bahan mra

Upload: thardiyanto9984

Post on 13-Jul-2015

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PERSIAPAN JASA PROFESI DALAM LIBERALISASI + JASA PENUNJANG PENERBANGAN ASEANSumber: DIREKTORAT ANGKUTAN UDARA DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA April 2011

+

2

12 PRIORITY INTEGRATION SECTORS1. 2. 3. 4. 5. 6.

Agro-based products Air travel Automotive E-ASEAN Electronics Fisheries

7. 8. 9.

Healthcare Rubber-based products Textiles & apparels

10. Tourism 11. Wood-based 12. Logistics

products

Services (2013)

Sumber: DGCA

April 2011

+

3

MODE OF SUPPLY Pasal

1 GATS (General Agreement on Trade in Services):bidang jasa dilakukan dalam 4 (empat) mekanisme atau mode of supplies : Mode

Liberalisasi

1 (cross border supply) Mode 2 (consumption abroad) Mode 3 (commercial presence) Mode 4 (presence of natural persons)

Sumber: DGCA

April 2011

+

4

Mode 1 (cross border supply) The

supply of a services from the territory of one member into the territory of any other member: Penyediaan

jasa oleh produsen dari satu negara ke konsumen di negara lain melalui postal, electronic atau cara lain dimana keduanya tidak perlu bertemu. : pengiriman dokumen atau disket komputer atau pengiriman tiket pesawat KLM dari Belanda untuk calon penumpang di Indonesia untuk rute CGK AMS.April 2011

Contoh

Sumber: DGCA

+

5

Mode 2 (consumption abroad) The

supply of a services in the territory of a member to the services consumer of any other member: Pengonsumsian

jasa melalui travel ke negara lain yang menyediakan/ produksi jasa. Contoh : perbaikan pesawat terbang milik perusahaan angkutan udara Indonesia di Singapore.

Sumber: DGCA

April 2011

+

6

Mode 3 (commercial presence) The

supply of a services by a services supplier of one member through commercial presence in the territory of any other member: Penyedia/

pemasok/ produsen/ supplier jasa dari negara lain datang untuk mendirikan outlet/ badan usaha dalam bentuk investasi di suatu negara dimana konsumen berada Contoh : kantor perwakilan Qantas menjual tiket pesawat dan memasarkan produk jasanya di wilayah Indonesia.

Sumber: DGCA

April 2011

+

7

Mode 4 (presence of natural persons) The

supply of a services by a services supplier of a member through presence of natural persons of a member in the territory of any other member:

Wakil/ individu dari penyedia jasa dari suatu negara datang untuk waktu sementara/temporarily ke konsumen di negara lain. Tidak termasuk terminologi ini adalah orang yang mencari pekerjaan atau alasan lain untuk mendapatkan kewarganegaraan, penduduk tetap atau pekerja tetap. Contoh : Perusahaan Philip mengirim teknisi asal Belanda untuk membantu kantor cabang Philip di Indonesia untuk tenggang waktu 1 tahun. Tidak termasuk disini adalah warga negara Belanda yang melamar pekerjaan di kantor cabang Philip Indonesia atau tenaga kerja honorer, paruh waktu dan border worker.

Sumber: DGCA

April 2011

+

PRINSIP-PRINSIP DALAM LIBERALISASI

+

9

Prinsip-Prinsip Dasar Liberalisasi

MFN (Most Favoured Nation) adalah melarang perlakukan diskriminasi antara penyedia jasa asing. Prinsip ini untuk bidang jasa penerbangan, khususnya sektor angkutan udara (pertukaran hard rights) bertentangan dengan prinsip Reciprocity yang berlaku saat ini. Transparency yaitu setiap negara anggota berkewajiban untuk memberikan segala informasi yang diperlukan (peraturan perundang-undangan atau informasi lainnya) kepada penyedia jasa semua negara anggota WTO berkaitan dengan penyediaan jasa yang akan dilakukan.

