analisis data deret waktu

Upload: asep-sopandi

Post on 29-Oct-2015

64 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

statistik

TRANSCRIPT

  • Buku Ajar

    ANALISIS DATA DERET WAKTU

    Case Number

    8176

    7166

    6156

    5146

    4136

    3126

    2116

    116

    1

    Valu

    e

    4.0

    3.5

    3.0

    2.5

    2.0

    1.5

    1.0

    .5

    LN

    Unstandardized Predi

    cted Value

    Disusun oleh MULYANA

    UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    JURUSAN STATISTIKA

    2004

    Unstandardized Residual

    1.51.0.50.0-.5-1.0-1.5

    LN

    3.5

    3.0

    2.5

    2.0

    1.5

    1.0

    .5Unstandardized Residual

    1.51.0.50.0-.5-1.0-1.5

    Unst

    an

    dard

    ize

    d Pr

    edi

    cte

    d Va

    lue

    2.5

    2.4

    2.3

    2.2

    2.1

  • i

    PENGANTAR

    Buku ini disusun dalam upaya membantu mahasiswa Jurusan Statistika FMIPA Unpad, untuk bisa memahami materi perkuliahan Analisis Data Deret Waktu khususnya, umumnya mahasiswa lain, peminat, atau pengguna ilmu Statistika sebagai alat untuk menyelesaikan persoalan penelitian, yang menyangkut peramalan data deret waktu univariat. Buku ini direncanakan ditulis dalam dua bagian, bagian pertama telaahan tentang analisis regresi deret waktu univariat, yang ditujukan untuk bahan ajar atau pengetahuan mahasiswa program S-1, sedangkan bagian kedua telaahan tentang analisis regresi deret waktu multivariat (regresi deret waktu vektor), yang ditujukan untuk mahasiswa program S-2. Walaupun pada buku ini banyak disajikan formulasi matematis, diharapkan dapat juga dipahami oleh mahasiswa bukan bidang ilmu Statistika-Matematika.

    Penulis yakin, buku ini masih jauh dari predikat baik apalagi sempurna, sehingga segala kritik dan saran yang bertujuan untuk perbaikan buku ini, sangat diharapkan. Walaupun dengan segala keterbatasan dan kekurangan, diharapkan buku ini ada manfaatnya untuk pengetahuan dan pengembangan ilmu Statistika.

    Januari , 1 September 2004

    Penulis

  • ii

    DAFTAR ISI

    Halaman

    Kata Pengantar i

    Daftar Isi ii

    Bab 1 Pendahuluan 1 1.1. Regresi Deret Waktu 2

    1.2. Proses Analisis Untuk Data Deret Waktu 4

    1.3. Sasaran Analisis Data Deret Waktu 5 Bab 2 Analisis Dalam Kawasan Waktu 7 2.1. Autokorelasi dan Autokorelasi Parsial 7 2.2. Stasioneritas 15 2.3. Model Regresi Deret Waktu 20 2.4. Identifikasi Model 33 2.5 Transformasi Stabilitas Varians 38 2.6. Analisis Residual 42 Bab 3 Peramalan 47 3.1. Ekstrapolasi Trend 48 3.2. Eksponensial Sederhana 56 3.3. Holt 59 3.4. Winters 61 3.5. Holt-Winters 65 3.6. Box-Jenkins 69 3.7. Autoregresi Stepwise 75 3.8. Peramalan Multivariat 76 3.9. Pemilihan Metode 76 Bab 4 Model Fungsi Transfer 79 4.1. Konsepsi Umum 79 4.2. Korelasi Silang 84

  • iii

    4.3. Hubungan Korelasi Silang Dengan Fungsi Transfer 86 4.4. Membangun Fungsi Transfer 88 4.5. Penaksiran Pada Fungsi Transfer 91 4.6. Rata-Rata Hitung Kuadrat Kekeliruan 93 4.7. Contoh Numerik 96 Bab 5 Analisis Spektral 106 5.1. Fungsi Spektral 107 5.2. Periodogram 108 5.3. Metode Windowing 110 5.4. Metode Fast Fourier Transform (metode FFT) 114 5.5. Distribusi Peluang Spektral 116 5.6. Transformasi Data 117 Kepustakaan 124

    Lampiran 1 125 Lampiran 2 127

  • 1

    BAB 1 PENDAHULUAN

    Pada dasarnya setiap nilai dari hasil pengamatan (data), selalu dapat dikaitkan dengan waktu pengamatannya. Hanya pada saat analisisnya, kaitan variabel waktu dengan pengamatan sering tidak dipersoalkan. Dalam hal kaitan variabel waktu dengan pengamatan diperhatikan, sehingga data dianggap sebagai fungsi atas waktu, maka data seperti ini dinamakan Data Deret Waktu (Time series). Banyak persoalan dalam ilmu terapan yang datanya merupakan data deret waktu, misalnya dalam bidang ilmu a. ekonomi : banyak barang terjual dalam setiap hari, keuntungan perusahaan dalam

    setiap tahun, total nilai ekspor dalam setiap bulan, b. fisika : curah hujan bulanan, temperatur udara harian, gerak partikel, c. demografi : pertumbuhan penduduk, mortalitas dan natalitas, d. pengontrolan kualitas : proses pengontrolan kualitas produk, pengontrolan proses

    produksi, e. biomedis : denyut nadi, proses penyembuhan, pertumbuhan mikroba. Karena data deret waktu merupakan regresi data atas waktu, dan salah satu segi (aspect) pada data deret waktu adalah terlibatnya sebuah besaran yang dinamakan Autokorelasi (autocorrelation), yang konsepsinya sama dengan korelasi untuk data bivariat, dalam analisis regresi biasa. Signifikansi (keberartian) autokorelasi menentukan analisis regresi yang harus dilakukan pada data deret waktu. Jika autokorelasi tidak signifikans (dalam kata lain data deret waktu tidak berautokorelasi), maka analisis regresi yang harus dilakukan adalah analisis regresi sederhana biasa, yaitu analisis regresi data atas waktu. Sedangkan jika signifikans (berautokorelasi) harus dilakukan analisis regresi data deret waktu, yaitu analisis regresi antar nilai pengamatan. Segi lain dalam data deret waktu adalah kestasioneran data yang diklasifikasikan atas stasioner kuat (stasioner orde pertama, strickly stationer) dan stasioner lemah (stasioner orde dua, weakly stationer), dan kestasioner ini merupakan kondisi yang diperlukan dalam analisis data deret waktu, karena akan memperkecil kekeliruan baku.

  • 2

    Dalam teori Statistika, setiap data deret waktu dibangun atas komponen trend (T), siklis (S), musiman (M, untuk data bulanan), dan variasi residu (R). Bentuk hubungan antara nilai data dengan komponen-komponennya tersebut bisa bermacam-macam, dan bentuk hubungan yang sering digunakan adalah linier dan multiplikatif. Jika xt nilai data pada waktu-t dan hubungan dengan komponennya linier, maka persamaannya

    xt = Tt + St + Mt + Rt , jika t : bulanan (1.1) xt = Tt + St + Rt , jika t : tahunan (1.2)

    dan multiplikatif, maka persamaannya xt = T.S.M.R , jika t : bulanan (1.3)

    xt = T.S.R , jika t : tahunan (1.4) Sebagai akibat dari terdapatnya komponen-komponen dalam data deret waktu dan terjadinya hubungan antar komponen, adalah berautokorelasinya antar pengamatan sehingga dapat dibangun sebuah hubungan fungsional yang dinamakan regresi deret waktu.

    1.1. Regresi Deret Waktu Analisis data deret waktu merupakan telaahan khusus dari analisis regresi biasa, seperti halnya analisis ekonometrika dan analisis disain eksperimen. Analisis regresi deret waktu adalah analisis regresi dalam kondisi variabel respon berautokorelasi, sehingga antar variabel respon dapat dibangun sebuah hubungan fungsional, yang dalam analisis data deret waktu bentuk hubungannya selalu digunakan regresi linier. Konsepsi analisis regresi linier biasa dapat digunakan secara utuh dalam analisis regresi deret waktu, hanya proses perhitungan nilai penaksir parameternya tidak selalu bisa dijadikan acuan. Dalam analisis regresi linier biasa, proses perhitungan taksiran parameter selalu dapat dilakukan dengan menggunakan perhitungan matriks, sebab sistem persamaan parameternya selalu merupakan sistem persamaan linier. Sedangkan dalam analisis regresi deret waktu, ada beberapa model yang perhitungan taksiran parameternya harus menggunakan metoda iterasi atau rekursif, sehingga sebagian besar persoalan analisis regresi deret waktu harus diselesaikan dengan menggunakan fasilitas komputer.

  • 3

    Dalam analisis data deret waktu, jika pengamatan berautokorelasi maka model hubungan fungsionalnya dibangun berdasarkan kondisi kestasioner data, sehingga model regresi deret waktu dikelompokan atas regresi deret waktu stasioner dan regresi deret waktu tidak stasioner. Model regresi deret waktu tidak stasioner identik dengan model regresi deret waktu stasioner, yang terlebih dulu data distasionerkan melalui proses diferensi. Jika data deret waktu Xt , t = 1, 2, . . . berautokorelasi maka model regresi antar pengamatan (autoregresi) disajikan dalam persamaan

    Xt = + 1Xt-1 + 2Xt-2 + . . . + kXt-k + Zt (1.5) dengan Zt kekeliruan model yang diasumsikan berdistribusi identik independen dengan

    rata 0 dan varians konstan 2, yang dalam analisis data deret waktu Zt biasa disebut white

    noise, , 1 , . . . , k parameter autoregresi. Model autoregresi dengan Persamaan (1.5) dinamakan Autoregresi Lag-k dan disingkat AR(k). Dalam analisis data deret waktu, untuk menyajikan Xt-i , i = 1, 2 , . . . , k biasa digunakan operator backshift B, dengan menuliskan Xt-i = BiXt, sehingga model AR(k) jika disajikan dalam operator backshift maka persamaannya menjadi

    Xt = + 1BXt + 2B2Xt + . . . + kBkXt + Zt (1.6) atau

    Xt - 1BXt - 2B2Xt - . . . - kBkXt = + Zt

    k(B)Xt = + Zt dengan k(B) = 1 - 1B - 2B2 - . . . - kBk Karena k(B) 0, secara matematis persamaan k(B)Xt = + Zt setara dengan

    tkk

    t Z)B(1

    )B(X +

    =

    Xt = k-1(B) + k-1(B)Zt = + k-1(B)Zt (1.7) sehingga jika didefinisikan k-1(B) = p(B) = 1 - 1B - 2B2 - . . . - pBp maka Persamaan (1.7) menjadi Xt = + p(B)Zt = + Zt - 1Zt-1 - 2Zt-2 - . . . - pZt-p (1.8) Model dengan Persamaan (1.8) dinamakan model rata-rata bergerak (moving average) orde-p disingkat MA(p). Jadi dalam hal ini model MA(p) merupakan model inversi dari

  • 4

    AR(k), yang berarti model AR(k) dan MA(p) merupakan model yang saling berkebalikan (invertible) Model AR(k) dan MA(p) merupakan model regresi deret waktu stasioner dan saling berkebalikan, sehingga keduanya dapat digabungkan dengan cara dijumlahkan, dan model yang diperoleh dinamakan model autoregresi rata-rata bergerak, disingkat ARMA(k,p), dengan persamaan Xt = + 1Xt-1 + 2Xt-2 + . . . + kXt-k + Zt - 1Zt-1 - 2Zt-2 - . . . -pZt-p (1.9) atau

    Xt - 1Xt-1 - 2Xt-2 - . . . - kXt-k = + Zt - 1Zt-1 - 2Zt-2 - . . . -pZt-p

    k(B)Xt = + p(B)Zt Karena AR(k) dan MA(p) adalah mode regresi deret waktu stasioner, maka ARMA(k,p) juga model regresi deret waktu stasioner. Jika data tidak stasioner, maka dapat distasionerkan melalui proses stasioneritas, yang berupa proses diferensi jika trendnya linier, dan proses linieritas dengan proses diferensi pada data hasil proses linieritas, jika trend data tidak linier. Model ARMA(k,p) untuk data hasil proses diferensi dinamakan model autoregresi integrated rata-rata bergerak disingkat ARIMA(k,q,p).

