askep morbus hansen 2

41

Click here to load reader

Upload: kikipakaya

Post on 05-Sep-2015

238 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

materi

TRANSCRIPT

ASKEP KUSTA / MORBUS HANSEN

1. PENGERTIAN

Morbus Hansen adalah penyakit infeksi kronis yg disebabkan oleh mycobacterium leprae, pertama kali menyerang saraf tepi, setelah itu menyerang kulit dan organ-organ tubuh lain kecuali susunan saraf pusat

2. ETIOLOGI

Mycobacterium Leprae yg ditemukan pertama kali oleh akmuer Hasen di norwegia GH Armouer Hansen pada tahun 1873. Kuman ini bersifat tahan asam berbentuk batang dengan ukuran 1,8 micron, lebar 0,2-0,5 micron. Biasanya ada yang berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat di kultur dalam media buatan. Kuman ini dapat mengakibatkan infeksi sistemik pada binatang Armadillo.

3. KLASIFIKASI MORBUS HANSEN

Menurut Ridley dan Joplin membagi klasifikasi kusta berdasarkan gambaran klinis, bakteriologik, histo patologik, dan status imun penderita menjadi :

1. Tipe tuberkuloid-tuberkuloid (TT)Lesi mengenai kulit/saraf, bisa satu atau beberapa. Dapat berupa macula/plakat, berbatas jelas, dibagian tengah didapatkan lesi yang mengalami regresi atau penyembuhan, permukaan lesi dapat bersisik dengan tepi yang meninggi, gejalanya dapat disertai penebalan saraf perifer yang biasanya teraba, kelemahan otot dan sedikit rasa gatal.

2. Tipe Borderline tuberkuloid (BT).Lesi mengenai tepi TT, berupa macula anestesi/plak, sering disertai lesi satelit dipinggirnya, tetapi gambaran hipopigmentasi, gangguan saraf tidak seberat tipe tuberkuloid dan biasanya asimetrik.

3. Tipe Borderline-Borderline (BB).Merupakan tipe II yang paling tidak stabil, dan jarang dijumpai, lesi dapat berbentuk macula infilit, permukaannya dapat mengkilat, batas kurang jelas, jumlah melebihi tipe BT dan cenderung simetrik, bentuk, ukuran dan distribusinya bervariasi. Bisa didapat lesi punchedout yaitu hipopigmentasi yang oral pada bagian tengah, merupakan cirri khas tipe ini

4. Tipe Borderline Lepromatous (BL).Lesi dimulai dengan macula, awalnya sedikit darem dengan cepat menyebar keseluruhan badan, macula lebih jelas dan lebih bervariasi bentuknya. Walau masih kecil papel dan nodus lebih tegas dengan distribusi yang hampir simetrik. Tanda-tanda kerusakan saraf berupa hilangnya sensasi, hipopigmentasi, berkurangnya kerinngat, dan gugurnya rambut lebih cepat muncul dibandingkan dengan tipe lepromatous dengan penebalan saraf yang dapat teraba pada tempat predileksi dikulit.

5. Tipe Lepromatous-Lepromatous (LL).Jumlah lesi sangat banyak, simetrik, permukaan halus, lebih eritem, mengkilap, terbatas tidak tegas dan tidak ditemukan gangguan anestesi dan antidrosis pada stadium dini, distribusi lesi khas, mengenai dahi, pelipis, dagu, cuping hidung, dibadan mengenai bagian belakang yang dingin, lengan punggung tangan dan permukaan ekstentor tungkai bawah, pada stadium lanjut tampak penebalan kulit yang progresif, cuping telinga menebal, garis muka menjadi kasar dan cekung, dapat disertai madarosis, iritis, dan keratitis. Dapat pula terjadi deforhitas hidung, dapat dijumpai pembesaran kelenjar limfe, orkitis dan atropi testis

Untuk para petugas kesehatan di lapangan, bentuk klinis penyakit kusta cukup dibedakan atas dua jenis yaitu:

1. Kusta bentuk kering (tipe tuberkuloid)

a. Merupakan bentuk yang tidak menular

b. Kelainan kulit berupa bercak keputihan sebesar uang logam atau lebih, jumlahnya biasanya hanya beberapa, sering di pipi, punggung, pantat, paha atau lengan. Bercak tampak kering, perasaan kulit hilang sama sekali, kadang-kadang tepinya meninggi

c. Pada tipe ini lebih sering didapatkan kelainan urat saraf tepi pada, sering gejala kulit tak begitu menonjol tetapi gangguan saraf lebih jelas

d. Komplikasi saraf serta kecacatan relatif lebih sering terjadi dan timbul lebih awal dari pada bentuk basah

e. Pemeriksaan bakteriologis sering kali negatif, berarti tidak ditemukan adanya kuman penyebab

f. Bentuk ini merupakan yang paling banyak didapatkan di indonesia dan terjadi pada orang yang daya tahan tubuhnya terhadap kuman kusta cukup tinggi

2. Kusta bentuk basah (tipe lepromatosa)

a. Merupakan bentuk menular karena banyak kuman dapat ditemukan baik di selaput lendir hidung, kulit maupun organ tubuh lain

b. Jumlahnya lebih sedikit dibandingkan kusta bentuk kering dan terjadi pada orang yang daya tahan tubuhnya rendah dalam menghadapi kuman kusta

c. Kelainan kulit bisa berupa bercak kamarahan, bisa kecil-kecil dan tersebar diseluruh badan ataupun sebagai penebalan kulit yang luas (infiltrat) yang tampak mengkilap dan berminyak. Bila juga sebagai benjolan-benjolan merah sebesar biji jagung yang sebesar di badan, muka dan daun telinga

d. Sering disertai rontoknya alis mata, menebalnya cuping telinga dan kadang-kadang terjadi hidung pelana karena rusaknya tulang rawan hidung

e. Kecacatan pada bentuk ini umumnya terjadi pada fase lanjut dari perjalanan penyakit

f. Pada bentuk yang parah bisa terjadi muka singa (facies leonina)

6. PATOFISIOLOGI

Meskipun cara masuk M. Leprae ke tubuh belum diketahui pasti, beberapa penelitian, tersering melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal.

kemampuan hidup M. Leprae pada suhu tubuh yang rendah, waktu regenerasi lama, serPengaruh M. Leprae ke kulit tergantung factor imunitas seseorang, ta sifat kuman yang Avirulen dan non toksis.

