aulia risma - lbm 5 herbal
TRANSCRIPT
-
7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal
1/31
LBM 5
STEP 1
Scientification of traditional herbal : pembuktian ilmiah jamu melalui
penelitian ilmiah berbasis pelayanan kesehatan
STEP 2
1.Apa Tujuan saintifikasi jamu?
2.Apa yang diperlukan dalam saintifikasi jamu?
3.Apa Tahapan saintifikasi jamu?
4.Apa ruang lingkup dari saintifikasi jamu?
5.Apa kriteria jamu yang sudah tersaintifikasi?
6.Tahapan uji Klinik?
7.Apa perbedaan saintifikasi jamu dan uji klinik?
8.Bagaimana Desain uji klinik dan saintifikasi jamu?
9.Siapa saja yang boleh membuka saintifikasi jamu?10. Macam-macam klinik saintifikasi jamu?
STEP 3
1.Apa Tujuan saintifikasi jamu?
a.Memberikan landasan ilmiah melalui penelitian berbasis pelayanan
kesehatan (sehingga dapat diberikan kepada pasien berdasarkan
bukti ilmiah)
b.Jamu empiris, tidak ada efek sampingdiketahui melalui uji klinis
untuk membuktikan keamannya
c.Mendorong dr umum, drg untuk melakukan penelitian mengenai
kualitatif terhadap jamu
-
7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal
2/31
d.Memperbanyak wawasan kualitatif tentang penggunaan jamu yang
baik dan benar
2.Apa yang diperlukan dalam saintifikasi jamu?
a.Tenaga kerja : - dokter sebagai penanggung jawab- Apoteker
- Tenaga kesehatan lain (administrasi)
b. Sarana prasarana : bahan baku (simplisia), ruangan (pemeriksaan,
konsultasi, diskusi, peracikan jamu)
3.Apa Tahapan saintifikasi jamu?
a.Tanaman berkhasiat sudah diketahui khasiat secara empiris
b.Proses pembentukan simplisia
c.Isolasi senyawa aktif
d.Identifikasi fitokimia
e.Penentuan potensi senyawa aktif
f.Penentuan kadar potensi senyawa aktif
g.Uji pre klinik (uji toksisitas)
Mengetahui sumber yang baik berdasarkan Grading (A,B,C,D)
h.Mengobservasi pengaruh pemberian jamu pada pasien
Apa perbedaan tahapan pengembangan Fitofarmaka dengan
saintifikasi jamu?
Fitofarmaka : RCT blinded
Saintifikasi jamu : RCT not blinded
4.Apa ruang lingkup dari saintifikasi jamu?
Diutamakan untuk prefentif, promotif, paliatif, kuratif dan rehabilitative
Kuratiftergantung pada permintaan pasien.
Batasan saintifikasi jamu dan fitofarmaka
Apa Bedanya uji klinis dan saintifikasi jamu
Fitofarmaka : melalui uji klinis
Saintifikasi jamu : jamu godog an sudah boleh dberikan pasien
Perbedaan Uji Klinis Fitofarmaka dan Saintifikasi Jamu
-
7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal
3/31
Uji klinik saintifikasi jamu :
- diresepkan pada terapis medis? (profesinya apa?)
- turun temurun
Uji klinik fitofarmaka :
- diresepkan oleh dokter
-
Landasan munculnya kebijakan Saintifikasi Jamu
5.Apa kriteria jamu yang sudah tersaintifikasi?
a.Aman sesuai dengan persyaratan
b.Klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data ilmiah (diolah dan di uji
secara statistik)
khasiat berdasarkan EBMc.Memenuhi persyaratan mutu yang khusus
d.Jamu yang sudah tersaintifikasi sudah memiliki EBM
6.Tahapan uji Klinik?
