analisis komparatif kemampuan keuangan daerah di era otonomi, sebelum dan pasca pendaerahan bphtb...

35
1 ANALISIS KOMPARATIF KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DI ERA OTONOMI, SEBELUM DAN PASCA PENDAERAHAN BPHTB Daerah: Studi Kasus Kota Lamongan dan Gresik (Tahun Anggaran 2009-2013) Leny Widiowati Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya Email: [email protected] Diterima: April 2014 Terakhir direvisi: 23 Juni 2014 Abstract Based on the result analysis, and the discussion that has been described above the average the performance of the financial management and the level of regional independency Lamongan city and town Gresik in the era of regional autonomy by virtue of analysis ratio of finance is good enough.Factors affecting rise and fall of the ratio of independence before and after BPHTB there are several factors such as the realization of over revenues drop in non pad as from the result instead of taxation / natural resources commercial operation of the rights of a forest, the premium and balancing fund given by every year increased so as to affect prosentase the result of reckoning the ratio of independence.The result of reckoning the ratio of the independence of financial obtained for a district Lamongan and regent Gresik in the fiscal year 2009 s / d 2013 was still quite low less than 50 %. But with the transfer BPHTB from the center to local taxes, tax give a positive impact on the increased tax revenue district Lamongan, can be seen in tabular 8.Before and after tax BPHTB is diverted from the center to local taxes, tax regional income before taxes BPHTB diverted, regional income below 2

Upload: alim-sumarno

Post on 21-Nov-2015

199 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Jurnal Online Universitas Negeri Surabaya, author : Leny Widiowati, LINTANG VENUSITA,

TRANSCRIPT

16

ANALISIS KOMPARATIF KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DI ERA OTONOMI, SEBELUM DAN PASCA PENDAERAHAN BPHTBDaerah: Studi Kasus Kota Lamongan dan Gresik (Tahun Anggaran 2009-2013)

Leny WidiowatiFakultas Ekonomi Universitas Negeri SurabayaEmail: [email protected]

Diterima: April 2014Terakhir direvisi: 23 Juni 2014Abstract Based on the result analysis, and the discussion that has been described above the average the performance of the financial management and the level of regional independency Lamongan city and town Gresik in the era of regional autonomy by virtue of analysis ratio of finance is good enough.Factors affecting rise and fall of the ratio of independence before and after BPHTB there are several factors such as the realization of over revenues drop in non pad as from the result instead of taxation / natural resources commercial operation of the rights of a forest, the premium and balancing fund given by every year increased so as to affect prosentase the result of reckoning the ratio of independence.The result of reckoning the ratio of the independence of financial obtained for a district Lamongan and regent Gresik in the fiscal year 2009 s / d 2013 was still quite low less than 50 %. But with the transfer BPHTB from the center to local taxes, tax give a positive impact on the increased tax revenue district Lamongan, can be seen in tabular 8.Before and after tax BPHTB is diverted from the center to local taxes, tax regional income before taxes BPHTB diverted, regional income below 2 trillion, and after tax BPHTB be transferred to local tax revenue increased income above 2 trillion.