M. Leprae ( Parasis Obligat Intraseluler ) terutama terdapat pada sel macrofag sekitar pembuluh darah superior pada dermis atau sel Schwann jaringan saraf, bila kuman masuk tubuh tubuh bereaksi mengeluarkan macrofag ( berasal dari monosit darah, sel mn, histiosit ) untuk memfagosit.

Tipe LL ; terjadi kelumpuha system imun seluler tinggi macrofag tidak mampu menghancurkan kuman dapat membelah diri dengan bebas merusak jaringan.

Tipe TT ; fase system imun seluler tinggi macrofag dapat menghancurkan kuman hanya setelah kuman difagositosis macrofag, terjadi sel epitel yang tidak bergerak aktif, dan kemudian bersatu membentuk sel dahtian longhans, bila tidak segera diatasi terjadi reaksi berlebihan dan masa epitel menim

bulkan kerusakan saraf dan jaringan sekitar.

7. Manifstasi KLINIS

Menurut klasifikasi Ridley dan Jopling

1. Tipe Tuberkoloid ( TT )

1) Mengenai kulit dan saraf.

2) Lesi bisa satu atau kurang, dapat berupa makula atau plakat, batas jelas, regresi, atau, kontrol healing ( + ).

3) Permukaan lesi bersisik dengan tepi meninggi, bahkan hampir sama dengan psoriasis atau tinea sirsirata. Terdapat penebalan saraf perifer yang teraba, kelemahan otot, sedikit rasa gatal.

4) Infiltrasi Tuberkoloid ( + ), tidak adanya kuman merupakan tanda adanya respon imun pejamu yang adekuat terhadap basil kusta.

2. Tipe Borderline Tuberkoloid ( BT )

1) Hampir sama dengan tipe tuberkoloid

2) Gambar Hipopigmentasi, kekeringan kulit atau skauma tidak sejelas tipe TT.

3) Gangguan saraf tidak sejelas tipe TT. Biasanya asimetris.

4) Lesi satelit ( + ), terletak dekat saraf perifer menebal.

3. Tipe Mid Borderline ( BB )

1) Tipe paling tidak stabil, jarang dijumpai.

2) Lesi dapat berbentuk macula infiltrate.

3) Permukaan lesi dapat berkilat, batas lesi kurang jelas, jumlah lesi melebihi tipe BT, cenderung simetris.

4) Lesi sangat bervariasi baik ukuran bentuk maupun distribusinya.

5) Bisa didapatkan lesi punched out, yaitu hipopigmentasi berbentuk oralpada bagian tengah dengan batas jelas yang merupaan ciri khas tipe ini.

4. Tipe Borderline Lepromatosus ( BL )

Dimulai makula, awalnya sedikit lalu menjadi cepat menyebar ke seluruh tubuh. Makula lebih jelas dan lebih bervariasi bentuknya, beberapa nodus melekuk bagian tengah, beberapa plag tampak seperti punched out. Tanda khas saraf berupa hilangnya sensasi, hipopigmentasi, berkurangnya keringat dan gugurnya rambut lebih cepat muncil daripada tipe LL dengan penebalan saraf yang dapat teraba pada tempat predileksi.

5. Tipe Lepromatosa ( LL )

1. Lesi sangat banyak, simetris, permukaan halus, lebih eritoma, berkilap, batas tidak tegas atau tidak ditemuka anestesi dan anhidrosis pada stadium dini.

2. Distribusi lesi khas:

a. Wajah: dahi, pelipis, dagu, cuping telinga.

b. Badan: bahian belakang, lengan punggung tangan, ekstensor tingkat bawah.

3. Stadium lanjutan:

1) Penebalan kulit progresif

2) Cuping telinga menebal

3) Garis muka kasar dan cekung membentuk fasies leonine, dapat disertai madarosis, intis dan keratitis.

4) Lebih lanjut

1) Deformitas hidung

2) Pembesaran kelenjar limfe, orkitis atrofi, testis

3) Kerusakan saraf luas gejala stocking dan glouses anestesi.

4) Penyakit progresif, makula dan popul baru.

5) Tombul lesi lama terjadi plakat dan nodus.

4. Stadium lanjut

Serabut saraf perifer mengalami degenerasi hialin/fibrosis menyebabkan anestasi dan pengecilan tangan dan kaki.

5. Tipe Interminate ( tipe yang tidak termasuk dalam klasifikasi Redley & Jopling)

1) Beberapa macula hipopigmentasi, sedikit sisik dan kulit sekitar normal.

2) Lokasi bahian ekstensor ekstremitas, bokong dan muka, kadang-kadang dapat ditemukan makula hipestesi dan sedikit penebalan saraf.

3) Merupakan tanda interminate pada 20%-80% kasus kusta.

4) Sebagian sembuh spontan.

Gambaran klinis organ lain

1) Mata : iritis, iridosiklitis, gangguan visus sampai kebutaan

2) Tulang rawan : epistaksis, hidung pelana

3) Tulang & sendi : absorbsi, mutilasi, artritis

4) Lidah : ulkus, nodus

5) Larings : suara parau

6) Testis : ginekomastia, epididimitis akut, orkitis, atrofi

7) Kelenjar limfe : limfadenitis

8) Rambut : alopesia, madarosis

9) Ginjal : glomerulonefritis, amilodosis ginjal, pielonefritis, nefritis interstitial.

