depressive symptoms are the main predictor for subjective sleep quality in patients with mild...
Post on 11-Jan-2016
216 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Journal Reading Psikiatri
Gejala depresi adalah predictor utama untuk Subjektif Kualitas Tidur pada Pasien dengan Penurunan kognitif ringan
- Sebuah Studi Controlled
Tony Hermawan
Pembimbing:dr Hang Gunawan A, Sp.KJ
diajukan untuk memenuhi persyaratan stase di bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/RSUP dr. Kariadi Semarang
BAGIAN/SMF NEUROLOGI FK. UNIVERSITAS DIPONEGORO/RSUP DR. KARIADISEMARANG
2015
0
Abstrak
Tujuan
Data terkontrol pada prediktor dari kualitas tidur subjektif pada pasien dengan keluhan
memori jarang. Untuk meningkatkan jumlah data yang komprehensif tentang topik ini, kami
menilai faktor yang terkait dengan kualitas tidur subjektif pada pasien dari klinik memori
kami dan individu yang sehat.
Metode
Antara Februari 2012 dan Agustus 2014 pasien dengan gangguan kognitif ringan (MCI) dan
penurunan kognitif subjektif (SCD) dari klinik memori dan kontrol yang sehat direkrut.
Terpisah dari pemeriksaan neuropsikologi rinci, kualitas tidur subjektif, kantuk di siang hari
dan gejala depresi dinilai menggunakan Sleep Kualitas Indeks Pittsburgh (PSQI), yang
Kantuk Skala Epworth (ESS) dan Beck Depression Inventory (BDI-II).
Hasil
Seratus lima puluh delapan pasien berturut-turut (132 (84%) pasien MCI dan 26 (16%) pasien
SCD) dan 75 kontrol sehat dilibatkan dalam penelitian tersebut. Pairwise comparison dari
skor PSQI menunjukkan bahwa pasien MCI non-amnestik (naMCI) (5,4 ± 3,5) memiliki skor
PSQI signifikan lebih tinggi daripada kelompok kontrol (4,3 ± 2,8, p = 003). Pairwise
comparison dari subscores PSQI menunjukkan bahwa pasien naMCI (1,1 ± 0,4 ) memiliki
"gangguan tidur" lebih signifikan dari kontrol (0,9 ± 0,5, p = .003). pasien MCI Amnestic
(AMCI) (0,8 ± 1,2, p = 0,006) dan pasien naMCI (0,7 ± 1,2, p = .002) menggunakan "obat
tidur" secara signifikan lebih sering daripada kontrol (0,1 ± 0,6). Baik pada pasien AMCI
(11,5 ± 8,6 , p <.001) dan pasien naMCI (11,5 ± 8,6, p <.001) menunjukkan secara signifikan
skor BDI-II lebih tinggi dari kontrol sehat (6.1 ± 5.3). Analisis regresi linier menunjukkan
bahwa kualitas tidur subjektif diprediksi oleh gejala depresi di AMCI (p <.0001) dan naMCI
(p <.0001) pasien serta kontrol (p <.0001). Ini berarti, bahwa gejala depresi lebih memburuk
kualitas tidur subjektif. Pada pasien AMCI kami juga menemukan interaksi yang signifikan
antara gejala depresi dan fungsi kognitif global (p = .002)
Diskusi
Gejala depresi merupakan prediktor utama pada kualitas tidur subjektif pada pasien dengan
MCI dan kontrol tapi tidak pada pasien dengan SCD. Fungsi kognitif global yang lebih baik
memperbaiki efek negatif dari gejala depresi pada kualitas tidur subjektif pasien MCI.
1
Pendahuluan
Berdasarkan dari semakin banyaknya bukti ilmiah, kita mengetahui bahwa defisit kognitif,
gangguan mood dan tidur non-restorative entah mengapa saling berhubungan. Berdasarkan
dari definisi mana yang dipakai untuk mild cognitive impairment (MCI) antara 14% dan 63%
dari pasien MCI melaporkan adanya tidur non-restorative. Beberapa penelitian belah lintang
telah melaporkan adanya hubungan u-shaped terbalik antara kualitas tidur dan status kognitif,
dengan individu yang menderita dementia sedang menunjukan ganggauan tidur yang lebih
banyak daripada individu yang berada pada demensia stadium awal atau lanjut. Naismith dan
rekan secara elegan mendemonstrasikan bahwa gangguan siklus bangun-tidur berhubungan
dengan fungsi neuropsikologis yang buruk, bahkan setelah mengontrol depresi dan apnea.
