askep rhinitis & sinusitis
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Rhinitis
2.1.1 Definisi
Rhinitis adalah peradangan selaput lendir hidung. ( Dorland, 2002 ). Rhinitis adalah
istilah untuk peradangan mukosa.
Rinitis adalah suatu inflamasi membran mukosa hidung dan mungkin
dikelompokan baik sebagai rinitis alergik atau nonalergik. Rinitis non-alergik paling
sering disebabkan oleh infeksi saluran nafas atas, termasuk rinitis viral ( Common cold )
dan rhinitis nasal dan bacterial. Terjadi sebagai akibat masuknya benda asing kedalam
hidung, deformitas structural, neoplasma, dan massa. Rhinitis mungkin suatu menifestasi
alergi, dimana kasus ini disebut sebagai rhinitis alergik. ( Smeltzer, Suzanne C. 2002. Hal
547-548 ).
Rhinitis adalah suatu inflamasi (peradangan) pada membran mukosa di hidung.
Rhinitis adalah peradangan selaput lendir hidung. Rhinitis di kenal dengan istilah
peradangan mukosa.
2.1.2 Etiologi
1. Belum Jelas.
2. Beberapa hal yang pada umumnya menjadi penyebab rinitis antara lain :
a. Reaksi makanan
b. Emosional
c. Pekerjaan
d. Hormon
e. Kelainan anatomi
f. Penyakit imunodefisiensi
g. Interaksi dengan hewan
h. Temperatur
2.1.3 Patofisiologi
Tepung sari yang dihirup, spora jamur, dan antigen hewan diendapkan pada mukosa
hidung. Alergen yang larut dalam air berdifusi ke dalam epitel, dan pada individu
individu yang kecenderungan atopik secara genetik, memulai produksi imunoglobulin
lokal (IgE ).
Pelepasan mediator sel mast yang baru, dan selanjutnya, penarikan neutrofil,
eosinofil, basofil, serta limfosit bertanggung jawab atas terjadinya reaksi awal dan reaksi
fase lambat terhadap alergen hirupan. Reaksi ini menghasilkan mukus, edema, radang,
gatal, dan vasodilatasi. Peradangan yang lambat dapat turut serta menyebabkan
hiperresponsivitas hidung terhadap rangsangan non spesifik suatu pengaruh persiapan.
2.1.4 Klasifikasi
1. Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi :
a. Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan membran
mukosa hidung dan sinus-sinus aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus
dan bakteri. Penyakit ini dapat mengenai hampir setiap orang pada suatu
waktu dan sering kali terjadi pada musim dingin dengan insidensi tertinggi
pada awal musim hujan dan musim semi.
b. Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang
disebabkan oleh infeksi yang berulang, karena alergi, atau karena rinitis
vasomotor.
2. Berdasarkan penyebabnya, dapat dibedakan menjadi:
a. Rhinitis alergi
Merupakan penyakit umum yang paling banyak di derita oleh perempuan
dan laki-laki yang berusia 30 tahunan. Merupakan inflamasi mukosa saluran
hidung yang disebabkan oleh alergi terhadap partikel, seperti: debu, asap,
serbuk/tepung sari yang ada di udara.
Macam-macam rhinitis alergi, yaitu:
1) Rinitis alergi musiman (Hay Fever),
Biasanya terjadi pada musim semi. Umumnya disebabkan kontak
dengan allergen dari luar rumah, seperti benang sari dari tumbuhan
yang menggunakan angin untuk penyerbukannya, debu dan polusi
udara atau asap.
2) Rinitis alergi yang terjadi terus menerus (perennial)
Disebabkan bukan karena musim tertentu ( serangan yang terjadi
sepanjang masa (tahunan)) diakibatkan karena kontak dengan allergen
yang sering berada di rumah misalnya kutu debu rumah, bulu binatang
peliharaan serta bau-bauan yang menyengat
b. Rhinitis Non Alergi
Rhinitis non allergi disebabkan oleh infeksi saluran napas karena masuknya
benda asing kedalam hidung, deformitas struktural, neoplasma, dan massa,
penggunaan kronik dekongestan nasal, penggunaan kontrasepsi oral, kokain
dan anti hipertensif.
Macam-macam rhinitis non alergi, yaitu:
1) Rhinitis vasomotor
Rhinitis vasomotor adalah terdapatnya gangguan fisiologik lapisan
mukosa hidung yang disebabkan oleh bertambahnya aktivitas
parasimpatis.