6. PENULARAN

Cara penularannya belum diketahui dengan jelas, tapi diduga menular melalui salura pernapasan (droplet infection), pendapat lain mengatakan bahwa penularannya melalui kontak langsung, erat dan berlangsung lama.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penularan penyakit morbus hansen adalah

1. Umur

2. Jenis kelamin

3. Ras

4. Genetik

5. Iklim

6. Lingkungan/sosio ekonomi

7. Kekebalan > ( 93 95 % kekebalan pada penyakit lepra)

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Bakteriologis

Ketentuan pengambilan sediaan adalah sebagai berikut:

a. Sediaan diambil dari kelainan kulit yang paling aktif.

b. Kulit muka sebaiknya dihindari karena alasan kosmetik kecuali tidak ditemukan lesi ditempat lain.

c. Pemeriksaan ulangan dilakukan pada lesi kulit yang sama dan bila perlu ditambah dengan lesi kulit yang baru timbul.

d. Lokasi pengambilan sediaan apus untuk pemeriksaan mikobakterium leprae ialah:

e. Cuping telinga kiri atau kanan

f. Dua sampai empat lesi kulit yang aktif ditempat lain

g. Sediaan dari selaput lendir hidung sebaiknya dihindari karena:

h. Tidak menyenangkan pasien

i. Positif palsu karena ada mikobakterium lain

j. Tidak pernah ditemukan mikobakterium leprae pada selaput lendir hidung apabila sedian apus kulit negatif.

k. Pada pengobatan, pemeriksaan bakterioskopis selaput lendir hidung lebih dulu negatif dari pada sediaan kulit ditempat lain.

l. Indikasi pengambilan sediaan apus kulit:

m. Semua orang yang dicurigai menderita kusta

n. Semua pasien baru yang didiagnosis secara klinis sebagai pasien kusta

o. Semua pasien kusta yang diduga kambuh (relaps) atau karena tersangka kuman resisten terhadap obat

p. Semua pasien MB setiap 1 tahun sekali

q. Pemerikaan bakteriologis dilakukan dengan pewarnaan tahan asam, yaitu ziehl neelsen atau kinyoun gabett

r. Cara menghitung BTA dalam lapangan mikroskop ada 3 metode yaitu cara zig zag, huruf z, dan setengah atau seperempat lingkaran. Bentuk kuman yang mungkin ditemukan adalah bentuk utuh (solid), pecah-pecah (fragmented), granula (granulates), globus dan clumps.

2. Indeks Bakteri (IB)

Merupakan ukuran semikuantitatif kepadatan BTA dalam sediaan hapus. IB digunakan untuk menentukan tipe kusta dan mengevaluasi hasil pengobatan. Penilaian dilakukan menurut skala logaritma RIDLEY sebagai berikut:

1) bila tidak ada BTA dalam 100 lapangan pandang

2) bila 1-10 BTA dalam 100 lapangan pandang

3) bila 1-10 BTA dalam 10 lapangan pandang

4) bila 1-10 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang

5) bila 11-100 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang

6) bila 101-1000 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang

7) bila >1000 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang

3. Indeks Morfologi (IM)

Merupakan persentase BTA bentuk utuh terhadap seluruh BTA. IM digunakan untuk mengetahui daya penularan kuman, mengevaluasi hasil pengobatan, dan membantu menentukan resistensi terhadap obat.

8. PENATALAKSANAAN

1. TERAPI MEDIK

Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah penyembuhan pasien kusta dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insiden penyakit.

Jenis-jenis obat kusta:

1) obat primer : dapsone, clofasimin, rifampisin, etionamide, prothionamide

2) obat sekunder: INH, streptomycine

Dosis menurut rekomendasi WHO :

1. Kusta Paubacillary (tipe I, BT, TT)

1) Dapsone : 1 x 100 mg tiap hari

2) Rifampisin : 1 x 600 mg tiap bulan

Pengobatan harus diberikan 6 bulan berturut-turut atau 6 dosis dalam 9 bulan dan diawasi selam 2 tahun

2. Kusta Multibacillary (tipe BB, BL, LL)

1) Dapsone : 1 x 100 mg tiap bulan

2) Rifampisin : 1 x 600 mg tiap hari

3) Clofazimine : 1 x 300 mg tiap bulan (hari pertama) kemudian dilajutkan dengan 1 x 50 mg/hari

Pengobatan 24 bulan berturut-turut dan diawasi 5 tahun

Pengobatan 24 dosis diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan sesudah selesai minum 24 dosis dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan pemeriksaan bakteri positif. Menurut WHO (1998) pengobatan MB diberikan untuk 12 dosis yang diselesaikan dalam 12-18 bulan dan pasien langsung dinyatakan RFT.

Dosis untuk anak

Klofazimin:

1. Umur dibawah 10 tahun :

2. Bulanan 100mg/bln

3. Harian 50mg/2kali/minggu

4. Umur 11-14 tahun

5. Bulanan 100mg/bln

6. Harian 50mg/3kali/minggu

7. DDS:1-2mg /Kg BB

Rifampisin:10-15mg/Kg BB

1) Pengobatan MDT terbaru

Metode ROM adalah pengobatan MDT terbaru. Menurut WHO(1998), pasien kusta tipe PB dengan lesi hanya 1 cukup diberikan dosis tunggal rifampisin 600 mg, ofloksasim 400mg dan minosiklin 100 mg dan pasien langsung dinyatakan RFT, sedangkan untuk tipe PB dengan 2-5 lesi diberikan 6 dosis dalam 6 bulan. Untuk tipe MB diberikan sebagai obat alternatif dan dianjurkan digunakan sebanyak 24 dosis dalam 24 jam.

2) Putus obat

Pada pasien kusta tipe PB yang tidak minum obat sebanyak 4 dosis dari yang seharusnya maka dinyatakan DO, sedangkan pasien kusta tipe MB dinyatakan DO bila tidak minum obat 12 dosis dari yang seharusnya.

