bab v backward - facing step -...
TRANSCRIPT
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri ITS Laporan Tugas Akhir
Konversi Energi 113
BAB V
BACKWARD - FACING STEP
Hasil validasi software memberikan informasi tentang karakteristik
discretization scheme dan performance kelima model turbulensi dalam menyelesaikan
aliran di dekat dinding. Informasi ini sangat berguna untuk penyelesaian simulasi
aliran pada Backward-Facing Step. Simulasi pada aliran Backward-Facing Step ini
dilakukan dengan menggunakan discretization scheme Streamline Upwind / Petro-
Galerkin Approach (SUPG). Namun, simulasi ini tetap menggunakan kelima model k-
ε yang ada pada Ansys CFD Flotran Versi 5.6. Penggunaan kelima k-ε model ini
dimaksudkan agar kemampuan setiap model dapat dibandingkan, karena setiap model
turbulensi memiliki kelemahan dan keunggulan sehingga belum tentu salah satu
model k-ε dapat memberikan hasil yang paling baik dalam menyelesaikan semua
konfigurasi aliran. Hasil simulasi pada aliran melintasi pelat datar menunjukkan
model turbulensi yang dikembangkan oleh Girimaji (GIR) memberikan hasil prediksi
yang terbaik. Namun, belum tentu model tersebut juga memberikan prediksi yang
terbaik juga dalam menyelesaikan aliran Backward-Facing Step.
5.1 Definisi Masalah
Simulasi ini dilakukan dengan asumsi aliran berupa aliran incompressible,
steady, viscous, dua dimensi, dan adiabatic. Simulasi ini bertujuan menguji
kemampuan model turbulensi k-ε model dalam memprediksi profil distribusi
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri ITS Laporan Tugas Akhir
Konversi Energi 114
kecepatan sepanjang daerah yang bersirkulasi dan titik terjadinya reattachment length.
Selain itu, simulasi ini juga memprediksi profil distribusi turbulent kinetic energy (k)
sepanjang daerah yang bersirkulasi, yang berguna dalam memprediksi nilai energi
dissipasi (ε), dimana prediksi ini akan menunjukkan kemampuan model turbulensi
tersebut dalam menyelesaikan kasus perpindahan panas untuk aliran thermal.
Untuk keperluan validasi, hasil simulasi ini disajikan dalam bentuk grafik y/H
= f(u/Uo) dan grafik y/H = f( Uotke / ) untuk beberapa lokasi x/H. Grafik-grafik
tersebut dibandingkan dengan data-data eksperimen dari Restivo (1979), hasil
simulasi dari Peng et al. (1997) dan Nur Ikhwan (2000).
5.2 Simulasi Aliran
Simulasi ini dilakukan dengan menggunakan discretization scheme SUPG,
dengan model turbulensi k-ε standard, RNG, NKE, GIR dan SZL yang mengunakan
Wall Function untuk menyelesaikan aliran di dekat dinding. Geometri aliran yang
digunakan sama seperti geometri simulasi yang dilakukan oleh Peng et al.,1997
(Gambar 5.1). Ekspansi rasio antara outlet dan inlet, H/h adalah 6, tinggi inlet (h) =
0.25 m, panjang inlet (p) = 0.5.h, panjang geometri yang mengalami pembesaran
penampang (L) = 100.h, dan selisih antara tinggi outlet dan inlet (W) = H – h.
Properties aliran yang digunakan adalah : Reynold Number (Re) = 5050 berdasarkan
ketinggian inlet, dimana : u = 10.1 m/s, ρ = 1 kg/m3, μ = 0.0005 kg/m.sec.
Meshing yang digunakan dalam simulasi ini adalah meshing yang uniform,
dengan jumlah node 14868 (Gambar 5.2). Boundary Conditon yang diaplikasikan
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri ITS Laporan Tugas Akhir
Konversi Energi 115
pada geometri aliran adalah : untuk inflow, kecepatan aliran adalah uniform,
sedangkan pada outflow berupa tekanan atmosfer, serta boundary condition
selebihnya adalah berupa wall.
Gambar 5.1 Aliran pada Backward-Facing Step
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri ITS Laporan Tugas Akhir
Konversi Energi 116
(a)
(b)
Gambar 5.2 Struktur grid (meshing) untuk aliran Backward-Facing Step (a) keseluruhan geometri, (b) hasil perbesaran
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri ITS Laporan Tugas Akhir
Konversi Energi 117
5.3 Hasil Simulasi dan Pembahasan
Aliran turbulen yang melalui Backward-Facing Step akan mengalami lokal
separasi. Terjadinya separasi ini pada dasarnya lebih didominasi oleh adanya efek
pembesaran penampang aliran secara mendadak, dari pada efek friksi yang ada pada
aliran. Pembesaran penampang aliran ini akan membuat momentum aliran fluida
menjadi lemah dan menimbulkan adanya adverse pressure gradient ( 0/ =∂∂ xp ) atau
sering disebut back pressure. Saat membesarnya penampang aliran, kecepatan fluida
(jet) akan menurun sehingga tekanan dinamis fluida juga ikut menurun, sementara
fluida memasuki daerah bertekanan tinggi (high pressure region), dimana adverse
pressure gradient mulai terjadi. Kondisi inilah yang menyebabkan momentum fluida
tidak lagi mampu melawan friksi dan tekanan balik (back pressure) yang berlawanan
dengan arah aliran fluida inlet, sehingga aliran fluida akan terseparasi. Setelah aliran
terseparasi, maka akan terjadi aliran balik (back flow) yang kemudian membentuk
aliran sekunder (vortex) pada daerah di sekitar dinding yang berekspansi tersebut.
