thesis good corporate governance
Post on 13-Jun-2015
3.681 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Berkaitan dengan Letter Of Intent (LOI) yang ditandatangani oleh Pemerintah
Indonesia dan International Monetary Fund (IMF), yang mencantumkan jadwal
perbaikan pengelolaan perusahaan-perusahaan di Indonesia, Komite Nasional Kebijakan
Corporate Governance (KNKCG) berpendapat bahwa perusahaan-perusahaan di
Indonesia mempunyai tanggung jawab untuk menerapkan standar good corporate
governance yang telah diterapkan ditingkat internasional.1
Menurut Paul Krugman runtuhnya perekonomian Indonesia juga disebabkan oleh
karena tidak adanya good corporate governance didalam pengelolaan Perusahaan, kajian
Booz-Allen & Hamilton pada tahun 1998 menunjukkan bahwa indeks good corporate
governance Indonesia adalah yang paling rendah di Asia Timur yaitu 2,88 dibandingkan
Malaysia (7,72), Thailand (4,89), Singapura (8,93) dan Jepang (9,17). Perhitungan
indeks adalah 0 untuk kondisi paling buruk dan indeks 10 untuk kondisi paling baik.2
Tidak adanya good corporate governance diperparah oleh inefisiensi hukum dan
peradilan di Indonesia yang hanya 2,5 jauh apabila dibandingkan dengan Malaysia
(9,00), Thailand (3,25), Singapura (10,00) dan Jepang (10,00) dengan perhitungan
indeks 0 untuk kondisi yang paling buruk dan indeks 10 untuk kondisi paling baik.3
1 Good Corporate Governance: Bisakah Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat?, http://artikel.us/sulistyanto1.html2 Good Corporate Governance, Djalil A Sofyan, disampaikan pada Seminar Corporate Governance di Universitas Sumatera Utara pada tanggal 26 Juni 2000, hal. 3.3 Ibid,
Corporate Governance merupakan proses dan struktur yang digunakan untuk
mengarahkan dan mengelola bisnis dan urusan-urusan perusahaan dalam rangka
meningkatkan kemakmuran bisnis dan akuntabilitas perusahaan dengan tujuan utama
mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan
kepentingan stakeholders yang lain.
Good corporate governance merupakan konsep yang menekankan pentingnya
hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar, akurat, dan tepat
waktu serta kewajiban perusahaan untuk mengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat
waktu, dan transparan mengenai semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan
stakeholder.
Pada dasarnya prinsip corporate governance meliputi empat komponen utama
yang diperlukan untuk meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan pemegang
saham tanpa mengabaikan kepentingan stakeholders, yaitu :4
1. Prinsip keadilan (fairness).
2. Prinsip transparansi (transparancy).
3. Akuntabilitas (accountability).
4. Responsibilitas (responsibility).
Prinsip corporate governance diharapkan dapat meningkatkan kualitas laporan
keuangan, yang pada akhirnya meningkatkan kepercayaan pemakai laporan keuangan,
termasuk investor yang merupakan pemegang saham minoritas sehingga para investor
4 FCGI, “Seri Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) Jilid II : Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam pelaksanaan Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan)”, Hal. 1.
2
khususnya investor asing dapat menanamkan modalnya di Indonesia melalui Pasar
Modal.
Dalam kondisi sosial ekonomi Indonesia saat ini, BAPEPAM sebagai regulator
Pasar Modal, mempunyai peranan penting dalam mengupayakan penerapan good
corporate governance oleh perusahaan terbuka. Salah satu upaya yang dilakukan
BAPEPAM adalah memperbaiki dan menerbitkan peraturan-peraturan baru yang
berkaitan dengan aspek corporate governance.
Pada bulan Maret 2000, BAPEPAM merevisi peraturan VIII. G. 7 tentang
Pedoman Penyajian Laporan Keuangan. Selain dalam rangka meningkatkan kualitas
keterbukaan laporan keuangan, latar belakang direvisinya peraturan tersebut adalah
dalam rangka harmonisasi dengan PSAK-PSAK baru dan International Accounting
Standards (IAS).
Kemudian sejalan dengan komitmen untuk meningkatkan keandalan informasi
dalam laporan keuangan, BAPEPAM juga telah menerbitkan Surat Edaran SE-O3/ PM/
2000 tanggal 5 Mei 2000 yang merekomendasikan perusahaan terbuka untuk
membentuk komite audit.
Komite audit berfungsi membantu dewan komisiaris meningkatkan kualitas
laporan keuangan, menciptakan iklim disiplin dan pengendalian yang dapat mengurangi
kesempatan terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan perusahaan, meningkatkan
3
efektivitas fungsi internal audit maupun eksternal audit, dan mengidentifikasi hal-hal
yang memerlukan perhatian dewan komisaris.5
BAPEPAM juga merevisi dan menerbitkan beberapa peraturan lainnya seperti
peraturan IX. H. 1 tentang pengambilalihan perusahaan terbuka, peraturan IX. F. 1
tentang Penawaran Tender, dan peraturan IX. E. 2 tentang Transaksi Material dan
Perubahan Kegiatan Usaha.
Pada saat yang bersamaan, BAPEPAM mencabut peraturan VIII. G. 10 yang
mengatur tentang penangguhan rugi selisih kurs, agar ketentuan BAPEPAM sesuai
dengan standar internasional. Saat ini BAPEPAM dalam proses merevisi beberapa
peraturan lainnya antara lain peraturan IX. E. 1 tentang Transaksi yang Mengandung
Benturan Kepentingan Tertentu.
Kesemuanya ini merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas keterbukaan di
Pasar Modal. BAPEPAM juga berupaya meningkatkan fungsi corporate secretary agar
lebih aktif menyediakan informasi mengenai kondisi keuangan dan operasional
perusahaan kepada publik dan memastikan bahwa manajemen selalu menyediakan
informasi tersebut secara memadai dan tepat waktu.
Dalam waktu yang tidak terlalu lama, diharapkan BAPEPAM akan menerapkan
sistem pelaporan elektronik karena diseminasi informasi yang tepat waktu dan akurat
akan dapat berjalan secara lebih efektif dan efisien. Disamping itu, BAPEPAM akan
melakukan koordinasi dengan Self Regulatory Organisations (SROs) seperi bursa efek
5 Peranan BAPEPAM dalam penegakkan Corporate Governance, http://www.nccg-indonesia.org/lokakarya/yogyaherwit.html,
4
untuk menentukan hal-hal apa saja yang menjadi kewajiban perusahaan terbuka dalam
penerapan corporate governance.
Tidak kalah pentingnya adalah upaya BAPEPAM melakukan law enforcement
secara efektif. BAPEPAM merasakan pentingnya ketersediaan penyidik yang handal
dengan menyelenggarakan pendidikan penyidik, baik di tingkat eksekutif maupun staff.
Kegiatan penegakan hukum semakin ditingkatkan dan pada semester pertama tahun
2000.
BAPEPAM telah menjatuhkan sanksi kepada sembilan Emiten sehubungan
dengan pelanggaran atas ketentuan transaksi yang benturan kepentingan dan
keterbukaan informasi. Dengan ditingkatkannya kapasitas penegakan hukum,
diharapkan tidak hanya mendorong perubahan dalam kultur corporate governance, tetapi
juga akan menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan Pasar Modal.
Walaupun perangkat hukum sehubungan dengan keterbukaan dan perlindungan
hak-hak pemegang saham dalam rangka pelaksanaan RUPS telah komprehensif dan
memadai, namun terdapat beberapa faktor yang menyebabkan perusahaan terbuka dapat
melaksanakan kehendak bisnis mereka dengan sedikit mempertimbangkan kepentingan
pemegang saham minoritas.
Pertama, mayoritas perusahaan terbuka di Indonesia dikendalikan oleh keluarga,
kelompok atau konglomerasi yang memegang lebih dari 50% saham yang beredar.
Kondisi ini menyebabkan pihak pengendali dapat dengan mudah memperoleh
5
persetujuan atas proposal yang mereka ajukan, karena mereka memegang mayoritas hak
suara. Peranan BAPEPAM dalam Penegakan Corporate Governance.
Kedua, walaupun dalam hal transaksi yang mengandung benturan kepentingan
memerlukan persetujuan pemegang saham minoritas (independen), dalam prakteknya
adalah sulit bagi BAPEPAM untuk mengontrol dan memonitor. Biasanya pemegang
saham minoritas tidak menggunakan kesempatan untuk hadir dalam RUPS pertama,
mengharuskan dilaksanakannya RUPS yang kedua, dengan kewajiban kuorum yang
lebih rendah. Hal ini memungkinkan pengambilan suara dapat dengan mudah
dimenangkan oleh pihak pengendali yang berkepentingan.
Ketiga, walaupun keterbukaan yang dilakukan perusahaan kurang memadai atau
menyesatkan dapat dijadikan dasar untuk mengajukan tuntutan terhadap direksi
perusahaan ke pengadilan dan, dalam beberapa hal, merupakan kasus pidana, namun
belum ada pihak yang melakukan hal tersebut sejak Undang-undang Pasar Modal
diberlakukan mulai tanggal 1 Januari 1996. Dengan demikian, belum ada yurisprudensi
atau preseden bagi perlindungan hukum hak-hak pemegang saham minoritas.
Keempat, karakteristik pasar keuangan Indonesia didasari oleh hubungan yang
dimotori perbankan, dimana pemegang saham utama suatu perusahaan sering kali juga
memiliki usaha di bidang perbankan. Pemberian kredit yang tidak didasari oleh
keputusan yang wajar (arm length) telah mengakibatkan berkurangnya good will dari
pemegang saham di pasar modal. Dengan demikian, pemegang saham pengendali
6
perusahaan terbuka tidak termotivasi menjalankan bisnis secara wajar dan adil dengan
pemegang saham minoritas.
Pengalaman yang terjadi di Indonesia mengindikasikan bahwa peraturan
perundangan yang memadai telah tersedia untuk memastikan keterbukaan dan perlakuan
yang wajar bagi pemegang saham minoritas. Namun, ada dua elemen utama yang terkait
dengan good governance.
Pertama, mayoritas perusahaan terbuka dan pemegang saham pengendali harus
dengan tulus mempercayai bahwa adalah demi kepentingan ekonomis mereka jugalah
untuk memperlakukan pemegang. saham minoritas secara wajar. Dengan demikian,
harus ada good will untuk merubah kultur dan memasukkan konsep kewajiban fidusiari
dalam menjalankan kegiatan usaha mereka.
Kedua, harus ada penegakan hukum yang berarti dari pengadilan yang
memperkenankan tuntutan baik dari regulator dan publik untuk memperoleh ganti rugi
baik perdata maupun pidana. Walau di lingkungan yang menerapkan standar etika yang
tertinggipun, masih selalu akan ada pihak yang melakukan penyimpangan. Dengan
demikian, publik harus memiliki persepsi bahwa dalam hal-hal sebagaimana disebutkan
sebelumnya, mereka dapat menggunakan jalur hukum melalui pengadilan.
Di Indonesia, BAPEPAM telah memulai menciptakan kondisi yang kondusif
bagi penerapan good corporate governance dengan mengeluarkan perangkat peraturan
yang memenuhi standar internasional, namun masih banyak hal yang harus dilakukan
7
untuk mengubah persepsi dan motivasi perusahaan terbuka dan meningkatkan sistem
peradilan kita guna mendukung penegakan peraturan-peraturan tersebut.
Secara umum dirasakan bahwa kerangka peraturan perundangan di Indonesia
sudah memadai untuk menjamin aspek keterbukaan dan pelaksanaan sebagai bagian dari
perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham di Pasar Modal, namun guna
meningkatkan penerapan good corporate governance, tidaklah cukup bagi kita untuk
menitikberatkan dari segi peraturan dan perundangan saja, dimana peraturan tersebut
berasal dari pemerintah.
Oleh karena itu BAPEPAM juga menghargai upaya-upaya dari setiap asosiasi
atau organisasi profesi untuk menyusun kesepakatan-kesepakatan, norma-norma, kode
etik, best practices, atau perangkat aturan sebagai pedoman dalam menjalankan
kegiatannya atas inisiatif internal masing-masing asosiasi atau organisasi.
Hal ini dikarenakan pada umumnya aturan yang diciptakan dan disepakati para
pihak yang menjadi objek dari ketentuan tersebut akan menghasilkan implementasi yang
lebih baik dibandingkan apabila aturan atau regulasi tersebut disusun oleh pihak lain
seperti Pemerintah.
BAPEPAM juga sangat mendukung setiap lembaga atau pihak yang
mensosialisasikan pentingnya penerapan good corporate governance. BAPEPAM juga
sekaligus mendukung didirikannya lembaga yang turut aktif mendorong penerapan
corporate governance di Indonesia seperti Forum of Corporate Governance Indonesia
(FCGI) yang disponsori oleh Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) dan Indonesian
8
Financial Executive Association (IFEA) serta rencana pendirian Asosiasi Komisaris atau
Non Executive Directors Institute yang akan dikembangkan oleh beberapa pihak.
Tentu kita juga harus memberikan perhatian yang sama besarnya untuk
meningkatkan hal-hal penting lain yang terkait seperti penegakan hukum, pemahaman
para praktisi hukum tentang pelaporan keuangan, sistem peradilan yang efektif, dan
itikad baik serta motivasi setiap pihak untuk menerapkan corporate governance.
B. Perumusan Masalah.
Dari uraian pendahuluan, terdapat beberapa hal yang dijadikan perumusan
masalah dalam penulisan tesis ini, yaitu :
1. Bagaimana aspek hukum Pengelolaan Perusahaan yang baik (Good Corporate
Governance) di Pasar Modal ?
2. Bagaimana peranan BAPEPAM dalam penerapan Pengelolaan Perusahaan yang
baik (Good Corporate Governance) di Pasar Modal ?
3. Bagaimana penyelesaian pelanggaran penerapan Pengelolaan Perusahaan yang
baik (Good Corporate Governance) di Pasar Modal yang dilakukan oleh
BAPEPAM ?
C. Tujuan Penulisan.
Adapun yang menjadi tujuan penulisan tesis ini adalah :
1. Mengetahui tentang aspek hukum aspek hukum Pengelolaan Perusahaan yang
baik (Good Corporate Governance) di Pasar Modal.
2. Mengetahui peranan BAPEPAM dalam penerapan Pengelolaan Perusahaan yang
baik (Good Corporate Governance) di Pasar Modal.
9
3. Mengetahui cara menyelesaikan pelanggaran penerapan Pengelolaan Perusahaan
yang baik (Good Corporate Governance) di Pasar Modal yang dilakukan oleh
BAPEPAM.
D. Kerangka Teori dan Konsepsi
Untuk menganalisis data mengenai prinsip pengelolaan Perusahaan yang baik
(Good Corporate Governance) yang dilaksanakan oleh Perusahaan Publik dengan
memasukkan peranan BAPEPAM dan BEJ penulis menggunakan dua teori yaitu teori
tentang sistem hukum dan teori hukum adalah kontrol sosial dari Pemerintah.
Alasan menggunakan teori–teori tersebut, karena penulis berpendapat bahwa
prinsip Good Corporate Governance merupakan elemen substansi dalam sistem hukum
yang merupakan hasil dari perubahan hukum dan memiliki karakteristik hukum tertentu.
Mengenai sistem hukum (legal system).
Friedman menyatakan bahwa sistem hukum terdiri atas tiga elemen, yaitu elemen
struktur (structure), substansi (substance), budaya hukum (legal culture), elemen
Struktur dirumuskan oleh Friedman sebagai berikut :
“The structure of a legal system consists of elements of this kind : the number and size of courts; their yurisdiction (that is, what kind of cases they hear, and how and why), and modes of appeal from one court to another. Structure also means how the legislature is organized, how many members sit on the Federal Trade Commission, what a president can (legally) do or not do, what procedures the police department follows, and so on.6
Friedman mengatakan bahwa struktur dari sistem hukum terdiri dari unsur
berikut ini : jumlah dan ukuran pengadilan, yurisdiksinya (yaitu jenis kasus yang mereka
6 Lawrence M. Friedman, American Law, Penguin Books Canada Ltd, 1984, hal. 5.
10
periksa, dan bagaimana serta mengapa), dan cara naik banding dari satu pengadilan ke
pengadilan lainnya.
Struktur juga berarti bagaimana badan legislatif ditata, berapa banyak anggota
yang duduk di Komisi Dagang Federal, apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan oleh
seorang Presiden, prosedur apa yang diikuti oleh departemen kepolisian, dan sebagainya.
Mengacu kepada rumusan Friedman maka Badan Pengawas Pasar Modal
(BAPEPAM) merupakan elemen struktur dari sistem hukum dikarenakan Bapepam
mempunyai kewenangan melakukan pembinaan, pengaturan dan pengawasan sehari-hari
kegiatan Pasar Modal kinerja Pasar Modal.
Bapepam mempunyai kewenangan untuk membuat peraturan mengenai
penerapan Good Corporate Governance di Pasar Modal dan dapat melakukan
penyelidikan pelanggaran sekaligus memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang
melakukan kegiatan di Bursa Saham apabila melakukan pelanggaran.
Elemen kedua dari sistem hukum adalah substansi hukum, yaitu :
“By this is meant the actual rules, norms, and behavior patterns of people inside the system. This is, first of all, “the law” in the popular sense of the term the fact that the speed limit is fifty-five miles an hour, that burglars can be sent to prison, that “by law” a pickle maker has to list his ingredients on the label of the jar.7
Friedman mengatakan bahwa yang dimaksud dengan substansi hukum adalah
peraturan perundang-undangan yang ada, norma-norma dan aturan tentang perilaku
manusia atau yang biasa dikenal orang sebagai hukum adalah substansi hukum,
berdasarkan teori ini maka Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
7 Ibid, Hal. 6
11
yang dilengkapi Keputusan Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan
Ketua Bapepam maupun Surat Edaran (SE) Bapepam.
Undang-Undang Pasar Modal memberikan kewenangan Bapepam untuk
membuat aturan yang mengatur pelaksanaan Good Corporate Governance di Pasar
Modal dan berhak melakukan pemeriksaan bagi pihak yang diduga melakukan atau
terlibat dalam pelanggaran terhadap Undang-Undang Pasar Modal dan/atau peraturan
pelaksanaannya.
Apabila Bapepam berpendapat bahwa pelanggaran tersebut mengakibatkan
kerugian bagi kepentingan Pasar Modal maka Bapepam dapat melakukan tindakan
lanjutan berupa penyidikan dan dapat memberikan sanksi administratif bagi para pihak
yang memperoleh izin, persetujuan atau pendaftaran dari Bapepam.
Bursa Efek baik Jakarta maupun Surabaya beserta Lembaga Kliring dan
Penjaminan dan Lembaga Penyimpanan Dan Penyelesaian merupakan Special
Regulatory Organization (SRO) yang mempunyai kewenangan membuat peraturan
mengenai pelaksanaan Pasar Modal khususnya peraturan pelaksanaan Good Corporate
Governance.
Mengenai budaya hukum, Friedman mengartikannya sebagai sikap dari
masyarakat terhadap hukum dan sistem hukum, tentang keyakinan, nilai, gagasan serta
harapan masyarakat tentang hukum yang dirumuskan sebagai berikut :
“By this we mean the actual rules, norms, and behavior patterns of people inside the system. This is, firs of all, “the law” in the popular sense of the term the fact that the
12
speed limit is fifty-five miles and hour, that burglars can be sent to prison, that “by law” a pickle maker has to list his ingredients on the label of the jar.8
Undang-Undang Pasar Modal memberikan kewenangan kepada Bapepam untuk
membuat aturan yang mengatur Pasar Modal dan berhak melakukan pemeriksaan bagi
pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran di Pasar Modal. Dalam
rangka kewenangan berkaitan dengan pengenaan sanksi, Bapepam tetap mengedepankan
unsur pembinaan dengan tetap berdasarkan kepada ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang Pasar Modal yang berlaku.
Bapepam dalam mengenakan sanksi administratif tetap memperhatikan aspek
pembinaan terhadap Pihak-pihak yang diduga melakukan pelanggaran sesuai dengan
penjelasan Pasal 102 ayat (1) UUPM. Penjelasan Pasal 102 ayat (1) UUPM, yaitu :
“Dalam menerapkan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat (1), Bapepam perlu memperhatikan aspek pembinaan terhadap Pihak dimaksud.”
Aspek pembinaan dilakukan untuk merubah budaya hukum (legal culture)
masyarakat pasar modal agar menjalankan Good Corporate Governance sebaik mungkin
untuk menciptakan suasana pasar modal yang teratur, wajar dan efisien sehingga tidak
merugikan masyarakat sebagai investor yang merupakan pemegang saham minoritas.
Menurut Black, semua hukum adalah kontrol sosial, namun tidak semua kontrol
sosial adalah hukum karena masih ada jenis kontrol sosial lainnya seperti Guru
menggunakan aturan agar anak-anak didiknya berprilaku baik atau orang tua membuat
8 Ibid, Hal. 6
13
aturan bagi anaknya di rumah, hal ini dilakukan dengan harapan membentuk perilaku
untuk masa depan.9
Bentuk kontrol sosial ini bukan berasal dari Pemerintah sehingga bentuk ini tidak
resmi (unofficial) dan bukan bagian dari alat negara. Menurut definisi Black bentuk ini
bukan hukum karena hukum adalah kontrol sosial dari Pemerintah.
Peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal terdiri dari Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang dilengkapi Peraturan
Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan dan Keputusan Ketua Bapepam merupakan
bentuk kontrol sosial untuk menciptakan Pasar Modal yang teratur, wajar dan efisien.
Perubahan hukum sebagaimana yang digambarkan oleh Friedman pada dasarnya
akan melahirkan beberapa karakteristik hukum dipandang dari posisi dan hubungannya
dengan masyarakat, yaitu substansi hukum yang bersifat represif, otonom dan responsif.
Hukum yang represif bersifat pasif dan oportunis terhadap sosial dan politik.
Artinya hukum berorientasi pada kepentingan politik dan kekuasaan. Dalam konteks
hukum perusahaan, maka hukum yang represif adalah hukum yang dibangun hanya
mengutamakan kebijaksanaan atau kepentingan pemerintah dan perusahaan karena
perusahaan dianggap memiliki andil yang kuat bagi pertumbuhan dan perkembangan
perekonomian negara.
Sedangkan hukum yang otonom adalah hukum yang dibentuk tidak memiliki
dampak atau pengaruh terhadap stakeholders dan pemegang saham minoritas, ada
perubahan tetapi manfaat bagi stakeholders tidak tidak dirasakan atau terpenuhi.
9 Ibid, Hal. 4.
14
Selanjutnya hukum yang responsif adalah hukum yang mengakomodasi dan kondusif
bagi pembangunan, termasuk melindungi kepentingan stakeholders dan pemegang
saham minoritas.
Dengan mengacu kepda kerangka teori diatas, maka secara teoritis pemelitian ini
merupakan suatu studi terhadap hukum perusahaan agar tercipta suatu hukum yang
respionsif sehingga dalam mengelola perusahaan haruslah memperhatikan kepentingan
stakeholders dan pemegang saham minoritas dengan menerapkan prinsip-prionsip Good
Corporate governance, Transparansi, Akuntabilitas, fairness dan responsibilitas agar
terciptanya pengelolaan perusahaan yang baik dan dapat menarik investor.
E. Metode Penelitian.
Penelitian mengenai Penerapan Perusahaan Yang Baik (Good Corporate
Governance) bagi Perusahaan Publik merupakan suatu penelitian yuridis normatif, maka
penelitian ini berbasis pada analisis terhadap norma hukum yaitu dalam peraturan
perundang-undangan (law as it is written in the books).
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah pengumpulan data yang
sudah ada dilapangan, baik berupa data primer maupun data sekunder. Data primer
diperoleh dengan cara pengamatan di lapangan serta wawancara dengan pihak-pihak
yang terkait, terutama dari BAPEPAM.
Data sekunder yang ada digolongkan dalam dua bahan hukum yaitu bahan
primer (primary sources) dan bahan sekunder (secondary sources), bahan primer
meliputi produk lembaga legislatif, dalam konteks penelitian ini bahan yang dimaksud
15
adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal beserta Peraturan
Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan dan Keputusan Ketua Bapepam.
Bahan-bahan Hukum primer yang sama dengan Undang-Undang adalah putusan-
putusan Bapepam, hal ini dikarenakan Undang-Undang Pasar Modal memberikan
kewenangan kepada Bapepam untuk melakukan pemeriksaan bagi pihak yang diduga
melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap Undang-Undang Pasar Modal
dan/atau peraturan pelaksanaannya.
Bursa Efek baik Jakarta maupun Surabaya beserta Lembaga Kliring dan
Penjaminan dan Lembaga Penyimpanan Dan Penyelesaian merupakan Special
Regulatory Organization (SRO) yang mempunyai kewenangan membuat peraturan
mengenai pelaksanaan Pasar Modal sehingga juga dimasukkan sebagai bahan hukum
primer.
