biomarker stres psikologis

36
Review Artikel The Open Biomarker Journal, 2008, halaman 7-19 Biomarker Stress Psikologis pada Penelitian Disparitas Kesehatan Z ora Djuric* ,a , Chloe E. Bird b , Alice Furumoto-Dawson c , Garth H. Rauscher d , Mack T. Ruffin IV a , Raymond P. Stowe e , Katherine L. Tucker f and Christopher M. Masi c a Universitas Michigans; b Rand Corporation, CA; c Universitas Chicago; d Universitas Illinois; e Laboratorium Microgen, f Universitas Tufts Abstrak: Stress psikologis dapat berkontribusi terhadap disparitas kesehatan pada populasi yang dihadapkan pada stress berulang di dalam kehidupan sehari-hari. Sejumlah biomarker telah terbukti dipengaruhi oleh stress psikologis. Biomarker ini meliputi beban allostatik, yang merupakan kumpulan dari beban biologis kumulatif berulang untuk beradaptasi terhadap stress sehari-hari. Beban allostatik memberikan efek pada kelenjar hipotalamus-hipofisis, sistem saraf simpatik dan sistem kardiovaskular. Hal ini mempengaruhi sistem kekebalan tubuh melalui jalur sinyal dua arah. Dari bukti yang berkembang bahwa stress psikologis dapat meningkatkan tingkat stress oksidatif dan kerusakan DNA. Hubungan penyebab antar etnis, tipe gen, ekspresi gen dan kemampuan untuk mengurangi respon stress mulai menjadi perhatian. Kebutuhan untuk melakukan studi ini pada tingkat populasi membutuhkan metode untuk mengatasi potensi hambatan logistik. Biomarker dapat membantu mengkarakterisasi dan mengukur dampak penyebab biologis stress psikologis pada populasi dengan disparitas tingkat kesehatan. Kata kunci: Stress psikososial, disparitas kesehatan, beban allostatik, stress oksidatif

Upload: nur-ismi-mustika-febriani

Post on 03-Jan-2016

167 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

stres

TRANSCRIPT

Page 1: Biomarker Stres Psikologis

Review Artikel

The Open Biomarker Journal, 2008, halaman 7-19

Biomarker Stress Psikologis pada Penelitian Disparitas Kesehatan

Zora Djuric*,a, Chloe E. Birdb, Alice Furumoto-Dawsonc, Garth H. Rauscherd, Mack T. Ruffin IVa, Raymond P. Stowee, Katherine L. Tuckerf and Christopher M. Masic

aUniversitas Michigans; bRand Corporation, CA; cUniversitas Chicago; dUniversitas Illinois; eLaboratorium Microgen, fUniversitas Tufts

Abstrak: Stress psikologis dapat berkontribusi terhadap disparitas kesehatan pada populasi yang dihadapkan pada stress berulang di dalam kehidupan sehari-hari. Sejumlah biomarker telah terbukti dipengaruhi oleh stress psikologis. Biomarker ini meliputi beban allostatik, yang merupakan kumpulan dari beban biologis kumulatif berulang untuk beradaptasi terhadap stress sehari-hari. Beban allostatik memberikan efek pada kelenjar hipotalamus-hipofisis, sistem saraf simpatik dan sistem kardiovaskular. Hal ini mempengaruhi sistem kekebalan tubuh melalui jalur sinyal dua arah. Dari bukti yang berkembang bahwa stress psikologis dapat meningkatkan tingkat stress oksidatif dan kerusakan DNA. Hubungan penyebab antar etnis, tipe gen, ekspresi gen dan kemampuan untuk mengurangi respon stress mulai menjadi perhatian. Kebutuhan untuk melakukan studi ini pada tingkat populasi membutuhkan metode untuk mengatasi potensi hambatan logistik. Biomarker dapat membantu mengkarakterisasi dan mengukur dampak penyebab biologis stress psikologis pada populasi dengan disparitas tingkat kesehatan.

Kata kunci: Stress psikososial, disparitas kesehatan, beban allostatik, stress oksidatif

PENDAHULUAN

Disparitas kesehatan didefinisikan sebagai perbedaan dalam kejadian, mortalitas

dan beban penyakit dan kondisi kesehatan yang buruk yang ada di antara kelompok

penduduk tertentu di Amerika Serikat.1 Penyebab disparitas kesehatan beragam dan

kompleks. Sementara beberapa faktor seperti akses perawatan jelas dapat mempengaruhi

output tingkat kesehatan, namun kontribusi stress psikologis terhadap kesehatan dan

disparitas kesehatan mungkin belum jelas. Stress psikologis dapat berasal dari faktor-faktor

ditingkat individu, seperti kemampuan untuk mengatasi tantangan dan pada tingkat sosial,

seperti yang berasal dari berbagai aspek lingkungan atau tetangga dan keadaan sosial.2

Page 2: Biomarker Stres Psikologis

Ulasan ini membahas tentang penyebab disparitas kesehatan dan parameter yang dapat

diukur melalui cairan biologis untuk menilai efek stress psikologis pada subjek populasi

dengan disparitas kesehatan.

DISPARITAS KESEHATAN

Disparitas kesehatan dapat diartikan harapan hidup lebih rendah, penurunan kualitas

hidup, penurunan produktivitas, peningkatan biaya perawatan kesehatan dan melebarnya

kesenjangan sosial. Jika disparitas berlanjut,besarnya masalah akan tumbuh sesuai kondisi

ras dan etnis minoritas yang diperkirakan hampir 50% dari populasi Amerika Serikat pada

tahun 2050.3 Sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa antara tahun 1991dan 2000, lima

kali lebih banyak nyawa yang bisa diselamatkan dengan menyelesaikan disparitas

kesehatan daripada dibantu oleh inovasi teknologi kesehatan pada waktu yang sama.4

Ada banyak contoh disparitas kesehatan di Amerika, penyakit diabetes dua kali lipat

terjadi di penduduk Indian (Amerika) dan penduduk asli (Alaska) dibandingkan populasi

umum, tetapi kelompok-kelompok ini mengalami kematian akibat kanker lebih rendah

daripada populasi umum Amerika untuk semua kanker kecuali kanker lambung dan kanker

hati.5 Tingkat kematian akibat penyakit kardiovaskuler yang tertinggi pada orang kulit

hitam, diikuti oleh kulit putih dan Hispanik dengan tingkat terendah yang diamati diAsia

atau Kepulauan Pasifik, Indian (Amerika) dan penduduk asli (Alaska).6 Angka kejadian

kematian lebih besar pada orang kulit hitam non-Hispanik dibandingkan kulit putih untuk

penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV), tuberkulosis, pembunuhan, stroke,

penyakit perinatal dan diabetes.7,8 Orang-orang Hispanik juga mengalami kejadian kematian

lebih banyak akibat penyakit dibandingkan dengan kulit putih non-Hispanik untuk infeksi

HIV, pembunuhan, penyakit hati, diabetes dan stroke.9 Obesitas, yang merupakan penyebab

terbanyak dari risiko kesehatan, tampak lebih menonjol pada kelompok ras atau etnis

tertentu.10,11 Baru-baru ini, sepuluh besar disparitas kesehatan telah dipublikasikan untuk

kelompok etnis utama di Amerika Serikat, dan besarnya perbedaan dalam kejadian penyakit

dengan etnis atau ras sangatlah menakjubkan, terutama untuk sifilis, uretrithis gonorhoe

dan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) pada orang kulit hitam dibandingkan

kulit putih.12

Page 3: Biomarker Stres Psikologis

Terkait dengan kanker, data dari National Cancer Institute’s Surveillance,

Epidemiology and End Results (SEER) pada tahun 1996-2000 menunjukkan bahwa

kematian akibat kanker lebih tinggi dan kelangsungan hidup penderita kanker lebih rendah

pada penduduk daerah berpenghasilan rendah.13 Namun, setelah kemiskinan dapat

dituntaskan, kedua insiden kanker dan kematian berbeda di seluruh kelompok ras dan etnis.

