semnas sipendikum fh unikama · mampu menahan laju degradasi moral beberapa profesi hukum saat ini....
Post on 26-Aug-2018
218 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017
12
SINERGISITAS NILAI-NILAI PANCASILA DALAM KURIKULUM ILMU
HUKUM
Oksep Adhayanto1
Email: adhayantooksep@yahoo.com
Abstrats
Education is a planned and conscious effort to bring about an
atmosphere of learning and the learning process so that learners are
actively developing the potential to have the power of religious, spiritual
power of self-control, personality, intelligence, morals, as well as the
necessary skills themselves, the community, the nation and the State. the
condition empirical of law enforcement currently provides an overview
needs to be planting values for law students when they practice on
employment. Degradation of law enforcement process conducted performed
by the alumni higher education of law reflects reduced values of integrity,
honesty, fairness, responsibility and discipline. Urges Pancasila as the
vision of higher education in the state of the law, there are at least two
important issues. Firstly, instilling the values of Pancasila in the life of
society, nation, and State so that it can be implemented in everyday life. The
values of Pancasila in an abstract should be taken down into the things that
are implementation and practice. Second, the cultivation of the values of
Pancasila as the formation of character and personality which are in
accordance with the lofty values of the nation of Indonesia. Internalization
of the values of Pancasila in the curriculum of higher education law should
be viewed as an effort to preserve and defend Pancasila values on one side
and on the other hand, should be viewed as an alternative solution for a
process of enforcement of the law at this time. Manager of higher education
law must consciously perceive that Pancasila was the thing that was
substantially important to the learning materials included in other courses
provided to learners.
Kata Kunci: Pancasila, Internalisasi, Kurikulum Ilmu Hukum
A. Latar belakang
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
1 Penulis adalah Dosen Universitas Maritim Raja Ali Haji
Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017
13
untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara2.
Selanjutnya, pada tahun 2014 telah dirumuskan visi Pendidikan Nasional
Indonesia yaitu “Terselenggaranya layanan prima pendidikan nasional untuk
membentuk insan Indonesia cerdas komprehensif”. Sesuai dengan visi tersebut, terdapat
dua hal utama yang perlu dicapai. Pertama, memberikan layanan prima dan kedua,
membentuk manusia yang cerdas3. Sejalan dengan itu Undang-undang No 12 Tahun
2012 Tentang Pendidikan Tinggi menyebutkan bahwa salah satu tujuan dari Pendidikan
Tinggi adalah berkembangnya potensi mahasiswa menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, terampil, kompeten dan berbudaya untuk kepentingan bangsa4.
Sedangkan salah satu fungsi dari Pendidikan Tinggi adalah mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa5.
Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Kerangka Kualifikasi
Nasional Indonesia (Indonesian Qualification Framework) yang menetapkan kualifikasi
bagi lulusan sarjana (S1) adalah berada pada level 6 dengan indikator:
1. Mampu mengaplikasikan bidang keahliannya dan memanfaatkan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan/atau seni pada bidangnya dalam penyelesaian
masalah serta mampu beradaptasi terhadap situasi yang dihadapi.
2. Menguasai konsep teoritis bidang pengetahuan tertentu secara umum dan
konsep teoritis bagian khusus dalam bidang pengetahuan tersebut secara
mendalam, serta mampu memformulasikan penyelesaian masalah
prosedural.
3. Mampu mengambil keputusan yang tepat berdasarkan analisis informasi dan
data, dan mampu memberikan petunjuk dalam memilih berbagai alternatif
solusi secara mandiri dan kelompok.
2 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
3 Pusat Kurikulum, Badan Penelitian dan Pengembangan (2010), Jakarta, Kementrian Pendidikan
Nasional. hlm. 1. 4 Pasal 5 huruf a Undang-undang No 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi.
5 Pasal 4 huruf a Undang-undang No 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi.
Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017
14
4. Bertanggungjawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggungjawab
pencapaian hasil kerja organisasi.
