laporan delegasi republik...
Post on 29-Jul-2020
10 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA
PADA
UNITED NATIONS CLIMATE CHANGE CONFERENCE
(COP-24/CMP-14/CMA1.3, SBSTA49, SBI49, APA1.7)
AND ITS PREPARATORY MEETINGS
KATOWICE, POLANDIA, 2-15 DESEMBER 2018
The Twenty Fourth Session of the Conference of the Parties to the United Nations
Framework Convention on Climate Change (COP-24 UNFCCC);
The Fourrteenth Session of the Conference of the Parties serving as the Meeting of
the Parties to the Kyoto Protocol (CMP-14);
The Third Part of the first session of the Conference of the Parties serving as the
meeting of the Parties to the Paris Agreement (CMA 1.3);
The Forty-Ninth Session of the Subsidiary Body for Scientific and Technological
Advice (SBSTA-49);
The Forty-Ninth Session of the Subsidiary Body for Implementation (SBI-49)
The Seventh Part of the First Session of the Ad Hoc Working Group on the Paris
Agreement (APA 1.7) and Its Preparatory Meetings
Jakarta, 31 Desember 2018
ii
LAPORAN DELEGASI REPUBLIK INDONESIA
PADA
UNITED NATIONS CLIMATE CHANGE CONFERENCE
(COP-24/CMP-14/CMA1.3, SBSTA49, SBI49, APA1.7)
AND ITS PREPARATORY MEETINGS
KATOWICE, POLANDIA, 2-15 DESEMBER 2018
The Twenty Fourth Session of the Conference of the Parties to the United Nations
Framework Convention on Climate Change (COP-24 UNFCCC);
The Fourrteenth Session of the Conference of the Parties serving as the Meeting of
the Parties to the Kyoto Protocol (CMP-14);
The Third Part of the first session of the Conference of the Parties serving as the
meeting of the Parties to the Paris Agreement (CMA 1.3);
The Forty-Ninth Session of the Subsidiary Body for Scientific and Technological
Advice (SBSTA-49);
The Forty-Ninth Session of the Subsidiary Body for Implementation (SBI-49)
The Seventh Part of the First Session of the Ad Hoc Working Group on the Paris
Agreement (APA 1.7) and Its Preparatory Meetings
Jakarta, 31 Desember 2018
iii
i
KATA SAMBUTAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN
KEHUTANAN
Pemerintah Indonesia bersama-sama dengan negara-negara lain secara
internasional yang terlibat dalam Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-
Bangsa mengenai Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on
Climate Change) telah melaksanakan konferensi secara periodik untuk
merumuskan mandat dan mereview implementasi komitmen negara-negara dalam
menangani perubahan iklim.
Salah satu konferensi yang dilaksanakan dengan sukses pada tahun 2018 adalah
The Twenty Fourth Session of the Conference of the Parties to the United Nations
Framework Convention on Climate Change (COP24), The Fourteenth Session of
the Conference of the Parties serving as the Meeting of the Parties to the Kyoto
Protocol (CMP14), dan The Third Part of the first session of the Conference of the
Parties serving as the meeting of the Parties to the Paris Agreement (CMA 1.3)
bertempat di Katowice, Polandia, atau yang dikenal dengan Katowice Climate
Change Conference, 2 – 15 Desember 2018. Keluaran utama yang dihasilkan pada
konferensi ini adalah diadopsinya guidance untuk implementasi Paris Agreement
yang juga dikenal dengan Paris Agreement Rule Book sebagai acuan dalam
operasionalisasi dan implementasi Persetujuan Paris.
Disamping agenda utama persidangan Conference of the Parties
(COP24/CMP14/CMA 1.3), Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice
(SBSTA49), Subsidiary Body for Implementation (SBI49), dan Ad Hoc Working
Group on the Paris Agreement (APA 1.7) yang membahas agenda item masing-
masing, terdapat berbagai agenda lain terkait perubahan iklim yang dilaksanakan
selama Konferensi dimaksud. Indonesia berperan aktif baik dalam
memperjuangkan kepentingan nasional melalui agenda negosiasi, maupun dalam
soft diplomacy, outreach, campaign melalui berbagai agenda mulai dari High Level
Events sampai agenda-agenda yang sangat teknis, dan yang bersifat operasional
lapangan.
Sebagai salah satu negara pihak (Party) UNFCCC, Indonesia telah berkomitmen
untuk menjadi bagian dari solusi atas tantangan perubahan iklim global, dalam
waktu yang sama tetap dapat melaksanakan pembangunan nasional yang
berkelanjutan. Indonesia juga telah mengambil bagian strategis dengan berperan
aktif dalam proses negosiasi penyiapan Paris Agreement sampai pada penyiapan
guidance yang diperlukan untuk operasionalisasinya, yang juga dikenal dengan
Paris Agreement Rule Book (PARB).
ii
Suksesnya keikutsertaan Indonesia dalam Konferensi ini tentunya merupakan hasil
kerja keras seluruh pihak yang telah berpartisipasi aktif. Untuk itu kami
mengucapkan terima kasih dan apresiasi kepada seluruh unsur yang terlibat dalam
keikutsertaan pada Konferensi ini, baik dari unsur Pemerintah, Perguruan
Tinggi/Lembaga Penelitian, Swasta, LSM dan/atau CSO, Media, dan
Praktisi/Pemerhati Perubahan Iklim atas peran aktif dalam keterlibatan Indonesia
dalam kancah konferensi perubahan iklim.
Besar harapan kami upaya dan kerja keras Indonesia dalam pengendalian
perubahan iklim memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kelangsungan
hidup masyarakat dunia pada umumnya, dan masyarakat Indonesia pada
khususnya.
iii
KATA SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN
PERUBAHAN IKLIM
Katowice Climate Change Conference (COP24/CMP14/CMA 1.3, SBSTA49,
SBI49, APA 1.7) mempunyai dua kelompok substansi agenda negosiasi, yaitu (a)
Paris Agreement Work Programme (PAWP) dan (b) Non-PAWP yang menyangkut
berbagai mandat COP/CMP yang tidak menjadi bagian dari Paris Agreement
Rulebook. Dari keseluruhan agenda sidang, telah dihasilkan Katowice Climate
Package yang menjadi dasar bagi langkah selanjutnya dalam mendukung
implementasi Paris Agreement serta mandat di bawah UNFCCC dan Kyoto
Protocol.
Indonesia merupakan salah satu negara yang terlibat aktif dalam upaya dunia
dalam pengendalian perubahan iklim. Upaya tersebut dibuktikan dengan komitmen
dan keterlibatan Indonesia dalam mengawal langkah dan tindak lanjut yang
dirumuskan bersama-sama dengan negara lainnya.
Laporan ini bertujuan untuk menyampaikan hasil kegiatan yang diikuti Indonesia
dalam United Nations Climate Change Conference, yang telah diselenggarakan di
Katowice, Polandia, 2 hingga 15 Desember 2018, sehingga seluruh pihak terkait
dapat mengetahui dan memahami perkembangan yang terjadi dalam perundingan
terkait perubahan iklim dan berbagai kegiatan lainnya yang diselenggarakan pada
saat konferensi tersebut. Laporan ini juga dimaksudkan untuk memberi gambaran
tentang tindak lanjut yang diperlukan baik oleh Pemerintah (Pusat, Provinsi,
Kabupaten/Kota), swasta, maupun civil societies.
Kami memberikan apresiasi kepada seluruh pihak yang terlibat secara aktif yang
mewakili Kementerian/Lembaga, Parlemen, Pemerintah Daerah, Perguruan
Tinggi/Lembaga Penelitian, Swasta, LSM dan/atau CSO, Media, dan
Praktisi/Pemerhati Perubahan Iklim.
iv
KATA PENGANTAR
Konferensi Negara Pihak telah dilaksanakan di Katowice, Polandia pada tanggal 2-
15 Desember 2018, dengan agenda persidangan yang dilaksanakan melalui
Conference of Parties (COP24/CMP14/CMA1.3), yang didahului dengan Subsidiary
Bodies dibawah UNFCCC (SBI49 dan SBSTA49), dan Ad Hoc Working Group for
the Paris Agreement (APA1.7).
Setelah melalui proses negosiasi yang sangat alot, akhirnya dihasilkan Katowice
Climate Package yang memberikan arahan yang cukup komprehensif untuk
mengimplementasikan Paris Agreement. COP24 melalui Keputusan yang tertuang
dalam Dokumen terakhir pada penutupan (Advanced Unedited Version of the Dec
-/CP 24) menyepakati Keputusan yang mencakup substansi sebagai berikut: (1)
Paris Agreement Work Programme, yang kemudian diteruskan untuk diadopsi oleh
CMA 1.3 dan telah diadopsi pada tanggal 15 Desember 2018, (2)Third High-level
Ministerial Dialogue on Climate Finance, (3) Implementation and ambition (pre dan
post 2020), (4) Special Report of the IPCC, (5) Talanoa Dialogue (6) Leaders’
Summit, United Nations Climate Summit in 2019. Sedangkan CMA 1.3 melalui
Keputusan yang tertuang dalam Dokumen terakhir pada penutupan (Advanced
Unedited Version of the Dec -/CMA 1) menyepakati beberapa hal berikut :(1) Paris
Agreement Work Programme, yang terdiri dari 17 Keputusan yang merupakan
guidance detil untuk implementasi Pasal-Pasal Operasional Paris Agreement, (2)
Guidance to the operating entities of the Financial Mechanism – the Green Climate
Fund (GCF) and the Global Environment Facility (GEF) – and on the Least
Developed Countries Fund (LDCF) and the Special Climate Change Fund (SCCF),
dan (3) Capacity-building under the Paris Agreement.
Disamping Keputusan-Keputusan di atas, terdapat beberapa Keputusan COP yang
sangat relevan dengan kepentingan Indonesia, antara lain: (1) Koronivia Joint Work
on agriculture; (2) Local Communities and Indigenous People Platform/ LCIPP,
yang merupakan platform untuk tukar pengalaman dan best practices; dan (3)
Gender and Climate Change.
Dengan telah diadopsinya Paris Agreement Rule Book sebagai bagian utama
Katowice Climate Outcomes, kecuali untuk Pasal 6 (Kerjasama Internasional
Implementasi Paris Agreement, dimana di dalamnya ada mekanisme market dan
non-market), maka telah tersedia guidance untuk tindak lanjut oleh negara pihak di
dalam negeri maupun di tingkat global. Disamping itu, diperlukan penataan ulang
Tim Negosiasi untuk menjaga keseimbangan kekuatan Tim Negosiasi sesuai
tingkatan kemendesakan/ nilai strategis masing-masing isu dari waktu ke waktu.
v
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi atas kerjasama seluruh Tim
Negosiasi dan berbagai pihak yang telah turut menyukseskan misi Indonesia di
Katowice.
Jakarta, 31 Desember 2018
vi
DAFTAR ISI
Halaman
Contents
KATA SAMBUTAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN ....................... i
KATA SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM ... iii
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ iv
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... vi
I. PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.2 Tujuan ..................................................................................................................... 1
II. DELEGASI REPUBLIK INDONESIA ............................................................................... 4
2.1 Komposisi DELRI .................................................................................................. 4
2.2 Perimbangan Gender ............................................................................................ 6
III. SESI PERSIDANGAN/ NEGOSIASI .......................................................................... 8
3.1 Pertemuan Persiapan dan Koordinasi G77 and China ..................................... 8
3.2 Pembukaan Katowice Climate Change Conference.......................................... 8
3.3 Agenda dan Hasil Negosiasi .............................................................................. 10
3.3.1 Agenda Persidangan/ Negosiasi .................................................................... 11
3.3.2 Hasil Persidangan/Negosiasi ......................................................................... 17
3.3.3 Koordinasi Tim Negosiasi ............................................................................... 36
IV. LEADERS SUMMIT DAN HIGH LEVEL SEGMENT................................................... 39
4.1 Leaders Summit ................................................................................................... 39
4.2 High- Level Segment ........................................................................................... 39
V. PERTEMUAN NON PERSIDANGAN / NON NEGOSIASI ........................................... 42
5.1 Mandated Events ................................................................................................. 42
5.1.1 High-Level Mandated Events ......................................................................... 42
5.1.2 Workshop ........................................................................................................ 42
5.2 COP Presidency Events ...................................................................................... 43
5.3 Side Events UNFCCC .......................................................................................... 44
5.4 Parallel Events ..................................................................................................... 44
5.5 Paviliun Indonesia ............................................................................................... 44
VI. PERTEMUAN BILATERAL DAN MULTILATERAL ................................................... 46
6.1 Kegiatan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan ..................................... 46
6.1.1 High-Level Dialogue on the Integrative Global Agenda to Protect the Marine
Environment from Land-based Activities, dan Bureau Meeting dari The Fourth
Intergovernmental Review Meeting on the Implementation of the Global Programme of
Action (GPA) for the Protection of the Marine Environment from Land-based Activities
(IGR-4), 12 Desember 2018 ......................................................................................... 46
6.1 .2 Kegiatan Bilateral MENLHK ........................................................................... 46
6.2 Kegiatan Menteri Kelautan dan Perikanan ....................................................... 51
vii
6.3 Kegiatan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman ...................................... 51
6.4 Kegiatan Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional / Kepala
BAPPENAS ..................................................................................................................... 52
6.4.1 Kegiatan Menteri PPN / Kepala Bappenas dalam Pertemuan Inisiatif
Kementerian PPN/Bappenas ....................................................................................... 53
6.4.2 Kegiatan Bilateral Menteri PPN / Kepala Bappenas ...................................... 54
6.4.3 Kegiatan Lain Menteri PPN/ Kepala Bappenas ............................................. 57
VII. TINDAK LANJUT ......................................................................................................... 60
VIII. PENUTUP .................................................................................................................... 63
IX. LAMPIRAN .................................................................................................................... 64
9.1 Statements of Indonesia ......................................................................................... 64
9.2 List of Participants................................................................................................... 72
9.3 Dokumentasi Delegasi Republik Indonesia .......................................................... 81
viii
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertemuan Negara Pihak UNFCCC (COP24/CMP14/CMA 1.3) telah
diselenggarakan di Katowice, Polandia pada tanggal 2 – 15 Desember 2018 dengan
tema “Changing Together”, yang juga dikenal sebagai Katowice Climate Change
Conference.
Rangkaian kegiatan Katowice Climate Change Conference terdiri dari 6 (enam)
jenis kegiatan utama:
1. Pertemuan persiapan dan koordinasi kelompok G77 and China;
(Preparatory Regional Meeting and Daily Coordination Meeting of G77 and
China);
2. Persidangan/ negosiasi COP24, CMA1.3, CMP14, SBI49, SBSTA49, APA 1.7;
3. Leader events;
4. Mandated events;
5. Side events oleh UNFCCC;
6. Parallel events, ekshibisi dan paviliun negara.
Agenda persidangan COP24/ CMP14/ CMA1.3 UNFCCC memiliki arti yang sangat
penting bagi masyarakat global termasuk Indonesia karena pada Konferensi inilah
diadopsi Keputusan tentang apa yang banyak dikenal dengan Paris Agreement
Rule Book.
Seperti pada COP-COP sebelumnya, perjuangan Indonesia dilakukan melalui dua
jalur yaitu jalur formal yaitu negosiasi sesuai agenda COP/CMP/CMA dan jalur
outreach, campaign, soft diplomacy melalui berbagai fora dan events. Selama
penyelenggaraan COP24/ CMP14/ CMA1.3, disamping agenda persidangan yang
dikawal oleh Tim Negosiasi, Delegasi RI juga berpartisipasi aktif dalam berbagai
kegiatan antara lain melalui Paviliun Indonesia, Leaders summit dan high level
segmen, high level events, mandated events, side event dan events di Paviliun
negara lain/ organisasi internasional.
1.2 Tujuan
Keikutsertaan Indonesia didalam proses negosiasi pada COP24/ CMP14/ CMA1.3
UNFCCC bertujuan untuk:
1. Memperjuangkan kepentingan Indonesia dan berkontribusi pada upaya global
termasuk dalam pembahasan pengaturan rinci pelaksanaan Paris Agreement
yang juga dikenal dengan Paris Agreement Rule Book.
2. Mendorong proses persidangan untuk berfokus pada penyelesaian Paris
2
Agreement Rule Book yang dapat memfasilitasi aksi, memastikan bahwa tidak
hanya pencapaian target, tetapi juga mempertimbangkan keberagaman tahap-
tahap perkembangan dari Negara Pihak, terutama negara berkembang.
3. Mendorong peningkatan komitmen (peningkatan ambisi) Negara maju baik
dalam mengisi gaps dalam pencapaian target di bawah 2 derajat maupun dalam
penyediaan supports.
4. Melalui jalur soft diplomacy, outreach dan campaign, menggalang posisi
bersama, kerjasama dan jejaring kerjasama baru, memperkuat kerjasama yang
telah ada, serta menyampaikan gambaran kegiatan nyata dan inovasi
masyarakat serta dukungan dan modal dasar untuk aksi perubahan iklim di
3
Indonesia sebagai suatu keunikan yang berbeda dari Negara lain.
4
II. DELEGASI REPUBLIK INDONESIA
2.1 Komposisi DELRI
Sekretariat UNFCCC dalam publikasi resminya1 menyatakan bahwa United Nations
Climate Change Conference (COP24/ CMP14/ CMA1.3, SBSTA49, SBI49, APA1.7)
atau Katowice Climate Change Conference dihadiri oleh 18.420 peserta, terdiri dari
11.100 peserta dari Negara Pihak dan Negara Observer, 6.193 peserta dari
organisasi internasional (UN bodies, lembaga khusus dan organisasi terkait,
organisasi antar-pemerintah, dan NGOs), dan 1.127 peserta dari media.
Delegasi Republik Indonesia (DELRI) pada Katowice Climate Change Conference
dipimpin oleh Dr. Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan selaku
Head of Delegation, yang diperkuat dengan kehadiran Menteri Koordinator Bidang
Kemaritiman, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional / Bappenas, Menteri
Kelautan dan Perikanan, Utusan Khusus Presiden RI untuk Pengendalian
Perubahan Iklim, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG),
Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG), Duta Besar RI di Warsawa, dan Duta
Besar RI di Berlin.
DELRI secara keseluruhan berjumlah kurang lebih 6002 orang yang terdiri dari Party
Delegates dan Party Overflow, dengan komposisi sebagai berikut:
1. Kementerian/Lembaga (lembaga eksekutif), terdiri dari:
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Koordinator
Bidang Kemaritiman, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian,
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas,
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Luar Negeri (termasuk
KBRI Warsaw, KBRI Berlin, PTRI New York, dan PTRI Jenewa), Kementerian
Keuangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan, Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Perhubungan, Kementerian
Perindustrian, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak, Kementerian Sekretariat Negara, Kantor Utusan Khusus Presiden untuk
Pengendalian Perubahan Iklim (UKP-PPI), Kantor Staf Presiden (KSP),
Sekretariat Kabinet (SetKab), Badan Restorasi Gambut (BRG), Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Badan Informasi Geospasial
(BIG), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan Otoritas Jasa
Keuangan;
1 List of Participant (FCCC/CP/2018/INF.3, UNFCCC, 14 December 2018) 2 Sekretariat Delegasi RI pada United Nations Climate Change Conference (COP24/CMP14/CMA1.3, SBSTA49, SBI49, APA1.7) (Direktorat Mobilisasi Sumber Daya Sektoral dan Regional, KLHK, Desember 2018)
5
2. Mahkamah Agung (lembaga yudikatif);
3. Parlemen (lembaga legislatif), terdiri dari:
Komisi II, Komisi IV, dan Komisi VII;
4. Pemerintah Daerah, terdiri dari:
Provinsi Kalimantan Utara, Provinsi Papua Barat, Provinsi Gorontalo, Provinsi
Jawa Barat, Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provisi
Bali, Provinsi Sumatera Selatan, Kabupaten Musi Banyuasin, Kabupaten Pidie,
Kabupaten Kepulauan Mentawai, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, dan
Kabupaten Kaimana;
5. Perguruan Tinggi / Lembaga Penelitian, terdiri dari:
Universitas Indonesia (UI), Insititut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian
Bogor (IPB), Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti, Universitas Pertahanan
Indonesia, University of Amsterdam, Universitas Tanjungpura, Universitas
Mataram;
6. Pihak Swasta, terdiri dari:
PT. Cendekia Mulia Komunikasi, Agro Indonesia, Gabungan Pengusaha Kelapa
Sawit Indonesia (GAPKI), Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Asia
Pulp & Paper Group (APP), APP Sinarmas, Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia
(APROBI), Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), Badan Pengelola
Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP KS), PT. Medco Energi Internasional,
TBK, PT. Karya Lestari, Medco Power Indonesia, PT. Partogi Hidro Energi,
Medco E&P Indonesia, PT. North Sumatera Hydro Energy, Neste Singapore, PT
Riau Andalan Pulp and Paper (APRIL), PT Chevron Pacific Indonesia, PT
Bentang Alam Indonesia, PT Melchor Tiara Pratama, International Finance
Corporation (IFC), SKK Migas, ECADIN, PT Amman Mineral Nusa Tenggara,
PT Indonesia Power, PT. Inhutani III, dan PT. Mayangkara Tanaman Industri;
7. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan/atau Civil Society Organization
(CSO) terdiri dari:
Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan, HIVOS Southeast Asia, Komite
Nasional Indonesia / World Energy Council (KNI/ WEC), Mercy Corps Indonesia,
Yayasan KEHATI, Yayasan Econusa, Yayasan Belantara, KOPRABUH
(Koperasi Produsen Anugerah Bumi Hijau), Birdlife Indonesia Association, WWF
Indonesia, World Resource Institute, Peat Watch, Climate Policy Initiative (CPI),
Global Green Growth Institute, Wetlands International Indonesia, Climate and
Land Use Alliance (CLUA), Majelis Ulama Indonesia (MUI), Perkumpulan
Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik dan Sustainable Development
Solutions Network (SDSN) Youth Indonesia, Masyarakat Energi Terbarukan
Indonesia (METI/ IRES), Yayasan Inisiatif Dagang Hijau, Perkumpulan
Pembaruan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologi (HUMA), Yayasan Gajah
6
Sumatera, Wehea Customary Community, RARE Indonesia, International
Institute for Applied Systems Analysis (IIASA), Kemitraan Pengelolaan Lanskap
dan Pembangunan Hijau, Bentang Kalimantan, The Nature Conservancy
(TNC), Green School Bali, Yayasan Ekosistem Lestari, Wahana Lingkungan
Hidup Indonesia (WALHI);
8. Proyek Kerjasama, terdiri dari:
United Nations Development Programme (UNDP), Support to Indonesia’s
Climate Change Response – Technical Advice Component (SICCR-TAC),
Forest and Climate Change Program (FORCLIME FC - KfW), Indonesia Climate
Change Trust Fund (ICCTF);
9. Media, terdiri dari:
Harian Kompas, Kompas TV, Tempo / Kompas Media, Media Indonesia, Media
Nasional, Detik.com, Jawa Pos, ANTARA, Siber Media, Tribun Pontianak, Metro
TV dan Metro TV News, Koran Jakarta, Suara NTB, TV ONE, Rakyat Merdeka,
Kumparan, dan TVRI yang registrasinya langsung sebagai accredited media.
2.2 Perimbangan Gender
Profil DELRI pada COP24 berdasarkan jenis kelamin yaitu:
Jumlah perempuan dalam Delegasi RI pada COP24 kurang lebih sepertiga dari
keseluruhan DELRI. Kondisi ini adalah sama pada DELRI dalam tiap sesi COP
UNFCCC semenjak COP21 tahun 2015 (bukan sesi subsidiary bodies)3. Dengan
mengingat bahwa gender merupakan salah satu agenda resmi dalam COP
UNFCCC yang dimulai sejak COP21, dorongan terhadap gender balance
khususnya perempuan untuk menjadi negosiator dalam delegasi setiap Negara
Pihak dan untuk menduduki posisi pada jabatan kunci pada subsidiary bodies serta
organisasi terkait semakin menguat.
3 Bunga Rampai Persidangan Perubahan Iklim: Potret 3 Tahun Perjuangan Indonesia pada Persidangan UNFCCC (Ditjen. Persidangan Perubahan Iklim, KLHK, 2017)
33%
67%
Komposisi DELRI pada COP24 Tahun 2018 berdasarkan Jenis Kelamin
Perempuan Laki-laki
7
8
III. SESI PERSIDANGAN/ NEGOSIASI
3.1 Pertemuan Persiapan dan Koordinasi G77 and China
Pertemuan Persiapan (Preparatory Meeting) untuk G77 and China dilakukan
sebelum dibukanya Katowice Climate Change Conference secara resmi. Untuk itu
diselenggarakan pada 29 hingga 30 November 2018.
Catatan pertemuan secara umum:
1. Mesir selaku Ketua G77 and China menyampaikan bahwa semangat umum
semua negara pihak optimis akan tercapainya persidangan Katowice Climate
Change Conference;
2. Namun demikian, isu finance masih perlu meng-address pengurangan
komitmen Negara maju dimana ada dorongan untuk loans dan bukan hibah,
penambahan co-financing yang mengarah ke (mencakup) semua recipient
negara berkembang, voting mechanism di Green Climate Fund, dan increasing
portion of non-state funding.
3. Terkait 3 Deklarasi sebagai inisiatif Polandia, Polandia menyampaikan adanya
sistem “opt in or opt out”.