Sumber: DGCA

April 2011

+

10

Ketentuan Liberalisasi Market Access (Pasal XVI)

Kewajiban negara-negara anggota WTO untuk membuka pasar domestiknya untuk semua penyedia jasa negara-negara anggota lainnya.Batasan yang diperbolehkan oleh GATS untuk Market Access adalah :

Batasan jumlah masuknya penyedia jasa (limitation of the number of service suppliers); Batasan nilai transaksi atau asset (limitation of value of the transactions or assets); Batasan jumlah cakupan wilayah usaha atau jumlah produksi (limitation of number of the operations or total quantity of output); Batasan jumlah tenaga kerja asal badan usaha yang dipekerjakan (limitation of number of the natural persons that may be employed); Batasan jumlah berdirinya badan hukum penyedia jasa (limitation of the nature of legal entities permitted to supply services); dan Batasan jumlah modal asing dalam suatu badan usaha (limitation of participation of the foreign equity in an enterprise).

Sumber: DGCA

April 2011

+

11

National Treatment (Pasal XVII)

Kewajiban semua negara anggota WTO untuk memberikan/menjamin semua penyedia jasa negara-negara anggota lainnya, tanpa membedakan asal negara, perlakuan yang sama.Implementasi Pasal XVII dapat dilakukan dengan 3 alternatif yaitu :

National treatment diberlakukan untuk semua penyedia jasa asing baik yang akan menyediakan jasa (right to establish) maupun yang telah melakukan usaha penyediaan jasa (postestablishment);National treatment hanya diberlakukan terhadap penyedia jasa yang telah melakukan usaha penyediaan jasa (postestablishment).

Pemberlakukan national treatment secara terbatas, batasan yang diberlakukan diluar ketentuan Pasal XVI (market access), tetapi dapat memberlakukan diskriminasi kuantitatif dari kewajiban national treatment.

Sumber: DGCA

April 2011

+

12

Domestic Regulations (Pasal VI)

Melarang setiap negara anggota WTO untuk membatasi atau melakukan diskriminasi atas dasar peraturan perundangundangannya yang bertujuan untuk mencegah penyedia jasa negara-negara anggota WTO lainnya berkompetisi di pasar domestik yang telah dibuka/diliberalisasikan.

Sumber: DGCA

April 2011

+

MUTUAL RECOGNATION ARRANGEMENT (MRA)

+

14

Sekilas Mengenai Mutual Recognition Agreement (MRA) Istilah

MRA umum digunakan dua atau lebih pihak (dalam konteks ini berupa negara) yang melakukan perjanjian untuk saling mengakui adanya suatu standar atas sistem quality control pada komoditas barang atau sistem kualifikasi profesional (pada konteks perdagangan jasa)dilakukan pada kelompok kerja sama perdagangan seperti pada APEC, ASEAN dan Uni Eropa.

MRA umumnya

Sumber: DGCA

April 2011

+

15

Pengakuan LisensiPasal V AFAS (ASEAN Framework Agreement onServices) Tiap

Negara Anggota mengakui pendidikan atau pengalaman yang didapatkan pada Negara Anggota lain, dengan tujuan untuk memberikan lisensi atau sertifikasi pada penyedia jasa. Pengakuan ini didasarkan pada persetujuan pengaturan Negara Anggota atau dapat disesuaikan sendiri

Sumber: DGCA

April 2011

+

16

Pada

KTT ASEAN ke-7 di Brunei Darussalam pada 5 November 2001, para pemimpin ASEAN memberikan mandat untuk memulai negosiasi MRA guna memfasilitasi pergerakan penyedia jasa profesional di Kawasan ASEAN.Juli 2003, Coordinating Committee on Services (CCS) membentuk Ad-hoc Expert Group on MRA di bawah Kelompok Kerja Jasa Bisnis untuk mengkoordinasikan negosiasi MRA dimaksud.