Mortalitas dari kanker koloretum, paru, bronkus, leher rahim dan prostat lebih tinggi di

Amerika dan Afrika daripada di kelompok ras atau etnis lain. Kejadian kanker payudara

tertinggi pada orang kulit putih, tapi angka kematian terbesar di Afrika Amerika.

Kepulauan Asia-Pasifik memiliki insiden dan kematian tertinggi untuk terjadinya kanker

abdomen dan hati. Namun pada penduduk asli Amerika, Asia atau Kepulauan Pasifik dan

Hispanik memiliki insiden dan mortalitas kanker yang lebih rendah daripada orang

Amerika Afrika atau kulit putih non-Hispanik.13

Terdapat beberapa penyebab potensial dari disparitas kesehatan seperti ditunjukkan

pada Gambar. 1. Penelitian McGinnis dkk. telah meninjau penyebab kematian dini yang

kemudian diklasifikasikan ke dalam lima domain yaitu genetik dan kongenital, keadaan

sosial, kondisi lingkungan, pilihan perilaku, dan kekurangan dalam perawatan medis.14

Pada model ini peneliti menambahkan stress psikologis yang memiliki efek yang kuat

terhadap kesehatan baik yang positif dan negatif.14 Sebagai contoh pasien kanker payudara

yang tidak dapat ditangani dikaitkan dengan kematian lebih tinggi secara keseluruhan

dalam penelitian kohort prospektif kecil pada orang Afrika Amerika dan perempuan

berkulit putih.15 Dalam penelitian kohort yang sama, kekuatan dukungan emosional yang

dirasakan menunjukkan hubungan yang signifikan dengan peningkatan waktu

keberlangsungan hidup.16 Dalam sebuah penelitian kesehatan perempuan berkulit hitam,

wanita yang melaporkan diskriminasi rasial terdapat peningkatan risiko terjadinya kanker

payudara.17 Banyak penelitian memberikan bukti bahwa persepsi mengenai tantangan sosial

dan kesulitannya (seperti rasisme, aktivitas kehidupan, interaksi keluarga) terkait dengan

perubahan fisiologis yang merugikan pada orang Afrika Amerika.18-23 Selain itu, situasi

yang dapat merusak kesejahteraan dalam masyarakat tidak hanya oleh ras atau etnis tetapi

juga oleh status sosial-ekonomi dan jenis kelamin kelamin.24-26

Page 4: Biomarker Stres Psikologis

RasEtnisJenis KelaminLingkungan FisikPendapatanPendidikan

Sifat WarisanStress PsikologisGaya HidupDietKesehatan

Efek Biologis Penyakit

STRESS Psikologis

Gambar. 1. Penyebab Disparitas Kesehatan: Beberapa faktor yang dapat bertindak secara independen serta interaktif untuk mewujudkan status kesehatan yang berbeda dalam berbagai kelompok populasi

EFEK FISIOLOGIS PADA STRESS PSIKOLOGIS

Homeostasis merupakan istilah yang diciptakan oleh Cannon untuk

menggambarkan stabilitas sistem fisiologis dalam organisme hidup.27 Sebuah istilah yang

terkait yaitu allostasis yang mengacu pada kemampuan organisme untuk merespon tuntutan

fisik dan psikologis melalui aktivasi berbagai proses fisiologis.28 Respon tersebut dapat

membantu hidup dalam mempersiapkan tubuh untuk melakukan aktivitas fisik sehari-hari

seperti lari atau berkelahi. Aktivasi sistem allostatis yang berulang bagaimanapun dapat

memiliki pengaruh fisiologis dan dapat meningkatan risiko terjadinya penyakit kronis

seperti hipertensi, obesitas, aterosklerosis, dan penurunan kognitif, yang pada akhirnya

dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas.29-30

Beban allostatis adalah beban biologis kumulatif yang dituntut pada tubuh melalui

adaptasi setiap hari pada stressfisik dan emosional.31 Sebuah ukuran ringkasan beban ini

telah dikembangkan pada MacArthur Aging Studies, yang berdasarkan pada biomarker

fungsi biologis termasuk aksis Hipotalamus-Pituitari-Adrenal (HPA)

(dehydroepiandrosterone sulfate serum (DHEA-S), antagonis fungsional kortisol,32 dan

kortisol urin), sistem saraf simpatik (norepinefrin dan epinefrin urin), sistem kardiovaskular

(tekanan darah sistolik dan diastolik, serum High-Density Lipoprotein (HDL) dan

konsentrasi kolesterol total), proses metabolisme (hemoglobin glikosilasi plasma, alat ukur

kadar glukosa dari waktu ke waktu), dan rasio pinggang / pinggul (yang berkaitan dengan

keseimbangan hormonal dan metabolisme lemak). Setiap parameter diberi skor biner

dengan nilai-nilai negatif diberikan skor yang lebih tinggi, dan nilai individu dijumlahkan

Page 5: Biomarker Stres Psikologis

InfeksiPenyakit kardiovaskularKomplikasi obesitas & diabetesKankerKognitif penurunan pada lanjut usia

Beban allostatis

Kerusakan oksidatif

Peradangan kronis

STRESS psikologisHormon STRESSs

Fungsi kekebalan

Dissregulasi metabolik

Nutrisi buruk

untuk memberikan keseluruhan skor beban allostatis. Geronimus dkk. menemukan bahwa

terdapat perbedaan dalam skor beban allostatis antara kulit hitam dan kulit putih di Amerka

Serikat yang tidak terkait dengan kemiskinan, yang mendukung gagasan bahwa kemiskinan

berkontribusi terhadap disparitas kesehatan.33

Salah satu faktor yang sering diabaikan dalam studi beban allostatis adalah nutrisi .34

Dalam kondisi stress yang tinggi, individu secara signifikan mengkonsumsi lemak lebih

tinggi dan sedikit mikronutrien.35 Konsumsi makanan dengan indeks glukosa tinggi dapat

meningkatkan risiko terjadinya obesitas, diabetes tipe 2 dan penyakit jantung.36 Nutrisi juga

dapat berinteraksi dengan stress dalam berkontribusi terhadap penurunan kognitif pada

orang tua.34 Sebaliknya, vitamin dan antioksidan dapat membantu memperbaiki beban

allostatic. Hasil dari penelitian Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH)

menunjukkan bahwa kadar vitamin C plasma berkorelasi terbalik dengan tekanan darah

diastolik, dan hal tersebut menyebabkan perubahan tekanan darah dalam waktu 30 hari.37-39

Berkaitan dengan artherogenesis, antioksidan dapat memberi efek manfaatnya dengan

menghambat oksidasi low-density lipoprotein (LDL) dan reaksi radikal bebas lainnya.40-42

Sedangkan stress dapat mempengaruhi kebiasaan diet, dan beban allostatis dapat

memberikan tambahan pengaruh terhadap status gizi melalui oksidasi atau kerusakan gizi,

hal ini mengakibatkan imunosupresi lanjut dan gangguan sistem regulasi sehingga

memberikan kontribusi untuk beban penyakit yang lebih besar .