Bahan-bahan sekunder berupa tulisan-tulisan, makalah dalam buku, jurnal,
majalah ilmiah tentang Hukum Pasar Modal serta buku-buku lainnya yang berkaitan
dengan topik ini. Sedangkan penelitian kepustakaan antara lain dilakukan di beberapa
perpustakaan di Universitas Indonesia, Bapepam dan BEJ. Pengumpulan data melalui
wawancara dilakukan terhadap beberapa narasumber (informan) yang dinilai memahami
Good Corporate Governance di Pasar Modal.
Data hasil penelitian ini dianalisis secara kualitatif, artinya data kepustakaan dan
hasil wawancara dianalisis secara mendalam, menyeluruh dan merupakan satu kesatuan
yang bulat dengan mendeskripsikan keadaan dilapangan serta membandingkannya
dengan peraturan yang telah disediakan.
16
F. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan, dalam bab ini menjelaskan tentang latar belakang, perumusan
masalah, tujuan penulisan, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II Aspek hukum Pengelolaan Perusahaan yang baik (Good Corporate
Governance) di Pasar Modal.
Bab III Peranan BAPEPAM dan Bursa Efek dalam penerapan Pengelolaan
Perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) di Pasar Modal
Bab IV Penyelesaian pelanggaran penerapan Pengelolaan Perusahaan yang baik
(Good Corporate Governance) di Pasar Modal.
Bab V Penutup, bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dan saran.
17
BAB II
ASPEK HUKUM PENGELOLAAN PERUSAHAAN YANG BAIK (GOOD
CORPORATE GOVERNANCE) DI PASAR MODAL
A. Konsep Pengelolaan Perusahaan yang baik (Good Corporate Governance).
Salah satu penyebab timbulnya krisis ekonomi disejumlah negara-negara di Asia
yang disebabkan oleh karena lemahnya penegakan dan kepastian hukum didalam bidang
ekonomi. Penegakan hukum didalam bidang ekonomi tidak berlangsung secara
seimbang yang dikarenakan kebijakan untuk memacu pertumbuhan ekonomi tidak
diikuti dengan langkah untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi hukum sebagai desain yang
dapat mengontrol sekaligus mendorong timbulnya praktek-praktek yang jujur dan
transparan dikalangan dunia usaha.
Kondisi ini telah meracuni setiap bagian yang melekat dengan aktifitas
perekonomian kita, dimana perilaku-perilaku yang tidak jujur dari perusahaan-
perusahaan di Indonesia menimbulkan berbagai kesulitan khususnya dalam aspek
yuridis untuk meminta pertanggungjawaban dari perbuatan-perbuatan hukum yang
dibuat perseroan.
Krisis moneter yang melanda Indonesia telah menimbulkan kesadaran baru
bahwa satu-satunya jalan agar penyelesaian krisis ini dapat segera teratasi maka tidak
ada pilihan selain mendesain ulang seluruh komponen supra struktur dan infra struktur
sistem dan mekanisme finansial.
Didalam era ekonomi baru maka perkembangan atas kajian tentang prinsip
prinsip good corporate governance telah bergerak sangat pesat karena adanya tuntutan
18
terhadap perilaku usaha (business behavior) agar mereka dapat membenahi anatomi
korporasi mereka dengan cara menerapkan sistem yang saling mengontrol antara
pengurus dan pemegang saham.10
Realitas menunjukkan prilaku emiten atau perusahaan publik yang memiliki
komisaris atau direktur yang berhubungan langsung dengan pemegang saham utama,
telah menimbulkan benturan kepentingan (conflict of interest). Sering kepentingan
pemegang saham lainnya terabaikan, perkembangan usaha perseroan ditentukan oleh
keinginan pemegang saham utama tanpa melibatkan minoritas.
Kondisi ini mempegaruhi substansi independensi pengurus perseroan dalam hal
menyampaikan informasi material kepada pemegang saham lainnya. Perseroan yang
ingin terus berkembang harus mendisain kerangka hukum perseroan dengan menerapkan
prinsip-prinsip good corporate governance yang implikasinya positif dari partisipasi
pemodal lainnya.
Konsep Good Corporate Governance adalah konsep pengimplementasikan
perusahaan-perusahaan di Indonesia karena melalui konsep yang menyangkut struktur
perseroan yang terdiri dari unsur-unsur RUPS, Direksi dan komisaris dapat terjalin
hubungan dan mekanisme kerja, pembagian tugas, kewenangan dan tanggung jawab
yang harmonis baik secara intern maupun ekstern dengan tujuan meningkatkan nilai
perusahaan demi kepentingan shareholders dan stakeholders.
10http://216.239.57.104/search?q=cache:94hc_1VFofsJ:www.safitri.com/lawoffice/indo/aspek_good_corporate_governance.htm+makalah+good+corporate+governance&hl=en&ie=UTF-8
19
Keberhasilan Good Corporate Governance tergantung kepada berfungsinya
organ-organ perseroan secara efektif, berfungsinya sistem yang mengatur hubungan
struktural antar ketiga organ perseroan, shareholders dan stakeholders yang dalam
pelaksanaannya harus didukung oleh ketiga organ Perseroan Terbatas itu.
Pengaturan hubungan yang harus seimbang dan harmonis antar pihak-pihak yang
berperan dalam perseroan merupakan salah satu usaha sistem Good Corporate
Governance untuk melindungi kepentingan seluruh pemegang saham termasuk
pemegang saham minoritas.
Good Corporate Governance terkait erat dengan usaha mengurangi Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam transaksi atau perundingan bisnis, Good Corporate
Governance berusaha mencegah malpraktik dan kecurangan, Good Corporate
Governance menjadikan tindak pidana Korupsi, Kolusi dan Nepotisme menjadi sulit
berkembang dan Good Corporate Governance mencegah dan mengeliminasi
penyimpangan yang menghambat pengembangan perusahaan.
Untuk memulihkan krisis ekonomi yang berkepanjangan ini implementasi Good
Corporate Governance merupakan suatu metode yang tidak dapat ditawar lagi untuk
memulihkan krisis ekonomi yang terjadi selama ini, pelaku usaha Indonesia harus
menerapkan Good Corporate Governance karena Good Corporate Governance tidak
membiarkan adanya korupsi dan praktik KKN lainnya dalam dunia usaha yang sehat.
Implementasi Good Corporate Governance adalah langkah nyata untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas kerja dunia usaha.
20
Good Corporate Governance diharapkan mampu mengusahakan keseimbangan
antara berbagai kepentingan yang dapat memberi keuntungan antara berbagai
kepentingan yang dapat memberi keuntungan bagi perusahaan secara menyeluruh,
dengan demikian implementasi Good Corporate Governance menjadi penting karena
kemampuan pengelolaan perusahaan berakibat pada efisiensi yang digunakan oleh suatu
perusahaan untuk menarik modal berisiko kecil, kemampuan perusahaan untuk
memenuhi harapan masyarakat dan kinerja secara keseluruhan.
B. Aspek Hukum Pengelolaan Perusahaan yang baik di Pasar Modal.
Prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang diimplementasikan pada
perusahaan-perusahaan di Indonesia berasal dari Organization for Economy Cooperation
and Development (OECD) yang mengatur empat prinsip dasar Good Corporate
Governance yaitu diperlukannya sebuah sistem yang mampu menjamin berlangsungnya
praktek-praktek usaha yang berdasarkan kepada keterbukaan (transparency),
pertanggungjawaban (responsibility), keadilan (fairness) dan akuntabilitas
(accountability).
Prinsip Fairness atau keadilan yang berlaku di Pasar Modal mengutamakan pada
persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham dan adanya perlindungan
hukum terhadap pemegang saham minoritas, karena investor baik asing maupun lokal
dalam pasar modal berkedudukan sebagai pemegang saham minoritas sehingga perlu
lebih diperhatikan perlindungan hukumnya.11
11 Anis Baridwan, Corporate Governance dari sudut pandang pasar modal, disusun oleh Sofyan Djalil
21
Prinsip Transparency atau transparansi yang ada di Pasar Modal adalah
Perusahaan wajib mendisclose material yang akurat, memadai serta tepat waktu
sehingga pemegang saham maupun investor dapat menggunakan informasi tersebut
dalam mengambil keputusan investasinya.
Prinsip Accountability atau akuntabilitas pada pasar modal dimana pengurus
perusahaan wajib melakukan pengelolaan perusahaan dengan sungguh-sungguh serta
melakukan hal terbaik untuk kepentingan perusahaan (fiduciary duties).
Berdasarkan hal diatas dapat dikatakan bahwa Corporate Governance pada
Perusahaan yang mendaftarkan sahamnya di Pasar Modal (Emiten) berupa :
1. Perlindungan hak-hak pemegang saham.
2. Persamaan perlakuan terhadap pemegang saham.
3. Peranan pengurus perusahaan.
4. Peranan stakeholder.
5. Aspek keterbukaan.
Perlindungan hak-hak pemegang saham terdiri atas hak atas keamanan
pencatatan kepemilikan saham, hak untuk mendapatkan informasi tentang perusahaan,
hak untuk hadir dan bersuara dalam Rapat Umum Pemegang Saham, hak untuk
memperoleh bagian dari keuntungan perusahaan.
Perseroan Terbatas (PT) merupakan badan hukum (legal entity) yang mandiri
(persona standi in judicio) yang memiliki sifat dan ciri kualitas yang berbeda dari bentuk
usaha yang lain sebagai karakteristik suatu PT antara lain adanya :
1. Pemisahan fungsi antara pemegang saham dan pengurus atau direksi.
22
2. Memiliki komisaris yang berfungsi sebagai pengawas.
3. Kekuasaan tertinggi berada pada Rapat Umum Pemegang Saham atau RUPS.12
Dengan demikian Perseroan Terbatas mempunyai tiga organ Perseroan agar masing-
masing organ independen (tidak dipengaruhi oleh organ lainnya) namun diharapkan juga
tercipta adanya check and balance antara tiga organ Perseroan tersebut.
Pengelolaan Perseroan Terbatas diberikan kepada Direksi yang dianggap sebagai
tenaga profesional dan bertugas untuk kepentingan Perseroan dan menjalankan
manajemen Perseroan agar diharapkan Perseroan berkembang dengan pesat dan
mendapat untung yang besar sehingga diharapkan Perseroan dan para pemegang saham
memperoleh keuntungan yang maksimal dengan biaya seefisien mungkin.
Hal ini mencerminkan prinsip akuntabilitas dimana Direksi dapat dipercaya
untuk mewakili perusahaan baik didalam maupun diluar pengadilan karena perusahaan
merupakan suatu yang abstrak dan segala hal yang dilakukan oleh perusahaan tersebut
dilakukan oleh Direksi beserta jajarannya.
Didalam mengelola Perseroan Terbatas Direksi harus memperhatikan hak-hak
para pemegang saham melalui prosedur yang memadai yang ditetapkan oleh Perseroan
yang pada dasarnya terdiri atas :
1. Hak untuk menghadiri dan memberikan suara pada RUPS berdasarkan prinsip
satu saham satu suara.
12 Widjaya, I.G. Rai, Hukum Perusahaan, (Jakarta : Mega Poin, 2000), Hal. 143.
23
Hal ini mencerminkan prinsip keadilan (fairness) karena saham menunjukkan
partisipasi investor di perusahaan tersebut, dengan demikian semakin banyak saham
yang dipunyai semakin besarlah peranannya di perusahaan tersebut.
2. Hak untuk mendapatkan informasi mengenai Perseroan secara tepat waktu dan
teratur yang memungkinkan seorang pemegang saham membuat keputusan yang
baik mengenai investasi yang berkaitan dengan sahamnya dalam Perseroan.
Hal ini mencerminkan prinsip transparansi (transparency) karena Perseroan
melakukan keterbukaan (disclosure), memberikan informasi sebenarnya tentang
Perseroan tersebut saat ini (up to date) dan tidak menyembunyikan apapun sehingga
pemegang saham dapat memperhitungkan tindakannya dan tidak terjebak akan
informasi yang menyesatkan.
3. Hak untuk ikut serta dalam pembagian keuntungan dengan menerima pembagian
keuntungan.13
Hal ini mencerminkan prinsip keadilan (fairness) dimana pembagian keuntungan
didasarkan atas banyaknya saham yang dimiliki, hal ini dikarenakan saham
merupakan wujud partisipasi individu didalam Perseroan.
Definisi mengenai Pemegang Saham Mayoritas menurut sistem hukum Common
Law adalah sebagai berikut :
“Majority stockholder : One who owns or controls more than 50% (percent) of the stock of a corporation, through effective control may be maintained with far less than 50 (fifty) percent if most of the stock is widelyheld. In close corporation, majority shareholders may owe fiduciary, partner like duties to minority shareholders.
13 A. Djalil Sofyan, Hukum Perusahaan Dan Kepailitan, (Jakarta : FHUI, 2002), Hal. 12.
24
Majority Shareholder : A shareholder who owns or controls more than half the corporation’s stock”.
Menurut Rudhi Prasetya, pemegang saham minoritas adalah satu atau sejumlah
pemegang saham yang relatif menguasai lebih banyak saham yang dikeluarkan oleh
perseroan. Definisi pemegang saham minoritas menurut sistem hukum Common Law
adalah sebagai berikut :
“Minority stockholder : Those stockholders of a corporation who hold so few shares in relation to the total outstanding that they are unable to control the management of the corporations or to elect directors.Minority shareholders : A shareholder who own less than half the total shares outstanding and thus cannot control the corporation’s management or singlehandedly elect directors”.
Menurut Rudhi Prasetya, pemegang saham minoritas adalah satu atau sejumlah
pemegang saham yang relatif hanya menguasai sejumlah saham, yang kalah banyaknya
terhadap satu atau sekelompok pemegang saham lainnya.
Dalam suatu Perseroan Terbatas apabila terdapat perbedaan pemilikkan saham
Perseroan dengan selisih jumlah yang begitu besar maka akan dijumpai adanya
pemegang saham mayoritas dipihak yang satu dan dipihak lain adalah pemegang saham
minoritas, juga dengan perbedaan jumlah suara yang mencolok.
Prinsip mayoritas sering menyebabkan pemegang saham minoritas berada pada
posisi yang tidak berdaya dan kurang menguntungkan dalam menegakkan
kepentingannya karena kedudukan Hukum para pemegang saham minoritas ini jauh
lebih lemah dan tidak mampu menghadapi tindakan Direksi atau Komisaris yang
25
merugikan Perseroan disebabkan oleh kedudukan pemegang saham mayoritas yang
identik dengan kedua organ Perseroan tersebut, baik secara fisik maupun kepentingan.14
Para pemegang saham harus diperlakukan secara adil berdasarkan prinsip
kesetaraan maka para pemegang saham harus mempunyai hak penuh yang tidak
dilanggar untuk memberikan satu suara untuk setiap saham dan Perseroan harus
memberikan informasi kepada pemegang saham sehingga memungkinkan pemberian
suara yang bermanfaat dan dalam hal ini Perseroan dan Direksi sebagai pengelola
Perseroan tidak boleh berpihak.15
Prinsip one share, one vote didasarkan pada suatu pemikiran bahwa pemegang
saham mayoritas sebagai penyandang dana utama selalu dihadapkan pada dua sisi yang
kontradiktif, disatu sisi berharap mendapatkan deviden yang besar tetapi disisi lain
kuatir akan menanggung resiko kerugian yang besar juga sesuai jumlah saham yang
dimilikinya.
Prinsip one share, one vote merupakan prinsip dasar dan hakikat dari maksud
berdirinya suatu PT. Manning Gilbert Warren III dalam bukunya A Perception of
Legitimacy menyatakan :
“One vote one share rule is based on the principle of apportioning voting power commensurate with the investment risk taken by common stockholders as residual owners”.
14 Widjaya, I.G. Rai, loc. Cit., Hal. 203.15 A. Djalil Sofyan, loc. Cit., Hal. 12-13.
26
Para pemegang saham minoritas juga mempunyai hak-hak yang telah diatur
secara jelas didalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 mengenai Perseroan Terbatas
yaitu :
1. Hak untuk mengawasi atau menerima informasi dari Perseroan berdasarkan Pasal
63 Ayat 2 Undang-Undang PT.
2. Hak untuk meminta diadakannya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
berdasarkan Pasal 66 Ayat 2 dan Pasal 67 (1) UUPT.
3. Hak untuk memeriksa Perseroan berdasarkan Pasal 110 UUPT.
4. Hak mendapat ganti rugi dalam bentuk pembelian kembali saham yang telah
ditempatkan oleh Perseroan dengan dana yang bukan berasal dari laba, diatur
dalam Pasal 30 Ayat 3 UUPT.
5. Hak menuntut karena tindakan yang tidak adil atau tidak perlu berdasarkan Pasal
52 (2) UUPT.
6. Hak menuntut karena kelalaian atau kesalahan manajemen (Pasal 85 (3) dan 98
(2) UUPT.
7. Hak mayoritas khusus yang berupa pembelian kembali saham yang telah
ditempatkan berdasarkan Pasal 31 (2) UUPT.
8. Hak melakukan perubahan Anggaran Dasar berdasarkan Pasal 75 UUPT.
9. Konsolidasi, penggabungan, pengambilalihan, pailit atau pembubaran
berdasarkan Pasal 76 UUPT.
10. Penjualan atau pemberian jaminan atas kekayaan Perseroan berdasarkan Pasal 88
UUPT.
27
11. Hak untuk keluar dari Perseroan karena likuidasi berdasarkan Pasal 117 (1) b
UUPT.
12. Pembelian kembali saham yang telah ditempatkan (Pasal 55 UUPT).
13. Peraturan yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM)
juga memberikan perlindungan terhadap para pemegang saham minoritas dalam
hubungannya dengan transaksi yang mengandung pertentangan kepentingan dan
pengambilalihan tertentu.16
Hak untuk mengawasi atau menerima informasi Perseroan dari Direksi atau
Komisaris dapat dilakukan oleh pemegang saham didalam Rapat Umum Pemegang
Saham berdasarkan Pasal 63 Ayat 2 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Hak meminta
diadakannya Rapat Umum Pemegang Saham (Pasal 66 Ayat 2 dan Pasal 67 (1) UUPT)
dimintakan kepada Direksi atau Komisaris oleh pemegang saham minoritas.
Apabila lewat tiga puluh hari terhitung sejak permintaan tidak melakukan
pemanggilan RUPS maka pemegang saham minoritas dapat mengajukan permohonan
kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan
Perseroan untuk dapat memberikan izin kepada Pemohon melakukan sendiri
pemanggilan RUPS tahunan atau melakukan sendiri pemanggilan RUPS lainnya atas
permohonan pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2), apabila
Direksi atau Komisaris setelah lewat waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
permintaan tidak melakukan pemanggilan RUPS lainnya.17
16 Ibid., Hal. 1417 http://www.theceli.com/dokumen/produk/1995/uu1-1995.htm.
28
Penetapan Ketua Pengadilan Negeri ini merupakan penetapan instansi pertama
dan terakhir (Pasal 67 (4)), yang karena itu tidak dapat dimintakan banding seperti
putusan Pengadilan Negeri lainnya karena hal ini merupakan suatu kekhususan yang
diberikan Undang-Undang dalam rangka penegakan kepentingan pemegang saham
minoritas agar pelaksanaan RUPS tidak tertunda.
Pemegang saham minoritas pemegang saham minoritas dapat mengajukan
permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat
kedudukan Perseroan untuk melakukan pemeriksaan terhadap Perseroan apabila
permintaan kepada Perseroan untuk memperoleh data-data atau keterangan yang
diperlukan ditolak atau tidak diperhatikan oleh Perseroan dan apabila ada dugaan :
a. Perseroan melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan pemegang
saham atau pihak ketiga; atau
b. Anggota Direksi atau Komisaris melakukan perbuatan melawan hukum yang
merugikan perseroan atau pemegang saham atau pihak ketiga.
Pemeriksaan tersebut diatas hanya dapat dilakukan oleh pemegang saham atas
nama diri sendiri atau atas nama Perseroan apabila mewakili paling sedikit 1/10 bagian
dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, pihak lain yang dalam Anggaran
Dasar Perseroan atau perjanjian dengan Perseroan diberi wewenang untuk mengajukan
permohonan pemeriksaan dan Kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum.
Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas semua kerugian yang
diderita pemegang saham termasuk pemegang saham minoritas yang beritikad baik,
yang timbul akibat batal demi hukum dikarenakan perolehan saham, baik secara
29
langsung maupun tidak langsung bertentangan dengan pembelian kembali saham yang
telah dikeluarkan Perseroan dengan ketentuan dibayar dari laba bersih sepanjang tidak
menyebabkan kekayaan bersih Perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang
ditempatkan ditambah cadangan yang diwajibkan sesuai dengan ketentuan Undang-
undang ini dan jumlah nilai nominal seluruh saham yang dimiliki perseroan bersama
dengan yang dimiliki oleh anak perusahaan dan gadai saham yang dipegang, tidak
melebihi 10 % (sepuluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan.
Pemegang saham selaku subjek Hukum mempunyai hak perseorangan atau
(personal right) yang dapat dipertahankan serta dapat menuntut pelaksanaan haknya
termasuk dengan mengajukan gugatan terhadap Perseroan melalui Pengadilan Negeri
yang daerah Hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan apabila Perseroan
merugikan pemegang saham minoritas dikarenakan tindakan Perseroan yang tidak adil
(unfair) dan tanpa alasan yang wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi atau
Komisaris.18
Hak perseorangan dimaksudkan agar dapat memberikan perlindungan yang baik
terhadap pemegang saham namun yang lebih memanfaatkan ketentuan tersebut adalah
pemegang saham minoritas karena pemegang saham ini bisa menolak suatu tindakan
yang hendak dilakukan oleh Perseroan meskipun hal tersebut telah diputuskan oleh
RUPS.19
18 Widjaya, I.G. Rai, loc. Cit., Hal. 203.19 Ibid., Hal. 204.
30
Gugatan yang berdasarkan atas hak utama dari Perseroan tetapi dilaksanakan
oleh pemegang saham atas nama Perseroan dinamakan gugatan derivative (derivative
suit), jadi gugatan diajukan bukan untuk kepentingan pribadi pemegang saham
melainkan untuk Perseroan sehingga segala hasil dari gugatan tersebut menjadi milik
Perseroan.20
Gugatan Derivatif merupakan gugatan pengecualian (abnormal) sebab dalam
kasus-kasus normal yang bertindak sebagai pihak yang mewakili Perseroan bukan
pemegang saham melainkan pihak Direksi atau yang dikuasakan/didelegasikan oleh
Direksi, seperti yang biasanya ditentukan dalam anggaran dasarnya.
Undang-Undang Perseroan Terbatas memberikan hak suara khusus kepada
pemegang saham minoritas untuk dapat bertindak selaku wakil perseroan dalam
memperjuangkan kepentingan Perseroan terhadap tindakan Perseroan yang merugikan
sebagai akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan baik oleh anggota direksi
dan/atau komisaris (Pasal 85 Ayat 3 jo. Pasal 98 ayat 2).
Dalam hal tindakan Direksi merugikan Perseroan maka pemegang saham yang
memenuhi persyaratan mewakili paling sedikit 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham
dengan hak suara yang sah dapat mewakili Perseroan untuk melakukan tuntutan atau
gugatan terhadap Direksi dan atau Komisaris melalui Pengadilan.
Tidak semua gugatan yang diajukan oleh pemegang saham dari suatu Perseroan
dapat digolongkan sebagai guatan derivative karena banyak model gugatan lain yang
20 Fuady, Munir, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law, (Bandung : PT. CITRA ADITYA BAKTI, 2002), Hal. 74-75
31
dilakukan oleh pemegang saham yang tidak tergolong ke dalam gugatan derivative,
yaitu gugatan langsung (Direct Action), gugatan kelompok (Class Action) dan gugatan
representatif (Representative Action).
Perbedaan antara gugatan langsung dengan gugatan derivatif adalah jika pada
gugatan derivatif gugatan diajukan kepada pihak yang telah merugikan Perseroan,
diajukan oleh pemegang saham yang bertindak untuk dan atas nama Perseroan
sedangkan pada gugatan langsung pihak pemegang saham mengajukan gugatan juga
kepada pihak yang merugikan Perseroan tetapi pemegang saham tersebut bertindak
untuk dan atas namanya sendiri karenanya sering disebut juga gugatan individu
(individual action).21
Gugatan Derivatif pemegang saham jangan disamakan dengan gugatan class
action karena gugatan class action atau gugatan kelompok adalah gugatan yang
dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang dalam suatu kelompok orang yang
mempunyai kepentingan yang sama, gugatan mana dilakukan secara hukum, tidak
membutuhkan surat kuasa yang dianggap dilakukan untuk dan atas nama seluruh
anggota kelompok tersebut, bila diajukan oleh pemegang saham maka pemegang saham
tersebut secara hukum dianggap mewakili seluruh kelompok pemegang saham yang
mempunyai kepentingan yang sama.22
21 D. Cox James, Hazeen Thomas Lee dan O’Neal R. Hodge, Corporations, Aspen Law & Business, (USA : A Division of Aspen Publishers, Inc, 1997), Hal. 400.
