pada program berita TV One. Sampel diambil dengan teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik dokumen dan wawancara. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mencatat bentuk-bentuk konteks, praanggapan, implikatur, dan penyimpangan terhadap prinsip kerjasama yang terdapat dalam tayangan/ dokumen kartun editorial “Kabar Bang One”. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data model interaktif. Validitas data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi teori dan sumber. Berdasarkan analisis data hasil penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Konteks yang melatarbelakangi kartun editorial Kabar Bang One dapat diidentifikasi berdasarkan konteks fisik, pengguna bahasa, topik pembicaraan, tujuan, media, dan nada. Secara keseluruhan kartun editorial Kabar Bang One dilatarbelakangi oleh konteks dengan karakteristik yang tidak hanya menghibur, tetapi juga cerdas dan aktual dalam menyampaikan pesan politik, sosial, maupun pendidikan; (2) Praanggapan yang muncul dalam kartun editorial Kabar Bang One didominasi oleh praanggapan faktif. Daya kemustahilan praanggapan tersebut tidak dapat dijelaskan dengan perlakuan semantik apa pun karena pengertian tersebut didasarkan pada kondisi faktual; (3) Implikatur dalam kartun editorial Kabar Bang One dapat dapat dijelaskan berdasarkan pemerian antara implikatur konvensional yang timbul dari komentar Bang One yang berusaha mengkomunikasikan makna, dan implikatur konversasional agar pernyataan yang disampaikan itu lebih santun dan ringan; dan (4) Penyimpangan terhadap prinsip kerjasama pada kartun editorial Kabar Bang One meliputi penyimpangan terhadap maksim kuantitas yang bertujuan untuk mendapatkan nilai kelucuan dan pesan khusus kepada pemirsa. Selanjutnya, penyimpangan terhadap maksim relevansi, maksim kualitas dan maksim pelaksanaan yang dilakukan dalam kartun editorial Kabar Bang One bertujuan untuk mengolah pengalihan dari topik yang diulas ke bentuk lain untuk memperkaya komentar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT Nuryati Yuliana. X1207043. Pragmatic Analysis in Editorial Cartoons "Kabar Bang One " on TV One News Program. Thesis, Indonesia Department of Teacher Training and Education Faculty Sebelas Maret University Surakarta, June 2011. The purpose of this study was to describe and explain: (1) the context surrounding the speech in an editorial cartoon "Kabar Bang One" news program on TV One (2) the presupposition that appears in the editorial cartoon "Kabar Bang One" news program on TV One; (3) implikatur in editorial cartoon "Kabar Bang One" news program on TV One, and (4) forms of deviation maxims of cooperation in the editorial cartoon "Kabar Bang One" news program on TV One. This study used descriptive qualitative method that focuses on description of the aspects of use and the factors underlying the context, presuppositions, and deviations implicature principles of cooperation in the editorial cartoon "Kabar Bang One" news program on TV One. Samples were taken with a purposive sampling technique. Data collection techniques used were documents and interviewing techniques. The data was collected by way of noting the forms of context, presuppositions, implicature, and deviations from the principle of cooperation found in impressions / document editorial cartoon "Kabar Bang One" news program on TV One. Data analysis technique used is an interactive model of data analysis techniques. The validity of the data in this study using triangulation theory and sources. Based on the analysis of research data, it can be summed up as follows: (1) The context surrounding the news editorial cartoons Bang One can be identified based on the physical context, user language, subject, purpose, media, and tone. Overall Bang One editorial cartoon news against the backdrop of context with the characteristics that are not only entertaining, but also intelligent and actual in delivering political messages, social, and education (2) the presupposition that appear in editorial cartoons “Kabar Bang One” is dominated by the Factif presupposition. Power impossibility presuppositions can not be explained by any semantic treatment for such understanding based on factual conditions, (3) Implikatur in editorial cartoons “Kabar Bang One” can be explained based on the descriptions of the conventional impicature arising from Bang One comments is attempting to communicate meaning, and conversational implicature (implies) that the statement conveyed was more polite and mild, and (4) Violations of the principle of cooperation in editorial cartoons Kabar Bang One includes the aberration of the maxims of quantity which aims to get the value of humor and gave a special message to the viewers. Furthermore, the deviation from the maxims of relevance, quality and maxims implementation (how) conducted in news editorial cartoons Kabar Bang One aims to process the transfer of a featured topic to other forms (visual expression) to enrich the comments.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah
selesai dari urusan, kerjakan dengan sungguh-sungguh urusan yang lain”.
(Q.S.Al Insyirah: 6-7)
“Kata-kata adalah bentuk tindakan, mampu mempengaruhi perubahan dan
artikulasi merepresentasikan pengalaman hidup yang lengkap"
(Ingrid Bengis)
Orang-orang yang sukses telah belajar membuat diri mereka melakukan hal yang
harus dikerjakan ketika hal itu memang harus dikerjakan, entah mereka
menyukainya atau tidak.
(Aldous Huxley)
“Kehidupan, nadi dan nadanya ada bersama waktu. Lakukan yang terbaik tetapi
jangan pernah merasa menjadi yang paling baik”.
(Penulis)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan sebuah karya dari hasil kerjaku untuk jiwa
yang merangkul ragaku dan untuk orang-orang yang
menghiasi jejak-jejak nafasku. Tak pernah kuhenti ucap
syukur Alhamdulillah karena aku memiliki kalian. Skripsi ini
penulis persembahkan untuk:
1. Abah dan Ummi tersayang yang selalu memberikan
semangat, doa dan kasih sayang yang tak lekang oleh
waktu;
2. De`Dy, De’ Iin dan De’ Fajarku tersayang yang selalu
memberiku semangat dan inspirasi;
3. Mel, Zhie, Vien, Ash,Oem,Cit, Ika atas support yang
telah diberikan dan persahabatan yang indah;
4. Sahabat-sahabatku Lazuardi dan lainnya;
5. Teman-teman prodi Bastind angkatan 2007; dan
6. Almamater UNS.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, taufik dan
hidayah-Nya, sehingga skipsi ini dapat diselesaikan dengan baik oleh penulis
untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan.
Hambatan dan kesulitan yang penulis hadapi dalam menyelesaikan
penulisan skipsi ini dapat diatasi berkat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu,
atas segala bentuk bantuannya penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta;
2. Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa
dan Seni yang telah memberikan izin penulisan skripsi ini;
3. Dr. Andayani, M.Pd, selaku Ketua Program Studi pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia dan Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan
pengarahan dengan bijaksana, serta motivasi sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik;
4. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd., selaku Pembimbing II yang telah
memberikan dukungan, semangat, dan bimbingan dalam penyusunan skripsi;
5. Drs. Edy Suryanto, M.Pd., selaku pembimbing akademik yang selama ini telah
memberikan bimbingan dan dukungan;
6. Bapak dan Ibu dosen di Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
yang dengan ikhlas berbagi ilmu dan pengalaman;
7. Abah dan Ummi tercinta, yang selalu memberikan dorongan baik moril
maupun spiritual, kasih sayang serta doa yang tak henti-hentinya mengiringi
penulis hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;
8. Direktur Pemberitaan dan redaktur TV One yang telah mengizinkan dan
membantu saya untuk memperoleh data penelitian; dan
9. Teman-teman dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu
yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari
Allah SWT. Amin.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan,
namun penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan perkembangan ilmu pengetahuan pada khususnya.
Surakarta, Juni 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
JUDUL ....................................................................................................... i
PENGAJUAN ............................................................................................. ii
PERSETUJUAN ........................................................................................ iii
PENGESAHAN .......................................................................................... iv
ABSTRAK .................................................................................................. v
MOTTO ...................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN ...................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ................................................................................. ix
DAFTAR ISI .............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiv
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................. xvii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Pembatasan Masalah ................................................................. 6
C. Rumusan Masalah .................................................................... 7
D. Tujuan Penelitian ..................................................................... 7
E. Manfaat Penelitian .................................................................. 8
BAB II. LANDASAN TEORI .................................................................... 9
A. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 9
1. Hakikat Kartun .................................................................... 9
a. Pengertian Kartun ............................................................ 9
b. Klasifikasi Kartun ............................................................ 11
c. Bahasa Ungkap dalam Kartun Editorial ............................ 14
2. Hakikat Pragmatik ............................................................... 18
a. Pengertian Pragmatik ....................................................... 18
b. Situasi Tutur .................................................................... 20
c. Konteks ............................................................................ 22
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
d. Praanggapan .................................................................... 25
e. Implikatur ........................................................................ 29
f. Prinsip Kerjasama ............................................................. 32
B. Penelitian yang Relevan ............................................................ 34
C. Kerangka Berpikir ..................................................................... 36
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................. 38
A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................... 38
1. Tempat Penelitian ................................................................. 38
2 . Waktu Penelitian .................................................................. 38
B. Bentuk dan Strategi Penelitian .................................................. 38
C. Sumber Data ............................................................................. 39
D. Teknik Sampling (Cuplikan) ...................................................... 40
E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 40
F. Validitas Data ............................................................................. 41
G. Teknik Analisis Data ................................................................. 42
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................. 44
A. Deskripsi Latar Penelitian .......................................................... 44
B. Deskripsi Hasil Penelitian ......................................................... 45
1. Konteks yang Melatarbelakangi Kartun Editorial Kabar Bang
One pada Program Berita TV One......................................... 45
2. Praanggapan (presuposisi) yang Muncul dalam Kartun Editorial
Kabar Bang One pada Program Berita TV One ..................... 67
3. Implikatur dalam Kartun Editorial Kabar Bang One .............. 70
4.Bentuk-bentuk Penyimpangan Prinsip kerja Sama dalam Kartun
Editorial Kabar bang One....................................................... 75
C. Pembahasan Temuan Penelitian ................................................ 82
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ................................... 88
A. Simpulan ................................................................................... 88
B. Implikasi ................................................................................... 89
C. Saran ......................................................................................... 91
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 92
LAMPIRAN ............................................................................................... 96
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kartun Komik......................................................................... 11
2. Kartun Gag (lelucon) ............................................................. 12
3. Kartun Animasi ...................................................................... 12
4. Kartun Editorial...................................................................... 13
5. Kerangka Berpikir ................................................................. 36
6. Analisis Model Data Interaktif Miles dan Hubberman........... 42
7. Kartun Bang One .................................................................. 44
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan dalam Penelitian.................. 38
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Daftar Data ....................................................................... 96
2. Kartu Identifikasi Data....................................................... 97
3. Rangkaian gambar kartun editorial..................................... 112
4. Transkrip Wawancara I....................................................... 136
5. Transkrip Wawancara II...................................................... 138
6. Biodata Informan I.............................................................. 140
7. Biodata Informan II............................................................. 141
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
DAFTAR SINGKATAN
1. FF : Fakta vs Fiksi
2. SRPN : Senjata Renta Penjaga Negara
3. TBC : Tubercolosis/ Tuberkolosis
4. KJ : KPK vs Jaksa
5. AT : Antre Terus
6. MM : Mobil Mutakhir
7. GP : Golongan Putih
8. P : Pejuang
9. BB : Bersih-bersih
10. MPL : Melawan Pembalak Liar
11. JJW : Jangan Jebak Warga
12. MB : MA vs BPK
13. BS : Badut Senayan
14. H : Harmoko
15. EG : Efek Gayus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya bahasa dalam masyarakat bersifat konvensional sebagai
interaksi sosial serta bagian dari sistem, arti, bentuk dan ekspresi untuk
merealisasikan komunikasi. Oleh karena itu, dibutuhkan pembelajaran bahasa
yang dapat membuat komunikasi berlangsung secara efektif dan efisien. Namun,
banyak pengamat dan pemerhati pendidikan menilai pembelajaran bahasa
Indonesia belum sepenuhnya mampu merangsang siswa untuk berlatih berbahasa,
berpikir, dan melakukan curah pikir secara kritis, logis, dan kreatif. Padahal dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diterbitkan oleh Badan
Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP) dikemukakan bahwa tujuan
pembelajaran bahasa Indonesia adalah agar “siswa mampu berkomunikasi secara
efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun
tulis dan memahami bahasa Indonesia dan menggunakanya dengan tepat dan
kreatif untuk berbagai tujuan”. (BSNP, 2006)
Pada hakikatnya, belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh
karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah diarahkan untuk
meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi, baik secara lisan maupun
tulisan. Bahasa sebagai sarana komunikasi digunakan dalam bermacam-macam
fungsi dan disajikan dalam konteks yang bermakna, tidak dalam bentuk kalimat-
kalimat lepas. Sebagai piranti untuk membangun hubungan dengan orang lain,
bahasa memiliki fungsi yang sangat bervariasi.
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, kajian pragmatik sebagai telaah
mengenai relasi antarbahasa dan konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan
atau laporan pemahaman bahasa. Dengan demikian, ia merupakan telaah
mengenai kemampuan pemakai bahasa dalam menghubungkan serta
menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks secara tepat. Pragmatik merupakan
suatu kajian bahasa dengan melibatkan berbagai aspek di luar bahasa yang
mampu memberi makna. Kemampuan untuk mengkaji hal-hal di luar bahasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
pastilah akan sangat membantu peserta didik (siswa) dalam mengaplikasikan
kompetensi berbahasa yang dimilikinya secara praktis dalam kondisi senyatanya.
Selain itu, bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam
seluruh proses berpikir ilmiah, dimana bahasa merupakan alat berpikir dan alat
komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain, baik
pikiran yang yang berlandaskan logika induktif maupun deduktif. Menggunakan
bahasa yang baik dalam berpikir belum tentu mendapatkan kesimpulan yang
benar apalagi dengan bahasa yang tidak baik dan tidak benar. Hal ini juga berlaku
dalam memahami atau memaknai sebuah informasi. Oleh karena itu, setiap
manusia harus dapat memahami maksud dan makna tuturan yang diucapkan oleh
lawan tuturnya. Dalam hal ini tidak hanya sekedar mengerti apa yang telah
diujarkan oleh si penutur, tetapi juga konteks yang digunakan dalam ujaran
tersebut. Hal ini patut dinilai kebenarannya karena pada penggunaan bahasa di
kehidupan sehari-hari sering terjadi salah paham (misunderstanding) yang
menyebabkan maksud dan informasi dari sebuah ujaran tidak tersampaikan
dengan baik.
Dalam lingkup yang luas (massa) informasi dapat disampaikan melalui
media massa baik lisan maupun tulisan. Dalam media lisan, pihak yang
melakukan tindak tutur adalah penutur (pembicara) dan mitra tuturnya
(penyimak); sedangkan dalam media tulis, tuturan disampaikan oleh penulis
(penutur) kepada mitra tuturnya, yaitu pembaca. Sementara, untuk tuturan melalui
media penutur dapat mengekspresikan tulisannya baik lisan maupun tulisan
dengan memanfaatkan media massa. Media massa yang dapat dimanfaatkan
untuk tuturan lisan adalah media elektronik, seperti televisi dan radio.
Media elektronik ternyata mendapat tempat yang paling dominan dalam
masyarakat. Daya akses yang mudah dan kemudahan dalam mencerna informasi
merupakan salah satu faktor mengapa orang lebih memilih televisi sebagai sumber
informasi utama bagi masyarakat. Terlepas dari pengaruh yang ditimbulkan baik
yang positif maupun yang negatif, pada dasarnya media televisi telah menjadi
cerminan budaya, tontonan bagi pemirsa di zaman berkembang pesatnya
informasi dan komunikasi sehingga sampai saat ini televisi menjadi media massa
yang paling banyak dikonsumsi. Oleh karena itu, pada umumnya setiap rumah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
tangga pasti telah memiliki televisi untuk dapat memberikan hiburan berupa
tontonan murah dan gratis (Darwanto, 2007:122).
Televisi menghadirkan berbagai bentuk program acara yang dikemas
sedemikian rupa sehingga dapat menarik perhatian penonton, salah satunya adalah
info berita. Kemajuan teknologi digital saat ini menyebabkan program berita lebih
inovatif dan lebih aktual. Program berita kini tidak hanya berisi reportase dan
laporan kejadian dari berbagai peristiwa, namun juga disertai penyampaian opini
dari redaksi. Opini atau pendapat (wujud dari fungsi pers sebagai alat kontrol
sosial), opini ini bisa berupa opini umum (public opinion) dan bisa berupa opini
redaksi (desk opinion).
Setiap stasiun televisi yang menayangkan program berita biasanya
memiliki editorial policy atau kebijakan redaksi atas suatu peristiwa atau kasus-
kasus yang sedang terjadi. Kebijakan ini juga menunjukkan keberpihakan stasiun
TV tersebut dan sekaligus penerapan etika jurnalistik. Biasanya kebijakan redaksi
ini dikemas dalam bentuk paket berita yang sudah berlaku umum di televisi.
Namun, tim News TVOne melakukan hal berbeda dengan menayangkan editorial
policy lewat penggunan animasi kartun. Program berita di TV One menampilkan
tokoh kartun editorial pertama yang lahir di dunia broadcast Indonesia yang
dikenal dengan sebutan “Bang One” dalam program “Kabar Bang One” sebagai
media untuk menyampaikan opini yang menyorot segala macam persoalan. Dari
masalah kriminal, hukum, politik, ekonomi hingga urusan politik tingkat tingggi
dikritisi dengan karikatural (redaktur TV One).
Kartun editorial menyampaikan opini dalam situasi yang lebih santai.
Meskipun pesan-pesan di dalam kartun editorial sama seriusnya dengan pesan-
pesan yang disampaikan lewat berita, pesan-pesan kartun sering lebih menarik
dibandingkan berita utama sehubungan dengan sifatnya yang menghibur.
Gambar-gambar dan tulisan-tulisan dalam kartun dibuat lucu, menggelitik, dan
mengandung sindiran. Sebagai media ekspresi, kartun juga mengajak pemirsa
untuk berpikir kritis dan merenungkan pesan-pesan yang tersirat di dalamnya.
Tambahan pula kritikan-kritikan yang disampaikan secara jenaka tidak begitu
dirasakan melecehkan atau mempermalukan. Kartun editorial tidak bisa lepas dari
bahasa, karena tanpa bahasa komunikasi tidak dapat tersampaikan dengan baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Tanpa bahasa makna yang terkandung dalam kartun editorial tersebut sulit
dipahami oleh pemirsa. Bahasa yang digunakan dalam kartun editorial biasanya
berupa tuturan singkat yang dipadukan dengan gambar.
Penggunaan bahasa terutama dalam wacana kartun editorial memang
agak berbeda dengan penggunaan bahasa dalam berkomunikasi pada umumnya.
Dalam wacana kartun editorial sering dijumpai penggunan bahasa yang tidak
sesuai dengan prinsip atau aturan yang telah ada sehingga menjadikan bahasa
dalam kartun tersebut menjadi rancu dan menjadi sulit dipahami. Sebuah tuturan
yang terdapat dalam kartun editorial mempunyai makna yang berbeda-beda yang
dikaitkan dengan gambar. Sebuah kartun editorial dapat dilihat maknanya secara
tersirat atau penafsiran melalui gambar. Tuturan tanpa gambar dalam kartun opini
dapat menyulitkan penafsiran pemirsa.
Bahasa dan kartun merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. Keduanya merupakan bentuk yang saling mendukung satu sama lain,
bila salah satu unsur yang ada tidak ada dapat mengakibatkan ketidakwajaran
sehingga tujuan untuk penyampaian pesan menjadi tidak sempurna. Bahasa dalam
kartun ini mirip seperti sebuah permainan kata atau penggunaan kata atau susunan
kalimat yang aneh atau tidak wajar yang apabila tidak dipahami sering
mengakibatkan pelanggaran atau penyimpangan terhadap aturan yang telah ada.
Hal ini berkaitan dengan fungsi bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi haruslah
dipahami secara tepat oleh penutur dan mitratuturnya sehingga penggunaannya
tidak menimbulkan salah pengertian. Makna tersurat suatu ujaran dapat
dimengerti dengan mencari arti semantis kata-kata yang membentuk ujaran
tersebut. Sementara itu, untuk memahami makna tersirat suatu ujaran,
pengetahuan semantis saja tidaklah memadai, diperlukan pengetahuan pragmatik.
Pemilihan kajian pragmatik dalam penelitian ini dilandasi karena
penelitian ini memberikan kerangka kerja untuk menganalisis fungsi bahasa
dalam Kartun editorial melalui pendekatan pragmatik. Fungsi dan makna bahasa
yang tidak dapat dianalisis dalam pendekatan struktural dapat dijabarkan
melalui pendekatan pragmatik. Analisis dalam tataran struktural hanya
melihat bentuk bahasa (form). Bentuk dalam hal ini merupakan satuan-satuan
lingual (linguistic units) bunyi, suku kata, morfem, kata, frasa, klausa,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
kalimat, dan sebagainya. Walaupun makna terdapat di balik satuan-satuan
lingual itu, tetapi ilmu bahasa dengan pendekatan struktural hanya dapat
membahas makna dalam tataran makna literal atau tersurat, sedangkan dalam
tataran fungsi (function), makna bahasa dapat ditelaah, dianalisis sampai pada
makna non-literal, implisit, atau tersirat.
Pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mengkaji tentang tindak tutur
yang juga mengkaji tentang cara berbicara atau cara melakukan komunikasi yang
baik dan benar sehingga pesan atau maksud dari pembicaraan tersebut dapat atau
bisa ditangkap oleh lawan bicara. Untuk mendapatkan pemahaman yang
komprehensif dibutuhkan pendekatan pragmatik yang meliputi tindak tutur,
prinsip kerja sama, implikatur, konteks dan praanggapan yang dimunculkan oleh
kartun editorial tersebut. Hal ini perlu dilakukan mengingat dalam bahasa kartun
editorial para pengarang atau kartunis berusaha agar wacana yang diciptakan
dalam kartun sebanyak mungkin dapat menyimpang dari aturan yang telah ada.
Dalam pragmatik, pengkajian bahasa didasarkan pada penggunaan
bahasa bukan pada struktural semata. Wijana (1996:14) menyatakan bahwa
pragmatik menganalisis tuturan, baik tuturan panjang, satu kata atau injeksi. Ia
juga mengatakan bahwa pragmatik sebagai cabang ilmu bahasa yang mempelajari
struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana suatu kebahasaan itu digunakan
dalam komunikasi.
Kartun editorial dipilih karena berkenaan dengan isu-isu aktual, adanya
perbedaan kartun editorial dengan wacana yang lain, yaitu kartun sebagai wacana
yang singkat, sederhana, humoris, dan memuat informasi, dewasa ini kartun
editorial memegang peranan yang cukup penting dalam media massa. Isi media
pada hakikatnya adalah hasil konstruksi realitas dengan bahasa sebagai
perangkat dasarnya. Berdasarkan fungsinya, bahasa bukan saja sebagai alat
merepresentasikan realitas, namun juga bisa menentukan relief seperti apa
yang akan diciptakan oleh bahasa tentang realitas tersebut, dengan arti
media massa mempunyai kemampuan untuk berperan sebagai institusi yang
dapat membentuk opini publik. Akibatnya, media massa mempunyai peluang
yang sangat besar untuk mempengaruhi makna dan gambaran yang dihasilkan
dari realitas yang dikonstruksikan. Dengan kata lain, dapat menciptakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
peristiwa, menafsirkan dan mengarahkan kebenaran. Untuk itu, kajian ini
menelaah makna dan fungsi bahasa dalam lingkup kajian pragmatik. Selain itu,
penelitian ini menarik untuk dilakukan karena beragamnya konteks, praanggapan,
implikatur dan penyimpangan maksim kerjasama yang dimunculkan dalam kartun
editorial “Kabar Bang One”.
B. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas,
diketahui bahwa permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini ternyata cukup
luas. Permasalahan tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Bagaimana relasi konteks antara bahasa dan kartun yang digunakan dalam
kartun editorial “Kabar Bang One”?
2. Bagaimana opini yang disajikan melalui kalimat-kalimat dan konteks dalam
kartun editorial “Kabar Bang One”?