Aliran fluida dapat pulih kembali, tetapi butuh panjang relaxasi (reattachment length)
dan titik awal pulihnya aliran fluida ini disebut reattachment point.
Gambar 5.3 menunjukkan vektor kecepatan pada kondisi awal terjadinya
pembesaran penampang. Adanya pembesaran penampang aliran bagian bawah yang
kemudian menimbulkan aliran sekunder, akan merusak boundary layer dinding inlet
bagian bawah. Boundary layer tidak akan terbentuk pada daerah yang mengalami
aliran sekunder ini, yaitu daerah mulai terjadinya pembesaran penampang dimana
aliran sekunder mulai terjadi, sampai pada titik pulihnya aliran fluida dimana aliran
tepat tidak mengalami aliran sekunder lagi. Boundary layer baru akan terbentuk
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri ITS Laporan Tugas Akhir
Konversi Energi 118
kembali mulai dari tercapainya titik reattachment length, dan akan terus mengembang
sampai ke outflow. Sedangkan, boundary layer dinding bagian atas sudah terbentuk
mulai dari inlet dan terus mengembang sampai ke outlet. Bila dibandingkan, boundary
layer dinding bagian atas yang mulai berkembang dari inlet terhadap boundary layer
dinding bagian bawah yang mulai berkembang dari titik reattachment length, ternyata
bukan boundary layer dinding bagian atas yang lebih tebal dari boundary layer
dinding bagian bawah. Hal ini dikarenakan adanya pembesaran penampang pada
aliran di sekitar dinding bagian bawah yang menimbulkan vortex menyebabkan
terganggunya aliran (disturbance) sehingga aliran turbulen yang sudah berfluktuasi
(u’,v’,dan w’) akan semakin berfluktuasi lagi. Hal inilah yang menyebabkan boundary
layer berkembang menjadi lebih tinggi. Berbeda kondisinya dengan dinding bagian
atas, dimana aliran jet yang keluar di daerah dekat dinding atas tidak mengalami
gangguan berupa vortex, dan ditambah adanya dinding bagian atas yang berfungsi
sebagai dinding penuntun (guidance wall) sehingga aliran dapat dituntun dengan
cukup teratur mengikuti kontur dinding tersebut. Karena tidak ada gangguan yang
cukup berarti inilah, maka boundary layer bagian atas yang terbentuk akan lebih tipis
dibanding boundary layer dinding bagian bawah, sekalipun boundary layer dinding
bagian bawah ini baru terbentuk saat tercapainya titik reattachment length. Tebal
boundary layer pada dinding bagian atas dan bawah diwakili oleh gradient kecepatan
pada ujung aliran (outlet) dari Backward-Facing Step (Gambar 5.4).
Kontur kecepatan yang menunjukkan tercapainya titik reattachment length
terlihat pada Gambar 5.5. Sedangkan Gambar 5.6 merupakan gambar streamline-
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri ITS Laporan Tugas Akhir
Konversi Energi 119
streamline aliran yang menunjukkan adanya aliran sekunder dan pulihnya aliran
setelah titik reattachment tercapai.
Adverse pressure gradient yang terjadi pada daerah di sekitar penampang yang
mengalami aliran sekunder akan terus mengecil sampai reattachment tercapai dimana
aliran tidak lagi diganggu oleh adverse pressure gradient. Fenomena ini ditunjukkan
oleh kontur tekanan pada Gambar 5.7 dimana nilai tekanan yang berharga negatif di
sekitar daerah yang mengalami aliran sekunder menunjukkan adanya adverse pressure
gradient sedangkan tekanan pada daerah setelah reattachment length tercapai adalah
bernilai positif dan relatif konstan.
Untuk menentukan titik tercapainya reattachment length dalam simulasi ini,
dapat dilakukan dengan mensortir sejumlah node terdekat dengan dinding yang
mengalami pembesaran penampang dimana secara hipotesis reattachment point akan
tercapai. Node-node yang telah disortir ini akan menunjukkan harga kecepatan yang
dimilikinya. Reattachment point dapat ditentukan dengan cara mencari vektor
kecepatan yang berharga nol pada sejumlah node yang telah disortir. Apabila node
yang telah disortir tidak menunjukkan vektor kecepatan yang berhaga nol, maka titik
reattachment length dapat diprediksi dengan menginterpolasi antara dua node yang
berharga negatif dan positif. Dalam validasi ini, untuk menyesuaikan data-data
simulasi dengan data eksperimen, maka reattachment length dibuat dalam bentuk
selisih antara tinggi outlet dan inlet (w).
Prediksi reattachment length untuk berbagai model turbulensi ditunjukkan
pada Tabel 5.1. Tabel ini menunjukkan hasil prediksi kelima model turbulensi k-ε
yang disimulasikan, model turbulensi LRN k-ω modifikasi yang disimulasikan oleh
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri ITS Laporan Tugas Akhir
Konversi Energi 120
Peng et al.(1997), model turbulensi LRN k-ε (Sharma-Launder) yang disimulasikan
oleh Nur Ikhwan (2000), dibandingkan dengan eksperimen yang dilakukan oleh
Restivo (1979). Sebagai tambahan, prediksi model turbulensi k-ε dengan modifikasi
closure coefficient, yang diajukan oleh HaMinh–Chassaing (1977) juga turut
dibandingkan. Tabel 5.1 ini juga memberikan persentase error yang dihasilkan oleh
masing-masing model turbulen sebagai variabel pembanding keakuratan dari model-
model tersebut.
