askep spina bifida
Post on 02-Jul-2015
1.384 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Kelompok 4
Reni Silaban 120114004Ribka Seran 120114014
Maria Magas 120114015Mitha Laloan 120114020
Christian Paomey 120114022Sri Utami 120114026
Jenny Situmeang 120114028Sarfia Buamona 120114033Widia widodo 120114035
Mentari Moloku 120114042
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN
SPINA BIFIDA
Kelompok 4
1. DefinisiSpina Bifida (Sumbing Tulang
Belakang) adalah suatu kondisi
dimana terdapat suatu celah
pada tulang belakang
(vertebra), yang terjadi karena
bagian dari satu atau beberapa
vertebra gagal menutup atau
gagal terbentuk secara utuh.
Keadaan ini biasanya terjadi
pada minggu ke empat masa
embrio.
KONSEP MEDIS
2. Etiologi
Penyebab spesifik tidak diketahui. Diduga akibat:
Kekurangan asam folat, terutama yang terjadi pada awal
kehamilan.
Resiko akan melahirkan anak dengan spina bifida 8 kali
lebih besar bila sebelumnya pernah melahirkan anak spina
bifida.
3. Klasifikasi• Spina bifida terbagi menjadi dua yaitu, spina bifida okulata
(tidak terlihat dari luar) dan spina bifida aperta (terlihat dari
luar).
1. Spina bifida okulta Merupakan defekyang tidak terlihat dari luar. Defek inidapat terjadi lebih sering pada arealumbosakral ( L5 dan S1 ). ( Donna L.Wong, 2008: 1425 )
2. Spina bifida aperta Merupakan
defek yang dapat terlihat dengan
penonjolan mirip kantong. Dua
bentuk utama spina bifida aperta
adalah meningokel, yang
menutupi meninges dan cairan
spinal tetapi bukan elemen neural;
dan mielomeningokel yang berisi
meninges, cairan spinal dan
nervosus. ( Donna L. Wong, 2008:
1425 )
4. Manifestasi Klinis
• Penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah
pada bayi baru lahir jika disinari, kantung tersebut tidak
tembus cahaya
• Kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki
• Penurunan sensasi.
• Inkontinensia urin
• Lekukan pada daerah sakrum.
5. Patofisiologi
Penyebab terjadinya spina bifida dipengaruhi darifactor congenital dan konsumsi asam folat ibunya.Kekurangan konsumsi asam folat oleh ibu saathamil membuat proses maturasi organ-organtubuh bayi terganggu sehingga berakibat lahirspina bifida. Pengaruh perkembangan embrioyang terganggu mengakibatkan kanalis vertebratidak mampu menutup dengan sempurna sehinggamengakibatkan kegagalan fungsi arkus padalumbal dan sacral yang mengakibatkan adanyabenjolan massa pada tulang vertebra dilumbosacral.
Lanjutan…
Spina bifida terbagi menjadi dua yaitu, spina
bifida okulata dan spina bifida aperta. Spina
bifida okulta mengakibatkan paralisis spastik.
Sedangkan spina bifida aperta berpengaruh
terhadap struktur saraf sehingga berakibat
deficit neuorologis. Deficit neurologis
menyebabkan paralisis sensorik dan motorik
yang berakibat paralisis anggota gerak bagian
bawah.
6. Komplikasi Paralisis
Atrofi otot
Risiko dekubitus
Deformitas ortopedik
Pemeriksaan spina bifida didasarkan pada manifestasi klinis
dan pemeriksaan sakus meningeal. Pemeriksaan diagnostik
yang dilakukan untuk mengevaluasi otak dan medulla spinalis
meliputi pencitraan resonansi magnetic (Magnetic Resonance
Imaging, MRI), Ultrasuara, tomografi terkomputerisasi
(Computed Tomography, CT), dan mielografi.
Pembedahan dilakukan untuk menutup lubang yang terbentuk
dan untuk memperbaiki kelainan bentuk fisik yang sering
menyertai spina bifida. Terapi fisik dilakukan agar pergerakan
sendi tetap terjaga dan untuk memperkuat fungsi otot. Untuk
mengobati atau mencegah meningitis, infeksi saluran kemih
dan infeksi lainnya, diberikan antibiotik.
