jurnal : chronic rhinosinusitis: correlation of symptoms with computed tomography scan findings

Post on 22-Dec-2015

10 Views

Category:

Documents

6 Downloads

Preview:

Click to see full reader

DESCRIPTION

Tugas Jurnal reading tentang Rinosinusitis Kronis stase Ilmu Penyakit THT - KL

TRANSCRIPT

CHRONIC RHINOSINUSITIS: CORRELATION OF SYMPTOMS WITH COMPUTED TOMOGRAPHY SCAN

FINDINGS

Amodu EJ, Fasunla AJ, Akano AO, Olusesi AD Pan African Medical Journal. 2014; 18:40

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN THT-KLFAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI

2015

JOURNAL READING

Disusun Oleh:Ekkim Al KindiG99141057Surya Dewi PrimawatiG99141058Ginanjar Tenry SultanG99141121 

Pembimbing:dr. Sudarman, Sp.THT-KL.

PENDAHULUAN

Pendahuluan

Rhinosinusitis kronis (RSK)

adalah penyakit yang secara

umum terjadi di dunia

78% kasus rhinologi dari

seluruh pasien poliklinik THT-KL di Afrika Barat

Penyakit ini membebani

kualitas hidup individu yang

terkena secara signifikan

• Guideline diagnostic disusun oleh Rhinosinusitis Task Force of the American Academy of Otholaryngology, Head and Neck Surgery (AAO-HNS) dan Sinus and Allergy Health Partnership (SAHP),

• Diagnosis Rhinosinusitis kronis berdasarkan gejala klinis dan tanda kriteria mayor dan minor

• Indicator gejala dan tanda klinis mungkin tidak adekuat karena dapat overlap dengan penyakit sinonasal lainnya.

• Gejala yang muncul juga tidak mengindikasikan secara spesifik sinus paranasal mana yang terlibat

Pendahuluan

Akhir-akhir ini, penelitian mengenai rhinosinusitis dan nasal polip

mencantumkan temuan nasal endoskopi dan atau CT scan pada diagnosisnya

Sistem staging Lund-Mackay direkomendasikan oleh American Academy of Otolaryngology untuk membedakan tingkat keparahan rhinosinusitis kronis

Computed Tomography (CT) scan sinus paranasal adalah gold standard radiologi RSK

• perawatan yang gagal• ketika akan dilakukan operasi• bila ada komplikasi

tidak tersedia secara luas di Negara miskin, dilakukan bila

CT scan dapat utk evaluasi cavum nasal, osteomeatal complex, dan sinus paranasal.

CT scan dapat dipercaya, akurat, dan efektif karena dapat menunjukkan perluasan penyakit dan menunjukkan komplikasi terkait

Penelitian

sebelumny

a telah menunjukk

an bahw

a gejala klinis RSK tidak memi

liki hubungan dengan CT scan

Penelitian lain

menunjukk

an bahwa CT scan properatif

dapat memprediksi

perbaikan

gejala setela

h dilakukan

operasi

endoskopi sinus

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan

untuk mengevaluasi CT scan dalam manajemen rhinosinusitis kronis◦dengan menghubungkan tingkat

keparahan gejala pre operatif ◦dan menghubungkan tingkat

keparahan penyakit secara umum dari RSK dengan temuan radiologis pada CT scan.

ALAT DAN METODE

Subyek PenetilianKriteria Inklusi semua pasien

dewasa dengan gejala klinis RSK di Rumah Sakit Nasional, Abuja, Nigeria dalam waktu berturut-turut antara Januari 2011 hingga Desember 2011

Kriteria eksklusi Pasien dengan massa sinonasal, adanya penyakit penyerta seperti DM, HIV dan Riw, trauma wajah atau operasi sinonasal

Obyek PenelitianEthical approval diperoleh dari

lembaga dewan peninjau dari Rumah Sakit Nasional, Abuja, Nigeria

Diagnosis klinis rinosinusitis kronis dibuat dengan menggunakan pedoman oleh Task Force Rhinosinusitis dari American Academy of Otolaryngology, Head and Neck Surgery (AAO-HNS)

Seluruh subyek penelitian diambil data berupa Performa

Tingkat keparahan setiap gejala klinis ◦ Dgn skala analog visual ◦ 0=tidak ada, 1=ringan, 10=paling parah◦ Total Skor ≤ 4 = ringan / rendah;◦ 5-7 = moderat / menengah◦ ≥ 8 = parah / tinggi.

Tingkat keparahan penyakit keseluruhan ◦ Dgn skala analog visual , apakah mengganggu

kegiatan rutin mereka sehari-hari dan skala tidur.

◦ 0=tidak mengganggu, 1=tidak terlalu mengganggu, 10=sangat mengganggu

◦ Total Skor ≤4 berarti ringan/rendah;◦ 5-7 = moderat/menengah ◦ ≥ 8 = parah/tinggi.

Subyek diperiksa CT scan sinus paranasal dengan doneon Aquilion 64 CT scanner (ToshibaTM).

Gambar rekonstruksi aksial, koronal dan sagital sinus paranasal dan otak dari pasien diperoleh dengan ketebalan bagian 3.0mm, pada 120 kV dan 300 mA.