2. PERAWATAN UMUM

Perawatan pada morbus hansen umumnya untuk mencegah kecacatan. Terjadinya cacat pada kusta disebabkan oleh kerusakan fungsi saraf tepi, baik karena kuman kusta maupun karena peradangan sewaktu keadaan reaksi netral.

Perawatan mata dengan lagophthalmos

1) Penderita memeriksa mata setiap hari apakah ada kemerahan atau kotoran

2) Penderita harus ingat sering kedip dengan kuat

3) Mata perlu dilindungi dari kekeringan dan debu

Perawatan tangan yang mati rasa

1) Penderita memeriksa tangannya tiap hari untuk mencari tanda- tanda luka, melepuh

2) Perlu direndam setiap hari dengan air dingin selama lebih kurang setengah jam

3) Keadaan basah diolesi minyak

4) Kulit yang tebal digosok agar tipis dan halus

5) Jari bengkok diurut agar lurus dan sendi-sendi tidak kaku

6) Tangan mati rasa dilindungi dari panas, benda tajam, luka

Perawatan kaki yang mati rasa

1) Penderita memeriksa kaki tiap hari

2) Kaki direndam dalam air dingin lebih kurang jam

3) Masih basah diolesi minyak

4) Kulit yang keras digosok agar tipis dan halus

5) Jari-jari bengkok diurut lurus

6) Kaki mati rasa dilindungi

Perawatan luka

1) Luka dibersihkan dengan sabun pada waktu direndam

2) Luka dibalut agar bersih

3) Bagian luka diistirahatkan dari tekanan

4) Bila bengkak, panas, bau bawa ke puskesmas

5) Tanda penderita melaksanakan perawatan diri:

6) Kulit halus dan berminyak

7) Tidak ada kulit tebal dan keras

8) Luka dibungkus dan bersih

9) Jari-jari bengkak menjadi kaku

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian

1. Identitas KlienMencakup Nama, umur Jenis Kelamin alamat, pekerjaan pendidikan agama dll.

2. Riwayat Kesehatano RKDBiasanya klien pernah menderita penyakit atau masalah dengan kulit misalnya: penyakit panu.kurab. dan perawatan kulit yang tidak terjaga atau dengan kata lain personal higine klien yang kurang baiko RKSBiasanya klien dengan morbus hansen datang berobat dengan keluhan adanya lesi dapat tunggal atau multipel, neuritis (nyeri tekan pada saraf) kadang-kadang gangguan keadaan umum penderita (demam ringan) dan adanya Komplikasi pada organ tubuh dan gangguan perabaan ( mati rasa pada daerah yang lesi )o RKKMorbus hansen merupakan penyakit menular yang menahun yang disebabkan oleh kuman kusta ( mikobakterium leprae) yang masa inkubasinya diperkirakan 2-5 tahun. Jadi salah satu anggota keluarga yang mempunyai penyakit morbus hansen akan tertular

3. Riwayat PsikososialKlien yang menderita morbus hansen akan malu karena sebagian besar masyarakat akan beranggapan bahwa penyakit ini merupakan penyakit kutukan, sehingga klien akan menutup diri dan menarik diri, sehingga klien mengalami gangguan jiwa pada konsep diri karena penurunan fungsi tubuh dan komplikasi yang diderita

4. Riwayat Sosial EkonomiBiasanya klien yang menderita penyakit ini kebanyakan dari golongan menengah kebawah terutama pada daerah yang lingkungannya kumuh dan sanitasi yang kurang baik

5. Pola Aktifitas Sehari-hariAktifitas sehari-hari terganggu karena adanya kelemahan pada tangan dan kaki maupun kelumpuhan. Klien mengalami ketergantungan pada orang lain dalam perawatan diri karena kondisinya yang tidak memungkinkan.

6. Pemeriksaan fisikKeadaan umum klien biasanya dalam keadaan demam karena reaksi berat pada tipe I, reaksi ringan, berat tipe II morbus hansen. Lemah karena adanya gangguan saraf tepi motorik.

a) Sistem penglihatanAdanya gangguan fungsi saraf tepi sensorik, kornea mata anastesi sehingga reflek kedip berkurang jika terjadi infeksi mengakibatkan kebutaan, dan saraf tepi motorik terjadi kelemahan mata akan lagophthalmos jika ada infeksi akan buta. Pada morbus hansen tipe II reaksi berat, jika terjadi peradangan pada organ-organ tubuh akan mengakibatkan irigocyclitis. Sedangkan pause basiler jika ada bercak pada alis mata maka alis mata akan rontok

b) Sistem pernafasanKlien dengan morbus hansen hidungnya seperti pelana dan terdapat gangguan pada tenggorokan.

c) Sistem Persyarafan

Kerusakan Fungsi SensorikKelainan fungsi sensorik ini menyebabkan terjadinya kurang/ mati rasa. Alibat kurang/ mati rasa pada telapak tangan dan kaki dapat terjadi luka, sedang pada kornea mata mengkibatkan kurang/ hilangnya reflek kedip.

Kerusakan fungsi motorikKekuatan otot tangan dan kaki dapat menjadi lemah/ lumpuh dan lama-lama ototnya mengecil (atropi) karena tidak dipergunakan. Jari-jari tangan dan kaki menjadi bengkok dan akhirnya dapat terjadi kekakuan pada sendi (kontraktur), bila terjadi pada mata akan mengakibatkan mata tidak dapat dirapatkan (lagophthalmos). Kerusakan fungsi otonomTerjadi gangguan pada kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga kulit menjadi kering, menebal, mengeras dan akhirnya dapat pecah-pecah.

d) Sistem musculoskeletalAdanya gangguan fungsi saraf tepi motorik adanya kelemahan atau kelumpuhan otot tangan dan kaki, jika dibiarkan akan atropi.

e) Sistem Integumen.Terdapat kelainan berupa hipopigmentasi (seperti panu), bercak eritem (kemerah-merahan), infiltrat (penebalan kulit), nodul (benjolan). Jika ada kerusakan fungsi otonom terjadi gangguan kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga kulit kering, tebal, mengeras dan pecah-pecah. Rambut: sering didapati kerontokan jika terdapat bercak.