Pada

Sumber: DGCA

April 2011

+

17

Definisi MRA Umum:

Kesepakatan saling pengakuan terhadap produk-produk tertentu antar dua atau beberapa negara untuk mempermudah kegiatan perdagangan impor maupun ekspor tanpa melalui dua atau beberapa kali pengujianKesepakatan untuk mengakui kualifikasi profesional dan pengalaman

Jasa:

Sumber: DGCA

April 2011

+

18

Tujuan Pembentukan MRA Menciptakan

prosedur dan mekanisme akreditasi untuk mencapai kesamaan/kesetaraan serta mengakui perbedaan antar negara dalam hal pendidikan dan latihan, pengalaman, serta persyaratan lisensi untuk praktek profesi

Sumber: DGCA

April 2011

+

19

Komponen dalam MRA Definisi Ketentuan

Pengakuan Pengakuan

Mekanisme Ketentuan Capacity

Penyelesaian Sengketa

Building

Sumber: DGCA

April 2011

+

20

Kesepakatan MRA di Bidang Jasa ASEAN

No 1 2

MRA MRA on Engineering Services MRA on Nursing Services

Waktu Penandatanganan Kuala Lumpur, 9 Desember 2005 Cebu, Filipina, 8 Desember 2006

34

MRA on Architectural ServicesFramework Arrangement for Mutual Recognition on Surveying Qualification MRA on Tourism Professional MRA on Accountancy Services MRA on Medical Practitioners MRA on Dental Practitioners

Singapura, 19 November 2007Singapura, 19 November 2007

5 6 7 8

Hanoi, Vietnam, 9 Januari 2009 Cha-am, Thailand, 26 Februari 2009 Cha-am, Thailand, 26 Februari 2009 Cha-am, Thailand, 26 Februari 2009

Sumber: DGCA

April 2011

+

21

Kategori Natural Persons Natural

Persons adalah individual yang melekat dalam dirinya sebagai pemasok jasa dan/atau individual yang dipekerjakan oleh pemasok jasaNatural Persons:

Kategori

1. Independent Professional (IP) 2. Contractual Services Supplier (CSS) 3. Intra-Corporate Transferees (ITC) 4. Business Visitor (BV)April 2011

Sumber: DGCA

+

22

Definisi Natural Persons

Independent Professional (IP) adalah individu yang bertindak sebagai pemasok jasaContractual Service Supplier (CSS) adalah pekerja dari perusahaan pemasok jasa Intra-Corporate Transferees (ITC) adalah pekerja dari perusahaan pemasok jasa yang memiliki perwakilan di negara penerima jasa

Business Visitor (BV) adalah pekerja dari perusahaan pemasok jasa yang mengadakan kunjungan ke negara penerima jasaApril 2011

Sumber: DGCA

+

23

Potensi dan Peluang Indonesia Dalam Perdagangan Jasa Indonesia

memiliki potensi dan peluang untuk moda

4 Dari

ke empat kategori natural persons, Indonesia memiliki potensi besar pada kategori Independent Professional (IP) masuk dalam kategori IP

TKI

Sumber: DGCA

April 2011

+

24

Isyu Dalam Implementasi Moda 4 Belum

ada kesepakatan tentang definisi Professional dalam konteks IPdalam pengakuan terhadap kualifikasi/kompetensi individual terutama untuk IP sebagai mekanisme untuk pemberian pengakuan terhadap kualifikasi/kompetensi individual

Kesulitan

MRA disepakati

Sumber: DGCA

April 2011

+

25

Aspek-Aspek MRA Standar Sistem Sistem

Kompetensi

Pendidikan dan Pelatihan Sertifikasi Pemantau

Lembaga

Sumber: DGCA

April 2011

+

26

Contoh: ASEAN MRA On Tourism Professional Standar

Kompetensi yang digunakan adalah ASEAN Common Competency Standards for Tourism Professional (ACCSTP):