Keywords: autonomy area, BPHTB, regional independency, a PADAbstraksi Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan , rata-rata kinerja pengelolaan keuangan dan tingkat kemandirian daerah kota Lamongan dan kota Gresik di era otonomi daerah berdasarkan analisis ratio keuangan adalah cukup baik. Faktor yang mempengaruhi naik turunnya rasio kemandirian sebelum dan pasca BPHTB ada beberapa faktor diantaranya turunnya realisasi atas pendapatan non PAD seperti dari hasil bukan pajak/ sumber daya alam dari sektor iuran hak pengusahaan hutan, dan dana perimbangan yang diberikan pemerintah setiap tahunnya meningkat sehingga mempengaruhi prosentase hasil perhitungan rasio kemandirian. Hasil perhitungan rasio kemandirian keuangan yang didapat untuk kabupaten Lamongan dan kabupaten Gresik pada tahun anggaran 2009 s/d 2013 masih cukup rendah kurang dari 50%. Namun dengan peralihan BPHTB dari pajak pusat ke pajak daerah, memberi dampak positif terhadap meningkatnya pendapatan pajak kabupaten Lamongan, dapat dilihat dalam tabel 8. Sebelum dan sesudah pajak BPHTB dialihkan dari pajak pusat ke pajak daerah, pendapatan daerah sebelum pajak BPHTB dialihkan, pendapatan daerah dibawah 2 triliun, dan setelah pajak BPHTB dialihkan ke pajak daerah pendapatan daerah mengalami peningkatan pendapatan diatas 2 triliun.Kata kunci : Otonomi daerah, BPHTB, kemandirian daerah, PADPEBDAHULUANLatar BelakangDalam peraturan undang undang dasar republik Indonesia 1945 telah mengamanatkan peyelengaraan pemerintahan daerah, sesuai UU No 32 tahun 2004 yang telah mengalami perubahan menjadi UU No 12 tahun 2008, daerah diberi wewenang yang luas dalam menyelengarakan semua urusan pemerintahan kecuali urusan pemerintahan luar negeri, serta pemberian hak otonomi daerah kepada setiap pemerintahan daerah memberikan wewenang untuk mengatur keuangan daerah dan belanja daerah (APBD) masing-masing sesuai potensi dan kebutuhan daerah.Dalam UU No. 32 Tahun 2005 telah mengatur undang undang tentang pelaksanaan otonomi daerah untuk meningkatkan kemandirian dan mengurangi ketergantungan fiskal pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat. Pada tahun 2011 pemerintah mengeluarkan kebijakan baru yaitu tentang pemungutan pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) yang semula dipungut oleh kantor pajak pusat, pada tahun 2011 dialihkan kepada kator pajak daerah. Namun dalam penyelenggaraan peralihan pasca pendaerahan BPHTB mengalami banyak pro dan kontra, karena pada dasarnya banyak faktor yang membuat suatu daerah belum siap menerima keputusan peralihan pendaerahan BPHTB, faktor yang mendasar kesiapan suatu daerah mampu melaksanakan pendaerahan BPHTP, menjadi kendala peralihan pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) dari pusat ke daerah minimnya SDM, harga NJOP yang rendah dan jarang diperbaharui, serta proses pemungutan yang kurang efektif dan efisien (wulan:2011) analisis implementasi pendaerahan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB). Dan kendala pasca pendaerahan BPHTB adalah kesiapan pemerintah daerah se-Indonesia dalam menerima pendaerahan pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) yang di paparkan dalam tabel.Tabel 1. Hasil Survey Per 23 Desembar 2010NoKesiapan DearahJumlah daerah% pemerintahan BPHTB tahun 2009

IPerda yang telah siap16066,6

IIReperda dalam proses10818,7

IIIBelum ada informasi22414,7

Sumber : Waluyo (2010) Daerah Lamongan dan Gresik termasuk daerah yang memiliki kesiapan dalam menerima pendaerahan pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB). Namun dalam kenyataannya menunjukan perbedaan hasil yang berbaeda antara perhitunggan kemendirian kabupaten Lamongan dan kabupatan Gresik.Dalam pengujian ini mengunakan rasio kemandirian yang memandingkan antara rasio kemandirian kabupaten Lamongan dengan kabupaten Gresik tahun anggaran 2009 2012:Tabel 2. Hasil perhitungan kemandirian LamonganTahunPendapatan Asli DaerahDana PerimbanganLain-lain Pendapatan Daerah yang SahRasio Kemandirian (%)

200971,312,587,814.29731,738,429,005.00144,187,138,806.648.14

201095,244,807,228.09742,952,461,022.00225,830,961,676.009.83

201199,545,629,500.31859,140,092,542.00362,839,234,855.008.14

2012129,284,733,136.021,006,683,509,910.00336,454,475,047.009,63

Total395,387,757,678.713,340,514,492,479.001,069,311,810,384.6435.74

Rata-rata98,846,939,419.67835,128,623,119.75267,327,952,596.168.935

Sumber : dikelolah peneliti Tabel 3. Hasil perhitungan kemandirian GresikTahunPendapatan Asli DaerahDana PerimbanganLain-lain Pendapatan Daerah yang SahRasio Kemandirian (%)

