amyotropic lateral sclerosis
TRANSCRIPT
Referat Amyotropic Lateral Sclerosis Ameliana Kamaludin, S.Ked - 07120060014
1
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf Siloam Hospital Lippo Village – Faculty of Medicine University of Pelita Harapan
Periode 15 November – 18 Desember 2010
BAB I
PENDAHULUAN
Amyotrophic lateral sclerosis (ALS) adalah penyakit saraf yang serius yang
menyebabkan kelemahan otot, kecacatan, dan akhirnya mati. ALS sering disebut juga
penyakit Lou Gehrig, setelah pemain bisbol terkenal yang meninggal karena penyakit
tersebut pada tahun 1941. Genetik berperan dalam penyakit ini, terjadi sekitar pada 5 –
10 % dari kasus. Tetapi dalam kebanyakan kasus, belum diketahui mengapa ALS terjadi
hanya pada beberapa orang saja.
ALS biasanya dimulai dengan kelemahan pada otot tangan atau kaki, atau bicara
menjadi pelo. Akhirnya, ALS mempengaruhi kemampuan seseorang untuk mengontrol
otot-otot yang diperlukan untuk bergerak, berbicara, makan dan bernapas. ALS adalah
gangguan neurologis yang mempengaruhi motor neuron di otak dan sumsum tulang
belakang. Hal ini ditandai dengan penumpukan neurofilamen dan serat saraf sakit yang
mengakibatkan hilangnya kontrol otot sukarela individu. Seperti motor neuron mati,
otot-otot melemah dan atrofi. Gejala awal ALS bervariasi dengan masing-masing
individu tetapi mungkin termasuk penurunan daya tahan tubuh yang signifikan,
kekakuan dan kejanggalan, kelemahan otot, bicara meracau, dan kesulitan menelan.
Manifestasi lainnya termasuk tersandung, penurunan pegangan, kelelahan abnormal
pada lengan dan/atau kaki, kram otot dan berkedut dan berlebihan tertawa atau
menangis. Bentuk progesifitas lanjut, pasien secara bertahap kehilangan penggunaan
tangan mereka, lengan, kaki, dan otot leher, akhirnya menjadi lumpuh. Pidato atau
menelan bisa hilang atau paling tidak sulit. Namun, kemampuan berpikir, kandung
kemih, usus, dan fungsi seksual, dan indra (penglihatan, pendengaran, penciuman,
perasa, dan sentuhan) tidak terpengaruh.
Durasi penyakit ini berdasarkan dari awal terdiagnosis sampai meninggal
diperkirakan sekitar 3 – 4 tahun, dengan perkiraan 10% pasien dapat bertahan rata-
rata 10 tahun. Pada onset yang lebih tua dan disertai bulbar atau diikuti dengan
gangguan pernafasan berat memiliki prognosis yang buruk. i
Referat Amyotropic Lateral Sclerosis Ameliana Kamaludin, S.Ked - 07120060014
2
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf Siloam Hospital Lippo Village – Faculty of Medicine University of Pelita Harapan
Periode 15 November – 18 Desember 2010
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI & FISIOLOGI
UMN memiliki badan sel pada lapisan V dari motor korteks primer (girus
presentral, atau Broadmann’s area 4) dan dalam premotor dan supplemental motor
cortex (area 6). Akson dari UMN turun melalui subkortikal substansia putih dan
ekstrimitas posterior dari kapsula interna. Akson dari piramidal atau sistem
kortikospinal turun melalui batang otak pada pedunkulus serebral dari otak tengah,
basis pontis, dan piramida medularis. Pada pertemuan cervicomedularis, kebanyakan
akson pyramidal berdekusasio kea rah kontralateral jaras kortikospinal dari lateral
saraf tulang belakang, namun pada 10 – 30 % kejadian tetap berjalan ipsilateral pada
anterior saraf tulang belakang. Neuron pyramidal membuat koneksi monosinaptik
langsung dengan LMN. Mereka menginervasi LMN dari otot tangan dan gerakan halus.
Neuron kortikobulbar mirip dengan neuron kortikospinal, namun menginervasi motor
nucleus batang otak.