2) Rhinitis medikamentosa
Rhinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung berupa
gangguan respon normal vasomotor sebagai akibat pemakaian
vasokonstriktor topical (obat tetes hidung atau obat semprot hidung)
dalam waktu lama dan berlebihan.
3) Rhinitis atrofi
Rhinitis Atrofi adalah satu penyakit infeksi hidung kronik dengan
tanda adanya atrofi progesif tulang dan mukosa konka.
2.1.5 Manefestasi Klinis
1. Bersin berulang-ulang, terutama setelah bangun tidur pada pagi hari (umumnya
bersin lebih dari 6 kali).
2. Hidung tersumbat.
3. Hidung meler. Cairan yang keluar dari hidung meler yang disebabkan alergi
biasanya bening dan encer, tetapi dapat menjadi kental dan putih keruh atau
kekuning-kuningan jika berkembang menjadi infeksi hidung atau infeksi sinus.
4. Hidung gatal dan juga sering disertai gatal pada mata, telinga dan tenggorok.
5. Badan menjadi lemah dan tak bersemangat
2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan kadar IgE pada serum serta hitung jenis oesinofil pada spesimen
sekret hidung.
2. Pemeriksaan in vivo
Dilakukan dengan uji kulit (skin test) yaitu, prick test maupun patch test.
2.1.7 Penatalaksanaan
Belum adanya yang baku. Penatalaksanaan ditunjukkan untuk menghilangkan etiologi,
selain gejalanya dapat dilakukan secara konservatif atau operatif. Secara konservatif
dapat diberikan:
1. Antibiotic presprektum luas atau sesuai uji resistensi kuman sampai gejala hilang.
2. Obat cuci hidung agar bersih dari krusta dan bau busuk hilang dengan larutan
betadine satu sendok makan dalam 100 cc air hangat.
3. Preparat Fe
4. Pil dan semprotan antihistamin
5. Leukotriene antagonis
6. Semprotan kortikosteroid
7. Pil dan semprotan dekongestan
8. Imunoterapi alergen
9. Pengobatan sinusitis, bila terdapat sinusitis.
2.1.8 Komplikasi
1. Polip hidung
Rinitis alergi dapat menyebabkan atau menimbulkan kekambuhan polip hidung.
2. Otitis media
Rinitis alergi dapat menyebabkan otitis media yang sering residif dan terutama
kita temukan pada pasien anak-anak.
3. Sinusitis kronik
Otitis media dan sinusitis kronik bukanlah akibat langsung dari rinitis alergi
melainkan adanya sumbatan pada hidung sehingga menghambat drainase
2.2 Sinusitis
2.2.1 Definisi
Sinusitis adalah radang sinus. (Kumala, Poppy. 1998). Sinusitis adalah merupakan
penyakit infeksi sinus yang disebabkan oleh kuman atau virus. (Doenges, M. G. 2000).
Sinusitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada sinus. Sinus sendiri adalah
rongga udara yang terdapat di area wajah yang terhubung dengan hidung. Fungsi dari
rongga sinus adalah untuk menjaga kelembapan hidung & menjaga pertukaran udara di
daerah hidung.
Peradangan mukosa sinus dapat berupa sinusitis maksilaris, sinusitis etmoid,
sinusitis frontal, dan sinusitis sfenoid. Bila yang terkena lebih dari satu sinus disebut
multisinusitis, dan bila semua sinus terkena disebut pansinusitis.
Ada delapan sinus paranasal, empat buah pada masing-masing sisi hidung yaitu:
1. Sinus Frontal, terletak di atas mata dibagian tengah dari masing-masing alis.
2. Sinus Maxillary, terletak diantara tulang pipi, tepat disamping hidung.
3. Sinus Ethmoid, terletak diantara mata, tepat di belakang tulang hidung.
4. Sinus Sphenoid, terletak dibelakang sinus ethmoid dan dibelakang mata.
Semua sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi
udara dan semua bermuara di rongga hidung melalui ostium masing-masing.
Fungsi sinus paranasal adalah :
1. Membentuk pertumbuhan wajah karena di dalam sinus terdapat rongga udara
sehingga bisa untuk perluasan. Jika tidak terdapat sinus maka pertumbuhan tulang
akan terdesak.
