arsitektur simbolis pada desain pusat ibadah sebagai …
TRANSCRIPT
MINTAKAT: Jurnal Arsitektur Volume 22, Issue 1, 2021, page. 1-14 ISSN: 1411-7193 (Print), 2654-4059 (Online)
ARSITEKTUR SIMBOLIS PADA DESAIN PUSAT IBADAH SEBAGAI WUJUD TOLERANSI BERAGAMA
Aries Priyambodo1*, Wiwik Widyo Widjajanti2 , Sigit Hadi Laksono3
Jurusan Arsitektur, FTSP, Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya[1,2,3] * [email protected]
ABSTRAK Artikel ini menyampaikan hasil perancangan sebuah pusat ibadah yang berlokasi di Kota Batu. Kota Batu merepresentasikan kota yang menjadi tujuan wisata dari masyarakat seluruh Indonesia sekaligus merepresentasikan keragaman agama dan toleransi beragama di Indonesia. Fasilitas pusat ibadah Kota Batu utamanya direncanakan dan dirancang sebagai fasilitas umum untuk beribadah bagi wisatawan yang datang ke kota Batu. Harapan lainnya adalah untuk semakin meningkatkan jati diri masyarakat dan bangsa dalam keberagaman agama dan toleransi antar umat beragama. Simbolisme hadir dengan tidak menghilangkan ciri dari masing masing agama serta mengekspresikan suatu ide yang diperlihatkan dari sebuah karya arsitektur bangunan ibadah. Sebagai sebuah tempat ibadah fasilitas ini berupa kelompok bangunan pada suatu area yang memperhatikan aspek-aspek khusus perancangan sesuai tipologi bangunan ibadah. Secara umum perancangan mempertimbangkan bentuk arsitektur dan komponennya: bentuk fisik, artistik dan juga simbolik. Simbolisme dalam arsitektur akan dibahas secara detail dalam bagian tentang elaborasi konsep dan tema simbolisme dalam arsitektur pada beberapa hasil perancangan. Simbolisme dalam bentuk arsitektur telah digunakan sejak zaman kuno sebagai cara untuk mentransmisikan informasi yang bersifat sakral dan intangible dalam wujud-wujud arsitektur secara visual dan keruangan tertentu secara asosiatif. Pada bangunan tempat ibadah tentu saja karakter sakral menjadi penting dan sangat mendominasi kinerja bangunan. Simbolisme dalam perancangan bangunan pusat ibadah ini diharapkan mampu memberikan jawaban kebutuhan tersebut. Simbolisme bentuk arsitektur secara tradisional telah dibahas pada beberapa tingkatan: simbolisme digital/numerik; karakter grafis; konseptual - tingkat perencanaan dan konseptual-spasial. Pusat Ibadah ini adalah bagian dari objek arsitektur modern sebagian menggunakan metode simbolisme tradisional dan lebih dicirikan oleh penggunaan asosiasi, metafora, dan imitasi langsung. Kata Kunci : agama, arsitektur simbolis, toleransi beragama, arsitektur bangunan ibadah
ABSTRACT This article presents the results of designing a worship center located in Batu City. Batu City represents a city that is a tourist destination for people throughout Indonesia as well as representing religious diversity and religious tolerance in Indonesia. The main facilities of the Batu City worship center are planned and designed as public facilities for worship for tourists who come to Batu City. Another hope is to further improve the identity of the community and nation in religious diversity and tolerance between
MINTAKAT: Jurnal Arsitektur
Universitas Merdeka Malang
Aries Priyambodo, Arsitektur Simbolis Pada Arsitektur Simbolis Pada Pusat Ibadah Sebagai Wujud Toleransi Di Kota Batu
54 MINTAKAT Jurnal Arsitektur, Volume 22 Nomor 1, Maret 2021, 53-64, p-ISSN 1411-7193|e-ISSN 2654-4059
religious communities. Symbolism is present by not eliminating the characteristics of each religion and expressing an idea that is shown from an architectural work of worship buildings. As a place of worship, this facility is in the form of a group of buildings in an area that pays attention to special aspects of design according to the typology of worship buildings. In general, the design considers the architectural form and its components: physical, artistic, and symbolic forms. Symbolism in architecture will be discussed in detail in the section on the elaboration of concepts and themes of symbolism in each of architecture designs. Symbolism in the form of architecture has been used since ancient times as a way to transmit information that is sacred and intangible in architectural forms visually and spatially associatively. In buildings of places of worship, of course, the sacred character becomes important and dominates the performance of the building. The symbolism in the design of the worship center is expected to be able to provide answers to these needs. The symbolism of architectural forms has traditionally been discussed at several levels: digital/numeric symbolism; graphic characters; conceptual - planning and conceptual-spatial level. This Worship Center is part of a modern architectural object partly using traditional symbolism methods and is more characterized by the use of associations, metaphors, and direct imitation. Keywords: Religion, Symbolic Architecture, Tolerance, worship architecture
PENDAHULUAN
Keragaman atau kebhinekaan di negara Indonesia adalah suatu keniscayaan yang tidak bisa
dipungkiri eksistensinya. Keragaman suku, kedaerahan, termasuk agama tercermin dalam
keanekaragaman budaya baik yang tangible maupun intangible. Wujud sikap masyarakat dan
bangsa Indonesia yang berbeda dengan yang lain adalah toleransi antar umat beragama.