22 Ibid., Hal. 398.
32
Pengadilan Negeri dapat membubarkan Perseroan atas permohonan satu orang
pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 bagian dari jumlah seluruh
saham dengan hak suara yang sah berdasarkan Pasal 117 Ayat 1 b UUPT.
Apabila Perseroan melakukan perbuatan hukum penggabungan, peleburan dan
pengambilalihan Perseroan harus memperhatikan kepentingan Perseroan, pemegang
saham minoritas, karyawan Perseroan, kepentingan masyarakat dan persaingan sehat
dalam melakukan usaha.
Penggabungan, peleburan dan pengambilalihan Perseroan tidak mengurangi hak
pemegang saham minoritas untuk menjual sahamnya dengan harga yang wajar
sebagaimana diatur dalam Pasal 55 Ayat 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1995, yaitu :
Setiap pemegang saham berhak meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli dengan
harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan Perseroan yang
merugikan pemegang saham atau Perseroan, berupa :
1. Perubahan Anggaran Dasar.
2. Penjualan, penjaminan, pertukaran sebagian besar atau seluruh kekayaan
Perseroan.
3. Penggabungan, peleburan atau pengambilalihan Perseroan.
Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 mengenai Perseroan Terbatas telah cukup
untuk melindungi kepentingan pemegang saham minoritas namun dalam menghadapi
globalisasi ekonomi Perseroan harus mengupayakan keseimbangan dengan
memperhatikan tidak hanya kepentingan shareholder saja melainkan juga stakeholder
untuk mempertahankan eksistensinya dan bermanfaat bagi seluruh masyarakat.
33
Berkaitan dengan hal tersebut Perseroan harus melaksanakan Pengelolaan Perusahaan
Yang Baik (Good Corporate Governance) yang mengatur mengenai aspek-aspek yang
terkait dengan :
1. Keseimbangan hubungan antara organ-organ Perusahaan yaitu RUPS, Direksi
dan Komisaris yang mencakup hal-hal yang berkaitan dengan struktur kelembagaan
dan mekanisme operasional ketiga organ Perusahaan tersebut (keseimbangan
internal).
2. Pemenuhan tanggung jawab Perusahaan sebagai entitas bisnis dalam masyarakat
kepada seluruh stakeholder yang mencakup hal-hal yang terkait dengan pengaturan
hubungan antara Perusahaan dengan seluruh stakeholder (keseimbangan eksternal)
untuk mewujudkan Perusahaan sebagai good Corporate Citizen.23
Corporate Governance merupakan proses dan struktur yang digunakan untuk
mengarahkan dan mengelola bisnis dan urusan-urusan Perusahaan dalam rangka
meningkatkan kemakmuran bisnis dan akuntabilitas Perusahaan dengan tujuan utama
mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan
kepentingan stakeholders yang lain.
Stakeholders terdiri atas karyawan, pemasok, pelanggan, distributor, pesaing,
pemerintah serta masyarakat yang ikut memberikan kontribusi terhadap keberhasilan
perusahaan dan yang ikut pula menanggung dampak dari kegiatan operasional
perusahaan.
23 A. Djalil Sofyan, loc. Cit., Hal. 18.
34
Mereka adalah Stakeholders yang mempunyai kepentingan dalam kemakmuran
perusahaan tesebut, oleh karena itu perusahaan harus mengupayakan keseimbangan
dengan memperhatikan tidak hanya kepentingan shareholder saja tetapi juga stakeholder
untuk mepertahankan eksistensinya dan bermanfaat bagi seluruh entitas masyarakat.24
Pemenuhan tanggung jawab perusahaan sebagai entitas bisnis dalam masyarakat
kepada seluruh stakeholder, yang mencakup hal-hal yang terkait dengan pengaturan
hubungan antara perusahaan dengan seluruh stakeholder (keseimbangan eksternal) untuk
mewujudkan perusahaan sebagai good corporate citizen.
Hak atas keamanan pencatatan kepemilikan saham yang terdiri atas adanya
perlindungan hukum terhadap pemegang saham dari kemungkinan saham rusak, hilang,
palsu, dicuri merupakan bagian dari Good Corporate Governance yang dilaksanakan di
Pasar Modal.
Pencatatan kepemilikan saham dilakukan oleh Biro Administrasi Efek (BAE)
yang merupakan pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana
untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan
memperdagangkan efek diantara mereka.25
Pengertian emiten adalah pihak yang melakukan penawaran umum sedangkan
efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial,
saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak
berjangka atas efek dan setiap derivatif dari efek.
24 ibid, hal 525 Wijatno, H. R, Djokomartono, R, Suhendar Wahyu, Samad Usman, Anwar Mohamad dan Chanif Abu, Reformasi Pasar Modal dan Strategi bermain saham, kerukunan pensiun Departemen Keuangan RI, Jakarta 2002, hal. 431.
35
Hak atas keamanan pencatatan kepemilikan saham juga diatur dalam pasal 56
sampai dengan Pasal 61 Undang-Undang Pasar Modal yang mengatur bahwa penitipan
kolektif pada Kustodian :
1. Lembaga Penyimpan dan Penyelesaian/Kustodian wajib mencatat efek dalam
buku daftar pemegang efek Emiten.
2. Emiten wajib menerbitkan sertifikat atau konfirmasi sebagai bukti pencatatan
efek.
3. Pemegang rekening yang efeknya tercatat dalam penitipan kolektif berhak
mengeluarkan suara dalam RUPS.
Kustodian hanya dapat mengeluarkan efek atau dana yang tercatat pada rekening
efek atas perintah tertulis dari pemegang rekening atau pihak yang diberi wewenang
untuk bertindak atas namanya. Kustodian wajib memberikan ganti rugi kepada
pemegang rekening atas setiap kerugian yang timbul akibat kesalahannya.
Ketentuan ini menganut prinsip asas akuntabilitas dimana Kustodian diharuskan
untuk bekerja secara professional dan tanpa kesalahan dan setiap kesalahan dapat
langsung diketahui merupakan kesalahannya dan tidak dapat mengelak untuk membayar
ganti rugi atas kerugian yang ditimbulkannya.
Kustodian atau pihak terafiliasinya dilarang memberikan keterangan mengenai
rekening efek nasabah kepada pihak manapun, kecuali kepada :
1. Pihak yang ditunjuk secara tertulis oleh pemegang rekening atau ahli waris
pemegang rekening.
2. Polisi, jaksa atau hakim untuk kepentingan peradilan perkara pidana.
36
3. Pengadilan untuk kepentingan peradilan perkara perda atas permintaan pihak-
pihak yang berperkara.
4. Pejabat pajak untuk kepentingan perpajakan.
5. BAPEPAM, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Emiten, Biro
Administrasi Efek atau kustodian lain dalam melaksanakan fungsinya masing-
masing.
6. Pihak yang memberikan jasa kepada kustodian termasuk konsultan, konsultan
hukum dan akuntan.
Dengan demikian dapat disimpulkan kustodian melaksanakan prinsip
akuntabilitas yaitu tanggung jawabnya untuk merahasiakan keterangan mengenai efek
nasabah kepada pihak manapun sehingga apabila terjadi kebocoran maka pihak
kustodianlah yang harus bertanggung jawab.
Kustodian bagaimanapun tidak terlepas dari tugasnya melaksanakan transparansi
kepada masyarakat khususnya apabila terjadi penyalahgunaan fasilitas dimana
digunakan untuk tindak pidana misalnya tindak pidana pencucian uang, apabila terjadi
maka kustodian harus mengungkapkan keterangan mengenai rekening efek nasabah
kepada aparat Pemerintah yang berwenang.
Hak untuk mendapatkan informasi tentang perusahaan :
1. Tersedianya informasi yang lengkap bagi investor sebagai dasar keputusan
investor.
2. Kewajiban untuk menyampaikan keterbukaan informasi sejak suatu perusahaan
berstatus emiten atau perusahaan publik.
37
3. Pasal 85 mengatur bahwa kewajiban pihak-pihak yang memperoleh izin,
persetujuan atau pendaftaran dari BAPEPAM untuk menyampaikan laporan kepada
BAPEPAM.
Hak untuk mendapatkan informasi juga diatur dalam Pasal 86 Undang-Undang
Pasar Modal yang mengatur bahwa kewajiban emiten atau perusahaan publik untuk
menyampaikan laporan kepada BAPEPAM.
1. Berkala.
2. Peristiwa atau fakta material.
Pasal 87 Undang-Undang Pasar Modal juga mengatur bahwa kewajiban direksi,
komisaris serta pemegang saham yang kepemilikannya melampaui batas tertentu untuk
mengungkapkan kepemilikan serta perubahan kepemilikannya.
Pasal 89 Undang-Undang Pasar Modal mengatur bahwa semua informasi yang
disampaikan kepada BAPEPAM tersedia untuk umum, peraturan BAPEPAM No.
IX.C.2.IX.D3 secara lebih mendalam mengatur keterbukaan informasi yang harus
diungkapkan dalam prospektus penawaran umum atau right issue.
Peraturan BAPEPAM No. X.K.I mengatur bahwa informasi material yaitu akhir
hari kerja kedua sejak terjadinya harus disampaikan kepada BAPEPAM dan masyarakat,
Peraturan BAPEPAM No. X.K.2 mengatur mengenai laporan keuangan berkala yang
terdiri atas laporan keuangan tahunan dan laporan keuangan tengah tahunan dan
peraturan BAPEPAM No. X.K.5 mengatur mengenai keterbukaan informasi dalam hal
kepailitan.
38
Hak untuk hadir dan bersuara dalam Rapat Umum Pemegang Saham diatur
dalam Pasal 60 Undang-Undang Pasar Modal dimana pemegang rekening yang efek
(saham)nya tercatat dalam penitipan kolektif berhak mengeluarkan suara dalam Rapat
Umum Pemegang Saham.
Peraturan No. IX.D.1 mengatur mengenai penambahan modal melalui right issue
harus memperoleh persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (pada prinsipnya korum
rapat sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas).
Hak untuk hadir dan bersuara dalam Rapat Umum Pemegang Saham juga diatur
didalam peraturan No. IX.E.1 yang mengatakan bahwa jika suatu Transaksi dimana
seorang komisaris, direktur atau pemegang saham utama mempunyai benturan
kepentingan maka transaksi dimaksud harus disetujui oleh para pemegang saham
independen.
Peraturan No. IX.E.2 juga mengatur mengenai semua transaksi material dan
perubahan kegiatan utama perusahaan harus disetujui oleh Rapat Umum Pemegang
Saham. Peraturan No. IX.G.1 mengatur mengenai penggabungan dan peleburan
Perusahaan Publik harus disetujui oleh Rapat Umum Pemegang Saham. Peraturan No.
IX.J.1 mengatur bahwa setiap penambahan modal melalui pengeluaran efek bersifat
ekuitas disetujui oleh Rapat Umum Pemegang Saham.
Masalah-masalah Good Corporate Governance yang perlu diatur lebih tegas
dalam peraturan perundang-undangan, yaitu :
39
1. Pasal 71 Undang-Undang Perseroan Terbatas yang mengatur bahwa pemegang
saham dengan hak suara yang sah, baik sendiri maupun dengan kuasa tertulis berhak
mengadiri Rapat Umum Pemegang Saham dan menggunakan hak suaranya.
Namun demikian, prosedur atau tata cara pemberian hak suara belum diatur secara
tegas dalam peraturan perundang-undangan.
2. Peranan Stakeholder, ketentuan yang berkaitan dengan stakeholder diatur dalam
perundang-undangan lain seperti perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan,
kepailitan, lingkungan hidup, perbankan, perasuransian dan lain-lain.
3. Keterbukaan atas gaji dewan direksi, pada dasarnya Undang-Undang Perseroan
Terbatas dan peraturan perundang-undangan dibidang pasar modal sudah mengatur
secara cukup mengenai keterbukaan dan transparansi namun demikian pada
umumnya perusahaan belum secara rinci mengungkapkan besarnya gaji anggota
dewan komisaris dan direksi dan dalam rangka Good Corporate Governance perlu
diatur agar perusahaan mengungkapkan rincian gaji setiap anggaran dewan
komisaris dan direksi.
Pembentukan komite audit ditentukan oleh BAPEPAM dengan menerbitkan
Surat Edaran (SE-03/PM/2000) yang menghimbau agar Emiten dan Perusahaan Publik
mempunyai Komite Audit yang mempunyai tugas membantu komisaris dalam rangka
peningkatan kualitas laporan keuangan dan peningkatan efektivitas internal audit dan
eksternal audit.
Salah satu langkah kongkret yang sudah diambil oleh otoritas pasar modal adalah
keharusan bagi perusahaan publik untuk membentuk Komite Audit. Sebagai komite
40
yang membantu fungsi pengawasan Komisaris, Komite Audit memiliki fungsi dalam
hal-hal yang terkait dengan proses dan peran audit bagi perusahaan terutama dalam
pelaporan hasil audit keuangan perusahaan yang dipaparkan untuk publik.
Membangun komite audit yang efektif tidak boleh terlepas dari kacamata
penerapan prinsip Corporate Governance secara keseluruhan disuatu perusahaan dimana
Independency, Transparency and Disclosure, Accountability and Responsibility, serta
Fairness menjadi landasan utama tata kelola perusahaan.
Komite Audit harus independen, dimulai dengan dipersyaratkannya Komisaris
Independen sebagai ketua Komite Audit, seorang Komisaris Independen sebagai wakil
dari pemegang saham minoritas dapat diharapkan untuk bersikap independen terhadap
kepentingan pemegang saham mayoritas.26
Anggota Komite Audit lainnya pun harus benar-benar independen terhadap
perusahaan, dalam arti mereka tidak memiliki hubungan bisnis apapun dengan
perusahaan, dan tidak memiliki hubungan kekeluargaan apapun dengan Direksi dan
Komisaris perusahaan. Nama anggota Komite Audit harus diumumkan ke publik
sehingga terjadi kontrol sosial terhadap independensinya.
Komite Audit harus transparan, dimulai dengan keharusan adanya audit charter
dan agenda program kerja tahunan tertulis dari Komite Audit yang kemudian didukung
dengan adanya rapat Komite Audit yang teratur dan selalu menghasilkan risalah rapat
tertulis.
26 Alijoyo F Antonius, Komite Audit yang efektif : Belajar dari kasus Enron, Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI).
41
Komite Audit harus menyiapkan laporan tertulis kepada Komisaris tentang
pencapaian tugas-tugas mereka selama periode penugasan, dan disarankan laporan
tersebut tertuang di laporan tahunan perusahaan untuk konsumsi publik, terutama hal-hal
yang menyangkut identifikasi dan penanganan resiko yang penting bagi perusahaan.
Komite Audit harus memiliki akuntabilitas tinggi, dimulai dengan pemenuhan
persyaratan generik dari anggota komite audit, yang secara team setidaknya memiliki
kompetensi dan pengalaman sangat cukup antara lain dalam hal, yaitu :
1. Audit, Akuntansi dan Keuangan
Pemahaman mendalam konsep dan praktek mengenai Financial Engineering,
Corporate Finance, Auditing (Audit keuangan, Audit Operasional, dan Audit
Khusus), dan Fraud Examination.
2. Peraturan dan Perundangan
Pemahaman mendalam konsep dan praktek peraturan dan perundangan mengenai
Pasar Modal, Pasar Uang, Pasar Komoditi berjangka, Bursa Saham, Undang-undang
PT, dan GCG.
3. Proses Bisnis Industri terkait
Pemahaman konsep dan praktek bisnis industri terkait, misal: Industri Perbankan,
Industri Tambang, dan Industri Produk Konsumen.
Dengan keberadaan tiga kompetensi generik di atas, diharapkan Komite Audit
mampu baik secara pro-aktif maupun evaluatif menelaah semua hal-hal penting
pelaporan keuangan perusahaan dalam waktu yang sangat singkat yaitu dalam rapat
kerja yang berkisar 2-3 jam setiap rapat dan berjumlah 4-6 rapat setiap tahunnya.
42
Penting pula untuk dicatat apabila ada masukan-masukan dari komite lain
terutama Komite Risk Management mengenai identifikasi dan penanganan resiko
penting di perusahaan. Dalam hal ini, Komite Audit harus dapat meyakini bahwa
perusahaan sudah memiliki mekanisme dan cakupan yang cukup dalam penanganan
resiko penting perusahaan, sehingga pelaporan audit yang terkait juga diselaraskan
dengan cakupan dan prioritas resiko perusahaan tersebut.
Masyarakat diharapkan waspada terhadap kemungkinan adanya komite audit
yang seakan-akan independen tetapi belum tentu independen misalnya seseorang yang
berasal dari suatu organisasi yang menerima sumbangan (baik sumbangan
kemasyarakatan maupun pendidikan), atau bisnis tidak langsung dari perusahaan
(misalnya supplier dari distributor perusahaan yang masih memiliki hubungan keluarga).
Komite Audit harus transparan yang dimulai dengan keharusan adanya audit
charter dan agenda program kerja tahunan tertulis dari komite audit yang kemudian
didukung dengan keteraturan rapat komite audit yang selalu menghasilkan risalah rapat
tertulis.
Komite Audit harus menyiapkan laporan tertulis kepada dewan komisaris tentang
pencapaian tugas-tugas mereka selama periode penugasan, dan disarankan laporan
tersebut tertuang di laporan tahunan perusahaan untuk konsumsi publik, terutama hal-hal
yang menyangkut identifikasi dan penanganan resiko yang penting bagi perusahaan.
Dengan disclosure atau keterbukaan tersebut maka masyarakat akan mengetahui
seberapa komprehensif komite audit perusahaan tersebut telah menyusun dan mentaati
agenda kerja mereka untuk setahun periode penugasan, informasi-informasi apa saja
43
yang telah ditelaah dan didiskusikan dalam rapat komite audit sehingga masyarakat
dapat meyakini bahwa hal-hal prioritas dan penanganan resiko penting perusahaan telah
dijalani dengan cukup baik.
Dengan keberadaan kompetensi generik di atas, dapat diharapkan bahwa komite
audit mampu baik secara pro-aktif maupun evaluatif menelaah semua hal-hal penting
pelaporan keuangan perusahaan dalam waktu yang sangat singkat yaitu dalam rapat
kerja yang berkisar 3-4 jam setiap rapat dan berjumlah 4-6 rapat setiap tahun.
Untuk lebih efektif, komite audit juga harus memperoleh masukan dari sub-
komite lain terutama komite Risk Management mengenai identifikasi dan penanganan
resiko penting perusahaan. Dalam hal ini, komite audit harus dapat meyakini bahwa
perusahaan sudah memiliki mekanisme dan cakupan yang cukup dalam penanganan
resiko penting perusahaan, sehingga pelaporan audit yang terkait juga diselaraskan
dengan cakupan dan prioritas resiko perusahaan tersebut.
Di perusahaan yang berukuran sedang atau kecil, umumnya anggota komite audit
juga merangkap anggota komite risk management yang bertanggung jawab
memformulasikan Risk Policy perusahaan, serta menjaga ketaatannya di tingkat
kepatuhan operasional terhadap kebijakan yang telah ditetapkan tersebut.
Selain hal yang disebutkan diatas, komite audit harus komunikatif terutama
dengan pihak Auditor Eksternal dan pihak internal audit, sehingga mereka memiliki
jalur cepat dalam mengkomunikasikan hal-hal yang signifikan perlu diketahui oleh
komite audit, terutama dalam hal-hal terjadinya penyimpangan yang kritis di
perusahaan.
44
Komite Audit harus selalu bersikap adil dalam pengambilan keputusan, Komite
Audit harus benar-benar melandaskannya pada sikap adil kepada semua pihak, terutama
dalam hal penelaahan terhadap kesalahan asumsi maupun pelanggaran terhadap resolusi
Dewan Direksi.
Untuk itu, semua keputusan harus didasarkan pada fakta dan dokumen penunjang
yang cukup. Bila diperlukan, Komite Audit dapat meminta bantuan pihak eksternal
terhadap penyidikan hal-hal tertentu misalnya meminta bantuan pihak luar untuk
mengadakan Audit Forensik terhadap terjadinya suatu fraud yang signifikan di
perusahaan.
Komite Audit harus memiliki Charter Komite Audit untuk digunakan sebagai
rujukan internal tentang bagaimana sebaiknya mereka mengatur diri sendiri sehingga
tujuan terbentuknya Komite Audit di perusahaan tersebut untuk meningkatkan
keterbukaan dan akuntabilitas perusahaan tercapai seperti yang diharapkan.
Walaupun bentuk, isi dan fokus dalam Charter Komite Audit dari satu
perusahaan ke perusahaan lainnya dapat berlainan, tetapi ada beberapa elemen umum
atau generik yang harus tercakup dalam Charter tersebut. Untuk itu, FCGI atau Forum
for Corporate Governance memberikan saran bahwa Komite Audit harus memiliki suatu
Charter atau terms of reference yang secara jelas mendefinisikan peran dan tanggung
jawab Komite Audit serta kerangka kerja fungsional mereka.
Tanpa adanya charter akan sulit atau bahkan mustahil Komite Audit dapat
berperan dengan baik. Merujuk pada beberapa praktek-praktek terbaik di dunia (best
practices), ada enam elemen umum dan dasar dari Charter Komite Audit, yaitu :
45
1. Tujuan dibentuknya Komite Audit (Purpose of the Audit Committee).
2. Kekuasaan atau hak yang diberikan kepada Komite Audit (Powers of the Audit
Committee).
3. Fungsi dari pihak-pihak yang terkait dengan Komite Audit (Function of
Respective Parties).
4. Tugas dan Tanggung Jawab Komite Audit (Duties of the Audit Committee).
5. Keanggotaan dan Chairmanship Komite Audit (Eligibility).
6. Rapat-rapat Komite Audit (Meetings)
FCGI membagi dan mengelompokkan elemen-elemen umum dan dasar yang
harus ada dalam Charter Komite Audit menjadi tujuh elemen sebagai berikut :
1. Tujuan Umum dan Otoritas Komite Audit (Overall objectives and authority),
2. Peran dan Tanggung Jawab Komite Audit (Roles and responsibilities),
3. Struktur Komite Audit (Structure),
4. Syarat-syarat Keanggotaan (Membership requirements),
5. Rapat rapat Komite Audit (Meetings),
6. Pelaporan Komite Audit (Reporting), dan
7. Kinerja Komite Audit (Performance).
Baik best practices maupun FCGI pada dasarnya memberikan rujukan yang sama
namun ada sedikit perbedaan kecil dimana FCGI menyarankan ada elemen tentang
Kinerja Komite Audit, sedangkan best practices menyarankan adanya pengaturan
bagaimana hubungan fungsional antara Komite Audit dengan pihak-pihak lain yang
terkait.
46
Untuk pembahasan lebih lanjut, akan dipakai kedua rujukan tersebut sekaligus,
yang berarti ada delapan komponen Charter Komite Audit yang dapat dipakai sebagai
masukan pembuatan Charter Komite Audit di BUMN dan Perusahaan Publik di
Indonesia.
Menurut Kep. Men 117/2002 tujuan dibentuknya Komite Audit adalah
membantu Komisaris atau Dewan Pengawas dalam memastikan efektivitas sistem
pengendalian internal dan efektivitas pelaksanaan tugas auditor eksternal dan internal
auditor.
Bapepam berdasarkan Surat Edaran 03 mengatakan bahwa tujuan Komite Audit
adalah membantu Dewan Komisaris untuk :
1. Meningkatkan kualitas Laporan Keuangan.
2. Menciptakan iklim disiplin dan pengendalian yang dapat
mengurangi kesempatan terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan perusahaan.
3. Meningkatkan efektivitas fungsi internal audit maupun eksternal
audit; dan
4. Mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian Dewan
Komisaris.
Beberapa rujukan perusahaan Amerika yang mengacu pada SEC (Securities and
Exchange Commission), pada umumnya mencantumkan dalam Charter Komite Audit
mereka bahwa tujuan Komite Audit adalah membantu Dewan Komisaris untuk
mengawasi :
1. Integritas dari Laporan Keuangan perusahaan.
47
2. Kualifikasi dan Kemandirian Auditor independen atau Auditor
Eksternal.
3. Kinerja dari Auditor Internal perusahaan dan Eksternal Auditor
4. Kepatuhan Perusahaan terhadap undang-undang dan peraturan yang
berlaku.
Beberapa variasi dapat dikemukakan tetapi pada prinsipnya memiliki prinsip dan
isi yang sama. Beberapa perusahaan yang sangat besar atau dalam suatu kondisi spesifik,
dapat mencantumkan beberapa tujuan lain secara eksplisit, misalnya :
1. Membantu Dewan Komisaris dalam mereview efektivitas Komite
Audit anak-anak perusahaan.
2. Membantu Dewan Komisaris dalam mereview setiap adanya due
diligence dan/atau tindakan pengawasan dari badan atau otoritas tertentu.
Yang harus digarisbawahi adalah tujuan dari Komite Audit di manapun di dunia
adalah untuk membantu fungsi pengawasan Dewan Komisaris (atau yang sejenis
fungsinya misal Dewan Pengawas untuk tipe tertentu BUMN, dan Board of Directors di
Amerika Serikat).