Tabel 5.1 Perbandingan Prediksi Reattachment Length
No Hasil Eksperimen / Simulasi Reattachment Length % Error
1 Eksperimen (Restivo, 1979) 6.12 W ---
2 k-ω modifikasi Model (Peng et al., 1997) 6.4 W 4.6
3 LRN k-ε Model / (Sharma-Launder, 1974) 6.2 W 1.3
4 * k-ε Standard Model (Launder – Spalding, 1972)
5.83 W 4.7
5 * RNG Model 5.74 W 6.2
6 * SZL Model 6.8 W 11.1
7 * NKE Model 5.35 W 12.6
8 * GIR Model 6.96 W 13.7
9 * k-ε Model (modifikasi closure coefficient oleh HaMinh – Chassaing, 1977), untuk aliran melalui pipa yang mengandung adverse pressure gradient.
5.82 W
4.9
Keterangan : * Model-model turbulensi yang disimulasikan.
Dari sejumlah model-model turbulensi yang digunakan dalam simulasi yaitu
k-ε standard, RNG, NKE, GIR, dan SZL, model turbulensi yang paling baik dalam
memprediksi reattachment length ini adalah model k-ε standard dengan error
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri ITS Laporan Tugas Akhir
Konversi Energi 121
underestimate sekitar 4.7 persen dibanding hasil eksperimen dari Restivo (1979).
Pengubahan closure coefficient pada standard k-ε model yang disarankan oleh
HaMinh-Chassaing untuk geometri pipa yang mengandung adverse pressure gradient
ternyata tidak memberikan prediksi yang baik bila digunakan untuk menyelesaikan
geometri aliran Backward-Facing Step dengan adverse pressure gradient yang tinggi.
Clossure coefficient yang disarankan oleh HaMinh-Chassaing adalah σε dengan nilai
1.1. Penggunaaan σε = 1.1 pada standard k-ε model malah sebaliknya menyebabkan
prediksi reattachment length makin buruk, dengan error underestimate sekitar 4.9
persen.
Prediksi LRN k-ω modifikasi (Peng et al.) memberikan error sekitar 4.6
persen, prediksi ini masih lebih baik dibanding k-ε standard, tetapi dalam kondisi
overestimate. Bila dibandingkan dengan hasil simulasi dengan model turbulensi LRN
k-ε Model yang dilakukan oleh Nur Ikhwan ternyata model tersebut mampu
memberikan hasil yang lebih akurat dibanding hasil simulasi dengan model k-ε
standard dan Peng et al. Dari tabel diatas terlihat bahwa LRN k-ε model yang
memberikan prediksi paling baik dibanding sejumlah model-model lainnya, yaitu
dengan sedikit error overestimate sekitar 1.3 persen.
Model RNG memberikan prediksi underestimate nilai reattachment length
yang masih cukup baik, yaitu dengan error sekitar 6.2 persen. Untuk model-model k-ε
lainnya memberikan prediksi yang sangat buruk, dimana model NKE memberikan
prediksi underestimate sedangkan GIR dan SZL overestimate.
Error pasti akan selalu terjadi dalam setiap pemodelan turbulensi, namun error
yang diperkirakan cukup logis untuk diterima dalam pemodelan turbulensi adalah
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri ITS Laporan Tugas Akhir
Konversi Energi 122
sekitar lima persen dari hasil eksperimen. Hal ini disebabkan karena tidak adanya
solusi exact dari aliran turbulen, sehingga acuan kebenaran hasil simulasi ini diambil
berdasarkan perbandingan terhadap hasil eksperimen. Oleh karena itu, model
turbulensi yang dapat dikategorikan cukup baik adalah model k-ε standard, karena
model ini memberikan nilai prediksi dengan error kurang dari lima persen.
Hasil simulasi untuk berbagai model turbulensi dalam memprediksi distribusi
kecepatan aliran di sepanjang daerah separasi mulai dari x/h = 5 sampai x/h = 30
terlihat pada Gambar 5.8 sampai 5.12. Sedangkan untuk prediksi distribusi turbulent
kinetic energy di sepanjang daerah separasi juga mulai dari x/h = 5 sampai x/h = 30
ditunjukkan pada Gambar 5.13 sampai 5.17, dan kontur turbulent kinetic energy
ditunjukkan pada Gambar 5.18.
Pada daerah awal terjadinya pembesaran penampang, diambil untuk x/h = 5
terlihat bahwa profil kecepatan menunjukkan back flow yang lebih tinggi (dalam arah
y) dan terus menurun sampai x/h = 30 (daerah sekitar pulihnya aliran). Hal ini
disebabkan karena aliran sekunder (vortex) terjadi hanya di sekitar daerah pojok yang
mengalami pembesaran penampang yang mendadak tersebut. Setelah itu, vortex akan
hilang dan menandakan pulihnya aliran. Aliran sekunder (vortex) yang terjadi pada
daerah ini memiliki massa aliran yang konstan, disebut dead air area (daerah titik mati
aliran). Jadi pulihnya aliran ini juga potensial disebabkan oleh bentuk geometri aliran,
dimana setelah menghilangnya vortex maka aliran akan kembali seperti semula.
Gambar 5.8 dan 5.9 menunjukkan prediksi distribusi kecepatan pada x/h = 5
dan x/h =10, terlihat bahwa model turbulensi k-ε standard memberikan prediksi yang
paling mendekati hasil eksperimen, kemudian diikuti oleh model RNG yang juga
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri ITS Laporan Tugas Akhir
Konversi Energi 123
memberikan hasil prediksi yang mirip dengan model k-ε standard, selanjutnya disusul
oleh model NKE, SZL, GIR dan k-ε (HaMinh–Chassaing) berturut-turut. Bila
diurutkan mulai dari prediksi yang paling mendekati hasil eksperimen sampai yang
paling jauh adalah sebagai berikut : LRN k-ε Model, Peng et al., k-ε standard, RNG,
NKE, SZL, GIR, dan k-ε (HaMinh-Chassaing).
