penetapan harga pokok dan zona fleksibilitas harga produk olahan @konsep harga & teori penetapan...
Post on 27-Nov-2015
305 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
PENETAPAN HARGA POKOK DAN
ZONA FLEKSIBILITAS HARGA PRODUK OLAHAN BUAH (Kasus: Jus Jambu Merah “JJM” KWT Turi, Tanah Sareal dan Fruit Talk
Papaya Soft Candy dan Fruit Talk Pineapple Soft Candy Laboratorium
Percontohan Pabrik Mini PKBT, Tajur)
SKRIPSI
MONANG SIMBOLON
H 34076101
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2011
RINGKASAN
MONANG SIMBOLON. Penetapan Harga Pokok dan Zona Fleksibilitas Harga
Produk Olahan (Kasus : Jus Jambu Merah „JJM” KWT Turi, Tanah Sareal Kota Bogor dan Fruit Talk Papaya Soft Candy dan Fruit Talk Pineapple Soft Candy
Laboratorium Percontohan Pabrik Mini PKBT, Tajur). (Di Bawah Bimbingan EVA YOLYNDA AVINY).
Produksi buah-buahan Indonesia sepanjang tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 terus mengalami peningkatan. Hal tersebut seiring dengan
peningkatan luas panen tanaman buah-buahan di Indonesia. Dengan peningkatan produksi yang tinggi seharusnya tingkat konsumsi buah-buahan di Indonesia masih diatas standar. Akan tetapi tingkat konsumsi buah-buahan masyarakat
Indonesia masih di bawah standar yang diharapkan. Peningkatan konsumsi buah-buahan pada masyarakat bisa menggunakan produk buah-buahan yang diolah.
Jenis tanaman buah-buahan tropis yang banyak tumbuh di Indonesia dan sangat cocok untuk diolah serta memiliki prospek yang cukup bagus untuk dikembangkan adalah buah jambu biji, nanas dan pepaya. Salah satu kota yang
berkontribusi terhadap jambu biji, pepaya dan nanas di Jawa Barat adalah Kabupaten Bogor. KWT Turi merupakan salah satu pelaku bisnis yang
memproduksi sari buah jambu biji dalam kemasan dengan merek “Jus Jambu Merah”. Sedangkan Laboratorium Percontohan Pabrik Mini PKBT merupakan industri pengolahan “Fruit Talk Soft Candy” dari buah nenas dan pepaya.
Perusahaan yang ingin berkembang dan terus menjaga kelangsungan hidupnya perlu membuat kebijakan yang mengacu pada terciptanya efisiensi dan
efektivitas kerja. Kebijakan tersebut dapat berupa penetapan harga pokok produksi, yaitu dengan cara menekan biaya produksi serendah mungkin dan tetap menjaga kualitas dari barang atau produk yang dihasilkan, sehingga harga pokok
produk satuan yang dihasilkan perusahaan lebih rendah dari yang sebelumnya. Selama ini KWT Turi dalam menentukan harga pokok JJM masih belum
menggambarkan seluruh biaya yang dikeluarkan seperti biaya penyusutan bangunan, kendaraan serta mesin dan peralatan. Begitu juga penetapan harga pokok produk yang dilakukan LPPM PKBT belum menggambarkan rincian biaya
produksi yang tepat seperti biaya penyusutan kendaraan, biaya penyusutan bangunan dan mesin. Oleh karena itu perlu dilakukan perhitungan harga pokok
produksi dengan lebih tepat agar dapat menetapkan harga jual dengan lebih baik. Tujuan dari penelitian ini yaitu : (1). Menganalisis penetapan harga pokok
produksi JJM di KWT Turi dan Fruit Talk Soft Candy di Laboratorium
Percontohan Pabrik Mini PKBT dengan memperhitungkan seluruh komponen biaya produksi. (2). Menganalisis kisaran harga yang dapat diterima oleh pelanggan JJM di KWT Turi dan Fruit Talk Soft Candy di Laboratorium
Percontohan Pabrik Mini PKBT. (3). Menganalisis rentang harga optimum dari sisi JJM di KWT Turi dan Laboratorium Percontohan Pabrik Mini PKBT dan
pelanggannya (zona fleksibilitas harga) terhadap produk JJM dan Fruit Talk Soft Candy.
Penelitian ini dilakukan di Kelompok Wanita Tani (KWT) Turi berlokasi
di Rt 2 Rw 5 Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor dan Laboratorium Percontohan Pabrik Mini Pusat Kajian Buah Tropika (LPPM
PKBT) berlokasi di Tajur, Kota Bogor. Pemilihan lokasi ini ditentukan
secara sengaja (purposive). Sedangkan pemilihan lokasi LPPM PKBT dengan pertimbangan menghasilkan produk olahan sehat berupa permen lunak buah dan
merupakan produk hasil penelitian PKBT. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga bulan Juni 2010. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian yang pertama menggunakan pendekatan Full Costing untuk penentuan harga
pokok produksi dari sisi perusahaan sebagai cara untuk mengidentifikasi Optimal Price Minimal (OP min). Sedangkan alat analisis yang kedua menggunakan
analisis sensitivitas harga sebagai alat untuk mengidentifikasi Customer Price Maximum (CP max) sehingga diperoleh zona fleksibilitas untuk mendapatkan rentang harga optimum dari sisi produsen dan konsumen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perhitungan harga pokok produk JJM metode full costing untuk produksi 10 kg JJM kemasan botol Rp 3.392,00 per
botol dan untuk kemasan cup Rp 1.190,00 per cup. Harga pokok JJM dengan menggunakan metode full costing lebih tinggi dibandingkan dengan harga pokok metode perusahaan. Selisih tersebut adalah Rp 313,00 untuk kemasan botol dan
Rp 194,00 untuk kemasan cup. Analisis sensitivitas harga terhadap harga JJM pada konsumen aktual yaitu
harga ideal JJM sebesar Rp 1.965,00 per cup dan Rp 4.500,00 per botol sedangkan pada konsumen potensial sebesar Rp 1.966,00 per cup dan Rp 4.261,00 per botol. Perusahaan masih dapat merubah harga tersebut selama masih berada
dalam kisaran harga yang diinginkan atau Range of Acceptable Prices (RAP) yaitu pada konsumen aktual berkisar antara Rp 1.580,00 per cup sampai dengan
Rp 2.409,00 per cup, dan untuk botol berkisar antara Rp 4.086,00 per botol sampai dengan Rp 4.923,00 per botol. Sedangkan RAP konsumen potensial berkisar antara Rp 1.595,00 per cup sampai dengan Rp 2.416,00 per cup, dan
untuk botol berkisar antara Rp 4.008,00 per botol sampai dengan Rp 4.914,00 per botol.
Zona fleksibilitas untuk konsumen aktual berkisar antara Rp 1.785,00 sampai dengan Rp 2.409,00 per cup dan berkisar antara Rp 3.800,00 sampai dengan Rp 4.923,00 per botol. Harga ideal JJM adalah berkisar antara Rp
1.965,00 per cup dan Rp 4.500 per botol sehingga interaksi tawar menawar antara produsen dan konsumen terdapat posisi win-win. Posisi ini merupakan posisi yang
paling ideal karena KWT Turi mendapatkan keuntungan sebesar 35 persen untuk JJM cup dan 22 persen untuk JJM botol. Zona fleksibilitas untuk konsumen potensial berkisar antara Rp 1.785,00 sampai dengan Rp 2.416,00 per cup dan
berkisar antara Rp 3.800,00 sampai dengan Rp 4.914,00 per botol. Harga ideal JJM adalah berkisar antara Rp 1.966,00 per cup dan Rp 4.216,00 per botol
sehingga interaksi tawar menawar antara produsen dan konsumen terdapat posisi win-win. Posisi ini merupakan posisi yang paling ideal karena KWT Turi mendapatkan keuntungan sebesar 38 persen untuk JJM cup dan 14 persen.
Hasil perhitungan analsis R/C atas biaya tunai untuk JJM kemasan cup adalah 1,51 dan JJM kemasan botol sebesar 1,20. Nilai ini memiliki arti bahwa
setiap pengeluaran tunai sebsar Rp 1,00 menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,51 untuk JJM kemasan cup dan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,20 untuk JJM kemasan botol. Nilai R/C lebih besar dari satu menunjukkan bahwa
usaha JJM di KWT Turi mampu memberikan keuntungan karena penerimaannya lebih besar dari biaya yang dikeluarkan.
Perhitungan harga pokok produk Fruit Talk Soft Candy metode full costing
sebesar Rp 8.100,00 per kemasan 50 gram. Harga pokok Fruit Talk Soft Candy dengan menggunakan metode Full Costing lebih tinggi dibandingkan dengan
harga pokok metode perusahaan. Selisih tersebut adalah Rp 600,00 per kemasan. Analisis sensitivitas harga terhadap harga Fruit Talk Soft Candy yaitu
harga ideal Fruit Talk Soft Candy sebesar Rp 8.500,00 per bungkus. Perusahaan
masih dapat merubah harga tersebut selama masih berada dalam kisaran harga yang diinginkan (RAP) yaitu harga Soft Candy Pepaya berkisar antara Rp
7.875,00 sampai dengan Rp 12.416,00 per bungkus, dan untuk Soft Candy Nanas berkisar antara Rp 8.300,00 sampai dengan Rp 11.166,00 per bungkus.
Zona fleksibilitas untuk Fruit Talk Soft Candy Pepaya berkisar antara Rp
8.100,00 sampai dengan Rp 12.416,00 per bungkus, sedangkan untuk Fruit Talk Soft Candy Nanas berkisar antara Rp 8.100,00 sampai dengan Rp 11.166,00 per
bungkus, sehingga interaksi tawar menawar antara produsen dan konsumen terdapat posisi win-win. Posisi ini merupakan posisi yang paling ideal karena LPPM PKBT mendapatkan keuntungan sebesar 36 persen.
Hasil perhitungan analsis R/C atas biaya tunai untuk Fruit Talk Soft Candy adalah 1,38. Nilai ini memiliki arti bahwa setiap pengeluaran tunai sebsar Rp 1,00
menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,38. Nilai R/C lebih besar dari satu menunjukkan bahwa usaha Fruit Talk Soft Candy di LPPM PKBT mampu memberikan keuntungan karena penerimaannya leb ih besar dari biaya yang
dikeluarkan.
PENETAPAN HARGA POKOK DAN
ZONA FLEKSIBILITAS HARGA PRODUK OLAHAN BUAH (Kasus: Jus Jambu Merah “JJM” KWT Turi, Tanah Sareal dan Fruit Talk
Papaya Soft Candy dan Fruit Talk Pineapple Soft Candy Laboratorium
Percontohan Pabrik Mini PKBT, Tajur)
MONANG SIMBOLON
H 34076101
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2011
Judul Skripsi : Penetapan Harga Pokok dan Zona Fleksibilitas Harga
Produk Olahan (Kasus : Jus Jambu Merah „JJM” KWT Turi, Tanah Sareal Kota Bogor dan Fruit Talk Papaya Soft
Candy dan Fruit Talk Pineapple Soft Candy Laboratorium Percontohan Pabrik Mini PKBT, Tajur)
Nama Mahasiswa : Monang Simbolon
NIM : H 34076101
Disetujui,
Pembimbing
Eva Yolynda Aviny, SP. MM
NIP. 19710402 200604 2 008
Diketahui : Ketua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Penetapan Harga
Pokok dan Zona Fleksibilitas Harga Produk Olahan (Kasus : Jus Jambu Merah
„JJM” KWT Turi, Tanah Sareal Kota Bogor dan Fruit Talk Papaya Soft Candy
dan Fruit Talk Pineapple Soft Candy Laboratorium Percontohan Pabrik Mini
PKBT, Tajur) adalah hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2011
Monang Simbolon
H 34076101
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tembilahan pada tanggal 22 Januari 1985,
merupakan anak keenam dari enam bersaudara, keluarga Bapak Hasanuddin
Simbolon dan Ibu Eny Panggabean.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 001 Tembilahan
pada tahun 1997 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2000
di SLTPN 1 Tembilahan. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMUN 2
Tembilahan diselesaikan pada tahun 2003.
Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor,
Program Studi Diploma III Pengelola Perkebunan melalui jalur USMI (Ujian
Seleksi Masuk IPB). Tahun 2007 penulis melanjutkan ke jenjang Strata I di
Program Studi Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, Departemen Agribisnis,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti
pendidikan, penulis tercatat sebagai pengurus Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa
Riau (IKPMR) Bogor.
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Penetapan Harga Pokok dan Zona Fleksibilitas Harga Produk Olahan (Kasus :
Jus Jambu Merah „JJM” KWT Turi, Tanah Sareal Kota Bogor dan Fruit Talk
Papaya Soft Candy dan Fruit Talk Pineapple Soft Candy Laboratorium
Percontohan Pabrik Mini PKBT, Tajur)”. Shalawat dan salam senantiasa
tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para
sahabatnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penetapan harga pokok produk
serta rentang harga optimum yang terbentuk antara produsen dan konsumen.
Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang
memerlukan serta dapat memperkaya wawasan pembaca. Skripsi ini merupakan
hasil maksimal yang dapat penulis kerjakan.penulis menyadari kemungkinan
skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan atau dari apa yang diharapkan.
Bogor, Maret 2011
Monang Simbolon
UCAPAN TERIMAKASIH
Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai
bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih
dan penghargaan kepada:
1. Eva Yolynda Aviny, SP, MM selaku dosen pembimbing atas bimbingan,
arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama
penyusunan skripsi ini
2. Muhammad Firdaus, Ph.D selaku dosen evaluator dan dosen penguji yang
memberikan bimbingan, pengarahan, masukan selama penelitian dan
penyusunan skripsi.
3. Orangtua dan keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan dan kasih
sayang yang tak terhingga kepada penulis.
4. Elviana, S.hut yang telah memberi motivasi dan semangat kepada penulis.
5. Bapak Taufik Junaedi selaku Ketua KWT Turi yang telah memberikan izin
untuk melaksanakan penelitian.
6. Bapak Sobir, Ph.D selaku Kepala PKBT yang telah memberikan izin untuk
melaksanakan penelitian
7. Para karyawan PKBT, karyawan LPPM PKBT dan karywan KWT Turi.
8. Teman-teman ekstensi agribisnis angkatan III.
9. Sahabat Asrama Riau (Fahriyadi SEi, Pemi Barca, Rusman A. SE, Fifin
Friska, Irzal Fakhrozi S.hut, Isa Teguh Widodo, SSi, R.Ade Saputra, SP, R.
Ronal A, Maiser Syahputra, S.hut, Zaini), rekan-rekan IKPMR BOGOR dan
masih banyak lagi yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu terima kasih
atas dukungan dan dorongannya kepada penulis dalam pembuatan laporan ini
Bogor, Maret 2011
Monang Simbolon
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi
I PENDAHULUAN ............................................................................. 1 1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah ...................................................................... 5 1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................... 9 1.4. Manfaat Penelitian ......................................................................... 9
1.5. Ruang Lingkup ............................................................................ 9
II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 10 2.1. Jambu Biji ..................................................................................... 10 2.2. Nanas ............................................................................................ 12
2.3. Pepaya ........................................................................................... 15 2.4. Jus Buah......................................................................................... 16
2.5. Kembang Gula .............................................................................. 17 2.6. Soft Candy Pinneaple ................................................................... 18 2.7. Soft Candy Papaya ........................................................................ 19
2.7. Hasil Penelitian Terdahulu ........................................................... 20 III KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................. 25
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis......................................................... 25 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ................................................. 36
IV METODE PENELITIAN ................................................................. 38 4.1. Lokasi dan Waktu ......................................................................... 38
4.2. Metode Pengumpulan Data .......................................................... 38 4.3. Jenis dan Sumber Data ................................................................. 38
4.4. Metode Pengambilan Data ........................................................... 39 4.5. Metode Pengolahan Data ............................................................. 40 4.6. Zona Fleksibilitas .......................................................................... 43
V GAMBARAN UMUM PENELITIAN .............................................. 44
5.1. Gambaran Umum Perusahaan KWT Turi ..................................... 44 5.2. Gambaran Umum Karakteristik Responden Jus Jambu Merah..... 50 5.3. Gambaran Umum LPPM PKBT.................................................... 62
5.4 Gambaran Umum Karakteristik Responden Fruit Talk Soft Candy ..................................................................... 67
VI ANALISIS PENETAPAN HARGA POKOK PRODUK
DAN RENTANG HARGA ................................................................ 76
6.1. Perhitungan OP (min) .................................................................... 76 6.2. Identifikasi Biaya-Biaya Produksi dan Non Produksi
KWT Turi ...................................................................................... 76
6.3. Perhitungan CP (Max) ................................................................... 81 6.4. Perhitungan Zona Fleksibilitas KWT TURI.................................. 86
6.5. Identifikasi Biaya-Biaya Produksi dan Non Produksi LPPM PKBT ................................................................................. 91 6.6. Perhitungan CP (Max) ................................................................... 95
6.7. Perhitungan Zona Fleksibilitas LPPM PKBT ............................... 98
VII KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 101 7.1 Kesimpulan .................................................................................... 101 7.2 Saran ............................................................................................. 102
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 103
LAMPIRAN .................................................................................................... 105
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Produksi dan Luas Panen Tanaman Buah-Buahan Indonesia Tahun 2003 – 2007 ..................................................................................... 1 2. Konsumsi Perkapita Hortikultura Tahun 2003-2007 ................................. 2 3. Produksi Jambu Biji, Pepaya dan Nanas di Kabupaten Bogor
Tahun 2002 – 2006 ...................................................................................... 3 4. Karakteristik Nanas Varietas Mahkota Bogor dan Delika Subang ............. 13 5. Kandungan Gizi Buah Nanas Segar (100 gram bahan)................................ 14 6. Komposisi Gizi Buah Pepaya Masak, Pepaya Muda, dan Daun Pepaya Per 100 Gram ................................................................... 15 7. Kemungkinan Interaksi Tawar Menawar Antara Produsen dan Konsumen ................................................................................ 31 8. Komposisi Bagian Kerja dan Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja pada KWT Turi ............................................................................................ 46 9. Sebaran Usia Responden Jus Jambu Merah ................................................. 51 10. Sebaran Status Perkawinan Responden Jus Jambu Merah........................... 51 11. Sebaran Pekerjaan Responden Jus Jambu Merah ........................................ 52 12. Sebaran Tingkat Pendidikan Responden Jus Jambu Merah......................... 53 13. Sebaran Tingkat Pendapatan Responden Jus Jambu Merah (Aktual) .......... 53 14. Sebaran Tingkat Pendapatan Responden Jus Jambu Merah (Potensial) ...... 54 15. Sebaran Tingkat Pengeluaran Konsumsi Makanan Responden Jus Jambu Merah (Aktual) ........................................................................... 54 16. Sebaran Tingkat Pengeluaran Konsumsi Makanan Responden Jus Jambu Merah (Potensial)........................................................................ 55 17. Sebaran Sumber Informasi Responden Jus Jambu Merah ........................... 55 18. Sebaran Frekuensi Pembelian Responden Jus Jambu Merah ...................... 56 19. Sebaran Lama Mengkonsumsi Responden Jus Jambu Merah ..................... 56 20. Sebaran Minat Membeli Jika Terjadi Kenaikan Harga Sepuluh Persen Responden Jus Jambu Merah ............................................. 57 21. Sebaran Responden dalam Menilai Rasa Jus Jambu Merah ........................ 57 22. Sebaran Responden dalam Menilai Warna Jus Jambu Merah ..................... 58 23. Sebaran Responden dalam Menilai Struktur Jus Jambu Merah ................... 58 24. Sebaran Responden dalam Menilai Ketahanan Produk ............................... 59 25. Sebaran Responden Terhadap Harga Jus Jambu Merah ............................. 59
26. Sebaran Responden Terhadap Kemasan Jus Jambu Merah ......................... 60 27. Sebaran Responden dalam Menilai Manfaat Produk ................................... 60 28. Sebaran Tingkat Kepuasan Responden Jus Jambu Merah ........................... 61 29. Sebaran Responden dalam Merekomendasikan Produk .............................. 61 30. Sebaran Usia Responden Fruit Talk Soft Candy ......................................... 67 31. Sebaran Status Perkawinan Responden Fruit Talk Soft Candy.................... 67 32. Sebaran Pekerjaan Responden Fruit Talk Soft Candy ................................ 68 33. Sebaran Tingkat Pendidikan Responden Fruit Talk Soft Candy.................. 68 34. Sebaran Tingkat Pendapatan Responden Fruit Talk Soft Candy ................. 69 35. Sebaran Tingkat Pengeluaran Konsumsi Makanan Responden Fruit Talk Soft Candy ................................................................................... 69 36. Sebaran Sumber Informasi Responden Fruit Talk Soft Candy .................... 70 37. Sebaran Minat Membeli Jika Terjadi Kenaikan Harga
Sepuluh Persen Responden Fruit Talk Soft Candy ...................................... 70 38. Sebaran Responden dalam Menilai Rasa Fruit Talk Soft Candy ................ 71 39. Sebaran Responden dalam Menilai Warna Fruit Talk Soft Candy ............. 71 40. Sebaran Responden dalam Menilai Struktur Fruit Talk Soft Candy ............ 71 41. Sebaran Responden dalam Menilai Ketahanan Produk ............................... 72 42. Sebaran Responden Terhadap Harga Fruit Talk Soft Candy ....................... 72 43. Sebaran Responden Terhadap Kemasan Fruit Talk Soft Candy ................. 73 44. Sebaran Responden dalam Menilai Manfaat Produk ................................... 73 45. Sebaran Tingkat Kepuasan Responden Fruit Talk Soft Candy .................... 74 46. Sebaran Responden dalam Merekomendasikan Produk .............................. 74 47. Perhitungan Harga Pokok JJM Metode KWT Turi...................................... 78 48. Harga Pokok Produksi Menurut Metode Full Costing................................. 79 49. Hasil Analisis Sensitivas Harga JJM Kemasan Cup ................................... 86 50. Hasil Analisis Sensitivas Harga JJM Kemasan Botol .................................. 86 51. Rata-rata Penerimaan Biaya, Pendapatan dan R/C JJM............................... 90 52. Rata-rata Penerimaan Biaya, Pendapatan dan R/C JJM Botol..................... 90 53. Perhitungan Harga Pokok Fruit Talk Soft Candy
Metode LPPM PKBT ................................................................................... 93 54. Harga Pokok Produksi Menurut Metode Full Costing ................................ 94 55. Rata-rata Penerimaan. Biaya, Pendapatan dan R/C rasio Fruit Talk Soft Candy Botol (Desember 2008 – Desember 2009) ............... 99
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Perkembangan Harga Rata-rata Gula ........................................................ 7 2. Kurva Biaya Total ........................................................................................ 26 3. Harga – Tidak akan adanya penjualan ......................................................... 30 4. Harga – Ada penjualan tetapi dengan sedikit fleksibilitas ........................... 30 5. Harga – Penjualan dengan fleksibilitas ........................................................ 31 6. Kurva Elastisitas Permintaan di Sepanjang Kurva Permintaan Linier......... 33 7. Kerangka Pemikiran Operasional................................................................. 37 8. Harga Pokok dan Total Harga Pokok Menurut Metode full costing............ 41 9. Hubungan antara Kurva dari Setiap Kategori Harga ................................... 43 10. Struktur Organisasi KWT Turi .................................................................... 45 11. Alur Proses Produksi Jus ”JJM”................................................................... 49 12. Struktur Organisasi LPPM PKBT ............................................................... 64 13. Kurva Sensitivitas Harga Jus Jambu Merah Kemasan Cup
Terhadap Konsumen Aktual.......................................................................... 83 14. Kurva Sensitivitas Harga Jus Jambu Merah Kemasan Botol Terhadap Konsumen Aktual ......................................................................... 83 15. Kurva Sensitivitas Harga Jus Jambu Merah Kemasan Cup Terhadap Konsumen Potensial...................................................................... 85 16. Kurva Sensitivitas Harga Jus Jambu Merah Kemasan Botol Terhadap Konsumen Potensial ..................................................................... 85 17. Zona Fleksibilitas Jus Jambu Merah Cup Konsumen Aktual ...................... 87 18. Zona Fleksibilitas Jus Jambu Merah Botol Konsumen Aktual ................... 87 19. Zona Fleksibilitas Jus Jambu Merah Cup Konsumen Potensial ................ 88 20. Zona Fleksibilitas Jus Jambu Merah Botol Konsumen Potensial ................ 88 21. Grafik Penjualan Jus Jambu Merah Juni 2009 – 2010 ................................. 89 22. Kurva Sensitivitas Harga Soft Candy Pepaya Konsumen Potensial .......... 97 23. Kurva Sensitivitas Harga Soft Candy Nanas Terhadap Konsumen Potensial .................................................................................... 97 24. Zona Fleksibilitas Soft Candy Pepaya Konsumen Potensial ...................... 98 25. Zona Fleksibilitas Soft Candy Nanas Konsumen Potensial ....................... 98 26. Grafik Penerimaan dan Pengeluaran Soft Candy Desember 2008 – Desember 2009 .............................................................. 100
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Tabulasi Price Sensitivity Meters Jus Jambu Merah Kemasan Cup Terhadap Konsumen Aktual ...................................................................... 106 2. Tabulasi Price Sensitivity Meters Jus Jambu Merah Kemasan Botol Terhadap Konsumen Aktual ................................................................... 107 3. Tabulasi Price Sensitivity Meters Jus Jambu Merah Kemasan Cup Terhadap Konsumen Potensial................................................................... 108 4. Tabulasi Price Sensitivity Meters Jus Jambu Merah Kemasan Botol Terhadap Konsumen Potensial................................................................... 109 5. Tabulasi Price Sensitivity Meters Fruit Talk Soft Candy Pepaya Terhadap Konsumen Potensial................................................................... 110 6. Tabulasi Price Sensitivity Meters Fruit Talk Soft Candy Nanas Terhadap Konsumen Potensial.................................................................. 111 7. Gambar Peralatan Produksi KWT Turi ...................................................... 112 8. Gambar Peralatan Produksi LPPM PKBT ................................................. 114
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sektor pertanian Indonesia terdiri dari enam sub sektor, yaitu sub sektor
Tanaman Pangan, Hortikultura, Perkebunan, Kehutanan, Peternakan dan
Perikanan. Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang mampu
meningkatkan pendapatan petani dan penggerak pemulihan ekonomi pertanian di
Indonesia. Pada tahun 2005, PDB Nasional Hortikultura sebesar Rp 61,79 triliun,
tahun 2006 meningkat menjadi Rp 68,64 triliun. Peningkatan ini terjadi karena
peningkatan produksi dan peningkatan luas areal panen disamping nilai ekonomi
produk Hortikultura yang cukup tinggi dibandingkan komoditas lainnya
(Direktorat Jenderal Hortikultura, 2007).
Produksi buah-buahan Indonesia sepanjang tahun 2003 sampai dengan
tahun 2007 terus meningkat. Hal tersebut seiring dengan peningkatan luas panen
tanaman buah-buahan di Indonesia. Pada Tabel 1 dapat dilihat total produksi dan
total luas panen tanaman buah-buahan di Indonesia.
Tabel 1. Produksi dan Luas Panen Tanaman Buah-Buahan Indonesia Tahun
2003 – 2007
Tahun Tanaman Buah-buahan di Indonesia
Produksi (Ton) Pertumbuhan (%) Luas Panen (Ha) Pertumbuhan (%) 2003 2004 2005 2006 2007
13.551.435 14.348.456 14.786.599 16.171.130 17.116.622
- 5,88 3,08 9,36 5,85
721.964 707.119 717.428 728.218 756.766
- -2,06 1,46 1,50 3,92
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, 2008
Menurut laporan mengenai Keberhasilan dan Kinerja Agribisnis
Hortikulura tahun 2006, peningkatan produksi terjadi sebagai akibat pertambahan
luas areal tanaman, tanaman yang berpoduksi semakin banyak, teknologi produksi
yang diterapkan petani berkembang, bimbingan dan fasilitasi yang diberikan
kepada petani dan pelaku usaha semakin intensif, manajemen usaha yang
diterapkan pelaku usaha semakin baik, dan adanya penguatan kelembagaan
agribisnis petani.3
3 Keberhasilan dan Kinerja Hortikultura 2006.http://www.hort iku ltura.deptan.go.id.
2
Dengan peningkatan produksi yang tinggi seharusnya tingkat konsumsi
buah-buahan di Indonesia masih diatas standar. Akan tetapi tingkat konsumsi
buah-buahan masyarakat Indonesia masih di bawah standar yang diharapkan. Hal
ini dapat dilihat pada Tabel 2 yang menunjukkan tingkat konsumsi buah-buhan
rata-rata per kapita dari tahun 2003-2007 adalah 27,88 kg/kapita/tahun. Food
Agriculture Organization (FAO) memperkirakan bahwa untuk mencapai
keseimbangan gizi makanan, maka paling tidak mengkonsumsi buah harus
mencapai 75 kilogram per tahun per kapita.4 Oleh karena itu, usaha untuk
meningkatkan konsumsi buah-buahan pada masyarakat Indonesia sangat
diperlukan.
Tabel 2. Konsumsi Perkapita Hortikultura Tahun 2003-2007
Tahun Konsumsi Perkapita (Kg/tahun)
Buah-buahan Pertumbuhan (%) Sayuran Pertumbuhan (%)
2003 2004 2005 2006 2007
29,44 27,19 25,17 23,56 34,06
- -7,64 -7,43 -6,40 44,57
34,52 33,49 35,33 34,16 39,39
- -2,98 5,49
-3,31 15,31
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, 2008
Peningkatan konsumsi buah-buahan pada masyarakat dapat menggunakan
produk buah-buahan yang diolah. Jenis tanaman buah-buahan tropis yang banyak
tumbuh di Indonesia dan sangat cocok untuk diolah serta memiliki prospek yang
cukup bagus untuk dikembangkan adalah buah jambu biji, nanas dan pepaya.
Produksi jambu biji di Indonesia dari tahun 2003 - 2008 mengalami pertumbuhan
7,16 persen per tahun. Produksi nanas di Indonesia dari tahun 2003 - 2008
memiliki trend (kecenderungan) yang positif dari tahun ke tahun dengan
pertumbuhan rata-rata sebesar 22,06 persen per tahun. Produksi pepaya di
Indonesia dari tahun 2003 – 2008 mengalami pertumbuhan sebesar 4,23 persen.
Tingkat pertumbuhan buah-buahan di Indonesia yang masih memiliki
trend yang positif tidak terlepas dari peran serta sentra-sentra pusat produksi
buah-buahan di Indonesia, salah satu sentra produksi terletak di Propinsi Jawa
Barat. Propinsi Jawa Barat merupakan salah satu propinsi yang memproduksi
4 Effata Tamburian. 2008. Deptan Akan Tekan Impor Buah.
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0812/31/eko09.html. [15 Februari 2010]
3
jambu biji, pepaya dan nanas di Indonesia. Salah satu kabupaten yang
berkontribusi terhadap jambu biji, pepaya dan nanas di Jawa Barat adalah
Kabupaten Bogor. Selama periode 2005 - 2006 produksi jambu biji dan nanas
mengalami peningkatan. Sedangkan produksi papaya tahun 2005 mengalami
penurunan dimana total produksi papaya pada tahun 2004 sebesar 37.539 ton
sedangkan pada tahun 2006 menurun sebesar 32,77 persen. Produksi jambu biji,
pepaya dan nanas dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Produksi Jambu Biji, Pepaya dan Nanas di Kabupaten Bogor Tahun
2002-2006
Tahun Produksi (Ton)
Jambu Biji Pepaya Nanas
2002 2.977,0 30.684,6 977,8
2003 4.670,8 12.678,7 268,4
2004 3.404,8 37.539,0 320,3
2005 4.443,6 25.236,1 551,8
2006 4.163,0 31.931,5 750,8 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2007
Salah satu cara meningkatkan nilai tambah dan memperpanjang masa
simpan buah-buahan adalah dengan mengolahnya menjadi beberapa macam
produk, diantaranya adalah sari buah (juice) dan permen lunak buah (soft candy).