3. Mengapa terjadi penyimpangan prinsip kerja sama dalam kartun editorial
“Kabar Bang One”?
4. Bagaimana penggunaan bahasa dalam kartun editorial “Kabar Bang One”
dalam kajian pragmatik?
5. Bagaimana kartun editorial “Kabar Bang One” diintegrasikan dalam
pembelajaran bahasa melalui kajian pragmatik?
Agar penelitian berjalan secara terarah dalam hubungannya dengan
pembahasan maka diperlukan pembatasan permasalahan yang diteliti. Pembatasan
ini setidaknya memberi gambaran ke mana arah penelitian dan memudahkan
peneliti dalam menganalisis permasalahan yang sedang diteliti. Penelitian ini
dibatasi pada pembahasan wacana dalam kartun editorial “Kabar Bang One” pada
stasiun televisi TV One. Dalam hal ini tidak hanya terbatas pada tuturan yang ada
dalam balon kata dalam percakapan antartokoh dalam kartun editorial saja,
melainkan ditinjau berdasarkan kajian pragmatik, berupa konteks, praanggapan,
implikatur, serta penyimpangan prinsip kerja sama yang muncul dalam wacana
kartun editorial “Kabar Bang One”.
D. Rumusan Masalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah identifikasi konteks yang melatarbelakangi kartun
editorial“Kabar Bang One” pada program berita TV One?
2. Bagaimanakah praanggapan yang muncul dalam kartun editorial“Kabar Bang
One” pada program berita TV One
3. Bagaimanakah implikatur dalam kartun editorial “Kabar Bang One” pada
program berita TV One?
4. Bagaimanakah bentuk penyimpangan terhadap maksim kerjasama dalam
kartun editorial“Kabar Bang One” pada program berita TV One?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian mengenai kajian pragmatik kartun editorial “Bang One” pada
program berita TV One ini dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pembaca tentang
analisis bidang pragmatik, terutama jenis implikatur, konteks, maksim kerja sama,
praanggapan, serta maksud dan tujuan bahasa dalam kartun editorial.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan dan menjelaskan konteks yang melatarbelakangi
tuturan dalam kartun editorial “Kabar Bang One” pada program berita
TV One.
b. Mendeskripsikan dan menjelaskan praanggapan yang muncul dalam
kartun editorial“Kabar Bang One” pada program berita TV One.
c. Mendeskripsikan dan menjelaskan implikatur dalam kartun editorial
“Bang One” pada program berita TV One.
d. Mendeskripsikan dan menjelaskan bentuk-bentuk penyimpangan maksim
kerjasama dalam kartun editorial “Bang One” pada program berita TV
One.
F. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan secara teoretis
maupun praktis. Oleh karena itu, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas terhadap
pembaca mengenai konteks, praanggapan,implikatur, dan prinsip kerjasama
di dalam kartun editorial Bang One pada program berita TV One.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi siswa
Menambah pengetahuan tentang kartun editorial yang ada pada saat ini,
baik dalam isi atau pesan, konteks, praanggapan, implikatur, dan bentuk
penyimpangan maksim kerja sama dan faktor penyebab penyimpangan
tersebut.
b. Bagi pengajar bahasa Indonesia
Diharapkan penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan pengajaran
bahasa pada umumnya dan memperkaya khasanah ilmu pragmatik pada
khususnya.
c. Bagi peneliti lain
Memberi peluang bagi peneliti bahasa selanjutnya agar meneliti dan
mengkaji lebih dalam tentang analisis pragmatik pada kartun editorial dan
menginspirasi peneliti lain untuk mengkaji bidang pragmatik.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Hakikat Kartun
a. Pengertian Kartun
Kartun (Cartoon) berasal dari bahasa Italia cartone, yang artinya kertas.
Pada mulanya kartun adalah penamaan bagi sketsa pada kertas a lot (stout paper)
sebagai rancangan atau desain untuk lukisan kanvas atau dinding. Pada saat ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
kartun adalah gambar yang bersifat dan bertujuan sebagai humor satir (Wijana,
2004 : 4). Kartun adalah sebuah gambar yang bersifat reprensentasi atau simbolik,
mengandung unsur sindiran, lelucon, atau humor. Kartun biasanya muncul dalam
publikasi secara periodik, dan paling sering menyoroti masalah politik atau
masalah publik. Namun masalah-masalah sosial kadang juga menjadi target,
misalnya dengan mengangkat kebiasaan hidup masyarakat, peristiwa olahraga,
atau mengenai kepribadian seseorang (Setiawan, 2002:34). Dengan kata lain,
kartun merupakan metafora visual hasil ekspresi dan interpretasi atas lingkungan
sosial politik yang tengah dihadapi oleh pembuatnya.
Media kartun biasanya disajikan sebagai selingan setelah para pembaca
menikmati rubrik-rubrik atau artikel yang lebih serius. Melalui kartun, para
pembaca dibawa ke dalam situasi yang lebih santai. Meskipun pesan-pesan di
dalam beberapa kartun sama seriusnya dengan pesan-pesan yang disampaikan
lewat berita dan artikel, namun dengan kartun dapat dengan mudah dicerna dan
dipahami maknanya. Walaupun bukanlah menjadi tujuan utama orang dalam
membaca suatu surat kabar kehadiran kartun sebagai bagian dari rubrik dari surat
kabar. Kehadiran kartun harus diakui mampu menyampaikan pesan yang amat
luas, mendalam, dan tajam dalam menyikapi kondisi real yang berkembang di
masyarakat kita.
Menurut Anderson (Wijana, 2004 : 5), aspek pertentangan dalam tradisi
penciptaan kartun sebenarnya bukanlah lebih mementingkan naluri untuk
mengkritik, melainkan lebih menekankan fakta-fakta historis bahwa masyarakat
telah memasuki bentuk komunikasi politik yang modern, dan tidak lagi
mempergunakan kekuatan atau kekuasaan. Seperti kutipan ini :” Cartoons were a
way of creating collective consciences by people without acces of bureaucratic or
other institutionalized forms of political muscle”.
Kartun editorial adalah alat untuk menciptakan kesadaran kolektif tanpa
harus memasuki birokrasi atau berbagai bentuk kekuatan politik. Kartun, seperti
halnya film merupakan bentuk komunikasi politik biasanya diciptakan sebagai
reaksi terhadap peristiwa sejarah tertentu sehingga memungkinkan digali atau di
cari isi faktanya. Penggunaan istilah antara karikatur dan kartun masih sering
digunakan dan menjadikan keduanya rancu. Karikatur diartikan sebagai gambar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
sindir serius (satire), sedangkan kartun hanyalah gambar lucu (Sibarani, 2001:9-
11). Masyarakat selama ini menganggap karikatur sama dengan kartun yang
bersifat atau bertujuan mengkritik atau menyindir, sedangkan pengertian kartun
sering di batasi hanya pada gambar bermuatan humor. Sebenarnya karikatur
hanyalah bagian dari kartun dengan ciri deformasi atau distorsi wajah, biasanya
wajah manusia (tokoh) yang dijadikan sasarannya. Noerhadi di dalam artikelnya
yang berjudul kartun dan karikatur sebagai wahana kritik sosial mendefinisikan
kartun sebagai suatu bentuk tanggapan lucu dalam citra visual (Wijana, 2004 : 7).
Konsep kartun berbeda dengan karikatur. Tokoh-tokoh kartun bersifat
fiktif yang dikreasikan untuk menyajikan komedi-komedi sosial serta visualisasi
jenaka. Sementara itu, tokoh-tokoh karikatur adalah tokoh-tokoh tiruan lewat
pemiuhan (distortion) untuk memberikan persepsi tertentu kepada pembaca
sehingga sering kali disebut portrait caricature. Kata karikatur (caricature)
berasal dari bahasa Italia caricatura, yang artinya memberi muatan atau beban
tambahan, yang direka adalah tokoh-tokoh politik atau orang-orang yang karena
peristiwa tertentu menjadi pusat perhatian. Dalam hal ini deformasi jasmani
tokoh-tokohnya itu tidak selamanya dimaksudkan sebagai sindiran, melainkan
dapat juga hanya untuk menampilkannya secara humoristis.
b. Klasifikasi Kartun
Sebagai bentuk komunikasi grafis, kartun merupakan suatu gambar
interpretatif yang menggunakan simbol-simbol untuk menyampaikan suatu pesan
secara cepat dan ringkas. Kartun biasanya hanya mengungkapkan esensi pesan
yang harus disampaikan dan menuangkanya ke dalam gambar sederhana dengan
simbol dan karakter. Berikut adalah ciri kartun, antara lain: (1) menggunakan
gambar yang ringkas; (2) tidak banyak menggunakan kata; (3) mudah dikenali;
dan (4) memiliki pesan aktual.
Dalam The Encyclopaedia of Cartoons (Horn, 1980:15-24), pengertian
cartoon dibagi lagi menjadi empat jenis sesuai dengan kegiatan yang ditandainya,
yaitu : (1) comic cartoon; (2) gag cartoon untuk lelucon sehari-hari; (3) Political
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Cartoon untuk gambar sindir politik; dan (4) Animated Cartoon untuk film kartun
Berikut adalah penjelasannya.
1) Comic Cartoon (kartun komik). Merupakan perpaduan antara seni dan
gambar seni sastra. Komik terbentuk dari rangkaian gambar yang secara
keseluruhan merupakan rentetan suatu cerita yang pada tiap gambar
terdapat balon ucapan sebagai narasi dengan tokoh/ karakter yang mudah
dikenal. Sebagai contoh comic cartoon dapat dilihat pada Gambar 1
berikut ini.
Gambar 1. Kartun Komik (Benny & Mice dalam www.tantomo.co.cc)
2) Gag Cartoon ( kartun gag/ lelucon). Gambar kartun yang dimaksud hanya
sekadar gambar lucu tanpa maksud untuk mengulas permasalahan atau
suatu peristiwa aktual. Sebagai contoh kartun Gag dapat dilihat pada
Gambar 2 berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Gambar 2. Kartun Gag /lelucon (www.duniakartun.com)
3) Animated Cartoon (kartun animasi). Kartun yang dapat bergerak secara
visual dan bersuara. Biasanya terdiri daripada susunan gambar yang
ditayangkan dan merupakan bagian penting industri perfilman. Sebagai
contoh animated cartoon dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini.
Gambar 3. Kartun Animasi (Upin dan Ipin dalam www.lescopaque.com)
4) Political Cartoon (kartun politik/ editorial). Merupakan gambar sindiran
yang mengomentari berita dan isu yang sedang ramai dibahas di
masyarakat pada masanya. Sebagai contoh political cartoon dapat dilihat
pada Gambar 4 berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Gambar 4: Kartun politik/ editorial (www.inilah.com)
Kartun politik biasa disebut dengan istilah kartun editorial, biasanya
membicarakan masalah politik atau peristiwa aktual. Dalam kartun politik,
seringkali muncul figur dari tokoh terkenal yang dikaitkan dengan tema yang
sedang hangat-hangatnya yang terjadi di dalam masyarakat. Karikatur bisa saja
muncul dalam sebuah karya kartun editorial untuk menampilkan tokoh yang
disindir (Priyanto,2005:4).
Banyak orang yang tidak membaca edisi surat kabar atau menyimak berita
dengan seksama akan tetapi mengikuti kartunnya secara tetap. Inilah salah satu
sisi keunggulan kartun dalam menginformasikan berita yang sebenarnya
merupakan kritikan yang keras tetapi karena dikemas menjadi sebuah kartun
editorial yang sifatnya jenaka maka kritikan tersebut seolah-olah menjadi lelucon
tetapi tetap mengenai sasaran.
Kartun yang menjadi bahan penelitian skripsi ini adalah kartun editorial
Kabar Bang One yang berisi sindiran terhadap polah tingkah tokoh masyarakat,
kebijakan pemerintah, ataupun berita maupun isu yang sedang ramai dibicarakan.
Karena ditampilkan secara rutin pada program berita TV One, maka kartun
tersebut dianggap sebagai sikap dan opini redaksi, sejalan dengan misi media
yang memuatnya. Melalui ungkapan kartun editorial dapat dipahami bagaimana
hubungan media dengan masyarakat, dengan pemerintah, dan dapat dipelajari
budaya komunikasi masyarakat pada tempat dan saat tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
c. Bahasa Ungkap dalam Kartun Editorial
Kartun editorial dipandang sebagai lahan untuk melempar kritik. Melalui bentuknya
yang visual dan total maka ungkapannya segera dapat ditangkap dibandingkan tulisan
yang linear. Kekuatan ini yang dimanfaatkan surat kabar untuk menampilkan opini.
Kartun menjadi opini visual dari pandangan dan kebijakan surat kabar. Kartun editorial
dalam posisi ini dimanfaatkan sebagai media kritik terhadap kebijakan maupun ideologi
yang tak sepaham, pun pihak lawan politik yang kebetulan sedang berkuasa. Dalam
situasi politik yang berimbang, nyaris tak ada tekanan untuk beropini terbuka baik
dengan bahasa verbal maupun non-verbal
1) Bahasa Verbal
Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan
satu kata atau lebih. Bahasa dapat juga dianggap sebagai sistem kode verbal
(Mulyana, 2005). Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol,
dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang
digunakan dan dipahami suatu komunitas.
Penggunaan bahasa verbal adalah aspek lingusitik yang seringkali tidak
dapat dihindari dalam tampilan sebuah karya kartun. Pemanfaatan unsur-
unsur verbal seperti kata, frasa, kalimat, wacana disamping gambar-gambar
jenaka sangat diperlukan sebagai unsur terpenting dalam kartun. Dalam
kartun sering terdapat ungkapan-ungkapan khas yang menempati wilayah
diantara visual dan verbal, yaitu bentuk-bentuk gambar yang telah menyimbol
atau sebaliknya bentuk tulisan yang mengikon. Menurut Basnendar (2007)
ungkapan-ungkapan ini dikenal sebagai quipu (tanda atau simbol), dan
onomatopea. Bentuk quipu yang menonjol adalah balon dan panel. Balon
menunjukkan ucapan atau pikiran suatu objek, dan panel menunjukkan
pemisahan waktu dan ruang.
Ada beberapa cara di dalam kartun untuk menampilkan tulisan atau huruf
secara visual, yakni : sebagai judul yang ditulis besar dan biasanya terletak
diatas, sebagai caption (keterangan gambar), sebagai balon kata (berisi
dialog), sebagai identitas nama atau ”label” (identifikasi tertulis yang
diletakkan pada objek), dan sebagai onomatopea (peniruan verbal pada bunyi
tanpa arti seperti gubrak, hmm) (Priyanto, 2005:116).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa bahasa
verbal dalam kartun editorial berupa simbol atau teks verbal dalam bentuk
balon kata atau simbol, salah satunya adalah pemasangan label nama yang
diterakan pada orang atau pun benda pada kartun editorial, hal ini bertujuan
untuk mempermudah dalam mengartikan dan memahami konteks kartun
editorial tersebut.
2) Bahasa Non-verbal
Komunikasi non-verbal sering dipergunakan untuk menggambarkan
perasaan dan emosi, komunikasi non-verbal biasanya disebut komunikasi
tanpa kata (karena tidak berkata-kata). Karakteristik dari komunikasi non-
verbal adalah pemaknaan pesan non-verbal maupun fungsi non-verbal
memiliki perbedaan dalam cara dan isi kajiannya. Pemaknaan (meanings)
merujuk pada cara interprestasi suatu pesan; sedangkan fungsi (functions)
merujuk pada tujuan dan hasil suatu interaksi.
Duncan (dalam Liliweri, 1994:114) menjelaskan pembagian dimensi
bahasa non-verbal menjadi enam jenis, yaitu : gerakan tubuh: misalnya
perilaku kinesik: gestures dan gerakan anggota tubuh termasuk ekspresi
wajah, gerakan mata, dan postur tubuh, paralinguistik: kualitas suara,
pengaruh ujaran, suara-suara seperti tertawa, teriakan, berdengung,
proksemik: persepsi pribadi maupun sosial terhadap cara penggunaan ruang
dan jarak fisik ketika berkomunikasi, penciuman, kepekaan kulit, penggunaan
artefak seperti pakaian dan kosmetik.
Untuk penelaahan karya kartun, pengamatan untuk bahasa non-verbal
kinesik dan pesan artifaktual akan membantu untuk mengkaji dan mengetahui
makna dari kartun tersebut, seperti menurut Bellak dan Baker (1981) dalam
Liliweri (1994:143-148) ada tiga macam bentuk dan tipe gerakan tubuh,
yaitu :
a) Kontak mata (Gaze). Kontak mata juga mengacu pada sesuatu yang
disebut dengan gaze yang meliputi suatu keadaan penglihatan secara
langsung antar orang (selalu pada wilayah wajah) di saat sedang
berbicara.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
b) Ekspresi wajah. Didalamnya meliputi raut wajah yang dipergunakan
untuk berkomunikasi secara emosional atau bereaksi terhadap suatu
pesan. Wajah setiap orang selalu menyatakan hati dan perasaannya.
Wajah ibarat cermin dari pikiran, dan perasaan. Melalui wajah orang juga
bisa membaca makna suatu pesan. Pernyataan wajah menjadi masalah
ketika (1) ekspresi wajah tidak merupakan tanda perasaan; atau (2)
ekspresi wajah yang dinyatakan tidak seluruhnya/tidak secara total
merupakan tanda pikiran dan perasaan.
c) Gestures. Gestures merupakan bentuk perilaku non verbal pada gerakan
tangan, bahu, dan jari-jari. Penggunaan anggota tubuh secara sadar
maupun tidak sadar yang berfungsi untuk menekankan suatu pesan.
Ternyata manusia mempunyai banyak cara dan bervariasi dalam
menggerakan tubuh dan anggota tubuhnya ketika mereka sedang
berbicara. Mereka yang cacat bahkan berkomunikasi hanya dengan
tangan saja. Gerakan tubuh dapat dikategorikan menjadi beberapa macam
tipe, yakni :
(1) Affect display. Perilaku affect display selalu mengambarkan
perasaan dan emosi. Wajah merupakan media yang paling banyak
digunakan untuk menunjukkan reaksi terhadap pesan yang
direspons.
(2) Emblem. Merupakan terjemahan pesan non verbal yang
melukiskan sesuatu makna bagi suatu kelompok sosial.
(3) Ilustrator atau tanda-tanda non verbal dalam komunikasi. Tanda
ini merupakan gerakan anggota tubuh yang menjelaskan atau
menunjukkan contoh sesuatu. Seorang tukang parkir
menggambarkan dan mengarahkan jalan dengan cara
menggerakkan tangan ke depan dan belakang.
(4) Adaptor. Sebuah gerakan anggota tubuh yang bersifat spesifik.
Pada mulanya gerakan ini berfungsi untuk menyebarkan atau
membagi ketegangan anggota tubuh, misalnya meliuk-meliukan
tubuh, memulas tubuh, menggaruk kepala, dan loncatan kaki.
Sebagai contoh gerakan mengusap-usap kepala orang lain sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
tanda kasih sayang (alters adaptors), sedangkan gerakan
menggaruk kepala untuk menunjukkan kebingungan (self
adaptors).
(5) Regulator. Gerakan yang berfungsi mengarahkan, mengawasi,
mengkoordinasi interaksi dengan seksama. Sebagai contoh, kita
menggunakan kontak mata sebagai tanda untuk memperhatikan
orang lain yang sedang berbicara dan mendengarkan orang lain.
Ketika berkomunikasi non-verbal maka banyak orang mempelajari
mengenai pernyataan diri dengan melalui tanda dan simbol yang memberikan
pesan tertentu. Salah satu bentuk pernyataan diri adalah pakaian. Sebagai
pesan artifaktual, adalah pakaian akan membentuk citra tubuh. Pakaian
merupakan salah satu bentuk daya tarik fisik yang melekat pada tubuh
seseorang. Orang bisa menerka ekspresi emosi dan perasaan melalui pakaian
dan asesories yang melengkapinya. Dalam kartun pemanfaatan ini biasanya
dilakukan dari tampilan sosok, anggota badan, proporsi tubuh, selain atribut
(pakaian) sebagai ciri, dan yang biasa kita temukan orang kaya digambarkan
dengan perut gendut, dan orang susah dengan badan kurus kecil.
2. Hakikat Pragmatik
a. Pengertian Pragmatik
Pragmatik mulai berkembang dalam bidang kajian linguistik pada tahun
1970-an. Kehadirannya dilatarbelakangi oleh adanya ketidakpuasan terhadap
kaum strukturalis yang hanya mengkaji bahasa dari segi bentuk, tanpa
mempertimbangkan bahwa satuan-satuan kebahasaan itu sebenarnya hadir dalam
konteks yang bersifat lingual maupun ekstralingual. Pragmatik (pragmatics)
adalah merupakan kajian atau makna yang muncul dalam penggunaan bahasa.
Pragmatik didefinisikan berbeda-beda menurut pandangan berbagai pakar.
Pragmatik adalah kajian tentang arti yang disampaikan atau dikomunikasikan oleh
pembicara dan diinterpretasikan oleh pendengar. Dengan kata lain pragmatik
mencakup kajian makna yang dikomunikasikan oleh pemakai bahasa. Arti atau
makna yang disampaikan oleh pemakai bahasa melebihi dari makna yang terucap
dalam tulisan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Perkembangan lebih lanjut tentang pragmatik memunculkan berbagai
batasan. Leech (dalam terjemahan Oka, 1993:32) mengemukakan bahwa,
“Pragmatik merupakan studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-
situasi ujar atau speech situations.” Lubis (1993:4) menambahkan bahwa bahasa
merupakan gejala sosial dan pemakaiannya jelas banyak ditentukan oleh faktor-
faktor nonlinguistik. Faktor linguistik saja seperti kata-kata, kalimat-kalimat saja
tidak cukup untuk melancarkan komunikasi.
Menurut Levinson (dalam Tarigan, 1990:33), pragmatik merupakan
telaah mengenai relasi antara bahasa dengan konteks yang merupakan dasar bagi
suatu catatan atau laporan pemahaman bahasa. Dengan kata lain, pragmatik
adalah telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa menghubungkan serta
menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks-konteks secara tepat. Pendapat lain
dikemukakan oleh Wijana (1996:14) bahwa pragmatik menganalisis tuturan, baik
tuturan panjang, satu kata atau injeksi. Ia juga mengatakan bahwa pragmatik
sebagai cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal,
yakni bagaimana suatu kebahasaan itu digunakan dalam komunikasi. Gunarwan
(dalam Rustono, 1999:4) menambahkan bahwa pragmatik adalah bidang
linguistik yang mengkaji hubungan (timbal-balik) fungsi ujaran dan bentuk
(struktur) kalimat yang mengungkapkan ujaran.
Penerapan pragmatik dalam kehidupan sehari-hari dapat diketahui
dengan menganalisis bentuk-bentuk penggunaan bahasa baik secara lisan maupun
tulisan yang berwujud tuturan. Menurut Cruse (dalam Cummings, 2007:3),
pragmatik dapat dianggap berurusan dengan aspek-aspek informasi (dalam
pengertian yang luas) yang disampaikan melalui bahasa yang (a) tidak dikodekan
oleh konvensi yang diterima secara umum dalam bentuk-bentuk linguistik yang
digunakan, namun (b) juga muncul secara alamiah dari dan tergantung pada
makna-makna yang dikodekan secara konvensional dengan konteks tempat
penggunaan bentuk-bentuk tersebut (penekanan ditambahkan). Dalam tulisan Tri
Sulistyaningtyas, (Yule, 1996:3) menyebutkan empat definisi pragmatik, yaitu (a)
bidang yang mengkaji makna pembicara; (b) bidang yang mengkaji makna
menurut konteksnya; (c) bidang yang melebihi kajian tentang makna yang
diujarkan, mengkaji makna yang dikomunikasikan atau terkomunikasi-kan oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
pembicara; (d) bidang yang mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang
membatasi partisipan yang terlibat dalam percakapan tertentu.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pragmatik
merupakan cabang ilmu bahasa yang mengkaji segala aspek makna tuturan
berdasarkan maksud penutur yang dihubungkan dengan konteks bahasa dan
konteks nonbahasa. Konteks ini sangat mempengaruhi makna satuan bahasa,
mulai dari kata sampai pada sebuah wacana.