Gambar. 2. Mediator Fisiologis pada Stress Psikososial.

Page 6: Biomarker Stres Psikologis

HORMON STRESS

Anatomi dan Fisiologi Respon STRESS

Stress psikologis mengarah ke kaskade kejadian fisiologis termasuk aktivasi sistem

saraf simpatik dan aksis HPA. Sistem ini beroperasi dalam koordinasi pada situasi yang

memprovokasi ketakutan atau kecemasan yang dihadapi. Hipotalamus melepaskan

Corticotropin Releasing Hormone (CRH) jika dirangsang. CRH kemudian mencapai

glandula hipofisis anterior melalui sirkulasi portal hipofisis dan lokus ceruleus melalui

proyeksi dari hipotalamus.43 Lokus ceruleus merupakan salah satu dari beberapa inti di

batang otak yang berfungsi sebagai pusat aktivitas simpatik. Aktivasi pusat-pusat tersebut

menghasilkan stimulasi pada organ target melalui persarafan simpatis langsung maupun

melalui sirkulasi katekolamin (epinefrin dan norepinefrin) yang dilepaskan dari medula

adrenal.

Stress psikologis merupakan stimulator poten dari produksi epinefrin ketika

pengeluaran norepinephrine lebih erat terkait dengan aktivitas fisik dan postur tubuh.44 Efek

dari katekolamin yang beredar di organ target sama dengan stimulasi saraf simpatis

langsung (pelebaran pupil, peningkatan denyut jantung, peningkatan aliran darah ke otot

rangka, dan lain-lain) tetapi efeknya berlangsung 5 sampai 10 kali lebih lama karena

sirkulasi epinefrin dan norepinefrin dikeluarkan dari darah selama beberapa menit. Selain

itu, beredar epinefrin dan norepinefrin dari medula adrenal meningkatkan metabolisme

pada semua sel dalam tubuh, yang sebagian besar tidak dipersarafi oleh serabut simpatis.45

CRH di hipofisis anterior menyebabkan keluarnya Adrenocorticotropin Hormone

(ACTH) ke sirkulasi sistemik. Setelah mencapai kelenjar adrenal, ACTH merangsang

produksi glukokortikoid (misalnya kortisol) serta aldosteron dan androgen adrenal. Pada

respon stress, kortisol memiliki beberapa efek yaitu umpan balik negatif pada CRH dan

ACTH, pemeliharaan glukosa darah, dan peningkatan aktivitas katekolamin pada jaringan

target.46-48 Korteks adrenal mensekresi kortisol dalam pola diurnal yang membantu

mengontrol beberapa proses biologis yaitu tekanan darah sistemik, metabolisme

karbohidrat, protein, dan lemak, homeostasis garam dan air, dan metabolisme tulang dan

kalsium.48-49 Kortisol dapat meningkatkan respon kekebalan ketika kebanyakan efek dari

Page 7: Biomarker Stres Psikologis

glukokortikoid dan katekolamin lainnya bersifat imunosupresif. Hal ini telah menyebabkan

hipotesis bahwa hormon stress membantu mengontrol respon imun dengan mencegah

respon berlebihan terhadap antigen.46, 50, 51

Perubahan Terkait dengan Stress Kronis

Peningkatan produksi kortisol dan katekolamin memungkinkan manusia untuk

merespon ancaman yang dirasakan dan nyata, tetapi aktivasi berlebihan dari SAM dan aksis

HPA telah dikaitkan dengan efek biologis negatif. Misalnya, kortisol merangsang timbunan

lemak visceral atau perut52 dan stress kronis merupakan faktor risiko terjadinya obesitas.53

Kelebihan glukokortikoid memberikan pengaruh buruk terhadap otot dan kulit yaitu

menyebabkan atrofi dan produksi kolagen yang berkurang.54 dan juga menyebabkan

osteoporosis melalui penghambatan osteoblas.55 Efek kelebihan glukokortikoid pada sistem

saraf pusat yaitu kematian neuronal di hippocampus,56 depresi, apatis, dan penurunan

kognitif.48 Reseptor glukokortikoid terdapat di seluruh tubuh, terdapat banyak efek mediasi

yaitu induksi enzim hati yang terlibat dalam metabolisme energi, regulasi sel imun dan

produksi sitokin, dan pembentukan memori terkait dengan ketakutan.31,57

Ketika aktivasi berulang pada respon stress normal, elevasi hormon stress berulang

mengakibatkan gangguan pada proses fisiologis dan sistem organ. Gangguan atau beban

allostatis ini dianggap sebagai faktor risiko dari beberapa penyakit yaitu aterosklerosis,

penyakit jantung koroner, obesitas, diabetes, depresi, gangguan kognitif, inflamasi dan

gangguan autoimun.29 Misalnya, stress berat berulang di awal masa kanak-kanak dapat

menyebabkan perubahan seluler dan fisiologis yang bertahan hingga dewasa. Heim dkk.

menemukan bahwa wanita dengan riwayat masa kecil mengalami kekerasan fisik dan / atau

seksual menunjukkan peningkatan kadar ACTH puncak dibandingkan dengan kelompok

kontrol dalam menanggapi stress psikososial.58 Dalam studi lain, orang dewasa dengan

status sosial ekonomi (SES) rendah pada masa kanak-kanak memiliki tingkat iskemia yang

lebih tinggi pada latihan tes STRESS dibandingkan dengan orang dewasa dengan SES

tinggi pada masa kanak-kanak, setelah mengontrol arus SES, riwayat merokok, dan rasio

HDL dan LDL kolesterol.59 Stress ringan kronis menyebabkan peningkatan kadar kortisol

Page 8: Biomarker Stres Psikologis

plasma sedangkan stress berat kronis menyebabkan peningkatan pada ACTH plasma dan

kortisol.60

Peningkatan kadar katekolamin kronis dianggap berkontribusi dalam menyebabkan

terjadinya hipertensi, aterosklerosis, penyakit arteri koroner, serta gangguan yang berkaitan

dengan pembekuan darah, seperti stroke iskemik dan infark miokard.44 Peningkatan

epinefrin plasma dikaitkan dengan kematian dan penurunan fungsional yang berfungsi

tinggi pada usia lanjut,61 serta kelangsungan hidup pada pasien dengan tingkat ekonomi

rendah dengan riwayat infark miokard sebelumnya.62 Sedangkan peningkatan norepinefrin

plasma dikaitkan dengan kematian pada orang dewasa yang sehat,63 gagal jantung

kongestif,64 dan riwayat infark miokard sebelumnya.62

Pengukuran Kadar Hormon Saat Stress

Pengaturan pusat hormon kortisol dan katekolamin memiliki respon stress dan

memiliki hubungan terhadap penyakit disebabkan oleh stress, sehingga tidak mengejutkan

apabila penelitian mengenai stress dan kesehatan seringkali memasukan pengukuran kedua

hormon tersebut. Sekali tersekresi dari korteks adrenal, kortisol akan secepatnya berikatan

ke globulin pengikat kortikosteroid (CBG), albumin, dan eritrosit. Hasilnya, hanya 2 – 15%