Untuk x/h = 15 ditunjukkan pada Gambar 5.10 dengan urutan keakuratan
sebagai berikut : LRN k-ε Model, Peng et al., NKE, k-ε standard, k-ε (HaMinh-
Chassaing), RNG, GIR dan SZL. Sedangkan untuk x/h = 20 dan x/h = 30 (Gambar
5.11 dan 5.12) menunjukkan hasil prediksi dengan urutan keakuratan yang sama yaitu
: LRN k-ε Model, Peng et al., k-ε standard, k-ε (HaMinh-Chassaing), RNG, NKE,
SZL, dan GIR. Pada daerah x/h = 30 ini, merupakan daerah sekitar terjadinya
reattachment. Dalam Gambar 5.12, reattachment point diwaliki oleh nilai kecepatan
yang berharga nol.
Secara umum, dari hasil simulasi yang ditunjukkan pada Gambar 5.8 sampai
5.12 terlihat bahwa dari semua jenis model turbulensi k-ε yang disimulasikan, model
k-ε standard yang memberikan prediksi terbaik. Namun, model turbulensi k-ω model
yang disimulasikan oleh Peng et al. maupun model LRN k-ε Model yang
disimulasikan oleh Nur Ikhwan (2000) memberikan prediksi yang lebih akurat
dibanding k-ε model.
Model LRN k-ω modifikasi (Peng et al., 1997) berasal dari model LRN k-ω
yang diajukan oleh Wilcox (1994), dimana Peng (1996) mendapati bahwa model
tersebut memberikan error overestimate yang buruk sekali terhadap reattachment
length pada aliran Backward-Facing Step dengan aspek rasio tinggi ini, yaitu kurang
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri ITS Laporan Tugas Akhir
Konversi Energi 124
dari 35 persen. Peng (1997) melakukan modifikasi persamaan Wilcox tersebut dengan
menambahkan parameter baru berbentuk turbulent cross-difussion ke dalam
persamaan ω tersebut, dan mengubah beberapa konstanta-konstanta closure dan
damping function, sedangkan persamaan turbulent kinetic energy (k) tetap
menggunakan persamaan dari Wilcox (1994). Hasilnya, membuktikan bahwa
modifikasi ini mampu memberikan prediksi reattachment length yang lebih baik
dibanding model LRN k-ω model Wilcox (1994).
Model turbulen k-ε model standard (Spalding-Launder, 1972) memang
memberikan prediksi yang cukup baik untuk berbagai konfigurasi aliran. Namun,
kelemahan utama dari model ini adalah gagal digunakan untuk memprediksi aliran di
dekat dinding, sehingga untuk tetap dapat mengunakannya dalam menyelesaikan
aliran di dekat dinding diperlukan tambahan metode Wall Function (Ansys CFD
Flotran). Walau demikian, beberapa masalah masih tetap terjadi. Hal ini dikemukan
oleh Patel et al. (1984). Model turbulensi k-ε yang hanya menggunakan Wall Function
hanya mampu menyelesaikan aliran di dekat dinding dengan baik apabila aliran
turbulen mengalir dengan Reynold Number yang tinggi. Sebaliknya pada aliran
turbulen dengan Reynold Number yang rendah, metode Wall Function tidak lagi
mampu menangani aliran di dekat dinding dengan baik. Dari hasil simulasi terlihat
bahwa error utama yang terjadi pada standard k-ε model dalam memprediksi
reattachment length adalah ketidakakuratan prediksi nilai kecepatan fluida di daerah
sekitar dinding bagian atas maupun bawah. Hal ini disebabkan kelemahan model
turbulensi yang hanya menggunakan Wall Function tidak mampu menyelesaikan
aliran di dekat dinding saat aliran tersebut mengandung adverse pressure gradient
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri ITS Laporan Tugas Akhir
Konversi Energi 125
yang tinggi. Kelemahan-kelemahan inilah yang menyebabkan prediksi reattachment
length pada simulasi ini memiliki error yang lebih besar dibanding simulasi oleh Peng
et al. dengan LRN k-ω modifikasinya.
Modifikasi-modifikasi terhadap standard k-ε model juga telah dilakukan,
seperti GIR, SZL, NKE, dan RNG yang digunakan dalam simulasi ini. Namun model-
model tersebut masih tetap belum sangup menangani kasus aliran yang mengandung
adverse pressure gradient yang tinggi. Model-model tersebut diajukan hanya untuk
penyelesaian kasus-kasus tertentu saja.
Launder-Sharma (1974) melakukan perbaikan terhadap kelemahan model
turbulen k-ε standard yang hanya menggunakan Wall Function dan menghasilkan
model turbulensi Low Reynold Number (LRN) k-ε model. Model ini tetap
menggunakan Wall Function untuk menyelesaikan aliran di dekat dinding, tetapi
mendapatkan tambahan damping function pada persamaan eddy viscosity, turbulent
kinetic energy dan energy dissipasi, sehingga model ini mampu menyelesaikan aliran
di dekat dinding dengan baik pada saat Reynold Number aliran turbulen cukup
rendah. Model ini telah divalidasi oleh Nur Ikhwan (2000) menggunakan software
CFX TaskFlow, ternyata memberikan hasil yang cukup akurat dalam menyelesaikan
aliran di dekat dinding sehingga mampu memprediksi reattachment length dengan
baik, bahkan mampu memberikan prediksi yang lebih baik dibanding model k-ω
modifikasi dari Peng et al. (1997).