Indikator diatas tentunya harus mampu untuk dipenuhi oleh setiap pengelola
pendidikan tinggi hukum yang diwujudkan dalam pribadi peserta didik yang akan
dihasilkan. Guna untuk mewujudkan indikator sebagaimana yang ditetapkan oleh KKNI
diatas maka setiap program studi diharuskan untuk menyusun Capaian Pembelajaran
(CP) yang merupakan rumusan tujuan pendidikan dan pernyataan mutu lulusan.
Kondisi empiris terhadap penegakkan hukum saat ini memberikan gambaran
bahwa perlu penanaman nilai-nilai bagi mahasiswa hukum ketika mereka berpraktek
pada lapangan kerja. Degradasi terhadap proses law enforcement yang dilakukan oleh
alumni pendidikan tinggi hukum dalam tugas dan fungsinya, seperti banyaknya hakim,
jaksa maupun pengacara yang melakukan transaksi perkara mencerminkan semakin
berkurangnya nilai-nilai integritas, kejujuran, keadilan, tanggungjawab dan disiplin.
Ketika alumni perguruan tinggi hukum terlibat sebuah kasus, acapkali pendidikan tinggi
hukum juga turut terseret-seret dimana seakan-akan “menyalahkan proses
pembelajaran” yang diterima oleh yang bersangkutan saat dibangku perkuliahan,
padahal kenyataannya tidak ada korelasi antara perguruan tinggi hukum dengan kasus
yang sedang dialami. Hal tersebut terjadi semata-mata karena kepribadian individu itu
sendiri. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Soerjono Soekanto6 bahwa salah satu faktor
yang mempengaruhi penegakkan hukum adalah bersumber dari aparatur hukum itu
sendiri.
Hukum disuatu negara bertujuan untuk memberikan ketertiban dan keamanan
bagi masyarakat. Ketertiban tersebut akan terjaga apabila masyarakat menaati hukum
yang ada. Menurut Van Apeldorn, hukum tidak cukup diartikan sebagai aturan yang
mengikat warganya saja, melainkan harus memiliki aspek keadilan dan asas lain yang
berguna melindungi warganya dengan adil, dan menjamin kepastian hukum bagi setiap
6 Soerjono Soekanto, (2008), Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum, Jakarta, Rajawali
Press.
Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017
15
warga negara, tanpa kecuali7. Tentunya keinginan pendidikan tinggi hukum terhadap
lulusannya adalah selarasnya antara law in the books dengan law in the action.
Mata kuliah sekelas etika profesi hukum pun hanya sekedar menjelaskan apa
yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan dalam profesi hukum. Pentingnya
menjunjung tinggi nilai etik dalam menjalankan profesi hukum yang kemudian
diformulasikan dalam bentuk aturan yang berujung pada sanksi bagi pelanggar tidak
mampu menahan laju degradasi moral beberapa profesi hukum saat ini.
Pendidikan tinggi hukum selain melakukan transfer ilmu pengetahuan hukum
semestinya juga turut berkontribusi dalam membangun karakter dan kepribadian
mahasiswa hukum yang notabene pada akhirnya tidak hanya mengejar indeks prestasi
kumulatif (IPK) yang tinggi namun juga membutuhkan kepribadian dan karakter yang
sesuai dengan nilai-nilai keadilan. Kondisi carut marutnya proses penegakkan hukum
saat ini „barangkali‟ tidak terlepas dari proses perkuliahan yang diterima mahasiswa
hukum saat ini yang lebih menekankan kepada aspek berpikir ketimbang aspek
kepribadian. Oleh karena itu, sebaik apapun hukum yang telah dibuat jika
dioperasionalkan oleh manusia yang tidak baik maka sesungguhnya hukum tersebut
menjadi tidak baik. Hal ini membuktikan bahwa pentingnya moralitas dan karakter yang
harus ada dalam setiap individu yang menjalankan hukum.