kortisol bebas tanpa berikatan. Fraksi inilah yang diduga memediasi efek multipel kortisol

pada jaringan perifer dan otak. Keduanya, yang terikat dan bebas, dapat diukur dalam

darah, namun hanya kortisol bebas yang dapat terukur di dalam saliva.65 Kortisol plasma

dan saliva bisa mencerminkan kadar kortisol yang beredar sesuai keadaannya

sesungguhnya, sedangkan kortisol dalam urin merupakan jumlah kortisol yang disekresikan

tiap waktu. Untuk memperoleh sampel saliva, para parisipan penelitian menampung

salivanya ke dalam wadah kecil atau karet kunyah pada sebuah pengusap (salivette)

kemudian menaruhnya ke dalam wadah kecil. Pengumpulan saliva seperti ini dapat

disimpan dalam suhu ruangan paling cepat 4 minggu sebelum kadar kortisolnya menurun

secara signifikan. Kebanyakan laboratotium mengecek kadar hormon tersebut yang ada di

dalam saliva menggunakan immunoassay radioaktif atau penanda lainnya. Kortisol dalam

saliva secara akurat mencerminkan kadar kortisol bebas dalam darah dan bisa digunakan

sebagai biomarker yang kurang invasif.65-66

Page 9: Biomarker Stres Psikologis

Kortisol dalam urin jarang diperiksa dari sampel urin dalam 24 jam atau bagian dari

protokol sampling malam hari. Sampel urin dalam 24 jam lebih berat dibandingkan

sampling malam hari, tetapi hasil yang didapatkan tidak terpengaruh oleh siklus sirkadian

dan waktu awal pengambilan sampel karena perbedaan individu dalam status hidrasi dan

produksi urin, konsentrasi urin harus ditentukan sejak penghitungan kadar hormon dalam

urin tersebut. Metode penghitungan paling umum guna menentukan kadar urin adalah

membagi kadar hormon dengan kreatinin dalam urin tersebut.67 Oleh karena penghitungan

kadar kreatinin urin ditentukan oleh massa otot dan suku atau etnik,68 pendekatan ini dapat

memberikan kadar lebih rendah palsu pada beberapa kelompok, termasuk laki-laki dan

orang Afrika Amerika.69

Pengukuran kadar katekolamin bisa dilakukan dengan memeriksa plasma, urin, atau

saliva. Hubungan yang saling terkaitan telah diketahui antara perubahan kadar katekolamin

dalam plasma dengan dalam urin sebagai respon terhadap stress.44 Sebaliknya tidak ada

hubungan antara kadarnya dalam saliva dan plasma.70 Karena kadar katekolamin

dipengaruhi oleh postur, akitivitas fisik, terdapat sebuah pertanyaan mengenai validitas dan

realibilitas biomarker dari katekolamin plasma.62-71 Di lain pihak sampel urin guna

mengukur kadar katekolamin tidak nyeri dan tidak dipengaruhi oleh kebiasaan sehari-hari

dan lingkungan pemeriksaan. Assay terhadap urin memberikan pengukuran akurat produksi

epinefrin dan norepinefrin setiap waktu. Selama stress ringan seperti stress harian di tempat

kerja yang wajar, produksi epinefrin dapat meningkat 50 – 100% di atas produksi basalnya.

stress psikologi lebih berat lagi dapat meningkatkan kadar epinefrin sebanyak 8 – 10 kali

dari kadar basalnya.44

Katekolamin dalam urin biasanya didapatkan dari pengukuran total selama 24 jam

yang dihitung dengan mengalikan kadar hormonnya dengan volume urin 24 jam. Setelah

sampel urin diperoleh, pH urin disesuaikan dan dibuat menjadi 3,0 dengan pemberian

larutan asam untuk mencegah degradasi katekolamin. Pengasaman sampel urin ini harus

disimpan beku sampai dianalisis. Metode paling menggunakan kromatografi cairan kualitas

tinggi dengan deteksi kimia elektro.44 Penyesuaian terhadap postur dan aktivitas harian

harus dilakukan sebelum pengukuran kadar katekolamin dengan metode ini. Yang termasuk

Page 10: Biomarker Stres Psikologis

dalam penyesuaian ini adalah adanya konsumsi kafein, alkohol, nikotin, dan obat-obatan

(β-bloceker dan diuretik).

SISTEM IMUN

Perubahan Imunitas pada Kondisi Stress

Terdapat hubungan dua arah antara sistem saraf pusat dan imun yang

mempengaruhi hormon peptida dan reseptor regulasi respon imunitas melalui mekanisme

umpan balik.72-74 Hipotalamus mempunyai peran penting sebagai koordinator pusat

endokrin, otonomik, dan respon perilaku terhadap stress.72-74 Hasil akhir stimulasi HPA

adalah glukokortikoid seperti yang diteliti oleh Smith dkk.75 Penelitian tersebut menunjukan

bahwa ACTH merangsang sekresi kortisol dari korteks adrenal. Hormon glukokortikoid

mempengaruhi sistem imun dengan cara mengubah pegerakan dan leukosit dan migrasi

berbagai tipe sel ke daerah yang mengalami inflamasi dan juga menghambat fungsi seluler

secara individual. Adanya kortikosteroid ini akan menginduksi netrofili atau produksi

berlebihan dari netrofil.76-77 Jumlah limfosit darah perifer berkurang akibat retensi dari

limfosit yang beredar sepanjang sumsum tulang, limpa, dan nodus limfatikus.76-77 Pegeseran

subpopulasi leukosit ini menunjukan mekanisme penghindaran efek merugikan dari stress

atau dengan kata lain menyiapkan sistem imun dalam menghadapi antigen dan patogen.78

Hormon glukokortikoid merupakan antiinflamasi utama yang menghambat produksi

Interleukin-12 (IL-12) dan meningkatkan IL-10 oleh monosit.79-82 Hal ini akan menginduksi

kerja respon imun melalui sitokin oleh Th-2 (dicirikan dengan produksi IL-4, IL-5, dan IL-

10 yang mengaktifkan imunitas humoral) dan menghambat sitokin Th-1 (dicirikan dengan

produksi IL-2, IL-12, dan IFN-α yang mengaktifkan imunitas seluler). Mekanisme ini dapat

dimediasi oleh NF-kB sebagai faktor transkripsi.83-85

Katekolamin juga mempengaruhi status imunitas dan menginisiasi proliferasi

limfosit CD3+, CD4+, dan CD8+ dengan stimulasi β-adenergik di mana stimulasi ini

Page 11: Biomarker Stres Psikologis

(melalui siklase adenilat intraseluler) menghambat proliferasi limfosit.86-88 Pemberian

injeksi epinefrin menyebabkan penurunan persentase sel NK dan hasil yang variabel dari

limfosit CD8+; tidak ada perubahan yang teramati dari monosit atau limfosit B.89 Epinefrin

menghasilkan efek nyata pada jumlah netrofil yang bersirkulasi dengan menimbulkan

demarginasi neutrofil yang menempel ke endotelium vaskuler. Kortisol dapat memberikan

efek tersebut dengan cara melepaskan neutrofil dari sumsum tulang yang berlawanan dan

meningkatkan angka paruh hidupnya.90 Norepinefrin juga telah diketahui memblok total

aktivasi IFN-α makrofag peritoneal.91

Efek keseluruhan dari stress kronik pada modulasi berbagai macam imunitas dan

termasuk penurunan fungsi sel NK, down regulation dari respon sel T dan sel B,

ketidakseimbangan produksi sitokin (misalkan pegeseran Th1 Th2), perlambatan

penyembuhan luka, dan kelainan respon antibodi setelah vaksinasi.92 Stress juga mungkin

berhubungan dengan induksi sitokin proinflamasi seperti IL-6. Kiecolt-Glaser dkk.93

menemukan peningkatan kadar IL-6 plasma pada usia yang membutuhkan perawatan

dibandingkan usia yang butuh perawatan yang sebagian menjelaskan insiden yang lebih

besar lagi terhadap mortalitas berbagai penyebab di antara kedua kelompok tersebut.94