Kelemahan utama dari model turbulen k-ε adalah ketidakmampuan dalam
menyelesaikan aliran yang mengandung adverse pressure gradient yang tinggi,
walaupun koreksi LRN dan Wall Function telah digunakan, ternyata hanya mampu
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri ITS Laporan Tugas Akhir
Konversi Energi 126
memprediksi distribusi kecepatan sepanjang daerah separasi dengan baik, tetapi gagal
dalam memprediksi distribusi turbulent kinetic energy sepanjang daerah separasi.
Ketidakakuratan dalam memprediksi turbulent kinetic energy ini, berarti juga model
tersebut gagal dalam menyelesaikan persamaan energi dissipassi yang menghasilkan
nilai specific energi dissipasi (ε). Dalam simulasi numerik, persamaan energi dissipasi
dapat diselesaikan dengan terlebih dahulu menyelesaikan persamaan turbulent kinetic
energy. Jadi, secara tidak langsung keakuratan prediksi distribusi turbulent kinetic
energy juga mewakili keakuratan dalam mengestimasi harga ε. Keakuratan prediksi
nilai spesifik turbulent kinetic energy (k) ini sangat berguna dalam memprediksi
perpindahan panas di dekat dinding (khusus untuk aliran thermal).
Urutan keakuratan model-model dalam memprediksi distribusi turbulent
kinetic energy untuk x/h = 5 dibanding dengan eksperimen Restivo (1979), adalah
LRN k-ε, Peng et al., GIR, SZL, RNG, k-ε standard, NKE, dan k-ε (HaMinh-
Chassaing) berturut-turut. (Gambar 5.13).
Urutan keakuratan model pada x/h = 10 dan 15 (Gambar 5.14 dan 5.15)
adalah sama yaitu LRN k-ε, GIR, SZL, Peng et al., RNG, k-ε standard, NKE, dan k-ε
(HaMinh-Chassaing). Sedangkan untuk x/h =20 adalah LRN k-ε, Peng et al., NKE,
GIR, SZL, k-ε (HaMinh-Chassaing), k-ε standard dan RNG (Gambar 5.16), dan yang
terakhir untuk x/h = 30 adalah NKE, k-ε (Haminh-Chassaing), k-ε standard, Peng et
al., RNG, LRN k-ε, SZL dan GIR (Gambar 5.17).
Dari hasil simulasi diatas terlihat bahwa model turbulensi LRN k-ε
memberikan prediksi turbulent kinetic energy pada x/h = 5 yang paling mendekati
hasil eksperimen, tetapi semakin jauh dari dinding yang berekspansi sampai x/h = 30
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri ITS Laporan Tugas Akhir
Konversi Energi 127
prediksinya akan semakin buruk. Hal yang sama juga dialami oleh model k-ω
modifikasi (Peng et al.), GIR dan SZL. Berbeda dengan prediksi dari model k-ε
standard dan RNG, dimana prediksi mulai dari x/h = 5 sampai x/h = 20 akan terus
memburuk, tetapi prediksinya mulai membaik pada x/h = 30. Pengubahan closure
coefficient σε pada k-ε model (HaMinh-Chassaing) awalnya pada kondisi x/h = 5
sampai x/h = 15 memang memberikan prediksi yang lebih buruk dibanding standard
k-ε model, tetapi prediksi model ini mulai membaik pada x/h = 20 sampai x/h = 30.
Walau demikian perbedaannya hanya kecil sekali. Untuk x/h = 30 (daerah sekitar
terjadinya reattachment), model turbulensi GIR dan SZL memberikan prediksi yang
paling buruk, padahal sebelumnya pada x/h = 5 sampai x/h = 15 GIR dan SZL
memberikan prediksi yang paling baik dibanding semua model yang disimulasikan
dalam Tugas Akhir ini. Mulai dari x/h = 20, kedua model GIR dan SZL ini sudah
mulai memberikan prediksi yang memburuk sampai pada x/h =30. Sebaliknya, model
NKE yang memiliki prediksi paling buruk untuk x/h = 5 sampai x/h = 15 justru
memberikan prediksi yang paling baik pada daerah x/h = 30, bahkan lebih akurat dari
model LRN k-ε yang sebelumnya merupakan model terbaik untuk beberapa lokasi
x/h. Perbaikan prediksi NKE ini mulai terlihat pada x/h = 20 dan akhirnya
memberikan prediksi terbaik pada x/h = 30.
Dari semua model turbulensi, baik yang disimulasikan dalam tugas akhir ini
maupun model turbulensi yang sudah divalidasi sebelumnya ternyata belum mampu
memberikan prediksi distibusi turbulent kinetic energy dengan baik. Hal ini
dikarenakan model-model turbulensi tersebut menggunakan Boussinesq Analogy
yang hanya mampu menyelesaikan aliran turbulen yang isotropic, sehingga untuk
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri ITS Laporan Tugas Akhir
Konversi Energi 128
aliran Back Ward Facing Step dengan ekspansi yang tinggi dimana terjadi sirkulasi
akibat adanya pembesaran penampang (adverse pressure gradient yang tinggi)
menyebabkan aliran turbulen bersifat anisotropic, model-model tersebut tidak lagi
mampu memberikan solusi yang akurat. Tetapi, Peng et al. (1997) menemukan bahwa
model turbulensi LRN k-ω modifikasinya memberikan prediksi yang sangat
memuaskan dalam menyelesaikan aliran Back Ward Facing Step dengan ekspansi
rasio rendah yaitu H/h = 1.2 dari pada prediksi model LRN k-ω Wilcox (1994),
dimana simulasinya tersebut dibandingkan dengan DNS data (Le et al., 1993). Dengan
demikian, dapat diperkirakan bahwa untuk aliran dengan adverse pressure gradient
yang rendah, model turbulensi k-ε standard juga akan mampu menyelesaikan aliran
tersebut. Apalagi dengan model turbulensi LRN k-ε standard, jelas akan memberikan
penyelesaian yang lebih baik.
