pemanfaatan hasil penelitian dalam perancangan … · ii. karakteristik pergerakan di kawasan...
Post on 09-Mar-2019
223 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PEMANFAATAN HASIL PENELITIAN DALAM PERANCANGAN KOTA KASUS STUDI: PERANCANGAN KORIDOR LEGIAN, KAWASAN PARIWISATA
KUTA Widiastuti, Universitas Udayana
Wiwied@ar.unud.ac.id
ABSTRACT Kuta is known as dense tourism area. At the beginning, this area was a fisherman housing area and
developed as harbor visited by overseas merchandises.
Now Kuta’s development give different character with another Balinese area. Development of new roads is
augmented new function. From this linked system, all movements are flowing and ending. Image of Kuta is
formed as a dense and unorganized tourism area. Then the improvement of this image is necessary and the
designing of Kuta’s linked system was done for this objective. The designing was started by research of the
character of movement: i.e. origin and destination, variety and number of movement’s actors, object pulling
the movement, people’s behaviors on the streets and the people’s problems are faced.
This research result that the movement is dominated by tourist (domestics and internationals). In addition,
the movement is influenced by collective movement, origin of movement that are from hotels and housing
(internal) and others Balinese cities (external), destinations of movements that are to the beach (noon-
afternoon) and to tourism facilities (night), the problems faced the tourist for examples noise, on street
parking, informal sectors.
The results were applied as recommendations in linkages system design to define land use in Legian
corridors, circulation and parking system, pedestrian ways, and open space. Hence the design of Legian
corridors yielded by research approach are better to create safety, pleasant, unique characters, and
beautiful environment.
Keywords: research, linkage system, urban corridors, urban design, Kuta tourism area.
ABSTRAK
Kawasan Kuta terkenal sebagai kawasan pariwisata yang sangat padat. Pada awalnya kawasan ini
merupakan kawasan permukiman nelayan yang berkembang menjadi pelabuhan yang dikunjungi pedagang
dari berbagai wilayah. Berbaurnya penduduk dengan wisatawan menjadikan kawasan ini makin dikenal.
Perkembangan Kuta yang tidak direncanakan memberikan karakter kota yang berbeda dengan wilayah
lainnya. Pembukaan jalan-jalan baru meningkatkan fungsi-fungsi baru. Dari sistem penghubung inilah
berbagai jenis pergerakan mengalir dan berhenti. Dari pergerakan yang padat dan semrawut inilah tercipta
citra Kuta yang macet, tidak teratur dan padat. Perbaikan citra inilah yang dilakukan dalam perancangan
sistem penghubung Kawasan Wisata Kuta. Untuk tujuan tersebut pemahaman terhadap karakter
pergerakan baik asal dan tujuan pergerakan, karakteristik pergerakan, jenis dan jumlah pelaku pergerakan,
objek yang menarik pergerakan, perilaku pelaku pergerakan, dan permasalahan yang dihadapi pelaku
pergerakan.
Dari penelitian tersebut diperoleh bahwa pergerakan didominasi oleh wisatawan baik nusantara maupun
mancanegara, dengan pergerakan berkelompok, dengan asal pergerakan hunian-hunian baik wisata
maupun penduduk dari dalam Kuta mupun dari luar kawasan, tujuan utama pantai (siang-sore) dan tempat
makan dan hiburan (malam), serta permasalahan-permasalahan utama seperti kebisingan, parkir tepi jalan,
kerumunan pedagang acung atau sektor informal.
Hasil penelitian ini digunakan sebagai rekomendasi dalam perancangan terutama dalam menentukan tata
guna lahan, sistem sirkulasi dan parkir, jalur pejalan kaki, dan tata hijau. Dengan pendekatan penelitian
tersebut diharapkan perancangan kawasan Kuta dapat menciptakan lngkungan binaan yang berkarakter
dan beridentitas yang dapat dinikmati dengan aman, nyaman, dan dapat dikenang secara positif.
Kata kunci: penelitian, sistem penghubung, koridor, perancangan kota, kawasan pariwisata Kuta.
I. PENDAHULUAN erancangan koridor sebuah jalan sangat berkaitan dengan elemen-elemen sistem
penghubung. Sistem penghubung mencakup aspek-aspek fisik dan non fisik ( Maki, 1976;
Trancik, 1986; Danisworo; 1994 ). Aspek-aspek tersebut meliputi : (John R.Short, 1984 : 65
– 83): Sosial Budaya, Fisik / Lingkungan, dan Sosial Ekonomi.