    1.2. Proses Analisis Untuk Data Deret Waktu. Dalam analisis data deret waktu, proses baku yang harus dilakukan adalah 1. Memetakan nilai data atas waktu, hal ini dilakukan untuk menelaah kestasioneran

    data, sebab jika data tidak stasioner maka harus distasionerkan melalui proses stasioneritas.

    2. Menggambarkan korelogram (gambar fungsi autokorelasi), untuk menelaah apakah autokorelasi signifikans atau tidak, dan perlu-tidaknya proses diferensi dilakukan. Jika autokorelasi data tidak signifikans, analisis data cukup menggunakan analisis regresi sederhana data atas waktu, sedangkan jika signifikans harus menggunakan analisis regresi deret waktu. Jika data ditransformasikan, maka proses pemetaan data dan penggambaran korelogram, sebaiknya dilakukan juga pada data hasil

  • 5

    transformasi, untuk menelaah apakah proses transformasi ini sudah cukup baik dalam upaya menstasioner kan data.

    3. Jika dari korelogram disimpulkan bahwa autokorelasi signifikans, maka bangun model regresi deret waktunya, dan lakukan penaksirannya baik dalam kawasan waktu maupun kawasan frekuensi.

    4. Lakukan proses peramalan dengan metode yang sesuai dengan kondisi datanya, dan untuk mendapatkan hasil yang memuaskan sebaiknya gunakan metode Box-Jenkins .

    Semua proses tersebut dapat dilakukan dengan mengunakan kemasan program (software) komputer, dan telah banyak kemasan program yang dapat digunakan diantaranya SPSS dan STATISCA.

    1.3. Sasaran Analisis Data Deret Waktu Ada beberapa tujuan dalam analisis data deret waktu, yaitu 1.3.1. Deskripsi (description) Jika ingin mempresentasikan karakter dari data yang dimiliki, seperti kestasioneran, keberadaan komponen musiman, keberartian autokorelasi (sebab pada dasarnya setiap data deret waktu berautokorelasi hanya autokorelasinya signifikans atau tidak ?), maka tahap pertama dari analisis data deret waktu adalah menggambarkan peta data dan korelogram, yang tujuannya, 1.3.1.1. gambar peta data atas waktu untuk menelaah kestasioneran dan keberaadaan

    komponen musiman (jika datanya bulanan), dan 1.3.1.2. gambar korelogram untuk menelaah signifikansi autokorelasi dan perlu-tidaknya

    transformasi data, sehingga berdasarkan informasi visual tersebut dapat dirumuskan mengenai analisis data yang harus dilakukan, yaitu analisis regresi sederhana data atas waktu, atau analisis regresi deret waktu. 1.3.2. Menerangkan (explanation) Jika variabel data deret waktu lebih dari satu buah, maka telaahan dilakukan untuk menentukan apakah salah satu variabel dapat menjelaskan variabel lain, sehingga bisa dibangun sebuah model regresi (fungsi transfer) untuk keperluan analisis data deret

  • 6

    waktu lebih lanjut ? Sebab pada dasarnya analisis data deret waktu adalah analisis data univariat, sehingga jika datanya bivariat atau multivariat, maka bagaimana proses univariatisasinya ?

    1.3.3. Perkiraan (prediction) Jika dimiliki sampel data deret waktu, dan diinginkan perkiraan nilai data berikutnya, maka proses peramalan harus dilakukan. Peramalan adalah sasaran utama dari analisis data deret waktu, yang prosesnya bisa berdasarkan karakter dari komponen data, atau model regresi deret waktu. Pengertian perkiraan (prediction) dan peramalan (forecasting) beberapa penulis ada yang membedakannya, sebab mereka berpendapat perkiraan adalah penaksiran (estimation) nilai data dengan tidak memperhatikan model hubungan (regresi) antar nilai data, tetapi peramalan adalah proses penaksiran nilai data berdasarkan sebuah model hubungan fungsional antar nilai data. Tetapi kebanyakan penulis berpendapat perkiraan dengan peramalan adalah dua proses analisis data yang sama. Dalam buku ajar ini perkiraan bisa diidentikan dengan peramalan. 1.3.4. Kontrol (control) Proses kontrol dilakukan untuk menelaah apakah model (regresi) ramalan (perkiraan) yang ditentukan cukup baik untuk digunakan ? Dalam statistika, sebuah model baik digunakan untuk peramalan, jika dipenuhi modelnya cocok dan asumsinya juga dipenuhi. Sehingga proses kontrol terhadap model perlu dilakukan untuk menelaah dipenuhi-tidaknya asumsi, kecocokan bentuk model yang dibangun, ada-tidaknya pencilan (outliers), yang analisisnya dapat dilakukan berdasarkan karakter nilai residu atau analisis varians.

    Untuk bisa memahami dengan baik mengenai analisis data deret waktu, diperlukan pemahaman mengenai analisis regresi biasa, sebab analisis data deret waktu adalah analisis khusus dari analisis regresi biasa, yaitu analisis regresi dalam hal data responnya berautokorelasi, sehingga konsepsi pada analisis regresi biasa berlaku dalam analisis regresi deret waktu, tetapi belum tentu untuk sebaliknya.

  • 7

    BAB 2 ANALISIS DALAM KAWASAN WAKTU

    Sudah dikemukakan pada Bab 1 bahwa data deret waktu adalah data yang merupakan fungsi atas waktu, dan setiap data deret waktu dibangun oleh komponen trend, siklis, musiman (untuk data bulanan), dan variasi residu. Sehingga berdasarkan konsepsi tersebut, analisis data deret waktu dapat dilakukan dalam dua kawasan (domain), yaitu kawasan waktu dan kawasan frekuensi. Dalam kawasan waktu adalah telaah signifikansi autokorelasi, kestasioneran data, penaksiran parameter model regresi deret waktu, dan peramalan (forecasting). Sedangkan dalam kawasan frekuensi adalah telaahan frekuensi tersembunyi, yaitu frekuensi komponen siklis yang sulit diperoleh dalam kawasan waktu, dengan tujuan untuk mengetahui hal-hal istimewa atau kondisi tertentu pada data. Analisis dalam kawasan frekuensi dinamakan Analisis Spektral, dan analisis ini dilakukan untuk memberikan informasi tambahan pada hasil analisis dalam kawasan waktu.

    2.1. Autokorelasi dan Autokorelasi Parsial Konsepsi autokorelasi setara (identik) dengan korelasi Pearson untuk data bivariat. Deskripsinya sebagai berikut, jika dimiliki sampel data deret waktu x1 , x2 , . . . , xn , dan dapat dibangun pasangan nilai (x1 , xk+1) , (x2 , xk+2) , . . . , (xk , xn) , autokorelasilasi lag-k, dari sampel data deret waktu adalah

    ( )( )( ) ( )

    =

    =

    =

    +

    +

    ==kn

    1t2i

    kn

    1t

    21t

    kn

    1t2kt1t

    kttk

    xxxx

    xxxx

    )X,X.(korr (2.1)

    =

    =

    k

    1tt1 xk

    1x ,

    +=

    =

    n

    1ktt2 xk

    1x

    Dalam analisis data deret waktu untuk mendapatkan hasil yang baik, nilai n harus cukup besar, dan autokorelasi disebut berarti jika nilai k cukup kecil dibandingkan dengan n, sehingga bisa dianggap

  • 8

    n

    x

    xxx

    n

    1tt

    21

    =

    =

    dan Persamaan (2.1) menjadi

    ( )( )( )

    =

    =

    +

    n

    1t

    2t

    kn

    1tktt

    k

    xx

    xxxx

    r

    dan perumusan autokorelasi seperti ini yang digunakan dalam analisis data deret waktu. Karena rk merupakan fungsi atas k, maka hubungan autokorelasi dengan lagnya dinamakan Fungsi Autokorelasi (autocorrelation function, ACF), dan dinotasikan oleh

    ( )( )( )

    =

    =

    +

    =n

    1t

    2t

    kn

    1tktt

    xx

    xxxx

    )k( (2.2)

    Konsepsi lain pada autokorelasi adalah autokorelasi parsial (partial autocorrelation), yaitu korelasi antara Xt dengan Xt+k, dengan mengabaikan ketidak-bebasan Xt+1 , Xt+2 , . . . , Xt+k-1, sehingga Xt dianggap sebagai konstanta, Xt = xt , t = t+1 , t+2 , . . . , t+k-1 . Autokorelasi parsial Xt dengan Xt+k didefinisikan sebagai korelasi bersyarat,

    kk = kor.(Xt,Xt+kXt+1 = xt+1 , Xt+2 = xt+2 , . . . , Xt+k-1 = xt+k-1) (2.3) Seperti halnya autokorelasi yang merupakan fungsi atas lagnya, yang hubungannya dinamakan fungsi autokorelasi (ACF), autokorelasi parsial juga merupakan fungsi atas lagnya, dan hubungannya dinamakan Fungsi Autokorelasi Parsial (partial autocorrelation function, PACF). Gambar dari ACF dan PACF dinamakan korelogram (correlogram) dan dapat digunakan untuk menelaah signifikansi autokorelasi dan kestasioneran data. Jika gambar ACF membangun sebuah histogram yang menurun (pola eksponensial), maka autokorelasi signifikans atau data berautokorelasi, dan jika diikuti oleh gambar PACF yang histogramnya langsung terpotong pada lag-2, maka data tidak stasioner, dan dapat distasionerkan melalui proses diferensi. Jika dimiliki sampel data deret waktu, x1 , x2 , . . . , xn , maka yang harus dihitung untuk mendapatkan autokorelasi sampel lag-k secara manual adalah,

  • 9

    1. rata-rata sampel, =

    =

    n

    1ttx

    n

    1x

    2. autokovarians sampel lag-k, ( )( )=

    +

    =

    kn

    1tkttk xxxxkn

    1s

    3. autokorelasi sampel lag-k, 0

    kk

    s

    sr =

    Sedangkan untuk menghitung autokorelasi parsial sampel lag-k, adalah sebagai berikut 1. bangun kombinasi linier Xt+k dengan Xt+k-1 = xt+k-1 , Xt+k-2 = xt+k-2 , . . . , Xt+1 = xt+1,

    dengan persamaan

    Xt+k = 1xt+k-1 + 2xt+k-2 + . . . + k-1xt+1 , i , 1 i k-1 , koefisien model. 2. lakukan proses penaksiran untuk i , berdasarkan metode kuadrat rata-rata hitung,

    yaitu meminimumkan E(Xt+k - 1xt+k-1 - 2xt+k-2 - . . . - k-1xt+1), dengan asumsi E(Xt) = 0. Proses minimisasi dilakukan dengan menggunakan perhitungan diferensiasi biasa, sehingga jika ri , 1ki1 , autokorelasi sampel lag-i , maka

    penaksir i , , diperoleh berdasarkan persamaan matriks

    =

    1k

    2

    1

    14k3k2k

    3k4k11

    2k3k21

    1k

    2

    1

    .

    .

    .

    1r...rrr......

    ......

    ......

    rr...r1rrr...rr1

    r

    .

    .

    .

    r

    r

    Dengan menggunakan metode Cramer, jika dinotasikan

    =

    1r...rrr......

    ......

    ......

    rr...r1rrr...rr1

    m

    14k3k2k

    3k4k11

    2k3k21

    ,

    =

    1k

    2

    1

    r

    .

    .

    .

    r

    r

    r

    dan

  • 10

    =

    1...rrr...rrr...rrr...rr

    ........

    ........