Gejala depresi, kognisi, penggunaan anti depresan, konsumsi alkohol, umur dan pendidikan
telah dikenal sebagai prediktor signifikan dari self-reported self quality pada pasien MCI.
Penurunan kognitif subjektif (SCD) pada lanjut usia lebih berhubungan dengan gejala depresi
daripada dengan perburukan kemampuan kognitif objektif. Pasien SCD juga lebih sering
menderita insomnia daripada kelompok kontrol sehat. Sebuah penelitian longitudinal pada
laki laki lebih tua menemukan bahwa gangguan pada irama sirkadian istirahat-aktivitas
memberikan kontribusi pada perburukan gejala depresi.
Sejauh sepengetahuan kami, tidak ada penelitian lain yang mencoba menginvestigasi
prediktor independen dari kualitas tidur subjektif pada pasien dengan SCD dan MCI
menggunakan desain penelitian kontrol. Oleh karena itu, kami melakukan penelitian belah
lintang pada pasien dari departemen rawat jalan untuk gangguan memori dan kontrol sehat
dan menilai prediktor potensial dari kualitas tidur subjektif mereka.
Material dan Metoda.
Antara bulan februari 2012 dan Mei 2014 secara consecutive, pasien pada layanan rawat jalan
untuk gangguan memori, baik yang berasal dari rujukan spesialis saraf atau berkunjung untuk
melakukan pemeriksaan follow-up, menjalani wawancara semi terstruktur yang mencakup
riwayat kesehatan umum, pemeriksaan neurologis dan tes neuropsikolog detail. Protokol
penelitian telah mengalami penyesuaian dengan Helsinki Declaration dan disetujui oleh
komite etika dari universitas kedokteran Vienna. Consent tertulis diambil dari setiap
partisipan.
2
Kriteria inklusi dan eksklusi serupa dengan penelitan dari kelompok kami yang telah
dipublikasikan. Pasien diekslusi dari penelitan apabila terdapat salah satu dari kondisi
berikut:
i. Bukti adanya stroke yang ditentukan dengan pemeriksaan neuroradiologi atau
pemeriksaan klinis.
ii. Riwayat cedera kepala.
iii. Diagnosis psikiatri saat ini menurut kriteria ICD-10,Meskipun demikian, pasien
dengan gejala (sub-) depresi diinklusi karena gejala (sub-) depresi jarang terjadi
pada pasien lanjut usia.
iv. Kondisi medis apapun yang menyebabkan penurunan fungsi kognitif berat
termasuk ginjal, pernafasa, kardiak dan penyakit hepar.
v. Diagnosis demensia menurut kriteria DSM IV.
Setelah penyelesaian evaluasi, status kognitif dari subtipe MCI ditentukan menurut kriteria
Petersen, dan nilai cut-off digunakan menggunakan standar deviasi 1.5 dibawah usia dan
pendidikan terkoreksi menggunakan contoh sampel standard dari kontrol dengan kognitif
sehat. Untuk tujuan ini, model GAMLLS fleksibel (Generalized Additive Models for
Location, Scale and Shape) digunakan. Mode minimum dari klasifikasi MCI digunakan dan
pasien dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan fitur kognitif sebagai berikut masing-
masing :
- Pasien gangguan kognitif subjektif (SCD) (semua dengan rata rata z-scores dari tiap
pemeriksaan neuropsikologis lebih besar dari -1.5 SD).
- Amnestic MCI (aMCI) ( paling tidak satu z-score tes memori dibawah -1.5SD)
- Dan pasien non amnestic MCI (naMCI) (satu z-score dari paling tidak satu domain
dari domain selain domain memori dibawah -1.5 SD).
SCD didefinisikan menurut kriteria penelitian yang dipublikasikan oleh Jessen dkk :
1. Pengalaman diri sendiri dari penurunan kapasitas kognitif dibandingkan dengan status
normal sebelumnya dan tidak berhubungan dengan kejadian akut.