Upaya pengolahan bertujuan untuk memberi nilai tambah dan memperpanjang
masa simpannya, sehingga dapat dikonsumsi kapan saja dan lebih praktis. Hal ini
terkait dengan karakteristik produk buah-buahan yang tidak tahan lama dan
mudah rusak karena pengaruh fisik (sinar matahari, benturan fisik) dan pengaruh
biologis (mikroba, kapang) terutama pada saat panen melimpah. Salah satu
indikasinya yaitu ketika permintaan stabil sedangkan supply produk begitu tinggi
saat panen raya, sehingga pengolahan perlu dilakukan untuk menangani
permasalahan tersebut.
Produk sari buah dapat diproduksi dari berbagai macam jenis buah-
buahan, diantaranya jambu biji. Sari buah jambu biji banyak dikonsumsi
masyarakat karena rasanya yang manis, aromanya yang harum, dan harganya
terjangkau. Selain banyak dikonsumsi karena rasanya yang enak, sari buah jambu
biji juga sering dikonsumsi masyarakat sebagai minuman kesehatan. Sedangkan
permen lunak merupakan produk olahan buah yang dapat dikonsumsi langsung
4
sebagai makanan ringan (cemilan) yang sehat atau produk antara untuk membuat
produk olahan lain. Permen lunak nanas dan pepaya banyak dikonsumsi karena
dibuat dari sari buah asli yang dikeringkan dan tanpa bahan pengawet. Buah-
buahan tersebut memiliki banyak variasi dalam kandungan nutrisi, rasa, aroma
dan kualitas. Selain rasanya yang enak dan kandungan gizinya tinggi, kebutuhan
yang besar terhadap buah-buahan ini ditanggapi dengan sangat baik dan
ditunjukkan dengan semakin meningkatnya produksi buah-buahan Indonesia.
Potensi pengembangan pengolahan buah-buahan seperti jambu biji,
pepaya dan nanas di Kabupaten Bogor cukup tinggi mengingat Bogor merupakan
salah satu daerah di Jawa Barat yang memproduksi jambu biji, pepaya dan nanas.
Penelitian ini dilakukan di Kelompok Wanita Tani (KWT) Turi dan Laboratorium
Percontohan Pabrik Mini Pusat Kajian Buah Tropika (LPPM PKBT) Bogor. KWT
Turi merupakan salah satu pelaku bisnis yang memproduksi sari buah jambu biji
dalam kemasan dengan merek “Jus Jambu Merah”. Sedangkan Laboratorium
Percontohan Pabrik Mini PKBT merupakan industri pengolahan “Fruit Talk Soft
Candy” dari buah nenas dan pepaya.
Berkembangnya industri pengolahan buah-buahan memacu KWT Turi dan
LPPM PKBT untuk mengembangkan usahanya baik dari produk, skala usaha
maupun pangsa pasar yang dirambah. Namun perusahaan yang ingin berkembang
dan terus menjaga kelangsungan hidupnya perlu membuat kebijakan yang
mengacu pada terciptanya efisiensi dan efektivitas kerja. Kebijakan tersebut dapat
berupa penetapan harga pokok produksi, yaitu dengan cara menekan biaya
produksi serendah mungkin dan tetap menjaga kualitas dari barang atau produk
yang dihasilkan, sehingga harga pokok produk satuan yang dihasilkan perusahaan
lebih rendah dari yang sebelumnya. Kebijakan ini sangat bermanfaat bagi
perusahaan untuk menetapkan harga jual yang tepat dengan laba yang ingin
diperoleh perusahaan, sehingga perusahaan tersebut dapat bersaing dengan
perusahaan–perusahaan lain yang memproduksi produk sejenis. Hal ini tentunya
tidak terlepas dari tujuan didirikannya perusahaan yaitu agar modal yang
ditanamkan dalam perusahaan dapat terus berkembang atau dengan kata lain
mendapatkan laba semaksimal mungkin.
5
Kesalahan dalam perhitungan harga pokok produksi dapat mengakibatkan
penentuan harga jual pada suatu perusahaan menjadi terlalu tinggi atau terlalu
rendah. Kedua kemungkinan tersebut dapat mengakibatkan keadaan yang tidak
menguntungkan bagi perusahaan, karena dengan harga jual yang terlalu tinggi
dapat mengakibatkan produk yang ditawarkan perusahaan akan sulit bersaing
dengan produk sejenis yang ada di pasar, sebaliknya jika harga jual produk terlalu
rendah akan mangakibatkan laba yang diperoleh perusahaan rendah pula. Kedua
hal tersebut dapat diatasi dengan penentuan harga pokok produksi dan harga jual
yang tepat.
1.2. Perumusan Masalah
Produk agribisnis memiliki karakteristik yang bersifat ukuran yang sangat
besar (bulky), mengambil banyak tempat (voluminous) dan cepat atau mudah
rusak (perishable). Salah satu produk hortikultura yang memiliki karakteristik
tersebut adalah buah-buahan. Buah-buahan merupakan komoditas pertanian yang
mudah mengalami perubahan-perubahan akibat pengaruh mekanisme fisik, kimia,
biologis dan mikrobiologis. Pengaruh-pengaruh tersebut bisa mengakibatkan
kerusakan atau pembusukan, terutama pada saat penen melimpah. Diperlukan
pengolahan lebih lanjut guna meningkatkan nilai tambah pada komoditas buah-
buahan. Salah satu bentuk pengolahan pada buah-buahan adalah dengan
pembuatan sari buah dan permen lunak. Buah jambu biji, pepaya dan nanas
merupakan komoditas pertanian yang memiliki karakteristik perishable seperti
buah-buahan lainnya. Pembuatan sari buah jambu biji dan permen lunak
merupakan salah satu upaya dalam memperpanjang masa simpan dan menambah
nilai jual jambu biji, pepaya dan nanas.
Kelompok Wanita Tani (KWT) Turi merupakan salah satu Kelompok
Usaha Agribisnis Desa Sukaresmi Kota Bogor dan anggota Program
Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP). KWT Turi adalah produsen yang
bergerak dalam bidang pengolahan buah jambu biji menjadi jus jambu. Usaha jus
jambu ini bermula dari keprihatinan warga Sukaresmi, melihat banyaknya jambu
matang yang dibuang begitu saja di kolam atau kebun. Jambu biji yang dijual ke
pasar merupakan jambu biji yang sudah tua namum belum matang.
6
KWT Turi menghasilkan Jus Jambu Merah atau yang sering di kenal
dengan nama JJM dengan kemasan botol plastik ukuran 300 mililiter dan kemasan
gelas plastik (cup) plastik ukuran 200 mililiter. Harga jual JJM kemasan botol
plastik ukuran 300 mililiter adalah Rp 3.500 dan harga jual JJM kemasan cup
ukuran 200 mililiter adalah Rp 1.500. KWT Turi berencana untuk menaikkan
harga jual produk, karena kenaikan harga bahan baku yang berfluktuatif ketika
permintaan JJM meningkat, namun persediaan buah jambu petani di Desa
Sukaresmi tidak mencukupi, maka KWT Turi akan membeli buah jambu yang
berada di pasar, hal tersebut akan meningkatkan biaya produksi, karena harga
buah jambu di pasar lebih mahal dibandingkan harga buah jambu di Desa
Sukaresmi.
Selain jambu biji bahan baku yang berfluktuatif adalah gula. Gula
merupakan bahan baku utama selain jambu biji dalam pengolahan produk JJM.
Selama ini penggunaan gula terhadap biaya produksi di KWT Turi sebesar 20,78
persen dalam pengolahan JJM kemasan cup dan sebesar 10,83 persen dalam
pengolahan JJM kemasan botol. Harga gula setiap tahunnya menunjukkan
kenaikan. Kenaikan harga gula tersebut sangat mempengaruhi harga pokok JJM,
karena produk JJM menggunakan gula sebagai bahan pemanis. Kenaikan harga
gula tak lepas dari peran harga gula dunia, saat ini harga gula di dunia mengalami
peningkatan ditambah dengan isu penggunaan tanaman tebu sebagai bio fuel. Hal
tersebut akan mempengaruhi pemintaan tanaman tebu di pasar internasional,
sehingga persaingan antara produk gula dan produk bio fuel yang merupakan
produk turunan dari tanaman tebu akan terjadi, kemungkinan harga gula akan
terus meningkat. Grafik perkembangan harga gula di dalam negeri dapat dilihat
pada Gambar 1.
KWT Turi selama ini dalam menentukan harga pokok JJM masih belum
menggambarkan seluruh biaya yang dikeluarkan seperti biaya penyusutan
bangunan, kendaraan serta mesin dan peralatan. Biaya penyusutan mempengaruhi
nilai aktiva tetap perusahaan, jika tidak diperhitungkan, maka perusahaan akan
mengeluarkan biaya diluar biaya produksi untuk biaya penyusutan.
7
Gambar 1. Perkembangan Harga Rata-rata Gula
Sumber : Kementrian Perdagangan RI (2010)
Pengaruh kenaikan harga bahan baku juga mempengaruhi kegiatan
produksi di LPPM PKBT. Laboratorium Percontohan Pabrik Mini PKBT
merupakan produsen pengolahan pepaya dan nanas menjadi produk yang
memiliki nilai tambah. LPPM PKBT mengolah dan menghasilkan Fruit Talk Soft
Candy dengan kemasan 50 gram. Harga jual soft candy pepaya dan nanas di
LPPM PKBT adalah masing-masing sebesar Rp 7.500 per bungkus. LPPM PKBT
juga berencana untuk menaikkan harga jual Fruit Talk Soft Candy karena
perusahaan ingin meningkatkan keuntungan, disamping harga bahan baku juga
berfluktuasi. Selama ini penetapan harga pokok produk yang dilakukan LPPM
PKBT belum menggambarkan rincian biaya produksi yang tepat seperti biaya
penyusutan kendaraan, biaya penyusutan bangunan dan mesin. Produk Fruit Talk
Soft Candy masih terbilang baru dipasaran, tepatnya pada awal tahun 2010, LPPM
dan Manajeman Serambi Botani melakukan kerjasama, produk “Fruit Talk Soft
Candy Papaya dan Fruit Talk Soft Candy Pineapple saat ini tersedia di Serambi
Botani, Botani Square, Bogor.
Masing-masing perusahaan saat ini masih menghadapi kendala dalam
penetapan harga pokok produksi oleh karena itu untuk menghadapi persaingan
dan dapat bertahan, maka perusahaan perlu mempertahankan dan membuat
strategi yang tepat. Salah satunya adalah strategi penetapan harga jual produk dan
mengetahui zona fleksibilitas, sehingga perusahaan dapat memposisikan
8
produknya pada pangsa pasar yang sesuai dengan tingkatan harga yang masih
dapat bersaing dengan produk sejenis di pasaran. Salah satu metode penentuan
harga pokok adalah full costing. Di dalam metode full costing, biaya overhead
pabrik yang bersifat variabel maupun tetap dibebankan kepada produk yang
dihasilkan atas dasar tarif yang ditentukan di muka pada kapasitas normal atau
atas dasar biaya overhead pabrik sesungguhnya. Oleh karena itu biaya overhead
pabrik tetap akan melekat pada harga pokok persediaan produk selesai yang
belum dijual, dan baru dianggap sebagai biaya (elemen harga pokok penjualan)
apabila produk selesai tersebut tidak dijual. Metode full costing akan diterapkan
dalam penelitian ini di masing-masing perusahaan (KWT Turi dan LPPM PKBT).
Perusahaan dapat menaikan harga jual produknya sesuai dengan kenaikan
harga yang masih dapat diterima oleh konsumen dengan melihat sensitivitas harga
menurut penilaian konsumen. Konsumen merupakan salah satu aset yang
menentukan bagi kelangsungan hidup bagi suatu usaha. Bagi konsumen, harga
memegang peranan penting dalam membeli suatu produk selain kualitas.
Memahami dan mengerti secara baik terhadap konsumen dapat dilakukan melalui
pengamatan, wawancara mengenai keinginan atau harapan-harapan konsumen
mengenai masalah harga. Untuk itu perlu dilakukan analisis sensitivitas harga dan
penilaian konsumen terhadap produk yang ditawarkan oleh perusahaan agar
perusahaan dapat menentukan harga jual yang wajar dari sisi konsumen terhadap
harga JJM dan Fruit Talk Soft Candy.
Pembentukan harga produk dari sisi produsen tidak hanya melihat dari sisi
perusahaan saja, namun perusahaan harus melihat pembentukan harga yang terjadi
pada konsumen. Rentang harga yang terbentuk dari harga minimum yang dibuat
oleh produsen dan harga maksimum yang akan dibayarkan oleh konsumen disebut
Zona fleksibilitas harga. Dalam hal ini, harga minimum yang dibuat produsen atau
Optimal Price Minimum (OP min) adalah harga jual minimum produk, sedangkan
harga maksimum yang dibayarkan oleh konsumen atau Customer Price Maximum
(CP max) adalah harga maksimum produk atau disebut dengan Price of Marginal
Expensive (PME).
Berdasarkan permasalahan di atas, maka perumusan masalah yang akan
dibahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
9
1. Apakah harga pokok produksi JJM di KWT Turi dan Fruit Talk Soft Candy di
Laboratorium Percontohan Pabrik Mini PKBT selama ini sudah tepat ?
2. Apakah perubahan harga jual JJM di KWT Turi dan Fruit Talk Soft Candy di
Laboratorium Percontohan Pabrik Mini PKBT berdampak pada loyalitas
konsumen ?
1.3. Tujuan penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang ingin dicapai
dari penelitian ini adalah :
1. Menganalisis penetapan harga pokok produksi JJM di KWT Turi dan Fruit
Talk Soft Candy di LPPM PKBT dengan memperhitungkan seluruh
komponen biaya produksi.
2. Menganalisis kisaran harga yang dapat diterima oleh pelanggan JJM di KWT
Turi dan konsumen Fruit Talk Soft Candy di LPPM PKBT.
3. Menganalisis rentang harga optimum dari pihak KWT Turi dan LPPM PKBT
dan pelanggannya (zona fleksibilitas harga) terhadap produk JJM dan Fruit
Talk Soft Candy.
1.4. Manfaat penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1. Memberikan masukan dan saran sebagai bahan pertimbangan bagi
manajemen KWT Turi dan LPPM PKBT dalam menjalankan usaha.
2. Bagi penulis khususnya untuk mendapatkan pengalaman dan sarana untuk
menerapkan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah.
3. Bagi pihak lain, peneliti maupun mahasiswa yang membutuhkan bahan
rujukan untuk penelitian selanjutnya atau kegiatan lain yang bersangkutan.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Sehubungan dengan terbatasnya waktu, biaya dan kemampuan dalam
melakukan penelitian ini, maka ruang lingkup penelitian ini terbatas pada
penghitungan harga pokok produk dan harga jual terhadap JJM di KWT Turi dan
Fruit Talk Soft Candy di LPPM PKBT. Rentang harga optimum dari sisi produsen
dan konsumen (zona fleksibilitas) yang diteliti sebatas rentang harga JJM di KWT
Turi dan Fruit Talk Soft Candy di LPPM PKBT.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Jambu Biji
Jambu biji (Psidium guajava) bukan merupakan tanaman asli Indonesia.
Tanaman ini pertama kali ditemukan di Amerika Tengah oleh Nikolai Ivanovich
Vavilov saat melakukan ekspedisi ke beberapa Negara di Asia, Afrika, Amerika
Selatan, dan Uni Soviet antara tahun 1887-1942. Penyebaran jambu biji kemudian
meluas di beberapa negara seperti Thailand, Taiwan, Indonesia, Jepang, Malaysia,
dan Australia. Jambu Biji memiliki banyak nama, antara lain, Jambu klutuk,
Jambu siki, dan Jambu batu. Nama ilmiah jambu biji adalah Psidium Guajava.
Psidium berasal dari bahasa Yunani, yaitu “Psidium” yang berarti delima.
Sedangkan “Guajava” berasal dari nama yang diberikan oleh orang Spanyol
(Parimin 2005).
Buah jambu biji dapat dikonsumsi dalam keadaan segar. Buah yang
mentah atau setengah matang banyak digunakan untuk rujakan. Selain itu,
buahnya juga diolah menjadi sirup, sari buah, jus, nektar, buahvita, jeli, selai,
kembang gula, dan dodol. Hasil olahan buah jambu biji tersebut disukai oleh
konsumen. Selain itu di daerah Bangka, daun jambu biji digunakan sebaga i bahan
minuman pengganti teh. Selain sebagai bahan pangan dan kerajinan, beberapa
bagian dari tanaman jambu biji dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat
resep pengobatan. Beberapa resep tanaman jambu biji telah terbukti mengobati
diare, disentri, demam berdarah, gusi bengkak, sariawan, jantung, dan diabetes.
Jambu biji mengandung vitamin C yang cukup tinggi. Kandungan vitamin
C jambu biji dua kali lebih banyak dari jeruk manis yang hanya 49 mg per 100 g.
Vitamin C sangat baik sebagai zat anti oksidan. Namun sebagian besar vitamin C
jambu biji terkonsentrasi di kulit dan daging bagian luarnya yang lunak dan tebal.
Kandungan vitamin C jambu biji mencapai puncaknya saat menjelang matang.
Berdasarkan hasil analisis mutu kimia diperoleh data bahwa kandungan vitamin C
per 100 gram jambu biji matang adalah 150,50 mg, matang optimal sebanyak
130,13 mg, dan lewat matang sebanyak 132,24 mg. Sementara kandungan gula
atau kemanisan jambu biji matang sebanyak 3,36 persen, matang optimal 3,71
persen, sedangkan untuk lewat matang sebanyak 1,84 persen (Parimin 2005).
11
Jambu biji kaya akan serat, khususnya pektin (serat larut air) yang dapat
digunakan untuk pembuatan gel atau jeli. Manfaat pektin lainnya adalah
menurunkan kolesterol dengan cara mengikat kolesterol dan asam empedu dalam
tubuh serta membantu pengeluarannya. Jambu biji dapat menurunkan kadar
kolesterol total dan trigliserida darah serta tekanan darah penderita hiperte nsi
essensial. Dalam literatur disebutkan bahwa kebutuhan vitamin C anak laki- laki
atau perempuan (usia 13-20 tahun) sebanyak 80-100 mg dan orang dewasa 70-75
mg. Berat jambu biji sebesar 275 gram per buah dapat mencukupi kebutuhan
vitamin C tiga orang dewasa atau dua orang anak usia 13-20 tahun per harinya
(Parimin 2005).
Jambu biji mengandung tanin yang menimbulkan rasa sepat pada buah
tetapi juga berfungsi memperlancar sistem pencernaan, sirkulasi darah, dan
berguna untuk menyerang virus. Jambu biji juga mengandung kalium yang
berfungsi meningkatkan keteraturan denyut jantung, mengaktifkan kontraksi otot,
mengatur pengiriman zat-zat gizi lainnya ke sel-sel tubuh, mengendalikan
keseimbangan cairan pada jaringan dan sel tubuh serta menurunkan kadar
kolesterol total dan trigliserida darah, serta menurunkan tekanan darah tinggi
(hipertensi). Dalam jambu biji juga ditemukan likopen yaitu zat nirgizi potensial
lain selain serat. Likopen adalah karatenoid (pigmen penting dalam tanaman)
yang terdapat dalam darah (0,5 mol per liter darah) serta memiliki aktivitas anti
oksidan. Jika mengkonsumsi likopen yang meningkat, khususnya pada jambu biji
yang daging buahnya berwarna merah, berbiji banyak dan berasa manis
mempunyai efek memberikan perlindungan pada tubuh dari beberapa jenis
kanker. Di samping manfaat jambu biji untuk menjaga kesehatan jantung dan
pembuluh darah serta mencegah munculnya kanker, memperkuat daya tahan
tubuh terhadap serangan penyakit, meningkatkan kesehatan gusi, gigi dan
pembuluh kapiler serta membantu penyerapan zat besi dan penyembuhan luka.
jambu biji juga berkhasiat anti radang, anti diare dan menghentikan pendarahan,
misalnya pada penderita demam berdarah dengue (DHF).5
5 Sapphire.2010. Segudang Manfaat Jambu Biji.
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/06/segudang-manfaat-jambu-biji [20 Februari 2010]
12
Khusus daun jambu biji, penelitian yang pernah dilakukan pada umumnya
daun jambu biji berkhasiat sebagai anti diare. Jambu biji mempunyai khasiat
sebagai anti inflamasi, anti mutagenik, anti mikroba dan analgesik. Beberapa
senyawa kimia yang terkandung dalam jambu biji mempunyai aktivitas
antioksidan yang erat khasiatnya dalam mengobati berbagai penyakit (Indriani,
2010).
2.2. Nanas
Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama
ilmiah Ananas comosus. Nanas berasal dari Brasilia (Amerika Selatan) yang telah
di domestikasi. Pada abad ke-16 orang Spanyol membawa nanas ke Filipina dan
Semenanjung Malaysia, masuk ke Indonesia pada abad ke-15. Di Indonesia pada
mulanya nanas digunakan sebagai tanaman pekarangan, dan meluas dikebunkan
di lahan kering (tegalan) di seluruh wilayah nusantara. Tanaman ini kini
dipelihara di daerah tropik dan sub tropik.4
Nanas (Ananas comosus (L) Merr) yang kerap dikonsumsi sebagai buah
segar dapat tumbuh dan berbuah di dataran tinggi hingga 1.000 meter dpl (diatas
permukaan laut). Tanaman buah yang tidak menyukai air yang menggenang ini,
kini ditanam luas di Indonesia. Sentra produksinya terdapat di beberapa daerah
seperti Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Jawa Barat, dan Jawa Timur.
Berdasarkan habitus tanaman, terutama bentuk daun dan buah dikenal 4
jenis golongan nanas, yaitu : Cayene (daun halus, tidak berduri, buah besar),
Queen (daun pendek berduri tajam, buah lonjong mirip kerucut), Spanyol/Spanish
(daun panjang kecil, berduri halus sampai kasar, buah bulat dengan mata datar)
dan Abacaxi (daun panjang berduri kasar, buah silindris atau seperti piramida).
Varietas cultivar nanas yang banyak ditanam di Indonesia adalah golongan
Cayene dan Queen. Golongan Spanish dikembangkan di kepulauan India Barat,
Puerte Rico, Mexico dan Malaysia. Golongan Abacaxi banyak ditanam di
Brazilia. Dewasa ini ragam varietas/cultivar nanas yang dikategorikan unggul
adalah nanas Bogor, Subang dan Palembang (Prihatman 2000).
Nanas yang dikembangkan di Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) LPPM
IPB adalah varietas Mahkota Bogor dan varietas Delika Subang. PKBT didirikan
4 Nanas.2000. Prihatman.http://migroplus.com/brosur/Budidaya%20nanas.pdf [15 Februari 2010]
13
sebagai peran serta IPB dalam mendukung pengembangan buah‐buahan Indonesia
melalui kegiatan‐kegiatan riset yang terpadu intensif dan integratif. Peningkatan
dayasaing buah nasional dilaksanakan melalui pengembangan varietas unggul dan
teknologi untuk menghasilkan buah berkualitas serta membangun suatu sistem
penelitian dan pengembangan jaringan kerjasama strategis yang mendukung
agribisnis buah‐buahan unggulan Indonesia melalui koordinasi dan penyatuan
sumberdaya. Karakteristik nanas varietas Mahkota Bogor dan varietas Delika
Subang dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Karakteristik Nanas Varietas Mahkota Bogor dan Delika Subang
Karakteristik Varietas
Mahkota Bogor Delika Subang Tinggi tanaman (cm) 101 ± 10 101 ± 10
Lebar tajuk (cm) 86 ± 10 86 ± 10
Umur panen (bst) 16 ± 4 14 ± 2 Potensi hasil / Ha (ton) 50 ± 5 80 ± 8 Berat buah (gram) 1000 ± 300 2000 ± 500 PTT (˚Brix) 18 ± 2 16 ± 2
TAT (%) 11,7 6,93 Rasio PTT/TAT 1,54 2,67 Ca‐oksalat (ppm) 640 704
Bromelain (unit/gram) 1,78 1,31 Sumber : PKBT LPPM IPB, 2009
Bagian utama yang bernilai ekonomi penting dari tanaman nanas adalah
buahnya. Buah nanas selain dikonsumsi segar juga diolah menjadi berbagai
macam makanan dan minuman, seperti selai, buah dalam sirop dan lain- lain. Rasa
buah nanas manis sampai agak masam segar, sehingga disukai masyarakat luas.
Disamping itu, buah nanas mengandung gizi cukup tinggi dan lengkap. Buah
nanas mengandung enzim bromelain, (enzim protease yang dapat menghidrolisa
protein, protease atau peptide), sehingga dapat digunakan untuk melunakkan
daging. Enzim ini sering pula dimanfaatkan sebagai alat kontrasepsi Keluarga
Berencana.
Buah nanas bermanfaat bagi kesehatan tubuh, sebagai obat penyembuh
penyakit sembelit, gangguan saluran kencing, mual-mual, flu, wasir dan kurang
darah. Penyakit kulit (gatal-gatal, eksim dan kudis) dapat diobati dengan diolesi
sari buah nanas. Kulit buah nanas dapat diolah menjadi sirop atau di ekstraksi
14
cairannya untuk pakan ternak . Riset terkini menunjukkan nanas sarat dengan
antioksidan dan fitokimia yang berkhasiat mengatasi penuaan dini, wasir, kanker,
serangan jantung, dan penghalau stres. Sebagai salah satu famili Bromeliaceae,
buah nanas mengandung vitamin C dan vitamin A (retinol) masing-masing
sebesar 24,0 miligram dan 39 miligram dalam setiap 100 gram bahan (Tabel 5).
Kedua vitamin sudah lama dikenal memiliki aktivitas sebagai antioksidan yang
mampu melindungi tubuh dari berbagai serangan penyakit, termasuk kanker,
jantung koroner dan penuaan diri.
Tabel 5. Kandungan Gizi Buah Nanas Segar (100 gram bahan)
No Kandungan Gizi Jumlah
1 Kalori 52,00 kal
2 Protein 0,40 g
3 Lemak 0,20 g
4 Karbohidrat 16,00 g
5 Fosfor 11,00 mg
6 Zat Besi 0,30 mg
7 Vitamin A 130,00 SI
8 Vitamin B1 0,08 mg
9 Vitamin C 24,00 mg
10 Air 85,30 g Sumber : Buletin Teknopro Hort ikultura Edisi 71 Juli 2004. Manfaat Nanas
Tingkat kematangan buah nanas yang baik untuk dikonsumsi dapat dilihat
dari warna buahnya yaitu bila warna kuning telah mencapai 25 % (dari total
permukaan buah). Pada tingkat ini buah mempunyai total padatan terlarut yang
tinggi dan keasamannya rendah. Demikian pula tingkat kematangan buah dapat
dilihat dari warna pada mata dan kulit buah yaitu tidak kurang dari 20 % tetapi
tidak lebih dari 40 % mata mempunyai bercak kuning. Umur simpan buah-buahan
segar antara 1 sampai 7 hari pada 21,11oC, sedangkan buah-buahan kering umur
simpannya dapat mencapai 1 tahun atau lebih Sedangkan kadar air buah kering
antara 18 sampai 25 %. Nanas tidak tahan lama disimpan. Nanas yang dipanen
pada tingkat setengah matang dapat disimpan pada suhu 7-13oC selama 2 minggu.
Buah yang telah matang sebaiknya disimpan pada suhu sekitar 7oC, buah nanas
dapat mengalami kerusakan dingin pada suhu lebih rendah dari 7 oC .
15
2.3. Pepaya
Pepaya (Carica papaya L.) berasal dari Amerika Tengah. Tanaman
pepaya mudah tumbuh di mana saja sehingga tanaman ini dapat kita jumpai di
seluruh Indonesia. Sentra produksi pepaya antara lain yaitu Jawa Timur, Jawa
Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Sulawesi Selatan, Bali, dan Nusa Tenggara
Barat. Buah pepaya kaya akan sumber gizi dan harganya relatif murah. Hampir
seluruh bagian tanaman pepaya dapat dimanfaatkan baik sebagai bahan pangan
maupun untuk bahan obat dan industri, yaitu mulai dari akar, batang, daun,
kuntum bunga, buah, kullit pohon dan getahnya. Nilai gizi buah pepaya dan
manfaat dari setiap bagian tanaman pepaya adalah seperti pada Tabel 6.
Tabel 6. Komposisi Gizi Buah Pepaya Masak, Pepaya Muda, dan Daun Pepaya
Per 100 Gram
Zat Gizi Buah Pepaya Masak Buah Pepaya Muda Daun Pepaya
Energi (kkal) 46 26 79
Protein (g) 0,5 2,1 8,0
Lemak (g) 0 0,1 2,0
Karbohidrat (g) 12,2 4,9 11,9
Kalsium (mg) 23 50 353
Fosfor (mg) 12 16 63
Besi (mg) 1,7 0,4 0,8
Vitamin A (SI) 365 50 18.250
Vitamin B1 (mg) 0,04 0,02 0,15
Vitamin C (mg) 78 19 140
Air (g) 86,7 92,3 75,4
Sumber: Direktorat Gizi, Depkes RI (1992)
Buah pepaya matang sangat unggul dalam hal betakaroten (276
mikrogram/100 gram), betacryptoxanthin (761 mikrogram/100 gram), serta lutein
dan zeaxanthin (75 mikrogram/100 gram). Betakaroten merupakan provitamin A
sekaligus antioksidan yang sangat ampuh untuk menangkal serangan radikal
bebas. Vitamin A yang diperoleh dari 100 gram buah pepaya matang berkisar
antara 1.094-18.250 SI, tergantung dari varietasnya. Sementara betacryptoxanthin,
lutein, dan zeaxanthin lebih banyak berperan sebagai antioksidan untuk mencegah
timbulnya kanker dan berbagai penyakit degeneratif.5
5 Pepaya.2000. Prihatman.http://migroplus.com/brosur/Budidaya%20pepaya.pdf [ 15Februari
2010]
16
Sumbangan vitamin yang sangat menonjol adalah vitamin C (62-78
mg/100 gram) dan folat (38 mikrogram/100 gram). Kadar serat per 100 gram buah
masak sebesar 1,8 gram. Serat pepaya sangat dikenal manfaatnya dalam
memperlancar proses buang air besar (BAB) dan mencegah sembelit. Satu potong
pepaya berukuran 140 gram mampu memberikan sumbangan vitamin C sebanyak
150 persen dari angka kecukupan gizi yang dianjurkan per hari (AKG), serta
sumbangan serat sebanyak 10 persen dari AKG. Komposisi mineral pada buah
pepaya matang sangat bagus, yaitu dominan potasium (257 mg/100 gram) dan
sangat sedikit sodium (3 mg/100 gram). Rasio potasium terhadap sodium yang
tinggi sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya hipertensi. Mineral lain yang
terkandung dalam jumlah lumayan adalah kalsium, besi, magnesium, fosfor, zinc,
dan selenium. Keunggulan lain dari buah pepaya adalah rendah lemak, tanpa
kolesterol, rendah sodium.