Untuk mengatasi gejala muskuloskeletal (otot dan kerangka
tubuh) perlu campur tangan dari ortopedi (bedah tulang)
maupun terapi fisik. Kelainan saraf lainnya diobati sesuai
dengan jenis dan luasnya gangguan fungsi yang terjadi.
8. Penatalaksanaan
1. Pengkajian
Identitas Pasien
Keluhan utama
Riwayat Penyakit Saat Ini
Adanya keluhan defisit neurologis dapat bermanifestasi sebagai gangguan motorik
(paralisis anggota gerak bawah) dan sensorik pada ekstremitas inferior dan atau
gangguana kandung kemih dan sfingter lambung. Keluhan adanya deformitas kaki
dan kelemahan otot kaki merupakan cacat yang tersering.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Lanjutan….
• Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat
perumbuhan dan perkembangan anak, riwayat pernahkah
mengalami mielomeningokel sebelumnya, riwayat infeksi
ruang subaraknoid (terkadang juga meningitis kronis atau
rekuren) riwayat tumor medulla spinalis, poliomielitis, cacat
perkembangan tulang belakang seperti diastematomielia, dan
deformitas kaki (Arif Muttaqin, 2008: 418).
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan persistem (B1-
B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada
pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan
dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari
klien.
Perubahan pada sistem pernapasan yang berhubungan dengan
inaktivitas yang berat. Pada beberapa keadaan hasil dari
pemeriksaan fisik ini tidak ada kelainan.
Nadi bradikardi merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan
otak. Kulit kelihatan pucat menandakan adanya penurunan kadar
hemoglobin dalam darah. Hipotensi menandakan adanya
perubahan perfusi jaringan dan tanda-tanda awal dari suatu syok.
1) B1 (Breathing)
2) B2 (Blood)
Spina bifida menyebabkan berbagai defisit neurologis terutama disebabkanpengaruh peningkatan tekanan intracranial. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajianpada sistem lainnya.
a) Tingkat kesadaranTingkat kesadaran klien dan respon terhadap lingkungan adalah indicator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Tingkat kesadaran spinabifida biasanya adalah compos mentis.
b) Pemeriksaan fungsi serebriStatus mental: observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gayabicara dan observasi ekspresi wajah, aktivitas motorik pada klien spinabifida tahap lanjut biasanya mengalami perubahan status mental.Fungsi intelektual: pada beberapa keadaan klien spina bifida tidakdidapatkan penurunan dalam ingatan dan memori jangka pendek maupunjangka panjang.
3) B3 (Brain)
c) Pemeriksaan saraf cranial
Saraf I : fungsi penciuman normalSaraf II : fungsi penglihatan baik, kecuali apabila spina
bifida disertai peningkatan TIK yang lama akan didapatkan papiledema.
Saraf III, IV dan VI : biasanya tidak ada kelainan pada saraf-sarafini
Saraf V : biasanya tidak ada kelainan dalam prose mengunyah
Saraf VII : persepsi pengecapan biasanya tdk adaperubahan
Saraf VIII : biasanya tidak didapatkan adanya perubahanfungsi pendengaran
Saraf IX dan X : kemampuan menelan baik, tidak adakesukaran membuka mulut
Saraf XI : mobilitas leher biasanya normalSaraf XII : indra pengecapan tidak mengalami
perubahan
d) Sistem motorikInspeksi umum, didapatkan paralisis spastik, deformitas kaki unilateral (kaki kecil) dankelemahan otot kaki merupakan cacat yang tersering. Paralisis motorik terutama mengenaianggota gerak bawah.
e) Sistem sensorikKehilangan sensasi sensorik anggota gerak bawah. Paralisis sensorik biasanya bersama-sama denganparalisis motorik dengan distribusi yang sama.
4) B4 (Bladder)Pada spina bifida tahap lanjut klien mungkinmengalami inkontinensia urin karena konfusi danketidakmampuan untuk menggunakan urinal karenakerusakan kontrol motorik dan pascaural. Kadang-kadang kontrol sfingter urinarius eksternal. (Arif Muttaqin, 2008:
5) B5 (Bowel)Tanda-tanda inkontinensia alfi.
