analisis risiko impor grand parent stock (gps) unggas dari thailand ke indonesia terkait avian...
DESCRIPTION
Sebuah tulisan yang membahas mengenai analisis resiko pemasukan GPS (Grand Parent Stock) dari indonesia terkait masuk dan menyebarnya Virus Avian Influenza (AI)TRANSCRIPT
Karakteristik Virus Avian Influenza (AI)
Virus AI
Avian Influenza adalah penyakit infeksi pada unggas yang disebabkan
oleh virus influenza strain tipe A. Virus influenza termasuk famili
Orthomyxoviridae. Virus influenza tipe A dapat berubah-ubah bentuk (Drift,Shift),
dan dapat menyebabkan epidemi dan pandemic (Depkes RI 2008). Virus
influenza terdiri dari tipe A, B dan C. Lima belas subtipe dari virus influenza
diketahui dapat menginfeksi unggas-unggas, hingga saat ini, seluruh wabah dari
bentuk influenza yang sangat patogenik berasal dari virus-virus influenza tipe A
dengan subtipe (Haemaglutinin) H5 dan H7. Jenis subtipe influenza A juga dilihat
dari Neuraminidase (N), saat ini ada 9 Jenis subtipe berdasarkan
Neuramanidase (N).
Pada manusia hanya terdapat jenis H1N1, H2N2, H3N3, H5N1, H9N2,
H1N2, H7N7. Sedangkan pada binatang H1-H5 dan N1-N9 (Depkes RI 2008).
Virus avian influenza yang saat yang saat ini bersirkulasi di Asia dan
menyebabkan banyak kematian pada unggas adalah H5N1. Influenza A (H5N1)
telah menyebabkan wabah avian influenza di Thailand, Viet Nam, China, Jepang,
Korea, Kamboja, Laos dan Indonesia (Sidamukti 2010).
Virus AI relatif tidak stabil saat berada di lingkungan. Kondisi lingkungan
yang panas dan kering dengan pH ekstrim akan mematikan virus ini. Menurut
Anonima (2009) sifat virus penyebab AI (H5N1) sebagai berikut :
a). Virus penyebab AI merupakan virus yang sangat sensitif
o Mati pada suhu diatas 65 oC
o Sensitif terhadap radiasi sinar matahari (sinar ultra violet)
o Mati oleh disinfektan
b). Virus penyebab AI dapat bertahan hidup pada kondisi
o Suhu rendah (suhu 22o C selama 4 hari dan lebih dari 30 hari pada
suhu 0oC)
o Pada bahan organik seperti darah tinja/kotoran hewan
Sedangkan menurut Anonimb (2009). Sifat-sifat virus AI pada unggas,
antara lain menggumpalkan/memecah eritrosit unggas, peka terhadap faktor-
faktor lingkungan, seperti : panas, pH yang ekstrim, kondisi non isotonis, kering.
Drh. Ardilasunu Wicaksono
Setiawan Putra Syah, S.Pt
Drh. Andreas Iwan Suseno
Virus mati pada pemanasan 60ºC selama 30 menit dan 56ºC selama 3 jam. Virus
ini peka terhadap pelarut lemak, seperti deterjen, peka juga terhadap
desinfektan, antara lain formalin, β- propiolakton, cairan yang mengandung
iodine, eter, larutan asam, ion ammonium, dan klorida.
Virus AI tahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22OC dan 30 hari
pada 0OC. Tahan hidup dalam kotoran ayam (feses) dan bahan-bahan organik.
Pada suhu 20O C tahan 1 minggu dan pada suhu 4O C tahan lebih lama lagi.
Tahan beberapa lama (30 -35 hari) dalam tubuh unggas. Virus banyak
terkandung dalam sektreta dari hidung dan mata serta ekskreta feses.