Dalam lingkungan binaan di sekitar kita tidak jarang terlihat keberadaan fasilitas ibadah dari
umat beragama yang berbeda-beda pada sebuah lokasi yang sama. Hal itu mengindikasikan
keluhuran budi antar umat beragama yang tentu saja telah terjalin lama. Toleransi Antar
Umat Beragama Secara bahasa atau etimologi menurut (Umar, 1979) yaitu pemberian
kebebasan kepada sesama manusia atau kepada sesama warga masyarakat untuk menjalankan
keyakinannya atau mengatur hidupnya dan menentukan nasibnya masing-masing, selama
dalam menjalankan dan menentukan sikapnya itu tidak melanggar dan tidak bertentangan
dengan syarat-syarat atas terciptanya ketertiban dan perdamaian dalam masyarakat. Menurut
(Majid et al., 1998) toleransi antar umat beragama adalah toleransi yang mencakup masalah-
masalah keyakinan pada diri manusia yang berhubungan dengan akidah atau yang
berhubungan dengan ke-Tuhan yang diyakininya.
Fasilitas ibadah dalam perancangan arsitektur memiliki spesifikasi yang berbeda dengan tipe-
tipe bangunan yang lain. Aspek-aspek yang diperlukan dalam mewujudkan sebuah tempat
ibadah yang ideal tidak selalu berupa sarana fisik yang programatis namun juga simbolis.
Keberadaan fasilitas ibadah yang tepadu atau terpusat tentunya memerlukan proses
perencanaan dan perancangan yang tepat. Perencanaan Kota Batu sebagai lokasi pusat ibadah
Aries Priyambodo, Arsitektur Simbolis Pada Arsitektur Simbolis Pada Pusat Ibadah Sebagai Wujud Toleransi Di Kota Batu
55 MINTAKAT Jurnal Arsitektur, Volume 22 Nomor 1, Maret 2021, 53-64, p-ISSN 1411-7193|e-ISSN 2654-4059
dilatarbelakangi oleh asumsi Kota Batu sebagai sebuah kota tujuan wisata bagi masyarakat
dari seluruh Indonesia. Asumsi atas kebutuhan sebuah pusat ibadah juga dilatarbelakangi
terbentuknya kota Batu sebagai Kota otonom (sejak 17 Oktober 2001) yang sebelumnya
adalah kota administratif (sejak 6 Maret 1993). Tulisan ini berupaya untuk menyampaikan
perencanaan dan perancangan Pusat Ibadah di Kota Batu. Kota Batu dikenal sebagai salah
satu kota wisata terkemuka di Indonesia karena potensi keindahan alam yang luar biasa. Pusat
ibadah di kota Batu untuk mewadahi kegiatan peribadatan serta direncanakan sebagai tempat
yang dapat digunakan oleh seluruh umat beragama guna terwujudnya toleransi antar umat
beragama. Pada desain tempat ibadah ini berupa suatu Kawasan yang mencakup kegiatan 6
agama dengan satu fasilitas kelompok bangunan yang dapat digunakan berbagai kegiatan
kegamaan yang bersifat publik.
