bonorowo wetlands | vol. 1 | no. 1 | june 2011 | issn

54
| Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN: 2088-110X | E-ISSN: 2088-2475| Nusantara Institute of Biodiversity Sebelas Maret University

Upload: others

Post on 03-Nov-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

| Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN: 2088-110X | E-ISSN: 2088-2475|

Nusantara Institute of BiodiversitySebelas Maret University

Page 2: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

| Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN 2088-110X | E-ISSN 2088-2475|

The Bonorowo Wetlands publishes original papers and reviews on all aspect of the wetlandssciences, including: physical aspects, biogeochemistry, biodiversity, conservation andmanagements, as well as related fields such as horticulture and ethnobiology, with emphasis ofthe Islands of Southeast Asian or Nusantara region.

Ahmad D. SetyawanDepartment of Biology,Faculty of Mathematics and Natural SciencesSebelas Maret UniversitySurakarta, Central Java(Editor)

Udhi E. HernawanResearch Center for OceanographyIndonesian Institute of Sciences,Tual, Southeast Maluku(Associate Editor)

Alfin WidiastutiDevelopment Agency for Seed QualityTesting of Food and Horticulture CropsCimanggis, Depok, West Java(Business Manager)

Editorial Advisory Board

Professor Cecep KusmanaFaculty of ForestryBogor Agricultural UniversityBogor, West Java([email protected])

Professor Mohammed S.A. AmmarMarine Invertebrates/Coral ReefsNational Institute of OceanographySuez, Egypt([email protected])

Professor SudarmadjiDepartment of Biology,Faculty of Mathematics and Natural SciencesState University of Jember,Jember, East Java([email protected])

Dr. Achmad RizalFaculty of FisheriesTadulako UniversityPalu, Central Sulawesi([email protected])

Dr. Muhammad A. Rifa’iFaculty of FisheriesLambung Mangkurat UniversityBanjarbaru, South Kalimantan([email protected])

Dr. SunartoDepartment of Biology,Faculty of Mathematics and Natural SciencesSebelas Maret UniversitySurakarta, Central Java([email protected])

Dr. Gadis S. HandayaniResearch Center for LimnologyIndonesian Institute of SciencesCibinong-Bogor, West Java([email protected])

Dr. DarmawanDepartment of AgrotechnologyFaculty of AgricultureAndalas UniversityPadang (West Sumatra)([email protected])

Dr. Am A. TaurusmanFaculty of Fisheries and Marine ScienceBogor Agricultural UniversityBogor, West Java([email protected])

The Bonorowo Wetlands is a peer-reviewed journal published twice yearly, in June and December, by the the tandem publisher namelyNusantara Institute of Biodiversity (Society for Indonesian Biodiversity) and Sebelas Maret University Surakarta.

Authors currently opt for two samples journal off prints and/or a pdf reproduction of their contribution (gratis).

ADDRESS:Nusantara Institute of Biodiversity

Jl. Raya Dieng Km 01, Kp. Tanggung, Kel. Kejiwan, Wonosobo 56311, Jawa Tengah, IndonesiaTel. +62-286-5821222, Email: [email protected], [email protected], Online:biosains.mipa.uns.ac.id/W/index.htm

Page 3: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

Bonorowo Wetlands 1 (1): 1-7, June 2011 ISSN: 2088-110X, E-ISSN: 2088-2475DOI: 10.13057/bonorowo/w010101

Pengaruh pupuk zeolit dan kalium terhadap ketersediaan dan serapanK di lahan berpasir pantai Kulonprogo, Yogyakarta

The effect of zeolite and K fertilizer to availability and K uptake at seashore sandy land ofKulonprogo, Yogyakarta

AGUNG ABDILLAH♥, JAUHARI SYAMSIYAH, DAMASUS RIYANTO, SLAMET MINARDIJurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret. Jl. Ir. Sutami 36a, Surakarta 57126, Jawa Tengah.

Manuskrip diterima: 26 Desember 2010. Revisi disetujui: 19 Februari 2011.

Abstract. Abdillah A, Syamsiyah J, Riyanto D, Minardi S. 2011. The effect of zeolite and K fertilizer to availability and K uptake atseashore sandy land of Kulonprogo, Yogyakarta. Bonorowo Wetlands 1: 1-7. This experiment has been done in rice field land of SiliranV Hamlet, Karangsewu Village, Galur Subdistrict, Kulonprogo District, Yogyakarta. The study was started from April 2007 to August2007, and the aim of this experiment was to know effect of K fertilizer dan zeolite application on sandy soil of south coastal, area ofKulonprogo. The research design was used Randomized Completely Block Design (RCBD); with 2 factor as main plots and sub-plotcombination. Every treatment was repeated 3 times. Therefore they have 10 treatment combination. The result was shown thatapplication of K fertilizer and zeolite were given significant effect to chemical and fertility soil properties. Which were soil pH, CEC, Ktotal, K available nutrient and K uptake by plant. There is no significant effect on interaction of potassium and zeolite application. Theincreasing of K fertilizer was given high significant to K uptake when zeolite application was given. The significant effect also to theimproving soil chemical properties. Whereas, increasing of K fertilizer and zeolite application were not given significant effect to thedry matter yield (biomass).

Keywords: K availability, K fertilizer, K uptake, zeolite

PENDAHULUAN

Wilayah Indonesia sebagian besar didominasi olehperairan laut, sehingga terdapat bentukan lahan pesisir olehenergi laut maupun angin. Hal ini mengakibatkan bentuklahan (landform) wilayah pantai terdiri dari pantaiberlumpur (muddy shores), berpasir (sandy shores), danberbukit karang. Pantai berlumpur mendominasi sebagianwilayah pantai di Indonesia dan menyebabkanterbentuknya ekosistem mangrove atau bakau. Padawilayah pantai berpasir terjadi pola umum penggunaanlahan berupa beting gisisk (swale) dan beting pantai (beachridge), yang biasanya merupakan lahan kosong tanpatanaman, tanah pasir dan tegalan (Heriyanto 2002)

Lahan pasir pantai di bagian selatan wilayah DaerahIstimewa Yogyakarta memiliki panjang sekitar 60 kmdengan lebar berkisar antara 1-1,5 km dan merupakan 13%dari luas total wilayah provinsi ini. Sebagian lahan inisudah diusahakan sebagai lahan pertanian oleh petani,namun masih sangat terbatas. Untuk meningkatkanproduktivitas lahan pasir diperlukan pengkajian yangmendalam khususnya untuk meningkatkan produktivitasdan keanekaan tanaman yang dapat diusahakan. Lahanpasir memiliki jenis tanah yang sangat porous dan miskinunsur hara, sehingga penggunaan lahan ini untuk budidayatanaman memerlukan penambahan pupuk kandang ataubahan-bahan lain yang berfungsi sebagai pengikat air dansumber unsur hara (Puspowardoyo 2006).

Tanah di lahan pasir mempunyai kesuburan yangkurang baik karena bertekstur pasir, struktur butir tunggalsampai kersai, konsistensi lepas-lepas sehingga mempunyaikemampuan meloloskan air yang tinggi. Sifat kimia tanahpasir pantai juga kurang menguntungkan bagi pertumbuhantanaman. Tanah ini memiliki KPK dan kandungan harayang rendah, karena kandungan mineralnya belumterlapukkan dan adanya pelindian (Wigati et al. 2006)

Kendala utama budidaya tanaman di lahan pasir adalahketersediaan unsur hara yang rendah, sehingga perluditambahkan unsur hara dari luar melalui pemupukan danpenggunaan bahan amelioran zeolit, untuk mengikat pupukdan melepaskannya kembali agar diserap tanaman, karenatanah pasir sifatnya meloloskan air dengan cepat dan hilangtidak diserap tanaman.

Pertumbuhan tanaman yang sehat terjadi bila status haratanaman optimal yaitu jumlah hara cukup dan seimbang.Data hasil gabah dan besarnya serapan hara N, P dan Kdalam tanaman saat panen (jerami dan gabah) yangdikumpulkan dari 113 lokasi sawah irigasi di Jawa dan Balimenunjukkan bahwa meskipun tidak menghasilkan gabah,setiap hektar tanaman padi tetap menyerap 41,2 kg N; 2,8kg P dan 27,5 kg K. Hara tersebut diperlukan untukmembentuk batang dan daun. Selanjutnya, setiap ton gabahkering giling yang dihasilkan memerlukan 18,8 kg N; 2,4kg P dan 16,2 kg K (Makarim 2005).

Zeolit adalah mineral aluminosilikat yang mempunyaistruktur tridimensional yang berongga dan berlorongsehingga mempunyai luas permukaan yang besar. Ion

Page 4: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

Bonorowo Wetlands 1 (1): 1-7, June 20112

sentral Si dari tetrahedral umumnya mengalamipenggantian oleh Al yang memiliki valensi positif tiga.Penggantian ini juga menyebabkan zeolit bermuatannegatif yang dinetralkan oleh logam alkali atau alkali tanahseperti Na, K, Ca dan Mg (Budiono 2004). Pemberianzeolit pada tanah pertanian dapat meningkatkan KPK tanahdan meningkatkan kesuburan tanah. Nilai KPKmenentukan kemampuan tanah dalam mengikat(mengawetkan) pupuk. Zeolit tidak hanya mengawetkanunsur N, tetapi juga K, Ca dan Mg.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruhpenambahan pupuk K dan mineral zeolit terhadap serapanK pada budidaya tanaman padi di tanah pasir pantai selatanKulonprogo, Yogyakarta.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di lahan sawah di kawasanPantai Bugel, Dusun Siliran V, Desa Karangsewu,Kecamatan Galur, Kabupaten Kulonprogo, Provinsi DaerahIstimewa Yogyakarta. Analisis kimia tanah dilaksanakan diPusat Penelitian Tanah dan Agroklimatologi (Puslittanak),Bogor dan Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah,Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.Penelitian ini berlangsung pada bulan April-Agustus 2007.

Penelitian ini merupakan percobaan lapangan.Rancangan lingkungan yang digunakan adalah rancangandasar RAKL (Rancangan Acak Kelompok Lengkap).Rancangan percobaan terdiri dari petak-petak utama (mainplot) dan petak-petak bagian (sub plot) dengan 2 faktor,sehingga digunakan jenis percobaan faktorial yangmenggunakan Rancangan Petak Terpisah (RPT) dengan 10kombinasi perlakuan yang masing-masing perlakuandiulang 3 kali, sehingga diperoleh 30 kombinasi perlakuan.

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan digunakan uji Fjika sebaran data normal dan uji Kruskal-Wallis jikasebaran data tidak normal, kemudian dilanjutkan dengan ujiDMRT (Duncan Multiple Range Test) taraf 5% untukmembandingkan antar perlakuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengamatan sampel awalHasil analisis tanah menunjukkan bahwa tanah yang

digunakan dalam penelitian memiliki sifat kimia rendah(Tabel 1). Kandungan K total dan K tersedia yang rendahserta kemampuan dalam mempertukarkan kation yangsangat rendah. Hal ini dikarenakan tanah terbentuk daripecahan batuan maupun mineral kuarsa yang belummengalami pelapukan dan didominasi oleh fraksi pasir dandebu, sehingga secara kimiawi kurang aktif. Tingginyafraksi pasir dibandingkan fraksi lempung maupun debumenyebabkan luas permukaan tanah kecil sehingga nilaiKPK rendah. Mineral primer dalam susunan kimiawinyamengandung unsur yang pada umumnya sukar larutsehingga kemampuan menyediakan unsur-unsur esensial

rendah (Syukur 2005). Sukar larutnya mineral inidikarenakan kuarsa yang mendominasi memiliki kapasitasmemegang air yang rendah dengan area permukaan yangkecil, dan luasnya hanya sekitar 2-30 m2/g dengan muatanpermukaan yang sangat kecil bahkan diabaikan (Tan 1991).Jenis tanah pasir yang didominasi oleh mineral kuarsamerupakan tanah yang sukar lapuk namun menandakanbahan induk tanah telah terlapuk lanjut (Yunan et al. 2006).

Tanah yang digunakan ini merupakan tanah mineralyang didominasi oleh mineral pasir kuarsa dengankandungan bahan organik yang rendah dan N yang rendahsehingga nisbah C/N tergolong rendah yaitu 0,11. Beberapafaktor yang mempengaruhi kandungan bahan organik tanahdi antaranya adalah sumber bahan organik, suhu, curahhujan dan aerasi tanah. Dari faktor-faktor tersebut, makayang menjadi penyebab rendahnya kandungan bahanorganik di lahan penelitian adalah sumber bahan organikdan curah hujan. Nisbah C/N dihitung untuk mengetahuilaju dekomposisi bahan organik yang berada di dalamtanah, jika nisbah C/N besar maka laju dekomposisi belumlanjut, sebaliknya jika nilai C/N kecil maka dekomposisibahan organik telah lanjut (Buckman dan Brady 1982).

Pengaruh pemberian pupuk K dan zeolit terhadap sifatkimia tanahpH (Kemasaman tanah)

Reaksi tanah merupakan istilah yang dipakai untukmenyatakan reaksi asam-basa di dalam tanah (Brady 1974;Tisdale dan Nelson 1975). Sejumlah proses tanahdipengaruhi oleh reaksi tanah. Banyak reaksi kimia danbiokimia tanah hanya dapat berlangsung pada pH tanahtertentu. Pertumbuhan tanaman juga dipengaruhi olehreaksi asam-basa dalam tanah baik langsung maupun tidaklangsung. Pengaruh tidak langsung terhadap tanamanadalah melalui pengaruhnya terhadap kelarutan danketersediaan hara tanaman. Reaksi tanah, yang dinyatakandengan nilai pH menunjukkan tingkat kemasaman tanah.Tanah sawah umumnya mempunyai pH netral sekitar 6-7.Jika tanah mineral disawahkan (digenangi), pH tanah akanmengarah ke netral, sebaliknya tanah awal yangmempunyai pH alkalin akan turun menuju pH netral.Perubahan pH tanah menuju netral mempunyai manfaatterhadap tingkat ketersediaan hara sehingga menjadioptimal dan unsur hara tertentu yang dapat meracunitanaman mengendap (Fahmudin dan Adiningsih 2005).

Tabel 1. Hasil analisis sifat kimia tanah pasir pantai Bugel,Kulonprogo

VariabelPengamatan Satuan Nilai Harkat*)

pH H2O 6.5 Agak masamC organik % 0.44 Sangat rendahN total % 0.04 RendahKPK me/100 gram 0.27 Sangat rendahK total me/100 gram 0.43 RendahK tersedia me/100 gram 0.13 RendahKeterangan: * Pengharkatan menurut Puslittanak (Pusat PenelitianTanah dan Agroklimatologi)

Page 5: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

Bonorowo Wetlands 1 (1): 1-7, June 2011 2

Gambar 1. Pengaruh Pemberian Pupuk K terhadap pH tanah.Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang samamenunjukkan berbeda tidak nyata pada uji DMR 5%

Gambar 2. Pengaruh Pemberian Zeolit Terhadap pH tanah

Gambar 3. Pengaruh pemberian pupuk K terhadap KPK tanah

Gambar 4. Pengaruh Pemberian Zeolit Terhadap KPK tanah

Gambar 5. Pengaruh Pemberian Pupuk K Terhadap K totaltanah. Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang samamenunjukkan berbeda tidak nyata pada uji DMR 5%

Gambar 6. Pengaruh Pemberian Zeolit terhadap K total tanah

Gambar 7. Pengaruh Pemberian Pupuk K terhadap K tersediatanah. Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang samamenunjukkan berbeda tidak nyata pada uji DMR 5%

Gambar 8. Pengaruh pemberian zeolit terhadap K tersedia tanah

Page 6: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

ABDILLAH et al. – Pengaruh pupuk zeolit dan kalium di lahan berpasir3

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwapemberian pupuk K dan zeolit memberikan pengaruhsangat nyata terhadap pH tanah, sedangkan interaksi antarazeolit dan pupuk K berpengaruh tidak nyata terhadap pHtanah. Dari Gambar 1 terlihat bahwa pemberian pupuk Kdengan dosis 144 Kg K2O/ha menunjukkan nilai pHtertinggi yang mendekati netral, Menurut Rosmarkam danYuwono (2002) pemupukan berperan dalam kenaikan pHterutama di tanah pasir, misalnya pada tanah pasir denganpH 6 dijadikan pH 7 maka memerlukan pupuk yang lebihbanyak dibandingkan dengan tanah yang berteksturlempung. Peningkatan pH dapat terjadi oleh penambahanpupuk K karena terbentuk kation-kation K+ yangmerupakan salah satu jenis basa tanah yang meningkatkankejenuhan basa, sehingga pH tanah naik.

Dari Gambar 2 terlihat bahwa pemberian zeolit dengandosis 750 kg/ha nilai pH rata-rata adalah 6.85 danmeningkatkan nilai pH sebesar 3,1% dibandingkan dengankontrol (tanpa pemberian zeolit). Hal ini dikarenakan zeolitmengalami proses hidrolisis silikat yang menghasilkan ionOH-. Penyebab tidak adanya interaksi antara zeolit denganpupuk K ini secara statistik dapat dilihat dari data yang adamerupakan sekumpulan data yang bersifat nested value(sekelompok nilai yang bersarang menjadi satu kelompok)sehingga antara kedua variabel tersebut tidak mengalamiinteraksi (Walpole 1993).

KPK (Kapasitas Pertukaran Kation)Kapasitas Pertukaran Kation (KPK) diartikan sebagai

kapasitas tanah untuk menjerap dan mempertukarkankation. Di dalam tanah, KPK memegang peranan pentingdalam penyediaan unsur hara tanaman, hara yang diberikanke dalam tanah melalui pemupukan akan diikat olehpermukaan koloid tanah dan dapat dicegah dari pelindihan.

Hasil analisis sidik ragam (perhitungan tidakditunjukkan) menunjukkan bahwa penambahan Kberpengaruh sangat nyata terhadap KPK. Dari Gambar 3terlihat bahwa pemberian pupuk K dengan dengan dosis144 Kg K2O/ha menunjukkan peningkatan KPK tertinggiyaitu 0,74 me/100 gram. Hal ini dapat terjadi karenapenambahan pupuk K menyebabkan kandungan kation-kation K tanah, jumlah atom atau konsentrasi K+ akanmeningkat. Dengan meningkatnya jumlah kation yangberada dalam kompleks pertukaran maupun dalam larutantanah, maka KPK tanah akan meningkat (Tan 1991).Pemberian pupuk K menyebabkan perubahan pH, sejalandengan itu KPK pun akan mengalami kenaikan, sehinggapemupukan berkaitan erat dengan perubahan pH yangselanjutnya mempengaruhi KPK (Hakim et al. 1986).

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwapemberian zeolit berpengaruh sangat nyata terhadap KPKtanah, sedangkan interaksi antara zeolit dengan pupuk Kmemberikan pengaruh tidak nyata terhadap peningkatanKPK. Dari Gambar 4 terlihat bahwa dengan pemberianzeolit 750 kg/ha menunjukkan nilai KPK sebesar 0,58me/100 gram tanah, sedangkan tanpa pemberian zeolit nilaiKPK sebesar 0,52 me/100 gram tanah, terjadi peningkatanKPK sebesar 11,7%, hal itu dikarenakan adanya sifatmineral zeolit yang memiliki KPK sangat tinggi lebih dari75 me/ 100 gram (Winarso et al. 2001).

Tidak adanya interaksi antara zeolit dengan pupuk Kterhadap jumlah KPK tanah ini diduga karena zeolit yangdigunakan mengandung Na+ yang lebih tinggidibandingkan dengan kation K yang dipertukarkansehingga mempersulit terjadinya proses pertukaran kation(Estitaty et al. 2006)

K totalK total menunjukkan banyaknya kandungan unsur

kalium di dalam tanah yang terdiri dari: kalium tidaktersedia, lambat tersedia dan mudah tersedia.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, pemberianpupuk K menunjukkan pengaruh sangat nyata terhadapjumlah K total di dalam tanah. Dari Gambar 5 terlihatbahwa pemberian pupuk K dengan dosis 144 kg K2O/hamenunjukkan nilai K total tertinggi, yaitu 0.651 me/100gram. Hal ini disebabkan pupuk K yang ditambahkan padatanah mudah larut air, dan mengadakan kesetimbangandengan kation-kation tertukarkan yang terdapat dalamlarutan tanah menjadi K+ yang dapat dipertukarkansehingga mudah tersedia untuk tanah. Situs-situspertukaran menekan pelindian K, sehingga K dalam tanahmenjadi banyak (Engelstad 1997). Di tanah pasirkehilangan kalium sebagian besar terjadi karena pencuciansehingga penambahan pupuk K akan menekan danmengurangi pelindihan kalium dalam tanah.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwapemberian zeolit berpengaruh sangat nyata terhadappeningkatan jumlah K total yang terkandung di dalamtanah, sedangkan interaksi antara zeolit dan pupuk Kberpengaruh tidak nyata terhadap K total. Dari Gambar 6terlihat bahwa penambahan zeolit akan meningkatkan Ktotal sebesar 16,6% dibandingkan dengan kontrol,disebabkan pemberian zeolit ini menyumbang K2O kedalam tanah, karena dari hasil analisis diketahui bahwazeolit yang digunakan mengandung K2O.

Interaksi antara pupuk K dengan zeolit pada penelitianini tidak terjadi, diduga karena kemampuan zeolit dalammenjerap kation pupuk yang terkandung dalam larutantanah rendah. Kemampuan zeolit dalam menjerap kationdalam larutan tanah ini berhubungan dengan nisbahalumunium : silikon, semakin tinggi kandungan alumuniummaka semakin baik kemampuan menjerap pupuk K dalamlarutan tanah (Hitam 2002). Zeolit yang digunakanmerupakan zeolit dengan kandungan silikon lebih tinggidibandingkan alumunium sehingga tidak memiliki interaksidengan pupuk K dan kemampuan menjerap K+ dari pupukK yang larut dalam larutan tanah rendah.