Sistem Diklat yang digunakan adalah Competency Based Training (Kurikulum dikembangkan berdasarkan Standar Kompetensi). Kurikulum yang digunakan adalah Common ASEAN Tourism Curriculum (CATC) Sertifikasi melalui uji kompetensi untuk job title sesuai cluster dalam ACCSTP Pelaksana sertifikasi adalah adalah Lembaga Sertifikasi yang diakui Pemerintah yang disebut the Tourism Professional Certification Board (TPCB) Pemantauan pelaksanaan pendidikan dan sertifikasi dilakukan oleh lembaga pemantau yang terdiri dari unsur pemerintah,asosiasi industri, dan akademisi. Lembaga ini disebut ASEAN Tourism Professional Monitoring Committee (ATPMC)

Sumber: DGCA

April 2011

+

27

Persiapan untuk MRA Pengembangan Pengembangan

Standar KompetensiSistem Diklat Berbasis

Kompetensi Pengembangan

Sistem Sertifikasi melalui pembentukan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP)

Sumber: DGCA

April 2011

+

28

Pengembangan Standar Kompetensi

Sesuai UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan, Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional (SKKNI) dilakukan oleh Menteri Tenaga KerjaTata Cara Penetapan SKKNI diatur didalam Peraturan Menteri Nakertrans No.Per.21/2007. Sesuai Permenakertrans 21/2007, Instansi Teknis Pembina Sektor menyusun rencana induk penyusunan Rancangan SKKNI pada masing-masing sektornya Perencanaan penyusunan Rancangan SKKNI diprakarsai oleh instansi teknis pembina sektor, asosiasi profesi, pakar, praktisi, asosiasi industri dan/atau pemangku kepentingan lainnya.April 2011

Sumber: DGCA

+

29

Pengembangan Sistem Diklat Sesuai

Peraturan Pemerintah (PP) No.31 Tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional (Sislatkernas): Pengembangan

kurikulum/modul diklat berdasarkan standar kompetensi (SKKNI) Selain kurikulum, proses dan sarana diklat juga sesuai seperti yang disyaratkan di dalam standar kompetensi.

Sumber: DGCA

April 2011

+

30

Pengembangan Sistem Sertifikasi Sesuai

UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sertifikasi kompetensi tenaga kerja dilakukan oleh BNSPPeraturan Pemerintah No.23 tahun 2004 tentang BNSP, BNSP adalah lembaga independen yang bertanggungjawab kepada Presiden RI

Sesuai

Sumber: DGCA

April 2011

+

31

Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Dalam

melaksanakan tugasnya, BNSP dapat melimpahkan tugasnya kepada LSP yang terlisensimendapatkan lisensi dari BNSP, LSP harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh BNSP untuk lisensi BNSP mengacu pada standar internasional tentang lembaga sertifikasi untuk individu (ISO/IEC 17024)

Untuk

Persyaratan

Sumber: DGCA

April 2011

+

32

Persyaratan Lisensi LSP

LSP dibentuk oleh asosiasi industri/penggunaLSP memiliki badan hukum LSP memiliki sarana kerja

LSP memiliki perangkat kegiatan:- Standar Kompetensi/Materi Uji Kompetensi - Pedoman Pelaksanaan uji kompetensi

- Asesor Kompetensi- Tempat Uji Kompetensi (TUK)Sumber: DGCA April 2011

+

33

Kategori/Jenis LSP LSP

Pihak Pertama (First Party) adalah LSP yang dibentuk oleh organisasi/perusahaan untuk kepentingan sendiri.Pihak Kedua (Second Party) adalah LSP yang dibentuk atas kepentingan dua pihak (hubungan pemasokan/sub kontrak) Pihak Ketiga (Third Party) adalah LSP yang dibentuk oleh asosiasi pengguna/industri untuk kepentingan bersama (secara nasional).April 2011

LSP

LSP

Sumber: DGCA

+

34

Jumlah LSP Terlisensi

Sampai Juni 2010, LSP yang telah dilisensi oleh BNSP berjumlah 60 Jumlah LSP berdasarkan sektornya:

- Kominfo - Pariwisata - Industri - Perbankan/Keuangan

1 12 9 7

- Migas dan Enerrgi- Perhubungan - Kelautan/Perikanan - Kehutanan - Jasa 11

53 1 1

2. Jumlah LSP berdasarkan jenisnya:

- LSP Pihak Ketiga - LSP Pihak Pertama

53 7April 2011

Sumber: DGCA

+ MEKANISME PELAKSANAAN SERTIFIKASIKOMPETENSI KERJABNSPLisensi Pengujian untuk bidang yang belum ada LSP nya Verifikasi Peserta Uji Lembaga Diklat Tempat Uji Komptensi( TUK )

35

LSPPerusahaan

Lulus Uji

MasyarakatTenaga Kerja Kompeten Dunia Usaha / Industri

Sumber: DGCA

April 2011

+

36

Tantangan Indonesia Dalam Perdagangan Jasa Memperjuangkan

agar definisi IP adalah certified individual services supplier agar dapat mencakup TKI tingkat operator dan teknisi.Potensi Tenaga Kerja dan Bidang Profesi yang kompetitif (sesuai CPC) untuk di request dalam perundingan bilateral dan plurilateral. MRA dengan negara yang potensial untuk penempatan TKI.

Mapping

Mengupayakan

Sumber: DGCA

April 2011

+ KETERSEDIAAN INFRASTRUKTURSERTIFIKASI/MRA Bidang Jasa PIS

37

Infrastruktur Sertifikasi mencakup:

- Standar Kompetensi Nasional Indonesia (SKKNI) - Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP)

Sumber: DGCA

April 2011

+ Ketersediaan Infrastruktur Sertifikasi 12 PIS AEC 2015SEKTOR 1 2 3 4 5 1 2 SKKNI Garmen Kendaraan Ringan Sepeda Motor Saw Mill,Wood Treatment,Kiln Dry Serat,Benang,Kain Rajut, & Tenun Operator Komputer Programer Komputer JUMLAH UNIT KOMPETENSI 24 131 58 41 251 27 91 NAMA LSP GARMEN TEKNISI OTOMOTIF TEKNISI OTOMOTIF FURNIKO TEKSTIL TELEMATIKA TELEMATIKA STAKE HOLDERS -Kementerian Industri -AMI & API

38

AUTOMOTIVE, ELECTRONICS,RU BBER PRODUCTS,TEXTIL ES & APPARELS, & WOOD PRODUCTS

-Kementerian Industri -GAIKINDO

-Kementerian Industri -ASMINDO -Kementerian Industri -API -Kemkominfo -APKOMINDO

E-ASEAN & AIR TRAVEL

3

Jaringan Komputer dan Sistem AdministrasiPilot,Cabin Crews, & Ground Operations

74

TELEMATIKA

4

46

AVIASI INDONESIA

-Kementerian Perhubungan -INACA -Asosiasi Pilot

Sumber: DGCA

April 2011

+

39

SEKTOR

SKKNI

JUMLAH UNIT KOMPETENSI

NAMA LSP

STAKE HOLDERS

1 Perjalanan WisataHotel dan 2 Restoran TOURISM 3 Spa 4 MICE 1 Laboratorium HEALTH CARE 2 Keperawatan 3 Akupunktur

103265 56 88 58 8 22

PARIWISATAHOTEL DAN RESTORAN SPA NASIONAL MICE TELAPI REGISTER NURSE CLSP AKUPUNKTUR

-Kementerian Budpar -PHRI -Asosiasi Perusahaan Spa-Kementerian Budpar -Asosiasi MICE Asosiasi Profesi Asosiasi RN Asosiasi Profesi

Sumber: DGCA

April 2011

+

40

SEKTOR

SKKNI 1 2 3 4 Budidaya Ikan Air Payau Nautika Perikanan Laut Budidaya Rumput Laut Budidaya Ikan Hias Teknika Perikanan Laut Budidaya Perikanan Laut Budidaya Perikanan Air Payau Rehabilitasi Hutan Kawasan Konservasi Perum Perhutani

JUMLAH UNIT KOMPETENSI 79 32 38 65 39 43 74 32 240 37

NAMA LSP Kelautan & Perikanan

STAKE HOLDERS -Kementerian K&P -Asosiasi Industri

AGROBASED PRODUCTS & FISHERIES

5 6 7 1 2 3

Kehutanan Indonesia

Perum Perhutani

Sumber: DGCA

April 2011

+

Bidang jasa penunjang penerbangan di ASEAN

+ Guidelines for Liberalization of the ASEAN AirTransport Ancillary Services (negotiable from 2010 - 2015)Aircraft Repairs and Maintenance servicesSelling & Marketing Air Transport Services Computer Reservation Systems Services Aircraft Leasing Without Crew Aircraft Leasing With Crew

42

1.2. 3. 4. 5.