Dilakukan setelah uji preklinik
Fase 1 : di uji pada orang sehat
20-100 org sehat
Fase II awal : pasien terbatas tanpa pembanding
>100 org sakitFase II akhir : menggunakan pembanding
Fase III : definitivedilakukan pada orang banyak
300-3000 org sakit
Fase IV : setelah pemasaran (ribuan) untuk melihat efek samping
khusus, jarang, lambat
Obat dapat ditarik dari pemasaransetelah pemasaran ada efek
samping
Ex : thalidomide ( anti emetic ) untuk ibu hamilteratogenik (bayi lahir
cacat, keguguran)
7.Apa perbedaan saintifikasi jamu dan uji klinik fitofarmaka?
Fitofarmaka : - Dapat diresepkan oleh semua dokter
-
7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal
4/31
- Telah melalui uji klinik
- Kurang dari 5 simplisia
- Simplisia yang digunakan sudah diketahui khasiat
dan keamanannya berdasarkan uji preklinik
Jamu :
- Diresepkan oleh dokter yang berlisensi (Dokter herbal terapis
medikyang sudah mengikuti pelatihan selama 40 jam (@45
menit/ jam))
- Belum melalui uji klinik
- Tidak ada batasan jumlah simplisia yang digunakan
- Khasiat dan keamanan berdasarkan empiris
8.Bagaimana Desain uji klinik dan saintifikasi jamu?
Desain Saintifikasi jamu : melalui uji preklinik (uji toksisitas dan
efikasi ) pada hewan coba
o Besar sample :
efikasi : 125 hewan coba
Toksisitas : 40 hewan coba
o Desain : Pre post intervention biklinik hortusmedicus denganRCT
(cara mendapatkan kelompok control??)tetapinot blinded
(langsung diberikan kepada pasien dan pasien tahu apa yang
diberikan)
Desain Uji Klinik : RCT double blind
9.Siapa saja yang boleh membuka saintifikasi jamu?
Diresepkan oleh dokter yang berlisensi (Dokter herbal terapis medik
yang sudah mengikuti pelatihan selama 40 jam (@45 menit/ jam))
10. Macam-macam klinik saintifikasi jamu?
Menurut permenkes 003 tahun 2010
-Klinik tipe A (lebih lengkap):
-
7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal
5/31
ketenagaan yang meliputi :
1. Dokter sebagai penanggung jawab
2. asisten apoteker
3. tenaga kesehatan komplementer alternative
4. Diploma (D3) pengobatan tradisional
5. tenaga administrasi
Sarana meliputi : peralatan medis, peralatan jamu
Ruangan : Tunggu, Pendaftaran, Konsultasi, pemeriksaan, peracikan
jamu, penyimpanan jamu, ruang diskusi, laboratorium sederhana,
apotik jamu.
-Klinik tipe B
ketenagaan yang meliputi :1. Dokter sebagai penanggung jawab
2. tenaga kesehatan komplementer alternative
3. Diploma (D3) pengobatan tradisional
4. tenaga administrasi
Sarana meliputi : peralatan medis, peralatan jamu
Ruangan : Tunggu, Pendaftaran, Konsultasi, peracikan jamu.
Bagaimana Perbedaan Kewenangan Klinik Tipe A dan Klinik Tipe B?
11. Bagaimana bentuk resep saintifikasi jamu?
STEP 4
-Preventif
-Promotif
-Kuratif
-Rehabilitatif
Tanaman terbukti secara
empiris
Dokter ,tenaga
pengobatan
fitofarmaka SaintifikasiUji klinikPreklinikJamu
Zat aktif
-
7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal
6/31
STEP 7
1.Apa Tujuan saintifikasi jamu?
Banyak alasan mengapa profesional kesehatan seperti dokter ataupun
apoteker tidak melakukan edukasi mendalam mengenai obat bahan alam ini,
terutama untuk jamu tradisional. Kendala utama edukasi dan pemanfaatan
jamu dalam pengobatan adalah, bukti ilmiah yang terkumpul masih sangat
sedikit. Kurangnya bukti ilmiah, yang menyebabkan tenaga kesehatan belum
merekomendasikan jamu kepada pasiennya. Bukti empiris atau pengalaman
masyarakat tidaklah cukup kuat untuk menjadikan dokter dan apoteker
memberikan rekomendasi memakai jamu dalam pelayanan kesehatan yang
dilakukannya.