Aspek ekonomi mencakup pengertian : karakteristik pemilikan kendaraan, pilihan-pilihan moda
bagi pergerakan yang dilakukan oleh pelaku, kecenderungan perkembangan fungsi-fungsi
kawasan komersial yang menggeser fungsi hunian dan karakteristik dari fungsi-fungsi
berkembang tersebut. Aspek fisik / lingkungan mencakup kondisi jalan dengan sirkulasinya,
parkir, jalur pedestrian, jenis dan karakteristik penunjang kegiatan, tata bangunan yang
menunjang sistem penghubung, tata informasi, ruang terbuka, kondisi iklim. Aspek sosial
budaya meliputi hal-hal yang memberikan karakteristik tersendiri bagi suatu sistem penghubung
yang berkaitan dengan warna lokal seperti jenis kegiatan, karakteristik manusia terutama tata
nilai, norma kebiasaan dan kepercayaan yang dianut, perilaku, persepsi tentang sistem
penghubung, harapan-harapan akan kondisi sistem penghubung yang baik. Keseluruhan aspek
tersebut menunjukkan adanya tiga keterkatian dalam wujud sistem penghubung dalam kawasan
pariwisata Kuta yaitu :
keterkaitan fungsional yang diwujudkan dalam bentuk : peruntukan lahan, sirkulasi ( jalan )
dan parkir, jalur pedestrian, penunjang kegiatan
keterkaitan visual yang diwujudkan dalam bentuk tata bangunan, ruang terbuka, tata
informasi
keterkaitan lingkungan : diwujudkan dalam bentuk karakteristik lingkungan non fisik
yaitu karakteristik manusia (wisatawan, penduduk, pengusaha, sektor informal ) termasuk
didalamnya karakteristik kegiatan (rekreasi, belanja, sosial keagamaan), latar belakang
budaya, karakteristik ekonomi (pendapatan, mata pencaharian), tata nilai yang dianut
(Arsitektur Tradisional Bali), kepercayaan (Hindu), persepsi, peraturan dan kebijakan
pemerintah, sumber pendanaan yang dapat mewujudkan fisik sistem penghubung yang
dikehendaki. Bentuk lain adalah karakteristik lingkungan fisik yang berupa kondisi iklim,
topografi dan sebagainya.
Dalam perencaanaan dan perancangan suatu fasilitas (Palmer; 1981 : 19 ) faktor-faktor yang
harus diperhatikan adalah faktor manusia (human factor) yang menyangkut kegiatan, perilaku,
karakteristik kependudukan, sosial, budaya, tata nilai dan sebagainya, faktor fisik (phisical
factors) dan faktor eksternal (external factors ) yang berkaitan dengan peraturan, ekologi,
pembiayaan, waktu pelaksanaan dan sebagainya. Untuk faktor fisik yang berkaitan dengan
sistem penghubung aspek yang dibahas adalah iklim, peruntukan lahan, sirkulasi kendaraan,
parkir, jalur pedestrian, tata bangunan, tata informasi, ruang terbuka.
Berkaitan dengan perencanaan dan perancangan sistem penghubung faktor-faktor di atas
dijadikan dasar dalam kerangka analisis. Faktor manusia dalam sistem penghubung akan
merupakan wujud dari keterkaitan lingkungan sosial ekonomi dan budaya dari pelaku-pelaku
kegiatan dalam sistem penghubung kawasan ini. Faktor fisik dalam sistem penghubung akan
merupakan wujud keterkaitan fungsional dan visual. Faktor ekternal merupakan keterkaitan
lingkungan non fisik yang berasal dari luar manusia pelaku di dalamnya namun sangat
menentukan dalam perwujudan sistem penghubung di Kuta (pemerintah dengan kebijakan-
kebijakannya) dan lingkungan fisik yang sangat dipengaruhi oleh kawasan disekitarnya (iklim,
topografi, ekologi dan sebagainya). Penelitian yang akan dilakukan ditekankan pada faktor
manusia (human factor) sebagai penentu perancangan.
P
II. KARAKTERISTIK PERGERAKAN DI KAWASAN PARIWISATA KUTA A. JENIS DAN JUMLAH PELAKU PERGERAKAN
Dengan peningkatan jumlah wisatawan sekitar 8,43 % pertahun, kunjungan wisatawan di
Kelurahan ini merupakan kawasan paling banyak dikunjungi oleh wisatawan. Pada saat padat
wisatawan (peak season) tingkat hunian hotel berkisar 80 %. Dengan jumlah kamar hotel dan
penginapan adalah 13202 kamar maka pada musim ini diperkirakan akan ada 10561,6 kamar
yang dipenuhi oleh wisatawan. Bila diperhitungkan 1 kamar dihuni 1,5 wisatawan maka pada
musim padat wisatawan akan terdapat 15842,4 orang di kawasan ini. Jumlah itu akan meningkat
pada tahun 2010 dengan peningkatan 8,43 / tahun menjadi 16968 wisatawan. Peningkatan
tersebut sangat mungkin terjadi mengingat bahwa 82,2 % responden wisatawan menyatakan
ingin kembali lagi ke Kuta. Dengan meningkatnya wisatawan tersebut maka akan meningkat pula
kebutuhan dari kepariwisataan.