6) B6 (Bone)Kaji adanya kelumpuhan atau kelemahan.Tanda-tandadecubitus karena tirah baring lama dan kekuatan otot.
g) Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan cairan amnion janin,
ultrasonografi, atau konsentrasi alpha –
fetoprotein serum maternal (MSAFP) akan
dapat mendeteksi masalah prenatal.
Ultrasonografi, CT scan, MRI, dan mielografi
akan mengevaluasi lesi, jumlah saraf yang
terlibat. (Mary E. Muscari, 2005 : 410)
Pengkajian psiko-sosial-spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakanklien dan keluarga (orang tua) untuk menilai responterhadap penyakit yang diderita dan perubahanperan dalam keluarga dan masyarakat serta responatau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari baikdalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakahada dampak yang timbul pada klien dan orangtua, yaitu timbul ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakuakanaktivitas secara optimal.
Penyimpangan
KDM
2. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko cedera berhubungan dengan lesi spinal.
2. Resiko Infeksi berhubungan trauma jaringan (insisi luka
opersi)
3. Nyeri akut berhubungan dengan injuri fisik
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan
kendali otot
5. Inkontinensia urinarius refleks berhubungan dengan
gangguan neurologis
6. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
imobilisasi fisik.
7. Ansietas (ortu) berhubungan dengan kurang pengetahuan
tentang penyakit anak
Free Powerpoint TemplatesPage 25
3. Perencanaan Keperawatan
Dx 1: Risiko cedera berhubungan dengan
lesi spinal.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
pasien tidak mengalmi cedera pada sisi
lesi spinal.
Kriteri Hasil:
1) Kantong meningeal tetap utuh
1. Rawat bayi dengan cermat. Rasional: Untuk mencegah
kerusakan pada kantung meningeal atau sisi pembedahan.
2. Tempatkan bayi pada posisi telungkup atau miring.
Rasional: Untuk menghindarkan tegangan pada kantongmeningeal atau sisi pembedahan.
3. Gunakan alat pelindung di sekitar kantong misal: selimut
plastic bedah. Rasional: Untuk memberi lapisan pelindung
agar tidak terjadi iritasi serta infeksi.
4. Berikan materi edukasi yang berhubungan dengan strategi
dan tindakan untuk mencegah cedera. Rasional:
menambah pengetahuan keluarga.
Dx 2 : Resiko Infeksi berhubungan dengan trauma jaringan (insisi bedah)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatanselama 3 x 24 jam pasien akan terbebas dari tanda dangejala infeksi.
Kriteria Hasil :
1) Suhu normal 36.5-37.5○ C
2) leukosit dlm batas normal (5700-18000, bayi)
1. Pantau tanda dan gejala infeksi (suhu tubuh, denyutjantung dan penampilan luka). Rasional: peningkatan suhutubuh dan denyut jantung mengindikasikan adanya infeksi.
2. Lakukan perawatan luka. Rasional: mencegah terjadinyakomplikasi pada luka dan memfasilitasi penyembuhanluka.
3. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah melakukantindakan keperawatan. Rasional: mencegah terjadi infeksinosokomial.
4. Monitor nilai leukosit. Rasional: nilai leukosit merupakanindicator adanya infeeksi.
5. Tingkatkan intake nutirsi. Rasional: Nutrisi yang baik dapatmeningkatkan imun.
6. Kolaborasi dalam pemberian antibiotik. Rasional: mencegah terjadinya infeksi.
Intervensi
Dx 3 : Nyeri akut berhubungan dengan agen
cedera fisik (luka insisi bedah) ditandai dengan:
DO: ekspresi wajah meringis, menangis.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x 24 jam nyeri pasien berkurang hingga
hilang.
Kriteria hasil :
1) Tanda-tanda vital dalam batas normal
2) Klien tidak menangis
3) Klien tampak rileks
1. Kaji tingkat nyeri. Rasional: mengetahui tingkatnyeri dan kualitas nyeri.
2. Observasi tanda vital. Rasional: mengetahuikeadaan umum pasien1
3. Ajak keluarga untuk hadir dekat klien untukmemberikan rasa nyaman seperti denganmengusap-usap klien. Rasional: klien merasa lebihtengan bila dekat dengan keluarganya.