Virus influenza mempunyai karakteristik kedua yang memicu
keprithatinan yang amat sangat dari kesehatan masyarakat. Virus influenza tipe
A, termasuk subtipe-subtipe dari spesies yang berbeda (Avian maupun manusia),
dapat berubah atau materi-materi genetiknya dapat bertukaran dan tersusun
baru reassort. Proses dari penyusunan ulang materi genetik ini dikenal sebagai
antigenic shift. Antigenic shift ini akan menghasilkan jenis subtipe yang baru yang
berbeda dari kedua induknya. Oleh karena populasi manusia tidak mempunyai
imunitas terhadap subtipe baru, dan tidak ada vaksin yang tersedia untuk
memberikan proteksi, antigenic shift dalam sejarah menghasilkan pandemi yang
sangat mematikan. Hal ini terutama akan muncul, bila subtipe baru mempunyai
gen dari virus influenza manusia sehingga dapat menular dari orang ke orang
pada periode yang terus menerus (Sidamukti 2010).
Reservoir dan cara penularan
Unggas yang menderita influenza H5N1 dapat mengeluarkan virus
dengan jumlah yang besar dalam kotorannya. Di dalam tinja unggas dan dalam
tubuh unggas yang sakit dapat bertahan lebih lama, tetapi akan mati pada
pemanasan 60OC selama 30 menit. Virus berada disaluran pencernaan dan
pernapasan unggas serta pada organ dalam tubuh lainnya. Selama sakit
penularan antar unggas dapat terjadi melalui leleran hidung, mata dan kotoran
unggas. Tidak ada indikasi penularan AI secara vertikal, dari induk kepada
keturunannya. Virus bisa terkandung dalam telur dari ayam induk pembibit yang
terinfeksi, namun embrio akan mati sebelum menetas (Anonimb 2009).
Pada manusia, yang mempunyai risiko tinggi untuk tertular adalah orang-
orang yang sering berhubungan langsung (kontak langsung) dengan unggas,
misalnya pekerja di peternakan ayam, pemotong ayam dan penjamah produk
unggas lainnya. Penularan penyakit dapat terjadi melalui saluran pernafasan
akibat kontak langsung dengan unggas sakit. Sampai saat ini belum ada bukti
ilmiah adanya penularan antar manusia. Namun Belum pernah ada bukti yang
menunjukkan secara tepat adanya penularan dari manusia ke manusia. tetapi
tetap harus waspada, karena bisa terjadi perubahan sifat virus secara antigenic
drift dalam tubuh babi sebagai mixing vessel, sehingga virus H5N1 bisa
menginfeksi manusia maupun burung (Anonimb 2009).
Gejala AI pada unggas
Menurut Anonima (2009), gejala AI pada Unggas adalah sebagai berikut:
AI memiliki gejala bervariasi, pada kasus akut ditandai dengan kematian
tinggi tanpa disertai gejala klinis (tiba-tiba mati)
Gejala ringan berupa kerontokan bulu dan menurunnya produksi telur
Gangguan pada saluran pernafasan (pilek, batuk, radang), penceranaan
dan kemih
Jengger dan pial berwarna biru
Kemerahan dikaki seperti dikerik
Kematian mendadak dan sangat menular
Penyebaran Virus
Beberapa faktor yang dapat berkontribusi terhadap penyebaran AI virus,
termasuk globalisasi dan perdagangan internasional (legal dan ilegal), praktik
pemasaran (pasar unggas hidup), praktek pertanian dan kehadiran virus pada
burung liar. Penyakit ini dapat menyebar dari satu negara ke negara lainnya
melalui perdagangan ternak hidup. Wabah AI di Indonesia disebabkan oleh
highly pathogenic avian influenza, subtipe H5N1. Subtipe virus ini sama dengan
yang ditemukan di beberapa negara, seperti Inggris, Skotlandia, Afrika Selatan,
Hongkong, Vietnam, Thailand dan Malaysia. Hubungan filogenetik dari
hemaglutinin (HA) dan protein matriks gen menunjukkan genotif Z virus yang
diisolasi 2 dari 6 isolat berasal dari Indonesia adalah sama dengan genotip isolat
dari Hongkong, Thailand, Vietnam, Malaysia dan Yunan (China), tetapi rumpun
paling dekat dengan isolat Yunan. Hubungan dekat ini karena sama-sama
memiliki potensi N-linked glycosylation site pada posisi 154-156. Glikosilasi pada
lokasi ini, berikatan dengan reseptor-binding dan antigenic sites pada globular tip
dari molekul HA virus influenza H5. Selain itu memiliki kemampuan merubah
profil ikatan reseptor serta dapat membantu virus menghindar respon antibodi
hospes (Ketut & Putra 2004).