Sebagian besar wisatawan yang datang ke Kuta adalah wisatawan muda ( 60 % dari responden
berusia 20 – 30 tahun ) dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah Dengan Karakter
wisatawan Asing yang berkunjung ke Kuta sebagian besar adalah wisatawan muda, maka jenis
fasilitas yang dibutuhkan aakan sesuai dengan kebutuhan usia ini. Sebagian besar wisatawan
yang datang ke Kuta adalah wisatawan muda (60 % dari responden berusia 20 – 30 tahun)
dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah.
B. OBYEK WISATA YANG MENARIK PERGERAKAN WISATAWAN
Atraksi atau objek wisata yang utama di Kelurahan Kuta adalah Pantai Kuta yang terkenal
dengan pasir putihnya yang indah dan panorama sunset yang bisa dilihat setiap sore. Atraksi lain
yang menarik wisatawan datang ke Kuta adalah kehidupan sehari-hari masyarakatnya baik
berupa benda-benda budayanya (Pura, Banjar) maupun kehidupan sosial dan ritualnya (
upacara-upacara )yang didasari oleh agama Hindu. Hal itu ditunjang dengan prosesi keagamaan
yang dilakukan secara berkala (Melasti, yang diadakan setahun sekali menjelang Nyepi) dan
temporer (Mukur, membuang abu ke laut setelah upacara pengabenan) yang dilakukan ditepi
pantai, Ngaben serta banyak upacara keagamaan dan adat lainnya.
Bagi wisatawan kehidupan kepariwisataan yang terjadi juga merupakan daya tarik tersendiri
untuk datang ke Kuta. Dari 90 responden wisman 29,63 % menyatakan tertarik pada atraksi ini
sehingga datang ke Kuta, sedang bagi 28,13 % dari wisnus atraksi ini juga merupakan daya tarik
yang mendorongnya datang ke Kuta. Tabel 1 berikut menunjukkan motivasi kunjungan
wisatawan ke Kuta .
Tabel 1 motivasi kunjungan wisatawan ke Kuta
Atraksi
Pelaku
Pantai
Budaya
Kehidupan Pariwisata
Lain-lain
Wisatawan
Wisnus 65,5 % 25 % 28,13 % 9,4 %
Wisman 85,2 % 37,04 % 29,63 % 3,7 %
C. KARAKTERISTIK PERGERAKAN PELAKU 1. Moda Pergerakan Masuk Keluar Kawasan
Sebagian besar pelaku pergerakan baik keluar maupun dalam KP Kuta melakukan pergerakan
dengan kendaraan pribadi. Kondisi ini sejalan dengan tingginya pemilikan kendaraan pribadi
yang diperkuat dengan tidak nyamannya transportasi umum.
Tabel 2 Persentase Moda Angkutan yang Digunakan Responden
RESPONDEN
MODA
KENDARAAN PRIBADI KENDARAAN UMUM JALAN KAKI LAIN-LAIN
PENDUDUK 98,6 % 5,6 % 30,96 % -
WISNUS 59,4 % 18,75 % 6,25 % 21,875 %
WISMAN 40,7 % 48,2 % 14,8 % 11 %
SUMBER : EKPLORASI LAPANG
Bila ditelusuri lebih lanjut dari jumlah wisman dan wisnus yang menggunakan kendaraan umum,
85 % memilih taksi sebagai moda pergerakannya. Sisanya transport lain yaitu bemo dan bus
untuk yang ikut rombongan. Sedangkan lain-lain adalah kendaraan yang disewa (rental) untuk
digunakan secara pribadi.
2. Asal dan Tujuan Pergerakan
Pada dasarnya ada beberapa pergerakan yang terdapat dalam Kelurahan Kuta. Macam
pergerakan tersebut adalah :
a.Pergerakan ke tempat kerja
b. Pergerakan berbelanja
c. Pergerakan wisata
d. Pergerakan kegiatan sosial dan ritual
Setiap kelompok pelaku kegiatan memiliki tujuan pergerakan utama tersendiri. Dari hasil
pengamatan lapangan dan wawancara, ditarik kesimpulan mengenai pergerakan masing-masing
kelompok pelaku.
Asal pergerakan wisman yaitu luar kawasan dan dalam kawasan. Dari dalam kawasan
pergerakan wisman berasal dari hotel maupun rumah penduduk yang berupa penginapan,
home stay.
Tujuan utama pergerakan wisman dalam kawasan ini adalah tujuan rekreasi ( jalan-jalan,
istirahat, belanja), berikutnya adalah tujuan kerja dan terakhir adalah tujuan lain (bertemu
teman, cari teman baru, kebetulan lewat, lain-lain ).
Moda pergerakan yang paling banyak digunakan oleh wisman adalah kendaraan umum,
kemudian kendaraan pribadi dan terkhir jalan kaki.