K tersediaBentuk kalium di dalam tanah yang siap diserap oleh

tanaman disebut sebagai K tersedia. K tersedia ini beradadalam 2 bentuk yaitu kalium di dalam larutan tanah dankalium pada permukaan koloid tanah yang dapatdipertukarkan. Sebagian besar berada dalam bentuk dapatditukar (90%), kalium larutan tanah memang mudah untukdiserap oleh tanaman, tetapi mudah hilang karenapelindihan. Kalium ini jumlahnya berkisar hanya 1-2% darijumlah unsur kalium yang ada dalam mineral tanah.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwapemberian pupuk K memberi pengaruh yang nyata

Page 7: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

Bonorowo Wetlands 1 (1): 1-7, June 2011 4

terhadap peningkatan K tersedia tanah. Dari Gambar 7terlihat bahwa perlakuan K4 (144 kg K2O/ha)menunjukkan jumlah K tersedia tertinggi yaitu sebesar0,187 me/100 gram tanah dibandingkan dengan yang lain.Hal ini dikarenakan pupuk K yang diberikan ke dalamtanah segera masuk ke dalam sistem kesetimbangan K larutdan terjerap. Kadar K dalam larutan meningkat sehinggalarutan kalium dalam tanah semakin melimpah akibatpemberian pupuk dan ketersediaannya untuk tanamanmeningkat (Nursyamsi et al. 2005).

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwapemberian zeolit berpengaruh sangat nyata terhadap jumlahK tersedia di dalam tanah, sedangkan interaksi antara zeolitdengan pupuk K berpengaruh tidak nyata terhadap Ktersedia. Dari Gambar 8 terlihat bahwa penambahan zeolitdapat meningkatkan K tersedia sebesar 3,6% dibandingkandengan kontrol. Hal ini karena kation-kation dalam zeolitdidorong keluar oleh H+ dan dilepaskan ke dalam larutantanah yang dapat menyebabkan suplai basa-basa antara lainion K dan Ca; dan mineral zeolit mengandung unsur-unsurhara makro yang dapat disumbangkan ke dalam tanah(Yuliana et al. 2005).

Tidak adanya interaksi antara zeolit dengan pupuk Kterhadap ketersediaan K, dikarenakan zeolit yangdigunakan merupakan zeolit alam dengan nisbah silika :alumunium yang strukturnya akan pecah pada lingkunganasam (Hitam 2002). Pada penelitian di lingkungan yangnetral maka kation yang masuk terjerap dan mengelilingistruktur zeolit sulit dilepaskan ke dalam tanah.

Pengaruh pemberian pupuk K dan zeolit terhadaptanaman padiTinggi tanaman

Salah satu indikator tingkat pertumbuhan tanamanyang dapat dilihat secara langsung dan mudah diukuradalah tinggi tanaman karena kenampakan fisik tanamanyang baik akan mampu menunjukkan kecukupan haratanaman dan proses metabolisme yang terjadi di dalamtubuh tanaman baik. Tinggi tanaman merupakan ukuranpertumbuhan tanaman yang irreversible (tidak dapat balik),akan mencapai titik tertinggi bila tanaman telah mencapaipertumbuhan vegetatif maksimal yaitu padi telah mencapaiumur kira-kira 65 hst. Pengukuran tinggi tanamandilaksanakan dengan mengukur panjang dari pangkalbatang sampai ujung daun tanaman padi.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwapemberian pupuk K berpengaruh nyata terhadap tinggitanaman, sedangkan pemberian zeolit dan interaksi zeolitdengan pupuk K berpengaruh tidak nyata terhadap tinggitanaman. Zeolit merupakan bahan pembenah tanah yangmampu memperbaiki sifat-sifat tanah, sehingga bukanmerupakan bahan utama dalam pertumbuhan tanaman.Interaksi antara zeolit dengan pupuk K tidak terjadi karenazeolit yang digunakan mengandung Na2O lebih tinggidibandingkan dengan K2O sehingga menghambat prosespertukaran dengan K+ yang terkandung dalam pupuk K.

Dari Gambar 9 terlihat bahwa pemberian kaliumdengan dosis 144 kg K2O/ha (K4) menunjukkan tinggitanaman paling tinggi yaitu 73,9 cm. Menurut Adiningsihet al. (1986), kalium dalam jaringan tanaman bukan

merupakan komponen penyusun, tetapi lebih berperansebagai katalisator dalam proses pertumbuhan (biokimiadan metabolisme), sehingga kecukupan kalium akanmendorong proses pertumbuhan tanaman menjadi lebihbaik karena metabolisme di dalam tanaman diatur denganbaik oleh kecukupan katalisatornya.

Berat kering brangkasanBerat kering brangkasan sering pula diistilahkan

sebagai biomassa tanaman, yaitu salah satu indikatorpertumbuhan tanaman, berat kering brangkasan tanamanakan menunjukkan kandungan organik maupun haratanaman karena kandungan air dalam tanaman telah hilang.Menurut Harjadi (1979) pertumbuhan tanaman ditunjukkanoleh pertumbuhan ukuran berat kering brangkasan yangtidak dapat balik. Gardner (1991) menyebutkan bahwaberat kering brangkasan berasal dari hasil fotosintesissehingga makin tinggi penyerapan hara dan air maka hasilfotosintesis akan meningkat dan biomassa penyerapantubuh tanaman yang terbentuk semakin tinggi sehinggaterjadi peningkatan berat tanaman.

Gambar 10 memperlihatkan bahwa perlakuanpemberian pupuk K dengan dosis 72 kg K2O/ha akanmampu memberikan berat kering brangkasan tertinggi biladibandingkan dengan perlakuan yang lain (dosis yang lebihrendah maupun lebih tinggi). Pada dosis yang lebih tinggidibandingkan perlakuan K2 (dosis 72 kg K2O/ha), beratkering brangkasan mengalami penurunan. Hasil analisisragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk Kberpengaruh tidak nyata terhadap berat kering brangkasantanaman. Meskipun K yang terkandung di dalam tanamanjumlahnya meningkat dengan pemupukan K dosis tingginamun tidak menaikkan berat kering brangkasan karenafungsi kalium di dalam tanaman adalah sebagai katalisatordalam proses metabolisme tanaman dan bukan sebagaikomponen penyusun tanaman.

Pemberian zeolit tidak berpengaruh nyata disebabkanoleh peranan zeolit yang merupakan zat pembenah tanah,bukan sebagai faktor utama dalam mendukungpertumbuhan tanaman. Zeolit dan pupuk K tidakberinteraksi terhadap berat kering brangkasan tanaman,dikarenakan zeolit yang digunakan merupakan zeolit alamdengan nisbah silika: alumunium yang strukturnya akanpecah pada lingkungan yang asam (Hitam 2002) sehinggapada lingkungan yang netral maka kation yang terjerap danmengelilingi struktur kristalnya akan sulit dilepaskan.

K jaringanK jaringan tanaman dapat diartikan sebagai banyaknya

unsur K dalam jaringan tanaman, dalam bentuk ion K+ dantidak ditemukan dalam bentuk senyawa organik. Kalium inibersifat sangat mobil sehingga siap dipindahkan dari satuorgan ke organ tanaman yang lain yang membutuhkan. Didalam tanaman kalium berperan penting dalamosmoregulasi, aktivasi enzim, dan pengaturan pH sel. Didalam tanaman kalium juga mempunyai pengaruh yangmengimbangi akibat kelebihan nitrogen, hal ini menambahsintesis dan translokasi karbohidrat, dan mempercepatketebalan dinding sel dan kekuatan tangkai. Oleh karena itukekurangan kalium akan menghambat proses metabolisme,

Page 8: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

ABDILLAH et al. – Pengaruh pupuk zeolit dan kalium di lahan berpasir5

tanaman cepat menua dan mengurangi produksi (Supardidan Adiningsih 1982).

K jaringan tanaman sangat berkaitan erat denganketersediaan K dalam tanah (r = 0,915) dan serapan unsur(r = 0,734) tersebut. Oleh karenanya dengan pemberianpupuk K yang tinggi dan didukung dengan serapan K yangtinggi maka K jaringan tanaman akan semakin meningkat.

Hasil analisis sidik ragam pemupukan K berpengaruhsangat nyata terhadap jumlah K di dalam jaringan tanaman.Dari Gambar 11 terlihat bahwa perlakuan K4 (dosis pupukK 144 kg K2O /ha) memberikan hasil K jaringan tanamanyang tertinggi yaitu rata-rata 0,0048%; kandungan Kjaringan tanaman sebesar itu menunjukkan kenaikansebesar 66,23% dibandingkan dengan kontrol yang hanyamengandung K sebesar 0,0028%. Hasil analisis sidikragam menujukkan bahwa pemberian zeolit berpengaruhtidak nyata terhadap K jaringan tanaman (Gambar 12).Zeolit memiliki sifat selektivitas yang tinggi, misalnyapada bahan enzim (katalisator) akan terjerap dan terikatmengelilingi struktur kristalnya, dan sulit lepas (Hitam2002).

Interaksi antara zeolit dengan pupuk K menunjukkanpengaruh yang tidak nyata terhadap K jaringan tanamanpadi. Kalium merupakan unsur yang sangat mobil baik didalam tanah maupun di dalam tubuh tanaman sehinggapemberian pupuk K yang diikat oleh zeolit pada strukturmineralnya sulit untuk dilepaskan, karena struktur zeolitalam akan pecah pada lingkungan asam.

Gambar 9. Pengaruh pemberian pupuk K terhadap tinggitanaman

Gambar 10. Pengaruh pemberian pupuk K terhadap Berat Keringbrangkasan tanaman

Gambar 11. Pengaruh pemberian pupuk K terhadap K jaringantanaman. Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang samamenunjukkan berbeda tidak nyata pada uji DMR 5%

Gambar 12. Pengaruh pemberian zeolit terhadap K jaringantanaman

Gambar 13. Pengaruh pemberian pupuk K terhadap serapan Ktanaman

Gambar 14. Pengaruh pemberian zeolit terhadap serapan Ktanaman

Page 9: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

Bonorowo Wetlands 1 (1): 1-7, June 2011 6

Serapan KDari ketiga unsur hara yang banyak diserap oleh

tanaman (N, P dan K), kalium paling melimpah dipermukaan bumi. Tanah mengandung 89 ton kalium untuksetiap hektar tanah (pada kedalaman 15,24 cm). Namunsekitar 90-98% berbentuk mineral primer yang tidak dapatdiserap oleh tanaman (Willey dan Brian 1985). Mekanismepemasukan K ke akar dapat terjadi melalui aliran massadan difusi, namun lebih dominan difusi (Engelstad 1997).

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwapemberian pupuk K berpengaruh nyata terhadap serapan K(r = 0.813) tanaman. Serapan K sangat berkaitan denganketersediaan K di dalam tanah (r= 0,813), apabila tersediaK dalam jumlah yang banyak maka semakin banyak Kyang diserap. Gambar 13 memperlihatkan serapan Ktertinggi dicapai pada dosis pupuk sebesar 144 kg K2O/hayaitu sebesar 0.076 gram/tanaman (r = 0,991). PenambahanK yang larut dalam larutan air tanah melalui pemupukanakan segera terjerap dan meningkatkan konsentrasi larutandi sekitar akar tanaman (Barber 1995), sehingga serapan Koleh tanaman akan semakin meningkat melalui prosesdifusi, dengan adanya perbedaan konsentrasi larutan yangsemakin tinggi maka penyerapan K melalui proses difusisemakin meningkat.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwapemberian zeolit berpengaruh nyata terhadap serapan K,sedangkan interaksi antara zeolit dengan pupuk Kberpengaruh tidak nyata terhadap serapan K. Gambar 14memperlihatkan peningkatan serapan K tanaman tertinggiterjadi pada pemberian zeolit, sebesar 29,2%, dibandingkandengan kontrol. Penambahan zeolit dapat memperbaikiagregasi tanah sehingga merangsang pertumbuhan akartanaman. Luas permukaan akar tanaman menjadibertambah yang berakibat meningkatnya jumlah unsur harayang dapat diserap oleh tanaman (Yuliana et al. 2005).

Tidak adanya interaksi antara zeolit dengan pupuk K inidikarenakan zeolit yang digunakan sangat berpengaruhterhadap proses pertukaran kation K+ yang terkandungdalam pupuk K sehingga pertukaran kation K+ menjaditerhambat karena kandungan Na2O lebih besar dari K2Opada zeolit yang digunakan dalam penelitian (Estiaty et al.2006). Pendapat ini didukung pula oleh Hitam (2002) yangmenyatakan struktur zeolit alam yang tidak pecah padalingkungan netral akan menyebabkan kation terjerap danmengelilingi kristal zeolit sehingga sulit dilepaskan.

KESIMPULAN

Pemberian zeolit meningkatkan sifat kimia tanahterutama KPK tanah sebesar 11,7% dibandingkan dengantanpa pemberian zeolit. Pemupukan K dengan dosis tinggimampu meningkatkan ketersediaan K sebesar 10,65% danserapan K sebesar 85,36% di lahan pasir pantai Kulonprogo.Dosis 72 kg K2O/ha mampu memberikan pengaruh terbaikterhadap tanaman, dilihat dari berat kering brangkasantanaman yang dihasilkan. Tidak terjadi interaksi antarazeolit dengan pupuk K diduga karena dua hal yaitu jeniszeolit yang digunakan, dan lingkungan tanah penelitianmemiliki pH netral, mengakibatkan struktur zeolit sukar

pecah, sehingga kation yang ada hanya mengelilingistruktur zeolit tanpa bisa dilepaskan ke dalam tanah.

DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih JS, Moersidi S, Sudjadi, Fagi AM. 1986. Evaluasi status harakalium pada lahan sawah intensifikasi di Jawa. Prosiding LokakaryaNasional Efisiensi Pengunaan Pupuk. Cipayung 7 Juli 1986).

Barber SA. 1995. Soil Nutrient Bioavailability. A Mechanical Approach.John Wiley and Son Inc., Canada.

Brady NC. 1974. The Nature and Properties of Soils 8th ed. MacMillan,New York.

Buckman HO, Brady NC. 1982. Ilmu Tanah. Terjemahan: Sugiman.Bharata Karya Aksara, Jakarta.

Budiono K. 2004. Zeolit, Bahan Pembenah Tanah. http://www.suara-merdeka.com/harian/0402/23ragam.3html (25 September 2006).

Engelstad OP. 1997. Teknologi dan Penggunaan Pupuk. Gadjah MadaUniversity Press, Yogyakarta.

Estiaty LM, Suwandi, Maruyan I, Fatimah D. 2006. Pengaruh zeolit danpupuk kandang terhadap residu unsur hara dalam tanah. Jurnal ZeolitIndonesia 5 (1): 37-44.

Estiaty LM, Suwardi, Yuliana I, Fatimah D, Suherman D. 2005. Pengaruhzeolit terhadap effisiensi unsur hara pada pupuk kandang dalam tanah.Jurnal Zeolit Indonesia 4 (2): 62-69.

Fahmudin A, Adiningsih JS. 2005. Buku Petunjuk Penggunaan PerangkatUji Tanah Sawah V.01. Balai Penelitian dan PengembanganPertanian. Departemen Pertanian, Bogor.

Gardner FP, Pearce RB, Mitchel RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.Universitas Indonesia. Jakarta

Hakim N, MY Nyakpa, AM Lubis, SG Nugroho, MA Diha, GB Homg, HHBalley. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Univ. Lampung. Lampung.

Harjadi SS. 1979. Pengantar Agronomi. PT Gramedia. Jakarta.Heriyanto. 2002. Petunjuk Teknis Penelitian Lahan Berpasir. BPTP2DAS

Surakarta. SurakartaHitam R. 2002. Zeolit (Kimia Bahan). http://institut/fs.utm.my/ramli (18

Desember 2007)Makarim, A.K. 2005. Pemupukan berimbang pada tanaman pangan:

khususnya padi sawah. Seminar Rutin Puslitbang Tanaman Pangan,Bogor, 17 Maret 2005.

Nursyamsi D, Agus S, Adiningsih JS. 2005. Lahan Sawah danPengelolaannya.hlmn 165-196. Sumber Daya Lahan Indonesia danPengelolaannya. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimatologi, Bogor.

Puspowardoyo S. 2006. Pengaruh Pemberian Daun Krenyu (Chromolaenasp.) dan Jerami Kering sebagai Pupuk Organik Terhadap HasilBudidaya Tanaman Bawang Merah, Jagung Manis dan Kacang Tanahdi Lahan Pasir. http://www.iptek.net.id /ind?ch=jsti&id=21 (28 Maret2007)

Rosmarkam A, Yuwono N. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Gadjah MadaUniversity Press. Yogyakarta.

Supardi S, Adiningsih JS. 1982. Korelasi Antara Kalium TerekstrakDengan Bahan Kering dan Kalium diserap Tanaman. ProsidingPeretemuan Teknis Penelitian Tanah. Cipayung 13-15 Desember1982. Badan Penelitian dan Pengemabangan Pertanian. DepartemenPertanian, Jakarta.

Syukur A. 2005. Penyerapan Boron Oleh Tanaman Jagung di Tanah PasirPantai Bugel dalam Kaitannya Dengan Tingkat Frekuensi Penyiramandan Pemberian Bahan Organik. Fakultas Pertanian, UniversitasGadjah Mada, Yogyakarta.

Tan KH. 1991. Dasar-dasar Kimia Tanah. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Tisdale SL, Nelson WL. 1975. Soil Fertility and Fertilizer. MacMillan.New York.

Walpole R. 1993. Pengantar Statistik. PT Gramedia. JakartaWigati ES, Syukur A, dan DK. 2006. Pengaruh takaran bahan organik dan

tingkat kelengasan tanah terhadap posfor oleh kacang tunggak dilahan pasir pantai. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 6 (1): 52-58.

Willey AHLB, Brian LMcN. 1985. Soil Chemistry. 2nd ed. Interscience APublication. New York. USA

Winarso S, Mudjiharjati A, Sanyoto B. 2001. Perubahan basa dapat ditukardan air tercuci pada tanah yang diberi zeolit. Agrijurnal 7 (1): 1-12.

Yunan A, Azwar M, Syamsul AS. 2006. Karakteristik tanah yangberkembang dari batuan diorit dan andesit Kabupaten Sleman,Yogyakarta. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 6 (2): 109-115.

Page 10: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

Bonorowo Wetlands 1 (1): 8-19, June 2011 ISSN: 2088-110X, E-ISSN: 2088-2475DOI: 10.13057/bonorowo/w010102

Status ketersediaan makronutrisi (N, P, dn K) tanah sawah denganteknik dan irigasi tadah hujan di kawasan industri Karanganyar,

Jawa Tengah

The availibility status of macro nutrient (N, P, and K) of paddy soil with technical and rainfedirrigation in Karanganyar industrial area, Central Java

PRAMUDA SAKTI♥, PURWANTO, SLAMET MINARDI, SUTOPOJurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret. Jl. Ir. Sutami 36a, Surakarta 57126, Jawa Tengah.

Manuskrip diterima: 26 Desember 2010. Revisi disetujui: 19 Februari 2011.

Abstract. Sakti P, Purwanto, Minardi S, Sutopo. 2011. The availibility status of macro nutrient (N, P, and K) of paddy soil withtechnical and rainfed irrigation in Karanganyar industrial area, Central Java. Bonorowo Wetlands 1: 1-12. This research aims to knowthe availability status of primary macro nutrient (N, P, and K) and soil management of paddy soil with technical and rainfed irrigation inindustrial area. This research is descriptive exploration by soil survey and sampling. Soil Map Unit was determined by put soil samplewith grid method. Soil and water were put by purposive sampling method. Interview was done with farmers or group of farmers byquestioner. The result of research show the availability of nutrient N, P and K was in low pursuant to stand of Soil Research Institute(2005). Total N regression = 0,356 + 0,622 pH; Available K soil = 3,42-0,978 Ordo; and Available P soil = 0,133 + 0,733 pH. Theavailability status of primary macro nutrient (N, P, and K) of paddy soil with technical irrigation was higher than rainfed irrigation.Status of Cr in soil and water irrigation still under boundary sill designate the factory waste which into the paddy soil relative low andhave not signification to availability of primary macro nutrient (N, P, and K). Soil management recommendation to increasingavailability nutrient by return paddy hay to soil, put N fertilizer 15-20 cm under soil layer so can enter to reduction layer, put P fertilizertogether with organic fertilizer, channel of inlet and outlet irrigation shall be placed at one side or coupled with add a 'U' pipe for reduceleaching, and plant rotation on rainfed paddy soil is paddy-paddy-corn to increase availability of K soil. Fertilizer recommendation ofSMU I: 50 kg/ha Urea, 40 kg/ha SP 36 and 90 kg/ha KCL; SMU II: 80 kg/ha Urea, 50 kg/ha SP 36 and 85 kg/ha KCL; SMU III: 200kg/ha Urea, 53 kg/ha SP 36 and 110 kg/ha KCL; SMU IV: 250 kg/ha Urea, 50 kg/ha SP 36 and 105 kg/ha KCL; SMU V: 30 kg /haUrea, 47 kg/ha SP 36 and 110 kg/ha KCL and SMU VI: 150 kg/ha Urea, 53 kg/ha SP 36 and 105 kg/ha KCL.

Keywords: N, P, K, technical irrigation, rainfed irrigation, industrial

PENDAHULUAN

Padi merupakan komoditas strategis yang mendapatprioritas penanganan dalam pembangunan pertanian.Berbagai usaha telah dilakukan dalam meningkatkanproduksi padi sebagai bahan pangan pokok yang sejalandengan meningkatnya jumlah penduduk, menyempitnyalahan subur akibat alih guna lahan pertanian menjadipemukiman dan industri.