2. Sebagai pengatur udara (air conditioning).
3. Peringan cranium.
4. Resonansi suara.
5. Membantu produksi mukus.
2.2.2 Etiologi
Terjadinya sinusitis dapat merupakan perluasan infeksi dari hidung (rinogen), gigi
dan gusi (dentogen), faring, tonsil serta penyebaran hematogen walaupun jarang. Sinusitis
juga dapat terjadi akibat trauma langsung, barotrauma, berenang atau menyelam.
Sinusitis dapat disebabkan oleh:
1. Bakteri: Streptococcus pneumonia, Haemaphyllus influenza, Staphylocuccus
aureus, Neisseria, Klebsiella, Basil gram, Pseudomonas.
2. Virus: Rhinovirus, Influenza virus, Parainfluenza virus
3. Bakteri anaerob: Fusobakteria
4. Jamur
2.2.3 Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran
klirens dari mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM). Disamping itu mukus juga
mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan
terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan.
Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga mukosa
yang berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia tidak dapat bergerak
dan juga menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini menimbulkan tekanan negatif
didalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi atau penghambatan
drainase sinus. Efek awal yang ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous yang
dianggap sebagai sinusitis non bakterial yang dapat sembuh tanpa pengobatan.
Bila tidak sembuh maka sekret yang tertumpuk dalam sinus ini akan menjadi media
yang paten untuk tumbuh dan multiplikasi bakteri, dan sekret akan berubah menjadi
purulen yang disebut sinusitis akut bakterialis yang membutuhkan terapi antibiotik. Jika
terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan terjadi hipoksia dan bakteri
anaerob akan semakin berkembang. Keadaan ini menyebabkan perubahan kronik dari
mukosa yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista.
2.2.4 Epidemiologi
Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek sehari-hari,
bahkan dianggap sebagai salah satu gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia.
Sinusitis menyerang 1 dari 7 orang dewasa di United States, dengan lebih dari 30 juta
individu yang di diagnosis tiap tahunnya. Individu dengan riwayat alergi atau asma
berisiko tinggi terjadinya rhinosinusitis. 1,2 revalensi sinusitis tertinggi pada usia dewasa
18 – 75 tahun dan kemudian anak-anak berusia 15 tahun. Pada anak-anak berusia 5 – 10
tahun, infeksi saluran pernafasan di hubungkan dengan sinusitis akut. Sinusitis jarang
pada anak-anak berusia kurang dari 1 tahun karena sinus belum berkembang dengan baik.
Sinusitis maxilla paling sering terjadi daripada sinusitis paranasal lainnya, karena:
1. Ukuran sinus paranasal yang terbesar
2. Posisi ostium sinus maxilla lebih tinggi daripada dasarnya sehingga aliran secret
atau drainasenya hanya tergantung dari gerakan silia.
3. Letak ostium sinus maxilla berada pada meatus nasi medius disekitar hiatus
semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat.
4. Letak dasar sinus maxilla berbatasan langsung dengan dasar akar gigi (processus
alveolaris) sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinus maxilla.
2.2.5 Klasifikasi
1. Secara klinis, sinusitis dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Sinusitis akut, yaitu suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung
selama 3 minggu. Macam-macam sinusitis akut adalah sinusitis maksila
akut, sinusitis emtmoidal akut, sinus frontal akut, dan sinus sphenoid akut
b. Sinusitis kronis, yaitu suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlangsung
selama 3-8 minggu tetapi dapat juga berlanjut sampai berbulan-bulan
bahkan bertahun-tahun.
2. Sedangkan berdasarkan penyebabnya, sinusitis dapat dibagi menjadi:
a. Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), Segala sesuatu
yang menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis.
b. Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering
menyebabkan sinusitis infeksi pada gigi geraham atas (pre molar dan
molar).
2.2.6 Manifestasi Klinis
1. Sinusitis maksila akut
Gejala : demam, pusing, ingus kental di hidung, hidung tersumbat, nyeri pada
pipi, ingus mengalir ke nasofaring, kental kadang-kadang berbau dan
bercampur darah.
2. Sinusitis etmoid akut
Gejala : ingus kental di hidung dan nasafaring, nyeri di antara dua mata, dan
pusing.
3. Sinusitis frontal akut
Gejala : demam, sakit kepala yang hebat pada siang hari, tetapi berkurang
setelah sore hari, ingus kental dan penciuman berkurang.
4. Sinusitis sphenoid akut
Gejala : nyeri di bola mata, sakit kepala, ingus di nasofaring.