Pemahaman terhadap konteks merupakan salah satu ciri kajian
pragmatik. Untuk memahami bahwa kartun tersebut tidak semata-mata sebagai
editorial tetapi juga mengandung maksud dan tujuan, diperlukan pemahaman
terhadap konteks yang melatarbelakanginya. Alasan pemilihan kajian pragmatik
dalam mengkaji kartun editorial Kaba Bang One dilandasi karena penelitian ini
memberikan kerangka kerja untuk menganalisis fungsi bahasa dalam kartun
editorial. Fungsi dan makna bahasa yang tidak dapat dianalisis dalam
pendekatan struktural dapat dijabarkan melalui pendekatan pragmatik.
Analisis dalam tataran struktural hanya melihat bentuk bahasa (form). Bentuk
dalam hal ini merupakan satuan-satuan lingual (linguistic units) bunyi,
sukukata, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, dan sebagainya. Walaupun
makna terdapat di balik satuan-satuan lingual itu, tetapi ilmu bahasa dengan
pendekatan struktural hanya dapat membahas makna dalam tataran makna
literal atau tersurat, sedangkan dalam tataran fungsi (function), makna bahasa
dapat ditelaah, dianalisis sampai pada makna non-literal, implisit, atau
tersirat.
Kajian pragmatik digunakan untuk mengeksplisitkan norma-norma
dan aturan-aturan bahasa yang implisit, dengan menelaah aspek-aspek tindak
tutur, deiksis, presuposisi, dan implikatur. Hal ini diperkuat dengan pendapat
Dowty (melalui Tarigan, 1990:33) bahwa pragmatik merupakan telaah mengenai
ujaran langsung dan tak langsung, presuposisi, implikatur, konvensional dan
konversasional sehingga kajian pragmatik dipandang paling ideal dalam
menganalisis kartun editorial dalam skripsi ini. Kajian pragmatik dipergunakan
untuk memahami strategi yang digunakan Bang One untuk menyampaikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
pandangan dalam kartun editorial tersebut. Implikatur dan tindak tutur banyak
dimanfaatkan Bang One untuk menciptakan praanggapan bagi penonton.
b. Situasi Tutur
Pragmatik merupakan kajian bahasa yang mencakup tataran
makrolinguistik. Hal ini berarti bahwa pragmatik mengkaji hubungan unsur-unsur
bahasa yang dikaitkan dengan pemakai bahasa, tidak hanya pada aspek
kebahasaan dalam lingkup ke dalam saja. Tataran pragmatik lebih tinggi
cakupannya. Secara umum, pragmatik dapat diartikan sebagai kajian bahasa yang
telah dikaitkan dengan konteks yang mendasari penjelasan pengertian bahasa
dalam hubungannya dengan pengguna bahasa. Pragmatik terpola dan berkaitan
dengan ilmu lain sehingga menelurkan beberapa kajian. Kajian dalam bidang
pragmatik sangat beragam. Bidang kajian itu meliputi: variasi bahasa, tindak
bahasa, implikatur, percakapan, teori deiksis, praanggapan, analisis wacana dan
lain-lain. Bidang kajian tersebut memiliki lingkup kajian yang lebih sempit.
Seluruh bidang kajian ini tentu berpokok pada penggunaan bahasa dalam konteks.
Leech (1993:19) menjelaskan bahwa aspek yang perlu diperhatikan dalam
sebuah konteks adalah situasi tutur, dalam mengkajinya perlu dipertimbangkan
beberapa aspek seperti di bawah ini.
1) Penutur dan lawan tutur
Konsep penutur dan lawan tutur ini juga mencakup penyampai informasi
dan penonton bila tuturan yang bersangkutan dikomunikasikan dalam
bentuk visual.
2) Konteks tuturan
Konteks di sini meliputi semua latar belakang pengetahuan yang
diperkirakan dimiliki dan disetujui bersama oleh penutur dan lawan tutur,
serta yang menunjang interpretasi lawan tutur terhadap apa yang dimaksud
penutur dengan suatu ucapan tertentu.
3) Tujuan tuturan
Setiap situasi tuturan atau ucapan tentu mengandung maksud dan tujuan
tertentu pula. Kedua belah pihak, yaitu penutur dan lawan tutur terlibat
dalam suatu kegiatan yang berorientasi pada tujuan tertentu.
4) Tuturan sebagai bentuk tindakan dan kegiatan tindak tutur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Dalam pragmatik ucapan dianggap sebagai suatu bentuk kegiatan yaitu
kegiatan tindak ujar.
5) Tuturan sebagai produk tindak verbal
Dalam pragmatik tuturan mengacu kepada produk suatu tindak verbal, dan
bukan hanya pada tindak verbalnya itu sendiri. Jadi, yang dikaji oleh
pragmatik bukan hanya tindak ilokusi, tetapi juga makna atau kekuatan
ilokusinya.
Penutur dan lawan tutur biasanya terbantu oleh keadaan di sekitar
lingkungan tuturan itu. Keadaan semacam ini, termasuk juga tuturan-tuturan
yang lain, disebut peristiwa tutur. Pengertian peristiwa tutur yang lain
menyatakan bahwa peristiwa tutur adalah berlangsungnya interaksi linguistik
dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua belah pihak, yaitu
penutur dan lawan tutur dengan satu pokok pikiran dalam waktu, tempat dan
situasi tertentu (Chaer, 1995: 61).
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa situasi tutur
merupakan hubungan unsur-unsur bahasa yang dikaitkan dengan pemakai
bahasa, berdasarkan aspek yang berpengaruh terhadap pemahaman konteks
yang terdiri dari (1) penutur dan lawan tutur; (2) konteks tuturan; (3) tujuan
tuturan; (4) tuturan sebagai bentuk tindakan dan kegiatan tindak tutur; dan (5)
tuturan sebagai produk tindak verbal
c. Konteks
Cummings (2007:5) mengungkapkan bahwa definisi pragmatik yang
lengkap tidak akan lengkap apabila konteksnya tidak disebutkan. Konteks adalah
benda atau hal yang berada bersama teks dan menjadi lingkungan atau situasi
penggunaan bahasa. Perhatikan defenisi pragmatik berikut:
Pragmatics is the study of the relations between language and context that are
basic to an account of language understanding (Levinson, 1983:21).
‘Pragmatik adalah kajian tentang hubungan antara bahasa dan konteks sebagai
dasar pertimbangan untuk memahami bahasa.’
Berdasarkan definisi tersebut jelas sekali bahwa pragmatik itu memang
harus mengkaji bahasa dan konteks secara bersamaan Dalam tata bahasa konteks
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
tuturan itu mencakupi semua aspek fisik atau latar sosial yang relevan dengan
tuturan yang diekspresi. Konteks yang bersifat fisik, yaitu fisik tuturan dengan
tuturan lain, biasa disebut ko-teks. Sementara itu, konteks latar sosial lazim
dinamakan konteks. Di dalam pragmatik konteks itu berarti semua latar belakang
pengetahuan yang dipahami bersama oleh penutur dan mitra tuturnya. Konteks ini
berperan membantu mitra tutur di dalam menafsirkan maksud yang ingin
dinyatakan oleh penutur.
Konteks tersebut dapat berupa konteks linguistik dan dapat pula berupa
konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik yang juga berupa teks atau bagian
teks dan menjadi lingkungan sebuah teks dalam wacana yang sama dapat disebut
konteks ekstralinguistik berupa hal-hal yang bukan unsur bahasa, seperti
partisipan, topik, latar atau setting (tempat, waktu, dan peristiwa), saluran (bahasa
lisan atau tulis), bentuk komunikasi (dialog, monolog atau polilog).
Pengguna bahasa harus memperhatikan konteks agar dapat menggunakan
bahasa secara tepat dan menentukan makna secara tepat pula. Dengan kata lain,
pengguna bahasa senantiasa terikat konteks dalam menggunakan bahasa. Konteks
yang harus diperhatikan adalah konteks linguistik dan konteks ekstralinguistik.
Wujud konteks bermacam-macam, dapat berupa kalimat, paragraf, dan
bahkan wacana. Konteks ekstralinguistik adalah konteks yang bukan berupa
unsur-unsur bahasa. Konteks ekstralinguistik itu mencakup praanggapan,
partisipan, topik atau kerangka topik, latar, saluran, dan kode. Partisipan adalah
pelaku atau orang yang berpartisipasi dalam peristiwa komunikasi berbahasa.
Partisipan mencakup penutur, mitra tutur. dan pendengar. Latar adalah tempat dan
waktu serta peristiwa beradanya komunikasi. Saluran adalah ragam bahasa dan
sarana yang digunakan dalam penggunaan wacana. Kode adalah bahasa atau
dialek yang digunakan dalam wacana.
Konteks wacana terdiri atas berbagai unsur seperti situasi, pembicara,
pendengar, waktu, tempat, adegan, peristiwa, topik, bentuk amanat, kode, dan
sarana (dalam Dardjowidjojo, 2003 : 421).
Konteks pemakaian bahasa dibedakan menjadi empat macam (Lubis,
1993: 58), yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
1) Konteks fisik, yang meliputi tempat terjadinya pemakaian bahasa dalam
suatu komunikasi, objek yang disajikan dalam peristiwa komunikasi itu
dan tindakan atau perilaku dari para peran dalam peristiwa komunikasi itu.
2) Konteks epistemis atau latar belakang pengetahuan yang sama-sama
diketahui oleh pembicara atau pendengar.
3) Konteks linguistik, yang terdiri dari kalimat-kalimat atau tuturan-tuturan
yang mendahului satu kalimat atau tuturan tertentu dalam peristiwa
komunikasi.
4) Konteks sosial, yaitu relasi sosial dan latar seting yang melengkapi
hubungan antara pembicara dengan pendengar.
Keempat konteks tersebut mempengaruhi kelancaran komunikasi. Ciri-ciri
konteks harus dapat diidentifikasikan untuk menangkap pesan si pembicara.
Dengan konteks linguistik, kita dapat berkomunikasi dengan baik, namun harus
dilengkapi dengan konteks fisiknya, yaitu di mana komunikasi itu terjadi, apa
objek yang dibicarakan dan begitu juga bagaimana tindakan si pembicara. Kita
pun harus melengkapi dengan konteks sosial dan epistemiknya.
Sejalan dengan pernyataan tersebut Nurkamto (2002:2) memberikan
penjabaran konteks berdasarkan pendapat Hymes meliputi enam dimensi.
Pertama, tempat dan waktu (setting); seperti di ruang kelas, di pasar, stasiun,
masjid, dan warung kopi. Kedua, pengguna bahasa (participants); seperti dokter
dengan pasien, dosen dengan mahasiswa, penjual dengan pembeli, menteri dengan
presiden, dan anak dengan orang tua. Ketiga, topik pembicaraan (content); seperti
pendidikan, kebudayaan, politik, bahasa, dan olah raga. Keempat, tujuan
(purpose); seperti bertanya, menjawab, memuji, menjelaskan, dan menyuruh.
Kelima, nada (key); seperti humor, marah, ironi, sarkastik, dan lemah lembut.
Keenam, media/saluran (channel); seperti tatap muka, melalui telepon, melalui
surat, melalui e-mail, dan melalui telegram. Peneliti memutuskan untuk
menggunakan deskripsi konteks tersebut karena lebih spesifik dan mudah untuk
dipahami.
Dalam menganalisis wancana sasaran utamanya bukan pada struktur
kalimat, tetapi pada status dan nilai fungsional kalimat dalam konteks, baik itu
konteks linguistik ataupun konteks ekstralinguistik. Tiga manfaat konteks dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
analisis wacana, yaitu: (1) penggunaan konteks untuk mencari acuan, yaitu
pembentukan acuan berdasarkan konteks linguistik; (2) penggunaan konteks
untuk menentukan maksud tuturan, yaitu bahwa maksud sebuah tuturan
ditentukan oleh konteks wacana; dan (3) penggunaan konteks untuk mencari
bentuk tak terujar, yaitu bentuk yang memiliki unsur tak terujar atau bentuk eliptis
adalah bentuk yang hanya dapat ditentukan berdasarkan konteks.
Dari penjelasan tersebut dapat diperoleh gambaran bahwa makna yang
dikaji dalam pragmatik pada prinsipnya berkaitan dengan maksud penutur
(speaker meaning). Oleh sebab itu, pemakaian konteks pada hakikatnya adalah
semua latar belakang pengetahuan yang dipahami bersama penutur dan lawan
tutur (Yule, 2006:146).
Melalui beberapa penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa maksud
ataupun tujuan pembicara akan dipahami dan dapat dimengerti melalui konteks
yang berupa tempat dan waktu (setting); Kedua, pengguna bahasa (participants);
Ketiga, topik pembicaraan (content); Keempat, tujuan (purpose); Kelima, nada
(key); dan Keenam, media/saluran (channel); seperti tatap muka, melalui
telepon,antara penutur dan lawan tutur. Berkaitan dengan penelitian ini untuk
memahami makna kartun editorial diperlukan pemahaman terhadap konteks-
konteks tersebut.
d. Praanggapan (Presuposisi)
1) Pengertian Praanggapan
Presuposisi atau praanggapan berasal dari kata to pre-suppose, yang dalam
bahasa Inggris berarti to suppose beforehand (menduga sebelumnya), dalam arti
sebelum pembicara atau penulis mengujarkan sesuatu ia sudah memiliki dugaan
sebelumnya tentang lawan bicara atau yang dibicarakan. Selain definisi tersebut
beberapa definisi lain tentang praanggapan diantaranya adalah Levinson (dalam
Nababan, 19887: 48) memberikan konsep praanggapan yang disejajarkan
maknanya dengan presupposition sebagai suatu macam anggapan atau
pengetahuan latar belakang yang membuat suatu tindakan, teori, atau ungkapan
mempunyai makna. Lubis (1991:59) mengatakan bahwa yang disebut presuposisi
(praanggapan) adalah hakikat rujukan yang dirujuk oleh kata atau frasa atau
kalimat. Maksudnya kalau ada suatu pernyataan, maka selalu ada presuposisi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
bahwa nama-nama (atau kata benda) yang dipakai baik secara sederhana maupun
majemuk mempunyai suatu rujukan.
Cummings (2007: 42) menyatakan bahwa praanggapan adalah asumsi-
asumsi atau inferensi-inferensi yang tersirat dalam ungkapan-ungkapan linguistik
tertentu. Nababan (1987: 46) memberikan pengertian praanggapan sebagai dasar
atau penyimpulan dasar mengenai konteks dan situasi berbahasa (menggunakan
bahasa) yang membuat bentuk bahasa (kalimat atau ungkapan) mempunyai makna
bagi pendengar atau penerima bahasa itu dan sebaliknya, membantu pembicara
menentukan bentuk-bentuk bahasa yang dapat dipakainya untuk mengungkapkan
makna atau pesan yang dimaksud. Kridalaksana (dalam Sarwidji, dkk. 1996: 40)
memberi batasan praanggapan sebagai syarat yang diperlukan bagi benar tidaknya
suatu kalimat.
Yule ( 2006: 43) menegaskan bahwa presupposisi adalah suatu yang
diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum menghasilkan suatu tuturan.
Yang menghasilkan presupposisi adalah penutur bukan kalimat Kita dapat
mengindentifikasi sebagai informasi yang diasumsikan secara tepat. Sebenarnya
semua presupposisi ini menjadi milik penutur dan semua anggapan itu boleh jadi
salah.
Pendapat senada diungkapkan oleh Cummings (1999: 42) bahwa memang
ciri-ciri praanggapan itu sendirilah yang telah menyebabkan pokok permasalahan
ini diteliti baik dilihat dari perspektif semantik maupun perspektif pragmatik.
Selanjutnya, Cummings (2007: 52) mengatakan bahwa perlakuan pragmatik
didasarkan pada ketidakcukupan semantik yang bergantung pada kebenaran untuk
menerangkan banyak fenomena praanggapan. Adapun Sarwidji, dkk. (1996: 51a)
mengungkapkan hal yang sama. Praanggapan dibagi menjadi dua jenis, yaitu
praanggapan semantik dan praanggapan pragmatik. Praanggapan semantik adalah
praanggapan yang dihasilkan oleh pengetahuan leksikon, sedangkan praanggapan
pragmatik adalah praanggapan yang ditentukan oleh konteks kalimat atau
percakapan.
Dari beberapa pendapat ahli di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa
presupposition yang dalam bahasa Indonesia berarti praanggapan dimaknai secara
berbeda dari tiap-tiap ahli bahasa. Namun demikian, dapat dilihat bahwa para ahli
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
menampilkan beberapa kesamaan sudut pandang, sehingga dapat disimpulkan
bahwa praanggapan adalah kesimpulan atau asumsi awal penutur sebelum
melakukan tuturan bahwa apa yang akan disampaikan juga dipahami oleh mitra
tutur. Untuk memperjelas hal ini, perhatikan contoh berikut :
A: “Aku sudah membeli bukunya Pak sarwiji kemarin”
B:“Dapat potongan 30 persen kan?
Contoh percakapan di atas menunjukkan bahwa sebelum bertutur A memiliki
praanggapan bahwa B mengetahui maksudnya, yaitu terdapat sebuah buku yang
ditulis oleh Pak Sarwiji.
2) Ciri Praanggapan (presuposisi)
Ciri praanggapan yang mendasar adalah sifat keajegan di bawah
penyangkalan (Yule;2006:45). Hal ini memiliki maksud bahwa praanggapan
(presuposisi) suatu pernyataan akan tetap ajeg (tetap benar) walaupun kalimat itu
dijadikan kalimat negatif atau dinegasikan. Sebagai contoh perhatikan beberapa
kalimat berikut.
a) Sepatu Adi itu baru
b) Sepatu Adi tidak baru
Kalimat (b) merupakan bentuk negatif dari kaliamt (a). Praanggapan
dalam kalimat (a) adalah Adi mempunyai sepatu. Dalam kalimat (b), ternyata
praanggapan itu tidak berubah meski kalimat (b) mengandung penyangkalan
tehadap kalimat (a), yaitu memiliki praanggapan yang sama bahwa Adi
mempunyai sepatu.
Wijana (dalam Nadar, 2009 : 64) menyatakan bahwa sebuah kalimat
dinyatakan mempresuposisikan kalimat yang lain jika ketidakbenaran kalimat
yang kedua (kalimat yang diprosuposisikan) mengakibatkan kalimat pertama
(kalimat yang memprosuposisikan) tidak dapat dikatakan benar atau salah. Untuk
memperjelas pernyataan tersebut perhatikan contoh berikut.
c) Istri pegawai itu cantik sekali
d) pegawai itu mempunyai istri
Kalimat (d) merupakan praanggapan (presuposisi) dari kalimat (c). Kalimat
tersebut dapat dinyatakan benar atau salahnya bila pegawai tersebut mempunyai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
istri. Namun, bila berkebalikan dengan kenyataan yang ada (pegawai tersebut
tidak mempunyai istri), kalimat tersebut tidak dapat ditentukan kebenarannya.
3) Jenis-jenis Praanggapan (presuposisi)
Praanggapan (presuposisi) sudah diasosiasikan dengan pemakaian
sejumlah besar kata, frasa, dan struktur (Yule; 2006 : 46). Selanjutnya Yule
(2006) mengklasifikasikan praanggapan ke dalam 6 jenis praanggapan, yaitu
presuposisi eksistensial, presuposisi faktif, presuposisi non-faktif, presuposisi
leksikal, presuposisi struktural,dan presuposisi konterfaktual.
a) Presuposisi Esistensial
Presuposisi (praanggapan) eksistensial adalah praaanggapan yang
menunjukkan eksistensi/ keberadaan/ jati diri referen yang diungkapkan
dengan kata yang definit.
(1) Orang itu berlari
(2) Ada orang berlari
b) Presuposisi Faktif
Presuposisi (praanggapan) faktif adalah praanggapan di mana informasi
yang dipraanggapkan mengikuti kata kerja dapat dianggap sebagai suatu
kenyataan.
(3) Dia tidak menyadari bahwa ia mengantuk
(4) Dia mengantuk
c) Presuposisi Leksikal
Presuposisi (praanggapan) leksikal dipahami sebagai bentuk praanggapan
di mana makna yang dinyatakan secara konvensional ditafsirkan dengan
praanggapan bahwa suatu makna lain (yang tidak dinyatakan) dipahami.
(5) Dia berhenti mendengkur
(6) Dulu dia biasa mendengkur
d) Presuposisi Non-faktif
Presuposisi (praanggapan) non-faktif adalah suatu praanggapan yang
diasumsikan tidak benar.
(7) Saya membayangkan bahwa saya berada di Bali
(8) Saya tidak berada di Bali
e) Presuposisi Struktural
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Presuposisi (praanggapan) struktural mengacu pada struktur kalimat-
kalimat tertentu dan telah dianalisis sebagai praanggapan secara tetap dan
konvensional bahwa bagian struktur itu sudah diasumsikan kebenarannya.
Hal ini tampak dalam kalimat tanya, secara konvensional diinterpretasikan
dengan kata tanya (kapan dan di mana) sesudah diketahui sebagai masalah.
(9) Di mana Anda membeli mobil itu?
(10) Anda membeli mobil
f) Presuposisi konterfaktual
Presuposisi (praanggapan) konterfaktual berarti bahwa yang di
praanggapkan tidak hanya tidak benar, tetapi juga merupakan kebalikan
(lawan) dari benar atau bertolak belakang dengan kenyataan, contohnya
adalah kata “seandainya”.
e. Implikatur
Implikatur disebut-sebut sebagai penemuan yang mengagumkan dan
mengesankan dalam kajian ilmu pragmatik. Hal ini patut dinilai kebenarannya
karena pada penggunaan bahasa di kehidupan sehari-hari sering terjadi salah
paham (misunderstanding) yang menyebabkan maksud dan informasi dari sebuah
ujaran tidak tersampaikan dengan baik.
Konsep tentang implikatur pertama kali dikenalkan oleh Grice (1975)
untuk memecahkan masalah tentang makna bahasa yang tidak dapat diselesaikan
dengan teori semantik biasa. Suatu konsep yang paling penting dalam ilmu
pragmatik dan yang menonjolkan pragmatik sebagai suatu cabang ilmu bahasa
ialah konsep implikatur percakapan. Konsep implikatur ini dipakai untuk
menerangkan perbedaan yang sering terdapat antara “apa yang diucapkan” dengan
“apa yang diimplikasi”.
Implikatur dalam percakapan telah banyak dikaji dan diteliti. Gazdar
(1979) dalam bukunya Pragmatics: Implicature, Presupposition, and Logical
Form membahas mengenai implikatur, tindak ilokusi, pragmatik dan semantik.
Pembahasannya mengenai implikatur memiliki makna yang penting. Ia mencoba
merumuskan kembali urutan bidal prinsip kerjasama Grice sebagai dasar
timbulnya implikatur. Baginya, bidal yang paling penting adalah bidal cara,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
disusul kemudian oleh bidal relevansi, kualitas, dan kuantitas. Modifikasi urutan
bidal itu dapat dipandang sebagai kritik sekaligus perbaikan atas pendapat Grice.
Sayang sekali bahwa tumpang tindihnya bidal-bidal itu tidak terungkap.
Sebuah ujaran dapat mengimplikasikan preposisi, yang sebenarnya bukan
merupakan bagian dari ujaran tersebut dan bukan pula merupakan konsekuensi
logis dari ujaran. Dapat didefinisikan bahwa implikatur adalah maksud yang
tersirat dalam sebuah ujaran. Kadang kala suatu ujaran sulit mendapat pengertian
karena menyembunyikan suatu maksud tertentu. Levinson (dalam Rani dkk,
2006:173) mengemukakan ada empat kegunaan konsep implikatur, yaitu:
1) Dapat memberikan penjelasan makna atau fakta-fakta yang tidak terjangkau
oleh teori linguistik.