Komite Audit tidak pernah memiliki tujuan tersendiri yang terpisah dari peran,
kepentingan, dan akuntabilitas Dewan Komisaris. Seiring dengan karakterisktik tersebut,
otoritas Komite Audit juga terkait dengan batasan mereka sebagai alat bantu Dewan
Komisaris.
Mereka tidak memiliki otoritas eksekusi apapun dan hanya memberikan
rekomendasi kepada Dewan Komisaris kecuali untuk hal spesifik yang telah
48
memperoleh hak kuasa eksplisit dari Dewan Komisaris misalnya mengevaluasi dan
menentukan kompensasi Auditor Eksternal, dan memimpin suatu investigasi khusus.
Dalam menjalankan perannya, Komite Audit harus memiliki hak terhadap akses
tidak terbatas kepada Direksi, Auditor Internal, Auditor Eksternal, dan semua informasi
yang ada di perusahaan. Tanpa otoritas atau hak atas akses tersebut, akan tidak mungkin
Komite Audit dapat menjalankan perannya dengan efektif.
Peran dan tanggung jawab Komite Audit secara spesifik akan tergantung pada
situasi dan kondisi perusahaan dimana mereka berada, setiap perusahaan dapat memiliki
variasi spesifik yang berbeda satu dengan yang lain, namun secara umum dapat
dikelompokkan menjadi tiga bagian besar, yaitu :
1. Pelaporan Laporan Keuangan (Financial reporting) yang
mencakup :
a. Melakukan pengawasan proses pembuatan laporan keuangan, dengan
penekanan pada kepatuhan terhadap standard dan policy akuntansi yang berlaku.
b. Melakukan review atas laporan-laporan keuangan terhadap standard dan
policy di atas, dan konsistensi terhadap informasi yang diketahui oleh anggota
Komite Audit.
c. Melakukan pengawasan Audit Eksternal, dan melakukan assessment
mengenai kualitas jasa Audit yang dilakukan, dan mengenai kepantasan fees
yang dibebankan oleh Auditor eksternal.
2. Manajemen Pengendalian dan Resiko (Risk and control
management) yang mencakup:
49
a. Melakukan pengawasan proses manajemen resiko dan pengendalian,
termasuk pengidentifikasian dari resiko-resiko dan evaluasi dari pengendalian
yang dapat memperkecil baik kemungkinan terjadinya maupun dampak dari
resiko-resiko tersebut.
b. Melakukan pengawasan terhadap cakupan Audit Internal dan Audit
Eksternal dalam rangka memastikan bahwa semua resiko utama dan bentuk
pengendaliannya telah dipertimbangkan oleh para auditor.
c. Meyakini bahwa Manajemen telah melaksanakan pengendalian resiko-
resiko sesuai dengan rekomendasi dari para auditor, internal dan eksternal.
3. Corporate Governance yang mencakup :
a. Pengawasan terhadap proses corporate governance di perusahaan.
b. Memastikan bahwa manajemen puncak mempromosikan budaya yang
kondusif bagi tercapainya good corporate governance.
c. Memonitor kepatuhan terhadap code of conduct perusahaan.
d. Memahami semua permasalahan yang dapat mempengaruhi baik kinerja
keuangan maupun non keuangan perusahaan.
e. Memonitor kepatuhan terhadap segala undang-undang maupun peraturan-
peraturan lain yang berlaku untuk perusahaan.
f. Meminta agar Auditor Internal melaporkan secara tertulis setiap enam
bulan sekali mengenai cakupan review terhadap praktek corporate governance di
perusahaan, dan memberikan laporan bila terdapat penyimpangan yang serius.
50
Walaupun hubungan kerja (working relationships) antara Komite Audit dengan
beberapa pihak terkait sudah secara tidak langsung tersirat dalam komponen peran dan
tanggung jawab Komite Audit di atas, di dalam Charter Komite Audit perlu dimasukkan
secara eksplisit bagaimana hubungan kerja dan atau fungsi dari pihak-pihak yang terkait
dengan Komite Audit.
Umumnya ada tiga pihak utama yang terkait, yaitu Auditor Internal, Auditor
Eksternal, dan Manajemen. Rincian hubungan kerja mereka sebagai berikut :
1. Auditor eksternal melapor kepada direktur yang bertanggung jawab
dalam hal aktivitas keuangan perusahaan, namun, dalam keterkaitan dengan fungsi
melakukan pengawasan.
2. Komite Audit harus memberikan rekomendasi akan penunjukkan
dan atau pemberhentian Auditor Eksternal, melakukan review atas engagement letter
antara perusahaan dengan Auditor Eksternal.
3. Melakukan review atas cakupan dan perencanaan Audit Eksternal
serta atas fee yang dibebankan oleh mereka, melakukan review atas laporan Audit
Eksternal serta management letter, dan
4. Memonitor kinerja Auditor Eksternal dan memastikan bahwa
mereka patuh terhadap standard-standard profesional, terutama yang berkaitan
dengan independensi mereka sebagai Auditor Eksternal
Institute of Internal Auditors (IIA) menyadari bahwa Komite Audit dan Auditor
internal memiliki tujuan yang sama dan suatu hubungan kerja yang baik dengan auditor
51
internal akan membantu Komite Audit dalam menjalankan tanggung jawabnya kepada
Dewan Komisaris.
Beberapa hal spesifik yang dapat dipertimbangkan untuk dimasukkan ke dalam
Charter adalah walaupun Kepala Internal Audit adalah bagian dari manajemen dan
melapor kepada Presiden Direktur, kepala Internal Audit sebaiknya memiliki jalur atau
akses ke Komite Audit.
Oleh karena itu, dalam hubungan dengan perannya untuk melakukan
pengawasan terhadap fungsi internal audit, Komite Audit harus :
1. Memberikan persetujuan atas penunjukkan dan atau pemberhentian
ketua Internal Audit perusahaan yang diajukan oleh Presiden Direktur.
2. Melakukan review atas charter dari Internal Audit.
3. Melakukan review atas struktur fungsi internal audit.
4. Melakukan review atas rencana audit tahunan,
5. Memastikan bahwa fungsi internal audit memiliki metodologi, alat
bantu, dan sumber daya yang tepat dan cukup sehingga dapat memenuhi charter
mereka, dan menyelesaikan rencana tahunan internal audit.
6. Melakukan review atas semua laporan internal audit.
7. Memonitor kinerja fungsi internal audit, dan
8. Memastikan bahwa fungsi internal audit patuh terhadap standard-
standard profesional yang berlaku.
Manajemen, sebagai tambahan dari area spesifik atas laporan keuangan, resiko
dan pengendalian, dan corporate governance, Komite Audit dapat mempertimbangkan
52
beberapa isue yang lebih lebar yang dapat secara spesifik didelegasikan oleh Dewan
Komisaris.
Untuk pendalaman hal ini, dan seiring dalam menjalankan fungsi
pengawasannya, Komite Audit harus bertemu secara teratur dengan pihak manajemen
untuk mendiskusikan secara terbuka segala isue yang dapat mempengaruhi perusahaan
secara serius baik dalam bidang keuangan maupun non-keuangan.
Struktur Komite Audit di tiap negara mungkin tidak sama, karena tergantung
pada rujukan resmi yang harus dipatuhi, misal peraturan bursa saham dimana mereka
terdaftar. Untuk perusahaan di Indonesia, rujukan resmi bagi Perusahaan BUMN adalah
Kep. Men. No. 117 Tahun 2002, sedangkan bagi Perusahaan Publik adalah keputusan
Bursa Efek Jakarta dan Peraturan Bapepam yang relevan.
Ditambah dengan beberapa best practice, dapat disusun hal-hal utama yang harus
mendapat perhatian dari Struktur Komite Audit, yaitu :
1. Pembentukan Komite Audit harus berdasarkan penetapan dan
pengesahan Dewan Komisaris.
2. Ketua dan Anggota Komite Audit harus ditunjuk dan diangkat oleh
Dewan Komisaris.
3. Komite Audit harus terdiri dari Komisaris yang tidak memiliki
tanggung jawab manajemen sehari-hari, atau terdiri dari pihak luar dan independen.
4. Jumlah anggota Komite Audit sedikitnya tiga orang, berdasarkan
pengalaman di banyak perusahaan Internasional, Komite Audit memiliki jumlah
anggota antara 3 sampai dengan 5 orang.
53
5. Setiap anggota baru Komite Audit harus menerima induksi atau
orientasi ke dalam organisasi perusahaan, peran dan tanggung jawabnya, serta
kerangka kerja fungsional mereka.
6. Ketua Komite Audit harus seorang Komisaris Independen,
sedangkan anggotanya boleh komisaris independen lainnya yang memenuhi
persyaratan dan atau pihak luar yang independen dan memenuhi persyaratan.
7. Anggota Komite Audit termasuk ketuanya, harus ditunjuk untuk
periode paling sedikit satu tahun penugasan (sebagai catatan, pengalaman di banyak
perusahaan internasional, masa penugasan anggota Komite Audit yang efektif adalah
antara 1 sampai dengan 3 tahun.
8. Karena sifat jangka panjang dari aktivitas Komite Audit, menjaga
keseimbangan antara kesinambungan keanggotaan adalah hal yang penting. Di sisi
lain, ada kebutuhan untuk menjaga kesegaran dan independensi anggota.
9. Untuk menjaga keseimbangan antara kedua hal tersebut, banyak
perusahaan internasional menerapkan best practice dengan cara melakukan rotasi
anggotanya. Penunjukkan dan masa akhir tugas yang berlainan akan membantu
untuk mencapai keseimbangan tersebut, sehingga dapat mencegah terjadinya
peristiwa penggantian semua anggota yang berpengalaman pada saat bersamaan.
Sejalan dengan Struktur Komite Audit, persyaratan keanggotaan Komite Audit
dapat tidak seratus persen sama di tiap negara, karena tergantung pada rujukan resmi
yang harus dipatuhi, misalnya peraturan bursa saham dimana mereka terdaftar.
54
Untuk perusahaan di Indonesia, rujukan resmi bagi Perusahaan BUMN adalah
Kep Men No. 117 Tahun 2002 sedangkan bagi Perusahaan Publik adalah keputusan
Bursa Efek Jakarta dan Peraturan Bapepam yang relevan. Ditambah dengan beberapa
best practices, dapat disusun syarat-syarat keanggotaan agar Komite Audit dapat
berperan efektif sebagai berikut, yaitu :
1. Para anggota secara bersama-sama memiliki keseimbangan antara
skill dan pengalaman dengan latar belakang pemahaman yang luas mengenai bisnis
secara umum
2. Anggota dari Komite Audit harus independen, obyektif, dan
profesional.
3. Anggota dari Komite Audit harus memiliki integritas, dedikasi,
pemahaman yang baik tentang organisasi, pemahaman yang baik tentang lingkungan
bisnis, dan pemahaman yang baik tentang resiko dan pengendalian.
4. Sedikitnya satu anggota Komite Audit memiliki pemahaman yang
baik mengenai laporan keuangan perusahaan.
5. Di atas semua persyaratan di atas, Ketua Komite Audit harus
memiliki kemampuan komunikasi dan kepemimpinan yang sangat bagus dan efektif.
Jumlah rapat dan bagaimana rapat harus dilaksanakan, misalnya ada agenda dan
risalah tertulis cukup baku hampir di semua negara. Beberapa variasi yang ada
umumnya sangat kecil. Secara umum, dapat disusun pengaturan rapat-rapat Komite
Audit sebagai berikut :
1. Komite Audit harus rapat sedikitnya satu kali setiap kuartal.
55
2. Para anggota Komite Audit harus hadir di rapat-rapat tersebut,
dengan kemungkinan mengundang beberapa pihak lain bilamana diperlukan. Mereka
yang diundang mungkin komisaris, direktur, manajemen senior, Ketua Internal
Audit, dan atau pihak Auditor Eksternal perusahaan.
3. Rapat harus diselenggarakan berdasarkan undangan dan agenda
yang sudah disepakati sebelum rapat dilakukan.
Hasil-hasil dari rapat-rapat tersebut harus tercatat dalam risalah resmi dan terinci,
dan dibagikan kepada semua yang hadir di dalam rapat. Pada umumnya, proses
pelaporan Komite Audit cukup standard, yaitu :
1. Komite Audit melapor langsung kepada Komisaris Utama.
2. Komite Audit harus memberikan laporan sedikitnya satu kali dalam
setahun, dengan memberikan rincian apakah mereka berhasil menjalankan peran dan
tanggung jawabnya sebagaimana yang tertulis di dalam charter.
3. Komisaris Utama harus menerima salinan-salinan dari semua
risalah rapat dan laporan-laporan yang ada.
4. Kinerja Komite Audit sebaiknya dievaluasi paling sedikit satu tahun
sekali baik secara self assessment or evaluation maupun oleh pihak independen di
luar Komite Audit, misalnya anggota komite lain dari Dewan Komisaris, atau semua
anggota Dewan Komisaris di luar eksekutif yang menjadi anggota Komite Audit.
Evaluasi tersebut membandingkan kinerja aktual Komite Audit terhadap peran dan
tanggung jawab mereka yang tercakup dalam rencana kerja tahunan Komite Audit
ada.
56
Kewenangan Komite Audit dibatasi oleh fungsi mereka sebagai alat bantu DK,
sehingga tidak memiliki otoritas eksekusi apapun (hanya sebatas rekomendasi kepada
DK), kecuali untuk hal spesifik yang telah memperoleh hak kuasa eksplisit dari DK,
misalmya mengevaluasi dan menentukan komposisi auditor eksternal, dan memimpin
suatu investigasi khusus.
Pada akhirnya, suatu Dewan Komisaris yang aktif, canggih, ahli, beragam dan
yang terpenting independen yang menjalankan fungsinya secara efektif dan dibantu oleh
Komite Audit adalah yang paling baik untuk ditempatkan dalam memastikan
implementasi Good Corporate Governance berjalan dengan baik sehingga kecurangan
(fraud) maupun keterpurukan bisnis dapat dihindari.
Pembentukan komisaris independen, emiten dan perusahaan publik harus
memiliki sekurang-kurangnya satu komisaris independen, komisaris independen berasal
dari luar perusahaan serta tidak mempunyai hubungan bisnis dengan perusahaan atau
afiliasinya.
Dewan Komisaris (DK) memegang peranan penting dalam implementasi Good
Corporate Governance (GCG), karena DK merupakan inti dari corporate governance
yang bertugas untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen
dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas.
Dalam prakteknya, di Indonesia sering terjadi anggota DK sama sekali tidak
menjalankan peran pengawasannya yang sangat mendasar terhadap Dewan Direksi
(DD). DK seringkali dianggap tidak memiliki manfaat, hal ini dapat dilihat dalam fakta,
57
bahwa banyak anggota DK tidak memiliki kemampuan dan tidak dapat menunjukkan
independensinya.27
Dalam banyak kasus, DK juga gagal untuk mewakili kepentingan stakeholders
lainnya selain daripada kepentingan pemegang saham mayoritas. Untuk menjamin
pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) diperlukan anggota DK yang memiliki
integritas, kemampuan, tidak cacat hukum dan independen; serta yang tidak memiliki
hubungan bisnis (kontraktual) ataupun hubungan lainnya dengan pemegang saham
mayoritas (pemegang saham pengendali) dan Dewan Direksi (manajemen) baik secara
langsung maupun tidak langsung. Komisaris independen diusulkan dan dipilih oleh
pemegang saham minoritas yang bukan merupakan pemegang saham pengendali dalam
RUPS.
Beberapa usulan penyempurnaan Undang-Undang Pasar Modal, yaitu
demutualisasi bursa efek, transaksi yang mengandung benturan kepentingan, saham
tanpa nilai nominal perluasan pengertian efek. Demutualisasi bursa efek adalah yang
dapat menjadi pemegang saham Bursa Efek adalah Perusahaan Efek.
Demutualisasi Bursa Efek memungkinkan pihak lain selain perusahaan efek
dapat menjadi anggota atau pemegang saham bursa efek dan akan dibedakan antara
pemegang saham bursa dengan anggota bursa sehingga ada kemungkinan bursa berubah
dari Non Profit Oriented menjadi Profit Oriented.28
27 Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit Dalam rangka Implementasi GCG, http://www.reindo.co.id/reinfokus/edisi24/peranan.htm28 Bapepam, Annual Report 2002, http://www.bapepam.go.id/profil/annual/PE_2002.htm
58
Untuk melakukan restrukturisasi Industri Efek Pasar Modal Indonesia, Ketua
Bapepam telah membentuk dua Tim yang bertugas melakukan kajian atas rencana
Demutualisasi Bursa Efek dan rencana Pengembangan Perusahaan Efek. Kedua Tim
tersebut telah menyelesaikan laporan hasil studinya pada semester pertama tahun 2002.
Hasil studi telah disosialisasikan kepada segenap pimpinan Bapepam, direksi SRO, dan
pengurus Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI).
Bapepam dan SRO terus melakukan pertemuan dengan semua Perusahaan Efek
dan Asosiasi-asosiasi pasar modal guna memberikan gambaran tentang rencana
demutualisasi Bursa Efek dan pengembangan Perusahaan Efek, termasuk persiapan dan
langkah-langkah yang harus dilakukan kedepan.
Berikut adalah gambaran singkat rencana demutualisasi Bursa Efek dan
pengembangan Perusahaan Efek yang dikutip dari Laporan Hasil Studi Demutualisasi
Bursa Efek dan Pengkajian Pengembangan Perusahaan Efek. Demutualisasi Lembaga
Bursa Efek Indonesia perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dana Lembaga Bursa
Efek, peningkatan penerapan good corporate governance, pengembangan produk,
pengembangan infrastruktur, peningkatan nilai saham Lembaga Bursa Efek dan saham
Anggota Bursa, pengembangan pasar yang berkelanjutan, dan sarana pelepasan
kepemilikan saham tanpa kehilangan hak keanggotaan.
Berdasarkan hasil kajian Tim, maka model demutualisasi lembaga Bursa Efek
yang diusulkan adalah Model Operating Holding Company SRO. Pada model ini,
pemegang saham lembaga Bursa Efek (PT BEJ, PT BES, PT KPEI dan PT KSEI) secara
59
bersama-sama mendirikan Perusahaan Induk sebagai pemegang saham mayoritas
Lembaga Bursa Efek.
Perusahaan Induk akan melakukan kegiatan yang mendukung kegiatan
Perusahaan Anak yaitu kegiatan investasi dan kegiatan supporting services bagi
Perusahaan Anak, tetapi tidak melakukan kegiatan sebagai SRO. Implementasi
demutualisasi Lembaga Bursa Efek Indonesia dilakukan dalam empat tahapan, yaitu :
1. Tahap sosialisasi hasil studi kepada pemegang saham SRO, anggota Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), Departemen Kehakiman dan Hak Azasi Manusia dan
masyarakat umum.
2. Tahap Pembentukan komite restrukturisasi SRO, komite pendirian Perusahaan
Induk.
3. Tahap Pendirian Perusahaan Induk dan
4. Tahap pengembangan usaha dan penyebaran kepemilikan saham Perusahaan
Induk.
Khusus tahap ketiga dan keempat baru bisa dilaksanakan apabila usulan
perubahan UUPM tentang demutualisasi efektif berlaku. Sedangkan tahap pertama dan
kedua dapat dilaksanakan pada tahun 2002 dan 2003. Di samping itu dalam rangka
implementasi demutualisasi lembaga Bursa Efek, terdapat beberapa rekomendasi yang
perlu diperhatikan terkait dengan aspek kepemilikan, tata kelola, operasional dan bisnis,
dan regulasi.
Pengertian mengenai transaksi yang mengandung benturan kepentingan adalah
perbedaan antara kepentingan ekonomis perusahaan dengan kepentingan ekonomis
60
pribadi direktur, komisaris atau pemegang saham utama perusahaan. Hal ini ditujukan
untuk lebih melindungi hak-hak pemegang saham minoritas dari transaksi yang
mengandung benturan kepentingan.
Yang dimaksud dengan transaksi yang mempunyai benturan kepentingan yaitu
apabila suatu Transaksi dimana seorang direktur, komisaris, pemegang saham utama
atau Pihak terafiliasi dari direktur, komisaris atau pemegang saham utama mempunyai
Benturan Kepentingan maka transaksi dimaksud terlebih dahulu harus disetujui oleh
para Pemegang Saham Independen atau wakil mereka yang diberi wewenang untuk itu
dalam Rapat Umum Pemegang Saham. Persetujuan mengenai hal tersebut harus
ditegaskan dalam bentuk akta notariil.
BAPEPAM Perlu mempertimbangkan perluasan subyek transaksi di masa
mendatang dengan menambahkan setiap pihak yang terafiliasi dengan direksi, komisaris
serta pemegang saham utama.
Pada umumnya negara-negara yang pasar modalnya telah maju seperti Amerika
Serikat, Jepang, Australia memperbolehkan perusahaan untuk menerbitkan saham tanpa
nilai nominal, dalam praktek di pasar modal dapat dikatakan bahwa nilai nominal suatu
saham tidak lagi merefleksikan nilai ekonomis perusahaan apabila saham tersebut telah
diperdagangkan.
Saham emiten dan Perusahaan pada umumnya merupakan saham yang telah
diperdagangkan secara luar sehingga terhadap perusahaan tersebut perlu diperbolehkan
menerbitkan saham tanpa nilai nominal.
61
Perluasan pengertian efek dimana efek adalah surat berharga, yaitu surat
pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti hutang, unit
penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek dan setiap derivatif
dari efek.
Saat ini banyak pelaku usaha lain seperti koperasi yang bermaksud menghimpun
dana melalui pasar modal namun masih mengalami hambatan dari aspek hukum
mengenai instrumen yang dimilikinya. Pengertian efek perlu diperluas antara lain
dengan menambahkan Modal penyertaan koperasi.
Corporate Secretary memiliki peranan kunci dalam pelaksanaan Corporate
Governance, khususnya pada perusahaan publik dan emiten di bursa. Ini tidak dapat
dipungkiri karena posisi dan tugas yang dipikul Corporate Secretary sangat strategis dan
menentukan. Namun, di Indonesia banyak masyarakat sebagai stakeholders perusahaan,
termasuk perusahaan itu sendiri, belum menyadari strategisnya peranan dan fungsi
Corporate Secretary.
Contoh yang banyak terjadi adalah masyarakat belum bisa membedakan profesi
Corporate Secretary (yang kemudian diterjemahkan menjadi “Sekretaris Perusahaan”)
dengan profesi sekretaris eksekutif yang menjadi sekretarisnya direktur, komisaris, atau
eksekutif lainnya di perusahaan. Dilain pihak, banyak juga perusahaan menempatkan
pejabat pada posisi yang strategis tersebut terkesan “asal-asalan” tanpa kompetensi dan
kualifikasi yang memenuhi persyaratan formal sebagai Corporate Secretary yang
profesional.
62
Keberadaan Corporate Secretary di Indonesia tidak dikenal dalam Undang-
Undang Perseroan Terbatas (UUPT) maupun Undang-Undang Pasar Modal (UUPM)
yang saat ini berlaku. Namun, Keberadaan Corporate Secretary diatur dalam Keputusan
Ketua BAPEPAM No. 63 tahun 1996.
Dalam keputusan itu disebutkan, bahwa dalam rangka meningkatkan
pelayanannya terhadap investor, emiten dan perusahaan publik diwajibkan membentuk
Corporate Secretary paling lambat 1 Januari 1997. Apabila diteliti, keputusan Ketua
BAPEPAM tersebut diberlakukan jauh sebelum isu Corporate Governance populer di
Indonesia.
Prinsip Corporate Governance sudah terkandung di dalamnya meskipun dalam
pengertian yang sangat terbatas yaitu dalam hal meningkatkan pelayanan terhadap
investor. Dalam keputusan Ketua BAPEPAM tersebut diatur empat peranan dan fungsi
pokok Corporate Secretary, yaitu :
1. Mengikuti perkembangan Pasar Modal khususnya peraturan-peraturan yang
berlaku di Pasar Modal.
2. Memberikan pelayanan informasi kepada masyarakat yang berkaitan dengan
kondisi emiten atau perusahaan publik.
3. Memberikan masukan kepada Direksi dalam rangka mematuhi ketentuan
Undang-Undang Pasar Modal dan peraturan pelaksanaannya.
4. Menjadi penghubung antara perusahaan dengan BAPEPAM dan perusahaan
dengan masyarakat.
63
Keputusan Ketua BAPEPAM tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan
keputusan direksi BEJ yang terakhir diberlakukan melalui Keputusan Direksi BEJ No.
339 tahun 2001. Dalam keputusan direksi BEJ ini kewajiban membentuk Corporate
Secretary (selain Komite Audit dan Komisaris Independen) semakin dikukuhkan dengan
fungsi yang semakin diperluas, yaitu termasuk didalamnya :
1. Menyiapkan Daftar Khusus yang berkaitan dengan direksi, komisaris, dan
keluarganya dalam perusahaan tersebut yang mencakup kepemilikan saham,
hubungan bisnis, dan peranan lainnya yang dapat menimbulkan benturan
kepentingan.