(http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/vie!ile/"##$/"
""%&
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewFile/2994/2227http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewFile/2994/2227http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewFile/2994/2227http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewFile/2994/2227 -
7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal
7/31
(Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
003/Menkes/Per/I/2010 Tentang Saintifikasi Jamu Dalam Penelitian
Berbasis Pelayanan Kesehatan)
Pelayanan kesehatan promotif pelayanan kesehatan yang lebih
mengutamakan kegiatan yang bersifatpromosi kesehatan, pelayanan
kesehatan preventif adalah kegiatan pencegahan terhadap suatu
masalah kesehatan/penyakit,dan pelayanan kesehatan kuratif
adalah kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan
penyakit,pengurangan penderitaanakibat penyakit,pengendalian
penyakit, atau pengendalian kecacatanagar kualitas penderita
dapat terjaga seoptimal mungkin,serta pelayanan kesehatan
rehabilitatif adalah kegiatan untukmengembalikan bekas penderita
ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota
masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat
semaksimalmungkin sesuai dengan kemampuannya.
Perawatan paliatif adalah perawatan interdisipliner yang berfokus pada
pasien penyakit serius atau mengancam jiwa. Tujuan perawatan paliatif
-
7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal
8/31
adalah mengurangi beban penyakit, meringankan penderitaan, dan
mempertahankan kualitas hidup dari saat setelah diagnosis. Tujuan ini
dicapai melalui intervensi yang mempertahankan kesejahteraan fisik,
psikologis, sosial dan spiritual, meningkatkan komunikasi dan
koordinasi pelayanan, memastikan perawatan yang layak secara budaya
dan konsisten dengan nilai-nilai dan preferensi pasien, memberi
bantuan konkrit jika diperlukan dan meningkatkan kemungkinan
bahwa pasien meninggal dengan penderitaan minimal.
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23749/4/Chapter
%20II.pdf)
2.Apa yang diperlukan dalam saintifikasi jamu?
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23749/4/Chapter%20II.pdfhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23749/4/Chapter%20II.pdfhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23749/4/Chapter%20II.pdfhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23749/4/Chapter%20II.pdf -
7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal
9/31
-
7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal
10/31
(Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
003/Menkes/Per/I/2010 Tentang Saintifikasi Jamu Dalam Penelitian
Berbasis Pelayanan Kesehatan)
3.Apa Tahapan saintifikasi jamu?
-
7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal
11/31
Melalui pendekatan kedokteran integratif, variabel luaran klinik yang
diukur tidak hanya mencakup parameter objektif, misalnya hasil
laboratorium dan pengukuran, namun juga memperhatikan parameter
subjektif, yakni skor penyakit sesuai penilaian pasien (patients self-
responded outcome), kualitas hidup pasien, dan indeks kebugaran
pasien. Dengan cara pengukuran luaran klinik yang demikian
diharapkan uji klinik jamu menjadi lebih sensitif, meskipun tetap
memperhatikan prinsip-prinsip metodologi penelitian yang kokoh.
(http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewFile/29
94/2227)
Apa perbedaan tahapan pengembangan Fitofarmaka dengan
saintifikasi jamu?
Fitofarmaka : RCT blinded
Saintifikasi jamu : RCT not blinded
4.Apa ruang lingkup dari saintifikasi jamu?