Bulbospinal UMN mempengaruhi kekuatan dan tonus, tetapi bukan bagian dari
system pyramidal. Jalur menurun ventromedial bulbospinal yang berasal dari tektum
otak tengah (jalur tektospinal), nucleus vestibuler (jalur vestibulospinal), dan formasi
reticular (jalur reticulospinal). Jalur-jalur ini mempengaruhi otot axial dan proximal dan
terlibat dalam mempertahankan postur dan integrasi gerakan dari ekstrimitas dan
tubuh. Jalur menurun ventrolateral bulbospinal, yang berasal dari nukleus merah (jalur
rubrospinal), memfasilitasi otot okstrimitas bagian distal. Sistem bulbospinal kadang-
kadang mengarah menjadi sistem ekstrapiramidal UMN.
Referat Amyotropic Lateral Sclerosis Ameliana Kamaludin, S.Ked - 07120060014
3
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf Siloam Hospital Lippo Village – Faculty of Medicine University of Pelita Harapan
Periode 15 November – 18 Desember 2010
Gambar 1. Jalur neuroanatomik yang terlibat dalam ALS. ALS mempengaruhi UMN,
LMN, dan otot skeletal (bulbar dan ekstrimitas) yang diinervasi oleh LMN.ii
DEFINISI
“Amyotrophic” mengacu pada atrofi otot, kelemahan dan fasikulasi yang
menunjukan penyakit LMN. “Lateral Sclerosis” mengacu pada kekerasan terhadap
palpasi dari kolom lateral medulla spinalis dalam contoh otopsi, dimana gliosis diikuti
dengan degenerasi dari jaras kortikospinal.
Ciri patologis dari penyakit motor neuron dengan kematian dari LMN (terdiri
dari sel anterior horn pada saraf tulang belakang dan homolog batang otak yang
menginervasi otot bulbar) dan UMN atau jaras kortikospinal (yang berasal dari lapisan
kelima motor korteks dan turun melalui jaras pyramidal untuk bersinaps dengan LMN,
baik secara langsung atau melalui interneuron).
EPIDEMIOLOGI
Insiden ALS bervariasi antara 0.6 – 2.4 per 100.000 populasi. Onset puncak
terjadinya ALS antara 65 – 75 tahun, dengan umur rata-rata 58 tahun. Sangat jarang
ALS dapat terdiagnosa pada onset dibawah 20 tahun. Laki-laki terserang penyakit ini
lebih banyak dari wanita, dengan rasio 2:1. Kecuali pada penderita dengan bulbar onset,
dilaporkan lebih sering pada wanita.iii
Referat Amyotropic Lateral Sclerosis Ameliana Kamaludin, S.Ked - 07120060014
4
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf Siloam Hospital Lippo Village – Faculty of Medicine University of Pelita Harapan
Periode 15 November – 18 Desember 2010
ETIOLOGI
Genetik:
a. Familial Motor Neuron Diseases
b. Mutasi pada gen pengkode Superoxide Dismutase 1 (SOD1).
c. Dementia
d. Parkinson
Environmental:
a. Intoksikasi timah
b. Infeksi virus.
PATOFISIOLOGI
Meskipun jalur molekul yang tepat yang dapat menyebabkan kematian neuron
motor dalam ALS masih belum dapat diketahuiiv, mekanisme utama yang mungkin
seperti, efek toksik dari mutasi SOD1, abnormal agregasi protein, disorganisasi dari
filament intermediate, dan glutamate-mediated excititixicity dan berbagai abnormalitas
lain pada regulasi kalsium intraseluler dalam proses yang dapat melibatkan
mitokondrial abnormalitas dan apoptosis.
SOD1-Induced Toxicity ALS sporadis dan familial secara klinis dan patologis serupa, sehingga ada
kemungkinan memiliki patogenesis yang sama. Walau pun hanya 2 % pasien penderita
ALS memiliki mutasi pada SOD1, penemuan mutasi ini merupakan hal penting pada
penelitian ALS karena memungkinkan penelitian berbasis molekular dalam patogenesis
ALS. SOD1, adalah enzim yang memerlukan tembaga, mengkatalisasi konversi radikal
superoksida yang bersifat toksik menjadi hidrogen peroksida dan oksigen. Atom
tembaga memediasi proses katalisis yang terjadi. SOD1 juga memiliki kemampuan pro-
oksidasi, termasuk peroksidasi, pembentukan hidroksil radikal, dan nitrasi tirosin.