2009168,440,832,868.49710,951,645,839.0090,960,199,089.0021.00

2010167,975,182,673.80706,055,557,792.00218,686,894,296.0018.16

2011274,105,761,281.81772,487,164,476.00282,687,676,760.0025.98

2012427,588,705,990.55947,619,650,810.00275,394,980,195.0034.96

Total1,038,110,482,814.653,137,114,018,917.00867,729,750,340.00100.11

Rata-rata259,527,620,703.66784,278,504,729.25216,932,437,585.0025.03

Sumber : dikelolah peneliti Dalam kesimpulan perhitungan rasio kemandirian antara kabupaten Lamongan dengan kabupaten Gresik mendapatkan hasil yang berbeda dalam dari hasil sebelum dan sesudah pendaerahan BPHTB, kita bisa melihat perubahan dari tahun 2010 ke tahun 2011, kabupatan Lamongan mengalami penurunan rasio kemandirian dimana dari 9.83 menjadi 8.14 sedangkan hasil dari perhitungan rasio kemandirian kabupaten Gresik dari tahun 2010 ke tahun 2011 menunjukan hasil yang pasitif yaitu mengalami kenaikan dimana dari 18.16 menjadi 25.98.Dalam permasalahannya kedua kabupaten ini memiliki kesiapan yang sama dalam menerima pendaerahan pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), namun setelah dihitung mengunakan rasio kemandirian hasil dari kabupaten Lamongan mengalami penurunan dari sebelum dan sesudah pendaerahan pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) sedangkan kabupaten Gresik memberikan respon positif yang ditunjukan dengan hasil perhitungan rasio kemandiriannya yang mengalami prosentase peningkatan dari sebelum dan sesudah pendaerahan pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), dari latar belakang yang diatas, penelitian ini ditujukan untuk menganalisis Kompartif Kemampuan Keungan Daerah Di Era Otonomi, Sebelum Dan Pasca Pendaerahan BPHTB dengan study kasus Kota Lamongan dan Gresik (Tahun Anggaran 2008-2013) Dalam penelitian ini membandingkan antara kesiapan kabupaten Lamongan dengan kabupaten Gresik dalam menerima pendaerahan pajak bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB).KAJIAN PUSTAKAOtonomi DaerahUU otonomi daerah itu sendiri merupakan implementasi dari ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang menyebutkan otonomi daerah sebagai bagian dari sistem tata negara Indonesia dan pelaksanaan pemerintahan di Indonesia. Ketentuan mengenai pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia tercantum dalam pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa: Pemerintahan daerah propinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.Selanjutnya Undang-Undang Dasar 1945 memerintahkan pembentukan UU Otonomi Daerah untuk mengatur mengenai susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah, sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat (7), bahwa: Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.Ketentuan tersebut diatas menjadi payung hukum bagi pembentukan UU otonomi daerah di Indonesia, sementara UU otonomi daerah menjadi dasar bagi pembentukan peraturan lain yang tingkatannya berada di bawah undang-undang menurut hirarki atau tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia.Otonomi daerah di Indonesia dilaksanakan segera setelah gerakan reformasi 1998. Tepatnya pada tahun 1999 UU otonomi daerah mulai diberlakukan. Pada tahap awal pelaksanaannya, otonomi daerah di Indonesia mulai diberlakukan berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Setelah diberlakukannya UU ini, terjadi perubahan yang besar terhadap struktur dan tata laksana pemerintahan di daerah-daerah di Indonesia.Beberapa pendapat ahli yang dikutip Abdulrahman (1997) mengemukakan bahwa :1. F. Sugeng Istianto, mengartikan otonomi daerah sebagai hak dan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah.2. Ateng Syarifuddin, mengemukakan bahwa otonomi mempunyai makna kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan. Kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu terwujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan.3. Syarif Saleh, berpendapat bahwa otonomi daerah adalah hak mengatur dan memerintah daerah sendiri. Hak mana diperoleh dari pemerintah pusat.Pendapat lain dikemukakan oleh Benyamin Hoesein (1993) bahwa otonomi daerah adalah pemerintahan oleh dan untuk rakyat di bagian wilayah nasional suatu Negara secara informal berada di luar pemerintah pusat. Sedangkan Philip Mahwood (1983) mengemukakan bahwa otonomi daerah adalah suatu pemerintah daerah yang mempunyai kewenangan sendiri yang keberadaannya terpisah dengan otoritas yang diserahkan oleh pemerintah guna mengalokasikan sumber sumber material yang substansial tentang fungsi-fungsi yang berbeda.Dengan otonomi daerah tersebut, menurut Mariun (1979) bahwa dengan kebebasan yang dimiliki pemerintah daerah memungkinkan untuk membuat inisiatif sendiri, mengelola dan mengoptimalkan sumber daya daerah. Adanya kebebasan untuk berinisiatif merupakan suatu dasar pemberian otonomi daerah, karena dasar pemberian otonomi daerah adalah dapat berbuat sesuai dengan kebutuhan setempat.Kebebasan yang terbatas atau kemandirian tersebut adalah wujud kesempatan pemberian yang harus dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, hak dan kewajiban serta kebebasan bagi