2. Membuat daftar pemegang saham termasuk kepemilikan 5 % saham atau lebih.
3. Menghadiri rapat direksi dan membuat berita acara rapat.
4. Bertanggung jawab dalam penyelenggaraan RUPS perusahaan.
Dari uraian kedua keputusan otoritas pasar modal tersebut dapat kita tarik
kesimpulan Corporate Secretary setidaknya memiliki fungsi investor relations,
compliance officer, dan liason officer. Dengan ketiga kategori fungsi tersebut,
berdasarkan international best practices seorang Corporate Secretary diharapkan
memiliki kemampuan dan kualitas pemahaman di bidang manajerial, komunikasi dan
interpersonal skills, pengelolaan keuangan perusahaan, dan legal.
Mengingat kompleksnya fungsi Corporate Secretary ini, keputusan direksi BEJ
memberikan semacam “kelonggaran” jabatan Corporate Secretary dapat dirangkap oleh
salah satu direktur perusahaan (disamping bisa juga dijabat oleh eksekutif perusahaan
yang khusus ditunjuk menjadi Corporate Secretary).
64
Hal ini dikarenakan Corporate Secretary juga harus memiliki akses terhadap
informasi material yang relevan dengan masalah disclosure perusahaan, namun
“kelonggaran” yang diberikan tersebut seharusnya bersifat temporer saja karena jangan
sampai posisi Corporate Secretary menjadi semacam “side job” semata.
Profesi Corporate Secretary harus benar-benar menjadi karir yang pantas untuk
dirintis sehingga suatu saat nanti sebagai profesi Corporate Secretary memiliki akreditasi
profesional yang menjadikannya sejajar dengan profesi dokter, akuntan, pengacara dan
profesi lainnya yang memiliki kode etik profesi. Ini tentunya agar Corporate Secretary
menjadi independen dalam memastikan perusahaan dijalankan berdasarkan kaidah-
kaidah Corporate Governance.
C. Good Corporate Governance pada Rancangan Perubahan Undang-Undang No.
8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal.
Sesuai dengan amanat rakyat Indonesia yang tertuang dalam Garis-Garis Besar
Haluan Negara (GBHN) tahun 1999-2004 telah menyebutkan bahwa untuk menciptakan
industri pasar modal yang efektif dan efisien maka perlu dibentuk suatu lembaga
independen yang mengawasi kegiatan perekonomian di bidang pasar modal.
Berdasarkan Pasal 34 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia, disebutkan pula bahwa pengawasan industri pasar modal dilakukan oleh
Lembaga Pengawas Sektor Jasa Keuangan. Oleh karena itu, dalam draft RUU Perubahan
Undang-undang Pasar Modal ini, telah disepakati bersama oleh Pemerintah bahwa
pengawasan pasar modal (Bapepam) nantinya akan digabungkan dengan Lembaga
65
Pengawas Sektor Jasa Keuangan, yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) bersama-sama dengan pengawasan sektor jasa keuangan lainnya,
yaitu pengawasan bank, asuransi, dan dana pensiun.
Namun, dalam draft RUU Perubahan UUPM ini, tidak secara langsung ketentuan
pasal-pasal yang terkait dengan struktur Bapepam akan diubah, akan tetapi diatur
beberapa ketentuan peralihan yang akan menjembatani peleburan Bapepam ke dalam
Otoritas Jasa Keuangan, yaitu Pasal 114A RUUPM.
Sesuai visi dan misi Pasar Modal Indonesia yang difokuskan pada
pengembangan infrastruktur Pasar Modal, maka sasaran pengembangan dalam
perubahan pasar yang dinamis dilakukan melalui restrukturisasi Bursa Efek (Bursa),
Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP), dan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian
(LPP) di Indonesia.
Kegiatan restrukturisasi ini akan diikuti dengan demutualisasi yang pada
dasarnya memisahkan kepemilikan saham dengan keanggotaan. Demutualisasi ini sangat
diperlukan mengingat lembaga Bursa yang memiliki kualitas produk yang baik dan
variasi produk yang lengkap, infrastruktur serta tata kelola yang baik akan dapat
meningkatkan daya saing globalnya secara konsisten.
Adapun kajian mengenai demutualisasi Lembaga Bursa Efek di Indonesia telah
merekomendasikan model demutualisasi “Operating Holding Company Non SRO”.
Untuk itu diperlukan suatu ketentuan yang mengakomodir konsep Demutualisasi
Lembaga Bursa Efek.
Untuk memberikan dasar hukum bagi demutualisasi Bursa Efek dimaksud, maka
66
ketentuan Pasal 8 Undang-undang Pasar Modal diusulkan untuk direvisi sehingga
berbunyi: “Yang dapat menjadi pemegang saham Bursa Efek adalah orang perseorangan
dan atau badan hukum.
Sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas (UUPT), pengeluaran saham harus dengan nilai nominal dan wajib
disetor secara tunai. Ketentuan tersebut menjadi kendala bagi Emiten yang akan
melakukan restrukturisasi permodalan perusahaan dan penyehatan dunia usaha.
Hal ini disebabkan karena nilai saham perusahaan yang diperdagangkan di Bursa
Efek telah mengalami penurunan harga hingga di bawah nilai nominal, sehingga
penerbitan saham baru oleh perusahaan menjadi tidak dapat membantu upaya
restrukturisasi dimaksud.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, diperlukan adanya suatu ketentuan yang
memungkinkan Emiten dapat mengeluarkan saham tanpa nilai nominal dan dengan
demikian besarnya penyetoran saham tersebut ditentukan berdasarkan nilai pasar. Hal ini
akan dimasukkan dalam ketentuan Pasal 84 A RUUPM.
Terhadap permasalahan penerbitan saham tanpa nilai nominal yang bertentangan
dengan konsep Undang-Undang Perseroan Terbatas telah dikoordinasikan dengan
Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, yang saat ini juga tengah melakukan
perubahan UUPT, dan telah disepakati untuk dimungkinkannya penerbitan saham tanpa
nilai nominal. Oleh karena itu, ketentuan dalam UUPM yang berkaitan dengan
penerbitan saham tanpa nilai nominal nantinya tidak akan bertentangan dengan
ketentuan dalam UUPT.
67
Dewasa ini banyak Emiten yang mengalami krisis keuangan yang sangat berat
yang antara lain disebabkan oleh anggota direksi dan komisaris yang saling terafiliasi
sehingga dalam mengambil keputusan cenderung untuk mendahulukan kepentingan
pribadi atau kelompok daripada kepentingan pemegang saham.
Hal tersebut tentunya bertentangan dengan prinsip-prinsip pengelolaan
perusahaan yang baik (good corporate governance). Oleh karena itu, dalam rangka
pelaksanaan prinsip-prinsip good corporate governance bagi Emiten atau Perusahaan
Publik sehingga kepentingan pemegang saham akan lebih terlindungi, maka dalam
ketentuan Pasal 84 B Rancangan Perubahan UUPM akan ditegaskan bahwa Bapepam
dapat mewajibkan Emiten atau Perusahaan Publik untuk memiliki komisaris
independen, direktur independen, komite audit dan/atau sekretaris perusahaan.
Dalam rangka menciptakan Pasar Modal yang teratur, wajar dan efisien, serta
untuk melindungi kepentingan investor, maka salah satu faktor yang sangat penting
adalah penegakan peraturan-peraturan yang berlaku di pasar modal. Untuk dapat
meningkatkan efektivitas penegakan peraturan tersebut, maka dalam Rancangan
Perubahan UUPM akan ditegaskan beberapa ketentuan sebagai berikut :
a. Penambahan kewenangan Bapepam seperti mewajibkan Pihak tertentu
mengungkapkan kepemilikan Efeknya, melarang Pihak tertentu melakukan kegiatan
secara langsung maupun tidak langsung di bidang Pasar Modal, mewajibkan Pihak
tertentu melakukan tindakan tertentu dan melakukan kerjasama dengan otoritas pasar
modal di negara lain dan/atau Pihak lain. (Pasal 5na, Pasal5nb, Pasal 5nc dan Pasal
5pa RUUPM).
68
b. Perumusan Sanksi Secara Lebih Tegas.
Pasar Modal Indonesia selain menitikberatkan pada prinsip efektif dan efisien,
juga harus mengutamakan keamanan dari Pasar Modal itu sendiri. Di dalam praktek
masih sering dijumpai adanya pelanggaran-pelanggaran terhadap Undang-Undang Pasar
Modal dan peraturan pelaksanaannya.
Untuk mengantisipasi kejadian-kejadian tersebut di atas, maka dalam Rancangan
Perubahan UUPM diperlukan ketentuan baru antara lain :
1. Kewenangan bagi PPNS Bapepam untuk melakukan cegah dan
tangkal (Pasal 101 huruf j RUUPM).
2. Penyempurnaan ketentuan Pasal 102 ayat (1) tentang sanksi
administratif.
3. Penambahan jenis sanksi administratif berupa Pembekuan atau
pembatalan hak dan manfaat atas Efek serta Pembatasan melaksanakan kegiatan
tertentu (Pasal 102 ayat (2) RUUPM).
4. Sanksi pidana berupa denda atas tindak pidana yang dilakukan oleh
korporasi (Pasal 108A RUUPM).
5. Sanksi Pidana bagi Perusahaan Efek, Penasihat Investasi atau Pihak
terafiliasinya yang memberikan keterangan mengenai nama dan kegiatan nasabah
tanpa hak (Pasal 107A RUUPM).
6. Sanksi Pidana bagi Kustodian atau Pihak terafiliasinya yang
memberikan keterangan mengenai rekening Efek tanpa hak (Pasal 107B RUUPM).
69
7. Sanksi Pidana bagi Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bapepam, yang
memanfaatkan untuk diri sendiri atau mengungkapkan informasi yang diperoleh
tanpa hak (Pasal 107C RUUPM).
Sejak diberlakukannya UUPM muncul masalah yang berkaitan dengan
karakteristik Perusahaan Publik di Indonesia, yaitu penyebaran pemilikan yang belum
merata atau sebagian besar Perusahan Publik di Indonesia masih dimiliki oleh
perorangan atau institusi yang terafiliasi.
Dalam rangka melindungi kepentingan pemegang saham dari adanya transaksi
yang berbenturan kepentingan, maka dalam ketentuan Pasal 82 ayat (2) Rancangan
Perubahan UUPM akan diatur bahwa Pihak yang mempunyai benturan kepentingan
termasuk pula Pihak yang terafiliasi dengan direktur, komisaris, atau pemegang saham
utama Emiten atau Perusahaan Publik.
Selain itu, untuk menghilangkan benturan kepentingan dan meningkatkan
internal kontrol Perusahan Efek yang melakukan usahanya di bidang Pasar Modal, maka
dalam Pasal 30 ayat (2) Rancangan Perubahan UUPM diatur ketentuan yang melarang
Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan atau
Perantara Pedagang Efek, untuk merangkap sebagai Manajer Investasi.
Pasal 55 ayat (4) UUPM mengatur bahwa untuk menjamin penyelesaian
Transaksi Bursa, Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP) dapat menetapkan Dana
Jaminan. Mengingat Dana Jaminan diperlukan untuk mewujudkan terjaminnya
penyelesaian Transaksi Bursa secara pasti dan aman sehingga tercipta perdagangan Efek
yang teratur, wajar dan efisien, maka Dana Jaminan dibentuk dari sumbangan wajib
70
pemodal yang melakukan kegiatan perdagangan Efek dan tidak dapat ditarik kembali,
serta bukan merupakan milik LKP.
Mengingat status hukum Dana Jaminan selama ini belum jelas diatur dalam
Undang-undang, maka dalam ketentuan Pasal 55 ayat (6) Rancangan Perubahan UUPM
ini Dana Jaminan diusulkan sebagai suatu bentuk hukum baru seperti perlakuan atas
dana pensiun.
Dalam rangka memberikan perlindungan hukum terhadap investor, maka dalam
ketentuan Pasal 82 ayat (2a) Rancangan Perubahan UUPM akan ditentukan bahwa
Emiten atau Perusahaan Publik yang melakukan transaksi Material dan Perubahan
Kegiatan Usaha Utama wajib memperoleh persetujuan mayoritas pemegang saham.
Dalam ketentuan Pasal 68A Rancangan Perubahan Undang-Undang Pasar Modal
ditentukan Profesi Penunjang Pasar Modal yaitu Konsultan Hukum untuk melaporkan
kepada Bapepam setiap indikasi adanya pelanggaran yang ditemukan berkaitan dengan
pelaksanaan tugas profesionalnya.
Salah satu bentuk perlindungan kepada investor adalah berkaitan dengan
legalitas data elektronik dalam hukum pembuktian di pasar modal. Oleh karena itu
dengan adanya ketentuan Pasal 112A Rancangan Perubahan UUPM ini, diharapkan
tidak lagi timbul keraguan mengenai kekuatan hukum dari alat elektronik sebagai alat
bukti untuk hukum beracara di pengadilan.
Disamping Bursa saat ini ada kecenderungan Pihak lain selain Bursa Efek
menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana perdagangan Efek yaitu
Penyedia Sistem Perdagangan Alternatif Atas Efek (PSPA). Untuk menampung Pihak-
71
pihak yang karena kemajuan teknologi informasi dapat menyediakan sarana
perdagangan Efek selain Bursa Efek yang saat ini kita kenal, maka dalam ketentuan
Pasal 30 ayat (3a) dan Pasal 41A Rancangan Perubahan UUPM diatur mengenai PSPA
tersebut.
Dalam Rancangan Perubahan UUPM ini yaitu dalam ketentuan Pasal 112B
nantinya akan diusulkan satu ketentuan yang mengatur bahwa tagihan negara
berdasarkan Undang-undang ini yaitu tagihan yang berasal dari sanksi-sanksi
administratif berupa denda yang dikenakan oleh Bapepam kepada para pelaku pasar
mempunyai hak yang mendahului atas segala tagihan terhadap harta yang berutang.
Hal ini terjadi dalam hal Pihak-pihak yang belum membayar sanksi administratif
berupa denda oleh Bapepam tersebut dalam keadaan pailit dan dilikuidasi. Dalam
Rancangan Perubahan UUPM ini yaitu dalam ketentuan Pasal 112C nantinya akan
diusulkan satu ketentuan yang mengatur bahwa setiap Pihak dapat melakukan kegiatan
di bidang Pasar Modal dengan menggunakan prinsip-prinsip Syariah.
72
BAB III
PERANAN BAPEPAM DAN BURSA EFEK DALAM PENERAPAN
PENGELOLAAN PERUSAHAAN YANG BAIK (GOOD CORPORATE
GOVERNANCE) DI PASAR MODAL
A. Pengertian Pasar Modal.
Peranan pemerintah, otoritas pasar modal dan Self Regulatory Organization
(SRO) disebuah negara berfungsi sebagai external kontrol, dengan menciptakan hukum
yang mensyaratkan implementasi terhadap kaedah-kaedah good corporate qovernance
bagi perusahaan yang tunduk dalam wilayah hukum tertentu.
Corporate Govenance yang telah diformulasikan oleh OECD (Organization for
Economic Cooperation and Development) dalam bentuk pedoman prinsip corporate
governance (OECD Principles of Corporate Governance) yang menjadi pedoman praktis
73
secara universal bagi negara dan perusahaan dalam mengimplementasikan prinsip
prinsip tersebut.
Untuk kepentingan kegiatan usaha acuan tentang prinsip-prinsip pengelolaan
usaha yang baik telah dirumuskan oleh Komite Nasional Kebijakan Good Corporate
Governance dan ditindaklanjuti dengan dibuatnya ketentuan mengenai persyaratan yang
berhubungan dengan kewajiban bagi setiap emiten untuk memiliki adanya komisaris
independen, komite audit dan sekretaris perusahaan diatur didalam peraturan yang
dikeluarkan oleh otoritas pasar modal dan bursa efek.
Perkembangan dari pada aspek hukum ini akan banyak memberikan pengaruh
kepada tatanan yuridis yang mengikat struktur organisasi perseroan terbatas, kewajiban
dalam menjalankan prinsip keterbukaan dan informasi laporan keuangan, kepatuhan atas
ketentuan hukum yang berhubungan dengan transaksi emiten dan pengawasan atas
praktek kejahatan korporasi dan pasar modal.
Pada dasarnya, pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai
instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk
hutang ataupun modal sendiri. Kalau pasar modal merupakan pasar untuk surat berharga
jangka panjang, maka pasar uang (money market) pada sisi yang lain merupakan pasar
surat berharga jangka pendek. Baik pasar modal maupun pasar uang merupakan bagian
dari pasar keuangan (financial market).
Jika di pasar modal diperjualbelikan instrumen keuangan seperti saham, obligasi,
waran, right, obligasi konvertibel, dan berbagai produk turunan (derivatif) seperti opsi
(put atau call), maka di pasar uang diperjualbelikan antara lain Sertifikat Bank Indonesia
74
(SBI), Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), Commercial Paper, Promissory Notes, Call
Money, Repurchase Agreement, Banker’s Acceptence, Treasury Bills dan lain-lain.
Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 memberikan pengertian Pasar
Modal yang lebih spesifik yaitu “kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum
dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang
diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek”.
Pasar Modal memiliki peran besar bagi perekonomian suatu negara karena pasar
modal menjalankan dua fungsi sekaligus, fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Pasar
modal dikatakan memiliki fungsi ekonomi karena pasar menyediakan fasilitas atau
wahana yang mempertemukan dua kepentingan yaitu pihak yang memiliki kelebihan
dana (investor) dan pihak yang memerlukan dana (issuer).
Dengan adanya pasar modal maka pihak yang memiliki kelebihan dana dapat
menginvestasikan dana tersebut dengan harapan memperoleh imbalan (return)
sedangkan pihak issuer (dalam hal ini perusahaan) dapat memanfaatkan dana tersebut
untuk kepentingan investasi tanpa harus menunggu tersedianya dana dari operasi
perusahaan.
Pasar modal dikatakan memiliki fungsi keuangan, karena pasar modal
memberikan kemungkinan dan kesempatan memperoleh imbalan (return) bagi pemilik
dana, sesuai dengan karakteristik investasi yang dipilih. Dengan adanya pasar modal
diharapkan aktivitas perekonomian menjadi meningkat karena pasar modal merupakan
alternatif pendanaan bagi perusahaan-perusahaan sehingga perusahaan dapat beroperasi
75
dengan skala yang lebih besar dan pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan
perusahaan dan kemakmuran masyarakat luas.
Adapun manfaat dari keberadaan pasar modal, yaitu :29
1. Menyediakan sumber pembiayaan (jangka panjang) bagi dunia usaha sekaligus
memungkinkan alokasi sumber dana secara optimal.
2. Memberikan wahana investasi bagi investor sekaligus memungkinkan upaya
diversifikasi.
3. Menyediakan leading indicator bagi trend ekonomi negara.
4. Penyebaran kepemilikan perusahaan sampai lapisan masyarakat menengah.
5. Penyebaran kepemilikan, keterbukaan dan profesionalisme, menciptakan iklim
berusaha yang sehat.
6. Menciptakan lapangan kerja atau profesi yang menarik.
7. Memberikan kesempatan memiliki perusahaan yang sehat dan mempunyai
prospek.
8. Alternatif investasi yang memberikan potensi keuntungan dengan risiko yang
bisa diperhitungkan melalui keterbukaan, likuiditas, dan diversifikasi investasi.
9. Membina iklim keterbukaan bagi dunia usaha, memberikan akses kontrol sosial.
10. Pengelolaan perusahaan dengan iklim keterbukaan, mendorong pemanfaatan
manajemen profesional.
11. Sumber pembiayaan dana jangka panjang bagi emiten.
B. Sejarah BAPEPAM.
29 Mengenal Pasar Modal http://www.jsx.co.id/education.asp?cmd=menu1
76
Pasar Modal dihidupkan kembali pada tahun 1976 dan dibentuklah Bapepam
yang merupakan singkatan dari Badan Pelaksana Pasar Modal. Menurut Keppres No. 52
Tahun 1976, Bapepam mempunyai tugas :
1. Mengadakan penilaian terhadap perusahaan-perusahaan yang akan menjual
saham-sahamnya melalui Pasar Modal apakah telah memenuhi persyaratan yang
ditentukan dan sehat serta baik;
2. Menyelenggarakan Bursa Pasar Modal yang efektif dan efisien.
3. Terus-menerus mengikuti perkembangan perusahaan-perusahaan yang menjual
saham-sahamnya melalui pasar modal.
Bapepam dipimpin oleh seorang ketua yang diangkat oleh Presiden dan dalam
melaksanakan tugasnya ia bertanggung-jawab kepada Menteri Keuangan. Pada mulanya,
selain bertindak sebagai penyelenggara, Bapepam sekaligus merupakan pembina dan
pengawas.
Pada tahun 1990 dualisme pada diri Bapepam ditiadakan pada tahun 1990
dengan keluarnya Keppres No. 53/1990 dan SK Menkeu No. 1548/1990. Keluarnya
Keppres 53 tentang Pasar Modal dan SK Menkeu No. 1548 tahun 1990 itu menandai era
baru bagi perkembangan pasar modal dimana dualisme fungsi Bapepam dihapus
sehingga lembaga ini dapat memfokuskan diri pada pengawasan pembinaan pasar
modal.
Dengan fungsi ini, Bapepam dapat mewujudkan tujuan penciptaan kegiatan pasar
modal yang teratur wajar, efisien, serta melindungi kepentingan pemodal dan
masyarakat. Tugas ini mempunyai persamaan dengan tugas pokok Securities Exchange
77
Commission (SEC) di Amerika Serikat dimana SEC bertugas menjaga keterbukaan
pasar modal secara penuh kepada masyarakat investor dan melindungi kepentingan
masyarakat investor dari malpraktik di pasar modal.30
C. Peranan BAPEPAM dan Bursa Efek dalam penerapan Pengelolaan Perusahaan
yang baik (Good Corporate Governance) di Pasar Modal.
Berdasarkan Undang-undang No. 8 Tahun 1995, kebijakan umum di bidang
pasar modal ditetapkan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia sedangkan
pembinaan, pengaturan dan pengawasan sehari-hari dilakukan oleh Bapepam yang
berada dibawah kewenangan dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan
Republik Indonesia.
Selain tugas tersebut, dalam rangka menciptakan pasar modal yang tepat, teratur
dan efisien Bapepam memiliki wewenang sebagai berikut :31
1. Menyusun peraturan dibidang pasar modal.
2. Menegakkan peraturan dibidang Pasar Modal.
3. Memberi ijin usaha kepada bursa efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan,
Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, reksa dana, perusahaan efek, penasehat
investasi, Biro Administrasi Efek dan pihak lain yang bergerak di Pasar Modal;
4. Menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan perusahaan bagi Emiten dan Perusahaan
Publik.
30 http://www.bapepam.go.id/profil/sejarah/sejarah_bapepam.htm31 Industri Pasar Modal di Indonesia http://www.asiasecurities-online.com/prospektus/struktur_pmi.htm
78
5. Memberi ijin orang perseorangan bagi Wakil Penjamin Emisi Efek, Wakil
Perantara Pedagang Efek dan Wakil Manajer Investasi;
6. Memberi persetujuan bagi bank kustodian;
7. Mewajibkan pendaftaran Profesi Penunjang Pasar Modal dan Wali Amanat;
8. Menetapkan persyaratan dan tata cara, menunda atau membatalkan pernyataan
pendaftaran;
9. Mengadakan pemeriksaan dan penyidikan terhadap para pihak;
10. Melakukan pemeriksaan terhadap setiap emiten atau perusahaan publik; dan
11. Membekukan atau membatalkan pencatatan suatu efek pada bursa efek atau
menghentikan transaksi bursa atas efek tertentu untuk jangka waktu tertentu guna
melindungi kepentingan pemodal.
12. Menyelesaikan keberatan yang diajukan oleh pihak yang dikenakan sanksi oleh
Bursa Efek, Lembaga Kliring dan penjaminan dan Lembaga penyimpanan dan
Penyelesaian.32
Struktur pasar modal Indonesia dapat digambarkan dalam skema berikut ini :
DEPARTEMEN KEUANGANREPUBLIK INDONESIA
BADAN PENGAWAS PASAR MODAL (BAPEPAM)
BURSA EFEKLEMBAGA KLIRING DAN
PENJAMINAN
LEMBAGA PENYIMPANAN DAN
PENYELESAIAN
PERUSAHAAN EFEK
- Penjamin Emisi Efek
- Perantara Pedagang Efek
LEMBAGA
PENUNJANG
- BAE
PROFESI
PENUNJANG
PERUSAHAAN PUBLIK
- Emiten
- Perusahaan Publik Reksa Dana
32 Badan Pengawas Pasar Modal, Departemen Keuangan RI, Sekilas Pasar Modal Indonesia, Hal. 16.
79
- Manajer Investasi - Bank Kustodian
- Penasehat Investasi
- Pemeringkat Efek
- Akuntan Publik
- Konsultan Hukum
- Penilai
- Notaris
Dalam rangka menuju era globalisasi dan perkembangan Pasar Modal yang
pesat, BAPEPAM selalu berusaha untuk mengikuti dan mengakomodasi, serta
melindungi kepentingan investor, pelaku pasar modal dan masyarakat umum dengan
membuat peraturan-peraturan baru dan merevisi peraturan yang telah ada.
