analisis pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kinerja
TRANSCRIPT
1
ANALISIS PENGARUH KEPEMIMPINANTRANSFORMASIONAL TERHADAP KINERJA
PEGAWAI DENGAN BUDAYA ORGANISASISEBAGAI VARIABEL INTERVENING(Studi pada Sekretariat Daerah Pemerintah Kota Pekalongan)
Ahmad Shofian Khoirusmadi
Ismi Darmastuti, SE., M. Si
The existence of human resources in the organization plays a veryimportant role, including in the public sector. The government have to makechanges toward better considering society's bad view of government in Indonesia.transformational leadership is very appropriate to be applied in any organizationthat demands change, including the public sector. Many studies have noted thattransformational leadership can influence organizational culture and employeeperformance. This study aims to reexamine the influence of transformationalleadership on the performance of employees within the bureaucracy through theorganizational culture as an intervening variable.
This study used a questionnaire as a method of data collection and wasgiven to 87 respondents in 9 sections in Sekretariat Daerah Pemerintah KotaPekalongan. The research was conducted by using multiple regression analysisand path analysis with SPSS 17.0.
The results obtained in this study include that transformational leadershiphas a positive and significant influence on the organizational culture,organizational culture has a positive and significant impact on employeeperformance, and transformational leadership has a positive and significant effecton the employee performance. Based on path analysis, leadership can directlyaffect the performance of employees or indirectly through organizational cultureas an intervening.
Keywords: Transformational Leadership, Organizational Culture, EmployeePerformance.
2
1. PENDAHULUAN
Pengelolaan negara tidak lepas dari peran birokrasi sebagai penggerak
utama berjalannya roda pemerintahan. Peran birokrasi selain melakukan
pengelolaan pelayanan, juga bertugas menerjemahkan berbagai keputusan politik
ke dalam berbagai kebijakan publik dan berfungsi melakukan pengelolaan atas
pelaksanaan berbagai kebijakan tersebut secara operasional melalui berbagai
program dan kegiatan yang sesuai dengan kemampuan pemerintah dan kebutuhan
masyarakat.
Dalam pandangan masyarakat Indonesia pada umumnya, birokrasi yang
ada selama ini belum mampu memenuhi harapan sebagian besar masyarakat.
Birokrasi tidak berjalan secara efisien, lambat dan tidak efektif. Bicara mengenai
penyelenggaraan birokrasi sektor publik di Indonesia tidak terlepas dari
banyaknya pandangan miris masyarakat akan pelayanan yang diterimanya.
Gambaran ini dikarenakan pegawai terjebak dalam kekuasan birokrasi,
tidak memiliki inisiatif, menunggu perintah dari atasan, kreativitasnya hilang,
kurang energi, kurang produktif, dan akhirnya kurang layanan pada masyarakat.
Sehingga dewasa ini, setiap Negara berlomba-lomba untuk meningkatkan
kualitas, efesiensi dan ketanggapan pelayanan publik.
Ada tiga komponen utama yang berperan dalam kerangka penerapan
sistem birokrasi pemerintah yaitu: pertama adalah aturan main (kontitusi, hukum,
dan etika), kedua adalah lembaga-lembaga yang berwenang melaksanakan aturan
main, ketiga adalah pelaku (pegawai pemerintah termasuk pimpinan pemerintah),
(Kaspinor dalam Suparman, 2007).
Dalam menyelenggarakan kegiatan pemerintahan dan pembangunan
kedudukan dan peranan pegawai negeri sangatlah penting. Hal ini disebabkan
karena pegawai negeri merupakan unsur aparatur negara yang melaksanakan
pemerintahan dan pembangunan dalam usaha mencapai tujuan nasional.
Tangkilisan (dalam Sinaga, 2009) menyatakan bahwa unsur manusia merupakan
unsur penting, karena manusia selalau berperan aktif dan dominan dalam setiap
organisasi. Manusia adalah perencana, pelaku sekaligus penentu terwujudnya
tujuan organisasi. Dengan demikian pegawai negeri dituntut untuk memiliki
3
kemampuan dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya untuk berpartisipasi
dalam kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan secara efektif
dan efisien.
Menurut Weber (dalam Mas’ud, 2008), birokrasi adalah adalah
pelaksanaan pengendalian berdasarkan pengetahuan rasional (sain rasional). Jadi
dalam birokrasi pengaturan organisasi berdasarkan pengetahuan rasional, keahlian
atau pengalaman, dan bukan berdasarkan nepotisme, hubungan keluarga,
personalitas, dan favoritisme. Tujuan utama birokrasi adalah untuk mencapai
tujuan organisasi dengan cara yang paling efisien.
Persolannya kemudian adalah bagaimana pegawai yang ditempatkan
dalam struktur birokrasi tersebut dapat menjalankan fungsinya. Sehingga dalam
kerangka proses pencapaian tujuan organisasi, kinerja pegawai merupakan faktor
yang penting. Sebab kinerja merupakan ukuran sejauh mana kemampuan pegawai
untuk menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan apa yang diberikan oleh
organisasinya.
Praktisi dan pakar organisasional meyakini salah satu faktor yang
mempengaruhi kinerja adalah budaya organisasi. Robbins (2003) menyatakan
bahwa pengaruh sosialisasi pada kinerja karyawan seharusnya tidak dilewatkan.
Kinerja bergantung pada pengetahuan akan apa yang hatus atau tidak harus ia
kerjakan. Memahami cara yang benar untuk melakukan suatu pekerjaan
menunjukkan sosialisasi yang benar, selain itu penilaian terhadap kinerja seorang
karyawan mencakup pula seberapa cocoknya di dalam suatu organisasi.
Budaya organisasi merupakan sistem penyebaran kepercayaan dan nilai-
nilai yang berkembang dalam suatu organisasi dan mengarahkan perilaku
anggota-anggotanya. Budaya organisasi dapat menjadi instrumen keunggulan
kompetitif yang utama, yaitu bila budaya organisasi mendukung strategi
organisasi, dan bila budaya organisasi dapat menjawab atau mengatasi tantangan
lingkungan dengan cepat dan tepat.
Budaya organisasi mampu menjadi faktor kunci keberhasilan organisasi,
tetapi dapat pula menjadi faktor utama kegagalan organisasi. Budaya ini berbeda-
4
beda tiap organisasi, ada organisasi yang memilki budaya yang kuat dan ada
organisasi yang memiliki budaya yang lemah.
Selain itu, faktor lain yang sangat umum dan hampir selalu dikaji dalam
penilaian kinerja ini adalah faktor peran kepemimpinan. Sebab sebagai faktor
yang mengarahkan organisasi dan juga pemberian contoh perilaku terhadap para
pengikut (pegawai) peran kepemimpinan sangat menentukan kemajuan dan
kemunduran organisasi (Mas’ud, 2004).
Peran kepemimpinan tidak hanya tentang arah suatu organisasi yang kuat
di mana permasalahan dan solusi banyak diketahui, tetapi peran kepemimpinan
mengambil bagian dalam suatu konteks perubahan dalam perubahan yang terus
menerus dan tidak menentu tersebut.
Peran kepemimpinan transformasional dianggap paling cocok dari sekian
banyak model kepemimpinan yang ada. Konsep kepemimpinan transformasional
pertamakali dikemukakan oleh James McGregor Burns pada tahun 1978, dan
selanjutnya dikembangkan oleh Bernard Bass dan para pakar perilaku organisasi
lainnya. Bass (1985) mendefinisikan kepemimpinan transformasional sebagai
kemampuan yang dimiliki seorang pemimpin untuk mempengaruhi anak buahnya,
sehingga mereka akan percaya, meneladani, dan menghormatinya.
Kepemimpinan transformasional selalu mulai dengan visi yang
merefleksikan tujuan bersama, dan dijelaskan kepada seluruh pegawai secara jelas
dan sederhana, selalu berusaha untuk meningkatkan kesadaran pegawai terhadap
nilai dan pentingnya tugas dan pekerjaan mereka bagi organisasi, berorientasi
pada pencapaian visi dengan cara menjaga dan memelihara komitmen yang telah
dibangun bersama, berani melakukan dan merespon perubahan apabila
diperlukan, dan menjelaskan kepada seluruh pegawai tentang manfaat perubahan
yang dilakukan, dan mengembangkan diri secara terus-menerus melalui berbagai
media pembelajaran untuk meningkatkan kompetensi kepemimpinannya.