2) Dapat memberikan suatu penjelasan yang tegas tentang perbedaan lahiriah
dari yang dimaksud si pemakai bahasa.
3) Dapat memberikan pemerian semantik yang sederhana tentang hubungan
klausa yang dihubungkan dengan kata penghubung yang sama.
4) Dapat memberikan berbagai fakta yang secara lahiriah kelihatan tidak
berkaitan, malah berlawanan (seperti metafora). Penggunaan implikatur
dalam berbahasa bukan berarti sebuah ketidaksengajaan atau tidak memiliki
fungsi tertentu. Penggunaan implikatur dalam berbahasa mempunyai
pertimbangan seperti untuk memperhalus tuturan, menjaga etika kesopanan,
menyindir dengan halus (tak langsung), dan menjaga agar tidak menyinggung
perasaan secara langsung.
Dalam tuturan implikatif, penutur dan lawan tutur harus mempunyai
konsep yang sama dalam suatu konteks. Jika tidak, maka akan terjadi suatu
kesalahpahaman atas tuturan yang terjadi di antara keduanya. Dalam hubungan
timbal balik di konteks budaya kita, penggunaan implikatur terasa lebih sopan,
misalnya untuk tindak tutur menolak, meminta, memberi nasihat, menegur dan
lain-lain. Tindak tutur yang melibatkan emosi mitra tutur pada umumnya lebih
diterima jika disampaikan dengan implikatur.
Mulyana (2005: 11) dengan merujuk ke Grice menyimpulkan bahwa
implikatur ujaran yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang
sebenarnya diucapkan. Sesuatu yang berbeda tersebut adalah maksud pembicara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
yang tidak dikemukakan secara ekplisit. Dengan kata lain, implikatur adalah
maksud, keinginan, atau ungkapan-ungkapan hati yang tersembunyi. Hal tersebut
diperkuat oleh Yuan (2005:45) denga memberikan penjelasan sebagai berikut.
.... In daily communication, our conversation includes both conventional and non-conversational implicatures. People can easily make out the sentence meaning from what literally expressed by the conventional sense of the linguistic expressions uttered. Non-conventional implicature indicates more than what is actually“said”. The conversational implicature of the speaker is expressed through the combination of literal semantic meaning with a specific context. Pragmatics recognizes the importance of context, and thus can reveal the meaning underlying a certain utterance... .
Dalam kutipan tersebut Yuan menjelaskan bahwa bahasa sebagai media
komunikasi alat bertukar informasi memiliki implikatur yang mengekspresikan
maksud dari pembicara.
Grice, seperti diungkap oleh Thomas (1995: 57), menyebut dua macam
implikatur, yaitu implikatur konvensional dan implikatur konversasional.
Implikatur konvensional merupakan implikatur yang dihasilkan dari penalaran
logika, ujaran yang mengandung implikatur jenis ini, seperti diungkap oleh
Gunarwan (2004: 14), dapat dicontohkan dengan penggunaan kata bahkan.
Implikatur konversasional merupakan implikatur yang dihasilkan karena tuntutan
konteks tertentu (Thomas, 1995: 58). Contoh.
1) Bahkan Presiden pun minta naik gaji
2) Saya kebetulan adalah seorang wiraswasta yang sudah berpenghasilan
cukup
Contoh (1) di atas merupakan implikatur konvensional yang berarti
Presiden biasanya tidak minta naik gaji, sedangkan contoh (2) merupakan
implikatur konversasional yang bermakna ‘tidak’ dan merupakan jawaban atas
pertanyaan “apakah anda tidak ingin naik gaji? “.
Selanjutnya, Grice (1991) merumuskan adanya lima ciri implikatur
percakapan. Pertama, dalam keadaan tertentu, implikatur percakapan dapat
dibatalkan baik dengan cara eksplisit maupun dengan cara kontekstual. Kedua,
ketidakterpisahan antara implikatur percakapan dengan cara mengatakan sesuatu.
Biasanya tidak ada cara lain yang lebih tepat untuk mengatakan sesuatu itu
sehingga orang menggunakan tuturan bermuatan implikatur percakapan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
menyampaikannya. Ketiga, implikatur percakapan mempersyaratkan makna
konvensional dari kalimat yang digunakan, tetapi isi implikatur percakapan tidak
masuk dalam makna konvensional kalimat. Keempat, kebenaran isi implikatur
percakapan tidak bergantung pada apa yang dikatakan, tetapi dapat
diperhitungkan dari bagaimana tindakan mengatakan apa yang dikatakan. Kelima,
implikatur percakapan tidak dapat diberi penjelasan spesifik yang pasti sifatnya.
Kemampuan untuk memahami implikatur dalam sebuah tuturan
tergantung pada kompetensi linguistik yang dikuasai seseorang. Seorang penutur
tidak mungkin menguasai seluruh unsur bahasa karena kompetensi linguistik
seseorang itu terbatas. Namun dengan keterbatasan ini, seorang penutur mampu
menghasilkan ujaran yang tidak terbatas. Seorang penutur dan lawan tutur akan
mampu memahami dan menghasilkan ujaran baru yang benar-benar baru dalam
bahasanya.
f. Prinsip Kerjasama (Cooperative Principle)
Gunarwan (1994:52) menyebutkan bahwa dalam setiap ujaran manusia
terdapat makna tambahan. Makna tambahan ini akan tertangkap oleh pendengar
sebagai mitratutur. Makna tambahan ini tidak muncul sebagai akibat adanya
aturan semantis ataupun sintaksis, tetapi lebih merupakan penerapan kaidah dan
prinsip kerja sama. Prinsip ini oleh Grice (1975) dinamakan prinsip kerja sama
atau cooperative principle. Prinsip kerja sama dari Grice ini adalah: Make your
conversational contribution such as required, at the stage at which it occurs, by
the accepted purpose or direction of the talk exchange in which you are engaged
(Buatlah kontribusi percakapan anda sesuai dengan apa yang dibutuhkan pada saat
berbicara dengan mengikuti tujuan percakapan yang anda ikuti).
Grice (dalam Thomas, 1995: 61) mengemukakan bahwa percakapan yang
terjadi di dalam anggota masyarakat dilandasi oleh sebuah prinsip dasar, yaitu
prinsip kerja sama (cooperative principle). Grice mengemukakan bahwa dalam
rangka melaksanakan prinsip kerja sama itu, setiap penutur harus mematuhi empat
maksim percakapan (conversational maxim), yaitu maksim kuantitas (maxim of
quantity), maksim kualitas (maxim of quality), maksim relevansi (maxim of
relevance) dan maksim pelaksanaan (maxim of manner) (Wijana, 1996:46).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
1) Maksim Kuantitas
Maksim ini mengharapkan agar peserta tutur memberikan respons atau
jawaban secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan lawan tutur saja.
Contohnya ketika seseorang ditanya siapa namanya, maka dia tidak perlu
memberikan jawaban selain informasi tentang namanya, seperti alamat,
status, dan lain sebagainya.
2) Maksim Kualitas
Maksim percakapan ini mengharuskan setiap partisipan komunikasi
mengatakan hal yang sebenarnya. Artinya jawaban atau respons hendaknya
didasarkan pada bukti yang memadai. Contohnya ketika seorang murid
ditanya gurunya apa ibukota Jepang, maka dia kalau memang tahu harus
menjawab Tokyo, karena hal tersebut tidak terbantahkan lagi. Namun bisa
saja terjadi kesengajaan, seorang penutur melanggar maksim kualitas ini. Hal
ini tentu mempunyai maksud seperti menimbulkan efek lucu (Wijana,
1996:49).
3) Maksim Relevansi
Maksim relevansi mewajibkan setiap peserta tutur memberikan kontribusi
relevan dengan pokok pembicaraan. Maksim relevansi menekankan
keterkaitan isi tuturan antar peserta percakapan. Setiap peserta percakapan
saling memberikan kontribusi yang relevan dengan topik pembicaraan
sehingga tujuan percakapan dapat tercapai secara efektif. Namun terkadang
secara tersurat (eksplisit) respons yang diberikan tidak terlihat relevansinya
dengan pokok pembicaraan, karena sudah ada latar belakang pengetahuan
(background knowledge) yang sama antara penutur dan lawan tutur maka
komunikasi masih tetap bisa berjalan. Dengan kata lain, yang tersurat
(eksplisit) nampak tidak relevan namun, yang tersirat (implisit) sebenarnya
relevan.
4) Maksim Pelaksanaan atau Maksim Cara
Maksim pelaksanaan mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara
secara langsung, tidak kabur, tidak taksa, secara runtut dan tidak berlebih-
lebihan. Bila hal ini dilanggar, biasanya penutur mempunyai tujuan tertentu,
misalnya mengelabuhi, menimbulkan efek lucu. Bidal ini berisi anjuran agar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
penutur memberikan kontribusi dengan jelas, yaitu kontribusi yang
menghindari ketidakjelasan dan ketaksaan. Sehingga, kontribusi penutur
harus singkat, tertib dan teratur.
Berkaitan dengan prinsip kerja sama Grice, pada kenyataannya, dalam
komunikasi kadang kita tidak mematuhi prinsip tersebut. Hal ini, seperti diungkap
oleh Gunarwan (2004: 12-14), didasarkan atas beberapa alasan, misalnya untuk
memberikan informasi secara tersirat (implicature) dan menjaga muka lawan
bicara (politeness) justru pelanggaran-pelanggaran itulah yang menarik untuk
dikaji.
Rohmadi dan Wijana (2009:41) mengungkapkan bahwa “berbahasa
termasuk aktivitas sosial yang baru terwujud apabila manusia terlibat di
dalamnya”. Ketika seseorang berbicara kepada orang lain pasti ingin
mengemukakan sesuatu. Selanjutnya orang lain diharapkan menangkap apa (hal)
yang dikemukakan. Dengan adanya tujuan ini, maka orang akan berbicara sejelas
mungkin, tidak berbelit-belit, ringkas, tidak berlebihan, berbicara secara wajar
(termasuk volume suara yang wajar). Hanya saja dalam pragmatik terdapat
penyimpangan-penyimpangan, ada maksud-maksud tertentu, tetapi ia harus
bertanggung jawab atas penyimpangan itu, sehingga orang lain bisa mengetahui
maksudnya.
B. Penelitian yang Relevan Salah satu penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang
dilakukan oleh Purwanti (2006). Penelitian tersebut merupakan jenis penelitian
yang menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan strategi tunggal
terpancang. Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa: (1) Fenomena-
fenomena pragmatik yang muncul dalam bahasa plesetan pada kaos Dagadu
Djokdja meliputi fenomena inferensi, praanggapan, dan implikatur; (2)Teknik
penciptaan bahasa plesetan pada kaos Dagadu Djokdja memanfaatkan
penyimpangan prinsip kerja sama yang memuat penyimpangan maksim kuantitas,
penyimpangan maksim kualitas, penyimpangan maksim relevansi, dan
penyimpangan maksim pelaksanaan. Bahasa plesetan pada kaos Dagadu Djokdja
juga memanfaatkan bentuk singkatan, bentuk ungkapan asing, aspek situasional
dan entailment, aspek visual yang populer, dan aspek bunyi dan lagu yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
populer; dan (3) Tindak tutur yang terdapat dalam bahasa plesetan pada kaos
Dagadu Djokdja meliputi tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi.
Penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang
dilakukan oleh Marsonet (2009). Dalam penelitian tersebut kartun editorial yang
kebanyakan menggunakan manusia sebagai pengantar pesan, bentuk ekspresi dan
wajah, gerak tubuh menjadi pesan khusus yang dipahami pengamat sebagai
bentuk pragmatik dalam pluralisme politik, khususnya pembentukan opini.
Dengan kata lain, pragmatik kartun editorial tidak mengarah pada resolusi tertentu
dan tepat dari masalah, tetapi meninggalkan lebih ruang untuk alternatif dan cara-
cara bersaing untuk membentuk opini.
Selain dua penelitian tersebut, Gezgin (2004) dalam penelitianya
mengungkapkan bahwa analisis pragmatis kartun menggunakan studi teoritis,
pragmatis dan eksperimental untuk mengungkap kualitas humor, tetapi tidak ada
teori khusus dirancang untuk memperhitungkan sumber dan tingkat humorosity di
kartun maupun teori umum berlaku untuk domain dari kartun. Namun tiga model
yang lazim dalam penelitian humor: model pertama (teori script berbasis semantik
humor; SSTH) alamat apa yang membuat teks lucu dan account cognitivistic
memobilisasi gagasan skrip dan oposisi script. Model kedua (Setup, keganjilan,
Resolusi; SIR), dan yang ketiga menyangkut tahap-tahap yang terlibat dalam
pemahaman humor: tiga tahap diusulkan. Akhirnya model ketiga (teori umum
humor verbal; GTVH) membahas masalah apa yang membuat sebuah teks lucu
lagi dengan cara yang tampaknya komprehensif meskipun gagal untuk
mempertimbangkan sifat kartun karena merupakan teori humor lisan saja dan
sejak kartun tidak selalu didasarkan pada humor verbal untuk menjadi lucu.
Dalam studi ini, kartun Band Piyale Madra diambil untuk diteliti. Berdasarkan
potongan-potongan ini kartun gambaran umum dari teori kartun disajikan
meskipun teori semacam kebutuhan cross-validasi melampaui keistimewaan
seorang kartunis tunggal. Artinya, dalam rangka untuk membangun sebuah teori,
studi lebih lanjut diperlukan di mana kartun oleh kartunis mentalitas yang sangat
berbeda diperlukan. Ini adalah salah satu keterbatasan utama dari Gezgin.
Kesamaan ketiga penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah penggunaan
metode deskriptif kualitatif dan kajian pragmatik. Namun, ada sedikit perbedaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
dalam objek kajian, yaitu penelitian ini difokuskan pada kartun editorial Bang
One sedangkan dalam penelitian Purwanti difokuskan pada wacana plesetan pada
kaos Dagadu Djokdja. Sementara Marsonet (2009) hanya mengungkapkan secara
umum bahwa kartun editorial merupakan bentuk pragmatis dalam pluralisme
politik untuk pembentukan opini, dan Gezgin (2004) hanya menyoroti tentang
humor dalam kartun. Penelitian ini memiliki kelebihan dengan mengkaji lebih
dalam berdasarkan pada konteks tuturan, implikatur, penyimpangan maksim
kerjasama, dan praanggapan yang dimunculkan oleh kartun editorial Bang One.
C. Kerangka Berpikir
Bahasa dan kartun merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Keduanya merupakan bentuk yang saling mendukung satu sama lain, bila salah
satu unsur yang ada tidak ada dapat mengakibatkan ketidakwajaran sehingga
tujuan untuk penyampaian pesan menjadi tidak sempurna. Bahasa dalam kartun
ini mirip seperti sebuah permainan kata atau penggunaan kata atau susunan
kalimat yang aneh atau tidak wajar yang apabila tidak dipahami sering
mengakibatkan pelanggaran atau penyimpangan terhadap aturan yang telah ada.
Kartun editorial tidak bisa lepas dari bahasa, karena tanpa bahasa
komunikasi tidak dapat tersampaikan dengan baik. Tanpa bahasa makna yang
terkandung dalam kartun editorial tersebut sulit dipahami oleh pemirsa. Bahasa
yang digunakan dalam kartun editorial biasanya berupa tuturan singkat yang
dipadukan dengan gambar. Sebuah tuturan yang terdapat dalam kartun editorial
mempunyai makna yang berbeda-beda yang dikaitkan dengan gambar/ konteks.
Untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif dibutuhkan kajian
pragmatik yang meliputi tindak tutur, prinsip kerja sama, implikatur, konteks dan
praanggapan yang dimunculkan oleh kartun editorial tersebut. Hal ini perlu
dilakukan mengingat dalam bahasa kartun editorial para pengarang atau kartunis
berusaha agar wacana yang diciptakan dalam kartun sebanyak mungkin dapat
menyimpang dari aturan yang telah ada. Kesengajaan ini dibuat agar
menghasilkan sesuatu yang aneh atau unik yang dapat menimbulkan reaksi
humor.
Kajian pragmatik merupakan telaah mengenai relasi antar bahasa dan
konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
bahasa. Dengan demikian ia merupakan telaah mengenai kemampuan pemakai
bahasa dalam menghubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks
secara tepat. Pragmatik merupakan suatu kajian bahasa dengan melibatkan
berbagai aspek di luar bahasa yang mampu memberi makna.
Skema kerangka berpikir analisis pragmatik dalam kartun editorial “Bang
One” pada program berita TV One dapat dilihat pada Gambar 5 berikut ini.
Gambar 5. Kerangka Berpikir
Kartun Edittorial
“Kabar Bang One”
Kajian Pragmatik
Konteks Prinsip Kerja Sama
Praanggapan Implikatur Bentuk-bentuk penyimpangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Objek penelitian ini adalah
dokumen berupa kartun editorial “Kabar Bang One”. Penelitian ini tidak terikat
pada suatu tempat atau lokasi tertentu untuk dijadikan objek kajian. Adapun
waktu untuk melaksanakan penelitian ini adalah pada bulan Januari 2011 hingga
Juni 2011. Adapun rincian waktu dan jenis kegiatan penelitian dapat dilihat dalam
Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1 Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian
Jenis Kegiatan Tahun 2010/1011
Jan Feb Mar Apr Mei Juni a. Persiapan Penelitian
1. Pengajuan Judul 2. Penyusunan Proposal 3. Izin Penelitian b. Implementasi 1. Pengumpulan Data 2. Penganalisaan Data c. Pembuatan Laporan 1. Penyusunan Laporan
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dalam bentuk analisis isi
(content analysis) dimana diharuskan seorang peneliti bersikap kritis dan teliti
(Sutopo, 2002:69-70)
Adapun alasan penggunaan metode ini adalah karena ia lebih mampu
mendekatkan peneliti dengan objek yang dikaji, sebab peneliti langsung
mengamati objek yang dikaji dengan kata lain peneliti bertindak sebagai alat
utama riset (human instrument) (Sutopo, 2002: 35-36). Selain itu Bogdan dan
Taylor seperti yang dikutip oleh Moleong (2004: 3) berpendapat bahwa
“Metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang
dapat diamati.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Data yang akan dianalisis dan hasil analisisnya berbentuk deskripsi, tidak
berupa angka-angka atau koefisien tentang hubungan antar variabel. Peneliti
berusaha menganalisis data dengan seluruh kekayaan informasi sebagaimana
terekam dalam kumpulan data. Dalam hal ini, narasi tertulis menjadi sangat
penting, baik dalam perekaman data maupun saat penulisan hasil penelitian. Ini
mengingat, menurut Bogdan dan Biklen (1985:28) bahwa setiap gejala adalah
potensial sebagai kunci pembuka bagi pemahaman tentang apa yang sedang
dipelajari. Data dikumpulkan dari tayangan berupa tulisan dan gesture pada
kartun editorial Bang One, disusun, dianalisis dan disajikan yang nantinya hasil
tersebut merupakan suatu gambaran hasil penelitian secara sistematis.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut: (1) menentukan sampel termasuk teknik sampling yang digunakan; (2)
menentukan metode pengumpulan data; dan (3) menentukan teknik analisis data
yang digunakan dalam penelitian ini.
C. Sumber Data
Menurut Moleong (2002:155) sumber data utama dalam penelitian kualitatif
adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen
dan lain-lain”. Sutopo (2002:50) menyatakan bahwa, “sumber data kualitatif dapat
berupa manusia, peristiwa dan tingkah laku, tempat atau lokasi, dokumen dan
arsip, serta berbagai benda lain”. Sumber data dalam penelitian ini adalah:
1. Dokumen
Dokumen merupakan bahan tertulis atau dokumentasi tayangan yang
berkaitan dengan objek penelitian. Sehubungan dengan hal tersebut,
peneliti menggunakan dokumen berupa cakram yang berisi tayangan
kartun editorial “Kabar Bang One” untuk memberikan informasi yang
lebih jelas dan luas.
2. Informan
Informasi diperoleh dari informan, yaitu orang-orang yang memberikan
informasi kepada peneliti karena orang tersebut dirasakan mengetahui dan
memahami permasalahan yang sedang dikaji dalam penelitian ini. Dalam
penelitian ini informan utamanya adalah pakar pragmatik dan pengajar
bahasa Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
D. Teknik Sampling
Teknik yang digunakan pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah
purposive sampling, artinya bahwa penelitian tersebut dilakukan dengan tujuan
supaya diperoleh data secara tepat dan relevan dengan tujuan penelitian. Dimana
pilihan sampel diarahkan pada sumber data yang dipandang memiliki data penting
yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti. Bogdan & Biklen
(dalam Sutopo, 2002: 56-57) menyebut, teknik ini dalam penelitian kualitatif
sering juga dinyatakan sebagai internal sampling karena sama sekali bukan
dimaksudkan untuk mengusahakan generalisasi pada populasi, tetapi untuk
memperoleh kedalaman studi di dalam suatu konteks tertentu. Peneliti mencari
dan memilih data utama yang digunakan untuk menjawab pertanyaan dalam
penelitian ini.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara yang dipilih dan dilakukan untuk
memperoleh data yang berkaitan dengan proses penelitian. Dalam menggali dan
mengumpulkan data peneliti menggunakan teknik studi dokumen dan wawancara.
Dengan memanfaatkan dokumen resmi berupa dokumentasi tayangan
katunceditorial “Kabar Bang One” dan melakukan wawancara terhadap informan.
Menurut Moelong (2004:219), dokumen resmi terbagi atas dokumen
internal dan dokumen eksternal. Dokumen internal berupa memo, pengumuman,
instruksi maupun laporan rapat, sedangkan dokumen eksternal berisi bahan-bahan
informasi yang dihasilkan oleh suatu lembaga sosial, misalnya majalah, buletin,
pernyataan dan berita yang disiarkan oleh media massa. Teknik wawancara adalah
teknik yang paling banyak digunakan dalam pelaksanaan penelitian kualitatif,
terutama dalam pelaksanaan penelitian lapangan. Sementara itu, wawancara
menurut Arikunto (2005:144), “..adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh
pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara”. Wawancara
merupakan suatu teknik untuk mendekati sumber informasi dengan jalan tanya
jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematis dan berdasarkan kepada tujuan
penelitian. Wawancara ini tidak dilakukan secara terstruktur ketat dan dengan
pertanyaan yang tertutup akan tetapi lebih bersifat “open ended” dan mengarah
pada kedalaman informasi serta dengan cara yang tidak secara formal terstruktur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
(Sutopo, 2002:59). Teknik ini dilakukan dengan mengadakan tanya jawab secara
langsung dan mendalam dengan responden atau narasumber yang dianggap
berkompeten terhadap permasalahan yang akan diteliti. Pengumpulan data
dilakukan dengan cara mencatat dan mengelompokkan data yang sesuai dengan
objek penelitian.
F. Validitas Data
Data yang telah berhasil digali, dikumpulkan, dicatat dan dikelompokkan
dalam kegiatan penelitian harus diusahakan kemantapan dan kebenaranya.
Validitas data atau kesahihan data merupakan kebenaran data dari kancah
penelitian. Agar data yang diperoleh benar-benar valid maka pemeriksaan
keabsahan data menggunakan teknik triangulasi. Moleong (2004:178) menyatakan
bahwa, “triangulasi data adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain dari data tersebut untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data tersebut”.
Patton (dalam Sutopo, 2002: 78) mengemukakan akan adanya empat macam
triangulasi, yaitu: data triangulation, investigator triangulation, methodological
triangulation, dan theoritical triangulation. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan teknik triangulasi teori dengan menggunakan perspektif lebih dari
satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji dan triangulasi sumber
dalam pemeriksaan derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui
alat yang tersedia dengan sumber penelitian kualitatif.