2. Penyesuan kemampuan dari usia normal, jenis kelamin dan pendidikan dari tes
kognitif yang terstandar yang digunakan untuk mengklasifikasikan mild cognitive
impairment (MCI) atau demensia alzheimer prodromal (AD). Untuk menilai keluhan
memori subjektif (SMC), digunakan skala forgetfulness assesment inventory (FAI).
3
Kehati-hatian digunakan untuk mendaftarkan sejumlah kontrol sehat yang hidup secara
mandiri dirumah. Mereka menjalani evaluasi screening yang teliti menggunakan screening
kognitif dan wawancara klinis. Prosedur imaging, pemeriksaan neurologis, tes darah
laboratorium standard dan laporan dari informan tidak diikutkan pada evaluasi. Mereka
dinilai berada dalam kondisi kesehatan yang baik. Kriteria dari fungsi yang sehat
diidentifikasian serupa dengan penelitian dari Mayo :
i. Tidak ada kelainan neurologi ataupun psikiatri.
ii. Tidak ada pengobatan psikotropik.
iii. Dan subjek dapat mengalami kondisi kelainan medis tetapi baik kondisi medis
ataupun medikasinya tidak mengganggu fungsi kognitif.
Status kognitif diberikan perhatian khusus dan kontrol dengan kognitif sehat menjalani
screening untuk kognisi intak. Mereka perlu nilai lebih dari 27 pada pemeriksaan MMSE.
Kualitas tidur subjektif dinilai menggunan Pitssburgh Sleep Quality Index (PSQI) versi
Jerman sebuah kuesioner yang mengukur kualitas tidur selama bulan sebelumnya
menggunakan 7 subskala yang mengukur komponen tidur yang berbeda meliputi : kualitas
tidur subjektif, latensi tidur, durasi tidur, efisiensi tidur habitual, gangguan tidur, penggunaan
obat tidur dan disfungsi siang hari. Masing masing komponen memiliki nilai dari 0-3, dimana
3 merupakan kualitas tidur yang paling buruk. Good sleepers merupakan individu dengan
nilai PSQI kurang dari 5 dan Poor sleepers ialah individu dengan nilai PSQI ≥5.
Epworth Sleepiness Scale (ESS) juga merupakan instrumen yang dinilai sendiri untuk
mengeevaluasi tendensi untuk mengantuk atau tertidur selama siang hari. Skala ini terdiri dari
delapan item untuk situasi sehari hari. Respon untuk masing masing item mulai dari 0-3
berdasarkan kemungkinan dari tertidur ayam selama tugas (0=tidak pernah, 2= probabilitas
sedang,3= probabilitas tinggi). Nilai lebih dari 10 mengindikasikan excessive daytime
sleepiness.
Beck Depression Inventory (BDI) merupakan instrumen dengan 21 item untuk mendeteksi
gejala depresi pada dewasa digunakan. Instrumen ini menilai seberapa sering seseorang
merasakan beberapa hal pada dua minggu sebelumnya dengan skala 4 poin. Nilai lebih dari
10 menunjukan gejala depresi yang secara klinis sesuai.
Analisa statistik.
4
Variabel demografi digambarkan dengan rata rata dan standar deviasi. Untuk
membandingkan variabel dependen antara kelompok dan subkelompok, t-tes, chi square test
dan one-way annova telah dihitung. Diberikan nilai p-values yang tidak dikoreksi. Post hoc
pairwise comparisons disesuaikan dengan tuskey HSD. Analisis korelasi spearman digunakan
untuk menanalisis hubungan antara kualitas tidur subjektid (skor PSQI) dan demografi,
parameter klinis dan skor neuropsikologis.
Sebagai variabel penjelasan yang mungkin untuk kualitas tidur subjektif (PSQI score) kami
menggunakan lama pendidikan, nilai BDI-II, nilai MMSE, diagnosis (aMCI, naMCI, SCD
dan kontrol) dan nilai ESS. Karena distribusi skewed dari variabel skor PSQI dan skor BDI-II
diubah, square root transformation dipilih menggantikan transformasi logaritmik untuk
menhindari masalah nilai 0. Seleksi model dilakukan dengan tahap demi tahap menrut AIC
terbaik. Interaksi hanya dites bila setidakanya satu variabel yang berinteraksi telah diterima
pada model.