Banyak penelitian yang telah dilakukan mencatat bahwa perilaku
pemimpin transformasional juga berpengaruh secara signifikan terhadap budaya
organisasi. Menurut Bass dan Avolio (1993), budaya organisasi seringkali
merupakan hasil kreasi para pendirinya. Secara khusus, kepemimpinan yang
5
diterapkan para pendiri organisasi dan para penerus mereka membantu
pembentukan budaya yang berkenaan dengan nilai-nilai dan asumsi-asumsi
bersama yang dipandu oleh kepercayaan pribadi para pendiri dan pemimpin
organisasi.
Menurut Ogbonna and Lloyd C. Harris (2000) budaya organisasi juga
dapat memediasi peran kepemimpinan terhadap kinerja pegawai. Sementara
Sarros et al (2005) membuktikan paling tidak ada hubungan yang jelas diantara
segi-segi dari kepemimpinan itu dengan budaya organisasi.
Oleh sebab itu, penelitian ini mengambil objek penelitian pemerintahan
kota Pekalongan pada kepemimpinan dr. H. Mohammad Basyir Ahmad yang telah
menjabat dua periode sebagai walikota pekalongan. Secara umum, Basyir Ahmad
melakukan beberapa upaya yang merupakan dasar penggolongan kepemimpinan
transformasional, seperti: Pertama, adanya kesamaan yang paling utama, yaitu
jalannya organisasi yang tidak digerakkan oleh birokrasi, tetapi oleh kesadaran
bersama. Dalam pemerintahan wirausaha, organisasi pemerintahan bukan lagi
dijalankan oleh birorkrasi yang kaku dan berbelit-beli, tetapi lebih cenderung
dijalankan oleh visi dan tujuan bersama.
Kedua, para pelaku mengutamakan kepentingan organisasi bukan
kepentingan pribadi. Jelas dalam pemerintahan yang dijunjung tinggi adalah
kepentingan organisasi dan masyarakat yang dipimpinnya. Ketiga, adanya
partisipasi aktif dari pengikut atau orang yang dipimpin. Karena pemerintah
wirausaha membutuhkan partisipiasi aktif dari pegawai yang ada dalam
lingkungan organisasi pemerintahan atau masyarakat yang dipimpinnnya.
Oleh sebab itu, tidak heran selama dua periode kepemimpinannya sebagai
walikota pekalongan, kota pekalongan beberapa kali mendapatkan penghargaan
baik itu dari dalam maupun dari luar negeri salah satuinya yang terbaru adalah
penghargaan Inovasi Manajemen Perkotaan (IMP) 2010 dari Kementerian Dalam
Negeri bidang penataan pemukiman kumuh. Penghargaan ini diberikan atas
terobosan pembaruan dan keberhasilan meningkatkan pelayanan perkotaan.
Banyak juga inovasi-inovasi yang sudah dicapai oleh dr. H. Mohammad Basyir
Ahmad selama menjabat sebagai walikota untuk mewujudkan pelayanan prima
6
bagi masyarakat antara lain: Pembangunan RSUD Bendan Tahun 2008, Pendirian
Museum Batik Tahun 2007 yang Mendapat Penghargaan UNESCO,
Pengalokasian Anggaran Pendidikan 20%, Bebas Rumah Kumuh 5.068 unit
Tahun 2008, Bebas Kawasan Kumuh Tahun 2010, Penerapan Teknologi
Informasi Komunikasi (TIK), Layanan Keluhan Masyarakat Lewat SMS Center,
Pemkot: 08112611001, RKB: 085542000912, Kerjasama BPPT, DEPKOMINFO,
DKP, Pemberian Dana Akselerasi Kelurahan dan Kecamatan, dan sebagainya
Keberhasilan kota Pekalongan dalam menjalankan program-programnya
tak terlepas dari kehadiran sosok walikotanya yang memang punya visi yang baik
dalam membangun kota. Apa yang ia lakukan ini adalah cerminan dari prinsipnya
sebagai walikota: “Menjadi walikota satu periode saja, namun hasilnya bisa
dirasakan rakyat untuk selamanya”. Karena itulah, selain membuat program-
program konkrit yang langsung bisa dirasakan rakyat, dr. H. M. Baysir Ahmad
juga membangun sistem/budaya yang lebih jangka panjang dampaknya bagi
pemerintahan kota Pekalongan.
Berdasarkan keberhasilan yang dilakukan oleh walikota pekalongan yang
telah disebutkan sebelumnya, peneliti tertarik untuk menganalisis pengaruh peran
kepemimpinan transformasional terhadap Kinerja Pegawai dengan Budaya
Organisasi sebagai Variabel Intervening.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan bidang ilmu yang kompleks dan variatif.
Beberapa ahli kepemimpianan secara prinsip setuju bahwa kepemimpinan
dapat didefinisikan sebagai proses mempengaruhi yang terjadi antara
pemimpin dan para bawahannya. Kepemimpinan telah dipelajari secara luas
dalam berbagai konteks dan dasar teoritis. Dalam beberapa hal, kepemimpinan
digambarkan sebagai proses tetapi sebagian besar teori dan riset mengenai
kepemimpinan fokus pada seorang figur untuk mendapatkan pemahaman yang
lebih baik.
7
Joseph C. Rost (dalam Safaria, 2004) mendefinisikan Kepemimpinan
sebagai sebuah hubungan yang saling mempengaruhi diantara pemimpinan
dan pengikut (bawahan) yang menginginkan perubahan nyata yang
mencerminkan tujuan bersamanya. Kepemimpinan melibatkan hubungan
pengaruh yang mendalam, yang terjadi diantara orang-orang yang
menginginkan perubahan signifikan, dan perubahan tersebut mencerminkan
tujuan yang dimiliki bersama oleh pemimpin dan pengikutnya (bawahan).
Pengaruh (influence) dalam hal ini berarti hubungan diantara pemimpin dan
pengikut sehingga bukan sesuatu yang pasif, tetapi merupakan suatu hubungan
timbal balik dan tanpa paksaan. Dengan demikian, kepemimpinan itu sendiri
merupakan proses yang saling mempengaruhi.
2.1.1 Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan yang dimaksud adalah teori kepemimpinan
dari pendekatan perilaku pemimpin. Dari satu segi pendekatan ini masih
difokuskan lagi pada gaya kepemimpinan (leadership style), sebab gaya
kepemimpinan bagian dari pendekatan perilaku pemimpin yang
memusatkan perhatian pada proses dinamika kepemimpinan dalam usaha
mempengaruhi aktivitas individu untuk mencapai suatu tujuan dalam suatu
situasi tertentu. Gaya kepemimpinan ialah pola-pola perilaku pemimpin
yang digunakan untuk mempengaruhi aktivitas orang-orang yang dipimpin
untuk mencapai tujuan dalam suatu situasi organisasinya yang dapat
berubah, selagi bagaimana pemimpin mengembangkan program
organisasinya, menegakkan disiplin yang sejalan dengan tata tertib yang
telah dibuat, memperhatikan bawahannya dengan meningkatkan
kesejahteraanya serta bagaimana pimpinan berkomunikasi dengan
bawahannya.
2.1.2 Kepemimpinan Transformasional
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Burn (dalam Safaria,
2004) yang mengidentifikasikan dua tipe kepemimpinan politik, yaitu
kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan transaksional.
Kepemimpinan transformasional dicirikan sebagai pemimpin yang
8
berfokus pada pencapaian perubahan nilai-nilai, kepercayaan, sikap,
perilaku, emosional, dan kebutuhan bawahan menuju perubahan yang
lebih baik di masa depan. Pemimpin transformasional merupakan seorang
agen perubahan yang berusaha keras melakukan transformasi ulang
organisasi secara menyeluruh sehingga organisasi bias mencapai kinerja
yang lebih maksimal di masa depan.
Dari hasil penelitiannya, Devanna dan Tichy mengemukakan
beberapa karakteristik dari pemimpin transformasional yang efektif antara
lain (Luthans, 2006):
1) Mereka mengidentifikasi dirinya sebagai agen perubahan.
2) Mereka mendorong keberanian dan pengambilan risiko.
3) Mereka percaya pada orang-orang.
4) Mereka dilandasi oleh nilai-nilai.