Kadar IL-6 juga meningkat pada individu dengan kebiasaan sehat yang buruk, seperti

merokok, diet yang tidak baik, jarang beraktivitas fisik, dan BMI tinggi.95-97 IL-6 diketahui

menginduksi protein C-reaktif (CRP) hati. IL-6 bersama CRP berperan penting dalam

proses perkembangan penyakit kardiovaskuler.98-103 Sesuai dengan konsep beban

alostatik,inflamasi bisa menjadi lebih kronik ketika berhadapan dengan stressor yang sama.

Laporan penelitian terbaru menyebutkan bahwa pengukuran inflamasi berkontrubusi dalam

menentukan risiko kesehatan.105-106

Stress kronik juga dapat mempengaruhi sistem imun dengan mengubah panjang

telomer dan aktivitas telomerase (dua penanda penuaan). Epel dkk.107 menemukan bahwa

seorang ibu yang merawat anaknya yang sakit memiliki telomer lebih pendek dan lebih

sedikit kerja dari telomerase pada sel mononuklear darah perifer daripada seorang ibu yang

merawat anaknya yang sehat. Stress kronik dalam kelompok ini berhubungan dengan

aktivitas STRESS oksidatif yang lebih tinggi daripada kadar F2-isoprostan. Terdapat

literatur yang menyebutkan kerusakan oksidatif DNA berhubungan dengan pemendekan

Page 12: Biomarker Stres Psikologis

telomer.108 Data ini dan peningkatan kadar IL-6 akibat stress dapat memberikan

pengetahuan akan mekanisme stress kronik dapat secara prematur mengaktifkan sistem

imun dan dapat meningkatkan risiko terkena penyakit, terutama penyakit yang

berhubungan dengan umur.

Dampak Stress Kronik pada Infeksi Virus

Dari penelitian mengenai kelainan respon terhadap vaksin, diketahui bahwa stress

akan mempermudah proses infeksi virus respirasi pada umumnya.109 Insidensi terjadinya

infeksi lebih besar pada individu yang mengalami lebih banyak kejadian hidup sehari-hari

yang membuatnya stress atau yang mengalami stress berulang selama berbulan-bulan atau

lebih.110-111 Tingkat status ekonomi-sosial (SES) yang lebih rendah berhubungan dengan

tingkat insidensi penyakit infeksi virus yang lebih besar selama masa dewasanya. Hal

tersebut menunjukan adanya peran langsung lingkungan penuh stressor terhadap perbedaan

tingkat kesehatan yang dialami seseorang.112 Penelitian belakangan ini menunjukan

penyebab utam terjadinya perbedaan tingkat kesehatan pada suku Afika-Amerika,

Hispanik, dan Asia di AS adalah gonorea, sifilis, AIDS, dan tuberkulosis.12

HIV/ AIDS secara sepihak berefek pada suku dan etnik minoritas di AS. Dean, dkk.113

meneliti hal ini dan mendapati diagnosis AIDS lebih sering dialamatkan pada orang kulit

hitam non-hispanik daripada suku dan etnik lainnya. Stress juga meningkatkan laju progresi

penyakit AIDS pada pria. Pada penelitian longitudinal terhadap pria yang terinfeksi HIV

asimtomatik, progresi penyakit lebih cepat berhubungan dengan kejadian sehari-hari yang

lebih membuatnya Stress dan sosial atau dukungan interpersonal yang lebih sedikit.114

AIDS akan berkembang lebih cepat pada pria positif HIV yang berhenti menjadi

homoseksual daripada yang tidak.115 Virus laten seperti virus herpes tidak dapat dicegah

tubuh penjamu setelah menginfeksi dan tetap laten setelahnya. Reaktivasi virus laten ini

dapat dijadikan marker biologis atas stress dan disregulasi imun.

STRESS OKSIDATIF

Page 13: Biomarker Stres Psikologis

Stress oksidatif mempengaruhi sistem imun dengan berbagai cara. Salah satu fungsi

sel inflamasi adalah memproduksi sejenis molekul oksigen reaktif sebagai suatu respon

integrasi melawan infeksi dan cidera. Sejenis molekul oksigen reaktif ini akan menarik

lebih banyak lagi sel inflamasi. Sejenis molekul oksigen reaktif tersebut dan produk

oksidasi lemak akan beperan sebagai pembawa pesan intraseluller dan interseluller.116

Sebagai respon akut tambahan kondisi peningkatan inflamasi dan stress oksidatif; atau

ketidakseimbangan antara produk oksidan dan detoksikasi oksidan dapat menjadi kondisi

kronik. Sebagai contoh : sebuah kondisi inflamasi kronik derajat ringan (misal ; penyakit

inflamasi pencernaan, diabetes) dan pengaruh stress oksidatif dapat mempengaruhi risiko

timbulnya berbagai macam kanker.117-119 Pengukuran CRP, sebuah marker inflamasi

berguna dalam menentukan risiko timbulnya penyakit jantung pada individu sehat.120

Stress oksidatif telah diketahui beperan penting dalam sebagian besar penyakit

kronik sekarang. Sehubungan dengan penyakit kardiovaskuler, jumlah oksidan berlebih

yang ada dapat mempengaruhi aktivitas perioksidatif lemak. Hal ini berhubungan dengan

pembentukan plak, ketidakseimbangan tonus vaskuler akibat oksidasi nitit oksida, dan

secara langsung merusak vaskular.121-125 Stress oksidasi juga berperan dalam menimbulkan

komplikasi pada penyakit diabetes, termasuk retinopati, penyakit ginjal, dan cidera

vaskuler. Sehubungan dengan risiko terjadinya kanker oksidan dapat merusak

makromolekul seluler penting, termasuk DNA. Kerusakan DNA akibat oksidasi yang tidak

dapat diperbaiki akan menciptakan mutasi dan transformasi sel yang memicukanker, seperti

yang tergambarkan di Gambar 3.129

Hubungan Ras dan Etnik pada Stress Oksidatif

Stress oksidasf merupakan faktor penting dalam patogenesis penyakit

kardiovaskuler yang lebih sering terjadi oada Afrika-Amerika.125-130 Stress oksidatif beperan

dalam disfungsi endotelial melalui destruksi nitrit oksida (NO), sebuah vasodilator poten.124

Tingkat stressoksidatif tidak tampak lebih tinggi pada orang Afrika-Amerika daripada

orang kulit putih.131 Akan tetapi, regulasi NO tampaknya terganggu karena kelebihan kadar

golongan O2- dan ONOO-.132 Sel endotelial vena umbilikus manusia kulit hitam

menciptakan kondisi nitrit oksida/ oksidan yang lebih seimbang daripada orang kulit putih