A. Diagnosa Keperawatan1) Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan lesi dan proses inflamasi2) Gangguan rasa nyaman, nyeri yang berhubungan dengan proses inflamasi jaringan 3) Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik4) Gangguan cita tubuh yang berhubungan dengan ketidakmampuan dan kehilangan fungsi tubuh

RENCANA KEPERAWATAN

DIAGNOSA

TUJUAN

( NOC )

INTERVENSI

( NIC )

RASIONAL

Domain 11

Kelas 2

Kode NDX 00046

Kerusakan integritas kulit

Definisi : Perubahan pada epidermis dan dermis

Batasan karakteristik :

Gangguan pada bagian tubuh

Kerusakan lapisan kulit

Gangguan permukaan kulit

Faktor yang berhubungan :

Eksternal :

Substansi kimia

Usia yang ekstrim

Kelembapan

Hipertermi

Hipotermi

Faktor mekanik (alat cukur, tekanan, restraint)

Medikasi

Imoobilisasi fisik

Radiasi

Internal :

Perubahan status cairan

Perubahan pigmen

Perubahan turgor

Faktor perkembangan

Ketidakseimbangan status nutrisi (obesitas, kurusan)

Defisit imunologi

Kerusakan sirkulasi

Kerusakan status matabolik

Kerusakan sensasi

Penonjolan tulang

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam tingakat integritas kulit membaik dengan kriteria hasil :

Integritas jaringan : kulit dan membran mukosa

Sensasi darah

Elastisitas darah

Hidrasi darah

Warna merah

Pigmentasi darah

Tekstur darah

Perfusi jaringan darah

Pertumbuhan rambut pada kulit darah

Keutuhan kulit darah

Penyembuhan kulit : Tahap primer

Penyembuhan luka : Tahap sekunder

Tidak ada lula/lesi pada kulit

Perfusi jaringan baik

Menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang

Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit dan perawatan alami

Skin surveilance

Inspeksi kondisi insisi bedah, jika perlu

Observasi ekstremitas untuk warna, hangat, bengkak, pulsasi, tekstur, edema, dan ulserasi

Inspeksi kulit dan membran mukosa umtuk adanya kemerahan, ekstremitas hangat, atau drainase

Monitor sumber tekanan dan pergeseran

Monitor kulit adanya rash dan abrasi

Monitor suhu dan warna kulit

Wound care

Buang debris/benda asing yang ada pada luka

Catat karakteristik

Anjurkan pasien untuk menggunakanpakaian longgar

Hindari kerutan pada tempat tidur

Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih

Ubah posisi pasien settiap 2 jam sekali

Monitor kulit akan adanya kemerahan

Oleskan lotion atau baby oil pada daerah yang tertekan

Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien

Monitor statu nutrisi pasien

Memandikan pasien dengan sabun dan air hanget

Untuk mengetahui adanya tanda-tanda infeksi

Untuk menentukan jenis tindakan yang akan di berikan

Kemerahan merupakan salah tanda infeksi

Agar tidak terjadi kerusakan yang lebih parah

Melihat tingkat keparahan yang terjadi

Mengetahui tanda terjadi peradangan

NYERI AKUT

Definisi :

Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul secara aktual atau potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri Internasional) : serangan mendadak atau pelan intensitasnya dari ringan sampai berat yang dapat di antisipai dengan akhir yang dapat deprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan.

Batasan Karakteristik :

Laporan secara verbal atau non verbal

Fakta dari observasi

Posisi antalgic untuk menghindari nyeri

Gerakan melindungi

Tingkah laku berhati-hati

Muka topeng

Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai)

Terfokus pada diri sendiri

Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)

Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan / atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang)

Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil)

Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku)

Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah)

Perubahan dalam nafsu makan dan minum

Faktor yang berhubungan :

Agen injuri ( biologi, kimia, fisik, psikologis)

NOC :

Pain level

Pain control

Comfort level

Kriteria hasil :

Mampu mengotrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)

Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan menejement nyeri

Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri)

Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

Tanda vital dalam rentang normal

NIC :

Pain Management

Lakukan pengkajian nyeri secara kompherensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor prespitasi

Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien

Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri

Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau

Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau

Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan

Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisingan

Kurangi faktor presipitasi nyeri

Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)

Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi

Ajarkan tentang teknik non farmakologi

Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

Evaluasi keefektifan kontrol nyeri

Tingkatkan istirahat

Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasi

Monitor penerimaan pasien tentang manajement nyeri

Analgesic Administration

Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat

Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi

Cek riwayat alergi

Pilih analgesik yang di perlukan atau kombinasi dari analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri

Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal

Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur

Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali

Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat

Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)

Nyeri hampir selalu ada pada beberapa derajat beratnya aketerlibatan jaringan atau kerusakan teetapi biasanya paling berat selama masih adanya lesi pada sekitar kulit.

Mengetahui klien mulai merasakan persaan nyeri.

Membantu mengurang konsentrasi nyeri yang dialami dan memfokuskan kembali perhatian.

Untuk mengetahui apa penyebab dari nyeri yang di derita

Mengurangi rasa nyeri/

Menurunkan nyeri dan rasa tidak nyaman, meningkatkan istrahat.

Membantu pasien untuk mengatasi nyeri / rasa tidak nyaman secara lebih efektif.

Analgesic administration :

Pemberian jenis obat / dosis yang salah dapat membahayakn pasien.sehingga perlu di cek sesuai intruksi dokter.

Agar mengetahui pasien ini tidak memiliki riwayat alergi trhadap obat.

Intoleransi Aktifitas

Definisi :

Ketidakcukupan energy psikologis atau fisiologis untuk melanjutkan atau menyelesaikan aktifitas kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin dilakukan.