4. Terdapat upaya memindahkan beban kewajiban pendanaan ke developing
countries melalui introduction of “new terms” dari developed countries;
5. Perlunya ada batasan jelas (red lights) mengenai apa saja yang sudah menjadi
komitmen dalam Paris Agreement. Developing countries harus menegaskan
landscape of finance yang sudah disepakati dalam Paris Agreement (tidak ada
kompromi terkait pendanaan karena kewajiban ada pada developed countries);
6. Informasi terkait tata kerja bahwa Presidensi Polandia menginginkan tata kerja:
a. Minggu I: persidangan SBSTA, SBI, APA
b. Minggu II: persidangan CMA
Dalam upaya menyelaraskan pandangan dan memperoleh pemahaman atas
perbedaan posisi Negara Pihak yang tergabung dalam G77 and China, maka
dilakukan koordinasi melalui dua kali pertemuan setiap harinya.
3.2 Pembukaan Katowice Climate Change Conference
United Nations Climate Change Conference di Katowice tahun 2018 diawali dengan
procedural opening pada 2 Desember 2018, sebagai tanda pembukaan
persidangan COP24/ CMP14/ CMA1.3, SBSTA49, SBI49, dan APA1.7. Dalam
pembukaan tersebut, Ms. Patricia Espinosa, Executive Secretary dari UNFCCC
menyampaikan bahwa dampak perubahan iklim yang terjadi belum pernah seburuk
tahun 2018, hal ini menjadikan COP24 merupakan peluang untuk mewujudkan aksi-
aksi berbuat lebih dalam penanganan perubahan iklim. Sementara Presidensi
9
COP24, Mr. Michal Kurtyka menyerukan kepada Para Pihak untuk mengupayakan
semaksimal mungkin agar Perjanjian Paris dapat berfungsi sepenuhnya, sehingga
Para Pihak dapat meninggalkan Katowice dengan telah menghasilkan seperangkat
guidelines pelaksanaan disertai dengan knowledge yang dipersembahkan untuk
dunia dan masyarakat global.
Selanjutnya, pada tanggal 3 Desember 2018 dilakukan official opening Katowice
Climate Change Conference yang dihadiri oleh sekitar 40 (empat puluh) kepala
negara/ kepala pemerintahan dari Parties. Serangkaian sambutan disampaikan
oleh petinggi UN, UNFCCC, Polandia selaku tuan rumah, dan lainnya, sebagai
berikut:
• Presiden COP 23/ CMP 13/ CMA1.2 Mr. Frank Bainimarama mengawali
deretan sambutan pembukaan dengan menyampaikan kiasan terkait perubahan
iklim bahwa seluruh masyarakat global berada dalam canoe yang sama. Diikuti
dengan acara serah terima presidensi COP ke Mr. Michal Kurtyka.
• Presiden Polandia Mr. Andrzej Duda, menggarisbawahi bahwa emisi GRK
Polandia telah berkurang sebesar 30% di bawah level tahun 1988 sementara
perekonomiannya tetap tumbuh berkat efisiensi teknologi batubara. Melalui
konferensi iklim global, Polandia ingin mendorong adanya kerjasama
internasional dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar terhadap air, pangan,
energi, dan pendidikan.
• Mr. Antonio Guterres, Sekretaris Jenderal PBB menyampaikan pesannya yang
terdiri dari 4 (empat) hal pokok, yaitu (1) science menuntut adanya tanggapan
serius yang lebih ambisius terkait tantangan perubahan iklim; (2) Persetujuan
Paris telah menyediakan kerangka kerja, sehingga para Pihak yang harus
mewujudkan operasionalisasinya; (3) Tiga hal sebagai tanggung jawab kolektif
yakni (a) berinvestasi terhadap berbagai upaya untuk mengubah kekacauan
global yang disebabkan oleh perubahan iklim, (b) mengkonsolidasikan berbagai
komitmen finansial yang telah dibuat di Paris, dan (c) membantu masyarakat
dan bangsa yang paling rentan terhadap perubahan iklim; (4) aksi-aksi untuk
perubahan iklim menawarkan jalan yang meyakinkan untuk mengubah dunia
menjadi lebih baik.
• Sementara Ms. María Fernanda Espinosa Garcés, Presiden Majelis Umum
PBB mengingatkan kepada para peserta bahwa dunia menyaksikan para
negosiator bernegosiasi, dan mengakui bahwa persidangan akan berjalan alot,
namun tetap meminta Para Pihak agar melihat COP24 sebagai suatu peluang
untuk memperlihatkan efektivitas multilateralisme pada saat legitimasinya
dipertanyakan.
• Mr. Henryk Kowalczyk, Menteri Lingkungan Hidup Polandia menyampaikan
sejarah persoalan lingkungan di Polandia sejak Rezim Komunisme tumbang dan
menggarisbawahi skala perkembangan yang telah dilakukan Polandia selama
tiga abad ini dalam menangani polusi udara dan emisi GRK dimana berkurang
10
sampai 30%. Guna menghadapi tantangan selanjutnya, Polandia
menginvestasikan dalam bentuk electromobility untuk mewujudkan Program
Clean Air.
• Mr. Michal Kurtyka, Presiden COP24, dalam sambutannya menekankan
bahwa Paris tidak akan pernah sukses tanpa adanya kesuksesan di Katowice.
Untuk itu, dengan didasarkan pada esensi sejarah Katowice, Negara Pihak
diminta untuk tetap memiliki visi, harapan, keyakinan, komitmen dan tindakan,
dengan melalui suatu transisi, guna menuju masyarakat rendah emisi dalam
rangka mencapai pembangunan berkelanjutan.
• Ms. Kristalina Georgieva, CEO dari World Bank, mengumumkan bahwa World
Bank berkehendak untuk meningkatkan dukungannya terkait pendanaan iklim
sebesar 200 milyar USD termasuk 50 milyar USD untuk adaptasi dan ketahanan
iklim. Terkait hal tersebut, Kristalina menekankan adanya penggunaan “kriteria
iklim” dalam setiap analisa kerjanya, menerapkan a shadow carbon price dalam
setiap valuasi ekonomi dan mengintegrasikan pertumbuhan rendah karbon ke
dalam perencanaan kebijakan.
• Mr. Marcin Krupa, Walikota Katowice, menyampaikan “(dari) Hitam menjadi
Hijau” merupakan motto Kota Katowice dan menekankan bahwa COP24
merupakan peluang bagi Katowice untuk membagikan pengalaman mereka
kepada dunia. Pengalaman tersebut mengenai transisi masyarakat Katowice
dari kota berbasis tambang batubara menjadi suatu kota metropolis modern
berkat investasi pada teknologi modern dan penerapan kebijakan pembangunan
berkelanjutan yang membuat Katowice menjadi suatu kota yang lebih hijau.
• Selain itu, Mr. David Attenborough dari BBC, dalam kapasitasnya mewakili
“suara rakyat” berkesempatan menyampaikan Inisiatif People’s Seat,
menjelaskan bahwa dia menyampaikan berbagai pemikiran kolektif,
keprihatinan, ide, gagasan dan sumbang saran mereka secara langsung kepada
para penentu kebijakan, agar para penentu kebijakan bertindak sekarang dalam
memastikan keberlanjutan peradaban dan preservasi sumber daya alam dunia.
3.3 Agenda dan Hasil Negosiasi
Berdasarkan kelembagaannya, persidangan Katowice Climate Change Conference
dibagi menjadi 6 (enam):
1. Twenty-fourth session of the Conference of the Parties to the UNFCCC (COP24)
2. The Fourteenth session of the Conference of the Parties serving as the meeting
of the Parties to the Kyoto Protocol (CMP14)
3. The Third Part of First Session of the Conference of the Parties serving as the
meeting of the Parties to the Paris Agreement (CMA1.3)
4. Forty-ninth session of the Subsidiary Body for Implementation (SBI49)
5. Forty-ninth session of the Subsidiary Body for Scientific and Technological
Advice (SBSTA49)
11
6. Ad Hoc Working Group on the Paris Agreement (APA1.7).
Berdasarkan pengaturan substansinya, persidangan Katowice Climate Change
Conference dibagi menjadi 2 (dua) kelompok yaitu:
1. Agenda Paris Agreement Work Programme atau PAWP terbagi kedalam 8
(delapan) elemen;
2. Agenda Non – Paris Agreement Work Programme atau Non PAWP yang terbagi
ke dalam 12 (dua belas) kelompok negosiasi.
Berdasarkan pendekatannya, proses persidangan dilakukan dengan :
1.) Negosiasi per Agenda Item
2.) Pertemuan Stocktaking: Pre-2020 Stocktake on Implementation and Ambition;
APA Stocktaking Meeting on Items 3-8; Pre-2020 Stocktake: High-level Meeting:
Presidency’s Stocktaking
3.) Presidential Consultation on the Outcome of COP, CMP, and CMA with HoD/
Chief Negotiator
4.) Ministerial Consultation.
3.3.1 Agenda Persidangan/ Negosiasi
Agenda Negosiasi Paris Agreement Work Programme (PAWP) terdiri dari elemen-
elemen sebagai berikut:
1. Mitigation-Nationally Determine Contributions/ NDCs (Matters relating to Article
4 of the Paris Agreement and Paragraphs 22–35 of Decision 1/ CP.21), agenda
negosiasi berkenaan dengan Mitigation- NDCs meliputi:
a. Agenda persidangan di bawah APA 1.7 agenda item 3: Further guidance in
relation to the mitigation section of decision 1/CP.21
b. Agenda persidangan dibawah SBI49 agenda item 6: Development of
modalities and procedures for the operation and use of a public registry
referred to in Article 4, paragraph 12, of the Paris Agreement
c. Agenda persidangan dibawah SBI49 agenda item 5: Common time frames
for nationally determined contributions referred to in Article 4, paragraph 10,
of the Paris Agreement
d. Agenda persidangan dibawah SBI49 agenda item 17 dan SBSTA49 agenda
item 9: Modalities, Work Programme and Functions under the Paris
Agreement of the Forum on the Impact of the Implementation of Response
Measures.
2. Matters relating to Article 6 of the Paris Agreement and paragraphs 36–40 of
Decision 1/ CP.21, meliputi:
Agenda persidangan dibawah SBSTA49 agenda item 12 (a, (b), (c): Guidance
on cooperative approaches; Rules, modalities and procedures for the
mechanism; Work programme under the framework for non-market approaches
12
3. Adaptation (Matters relating to Article 7 of the Paris Agreement and paragraphs
41, 42 and 45 of Decision 1/ CP.21), meliputi:
a. Agenda persidangan dibawah APA 1.7 agenda item 4: Further guidance in
relation to the adaptation communication including, inter alia, as a component
of nationally determined contributions, referred to in Article 7, paragraphs 10
and 11, of the Paris Agreement
b. Agenda persidangan dibawah SBI49 agenda item 7: Development of
modalities and procedures for the operation and use of a public registry
referred to in Article 7, paragraph 12, of the Paris Agreement
c. Agenda persidangan dibawah SBI49 dan SBSTA49: Report of the
Adaptation Committee: 2018 report; dan Matters referred to in paragraphs
41, 42 and 45 of decision 1/CP.21
4. Climate Finance (Matters relating to Article 9 of the Paris Agreement and
paragraphs 52–64 of Decision 1/ CP.21), meliputi:
a. Agenda persidangan dibawah SBI49 agenda item 15: Identification of the
information to be provided by Parties in accordance with Article 9 (5)
b. Agenda persidangan dibawah SBSTA49 agenda item 13: Modalities for the
accounting of financial resources provided and mobilized through public
interventions in accordance with Article 9 (7)
c. Agenda persidangan dibawah APA 1.7 agenda item 8 (a): Preparing for the
convening of the first session of the Conference of the Parties serving as the
meeting of the Parties to the Paris Agreement / matters relating to the
Adaptation Fund
5. Technology (Matters relating to Article 10 of the Paris Agreement and
paragraphs 66–70 of Decision 1/ CP.21), meliputi:
a. Agenda persidangan dibawah SBI49 agenda item 14 (a): Development and
transfer of technologies: scope and modalities for the periodic assessment of
the Technology Mechanism in relation to supporting the implementation of
the Paris Agreement
b. Agenda persidangan dibawah SBSTA49 agenda item 5 (a): Technology
framework under Article 10 (4)
6. Transparency framework for action and support (Matters relating to Article 13 of
the Paris Agreement and paragraphs 84–98 of decision 1/ CP.21) dengan
agenda persidangan di bawah APA 1.7 agenda item 5: Modalities, procedures,
and guidelines for the transparency framework for action and support
7. Global Stocktake (Matters relating to Article 14 of the Paris Agreement and
paragraphs 99–101 of Decision 1/ CP.21) dengan agenda persidangan di bawah
APA 1.7 agenda item 6: Matters relating to the global stocktake
13
8. Compliance (Matters relating to Article 15 of the Paris Agreement and
paragraphs 102 and 103 of decision 1/CP.21) dengan agenda persidangan di
bawah APA 1.7 agenda item 7: Modalities and procedures for the effective
operation of the committee to facilitate implementation and promote compliance
Agenda Persidangan/ Negosiasi Non-Paris Agreement Work Program (Non-PAWP)
secara garis besar terbagi ke dalam kelompok sebagai berikut:
1. Kelompok Mitigation
Meliputi:
a. CMP14 a.i. 5 Matters relating to Joint Implementation
b. CMP14 a.i. 8 Report on the high-level ministerial round table on increased
ambition of Kyoto Protocol commitments
c. SBI49 a.i. 3 Organizational Matters:
- 3 (d) Facilitative sharing of views under the international consultation and
analysis process
- 3 (e) Multilateral assessment working group session under the
international assessment and review process
d. SBI49 a.i.8 Matters relating to the mechanisms under the Kyoto Protocol
- 8 (a) Review of the modalities and procedures for the clean
development mechanism
- 8 (b) Report of the administrator of the international transaction log
under the Kyoto Protocol
e. SBSTA49 a.i. 10 Methodological issues under the Convention: emissions
from fuel used for international aviation and maritime transport
2. Kelompok Adaptation
Meliputi:
a. COP24 a.i. 7 Warsaw International Mechanism for Loss and Damage
associated with Climate Change Impacts
b. SBI49 a.i. 10/ SBSTA49 a.i. 4 Report of the Executive Committee of the
Warsaw International Mechanism for Loss and Damage associated with
Climate Change Impacts
c. SBI49 a.i.13 National Adaptation Plans
3. Kelompok Transparency of Action and Support
Meliputi:
a. COP24 a.i. 11 Reporting from and review of Parties included in Annex I to
the Convention
b. COP24 a.i.12 Reporting from Parties not included in Annex I to the
Convention
14
c. CMP14 a.i.9 Reporting from and review of Parties included in Annex I: 9 (a)
National Communication
d. CMP14 a.i.9 Reporting from and review of Parties included in Annex I: 9 (b)
Annual compilation and accounting report for the second commitment period
for Annex B Parties under the Kyoto Protocol
e. SBI49 a.i. 3 Reporting from and review of Parties included in Annex I to the
Convention: 3 (a) Status of submission and review of seventh national
communications and third biennial reports from Parties included in Annex I
to the Convention
f. SBI49 a.i. 3 Reporting from and review of Parties included in Annex I to the
Convention: 3 (b) Compilations and syntheses of second and third biennial
reports from Parties included in Annex I to the Convention
g. SBI49 a.i. 3 Reporting from and review of Parties included in Annex I to the
Convention: 3 (c) Report on national greenhouse gas inventory data from
Parties included in Annex I to the Convention for the period 1990–2016
h. SBI49 a.i. 4 Reporting from Parties not included in Annex I to the Convention:
4 (a) Information contained in national communications from Parties not
included in Annex I to the Convention
i. SBI49 a.i. 4 Reporting from Parties not included in Annex I to the Convention:
4 (b) Work of the Consultative Group of Experts on National Communications
from Parties not included in Annex I to the Convention
j. SBI49 a.i. 4 Reporting from Parties not included in Annex I to the Convention:
4 (c) Review of the terms of reference of the Consultative Group of Experts
on National Communications from Parties not included in Annex I to the
Convention
k. SBI49 a.i. 4 Reporting from Parties not included in Annex I to the Convention:
4 (e) Summary reports on the technical analysis of biennial update reports of
Parties not included in Annex I to the Convention
l. SBSTA49 a.i. 13. Reports on other activities: 13 (a) Annual report on the
technical review of information reported under the Convention by Parties
included in Annex I to the Convention in their biennial reports and national
communications
m. SBSTA49 a.i. 13. Reports on other activities: 13 (b) Annual report on the
technical review of greenhouse gas inventories of Parties included in Annex
I to the Convention
n. SBSTA49 a.i. 13. Reports on other activities: 13 (c) Annual report on the
technical review of greenhouse gas inventories and other information
reported by Parties included in Annex I, as defined in Article 1, paragraph 7,
of the Kyoto Protocol.
15
4. Kelompok Technology
Meliputi:
a. COP24 a.i. 8 Development and transfer of technologies and implementation
of the Technology Mechanism: 8 (a) Joint annual report of the Technology
Executive Committee and the Climate Technology Centre and Network
b. COP24 a.i. 8 Development and transfer of technologies and implementation
of the Technology Mechanism: 8 (b) Linkages between the Technology
Mechanism and the Financial Mechanism of the Convention
c. SBI49 a.i.14 Development and transfer of technologies: 14 (b) Joint annual
report of the Technology Executive Committee and the Climate Technology
Centre and Network
d. SBI49 a.i.14 Development and transfer of technologies: 14 (c) Poznan
strategic programme on technology transfer
e. SBSTA 49 a.i.5 Development and transfer of technologies: 5 (b) Joint annual
report of the Technology Executive Committee and the Climate Technology
Centre and Network.
5. Kelompok Capacity Building
Meliputi:
a. COP24 a.i. 13 Capacity-building under the Convention
b. CMP14 a.i. 10 Capacity-building under the Kyoto Protocol
c. SBI49 a.i. 16 Matters relating to capacity-building for developing countries:
16 (a) Capacity-building under the Convention
d. SBI49 a.i. 16 Matters relating to capacity-building for developing countries:
16 (b) Annual technical progress report of the Paris Committee on Capacity-
building
e. BI49 a.i. 16 Matters relating to capacity-building for developing countries: 16
(c) Capacity-building under the Kyoto Protocol
f. SBI49 a.i. 19 Report on activities related to Action for Climate Empowerment
6. Kelompok Finance
Meliputi:
a. COP24 a.i.10 Matters relating to finance: 10 (a) Long-term climate finance
b. COP24 a.i.10 Matters relating to finance: 10 (b) Matters relating to the
Standing Committee on Finance
c. COP24 a.i.10 Matters relating to finance: 10 (c) Report of the Green Climate
Fund to the Conference of the Parties and guidance to the Green Climate
Fund
d. COP24 a.i.10 Matters relating to finance: 10 (d) Report of the Global
Environment Facility to the Conference of the Parties and guidance to the
Global Environment Facility
e. CMP14 a.i. 7 Matters relating to the Adaptation Fund
16
f. SBI49 a.i. 4 Reporting from Parties not included in Annex I to the Convention:
4 (d) Provision of financial and technical support.
7. Kelompok Response Measure
Meliputi:
a. COP24 a.i. 4 Implementation of Article 4, paragraphs 8 and 9, of the
Convention: 4 (a) Implementation of the Buenos Aires programme of work on
adaptation and response measures (decision 1/CP.10)
b. COP24 a.i. 4 Implementation of Article 4, paragraphs 8 and 9, of the
Convention: 4 (b) Matters relating to the least developed countries
c. SBI49 a.i. 17 Impact of the implementation of response measures: 17 (a)
Improved forum and work programme / SBSTA49 a.i 9 Impact of the
implementation of response measures: 9 (a) Improved forum and work
programme
d. SBI49 a.i. 17 Impact of the implementation of response measures: 17 (c)
Matters relating to Article 3, paragraph 14, of the Kyoto Protocol /SBSTA49
a.i 9 Impact of the implementation of response measures: 9 (c) Matters
relating to Article 2, paragraph 3, of the Kyoto Protocol 47.
e. SBI49 a.i. 17 Impact of the implementation of response measures: 17 (d)
Progress on the implementation of decision 1/CP.10
8. Kelompok Compliance Committee
Meliputi: CMP14 a.i. 6 Report of the Compliance Committee
9. Kelompok Gender and Climate Change
Meliputi:
a. COP24 a.i. 15 Gender and climate change
b. SBI49 a.i. 18 Gender and climate change
10. Kelompok Agriculture
Meliputi: SBI49 a.i. 9 / SBSTA49 a.i. 8 Koronivia joint work on agriculture
11. Kelompok Research and Systematic Observation
Meliputi: SBSTA49 a.i. 6 Research and systematic observation
12. Kelompok Local Communities and Indigeneous People Platform (LCIPP)
Meliputi: SBSTA49 a.i.7 Local Communities and Indigenous Peoples Platform.
Disamping agenda persidangan PAWP dan Non-PAWP tersebut di atas, keluaran
dari sejumlah mandated events dan COP-Presidency events menjadi bagian dari
COP24/ CMP14/ CMA 1.3 outcomes, termasuk leaders summit, third high-level
ministerial dialogue on climate finance, implementation and ambition, Talanoa
Dialogue, and Special Report of the IPCC.
17
3.3.2 Hasil Persidangan/Negosiasi
Persidangan UNFCCC/ Kyoto Protocol/ Paris Agreement di Katowice telah
menghasilkan Katowice Climate Package yang memberikan arahan yang cukup
komprehensif untuk mengimplementasikan Paris Agreement.
A. COP-24 melalui Keputusan yang tertuang dalam Dokumen terakhir pada
penutupan (Advanced Unedited Version of the Dec -/ CP 24) menyepakati beberapa
hal berikut:
1. Paris Agreement Work Programme, yang kemudian diteruskan untuk diadopsi
oleh CMA 1.3 dan telah diadopsi pada tanggal 15 Desember 2018.
2. Third High-level Ministerial Dialogue on Climate Finance, yang antara lain
mencatat progres dan hambatan dalam pendanaan iklim, akses oleh negara
berkembang serta upaya scaling up termasuk melalui pelibatan sektor swasta.
Juga merespon kajian dan overview dua tahunan tentang aliran pendanaan iklim
yang dilakukan oleh Standing Committee of Finance. Presiden COP24 akan
menyiapkan summary dari pertemuan ini untuk disampaikan pada COP25
(November 2019) sesuai mandat COP19.
3. Implementation and ambition, dengan pernyataan keprihatinan atas kejadian-
kejadian cuaca ekstrim terutama di negara-negara yang rentan terhadap dampak
perubahan iklim, dan penekanan urgensi peningkatan ambisi baik aksi maupun
support oleh negara maju ke negara berkembang, maka: (i) untuk pre-2020 :
peningkatan ambisi pre-2020 akan menjadi basis yang kuat untuk peningkatan
ambisi post-2020, menyambut baik stocktake/ facilitative dialogue 2018 untuk
dilaksanakan kembali pada tahun 2025, serta penekanan kembali urgensi
pemenuhan komitmen pendanaan USD 100 milyar/ tahun sampai tahun 2020;
(ii) untuk post-2020: mendorong negara pihak menyampaikan dengan batas
waktu sampai tahun 2020 ‘long- term (mid century) low greenhouse gas emission
development strategies’; negara pihak yang INDC-nya sampai tahun 2025 untuk
menyampaikan dengan batas waktu sampai tahun 2020 NDC yang baru dan
sesudahnya setiap 5 tahun; negara pihak yang INDC-nya sampai tahun 2030
dengan batas waktu sampai tahun 2020 untuk mengkomunikasikan/ upadate
kontribusinya dan sesudahnya setiap 5 tahun.
4. Special Report of the IPCC, berisi pernyataan apreasiasi atas respon IPCC dan
ketepatan waktu penyelesaian Special Report on Global Warming of 1.5 °C, dan
mendorong pemanfaatan substansi laporan tersebut dalam pembahasan-
pembahasan di Badan-Badan Bawahan dan Badan lainnya.
Catatan: Meski sebagian besar negara pihak menerima Special Report, namun
karena penolakan USA, Rusia, Arab Saudi dan Kuwait, maka tidak dapat
disepakati keputusan yang lebih kuat dari sekedar mencatat, mengapresiasi
serta mendorong pemanfaatan substansi laporan tersebut dalam proses
persidangan pada isu-isu terkait.
18
5. Talanoa Dialogue, yang merupakan catatan dan apresiasi atas pendekatan,
proses, dan Fiji yang membawa konsep tersebut, keterlibatan Non-Party
Stakeholders (NPS), serta mendorong negara pihak untuk mempertimbangkan
input dan output Talanoa Dialogue dalam mempersiapkan NDC serta
meningkatkan implementasi dan ambisi pre-2020.
Catatan : Sejumlah pihak terutama Kelompok SIDs dan LDCs menginginkan
negara pihak menggunakan output Talanoa Dialogue sebagai basis penyiapan
NDC, namun banyak negara termasuk Indonesia menganggap bahwa output
Talanoa Dialogue cukup menjadi bahan pertimbangan dalam penyiapan NDC
karena nature dari prosesnya serta tidak dimandatkan oleh Paris Agreement.
