analisis hidrograf satuan terukur (h st) s edimen …digilib.unila.ac.id/31349/3/skripsi tanpa bab...

60
ANALISIS HIDROGRAF SATUAN TERUKUR (HST) SEDIMEN SUNGAI AIR ANAK DAN SUNGAI TALANG BANDUNG (Skripsi) Oleh WARDATUL AINI PUTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018

Upload: vocong

Post on 05-May-2019

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

ANALISIS HIDROGRAF SATUAN TERUKUR (HST) SEDIMEN SUNGAIAIR ANAK DAN SUNGAI TALANG BANDUNG

(Skripsi)

Oleh

WARDATUL AINI PUTRI

FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG2018

ABSTRACT

ANALISIS HIDROGRAF SATUAN TERUKUR (HST) SUNGAI AIR ANAK DANSUNGAI TALANG BANDUNG

OLEH

WARDATUL AINI PUTRI

Air Anak River and Talang Bandung River is upstream of the Way Besai River that isthe largest in West Lampung District. Problems which often occur in the upstreamregion is land erosion causing sedimentation. The purpose of this study : to analyzethe hydrograph measured units, to determine the sediment rate and determine theamount sediment HST Air Anak River and Talang Bandung River.

The location of this research was conduced in the Air Anak watersged and TalangBandung watershed, Sumber Jaya district, Lampung Barat. Data required in this studyis automatic rainfall and suspended sediment data.

From the result of the measurement unit hydrograph analysis Air Anak watershed andTalang Bandung watershed, the Air Anak watershed for a 10 minutes average peakdischarge time of 0.7584 m3/s and 0.7593 m3/s to Talang Bandung watershed. For aperiod of 30 minutes 0.5694 m3/s Air Anak watershed dan 0.7326 m3/s TalangBandung watershed. While the 60 minutes period in the peak discharge Air Anakwatershed is an average of 0.5181 m3/s and 0.796 m3/s on the Talang Bandungwatershed. And based on the result of hydrograph calculation of measured units ofaverage sediment obtained in Air Anak watershed in a 10 minutes of 28.068ton/tahun, 30 minutes period of 24.875 ton/tahun an a 60 minutes period of 23.9047ton/tahun. While at Talang Bandung watershed period 10 minutes 26.0315 ton/tahun,30 minutes period of 25.3898 ton/tahun and 60 minutes period of 26.903 ton/tahun.

Keywords : HST sedimentation, DAS Air Anak, DAS Talang Bandung.

ABSTRAK

ANALISIS HIDROGRAF SATUAN TERUKUR (HST) SEDIMEN SUNGAI AIRANAK DAN SUNGAI TALANG BANDUNG

OLEH

WARDATUL AINI PUTRI

Sungai Air Anak dan Sungai Talang Bandung merupakan bagian hulu dari SungaiWay Besai yang merupakan sungai terbesar di Kabupaten Lampung Barat.Permasalahan yang serimg terjadi di daerah hulu adalah masalah erosi yangmenyebabkan terjadinya sedimentasi. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu : untukmenganalisis Hidrograf Satuan Terukurnya, mengetahui besarnya laju sedimentasidan mengetahui besarnya HST sedimen Sungai Air Anak dan Sungai TalangBandung.

Lokasi penelitian ini dilakukan di DAS Air Anak dan DAS Talang Bandung,Kecamatan Sumber Jaya, Kabupaten Lampung Barat. Data yang diperlukan dalampenelitian ini adalah data curah hujan otomatis dan data sedimen suspended.

Dari hasil analisis Hidrograf Satuan Terukur (HST) pada DAS Air Anak dan DASTalang Bandung, pada DAS Air anak untuk waktu 10 menitan debit puncak rata-rata(Qp) sebesar 0.7584 m3/s dan 0.7593 m3/s untuk DAS Talang Bandung. Untukperiode waktu 30 menitan debit puncak rata-rata (Qp) sebesar 0.5694 m3/s DAS AirAnak dan 0.7326 m3/s DAS Talang Bandung. Sedangkan periode waktu 60 menitanpada DAS Air Anak debit puncak rata-rata sebesar 0.5181 m3/s dan 0.796 m3/s padaDAS Talang Bandung. Dan berdasarkan hasil dari perhitungan Hidrograf SatuanTerukur (HST) Sedimen rerata yang didapat pada DAS Air Anak pada periode waktu10 menitan sebesar 28.068 ton/tahun, periode waktu 30 menitan sebesar 24.875ton/tahun dan periode waktu 60 menitan sebesar 23.9047 ton/tahun. Sedangkan padaDAS Talang Bandung periode waktu 10 menitan sebesar26.0315 ton/tahun, periodewaktu 30 menitan sebesar 25.3898 ton/tahun dan periode waktu 60 menitan sebesar26.903 ton/tahun.

Kata Kunci : HST sedimen, DAS Air Anak, DAS Talang Bandung.

ANALISIS HIDROGRAF SATUAN TERUKUR (HST) SEDIMENSUNGAI AIR ANAK DAN SUNGAI TALANG BANDUNG

Oleh

WARDATUL AINI PUTRI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSarjana Teknik

Pada

Jurusan Teknik SipilFakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG2018

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Teluk Betung pada tanggal 17 Juli 1993.

Merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan

Bapak Muhammad Antoni dan Ibu May Saroh.

Penulis memulai jenjang pendidikan dari Taman Kanak-kanak

Tamansiswa Teluk Betung pada tahun 1999, pada tahun 2000 memasuki sekolah

dasar di SD Tamansiswa Teluk Betung. Kemudian pada tahun 2006 melanjutkan

jenjang pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Perintis 1 Bandar Lampung,

dan SMA Persada Bandar Lampung pada tahun 2009 dan lulus pada tahun 2012.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil,

Universitas Lampung melalui jalur Penerimaan Mahasiswa Perluasan Akses

Pendidikan (PMPAP) pada tahun 2012. Selama menjadi mahasiswa Teknik Sipil

Universitas Lampung, penulis mengikuti berbagai organisasi, diantaranya FOSSI

FT Universitas Lampung dan HIMATEKS Universitas Lampung.

Karya ini kupersembahkan untukmamah, kakak dan adik-adikku yang

dengan sabar menanti

Maaf telah membuat kalian menunggulama

MOTTO

Menjadi sibuk tidak selalu berarti benar-benar bekerja.

Tujuan dari semua pekerjaan adalah memproduksi atau

mencapai sesuatu dan pada akhirnya hal tersebut harus

dipikirkan mengenai sistem, perencanaan, kecerdasan

dan tujuan yang jujur yang sebanding dengan keringat

(Thomas Alva Edison)

Hiduplah untuk memberi sebanyak-banyaknya, bukan

untuk menerima sebanyak-banyaknya

(Laskar Pelangi)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ANALISIS HIDROGRAF

SATUAN TERUKUR (HST) SEDIMEN SUNGAI AIR ANAK DAN SUNGAI

TALANG BANDUNG”.

Dalam penyusunan skripsi ini tentu tidak terlepas dari bantuan, dorongan dan

saran-saran dari berbagai pihak.Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih

kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Suharno, M.sc. selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas

Lampung.

2. Bapak Gatot Eko Susilo, S.T., M. Sc., Ph.D selaku Ketua Jurusan Teknik

Sipil Fakultas Teknik, Universitas Lampung.

3. Bapak Dwi Jokowinarno, S.T., M.Eng., selaku dosen pembimbing I, atas

pemberian judul serta kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran dan

bantuan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Dr. Dyah Indriana.K., S.T, MSc, selaku dosen pembimbing II, yang telah

banyak memberikan bimbingan, masukan dan saran-saran dalam proses

penyelesaian skripsi ini.

xi

5. Bapak Ofik Taufik Purwadi, S.T., M.T, selaku dosen penguji atas

kesempatannya untuk menguji sekaligus membimbing penulis dalam seminar

skripsi

6. Bapak Ir. Iswan, M.T.,selaku dosen Pembimbing Akademis.

7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Lampung atas ilmu bidang sipil yang telahdiberikan selama perkuliahan.

8. Mamah dan Aa’ atas dukungan, semangat serta doa yang tidak henti-hentinya

mereka panjatkan untuk kesuksesanku.

9. Adik-adikku, Gusti Ayu Zakiyah dan Herawati Fadhillah yang selalu

mengingatkan untuk segera lulus.

10. Sahabat-sahabat yang selalu memberikan dukungan dan semangat, Fitriya

Rahmawati, Hasna Nurafifa, Mutya Nivitha, Rahmi Diah Adhitya, Setiana

dan Zaina Khoerunnisa.