Mutasi pada SOD1 yang mengganggu fungsi antioksidan menyebabkan akumulasi
superoksida yang bersifat toksik. Hipotesis penurunan fungsi sebagai penyebab
penyakit ternyata tidak terbukti karena ekspresi berlebihan dari SOD1 yang termutasi
(di mana alanin mensubstitusi glisin pada posisi 93 SOD1 [G93A]) menyebabkan
Referat Amyotropic Lateral Sclerosis Ameliana Kamaludin, S.Ked - 07120060014
5
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf Siloam Hospital Lippo Village – Faculty of Medicine University of Pelita Harapan
Periode 15 November – 18 Desember 2010
penyakit pada saraf motorik walaupun adanya peningkatan aktivitas SOD1.v Oleh
karena itu, mutasi SOD1 menyebabkan penyakit dengan toksisitas yang mengganggu
fungsi, bukan karena penurunan aktivitas SOD1.
Peroxynitrite and Zinc Menurut teori gain-of-function, mutasi pada SOD1 mengubah enzim sehingga
meningkatkan reaktivitas dengan substrat abnormal. Sebagai contoh, nitrasi tirosin
yang abnormal dapat merusak protein jika peroksinitrit radikal digunakan sebgai
substrat SOD1.64 Kadar free nitrotirosin pada spinal korda meningkat pada pasien
dengan ALS baik sporadis mau pun familial. Mutasi SOD1 dapat menyebabkan
kerusakan oksidatif dengan mengganggu kemampuan enzim untuk mengikat seng
(zinc).vi Dengan kurangnya seng, SOD1 menjadi kurang efisien dalam superoksida, dan
tingkat nitrasi tirosin meningkat. Mutasi SOD1 juga menurunkan afinitas enzim dengan
seng, sehingga protein bermutasi dan mengasumsikan kekurangan seng menjadi toksik.
Ada juga teori yang menyatakan pasien dengan ALS sporadis, SOD1 yang normal
mungkin dapat mengalami kekurangan seng menjadi toksik.
Copper and SOD1 Aggregates SOD1 yang mengalami defisiensi seng tetap memerlukan tembaga walaupun
aktivitasnya abnormal. Dua chelator membuang temabaga dari SOD1 yang mengalami
defisiensi seng tapi tidak dari normal SOD1. Kedua chelator melindungi saraf motorik
dari defisiensi seng SOD.vii dan mungkin dapat bermanfaat dalam mengobati ALS.
Disorganization of Intermediate Filaments Neurofilaments
Target SOD1 induce toxicity meliputi protein neurofilamen yang terdiri dari
subunit berat, medium dan ringan. Mereka memiliki peranan dalam transpor aksonal
dan di dalam menentukan bentuk sel dan kaliber akson. Akson berkaliber besar yang
kaya dengan neurofilamen sangat terpengaruh pada ALS, dan kadar neurofilamen
mungkin penting pada selective neuronal vulnerability. Abnormalitass pada
neurofilamen dapat menyebabkan degenerasi saraf.viii Keterlibatan langsung
neurofilamen dalam patogenesis dipikirkan karena penemuan bahwa ekspresi berlebih
subunit mutasi atau tipe liar yang menyebabkan disfungsi saraf motorik dan degenerasi
akson dan berakibat pada pembengkakan neurofilamen yang serupa dengan yang
dialami pasien ALS.