    ........

    r...rr...1rrr...rr...r1rr...rrr...r1

    m

    2ik1kik3k2k

    3ik2k1ik4k3k

    4k2i312

    3k1i211

    2ki12i1

    i

    yaitu matriks yang diperoleh dari m dengan mengganti kolom ke-i oleh r ,

    maka m

    m ii =

    , dengan mi dan m masing-masing determinan dari mi dan m,

    Berdasarkan Persamaan (2.3), maka autokorelasi parsial populasi dihitung berdasarkan persamaan

    =+

    +

    +

    +

    ktkttt

    ktkttt

    kk

    XX.varXX.var

    XXXX.kov

    sehingga autokorelasi parsial sampel, dihitung berdasarkan persamaan

    ( )

    ( )

    =

    =

    1k11-k1

    1k111-kk

    1k1k11

    11k1k1kkk

    ...1r . . . r 1

    ...1r . . . r r

    r...r1

    r...rrr (2.4)

    Persamaan (2.4) jika dikaitkan dengan nilai-nilai i yang dihitung berdasarkan

    perhitungan determinan matriks, maka sajian dalam persamaan determinannya

  • 11

    1r...rrr......

    ......

    ......

    rr...r1rrr...rr1rr...rrr

    ......

    ......

    ......

    rr...r1rrr...rr1

    r

    11k2k1k

    2k3k11

    1k2k21

    k13k2k1k

    23k11

    12k21

    kk

    =

    Menghitung autokorelasi parsial antara Xt dengan Xt+k dapat juga dilakukan sebagai berikut. Bangun model regresi linier tanpa konstanta dengan Xt+k sebagai variabel tidak bebas dan Xt+k-1 , Xt+k-2 , . . . , Xt sebagai variabel bebas,

    Xt+k = k1Xt+k-1 + k2Xt+k-2 + . . . + kkXt + t+k ki , i = 1, 2, . . . , k , parameter model ; t+k kekeliruan yang diasumsikan berdistribusi normal identik independen dengan rata-

    rata 0, varians konstan 2, dan tidak berkorelasi dengan Xt+k-i , i = 1, 2, . . . ,k ;

    Dengan tidak mengabaikan keumuman, diasumsikan E(Xt+k) = 0 untuk setiap t dan k. Selanjutnya perkalikan Xt+k-i dengan persamaan regresi

    i = k1i-1 + k2i-2 + kki-k untuk setiap i = 1, 2, . . . , k, dan hitung nilai ekspetasinya, yang hasilnya akan membangun sebuah sistem persamaan linier

    i = k1i-1 + k2i-2 + kki-k , i = 1, 2, . . . , k dengan menggunakan metode Cramer, maka akan diperoleh jawab 11 = 1

  • 12

    11

    1

    1

    1

    21

    1

    22

    =

    11

    1

    11

    22

    11

    21

    311

    21

    11

    33

    =

    . . . . . . . . . . . . . . . .

    . . . . . . . . . . . . . . . .

    . . . . . . . . . . . . . . . .

    1...1...

    ..................

    ...1

    ...1

    ...1

    ...

    ...

    ..................

    ...1

    ...1

    ...1

    13k2k1k

    14k3k2k

    3k4k32

    2k3k11

    1k2k21

    k13k2k1k

    1k24k3k2k

    34k32

    23k11

    12k21

    kk

    =

    Sehingga jika i ditaksir oleh i

    = ri (autokorelasi sampel), maka ii ditaksir oleh

    kkii

    = = rii (autokorelasi parsial sampel), i = 1, 2, . . . , k. Berdasarkan paparan mengenai kedua konsepsi perhitungan autokorelasi parsial tersebut, dapat disimpulkan autokorelasi parsial antara Xt dengan Xt+k adalah penaksir koefisien regresi ke-k, dari model regresi dengan persamaan

  • 13

    Xt+k = k1Xt+k-1 + k2Xt+k-2 + . . . + kkXt + t+k

    kkkkkk r==

    Untuk menghitung autokorelasi dan autokorelasi parsial banyak kemasan program (software) komputer yang dapat digunakan, seperti SPSS, MINITAB, dan STATISTICA, sehingga jika para pengguna analisis data deret waktu tidak memahami konsepsi perhitungan dan pembuatan program komputer untuk perhitungannya, bisa menggunakan salah satu kemasan program tersebut untuk keperluan analisisnya.

    Contoh numerik : Perhatikan data pada Tabel 2.1 di bawah ini

    Tabel 2.1 Data Volume Penjualan

    (dalam ribuan unit)

    Tahun Bulan 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996

    Januari 12,35 10,12 9,25 2,75 5,80 12,25 10,85 Pebruari 9,78 8,75 5,45 10,19 11,09 8,75 7,50 Maret 10,25 19,75 5,89 4,35 7,00 8,00 12,67 April 2,75 25,30 5,55 30,25 12,20 6,75 29,77 Mei 25,24 12,10 10,25 5,25 11,20 30,45 12,20 Juni 20,25 30,00 6,75 5,25 5,00 10,25 12,25 Juli 11,25 10,25 10,00 30,25 2,75 30,30 12,25 Agustus 12,20 10,35 30,33 12,25 10,00 10,50 12,25 September 20,25 25,05 12,33 8,75 7,75 5,55 4,25 Oktober 10,00 12,25 30,25 24,20 20,10 12,25 5,75 Nopember 8,75 9,90 10,25 25,22 2,57 5,75 7,50 Desember 10,80 8,90 9,25 5,50 4,75 10,25 10,00

    Jika autokorelasi dan autokorelasi parsial dihitung dengan menggunakan paket program SPSS untuk 16 lag yang pertama (default-nya proram) diperoleh hasil seperti dibawah in. MODEL: MOD_1. Autocorrelations: NILAI Auto- Stand. Lag Corr. Err. -1 -.75 -.5 -.25 0 .25 .5 .75 1 Box-Ljung Prob. +----+----+----+----+----+----+----+----+ 1 -.012 .107 . * . .014 .907 2 .039 .107 . I* . .149 .928 3 .116 .106 . I** . 1.356 .716 4 -.094 .105 . **I . 2.161 .706 5 -.232 .105 *.***I . 7.084 .214 6 -.036 .104 . *I . 7.204 .302 7 -.103 .103 . **I . 8.204 .315

  • 14

    8 -.151 .103 .***I . 10.364 .240 9 .100 .102 I** . 11.323 .254 10 -.073 .101 *I . 11.844 .296 11 .155 .101 I***. 14.227 .221 12 .022 .100 . * . 14.276 .283 13 .044 .099 . I* . 14.476 .341 14 -.027 .098 . *I . 14.553 .409 15 .031 .098 . I* . 14.655 .477 16 -.080 .097 . **I . 15.331 .501 Plot Symbols: Autocorrelations * Two Standard Error Limits . Total cases: 84 Computable first lags: 83 Partial Autocorrelations: NILAI Pr-Aut- Stand. Lag Corr. Err. -1 -.75 -.5 -.25 0 .25 .5 .75 1 +----+----+----+----+----+----+----+----+ 1 -.012 .109 . * . 2 .039 .109 . I* . 3 .117 .109 . I** . 4 -.094 .109 . **I . 5 -.249 .109 *.***I . 6 -.055 .109 . *I . 7 -.062 .109 . *I . 8 -.112 .109 . **I . 9 .071 .109 . I* . 10 -.109 .109 . **I . 11 .150 .109 . I***. 12 -.051 .109 . *I . 13 -.001 .109 . * . 14 -.060 .109 . *I . 15 .002 .109 . * . 16 -.029 .109 . *I . Plot Symbols: Autocorrelations * Two Standard Error Limits . Total cases: 84 Computable first lags: 83

    dan gambar ACF dengan PACF-nya seperti di bawah di bawah ini

    16151413121110987654321

    Lag Number

    1.0

    0.5

    0.0

    -0.5

    -1.0

    AC

    F

    Lower ConfidenceLimit

    Upper ConfidenceLimit

    Coefficient

    Nilai

    Gambar 2.1a ACF Nilai Data Pada Tabel 2.1

    16151413121110987654321

    Lag Number

    1.0

    0.5

    0.0

    -0.5

    -1.0

    Part

    ial A

    CF

    Lower ConfidenceLimit

    Upper ConfidenceLimit

    Coefficient

    Nilai

    Gambar 2.1b PACF Nilai Data Pada Tabel 2.1

  • 15

    Jika ditelaah, gambar ACF dan PACF keduanya membangun pola alternating (tanda dan nilai autokorelasi berubah secara acak sesuai dengan berjalannya nilai lag), hal ini mengindikasikan data tidak stasioner dalam varians, dan stasioner lemah dalam rata-rata hitung. Sedangkan signifikansi autokorelasi kemungkinannya lemah (nilai lagnya cukup besar jika dibandingkan dengan ukuran sampelnya) Jika hasil telaahan secara visual tidak cukup menyakinkan, maka dapat dilakukan pengujian hipotesis statistis untuk keberartian autokorelasi.

    2.2. Stasioneritas Kestasioneran data merupakan kondisi yang diperlukan dalam analisis regresi deret waktu karena dapat memperkecil kekeliruan model, sehingga jika data tidak stasioner, maka harus dilakukan transformasi stasioneritas melalui proses diferensi, jika trendnya linier, sedangkan jika tidak linier, maka transformasinya harus dilakukan dulu transformasi linieritas trend melalui proses logaritma natural jika trendnya eksponensial, dan proses pembobotan (penghalusan eksponensial sederhana) jika bentuknya yang lain, yang selanjutnya proses diferensi pada data hasil proses linieritas. Berdasarkan deskripsinya, bentuk kestasioneran ada dua, yaitu stasioner kuat (strickly stationer), atau stasioner orde pertama (primary stationer) dan stasioner lemah (weakly stationer), atau stasioner orde kedua (secondary stationer). Deskripsi umum kestasioneran adalah sebagai berikut, data deret X1 , X2 , . . . disebut stasioner kuat

    jika distribusi gabungan n21 ttt

    X, . . . , X , X sama dengan distribusi gabungan

    ktktkt n21 X, . . . , X , X +++ , untuk setiap nilai t1, t2, . . . , tn dan k. Sedangkan disebut

    stasioner lemah, jika rata-rata hitung data konstan, E(Xt) = , dan autokovariansnya merupakan fungsi dari lag, k = f(k). Sedangkan ketidakstasioner data diklasifikasikan atas tiga bentuk yaitu 1. tidak stasioner dalam rata-rata hitung, jika trend tidak datar (tidak sejajar sumbu

    waktu) dan data tersebar pada pita yang meliput secara seimbang trendnya.