Des 2010Des 2010 Des 2010 Des 2010 Des 2010

6.7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.

Airfreight Forwarding Services.Cargo handling Aircraft catering services Refueling services

Des 2010Des 2015 Des 2015 Des 2015

Aircraft line maintenanceRamp handling Baggage handling Passenger handling

Des 2015Des 2015 Des 2015 Des 2015April 2011

Sumber: DGCA

+

43

Definitions of Air Transport Ancillary Services1.

Aircraft Repair and Maintenance Services mean such activities when undertaken on an aircraft or a part thereof while it is withdrawn from service and do not include so-called line maintenance. Selling and Marketing of Air Transport Services mean opportunities for the air carrier concerned to sell and market freely its air transport services including all aspects of marketing such as market research, advertising and distribution. These activities do not include the pricing of air transport services nor the applicable conditions. Computer Reservation System (CRS) Services mean services provided by computerized systems that contain information about air carriers schedules, availability, fares and fare rules, through which reservations can be made or tickets may be issued. (ICAO)

2.

3.

Sumber: DGCA

April 2011

+

44

4.

Aircraft Leasing without Crew means the lease of an aircraft without crew is normally referred to as a dry lease. Under most lease agreements the lessee who provides the crew is the responsible party who must exercise operational control over the aircraft with all the attendant responsibilities.Aircraft Leasing with Crew means the lease of an aircraft with flight crew provided is normally referred to as a wet lease. In wet lease the lessor normally exercises operational control of the aircraft. Usually the wet lease situation means the aircraft should be operated under an AOC (Air Operator Certificate) issued by the competent authority of the State of Registry of the aircraft. (ICAO)

5.

Sumber: DGCA

April 2011

+6.

45

Airfreight Forwarding Services means the activity and arrangement of air transport and related services provided to or performed on behalf of the shipper/consignee for the transportation of goods by air from port of origin to final destination. Scope of services includes the following services:

Securing cargo space with airline Preparing necessary export/import documents Processing customs formalities Pick-up and delivery Packing/warehousing Freight consolidation & break-bulk Door to door and logistics services Inland freight services

7.

Cargo Handling means services to provided or arrange for warehouse, facilities, and services for storage and handling of any type of shipment that transported by air. Cargo handling services cover physical handling of outbound/inbound, transit shipments, document handling of outbound/inbound, transit shipments, irregularities handling, control of Unit Load Device, and services relate to customs control. (Source: IATA AHM 810 version January 2004 on section concerning cargo services)

Sumber: DGCA

April 2011

+

46

8.

Aircraft Catering Services means the preparation/production of food and beverages for airlines, including loading/unloading of catering equipments and supplies, arrangement of bar chart, magazines, flowers, souvenirs and miscellaneous items to/from aircraft, washing, cleaning, storing of catering equipment and laundering of cabin linenware. Refuelling Services means the management and operation of fuel tankers for aircraft and airport motor vehicles and distribution of fuelling products (United Nations CPC 74220, 74610, 61300, 62113. 62271)Aircraft Line Maintenance means Routine and non routine inspection and malfunction ratification performed enroute and at base station with turnaround time up to 24 hours (Source: IATA Planning and Production Control).

9.

10.

Sumber: DGCA

April 2011

+

47

11.