6. Modalities, procedures, and guidelines for the transparency framework (MPGs –
TF), mencatat dan memberikan guidance atas beberapa elemen dari Pasal 13
Paris Agreement atau Dec.1 / CP. 21 yang dimandatkan ke COP24 antara lain:
a) Bagi negara pihak UNFCCC dan PA, maka BR (pelaporan negara maju)
terakhir adalah 31 Desember tahun 2022, sedangkan untuk BUR (pelaporan
negara berkembang) terakhir adalah 31 Desember tahun 2024;
b) Setelah batas waktu pada butir (a) di atas maka guidance tentang MRV yang
ditetapkan pada COP16 dan COP17 tidak berlaku lagi dan diganti dengan
MPGs-TF;
c) Penegasan kembali kewajiban di bawah pasal 4 (komitmen) dan 12
(komunikasi/ pelaporan implementasi komitmen) UNFCCC;
d) Biennial transparency report (BTR), technical expert review (TER) dan
facilitative multilateral consideration of progress (FMCP) akan menggantikan
biennial reports/ biennial update reports (BR/ BUR), international
assessment and review (IAR)/international consultation and analysis (ICA);
e) Laporan inventarisasi GRK setelah batas waktu pada butir (a) menggunakan
guidance yang diatur pada MPGs-TF, dan dilakukan TER menggunakan
guidance pada MPGs–TF.
f) Negara pihak dapat menyampaikan National Communication dan BTR dalam
satu laporan, dan mengacu pada guidance pada MPGs-TF
g) Laporan inventarisasi GRK bagi negara pihak UNFCCC yang bukan negara
pihak Paris Agreement mengacu pada guidelines di bawah Konvensi, dan
untuk keperluan comparability informasi maka didorong untuk menggunakan
MPGs-TF.
h) Technical analysis (TA) REDD+ dilakukan berdasarkan Keputusan COP19
(Dec. 14/CP. 19) dilaksanakan bersamaan dengan TER – BTR.
7. Leaders’ Summit, menyambut positif kehadiran Kepala Negara/ Pemerintahan
pada Leaders’ Summit tanggal 3 Desember, serta mencatat tentang Solidarity
and Just Transition Silesia Declaration, yang mengakui perlunya
mempertimbangkan transisi yang adil dalam ketenagakerjaan dan penciptaan
lapangan kerja yang layak dalam implementasi Paris Agreement.
Catatan: untuk Indonesia keterlibatan Kementerian Tenaga Kerja dalam
menindaklanjuti hasil COP-24 menjadi sangat penting agar dapat masuk dalam
19
program-program Kementerian dimaksud.
8. United Nations Climate Summit in 2019, menyambut baik inisiatif Sekjen PBB
untuk menyelenggarakan Climate Summit tahun 2019; dan mengundang negara
pihak berpartisipasi serta menunjukkan peningkatan ambisi/ komitmen dalam
menangani perubahan iklim.
Catatan: Climate Summit tahun 2019 berbeda dengan yang diselenggarakan
setiap tahun di sela-sela UN-Summit oleh berbagai organisasi, karena Climate
Summit 2019 diselenggarakan oleh Sekjen PBB atas mandat COP24 dengan
tujuan mendorong peningkatan komitmen negara pihak. KLHK sebagai institusi
yang melakukan fungsi NFP perlu mengirim wakil untuk memastikan konsistensi
posisi antara posisi negosiasi dan yang dikomunikasikan ke publik atas
pelaksanaan komitmen tersebut di dalam negeri.
9. Administrative and budgetary matters, catatan yang bersifat baku bahwa setiap
tindak lanjut COP/CMP/CMA dan Badan-badan Subsider kepada Sekretariat
UNFCCC, pelaksanaannya bergantung pada kesediaan sumberdaya termasuk
pendanaan.
B. CMA 1 melalui Keputusan yang tertuang dalam Dokumen terakhir pada
penutupan (Advanced Unedited Version of the Dec -/ CMA 1 menyepakati beberapa
hal berikut:
1. Paris Agreement Work Programme, yang terdiri dari 17 Keputusan yang
merupakan guidance detil untuk implementasi Pasal-pasal Operasional Paris
Agreement. Secara umum hasil persidangan Katowice cukup adil karena
memberikan fleksibilitas yang cukup bagi negara berkembang dalam
pelaksanaan rule book tersebut, sesuai dengan kondisi nasional, kapasitas dan
kapabilitas masing-masing. Disamping itu, juga kesepahaman tentang
pentingnya dukungan capacity building dan technology bagi negara
berkembang, serta adanya penegasan kembali pemenuhan komitmen
pendanaan untuk implementasi Paris Agreement. Untuk Indonesia, fleksibilitas
dalam rule book tersebut sudah lebih dari cukup karena sebagian besar dari
elemen rule book tersebut memungkinkan untuk dipenuhi dan sebagian telah
dilaksanakan. Uraian singkat dari masing-masing guidance sebagai berikut:
a) Pasal 4 (Mitigasi – NDC): Matters relating to Article 4 of the Paris Agreement
and paragraphs 22–35 of decision 1/CP .21, mencakup 4 keputusan tentang
: (i) Guidance untuk NDC tahap kedua dan selanjutnya, yang mencakup
feature NDC, informasi yang harus disediakan untuk memberikan clarity,
transparansi, dan understanding (ICTU), serta accounting atas capaian
target NDC; (ii) Public registry untuk NDC; (iii) Peningkatan forum yang
membahas dampak response measures (measures yang dilakukan dalam
melaksanakan komitmen terkait perubahan iklim) terutama terhadap negara
berkembang yang ekonominya tergantung pada produksi, proses dan ekspor
bahan bakar fosil, dan/ atau konsumsi bahan bakar dan produk intensif
bahan bakar fosil, serta masih mengalami kesulitan dalam transformasi ke
20
bahan bakar alternatif; (iv) Kerangka waktu NDC (common time frame) yang
mulai akan berlaku tahun 2031.
b) Kerjasama Internasional Implementasi Paris Agreement: Matters relating
to Article 6 of the Paris Agreement and paragraphs 36–40 of Decision 1/CP
.21.Kerjasama ini disepakati di Paris untuk memberikan ruang bagi negara-
negara yang ingin menggunakan mekanisme ini dalam rangka meningkatkan
ambisi/ komitmen NDC-nya serta mendukung pembangunan berkelanjutan
dan integritas lingkungan. Guidance disiapkan untuk 3 (tiga) skema dalam
kerjasama ini yaitu: (i) ITMOS (internationally transferred mitigation
outcome); (ii) mekanisme untuk mitigasi GRK dan mendukung
pembangunan berkelanjutan (catatan: mekanisme yang sama dengan
mekanisme Kyoto Protocol); dan (iii) Pendekatan Non-market untuk
mendukung implementasi NDC dalam konteks pembangunan berkelanjutan
dan pengentasan kemiskinan. Sampai akhir persidangan guidance untuk
ketiga mekanisme ini tidak dapat disepakati, sehingga hanya dapat
dikeluarkan draft decision yang bersifat prosedural untuk melanjutkan
pembahasan oleh SBSTA di tahun 2019 dengan target menghasilkan
rekomendasi yang akan diadopsi oleh CMA-2.
Catatan: Bagi Indonesia dan banyak negara berkembang penundaan ini
lebih baik karena substansi yang keluar terakhir dalam draft Keputusan
banyak mengandung elemen yang memerlukan beberapa waktu bagi negara
berkembang untuk mengkaji untung dan ruginya bagi kepentingan nasional
dan integritas lingkungan.
c) Adaptasi: Matters relating to Article 7 of the Paris Agreement and
paragraphs 41, 42 and 45 of decision 1/ CP.21, mencakup 3 Keputusan
tentang: (i) komunikasi adaptasi : Adaptation Committee dengan melibatkan
IPCC membangun supplementary guidance berdasarkan elemen pada
Annex Keputusan ini pada tahun 2022, negara pihak secara sukarela
memulai komunikasi adaptasi Februari 2025 (sintesis oleh Sekretariat untuk
SBs62/ Mei 2025), dan penyelenggaraan evaluasi guidance pada CMA-8
(2025) (ii) public registry: penetapan public registry untuk komunikasi
adaptasi menjadi satu dengan registry portal untuk NDC; menyepakati
modalitas dan prosedur operasionalisasi dan penggunaan public registry
untuk adaptasi, dan (iii) koherensi terkait dengan support: peningkatan
koherensi kerja adaptasi berkaitan dengan pengaturan institusi, modalitas
rekognisi upaya adaptasi, metodologi untuk assessment kebutuhan adaptasi
dan methodologi untuk fasilitasi mobilisasi support (pendanaan, teknologi,
dan capacity building).
d) Pendanaan: Matters relating to Article 9 of the Paris Agreement and
paragraphs 52– 64 of decision 1/ CP .21, mencakup 3 keputusan tentang: (i)
penyediaan informasi pendanaan oleh negara maju (Pasal 9.5): informasi
21
yang harus dikomunikasikan oleh negara maju tentang dukungan
pendanaan publik kepada negara berkembang sesuai mandat Pasal 9.5
Paris Agreement, guna menjaga predictability dan kejelasan dukungan
finansial untuk mengimplementasikan persetujuan dimaksud. Komunikasi
dukungan pendanaan tersebut harus dilakukan setiap dua tahun sekali mulai
tahun 2020 dengan mengikuti guidance dalam PA rule book; (ii) Adaptation
Fund, yang semula merupakan pendanaan adaptasi untuk mekanisme Kyoto
Protocol, maka secara efektif akan melayani Persetujuan Paris mulai 1
Januari 2019. Terkait kelembagaan, maka negara maju dan negara
berkembang yang merupakan parties dari Paris Agreement dapat menjadi
anggota Adaptation Fund Board (AFB); dan (iii) setting a new collective
quantified goal: pendanaan jangka panjang, dimana negara pihak
menyepakati inisiasi penetapan new collective quantified goal untuk
pendanaan pada CMA-3 (November 2020) dari basis USD 100 milyar per
tahun.
e) Teknologi: Matters relating to Article 10 of the Paris Agreement and
paragraphs 66–70 of decision 1/ CP .21, mencakup 2 Keputusan tentang :
(i) kajian berkala terhadap technology mechanism (TM): scope dan modalitas
kajian berkala efektivitas dan kecukupan support untuk TM (pertama akan
dilakukan pada CMA-4/ November 2021 dengan target penyelesaian pada
CMA-5/ November 2022, dan sebagai input untuk global stock take/GST
tahun 2023); SBI-51 melaksanakan penyelarasan antara proses review
terhadap CTCN dan periodic assessment TM (November 2019), untuk
diadopsi oleh CMA-3 (2020); dan (ii) technology framework : TEC dan CTCN
mengimplementasikan Technology Framework yang diadopsi dalam
keputusan ini secara sinergis, yang antara lain mencakup tema kunci
(inovasi, implementasi, enabling environment and capacity building),
kolaborasi dan pelibatan stakeholders, dan support (finance dan dukungan
lainnya); penggunaan hasil periodic assessment dalam updating technology
framework.
f) Pendidikan, pelatihan dan lain-lain: Matters relating to Article 12 of the
Paris Agreement and paragraphs 82 and 83 of decision 1/ CP .21, tentang
cara peningkatan pelaksanaan pendidikan, pelatihan, penyadar-tahuan,
partisipasi publik dan akses ke informasi, dalam rangka meningkatkan aksi
implementasi Paris Agreement.
g) Kerangka transparansi: Matters relating to Article 13 of the Paris
Agreement and paragraphs 84–98 of decision 1/ CP .21, berisi detil
Modalities, procedures, and guidelines for the transparency framework
(MPGs – TF) antara lain: (i) sebagaimana dituangkan dalam Annex
keputusan ini yang mencakup 8 kelompok besar yaitu : pengantar termasuk
22
guiding principles dan flexibility; pelaporan IGRK Nasional; informasi
progres/capaian NDC; informasi tentang dampak dan adaptasi PI; informasi
tentang MoI (pendanaan, teknologi, capacity building) yang disediakan
negara maju; informasi tentang MoI yang diperlukan dan diterima negara
berkembang; technical expert review (TER); dan facilitative,multilateral
consideration of progress (FMCP); (ii) negara pihak menyampaikan BTR dan
laporan IGRK nasional pertama paling lambat 31 Desember 2024, bila
disampaikan secara terpisah (stand-alone report); (iii) SBSTA melalukan
review dan update I MPGs-TF paling lambat tahun 2028. Proses
internasional yang memerlukan persiapan dalam waktu dekat adalah terkait
mandat SBSTA untuk menyiapkan guna diadopsi oleh CMA-3 (November
2020) sebagai berikut: (i) common reporting tables untuk pelaporan
inventarisasi GRK nasional dan common tabular formats untuk pelaporan
progres/capaian NDC, penyampaian informasi tentang MoI yang disediakan
oleh negara maju, dan MoI yang diperlukan dan diterima oleh negara
berkembang; (ii) outlines BTR, national inventory document dan TER report;
dan (iii) program pelatihan bagi technical experts yang akan melakukan
technical expert review (TER). Untuk ini negara pihak diundang untuk
menyampaikan pandangannya paling lambat tanggal 31Maret 2019.
h) Global stoctake (GST): Matters relating to Article 14 of the Paris Agreement
and paragraphs 99–101 of decision 1/ CP .21, merupakan guidance detil
terkait pelaksanaan GST (modalitas) dan sumber input untuk GST. Sesuai
mandat Paris Agreement GST dilaksanakan pada tahun 2023 dan
selanjutnya setiap lima tahun sekali. Sesuai guidance pada keputusan ini
GST diselenggarakn secara komprehensif dan fasilitatif, mencakup mitigasi,
adaptasi, dan means of implementation (MoI), dengan basis equity dan the
best science yang tersedia. GST dilakukan melalui tiga tahapan yaitu:
Information collection and preparation (termasuk melalui call for inputs oleh
SBSTA dan SBI), technical assessment (melalui technical dialogue termasuk
antara Parties dengan IPCC experts); consideration of outputs (melalui high
level events).
i) Komite fasilitasi implementasi dan compliance : Matters relating to Article
15 of the Paris Agreement and paragraphs 102 and 103 of decision 1/ CP.21,
mencakup modalitas dan prosedur untuk efektivitas kegiatan “Committee to
facilitate implementation and promote compliance”, yang mencakup 8
elemen berikut: (i) Purpose, principles, nature, functions and scope;
(ii)Institutional arrangements (keanggotaan dan tata kerja Komite); (iii)
Initiation and process (guidance detil untuk Komite); (iv) Measures and
outputs (measures dalam rangka fasilitasi Parties); (v) Consideration of
systemic issues (Komite mengidentifikasi dan melapor/ memberi
rekomendasi kepada CMA); (vi) Information (sumber); (vii) Relationship with
23
the CMA (Komite melapor ke CMA); dan (viii) Secretariat (Sekretariat
UNFCCC). CMA-7 (2024) akan melakukan review modalitas dan prosedur
ini pada CMA-7 berdasarkan pengalaman penerapan modalitas dan
prosedur yang diputuskan pada CMA-1.
2. Guidance to the operating entities of the Financial Mechanism – the Green
Climate Fund (GCF) and the Global Environment Facility (GEF) – and on the
Least Developed Countries Fund (LDCF) and the Special Climate Change Fund
(SCCF), berisi tentang penegasan bahwa SCF, LDCF dan SCCF serving Paris
Agreement; SCF untuk menyiapkan guidance (policy, prioritas program, dan
eligibility criteria) bagi GCF dan GEF, LDCF dan SCCF, untuk diadopsi pada
CMA-2 (November 2019).
3. Capacity-building under the Paris Agreement, memutuskan untuk
mempertimbangkan/ mengadopsi rekomendasi COP-25 (November 2019)
sesuai mandate Keputusan COP-21 (Dec. 1/CP21) dan akan mengadopsi pada
CMA-2 ‘initial institutional arrangements untuk capacity-building.
4. Administrative and budgetary matters; catatan yang bersifat baku bahwa setiap
tindak lanjut COP/CMP/CMA dan Badan-Badan Subsider kepada Sekretariat
UNFCCC, pelaksanaannya bergantung pada kesediaan sumberdaya termasuk
pendanaan.
C. Keputusan COP/ CMP lainnya: disamping Keputusan-Keputusan terkait Paris
Agreement Rule Book, terdapat Keputusan COP/ CMP yang dalam hal ini
dikategorikan sebagai hasil Persidangan/ Negosiasi Non-Paris Agreement Work
Program (Non-PAWP) sebagai berikut:
1. Kelompok Mitigasi (Mitigation)
a. SBI49 a.i. 3 Organizational Matters: 3 (d) Facilitative sharing of views
under the international consultation and analysis process
Proses ini diperuntukkan bagi negara bekembang. Pada sesi ini beberapa
negara mempresentasikan profil emisi GRK pada periode dan sektor
tertentu, upaya mitigasi perubahan iklim, dan pelaksanaan MRV, sebagai
bagian dari pelaksanaan BUR, yaitu: Lebanon, Mongolia, Andorra, Namibia,
Togo, dan Tunisia.
Pembelajaran yang diperoleh dari pengalaman negara-negara lain dalam
menyusun BUR antara lain pentingnya peningkatan kapasitas dalam
penyediaan data aktifitas dan penyusunan inventarisasi GRK serta
perhitungan penurunan emisi GRK. Kesulitan atas ketersediaan data,
rendahnya kapasitas untuk melaksanakan perhitungan inventarisasi emisi
24
GRK dan penurunan emisi GRK merupakan kendala umum dalam
penyusunan BUR oleh negara-negara dimaksud.
b. SBI49 a.i. 3 Organizational Matters: 3 (e) Multilateral assessment
working group session under the international assessment and review
process
Proses ini diperuntukkan bagi negara maju. Dalam sesi persidangan ini
dilakukan sharing pengalaman Biennial Report (BR) yang dipresentasikan
oleh beberapa Negara maju, yaitu: Jerman, Republik Ceko, Hungaria, dan
Slovakia.
Aspek pembelajaran yang didapat Indonesia dari pengalaman Jerman terkait
mekanisme proses agregasi pada sektor energi, diketahui bahwa proses
agregasi di Germany dilakukan berdasarkan hasil konsultasi pada setiap sub
sektor lingkup sektor energy, dimana masing masing sub sektor tersebut
telah memiliki target penurunan emisi GRK. Sementara itu, dari pengalaman
Czech Republic terkait regulasi jenis teknologi PLTN, diketahui bahwa belum
terdapat regulasi dalam penentuan jenis teknologi untuk generasi
selanjutnya di Czech Republic. Juga diketahui bahwa untuk mendukung
balancing system dalam menghadapi intermittent power generation, Czech
Republic menerapkan peningkatan peran energy storage-battery dan hot
reserve. Jadi secara umum, berdasarkan pengalaman Negara maju dalam
BR, Indonesia dapat mengambil pelajaran untuk mengarahkan pelaksanaan
NDC sampai tahun 2030 yang disampaikan melalui Biennial Update Report
(BUR).
c. SBI49 a.i.8 Matters relating to the mechanisms under the Kyoto
Protocol: 8 (a) Review of the modalities and procedures for the clean
development mechanism
Agenda Review of the Modalities and Procedures for the Clean Development
Mechanism akan dibahas pada sesi SBI50. Parties menunggu pasar karbon
yang baru yang berbeda dengan pasar CDM: low-cost certificates for annex
I dan sustainable investment untuk non Annex I. Article 6 merujuk pada
success of domestic action in NDC dan meningkatkan ambisi dalam
penurunan emisi GRK.
d. SBI49 a.i.8 Matters relating to the mechanisms under the Kyoto
Protocol: 8 (b) Report of the administrator of the international
transaction log under the Kyoto Protocol
Telah diadopsi dalam dokumen FCCC/ SBI/ 2018/ INF.10 tentang Report of
the administrator of the international transaction log under the Kyoto
Protocol.
25
e. SBSTA49a.i. 10 Methodological issues under the Convention:
emissions from fuel used for international aviation and maritime
transport
Informal session pertama mengidentifikasi beberapa butir penting, antara
lain:
1) Adanya ketidakjelasan mengenai mandat dan alur proses rekognisi
UNFCCC Report ICAO dan IMO sebagaimana disampaikan dalam
Opening Plenary SBSTA49.
2) ICAO dan IMO menyampaikan bahwa submisi dan update Report tersebut
antara lain bertujuan menjaga konsistensi komitmen dua badan dunia
tersebut terhadap upaya penurunan emisi GRK global.
3) Beberapa negara (Saudi, Afrika Selatan, Chile, EU) menyampaikan
bahwa perlu ada kesempatan untuk membahas teknis penyusunan Report
tersebut dan memberikan waktu lebih banyak kepada ICAO dan IMO
untuk menjelaskan proses bagaimana Report tersebut disusun.
4) Pada sesi SBSTA48, Afrika Selatan meminta agar dapat ditambahkan
informasi lebih lengkap mengenai support ICAO-IMO untuk negara
berkembang terkait dengan implementasi dari upaya penurunan emisi
GRK dan hal tersebut belum ter-refleksikan dalam update Report.
5) Pada dasarnya, Parties tidak berkeberatan apabila SBSTA mencatat
penyampaian Report ICAO-IMO, hanya diperlukan beberapa klarifikasi
lebih lanjut mengenai proses penyusunan Report tersebut.
6) Co facilitator menyampaikan draft conclusion yang berisi: (1) SBSTA
mencatat Report ICAO dan IMO; (2) SBSTA49 telah menyimpulkan
bahasan issue Report ICAO. Parties menyetujui draft tersebut akan tetapi
Arab Saudi masih memerlukan waktu untuk membahas teknis
penyusunan Report ICAO-IMO.
Agenda item ini terkena Rule 16 seperti pada saat penyelenggaraan
SBSTA48, sehingga teks negosiasi masih akan mengacu pada dokumen
FCCC/ SB/ 2018/ L.20 yang dihasilkan pada SBSTA47.
2. Kelompok Adaptation
a. COP24 a.i. 7 Warsaw International Mechanism for Loss and Damage
associated with Climate Change Impacts
Persidangan menghasilkan Decision -/ CP.24 yang antara lain mengingatkan
kembali keputusan COP sebelumnya bahwa review WIM untuk L&D akan
dilaksanakan di tahun 2019, serta undangan submisi dari Parties, organisasi
yang relevan dan para pemangku kepentingan lain pada tanggal 1 Februari
2019, mengenai pandangan dan input elemen yang perlu dimasukkan dalam
TOR untuk review sebagai bahan pertimbangan SBs dalam pertemuan bulan
Juni 2019.
26
Hal lain yang perlu menjadi catatan adalah undangan kepada Parties untuk:
1) mempertimbangkan pengembangan kebijakan, rencana dan strategi,
untuk memfasilitasi aksi yang terkoordinir, serta memantau kemajuan
upaya untuk mencegah, meminimalkan dan menangani Loss and
Damage;
2) mempertimbangkan risiko iklim masa mendatang pada saat
mengembangkan dan mengimplementasikan NAPs yang relevan, serta
strategi untuk mencegah, meminimalkan dan menangani Loss and
Damage serta mengurangi risiko bencana sesuai kebutuhan.
d. SBI49 a.i. 10 /SBSTA49 a.i. 4 Report of the Executive Committee of the
Warsaw International Mechanism for Loss and Damage associated with
Climate Change Impacts
Fokus dari Warsaw International Mechanism (WIM) Report yang direview
pada persidangan ini adalah untuk menjawab mandat Paris Agreement
terkait pembentukan Task Force on Displacement, khususnya pelaksanaan
komprehensif dari rencana kerja bergulir lima tahun. Agenda ini
menghasilkan dokumen konklusi FCCC/ SB/ 2018/ L.6
e. SBI49 a.i.13 National Adaptation Plans
Agenda ini menghasilkan conclusion yang tertuang dalam dokumen FCCC/
SBI/ 2018/ L.26 dimana SBI menyambut baik dokumen “progress in the
process to formulate and implement NAPs and took note of the other relevant
documents”; suksesnya penyelenggaraan NAP Expose; serta SBI
merekomendasikan draft decision mengenai NAP untuk dipertimbangkan
diadopsi oleh COP24 yang isinya tertuang dalam dokumen FCCC/ SBI/ L/26/
Add.1
Pada COP24, Agenda terkait National Adaptation Plan menghasilkan
keputusan yang tertuang dalam dokumen Advance unedited version
Decision -/ CP.24 yang didalamnya mengakui adanya progres negara
berkembang dalam proses formulasi dan implementasi NAPs serta
pengintegrasian adaptasi pada rencana pembangunan; mengakui adanya
manfaat dan lesson learn dari berbagai pengalaman dalam proses formulasi
dan implementasi NAPs: menyambut baik submisi NAP Central dari
Colombia, Saint Lucia, dan Togo: menyambut baik persetujuan GCF tehadap
22 proposal dari negara berkembang dan 11 proposal dari Least Developed
Countries untuk mendukung proses formulasi NAPs dan rencana adaptasi
laiinnya; mencatat pentingnya keterlibatan non-party stakeholders; meminta
Least Developed Countries Expert Group bekerjasama dengan Adaptation
Committee untuk mempertimbangkan gaps and needs terkait proses
formulasi dan implementasi NAPs dan informasi relevan lainnya untuk
27
dilaporkan pada SBI51 (November 2019); meminta lebih lanjut SBI untuk
mendidentifikasi secara spesifik langkah dan aksi yang dibutuhkan dalam
menilai progres proses formulasi danimplementasi NAPs pada SBI51
(November 2019); mencatat pentingnya vulnerability and risk assessment in
setting priorities, mapping scenarions and understanding progress in
implementing adaptation actions; mengundang negara pihak untuk terus
memberikan informasi mengenai progres formulasi dan implementasi NAPs
melalui kuisioner online pada NAP Central.