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewFile/2994/2227http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewFile/2994/2227http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewFile/2994/2227http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewFile/2994/2227 -
7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal
12/31
(Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
003/Menkes/Per/I/2010 Tentang Saintifikasi Jamu Dalam Penelitian
Berbasis Pelayanan Kesehatan)
Batasan saintifikasi jamu dan fitofarmaka
Apa Bedanya uji klinis dan saintifikasi jamuProsedur penelitian obat herbal se-yogyanya sama dengan obat
konvensio-nal, mengacu pada uji klinis terstandar. Obat herbal yang
melewati tahapan uji klinis standar disebut fitofarmaka. Na-mun untuk
obat herbal seperti jamu su-lit dilakukan uji klinis terstandar sebab
senyawa aktif jamu yang diklaim berkha-siat terhadap penyakit tertentu
belum diketahui jenis dan kadarnya.Jamu ti-dak bisa dilakukan uji
klinik terstandar, karena kandungannya beragam, ujar Dr. Nafrialdi,
SpPD, PhD.
Untuk jamu, lanjut Dr. Nafrialdi, bisa saja dilakukan uji klinis yang
sudah di-modifikasi sesuai data yang diinginkan. Obat herbal yang
diklaim dapat menu-runkan gula darah, Dr. Nafrialdi mencontohkan,
setelah didiagnosa dokter, pa-sien yang gula darahnya tinggi diberi obat
herbal tersebut. Selanjutnya, diob-servasi dalam periode waktu tertentu,
apakah gula darahnya turun. Saintifika-si jamu sifatnya observasi,
tidak mengi-kuti tahapan-tahapan uji klinis yang ba-ku, tambah
internis yang juga Kepala Departemen Farmakologi FKUI/RSCM ini.
Saintifikasi jamu ini diharapkan Dr. Hardhi Pranata, SpS sungguh
-
7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal
13/31
kecewa dengan kenyataan ini: Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) telah
diklaim oleh bangsa lain. Padahal, tumbuhan ini merupakan tanaman
asli Indonesia dan memiliki manfaat yang luar biasa dalam bidang
kesehatan. Zat aktif temulawak telah dipatenkan oleh perusahaan di
Ameri-ka untuk dijadikan antikanker, obat stroke, dan obat hati. Obat-
obatan ter-sebut bahkan dipasarkan dengan harga yang berkali-kali
lipat, ujarnya de-ngan nada kecewa.
Dr. Hardhi, yang juga Ketua Persatuan Dokter Herbal Medik Indonesia
(PDHMI) ini pantas gundah. Pasalnya, bangsa Indonesia sendiri
sebenarnya telah lama memanfaatkan kekayaan tidak hanya mendapat
bukti-bukti kha-siatnya, tapi lebih dari itu, data efikasi, keamanan, efek
sampingnya, dosis dan lain sebagainya juga tercatat.
(http://www.pbpapdi.com/images/file_halo_internist/Halo%20Internis
%20Edisi%2018;%20Obat%20Herbal%20Masuk%20Pelayanan%20Kesehatan
%20Formal%20%20_5.pdf)
Perbedaan Uji Klinis Fitofarmaka dan Saintifikasi Jamu
Uji klinik saintifikasi jamu :
Uji klinik fitofarmaka :
http://www.pbpapdi.com/images/file_halo_internist/Halo%20Internis%20Edisi%2018;%20Obat%20Herbal%20Masuk%20Pelayanan%20Kesehatan%20Formal%20%20_5.pdfhttp://www.pbpapdi.com/images/file_halo_internist/Halo%20Internis%20Edisi%2018;%20Obat%20Herbal%20Masuk%20Pelayanan%20Kesehatan%20Formal%20%20_5.pdfhttp://www.pbpapdi.com/images/file_halo_internist/Halo%20Internis%20Edisi%2018;%20Obat%20Herbal%20Masuk%20Pelayanan%20Kesehatan%20Formal%20%20_5.pdfhttp://www.pbpapdi.com/images/file_halo_internist/Halo%20Internis%20Edisi%2018;%20Obat%20Herbal%20Masuk%20Pelayanan%20Kesehatan%20Formal%20%20_5.pdfhttp://www.pbpapdi.com/images/file_halo_internist/Halo%20Internis%20Edisi%2018;%20Obat%20Herbal%20Masuk%20Pelayanan%20Kesehatan%20Formal%20%20_5.pdfhttp://www.pbpapdi.com/images/file_halo_internist/Halo%20Internis%20Edisi%2018;%20Obat%20Herbal%20Masuk%20Pelayanan%20Kesehatan%20Formal%20%20_5.pdf -
7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal
14/31
-
7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal
15/31
-
7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal
16/31
-
7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal
17/31
-
7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal
18/31
-
7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal
19/31
-
7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal
20/31
-
7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal
21/31
-
7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal
22/31
-
7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal
23/31
-
7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal
24/31
(Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
761/Menkes/Sk/Ix/1992 Tentang Pedoman Fitofarmaka)
Landasan munculnya kebijakan Saintifikasi Jamu\
Sebagaimana dimaklumi, kerangka pengetahuan (body of knowledge)
pengobatan tradisional Indonesia (termasuk jamu) tidak berkembang
dan terdokumentasikan dengan baik, sebagaimana saudaranya seperti
Ayurveda dan Traditional Chinese Medicine. Jamu memang sudah
terdokumentasikan pada relief candi Borobudur yang diperkirakan
didirikan pada abad ke 9 Masehi (Sutarjadi, Rahman & Indrawati, 2012).
Namun, penggunaannya hanya bersifat turun temurun, dipelajari
berdasarkan pengalaman dari satu generasi ke generasi berikutnya,
tanpa dibukukan dengan baik atau diajarkan secara formal.
Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa tujuan program Saintifikasi Jamu
adalah menyediakan bukti ilmiah tentang manfaat dan keamanan jamu,
khususnya terkait dengan penggunaan jamu untuk komunitas. Sudah
disadari banyak pihak, bahwa Jamu secara turun temurun sudah
digunakan untuk memelihara kesehatan dan mengobati penyakit,
-
7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal
25/31
namun belum didukung bukti ilmiah yang terstruktur terkait khasiat
dan keamanannya. Juga sudah diuraikan di depan bahwa pengobatan
tradisional termasuk Jamu, menggunakan paradigma naturalistik, yang
mengobati pasien sebagai pribadi yang utuh (body-mind-spirit), dan
berusaha memperbaiki ketidakseimbangan fisik, mental, spiritual, dan
lingkungan secara simultan.
(http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewFile/29
94/2227)
5.Apa kriteria jamu yang sudah tersaintifikasi?
Hasil akhir uji klinik Saintifikasi Jamu adalah Jamu Saintifik, yang
menunjukkan bahwa Jamu uji mempunyai nilai manfaat dan terbukti
aman. Apabila perusahaan farmasi akan mengembangkan Jamu
Saintifik menjadi produk fitofarmaka, maka perusahaan farmasi
berkewajiban untuk mengikuti tahapan pengembangan fitofarmaka
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
(http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewFile/29
94/2227)
6.Tahapan uji Klinik?
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewFile/2994/2227http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewFile/2994/2227http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewFile/2994/2227http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewFile/2994/2227http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewFile/2994/2227http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewFile/2994/2227http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewFile/2994/2227http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/viewFile/2994/2227 -
7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal
26/31
Untuk dapat menjadi fitofarmaka maka obat tradisional/obat herbal
harus dibuktikan khasiat dan keamanannya melalui uji klinik. Seperti
halnya dengan obat moderen makauji klinik berpembanding dengan
alokasi acak dan tersamar ganda (randomized double-blind
controlled clinical trial)merupakan desain uji klinik baku emas (gold
standard).Uji klinik pada manusia hanya dapat dilakukan apabila
obat tradisional/obat herbal tersebut telah terbukti aman dan
berkhasiat pada uji preklinik.Pada uji klinik obat tradisional seperti
halnya dengan uji klinik obat moderen, maka prinsip etik uji klinik
harus dipenuhi. Sukarelawan harus mendapat keterangan yang jelas
mengenai penelitian dan memberikan informed-consent sebelum
penelitian dilakukan, dan diberiethical clearance.Standardisasi
sediaan merupakan hal yang penting untuk dapat menimbulkan efek
yang terulangkan (reproducible)
-
7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal
27/31
Menurut Deklarasi Helsinki uji klinik terdiri dari 4 fase.