Ketersediaan unsur hara memegang peranan dalamtingkat produktivitas tanah sawah, khususnya unsur haramakro primer, yaitu N, P, dan K. Ketersediaan unsur haraini ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor bawaan danfaktor dinamik. Faktor bawaan adalah bahan induk tanah,yang berpengaruh terhadap ordo tanah. Faktor dinamikmerupakan faktor yang berubah-ubah, antara lainpengolahan tanah, pengairan, pemupukan, danpengembalian seresah tanaman.

Adanya jumlah penduduk yang makin meningkat makajumlah pangan yang harus disediakan meningkat pula.Salah satu cara untuk meningkatkan produksi padi adalahdengan panca usaha tani yang lengkap (Wismonohadi

1981). Salah satu intensifikasi usaha tani adalah denganpemupukan. Pemupukan merupakan salah satu faktordalam meningkatkan produksi padi. Aspek efisiensi padapemupukan perlu selalu diupayakan untuk memperolehhasil dan kualitas panen yang lebih tinggi dengan biaya persatuan luas yang lebih rendah. Dalam rangka meningkatkanefisiensi pemupukan, beberapa faktor penting yang perludiperhatikan adalah jenis pupuk yang diberikan, dosispupuk yang diberikan, cara dan waktu pemupukan sertakondisi kesuburan tanahnya (Osman 1996).

Berdasarkan studi awal berupa wawancara denganPetugas Penyuluh Pertanian di masing-masing Kecamatandan beberapa kelompok tani di Kecamatan Jaten danTasikmadu, pemberian pupuk buatan yang dilakukan petanidi Kecamatan Jaten dan Tasikmadu lebih tinggi darirekomendasi Departemen Pertanian tahun 2008(rekomendasi pemupukan N, P dan K untuk pulau Jawa perhektar adalah 250 kg Urea, 75 kg SP-36 dan 100 kg KCl).

Sistem pertanian di Kabupaten Karanganyra, JawaTengah saat ini cenderung mengarah pada pertaniankonvensional, seresah dari tanaman padi (jerami) ikutterangkut keluar dari tanah sawah. Hal ini mengakibatkan

Page 11: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

SAKTI et al. – Ketersediaan N, P, dan K di lahan sawah kawasan industri Karanganyar 9

terjadinya siklus hara terbuka dan mengakibatkanpengurasan hara sehingga jumlah hara yang harusditambahkan ke dalam tanah meningkat. Sistem budidayapertanian tanah sawah di Kecamatan Jaten, Kebakkramat,dan Tasikmadu berupa sawah irigasi teknis, sedangkantanah sawah di Kecamatan Gondangrejo berupa sawahtadah hujan. Kondisi ini menyebabkan produktivitaspertanian yang berbeda antara tanah sawah tadah hujandengan tanah sawah irigasi. Tanah sawah irigasimendapatkan masukan unsur hara lewat air irigasi yangbanyak mengandung lumpur. Rotasi tanaman yangdilakukan petani ditentukan oleh ketersediaan air. Hal lainyang harus diperhatikan dalam kaitan kondisi keharaan ditanah sawah adalah keberadaan industri, terutama limbahyang merupakan sisa akhir dari proses produksinya.Menurut Bappeda Kabupaten Karanganyar (2003),Kawasan Industri Kabupaten Karanganyar meliputiKecamatan Jaten, Kebakkramat, dan Tasikmadu, namunseiring berjalannya waktu, terjadi penambahan daerahuntuk kawasan industri yaitu Kecamatan Gondangrejo.

Kecamatan Jaten, Kebakkramat, dan Tasikmadumerupakan daerah beroperasinya pabrik-pabrik besar,antara lain pabrik tekstil, jamu, obat, makanan, danpenyedap makanan, namun yang paling banyak adalahpabrik tekstil. Limbah dari pabrik-pabrik tersebut didugadibuang ke sungai, yang nantinya akan masuk ke sawah.Pabrik tekstil merupakan sumber utama pemajanan Cr keair permukaan. Dalam industri tekstil, unsur Cr digunakansebagai cat pigmen (dapat berwarna merah, kuning, orangedan hijau), chrome plating, penyamakan kulit, dantreatment wool.

Supriyadi (2004) menjelaskan, para petanimenggantungkan kebutuhan air tanaman padinya padaaliran irigasi. Akibatnya, kandungan Cd dan Cr juga turutterserap padi, tetapi tidak diurai. Dalam kadar rendahlogam berat umumnya sudah beracun bagi tumbuhan danhewan, termasuk manusia. Pencemaran limbah pabrikmengakibatkan pemadatan tanah, perubahan kualitas hasilpadi (cepat basi) dan pencemaran baqil. Dalam penelitianini, unsur Cr digunakan sebagai indikator adanya limbahpabrik yang masuk pada tanah sawah.

Petani memegang peranan penting dalam pengelolaantanah sawah. Pengelolaan tanah disini terdiri daripenentuan pola tanam, pengaturan air, dan pemberianpupuk (organik dan anorganik). Hal ini didasarkan padaperan petani sebagai pelaksana dan manajer dalampengelolaan tanah sawahnya, sehingga perlu untukmengetahui pola pengelolaan tanah sawah oleh petani.Untuk mengetahui hal ini dilakukan dengan wawancarasecara langsung dengan petani atau kelompok tani.

Penelitian ini bertujuan mengetahui status ketersediaanunsur hara makro primer, yaitu N, P, dan K dan polapengelolaan pada tanah sawah irigasi teknis dan tadahhujan pada kawasan industri. Informasi tentang statusketersediaan hara makro primer dalam tanah dan polapengelolaan yang telah dilakukan dapat digunakan sebagaiacuan dalam menyusun usulan pengelolaan tanah yangsesuai dan spesifik lokasi untuk mengupayakanproduktivitas lahan yang optimal dan lestari.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di Kawasan Industri KabupatenKaranganyar yang meliputi Kecamatan Jaten,Kebakkramat, dan Tasikmadu (sawah irigasi teknis) sertaKecamatan Gondangrejo (sawah tadah hujan).

Penelitian ini bersifat deskriptif eksploratif melaluisurvai lapang dan pengambilan sampel. Pengambilansampel tanah untuk penentuan Satuan Peta Tanah denganmetode grid sedangkan untuk pengambilan sampel tanahdan air masing-masing SPT dengan metode purposivesampling.

Pengambilan sampel air masing-masing SPT dilakukandengan mengambil sampel air di saluran tersier (sawahirigasi teknis) dan air tanah dari pompa (sawah tadahhujan). Waktu pengambilan sampel air disesuaikankebiasaan kapan petani mengairi sawah.

Analisis laboratorium dilakukan untuk mengetahuisifat-sifat fisika dan kimia tanah. Wawancara dilakukanmelalui kuesioner pada petani atau kelompok tani dan narasumber yang terkait di daerah ini.

Analisis laboratorium dilaksanakan di LaboratoriumKimia dan Kesuburan Tanah, Fakultas Pertanian,Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Penelitian inididukung oleh Laboratorium Evaluasi dan Survei Tanahdan Laboratorium Fisika dan Konservasi Tanah, JurusanIlmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas MaretSurakarta. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari2008 sampai Desember 2008.

Data yang didapat dari variabel penelitian dibuatmenjadi data discret melalui pembuatan kelas, kemudiandiuji dengan statistik untuk mengetahui variabel pendukungyang dominan terhadap variabel utama denganmenggunakan uji Stepwise Regression.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Satuan peta tanahPenelitian dilakukan pada tanah sawah di empat

kecamatan di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, yaituJaten, Kebakkramat, Tasikmadu, dan Gondangrejo. Untukmemudahkan dalam pengamatan dan analisis dibuat SatuanPeta Tanah (SPT) pada daerah penelitian.

Sebagian besar daerah penelitian mempunyai tingkatkemiringan yang datar yaitu berkisar antara 0-3%.Sebagian kecil daerah mempunyai kemiringan antara agakmiring sampai miring, yaitu: (i) Kecamatan Kebakkramatbagian utara: Tingkat kemiringannya agak miring (4-8%);(ii) Kecamatan Gondangrejo bagian utara: Tingkatkemiringannya agak miring (4-8%) dan miring (9-15% ).

Kedua daerah yang mempunyai tingkat kemiringanagak miring sampai miring ini luasnya kecil sehinggadideleniasi. Dengan demikian, tingkat kemiringan daerahpenelitian termasuk kategori datar (0-4%) sehinggapengambilan sampel tanah untuk pembuatan Satuan PetaTanah (SPT) menggunakan metode grid. Ukuran grid yangdigunakan yaitu 1000 m x 500 m, hal ini disesuaikandengan peta kerja penelitian yang berskala 1:100.000(Abdullah 1993).

Page 12: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

Bonorowo Wetlands 1 (1): 8-19, June 201110

Gambar 1. Peta SPT Daerah Penelitian di Kecamatan Jaten, Kebakkramat, Tasikmadu, dan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar,Jawa Tengah

Tabel 1. SPT Daerah penelitian di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah

SPT Kecamatan Desa Ordo tanah

I Jaten Jati, Suruhkalang, Jaten, Jetis, Brujul, Sroyo dan Ngringo InceptisolsKebakkramat Pulosari, Kaliwuluh, Kebak, Kemiri, Macanan, Malangganten, Alastuwo dan Banarharjo InceptisolsTasikmadu Papahan, Ngijo, Buran, Karangmojo, Gaum, Wonopolo, Kaling Pandeyan, Kalijirak, dan

SuruhInceptisols

II Kebakkramat Waru VertisolsIII Gondangrejo Wonosari, Kragan, Karangturi, Plesungan, Selokaton, Rejosari, Plesungan dan Wonorejo VertisolsIV Gondangrejo Dayu, Jeruksawit, dan Jatikuwung VertisolsV Gondangrejo Dayu,dan Bulurejo VertisolsVI Gondangrejo Krendowahono, dan Tuban Vertisols

Dari hasil pengamatan dan analisis statistika didapatkanenam satuan peta tanah, seperti yang tertera pada gambar 1.atau Tabel 1. Ordo tanah pada SPT I adalah Inceptisols,yang terbentuk karena geologi wilayah KecamatanKebakkramat, Jaten dan Tasikmadu serta sebagianMojogedang terbentuk dari batuan penyusun utamaendapan aluvial Bengawan Solo dan hasil rombakan batuanyang lebih tua. Wilayah ini termasuk dalam daerah dataran

yang datar (Dinas Lingkungan Hidup KabupatenKaranganyar 2006). Endapan aluvial ini kemudian menjadibahan tanah, namun karena faktor waktu, genesis tanahnyabelum berkembang sehingga membentuk Ordo TanahInceptisol. Menurut Soil Survey Staff (1999) Inceptisolsberasal dari kata Inceptum yang berarti permulaan dan Sols(solum) yang berarti tanah, sehingga Inceptisols berartitanah pada tingkat perkembangan permulaan.

Page 13: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

SAKTI et al. – Ketersediaan N, P, dan K di lahan sawah kawasan industri Karanganyar 11

Secara umum kondisi Kabupaten Karanganyardiklasifikasikan dalam dua fisiografi cekungan sedimentasi,yaitu (i) zona Cekungan Solo yang menempati bagiantengah dan selatan daerah Karanganyar serta (ii) zonaKendeng menempati bagian utara daerah Karanganyarberkembang ke arah Desa Tuban Kecamatan Gondangrejo(Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar 2006).

Faktor fisiografi lahan yang berupa cekungan akanmempengaruhi proses genesis tanah. Menurut vanWambake (1992) fisiografi seperti ini mengakibatkanterjadinya perpindahan mineral silikat (Si) dari daerah yanglebih tinggi dan terakumulasi di daerah cekungan sehinggamembentuk mineral lempung monmorilonit (tipe 2: 1).Selain itu, juga dipengaruhi oleh bahan induk tanah yangberupa batuan kapur. Faktor fisiografi yang berupacekungan dan bahan induk tanah yang berupa batuan kapurakan membentuk ordo tanah Vertisol, sehingga daerah SPTII sampai SPT VI mempunyai ordo tanah Vertisol.

Dari tiap-tiap SPT diamati sifat kimia tanah, kandunganhara tanah dan air irigasi serta pola pengelolaan tanah

sawah. Data-data tersebut direkap seperti terlihat padaTabel 2-4.

Ketersediaan unsur hara nitrogenSecara umum berdasarkan pengharkatan unsur Nitrogen

(N) dari Balai Penelitian Tanah (2005) unsur N (N total)dalam tanah berada dalam harkat rendah, kecuali pada SPTIV, unsur N berada dalam harkat sangat rendah. Secarajelas dapat dilihat pada Tabel 2 atau pada Gambar 2.

Dari hasil analisis statistik melalui uji StepwiseRegression, kandungan N total tanah dipengaruhi olehfaktor pH tanah (reaksi tanah). Hal ini ditunjukkan dengannilai P-Value sebesar 0.017, yang berarti faktor pH tanahberpengaruh nyata terhadap kandungan N total tanah.Persamaan regresi N Total tanah yaitu:

N Total tanah = 0,356 + 0,622 pH tanah

Hubungan kandungan N Total tanah dengan pH tanahadalah berbanding lurus dan mempunyai pengaruh sebesar19.8%.

Tabel 2. Sifat kimia tanah

SPTKL 0,5 mm pH KPK N Total P Tersedia K Tersedia Cr

% me/gr % ppm P2O5 ppm K2O ppm1 8,70 6,5 20,24 0,16 ** 7,8 ** 0,22 ** 1,522 8,46 6,7 18,62 0,15 ** 5,2 ** 0,34 ** 1,113 10,39 6,3 36,10 0,11 ** 4,0 ** 0,09 * 0,234 8,54 6,0 18,77 0,06 * 4,3 ** 0,11 ** 0,265 10,52 5,7 27,83 0,13 ** 4,6 ** 0,14 ** 0,236 8,36 6,3 28,53 0,14 ** 4,8 ** 0,17 ** 0,27Keterangan: *: Sangat Rendah, ** : Rendah, ***: Sedang, ****: Tinggi, *****: Sangat Tinggi. Pengharkatan: Balai Penelitian Tanah(2005)

Tabel 3. Kandungan Hara Air Irigasi

SPTN P K Cr

me/l kg/ha/musim* me/l kg/ha/musim* me/l kg/ha/musim* ppm1 0,10 10,17 0,02 1,22 0,03 7,77 0,032 0,08 8,51 0,02 1,07 0,03 7,45 0,023 0,01 1,12 0,00 0,07 0,00 0,25 0,004 0,01 1,40 0,00 0,26 0,00 0,28 0,005 0,02 1,40 0,00 0,01 0,00 0,42 0,006 0,02 1,90 0,00 0,05 0,00 0,33 0,00Keterangan: * : Kebutuhan air irigasi padi sawah sebesar 7.500 m3/ha/musim (PWSBS 1995 dalam Suyana dan Widijanto 2002)

Tabel 4. Pola pengelolaan tanah sawah

SPTN P K Ponska

Rotasi Tanman Jenis Irigasi Pengembalian Seresahkg/ha

1 313 134 70 58 * Teknis Tidak2 327 220 113 0 * Teknis Tidak3 253 73 33 113 ** Tadah Hujan Tidak4 280 163 102 0 ** Tadah Hujan Tidak5 293 93 80 53 ** Tadah Hujan Tidak6 267 40 30 90 *** Tadah Hujan Sebagian

Keterangan: Pupuk N: Urea , Pupuk P : SP 36 , Pupuk K: KCl. *: Pola Tanam 1 (padi-padi-padi), **: Pola Tanam 2 (padi-kacang-bero), ***: Pola Tanam 3 (padi-kacang-padi)

Page 14: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

Bonorowo Wetlands 1 (1): 8-19, June 201112

Gambar 2. Kandungan N total tanah

Gambar 3. Sumbangan hara N air irigasi

Gambar 4. Pola Pemupukan Pupuk N dan NPK

Sumber utama N tanah adalah bahan organik yangmengalami dekomposisi. Dekomposisi ini dilakukan olehFungi, Bakteri dan Actinomycetes. Pada pH rendah,Bakteri dan Actinomycetes kurang aktif sedangkan Fungiaktif. Hal ini mengakibatkan dekomposisi bahan organikrelatif lambat sehingga kandungan N tanah sedikit. PadapH netral sampai tinggi, Bakteri, Fungi dan Actinomycetesaktif sehingga dekomposisi bahan organik relatif cepat. Halini mengakibatkan kandungan N tanah relatif banyak(Soepardi 1979).

pH pada tanah sawah ditentukan oleh penggenangan.Penggenangan berakibat pada perubahan pH ke arah netral(6,5-7). Pada tanah masam kenaikan pH disebabkan olehreduksi Fe3+ menjadi Fe2+ yang disertai pembebasan ionOH, sedangkan turunnya pH tanah alkalis disebabkankarena akumulasi CO2 pada proses dekomposisi anaerobik,selanjutnya CO2 yang bereaksi dengan air membentukH2CO3 yang terdisosiasi menjadi ion H+ dan HCO3

-

(Hardjowigeno dan Rayes 2005).Penggenangan akan menentukan pH tanah sawah

sehingga juga akan menentukan kandungan N Total tanah.Ponnamperuma (1977) mengemukakan bahwa kandunganNH4

+ meningkat menjadi sekitar 300 ppm dalam 10 haripenggenangan dan menjadi 335 ppm dalam 30 haripenggenangan. Hardjowigeno dan Rayes (2005)menambahkan penggenangan tanah mengakibatkan

ketersediaan oksigen menurun sehingga menciptakanlapisan oksidatif tipis di permukaan tanah dan lapisanreduktif di bawahnya. Potensial redoks di lapisan reduktifakan menurun sampai stabil pada keadaan tertentu.Potensial redoks yang rendah dapat berakibat padapenghambatan pertumbuhan benih namun tidakmenghambat pertumbuhan padi; menurunkan ketersediaanNO3

-dan meningkatkan ketersediaan NH4+; meningkatkan

fiksasi N oleh bakteri anaerob; meningkatkan ketersediaanP, Si, Fe2

+, Mn, dan S; serta menghasilkan racun senyawaorganik. Pada tanah tergenang, tidak adanya O2

menghambat aktivitas bakteri nitrifikasi untukmengoksidasi NH4

+ sehingga proses mineralisasi berhentipada bentuk NH4

+ (Kyuma 2004).Gambar 2 dapat dilihat bahwa dari trend kandungan N

Total tanah pada sawah dengan irigasi teknis (SPT I dan II)lebih tinggi daripada sawah tadah hujan (SPT III sampaiVI). Selain itu dari trend kandungan N Total tanah padasawah tadah hujan dengan rotasi padi-kacang-padi (SPTVI) lebih tinggi daripada sawah tadah hujan dengan rotasipadi-kacang-bero (SPT III sampai V). Hal ini menunjukkanbahwa penggenangan akan meningkatkan kandungan NTotal tanah melalui perubahan pH tanah.

Masukan hara N dari air irigasi dapat dilihat padaGambar 3. Terlihat air irigasi teknis pada SPT I dan IIdapat memberi masukan hara N sebesar 8,51-10,17 kg/ha/musim, sedangkan air tanah pada sawah tadah hujandapat memberi masukan sebanyak 1-2 kg/ ha/ musim.Dilihat dari trend kandungan N Total tanah, semakin tinggikandungan N air irigasi dan sumbangan hara N dari airirigasi maka kandungan N Total tanah akan meningkat.

Pola pemupukan petani untuk unsur N tiap SPT dapatdilihat pada Gambar 4. Terlihat dosis pupuk yang diberikanpetani berlebihan, mengingat rekomendasi pemupukanuntuk pupuk urea sebanyak 250 kg/ ha (DepartemenPertanian 2008). Pemberian pupuk yang berlebihan inidikarenakan sawah yang dimiliki petani luasannya sedikitsehingga pemberian pupuk diberikan dalam jumlah yangrelatif banyak. Apabila kemudian dikonversi ke luasanhektar maka terlihat pupuk yang diberikan berlebihan.Selain itu, petani pada umumnya terbiasa dengan menjualhasil padi dengan sistem tebas. Hal ini mengakibatkanpetani memberikan pupuk N berlebihan agar tanaman paditerlihat subur.

Dari uji statistik, pemberian pupuk, baik pupuk ureaataupun pupuk Ponska berpengaruh tidak nyata terhadapkandungan N Total tanah. Hal ini ditunjukkan dengan nilaiP-Value pupuk Urea sebesar 0.761 dan nilai PValue pupukPonska sebesar 0.294. Pemberian pupuk dengan dosis yangberlebihan yang berpengaruh tidak nyata terhadapkandungan N Total tanah diakibatkan oleh cara aplikasipupuk kurang tepat dan adanya pelindian hara.

Cara aplikasi pupuk yang dilakukan petani adalahdengan menebar pupuk dengan jarak sebaran 2.5-3 m.Setelah itu tidak ada perlakukan membenamkan/memasukkan pupuk melalui meninjak-injak tanah. Caraaplikasi ini tidak efisien dikarenakan pupuk tidak dapatmasuk ke dalam lapisan tereduksi. Seharusnya pupukmasuk pada lapisan tereduksi, dengan cara dibenam atau

Page 15: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

SAKTI et al. – Ketersediaan N, P, dan K di lahan sawah kawasan industri Karanganyar 13

ditugal. Apabila dengan cara menebar maka harus adaperlakuan memasukkan pupuk ke dalam tanah sedalam 15sampai 20 cm.