Ramp Handling means services provided by ground support equipments to an aircraft upon arrival, during parking until departure. The services include the following facilities:

Ground Support Equipment i.e. Aircraft Towing Tractor, Air Condition Unit, Air Start Unit, Ground Power Unit, Loading Equipment, Unit Load Devices (ULDs). Ramp Bus Services to transfer passengers and crews to and from the aircraft to the passenger terminal. Security Services to the aircraft as well as passengers in the ramp area. Toilet and aircraft interior cleaning servicing. Portable water servicing. Post and mail servicing. GSE and ULDs maintenance.

Sumber: DGCA

April 2011

+

48

12.

Baggage Handling means a process on departure and arrival system at terminals. On departure, baggage handling consists of three activities:

in-town check-in passenger checks outside the airport boundary; check-in at the airport terminal; check-in passenger carries baggage at the aircraft gate and checkin at that point. On arrival, baggage handling consists of three activities: off-loading of baggage from the aircraft; transport of baggage between aircraft and reclaim area; loading of baggage onto the reclaim unit.

13.

Passenger Handling means responsibility in providing services to passengers from check-in point to aircraft side as per the carriers procedures and instructions.

Sumber: DGCA

April 2011

+

49

Komitmen IndonesiaPutaranPutaran I 1996 1998

PaketPaket I (15 des 1997) Paket II 16 Des 1998

Komitmen IndonesiaTidak ada komitmen

Status

Computer Reservation System Selling and marketing of air transport dan Aircraft repair and maintenance servicesTidak ada komitmen Aircraft Leasing Without Crew, MA : mode 1 (none), mode 2 (none) , mode 3 (commercial presence of foreign air service supplier and/ or providers is permitted up to 49%) NT : mode 1, 2 dan 3 (none) Mode 4 : as indicated in the horizontal section

Telah diratifikasi

Putaran II 1999-2001 Putaran III 2002-2004

Paket III 31 des 2001 Paket IV 23 Nop 2004

Telah diratifikasi Telah diratifikasi dengan Perpres Nomor 79 Tahun 2007

Putaran IV 2005-2006

Paket V 8 Februari 2007

Telah diratifikasi dengan Perpres 60 tahun 2011

Putaran V 2007-2008Sumber: DGCA

Paket VI 10 Desember 2009

Tidak ada Komitmen

Telah diratifikasi dengan Perpres 66 tahun 2011April 2011

+

50

Bidang Jasa yang telah dibuka oleh Pemerintah Indonesia

Aircraft Repairs and Maintenance servicesSelling and Marketing Air Transport Services Computer Reservation Systems Services

Aircraft Leasing Without CrewAir freight ForwardingTidak ada batasan untuk mode 1 dan mode 2, untuk mode 3 dibuka dengan syarat kepemilikan modal asing maksimal 49% , mode 4 sesuai horisontal commitment.

Sumber: DGCA

April 2011

+Bidang Jasa on Air Transport Services dalam liberalisasi di WTO(berdasarkan Central of Product Classification)

51

Sumber: DGCA

April 2011

+

NO CPC 73110

BIDANG Scheduled Passenger Transportation by air

52

73120 7321073220 73290 73400 74110 74190 74610 74620 74690 74800

Non-scheduled passenger transportation by air Mail transportation by airTransportation of containerized freight by air Transportation of other freight by air Rental services of aircraft with operators Container handling services Other cargo handling services Airport operation services Air traffic control services Other supporting services for air transport Freight transport agency services

74900 83104Annex GATS Annex GATS Annex GATSSumber: DGCA

Other supporting and auxiliary transport services Leasing/rental services concerning aircraft w/o operatorsAircraft Repairs and maintenance services Selling and marketing of air transport services Computer Reservation System (CRS) servicesApril 2011

+AEC 2015Free Flow Goods Services, Labour

53

Penyiapan Aturan Jasa ProfesiASEAN Single Aviation Market (ASAM)

Air ServicesLiberalization of Hardright Liberalization of Softright Liberalisasi jasa profesi di bidang transportasi udara

Agreement of Natural Person (Dirundingkan di bawah coordinating committee on services)

MRA (Mutual Recognition Arrangement)

Sumber: DGCA

April 2011