5) Mereka adalah seorang pembelajar sepanjang hidup (lifelong learners).
6) Mereka memiliki kemampuan untuk mengatasi kompleksitas,
ambiguitas, dan ketidakpastian.
7) Mereka juga adalah seorang pemimpin yang visioner.
Menurut Nurkholis (dalam Jauhary, 2010) Kepemimpinan
transformasional mampu mentransformasi dan memotivasi para
pengikutnya dengan cara: (1) membuat mereka sadar mengenai pentingnya
suatu pekerjaan, (2) mendorong mereka untuk lebih mementingkan
organisasi daripada kepentingan diri sendiri, dan (3) mengaktifkan
kebutuhan-kebutuhan pengikut pada taraf yang lebih tinggi. Ada beberapa
ciri tipe kepemimpinan transformasional. Pertama, adanya kesamaan yang
paling utama, yaitu jalannya organisasi yang tidak digerakkan oleh
birokrasi, tetapi oleh kesadaran bersama. Kedua, para pelaku
mengutamakan kepentingan organisasi bukan kepentingan pribadi. Ketiga,
adanya partisipasi aktif dari pengikut atau orang yang dipimpin.
9
2.2 Budaya Organisasi
Sejak dua dasawarsa terakhir ini perhatian para pakar bisnis terhadap
budaya organisasi sangat besar. Hal ini dapat dilihat dari tulisan dari berbagai
majalah maupun buku serta kegiatan seminar dan pelatihan-pelatihan. Kata
budaya (culture) sebagai konsep berakar dari kajian atau disiplin ilmu
antropologi, dan merupakan suatu identitas dari tiap-tiap bangsa. Budaya
merupakan pola yang terintegrasi dari perilaku manusia, yang terdiri pikiran,
bahasa, perbuatan dan hasil-hasil budaya lainnya. Budaya organisasi
mempengaruhi cara mengerjakan sagala hal dalam organisasi.
Ada begitu banyak definisi mengenai budaya yang pada hakekatnya
tidak jauh berbeda antara satu ahli dengan ahli lainnya. Robbins (2003)
menyatakan bahwa budaya merupakan suatu sistem makna bersama yang
dianut oleh anggota-anggota organisasi yang membedakan organisasi itu dari
organisasi-organisasi lain.
Menurut Schein (1985), budaya organisasi adalah pola asumsi dasar
yang ditemukan atau dikembangkan oleh suatu kelompok orang ketika mereka
belajar untuk menyelesaikan problem-problem, menyesuaikan diri dengan
lingkungan eksternal, dan berintegrasi dengan lingkungan internal. Asumsi
dasar tersebut telah terbukti dapat diterapkan dengan baik untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapinya dan dianggap valid. Oleh karena
itu, hal tersebut diajarkan kepada anggota baru sebagai cara yang tepat untuk
mempersepsikan, berpikir dan memiliki pemahaman yang kuat dalam
hubungan problem tersebut.
2.3 Kinerja Pegawai
Sebuah organisasi memerlukan manusia sebagai sumber daya
pendukung utama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sumber daya
manusia yang berkualitas akan turut memajukan organisasi sebagai suatu
wadah peningkatan produktivitas kerja. Kedudukan strategis untuk
meningkatkan produktivitas organisasi adalah karyawan, yaitu individu-
individu yang bekerja pada suatu organisasi atau perusahaan.
10
Kinerja merupakan prestasi kerja, yakni perbandingan antara hasil
kerja dengan standar kerja yang ditetapkan (Dessler, 1997) Dengan demikian
kinerja memfokuskan pada hasil kerjanya. Menurut Robbins (2003) bahwa
kinerja pegawai adalah sebagai fungsi dari interaksi antara kemampuan dan
motivasi. Dalam studi manajemen kinerja pekerja atau pegawai ada hal yang
memerlukan pertimbangan yang penting sebab kinerja individual seorang
pegawai dalam organisasi merupakan bagian dari kinerja organisasi, dan dapat
menentukan kinerja dari organisasi tersebut.
2.4 Manajemen Birokratis
Menurut Max Weber( 1947 dalam Mas’ud, 2008), birokrasi adalah
pelaksanaan pengendalian berdasarkan pengatahuan rasional (sain rasional).
Jadi dalam birokrasi pengaturan organisasi berdasarkan pengetahuan rasional,
keahlian atau pengalaman, dan bukan berdasarkan nepotisme, hubungan
keluarga, personalitas, dan favoritism. Tujuan utama birokrasi adalah untuk
mencapai tujuan organisasi dengan cara yang paling efisien.
2.5 Mekanisme Hubungan Antar Variabel
2.5.1 Pengaruh Peran Kepemimpinan Transformasional terhadap Budaya
Organisasi
Kepemimpinan melibatkan lebih dari sekedar menggunakan
kekuasaan dan menjalankan wewenang, serta ditampilkan pada tingkat
yang berbeda. Pada tingkat individu, misalnya, kepemimpinan melibatkan
pemberian nasehat, bimbingan, inspirasi, dan motivasi. Menurut Schein
(1985) Budaya diciptakan oleh pemimpin-pemimpinnya, pemimpin-
pemimpin diciptakan oleh budaya. Bass dan Avolio (1993), budaya
organisasi seringkali merupakan hasil kreasi para pendirinya. Secara
khusus, kepemimpinan yang diterapkan para pendiri organisasi dan para
penerus mereka membantu pembentukan budaya yang berkenaan dengan
nilai-nilai dan asumsi-asumsi bersama yang dipandu oleh kepercayaan
pribadi para pendiri dan pemimpin organisasi.
11
Nurjannah (2008), dalam penelitiannya menganalisis pengaruh gaya
kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap komitmen organisasi dalam
meningkatkan kinerja karyawan mendapatkan temuan bahwa gaya
kepemimpinan berpengaruh signifikansi positif terhadap budaya organisasi,
juga didukung oleh penelitian Ogbonna dan Harris (2000).
H1: Peran Kepemimpinan transformasional mempunyai pengaruh
positif dan signifikan terhadap Budaya Organisasi.
2.5.2 Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Pegawai
Pegawai yang memahami keseluruhan nilai-nilai organisasi akan
menjadikan nilai-nilai tersebut sebagai suatu kepribadian organisasi. Nilai
dan keyakinan tersebut akan diwujudkan menjadi perilaku keseharian
dalam bekerja, sehingga akan menjadi kinerja individual.
Penelitian Kotter & Heskett (1992) terhadap berbagai jenis industri
di Amerika menemukan bahwa budaya organisasi mempunyai dampak
yang signifikan terhadap kinerja ekonomi perusahaan jangka panjang.
Selain itu budaya juga berfungsi sebagai fasilitator tumbuhnya komitmen
bersama sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu
dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan (Robbins, 2003).
Nurjannah (2008), dalam penelitiannya menganalisis pengaruh
gaya kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap komitmen organisasi
dalam meningkatkan kinerja karyawan mendapatkan temuan bahwa budaya
organisasi berpengaruh signifikansi positif terhadap kinerja karyawan.
H2: Budaya Organisasi mempunyai pengaruh positif dan signifikan
terhadap Kinerja Pegawai.
2.5.3 Pengaruh Peran Kepemimpinan Transformasional terhadap kinerja
pegawai
Kepemimpinan mengandung arti kemampuan mempengaruhi,
menggerakkan, dan mengarahkan suatu tindakan pada diri seseorang atau
sekelompok orang, untuk mencapai tujuan tertentu pada situasi tertentu.
Dengan demikian dari seorang pemimpin dapat berpengaruh terhadap
kinerja. Banyak penelitian tentang kepemimpinan telah menguji antara
12
kepemimpinan dengan kinerja. Yukl (1994) mengatakan bahwa teori path
goal tentang kepemimpinan telah dikembangkan untuk menjelaskan
bagaimana perilaku seorang pemimpin mempengaruhi kepuasan dan
kinerja karyawan.
Dalam hubungan antara Kepemimpinan dengan kinerja individu
atau pegawai dari hasil penelitian McNeesse-Smith (1996) bahwa ada
korelasi positif antara kepemimpinan berpengaruh positif terhadap
peningkatan kinerja. Hasil penelitian tersebut didukung oleh penelitian
terdahulu yang dilakukan oleh: Bass dan Avolio (1993) dan Ogbonna dan
Haris (2000) yang menunjukkan pengaruh positif kepemimpinan terhadap
kinerja karyawan.