Gambar-gambar tersebut kemudian ditransfer ke komputer workstation dengan DICOM viewer untuk evaluasi sinus paranasal.

Semua scan dievaluasi menggunakan jendela tulang (jendela lebar 2.000 unit Hounsfield (HU); jendela tingkat 500 HU) dan jendela jaringan lunak (jendela lebar 200 HU, jendela level 40 HU).

Temuan radiologi yang dinilai sesuai dengan sistem penilaian Lund-Mackay.

Sinus paranasal terdiri dari maksilaris, ethmoid, frontal dan sinus sphenoid.

Sinus ethmoid dibagi menjadi anterior dan posterior.

Untuk sinus paranasal, setiap sisi (kanan dan kiri) dinilai secara terpisah. ◦ Skor 0 = tidak ada kelainan◦ Skor 1 = kekeruhan parsial◦ Skor 2 = kekeruhan total

Untuk kompleks osteo-meatal, ◦ Skor 0 = tidak tersumbat (paten)◦ Skor 2 = tersumbat.

Total skor untuk keduanya dapat berkisar dari 0 - 24.

Variasi anatomi yang diamati dievaluasi untuk melihat hubungannya dengan tingkat keparahan penyakit

Metode Jenis penelitian prospektif berbasis RS Data dianalisis secara stastik menggunakan

SPSS17 Korelasi antara studi keparahan gejala

keparahan / penyakit dan temuan CT korelasi Pearson

Analisis regresi uji hubungan antara variabel variabel terikat Nilai hasil CT scan variabel bebas skor keparahan gejala dan

skor keparahan penyakit Tingkat signifikansi statistik dinyatakan dalam

p

HASIL

Hasil60 pasien : 36 pria (57%) dan 24 wanita (43%)

◦ Rasio1,5: 1Usia pasien 18 - 60 th (rata-rata = 35,6 ± 11,42)

◦ Pria = 36,6 tahun ± 11,9 ◦ Wanita = 34,2 ± 10,8.

Semua pasien memiliki > 1 gejala Semua mengalami sumbatan hidung dan nasal

discharge.Skor keparahan gejala lebih tinggi untuk

discharge hidung dan hidung tersumbat Skor rendah untuk gejala kelelahan/ sakit

telinga/rasa tertekan/rasa penuhan dan sakit gigi (Tabel 1)

Hasil

HasilHasil CT scan keterlibatan setidaknya satu sinus

paranasal pada 59 pasien (98,3%).◦49 pasien (81,7%) Sinus maksilaris◦41 pasien (68,3%) Sinus ethmoidalis ant post ◦24 pasien (40,0%) Sinus frontal,◦12 pasien (20,0%) Sinus sphenoid

Rerata skor Lund-Mackay =16,78 ± SD 3,76 (kisaran 9-24).

Dengan rata-rata 16 dan modus 14 (Tabel 2)

Hasil

HasilPasien dengan skor keparahan penyakit

◦ ringan/rendah skor CT scan 10-22,◦ moderat/menengah skor CT scan 12-24, ◦ tinggi/berat skor CT scan 9-24

Analisis statistik menunjukkanTidak ada hubungan yang signifikan antara skor

keparahan penyakit secara keseluruhan dan skor Lund-Mackay CT (r = 0,195; p = 0,6).

Ada hubungan yang signifikan antara skor CT dan nasal discharge (r = -0,132; p = 0,03)

Ada hubungan yang lemah antara skor CT dan sumbatan hidung (r = 0,193; p = 0.049) (Tabel 3).

Gejala lainnya tidak signifikan

HasilVariasi anatomi ditemukan pada CT

scan dari 15 pasien, ◦4 dengan concha bullosa◦1 dengan paradoxical middle turbinate◦2 dengan haller cells◦1 dengan Onodi cells◦1 dengan ager nasi ◦6 dengan deviasi septum

Tidak ada hubungan antara skor keparahan penyakit dan variasi anatomi (p> 0,05)

DISKUSI

Diskusi

Rhinosinusitis adalah masalah kesehatan yang signifikan

sehubungan dengan meningkatnya frekuensi Rhinitis Alergi di dunia

Pada penelitian ini laki – laki lebih banyak terkena

Sesuai dengan temuan yang menyatakan bahwa predileksi laki – laki lebih

banyak pada RSK

Diagnosis klinis pasien pada penelitian ini berdasar pada ada tidaknya discharge pada hidung dan obstruksi hidung yang merupakan dua kriteria mayor

• Peran sinus maksilaris dalam RSK sangat penting dan sinus ini harus diperhatikan dalam penatalaksanaan penyakit ini

• Sinus Ethmoidalis adalah sinus paranasal kedua yang terlibat pada penelitian ini

• Penebalan mukosa sinus berhubungan dengan perubahan penciuman

• Peneliti menggunakan sistem staging simpel untuk menentukan tingkat keparahan dari RSK

• Pasien memiliki persepsi yang berbeda mengenai:

• 1. gejala • 2. tingkat keparahan ,• 3. dampak terhadap aktivitas

mereka sehari – hari dan tidur. • Tingkat keparahan rata – rata

lebih tinggi untuk obstruksi hidung dan discharge hidung daripada gejala lainnya.