  • 16

    2. tidak stasioner dalam varians, jika trend datar atau hampir datar tapi data tersebar membangun pola melebar atau menyempit yang meliput secara seimbang trendnya

    (pola terompet). 3. tidak stasioner dalam rata-rata hitung dan varians, jika trend tidak datar dan data

    membangun pola terompet. Untuk menelaah ketidak-stasioneran data secara visual, tahap pertama dapat

    dilakukan pada peta data atas waktu, karena biasanya mudah, dan jika belum mendapatkan kejelasan, maka tahap berikutnya ditelaah pada gambar ACF dengan PACF. Telaahan pada gambar ACF, jika data tidak stasioner maka gambarnya akan membangun pola,

    1. menurun, jika data tidak stasioner dalam rata-rata hitung (trend naik atau turun), 2. alternating, jika data tidak stasioner dalam varians, 3. gelombang, jika data tidak stasioner dalam rata-rata hitung dan varians. Gambar-gambar di bawah ini menyajikan kasus data tidak stasioner dan bentuk ACF-nya

    276

    271

    266

    261

    256

    251

    246

    241

    236

    231

    226

    221

    216

    211

    206

    201

    196

    191

    186

    181

    176

    171

    166

    161

    156

    151

    146

    141

    136

    131

    126

    121

    116

    111

    106

    101

    96

    91

    86

    81

    76

    71

    66

    61

    56

    51

    46

    41

    36

    31

    26

    21

    16

    11

    61

    Case Number

    0.600

    0.500

    0.400

    0.300

    0.200

    0.100

    0.000

    Val

    ue

    cres

    t

    Gambar 2.2a Data tidak stasioner dalam rata-rata hitung

    16151413121110987654321

    Lag Number

    1.0

    0.5

    0.0

    -0.5

    -1.0

    AC

    F

    Lower ConfidenceLimit

    Upper ConfidenceLimit

    Coefficient

    crest

    Gambar 2.2b ACF dari Gambar 2.2a

  • 17

    CREST

    Lag Number

    1615

    1413

    1211

    109

    87

    65

    43

    21

    Parti

    al A

    CF

    1.0

    .5

    0.0

    -.5

    -1.0

    Confidence Limits

    Coefficient

    Gambar 2.2c PACF dari Gambar 2.2a

    216

    211

    206

    201

    196

    191

    186

    181

    176

    171

    166

    161

    156

    151

    146

    141

    136

    131

    126

    121

    116

    111

    106

    101

    96

    91

    86

    81

    76

    71

    66

    61

    56

    51

    46

    41

    36

    31

    26

    21

    16

    11

    61

    Case Number

    40000

    30000

    20000

    10000

    Val

    ue

    con

    nec

    t

    Gambar 2.2d Data tidak stasioner dalam rata-rata

    hitung dan varians

    16151413121110987654321

    Lag Number

    1.0

    0.5

    0.0

    -0.5

    -1.0

    ACF

    Lower ConfidenceLimit

    Upper ConfidenceLimit

    Coefficient

    connect

    Gambar 2.2e ACF dari Gambar 2.2d

    CONNECT

    Lag Number

    1615

    1413

    1211

    109

    87

    65

    43

    21

    Parti

    al A

    CF

    1.0

    .5

    0.0

    -.5

    -1.0

    Confidence Limits

    Coefficient

    Gambar 2.2f PACF dari Gambar 2.2d

    119

    117

    115

    113

    111

    109

    107

    105

    103

    101

    99

    97

    95

    93

    91

    89

    87

    85

    83

    81

    79

    77

    75

    73

    71

    69

    67

    65

    63

    61

    59

    57

    55

    53

    51

    49

    47

    45

    43

    41

    39

    37

    35

    33

    31

    29

    27

    25

    23

    21

    19

    17

    15

    13

    11

    97531

    Case Number

    80.0

    70.0

    60.0

    50.0

    40.0

    30.0

    20.0

    10.0

    Va

    lue

    ozon

    e

    Gambar 2.2g Data tidak stasioner dalam varians

    16151413121110987654321

    Lag Number

    1.0

    0.5

    0.0

    -0.5

    -1.0

    ACF

    Lower ConfidenceLimit

    Upper ConfidenceLimit

    Coefficient

    ozone

    Gambar 2.2h ACF dari Gambar 2.2g

  • 18

    OZONE

    Lag Number

    1615

    1413

    1211

    109

    87

    65

    43

    21

    Parti

    al AC

    F

    1.0

    .5

    0.0

    -.5

    -1.0

    Confidence Limits

    Coefficient

    Gambar 2.2i PACF dari Gambar 2.2g

    Untuk ilustrasi perhatikan data pada Tabel 2.1. Jika digambarkan, peta data atas

    waktu gambarnya seperti di bawah ini

    WAKTU

    SEP 1996

    APR 1996

    NOV 1995

    JUN 1995

    JAN 1995

    AUG 1994

    MAR 1994

    OCT 1993

    MAY 1993

    DEC 1992

    JUL 1992

    FEB 1992

    SEP 1991

    APR 1991

    NOV 1990

    JUN 1990

    JAN 1990

    Valu

    e NI

    LAI

    40

    30

    20

    10

    0

    Gambar 2.3 Peta data pada Tabel 2.1

    Gambar 2.3 terlihat identik dengan Gambar 2.2e, menyajikan pola trend yang hampir mendatar (sejajar sumbu waktu) dan variasi data terletak pada sebuah pita yang meliput tidak seimbang trend data, hal ini mengindikasikan bahwa data stasioner lemah dalam rata-rata hitung, tapi tidak stasioner dalam varians. Ketidak stasioneran dalam varians

    jelas terlihat pada gambar ACF dan PACF-nya (Gambar 2.1a dan 2.1b), yang keduanya menyajikan pola hampir alternating. Untuk lebih memperjelas pendapat tersebut, perhatikan gambar-gambar hasil diferensi orde-1 dari data pada Tabel 2.1 berikut ini.

  • 19

    WAKTU

    SEP 1996

    APR 1996

    NOV 1995

    JUN 1995

    JAN 1995

    AUG 1994

    MAR 1994

    OCT 1993

    MAY 1993

    DEC 1992

    JUL 1992

    FEB 1992

    SEP 1991

    APR 1991

    NOV 1990

    JUN 1990

    JAN 1990

    Valu

    e DI

    FF(N

    ILAI

    ,1)

    30

    20

    10

    0

    -10

    -20

    -30

    Gambar 2.4 Peta data pada Tabel 2.1 hasil diferensi orde-1

    DIFF(NILAI,1)

    Lag Number

    1615

    1413

    1211

    109

    87

    65

    43

    21

    ACF

    1.0

    .5

    0.0

    -.5

    -1.0

    Confidence Limits

    Coefficient

    Gambar 2.5a ACF data pada Tabel 2.1 hasil diferensi

    orde-1

    DIFF(NILAI,1)

    Lag Number

    1615

    1413

    1211

    109

    87

    65

    43

    21

    Parti

    al AC

    F

    1.0

    .5

    0.0

    -.5

    -1.0

    Confidence Limits

    Coefficient

    Gambar 2.5b PACF data pada Tabel 2.1 hasil diferensi

    orde-1

    Gambar 2.4 menyajikan pola data dengan trend mendatar dan pola terompet di sisi kiri dan kanan, hal ini berarti dengan didiferensi orde-1 data yang tadinya stasioner lemah dalam rata-rata hitung menjadi stasioner kuat dalam rata-rata hitung. Selanjutnya dari gambar ACF (Gambar 2.5a) yang membangun pola alternating dan PACF (Gambar 2.5b) pola hampir gelombang, hal ini menunjukan bahwa proses diferensi belum bisa menstabilkan varians, tetapi tidak perlu dilakukan lagi (cukup orde-1), yang harus dilakukan adalah transformasi stabilitas varians.

  • 20

    Seperti halnya dengan telaahan keberatian autokorelasi, jika telaahan ketidak stasioneran secara visual kurang meyakinkan, maka pengujian hipotesis statistis untuk kestasioneran data perlu dilakukan.

    2.3. Model Regresi Deret Waktu Jika data deret waktu berautokorelasi pada lag-k, maka selanjutnya membangun model hubungan fungsional antar pengamatan (model regresi deret waktu, model autoregresi), dan pada Bab 1 sudah dikemukakan model regresi deret waktu dari data yang berautokorelasi pada lag-k, dinamakan model autoregresi order-k (lag-k), ditulis AR(k), yang persamaannya

    Xt = + 1Xt-1 + 2Xt-2 + kXt-k + Zt dengan Zt kekeliruan yang diasumsikan berdistribusi normal identik independen dengan

    rata 0 dan varians konstan 2, dan dalam analisis data deret waktu Zt dinamakan proses

    acak atau white noise, , 1 , . . . , k parameter autoregresi. Untuk menentukan nilai taksiran parameter model berdasarkan sampel data deret waktu, x1 , x2 , . . . , x2, prosesnya seperti pada analisis regresi multipel biasa, sebab

    model AR(k) setara dengan model regresi multipel biasa atas k variabel bebas, yang dalam regresi deret waktu sebagai variabel bebasnya adalah, Xt-1 , Xt-2 , . . . , Xt-k dan

    variabel tidak bebasnya Xt, sehingga langkah-langkah perhitungan secara manual sebagai berikut,

    1. bangun pasangan pengamatan, (Xt , Xt-1 , . . . , Xt-k) dan sajikan pada tabel seperti di bawah ini

    Xt Xt-1 . . . Xt-k xn xn-1 . . . xn-k

    xn-1 xn-2 . . . xn-1-k . . . .

    . . . .

    . . . .

    xk+1 xk . . . x1

  • 21

    2. bangun matriks

    =

    +

    1k

    1n

    n

    x

    .

    .

    .

    x

    x

    Y ,

    =

    11kk

    k1n3n2n

    kn2n1n

    x......xx1......

    ......

    ......

    x......xx1x......xx1

    X ,

    =

    k

    1

    .

    .

    .

    3. hitung XX , ( ) 1XX , dan YX 4. sehingga penaksir , ( ) YXXX 1 = Misal untuk model AR(1), dengan persamaan Xt = + Xt-1 + Zt , t = 1 , 2 , . . . , n (2.4) Pada persamaan ini

    =

    2

    1n

    n

    x

    .

    .

    .

    x

    x

    Y ,

    =

    1

    2n

    1n

    x1..

    ..

    ..

    x1x1

    X ,

    = ,

    =

    =

    =

    =

    1n

    1t

    2t

    1n

    1tt

    1n

    1tt

    xx

    x)1n(XX

    ( )

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    )1n(x

    xx

    xx)1n(

    1XX 1n

    1tt

    1n

    1tt

    1n

    1t

    2t

    21n

    1tt

    1n

    1t

    2t

    1 ,

    =

    =

    =

    n

    2tt1t

    n

    2tt

    xx

    x

    YX

    sehingga

    +

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    ==

    =

    =

    =

    n

    2tt1t

    n

    2tt

    1n

    1tt

    n

    2tt1t

    1n

    1tt

    n

    2tt

    1n

    1t

    2t

    21n

    1tt

    1n

    1t

    2t

    xx)1n(xx

    xxxxx

    xx)1n(

    1

    atau

  • 22

    21n

    1tt

    1n

    1t

    2t

    n

    2tt1t

    1n

    1tt

    n

    2tt

    1n

    1t

    2t

    xx)1n(

    xxxxx

    =

    =

    =

    =

    ==

    =

    , 21n

    1tt

    1n

    1t

    2t

    n

    2tt1t

    n

    2tt

    1n

    1tt

    xx)1n(

    xx)1n(xx

    +

    =

    =

    =

    =

    =

    =

    Contoh numerik Jika data pada Tabel 2.1 modelnya AR(1) dengan Persamaan (2.4), maka Y : vektor berukuran 83x1, dengan elemen-elemennya nilai data dari bulan Pebruari

    1990 sampai dengan Desember 1996 X : matriks berukuran 83x2, dengan elemen-elemen kolom ke-1 semuanya sama dengan

    1, dan kolom ke-2 nilai data dari bulan Januari 1990 sampai dengan Nopember 1996 sehingga jika dihitung dengan menggunakan paket program MINITAB, diperoleh hasil

    ( )

    =

    17710.9 1033.821033.8 84.00

    XX , ( )

    =

    0.0002005 0.0024678-0.0024678- 0.0422766

    XX 1 ,

    =

    12537.71021.5

    YX

    =

    0.0125-12.4611

    atau

    = 12,4611 , 1

    = -0,0125 , dan model ramalannya

    tX

    = 12,4611 0,0125Xt-1 Untuk menghitung model ramalan ini dapat juga digunakan paket program SPSS yang hasilnya akan lebih baik, karena ada sajian analisis variansnya. Misalnya untuk data pada Tabel 2.1, jika dianggap modelnya AR(1) dengan Persamaan (2.4) dan dianalisis dengan paket program SPSS, diperoleh hasil sebagai berikut, >Warning # 16445 >Since there is no seasonal component in the model, the seasonality of the >data will be ignored. MODEL: MOD_1 Model Description: Variable: NILAI Regressors: NONE Non-seasonal differencing: 0 No seasonal component in model. Parameters: AR1 ________ < value originating from estimation > CONSTANT ________ < value originating from estimation > 95.00 percent confidence intervals will be generated. Split group number: 1 Series length: 84