PENDEKATAN KONSEP DAN TEMA PERANCANGAN
Arsitektur simbolis/simbolisme pada pusat ibadah sebagai sebuah gagasan dalam
mendukung toleransi umat. Perbedaan agama dalam masyarakat Indonesia menghadapi
tantangan adanya doktrin yang berkembang dikalangan masyarakat dalam bentuk
pembenaran diri, egoisme dan mebenarkan agamanya sendiri tanpa melihat konteks
permasalahannya. Keberadaan pusat ibadah yang mencakup 6 agama yaitu Islam, Kristen,
Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu diharapkan menjadi representasi kerukunan dan
toleransi beragama kepada seluruh umat yang ada di Indonesia dan juga mancanegara.
Arsitektur Simbolisme adalah semua hal yang berkaitan dengan mengekspresikan ide secara
arsitektural melalui bentuk, struktur, langgam yang memiliki makna dan nilai-nilai simbolik
sebagai jati diri sebuah karya arsitektur. Bentuk dan simbol sangat berperan dalam
penyampaian maksud bangunan atau perancang arsitektur. Bentuk dan simbol sangat
mempengaruhi impresi pertama bagi pengamat. Bentuk dan simbol dapat menyampaikan
maksud, fungsi dan selanjutnya makna bangunan. Penggunaan simbol dalam arsitektur
simbolisme dapat diinterpretasikan menjadi simbolisme secara langsung dan simbolisme
tidak langsung.
Arsitektur simbolisme dipilih sebagai pendekatan dalam konsep perancangan tempat ibadah
dengan merujuk pada peran simbol dalam budaya Indonesia sejak pra-modern. Simbol sejak
masa itu adalah tanda kehadiran yang transenden. Simbol digunakan dalam sistem
kepercayaan terhadap sebuah kehadiran entitas yang transendental, kehadiran energi
adikodrati. Sebagaimana dinyatakan oleh Sumardjo (2006) di balik simbol terdapat konsep
besar. Oleh karenanya simbol bisa jadi tidak mengacu pada konotasi gagasan, atau
Aries Priyambodo, Arsitektur Simbolis Pada Arsitektur Simbolis Pada Pusat Ibadah Sebagai Wujud Toleransi Di Kota Batu
56 MINTAKAT Jurnal Arsitektur, Volume 22 Nomor 1, Maret 2021, 53-64, p-ISSN 1411-7193|e-ISSN 2654-4059
pengalaman manusia. Simbol-simbol presentasional Indonesia tidak memperdulikan apakah
wujudnya indah atau tidak. Yang terpenting adalah menghadirkan entitas transedental
tersebut. Pada perancangan tempat ibadah menghadirkan entitas transendental hampir
serupa dengan makna dan fungsi kehadiran simbol tersebut. Tempat ibadah mewadahi dan
sarana tujuan-tujuan manusia menyatukan diri dengan kekuatan ilahi dalam bentuk
peribadatan dan sikap-sikap yang religius.
TINJAUAN PUSTAKA
Perancangan Pusat Ibadah
Menurut (Laksito, 2014). Perancangan arsitektur merupakan proses merencanakan dan
merancang bangunan, lingkungan, dan kawasan dari tidak ada menjadi ada. Arsitek harus
mempunyai dasar-dasar argumentasi yang logis, benar, dan tepat. Arsitektur Masjid di
Indonesia mengalami perkembangan sebagai pencerminan dari kehidupan manusia
berdasarkan ajaran Islam serta interaksi dengan lingkungannya. Ajaran Islam tidak secara
gamblang memberikan ketentuan dalam membangun masjid sebagai tempat ibadah baik
secara fisik maupun simbol-simbol fisik. Bentuk masjid lebih merupakan refleksi budaya dari
masyarakat muslim dalam mengejawantahkan ajaran-ajaran Islam. Perkembangan serupa juga
terjadi pada bangunan-bangunan ibadah lain yang lebih merupakan media untuk
menunjukkan identitas dan jati dirinya.