Referat Amyotropic Lateral Sclerosis Ameliana Kamaludin, S.Ked - 07120060014
6
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf Siloam Hospital Lippo Village – Faculty of Medicine University of Pelita Harapan
Periode 15 November – 18 Desember 2010
Calcium Homeostasis and Excitotoxicity Calcium-Binding Proteins
ALS melibatkan kekacauan kalsium bebas intraseluler. Homeostasis kalsium
abnormal mengaktifkan berbagai peristiwa yang akhirnya memicu kematian sel. Pada
pasien dengan ALS, hambatan dari motor neuron tertentu (misalnya, neuron
oculomotor) mungkin terkait dengan kehadiran kalsium pengikat protein yang
melindungi terhadap efek racun dari level kalsium intraseluler yang tinggi.ix
Glutamate Receptors and Transporters
Mekanisme cedera excitotoxic neuron melibatkan masuknya kalsium
ekstraseluler berlebihan melalui aktivasi reseptor glutamat tidak seharusnya. Glutamat
merupakan neurotransmitter perangsang utama dalam sistem saraf pusat, bertindak
melalui 2 kelas reseptor G-protein coupled receptor, yang ketika diaktifkan, mengarah ke
pelepasan cadangan kalsium intraseluler, dan saluran ion-gated glutamat, yang
dibedakan oleh sensitivitas mereka untuk asam N-metil-D-aspartat (NMDA). Saluran
NMDA-reseptor adalah kalsium-permeabel, sedangkan permeabilitas saluran non-
NMDA receptor (diaktifkan oleh agonis selektif kainate dan-amino-3-hydroxy-5-metil-
4-isoxazole asam propionat [AMPA]) bervariasi dengan komposisi subunit reseptor. Jika
suatu subunit khusus (GluR2) hadir, saluran tersebut kedap kalsium. Sebaliknya,
reseptor AMPA yang GluR2 kurangnya adalah kalsium-permeabel. Kegiatan subunit
GluR2 tergantung pada editing pasca transkripsional GluR2 mRNA. Kerentanan selektif
neuron motor AMPA dapat dijelaskan baik oleh fakta bahwa ekspresi GluR2 di neuron
motor biasanya lebih rendah daripada di neuron lain atau suatu penurunan dalam
pengeditan mRNA GluR2 pada pasien dengan ALS. Kemungkinan excitotoxicity glutamat
pada pasien dengan ALS diketahui dengan ditemukannya peningkatan kadar glutamat
dalam CSS pada pasien dengan ALS. Peningkatan glutamat bisa menjadi excitotoxik,
dengan meningkatkan kadar kalsium gratis melalui aktivasi langsung kalsium
permeabel reseptor atau saluran kalsium. Meningkatnya kadar glutamat dalam CSS juga
dapat hasil dari transportasi glutamat gangguan pada sistem saraf pusat. Kegiatan
sinapsis glutamat biasanya diakhiri oleh reuptake neurotransmitter oleh rangsang
transporter asam amino (EAATs), biasanya protein EAAT1 dan EAAT2 pada astrosit
perisynaptic. Rothstein,x mengatakan bahwa hilangnya selektif EAAT2 pada pasien
Referat Amyotropic Lateral Sclerosis Ameliana Kamaludin, S.Ked - 07120060014
7
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf Siloam Hospital Lippo Village – Faculty of Medicine University of Pelita Harapan
Periode 15 November – 18 Desember 2010
dengan ALS mengganggu transportasi glutamat. Kehilangan EAAT2 ini disebabkan
kelainan mRNA EAAT2.
Mutasi SOD1 juga dapat mempengaruhi tingkat kalsium intraselular melalui efek
toksik langsung pada mitokondria, yang penting untuk kalsium homeostasis. Beban
metabolik yang tinggi pada neuron motor dan ketergantungan akibat sel-sel pada
fosforilasi oksidatif dapat membuat mereka rentan terhadap hilangnya fungsi
mitokondria.xi
Apoptosis
Banyaknya pemicu ALS dapat mengganggu beragam fungsi sel yang penting untuk
kelangsungan hidup neuron motor. Dalam SOD1-mediated ALS, kemungkinan besar
motor neuron mati akibat apoptosis.xii Walaupun apoptosis adalah peristiwa di akhir
degenerasi neuron motor, penghambatan kematian sel terprogram mungkin
memperbaiki ALS. Beberapa teori telah diusulkan untuk menjelaskan patogenesis
molekul ALS. Kemungkinan bahwa lebih dari satu mekanisme ini memberikan
kontribusi untuk ALS manusia.
Gambar 2. Patogenesis ALS.
Referat Amyotropic Lateral Sclerosis Ameliana Kamaludin, S.Ked - 07120060014
8
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf Siloam Hospital Lippo Village – Faculty of Medicine University of Pelita Harapan
Periode 15 November – 18 Desember 2010
KLASIFIKASI
Klasifikasi idiopatik MND:
Amyotrophic lateral sclerosis (ALS)
Primary lateral sclerosis (PLS)
PLS melibatkan lateral kortikospinal.
Progressive muscular atrophy (PMA)
Gangguan primer pada segmen anterior yaitu adanya destruksi sel.