Selain daripada itu juga, terdapat stigma yang berkembang bahwa dalam proses
pendidikan tinggi (termasuk pendidikan tinggi hukum) yang mana merupakan
pendidikan orang dewasa sehingga tidak membutuhkan transfer of value, transfer of
attitude melainkan hanya membutuhkan transfer of science, dengan kata lain dosen
tidak berkewajiban untuk membentuk kepribadian dan karakter mahasiswa dikarenakan
mahasiswa yang sudah dewasa.
Sudah selayak dan sepantasnya mata kuliah yang diajarkan pada pendidikan
tinggi hukum menganut filosofi sebagai media internalisasi nilai-nilai luhur Pancasila
yang terlebih dahulu tentunya membutuhkan sinkronisasi antara dasar yang diajari
dengan isi yang diajarkan, sehingga upaya penanaman nilai-nilai tersebut dapat
terimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari khususnya ketika mahasiswa terjun
7 Fitriathus Shalihah dan Oksep Adhayanto, (2016), Hukum, Moral, Dan Kekuasaan Dalam Telaah
(Hukum adalah Alat Teknis Sosial), Lampung, Jurnal Fiat Justitia, Volume 10 Issue 4, October-
December 2016. hlm. 654.
Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017
16
kedalam dunia kerja dan menjalankan tugas dan fungsinya. Pendidikan dan
pembudayaan nilai-nilai Pancasila yang disisipkan melalui proses belajar mengajar
dikelas menjadi sangat penting karena memiliki tujuan untuk pembentukkan moral dan
karakter bangsa yang ditekankan dalam implementasi nilai-nilai luhurnya. Untuk itu,
implementasi nilai-nilai Pancasila pada pendidikan tinggi hukum harus dilakukan
dengan metode pendekatan internalisasi nilai-nilai Pancasila pada setiap aktivitas
mahasiswa hukum baik pada kegiatan akademik maupun kegiatan non akademik.
Melalui internalisasi nilai-nilai Pancasila didalam maupun diluar kelas, pada
kegiatan akademik maupun non akademik diharapkan mampu membentuk karakter
mahasiswa hukum yang menjiwai nilai-nilai luhur Pancasila secara komprehensif dalam
menunjang aktivitas pekerjaannya.
B. Permasalahan
Melihat fenomena diatas yang mendeskripsikan bagaimana nilai-nilai keadilan,
kejujuran, kebenaran, integritas dalam profesi hukum yang saat ini mulai memudar
tentunya dibutuhkan upaya untuk menanamkan nilai-nilai tersebut kepada calon profesi
hukum yang saat ini menimba ilmu pada bangku pendidikan tinggi hukum. Salah satu
upaya yang dapat dilakukan oleh pengelola pendidikan tinggi hukum adalah bagaimana
mensinergiskan nilai-nilai Pancasila sebagai nilai luhur bangsa Indonesia kedalam
kurikulum pendidikan tinggi hukum sehingga melahirkan sarjana hukum yang tidak saja
memiliki ketrampilan hukum akan tetapi juga memiliki kepribadian dan karakter yang
dibutuhkan dalam proses penegakkan hukum untuk itu rumusan permasalahan yang
akan dibahas adalah bagaimana upaya Sinergisitas Nilai-Nilai Pancasila dalam
Kurikulum Ilmu Hukum?
C. Pembahasan
1. Tanggungjawab Penanaman Nilai-Nilai Pancasila
Pendidikan sebagai salah satu pilar dalam mencerdaskan dan membentuk
karakter dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa mengambil peranan yang
sangat penting guna mencetak sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing
baik dari aspek jasmaniah maupun aspek ruhaniah. Kesuksesan suatu bangsa tentunya
Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017
17
tidak bisa diukur hanya melalui pembangunan fisik semata, akan tetapi pembangunan
non fisik atau pembangunan sumberdaya manusia juga turut andil dalam perjalanan
suatu bangsa yang dalam hal ini tidak hanya dalam konteks mencerdaskan kehidupan
masyarakat akan tetapi juga berperan dalam membentuk karakter masyarakat yang
sesuai dengan nilai-nilai yang dipedomani oleh bangsa itu sendiri.