• Kriteria mayor ini telah direkomendasikan oleh :

• Rhinosinusitis Task Force of the American Academy of Otolaryngology, Head and Neck Surgery (AAO-HNS).

Dampak dari RSK pada kualitas hidup

1. sekitar 1/3 dari pasien dilaporkan penyakit ini benar – benar mempengaruhi tidur dan aktivitas harian mereka 2. kurang dari 1/3 lainnya penyakit ini hanya berdampak sedang

Gangguan tidur akan mempengaruhi performa di sekolah dan produktivitas saat bekerja dengan kehilangan pendapatan yang signifikan

RSK seharusnya menjadi perhatian masalah kesehatan dan diberikan perhatian medis yang tepat dalam kebijakan kesehatan nasional

Fisiologi hidung normal tergantung dari :1. drainase ostium sinus yang baik2. Ventilasi sinus paranasal 23,24

Lokasi ostium terletak pada lateral dinding komplek calledostiomeatal hidung

Sehingga oklusi menjadi faktor penting dalam patogenesis RSK

Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa :◦ tempat, gejala, dan lingkungan merupakan faktor penting dalam patogenesis

RSKTemuan dari komplek ostiomeatal paten pada

30% pasien pada penelitian ini mendukung dari keikutsertaan faktor lain, seperti oklusi komplek ostiomeatal dalam etiopatogenesis dari RSK.

Secara spesifik, variasi anatomi yang berhubungan langsung dengan aliran udara hidung atau saluran sempit komplek ostiomeatal telah menjadi faktor penting dalam patogenesis RSK

Temuan variasi anatomi pada penelitian ini sama dengan laporan penelitian lainnya 25-28. Pada penelitian lain menyebutkan bahwa :◦ Terdapat hubungan antara variasi anatomi dengan

patogenesis RSK◦ Penelitian lainnya menyebutkan tidak ada

hubungan yang spesifik◦ Penelitian lain melaporkan terdapat hubungan

antara penyebab dari konka bulosa dengan RSKPada penelitian kali ini juga menemukan :

Tidak ada hubungan antara variasi anatomi dan tingkat keparahan penyakit (p>0.05).

Hal ini juga diamati bahwa tidak ada perbedaan pada konka bulosa dan septum deviasi antara pasien dengan tingkat score keparahan rendah dan tinggi.

CT scan telah digunakan oleh para klinisi untuk :◦menegakkan diagnosis, ◦menggambarkan tingkat keterlibatan

sinus paranasal sebaik dalam menggambarkan abnormalitas anatomi

◦menyediakan sebuah road map untuk ahli bedah selama endoskopi sinus dan dasar dari pembedahan tulang

Terdapat hubungan antara nilai CT Scan dengan discharge dan obstruksi hidung.

Hal ini sesuai dengan temuan secara statistik yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara gejala dan nilai CT scan dari penelitian lain

Bertentangan dengan penelitian ini, beberapa penelitian menyebutkan bahwa tidak terdapat hubungan antara nilai CT scan dari Lund Mackay dengan RSK 33,34

Karena kegagalan dari penelitian sebelumnya untuk mencapai keseragaman hasil, peneliti menyarankan untuk mempertimbangkan dari tingkat keparahan penyakit dalam assessment RSK selain dari gejala klinis dan CT scan.

Kekurangan dari hubungan antara gejala lain RSK dengan nilai CT dari Lund Mackay pada penelitian ini dapat disebabkan karena tidak hadirnya pasien dalam jumlah besar dimana mereka positif dalam temuan CT scan dari RSK sebaik dengan gejala pasien dengan minimal penyakit sinus dalam CT scan.

Penelitian ini menemukan bahwa penebalan mukosa di satu atau lebih sinus paranasal pada 98% pasien dengan RSK.

Hal ini membuat CT scan menjadi sebuah alat penting dalam penegakan diagnosis RSK.

Bagaimanapun, temuan ini kontradiksi dengan pelaporan yang menyebutkan bahwa CT scan tidak cukup semata mata sebagai alat untuk penegakan diagnosis dan penentuan derajat RSK 33

Beberapa penelitian juga menyebutkan bahwa secara tidak sengaja ditemukan penebalan mukosa dan polip terisolasi pada CT scan pasien tanpa gejala RSK 35,36.

Bagaimanapun, untuk assessment angka kesakitan dan aktivitas yang lebih baik dari RSK, tingkat keparahan penyakit harus diikutsertakan.

Penelitian ini menunjukkan bahwa nilai CT scan dapat membantu klinisi untuk memprediksi tingkat

keparahan dari gejala obstruksi dan discharge hidung tapi tidak untuk gejala lainnya dari RSK.

Bagaimanapun, tidak terdapat hubungan antara nilai CT dengan keseluruhan nilai tingkat

keparahan penyakit.

Penelitian ini juga menemukan tidak terdapat hubungan antara variasi anatomi dengan tingkat

keparahan penyakit (p>0.05).

Kesimpulan

TERIMA KASIH

top related