H3: Peran Kepemimpinan Transformasional mempunyai pengaruh
positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai.
2.6 Kerangka Pemikiran Teoritis
Adapun skema kerangka pikir teoretis dalam pandangan peneliti
adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
Peran KepemimpinanTransformasional
H1 H3
H2
Kinerja Pegawai
Budaya Organisasi
(X1)(Y)
(X2)
13
2. METODE PENELITIAN
3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.1.1 Peran Kepemimpinan Transformasional (X1)
Gaya kepemimpinan menurut Davis, Keith. (1985) adalah pola
tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan oleh
para pegawainya. Gaya kepemimpinan mewakili filsafat, ketrampilan, dan
sikap pemimpin dalam politik. Behling, Orlando dan James M. McFillen
(1996) dalam Mas’ud (2004) mengembangkan indiktor gaya
kepemimpinan transformasional yang terdiri dari dua macam yaitu
kepercayaan Pengikut (follower belief questionnaire) inspirasi,
kekaguman, pemberdayaaan dan atribut perilaku pemimpin (attributes of
leader behavior questionnaire) menunjukkan empati, menjelaskan misi
dengan menarik, menunjukkan keyakinan, meningkatkan image,
memberikan peluang untuk sukses.
3.1.2 Budaya Organisasi (X2)
Budaya organisasi merupakan suatu alat dalam menafsirkan
kehidupan dan perilaku dari organisasi. Dalam penelitian ini variabel
Budaya Organisasi menurut Hofstede (1993) dalam Mas’ud (2004)
dibentuk oleh indikator antara lain profesionalisme, jarak manajemen,
percaya pada rekan kerja, dan integrasi.
3.1.3 Kinerja Pegawai (Y)
Kinerja karyawan (Y) merupakan catatan keberhasilan dari suatu
pekerjaan atau tugas yang telah dicapai seseorang melalui pengevaluasian
atau menilai kinerja karyawan yang dilakukan organisasi selama periode
tertentu. Dalam penelitian ini menggunakan variabel kinerja karyawan
menurut Tsui (1997) dalam Mas’ud (2004) yang dibentuk oleh indikator
kualitas, kuantitas, kreatif, dan kemampuan.
3.2 Populasi dan Sampel
14
Dalam penelitian ini populasi yang dimaksud adalah pegawai seluruh
pegawai yang ada di Sekretariat Daerah Pemerintah Kota Pekalonganayang
berjumlah 127.
Peneliti menggunakan salah satu dari teknik probability sampling yaitu
cluster sampling. Cluster sampling merupakan teknik pengambilan sampel
dimana pemilihan mengacu pada kelompok bukan pada individu. Cara seperti
ini baik sekali untuk dilakukan apabila tidakk terdapat atau sulit
menentukan/menemukan kerangka sampel meski dapat juga dilakukan pada
populasi yang kerangka sampel sudah ada.
Jumlah kuesioner yang disebarkan adalah sebanyak 90 lembar
kuesioner. Kuesioner disebar ke 9 bagian yang ada di sekretariat dareah
Pemerintah Kota Pekalongan masing-masing 10 kuesioner. Dari 90 buah
kuesioner yang disebarkan, tidak semua kuesioner berhasil dikumpulkan.
Total kuesioner yang kembali adalah 87 buah. Ini dikarenakan ada 2 bagian
yang memiliki sedikit pegawai. Dari 87 buah kuesioner tersebut, seluruhnya
digunakan untuk diolah datanya.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan kuesioner secara personal. Teknik ini memberikan tanggung
jawab kepada responden untuk membaca dan menjawab pertanyaan dan
peneliti dapat memberikan penjelasan mengenai tujuab survei dan pertanyaan
yang kurang dipahami oleh responden serta tanggapan atas kuesioner dapat
langsung dikumpulkan oleh peneliti setelah diisi oleh responden. Kuesioner
secara personal digunakan untuk mendapatkan data tentang dimensi-dimensi
dari konstruk-konstruk yang sedang dikembangkan dalam penelitian ini.
Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner dibuat dengan menggunakan skala 1-
7 untuk mendapatkan data yang bersifat interval dan diberi skor atau nilai.
15
3. PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Responden
Penelitian ini mengangkat permasalahan mengenai pengaruh peran
kepemimpinan transformasional terhadap budaya organisasi serta
implikasinya pada kinerja pegawai. Responden yang digunakan sebanyak 87
pegawai dari 9 bagian yang ada di Sekretariat Daerah Pemkot Pekalongan.
Para responden yang telah melakukan pengisian kuesioner kemudian akan
diidentifikasi berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan, lama kerja.
Identifikasi ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik secara umum para
responden penelitian.
4.1.1. Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan identifikasi menurut jenis kelamin akan dilihat jumlah
distribusi karyawan laki-laki dan perempuan, yang hasilnya dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.1Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Persentase
Pria 61 70,1
Wanita 26 29,9
Jumlah 87 100
Data primer yang diolah, 2011
Tabel 4.1 tersebut dapat dilihat bahwa responden sebagian besar
berjenis kelamin pria, yaitu sebanyak 61 orang atau 70,1%, dan sisanya
adalah responden yang berjenis kelamin wanita, yaitu sebanyak 26
orang atau 29,9%. Memang di sekretariat daerah pemkot Pekalongan
terlihat lebih banyak pegawai pria dibandingkan dengan wanita.
4.1.2. Responden Berdasarkan Pendidikan
Pendidikan merupakan bekal yang harus dimiliki seseorang dalam
bekerja dimana dengan pendidikan seseorang dapat mempunyai suatu
ketrampilan, pengetahuan serta kemampuan. Keterbatasan pendidikan
akan mempengaruhi seseorang dalam menentukan dunia kerja yang
16
diinginkan. Latar belakang pendidikan seseorang mempunyai peranan
penting dalam mengambil sikap berkaitan dengan lingkungan kerja.
Penyajian data responden berdasarkan pendidikan adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.2Responden Berdasarkan Pendidikan
Tingkat Pendidikan Jumlah Persentanse
SLTP 1 1,1
SMU 26 29,9
D3 16 18,4
S1 36 41,4
> S2 8 9,2
Jumlah 87 100
Data primer yang diolah, 2011
Dilihat dari tabel 4.2 responden dengan tingkat pendidikan S1
adalah yang paling banyak yaitu berjumlah 36 orang atau 41,4% dari
keseluruhan responden. Karena memang untuk pegawai negeri yang
menjabat sebagai staf umumnya sudah diharuskan sarjana. Responden
dengan tingkat pendidikan SLTP adalah paling sedikit yaitu 1 orang.
4.1.3. Responden Berdasarkan Usia
Dalam keterkaitannya dengan perilaku individu di lokasi kerja,
usia biasanya menunjukkan gambaran akan pengalaman dan tanggung
jawab individu. Seseorang yang beraktifitas dalam organisasi umumnya
akan mempunyai persepsi yang berbeda terhadap sesuatu jika usianya
berbeda pula. Dalam banyak kasus,anggota organisasi dalam tingkatan
umur yang beragam memiliki pola perilaku yang jauh berbeda pula dan
sangat mempengaruhi kemampuan berfikir, bekerja, dan mengambil
keputusan. Tabulasi usia responden dapat dilihat sebagai berikut:
17
Tabel 4.3Responden Berdasarkan Usia
Usia Jumlah Persentase
21 – 35 Tahun 23 26,4
36 – 50 Tahun 49 56,3
> 50 Tahun 15 17,3
Jumlah 87 100
Data Primer yang diolah, 2011
Berdasarkan data yang tersaji dalam tabel diatas, yang paling
banyak adalah responden dengan usia 36 – 50 tahun. Ini menunjukkan
di sekretariat daerah pemkot Pekalongan pegawai masih berada dalam
rata-rata usia produktif. Sedangkan yang paling sedikit adalah
responden dengan usia lebih dari 50 tahun karena untuk pegawai negeri
ada batas usia pensiun.