Batasan Karakteristik :

respon tekanan darah abnormal terhadap aktifitas

respon frekuensi jantung abnormal terhadap aktifitas

perubahan EKG yang mencerminkan aritmia

perubahan EKG yang mencerminkan iskemia

ketidaknyamanan setelah beraktivitas

dyspnea setelah beraktivitas

menyatakan merasa letih

menyatakan merasa lemah

Faktor Yang Berhubungan :

tirah baring / imobilisasi

kelemahan umum

Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

Imobilitas

Gaya hidup monoton

Energy Conservation

Activity Tolerance

Self care : ADLs

Kriteria Hasil :

Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan TD, nadi dan RR

Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) secara mandiri

TTV normal

Energy Psikomotor

Level kelemahan

Mampu berpindah : dengan atau tnpa bantuan alat

Status kardiopulmunary adekuat

Sirkulasi status baik

Status respirasi : pertukaran gas dan ventilasi adekuat

Activity Therapy

Kolaborsikan dengan tenaga rehabilitasi medic dalam merencanakan program terapi yang tepat

Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan

Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan social

Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan

Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek

Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai

Bntu klien untuk membuat jadwal latihan di waktu luang

Bantu pasien / keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas

Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas

Bantu pasien untuk mengembangkan motifasi diri dan penguatan

Monitor respon fisik, emosi, social dan spiritual

Mempengaruhi pilihan intervensi/ bantuan

Mempermudah pasien memilih dan melakukan aktivitas sesuai kememapuannya.

Mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring dan meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi organ.

Dengan adanya motivasi untuk melakukan aktivitas dapat merangsang pasien untuk lebih mneningkatkan penyembuhan pada pasien.

Domain 6

Kelas 3

Kode NDx 00118

Gangguan citra tubuh

Definisi : konfusi dalam gambaran mental tentang diri-fisik individu

Batasan karakteristik :

Perilaku mengenal tubuh individu

Perilaku menghindari tubuh individu

Perilaku memantau tubuh individu

Respon nonverbal terhadap perubahan actual pada tubuh (mis; penampilan,struktur,fungsi)

Respon nonverbal terhadap persepsi perubahan pada tubuh (mis; penampilan,struktur,fungsi)

Mengungkapkan perasaan yang mencerminkan perubahan pandangan tentang tubuh individu (mis; penampilan,struktur,fungsi)

Mengungkapkan persepsi yang mencerminkan perubahan individu dalam penampilan

Objektif

Perubahan actual pada fungsi

Perubahan actual pada struktur

Perilaku mengenali tubuh individu

Perilaku memantau tubuh individu

Perubahan dalam kemampuan memperkirakan hubungan special tubuh terhadap lingkungan

Perubahan dalam keterlibatan social

Perluasan batasan tubuh untuk menggabungkan objek lingkungan lingkungan

Secara sengaja menonjolkan bagian tubuh

Kehilangan bagian tubuh

Tidak melihat bagian tubuh

Tidak menyentuh bagian tubuh

Trauma pada bagian yang tidak berfungsi

Secara tidak sengaja menonjolkan bagian tubuh

Subjektif

Depersonalisasi kehilangan melalui kata ganti yang netral

Depersonalisasi bagian melalui kata ganti yang netral

Penenkanan pada kekuatan yang tersisa

Ketakutan terhadap reaksi orang lain

Focus pada penampilan masa lalu

Perasaan negative tentang sesuatu

Personalisasi kehilangan dengan menyebutkannya

Focus pada perubahan

Focus pada kehilangan

Menolak memverivikasi perubahan actual

Mengungkapkan perubahan gaya hidup

Faktor yang berhubungan :

Biofisik, kognitif

Budaya, tahap perkembangan

Penyakit, cedera

Perceptual, psikososial, spiritual

Pembedahan, trauma

Terapi penyakit

Body image

Self esteem

Criteria Hasil :

Body image positif

Mampu mengidentifikasi kekuatan personal

Mendiskripsikan secara actual perubahan fungsi tubuh

Mempertahankan interaksi sosial

Body image enchancement

Kaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadap tubuhnya

Monitor frekuensi mengkritik dirinya

Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit

Dorong klien mengungkapkan perasaannya

Identifikasi arti pengurangan melalui pemakaian alat bantu

Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil

Gangguan citra tubuh akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang tampak nyata bagi klien,kesan orang terhadap dirinya berpengaruh pada konsep diri.

Terdapat hubungan stadium perkembangan,citra diri dan reaksi serta pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya.

Klien membhkan pengalaman di dengarkan dan di pahami.

Memberikan esempatan pada klien untuk menetralkan kecemasan yang tidak perlu terjadi dan memulihkan realitas situasi, ketakutan merusak adaptasi klien.

Membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.

Membantu meningkatkan penerimaan dan sosialisasi

Daftar pustaka

Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis & Nanda nic noc. 2013

https://www.scribd.com/doc/190806024/Askep-Morbus-Hansen-2

KASUS FIKTIF

ASUHAN KEPERAWATAN TN. M

DENGAN MORBUS HANSEN DI RUANGAN ISOLASI

I. IDENTITAS

Nama : Tn. M

Umur : 48 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Suku/Bangsa : Indonesia

Agama : Islam

Pekerjaan : Wiraswasta

Pendidikan : SMP

II. RIWAYAT KEPERAWATAN

2.1 Riwayat kesehatan dahulu

Klien mengatakan gatal-gatal dan pernah mengalami panu.

2.2 Riwayat kesehatan sekarang

Terdapat lesi di sekitar badan, demam, nyeri tekan pada daerah lesi.

2.3 Riwayat Kesehatan Keluarga

Salah satu keluarga ada yang menderita penyakit morbus hansen.

2.4 Riwayat psikososial

Klien merasa malu karena sebagian besar masyarakat menganggap bahwa penyakit ini merupakan penyakit kutukan, sehingga klien jarang keluar rumah.

