analisis risiko impor grand parent stock (gps) unggas dari thailand ke indonesia terkait avian...

15

Click here to load reader

Upload: putra-syah

Post on 28-Jul-2015

940 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Sebuah tulisan yang membahas mengenai analisis resiko pemasukan GPS (Grand Parent Stock) dari indonesia terkait masuk dan menyebarnya Virus Avian Influenza (AI)

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Risiko Impor Grand Parent Stock (GPS) Unggas dari Thailand ke Indonesia Terkait Avian Influenza

Karakteristik Virus Avian Influenza (AI)

Virus AI

Avian Influenza adalah penyakit infeksi pada unggas yang disebabkan

oleh virus influenza strain tipe A. Virus influenza termasuk famili

Orthomyxoviridae. Virus influenza tipe A dapat berubah-ubah bentuk (Drift,Shift),

dan dapat menyebabkan epidemi dan pandemic (Depkes RI 2008). Virus

influenza terdiri dari tipe A, B dan C. Lima belas subtipe dari virus influenza

diketahui dapat menginfeksi unggas-unggas, hingga saat ini, seluruh wabah dari

bentuk influenza yang sangat patogenik berasal dari virus-virus influenza tipe A

dengan subtipe (Haemaglutinin) H5 dan H7. Jenis subtipe influenza A juga dilihat

dari Neuraminidase (N), saat ini ada 9 Jenis subtipe berdasarkan

Neuramanidase (N).

Pada manusia hanya terdapat jenis H1N1, H2N2, H3N3, H5N1, H9N2,

H1N2, H7N7. Sedangkan pada binatang H1-H5 dan N1-N9 (Depkes RI 2008).

Virus avian influenza yang saat yang saat ini bersirkulasi di Asia dan

menyebabkan banyak kematian pada unggas adalah H5N1. Influenza A (H5N1)

telah menyebabkan wabah avian influenza di Thailand, Viet Nam, China, Jepang,

Korea, Kamboja, Laos dan Indonesia (Sidamukti 2010).

Virus AI relatif tidak stabil saat berada di lingkungan. Kondisi lingkungan

yang panas dan kering dengan pH ekstrim akan mematikan virus ini. Menurut

Anonima (2009) sifat virus penyebab AI (H5N1) sebagai berikut :

a). Virus penyebab AI merupakan virus yang sangat sensitif

o Mati pada suhu diatas 65 oC

o Sensitif terhadap radiasi sinar matahari (sinar ultra violet)

o Mati oleh disinfektan

b). Virus penyebab AI dapat bertahan hidup pada kondisi

o Suhu rendah (suhu 22o C selama 4 hari dan lebih dari 30 hari pada

suhu 0oC)

o Pada bahan organik seperti darah tinja/kotoran hewan

Sedangkan menurut Anonimb (2009). Sifat-sifat virus AI pada unggas,

antara lain menggumpalkan/memecah eritrosit unggas, peka terhadap faktor-

faktor lingkungan, seperti : panas, pH yang ekstrim, kondisi non isotonis, kering.

Drh. Ardilasunu Wicaksono

Setiawan Putra Syah, S.Pt

Drh. Andreas Iwan Suseno

Page 2: Analisis Risiko Impor Grand Parent Stock (GPS) Unggas dari Thailand ke Indonesia Terkait Avian Influenza

Virus mati pada pemanasan 60ºC selama 30 menit dan 56ºC selama 3 jam. Virus

ini peka terhadap pelarut lemak, seperti deterjen, peka juga terhadap

desinfektan, antara lain formalin, β- propiolakton, cairan yang mengandung

iodine, eter, larutan asam, ion ammonium, dan klorida.

Virus AI tahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22OC dan 30 hari

pada 0OC. Tahan hidup dalam kotoran ayam (feses) dan bahan-bahan organik.

Pada suhu 20O C tahan 1 minggu dan pada suhu 4O C tahan lebih lama lagi.