Simbol yang diimplementasikan dalam arsitektur bangunan lebih berperan sebagai bahasa
untuk menunjukkan fungsi dan identitasnya. Sebuah bangunan masjid yang terpenting adalah
mengungkapkan identitas muslim. Meski demikian Fajriyanto, (1993) menyatakan bahwa
dalam perkembangannya masih terdapat perdebatan yanng berkisar pada mempertemukan
antara tradisi dan modern dalam desain arsitektur masjid. Terkait dengan simbol yang
merepresentasikan dan mewadahi fungsi tentunya juga harus memperhatikan konteks
pengguna dan tujuan lainnya. Fungsi toleransi yang diangkat dalam perancangan pusat
ibadah, di mana beberapa bangunan ibadah untuk beberapa penganut agama berbeda akan
berada pada satu kawasan yang berdekatan akan menjadi tantangan tersendiri. Pencapaian
bentuk dan simbol dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan yaitu vernakular, historik,
klasik kontemporer dan modern. Namun demikian tidak bisa dilepaskan dari esensi tempat
ibadah masing-masing sebagai sarana beribadah kepada Tuhan sesuai keyakinan masing-
masing umat.
Arsitektur Simbolis sebagai Pendekatan Perancangan Tempat Ibadah
Arsitektur memiliki bahasa khasnya sendiri, yang sama sekali tidaklah sama dengan bahasa
sastra, musik, seni pahat, dan seni lukis. Di sisi lain srsitektur adalah sistem organisasi ruang
Aries Priyambodo, Arsitektur Simbolis Pada Arsitektur Simbolis Pada Pusat Ibadah Sebagai Wujud Toleransi Di Kota Batu
57 MINTAKAT Jurnal Arsitektur, Volume 22 Nomor 1, Maret 2021, 53-64, p-ISSN 1411-7193|e-ISSN 2654-4059
fungsional, organisasi artistik bentuk dan simbolisme, gambar yang sangat kuat. Keputusan
simbolis dari bentuk arsitektur telah lama dianggap sebagai hak prerogatif arsitektur masa
lalu, klasik dan kuno. Namun demikian, bangunan arsitektur modern menunjukkan tahap
baru simbolisme arsitektur, menggunakan teknik klasik dan menemukan bahasa simbol
modern yang sama sekali baru. Demikian pula yang terjadi pada tipologi bangunan tempat
ibadah. (Astakhova, 2020)
Perancangan sebuah tempat ibadah mengalami perkembangan dalam pandangan arsitektur.
Sebuah generasi baru perancangan tempat ibadah di era modern membawa spirit alam
sekeligus agama. Sebagai contoh adalah perancangan Kapel Uskup Edward King di Ripon
Theological College di Cuddesdon, Oxfordshire, Inggris, karya Niall McLaughlin. Karya
arsitektur tersebut menjadi inspirasi gereja Inggris lainnya. Kapel dibangun dari material batu
kapur dan kayu yang indah, terletak di antara pohon-pohon beech yang melingkarinya. Gereja
ini memadukan esensi arsitektur Kristen Inggris kuno dengan desain kontemporer yang
penuh inspirasi atau makna ilahiah. (Kusbiantoro, 2008)
Desain gereja ini juga memperlihatkan upaya simbolik. Gereja ini memiliki sebuah lubang
kecil di tanah yang digunakan sebagai tempat pertemuan masyarakat. Gagasan ini
menyampaikan tentang tanah, tentang pertemuan di tengah yang tenang. Selain itu adalah
struktur kayu seperti kapal yang naik ke puncak pohon untuk mengumpulkan cahaya dari
dedaunan. Gagasan ini menunjukkan daya apung yang membangkitkan semangat, naik ke
arah cahaya. Kedua kekuatan yang berlawanan ini bekerja satu sama lain dan memberikan
bangunan sebuah karakter khusus. Karya ini menunjukkan simbolisme dalam tempat ibadah
semakin berkembang menuju wujud-wujud yang bukan semata dalam bentuk visualisasi
artefak namun juga visualisasi ruang. Konteks alam diberikan jalan untuk menjadi bagian dari
kekuatan ilahiah. Konteks alam menjadi unsur lokalitas yang bisa menjadi potensi dalam
eksplorasi desain yang akan memperkaya makna-makna simbolis. (Glancey, 2016; Kambe et
al., 2019)
Demikian juga yang ada pada tempat ibadah Islam modern Masjid Sancaklar yang dirancang
oleh Arsitek Emre Arolat di Büyükçekmece, pinggiran kota Istanbul. Masjid ini dibangun
dari batu kasar dan beton dan, terletak di sebuah lubang yang bias dicapai dengan melewati
batu loncatan di seberang sebuah kolam. Masjid ini tidak menerapkan simbol arsitektur Islam
konvensional. Sang arsitek menganggap tidak ada referensi duniawi. Bentuk bangunan lebih
merepresentasikan puisi tentang esensi ruang keagamaan. Bahkan mihrabnya tampak hilang
digantikan oleh seberkas cahaya yang menyinari celah di dinding beton yang telanjang.