2.5 Aktivitas seehari-hari

Klien merasa lemah pada tangan dan kaki sehingga klien ketergantungan pada orang lain dalam perawatan diri karena kondisinya yang tidak memungkinkan.

III. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan umum

Klien mengatakan lemah dan nyeri tekan pada daerah lesi, dengan skala nyeri 3 (0-10). Klien demam dan terlihat meringis.

2. Tanda-tanda vital

Suhu 380 c, nadi 70x/menit , TD 120/90 mmhg, respirasi 17x/menit.

3.Sistem penglihatan

Refleks kedip berkurang.

4.Sistem pernafasan

Klien mengatakan sakit tenggorokan

5.Sistem persarafan

a. kerusakan fungsi sensorik

Mati rasa pada telapak tangan dan kaki, dan hilangnya refleks kedip pada kornea mata.

b. kerusakan fungsi motorik

(3 3 3 3)Kekuatan otot tangan dan kaki lemah.

6.Sistem musculoskeletal

Lemah pada otot tangan dan kaki. Kekuatan otot

7.Sistem integumen

Terdapat kelainan berupa hipopigmentasi (seperti panu), bercak eritem (kemerah-merahan), infiltrat (penebalan kulit), nodul (benjolan), lesi, kulit kering, tebal, mengeras dan pecah-pecah.

KLASIFIKASI DATA

Data Subjektif : - Klien mengatakan gatal gatal.

- Klien mengatakan nyeri di daerah sekitar lesi

- Klien mengatakan lemah pada tangan dan kaki

- Klien mengatakan mati rasa pada tangan dan kaki

- Klien mengatakan malu dan jarang keluar rumah

Data Objektif : - Lesi

Kulit kering

Kulit kemerah-merahan

Kulit tebal

Terdapat kelainan seperti panu

Benjolan

Skala nyeri 3 (0-10)

(3 33 3)Klien tampak meringis

Kekuatan otot

ADL di bantu keluarga

Refleks kedip berkurang

Klien mengatakan malu dan jarang keluar rumah

TTV : TD: 120/90 mmhg, N:70x/m, R:17x/m, suhu: 380c

ANALISAH DATA

No.

Data

Etiologi

Masalah

1.

Ds :

Klien mengatakan gatal-gatal

Do :

Lesi

Kulit kering

Kulit kemerah-merahan

Kulit tebal

Terdapat kelainan seperti panu

Benjolan

M. Leprae

Penularan (droplet infection atau kontak dengan kulit

Masuk dalam pembuluh darah

Sistem imun seluler

Makrofag akif

sitokin dan GF(Growht Factor)

merusak saraf

fibrous

penebalan saraf tepi (sensorik, motorik dan otonom)

terjadi luka pada tangan/kaki, selanjutnya akan mati rasa

lemah/lumpuh otot kaki atau tangan

ggn pd klnjar keringat, kelenjar minyak &gangguan sirkulasi darah

Kelainan pd kulit, hipopigmentasi (semacam panu) bercak-bercak merah, infiltrat (penebalan kulit) dan nodul (benjolan).

Kerusakan integritas kulit

Kerusakan Integritas Kulit

2.

Ds :

Klien mengatakan nyeri disekitar lesi

Do :

Skala nyeri 3 (0-10)

Klien tampak meringis

TTV : TD: 120/90, N: 70x/m, R: 17x/m, S: 380c

M. Leprae

Penularan (droplet infection atau kontak dengan kulit

Masuk dalam pembuluh darah

Sistem imun seluler

Makrofag akif

sitokin dan GF(Growht Factor)

merusak saraf

fibrous

penebalan saraf tepi (sensorik, motorik dan otonom)

terjadi luka pada tangan/kaki, selanjutnya akan mati rasa

lemah/lumpuh otot kaki atau tangan

ggn pd klnjar keringat, kelenjar minyak &gangguan sirkulasi darah

Kelainan pd kulit, hipopigmentasi (semacam panu) bercak-bercak merah, infiltrat (penebalan kulit) dan nodul (benjolan).

Gangguan rasa nyaman, nyeri

Gangguan Rasa Nyaman, Nyeri

3.

Ds :

Klien mengatakan lemah pada tangan dan kaki

Klien mengatakan mati rasa pada tangan dan kaki

(3 33 3)Do :

Kekuatan otot

ADL di bantu keluarga

Refleks kedip berkurang

TTV : TD:120/90 mmhg, N: 70x/m, S: 380c, R: 17x/m

M. Leprae

Penularan (droplet infection atau kontak dengan kulit

Masuk dalam pembuluh darah

Sistem imun seluler

Makrofag akif

sitokin dan GF(Growht Factor)

merusak saraf

fibrous

penebalan saraf tepi (sensorik, motorik dan otonom)

terjadi luka pada tangan/kaki, selanjutnya akan mati rasa

lemah/lumpuh otot kaki atau tangan

Intoleransi Aktifitas

Intoleransi Aktifitas

4.

Ds :

Klien mengatakan malu dan jarang keluar rumah

Do: -

M. Leprae

Penularan (droplet infection atau kontak dengan kulit

Masuk dalam pembuluh darah

Sistem imun seluler

Makrofag akif

sitokin dan GF(Growht Factor)

merusak saraf

fibrous

penebalan saraf tepi (sensorik, motorik dan otonom)

terjadi luka pada tangan/kaki, selanjutnya akan mati rasa

lemah/lumpuh otot kaki atau tangan

ggn pd klnjar keringat, kelenjar minyak &gangguan sirkulasi darah

Kelainan pd kulit, hipopigmentasi (semacam panu) bercak-bercak merah, infiltrat (penebalan kulit) dan nodul (benjolan).

Gangguan citra tubuh

Gangguan Citra Tubuh

DIAGNOSA KEPERAWATAN1) Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan lesi dan proses inflamasi2) Gangguan rasa nyaman, nyeri yang berhubungan dengan proses inflamasi jaringan 3) Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik4) Gangguan cita tubuh yang berhubungan dengan ketidakmampuan dan kehilangan fungsi tubuh

PERENCANAAN

No.