Selain buah, bagian lain dari tanaman pepaya pun banyak manfaatnya. Sari
akar tanaman pepaya misalnya, dapat digunakan sebagai obat penyakit kencing
batu, penyakit saluran kencing, dan cacing kremi. Biji pepaya dapat digunakan
sebagai obat penyakit cacing kremi. Batang, daun, dan buah pepaya muda
mengandung getah berwarna putih. Getah tersebut merupakan sumber enzim
papain, yaitu suatu enzim proteolitik (pemecah protein). Sering digunakan sebagai
pengempuk daging (meat tenderizer), yaitu untuk memecah serat-serat daging
yang alot menjadi empuk. Selain itu, papain juga digunakan pada industri
minuman (sebagai penjernih bir dan anggur), industri farmasi, industri kosmetik,
industri tekstil dan kulit (sebagai penyamak), serta sebagai pembersih limbah.
Perasan daun pepaya muda mengandung alkaloid berasa pahit yang konon
berkhasiat sebagai obat penyakit malaria, penurun demam, penurun tekanan
darah, dan pembunuh amuba. Daun pepaya muda dapat diolah menjadi buntil,
urap, atau lalap rebus.
2.4. Jus Buah
Jus buah (fruit juice) adalah cairan yang jernih atau agak jernih, tidak
difermentasi dan diperoleh dari pengepresan buah-buahan yang telah matang dan
masih segar. Seiring dengan perkembangan produk pangan, defenisi sari buah
mencakup semua produk yang dihasilkan dari suatu konsentrat yang mempunyai
17
karakteristik sensori dan analitik yang sama dengan sari yang berasal dari buah
langsung.
Minuman sari buah kemasan adalah minuman ringan yang dikemas dalam
berbagai bentuk dengan cita rasa buah, baik yang berasal dari sari buah segar,
konsentrat, maupun perasa (essens) buah dengan atau penambahan gula dan
bahan makanan yang diijinkan. Sari buah merupakan hasil pengepresan atau
ekstraksi buah yang sudah disaring. Buah yang digunakan sebagai sari buah harus
dalam keadaan matang dan mempunyai cita rasa yang menyenangkan dan banyak
mengandung asam.
2.5. Kembang Gula
Kembang gula adalah jenis makanan selingan berbentuk padat, dibuat dari
gula atau pemanis lain atau campuran gula dengan pemanis lain dengan atau tanpa
penambahan bahan makanan lain dari bahan tambahan makanan yang diijinkan.
Kembang gula diklasifikasikan dalam 4 jenis yaitu : kembang gula keras,
kembang gula lunak, kembang gula karet, dan kembang gula nirgula. Persyaratan
mutu dan cara uji mencakup keadaan, kadar air, abu, gula reduksi (sebagai gula
invert), sakarosa, bahan tambahan makanan, getah (gum base), cemaran logam,
arsen, dan cemaran mikroba.
Syarat mutu kembang gula lunak adalah keadaan yaitu bau dan rasa, kadar
air, kadar abu, gula reduksi (dihitung sebagai gula inversi), sakarosa, cemaran
logam, cemaran Arsen (As), dan cemaran mikroba. Cara memproduksi kembang
gula lunak yang higienis termasuk cara penyiapan dan penanganannya mengacu
pada peraturan tentang pedoman cara produksi pangan yang baik. Kembang gula
lunak dikemas dalam wadah yang tertutup rapat, tidak dipengaruhi atau
mempengaruhi isi, aman selama penyimpanan dan pengangkutan. Syarat
penandaan sesuai dengan peraturan tentang label dan iklan pangan.
Kembang gula diklasifikasikan dalam 4 jenis, yaitu :6
1. Kembang gula keras (hard candy)
Kembang gula keras adalah kembang gula bertekstur keras, tidak menjadi
lunak jika dikunyah.
6 KEMBANG GULA.SNI 01‐3547‐1994.
http://foodnutrisys.com/SNI/SNI_Kembang_gula_new.pdf [15 februari 2010]
18
2. Kembang gula lunak (soft candy)
Kembang gula lunak adalah kembang gula bertekstur relatif lunak jika
dikunyah.
3. Kembang gula karet
Kembang gula karet adalah kembang gula yang mengandung getah jelutung
(Dyenn costulata) atau getah sintetis khusus.
4. Kembang gula nirgula
Kembang gula nirgula adalah kembang gula yang dibuat tanpa menggunakan
gula, tetapi menggunakan pemanis lain, dibuat khusus untuk penderita
diabetes dan atau yang membutuhkan kalori rendah.
2.6. Soft Candy Pineapple
Pineapple Soft Candy merupakan olahan buah yang terbuat dari sari alami
buah nanas. Tahap pertama dalam proses pembuatan Pineapple Soft Candy, yaitu
buah nanas dibersihkan dari mahkota buah, kulit dan mata buahnya hingga bersih.
Buah nanas yang digunakan harus dipastikan benar-benar telah bersih dari mata
nanas. Karena mata nanas dapat menyebabkan adonan ketika dimasak menjadi
kotor. Setelah tahap pembersihan, buah nanas siap untuk dihaluskan dengan alat
pemarut hingga menjadi bubur nenas. Sebelum diparut, buah nanas yang telah
dibersihkan dicuci dengan air bersih yang mengalir dan direndam dengan garam.
Perendaman dengan garam bertujuan untuk menginaktifkan enzim yang terdapat
dalam buah nanas.
Pada tahap pemasakan, bubur nanas yang telah dihasilkan dari tahap
sebelumnya dapat langsung digunakan. Adonan bubur nanas pada tahap
pemasakan ditambahkan gula dan ekstrak rumput laut sebagai pengental. Adonan
bubur nanas yang telah dicampurkan dengan gula dan ekstrak rumput laut diaduk
hingga merata dengan api sedang sampai adonan tersebut mendidih. Setelah
adonan tersebut mendidih, adonan langsung dicetak dalam nampan plastik.
Kemudian diamkan sebentar hingga dingin.
Setelah adonan dalam cetakan dingin, adonan tersebut akan kenyal seperti
bentuk jelly kemudian adonan dapat dipotong-potong menggunakan pisau gerigi
dengan panjang potongan kurang lebih 2 cm. Adonan yang telah dibentuk persegi
siap untuk dikeringkan didalam oven. Pengeringan berlangsung selama kurang
19
lebih delapan jam dengan suhu pengeringan 80oC. Pada saat pengeringan, bobot
adonan akan berkurang sehingga hanya menghasilkan rendemen sebesar 30% dari
bobot awal. Tahap terakhir dari proses ini adalah tahap packaging (pengemasan).
Pineapple Soft Candy yang telah kering dapat langsung dikemas menggunakan
standing pouch yang terbuat dari alumunium.
2.7. Soft Candy Papaya
Papaya Soft Candy merupakan olahan buah yang terbuat dari campuran
sari alami buah pepaya dan nanas. Tahap pertama dalam proses pembuatan
Papaya Soft Candy, yaitu buah pepaya dan nanas dibersihkan dari bagian-bagian
yang tidak diinginkan seperti kulit, biji buah dan mata nanas. Buah nanas yang
digunakan harus dipastikan benar-benar telah bersih dari mata nanas. Karena mata
nanas dapat menyebabkan adonan ketika dimasak menjadi kotor.
Setelah tahap pembersihan, buah pepaya dan nanas siap untuk dihaluskan
dengan alat pemarut hingga menjadi bubur nanas. Namun sebelum diparut, untuk
buah nanas yang telah dibersihkan dicuci dengan air bersih yang mengalir dan
direndam dengan garam. Perendaman dengan garam bertujuan untuk
menginaktifkan enzim yang terdapat dalam buah nanas.
Pada tahap pemasakan, bubur pepaya dan bubur nanas yang telah
dihasilkan dari tahap sebelumnya dapat langsung digunakan. Bubur pepaya dan
bubur nanas disatukan menjadi satu adonan. Kemudian adonan ini ditambahkan
gula dan ekstrak rumput laut sebagai pengental. Adonan yang telah dicampurkan
dengan gula dan ekstrak rumput laut diaduk hingga merata dengan api sedang
sampai adonan tersebut mendidih. Setelah adonan tersebut mendidih, adonan
langsung dicetak dalam nampan plastik. Kemudian diamkan sebentar hingga
dingin.
Setelah adonan dalam cetakan dingin, adonan tersebut akan kenyal seperti
bentuk jelly kemudian adonan dapat dipotong-potong menggunakan pisau gerigi
dengan panjang potongan kurang lebih 2 sentimeter. Adonan yang telah dibentuk
persegi siap untuk dikeringkan didalam oven. Pengeringan berlangsung selama
kurang lebih delapan jam dengan suhu pengeringan 80oC. Pada saat pengeringan,
bobot adonan akan berkurang sehingga hanya menghasilkan rendemen sebesar
30% dari bobot awal. Tahap terakhir dari proses ini adalah tahap packaging
20
(pengemasan). Papaya Soft Candy yang telah kering dapat langsung dikemas
menggunakan standing pouch yang terbuat dari alumunium.
2.8. Hasil Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini yaitu
mengenai jus jambu, pepaya, nanas, harga pokok produksi dan sensitivitas harga.
Analisis Harga Komoditas Pisang, Pepaya dan Nanas di Indonesia (Sundari 2006)
menjelaskan bahwa perkembangan harga komoditas pisang, pepaya, dan nanas
dalam kurun waktu 1999-2004 mengalami fluktuasi dengan kecenderungan yang
semakin meningkat.
Pasar di tingkat produsen maupun di tingkat konsumen untuk komoditas
pepaya dan nanas telah terintegrasi secara spasial di lima daerah produksi
utamanya. Jika telah terkointegrasi secara spasial maka harga yang terjadi di
masing daerah cenderung bergerak dalam satu arah yang sama, artinya perubahan
harga di suatu daerah akan mempengaruhi harga di daerah yang lain. Pergerakan
harga yang terjadi di masing-masing daerah yang terkointegrasi, akan
menyebabkan dapat diketahuinya kecendrungan gerak harga yang akan terjadi.
Strategi Pemasaran yang diteliti oleh Sari (2008) dengan judul Strategi
Pemasaran Produk Jus Jambu Merah “JJM” Kelompok Wanita Tani Turi,
Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sereal, Kota Bogor menjelaskan bahwa
analisis matriks IE KWT Turi berada pada kuadran V (pertahankan dan pelihara)
dengan strategi yang diterapkan adalah strategi penetrasi pasar dan pengembangan
produk. Hasil analisis SWOT menghasilkan enam alternatif strategi yaitu : 1)
pempertahankan kualitas dan keunggulan; 2) meningkatkan kegiatan promosi; 3)
peningkatan kapasitas produksi; 4) mempertahankan hubungan kerjasama dan
pelayanan; 5) melakukan diversifikasi produk; 6) melakukan perencanaan
pemasaran serta pengelolaan manajemen usaha yang profesional sedangkan hasil
analisis matriks QSPM menunjukkan bahwa strategi terbaik yang harus dilakukan
adalah mempertahankan kualitas dan keunggulan produk untuk menarik
pelanggan.
Penelitian mengenai olahan nanas oleh Tari (2007) yang berjudul Produk
Keripik Nanas Sebagai Alternatif Produk Olahan Buah Nanas (Ananas Comosus
L.Merr) di Daerah Palangkaraya menjelaskan bahwas pengolahan buah nanas
21
memberikan keuntungan diantaranya waktu simpan menjadi lebih lama, bobot
produk menjadi lebih ringan sehingga pendistribusian menjadi lebih mudah,
produk keripik lebih praktis dikonsumsi dan memberi nilai tambah secara
ekonomi.
Tari (2007), juga menjelaskan mengenai penetapan harga pokok produksi
untuk keripik nanas paon kebun adalah Rp 66.200,00 per kg sedangkan harga
pokok produksi keripik nanas madu adalah Rp 50.200,00 per kg. BEP keripik
nanas paon kebun adalah 72,2 kg dengan perkiraan harga jual Rp 74.900,00 per
kg, sedangkan BEP untuk keripik nanas madu adalah 75 kg dengan perkiraan
harga jual Rp 58.250,00 per kg.
Penelitian mengenai analisis penetapan harga pokok produksi dilakukan
oleh Haposan (2006) dan Yulianti (2007). Haposan (2006) dengan judul Analisis
Penetapan Harga Pokok Produksi Pepaya (Carica papaya) Dengan Metode
Activity Based Costing Pada PT. Cipta Daya Agri Jaya Di Bogor, Jawa Barat
menjelaskan bahwa semakin ketatnya persaingan diantara perusahaan budidaya
pepaya eksotik membuat setiap perusahaan harus menetapkan harga jual yang
tepat untuk menghindari kerugian dan sekaligus mengukur sampai dimana
perusahaan dapat berkembang.
Berdasarkan perhitungan harga pokok produksi melalui pendekatan
activity based costing (ABC), perusahaan mampu mengidentifikasi biaya dasar
konsumsi aktivitas pembuatan produk yang sesungguhnya sehingga menghasilkan
perbandingan antara perhitungan harga pokok produksi perusahaan dengan
perhitungan harga pokok produksi metode ABC, diketahui bahwa metode ABC
menghasilkan perhitungan harga pokok yang lebih tinggi, tetapi metode ABC
mencatat biaya produksi yang benar-benar terjadi pada setiap proses produksi.
Dari analisis mengenai harga pokok produksi menggunakan metode ABC,
jika perusahaan tetap menginginkan laba, maka upaya yang dapat dilakukan
perusahaan yaitu dengan cara meningkatkan harga jual secara kontinu untuk
semua jenis pepaya disertai dengan promosi dan pemberian label perusahaan pada
produk. Sedangkan untuk peningkatan volume produksi, perusahaan dapat
melakukan peningkatan hasil panen, pemeliharaan dan pengawasan dalam
22
pemupukan, pemberantasan hama penyakit tanaman, serta dapat memenuhi
jumlah pesanan yang cukup besar untuk menurunkan biaya produksi.
Penetapan Harga Pokok dan Zona Fleksibilitas Harga Meises Cokelat di
PT G Bandung, Jawa Barat dilakukan oleh Yulianti pada tahun 2007 dengan latar
belakang masalah bahwa perusahaan pada akhir tahun 2007 berencana menaikkan
harga jual produk untuk meningkatkan keuntungan, tetapi selama ini perusahaa n
menentukan harga jual dengan menetapkan margin laba dari empat sampai
sepuluh persen dari harga pokok. Untuk mengetahui perhitungan harga pokok
produksi meises cokelat alat analisis yang digunakan melalui pendekatan full
costing sebagai cara untuk mengidentifikasi OP (min).
Alat analisis yang kedua menggunakan analisis sensitivitas harga sebagai
alat untuk mengidentifikasi CP (max). Dari kedua analisis tersebut diperoleh zona
fleksibiitas untuk mendapatkan rentang harga optimum dari sisi produsen dan
konsumen.
Harga pokok meises dengan menggunakan metode full costing lebih tinggi
daripada harga pokok produk dengan metode PT G disebabkan karena metode full
costing mengakumulasikan seluruh biaya termasuk biaya tetap dan biaya variabel.
Zona fleksibilitas harga ideal untuk seluruh pelanggan meises 818 Biru di
Bandung adalah Rp 84.000,00 karena pada tingkat harga tersebut PT G
mendapatkan tambahan keuntungan sebesar 2,5 persen dari harga awal dan
pelanggan merasa puas karena membayar kurang dari tingkat harga maksimum.
Analisis sensitivitas harga dilakukan oleh Sahertian (2006), Sinaga (2006),
dan Samsurrijal (2009). Penelitian yang dilakukan oleh Sahertian (2006)
mengenai “Analisis Sikap dan Rentang Harga pada Proses Keputusan Pembelian
Beras Organik Amani (Kasus Pada PT Amani Mastra-Bekasi) menggunakan
analisis dekriftif, analisis fishbein, serta analisis sensitivitas harga. Berdasarkan
hasil sensitivitas harga tingkat terendah (MCP) untuk beras organik amani sebesar
Rp 7.889,00 tingkat harga murah (IPP) sebesar Rp 8.525,00 tingkat harga
optimum (OPP) sebesar Rp 9.124,00 dan tingkat harga tertinggi (MEP) sebesar
Rp 9.850,00. Sehingga rentang harga yang wajar atau relevan bagi konsumen
dalam membeli beras organik amani yaitu antara harga Rp 8.525,00 hingga Rp
9.124,00.
23
Analisis Sensitivitas Harga dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Penilaian Konsumen Terhadap Harga Ayam Panggang dan Steak di Restoran MP
Bogor menjelaskan bahwa berdasarkan analisis sensitivitas harga, harga ayam
panggang sirloi steak dan tenderloin steak saat ini berada pada rentang optimum
yang dapat diterima yaitu antara harga minimum dan optimum (Sinaga 2006).
Pada rentang ini responden membeli ayam panggang tanpa meragukan
kualitasnya. Berdasarkan analisis regresi logistik, variabel yang berpengaruh
secara nyata terhadap penilaian konsumen pada mahal atau tidaknya harga ayam
panggang di restoran ini adalah status pernikahan, pekerjaan serta pendapatan.
Untuk sirloin steak adalah pekerjaan dan pendapatan, sedangkan untuk tenderloin
steak adalah variabel pendapatan serta pendidikan.
Sensitivitas dan Faktor yang Mempengaruhi Loyalitas Pembelian Jus
Belimbing Picco (Kasus: PT. Tonsu Wahana Tirta, Kota Depok, Jawa Barat) yang
dilakukan oleh Samsurrijal (2009) menjelaskan bahwa karakteristik demografi jus
belimbing Picco tergolong dalam segmentasi pasar kalangan muda dan sangat
terpengaruh oleh perubahan yang terjadi pada produk. Faktor yang berpengaruh
positif terhadap tingkat loyalitas konsumen untuk tetap membeli bila terjadi
kenaikan harga 5 persen adalah usia konsumen dan tingkat pendapatan per bulan.
Sedangkan yang berpengaruh negatif terhadap tingkat loyalitas pembelian
sehingga konsumen tidak akan lagi membeli produk jus belimbing Picco adalah
lama mengkonsumsi dan jumlah anggota keluarga.
Kenaikan harga jual produk jus jambu belimbing Picco sebesar 5 persen
dari harga awal Rp 2.500,00 menjadi Rp 2.625,00 per botol dapat dipublikasikan
oleh perusahaan karena pada tingkat harga Rp 2.625,00 per botol, konsumen
masih mau membeli dengan menganggap bahwa kisaran harga tersebut tidak
terlalu mahal.
Penelitian yang akan dilakukan mempunyai persamaan mengenai zona
fleksibilitas harga dengan menggabungkan harga pokok produksi full costing dan
sensitivitas harga, serta objek penelitian yaitu Jus Jambu Merah (JJM), tetapi
penelitian ini juga mempunyai perbedaan dari segi komoditas yang dijadikan
topik penelitian yaitu produk Fruit Talk Soft Candy pepaya dan nanas.
24
Penelitian ini perlu dilakukan untuk mengkaji rentang harga baik dari sisi
produsen maupun konsumen. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan bagi Laboratorium Percontohan Pabrik Mini PKBT Bogor dan KWT
Turi dalam hal pengambilan keputusan untuk kebijakan dalam penentuan harga
jual baru produk Fruit Talk Soft Candy dan JJM.
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Konsep Biaya
Konsep biaya merupakan konsep yang terpenting dalam akuntansi
manajemen dan akuntansi biaya. Adapun tujuan memperoleh informasi biaya
digunakan untuk proses perencanaan, pengendalian dan pembuatan keputusan.
Biaya didefinisikan sebagai kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk
mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberikan manfaat saat ini atau
di masa yang akan datang bagiorganisasi. Biaya adalah pengorbanan ekonomis
yang dibuat untuk memperoleh barang atau jasa. The Committee on Cost Consepts
and Standards of The American Accounting Association memberikan definisi
biaya merupakan pengeluaran-pengeluaran yang diukur secara terus-menerus
dalam uang atau yang potensial harus dikeluarkan untuk mencapai suatu tujuan.
Jadi menurut beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa biaya
merupakan kas atau nilai ekuivalen kas yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk
mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan guna untuk memberikan suatu
manfaat yaitu peningkatan laba.7
Sedangkan konsep biaya menurut Nicholson (2002) dibedakan menjadi
tiga, yaitu biaya opportunitas, biaya akuntansi, dan biaya ekonomis. Biaya
oportunitas merupakan biaya dari suatu barang atau jasa yang diukur dengan
adanya alternatif pemakaian yang hilang karena memproduksi barang atau jasa
tersebut. Biaya akuntansi adalah konsep tentang berapa biaya barang atau jasa
yang dibayarkan untuk barang atau jasa tersebut. Sedangkan biaya ekonomis
adalah sejumlah biaya yang diperlukan untuk mempertahankan sebuah sumber
daya pada penggunaan saat ini.
Biaya ekonomis terdiri atas biaya tenaga kerja, biaya modal, dan biaya
jasa. Biaya tenaga kerja dibeli pada tingkat upah per jam (w). Tingkat upah adalah
biaya penggunaan seorang pekerja selama satu jam. Dalam menghitung biaya
modal, akuntan menggunakan harga historis pada suatu mesin dan menambahkan
depresiasi untuk menentukan berapa besar harga sesungguhnya mesin tersebut
7 Riyandari.2009.31-pengertian-biaya.
http://ridwaniskandar.files.wordpress.com/2009/05/ 31-pengertian-biaya.pdf [Oktober 2010]
26
yang harus dibebankan pada saat ini. Jumlah yang dibayarkan oleh mesin
merupakan biaya tertanam (sunk cost). Biaya kepengusahaan merupakan sebagian
dari laba akuntansi yang dihasilkan perusahaan.
Jumlah biaya dalam suatu produksi diakumulasikan dalam total biaya yang
digunakan. Lipsey et al (1991) mengemukakan bahwa Biaya Total (TC) adalah
biaya total untuk menghasilkan tingkat output tertentu. Biaya Total dibagi
menjadi dua bagian, yaitu Biaya Tetap Total (TFC) dan Biaya Variabel Total
(TVC). Biaya Tetap adalah biaya yang tidak berubah meskipun volume berubah.
Biaya ini akan sama besarnya walaupun output bernilai satu unit atau satu juta
unit. Biaya seperti ini seringkali disebut dengan biaya overlead atau biaya yang
tidak dapat dihindari (unavoidable cost). Biaya yang berkaitan langsung dengan
output, yang bertambah besar dengan meningkatnya produksi dan berkurang
dengan menurunnya produksi disebut dengan biaya variabel. Biaya ini sering
disebut biaya langsung atau biaya yang dapat dihindari (avoidable cost). Kurva
biaya total dapat dilihat pada Gambar 2. Biaya tetap total tidak berubah dengan
output, sedangkan biaya variabel total dan sejumlah biaya (TC = TFC + TVC)
naik dengan output mula-mula dengan laju yang menurun, kemudian dengan laju
yang meningkat.
Biaya total
TC
TVC
TFC
Output
Gambar 2. Kurva Biaya Total Sumber : Lipsey et al, 1991
3.1.2. Penentuan Harga Pokok Produksi
Harga pokok meliputi semua biaya yang dalam memperoleh atau
mendapatkan sebuah produk (Garrison dan Noreen 2000). Harga pokok produksi
untuk perusahaan manufaktur meliputi bahan langsung, tenaga kerja langsung
27
serta biaya overhead pabrik. Horngren dan Foster (1994) menyatakan bahwa
harga pokok produksi merupakan biaya yang dapat dimasukkan dalam persediaan
seperti biaya bahan langsung, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead
pabrik. Sedangkan biaya periodik merupakan biaya yang tidak ikut serta dalam
tahapan pesediaan meliputi biaya penjualan dan biaya administrasi. Tujua n
penetapan harga pokok produk yaitu untuk membantu para pengambil keputusan
atau manajer dalam menetapkan harga jual produk, menilai persediaan,
menentukan laba dan menyediakan informasi keuangan bagi pihak internal dan
pihak eksternal. Pihak internal meliputi manajemen perusahaan sedangkan pihak
eksternal yaitu pihak luar perusahaan seperti bank.
Berdasarkan pendapat di atas tentang tujuan perhitungan harga pokok
tersebut maka semakin jelas betapa pentingnya penentuan harga pokok sebab
dapat mengetahui apakah dari barang produksi menghasilkan laba atau tidak.
Perhitungan harga pokok harus dilakukan secara teliti dan benar, karena jika
terjadi kesalahan dalam perhitungan harga pokok akan menyebabkan kerugian
perusahaan dalam bidangnya usahanya.
Terdapat dua kemungkinan yang akan ditemui jika perusahaan tidak teliti
dalam melakukan harga pokok, yaitu:
1. Harga pokok yang diperhitungkan terlalu rendah
Perhitungan harga pokok yang terlalu rendah akan menyebabkan harga yang
ditawarkan oleh perusahaan dipasar juga terlalu rendah, sehingga
perusahaan akan mengalami kerugian karena pendapatan yang diperoleh
dari barang yang ditawarkan tidak dapat menutupi biaya-biaya yang
dikorbankan untuk memproduksi barang tersebut.
2. Harga pokok yang diperhitungkan terlalu tinggi
Perhitungan harga pokok yang terlalu tinggi menyebabkan harga produk
yang ditawarkan terlalu tinggi, sehingga perusahaan akan mengalami
kesulitan dalam memasarkan hasil produksinya dengan persaingan dengan
perusahaan lain yang memproduksi produk yang sama.
Metode penentuan harga pokok produksi adalah cara untuk
memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi. Terdapat
tiga metode dalam memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok
28
produksi, yaitu metode full costing, variable costing, dan activity based costing.
Ketiga metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan.
1. Metode Full Costing
Full Costing atau absorption merupakan metode penentuan harga pokok
produksi dimana biaya overhead pabrik tetap dimasukkan ke dalam persediaan
ditambah dengan biaya periodik yaitu biaya pemasaran, biaya administrasi dan
umum (Horngren dan Foster 1994). Metode full costing hanya secara sederhana
mengelompokkan biaya menurut fungsi pokok organisasi perusahaan manufaktur,
sehingga biaya dikelompokkan menjadi persediaan atau biaya produksi (yang
terjadi pada fungsi produksi) dan biaya periodik atau non produksi (biaya yang
terjadi pada fungsi produksi meliputi pemasaran dan fungsi administrasi umum).
Biaya produksi merupakan komponen biaya penuh produk, sedangkan biaya
pemasaran dan biaya admnistrasi dan umum diperlakukan sebagai biaya periode
dalam full costing.
2. Variable Costing
Variable costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi
dimana biaya overhead pabrik tetap dikeluarkan dari biaya yang dapat
dimasukkan ke dalam persediaan, ditambah dengan biaya yang dapat dimasukkan
ke dalam persediaan, ditambah dengan biaya non produksi variabel yaitu biaya
pemasaran variabel, biaya administrasi dan umum variabel serta biaya tetap yaitu
biaya overhead pabrik tetap, biaya pemasaran tetap, biaya administrasi dan umum
tetap (Horngren dan Foster, 1994). Variable costing memperbaiki informasi biaya
penuh produk dengan mengelompokkan biaya menurut perilaku biaya dalam
hubungannya dengan perubahan volume kegiatan.
3. Activity Based Costing (ABC)
Activity Based Costing pada dasarnya merupakan metode penentuan harga
pokok produk yang mengalokasikan biaya overhead dengan menghitung satu atau
lebih dari satu setiap kegiatan atau aktivitas yang terkait dalam proses produksi
(Hammer et al 1994). Dengan kata lain, metode ABC merupakan metode
penentuan harga pokok produk yang memperhitungkan setiap aktivitas dalam
proses produksi. Metode ini juga menyediakan informasi perihal aktivitas-
aktivitas dan sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan aktivitas
29
tersebut. Aktivitas adalah setiap kejadian atau transaksi yang merupakan pemicu
biaya (cost driver). Hal tersebut membuat metode ini menjadi metode yang cukup
memberikan alternatif penelusuran biaya ke produk individual secara lebih baik.
Akan tetapi juga memiliki keterbatasan yang harus diperhatikan sebelum
menggunakannya untuk menghitung biaya produk (Blocher dalam Ivana 2004),
diantaranya yaitu:
a. Alokasi
Jika data aktivitas tersedia, beberapa biaya mungkin membutuhkan alokasi
ke departemen atau produk berdasarkan ukuran volume, oleh karena itu tidak
dapat ditemukan aktivitas yang dapat menyebabkan biaya tersebut. Contoh
beberapa biaya untuk mempertahankan fasilitas, seperti aktivitas membersihkan
pabrik dan pengelolaan proses produksi.
b. Mengabaikan Biaya
Keterbatasan lain dari metode ABC ini adalah beberapa biaya yang
diidentifikasikan pada produk tertentu dapat diabaikan dari analisis. Aktivitas
yang biayanya sering diabaikan adalah pemasaran, advertensi, riset,
pengembangan dan lain- lain.
c. Pengeluaran dan Waktu yang Dikonsumsi
Sistem ABC sangat mahal untuk dikembangkan dan diimplementasikan.
Disamping itu juga membutuhkan waktu yang banyak. Seperti sebagian besar
sistem akuntansi dan manajemen yang inovatif biasanya diperlukan waktu yang
lebih untuk mengembangkan dan mengimplementasikan ABC dengan sukses.
Berdasarkan penjelasan diatas, dengan adanya kelebihan serta kekurangan
ketiga metode di atas, maka penelitian yang dilakukan pada KWT Turi dan LPPM
PKBT untuk memperoleh harga pokok produksi menggunakan metode full
costing. Hal ini disebabkan karena keterbatasan data yang ada dalam perusahaan
tersebut yang memungkinkan untuk menggunakan metode ABC dan jika
menggunakan metode variabel costing, maka biaya diperhitungkan terbatas pada
biaya produksi variabel saja sehingga tidak menggambarkan secara cermat sumber
daya yang dikorbankan, sehingga metode full costing lebih cocok digunakan
untuk pendekatan dalam mendapatkan nilai Optimal Price Minimum (OP min)
karena mengakumulasikan seluruh biaya tetap dan biaya variabel.
30
3.1.3. Teori Penetapan Harga
Cartwright (2002) mengemukakan bahwa hal yang harus diperhatikan oleh
perusahaan adalah penentuan harga pokok dimana harga pokok tersebut tidak
boleh kurang dari biaya variabelnya. Biaya variabel dan biaya tetap yang
diperlukan perusahaan menunjukkan harga jual minimum yang dikenakan pada
suatu produk. Syarat untuk mendapatkan keuntungan yaitu dengan membuat
harga minimum dari sisi produsen yang disebut dengan OP (Min) dan harga
maksimum yang akan dibayarkan oleh konsumen yang disebut dengan Customer
Price Maximum (CP Max), dalam hal ini CP (max) merupakan harga
tertinggi/maksimum produk (Price of Marginal Expensive). CP (max)
menunjukkan fungsi nilai harapan yang memperlihatkan kebutuhan persepsi dari
kualitas, harga dan harga pesaing. Apabila CP (max) lebih kecil dari OP (min),
maka tidak akan ada penjualan karena harga barang/jasa tersebut dinilai terlalu
mahal oleh konsumen (Gambar 3). Ketika CP (max) sama dengan OP (min) maka
penjualan akan terjadi tetapi dengan tingkat fleksibilitas yang kecil (Gambar 4).
Apabila CP (max) lebih besar dari OP (min) maka akan ada fleksibilitas untuk
produsen dalam menawarkan potongan harga atau diskon dan bagi konsumen
sanggup untuk membayar lebih ketika mereka benar-benar menginginkan produk
tersebut (Gambar 5).
CP (max) OP (min)
Harga (Rp) Gambar 3. Harga – Tidak Akan Adanya Penjualan
Sumber : Cartwright, 2002
CP (max) OP (min)
Harga (Rp) Gambar 4. Harga – Ada Penjualan tetapi dengan Sedikit Fleksibilitas
Sumber : Cartwright, 2002
31
Murah OP (min) CP (max) Mahal (Produsen) (Konsumen)
Gambar 5. Harga – Penjualan dengan Fleksibilitas Sumber : Cartwright, 2002
Bagian terpenting dari tugas pemasar adalah menentukan zona fleksibilitas
(Zone Of Flexibility) dimana dalam zona tersebut produsen dan konsumen
memiliki posisi tawar menawar. Negosiasi tersebut memungk inkan adanya
fleksibilitas dan situasi win-win. Berikut ini tabel empat kemungkinan dari
interaksi tawar menawar antara produsen dan konsumen.