Page 14: Biomarker Stres Psikologis

dalam hal kelainan fungsi endotelial. Hal ini diikuti dengan penurunan relatif pelepasan

nitrit oksida dan peningkatan pelepasan superoksida dan perioksinitrit pada orang kulit

hitam.133 Pada orang kulit hitam, tapi tidak pada orang kulit putih, perioksidasi lemak

memediasi hubungan indeks massa tubuh, kadar aldosteron, dan tekanan darah sistolik.134

Kadar rerata marker plasma peroksidasi lemak 15-F2t-isoprostane tidak berbeda antara

Afrika-Amerika dan Amerika kulit putih. Peningkatan 15-F2t-isoprotane saat berespon

terhadap hiperlipidemia akut sangat tinggi pada orang Afrika Amerika.135 Pada wanita

kadar 15-F2t-isoprostane tidak berbeda menurut rasnya, tetapi terapi hormon menginduksi

pelepasan NO pada kaukasian, tapi tidak pada Afrika Amerika.136

Insidensi dan survival rate kanker juga berbeda menurut ras. Sebagai contoh: pada

wanita Amerika kulit hitam dan putih memiliki tingkat yang lebih tinggi terkena kanker

payudara daripada orang Hispanik, Amerika Indian, dan wanita Asia Amerika.137 Sekalinya

kanker telah menyerang, prognosis lebih mengarah perburukan pada orang Afrika Amerika

daripada orang Eropa Amerika untuk kanker prostat, payudara, paru, dan kolon. Kanker-

kanker tersebut merupakan kanker yang sering menyerang masyarakat AS sekarang.138-142

Mekanisme parallel yang berbeda menyebabkan risiko dan survival kanker yang berbeda

pula, tetapi stress oksidatif menjadi faktor penting yang harus diperhatikan. Data dalam

jumlah besar menyokong hubungan antara kerusakan oksidasi pada gen dan peningkatan

risiko kanker.129

Efek Stress Psikologis Terhadap Tingkat Stress Oksidatif

Kedua faktor kelas individual dan sosial berkontribusi dalam tingkat stress oksidatif

seseorang. Faktor imunologis dan hormonal telah dapat dijelaskan berperan dalam

perkembangan stress oksidatif. Akan tetapi, terdapat beberapa literatur yang beredar bahwa

stress psikososial dapat mempengaruhi tingkat stress oksidatif. Stress psikososial

meningkatkan Stress oksidatif melalui aktivasi NK-κB, mediator inflamasi.143 Pada

penelitian cross sectional Stress psikologis berhubungan dengan peningkatan CRP dan

kadar homosistein. Homosistein ini akan meningkatkan produksi sejenis molekul oksigen

reaktif.144-145 Homosistein juga meningkat saat terjadi pengalaman dan supresi marah.145

Hewan uji tikus yang terpapar stress sosial mengalami peningkatan kadar kortikosteron dan

Page 15: Biomarker Stres Psikologis

ekskresi biopirin, metabolit bilirubin yang teroksidasi melalui urin.146 Mahasiswa yang akan

menghadapi ujian mengalami peningkatan kerusakan DNA oksidatif, penurunan kadar

antioksidan, dan peningkatan sensitivitas terhadap oksidasi lemak di dalam limfosit pada

hari ujiannya.147 Ketakutan juga berperan di dalamnya. Pengondisian tikus uji terhadap

stimulasi nyeri menghasilkan peningkatan kadar oksidasi deoksiguanosin (dengan

konfigurasi 8-okso-2’-deoksiguanosin) di inti DNA ginjal. Hal ini tidak terjadi saat tidak

ada stimulus nyeri.148

Gangguan psikologis yang berasal dari stress kronis juga berhubungan dengan

kerusakan oksidasi. Pada wanita, skor depresi berhubungan dengan kadar 8-OhdG pada

leukosit.149-150 Hasil ini juga didapatkan pada penelitian cross sectional lainnya pada kadar

lemak peroksida serum wanita yang berhubungan langsung dengan skor depresi CES-D.151

Hal ini menunjukan signifikansi pada penelitian mengenai perbedaan tingkat kesehatan

karena depresi dan kelainan psikologis lainnya berbeda pada kelompok populasi tertentu

menurut rasa tau etnik atau SES.153-159

Faktor sosial seperti isolasi, kekerasan, kebisingan, diskriminasi, dan rasis juga

dapat berkontribusi pada stress oksidatif. Beberapa penelitian mengenai hal ini telah

dilkukan dengan model hewan. Pada tikus stress kronik dalam bentuk isolasi sosial jangka

panjang mengaktifkan enzim antioksidan (superoksida dismutase dan katalase) di

hipokampus dan berefek pada respon subsekuen stress akut.160 Pada penelitian tersebut

pembentukan oksidan tidak diukur, tetapi induksi enzim antioksidan sepertinya berasal dari

peningkatan beban oksidasi. Stress psikologis dan kebisingan pada tikus meningkatkan

kadar perioksidasi lemak.161-162 Satu dari hasil penelitian pertama di lingkungan peneliti

menggunakan communication box dan menunjukan kadar 8-oxodG lebih tinggi di inti DNA

hati tikus setelah terpapar stress psikologis.163 Pada manusia kedekatan orang tua dan

anaknya berhubungan terbalik dengan kadar 8-oxodG saat dewasanya. Kadar 8-oxodG

sedikit lebih tinggi pada orang yang memiliki pengalaman tentang kematian anggota

keluarga terdekat paling dekat 3 tahun belakangan ini.164

Pada sebuah penelitian di Mexico orang tua-orang tua yang tinggal di perkotaan

memiliki stress oksidatif lebih tinggi (juga risiko ketidakseimbangan kognitif lebih tinggi)

daripada yang tinggal di pedesaan yang memiliki tingkat kesehatan dan pembebanan

Page 16: Biomarker Stres Psikologis

latihan fisik.165 Pada penelitian tersebut tingkat stress oksidatif diukur dengan menghitung

Plasma Antioxidant Ability (ABTS), kadar superoksida dismutase pada eritrosit, glutatione

perioksidase, dan plasma lipid peroxides (TBARS). TBARS lebih tinggi pada orang tua

yang memiliki ketidakseimbangan kognitif dengan perbandingan desa/ kota tetap (yang

tinggal di kota memiliki TBARS lebih tinggi daripada yang di desa). Hal ini hampir 5 kali

lipat lebih tinggi berisiko terjadinya ketidakseimbangan kognitif di perkotaan.166

Efek stress dari lingkungan kerja hanya diteliti beberapa penelitian. Pada wanita

Jepang sehat penerimaan beban kerja, penerimaan stress, ketidakmampuan meringankan

stress, dan coping buruk terhadap STRESS berhubungan dengan peningkatan 8 –hidroksi –

2’ –deoksiguanosin di leukositnya secara signifikan. Kenaikan yang berhubungan dengan

pekerjaan ternyata berhubungan dengan peningkatan Tumor Necrosis Factor-Alpha (TNF-

α) dan Glycosylated Hemoglobin-A (HbA1c) yang merupakan indikasi adanya stress

oksidatif. Jam kerja yang lebih lama pada seorang masinis berhubungan dengan

peningkatan frekuensi terjadinya gejala kesehatan, tetapi hal ini hanya tampak nyata pada

orang yang tidak memiliki dukungan sosial.170

Stress psikologis dan Stress oksidatif

Kerusakan basa DNA oleh oksidatif

Kapasitas Detoksifikasi

Radikal bebas bawaan

Kemampuan perbaikan DNA

Variasi genetik individu, keluarga, dan golongan

Mutasi/Perubahan Gen

Page 17: Biomarker Stres Psikologis

Kanker

Gambar 3. Bagan Mekanisme Kerusakan DNA dan Faktor Risiko Kanker: Perbedaan

genetik berperan dalam kerusakan DNA oleh oksidatif dan menyebabkan disparitas

penyakit saat level stress yang ekuivalen

Peran perbaikan DNA sesuai tingkat kerusakan oksidatif

Kerusakan DNA yang tidak diperbaiki secara efisien mungkin menjadi mekanisme

kunci perbedaan tingkat kesehatan pada risiko terjadinya kanker (Gambar 3). Sejenis

molekul oksigen reaktif bereaksi dengan kerusakan basa DNA memproduksi oksidatif dan

sebagian besar kerusakan ini diperbaiki dengan mekanisme jalur perbaikan eksisi basa.