Atraksi wisata yang paling menarik kunjungan wisman adalah pantai kemudian kehidupan
wisata, budaya.
Belanja 77,5 % Rekreasi 46,5 % Kerja 9,86 % Sosial/Ritual 49,3 %
Keluar Kawasan
Moda :
Jalan Kaki 1,4 %
Kendaraan Pribadi 85,9 %
Kendaraan Umum 4,63 %
Hunian Sistem Penghubung
Kerja 42,25 %
Moda :
Jalan Kaki 30,96 %
Kendaraan Pribadi 98,6 %
Kendaraan Umum 5,6 %
Dalam Kawasan
Belanja 67,6 % Kerja 38,62 % Rekreasi 36,62 % Sosial/Ritual70,42%
Gambar 1. Karakteristik Pergerakan Penduduk
(Sumber : Ekplorasi Lapang dan Analisis)
Luar kawasan
Moda :
Kendaraan Pribadi 40.7 %
Kendaraan Umum 48,2 %
Lain-lain 11,11 %
Istirahat 25,9 %
Belanja 51,65 %
Jalan-jalan 55,6 %
Cari teman baru 7,4 %
Kerja 14,8 %
Hotel Sistem Penghubung Bertemu Teman 18,5
Rumah Kebetulan Lewat 7,4 %
Moda : Lain-lain 7,4 %
Jalan 14,8 %
Pantai Budaya Kehidupan wisata Lain-lain
85, 2 % 37,04 % 29,63 3,7 %
Gambar 2 Karakteristik pergerakan wisman
( Sumber : Ekplorasi Lapang)
Luar kawasan
Moda :
Kendaraan Pribadi 59,38 %
Kendaraan Umum 18,75 %
Lain-lain 21, 875 %
Istirahat 15,63 %
Belanja 28,13 %
Jalan-jalan 43,75%
Cari teman baru 6,25 %
Kerja 25 %
Hotel Sistem Penghubung Bertemu Teman 18,75 %
Rumah Kebetulan Lewat 15,63 %
Moda : Lain-lain 6,25 %
Jalan 6,25 %
Pantai Budaya Kehidupan Wisata Lain-lain
65,5 % 25 % 28,13 % 9,4 %
Gambar 3 Karakteristik Pergerakan Wisnus
(Sumber : Ekplorasi Lapang)
D. PERILAKU DAN PERSEPSI PELAKU TENTANG SISTEM PENGHUBUNG
Persepsi ini dilakukan dengan teknik wawancara terhadap pengguna sistem penghubung di
Kelurahan Kuta (wisatawan, penduduk dan pedagang). Dengan mengetahui persepsi ini dapat
diketahui kekurangan dan kelebihan dari sistem penghubung di Kelurahan Kuta serta kondisi
yang diinginkan pemakai. Sedangkan perilaku diamati untuk dapat mengetahui karakteristik
pergerakan wisatawan di KP Kuta ini.
1. Masalah yang Mengganggu dan Menghambat Perjalanan
Berdasarkan kerangka teoritik yang ada, dapat diperkirakan permasalahan-permasalahan yang
mungkin ada dalam KP Kuta ini. Namun dengan pertimbangan bahwa teori bersifat sangat
umum, maka permasalahan tersebut diujikan pada pengguna sistem penghubung ini. Berikut
adalah daftar permasalahan yang dirasakan oleh pengguna mengganggu dan menghambat
perjalanan atau usahanya
Tabel 3 Daftar Permasalahan yang Dirasakan Responden Dalam Sistem Penghubung di Kuta
RESPONDEN WISMAN WISNUS PENDUDU
K
PENGUSAHA
MASALAH ( % ) ( % ) ( % ) ( % )
Kesibukan lalu lintas / bising 66,67 68,75 3
Jaringan transportasi umum tidak lancar 12,68
Kemacetan Lalu Lintas 74,65
Sempitnya Jalur Jalan 63 43,75 35,21 6,1
Sempitnya Trotoar 37,4 40,6 7,04 15,15
Parkir Tepi Jalan 51,85 31,25 28,17
Trotoar dan jalan kurang teduh / kurang nyaman 44,5 18,75 24,24
Tidak ada fasilitas parkir 44,5 43,35 32,4
Parkir yang ada terlalu jauh 26,76 24,24
Padatnya lalu lintas 33,3 40,625 42,25 15,15
Iklim ( panas / hujan ) 18,52 34 4,23
Kurangnya penerangan 11,11 47 1,48
Trotoar kurang bersih 63 28,13 1,48
Kerumunan pedagang acung dan kaki lima 51,85 53 74,65 60,6
Kurangnya tempat peristirahatan dan kelengkapan jalan 29,63 9,4 5,63
Trotoar sering dibongkar pasang 26,76
Banjir saat hujan 28,17
Kurang aman di jalan 18,52 31,25 9,86 9,1
Sumber : Ekplorasi lapang
Dari permasalahan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa masalah lalu lintas (kesibukan,
kemacetan, dan sempitnya jalan) merupakan masalah terbesar yang dirasakan pengguna.