Tabel 7. Kemungkinan Interaksi Tawar Menawar Antara Produsen dan Konsumen
Posisi Produsen Posisi Konsumen
Win Win Lose
Lose
Win Lose Win
Lose
Sumber : Cartwright (2002)
Ketika posisi produsen menang (win), konsumen membayar harga produk
tersebut lebih besar atau sama dengan OP (min). Ketika konsumen menang (win)
maka konsumen akan membayar harga produk kurang dari atau sama dengan CP
(max) atau lebih kecil dari harga yang mereka harapkan untuk membayar. Ketika
keduanya kalah, maka tidak akan ada penjualan sama sekali karena tidak akan ada
kesepakatan harga antara produsen dan konsumen. Produsen merasa harga yang
ditawarkan konsumen terlalu rendah dan konsumen merasa tertipu karena
konsumen merasa membayar terlalu mahal untuk produk yang ditawarkan.
Posisi yang paling ideal adalah posisi win-win dimana kedua belah pihak
(produsen-konsumen) merasa puas ketika konsumen membayar kurang dari CP
(max) dan produsen lebih dari OP (min). Hal ini dapat terjadi dalam zona
Zona
Fleksibilitas
32
fleksibilitas. Posisi produsen menang tetapi konsumen kalah (win-lose) harus
dihindari karena akan membawa ketidakpuasan konsumen dan memberikan
sedikit kesempatan untuk perdagangan selanjutnya sehingga membuat produsen
kehilangan konsumen potensial.
Posisi produsen kalah tapi konsumen menang (lose-win) tidak terlalu
membahayakan produsen, hal ini hanya akan berdampak kepada keuntungan yang
didapat perusahaan menjadi lebih kecil. Akan tetapi, apabila hal ini terus berlanjut
maka akan membahayakan bagi perusahaan sehingga keuntungan yang diperoleh
perusahaan akan semakin mengecil. Ketika posisi konsumen kalah dan produsen
kalah (lose-lose), maka penjualan tidak akan terjadi karena konsumen menolak
untuk membayar lebih mahal dan produsen menolak untuk memotong harga
sehingga kedua belah pihak sama-sama dirugikan.
3.1.4. Strategi Bauran Harga
Menurut Kotler (2001) harga adalah sejumlah uang yang ditagihkan untuk
suatu produk atau jasa, jumlah nilai yang dipertukarkan konsumen untuk manfaat
memiliki atau menggunakan produk atau jasa. Harga merupakan satu-satunya
unsur dalam bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan penjualan.
Langkah- langkah dalam menentukan harga jual meliputi:
1. Menentukan Tujuan Harga
Perusahaan harus memiliki tujuan yang ingin dicapai dari suatu produk
tertentu. Semakin jelas tujuan suatu perusahaan, makin mudah penetapan harga.
Jadi, strategi penetapan harga sangat ditentukan oleh keputusan sebelumnya
mengenai penempatan harga di pasar (market positioning). Berikut ini merupakan
enam tujuan harga yang dapat diraih oleh perusahaan melalui harga yaitu bertahan
hidup, maksimalisasi laba jangka pendek, maksimalisasi pendapatan jangka
pendek, maksimalisasi pertumbuhan penjualan, unggul dalam pangsa pasar dan
unggul dalam mutu produk.
2. Menentukan Permintaan
Hubungan antara harga jual dengan jumlah permintaan disebut kurva
permintaan. Kurva permintaan menggambarkan jumlah produk yang akan dibeli
pasar dalam periode tertentu pada berbagai tingkat harga. Hubungan antara
permintaan dengan harga jual biasanya berbanding terbalik, yaitu makin tinggi
33
harga makin kecil jumlah permintaan dan demikian juga sebaliknya. Para pemasar
produk sebaiknya mengetahui seberapa jauh reaksi permintaan terhadap kenaikan
harga. Nicholson (2002) mengemukakan bahwa terdapat tiga jenis permintaan
pasar yaitu:
a. Inelastis, yaitu jika perubahan harga akan mengakibatkan perubahan yang
lebih kecil pada volume penjualan (elastisitas lebih besar dari satu)
b. Elastis, yaitu jika perubahan harga akan menyebabkan terjadinya
perubahan volume penjualan dalam perbandingan yang lebih besar
(elastisitasnya lebih kecil dari satu)
c. Unitary Elasticity, yaitu jika perubahan harga akan menyebabkan
perubahan jumlah yang dijual dalam proporsi yang sama (elastisitasnya
sama dengan satu.
Gambar 6 menunjukkan kurva Elastisitas Permintaan di Sepanjang Kurva
Permintaan Linier. Kurva permintaan berbentuk garis lurus akan elastis pada
bagian yang lebih tinggi dan inelastis pada bagian yang lebih rendah. Elastisitas
harga pada permintaan dirumuskan sebagai berikut
Persentase perubahan jumlah permintaan
Persentase perubahan harga jual
P
(Harga)
Eqp < -1
Eqp = -1
Eqp > - 1
Q
0 (Jumlah)
Gambar 6. Kurva Elastisitas Permintaan di Sepanjang Kurva Permintaan Linier
Sumber :Nicholson (2002)
3. Memperkirakan Biaya
Pada dasarnya jumlah pemintaan sangat berperan dalam menetapkan harga
tertinggi yang dipasang oleh penjual sedangkan seluruh biaya yang telah
dikeluarkan perusahaan akan menjadi batas harga jual terendah. Harga jual yang
Elastisitas harga dari permintaan =
34
diharapkan oleh perusahaan diharapkan dapat menutupi seluruh biaya produksi,
distribusi, biaya penjualan, serta jumlah keuntungan yang memadai bagi segala
usaha dan resiko yang dihadapi perusahaan. Jenis biaya yang dikeluarkan
perusahaan dapat bersifat tetap dan variabel.
4. Menganalisis Harga dan Tawaran Pesaing
Meskipun permintaan pasar akan membatasi harga jual tertinggi dan
biaya-biaya membatasi harga jual terendah, harga jual yang dipasang oleh para
pesaing serta kemungkinan reaksi-reaksi yang timbul akan ikut menentukan
strategi harga jual yang ditempuh perusahaan. Proses ini lah yang membuat
perusahaan perlu mempelajari harga jual dan mutu produk dari harga pesaing.
5. Memilih Metode Penetapan Harga
Metode penetapan harga meliputi mark up pricing, target return pricing,
perceveid value pricing, going rate pricing, dan sealedbid pricing.
a. Penetapan Harga Mark Up
Mark Up Pricing atau penetapan harga berdasarkan biaya plus merupakan
metode penetapan harga jual dengan menambah tingkat keuntungan
(imbuhan harga) yang standar pada biaya-biaya yang telah dibebankan
pada barang. Imbuhan harga yang diinginkan dihitung dengan rumus:
Biaya Per Unit
1- Keuntungan Penjualan yang Diinginkan
b. Penetapam Harga Berdasarkan Tingkat Keuntungan Sasaran
Suatu pendekatan lainnya dalam menetapkan harga jual dengan orientasi
biaya dikenal sebagai penetapan harga berdasarkan tingkat keuntungan
sasaran (target return pricing).
Rumus: Keuntungan Modal yang
Harga Berdasarkan = Biaya per x sasaran + Diinginkan Keuntungan Sasaran Unit Jumlah Unit yang Terjual
c. Penetapan Harga Berdasarkan Persepsi Nilai
Penetapan harga menurut persepsi nilai (perceived value) sesuai untuk
pola fikir modern mengenai penempatan produk dengan memanfaatkan
unsur-unsur non harga dalam bauran pemasaran untuk membina nilai citra
dalam pikiran konsumennya. Dengan demikian, harga ditentukan dengan
tujuan membina dan mempertahankan nilai atau citra yang dirasakan.
Imbuhan Harga =
35
d. Penetapan Harga Berdasarkan Keadaan Pasar
Going rate pricing atau penetapan harga dengan mengikuti harga pasar
yang ada mendasarkan perhitungan harga jualnya terutama pada harga-
harga jual yang ditetapkan oleh pesaing. Harga jual yang ditawarkan dapat
sama, lebih mahal, atau lebih murah dari produk yang ditawarkan oleh
pesaing-pesaingnya.
e. Penetapan Harga Penawaran Tertutup
Sealed big pricing atau penawaran harga tertutup banyak digunakan oleh
perusahaan dalam mendapatkan kontrak. Penetapan harga ini berdasarkan
pada perkiraan atau dugaan tentang bagaimana pesaing-pesaingnya akan
memasang harga.
6. Menyeleksi Harga Akhir
Tujuan dari berbagai metode penetapan harga dimuka adalah
mempersempit skala harga yang berikutnya akan mempermudah
pemilihan. Dalam menentukan harga akhir, perusahaan harus melihat lagi
beberapa pertimbangan seperti faktor psikologis, pengaruh unsur-unsur
bauran pemasaran lainnya terhadap harga, kebijakan perusahaan dalam
harga jual serta dampak harga pada pihak-pihak lain.
3.1.5. Analisis Sensitivitas Harga
Analisis sensitivitas harga diperkenalkan pertama kali oleh Van
wesrenrdorp pada awal tahun 1970-an. Asumsi yang digunakan dalam penelitian
ini adalah konsumen selalu mengaitkan antara harga dengan kualitas dari produk.
Analisis ini digunakan untuk melihat harga dari konsumen. Konsumen melakukan
penilaian terhadap harga berdasarkan kategori harga sangat murah, harga murah,
harga mahal, dan harga sangat mahal (Blamires dalam Sinaga 2006). Menurut
Hiam dan Shewe dalam Sinaga (2006), dalam menentukan harga optimum
perusahaan perlu mempertimbangkan seluruh biaya yang telah dikeluarkan untuk
memproduksi dan memasarkan produk, permintaan konsumen dan posisi
persaingan dalam industri. Berdasarkan harga-harga pokok ditambah dengan
profit perusahaan dapat melakukan analisis sensitivitas harga.
36
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Kelompok Wanita Tani (KWT) Turi salah satu produsen yang
memproduksi Jus yang lebih dikenal dengan nama Jus Jambu Merah (JJM) dan
Laboratorium Percontohan Pabrik Mini PKBT merupakan salah satu produsen
yang memproduksi permen lunak dengan merek Fruit Talk Soft Candy Pineapple
dan Fruit Talk Soft Candy Papaya. Metode penentuan harga pokok produksi yang
digunakan oleh masing-masing pelaku usaha selama ini yaitu dengan cara
menjumlahkan seluruh biaya yang dikeluarkan kemudian dibagi dengan jumlah
produksi yang dihasilkan. Metode tersebut belum menggambarkan seluruh biaya
yang dikeluarkan terutama seperti biaya penyusutan sehingga harga pokok
produksi belum tepat. Biaya penyusutan mempengaruhi nilai aktiva tetap
perusahaan, oleh karena itu penetapan harga pokok produksi sebaiknya
mencantumkan biaya penyusutan.
Permasalahan tersebut dapat dikaji dari dua sisi, yaitu dari sisi produsen
(KWT Turi dan LPPM PKBT (OP min)) dan sisi konsumen (CP max).
Berdasarkan sisi produsen, hal yang dikaji yaitu metode penentuan harga pokok
produksi dengan cara mencari harga pokok JJM dan Fruit Talk Soft Candy yang
memuat semua komponen biaya yang dikeluarkan oleh KWT Turi dan LPPM
PKBT sehingga kedua perusahaan dapat menentukan harga jual baru yang tepat
melalui metode full costing. Sedangkan dari sisi konsumen dapat dikaji mengenai
kisaran harga JJM dan Fruit Talk Soft Candy yang dapat diterima oleh konsumen
melalui sensitivitas harga.
Setelah dilakukan kedua analisis tersebut akan didapat harga jual
minimum produk atau OP (min) dan harga maksimum/tertinggi dari sisi
konsumen (PME) terhadap produk JJM dan Fruit Talk Soft Candy. Daerah yang
terbentuk antara harga jual minimum perusahaan dengan harga maksimum yang
mampu dibayarkan oleh konsumen merupakan rentang harga optimum dari sisi
produsen dan konsumen (zona fleksibilitas harga). Zona fleksibilitas harga
tersebut dapat digunakan sebagai rekomendasi kebijakan harga jual JJM dan Fruit
Talk Soft Candy yang baru bagi perusahaan. Alur kerangka pemikiran penelitian
ini secara lebih jelas telah tersusun secara sistematis pada Gambar 7.
37
KWT Turi dan Laboratorium Percontohan Pabrik Mini
PKBT
Perhitungan harga pokok produksi yang tidak tepat
Rencana perubahan harga jual produk
Identifikasi OP (min)
KWT Turi dan LPPM PKBT
Metode Penentuan Harga Pokok
Produksi JJM dan
Soft Candy
Penetapan Harga Pokok yang
Tepat bagi JJM dan
Soft Candy
Penetapan Harga Jual Min imum JJM dan
Soft Candy
OP (Min)
Zona Fleksib ilitas
Rekomendasi Kebijakan Harga Produk
Identifikasi CP (max)
Pelanggan
Analisis Sensitivitas Harga
1. Indiferent Pricing Point (IPP) 2. Optimum Pricing Product (OPP) 3. Range Of Acceptable Price (RAP) 4. Price Of Marginal Cheapness (PMC)
5. Price Of Marginal Expensive (PME)
Harga Maksimum Produk JJM dan Soft Candy
CP (Max)
Metode KWT Turi dan
LPPM PKBT
Metode
Full Costing
Gambar 7. Kerangka Pemikiran Operasional
IV METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada Kelompok Wanita Tani (KWT) Turi yang
berlokasi di Rt 2 Rw 5 Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota
Bogor dan penelitian ini juga dilakukan di Laboratorium Percontohan Pabrik Mini
Pusat Kajian Buah Tropika (LPPM PKBT) yang berlokasi di Tajur, Kota Bogor.
Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive). Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Maret hingga bulan Juni 2010.
4.2. Metode Pengumpulan Data
Metode Pengumpulan data dilakukan dengan cara : 1) melakukan
observasi yaitu melihat dan mengamati objek penelitian secara langsung terhadap
hal-hal yang berhubungan dengan penelitian; 2) melakukan wawancara yaitu
dengan memberikan tanya jawab secara langsung antara peneliti dengan pihak
perusahaan yang bertujuan untuk memperoleh keterangan sesuai dengan
penelitian serta menganalisis data yang diberikan perusahaan berupa data
keuangan, data produksi, data penjualan dan lain- lain; 3) memberikan kuesioner
kepada responden. Responden yang dipilih adalah pelanggan dan konsumen JJM
KWT Turi dan Fruit Talk Soft Candy yang dihasilkan oleh LPPM PKBT yang
berada di Bogor. Kuesioner ini berisi kumpulan pertanyaan yang telah
dipersiapkan terlebih dahulu, diatur dalam urut dan dikelola sendiri serta dalam
pengisiannya dipandu oleh peneliti. Kuesioner ini bertujuan untuk menilai
sensitivitas harga di sisi konsumen; 4) melakukan pencatatan semua data.
4.3. Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan
sekunder baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh
melalui wawancara dengan pihak manajemen perusahaan antara lain data
gambaran umum perusahaan, data keuangan, data personalia, dan data aktivitas
perusahaan yang didapat dari hasil wawancara dengan bagian keuangan. Data
produksi diperoleh dari wawancara dengan bagian produksi dan data pemasaran
39
dari bagian pemasaran. Data yang digunakan adalah data terbaru dan terlengkap
yang ada di KWT Turi dan PKBT. Selain itu, data juga diperoleh melalui
pengamatan wawancara serta kuesioner yang diberikan kepada responden JMM
dan PKBT yang mengkonsumsi produk Fruit Talk Soft Candy di Bogor. Data
sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian, Badan Pusat Statistik (BPS), laporan
keuangan masing-masing perusahaan, laporan produksi LPPM PKBT dan KWT
Turi, serta literatur dan tulisan yang dianggap relevan dalam penelitian ini.
4.4. Metode Pengambilan Data
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive
sampling, pengambilan sampel secara sengaja dilakukan karena masih terbatasnya
konsumen pada masing-masing produk. Konsumen yang menjadi responden
adalah pelanggan JJM dan konsumen Fruit Talk Soft Candy. Pelanggan JJM yang
termasuk adalah pegawai Pemerintah Kota Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Bogor
dan karyawan AHASS Astra di Kota Bogor, sedangkan untuk konsumen Fruit Talk Soft
Candy adalah orang yang mengkonsumsi Soft Candy. Responden dikelompokkan
menjadi dua, yaitu responden kelompok satu adalah responden produk JJM dan
responden dua adalah responden produk Fruit Talk Soft Candy.
Pengambilan data yang dilakukan pada responden kelompok satu dengan
cara menyebarkan kuesioner kepada pegawai yang telah mengkonsumsi JJM di
Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Bogor sebanyak 15 orang dan pada karyawan
AHASS Astra sebanyak 5 orang. Selain itu pengambilan data juga dilakukan pada
konsumen potensial, yaitu konsumen yang belum melakukan pembelian produk
dengan menyebarkan kuesioner serta memberikan tester produk terhadap 20
orang konsumen potensial.
Fruit Talk Soft Candy merupakan produk yang masih baru di pasaran
dengan tahapan perkenalan produk, sehingga pengambilan data dilakukan
terhadap konsumen potensial. Kuesioner diberikan kepada konsumen yang belum
melakukan pembelian produk dengan memberikan tester produk kepada
konsumen sebanyak 20 orang. Pengambilan sampel masing-masing dibedakan
menurut kelas pendapatan pada konsumen potensial, yaitu pendapatan kelas atas,
menengah dan rendah.
4.5. Metode Pengolahan Data
40
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian yang pertama menggunakan
pendekatan full costing untuk penentuan harga pokok produksi dari sisi
perusahaan sebagai cara untuk mengidentifikasi OP (min). Penggunaan
pendekatan full costing pada penelitian ini karena perhitungan biaya tidak
memperhatikan perilaku biaya artinya metode full costing mengakumulasikan
seluruh biaya tetap dan biaya variabel. Sedangkan alat analisis yang kedua
menggunakan analisis sensitivitas harga sebagai alat untuk mengidentifikasi CP
(max) sehingga diperoleh zona fleksibilitas untuk mendapatkan rentang harga
optimum dari sisi produsen dan konsumen. Setelah itu, data diolah dengan
menggunakan software Microsoft Office Excel 2007.
4.5.1. Identifikasi OP (Min)
Menurut Cartwright, OP (min) merupakan suatu harga minimum yang
terbentuk dari biaya tetap, biaya variabel, dan laba minimum yang ditetapkan oleh
perusahaan yang dikenakan pada sebuah produk seperti yang terlihat pada rumus
di bawah ini:
OP (min) = Vc + Fc + M (min)
Berdasarkan rumus tersebut, Vc merupakan Biaya Variabel, Fc merupakan
Biaya Tetap, dan M (min) adalah laba minimum yang diinginkan perusahaan.
Dengan kata lain, OP (min) merupakan harga jual yang ditetapkan kepada sebuah
produk oleh perusahaan dengan laba minimum yang diinginkan perusahaan.
Identifikasi OP (min) dapat dilakukan dengan menggunakan penetapan
harga pokok produksi metode full costing untuk mendapatkan nilai harga pokok
produk per unit. Setelah itu, harga pokok produk per unit ditambah dengan
persentase keuntungan minimum yang diharapkan oleh perusahaan untuk
mendapatkan nilai OP (min) per unit. Satuan unit yang digunakan adalah bungkus
atau per 50 gram Fruit Talk Soft Candy , per cup atau 200 mililiter dan per botol
atau 300 mililiter JJM.
Metode full costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi
yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok
produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya
overhead pabrik, baik yang bersifat tetap maupun variabel. Dengan demikian
41
harga pokok produksi menurut metode full costing terdiri dari unsur biaya
produksi berikut ini:
Biaya bahan baku : xxx
Biaya tenaga kerja langsung : xxx
Biaya overhead pabrik variabel : xxx
Biaya overhead pabrik tetap : xxx +
Harga Pokok Produksi : xxx Harga pokok produk yang dihitung dengan pendekatan full costing terdiri
dari unsur harga pokok produksi (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung,
biaya overhead pabrik variabel, biaya overhead pabrik tetap), ditambah dengan
biaya non produksi (biaya pemasaran, biaya administrasi, dan biaya umum).
Gambar 8 melukiskan unsur harga pokok produksi dan harga pokok produk
dengan pendekatan full costing.
Prime Cost Biaya Konversi
Biaya Bahan Biaya Tenaga Biaya Overhead Biaya Overhead
Baku Kerja Pabrik Tetap Pabrik Variabel
Harga Pokok Biaya Biaya
Produksi Pemasaran Adm&Umum
Total Harga Pokok Produk
Gambar 8. Harga Pokok Produksi dan Total Harga Pokok Produk Menurut Metode full costing.
42
4.5.2. Identifikasi CP (max)
CP (max) merupakan harga tertinggi/maksimum dari sisi konsumen yang
mampu dibayarkan konsumen terhadap suatu produk (Cartwright 2002). CP (max)
dapat diidentifikasi melalui analisis sensitivitas harga.
4.5.2.1. Analisis Sensitivitas Harga
Salah satu alat analisis harga yang sering digunakan yaitu riset sensitivitas
harga. Dalam hal ini digunakan riset harga yang diharapkan konsumen , dimana
akan diperoleh limit harga dan kisaran harga yang dapat diterima oleh konsumen
dimana konsumen menilai batas harga sangat murah, murah, mahal, dan sangat
mahal yang dikaitkan dengan kualitas oleh produk tersebut.
Selanjutnya data akan ditabulasikan untuk memperoleh kelompok harga
sangat murah, murah, mahal dan sangat mahal. Dari nilai persentase kumulatif
yang diperoleh maka akan dibuat kurva-kurva. Selain itu, dibuat pula kurva untuk
kelompok harga tidak murah dan tidak mahal yang diperoleh dengan rumus:
Persentase Kumulatif “Tidak Murah” = 100% - persentase Kumulatif “Murah”
Persentase Kumulatif “Tidak Mahal” = 100% - persentase Kumulatif “Mahal”
Kurva-kurva yang terbentuk akan saling berpotongan pada titik-titik antara
lain:
a. Perpotongan antara kurva Sangat Murah dan Tidak Murah akan
membentuk titik yang jika ditarik ke sumbu X (harga) maka akan
diperoleh titik PMC (Price of Marginal Cheapness).
b. Perpotongan antara kurva Sangat Mahal dengan kurva Tidak Mahal akan
membentuk titik yang jika ditarik ke sumbu X (harga) akan diperoleh titik
PME (Price of Marginal Expensive).
c. Perpotongan antara kurva Murah dengan kurva Mahal akan diperoleh titik
IPP (Indiferent of Pricing Point) yaitu titik dimana pada tingkat harga ini
konsumen tidak merasakan perbedaan antara murah dengan mahal.
d. Perpotongan antara kurva Sangat Murah dengan kurva Sangat Mahal akan
diperoleh titik OPP (Optimum Pricing Point).
43
Daerah antara PMC dan PME sering disebut sebagai RAP (Range of
Acceptable Prices yaitu merupakan kisaran harga yang dapat diterima konsumen.
Daerah antara titik OPP dan IPP merupakan daerah yang ideal bagi perusahaan
untuk menetapkan harga produk (Westerndrop dalam Sani 2005).
Gambar 9. Hubungan antara Kurva dari Setiap Kategori Harga
4.6. Zona Fleksibilitas
Daerah yang terbentuk antara OP (min) dan CP (max) merupakan daerah
fleksibilitas harga. Terdapat tiga kemungkinan dalam hubungan antara OP (min)
dan CP (max), yaitu:
1. Jika CP (max) < OP (min), maka tidak akan ada pembelian dari konsumen
karena menilai produk yang ditawarkan produsen terlalu mahal.
2. Jika CP (max) = OP (min), maka terdapat kemungkinan terjadinya
penjualan akan tetapi perusahaan cenderung kaku dalam menentukan
harga jual (sedikit fleksibilitas).
3. Jika CP (max) > OP (min). Pada titik ini akan terjadi penjualan dan akan
ada fleksibilitas yang dimiliki produsen dalam menentukan harga jual
dengan menawarkan diskon kepada konsumen. Kondisi yang terbentuk
dalam zona fleksibilitas merupakan rentang harga optimum dari sisi
produsen dan konsumen.
OPP
PME
IPP PMC
PMC
Murah
Tidak Murah
Sangat Mahal
Mahal
Tidak Mahal
Sangat Murah
RAP Konsumen
Persentase
Harga
V GAMBARAN UMUM PENELITIAN
5.1. Gambaran Umum Perusahaan KWT Turi
5.1.1. Latar Belakang KWT Turi
Kelompok Wanita Tani Turi merupakan salah satu perusahaan yang
bergerak dibidang agribisnis yang memfokuskan pada usaha pengolahan buah
jambu biji menjadi produk minuman jus jambu. KWT Turi berdiri pada tahun
2003. Usaha KWT Turi merupakan usaha rumah tangga yang didirikan oleh
sekelompok ibu- ibu yang bermukim di Kelurahan Sukaresmi Kecamatan Tanah
Sareal, Kota Bogor. Usaha ini didirikan karena banyaknya produk jambu biji
segar yang tidak habis terjual sehingga terbuang begitu saja, yang pada akhirnya
menimbulkan ide untuk mengolah buah jambu biji menjadi jus jambu.
Orang yang pertama kali memiliki ide untuk mengolah jambu biji menjadi
minuman jus jambu adalah Hj. Mariam. Ide ini diperoleh Hj. Mariam karena
melihat mesin dan peralatan bantuan dari Dinas Agribisnis kepada masyarakat
Kelurahan Sukaresmi tidak dipergunakan dan hanya disimpan saja. Selain itu,
Daerah Sukaresmi merupakan sentra produksi jambu biji yang memiliki produksi
jambu yang tinggi sehingga buah jambu tidak selalu habis terjual dalam keadaan
buah segar. Buah jambu yang tidak habis terjual tersebut pada akhirnya akan
dibuang oleh warga. Ibu Hj. Mariam kemudian mengajak beberapa ibu- ibu dan
kemudian membentuk kelompok yang diberi nama Kelompok Wanita Tani Turi.
Kelompok ini pada awalnya terdiri dari 20 orang, dengan Hj. Mariam sebagai
pimpinannya. Akan tetapi, saat ini anggota yang aktif hanya lima orang.
Kelompok Wanita Tani Turi mulai melakukan kegiatan usaha pengolahan
jus jambu pada tahun 2003 dan terus berlanjut sampai sekarang. Akan tetapi pada
awal-awal berdirinya, usaha ini masih mengalami kerugian. KWT Turi masih
mengalami kesulitan untuk mengembangkan usahanya dikarenakan penguasaan
peralatan produksi yang belum baik. Selain itu KWT Turi belum memiliki
pelanggan yang tetap sehingga proses produksi tidak berlangsung secara kontinu.
Pada tahun 2005, KWT Turi mendapatkan registrasi dari Dinas Kesehatan
berupa Sertifikat Penyuluhan (SP), yaitu Dinkes P-IRT Nomor 2133271010664.
45
Pada awalnya KWT Turi hanya menjual minuman jus jambu kepada beberapa
pelanggan yang ada di daerah Bogor.
5.1.2. Visi, Misi dan Tujuan Usaha KWT Turi
KWT Turi belum memiliki pernyataan tertulis mengenai visi, misi, dan
tujuan. Padahal untuk bersaing dalam industri, KWT Turi harus memiliki arahan
yang jelas dalam memasarkan usahanya. Berdasarkan hasil wawancara dan
diskusi dengan pimpinan KWT Turi, dapat dinyatakan bahwa visi KWT Turi
adalah ingin memperoleh laba serta memasyarakatkan minuman jus jambu. Misi
KWT Turi secara umum adalah mempertahankan dan meningkatkan kualitas
produk minuman ”JJM”, meningkatkan loyalitas konsumen serta memberdayakan
masyarakat yang ada di lingkungan usaha. Adapun tujuan usaha KWT turi adalah
meningkatkan kualitas dan kuantitas produk, sehingga produk jus ”JJM” dikenal
masyarakat luas dalam rangka meraih pelanggan dan mengatasi persaingan usaha.
5.1.3. Struktur Organisasi KWT Turi
Struktur organisasi dalam suatu perusahaan akan memberikan kejelasan
dalam menentukan pembagian tugas, tanggung jawab, hubungan kerja dan batas
wewenang masing-masing. Struktur organisasi KWT Turi terbilang masih
sederhana, hanya terdiri dari ketua (Pimpinan), tenaga kerja bagian administrasi,
tenaga kerja bagian produksi dan tenaga kerja bagian pemasaran. Hal ini
berpengaruh pada kegiatan usaha KWT Turi yang mengakibatkan kinerja usaha
menjadi kurang optimal. Tidak adanya pembagian tugas yang jelas menyebabkan
beberapa tenaga kerja merangkap melakukan pekerjaan yang lain. Struktur
organisasi KWT Turi dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Struktur Organisasi KWT Turi
Sumber : KWT Turi (2010)
Ketua
Bagian Administrasi
Bagian Produksi
Keuangan
Bagian Pemasaran
46
Sumber utama keberhasilan KWT Turi dimasa depan adalah dukungan
sumberdaya manusia yang berdedikasi dan profesional. Sumberdaya manusia
adalah salah satu faktor yang sangat menentukan pertumbuhan usaha KWT Turi.
Sumberdaya manusia yang dimiliki KWT Turi berjumlah lima orang yang terdiri
dari satu orang pimpinan kelompok, satu orang bagian administrasi, dua orang
bagian produksi dan satu orang bagian pemasaran. Komposisi pembagian kerja
dan tingkat pendidikan tenaga kerja KWT Turi dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Komposisi Bagian Kerja dan Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja pada KWT Turi
No Bagian Jumlah Menurut Pendidikan (orang) Jumlah
(Orang) SD SLTP SMU
1. Ketua dan Pemasaran - - 1 1
2 Administrasi - - 1 1
3. Produksi 3 - - 3
Total 2 - 2 5
Sumber : Data Primer KWT Turi (2010)
Setiap bagian memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing.
Deskripsi kerja masing-masing bagian adalah sebagai berikut :
1. Ketua/Pimpinan, memiliki tugas dan wewenang dalam menetapkan
kebijakan seluruh aktivitas usaha. Melakukan koordinasi dan pengawasan
terhadap seluruh aktivitas usaha KWT Turi.
2. Administrasi, bertugas merencanakan keperluan usaha akan pencatatan,
dokumen, alat komunikasi dan kebutuhan umum lainnya serta melakukan
pencatatan atas segala penerimaan maupun pengeluaran usaha KWT Turi.
3. Bagian Produksi, bertanggung jawab dalam melakukan proses produksi
minuman JJM.
4. Bagian Pemasaran, memiliki tanggung jawab dalam memasarkan produk
dan mendistribusikan produk kepada pelanggan serta berusaha mencari
peluang pasar baru.
5.1.3.1. Waktu Kerja
Adapun jam kerja untuk tenaga kerja bagian produksi adalah tidak tetap.
Proses produksi bisa berlangsung kapan saja tergantung pada kebutuhan
persediaan jus jambu saat itu. Proses produksi berlangsung kurang lebih selama
47
dua jam. Jika stok atau persediaan jus jambu tinggal sedikit, maka proses produksi
akan dilakukan kembali. Perhitungan jumlah persediaan jus jambu hanya
didasarkan pada perkiraan kebutuhan penjualan saja. Dalam satu minggu rata-rata
produksi dilakukan sebanyak tiga kali, dan dalam satu kali produksi akan
menghasilkan jus jambu kemasan botol plastik sebanyak kurang lebih 180 botol.