11. Adek – adek kecil yang selalu ada disaat suka dan duka, Dinda, Eki, Elok,

Feby, Indah, Kak Novi (adek gede’), Nadia, Octa, Restika dan Ulfah. Terima

kasih untuk kebersamaan ini, kebersamaan yang sangat sulit untuk dilupakan.

xii

Serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satupersatu yang telah membantu

dan memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.Penulis berharap

semoga Allah SWT membalas segala kebaikan mereka dan semoga skripsi ini

bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, Maret 2018Penulis

Wardatul Aini Putri

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................................11.2 Rumusan Masalah ...................................................................................21.3 Batasan Masalah......................................................................................31.4 Tujuan Penelitian.....................................................................................31.5 Manfaat Penelitian...................................................................................4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Siklus Hidrologi .....................................................................................52.2 Siklus Limpasan .....................................................................................72.3 Prespitasi ................................................................................................102.4 Hidrometri ..............................................................................................112.5 Liku Kalibrasi.........................................................................................122.6 Hidrograf ................................................................................................122.7 Pemisah Komponen Aliran ....................................................................152.8 Hidrograf Satuan ....................................................................................172.9 Erosi dan Sedimen..................................................................................192.10 Kajian Studi Terdahulu ..........................................................................26

2.10.1 Kajian Studi Terdahulu Mengenai Analisis HST (Hidrograf SatuanTerukur) Sub DAS Way Besai ....................................................26

2.10.2 Kajian Terdahulu Mengenai Analisis Sedimen Sub DAS WayBesai ............................................................................................27

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian...................................................................................283.2 Data yang Diperlukan ...........................................................................303.3 Alat yang Digunakan ............................................................................303.4 Metode Penelitian .................................................................................33

3.5 Bagan Alir Penelitian ............................................................................37

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN4.1 Pengumpulan Data ...............................................................................38

4.1.1 Data Curah Hujan .......................................................................384.1.2 Data Kecepatan Aliran ................................................................424.1.3 Data Penampang Melintang Sungai ............................................434.1.4 Data Tinggi Muka Air .................................................................444.1.5 Data Sedimen ..............................................................................45

V. KESIMPULAN DAN SARAN5.1 Kesimpulan ..........................................................................................895.2 Saran ....................................................................................................90

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

4.7.1 Nilai Debit Rerata Sungai Air Anak dan Sungai Talang Bandung.....................................................................................................80

4.7.2 Besaran Laju Sedimen Layang (Suspended Load) ......................814.8 Analisis Hidrograf Sedimen..................................................................82

4.2 Pembuatan Liku Kalibrasi.....................................................................464.3 Pembuatan Hidrograf Satuan Terukur ..................................................494.4 Perataan HST ........................................................................................684.5 Analisis Hidrograf Satuan Terukur .......................................................734.6 Pembuatan Lengkung Sedimen.............................................................764.7 Analisis Sedimentasi .............................................................................80

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman2.1 Jenis sedimen berdasarkan ukuran partikel................................................. 24 16

2.2 Hitungan Luas DAS dan Sediment Delivery Ratio (SDR) ........................... 25

4.1 Contoh Data Curah Hujan yang Terukur pada Sungai Air Anak ................ 39

4.2 Contoh Data Curah Hujan yang Terukur pada Sungai Air Anak ................ 40

4.3 Data Kecepatan Aliran Sungai Air Anak pada Tanggal 19 Maret 2015...... 43

4.4 Data Kecepatan Aliran Sungai Talang Bandung pada Tanggal 21 Maret 2015

...................................................................................................................... 43

4.5 Data Pengukuran Data Tinggi Muka Air Secara Otomatis........................... 45

4.6 Hasil Uji Sampel pada Tanggal 09 Agustus 2017 ........................................ 46

4.7 Hasil Uji Sampel pada Tanggal 09 Desember 2017 ..................................... 46

4.8 Hasil Uji Sampel pada Tanggal 09 Desember 2017 ..................................... 46

4.9 Hubungan Antara Tinggi Muka Air, Kecepatan Aliran dan Penampang

Melintang Sungai Untuk Sungai Air Anak................................................... 47

4.10 Hubungan Antara Tinggi Muka Air, Kecepatan Aliran dan Penampang

Melintang Sungai Untuk Sungai Talang Bandunh ....................................... 48

4.11 Perhitungan Hidrograf Limpasan Langsung (HLL) Sungai Air Anak tanggal

07 November 2016..........................................................................................51

4.12 Hidrograf Satuan Terukur (HST) Sungai Air Anak tanggal 07 November

2016

........................................................................................................................52

4.13 Perhitungan Hidrograf Limpasan Langsung (HLL) tanggal 11 Maret 2016

untuk Sungai Talang Bandung........................................................................53

4.14 Hidrograf Satuan Terukur (HST) untuk Sungai Talang Bandung tanggal 11

Maret 2016

........................................................................................................................55

4.15 Hidrograf Satuan Terukur Untuk Periode Waktu 10 menitan untuk Sungai

Air Anak .........................................................................................................57

4.16 Hidrograf Satuan Terukur Untuk Periode Waktu 30 menitan untuk Sungai

Air Anak .........................................................................................................57

4.17 Hidrograf Satuan Terukur Untuk Periode Waktu 60 menitan untuk Sungai

Air Anak .........................................................................................................58

4.18 Hidrograf Satuan Terukur Untuk Periode Waktu 10 menitan untuk Sungai

Talang Bandung..............................................................................................58

4.19 Hidrograf Satuan Terukur Untuk Periode Waktu 30 menitan untuk Sungai

Talang Bandung..............................................................................................59

4.20 Hidrograf Satuan Terukur Untuk Periode Waktu 60 menitan untuk Sungai

Talang Bandung..............................................................................................59

4.21 Perhitungan Laju Sedimen Sungai Air Anak.................................................77

4.22 Perhitungan Laju Sedimentasi Sungai Talang Bandung................................78

4.23 Nilai Debit Rata-Rata Sungai Air Anak.........................................................80

4.24 Nilai Debit Rata-Rata Sungai Talang Bandung .............................................80

4.25 Perhitungan Besaran Laju Sedimen ...............................................................81

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman2.1 Siklus Hidrologi........................................................................................... 5

2.2 Gambar Hidrograf...................................................................................... 13

2.3 Fixed Base Length Method ........................................................................ 15

2.4 Straight Line Method ................................................................................. 16

2.5 Variable Slope Method .............................................................................. 17

2.6 Ragam Gerakan Sedimen dalam Media Cair ............................................ 23

3.1 Peta DAS Air Anak dan DAS Talang Bandung........................................ 29

3.2 Alat Penakar Hujan Otomatis Tipe Tipping Bucket .................................. 30

3.3 Alat Pengukur Tinggi Muka Air Otomatis (AWLR) ................................. 31

3.4 Peilscale (meteran kayu)............................................................................ 31

3.5 Current Meter ............................................................................................ 32

3.6 Meteran ...................................................................................................... 32

3.7 Pipa PVC.................................................................................................... 33

3.8 Bagan Alir Penelitian HST Sedimen Hulu Anak Sungai Way Besai........ 37

4.1 Histogram Curah Hujan Harian Pada Pertengahan Bulan Agustus -

September 2016 Rain Gauge Sungai Air Anak......................................... 41

4.2 Histogram Curah Hujan Harian Pada Pertengahan Bulan Maret - September

2016 Rain Gauge Sungai Talang Bandung ............................................... 42

4.3 Penampang Melintang Sungai Air Anak ................................................... 44

4.4 Penampang Melintang Sungai Talang Bandung ....................................... 44

4.5 Liku Kalibrasi Sungai Air Anak................................................................ 48

4.6 Liku Kalibrasi Sungai Talang Bandung.................................................... 49

4.7 HST Sungai Air Anak tanggal 07 November 2016................................... 53

4.8 HST Sungai Talang Bandung tanggal 11 Maret 2016............................... 56

4.9 HST Sungai Air Anak untuk periode waktu 10 menitan pada tahun 2015 61

4.10 HST Sungai Air Anak untuk periode waktu 10 menitan pada tahun 2016 61

4.11 HST Sungai Air Anak untuk periode waktu 10 menitan pada tahun 2017. 62

4.12 HST Sungai Air Anak untuk periode waktu 30 menitan pada tahun 2015. 62

4.13 HST Sungai Air Anak untuk periode waktu 30 menitan pada tahun 2016. 63

4.14 HST Sungai Air Anak untuk periode waktu 30 menitan pada tahun 2017. 63

4.15 HST Sungai Air Anak untuk periode waktu 60 menitan pada tahun 2015. 64

4.16 HST Sungai Air Anak untuk periode waktu 60 menitan pada tahun 2016. 64

4.17 HST Sungai Air Anak untuk periode waktu 60 menitan pada tahun 2017. 65

4.18 HST Sungai Talang Bandung untuk periode waktu 10 menitan pada tahun

2015 ........................................................................................................... 65