Unsur N dalam pupuk yang berupa NH4+ akan terlarut

pada genangan air karena pupuk Urea bersifat higroskopisdan hanya akan masuk pada lapisan teroksidasi (permukaantanah) sehingga sedikit yang masuk pada lapisan tereduksi.Saat NH4

+ terdapat dalam genangan air akan berubahmenjadi NH3

+ yang kemudian akan menguap ke udara.Selain itu juga akan terlindi akibat aliran air. Ion NH4

+

yang dapat masuk pada lapisan teroksidasi akan kembali kegenangan air melalui proses difusi dengan tetap sebagaiNH4

+ ataupun menjadi NH3+, yang nantinya juga rentan

menguap dan terlindi. Secara lebih jelas dapat dilihat padaGambar 5 tentang dinamika N dalam tanah sawah.

Kehilangan unsur N tanah pada permukaan tanah terjadikarena saluran inlet dan saluran outlet air irigasi yangdibedakan dan letak saluran outlet berada pada sisi lain.Hal ini mengakibatkan unsur hara yang hilang semakintinggi. Risnasari (2002) menambahkan pada tanahVertisols terjadi run off yang tinggi dan rendahnya lajuinfiltrasi. Penempatan saluran inlet dan outlet pada tanahsawah untuk irigasi hendaknya dalam satu sisi yang samasehingga kehilangan unsur N dapat dihambat. Hal lain yangdapat dilakukan adalah pembuatan saluran inlet dan outletyang dijadikan satu dengan penambahan pipa berbentuk‘U’. Pipa ini mempunyai tinggi sama dengan ketinggianpenggenangan sawah dengan prinsip bejana berhubungan.

Pemberian pupuk secara berlebihan akanmengakibatkan pengurasan hara tanah. Pemberian pupuk N

yang berlebihan mengakibatkan hara N dalam tanahmeningkat sehingga tanaman menyerap N dalam jumlahbanyak. Akibatnya tanaman juga mengambil hara laindalam jumlah banyak, sehingga hara yang tidak ditambahdengan pupuk kandungannya menipis.

Tabel 5. Kebutuhan Pupuk N

SPT Hara NTanah*

Hara NAir*

KebutuhanHara N*

KehilanganHara N*

SelisihN*

PupukN(Urea)*

1 153 10 90 60 13 502 123 9 90 60 -18 803 101 1 90 60 -48 2004 66 1 90 60 -83 2505 149 1 90 60 0 306 118 2 90 60 -30 150Keterangan: * : kg/ ha/ musim

Tabel 6. Kebutuhan pupuk P

SPT Hara PTanah*

Hara PAir*

KebutuhanHara P*

KehilanganHara P*

SelisihP*

PupukP(Urea)*

1 9 1 13 11 -14 402 5 1 13 11 -18 503 5 0 13 11 -19 534 6 0 13 11 -18 505 7 0 13 11 -17 476 5 0 13 11 -19 53Keterangan: * : kg/ ha/ musim

Gambar 5. Dinamika N pada tanah sawah

Page 16: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

Bonorowo Wetlands 1 (1): 8-19, June 201114

Gambar 6. Kandungan P Tersedia Tanah

Gambar 7. Sumbangan Hara P air irigasi

Gambar 8. Pola Pemupukan pupuk P dan NPK

Pemberian dosis pupuk didasarkan ketersediaan hara Npada semua SPT dan kebutuhan hara oleh tanaman yangdibudidayakan oleh petani. Menurut Dierolf et al. (2001)kebutuhan hara tanaman padi agar produksi mencapai 4ton/ ha gabah kering antara lain 90 kg N sedangkankehilangan hara N sebanyak 60 kg/ ha. Usulan pemupukandapat dilihat pada Tabel 5.

ketersediaan unsur hara N di kawasan industriKabupaten Karanganyar rendah, pada tanah sawah irigasiteknis (SPT I dan II) sebesar 0,15-0,16% dengan rerata0,16%. Hasil penelitian Basuki (2008) menunjukkankandungan N pada tanah sawah irigasi teknis di Desa Palur,Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo sebesar0,06%. Kandungan hara N sawah irigasi teknis kawasanindustri ini lebih tinggi daripada sawah irigasi teknis nonindustri, dikarenakan adanya unsur N yang berasal darilimbah pabrik masuk dalam sawah lewat air irigasi.

Kandungan unsur hara sawah tadah hujan (SPT IIIsampai IV) antara 0,06-0,14% dengan rerata 0,11%.Kandungan unsur N sawah tada hujan kawasan industri inilebih rendah daripada sawah tadah hujan kawasan nonindustri. Hasil penelitian Setiyanto (2008) di sawah tadahhujan daerah Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogirimenunjukkan kandungan unsur N sebesar 0,23%.

Ketersediaan unsur hara fosforKandungan hara fosfor (P) tersedia tanah pada semua

SPT masuk dalam harkat rendah, dapat dilihat padaGambar 6 atau Tabel 2. Dari hasil uji Stepwise Regressiondidapat bahwa kandungan P Tersedia tanah dipengaruhioleh faktor ordo tanah. Hal ini ditunjukkan dengan nilai P-Value dari faktor ordo tanah sebesar 0.000, yang berartibahwa faktor ordo tanah berpengaruh sangat nyata terhadapketersediaan P Tersedia tanah. Persamaan regresi PTersedia tanah yaitu:

P Tersedia = 3,42-0,978 Ordo Tanah

Hubungan Odo tanah dengan kandungan P Tersediatanah adalah berbanding terbalik dan mempunyai pengaruhsebesar 27.9%.

Pengaruh ordo tanah terlihat pada Gambar 6 yaitukandungan P Tersedia tanah SPT I lebih tinggi daripadaSPT II. SPT I mempunyai ordo tanah Inceptisol sedangkanSPT II merupakan Vertisols. Secara umum juga terlihatSPT III sampai VI mempunyai kandungan P Tersedia tanahyang lebih rendah. Ordo tanah SPT III sampai VI jugaVertisols.

Menurut Prasetyo (2007) ordo tanah Vertisolmerupakan tanah dengan bahan induk batuan kapur. Hal inimengakibatkan kandungan Ca2+ atau CaCO3 relatif tinggi.Adanya kandungan Ca2+ atau CaCO3 ini akanmengendapkan P Tersedia. Reaksinya dirincikan sebagaiberikut:

H2PO4-+ 2 Ca2+ Ca3(PO4)2 + 4 H+

larut tidak larut

H2PO4-+ 2 CaCO3 Ca3(PO4)2 + 2 CO2 + 2 H2O

larut tidak larut

Kandungan P Tersedia tanah pada SPT I yang berordotanah Inceptisol masih tergolong rendah. Hal ini dapatdikarenakan kandungan mineral lempung kaolinitik.Mineral lempung jenis ini mampu memfikasi Ppupuk. IonH2PO4

-akan mengganti salah satu ion OH-yang ada dipermukaan mineral lempung kaolinitik, seperti pada reaksidibawah ini:

Al(OH3) + H2PO4- Al(OH2) H2PO4 + OH-

larut tidak larut

Fiksasi P-pupuk juga dapat terjadi jika ion Aldibebaskan dari pinggiran kristal silikat yang kemudianbereaksi dengan anion fosfor menjadi fosfor-hidroksi,reaksinya seperti di bawah ini:

[Al] + H2PO4-+ 2 H2O 2 H+ + Al(OH2) H2PO4

kristal larut tidak larut

Reaksi fiksasi P oleh Al hanya dapat terjadi pada tanahdengan pH masam seperti yang diungkapkan oleh Pitaloka(2004) sebagian besar pupuk P yang tidak diserap olehtanaman tidak hilang tercuci tetapi menjadi hara P stabilyang tidak tersedia bagi tanaman yang selanjutnyaterfiksasi sebagai Al-P dan Fe-P pada tanah masam (pH <5,5) dan sebagai Ca-P pada tanah alkalis (pH > 6,5). pHtanah pada SPT I lebih dari 5,5 sehingga reaksi fiksasi pada

Page 17: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

SAKTI et al. – Ketersediaan N, P, dan K di lahan sawah kawasan industri Karanganyar 15

SPT I yang dapat terjadi adalah reaksi antara anion fosfordengan salah satu gugus OH.

Pada Gambar 7 terlihat kandungan hara P pada airirigasi. Nampak kandungan hara P air irigasi pada sawahirigasi teknis lebih tinggi daripada air tanah pada sawahtadah hujan. Kandungan hara P air irigasi berkisar antara 1-1,5 kg/ ha/ musim. Hasil penelitian Soepartini et al. (1996)juga menunjukkan bahwa air pengairan sungai-sungai dipulau Jawa memberikan sumbangan hara P berkisar antara0-3 kg/ ha/ musim.

Ion P dalam air sungai yang dijadikan sumber irigasiberasal dari hasil pelarutan mineral, erosi, pemupukan, dankegiatan biologi membentuk komplek, kelat atau garam-garam yang tidak larut sehingga P dalam air menjadi sangatsedikit (Suyana et al. 2001). Sumbangan hara P air irigasidengan kandugan P tersedia tanah berhubungan berbandinglurus.

Pemupukan P diberikan petani berupa pupuk SP-36 danPonska kecuali pada SPT II dan IV petani hanyamemberikan pupuk SP-36 misalnya terlihat pada Gambar8. Secara kumulatif pemberian pupuk P berlebihandibanding dengan rekomendasi Departemen Pertaniantahun 2008 yaitu 75 kg. Pemberian pupuk P baik secaratungal dan majemuk berpengaruh tidak nyata terhadapkandungan P Tersedia tanah. Hal ini ditunjukkan dengannilai P-Value pupuk P sebesar 0,608 dan P-Value pupukponska sebesar 0,574.

Pitaloka (2004) mengemukakan serapan hara P olehtanaman hanya dapat melalui intersepsi akar dan difusidalam jarak pendek (< 0,02 cm) sehingga efisiensi pupukumumnya sangat rendah yaitu sekitar 10%, sedangkansebagian besar pupuk P yang tidak diserap oleh tanamantidak hilang tercuci tetapi menjadi hara P stabil yang tidaktersedia bagi tanaman yang selanjutnya terfiksasi sebagaiAl-P dan Fe-P pada tanah masam (pH < 5,5) dan sebagaiCa-P pada tanah alkalis (pH > 6,5), hal inilah yangmenyebabkan pemupukan P berpengaruh tidak nyataterhadap kandungan P Tersedia tanah.

Pengembalian seresah dengan tidak memanen semuabiomassa tanaman memberikan efek pada kandungan PTersedia tanah. Hal ini nampak pada kandungan P Tersediatanah SPT VI yang lebih tinggi daripada SPT III sampai V.SPT III sampai VI berordo tanah dan sistem irigasi yangsama, namun pada SPT VI petani memanen padi hanyagabah dan sedikit jerami.

Batang tanaman padi ditinggal setengah yang kemudiandibiarkan mengering dan dibenamkan ke lapisan olahtanah. Seresah yang ditinggal ini menjadi sumber bahanorganik. Dekomposisi bahan organik dapat meningkatkankelarutan P tanah karena (1) Pembentukan kompleksphosphohumic yang lebih mudah diambil tanaman; (2)Penggantian anion fosfat oleh humat; dan (3) Penyelimutanpartikel sesquioksida oleh bahan organik, pembentukanselimut protektif ini mereduksi kapasitas fiksasi P.

Selain itu, dekomposisi bahan organik menghasilkanCO2; gas ini bersenyawa dengan air menjadi asamkarbonat; asam ini mampu mendekomposisi mineral primeryang mengandung P. Dekomposisi bahan organik jugamenghasilkan anion-anion yang mampu membentuksenyawa kompleks dengan Fe dan Al, sehingga kation-

kation ini tidak bereaksi dengan fosfat. Anion-anionorganik ini juga mampu melepaskan fosfat yang difiksasioleh Fe dan Al. Anion-anion yang efektif menggantikanfosfat tersebut adalah sitrat, oksalat, tartrat, malat, danmalonat. Hal ini menunjukkan pentingnya aplikasi pupuk Pdilakukan bersamaan dengan pupuk organik sehingga unsurhara P tidak difiksasi oleh mineral lempung ataupun ionCa.

Pemberian dosis pupuk didasarkan ketersediaan hara Ppada semua SPT dan kebutuhan hara oleh tanaman yangdibudidayakan oleh petani. Menurut Dierolf et al. (2001)kebutuhan hara tanaman padi agar produksi mencapai 4ton/ ha gabah kering antara lain 13 kg P sedangkankehilangan hara P sebanyak 11 kg/ ha. Usulan pemupukanP dapat dilihat pada Tabel 6.

ketersediaan unsur hara P di kawasan industriKabupaten Karanganyar rendah, pada tanah sawah irigasiteknis (SPT I dan II) sebesar 5,2-7,8 ppm dengan rerata 6,5ppm, sedangkan untuk sawah tadah hujan (SPT III sampaiIV) antara 4,0-4,8 ppm dengan rerata 4,5 ppm.Ketersediaan unsur hara P tanah sawah irigasi teknis nonindustri di Desa Palur, Kecamatan Mojolaban, KabupatenSukoharjo sebesar 11,32 ppm (Basuki 2008). Ketersediaanunsur P sawah irigasi teknis kawasan industri lebih rendahdaripada sawah irigasi teknis non industri. Sedangkanuntuk ketersediaan unsur P sawah tadah hujan kawasanindustri relatif seimbang dengan sawah tadah hujan nonpertanian, hal ini ditunjukkan dengan hasil penelitianSetiyanto (2008) ketersediaan unsur P di daerah KecamatanJatisrono, Kabupaten Wonogiri yang merupakan daerahnon industri sebesar 4,4 ppm.

Ketersediaan unsur hara kaliumKetersediaan unsur hara kalium (K) dapat dilihat pada

Tabel 2 dan Gambar 9. Kandungan K Tersedia tanahmasuk pada harkat rendah, kecuali untuk SPT III,kandungan K Tersedia masuk dalam harkat sangat rendah.Kandungan K Tersedia tanah pada sawah irigasi teknis(SPT I dan II) lebih tinggi daripada sawah tadah hujan(SPT III sampai VI). Dari uji Stepwise Regression,diketahui bahwa pH tanah (reaksi tanah) berpengaruhsangat nyata terhadap kandungan K Tersedia tanah. Hal iniditunjukkan dengan nilai P-Value pH tanah sebesar 0,002.Persamaan regresi K Tersedia tanah yaitu:

K Tersedia = 0,133 + 0,733 pH Tanah

Hubungan pH tanah dengan kandungan K Tersediatanah adalah berbanding lurus dan mempunyai pengaruhsebesar 32.1%. Hal ini menjelaskan kandungan K Tersediatanah sawah irigasi teknis lebih tinggi daripada sawahtadah hujan. pH tanah sawah berhubungan langsungdengan penggenangan. Penggenangan akan mengubah pHtanah masam naik dan akan menurunkan pH tanah alkalissehingga akan berubah mendekati pH netral.

Pada sawah irigasi tadah hujan, rotasi tanamannyaadalah padi-padi-padi sehingga penggenangan dilakukanterus-menerus. Berbeda dengan sawah tadah hujan,penggenangan dilakukan pada saat menanam padi,sehingga frekuensi penggenangannya lebih sedikit.

Page 18: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

Bonorowo Wetlands 1 (1): 8-19, June 201116

Selain faktor di atas, sumbangan K dari air irigasi padasawah irigasi teknis relatif tinggi, yaitu antara 7,45-7.77 kg/ha/ musim. Soepartini et al. (1996) mengemukakansumbangan K dari air irigasi di pulau Jawa berkisar antara7-74 kg/ ha/ musim. Sebaliknya air tanah pada sawah tadahhujan hanya menyumbang hara K sebesar 0,2-0,5 kg/ ha/musim. Secara jelas sumbangan hara K air irigasi dapatdilihat pada Gambar 10.

Ketersediaan K tanah yang rendah pada SPT II sampaiVI dipengaruhi oleh ordo tanah, yaitu Vertisols. Pada ordotanah Vertisol terdapat mineral lempung tipe 2:1(monmorilonit) yang mampu memfiksasi K di antara kisi-kisi mineral lempungnya (Indranata 1994 cit. Sudadi et al.2002). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilaksanakandi India, yang menunjukkan tanah Vertisol mempunyaikapasitas fiksasi K (K-fixing capacity) dan daya sanggaterhadap K (PBCK) yang sangat tinggi (Ghousikar andKendre 1987).

SPT I yang berordo tanah Inceptisol, kandungan KTersedia tanah yang rendah dikarenakan genesis ordo tanahini belum lanjut. Hal ini mengakibatkan kandungan minerallempung tipe 1:1 (kaolinitik) yang masih sedikit. Dengankandungan mineral lempung yang masih sedikit ini makapengikatan ion K juga sedikit sehingga kandungan KTersedia tanah rendah.

Penelitian Pury (2007) menunjukkan pemberian pupukK pada ordo tanah Vertisol mempunyai pengaruh terhadapkandungan K Tersedia tanah. Secara lengkap pemupukan Kdigambarkan pada Gambar 11.

Pada sawah tadah hujan, kandungan K Tersedia tanahpaling tinggi terdapat pada SPT VI. SPT III sampai VIberordo tanah sama yaitu Vertisols. Dilihat dari dosispupuk K yang diberikan dan sumbangan hara K dari airirigasi, maka pada SPT VI kedua faktor masih lebih rendahdaripada SPT yang lain. Kandungan K Tersedia pada SPTVI yang tinggi ini diakibatkan oleh pengembalian seresaholeh petani. Pengembalian seresah ini dilakukan dengancara panen tidak tebang habis, melainkan hanya mengambilgabah dan sedikit batang tanaman. Batang tanamanditinggal dan dibiarkan kering, selanjutnya dibenamkanpada lapisan olah tanah sawah. Hal ini dapat menambahkandungan hara K karena jerami per 1 ha mengandung 232kg K (Soepartini et al. 1996).

Rotasi tanaman pada sawah tadah hujan di KecamatanGondangrejo sebaiknya padi-padi-jagung. Hal inidikarenakan akar tanaman jagung dapat menghasilkaneksudat asam oksalat yang tinggi, yakni berkisar antara3,15-5,93 mg g-1 BK akar (Nursyamsi 2008). PenelitianNursyamsi (2008) menunjukkan pemberian asam oksalatdapat meningkatkan ketersediaan K pada Vertisols.

Pemberian dosis pupuk didasarkan ketersediaan hara Kpada semua SPT dan kebutuhan hara oleh tanaman yangdibudidayakan oleh petani. Menurut Dierolf et al. (2001)kebutuhan hara tanaman padi agar produksi mencapai 4ton/ ha antara lain 108 kg K sedangkan kehilangan hara Ksebanyak 15 kg/ ha. Usulan pemupukan dapat dilihat padaTabel 7 dengan catatan petani mengembalikan jerami ketanah sawah.

Gambar 9. Kandungan K tersedia tanah

Gambar 10. Sumbangan Hara K Air Irigasi

Gambar 11. Pola pemupukan pupuk K dan NP

Tabel 7. Perhitungan Kebutuhan Pupuk K

SPTHara

Ktanah*

HaraK

air*

Kebutuhanhara K*

Kehilanganhara K*

SelisihK*

PupukK

(KCl)*1 20 8 108 15 -95 902 26 7 108 15 -90 853 8 0 108 15 -115 1104 11 0 108 15 -112 1055 15 0 108 15 -108 1106 13 0 108 15 -110 105

Keterangan: * : kg/ ha/ musim

Secara umum ketersediaan unsur hara K di kawasanindustri Kabupaten Karanganyar rendah, pada tanah sawahiriasi teknis (SPT I dan II) sebesar 0,22-0,34 ppm denganrerata 0,28 ppm, sedangkan untuk sawah tadah hujan (SPTIII sampai IV) antara 0,09-0,17 ppm dengan rerata 0,13ppm. Kandungan hara K kawasan industri lebih tinggidaripada kawasan non industri, baik sawah irigasi teknismaupun sawah tadah hujan. Penelitian Basuki (208)menunjukkan kandungan K tersedia di sawah irigasi teknisDesa Palur, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjoyang bukan kawasan industri hanya sebesar 0,14 ppm,sedangkan ketersediaan unsur K di sawah tadah hujan Desa

Page 19: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

SAKTI et al. – Ketersediaan N, P, dan K di lahan sawah kawasan industri Karanganyar 17

Krembangan, Kecamatan Panjatan, Kabupaten Kulonprogohanya 0,05 ppm (Pury 2007).

Limbah industriDaerah penelitian yang mencakup enam SPT termasuk

dalam daerah industri Kabupaten Karanganyar. Adanyalimbah pabrik, khususnya pabrik tekstil menjadi perhatianutama. Limbah pabrik dikhawatirkan masih mengandunglogam berat, seperti Cr, sehingga akan merusakkeseimbangan hara dalam tanah dan terjadi pencemaranbaqil. Limbah ini diduga masuk lahan pertanian melaluianak sungai Bengawan Solo kemudian masuk ke salurantersier sawah. Sumber air dari mata air di PegununganLawu mengalir dari timur ke barat bermuara di SungaiBengawan Solo melalui beberapa anak sungai antara lainSungai Jlantah Walikan, Sungai Ngringo, Sungai Pengok,Sungai Sroyo dan Sungai Kumpul Kebak (DinasLingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar 2006). Lebihlanjut dijelaskan pabrik yang membuang limbah ke anaksungai Bengawan Solo beserta jenis usahanya seperti padaTabel 8 atau Gambar 9. Secara umum pabrik yangmembuang limbah di sungai adalah pabrik tekstil.