G. Teknik Analisis Data
Data yang berupa tayangan kartun editorial “Kabar Bang One” dianalisis
dengan metode analisis deskriptif kualitatif, yaitu dengan menggambarkan
keadaan subjek/objek penelitian seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain,
pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta sebagaimana adanya. Dalam kaitan
dengan ini maka peneliti menggunakan model analisis interaktif dari Miles &
Huberman (1988).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Gambar 6. Analisis Model Data Interaktif
(Miles dan Huberman, dalam Sutopo 2002: 96)
Dalam model analisis data terdiri atas tiga komponen yaitu Reduksi data,
sajian data, dan penarikan kesimpulan serta verifikasinya. (Sutopo, 2002:91)
Ketiga komponen tersebut aktivitasnya berbentuk interaksi dengan proses
pengumpulan data. Tiga komponen tersebut terlibat dalam proses analisis dan
saling berkaitan serta menentukan hasil akhir analisis.
Reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan dan penyederhanaan
dan abstraksi data kasar yang dilakukan selama berlangsungnya proses penelitian.
Sajian data merupakan rangkaian informasi untuk mempermudah pemahaman
yang disusun secara sistematis berdasar reduksi yang dilakukan sebelumnya.
Sajian data selain bisa dilakukan dalam bentuk narasi kalimat, juga dapat meliputi
berbagai jenis matriks, gambar/skema, jaringan kerja kaitan kegiatan dan juga
table pendukung narasinya (Sutopo, 2002:92). Sementara itu kesimpulan
merupakan proses akhir dalam analisis data guna memperoleh jawaban atas
pertanyaan penelitian. Dalam hal ini perlu dilakukan verifikasi agar mantap dan
bisa dipertanggungjawabkan. Verifikasi ini bisa dilakukan dengan pengulangan
untuk tujuan pemantapan, penelusuran data kembali dengan cepat.
Pengumpulan Data
Displai Data
Penarikan Kesimpulan/Verifikasi
Reduksi Data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Latar Penelitian Sumber data yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah kartun
editorial Bang One yang terdapat dalam program berita TV One. Dalam
penelitian ini, data yang dianalisis berupa penggalan wacana percakapan dalam
kartun editorial Bang One yang dianalisis berdasarkan pada judul yang terdapat
disetiap tayangan kartun editorial tersebut.
Karakter kartun ini pertama kali diciptakan oleh tim kreatif dari
gabungan karikaturis yang dipimpin oleh Boyke Nathanael Sandroto, Rahmat
Riyadi, dan Syarif Hidayat. Pertama kali diciptakan sebagai bagian dari tajuk
pemberitaan yang disampaikan pada setiap akhir penayangan berita di TV One.
Bang One memang tidak serta merta lahir. Ada beberapa evolusi yang harus
dilaluinya. Tanggal 4 Maret 2008, Bang One pertama kali muncul di layar
menampilkan beban rakyat atas kenaikan harga bahan pokok, bahan bakar,
transportasi, dan lain-lain. Tokoh kartun editorial Bang One dapat dilihat pada
Gambar 7 berikut ini.
Gambar 7. Bang One (www.tvonenews.co.id)
Animasi ini dibuat oleh 46 animator. Konsep dasarnya adalah gambaran
seorang wartawan yang tidak gentar memberitakan kebenaran kepada masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Bang One merupakan perwujudan dari aspirasi rakyat yang mengkritisi berbagai
macam kebijakan pemerintah dari sudut pandang yang objektif. Berpenampilan
pendek dan gemuk dengan wajahnya yang dihiasi oleh kumis dan kaca mata
sebagai ciri khasnya serta suaranya yang khas (diisi oleh pimpinan redaksi
pemberitaan TV One, Karni Ilyas). Kemunculan karakter Bang One diterima
dengan baik oleh masyarakat.
Dalam penelitian ini peneliti akan membahas mengenai bagaimana
analisis pragmatik dalam kartun editorial Bang One. Aspek-aspek pragmatik
dalam kartun editorial bang one yang akan dibahas dalam penelitian ini, meliputi:
(1) konteks yang melatarbelakangi judul dalam kartun editorial Kabar Bang One,
(2) praanggapan yang muncul berdasarkan kartun editorial tersebut (3)
penggunaan implikatur, dan (4) bentuk pelanggaran bidal prinsip kerjasama.
Identifikasi data dalam penelitian ini selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran.
B. Hasil Penelitian
1. Konteks yang Melatarbelakangi Kartun Editorial “Kabar Bang One”
Pada Program Berita TV One
a. Konteks Fisik (Setting)
Konteks fisik/ setting meliputi tempat terjadinya pemakaian bahasa
dalam suatu komunikasi dan objek yang disajikan dalam peristiwa
komunikasi tersebut. Dalam kartun editorial Bang One judul yang
digunakan berkaitan erat dengan gambaran tempat/ setting peristiwa yang
berhubungan dengan isu atau permasalahan yang sedang hangat
dibicarakan oleh media cetak maupun elektronik, meskipun ada beberapa
yang tidak jelas tempat/settingnya. Kartun editorial yang memiliki
kejelasan setting adalah sebagai berikut.
1) Bioskop dan sebuah pedesaan yang sebagian besar anak-
anaknya penderita gizi buruk dan busung lapar. (FF-1)
2) Di dalam helikopter yang hampir jatuh (pilot mengatakan “may
day..may day” (SRPN-2).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Berdasarkan setting bisa dipahami bahwa itu merupakan kode
darurat, karena may day juga memiliki makna sebagai “Hari
Buruh” yang biasa diperingati setiap tanggal 1 Mei.
3) Di ruang pemeriksaan di kantor Komite Pemberantasan Korupsi
(KPK). (KJ-4)
Melalui setting ini bisa dipahami bahwa yang berada di dalam
dan sedang melakukan penyelidikan adalah seorang penyidik
KPK, bukan polisi.
4) Di Pangkalan minyak tanah dan pangkalan gas. (AT-5)
Berdasrkan setting dapat dipahami bahwa antrean terjadi di
tempat tersebut bukan di tempat lain, misalnya toko atau pasar.
5) Di dalam sebuah mobil dan dealer mobil. (MM-6)
Kedua tempat ini mempengaruhi asumsi pemakaian bahasa
bahwa yang dimaksud mutakhir adalah mobil, bukan tank atau
bahkan pesawat.
6) Di warung, rumah makan, dan balai desa (pedesaan). (GP-7)
Dalam hal ini judul dapat dipahami berdasarkan tempat tersebut
dan peristiwa bahasa yang terjadi.
7) Taman makam pahlawan dan lingkungan di sekitarnya. (P-8)
Dalam judul ini setting mengalami perubahan sesuai perilaku
para peran dalam peristiwa komunikasi dengan Bang One yang
berperan sebagai pejuang.
8) Di tengah hutan gundul di daerah Ketapang. (MPL-10)
Setting tersebut memberikan kontribusi yang kuat untuk
menunjukkan konteks adanya tindakan ilegal logging
(pembalakan liar), karena para pelaku komunikasi berpakaian
layaknya koboi sehingga dimungkinkan terjadi salah persepsi
dalam memahaminya.
9) Di sebuah jalan dengan rambu-rambu yang tertutup pohon.
(JJW-11)
Setting ini menguatkan konteks bahwa sang pengendara/ Bang
One tidak mengetahui keberadaan rambu-rambu tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
10) Sebuah kamar di hotel Ritz Carlton Hilton dan gedung
pertunjukkan Srimulat. (BS-13)
Kedua setting tersebut menguatkan konteks adanya
perbandingan peristiwa di dalamnya.
11) Di dalam mikrolet dengan jurusan Harmoni-Kota. (H-14)
Setting tersebut memberikan gambaran jelas bahwa sang Supir
mengatakan hal yang ia ketahui tentang “Harmoko”.
12) Rumah reyot di pinggiran kota Jakarta. (EG-15)
Selain menjadi setting tetap dalam setiap peristiwa komunikasi
dalam judul ini, setting peristiwa tersebut memperkuat ucapan
tokoh anak kecil dalam kartun editorial ini. Anak kecil
cenderung mengucapkan sesuatu sesuai dengan apa yang dilihat.
Berdasarkan penjelasan tersebut bisa disimpulkan bahwa tempat
terjadinya peristiwa/ setting pemakaian bahasa merupakan konteks fisik
yang paling sering digunakan dan mempunyai keterkaitan yang erat
dalam tiap judul kartun editorial Bang One. Selain itu dengan adanya
konteks tersebut dapat memudahkan kita untuk memahami maksud
pemakaian bahasa dan menghindari salah persepsi salah satunya pada
judul MPL-10, karena pemeran dalam peristiwa komunikasi justru
menggunakan pakaian koboi yang notabene kontras dengan tempat
terjadinya pemakaian bahasa.
b. Pengguna Bahasa (Participant)
1) Seorang anak yang terkena penyakit gizi buruk dan busung lapar
(FF-1).
Ratapan dan penampilan anak tersebut menunjukkan adanya
perbandingan yang menonjol antara booming film fiksi“Ayat-
Ayat Cinta” dengan fakta penderitaan rakyat.
2) Pilot Helikopter dan Bang One (SRPN-2).
Keduanya tidak melakukan percakapan, akan tetapi bahasa yang
diucapkan merepresentasikan kondisi persenjataan yang
diandalkan sebagai peralatan utama yang menjaga sistem
ketahanan negara dari serangan luar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
3) Seorang bapak yang terbatuk-batuk, anak kecil dan Bang One.
(TBC-3)
Bapak tersebut hadir sebagai pembuka komunikasi, keduanya
menciptakan sinergi komunikasi yang menarik dan Bang One
hadir untuk memberikan peringatan sesuai dengan konteks.
4) Anggota KPK dan jaksa (KJ-4)
Keduanya melakukan perdebatan hal ini direpresentasikan dari
gesture kedua tokoh.
5) Pegawai Pertamina, agen gas, ibu-ibu rumah tangga dan Bang
One. (AT-5)
Ibu-ibu rumah tangga berperan aktif dalam komunikasi,
sedangkan Pegawai Pertamina tidak terlibat komunikasi dengan
agen gas. Bang One hadir sebagai komentator.
6) Sales Mobil, Jenderal TNI berbintang satu, dan Bang One (MM-
6).
7) Bang One, pedagang, petani, pengusaha, aktivis, penjual rujak,
pria berkumis, dan massa di sebuah balai desa (GP-7).
Berdasarkan kelompok pengguna bahasa yang digambarkan
dengan berbagi profesi dan perilaku dapat dipahami konteks dari
berbagai alasan yang diungkapkan oleh participant.
8) Bang One (pejuang veteran), pengemis, ibu-ibu, koruptor,
pencari kerja, dan anak-anak. (P-8)
Diangkat dari fenomena sosial yang terjadi di masyarakat,
dengan demikian konteks dapa dipahami berdasarkan latar
belakang dan faktor usia participant.
9) Hendarman Supandji (jaksa agung), Untung Uji, Wisnu Subroto,
Kemas Yahya, istri Kemas Yahya, dan Bang One. (BB-9)
Participant berasal dari lingkungan kejaksaan, digambarkan
dalam berbagi ekspresi sesuai dengan judul.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
10) Menteri kehutanan dan Bang One (MPL-10).
Disajikan dengan sosok koboi yang heroik namun terkepung
oleh kawanan koboi berseragam militer, jaksa dan berdasi,
hingga Bang One nampak kesal mengetahui hal tersebut.
11) Bang One dan Polisi lalu lintas (JJW-11).
Digambarkan dengan Bang One yang mengendarai sepeda
motor ditilang karena tidak tahu kalau ada tanda dilarang
melintas karena tertutup pohon.
12) Anggota Mahkamah Agung (MA), staff Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK), Presiden, dan Bang One. (MB-12)
Digambarkan dengan silang pendapat antara anggota MA dan
BPK yang ditengahi oleh presiden. Bang One hadir sebagai
komentator.
13) Badut, Kaka Slank, Bang One, dan pelawak srimulat (BS-13).
Dalam judul ini hanya bang one dan pelawak Srimulat yang
melakukan percakapan, sementara Kaka Slank menyanyi dan
badut melakukan beberapa tiindakan komunikasi.
14) Mantan Menteri Penerangan Harmoko, sopir mikrolet,
mahasiswa UI, anggota koperasi, dan Bang One (H-14).
Para partisipan yang berasal dari kalangan sosial yang berbeda
menjadikan konteks ucapan semakin mudah untuk dipahami.
15) Pegawai pajak, anak kecil, dan Bang One (EG-15).
Digambarkan dengan seorang anak yang memberikan
pertanyaan kepada seseorang yang dianggap pegawai pajak
dengan penuh justifikasi. Bang One hadir sebagai komentator.
Secara umum konteks fisik yang didasarkan pada pengguna bahasa/
partisipan yang disajikan dalam peristiwa komunikasi kartun editorial
Bang One digunakan untuk menunjukkan bentuk tak terujar, sehingga
akan memperjelas maksud tuturan. Diantaranya adalah label nama yang
diterakan pada orang ataupun benda pada kartun editorial merupakan
identifikasi agar mengetahui siapa tokoh yang dimaksud.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
c. Topik Pembicaraan (Content)
Topik/ konten dalam peristiwa komunikasi memiliki peran penting
untuk mengungkap konteks yang melatarbelakangi kartun editorial
tersebut. Dalam hal ini penegasan sisi lain tindakan manusia terdapat
makna yang harus ditangkap dan dipahami, sebab manusia melakukan
interaksi sosial melalui bentuk-bentuk komunikasi yang menggunakan
simbol-simbol. Dengan kata lain, untuk menginterpretasikan maksud
dari suatu kartun editorial, haus dipahami terlebih dahulu topiknya.
Topik/ konten yang terdapat dalam peristiwa komunikasi kartun
editorial Bang One adalah sebagai berikut.
1) Rendahnya kepedulian pemerintah terhadap penderitaan
rakyat. Dikiaskan dengan perbedaan sikap dalam menyikapi
booming film Ayat-Ayat Cinta dengan penderitaan rakyat.
(FF-1)
Dalam hal ini Film Ayat-Ayat Cinta digambarkan sebagai
fiksi dan penderitaan rakyat sebagi faktanya.
2) Buruknya kondisi persenjataan sebagai alat utama sistem
ketahanan negara. (SRPN-2)
Digambarkan dengan berbagai kerusakan dan keadaan
persenjataan yang mengkhawatirkan.
3) Buruknya pelayanan kesehatan di Indonesia. (TBC-3)
Merujuk pada tingginya penderita tuberkolosis di Indonesia.
Percakapan ketiganya mengisyaratkan adanya pesan serius
yang bisa didapatkan dari tindakan para peran dalam
komunikasi tersebut.
4) Politisasi dan kriminalisasi dalam KPK dan Kejaksaan. (KJ-4)
Adanya perdebatan mengisyaratkan ketidakcocokan antara
keduanya.
5) Konversi minyak tanah ke gas, hingga terjadinya kelangkaan
gas. (AT-5)
Digambarkan dengan sedemikian rupa hingga bisa dipahami
permasalahan yang coba diangkat oleh editor.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
6) Rencana pemerintah untuk membeli alutsista untuk TNI.
(MM-6)
Digambarkan dengan sebuah mobil yang serba bisa dan penuh
fasilitas.
7) Tingginya angka golput pada pemilu (GP-7)
Sikap masyarakat yang memilih golput didukung dengan
alasan yang sesuai semakin memperjelas sikap pesimis
terhadap pemilu sebagai sebuah jaminan perubahan.
8) Pejuang kemerdekaan. (P-8)
Sikap Bang One meneriakkan kata “merdeka” bukan tanpa
tujuan, tetapi secara sadar dan patriotis untuk mengetahui
opini dan pandangan mengenai kemerdekaan.
9) Pembersihan di kalangan kejaksaan. (BB-9)Sikap para jaksa
yang ketakutan dapat diinterpretasikan bahwa keduanya tidak
memiliki kedekatan secara personal dengan jaksa agung,
sementara sikap Kemas Yahya yang tenang dan yakin
(mengetahui kebiasaan Hendarman) mengisyaratkan sikap
optimis bahwa ia memiliki kedudukan dan kedekatan secara
personal dengan Hendarman Supanji.
10) Pemberantasan pembalak liar oleh departemen kehutanan.
(MPL-10)
Sikap koboi yang terkejut dan Bang One yang geram dan
melempar topi dapat diinterpretasikan bahwa ada suatu hal
yang tidak diduga sebelumnya oleh sang koboi dan Bang One
yang melempar topi sebagai tanda ketidaksanggupan (terpaksa
menyerah)
11) Maraknya penjebakan yang dilakukan oleh aparat. (JJW-11)
Berawal dari pembelaan anggota DPR yang tertangkap KPK
bahwa ia dijebak, kemudian memunculkan pernyataan
presiden agar tidak menjebak warga yang tidak tahu atau tidak
bersalah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
12) Mahkamah Agung menolak diaudit oleh BPK mengenai
penerimaan biaya perkara. (MB-12)
Sikap keduanya menjelaskan bahwa adanya perbedaan
pendapat di kedua lembaga tersebut, sementara presiden yang
datang menengahi dapat diinterpretasikan bahwa presiden
sudah mengetahui pokok permasalahan antara keduanya,
sementara sikap Bang One yang penuh tanda tanya
menggambarkan keraguan terhadap sikap presiden.
13) Tingkah laku kurang tidak terpuji anggota DPR. (BS-13)
Dikiaskan dengan sosok badut yang selama ini kita ketahui
bertingkah lucu penuh atraksi konyol. Tidak jauh berbeda
dengan anggota dewan yang berkantor di Senayan yang
bertingkah laku konyol dengan mempermainkan UUD, jalan-
jalan dengan uang rakyat atau hasil makelar proyek,
berpacaran, menerima suap hingga tertangkap KPK, sungguh
ironis.
14) Harmoko mendirikan PKN. (H-14)
Sikap Harmoko menggambarkan bahwa ia kembali
mengibarkan karirnya di dunia politik melalui PKN, disikapi
berbeda oleh berbagai kalangan.
15) Efek kasus mafia pajak Gayus Tambunan. (EG-15)
Gambaran pegawai pajak yang dihakimi oleh seorang anak.
Tindakan atau perilaku dari para peran dalam peristiwa komunikasi
dalam kartun editorial Bang One dengan kemampuan visualnya secara
umum mampu menyampaikan topik yang terkandung di dalamnya
yakni makna sosial dibalik tindakan peran dalam kartun editorial
tersebut. Tindakan atau perilaku tersebut relatif mudah untuk dipahami
sehingga cukup efektif untuk memahami topik/ konten yang
melatarbelakangi.
d. Tujuan (Purpose)
Sebagai kartun editorial tujuan/ purpose mengacu pada latar
belakang pengetahuan editor mengenai berita dan isu yang sedang ramai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
dibahas di masyarakat. Dengan kata lain, editor dapat menciptakan
peristiwa, menafsirkan dan mengarahkan kebenaran, ini merupakan
peluang yang sangat besar untuk mempengaruhi makna dan gambaran
yang dihasilkan dari realitas yang dikonstruksikan. Sebagai editorial
visual, kartun tersebut mencerminkan kebijakan dan garis politik media
yang memuatnya. Berikut adalah konteks tujuan yang terdapat pada
sampel penelitian ini.
1) Kartun editorial berjudul Fakta vs Fiksi (FF-1) merupakan wujud
kritik terhadap pemerintah yang kurang peka terhadap fakta
penderitaan rakyat.
Editor menggunakan latar belakang booming film AAC (Ayat-Ayat
Cinta) yang ditonton oleh berbagai lapisan masyarakat hingga
presiden dan wakil presiden menyempatkan diri untuk menonton
dengan menyewa sebuah gedung bioskop. Sementara itu keadaan
rakyat semakin memprihatinkan dengan berbagai permasalahan
ekonomi, pendidikan, dan kesehatan.
2) Kartun editorial berjudul Senjata Renta Penjaga Negara (SRPN-2)
menyoroti tentang buruknya kondisi persenjataan Indonesia, dan
terbatasnya anggaran pertahanan.
Editor menggunakan peristiwa kecelakaan helikopter milik TNI
AU di Subang sebagai referensinya, terbatasnya anggaran
pertahanan mempengaruhi kondisi persenjataan itu. Anggaran
pertahanan dipotong 15 persen dengan alasan penghematan APBN.
Dengan dana terbatas, alokasi untuk pemeliharaan persenjataan
yang sudah uzur pun jadi kurang. Begitu pula dana untuk membeli
suku cadang. Yang terjadi justru kanibalisme: mencopot suku
cadang satu alat untuk dipasangkan ke alat lain.
3) Kartun editorial berjudul Tuberkolosis (TB-3) menggunakan tema
kesehatan, bertujuan khusus menyoroti permasalahan tentang
buruknya pelayanan kesehatan di Indonesia.
Editor mengacu pada Laporan WHO dalam Global Report,
menyebut Indonesia berada pada peringkat 3 dunia penderita TB
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
(Tuberkulosis) terbanyak setelah India dan China.
4) Kartun editorial berjudul KPK vs Jaksa (KJ-4) bertujuan untuk
menyampaikan pandangan dalam menyikapi konflik antara KPK
dan kejaksaan agung yang saling tuding.
Editor mengkonstruksikanya berdasarkan pada manuver KPK
menangkap Jaksa Urip Tri Gunawan yang menerima uang 660 ribu
dolar AS dari Artalyta Suryani pada Minggu, 2 Maret 2008, terkait
kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Bank Dagang
Nasional Indonesia (BDNI).
5) Kartun editorial berjudul Antre Terus (AT-5) bertujuan untuk
mengkritisi kebijakan pemerintah yang ditunjukkan dengan
permasalahan di balik dan pasca konversi gas.
Editor menggunakan kondisi yang terjadi di tengah masyarakat
pasca konversi minyak tanak ke gas. Lonjakan pemakaian elpiji
pascakonversi bergulir membuat Pertamina kewalahan karena
kondisi infrastruktur bongkar muat elpiji yang terbatas. Akibatnya,
rawan terjadi gangguan pasokan gas elpiji ke masyarakat hingga
menyebabkan antrean panjang.
6) Kartun editorial berjudul Mobil Mutakhir (MM-6) bertujuan untuk
memberikan pandangan terhadap rencana pembelian alutsista baru
untuk TNI dari pemerintah.
Editor menggambarkan ilustrasi berdasarkan pada isu sosial
penyalahgunaan anggaran untuk alutsista yang tidak tepat karena
pemerintah membatasi penggunaan pinjaman luar negeri dan lebih
memanfaatkan pinjaman dalam negeri. Pembelian alutsista juga
diutamakan yang berasal dari industri dalam negeri, begitu pula
bahan bakunya.
7) Kartun editorial berjudul Golongan Putih (GP-7) bertujuan untuk
menyampaikan pendapat tentang meningkatnya angka golput pada
pemilu.
Editor menggunakan fenomena yan terjadi di masyarakat yang
memiliki kesadaran rendah menggunakan hak pilihnya dikarenakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
berbagai alasan mulai dari ekonomi hingga money politic.
8) Kartun editorial berjudul Pejuang (P-8) bertujuan untuk mengkritisi
keadaan Indonesia 65 tahun setelah merdeka.
Editor menggunakan momen hari kemerdekaan sebagai moment
cerita. arti MERDEKA yang dipahami para pejuang kemerdekaan
'45 berbeda dengan apa yang kita pahami saat ini. Memang arti dari
kata MERDEKA adalah lepas dari penjajahan atau lepas dari
genggaman para penjajah, tapi saat ini yang kita diperangi adalah
penjajahan ekonomi.
9) Kartun editorial berjudul Bersih-Bersih (BB) bertujuan untuk
mengkritisi komitmen jaksa Agung yang terkesan pilih kasih.
Editor mengilustrasikan tindakan Hendarman “membersihkan”
Kejaksaan dengan menyingkirkan kedua jaksa yang diketahui
berhubungan dengan Artalyta Suryani berdasarkan bukti dari
Komisi Pemberantasan Korupsi, tapi tidak berlaku tegas terhadap
Kemas Yahya.