Bulbar
Pseudobulbar palsy - Spastik
Progressive bulbar palsy - spastik and flaccid
Tabel 1. Perbedaan gejala pada tiap-tiap tipe MND.
* Bulbar region pada table diatas adalah mulut, wajah, dan tenggorokan
Sedangkan pada ALS sendiri terdapat 3 tipe:
A. Classic sporadic
o Acute
Poliomielitis
Herpes zoster
Coxsackie virus
West nile virus
o Chronic
Upper and lower motor neurons
Amyotropic lateral sclerosis
Referat Amyotropic Lateral Sclerosis Ameliana Kamaludin, S.Ked - 07120060014
9
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf Siloam Hospital Lippo Village – Faculty of Medicine University of Pelita Harapan
Periode 15 November – 18 Desember 2010
Predominantly upper motor neurons
Primary lateral sclerosis
Predominantly lower motor neurons
Progressive muscular atrophy
Progresif bulbar palsy
B. Familial
C. Mariana Island forms
GEJALA KLINIS
Disfungsi UMN/LMN:xiii
Kelemahan (klasik ALS kelemahan biasanya karena disfungsi atau kehilangan
LMN).
Kram otot.
Kesulitan berbicara dan mengunyah.
Ketidakseimbangan.
Disfungsi UMN:
Spastisitas.
Reflek tendon yang cepat atau menyebar abnormal.
Adanya reflek patologis.
Hilangnya ketangkasan dengan kekuatan normal.
Disfungsi LMN:
Fasikulasi.
Atrofi.
Foot drop
Kesulitan bernafas.
Gejala emosional:
Tertawa dan menangis involunter.
Referat Amyotropic Lateral Sclerosis Ameliana Kamaludin, S.Ked - 07120060014
10
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf Siloam Hospital Lippo Village – Faculty of Medicine University of Pelita Harapan
Periode 15 November – 18 Desember 2010
Depresi.
DIAGNOSIS
1. Kriteria El Escorial
Berdasarkan kriteria El Escorial, diagnosis ALS didasarkan dari:
Tabel 2. Kriteria El Escorial.6
PRESENCE ABSENCE
Bukti adanya degenerasi LMN
dari klinikal, elektrofisiologik
atau pemeriksaan
neuropatologik (biopsy otot).
Elektrofisiologik dan bukti
patologik dari proses penyakit lain
yang mungkin menjelaskan gejala
dari degenerasi LMN atau UMN.
Bukti adanya degenerasi UMN
dari pemeriksaan klinis.
Bukti neuroimaging dari proses
penyakit lain yang mungkin
menjelaskan gejala dan tanda
elektrofisiologik.
Penyebaran progresif dari gejala
dan tanda dari satu region ke
region lainnya, sesuai dengan
anamnesis atau pemeriksaan.
Referat Amyotropic Lateral Sclerosis Ameliana Kamaludin, S.Ked - 07120060014
11
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf Siloam Hospital Lippo Village – Faculty of Medicine University of Pelita Harapan
Periode 15 November – 18 Desember 2010
Gambar 3. Revised El Escorial criteria diagnosis of ALS.xiv
Dapat juga menggunakan kriteria lain dari World Federation of Neurology (WFN)xv,
dimana harus terdapat:
Bukti adanya lesi UMN
Bukti adanya lesi LMN
Bukti adanya progresifitas
Dalam menggunakan kriteria WFN, ada 4 regio yang harus diketahui:
Bulbar – Otot wajah, mulut, tenggorokan.
Cervical – Otot belakang kepala, leher, bahu, pundak, ekstrimitas atas.
Thoracic – Otot dada dan abdomen, dan bagian tengah dari otot spinal.
Lumbosacral – Otot belakang bagian pundak bawah, paha, dan ekstrimitas
bawah.
Referat Amyotropic Lateral Sclerosis Ameliana Kamaludin, S.Ked - 07120060014
12
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf Siloam Hospital Lippo Village – Faculty of Medicine University of Pelita Harapan
Periode 15 November – 18 Desember 2010
Gambar 4. 4 Regio/level dari tubuh.
2. Electrodiagnostic studies
Semua pasien yang diduga ALS harus menjalani uji elektrodiagnostik, seperti Nerve
conduction studies dan Needle electromyography (EMG) untuk:
Memastikan keterlibatan dari LMN
Mendeteksi kemungkinan penyakit LMN lainnya.