Menurut arsiteknya inilah simbol Islam yang secara arsitektur ditafsirkan sebagai agama
Aries Priyambodo, Arsitektur Simbolis Pada Arsitektur Simbolis Pada Pusat Ibadah Sebagai Wujud Toleransi Di Kota Batu
58 MINTAKAT Jurnal Arsitektur, Volume 22 Nomor 1, Maret 2021, 53-64, p-ISSN 1411-7193|e-ISSN 2654-4059
damai. Demikian juga beberapa kualitas yang sama sebagaimana dapat ditemukan di
Cardedeu, sebuah kapel gunung Katolik Roma.(Glancey, 2016)
Arsitektur sangat berkaitan dengan aktivitas manusia senantiasa mengalami perubahan
sejalan dengan perubahan kebudayaan (Tari, Budayanti Usop Kunci, 2011). Toleransi sebagai
bentuk budaya sosial di Indonesia memberi warna pada bagaimana penganut sebuah ajaran
agama mengekspresikan suatu ide/simbol yang diperlihatkan secara arsitektural. Simbol
berperan sebagai bahasa untuk mentransmisikan fungsi dan jati diri melalui visualisasi bentuk,
struktur, dan langgam. Simbol adalah suatu tanda atau gambar yang mengingatkan kita
kepada penyerupaan benda yang kompleks yang diartikan sebagai sesuatu yang dipelajari
dalam konteks budaya yang lebih spesifik atau lebih khusus.
Dalam konteks kota, bangunan menjadi elemen yang memperkuat citra kota. Bangunan yang
memiliki karakter kuat berpotensi menjadi ikon kota. Menurut Sayoko et al. (2019) elemen
bangunan atau arsitektur yang ikonik adalah bagian dari kota kontemporer beserta
citra dan identitasnya. Pada banyak kasus tempat ibadah sebagai fasilitas umum perkotaan,
bangunan ibadah menjadi ikon dari kota tersebut. Lebih lanjut dalam upaya menciptakan
dan mempertahankan identitas, diperlukan skala ruang yang ditunjang oleh keberadaan
ruang terbuka hijau. Ruang terbuka hijau sangat dibutuhkan selain untuk menunjang suatu
tampilan visual, juga kenyamanan dan keamanan. Sebagaimana dinyatakan (Widjajanti, 2010)
salah satu fungsi dan manfaat ruang terbuka hijau diungkapkan sebagai sarana untuk
menciptakan suatu lingkungan yang bersih, sehat, serasi, keindahan, aman dan tentunya
nyaman.
ELABORASI KONSEP PADA PERANCANGAN
Desain rancangan bangunan sendiri diambil pada setiap ciri khas tempat ibadah tersebut
sebagai contoh masjid dengan bentuk kubah dan Menara, gereja protestan dengan bentukan
gereja modernnya dan tanda salip, pura dengan bentuk pintu masuk dan relief pada area
dalam sebagai aksennya, klenteng dengan bentukkan atap dan warnya merahnya. Elemen-
elemen simbolis tersebut berfungsi sebagai pengejawantahan jati diri atau identitas kepada
masyarakat secara luas. Masyarakat diajak untuk memahami eksistensi perbedaan pada ciri
khas tempat ibadah serta membaca ekspresi toleransi dan kerukunan pada wujud arsitektur
bangunan.
Aries Priyambodo, Arsitektur Simbolis Pada Arsitektur Simbolis Pada Pusat Ibadah Sebagai Wujud Toleransi Di Kota Batu
59 MINTAKAT Jurnal Arsitektur, Volume 22 Nomor 1, Maret 2021, 53-64, p-ISSN 1411-7193|e-ISSN 2654-4059
Gambar 1. Desain Bentuk (Sumber : Data Pribadi 2020)
Gambar 2. Desain Bentuk (Sumber : Data Pribadi 2020)
Pada ruang dibuat suasananya sesakral mungkin dengan permainan ketinggian plafon dan
permainan warna sebagai contoh pada plar atau kolom dibuat berwarna coklat untuk
menyimbolkan batang pohon yang besar dan pada area lantai juga di lapisi oleh sajadah atau
keramik yang berwarna coklat juga menyerupai warna tanah sedangkan pada plafon
menjulang tinggi menyimbolkan alam semesta yang luas dan tinggi.