3. Kelompok Transparency of Action and Support
a. COP24 a.i. 11 Reporting from and review of Parties included in Annex I
to the Convention
Agenda ini menyangkut kewajiban negara Annex I, sehingga Indonesia
hanya mencermati dan mengikuti perkembangan negosiasi.
b. COP24 a.i.12 Reporting from Parties not included in Annex I to the
Convention
Indonesia mengikuti perkembangan negosiasi dan fokus pada kepentingan
Indonesia terkait dengan Improvement of National Communication,
Effectivenes of the work of CGE, dan Adequacy of provision on financial and
technical support.
c. SBI49 a.i. 3 Reporting from and review of Parties included in Annex I to
the Convention: 3 (a) Status of submission and review of seventh
national communications and third biennial reports from Parties
included in Annex I to the Convention; 3 (b) Compilations and
syntheses of second and third biennial reports from Parties included in
Annex I to the Convention; 3 (c) Report on national greenhouse gas
inventory data from Parties included in Annex I to the Convention for
the period 1990–2016
Sesuai dengan keputusan COP 20 tentang Guidelines for the technical
review of information reported under the Convention related to GHG
inventories, BR and NC by Parties included in Annex I to the Convention,
review Biennial Reports mulai tahun 2016 dan review BR dan NCs
selanjutnya wajib direview secara in-country review, dan bagi Annex I Parties
dengan total emisi kurang dari 50 juta ton CO2e dapat memilih review
centralized review. Meskipun agenda ini terkait Negara Annex I, Indonesia
mengikuti perkembangan negosiasi dan memastikan bahwa Annex I Parties
memenuhi kewajibannya karena ada negara-negara Annex I yang belum
mensubmit NC dan BR nya sesuai dengan ketentuan COP (sampai Mei 2018
seperti Belarus, Croatia, Turki, Ukraine, USA).
28
d. SBI49 a.i. 4 Reporting from Parties not included in Annex I to the
Convention: 4 (a) Information contained in national communications
from Parties not included in Annex I to the Convention; 4 (b) Work of
the Consultative Group of Experts on National Communications from
Parties not included in Annex I to the Convention; 4 (c) Review of the
terms of reference of the Consultative Group of Experts on National
Communications from Parties not included in Annex I to the
Convention; 4 (e) Summary reports on the technical analysis of biennial
update reports of Parties not included in Annex I to the Convention
Indonesia mengikuti perkembangan negosiasi termasuk substansi informasi
dan progres reports Consultative Group of Experts (CGE) dan memfokuskan
pada elemen untuk guidance ke CGE, dengan memperhatikan elemen pada
agenda lain yang relevan.
e. SBSTA49 a.i. 13. Reports on other activities: 13 (a) Annual report on the
technical review of information reported under the Convention by
Parties included in Annex I to the Convention in their biennial reports
and national communications; 13 (b) Annual report on the technical
review of greenhouse gas inventories of Parties included in Annex I to
the Convention; 13 (c) Annual report on the technical review of
greenhouse gas inventories and other information reported by Parties
included in Annex I, as defined in Article 1, paragraph 7, of the Kyoto
Protocol.
Agenda ini terkait annual report on the technical review terhadap informasi
yang disampaikan Negara Annex I dalam BR dan NC, serta annual report on
the technical review terhadap GHG Inventories Negara Annex I, sehingga
Indonesia tidak secara utuh mengikuti persidangan ini dan dapat
menyesuaikan dengan perkembangan negosiasi.
4. Kelompok Technology
a. COP24 a.i. 8 Development and transfer of technologies and
implementation of the Technology Mechanism: 8 (a) Joint annual report
of the Technology Executive Committee (TEC) and the Climate
Technology Centre and Network (CTCN)
Pembahasan agenda item ini menghasilkan full library document yaitu
FCCC/ SB/ 2018/ L.8 tanggal 7 Desember 2018. Hal-hal utama yang
ditekankan dalam draft Decision ini adalah peningkatan kolaborasi antara
TEC dan CTCN, koherensi dan sinergi kegiatan, serta peningkatan
kerjasama antara TEC dan CTCN dengan Green Climate Fund (GCF).
Beberapa hal yang menjadi perhatian Indonesia dalam pembahasan ini
29
adalah keterkaitan dengan Financial Mechanism (GCF dan GEF) serta
applied tracking methodologies.
b. COP24 a.i. 8 Development and transfer of technologies and
implementation of the Technology Mechanism: 8 (b) Linkages between
the Technology Mechanism and the Financial Mechanism of the
Convention
Pembahasan agenda item ini menghasilkan Decision -/ CP.24 Linkages
mengenai between the Technology Mechanism and the Financial
Mechanism of the Convention. Dalam Decision ini ditekankan mengenai
pentingnya kolaborasi antara CTCN dengan GCF dan GEF. CTCN juga
diminta untuk berkonsultasi dengan GCF dan GEF untuk mengidentifikasi
cara-cara untuk meningkatkan information sharing di antara National
Designated Entities (NDE) teknologi, National Designated Authorities (NDA)
finance dan focal point GEF di masing-masing negara.
5. Kelompok Capacity Building
a. COP24 a.i. 13 Capacity-building under the Convention
Menekankan apakah PCCB sudah memenuhi mandatnya dalam
mengidentifikasi ‘gaps’ dan ‘needs’ dalam capacity building di negara
berkembang, sebagai dasar untuk memberikan rekomendasi apakah PCCB
perlu diteruskan atau diubah menjadi organisasi yang lebih kuat.
b. SBI49 a.i. 16 Matters relating to capacity-building for developing
countries: 16 (b) Annual technical progress report of the Paris
Committee on Capacity-building
Dalam pembahasan, ditekankan apakah PCCB sudah memenuhi
mandatnya dalam mengidentifikasi ‘gaps’ dan ‘needs’ dalam capacity
building di negara berkembang, sebagai dasar untuk memberikan
rekomendasi apakah PCCB perlu diteruskan atau dirubah menjadi
organisasi yang lebih kuat.
Sesi ini menghasilkan conclusion mengenai Annual Technical Progress
Report of the Paris Committee of Capacity Building and review of the
Committee. Di samping itu dihasilkan juga Decision COP yang telah
ditetapkan dalam document FCCC/ SBI/ 2018/ L.21, yang menekankan
mengenai kolaborasi PCCB dengan Non Party Stakeholder, meminta
negara-negara untuk mendukung rencana kerja PCCB 2017-2019. Fokus
kegiatan PCCB untuk tahun 2019 meneruskan fokus tahun 2018, yaitu NDC.
Juga dilakukan sinkronisasi tema Durban Forum dengan fokus tahunan
PCCB.
30
c. SBI49 a.i. 19 Report on activities related to Action for Climate
Empowerment (ACE)
Indonesia mendukung pelaksanaan ACE oleh masing-masing Parties, dan
pengembangan ACE Dialogue yang melibatkan multi stakeholder. Di tingkat
nasional negara berkembang, Indonesia mendorong penyusunan capacity
building roadmap masing-masing negara berdasarkan gaps and needs
masing-masing negara, untuk berbagai target group.
6. Kelompok Finance
a. COP24 a.i.10 Matters relating to finance: 10 (a) Long-term climate
finance (LTF)
Pada informal consultation pertama, sidang membahas hal-hal yang perlu
diklarifikasi, antara lain efektivitas dari workshop yang telah dilaksanakan.
Negara-negara diminta membuat submisi terkait dengan laporan dari LTF.
Indonesia telah membuat submisi dengan hal-hal pokok sebagai berikut:
1) Indonesia mengapresiasi hasil dari workshop identifying on how
developing country parties can enhance access to climate finance and
can enhance capacity in articulating and translating needs into project
and programme.
2) Indonesia juga menegaskan bahwa penting untuk melanjutkan diskusi
dengan strategi yang lebih konkrit serta strategi untuk me-scale up
mobilisasi pendanaan.
3) Indonesia juga menyarankan agar workshop selanjutnya agar lebih fokus
terkait strategi untuk sinergitas antara pihak yang menyediakan dana dan
pihak yang memerlukan dana untuk match-making dalam mengisi gap
pendanaan iklim yang diperluka oleh negara berkembang yang
memerlukan dukungan pendanaan.
Pertemuan telah menghasilkan dokumen dengan nomor FCCC/ CP/ 2018/
L.20 yang didalamnya mengapresiasi rekomendasi untuk meningkatkan
mobilisasi climate finance dari Negara Maju ke Negara Berkembang serta
mobilisasi USD 100 Milyar per tahun sampai 2020; substantial share of
public fund into greater balance of mitigation and adaptation; strengthening
domestic enabling environments to attract climate finance; meminta
Sekretariat untuk mengadakan in-session workshop on long term finance
pada tahun 2019 dan 2020 dengan fokus: a.) efektifitas climate finance
provided and mobilized b.) finansial dan bantuan teknis untuk Negara
Berkembeng untuk mencapai ambisi skenario 2–1,5 ºC; pelaksanaan high
level climate finance ministerial dialogue pada tahun 2020.
31
b. COP24 a.i.10 Matters relating to finance: 10 (b) Matters relating to the
Standing Committee on Finance
Dokumen awal yang dimintakan pandangan Negara pihak adalah draft
Decision versi 06/ 12/ 2018 21:48. Terhadap draft tersebut, para Pihak
memberikan pandangan terkait dengan para 9-16, terkait dengan Biennial
Assessment (BA) ketiga yang dihasilkan oleh SCF di tahun 2018.
Kebanyakan Parties menyatakan bahwa para 9-16 sebaiknya dihapus dan
diberikan pengantar saja, sedangkan Executive Summary dan Findings dari
BA akan dilampirkan dalam Annex.
Indonesia memberikan pandangannya terkait dengan forum yang akan
dilakukan oleh SCF di tahun 2019, sebaiknya mengajukan tema yang dapat
memfasilitasi terjadinya match-making antara kebutuhan dan pendanaan
yang ada, dibandingkan dengan Sustainable Cities.
Pertemuan menghasilkan dokumen FCCC/CP/2018/L.13 yang didalamnya
mengapresiasi report of SCF dan rekomendasi di dalamnya; meminta SCF
untuk menggunakan biennal assessment and overview of climate finance
flow untuk kebutuhan pendanaan iklim pada Konvensi dan perjanjian Paris;
mengapresiasi kontribusi finansial yang diberikan dari beberapa Negara
Pihak; mengapresiasi keputusan SCF untuk berfokus pada climate finance
dan sustainable cities pada forum 2019; meminta SCF untuk memetakan
informasai terkait aliran pendanaan perubahan iklim untuk pencapaian
komitmen global di bawah 2 derajat; menghimbau SCF untuk memberikan
masukan pada technical paper of WIM for Loss and Damage; meminta SCF
untuk menyiapkan laporan per empat tahun mengenai kebutuhan negara
berkembang untuk implementasi Konvensi dan PA berkolaborasi dengan
entitas lain pada Financial Mechanism; meminta SCF untuk melapor pada
COP mengenai progres implementasi dari rencana kerjanya
c. COP24 a.i.10 Matters relating to finance: 10 (c) Report of the Green
Climate Fund to the Conference of the Parties and guidance to the
Green Climate Fund
Pada sesi awal informal consultation, dilakukan pembahasan draft text dan
annex. Pada pembahasan draft text, negara maju menginginkan agar ‘other
Parties’ yang menyediakan supports juga melakukan report dua tahunan.
Sementara negara berkembang menginginkan agar draft teks menggunakan
bahasa Paris Agreement, dimana menekankan ‘other Parties’ dalam
mengkomunikasikan informasi kualitatif dan kuantitatif secara sukarela.
Pembahasan annex dilakukan dengan tujuan mengelaborasi elemen-
elemen yang double, mengklarifikasi dan menambahkan elemen yang
32
hilang, seperti definisi climate finance, baseline, efektifitas, common
parameter.
Agenda ini menghasilkan keputusan yang tertuang pada dokumen nomor
FCCC/ CP/ 2018/ L.12 yang didalamnya menyambut baik progres GCF pada
tahun 2018 yang meliputi aliran dana sebesar USD 5,5 Milyar terhadap 93
proposal di 96 negara berkembang untuk mitigasi dan adaptasi, serta upaya
dalam penguatan kapasitas institusi, transparansi, inklusisvitas, serta peran
penting dalam skema pendanaan perubahan iklim; menyambut baik laporan
implementasi rencana kerja 2018 serta persetujuan rencana kerja tahun
2019 dan menghimbau untuk fokus pada kesenjangan kebijakan yang masih
ada; menekankan pentingnya terealisasinya janji untuk the first formal
replenishment process pada Oktober 2019; menegaskan kebutuhan unruk
implementasi dan percepatan penyebaran dana bagi projek GCF yang telah
disetujui sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan; mengundang Negara
Pihak untuk memberikan pandangan dan rekomendasi mengenai “elements
to be taken into account in developing guidance for the Board” paling lambat
10 minggu sebelum COP25 dan meminta SCF untuk mempertimbangkan
masukan tersebut dalam penyiapan draft guidance; serta memutuskan untuk
adanya penyerahan berbagai guidance terkait kebijakan, program prioritas,
dan eligibilitay criteria to the Agreement dari CMA kepada GCF.
d. COP24 a.i.10 Matters relating to finance: 10 (d) Report of the Global
Environment Facility to the Conference of the Parties and guidance to
the Global Environment Facility
Beberapa isu yang cukup krusial pada awal persidangan antara lain: 1)
Menurunnya climate finance untuk adaptasi, i.e melalui Special Fund, dan 2)
Kendala beberapa negara berkembang dalam mengakses dana ke GEF.
Oleh karena itu, Indonesia mendukung teks berikut "The conference of
parties express its deep concern that several developing countries had
expressed difficulties in accessing the necessary resources from the GEF to
fulfil their obligations under the Convention and requests GEF to secure
access to its resources for eligible country parties".
Agenda ini menghasilkan keputusan yang tertuang dalam dokumen nomor
FCCC/CP/2018/L.10 yang didalamnya menyambut baik laporan GEF
kepada COP; menyambut baik the sevent replenishment of GEF; menyadari
bahwa adanya penurunan alokasi tambahan pada climate change focal area;
mendesak negara pihak yang belum membuat janji untuk the sevent
replenishment of GEF untuk melakukannya sesegera mungkin; meminta
GEF untuk terus memonitor jangkauan tematik dan geografis, termasuk
fektivitas, efisiensi, dan keterlibatan GEF Partnership; menyambut baik
pembentukan private sector advisory group; mengajak negara pihak untuk
33
memberikan pandangan dan rekomendasi mengeni “elements to be taken
into account in developing guidance for the Global Environment Facility”
dengan tenggat waktu tidak lebih dari 10 minggu sebelum COP25; serta
memutuskan untuk adanya penyerahan berbagai guidance terkait kebijakan,
program prioritas, dan eligibilitay criteria to the Agreement dari CMA kepada
GCF.
7. Kelompok Response Measure
SBI49 a.i. 17 Impact of the implementation of response measures: 17 (a)
Improved forum and work programme / SBSTA49 a.i 9 Impact of the
implementation of response measures: 9 (a) Improved forum and work
programme
Negara maju dan negara berkembang menyampaikan pandangannya masing-
masing terhadap hasil dari Improved Forum dan pelaksanaan workshop terkait
Response Measures. Negara berkembang menyampaikan apresiasi terhadap
perkembangan dari forum namun masih banyak hal yang harus disempurnakan
untuk mengurangi dampak negatif Response Measures. Negara berkembang
mengharapkan antara lain: 1) Regional workshop dengan keterlibatan pihak
pihak yang terkena dampak respons measures, 2) Dilakukannya assessment
dan analisis dampak response measures khususnya di negara berkembang, 3)
pembentukan Permanent Technical Expert Group.
Sampai akhir sesi persidangan, parties telah mencapai konsensus atas sejumlah
hal. Posisi Indonesia yang telah terakomodir antara lain: 1) Kolaborasi dengan
external experts, dan Lembaga internasional, 2) Asesmen dan analisis terhadap
dampak dari response measures, 3) Dampak dari response measures terhadap
pembangunan ekonomi kaitannya dengan perdagangan internasional dan
tenaga kerja dan tindakan-tindakan untuk diversifikasi dan transformasi ekonomi
dan penciptaan pekerjaan yang berkualitas, dan 4) Pembentukan permanent
governance structure technical expert group.
Pokok kesimpulan akhir yang disepakati (dokumen FCCC/ SB/ 2018/ L.9) oleh
Para Negara Pihak, yakni SBI dan SBSTA menyambut baik berbagai pandangan
dan masukan para negara Pihak mengenai review dari the work of the improved
forum, including the modalities for its operation, pursuant to the agreed scope of
the review of the work programme of the improved forum yang dipertimbangkan
guna mengembangkan fungsi, program kerja, dan modalitas Forum guna
mendukung pelaksanaan Paris Agreement.
Berbagai pandangan dan masukan tersebut yaitu: (a) melanjutkan penggunaan
modalitas penyampaian submisi dari Para Pihak dan NPS, laporan sintesa dan
technical papers, serta pengorganisasian workshop global dan regional; (b)
Kolaborasi dengan external experts, organisasi internasional dan sektor swasta
34
dan melibatkan kelompok rentan dan indigenous people; (c) melaksanakan
pekerjaan teknis yang berfokus pada berbagai sektor yang berbeda, termasuk
transportasi, energi, pertanian, dan pariwisata; (d) menganalisis dan melakukan
assessment dampak dari pelaksanaan response measure, (e) berbagai dampak
dari pelaksanaan response measure terhadap pembangunan ekonomi kaitannya
dengan perdagangan internasional, pekerjaan, just transition of workforce and
the creation of decent work and quality jobs, dan transformasi dan diversifikasi
ekonomi; (f) pendirian a permanent governance structure melalui kelompok para
ahli teknis; (g) suatu proram kerja efektif dan difokuskan pada dua area hasil
identifikasi Decision 1/CP21 paragraf 5 yaitu economic diversification and
transformation; and just transition of the workforce and the creation of decent
work and quality jobs; (h) memastikan Forum menerima semua Para Pihak dan
mendorong partisipasi seluruh anggota (dokumen FCCC/ SB/ 2018/ L.9/ Add.1).
8. Kelompok Gender and Climate Change
a. COP24 a.i. 15 Gender and Climate change
b. SBI49 a.i. 18 Gender and Climate change
Pembahasan isu Gender and Climate change pada SBI49 berfokus pada:
1. Hasil laporan in-session workshop yang diselenggarakan pada sesi SBI48 di
Bonn, 2 dan 9 Mei 2018 mengenai the differentiated impacts of climate
change; gender-responsive climate policy and action; and policies, plans and
progress in enhancing gender balance in national delegations;
2. Laporan informal mengenai dialog dari para Chairs of constituted bodies
pada 5 Mei 2018 yang mempertimbangkan technical paper on entry points
for integrating gender considerations into UNFCCC workstreams dan aksi
konkrit yang dapat dilakukan oleh setiap constituted bodies;
3. Permintaan COP untuk penunjukkan seorang national gender focal point for
climate negotiations, implementation and monitoring dari setiap Negara
Pihak;
4. Terkait dengan Lima Work Programme on Gender and its gender action plan,
para negara Pihak telah menyampaikan aktivitas yang terkait dengan hal
tersebut; dan menginginkan untuk dilanjutkan pada tahun 2019; dan akan
dilakukan review mengenai Lima Work Programme on Gender and its gender
action plan pada sesi SBI50 di Juni 2019;
5. Terkait dengan butir 4, Para Pihak diminta untuk menyampaikan (submit)
informasi mengenai the implementation of the gender action plan, identifying
areas of progress, areas for improvement and further work to be undertaken
in subsequent action plans guna dikompilasi dalam synthesis report untuk
dibahas pada sesi SBI51 pada November 2019.
Negosiasi gender and climate change telah menghasilkan Conclusion by the SBI
Chair on Gender and Climate Change melalui dokumen FCCC/SBI/2018/L.22
35
disertai addendum terkait Review of the Lima work programme on gender and
its gender action plan (dokumen FCCC/ SBI/ 2018/ L.22/ Add.1)
9. Kelompok Agriculture
SBI49 a.i. 9 / SBSTA49 a.i. 8 Koronivia Joint Work on Agriculture (KJWA)
Pada pertemuan pertama KJWA, terdapat 8 (delapan) presentasi dari CBs
under Convention (AC, LEG, WIM for L & D, SCF, CEG, TEC, CTCN, PCCB,
NAP-Ag, AF, FORESCA, dan FAO) menjelaskan hasil sintesis dari submisi
masing-masing Parties dan CBs, dan hasil kerjasama CBs dengan berbagai
Parties. Pada akhir sesi Plenary disampaikan 3 point penting untuk dicermati,
yaitu: (1) How could the CBs be further involve in implementing KJWA in the
future; (2) Which modalities would be useful for the implementation of the
outcome of the 5th in session WS on issues related to agric; dan (3) What are
the future topic that may arise. Co-facilitator selanjutnya mempersilakan
Observer presentasi terkait proposal dan kerjasama yang telah dan akan
dilakukan.
G77+ China mengusulkan elemen draft conclusions sebagai berikut: (1) The
SBSTA/ SBI appreciate the work and the information shared by the Constituted
Bodies under the Convention and Parties in the workshop on modalities for
implementation of the outcomes of the five in-session workshops on issues
related to agriculture and other future topics that may arise from this work; (2)
Request the secretariat to map the work done by the Constituted Bodies under
the Convention and financial mechanisms (GEF, GCF, Adaptation Fund, LDCF,
SCCF) under the convention and identify gaps and opportunities in relation to
the outcomes of the five in-session workshops and the topics under the KJWA
for consideration at SBSTA/SBI 50; (3) The SBI/SBSTA invite the Constituted
Bodies under the Convention and financial mechanisms (GEF, GCF, Adaptation
Fund, LDCF, SCCF) under the convention to continue to engage in future
workshops of KJWA in accordance with the roadmap established in the Annex
to Decision 4/CP.23; dan (4) The secretariat will organize the workshops based
on the submissions, by consideration: regional participation, national
perspective, and relevant organizations related to KJWA to provide
complementary information.
Semua Parties menyepakati/ menerima Draft Conclusion proposed by the
Chairs, sehingga agenda pembahasan Koronivia Joint Work on Agriculture
(KJWA) (SBI49/ SBSTA49) telah menuntaskan sidangnya dan menyepakati
kesimpulan yang bersumber dari proposal yang dibuat G77 and China dan New
Zealand.
Sebagai ringkasan kesimpulan (dokumen no. FCCC/ SB/ 2018/ L.7): (a)
SBI/SBSTA sepakat terus melanjutkan kerjasama terkait isu pertanian dan
36
“welcome” Parties, CBs, Observers, termasuk perwakilan GCF pada workshop
KJWA on topic 2(a) pada June 2019 dan “invite” operating entities of the
Financial Mechanism of the Convention dan The SBI and the SBSTA; (b)
SBI/SBSTA “welcomed” atas proposal New Zealand dan juga bertindak sebagai
“host” pada workshop yang terkait dengan Koronivia Road Map; (c) Selain itu,
SBI/SBSTA mengundang Para Pihak untuk menyampaikan submisi paling
lambat 6 Mei 2019 terkait pandangan mereka mengenai topik workshop 2(b)
Methods and approaches for assessing adaptation, adaptation co-benefits and
resilience dan 2(c) Improved soil carbon, soil health and soil fertility under
grassland and cropland as well as integrated systems, including water
management yang akan diselenggarakan pada sesi SBs50 di Juni 2019.
10. Kelompok Research and Systematic Observation
SBSTA49 a.i. 6 Research and systematic observation
RSO harus mendukung penelitian serta pengamatan yang terkait dengan
temuan IPCC 1.5 C, GHG dan global stock take. Observasi diharapkan lebih
tersebar dan lebih rapat untuk memperoleh data yang berkualitas.
11. Kelompok Local Communities and Indigeneous People Platform (LCIPP)
SBSTA49 a.i.7 Local Communities and Indigenous Peoples Platform
Pertemuan menyepakati keanggotaan Local Community dalam Facilitative WG,
minimal 3 (tiga) anggota dengan modalitas keterwakilan yang akan ditentukan
pada masa kerja 3 (tiga) tahun pertama LCIPP. Facilitative WG disepakati
bekerja 3 (tiga) tahun dengan proses review oleh SBSTA pada tahun 2021.
Kepentingan Indonesia atas pencantuman prinsip territorial integrity, political
sovereignty and unity disepakati, meski menggunakan rujukan United Nations
Declaration on the Rights of Indigenous Peoples (UNDRIP).
3.3.3 Koordinasi Tim Negosiasi
Pada setiap sesi persidangan UNFCCC, DELRI melaksanakan pertemuan
koordinasi tim negosiasi secara harian secara rutin yang dilaksanakan pada pukul
18.00 – 19.00 waktu setempat.
Dalam kesempatan Katowice Climate Change Conference, mengingat padatnya
jadwal persidangan yang telah ditetapkan sesuai agenda, maka kooordinasi tim
negosiasi DELRI dilakukan melalui komunikasi WA-Group, sedangkan koordinasi
melalui pertemuan dilaksanakan sebanyak tiga kali:
1. Pada tanggal 3 Desember 2018, dilakukan untuk koordinasi awal Tim
Negosiasi DELRI;
37
2. Pada tanggal 8 Desember 2018 (pada akhir minggu pertama) dimana
persidangan tingkat Subsidiariy Bodies berakhir serta dilaksanakan untuk
mendiskusikan dan menghimpun informasi, update dan progres serta
masukan berbagai isu yang harus dibawa ke dalam persidangan maupun
pertemuan konsultasi dengan COP/ CMP/ CMA Presidency.