Karakter (Kemendiknas, 2010:3) adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian
seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang
diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap dan
bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral dan norma, seperti jujur, berani
bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang dengan
orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa. Oleh karena itu,
pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter
setiap individu
Pendidikan karakter sebagai pendidikan nilai menjadi upaya eksplisit
mengajarkan nilai-nilai untuk membantu peserta didik mengembangkan disposisi-
disposisi guna bertindak dengan cara-cara yang pasti. Persoalan baik dan buruk,
kebajikan-kebajikan dan keutamaan-keutamaan menjadi aspek penting
dalam pendidikan karakter8.
Tanggungjawab untuk melakukan penanaman nilai-nilai Pancasila kepada
peserta didik bukan semata-mata menjadi tanggungjawab pengelola pendidikan tinggi.
Akan tetapi, tanggungjawab terhadap penanaman nilai-nilai Pancasila kepada setiap
peserta didik harus dipandang sebagai upaya yang komprehensif dan berkesinambungan
dalam proses pendidikan mulai dari SD, SLTP, SLTA sampai dengan perguruan tinggi.
Tidak terlepas pula keluarga sebagai unit paling bersentuhan dengan peserta didik
memiliki tanggungjawab guna menanamkan nilai-nilai Pancasila.
Perguruan Tinggi memiliki tanggungjawab dalam mempersiapkan lulusannya
untuk dapat memasuki dunia kerja sesuai dengan profil lulusan yang telah ditetapkan.
Khusus bagi pendidikan tinggi hukum tentunya menginginkan lulusan yang bertitel
sarjana hukum yang dapat menyuarakan keadilan dan kebenaran bagi tegaknya hukum
8 Samsuri, (2012), Mengapa (Perlu) Pendidikan Karakter?, Bahan Sosialisasi Mata Kuliah Pendidikan
Karakter Di FISE UNY di Wonosobo, Wonosobo, UNY. hlm. 2.
Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017
18
ditengah-tengah masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut perguruan tinggi
berkewajiban untuk membekali lulusannya dengan pendidikan moral dan karakter yang
baik selain membekalinya juga dengan pengetahuan hukum.
2. Urgensi Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila pada Kurikulum Pendidikan
Tinggi Hukum
Konsekuensi logis dari diletakkannya Pancasila sebagai groundnorm-nya bangsa
Indonesia tentunya harus dapat diimplementasikan dalam setiap aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pancasila harus dijadikan way of life dalam
diri setiap masyarakat Indonesia. Setiap aspek kehidupan baik ekonomi, sosial, budaya,
politik maupun hukum harus senantiasa berlandaskan kepada nilai-nilai yang
terkandung dalam setiap sila yang ada didalam Pancasila9.
Mata kuliah pendidikan Pancasila yang masuk dalam kelompok mata kuliah
pengembangan kepribadian adalah mata kuliah yang diberikan untuk memperkokoh
landasan bagi profesi kependidikan yang akan diemban lulusan sebagai sarjana hukum,
maupun peneliti dan pengembang dalam bidang Ilmu Hukum yang meliputi nilai-nilai
keagamaan, Pancasila, estetika, dan wawasan pembangunan kebangsaan yang
berorientasi lingkungan sekitar. Sebelum terjun ke masyarakat, nilai-nilai tersebut
diterapkan dalam praktek-praktek dimasyarakat. Sejalan dengan itu, mata kuliah
Pendidikan Pancasila meskipun berstatus sebagai mata kuliah pengembangan
kepribadian, tetapi mata kuliah ini diharapkan bermanfaat terhadap upaya pembentukan
kepribadian kesarjanaan yang beretika dan berbudaya, dengan tujuan mampu untuk
mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila tersebut dalam
kehidupan sehari-hari.