Wabah flu burung atau avian influenza (AI) strain H5N1 mulai di Asia
tahun 1998. Strain ini pertama kali diidentifikasi di Hongkong yang menyebabkan
sejumlah orang meninggal dunia. Sebagai respon, jutaan ekor unggas
disembelih untuk menberantas penyakit ini. Kemudian pada tahun 2001, H5N1
muncul di China, dan di tahun 2003 dan 2004, penyakit ini menyerang populasi
unggas di sejumlah negara di Asia Tenggara (Naipospos 2010).
Di tahun 2005, AI menyebar sepanjang daratan Asia dan mencapai
Eropa. Kasus dilaporkan di Eropa dan Afrika pada permulaan tahun 2006.
Gangguan perdagangan akibat AI H5N1 mempengaruhi dua negara pengekspor
daging ayam utama dunia yaitu Thailand dan China. Industri ayam potong
Thailand sangat bergantung pada ekspor dan terpukul sangat hebat. Sedangkan
ekspor China cuma sebagian kecil dari produksi domestik, sehingga pelarangan
ekspor secara nasional kurang berdampak nyata (Naipospos 2010).
Dampak langsung dari wabah AI di China dan Asia Tenggara adalah
peningkatan ekspor Brazil. Brazil yang tidak mengalami serangan wabah AI
hampir tidak menghadapi saingan dalam merebut pasar Jepang. Ekspor daging
beku Brazil ke Jepang melonjak dari 109 ribu ton di tahun 2000 menjadi 403 ribu
ton di tahun 2005. Dalam upaya untuk memulihkan ekspor, eksportir China dan
Thailand memfokuskan pada peningkatan produksi daging yang telah diolah.
Perlakuan pemanasan dari produk olahan tersebut mampu membunuh virus AI
apabila virus tersebut ada dalam daging. Sejak itu ekspor Thailand untuk produk
olahan terus meningkat dari 28% di tahun 2000 menjadi 88% di tahun 2004 dan
98% di tahun 2005 (Naipospos, 2010).
Aturan Terrestrial Animal Code-OIE mengenai penyakit Avian Influenza
Sebuah Negara baik zona maupun kompartemen, harus bebas dari
penyakit AI baik High Pathogenic Avian Influenza (HPAI), maupun Low
Pathogenic Avian Influenza (LPAI). Menurut Animal Terrestrial Code, masa
inkubasi dari Virus Avian Influenza (AI) selama 21 hari. Ketentuan mengenai
penyakit AI adalah sebagai berikut:
1. Avian Influenza merupakan notifiable disease di semua negara, sehingga
program penyuluhan harus dilakukan, investigasi lapang untuk deteksi AI
harus dilakukan, dan jika memungkinkan dilakukan investigasi laboratorium.
2. Harus dilakukan kegiatan pengendalian AI melalui program surveillance
3. Mempertimbangkan faktor epidemiologis tentang penyakit AI dan sejarahnya
di negara tersebut
Jika infeksi terjadi pada Negara yang sebelumnya bebas AI (zona atau
kompartemen), status bebas AI dapat diberikan jika:
1. Pada kasus infeksi HPAI, 3 bulan setelah kebijakan stamping out dilaksanakan
(termasuk kegiatan desinfeksi setelahnya), dan dilakukan program
surveillance selama 3 bulan tersebut.
2. Pada kasus infeksi LPAI, unggas dapat tetap dapat dipotong untuk konsumsi
masyarakat, dan kebijakan stamping out boleh dilaksanakan atau dilakukan
desinfeksi pada lokasi terinfeksi selama 3 bulan, dan dilakukan program
surveillance selama 3 bulan tersebut.
Sebuah Negara (zona atau kompartemen) dapat dinilai berstatus bebas
dari HPAI jika:
1. Terlihat bahwa infeksi HPAI pada unggas tidak ditemukan pada negara
tersebut (zona atau kompartemen) pada 12 bulan terakhir, walaupun status
LPAI tidak diketahui.