Apabila limbah pabrik, khususnya pabrik tekstil masukke sawah maka kandungan N akan meningkat, dikarenakanlimbah cair dari produksi pabrik tekstil biasanyamengandung nitrogen yang banyak sehingga dampaksesaatnya padi menjadi subur (Supriyadi 2004). Kandungannitrogen pada limbah ini dapat meninggalkan kemasamanpada tanah sawah sehingga reaksi tanah sawah rendah.Apabila reaksi tanah sawah rendah maka ketersediaanunsur P dan K turun.

kandungan Cr dalam tanah tertinggi sebesar 1,52 ppm,sedangkan kandungan Cr pada air irigasi tertinggi sebesar0,03 ppm. Baku mutu kandungan Cr pada air irigasi adalah0,05 ppm sehingga kandungan Cr pada air irigasi ini masihdapat ditolerir. Demikian juga pada kandungan Cr dalamtanah yang masih dalam harkat rendah karena ambangbatas Cr tanah adalah 2.5 ppm (Supriyadi 2004).Kandungan Cr tanah yang rendah ini berbeda denganpenelitian Triwahyudi dan Hartiwiningsih (2004) yangmenunjukkan kandungan Cr tanah antara 3,8-7,5 ppm.Perbedaan ini dimungkinkan karena pabrik telah mengolahlimbah terlebih dahulu sebelum dibuang ke anak sungaiBengawan Solo.

Adanya unsur Cr dalam tanah sawah akanmempengaruhi kandungan unsur hara N, P, dan K dalamtanah sawah. Hal ini dikarenakan unsur Cr akanmenyebabkan turunnya reaksi tanah, hal ini menagkibatkanketersediaan unsur hara N, P, dan K menurun.

KESIMPULAN

Kandungan Cr dalam tanah sawah dan air irigasi yangrendah menunjukkan limbah pabrik yang masuk ke tanahsawah hanya sedikit. Dari analisis statistik diketahui bahwakandungan Cr tanah dan air irigasi sebagai indikatorbanyaknya limbah pabrik yang masuk ke dalam tanahsawah berpengaruh tidak nyata terhadap kandungan hara N,P, dan K tanah.

Status ketersediaan hara N dan K pada tanah sawahirigasi teknis dan tadah hujan tergolong rendah, sedangkanhara P pada tanah sawah irigasi teknis dan tadah hujantergolong sangat rendah. Ketersediaan hara N, P, dan Krendah dikarenakan aplikasi pupuk tidak sampai padalapisan reduksi dan diduga akibat run off dan pengikatanunsur hara oleh mineral lempung dan ion dalam tanah.Pemupukan berlebihan dikarenakan petani menjual hasilpanen dengan sistem tebas. Kandungan Cr tanah dan Cr airirigasi sebagai indikator limbah pabrik masih di bawahambang batas menandakan limbah pabrik yang masuktanah sawah relatif sedikit. Limbah pabrik berpengaruhtidak nyata terhadap ketersediaan hara makro N, P, dan K.

Pola pengelolaan sawah irigasi teknis yaitu pemberianpupuk Urea sebanyak 320 kg/ha, SP 36 sebanyak 177 kg/ha, KCl sebanyak 91 kg/ ha, dan Ponska sebanyak 29 kg/ha, rotasi tanaman padi-padi-padi, dan tidak adapengembalian seresah. Pola pengelolaan sawah tadah hujanyaitu pemberian pupuk Urea sebanyak 273 kg/ha, SP 36sebanyak 92 kg/ ha, KCl sebanyak 61 kg/ ha, dan Ponskasebanyak 64 kg/ ha, rotasi tanaman padi-kacang-bero, dantidak ada pengembalian seresah.

Tabel 8. Daftar pabrik yang membuang limbah ke sungai

Namasungai Nama perusahaan Jenis industri

Ngringo PT. Indo Abadi Textile TekstilPT. Kusuma Hadi Santosa TekstilPT. Sawah Karunia Agung TekstilPT. Lombok Gandaria Kecap, SaosPT. New Aditex TekstilPT. Sapi Gunung TekstilPT. Palur Raya MSGPT. Indatex Palur TekstilPT. Karisma Paritex Tekstil

Pengok PT. Bengawantex TekstilPT. Wari Sejahtera TekstilPT. Kusuma Remaja TekstilPT. Senang Kharismatex TekstilPT. Tunggak Waru Semi Sodium siklamatPT. Dunia Setia Sandang Asli Tekstil TekstilPT. Krisma Sindo TekstilPerusahaan Bihun Bahagia Bihun

Kumpul PT Tri Tunggal Adyaputra TekstilPT Suburtex TekstilPT Kemilau Indah Permana TekstilPT Rawutex TekstilPT Delta Marlin II Tekstil

Sroyo PG. Tasikmadu GulaPT. Sari Warna Asli III TekstilPT. Sekar Bengawan TekstilPT. Afantex TekstilPT. Sari Warna Asli IV TekstilPT. Sumber Jaya Garment TekstilPT. Agung Sejahtera Sidoarjo TekstilCV. Beta Foam BusaPT. Indo Acidatama Kimia dasar

Page 20: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

Bonorowo Wetlands 1 (1): 8-19, June 201118

Gambar 9. Peta industri di Kabupaten Karanganyar, jawa Tengah

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah TS. 1993. Survai Tanah Dan Evaluasi Lahan. Penebar Swadaya.Jakarta.

Balai Penelitian Tanah. 2005. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air danPupuk. Departemen Pertanian. Bogor.

Bappeda Kabupaten Karanganyar. 2003. Rencana Tata Ruang WilayahKabupaten Karanganyar. Karanganyar.

Basuki. 2008. Efisiensi Serapan N dan Hasil Tanaman Padi (Oryza sativaL.) pada Berbagai Imbangan Pupuk Kandang Sapi denganBiodekomposer dan Pupuk Anorganik di Lahan Sawah PalurSukoharjo. [Skripsi]. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.Surakarta.

Departemen Pertanian. 2008. Pedoman Teknis Pemanfaatan PUTS Tahun2008. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengolahan Lahan dan Air.

Dierolf T, Fairhurst T, Mutert E. 2001. Toolkit for Acid, Upland SoilFertility Management in Southeast Asia. The Potash and PhosphateInstitute, Atlanta, Georgia.

Page 21: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

SAKTI et al. – Ketersediaan N, P, dan K di lahan sawah kawasan industri Karanganyar 19

Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar. 2006. Laporan StatusLingkungan Hidup Daerah Kabupaten Karanganyar Tahun 2006.Karanganyar.

Ghousikar CP, DW Kendre. 1987. Potassium Supplying Status of SomeSoils Of Vertisols Type. Potash Review No. 5/1987. InternationalPotash Institute. Switzerland

Hardjowigeno S, Rayes L. 2005. Tanah Sawah. Bayumedia, MalangKyuma K. 2004. Paddy Soil Science. Kyoto University Press. Jepang.Nursyamsi D. 2008. Pelepasan Kalium Terfiksasi dengan Penambahan

Asam Oksalat dan Kation untuk Meningkatkan Kalium Tersedia bagiTanaman Pada Tanah-tanah yang Didominasi Mineral Liat Smektit.Disertasi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Osman F. 1996. Memupuk Padi dan Palawija. Penebar Swadaya. Jakarta.Pitaloka NDA. 2004. Uji efektivitas ketersediaan unsur fosfat pada tanah

typic tropoquent dataran aluvial berdasarkan dosis dan waktuinkubasi. Jurnal Agrifar 2 (3): 70-75.

Ponnamperuma FN. 1972. The chemistry of submerged soils. Adv Agron.(24) 29-96.

Prasetyo BH. 2007. Perbedaan sifat-sifat tanah vertisol dari berbagaibahan induk. Jurnal IlmuIlmu Pertanian Indonesia 9 (1): 20-31.

Pury T. 2007. Pengaruh Pemberian Pupuk K dan Zeolit Terhadap SerapanK pada Tanah Vertisol Kulonprogo dan Hasil Tanaman Padi (Oryzasativa L.). Skripsi S1 Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.Surakarta.

Risnasari I. 2002. Sifat Fisik Tanah-Tanah Utama di Daerah Tropis.Universitas Sumatra Utara. Medan.

Setiyanto S. 2008. Studi Kelayakan Pemupukan Tanaman Padi (Oryzasativa L.) pada Tanah Alfisol di Kecamatan Jatisrono KabupatenWonogiri. [Skripsi]. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.Surakarta.

Soepardi G. 1979. Masalah Kesuburan Tanah di Indonesia. IPB. Bogor.Soepartini M, Widiati S, Suryadi ME, Prihatini T. 1996. Evaluasi Kualitas

dan Sumbangan Hara dari Air Pengairan di Jawa. PemberitaanPenelitian Tanah dan Pupuk. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.Bogor.

Soil Survey Staff. 1999. Kunci Taksonomi Tanah. Edisi Kedua BahasaIndonesia. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitiandan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Supriyadi. 2004. 80% Sawah di Tiga Kecamatan Karanganyar TercemarLogam Berat dalam www.mediaindonesia.co.id. Diakses pada tanggal23 Agustus 2007.

Suyana J, Sutopo dan H Widijanto. 2001. Kualitas air dan sumbanganhara dari air iriasi Sidorejo. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian 22 (2): 39-46.

Suyana J, Widijanto H. 2002. Studi kualitas air dan sumbangan hara dariirigasi Sidorejo, Jawa Tengah pada budidaya padi sawah. Sains Tanah2 (1): 1-6.

Triwahyudi P, Hartiwiningsih. 2004. Kebijakan Pengendalian PencemaranAir Akibat Kegiatan Industri di Kabupaten Karanganyar. PPLH UNS.Surakarta.

Wismonohadi. 1981. Penanaman Padi Sawah Secara Intensif danMasalahnya. Penataran PPS Bidang Tanah/Pengairan. FakultasPertanian UGM. Yogyakarta.

Page 22: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

Bonorowo Wetlands 1 (1): 20-30, June 2011 ISSN: 2088-110X, E-ISSN: 2088-2475DOI: 10.13057/bonorowo/w010103

Karakteristik sosial, ekonomi, dan budaya dalam penyediaanperumahan pada masyarakat nelayan Sungai Limau, Padang

Pariaman, Sumatera Barat

Social, economic, and cultural characteristics in the provision of housing to fishermencommunities of Sungai Limau, Padang Pariaman, West Sumatra

MASRI♥, MARYONO, YUDI BASUKI, ASNAWI MANAFProgram Studi Magister Teknik Pembangunan wilayah Dan Kota Program Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro, Semarang,Jawa Tengah.

Manuskrip diterima: 26 Desember 2010. Revisi disetujui: 19 Februari 2011.

Abstract. Masri, Maryono, Basuki Y, Manaf A. 2011. Social, economic, and cultural characteristics in the provision of housing tofishermen communities of Sungai Limau, Padang Pariaman, West Sumatra. Wetlands Bonorowo 1: 63-74. This study aims to identifythe social, cultural and economic characteristics of fishing communities in Sungai Limau Subdistrict, Padang Pariaman District, WestSumatra for the provision of housing settlements. Fishermen tend to be exposed to poverty, because they do not have adequate means ofproduction, such as ships, equipment, and fishing cost. In Sungai Limau, 50 fishermen families from 112 fishermen families rely onpower without fishing equipment; and approximately 71% of fishermen belong to low-income communities (MBR). They have lowability to get a good education and decent settlement. Based on the findings, 21% of fishermen have boats/canoes (without a drivingmotor), 26% of fishermen own motorboats, and 50% of fishermen do not own boats/canoes (work as laborers). Most fishermen's housesare made from wood / boards and roofed with palm leaves; 3% of fishermen have a good wall house since they are owners of motorboat/bagan. In addition, there is a negative cultural behavior attached to poverty, i.e. gambling habit after from the sea (and paid). Therefore,it is necessary to improve the standard of living in various ways such as capital credit, housing loan and education for behavior changeand daily culture.

Keywords: Fisherman, housing, Sungai Limau

PENDAHULUAN

Permukiman nelayan umumnya terbangun secaraspontan dan sering digolongkan sebagai permukimanmasyarakat miskin, karena kebanyakan nelayan termasukkelompok masyarakat berpendapatan rendah. Nelayanadalah orang yang secara aktif melakukan kegiatanmenangkap ikan, baik secara langsung (seperti penebar danpemakai jaring) maupun secara tidak langsung (seperti jurumudi perahu layar, nakhoda kapal ikan bermotor, ahlimesin kapal, juru masak kapal penangkap ikan). Menyebutnelayan khususnya nelayan tradisional, orang akan selalumenghubungkannya dengan kehidupan yang serba susah,dengan ekonomi yang rendah. Gambaran ini sangatkontradiksi dengan potensi pesisir dan laut Indonesia yangbegitu besar, laut Indonesia termasuk yang paling luas didunia. Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)diperkirakan kurang lebih 5,8 juta kilometer denganpanjang garis pantai seluruhnya 80,790 km atau 14%panjang garis pantai di dunia. Namun, nelayan tradisionaltetap miskin, lebih miskin dari pada petani atau pengrajin(Mubyarto dan Sutrisno 1984). Jumlah nelayan yangberada dalam garis kemiskinan adalah sangat besar. Padatahun 1981 sekitar 1,4 juta penduduk Indonesia adalahnelayan (Haeruman 1987). Dalam peraturan MenteriNegara Perumahan Rakyat muncul istilah nelayan kecil, inimengisyaratkan bahwa ada nelayan besar dalam konteks

pendapatannya (Menegpera 2005). Hal ini terjadi karenaadanya perbedaan penguasaan teknologi dalam menangkapikan di kalangan nelayan, sehingga pendapatan merekaberbeda-beda.

Menurut Tarumingkeng (2002) perbedaan tingkat sosialekonomi masyarakat nelayan terjadi secara turun-temurun.Kelas nelayan pemilik kapal sebagai juragan relatifkesejahteraannya lebih baik karena menguasai sumber dayapenangkapan ikan yang baik seperti kapal, mesin alattangkap maupun pendukung lainnya seperti es, dan garam.Kelas lainnya yang merupakan mayoritas adalah nelayanpekerja atau menerima upah dari pemilik kapal (juragan)dan kalaupun mereka mengusahakan sendiri sumber dayapenangkapan ikannya masih konvensional, sehinggaproduktifitasnya tidak berkembang, dan mayoritastermasuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).Upaya untuk meningkakan pendapatan nelayan antara laindengan meningkatkan produksi hasil tangkapan denganmengusahakan unit penangkapan produksi yang tinggidalam jumlah dan hasil tangkapannya.

Di Sumatera Barat khususnya di Kabupaten PadangPariaman jumlah nelayan tradisional cukup besar. Kalaudilihat seperti lazimnya permukiman masyarakat nelayanlainnya di Kecamatan Sungai Limau, Kabupaten PadangPariaman, rumah-rumah penduduk setempat cukup padat,tidak menganut pola penataan rumah seperti dalammasyarakat petani pedalaman, serta mengesankan sebuah

Page 23: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

MASRI et al. – Karakteristik masyarakat nelayan Sungai Limau 21

“permukiman kumuh”. Pada umumnya rumah-rumahmereka menghadap ke laut, jalan-jalan di perkampungansangat sempit dan berkelok-kelok, sehingga apabilaberpapasan salah satu harus mengalah, namun, apabiladiperhatikan sulit dibayangkan bahwa daerah itu adalahdaerah nelayan, dengan mata-pencaharian “satu-satunya”adalah menangkap ikan di laut. Kondisi rumah-rumahmereka yang berderet dari timur ke barat sepanjang 500meter sebelah utara dan selatan jalan raya antara PadangPariaman dan Tiku, sangat padat, tidak jauh berbedadengan rumah-rumah pemukiman orang-orang kota.Deretan bangunan rumah penduduk di Korong Pasir Barudan Korong Sungai Limau yang terletak di KecamatanSungai Limau itu ibarat sebuah “kota kecil di tepi pantai”,lengkap dengan berbagai aksesoris peralatan rumah tangga“modern”, berselang-seling dengan rumah- rumah desakhas penduduk kampung nelayan, baik yang terbuat daribambu maupun kayu, juga berbagai perabot rumah tanggakhas masyarakat nelayan (BPS 2008; Kasim 2008).

Rumah tangga nelayan pada umumnya memilikipersoalan yang lebih komplek dibandingkan dengan rumahtangga yang lainnya. Rumah tangga nelayan memiliki ciri-ciri khusus seperti penggunaan wilayah pesisir dan lautansebagai faktor produksi bersama (common properti), jamkerja yang harus mengikuti siklus bulan yaitu dalam 30hari/satu bulan yang dapat digunakan untuk melaut hanya20 hari, sisanya relatif menganggur. Selain itu pekerjaanmenangkap ikan merupakan pekerjaan yang penuh resiko,sehingga hanya dapat dikerjakan oleh laki-laki, dananggota keluarga yang lain tidak dapat membantu secarapenuh (Tarumingkeng 2002). Sebagai daerah pemukimanyang cukup padat, upaya mereka untuk memenuhikebutuhan kesehariannya, tampaknya dapat dipenuhisendiri dari berbagai fasilitas warung yang ada di desa,kecuali sebagian kebutuhan sandang dan papan yang harusmembeli di ibukota Kabupaten Padang Pariaman.

Penelitan ini bertujuan untuk mengidentifikasi aspeksosial, ekonomi dan budaya masyarakat nelayan danperumahan di Korong Pasir Baru dan Korong SungaiLimau, Kecamatan Sungai Limau, Kabupaten PadangPariaman, Sumatera Barat.

BAHAN DAN METODE

Permasalahan perbedaan kondisi perumahan nelayanditandai dengan adanya rumah-rumah nelayan yang ber-pendapatan rendah yang tidak layak huni. Perbedaankondisi perumahan nelayan identik dengan kepemilikankapal/ bagan dan perahu motor/ tundo (Syamsuddin 2003;Marbun 2007).

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, suatu metodepenelitian yang menjelaskan keadaan status manusia, suatuobjek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran atau suatukelas peristiwa pada masa sekarang; untuk memuatgambaran atau lukisan secara sistematik, aktual dan akuratmengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki untuk menggambarkan keadaanyang ada pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa

sebab akibat melalui identifikasi dari gejala yang ada daripermasalahan (Suharto 1993; Arikunto 1998; Budiharsono2005). Diharapkan dengan dilakukannya penelitiandeskriptif maka dapat dilakukan berbagai identifikasi sertaanalisis kondisi permukiman nelayan dan penduduknyasehingga dapat membantu memberikan gambaran identifikasikarakteristik nelayan serta kondisi perumahan nelayan.

Pengumpulan data dan informasi dilakukan melaluiobservasi/pengamatan langsung situasi dan kondisi yangterjadi dalam wilayah penelitian, serta konteks sosial lainyang terlibat. Adapun teknik pengumpulan data yangdigunakan sebagai berikut:

Pengumpulan data primer, yaitu pengumpulan datayang dilakukan secara langsung di lapangan. Pengumpulandata primer ini dilakukan dengan cara: (i) Wawancara/kuesioner, merupakan kegiatan untuk menarik informasidan data dari sampel yang terpilih. Jenis kuesioner yangdigunakan dalam penelitian ini yaitu kuesioner denganpertanyaan tertutup dimana jawabannya sudah ditentukan,namun terdapat pertanyaan lanjutan apabila jawabanresponden tidak terdapat dalam jawaban pilihan. Adapunresponden yang dituju adalah sejumlah masyarakat nelayanyang terdapat di dua korong yaitu Korong Pasir Baru danKorong Sungai Limau, Kecamatan Sungai Limau, KabupatenPadang Pariaman, Sumatera Barat (Gambar 1. Pembagiankuisioner dilakukan secara langsung dimana penelitimenggunakan kuisioner dan langsung mewawancarairesponden. (ii) Observasi/pengamatan langsung; padapenelitian ini hasil observasi/pengamatan dicatat secaradeskriptif, yang secara akurat mengamati dan merekamfenomena yang muncul dan mengetahui hubungan antaraaspek dalam fenomena tersebut. Data dan informasitersebut dapat berupa tabel data kuantitatif maupunkualitatif, gambar maupun peta wilayah penelitian, sertavisualisasi foto, sebagai bahan analisis dan penjelasan.

Data sekunder, diperoleh dari kepustakaan danbeberapa instansi terkait yang validitas datanya dapatdipertanggungjawabkan. (i) Survei instansi, pada instansi-instansi terkait di Kabupaten Padang Pariaman sepertiBappeda Kabupten Padang Pariaman, Dinas PU KabupatenPadang Pariaman, Kantor Kecamatan Sungai Limau,Kantor Wali Nagari Pilubang, dan Wali Korong PasirBaru/Sungai Limau. (ii) Studi literatur, merupakan surveidata dan literatur yang berkaitan dengan karakteristiksosial, ekonomi, dan budaya nelayan serta kondisiperumahan nelayan. Data ini diperoleh dari internet, bukuacuan, dan referensi lainnya.

Data penelitian dianalisis menggunakan teknik analisissebagai berikut: (i) Analisis deskriptif kualitatif, untukmenggambarkan karakteristik suatu variabel, danketerkaitan antar berbagai variabel. Dalam hal ini berbagaivariabel yang mempunyai keterkaitan atau hubungan antarkondisi perumahan nelayan dengan aspek sosial, ekonomi,dan budaya nelayan. (ii) Landasan teoritis digunakan untukmemahami data yang terkumpul secara utuh, dan menarikimplikasi kebijaksanaan yang dapat digunakan untukmengatasi masalah perumahan nelayan. Melalui pendekatanini peneliti mengadakan wawancara/ kuisiner bebas dengan70 responden yang dipilih secara random.