  • 23

    No missing data. Melard's algorithm will be used for estimation. Termination criteria: Parameter epsilon: .001 Maximum Marquardt constant: 1.00E+09 SSQ Percentage: .001 Maximum number of iterations: 10 Initial values: AR1 -.01249 CONSTANT 12.30771 Marquardt constant = .001 Adjusted sum of squares = 4986.4749 Conclusion of estimation phase. Estimation terminated at iteration number 1 because: Sum of squares decreased by less than .001 percent. FINAL PARAMETERS: Number of residuals 84 Standard error 7.7981124 Log likelihood -290.71697 AIC 585.43394 SBC 590.29558 Analysis of Variance: DF Adj. Sum of Squares Residual Variance Residuals 82 4986.4748 60.810558 Variables in the Model: B SEB T-RATIO APPROX. PROB. AR1 -.012357 .11048249 -.111841 .91122242 CONSTANT 12.307710 .84058082 14.641912 .00000000 Covariance Matrix: AR1 AR1 .01220638 Correlation Matrix: AR1 AR1 1.0000000 Regressor Covariance Matrix: CONSTANT CONSTANT .70657612 Regressor Correlation Matrix: CONSTANT CONSTANT 1.0000000

    Dari hasil perhitungan diperoleh taksiran dan , masing-masing

    = 12,307710 dan

    = -0,012357, dengan kekeliruan baku (simpangan baku kekeliruan, std error) model, se = 7,7981124, dan kekeliruan baku regresi, s = 0,11048249. Jika melihat nilai mutlak

    T-RATIO, T-RATIO = -0,111841 = 0,111841 , yang jika dibandingkan dengan nilai kritisnya untuk taraf signifikans, = 0,05 (sesuai dengan defaultnya SPSS), derajat bebas, DF = 82, nilainya antara 1,29 dengan 1,30 (1,29 < T-TABEL

  • 24

    T-RATIO < T-TABEL, yang berarti model AR(1) tidak signifikans untuk digunakan sebagai model ramalan. Untuk lebih jelas dapat dilihat peta nilai data dengan nilai ramalannya untuk model AR(1) di bawah ini

    WAKTU

    SEP 1996

    APR 1996

    NOV 1995

    JUN 1995

    JAN 1995

    AUG 1994

    MAR 1994

    OCT 1993

    MAY 1993

    DEC 1992

    JUL 1992

    FEB 1992

    SEP 1991

    APR 1991

    NOV 1990

    JUN 1990

    JAN 1990

    Valu

    e

    40

    30

    20

    10

    0

    NILAI

    Fit for NILAI from A

    RIMA, MOD_2 CON

    Gambar 2.6 Peta data pada Tabel 2.1 dengan nilai ramalannya

    berdasarkan model AR(1) dengan konstanta

    Dari Gambar 2.6 terlihat perbedaan yang mencolok antara peta nilai aktual yang berupa gambar spektrum dengan peta nilai ramalan yang hampir mendatar. Ketidak berartian model AR(1) dengan konstanta untuk data Pada Tabel 2.1, kemungkinannya karena data tidak stasioner dalam varians, sebab seperti sudah dikemukan, analisis regresi deret waktu dilakukan jika data stasioner, sehingga transformasi stabilisasi varians harus dilakukan dulu sebelum membangun model regresi deret waktu. Pada Bab 1 juga sudah dikemukakan, model AR(k) memiliki model kebalikan yaitu model rata-rata bergerak, MA(p), dengan persamaan

    Xt = + (B)Zt = + Zt - 1Zt-1 - 2Zt-2 - . . . - pZt-p , 1 , 2 , . . . , p parameter regresi. Tidak seperti pada model AR(k) yang penaksiran parameternya dapat dilakukan seperti pada analisis regresi multipel biasa, penaksiran parameter dalam model MA(p) harus dilakukan dengan metode iterasi, yang proses perhitungannya harus menggunakan fasilitas komputer beserta bahasa pemogramannya. Misal untuk model MA(1), Xt = + Zt + Zt (2.5)

  • 25

    untuk menentukan taksiran dan , berdasarkan sampel data deret waktu x1 , x2 , . . . , xn prosesnya sebagai berikut :

    x1 = + z1 + z0 = + z1

    z1 = x1 -

    x2 = + z2 + z1 = + z2 + (x1 - ) z2 = x2 - - (x1 - ) = x2 - x1 + ( - 1) x3 = + z3 + z2 = + z3 + {x2 - x1 + ( - 1)} z3 = x3 - - {x2 - x1 + ( - 1)} = x3 - x2 + 2x1 + {( - 1) 1} = x3 - x2 + 2x1 + (2 - - 1) ..

    .

    .

    xn = + zn + zn-1

    = + zn + [xn-1 - xn-2 + . . . +(-1)i+1i-1xn-i + . . . +(-1)nn-2x1 + {n-2 - n-3 + . . . + (-1)i-1n-i-1 + . . . + (-1)n-2 1}]

    zn = xn - xn-1 + 2xn-2 - . . . -(-1)i+1ixn-i + . . . +(-1)nn-1x1 + (n-1 - n-2 + . . . + (-1)in-i + . . . + (-1)n-1 1}]

    selanjutnya bangun jumlah kuadrat =

    =

    n

    1i

    2izJ dan perhitungan diferensiasi 0

    J=

    ,

    0J =

    , yang akan menghasilkan sebuah sistem persamaan tidak linier atas dan ,

    sehingga penyelesaiannya harus menggunakan fasilitas komputer, dengan menggunakan program buatan atau paket seperti SPSS, STATISTICA atau MINITAB.

    Contoh numerik Sudah dikemukan bahwa data pada Tabel 2.1 jika modelnya AR(1) tidak cukup baik dan signifikans sebagai model ramalan, maka bagaimana jika modelnya MA(1) dengan Persamaan (2.5) ? Dengan menggunakan paket program SPSS diperoleh hasil >Warning # 16445 >Since there is no seasonal component in the model, the seasonality of the >data will be ignored. MODEL: MOD_1

  • 26

    Model Description: Variable: NILAI Regressors: NONE Non-seasonal differencing: 0 No seasonal component in model. Parameters: MA1 ________ < value originating from estimation > CONSTANT ________ < value originating from estimation > 95.00 percent confidence intervals will be generated. Split group number: 1 Series length: 84 No missing data. Melard's algorithm will be used for estimation. Termination criteria: Parameter epsilon: .001 Maximum Marquardt constant: 1.00E+09 SSQ Percentage: .001 Maximum number of iterations: 10 Initial values: MA1 .01249 CONSTANT 12.30773 Marquardt constant = .001 Adjusted sum of squares = 4986.5381 Conclusion of estimation phase. Estimation terminated at iteration number 1 because: Sum of squares decreased by less than .001 percent. FINAL PARAMETERS: Number of residuals 84 Standard error 7.7981582 Log likelihood -290.71745 AIC 585.43491 SBC 590.29654 Analysis of Variance: DF Adj. Sum of Squares Residual Variance Residuals 82 4986.5319 60.811272

    Variables in the Model: B SEB T-RATIO APPROX. PROB. MA1 .011329 .11049041 .102533 .91858376 CONSTANT 12.307698 .84132438 14.628957 .00000000 Covariance Matrix: MA1 MA1 .01220813 Correlation Matrix: MA1 MA1 1.0000000 Regressor Covariance Matrix: CONSTANT CONSTANT .70782671 Regressor Correlation Matrix: CONSTANT CONSTANT 1.0000000

  • 27

    Dari hasil perhitungan diperoleh

    = 12,307698 dan

    = 0,01220813 , sehingga model

    MA(1)-nya adalah

    tX

    = 12,307698 + Zt + 0,01220813Zt-1 dengan kekeliruan baku model, s = 7,981582, dan kekeliruan baku regresi,

    s = 0,11049041, tetapi model ini tidak cukup signifikans karena

    T-RATIO = 0,102533= 0,102533 lebih kecil dari nilai kritisnya (sudah dikemukakan nilainya antara 1,29 dengan 1,30). Untuk lebih jelas dapat ditelaah dari gambar peta data dengan nilai ramalan berdasarkan model MA(1) di bawah ini.

    WAKTU

    SEP 1996

    APR 1996

    NOV 1995

    JUN 1995

    JAN 1995

    AUG 1994

    MAR 1994

    OCT 1993

    MAY 1993

    DEC 1992

    JUL 1992

    FEB 1992

    SEP 1991

    APR 1991

    NOV 1990

    JUN 1990

    JAN 1990

    Valu

    e

    40

    30

    20

    10

    0

    NILAI

    Fit for NILAI from A

    RIMA, MOD_3 CON

    Gambar 2.7 Peta data pada Tabel 2.1 dengan ramalannya berdasarkan model MA(1) dengan konstanta

    Sajian Gambar 2.7 ini identik dengan Gambar 2.6, berarti model MA(1) dan AR(1) dengan konstanta tidak cukup baik dijadikan model ramalan, dan seperti sudah dikemukakan hal kemungkinannya karena data tersebut tidak stasioner dalam varians. Model AR(k) dan MA(p) adalah model-model stasioner (model untuk data yang stasioner dalam rata-rata hitung dan varians) dan berkebalikan, sehingga kedua model ini dapat digabungkan dengan cara dijumlahkan menjadi model ARMA(k,p) dengan persamaan

    Xt = + 1Xt-1 + 2Xt-2 + . . . + kXt-k + Zt - 1Zt-1 - 2Zt-2 - . . . - pZt-p

  • 28

    Seperti halnya pada model MA(p), penaksiran parameter model, , 1 , 2 , . . . , k , 1 , 2 , . . . , p harus dilakukan dengan proses iterasi. Contoh numerik Untuk data pada Tabel 2.1 jika modelnya AR(1) atau MA(1) tidak cukup baik jika digunakan sebagai model ramalan, maka bagaimana jika kedua model itu digabungkan sehingga menjadi model ARMA(1,1) ? Dari perhitungan dengan menggunakan paket program SPSS diperoleh hasil sebagai berikut >Warning # 16445 >Since there is no seasonal component in the model, the seasonality of the >data will be ignored. MODEL: MOD_4 Model Description: Variable: NILAI Regressors: NONE Non-seasonal differencing: 0 No seasonal component in model. Parameters: AR1 ________ < value originating from estimation > MA1 ________ < value originating from estimation > CONSTANT ________ < value originating from estimation > 95.00 percent confidence intervals will be generated. Split group number: 1 Series length: 84 No missing data. Melard's algorithm will be used for estimation. Termination criteria: Parameter epsilon: .001 Maximum Marquardt constant: 1.00E+09 SSQ Percentage: .001 Maximum number of iterations: 10 Initial values: AR1 -.98613 MA1 -.97410 CONSTANT 12.30677 Marquardt constant = .001 Adjusted sum of squares = 5029.3661 Iteration History: Iteration Adj. Sum of Squares Marquardt Constant 1 4978.3456 .0010000 2 4968.8609 .0001000 3 4963.1842 .0000100 4 4958.5226 1.0000000 Conclusion of estimation phase. Estimation terminated at iteration number 5 because:

  • 29

    All parameter estimates changed by less than .001 FINAL PARAMETERS: Number of residuals 84 Standard error 7.8026009 Log likelihood -290.48741 AIC 586.97482 SBC 594.26727 Analysis of Variance: DF Adj. Sum of Squares Residual Variance Residuals 81 4958.3794 60.880580 Variables in the Model: B SEB T-RATIO APPROX. PROB. AR1 -.973643 .14755992 -6.598292 .00000000 MA1 -.995934 .31112205 -3.201104 .00195633 CONSTANT 12.308017 .86091338 14.296464 .00000000 Covariance Matrix: AR1 MA1 AR1 .02177393 .04426428 MA1 .04426428 .09679693 Correlation Matrix: AR1 MA1 AR1 1.0000000 .9641714 MA1 .9641714 1.0000000 Regressor Covariance Matrix: CONSTANT CONSTANT .74117185 Regressor Correlation Matrix: CONSTANT CONSTANT 1.0000000 >Warning # 16567. Command name: ARIMA >Our tests have determined that the estimated model lies close to the >boundary of the invertibility region. Although the moving average >parameters are probably correctly estimated, their standard errors and >covariances should be considered suspect.