4. Kolaborasi dengan dokter pemberian analgesik danantibiotik. Rasional: analgesik dapat menguranginyeri dan antibiotik dapat menghilangkan infeksi.
Intervensi
• Dx4: hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
penurunan kendali otot ditandai dengan keterbatasan
menggerakan ekstremitas bawah.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam klien akan memperlihatkan mobilitas
Kriteria hasil:
Tidak mengalami gangguan pergerakan sendi dan otot
pada ekstremitas bawah
1. Kaji kemampuan mobilitas yang ada. Rasional: mengetahui tingkat kemampuanklien dalam mobilisasi.
2. Ubah posisi klien setiap dua jam sekali. Rasional: menurunkan risiko terjadinyatrauma iskemia jringan. Daerah yang terkena mengalami perburukan sirkulasi.
3. Atur jadwal dan berikan pasien latihanROM. Rasional: mencegah komplikasi dariparalisis.
4. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi. Rasional: meningkatkan kemampuandalam mobilisasi ekstremitas
Dx5: Inkontinensia urinarius refleks berhubungan
dengan gangguan neurologis
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam diharapkan integritas kulit
dekat kelamin tetap baik
Kriteria hasil:
1) Tidak mengalami kerusakan kulit
karena selalu basah terkena urine.
Interven
si1. Kaji pola berkemih dan tingkat inkontinensia urin. Rasional: sebagai data dasar untuk intervensiselanjutnya
2. Berikan perawatan pada kulit klien yang basahkarena urin (dilap dengan aitr hangat kemudiandilap kering dan diberi bedak). Rasional: perawatan yang baik dapat mencegah iritasipada kulit klien.
3. Ajarkan keluarga perawatan kulit klien. Rasional: agar keluarga dapat berpartisipasi dalamperawatan klien.
4. Beri terapi antibakteri, sesuai program dokter. Rasional: mencegah terjadinya infeksi.
• Dx 6: Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan imobilisasi fisik
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam diharapkan kerusakan integritas kulit tidak
terjadi.
Kriteria hasil:
1. Pasien akan memiliki warna kulit normal.
2. Tidak ada ulkus dekubitus
1. Monitor adanya kemerahan pada kulit. Rasional:
melihat adanaya tanda-tanda kerusakan integritas kulit.
2. Gunakan kasur penurun tekanan. Rasional:
mengurangi tekanan kulit/jaringan.
3. Ubah posisi pasien setiap dua jam sekali. Rasional:
mengubah posisi dapat mengurangi lama penekanan
jaringan yg dapat menyebabkan dekubitus dan dapat
meningkatkan sirkulasi darah.
4. Pertahankan tempat tidur bersih, kering dan bebas
kerutan. Rasional: mencegah ulkus dekubitus.
Intervensi
Dx 7: Ansietas (ortu) berhubungan dengan kurangpengetahuan tentang prosedur opersi anak ditandaidengan: DO: klien tampak gelisah, klien menangis
DS: klien mengantakan khawatir terhadap anaknya ygakan dioperasi
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatanselama 3x24 jam diharapkan ansietas berkurang
Kriteria Hasil:
1. klien tidak menangis
2. Klien menggunakan teknik distraksi untukmeredahkan ansietas.
I
n
t
e
r
v
e
n
s
i
1. kaji tingkat kecemasan. Rasional: mengetahui kopingindividu
2. Jelaskan tentang semua prosedur operasi yang akandijalani anak. Rasional: khayalan yang disebabkankesalahpahaman dapat miningkatkan tingkat ansietas.
3. Berikan kesempatan kepada keluarga untukmengungkapkan perasaan. Rasional: membinahubungan saling percaya.
4. Ajarkan klien teknik distraksi seperti menonton tv untukmeredahkan ansietas. Rasional: mengalihkan pikiranklien dari ansietas.
5. Rujuk pasien pada perawat keluarga ataukomunitas, bila perlu. Rasional: membantu orangtuamenghadapi keadaan sakit pada anaknya.
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat untukmenurunkan ansietas, bila perlu. Rasional: membantumenenangkan klien.
top related