Untuk analisi regresi logistik, cut-off dari PSQI yang telah diterima luas digunakan dan
pasien dan kontrol dibagi menjadi kelompok “good sleepers” dengan nilai PSQI < 5 versus
“poor sleeper” dengan nilai PSQI≥5. Variabel penjelasan dan tipe model seleksi identik
dengan model regresi linear.
Analisi regresi linear digunakan untuk tes pada faktor usia, jenis kelamin, lama pendidikan,
ESS, BDI dan nilai PSQI sebagai mana prediktor untuk kemampuan kognitif (nilai MMSE).
Nilai P<0.005 dipertimbangkan signifikan secara statistik. Semua penghitungan dilakukan
dengan mengguanakan SPSS versi 20.0 kecuali estimasi GAMLSS yang menggunakan R
2.11.1.
Hasil.
Seratus lima puluh delapan konsekutif pasien mengeluhkan tentang masalah memori yang
datang ke klinik memori rawat jalan dinilai untuk kemungkinan gangguan kognitif yang
memenuhi kriteria inklusi dan diikutkan pada penelitian. Pasien berasal dari rujukan dari
dokter atau rujukan sendiri.
Lima puluh tujuh (37%) pasien diklasifikasikan sebagai aMCI, 75 (47%) sebagai naMCI dan
26 (16%) sebagai SCD seperti disebutkan diatas. Kami juga memasukkan 75 kontrol sehat
pada penelitian ini. Data demografi dan karakter klinis pasien dapat ditemukan pada tabel 1.
5
Pasien aMCI (27.6±1.7) secara signifikan menunjukkan nilai MMSE yang lebih rendah
daripada pasien naMCI (28.3±1.5,p=.02), SCD pasien (29.1±1.0, p<.001) dan kontrol
(29.0±1.1 p+.002), keduanya pasien aMCI (11.5±8.6,p<.001) dan pasien naMCI
(11.5±8.6,p<.001) secara signifikan menunjukkan nilai BDI-II lebih tinggi daripada kontrol
sehat (6.1±5.3) (tabel 1 dan 2)
Nilai MMSE secara terbalik berkaitan dengan usia (p<.001) dan secara langsung berkorelasi
dengan lama tahun pendidikan (p<.001). Analisis regresi linear menunjukkan bahwa usia
(p<.001) dan tahun pendidikan (p<0.001) secara signifikan prediktor dari nilai MMSE,
berarti bahwa usia yang lebih tua berpredikasi dengan nilai MMSE yang lebih rendah dan
tahun pendidikan yang lebih tinggi berpredikasi pada nilai MMSE yang lebih tinggi.
Kualitas tidur subjektif, obat tidur dan day time sleepiness.
Tiga puluh satu (41%) aMCI dan 28 (49%) pasien naMCI, 12(46%) pasien SCD dan 48(64%)
kontrol sehat merupakan good sleepers (memiliki nilai PSQI <5 point).
Tabel 1 menunjukkan (sub-)skor PSQI dan skor ESS untuk semua kelompok pasien dan
kontrol. ANOVA univariat memperlihatkan perbedaan signifikan dari nilai PSQI (p=.005)
dan subskor PSQI durasi tidur (=.005) dan penggunaan obat tidur (p=.001). pairwise
comparison dari skor PSQI menunjukkan bahwa pasien naMCI (5.4±3.5) secara signifikan
memiliki nilai PSQI lebih tinggi dari pada kontrol (4.3±2.8,p=.003) (tabel 2). Pairwise
comparison dari subskor PSQI memperlihatkan bahwa pasien naMCI (1.1±0.4) memiliki
gangguan tidur yang lebih signifikan daripada kontrol (0.9±0.5,p=.003). AMCI
6
(0.8±1.2.8,p=.006) dan pasien naMCI (0.7±1.2,p=.002) menggunakan obat tidur secara
signifikan lebih sering dari pada kontrol (0.1±0.6) (tabel 2).
Tiga belas (23%) dan 17 (23%) pasien naMCI dan 7 (27%) pasien SCD, dan tidak ada
kontrol sehat yang menggunakan obat tidur sehari hari (p<.001). antidepresan (trazodone atau
mirtazapine) digunakan oleh 6 (46%) aMCI, 12 (70%) naMCI dan 6(85%) pasien SCD.