    Dari hasil perhitungan diperoleh persamaan ARMA(1,1) untuk data pada Tabel 2.1 adalah

    tX

    = 12.308017 0,973643 Xt-1 + Zt 0,995934 Zt-1

    dan jika memperhatikan nilai |T-RATIO| untuk koefisien AR(1) dan MA(1) yang keduanya lebih besar dari nilai kritisnya, maka model ARMA(1,1) cukup berarti untuk menjadi model ramalan, tetapi tidak cukup baik sebab kekeliruan residunya masih besar yaitu sama dengan 7,8026009. Untuk lebih jelas dapat ditelaah dari gambar peta data nilai aktual dengan nilai ramalan dengan model ARMA(1,1) di bawah ini

  • 30

    WAKTU

    SEP 1996

    APR 1996

    NOV 1995

    JUN 1995

    JAN 1995

    AUG 1994

    MAR 1994

    OCT 1993

    MAY 1993

    DEC 1992

    JUL 1992

    FEB 1992

    SEP 1991

    APR 1991

    NOV 1990

    JUN 1990

    JAN 1990

    Valu

    e

    40

    30

    20

    10

    0

    NILAI

    Fit for NILAI from A

    RIMA, MOD_4 CON

    Gambar 2.8 Peta nilai data pada Tabel 2.1 dengan nilai ramalannya

    berdasarkan model ARMA(1,1) dengan konstanta

    Gambar 2.8 ini identik dengan Gambar 2.7 dan 2.6, yang berarti model ARMA(1,1) dengan konstanta juga belum cukup berarti sebagai model ramalan. Dalam hal data tidak stasioner, proses stasioneritas harus dilakukan dulu sebelum analisis regresi deret waktu. Proses stasioneritas dilakukan bergantung pada kondisi ketidak-stasionerannya, jika data tidak stasioner dalam 1. rata-rata hitung (trend tidak sejajar sumbu waktu), dengan trendnya linier, maka

    proses stasioneritas adalah proses diferensi, sedangkan jika tidak linier maka proses linieritas trend harus dilakukan dulu sebelum proses diferensi.

    2. varians, maka proses stasioneritasnya adalah transformasi stabilisasi varians. 3. rata-rata hitung dan varians, maka transformasi stabilisasi varians harus dilakukan

    lebih dulu, dan proses diferensi dilakukan pada data hasil transformasi jika trendnya linier, sedangkan jika tidak linier maka proses linieritas harus dilakukan sebelum proses diferensi. Proses diferensi dan linieritas dilakukan pada data hasil transformasi.

    Misalkan X1 , X2 , . . . , data deret waktu dengan trendnya linier. Jika dilakukan proses diferensi dengan orde-q, Yt = (1 B)qXt, sehingga Y1 , Y2 , . . . merupakan data deret waktu stasioner, maka model ARMA(k,p) pada Yt Yt = + 1Yt-1 + 2 Yt-2 + . . . + kYt-k + Zt + 1Zt-1 + 2Zt-2 + . . . + pZt-p (2.6) dinamakan model ARIMA(k,q,p) untuk Xt.

  • 31

    Model ARIMA(k,q,p) merupakan model umum dari regresi deret waktu., sebab ARIMA(k,0,0) sama dengan AR(k), ARIMA(0,0,p) sama dengan MA(p), dan ARIMA(k,0,p) sama dengan ARMA(k,p). Contoh numerik Jika melihat gambar peta data pada Tabel 2.1 (Gambar 2.3) yang menyajikan sebuah kondisi stasioner lemah dalam rata-rata hitung, dan hasil perhitungan untuk membangun model AR(1), MA(1) dan ARMA(1,1), yang menyimpulkan model AR(1) dan MA(1) tidak cukup signifikans dan baik, sedangkan untuk model ARMA(1,1) cukup signifikans tetapi tidak cukup baik untuk digunakan sebagai model ramalan, maka bagaimana jika modelnya ARIMA(1,1,1) ? Dari hasil perhitungan dengan program SPSS diperoleh hasil >Warning # 16445 >Since there is no seasonal component in the model, the seasonality of the >data will be ignored. MODEL: MOD_5 Model Description: Variable: NILAI Regressors: NONE Non-seasonal differencing: 1 No seasonal component in model. Parameters: AR1 ________ < value originating from estimation > MA1 ________ < value originating from estimation > CONSTANT ________ < value originating from estimation > 95.00 percent confidence intervals will be generated. Split group number: 1 Series length: 84 No missing data. Melard's algorithm will be used for estimation. Termination criteria: Parameter epsilon: .001 Maximum Marquardt constant: 1.00E+09 SSQ Percentage: .001 Maximum number of iterations: 10 Initial values: AR1 .02455 MA1 .76994 CONSTANT -.03589 Marquardt constant = .001 Adjusted sum of squares = 5809.8278 Iteration History: Iteration Adj. Sum of Squares Marquardt Constant 1 5327.3932 .00100 2 5323.6742 1.00000

  • 32

    3 5279.4585 10.00000 4 5279.0049 1.00000 5 5235.8021 10.00000 6 5230.7028 100.00000 7 5197.5647 10.00000 Conclusion of estimation phase. Estimation terminated at iteration number 8 because: All parameter estimates changed by less than .001 FINAL PARAMETERS: Number of residuals 83 Standard error 7.8706922 Log likelihood -289.46337 AIC 584.92674 SBC 592.18327 Analysis of Variance: DF Adj. Sum of Squares Residual Variance Residuals 80 5197.4643 61.947795 Variables in the Model: B SEB T-RATIO APPROX. PROB. AR1 .01733612 .11565746 .1498919 .88122714 MA1 .99417363 .38265241 2.5981115 .01115554 CONSTANT -.03645576 .03634471 -1.0030554 .31885849 Covariance Matrix: AR1 MA1 AR1 .01337665 .01403384 MA1 .01403384 .14642287 Correlation Matrix: AR1 MA1 AR1 1.0000000 .3171017 MA1 .3171017 1.0000000 Regressor Covariance Matrix: CONSTANT CONSTANT .00132094 Regressor Correlation Matrix: CONSTANT CONSTANT 1.0000000 >Warning # 16567. Command name: ARIMA >Our tests have determined that the estimated model lies close to the >boundary of the invertibility region. Although the moving average >parameters are probably correctly estimated, their standard errors and >covariances should be considered suspect.

    Dari hasil pehitungan diperoleh, persamaan ARIMA(1,1,1) untuk data pada Tabel 2.1 adalah

    tY

    = - 0,03645576 + 0,01733612 Yt-1 + Zt + 0,99417363 Zt-1 dengan Yt = Xt Xt-1

  • 33

    Jika menelaah nilai |T-RATIO| AR(1) yang lebih kecil nilai kritisnya, dan |T-RATIO| MA(1) yang lebih besar dari nilai kritisnya, dengan kekeliruan baku yang sama, sama dengan 7,8706922 maka model ARIMA(1,1,1) dengan konstanta belum cukup signifikans dan baik untuk digunakan sebagai model ramalan. Untuk lebih jelasnya dapat ditelaah pada gambar peta nilai aktual dengan nilai ramalannya di bawah ini.

    WAKTU

    SEP 1996

    APR 1996

    NOV 1995

    JUN 1995

    JAN 1995

    AUG 1994

    MAR 1994

    OCT 1993

    MAY 1993

    DEC 1992

    JUL 1992

    FEB 1992

    SEP 1991

    APR 1991

    NOV 1990

    JUN 1990

    JAN 1990

    Valu

    e

    40

    30

    20

    10

    0

    NILAI

    Fit for NILAI from A

    RIMA, MOD_5 CON

    Gambar 2.9 Peta data pada Tabel 2.1 dengan nilai ramalannya

    berdasarkan model ARIMA(1,1,1) dengan konstanta

    Dari hasil telaah banding peta data nilai aktual dengan nilai ramalan berdasarkan model AR(1), MA(1), ARMA(1,1), dan ARIMA(1,1,1) menyimpulkan stabilitas varians diperlukan untuk memperkecil bias dan kekeliruan baku model, sehingga model regresi akan menjadi lebih baik dan berarti untuk dijadikan model ramalan.

    2.4. Identifikasi Model Sudah dikemukakan model ARIMA(k,q,p) adalah model umum dari model regresi deret waktu. Yang menjadi persoalan dalam analisisnya adalah menentukan nilai k, q, dan p sehingga diperoleh model yang cukup baik untuk peramalan. Identifikasi model perlu dilakukan sebelum analisis regresi deret waktu, untuk menelaah keberartian autokorelasi dan kestasioneran data, sehingga perlu-tidaknya transformasi stabilisasi varians, linieritas trend, dan proses diferensi dilakukan. Jika dimiliki sampel data deret waktu x1 , x2 , ... , xn , maka langkah-langkah yang harus dilakukan untuk identifikasi model adalah

  • 34

    1. Petakan data atas waktu dan telaah karakter data untuk menentukan perlu-tidaknya transformasi stabilisasi varians dan/atau proses diferensi dilakukan.

    Memetakan data atas waktu merupakan tahap awal dari analisis data deret waku, sebab pada peta data ini dapat ditelaah mengenai karakter dari komponen trend, keberadaan komponen musiman, data pencilan, ketidak-stabilan varians, normalitas data, dan penomena lain mengenai ketidak stasioneran data.

    Dalam hal data tidak stasioner dalam rata-rata hitung dan varians, maka seperti sudah dikemukan, proses stasionerisasi yang pertama harus dilakukan adalah menstasionerkan varians, selanjutnya menstasionerkan rata-rata hitung dari data yang sudah distasionerkan variansnya. Menstasionerkan rata-rata hitung dilakukan berdasarkan proses diferensi, sedangkan menstasionerkan varians dilakukan berdasarkan tranformasi stabilisasi varians, seperti transformasi kuasa Box-Coc (Box-Cocs power transformation) atau transformasi logaritmis.

    2. Menghitung dan menelaah ACF dan PACF data sampel asli (data sebelum dilakukan proses transformasi untuk mendapatkan informasi mengenai orde dari proses diferensi. Informasi umum yang bisa digunakan untuk memperkirakan orde diferensi adalah, jika ACF sampel membangun sebuah pola yang menurun secara perlahan pada nilai-nilainya, dan PACF sampel membangun sebuah pola yang nilainya terpotong secara signifikans setelah lag-1 (perbedaan nilai antara PACF lag-1 dengan lag-2 dan sesudahnya sangat besar), hal ini mengindikasikan proses diferensi perlu dilakukan. Seperti sudah dikemukakan, proses diferensi dilakukan jika komponen trendnya linier, sehingga jika tidak linier maka sebelum proses diferensi dilakukan harus dilakukan dulu proses linieritas, sebab jika tidak dilakukan maka orde diferensinya akan besar yang menyebabkan akan mengurangi banyaknya nilai data, karena jika orde diferensi q maka data akan berkurang sebanyak q buah.