3. Pada tanggal 13 Desember 2018, dilaksanakan untuk membahas status
terakhir negosiasi di semua agenda terutama PAWP, berbagai isu krusial dari
PAWP yang harus dibawa ke persidangan level Menteri maupun pertemuan
dengan COP/ CMP/ CMA Presidency.
38
39
IV. LEADERS SUMMIT DAN HIGH LEVEL SEGMENT
4.1 Leaders Summit
Sebagai tuan rumah penyelenggaraan COP24, Polandia memiliki privilege dalam
menetapkan agenda khusus untuk tingkat kepala negara/kepala pemerintahan.
Dalam kesempatan COP ini, Polandia mengusung isu just transition kaitannya
dengan transisi pembangunan ekonomi, termasuk keadilan bagi para pekerjanya,
menuju pembangunan rendah karbon.
Pada tanggal 3 Desember 2018, setelah selesai pembukaan resmi Katowice
Climate Change Conference, Polandia menyelenggarakan pertemuan tingkat
kepala negara/kepala pemerintahan dinamai Summit of Leaders, dimana Presiden
Poland, Mr. Andrzej Duda mempresentasikan Deklarasi The Solidarity and Just
Transition Silesia. Deklarasi tersebut merupakan bentuk perwujudan kehendak
untuk merealisasikan perekonomian yang rendah karbon. Lebih lanjut, Mr. Duda
menekankan pentingnya melibatkan seluas mungkin koalisi para pemangku
kepentingan, dan menyediakan suatu solusi win-win melalui perubahan yang
secara bertahap yang dapat diterima oleh berbagai lapisan masyarakat.
Indonesia menyampaikan dukungan terhadap inisiatif COP24 Presidency tentang
Silesia Declaration on Solidarity and Just Transition melalui penyampaian resmi
tertulis dan kehadiran Ibu Menteri LHK pada acara Summit of Leaders tersebut.
Deklarasi tersebut didukung oleh 52 (lima puluh dua) negara, termasuk Indonesia
dan Polandia.
4.2 High- Level Segment
High-Level Segment dalam setiap COP UNFCCC adalah sesi penyampaian
national statement. Setiap Kepala Negara, Menteri atau Ketua Delegasi Negara
Pihak diberikan kesempatan untuk menyampaikan national statement yang secara
umum akan menggambarkan posisi negara terkait dengan elemen negosiasi yang
sedang berlangsung dan implementasinya di tingkat nasional. High-Level Segment
dalam rangkaian COP24 diselenggarakan di minggu ke-1 Bulan Desember yang
diperuntukkan para kepala negara/kepala pemerintahan dan minggu ke-2 Bulan
Desember yang diperuntukkan bagi para menteri dan/ atau ketua delegasi.
Menteri LHK mendapatkan alokasi waktu untuk penyampaian national statement
pada 12 Desember 2018 pukul 10.00 – 13.00. Dalam kesempatan tersebut, Menteri
LHK menyampaikan pokok-pokok pernyataan meliputi:
• Indonesia telah menyampaikan target penurunan emisi GRK sebesar 29% tanpa
bantuan dan 41% dengan bantuan pada tahun 2030 dari skenario bussiness as
40
usual (BAU) yang tertuang dalam dokumen First NDC yang disampaikan
November 2016;
• Indonesia menegaskan bahwa tugas negara dan pemerintah dalam
mengupayakan seluruh warga negara mendapatkan hak azasinya dalam
memperoleh lingkungan hidup yang sehat dan pengelolaan sumber daya alam
yang diperuntukkan untuk kesejahteraan rakyat seluas-luasnya;
• Indonesia berkeyakinan dapat mencapai target tersebut dalam kerangka Paris
Agreement dengan didukung oleh nilai-nilai dan tujuan nasional, serta
melaksanakan serangkaian reformasi kebijakan pada:
a) sektor kehutanan:
antara lain melalui (1) pengakuan resmi hak Masyarakat Hukum Adat, (2)
meningkatkan akses bagi penduduk lokal terhadap tanah dan sumber daya
hutan melalui program Kehutanan Sosial, (3) meningkatkan Kesatuan
Pengelolaan Hutan (KPH) atau Forest Management Unit (FMU) pada tingkat
tapak, (4) melaksanakan Program Kampung Iklim sebagai aksi co-benefit
mitigasi-adaptasi di akar rumput;
(b) sektor energi:
seperti pengembangan energi terbarukan dan kebijakan untuk
mengembangkan kualitas batu bara dan bahan bakar fosil;
(c) sektor lainnya:
seperti mendorong peningkatan peran Non-Party stakeholders meliputi
pemerintah daerah, sektor swasta, masyarakat akar rumput, termasuk
dukungan parlemen dan lembaga yudikatif diperkuat, serta pengaktifan
Sistem Registri Nasional dalam mencatat dan memonitor seluruh aksi
mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dan tahap akhir pengaturan
penyaluran pendanaannya.
• Indonesia mengingatkan pentingnya pemenuhan komitmen pre-2020 oleh
negara maju serta peningkatan ambisi aksi dan dukungan means of
implementation kepada negara berkembang dalam rangka mencapai tujuan
Paris Agreement.
• Indonesia juga menekankan pentingnya transformasi ke pembangunan rendah
emisi dan berketahanan iklim, dengan tetap mempertimbangkan tantangan yang
dihadapi oleh negara-negara yang masuk kategori emerging economic country.
Untuk itu Indonesia melihat pentingnya kebijakan internasional yang kondusif
baik untuk kepentingan internasional maupun nasional, serta menolak
penggunaan isu lingkungan termasuk perubahan iklim sebagai bentuk
diskriminasi tersembunyi bagi negara berkembang dalam perdagangan
internasional.
41
42
V. PERTEMUAN NON PERSIDANGAN / NON NEGOSIASI
5.1 Mandated Events
Mandated Events merupakan kegiatan yang dimandatkan atau berasal dari hasil-hasil
keputusan persidangan UNFCCC pada sesi-sesi sebelumnya dan diselenggarakan oleh
Sekretariat UNFCCC. Dalam rangkaian COP24/ CMP14/ CMA1.3, mandated events
yang diselenggarakan berupa High-Level Mandated Events dan Workshop.
5.1.1 High-Level Mandated Events
Agenda High-Level Mandated Events berupa:
1. 3rd Biennial ministerial high-level dialogue on climate finance pada 10 Desember
2018; Indonesia diwakili oleh Deputi IV Bidang Sumberdaya Manusia, IPTEK, dan
Budaya Maritim, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Staf Ahli Menteri
LHK Bidang Industri dan Perdagangan Internasional;.
2. The stocktake on pre-2020 implementation and ambition: yang terbagi menjadi (a)
Technical part (minggu I) dan (b) High-level part/ministerial level pada 10 Desember
2018; Indonesia diwakili oleh Penasihat Senior Menteri Bidang Pengendalian
Perubahan Iklim dan Konvensi Internasional/ National Focal Point for UNFCCC;
3. Talanoa Dialogue berupa ministerial roundtables,11 – 12 Desember 2018
merupakan fasilitasi dialog guna menginventarisir usaha bersama Negara Pihak
Persetujuan Paris dalam mencapai long term goal dan persiapan mencapai NDC.
Menteri LHK sebagai Ketua Delri menyampaikan langkah-langkah yang telah
dilakukan Indonesia dalam mencapai NDC, antara lain melalui berbagai kebijakan
dan aksi mitigasi maupun adaptasi untuk pencapaian penurunan emisi dan
peningkatan ketahanan iklim sesuai dengan berbagai keputusan COP.
5.1.2 Workshop
Selain High-Level Segment, beberapa agenda Workshop yang ada dibawah Mandated
Events adalah:
1. The 12th Focal Point Forum of the Nairobi Work Programme; Agenda ini berfokus
kepada isu economic diversification;
2. Koronivia joint work on agriculture: Workshop terkait Modalities untuk Implementasi
dari outcome dari 5 in-session workshop. Indonesia diwakili oleh Dr. Edi Husein,
Peneliti pada Balai Penelitian Tanah, Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian,
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian.
3. Response Measure: Pertemuan yang diadakan dalam waktu sehari untuk mereview
ulang kinerja dari improved forum on the impact of the implementation of response
measures. Indoneisa diwakili oleh Asisten Deputi Bidang Pelestarian Lingkungan
Hidup, Kemenko Perekoknomian.
43
5.2 COP Presidency Events
Events ini merupakan serangkaian acara yang diadakan dengan inisiatif dari Host
Country, yaitu Polandia selaku COP Presidency:
1. The Ministrial Katowice Declaration on Forest for Climate
Pada 12 Desember 2018, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr. Siti
Nurbaya menghadiri event of endorsement terhadap the Ministerial Katowice
Declaration on Forests for the Climate. Event tersebut merupakan inisiatif
Pemerintah Polandia dalam memperkuat peran hutan dalam meng-address
perubahan iklim.
Mempertimbangkan the UN Strategic Plan of Forests, the 2030 Agenda for
Sustainable Development dan UNFF and related legal instruments seperti Warsaw
Framework for REDD+, the CBD dan the Aichi Biodiversity Targets, pokok isi
deklarasi sebagai berikut:
• Pledge to accelerate our actions to ensure that the global contribution of forests
and forest products is maintained and further supported and enhanced by 2050,
in order to support the achievement of the long term goal of the Paris Agreement.
• Encourage the scientific community to continue to explore and quantify the
contribution of sinks, and reservoirs of greenhouse gases in managed lands,
including forests, to achieving a balance between anthropogenic emissions by
sources and removals by sinks of greenhouse gases in the second half of this
century, as well as to explore ways to increase this contribution and welcome the
work done up to now.
• Encourage non-party stakeholders including cities, regions, businesses and
investors, to continue to display their ambition and commitments in their forestry
related climate actions through the Marrakech Partnership for Global Climate
Action and the NAZCA Platform.
Forest Declaration event tersebut dihadiri oleh Presiden COP, Mr. Michał Kurtyka,
Menteri Lingkungan Polandia, Mr. Henryk Kowalczyk, Mrs. Paola Deda, OiC,
Forests, Land and Housing Division, UNECE, serta beberapa menteri dan perwakilan
Negara-negara dan institusi lainnya. Indonesia diwakili oleh Menteri LHK dengan
didampingi Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim.
2. Deklarasi tingkat Menteri mengenai pengurangan emisi GRK dari transportasi
darat yakni Driving Change Together Partnership (atau dikenal sebagai
electromobility).
Deklarasi ini bertujuan untuk mengajak Negara Pihak dan non-Negara Pihak
UNFCCC secara bersama mendukung percepatan implementasi pengembangan
transportasi ramah lingkungan melalui electromobility untuk dapat berkontribusi
terhadap penurunan emisi gas rumah kaca global.
44
5.3 Side Events UNFCCC
Side events dan pameran merupakan platform yang dikelola sekretariat UNFCCC bagi
parties maupun observers. Melalui event ini semua pihak mengikuti rangkaian agenda
Katowice Climate Change memiliki kesempatan berkolaborasi dengan Negara Pihak
dan juga peserta lain dalam rangka berbagi pengetahuan, peningkatan kapasitas, dan
membangun jaringan serta mengeksplorasi pilihan bersama dalam tindakan
pengendalian perubahan iklim. Sejumlah DELRI mendapat kesempatan berbicara pada
berbagai Side Event.
5.4 Parallel Events
Paralel Events merupakan serangkaian pertemuan/ event yang diselenggarakan oleh
negara maupun organisasi dan bukan termasuk agenda Sekretariat UNFCCC, baik di
dalam maupun di luar area penyelenggaraan United Nations Climate Change
Conference, termasuk Paviliun Negara Pihak dan Organisasi Internasional lainnya.
Perwakilan DELRI juga berkesempatan mengisi acara di Paviliun negara lain.
5.5 Paviliun Indonesia
Paviliun Indonesia COP-24 UNFCCC Katowice diselenggarakan pada tanggal 3-14
Desember 2018, bertujuan untuk: 1) menyampaikan perkembangan terkini upaya
Indonesia dalam rangka mitigasi dan adaptasi perubahan iklim; 2) mempromosikan
inovasi dan aksi nyata Indonesia kepada dunia dalam pengendalian perubahan iklim; 3)
melaksanakan soft diplomacy dan membangun jejaring kerja para pihak dalam upaya
pengendalian perubahan iklim, khususnya di tingkat internasional.
Senada dengan tema COP-24 UNFCCC yaitu “Changing Together”, Paviliun Indonesia
memiliki tema “Climate Change, Society Change: Let’s Work-Up and Team-Up”, yang
kemudian dijabarkan ke dalam 3 (tiga) topik diskusi yaitu: 1) NDC Framework: Past,
Present and Future, 2) Climate Actions and SDG’s on The Ground, dan 3) Accelerating
Climate Actions through Innovations. Paviliun Indonesia menampilkan 52 (lima puluh
dua) sesi diskusi panel dengan 225 (dua ratus dua puluh lima) pembicara serta dihadiri
oleh hampir 3000 (tiga ribu) orang peserta diskusi.
Paviliun Indonesia dihadiri oleh tokoh dunia yaitu Mr. Al Gore, Wakil Presiden ke-45
Amerika Serikat dan Pendiri The Climate Realty Project, serta pejabat tinggi dari Pemri
dan Negara sahabat, antara lain Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri
Koordinator Bidang Kemaritiman, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/
Kepala Bappenas, Utusan Khusus Presiden untuk Pengendalian Perubahan Iklim,
Komisi IV DPR-RI, Komisi VIII DPR-RI, Hakim Agung, Dubes RI untuk Polandia, Dubes
RI untuk Republik Federasi Jerman, Menteri Lingkungan Hidup Polandia, Menteri
Lingkungan Hidup Australia, Menteri Lingkungan Hidup Jepang, Menteri Lingkungan
Hidup, Energi dan Perubahan Iklim, Seychelles.
45
46
VI. PERTEMUAN BILATERAL DAN MULTILATERAL
6.1 Kegiatan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
6.1.1 High-Level Dialogue on the Integrative Global Agenda to Protect the Marine
Environment from Land-based Activities, dan Bureau Meeting dari The
Fourth Intergovernmental Review Meeting on the Implementation of the
Global Programme of Action (GPA) for the Protection of the Marine
Environment from Land-based Activities (IGR-4), 12 Desember 2018
Pertemuan dihadiri oleh anggota bureau dari setiap representasi UN Regional Group
lainnya, yaitu Seychelles (African Group), Georgia (Eastern European Group), dan
Jerman (WEOG). Kolombia yang mewakili GRULAC tidak hadir dalam pertemuan.
Selain itu, hadir pula Menteri Lingkungan Hidup Jepang dan delegasi Amerika Serikat
untuk GPA dialogue.
Pertemuan membahas langkah konkrit dan inisiatif dalam menangani pencemaran dan
kerusakan lingkungan laut pasca IGR-4. Menteri LHK menekankan pelaksanaan ”Bali
Declaration on the Protection of the Marine Environment from Land Based Activities”
yang cukup strategis serta komitmen solusi dan fleksibility negara anggota yang
diperlukan dalam penyelesaian kompleksitas IGR-GPA.
Selanjutnya, Indonesia mengungkapkan ide pembentukan Regional Centre for Capacity
Initiative to Protect Marine Pollution Connected to Land Based Activities dan
menyatakan kesiapannya menjadi Centre untuk kelompok Asia Pasifik. Beberapa
negara menyambut baik hal ini, namun terdapat perhatian untuk menyelesaikan
keberlanjutan GPA terlebih dahulu sebelum inisiatif regional centre. Pertemuan Biro
menghasilkan beberapa modalitas yang diperlukan untuk the way forward GPA dalam
pembahasannya di UNEA-4 mendatang.
6.1 .2 Kegiatan Bilateral MENLHK
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr. Siti Nurbaya, dalam kesempatan
Katowice Climate Change Conference mengadakan pertemuan tingkat tinggi secara
bilateral dengan beberapa Menteri dari mitra Internasional dengan hasil sebagai berikut:
a. Indonesia dengan United Kingdom (7 Desember 2018)
Delegasi Indonesia diwakili oleh: (1) Menteri LHK; (2) Dirjen PPI KLHK; (3) Kepala
BLI KLHK; (4) Kabag Multilateral Biro KLN KLHK ; (5) Diah Suradiredja (Kehati); (6)
Monica Tanuhandaru (Kemitraan); dan (7) Dr. M. Zahrul Muttaqin (BLI KLHK).
Sementara itu, delegasi United Kingdom (UK) diwakili oleh: (1) Hon. Mark Field MP,
Minister of State for Asia and the Pacific at the Foreign and Commonwealth Office;
(2) Therese Coffey MP, Parliamentary Under Secretary of State for the Environment;
(3) Olivia; dan (4) Gemma.
47
Pada pertemuan ini Menteri LHK menyampaikan apresiasi kepada UK atas
kerjasama erat berdasarkan asas saling hormat (mutual respect) dan saling percaya
(mutual trust) dan telah dilaksanakan cukup lama serta menghasilkan banyak hal
yang bersifat sistemik dalam kerangka memperbaiki tatakelola kehutanan di
Indonesia.
Menteri LHK mengusulkan adanya kerja sama baru terkait dengan penanganan
pencemaran plastik di laut, pengelolaan International Tropical Peatland Centre
(ITPC), dan dukungan atas upaya Indonesia untuk meningkatkan kelestarian produk
kelapa sawit yang ramah lingkungan.
Pemerintah UK merespon dengan baik usulan Indonesia terkait dengan kerjasama
baru tanpa harus mengesampingkan kerjasama erat yang telah ada selama ini.
Terkait dengan penanganan sampah plastik di laut, UK menyatakan bersedia untuk
menyediakan dukungan teknis dan pendanaan untuk peningkatan kapasitas
pengelolaan taman nasional laut yang terancam kenekaragaman hayatinya oleh
pencemaran plastik laut. UK menekankan perlunya konservasi keanekaragaman
hayati laut dengan tetap mempertimbangkan mata pencaharian masyarakat
setempat.
Lebih lanjut, Pemerintah UK menekankan pentingnya kerjasama penurunan emisi di
tingkat lapangan melalui Bio-Carbon Fund Initiative for Sustainable Landscape
(ISFL) karena akan memberikan dampak yang baik bagi pertumbuhan yang ramah
lingkungan bagi Indonesia. UK menyambut baik peran baru Indonesia sebagai
anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB untuk jangka waktu 2 tahun ke depan
karena salah satu konflik di dunia diakibatkan oleh konflik lingkungan. Indonesia
berpengalaman dalam menangani masalah konflik yang terkait dengan lingkungan
hidup. Sebagai penutup, UK menyatakan tertarik untuk menginisiasi kerjasama
dalam pengananan Mangrove di Indonesia mengingat peran sentral mangrove
dalam mitigasi perubahan iklim dan penyediaan mata pencaharian bagi masyarakat.
Para Menteri dari kedua negara juga sepakat untuk menata kembali perjanjian kerja
sama (MoU) khususnya untuk mengakomodasi kerja sama baru terkait antara lain
dukungan kepada International Tropical Peatland Centre (ITPC), dukungan tata
kelola kelapa sawit berkelanjutan, dukungan mengatasi polusi laut dan pengelolaan
limbah plastik serta dukungan untuk mangrove. Ibu Menteri mengundang perwakilan
UK untuk melakukan kunjungan kerja lapangan dan melihat capaian Indonesia
dalam implementasi perubahan iklim.
b. Indonesia dengan Australia,10 Desember 2018
Delegasi Indonesia diwakili oleh: (1) Menteri LHK; (2) Dirjen PPI KLHK; (3) Kepala
BLI KLHK; (4) NFP-UNFCCC; (5) Kabag Multilateral Biro KLN KLHK; (6) Monica
Tanuhandaru (Kemitraan); dan (7) Dr. M. Zahrul Muttaqin (BLI KLHK). Delegasi
Australia diwakili oleh Menteri Lingkungan Australia, Melissa Price, yang didampingi
oleh beberapa staf.
48
Dalam pertemuan bilateral ini, tujuan utama adalah perkenalan Menteri Melissa Price
yang baru saja ditunjuk pada Bulan Agustus 2018. Namun demikian juga dibahas
beberapa kerja sama yang telah dilakukan oleh Indonesia dan Australia, terutama
terkait dengan upaya membentuk Working Group on Climate Change and
Environment dalam kerangka kerja sama bilateral Indonesia-Australia. Selama ini
kerja sama antara Australia dan Indonesia di bidang lingkungan hidup dan
kehutanan lebih banyak dibahas dalam kerangka Task Force on Forestry (TFF) -
Working Group on Agriculture, Food and Forestry Cooperation (WGAFFC). Di
samping itu kerjasama penelitian di bidang kehutanan juga sudah dilaksanakan
sejak 30 tahun yang lalu dengan Australian Centre for International Agricultural
Research (ACIAR). Indonesia juga mengapresiasi kerjasama dengan Australia
dalam perubahan iklim pada kurun waktu 2007 – 2014 yang telah menghasilkan
sistem penghitungan dan pemantaun emisi gas rumah kaca yaitu Indonesian
National Accounting System (INCAS).
Australia menyatakan bahwa prioritas mereka terkait dengan lingkungan hidup
adalah dukungan terhadap implementasi Paris Agreement dan dukungan pada
sektor lahan, terutama terkait dengan pertanian berkelanjutan. Australia juga
mendorong pengembangan blue-carbon dalam mencapai NDC. Terkait dengan Asia
Pacific Rain Forest Summit (APRS), Australia akan tetap mendukung inisiatif
tersebut.
c. Indonesia dengan Peru, 10 dan 11 Desember 2018
Delegasi Indonesia diwakili oleh: (1) Menteri LHK; (2) Dirjen PPI KLHK; (3) Kepala
BLI KLHK; (4) Kabag Multilateral Biro KLN KLHK; (5) Monica Tanuhandaru
(Kemitraan); dan (6) Dr. M. Zahrul Muttaqin (BLI KLHK). Delegasi Peru diwakili oleh
Menteri Lingkungan Peru, Fabiola Martha Muñoz-Dodero, yang didampingi oleh
beberapa staf. Dalam pertemuan ini juga dihadiri oleh delegasi dari CIFOR yang
banyak melakukan penelitian tentang gambut di Indonesia dan Peru.
Dalam kesempatan ini, Menteri LHK menjelaskan bagaimana upaya Indonesia
dalam melakukan tindakan korektif atas pengelolaan hutan dan lahan, terutama
gambut. Ibu Menteri juga menyatakan bahwa sebagai negara pemilik hutan tropis,
Indonesia dan Peru dapat bekerja sama dalam mewujudkan pengelolaan hutan
lestari dan mendukung upaya mengatasi perubahan iklim dunia. Indonesia juga
meminta Peru untuk tetap aktif dalam kerja sama multilateral penanganan gambut
dalam kerangka Global Peatland Initiatives (GPI) dan International Tropical Peatland
Centre (ITPC).
Menteri Fabiola berterima kasih pada Indonesia dan meminta maaf karena tidak bisa
hadir dalam acara peluncuran sekretariat International Tropical Peatland Centre
(ITPC) di Indonesia pada akhir Oktober silam. Peru, sebagai salah satu negara
inisiator Global Peatland Initiatives (GPI) bersama Indonesia dan Republik Kongo
serta Republik Demokratik Kongo (dahulu bernama Zaire) tetap berkomitmen untuk
bekerja sama dalam kerangka multilateral tersebut. Lebih lanjut, Menteri Fabiola
49
menyatakan bahwa kerjasama antara Indonesia dan Peru perlu lebih ditekankan
pada kegiatan di lapangan. Dalam hal ini Ibu Menteri menyatakan bahwa Peru dapat
mengirimkan staf kementerian ke Indonesia untuk studi banding dan dilatih dalam
pengelolaan dan restorasi gambut.
d. Indonesia dengan Italia, 11 Desember 2018
Delegasi Indonesia diwakili oleh: (1) Dirjen PPI KLHK; (2) Kepala BLI KLHK; (3)
Kabag Multilateral Biro KLN KLHK; (4) Monica Tanuhandaru (Kemitraan); dan (5) Dr.
M. Zahrul Muttaqin (BLI). Delegasi Italia diwakili oleh Mr. Francesco La Camera,
Direktur Jenderal Pembangunan Berkelanjutan, Energi dan Iklim, Kementerian
Lingkungan, Lahan dan Laut.
Dalam pertemuan ini dibahas mengenai usulan Italia untuk bekerja sama dengan
Indonesia dalam kerangka REDD+. Italia telah melakukan kerja sama di bidang
REDD+ dengan negara-negara antara lain Vietnam, Myanmar, Malaysia, Ekuador
dan Ghana. Mereka menyatakan sudah mengirimkan draft MoU yang perlu
ditindaklanjuti oleh Indonesia. Dalam hal ini, Dirjen PPI menegaskan bahwa akan
segera menindaklanjuti draft MoU agar segera dapat dibentuk joint committee antara
kedua negara dan selanjutnya menyusun rencana kerja.
e. Indonesia dengan Norwegia, 11 Desember 2018
Delegasi Indonesia diwakili oleh: (1) Menteri LHK; (2) Dirjen PPI KLHK; (3) Kepala
BLI KLHK; (4) Kabag Multilateral Biro KLN KLHK; (5) Diah Suradiredja (Kehati); (6)
Monica Tanuhandaru (Kemitraan); (7) Dr. M. Zahrul Muttaqin (BLI), dan (8) Dr.