Masalah tersebut hampir sama besarnya dengan masalah kerumunan pedagang acung yang
merupakan hambatan bagi pemakai jalan. Sempitnya trotoar dan parkir merupakan masalah
kedua yang dihadapi pengguna.
2. Harapan Responden Terhadap Perbaikan Sistem Penghubung
Dengan permasalahan yang dirasakan, responden memiliki harapan-harapan tertentu terhadap
usaha-usaha perbaikan yang dirasakan perlu dilakukan. Berikut daftar hal-hal yang perlu
diperbaiki menurut responden
Tabel 4 Daftar Usulan Perbaikan yang Diajukan Responden Terhadap Sistem Penghubung di Kuta
Responden Penduduk Pengusaha Wisnus Wisman
Harapan ( % ) ( % ) ( % ) ( % )
Perlebar jalan 45,07 15,15 53,13 40,7
Mengatur Lalu Lintas 43,66 12,12
Perlebar Jalur Pejalan Kaki 18,18 34,375 22,22
Bebaskan jalan dari PKL dan PA 63,63 28,13 33,3
Jalan diperlebar, PA dibebaskan 3
Beri tempat sendairi bagi PKL dan PA 46,5 3 31,25 25,9
Penataan bangunan di sepanjang Jalan 7,04 3
Kelengkapan Pejalan Kaki 19,72 15,15 34,375 22,22
Bebaskan jalan dari parkir 43,75 44,1
Bebaskan jalan dari Lalu Lintas Kendaraan 18,75 3,7
Penciptaan jalan-jalan baru 25,35
Pisahkan jalur kendaraan dan orang 25 14,8
Bangun gedung/taman parkir / bawah tanah 23,94 21,21 21,875 37,4
( Sumber : Wawancara)
3. Perilaku Pelaku Kegiatan Dalam Sistem Penghubung
Perilaku pengguna dilakukan dengan cara pengamatan langsung terhadap tiap jenis pelaku,
kegiatannya, waktu sehingga dapat diperoleh gambaran bagaimana pemanfaatan ruang sistem
penghubung di KP Kuta ini.
a. PERILAKU PENDUDUK
Menjawab masuknya sektor pariwisata yang begitu gencar, penduduk dengan tanggap
menyediakan fasilitas-fasilitas kebutuhan wisatawan. Maka muncullah sepanjang sistem
penghubung fungsi-fungsi baru yang melayani kebutuhan wisatawan berupa : art shop,
restoran, tempat tukar uang, butik, pub, diskotik bercampur dengan fungsi-fungsi hunian
penduduk.
Dalam menjalankan fungsi tersebut penduduk masih tetap melakukan kegiatan ritualnya.
Kegiatan ini bisa terlihat sepanjang sistem penghubung seperti : penduduk yang meletakkan
sesajennya di trotoar depan rumahnya tiap pagi, dan pada saat tertentu di perempatan jalan.
Selain kegiatan ritual yang rutin setiap pagi aktivitas lain adalah pada saat hari besar.
Penduduk menghias depan rumahnya dengan penjor dan ini terjadi sepanjang sistem
penghubung. Sisa-sisa kotoran dari pembuatan sajen dan penjor dibuang ditempat sampah
yang ada sepanjang sistem penghubung. Perilaku yang lain yang juga spesifik adalah pada
saat upacara besar seperti ngaben, Melasti dimana penduduk beriringan menuju Pura,
Banjar atau pantai melalui sistem penghubung dengan membawa semua perangkat
upacara. Pada upacara besar tertentu, sebagian jalan digunakan untuk upacara tersebut.
Juga kegiatan gotong royong membersihkan desa menjelang dan setelah upacara-upacara
tersebut. Kesemua perilaku tersebut digambarkan pada sketsa berikut.
Gambar 4 Perilaku penduduk dalam menggunakan koridor Jalan Legian
(Sumber: Pengamatan Lapang)
b. PERILAKU PEDAGANG
Pengusaha dan pedagang yang berada di KP Kuta terdiri dari bermacam golongan. Dari
pengusaha besar yang mengelola perhotelan berbintang atau supermarket besar ( matahari
) serta bank, pengusaha menengah yang mengelola perhotelan melati sampai pengusaha
kecil yang mengelola home stay, restoran, art shop, sampai pedagang acung dan kaki lima.
Pengusaha besar lebih memperhatikan bagaimana mendapatkan keuntungan dengan
memberikan kenikmatan pada pelanggannya. Mereka tidak begitu memperdulikan
kepentingan masyarakat setempat. Hal ini bisa dilihat bagaimana mereka berusaha memiliki
pantai untuk kepentingan mereka sendiri. Beberapa hasil dari kegiatan pengusaha besar
dalam menjalankan usahanya digagmbarkan dalam gambar 3.3.