4.19 HST Sungai Talang Bandung untuk periode waktu 10 menitan pada tahun

2016 ........................................................................................................... 66

4.20 HST Sungai Talang Bandung untuk periode waktu 30 menitan pada tahun

2015 ........................................................................................................... 66

4.21 HST Sungai Talang Bandung untuk periode waktu 30 menitan pada tahun

2016 ........................................................................................................... 67

4.22 HST Sungai Talang Bandung untuk periode waktu 60 menitan pada tahun

2015 ........................................................................................................... 67

4.23 HST Sungai Talang Bandung untuk periode waktu 60 menitan pada tahun

2016 ........................................................................................................... 68

4.24 Rerata HST 10 Menitan Sungai Air Anak .................................................. 70

4.25 Rerata HST 30 Menitan Sungai Air Anak .................................................. 71

4.26 Rerata HST 60 Menitan Sungai Air Anak .................................................. 71

4.27 Rerata HST 10 Menitan Sungai Talang Bandung....................................... 72

4.28 Rerata HST 30 Menitan Sungai Talang Bandung....................................... 72

4.29 Rerata HST 60 Menitan Sungai Talang Bandung....................................... 73

4.30 Lengkung Sedimen Sungai Air Anak ......................................................... 78

4.31 Lengkung Sedimen Sungai Talang Bandung.............................................. 79

4.32 Rerata HST Sedimen 10 Menitan Sungai Air Anak dalam ton/s

................................................................................................................... 83

4.33 Rerata HST Sedimen 10 Menitan Sungai Air Anak dalam ton/tahun ........ 83

4.34 HST Sedimen 30 Menitan Sungai Air Anak dalam ton/s ........................... 84

4.35 HST Sedimen 30 Menitan Sungai Air Anak dalam ton/tahun.................... 84

4.36 HST Sedimen 60 Menitan Sungai Air Anak dalam ton/s ........................... 85

4.37 HST Sedimen 60 Menitan Sungai Air Anak dalam ton/tahun.................... 85

4.38 HST Sedimen 10 Menitan Sungai Talang Bandung dalam ton/s ............... 86

4.39 HST Sedimen 10 Menitan Sungai Talang Bandung dalam ton/tahun ........ 86

4.40 HST Sedimen 30 Menitan Sungai Talang Bandung dalam ton/s ............... 87

4.41 HST Sedimen 30 Menitan Sungai Talang Bandung dalam ton/tahun ........ 87

4.42 HST Sedimen 60 Menitan Sungai Talang Bandung dalam ton/s ............... 88

4.43 HST Sedimen 60 Menitan Sungai Talang Bandung dalam ton/tahun ........ 88

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hidrograf aliran merupakan bagian yang penting dalam mengatasi masalah-

masalah yang berkaitan dengan hidrologi, sebab hidrograf aliran dapat

menggambarkan suatu distribusi waktu dari aliran permukaan di suatu tempat

pengukuran dan menentukan keanekaragaman karakteristik fisik DAS.

Hubungan antara hidrograf aliran dengan kondisi fisik DAS dapat

menghasilkan karakteristik sifat respon DAS terhadap masukan hujan.

Respon DAS tersebut dalam konsep hidrologi disebut juga dengan hidrograf

satuan (unit hydrograph), yang merupakan hidrograf khas untuk satu DAS.

Hidrograf satuan adalah hidrograf aliran limpasan langsung (direct runoff

hydrograph) yang dihasilkan oleh satu satuan hujan lebih (rainfall excess)

yang tersebar merata di seluruh DAS dengan intensitas tetap selama satu

satuan waktu tertentu. Hidrograf satuan dapat dibuat jika tersedia pasangan

data hujan dan debit aliran, namun jika tidak tersedia kedua data tersebut

maka hidrograf satuan dapat dibuat secara sintetik. Apabila kedua data

tersebut tersedia maka hidrograf satuan dapat dibuat secara terukur yaitu

hidrograf satuan terukur. Menurut Sherman (1932) data yang diperlukan

untuk menurunkan hidrograf satuan terukur di DAS yang ditinjau adalah data

hujan otomatis dan pencatatan debit di titik pengamatan tertentu.

2

Permasalahan yang sering terjadi di daerah Sungai Air Anak dan Sungai

Talang Bandung ini yaitu erosi yang meyebabkan terjadinya sedimentasi.

Sedimentasi merupakan proses pengangkutan dan pengendapan material

tanah/kerak bumi yang disebabkan oleh penurunan kualitas lahan.

Sedimentasi dapat menyebabkan pendangkalan sungai, saluran-saluran

irigasi, muara-muara sungai di bagian hilir, mengurangi umur efektif waduk

dan dapat merusak penampang sungai serta bangunan yang lainnya. Oleh

karena itu dibutuhkan analisa HST sedimen untuk wilayah bagian hulu suatu

DAS.

Sungai Air Anak dan sungai Talang Bandung adalah sungai-sungai yang

berada pada bagian hulu DAS Way Besai. Pada sungai tersebut perlu di

analisis HST dan besarnya laju sedimentasi. Dalam pembuatan HST sedimen

ini diperlukan data primer maupun sekunder seperti data curah hujan, data

aliran, data sedimen dan data tentang DAS.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana HST (Hidrograf Satuan Terukur) Sub DAS Way Besai di

Sungai Air Anak dan Sungai Talang Bandung?

2. Bagaimanakah debit puncak, waktu menuju puncak dan waktu dasarnya?

3. Bagaimana laju sedimentasi pada Sungai Air Anak dan Sungai Talang

Bandung?

4. Bagaimana HST (Hidrograf Satuan Terukur) sedimen di Sungai Air Anak

dan Sungai Talang Bandung?

3

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini meliputi:

1. Pengukuran debit dilakukan dengan cara pengukuran tinggi muka air,

pengukuran kecepatan aliran dan pengukuran penampang melintang

sungai yang selanjutnya menjadi titik kontrol.

2. Dibuat liku kalibrasi (rating curve) hubungan antara tinggi muka air dan

debit.

3. Analisis HST (Hidrograf Satuan Terukur) Sub DAS Way Besai dengan

membuat HST anak sungai dari Way Besai di Sungai Air Anak dan

Sungai Talang Bandung.

4. Menghitung waktu puncak, debit puncak, waktu dasar, sisi naik, sisi

resesi dari data hujan yang ada.

5. Pengukuran sedimentasi suspended load pada Sungai Air Anak dan

Sungai Talang Bandung dengan cara pengambilan contoh air dan

melakukan pemeriksaan di laboratorium.

6. Analisis HST (Hidrograf Satuan Terukur) sedimen di Sungai Air Anak

dan Sungai Talang Bandung.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Menganalisis HST (Hidrograf Satuan Terukur) di Sungai Air Anak dan

Sungai Talang Bandung.

2. Mengetahui besarnya laju sedimen (Qs) yang terangkut di sepanjang

Sungai Air Anak dan Sungai Talang Bandung.

4

3. Mengetahui besaranya HST (Hidrograf Satuan Terukur) sedimen di

Sungai Air Anak dan Sungai Talang Bandung.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi mengenai HST (Hidrograf Satuan Terukur) untuk

melihat respon Sub DAS Way Besai bagian DAS Air Anak dan DAS

Talang Bandung.

2. Mengetahui nilai debit puncak, waktu puncak, dasar puncak dan nilai

debit puncak.

3. Memberikan informasi untuk mengembangkan bentuk-bentuk

pengelolaan sungai khususnya berkaitan dengan sedimentasi.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Siklus Hidrologi

Hidrologi merupakan ilmu yang berkaitan dengan air yang ada di bumi, yaitu

kejadian sirkulasi dan penyerbaran, sifat-sifat fisik dan kimiawi serta

reaksinya terhadap lingkungan, termasuk hubungannya dengan kehidupan

(makhluk hidup). Menurut Soemarto (1987) Siklus Hidrologi adalah gerakan

air laut ke udara, yang kemudian jatuh ke permukaan tanah lagi sebagai hujan

atau bentuk prespitasi lain dan akhirnya mengalir ke laut kembali. Dalam

siklus hidrologi ini terdapat beberapa proses yang saling terkait, yaitu antara

proses hujan (precipitation), penguapan (evaporation), transpirasi, infiltrasi,

perkolasi, aliran limpasan (runoff) dan aliran bawah tanah. Secara sederhana

siklus hidrologi dapat ditunjukkan seperti pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Siklus Hidrologi(Sumber : Soemarto, 1987)

6

Penjelasan siklus hidrologi yang terdapat pada gambar di atas, karena siklus

hidrologi tidak memiliki awal atau akhir, akan tetapi untuk lebih mudah

diawali dari penguapan. Saat terkena matahari, seluruh permukaan bumi yang

mengandung air mengalami penguapan (evaporasi) dan makhluk hidup

mengalami transpirasi. Uap air akan naik ke lapisan atmosfer membentuk

awan. Kemudian awan akan berpindah karena perbedaan suhu atau terbawa

oleh angin. Saat terpapar udara dingin awan mengalami kondensasi menjadi

tetes-tetes air dan akan jatuh ke bumi dalam bentuk hujan (prespitasi). Air

hujan akan masuk ke dalam tanah melalui proses infiltrasi air akan terus

bergerak ke bawah karena pengaruh gravitasi bumi yang disebut perkolasi.