Mata kuliah Pendidikan Pancasila yang bermuatan 3 sks (ditempat penulis
mengajar) dengan durasi waktu 150 menit tentunya tidak akan cukup untuk mentranfer
semangat Pancasila sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara kepada mahasiswa. Hampir rata-rata setiap pendidikan tinggi hukum
memiliki 144 sks yang harus diselesaikan oleh setiap mahasiswa yang lebih berorientasi
kepada pendidikan tinggi hukum, konsekuensinya adalah terjadi peningkatan kualitas
9 Oksep Adhayanto, (2016), Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Dasar Negara Dalam
Pembentukkan Peraturan Perundang-undangan, Pekanbaru, Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 5 No. 2, hlm.
160.
Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017
19
ilmu dari aspek pengetahuan hukum akan tetapi berbanding terbalik dari aspek perilaku
yang berbasis pada nilai-nilai moral dan spritual yang terdapat dalam nilai-nilai
Pancasila serta nilai agama.
Permasalahan yang kerap timbul adalah ketika memandang nilai Pancasila sudah
cukup disampaikan pada mata kuliah Pendidikan Pancasila, sehingga tidak perlu untuk
dikaitkan dengan substansi materi pada mata kuliah hukum lainnya. Selain itu,
pengelolaan mata kuliah Pendidikan Pancasila dibeberapa pendidikan tinggi hukum
dikelola oleh Universitas (dikampus penulis) melalui tim Mata Kuliah Umum (MKU)
termasuk juga dalam penentuan tenaga pendidik yang akan dipergunakan untuk
mengajar sehingga terkadang substansi nilai-nilai Pancasila yang berkaitan erat dan
sangat diperlukan bagi mahasiswa hukum tidak dapat tersampaikan. Untuk itu, perlu
adanya penyisipan materi yang berkaitan dengan nilai-nilai Pancasila sebagai nilai-nilai
yang hidup pada masyarakat Indonesia dalam kurikulum ilmu hukum yang dapat
dimasukkan pada sub bagian dari materi perkuliahan yang diterima oleh mahasiswa,
sehingga dengan demikian tidak semata-mata mengandalkan pada mata kuliah
Pendidikan Pancasila guna pembentukkan karakter dan kepribadian dari mahasiswa.
Internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam kurikulum pendidikan tinggi hukum
harus dipandang sebagai upaya melestarikan dan mempertahankan nilai-nilai Pancasila
disatu sisi dan disisi lain harus dipandang sebagai alternative sollution terhadap carut
marut permasalahan proses penegakkan hukum yang dilakukan saat ini. Pengelola
pendidikan tinggi hukum mesti secara sadar memandang bahwa nilai Pancasila
merupakan hal yang secara substansi penting untuk dimasukkan dalam materi
pembelajaran mata kuliah lainnya yang diberikan kepada peserta didik.
Lulusan pendidikan tinggi hukum diharapkan tampil dengan berbagai macam
profesi yang digeluti dengan satu nilai kepribadian dan karakter yang teguh
sebagaimana adagium fiat justitia ruat coeleum sehingga pandangan miring terhadap
hukum menjadi sirna ditengah-tengah masyarakat.
Berikut beberapa nilai-nilai yang terkandung didalam sila Pancasila yang
dibutuhkan bagi pembangunan integritas dan kepribadian para sarjana lulusan
pendidikan tinggi hukum dalam mengimplementasikan hukum ditengah-tengah
masyarakat.
Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017
20
No Sila Pancasila Nilai Penegakkan Hukum
1. Nilai Ketuhanan 1. Kejujuran
2. Integritas
3. Anti Korupsi
2. Nilai Kemanusiaan 1. Non diskriminasi
2. Profesional
3. Berani membela keadilan dan kebenaran
3. Nilai Persatuan 1. Independen
2. Disiplin
4. Nilai Kerakyatan 1. Persamaan dimata hukum
2. Bertanggungjawab
5. Nilai Keadilan 1. Berlaku adil
2. Bekerja keras
3. Menjunjung tinggi keadilan dan kebenaran,
Urgensi pancasila sebagai vision of state dalam aspek pendidikan tinggi hukum,
paling tidak terdapat dua persoalan yang penting. Pertama, menanamkan nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sehingga dapat
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai pancasila yang berada
dalam tataran abstrak harus diturunkan kedalam hal-hal yang bersifat implementatif dan
praktik. Dalam konteks ini nilai-nilai Pancasila harus diimplementasikan dalam proses
penegakkan hukum yang ada. Sebagai ilustrasi, nilai sila kedua Pancasila harus
diimplementasikan melalui penegakan hukum yang adil dan tegas harus disinergiskan
dengan asas equality before the law. Contoh, aparat penegak hukum dalam proses law
enforcement harus tegas dan tanpa kompromi dan pandang bulu menindak pelaku
kejahatan. Tanpa proses penegakan hukum yang tegas dan adil Pancasila tidak memiliki
nilai dalam kehidupan sehari-hari dan hanya sebagai "slogan" dari fundamental norm.