Prioritas penentuan keakuratan hasil simulasi masing-masing model baik
untuk prediksi distribusi kecepatan maupun distribusi turbulent kinetic energy di
sepanjang daerah yang mengalami separasi dilakukan dengan cara membandingkan
kesensitifan dan kecenderungan prediksi model-model turbulensi tersebut terhadap
hasil eksperimen Restivo (1979). Kesentitifan prediksi model-model turbulen ini
dinilai dengan menentukan model turbulen mana yang paling mampu mengikuti
kecenderungan fenomena distribusi yang dihasilkan oleh eksperimen dengan tetap
memperhatikan error yang terjadi di setiap koordinat mulai dari dasar dinding bagian
bawah menuju ke daerah tengah dalam arah vertikal sampai pada dinding bagian atas,
dimana error ini mencakup error karena ketidakmampuan prediksi aliran di dekat
dinding maupun karena akibat false diffusion.
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri ITS Laporan Tugas Akhir
Konversi Energi 129
Gambar 5.3 Vektor kecepatan di sekitar pembesaran penampang
Gambar 5.4 Vektor kecepatan pada outlet Backward-Facing Step
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri ITS Laporan Tugas Akhir
Konversi Energi 130
Gambar 5.5 Distribusi kecepatan axial pada aliran Backward-Facing Step
Gambar 5.6 Stream line aliran Backward-Facing Step
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri ITS Laporan Tugas Akhir
Konversi Energi 131
Gambar 5.7 Kontur tekanan pada aliran Backward-Facing Step
Mean Streamwise Velocity at x/h = 5
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
-0.4 -0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4
u/Uo
y/H
Restivo (1979) Peng et al.(1997) k-e StandardGIR Sharma-Launder RNGNKE SZL k-e (HaMinh-Chassaing)
Gambar 5.8 Prediksi distribusi kecepatan untuk x/h = 5
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri ITS Laporan Tugas Akhir
Konversi Energi 132
Mean Streamwise Velocity at x/h =10
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
-0.6 -0.4 -0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
u/Uo
y/H
Restivo (1979) Peng et al. (1997) k-e standardGIR Sharma-Launder RNGNKE SZL k-e (HaMinh-Chassaing)
Gambar 5.9 Prediksi distribusi kecepatan untuk x/h = 10
Mean Streamwise Velocity at x/h = 15
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
-0.4 -0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
u/Uo
y/H
Restivo (1979) Peng et al. (1997) k-e standardGIR Sharma-Launder RNGNKE SZL k-e (HaMinh-Chassaing)
Gambar 5.10 Prediksi distribusi kecepatan untuk x/h = 15
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri ITS Laporan Tugas Akhir
Konversi Energi 133
Mean Streamwise Velocity at x/h = 20
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
-0.4 -0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
u/Uo
y/H
Restivo (1979) Peng et al. (1997) k-e standardGIR Sharma-Launder RNGNKE SZL k-e (HaMinh-Chassaing)
Gambar 5.11 Prediksi distribusi kecepatan untuk x/h = 20
Mean Streamwise Velocity at x/h =30
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
-0.2 -0.1 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5
u/Uo
y/H
Restivo (1979) Peng et al. (1997) k-e standardGIR Sharma-Launder RNGNKE SZL k-e (HaMinh-Chassaing)
Gambar 5.12 Prediksi distribusi kecepatan untuk x/h = 30
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri ITS Laporan Tugas Akhir
Konversi Energi 134
Turbulent Kinetic Energy at x/h = 5
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3
sqrt(tke)/Uo
y/H
Restivo (1979) Peng et al. (1997) k-e standardGIR Sharma-Launder RNGNKE SZL k-e (HaMinh-Chassaing)
Gambar 5.13 Prediksi distribusi turbulent kinetic energy pada x/h = 5
Turbulent Kinetic Energy at x/h = 10
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3
sqrt(tke)/Uo
y/H
Restivo(1979) Peng et al. (1997) k-e standardGIR Sharma-Launder RNGNKE SZL k-e (HaMinh-Chassaing)
Gambar 5.14 Prediksi distribusi turbulent kinetic energy pada x/h = 10
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri ITS Laporan Tugas Akhir
Konversi Energi 135
Turbulent Kinetic Energy at x/h = 15
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3
sqrt(tke)/Uo
y/H
Restivo (1979) Peng et al. (1997) k-e standardGIR Sharma-Launder RNGNKE SZL k-e (HaMinh-Chassaing)
Gambar 5.15 Prediksi distribusi turbulent kinetic energy pada x/h = 15
Turbulent Kinetic Energy at x/h = 20
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3
sqrt(tke)/Uo
y/H
Restivo (1979) Peng et al. (1997) k-e standardGIR Sharma-Launder RNGNKE SZL k-e (HaMinh-Chassaing)
Gambar 5.16 Prediksi distribusi turbulent kinetic energy pada x/h = 20
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri ITS Laporan Tugas Akhir
Konversi Energi 136
Turbulent kinetic energy at x/h = 30
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16 0.18 0.2
sqrt(tke)/Uo
y/H
Restivo (1979) Peng et al. (1997) k-e standardGIR Sharma-Launder RNGNKE SZL k-e (HaMinh-Chassaing)
Gambar 5.17 Prediksi distribusi turbulent kinetic energy pada x/h = 30
Gambar 5.18 Kontur distribusi turbulent kinetic energy
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri ITS Laporan Tugas Akhir
Konversi Energi 137
Bila kontur tekanan pada Gambar 5.7 diteliti lebih lanjut, yaitu dengan
memperkecil setting range color display pada Ansys, akan diperoleh bentuk kontur
tekanan yang lebih teliti gradientnya yaitu pada Gambar 5.19 (a). Perbedan warna
pada kontur tekanan ini menunjukkan adanya gradient tekanan di sepanjang aliran
terutama di daerah yang mengalami separasi aliran. Sedangkan, pada daerah setelah
aliran pulih kembali, yaitu setelah reattachment length tercapai, terlihat bahwa kontur
tekanan yang diberikan adalah relatif konstan, dimana hal ini menunjukkan bahwa
aliran tidak lagi mengalami adverse pressure gradient. Pada beberapa lokasi kontur
tekanan terdapat bagian yang berwarna abu-abu, pada daerah ini Ansys tidak mampu
memberikan warna karena perbedaan tekanan pada daerah ini kecil sekali yaitu
kurang dari 0.01 atau hampir tidak terjadi perbedaan tekanan sama sekali.