Belinda Margono (DJPPI). Sementara itu, delegasi Norwegia diwakili oleh Hon. Ola
Elvestuen, Menteri Iklim dan Lingkungan Norwegia, didampingi beberapa staf.
Pada pertemuan ini Ibu Menteri menyampaikan apresiasi kepada Norwegia atas
kerjasama erat di bidang perubahan iklim terutama dalam hal REDD+. Lebih lanjut
Ibu Menteri menyatakan bahwa program REDD+ yang didukung oleh Norwegia
melalui Letter of Intent (LoI) dengan Pemerintah RI telah ikut memberikan jalan bagi
peningkatan tatakelola hutan dan lahan dan bahkan saat ini Indonesia juga
mendapatkan dukungan dari parlemen dan institusi peradilan dalam mengelola
hutan dan lahan dalam mendukung pengendalian perubahan iklim. Indonesia juga
mempercpat proses perhutanan sosial untuk memberikan akses yang lebih luas
kepada masyarakat dalam pengelolaan hutan. Khusus terkait dengan kerja sama
REDD+ dalam kerangka LoI, saat ini seharusnya sudah memasuki fase ketiga,
namun demikian Indonesia meminta agar fase dua tetap dijalankan sambil masuk ke
dalam fase tiga karena pada beberapa hal masih memerlukan peningkatan
kapasitas. Terkait dengan pengelolaan gambut, Menteri LHK meminta dukungan
Norwegia pada inisiatif International Tropical Peatland Centre (ITPC).
Menteri LHK menyatakan bahwa dukungan Norwegia pada Lembaga non
pemerintah dan organisasi masyarakat madani telah mendukung demokratisasi
pengelolaan sumber daya alam di Indonesia. Namun demikian, Menteri LHK juga
50
meminta agar evaluasi keberhasilan program-program pemerintah disamping
melibatkan organisasi independent, juga pemerintah diikutsertakan dalam
memberikan masukan agar hasil yang diperoleh tidak bias.
Pemerintah Norwegia merespon dengan baik hal-hal yang diungkapkan oleh
Indonesia tersebut dan menyetujui usulan Indonesia untuk melaksanakan proyek
fase 3 sambil tetap melaksanakan fase 2. Di samping itu, Menteri Ola juga
dijadwalkan untuik berkunjung ke Indonesia awal tahun depan untuk melihat sendiri
perkembangan proyek kerjasama pengendalian perubahan iklim di Indonesia.
Norwegia menyatakan bahwa di tingkat sub-nasional, pemerintah provinsi Papua
perlu mendapatkan perhatian khusus dalam hal peningkatakn kapasitas. Menteri Ola
juga menyatakan bahwa mereka tertarik untuk mengembangkan mitigasi perubahan
iklim berbasis mangrove dan blue-carbon di Indonesia. Terhadap usulan Indonesia
terkait dukungan pada ITPC, Menteri Ola menyatakan kesiapannya untuk
mendukung inisiatif tersebut.
f. Indonesia dengan Parlemen Uni Eropa, 12 Desember 2018
Delegasi Indonesia diwakili oleh: (1) Menteri LHK; (2) Kepala BRG; (3) Dirjen PPI
KLHK; (4) Kepala BLI KLHK; (5) PSM Bidang PPI dan Konvensi Internasional; (6)
Kabag Multilateral Biro KLN KLHK; (7) Diah Suradiredja (Kehati); dan (8) Dr. M.
Zahrul Muttaqin (BLI KLHK). Sementara itu, delegasi Parlemen EU diwakili oleh: (1)
A.I. Valean (Italia); (2) Julie Girling (UK); (3) Miapetra Kumpula-Natri (Finlandia); (4)
Jytte Guteland (Swedia); (5) Gerben-Jan Gerbrandy (Belanda); dan (6) Bas Eickhout
(Belanda).
Parlemen Uni Eropa mengawali pertemuan yang dipimpin oleh Ibu Valean dengan
mengapresiasi kesediaan delegasi Indonesia untuk hadir dalam pertemuan yang
baru pertama kali ini dilaksanakan. Ketua delegasi Parlemen Uni Eropa tersebut
menanyakan pandangan Indonesia terkait perkembangan COP24. Terkait dengan
hal ini, Ibu Menteri Siti Nurbaya menyatakan bahwa saat ini yang menjadi
permasalahan utama adalah perbedaan pandangan antara negara berkembang dan
negara maju terkait dengan transparansi dan fleksibilitas pendanaan perubahan
iklim, Indonesia merasa tidak ada masalah dengan penyiapan data yang harus
dilakukan oleh negara berkembang sebelum memperoleh dukungan finansial dari
negara maju terkait dengan upaya penanganan perubahan iklim global. Dalam hal
ini Indonesia menganut prinsip transparan dan terbuka, namun tetap memperhatikan
perbedaan yang ada di tiap-tiap negara.
Pada pertemuan ini Ibu Menteri juga menyampaikan beberapa isu terkait dengan
hubungan Indonesia dengan Uni Eropa terutama terkait dengan FLEGT. Ibu Menteri
juga menceritakan perkembangan pengelolaan hutan dan lahan di Indonesia
terutama dalam melakukan penegakan hukum dan perbaikan gambut yang
terdegradasi. Hal ini telah ditunjukkan oleh menurunnya angka deforestasi secara
signifikan. Terkait dengan isu Indirect Land Use Change yang diinisiasi oleh
Parlemen Uni Eropa terhadap komoditas-komoditas perdagangan yang masuk ke
51
Uni Eropa, Indonesia meminta agar ada joint review team untuk menangani masalah
ini.
6.2 Kegiatan Menteri Kelautan dan Perikanan
Menteri Kelautan dan Perikanan, Ibu Susi Pudjiastuti, menghadiri Ocean Action Day -
Global Ocean Forum, 8 Desember 2018.
Bertempat di Paviliun Pacific dan Koronivia diselenggarakan rangkaian kegiatan Ocean
Action Day oleh Global Ocean Forum. Tujuan utama dari kegiatan ini adalah untuk
mengarusutamakan isu kelautan pada negosiasi di UNFCCC karena saat ini isu
kelautan belum menjadi prioritas pembahasan. Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP)
menjadi salah satu keynote speaker pada sesi High Level Perspectives on the Way
Forward.
Hal utama yang disampaikan oleh MKP diantaranya adalah:
• Terdapat 3 (tiga) ekosistem pesisir utama yaitu mangrove, terumbu karang dan
rumput laut yang secara ilmiah dapat dibuktikan lebih efektif daripada hutan terestrial
dalam menyerap karbon secara global.
• Manusia membutuhkan laut lebih dari laut membutuhkan manusia.
• Perlu dibangun komunikasi yang berbasis pada fakta ilmiah yang dihasilkan oleh
ilmuwan agar menjadi dasar pengambilan kebijakan nasional dan global oleh para
politisi.
• Aktivitas yang dilakukan di laut memiliki keterkaitan dalam memperkuat atau
mengurangi ketahanan lingkungan laut dalam menghadapi dampak perubahan iklim,
sebagai contoh kerusakan terumbu karang yang diakibatkan oleh aktivitas IUU
Fishing membuat laju gelombang laut tidak tereduksi dan menambah tekanan
terhadap daerah pesisir.
6.3 Kegiatan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman telah berpartisipasi aktif dalam COP24
dengan menyelenggarakan Indonesia Ocean Day pada tanggal 11 Desember 2018 di
Paviliun Indonesia. Penyelenggaraan Indonesia Ocean Day tersebut menghadirkan 41
(empat puluh satu) pembicara dari kalangan Pemerintah, organisasi internasional,
akademisi, LSM, dan kalangan swasta, yang terdiri dari serangkaian sesi:
a. High-level Dialogue in mainstreaming Ocean in Climate Change Discussion;
b. Blended Finance for Marine Conservation;
c. Blue Carbon: Mangrove Rehabilitation and Coastal Resilience;
d. Green/Low Carbon Development in Maritime Sector;
e. Smart and Innovative Society Actions in Climate Change, and CSO Partnership.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman RI (MenkoMar) dalam hal ini menjadi host
pada sesi High-level Dialogue in mainstreaming Ocean in Climate Change Discussion.
52
Selain itu, MenkoMar juga berkesempatan melakukan bilateral meeting sebagai berikut:
a. Pertemuan bilateral dengan Menteri Lingkungan Hidup Australia, H.E. Ms.
Melissa Price, yang membahas perdagangan dan investasi, perlindungan
sumber daya laut, lingkungan perairan, dan blue carbon. Pertemuan ini akan
ditindaklanjuti dengan courtesy meeting dari pejabat Departemen Lingkungan
Hidup dan CSIRO Australia ke Jakarta pada 11 Februari 2019 untuk membahas
area spesifik dan potensi kerjasama terkait blue carbon;
b. Pertemuan bilateral dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Iklim Norwegia, H.E.
Mr. Ola Elvestuen yang membahas isu lingkungan hidup termasuk sampah laut
dan kehutanan, kelapa sawit, dan kerjasama business to business. Sebagai
tindak lanjut, Menteri Norwegia akan berkunjung ke Indonesia pada Februari
2019;
c. Pertemuan bilateral dengan Menteri Lingkungan Hidup Jepang, H.E. Mr. Harada,
yang membahas sampah laut dan restorasi Sungai Citarum. Sebagai tindak
lanjut, kepemimpinan Indonesia dalam aksi penanganan sampah laut perlu
ditampilkan di pertemua G20 yang akan diselenggarakan di Jepang pada Juni
2019;
d. Pertemuan bilateral dengan Director of Environmental and Natural Resources
Global Practice – World Bank yang membahas sampah laut, mangrove, coral
reef, dan coastal resilience.
6.4 Kegiatan Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional / Kepala
BAPPENAS
Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN)/ Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (BAPPENAS) berpartisipasi aktif dalam rangkaian kegiatan
Delegasi RI di COP24 dengan menyelenggarakan beberapa kegiatan yang dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
53
6.4.1 Kegiatan Menteri PPN / Kepala Bappenas dalam Pertemuan Inisiatif
Kementerian PPN/Bappenas
Beberapa kegiatan yang diselenggarakan oleh Kementerian PPN/Bappenas sebagai
berikut:
a. Investing in Low Carbon Development: Sustainable Cities and Green
Energy
Pertemuan ini merupakan suatu parallel event yang diinisasi oleh Kementerian
PPN/Bappenas diselenggarakan pada tanggal 11 Desember 2018 di Hotel
Novotel Katowice Epicentrum. Pertemuan bertujuan mendiskusikan berbagai
peluang, tantangan dan pembelajaran (lessons learned) dalam konteks
pembangunan rendah karbon untuk kasus perkotaan termasuk di dalamnya
pemanfaatan energi hijau.
Pertemuan dibuka oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala
Bappenas, Prof. Bambang Brodjonegoro, dengan menghadirkan beberapa tokoh
untuk memberikan sambutan antara lain Prof. Lord Nicholas Stern (NCE
Commissioner), IG Patel (Chair of Economics and Government), Yasuo
Takahashi (Wakil Menteri Lingkungan Hidup Jepang), dan Dr. Maria Flachsbarth
(Parliamentary State Secretary for Economic Cooperation and Development,
Jerman).
Sementara pembicara sesi diskusi panel pada event tersebut antara lain Tonny
Wagey (Direktur Eksekutif ICCTF), Naoko Ishii (CEO Global Environment
Facility), Rodolfo Lacy (Direktur Lingkungan Hidup, OECD), Andrew Steer
(Presiden dan CEO, World Resource Institute), dan Anders Hoffmann (Deputy
Permanent Secretary, Kementerian Energi, Utilitas dan Iklim, Denmark).
Parallel event dihadiri oleh sekitar 70 peserta, yang merupakan delegasi dari
berbagai negara, termasuk Indonesia.
Beberapa hasil dan capaian: (a) Inisiatif Kementerian PPN/ Bappenas untuk
menyelenggarakan pertemuan ini mendapat apresiasi yang sangat baik dari
mitra pembangunan, terutama Pemerintah Jerman, Denmark dan GEF (Global
Environment Facility) dengan penerapan Pembangunan Rendah Karbon (Low
Carbon Development); (b) Terdapat sinyal positif yang semakin menguat dari
GEF untuk mendukung pembiayaan pembangunan rendah karbon di Indonesia,
khususnya dalam hal pembangunan kota berkelanjutan. Secara khusus, Naoko
Ishii selaku CEO GEF menyampaikan ekspektasi bahwa Bappenas dapat segera
mewujudkan pembangunan kota berkelanjutan yang didukung oleh GEF dalam
Sustainable Cities Impact Program beberapa waktu kedepan.
b. Low Carbon Development: A Paradigm Shift towards Green Economy
Pertemuan ini merupakan bagian dari kegiatan Paviliun Indonesia sesi
international workshop yang dilaksanakan pada 10 Desember 2018. Kegiatan
diskusi panel pada sesi ini menekankan pada upaya Indonesia dalam
memanfaatkan energi baru terbarukan serta efisiensi energi dalam kerangka
pembangunan rendah karbon. Sesi diskusi difokuskan pada kegiatan inovatif dan
54
green projects yang mulai dikembangkan di Indonesia, serta bagaimana
pembiayaan untuk kegiatan-kegiatan tersebut.
Sesi ini dibuka oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala
Bappenas, Prof. Bambang Brodjonegoro, dengan menghadirkan beberapa
pembicara antara lain Frank Rijsberman (Director General of the Global Green
Growth Institute), Sveinung Rotevatn (State Secretary, Norwegian Ministry of
Climate and Environment), David Kerins (Energy Economist at the European
Investment Bank), Rida Mulyana (Dirjen Energi Baru, Terbarukan dan Konversi
Energi, Kementerian ESDM, Indonesia). Beberapa hasil dan capaian: (a) upaya
Indonesia dalam pembangunan rendah karbon khususnya berkaitan dengan
pengembangan energi terbarukan dapat disosialisasikan dengan baik kepada
peserta yang hadir, (b) Terdapat berbagai masukan dan pandangan dari mitra
pembangunan, lembaga internasional, negara maju dan instansi terkait yang
memiliki perhatian besar terhadap pengembangan energi terbarukan di
Indonesia, (c) Dari sisi dukungan pendanaan, terdapat potensi dukungan
pembiayaan dari EIB untuk energi terbarukan, meski skema pembiayaan untuk
energi terbarukan masih perlu pembahasan lebih lanjut.
c. Blended Financing in Marine Conservation
Kegiatan ini juga merupakan bagian dari sesi international workshop pada
Paviliun Indonesia yang dilaksanakan pada 11 Desember 2018 sebagai
rangkaian dari Ocean Day yang diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator
Kemaritiman.
Kegiatan bertujuan mengelaborasi potensi kerja sama dalam bidang konservasi
kelautan dan pesisir serta bagaimana mekanisme pendanaan menggunakan
skema blended financing dapat diaplikasikan untuk sektor ini.
Sesi ini dibuka oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala
Bappenas, Prof. Bambang Brodjonegoro dengan menghadirkan beberapa
pembicara antara lain Wallace Cosgrow (Menteri Lingkungan Hidup, Energi dan
Perubahan Iklim, Seychelles), Bambang Susantono (Vice President, Knowledge
Management and Sustainable Development, ADB), Valeria Orlando, (Vice
President, Blended Financing, RARE), Jorge Moreira da Silva (Director, OECD
Development Cooperation Directorate).
Kegiatan ini menunjukkan keseriusan Pemerintah Indonesia dalam
mengembangkan model pembiayaan inovatif untuk konservasi kelautan dan
perikanan.
6.4.2 Kegiatan Bilateral Menteri PPN / Kepala Bappenas
a. Pertemuan dengan International Institute for Applied Systems Analysis
(IIASA)
Pertemuan Menteri PPN/ Kepala Bappenas dengan IIASA dilaksanakan pada 10
Desember 2018 bertempat di Hotel Monopol, Katowice. Kementerian PPN/
Bappenas merupakan focal point untuk kegiatan IIASA dengan pembiayaan
berasal dari Jerman, terkait restorasi dan degradasi lahan kritis. Pertemuan
55
dimaksudkan untuk menerima laporan kegiatan yang dilakukan oleh IIASA dalam
mendukung pembangunan rendah karbon di Indonesia.
Dalam laporannya, IIASA menyampaikan bahwa terdapat 3 (tiga) hal pendekatan
yang dilakukan yakni: i) mengidentifikasi dan memetakan lahan terdegradasi
dengan menggunakan berbagai definisi, termasuk mengikutsertakan aspek
sosial dan ekonomi melalui crowd sourcing; ii) melakukan proses pemetaan
dengan cara pemodelan biofisik (pertumbuhan ekonomi, produktivitas lahan, dan
restorasi) sehingga dapat menghasilkan informasi mengenai interaksi antar-
sektor; dan iii) melakukan assessment bioenergi yang relevan terhadap proses
restorasi dan sistem energi secara keseluruhan.
Sebagai tindak lanjut, tools yang dikembangkan oleh IIASA dapat dimanfaatkan
untuk penyusunan RPJMN 2020-2024. Studi tersebut berkontribusi dalam
pemodelan lahan dan produktivitas komoditas padi dan jagung untuk Indonesia,
sebagai bagian dari perencanaan pembangunan rendah karbon Indonesia.
b. Pertemuan dengan United Kingdom Climate Change Unit (UKCCU)
Pertemuan dengan UKCCU dilaksanakan pada 10 Desember 2018 bertempat di
Hotel Monopol, Katowice, Polandia. UKCCU diwakili oleh Mr. Tom Owen
Edmunds, UKCCU Country Director untuk Indonesia. Pertemuan bertujuan untuk
mendiskusikan fase selanjutnya dari kerja sama pembangunan rendah karbon
yang selama ini telah berjalan dengan baik antara Pemerintah Indonesia dan
UKCCU.
UKCCU menyampaikan bahwa hasil penilaian dari UK terkait program
pembangunan rendah karbon yang dilaksanakan oleh Kementerian PPN/
Bappenas dengan dukungan pendanaan dari UK mendapat nilai A+. Oleh karena
itu, UKCCU menjajaki kerja sama lebih lanjut dengan pemerintah Indonesia.
Di sisi lain, UKCCU menyampaikan bahwa terdapat komitmen UK pada saat
pemerintahan Perdana Menteri Cameron sebesar 5.8 miliar poundsterling
sampai dengan tahun 2020 yang saat ini mengalami underspend. Oleh karena
itu, UKCCU mengharapkan ada diskusi lebih lanjut dengan Indonesia terkait
kemungkinan program kerja sama dalam kerangka pembangunan rendah karbon
yang dapat di dukung oleh UKCCU dengan potensi pendanaan berkisar 100 juta
poundsterling.
Menteri PPN/ Kepala Bappenas menyampaikan bahwa UKCCU diharapkan
dapat mendukung kegiatan yang lebih bersifat lokal, dengan inisiatif dan
leadership yang tinggi dari pemerintah daerah. Beberapa hal misalnya terkait
pembukaan lahan pertanian tanpa deforestasi lahan atau pengembangan energi
terbarukan di kawasan terpencil. Idenya adalah mengundang pemerintah daerah
untuk terlibat secara sukarela.
Sebagai tindak lanjut perlu dilakukan diskusi pendalaman untuk mendetailkan
rencana kerja sama, termasuk jika diperlukan penyusunan concept note dan
proposal kepada UKCCU.
56
c. Pertemuan dengan Kementerian Lingkungan Hidup, Konservasi Alam,
Bangunan dan Keselamatan Nuklir, Jerman (BMUB)
Pertemuan dengan BMUB dilaksanakan pada 10 Desember 2018 bertempat di
hotel Monopol Katowice, Polandia. Pihak BMUB diwakili oleh Mr. Jochen
Flasbarth, State Secretary BMUB. Pertemuan bertujuan untuk menindaklanjuti
komitmen BMUB melalui program International Climate Initiative (IKI) untuk
Indonesia.
Pertemuan belum dapat menghasilkan kesepakatan yang cukup solid, mengingat
terdapat pergantian pejabat BMUB yang terkait dengan penyampaian komitmen
dukungan terhadap pembangunan rendah karbon di Indonesia. Oleh karena itu,
pertemuan ini menjadi titik awal komunikasi dengan pejabat BMUB baru tersebut.
Sebagai tindak lanjut, akan dilakukan diskusi lebih detail mengenai IKI program
untuk Indonesia pada saat Ministerial Conference UN PAGE di Cape Town pada
tanggal 10-11 Januari 2019.
d. Pertemuan dengan International Finance Corporation (IFC)
Pertemuan dengan IFC dilaksanakan pada 10 Desember 2018 bertempat di
ruang VIP Pavilion Indonesia. Pihak IFC diwakili oleh Mr. Hans Peter Lankes,
Vice President IFC. Pertemuan bertujuan menjajaki potensi kerja sama antara
Pemerintah Indonesia dengan IFC khususnya terkait pembiayaan energi
terbarukan di Indonesia.
IFC menyampaikan bahwa selama ini, sebagian besar pembiayaan IFC untuk
Indonesia merupakan proyek infrastruktur besar, antara lain pembangunan jalan.
Termasuk untuk sektor energi, portofolio IFC adalah membangun infrastruktur
energi pada skala besar.
Menteri PPN/ Kepala Bappenas mengharapkan agar IFC dapat melihat potensi
pengembangan energi terbarukan dengan skala yang lebih kecil. Dukungan ini
diperlukan agar pengembangan energi terbarukan di Indonesia dapat
dilaksanakan sesuai dengan komitmen pemerintah mencapai target bauran
energi sebesar 23% pada tahun 2025.
e. Pertemuan dengan AFD (Bank Pembangunan Perancis).
Pertemuan dengan AFD dilaksanakan pada 11 Desember 2018 bertempat di
ruang delegasi Perancis. AFD diwakili oleh Remy Rioux, CEO AFD. Pertemuan
bertujuan menindaklanjuti Letter of Intent yang ditandatangani antara Menteri
PPN/ Kepala Bappenas dan CEO AFD pada saat annual meeting IMF-WB di Bali
pada Bulan Oktober 2018 terkait dukungan AFD untuk pembangunan rendah
karbon.
Saat ini, Kementerian PPN/ Bappenas telah menyusun proposal untuk
disampaikan kepada AFD dan mendapat dukungan pembiayaan melalui Facility
2050. Proposal tersebut fokus pada tiga sektor, yaitu air, polusi udara dan energi
terbarukan.
57
f. Pertemuan dengan Lord Nicholas Stern (New Climate Economy/NCE)
Pertemuan dengan Lord Nicholas Stern dilaksanakan pada 11 Desember 2018
bertempat di ruang pertemuan Kantor Delegasi Rep. Indonesia. Pertemuan
bertujuan mendiskusikan progres dan capaian kerja sama antara Bappenas dan
NCE dalam kerangka pembangunan rendah karbon (Low Carbon Development).
Menteri PPN/ Kepala Bappenas menyampaikan bahwa laporan final LCDI akan
dirilis pada bulan Maret 2019. Langkah selanjutnya adalah mendorong inisiatif
dari pemerintah daerah untuk melaksanakan pembangunan rendah karbon.
Menteri PPN/ Kepala Bappenas juga menyampaikan hasil diskusi sebelumnya
dengan IIASA dan meminta agar disinergikan antara model yang dikembangkan
IIASA dengan model pembangunan rendah karbon yang dilakukan oleh NCE,
khususnya berkaitan dengan perspektif mengenai natural capital. Saat ini
Bappenas memiliki dua skenario, Business as Usual vs climate action, dan
dimungkinkan untuk muncul skenario ketiga dengan upaya ekstra yang dapat
meningkatkan pertumbuhan lebih baik dalam jangka menengah dan jangka
panjang.
Lord Stern menyampaikan pandangan mengenai dampak negatif dan kerugian
yang diakibatkan oleh perusakan natural capital. Pemodelan yang lebih canggih
diperlukan untuk meng-capture negative externalities yang muncul sebagai
akibat dari perusakan lingkungan. Lord Stern juga menyampaikan perlunya
skema pemberian reward kepada pemerintah daerah sebagai pengakuan inisiatif
pelaksanaan pembangunan rendah karbon yang dilakukan oleh pemerintah
daerah.
6.4.3 Kegiatan Lain Menteri PPN/ Kepala Bappenas
a. Menteri PPN / Kepala Bappenas Menyampaikan Keynote Speech pada
Pavilion Jepang
Menteri PPN/ Kepala Bappenas menyampaikan keynote speech pada Pavilion
Jepang pada 11 Desember 2018. Topik yang disampaikan oleh Menteri PPN/
Kepala Bappenas adalah Promoting the Private Sector Engagement through the
Partnership to Strengthen Transparency for Co-Innovation (PaSTI). Pada
kesempatan tersebut, Menteri PPN/ Kepala Bappenas menyampaikan apresiasi
atas dukungan Pemerintah Jepang terhadap Monitoring, Evaluation and Report
System yang dikembangkan bersama antara Pemerintah Indonesia dan Jepang.
Diharapkan kerja sama tersebut dapat berlanjut dalam upaya mengatasi
tantangan menjaga batas kenaikan suhu bumi di bawah 20C.
b. Menteri PPN/ Kepala Bappenas menghadiri Undangan Makan Siang
bersama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Duta Besar
Indonesia untuk Polandia.
58
Pada kesempatan tersebut, Menteri PPN/ Kepala Bappenas menyampaikan
laporan dampak ekonomi IMF-WB Annual Meeting yang diselenggarakan pada
bulan Oktober 2018.
c. Wawancara dengan DW (Media Jerman)
Selain berbagai kegiatan di atas, Menteri PPN/ Kepala Bappenas menerima
permintaan wawancara dengan DW, salah satu media Jerman dilakukan pada
tanggal 11 Desember 2018 bertempat di ruang pertemuan Kantor Delegasi Rep.