Pengusaha menengah dan kecil juga lebih memperhatikan keindahan dari tempat usahanya
tanpa memperhatikan keserasian lingkungan. Hal itu dapat dilihat bagaimana masing-
masing pengusaha menonjolkan bangunannya sehingga terjadi persaingan penampilan tata
bangunan di sepanjang sistem penghubung.
Pedagang kaki lima (PKL) merupakan bagian yang paling dinamis dari pelaku kegiatan
ekonomi. Pedagang yang bersifat statis menempatkan barang dagangannya di sepanjang
sistem penghubung dengan menunggu pembeli. Umumnya pedagang ini menjual barang
kerajinan ( topi, ukiran dsb ). Sedang PKL yang bersifat dinamis biasa membawa barang
dagangannya dalam bentuk yang mudah dipindahkan dan dibawa, biasanya berbentuk
gerobak dorong ataupun tas. Pembawa gerobak dorong biasanya adalah penjual makanan
yang berhenti sewaktu-waktu disepanjang jalan ataupun trotoar. Pedagang kaki lima yang
membawa dagangannya dalam kotak atau tas disebut dengan pedagang acung. Barang
dagangannya biasanya adalah kacamata, dompet, arloji sampai barang ukiran. Cara
menjajakan dagangannya adalah dengan mengikuti dan mengejar calon pembeli sambil
menunjukkan barang dagangannya. Gambar 3.4. menggambarkan perilaku sektor informal
sepanjang sistem penghubung kawasan ini.
Lama berdagang para pengusaha di KP Kuta ini pada umumnya ( 93 % ) dari responden
pedagang / pengusaha ) lebih dari 8 jam sehari. Mereka mulai berusaha sejak pukul 08.00
Wita sampai pukul 21.00 bahkan banyak diantaranya sampai pukul 22.00 seperti pengusaha
restoran /pub /bar . Pengusaha diskotik bahkan sampai pagi ( sekitar pukul 05.00 Wita ).
Gambar 6 Perilaku pedagang dalam menggunakan koridor Jalan Legian
(Sumber: Pengamatan Lapang)
c. PERILAKU WISATAWAN
Kegiatan wisatawan di Kuta memang telah menghidupkan Kuta selama 24 jam. Siklus
kegiatan harian wisatawan di Kuta dimulai pukul 11.00 siang, saat wisatawan asing bangun
pagi. Kegiatan dilanjutkan dengan breakfast and lunch yang maksudnya adalah sarapan
dan makan siang yang dirangkap. Kemudian pergi ke pantai berjemur hingga menjelang
sore. Sebagian lagi berendam di kolam hotel. Sebagian berjalan-jalan baik untuk berbelanja
maupun menikmati potensi wisata lain. Sore hari wisatawan sebagian besar menghabiskan
waktunya untuk menikmati sun set, kemudian berjalan sepanjang sistem penghubung untuk
berbelanja atau sekedar menikmati keramaian. Pukul 19.00 sampai pukul 22.00 wisatawan
banyak yang menghabiskan waktunya untuk makan malam. Pukul 22.00. sampai pukul 24.00
mereka pergi ke pub atau bar dan dilanjutkan ke diskotik pukul 24.00 sampai pukul 04.00
untuk selanjutnya masuk kamar hotel (tidur) dan bangun sekitar jam 11.00 siang. Secara
tipikal, pola penggunaan waktu wisatawan dalam kawasan ini dapat digambarkan sebagai
berikut :
Berenang
&B
erje
mur
Breakfast & Lunch
Sunset
Jalan-jalan
Din
ner
Bangun
Dis
ko
Tidur
Minum
Siklus Kegiatan Wisatawan di Kuta( Sumber : Pengamatan Perilaku , 1996 )
Gambar 7 Siklus kehidupan wisatawan di KP Kuta
(Sumber: Pengamatan Lapang)
Keseluruhan kegiatan tersebut dapat dilihat sepanjang sistem penghubung di Kuta. Saat menuju
fasilitas-fasilitas tersebut wisatawan asing bergerak baik sendiri-sendiri maupun berkelompok.62
% dari responden berjalan dalam bentuk rombongan dimana 30 % adalah rombongan lebih dari 2
orang, 32 % dua orang.Sisanya , 38 % berjalan sendiri.
Pada umumnya wisatawan asing ( Eropa, Amerika maupun Jepang ) sangat menyukai cahaya
matahari. Itulah sebabnya panas bukan menjadi halangan pergerakannya. Dan itu bisa
disaksikan bagaimana mereka beraktifitas sepanjang sistem penghubung dan pantai pada siang
hari. Malam hari sehabis beraktifitas banyak dari mereka yang mabuk keluar dari pub, bar atau
diskotik dan berjalan terhuyung-huyung menuju penginapannya.