Benzodiazepines (triazolam atau diazepam) atau agonis reseptor benzodiazepine (zolpidem)
digunakan oleh 5 (38%) aMCI,3(18%) naMCI dan tidak ada pada pasien SCD. Antipsikotik
prothinpendyl digunakan oleh 2 (15%) aMCI, 2(12%) naMCI dan 1 (17%) pasien SCD.
Tingkat kantuk pada siang hari (skor ESS) tidak berbeda antara pasien dengan kontrol (tabel
1).
Kualitas tidur subjektif (skor PSQI) berkorelasi secara terbalik dengan tahun pendidikan
(p<.001) dan berkorelasi secara langsung dengan gejala depresi (skor BDI-II) (p<.001), yang
berarti semakin lama pendidikan semakin baik kualitas tidur (skor PSQI lebih rendah) dan
semakin banyak gejala depresi semakin buruk kualitas tidur (skor PSQI lebih tinggi). Gambar
1 dan 2 memperlihatkan frekuensi relatif dari good versus poor sleepers pada tahun
pendidikan dan gejala depresi (BDI-II skor. Kami juga menemukan interaksi signifikan
antara gejala depresi (BDI-II skor) dan fungsi kognitif global (skor MMSE) (p<.001), yang
berarti bahwa korelasi langsung antara kualitas tidur subjektif (skor PSQI) dan gejala depresi
(skor BD I-II) diringankan oleh fungsi kognitif global yang lebih baik (peningkatan skor
MMSE) (tabel 3).
7
8
9
Model regresi logistik terbaik untuk dikotomi skor PSQI (cut-off 5 point) ditampilkan pada
tabel 4. Model ini menunjukkan bahwa gejala depresi (BDI-II skor)(p<.0001) dan untuk
panjang pendidikan yang lebih pendek (p=.030) secara signifikan memprediksi status tidur.
Kami tidak mengobservasi interaksi signifikan antara BDI-II dan skor MMSE pada model
ini.
Kami melakukan penghitungan dari model final dari setiap subgrup (aMCI,naMCI,SCD dan
kontrol) secara terpisah untuk memeriksa apakah hubungan yang terobservasi pada model
penuh tidak didorong oleh satu atau dua subgrup khusus. (tabel 5 dan 6). Kalkulasi ini
memperlihatkan bahwa kualitas tidur subjektif (skor PSQI) secara signifikan memprediksi
gejala depresi pada pasien aMCI (p<.001) dan naMCI (p<.0001) seperti pada kelompok
kontrol. Pada pasien aMCI kami juga menemukan interaksi signifikan antara gejala depresi
(BDI-II) dan fungsi kognitif global (skor MMSE) (p=.002) (tabel 5) seperti yang kami
lakukan pada seluruh sampel.(tabel 3). Status tidur secara signifikan memprediksi gejala
pasien aMCI (p<.001) dan naMCI (p<.001) seperti pada kontrol (p=.042). namun hanya pada
pasien naMCI status tidur juga secara signifikan diprediksi oleh tahun pendidikan (p=.027)
(tabel 6).
Kualitas tidur subjektif dan skor tes neuropsikologis
Kami juga menyelidiki hubungan antara kualitas tidur subjektif (skor PSQI) dan skor tes
neuropsikologis pada keseluruhan sampel. Kami menemukan korelasi positif yang lemah
namun cukup signifikan (semakin baik tes neuropsikologis semakin buruk kualitas tidur
subjektif yang diwakili nilai PSQI yang lebih tinggi) antara skor PSQI dan item dari domai 1
“atensi” waktu AKT (p=.008), hitung simbol (CI) (p=.004) domain 3 "Eksekutif fungsi-
gangguan", yaitu gangguan (CI) waktu (p = 0,037), dan domain 6 "eksekutif fungsi
perencanaan dan kelancaran nonverbal", kali yaitu Perencanaan Maze Test-NAI (p = 0,036)
(Tabel 7). Kami menemukan lemah tapi signifikan korelasi negatif (yaitu semakin baik skor
tes neuropsikologis semakin baik kualitas subjektif tidur, diwakili oleh skor PSQI rendah)
antara skor PSQI dan item dari domain 1 "perhatian", yaitu Total AKT / waktu (p = 003) dan
Digital-Symbol Test (WAIS-R) (p = 0,006), domain 4 "bahasa", yaitu Penamaan Test
(mBNT) Boston (p = 0,012) dan domain 6 "eksekutif fungsi perencanaan dan kelancaran
nonverbal", yaitu Planning Maze Test-NAI total / waktu (p =. 020) dan nonverbal Kefasihan
10
Lima-Point Test-jumlah yang benar (p = 0,024) (Tabel 7). Karena ukuran subkelompok kecil
kita tidak melakukan perhitungan ini untuk setiap sub-kelompok.