5. Sinusitis Kronis
Gejala : pilek yang sering kambuh, ingus kental dan kadang-kadang
berbau, selalu terdapat ingus di tenggorok, terdapat gejala di organ lain
misalnya rematik, nefritis, bronchitis, bronkiektasis, batuk kering, dan
sering demam.
2.2.7 Pemeriksaan diagnostik
1. Rinoskopi anterior :
a. Mukosa merah
b. Mukosa bengkak
c. Mukopus di meatus medius
2. Rinoskopi posterior : Mukopus nasofaring
3. Nyeri tekan pipi yang sakit
4. Transiluminasi : kesuraman pada ssisi yang sakit
5. X Foto sinus paranasalis :
a. Kesuraman
b. Gambaran “airfluidlevel”
c. Penebalan mukosa
2.2.8 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
a. Drainage
1) Dengan pemberian obat, yaitu dekongestan local seperti efedrin 1%
(dewasa) ½%(anak) dan dekongestan oral sedo efedrin 3 X 60 mg.
2) Surgikal dengan irigasi sinus maksilaris.
b. Pemberian antibiotik dalam 5-7 hari (untuk Sinusitis akut) yaitu:
1) Ampisilin 4 X 500 mg
2) Amoksilin 3 x 500 mg
3) Sulfametaksol=TMP (800/60) 2 x 1tablet
4) Diksisiklin 100 mg/hari.
c. Pemberian obat simtomatik. Contohnya parasetamol., metampiron 3 x 500
mg.
d. Untuk Sinusitis kronis, bisa dengan:
1) Cabut geraham atas bila penyebab dentogen
2) Irigasi 1 x setiap minggu (10-20)
3) Operasi Cadwell Luc bila degenerasi mukosa ireversibel (biopsi).
2. Penatalaksanaan Pembedahan
a. Radikal
1) Sinus maksila dengan operasi Cadhwell-luc.
2) Sinus ethmoid dengan ethmoidektomi.
3) Sinus frontal dan sfenoid dengan operasi Killian.
b. Non Radikal
Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF). Prinsipnya dengan membuka
dan membersihkan daerah kompleks ostiomeatal.
2.2.9 Komplikasi
Sinusitis dapat menyebabkan :
1. Kelainan orbita
2. Kelainan intrakranial
3. Kelainan paru-paru
4. Osteomielitis dan abses subperiosteal biasanya akibat sinusitis frontal dan lebih
banyak terjadi pada usia anak-anak. Osteomielitis akibat sinusitis maksila dapat
menyebabkan fistula oroantral.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Rhinitis
3.1.1 Pengkajian
1. Analisa :
a. Identitas klien
b. Keluhan utama
c. Riwayat peyakit dahulu
d. Riwayat keluarga
2. Pemeriksaan fisik :
a. Inspeksi : permukaan hidung terdapat sekret mukoid
b. Palpasi : nyeri, karena adanya inflamasi
3. Pemeriksaan penunjang :
a. Pemeriksaan nasoendoskopi
b. Pemeriksaan sitologi hidung
c. Hitung eosinofil pada darah tepi
d. Uji kulit alergen penyebab
3.1.2 Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi /adanya sekret yang
mengental
2. Gangguan pola istirahat berhubungan dengan penyumbatan pada hidung
3. Gangguan konsep diri berhubungan dengan rhinore.
3.1.3 Intervensi
1. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi/ adanya sekret yang
mengental.
Tujuan : Jalan nafas efektif setelah sekret dikeluarkan
Kriteria Hasil :
a. Klien tidak bernafas lagi melalui mulut
b. Jalan nafas kembali normal terutama hidung
Intervensi :
a. Kaji penumpukan secret yang ada
Rasional : Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya
b. Observasi tanda-tanda vital
Rasional : Mengetahui perkembangan klien sebelum dilakukan operasi.
c. Kolaborasi dengan tim medis
Rasional : Kerjasama untuk menghilangkan obat yang dikonsumsi.
2. Gangguan pola istirahat berhubungan dengan penyumbatan pada hidung
Tujuan : klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman
Kriteria Hasil : Klien tidur 6-8 jam sehari
Intervensi :
a. Kaji kebutuhan tidur klien.