2. Saat program surveillance, tidak ditemukan kejadian penyakit baik secara
klinis maupun laboratorium.
Aturan mengenai importasi unggas hidup (selain DOC) adalah sebagai
berikut:
1. Tidak terlihat gejala klinis AI pada unggas saat proses impor (transportasi)
2. Dilakukan karantina di negara pengimpor paling tidak selama 21 hari
3. Unggas dikirim dengan kontainer yang disanitasi dengan baik dan benar.
4. Unggas divaksinasi sesuai dengan aturan dan waktu pelaksanaan vaksinasi
harus dicantumkan pada sertifikat.
Kegiatan surveillance dilakukan pada suatu bagian dari negara baik zona
maupun kompartemen tergantung dari faktor sejarah dan geografi lokasi, struktur
industri perunggasan, data mengenai populasi unggas, dan kemungkinan
terjadinya outbreak.
Kegiatan surveillance:
1. Kegiatan surveillance dilakukan di bawah tanggung jawab Otoritas Veteriner
a. Sistem surveillance harus dilakukan secara terprogram dan berkelanjutan.
b. Harus dibuat prosedur mengenai tata cara pengambilan sample di lapangan
dan distribusinya hingga sampai ke laboratorium untuk deteksi AI.
c. Harus memiliki sistem untuk pencatatan, manajemen, dan analisa diagnosa
dan data surveillance.
2. Program surveillance AI harus:
a. Termasuk ke dalam Sistem Kesehatan Hewan Nasional (siskeswanas)
mencakup saat produksi, pemasaran, dan rantai proses untuk pelaporan
kasus yang mencurigakan. Peternak dan pekerja yang memiliki kontak
terhadap unggas setiap harinya harus diikutsertakan sebagai pengawas
terhadap adanya kasus yang dicurigai AI dan melaporkannya ke Otoritas
Veteriner. Mereka harus didukung secara langsung maupun tidak langsung
(oleh dokter hewan atau petugas kesehatan hewan) dengan adanya program
informasi pemerintah dan Otoritas Veteriner. Semua kasus yang dilaporkan
harus diinvestigasi segera. Jika kasus tidak dapat ditangani oleh investigasi
epidemiologis dan klinis, maka harus dilakukan pengujian lanjut oleh
laboratorium. Hal ini membutuhkan peralatan sampling yang memadai.
Petugas surveillance harus didampingi oleh tim ahli di bidang diagnosis dan
kontrol penyakit AI dan ahli kesehatan masyarakat.
b. Surveillance dilakukan dengan inspeksi klinis, uji serologis dan virologis
dengan sesuai dan teratur pada kelompok hewan rentan. Yang termasuk
kelompok ini adalah hewan pada tempat-tempat bercampurnya berbagai jenis
unggas dari berbagai spesies dan asal, seperti halnya pasar unggas hidup
yang mencampur unggas hidup dengan unggas air.
Q1 : Apakah komoditi berpotensi sebagai media pembawa virus AI ?
YA
Q2 : Apakah AI termasuk penyakit eksotik bagi Indonesia dan
berpeluang ada di Thailand atau masuk ke dalam program
pengendalian di Indonesia ?
YA
Q3 : Terdapat zona bebas di Indonesia / penyakit AI termasuk ke
dalam program pengendalian di Indonesia / virus AI Thailand lebih
virulen atau berbeda strain?
YA
Analisis Risiko Impor Grand Parent Stock (GPS) Unggas
dari Thailand ke Indonesia Terkait Avian Influenza
Identifikasi bahaya
HAZARD !!!
Penilaian Resiko
(Risk Assessment)
Penilaian resiko
Penilaian pelepasan
Tapak alur biologis :
No. Tahapan Pertanyaan Jawaban Likelihood
1. Negara
(Thailand)
1. Status kesehatan
hewan terkait AI ?
2. Sistem Kesehatan
Hewan Nasional ?
3. Kompetensi Otoritas
Veteriner ?
4. Program surveilans AI?
a. Apakah terprogram dan
berkelanjutan?
b. Inspeksi Klinis ?
c. Uji Serologis ?
d. Uji Virologis ?