Diskusi
Ini adalah studi kontrol pertama untuk menyelidiki prediktor kualitas tidur subjektif yang
termasuk pasien dengan gangguan mempri objektif (MCI) dan gangguan memori subjektif
(SCD) . Gejala depresi adalah prediktor utama kualitas tidur subjektif pada pasien MCI dan
kontrol. Tingkat pendidikan memprediksi kualitas tidur subjektif hanya pada pasien naMCI.
Peningkatan fungsi kognitif global yang muncul untuk mengurangi hubungan antara gejala
depresi dan kualitas tidur subjektif pada pasien AMCI.
Mirip dengan penelitian sebelumnya kami menemukan frekuensi yang lebih tinggi dari gejala
depresi di AMCI dan naMCI pasien dibandingkan dengan kontrol. Ausen et al. gagal untuk
11
mendeteksi perbedaan gejala depresi antara pasien dengan gangguan kognitif subjektif,
pasien MCI dan kontrol . Menariknya, perihal kualitas tidur subjektif atau gejala depresi,
pasien SCD kami tidak berbeda secara signifikan dari pasien MCI atau kontrol. Namun,
jumlah pasien SCD yang menggunakan obat tidur secara teratur, terutama antidepresan,
adalah sebanding dengan pasien aMCI dan naMCI pasien. Sebuah penelitian baru
menunjukkan bahwa penggunaan obat tidur secara independen terkait dengan depresi pada
lanjut usia. Fakta bahwa pasien SCD ini minum obat tidur dan mungkin sudah mengalami
peningkatan kualitas tidur subjektif mereka dan depresi subklinis. Kurangnya perbedaan
antara SCD dan MCI pasien mungkin juga karena "kontaminasi" dari SCD pada awal MCI
karena kita tahu bahwa neurodegeneration berkembang terus. Selain itu, kami tidak bisa
mengesampingkan kurangnya kekuatan statistik karena ukuran subkelompok kecil.
Penelitian sebelumnya pada prediktor kualitas tidur subjektif pada pasien dengan gangguan
memori telah menghasilkan data yang bertentangan. McKinnon et al. melaporkan bahwa
gejala depresi menjelaskan porsi terbesar dari varians dalam PSQI (sub) skor, yang sejalan
dengan temuan kami. Sementara penulis lain yang ditemukan susunan variabel untuk
memprediksi kualitas tidur subjektif pada pasien dengan gangguan memori, kita hanya bisa
mengidentifikasi pendidikan prediktor penting lainnya. Variabel sosiodemografi ini adalah
pengganti faktor yang berhubungan dengan kesehatan umum (Yaitu indeks massa tubuh,
aktivitas fisik, status merokok, konsumsi alkohol dll). Efek positif dari pendidikan pada
kualitas tidur telah diilustrasikan sebelumnya pada populasi umum. Namun, baru-baru ini, itu
12
menunjukkan bahwa beban kesehatan, latihan fisik dan indeks massa tubuh yang tidak terkait
dengan kualitas tidur subjektif pada pasien MCI.
Kami mengkonfirmasi temuan dari penelitian lain yang membandingkan kualitas tidur
subjektif dari MCI subtipe [30], yang tidak mendeteksi adanya perbedaan antara pasien
AMCI dan naMCI. Pasien naMCI kami secara signifikan memiliki lebih banyak kesulitan
untuk mempertahankan tidur daripada kontrol. Penurunan pemeliharaan tidur sebelumnya
digunakan untukmembedakan naMCI dari AMCI yang melaporkan kesulitan memulai tidur
dan terbangun pagi
Kami menemukan bahwa peningkatan fungsi kognitif global (skor MMSE) dikurangi efek
negatif dari gejala depresi pada kualitas tidur subjektif pada pasien AMCI membawa kita ke
dalam diskusi tentang hubungan antara neurodegenerasi, mood dan gangguan tidur-bangun.