4.1.4. Responden Berdasarkan Lama Bekerja
Masa kerja pada umumnya dapat memperlihatkan profesionalitas
seseorang dalam bekerja, baik kecakapan, tingkat kesalahan,
ketrampilan maupun tindakan terhadap tugas yang diberikan
kepadanya. Penyajian data responden berdasarkan masa kerja di
lingkungan secretariat daerah Pemkot Pekalongan adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.4Responden Berdasarkan Masa Kerja
Masa Kerja Jumlah Persentase
2 – 5 Tahun 13 15
5 – 10 Tahun 11 12,6
> 10 Tahun 63 72,4
Jumlah 87 100
Data Primer yang diolah, 2011
18
Dari tabel 4.4 diatas terlihat bahwa mayoritas responden dalam
penelitian ini sudah mengabdi di pemerintah kota pekalongan lebih dari
10 tahun.
4.2. Analisis Data
4.2.1. Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif ini merupakan analisis terhadap variabel
kepemimpinan transformasional, budaya organisasi dan kinerja pegawai,
dimana untuk melakukan analisis akan dilakukan berdasarkan dari hasil
pernyataan responden pada masing-masing pertanyaan di setiap variabel.
Menurut Umar (1996), analisa dilakukan dengan menggunakan nilai
indeks yaitu dengan menentukan nilai besarnya kelas.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui tanggapan dari
masing-masing indikator dari setiap variabel sebagai berikut:
4.2.1.1. Kepemimpinan Transformasional (X1)
Analisis kualitatif terhadap variabel kepemimpinan
transformasional akan dilakukan dari hasil pernyataan responden
Tanggapan responden terhadap variabel kepemimpinan transformasional
diperoleh skor rata-rata sebesar 456,25 yang berarti berada di antara
rentang 385,32 – 459,89 atau pada kategori setuju.
Skor tertinggi berada pada item pertanyaan “pimpinan saya
bertindak dengan cara yang menunjukkan kapasitasnya sebagai
pemimpin” dengan skor 486, ini berarti walikota pekalongan dr. H. M
Basyir Ahmad telah melakukan hal-hal yang menujukkan kapasitasnya
sebagai seorang pemimpin. Sedangkan skor terendah pada item
pertanyaan “pimpinan saya memberi saya kesempatan untuk mencapai
suatu tugas dengan cara saya sendiri” dengan skor 402, dalam
pemerintahan memang ada aturan yang harus dipatuhi dalam melakukan
setiap pekerjaan.
19
4.2.1.2. Budaya Organisasi (X2)
Analisis kualitatif terhadap variabel budaya organisasi akan
dilakukan dari hasil pernyataan responden. Tanggapan responden
terhadap variabel budaya organisasi diperoleh skor rata-rata sebesar
438,62 yang berarti berada di antara rentang 385,32 – 459,89 atau pada
kategori setuju.
Skor tertinggi berada pada item pertanyaan “Para pegawai bersikap
hangat (ramah) dalam pergaulannya” dengan skor 466, ini berarti di
sekretariat daerah Pemerintah Kota Pekalongan setiap pegawai bersikap
ramah dan hangat kepada pegawai lain. Sedangkan skor terendah pada
item pertanyaan “Dalam organisasi pencapaian hasil lebih penting
daripada proses” dengan skor 386, memang di sekretariat daerah Pemkot
Pekalongan rata-rata pegawai percaya bahwa proses dalam pencapaian
sesuatu lebih penting dibandingkan hasilnya.
4.2.1.3. Kinerja Pegawai (Y)
Analisis kualitatif terhadap variabel kinerja pegawai akan
dilakukan dari hasil pernyataan responden yaitu kepala dari masing-
masing bagian di sekretariat daerah Pemkot Pekalongan. Tanggapan
responden terhadap variabel kinerja diperoleh skor rata-rata sebesar
446,75 yang berarti berada di antara rentang 385,32 – 459,89 atau pada
kategori setuju.
Skor tertinggi berada pada item pertanyaan “Kreativitas karyawan
dalam melaksanakan pekerjaan utamanya adalah bagus” dengan skor 464,
ini berarti di sekretariat daerah Pemerintah Kota Pekalongan setiap
pegawai memanfaatkan kreativitas yang dimilikinya dalam melakukan
pekerjaannya. Sedangkan skor terendah pada item pertanyaan “Kualitas
kerja karyawan ini jauh lebih baik dari karyawan lain” dengan skor 396,
ini berarti kualitas kerja rata-rata pegawai merupakan yang terendah
dibandingkan indikator lain.
20
4.2.2. Uji Instrumen
4.2.2.1. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya
suatu kuesioner. Uji ini dapat mengungkapkan sejauh mana ketepatan alat
pengukur mengungkapkan konsep kejadian yang diukur. Dengan
menggunakan analisis df (degree of freedom) yaitu dengan rumus df = n-
k dengan n adalah jumlah responden dan k adalah jumlah variabel
independen yang digunakan. Maka df = n-k, df = 87-2 = 85, maka rtable =
0,211. Berikut adalah hasil pengujian:
Tabel 4.8Hasil Uji Validitas
Variabel Indikator rHitung rHitung Keterangan
Kepemimpinan
Transformasional
Indikator 1 0,862 0,211 Valid
Indikator 2 0,912 0,211 Valid
Indikator 3 0,817 0,211 Valid
Indikator 4 0,905 0,211 Valid
Indikator 5 0,827 0,211 Valid
Indikator 6 0,889 0,211 Valid
Indikator 7 0,880 0,211 Valid
Indikator 8 0,906 0,211 Valid
Budaya
Organisasi
Indikator 1 0,680 0,211 Valid
Indikator 2 0,841 0,211 Valid
Indikator 3 0,886 0,211 Valid
Indikator 4 0,842 0,211 Valid
Indikator 5 0,897 0,211 Valid
Indikator 6 0,865 0,211 Valid
Indikator 7 0,660 0,211 Valid
Indikator 8 0,863 0,211 Valid
Kinerja Pegawai Indikator 1 0,923 0,211 Valid
Indikator 2 0,907 0,211 Valid
21
Indikator 3 0,873 0,211 Valid
Indikator 4 0,842 0,211 Valid
Indikator 5 0,837 0,211 Valid
Indikator 6 0,892 0,211 Valid
Indikator 7 0,889 0,211 Valid
Indikator 8 0,876 0,211 Valid
Data primer yang diolah, 2011
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa semua indikator yang digunakan
untuk mengukur variabel kepemimpinan transformasional, budaya
organisasi dan kinerja pegawai yang digunakan dalam penelitian ini
mempunyai koefisien korelasi terkoreksi yang lebih besar dari rtable =
0,211 (nilai r tabel untuk subyek uji sebanyak 87). Hal ini berarti bahwa
semua indikator tersebut adalah valid.
4.2.2.2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu
alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hasil pengolahan
dengan SPSS, diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.9Hasil Uji Reliabilitas
Variabel Cronbach’s
Alpha
Standar
Reliabilitas
Keterangan
Kepemimpinan
Transformasional
0,955 0,60 Reliabel
Budaya Organisasi 0,929 0,60 Reliabel
Kinerja Pegawai 0,958 0,60 Reliabel
Data primer yang diolah, 2011
Hasil pengujian reliabilitas konstruk variabel yang digunakan
dalam penelitian ini diperoleh nilai Alpha yang lebih besar dari 0,60. Hal
ini berarti bahwa konstruk variabel-variabel tersebut adalah reliable.
22
4.2.3. Uji Asumsi Klasik
Pada teknik analisa regresi berganda maka digunakan uji asumsi
klasik untuk memastikan bahwa pada model regresi tidak terjadi berbagai
penyimpangan baik normalitas, multikolinearitas dan heteroskedastisitas.
4.2.3.1. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk melihat normalitas model regresi.
Pengujian dilakukan dengan menggunakan grafik yaitu histogram dan
normal p-p plot.
1) Kurva Histogram
Pada kurva histogram, model memenuhi asumsi normalitas jika
bentuk kurva simetris atau tidak melenceng ke kiri maupun ke kanan.