daerah untuk menyelenggarakan urusan-urusannya sepanjang sanggup untuk melakukannya dan penekanannya lebih bersifat otonomi yang luas. Pendapat tentang otonomi di atas, juga sejalan dengan yang dikemukakan Vincent Lemius (1986) bahwa otonomi daerah merupakan kebebasan untuk mengambil keputusan politik maupun administrasi, dengan tetap menghormati peraturan perundang-undangan. Meskipun dalam otonomi daerah ada kebebasan untuk menentukan apa yang menjadi kebutuhan daerah, tetapi dalam kebutuhan daerah senantiasa disesuaikan dengan kepentingan nasional, ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.Terlepas dari itu pendapat beberapa ahli yang telah dikemukakan di atas, dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dinyatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah yang dijadikan pedoman dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 mencakup aspek-aspek berikut : 1. Penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman. 2. Pelaksanaan Otonomi Daerah didasarkan pada otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. 3. Pelaksanaan otonomi yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota, sedang otonomi propinsi lebih merupakan otonomi yang terbatas. 4. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah. 5. Pelaksanakan Otonomi Daerah harus meningkatkan kemandirian Daerah Otonom. 6. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peran dan fungsi badan legislatif daerah, baik sebagai fungsi legislasi, fungsi pengawasan maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan Pemerintah Daerah. 7. Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakan pada daerah propinsi dalam kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintah tertentu yang dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah. 8. Pelaksanaan asas tugas perbantuan dimungkinkan tidak hanya dari pemerintah kepada daerah tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana, dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan Beranjak dari rumusan di atas, dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah pada prinsipnya mempunyai tiga aspek, yaitu :1. Aspek Hak dan Kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.2. Aspek kewajiban untuk tetap mengikuti peraturan dan ketentuan dari pemerintahan di atasnya, serta tetap berada dalam satu kerangka pemerintahan nasional.3. Aspek kemandirian dalam pengelolaan keuangan baik dari biaya sebagai perlimpahan kewenangan dan pelaksanaan kewajiban, juga terutama kemampuan menggali sumber pembiayaan sendiri.Yang dimaksud dengan hak dalam pengertian otonomi adalah adanya kebebasan pemerintah daerah untuk mengatur rumah tangga, seperti dalam bidang kebijaksanaan, pembiyaan serta perangkat pelaksanaannnya. Sedangkan kewajban harus mendorong pelaksanaan pemerintah dan pembangunan nasional. Selanjutnya wewenang adalah adanya kekuasaan pemerintah daerah untuk berinisiatif sendiri, menetapkan kebijaksanaan sendiri, perencanaan sendiri serta mengelola keuangan sendiri.Dengan demikian, bila dikaji lebih jauh isi dan jiwa undang-undang Nomor 23 Tahun 2004, maka otonomi daerah mempunyai arti bahwa daerah harus mampu :1. Berinisiatif sendiri yaitu harus mampu menyusun dan melaksanakan kebijaksanaan sendiri.2. Membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta peraturan pelaksanaannya.3. Menggali sumber-sumber keuangan sendiri.4. Memiliki alat pelaksana baik personil maupun sarana dan prasarananya.Kemandirian Keuangan DaerahDesentralisasi Fiskal bertujuan untuk memberdayakan dan meningkatkan kemampuan perekonomian daerah, juga untuk menciptakan sistem pembiayaan yang adil, proporsional, rasional, transparan, partisipatif, dan bertanggung jawab, serta untuk mengurangi kesenjangan pembangunan antar daerah (Riyanto dan Siregar, 2005: 15).Hersey dan Blanchard dalam Halim (2001:168) mengemukakan mengenai hubungan antara pemerintah pusat dan daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah, terutama pelaksanaan undang-undang tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, yaitu: (1) Pola hubungan instruktif, yaitu peranan pemerintah pusat lebih dominan daripada kemandirian pemerintah daerah (daerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah secara finansial); (2) Pola hubungan konsultatif, yaitu campur tangan pemerintah pusat sudah mulai berkurang dan lebih banyak pada pembe r ian konsultasi karena daerah dianggap sedikit lebih mampu melaksanakan otonomi daerah; (3) Pola hubungan partisipatif, yaitu pola dimana peranan pemerintah pusat semakin berkurang mengingat tingkat kemandirian daerah otonom bersangkutan mendekati mampu melaksanakan urusan otonomi. Peran pemberian konsultasi beralih ke peran partisipasi pemerintah pusat; (4) Pola hubungan delegatif, yaitu campur tangan pemerintah pusat sudah tidak ada lagi karena daerah telah benar-benar mampu dan mandiri dalam melaksanakan urusan otonomi daerah. Pemerintah pusat siap dan dengan keyakinan penuh mendelegasikan otonomi keuangan kepada pemerintah daerahTabel 4. Prosentase Rasio Kemandirian.Kemampuan KeuanganRasio Kemandirian (%)Pola Hubunggan