Kedua, penanaman nilai-nilai Pancasila sebagai upaya pembentukkan karakter
dan kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Nilai kejujuran,
keadilan, ketuhanan sangat penting untuk dijiwai dalam diri setiap aparat penegak
hukum dalam melakukan aktifitas penegakkan hukum. Sebagai ilustrasi, nilai kejujuran
yang ada pada sila pertama harus dapat diimplementasikan sebagai pedoman perilaku
aparat penegak hukum. Contoh, aparat penegak hukum tidak akan menerima suap untuk
suatu perkara karena bertentangan dengan nilai kejujuran dan ketuhanan yang telah
diinsyafi dalam diri pribadi.
Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017
21
Profil pekerjaan dari sarjana hukum yang lebih menuntut kearah yang lebih
aplikatif dalam rangka memperoleh keadilan dan kebenaran tentunya akan menemukan
ruang-ruang hampa dalam mengaktualisasikannya. Desakan kebutuhan dan kesempatan
yang dimiliki oleh sarjana hukum yang berkecimpung dalam profesi hukum tanpa
dibekali dengan karakter dan moral yang baik akan sangat dengan mudah untuk
dipengaruhi dan diselewengkan, sehingga tidak mengherankan jika muncul persepsi
“hukum tajam keatas tumpul kebawah”, “hukum dapat dibeli”, dan “hukum berpihak
kepada penguasa dan pengusaha bukan kepada rakyat jelata”. Untuk menjawab itu
semua, dalam konteks menselaraskan antara law in book dan law in action dibutuhkan
integritas yang tinggi bagi para sarjana hukum.
Dalam konteks ilmu, pengetahuan hukum yang disampaikan kepada peserta
didik dapat penulis katakan 90% baik, sebaliknya pada dunia nyata 10% lainnya yang
ditentukan oleh karakter, kesadaran moral dan kepribadian dari peserta didik dalam
mengaplikasikan ilmu yang diperoleh 90% tersebut yang kerap kali kurang baik.
Implementasi hukum dan peraturan perundang-undangan ditengah-tengah masyarakat
yang sudah baik tadi ketika berbenturan dengan perilaku yang tidak baik dari sarjana
hukum yang berkecimpung dalam kehidupan sehari-hari berimplikasi terhadap citra
hukum secara keseluruhan.
Oleh karena itu, dibutuhkan penanaman nilai-nilai dalam rangka pembentukkan
karakter dan kepribadian bagi calon sarjana hukum yang kelak akan berkecimpung
didalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai yang dimaksud
tentunya tidak perlu diadopsi dari luar karena nilai-nilai tersebut sesungguhnya sudah
terdapat dalam nilai-nilai Pancasila sebagai pandangan dan pedoman hidup bangsa
Indonesia. Yang dibutuhkan saat ini hanya menginternalisasikan dan mengamalkannya
dalam kehidupan sehari-hari.
3. Pola Internalisasi Nilai-nilai Pancasila dalam kurikulum Ilmu Hukum
Cara efektif dan efesien dalam rangka menumbuhkembangkan nilai-nilai
Pancasila salah satunya adalah melalui media pendidikan. Pendidikan sebagai usaha
sadar dan terencana dalam mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki
kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta ketrampilan yang diperlukan oleh peserta didik, masyarakat, bangsa dan negara
Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017
22
harus dilakukan secara sistematis. Output akhir dari usaha tersebut adalah melahirkan
manusia Indonesia yang seutuhnya serta memiliki karakter ke-Indonesia-an.