Tahan beberapa lama (30 -35 hari) dalam tubuh unggas. Virus banyak

terkandung dalam sektreta dari hidung dan mata serta ekskreta feses.

Virus influenza mempunyai karakteristik kedua yang memicu

keprithatinan yang amat sangat dari kesehatan masyarakat. Virus influenza tipe

A, termasuk subtipe-subtipe dari spesies yang berbeda (Avian maupun manusia),

dapat berubah atau materi-materi genetiknya dapat bertukaran dan tersusun

baru reassort. Proses dari penyusunan ulang materi genetik ini dikenal sebagai

antigenic shift. Antigenic shift ini akan menghasilkan jenis subtipe yang baru yang

berbeda dari kedua induknya. Oleh karena populasi manusia tidak mempunyai

imunitas terhadap subtipe baru, dan tidak ada vaksin yang tersedia untuk

memberikan proteksi, antigenic shift dalam sejarah menghasilkan pandemi yang

sangat mematikan. Hal ini terutama akan muncul, bila subtipe baru mempunyai

gen dari virus influenza manusia sehingga dapat menular dari orang ke orang

pada periode yang terus menerus (Sidamukti 2010).

Reservoir dan cara penularan

Unggas yang menderita influenza H5N1 dapat mengeluarkan virus

dengan jumlah yang besar dalam kotorannya. Di dalam tinja unggas dan dalam

tubuh unggas yang sakit dapat bertahan lebih lama, tetapi akan mati pada

pemanasan 60OC selama 30 menit. Virus berada disaluran pencernaan dan

pernapasan unggas serta pada organ dalam tubuh lainnya. Selama sakit

penularan antar unggas dapat terjadi melalui leleran hidung, mata dan kotoran

unggas. Tidak ada indikasi penularan AI secara vertikal, dari induk kepada

keturunannya. Virus bisa terkandung dalam telur dari ayam induk pembibit yang

terinfeksi, namun embrio akan mati sebelum menetas (Anonimb 2009).

Pada manusia, yang mempunyai risiko tinggi untuk tertular adalah orang-

orang yang sering berhubungan langsung (kontak langsung) dengan unggas,

Page 3: Analisis Risiko Impor Grand Parent Stock (GPS) Unggas dari Thailand ke Indonesia Terkait Avian Influenza

misalnya pekerja di peternakan ayam, pemotong ayam dan penjamah produk

unggas lainnya. Penularan penyakit dapat terjadi melalui saluran pernafasan

akibat kontak langsung dengan unggas sakit. Sampai saat ini belum ada bukti

ilmiah adanya penularan antar manusia. Namun Belum pernah ada bukti yang

menunjukkan secara tepat adanya penularan dari manusia ke manusia. tetapi

tetap harus waspada, karena bisa terjadi perubahan sifat virus secara antigenic

drift dalam tubuh babi sebagai mixing vessel, sehingga virus H5N1 bisa

menginfeksi manusia maupun burung (Anonimb 2009).

Gejala AI pada unggas

Menurut Anonima (2009), gejala AI pada Unggas adalah sebagai berikut:

AI memiliki gejala bervariasi, pada kasus akut ditandai dengan kematian

tinggi tanpa disertai gejala klinis (tiba-tiba mati)