10) Kartun editorial berjudul Melawan Pembalak Liar (MPL) bertujuan
untuk mengkritisi merebaknya pembalakan liar di daerah Ketapang
yang sulit untuk dihentikan.
Editor menggunakan opini yang berkembang mengenai peran
aparat penegak hukum dan instansi pemda yang terlibat sehingga
sulit untuk menghentikanya.
11) Kartun editorial berjudul Jangan Jebak Warga (JJW) bertujuan
untuk mengkritisi kinerja aparat yang suka menjebak warga
berdasarkan pernyatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang
menekankan pentingnya aspek pendidikan, sebelum aspek
penegakan hukum, dalam pemberantasan korupsi. Jika warga
negara melakukan korupsi karena tidak tahu, aparat penegak
hukum turut mempunyai andil terhadap terjadinya korupsi itu.
Editor mengilustrasikanya dengan peristiwa yang lebih sederhana.
Misalnya saat razia kendaraan bermotor sering kita lihat polisi
mengendap-endap menunggu pelanggar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
12) Kartun editorial berjudul MA vs BPK (MB-12) bertujuan untuk
mengkritisi sikap Mahkamah Agung yang menolak penerimaan
biaya perkara diaudit oleh BPK. Sengketa ini bisa diselesaikan jika
peraturan pemerintah (PP) yang mengatur masalah ini diterbitkan.
Editor mengilustrasikan dengan perdebatan antara anggota MA
dengan anggota BPK yang dilerai oleh presiden.
13) Kartun editorial berjudul Badut Senayan (BS-13) bertujuan untuk
menggambarkan sekaligus mengkritisi tingkah laku angota DPR.
Editor mengilustrasikan tingkah laku anggota DPR sebagai seorang
badut yang penuh trik permainan.
14) Kartun editorial berjudul Harmoko (H-14) bertujuan untuk
mengungkapkan pendapat mengenai kembalinya Harmoko, mantan
menteri penerangan pada era orde baru dalam dunia politik dengan
mendirikan PKN (Partai Kerakyatan Nasional).
Editor mengilustrasikan citra Harmoko pada masa lalu dengan
berbagai akronim.
15) Kartun editorial berjudul Efek Gayus (EG-15) bertujuan untuk
menggambarkan salah satu efek ramainya pemberitaan mengenai
terungkapnya kasus penggelapan pajak oleh pegawai pajak
bernama Gayus Halomoan Tambunan.
Editor mengilustrasikan salah satu efeknya dengan gambaran
pelecehan anggota masyarakat terhadap pegawai pajak.
Konteks tujuan kartun editorial Bang One secara keseluruhan
dipengaruhi oleh pemberitaan yang sedang marak di media, khususnya
media elektronik. Dengan demikian editor/redaktur memiliki latar
pengetahuan yang sama dengan pemirsa terhadap pemberitaan yang
sedang berkembang akan mempermudah pemahaman dengan
mengaktifkan pikirannya terhadap hal-hal yang tidak diungkapkan dalam
satuan bahasa yang terdapat dalam kartun editorial tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
e. Nada (Key)
Nada merupakan salah satu dimensi penting untuk mengetahui
konteks komunikasi, berhubungan dengan manner, nada suara ( nada suara
bias halus, keras, dan netral).Nada merupakan intonasi yang digunakan
dalam pembicaraan yang akan berpengaruh pada konteks seperti humor,
marah, ironi, sarkastik, dan lemah lembut. Berikut adalah penjelasan
tentang nada yang terdapat dalam sampel penelitian.
1) Satu-satunya ucapan yang terdapat dalam kartun editorial berjudul
Fakta vs Fiksi (FF-1) memiliki nada ironi untuk menyindir, hal ini
didasarkan pada ucapan anak kecil yang mengatakan “aku dan
banyak lagi yang gizinya buruk koq nggak ada yang nangis?”
2) Dalam kartun editorial berjudul Senjata Renta Penjaga Negara
(SRPN-2) terdapat dua nada yang berbeda, yaitu ucapan pilot
helikopter “may day..may day” yang bernada keras pertanda
keadaan gawat dan ucapan Bang One “Senjata renta untuk
menjaga negara?..beli baru!! Tapi anggaranya ada nggak ya?”
netral namun bermakna bias antara humor dan sindiran.
3) Pada ucapan pertama bapak yang terkena tuberkolosis (TBC-3)
“kita peringkat 3 dunia! Cuma kalah sama India dan Cina”
bernada netral namun menyindir, sedangan ucapan sang anak “Di
bidang apa pak? Tenis, bulu tangkis, teknologi, reboisasi, atau mis
dunia, Asian idol, pariwisata?” bernada antusias penuh tanda
tanya, sementara jawaban sang bapak “bukan! Di bidang penyakit
tuberkolosis” bernada marah untuk menyindir, dan ucapan Bang
One “jangan dekat-dekat bisa menular!” (sambil menunjuk ke
arah bapak) bernada keras untuk memberi peringatan.
4) Dalam kartun editorial berjudul KPK vs Jaksa terdapat percakapan
sebagai berikut.
Jaksa : “kitakan sama-sama penyelidik” Pet. KPK :“kita sama-sama penyelidik! Tapi di sini aku periksa kamu bukan kamu periksa aku!!”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Dalam percakapan tersebut nada dari ucapan jaksa adalah nada
keras untuk membantah, sementara petugas KPK menjawab dengan
nada yang lebih keras untuk penegasan.
5) Kartun editorial berjudul Antri Terus (AT-5) memiliki beberapa
jenis nada berdasarkan percakapan berikut.
Pet. Pertamina: “daripada antri minyak tanah pindah saja ke gas, dapat tabung gratis, dapat kompor gratis” (ucapan ini bernada halus untuk membujuk/persuasif) Ibu M: “iya kita pakai gas saja” Ibu K: “setuju konversi” Ibu P: “gas lebih oke” Ucapan ketiga ibu tersebut bernada halus dan menujukkan ketertarikan. Di sebuah pangkalan gas “MangQ-rah” Ibu M: “isi gas ada?’ (ucapan ibu ini bernada halus penuh tanda tanya) Agen gas: “gas kosong belum ada kiriman” (ucapan agen gas ini bernada agak kasar) Ibu K: “tabungnya ada?’ (ucapan ibu ini bernada halus penuh harap) Agen gas: “Kosong, kalo ada harganya mahal”. (ucapan agen gas ini bernada netral agak sedikit berbisik namun penuh maksud) Bang One: “tabung mahal, gas langka, antre lagi!! Sama saja antre..apa kata dunia?” (ucapan Bang One bernada ironi untuk menyindir sekaligus mengandung konteks humor)
6) Ucapan dalam kartun editorial berjudul Mobil Mutakhir (MM-6)
memiliki konteks yang berbeda
Agen : “ini pas buat bapak dech”. Ucapan ini memiliki nada halus
dan persuasif, sementara ucapan Bang One: “pilih Alutsista yang
tepat” bernada humor namun memiliki konteks pesan yang serius.
7) Nada yang berbeda terdapat dalam kartun editorial berjudul
Golongan Putih (GP-7) meskipun sebenarnya memiliki konteks
yang hampir sama, berikut adalah penjelasanya.
Bang one: “Nggak nyoblos?” (hal ini ditanyakan kepada beberapa
pihak, berikut adalah jawabanya)
Ibu penjual makanan: “saya harus jualan dong”
Petani: “panen dulu”
Pengusaha: “tidak ada yang berubah buat apa?”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Aktivis: “dari dulu aku golput”
Penjual rujak: “Istri nanti dikasih makan apa?”
Bapak kumis: “semua jualan kecap no.1 padahal aku nggak suka
kecap”
Penduduk: “kami nunggu serangan fajar”
Bang One bertanya dengan nada penuh tanya, sementara jawaban
yang diberikan rata-rata bernada netral antara halus dan kasar,
namun kesemunanya mengandung konteks untuk mengatakan
“tidak” dengan memberikan alasan.
Bang One: “yang golput banyak artinya rakyat sudah bosan
dikibulin sama janji-janji palsu kale”
Ucapan Bang One mengandung nada humor namun memiliki
konteks serius untuk menyimpulkan pendapat.
8) Terdapat kesamaan dengan judul sebelumnya dalam kartun
editorial berjudul Pejuang (P-8) terdapat perbedaan nada namun
dengan konteks yang hampir serupa.
Bang One: “aku pejuang 45, bagaimana negara ini setelah 43 tahun...” (dengan sikap berdiri tegak setelah berdoa di makam para pahlawan) “merdeka!” (kata ini diucapkan kepada beberapa orang dan seperti inilah jawaban mereka. Dalam ucapan ini terdapat nada tanya dan ucapan keras penuh
semangat.
Pengemis: “merdeka apa? Sejak kecil kami miskin” Ucapan pengemis mengandung nada bantahan sekaligus ironi yang
bertujuan untuk meminta belas kasihan.
Ibu kuning: “kalo selalu dililit hutang apa itu merdeka!!” Ucapan ini bernada sarkastik bertujuan untuk menunjukkan
amarah.
Ibu biru: “semua barang naik/hilang atau antre, itu merdeka!!” Ucapan ini bernada agak kasar untuk menunjukkan konteks serius.
Koruptor: “merdeka!! Kita bebas berkorupsi ria” Ucapan ini bernada penuh semangat tapi memiliki maksud yang
berbeda dengan konteks.
Pencari kerja: “ tapi jutaan dari kami menganggur!”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Ucapan ini bernada keras penuh ironi dengan konteks mengeluh
bertujuan untuk mendapatkan simpati.
Bang One: “lalu apa artinya para pahlawan bangsa!aku marah!marah! sedih!” (sambil berjalan lunglah menuju kembali ke makam) Ucapan Bang One bernada bias antara marah dan sedih bertujuan
untuk menunjukkan rasa kecewa dalam konteks yang sebenarnya.
Anak-anak: (kaget melihat bang one) “hi..serem ada mayat hidup” Ucapan anak-anak tersebut halus dalam konteks menunjukkan rasa
kaget sekaligus takut
Bang One: “aduh..generasi baru” Ucapan Bang One bernada netral dan pasrah dalam konteks serius.
9) Kartun editorial berjudul Bersih-Bersih (BB-9) menggunakan nada
yang relatif halus, meskipun ada beberapa yang berbeda.
Hendarman: “saya akan sapu bersih Kejagung, saya akan tunjukkan kalau saya tegas” Ucapan Hendarman bernada tegas dalam konteks untuk
menunjukkan keseriusan.
Untung Uji: sedang menerima panggilan dari telepon seluler “Mas Untung tolong” Ucapan yang berasal dari telepon Untung bernada halus dalam
konteks memohon bantuan.
Hendarman: datang menghampiri Untung “yang kotor singkirkan” Ucapan Hendarman bernada keras dalam konteks marah. Wisnu: “kita keduluan KPK” Ucapan wisnu bernada halus dalam konteks memberi informasi. Kemas Yahya: “nanti..nanti itu sudah diatur!” Hampir serupa dengan ucapan Wisnu ucapan Kemas Yahya
bernada halus namun dalam konteks menenangkan atau memberi
jaminan.
Di sebuah kamar... Adegan seorang suami (Kemas Yahya) jatuh dari tempat tidur setelah bermimpi buruk Istri : “kenapa pak?” Suami: “ ah Cuma mimpi, nggak apa-apa. Biasanya pak Hendarman menyelesaikan secara adat”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Ucapan istri Kemas Yahya bernada halus dalam konteks bertanya,
sementara ucapan Kemas Yahya bernada yakin dan sedikit humor
namun dalam konteks serius.
Bang One: “secara adat=tidak dipecat”
Ucapan Bang One merupakan anti klimaks dari percakapan
sebelumnya, nada yang digunakan adalah nada humor dalam
konteks menyindir.
10) Dalam kartun editorial berjudul Melawan Pembalak Liar (MPL-10)
terdapat kesamaan konteks antara dua ucapan yang disajikan oleh
dua tokoh yang berbeda.
Koboi biru: “pembalak liar akan saya basmi” (dengan wajah penuh semangat) Bang One “Cukong aparat polisi, jaksa, TNI, pemerintah semua ikut main. Parah” (dengan wajah geram) Koboi biru mengatakanya dengan nada penuh semangat dalam
konteks yang serius, sementara Bang one mengatakan dengan nada
keras dalam konteks serius (antara kaget, marah, dan kecewa).
11) Percakapan yang terdapat dalam kartun editorial berjudul Jangan
jebak Warga (JJW-11) terjadi antara Bang One dan Polisi.
Bang One: “Presiden bilang jangan jebak warga yang tidak tahu, kalau ada warga melakukan pelanggaran, atau kesalahan karena tidak tahu, kita ikut bersalah. Apa maksudya ya? Al-amin?” Polisi: “Bapak tidak melihat tanda larangan itu?” Bang One: “ah bapak jangan jebak warga yang tidak tahu”(sambil tertawa) Ucapan pertama Bang One bernada serius dan ingin tahu dalam
konteks memahami berita yang baru saja ia baca, sementara ucapan
polisi bernada keras dalam konteks bertanya sekaligus
memperingatkan, sedangkan jawaban Bang One bernada humor
namun dalam kontek bercanda sekaligus menyindir.
12) Dalam kartun editorial MA vs BPK (MB-12) terdapat percakapan
antara anggota MA dengan anggota BPK.
Anggota BPK: “laporan keuangan MA tidak akuntabel” Anggota MA: “terserah” Anggota BPK: “aneh itu tidak bisa diaudit” Anggota MA: “nggak aneh. Ini titipan orang, dibalikin kalo lebih.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Anggota BPK:”kenapa nggak bisa diperiksa?” Anggota MA:” ubah dulu hukum acara perdata” Anggota BPK:”di rekening anda ada uang 7,4 M harus diaudit, masuk neraca keuangan MA, aneh..” Anggota MA: “nggak aneh” Anggota BPK:”harus tetap diaudit, aneh..” Presiden:”sabar..sabar PP biaya perkara MA sedang dibuat” Bang One:” kapan PP biaya MA turun pak?”
Dalam percakapan tersebut anggota BPK cenderung menggunakan
nada keras untuk menunjukkan keberatan, sementara anggota MA
menggunakan nada yang lebih santai dalam menjawab dan
memberi alasan, sedangkan presiden menggunakan nada netral
dalam konteks sebagai penengah dan Bang One menggunakan nada
halus dalam konteks bertanya dan ragu-ragu akan ucapan presiden.
13) Dalam kartun editorial berjudul Badut Senayan (BS-13)terdapat
beberapa ungkapan yang memiliki nada yang berbeda seiring
dengan perjalanan tokohnya.
Badut bermain jugling kotak bertuliskan “RUU”, kemudian “UUD” Kaka Slank: “ UUD (ujung-ujungnya duit)” Badut: “jalan-jalan (London, New York) ada yang ngongkosin (sponsor)” Badut: (berduaan dengan PSK)”pacaran ah..” Badut: (tertangkap KPK karena menerima suap di hotel Ritz Carlton) “itu uang untuk betulin pagar, itu duit di kamar Azirwan, itu uang reses, itu uang pinjaman” sementara itu dipanggung pertunjukan Srimulat, Bang One: “kok sepi?” Pelawak: “yang ini sudah tutup, yang ramai sebelah pak!!”. Sambil menunjuk ke arah Senayan/ gedung DPR)
Kaka Slank mengucapkan kata-kata tersebut dengan nada
bernyanyi (lagu Seperti Para Koruptor) dengan konteks menyindir.
Ucapan badut Senayan kebanyakan menngunakan nada netral,
kecuali ucapan ketika tertangkap KPK yang bernada halus dan
memohon dalam konteks memberi alasan. Sedangkan ucapan Bang
One kepada si pelawak bernada halus dalam konteks bertanya,
kemudian si pelawak menjawab dengan nada santai dengan sedikit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
humor dalam konteks memberi jawaban sekaligus menyindir badut
Senayan.
14) Kartun editorial berjudul Harmoko (H-14) berisi tentang berbagai
akronim Harmoko, mengandung nada yang bervariasi sesuai
dengan konteks.
Harmoko: “namaku Harmoko” Supir Mikrolet: “itu karena kantor bapak, antara Harmoni-kota ya?” Mahasiswa UI: “bukan, itu singkatan hari-hari omong kosong” Dalam percakapan tersebut harmoko menggunakan nada santai
dalm kontek memperkenalkan diri, sementara sang sopir mikrolet
menggunakan nada bertanya dalam konteks menyindir; sedangkan
mahasiswa UI menggunakan nada sarkastik dalam konteks
memberikan bantahan sekaligus menghina.
Anggota Koperasi:” bersama bapak hari-hari omong koperasi” Harmoko: “sekarang hari-hari (aku) omong koordinasi partaiku” Bang One:”Harmoko bisa juga berarti hari-hari menuju ko istana” Harmoko:” begini, senua ini atas petunjuk bapak rakyat” Bang One: “bukan presidan lagi, ya?” Berbeda dengan percakapan sebelumnya, pada bagian ini nada
yang digunakan lebih santai, salah satunya adalah ungkapan
anggota koperasi dalam konteks memberi dukungan dan ucapan
Harmoko dalam konteks memberi konfirmasi menanggapi ucapan
Bang One yang bernada santai dalam konteks meminta konfirmasi
sekaligus menyindir.
15) Dalam kartun editorial berjudul Efek Gayus (EG-15) nada yang
digunakan cenderung nada tanya namun agak bias dalam konteks
menghakimi/ menuduh dengan pendapat, sementara Bang One
menggunakan nada humor dalam konteks memberikan komentar.
Anak Kecil: ”Bapak pegawai pajak?” “Masak rumah reyot begini?” “ Ke kantor naik motor?” “Nggak punya mobil, apartemen?” “Perhiasan juga tidak?” ”Tabungan Cuma puluhan juta?” “Kesimpulanku cuma ada dua !”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
“Kamu pembohong atau kamu gila!” Bang One: “efek gayus hehehe”
f. Media/ Saluran (Channel)
Media atau saluran merupakan cara para peserta (partisipan) untuk
berinteraksi dalam proses komunikasi seperti tatap muka, melalui telepon,
melalui surat, melalui e-mail, dan melalui telegram.
Pada data 1 (FF) dan data 2 (SRPN) tidak terjadi tatap muka,
dalam kartun editorial tersebut terdapat seorang anak penderita gizi buruk
dan Bang One yang sedang melontarkan pertanyaan dan pendapatnya yang
disampaikan secara langsung melalui lisan. Hal ini bertujuan bahwa pesan
tersebut tidak diperuntukkan khusus untuk seseorang melainkan untuk
siapa saja yang merasa tersindir oleh ilustrasi yang disajikan dalam kartun
editorial tersebut. Selain itu pada data 2 (SRPN) terdapat komunikasi lisan
melalui microphone yang dilakukan pilot helikopter dengan tujuan untuk
meminta bantuan sekaligus memberi peringatan.
Komunikasi tatap muka dengan jelas digambarkan pada data 3
hingga data 15 dengan penjelasan sebagai berikut.
1) Pada data 3 (TB) terdapat komunikasi langsung (tatap muka)
dengan lisan antara bapak, anak dan Bang One, sehingga
komunikasi berlangsung baik tanpa ada kesalahpahaman.
2) Pada data 4 (KJ) terjadi komunikasi langsung melalui lisan hingga
menjurus ke perdebatan antara penyidik KPK dengan jaksa. Dalam
hal ini jelas digambarkan bahwa komunikasi diantara keduanya
tidak berlangsung baik.
3) Pada data 5 (AT) terdapat komunikasi langsung antara pegawai
Pertamina dengan ibu-ibu yang sedang antri minyak tanah,
komunikasi antara ketiga ibu tersebut dan komunikasi langsung
antara agen gas dengan ibu-ibu yang sama.
4) Pada data 6 (MM) digambarkan bahwa terjadi komunikasi lisan
(tatap muka) antara agen mobil dengan jenderal berbintang satu,
meskipun sang jenderal belum merespon ucapan sang agen.
5) Pada data 7 (GP) dan 8 (P) terjadi komunikasi langsung dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
lisan (dialog) antara bang One dengan beberapa pihak , kemudian
ditutup dengan monolog Bang One. Dalam kartun editorial tersebut
tatap muka berlangsung dimulai dengan Bang One bertanya/
memberikan salam terlebih dahulu.
6) Pada data 9 (BB) terdapat adegan komunikasi melalui telepon
genggam (handphone) yang diperankan oleh Untung Uji, Wisnu,
dan Kemas Yahya dengan partisipan yang sama yang tidak
disebutkan identitasnya, juga komunikasi langsung (tatap muka)
antara Kemas Yahya dan Istrinya di dalam kamar tidur mereka.
Bagi pembaca adegan komunikasi melalui handphone cenderung
sulit untuk dipahami karena ketidakjelasan partisipan
komunikasinya.
7) Pada data 10 (MPL) terjadi tatap muka antara koboi biru dengan
para pembalak liar, namun tidak terjadi komunikasi secara lisan.
8) Pada data 11 (JJW) Bang One bersemuka dengan seorang Polisi
kemudian melakukan komunikasi verbal secara langsung.
9) Pada data 12 (MB) terjadi komunikasi verbal yang intens antara
anggota BPK dengan anggota MA hingga mengarah pada
perdebatan, kemudian Presiden datang untuk melerai kedua belah
pihak dengan bahasa verbal.
10) Pada data 13 (BS) terjadi komunikasi verbal langsung antara Bang
One dengan pelawak Srimulat, selebihnya adalah monolog lisan
badut Senayan.
11) Pada data 14 (H) seluruh peristiwa komunikasi terjadi secara
langsung, baik antara Harmoko dengan Sopir mikrolet, harmoko
dengan anggota koperasi hingga Harmoko dengan Bang One.
12) Pada data 15 (EG) peristiwa komunikasi terjadi antara seorang
anak dengan pegawai pajak, dalam hal ini komunikasi verbal hanya
dilakukan oleh anak tersebut, sementara sang pegawai pajak hanya
berkomunikasi melalui ekspresi wajah yang terlihat keberatan
dengan pertanyaan dan pernyataan anak tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Secara umum media/ saluran komunikasi yang digunakan
partisipan dalam kartun editorial Bang One berinteraksi dengan bersemuka
antara satu sama lain, sedangkan komunikasi tak langsung dilakukan tanpa
adanya tokoh partisipan sehingga dikondisikan bahwa yang diajak
berkomunikasi adalah pemirsa melalui media televisi tempat kartun
editorial tersebut ditayangkan, dalam hal ini kebanyakan dilakukan oleh
Bang One dengan hadir sebagai penutup dalam tiap episode/ judul dengan
melemparkan pernyataan atau bahkan pertanyaan yang bernada kritik
sehingga secara tidak langsung menarik pemirsa untuk ikut berpartisipasi
menanggapi dan menjawabnya.
2. Praanggapan (presuposisi) yang muncul dalam kartun editorial “Kabar
Bang One” pada program berita TV One
Praanggapan (presuposisi) merupakan kondisi yang dianggap ada sebelum
membuat ujaran. Dalam penelitian ini penulis menggunakan 6 klasifikasi
praanggapan, yaitu presuposisi eksistensial, presuposisi faktif, presuposisi non-
faktif, presuposisi leksikal, presuposisi struktural,dan presuposisi konterfaktual.
a. Presuposisi Eksistensial
Berikut adalah presuposisi eksistensial yang terdapat dalam kartun
editorial Bang One.
1) Data 1 (FF) “aku dan banyak lagi yang gizinya buruk koq nggak
ada yang nangis?” kata aku menunjukkan eksistensi/ keberadaan/
jati diri referen yang diungkapkan dengan kata yang definit
menimbulkan praanggapan bahwa tidak ada (seorangpun) yang
menangis melihat banyak anak yang menderita gizi buruk.