1. Tidak bebas, sedang
dikendalikan
2. Ada
3. Cukup
4. Baik
a. Ya
b. Dilakukan
c. Dilakukan
d. N/A
High
Negara
Breeding
Farm
Transportasi
Karantina
Transit
No Risk
No Risk
No Risk
No Risk
No Risk
Risk
5. Kompetensi Lab ?
6. Kompetensi SDM ?
5. Hanya terdapat 1 lab
(National Institute of Animal
Health)
6. Cukup
2. Peternakan
(Breeding
farm)
1. Status AI ?
2. Kasus 5 tahun terakhir?
3. Kemampuan deteksi
AI?
a. Program pengendalian?
b. Deteksi klinis?
c. Uji laboratorium?
3. Biosekuriti ?
4. Vaksinasi ?
1. Tidak bebas
2. Ada kasus
3. Cukup
a. Ada
b. Baik
c. Ada
3. Baik
4. Dilakukan
Moderate
Moderate
3. Transportasi 1. Dicampur dengan farm
lain ?
2. Biosekuriti ?
3. Jaminan kesehatan dan
kesejahteraan hewan ?
4. Surat keterangan
kesehatan hewan ?
1. Tidak dicampur
2. Cukup
3. Cukup baik
4. Ada
Low
Low
4. Karantina 1. Ada tindakan
karantina?
2. Prosedur karantina
dilakukan dengan baik?
3. Karantina dilakukan
selama 21 hari ?
4. Kompetensi karantina
di negara asal ?
5. Masih ada kesempatan
lolosnya produk/tidak
terperiksa ?
1. Ada
2. Ya
3. Tidak
4. Baik
5. Masih, karena yang
digunakan adalah sample
produk
Moderate
Low
5. Transit Apakah ada transit ? Tidak ada Extremely
low
Penilaian pendedahan
Tapak alur biologis :
No. Tahapan Pertanyaan Jawaban Likelihood
1. Negara
(Indonesia)
1. Status kesehatan
hewan terkait AI ?
2. Sistem Kesehatan
Hewan Nasional ?
3. Kompetensi Otoritas
1. Tidak bebas, sedang
dikendalikan
2. Ada
3. Belum ada
High
Extremely
low
Risk
Negara
Karantina
Transportasi
Peternakan
Komoditi unggas
(Hewan rentan)
No Risk
No Risk
No Risk
No Risk
No Risk
Veteriner ?
4. Program surveilans AI?
a. Apakah terprogram dan
berkelanjutan?
b. Inspeksi Klinis ?
c. Uji Serologis ?
d. Uji Virologis ?
5. Kompetensi Lab ?
6. Kompetensi SDM ?
4. Cukup
a. Ya
b. Dilakukan
c. Dilakukan
d. Dilakukan
5. Baik
6. Kurang
2. Karantina 1. Ada tindakan
karantina?
2. Prosedur karantina
dilakukan dengan baik?
3. Karantina dilakukan
selama 21 hari ?
4. Kompetensi karantina ?
5. Masih ada kesempatan
lolosnya produk/tidak
terperiksa ?
1. Ada
2. Cukup
3. Tidak
4. Kurang
5. Masih, karena yang
digunakan adalah sample
produk
High
High
3. Transportasi 1. Dicampur dengan farm
lain ?
2. Biosekuriti ?
3. Jaminan kesehatan dan
kesejahteraan hewan ?
4. Surat keterangan
kesehatan hewan ?
1. Tidak dicampur
2. Cukup
3. Cukup baik
4. Ada
Low
Low
4. Peternakan
(Breeding
farm)
1. Status AI ?
2. Kasus 5 tahun terakhir?
3. Kemampuan deteksi
AI?
a. Program pengendalian?
b. Deteksi klinis?
1. Tidak bebas
2. Ada kasus
3. Cukup
a. Ada
b. Baik
Moderate
c. Uji laboratorium?
3. Biosekuriti ?
4. Vaksinasi ?
c. Ada
3. Baik
4. Dilakukan
Low
3. Komoditi
unggas
(Hewan
rentan)
Faktor biologis
1. Cara transmisi ?
2. Reservoir ?
3. Kepekaan unggas
terhadap virus AI ?
4. Ketahanan Virus AI
pada lingkungan?