Page 24: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

Bonorowo Wetlands 1 (1): 20-30, June 201122

Gambar 1. Lokasi penelitian di Korong Pasir Baru dan Korong Sungai Limau, Kecamatan Sungai Limau, Kabupaten Padang Pariaman,Sumatera Barat

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tingkat pendidikan masyarakat nelayanSalah satu hal yang perlu diperhatikan untuk aspek

sosial dalam penyediaan perumahan masyarakat nelayanSungai Limau adalah tingkat pendidikan. Berdasarkan hasilkuesioner, tingkat pendidikan masyarakat masih rendahkarena masih banyak masyarakat yang belum/tidakmemperoleh pendidikan. Walaupun ada sebagianmasyarakat yang mendapat pendidikan namun tingkatpendidikan umumnya hanyalah SD/sederajat. Sedikit sekalijumlah masyarakat yang memperoleh pendidikan hingga ketingkat SLTP. Berdasarkan Gambar 2, sebanyak 36%masyarakat di permukiman nelayan Sungai Limau tidakberpendidikan, dan 24% berpendidikan terakhir SD.Sehingga, masyarakat yang berpendidikan > SD hanyasekitar 36%. Bahkan untuk memenuhi standar wajib belajar9 tahun pun belum dapat memenuhinya. Hal ini

menggambarkan rendahnya tingkat pendidikan dipermukiman nelayan ini.

Gambar 2. Pendidikan masyarakat nelayan Sungai Limau

Page 25: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

MASRI et al. – Karakteristik masyarakat nelayan Sungai Limau 23

Berdasarkan hasil wawancara terhadap masyarakat,tingkat pendidikan penduduk yang rendah di permukimannelayan Sungai Limau ini disebabkan oleh beberapa halantara lain:

Besarnya biaya pendidikanBesarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh

pendidikan bila dibandingkan antara pendapatan yangdiperoleh nelayan sehari-sehari menyebabkan merekaenggan bersekolah.

Fasilitas pendidikan yang terbatasFasilitas pendidikan yang terdapat di Sungai Limau

hanyalah 1 SD. Lokasi permukiman tersebut cukup jauhdari SLTP. Kondisi ini menyebabkan kesempatanmasyarakat untuk memperoleh pendidikan semakin kecilkarena terbatasnya fasilitas pendidikan yang ada dantingginya biaya pendidikan, kondisi ini menimbulkankesulitan bagi masyarakat nelayan untuk melanjutkanpendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Walaupun kendalayang dihadapi masyarakat setempat adalah kesulitan bagimereka untuk memperoleh pendidikan ataupun meneruskanpendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, namun masyarakatsetempat tidak sulit dalam memperoleh informasi global,karena pada umumnya mereka memiliki TV dan radiosebagai sumber informasi dan hiburan.

Tidak ada keinginan untuk berubahMasyarakat merasa bahwa nelayan merupakan

pekerjaan turun-temurun dan keahlian melaut merupakanwarisan nenek moyang, sehingga mereka enggan beralihmata pencaharian.

Kepemilikan kapal masyarakat nelayanSalah satu hal yang perlu diperhatikan dalam

mengidentifikasi aspek kemampuan masyarakat nelayanSungai Limau adalah kepemilikan kapal atau bagan.Berdasarkan kepemilikan kapal/bagan/perahu nelayandapat di bedakan atas: (i) kelompok nelayan pemilik kapal(bagan), (ii) kelompok nelayan pemilik kapal (tundo) atauperahu motor, (iii) kelompok nelayan pemilik perahu tanpamotor (sampan). Sedangkan berdasarkan kedudukan dalampenangkapan ikan nelayan dapat di bedakan atas: (i)Nelayan yang memiliki kapal/bagan yang mempekerjakannelayan lain, (ii) Nelayan yang memiliki kapal/perahu yangbekerja untuk diri sendiri, (iii) Nelayan yang bekerja untukpemilik kapal/bagan.

Berdasarkan pengamatan di lapangan (Gambar 3)bahwa kehidupan masyarakat nelayan berbeda-beda, hal inidapat di lihat dari nelayan yang memiliki modal dan yangtidak memiliki modal, bagi yang memiliki modal tentunyaakan mempunyai pendapatan yang lebih besar dari yangtidak memiliki modal. Berdasarkan hasil kuesioner, dari 70responden, nelayan yang memiliki kapal atau bagan hanya2 responden (3%), nelayan yang memiliki perahu denganmesin tempel sebanyak 18 responden (26%), nelayan yanghanya memiliki perahu dayung atau perahu layar (perahutradisional) sebanyak 15 responden (21%), serta yangpaling banyak yaitu nelayan pekerja (buruh) yang hanyamengandalkan tenaga serta mendapatkan upah dari nelayanpemilik kapal atau bagan sebanyak 35 responden (50%).

Gambar 3. Tingkat kepemilikan kapal nelayan Sungai Limau

Gambar 4. Jumlah keluarga masyarakat nelayan Sungai Limau

Jumlah keluarga masyarakat nelayanDari Gambar 4, masyarakat di permukiman nelayan

Sungai Limau mayoritas memiliki penghuni lebih dari 1kepala keluarga (KK) dalam satu rumah. Keinginan merekauntuk hidup di dekat laut menyebabkan masyarakat rela'berdesakan' di dalam rumah. Hal ini diperparah denganrata-rata 1 KK terdiri dari 5-6 anggota keluarga bahkan adayang lebih dari 10 orang dalam satu KK tersebut.

Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor WaliNagari Pilubang, Kecamatan Sungai Limau, pola hidupmasyarakat nelayan Sungai Limau sangat dipengaruhi olehkehidupan mereka sebagai masyarakat nelayan, sehinggacenderung untuk bertempat tinggal di daerah yangberdekatan dengan laut.

Adapun persepsi masyarakat terhadap lingkungan yangkotor adalah hal tersebut merupakan suatu fenomenalingkungan yang biasa, tidak bermasalah dan tidakmengganggu. Mereka menganggap bahwa lingkungan yangkurang bersih tersebut merupakan hal yang biasa dankehidupan mereka tidak akan terganggu oleh keadaanlingkungan seperti itu. Mereka tidak mempersoalkanlingkungan mereka karena mereka beranggapan bahwakalau lingkungan mereka dibersihkanpun nantinya jugaakan kembali kotor. Sehingga mereka menganggap bahwaperhatian terhadap kebersihan lingkungan merupakan halyang percuma.

Usaha tambahan masyarakat nelayanHasil kuisioner menunjukan bahwa status sosial di

tengah-tengah masyarakat nelayan selain dari juraganpemilik kapal/bagan, mereka tidak hanya menjadi nelayanuntuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Hal inidikarenakan sebagian dari responden masih merasakekurangan atas pendapatan yang mereka hasilkan dari

Page 26: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

Bonorowo Wetlands 1 (1): 20-30, June 201124

melaut (nelayan). Oleh karena itu selain bekerja sebagainelayan, beberapa di antaranya memiliki usaha tambahanantara lain sebagai tukang ojek. Berdasarkan wawancara dilapangan, menurut mereka yang menjadi tukang ojek,dengan uang muka Rp. 500.000,- mereka sudahmendapatkan kredit sepada motor untuk dibawa pulang.Tapi ada juga nelayan yang menjadikan profesi tukang ojeksebagai pekerjaan tambahan tetap. Malamnya mereka pergimelaut, paginya mengojek. Profesi sebagai tukang ojekdapat dilakukan kapan saja waktunya, sedangkanberprofesi sebagai nelayan aktifitas kerja dalam 1 bulanhanya 20 hari kerja. Selain itu, sebagian masyarakatnelayan ada juga yang memiliki usaha tambahan sebagaipenjual ikan keliling, agen penjual ikan, tukang panjatkelapa, tukang membuat rumah, kuli bangunan, kulitambang pasir dan buruh tani.

Berdasarkan hasil kuesioner dapat diketahui bahwapekerjaan sebagai nelayan untuk menangkap ikan di lautbergantung pada musim, cuaca dan tingkat kebutuhankonsumen akan ikan (Gambar 5). Hal ini disebabkan siklusperkembangbiakan ikan berbeda-beda, sehingga tak jarangpada musim-musim tertentu mereka sulit memperoleh ikan.Dalam sebulan hanya 20 hari nelayan pergi melaut, ketikamasyarakat tidak melaut maka mereka tidak mendapatkanpenghasilan kecuali dengan usaha tambahan yang telahdisebutkan di atas. Sehingga, banyak di antara keluaraganelayan hidup dengan serba kekurangan terutamamasyarakat nelayan yang hanya mempunyai perahudayung/layar atau buruh; atau dengan kata lain tergolongmasyarakat yang berpenghasilan rendah (MBR).

Organisasi sosial masyarakat nelayanKehidupan organisasi sosial masyarakat di

permukiman nelayan dapat diketahui dengan melihatketerlibatan masyarakat dalam berbagai organisasikemasyarakatan. Keberadaan organisasi kemasyarakatansangat penting terutama di dalam pembangunan. Melaluiorganisasi ini masyarakat dapat berpartisipasi aktif untukmembangun dan mengembangkan wilayahnya. Adabeberapa jenis organisasi kemasyarakatan yang aktif diPermukiman Nelayan Sungai Limau, yakni: Wali Korongdan Wali Nagari, organisasi pemuda, sistem kegotongroyongan, persatuan nelayan Sungai Limau dan lain-lain.

Masyarakat nelayan Sungai Limau seluruhnyaberagama Islam sehingga pada saat perayaan hari-haribesar Islam seperti Idul Fitri dan Idul Adha masyarakatmerayakan hari-hari besar tersebut. Pada hari Jum’atmereka libur dalam mencari ikan di laut, karena pada hariitu masyarakat nelayan melasanakan sholat Jum’at. HariJum’at, juga digunakan masyarakat nelayan untukmemperbaiki peralatan melaut seperti memperbaikiperalatan yang ada di kapal, jaring, pukat, danmemperbaiki kapal yang bocor atau peralatan lain yangperlu diperbaiki.

Berdasarkan hasil kuesioner dari 70 responden,masyarakat yang berpartisipasi di dalam organisasi tersebutbervariasi (Gambar 6). Dari data tersebut dapat diketahuibahwa masyarakat di permukiman nelayan Sungai Limauberpartisipasi secara aktif di dalam kegiatan organisasi. Halini terlihat dari masyarakat yang memiliki keanggotaan

ganda dengan mengikuti 2 atau lebih kegiatan organisasi.Hal ini menggambarkan bahwa walaupun masyarakatsetempat mayoritas keluarga miskin, namun kebebasanmereka dalam berpartisipasi tidak terhambat. Sehinggamasyarakat memiliki peluang besar dalam kegiatanpembangunan yang partisipatif. Kehidupan sosialmasyarakat nelayan Sungai Limau sangatlah sederhanakarena itu perlu adanya perubahan pada perekonomiansehingga kehidupan masyarakat lebih meningkat dan lebihbaik dari keadaan yang telah ada.

Status perkawinan masyarakat nelayanTingkat status perkawinan masyarakat nelayan Sungai

Limau bervariasi ada yang kawin atau menikah, duda dancerai serta belum kawin, tetapi kebanyakan berstatus kawindengan banyak mempunyai anak.

Berdasarkan Gambar 7, sekitar 59% masyarakatnelayan berstatus kawin, hal ini menggambarkan besarnyabiaya-biaya yang akan di tanggung oleh masing-masingkepala keluarga. Dari hari kehari biaya yang ditanggungbanyak kurangnya dari pada cukupnya apalagi yang dalamsatu keluarga memiliki 7-8 anak.

Gambar 5. Usaha tambahan masyarakat nelayan Sungai Limau

Gambar 6. Organisasi sosal masyarakat nelayan Sungai Limau

Gambar 7. Status masyarakat nelayan Sungai Limau

Page 27: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

MASRI et al. – Karakteristik masyarakat nelayan Sungai Limau 25

Gambar 8. Pekerjaan utama masyarakat nelayan Sungai Limau

Analisis karakteristik ekonomi masyarakat nelayanAnalisis aspek ekonomi masyarakat nelayan Sungai

Limau dapat dirumuskan dari mata pencaharian mayoritaspenduduk dan tingkat pendapatan penduduk per bulan.Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwamasyarakat nelayan Sungai Limau terbagi dalam beberapakelompok, yaitu masyarakat nelayan pemilik kapal/bagan(juragan), pemilik perahu tradisional atau sampan dayung,dan nelayan pekerja (buruh). Para juragan biasanya tidakpergi melaut, mereka mempercayakan kapalnya untukdipakai oleh nelayan pekerja pergi melaut. Hasil tangkapanyang diperoleh oleh nelayan pekerja nantinya diberikankepada pemilik kapal. Sistem bagi hasil berdasarkankesepakatan bersama antara nelayan pemilik kapal dengannelayan pekerja. Berdasarkan hal tersebut maka hasil daripenjualan dari hasil ikan tangkapan relatif berbeda-bedapula.

Penjualan ikan basahKegiatan utama masyarakat nelayan Sungai Limau

adalah melaut (menangkap ikan), sehingga mayoritas matapencaharian penduduknya sebagai nelayan. Kegiatanmelaut (mencari ikan) dijadikan sebagai mata pencaharianutama mereka. Selain itu, berdasarkan hasil kuesioner, dari70 responden yang dikunjungi, ternyata semuanyapekerjaannya melaut (nelayan) (Gambar 8). Oleh karenapekerjaan yang utama dari masyarakat nelayan SungaiLimau adalah nelayan maka penghasilannya yang utamaialah penjualan ikan basah atau ikan segar hasil tangkapanmelaut maupun ikan kering (teri/ budu).

Berdasarkan hasil dari kuesioner (Gambar 9) dapatdiketahui bahwa pendapatan pokok yang diperolehmasyarakat setempat dari hasil penangkapan ikan untuksetiap KK umumnya berkisar Rp.200.000,00-Rp.500.000,00/bulan dan Rp.500.000,00-Rp.1.000.000,00/bulan. Adapun sifat dari. pendapatanadalah tidak tetap, karena penghasilan yang diperolehbergantung pada musim, cuaca dan tingkat konsumsi ikan.

Penjualan ikan keringUntuk pengolahan hasil tangkapan, umumnya nelayan

memiliki tempat pengolahan dan penjemuran ikan. Hasiltangkapan yang diperoleh dapat dijemur dan dikeringkanberupa teri kecil maupun ikan budu yang besar.Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, penjualan hasiltangkapan masing-masing nelayan pemilik kapal perahuberbeda-beda. Nelayan pemilik kapal/bagan umumnya

melakukan pengolahan hasil tangkapannya terlebih dahuludengan cara merebus dan menjemur, hasil penjemurandikumpulkan selama beberapa hari. Nelayan pemilikkapal/bagan, umumnya memiliki perahu (sampan) untukmengantar jemput anggotanya yang pergi-pulang melautdan membawa hasil tangkapan. Perahu ini dapat dinaikioleh delapan orang. Untuk pengolahan hasil tangkapan,umumnya nelayan ini memiliki tempat pengolahan danpenjemuran. Hasil tangkapan yang diperoleh adalah ikanteri. Berdasarkan hasil kuisioner, ikan teri yang diperolehsetiap harinya rata-rata 11 kg dalam keadaan telah kering,dengan harga jual sebesar Rp.15.000,00/kg. Jadipendapatan sebesar Rp.165.000,00/hari (pendapatan kotor)dikurangi pengeluaran selama melaut.

Tingkat pendapatan dan pengeluaran nelayanSumber daya ekonomi perikanan merupakan sumber

daya utama dalam menggerakkan roda ekonomi danperdagangan masyarakat nelayan. Kegiatan melaut ataupenangkapan ikan dalam masa satu bulan yang efektifhanya 20 hari kerja. Pekerjaan utama masyarakat nelayanSungai Limau pada umumnya adalah melaut. Dalammelaut tersebut karena mempunyai perbedaan antarakelompok nelayan satu dengan kelompok yang lainya sesuidengan jenis tingkat kepemilikan kapal, sehingga tingkatpendapatan/upah mereka tidaklah sama.

Berdasarkan Gambar 9 dapat diketahui bahwapendapatan pokok yang paling bawah diperoleh masyarakatsetempat dari hasil penangkapan ikan untuk tiap KKumumnya berkisar Rp. 200.000,00-Rp. 500.000,00/bulandan untuk tingkat menengah berkisar Rp.500.000,00-Rp.1.000.000,00 /bulan, sedangkan juragan kapal/bagantentunya akan lebih tinggi. Adapun sifat dari. pendapatanadalah tidak tetap, karena penghasilan yang diperoleh.masyarakat setempat bergantung pada musim, cuaca dantingkat kebutuhan konsumen terhadap ikan.

Gambar 9 memperlihatkan perbedaan pendapatan yangmencolok antara juragan pemilik kapal/bagan dengankelompok masyarakat yang lainnya sesuai dengan keadaandan posisinya masing-masing. Masyarakat nelayan SungaiLimau kebanyakan masih memiliki tingkat pendapatanrendah (MBR), khususnya masyarakat nelayan pemilikperahu dayung (perahu tanpa motor) dan nelayan pekerja.

Pendapatan sebagai nelayan tidak menentu sepanjangtahun karena kebanyakan kegiatan penangkapan masihbersifat tradisional, sehingga sangat dipengaruhi perubahanmusim. Musim barat adalah musim paceklik bagi nelayan,biasanya hasil yang diperoleh tidaklah banyak sehinggatidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Gambar 9. Pendapatan nelayan per bulan

Page 28: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

Bonorowo Wetlands 1 (1): 20-30, June 201126

Pada sebagian besar masyarakat nelayan proporsiterbesar pengeluatannya adalah untuk keperluan belanjaatau konsumsi sehari-hari sedangkan untuk kebutuhanlauk-pauk dapat dipenuhi sendiri dari hasil ikan tangkapan.Namun, bagi juragan pemilk kapal/bagan kebutuhannyadapat terpenuhi secara lebih beragam dan dapat untukmenyisihkan pendapat mereka di luar untuk kebutuhanbelanja harian. Pola pengeluaran merupakan gambarankeadaan bagaimana masyarakat nelayan membelanjakanpendapatannya untuk kebutuhan hidupnya adalah relatifsama. Pola pengeluaran ini sangat berkaitan denganbesarnya pendapatan dan gaya hidup yang dijalankan olehmasyarakat nelayan. Hasil penelitian menunjukan bahwamasyarakat nelayan membelanjakan pendapatannya sangatbervariasi, meskipun proporsi utamanya untuk belanjaharian.

Pola pendanaan perumahan masyarakat nelayanKondisi tempat tinggal masyarakat nelayan merupakan

gambaran keadaan penghuni sebagai respon dari pekerjaanyang kesehariannya berhubungan dengan laut danpengolahan hasil laut. Kebanyakan kondisi perumahan danlingkungan masyarakat nelayan jauh dibawah standarrumah sehat terutama bagi nelayan pemilik perahu dayungdan nelayan pekerja. Perumahan masyarakat nelayan iniumumnya didanai oleh kaum kerabat dan sebagian kecildidanai secara pribadi (Gambar 10).

Pengadaan tanah perumahan masyarakat nelayanTanah untuk perumahan masyarakat nelayan di kedua

lokasi penelitian ini umumnya berasal dari pemberianorang tua maupun yang dibeli sendiri. Berdasarkan hasilkuesioner, tanah yang dimiliki oleh nelayan di kedua lokasipenelitian berasal dari orang tua 81% yaitu : berupa tanahpembagian atau tanah warisan. Lokasi pembangunanrumah dilaksanakan di tanah yang masih kosong. Orang tuanelayan umumnya mempunyai tanah yang luas dan masihbanyak kosong. Apabila anak-anak nelayan tidakberprofesi sebagai nelayan dan mempunyai pekerjaan yanglain, umumnya mereka tidak mau tinggal dan membangunrumah di tepi pantai. Ini disebabkan keinginan untuk hidupmandiri dan keluar dari keluarga besar nelayan. Merekamembeli tanah dan membangun rumah di lokasi yang jauhdari pantai. Tanah yang ada di kedua lokasi penelitianumumnya termasuk tanah pusaka rendah yang dapatdiperjual-belikan. Masyarakat yang awalnya berprofesisebagai nelayan dan sekarang tidak menjadi nelayan lagi,mereka menjual tanahnya. Bagi nelayan yang memilikirumah di tepi pantai, tetapi sudah tinggal di rumah yanglain, maka rumah yang tidak dihuninya itu dipinjamkan kenelayan lain yang masih ada hubungan keluarga. Baginelayan yang mempunyai pendapatan menengah ke atas,mereka umumnya membeli tanah sendiri.

Berdasarkan Gambar 11, status kepemilikan tanahsangat beragam dari tanah warisan orang tua atau tanahulayat, tanah milik sendiri dengan cara dibeli, maupuntanah perumahan yang hanya dipinjamkan oleh kerabatdekat yang punya tanah. Untuk status tanah warisan atauulayat sebesar 81%, sedangkan tanah milik sendiri yang

dibeli sebesar 6% dan tanah yang dipinjamkan sebesar13%.

Kondisi ini memperlihatkan terjadi perbedaan yangmencolok, dimana masyarakat lebih mengandalkan tanahwarisan dari orang tua mereka dan tanah ulayat untukmembangun rumah, dan sedikit dari hasil mereka sendiri,ini menandakan kurang mandirinya masyarakat nelayandalam penyediaan tanah dengan cara dibeli untuk tanahperumahan mereka. Hal ini dikarenakan masalah ekonomidan keuangan masyarakat nelayan yang rendah sehinggatidak mampu mengadakan tanah perumahan kecuali daritanah warisan orang tua mereka.

Pembangunan fisik rumah masyarakat nelayanLokasi untuk pembangunan rumah umumnya di atas

tanah pribadi dan tanah warisan, sedangkan biayapembangunan rumah bagi nelayan yang berpendapatanmenengah dan tinggi, biaya untuk pembelian bahanbangunan dan proses pengerjaan ditanggung sendiri olehpemilik bangunan (kepala keluarga), namun bagi nelayanyang berpendapatan rendah, biaya untuk pembelian bahanbangunan ditanggung sendiri oleh pemilik bangunan tetapisistem pengerjaannya dilakukan secara gotong royongdengan anggota keluarga dan mengupah tukang untukmengarahkan proses pembangunan. Mereka juga dibantuoleh orang tua/ keluarga dekat dalam pengadaan materialdan upah tukang. Umumnya bantuan dari orang tua,keluarga dekat membantu 40% berupa material yangkurang seperti semen untuk lantai bangunan maupun atap.Sistem gotong-royong seperti ini masih menonjol danmenjiwai azas kekerabatan dan azas budaya/ tradisi adat dilokasi penelitian. Gotong-royong dapat dilaksanakansewaktu tidak melaut.