2) Data 9 (BB) “Saya akan sapu bersih Kejagung, saya akan
tunjukkan kalau saya tegas” kata saya menunjukkan eksistensi/
keberadaan/ jati diri referen yang diungkapkan dengan kata yang
definit menimbulkan praanggapan bahwa Hendarman akan
membersihkan kejagung sebagai bukti ketegasanya.
3) Data 10 (MPL) “pembalak liar akan saya basmi” kata saya
menunjukkan eksistensi/ keberadaan/ jati diri referen yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
diungkapkan dengan kata yang definit menimbulkan praanggapan
bahwa orang tersebut akan membasmi pembalak liar.
b. Presuposisi Faktif Berikut adalah presuposisi faktif yang terdapat dalam kartun editorial
Bang One.
1) Data 5 (AT) Konversi minyak tanah ke gas dinilai tidak efektif-
konversi minyak tanagh ke gas tidak efektif , informasi yang
dipraanggapkan mengikuti kata kerja dapat dianggap sebagai suatu
kenyataan.
2) Data 8 (P) Mereka menganggap merdeka adalah bebas dari segala
permasalahan, kata kerja faktif menganggap memicu praanggapan
bahwa merdeka adalah bebas dari segala permasalahan.
3) Data 11 (JJW) presiden mengatakan bahwa jangan jebak warga
yang tidak tahu, kalau ada warga melakukan pelanggaran, atau
kesalahan karena tidak tahu, kita ikut bersalah memicu
praanggapan bahwa ada oknum yang menjebak warga.
4) Data 12 (MB) BPK mengalami kesulitan dalam mengaudit
keuangan MA. Kata kerja faktif mengalami memunculkan
praanggapan bahwa BPK kesulitan mengaudit keuangan MA.
5) Data 15 (EG) Terungkapnya kasus Gayus Tambunan membuat
citra pegawai pajak menjadi buruk di mata masyarakat. Kata kerja
menjadi memunculkan praanggapan bahwa Terungkapnya kasus
Gayus Tambunan membuat citra pegawai pajak buruk di mata
masyarakat
c. Presuposisi Non-faktif Berikut adalah presuposisi non-faktif yang terdapat dalam kartun editorial
Bang One.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
1) Data 3 (TBC) saya mengharapkan Indonesia menempati peringkat
ke-3 dunia dalam bidang tenis, bulu tangkis, teknologi, reboisasi,
Miss World, Asian idol, dan pariwisata yang sebenarnya adalah
Indonesia tidak menempati peringkat ke-3 dunia dalam bidang
tenis, bulu tangkis, teknologi, reboisasi, Miss World, Asian idol,
dan pariwisata.
2) Data 4 (KJ) Jaksa seharusnya menghormati tugas dan wewenang
KPK yang sebenarnya terjadi dalam kartun editorial tersebut jaksa
tidak menghormati tugas dan wewenang KPK.
d. Presuposisi Leksikal 1) Data 7 (GP) Pada pemilu kali ini angka golput semakin tinggi
praanggapan yang muncul pada pemilu yang lalu angka golput
rendah.
2) Data 9 (BB) Biasanya pak Hendarman menyelesaikan secara adat
apabila dipahami secara konvensional maka akan muncul
praanggapan seharusnya kali ini pak Hendarman tidak
menyelesaikan secara adat.
3) Data 10 (MPL) Oknum pemerintah dan hukum ikut berperan
dalam pembalakan liar secara konvensional muncul praanggapan
bahwa seharusnya mereka tidak ikut berperan.
4) Data 13 (BS) ...pertunjukan di senayan jauh lebih ramai
dibandingkan pentas Srimulat memunculkan praanggapan dulu
Pertunjukkan Srimulat adalah pertunjukkan yang paling ramai.
e. Presuposisi Struktural 1) Data 9 (BB) “Bagaimana cara anda menunjukkan ketegasan?”
praanggapan ini sudah diasumsikan kebenarannya sesuai dengan
praanggapan terhadap komitmen Hendarman “anda akan
tunjukkan kalau anda tegas”
2) Data 10 (MPL) “bagaimana pembalakan liar di Ketapang?”
sesuai dengan praanggapan yang diasumsikan benar bahwa
pembalakan liar di Ketapang parah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
f. Presuposisi Konterfaktual Berikut adalah hasil penelitianya:
1) Data 2 (SRPN) seandainya negara memiliki Alutsista yang canggih
untuk menjaga pertahanan negara keadaan yang sesungguhnya
adalah negara tidak memiliki alutsista canggih dan menggunakan
senjata tua untuk menjaga negara.
2) Data 13 (BS) seandainya anggota DPR tidak korupsi dan jujur
kenyataanya Anggota DPR yang tertangkap tangan oleh KPK
menerima suap selalu berkelit dengan berbagai alasan.
Berdasarkan hasil penelitian, praanggapan yang paling banyak muncul
dalam kartun editorial Bang One adalah presuposisi faktif, hal ini disebabkan
karena informasi yang ditampilkan dalam kartun editorial Bang One merupakan
informasi yang marak diberitakan oleh media, sehingga masyarakat akan
cenderung tahu bahwa apa yang disampaikan adalah kebenaran. Selain itu daya
kemustahilan praanggapan tersebut tidak dapat dijelaskan dengan perlakuan
semantik apapun karena pengertian tersebut didasarkan pada kondisi faktual.
3. Implikatur dalam kartun editorial “Kabar Bang One” pada program
berita TV One
Dalam tuturan implikatif, penutur dan lawan tutur harus mempunyai
konsep yang sama dalam suatu konteks. Jika tidak, maka akan terjadi suatu
kesalahpahaman atas tuturan yang terjadi di antara keduanya. Hal tersebut juga
berlaku dalam memahami kartun editorial Bang One. Terdapat dua macam
implikatur, yaitu implikatur konvensional dan implikatur konversasional.
a. Implikatur Konvensional
Implikatur konvensional merupakan implikatur yang dihasilkan dari
penalaran logika. Berikut adalah implikatur konvensional yang terdapat
dalam sampel penelitian.
1) Dalam data 2 (SRPN) terdapat ucapan Bang One “Senjata renta
untuk menjaga negara?..beli baru!! Tapi anggaranya ada nggak
ya?”. Awalnya ucapan Bang One menciptakan implikatur bahwa
pembelian senjata baru adalah solusi terbaik untuk merevitalisasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
persenjataan negara, namun penggunaan kata “tapi” membatalkan
implikatur tersebut dan menciptakan anomali bahwa ketersediaan
anggaran merupakan permasalahan selanjutunya.
2) Hampir serupa dengan data 2 (SRPN), data 4 (KJ) juga memiliki
implikatur konvensional paja jawaban petugas KPK “kita sama-
sama penyelidik! Tapi di sini aku periksa kamu bukan kamu
periksa aku!!”. Ucapan tersebut menciptakan implikatur bahwa
petugas KPK menyetujui ucapan jaksa, namun penggunaan kata
“tapi” membatalkan implikatur tersebut dan menciptakan
implikatur baru bahwa terdapat perbedaan sesuai dengan konteks
yang sedang berlangsung.
3) Dalam data 5 (AT) ucapan petugas Pertamina Pet. Pertamina,
“daripada antre minyak tanah pindah saja ke gas, dapat tabung
gratis, dapat kompor gratis” secara konvensional terdapat
perbedaan antara minyak tanah dan gas sehingga menimbulkan
implikatur bahwa dengan beralih ke gas maka tidak perlu lagi antri
juga mendapatkan kompor dan tabung secara gratis.
4) Terdapat implikatur konvensional pada data 6 (MM) khususnya
pada ucapan Agen : “ini pas buat bapak dech” dan Bang One:
“pilih Alutsista yang tepat”. Ucapan agen menimbulkan implikatur
bahwa mobil mutakhir tersebut sesuai dengan selera/ kebutuhan
pembeli, sedangan ucapan Bang One secara konvensional
menguraikan sikap peringatan dan menimbulkan implikatur bahwa
mobil mutakhir tersebut kurang tepat untuk dijadikan alutsista.
5) Ucapan Bang One “yang golput banyak artinya rakyat sudah
bosan dikibulin sama janji-janji palsu kale” pada data 7 (GP)
menimbulkan implikatur bahwa jangan lagi mengumbar janji-janji/
gunakan strategi baru untuk menarik simpati rakyat dalam pemilu.
6) Pada data 13 (BS) terdapat percakapan Bang One: “kok sepi?” dan
Pelawak: “yang ini sudah tutup, yang ramai sebelah pak!!”.
Jawaban pelawak atas pertanyaan Bang One menciptakan
implikatur bahwa tempat tersebut sepi karena sudah tutup dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
tempat sebelah (gedung senayan) sedang memberikan tontonan
yang lebih ramai. Dipahami secara konvensional bahwa keramaian
yang dimaksud adalah sepak terjang para politisinya yang lebih
ahli dalam melakukan lelucon politik.
7) Pada data 15 (EG) menimbulkan implikatur yang dipahami secara
konvensional bahwa pegawai pajak memiliki kehidupan ekonomi
kelas atas.
Secara umum implikatur konvensional dalam kartun editorial Bang One
menggunakan konteks logika sebagai landasan untuk memahaminya.
Implikatur tersebut sebagian besar timbul dari ucapan Bang One yang
berusaha mengkomunikasikan makna yang bersifat ironis, metaforis, dan
sebagainya.
b. Implikatur Konversasional
Implikatur konversasional merupakan implikatur yang dihasilkan karena
tuntutan konteks tertentu. Biasanya menyiratkan sesuatu yang berbeda
dengan yang sebenarnya diucapkan. Berikut adalah implikatur
Konversasional yang terdapat dalam sampel penelitian.
1) Pada data 1 (FF) terdapat ucapan anak penderita gizi buruk: “aku
dan banyak lagi yang gizinya buruk koq nggak ada yang nangis?”.
Penutur memaksudkan untuk menunjukkan perasaanya tanpa
menyinggung orang-orang tertentu, yang sebenarnya akan lebih
mudah dipahami apabila dalam ucapan tersebut menjadi “melihat
film saja menangis..melihat aku dan banyak lagi yang gizinya
buruk koq nggak ada yang nangis?”
2) Percakapan antara bapak dan anak dalam data 3 (TB) secara
konversasional mengimplikasikan bahwa Indonesia berada pada
tingkat ke-3 dalam hal tuberkolosis bukan dalam prestasi dan kita
tidak boleh berdekatan dengan penderita TBC karena penyakit
tersebut bisa menular.
3) Pada data 8 (Pejuang) terdapat implikatur percakapan yang
mengimplikasikan perbedaan dalam memaknai kemerdekaan baik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
secara positif maupun negatif, khususnya kemerdekaan ekonomi.
Terdapat maksud untuk menyindir beberapa pihak. Relasi tuturan
berdasarkan percakapan dapat dijabarkan sebagai berikut
Pengemis (+) merdeka Merdeka itu tidak miskin
(-) tidak miskin
Ibu Kun (+) merdeka Merdeka itu tidak dililit Hutang
(-) tidak dililit hutang
Ibu biru (+) merdeka
(-) barang murah dan tidak antre Merdeka itu barang
murah dan tidak antre
4) Implikatur percakapan pada data 9 (BB) dapat dijelaskan
berdasarkan percakapan berikut.
Istri : “kenapa pak?” Suami: “ ah Cuma mimpi, nggak apa-apa. Biasanya pak Hendarman menyelesaikan secara adat” Bang One: “secara adat=tidak dipecat” Berdasarkan percakapan tersebut terdapat kalimat yang
menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya
diucapkan, ah Cuma mimpi digunakan untuk menutupi perasaan
yang sebenarnya, kemudian muncul implikatur bahwa si suami
(Kemas Yahya) tidak akan dipecat, Hendarman biasanya
menyelesaikan masalah tidak dengan cara memecat, dan
Menyelesaikan secara adat artinya tidak dipecat.
5) Pada data 10 (MPL) implikatur percakapan terdapat pada ucapan
berikut.
Bang One: “Cukong aparat polisi, jaksa, TNI, pemerintah semua
ikut main. Parah”
Ucapan tersebut merupakan ironi yang disengaja untuk
menunjukkan kemarahan dan kekecewaan, ucapan tersebut
menciptakan implikatur keadaan parah karena cukong, aparat
polisi, jaksa, TNI, dan pemerintah ikut bermain (peran) dalam
pembalakan hutan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
6) Pada data 11 (JJW) implikatur konversasional dapat ditemukan
pada percakapan berikut ini.
Polisi: “bapak tidak melihat tanda larangan itu?” Bang One: “ah bapak jangan jebak warga yang tidak tahu”
Jawaban Bang One mengimplikasikan sebuah sindiran yang
muncul akubat inferensi yang didasari oleh latar belakang
pengalaman tentang polisi dengan perilaku suka menjebak dan
menciptakan implikatur bahwa Bang One tidak melihat tanda
larangan yang dimaksud oleh polisi tersebut.
7) Jawaban yang dilontarkan anggota MA pada data 12 (MB)
mengimplikasikan sikap mengelak dengan alasan. Selain itu
ucapan Presiden:”sabar..sabar PP biaya perkara MA sedang
dibuat” menimbulkan implikatur PP biaya MA belum selesai
dibuat, sementara ucapan Bang One :” kapan PP biaya MA turun
pak?” implikatur yang timbul adalah PP biaya MA belum turun,
muncul akibat adanya inferensi pengetahuan bahwa PP tersebut
sudah lama dibahas sajak lama namun hingga kini belum ada
hasilnya.
8) Percakapan yang terjadi pada data 14 (H) berikut ini.
a) Harmoko: “namaku Harmoko”, Supir Mikrolet: “itu karena kantor bapak, antara Harmoni-kota ya?”
Implikatur yang muncul adalah Supir mikrolet tidak yakin kantor
Harmoko terletak antara Harmoni-Kota
b) Mahasiswa UI: “bukan, itu singkatan hari-hari omong kosong” Implikatur yang muncul adalah bahwa menurut mahasiswa UI
Harmoko memiliki gemar beromong kosong
c) Anggota Koperasi:” bersama bapak hari-hari omong koperasi” Implikatur yang muncul adalah bahwa para anggota kopersai setiap
hari membicarakan tentang koperasi dengan Harmoko
d) Harmoko: “sekarang hari-hari (aku) omong koordinasi partaiku”
Implikatur yang muncul adalah bahwa saat ini Harmoko sedang
berbicara masalah koordinasi partainya.
e) Bang One:”Harmoko bisa juga berarti hari-hari menuju ko istana”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Implikatur yang muncul adalah bahwa Harmoko memiliki arti lain
dibanding yang sebelumnya menurut Bang one
Harmoko:” begini, senua ini atas petunjuk bapak rakyat” Bang One: “bukan presidan lagi, ya?” Implikatur yang muncul adalah yang memberi petunjuk kepada
Harmoko adalah bapak rakyat yang sebelumnya adalah presiden.
Berdasarkan analisis tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
implikatur konversasional yang digunakan dalam kartun editorial Bang
One digunakan agar pernyataan yang disampaikan itu lebih santun.
Secara umum kartun editorial Bang One menggunakan implikatur sebagai
sarana untuk menyindir, menanggapi, mengkritik, memberi simpati dan lain-
lain kepada pihak-pihak tertentu dengan tujuan agar pihak-pihak yang menjadi
objek implikatur mengerti dan merefleksikan apa yang telah dilakukannya.
Kartun editorial Bang One memakai implikatur dengan aplikasi konteks sosial
yang terjadi dalam masyarakat. Pemakaian implikatur dalam editorial ini juga
dapat menjadi sebuah dasar jika sindiran, kritikan, bahkan makian dapat
disampaikan dengan ringan.
4. Bentuk-bentuk penyimpangan prinsip kerjasama dalam kartun editorial
“Kabar Bang One” pada program berita TV One.
Untuk menjalin komunikasi yang baik maka orang akan berbicara sejelas
mungkin, tidak berbelit-belit, ringkas, tidak berlebihan, berbicara secara
wajar. Hanya saja dalam pragmatik terdapat penyimpangan-penyimpangan,
ada maksud-maksud tertentu, tetapi ia harus bertanggung jawab atas
penyimpangan itu, sehingga orang lain bisa mengetahui maksudnya. Dengan
kata lain diperlukan sebuah kerja sama. Dalam rangka melaksanakan prinsip
kerja sama itu, setiap penutur harus mematuhi empat maksim percakapan
yaitu maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi dan maksim
pelaksanaan.
a. Maksim Kuantitas
Penyimpangan terhadap maksim kuantitas terdapat pada:
1) data 3 (TBC),
anak : “Di bidang apa pak? Tenis, bulu tangkis, teknologi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
reboisasi, atau mis dunia, Asian idol, pariwisata?”
pertanyaan sang anak sebenarnya sudah jelas, namun ujaran yang
mengikutinya justru bertentangan dengan maksim kuantitas,
namun nampaknya ini sengaja dilakukan untuk menggambarkan
rasa ingin tahu sang anak.
2) data 5 (AT), jawaban agen gas terhadap pertanyaan ibu M dan K
Ibu M: “isi gas ada?’ Agen gas: “gas kosong belum ada kiriman” Ibu K: “tabungnya ada?’ Agen gas: “Kosong, kalo ada harganya mahal”
jawaban agen gas tersebut bertentangan dengan maksim kuantitas
karena dengan menjawab kosong atau tidak ada sudah memberikan
kontribusi yang cukup terhadap lawan tuturnya. maksim ini
sengaja dilanggar untuk mengilustrasikan adanya maksud
tersembunyi dari jawaban tersebut.
3) data 7 (GP), jawaban para responden Bang One
Bang one: “Nggak nyoblos?” (hal ini ditanyakan kepada beberapa pihak, berikut adalah jawabanya) Ibu penjual makanan: “saya harus jualan dong” Petani: “panen dulu” Pengusaha: “tidak ada yang berubah buat apa?” Aktivis: “dari dulu aku golput” Penjual rujak: “Istri nanti dikasih makan apa?” Bapak kumis: “semua jualan kecap no.1 padahal aku nggak suka kecap” Massa: “kami nunggu serangan fajar” Jawaban-jawaban tersebut bertentangan dengan maksim kuantitas
yang menghendaki setiap peserta tuturan memberikan kontribusi
secukupnya, dalam hal ini responden cukup menjawab dengan kata
“tidak” atau “nanti”, namun penyimpangan ini sengaja dilakukan
untuk menggambarkan kompleksnya sikap masyarakat terhadap
pemilu.
4) data 8 (P), jawaban salam merdeka
Pengemis: “merdeka apa? Sejak kecil kami miskin” Ibu kuning: “kalo selalu dililit hutang apa itu merdeka!!” Ibu biru: “semua barang naik/hilang atau antre, itu merdeka!!” Koruptor: “merdeka!! Kita bebas berkorupsi ria”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Pencari kerja: “ tapi jutaan dari kami menganggur!”
kontribusi yang diharapkan oleh pejuang (Bang One) hanyalah
jawaban kata “merdeka” layaknya salam perjuangan dahulu,
namun terjadi penyimpangan terhadap maksim kuantitas, hal ini
dikarenakan untuk menggambarkan kesulitan masyarakat pasca 65
tahun merdeka.
5) data 9 (BB), pada percakapan Kemas Yahya dan istrinya.
Istri : “kenapa pak?” Suami: “ ah Cuma mimpi, nggak apa-apa. Biasanya pak Hendarman menyelesaikan secara adat” Sebenarnya Kemas Yahya berkontribusi cukup dengan hanya
menjawab “nggak apa-apa” ,namun ia melanggar maksim
kuantitas dengan mengatakan sesuatu yang tidak ditanyakan oleh
istrinya. Hal ini sengaja dilakukan untuk menenangkan diri
memperkuat pendapatnya mengenai sikap Hendarman.
6) data 11 (JJW) pada jawaban Bang One terhadap pertanyaan polisi,
Polisi: “bapak tidak melihat tanda larangan itu?” Bang One: “ah bapak jangan jebak warga yang tidak tahu”(sambil tertawa)
kontribusi yang diharapkan polisi tersebut dari Bang One adalah
jawaban “ya” atau “tidak”, namun Bang One justru
menanggapinya dengan kalimat santai. Penyimpangan ini sengaja
dilakukan untuk mendapatkan efek lucu.
7) data 13 (BS) jawaban pelawak Srimulat terhadap pertanyaan Bang
One.
Bang One: “kok sepi?” Pelawak: “yang ini sudah tutup, yang ramai sebelah pak!!”. (Sambil menunjuk ke arah Senayan/ gedung DPR) Sebenarnya pelawak tersebut cukup menjawab “sudah tutup”,
namun sengaja menambahi dengan kalimat “yang ramai sebelah
pak”, penyimpangan yang terjadi sengaja dilakukan untuk
mengungkapkan sesuatu yang sifatnya konvensional.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
8) data 15 (EG) pertanyaan yang diajukan anak tersebut terlalu
berlebihan sehingga tidak memberikan kesempatan kepada lawan
tuturnya untuk berkontribusi dalam komunikasi tersebut.
Penyimpangan ini justru menimbulkan kesan tidak berimbang dan
menghakimi.
Berdasarkan hasil penelitian kartun editorial Bang One penyimpangan
terdapat maksim kuantitas cukup sering digunakan dalam kartun editorial
Bang One, hal ini sengaja dilakukan untuk mendapatkan nilai kelucuan dan
memberi pesan khusus kepada pemirsa.
b. Maksim Kualitas
Penyimpangan terhadap maksim kualitas pada kartun editorial Bang One
hanya terdapat terdapat dalam data 11 (JJW) pada ucapan Bang One.
Bang One: “presiden bilang jangan jebak warga yang tidak tahu, kalau ada warga melakukan pelanggaran, atau kesalahan karena tidak tahu, kita ikut bersalah. Apa maksudnya ya? Al-amin?” Polisi: “bapak tidak melihat tanda larangan itu?” Bang One: “ah bapak jangan jebak warga yang tidak
tahu”(sambil tertawa)
Ucapan Bang One tidak mendasar pada bukti meskupun bersifat
komunikatif karena yang terlihat memang ada tanda larangan meskipun
sedikit tertutup pohon, namun penyimpangan ini sengaja untuk
mengungkapkan pendapat dengan efek lucu.
Berdasarkan hasil penelitian kontribusi yang mengarah pada penyimpangan
maksim kualitas sangat sedikit karena kartun editorial Bang One memiliki
konteks yang jelas dalam tiap judulnya, selain itu minim terjadi peristiwa tanya
jawab antartokoh dalam kartun editorial tersebut.
c. Maksim Relevansi
Penyimpangan terhadap maksim relevansi dalam kartun editorial Bang
One terdapat pada:
1) data 8 (P) pada kontribusi responden terhadap salam “merdeka”
Pengemis: “merdeka apa? Sejak kecil kami miskin” Ibu kuning: “kalo selalu dililit hutang apa itu merdeka!!”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Ibu biru: “semua barang naik/hilang atau antre, itu merdeka!!” Koruptor: “merdeka!! Kita bebas berkorupsi ria” Pencari kerja: “ tapi jutaan dari kami menganggur!”
jawaban di atas adalah jawaban responden terhadap salam
“merdeka” dari seorang veteran. Bila responden sebagai peserta
yang kooperatif, maka tidak selayaknya mereka langsung
membantah, seharusnya mereka menjawab “merdeka” karena yang
memberi salam bukanlah pihak yang terkait yang dapat memberi
solusi terhadap permasalahan yang mereka alami. Penyimpangan
ini sengaja dilakukan untuk menguatkan kesan kata “merdeka”
seperti yang seharusnya.
2) data 12 (MB) pada percakapan antara anggota MA dengan anggota
BPK.
Anggota BPK: “laporan keuangan MA tidak akuntabel” Anggota MA: “terserah” Anggota BPK: “aneh itu tidak bisa diaudit” Anggota MA: “nggak aneh. Ini titipan orang, dibalikin kalo lebih.” Anggota BPK:”kenapa nggak bisa diperiksa?” Anggota MA:” ubah dulu hukum acara perdata” Anggota BPK:” di rekening anda ada uang 7,4 M harus diaudit, masuk neraca keuangan MA, aneh..” Anggota MA: “nggak aneh” Anggota BPK:”harus tetap diaudit, aneh..”