Sebagian air tanah diserap oleh tumbuhan untuk fotosintesis. Air tanah yang

dimanfaatkan oleh manusia dan hewan dalam bentuk mata air, sumur, danau

dan sungai. Air sungai akan mengalir ke laut. Di lautan, laju evaporasi lebih

tinggi daripada prespitasi. Di daratan, laju prespitasi lebih tinggi daripada

evaporasi dan transpirasi.

Air hujan yang jatuh di permukaan terbagi menjadi dua bagian, pertama

aliran limpasan (overland flow) dan kedua bagian air yang terinfiltrasi.

Jumlah yang mengalir sebagai aliran limpasan dan yang terinfiltrasi

tergantung dari banyak faktor. Semakin besar bagian air hujan yang mengalir

sebagai aliran limpasan maka bagian yang terinfiltrasi akan menjadi semakin

kecil, demikian juga sebaliknya.

7

2.2 Siklus Limpasan

Siklus limpasan (runoff cycle) menurut Hoyt (Harto, 2000) dijelaskan sebagai

berikut:

1. Fase I (Akhir Musim Kemarau)

Selama musim kemarau, diandaikan sama sekali tidak terjadi hujan. Hal

ini berarti tidak ada masukan kedalam DAS. Proses hidrologi yang terjadi

sesungguhnya merupakan keluaran dari DAS yaitu aliran antara, aliran

dasar dan penguapan. Penguapan terjadi pada semua permukaan yang

lembab. Dengan demikian penguapan terjadi hampir di seluruh

permukaan DAS. Khususnya dipermukaan lahan, apabila satu lapisan

telah ‘kering’, maka penguapan terus terjadi dengan penguapan lapisan

bawahnya. Dengan demikian maka lapisan tanah di atas akifer menjadi

kering, atau nilai SMD semakin besar. Dalam fase ini, limpasan sama

sekali tidak ada, sehingga aliran sungai sepenuhnya bersumber dari

pengatusan (drain) dari akifer, khususnya sebagai aliran dasar (baseflow).

Dengan demikian, karena tidak ada hujan, berarti tidak ada infiltrasi dan

perkolasi, maka tidak ada penambahan air ke dalam akifer. Akibatnya

muka air (tampungan air) dalam akifer menyusut terus, yang

menyebabkan penurunan debit aliran dasar. Keadaan ini nampak pada

sumur-sumur dangkal (unconfined aquifer), yang menunjukan penurunan

muka air. Debit aliran dasar sangat ditentukan oleh potensi akifer dan

besarnya masukan melalui akifer.

8

2. Fase II (Awal Musim Hujan)

Dalam fase ini diandaikan keadaannya pada awal musim hujan dan

diandaikan hujan masih relatif sedikit. Dengan andaian ini beberapa

keadaan dalam sistem dapat terjadi. Hujan yang terjadi sebagian ditahan

oleh tanaman (pohon-pohonan) dan bangunan sebagai air yang

terintersepsi (interception). Dengan demikian dapat terjadi jumlah air

hujan masih belum terlalu besar untuk mengimbangi kehilangan

intersepsi. Di sisi lain, air hujan yang jatuh di permukaan lahan, sebagian

besar infiltrasi, karena lahan dalam keadaan sangat kering. Dengan

demikian diperkirakan bagian air hujan yang mengalir sebagai aliran

permukaan dan limpasan masih kecil, yang sangat besar kemungkinannya

ini pun masih akan tertahan dalam tampungan-tampungan cekungan

(depression storage) yang selanjutnya akan diuapkan kembali atau

sebagian terinfiltrasi. Oleh sebab itu sumbangan limpasan-limpasan

permukaan (surface runoff) masih snagat kecil (belum ada), sehingga

belum Nampak pada perubahan cepat muka air di sungai. Selain itu, air

yang terinfiltrasi pun juga tidak banyak, yang mungin baru cukup untuk

‘membasahi’lapisan tanah. Dengan pengertian lain, air yang terinfiltrasi

masih digunakan oleh tanah untuk mengurangi SMD-nya, sehingga belum

banyak air yang diteruskan ke bawah (perkolasi). Dengan demikian maka

potensi akifer belum berubah, maka aliran yang dapat dihasilkan sebagai

aliran dasar juga belum berubah.

9

3. Fase III ( Pertengahan Musim Hujan)

Dalam periode ini dianadaikan hujan sudah cukup banyak, sehingga

kehilangan air akibat intersepsi sudah tidak ada lagi ( karena sudah

terimbangi oleh ‘stemflow’ dst). Dengan demikian pula tampungan

cekungan (depression storage) telah terpenuhi, sehingga air hujan yang

jatuh diatas lahan dan mengalir sebagai ‘overland flow’, kemudian

mengisi tampungan cekungan diteruskan menjadi limpasan (runoff) yang

selanjutnya ke sungai. Dengan demikian maka akan terjadi perubahan

muka air secara jelas, yaitu dengan naiknya permukaan sungai akibat

hujan. Kenaikan yang relatif cepat ini disebabkan karena pengaruh

limpasan permukaan. Bagian air hujan yang terinfiltrasi, karena

diandaikan lapisan-lapisan tanah telah mencapai kapasitas lapangan, maka

masukan air ke dalam tanah akan diteruskan baik sebagai aliran antara

(interflow) maupun komponen aliran vertikal (percolation) yang akan

menambah tampungan air tanah (ground water storage/aquifer). Akibat

penambahan potensi air tanah ini maka muka air tanah akan naik

(terutama yang Nampak pada akifer bebas) dan aliran tanah juga akan

bertambah sehingga terjadi penambahan debit aliran sungai. Keadaan

semacam ini berlanjut sampai akhir musim hujan.

4. Fase IV (Awal Musim Kemarau)

Periode ini mengandaikan keadaan di awal musim kemarau, sehingga

hujan tidak ada lagi. Dalam keadaan ini maka kembali ke dalam sistem

DAS tidak ada lagi masukan (hujan). Yang ada adalah keluaran, baik

sebagai penguapan maupun keluaran air pengatusan dari akifer.

10

2.3 Prespitasi

Prespitasi adalah istilah umum untuk menyatakan uap air yang

mengkondensasi dan jatuh dari atmosfir ke bumi dalam segala bentuknya

dalam rangkaian siklus hidrologi (Suripin, 2004). Sedangkan menurut

Sosrodarsono (1976) prespitasi adalah nama umum dari uap yang

mengkondensasi dan jatuh ke tanah dalam rangkaian proses siklus hidrologi,

biasanya jumlah selalu dinyatakan dengan dalamnya prespitasi (mm). Jika

uap yang air yang jatuh berbentuk cair disebut hujan (rainfall) dan jika

berbentuk padat disebut salju (snow).

Hujan merupakan satu bentuk prespitasi yang berwujud cairan. Menurut

Harto (1993) hujan merupakan komponen masukkan yang paling penting

dalam proses hidrologi, karena jumlah kedalaman hujan (rainfall depth) ini

yang dialihragamkan menjadi aliran di sungai, baik melalui limpasan

permukaan (surface runoff), aliran antara (interflow, subsurface flow) maupun

sebagai aliran air tanah (groundwater flow).

Karakteristik hujan yang perlu ditinjau dalam analisis dan perancangan

hidrologi meliputi antara lain :

1. Durasi hujan (t)

Durasi hujan adalah lamanya kejadian hujan (menitan, jam-jaman dan

harian) diperoleh dari pencatatan alat pengukur hujan otomatis maupun

manual.

2. Intensitas hujan (i)

Intensitas hujan jumlah hujan yang dinyatakan dalam tinggi hujan atau

volume hujan tiap satuan waktu, misalnya mm/menit, mm/jam dan

11

mm/hari. Besarnya intensitas hujan berbeda-beda tergantung dari curah

hujan dan frekuensi kejadiannya.

3. Tinggi hujan (d)

Tinggi hujan adalah jumlah atau kedalaman hujan yang terjadi selama

durasi hujan dan dinyatakan dalam ketebalan air di atas permukaan datar,

dalam mm.