Berikut ini hasil uji normalitas dengan menggunakan kurva
histogram:
a) Kurva Histogram Kepemimpinan Transformasional terhadap
Budaya Organisasi
Kurva histogram untuk pengujian normalitas regresi linear antara
kepemimpinan transformasional terhadap budaya organisasi dapat
dilihat hasilnya sebagai berikut:
Gambar 4.3Grafik kurva histogram
Kepemimpinan transformasional terhadap budaya organisasi
Data primer yang diolah, 2011
23
Hasil kurva histogram menunjukkan bahwa bentuk kurva simetris
dan tidak melenceng ke kiri maupun ke kanan sehingga
berdasarkan kurva histogram, model regresi berdistribusi normal.
b) Kurva Histogram Kepemimpinan Transformasional dan
Budaya Organisasi terhadap Kinerja Pegawai
Kurva histogram untuk pengujian normalitas regresi linear antara
kepemimpinan transformasional dan budaya organisasi terhadap
kinerja pegawai dapat dilihat hasilnya sebagai berikut:
Gambar 4.4Grafik kurva histogram
Kepemimpinan transformasional dan budaya organisasiterhadap kinerja pegawai
Data primer yang diolah, 2011
Hasil kurva histogram menunjukkan bahwa bentuk kurva simetris
dan tidak melenceng ke kiri maupun ke kanan sehingga
berdasarkan kurva histogram, model regresi berdistribusi normal.
2) Grafik Normal P-P Plot
Pada grafik normal P-P plot, model memenuhi asumsi normalitas jika
titik–titik pada kurva berhimpit mengikuti garis diagonalnya. Berikut
ini hasil uji normalitas dengan menggunakan grafik normal P-P plot:
a) Grafik Normal P-P Plot Kepemimpinan Transformasional
terhadap Budaya Organisasi
24
Grafik Normal P-P plot untuk pengujian normalitas regresi linear
antara kepemimpinan transformasional terhadap budaya organisasi
dapat dilihat hasilnya sebagai berikut:
Gambar 4.5Grafik normal P-P plot
Kepemimpinan transformasional terhadap budaya organisasi
Data primer yang diolah, 2011
Hasil kurva normal probability plot memperlihatkan bahwa titik-
titik pada grafik berhimpit dan mengikuti garis diagonalnya,
sehingga dapat disimpulkan model regresi berdistribusi normal.
b) Grafik Normal P-P Plot Kepemimpinan Transformasional dan
Budaya Organisasi terhadap Kinerja Pegawai
Grafik normal P-P plot untuk pengujian normalitas regresi linear
antara kepemimpinan transformasional dan budaya organisasi
terhadap kinerja pegawai dapat dilihat hasilnya sebagai berikut:
25
Gambar 4.6Grafik normal P-P plot
Kepemimpinan transformasional dan budaya organisasiterhadap kinerja pegawai
Data primer yang diolah, 2011
Hasil kurva normal probability plot memperlihatkan bahwa titik-
titik pada grafik berhimpit dan mengikuti garis diagonalnya,
sehingga dapat disimpulkan model regresi berdistribusi normal.
4.2.3.2. Uji Multikolinearitas
Pengujian multikolinearitas bertujuan untuk menguji ada tidaknya
korelasi yang signifikan yang mendekati sempurna antar variabel
independen. Tabel berikut ini menyajikan hasil pengujian
multikoleniaritas:
Tabel 4.10Hasil uji multikolinearitas
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 (Constant)
TX1 .533 1.877
TX2 .533 1.877
Data primer yang diolah, 2011
26
Berdasarkan hasil pengujian multikolinieritas, hasil perhitungan nilai
tolerance juga terlihat bahwa tidak ada variabel independen yang
memiliki nilai tolerance <0,10 yang artinya tidak ada korelasi antara
variabel independent yang lebih dari 95%. Demikian juga dengan hasil
perhitungan nilai VIF, dari kedua variabel independen yang diuji tidak
ada nilai VIF yang lebih dari 10, maka dapat disimpulkan bahwa tidak
ada multikolinieritas antara variabel independent dalam model regresi.
4.2.3.3. Uji Heterokedastisitas
Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dilakukan
uji Gletser dengan melihat tingkat signifikansi dari hasil regresi nilai
absolute residual sebagai variabel terikat dengan variabel
karakteristiknya. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas
atau tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2005).
Tabel 4.11Hasil Uji Glejser
Data Primer yang diolah,2011
Hasil regresi pada uji Gletser menunjukkan bahwa tidak ada
satupun variable bebas yang signifikan secara statistik mempengaruhi
variabel terikat, nilai absolute residual adalah p > 0,05. Sedangkan hasil
grafik Scatterplot yang tersaji dalam lembar lampiran pengujian asumsi
klasik memperlihatkan bahwa titik-titik menyebar secara acak serta
tersebar diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu y, serta tidak
mempunyai pola yang jelas atau tidak membentuk suatu pola. Untuk itu
dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model
regresi, sehingga model regresi layak dipakai sebagai alat prediksi.
Model t Sig.
1 (Constant) 3.286 .001
TX1 -1.336 .185
TX2 .338 .736
27
4.2.4. Uji Hipotesis
Setelah dilakukan pengujian asumsi klasik dapat disimpulkan
bahwa model regresi terbebas dari masalah multikolinieritas,
heterokesdastisitas dan normalitas. Pengujian hipotesis merupakan
pembuktian statistik atas semua yang telah dihipotesiskan dalam
penelitian bersarkan teori. Untuk menguji hipotesis yang telah diajukan
dan untuk mendeteksi pengaruh variabel mediasi (variabel intervening)
dalam memediasi variable independen terhadap variable dependen
digunakan metode Analisis Regresi dan Analisis Jalur.
4.2.4.1. Pengujian H1
Hipotesis pertama yang diajukan adalah peran kepemimpinan
transformasional mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap
budaya organisasi. Berdasarkan hasil pengujian analisis regresi yang
telah dilakukan maka didapat hasil yang tersaji pada tabel 4.9 di bawah
ini:
Tabel 4.12Hasil Analisis Regresi Hipotesis Pertama
Variabel N F-test Sig. β S.C
Beta
t-test Sig.
Sampel 87 74.554 0.000
Konstanta 13.288 4.140 0.000
X1 0.640 0.684 8.634 0.000
Data primer yang diolah, 2011
F-Tabel 3, 1 t-Tabel 1,6
Berdasarkan hasil analisis regresi pengujian H1 yang disajikan
pada tabel 4.9 menyatakan bahwa nilai F-test sebesar 74.554 dengan
signifikansi 0.000. Untuk nilai koefisien standardized beta pada analisis
regresi ini sebesar 0.684, nilai Standardized Coefficients Beta (S.C Beta)
merupakan nilai path atau jalur. Sedangkan nilai koefisien regresi (b)
variabel X1/Kepemimpinan Transformasional sebesar 0.640 dan nilai t-test
28
sebesar 8.634 dengan nilai signifikansi 0.000. Nilai koefisien regresi (b)
dan t-test tersebut menggunakan tingkat α (signifikan) sebesar 0.05,
sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil ini
menunjukkan hubungan antara kepemimpinan transformasional dengan
budaya organisasi adalah positif dan signifikan. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa hipotesis pertama pada penelitian ini dapat diterima.
4.2.4.2. Pengujian H2 dan H3
Hipotesis kedua yang diajukan adalah peran budaya organisasi
mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai.
Sedangkan hipotesis ketiga yang diajukan adalah peran kepemimpinan
transformasional mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja pegawai. Berdasarkan hasil pengujian analisis regresi yang telah
dilakukan maka didapat hasil yang tersaji pada tabel 4.10 di bawah ini:
Tabel 4.13
Pengujian Hipotesis Kedua dan Ketiga
Variabel N F-test Sig. β S.C
Beta
t-test Sig.
Sampel 87 101.455 0.000
Konstanta 7.094 2.792 0.006
X1 0.590 0.651 8.045 0.000
X2 0.242 0.249 3.083 0.003
Data primer yang diolah, 2011
F-Tabel 3, 1 t-Tabel 1,6
Berdasarkan hasil analisis regresi pengujian H2 dan H3 yang
disajikan pada tabel 4.10 diatas menyatakan bahwa nilai F-test sebesar
101.455 dengan signifikansi 0.000. Karena harga signifikansi kurang dari
0,05 menunjukkan bahwa nilai F-test yang diperoleh tersebut signifikan
sehingga model regresi linier penelitian ini dapat digunakan untuk
29
menjelaskan pengaruh-pengaruh dari variabel independen yaitu
kepemimpinan transformasional dan budaya organisasi secara simultan
terhadap variabel dependen yaitu kinerja pegawai.