Jawaban anggota MA yang terkesan asal tidak relevan dengan
pertanyaan yang diajukan oleh anggota BPK, sebagai penegak
hukum seharusnya anggota MA memberikan jawaban yang
memiliki landasan hukum atau sesuai dengan apa yang
diketahuinya. Penyimpangan ini sengaja dilakukan untuk
memperkuat konteks perdebatan yang terjadi diantara kedua
lembaga tersebut.
3) data 14 (H) pada tanggapan terhadap akronim Harmoko
Harmoko: “namaku Harmoko” Supir Mikrolet: “itu karena kantor bapak, antara Harmoni-kota ya?” Mahasiswa UI: “bukan, itu singkatan hari-hari omong kosong” Anggota Koperasi:” bersama bapak hari-hari omong koperasi” Harmoko: “sekarang hari-hari (aku) omong koordinasi partaiku”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Bang One:”Harmoko bisa juga berarti hari-hari menuju ko istana” Dialog di atas adalah reaksi terhadap Harmoko yang dalam konteks
sebelumnya telah disebutkan bahwa ia berniat mendirikan partai.
Tanggapan tersebut tidak relevan dengan konteks yang
dimaksudkan, namun secara konvensional sebenarnyarespon
dengan menggunakan akronim Harmoko sesuai dengan konteks
masa lalu Harmoko. Penyimpangan ini sengaja dilakukan untuk
menyampaikan pesan kepada pemirsa mengenai masa lalu
Harmoko.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai penyimpangan maksim relevansi
dalam kartun editorial Bang One terdapat penyimpangan relevansi
meskipun penyimpangan tersebut bukanlah mayoritas. hal ini dikarenakan
secara tersurat (eksplisit) respons yang diberikan tidak terlihat
relevansinya dengan pokok pembicaraan, karena sudah ada latar belakang
pengetahuan (background knowledge) yang sama antara penutur dan lawan
tutur maka komunikasi masih tetap bisa berjalan. Dengan kata lain, yang
tersurat (eksplisit) nampak tidak relevan namun, yang tersirat (implisit)
sebenarnya relevan.
d. Maksim Pelaksanaan/ Cara
Penyimpangan terhadap maksim pelaksanaan dalam kartun editorial Bang
One terdapat pada:
1) data 4 (KJ) terdapat pada ucapan jaksa kepada penyidik KPK
Jaksa: “kitakan sama-sama penyelidik” Petugas KPK: “kita sama-sama penyelidik! Tapi di sini aku periksa kamu bukan kamu periksa aku!!”
Ucapan jaksa menyebabkan penyimpangan terhadap maksim
pelaksanaan karena maksim pelaksanaan mengharuskan setiap
peserta percakapan berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak
taksa, secara runtut, dan tidak berlebih-lebihan. Jaksa
mengucapkan kalimat tersebut secara langsung, namun kalimat
tersebut bermakna kabur karena tidak sesuai dengan konteks.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
Penyimpangan tersebut sengaja dilakukan untuk menimbulkan efek
mengalihkan pembicaraan penyelidik KPK dan efek lucu kepada
pemirsa.
2) data 14 (H) ucapan Bang One menanggapi alasan Harmoko
Harmoko:” begini, senua ini atas petunjuk bapak rakyat” Bang One: “bukan presidan lagi, ya?” Bang One sebenarnya memahami konteks bapak rakyat yang
dimaksud oleh Harmoko adalah mantan Presiden Soeharto, namun
Bang One memberikan tanggapan yang berlebihan dengan
mengatakan “bukan presidan lagi, ya?”. Penyimpangan ini sengaja
dilakukan untuk memperkuat segi latar belakang pengetahuan
(background knowledge) terhadap masa lalu Harmoko sebagai
orang kepercayaan Presiden Soeharto.
Berdasarkan hasil penelitian, penyimpangan terhadap maksim
pelaksanaan dalam kartun editorial Bang One sebenarnya bukan untuk
melucu, tetapi justru untuk berlindung di balik lelucon tokohnya. Jurus ini
digunakan upaya pembenaran dari apa yang telah dilontarkan karena
ketidakberdayaan untuk mempertanggungjawabkan lontaran yang ternyata
tidak memiliki dasar.
Secara umum bentuk-bentuk penyimpangan prinsip kerjasama dalam kartun
editorial Bang One dapat dengan mudah diidentifikasi apabila dipahami
kontek dari tiap judulnya. Penyimpangan tersebut sengaja dilakukan untuk
tujuan agar percakapan yang terdapat dalam kartun editorial tersebut
mengajak pemirsa berpikir dan mengaitkanya dengan peristiwa konvensional
sesuai dengan latar belakang pengetahuan pemirsa terhadap peristiwa aktual
yang berkembang dalam pemberitaan.
C. Pembahasan Temuan Penelitian
Kartun editorial “Kabar Bang One” memiliki kesesuaian dengan
pengertian kartun sebagai gambar yang bersifat reprensentasi atau simbolik,
mengandung unsur sindiran, lelucon, atau humor. Kartun editorial Kabar Bang
One menggunakan dual communication yakni secara verbal dan non-verbal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Komunikasi verbal direoresentasikan melalui balon kata, sedangkan komunikasi
non-verbal sering dipergunakan untuk menggambarkan perasaan dan emosi,
komunikasi non-verbal biasanya disebut komunikasi tanpa kata (karena tidak
berkata-kata). Selaras dengan teori yang digunakan, karakteristik dari
komunikasi non-verbal Bang One adalah pemaknaan pesan non-verbal maupun
fungsi non-verbal memiliki perbedaan dalam cara dan isi kajiannya. Pemaknaan
(meanings) merujuk pada cara interprestasi suatu pesan; sedangkan fungsi
(functions) merujuk pada tujuan dan hasil suatu interaksi.
Kartun editorial “Kabar Bang One” senantiasa mengandung pesan yang
disampaikan melalui sindiran, lelucon atau humornya. Pesan tersebut dapat
dipahami secara komprehensif melalui pemahaman terhadap konteks,
praanggapan, implikatur, dan penyimpangan prinsip kerjasama.
Berikut adalah pembahasan hasil penelitian terhadap konteks, praanggapan,
implikatur, dan penyimpangan prinsip kerjasama dalam kartun editorial Kabar
Bang One.
1. Konteks yang melatarbelakangi kartun editorial “Kabar Bang One”
pada program berita TV One
Berdasarkan pendapat Cummings bahwa pragmatik adalah kajian tentang
hubungan antara bahasa dan konteks sebagai dasar pertimbangan untuk
memahami bahasa, maka pemahaman terhadap konteks sangat dibutuhkan agar
dapat menggunakan bahasa secara tepat dan menentukan makna secara tepat pula.
Begitu pun dengan kartun editorial kabar Bang One. Konteks berperan membantu
pemirsa dalam menafsirkan maksud yang ingin dinyatakan oleh redaktur dalam
tiap tayangan kartun editorial tersebut. Dalam kartun editorial kata digunakan
sebagai penyambung dengan konteks peristiwa yang dibahas, melalui cara ini
sebuah kartun dibangun untuk menyampaikan pesannya, pengertian ini sesuai
dengan bentuk konteks yang terdapat dalam kartun editorial Kabar Bang One.
Konteks yang melatarbelakangi kartun editorial Bang One cenderung
berkembang sesuai dengan teori yang telah diungkapkan sebelumnya. Di dalam
pragmatik konteks itu berarti semua latar belakang pengetahuan yang dipahami
bersama oleh penutur dan mitra tuturnya. Konteks ini berperan membantu mitra
tutur di dalam menafsirkan maksud yang ingin dinyatakan oleh penutur. Selaras
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
dengan teori tersebut dalam kartun editorial kabar Bang One konteks dasar adalah
peristiwa aktual yang sedang marak diberitakan, khususnya oleh media TV One,
sehingga latar belakang yang dimiliki oleh redaktur relatif selaras dengan pemirsa
televisi yang mengikuti pemberitaan rutin.
Konteks fisik (setting) merupakan konteks yang mempunyai keterkaitan yang
erat dalam kartun editorial Kabar Bang One, selain itu konteks fisik yang
didasarkan pada pengguna bahasa/ partisipan yang disajikan dalam peristiwa
komunikasi kartun editorial Kabar Bang One digunakan untuk menunjukkan
bentuk tak terujar, sehingga akan memperjelas maksud tuturan. Selanjutnya,
konteks tujuan dalam kartun editorial Kabar Bang One secara keseluruhan
dipengaruhi oleh pemberitaan yang sedang marak di media, sementara konteks
perilaku dari para peran dalam peristiwa komunikasi dalam kartun editorial
sebagian besar mengandung tema sosial. Secara umum Konteks media/ saluran
komunikasi yang digunakan partisipan (tokoh) dalam kartun editorial Kabar Bang
One berinteraksi dengan bersemuka antara satu sama lain, sedangkan komunikasi
tak langsung dilakukan tanpa adanya tokoh partisipan sehingga dikondisikan
bahwa yang diajak berkomunikasi adalah pemirsa yang menyaksikan tayangan
kartun editorial tersebut.
2. Praanggapan (presuposisi) yang muncul dalam kartun editorial “Kabar
Bang One” pada program berita TV One
Kartun editorial Bang One merupakan kartun editorial pertama yang lahir di
dunia broadcast Indonesia, inovasi kartun opini yang merupakan hasil konstruksi
realitas dengan bahasa sebagai perangkat dasarnya. Selain konteks,
praanggapan juga diperlukan untuk membuat bentuk bahasa (kalimat atau
ungkapan) mempunyai makna bagi pemirsa dan sebaliknya, membantu redaktur
untuk menentukan bentuk-bentuk bahasa yang dapat dipakainya untuk
mengungkapkan makna atau pesan yang dimaksud.
Praanggapan (presuposisi) merupakan kondisi yang dianggap ada sebelum
membuat ujaran. Praanggapan umumnya diklasifikasikan dalam enam
praanggapan, yaitu presuposisi eksistensial, presuposisi faktif, presuposisi non-
faktif, presuposisi leksikal, presuposisi struktural,dan presuposisi konterfaktual.
Dalam kartun editorial Bang One praanggapan yang paling sering muncul
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
adalah praanggapan faktif, hal ini disebabkan karena informasi yang ditampilkan
dalam kartun editorial Bang One merupakan informasi yang marak diberitakan
oleh media, sehingga masyarakat akan cenderung tahu bahwa apa yang
disampaikan adalah kebenaran. Selain itu daya kemustahilan praanggapan
tersebut tidak dapat dijelaskan dengan perlakuan semantik apapun karena
pengertian tersebut didasarkan pada kondisi faktual.
Praanggapan dalam kartun editorial Kabar Bang One memiliki kesesuaian
dengan pengertian praanggapan dalam teori yang sudah dijelaskan sebelumnya
(Bab II) yaitu sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum
menghasilkan suatu tuturan. Yang menghasilkan presupposisi adalah penutur
bukan kalimat Kita dapat mengindentifikasi sebagai informasi yang diasumsikan
secara tepat. Sebenarnya semua presupposisi ini menjadi milik penutur dan semua
anggapan itu boleh jadi salah, namun dalam hal ini kartun editorial mayoritas
cenderung menggunakan praanggapan faktif dibandingkan dengan praanggapan
lain karena senantiasa menggunakan kondisi faktual sebagai dasar pembuatannya.
3. Implikatur dalam kartun editorial “Kabar Bang One” pada program
berita TV One
Berdasarkan teori suatu konsep yang paling penting dalam ilmu pragmatik
dan yang menonjolkan pragmatik sebagai suatu cabang ilmu bahasa ialah konsep
implikatur percakapan. Nampaknya hal ini teruji kebenaranya dalam kartun
editorial Kabar Bang One. Konsep implikatur ini dipakai untuk menerangkan
perbedaan yang sering terdapat antara “apa yang diucapkan” dengan “apa yang
diimplikasi”. Konsep implikatur memiliki kesesuaian dengan penggunaan bahasa
baik verbal maupun nonverbal dalam kartun editorial Bang One,khususnya
percakapan antartokoh dalam kartun editorial tersebut memiliki tujuan tertentu
untuk disampaikan kepada pembaca, dalam teori disebut tuturan implikatif.
Dalam tuturan implikatif, penutur dan lawan tutur harus mempunyai konsep yang
sama dalam suatu konteks. Jika tidak, maka akan terjadi suatu kesalahpahaman
atas tuturan yang terjadi di antara keduanya. Hal tersebut juga berlaku dalam
memahami kartun editorial Bang One, implikatur yang digunakan adalah
implikatur konvensional dan implikatur konversasional.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Penggunaan implikatur dalam berbahasa bukan berarti sebuah
ketidaksengajaan atau tidak memiliki fungsi tertentu. Implikatur konvensional
dalam kartun editorial Bang One menggunakan konteks logika sebagai landasan
untuk memahaminya. Implikatur tersebut sebagian besar timbul dari komentar
Bang One yang berusaha mengkomunikasikan makna yang bersifat ironis,
metaforis, dan sebagainya. Sedangkan implikatur konversasional yang digunakan
dalam kartun editorial Bang One digunakan agar pernyataan yang disampaikan itu
lebih santun. Implikatur tersebut dapat memberikan berbagai fakta yang secara
lahiriah kelihatan tidak berkaitan, malah berlawanan (seperti metafora).
Kartun editorial Bang One menggunakan implikatur sebagai sarana untuk
menyindir, menanggapi, mengkritik, memberi simpati dan lain-lain kepada pihak-
pihak tertentu dengan tujuan agar pihak-pihak yang menjadi objek implikatur
mengerti dan merefleksikan apa yang telah dilakukannya. Kartun editorial Bang
One memakai implikatur dengan aplikasi konteks sosial yang terjadi dalam
masyarakat. Pemakaian implikatur dalam editorial ini juga dapat menjadi sebuah
dasar jika sindiran, kritikan, bahkan makian dapat disampaikan dengan ringan.
4. Bentuk-bentuk penyimpangan prinsip kerjasama dalam kartun editorial
“Kabar Bang One” pada program berita TV One.
Dalam teori Grice tentang prinsip kerja sama ia mengatakan “Buatlah
kontribusi percakapan anda sesuai dengan apa yang dibutuhkan pada saat
berbicara dengan mengikuti tujuan percakapan yang anda ikuti”, dalam konteks
formal atau percakapan verbal teori tersebut sangat sesuai, namun dalam kartun
editorial Kabar Bang One nampaknya tidak demikian halnya. Hal ini dikarenakan
kartun editorial kabar Bang One tidak berkontribusi sesuai dengan yang
dibutuhkan, melainkan hanya berfokus pada tujuan, sehingga tibul banyak
penyimpangan.
Kartun editorial Bang One tak selalu lucu, karena sangat tergantung situasi
sosial-politik yang dikomentari kartun tersebut. Isu yang diangkat pun tak selalu
lucu, demikian pula mengutarakannya. Tapi dalam menciptakan makna baru
terhadap topik yang diangkat, kartun editorial Bang One menggunakan
penyimpangan prinsip kerjasama untuk mengolah pengalihan dari topik yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
diulas ke bentuk lain (ekspresi visual) untuk memperkaya komentar, inilah tujuan
prinsip kerjasama dalam kartun editorial tersebut
Dalam kartun editorial Bang One penyimpangan terhadap maksim kuantitas
cukup sering dilakukan, hal ini sengaja dilakukan untuk mendapatkan nilai
kelucuan dan memberi pesan khusus kepada pemirsa, sedangkan penyimpangan
terhadap maksim kualitas sangat sedikit karena kartun editorial Bang One
memiliki konteks yang jelas dalam tiap judulnya, selain itu minim terjadi
peristiwa tanya jawab antartokoh dalam kartun editorial tersebut.
Bentuk penyimpangan terhadap maksim relevansi juga ditemukan,
meskipun penyimpangan tersebut bukanlah mayoritas, hal ini dikarenakan secara
tersurat (eksplisit) respons yang diberikan tidak terlihat relevansinya dengan
pokok pembicaraan, karena sudah ada latar belakang pengetahuan (background
knowledge) yang sama antara penutur dan lawan tutur maka komunikasi masih
tetap bisa berjalan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis pragmatik terhadap kartun editorial “Bang One”
pada program berita TV One seperti yang telah dijelaskan pada bab IV maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Konteks yang melatarbelakangi kartun editorial Bang One cenderung
berkembang. Konteks peristiwa komunikasi kartun editorial Bang One
berperan sebagai esensi utama yang digunakan untuk menunjukkan bentuk
tak terujar, sehingga akan memperjelas maksud tuturan. Selanjutnya, konteks
tujuan dalam kartun editorial Bang One secara keseluruhan dipengaruhi oleh
pemberitaan yang sedang marak di media. Konteks perilaku dari para peran
dalam peristiwa komunikasi dalam kartun editorial sebagian besar
mengandung tema sosial. Selanjutnya, secara umum Konteks media/ saluran
komunikasi yang digunakan partisipan (tokoh) dalam kartun editorial Bang
One berinteraksi dengan bersemuka antara satu sama lain, sedangkan
komunikasi tak langsung dilakukan tanpa adanya tokoh partisipan sehingga
dikondisikan bahwa yang diajak berkomunikasi adalah pemirsa yang
menyaksikan tayangan kartun editorial tersebut.
2. Praanggapan yang paling sering muncul dalam kartun editorial Bang One
adalah praanggapan faktif, hal ini disebabkan karena informasi yang
ditampilkan dalam kartun editorial Bang One merupakan informasi yang
marak diberitakan oleh media, sehingga masyarakat akan cenderung tahu
bahwa apa yang disampaikan adalah kebenaran. Selain itu daya kemustahilan
praanggapan tersebut tidak dapat dijelaskan dengan perlakuan semantik
apapun karena pengertian tersebut didasarkan pada kondisi faktual.
3. Implikatur yang digunakan dalam kartun editorial Bang One adalah
implikatur konvensional dan implikatur konversasional. Implikatur
konvensional dalam kartun editorial Bang One menggunakan konteks logika
sebagai landasan untuk memahaminya. Implikatur tersebut sebagian besar
timbul dari komentar Bang One yang berusaha mengkomunikasikan makna
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
yang bersifat ironis, metaforis, dan sebagainya. Sedangkan implikatur
konversasional yang digunakan dalam kartun editorial Bang One digunakan
(implikasi) agar pernyataan yang disampaikan itu lebih santun dan ringan.
4. Penyimpangan prinsip kerjasama yang dilakukan dalam kartun editorial Bang
One bertujuan untuk mengolah pengalihan dari topik yang diulas ke bentuk
lain (ekspresi visual) untuk memperkaya komentar. Penyimpangan terhadap
maksim kuantitas cukup sering dilakukan ini sengaja dilakukan untuk
mendapatkan nilai kelucuan dan memberi pesan khusus kepada pemirsa,
sedangkan penyimpangan terhadap maksim kualitas sangat sedikit karena
kartun editorial Bang One memiliki konteks yang jelas dalam tiap judulnya
dan minimnya peristiwa tanya jawab antartokoh dalam kartun editorial
tersebut. Bentuk penyimpangan terhadap maksim relevansi juga ditemukan,
hal ini dikarenakan secara tersurat (eksplisit) respons yang diberikan tidak
terlihat relevansinya dengan pokok pembicaraan, karena sudah ada latar
belakang pengetahuan (background knowledge) yang sama antara penutur
dan lawan tutur maka komunikasi masih tetap bisa berjalan.
B. Implikasi
Secara umum Konteks media/ saluran komunikasi yang digunakan
partisipan (tokoh) dalam kartun editorial Bang One berinteraksi dengan
bersemuka antara satu sama lain, sedangkan komunikasi tak langsung dilakukan
tanpa adanya tokoh partisipan sehingga dikondisikan bahwa yang diajak
berkomunikasi adalah pemirsa yang menyaksikan tayangan kartun editorial
tersebut, hal ini dimaksudkan agar pemirsa ikut berpartisipasi dalam menyikapi
pemberitaan yang diangkat dalam kartun editorial tersebut. Namun yang demikian
justru sering menimbulkan tanda tanya bagi pemirsa, karena komentar dan sikap
Bang One tidak mampu dipahami oleh pemirsa yang tidak memiliki pemahaman
terhadap konteks.
Televisi merupakan media elektronik yang jamak dimiliki oleh setiap
keluarga. Pemirsa televisi berasal dari berbagai lapisan masyaraka dengan tingkat
pendidikan dan pengetahuan yang berbeda-beda. Tidak semua pemirsa dapat
memahami implikatur yang digunakan dalam kartun editorial tersebut, hal ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
akan menimbulkan kesulitan untuk memahami maksud redaktur, sebaiknya
redaktur diharapkan tidak terlalu sering menggunakan istilah-istilah rumit dan
memberikan penjelasan untuk singkatan yang kurang familiar, agar berimplikasi
sesuai tujuan.
Selanjutnya, tayangan yang terbuka dan berimbang seharusnya melahirkan
keberagaman tidak hanya sebagai sarana kritik, kartun editorial Bang One
diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam sosialisasi bahasa yang baik,
benar, dan informatif. Sebagai salah satu tayangan yang menarik yang dapat
diakses oleh seluruh pemirsa televisi, penggunaan konteks dan penyimpangan
terhadap prinsip kerja sama bisa digunakan sebagai bahan pembelajaran Bahasa
Indonesia, khususnya siswa kelas Menengah. Kartun editorial yang tidak hanya
menghibur tapi juga cerdas dan aktual dapat digunakan oleh guru untuk melatih
siswa untuk memahaminya, kemudian menanggapi (memberikan kritik dan
memberikan persetujuan) dalam bentuk lisan (berbicara) maupun tulisan
(menulis) dalam berbagai bentuk paragraf (naratif, deskriptif,ekspositif).
Penggunaan kartun editorial Kabar Bang One sebagai media dan bahan
pembelajaran memiliki kesesuaian dengan KTSP khususnya kelas X, dalam hal
ini kartun editorial Kabar bang One merupakan produk berita yang dapat
digunakan sebagi sumber informasi yang dipahami oleh siswa berdasarkan
konteks untuk kemudian disimpulkan, diungkapkan baik secara lisan maupun
tulisan, dan dikritisi (disanggah atau didukung). Secara khusus siswa diharapkan
memiliki skemata terhadap pemberitaan yang berkembang untuk dapat memahami
kartun editorial tersebut, sehingga akan melibatkan ketrampilan berbahasa mulai
dari membaca, menyimak, berbicara hingga menulis. Selain itu, guru diharapkan
selektif dalam memilih kartun editorial yang akan digunakan dalam pembelajaran
agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, salah satunya adalah
ketidakmampuan guru untuk menjelaskan konteks. Dengan ini diharapkan siswa
dan guru mampu melakukan curah pikir bahasa secara kreatif dan kritis sebagai
salah satu upaya untuk mewujudkan pembelajaran bahasa aktif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
C. Saran
1. Bagi redaktur
Para redaktur diharapkan dapat lebih memperhatikan penggunaan bahasa
untuk mengungkap konteks agar tidak provokatif dan tidak terlalu sering
menggunakan istilah-istilah rumit dan memberikan penjelasan untuk
singkatan yang kurang familiar, agar berimplikasi sesuai tujuan.
2. Bagi pengajar bahasa Indonesia
Para guru atau pengajar bahasa Indonesia sekolah menengah diharapkan
dapat membantu mengarahkan dan membekali siswa dengan pengetahuan
bahasa yang luas, khususnya pragmatik dalam jurnalistik.
3. Bagi peneliti lain
Penelitian mengenai analisis pragmatik dalam kartun editorial Bang One pada
program berita TV One ini hanya difokuskan pada analisis konteks,
praanggapan, implikatur dan penyimpangan prinsip kerja sama. Penulis
mengharapkan kiranya peneliti lain dapat mengembangkan penelitian yang
serupa dengan pembahasan yang lebih berkembang.
top related