Gambar 5.19 (b) sampai 5.19 (p) merupakan gambar kontur tekanan pada
Backward-Facing Step yang diperbesar mulai dari inlet sampai tercapainya
reattachment length. Pada Gambar 5.19 (b) menunjukkan gradient tekanan yang
terjadi baik dalam arah x maupun dalam arah y di sekitar daerah yang mengalami
separasi. Gambar 5.19 (c) menunjukkan gradient tekanan di daerah sekitar terjadinya
pembesaran penampang dan Gambar 5.19 (d) merupakan kontur tekanan pada daerah
inlet dengan pengecilan setting range tekanan dan menunjukkan terjadinya gradient
tekanan yang paling tinggi, dimana keluarnya aliran melalui penampang kecil menuju
ke penampang yang enam kali lebih besar menyebabkan penurunan tekanan yang
sangat tinggi. Gambar 5.19 (e) menunjukkan terjadinya gradient tekanan setelah aliran
keluar dari inlet yaitu pada daerah sebelum terjadinya pusat vortex dan diperjelas
gradientnya pada Gambar 5.19 (f). Gambar 5.19 (g) menunjukkan gradient tekanan di
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri ITS Laporan Tugas Akhir
Konversi Energi 138
sekitar pusat vortex dan diperjelas pada Gambar 5.19 (h), dimana kedua kontur ini
menjelaskan bahwa pada daerah di sekitar pusat vortex gradient tekanan yang terjadi
sangat kecil. Selanjutnya, Gambar 5.19 (i) menunjukkan gradient tekanan setelah
pusat vortex dilalui yang diperjelas pada Gambar 5.19 (j). Sedangkan Gambar 5.19 (k)
sampai 5.19 (m) menunjukkan gradient tekanan pada daerah yang lebih jauh dari inlet
setelah terjadinya pusat vortex. Gambar 19 (n) dan 5.19 (o) menunjukkan kontur
tekanan mendekati daerah tercapainya reattachment point, dimana adverse pressure
gradient mulai melemah dan aliran hampir pulih kembali. Kemudian pada Gambar
5.19 (p) merupakan kontur tekanan pada daerah setelah reattachment tercapai. Dalam
hal ini, pada kondisi aktualnya memang masing terjadi gradient tekanan, tapi bukan
berupa adverse pressure gradient lagi karena aliran sudah pulih, dan kontur tekanan
yang dihasilkan menunjukkan tekanan yang relatif konstan pada daerah ini.
Tekanan yang ditunjukkan pada kontur- kontur tekanan ini merupakan tekanan
total (average) dari penjumlahan tekanan statis dan tekanan dinamis. Nilai tekanan
yang ditunjukkan di samping sebelah kanan kontur merupakan tekanan gage, yaitu
selisih antara tekanan absolute dan tekanan atmosfer yang menggunakan satuan Pascal
(N/m2). Saat fluida keluar dari outlet penampang yang kecil menuju ke penampang
yang besar, tekanan dinamis (1/2 ρ|V|2) yang dimiliki oleh fluida juga akan ikut
menurun karena kecepatan aliran menurun dengan membesarnya penampang aliran,
sedangkan tekanan statis pada daerah yang mengalami pembesaran penampang akan
meningkat. Tekanan statis inilah yang menyebabkan terjadinya adverse pressure
gradient sehingga menyebabkan terjadinya aliran sekunder. Dari hasil simulasi ini,
menunjukkan tekanan total yang dimiliki oleh aliran sebelum aliran memasuki daerah
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri ITS Laporan Tugas Akhir
Konversi Energi 139
pembesaran penampang memiliki tekanan yang cukup tinggi dan adanya pembesaran
penampang mengakibatkan tekanan menjadi menurun sepanjang daerah yang
mengalami separasi dimana adverse pressure gradient terjadi, ditandai dengan nilai
tekanan yang bernilai negatif. Namun tekanan terus meningkat perlahan-lahan
sepanjang aliran dan ketika reattachment tercapai tekanan tidak lagi bernilai negatif.