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

Rasional

1.

Gangguan integritas kulit.

Definisi : Perubahan paada epidermis dan dermis.

Ds : - Klien mengatakan gatal gatal

Do : - Terdapat lesi

Kulit tampak kering

Kulit terlihat kemerah-merahan

Kulit tampak tebal

Terdapat kelainan seperti panu

- Adanya benjolan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam tingakat integritas kulit membaik dengan kriteria hasil :

- Tidak ada luka/lesi pada kulit

- Tidak terlihat kemerah merahan

- Perfusi jaringan baik.

- Menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit.

- Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit dan perawatan alami.

Skin surveilance

- Observasi ekstremitas untuk warna, hangat, bengkak, pulsasi, tekstur, edema, dan ulserasi.

- Inspeksi kulit dan membran mukosa umtuk adanya kemerahan, ekstremitas hangat, atau drainase.

- Monitor suhu dan warna kulit.

Wound care

Buang debris/benda asing yang ada pada luka.

Catat karakteristik.

Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian longgar.

Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih.

Ubah posisi pasien setiap 2 jam sekali.

Monitor kulit akan adanya kemerahan.

Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien.

Monitor status nutrisi pasien.

Memandikan pasien dengan sabun dan air hanget.

Untuk mengetahui adanya tanda-tanda infeksi

Untuk menentukan jenis tindakan yang akan di berikan

Kemerahan merupakan salah tanda infeksi

Agar tidak terjadi kerusakan yang lebih parah

Melihat tingkat keparahan yang terjadi

Mengetahui tanda terjadi peradangan

2.

Gangguan Rasa Nyaman, Nyeri.

Definisi : Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul secara aktual atau potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan.

Ds : - Klien mengatakan nyeri disekitar lesi

Do : - Skala nyeri 3 (0-10)

Klien tampak meringis

TTV : TD: 120/90 mmhg, N: 70x/m, R: 17x/m, S: 380c

Pain level

Pain control

Comfort level

Kriteria Hasil :

Mampu mengotrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan).

Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan menejement nyeri.

Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri).

Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.

Tanda vital dalam rentang normal.

Pain Management :

Lakukan pengkajian nyeri secara kompherensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor prespitasi.

Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.

Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien.

Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri.

Ajarkan tentang teknik non farmakologi.

Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.

Tingkatkan istirahat.

Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil.

Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal).

Analgesic Administration

Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi.

Cek riwayat alergi.

Pilih analgesik yang di perlukan atau kombinasi dari analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri.

Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal.

Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur.

Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali.

Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat.

Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)

Nyeri hampir selalu ada pada beberapa derajat beratnya aketerlibatan jaringan atau kerusakan teetapi biasanya paling berat selama masih adanya lesi pada sekitar kulit.

Mengetahui klien mulai merasakan persaan nyeri.

Membantu mengurang konsentrasi nyeri yang dialami dan memfokuskan kembali perhatian.

Untuk mengetahui apa penyebab dari nyeri yang di derita

Mengurangi rasa nyeri/

Menurunkan nyeri dan rasa tidak nyaman, meningkatkan istrahat.

Membantu pasien untuk mengatasi nyeri / rasa tidak nyaman secara lebih efektif.

Analgesic administration :

Pemberian jenis obat / dosis yang salah dapat membahayakn pasien.sehingga perlu di cek sesuai intruksi dokter.

Agar mengetahui pasien ini tidak memiliki riwayat alergi trhadap obat.

3.

Intoleransi Aktivitas.

Definisi : Ketidakcukupan energy psikologis atau fisiologis untuk melanjutkan atau menyelesaikan aktifitas kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin dilakukan.

Ds : - Klien mengatakan lemah pada tangan dan kaki

Klien mengatakan mati rasa pada telapak tangan dan kaki

(3 33 3)Do : - Kekuatan otot

ADL di bantu keluarga

Refleks kedip berkurang

TTV : TD: 120/90 mmhg, N: 70x/m, R: 17x/m, S: 380c

Energy Conservation

Activity Tolerance

Self care : ADLs

Kriteria Hasil :

Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan TD, nadi dan RR.

Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADL) secara mandiri.

TTV normal.

Mampu berpindah : dengan atau tanpa bantuan alat.

Status respirasi : pertukaran gas dan ventilasi adekuat

Activity Therapy

Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan.

Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan social.

Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek.

Bantu pasien / keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas

Bantu pasien untuk mengembangkan motifasi diri dan penguatan.

Mempengaruhi pilihan intervensi/ bantuan

Mempermudah pasien memilih dan melakukan aktivitas sesuai kememapuannya.

Mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring dan meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi organ.

Dengan adanya motivasi untuk melakukan aktivitas dapat merangsang pasien untuk lebih mneningkatkan penyembuhan pada pasien.

4.

Gangguan citra tubuh

Definisi : konfusi dalam gambaran mental tentang diri-fisik individu.

Ds : - Klien mengatakan malu dan jarang keluar rumah.

Do : -

Body image

Self esteem

Kriteria Hasil :

Body image positif.

Mampu mengidentifikasi kekuatan personal.

Mendiskripsikan secara actual perubahan fungsi tubuh.

Mempertahankan interaksi sosial.

Body image enchancement

Kaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadap tubuhnya.

Monitor frekuensi mengkritik dirinya.

Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit.

Dorong klien mengungkapkan perasaannya.

Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil

Gangguan citra tubuh akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang tampak nyata bagi klien,kesan orang terhadap dirinya berpengaruh pada konsep diri.

Terdapat hubungan stadium perkembangan,citra diri dan reaksi serta pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya.

Klien membhkan pengalaman di dengarkan dan di pahami.

Memberikan esempatan pada klien untuk menetralkan kecemasan yang tidak perlu terjadi dan memulihkan realitas situasi, ketakutan merusak adaptasi klien.

Membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.

Membantu meningkatkan penerimaan dan sosialisasi