4. Frekuensi atau periode ulang (T)

Frekuensi atau periode ulang (T) adalah frekuensi kejadian hujan tertentu

dan biasanya dinyatakan dengan kala ulang (return period).

5. Luas (A)

Luas adalah luas geografis daerah atau perluasan hujan secara geografis

(dalam satuan Ha, Km2).

2.4 Hidrometri

Hidrometri secara umum dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari cara-

cara pengukuran air, atau cabang ilmu (kegiatan) pengukuran air atau

pengumpulan data dasar bagi bagi analisis hidrologi.

Stasiun hidrometri merupakan tempat di sungai yang dijadikan tempat

pengukuran debit sungai, maupun unsur-unsur aliran lainnya (Harto, 2000).

Dalam penempatan atau pemilihan stasiun hidrometri terdapat dua

pertimbangan yang perlu diperhatikan, yaitu jaringan hidrologi di seluruh

DAS dan kondisi lokasi yang harus memenuhi syarat tertentu.

12

2.5 Liku Kalibrasi (Rating Curve)

Liku kalibrasi (rating curve) adalah hubungan grafis antara tinggi muka air

dan debit. Liku kalibrasi (rating curve) dapat diperoleh dengan sejumlah

pengukuran yang terencana dan mengkolerasikan dua variable yaitu tinggi

muka air dan debit sungai di suatu titik kontrol.

Menurut Harto (2000) umumnya untuk memudahkan pemakaian liku

kalibrasi selanjutnya, dikehendaki liku kalibrasi yang berupa garis lurus, yaitu

dengan menggambarkan kedua variabel tersebut di atas kertas logaritmik.

Persamaan yang selama ini cukup baik yaitu dalam bentuk := ( + ∆ ) ………………………………………………. (1)

Dengan : Q : Debit, dalam m3/det

A, B : Tetapan

H : Tinggi muka air (mm, cm atau m)∆ : Angka koreksi, antara nol papan duga

Dalam penentuan persamaan tersebut, jumlah dan jangkau (range) data

sangat penting. Diharapakan agar data yang dikumpulkan di lapangan tidak

hanya cukup banyak, tetapi juga mencakup jangkau ( maksimal. Dalam

prakteknya pengumpulan data sekunder dari instansi terkait, sangat banyak

dijumpai sebagian besar data terkonsentrasi pada debit-debit rendah,

sedangkan data pada debit tinggi biasanya sangat terbatas.

2.6 Hidrograf

Hidrograf ditafsirkan secara umum sebagai variabilitas salah satu unsur aliran

sebagai fungsi waktu di satu titik kontrol tertentu atau penyajian grafis antara

13

salah satu unsur aliran dengan waktu (Harto, 2000). Sedangkan menurut

Sosrodarsono (1976) hidrograf merupakan diagram yang menggambarkan

variasi debit atau permukaan air menurut waktu. Kurva itu memberikan

gambaran mengenai berbagai kondisi yang ada di daerah itu secara bersama-

sama. Jadi kalau karakteristik daerah aliran itu berubah, maka bentuk

hidrograf pun berubah.

Beberapa macam hidrograf yaitu :

1. Hidrograf muka air (stage hydrograph), yaitu hubungan antara perubahan

tinggi muka air dengan waktu. Hidrograf ini merupakan hasil rekaman

AWLR (Automatic Water Level Recorder).

2. Hidrograf debit (discharge hydrograph), yaitu hubungan antara debit

dengan waktu. Dalam pengertian sehari-hari, bila tidak disebutkan lain,

hidrograf debit ini sering disebut sebagai hidrograf. Hidrograf ini dapat

diperoleh dari hidtograf muka air dan liku kalibrasi.

3. Hidrograf sedimen (sediment hydrograph), yaitu hubungan antara

kandungan sendimen dengan waktu.

Pada dasarnya hidrograf terdiri dari tiga bagian pokok, yaitu sisi-naik,

puncak, dan sisi-resesi/turun, hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.2

Puncak

Sisi Naik Sisi Turun

Gambar 2.2. Gambar Hidrograf(Sumber : Sri harto, 1993)

14

Bentuk hidrograf dapat ditandai dengan tiga sifat pokoknya, yaitu waktu naik

(time or rise), debit puncak (peak discharge), dan waktu dasar (base time).

Waktu naik (TR) adalah waktu yang diukur dari saat hidrograf mulai naik

sampai waktu terjadinya debit puncak. Debit puncak adalah debit maksimum

yang terjadi pada kasus tertentu. Waktu dasar adalah waktu yang diukur dari

saat hidrograf mulai naik sampai waktu dimana debit kembali pada suatu

besaran yang ditetapkan. Besaran-besaran tersebut dapat digunakan sebagai

petunjuk tentang kepekaan sistem DAS terhadap pengaruh masukan hujan.

Dengan menelaah sifat-sifat hidrograf yang diperoleh gambaran tentang

keadaan DAS, apakah DAS yang bersangkutan mempunyai kepekaan yang

tinggi atau rendah. Semakin kritis sifat DAS berarti semakin jelek kondisi

DAS-nya dan demikian pula sebaliknya.

Bentuk hidrograf pada umumnya sangat dipengaruhi oleh sifat hujan yang

terjadi, akan tetapi dapat dipengaruhi oleh sifat DAS yang lain. Menurut

Kennedy dan Watt (1967, dalam Harto 1993) sifat hujan yang sangat

mempengaruhi bentuk hidrograf ada tiga macam, yaitu intensitas hujan, alam

hujan dan arah gerak hujan. Intensitas hujan yang semakain tinggi akan

mengakibatkan hidrograf naik dengan cepat, atau dengan kata lain akan

terjadi hidrograf dengan waktu naik pendek dan debit puncak tinggi,

demikian juga sebaliknya. Intensitas hujan yang tinggi pada umumnya terjadi

dalam waktu yang pendek, atau lama hujan pendek, sedangkan intensitas

hujan yang rendah pada umumnya terjadi dengan lama hujan yang besar.

15

2.7 Pemisah Komponen Aliran

Pada dasarnya aliran sungai selalu terdiri dari tiga komponen aliran, yaitu

limpasan permukaan, aliran antara dan aliran dasar. Batas antara masing-

masing aliran tersebut sangat sulit (hampir tidak mungkin dikenal), meskipun

disadari untuk beberapa jenis analisis, pengenalan terhadap masing-masing

komponen aliran diperlukan. Cara-cara memisahkan hidrograf menjadi

komponen-komponennya. Dalam banyak kasus, untuk lebih menyederhanakan

ketiga komponen tersebut dijadikan dua komponen dengan mengandaikan

limpasan permukaan dan aliran antara menjadi satu komponen, yang disebut

limpasan langsung (direct runoff). Dengan andaian ini, maka hidrograf hanya

terdiri dari dua komponen saja, yaitu limpasan langsung dan aliran dasar.

Beberapa cara pemisahan aliran dasar yang banyak digunakan sebagai berikut:

1. Fixed Base Length Method

Prosedur pemisahan aliran dasar ini berdasarkan pengertian bahwa

limpasan permukaan akan berakhir sesudah waktu tertentu, dihitung dari

puncak hidrograf (time base dari direct runoff relative konstan), hal ini

dapat dilihat pada gambar 2.3.

N

Gambar 2.3. Fixed Base Length Method(Sumber : Sri harto, 1993)

16

Langkah-langkahnya:

a. Meneruskan garis resesi dari hidrograf sebelumnya sampai pada titik di

bawah puncak hidrograf.

b. Ukuran suatu titik pada kurva resesi sejarak N dari garis vertikal lewat

puncak hidrograf dengan:

N = A0,2 ………………………………………………………….. (2)

Dimana: N = dinyatakan dalam hari

A = luas daerah (km2)

Cara ini sampai sekarang para ahli hidrologi masih meragukan hasilnya

sehingga pnentuan N masih harus ditinjau kembali terhadap beberapa

hidrograf (didasarkan pada pengamatan/empiris).

2. Cara “garis lurus” (Straight Line Method)

Cara ini paling sederhana, yaitu dengan cara menghubungkan titik dimana

limpasan permukaan mulai terjadi dengan titik pemisah aliran dasar pada

kurva resesi, hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Straight Line Method(Sumber : Sri harto, 1993)

17

3. Variable Slope Method

Pendapat yang dipakai bahwa aliran dasar (base flow) akan member

sumbangan pada periode resesi dari harga puncaknya yaitu pada suatu titik

di bawah titik peralihan (inflection point), sedang kurva resesi yang terjadi

sebelumnya diteruskan sampai di bawah puncak hidrograf, hal ini dapat

dilihat pada Gambar 2.5.