Gambar 10. Pendanaan rumah nelayan

Gambar 11. Status kepemilikan tanah

Page 29: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

MASRI et al. – Karakteristik masyarakat nelayan Sungai Limau 27

Berdasarkan Gambar 12, dapat diketahui bahwa padaumumnya pembangunan fisik rumah masyarakat nelayanterbagi atas beberapa kelompok. Mayoritas nelayanmembangun rumahnya secara bertahap atau berangsur-angsur dikarenakan keuangan yang didapat dari melauttidak menentu. Bila pendapatan mencukupi makapembangunan rumah dilanjutkan lagi dan yang uniknyawalaupun rumah mereka belum selesai dibangun merekatetap menghuni rumah tersebut dengan keadaan yang serbaterbatas. Namun, pada nelayan pemilik kapal/bagan(juragan), mereka mempunyai kemampuan untukmembangun rumah dengan biaya sendiri dan langsung jaditidak bertahap, menunggu kecukupan biaya. Kelompokmasyarakat inilah yang dapat mengakses rumah layak hunidi sekitar permukiman masyarakat nelayan. Terdapat pulakasus dimana pembangunan rumah tebengkalai karenapemilik rumah tidak mampu melanjutkan pembangunanrumahnya, lantaran faktor ekonomi ataupun pergi merantaumeninggalkan kampung halaman karena pekerjaan sebagainelayan tidak cukup menjanjikan kecuali memiliki modaluntuk membeli peralatan melaut. Mereka pergi merantauuntuk mencari modal sehingga rumah yang sedangdibangun ditinggalkan dan terbengkalai (Gambar 13).

Berdasarkan gambar di atas pembangunan fisik rumahmasyarakat nelayan Sungai Limau yang dibangun secarabertahap sebesar 31%, yang dibangun dengan langsung dansiap huni dari kelompok nelayan juragan pemilik kapalsebesar 20% dan terbengkalai paling banyak dijumpaisebesar 49% dari 70 responden di permukiman masyarakatnelayan tersebut.

Asal masyarakat nelayan dan lama bertempat tinggalDilihat dari aspek budaya, asal masyarakat nelayan

Sungai Limau adalah: sebagian besar berasal dari berbagaisuku seperti Suku Caniago, Suku Tanjung, Suku Melayu,Suku Jambak dan lain-lain. Pada umumnya kelompokmasyarakat nelayan ini adalah kelompok masyarakatMinangkabau. Walaupun terjadi perbedaan suku namun

tidak menjadi kendala untuk melakukan interaksi sosial(pembauran). Hal ini disebabkan oleh sifat keterbukaansuku-suku yang ada di Minangkabau untuk salingmenghormati berbagai golongan suku yang lain. Begitupula halnya dengan keberadaan berbagai suku diperkampungan nelayan Sungai Limau tersebut.

Walaupun lebih banyak kekurangan dari segi ekonomidalam hal ini terutama masyarakat nelayan yangmempunyai perahu dayung dan masyarakat nelayanpekerja, namun hal itu tidak menjadi permasalahan yangberarti bagi mereka dan tidak menjadi halangan untukmenikmati kebebasan. Ketenangan dan kesabaran menjadipegangan menjalani hidup. Bagi masyarakat ini hal yangterpenting adalah berusaha semampunya untuk menghidupianak-anak dan istri mereka untuk memenuhi kebutuhanhidup sehari-hari.

Dari Gambar 14 terlihat bahwa masyarakat nelayanSungai Limau yang merupakan penduduk asli sebesar 73%dan selebihnya 27% adalah masyarakat pendatang yangtelah menjalin hubungan perkawinan dengan masyarakatnelayan Sungai Limau dan langsung bergabung denanpenduduk asli untuk mencarikan nafkah anak istrinyadengan cara menjadi nelayan sesuai dengan kodrat alamidari masyarakat nelayan Sungai Limau.

Gambar 12. Pembangunan fisik rumah nelayan

Gambar 13. Kondisi rumah nelayan yang terbengkalai

Page 30: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

Bonorowo Wetlands 1 (1): 20-30, June 201128

Dilihat dari segi lama bertempat tinggal masyarakatnelayan Sungai Limau relatif tidak sama karena padaawalnya masyarakat nelayan yang penduduk asli merekamenempati lokasi permukiman sejak dari zaman kolonialBelanda yaitu sudah lima atau enam generasi dari nenekmoyang mereka dahulu. Hingga pada saat ini populasimasyarakat nelayan semakin banyak meneruskanketurunan nenek moyang mereka ditambah lagi denganmasyarakat nelayan pendatang yang sudah menjalinhubungan pernikahan dengan warga masyarakat nelayansetempat. Masyarakat nelayan tersebut sebagian berasaldari Nagari Tiku dan sekitarnya yang sekarang masukwilayah Kabupaten Agam. Kehidupan mereka yang beradadi laut mempengaruhi perilaku sehari-hari yang terkenaldengan sifat keras. Para laki-laki hampir setiap hari beradadi laut, apabila nelayan berangkat pagi hari pulang padasaat sore hari dan demikian juga apabila nelayan berangkatpada sore hari pulangnya pada pagi hari begitulah sikluskehidupan masyarakat nelayan Sungai Limau yangdilakoninya setiap hari.

Dilihat dari Gambar 14-15, persentase asal masyarakatnelayan dan lama bertempat tinggal kebetulan sama besar;yaitu masyarakat nelayan yang tinggal di perkampungannelayan Sungai Limau yang dilahirkan dan menjalanipekerjaan sebagai nelayan di tempat tersebut sebesar 73%dan masyarakat nelayan pendatang yang menetap di sanakarena hubungan pernikahan serta menjalani pekerjaansebagai nelayan sebesar 27%.

Penggunaan kendaraan masyarakat nelayanSarana penggunaan kendaraan pada lingkungan

masyarakat nelayan Sungai Limau adalah bersifat pribadidari masing-masing kelompok masyarakat nelayan. Darihasil kuesioner terdapat perbedaan penggunaan kendaraan.Nelayan pemilik kapal/bagan (juragan) memiliki danmengunakan mobil pick-up untuk dipakai dalamlingkungan sendiri membawa hasil tangkapan dankeperluan melaut lainnya. Nelayan pemilik kapal/tundoatau perahu bermotor biasanya mereka menggunakansepeda motor ataupun becak motor untuk keperluanmenjual hasil tangkapan ikannya. Nelayan yang hanyamemiliki perahu dayung dan nelayan pekerja hanyamenggunakan sepeda dan hanya berjalan kaki untukmengakses keperluan hidup sehari-hari baik dalam urusankeperluan melaut maupun keperluan lainnya.

Dari Gambar 16 dapat dilihat penggunaan kendaraanbermotor bervariasi. Masyarakat nelayan pemilikkapal/bagan mereka menggunakan mobil pick-up untukmengurus keperluan melautnya sebesar 3%, sedangkanmasyarakat pemilik kapal tundo/perahu bermotor yangmenggunakan sepeda motor atau becak motor sebesar 31%yang dijumpai dan bagi masyarakat nelayan pemilik perahudayung/perahu layar serta masyarakat nelayan pekerja yangkategori masyarakat berpenghasilan rendah yangmenggunakan sepeda dayung bahkan lebih dominanberjalan kaki untuk keperluan mengurus melautnya sebesar65%.

Gambar 14. Asal masyarakat nelayan

Gambar 15. Lama bertempat tinggal masyarakat nelayan

Gambar 16. Penggunaan kendaraan masyarakat nelayan

Kondisi rumah masyarakat nelayanBerdasarkan hasil survey dapat diketahui bahwa kondisi

rumah masyarakat nelayan pada umumnya berada padakeadaan tidak beraturan. Kondisi tersebut memperlihatkanbahwa mayoritas masyarakat nelayan memiliki tingkatekonomi yang rendah (berkekurangan). Adapun bahandasar dinding rumah di kawasan tersebut didominasi olehbahan dasar kayu. Selain kayu ada juga rumah yang terbuatdari kayu yang diselingi oleh batu bata, seng bekas, danatap daun rumbia. Sebagian besar bahan dasar lantai rumahterbuat dari semen kasar, bahkan ada yang berlantai tanahpasir yaitu pada kebanyakan rumah-rumah nelayan pemilikperahu dayung dan nelayan pekerja. Rumah para nelayanpemilik kapal/bagan sudah ada yang berdinding semenbahkan berlantai dikeramik yang bagus. Selain itu, rata-ratarumah masyarakat nelayan tidak memilki pekarangan yangluas sehingga tampak semrawut dan tidak teratur.

Dilihat dari kondisi sarana-prasarana yang tersediamaka dapat diketahui bahwa sarana-prasarana yang tersediabelum mencukupi kebutuhan masyarakat setempat.

Page 31: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

MASRI et al. – Karakteristik masyarakat nelayan Sungai Limau 29

Gambar 17. Kondisi rumah beratap rumbia di Korong Pasir Baru dan Korong Sungai Limau, Kecamatan Sungai Limau, KabupatenPadang Pariaman, Sumatera Barat

Sumber air bersihPada umumnya sumber air bersih berasal dari sumur

dangkal yang diperoleh dari sumur umum. Hanya sedikitmasyarakat yang memiliki sumur sendiri. Sistempembuangan air kotor adalah sungai. Hanya sedikitmasyarakat yang membuat parit sendiri untuk menyalurkanair kotor hasil pembuangan limbah rumah tangganya. Disisi lain, masyarakat tidak memiliki drainase dan tingkatkesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan jugacukup rendah. Sedangkan fasilitas (kamar mandi, cuci, dankakus) sebagian besar sudah memenuhi kebutuhan.

Tempat pembuangan sampahKebiasaan masyarakat nelayan di permukiman nelayan

Sungai Limau membuang sampah pada sungai, pantai dansemak-semak menyebabkan tidak ada satupun dari merekayang memiliki tempat pembuangan sampah sendiri. Hal inimenyebabkan kualitas lingkungan di sekitar permukimannelayan Sungai Limau tidak baik dan dapat berakibat padaburuknya tingkat kesehatan masyarakat.

Jaringan jalanAdapun prasarana jalan yang terdapat di kawasan

permukiman nelayan Sungai Limau ini sebagian besarterbuat dari tanah. Sedangkan untuk prasarana listrik,dilihat dari alat penerangan yang tersedia, sebagian besarmasyarakat nelayan ini menggunakan mesin diesel sendiridan sisanya masyarakat mempergunakan lampu minyak.Masyarakat di permukiman nelayan ini belum banyakmenggunakan listrik sebagai alat penerangan mengingattingginya tarif dasar listrik.

Berdasarkan hasil pengamatan (Gambar 17) terhadaprumah-rumah nelayan yang tidak layak huni terutamarumah-rumah nelayan pekerja (buruh) dan rumah nelayanpemilik perahu tanpa motor atau sampan sebesar 48%; halini salah satunya disebabkan oleh tidak adanya kemampuanmereka untuk membangun rumah walaupun merekamempunyai tanah untuk lokasi pembangunan rumah.Kemudian, rumah kayu beratap seng sebesar 34%, rumahpermanen sebesar 11%, rumah yang belum siap hunisebesar 4% serta rumah semi permanen sebesar 3%.

KESIMPULAN

Berdasarkan temuan studi terhadap identifikasikarakteristik sosial, ekonomi dan budaya masyarakatnelayan Sungai Limau di Kabupaten Padang Pariamandalam penyediaan perumahan permukiman bahwa terbagipada tiga aspek yaitu aspek sosial, aspek ekonomi danaspek budaya masyarakat nelayan di lokasi penelitian.Pada kelompok masyarakat nelayan berpendapatan rendahseperti nelayan pemilik perahu tanpa motor dan masyarakatnelayan pekerja (nelayan buruh) rata-rata rumah merekatidak layak huni. Dari aspek sosial, kepemilikan peralatanmelaut seperti kapal atau bagan kapal tundo atau perahumotor, maka semakin lengkap dan semakin baik peralatanmelautnya maka semakin baik ekonominya dan semakinbaik rumahnya. Dari aspek ekonomi, hasil nelayan melautberupa penjualan ikan basah dan ikan teri keringmempengaruhi tingkat pemasukan keuangan hari-hari danmempengaruhi kemampuan untuk membangun rumah. Dariaspek budaya, dalam membangun rumah disamping daribiaya pribadi sendiri dan bantuan dana dari kerabat dekat,masyarakat nelayan mendapat pula bantuan darimasyarakat dengan cara bergotong royong membangunrumah ketika sedang tidak melaut. Lingkunganpermukiman nelayan pun perlu menjadi perhatian,permukiman nelayan cenderung tidak sehat akibat adanyaproses pengolahan ikan yang menyebabkan gangguan bau-bauan dan kebersihan lingkungan. Oleh karena itulingkungan permukiman nelayan diperlukan program-program perbaikan perumahan yang sesuai dengan ciritempatnya yaitu sebagai tempat penangkapan danpengolahan ikan.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto S. 1998. Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek.Penerbit Rineka Cipta, Jakarta;

Budiharsono S. 2005. Teknik Analisis pembangunan Wilayah Pesisir danKelautan. Pradnya Paramita, Jakarta,

Kasim M. 2008. Strategi & Potensi Padang Pariaman dalam Rangka

Page 32: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

Bonorowo Wetlands 1 (1): 20-30, June 201130

Pemberdayaan Masyarakat di Era globalisasi. Indomedia, JakartaBPS. 2008. Kabupaten Padang Pariaman Dalam Angka. Bappeda dan BPS

kabupaten Padang Pariaman.Marbun L. 2007. Quo Vadis Kebijakan Pesisir dan Laut. Pusat Pengkajian

dan Pengembangan Masyarakat Nelayan (P3MN), MedanMenegpera. 2005. Kebijakan dan Stategi Pembangunan Perumahan

Rakyat.Mubyarto L, Sutrisno MD. 1984. Nelayan dan Kemiskinan; Studi

Ekonomi Antropologi di Dua Desa Pantai. Yayasan Agro Ekonomika

& Penerbit CV. Rajawali, Jakarta.Syamsuddin. 2003. Dampak program pemukiman nelayan terhadap

kehidupan sosial ekonomi (Kasus Pemukiman Nelayan UntiaBulurokeng Makassar). Jurnal Analisis 4: 48-54.

Suharto B. 1993. Pengertian, Fungsi, Format Bimbingan dan CaraPenulisan Karya Ilmiah. Tarsito, Bandung.

Tarumingkeng RC. 2002. Makalah Sumber Daya Manusia Nelayan. IPB,Bogor

Page 33: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

Bonorowo Wetlands 1 (1): 31-36, June 2011 ISSN: 2088-110X | E-ISSN: 2088-2475

DOI: 10.13057/bonorowo/w010104

Identifikasi lahan dan potensi hutan mangrove di bagian timur

Propinsi Jawa Timur

Site identification and mangrove forest potential of eastern part of East Java Province

SUDARMADJI1,♥, INDARTO2 1 Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Jember, Jl. Kalimantan 37, Kampus Tegalboto, Jember 68121, Jawa

Timur, Indonesia. Tel. +62-331-330224; Fax. +62-331-339029; ♥email: [email protected] 2 Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember, Jember 68121, Jawa Timur, Indonesia

Manuskrip diterima: 26 Desember 2010. Revisi disetujui: 23 April 2011.

Abstract. Sudarmadji, Indarto. 2011. Site identification and mangrove forest potential of eastern part of East Java Province. Bonorowo

Wetlands 1: 31-36. This research already conducted in June until November 2009 in eastern part of East Java Province. The result

indicated that the mangrove forest are not dispersed at all beach, but are mostly located at Banyuwangi and Situbondo districts, while

Jember district has only a few. The widest mangrove forests are at Teluk Grajagan, Banyuwangi with approximately 1,359 ha. The

mangrove forest of Banyuwangi has 14 species, dominated by Sonneratia alba, and Situbondo has 12 species, dominated by S. alba,

then the Jember has 2 species, dominated by Sonneratia caseolaris.

Keywords: East Java, mangrove forest, potential, site identification

PENDAHULUAN

Hutan mangrove di bagian timur wilayah Propinsi Jawa

Timur memebentuk sabuk hijau yang terbentang dan

terpencar-pencar di hampir seluruh wilayah pantai

Kabupaten Jember, Kabupaten Banyuwangi, dan

Kabupaten Situbondo, yang dahulu merupakan wilayah

Karesidenan Besuki. Hasil penulusuran data tentang luas

hutan mangrove di wilayah ini antara satu dinas dengan

dinas lainnya tidak menunjukkan kesamaan (Departemen

Kehutanan 2002; Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II

Jember 2003; Pemerintah Kabupaten Situbondo 2005;

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi

2006; Dinas Pertanian, Kehutanan, Perkebunan dan

Peternakan Kabupaten Banyuwangi 2009). Di samping itu,

data luasan tersebut juga tidak dilengkapi koordinat dan

deskripsi habitatnya. Ketidaklengkapan informasi ini

menyebabkan luasan hutan mangrove yang dirilis oleh

masing-masing pihak menjadi tidak sama.

Berdasarkan hal ini maka penelitian ini dilakukan, dan

bertujuan untuk mengidentifikasi luasan lahan hutan

mangrove beserta koordinatnya, dan mengetahui potensi

keanekaragaman tumbuhan mangrove di wilayah

Kabupaten Jember, Banyuwangi, dan Situbondo. Hasil dari

penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi rujukan

yang berharga bagi para pihak yang bertugas dan

bertanggung jawab terhadap manajemen hutan mangrove di

setiap kabupaten di wilayah eks Karesidenan Besuki,

Propinsi Jawa Timur.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan

Nopember 2009. Penelitian lapangan dilakukan dengan

menjelajahi seluruh area hutan mangrove di wilayah eks

Karesidenan Besuki, Propinsi Jawa Timur, yang mencakup

pesisir Kabupaten Jember, Banyuwangi, dan Situbondo,

khususnya yang berlokasi di luar kawasan Taman Nasional

Meru Betiri (Kabupaten Jember), Taman Nasional Alas

Purwo (Kabupaten Benyuwangi) dan Taman Nasional

Baluran (Kabupaten Banyuwangi dan Situbondo). Pada

penelitian pendahuluan, ekosistem mangrove di TN Meru

Betiri relatif tidak terbatas, sementara di TN Baluran

kondisi ekosistem mangrove telah dilaporkan, antara lain

Sudarmadji (2000, 2004). Dengan demikian hutan

mangrove yang diteliti adalah hutan mangrove yang berada

di luar ketiga taman nasional tersebut, dimana

pengelolaannya menjadi tanggungjawab pemerintah

kabupaten setempat, perhutani atau masyarakat dan lebih

retan terhadap gangguan yang bersifat antropogenik.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

gabungan antara metode jelajah dan plot. Metode jelajah

dengan menggunakan Global Positioning System (GPS)

Garmin SL 60, dilakukan untuk mengetahui luasan hutan

mangrove di masing-masing wilayah kabupaten, sedangkan

metode plot diaplikasikan untuk mengetahui potensi hutan

mangrove di masing-masing wilayah, berupa

keanekaragaman jenis dan Indek Nilai Penting (INP).

Pelaksanaan metode plot diutamakan pada lokasi-lokasi

dimana keberadaan mangrove cukup lebat.

Page 34: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

Bonorowo Wetlands 1 (1): 31-36, June 2011

32

Luasan lahan hutan mangrove untuk masing-masing

kabupaten dapat diketahui dari Peta Rupa Bumi Indonesia

(PRBI skala 1: 50.000) yang dicocokkan dengan

penjelajahan keadaan lokasi di lapangan dengan

menggunakan GPS, sehingga diperoleh hasil berupa luasan

hutan mangrove di lapangan yang sebenarnya. Langkah

berikutnya adalah menghitung potensi hutan mangrove

tersebut yang didasarkan pada INP. Rumus yang digunakan

untuk menghitung INP sebagai berikut (Dombois and

Ellenberg 1974):

Data geografis berupa koordinat jelajah (tracking)

luasan hutan mangrove yang ditemukan, dipadukan dengan

citra satelit digunakan untuk membuat peta digitasi.

Perangkat lunak yang digunakan adalah: workstation,

Mapinfo Profesional 7.0, Map Source Garmin, Art View

3.3, dan digitizer. Data geografis diolah dengan urutan

sebagai berikut: (i) inventarisasi data geografis, (ii)

digitalisasi peta hutan mangrove, (iii) penyuntingan,

penambahan dan perbaharuan data, hingga terbentuk (iv)

peta digital.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kabupaten Jember

Lahan mangrove yang teridentifikasi di Kabupaten

Jember hanya satu lokasi, yaitu di muara Kali Malang,

Pantai Mayangan Getem, Kecamatan Gumuk Mas. Hutan

mangrove ini tidak berhadapan langsung dengan laut lepas

atau Samudera Indonesia melainkan terlindung oleh

gunung pasir (sand dune), sehingga tumbuh di dalam

segara anakan atau laguna (lagoon). Di lokasi ini hutan

mangrove dapat berkembang baik karena lokasinya relatif

jauh dari pemukiman penduduk. Hutan mangrove ini

tumbuh melebar ke arah timur di sepanjang segara anakan

hingga Mojomulyo, Kecamatan Puger. Hutan mangrove di

wilayah ini merupakan hasil reboisasi masyarakat. Pada

tahun 1980an, pernah terjadi gelombang pasang yang

memporakporandakan pantai lokasi ini, sehingga sekarang

pintu masuk air laut ke segara anakan (plawangan)

berpindah ke arah timur, sedangkan dahulu berada di

muara sungai dan berhadapan langsung dengan laut. Dalam

kurun waktu itu, hutan mangrove mengalami

perkembangan ke arah timur, di sepanjang tepian Segara

anak hingga Mojomulyo, Kecamatan Puger. Namun di

lokasi terakhir ini, hutan mangrove berhubungan langsung

dengan pemukiman masyarakat yang bermata pencarian

nelayan, dimana kesadaran masyarakat bahwa ekosistem

mangrove sangat membantu kehidupan nelayan belum

berkembang dengan baik, sehingga perkembangan hutan

mangrove di wilayah ini sangat terbatas. Luasan dan lokasi

hutan mangrove di lokasi penelitian ini ditunjukkan pada

Tabel 1.