Menyingkirkan penyebab neurologic lain yang mengenai saraf perifer, NMJ,
atau otot, yang dapat memimik dan membingungkan diagnosis ALS (multi
fokal neuropati dengan blok konduksi, chronic inflammatory demyelinating
polyneuropathy, MG).
Untuk menegakkan diagnosis ALS menggunakan EMG harus ditemukan tipikal disfungsi
LMN pada setidaknya 2 dari 4 regio system saraf.
3. Neuroimaging studies
Dilakukan MRI kepala/tulang belakang untuk menyingkirkan lesi structural dan
diagnosis lain pada pasien yang dicurigai ALS (tumor,spondylitis, siringomielia, stroke
bilateral, dan MS).
4. Laboratory studies
Pemeriksaan darah, urin, CSS untuk menyingkirkan diagnosis lainpada pasien diduga
ALS.
Referat Amyotropic Lateral Sclerosis Ameliana Kamaludin, S.Ked - 07120060014
13
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf Siloam Hospital Lippo Village – Faculty of Medicine University of Pelita Harapan
Periode 15 November – 18 Desember 2010
5. Biopsi otot
Terutama dilakukan pada pasien dengan presentasi klinis yang tidak khas, terutama
dengan lesi UMN yang tidak jelas. Biosi digunakan untuk menyingkirkan adanya
miopati, seperti inclusion body myositis.
DIAGNOSIS BANDING
Tabel 3. Diagnosis banding dari ALS.xvi
KOMPLIKASI
Referat Amyotropic Lateral Sclerosis Ameliana Kamaludin, S.Ked - 07120060014
14
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf Siloam Hospital Lippo Village – Faculty of Medicine University of Pelita Harapan
Periode 15 November – 18 Desember 2010
Breathing problems
Pada ALS biasanya terjadi paralisis dari otot pernafasan. Pada ALS tahap lanjut,
penderita dapat ditrakeostomi. Kegagalan pernafasan terutama terjadi 3 sampai 5
tahun.
Eating problems
Saat otot untuk mengunyah sudah terkena, orang dengan ALS menjadi malnutrisi dan
dehidrasi. Dan juga beresiko tinggi akan terjadinya aspirasi makanan, air, atau saliva ke
paru-paru, yang akhirnya dapat menyebabkan pneumonia. Penggunaan NGT dapat
mengurangi insiden terjadinya pneumonia.
Dementia
Penderita ALS, beresiko tinggi untuk timbulnya dementia, hal ini masih belum terlalu
dapat dimengerti. Dementia yang sering pada ALS:
Frontotemporal dementia
Alzheimer's disease
TATALAKSANA
Medikamentosa
a. Simtomatik
Kram otot
Konstipasi
Fatigue
Nyeri
Depresi
b. Excitotoxicity
Antagonis glutamate
Karena pada ALS terdapat kelebihan glutamate, sehingga pengobatannya
menggunakan antagonis glutamate. Menurut penelitian penggunaan 100mg/hari
Referat Amyotropic Lateral Sclerosis Ameliana Kamaludin, S.Ked - 07120060014
15
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf Siloam Hospital Lippo Village – Faculty of Medicine University of Pelita Harapan
Periode 15 November – 18 Desember 2010
dapat meningkatkan survival, namun tidak berefek untuk meningkatkan
kekuatan otot.
c. Neuroinflamasi
Tabel 4. Obat yang digunakan pada ALS.xvii
Non medikamentosa
Physical therapy.
Dilakukan untuk mempertahankan kekuatan otot dan ROM selama mungkin
Speech therapy.
Karena ALS mempengaruhi otot-otot yang Anda gunakan untuk berbicara,
komunikasi menjadi masalah karena penyakit berkembang. Seorang terapis
bicara dapat membantu mengajar teknik untuk membuat pidato Anda lebih jelas
dipahami. Kemudian pada penyakit ini, ahli terapi bicara dapat
merekomendasikan perangkat seperti synthesizer pidato dan komputer yang
dapat membantu Anda berkomunikasi.