5.1.3.2. Sistem Upah
Sistem pemberian upah didasarkan atas jumlah hari kerja tenaga kerja atau
berapa kali tenaga kerja melakukan pekerjaan produksi selama satu bulan.
Pembayaran upah dilakukan setiap kali produksi. Jika ada pekerjaan tambahan
atau ada order tambahan maka tenaga kerja akan diberikan bonus atau insentif.
5.1.4. Identifikasi Produk
Produk KWT Turi adalah minuman jus jambu yang terdiri dari dua
ukuran, yaitu ukuran 300 mililiter yang dikemas dalam kemasan botol plastik dan
ukuran 200 mililiter yang dikemas dalam cup plastik. Jus jambu kemasan botol
dijual kepada pelanggan dengan harga Rp 3.500 per botol. Sedangkan jus jambu
kemasan cup dijual dengan harga Rp 1.500 per unitnya Untuk harga ditingkat
konsumen diserahkan langsung kepada penjual atau pengecer untuk menentukan
harga jualnya.
Jumlah produksi jus jambu tergantung pada jumlah permintaan atau
pesanan dari pelanggan. Rata-rata dalam seminggu produksi jus jambu dilakukan
sebanyak tiga kali. Namun pada saat ini KWT Turi terkadang hanya memproduksi
sekali seminggu, karena permintaan atau pesanan pelanggan berkurang. Dalam
satu kali produksi menghasilkan jus jambu rata-rata 180 unit untuk kemasan botol
plastik dan 290 unit untuk kemasan cup plastik.
5.1.5. Aktivitas Perusahaan
KWT Turi merupakan salah satu perusahaan yang mengolah jambu biji
menjadi jus jambu berdasarkan pesanan. Aktivitas utama yang dilakukan
perusahaan ini terdiri dari tiga, yaitu aktivitas pembelian bahan baku, aktivitas
produksi dan aktivitas penjualan.
48
5.1.5.1. Aktivitas Pembelian Bahan Baku
Sebagai suatu perusahaan yang mengolah bahan baku jambu biji menjadi
jus jambu, KWT Turi membutuhkan pasokan bahan baku dalam jumlah yang
sesuai dengan kebutuhan secara kontinyu sepanjang tahun. Ketersediaan bahan
baku jambu biji sangat penting untuk menjaga kelancaran dan kontinuitas
perusahaan dalam produksi. Untuk memperoleh jambu biji tidak terlalu sulit
karena daerah Sukaresmi merupakan sentra produksi jambu biji sehingga
keberadaan bahan baku melimpah dan hampir selalu ada. Jambu biji dibeli
langsung dari kelompok tani yang membudidayakan jambu biji di daerah
Sukaresmi. Harga jambu biji dari petani yang dijual kepada KWT Turi adalah Rp
5.000,00 per kg. Sumber bahan baku lainnya, seperti gula dan bahan tambahan
lain (Kalium Sorbat, Natrium Benzoat, CMC dan Asam Sitrat) dibeli langsung
oleh bagian produksi dari toko dan pasar tradisional di Pasar Bogor.
5.1.5.2. Aktivitas Produksi
Proses produksi merupakan suatu cara atau metode dan teknik dalam
menciptakan suatu produk melalui pemanfaatan sumberdaya yang tersedia (bahan
baku, mesin dan sumberdaya manusia) menjadi produk jadi. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan dapat diidentifikasi tahapan-tahapan dan aktivitas
yang dilakukan KWT Turi dalam memproduksi jus jambu. Proses produksi
dimulai dari pencucian bahan baku yaitu jambu biji. Dalam satu kali produks i
biasanya membutuhkan 15 kg jambu biji. Jambu biji yang telah dicuci selanjutnya
dikupas dan dipotong-potong dan dimasukkan ke dalam blender untuk dihaluskan
selama 10 detik dengan suhu sebesar 80oC dan kemudian airnya dibuang sehingga
menjadi bubur halus, atau yang disebut puree. Selanjutnya dilakukan proses
pencampuran dengan menambahkan air dan air gula sehingga semua bahan-bahan
tercampur secara merata. Proses ini berlangsung selama kurang lebih 10 menit.
Jambu biji yang sudah selesai dicampurkan dalam blender selanjutnya disaring
untuk memisahkan biji yang masih tersisa dan kemudian setelah itu dilakukan
pengemasan. Sebelumnya botol dan cup plastik dimasukkan ke dalam air yang
dimasak dengan suhu 80 derajat celcius untuk membersihkan dan mengantisipasi
adanya kuman atau bakteri yang terdapat pada botol atau cup. Jus kemudian
dikemas ke dalam botol atau cup plastik dan dilakukan proses pasteurisasi, yaitu
49
jus jambu yang sudah dikemas dimasukkan ke dalam air panas dengan suhu 80oC.
Pasteurisasi dilakukan untuk menghilangkan kuman atau bakteri yang masih
menempel. Selanjutnya jus jambu diberikan label ( labelling) dan disegel lalu siap
dimasukkan ke dalam alat pendingin (show case). Kapasitas satu alat pendingin
adalah 250 untuk kemasan botol dan 250 untuk kemasan cup. KWT Turi
memiliki empat unit alat pendingin, akan tetapi hanya dua unit saja yang
digunakan untuk melakukan penyimpanan JJM. Adapun alur proses produksi JJM
dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Alur Proses Produksi Jus ”JJM” Sumber : KWT Turi (2010)
5.1.5.3. Aktivitas Penjualan
Produk akhir yang dihasilkan oleh KWT Turi berupa Jus Jambu Merah
(JJM). Saat ini produk yang dihasilkan oleh KWT Turi terbagi ke dalam dua
ukuran yaitu, ukuran 300 mililiter yang dikemas dalam kemasan botol plastik dan
ukuran 200 mililiter yang dikemas dalam cup plastik.
Setelah JJM di produksi dan dikemas, JJM dikirim kepada pelanggan yang
telah memesan. Pelanggan JJM terdiri dari Pemerintah Kota Dinas Cipta Karya
dan Tata Ruang Bogor dan karyawan Astra (AHASS) di Kota Bogor yang masih
melakukan pemesanan terhadap JJM. Sistem pembayaran yang diterapkan oleh
KWT Turi adalah sistem pembayaran secara tunai untuk konsumen yang datang
langsung ke lokasi produksi KWT Turi. Sedangkan sistem pembayaran kosinyasi
diterapkan oleh KWT Turi untuk pengecer. Sistem pembayaran secara kosinyasi
dapat menjadi kendala KWT Turi karena tidak adanya perputaran keuangan yang
cepat sehingga dapat menghambat proses produksi.
Pencucian
Pemotongan
Penghalusan
Pengupasan
Penyaringan Pencampuran
(Tambah air dan
gula) Pasteurisasi Pengemasan Pelabelan
50
Kegiatan promosi penjualan yang dilakukan KWT Turi terhadap JJM
tergolong rendah atau kurang. Kegiatan promosi yang dilakukan hanya sebatas
mengikuti bazar dan pameran-pameran dagang yang diadakan dan diikuti oleh
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor. Akan tetapi, kegiatan promosi
tersebut tidak dirasakan efektif oleh pihak KWT Turi karena kecilnya pengaruh
atau dampak dari kegiatan tersebut terhadap tingkat permintaan JJM, namun
mengingat biaya produksi kemasan botol sangat tinggi pada produksi JJM
kemasan botol seharusnya KWT Turi melakukan peningkatan penjualan.
Perusahaan juga belum melakukan promosi melalui media cetak seperti
koran dan majalah. Selebihnya masyarakat mengetahui keberadaan perusahaan
KWT Turi dari mulut ke mulut konsumen yang telah membeli dari perusahaan ini.
Hal ini menyebabkan terjadinya kendala didalam mendapatkan produk KWT Turi,
karena produk jus jambu merah tersebut hanya akan diproduksi apabila terdapat
pesanan saja. Tingginya biaya promosi ataupun pemasangan iklan terutama media
elektronik menyebabkan KWT Turi belum melakukan promosi melalui media
elektronik.
Secara umum kegiatan promosi penjualan KWT Turi lebih menekankan
pada usaha meningkatkan kualitas produk untuk memuaskan pelanggan serta
meningkatkan pembelian berikutnya terhadap produk JJM dibandingkan dalam
bentuk pengiklanan dengan kata lain menjalankan promosi tetapi dengan alat
promosi yang terbatas jangkauannya karena belum menggunakan alat media baik
media massa maupun media elektronik karena adanya keterbatasan dana. KWT
Turi berusaha menekankan promosi dengan mengandalkan citra produk yang
sehat dan bergizi..
5.2. Gambaran Umum Karakteristik Responden Jus Jambu Merah
5.2.1. Usia
Pada umumnya responden yang mengkonsumsi Jus Jambu Merah terbagi
menjadi beberapa kelompok usia, yaitu kelompok usia < 20 tahun, 21 – 30 tahun,
31 – 40 tahun, 41 – 50 tahun dan berusia > 50 tahun ke atas. Sebaran usia
responden aktual di dominasi oleh dua kelompok usia antara 31 – 40 tahun dan
41 – 20 tahun sebanyak enam responden (30 persen). Hal ini menunjukkan bahwa
51
JJM sangat di gemari oleh kalangan dewasa, karena dari kelompok usia tersebut
sangat memperhatikan pentingnya kesehatan.
Sedangkan untuk responden potensial di dominasi oleh dua kelompok usia
21 – 30 tahun dan 31 – 40 tahun masing-masing sebanyak enam responden (30
persen. Hal ini berarti bahwa pangsa pasar JJM ada dikalangan dewasa. Pada
umumnya anak muda memiliki karakter muda yang terpengaruh baik melalui
iklan maupun trend, mudah menerima dan selalu ingin mencoba hal-hal yang
baru. Sebaran usia responden dapat di lihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Sebaran Usia Responden Jus Jambu Merah
No
Karakteristik Responden Konsumen Aktual Konsumen Potensial
Usia (Tahun) Jumlah
(orang) %
Jumlah
(orang) %
1 < 20 0 0 0 0
2 21 – 30 5 25 6 30
3 31 – 40 6 30 6 30
4 41 – 50 6 30 5 25
5 > 50 3 15 3 15
Jumlah 20 100 20 100
5.2.2. Status Perkawinan
Sebaran responden JJM menurut status perkawinan didominasi oleh status
perkawinan yang sudah menikah untuk kedua golongan responden, baik
responden aktual maupun responden potensial. Hal ini berkaitan dengan budget
yang dikeluarkan untuk mengkonsumsi minuman jus, bagi individu yang belum
menikah biasanya lebih mengedepankan mencukupi kebutuhannya terlebih
dahulu, sedangkan untuk yang sudah menikah apabila keperluan rumah tangga
nya sudah terpenuhi biasanya melakukan pembelanjaan di luar kebutuhannya.
Sebaran status perkawinan responden JJM dapat di lihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Sebaran Status Perkawinan Responden Jus Jambu Merah
No
Karakteristik Responden Konsumen Aktual Konsumen Potensial
Status Perkawinan Jumlah
(orang) %
Jumlah
(orang) %
1 Belum Menikah 4 20 2 10
2 Sudah Menikah 16 80 18 90
Jumlah 20 100 20 100
52
5.2.3. Pekerjaan
Pada responden Jus Jambu Merah kelompok responden aktual di dominasi
oleh pekerjaan sebagai pegawai negeri. Pemilihan responden untuk konsumen
aktual memang rata-rata di dominasi oleh pegawai negeri sipil, karena mayoritas
bekerja di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Bogor, sebagian lagi bekerja
di AHASS ASTRA. Sedangkan responden potensial memiliki variasi pekerjaan,
walaupun tetap di dominasi kalangan pegawai. Hal ini berarti JJM lebih di gemari
oleh pegawai negeri, karena survey dilakukan pada kelas pendapatan yang
berbeda-beda, ternyata mayoritas bekerja sebagai pegawai negeri. Sebaran jenis
pekerjaan responden dapat di lihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Sebaran Pekerjaan Responden Jus Jambu Merah
No
Karakteristik Responden Konsumen Aktual Konsumen Potensial
Pekerjaan Jumlah
(orang) %
Jumlah
(orang) %
1 Pelajar 0 0 0 0
2 Mahasiswa 0 0 0 0
3 Pegawai Negeri 17 85 14 70
4 Pegawai Swasta 3 15 3 15
5 Wiraswasta 0 0 0 0
6 Pedagang 0 0 1 5
7 Ibu Rumah Tangga 0 0 2 10
Jumlah 20 100 20 100
5.2.4. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan para responden JJM pada umumnya cukup baik.
Seperti yang terlihat pada Tabel 12 yang menunjukan bahwa responden JJM
konsumen potensial dengan latar belakang pendidikan Sarjana memiliki
persentase paling besar. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan
mempengaruhi nilai-nilai yang dianutnya, cara berpikir, cara pandang bahkan cara
persepsinya terhadap suatu produk.
Responden yang tergolong berpendidikan tinggi akan lebih bersikap kritis
terhadap produk yang akan dibeli. Sedangkan untuk konsumen aktual didominasi
dengan latar belakang pendidikan SMA. Hal ini masih berkaitan dengan latar
belakang responden actual yang memiliki pekerjaan sebagai pegawai negeri.
Sebaran tingkat pendidikan responden dapat di lihat pada Tabel 12.
53
Tabel 12. Sebaran Tingkat Pendidikan Responden Jus Jambu Merah
No
Karakteristik Responden Konsumen Aktual Konsumen Potensial
Tingkat Pendidikan Jumlah
(orang) %
Jumlah
(orang) %
1 SD 0 0 0 0
2 SMP 0 0 0 0
3 SMA/STM 13 65 6 30
4 Diploma 0 0 3 15
5 Sarjana 6 30 8 40
6 Pasca Sarjana 1 5 3 15
Jumlah 20 100 20 100
5.2.5. Tingkat Pendapatan
Tingkat pendapatan dari responden JJM terbagi beberapa skala
pendapatan, yaitu < Rp 340.000,00 per bulan, Rp 340.000,00 – Rp 670.000,00 per
bulan, Rp 680.000,00 – Rp 1.010.000,00 per bulan, Rp 1.020.000,00 – Rp
1.350.000,00 per bulan, dan > Rp 1.360.000,00 per bulan. Tingkat pendapatan
responden JJM konsumen aktual sebagian besar berada pada kategori pendapatan
> Rp 1.360.000,00 per bulan. Hal tersebut berarti bahwa jenis pekerjaan yang
didominasi oleh pegawai negeri di atas Rp 1.360.000,00 per bulan. Sebaran
tingkat pendapatan responden JJM aktual dapat di lihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Sebaran Tingkat Pendapatan Responden Jus Jambu Merah (Aktual)
No
Karakteristik Responden Konsumen Aktual
Tingkat Pendapatan (Rp) Jumlah
(orang) %
1 < 340.000,00 0 0
2 340.000,00 – 670.000,00 0 0
3 680.000,00 – 1.010.000,00 0 0
4 1.020.000,00 – 1.350.000,00 1 5
5 >1.360.000,00 19 95
Jumlah 20 100
Tingkat pendapatan dari responden JJM potensial terbagi beberapa skala
pendapatan, yaitu < Rp 1.740.000,00 per bulan, Rp 1.740.000,00 – Rp
3.470.000,00 per bulan, Rp 3.480.000,00 – 5.210.000,00 per bulan, Rp
5.220.000,00– 6.950.000,00 per bulan, dan > Rp 6.950.000,00 per bulan. Tingkat
pendapatan responden JJM konsumen potensial sebagian besar berada pada
kategori pendapatan antara Rp 1.740.000,00 – Rp 3.470.000,00 per bulan sebesar
54
50 persen. Harga bukan suatu halangan untuk mengkonsumsi JJM, hal ini terbukti
dengan pendapatan responden yang relatif tinggi. Sebaran tingkat pendapatan
responden JJM potensial dapat di lihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Sebaran Tingkat Pendapatan Responden Jus Jambu Merah (Potensial)
No
Karakteristik Responden Konsumen Aktual
Tingkat Pendapatan (Rp) Jumlah
(orang) %
1 < 1.740.000,00 3 15
2 1.740.000,00 – 3.470.000,00 10 50
3 3.480.000,00 – 5.210.000,00 6 30
4 5.220.000,00 – 6.950.000,00 0 0
5 >6.960.000,00 1 5
Jumlah 20 100
5.2.6. Tingkat Pengeluaran Konsumsi Makanan
Tingkat pengeluaran konsumsi makanan merupakan alokasi biaya yang
dikeluarkan responden untuk biaya konsumsi makanan disetiap bulannya.
Konsumen aktual dengan tingkat pengeluaran konsumsi makanan > Rp
1.888.000,00 per bulan memiliki persentase terbesar yaitu 45 persen. Namun
demikian sebarannya cukup beragam, sehingga bisa diartikan bahwa konsumen
JJM berasal dari golongan dengan tingkat pengeluaran yang beragam. Sebaran
tingkat pengeluaran konsumsi makanan responden aktual dapat di lihat pada Tabel
15.
Tabel 15. Sebaran Tingkat Pengeluaran Konsumsi Makanan Responden Jus Jambu Merah (Aktual)
No
Karakteristik Responden Konsumen Aktual
Pengeluaran (Rp/Bulan) Jumlah
(orang) %
1 < 472.000,00 0 0
2 472.000,00 – 934.000,00 3 15
3 944.000,00 – 1.406.000,00 3 15
4 1.416.000,00 – 1.878.000,00 5 25
5 >1.888.000,00 9 45
Jumlah 20 100
Sebaran tingkat pengeluaran konsumsi makanan pada konsumen potensial
cukup beragam. Responden yang memiliki tingkat pengeluaran konsumsi yang
55
tinggi, cenderung untuk lebih mengutamakan membeli produk pangan yang
berkualitas. Sebaran tingkat pengeluaran konsumsi makanan responden aktual
dapat di lihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Sebaran Tingkat Pengeluaran Konsumsi Makanan Responden Jus
Jambu Merah (Potensial)
No
Karakteristik Responden Konsumen Aktual
Pengeluaran (Rp/Bulan) Jumlah
(orang) %
1 < 860.000,00 4 20
2 860.000,00 – 1.710.000,00 5 25
3 1.720.000,00 – 2.570.000,00 7 35
4 2.580.000,00 – 3.430.000,00 3 15
5 >3.440.000,00 1 5
Jumlah 20 100
5.2.7. Sumber Informasi Produk Jus Jambu Merah
Pada umumnya responden JJM mengetahui informasi mengenai produk
JJM berasal dari media promosi, pada konsumen aktual sumber informasi berasal
dari keluarga, media promosi, dan teman. Sedangkan untuk konsumen potensial
media promosi mendominasi yaitu sebesar 55 persen, karena produk secara
sengaja dipromosikan kepada konsumen potensial. Keberadaan JJM pada
umumnya masih belum diketahui oleh konsumen, sehingga produk JJM masih
harus dipromosikan lagi, agar konsumen mengetahui keberadaan JJM. Sebaran
sumber informasi responden dapat di lihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Sebaran Sumber Informasi Responden Jus Jambu Merah
No
Karakteristik Responden Konsumen Aktual Konsumen Potensial
Sumber Informasi Jumlah
(orang) %
Jumlah
(orang) %
1 Keluarga 6 30 2 10
2 Media Promosi 6 30 11 55
3 Teman 6 30 5 25
4 Penjual 2 10 2 10
Jumlah 20 100 20 100
5.2.8. Frekuensi Pembelian Jus Jambu Merah
Frekuensi pembelian terbagi menjadi dua skala pembelian, yaitu skala
pembelian ≤ 3 kali per minggu dan > 3 kali per minggu. Melalui kegiatan rutin
56
yang dilaksanakan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang setiap minggunya, maka
frekuensi pembelian JJM biasanya dilakukan sekali per minggu. Pada konsumen
potensial nilai sebarannya nol, artinya konsumen potensial belum sama sekali
melakukan pembelian JJM. Sebaran frekuensi pembelian responden dapat di lihat
pada Tabel 18.
Tabel 18. Sebaran Frekuensi Pembelian Responden Jus Jambu Merah
No
Karakteristik Responden Konsumen Aktual Konsumen Potensial
Frekuensi Pembelian
(Kali/Minggu)
Jumlah
(orang) %
Jumlah
(orang) %
1 ≤ 3 19 95 0 0
2 > 3 1 5 0 0
Jumlah 20 100 0 0
5.2.9. Lama Mengkonsumsi
Berdasarkan Tabel 19 dapat dilihat bahwa responden JJM pada konsumen
aktual belum banyak yang mengenal atau mengkonsumsi JJM. Tingkatan lama
mengenal atau mengkonsumsi dapat menumbuhkan sikap, motivasi dan rasa
kepuasan akan produk yang dikonsumsinya. Responden aktual JJM tergolong
dalam konsumen yang cukup mengenal produk JJM dan cukup memiliki loyalitas
terhadap merek produk. Pada konsumen potensial nilai sebarannya nol, artinya
konsumen potensial belum sama sekali melakukan pembelian JJM.
Tabel 19. Sebaran Lama Mengkonsumsi Responden Jus Jambu Merah
No
Karakteristik Responden Konsumen Aktual Konsumen Potensial
Lama Mengkonsumsi
(Bulan)
Jumlah
(orang) %
Jumlah
(orang) %
1 < 6 6 30 0 0
2 6 – 12 5 25 0 0
3 13 – 24 3 15 0 0
4 > 24 6 30 0 0
Jumlah 20 100 0 0
5.2. 10. Minat Membeli Jika Terjadi Kenaikan Harga Sepuluh Persen
Kenaikan harga sebesar 10 persen bisa disebabkan oleh fluktuasi bahan
baku, seperti kenaikan harga jambu biji dan harga gula, sehingga berdampak pada
harga jual produk tersebut. Responden yang masih tetap bertahan untuk membeli
produk JJM jika terjadi kenaikan harga sebesar 10 persen sebanyak 12 orang
57
responden (60 persen) untuk konsumen aktual dan 10 orang (50 persen) untuk
konsumen potensial. Hal ini menunjukan adanya keterkaitan dengan loyalitas
konsumen dan responden sebagian besar masih tetap membeli produk JJM jika
terjadi kenaikan 10 persen. Sebaran minat membeli jika terjadi kenaikan harga
sepuluh persen responden dapat di lihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Sebaran Minat Membeli Jika Terjadi Kenaikan Harga Sepuluh Persen Responden Jus Jambu Merah
No
Karakteristik Responden Konsumen Aktual Konsumen Potensial
Kenaikan Harga 10 % Jumlah
(orang) %
Jumlah
(orang) %
1 Tetap Membeli 12 60 10 50
2 Tidak Membeli 8 40 10 50
Jumlah 20 100 20 100
5.2.11. Penilaian Terhadap Kualitas Jus Jambu Merah
1. Rasa
Sebanyak 14 orang (70 persen) konsumen aktual dan sebanyak 16 orang
(80 persen) konsumen potensial menilai rasa dari JJM enak, karena memang
pembuatan JJM ini tidak menggunakan bahan pengawet, dan menggunakan buah
jambu yang masih segar. Sebaran responden dalam menilai rasa jus jambu merah
dapat di lihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Sebaran Responden dalam Menilai Rasa Jus Jambu Merah
No
Karakteristik Responden Konsumen Aktual Konsumen Potensial
Rasa Jumlah
(orang) %
Jumlah
(orang) %
1 Enak Sekali 4 20 2 10
2 Enak 14 70 16 80
3 Kurang Enak 1 5 2 10
4 Tidak Enak 1 5 0 0
Jumlah 20 100 20 100
2. Warna
Mayoritas responden menilai warna dari produk JJM baik, karena JJM
sama sekali tidak menggunakan pewarna tambahan dalam pembuatannya.
Penilaian terhadap kurang baiknya warna JJM mungkin dikarenakan informasi
mengenai pembuatan JJM belum diketahui oleh masing-masing konsumen.
58
Sebaran responden dalam menilai warna jus jambu merah dapat di lihat pada
Tabel 22.
Tabel 22. Sebaran Responden dalam Menilai Warna Jus Jambu Merah
No
Karakteristik Responden Konsumen Aktual Konsumen Potensial
Warna Jumlah
(orang) %
Jumlah
(orang) %
1 Baik Sekali 2 10 2 10
2 Baik 14 70 14 70
3 Kurang Baik 4 20 4 20
Jumlah 20 100 20 100
3. Struktur Jus Jambu Merah
Struktur JJM memiliki butiran serat dari buah jambunya, memang
pembuatan JJM ini menggunakan biji jambu merahnya, namun dalam
produksinya untuk memperoleh jus dari buah jambu digunakan saringan guna
memisahkan pecahan biji yang tidak ikut hancur. Struktur JJM dinilai baik oleh
empat orang (20 persen) konsumen aktual dan konsumen potensial dan sebanyak
16 orang (80 persen) konsumen aktual dan konsumen potensial menilai baik
sekali. Sebaran responden dalam menilai struktur jus jambu merah dapat di lihat
pada Tabel 23.
Tabel 23. Sebaran Responden dalam Menilai Struktur Jus Jambu Merah
No
Karakteristik Responden Konsumen Aktual Konsumen Potensial
Struktur Jumlah
(orang) %
Jumlah
(orang) %
1 Baik Sekali 16 80 16 80
2 Baik 4 20 4 20
Jumlah 20 100 20 100
4. Ketahanan Produk
Saat ini JJM belum menggunakan bahan pengawet agar produk menjadi
tahan lama masa penyimpanannya. Hal tersebut dilakukan JJM diproduksi
berdasarkan pesanan, sehingga apabila konsumen memesan JJM, maka KWT
TURI akan segera memproduksi JJM berdsarkan pesanan, sehingga produk masih
dalam keadaan segar. Responden yang menilai ketahanan produk JJM tahan lama
pada konsumen aktual sebanyak sembilan orang (45 persen). Sedangkan pada
konsumen potensial yang menilai produk JJM tahan lama sekali sebanyak dua
59
orang (5 persen). Sebaran responden dalam menilai ketahanan jus jambu merah
dapat di lihat pada Tabel 24.
Tabel 24. Sebaran Responden dalam Menilai Ketahanan Produk
No
Karakteristik Responden Konsumen Aktual Konsumen Potensial
Ketahanan Jumlah
(orang) %
Jumlah
(orang) %
1 Tahan Lama Sekali 0 0 1 5
2 Tahan Lama 9 45 8 40
3 Kurang Tahan Lama 9 45 9 45
4 Tidak Tahan Lama 2 10 2 10
Jumlah 20 100 20 100
5.2.12. Penilaian Terhadap Harga Jus Jambu Merah
Harga jual produk JJM di pasar kemasan cup 200 mililiter adalah Rp 2.000
per cup dan untuk kemasan botol 300 mililiter adalah Rp 4.500 per botol.
Konsumen aktual menilai harga tersebut murah sebanyak 16 orang (80 persen).
Sedangkan pada konsumen potensial sebanyak 15 orang (75 persen) yang menilai
harga JJM murah dan sebanyak lima orang (25 persen) menilai harga JJM mahal.
Penilaian harga mahal terhadap JJM sebenarnya tidaklah tepat jika konsmen
mengetahui bahan yang digunakan untuk pembuatan jus tersebut. Penilaian harga
mahal oleh konsumen dikarenakan pembandingnya adalah jus kemasan yang
menggunakan bahan pengawet dan pewarna yang dijual di pasaran. Sebaran
responden dalam menilai harga jus jambu merah dapat di lihat pada Tabel 25.
Tabel 25. Sebaran Responden Terhadap Harga Jus Jambu Merah
No
Karakteristik Responden Konsumen Aktual Konsumen Potensial
Harga Jumlah
(orang) %
Jumlah
(orang) %
1 Murah 16 80 15 75
2 Mahal 4 20 5 25
Jumlah 20 100 20 100
5.2.13. Penilaian Terhadap Kemasan Jus Jambu Merah
Kemasan yang digunakan produk JJM adalah kemasan cup plastik ukuran
200 mililiter, dan ukuran botol plastik 300 mililiter. Kemasan JJM masih
mengalami kendala, yaitu dalam penggunaan expired date yang masih dilakukan
secara manual, dan label pada kemasan cup memiliki warna yang tidak menarik,
60
sehingga sekitar 40 persen masing-masing konsumen mengeluhkan kemasan JJM
kurang baik. Sebaran responden dalam menilai kemasan jus jambu merah dapat
di lihat pada Tabel 26.
Tabel 26. Sebaran Responden Terhadap Kemasan Jus Jambu Merah
No
Karakteristik Responden Konsumen Aktual Konsumen Potensial
Kemasan Jumlah
(orang) %
Jumlah
(orang) %
1 Baik 12 60 11 55
2 Kurang Baik 8 40 9 45
Jumlah 20 100 20 100
5.2.14. Penilaian Setelah Mengkonsumsi Jus Jambu Merah
1. Manfaat
Sebagian besar responden JJM pada konsumen aktual sebanyak sembilan
orang (45 persen) mengkonsumsi JJM mencari manfaat sebagai minuman
kesehatan. Sedangkan pada konsumen potensial mengkonsumsi JJM untuk
mencari manfaat sebagai minuman kesehatan sebanyak 10 orang (50 persen).
Responden mengkonsumsi JJM karena mengetahui banyaknya kandungan vitamin
yang terdapat didalam JJM sehingga mampu menilai manfaat minuman untuk
kesehatan. Sebaran responden dalam menilai manfaat jus jambu merah dapat di
lihat pada Tabel 27.
Tabel 27. Sebaran Responden dalam Menilai Manfaat Produk
No
Karakteristik Responden Konsumen Aktual Konsumen Potensial
Manfaat Jumlah
(orang) %
Jumlah
(orang) %
1 Minuman Kesehatan 9 45 10 50
2 Mencegah DBD 2 10 4 20
3 Kaya Vitamin A dan C 9 45 6 30
Jumlah 20 100 20 100
2. Tingkat Kepuasan
Tingkatan kepuasaan menunjukkan adanya kesesuaian antara harapan
responden dengan kenyataan produk JJM yang dikonsumsi terhadap atribut JJM
yang disukainya seperti rasa, warna, struktur JJM. Berdasarkan Tabel 28
responden pada konsumen aktual sebanyak 11 orang (55 persen) menyatakan puas
61
setelah mengkonsumsi JJM. Sedangkan pada konsumen potensial yang
menyatakan sangat puas setelah mengkonsumsi JJM sebanyak satu orang (5
persen), sebanyak 10 orang (50 persen) menyatakan puas setelah mengkonsumsi
JJM. Sebaran tingkat kepuasan responden jus jambu merah dapat di lihat pada
Tabel 28.
Tabel 28. Sebaran Tingkat Kepuasan Responden Jus Jambu Merah
No
Karakteristik Responden Konsumen Aktual Konsumen Potensial
Tingkat Kepuasan Jumlah
(orang) %
Jumlah
(orang) %
1 Sangat Puas 0 0 1 5
2 Puas 11 55 10 50
3 Biasa Saja 5 25 5 25
4 Kurang Puas 4 20 4 20
Jumlah 20 100 20 100
3. Rekomendasi Produk
Responden pada konsumen aktual yang pernah merekomendasikan produk
JJM kepada orang lain adalah sebanyak sembilan orang (45 persen). Sedangkan
pada konsumen potensial masing-masing sebanyak 10 orang (50 persen) yang
akan merekomendasikan dan tidak akan merekomendasikan produk JJM.. Sebaran
responden dalam merekomendasikan jus jambu merah dapat di lihat pada Tabel
29.