Inflection Point

Gambar 2.5. Variable Slope Method(Sumber : Sri harto, 1993)

2.8 Hidrograf Satuan

Sherman (1932, dalam Harto 1993) mengemukakan bahwa dalam suatu sistem

DAS terdapat satu sifat khas yang menunjukkan sifat tanggapan DAS terhadap

suatu masukan tertentu. Tanggapan ini diandaikan tetap untuk masukan

dengan besaran dan penyebaran tertentu. Tanggapan yang demikian dalam

konsep model hidrologi dikenal sebagai hidrog raf satuan (unit hydrograph).

Hidrograf satuan adalah hidrograf limpasan langsung (direct runoff

hydrograph) yang dihasilkan oleh satu satuan hujan lebih (rainfall excess)

yang tersebar merata di seluruh DAS dengan intensitas tetap selama satu

18

satuan waktu tertentu.. Hidrograf satuan dianggap merupakan hidrograf khas

untuk suatu DAS tertentu, misalnya untuk hujan dengan kedalaman 1 mm

(atau kedalaman lain yang ditetapkan). Sherman (1932, dalam Harto 1993)

menujunkakan bahwa untuk memperoleh hidrograf yang dapat dianggap

sebagai hidrograf satuan khas dan mewakili DAS tersebut diperlukan perataan

hidrograf satuan yang diperoleh dari beberapa kasus banjir. Tidak pernah

terdapat petunjuk tentang berapa jumlah kasus yang diperlukan untuk

memperoleh hidrograf satuan ini. Harto (1989) menunjukkan bahwa semakin

sedikit jumlah kasus banjir yang digunakan, semakin besar nilai debit puncak

yang diperoleh dibandingkan dengan jumlah kasus banjir yang banyak.

Hidrograf satuan mempunyai dua andaian pokok, yatitu :

1. Hidrograf satuan ini ditimbulkan oleh hujan yang terjadi merata di seluruh

DAS (spatially evenly distributed).

2. Hidrograf satuan ini ditimbulkan oleh hujan yang terjadi merata selama

waktu yang ditetapkan (constant intensity).

Selain itu, konsep hidrograf satuan juga didasarkan pada tiga buah landasan

pemikiran (postulates).

1. Ordinat hidrograf satuan sebanding dengan volume hujan yang

menimbulkannya (linear system).

2. Tanggapan DAS tidak tergantung dari waktu terjadinya masukan (line

invariant).

3. Waktu dari puncak hidrograf satuan sampai akhir hidrograf limpasan

langsung selalu tetap.

19

Melihat pengandaian yang melandasi konsep ini jelas bahwa hidrograf satuan

merupakan sistem yang linear time invariant. Konsep hidrograf satuan ini

dipandang lebih merupakan penyederhanaan proses hidrologi yang

sebenarnya.

Untuk memperoleh hidrograf satuan ini dari suatu kasus banjir, maka

diperlukan data sebagai berikut :

1. Rekaman AWLR

2. Pengukuran debit yang cukup

3. Data hujan biasa (manual) dan

4. Data hujan otomatik

Hidrograf satuan untuk suatu DAS yang diturunkan dengan perata-rataan

sejumlah hidrograf satuan yang berbeda, memberikan hidrograf satuan yang

berbeda pula.

2.9 Erosi dan Sedimentasi

Erosi dan sedimentasi merupakan proses terlepasnya butiran tanah dari

induknya di suatu tempat dan terangkutnya material tersebut oleh gerakan air

atau angin kemudian diikuti dengan pengendapan material yang terdapat di

tempat lain (Suripin, 2002). Terjadinya erosi dan sedimentasi menurut Suripin

(2002) tergantung dari beberapa faktor yaitu karakteristik hujan, kemiringan

lereng, tanaman penutup dan kemampuan tanah untuk menyerap dan melepas

air ke dalam lapisan tanah dangkal, dampak dari erosi tanah dapat

menyebabkan sedimentasi di sungai sehingga dapat mengurangi daya tampung

sungai. Sejumlah bahan erosi yang dapat menagalami secara penuh dari

20

sumbernya hingga mencapai titik control dinamakan hasil sedimen (sediment

yield). Hasil sedimen tersebut dinyatakan dalam satuan berat (ton) atau satuan

volume (m3) dan juga merupakan fungsi luas daerah pengaliran. Dapat juga

dikatakan hasil sedimen adalah besarnya sedimen yang berasal dari erosi yang

terjadi di daerah tangkapan air yang diukur pada periode waktu dan temat

tertentu (Asdak, 2002).

Dari proses sedimentasi, hanya sebagian aliran sedimen di sungai yang

diangkut keluar dari DAS, sedangkan yang lain mengendap di lokasi tertentu

dari sungai.

Proses sedimentasi dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu :

a. Proses sedimentasi secara geologis

Sedimentasi secara geologis merupakan proses erosi tanah yang berjalan

secara normal, artinya proses pengendapan yang berlangsung masih dalam

batas-batas yang diperkenankan atau dalam keseimbangan alam dari

proses degradasi dan agradasi pada perataan kulit bumi akibat pelapukan.

b. Proses sedimentasi yang dipercepat

Sedimentasi yang dipercepat merupakan proses terjadinya sedimentasi

yang menyimpang dari proses secara geologi dan berlangsung dalam

waktu yang cepat, bersifat merusak atau merugikan dan dapat mengganngu

keseimbangan alam atau kelestarian lingkungan hidup. Kejadian tersebut

biasanya disebabkan oleh kegiatan manusia dalam mengolah tanah. Cara

mengolah tanah yang salah dapat menyebabkan erosi tanah dan

sedimentasi yang tinggi.

21

1. Mekanisme Pengangkutan Sedimen

Proses pengangkutan sedimen (sedimen transport) dapat diuraikan

meliputi tiga proses sebagai berikut :

a. Pukulan air hujan (rainfall detachment) terhadap bahan sedimen

yang terdapat diatas tanah sebagai hasil dari erosi percikan (splash

erosion) dapat menggerakkan partikel-partikel tanah tersebut akan

terangkut bersama-sama limpasan permukaan (overland flow).

b. Limpasan permukaan (overland flow) juga mengangkat bahan

sedimen yang terdapat di permukaan tanah, selanjutnya dihanyutkan

masuk ke dalam alur-alur (rills), dan seteerusnya masuk ke dalam

selokan dan akhirnya ke sungai..

Konsentrasi sedimen yang terkandung pada pengangkutan sedimen

adalah dari hasil erosi total (gross erosion) merupakan jumlah dari

erosi permukaan (interillerosion) dengan erosi alur (rill erosion).

2. Mekanisme Transportasi Sedimen

Ada dua kelompok cara mengangkut sedimen dari batuan induknya ke

tempat pengendapannya, yakni suspensi (suspended load) dan bedload

transport. Di bawah ini diterangkan secara garis besar keduanya :

a. Suspended load

Dalam teori butiran sedimen dapat dibawa dalam suspense, jika

arusnya cukup kuat. Akan tetapi di alam, kenyataannya hanya

material halus saja yang dapat diangkut suspense. Sifat sedimen

hasil pengendapan suspense ini adalah mengandung prosentase

masa dasar yang tinggi sehingga butiran tampak mengambang

22

dalam masa dasar dan umumnya disertai pemilahan butir yang

buruk. Ciri lain dari jenis ini adalah butir sedimen yang diangkut

tidak pernah menyentuh dasar aliran.

Suspended load (muatan layang) dapat juga dihitung dengan

menggunakan metode USBR (United State Beureu Reclamation)

dimana untuk menghitung angkutan suspended load (muatan

layang) diperlukan pengukuran debit air (Qw) dalam m3/det, yang

dikombinasikan dengan konsentrasi sedimen (C) dalam mg/l, yang

menghasilkan debit sedimen dalam ton/hari. (Saud, 2008)

Dapat dihitung dengan persamaan:

Qs = 0,0864 x C x Qw ………………………………………….. (14)

Dari perhitungan, dibuat lengkung aliran sedimen yang merupakan

garis regreai antara angkutan sedimen dan debit air dengan

persamaan:

Qs = a x Qwb ………………………………………………….. (15)

Dimana:

Qs = Beban layang (ton/hari)

C = Konsentrasi sedimen (mg/l)

Qw = Debit sungai (m3/det)

a,b = Konstanta

b. Bedload transport

Berdasarkan tipe gerakan media pembawanya, sedimen dapat dibagi

menjadi :

- Endapan arus traksi

23

- Endapan arus pekat (density current) dan

- Endapan suspensi

Pada dasarnya butir-butir sedimen bergerak di dalam media

pembawa, baik berupa cairan maupun udara, dalam 3 cara yang

berbeda, yaitu menggelundung (rolling), menggeser (bounching)

dan larutan (suspension). Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Ragam Gerakan Sedimen dalam Media Cair(Sumber : Boyce, 1975)

a. Suspension umunya terjadi pada sedimen-sedimen yang sangat

kecil ukurannya (seperti lempung) sehingga mampu diangkut

oleh aliran air atau angin yang ada.

b. Saltation yang dalam bahasa latin arinya meloncat, umumnya

terjadi pada sedimen berukuran pasir dimana lairan fluida yang

ada mampu menghisap dan mengagnkut sedimen pasir sampai

akhirnya. Karena gaya grativitasi yang ada mampu

mengembalikan sedimen pasir tersebut ke dasar.