Gejala ringan berupa kerontokan bulu dan menurunnya produksi telur

Gangguan pada saluran pernafasan (pilek, batuk, radang), penceranaan

dan kemih

Jengger dan pial berwarna biru

Kemerahan dikaki seperti dikerik

Kematian mendadak dan sangat menular

Penyebaran Virus

Beberapa faktor yang dapat berkontribusi terhadap penyebaran AI virus,

termasuk globalisasi dan perdagangan internasional (legal dan ilegal), praktik

pemasaran (pasar unggas hidup), praktek pertanian dan kehadiran virus pada

burung liar. Penyakit ini dapat menyebar dari satu negara ke negara lainnya

melalui perdagangan ternak hidup. Wabah AI di Indonesia disebabkan oleh

highly pathogenic avian influenza, subtipe H5N1. Subtipe virus ini sama dengan

yang ditemukan di beberapa negara, seperti Inggris, Skotlandia, Afrika Selatan,

Hongkong, Vietnam, Thailand dan Malaysia. Hubungan filogenetik dari

hemaglutinin (HA) dan protein matriks gen menunjukkan genotif Z virus yang

diisolasi 2 dari 6 isolat berasal dari Indonesia adalah sama dengan genotip isolat

dari Hongkong, Thailand, Vietnam, Malaysia dan Yunan (China), tetapi rumpun

paling dekat dengan isolat Yunan. Hubungan dekat ini karena sama-sama

memiliki potensi N-linked glycosylation site pada posisi 154-156. Glikosilasi pada

lokasi ini, berikatan dengan reseptor-binding dan antigenic sites pada globular tip

Page 4: Analisis Risiko Impor Grand Parent Stock (GPS) Unggas dari Thailand ke Indonesia Terkait Avian Influenza

dari molekul HA virus influenza H5. Selain itu memiliki kemampuan merubah

profil ikatan reseptor serta dapat membantu virus menghindar respon antibodi

hospes (Ketut & Putra 2004).

Wabah flu burung atau avian influenza (AI) strain H5N1 mulai di Asia

tahun 1998. Strain ini pertama kali diidentifikasi di Hongkong yang menyebabkan

sejumlah orang meninggal dunia. Sebagai respon, jutaan ekor unggas

disembelih untuk menberantas penyakit ini. Kemudian pada tahun 2001, H5N1

muncul di China, dan di tahun 2003 dan 2004, penyakit ini menyerang populasi

unggas di sejumlah negara di Asia Tenggara (Naipospos 2010).

Di tahun 2005, AI menyebar sepanjang daratan Asia dan mencapai

Eropa. Kasus dilaporkan di Eropa dan Afrika pada permulaan tahun 2006.

Gangguan perdagangan akibat AI H5N1 mempengaruhi dua negara pengekspor

daging ayam utama dunia yaitu Thailand dan China. Industri ayam potong

Thailand sangat bergantung pada ekspor dan terpukul sangat hebat. Sedangkan

ekspor China cuma sebagian kecil dari produksi domestik, sehingga pelarangan

ekspor secara nasional kurang berdampak nyata (Naipospos 2010).

Dampak langsung dari wabah AI di China dan Asia Tenggara adalah

peningkatan ekspor Brazil. Brazil yang tidak mengalami serangan wabah AI

hampir tidak menghadapi saingan dalam merebut pasar Jepang. Ekspor daging

beku Brazil ke Jepang melonjak dari 109 ribu ton di tahun 2000 menjadi 403 ribu

ton di tahun 2005. Dalam upaya untuk memulihkan ekspor, eksportir China dan

Thailand memfokuskan pada peningkatan produksi daging yang telah diolah.

Perlakuan pemanasan dari produk olahan tersebut mampu membunuh virus AI

apabila virus tersebut ada dalam daging. Sejak itu ekspor Thailand untuk produk

olahan terus meningkat dari 28% di tahun 2000 menjadi 88% di tahun 2004 dan

98% di tahun 2005 (Naipospos, 2010).

Aturan Terrestrial Animal Code-OIE mengenai penyakit Avian Influenza

Sebuah Negara baik zona maupun kompartemen, harus bebas dari

penyakit AI baik High Pathogenic Avian Influenza (HPAI), maupun Low

Pathogenic Avian Influenza (LPAI). Menurut Animal Terrestrial Code, masa

Page 5: Analisis Risiko Impor Grand Parent Stock (GPS) Unggas dari Thailand ke Indonesia Terkait Avian Influenza

inkubasi dari Virus Avian Influenza (AI) selama 21 hari. Ketentuan mengenai

penyakit AI adalah sebagai berikut:

1. Avian Influenza merupakan notifiable disease di semua negara, sehingga

program penyuluhan harus dilakukan, investigasi lapang untuk deteksi AI

harus dilakukan, dan jika memungkinkan dilakukan investigasi laboratorium.