Karena ukuran subkelompok kecil kita mungkin tidak menyajikan data konsisten pada
subdomain neuropsikologi, tapi kami ingin berspekulasi tentang hubungan neuroanatomi dan
fungsional. Bagi kami, hippocampus dengan koneksi secara luas terletak pada inti dari
kondisi terjalin. Selama tidur non-REM memainkan peran penting dalam konsolidasi memori
deklaratif. Pembatasan tidur menyebabkan terganggu konektivitas fungsional dalam sirkuit
saraf yang melibatkan jaringan yang bertanggung jawab untuk pengolahan emosional dan
eksekutif. Depresi tidak hanya berhubungan dengan penurunan volume hipokampus tetapi
juga gangguan konektivitas corticohippocampal. Volume substansia grisea di dalam jaringan
yang disebutkan di atas telah terbukti berkurang pada pasien MCI. Pendidikan berfungsi
sebagai salah satu modulator positif volume hipokampus.
13
Excessive daytime sleepiness (EDS) telah dikaitkan dengan peningkatan risiko penurunan
kognitif. Ferman dkk. menunjukkan bahwa pasien MCI dengan EDS lebih mungkin untuk
terjadi demensia dengan Lewy bodies. Kantuk di siang hari juga terkait dengan sleep apnea.
Sebuah kontrol studi gagal untuk mendeteksi hubungan antara sleep disordered breathing
(SDB) dan MCI . Kami tidak melihat perbedaan yang signifikan dari EDS antara pasien dan
kontrol. Satu hal yang harus diingat bahwa skala laporan diri seperti ESS mungkin tidak
sensitif cukup untukmendeteksi perubahan yang lebih halus dari perilaku tidur-bangun.
Gangguan konektivitas fungsional dalam keadaan resting-state network baru-baru ini
dikaitkan dengan kantuk di siang hari.
Penelitian kami dibatasi oleh kurangnya parameter tidur obyektif (actigraphy dan / atau
polisomnografi) dan oleh karena itu kita tidak dapat sepenuhnya mengesampingkan sleep
14
disordered breathing (SDB) atau periodic limb movement saat tidur pada sampel kami. PSQI
bergantung sepenuhnya pada laporan diri, tapi masalahnya adalah adanya mispersepsi dengan
overestimasi dari onset latensi tidur oleh pasien MCI baru-baru ini disorot. Penilaian
Actigraphic ritme sirkadian pada pasien kami mungkin telah menghasilkan informasi
tambahan dan relevan. Sebuah studi baru-baru ini memiliki actigraphic menyoroti
kemungkinan peran ritme sirkadian delayed sebagai faktor risiko penurunan kognitif.
Meskipun penilaian klinis depresi tidak dilakukan untuk membangun besar diagnosa depresi
dan seumur hidup sejarah depresi, penggunaan BDI, yang telah dilaporkan untuk
menunjukkan keandalan yang tinggi dan korelasi yang baik dengan pengukuran depresi dan
kecemasan memungkinkan kita untuk benar menyelidiki gejala kejiwaan. Desain penelitian
berbasis rumah sakit dari penelitian kami menghalangi generalisasi dari temuan kami pada
tingkat populasi.
Untuk menyimpulkan, ini adalah studi terkontrol cross-sectional pertama yang menunjukkan
bahwa gejala depresi memprediksi kualitas tidur subjektif pada pasien MCI dan kontrol sehat,
tapi tidak diPasien SCD. Tingkat pendidikan tampaknya berperan positif pada kualitas tidur
subjektif pada pasien naMCI. Fungsi kognitif global yang lebih baik diperbaiki efek negatif
dari gejala depresi pada kualitas tidur subjektif pada pasien AMCI. Studi longitudinal di masa
depan termasuk pengukuran objektif variabel tidur harus menjelaskan hubungan mood
gangguan, penurunan kognitif subjektif dan tidur.
15
top related