Indonesia. Adapun hasil wawancara dapat dilihat pada tautan:
https://www.dw.com/id/strategi-indonesia-menekan-pemanasan-global/a-
46735410
59
60
VII. TINDAK LANJUT
Dengan telah diadopsinya Paris Agreement Rule Book sebagai bagian utama Katowice
Climate Outcomes, maka kecuali untuk Pasal 6 (Kerjasama Internasional Implementasi
Paris Agreement, termasuk di dalamnya mekanisme market dan non-market), maka telah
tersedia guidance yang komprehensif untuk tindak lanjut oleh negara pihak di dalam
negeri maupun secara kolektif melalui bilateral/regional/multilateral. Melihat tata waktu
tindak lanjut oleh negara pihak berdasar Paris Agreement Rule Book, maka tindak lanjut
yang mendesak untuk diselesaikan sampai tahun 2020 terutama:
1. Penyelesaian elaborasi (road map) 1st NDC Indonesia bersama K/L dan pihak terkait
baik untuk mitigasi, adaptasi, dan means of implementation nya, termasuk melakukan
review progres implementasi NDC dan mungkin/tidaknya Indonesia meningkatkan
komitmen di atas target yang sudah tertuang di dalam 1st NDC. Tata waktu adalah
sebelum pelaksanaan United Nations Climate Summit, September 2019; sehingga
Indonesia sudah dapat menunjukkan progres atau firm dengan status implementasi
NDC baik pada UN- Summit (yang mendorong peningkatan aksi negara pihak) maupun
pada COP-25/CMA-2 yang juga akan ada proses take-stock kesiapan memasuki
periode komitmen 2020-2030 terutama terkait emission gaps baik untuk 2oC maupun
1,5oC.
2. Melanjutkan pengembangan Sistem Registri Nasional (SRN) dan sistem pendukung
lainnya termasuk Sistem Inventarisasi GRK Nasional, Sistem MRV, dan Sistem terkait
Adaptasi.
3. Menyusun Long-term low emission and climate resilient development strategy (yang
juga dikenal istilah 2050 pathway) sesuai mandat Paris Agreement Pasal 4.19. Dan
sesuai hasil COP-24 dengan batas waktu tahun 2020, termasuk update kontribusi
NDC.
4. Penataan kembali Lead Negotiator dan Tim Negosiasi yang menangani isu terkait
PAWP dan Non-PAWP. Setelah COP21 dengan agenda negosiasi yang difokuskan
pada penyiapan Paris Agreement Rule Book, penugasan Lead Negotiator sampai
COP24 (adopsi Paris Agreement Rule Book) disamping didasarkan pada tugas dan
fungsi instansi juga didasarkan pada pertimbangan lain, termasuk pelibatan pihak-
pihak yang memiliki keahlian dan pengalaman negosiasi UNFCCC. Dengan telah
diadopsinya Paris Agreement Rule Book dengan tata waktu tindak lanjutnya, maka
penataan Tim Negosiasi dan Lead Negosiator juga diperlukan untuk menjaga
keseimbangan kekuatan Tim Negosiasi sesuai relevansi substansi negsiasi dengan
sektor penanggung jawab, tingkatan kemendesakan/nilai strategis masing-masing isu
dari waktu ke waktu.
5. Dalam rangka meningkatkan peran serta/ kontribusi Indonesia dalam proses UNFCCC
dan yang terkait, perlu dipertimbangkan pencalonan wakil Indonesia untuk duduk
dalam Badan- Badan Subsider atau Constituted Bodies UNFCCC (peluangnya adalah
mewakili Asia Pacific atau negara berkembang/Istilah UNFCCC-non Annex I, sebagai
61
contoh Keanggotaan dalam Komite Kepatuhan (Committee to facilitate implementation
and promote compliance) yang penetapannya pada CMA2/COP25 (November 2019).
6. Menyiapkan submisi pandangan Indonesia paling lambat tanggal 31Maret 2019 terkait
dengan mandat SBSTA untuk menyiapkan beberapa hal sebagai berikut guna diadopsi
oleh CMA-3 (November 2020):
a) common reporting tables untuk pelaporan inventarisasi GRK nasional dan common
tabular formats untuk pelaporan progres/capaian NDC, penyampaian informasi
tentang MoI yang disediakan oleh negara maju, dan MoI yang diperlukan dan
diterima oleh negara berkembang;
b) outlines BTR, national inventory document dan TER report; dan
c) program pelatihan bagi technical experts yang akan melakukan technical expert
review (TER).
7. Sebagai salah satu pendukung Solidarity and Just Transition Silesia Declaration dan
mempertimbangkan bahwa substansi deklarasi tersebut konsisten dengan mandat
konstitusi Indonesia, serta mengingat masih kurangnya keterlibatan Kementerian
Tenaga Kerja akan isu ini, KLHK perlu memfasilitasi Kemenaker dalam sosialisasi isu
Just Transition dan mendorong pengarusutamaan dalam program-programnya,
termasuk isu gender dalam just transition di ketenagakerjaan terkait perubahan iklim.
8. Untuk mengkonkritkan tindak lanjut di dalam negeri :
a. Melakukan identifikasi sistem pendukung untuk implementasi PA dan komunikasi
para pihak terkait untuk implementasi penuh di 2020
b. Melakukan pemantauan NDC untuk melihat progress implementasinya
c. Mendorong political will penurunan emisi untuk implementasi NDC di sektor energi
dan seKtor potensial lainnya
d. Melakukan studi tentang partisipasi Indonesia sampai dengan tahun 2050 menuju
1,5oC.
e. Sosialisasi SRN agar dapat melembaga dan menjadi satu-satunya registri perubahan
iklim sampai di tingkat masyarakat.
f. Mendorong isu gender dalam penanganan perubahan iklim
g. Memperkuat isu pertanian dengan bekerjasama dengan mitra Internasional
h. Mendorong keterlibatan BPPT dan BMKG dalam menangani RSO
i. Memperkuat REDD+ dan mempermudah implementasinya di Sub Nasional dan
masyarakat, serta memperkuat langkah-langkah kerja dan pelembagaan REDD+ di
pemerintah daerah maupun swasta dan masyarakat.
j. Melakukan dialog dengan kelompok masyarakat adat dan juga kelompok local
communities agar dapat terlibat dalam mekanisme Local Communities and
Indigenous People (LCIP) secara konstruktif.
62
63
VIII. PENUTUP
Pertemuan Negara Pihak UNFCCC yang ke-24 atau COP24/CMP14/CMA 1.3, yang
diselenggarakan di Katowice, Polandia pada tanggal 2 Desember dan ditutup pada
tanggal 15 Desember 2018, telah berhasil mengadopsi “Katowice Climate Package”
yang juga dikenal dengan “Paris Agreement Rule Books”, sebagai dasar langkah
selanjutnya dalam implementasi Paris Agreement. Indonesia sebagai salah satu negara
pihak yang telah meratifikasi Paris Agreement memiliki kepentingan dalam
menginternalisasikannya ke konteks nasional dan sub nasional.
Menteri LHK selaku Ketua DELRI dalam acara Pertemuan Komunikasi Nasional Hasil
COP 24 Katowice pada tanggal 28 Desember 2018 di Manggala Wanabakti,
menyampaikan optimisme tentang kesiapan Indonesia untuk mengimplementasikan
hasil COP24. Keyakinan tersebut didasarkan atas berbagai modalitas dan instrument
yang telah dimiliki oleh Indonesia diantaranya adalah sebuah nilai yang dimandatkan
dalam pasal 33 UUD 1945 terkait pembangunan berwawasan lingkungan serta nilai
kebersamaan dalam partisipatory pembangunan nasional dan sub nasional. Itu bagian
dari kunci keberhasilan ke depan untuk pengendalian perubahan iklim.
Laporan ini merupakan salah satu bagian dari catatan sejarah perjuangan DELRI dalam
forum internasional, serta sebagai sarana untuk outreach dan campaign dalam upaya
meningkatkan pemahaman, pengetahuan, dan kepedulian masyarakat Indonesia
terhadap permasalahan perubahan iklim global yang berdampak nasional dan lokal.
64
IX. LAMPIRAN
9.1 Statements of Indonesia
STATEMENT OF INDONESIA AT THE HIGH LEVEL SEGMENT OF THE COP, CMP, CMA
KATOWICE, 12 DECEMBER 2018
Thank you Mr. President,
Indonesia would like to congratulate Poland for assuming the COP-24 Presidency.
We thank the Government and the people of Katowice for their hospitality.
Indonesia believes that we gather here with the commitment to complete our
mandate from Paris. We are confident, that under your very able leadership, Mr.
President, we could adopt a balance – comprehensive Paris Agreement rule book,
resulting from a transparent, inclusive, and country driven processes, and
applicable to all with the principle of CBDR-RC.
Mr. President,
Indonesia is one among countries which ratified the Paris Agreement, less than
one year after the adoption of the agreement. We have set an ambitious
unconditional target of 29% up to 41% conditional target of emission reduction from
2030 BAU scenario, with forestry and energy as the major targeted sectors.
Adaptation is an important part of our NDC, with three target area of climate
resilience, namely economy, social and livelihood, and lastly ecosystem and
landscape.
Our national values and goals will enable us to meet our commitment under the
Paris Agreement, mandating that all citizens have the right for good environment,
and that natural resources are governed by the states for the greatest prosperity of
the citizens in Sustainable way, as reflected in our Constitution 1945’s Articles 28
H and Article 33. Under President Joko Widodo administrative government,
relevant policy reforms have been carried out, including legal the recognition of the
rights of Masyarakat Hukum Adat or local natives, improving access for local
communities to forest land and resources through Social Forestry, enhancing
Forest Management Unit at site level, and implementing joint adaptation and
mitigation at the grass root levels. There are also efforts in energy sector through
65
the development of renewable energy and policy to enhance the quality of fossil
fuel and coal. The increasing roles of Non-Party stakeholders are encouraging and
very dynamic, from the sub-national government, private sectors, civil societies to
grassroots, as well as the supports from the parliament, and judiciary for
enforcement. In tracking our progress, we established a National Registry System
to record and monitor all climate actions and their respective resources, as well as
on the final stage of financial channeling arrangement.
Mr. President,
The recent IPCC’s Special Report on Global Warming of 1.5o C, highlighted the
importance of early action against climate change, which makes the role of pre-
2020 ambition even more critical. Therefore, Indonesia would like to urge our
developed country partners, to meet their pre-2020 commitment, and to rapidly
increase their ambition in meeting the objectives of the Paris Agreement, both in
emission reduction and in providing means of implementation, to developing
countries.
Mr. President,
We recognized, the importance for all countries to transform, to low emission and
climate resilience development pathway. Indonesia, like many other emerging
economies, faces challenges in balancing between meeting international
commitment and achieving national development objectives. Indonesia, would like
to see fair and just international policies that are conducive for both international
and national interests. We could not accept the use of environmental issues
including climate to be a means of disguise trade discrimination against developing
countries.
In closing, Mr. President, we should not allow any attempt to renegotiate the Paris
Agreement. Indonesia assures you our good faith to achieving concrete results in
Katowice, and looks forward to support your leadership by working together
constructively with other Parties.
Thank you Mr. President.
66
h
STATEMENT BY INDONESIA
AT THE JOINT PLENARY OF THE COP-24, CMP-14, CMA 1.3, SBI-49, SBSTA-49, APA 1.7
Katowice, 02 December 2018
Thank you Mr. Vice President,
Indonesia would like to congratulate Poland on assuming the Presidency of the COP.
We would like to convey our appreciation to Fiji, for their wise guidance in their
presidency.
Indonesia associates with the statement made by Egypt on behalf of G77+China.
We highly appreciate the guidance of the COP Presidencies, Chairs of SBI and SBSTA,
and APA Co-Chairs during the previous session that paved the way to a common
understanding in moving forward in agreeing upon a strong package of decisions here
in Katowice.
Indonesia would like to reiterate our collective objective of a complete-balance-and-
coherence outcome of the Paris Agreement Work Program to be adopted in Katowice,
to enable all Parties with diverse national circumstances, capacities and capabilities
implementing their NDCs.
Please allow me to draw our attention to key issues regarding our work here in Katowice.
1. All Parties should approach The Paris Agreement Work Program with a balanced
manner between mitigation, adaptation, finance and capacity building, as well as
technology development and transfer, with understanding that the Paris Agreement
is applicable to all, implemented in the context of equity and common but
differentiated responsibilities and respective capabilities in light of different national
circumstances.
2. On the matters related to PAWP agenda items, we welcome the joint reflection notes
provided by the presiding officers after Bangkok session. Nevertheless, allow me to
highlight the importance of addressing discrepancies amongst the agenda items, as
well as the linkages amongst them. In this regard, there should be a common
approach to interlinked elements in different agenda items.
3. With regard to Non-PAWP agenda items, its equal consideration in our meeting and
its eventual implementation are important to support the countries’ efforts in meeting
the goal of PA.
67
4. Indonesia, once again, reiterates the importance of access to means of
implementations for developing countries, to ensure the credibility of this landmark
agreement. In particular, to those most vulnerable to the adverse impacts of climate
change.
5. The recent IPCC’s Special Report on Global Warming of 1.5°C highlighted the
importance of early action against climate change, which the role of pre-2020
ambition becoming even more critical. In light of the Paris Agreement, enhanced
pre-2020 mitigation action is more urgent than ever. Additionally, enhancing pre-
2020 action would facilitate the implementation and strengthening of the NDCs and
its implementation as well as to smoothen the transition to long-term emissions
reductions that are required to reach the temperature target of the Paris Agreement.
Therefore, Indonesia would like to urge our developed country partners in meeting
their pre 2020 commitment and to rapidly increase their ambition in meeting the
objectives of PA.
In closing, we have faith that all Parties will maintain their commitment to achieving
concrete results in Katowice. Indonesia looks forward to support your leadership by
working together with other Parties.
Thank you
68
STATEMENT BY INDONESIA
AT STOCKTAKING MEETING APA AGENDA ITEM 3 - 8
Katowice, 7 December 2018
Madam Co-Chairs,
First of all, my delegation would like to express our thanks to your continuous leadership
during sessions since Paris. Delivering a complete-balance-and-coherence Katowice
Outcome is our collective goal in order to turn Paris Agreement into concrete actions.
Despite some significant progress to work to produce negotiating text and targeting to
conclude our work tomorrow, we still have a number of divergent views on crucial issues
of the PAWP, which seem difficult to resolve within the available time.
There was a clear message that the Katowice Outcome should be applicable to all , but
still anchored by the principle of CBDR-RC. An outcome which is securing the aspects
of completeness, balance, comprehensiveness and resulted from the transparent and
inclusive process is what we have expected since Paris. We want to adopt a balanced
comprehensive Katowice Rule Book, which allow all Parties with diverse national
circumstances, capacities and capabilities to implement within our national context,
Madam Co-chairs,
The salient issue related NDC implementation which needs willingness to work harder
on accounting, tracking progress as well as flexibility aspect, considering various
capacity of parties which needs an agreement amongst Parties on how flexibility be
defined and at which stage the flexibility is applicable.
On transparency framework, we share the concerns expressed by some parties, that the
streamline text has a number of crucial elements deleted. Significant changes have been
done in the last iteration, both in the structure and substance. We see the importance of
TF in the PA rule book. In this regards, Indonesia would like to see a comprehensive
and balanced –MPG for TF between actions and supports, and between elements within
actions and within supports.
Madam Chairs,
Indonesia is of the view that divergent points of concerns from Parties will have to be
worked out to reach a possible landing ground. Having said that, it is urgently need to
show flexibility as well as willingness to compromise as to achieve Katowice outcome as
mandated by the PA.
Thank you Madam Co-Chairs.
69
STATEMENT BY INDONESIA AT THE JOINT CLOSING PLENARY SBI-49, SBSTA-49, APA 1.7
Katowice, 8 December 2018
Madam Co-Chairs, Mr. Chairs
My delegation would like to express our deep appreciation to all presiding officers for the
leadership and tireless efforts in guiding our work to complete the Paris Agreement Work
Programme. Our sincere appreciation also goes to the COP Presidency for the
leadership, and to the people of Poland for their hospitality.
We welcome the SBI-SBSTA-APA conclusions with the proposal from the APA Co-
Chairs-SBI conclusions-SBSTA conclusions, to be forwarded for consideration at COP-
24, as the basis for further deliberation next week. We have a high expectation to leave
Katowice with a balance – comprehensive outcome, resulted from a transparent,
inclusive, and country driven processes, and is applicable to all while maintaining the
principle of CBDR-RC.
We acknowledged the good progress on facilitation and compliance, global stock take,
as well as Common time frame for NDC. We noted a number critical issues need to be
resolved, including differentiation in relation to ICTU and accounting in agenda item 3.
On Transparency Framework, Indonesia would like to reiterate that a comprehensive
and balanced – MPG for TF between actions and supports, and between elements within
actions and within supports. We see in the last iteration a proportional balance in the
substance, we look forward to resolving differences and working on incorporating the
outputs of SBSTA agenda item 12 and SBI agenda item 15 to Section C of the last
iteration of the APA Agenda item 5 (Information on financial support provided and
mobilized under Article 9 of the Paris Agreement).
Madam Co-Chairs, Mr. Chairs
On non-PAWP, we are happy to see the conclusions on Koronivia joint work on
agriculture (work in progress) and Gender and climate change. We are also pleased that
parties are able to reach consensus on “Local Communities and Indigenous people
platform”, the platform that we hope could further enhance the role of LCIP in the climate
action agenda.
With the principle that nothing agreed until everything is agreed, my delegation have
faith that all Parties will maintain the commitment to achieving concrete results in
Katowice. Indonesia looks forward to support your leadership by working together
constructively with other Parties.
Thank you Madam Co-Chairs, Mr. Chairs.
70
STATEMENT BY INDONESIA
AT THE JOINT CLOSING PLENARY OF COP24, CMP14, CMA1
Katowice, 15 December 2018
Mr. President
We have seen that Parties are struggling over how to achieve consensus on the Paris
Agreement rulebook for the last three years. My delegation recalled at the beginning of the
Katowice session, Parties agreed to find a landing zone, call for putting aside the known
differences and focusing on common goals in combating climate change, to agree on a
complete-balance-and-coherence package to implement the Paris Agreement, which is
applicable to all, with the principle of CBDR-RC.
My delegation would like to take this opportunity to express our gratitude to your leadership in guiding us to finally adopt the Katowice outcomes. We appreciate all Parties for the commitment to our collective goal under the Paris Agreement.
Mr. President,
As an archipelagic country with almost 260 million population, Indonesia is very vulnerable to the impact of climate change, at the same time has a high mitigation potential especially in forest and energy sectors. We come here with a good faith to negotiate the Paris Agreement rule book, not only for protecting national interest but also protecting the global common for future generations. But, climate change is a global challenge, it can not be resolved by individual country, we need to act together, within the principles of CBDR-RC, equity, and flexibility.
Mr. President,
Implementation of the Paris Agreement rule book requires a fundamental change in many developing countries, including Indonesia. Provision of means of implementation as mandated by the Paris Agreement will enable developing countries meeting their commitment to the agreement, particularly in the transformation to long-term low GHGs emission and climate resilient, which must be balanced with economic growth and just opportunity for development.
On the Paris Agreement Work Programme, Mr. President, my delegation would like to highlight some issues regarding the Katowice Package:
1. On Finance, assessing progress in provision and mobilization of support is crucial. Such mobilization of climate finance should represent a progression beyond existing efforts.
2. On NDC, we welcome its timing of application of the further guidance for NDC, ICTU and accounting as well as the accompanied required supports.
3. We welcome decision on adaptation communication and further works as the follow up of AC Report. Support to developing countries in preparing and submitting
71
adaptation communication is needed. Adequate support is also necessary to implement adaptation plan and action to improve resilience.
4. On transparency framework, we welcome flexibility provision for developing country parties, yet allowing improvement overtime. Provision of means of implementation is crucial for the implementation of transparency framework.
5. On compliance, Indonesia recognizes the importance in paying particular attention to the Parties’ national capabilities and circumstances, including in the case of force majeure. This is particularly important as climate change is putting more challenges to natural-disasters prone country in implementing its NDCs.
In closing, Mr. President, my delegation would like to covey our appreciation to the UNFCCC Secretariat for their dedication, to the government and people of Poland and Katowice for their hospitality.
Thank you Mr. President
72
9.2 List of Participants
United Nations FCCC/CP/2018/INF.3
Distr.: General 14 December 2018
English/French/Spanish only
Conference of the Parties Twenty-fourth session Katowice, 2–14 December 2018
List of participants
The attached list of participants attending the twenty-fourth session of the
Conference of the Parties, the fourteenth session of the Conference of the Parties serving
as the meeting of the Parties to the Kyoto Protocol, the third part of the first session of
the Conference of the Parties serving as the meeting of the Parties to the Paris Agreement,
the forty-ninth sessions of the subsidiary bodies and the seventh part of the first session
of the Ad Hoc Working Group on the Paris Agreement, all held at the International
Conference Centre in Katowice, Poland, has been prepared on the basis of information
received by the secretariat as at Wednesday, 12 December 2018.