24

c. Bed load ini terjadi pada sedimen yang relatif lebih besar

(seperti pasir, kerikil, kerakal dan bongkah) sehingga gaya yang

ada pada aliran yang bergerak dapat berfungsi memindahakan

partikel-partikel yang besar. Pergerakkan dari butiran pasir

dimulai pada saat kekuatan gaya aliran melebihi kekuatan

inersia pasir tersebut pada saat diam. Gerakan-gerakan sedimen

tersebut bisa menggelundung, menggeser atau mendorong

sedimen yang satu dengan yang lainnya.

Berdasardakan pada jenis sedimen dan ukuran partikel-partikel

tanah serta komposisi mineral dari bahan induk yang

menyusunnya dikenal berbagai jenis sedimen seperti pasir, tanah

liat dan lainnya tergantung pada ukuran partikelnya. Menurut

ukurannya sedimen dibedakan menjadi beberapa jenis seperti

pada tabel 2.1. (Asdak, 2007).

Tabel 2.1. Jenis sedimen berdasarkan ukuran partikel

JENIS UKURAN

Tanah Liat <0,0039

Debu 0,0039-0,0625

Pasir 0,0625-2,00

Pasir Besar 2,00-64

( Sumber : Asdak, 2007)

3. Sediment Delivery Ratio (SDR)

25

Sediment Delivery Ratio merupakan perkiraan rasio tanah yang

diangkut akibat erosi lahan saat terjadinya limpasan (Wischmeier and

Smith, 1978). Nilai SDR sangat dipengaruhi oleh bentuk muka bumi

dan faktor lingkungan. Menurut Boyce (1975), sediment delivery ratio

dapat dirumuskan dengan:

SDR = 0,41 A-0,3 …………………………………………………... (15)

Dimana :

SDR = Seiment Delivery Ratio

A = Luas DAS (km2)

Hubungan luas DAS dan besarnya SDR dapat dilighat pada tabel 2.2

Dibawah ini :

Tabel 2.2. Hitungan Luas DAS dan Sediment Delivery Ratio (SDR)

Luas SDR

Km2 Ha Km2

0,10 10 0,100,50 50 0,501,00 100 1,005,00 500 5,0010,00 1000 10,0050,00 5000 50,00100,00 10.000 100,00500,00 50.000 500,00

(Sumber : Arsyad, 2000)

4. Perkiraan Besar Sedimen

Kecepatan aliran sungai biasanya lebih besar pada badan sungai

dibandingkan di tempat dekat dengan permukaan tebing ataupun dasar

sungai, dalam pola aliran sungai yang tidak menentu (turbulence flow)

tenaga momentum yang diakibatkan oleh kecepatan aliran yang tak

26

menentu tersebut akan dipindahkan ke arah aliran yang lebih lambat

oleh gulungan-gulungan air yang berawal dan berakhir secara tidak

menentu juga. Gulungan-gulungan aliran air akan mengakibatkan

terjadinya bentuk perubahan dari tenaga kinetis yang dihasilkan oleh

adanya gerakan aliran sungai menjadi tenaga panas, yang berarti bahwa

ada tenaga yang hilang akibat gerakan gulungan aliran air tersebut.

Namun ada juga sebagian tenaga kinetis yang bergerak ke dasar aliran

sungai yang memungkinkan terjadinya gerakan partikel-partikel besar

sedimen yang berada di dasar sungai dan dikenal sebagai sedimen

merayap (Asdak, 2007). Besarnya perkiraan sedimen menurut Asdak

(2007) dapat ditentukan berdasarkan persamaan sebagai berikut :

Y = E (SDR) A …………………………………………………….. (16)

Dimana :

Y = hasil sedimen per satuan luas

E = erosi jumlah

A = luas daerah aliran sungai

SDR = sediment delivery ratio (nisbah pelepasan sedimen)

2.10Kajian Studi Terdahulu

2.10.1Kajian studi terdahulu mengenai Analisis HST Sub DAS Way Besai

Pada tahun 2016, Mega Astriyana telah melakukan penelitian ini untuk

mendapatkan nilai debit puncak, waktu puncak, waktu dasar dan

menganalisis hidrograf banjir. Dalam penelitian ini data yang diperlukan

adalah data curah hujan otomatis, data tinggi muka air otomatis, data

27

kecepatan aliran dan data penampang melintang sungai. Dari data tersebut

akan dibuat liku kalibrasi (rating curve) untuk mengalihragamkan

hidrograf tinggi muka air menjadi hidrograf aliran. Pemisahan komponen

aliran dasar dan limpasan langsung menggunakan pendekatan garis lurus.

Kemudian menghitung curah hujan efktif untuk mendapatkan ordinat

hidrograf satuan. Dari ordinat hidograf satuan rata-rata dipadukan dengan

kala ulang hujan yang didapatkan akan menghasilkan kala ulang hidrograf

banjir.

2.10.2Kajian studi terdahulu mengenai Analisis Sedimen Sub DAS Way Besai

Pada tahun 2016, Holong Okryant Togatorop telah melakukan penelitian

ini untuk mengetahui besarnya laju sedimen (Qs) dan untuk mengetahui

waktu penuh check dam Sungai Air Anak dan Sungai Talang Bandung.

III. METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini akan dilakukan dibagian hulu anak sungai Way Besai

yaitu Sungai Air Anak yang berada di Dusun Talang Bandung Desa Sindang

Pagar Kecamatan Sumber Jaya, Lampung Barat. Lokasi penelitian ini dapat

dilihat pada Gambar 3.1.

29

.

Gambar 3.1. Peta DAS Air Anak dan DAS Talang Bandung

30

3.2 Data yang Diperlukan

Data yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain:

1. Data curah hujan otomatis yang terdapat pada Sub DAS Air Anak dan

Sungai Talang Bandung.

2. Data penampang melintang sungai (cross section).

3. Data ketinggian muka air yang tercatat manual dan yang terekam pada

AWLR (Automatic Water Level Recorder).

4. Data kecepatan aliran sungai.

5. Data karakteristik Sungai Air Anak dan Sungai Talang Bandung.

6. Data sedimen suspended pada titik kontrol.

3.3 Alat yang Digunakan

Alat-alat yang digunakan selama penelitian ini antara lain:

1. Alat penakar hujan otomatis tipe tipping bucket.

3.2 Alat Penakar Hujan Otomatis Tipe Tipping Bucket

2. Alat pengukur tinggi muka air otomatis atau AWLR (Automatic Water

Level Recorder).

31

3.3 Alat Pengukur Tinggi Muka Air Otonatis (AWLR)

3. Peilscale (meteran kayu), digunakan untuk mengukur tinggi muka air

secara manual.

3.4 Peilscale (meteran kayu)

32

3. Current meter, digunakan untuk mengukur kecepatan aliran sungai.

3.5 Current Meter

4. Meteran, digunakan untuk mengkukur penampang sungai.

3.6 Meteran

5. Pipa PVC solid, digunakan untuk melindungi alat water level probe

yang ditanamkan di sungai sehingga tinggi muka air sungai dapat

terukur dengan time step yang kecil.

33

3.7 Pipa PVC

6. Alat pengambil sampel sedimen.

3.4 Metode Penelitian

Langkah kerja yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Pengumpualan data curah hujan yang didapat dari alat penakar hujan

otomatis tipe tipping bucket.

2. Pengumpulan data tinggi muka air yang tercatat manual dan yang terekam

pada AWLR.

3. Pengumpulan data kecepatan aliran sungai dengan menggunakan current

meter.

4. Pengukuran penampang melintang sungai.

5. Pembuatan liku kalibrasi (rating curve). Liku kalibrasi diperoleh dengan

sejumlah pengukuran yang terencana dan pembuatannya dilakukan

dengan cara mencari hubungan antara tinggi muka air dengan debit.

Setelah itu diplotkan pada program komputer, dan membuat hubungan

34

grafik antara kedua variabel tersebut, dan untuk selanjutnya mencari

persamaan hubungan antara tinggi muka air dengan debit.

6. Pengalihragaman hidrograf tinggi muka air (stage hydrograph) menjadi

hidrograf aliran (discharge hydrograph) dengan liku kalibrasi. Hidrograf

tinggi muka air yang didapatkan dari alat pengukur otomatis atau AWLR

diubah menjadi hidrograf aliran dengan cara mengalikan persamaan yang

didapatkan pada pembuatan liku kalibrasi dengan data tinggi muka air.