Hujan adalah kondisi yang tidak disukai wisatawan. Hal itu bisa dilihat dari sepinya Kuta saat
hujan atau bergerombolnya mereka di depan bangunan yang mempunyai arkade bila terjebak
dalam hujan.
Wisatawan tidak menyukai pedagang acung. Ini terlihat bagaimana usaha mereka menghindari
diri dari kejaran mereka. Yang mereka sukai adalah justru PKL yang statis. Dalam beberapa foto
ini tampak merekalah yang mendekat. Keseluruhan perilaku diatas dapat digambarkan dalam
foto-foto dan sketsa berikut.
Sebagian besar wisnus datang dalam bentuk rombongan terutama pada masa-masa liburan
sekolah atau hari raya ( Idhul Fitri, Natal, Tahun Baru ). Sasaran utama para wisnus yang datang
berombongan ini adalah pantai dengan sunsetnya, sehingga memenuhi pantai. Berbelanja
adalah kegiatan mereka sepanjang perjalanan menuju pantai setelah turun dari kendaraan (bus)
nya. Wisnus yang datang tidak berombongan biasanya memilih waktu sesuai yang mereka
inginkan misalnya malam hari untuk ke diskotik atau sore hari untuk menikmatai suasana
kepriwisataan.
Bagiann yang paling tidak disukai wisnus adalah sinar matahari tengah hari. Hal itu dapat dilihat
sepinya wisnus saat siang hari. Mereka hanya memenuhi Kuta saat Sunset dan malam hari.
Dengan demikian kegiatan wisnus sangat terpengaruh dengan pola kegiatan wisman.
Gambar 8 Perilaku wisatawan dalam menggunakan koridor Jalan Legian
(Sumber: Pengamatan Lapang)
III. IMPLEMENTASI HASIL PENELITIAN DALAM PERANCANGAN KORIDOR
LEGIAN
Dari tiga komponen sistem penghubung, komponen lingkungan akan merupakan dasar dari
penataan. Komponen lingkungan biogeofisik dan pantai merupakan potensi yang akan digunakan
semaksimal mungkin untuk meningkatkan kualitas (fungsional dan visual serta lingkungan)
sistem penghubung. Komponen lingkungan non fisik (karakteristik pergerakan sosial, ekonomi,
budaya) akan merupakan faktor yang menentukan perancangan sistem penghubung KP Kuta.
Tujuan pergerakan, moda pergerakan, karakteristik manusia (usia, ekonomi dan sebagainya),
bentuk pergerakan yang mayoritas berkelompok adalah pertimbangan utama yang akan
digunakan dalan penataan sistem penghubung kawasan ini.
Dengan karakteristik seperti tersebut di atas fasilitas kepariwisataan yang disediakan harus
murah, dapat mengekspresikan jiwa muda yang dinamis, bebas, tidak formal namun tidak
mengurangi tuntutan kenyamanan yang dibutuhkan wisatawan. Tujuan utama ke KP Kuta adalah
pantai, maka kegiatan wisman muda adalah rekreasi pantai yang bersifat menantang alam
seperti berselancar, berenang dan sebagainya sehingga fasilitas-fasilitas yang akan disediakan
setidaknya mengacu pada kegiatan wisman muda tersebut
Karakter pergerakan yang rekreatif menuntut rancangan sistem penghubung yang dinamis,
santai dan bebas serta dapat dilakukan dalam kondisi cuaca yang bagaimanapun sesuai dengan
karakter tersebut. Kendala yang harus dihadapi adalah bahwa karakter jalan utama KP Kuta
merupakan jalan yang lurus dan sempit dengan tata bangunan yang tidak teratur serta tidak
memiliki perlindungan bagi pejalan kaki pada saat hujan.
1. Implementasi dalam penentuan Tata Guna Lahan
Pola pergerakan wisatawan yang berasal dari hotel dan permukiman penduduk menuju pantai
dan fasilitas pariwisata (restoran, art shop)dan penduduk ke fasilitas-fasilitas publik
mempengaruhi tata guna lahan kawasan Kuta.
Kawasan tepi pantai digunakan sebagai koridor pariwisata tempat tujuan pergerakan sekaligus
asal peregerakan dengan volume pergerakan yang besar koridor ini dikelompokkan dalam
fungsi-fungsi sebagai berikut.
1. Koridor rekreasi yang berada di tepi pantai
2. Koridor permukiman campuran yang terletak di antara pantai dan koridor Jl. Legian
3. Koridor komersial di sepanjang Jalan Legian
Untuk mendukung fungsi koridor tersebut, fungsi bangunan yang boleh diletakkan dalam masing-
masing koridor harus sesuai dengan peruntukan tersebut sehingga tercipta sistem pergerakan
yang nyaman bagi semua civitas.