2. Harus dilakukan kegiatan pengendalian AI melalui program surveillance

3. Mempertimbangkan faktor epidemiologis tentang penyakit AI dan sejarahnya

di negara tersebut

Jika infeksi terjadi pada Negara yang sebelumnya bebas AI (zona atau

kompartemen), status bebas AI dapat diberikan jika:

1. Pada kasus infeksi HPAI, 3 bulan setelah kebijakan stamping out dilaksanakan

(termasuk kegiatan desinfeksi setelahnya), dan dilakukan program

surveillance selama 3 bulan tersebut.

2. Pada kasus infeksi LPAI, unggas dapat tetap dapat dipotong untuk konsumsi

masyarakat, dan kebijakan stamping out boleh dilaksanakan atau dilakukan

desinfeksi pada lokasi terinfeksi selama 3 bulan, dan dilakukan program

surveillance selama 3 bulan tersebut.

Sebuah Negara (zona atau kompartemen) dapat dinilai berstatus bebas

dari HPAI jika:

1. Terlihat bahwa infeksi HPAI pada unggas tidak ditemukan pada negara

tersebut (zona atau kompartemen) pada 12 bulan terakhir, walaupun status

LPAI tidak diketahui.

2. Saat program surveillance, tidak ditemukan kejadian penyakit baik secara

klinis maupun laboratorium.

Aturan mengenai importasi unggas hidup (selain DOC) adalah sebagai

berikut:

1. Tidak terlihat gejala klinis AI pada unggas saat proses impor (transportasi)

2. Dilakukan karantina di negara pengimpor paling tidak selama 21 hari

3. Unggas dikirim dengan kontainer yang disanitasi dengan baik dan benar.

4. Unggas divaksinasi sesuai dengan aturan dan waktu pelaksanaan vaksinasi

harus dicantumkan pada sertifikat.

Page 6: Analisis Risiko Impor Grand Parent Stock (GPS) Unggas dari Thailand ke Indonesia Terkait Avian Influenza

Kegiatan surveillance dilakukan pada suatu bagian dari negara baik zona

maupun kompartemen tergantung dari faktor sejarah dan geografi lokasi, struktur

industri perunggasan, data mengenai populasi unggas, dan kemungkinan

terjadinya outbreak.

Kegiatan surveillance:

1. Kegiatan surveillance dilakukan di bawah tanggung jawab Otoritas Veteriner

a. Sistem surveillance harus dilakukan secara terprogram dan berkelanjutan.

b. Harus dibuat prosedur mengenai tata cara pengambilan sample di lapangan

dan distribusinya hingga sampai ke laboratorium untuk deteksi AI.

c. Harus memiliki sistem untuk pencatatan, manajemen, dan analisa diagnosa

dan data surveillance.

2. Program surveillance AI harus:

a. Termasuk ke dalam Sistem Kesehatan Hewan Nasional (siskeswanas)

mencakup saat produksi, pemasaran, dan rantai proses untuk pelaporan

kasus yang mencurigakan. Peternak dan pekerja yang memiliki kontak

terhadap unggas setiap harinya harus diikutsertakan sebagai pengawas

terhadap adanya kasus yang dicurigai AI dan melaporkannya ke Otoritas

Veteriner. Mereka harus didukung secara langsung maupun tidak langsung

(oleh dokter hewan atau petugas kesehatan hewan) dengan adanya program

informasi pemerintah dan Otoritas Veteriner. Semua kasus yang dilaporkan

harus diinvestigasi segera. Jika kasus tidak dapat ditangani oleh investigasi

epidemiologis dan klinis, maka harus dilakukan pengujian lanjut oleh

laboratorium. Hal ini membutuhkan peralatan sampling yang memadai.