5. Kasus di manusia?
Faktor komoditi
1. Tujuan impor ?
2. Jumlah GPS yang
diimpor ?
1. Kontak tidak langsung
melalui udara, dan kontak
langsung melalui ekskreta
2. Burung liar dan unggas air
banyak terdapat di
Indonesia
3. Sangat peka
4. Tidak tahan sinar matahari
dan desinfektan, tahan
pada suhu rendah dan
bahan organik
5. Terdapat kasus di manusia
dan rentan terjadi
1. Pemenuhan GPS dalam
negeri
2. Dalam jumlah besar
High
Low
Penilaian konsekuensi
No. Dampak langsung Jawaban Nilai Likelihood
1. Biologis 1. Morbiditas
2. Mortalitas
3. Transmisi
4. Reservoir/vektor
5. Daya tahan agen
6. Kejadian pada manusia
1. Tinggi
2. Tinggi
3. Cepat
4. Banyak di alam
5. Mudah dibunuh
dengan desinfeksi
6. Ada
G
G
G
G
E
G
High
Dampak tidak langsung Jawaban Nilai Likelihood
1. Ekonomi 1. Besarnya biaya
pemberantasan dan
pengendalian
2. Biaya program
kompensasi untuk
ternak rakyat yang di
stamping out
3. Biaya surveillance dan
monitoring
4. Dampak domestik
(perubahan permintaan
konsumen dan dampak
pada industri terkait)
5. Kerugian perdagangan
international
(kehilangan pasar)
1. Tinggi
2. Tinggi
3. Tinggi
4. Besar
5. Besar
G
G
G
G
G
High
High
2.
Lingkungan
1. Pengurangan
turis/pariwisata
2. Kehilangan
kenyamanan sosial
1. Dapat terjadi
2. Ya
F
G
High
Estimasi resiko
Kesimpulan
Setelah dilakukan analisis resiko terhadap Impor Grand Parent Stock
(GPS) unggas dari Thailand terkait Avian Influenza, maka disimpulkan komoditas
dapat menimbulkan hazard/bahaya. Kemudian dilakukan penilaian resiko dengan
hasil estimasi resiko adalah exteremly low. Dengan demikian GPS dari Thailand
terkait AI dinilai cukup aman untuk masuk ke Negara Indonesia.
High
Penilaian pelepasan
EXTREMELY LOW
Penilaian pendedahan
LOW
EXTREMELY LOW
Penilaian konsekuensi
HIGH
EXTREMELY LOW
DAFTAR PUSTAKA
[Anonima]. 2009. Penyakit Avian Influenza (Flu Burung). artikel [terhubung
berkala]. http://serdangbedagaikab.go.id/indonesia/images/keputusan/
fluburung.pdf [17 Nov 2010].
[Anonimb]. 2009. Penyakit Viral (AI dan Fox). artikel [terhubung berkala].
http://directory.umm.ac.id/Data%20Elmu/pdf/minggu_10._AI_pox_baru.pd
f [17 Nov 2010].
[Depkes RI] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2008. Flu Burung,
Depkes RI. http://www.litbang.depkes.go.id/maskes/072005/
flu_burung.pdf [17 Nov 2010].
Ketut SAP, Putra AAG. 2004. Kajian Epidemiologi Avian Influenza di Provinsi
Bali. artikel. http://bppvdps.info/BPPV_PDF/BULETIN%20KOLOM%20
DES.% 202004/_4_EPIDEMIOLOGi%20AI%20BALI_Des2004.pdf [17
Nov 2010].
Naipospos TSP. 2010. Penyakit Hewan Menular dan Dampaknya Terhadap
Perdagangan Global. artikel. http://tatavetblog.blogspot.com/2010/03/
penyakit-mulut- dan-kuku-sapi-gila-dan.html [17 Nov 2010].
OIE - Terrestrial Animal Health Code. Avian Influenza. Article 10.4.1.
Sidamukti L. 2010. Avian Influenza (Flu Burung) dan Bahaya Penularannya ke
Manusia. artikel. http://indonesia.sanofipasteur.com/sanofi-pasteur2/sp-
media/ SP_ID/ ID/157/929/Avian.pdf [17 Nov 2010].