2. Implementasi dalam menentukan lebar jalur pedestrian
Dengan karakteristik pergerakan yang cenderung bergerombol, kebutuhan lebar jalan
disesuaikan dengan karakter pergerakan tersebut. Lebar jalan minimal untuk pergerakan 2
orang pejalan kaki adalah 1.80 m. Dengan demikian trotoar tepi jalan minimal adalah 1,8 m.
Untuk jalur pejalan di koridor komersial maka lebar pedestrian tersebut akan berbeda dengan
koridor permukiman ataupun koridor rekreasi. Implementasi dari hasil penelitian tersebut
adalah sebagai berikut.
Gambar 9 Potongan rancangan koridor Jalan Legian
(Sumber: Pengamatan Lapang)
Gambar 10 Siteplan koridor jalan Legian
Gambar 11 Implementasi penelitian pada penentuan lebar pedestrian pada koridor komersial (kiri)
dan koridor permukman (kanan)
3. Implementasi dalam menentukan sistem sirkulasi dan parkir
Volume pergerakan yang besar pada pagi dan malam hari di Jalan Legian memerlukan ruang
yang diutamakan untuk pejalan kaki. Untuk itu dalam perancangan, Jalan Legian
direkomendasikan sebagai Jalur Pedestrian Penuh terutama pada malam hari. Untuk itu
manajemen pengaturan waktu untuk kendaraan distribusi barang diperlukan. Pada malam hari
sirkulasi kendaraan harus dialihkan sehingga pedestrian tersebut aman dan nyaman bagi pejalan
kaki. Pada siang hari kendaraan dilarang parkir di sepanjang Jalan Legian.
Penciptaan kantong-kantong parkir juga dibutuhkan untuk memperlancar jalur sirkulasi seluruh
kawasan Kuta. Memaksimalkan penggunaan sentral parkir di Jalan Raya Kuta, melarang bus
pariwisata yang relatif besar masuk kawasan Kuta, dan mendistribusikan wisatawan dalam suttle
bus yang lebih kecil merupakan rekomendasi rancangan.
IV. SIMPULAN 1. Penelitian tentang karakteristik pergerakan di kawasan Kuta dapat digunakan sebagai
dasar perancangan sistem penghubung di kawasan ini sehingga dapat diciptakan
lingkungan binaan yang nyaman, aman, dan bercita rasa lokal.
2. Selain volume, arah, dan tujuan pergerakan hal lain yang menentukan adalah
karakteristik lingkungan alam yang akan mempengaruhi perancangan sistem
penghubung yang nyaman pada iklim pantai termasuk di dalamnya penempatan
peneduh, arkade serta orientasi bangunan.
REFERENSI
Altman, Irwin, Rapoport, Amos and Wohlwill, Joachim F. ed.(1980), Human Behavior and Environment : Advances In Theory And Research, Volume 4 : Environment and Culture, Plenium Press, New York
Black, John (1981), Urban Transport Planning, Theory and Practice, Croom Hlem, London Danisworo, Mohammad (1992 - 1995), Kumpulan Makalah, Program Pasca Sarjana , Program
Studi Arsitektur, Institut Teknologi Bandung Gibbons, Johanna and Milne, Terry (1992), Urban Streetscapes, Van Nostrand Reinhold, New
York Hass-Klau, Carmen (199 ), The Pedestrian and City Traffic, Belhaven Press, London Inskeep, Edward (1991), Tourism Planning : An Integrated And Sustainable Development
Approach , Van Nontrand Reinhold, New York Inskeep, Edward and Kallenberger, Mark (1992), An Integrated Approach To Resort
Development, WTO, Madrid Jacobs, Allan. B (1995), Great Streets , MIT Marler, N.W. (1985), Transport Planning, Materi Kuliah Pasca Sarjana Planologi Institut
Teknologi Bandung. Moudon, Anne Vernez ed.(1987), Public Streets For Public Use, Van Nostrand Reinhold , USA Moughtin, James Cllifford (1992), Urban Design : street and square, Part Of Reed
International, Great Britain Paturusi, Syamsul Alam (1988), Pengaruh Pariwisata Terhadap Pola Tata Ruang Perumahan
Tradisional Bali, Thesis S2 Planologi ITB Pushkarev, Boris S and Zupan, Jeffrey M (1975), Urban Space For Pedestrian, The MIT Press,
Cambridge Rotenberg, Robert and Mc Donogh, Gary, The Cultural Meaning Of Urban Space, Bergin &
Garvey , London Shirvani, Hamid (1985), The Urban Design Process , Van Nostrand Reinhold Company, New
York Short, John R. (1987), An introduction to urban geography. Londres : Routledge & Kegan
Paul, 259 p. Unterman, Richard K. (1984), Accomodating The Pedestrian, Van Nostrand Reinhold, Inc, USA WTO ( 1993 ), Sustainable Tourism Development : Guide For Local Planners, Madrid Zeisel, John (1981), Inquiry By Design, Cambridge University Press
top related