Petugas surveillance harus didampingi oleh tim ahli di bidang diagnosis dan

kontrol penyakit AI dan ahli kesehatan masyarakat.

b. Surveillance dilakukan dengan inspeksi klinis, uji serologis dan virologis

dengan sesuai dan teratur pada kelompok hewan rentan. Yang termasuk

kelompok ini adalah hewan pada tempat-tempat bercampurnya berbagai jenis

unggas dari berbagai spesies dan asal, seperti halnya pasar unggas hidup

yang mencampur unggas hidup dengan unggas air.

Page 7: Analisis Risiko Impor Grand Parent Stock (GPS) Unggas dari Thailand ke Indonesia Terkait Avian Influenza

Q1 : Apakah komoditi berpotensi sebagai media pembawa virus AI ?

YA

Q2 : Apakah AI termasuk penyakit eksotik bagi Indonesia dan

berpeluang ada di Thailand atau masuk ke dalam program

pengendalian di Indonesia ?

YA

Q3 : Terdapat zona bebas di Indonesia / penyakit AI termasuk ke

dalam program pengendalian di Indonesia / virus AI Thailand lebih

virulen atau berbeda strain?

YA

Analisis Risiko Impor Grand Parent Stock (GPS) Unggas

dari Thailand ke Indonesia Terkait Avian Influenza

Identifikasi bahaya

HAZARD !!!

Penilaian Resiko

(Risk Assessment)

Page 8: Analisis Risiko Impor Grand Parent Stock (GPS) Unggas dari Thailand ke Indonesia Terkait Avian Influenza

Penilaian resiko

Penilaian pelepasan

Tapak alur biologis :

No. Tahapan Pertanyaan Jawaban Likelihood

1. Negara

(Thailand)

1. Status kesehatan

hewan terkait AI ?

2. Sistem Kesehatan

Hewan Nasional ?

3. Kompetensi Otoritas

Veteriner ?

4. Program surveilans AI?

a. Apakah terprogram dan

berkelanjutan?

b. Inspeksi Klinis ?

c. Uji Serologis ?

d. Uji Virologis ?

1. Tidak bebas, sedang

dikendalikan

2. Ada

3. Cukup

4. Baik

a. Ya

b. Dilakukan

c. Dilakukan

d. N/A

High

Negara

Breeding

Farm

Transportasi

Karantina

Transit

No Risk

No Risk

No Risk

No Risk

No Risk

Risk

Page 9: Analisis Risiko Impor Grand Parent Stock (GPS) Unggas dari Thailand ke Indonesia Terkait Avian Influenza

5. Kompetensi Lab ?

6. Kompetensi SDM ?

5. Hanya terdapat 1 lab

(National Institute of Animal

Health)

6. Cukup

2. Peternakan

(Breeding

farm)

1. Status AI ?

2. Kasus 5 tahun terakhir?

3. Kemampuan deteksi

AI?

a. Program pengendalian?

b. Deteksi klinis?

c. Uji laboratorium?

3. Biosekuriti ?

4. Vaksinasi ?

1. Tidak bebas

2. Ada kasus

3. Cukup

a. Ada

b. Baik

c. Ada

3. Baik

4. Dilakukan

Moderate

Moderate

3. Transportasi 1. Dicampur dengan farm

lain ?

2. Biosekuriti ?

3. Jaminan kesehatan dan

kesejahteraan hewan ?

4. Surat keterangan

kesehatan hewan ?

1. Tidak dicampur

2. Cukup

3. Cukup baik

4. Ada

Low

Low

4. Karantina 1. Ada tindakan

karantina?

2. Prosedur karantina

dilakukan dengan baik?

3. Karantina dilakukan

selama 21 hari ?

4. Kompetensi karantina

di negara asal ?