Rendah Sekali0 25Instruktif

Rendah> 25 50Konsultatif

Sedang > 50 75Partisipatif

Tinggi > 75 100Delegatif

Sumber : Dwirandra, (2007: 7)Kondisi keuangan daerah merupakan ukuran seberapa mampu suatu daerah mengelolah rumah tangga daerah masing masing, membiayai belanja daerah kota/ kabupaten, mencerminkan seberapa mampu PAD daerah membiayai kebutuhan daerah kota / kabupaten.Pajak Daerah BPHTBBea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB) merupakan pajak yang pertama diserahkan ke Pemkot/Pemkab. Mulai 1 Januari 2011, BPHTB menjadi pajak daerah dan dikelola oleh Pemerintah Kota (pemkot) atau Pemerintah Kabupatan (pemkab). Sebelumnya, BPHTB dikelola oleh pemerintah pusat dalam hal ini DJP (Direktorat Jenderal Pajak).BPHTB "lahir" berdasarkan dengan Undang-undang No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Atas Hak Tanah dan Bangunan, kita sebut saja UU BPHTB. Tahun 2000, UU BPHTB mengalami perubahan oleh Undang-undang No. 20 Tahun 2000. Kedua undang-undang ini memberikan kewenangan kepada DJP untuk memungut BPHTB dari rakyat Indonesia.Pada tahun 2009, telah diundangkan Undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, kita sebut saja UU PDRD. Berdasarkan UU PDRD ini, sejak 1 Januari 2011, DJP mengalihkan pengelolaan BPHTB kepada Pemerintah Kota atau Pemerintah Kabupaten. Secara substansi, tidak ada perubahan aturan yang signifikan antara UU BPHTB dengan UU PDRD. Berikut adalah perbandingan aturan di UU BPHTB dengan UU PDRD (di UU PDRD, BPHTB diatur di Bagian Ketujuh Belas, mulai Pasal 85 sampai dengan Pasal 93) Tabel 5. Perbandingan BPHTB pada Undang-undang BPHTB dengan Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi DaerahUU BPHTBUU PDRD

SubjekOrang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan (Pasal 4)Sama (Pasal 86 Ayat 1)

ObjekPerolehan hak atas tanah dan atau bangunan (Pasal 2 Ayat 1)Sama (Pasal 85 ayat 1)

TarifSebesar 5% (Pasal 5)Paling Tinggi 5%(Pasal 88 ayat 1)

NPOPTKPPaling banyak Rp300 Juta untuk Waris dan Hibah Wasiat (Pasal 7 ayat 1)Paling rendah Rp300 Juta untuk Waris dan Hibah Wasiat (Pasal 87 Ayat 5)

Paling banyak Rp60 Juta untuk Selain Waris dan Hibah Wasiat (Pasal 7 Ayat 1)Paling rendah Rp60 Juta untuk Selain Waris dan Hibah Wasiat \ (Pasal 87 Ayat 4)

BPHTB Terutang5% x (NPOP NPOPTKP)(Pasal 8)5% (Maksimal) x (NPOP-NPOPTKP) (Pasal 89)

Keterangan: DJP masih melaksanakan BPHTB untuk TA 2010, selanjutnya mulai tahun 2011 BPHTB menjadi tanggung jawab Kab/Kota. (Pasal 182 Ayat 2, UU nomor 28/2009)

Sumber: Materi Presentasi Pengalihan PBB-P2 dan BPHTB sebagai Pajak Daerah, Direktorat Jenderal Pajak. Agustus 2011Dengan terbitnya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pemerintah Daerah kini mempunyai tambahan sumber pendapatan asli daerah (PAD) yang berasal dari Pajak Daerah, sehingga saat ini Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri dari sebelas jenis pajak, yaitu Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, dan Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, dan Bea perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Matriks penambahan jenis Pajak Kabupaten/Kota dapat dilihat pada tabel berikut ini:Tabel 6. Perbedaan Jenis Pajak Kabupaten/Kota pada UU No.34/2000 dengan UU No. 28/2009UU 34/2000UU 28/2009