Bentuk kerusakan DNA yang sering adalah kerusakan basa guanin pada bentuk 8 –

oksoguanin (8oxoG) ataupun 8 –hidroksi –2’ –deoksiguanosin (8oxodG).171-172 Keduanya

merupakan molekul metagenik. Kerusakan basa timin oleh stress oksidatif paling terlihat

pada formasi timin, lesi DNA lainya yang sering terjadi dan sangat mutagenik.173 Akibat

dari tingkat stress oksidatif yang terjadi bergantung pada kapasitas sistem untuk

menanggulangi kerusakan oksidatif.

Perbaikan eksisi basa dimulai dengan pemutusan basa yang rusak oleh salah satu

dari beberapa jenis glikosilase spesifik kerusakan.174 Glikosilase nicks untaian DNA 3’ dari

lesi sehingga muncul daerah abasik (AP). APE1 endonuklease apurinik/ apirimidinik

menginisasi perbaikan daerah abasik (AP) dengan menghidrolisis backbone fosfodiester 5’

secepatnya dari AP.175 DNA polimerase beta; serta ligan DNA I dan III beperan dalam

proses perbaikan eksisi basa tahap lanjut (mengisi basa yang hilang dan mengunci untaian

DNA tersebut). Protein S-ray repair cross complementing 1 (XRCC1) berinteraksi dengan

beberapa protein perbaikan eksisi basa lainnya selama proses perbaikan eksisi basa

oksidatif ini.176

Variasi polimorfisme pada gen XRCC1 dan APE1 secara signifikan berhubungan

dengan kejadian kanker prostat pada kulit putih tetapi tidak pada kulit hitam.177 Diantara

Page 18: Biomarker Stres Psikologis

perempuan ras Afrika Amerika, hubungan antara kanker payudara dan merokok terkuat

pada perempuan dengan kombinasi spesifik perbaikan genotype ketika tidak ada interaksi

dengan rokok yang diperlihatkan oleh perempuan berkulit putih.178 Gen-gen lain yang juga

ditemukan secara berturut-turut antara lain NTHL1, PNKP, NEIL1, NEIL3, APE2, OGG2,

BRCA1 2) dan memainkan peran dalam perbaikan dengan pemotongan gen pada kondisi

oksidatif.

Polimorfisme nukleotida tunggal teridentifikasi pada region dari mayoritas gen-gen

tersebut, umumnya dengan pengaruh yang belum diketahui pada struktur dan pengikatan

enzim-enzim. Penelitian invitro, variasi polimorfisme nukleotida tunggal berimplikasi pada

peningkatan kerusakan DNA akibat oksidatf. 179-180 Data epidemiologi masih sangat jarang,

tetapi ditemukan ada 326 varian gen yang berpengaruh pada peningkatan risiko kanker.180-

183 XRCC1 telah secara luas dipelajari, terdiri dari 3 prevalent, dengan polimorfisme

nukleotida tunggal pada kodon 194 (Arg ke Trp), 280 (Arg ke Trp) dan 399 (Arg ke

Gln).184 Beberapa studi yang dipublikasikan menemukan bahwa belum diketahui secara

pasti dari ketiga polimorfisme tersebut yang meningkatkan risiko kanker payudara. 185-189

Gen APE yang memiliki satu prevalent mempunyai polimorfisme nukleotida tunggal pada

kodon 148 (Asp ke Glu) yang mana berhubungan dengan penundaan siklus sel, sensitivitas

terhadapt radiasi ionik, dan risiko kanker paru.191 PARP1 memiliki satu prevalent yang

memiliki polimorfisme nukleotida tunggal pada kodon 762 (Val ke Al).192 XPG memiliki

dua prevalent dan memiliki polimorfisme nukleotida tunggal pada kodon 529 (Cys to Ser)

dan kodon 1104 (Asp to His). Keduanya telah diobservasi pada orang Afrika-Amerika. 184

Sebuah studi mengestimasi bahwa peningkatan risiko kanker payudara sebesar 50%

berhubungan dengan variasi polimorfisme nukleotida tunggal pada kodon 1104.193

Selain itu terkait perbaikan DNA, gen-gen yang mengkode yang membantu radikal

bebas juga memainkan peran pada perbedaan ras terhadap kerentana oada kerusakan

oksidatif. Beberapa enzim seperti gluthathione-S-trasferase dan golongan dismutase

superoksidase, membantu radikal bebas dan memindahkan mereka dari pool agen agen

yang berpotensi merusak DNA. MnSOD adalah satu dari tiga enzim yang berfungsi sebagai

lini pertama dari detoksifikasi superoksidase. Substitusi Valine ke Alanine pada posisi 9

memiliki meningkatkan risiko kanker. Meskipun begitu, beberapa studi epidemiologi

Page 19: Biomarker Stres Psikologis

mengestimasi bahwa tidak ada kaitan positif maupun negative pada Alanine allele, sebagai

contoh. Pada orang-orang Hispanik, substitusi Alanine lebih sering terjadi pada orang-

orang kulit putih dan berkaitan dengan peningktan kanker kolon onset dini.197

Bukan suatu kejutan bahwanya studi epidemiologi pada risiko kanker pada

polimorfisme individu telah tercampur. Keterkaitan mungkin lebih mudah jika dideteksi

dari pendekatan berdasarkan jalur pathway penyakit dan angka kumulatif dari varian

polimorfisme pada gen-gen yang berkaita dengan jalur stress oksidatif atau berdasarkan

spesifisitas, dan interaksi gen-gen secara biologi.189, 198-200 Melihat dari jumlah gen dan

polimorfisme nukleotida tunggal yang terlibat, pengukuran gabungan dibutuhkan untuk

mengetahui kapasitas atau kemampuan individu untuk membentuk dan memperbaiki

kerusakan DNA oleh karena oksidatif.