Gambar 3. Desain Ruang Masjid (Sumber : Data Pribadi 2020)
Kubah dan
Menara
sebagai
simbol dari
masjid, hasil
dari
perwujudan
dari mikro
konsep
bentuk
(simbolis)
Tanda salip
dan kaca
patri sebagai
simbol dari
gereja
protestan,
hasil dari
perwujudan
dari mikro
konsep
bentuk
(simbolis)
Aries Priyambodo, Arsitektur Simbolis Pada Arsitektur Simbolis Pada Pusat Ibadah Sebagai Wujud Toleransi Di Kota Batu
60 MINTAKAT Jurnal Arsitektur, Volume 22 Nomor 1, Maret 2021, 53-64, p-ISSN 1411-7193|e-ISSN 2654-4059
Gambar 4. Desain Ruang Gereja Protestan (Sumber : Data Pribadi 2020)
Gambar 5. Denah bangunan (Sumber : Data Pribadi 2020)
Pada struktur menggunakan jenis struktur rigid (kolom dan balok) dengan pertimbangan
bentang lebar 8 -10 meter karena didalam ruang atau interior ingin menampilkan ruangan
Plafon atau langit bangunan dibuat menjulang tinggi untuk memunculkan kesan sakral
Perwujudan mikro
konsep ruang (sacral)
pada penggunaan
system open space jadi
terkesan luas
Aries Priyambodo, Arsitektur Simbolis Pada Arsitektur Simbolis Pada Pusat Ibadah Sebagai Wujud Toleransi Di Kota Batu
61 MINTAKAT Jurnal Arsitektur, Volume 22 Nomor 1, Maret 2021, 53-64, p-ISSN 1411-7193|e-ISSN 2654-4059
yang luas tanpa kolom dan menyesuaikan dengan konsep mikro ruang yaitu sakral yang
berarti ruangan yang luas dan megah.
Gambar 6. Struktur (Sumber : Data Pribadi 2020)
Sains arsitektur pada pusat ibadah ini untuk menanggapi cuaca dan kondisi alam sekitar site
sebagai contoh arah matahari dari timur kea rah selatan kemudian pada tanggapan dari
rancangan diberi bukaan pada area sisi timur untuk menangkap sinar matahari pagi agar bias
masuk kedalam area bangunan.
Gambar 7. Sains arsitektur (Sumber : Data Pribadi 2020)
Aries Priyambodo, Arsitektur Simbolis Pada Arsitektur Simbolis Pada Pusat Ibadah Sebagai Wujud Toleransi Di Kota Batu
62 MINTAKAT Jurnal Arsitektur, Volume 22 Nomor 1, Maret 2021, 53-64, p-ISSN 1411-7193|e-ISSN 2654-4059
Detail arsitektur menggunakan detail fasade pada masjid dan akustik atau peredam suara yang
digunakan untuk membatasi suara yang keluar yang dapat mengganggu proses peribadatan
pada tiap bangunan atau tempat ibadah.