Rasional : Mengetahui permasalahan klien dalam pemenuhan kebutuhan
istirahat tidur
b. Ciptakan suasana yang nyaman
Rasional : Agar klien dapat tidur dengan tenang
c. Anjurkan klien bernafas lewat mulut
Rasional : Pernafasan tidak terganggu
d. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat
Rasional : Pernafasan dapat efektif kembali lewat hidung
3. Gangguan konsep diri berhubungan dengan rhinore
Tujuan : konsep diri baik setelah intervensi
Kriteria Hasil :
a. Pasien mengekspresikan kepercayaan diri dalam kemampuan.
b. Mengekspresikan kepuasan dengan citra tubuh.
c. Mengekspresikan kepuasan dengan rasa berharga.
Intervensi :
a. Dorong individu untuk bertanya mengenai masalah, penanganan,
perkembangan dan prognosis kesehatan
Rasional : Memberikan minat dan perhatian, memberikan kesempatan
untuk memperbaiaki kesalahan konsep.
b. Ajarkan individu menegenai sumber komunitas yang tersedia, jika
dibutuhkan (misalnya : pusat kesehatan mental)
Rasional : Pendekatan secara komperhensif dapat membantu memenuhi
kebutuhan pasienuntuk memelihara tingkah laku koping.
c. Dorong individu untuk mengekspresikan perasaannya, khususnya
bagaimana individu merasakan, memikirkan, atau memandang dirinya
Rasional : Dapat membantu meningkatkan tingkat kepercayaan diri,
memperbaiki harga diri, mrnurunkan pikiran terus menerus
terhadap perubahan dan meningkatkan perasaan terhadap
pengendalian diri
3.2 Sinusitis
3.2.1 Pengkajian
1. Analisa :
a. Identitas klien
b. Keluhan utama
c. Riwayat peyakit dahulu
d. Riwayat keluarga
2. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
a. Intrapersonal : Perasaan yang dirasakan klien (cemas atau sedih).
b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
3. Pola fungsi kesehatan:
a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup.
Contohnya, untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa
memperhatikan efek samping.
b. Pola nutrisi dan metabolisme.
Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada
hidung.
c. Pola istirahat dan tidur.
Adakah indikasi klien merasa tidak dapat istirahat karena sering flu.
d. Pola persepsi dan konsep diri.
Klien sering flu terus menerus dan berbau yang menyebabakan konsep diri
menurun.
e. Pola sensorik.
Daya penciuman klien terganggu kaena hidung buntu akibat flu terus
menerus (baik purulen, serous maupun mukopurulen).
4. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum : keadaan umum , tanda viotal, kesadaran.
b. Pemeriksaan fisik data focus hidung : nyeri tekan pada sinus, rinuskopi
(mukosa merah dan bengkak).
5. Data subyektif
a. Observasi nares:
1) Riwayat bernafas melalui mulut, kapan, onset, frekwensinya.
2) Riwayat pembedahan hidung atau trauma.
3) Penggunaan obat tetes atau semprot hidung : jenis, jumlah,
frekwensinyya , lamanya.
b. Sekret hidung:
1) Warna, jumlah, konsistensi sekret.
2) Epistaksis.
3) Ada tidaknya krusta/nyeri hidung.
c. Riwayat sinusitis:
1) Nyeri kepala, lokasi dan beratnya.
2) Hubungan sinusitis dengan musim / cuaca.
d. Gangguan umum lainnya: kelemahan.
6. Data obyektif
a. Demam
b. Polip mungkin timbul dan biasanya terjadi bilateral pada hidung dan sinus
yang mengalami radang.
c. Kemerahan dan Odema membran mukosa
7. Pemeriksaan penunjung :
a. Kultur organisme hidung dan tenggorokan.
b. Pemeriksaan rongent sinus.
3.2.2 Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan dengan obstruksi / adanya
secret yang mengental.
2. Nyeri : kepala, tenggorokan , sinus berhubungan dengan peradangan pada hidung.
3. Hipertermi berhubungan dengan peradangan pada hidung.
4. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
nafus makan menurun sekunnder dari peradangan sinus.
5. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan hidungtersumbat, nyeri sekunder
peradangan hidung.
3.2.3 Intervensi
1. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan dengan obstruksi /adanya sekret
yang mengental.
Tujuan: Jalan nafas efektif setelah sekret dikeluarkan.
Kriteria Hasil:
a. Klien tidak bernafas lagi melalui mulut
b. Respiratory Rate 16-20x/menit
c. Suara napas tambahan tidak ada.
d. Ronkhi (-).
e. Dapat melakukan batuk efektif.
Intervensi :
a. Kaji penumpukan sekret yang ada.