Hal ini menunjukkan tekanan dinamis fluida akan menguat dan meningkat perlahan-
lahan di sepanjang daerah separasi sehingga memungkinkan aliran fluida untuk
mampu pulih kembali seperti yang ditunjukkan oleh profil kecepatan pada x/h = 5
sampai 30, dimana profil kecepatan menunjukkan backflow makin mengecil
mendekati tercapainya reattachment. Setelah reattachment tercapai, maka tidak ada
lagi backflow yang terjadi dalam aliran, sehingga tekanan dinamis pun akan
meningkat dan dari kontur tekanan diperoleh bahwa tekanan total pun akan memiliki
nilai yang positif.
Prediksi profil kecepatan di sepanjang aliran yang mengalami separasi seperti
yang diberikan pada Gambar 5.8 sampai 5.12, terlihat bahwa setiap model turbulen
memiliki kemampuan prediksi yang berbeda untuk masing-masing lokasi x/h yang
digunakan. Hal ini disebabkan sensitifitas model turbulen dalam memprediksi kondisi
aliran pada lokasi yang berbeda, akan berbeda pula kesensitifannya. Error utama pada
prediksi profil kecepatan di sepanjang daerah yang mengalami separasi adalah di
daerah dekat dinding, selain itu terlihat juga error yang terjadi di daerah jauh dari
dinding. Error pada daerah jauh dari dinding ini sangat potensial disebabkan oleh
karena elemen fluida yang digunakan adalah berupa elemen quadrilateral yang
memiliki empat node, dan dari dua discretization scheme yang disediakan Ansys yaitu
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri ITS Laporan Tugas Akhir
Konversi Energi 140
Monotone Streamline Upwind (MSU)2 dan Streamline Upwind / Petro – Galerkin
(SUPG), dimana kedua discretization scheme ini hanya mengambil satu node
(downstream) di dalam elemen untuk menyelesaikan nilai kecepatan sedangkan aliran
yang pertama sekali memasuki elemen (upstream) diselesaikan melalui interpolasi.
Hal ini menyebabkan error pada saat aliran fluida tidak memiliki bentuk yang teratur,
seperti adanya garis aliran yang berkurva pada vortex akan mengakibatkan
ketidakakuratan prediksi kecepatan yang diberikan walaupun jauh dari dinding. Error
semacam inilah yang disebut sebagai “false diffusion”. False diffusion ini terjadi
karena discretization scheme yang digunakan menghasilkan error pada saat aliran
tidak sejajar dengan orientasi atau arah sisi - sisi elemen sehingga menyebabkan
transport property aliran menjadi tidak akurat. Dikarenakan error yang terjadi tampak
seperti difusi, maka error ini disebut false diffusion. False diffusion ini dapat
diperkecil dengan memperhalus meshing yang digunakan sehingga aliran upstream
yang pertama sekali memasuki element yang tidak mengenai salah satu node upstream
pada elemen dapat diinterpolasi nilai kecepatannya dengan lebih akurat oleh
discretization scheme SUPG yang digunakan dalam simulasi ini. Tetapi, keadaan ini
membutuhkan kemampuan komputer yang tinggi, sehingga menyulitkan meshing
dalam grid yang terlalu halus. Hal inilah yang mengakibatkan ketidakakuratan yang
terjadi pada prediksi profil kecepatan di daerah yang jauh dari dinding. Salah satu hal
lainnya yang menyebabkan tingginya error yang terjadi akibat false diffusion adalah
karena aliran Backward-Facing Step ini disimulasikan dengan Reynold Number yang
2 MSU (Monotonic Streamlined Upwind) dan SUPG adalah metode diskretisasi ANSYS untuk ruas konveksi-difusi. Fluent menggunakan Upwind, Quick dll.
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri ITS Laporan Tugas Akhir
Konversi Energi 141
tinggi. Tingginya error false diffusion akibat Reynold Number aliran yang tinggi,
telah dikemukakan oleh Leschziner (1980) dan Huang et al. (1985).
Gambar 5.19 (a) Kontur tekanan Backward-Facing Step
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri ITS Laporan Tugas Akhir
Konversi Energi 142
Gambar 5.19 (b) Zoom sepanjang daerah yang mengalami separasi
Gambar 5.19 (c) Zoom pada daerah sekitar pembesaran penampang
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri ITS Laporan Tugas Akhir
Konversi Energi 143
Gambar 5.19 (d) Zoom pada daerah inlet
Gambar 5.19 (e) Zoom daerah sebelum pusat vortex
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri ITS Laporan Tugas Akhir
Konversi Energi 144
Gambar 5.19 (f) Zoom daerah sebelum vortex dengan pengecilan setting range
tekanan
Gambar 5.19 (g) Zoom pada daerah terjadinya pusat vortex
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri ITS Laporan Tugas Akhir
Konversi Energi 145
Gambar 5.19 (h) Zoom pada daerah terjadinya pusat vortex dengan pengecilan
setting range tekanan
Gambar 5.19 (i) Zoom daerah setelah pusat vortex
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri ITS Laporan Tugas Akhir
Konversi Energi 146
Gambar 5.19 (j) Zoom daerah setelah pusat vortex dengan pengecilan setting
range tekanan
Gambar 5.19 (k) Zoom daerah pertama setelah vortex dilalui
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri ITS Laporan Tugas Akhir
Konversi Energi 147
Gambar 5.19 (l) Zoom daerah kedua setelah vortex dilalui
Gambar 5.19 (m) Zoom daerah ketiga setelah vortex dilalui
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri ITS Laporan Tugas Akhir
Konversi Energi 148
Gambar 5.19 (n) Zoom daerah keempat setelah vortex dilalui
Gambar 5.19 (o) Zoom daerah hampir tercapainya reattachment length