Participation statistics
States/organizations Participants
Parties 196 11 090
Observer States 1 10
Total Parties + observer States 197 11 100
United Nations Secretariat units and bodies 25 216
Specialized agencies and related organizations 20 271
Intergovernmental organizations 71 652
Non-governmental organizations 1 032 5 054
Total observer organizations 1 148 6 193
Media 566 1 126
Total participation 1 911 18 420
73
FCCC/CP/2018/INF.3
Parties
Indonesia
H.E. Ms. Siti Nurbaya
Minister of Environment and Forestry
Ministry of Environment and Forestry
H.E. Mr. Luhut Binsar Pandjaitan
Coordinating Minister for Maritime
Affairs
Coordinating Ministry of Maritime
Affairs
H.E. Mr. Bambang Permadi Brodjonegoro Minister for National Development
Planning / Head of National
Development Planning Agency
Ministry of National Development
Planning / National Development
Planning Agency H.E. Ms. Susi Pudjiastuti
Minister for Marine Affairs and
Fisheries
Ministry of Marine Affairs and Fisheries Mr. Rachmat Witoelar
President's Special Envoy for
Climate Change Office of the President's Special
Envoy for Climate Change Mr. Peter Frans Gontha Ambassador of the Republic Indonesia in Poland Embassy of Indonesia in Warsaw Mr. Nazir Foead Chairman Peatland Restoration Agency Ms. Dwikorita Karnawati
Head of the Agency for
Meteorology, Climatology, and
Geophysics
The Agency for Meteorology,
Climatology, and Geophysics Ms. Nur Masripatin National Focal Point for UNFCCC
Ministry of Environment and Forestry Mr. Ruandha Agung Sugardiman Director General of Climate Change Ministry of Environment and Forestry
Mr. Arif Havas Oegroseno
Ambassador of the Republic of
Indonesia to the Federal
Republic of Germany Embassy of the Rep. of Indonesia in Berlin Ministry of Foreign Affairs
Mr. Agus Justianto Head of Research & Develop-
ment and Innovation Agency Ministry of Environment and Forestry Ms. Laksmi Dhewanthi Senior Adviser to the Minister on
International Trade and Industry
Ministry of Environment and
Forestry Mr. Rasio Ridho Sani Director General of Environment and Forestry Law Enforcement Ministry of Environment and Forestry Mr. Ilyas Asaad Inspector General Ministry of Environment and Forestry Ms. Rosa Vivien Ratnawati
Director General for Solid Waste,
Hazardous Waste and Hazardous
Substances Management
Ministry of Environment and
Forestry Mr. Muhammad Rizali Karliansyah Director General of Pollution and Environmental Degradation Control Ministry of Environment and Forestry Mr. Wiratno Director General of Conservation
on Natural Resources and
Ecosystem Ministry of Environment and Forestry Mr. Helmi Basalamah Director General of Counselling and Human Resources Development Agency Ministry of Environment and Forestry
Mr. Hudoyo Expert Staff to the Minister for
Energy and Natural Resources,
Ministry of Environment and
Forestry Mr. Arifin Rudiyanto Deputy Minister for Maritime
Affairs and Natural Resources
Ministry of National
Development Planning / National
Development Planning Agency Ms. Musdhalifah Machmud
Coordinating Deputy Minister for
Food and Agriculture Coordinating
Ministry for Economic Affairs Mr. Budi Satyawan Wardhana
Deputy of Planning and
Cooperation Peatland Restoration Agency Ms. Myrna Asnawati Safitri Deputy of Education, Socialization, Participation, and Partnership Peatland Restoration Agency Mr. Nurwadjedi Deputy for Thematic Geospatial Information Geospatial Information Agency Ms. Agustina Murbaningsih Deputy of Administrative Secretariat of the Cabinet Mr. Herizal Deputy for Climatology
Agency for Meteorology,
Climatology and Geophysics
Mr. Hammam Riza
Deputy for Natural Resources, Development Technology Agency for the Assessment and
Application of Technology
Ms. Kirana Pritasari
Director General of Public
Health Ministry of Health
Ms. Lenny Nurharyanti
Rosalin
Deputy Minister for Child Growth
and Development Ministry of
Women Empowerment and Child
Protection
74
FCCC/CP/2018/INF.3
Indonesia (continued)
Mr. Brahmantya Satyamurti Poerwadi Director General of Marine Spatial Management Ministry of Marine Affairs and Fisheries
Mr. Rida Mulyana Director General of New, Renewable Energy and Energy Conservation Ministry of Energy and Mineral Resources Mr. Prasetyo Boeditjahjono
Senior Adviser to the Minister for
Technology, Energy & Environment
in Transport
Ministry of Transportation Mr. Agung Kuswandono Deputy Minister for Coordination of
Natural Resources and Services
Coordinating Ministry for Maritime
Affairs Mr. Safri Burhanuddin
Deputy Minister for Human
Resources, Science, Technology and
Culture of Maritime
Coordinating Ministry for Maritime
Affairs Mr. Tukul Rameyo Adi Senior Adviser to the Minister for Socio-Anthropology Agency for Marine and Fisheries
Research and Development
Ministry of Marine Affairs and
Fisheries Mr. Purbaya Yudhi Sadewa Deputy Minister of Maritime Sovereignty Coordinating Ministry for Maritime Affairs Mr. Wahjudi Wardojo Senior Adviser to the Minister
Secretariat General
Ministry of Environment and Forestry
Mr. Efransjah Senior Adviser to the Minister
Secretariat General of the Ministry of
Environment and Forestry
Ministry of Environment and Forestry
Mr. Agus Pambagio Senior Adviser to the Minister
Secretariat General of the Ministry of
Environment and Forestry
Ministry of Environment and Forestry
Mr. Suryo Adiwibowo Senior Advisor to the Minister for
Human Ecology and Village
Development Affairs Ministry of Environment and Forestry Mr. Makarim Wibisono
Senior Advisor to the Minister
Ministry of Environment and
Forestry Mr. Eka Widodo Soegiri
Expertise Staff to the Minister of
Strategic Analysis, Political
Accountability and Publication
Secretariat General Ministry of Environment and Forestry Mr. Arief Yuwono
Expert to the Minister on
Evaluation of International
Cooperation Affairs
Ministry of Forestry and the
Environment Ms. Nurmala Kartini Pandjaitan
Sjahrir Senior Advisor on Climate Change
Coordinating Ministry of Maritime
Affairs Mr. Asep Djembar Muhammad
Expert to the Minister for Inter-
Agency Relations
Office of Executive Secretary
Coordinating Ministry of Maritime
Affairs Mr. Fernandez Hutagalung
Special Staff to Minister
Ministry of Women’s
Empowerment and Child
Protection Mr. Andi Eka Sakya Senior Engineer BPPT National Laboratory for Weather Modification Technology Agency for the Assessment and Application of Technology
Mr. Agung Setyabudi Executive Secretary Directorate General of Climate Change Ministry of Environment and Forestry
Ms. Emma Rachmawaty Director for Mitigation of Climate Change Directorate General of Climate Change Ministry of Environment and Forestry
Ms. Sri Tantri Arundhati Director for Adaptation of Climate Change Ministry of Environment and Forestry Mr. Joko Prihatno Director of GHG Inventory and MRV Directorate General of Climate Change Ministry of Environment and Forestry Mr. Wahyu Marjaka Director of the Sectoral and Regional Resources Mobilization Directorate General of Climate Change Ministry of Environment and Forestry Mr. Raffles Brotestes
Panjaitan Director of Land and Forest Fires Management
Directorate General of Climate Change Ministry of Environment and Forestry
Mr. Djati Witjaksono Hadi Director for Bureau of Public Relations Secretariat General Ministry of Environment and Forestry
Mr. Noer Adi Wardojo
Director for Centre of Environment
and Forestry Standardization Ministry of Environment
and Forestry
75
FCCC/CP/2018/INF.3
Indonesia (continued)
Ms. Kirsfianti Linda Ginoga Director of Forest Research and Development Center Ministry of Environment and
Forestry Mr. Mahfudz Head of Data and Information Center Ministry of Environment and Forestry Mr. Ade Palguna Ruteka Head of Center for Planning and
Human Resources Development
Ministry of Environment and
Forestry Ms. Ida Dwi Nilasari
Deputy Assistant for Food Security,
Agriculture, Environment and
Forestry Deputy for Economic Affairs Cabinet Secretariat Mr. Wilistra Danny Assistant to the Deputy Minister
for Estate Crop Plantation and
Horticulture Office of Deputy Minister for
Food and Agriculture
Coordinating Ministry for
Economic Affairs Mr. Dyan Vidyatmoko Assistant
to the Deputy Minister for
Agribusiness Office of Coordinating Deputy
Minister for Food and Agriculture
Coordinating Ministry for
Economic Affairs Mr. Medrilzam Director of Environmental Affairs Ministry of National Development Planning Mr. Josaphat Rizal Primana Director for Energy, Mineral Resources and Minning Ministry of National Development Planning / National Development Planning Agency
Ms. Sri Yanti Director of Marine and Fisheries Ministry of National Development
Planning / National Development Planning Agency Mr. Parulian George Andreas
Silalahi Head of Bureau for Public Relation,
Executive Administration
Ministry of National Development
Planning / National Development
Planning Agency
Mr. Apik Karyana Secretary to the Directorate General of Social Forestry and Environmental Partnership Ministry of Environment and Forestry Mr. Sugeng Priyanto Director of Denunciation, Monitoring and Administration Sanction Directorate General of Environmental and Forestry Law Enforcement Ministry of Environment and Forestry Mr. Dwi Sudharto
Director of Forest Product Research
and Development Center Ministry of
Environment and Forestry
Ms. Sri Parwati Murwani Budi
Susanti Director for Peatland Degradation Control Directorate General for Environmental
Pollution and Degradation Control
Ministry of Environment and
Forestry Ms. Moekti Handajani Soejachmoen Assistant to the President's Special
Envoy for Climate Change Office of
the President's Special Envoy for
Climate Change Mr. Suparman Director Bureau of Planning The Coordinating Ministry of Maritime Affairs Ms. Nani Hendiarti
Director for Utilization of Maritime
Science and Technology Office of
Deputy Minister for Human
Resources, Science, Technology
and Culture of Maritime
Coordinating Ministry
for Maritime Affairs Mr. Sahat Manaor
Panggabean
Director for Environmental and
Maritime Disaster Coordinating
Deputy of Natural Resources and
Services Coordinating Ministry
of Maritime Mr. Dedy Miharja
Secretary to the Deputy
Coordinating Minister for
Maritime Sovereignty
Coordinating Ministry for
Maritime Affairs Mr. Dida Gardera
Director of Environment Office of Deputy for
Coordination in Energy, Natural
Resources, and Environmental
Management Coordinating
Ministry for Economic Affairs
Mr. Achmad Fachri Radjab
Director of Center for Puclic
Weather Services The Agency for Meteorology, Climatology, and Geophysics Mr. Dodo Gunawan Director for Center of Climate Change Information Office of Directorate General of Climatology The Agency for
Meteorology, Climatology, and Geophysics Mr. Rizal Edwin
Manansang
Assistant to the Deputy
Minister for Multilateral
Economic Cooperation and
Financing
Office of Deputy Minister for
Cooperation of International
Economy Coordinating Ministry for Economic Affairs
76
FCCC/CP/2018/INF.3
Indonesia (continued)
Mr. Kuwat Sri Hudoyo
Secretary to the Directorate
General of Public Health
Ministry of Health Mr. Imran Agus Nurali Director of Environmental Health Directorate General of Community Health, Ministry of Health Mr. Muhammad Ilyas Director of Laboratory for Marine Survey Technology Agency for the Assessment and
Application of Technology
Mr. Tri Handoko Seto Director of National Laboratory for
Weather Modification Technology Agency for the Assessment and Application of Technology Mr. Sigit Reliantoro
Secretary to the Directorate
General of Pollution and
Environmental Control
Ministry of Environment and
Forestry Mr. Dida Migfar Ridha
Director for Coastal and Marine
Pollution and Degradation Control
Directorate General of Pollution and
Environmental Degradation
Ministry of Environment and Forestry Mr. Ahmad Husien Al Muhdar
Head of Center for Sustainable
Transport Governance
Ministry of Transportation Mr. Tandya Tjahjana Director of Management of Essentials Ecosystem Development Ministry of Environment and Forestry Mr. Harris Director of Various of New and Renewable Energy Directorate General of New Renewable Energy and Energy Conservation Ministry of Energy and Mineral Resources
Mr. Fahmy Radhy Economic Energy Observer Bureau of Communication,
Public Information Services and Cooperation Ministry of Mineral Energy Resources Mr. Rudy Kurniady Head of Economic Section Embassy of Indonesia in Warsaw Ministry of Foreign Affairs Mr. Hubertus Djatmiko Witjaksono Head of Political Section Embassy of Indonesia in Warsaw Ministry of Foreign Affairs
Mr. Teguh Rahardja Deputy Director of the Multilateral Cooperation Bureau of International Cooperation Ministry of Environment and Forestry Mr. Kadim Martana Deputy Director of International Treaty Bureau of International Cooperation Ministry of Environment and Forestry Mr. Lawin Bastian Head of Division for
Laws, Regulation and
Technical Cooperation Directorate General of Climate Change Ministry of Environment and Forestry Ms. Ulin Sjafitri Head of Financial and Home Affairs Secretariat of Directorate General of Climate Change Ministry of Environment and Forestry
Ms. Novia Widyaningtyas Deputy Director of REDD+ Directorate of Climate Change
Mitigation, Directorate General of Climate Change Ministry of Environment and Forestry Ms. Yulia Suryanti Deputy Director of Monitoring of Mitigation Actions Directorate General of Climate Change Mitigation Ministry of Environment and Forestry Ms. Endang Pratiwi Deputy Director for Planning
of Mitigation Instrument and
Policy
Directorate General of Climate
Change Ministry of Environment and Forestry Mr. Arif Wibowo Deputy Director for
Identification and Analysis of
Vulnerability Directorate for
Climate Change Adaptation
Ministry of Environment and Forestry Ms. Tri Widayati Deputy Director for Manmade
Ecology Adaptation
Directorate of Climate Change
Adaptation, Directorate General
of Climate Change
Ministry of Environment and Forestry Ms. Anis Susanti Aliati
Deputy Director for
Adaptation Planning Directorate of Climate Change
Adaptation, Directorate General
of Climate Change Ministry of Environment and Forestry Ms. Belinda Arunarwati
Margono
Deputy Director of MRV and
Registry for Land-Based Sectors
Directorate General of Climate
Change Ministry of Environment and Forestry
77
FCCC/CP/2018/INF.3
Indonesia (continued)
Ms. Ratnasari Deputy Director for GHG
Inventory of Non Land-based
Sectors, Directorate of GHG
Inventory and MRV Directorate
General of Climate Change Ministry of Environment and Forestry Mr. Budiharto Deputy Director of MRV of Land
Based Sector Directorat General of Climate Change Ministry of Environment and Forestry Mr. Hariwibowo Deputy Director of Monitoring,
Reporting, Verification and
Registry System for Non Land-
based Sector Directorate General of Climate
Change Ministry of Environment and
Mr. Radian Bagiyono Deputy
Director for Climate Change
Negotiation Facilitation Directorate
General of Climate Change
Ministry of Environment and
Forestry
Ms. Ardina Purbo Deputy Director of Capacity Development and Low Carbon Technology Directorate General of Climate Change Ministry of Environment and Forestry Ms. Endah Tri Kurniawaty Deputy
Director for Climate Finance Directorate General of Climate Change Ministry of Environment and Forestry Mr. Anak Agung Gede Putra Head
of Agency for Climate Change and
Forest Fire Control for Java, Bali, and
Nusa Tenggara Regions
Directorate General of Climate Change Ministry of Environment and Climate Change Mr. Johny Santoso Head of Agency for Climate Change
and Forest and Land Fires for
Kalimantan Region Directorate
General of Climate Change Ministry of Environment and Forestry Mr. Sabari Christian Mambor
Head of Agency for Climate Change
Control and Forest Land Fires for
Maluku and Papua Regions Directorate General of Climate Change Ministry of Environment and Forestry Mr. Satryo Bramono Brotodiningrat Foreign Service Officer Directorate of Development, Economic and Environmental Affairs, Directorate General of
Multilateral Affairs Ministry of
Foreign Affairs Mr. Zaenal Arifin Head of Division for Environment and
Forestry Office of the Deputy Cabinet Secretary
for the Economy Cabinet Secretariat Ms. Fauzana Mahmoed Thalib
Deputy to Assistant of President's
Special Envoy for Climate Change
Office of the President's Special Envoy
for Climate Change Ms. Ajeng Rachmatika Dewi
Andayani Deputy to Assistant of the
President's Special Envoy for
Climate Change Office of the President's Special
Envoy for Climate Change Mr. Kus Prisetiahadi Deputy Director for Marine Environment Protection Deputy Minister for Coordination of
Natural Resources and Services
Coordinating Ministry for
Maritime Affairs Ms. Siti Nissa Mardiah Head of Division for Maritime
Disaster Management
Coordinating Deputy of
Natural Resources and
Services Coordinating
Ministry for Maritime Affairs Mr. Ridha Yasser Deputy Director for
Development of Science &
Technology for New and
Renewable Energy Applications Office of Deputy
Coordinating Minister for
Human Resources, Science
and Technology and Maritime
Culture Coordinating
Ministry for Maritime Affairs Mr. Mochamad Saleh
Nugrahadi
Deputy Director for the
Integration of Marine
Observation System Deputy
Minister for Human Resource,
Science & Tecnology and
Maritime Culture Coordinating
Ministry for Maritime Affairs Mr. Andreas Albertino
Hutahaean Deputy Director for
Maritime
Industry Empowerment Office
of Deputy Minister on Human
Resource, Science-Technology
and Maritime Culture
Coordinating Ministry of
Maritime
Mr. Ardhasena
Sopaheluwakan
Deputy Director for Climate
and Air Quality Research Center for Research and Development The Agency for Meteorology, Climatology, and Geophysics
78
FCCC/CP/2018/INF.3
Mr. Edi Husen Researcher at Indonesian Soil Research Institute Indonesian Agency for Agriculture
Research & Development Ministry of
Agriculture Ms. Emmy Suryandari Head of Division for Energy and Water Management R & D Center for Green Industry
and Environment Ministry of
Industry Ms. Damayanti Ratunanda Head of Division for Program and Evaluation Directorate General of
Environmental and Forestry Law
Enforcement Ministry of Environment and Forestry Mr. Israr Albar Head of Climate Change and
Land & Forest Fire Office for
Sumatra Region Directorate General of Climate
Change Ministry of Environment and Forestry Mr. Agus Wibowo
Deputy Director of Climate Change Office of Deputy Minister on
Coordination in Energy, Natural Resources and Environmental
Management Coordinating Ministry for Economic Affairs
Mr. Hageng Suryo Nugroho Adviser for Environmental and Forestry Sector Department of Analysis and Oversight Strategic Issues on Social, Cultural and Ecological Affairs Executive Office of the President Ms. Jelsi Natalia Marampa Deputy Director of Waste and Radiation Security Directorate of Environmental Health, Directorate General of Public Health Ministry of Health
Mr. Eka Hendra Permana
Deputy Director for Fiscal Policy
on Climate Change Fiscal Policy Agency
Ministry of Finance Mr. Dudi Rulliadi Deputy Director for International
Cooperation of Climate Finance,
Center for Climate Finance and
Multilateral Policy Fiscal Policy Agency
Ministry of Finance Mr. Awidya Santikajaya Counselor Economic Affairs 1 Permanent Mission of the Republic
of Indonesia to the UN and other
International Organizations in
Geneva Mr. Ferry Triansyah Head of Sub Directorate of Electricity Technical Personnel Directorate General of Electricity Ministry of Energy and Mineral Resources Ms. Diyah Ramadani Agustini First Secretary Embassy of the Republic of Indonesia in Warsaw Ministry of Foreign Affairs Mr. Jaya Dharwiniar Cipta Head
of Section for Technical
Cooperation Secretariat of Directorate General of Climate Change Ministry of Environment and Forestry Mr. Haryo Pambudi Head of Sub Division for REDD+ Governance Directorate of Climate Change Mitigation Ministry of Environment and Forestry Mr. Wisnu Murti Head of Section for Capacity Building Directorate of Sectoral and
Regional Mobilization
Ministry of Environment and
Forestry
Ms. Rizki Amelgia Assistant to Deputy Director
of Low Carbon Technology
Information Directorate General of Climate Change Ministry of Environment and Forestry Ms. Lia Kartikasari Head of Section for
REDD+'s Partner
Networking Directorate
General of Climate Change Ministry of Environment
and Forestry Ms. Wukir Amintari Rukmi Head of Section for the
Facilitation of UNFCCC
Negotiation
Directorate General of Climate
Change Ministry of Environment and Forestry Ms. Saptuti Gamayanti Head of Section for Facilitation
of Non UNFCCC Negotiation
Directorate General of Climate
Change Ministry of Environment and Forestry Ms. Akma Yeni Masri
Head of Section for GHG
Inventory of Energy and
Industrial Sectors
Directorate General of Climate Change Ministry of Environment and Forestry Mr. Ferdian Krisnanto Head of Section for Prevention Technics Directorate of Forest and Land Fires Management Ministry of Environment and Forestry Mr. Rasyd John Uno
Head of Sub Division
for Legislation Directorate General of Climate Change Ministry of Environment and Forestry
79
FCCC/CP/2018/INF.3
Ms. Gamma Nur Merrillia
Sularso
Technical Staff of MRV for Land
Based Sector Directorate of Inventory GHG
and Monitoring, Reporting, and
Verification (MRV), Directorate
General of Climate Change
Ministry of Environment and
Forestry Mr. Rizki Maulana Rachman Staff Directorate of Sectoral and Regional Resources Mobilization, Directorate General of Climate Change Ministry of Environment and Forestry Ms. Anna Amalia Associate Planner Directorate of Environmental Affairs Ministry of National
Development Planning / National Development Planning Agency Mr. Nugrahadi Hendro
Yuwono Functional Diplomat at
Directorate of Legal Affairs and Economic Treaties Directorate General of Legal Affairs and International Treaties Ministry of Foreign Affairs Ms. Anggarini Sesotyoningtyas Diplomat Directorate of Development, Economic, and Environment Ministry of Foreign Affairs Mr. Ihsan Wicaksono Nugroho Diplomat Directorate of Development, Economic, and Environment
Ministry of Foreign Affairs
Mr. Rahmat Kurniawan
Functional Diplomat
Directorate General of Legal
Affairs and International
Treaties Ministry of Foreign
Affairs
Mr. Ibnu Firdaus Bakhri Head of Sub Division for
Poverty Eradication Office of the Deputy Minister
for Human Development and
Culture Secretariat of the
Cabinet Ms. Dewi Wulansari Analyst Office of the Deputy Minister
for Human Development and
Culture Secretariat of the
Cabinet Ms. Kristin Darundiyah
Head of Section for
Radiation Security Directorate of Environmental Health, Directorate General of Public Health Ministry of Health Mr. Aulia Putra Saragih Head
of Section for Climate Change
Adaptation Office of Deputy Assistant for Environment Coordinating Ministry for Economic Affairs Mr. Aulia Biben Setyabudi
Adviser on Environmental Issues
Department of Analysist and
Oversight of Strategic Issues on
Social, Cultural, and Ecological
Affairs The Executive Office of
President of the Republic of
Indonesia Mr. Rizky Aulia Rahman Head of Subdivision for
Climate Change International
Forum Center for Climate
Finance and Multilateral
Policy Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance Ms. Silvany Austin Pasaribu
Second Secretary Economic
Affairs Permanent Mission of the
Republic of Indonesia to the UN
in New York
Ms. Anastasia Rita Tisiana
Dwi Kuswardani
Head of Research Group on Climate Change Agency for Marine and
Fisheries Research and Human
Resources Development Ministry of Marine Affairs and Fisheries Mr. Erick Hutrindo Energy Modeler and Trainer Human Resources Development Center for Electricity, New Energy, Renewable Energy and Energy Conservation Ministry of Energy and Mineral Resources Mr. Herbert Wibert
Victor Hasudungan Head of Sub Division for
Analysis and Evaluation Research and Development
Center of Electricity Technology,
New and Renewable Energy, and
Energy Conservation Ministry of Mineral Energy Resources Mr. Muhammad Farid Member of Expert Teams to the National Focal Point Expert Team to the National Focal Point for UNFCCC Mr. Ernesto Second Secretary Embassy of the Republic of Indonesia in Prague, Czech Republic Mr. Cosa Wahyu Afiyanto Head of Sub Division on Protocol to the Minister Bureau for General Affairs
Ministry of Environment
and Forestry Mr. Budi Santoso Personal Assistant to the Minister Secretariat General Ministry of Environment
and Forestry Ms. Nila Christinauli Personal Secretary to the Minister Secretariat General Ministry of Environment and Forestry
80
Mr. Eko Rustanto Winardi Staff Indonesian Embassy in Warsaw
Ms. Monica
Tanuhandaru Executive
Director Senior
Management Partnership
for Governance Reform
Ms. Dewi Lestari Yani
Rizki Program Director
Sustainable Governance
Strategic Partnership for
Governance Reform Ms. Henriette Imelda
Regional Advocacy Officer
on Green and Inclusive
Energy HIVOS Southeast
Asia Mr. Hardiv Harris Situmeang Chairman Indonesian National Committee - World Energy Council Ms. Denia Aulia Syam Project Manager and Advocacy Specialist Zurich Flood Resilience Alliance Mercy Corps, Indonesia Mr. Mahawan Karuniasa
Marmono Advisor for Academic
Quality Assurance and
Partnership School of
Environmental Science
University of Indonesia Mr. Sumantri Deputy Director of Planning
for Forest and Land Fires
Control Directorate General
of Climate Change Ministry of Environment and Forestry Mr. Syaiful Anwar Director for Center of Research
and Development for
Socioeconomic Policy and
Climate Change Research, Development and Innovation Agency Ministry of Environment and Forestry Mr. Alue Dohong Deputy Head for
Construction, Operation, and
Maintenance Construction,
Operation, and Maintenance Peatland Restoration Agency Mr. Montty Girianna
Deputy for Coordination of
Energy, Natural Resources,
and Environmental
Management Coordinating
Ministry for Economic
Affairs
Ms. Amanda Katili
Head of Expert Team Office of the President's
Special Envoy for Climate
Change Ms. Haruni Krisnawati Senior Researcher Research, Development and Innovation Agency Ministry of Environment and Forestry Mr. George Bisay Lekahena
Consular and Protocol Section
Embassy of the Republic of
Indonesia in Warsaw Ministry of
Foreign Affairs Ms. Retno Maryani Researcher R&D on Social Economics Policy and Climate Change Ministry of Environment and Forestry Ms. Erna Rosdiana Director of Social Forestry Area Preparation Directorate General of Social Forestry and Environmental Partnership Ministry of Environment and Forestry Mr. Muhammad Said Director of Tenurial Conflict Resolution and Customary Forest Directorate General of Social Forestry and Environmental Partnership Ministry of Environment and Forestry Ms. Felia Sjarifah Romana Salim Chairperson Executive Board
Partnership for
Governance Reform
Mr. Bambang Supriyanto Director General of Social Forestry and Environmental Partnership Ministry of Environment and Forestry
Ms. Erna Witoelar Advisory Council Indonesia
Biodiversity Conservation Trustfund (Yayasan Kehati)
81
9.3 Dokumentasi Delegasi Republik Indonesia
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada pembukaan Paviliun Indonesia
Menteri Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ BAPPENAS pada sesi wawancara dengan
media internasioal DW
82
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman pada sesi Ocean Day di Paviliun Indonesia
Menteri Kelautan dan Perikanan menjadi Panelis pada Oceans Action Day
83
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyampaikan National Statement pada Pertemuan the
Resume High-Level Segment, 12 Desember 2018
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan didampingi oleh Dirjen PPI pada
Pertemuan 10 Tahun REDD+
84
Menteri LHK pada Ministerial Katowice Declaration on Forest for Climate
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama Delegasi RI
85
Ketua Tim Negosiasi DELRI menyampaikan Intervensi pada Pertemuan the Stocktake on Pre-2020 Implementation and Ambition (Technical Part)
Dirjen PPI dan Indonesia NFP untuk UNFCCC memimpin koordinasi awal Tim Negosiasi DELRI
pada 3 Desember 2018
86
Tim Negosiasi DELRI pada COP-24
Dirjen PPI menjadi pembicara pada Pertemuan Implementation of REDD+ in the Context of Paris Agreement
87
Intervensi Lead Negotiator Isu Mitigasi/ NDC
Lead Negosiator Isu Artikel 6 Perjanjian Paris menjadi Fasilitator pada Pertemuan Informal
Consultations among Parties on Article 6 of the PA
Intervensi Lead Negotiator Isu Gobal Stocktake
88
Intervensi Delegasi RI pada Pertemuan APA Agenda Item Transparency Framework for Action and Supports
Koordinasi Tim Negosiasi DELRI
Indonesia NFP for UNFCC menjadi Panelis pada ITUC Side Event: Just Transition and Decent Work
89
Koordinasi Tim Negoasiasi DELRI
=
Ketua Tim Negosiasi DELRI memberikan intervensi pada Pertemuan Stocktake APA Agenda Item 3-8
90
Delegasi Republik Indonesia pada Pertemuan Penutupan COP-24
DELRI COP-24 pada akhir Penutupan COP-24
91
92
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim
Gedung Pusat Kehutanan Manggala Wanabakti Blok VII Lt.12 Jl. Jend. Gatot Subroto – Jakarta
top related