Tabel 29. Sebaran Responden dalam Merekomendasikan Produk
No
Karakteristik Responden Konsumen Aktual Konsumen Potensial
Rekomendasi Jumlah
(orang) %
Jumlah
(orang) %
1 Pernah (akan) 9 45 10 50
2 Tidak 11 55 10 50
Jumlah 20 100 20 100
Dari keseluruhan karakteristik responden JJM yang dianalisis maka dapat
dikatakan bahwa usia, status perkawinan, pekerjaan, tingkat pendidikan, tingkat
pendapatan, dan tingkat pengeluaran konsumsi makanan berpengaruh terhadap
minat atau tidaknya responden untuk mengkonsumsi atau membeli JJM. Terkait
dengan zona fleksibilitas harga produk, konsumen yang menjadi parameter nilai
CP (max) dilihat dari karakteristik tingkat pengeluaran konsumsi makanan, pada
62
konsumen aktual dengan pengeluaran < Rp 1.888.000,00 per bulan mendominasi
dengan persentase sebesar 55 persen, artinya respoden masih mendahulukan
kebutuhan lain dalam memenuhi konsumsi makanannya. Pada konsumen
potensial dengan sebaran tingkat pengeluaran konsumsi makanan diselang harga
Rp 1.720.000,00 per bulan – Rp 2.570.000,00 per bulan mendominasi dengan
persentase sebesar 35 persen, artinya responden menganggap pengeluaran
konsumsi makanan seperti mengkonsumsi produk JJM tidak ada permasalahan.
Selain itu, dilihat dari penilaian responden terhadap harga JJM masing-masing
konsumen aktual dan potensial menganggap bahwa harga JJM masih dalam
kategori murah. Namun demikian untuk mencari nilai CP (max) diperlukan
analisis sensitivitas harga.
5.3. Gambaran Umum LPPM PKBT
5.3.1. Latar Belakang
Pusat Kajian Buah tropika (PKBT) IPB merupakan salah satu pusat kajian
sdi bawah Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor. Lembaga ini d idirikan
sebagai peran serta IPB dalam mendukung perkembangan buah-buahan Indonesia
melalui kegiatan-kegiatan riset yang terpadu, intensif dan terintregatif. PKBT
didirikan tanggal 3 mei 1996 berdasarkan SK Rektor IPB No. 027/Um/1996 yang
disahkan kembali dalam SK Rektor No 061/K13/OT/2005 tentang penataan pusat
di lingkungan LPPM IPB. Laboratorium Percontohan Pabrik Mini (LPPM) PKBT
Tajur didirikan pada bulan April 2008 dan masih berada dibawah pengawasan
PKBT IPB yang pada mulanya PKBT hanya menjual benih atau bibit buah
tropika. Menristek mencanangkan PKBT agar kelebihan panen yang melimpah
dan buah segar tidak habis dipasaran maka buah tersebut diolah menjadi produk
turunan untuk memperoleh nilai tambah. Buah tersebut dapat di olah menjadi soft
cand, jus buah, dodol buah, manisan buah, dan lain- lain.
LPPM PKBT Tajur mempunyai ide untuk mengolah buah nanas dan
pepaya menjadi cemilan sehat berupa Fruit Talk Soft Candy buah nanas dan
pepaya. Tujuan dari mengolah buah menjadi Fruit Talk Soft Candy untuk
memberi nilai tambah dan memperpanjang masa simpan buah. LPPM PKBT
terletak di Jl. Raya Tajur KM 6 Bogor. Lokasi ini merupakan kebun
63
pembudidayaan buah-buahan tropis PKBT. Adapun luas kebun pembudidayaan
PKBT yaitu 4 ha.
LPPM PKBT Tajur belum memiliki pelanggan tetap sehingga proses
produksi tidak berlangsung secara kontinu. Pada tahun 2007, LPPM PKBT Tajur
mendapatkan SIUP dari dinas perindustrian, perdagangan dan koperasi yaitu No.
S17/196/PK/Disperindagkop. Sedangkan tahun 2009, LPPM PKBT Tajur
mendapatkan sertifikasi dari Dinas Kesehatan dan MUI yaitu Dinkes P-IRT
No.6143271021020 dan LP POM MUI No. 0111
5.3.2. Visi, Misi dan Tujuan Usaha
Pada dasarnya LPPM PKBT Tajur belum memiliki pernyataan secara
tertulis mengenai visi, misi, dan tujuan perusahaan. Berdasarkan hasil wawancara
dengan orang yang bertanggung jawab terhadap LPPM PKBT Tajur dapat
dinyatakan bahwa visi LPPM PKBT Tajur adalah ingin menciptakan cemilan
sehat dari buah berupa Fruit Talk Soft Candy ke pasar lokal dan pasar
internasional. Misi LPPM PKBT meningkatkan loyalitas konsumen serta
memberdayakan masyarakat yang ada di lingkungan sekitar. Adapun tujuan dari
usaha LPPM PKBT adalah meningkatkan kualitas dan kuantitas produk, sehingga
produk baru berupa Fruit Talk Soft Candy dapat diterima masyarakat luas.
5.3.3. Struktur Organisasi Perusahaan
Struktur organisasi suatu perusahaan menggambarkan suatu hubungan
tanggung jawab dan wewenang yang ada pada suatu perusahaan. Selain itu,
struktur organisasi juga menggambarkan pembagian kerja dari suatu aktifitas
tertentu guna kelancaran usaha yang sedang dijalankan oleh suatu perusahaan.
Gambaran umum mengenai struktur organisasi LPPM PKBT dapat dilihat pada
Gambar 12.
64
Gambar 12. Struktur Organisasi LPPM PKBT Sumber : LPPM PKBT (2010)
LPPM PKBT berada di bawah pengawasan PKBT IPB yang bertugas
sebagai pengelola dan bertanggung jawab terhadap LPPM PKBT Tajur. Bapak
Ibramsyah selaku kepala kebun Tajur yang menangani seluruh kegiatan di LPPM
PKBT Tajur. Untuk bagian penyediaan benih dan penyediaan bibit pihak yang
bertanggung jawab adalah Bapak Awang dan Bapak Hidayat. Pengolahan dan
administrasi pihak yang bertanggung jawab adalah Dede. Kegiatan pengolahan
dilakukan dua kali dalam seminggu dan hanya berdasarkan pesanan dari
konsumen. Untuk kegiatan pemasaran pihak yang bertanggung jawab adalah
Bapak Ubay. Bapak Ubay bertanggung jawab dalam memasarkan bibit, benih dan
soft candy.
5.3.3.1. Waktu Kerja dan Sistem Upah
Adapun jam kerja untuk tenaga kerja bagian produksi adalah tetap yaitu
senin sampai sabtu. Waktu kerja untuk hari senin sampai dengan hari jumat
dimulai dari pukul 08.00 - 16.00 WIB sedangkan waktu kerja pada hari sabtu
dimulai dari pukul 08.00 - 12.00 WIB. Sistem pemberian upah dilakukan setiap
bulan sebesar Rp. 500.000,00 per orang. Selain upah tenaga kerja LPPM PKBT
juga diberi biaya transportasi.
Kepala PKBT
Kantor
Bagian pemasaran
Kepala Kebun
Tajur
Bagian
Penyediaan benih
Bagian
Penyediaan
Bibit
Bagian pengolahan &
Bagian
Administrasi Soft Candy
Bagian Pemeliharaan
Kebun
65
5.3.4 Identifikasi Produk
Produk LPPM PKBT adalah cemilan sehat berupa soft candy buah dalam
kemasan alumunium foil ukuran 50 gram. Soft candy dijual kepada pelanggan
dengan harga Rp 7.500,00 per unitnya. Untuk harga ditingkat konsumen
diserahkan langsung kepada penjual atau pengecer untuk menentukan harga
jualnya.
5.3.5 Aktivitas Perusahaan
LPPM PKBT merupakan salah satu perusahaan yang mengolah nanas dan
pepaya menjadi buah olahan berupa soft candy. Aktivitas LPPM PKBT utama
yang dilakukan terdiri dari tiga, yaitu aktivitas pembelian bahan baku, aktivitas
produksi dan aktivitas penjualan.
5.3.5.1 Aktivitas Pembelian Bahan Baku
Bahan baku utama pembuatan soft candy adalah nanas dan pepaya.
Ketersediaan bahan baku tersebut sangat penting untuk menjaga kelancaran dan
kontinuitas perusahaan dalam produksi. Untuk memperoleh nanas dan pepaya
tidak terlalu sulit karena bahan baku diperoleh dari kebun PKBT Tajur sehingga
keberadaan bahan baku hampir selalu ada. Harga bahan baku dari kebun PKBT
yang dijual kepada LPPM PKBT tidak sama dengan harga bahan baku yang ada
dipasaran. Sumber bahan baku lainnya, seperti gula dan bahan pengental dibeli
langsung oleh bagian produksi dari toko dan pasar tradisional di Pasar Bogor.
5.3.5.2. Aktivitas Produksi
Pada proses produksi Soft Candy Nanas tahapan pertama yang dilakukan
dalam proses pembuatan adalah buah nanas dibersihkan dari mahkota buah, kulit
dan mata buahnya hingga bersih. Buah nanas yang digunakan harus dipastikan
benar-benar telah bersih dari mata nanas, kemudian buah nanas diparut menjadi
bubur nanas. Sebelum diparut, buah nanas yang telah dibersihkan dicuci dengan
air bersih yang mengalir dan direndam dengan garam. Perendaman dengan garam
bertujuan untuk menginaktifkan enzim yang terdapat dalam buah nanas. Pada
tahap pemasakan, adonan bubur nanas ditambahkan gula dan ekstrak rumput laut
sebagai pengental. Adonan diaduk hingga merata dengan api sedang, sampai
adonan tersebut mendidih. Setelah adonan tersebut mendidih, adonan langsung
66
dicetak dalam nampan plastik. Kemudian diamkan sebentar hingga dingin.
Setelah adonan dalam cetakan dingin, adonan dapat dipotong-potong
menggunakan pisau gerigi dengan panjang potongan kurang lebih 2 sentimeter.
Adonan yang telah dibentuk persegi siap untuk dikeringkan didalam oven.
Pengeringan berlangsung selama kurang lebih delapan jam dengan suhu
pengeringan 80o C. Tahap terakhir dari proses ini adalah tahap packaging
(pengemasan). Soft Candy Nanas yang telah kering dapat langsung dikemas.
Kemasan yang digunakan, yaitu standing pouch yang terbuat dari alumunium.
Soft Candy Pepaya merupakan olahan buah yang terbuat dari campuran
sari alami buah pepaya dan nanas. Tahapan proses produksi Soft Candy Pepaya
sama halnya dengan pembuatan Soft Candy Nanas.
5.3.5.3. Aktivitas Penjualan
Sistem pembayaran yang diterapkan oleh LPPM PKBT adalah sistem
pembayaran secara tunai untuk konsumen yang datang langsung ke lokasi
produksi LPPM PKBT. Sedangkan sistem pembayaran kosinyasi diterapkan oleh
LPPM PKBT untuk pengecer. Seluruh pendistribusian produk LPPM PKBT
dilakukan secara langsung pada pelanggan. Umumnya konsumen yang ingin
melakukan pembelian produk-produk LPPM PKBT dan melakukan pemesanan
biasanya menghubungi langsung kantor PKBT maupun datang langsung ke LPPM
PKBT. Secara umum, pihak LPPM PKBT dalam mendistribusikan produk Fruit
Talk Soft Candy melalui dua pola saluran. Pola saluran yang pertama adalah pihak
LPPM PKBT menyalurkannya produknya kepada pengecer. Pengecer yang
dimaksud adalah Serambi Botani yang berada di Kota Bogor. LPPM PKBT
merupakan suplier tetap di Serambi Botani yang terdapat di Botani Square.
Serambi Botani telah melakukan kerjasama dengan LPPM PKBT selama dua
tahun. Untuk pendistribusian produk dari LPPM PKBT ke lokasi para pengecer
biasanya pihak LPPM PKBT sendiri yang mengantarkan sampai ke lokasi
pengecer. Pola saluran yang kedua adalah LPPM PKBT melakukan penjualan
langsung kepada konsumen. Biasanya para konsumen ini langsung datang ke
lokasi produksi LPPM PKBT maupun datang ke kantor PKBT.
67
5.4 Gambaran Umum Karakteristik Responden Fruit Talk Soft Candy
5.4.1. Usia
Pada umumnya responden yang mengkonsumsi Fruit Talk Soft Candy
terbagi menjadi beberapa kelompok usia, yaitu kelompok usia 21 – 30 tahun,
31 – 40 tahun, dan kelompok usia 41 – 50 tahun. Soft Candy dikalangan orang
dewasa sangat digemari karena dari kelompok usia tersebut sangat
memperhatikan pentingnya kesehatan dan pangsa pasar Soft Candy saat ini
memang berada pada karakteristik usia tersebut. Sebaran usia responden Fruit
Talk Soft Candy dapat di lihat pada Tabel 30.
Tabel 30. Sebaran Usia Responden Fruit Talk Soft Candy
No Karakteristik Responden Konsumen Potensial
Usia (Tahun) Jumlah (orang) %
1 21 – 30 3 30
2 31 – 40 5 50
3 41 – 50 2 20
Jumlah 10 100
5.4.2. Status Perkawinan
Sebaran responden Fruit Talk Soft Candy menurut status perkawinan
didominasi oleh status perkawinan yang sudah menikah. Jumlah responden
potensial yang mendominasi (sudah menikah) sebanyak enam orang (60 persen).
Dengan karakteristik perkawinan ternyata Soft Candy lebih digemari yang sudah
menikah, artinya bagi keluarga yang mempunyai anak-anak, cenderung
berperilaku konsumtif terhadap produk permen. Sedangkan status perkawinan
belum menikah masih memiliki prioritas lain untuk dikonsumsi. Sebaran status
perkawinan responden Fruit Talk Soft Candy dapat di lihat pada Tabel 31.
Tabel 31. Sebaran Status Perkawinan Responden Fruit Talk Soft Candy
No Karakteristik Responden Konsumen Potensial
Status Perkawinan Jumlah (orang) %
1 Belum Menikah 4 60
2 Sudah Menikah 6 40
Jumlah 20 100
68
5.4.3. Pekerjaan
Pada responden Fruit Talk Soft Candy di dominasi oleh pekerjaan sebagai
pegawai negeri, yaitu sebanyak lima orang (50 persen). Hal ini berarti kalangan
pegawai negeri lebih menggemari produk Fruit Talk Soft Candy. Sebaran jenis
pekerjaan responden Fruit Talk Soft Candy dapat di lihat pada Tabel 32.
Tabel 32. Sebaran Pekerjaan Responden Fruit Talk Soft Candy
No Karakteristik Responden Konsumen Potensial
Pekerjaan Jumlah (orang) %
1 Pelajar 0 0
2 Mahasiswa 0 0
3 Pegawai Negeri 5 50
4 Pegawai Swasta 1 10
5 Wiraswasta 3 30
6 Pedagang 0 0
7 Ibu Rumah Tangga 0 0
8 Lainnya (Pegawai BUMN) 1 1
Jumlah 10 100
5.4.4. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan para responden Fruit Talk Soft Candy pada umumnya
cukup baik. Seperti yang terlihat pada Tabel 33 yang menunjukan bahwa
responden Fruit Talk Soft Candy konsumen potensial dengan latar belakang
pendidikan Sarjana memiliki persentase paling besar yaitu sebanyak lima orang
(50 persen). Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi
nilai-nilai yang dianutnya, cara berpikir, cara pandang bahkan cara persepsinya
terhadap suatu produk. Responden yang tergolong berpendidikan tinggi akan lebih
bersikap kritis terhadap produk yang akan dibeli.
Tabel 33. Sebaran Tingkat Pendidikan Responden Fruit Talk Soft Candy
No Karakteristik Responden Konsumen Potensial
Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) %
1 SMA/STM 2 20
2 Diploma 2 20
3 Sarjana 5 50
4 Pasca Sarjana 1 10
Jumlah 10 100
69
5.4.5. Tingkat Pendapatan
Tingkat pendapatan responden Fruit Talk Soft Candy konsumen potensial
didominasi pada kategori pendapatan > Rp 2.100.000,00 sebesar 80 persen
(delapan orang). Harga bukan suatu halangan untuk mengkonsumsi JJM, hal ini
terbukti dengan pendapatan responden yang relatif tinggi. Sebaran tingkat
pendapatan responden dapat di lihat pada Tabel 34.
Tabel 34. Sebaran Tingkat Pendapatan Responden Fruit Talk Soft Candy
No Karakteristik Responden Konsumen Potensial
Tingkat Pendapatan (Rp) Jumlah (orang) %
1 <700.000,00 0 0
2 700.000,00 – 1.390.000,00 0 0
3 1.400.000,00 – 2.090.000,00 2 20
4 >2.100.000,00 8 80
Jumlah 10 100
5.4.6. Tingkat Pengeluaran Konsumsi Makanan
Tingkat pengeluaran konsumsi makanan merupakan alokasi biaya yang
dikeluarkan responden untuk biaya konsumsi makanan disetiap bulannya.
Konsumen potensial dengan tingkat pengeluaran konsumsi makanan
> Rp 1.200.000,00 per bulan memiliki persentase terbesar yaitu 90 persen.
Responden yang memiliki tingkat pengeluaran konsumsi yang tinggi, cenderung
untuk lebih mengutamakan membeli produk pangan yang berkualitas. Sebaran
tingkat pengeluaran konsumsi makanan responden dapat di lihat pada Tabel 35.
Tabel 35. Sebaran Tingkat Pengeluaran Konsumsi Makanan Responden Fruit Talk Soft Candy
No Karakteristik Responden Konsumen Potensial
Pengeluaran (Rp/Bulan) Jumlah %
1 < 400.000,00 0 0
2 400.000,00 – 790.000,00 0 0
3 800.000,00 – 1.190.000,00 1 10
4 > 1.200.000,00 9 90
Jumlah 10 100 5.4.7. Sumber Informasi Produk Fruit Talk Soft Candy
Pada umumnya responden Fruit Talk Soft Candy mengetahui informasi
mengenai produk Fruit Talk Soft Candy berasal dari teman, pada konsumen
70
potensial teman mendominasi yaitu sebesar 80 persen, karena produk secara
sengaja di promosikan kepada konsumen potensial, kemudian sumber informasi
melalui penjual sebesar 20 persen. Sebaran sumber informasi responden dapat di
lihat pada Tabel 36.
Tabel 36. Sebaran Sumber Informasi Responden Fruit Talk Soft Candy
No Karakteristik Responden Konsumen Potensial
Sumber Informasi Jumlah (orang) %
1 Keluarga 0 0
2 Media Promosi 0 0
3 Teman 8 80
4 Penjual 2 20
Jumlah 10 100
5.4.8. Minat Membeli Jika Terjadi Kenaikan Harga Sepuluh Persen
Responden yang masih tetap bertahan untuk membeli produk Fruit Talk
Soft Candy jika terjadi kenaikan harga sebesar 10 persen sebanyak empat orang
responden. Hal ini disebabkan oleh masa perkenalan produk ke konsumen,
sehingga konsumen masih belum loyal terhadap Fruit Talk Soft Candy. Sebaran
minat membeli jika terjadi kenaikan harga sepuluh persen responden dapat di lihat
pada Tabel 37.
Tabel 37. Sebaran Minat Membeli Jika Terjadi Kenaikan Harga Sepuluh Persen
Responden Fruit Talk Soft Candy
No Karakteristik Responden Konsumen Potensial
Kenaikan Harga 10 % Jumlah (orang) %
1 Tetap Membeli 4 40
2 Tidak Membeli 6 60
Jumlah 10 100
5.4.9. Penilaian Terhadap Kualitas Fruit Talk Soft Candy
1. Rasa
Rasa Fruit Talk Soft Candy berasal dari campuran buah segar dan jelly.
Sebanyak 20 persen konsumen yang menyatakan kurang enak kemungkinan
mereka tidak menyukai citarasa dari Fruit Talk Soft Candy tersebut. Sebaran
responden dalam menilai rasa Fruit Talk Soft Candy dapat di lihat pada Tabel 40.
71
Tabel 38. Sebaran Responden dalam Menilai Rasa Fruit Talk Soft Candy
No Karakteristik Responden Konsumen Potensial
Rasa Jumlah (orang) %
1 Enak 8 80
2 Kurang Enak 2 20
Jumlah 10 100
2. Warna
Mayoritas responden Fruit Talk Soft Candy menilai warna dari produk
Fruit Talk Soft Candy baik sebanyak tiga orang (30 persen). Warna dari Fruit Talk
Soft Candy sangatlah alami, sehingga tampak tidak segar, karena Fruit Talk Soft
Candy tidak menggunakan bahan tambahan pewarna. Sebanyak 70 persen
konsumen menilai tidak baik warna dari Fruit Talk Soft Candy dikarenakan belum
mengetahui komposisi Fruit Talk Soft Candy sebenarnya. Sebaran responden
dalam menilai warna Fruit Talk Soft Candy dapat di lihat pada Tabel 39.
Tabel 39. Sebaran Responden dalam Menilai Warna Fruit Talk Soft Candy
No Karakteristik Responden Konsumen Potensial
Warna Jumlah (orang) %
1 Baik Sekali 0 0
2 Baik 3 30
3 Kurang Baik 7 70
Jumlah 10 100
3. Struktur Fruit Talk Soft Candy
Struktur Fruit Talk Soft Candy dinilai baik sekali oleh enam orang
responden (60 persen) dan sebanyak empat orang (40 persen) konsumen menilai
baik sekali. Struktur Fruit Talk Soft Candy kenyal, lembut dan berserat. Sehingga
baik untuk cemilan sekaligus melancarkan pencernaan. Sebaran responden dalam
menilai struktur Fruit Talk Soft Candy dapat di lihat pada Tabel 40.
Tabel 40. Sebaran Responden dalam Menilai Struktur Fruit Talk Soft Candy
No Karakteristik Responden Konsumen Potensial
Struktur Jumlah (orang) %
1 Baik Sekali 6 60
2 Baik 4 40
Jumlah 10 100
72
4. Ketahanan Produk
Responden yang menilai ketahanan produk Fruit Talk Soft Candy tahan
lama dan kurang tahan lama pada konsumen potensial masing-masing sebanyak
enam orang (60 persen). Fruit Talk Soft Candy merupakan produk kering,
sehingga mayoritas dan kenyataannya produk ini bisa bertahan sampai empat
bulan dalam lemari es, dan masih enak dikonsumi karena tanpa bahan pengawet.
Sebaran responden dalam menilai ketahanan Fruit Talk Soft Candy dapat di lihat
pada Tabel 41.
Tabel 41. Sebaran Responden dalam Menilai Ketahanan Produk
No Karakteristik Responden Konsumen Potensial
Ketahanan Jumlah (orang) %
1 Tahan Lama Sekali 1 10
2 Tahan Lama 6 60
3 Kurang Tahan Lama 3 30
4 Tidak Tahan Lama 0 0
Jumlah 10 100
5.4.10. Penilaian Terhadap Harga Fruit Talk Soft Candy
Harga jual produk Fruit Talk Soft Candy di pasar kemasan 50 gram adalah
Rp 10.000,00 per bungkus Konsumen potensial sebanyak tiga orang (30 persen).
Harga dari Fruit Talk Soft Candy masih belum bersaing jika dibandingkan
dengan permen lunak lainnya. Karena Fruit Talk Soft Candy merupakan barang
substitusi dari permen lunak import yang juga memiliki kandungan gizi yang baik,
sehingga apabila dibandingkan dengan produk lokal, Fruit Talk Soft Candy masih
terbilang mahal. Sebaran responden dalam menilai harga Fruit Talk Soft Candy
dapat di lihat pada Tabel 42.
Tabel 42. Sebaran Responden Terhadap Harga Fruit Talk Soft Candy
No Karakteristik Responden Konsumen Potensial
Harga Jumlah (orang) %
1 Murah 3 30
2 Mahal 7 70
Jumlah 10 100
73
5.4.11. Penilaian Terhadap Kemasan Fruit Talk Soft Candy
Kemasan yang digunakan produk Fruit Talk Soft Candy adalah aluminium
foil ukuran 50 gram. Konsumen yang menilai kemasan Fruit Talk Soft Candy baik
sebanyak lima orang (50 persen) menilai kemasan Fruit Talk Soft Candy baik
sekali. Aluminium foil sebenarnya adalah kemasan yang baik untuk melindungi
produk dari kelembaban, sehingga tidak memudahkan produk rusak, namun
sebagian konsumen menilai bahwa desain kemasan Fruit Talk Soft Candy yang
masih perlu diperbaiki. Sebaran responden dalam menilai kemasan Fruit Talk
Soft Candy dapat di lihat pada Tabel 43.
Tabel 43. Sebaran Responden Terhadap Kemasan Fruit Talk Soft Candy
No Karakteristik Responden Konsumen Potensial
Kemasan Jumlah (orang) %
1 Baik Sekali 1 10
2 Baik 5 50
3 Kurang Baik 4 40
Jumlah 10 100
5.4.12. Penilaian Setelah Mengkonsumsi Fruit Talk Soft Candy
1. Manfaat
Sebagian besar responden Fruit Talk Soft Candy sebanyak tujuh orang
(70 persen) mengkonsumsi Fruit Talk Soft Candy sebagai cemilan sehat. Hal
tersebut berarti konsumen seudah mengetahui manfaat dari buah pepaya dan
nanas, yang diolah menjadi Fruit Talk Soft Candy. Sebaran responden dalam
menilai manfaat Fruit Talk Soft Candy dapat di lihat pada Tabel 44.
Tabel 44. Sebaran Responden dalam Menilai Manfaat Produk
No Karakteristik Responden Konsumen Potensial
Manfaat Jumlah (orang) %
1 Cemilan Sehat 7 70
2 Ikut- ikutan 3 30
Jumlah 10 100
2. Tingkat Kepuasan
Berdasarkan Tabel 45 sebanyak responden enam orang (60 persen)
menyatakan puas setelah mengkonsumsi Fruit Talk Soft Candy. Hal ini berarti
74
konsumen yang loyal untuk tetap mengkonsumsi merupakan konsumen yang
menilai bahwa atribut Fruit Talk Soft Candy yang diharapkan sesuai dengan
kenyataanya. Sebaran Tingkat Kepuasan Responden Fruit Talk Soft Candy dapat
di lihat pada Tabel 45.
Tabel 45. Sebaran Tingkat Kepuasan Responden Fruit Talk Soft Candy
No Karakteristik Responden Konsumen Potensial
Tingkat Kepuasan Jumlah (orang) %
1 Sangat Puas 0 5
2 Puas 6 60
3 Biasa Saja 1 10
4 Kurang Puas 3 30
Jumlah 10 100
3. Rekomendasi Produk
Responden yang pernah merekomendasikan produk Fruit Talk Soft Candy
kepada orang lain adalah sebanyak empat orang (40 persen). Tingkatan kepuasaan
menunjukkan adanya kesesuaian antara harapan responden dengan kenyataa n
produk Fruit Talk Soft Candy yang dikonsumsi terhadap atribut Fruit Talk Soft
Candy yang disukainya seperti rasa, warna, dan struktur Fruit Talk Soft Candy.
Sebaran responden dalam merekomendasikan Fruit Talk Soft Candy dapat di lihat
pada Tabel 46.
Tabel 46. Sebaran Responden dalam Merekomendasikan Produk
No Karakteristik Responden Konsumen Potensial
Rekomendasi Jumlah (orang) %
1 Pernah (akan) 4 40
2 Tidak 6 60
Jumlah 10 100
Dari karakteristik responden Fruit Talk Soft Candy penilaian terhadap
produk Fruit Talk Soft Candy masih terbilang mahal, karena responden masih
dalam tahap pengenalan terhadap produk tersebut. Responden menilai harga Fruit
Talk Soft Candy mahal sebesar 70 %. Tingkat pengeluaran konsumsi makanan
responden berpengaruh terhadap penjualan Fruit Talk Soft Candy, dilihat dari
Tabel 35 tingkat pengeluaran konsumsi makanan mendominasi pada responden
75
dengan > Rp 1.200.000 per bulan, artinya responden dalam memenuhi kebutuhan
makanan masih mampu untuk mengkonsumsi Fruit Talk Soft Candy.
Penilaian responden setelah mengkonsumsi Fruit Talk Soft Candy untuk
merekomendasikan Fruit Talk Soft Candy ternyata hanya 40 % saja, artinya dalam
penilaian Fruit Talk Soft Candy responden masih menganggap produk tersebut
belum menunjukkan kesesuaian dengan harapan yang mereka inginkan, misalnya
responden masih menganggap produk Fruit Talk Soft Candy mahal, sehingga
produk tersebut tidak akan direkomendasikan.
VI ANALISIS PENETAPAN HARGA POKOK PRODUK
DAN RENTANG HARGA
6.1. Perhitungan OP (min)
Perhitungan OP (min) dilakukan melalui beberapa tahapan, diantaranya
yaitu identifikasi seluruh biaya produksi dan non produksi baik yang bersifat tetap
maupun variabel. Menganalisis harga pokok produksi melalui pendekatan full
costing untuk mendapatkan nilai harga pokok produk per unit dan
mengidentifikasi OP (min).
6.2. Identifikasi Biaya-Biaya Produksi dan Non Produksi KWT Turi
Proses produksi Jus Jambu Merah (JJM) yang dilakukan KWT Turi secara
umum bersifat berkelanjutan dan dilakukan dalam jumlah yang kecil sehingga
pengelompokan biaya dilakukan dengan metode proses produksi. Dalam
melakukan metode proses produksi, biaya dikelompokkan menjadi biaya bahan
baku, biaya bahan penolong, biaya tenaga kerja baik tenaga langsung dan tenaga
kerja tidak langsung serta biaya overhead pabrik.
6.2.1. Biaya Bahan Baku Utama
Biaya bahan baku utama yang digunakan untuk produk JJM yaitu biaya
pembelian buah jambu, gula, bahan tambahan pangan (natrium benzoat, kalium
sorbat, CMC, asam sitrat), dan air. Untuk memperoleh jambu biji tidak terlalu
sulit karena daerah Sukaresmi merupakan sentra produksi jambu biji sehingga
keberadaan bahan baku melimpah dan hampir selalu ada. Jambu biji dibeli
langsung dari kelompok tani yang membudidayakan jambu biji di daerah
Sukaresmi. Harga jambu biji dari petani yang dijual kepada KWT Turi adalah Rp
5.000,00 per kg. Sumber bahan baku lainnya, seperti gula dan bahan pangan lain
dibeli langsung oleh bagian produksi dari toko dan pasar tradisional di Pasar
Bogor. Biaya bahan baku utama JJM adalah sebesar Rp 179.000,00 untuk
produksi 10 Kg JJM.
6.2.2. Biaya Bahan Pendukung
Bahan pendukung yang digunakan untuk memproduksi JJM antara lain
biaya botol, cup, sedotan, karton dan lakban. Total biaya bahan pendukung untuk
77
menghasilkan 10 Kg JJM cup sebesar Rp 73.500,00 sedangkan untuk total biaya
pendukung 10 Kg JJM Botol sebesar Rp 339.000,00.
6.2.3. Biaya Tenaga Kerja Langsung
Biaya tenaga langsung di KWT Turi adalah biaya pekerja yang langsung
menangani proses produksi JJM. Tenaga kerja yang dimiliki KWT Turi berjumlah
lima orang yang terdiri dari satu orang pimpinan kelompok, satu orang bagian
administrasi, dua orang bagian produksi dan satu orang bagian pemasaran. Sistem
pemberian upah didasarkan atas jumlah hari kerja tenaga kerja atau berapa kali
tenaga kerja melakukan pekerjaan produksi selama satu bulan. Pembayaran upah
dilakukan setiap kali produksi. Jika ada pekerjaan tambahan atau ada order
tambahan maka tenaga kerja akan diberikan bonus atau insentif. Biaya tenaga
kerja langsung untuk produksi 10 Kg JJM sebesar Rp 29.000,00.