Hal diatas dilakukan dengan pertimbangan bahwa Pasar Modal merupakan
sumber dana jangka menengah dan jangka panjang yang sangat penting bagi
pembangunan Nasional, pasar modal memungkinkan bagi dunia usaha yang
membutuhkan dana atau modal untuk menggerakkan roda usaha dengan memperoleh
langsung dari masyarakat melalui penerbitan saham atau berbagai jenis efek lainnya.
Dengan demikian Pasar Modal mempunyai peran penting dalam
mengembangkan dan menjaga stabilitas sistem ekonomi secara keseluruhan. Dengan
pertimbangan pentingnya Pasar Modal bagi perekonomian Nasional maka independensi
BAPEPAM sebagai regulatory organization sangat diperlukan.
Independensi tersebut dimaksudkan untk menegakkan persatuan, konsistensi dan
efisiensi dalam pengawasan dan pengembangan Pasar Modal. Saat ini BAPEPAM
sedang diarahkan untuk menjadi suatu lembaga independen dan keinginan pemerintah
untuk mewujudkan hal tersebut secara jelas tertuang dalam Garis-Garis Besar Haluan
80
Negara (GBHN). Sebagai implementasinya saat ini BAPEPAM sedang merevisi
Undang-Undang Pasar Modal, dimana salah satu masalah yang akan ditegaskan adalah
masalah independensi BAPEPAM.
Kebijakan umum adalah kebijakan dibidang Pasar Modal yang secara langsung
atau tidak langsung berkaitan dengan kebijakan fiskal, moneter dan kebijakan ekonomi
makro pada umumnya. Menteri Keuangan menetapkan kebijakan umum dibidang Pasar
Modal.
Selaras dengan dikeluarkannya Undang-Undang Pasar Modal yaitu Undang-
Undang No. 8 Tahun 1995 maka Pemerintah juga telah mengeluarkan peraturan
pelaksanaannya yaitu Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1995 tentang
penyelenggaraan kegiatan di Pasar Modal dan PP No. 46 Tahun 1995 Tentang
Pemeriksaan di Bidang Pasar Modal.
Sejalan dengan perkembangan ekonomi nasional dibidang Pasar Modal telah
banyak dilakukan penyempurnaan dan pembaharuan dalam upaya mendorong
masyarakat termasuk pihak asing untuk memiliki saham perusahaan berdasarkan
Keputusan Menteri Keuangan No. 90/KMK/010/2001 tanggal 20 Februari 2001 tentang
Pemilikan Saham perusahaan efek oleh pemodal asing.
Pasar modal yang fair, teratur dan efisien adalah pasar modal yang memberi
pelindungan kepada investor publik terhadap praktik bisnis yang tidak sehat dan tidak
jujur sehingga setiap badan yang ada di Pasar Modal semuanya harus mendapat izin dari
BAPEPAM.
81
Hal ini menunjukkan prinsip akuntabilitas, pihak yang menjalankan kegiatan
memang yang ahli dibidangnya dan telah mendapat ijin untuk bekerja di pasar modal
sehingga apabila terjadi kerugian akibat kelalaiannya maka dengan jelas pihak tersebut
harus mendapatkan sanksi, kerugian yang dimaksud disini adalah diluar normal business
risk.
Resiko diluar normal business risk yang mengharuskan pemerintah untuk
mengatur dan mengawasi pasar menyangkut :
1. Integritas finansial para perantara (intermediaries) dimana aset investor yang
dititipkan uang maupun efek kepada broker-dealer tidak hilang karena broker-dealer
mengalami bangkrut, mismanagement atau kelalaian, karenanya Undang-Undang
Pasar Modal mengharuskan seluruh financial intermediaries diaudit oleh akuntan
publik yang terdaftar di BAPEPAM.
2. Penipuan efek (securities fraud), penipuan didefinisikan dalam Undang-Undang
Hukum Pidana akan tetapi dalam rangka menjalankan fungsinya untuk melindungi
investor, BAPEPAM perlu diberi wewenang untuk investigasi dan menyeret pelaku
penipuan ke pengadilan. Alasan kewenangan tersebut karena securities fraud
menyangkut tehnik tinggi dan memerlukan keahlian khusus untuk dapat menyeret
pelaku ke pengadilan, penipuan yang paling umum adalah menggunakan pernyataan
yang salah atau menyesatkan yang mengakibatkan suatu pihak membeli atau
menjual efek. Mengingat efek merupakan intangible legal rights maka investor harus
mengandalkan statement yang dibuat intermediary tersebut. Dalam rangka
membatasi kemungkinan securities fraud pasar modal menerapkan sanksi yang berat
82
bagi siapa saja yang tanpa izin bertindak sebagai financial intermediaries di pasar
modal dan bagi siapa saja yang terlibat aktivitas penipuan tersebut.
3. Manipulasi pasar (market manipulation).
Investor di pasar modal berhak mengetahui bahwa harga yang dibentuk di bursa
merupakan hasil proses permintaan dan penawaran yang fair dan bukan harga yang
terbentuk dari hasil kolusi karena harga tersebut bukan merupakan parameter
investasi yang tepat. Undang-Undang Pasar Modal mengatur bahwa barang siapa
yang memberikan gambaran yang salah mengenai transaksi yang ada di bursa
merupakan perbuatan melawan hukum.
4. Jenis manipulasi lainnya adalah menciptakan gambaran yang salah mengenai
harga saham sehingga mendorong terjadinya jual beli saham pada harga yang
sebenarnya merupakan harga rekayasa (artificial). BAPEPAM mempunyai
wewenang untuk memonitor pasar agar dapat dideteksi kemungkinan adanya
aktivitas manipulasi.
5. Ketentuan emiten, keterbukaan dipasar modal terutama ditujukan kepada
keterbukaan perusahaan yang menawarkan efeknya dipasar modal atau emiten.
Emiten dituntut untuk mengungkapkan informasi mengenai keadaan bisnisnya
masyarakat, informasi tersebut haruslah dijamin kebenarannya dan emiten harus
bertanggung jawab atas kerugian yang diderita masyarakat investor.
Peraturan BAPEPAM yang disempurnakan diantaranya adalah Peraturan Nomor
IX.A.2 mengenai Tata Cara Pendaftaran Dalam Rangka Penawaran Umum yang
83
dimaksudkan untuk menyederhanakan proses dan mempersingkat jangka waktu
penawaran umum dari 90 hari kerja menjadi maksimum 15 hari kerja.
Sementara itu penyempurnaan Peraturan IX.A.8 mengenai Prospektus Awal dan
Info Memo dimaksudkan untuk mengatur ketentuan tentang Penawaran Awal (book
building) sehingga Emiten dan Penjamin Emisi dapat melakukan Penawaran Awal
setelah pengumuman Prospektus Ringkas.
Penawaran Awal (book building) adalah ajakan baik secara langsung maupun
tidak langsung dengan menggunakan Prospektus Awal yang bertujuan untuk mengetahui
minat calon pembeli atas efek yang akan ditawarkan dan atau perkiraan harga
penawaran efek.
Peraturan ini menganut asas transparansi (keterbukaan) kepada masyarakat agar
masyarakat tertarik untuk membeli perusahaan tersebut namun informasi yang diberikan
haruslah benar, bukan penipuan dan tidak ada yang disembunyikan karena investor
berhak akan informasi yang sebenar-benarnya.
Selanjutnya untuk memfasilitasi percepatan pemulihan ekonomi, Bapepam telah
menyempurnakan Peraturan Nomor IX.E.1 mengenai Benturan Kepentingan Transaksi
Tertentu. Penyempurnaan peraturan ini dimaksudkan untuk memperluas pengertian
benturan kepentingan dan pengertian Pemegang Saham Independen sehingga
mempermudah penentuan Pihak yang berhak hadir dan memberikan hak suara dalam
Rapat Umum Pemegang Saham Independen apabila terdapat suatu transaksi yang
mempunyai benturan kepentingan. Dengan penyempurnaan peraturan ini maka
84
perlindungan kepada pemegang saham, khususnya Pemegang Saham Independen
meningkat.
Dibidang penegakan hukum, seiring dengan meningkatnya tuntutan masyarakat
terhadap perlindungan hukum di bidang pasar modal, Bapepam bersikap lebih proaktif
terhadap dugaan pelanggaran peraturan perundang-undangan pasar modal. Upaya
tersebut tercermin dari meningkatnya jumlah pemeriksaan dan penyidikan serta
meningkatnya keterbukaan dalam pelaporan hasil-hasil pemeriksaan kepada para pelaku
pasar dan masyarakat pada umumnya.33
Selain memberikan sanksi administratif, Bapepam juga mewajibkan kepada
pihak yang melanggar ketentuan pasar modal untuk melakukan tindakan tertentu antara
lain meminta Emiten untuk melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Independen, melakukan pemaparan publik, menanggung biaya registrasi saham dalam
rangka scripless trading dan mengenakan denda kepada pengurus Emiten dengan
membayar sejumlah uang kepada kas negara.
Sejalan dengan perkembangan keadaan pasar, saat ini Bapepam juga lebih aktif
dalam mencermati kecenderungan (trend) pelanggaran yang terjadi seperti adanya
Perusahaan yang melakukan kegiatan yang menyerupai Perusahaan Efek tanpa terlebih
dahulu memperoleh izin dari Bapepam. Pemeriksaan terhadap kasus yang menyangkut
pelanggaran keterbukaan informasi merupakan kasus terbanyak, kemudian diikuti
dengan pemeriksaan terhadap pelanggaran benturan kepentingan dan manipulasi pasar.
33 Annual Report Bapepam 2000, http://www.bapepam.go.id/profil/annual/hukum_2000.htm
85
Di bidang penegakan hukum, pada tahun 2000 ini Bapepam lebih proaktif dan
dinamis dalam menangani sekaligus menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran. Dari 39
kasus yang ditangani, 28 di antaranya dapat diselesaikan di tahun 2000. Jenis sanksi juga
lebih variatif, dengan lebih menekankan pada upaya penanaman kesadaran kepada
manajemen Emiten dan Perusahaan Publik serta Perusahaan Efek agar menjunjung
tinggi sekaligus menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance.34
Disamping itu, perlu kiranya disadari oleh semua pihak bahwa penerapan
prinsip-prinsip corporate governance tidak hanya memerlukan perangkat regulasi dan
penegakan atas peraturan tersebut saja. Namun jauh lebih penting adalah upaya
penanaman pemahaman atas pentingnya penerapan prinsip tersebut oleh semua pihak.
Berdasarkan hal tersebut, Bapepam senantiasa mendukung upaya berbagai pihak
seperti Komite Nasional Corporate Governance, Indonesian Institute on Corporate
Governance (IICG) dan Forum on Corporate Governance in Indonesia (FCGI) untuk
lebih memasyarakatkan penerapan prinsip-prinsip good corporate governance.
Ringkasan hasil pemeriksaan suatu kasus berikut sanksi yang dijatuhkan kepada
pelanggar juga diumumkan secara luas kepada masyarakat pada saat yang bersamaan
dengan diputuskannya suatu sanksi. Hal ini selain sebagai perwujudan dari
pertanggungjawaban Bapepam kepada masyarakat (public accountability) juga
dimaksudkan agar masyarakat dapat memberikan penilaian, kritik, saran dan
komentarnya guna lebih meningkatkan lagi kinerja Bapepam di masa mendatang.
34 http://www.bapepam.go.id/old/profil/annual/pembaca2000.htm
86
Dari sisi regulasi, selain penerbitan beberapa aturan yang berkaitan dengan
kemajuan dan kegiatan yang telah diutarakan sebelumnya, telah diterbitkan pula aturan
lain dengan standar dan kualifikasi internasional baik baru maupun yang bersifat
penyempurnaan.
Aturan dibidang penawaran efek selain semakin menyederhanakan proses emisi
juga memungkinkan penerapan book building system yang di negara lain terbukti
mampu meningkatkan animo masyarakat terhadap penawaran efek dari suatu emiten.
Dapat dicatat pula bahwa beberapa aturan yang dikeluarkan di tahun 2000 seperti aturan
mengenai benturan kepentingan, penawaran tender, transaksi material maupun
perubahan kegiatan usaha, serta pengambilalihan perusahaan terbuka, langsung tidak
langsung turut memberikan kontribusi dalam proses percepatan pemulihan
perekonomian nasional.
Akhirnya, yang juga sangat penting untuk dicatat di tahun 2000 adalah
penyusunan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Perubahan Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, yang selain dimaksudkan guna
meningkatkan independensi Bapepam selaku lembaga pengawas sebagaimana
diamanatkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), juga sebagai respon
untuk menyesuaikan Pasar Modal Indonesia dengan perkembangan dan perubahan
paradigma yang terjadi di pasar modal dunia, seperti kecenderungan untuk mengizinkan
Bursa Efek dimiliki pihak lain di luar Anggota Bursa atau demutualisasi bursa.
Momentum penyusunan RUU tersebut juga merupakan kesempatan berharga
bagi pelaku Pasar Modal Indonesia sebagai salah satu warga industri sekuritas dunia,
87
untuk menunjukkan kepada masyarakat pasar modal internasional mengenai
komitmennya dalam memenuhi resolusi yang dikeluarkan oleh IOSCO, khususnya yang
berkaitan dengan pemenuhan terhadap Objectives and Principles of Securities
Regulation.
Dengan semakin majunya infrastruktur, semakin berdayanya pelaku pasar,
semakin efektifnya penegakan hukum, dan semakin sempurnanya regulasi yang
dipayungi pula oleh keberadaan Undang-Undang Pasar Modal dengan standar dan
kualifikasi internasional.
Standar dan kualifikasi internasional selain akan meningkatkan daya saing Pasar
Modal Indonesia di tingkat internasional, juga akan semakin mendekatkan Bapepam
pada pencapaian visinya, yakni "Menjadi otoritas pasar modal yang berkualitas
internasional, yang mampu mendorong, mengawasi, dan memelihara pasar sehingga
berdaya saing global, dan mampu mendukung perkembangan ekonomi nasional".
Memang diakui bahwa Disclosure merupakan terminologi yang teramat sering
dikumandangkan dalam dunia hukum pasar modal dan hukum pasar modal sendiri
seakan belum sah jika belum mengatur tentang disclosure ini, karenanya banyak
peraturan perundang-undangan mengaturnya secara cukup rinci.
Ada suatu dilema dalam hukum pasar modal itu sendiri apabila satu pihak hukum
terus mengejar dengan memperinci sedetil-detilnya tentang hal-hal apa saja yang mesti
didisclose oleh pihak-pihak penyandang kewajiban disclosure akan tetapi di lain pihak
hukum juga harus memproteksi kepentingan-kepentingan tertentu dari pihak yang
diwajibkan membuka informasi tersebut.
88
Kepentingan tersebut seringkali bertentangan dengan kewajiban disclosure.
Misalnya kepentingan suatu emiten untuk tidak mendisclose tentang informasi
yang.tergolong rahasia perusahaan. Dalam hal ini, sektor hukum harus jeli menimbang-
nimbang dan menyelaraskan kepentingan investor dan pasar terhadap suatu disclosure,
dengan kepentingan emiten atau pihak-pihak lain pemilik informasi.
Keselarasan diantara dua kepentingan yang kontradiktif tersebut tercermin dalam
prinsip yuridis yang menyatakan bahwa suatu disclosure di pasar modal tidaklah semata-
mata "full" tetapi juga mestilah "fair," seperti yang tersinipul dalam istilah full and fair
disclosure.
Selain daripada itu, sebagaimana diketahui bahwa dalam sistem hukum Perdata
kita, secara hukum dalam suatu jual beli, si penjual antara lain drwajibkan untuk
"menanggung" atas seluruh cacat yang tersembunyi dari barang yang dijualnya tersebut,
tetapi didalam jual beli saham di pasar modal, kewajiban menanggung cacat yang
tersembunyi saja masih belum cukup.
Untuk itu berkembanglah suatu teori hukum tentang kewajiban bagi suatu
perusahaan terbuka, yaitu yang dikenal dengan kewajiban "buka-bukaan" yang dalam
bahasa lnggrisnya disebut full and fair disclosure. Doktrin hukum tentang kewajiban
buka-bukaan bagi suatu perusahaan terbuka ini mempunyai karakteristik yuridis sebagai
berikut :
1. Prinsip ketinggian derajat akurasi informasi.
2. Prinsip ketinggian derajat kelengkapan informasi.
89
3. Prinsip equilibrium antara efek negatif kepada emiten di satu pihak,
dengan dipihak lain efek positif kepada publik jika dibukanya informasi tersebut.
Di samping itu, beberapa hal yang seringkali dilarang dalam hal keterbukaan
informasi adalah sebagai berikut :
1. Memberikan informasi yang salah sama sekali.
2. Memberikan informasi yang setengah benar.
3. Memberikan informasi yang tidak lengkap.
4. Sama sekali diam terhadap fakta atau informasi material.
Keempat model pelanggaran ini dilarang karena oleh hukum dianggap dapat
menimbulkan "misleading" bagi investor dalam memberikan judgementnya untuk
membeli atau tidak membeli suatu efek. Alasan utama mengapa suatu disclosure
diperlukan adalah agar pihak investor dapat melakukan suatu informed decision untuk
membeli atau tidak membeli suatu efek.
Harga pasar dari suatu efek dipengaruhi oleh informasi yang diberikan kepada
publik, jadi informasi publik tersebutlah yang menentukan apakah seseorang akan
melakukan tindakan jual-beli atau hold suatu efek. Karena itu, kedudukan suatu
prospektus tentunya sangat penting.
Hal ini melahirkan teori Market Hypothesis dan teori ini sangat mengecam
tindakan insider trading karena dengan informasi yang tidak kesampaian kepada publik
tersebut, berarti publik sangat dirugikan, dan seorang insider dapat mengail di air keruh.
Selain teori tersebut diatas ada juga teori Capital Asset Pricing yang
membedakan antara risk yang sistematis dan risk yang tidak sisteniatis, dan mengajarkan
90
pula bahwa risiko dalam melakukan investasi di pasar modal dapat dieliminir dengan
melakukan diversifikasi. Karena itu, informasi tentang suatu perusahaan tertentu tidak
begitu penting. Yang terpenting justru apa yang disebut sebagai Beta dari suatu efek.
Yang dimaksud dengan "beta" dari suatu efek adalah semacam pengukuran terhadap
suatu efek dalam hubungan dengan pasar secara keseluruhan.
Dari teori-teori tersebut diatas terlihat bahwa informasi tentang sesuatu
perusahaan, antara lain seperti yang terdapat dalam prospektus, ditempatkan pada posisi
yang berbeda-beda. Tentu saja semua teori tersebut masih menganggap bahwa informasi
tersebut perlu, tetapi tingkat keperluannya yang berbeda-beda. Bahkan ada yang
meyakini bahwa keadaan dan data industri dan ekonomi secara makro justru lebih
penting dan mempengaruhi harga pasar ketimbang informasi tertertu dari suatu
perusahaan.
Peraturan perundang-undangan dan praktek di pasar modal Indonesia
meniperkenalkan 3 macam prospektus sebagai berikut :
1. Prospektus biasa.
2. Prospektus ringkas (wajib dimuat dalam dua surat kabar).
3. Prospektus dalam rangka penawaran umum oleh perusahaan menengah atau
kecil.
Undang-undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995 memberikan rambu-rambu
yuridis bagi suatu prospektus, yaitu sebagai berikut :
1. Dilarang memuat hal-hal :
a. Keterangan yang tidak benar tentang fakta material.
91
b. Tidak memuat keterangan yang benar tentang fakta material.
2. Memuat semua rincian tentang fakta material yang dapat mempengaruhi
keputusan pemodal.
3. Fakta dan pertimbangan yang paling penting ditempatkan pada tempat yang
paling awal.
4. Extra hati-hati dalam menggunakan foto, diagram atau tabel karena sangat
potensial untuk terjadinya misleading.
5. Diungkapkan dalam bahasa yang jelas dan komunikatif.
6. Pengungkapan fakta material harus ditekankan sesuai bidang usaha atau sektor
industrinya.
7. Mestilah terdapat pernyataan bahwa semua lembaga dan profesi penunjang pasar
modal yang disebut dalam prospektus tersebut bertanggung jawab sepenuhnya atas
data yang disajikan sesuai dengan fungsi mereka, sesuai dengan peraturan yang
berlaku diwilayah Republik Indonesia dan kode etik, norma serta standar profesi
masing-masing.
Selanjutnya harus ada pula pernyataan bahwa sehubungan dengan penawaran
umum setiap pihak terafiliasi dilarang memberikan keterangan atau pernyataan
mengenai data yang tidak dimasukkan dalam prospektus tanpa persetujuan tertulis dari
emiten dan penjamin pelaksana emisi.
Menurut penjelasan atas Pasal 78 ayat (3) dan Undang-Undang Pasar Modal No.
8 Tahun 1995, maka suatu prospektus sekurang-kurangnya harus memuat :
1. Uraian tentang penawaran umum.
92
2. Tujuan dan Penggunaan Dana Penawaran umum.
3. Analisis dan pembahasan mengenai.kegiatan dan keuangan.
4. Risiko usaha.
5. Data keuangan.
6. Keterangan dari segi hukum.
7. Informasi mengenai pemesanan pembelian efek, dan
8. Keterangan tentang Anggaran dasar.
9. Harus ada "klausula Huruf Besar" (yakni klausula yang dicetak dengan huruf
besar), yaitu terhadap hal-hal sebagai berikut :
“ BAPEPAM TIDAK MEMBERIKAN PERNYATAAN MENYETUJUI ATAU
TIDAK MENYETUJUI EFEK INI. TIDAK JUGA MENYATAKAN
KEBENARAN ATAU KECUKUPAN ISI PROSPEKTUS INI. SETIAP
PERNYATAAN YANG BERTENTANGAN DENGAN HAL-HAL TERSEBUT
ADALAH PERBUATAN MELANGGAR HUKUM “
“ EMITEN DAN PENJAMIN EMISI EFEK (Jika ada) BERTANGGUNG JAWAB
SEPENUHNYA ATAS KEBENARAN SEMUA INFORMASI ATAU FAKTA
MATERIAL SERTA KEJUJURAN PENDAPAT YANG TERCANTUM DALAM
PROSPEKTUS INI.”
Apabila direncanakan untuk menstabilisasi harga efek tertentu, maka mesti ada
klausula huruf besar sebagai berikut :
“ DALAM RANGKA MEMPERTAHANKAN HARGA PASAR EFEK YANG SAMA,
BAIK JENIS MAUPUN KELASNYA, DENGAN YANG DITAWARKAN PADA
93
PENAWARAN UMUM INI, PENJAMIN EMISI DAPAT MELAKUKAN
STABILISASI HARGA PADA TINGKAT HARGA YANG LEBIH TINGGI DARI
YANG MUNGKIN TERJADI DI BURSA EFEK SEKIRANYA TIDAK DILAKUKAN
STABILISASI HARGA. JIKA PENJAMIN EMISI MELAKUKAN STABILISASI
HARGA, MAKA BAIK STABILISASI HARGA MAUPUN PENAWARAN UMUM
TERSEBUT DAPAT DIHENTIKAN SEWAKTU-WAKTU.”
Pada kenyataannya, isi dari suatu prospektus mempunyai ciri-ciri, yaitu :
1. Informasi banyak bersifat kualitatif.
Umumnya informasi yang disajikan mernang banyak yang bersifat kualitatif, yang
diduga banyak berpengaruh terhadap jalannya suatu perusahaan.
2. Taksiran-taksiran.
Kalaupun ada informasi yang kuantitatif, umumnya dibuat atas dasar taksiran-
taksiran atau dengan menggunakan metode-metode penilaian.
3. Belum Siap Pakai
Banyak informasi dalam prospektus yang belum siap pakai, sehingga agar dapat
dipakai untuk pengambilan keputusan perlu interpretasi dan analisis lebih lanjut.
Membahas prinsip full dislosure didalam kacamata yuridis, berarti kita
membicarakan sesuatu yang bersifat filosofis tentang sistem dan mekanisme yang
berlaku di industri sekuritas tersebut. Prinsip keterbukaan itu sendiri memiliki implikasi
94
dan pengertian yang sangat luas, sehingga untuk membahasnya kita harus dapat
mengerti terlebih dahulu hubungan dan prinsip dasar yang saling terkait.35
Aspek keterbukaan adalah aspek yang mengukur sejauh mana integritas pelaku
pasar menjalankan kewajiban transparansi dan good corporate governance didalam
penyelenggaraan usaha perseroan. IOSCO didalam guidelines yang disampaikan kepada
anggotanya, menekankan penerapan ketentuan pasar modal yang mengandung
kewajiban dan kepatuhan dalam menjalankan prinsip-prinsip keterbukaan.