5. Masih ada kesempatan

lolosnya produk/tidak

terperiksa ?

1. Ada

2. Ya

3. Tidak

4. Baik

5. Masih, karena yang

digunakan adalah sample

produk

Moderate

Low

Page 10: Analisis Risiko Impor Grand Parent Stock (GPS) Unggas dari Thailand ke Indonesia Terkait Avian Influenza

5. Transit Apakah ada transit ? Tidak ada Extremely

low

Penilaian pendedahan

Tapak alur biologis :

No. Tahapan Pertanyaan Jawaban Likelihood

1. Negara

(Indonesia)

1. Status kesehatan

hewan terkait AI ?

2. Sistem Kesehatan

Hewan Nasional ?

3. Kompetensi Otoritas

1. Tidak bebas, sedang

dikendalikan

2. Ada

3. Belum ada

High

Extremely

low

Risk

Negara

Karantina

Transportasi

Peternakan

Komoditi unggas

(Hewan rentan)

No Risk

No Risk

No Risk

No Risk

No Risk

Page 11: Analisis Risiko Impor Grand Parent Stock (GPS) Unggas dari Thailand ke Indonesia Terkait Avian Influenza

Veteriner ?

4. Program surveilans AI?

a. Apakah terprogram dan

berkelanjutan?

b. Inspeksi Klinis ?

c. Uji Serologis ?

d. Uji Virologis ?

5. Kompetensi Lab ?

6. Kompetensi SDM ?

4. Cukup

a. Ya

b. Dilakukan

c. Dilakukan

d. Dilakukan

5. Baik

6. Kurang

2. Karantina 1. Ada tindakan

karantina?

2. Prosedur karantina

dilakukan dengan baik?

3. Karantina dilakukan

selama 21 hari ?

4. Kompetensi karantina ?

5. Masih ada kesempatan

lolosnya produk/tidak

terperiksa ?

1. Ada

2. Cukup

3. Tidak

4. Kurang

5. Masih, karena yang

digunakan adalah sample

produk

High

High

3. Transportasi 1. Dicampur dengan farm

lain ?

2. Biosekuriti ?

3. Jaminan kesehatan dan

kesejahteraan hewan ?

4. Surat keterangan

kesehatan hewan ?

1. Tidak dicampur

2. Cukup

3. Cukup baik

4. Ada

Low

Low

4. Peternakan

(Breeding

farm)

1. Status AI ?

2. Kasus 5 tahun terakhir?

3. Kemampuan deteksi

AI?

a. Program pengendalian?

b. Deteksi klinis?

1. Tidak bebas

2. Ada kasus

3. Cukup

a. Ada

b. Baik

Moderate

Page 12: Analisis Risiko Impor Grand Parent Stock (GPS) Unggas dari Thailand ke Indonesia Terkait Avian Influenza

c. Uji laboratorium?

3. Biosekuriti ?

4. Vaksinasi ?

c. Ada

3. Baik

4. Dilakukan

Low

3. Komoditi

unggas

(Hewan

rentan)

Faktor biologis

1. Cara transmisi ?

2. Reservoir ?

3. Kepekaan unggas

terhadap virus AI ?

4. Ketahanan Virus AI

pada lingkungan?

5. Kasus di manusia?

Faktor komoditi

1. Tujuan impor ?

2. Jumlah GPS yang

diimpor ?

1. Kontak tidak langsung

melalui udara, dan kontak

langsung melalui ekskreta

2. Burung liar dan unggas air

banyak terdapat di

Indonesia

3. Sangat peka

4. Tidak tahan sinar matahari

dan desinfektan, tahan

pada suhu rendah dan

bahan organik

5. Terdapat kasus di manusia

dan rentan terjadi

1. Pemenuhan GPS dalam

negeri

2. Dalam jumlah besar

High

Low

Page 13: Analisis Risiko Impor Grand Parent Stock (GPS) Unggas dari Thailand ke Indonesia Terkait Avian Influenza