1. Pajak Hotel2. Pajak Restoran 3. Pajak Hiburan 4. Pajak Reklame 5. Pajak Penerangan Jalan (PPJ)6. Pajak Parkir 7. Pajak Pengambilan Bahan Galian Gol. C1.Pajak Hotel2.Pajak Restoran 3.Pajak Hiburan 4.Pajak Reklame 5.Pajak Penerangan Jalan 6.Pajak Parkir 7.Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (perubahan nomenklatur) 8.Pajak Air Tanah (pengalihan dari Prov) 9.Pajak Sarang Burung Walet (baru)10.PBB Pedesaan & Perkotaan (baru) 11.Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (baru)

Sumber: Materi Presentasi PengalihanPBB-P2 dan BPHTB sebagai Pajak Daerah, Direktorat Jenderal Pajak. Agustus 2011Kemudian, agar terciptanya kelancaran dalam pengelolaan, pemerintah kabupaten/kota harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:1. Kebijakan NJOP agar memperhatikan konsistensi, kesinambungan dan keseimbangan antar wilayah2. Kebijakan tarif BPHTB, agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat3. Menjaga kualitas pelayanan kepada WP, dan4. Akurasi data subjek dan objek pajak dalam SPPT tetap terjaga.METODE PENELITIANJenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data APBD (data sekunder) dalam runtun waktu (time series), yaitu tahun 2009-2013 yang diperoleh dari kantor keuangan daerah Kabupaten Lamongan dan kantor keuangan daerah Kabupaten Gresik. Untuk menunjang penulisan ini digunakan juga metode kepustakaan guna mencari literatur yang berkaitan dengan tema penulisan. Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah : 1. Laporan Penerimaan PAD Penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber daya yang dimiliki daerahnya sendiri, melalui pemungutan resmi yang diatur oleh Undang-Undang yang berlaku. 2. Pajak Pusat Untuk Daerah Data Pajak Pusat Untuk Daerah diambil dari penerimaan PAD pada bagian hasil pajak dan bukan pajak. 3. Dana Alokasi Umum yaitu dana yang diperoleh daerah dari APBN (Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah), untuk membantu memenuhi kebutuhan pengeluaran daerah. 4. Data-data lain yang diperlukan untuk mendukung penelitian ini. Alat Analisis Untuk mengetahui derajat desentralisasi yang menggambarkan ketergantungan terhadap pusat daerah Kabupaten Lamongan dan Gresik akan menggunakan rumus Rasio Kemandirian:Rasio Kemandirian = X 100Rasio Efektif = X 100 %PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Dalam pembahasan hasil penelitian ini akan dibahas mengenai bagaimana analisis komparatif kemampuan keuangan daerah di era otonomi, sebelum dan pasca pendaerahan bphtb kota Lamongan dan gresik (tahun anggaran 2009-2013)Rasio Kemandirian Keuangan daerah kota Lamongan dan GresikTabel 7. Persentase BPHTB dalam pendapatan daerah, kabupaten Lamongan.Tahun Perolehan Pajak DaerahPerolehan BPHTBBPHTB (%)

200814.271.468.396-0%

200916.537.881.443-0%

201017.540.953.399-0%

201121.555.913.8741.653.859.5377,68%

201227.916.743.4133.791.588.49713,58%

201324.553.344.0002.800.000.00011,40%

Sumber : Dinas Pendapatan dan Pengelolahan Pemkab LamonganDengan peralihan BPHTB dari pajak pusat ke pajak derah, memberi dampak positif terhadap meningkatnya pendapatan pajak daerah, dan kontribusi pendapatan pajak dari BPHTB cukup bagus, dalam perhitungan persentase pendapatan pajak BPHTB pada pajak daerah, pada tahun pertama kabupaten Lamongan hanya mendapat 7,68% dari perolehan pajak daerah, pada tahun 2012 dan 2013 mengalami peningkatan pendapatan dari pajak BPHTB, dan meningkatkan pendapatan pajak daerah dan peralihan pajak BPHTB sangat membantu peningkatan pajak pendapatan derah, dapat dilihat dalam tabel 8, sebelum dan sesudah pajak BPHTB dialihkan dari pajak pusat ke pajak daerah, pendapatan daerah sebelum pajak BPHTB dialihkan pendapatan daerah dibawah 2 triliun.Rasio kemandirian keuangan daerah menunjukan Kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber yang diperlukan oleh daerah.Rasio Kemandirian = X 100Tabel 8. Hasil perhitungan kemandirian LamonganTahunPendapatan Asli DaerahDana PerimbanganLain-lain Pendapatan Daerah yang SahRasio Kemandirian (%)