7. Pemisahan komponen aliran dasar dengan cara pendekatan ‘garis lurus’

(straight line method), sehingga didapatkan hidrograf limpasan langsung

(HLL). Pemisahan aliran dasar dengan menggunakan cara ‘garis lurus’

atau straight line method dilakukan dengan penarikan garis aliran dasar

dimulai dari satu hidrograf aliran naik dan berpotongan pada akhir resesi.

Awal sisi naik ditandai dengan berubahnya ordinat hidrograf dari konstan

menjadi naik, sebaliknya akhir sisi resesi ditandai dengan berubahnya

hidrograf aliran dari ordinat menurun menjadi konstan. Hidrograf

limpasan langsung (HLL) diperoleh dengan memperkurangkan hidrograf

total dengan aliran dasar (base flow).

8. Menghitung curah hujan efektif atau sering dinyatakan indeks phi (φ)

Hujan efektif dalam analisis ini diartikan sebagai hujan yang dapat

menyebabkan terjadinya limpasan langsung, yaitu hujan total setelah

dikurangi dengan kehilangan-kehilangan dalam hal ini yang dapat

dihitung adalah infiltrasi dan dinyatakan dengan indeks phi ( ). Besarnya

indeks phi diperoleh dengan membagi selisih hujan total dan hujan yang

menyebabkan limpasan langsung dengan lama hujan. Hujan yang

35

menyebabkan limpasan langsung diperoleh dengan cara membagi jumlah

total debit limpasan langsung dengan luas DAS (mm/jam).

9. Diandaikan hidrograf satuan yang terjadi mempunyai ordinat berturut-

turut U1, U2, dan seterusnya. Setelah itu hidrograf satuan tersebut

dikalikan dengan hujan efektif (R) yang bersangkutan, maka akan

diperoleh hidrograf limpasan langsung. Dengan cara membandingkan

ordinat hidrograf limpasan langsung yang didapat dari hitungan ini

dengan ordinat hidrograf limpasan langsung yang terukur, maka diperoleh

ordinat-ordinat hidrograf satuan U1, U2, dan seterusnya. Penjelasan diatas

dapat disederhanakan dan dapat dilihat pada penjelasan dibawah ini ;

R1 : R1U1 R1U2 R1U3 R1U4 R1U5 R1U6 R1U7 …

R2 : R2U1 R2U2 R2U3 R2U4 R2U5 R2U6 R2U7 …

R3 : R3U1 R3U2 R3U3 R3U4 R3U5 R3U6 R3U7 …

… : . . . . . . . . . . . . . . . . . . …

A B C D E F G H I …

Selanjutnya bandingkan dengan hidrograf limpasan langsung terukur

A : R1U1 = U1 U1 = …

B : R1U2 + R2U1 = U2 U2 = …

C : R1U3 + R2U2 + R3U2 = U3 U3 = …

10. Membuat hidrograf satuan terukur rata-rata dari hidrograf satuan yang

ada, sehingga didapatkan Hidrograf Satuan Terukur (HST).

11. Mengambil sampel sedimen suspended load yang dilakukan dengan

menggunakan alat pengambil sampel sedimen.

36

12. Melakukan pengujian sampel sedimen di laboratorium, dengan cara

sebagai berikut: Sampel sedimen yang terkumpul dalam volume tertentu

diuapkan hingga tersisa sedimennya saja. Sedimen ini kemudian

ditimbang untuk menentukan berat keringnya. Alat yang digunakan

meliputi: gelas ukur, oven dan timbangan.

13. Pembuatan lengkung sedimen, yaitu grafik yang menghubungkan debit

sedimen dan debit aliran.

14. Pembuatan HST sedimen.

37

3.5 Bagan Alir Penelitian

Liku Kalibrasi

Tidak

Ya

Gambar 3.8. Bagan Alir Penelitian HST Sedimen Hulu Anak Sungai Way Besai

i

Mulai

Pemisahan KomponenAliran (cara ‘garis lurus’)

Hidrograf LimpasanLangsung (HLL)

Hidrograf SatuanTerukur

Φ = (Ptot-Pnet)/TΦ > yang

diprediksi

Hujan Efektif

Analisis HSTSedimen

Lengkung Sedimen

Pembahasan

Kesimpulan

Selesai

BaseFlow

Data Debit

HLL, Luas DAS

DataSedimen

DataPenampangSungai

DataTMA

KecepatanAliran (m2/s)

DataHujan

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Dari perhitungan HST sub DAS Way Besai yaitu Sungai Air Anak dan

Sungai Talang Bandung yang terletak di Desa Talang Bandung Pekon

Sindang Pagar Sumber Jaya, Kabupaten Lampung Barat, yaitu :

a. Untuk periode waktu 10 menitan HST Sungai Air Anak dan Sungai

Talang Bandung yaitu debit puncak rata-rata (Qp) sebesar 0,7584 m3/s

dan 0,7593 m3/s, waktu menuju punjak (Tp)10 menit kedelapan (80

menit) dan 10 menit keempat (40 menit) dan waktu dasarnya (Tb) 380

menit dan 380 menit.

b. Untuk periode 30 menitan HST Sungai Air Anak dan Sungai Talang

Bandung, debit puncak rata-rata (Qp) sebesar 0,5694 m3/s dan 0,7326

m3/s, waktu menuju puncak (Tp) 30 menit kedua (60 menit) dan 30 menit

pertama dan waktu dasarnya (Tb) 420 menit dan 480 menit.

c. Untuk periode 60 menitan debit puncak rata-rata (Qp) 0,5181 m3/s dan

0,796 m3/s, waktu menuju puncak (Tp) pada kedua DAS terdapat di 60

menit pertama dan waktu dasarnya 420 menit dan 480 menit.

90

2. Dari hasil perhitungan laju sedimen Sungai Air Anak dan Sungai Talang

Bandung terdapat sebesar 50,1816 ton/tahun dan 85,1211 ton/tahun.

3. Dari hasil perhitungan hidrograf satuan terukur sedimen rerata yang didapat

pada Sungai Air Anak pada periode waktu 10 menitan sebesar 28,068

ton/tahun, periode waktu 30 menitan sebesar 24,875 ton/tahun dan periode

waktu 60 menitan sebesar 23,9047 ton/tahun dan pada Sungai Talang

Bandung untuk periode waktu 10 menitan sebesar 26,0315 ton/tahun, untuk

periode waktu 30 menitan sebesar 25,3898 ton/tahun dan untuk periode

waktu 60 menitan sebesar 26,903 ton/tahun.

5.2. Saran

Berdasarkan pengalaman dan pertimbangan setelah melakukan penelitian ini,

disarankan adanya perhatian pada hal – hal berikut:

1. Perlu adanya kegiatan atau gerakan untuk peduli terhadap lingkungan sekitar

DAS.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengurangi sedimentasi.

DAFTAR PUSTAKA

Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah MadaUniversity Press, Yogyakarta.

Harto Br, Sri. 1989. Kecenderungan Penyimpangan Dalam Penetapan JumlahHidrograf-Satuan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Harto Br, Sri. 1993. Analisis Hidrologi, P.T Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Harto Br, Sri. 2000. Hidrologi (Teori, Masalah dan Penyelesaiannya). NafiriOffset, Yogyakarta.

Soemarto, CD. 1987. Hidrologi Teknik. Usaha Nasional, Surabaya.

Sosrodarsono, Suyono, 1976. Hidrologi untuk Pengairan, Association forInternational Tecnical Promotion, Jakarta.

Suripin. 2004. Sistem Drainase Yang Berkelanjutan. UNDIP Semarang.

Asdak, Chay. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:Gajah Mada Universitas Press.

Boyce, R., 1975. Sediment Routing and Sediment Delivery Ratios. In Present andProspective Technology for Predicting Sediment Yield and Sources, USDA.

Wischmeier, W. H., and Smith, D.D.,1978. Predicting Rainfall Erosion Losses–AGuide To Conservation Planning. U.S Department of Agriculture,Agriculture Handbook No.537.

Astryana, Mega. 2016. Analisis Hidrograf Satuan Terukur (HST) Sub DAS WayBesai (Skripsi). Universitas Lampung. Lampung.

Togatorop, Holong Okryant. 2016. Analisis Sedimentasi di Check Dam (StudiKasus: Sungai Air Anak dan Sungai Talang Bandung, Kecamatan SumberJaya, Kabupaten Lampung Barat) (Skripsi). Universitas Lampung:Lampung.

Saud, Ismail. 2008. Prediksi Sedimentasi Kali Mas Surabaya(Jurnal Aplikasi:Media Informasi dan Komunikasi Aplikasi Teknik Sipil Terkini). ITS.Surabaya.