Berbagai solusi terkait pembangunan karakter bangsa sudah dilakukan
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional pada awal tahun 2010 telah
mencanangkan pendidikan budaya dan karakter bangsa10
. Optimalisasi terhadap
pembentukkan karakter diatas tentunya diselaraskan dengan nilai Pancasila yang telah
disepakati sebagai ideologi bangsa. Terhadap pengembangan dalam dunia pendidikan,
tentunya sebagai kesadaran guna mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam
kehidupan kampus dapat dilakukan melalui proses belajar mengajar yang dilakukan
oleh tenaga pendidik kepada peserta didik baik dalam suasana formal maupun informal.
Untuk melakukan internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam kurikulum pendidikan
tinggi hukum tentunya didalam perumusan capaian pembelajaran yang hendak dicapai
oleh kurikulum yang disusun terhadap mutu lulusan. Jika menginginkan lulusan yang
memiliki karakter, kepribadian, kejujuran serta yang lainnya pasca peserta didik
menamatkan studinya tentunya rumusan terhadap capaian pembelajaran mengarahkan
kepada hal tersebut sehingga pada penyusunan rencana pembelajaran semester
diharapkan dapat disesuaikan tujuan pembelajaran dengan materi yang akan
disampaikan pada proses belajar mengajar.
Selanjutnya, pada metode pembelajaran yang akan digunakan tentunya dipilih
alternatif metode pembelajaran yang dapat dengan mudah untuk mentransfer nilai-nilai
Pancasila kepada peserta didik. Metode pendekatan yang lebih kepada pembentukkan
karakter dan kepribadian peserta didik sangat dibutuhkan untuk menjawab tantangan
proses penegakkan hukum saat ini.
Pendekatan Pembelajaran yang Berpusat pada Mahasiswa (Student-Centered
Learning) sebagai orang dewasa tentu lebih menekankan kepada metode pembelajaran
orang dewasa (andragogy), yaitu metode pembelajaran orang dewasa untuk mencapai
pengetahuan dan keahlian. Fokus pendekatan ini tentunya bukan semata-mata kegiatan
belajar mengajar yang bersumber dari tenaga pendidik melainkan juga keaktifan dan
10
Listyaningsih, (2016), Membangun Karakter Melalui Internalisasi Nilai-Nilai pancasila Di lingkungan
keluarga, Prosiding Seminar Nasional LP3M (Lembaga Pengembangan, Pembelajaran, dan penjaminan
Mutu), Surabaya: 5 November 2016. hlm 182.
Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017
23
partisipasi yang berasal dari peserta didik yang disejalankan dengan kondisi sosial yang
lebih kontekstual.
Metode andragogy yang kontekstual ini diharapkan mampu untuk menyisipkan
nilai-nilai Pancasila didalam pengalaman empiris sehari-hari peserta didik serta kondisi
terkini yang sedang terjadi dilingkungan sosial peserta didik baik pada level nasional
maupun lokal. Melalui pembelajaran yang mengkaitkan dengan isu-isu terkini yang
terjadi yang berkaitan dengan isu penegakkan hukum maupun isu yang lainnya
diharapkan peserta didik dapat secara hands on (aktivitas melakukan) dan minds on
(aktivitas berpikir) sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung didalam Pancasila
sehingga ketika peserta didik lulus dan berkecimpung dalam dunia kerja nilai-nilai
tersebut masih melekat pada diri peserta didik.
Selain pada proses belajar mengajar, pola internalisasi nilai-nilai pancasila
dalam pendidikan tinggi hukum juga harus dilakukan pada setiap kegiatan
kemahasiswaan baik pada organisasi intra kampus maupun ekstra kampus.