200971,312,587,814.29731,738,429,005.00144,187,138,806.648,14

201095,244,807,228.09742,952,461,022.00225,830,961,676.009,83

201199,545,629,500.31859,140,092,542.00362,839,234,855.008,14

2012129,284,733,136.021,006,683,509,910.00336,454,475,047.009,63

2013124,605,655,230.001,123,473,899,600.00312,226,629,000.008,68

Total519.993.412.909 ,004.463.988.392.079,00 1.381.538.439.385,0 44,42

Rata-rata103.998.682.582,00 892.797.678.416,00276.307.687.877,008,88

Sumber: diolah sendiri

Tabel 9. Hasil perhitungan kemandirian GresikTahunPendapatan Asli DaerahDana PerimbanganLain-lain Pendapatan Daerah yang SahRasio Kemandirian (%)

2009168,440,832,868.49710,951,645,839.0090,960,199,089.0021.00

2010167,975,182,673.80706,055,557,792.00218,686,894,296.0018.16

2011274,105,761,281.81772,487,164,476.00282,687,676,760.0025.98

2012427,588,705,990.55947,619,650,810.00275,394,980,195.0034.96

2013423,216,536,500.00981,763,116,084.00310,194,639,000.0032,75

Total1.461.327.019.3154.118.877.135.001 1.177.924.389.340 132,86

Rata-rata292.265.403.863 823.775.427.000 235.584.877.868 26,57

Sumber: diolah sendiriBerdasarkan perhitungan rasio kemandirian keuangan diatas bahwa kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat pada tahun anggaran 2009 s/d 2013 masih cukup rendah kurang dari 50% hasil yang didapatkan dari kedua kabupaten.Kenaikan dan penurunan rasio kemandirian keuangan pada tahun 2009- 2013 disebabkan karena beberapa faktor diantarannya turunnya realisasi atas pendapatan non PAD seperti dari hasil bukan pajak/ sumber daya alam dari sektor iuran hak pengusahaan hutan, dan dana perimbangan yang diberikan pemerintah setiap tahunnya meningkat sehingga mempengaruhi prosentase hasil perhitungan rasio kemandirian.Hasil prosentase antara kabupaten Lamongan dengan kabupaten Gresik, hasil perhitungan prosentase rasio kemandirian kabupaten gresik selalu mengalami peninggkatan, dibandingkan dengan hasil yang didapat oleh kabupatan Lamongan, itu dikarenakan dana perimbangan kabupaten Lamongan sangat besar sedangkan pendapatan aslih daerah (PAD) Lamongan mengalami penurunan.Rasio Efektivitas Rasio Efektivitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan pendapatan asli daerah yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Semakin tinggi rasio efektivitas, menggambarkan kemampuan daerah yang semakin baik.Rasio Efektif = X 100 %Tabel 10. Hasil perhitungan rasio efektif kabupaten LamonganTahun AnggaranTarget PAD (Rp)Realisasi PAD (Rp)Hasil (%)Keterangan