Dalam impelementasinya yang tertuang didalam peraturan-peraturan yang
dikeluarkan oleh regulator maupun SRO, kewajiban transparansi diwajibkan kepada
setiap pihak yang termasuk didalam komponen utama industri sekuritas dalam bentuk
kepetahuan untuk memberikan dan menetapkan informasi yang segera untuk
disampaikan kepada publik, dimana informasi tersebut tidak dimanfaatkan untuk tujuan
yang dapat menyesatkan pasar.
Kepatuhan inilah yang menjadi wewenang dari regulator dan SRO untuk setiap
saat menetapkan kewajiban dan sanksi-sanksi bila timbulnya pelanggaran. Prinsip
keterbukaan dapat dirumuskan didalam setiap keputusan tanpa harus menegaskan
adanya keberlukaan dari prinsip transparansi itu sendiri. Namun didalam
pelaksanaannya secara praktis pihak-pihak yang menjadi objek dari peraturan itu sendiri
memiliki kewajiban untuk menyampaikan dan membuat laporan ataupun pernyataan
yang dapat digolongkan sebagai informasi dengan cara dan waktu yang ditentukan.
35 Prinsip Full Disclosure Di Pasar Modal, Analisa Yuridis oleh Indra Safitri, http://business.fortunecity.com/buffett/842/art220299_prinsipfulldisc.htm
95
Tingkat kepatuhan untuk menjalankan kewajiban itu sendiri harus dapat diawasi
dan diberikan reaksi yang cepat dari pihak yang mengawasi, sehingga pelanggaran atas
kewajiban itu sendiri tidak dijadikan sebagai sarana atau kesempatan untuk
memanfaatkan atau menyimpan informasi tersebut untuk tujuan dan kepentingan mereka
dan bukan untuk publik.
Secara yuridis prinsip keterbukaan tersebut, yang secara tegas dapat dilihat
didalam peraturan-peraturan di pasar modal, adalah meyangkut kewajiban-kewajiban
untuk menyampaikan informasi material, kewajiban pelaporan keuangan, dan
kewajiban-kewajiban lainnya yang dirasakan perlu dan dapat mempengaruhi jalan usaha
perseroan. Prinsip keterbukaan tersebut secara yuridis memiliki derajat hukum dengan
sanksi yang sangat berat karena prinsip keterbukaan tersebut memang bersifat
fundamental.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal memberikan
kewenangan penyidikan kepada Bapepam untuk melakukan penyidikan sehubungan
dengan pelanggaran atas ketentuan hukum yang berlaku di pasar modal. Kewenangan
untuk melakukan penyidikan merupakan kewenangan yang dilakukan oleh para penyidik
pegawai negeri sipil (PPNS) yang bila terbukti adanya pelanggaran maka proses
pemeriksaan akan dapat dilanjutkan ketingkat penyidikan yang untuk selanjutnya akan
diserahkan kepada pihak kejaksaan untuk selanjutnya diajukan kepengadilan.
Ketentuan yang berhubungan dengan tata cara pemeriksaan dan penyidikan oleh
Bapepam diatur didalam Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 1995 tentang Tata Cara
Pemeriksaan di Pasar Modal. Ketentuan yang mengatur tentang pemeriksaan di pasar
96
modal oleh Bapepam secara jelas menekankan perlunya integritas yang tinggi bagi para
penyidik dalam menjalankan pemeriksaan. Tidak hanya integritas namun diperlukan
kemandirian serta kejujuran agar proses pemeriksaan dapat berlangsung tanpa
merugikan pihak yang diperiksa.
Begitu pula bursa efek memiliki mekanisme yang berkaitan dengan pemeriksaan
yang dilakukan terhadap anggota bursa, dimana tim pemeriksa tersebut dibentuk dengan
tujuan agar anggota bursa dapat mematuhi segala sesuatu yang telah diatur dan
ditentukan oleh bursa efek, terutama yang berhubungan dengan ketentuan yang
berkaitan dengan standar operasional yang wajib dijalankan oleh setiap anggota bursa.
Didalam menjalankan tugas-tugas tersebut maka tim pemeriksa bursa wajib menjalankan
tugas serta kewenangan yang diberikan sesuai dengan tujuan dari pemeriksaan itu
sendiri.
Para pemeriksa ataupun penyidik yang menjalankan tugas dituntut memiliki
sikap dan perbuatan yang menjunjung tinggi azas praduga tak bersalah, serta dilarang
menggunakan kewenangan tersebut demi kepentingan pribadi atau kelompoknya.
Arogansi didalam menjalankan tugas adalah sikap yang sangat bertentangan dengan
tujuan dari pemeriksaan itu sendiri.
Oleh sebab itu bila ditemukan perilaku pemeriksa yang bertujuan untuk menekan
ataupun bersifat ancaman dalam menjalankan tugasnya, maka pihak ataupun anggota
bursa dapat menolak atau setidak-tidaknya melakukan klarifikasi atas pemeriksaan
tersebut.
97
Pihak yang diperiksa berhak untuk menolak suatu pemeriksaan yang tidak
berlandaskan kepada ketentuan yang berlaku ataupun yang ditentukan oleh bursa efek.
Penolakan untuk diperiksa tentunya harus berlandaskan kepada hal-hal yang secara jelas
memang tidak berhubungan dengan tujuan pemeriksaan. Langkah lainnya dapat juga
meminta kepada Bapepam ataupun pimpinan bursa efek agar dibentuk tim pemeriksa
yang baru sehingga kekhawatiran tindakan yang merugikan pihak yang diperiksa dapat
dicegah.
Bagaimanapun juga ketentuan tentang tata cara pemeriksaan dipasar modal
senantiasa berlandaskan kepada hal-hal yang berhubungan dengan integritas, kejujuran
dan kemandirian dari pihak yang melakukan pemeriksaan. Oleh sebab itu arogansi yang
diwujudkan dengan cara-cara yang mengintimidasi pihak yang diperiksa bukan
merupakan pola yang diperkenankan didalam ketentuan hukum tentang pemeriksaan
dipasar modal. Untuk itu diperlukan keberanian dari pihak ataupun anggota bursa untuk
menolak atau tidak melayani tata cara pemeriksaan yang tidak sesuai dengan ketentuan
hukum yang berlaku.36
36 Siapa-siapa pemeriksa dan penyidik yang “Galak” di Bursa, http://business.fortunecity.com/buffett/842/art000026_siapapemeriksa.htm
98
BAB IV
PENYELESAIAN PELANGGARAN PENERAPAN PENGELOLAAN
PERUSAHAAN YANG BAIK (GOOD CORPORATE GOVERNANCE) DI
PASAR MODAL
A. Kasus Pelanggaran Good Corporate Governance di Pasar Modal.
1. Kasus Divestasi Saham PT. INDONESIAN SATELLITE
CORPORATION Tbk. Oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara.
Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) pada tanggal 23 Mei 2002, telah
mengeluarkan Surat Perintah Pemeriksaan No. SPRIN-22/PM/2002. terhadap
99
pelaksanaan divestasi saham PT. Indonesian Satellite Corporation Tbk., (Selanjutnya
disingkat “ISAT”) yang dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini
melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (Selanjutnya disingkat “Kementerian
BUMN”).
Pemeriksaan BAPEPAM dilaksanakan dengan menggunakan metode
pemeriksaan setempat, pemeriksaan melalui pemanggilan dan pemeriksaan dokumen-
dokumen dan untuk memperoleh fakta yang akurat berkaitan dengan adanya dugaan
pelanggaran yang dilakukan oleh para Pihak, Bapepam telah melakukan pemeriksaan
dengan metode dan kepada pihak-pihak sebagai berikut :
1. Pemeriksaan setempat dilakukan kepada PT. Danareksa Sekuritas,
Credit Suisse First Boston, PT. Merril Lynch Indonesia, PT. Nusantara Capital dan
PT. ABN AMRO Asia Securities Indonesia.
2. Pemeriksaan melalui pemanggilan kepada PT. Danareksa Sekuritas,
Credit Suisse First Boston, PT. Merril Lynch, PT. Nusantara Capital, PT. ABN
AMRO Asia Securities Indonesia, PT. Indonesian Satellite Corporation Tbk,
Kementerian BUMN, Direksi PT. Bursa Efek Jakarta, PT. Trimegah Securities Tbk,
PT. Trimegah Asset Management, PT. Jamsostek, PT. Net Securities, PT. Namalatu
Ronesina, PT. Semesta Indovest, Kantor Konsultan Hukum Makes & Partner,
Milbank, Tweed, Hadley & Mc Cloy LLP, Hong Kong, Merril Lynch Singapura;
dan Reuters.
3. Pemeriksaan Konfrontasi antara Sdr. Agus Prodjosasmito dengan
Sdr. Helman Sitohang, Sdr. Jimmy Ganda, Sdr. James dan Sdri. Atty A. Abidin, Sdr.
100
Jimmy Ganda dengan Sdri. Atty A. Abidin, Pemeriksaan Dokumen kepada 68
Perusahaan Efek yang melakukan transaksi saham ISAT pada tanggal 15 Mei 2002
dengan lawan transaksi PT. Danpac Securities untuk kepentingan PT. Jamsostek.
4. Pemeriksaan dokumen dilakukan pula atas dokumen-dokumen
lainnya yang dianggap perlu.
Guna memberikan arah yang jelas dalam proses pemeriksaan, Bapepam telah
membatasi ruang lingkup pemeriksaan, dengan pengertian sebagai berikut :
Pemeriksaan dilakukan secara independen guna menemukan kemungkinan telah
dilakukannya pelanggaran atas peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal
dalam proses divestasi saham ISAT oleh Pemerintah Indonesia. Pemeriksaan secara
independen yang dilakukan oleh Bapepam dilandaskan pada kewenangan Bapepam
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 100 ayat (1) UUPM, yaitu :
“Bapepam dapat mengadakan pemeriksaan terhadap setiap Pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal.”
Kesimpulan beserta jenis pelanggaran yang dipersangkakan sebagaimana
dimaksudkan dalam hasil pemeriksaan ini adalah diambil semata-mata berdasarkan hasil
pemeriksaan yang dilakukan oleh Tim Pemeriksa Bapepam, hal ini sesuai dengan apa
yang dimaksud dalam penjelasan Pasal 100 ayat (2) UUPM, penjelasan dari Pasal 100
ayat (2) UUPM mengatur, yaitu :
”…dengan kewenangannya, Bapepam dapat mengumpulkan data, informasi, dan atau keterangan lain yang diperlukan sebagai bukti atas pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal”.
101
Dalam rangka kewenangan berkaitan dengan pengenaan sanksi, Bapepam tetap
mengedepankan unsur pembinaan dengan tetap berdasarkan kepada ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang Pasar Modal yang berlaku. Kecuali terhadap keputusan
Bapepam untuk melakukan penyidikan, maka Bapepam dalam mengenakan sanksi
administratif tetap memperhatikan aspek pembinaan terhadap Pihak-pihak yang diduga
melakukan pelanggaran atas ketentuan peraturan perundang-undangan yang
dipersangkakan dalam kasus ini.
Hal ini sejalan dengan apa yang dimaksud pada penjelasan Pasal 102 ayat (1)
UUPM. Penjelasan Pasal 102 ayat (1) UUPM mengatur :
“Dalam menerapkan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat (1), Bapepam perlu memperhatikan aspek pembinaan terhadap Pihak dimaksud.”
Atas dasar hasil pemeriksaan yang dilakukan, Bapepam memperoleh temuan dan
fakta yang secara kronologis dapat disampaikan sebagai berikut :
1. Bahwa pada tanggal 14 Desember 1998, ISAT telah
menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang
telah menyetujui dilakukannya pengeluaran saham dalam portepel dan/atau
menerbitkan obligasi konversi dan/atau waran dan/atau Efek lainnya tanpa
melakukan Penawaran Umum Terbatas kepada para pemegang saham.
2. Bahwa hingga saat ini persetujuan RUPSLB sebagaimana tersebut
pada angka 1 belum direalisasikan oleh pihak manajemen ISAT.
3. Bahwa divestasi saham ISAT oleh Pemerintah Indonesia telah
dilakukan pada tanggal 16 Mei 2002, dimana Kementerian BUMN berhasil
102
melakukan penjualan saham ISAT sebanyak 83,5 juta saham ISAT pada harga Rp.
12.000 per saham dari target yang direncanakan semula yaitu sebanyak 117,2 juta
saham.
4. Bahwa dalam proses divestasi yang dilaksanakan oleh Kementerian
BUMN, PT. Danareksa Sekuritas (Selanjutnya disebut “OD”) bertindak sebagai
penasihat keuangan. Surat penunjukkan dikeluarkan oleh Menteri Keuangan pada
tanggal 17 Mei 2001 melalui suratnya Nomor S-297/MK.05/2001 perihal
Penunjukkan PT. Danareksa Sekuritas dan PT. Bahana Securities. Credit Suisse First
Boston International (Selanjutnya disebut “CSFB”) ditunjuk sebagai International
Financial Advisor setelah melalui tahapan beauty contest yang dilakukan oleh OD.
5. Bahwa sebelum dilakukannya penjualan saham ISAT oleh
Pemerintah Indonesia (16 Mei 2002), terjadi ketidakpastian informasi yang dimiliki
oleh masyarakat sehingga mengakibatkan pergerakan harga yang sangat signifikan
atas saham ISAT di PT. Bursa Efek Jakarta (Selanjutnya disebut “BEJ”). Terdapat
upaya untuk mencegah jatuhnya harga saham ISAT di BEJ melalui suspensi oleh
BEJ. Kementerian BUMN serta OD mengajukan permohonan kepada Bapepam, BEJ
dan PT. Bursa Efek Surabaya (BES) untuk hal tersebut.
6. Bahwa selain berencana untuk melakukan corporate action berupa
penambahan modal sebagaimana telah disetujui oleh RUPSLB, ISAT telah dan
berencana pula untuk melakukan beberapa corporate action sebagai berikut :
a. Melakukan pembelian 25% saham PT. Satelindo milik De Te Asia
Holding GMBH (Selanjutnya disebut “DT”).
103
b. Menerbitkan Obligasi;
c. Transaksi silang antara ISAT dan PT. Telkom; dan
d. Corporate Action PT. Satelindo, yang merupakan anak perusahaan ISAT.
7. Bahwa berkaitan dengan pembelian saham PT Satelindo yang
dimiliki oleh DT, Tim Pemeriksa Bapepam telah menemukan fakta bahwa telah
terjadi upaya penyampaian informasi yang menyesatkan berkaitan dengan sumber
dana pembelian. Analisa fakta atas upaya tersebut, adalah sebagai berikut :
a. Pengumuman ISAT pada media massa/konferensi pers pada tanggal 15
Mei 2002 sore, disebutkan bahwa pembayaran atas pembelian saham PT
Satelindo yang dimiliki oleh DT, bersumber dari kombinasi antara :
1. Pengeluaran saham baru.
2. Penerbitan instrumen hutang; dan
3. Dana internal perusahaan/kas perusahaan.
b. Berdasarkan hasil rapat yang dilakukan oleh Pihak ISAT, diketahui
bahwa pembayaran atas pembelian saham PT Satelindo yang dimiliki oleh DT,
bersumber dari pola pendanaan melalui beberapa alternatif, yaitu :
1. Pengeluaran saham baru;
2. Penerbitan instrumen hutang; dan
3. Dana internal perusahaan/kas perusahaan.
c. Berdasarkan pernyataan yang disampaikan oleh manajemen ISAT kepada
Tim pemeriksa Bapepam, pengumuman yang disampaikan oleh ISAT kepada
masyarakat, melalui media massa, dilakukan mengingat bahwa berdasarkan hasil
104
rapat pada tanggal 15 Mei 2002 pagi bersama dengan Kementerian BUMN,
diperoleh kepastian bahwa Pemerintah Indonesia menyetujui dilaksanakannya
pengeluaran saham baru namun diminta untuk dilaksanakan setelah divestasi
saham ISAT oleh pemerintah;
d. Berdasarkan keterangan Sdr. Habimono Koesoebjono (Direktur
Keuangan dan Administrasi ISAT) diperoleh fakta bahwa sebenarnya untuk
pembayaran tahap pertama (28 Juni 2002) pembelian saham PT Satelindo yang
dimiliki oleh DT sebesar 65 juta US Dollar cukup diambil dari dana internal
ISAT atau tidak perlu dilakukan pengeluaran saham baru;
e. Berkaitan dengan keterangan kepada Bapepam, Sdr. Hari Kartana, dalam
kapasitasnya sebagai Direktur Utama ISAT, menyatakan bahwa kalimat
“kombinasi” seharusnya adalah “alternatif” karena adanya ketidakpastian
pelaksanaan corporate action ISAT, sedangkan pembelian saham PT Satelindo
adalah merupakan sesuatu yang harus dilakukan;
f. Terhadap fakta-fakta tersebut di atas, dapat dianalisa bahwa :
1. Antara pengumuman yang dikeluarkan oleh ISAT yang
menyatakan bahwa pendanaan berasal dari “kombinasi” beberapa corporate
action, serta fakta hasil rapat pihak manajemen ISAT yang menyepakati
pendanaan diperoleh dari “alternatif” atas beberapa corporate action, kedua
fakta tersebut apabila dianalisa akan memiliki pengertian yang sangat
berbeda bagi kepentingan keputusan investasi investor;
105
2. Pengumuman ISAT pada tanggal 15 Mei 2002 mengisyaratkan
bahwa ISAT akan segera melakukan pengeluaran saham baru sebanyak 54,5
juta saham untuk pembiayaan pembelian saham PT Satelindo milik DT, hal
ini mengingat bahwa berdasarkan keterangan Pihak manajemen ISAT,
pemerintah Indonesia telah meminta kepada ISAT untuk melaksanakan
pembelian saham PT Satelindo yang dimiliki oleh DT beserta seluruh
prosesnya selesai dilakukan sebelum akhir bulan Juni 2002;
3. Akibat pengumuman ISAT, yang mempunyai perbedaan waktu
yang hampir bersamaan dengan pengumuman pemerintah tentang divestasi
pemerintah atas saham ISAT, maka terdapat fakta kurangnya minat investor
dalam dan luar negeri untuk membeli saham ISAT dalam proses divestasi
oleh Pemerintah, sementara investor lebih memilih untuk menunggu kegiatan
pengeluaran saham baru sebanyak 54,5 juta saham oleh ISAT, fakta ini
didukung oleh fakta-fakta lain sebagai berikut :
1. Menurunnya harga saham ISAT pada periode pelaksanaan divestasi
oleh Pemerintah,
2. Tidak tercapainya target penjualan sebanyak 11,32% saham ISAT
milik Pemerintah Indonesia sebagaimana yang direncanakan semua.
3. Minimnya minat investor dalam negeri, diluar PT. Jamsostek dan
OD, untuk melakukan pembelian saham ISAT dalam proses divestasi
oleh Pemerintah Indonesia.
106
4. Hingga saat dibuatnya release ini ternyata manajemen ISAT belum
melakukan kegiatan pengeluaran saham baru sebanyak 54,5 juta saham,
sebagaimana telah diumumkan pada 15 Mei 2002;
5. Selain hal tersebut pada huruf (c) diatas, pengumuman yang telah
dikeluarkan oleh ISAT telah terbukti pula memberikan pengaruh terhadap
keputusan investasi masyarakat atas saham ISAT. Pengaruh tersebut
secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Pada tanggal 15 Mei 2002, Kementerian BUMN mengumumkan
rencana penjualan 11,32% atau sebanyak 117,2 juta saham ISAT;
b. Pada tanggal 15 Mei 2002, ISAT mengeluarkan pengumuman
berkaitan dengan pendanaan pembelian saham PT Satelindo yang
dimiliki oleh DT;
c. Pada tanggal 16 Mei 2002, Reuters memberitakan target penjualan
saham ISAT oleh Kementerian BUMN sebesar Rp.1, 4 triliun;
d. Pengumuman yang mengatakan bahwa pendanaan berasal dari
kombinasi corporate action memiliki pengertian bahwa pembelian
saham PT Satelindo yang dimiliki oleh DT akan dilakukan ISAT
dengan terlebih dahulu melakukan beberapa corporate action
diantaranya pengeluaran saham baru ISAT;
e. Bahwa pengumuman pembelian saham PT Satelindo yang dimiliki
oleh DT memberikan isyarat akan segera dilakukannya pengeluaran
saham baru ISAT;
107
f. Bahwa adanya hubungan antara direleasenya berita oleh Reuters
mengenai target pendapatan atas penjualan 11,32% saham ISAT
sebesar Rp. 1,4 triliun, analisa atas berita ini dapat diprediksikan
bahwa harga saham ISAT untuk setiap saham yaitu Rp. 11.950,-,
sementara pada hari yang sama, harga saham ISAT di BEJ berkisar
antara Rp. 12.600,- s/d Rp. 13.200,-;
g. Pengumuman ISAT berkaitan dengan pembelian saham PT Satelindo
yang dimiliki oleh DT, analisa atas pengumuman ini adalah bahwa
akan dilakukannya pengeluaran saham baru oleh ISAT, hal ini berarti
kepemilikan atas saham ISAT periode sebelum dilakukannya
pengeluaran saham baru oleh ISAT akan mengakibatkan terdilusinya
saham yang dimiliki oleh publik/masyarakat;
h. Baik pengumuman ataupun release mengenai target pendapatan yang
dikeluarkan oleh Kementerian BUMN dan Reuters berkaitan dengan
pelaksanaan divestasi saham ISAT dan pengumuman yang
dikeluarkan oleh ISAT berkaitan dengan pembelian saham PT
Satelindo yang dimiliki oleh DT saling memiliki hubungan dan
pengaruh secara signifikan. Analisa atas pengaruh tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Pengumuman Kementerian BUMN serta release Reuters
berdampak terhadap analisa investor mengenai harga saham
ISAT;
108
2. Pengumuman ISAT berkaitan dengan pembelian saham PT.
Satelindo yang dimiliki oleh DT berdampak terhadap prediksi
masyarakat bahwa akan dilakukannya pengeluaran saham baru
oleh ISAT;
3. Bahwa pengumuman Kementrian BUMN dan release Reuters
serta diumumkannya pembelian saham PT. Satelindo yang
dimiliki oleh DT kemudian mengakibatkan dilakukannya
penjualan saham ISAT oleh investor;
4. Terdapat fakta terjadinya penurunan harga dilakukannya
stabilisasi harga oleh OD serta suspensi oleh BEJ; dan
5. Kemudian masyarakat lebih memilih untuk menunggu
pelaksanaan pengeluaran saham baru oleh ISAT yang telah
diperediksikan akan dilakukan dalam waktu yang tidak terlalu
lama setelah dilakukannya divestasi saham ISAT milik
Pemerintah.
Bahwa berkaitan dengan pelaksanaan beberapa corporate action oleh ISAT
sebagaimana tersebut diatas, terdapat kesimpangsiuran sehubungan dengan penunjukkan
penasihat keuangan ISAT. Kesimpangsiuran dimaksud tercermin dari :
a. Adanya pernyataan dari manajemen ISAT kepada Bapepam bahwa PT
Mandiri Sekuritas (Selanjutnya disebut “CC”) tidak pernah ditunjuk sebagai
penasihat keuangan atas beberapa corporate action ISAT;
109
b. Adanya pernyataan dari Pihak CC kepada Bapepam bahwa pihaknya
adalah merupakan penasihat keuangan yang sah dari ISAT;
c. Keabsahan dokumen surat perjanjian yang meragukan dari segi hukum,
berkaitan dengan tanda tangan para Pihak, lingkup mandat yang diberikan,
penanggalan dan perbedaan dokumentasi yang dimiliki oleh masing-masing Pihak.
d. Diserahkannya dokumen surat perjanjian penunjukkan CC sebagai
penasihat keuangan ISAT oleh pihak ISAT, tanpa terlebih dahulu melakukan
penelitian terhadap keabsahan dokumen dimaksud;
e. Terdapatnya perbedaan pernyataan diantara direksi ISAT berkaitan
dengan prosedur dan kewenangan penunjukkan penasihat keuangan ISAT;
f. Terdapatnya indikasi yang kuat atas penyalahgunaan wewenang oleh
beberapa pihak direksi ISAT berkaitan dengan pelaksanaan corporate action,
khususnya pembelian saham PT Satelindo milik DT;
g. Tidak terdapatnya koordinasi yang baik diantara manajemen ISAT
berkaitan dengan corporate action, khususnya pembelian saham PT Satelindo milik
DT.
h. Keikutsertaan PT Merril Lynch Indonesia (Selanjutnya disebut “ML”)
dalam beberapa pembicaraan antara ISAT, dan CC. ML menyatakan bahwa
pihaknya diminta oleh CC untuk membantu pelaksanaan corporate action ISAT.
Antara CC dan ML tidak ada perjanjian tertentu yang menyatakan bahwa ML adalah
Pihak yang terlibat dalam proses corporate action ISAT.
110
Bahwa berkaitan dengan proses corporate action yang dilakukan oleh ISAT,
telah terjadi beberapa pertemuan diantara para Pihak, termasuk pertemuan di Singapura
pada tanggal 8 Mei 2002. Berkaitan dengan pernyataan Pihak ML sehubungan dengan
pertemuan pada tanggal 7 dan 8 Mei di Hotel Ritz Carlton Singapura, diperoleh fakta
bahwa Merril Lynch Singapura (Selanjutnya disebut “MLS”), yang berada dalam satu
group dengan ML, memiliki pendapat dan telah pernah mengusulkan bahwa proses
divestasi saham ISAT oleh Pemerintah Indonesia serta penjualan saham baru oleh ISAT
untuk dilakukan dalam waktu yang bersamaan.