Penumbuhkembangan nilai-nilai Pancasila pada kehidupan non akademik
kemahasiswaan sangat dibutuhkan mengingat banyaknya pengaruh yang berasal dari
luar yang menyebabkan lunturnya nilai-nilai Pancasila bersumber dari kegiatan
kemahasiswaan. Untuk itu pendampingan dan pembinaan kegiatan kemahasiswaan oleh
tenaga pendidik menjadi salah satu alternatif solusi yang dapat ditempuh.
D. Kesimpulan
Proses penegakkan hukum yang dilakukan saat ini tidak terlepas dari karakter
aparat penegak hukum itu sendiri. Karakter dan kepribadian yang baik akan melahirkan
penegakkan hukum yang baik pula begitupun sebaliknya. Upaya pembentukkan
karakter dan kepribadian dari aparat penegakkan hukum dapat dilakukan melalui proses
pada pendidikan tinggi hukum yang menanamkan nilai-nilai moral Pancasila.
Penanaman nilai Pancasila pada pendidikan tinggi hukum tidak saja dalam bentuk teori
namun juga berbentuk aplikatif dengan kondisi penegakkan hukum yang terjadi saat ini.
Dengan demikian, lulusan pendidikan tinggi hukum diharapkan mampu untuk
mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila yang sejalan dengan proses penegakkan hukum
yang ada dalam kehidupan sehari-hari.
Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017
24
Internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam kurikulum pendidikan tinggi hukum
harus dipandang sebagai upaya melestarikan dan mempertahankan nilai-nilai Pancasila
disatu sisi dan disisi lain harus dipandang sebagai alternative sollution terhadap carut
marut permasalahan proses penegakkan hukum yang dilakukan saat ini. Pengelola
pendidikan tinggi hukum mesti secara sadar memandang bahwa nilai Pancasila
merupakan hal yang secara substansi penting untuk dimasukkan dalam materi
pembelajaran mata kuliah lainnya yang diberikan kepada peserta didik.
Optimalisasi terhadap internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
kampus dapat dilakukan melalui proses belajar mengajar yang dilakukan oleh tenaga
pendidik kepada peserta didik baik dalam suasana formal maupun informal. Selain itu
juga perlu pendampingan dan pembimbingan terhadap setiap kegiatan kemahasiswaan
baik yang bersifat intra kampus maupun ekstra kampus.
Daftar Pustaka
Adhayanto, Oksep, (2016), Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Dasar Negara
Dalam Pembentukkan Peraturan Perundang-undangan, Pekanbaru, Jurnal Ilmu
Hukum, Volume 5 No. 2.
Kementerian Pendidikan Nasional, (2010), Pengembangan Pendidikan Budaya dan
Karakter Bangsa, Pedoman Sekolah, Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.
Kementrian Pendidikan Nasional, (2010), Pusat Kurikulum, Badan Penelitian dan
Pengembangan: Kementrian Pendidikan Nasional.
Listyaningsih, (2016), Membangun Karakter Melalui Internalisasi Nilai-Nilai pancasila
Di lingkungan keluarga, Prosiding Seminar Nasional LP3M (Lembaga
Pengembangan, Pembelajaran, dan penjaminan Mutu), Surabaya: 5 November
2016.
Samsuri, (2012), Mengapa (Perlu) Pendidikan Karakter?, Bahan Sosialisasi Mata
Kuliah Pendidikan Karakter Di FISE UNY di Wonosobo, Wonosobo, UNY.
Shalihah, Fitriathus dan Oksep Adhayanto, (2016), Hukum, Moral, Dan Kekuasaan
Dalam Telaah (Hukum adalah Alat Teknis Sosial), Lampung, Jurnal FIAT
JUSTITIA, Volume 10 Issue 4, October-December 2016.
Soekanto, Soerjono, (2008), Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum,
Jakarta, Rajawali Press.
Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017
25
Peraturan Perundang-undangan
Undang-undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-undang No 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi.
Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Kerangka Kualifikasi Nasional
Indonesia (Indonesian Qualification Framework).
top related