200862.332.376.525,4166.612.476.978,78105,18SANGAT EFEKTIF

2009111.254.225.595,0071,312,587,814.2964,10EFEKTIF

2010100.547.338.557,0095,244,807,228.0994,73EFEKTIF

2011106.222.830.724,0099,545,629,500.3193,71EFEKTIF

2012120.937.919.425,00129,284,733,136.02106,90SANGAT EFEKTIF

Sumber: diolah sendiriDari perhitungan rasio efektivitas bahwa efektivitas pengelolaan keuangan daerah Kota Lamongan cukup baik/efektif karena realisasi PAD mendekati 100% yaitu rata-rata dari tahun 2007 s/d 2011 sebesar 92.924% seperti pada tahun 2008 sebesar 105,18%. Sedangkan pada tahun 2009 dan tahun 2011 kurang baik karena realisasinya menurun dan dibawah target yang ditetapkan yaitu sebesar 64,10% pada tahun 2009 turun lagi dibawah target sebesar 94,73% pada tahun 2010, dan 93,71% pada tahun 2011, hal tersebut dikarenakan menurunnya realisasi pada beberapa pos-pos PAD seperti pajak daerah dan retribusi. Pada tahun 2012 efektivitas pengelolaan keuangan membaik yaitu sebesar 106,90%. Realisasi rasio efektivitas tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi rasio efektivitas pada tahun 2009-2011 karena pada tahun 2012 semua pos-pos PAD realisasinya diatas 100%.KESIMPULAN DAN SARANKesimpulanBerdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan , rata-rata kinerja pengelolaan keuangan dan tingkat kemandirian daerah kota Lamongan dan kota Gresik di era otonomi daerah berdasarkan analisis ratio keuangan adalah cukup baik. Rasio kemandirian kabupaten Lamongan memiliki nilai lebih rendah dibandingkan kabupaten Gresik dikarenakan pendapatan asli daerah kabupaten Lamongan tiap tahunnya sering tidak mencapai target yang diinginkan itu di paparkan pada perhitungan rasio efektif, sedangkan rasio kemandirian kabupaten Gresik setiap tahunnya mengalami peninggkatan karena pendapatan asli daerahnya selalu meningkat sebanding dengan dana perimbangannya.Faktor yang mempengaruhi naik turunnya rasio kemandirian sebelum dan pasca BPHTB ada beberapa faktor diantarannya turunnya realisasi atas pendapatan non PAD seperti dari hasil bukan pajak/ sumber daya alam dari sektor iuran hak pengusahaan hutan, dan dana perimbangan yang diberikan pemerintah setiap tahunnya meningkat sehingga mempengaruhi prosentase hasil perhitungan rasio kemandirian.Hasil perhitungan rasio kemandirian keuangan yang didapat untuk kabupaten Lamongan dan kabupaten Gresik pada tahun anggaran 2009 s/d 2013 masih cukup rendah kurang dari 50%.Dengan peralihan BPHTB dari pajak pusat ke pajak daerah, memberi dampak positif terhadap meningkatnya pendapatan pajak kabupaten Lamongan, dapat dilihat dalam tabel 8. Sebelum dan sesudah pajak BPHTB dialihkan dari pajak pusat ke pajak daerah, pendapatan daerah sebelum pajak BPHTB dialihkan pendapatan daerah dibawah 2 triliun, dan setelah pajak BPHTB dialihkan ke pajak daerah dan pendapatan daerah mengalami peningkatan diatas 2 triliun.Saran Melihat permasalahan yang ada dan dengan memperhatikan hasil dari analisis terhadap ratio kemandirian keuanagan daerah kabupaten Lamongan dan kabupaten Gresik serta kesimpulan diatas, maka saran-saran yang mungkin berguna bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi kabupaten Lamongan dan kabupaten Gresik antara lain sebagai berikut: Pemerintah kabupaten Lamongan dan kabupaten Gresik harus mengurangi ketergantungan kepada pemerintah pusat yaitu dengan mengoptimalkan potensi sumber pendapatan yang ada atau dengan meminta wewenangan yang lebih luas untuk mengelola sumber pendapatan lain yang masih dikuasi oleh Pemerintah Pusat / Propinsi untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerahnya (PAD). DAFTAR PUSTAKAUU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah UU No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah UU No. 34 Tahun 2000 tentang Pendapatan Pajak dan Retribusi DaerahDerektorat Jendral Pajak, Pengalihan Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan (Pbb-P2) Sebagai Pajak Daerah. http://www.pajak.go.id/content/pengalihan-pbb-perdesaan-dan-perkotaanAdi, Prio Hari. 2005. Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Jurnal Kritis. Universitas Kristen Satya Wacana. SalatigaHalim, A. 2008. Akuntansi Keuangan Daerah, Akuntansi Sektor Publik. Salemba Empat, JakartaAryanto, Rudi. 2011 Analisis Kemandirian Keuangan Daerah Dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Di Sumatera Selatan. Fakultas Syariah Iain Raden Fatah PalembangMardiasmo. 2002. Otonomi Daerah Sebagai Upaya Memperkokoh Basis Perekonomian Daerah. http://www.ekonomirakyat.org/edisi 4/artikel 3.htm Data keuangan pajak daerah http://www.djpk.depkeu.go.id/ Mente. L. 2010. Kontribusi Pendapatan Asli Daerah Terhadap Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Dalam Menunjang Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Kota Makassar. Jurnal Ekonomi. Universitas Muslim Indonesia. Makassar. Vol.11 Nasir dan Darlis. 2012. Analisa Kinerja Keuan.gan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Barat. Jurnal Al Fino Losa. Universitas Negeri Padang. Padang. Vol 1Wahyuni. Nunik. 2007. Analisis Rasio Untuk Mengukur Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Malang. Jurnal Ekonomi. Uin Maliki Malang.Agustina. Oesi. 2012. Jurnal Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah dan Tingkat Kemandirian Daerah Di Era Otonomi Daerah: Studi Kasus Kota Malang. Jurnal Ekonomi. Universitas Brawijaya