    3. Hitung dan telaah ACF dan PACF data hasil trasformasi dan/atau diferensi (jika ada perlakuan transformasi dan/atau diferensi), untuk memperkirakan orde autoregresi dan rata-rata bergerak yang akan diambil. Pedoman umum untuk menelaah apakah orde dari model regresi deret waktu stasioner sudah cukup baik berdasarkan ACF dan PACF-nya, sebagai berikut

  • 35

    Tabel 2.2 Karakter teoritis ACF dan PACF untuk model stasioner

    Model ACF PACF AR(k) berpola eksponensial atau

    gelombang sinus damped perbedaan nilai antara lag-1 dengan nilai sesudah lag-k cukup besar (cut off after lag-k)

    MA(p) perbedaan nilai antara lag-1 dengan nilai sesudah lag-p cukup besar (cut off after lag-p)

    berpola eksponensial atau gelombang sinus damped

    ARMA(k,p) berpola menurun secara cepat sesudah lag-(p-k)

    berpola menurun secara cepat sesudah lag-(k-p)

    Dalam analisis regresi deret waktu, berdasarkan pengalaman, untuk mendapatkan

    hasil yang cukup memuaskan, ukuran sampel, n 50, dengan lag ACF dan PACF,

    k n.

    4. Uji signifikansi konstanta trend deterministik (konstanta model) ARIMA(k,q,p), , seperti pada Persamaan (2.6) jika q > 0.

    Dalam analisis regresi biasa, parameter konstanta disertakan pada model jika berdasarkan data yang dianalisis diperlukan untuk menelaah karakter rata-rata umum dari variabel responnya. Misalnya regresi tinggi atas umur, dalam modelnya harus disertakan konstanta model, sebab tinggi (variabel respon) sudah memiliki nilai pada saat umur sama dengan 0 (saat dilahirkan). Tetapi dalam analisis regresi deret waktu, konstanta model dilibatkan jika diperlukan saja, sehingga pada umumnya model regresi deret waktu tanpa konstanta, sebab biasanya dengan ditiadakannya konstanta model, sajian mengenai signifikansi koefisien regresi menjadi lebih tegas. Misalkan untuk data pada Tabel 2.1, jika konstanta model dilibatkan pada model ARIMA(1,1,1) diperoleh persamaan

    tY

    = - 0,03645576 + 0,01733612 Yt-1 + Zt + 0,99417363 Zt-1 dengan Yt = Xt Xt-1 , Xt variabel pengamatan data deret waktu dengan kekeliruan baku model, se = 7,87069222 , kekeliruan baku koefisien AR(1),

    s = 0,11565746 dan kekeliruan baku koefisien MA(1), s = 0,38265241. Dan berdasarkan hasil analisis variansnya, koefisien AR(1) tidak signifikans dan koefisien

  • 36

    MA(1) signifikans. Jika ARIMA(1,1,1) dihitung tanpa konstanta dengan menggunakan paket program SPSS, maka diperoleh hasil sebagai berikut.

    MODEL: MOD_9 Model Description: Variable: NILAI Regressors: NONE Non-seasonal differencing: 1 No seasonal component in model. Parameters: AR1 ________ < value originating from estimation > MA1 ________ < value originating from estimation > 95.00 percent confidence intervals will be generated. Split group number: 1 Series length: 84 No missing data. Melard's algorithm will be used for estimation. Termination criteria: Parameter epsilon: .001 Maximum Marquardt constant: 1.00E+09 SSQ Percentage: .001 Maximum number of iterations: 10 Initial values: AR1 .02453 MA1 .76987 Marquardt constant = .001 Adjusted sum of squares = 5811.7615 Iteration History: Iteration Adj. Sum of Squares Marquardt Constant 1 5349.2493 .0010000 2 5264.4191 1.0000000 3 5261.4542 .1000000 4 5261.3602 .0100000 Conclusion of estimation phase. Estimation terminated at iteration number 5 because: Sum of squares decreased by less than .001 percent. FINAL PARAMETERS: Number of residuals 83 Standard error 7.8709506 Log likelihood -289.97878 AIC 583.95757 SBC 588.79525 Analysis of Variance: DF Adj. Sum of Squares Residual Variance Residuals 81 5261.3295 61.951864 Variables in the Model: B SEB T-RATIO APPROX. PROB. AR1 .00453761 .11273806 .0402491 .96799355 MA1 .99347746 .17840472 5.5686725 .00000032 Covariance Matrix:

  • 37

    AR1 MA1 AR1 .01270987 .00517211 MA1 .00517211 .03182824 Correlation Matrix: AR1 MA1 AR1 1.0000000 .2571525 MA1 .2571525 1.0000000 >Warning # 16567. Command name: ARIMA >Our tests have determined that the estimated model lies close to the >boundary of the invertibility region. Although the moving average >parameters are probably correctly estimated, their standard errors and >covariances should be considered suspect.

    Dari hasil perhitungan tersurat, jika konstanta model ditiadakan, maka persamaannya

    tY

    = 0,00453761Yt-1 + Zt + 0,99347746Zt-1 dengan Yt = Xt Xt-1 , Xt variabel pengamatan data deret waktu

    dengan kekeliruan baku model, s = 7,709506 , kekeliruan baku koefisien AR(1), s = 0,11273806 , dan kekeliruan baku koefisien MA(1), s = 0,17840472 . Jika menelaah analisis variansnya dengan membandingkan nilai mutlak T-RATIO dengan nilai kritisnya, yang menyimpulkan koefisien AR(1) tidak signifikans dan koefisien MA(1) signifikans, yang berarti model ARIMA(1,1,1) tanpa konstanta identik dengan ARIMA(1,1,1) dengan konstanta. Hal ini menyimpulkan untuk data pada Tabel 2.1. meniadakan konstanta model tidak meningkatkan signifikansi koefisien regresi. Untuk lebih jelasnya dapat ditelaah dari gambar-gambar di bawah ini

    WAKTU

    SEP 1996

    APR 1996

    NOV 1995

    JUN 1995

    JAN 1995

    AUG 1994

    MAR 1994

    OCT 1993

    MAY 1993

    DEC 1992

    JUL 1992

    FEB 1992

    SEP 1991

    APR 1991

    NOV 1990

    JUN 1990

    JAN 1990

    Valu

    e

    40

    30

    20

    10

    0

    NILAI

    Fit for NILAI from A

    RIMA, MOD_5 CON

    Gambar 2.10a Peta data pada Tabel 2.1 dengan nilai

    ramalannya berdasarkan model ARIMA(1,1,1) dengan konstanta

    WAKTU

    SEP 1996

    APR 1996

    NOV 1995

    JUN 1995

    JAN 1995

    AUG 1994

    MAR 1994

    OCT 1993

    MAY 1993

    DEC 1992

    JUL 1992

    FEB 1992

    SEP 1991

    APR 1991

    NOV 1990

    JUN 1990

    JAN 1990

    Valu

    e

    40

    30

    20

    10

    0

    NILAI

    Fit for NILAI from A

    RIMA, MOD_9 NOCON

    Gambar 2.10b Peta data pada Tabel 2.1 dengan nilai

    ramalannya berdasarkan model ARIMA(1,1,1) tanpa konstanta

  • 38

    Kedua gambar ini menyajikan sebuah kondisi yang identik, sehingga uji keberartian untuk konstanta model perlu dilakukan.

    2.5. Transformasi Stabilitas Varians Proses diferensi untuk menstasionerkan data umumnya berhasil jika data tidak stasioner dalam rata-rata hitung (terdapat komponen trend), sedangkan jika tidak stasioner dalam varians maka proses diferensi tidak selalu baik digunakan untuk menstasionerkannya, sebab ordenya bisa tinggi, sehingga akan banyak data yang hilang. Menstasionerkan varians harus dilakukan berdasarkan proses transformasi dengan konsepsi sebagai berikut. Berdasarkan deskripsinya, varians adalah jumlah kuadrat simpangan terhadap nilai rata-rata hitung yang dibagi oleh banyaknya data (ukuran sampel atau populasi), sehingga jika xt , t = 1, 2, . . . n, sampel data deret waktu maka

    2n

    1t

    2t

    2n

    1tt x1n

    1x

    1n1)xx(

    1n1)x.(var

    =

    = ==

    Formulasi varians tersebut jika disajikan dalam bentuk fungsi riel, maka deskripsinya sebagai berikut, jika t parameter rata-rata hitung untuk data deret waktu pada waktu t, Xt, maka

    var.Xt = cf(t) c , c > 0 , konstanta nonstokastik, dan f(t) : fungsi atas t. Jika T operator transformasi stabilisasi varians, maka T(Xt) , t = 1, 2, . . . barisan data dengan varians konstan, dan jika disajikan dalam deret Taylor di sekitar titik t, maka

    T(Zt) T(t) + T(t)(Xt t) : notasi hampir sama dengan, T(t) turunan (diferensiasi) orde-1 dari T(Zt) di titik t dan

    var. T(Zt) = varT(t) + var.T(t)(Xt t) = {T(t)}2 var.Xt = c{T(t)}2f(t) Karena var. T(Zt) konstan, T dapat dipilih sedemikian rupa sehingga

    )(f1)(T

    t

    t =

    atau

  • 39

    t

    t

    t d)(f1)(T

    = (2.7)

    Persamaan (2.7) adalah formulasi umum untuk transformasi stabilitas varians, sehingga bentuk tranformasi data bergantung pada bentuk f(t) (bentuk ketidak stasioneran dalam varians). Pada umumnya ada tiga bentuk transformasi stabilitas varians yang sering digunakan, yaitu

    1. Jika simpangan baku data proporsional pada tarafnya, var.Xt = c2t2 atau

    f(t) = 2t = t , maka

    T(t) = tt

    d1

    = ln(t) + K , K konstanta riel

    Dalam hal ini transformasi stabilitas varians adalah transformasi logaritma natural (walaupun untuk beberapa data kemungkinan tidak relevan),

    Xt dittransformasikan menjadi ln (Xt) , jika Xt > 0.

    2. Jika varians data proporsional pada tarafnya, var.Xt = ct atau f(t) = t

    1

    , maka

    T(t) = ttt

    2d1 =

    + K , K konstanta riel

    Dalam hal ini tranformasi stabilitas varians adalah transformasi akar kuadrat,

    Xt ditransformasikan menjadi tX , jika Xt > 0. 3. Jika varians data proporsional pada kuadrat tarafnya, var.Xt = c2t2 atau

    f(t) = 2t

    4t

    11

    =

    , maka

    T(t) = t

    t2t

    1d1

    =

    + K , K konstanta riel

    Dalam hal ini tranformasi stabilitas varians adalah transformasi perbandingan terbalik (reciprocal),

    Xt ditransformasikan menjadi tX

    1.

  • 40

    Transformasi stabilitas varians yang lain dan lebih umum adalah tranformasi kuasa (power tranformation), yang dikenalkan dan dikembangkan oleh G. E. P. Box dan D. R. Cox sekitar tahun 1964. Persamaan dari tranformasi ini adalah

    T(Xt) = Xt() =

    1X t

    dinamakan parameter tranformasi. Jika tranformasi kuasa ini dihubungkan dengan bentuk transformasi stabilitas varians yang lain, maka diperoleh tabel kesetaraan seperti di bawah ini

    Tabel 2.3 Hubungan nilai dengan kesetaraan

    transformasi stabilitas varians

    Nilai Kesetaraan transformasi, T(Xt) =

    -1,0 tX

    1

    -0,5 tX

    1

    0,0 Ln (Xt) 0,5 tX 1,0 Xt

    Beberapa catatan penting sehubungan dengan transformasi stabilitas varians, 1. Bentuk-bentuk transformasi yang telah dikemukakan secara umum hanya

    didefinisikan untuk data deret waktu positif, terutama transformasi logaritma natural dan akar kuadrat. Tetapi batasan tersebut bukan hal yang mengikat, sebab dalam analisis data deret waktu jika dimiliki data baru maka data tersebut akan langsung dilibatkan dalam model tanpa memperhatikan pengaruhnya pada struktur korelasi deret data, sehingga jika dimiliki data dengan nilai negatif dan yang disyaratkan nilai positif, maka yang diambil nilai mutlaknya.