Referat Amyotropic Lateral Sclerosis Ameliana Kamaludin, S.Ked - 07120060014
16
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf Siloam Hospital Lippo Village – Faculty of Medicine University of Pelita Harapan
Periode 15 November – 18 Desember 2010
BAB III
KESIMPULAN
ALS merupakan penyakit yang fatal dan jarang ditemukan. Karena etiologi
penyebab primer terutama dikarenakan genetik. Banyak penelitian yang sudah
dilakukan namun belum juga dapat ditemukan terapi yang efektif. Prognosis dari
penyakit inipun buruk, satu-satunya hal yang dapat dilakukan adalah dengan
meningkatkan survival dan memperlambat progresifitas penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
Referat Amyotropic Lateral Sclerosis Ameliana Kamaludin, S.Ked - 07120060014
17
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf Siloam Hospital Lippo Village – Faculty of Medicine University of Pelita Harapan
Periode 15 November – 18 Desember 2010
i Borasio GD, Miller RG, Clinical characteristics and management of ALS. Semin Neurol
2001;21:155-66.
ii Belsh JM. Definition of terms, classification, and diagnostic criteria of ALS. In: Belsh JM,
Schiffman PL, editors. Amyotrophic lateral sclerosis:diagnosis and management for the clinician.
Armonk (NY): Futura Publishing Company; 1996:27.
iii Murray B. Amyotropic lateral sclerosis. In: Katirji B, Kaminski HJ, Preston DC, et al, editors.
Neuromuscular disorder in clinical practice. Boston:Butterworth-Heinemann;2002:417-44.
iv Cleveland DW. From Charcot to SOD1: mechanisms of selective motor neuron death in ALS.
Neuron 1999;24:515-20.
v Gurney ME, Pu H, Chiu AY, et al. Motor neuron degeneration in mice thet express a human, Zn superoxide dismutase mutation. Science 1994;264:1772-5 vi Estevez AG, Crow JP, et al. Induction of nitric oxide-dependent apoptosis in motor neuron by zinz-deficient superoxide dismutation. Science 1999:286:2498-500. vii Sommer B, Kohler M, et al. RNA editing in brain controls a determinant of ino flow glutamate gated channels. Cell 1991;67:11-9 viii Julien JP, et al. Cytoskeletal abnormalities in amyotrophic lateral sclerosis:beneficial or detrimental effect? J Neurol Sci 2000;180:7-14. ix Elliot JL, Snider WD. Parvalbumin is marker of ALS-resisitant motor neuron. Neuroreport 1995;6:449-52. x Rothstein JD. Excitotoxicity and neurodegeneration in ALS. Clinical Neuroscience 1999;170:45-50. xi Carriedo SG, Sensi SL, et al. AMPA exposure indecu mitochondrial calcium overload. J Neuroscience 2000:20:240-50 xii Martin LJ. Neuronal death in amyotrophic lateral sclerosis is apoptosis: possible contribution of a programmed cell death mechanism. J Neuropathol Exp Neurol 1999;58:459-71 xiii Armon C. ALS 1996 and Beyond: New Hopes and Challenges. A manual for patients, families and
friends. Fourth Edition. California: Published by the LLU Department of Neurology, Loma
Linda; 2007
xiv Brooks BR, Miller RG, Swash M. El Escorial revisited: revisied criteria for diagnosis of
amyitrophic lateral sclerosis. Airlie House “Current Issues in ALS Therapeutic Trials” Work-shop
contributor. World Federation of Neurology. Research Group on Motor Neuron Diseases.
Available at www.wfnals.org/guidelines/1998elescorial/elescorial1988.htm.
Referat Amyotropic Lateral Sclerosis Ameliana Kamaludin, S.Ked - 07120060014
18
Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf Siloam Hospital Lippo Village – Faculty of Medicine University of Pelita Harapan
Periode 15 November – 18 Desember 2010
xv Armon C. ALS 1996 and Beyond: New Hopes and Challenges. A manual for patients, families and
friends. Fourth Edition. California: Published by the LLU Department of Neurology, Loma
Linda; 2007
xvi Rowland LP. Hereditary and acquired motor neuron diseases. In: Rowland LP, ed. Merritt’s
Book of Neurology. Baltimore, Md: Wiliams & Wilkins; 1995:742-749.
xvii Bensimon G, Lacomblez L. Food and Drug Administration. NEJM Med 1994;330:585-91.