Penilaian konsekuensi

No. Dampak langsung Jawaban Nilai Likelihood

1. Biologis 1. Morbiditas

2. Mortalitas

3. Transmisi

4. Reservoir/vektor

5. Daya tahan agen

6. Kejadian pada manusia

1. Tinggi

2. Tinggi

3. Cepat

4. Banyak di alam

5. Mudah dibunuh

dengan desinfeksi

6. Ada

G

G

G

G

E

G

High

Dampak tidak langsung Jawaban Nilai Likelihood

1. Ekonomi 1. Besarnya biaya

pemberantasan dan

pengendalian

2. Biaya program

kompensasi untuk

ternak rakyat yang di

stamping out

3. Biaya surveillance dan

monitoring

4. Dampak domestik

(perubahan permintaan

konsumen dan dampak

pada industri terkait)

5. Kerugian perdagangan

international

(kehilangan pasar)

1. Tinggi

2. Tinggi

3. Tinggi

4. Besar

5. Besar

G

G

G

G

G

High

High

Page 14: Analisis Risiko Impor Grand Parent Stock (GPS) Unggas dari Thailand ke Indonesia Terkait Avian Influenza

2.

Lingkungan

1. Pengurangan

turis/pariwisata

2. Kehilangan

kenyamanan sosial

1. Dapat terjadi

2. Ya

F

G

High

Estimasi resiko

Kesimpulan

Setelah dilakukan analisis resiko terhadap Impor Grand Parent Stock

(GPS) unggas dari Thailand terkait Avian Influenza, maka disimpulkan komoditas

dapat menimbulkan hazard/bahaya. Kemudian dilakukan penilaian resiko dengan

hasil estimasi resiko adalah exteremly low. Dengan demikian GPS dari Thailand

terkait AI dinilai cukup aman untuk masuk ke Negara Indonesia.

High

Penilaian pelepasan

EXTREMELY LOW

Penilaian pendedahan

LOW

EXTREMELY LOW

Penilaian konsekuensi

HIGH

EXTREMELY LOW

Page 15: Analisis Risiko Impor Grand Parent Stock (GPS) Unggas dari Thailand ke Indonesia Terkait Avian Influenza

DAFTAR PUSTAKA

[Anonima]. 2009. Penyakit Avian Influenza (Flu Burung). artikel [terhubung

berkala]. http://serdangbedagaikab.go.id/indonesia/images/keputusan/

fluburung.pdf [17 Nov 2010].

[Anonimb]. 2009. Penyakit Viral (AI dan Fox). artikel [terhubung berkala].

http://directory.umm.ac.id/Data%20Elmu/pdf/minggu_10._AI_pox_baru.pd

f [17 Nov 2010].

[Depkes RI] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2008. Flu Burung,

Depkes RI. http://www.litbang.depkes.go.id/maskes/072005/

flu_burung.pdf [17 Nov 2010].

Ketut SAP, Putra AAG. 2004. Kajian Epidemiologi Avian Influenza di Provinsi

Bali. artikel. http://bppvdps.info/BPPV_PDF/BULETIN%20KOLOM%20

DES.% 202004/_4_EPIDEMIOLOGi%20AI%20BALI_Des2004.pdf [17

Nov 2010].

Naipospos TSP. 2010. Penyakit Hewan Menular dan Dampaknya Terhadap

Perdagangan Global. artikel. http://tatavetblog.blogspot.com/2010/03/

penyakit-mulut- dan-kuku-sapi-gila-dan.html [17 Nov 2010].

OIE - Terrestrial Animal Health Code. Avian Influenza. Article 10.4.1.

Sidamukti L. 2010. Avian Influenza (Flu Burung) dan Bahaya Penularannya ke

Manusia. artikel. http://indonesia.sanofipasteur.com/sanofi-pasteur2/sp-

media/ SP_ID/ ID/157/929/Avian.pdf [17 Nov 2010].