Gambar 8. Detail arsitektur (Sumber : Data Pribadi 2020)
Pemilihan detail akustik (peredam suara) karena pada tiap ruang utama akan diberi akustik guna menahan suara supaya tidak keluar yang dapat menjadikan konflik antar agama (hanya untuk menjaga privasi tiap agama)
Gambar 9. Perspektif Interior (Sumber : Data Pribadi 2020)
Aries Priyambodo, Arsitektur Simbolis Pada Arsitektur Simbolis Pada Pusat Ibadah Sebagai Wujud Toleransi Di Kota Batu
63 MINTAKAT Jurnal Arsitektur, Volume 22 Nomor 1, Maret 2021, 53-64, p-ISSN 1411-7193|e-ISSN 2654-4059
Gambar 10. Perspektif Eksterior (Sumber : Data Pribadi 2020)
KESIMPULAN DAN SARAN
Pusat Ibadah dari ke-6 (enam) agama di Kota Batu memiliki tantangan tersendiri yang
berkaitan dengan eksistensi perbedaan dari masing-masing agama. Beberapa aspek yang
dapat disimpulkan adalah sebagai berikut:
- Arsitektur simbolis menjadi salah satu konsep yang dapat memberikan kemudahan dalam
pencapaian hasil perancangan. Arsitektur simbolis dapat melebur dalam perwujudan
bentuk yang telah ada misalnya eksistensi lokal, alam, dan lingkungan khusus kawasan
yang telah memiliki karakter bentuknya sendiri. Dalam konteks makro tentu saja pusat
ibadah ini akan menjadi ikon kota Batu yang sangat menjunjung tinggi toleransi antar
umat beragama. Bentuk dan simbol yang diimplementasikan disajikan dalam rancangan
yang menyatu dengan karakter alamiah dan suasana pegunungan dari kota Batu
- Fungsi dan identitas bangunan menjadi kinerja utama dalam upaya pencapaian bentuk
dan simbol dari bangunan ibadah. Dalam konteks fungsi sebuah sarana ibadah dapat
diwujudkan dalam perancangan melalui aspek kenyamanan ruang bagi penggunanya.
Aspek kenyamanan dapat dicapai melalui kesesuaian dengan besaran ruang, pencahayaan,
penghawaan, kelembaban dan aspek-aspek fisik lainnya.
- Tantangan dalam penemuan simbol dan bentuk dapat digali dari berbagai pendekatan
yaitu vernakular, historik, klasik kontemporer dan modern.
REFERENSI
Astakhova, E. (2020). Architectural symbolism in tradition and modernity. IOP Conference
Series: Materials Science and Engineering, 913, 032024. https://doi.org/10.1088/1757-
899X/913/3/032024
Aries Priyambodo, Arsitektur Simbolis Pada Arsitektur Simbolis Pada Pusat Ibadah Sebagai Wujud Toleransi Di Kota Batu
64 MINTAKAT Jurnal Arsitektur, Volume 22 Nomor 1, Maret 2021, 53-64, p-ISSN 1411-7193|e-ISSN 2654-4059
Fajriyanto, F. (1993). Simbol dalam Arsitektur Masjid. Unisia, 13(4), 86–94.
Glancey, J. (2016, December 23). Designing for places of worship: An architect’s guide. CNN
Inventing Tomorrow. https://www.cnn.com/style/article/religious-buildings-of-
the-future/index.html
Kambe, E., Subadyo, A. T., & Arief, A. Z. (2019). Konsep “Sumba Localism” pada
Perancangan Pasola Cultural Park di Kabupaten Sumba Barat Daya. Mintakat: Jurnal
Arsitektur, 20(2), 93–106. https://doi.org/10.26905/mj.v20i2.3799
Kusbiantoro, K. (2008). Studi Komparasi Bentuk dan Makna Arsitektur Gereja W.C.P.
Schoemaker. Neliti: Indonesia’s Research Repository, 1–17.
Laksito, B. (2014). Metode Perencanaan & Perancangan Arsitektur. Griya Kreasi.
Majid, N., Hidayat, K., & F, A. G. A. (1998). Passing Over: Melintasi Batas Agama. Gramedia
Pustaka Utama.
Sayoko, J., & Wikantiyoso, R. (2019). Kajian Citra Kota dalam Branding City Beautiful
Malang. Mintakat: Jurnal Arsitektur, 20(1), 19–31.
https://doi.org/10.26905/mj.v20i1.3796
Tari, Budayanti Usop Kunci, K. (2011). Kearifan Lokal dalam Arsitektur Kalimantan Tengah
yang Berkesinambungan. Journal Universitas Palangkaraya, 6(1), 25–32.
Umar, H. (1979). Toleransi dan kemerdekaan beragama dalam Islam sebagai dasar menuju dialog dan
kerukunan antar agama: Sejarah tolerasi [ie toleransi dan intoleransi agama dan kepercayaan
sejak jaman Yunani. Bina Ilmu.
Widjajanti, W. W. (2010). Keberadaan dan optimasi ruang terbuka hijau bagi kehidupan kota.
J. ITATS, 7.