Analisa pihak MLS adalah :
1. Apabila tidak dilakukan dalam waktu yang bersamaan, hasilnya
akan buruk; dan
2. Apabila tidak dilakukan dalam waktu yang bersamaan akan dapat
mempengaruhi harga saham ISAT.
Terdapat perbedaan analisa antara pihak Merril Lynch dan pihak penasihat
keuangan pemerintah dalam proses divestasi, khususnya mengenai apakah divestasi
saham ISAT oleh Pemerintah Indonesia dan pengeluaran saham baru oleh ISAT dapat
dilakukan dalam waktu yang bersamaan atau harus dilakukan secara terpisah;
Usulan pihak Merril Lynch tersebut diatas dinyatakan tidak disetujui pada saat
rapat tanggal 15 Mei 2002 dan pihak Merril Lynch telah menyampaikan hal tersebut
kepada Merril Lynch Hong Kong dan Singapura. Bahwa berkaitan dengan proses
divestasi saham ISAT yang dimiliki oleh Pemerintah Indonesia, adalah benar terdapat
Pihak dari CSFB (Sdr.Helman Sitohang/HS) dan Pihak dari PT Nusantara Capital (Sdr.
111
Agus Prodjosasmito/AP) yang telah melakukan pembicaraan berkaitan dengan program
divestasi saham ISAT yang dilakukan oleh Kementerian BUMN. AP adalah Penasihat
dari PT Nusantara Capital (Selanjutnya disebut “NC”);
Berdasarkan perjanjian diantara para Pihak berkaitan dengan proses divestasi
saham ISAT yang dimiliki oleh Pemerintah Indonesia, OD dan CSFB masing-masing
bertindak sebagai Pihak yang menawarkan saham ISAT kepada lokal investor dan
internasional investor.
Terdapat fakta bahwa AP dan HS pernah melakukan pertemuan membahas
permasalahan divestasi saham ISAT oleh Pemerintah Indonesia, AP dan HS beberapa
kali melakukan pembicaraan melalui telepon membahas permasalahan divestasi saham
ISAT oleh Pemerintah Indonesia dan AP dan HS telah secara sadar mengetahui
kapasitas masing-masing Pihak dengan pengertian bahwa NC dan CSFB bukan
merupakan Pihak yang telah memiliki izin dari Bapepam untuk melakukan aktifitas di
Pasar Modal Indonesia; dan berdasarkan perjanjian antara OD, CSFB dan Kementerian
BUMN, CSFB berkedudukan sebagai international financial advisor yang melakukan
penjualan saham ISAT kepada investor luar negeri.
Sdr. Robby Christian Winarta (RCW) dari CSFB yang merupakan staff HS, pada
tanggal 16 Mei 2002 telah secara sengaja mengirimkan jadual tentative timetable
pelaksanaan divestasi saham ISAT kepada Sdri. Atty A. Abidin (AA) yang merupakan
staff dari NC, dokumen tersebut dikirimkan setelah terlebih dahulu AA dan RCW
melakukan pembicaraan melalui telepon;
112
Dokumen sebagaimana disebutkan diatas, yang dikirimkan melalui fax adalah
merupakan dokumen rahasia yang dikirimkan kepada Pihak ketiga yaitu NC, karena
(berdasarkan pengakuan RCW) dia telah diberitahu oleh AA bahwa AP telah meminta
langsung kepada HS berkaitan dengan hal tersebut (telah ada kerjasama);
Atas dasar beberapa kali pembicaraan dan dikirimkannya copy timetable, Pihak
NC beranggapan bahwa CSFB telah memberikan kewenangan kepada NC untuk
melakukan penawaran guna mencari data minat investor atas penjualan saham ISAT
oleh Kementerian BUMN, hal tersebut ditindaklanjuti dengan terlebih dahulu membuat
formulir pemesanan.
Formulir pemesanan mencantumkan NC dan kontak person AA dan Sdr. Jimmy
Ganda, Sdr. Jimmy Ganda (JG) adalah merupakan pegawai/sales dari PT. Namalatu
Ronesina (Selanjutnya disebut “LH”), surat pengangkatan JG sebagai pegawai
ditandatangani oleh Direksi LH pada tanggal 3 Juni 2002. NC adalah tercatat sebagai
nasabah institusi dari LH.
Berdasarkan hasil pemeriksaan konfrontasi, baik JG maupun AA terbukti
mengetahui dan secara sengaja mencantumkan nama mereka pada formulir pemesanan.
Pada tanggal 15 Mei 2002 telah dilakukan rapat dikantor Kementerian BUMN yang
melakukan pembahasan mengenai divestasi saham ISAT dan program pengeluaran
saham baru oleh ISAT, rapat dihadiri oleh penasihat keuangan Kementerian BUMN, CC
dan ML.
Rapat dilaksanakan sebanyak 3 (tiga) kali, pagi, siang dan malam. Rapat yang
dilaksanakan malam hari dihadiri oleh Pihak ISAT serta CC dan ML. Pihak ML
113
diperkenalkan oleh CC selaku Pihak yang akan membantu CC sebagai penasihat
keuangan.
Terdapat pernyataan dari pihak manajemen ISAT bahwa ISAT tidak berkenan
atas kehadiran pihak ML dalam rapat dimaksud. Pada tanggal 16 Mei 2002, ML
melakukan penjualan saham ISAT sebanyak 4.135.500 lembar dari 2 (dua) nasabahnya
yaitu Merril Lynch Pierce, Fenner and Smith Inc., (MLPFNS) sebanyak 3.535.500
lembar dan Merril Lynch International (MLI) sebanyak 600.000 lembar dengan total
volume perdagangan sebesar 39,48% dari seluruh volume transaksi saham ISAT pada
tanggal 16 Mei 2002.
Berkaitan dengan kemungkinan terjadinya perdagangan orang dalam pada
perdagangan saham ISAT, Tim Pemeriksaan Bapepam telah menemukan beberapa fakta
yang relevan, sebagai berikut :
1. Keikutsertaan pihak ML dalam beberapa pertemuan dan
pembicaraan berkaitan dengan corporate action ISAT.
2. Adanya hubungan antara CC dengan pihak ML dimana CC
merupakan pihak yang menyatakan diri sebagai penasihat keuangan ISAT dan
memiliki informasi berkaitan dengan corporate action ISAT;
3. CC menyatakan bahwa memang benar CC meminta bantuan ML
secara lisan bagi kepentingan kedudukannya sebagai penasihat keuangan ISAT
dalam corporate action ISAT;
114
4. Adanya analisa pihak ML berkaitan dengan waktu pelaksanaan
divestasi dan corporate action ISAT yang dapat dilakukan secara bersamaan atau
terpisah tersebut dapat berpengaruh terhadap harga saham ISAT;
5. Adanya keputusan untuk memisahkan waktu pelaksanaan divestasi
dan corporate action ISAT yang diketahui oleh pihak ML pada tanggal 15 Mei 2002;
dan
6. Adanya penjualan saham ISAT yang dilakukan oleh ML pada
tanggal 16 Mei 2002.
Bahwa hingga saat ini Bapepam masih melakukan pemeriksaan berkaitan dengan
beneficial owners atas transaksi yang dilakukan oleh ML pada tanggal 16 Mei 2002. Hal
ini perlu dilakukan mengingat bahwa berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, dalam membuktikan unsur pelanggaran perdagangan orang
dalam, wajib dipenuhinya secara kumulatif unsur-unsur sebagai berikut :
a. Adanya orang dalam;
b. Adanya informasi orang dalam; dan
c. Adanya transaksi yang dilakukan berdasarkan informasi orang dalam.
Berkaitan dengan kemungkinan terjadinya informasi yang menyesatkan
(misleading information) dalam proses divestasi saham ISAT oleh Pemerintah Indonesia
serta corporate action ISAT, Tim Pemeriksaan Bapepam telah menemukan beberapa
fakta yang relevan, sebagai berikut :
1. Terdapat Pihak pada Kementerian BUMN yang telah membuat
pernyataan atau memberikan keterangan secara tidak cukup berhati-hati dalam hal
115
mana terdapat kemungkinan bahwa keterangan yang diberikan secara material
adalah tidak benar atau menyesatkan.
2. Pernyataan ataupun keterangan dimaksud berkaitan dengan:
a. Pencapaian target pendapat dari divestasi yang akan dilakukan;
b. Adanya dugaan atau tuduhan telah terjadinya Insider Trading yang
dilakukan oleh Pihak tertentu.
c. Direlease-nya berita oleh Reuters berkaitan dengan target privatisasi
pemerintah atas saham ISAT sebesar Rp. 1.4 Trilliun dari penjualan sebanyak
11.32 persen saham ISAT yang dimiliki oleh Pemerintah;
d. Tidak terdapat upaya memberikan kepastian berkaitan dengan rencana
pengeluaran saham baru ISAT, yang seharusnya dilakukan oleh Pihak
management ISAT, hal ini dibuktikan dengan munculnya ketidakpastian di
tengah masyarakat berkaitan dengan corporate action ISAT, serta proses
divestasi saham ISAT oleh Kementerian BUMN sehingga mengakibatkan
dilakukannya suspensi saham ISAT di BEJ pada tanggal 16 Mei 2002 (Sekitar
jam 15.32 waktu JATS) pada harga Rp. 12.600,-.
Berdasarkan fakta-fakta serta analisa hukum sebagaimana telah disampaikan
diatas serta berdasarkan ketentuan Pasal 100, Pasal 101 serta pasal 102 UUPM, maka
Bapepam memutuskan untuk melakukan tindakan hukum kepada Pihak-pihak, sebagai
berikut :
1. Kepada ISAT, atas pelanggaran ketentuan Pasal 93 UUPM,
serta dengan mempertimbangkan bahwa berdasarkan fakta-fakta yang telah
116
ditemukan berkaitan dengan pelanggaran yang telah dilakukan oleh ISAT
sebagaimana telah disebutkan diatas, akan ditingkatkan ketahap penyidikan;
2. Berdasarkan penjelasan atas ketentuan Pasal 100 ayat (2),
disebutkan bahwa :
“Apabila Bapepam berpendapat bahwa suatu kegiatan yang dilakukan itu merupakan pelanggaran terhadap UUPM dan atau peraturan pelaksanaannya dan mengakibatkan kerugian terhadap kepentingan Pasar Modal dan atau membahayakan kepentingan pemodal dan masyarakat, maka tindakan penyidikan dapat mulai dilakukan”
3. Mempertimbangkan bahwa berdasarkan fakta-fakta yang telah
ditemukan berkaitan dengan NC, dan CSFB sebagaimana telah disebutkan diatas,
walaupun tidak terdapat fakta berkaitan dengan adanya kepentingan Pasar Modal
yang dirugikan dan atau kepentingan pemodal dan masyarakat yang berada dalam
bahaya akibat tindakan yang dilakukan oleh beberapa Pihak yang bekerja pada NC
dan CSFB tersebut, Bapepam, berdasarkan kewenangan yang dimilikinya,
memutuskan untuk tetap mengenakan sanksi kepada para Pihak, dengan keterangan
sebagai berikut :
a. Sanksi yang dikenakan adalah sebagai sanksi administratif
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 102 ayat (1) dan ayat (2) UUPM;
b. Kepada CSFB, Bapepam berpendapat bahwa tindakan
yang telah dilakukan oleh CSFB adalah semata-mata berkaitan dengan
permasalahan perdata (diluar yurisdiksi Pasar Modal) diantara para Pihak yang
mengikatkan diri dalam perjanjian sebagai penasihat keuangan berkaitan dengan
pelaksanaan divestasi saham ISAT yang dimiliki oleh Kementerian BUMN,
117
maka Bapepam tidak memiliki kewenangan untuk mengenakan sanksi kepada
pihak CSFB.
c. Namun demikian, kepada CSFB, apabila Bapepam
dikemudian hari menemukan adanya indikasi pelanggaran atas peraturan
perundang-undangan di bidang Pasar Modal, maka Bapepam akan melakukan
pemeriksaan lebih lanjut terhadap CSFB;
d. Bahwa, berdasarkan fakta-fakta yuridis atas keterlibatan
beberapa Pihak yang bekerja pada NC dalam kasus yang berawal sejak
dilakukannya divestasi saham ISAT oleh Pemerintah Indonesia ini, yang
dinyatakan telah berhasil melakukan penjualan namun tidak tercapainya target,
maka kepada pihak NC kiranya perlu dipertimbangkan unsur-unsur meringankan
dan memberatkan sebagai berikut :
1. Terdapat indikasi sangat kuat bahwa beberapa
Pihak yang bekerja pada NC melakukan tindakan menawarkan saham ISAT
dalam proses divestasi saham ISAT oleh pemerintah Indonesia karena adanya
dorongan kuat dari CSFB yang tidak memiliki kemampuan cukup untuk
melakukan penjualan kepada investor luar negeri dalam jumlah yang
diharapkan.
2. Tindakan yang telah dilakukan oleh beberapa
Pihak yang bekerja pada NC tidak terbukti telah memberikan dampak
terhadap pelaksanaan divestasi saham ISAT milik pemerintah;
118
3. Tindakan yang telah dilakukan oleh beberapa
Pihak yang bekerja pada NC tidak terbukti telah mempengaruhi harga
perdagangan saham ISAT di Bursa Efek maupun harga penawaran atas
saham ISAT oleh Pemerintah Indonesia;
4. Tindakan yang dilakukan oleh beberapa Pihak
yang bekerja pada NC berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dalam proses
pemeriksaan adalah lebih disebabkan karena kurang professionalnya
beberapa Pihak pada NC (yang telah mendapatkan izin dari Bapepam) dalam
melakukan aktifitas usahanya;
5. NC tidak memiliki izin dari Bapepam; dan
6. Para Pihak adalah mereka yang telah memiliki izin
di pasar Modal Indonesia, sepatutnya mengetahui bahwa aktifitas yang
mereka lakukan hanya dapat dilakukan oleh Perusahaan Efek yang telah
mendapatkan izin dari Bapepam.
Dengan mempertimbangkan pula penjelasan atas ketentuan Pasal 102 ayat (1)
UUPM, maka kepada AP, AA, RR dan RS. Bapepam memutuskan untuk mengenakan
sanksi administratif berupa :
a. Denda kepada AP sebesar Rp.
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
b. Denda kepada AA, RR, dan RS masing-
masing sebesar Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); dan
119
c. Menetapkan bahwa kepada para Pihak,
apabila dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari kerja sejak ditetapkannya sanksi
Bapepam tidak melaksanakan kewajibannya untuk membayar denda, maka Bapepam
akan memberikan tambahan sanksi, dengan ketentuan sebagai berikut :
Larangan melakukan kegiatan di Pasar Modal Indonesia dan Melakukan hubungan
usaha dalam bentuk apapun dengan Pihak sebagaimana dimaksud dalam penjelasan
Pasal 102 ayat (1) UUPM untuk melakukan kegiatan yang berhubungan dengan
Pasar Modal Indonesia, larangan tambahan dimaksud berlaku kepada AP selama 2
(dua) tahun dan kepada AA, RR, dan RS selama 1 (satu) tahun sejak Bapepam
menetapkan bahwa para Pihak tidak melaksanakan kewajibannya
Berdasarkan keputusan Bapepam berkaitan dengan pengenaan sanksi ini
Bapepam memberikan larangan melakukan kegiatan di Pasar Modal selama 5 (lima) hari
kerja kepada JG yang terbukti telah turut serta berpartisipasi dalam upaya menawarkan
saham ISAT dalam proses divestasi saham ISAT milik Pemerintah.
Berdasarkan ketentuan Pasal 31, maka kepada LH diberikan peringatan keras
sebagai bentuk pertanggungjawaban Perusahaan Efek atas perilaku pegawainya. Kepada
Pihak-pihak lainnya, berdasarkan hasil temuan yang diperoleh Bapepam dalam proses
pemeriksaan, mengingat terdapat beberapa permasalahan yang merupakan permasalahan
perdata diantara para Pihak dan bukan merupakan suatu tindakan hukum yang berada
dibawah yurisdiksi Pasar Modal Indonesia, maka Bapepam membuka seluas-luasnya
kemungkinan dilakukannya tindakan hukum oleh para pihak atas permasalahan perdata
120
diantara mereka berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
untuk itu.
Bahwa berkaitan dengan dugaan adanya perdagangan orang dalam, hingga saat
ini Bapepam masih perlu melakukan pemeriksaan berkaitan dengan adanya
kemungkinan dilakukan transaksi saham ISAT atas informasi orang dalam. Hingga saat
ini Bapepam masih mengupayakan diperolehnya data-data transaksi secara lengkap
khususnya kepada pihak-pihak atau badan-badan hukum luar negeri yang terbukti
melakukan transaksi atas saham ISAT.
Berkaitan dengan hal tersebut, saat ini Bapepam mengupayakan melakukan
kerjasama dengan otoritas Pasar Modal lainnya berdasarkan kesepakatan yang telah
ditetapkan oleh IOSCO (Organisasi Pengawas Pasar Modal Internasional). Bahwa
dengan diumumkannya hasil pemeriksaan ini kepada masyarakat, diharapkan kepada
seluruh Pihak untuk kiranya dapat memberikan informasi, fakta dan bukti-bukti kepada
Bapepam berkaitan dengan pelanggaran maupun kejahatan dalam perdagangan saham
ISAT.
121
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan.
1. Aspek hukum Pengelolaan Perusahaan yang baik (Good Corporate Governance)
di Indonesia mengambil dari Organization for Economy Cooperation and
Development (OECD) yang mengatur empat prinsip dasar Good Corporate
Governance yaitu diperlukannya sebuah sistem yang mampu menjamin
berlangsungnya praktek-praktek usaha yang berdasarkan kepada keterbukaan
(transparency), pertanggungjawaban (responsibility), keadilan (fairness) dan
akuntabilitas (accountability).
Prinsip Fairness atau keadilan yang berlaku di Pasar Modal mengutamakan pada
persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham dan adanya perlindungan
hukum terhadap pemegang saham minoritas, karena investor baik asing maupun
lokal dalam pasar modal berkedudukan sebagai pemegang saham minoritas sehingga
perlu lebih diperhatikan perlindungan hukumnya.
Prinsip Transparency atau transparansi yang ada di Pasar Modal adalah Perusahaan
wajib mendisclose material yang akurat, memadai serta tepat waktu sehingga
122
pemegang saham maupun investor dapat menggunakan informasi tersebut dalam
mengambil keputusan investasinya.
Prinsip Accountability atau akuntabilitas pada pasar modal dimana pengurus
perusahaan wajib melakukan pengelolaan perusahaan dengan sungguh-sungguh serta
melakukan hal terbaik untuk kepentingan perusahaan (fiduciary duties).
Berdasarkan hal diatas dapat dikatakan bahwa Corporate Governance pada
Perusahaan yang mendaftarkan sahamnya di Pasar Modal (Emiten) berupa :
1. Perlindungan hak-hak pemegang saham.
2. Persamaan perlakuan terhadap pemegang saham.
3. Peranan pengurus perusahaan.
4. Peranan stakeholder.
5. Aspek keterbukaan.
2. Good Corporate Governance telah cukup baik dilaksanakan di Pasar Modal oleh
BAPEPAM yang berkedudukan sebagai pembina dan pengawas Pasar Modal yang
membuat peraturan pasar modal dengan mendasarkan pada Komite Nasional Bagi
Pengelolaan Perusahaan dan OECD’S GCG.
Dalam rangka menuju era globalisasi dan perkembangan Pasar Modal yang pesat,
BAPEPAM selalu berusaha untuk mengikuti dan mengakomodasi, serta melindungi
kepentingan investor yang merupakan pemegang saham minoritas, pelaku pasar
modal dan masyarakat umum dengan membuat peraturan-peraturan baru dan
merevisi peraturan yang telah ada.
123
Hal diatas dilakukan dengan pertimbangan bahwa Pasar Modal merupakan sumber
dana jangka menengah dan jangka panjang yang sangat penting bagi pembangunan
Nasional, pasar modal memungkinkan bagi dunia usaha yang membutuhkan dana
atau modal untuk menggerakkan roda usaha dengan memperoleh langsung dari
masyarakat melalui penerbitan saham atau berbagai jenis efek lainnya.
Dengan demikian Pasar Modal mempunyai peran penting dalam mengembangkan
dan menjaga stabilitas sistem ekonomi secara keseluruhan. Dengan pertimbangan
pentingnya Pasar Modal bagi perekonomian Nasional maka independensi
BAPEPAM sebagai regulatory organization sangat diperlukan.
3. Penyelesaian pelanggaran penerapan Pengelolaan Perusahaan yang baik (Good
Corporate Governance) di Pasar Modal yang dilakukan oleh BAPEPAM dilakukan
dengan prinsip kehati-hatian dan keterbukaan agar investor tidak dirugikan dengan
informasi yang menyesatkan.
B. Saran.
1. Peraturan perundang-undangan yang ada saat ini yaitu Undang-
Undang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Pasar Modal sebaiknya
diamandemen dengan memasukkan unsur-unsur Good Corporate Governance.
2. Rancangan Undang-Undang Pasar Modal sebaiknya mengatur
independensi BAPEPAM dan sebaiknya berfungsi seperti pengadilan yang khusus
menangani pengawasan di Pasar Modal.
3. BAPEPAM sebaiknya mempunyai divisi atau bagian yang khusus
menangani Good Corporate Governance.
124
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Good Corporate Governance: Bisakah Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat?,
http://artikel.us/sulistyanto1.html.
Sofyan A Djalil, Good Corporate Governance, disampaikan pada Seminar Corporate
Governance di Universitas Sumatera Utara pada tanggal 26 Juni 2000.
FCGI, “Seri Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) Jilid II : Peranan Dewan
Komisaris dan Komite Audit dalam pelaksanaan Corporate Governance (Tata Kelola
Perusahaan)”
Peranan BAPEPAM dalam penegakan Corporate Governance, http://www.nccg-
indonesia.org/lokakarya/yogyaherwit.html
http://216.239.57.104/search?q=cache:94hc_1VFofsJ:www.safitri.com/lawoffice/indo/
aspek_good_corporate_governance.htm+makalah+good+corporate+governance&hl=en
&ie=UTF-8
Anis Baridwan, Corporate Governance dari sudut pandang pasar modal, disusun oleh
Sofyan A. Djalil, Hukum Perusahaan dan Kepailitan, Fakultas Hukum Universitas
Indonesia Program PascaSarjana, Jakarta, 2002.
Widjaya, I.G. Rai, Hukum Perusahaan, (Jakarta : Mega Poin, 2000).
125
Sofyan Djalil A, Hukum Perusahaan Dan Kepailitan, (Jakarta : FHUI, 2002).
http://www.theceli.com/dokumen/produk/1995/uu1-1995.htm
Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law, (Bandung : PT. CITRA
ADITYA BAKTI, 2002), Hal. 74-75
Industri Pasar Modal di Indonesia
http://www.asiasecurities-online.com/prospektus/struktur_pmi.htm
D. Cox James, Hazeen Thomas Lee dan O’Neal R. Hodge, Corporations, Aspen Law &
Business, (USA : A Division of Aspen Publishers, Inc, 1997), Hal. 400.
Wijatno, H. R, Djokomartono, R, Suhendar Wahyu, Samad Usman, Anwar Mohamad
dan Chanif Abu, Reformasi Pasar Modal dan Strategi bermain saham, kerukunan
pensiun Departemen Keuangan RI, Jakarta 2002, hal. 431.
Alijoyo F Antonius, Komite Audit yang efektif : Belajar dari kasus Enron, Forum for
Corporate Governance in Indonesia (FCGI).
Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit Dalam rangka Implementasi GCG,
http://www.reindo.co.id/reinfokus/edisi24/peranan.htm
Bapepam, Annual Report 2002, http://www.bapepam.go.id/profil/annual/PE_2002.htm
Mengenal Pasar Modal http://www.jsx.co.id/education.asp?cmd=menu1
http://www.bapepam.go.id/profil/sejarah/sejarah_bapepam.htm
Industri Pasar Modal di Indonesia
http://www.asiasecurities-online.com/prospektus/struktur_pmi.htm
Badan Pengawas Pasar Modal, Departemen Keuangan RI, Sekilas Pasar Modal
Indonesia,
126
Annual Report Bapepam 2000,
http://www.bapepam.go.id/profil/annual/hukum_2000.htm
http://www.bapepam.go.id/old/profil/annual/pembaca2000.htm
Prinsip Full Disclosure Di Pasar Modal, Analisa Yuridis oleh Indra Safitri,
http://business.fortunecity.com/buffett/842/art220299_prinsipfulldisc.htm.
Siapa-siapa pemeriksa dan penyidik yang “Galak” di Bursa,
http://business.fortunecity.com/buffett/842/art000026_siapapemeriksa.htm
127
LAMPIRAN
128
top related