6.2.4. Biaya Produksi Tidak Langsung (Biaya Overhead Pabrik)
Biaya Overhead Pabrik merupakan biaya produksi selain biaya bahan
baku dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya yang termasuk ke dalam biaya
overhead pabrik yaitu, biaya penyusutan mesin dan peralatan, biaya penyusutan
bangunan, pemakaian listrik, pemakaian air dan biaya tenaga kerja tidak langsung.
Namun di KWT Turi saat ini hanya memperhitungkan biaya listrik saja, untuk
memproduksi 10 Kg JJM maka biaya listrik yang dibebankan sebesar Rp
7.250,00.
6.2.5. Perhitungan Harga Pokok Metode KWT Turi
Metode penetapan harga pokok produksi yang digunakan oleh KWT Turi
selama ini yaitu dengan menjumlahkan biaya bahan baku dengan biaya non bahan
baku per 10 Kg JJM. Biaya bahan baku merupakan biaya atas pembelian bahan
baku JJM yang terdiri dari buah jambu, gula, bahan tambahan pangan (natrium
benzoat, kalium sorbat, CMC, asam sitrat), dan air. Biaya non bahan baku terdiri
dari biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung merupakan
penjumlahan dari biaya tenaga kerja langsung dan biaya bahan penolong. Biaya
tidak langsung yang digunakan dalam perhitungan harga pokok yaitu biaya
pemakaian listrik. Biaya bahan baku kemudian dijumlahkan dengan biaya non
bahan baku sehingga didiperoleh harga pokok produksi JJM per 10 Kg. Setelah
78
itu, harga pokok JJM per cup atau per botolnya dibagi berdasarkan jumlah
kemasan yang dihasilkan per 10 Kg JJM, untuk kemasan cup jumlah JJM yang
dihasilkan sebanyak 290 cup, sedangkan untuk kemasan botol sebanyak 180
botol. Untuk lebih jelasnya perhitungan harga pokok metode yang digunakan
KWT Turi selama ini dapat dilihat pada Tabel 47.
Tabel 47. Perhitungan Harga Pokok JJM Metode KWT Turi
Item Satuan Harga
(Rp) Jumlah
Total
(Rp)
%
Biaya Cup
%
Biaya
Botol
A. Bahan-Bahan
Jambu Merah Kg 5.000,00 15 75.000,00 25,97 13, 53
Gula Kg 12.000,00 5 60.000,00 20,78 10,83
Air Ltr 300,00 50 15.000,00 5,20 2,70
> Benzoat mg 2500 5.000,00 1,73 0,90
> Kalium Sorbat mg 2500 7.500,00 2,60 1,36
> CMC mg 3000 15.000,00 5,20 2,70
> Asam Sit rat mg 1000 1.500,00 0,52 0,27
B. Sub Total
179.000,00 62,00 32,30
C. Produksi Cup
Cup Pcs 125,00 290 36.250,00 12,55
Straw Pcs 25,00 290 7.250,00 2,51
Karton 2.500,00 12 30.000,00 10,39
Listrik 7.250,00 2,51
Upah 29.000,00 10,04
D. Sub Total 109.750,00 38,00
HPP Total (B + D)
288.750,00 100
HPP JJM Cup 10 Kg Produksi/Jumlah Produksi Cup 996,00
E. Produksi Botol
Botol Pcs 1.800,00 180 324.000,00 58,46
Karton 2.500,00 6 15.000,00 2,70
Listrik 7.250,00 1,31
Upah 29.000,00 5,23
F. Sub Total 375.250,00 67,70
HPP Total (B + F) 554.250,00
100
HPP JJM Botol 10 Kg Produksi /Jumlah Produksi Botol 3.079,00
6.2.6. Perhitungan Harga Pokok Metode Full Costing
Metode full costing membebankan harga pokok produk dengan
menjumlahkan biaya produksi dan biaya non produksi. Penetapan harga pokok
79
produksi JJM metode full costing yaitu dengan menjumlahkan biaya bahan baku,
biaya bahan penolong, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik
baik yang bersifat tetap maupun variabel. Penetapan harga pokok produksi per
unit diperoleh dengan cara membagi biaya produksi dengan jumlah produksi.
Hasil perhitungan tersebut disajikan dalam Tabel 48.
Tabel 48. Harga Pokok Produksi Menurut Metode Full Costing
Item Satuan Harga
(Rp) Jumlah
Total
(Rp)
%
Biaya Cup
%
Biaya
Botol
Jambu Merah Kg 5.000,00 15 75.000,00 21,72 12,28
Gula Kg 12.000,00 5 60.000,00 17,38 9,82
Air Ltr 300,00 50 15.000,00 4,34 2,46
> Benzoat mg 2500 5.000,00 1,45 0,82
> Kalium Sorbat mg 2500 7.500,00 2,17 1,23
> CMC mg 3000 15.000,00 4,34 2,46
> Asam Sit rat mg 1000 1.500,00 0,43 0,25
A. Biaya Bahan Baku 179.000,00 51,85 29,30
Cup Pcs 125,00 290 36.250,00 10,50
Straw Pcs 25,00 290 7.250,00 2,10
Karton 2.500,00 12 30.000,00 8,69
B. Biaya Bahan Pendukung Cup 73.500,00 21,29
C. BiayaTenaga Kerja 29.000,00 8,40 4,75
Listrik 7.250,00 2,10 1,19
Penyusutan Peralatan 36.486,00 10,57 5,97
Biaya Bahan Bakar 20.000,00 5,79 3,27
D. Biaya Overhead Pabrik 63.736,00 18,46 10,44
Botol Pcs 1.800,00 180 324.000,00 53,05
Karton 2.500,00 6 15.000,00 2,46
E. Biaya Bahan Pendukung Botol 339.000,00 55,51
JJM CUP
TOTAL BIAYA CUP (A+B+C+D) 345.236,00
TOTAL PRODUKS I 290
HPP 1.190,00
JJM BOTOL
TOTAL BIAYA BOTOL (A+B+D+E) 610.376,00
TOTAL PRODUKS I 180
HPP 3.392,00
Selama ini mesin dan peralatan pengolahan produksi JJM masih dalam
status pinjaman dari Dinas Pertanian Departemen Agribisnis Bogor, sehingga
80
untuk biaya penyusutan mesin dan peralatan tidak dilakukan dalam perhitungan
metode full costing. Penetapan harga pokok produksi per unit diperoleh dengan
cara membagi biaya produksi dengan jumlah produksi. Harga pokok produk JJM
metode full costing untuk produksi 10 kg JJM kemasan cup Rp 1.190,00 per cup
dan untuk kemasan botol Rp 3.392,00 per botol.
Dari hasil perhitungan di atas, biaya bahan penolong pada produksi JJM
botol terlalu besar melebihi biaya bahan baku yaitu sebesar 55,51 persen dari total
biaya produksi, sehingga terjadi pembengkakan biaya produksinya. Efisiensi
biaya atas biaya bahan pendukung pada produksi JJM botol bisa saja di
minimalisir asalkan perusahaan mampu memproduksi dalam skala yang besar,
namun saat ini KWT Turi hanya mampu memproduksi berdasarkan pesanan.
Dalam hal pembelian bahan pendukung pada produksi JJM botol harga botol
dalam pembelian partai kecil (kurang dari 5.000 botol) adalah Rp 1.000,00 per
botol sedangkan untuk pembelian dalam partai besar (> 5.000 boto l) harga botol
Rp 700,00 per botol.
6.2.7. Perbandingan Perhitungan Harga Pokok Berdasarkan Metode
Perusahaan dan Metode Full Costing Harga pokok JJM dengan menggunakan metode full costing lebih tinggi
dibandingkan dengan harga pokok metode perusahaan. Selisih tersebut adalah Rp
194,00 untuk kemasan cup dan Rp 313,00 untuk kemasan botol. Selisih ini terjadi
karena dalam perhitungan harga pokok yang dilakukan oleh KWT Turi tidak
mengakumulasikan seluruh biaya yang menjadi bagian dari biaya produksi dan
non produksi seperti biaya penyusutan peralatan, dan biaya bahan bakar untuk
pemasaran. KWT Turi hanya mengakumulasikan biaya yang sifatnya variabel
saja. Perhitungan harga pokok menggunakan metode perusahaan sebenasrnya
masih memperoleh laba, karena harga jual masing-masing produk masih berada
diatas harga pokok berdasarkan penggunaan metode full costing, namun margin
harga yang diterima oleh perusahaan menjadi berkurang. Selama ini perusahaan
sebenarnya hanya memperoleh laba sebesar Rp 310,00 kemasan cup dan Rp
108,00 untuk kemasan botol.
81
6.2.8. OP (min)
Nilai OP (min) untuk JJM terbentuk dari nilai harga pokok produk
berdasarkan metode full costing ditambah dengan persentase laba minimum yang
diharapkan perusahaan. Nilai harga pokok produk per kemasan berdasarkan
metode full costing sebesar Rp 3.392,00 per botol dan sebesar Rp 1.190,00 per
cup sedangkan persentase laba yang diharapkan oleh KWT Turi selama ini adalah
50 persen untuk kemasan cup dan 12 persen untuk kemasan botol sehingga nilai
OP (min) sebesar Rp 1.785,00 per cup dan Rp 3.800,00 per botol.
6.3. Perhitungan CP (Max)
Perhitungan CP (max) dapat dilakukan melalui analisis sensitivitas harga
untuk mendapatkan tingkat harga tertinggi/maksimum dari sisi konsumen
terhadap JJM. Kemasan cup dijual dengan harga Rp 1.500,00 per unitnya dan
kemasan botol dijual kepada pelanggan dengan harga Rp 3.500,00 per botol.
Untuk harga ditingkat konsumen diserahkan langsung kepada penjual atau
pengecer untuk menentukan harga jualnya.
6.3.1. Analisis Sensitivitas Harga
Data tabulasi Price Sensitivity Metres yang ada pada Lampiran 1 sampai
dengan 4 dibuat kurva untuk masing-masing kelompok harga sangat murah,
murah, mahal dan sangat mahal. Selain itu di buat kurva untuk kelompok harga
tidak murah dan tidak mahal. Dari kurva-kurva yang terbentuk, maka akan
diperoleh titik PMC, PME, OPP dan IPP. Hasil survei yang dilakukan terhadap 20
responden aktual yang merupakan pelanggan KWT Turi yang berada di Bogor
yang membeli JJM, dan 20 responden potensial yang merupakan konsumen yang
dipilih dengan teknik non-probability sampling yaitu judgement sampling dengan
pertimbangan variasi kelas pendapatan, yaitu rendah dan menengah ke atas.
Masing-masing responden potensial diberikan tester JJM, kemudian mengisi
kuesioner yang berhubungan dengan karakteristik responden dan penilaian
responden terhadap JJM.
6.3.1.1. Konsumen Aktual JJM
Konsumen aktual merupakan responden yang melakukan pembelian JJM
baik secara langsung ke KWT Turi maupun dengan cara memesan produk JJM.
82
Berdasarkan data pada Lampiran 1 dan 2, langkah selanjutnya adalah membuat
kurva untuk masing-masing kelompok harga sangat murah, murah dan sangat
mahal. Selain itu dibuat kurva untuk kelompok harga tidak murah dan tidak mahal
sehingga diperoleh titik OPP, IPP, PME dan PMC. Kurva PMC, PME, OPP dan
IPP terhadap responden aktual terdapat pada Gambar 13 dan 14.
Titik PMC diperoleh dari perpotongan antara kurva Sangat Murah dengan
Tidak Murah jika ditarik ke sumbu X (harga). Berdasarkan analisis sensitivitas
harga, titik PMC responden aktual berada pada tingkat harga Rp 1.580,00 per cup
dan Rp 4.086,00 per botol. Titik PME diperoleh dari perpotongan antara kurva
Sangat Mahal dengan kurva Tidak Mahal. Berdasarkan analisis sensitivitas harga,
titik PME untuk JJM berada pada harga Rp 2.409,00 per cup dan Rp 4.923,00 per
botol. Rentang harga yang dapat diterima oleh konsumen (Range of Acceptable
Price). RAP JJM berkisar antara Rp 1.580,00 sampai dengan Rp 2.409,00 per cup,
dan untuk botol berkisar antara Rp 4.086,00 sampai dengan Rp 4.923,00 per
botol. Dengan demikian sebaiknya, perusahaan tidak menetapkan harga dibawah
Rp 1.580,00 per cup dan Rp 4.086,00 per botol karena menurut konsumen harga
tersebut terlalu murah sehingga konsumen meragukan kualitas jus tersebut.
Selanjutnya bila harga JJM melebihi Rp 2.409,00 per cup dan Rp 4.923,00 per
botol maka konsumen tidak mau membelinya karena harga tersebut terlalu mahal
dari nilai yang diperolehnya.
Titik IPP diperoleh dari perpotongan antara kurva Murah dan Mahal.
Berdasarkan hasil analisis sensitivitas harga, titik IPP untuk responden aktual
berada pada harga Rp 1.980,00 per cup dan Rp 4.464,00 per botol. Titik OPP
diperoleh dari perpotongan antara kurva Sangat Murah dengan Sangat Mahal.
Titik ini merupakan tingkat harga yang optimum bagi perusahaan. Berdasarkan
analisis sensitivitas harga, titik OPP untuk responden aktual berada pada harga Rp
1.950,00 per cup dan Rp 4.550,00 per botol. Daerah antara OPP dan IPP
merupakan daerah harga yang ideal bagi perusahaan untuk menetapkan harga
produk. Dengan demikian, harga Rp 1.965,00 per cup dan Rp 4.500,00 per botol
merupakan harga ideal yang ditetapkan perusahaan untuk responden aktual.
83
Gambar 13. Kurva Sensitivitas Harga Jus Jambu Merah Kemasan Cup Terhadap Konsumen Aktual
Gambar 14. Kurva Sensitivitas Harga Jus Jambu Merah Kemasan Botol
Terhadap Konsumen Aktual
6.3.1.2. Konsumen Potensial JJM
Konsumen potensial adalah responden yang dipilih berdasarkan teknik
non-probability sampling yaitu judgement sampling dengan pertimbangan variasi
kelas pendapatan, yaitu rendah dan menengah ke atas. Setelah data di Lampiran 3
dan 4 diolah langkah selanjutnya membuat kurva untuk masing-masing kelompok
harga sangat murah, murah dan sangat mahal. Selain itu dibuat kurva untuk
kelompok harga tidak murah dan tidak mahal sehingga diperoleh titik OPP, IPP,
PME dan PMC. Kurva PMC, PME, OPP dan IPP terhadap responden potensial
terdapat pada Gambar 15 dan 16.
Titik PMC diperoleh dari perpotongan antara kurva Sangat Murah dengan
Tidak Murah jika ditarik ke sumbu X (harga). Berdasarkan analisis sensitivitas
PMC PME IPP OPP
PMC IPP OPP PME
84
harga, titik PMC responden potensial berada pada tingkat harga Rp 1.595,00 per
cup dan Rp 4.008,00 per botol.
Titik PME diperoleh dari perpotongan antara kurva Sangat Mahal dengan
kurva Tidak Mahal. Berdasarkan analisis sensitivitas harga, titik PME untuk JJM
berada pada harga Rp 2.416,00 per cup dan Rp 4.914,00 per botol.
Rentang harga yang dapat diterima oleh konsumen (Range of Acceptable
Price). Nilai RAP JJM berkisar antara Rp 1.595,00 sampai dengan Rp 2.416,00
per cup, dan untuk botol berkisar antara Rp 4.008,00 sampai dengan Rp 4.914,00
per botol. Dengan demikian sebaiknya, perusahaan tidak menetapkan harga
dibawah Rp 1.595,00 per cup dan Rp 4.008,00 per botol karena menurut
konsumen harga tersebut terlalu murah sehingga konsumen meragukan kualitas
jus tersebut. Selanjutnya bila harga JJM melebihi Rp 2.416,00 per cup dan Rp
4.914,00 per botol maka konsumen tidak mau membelinya karena harga tersebut
terlalu mahal dari nilai yang diperolehnya.
Titik IPP diperoleh dari perpotongan antara kurva Murah dan Mahal.
Berdasarkan hasil analisis sensitivitas harga, titik IPP untuk responden potensial
berada pada harga Rp 2.083,00 per cup dan Rp 4.428,00 per botol.
Titik OPP diperoleh dari perpotongan antara kurva Sangat Murah dengan
Sangat Mahal. Titik ini merupakan tingkat harga yang optimum bagi perusahaan.
Berdasarkan analisis sensitivitas harga, titik OPP untuk responden potensial
berada pada harga yang berkisar dari Rp 1.800,00 sampai dengan Rp 1.900,00 per
cup dan Rp 4.095,00 per botol. Daerah antara OPP dan IPP merupakan daerah
harga yang ideal bagi perusahaan untuk menetapkan harga produk. Dengan
demikian, harga Rp 1.966,00 per cup dan Rp 4.261,00 per botol merupakan harga
ideal yang ditetapkan perusahaan untuk konsumen potensial.
85
Gambar 15. Kurva Sensitivitas Harga Jus Jambu Merah Kemasan Cup
Terhadap Konsumen Potensial
Gambar 16. Kurva Sensitivitas Harga Jus Jambu Merah Kemasan Botol
Terhadap Konsumen Potensial
Berikut ini merupakan Tabel perbandingan antara sensitivas harga untuk
konsumen aktual dan konsumen potensial. Berdasarkan Tabel 49 dan Tabel 50
masing-masing nilai PMC dan PME pada konsumen potensial pada kemasan cup
lebih kecil dibandingkan dengan nilai PMC dan PME, begitu juga pada kemasan
botol nilai PMC, IPP, OPP dan PME lebih kecil dibandingkan dengan nilai PMC,
IPP, OPP dan PME pada konsumen aktual.
PMC OPP IPP PME
PMC OPP IPP PME
86
Tabel 49. Hasil Analisis Sensitivas Harga JJM Kemasan Cup
Analisis
Sensitivitas Harga
PMC
(Rp)
IPP
(Rp)
RAP
(Rp)
OPP
(RP)
PME
(Rp)
Konsumen
Aktual 1.580,00 1.980,00
1.580,00 -
2.409,00
1.950,0
0 2.409,00
Konsumen Potensial
1.595,00 1.800,00 -
1900,00 1.595,00-2.416,00
2.083,00
2.416,00
Tabel 50. Hasil Analisis Sensitivas Harga JJM Kemasan Botol
Analisis
Sensitivitas Harga
PMC
(Rp)
IPP
(Rp)
RAP
(Rp)
OPP
(RP)
PME
(Rp)
Konsumen
Aktual 4.086,00 4.464,00
4.086,00 -
4.923,00
4.550,0
0 4.923,00
Konsumen Potensial
4.008,00 4.095,00 4.008,00-4.914,00
4.428,00
4.914,00
6.3.2. Identifikasi CP (Max)
CP (Max) merupakan harga maksimum dari sisi konsumen yang mampu
dibayarkan konsumen terhadap suatu produk. Berdasarkan hasil analisis
sensitivitas harga, tingkat harga maksimum untuk konsumen aktual yaitu Rp
2.409,00 per cup dan Rp 4.923,00 per botol, sedangkan pada konsumen potensial
tingkat harga maksimumnya sebesar Rp 2.416,00 per cup dan Rp 4.914,00 per
botol.
6.4. Perhitungan Zona Fleksibilitas
Zona fleksibilitas merupakan suatu daerah yangg terbentuk diantara OP
(min) dan CP (max) sebagai daerah fleksibilitas harga. Dengan kata lain, zona
fleksibilitas dapat digunakan sebagai dasar dalam menentukan kebijakan
penetapan harga yang ditawarkan oleh produsen terhadap konsumen karena
dengan adanya zona fleksibilitas produsen atau perusahaan dapat mengetahui
harga jual minimum dari sisi perusahaan dan kemampuan membayar maksimum
dari sisi konsumen terhadap produk yang ditawarkan.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan baik untuk responden
dengan kategori kelompok konsumen aktual maupun konsumen potensial, nilai
OP (min) yang berasal dari harga jual minimum perusahaan terhadap JJM bernilai
sebesar Rp 3.800,00 per botol dan Rp 1.785,00 per cup.
87
6.4.1. Zona Fleksibilitas Konsumen Aktual
Zona fleksibilitas untuk konsumen aktual berkisar antara Rp 1.785,00
sampai dengan Rp 2.409,00 per cup dan berkisar antara Rp 3.800,00 sampai
dengan Rp 4.923,00 per botol, artinya dari selang harga tersebut perusahaan dapat
menentukan kebijakan dalam menaikan atau memberikan potongan harga.
Berdasarkan analisis sensitivitas harga, harga ideal JJM adalah berkisar antara Rp
1.965,00 per cup dan Rp 4.500,00 per botol sehingga interaksi tawar menawar
antara produsen dan konsumen terdapat posisi win-win. Posisi ini merupakan
posisi yang paling ideal karena KWT Turi mendapatkan keuntungan sebesar 31
persen untuk JJM cup dan 18 persen untuk JJM botol dari harga awal dan
konsumen membayar kurang dari Rp 2.409 per cup dan Rp 4.923 per botol.
Gambar zona fleksibilitas KWT Turi terhadap produk JJM untuk konsumen aktual
dapat dilihat pada Gambar 17 dan Gambar 18.
Gambar 17. Zona Fleksibilitas Jus Jambu Merah Cup Konsumen Aktual
Gambar 18. Zona Fleksibilitas Jus Jambu Merah Botol Konsumen Aktual 6.4.2. Zona Fleksibilitas Konsumen Potensial
Zona
Fleksibilitas
Murah Mahal Rp 1.785 Rp 2.409
OP (min) CP (max)
Harga (Rp)
KWT Turi Konsumen Aktual
Zona
Fleksibilitas
Murah Mahal Rp 3.800 Rp 4.923
OP (min) CP (max)
Harga (Rp) KWT Turi Konsumen Aktual
88
Zona fleksibilitas untuk konsumen potensial berkisar antara Rp 1.785,00
sampai dengan Rp 2.416,00 per cup dan berkisar antara Rp 3.800,00 sampai
dengan Rp 4.914,00 per botol. Pada kisaran harga tersebut KWT Turi dapat
menentukan kebijakan dalam menaikan atau memberikan potongan harga.
Berdasarkan analisis sensitivitas harga, harga ideal JJM adalah berkisar antara
Rp 1.966,00 per cup dan Rp 4.261,00 per botol sehingga interaksi tawar menawar
antara produsen dan konsumen terdapat posisi win-win. Posisi ini merupakan
posisi yang paling ideal karena KWT Turi mendapatkan keuntungan sebesar 38
persen untuk JJM cup dan 12 persen untuk JJM botol dari harga awal dan
konsumen membayar kurang dari Rp 2.416,00 per cup dan Rp 4.914,00 per botol.
Gambar zona fleksibilitas KWT Turi terhadap produk JJM untuk konsumen
potensial dapat dilihat pada Gambar 19 dan Gambar 20.
Gambar 19. Zona Fleksibilitas Jus Jambu Merah Cup Konsumen Potensial
Gambar 20. Zona Fleksibilitas Jus Jambu Merah Botol Konsumen Potensial
Berdasarkan penggunaan metode full costing dalam penetapan harga
pokok KWT Turi hanya memperoleh margin sebesar Rp 310,00 atau sektiar 31
persen untuk kemasan cup sedangkan pada kemasan botol KWT Turi hanya
memperoleh margin sebesar 3 persen saja atau setara dengan Rp 108,00 per botol
Zona
Fleksibilitas
Zona
Fleksibilitas
Murah Mahal Rp 1.785 Rp 2.416
OP (min) CP (max)
Harga (Rp)
KWT Turi KonsumenPotensial
Murah Mahal Rp 3.800 Rp 4.914
OP (min) CP (max)
Harga (Rp)
KWT Turi KonsumenPotensial
89
nya, sedangkan selama ini KWT Turi mengharapkan margin sebesar sektar 50
persen untuk kemasan cup dan 12 persen untuk kemasan botol. Namun demikian,
dalam zona fleksibilitas nilai OP (min) pada produk JJM masih di atas harga jual
produk saat ini artinya perusahaan dapat mempertimbangkan untuk menaikkan
harga produk dalam rentang harga yang ada di zona fleksibiltas harga.
6.4.3. Analisis R/C
Analisis R/C digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif
terhadap kegiatan usaha sehingga dapat dijadikan penilaian terhadap keputusan
perusahaan untuk menjalankan usahanya. Usaha akan efisien apabila R/C lebih
besar dari 1 (R/C>1) artinya untuk setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan akan
memberikan penerimaan lebih dari Rp 1,00. Sebaliknya jika rasio R/C lebih kecil
satu (R/C<1) maka dikatakan bahwa setiap Rp 1,00 yang dikeluarkan akan
memberikan penerimaan lebih kecil dari Rp 1,00 sehingga usaha dinilai tidak
efisien. Semakin tinggi nilai R/C, semakin menguntungkan usaha tersebut.
Gambar 21. Grafik Penjualan Jus Jambu Merah Juni 2009 – 2010 Sumber : KWT Turi 2010 (dio lah)
Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa penerimaan hasil penjualan JJM
tidak terjadi pada setiap bulannya, hal ini karena KWT Turi masih menghadapi
kendala dalam pemasaran produknya, sehingga produksi hanya dilakukan ketika
ada pemesanan dari pelanggan. Penerimaan penjulan JJM kemasan Cup selama
periode bulan Juni 2009 - Juni 2010 sebesar Rp 2.910.000,00 sedangkan
90
penerimaan penjualan JJM kemasan Botol selama bulan Juni 2009 – Mei 2010
adalah sebesar Rp 1.851.000,00.
Tabel 51. Rata-rata Penerimaan Biaya, Pendapatan dan R/C rasio Jus Jambu
Merah Cup (Juni 2009 – Juni 2010)
No Komponen Nilai (Rp)
1 Penerimaan 2.910.000,00
2 Biaya Tunai 1.931.738,00
3 Biaya Diperhitungkan 36.846,00
4 Biay Total 1.968.584,00
5 Pendapatan atas biaya Tunai 978.263,00
6 Pendapatan atas biaya Total 941.417,00
7 R/C atas biaya Tunai 1,51
8 R/C atas biaya Total 1,20 Sumber : KWT Turi 2010 (d iolah)
Tabel 52. Rata-rata Penerimaan Biaya, Pendapatan dan R/C rasio Jus Jambu
Merah Botol (Juni 2009 – Mei 2010)
No Komponen Nilai (Rp)
1 Penerimaan 1.851.000,00
2 Biaya Tunai 1.539.583,00
3 Biaya Diperhitungkan 36.846,00
4 Biay Total 1.576.429,00
5 Pendapatan atas biaya Tunai 311.417,00
6 Pendapatan atas biaya Total 274.571,00
7 R/C atas biaya Tunai 1,20
8 R/C atas biaya Total 1,17 Sumber : KWT Turi 2010 (d iolah)
Hasil perhitungan analsis R/C atas biaya tunai untuk JJM kemasan cup
adalah 1,51 dan JJM kemasan botol sebesar 1,20. Nilai ini memiliki arti bahwa
setiap pengeluaran tunai sebesar Rp 1,00 menghasilkan penerimaan sebesar Rp
1,51 untuk JJM kemasan cup dan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,20
untuk JJM kemasan botol. Nilai R/C lebih besar dari satu menunjukkan bahwa
usaha JJM di KWT Turi mampu memberikan keuntungan karena penerimaannya
lebih besar dari biaya yang dikeluarkan.
6.5. Identifikasi Biaya-Biaya Produksi dan Non Produksi LPPM PKBT
Proses produksi Fruit Talk Soft Candy yang dilakukan LPPM PKBT
secara umum bersifat berkelanjutan dan dilakukan dalam jumlah yang kecil
91
dengan sifat produk yang sehingga pengelompokan biaya dilakukan dengan
metode proses produksi. Ketersediaan bahan baku secara kontinu, merupakan
salah satu faktor utama yang harus diperhatikan dalam pembuatan produk
tertentu. Dalam proses produksi pembuatan Fruit Talk Soft Candy, bahan baku
yang digunakan adalah buah pepaya dan nanas. Sedangkan bahan penujang dalam
pembuatan Fruit Talk Soft Candy adalah gula dan ekstrak rumput laut. Dalam
pembuatan bubur pepaya dan nanas tidak menggunakan bahan bakar minyak
tanah, melainkan menggunakan gas elpiji ukuran 12 kg. Untuk kemasan yang
digunakan yaitu alumunium foil, pada kemasan tercantum nama merek, nomor
PIRT, nomor BP POM, nomor SIUP, komposisi bahan baku dan lokasi produksi.
Kelengkapan peralatan dari LPPM PKBT adalah memiliki alat produksi
yang lengkap dan modern. Sehingga dalam proses produksi pembuatan Fruit Talk
Soft Candy, tidak dikerjakan secara manual. Peralatan modern yang digunakan
dalam produksi soft candy, misalnya tungku dan pengaduk otomatis serta oven
listrik. Selain itu peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan Fruit Talk
Soft Candy adalah blender, panci, pisau, pisau bergerigi, loyang, timbangan, alat
pengepres, show case, dan cooler.
Dalam melakukan metode proses produksi, biaya dikelompokkan menjadi
biaya bahan baku, biaya bahan penolong, biaya tenaga kerja baik tenaga langsung
dan tenaga kerja tidak langsung serta biaya overhead pabrik.
6.5.1. Biaya Bahan Baku Utama
Biaya bahan baku utama yang digunakan untuk Fruit Talk Soft Candy
yaitu biaya pembelian buah pepaya, buah nanas, rumput laut, dan gula. Untuk
memperoleh nanas dan pepaya tidak sulit karena bahan baku diperoleh dari kebun
PKBT Tajur. Harga nanas dan pepaya yang dijadikan untuk bahan baku produksi
Fruit Talk Soft Candy tidak sama dengan harga nanas dan pepaya yang ada di
pasar. Sumber bahan baku lainnya, seperti gula dan rumput laut dibeli langsung
oleh bagian produksi dari toko dan pasar tradisional di Pasar Bogor. Biaya bahan
baku utama Fruit Talk Soft Candy adalah sebesar Rp 3.340.000,00 per bulan.
92
6.5.2. Biaya Bahan Pendukung
Bahan pendukung yang digunakan untuk memproduksi Fruit Talk Soft
Candy antara lain biaya kemasan alumunium foil, stiker, dan tinta permanen. Total
biaya bahan penolong sebesar Rp 1.500.000,00 per bulan.
6.5.3. Biaya Tenaga Kerja Langsung
Tenaga kerja yang dimiliki LPPM PKBT berjumlah enam orang. Namun
untuk pelaksanaan kegiatan produksi tenaga kerja yang terlibat secara langsung
adalah dua orang. Sistem pembayaran upah atau kompensasi yang diterapkan oleh
pihak LPPM PKBT adalah sebulan sekali, dimana pembayaran upah diberikan
setiap diawal bulan sebesar Rp. 500.000,00. Biaya tenaga kerja langsung untuk
produksi sebesar Rp 1.000.000,00 per bulan.
6.5.4. Biaya Produksi Tidak Langsung (Biaya Overhead Pabrik)
Biaya Overhead Pabrik merupakan biaya produksi selain biaya bahan
baku dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya yang termasuk ke dalam biaya
overhead pabrik yaitu, biaya penyusutan mesin dan peralatan, biaya penyusutan
bangunan, pemakaian listrik, pemakaian air dan biaya tenaga kerja tidak langsung.
Biaya overhead pabrik untuk produksi Fruit Talk Soft Candy sebesar Rp
1.425.000,00 per bulan.