Rasional : Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya
b. Observasi tanda-tanda vital
Rasional : Mengetahui perkembangan klien sebelum dilakukan operasi.
c. Ajarkan batuk efektif
Rasional : Mengeluarkan sekret di jalan napas
d. Kolaborasi pemberian nebulizing dengan tim medis untuk pembersihan
secret
Rasional : Kerjasama untuk menghilangkan penumpukan secret/masalah.
e. Evaluasi suara napas, karakteristik sekret, kemampuan batuk efektif.
Rasional : Ronkhi (-) mengindikasikan tidak ada cairan/sekret pada paru,
jumlah, konsistensi, warna sekret di kaji untuk tindakan
selanjutnya
2. Nyeri : kepala, tenggorokan, sinus berhubungan dengan peradangan pada hidung.
Tujuan: Nyeri klien berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil:
a. Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang.
b. Klien tidak menyeringai kesakitan
Intervensi :
a. Kaji tingkat nyeri klien
Rasional : Mengetahui tingkat nyeri klien dalam menentukan tindakan
selanjutnya
b. Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganya
Rasional : Dengan sebab dan akibat nyeri diharapkan klien berpartisipasi
dalam perawatan untuk mengurangi nyeri
c. Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi
Rasional : Klien mengetahui tehnik distraksi dn relaksasi sehinggga dapat
mempraktekkannya bila mengalami nyeri
d. Observasi tanda tanda vital dan keluhan klien
Rasional : Mengetahui keadaan umum dan perkembangan kondisi klien.
e. Kolaborasi dngan tim medis :
1) Terapi konservatif :
a) obat Acetaminopen; Aspirin, dekongestan hidung
b) Drainase sinus
2) Pembedahan : Irigasi Antral :
3) Untuk sinusitis maksilaris : Operasi Cadwell Luc.
Rasional : Menghilangkan /mengurangi keluhan nyeri klien
3. Hipertermi berhubungan dengan peradangan pada hidung.
Tujuan: suhu tubuh kembali dalam keadaan normal.
Kriteria hasil:
a. Suhu tubuh normal.
b. Kulit hangat dan lembab, membran mukosa lembab
Intervensi :
a. Monitoring perubahan suhu tubuh.
Rasional : Suhu tubuh harus dipantau secara efektif guna mengetahui
perkembangan dan kemajuan dari pasien.
b. Mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh dengan pemasangan
infuse.
Rasional : Cairan dalam tubuh sangat penting guna menjaga homeostasis
(keseimbangan) tubuh.
c. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik guna mengurangi
proses peradangan (inflamasi).
Rasional : Antibiotik berperan penting dalam mengatasi proses peradangan
(inflamasi).
d. Anjurkan pada pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang optimal
sehingga metabolisme dalam tubuh dapat berjalan lancar.
Rasional : Jika metabolisme dalam tubuh berjalan sempurna maka tingkat
kekebalan/ sistem imun bisa melawan semua benda asing
(antigen) yang masuk.
4. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
nafus makan menurun sekunnder dari peradangan sinus.
Tujuan : kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi
Kriteria hasil:
a. Klien menghabiskan porsi makannya
b. Berat badan tetap (seperti sebelum sakit ) atau bertambah
Intervensi :
a. kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi klien
Rasional : Mengetahui kekurangan nutrisi klien
b. Jelaskan pentingnya makanan bagi proses penyembuhan
Rasional : Dengan pengetahuan yang baik tentang nutrisi akan memotivasi
meningkatkan pemenuhan nutrisi
c. Catat intake dan output makanan klien.
Rasional : Mengetahui perkembangan pemenuhan nutrisi klien
d. Anjurkan makan sediki-sedikit tapi sering
Rasional : Dengan sedikit tapi sering mengurangi penekanan yang
berlebihan pada lambung
e. Sajikan makanan secara menarik
Rasional : Mengkatkan selera makan klien
5. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan hidung tersumbat, nyeri sekunder
peradangan hidung.
Tujuan : klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman
Kriteria hasil : Klien tidur 6-8 jam sehari
Intervensi :
a. kaji kebutuhan tidur klien.
Rasional : Mengetahui permasalahan klien dalam pemenuhan kebutuhan
istirahat tidur
b. Ciptakan suasana yang nyaman.
Rasional : Agar klien dapat tidur dengan tenang
c. Anjurkan klien bernafas lewat mulut
Rasional : Pernafasan tidak terganggu.
d. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat
Rasional : Pernafasan dapat efektif kembali lewat hidung