LOGISTIK DAN KELAYAKAN PENGAMBILAN SAMPEL BIOMARKER pada

POPULASI DENGAN PERBEDAAN TINGKAT KESEHATAN

Seperti yang telah dibahas sebelumnya terdapat beberapa marker biologi atas stress

psikologi yang dapat dipakai dalam memahami perbedaan tingkat kesehatan. Populasi yang

memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas lebih tinggi biasanya kurang memiliki sumber

daya komunitas yang membantu mengumpulkan sampel biologi. Masalah logistik berupa

persiapan partisipan penelitian sebelum pengumpulan sampel, kebutuhan pengiriman, dan

penyimpanan sampel itu sendiri penting untuk memperoleh hasil realibel dan valid. Akan

tetapi, dalam pemenuhan tersebut terkadang menjadi sebuah problem tersendiri di

komunitas terpencil atau secara ekonomi rendah. Strategi umum yang dipakai dalam

memecahkan masalah logistik ini adalah mengajak partisipan penelitian mengunjungi

tempat klinik atau tempat penelitian yang dipakai. Pendekatan ini memunculkan

perlindungan baru bagi partisipasi penelitian dan pengambilan sampel. Untuk beberapa

biomarker, metode pengumpulan sampel yang lebih sederhana telah berhasil

dikembangkan.

Page 20: Biomarker Stres Psikologis

Kebutuhan perawatan untuk akurasi determinasi oleh biomarker telah berhasil

ditentukan untuk berbagai permasalahan klinis saat bekerja di lapangan; baik di pedesaaan

ataupun klinik komunitas dengan sumber daya terbatas. Walaupun banyak penelitian

dilakukan dalam skala besar di pusat medis universitas, partisipan penelitian potensial

masih enggan mengunjungi tempat penelitian yang dipakai karena adanya pengalaman

perawatan kesehatan yang tidak mengenakan, kesulitan mencari transportasinya, dan

ketidakpercayaan terhadap pusat penelitian. Klinik komunitas dapat dipakai untuk

mengumpulkan sampel biologis. Klinik-klinik ini mungkin saja kekurangan sumber daya

dalam mengolah, menyimpan, dan mengirim sampel. Para peneliti harus mengantisipasi hal

tersebut dengan membeli tempat pendingin kecil untuk penyimpanan sampel atau membeli

sentifugasi ember berayun untuk memperoleh sampel sel putih. Staf peneliti juga harus

hadir di klinik tersebut guna meningkatkan kualitas pengolahan sampel yang sesuai.

Kurangnya bahan dry ice menjadi permasalahan tersendiri dalam pengiriman sampel yang

sesuai di pedesaan yang terpencil. Oleh sebab itu, perlu diubah protokol penelitiannya

supaya hanya biomarker stabil yang digunakan di dalam design penelitiannya. Di daerah

perkotaan pengumpulan sampel mobile mudah didapatkan, tetapi lagi-lagi pengolahan

sampel bisa menjadi permasalahan tersendiri.

Untuk memperoleh sampel DNA dalam determinasi genotipe, setetes darah utuh

beku dalam jumlah besar yang disimpan dalam kartu FTA dari Whatman (Clifton, NJ)

dapat digunakan. Setelah setetes darah tersebut diletakkan di kertas saring dan dikeringkan,

DNA diekstrak melalui lingkaran standard berukuran kecil sekali. Membran sel dan

organelanya dilisis dan asam nuklekat yang terlepas disimpan dalam kartu fiber. Asam

nukleat ini akan tetap tidak begerak dan stabil selama pengiriman, pengolahan secepatnya,

atau penyimpanan dalam suhu ruangan jangka panjang. Karena asam nukleat yang

terperangkap tersebut tetap stabil, kartu FTA membantu pengumpulan sampel di daerah

terpencil dan mempermudah pengiriman sampel. Analisis metode lain juga menggunakan

sampel darah yang disimpan dalam kartu kertas saring. Sebagai contoh : protein C reaktif

dianalisis menggunakan darah di dalam kertas saring terstandardisasi (filter #903, Scleicher

and Schuell, Keene, NH). Staf penelitian juga diajarkan cara meneteskan darah dengan

benar. Sekalinya darah tersebut dikeringkan, darah ini dapat disimpan dalam suhu ambient

Page 21: Biomarker Stres Psikologis

selama 1-2 minggu, tergantung assay yang digunakan. Assay yang digunakan berupa kertas

saring berlubang sangat kecil guna memperoleh volum assay yang konsisten untuk tiap-tiap

sampel.201

KESIMPULAN

Biomarker telah diketahui berhubungan dengan perbedaan tingkat kesehatan yang

terjadi di suatu kelompok populasi yang didefinisikan sebagai SES, etnik, dan atau ras.

Salah satu etiologi perbedaan tingkat kesehatan ini adalah stress psikologis. Stress

psikologis dapat bermanifestasi ke jumlah biomarker. Suatu pengukuran biologis kumulatif

dari stress yang terpendam disebut sebagai beban allostatik. Beban allostatik ini termasuk

aksis HPA, sistem saraf simpatis, dan sistem kardiovaskuler. Stress akibat beban allostatik

akan mempengaruhi sistem imun melalui jalur penanda arah. Keduanya berkontribusi

dalam peningkatan risiko terjadinya berbagai penyakit dan kerentanan terhadap infeksi

virus seperti AIDS. Stress psikologis juga dapat meningkatkan Stress oksidatif dan

kerusakan DNA. Hal ini akan mempengaruhi gen dalam memodulasi risiko terkena kanker.

Dalam penilaian biomarker ini, pengumpulan sampel menjadi hal penting dan sumber daya

fisik untuk penelitian sejenis ini seringkali terbatas di lapangan. Biomarker stress oksidatif

ini cukup berguna dalam memperdalam pemahaman etiologi penyakit perbedaan tingkat

kesehatan di populasi tertentu.

Page 22: Biomarker Stres Psikologis

Tipe Sampel Contoh biomarker Keterangan Proses Penyimpanan

Urine Eponefrin, Norepronefin,

Katekolamin, Kortisol

Menggunakan urin 24 jam

Dibekukan dalam dua jam untuk

pemeriksaan assay seperti katekolamin

Mesin pendingin pada suhu

-70°Catau -20°C

Whole blood Glycosylated hemoglobin

oxidative

Membutuhkan pengambilan

sampel saat puasa, dibutihkan sentrifugasi

Untuk pemeriksaan stress oksidatif butuh

didinginkanUntuk glycosylated

hemoglobin, pemeriksaan

menggunakan strip

Mesin pendingin

Whole blood dikeringkan diatas

kertas filter

CRP

Kortisol

Interleukins

DHEAS

Glycosylated hemoglobin

Menggunakan teknik proper

spotting

Minimal Durasi pendek dalam suhu kamar lalu dimasukkan ke dalam suhu dingin

Plasma atau serum

Kolesterol

Lipid

CRP

Interleukin

ACTH

Membutuhkan pengambilan

sampel saat puasa, dibutuhkan sentrifugasi

Didinginkan Mesin pendingin pada suhu

-70°Catau -20°C

White Blood Interleukin

Hitung limfosit

Ekspresi gen

Proses segera setelah

pengambilan sampel untuk

mencegah degradasi RNA

Sentrifugasi 2-3jam Didinginkan

Sel Bukal Genotipe Bisa dikerjakan dengan alat

minimal di rumah

Tidak ada Didinginkan

Saliva Kortisol

Interleukin

Didinginkan untuk mencegah

pertumbuhan bakteri

Tidak ada Didinginkan dalam durasi <1jam

Biopsies Kerusakan oksidatif

Penanda inflamasi Ekspresi

gen

Membutuhkan tenaga yang terlatih

Didinginkan atau langsung dikerjakan dengan antioksidan

Dibekukan dalam suhu -70°C

LAMPIRAN 1.