Untuk pengujian hipotesis kedua, diperoleh nilai koefisien
standardized beta (S.C Beta) sebesar 0.249 yang merupakan nilai path
atau jalur. Sedangkan nilai koefisien regresi (β) variabel budaya
organisasi sebesar 0.242 dan nilai t-test sebesar 3.083dengan nilai
signifikansi 0.003. Nilai koefisien regresi (β) dan t-test tersebut
menggunakan tingkat α (signifikan) sebesar 0.05, sehingga dengan
demikian hasil ini menunjukan hubungan antara budaya organisasi
dengan kinerja pegawai adalah positif dan signifikan. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa hipotesis kedua pada penelitian ini dapat
diterima.
Sedangkan untuk pengujian hipotesis ketiga, diperoleh nilai
koefisien standardized beta sebesar 0.651 yang merupakan nilai path atau
jalur. Sedangkan nilai koefisien regresi (β) variabel Kepemimpinan
Transformasional sebesar 0.590 dan nilai t-test sebesar 8.045 dengan
nilai signifikansi 0.000. Nilai koefisien regresi (β) dan t-test tersebut
menggunakan tingkat α (signifikan) sebesar 0.05, sehingga dengan
demikian hasil ini menunjukan hubungan antara gaya kepemimpinan
dengan kepuasan kerja karyawan adalah positif dan signifikan. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa hipotesis ketiga pada penelitian ini
dapat diterima.
4.2.5. Koefisien Determinasi (R2)
Koefesien determinasi digunakan untuk melihat kemampuan
variabel independen dalam menerangkan variabel dependen, dimana nilai
Adjusted R Square yang mendekati satu maka variabel independen
memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variasi variabel dependen.
30
4.2.5.1. Koefisien Determinasi Kepemimpinan Transformasional terhadap
Budaya Organisasi
Hasil koefisien determinasi antara kepemimpinan transformasional
terhadap budaya organisasi dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.14Koefisien Determinasi
Kepemimpinan Transformasional terhadap Budaya Organisasi
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .684a .467 .461 6.529
a. Predictors: (Constant), TX1
b. Dependent Variable: TX2
Data primer yang diolah, 2011
Nilai Adjusted R Square sebesar 0,461, dengan demikian
kepemimpinan transformasional mampu mempengaruhi budaya
organisasi sebesar 46,1%.
4.2.5.2. Koefisien Determinasi Kepemimpinan Transformasional dan Budaya
Organisasi terhadap Kinerja Pegawai
Hasil koefisien determinasi kepemimpinan dan budaya organisasi
terhadap kinerja pegawai dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 4.15Koefisien Determinasi
Kepemimpinan dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Pegawai
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .841a .707 .700 4.716
a. Predictors: (Constant), TX2, TX1
b. Dependent Variable: TY1
Data primer yang diolah, 2011
31
Nilai Adjusted R Square sebesar 0,700, dengan demikian
kepemimpinan transformasional dan budaya organisasi mampu
mempengaruhi kinerja pegawai sebesar 70%.
4.2.6. Mendeteksi/Menguji Pengaruh Mediasi (Intervening)
4.2.6.1. Analisis Jalur (Path Analysis)
Agar dapat membuktikan bahwa variabel budaya organisasi
mampu menjadi variabel yang memediasi antara kepemimpinan
transformasional terhadap kinerja pegawai, maka akan dilakukan
perhitungan pengaruh langsung dan tidak langsung antara kepemimpinan
terhadap kinerja pegawai. Untuk melakukan perhitungan secara langsung
dan tidak langsung dilakukan dari nilai standardized coeffients regresi
masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen dan
dapat dibuat gambar analisis jalur sebagai berikut:
Gambar 4.7Analisis Intervening Kepemimpinan Transformasional terhadap Kinerja
Melalui Budaya Organisasi
Besarnya nilai error pada masing-masing pengaruh variabel
independen terhadap dependen di dapat melalui perhitungan sebagai
berikut:
Nilai e1 = (1-0.467) = 0.730
Nilai e2 = (1-0.707) = 0.541
0.249
Kepemimpinan
Budaya Organisasi
Kinerja
0.684
0.651e2 = 0.541
e1= 0.730
32
Hasil analisis jalur menunjukkan bahwa kepemimpinan
transformasional dapat berpengaruh langsung ke kinerja pegawai dan
dapat juga berpengaruh tidak langsung yaitu dari kepemimpinan
transformasional ke budaya organisasi (sebagai intervening) lalu ke
kinerja pegawai. Besarnya pengaruh langsung adalah 0.651 sedangkan
besarnya pengaruh tidak langsung adalah (0.684) x (0.249) = 0.170.
4.3. Pembahasan
Secara nyata berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa
secara statistik ketiga hipotesis yang diajukan terdukung oleh teori
sebelumnya. Dari data pada pengujian hipotesis sebelumnya, dapat
disimpulkan bahwa hipotesis yang pertama yang mempresentasikan
pengaruh positif dan signifikan kepemimpinan transformasional terhadap
budaya organisasi dapat diterima dan terdukung. Dengan demikian,
kepemimpinan yang diterapkan para pendiri organisasi dan para penerus
mereka membantu pembentukan budaya yang berkenaan dengan nilai-
nilai dan asumsi-asumsi bersama yang dipandu oleh kepercayaan pribadi
para pendiri dan pemimpin organisasi. Sehingga hal ini mendukung
penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya secara umum
mengenai pengaruh gaya kepemimpinan terhadap budaya organisasi yaitu
Bass dan Avolio (1993), Ogbonna Harris (2000) dan Nurjannah (2008).
Sedangkan dari hasil pengujian hipotesis kedua dapat disimpulkan
bahwa hipotesis kedua yang menyatakan bahwa budaya organisasi
berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai dapat
diterima dan terdukung dengan penelitian sebelumnya. Pengelolaan yang
baik atas budaya akan bisa mempengaruhi tercapainya kinerja karyawan
yang tinggi. Sehingga hal ini juga mendukung penelitian-penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya yang menganalisis hubungan antara budaya
organisasi terhadap kinerja pegawai yaitu Kotter dan Heskett (1992),
Ogbonna dan Harris (2000), Nurjannah (2008), Rani Mariam (2009),
Rusdan Arif (2010) dan Muhammad Fauzan Baihaqi (2010).
33
Selanjutnya dari hasil pengujian hipotesis yang ketiga yakni peran
kepemimpinan transformasional berpengaruh secara positif dan signifikan
terhadap kinerja pegawai juga dapat diterima dan terdukung oleh
penelitian-penelitian sebelumnya. Dengan demikian dapat diketahui
bahwa peran kepemimpinan transformasional yang mencoba
menimbulkan kesadaran dari para pengikut dengan menyerukan cita-cita
yang lebih tinggi dan nilai-nilai moral dapat mempengaruhi kinerja para
pegawainya. Sehingga hal ini juga mendukung penelitian-penelitiannya
yang telah dilakukan sebelumnnya yaitu Bass dan Avolio (1993),
Ogbonna dan Haris (2000), Anna Kristianti (2007), Suparman (2007),
Nurjannah (2008), Rani Mariam (2009), Rusdan Arif (2010) dan
Muhammad Fauzan Baihaqi (2010) yang menunjukkan pengaruh positif
kepemimpinan terhadap kinerja karyawan.
4. KESIMPULAN, KETERBATASAN. DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah:
1. Peran kepemimpinan transformasional berpengaruh secara positif dan
signifikan terhadap budaya organisasi.
2. Budaya organisasi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap
kinerja pegawai. Budaya yang terbentuk di Sekretariat Daerah Pemkot
Pekalongan adalah budaya percaya pada rekan kerja.
3. Peran kepemimpinan transformasional berpengaruh secara positif dan
signifikan terhadap kinerja pegawai.
4. Berdasarkan uji faktor mediasi Analisis jalur, kepemimpinan
transformasional dapat berpengaruh secara langsung terhadap kinerja
pegawai ataupun secara tidak langsung melalui budaya organisasi.
6.1. Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini memiliki beberapa
keterbatasan yang dapat mempengaruhi hasil penelitian. Keterbatasan
tersebut adalah sebagai berikut:
34
1. Penelitian ini memiliki keterbatasan hanya mengambil populasi di
sekretariat daerah pemerintah kota Pekalongan padahal figur
pemimpinan yang diteliti adalah walikota.