    2. Transformasi stabilitas varians harus dilakukan sebelum proses diferensi dan analisis regresi deret waktu.

  • 41

    3. Parameter transformasi kuasa, , dapat ditaksir berdasarkan data sampel dengan menggunakan metode penaksiran statistis, misalnya metode kemungkinan maksimum.

    4. Transformasi pada data deret waktu (jika diperlukan), bukan hanya transformasi stabilitas varians, juga transformasi pendekatan distribusi normal, jika data belum berdistribusi normal.

    Contoh numerik Sudah ditunjukan dengan gambar peta data, ACF dan PACF, data pada Tabel 2.1 menunjukan tidak stasioner dalam varians, sehingga untuk keperluan analisis regresi deret waktu perlu dilakukan stabilitas varians, dan sudah dicoba, analisis tanpa menstabilkan variansnya diperoleh hasil yang kurang baik. Untuk menelaah pengaruh transformasi stabilitas varians dan transformasi mana yang cocok untuk data pada Tabel 2.1 agar diperoleh model yang cukup baik, berikut ini dilakukan proses transformasi logaritma natural, akar kuadrat, dan perbandingan terbalik. Proses perhitungan dan pemetaan data aktual dengan hasil transformasi, dilakukan dengan menggunakan paket program EXCEL hasilnya seperti di bawah ini.

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    1 8 15 22 29 36 43 50 57 64 71 78

    NILAILn(NILAI)

    Gambar 2.11a Peta data pada Tabel 2.1 dengan

    hasil transformasi logaritma natural

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    1 9 17 25 33 41 49 57 65 73 81

    NILAIAkar(NILAI)

    Gambar 2.11a Peta data pada Tabel 2.1 dengan hasil transformasi akar kuadrat

  • 42

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    1 8 15 22 29 36 43 50 57 64 71 78

    NILAI1/NILAI

    Gambar 2.11a Peta data pada Tabel 2.1 dengan

    hasil transformasi perbandingan terbalik

    dan nilai koefisien variasinya seperti di bawah ini, Tabel II.4

    Nilai koefisien variasi

    Kelompok nilai hasil Koefisien variasi Pengamatan 62,98333 Tranformasi logaritma 25,75863 Transformasi akar 30,543878 Tranformasi perbandingan terbalik 65,0978

    Dari ketiga bentuk transformasi stabilitas varians untuk data pada Tabel 2.1, transformasi logaritma natural yang paling baik, karena memberikan nilai koefisien variansi yang paling kecil. Jika diinginkan koefisien variansi yang lebih kecil lagi, maka gunakan

    transformasi Box-Coc, dengan memilih bermacam-macam nilai atau menaksirnya berdasarkan data sampel.

    2.6. Analisis Residual Setelah model regresi dibangun berdasarkan sebuah sampel, selanjutnya adalah menghitung penaksir (ramalan) nilai-nilai pengamatan, hal ini diperlukan untuk menelaah besarnya kekeliruan jika model tersebut digunakan sebagai model ramalan. Besaran yang digunakan sebagai acuan untuk menyimpulkan bahwa model yang dibangun cocok dan baik untuk peramalan, adalah residu (Rt), yaitu selisih antara nilai pengamatan (xt)

    dengan nilai ramalannya( tx

    ), Rt = xt tx

    .

  • 43

    Karena kekeliruan (error, et) merupakan variabel acak tidak terukur, untuk menelaah dipenuhi-tidaknya asumsi pada model, yaitu rata-rata sama dengan 0, varians konstan, dan tidak berautokorelsi, residu ( Rt ) digunakan sebagai variabel penelaahnya. Sebuah model ramalan disebut cocok dan baik, jika 1. taksiran koefisien regresi signifikans,

    2. kekeliruan baku, yang diukur oleh simpangan baku residu, nilainya kecil, 3. asumsi pada kekeliruan dipenuhi, dan 4. tidak ada pencilan, yang dalam prakteknya model tanpa pencilan sulit dihindari,

    sehingga jika ada maka dilakukan telaahan khusus mengenai keberadaannya. Untuk menelaah secara visual apakah sebuah model regresi baik dan cocok untuk digunakan sebagai model ramalan, dapat dilakukan berdasarkan diagram pencar (scatter diagram) nilai pengamatan atau nilai ramalan dengan nilai residunya. Kesimpulan yang dapat dikemukakan sehubungan dengan pola pencaran titik adalah sebagai berikut. 1. Sebuah model disebut baik dan cocok jika gambar menyajikan sebuah pencaran titik

    yang berada pada pita tipis yang meliput secara acak dan seimbang garis rata-rata hitung kekeliruan yang sejajar sumbu residu.

    2. Jika pencaran titik meliput seimbang garis rata-rata yang sejajar sumbu residu, tetapi membangun pola terompet, maka model cocok tetapi asumsi varians konstan (homogen) tidak dipenuhi.

    3. Jika pencaran titik berada pada pita tipis yang meliput tidak seimbang garis rata-rata dan sejajar sumbu residu, maka model cocok tetapi asumsi kekeliruan sama dengan 0 tidak dipenuhi.

    4. Jika pencaran titik meliput seimbang garis rata-rata yang sejajar sumbu residu, tetapi membangun sebuah pola siklometri, maka model cocok tetapi asumsi kekeliruan saling bebas tidak dipenuhi.

    Sebagai ilustrasi disajikan gambar-gambar di bawah ini untuk bahan telaahan

  • 44

    xt ( tx

    )

    rata-rata Rt

    Gambar 2.12a Model cocok dan baik untuk peramalan

    xt ( tx

    )

    rata-rata

    Rt

    Gambar 2.12b Model cocok dan baik tetapi memiliki pencilan

    xt ( tx

    )

    rata-rata

    Rt

    Gambar 2.12c Model cocok untuk peramalan tetapi tidak baik

    karena varians kekeliruan tidak homogen (konstan)

  • 45

    xt ( tx

    )

    rata-rata

    Rt

    Gambar 2.12d Model cocok untuk peramalan tetapi tidak baik

    karena rata-rata hitung kekeliruan tidak sama dengan 0

    xt ( tx

    )

    rata-rata

    Rt

    Gambar 2.12e Model cocok untuk peramalan tetapi tidak baik karena kekeliruannya berautokorelasi

    Chatfield (1984), Box dan Jenkins (1976) mengemukakan, konsepsi analisis residual pada regresi biasa seperti yang telah dikemukakan, berlaku jika variabel respon (variabel tidak bebas) tidak berautokorelasi, dan tidak ada multikolinieritas pada variabel explanatory (variabel bebas). Sedangkan dalam analisis data deret waktu, jika data berautokorelasi pada lag-k, maka terdapat hubungan fungsional antara Xt , Xt-1 , . . . , Xt-k dan pada saat dibangun model regresinya, Xt sebagai variabel respon, Xt-1 , Xt-2 , . . . , Xt-k sebagai variabel explanatory, sehingga jika pada identifikasi model, pengambilan nilai lag tidak cocok (kurang dari k), maka akan terjadi pelanggaran konsepsi analisis regresi biasa, karena adanya multikolinieritas pada Xt-1 , Xt-2 , . . . , Xt-k , dan ketidak bebasan (berautokorelasi) pada Xt. Penggunaan analisis residual dalam regresi deret waktu dilakukan untuk dua telaahan utama, yaitu memeriksa kecocokan autokorelasi dan menguji kecocokan dan kebaikan model. Jika dalam analisis regresi biasa peta residual ditelaah salah satu saja, yaitu peta

  • 46

    residual antara nilai pengamatan dengan residu atau nilai ramalan dengan residu, sebab hasilnya akan identik. Tetapi dalam analisis data deret waktu peta residual harus ditelaah untuk keduanya, sebab peta residual nilai pengamatan dengan residu untuk menelaah kecocokan model dan peta residual nilai ramalan dengan residu untuk menelaah kebaikan model. Selain itu perlu juga ditelaah pola nilai pengamatan dengan ramalannya.

  • 47

    BAB 3 PERAMALAN

    Peramalan (forecasting) merupakan sasaran dari analisis data dalam kawasan waktu, yang diperlukan untuk perancangan (planing) dan proses kontrol. Peramalan data deret waktu banyak dilakukan pada masalah-masalah manajemen, sistem inventory, pengontrolan kualitas, dan analisis investasi. Banyak prosedur peramalan data deret waktu yang bisa dilakukan, dan secara umum dapat diklasifikasikan atas tiga macam, yaitu peramalan secara 1. subjektif.

    Peramalan secara subjektif dilakukan hanya dengan mengandalkan daya intuisi dan kemampuan daya nalar, sehingga pengalaman dan keakhlian dalam menangani persoalan data deret waktu sangat menentukan akurasi hasil. Peramalan subjektif bukan sebuah metode statistis atau matematis yang bisa dipelajari secara keilmuan, sehingga metode ini tidak dijadikan objek dalam analisis data deret waktu.

    2. univariat.

    Peramalan univariat adalah peramalan yang didasarkan pada sampel data deret waktu univariat, dengan memperhatikan model hubungan antar pengamatan dan proses ekstrapolasi atau transformasi data. Proses peramalan ini banyak digunakan dalam persoalan bidang ekonomi, dan perdagangan. Peramalan mengenai hasil penjualan suatu produk biasa dinamakan naive atau projeksi. Peramalan univariat merupakan metode peramalan prinsipal dalam analisis data deret waktu.

    3. multivariat. Seperti sudah dikemukakan, analisis data deret waktu merupakan analisis univariat,

    sehingga jika dimiliki data deret waktu multivariat, maka proses yang dilakukan adalah

    1. mentransformasikan pengamatan multivariat menjadi sebuah model univariat, atau

    2. mengadaptasi peramalan univariat dalam sistem multivariat, sehingga analisis dilakukan dalam bentuk persamaan (model) matriks atau vektor.

  • 48

    Peramalan multivariat pada prinsipnya adalah pengembangan dari peramalan univariat.

    Walaupun prosedur peramalan diklasifikasikan dalam tiga macam, tetapi dalam prakteknya analisis peramalan merupakan kombinasi dari minimal dua prosedur. Misalnya, peramalan univariat sering dilakukan untuk mengembangkan atau memperbaiki hasil dari peramalan subjektif, dan peramalan multivariat dilakukan sebagai pengembangan dari peramalan univariat. Sebagai contoh, peramalan dalam bidang pemasaran, model peramalan mengenai volume penjualan merupakan gabungan dari peramalan mengenai frekuensi iklan, pangsa pasar, harga, bentuk, kualitas, dan variabel-variabel lain yang berhubungan dengan volume penjualan. Proses peramalan akan berhubungan dengan apa yang dinamakan waktu mendatang (lead time) dan konsepsi peramalan jangka pendek (short term), yaitu peramalan dengan lead time yang cukup kecil jika dibandingkan dengan panjang waktu pengamatan. Misal dalam persoalan persediaan barang (stock control), peramalan jangka pendek adalah peramalan ketersediaan barang dengan lead time antara waktu pemesanan sampai pengantaran, yang biasanya memerlukan waktu beberapa minggu atau bulan. Sebelum memilih prosedur peramalan yang akan dilakukan, perlu untuk memperhatikan maksud dan tujuan peramalan, waktu, biaya, dan banyaknya data yang tersedia untuk menentukan lead time yang layak diambil, sehingga proses peramalan menjadi efektif dan efisien.

    3.1. Esktrapolasi Trend Ekstrapolasi trend adalah salah satu metode peramalan univariat yang paling sederhana, dengan hanya memperhatikan bentuk trend dari peta data atas waktu, sehingga untuk menentukan bentuk trendnya diperlukan daya intuisi dan nalar, selain keakhlian dan pengalaman dalam persoalan analisis data deret waktu. Dengan metode ini yang diperhatikan pada data hanya komponen trend, sehingga signifikansi autokorelasi diabaikan. Peramalan dengan ekstrapolasi trend merupakan peramalan regresi sederhana data atas waktu, dan dilakukan jika data stasioner dalam varians dan tidak berautokorelasi. Prosesn