6.5.5. Perhitungan Harga Pokok Metode LLPM PKBT
Metode penetapan harga pokok produksi yang digunakan oleh LPPM
PKBT selama ini yaitu dengan menjumlahkan biaya bahan baku dengan biaya non
bahan baku. Biaya bahan baku merupakan biaya atas pembelian bahan baku Fruit
Talk Soft Candy. Biaya non bahan baku terdiri dari biaya langsung dan biaya tidak
langsung. Biaya langsung merupakan penjumlahan dari biaya tenaga kerja
langsung dan biaya bahan penolong. Biaya tidak langsung yang digunakan dalam
perhitungan harga pokok yaitu biaya pemakaian listrik.
Biaya bahan baku kemudian dijumlahkan dengan biaya non bahan baku
sehingga didiperoleh harga pokok produksi Fruit Talk Soft Candy. Setelah itu,
harga pokok Fruit Talk Soft Candy dibagi berdasarkan jumlah produksi yang
dihasilkan. Jumlah produksi Fruit Talk Soft Candy yang dihasilkan sebanyak 60
93
Kg Fruit Talk Soft Candy. Untuk lebih jelasnya perhitungan harga pokok metode
yang digunakan KWT Turi selama ini dapat dilihat pada Tabel 53.
Tabel 53. Perhitungan Harga Pokok Fruit Talk Soft Candy Metode LPPM PKBT
Item Satuan Harga
(Rp) Jumlah
Total
(Rp)
%
Biaya
Biaya per hari
Nanas/Pepaya kg 6.000,00 22 132.000,00 79,04
Pengental kg 125.000,00 0,12 15.000,00 8,98
Gula kg 10.000,00 2 20.000,00 11,98
Sub Total 167.000,00
Biaya per bulan
Bahan per hari kg 167.000,00 20 3.340.000,00 57,94
Listrik Kwh 150.000,00 2,60
Air Liter 150.000,00 2,60
Gas Elpiji kg 6.667,00 12 80.000,00 1,39
Bahan Bakar Minyak Liter 4.5000,00 10 45.000,00 0,78
Penyusutan Alat dan Bangunan 1.000.000,00 17,35
Biaya Tenaga Kerja 500.000,00 2 1.000.000,00 17,35
Sub Total 5.765.000,00
Rendemen 30% Soft Candy = 60 kg
Biaya Pokok Produksi =Rp 5.765.000,00/60 kg 96.083,00
Laba yang diharapkan 30 % = 0,3 x Rp 96.083,00 28.825,00
Harga Soft Candy per kg =Rp 96.083,00 + Rp 28.825,00 124.908,00
Harga Soft Candy per gram 125,00
Harga Pok ok Soft Candy 50 gram
Soft Candy Gram 125,00 50 6.250,00
Kemasan (Aluminium Foil) Sachet 1,00 500 500,00
Striker Sachet 1,00 700 700,00
Tinta Expired Permanen 50,00
Harga Pok ok Produksi/50 gram 7.500
6.5.6. Perhitungan Harga Pokok Metode Full Costing
Metode full costing membebankan harga pokok produk dengan
menjumlahkan biaya produksi dan biaya non produksi. Penetapan harga pokok
produksi Fruit Talk Soft Candy metode full costing yaitu dengan menjumlahkan
biaya bahan baku, biaya bahan penolong, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya
overhead pabrik baik yang bersifat tetap maupun variabel. Sedangkan penetapan
harga pokok produksi per unit diperoleh dengan cara membagi biaya produksi
dengan jumlah produksi. Hasil perhitungan tersebut disajikan dalam Tabel 54.
94
Harga pokok produk Fruit Talk Soft Candy metode full costing sebesar
Rp 8.100,00 per kemasan 50 gram.
Tabel 54. Harga Pokok Produksi Menurut Metode Full Costing
Item Satuan Harga
(Rp) Jumlah
Total
(Rp) % Biaya
A. Biaya Bahan Baku
Buah Nanas dan Pepaya Kg 6.000,00 440 2.640.000,00 35,31
Pengental Kg 125.000,00 2,4 300.000,00 4,01
Gula Kg 10.000,00 40 400.000,00 5,35
Sub Total 3.340.000,00 44,67
B. Biaya Overhead
Biaya Listrik kwh 150.000,00 2,01
Biaya Bahan Bakar Minyak Liter 4.500,00 10 45.000,00 0,60
Biaya Kemasan Sachet 500,00 1.200 600.000,00 8,02
Biaya Stiker Sachet 700,00 1.200 840.000,00 11,23
Biaya Tinta 50,00 1.200 60.000,00 0,80
Biaya PDAM Liter 150.000,00 2,01
Biaya Elp iji Kg 6.667,00 12 80.000,00 1,07
Biaya Penyusutan 1.212.121,00 16,21
Sub Total 3.137.121,00 41,96
C. Biaya Tenaga Kerja
Tenaga Kerja 500.000,00 2 1.000.000,00 13,37
TOTAL BIAYA (A+B+C) 7.477.121,00 100
Total Produksi Kg 60
HP Produk/Kg 124.619,00
HP Produk/50 gram 6.231,00
HPP + Laba 30% 8.100,00
Biaya penyusutan merupakan akumulasi dari biaya penyusutan peralatan,
mesin dan bangunan pabrik. Biaya bahan bakar minyak diperhitungkan dalam
biaya variabel untuk biaya pemasaran. Persentase biaya bahan baku memiliki nilai
yang tinggi, artinya jika salah satu harga bahan baku berfluktuatif seperti harga
gula dunia pada saat ini masih tinggi dan adanya isu penggunaan bio fuel dari
tanaman tebu, maka harga gula akan terus mengalami fluktuasi, sehingga akan
berpengaruh terhadap harga pokok produk. Berdasarkan harga pokok dengan
menggunakan metode full costing LPPM PKBT sebenarnya memperoleh margin
sebesar Rp 1.269,00 per bungkus dari harga jual yang diterapkan oleh LPPM
PKBT.
95
6.5.7. Perbandingan Perhitungan Harga Pokok Berdasarkan Metode
Perusahaan dan Metode Full Costing Harga pokok Fruit Talk Soft Candy dengan menggunakan metode full
costing lebih tinggi dibandingkan dengan harga pokok metode perusahaan. Selisih
tersebut adalah Rp 600,00 per kemasan. Selisih ini terjadi karena dalam
perhitungan harga pokok yang dilakukan oleh Fruit Talk Soft Candy tidak
mengakumulasikan seluruh biaya yang menjadi bagian dari biaya produksi dan
non produksi seperti biaya penyusutan peralatan, dan biaya bahan bakar untuk
pemasaran.
6.5.8. OP (min)
Nilai OP (min) untuk Fruit Talk Soft Candy terbentuk dari nilai harga
pokok produk berdasarkan metode full costing ditambah dengan persentase laba
minimum yang diharapkan perusahaan. Nilai harga pokok produk per kemasan
berdasarkan metode full costing sebesar Rp 8.100,00 per kemasan 50 gram.
6.6. Perhitungan CP (Max)
Perhitungan CP (max) dapat dilakukan melalui analisis sensitivitas harga
untuk mendapatkan tingkat harga tertinggi/maksimum dari sisi konsumen
terhadap Fruit Talk Soft Candy. Satuan unit Fruit Talk Soft Candy yang dijual
oleh LPPM PKBT yaitu ukuran 50 gram yang dikemas dalam kemasan aluminium
foil. Harga produk Fruit Talk Soft Candy yang dijual oleh LPPM PKBT, yaitu Rp
7.500,00. Untuk harga ditingkat konsumen diserahkan langsung kepada penjual
atau pengecer untuk menentukan harga jualnya.
6.6.1 Analisis Sensitivitas Harga
Data tabulasi Price Sensitivity Metres yang ada pada Lampiran 5 dan 6
dibuat kurva untuk masing-masing kelompok harga sangat murah, murah, mahal
dan sangat mahal. Selain itu di buat pula kurva untuk kelompok harga tidak murah
dan tidak mahal. Dari kurva-kurva yang terbentuk, maka akan diperoleh titik
PMC, PME, OPP dan IPP. Hasil survei yang dilakukan terhadap 20 responden
potensial yang merupakan konsumen yang dipilih dengan teknik non-probability
sampling yaitu judgement sampling dengan pertimbangan variasi kelas
pendapatan, yaitu rendah dan menengah ke atas.
96
Setelah data di Lampiran 5 dan 6 diolah langkah selanjutnya membuat
kurva untuk masing-masing kelompok harga sangat murah, murah dan sangat
mahal. Selain itu dibuat kurva untuk kelompok harga tidak murah dan tidak mahal
sehingga diperoleh titik OPP, IPP, PME dan PMC. Kurva PMC, PME, OPP dan
IPP terhadap responden potensial terdapat pada Gambar 22 dan 23. Titik PMC
diperoleh dari perpotongan antara kurva Sangat Murah dengan Tidak Murah jika
ditarik ke sumbu X (harga). Berdasarkan analisis sensitivitas harga, titik PMC Soft
Candy Pepaya berada pada tingkat harga Rp 7.875,00 per bungkus dan titik PMC
Soft Candy Nanas Rp 8.300,00 per bungkus.
Titik PME diperoleh dari perpotongan antara kurva Sangat Mahal dengan
kurva Tidak Mahal. Berdasarkan analisis sensitivitas harga, titik PME untuk Soft
Candy Peyaya berada pada harga Rp 12.416,00 per bungkus dan titik PME untuk
Soft Candy Nanas berada pada harga Rp 11.166,00 per bungkus. Rentang harga
Soft Candy Pepaya berkisar antara Rp 7.875,00 sampai dengan Rp 12.416,00 per
bungkus, dan untuk Soft Candy Nanas berkisar antara Rp 8.300,00 sampai dengan
Rp 11.166,00 per bungkus. Dengan demikian sebaiknya, perusahaan tidak
menetapkan Soft Candy Pepaya dibawah harga Rp 7.875,00 per bungkus dan Soft
Candy Nanas dibawah harga Rp 8.300,00 per bungkus karena menurut konsumen
harga tersebut terlalu murah sehingga konsumen meragukan kualitas Fruit Talk
Soft Candy tersebut. Selanjutnya bila harga Soft Candy Pepaya diatas Rp
12.416,00 per bungkus dan Soft Candy Nanas diatas harga Rp 11.166,00 per
bungkus maka konsumen tidak mau membelinya karena harga tersebut terlalu
mahal dari nilai yang diperolehnya.
Titik IPP diperoleh dari perpotongan antara kurva Murah dan Mahal.
Berdasarkan hasil analisis sensitivitas harga, titik IPP untuk Soft Candy Pepaya
berada pada harga Rp 9.333,00 per bungkus dan untuk Soft Candy Nanas berada
pada harga Rp 9.426,00 per bungkus. Titik OPP diperoleh dari perpotongan antara
kurva Sangat Murah dengan Sangat Mahal. Titik ini merupakan tingkat harga
yang optimum bagi perusahaan. Berdasarkan analisis sensitivitas harga, titik OPP
untuk Soft Candy Pepaya berada pada harga Rp 8.500,00 per bungkus dan titik
OPP Soft Candy Nanas berada pada harga yang berkisar antara Rp 8.500,00 per
bungkus sampai dengan Rp 9.500,00 per bungkus. Daerah antara OPP dan IPP
97
merupakan daerah harga yang ideal bagi perusahaan untuk menetapkan harga
produk. Dengan demikian, Soft Candy Pepaya dengan harga Rp 8.916,00 per
bungkus dan Soft Candy Nanas dengan harga Rp 9.213,00 per bungkus
merupakan harga ideal yang ditetapkan perusahaan untuk konsumen potensial.
Gambar 22. Kurva Sensitivitas Harga Soft Candy Pepaya Terhadap Konsumen
Potensial
Gambar 23. Kurva Sensitivitas Harga Soft Candy Nanas Terhadap Konsumen Potensial
PMC OPP IPP PME
PMC OPP IPP PME
98
6.6.2. Identifikasi CP (Max)
CP (Max) merupakan harga maksimum dari sisi konsumen yang mampu
dibayarkan konsumen terhadap suatu produk. Berdasarkan hasil analisis
sensitivitas harga, tingkat harga maksimum Soft Candy Pepaya sebesar Rp
12.416,00 per bungkus dan untuk Soft Candy Nanas tingkat harga maksimumnya
sebesar Rp 11.166,00 per bungkus.
6.7. Perhitungan Zona Fleksibilitas LPPM PKBT
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, nilai OP (min) yang
berasal dari harga jual minimum perusahaan terhadap untuk Fruit Talk Soft Candy
Rp 8.100,00 per bungkus. Zona fleksibilitas untuk konsumen potensial Soft Candy
Pepaya berkisar antara Rp 8.100,00 sampai dengan Rp 12.416,00 per bungkus,
sedangkan untuk Soft Candy Nanas berkisar antara Rp 8.100,00 sampai dengan
Rp 11.166,00 per bungkus. Pada kisaran harga tersebut LPPM PKBT dapat
menentukan kebijakan dalam menaikan atau memberikan potongan harga.
Berdasarkan analisis sensitivitas harga, harga ideal Fruit Talk Soft Candy adalah
Rp 8.500,00 per bungkus sehingga interaksi tawar menawar antara produsen dan
konsumen terdapat posisi win-win.
Gambar 24. Zona Fleksibilitas Soft Candy Pepaya Konsumen Potensial
Zona
Fleksibilitas
Murah Mahal Rp 8.100
Rp 12.416
OP (min) CP (max)
Harga (Rp)
LPPM PKBT
KonsumenPotensial
99
Gambar 25. Zona Fleksibilitas Soft Candy Nanas Konsumen Potensial
Berdasarkan penggunaan metode full costing dalam penetapan harga
pokok LPPM PKBT hanya memperoleh margin sebesar 20 persen per kemasan.
sedangkan selama ini LPPM PKBT mengharapkan margin sebesar sektar 30
persen per kemasan Fruit Talk Soft Candy. Namun demikian, dalam zona
fleksibilitas nilai OP (min) pada Fruit Talk Soft Candy masih di atas harga jual
produk saat ini artinya perusahaan dapat mempertimbangkan untuk menaikkan
harga produk dalam rentang harga yang ada di zona fleksibiltas harga.
Nilai CP (max) di zona fleksibilitas pada produk Fruit Talk Soft Candy
masing-masing bernilai Rp 12.416,00 per bungkus untuk kemasan Fruit Talk Soft
Candy Papaya dan bernilai Rp 11.166,00 per bungkus untuk kemasan Fruit Talk
Soft Candy Pineapple artinya di atas harga tersebut konsumen akan menilai harga
Fruit Talk Soft Candy mahal karena tidak berada pada kisaran harga yang dapat
diterima konsumen. Harga jual Fruit Talk Soft Candy yang dipasarkan oleh
Manajemen Serambi Botani adalah Rp 12.500,00 per bungkus, harga tersebut di
nilai konsumen mahal karena berada di atas nilai CP (max). Persepsi konsumen
tersebut mengakibatkan perlu dipertimbangkan jalur pemasaran yang lain, karena
jalur pemasaran yang ada saat ini belum tepat.
Murah Mahal Rp 8.100
Rp. 11.166
OP (min) CP (max)
Harga (Rp)
LPPM PKBT
KonsumenPotensial
Zona
Fleksibilitas
100
6.7.1. Analisis R/C
Salah satu cara untuk mengetahui perbandingan antara penerimaan dan
biaya yang dikeluarkan oleh LPPM PKBT adalah menggunakan analisa R/C.
Analisa R/C bisa digunakan untuk mengetahui efesiensi usaha Soft Candy pada
LPPM PKBT. Perbandingan penerimaan dan pengeluaran biaya produksi Soft
Candy dapat dilihat pada Gambar 26.
Gambar 26. Grafik Penerimaan dan Pengeluaran Soft Candy Desember 2008 –
Desember 2009 Sumber : LPPM PKBT 2010 (dio lah)
Dari grafik di atas dapat di lihat perbandingan penerimaan dan
pengeluaran Soft Candy, rata-rata penerimaan penjualan produk masih berada di
atas biaya produksi artinya perusahaan masih memiliki laba walaupun masih
belum optimal. Hasil perhitungan analsis R/C atas biaya tunai untuk Soft Candy
adalah 1,38. Nilai ini memiliki arti bahwa setiap pengeluaran tunai sebesar Rp
1,00 menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,38. Nilai R/C rasio lebih besar dari
satu menunjukkan bahwa usaha Soft Candy di LPPM PKBT mampu memberikan
keuntungan karena penerimaannya lebih besar dari biaya yang dikeluarkan.
Tabel 55. Rata-rata Penerimaan. Biaya, Pendapatan dan R/C rasio Fruit Talk Soft
Candy (Desember 2008 – Desember 2009)
No Komponen Nilai (Rp)
1 Penerimaan 11.426.300,00
2 Biaya Tunai 8.311.375,00
3 Pendapatan atas biaya Tunai 3.114.925,00
4 R/C atas biaya Tunai 1,38 Sumber : LPPM PKBT (dio lah)
VII KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada KWT Turi dan LPPM
PKBT, maka diperoleh beberapa kesimpulan yaitu :
1. Harga Pokok dengan menggunakan metode full costing lebih tinggi dari pada
harga pokok produk dengan metode perusahaan. Hal ini disebabkan karena
metode full costing mengakumulasikan seluruh biaya termasuk biaya tetap dan
biaya variabel. Hasil perhitungan harga pokok produk JJM dengan
menggunakan metode full costing yaitu lebih besar 0,90 persen untuk JJM
kemasan botol dan lebih besar 0,84 persen untuk kemasan cup. Hasil
perhitungan harga pokok produk Soft Candy dengan menggunakan metode full
costing yaitu lebih besar 1,08 persen.
2. Persentase margin dari harga jual saat ini pada LPPM PKBT setelah
menggunakan metode full costing adalah sebesar 20,37 persen, sedangkan
persentase margin dari harga jual saat ini pada KWT Turi setelah
menggunakan metode full costing adalah sebesar 26,05 persen pada kemasan
cup dan sebesar 3,18 persen untuk kemasan botol.
3. Produk JJM pada konsumen aktual dan konsumen potensial, rentang harga
masih berada dibawah harga produk JJM pada saat ini. Adapun harga ideal
untuk produk JJM pada konsumen aktual adalah sebesar Rp 1.965,00 per cup
dan Rp 4.500,00 per botol. Sedangkan harga ideal untuk konsumen potensial
sebesar Rp 1.966,00 per cup dan Rp 4.261,00 per botol. Sementara itu untuk
produk Fruit Talk Soft Candy, rentang harga yang dapat diterima konsumen
masih dibawah harga produk Fruit Talk Soft Candy saat ini. Adapun harga
ideal untuk produk soft candy tersebut adalah Rp 8.916,00 per bungkus (soft
candy Pepaya) dan Rp 9.213,00 per bungkus (soft candy Nanas). Zona
fleksibilitas harga produk Fruit Talk Soft Candy lebih besar dibandingkan
dengan zona fleksibilitas produk Jus Jambu Merah.
102
Saran
Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang dapat di
ajukan:
1. KWT Turi dan LPPM PKBT sebaiknya mempertimbangkan penggunaan
metode full costing untuk penetapan harga pokok produknya, sehingga dapat
lebih cermat mengidentifikasi setiap jenis biaya yang dikeluarkan untuk
menghasilkan produk perusahaan.
2. KWT Turi sebaiknya mempertimbangkan untuk meningkatkan harga jual
produk JJM karena nilai OP (min) masih berada di atas harga jual yang
diterapkan oleh KWT Turi saat ini.
3. LPPM PKBT sebaiknya mempertimbangkan jalur pemasaran yang lain terkait
dengan persepsi produk di mata konsumen saat ini yang menilai bahwa produk
Fruit Talk Soft Candy mahal.
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Produksi Buah-buahan di Indonesia. Jakarta. http: //www.bps.go.id.
Cartwright R. 2002. Mastering Marketing Management. Palgrave. New York.
Garrisson RH, Noreen EW. 2000. Managerial Accounting. International Edition. Graw-Hill. Boston Burridge.
Horngren CT, G Foster. 1994. Akuntansi Biaya Suatu Pendekatan Manajerial.
Jilid I. Edisi keenam. Penerbit Erlangga. Jakarta. Hammer LH, MF Usry, A Matzs. 1994. Cost Accounting. South Western
Publishing Co. Cincinnati Ohio Haposan E. 2006. Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Pepaya (Carica
papaya) Dengan Metode Activity Based Costing Pada PT. Cipta Daya
Agri Jaya Di Bogor, Jawa Barat [Skripsi]. Program sarjana Ekstensi
Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Indriani S. 2010. Aktivitas antioksida ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.). Bogor.
Ivana E. 2004. Analisis Penentuan Harga Pokok Produksi Karkas dengan
Menggunakan Metode Full Costing, Variable Fosting, dan Activity
Based Costing (Studi Kasus Rumah Potong Ayam (RPA) Asia Frika,
Bogor, Jawa Barat) [skripsi]. Departemen Ilmu- ilmu Sosial Ekonomi
Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kotler P. 2001. Manajemen Pemasaran Analisis, Perencanaan, Implementasi,
dan Pengendalian. Jilid II. Edisi Bahasa Indonesia. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Lipsey RG, DD. Purvis, PO Steiner, PN Courant. 1991. Pengantar
Mikroekonomi. Jilid I. Edisi Kesembilan. Binarupa Aksara. Jakarta. Nicholson W. 2002. Mikroekonomi Intermediate. Edisi kedelapan. Penerbit
Erlangga. Jakarata. Parimin. 2005. Jambu Biji: Budidaya dan Ragam Pemanfaatnya. Penerbit Penebar
Swadaya. Jakarta. Prihatman K, editor. 2000. Nenas (Ananas comosus).BAPPENAS.Jakarta. Samsurrijal K. 2009. Sesitivitas Harga dan Faktor yang Mempengaruhi Loyalitas
Pembelian Jus Belimbing Picco Kasus PT. Tonsu Wahana Tirta, Kota Depok, Jawa Barat [skripsi]. Program Sarjana Ekstensi Manajemen
Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Sari Y. 2009. Strategi Pemasaran Produk Jus Jambu Merah “JJM” Kelompok
Wanita Tani Turi, Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan tanah Sareal, Kota
104
Bogor [skripsi]. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan
Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sinaga F. 2006. Analisis Sensitivitas Harga dan Faktor-faktor yang
mempengaruhi Penilaian Konsumen Terhadap Harga Ayam Panggang dan Steak Di Restoran MP Bogor [skripsi]. Program Ekstensi
Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Sundari A. 2006. Analisis Harga Komoditas Pisang, Pepaya dan Nenas di
Indonesia [skripsi]. Program sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tari AT. 2007. Produk Keripik Nanas Sebagai Alternatif Produk Olahan Sari
Buah Nanas (Ananas Comasus L.Merr) Di Daerah Palangka Raya
[skripsi]. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Yulianti H. 2007. Penetapan Harga Pokok dan Zona Fleksibilitas Harga Meises
Cokelat, Kasus PT G di Bandung, Jawa Barat [skripsi]. Program sarjana
Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
LAMPIRAN
106
Lampiran 1. Tabulasi Price Sensitivity Meters Jus Jambu Merah Kemasan Cup Terhadap Konsumen Aktual
Harga
(Rp)
Harga Sangat Murah Harga Murah Harga Mahal Harga Sangat Mahal Tidak
Murah
Tidak
Mahal
Jumlah
(orang) % Kumulatif
Jumlah
(orang) % Kumulatif
Jumlah
(orang) % Kumulatif
Jumlah
(orang) % Kumulatif Kumulatif Kumulatif
1.500 16 80 100 9 45 100 0 0 0 0 0 0 0 100
1.600 2 10 20 0 0 55 0 0 0 0 0 0 45 100
1.700 0 0 10 0 0 55 1 5 5 1 5 5 45 95
1.800 0 0 10 2 10 45 0 0 5 0 0 5 55 95
1.900 0 0 10 0 0 45 0 0 5 0 0 5 55 95
2.000 2 10 10 6 30 45 10 50 55 2 10 15 55 45
2.100 0 0 0 0 0 15 1 5 60 1 5 20 85 40
2.200 0 0 0 0 0 15 0 0 60 0 0 20 85 40
2.300 0 0 0 1 5 15 0 0 60 1 5 25 85 40
2.400 0 0 0 0 0 10 1 5 65 0 0 25 90 35
2.500 0 0 0 2 10 10 7 35 100 15 75 100 90 0
Total 20 100 20 100 20 100 20 100
107
Lampiran 2. Tabulasi Price Sensitivity Meters Jus Jambu Merah Kemasan Botol Terhadap Konsumen Aktual
Harga
(Rp)
Harga Sangat Murah Harga Murah Harga Mahal Harga Sangat Mahal Tidak
Murah
Tidak
Mahal
Jumlah
(orang) % Kumulatif
Jumlah
(orang) % Kumulatif
Jumlah
(orang) % Kumulatif
Jumlah
(orang) % Kumulatif Kumulatif Kumulatif
4.000 19 95 100 4 20 100 0 0 0 0 0 0 0 100
4.100 0 0 5 1 5 80 2 10 10 0 0 0 20 90
4.200 0 0 5 2 10 75 0 0 10 0 0 0 25 90
4.300 0 0 5 4 20 65 0 0 10 0 0 0 35 90
4.400 0 0 5 0 0 45 0 0 10 0 0 0 55 90
4.500 1 5 5 5 25 45 11 55 65 0 0 0 55 35
4.600 0 0 0 0 0 20 0 0 65 1 5 5 80 35
4.700 0 0 0 0 0 20 0 0 65 0 0 5 80 35
4.800 0 0 0 0 0 20 0 0 65 0 0 5 80 35
4.900 0 0 0 0 0 20 0 0 65 0 0 5 80 35
5.000 0 0 0 4 20 20 7 35 100 19 95 100 80 0
Total 20 100 20 100 20 100 20 10
108
Lampiran 3. Tabulasi Price Sensitivity Meters Jus Jambu Merah Kemasan Cup Terhadap Konsumen Potensial
Harga
(Rp)
Harga Sangat Murah Harga Murah Harga Mahal Harga Sangat Mahal Tidak
Murah
Tidak
Mahal
Jumlah
(orang) % Kumulatif
Jumlah
(orang) % Kumulatif
Jumlah
(orang) % Kumulatif
Jumlah
(orang) % Kumulatif Kumulatif Kumulatif
1.500 19 95 100 2 10 100 0 0 0 0 0 0 0 100
1.600 0 0 5 0 0 90 0 0 0 0 0 0 10 100
1.700 0 0 5 3 15 90 0 0 0 0 0 0 10 100
1.800 0 0 5 3 15 75 1 5 5 1 5 5 25 95
1.900 0 0 5 1 5 60 0 0 5 0 0 5 40 95
2.000 1 5 5 6 30 55 5 25 30 1 5 10 35 70
2.100 0 0 0 0 0 25 0 0 30 0 0 10 75 70
2.200 0 0 0 1 5 25 0 0 30 0 0 10 75 70
2.300 0 0 0 1 5 20 7 35 65 0 0 10 80 35
2.400 0 0 0 0 0 15 1 5 70 0 0 10 85 30
2.500 0 0 0 3 15 15 6 30 100 18 90 100 85 0
Total 20 100 20 100 20 100 20 100
109
Lampiran 4. Tabulasi Price Sensitivity Meters Jus Jambu Merah Kemasan Botol Terhadap Konsumen Potensial
Harga
(Rp)
Harga Sangat Murah Harga Murah Harga Mahal Harga Sangat Mahal Tidak
Murah
Tidak
Mahal
Jumlah
(orang) % Kumulatif
Jumlah
(orang) % Kumulatif
Jumlah
(orang) % Kumulatif
Jumlah
(orang) % Kumulatif Kumulatif Kumulatif
4.000 20 100 100 4 20 100 2 10 10 1 5 5 0 90
4.100 0 0 0 5 25 80 0 0 10 0 0 5 20 90
4.200 0 0 0 5 25 55 2 10 20 0 0 5 45 80
4.300 0 0 0 0 0 30 0 0 20 0 0 5 70 80
4.400 0 0 0 0 0 30 0 0 20 0 0 5 70 80
4.500 0 0 0 6 30 30 7 35 55 1 5 10 70 45
4.600 0 0 0 0 0 0 1 5 60 0 0 10 100 40
4.700 0 0 0 0 0 0 1 5 65 0 0 10 100 35
4.800 0 0 0 0 0 0 3 15 80 0 0 10 100 20
4.900 0 0 0 0 0 0 1 5 85 0 0 10 100 15
5.000 0 0 0 0 0 0 3 15 100 18 90 100 100 0
Total 20 100 20 100 20 100 20 100
110
Lampiran 5. Tabulasi Price Sensitivity Meters Fruit Talk Soft Candy Pepaya Terhadap Konsumen Potensial.
Harga
(Rp)
Harga Sangat Murah Harga Murah Harga Mahal Harga Sangat Mahal Tidak
Murah
Tidak
Mahal
Jumlah
(orang) % Kumulatif
Jumlah
(orang) % Kumulatif
Jumlah
(orang) % Kumulatif
Jumlah
(orang) % Kumulatif Kumulatif Kumulatif
7.500 9 90 100 0 0 100 0 0 0 0 0 0 0 100
8.000 1 10 10 3 30 100 0 0 0 0 0 0 0 100
8.500 0 0 0 4 40 70 1 10 10 0 0 0 30 90
9.000 0 0 0 3 30 30 0 0 10 1 10 10 70 90
9.500 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0 0 10 100 90
10.000 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0 0 10 100 90
10.500 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0 0 10 100 90
11.000 0 0 0 0 0 0 1 10 20 1 10 20 100 80
11.500 0 0 0 0 0 0 1 10 30 1 10 30 100 70
12.000 0 0 0 0 0 0 1 10 40 1 10 40 100 60
12.500 0 0 0 0 0 0 6 60 100 6 60 100 100 0
Total 10 100 10 100 10 100 10 100
111
Lampiran 6. Tabulasi Price Sensitivity Meters Fruit Talk Soft Candy Nanas Terhadap Konsumen Potensial.
Harga
(Rp)
Harga Sangat Murah Harga Murah Harga Mahal Harga Sangat Mahal Tidak
Murah
Tidak
Mahal
Jumlah
(orang) % Kumulatif
Jumlah
(orang) % Kumulatif
Jumlah
(orang) % Kumulatif
Jumlah
(orang) % Kumulatif Kumulatif Kumulatif
7.500 9 90 100 0 0 100 0 0 0 0 0 0 0 100
8.000 1 10 10 3 30 100 0 0 0 0 0 0 0 100
8.500 0 0 0 4 40 70 1 10 10 0 0 0 30 90
9.000 0 0 0 3 30 30 0 0 10 1 10 10 70 90
9.500 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0 0 10 100 90
10.000 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0 0 10 100 90
10.500 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0 0 10 100 90
11.000 0 0 0 0 0 0 1 10 20 1 10 20 100 80
11.500 0 0 0 0 0 0 1 10 30 1 10 30 100 70
12.000 0 0 0 0 0 0 1 10 40 1 10 40 100 60
12.500 0 0 0 0 0 0 6 60 100 6 60 100 100 0
Total 10 100 10 100 10 100 10 100
112
Lampiran 7. Gambar Peralatan Produksi KWT Turi
(a) Alat Pemanas Air (b) Blender
(c) Alat Pasteurisasi (d) Alat Pengepresan
e) Show Case (f) Ultra Violet
113
Lampiran 7. (Lanjutan)
(g) Timbangan (h) JJM Kemasan Botol
(i) JJM Kemasan cup (j) Anggota KWT Turi
114
Lampiran 8. Gambar Peralatan Produksi LPPM PKBT
(a) Timbangan (b)Tungku Pengaduk Otomatis
(c) Oven (d) Cooler
(e) Cooler (f) Loyang dan Blender
115
Lampiran 8. (Lanjutan)
(g) Fruit Talk Pineapple Soft Candy (h) Fruit Talk Papaya Soft Candy
top related