1.Fase Icalon uji pada sukarelawan sehat untuk mendapatkan hasil
yang sama dengan hewan percobaan. Biasanya dilakukan terhadap 50-
150 sukarelawan yang sehat2.Fase IIcalon obat diuji pada pasien tertentu, diamati efi kasi pada
penyakit yang diobati. Dilakukan terhadap 100-200 pasien.
Fase II awal : dilakukan pada pasien dalam jumlah terbatas,
tanpa pembanding. Jumlah pasien 100-200; dilakukan uji toksisitas
kronik, uji sediaan bahan obat
Fase II akhir :dilakukan pada pasien jumlah terbatas, dengan
pembanding.3.Fase IIIefikasi dan keamanan obat baru dibandingkan obat
pembanding efeknya pada kelompok besar yang sakit. Pasien yang
dilibatkan biasanya 50-5000 orang.
Setelah calon obat dibuktikan berkhasiat, mirip obat yang sudah ada
dan menunjukkan keamanan bagi si pemakai, maka obat baru diizinkan
untuk diproduksi oleh industri sebagai legal drug. Obat dipasarkan
dengan nama dagang tertentu yang dapat diresepkan oleh dokter.
4.Fase IVsetelah obat dipasarkan masih dilakukan studi
pascapemasaran yang diamati pada pasien dalam berbagai kondisi, usia,
dan ras. Studi ini dilakukan pada jangka waktu lama untuk melihat
terapeutik dan pengalaman jangka panjang dalam menggunakan obat.
Setelah hasil studi fase ini dievaluasi, masih memungkinkan obat ditarik
dari perdagangan jika membahayakan.
Sebagai contoh cerivastatin, suatu obat antihiperkolesterolemia yang
dapat merusak ginjal. Talidomid dinyatakan tidak aman untuk wanita
hamil karena dapat menyebabkan kecacatan janin. Sedangkan
-
7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal
28/31
troglitazon suatu obat antidiabetes di Amerika Serikat ditarik karena
merusak hati.
7.Apa perbedaan saintifikasi jamu dan uji klinik fitofarmaka?8.Bagaimana Desain uji klinik dan saintifikasi jamu?
Desain Saintifikasi jamu
(http://www.farmako.uns.ac.id/perhipba/wp-
content/uploads/2012/01/MU.2.pdf)
Desain Uji Klinik : RCT double blind
9.Siapa saja yang boleh membuka saintifikasi jamu?
http://www.farmako.uns.ac.id/perhipba/wp-content/uploads/2012/01/MU.2.pdfhttp://www.farmako.uns.ac.id/perhipba/wp-content/uploads/2012/01/MU.2.pdfhttp://www.farmako.uns.ac.id/perhipba/wp-content/uploads/2012/01/MU.2.pdfhttp://www.farmako.uns.ac.id/perhipba/wp-content/uploads/2012/01/MU.2.pdf -
7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal
29/31
-
7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal
30/31
(Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
003/Menkes/Per/I/2010 Tentang Saintifikasi Jamu Dalam Penelitian
Berbasis Pelayanan Kesehatan)
10. Macam-macam klinik saintifikasi jamu?
-
7/26/2019 Aulia Risma - LBM 5 Herbal
31/31
(Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
003/Menkes/Per/I/2010 Tentang Saintifikasi Jamu Dalam Penelitian
Berbasis Pelayanan Kesehatan)
Bagaimana Perbedaan Kewenangan Klinik Tipe A dan Klinik Tipe B?
11.Bagaimana bentuk resep saintifikasi jamu?