2. Kurangnya pemahaman dari responden terhadap pertanyaan-
pertanyaan dalam kuesioner serta sikap kepedulian dan keseriusan
dalam menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang ada menjadi
kendala dalam penelitian ini.
5.3. Saran
Saran yang bisa disampaikan dari hasil penelitian yang didapat
adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan indeks preferensi jawaban responden, pemimpin sudah
menunjukkan kapasitasnya sebagai seorang pemimpin, dilihat skor
angka indeks yang diberikan responden untuk indikator ini paling
tinggi dibandingkan indikator lain. Ini harus dipertahankan atau lebih
baik lagi untuk ditingkatkan. Hal yang harus ditingkatkan oleh
pimpinan adalah untuk lebih memberikan keleluasaan kepada para
pegawai untuk dapat melakukan tugas yang diberikan kepada mereka
dengan cara mereka sendiri karena indikator ini mendapatkan skor
paling terendah. Selain itu, hal ini dapat juga meningkatkan daya
kreativitas pegawai dilingkungan Sekretariat Daerah Pemerintah Kota
Pekalongan sendiri.
2. Para pegawai yang bersikap hangat (ramah) terhadap pegawai lain
dalam pergaulannya merupakan budaya yang harus dipertahankan di
Sekretariat Daerah Pemkot Pekalongan. Berdasarkan angka indeks
indikator pertanyaan ini mendapat apresiasi tertinggi. Selain itu,
pegawai di Sekda Pekalongan menganggap bahwa proses lebih penting
dibandingkan pencapaian hasil, hal ini perlu menjadi bahan
pertimbangan bagi pimpinan.
35
DAFTAR PUSTAKA
Alma, Buchari. 2009. Kewirausahaan. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Anwarrudin, Awang. 2008. Kepemimpinan Transformasional. ArtikelDipublikasikan di Internet dan Diakses Tanggal 24 Mei 2011.
Arif, Rusdan. 2010. Pengaruh Kepemimpinan Dan Budaya Organisasi TerhadapKinerja Karyawan (Studi pada PT. Bank Mega Cabang Semarang). SkripsiManajemen. Fakultas Ekonomi. Universitas Diponegoro. Semarang.
Baihaqi, Muhammad Fauzan. 2010. Pengaruh Gaya Kepemimpinan TerhadapKepuasan Kerja Dan Kinerja Dengan Komitmen Organisasi SebagaiVariabel Intervening (Studi Pada PT. Yudhistira Ghalia Indonesia AreaYogyakarta). Skripsi Manajemen. Fakultas Ekonomi. UniversitasDiponegoro. Semarang.
Birasnav, M., S. Rangnekar dan A. Dalpati. 2011. Transformational LeadershipAnd Human Capital Benefits: The Role Of Knowledge Management.Leadership & Organization Development Journal. Vol. 32 No.2. Pp. 106-126.
Bass, B. M & Avolio, 1993, Transformational Leadership and OrganizationalCulture, Public Administration Quarterly.
Covey, Stephen R. 1997. The 7 Habits of Higly Effective People, Alih Bahasa:Budijanto. Jakarta: Bina Rupa Aksara.
Dessler, Gary. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Bahasa IndonesiaJilid 2. Jakarta: Prenhallindo.
Ferdinand, Augusty. 2006. Metode Penelitian Manajemen. Semarang: BadanPenerbit Universitas Diponegoro.
Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivatiate dengan Program SPSS.Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Handoko, T. Hani. 1999. Manajemen Edisi 2. Yogyakarta: BPFE UGM.
Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo, 1999, Metodelogi Penelitian,Yogyakarta: BPFE.
Jauhary, Hadziq. 2010. Filosofi Tri Dharma pada Kepemimpinan Budi Santoso diSuara Merdeka. Skripsi Manajemen. Fakultas Ekonomi. UniversitasDiponegoro. Semarang.
36
Sarros, C. James., Judy Gray, Iain Densten, Ken Parry, Anne Hartican BrianCooper. 2005. The Australian Business Leadership Survey #3: Leadership,Organizational Culture, And Innovation Of Australian Enterprises.Australian Institute of Management-Monash University.
Kaihatu, Thomas Stefanus. dan Wahju Astjarjo Rini. 2007. KepemimpinanTransformasional dan Pengaruhnya Terhadap Kepuasan atas KualitasKehidupan Kerja, Komitmen Organisasi, dan Perilaku Ekstra Peran: Studipada Guru-Guru SMU di Kota Surabaya. Jurnal Manajemen danKewirausahaan. Vol 98. No. 1: 49-61.
Kearney, Claudine., Robert D. Hisrich dan Frank Roche. 2009. Public and PrivateSector Entrepreneurship: Similiarities, Differences or a Combination?.Journal of Small Business and Enterprise Development. Vol. 16. No. 1. Pp.26-46.
Kim, Siew., Jean Lee dan Kelvin Yu. 2004. Corporate Culture AndOrganizational Performance. Journal of Managerial Psychology. Vol 19No. 4 Pp. 340-359.
Kotter, J. P. dan Heskett, J. L. 1992. Corporate Culture and Performance.New York: The Free Press.
Kristianti, Anna. 2007. Pengaruh Motivasi Kerja Dan Perilaku KepemimpinanTransformasional Terhadap Kinerja Karyawan PT. Pabelan Surakarta.Skripsi Manajemen. Fakultas Ekonomi. Universitas Sebelas Maret.Surakarta.
Luthans, Fred. 2006. Perilaku Organisasi Edisi 10 Edisi Bahasa Indonesia.Penerbit Andi: Yogyakarta.
Mariam, Rani. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Dan Budaya Organisasi TerhadapKinerja Karyawan Melalui Kepuasan Kerja Karyawan Sebagai VariabelIntervening Studi Pada Kantor Pusat PT. Asuransi Jasa Indonesia(Persero). Tesis Magister Manajemen. Pascasarjana UniversitasDiponegoro. Semarang.
Mas’ud, Fuad. 2004. Survey Diagnosis Organisasional. Semarang: BadanPenerbit Universitas Diponegoro.
Mas’ud, Fuad. 2008. Menggugat Manajemen Barat. Semarang: Badan PenerbitUniversitas Diponegoro.
37
Muhammad, Fadel. 2008. Reinventing Local Government untuk MemberdayakanBirokrasi Pemerintah Daerah. Artikel Dipublikasikan Di Internet danDiakses Tanggal 23 Juni 2010.
Nurjanah. 2008. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Dan Budaya OrganisasiTerhadap Komitmen Organisasi Dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan(Studi Pada Biro Lingkup Departemen Pertanian). Tesis MagisterManajemen. Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang.
Ogbonna, Emmanuel dan Lloyd C. Harris. 2000. Leadership Style, OrganizationalCulture And Performance: Empirical Evidence From UK Companies. TheInternational Journal of Human Resource Management. 766-788.
Osborne, David dan Peter Plastrik. 2000. Memangkas Birokrasi: Lima StrategiMenuju Pemerintah Wirausaha. Jakarta: Penerbit PPM.
Osborne, David dan Ted Gaebler. 1996. Mewirausahakan Birokrasi:Mentransformasikan Semangat Wirausaha Ke Dalam Sektor Publik.Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.
Robbins, Stephen P. 2003. Perilaku Organisasi Edisi 10. Jakarta: PT IndeksKelompok Gramedia.
Schein, Edgar H. 1985. Organizational Culture and Leadership. San Fransisco:Jossey-Bass.
Safaria, Triantoro. 2004. Kepemimpinan. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.
Sinaga, Prima Nugraha S. 2009. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap KinerjaPegawai Pada Sekretariat Daerah Kabupaten Dairi Sumatra Utara.Skripsi Departemen Ilmu Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial danIlmu Politik. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Suparman. 2007. Analisis Pengaruh Peran Kepemimpinan, Motivasi DanKomitmen Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Dalam MeningkatkanKinerja Pegawai (Studi Pada Pegawai Di Lingkungan Pemerintah DaerahKabupaten Sukamara Di Propinsi Kalimantan Tengah). Tesis MagisterManajemen. Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang.
Umar, Husein. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Yukl, A. Gary. 1998. Kepemimpinan Dalam Organisasi, Edisi Bahasa Indonesia:Yusuf Udaaya, Jakarta: Penerbit Prenhallindo.