Hutan mangrove di Jember masih relatif muda, hasil

pengamatan di lapangan menunjukkan tidak adanya

tegakan pohon atau tegakan yang memiliki diameter lebih

dari 20 cm. Dengan demikian, hanya diperoleh tegakan

tiang dan pancang. Begitu pula komposisi jenis

penyusunnya juga terbatas, hanya ditemukan dua jenis,

yaitu Sonneratia caseolaris dan Rhizophora mucronata

(Tabel 2). Kedua jenis mangrove ini merupakan hasil

reboisasi yang dilakukan pada tahun 1980an. Potensi

jenis tumbuhan mangrove yang ada di wilayah lokasi

penelitian ditunjukkan pada Tabel 3.

Berdasarkan penjelajahan pada seluruh wilayah pantai

Kabupaten Jember, diketahui bahwa secara umum pantai di

kabupaten ini relatif terjal dan berhadapan langsung dengan

laut lepas Samudera Indonesia, dengan ombak yang cukup

besar; sehingga tidak memungkinkan pertumbuhan

mangrove. Sementara di muara Kali Malang, tempat

tumbuhnya dua jenis mangrove S. caseolaris dan R.

mucronata merupakan laguna dengan bagian selatan

dilindungi/dibendung oleh gumuk pasir, sehingga

terlindung dari gelombang laut lepas. Di samping itu dari

sudut substrat, tanahnya didominasi oleh pasir berlumpur,

sehingga memungkinkan S. caseolaris tumbuh dengan

baik, begitu pula R. mucronata yang menyukai habitat

lumpur (becek). Habitat demikian mampu mendorong

pertumbuhan kedua jenis tersebut dengan baik (Chapman

1976; Sudarmadji 2000; Setyawan et al. 2005). Sementara

laguna bagian timur berhadapan langsung dengan

pemukiman masyarakat yang bermata pencaharian sebagai

nelayan, sehingga mangrove di bagian ini tidak dapat

tumbuh dengan baik karena sering mendapat gangguan.

Kabupaten Banyuwangi

Di sepanjang pesisir pantai Kabupaten Banyuwangi di

luar kawasan TN Alas Purwo dan TN Baluran, terdapat

enam lokasi habitat mangrove (Tabel 1), namun dari

seluruh lokasi tersebut hanya empat lokasi yang diteliti,

yaitu: segara anakan (laguna) Teluk Grajagan Kecamatan

Purwoharjo sampai dengan Kecamatan Tegaldlimo, Pantai

Teluk Pangpang Kecamatan Tegaldlimo sampai dengan

Kecamatan Muncar, Pantai Bengkak dan Pantai Alas Buluh

di Kecamatan Wongsorejo. Dua lokasi hutan mangrove

lainnya tidak diteliti, karena lokasinya relatif tipis dan tidak

merupakan hutan, melainkan sebagai daerah bantaran

sungai yang menjorok ke daerah hulu sungai.

Page 35: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

SUDARMADJI & INDARTO – Mangrove di bagian timur Propinsi Jawa Timur

33

Tabel 1. Lokasi dan luas hutan mangrove di bagian timur Jawa Timur (Kabupaten Jember, Banyuwangi, Situbondo)

Lokasi Pantai Kecamatan Luas (ha) Koordinat (DMS)

Jember

Muara Kali Malang Gumuk Mas 13,740 S8° 23′ 18,5″ E113° 24′ 27,2″- S8° 23′ 32,4″ E113° 24′ 10,4″

Banyuwangi

13,740

Pantai Pancer Pesanggaran 44,450 S8⁰ 35' 28,6" E113⁰ 59 47,5"- S8⁰ 35' 8,8" E114⁰ 00' 35,0"

Pantai Lampon Pesanggaran 55,650 S8⁰ 36' 57,1" E114⁰ 05' 9,2"- S8⁰ 36' 28,0" E114⁰ 05' 58,0"

Teluk Grajagan* Purwoharjo, Tegaldlimo 1359,000 S8⁰ 35' 21,0" E114⁰ 14' 2,2"- S8⁰ 38' 20,2" E114⁰ 21' 19,7"

Teluk Pangpang* Muncar, Tegaldlimo 496,600 S8⁰ 32' 55,0" E114⁰ 21' 31,9"- S8⁰ 30' 34,4" E114⁰ 20' 59,3"

Pantai Alas Buluh* Wongsorejo 4,646 S8⁰ 01' 35,5" E114⁰ 25' 52,7"- S8⁰ 01' 22,3" E114⁰ 25' 43,6"

Pantai Bengkak* Wongsorejo 7,150 S8⁰ 02' 3,9" E114⁰ 26' 2,5"- S8⁰ 01' 42,4" E114⁰ 25' 52,9"

Situbondo

1962,496

Banyuglugur Barat Banyuglugur 7,392 S7⁰ 43' 09,5" E113⁰ 36' 14,3" S7⁰ 43' 14,7" E113⁰ 36'' 31,3"

Banyuglugur Timur Banyuglugur 11,160 S7⁰ 43' 23,4" E113⁰ 36' 37,0" S7⁰ 43' 17,2" E113⁰ 36' 53,3"

Banyuglugur -Kalianget Banyuglugur 39,510 S7⁰ 43' 16,1" E113⁰ 37' 24,0" S7⁰ 43' 30,3" E113⁰ 38' 43,9"

Ketah-Buduan-Suboh1 Suboh 1,308 S7⁰ 43' 30,3" E113⁰ 38' 43,9" S7⁰ 42' 38,3" E113⁰ 42' 51,1"

Ketah-Buduan-Suboh2 Suboh 32,600 S7⁰ 42' 43,9" E113⁰ 43' 01,9" S7⁰ 43' 25,7" E113⁰ 43' 53,1"

Mlandingan Wetan Mlandingan 5,171 S7⁰ 43' 55,1" E113⁰ 46' 31,9" S7⁰ 44' 07,3" E113⁰ 46' 49,3"

Bungatan 1 Bungatan 0,396 S7⁰ 43' 42,2" E113⁰ 47' 37,9" S7⁰ 43' 40,7" E113⁰ 47' 40,1"

Bungatan 2 Bungatan 1,255 S7⁰ 43' 40,7" E113⁰ 47' 40,1" S7⁰ 43' 11,8" E113⁰ 48' 12,2"

Bungatan 3 Bungatan 13,390 S7⁰ 42' 55,9" E113⁰ 48' 28,4" S7⁰ 42' 55,4" E113⁰ 48' 28,4"

Bungatan 4 Bungatan 5,277 S7⁰ 41' 02,6" E113⁰ 51' 04,1" S7⁰ 41' 02,9" E113⁰ 51' 04,1"

Kendit 1 Kendit 1,766 S7⁰ 41' 15,4" E113⁰ 52' 34,2" S7⁰ 41' 15,4" E113⁰ 52' 49,7"

Kendit 2 Kendit 1,135 S7⁰ 41' 24,1" E113⁰ 53' 16,1" S7⁰ 41' 27,7" E113⁰ 53' 18,7"

Kendit 3 Kendit 4,588 S7⁰ 41' 27,7" E113⁰ 53' 18,7" S7⁰ 41' 27,7" E113⁰ 53' 18,7"

Kendit 4 Kendit 7,642 S7⁰ 41' 48,1" E113⁰ 53' 45,2" S7⁰ 41' 55,7" E113⁰ 54' 22,0"

Kendit 5 Kendit 6,477 S7⁰ 42' 03,2" E113⁰ 55' 14,8" S7⁰ 41' 51,9" E113⁰ 55' 21,9"

Kilensari-Panarukan1 Panarukan 5,610 S7⁰ 41' 50,6" E113⁰ 55' 23,2" S7⁰ 42' 00,1" E113⁰ 55' 37,7"

Kilensari-Panarukan2 Panarukan 0,604 S7⁰ 41' 59,3" E113⁰ 55' 46,8" S7⁰ 41' 59,3" E113⁰ 55' 46,8"

Kumbangsari-Jangkar Jangkar 0,432 S7⁰ 41' 59,3" E113⁰ 55' 46,8" S7⁰ 41' 59,3" E113⁰ 55' 46,8"

Kumbangsari-Jangkar Jangkar 0,100 S7⁰ 42' 33,9" E114⁰ 11' 36,6" S7⁰ 42' 32,5" E114⁰ 11' 38,0"

Kumbangsari-Jangkar Jangkar 0,264 S7⁰ 42' 29,8" E114⁰ 11' 40,7" S7⁰ 42' 28,9" E114⁰ 11' 42,7"

Wringinanom-Asembagus

Asembagus

9,934

144,291

S7⁰ 42' 16,4" E114⁰ 13' 41,5" S7⁰ 41' 56,3" E114⁰ 14' 11,0"

Jumlah total 2120,527

Hutan mangrove di laguna Teluk Grajagan sebenarnya

merupakan wilayah Taman Nasional Alas Purwo, tetapi

dalam perkembangan selanjutnya, untuk wilayah bagian

selatan di bawah pengawasan langsung Taman Nasional

Alas Purwo sebagai daerah konservasi, sedangkan bagian

utara laguna dikelola oleh Perum Perhutani. Di lokasi ini

penelitian dilakukan di luar taman nasional, yaitu hutan

mangrove yang tidak langsung dikelola oleh taman

nasional, melainkan dikelola oleh masyarakat dan

perhutani Blok Bedul, Desa Purwo Asri, Kecamatan

Purwoharjo. Di kawasan ini tumbuh hutan mangrove alami.

Hutan mangrove di Teluk Pangpang Kecamatan

Muncar yang berhubungan dengan Kecamatan Tegaldlimo

juga merupakan hutan mangrove alami. Letak lokasi ini

juga tidak jauh dari ekosistem mangrove TN Alas Purwo

yang relatif terjaga dan dapat menjadi sumber benih. Pada

bagian selatan berhubungan langsung dengan Samudera

Indonesia dan bagian timur berhadapan dengan laut Selat

Bali. Di bagian utara hutan ini, juga terdapat hutan hasil

reboisasi masyarakat. Hutan mangrove di Teluk Grajakan

(1359,000 ha) dan Teluk Pangpang (496,600 ha)

merupakan urutan pertama dan kedua terluas di bagian

timur Propinsi Jawa Timur.

Hutan mangrove di Bengkak dan Alas Buluh

Kecamatan Wongsorejo, merupakan hutan mangrove alami

yang berhadapan langsung dengan laut Selat Bali,

berseberangan dengan Taman Nasional Bali Barat yang

juga memiliki ekosistem mangrove alami yang berpotensi

sebagai sumber propagul. Kedua lokasi ini berhubungan

dengan kegiatan masyarakat, sehingga perkembangan dan

pertumbuhan mangrovenya tidak dapat optimal karena

sering mendapat gangguan dari masyarakat. Penyebaran

dan luasan hutan mangrove, koordinat masing-masing, dan

komposisi jenis serta potensinya ditunjukkan pada Tabel 1,

2 dan 3.

Page 36: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

Bonorowo Wetlands 1 (1): 31-36, June 2011

34

Gambar 1. Peta hutan mangrove Eks Karesidenan Besuki, Jawa Timur (Kabupaten Jember, Banyuwangi, Situbondo)

Di Banyuwangi, Rhizophora apiculata, R. mucronata,

dan Sonneratia alba merupakan jenis dominan dan

penyebarannya merata di seluruh wilayah pantai. Di

samping itu, R. mucronata merupakan jenis yang merata

hampir di seluruh lokasi penelitian, hal ini kemungkinan

disebabkan dari bentuk propagul yang besar, memanjang

dan dapat disebarkan oleh arus secara lebih luas, karena

propagul ini memiliki cadangan makanan lebih banyak dan

memungkinkan kesempatan hidup lebih tinggi. Begitu juga

S. alba yang memiliki buah berbentuk bulat dan besar

dengan banyak biji, sehingga memiliki kemungkinan hidup

lebih tinggi (Setyawan et al. 2005).

Hutan mangrove Teluk Grajagan merupakan salah satu

wilayah hutan mangrove yang kaya akan jumlah jenis,

yaitu 13 jenis. Hasil ini adalah sesuai dengan penelitian

Suroyo dan Soekardjo (1991) yaitu terdapat 14 jenis

tumbuhan mangrove di lokasi tersebut. Sedangkan Teluk

Pangpang hanya memiliki 6 jenis, mengingat luasnya

hanya sepertiga dari luas hutan mangrove Teluk Grajagan,

dan letak habitatnya yang terpencar-pencar (Tabel 2).

Page 37: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

Bonorowo Wetlands 1 (1): 31-36, June 2011 ISSN: 2088-110X | E-ISSN: 2088-2475

DOI: 10.13057/bonorowo/w010104

Tabel 3. Potensi (indeks nilai penting) jenis mangrove di bagian timur Jawa Timur (Kabupaten Jember, Banyuwangi, Situbondo)

Nama Jenis

Banyuwangi Situbondo

Kali Malang

INP %

Tl. Grajagan

INP %

Tl. Pangpang

INP %

Bengkak INP

% Alas Buluh INP %

Buyunglugur

Barat INP %

Buyunglugur

Timur INP % Kendit INP % Panarukan INP %

Ph Tg Pc Ph Tg Pc Ph Tg Pc Ph Tg Pc Ph Tg Pc Ph Tg Pc Ph Tg Pc Ph Tg Pc Ph Tg Pc

Aegiceras corniculatum Ac - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 10 - - - - - -

Avicennia marina Am - - - 45 29 30 - - - 229 220 251 185 234 242 - - - 53 74 46 176 265 235 109 187 255

Avicennia officinalis Ao - - - 14 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Bruguiera cylindrica Bc - - - 16 3 1 - - - - - - - - - - - - - - 11 - - - - - -

Bruguiera gymnorrhiza Bg - - - - 6 1 - - 14 - - 28 - - - - 31 - - 12 11 - - - - - -

Ceriops tagal Ct - - - - 24 83 - 12 49 - - - - - - - - - - - 34 - - - - - -

Excoecaria agallocha Ea - - - 15 23 28 - 4 - - - - - - - - 25 - - - - - - - - 69 44

Heritiera littoralis Hl - - - 16 16 8 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Lumnitzera racemosa Lr - - - - 6 19 - - - - - - - - - - 49 66 - 20 - - - - - - -

Rhizophora apiculata Ra - - - 38 49 38 25 19 20 - 26 19 - - 20 - 154 142 92 95 115 - - - - - -

Rhizophora mucronata Rm - 225 75 59 89 61 25 81 141 35 37 - 40 45 36 - 16 91 - 12 57 - - 64 - - -

Rhizophora stylosa Rs - - - - - - - 14 14 - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Sonneratia alba Sa - - - 74 34 12 248 167 59 35 15 - 74 20 - 300 22 - 143 72 - 123 34 - 190 43 -

Sonneratia caseolaris Sc - 300 - - - - - - - - - - - - - - - - - - 3 - - - - - -

Xylocarpus granatum Xg - - - 11 6 4 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Xylocarpus moluccensis Xm - - - 7 9 9 - - - - - - - - - - - - 9 11 5 - - - - - -

Page 38: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

Bonorowo Wetlands 1 (1): 31-36, June 2011 ISSN: 2088-110X | E-ISSN: 2088-2475

DOI: 10.13057/bonorowo/w010104

Hutan mangrove Bengkak dan Alas Buluh didominasi

oleh Avicennia marina. Jenis ini merupakan tumbuhan

mangrove yang dapat beradaptasi dengan baik pada

lokasilokasi yang bersalinitas tinggi, sehingga dapat

tumbuh pada bagian tepi ekosistem mangrove yang

mengarah ke laut. Ukuran buahnya yang relatif lebih besar

dibandingkan dengan jenis-jenis Avicennia lain dengan

cadangan makanan yang lebih banyak kemungkinan

menyebabkan penyebarannya yang luas (Setyawan et al.

2005). Di samping itu, substrat tanah di Bengkak dan Alas

Buluh sangat sesuai dengan persyaratan tumbuh A. marina,

yaitu didominasi pasir dengan sedikit lumpur (Chapman

1976).

Kabupaten Situbondo

Di sepanjang pantai utara Kabupaten Situbondo yang

berada di luar kawasan Taman Nasional Baluran, diketahui

terdapat di 21 lokasi habitat mangrove atau hampir seluruh

di pantai kabupaten tersebut. Menurut Setyawan (2006),

ekosistem mangrove dapat tumbuh di seluruh pantau utara

Jawa karena gelombang Laut Jawa relatif tenang dan

terdapat sedimentasi dari banyak sungai-sungai yang

bermuara ke pantai utara Jawa. Sementara di pantai selatan

Jawa, ekosistem mangrove hanya ditemukan di

lagunalaguna di muara sungai, karena di tempat ini ada

perlindungan dari gelombang laut yang kuat dari Samudera

Indonesia. Penulis yang sama menyatakan bahwa pada

masa lalu, boleh jadi di sepanjang pantai utara Jawa

merupakan ekosistem mangrove yang

sambungmenyambung antara muara sungai dan pantai,

sehingga terbentuk kesatuan yang utuh dari pantai utara

Banten hingga Situbondo. Di Kabupaten Bondowoso,

mangrove ditemukan mulai dari pantai Kecamatan

Banyuglugur, Kecamatan Suboh, Kecamatan Bungatan,

sampai pantai Kecamatan Asembagus. Lokasi dan luasan

serta koordinat masing-masing dapat dilihat pada Tabel 1.

Di wilayah pantai Kabupaten Situbondo, jenis S. alba

merupakan jenis yang penyebarannya paling merata dan

dominan di seluruh wilayah pantai. Salah satu faktor yang

mendukung pertumbuhannya adalah dominannya substrat

pasir di kawasan tersebut yang merupakan substrat yang

sangat disukai oleh jenis tersebut (Chapman 1976;

Sudarmadji 2000). Jenis kodominannya adalah A. marina,

yang juga tumbuh dengan baik pada habitat berpasir,

sehingga tumbuh dengan baik pada lokasi tersebut

(Chapman 1976).

Hasil penjelajahan pada seluruh lokasi penelitian di eks

Karesidenan Besuki dapat diwujudkan dalam suatu peta

hutan mangrove, terdiri atas peta hutan mangrove

Kabupaten Jember, Banyuwangi, dan Situbondo yang dapat

dilihat pada Gambar 1.

KESIMPULAN

Hutan mangrove yang di wilayah bagian timur Propinsi

Jawa Timur (eks Karesidenan Besuki) yang berada di luar

kawasan taman nasional tidak menyebar merata di seluruh

pantai. Hutan mangrove terluas terletak di Teluk Grajagan

(1359 ha) dan Teluk Pangpang (496,6 ha), keduanya di

Kabupaten Banyuwangi. Luas total ekosistem mangrove di

Kabupaten Banyuwangi adalah (1962,496 ha), disusul

Situbondo (144,291 ha)dan Jember (13,740 ha), sehingga

luas keseluruhannya adalah 2120,527 ha. Potensi hutan

mangrove di masing-masing kabupaten tidak sama. Di

Kabupaten Jember terdapat dua jenis yaitu S. caseolaris

dan R. Mucronata, dengan S. caseolaris sebagai jenis

dominan. Di Kabupaten Banyuwangi terdapat 14 jenis,

yaitu A. marina, A. officinalis, B. cylindrical, B.

gymnorrhiza, C. tagal, E. agallocha, H. litoralis, L.

racemosa, R. apiculata, R. mucronata, R. stylosa, S. alba,

X. granatum, dan X. moluccensis, dan vegetasi pohon yang

menguasainya adalah S. alba. Di Kabupaten Situbondo

terdapat 12 jenis, yaitu S. alba, S. caseolaris, R. apiculata,

R. mucronata, E. agallocha, L. racemosa, B.

gymnorrhiza, B. cylindrical, C. tagal, A. marina, X.

moluccensis, A. corniculatum, dan vegetasi pohon yang

menguasinya adalah S. alba. Setelah mengetahui luasan

hutan mangrove di masing-masing kabupaten, maka lebih

lanjut dapat dikembangkan berbagai penelitian, antara lain

pola keragaman jenis, analisis stok karbon, dan berbagai

dasar kebijakan jangka panjang dalam pengelolaan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih peneliti sampaikan kepada Mei

Abdul Halim Ihsan dan Handoko Bagus Pribadi yang telah

membantu dalam pengumpulan data selama penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Chapman VJ. 1976. Mangrove Vegetation. Strauses & Cramer GMBH, Leutershausen

Departemen Kehutanan. 2002. Data dan Informasi Kehutanan Propinsi Jawa Timur. Pusat Inventarisasi dan Statistik Kehutanan. Badan Planologi Kehutanan. Departemen Kehutanan, Jakarta.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi. 2006. Laporan tahunan Kabupaten Banyuwangi. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Banyuwangi.

Dinas Pertanian, Kehutanan, Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Banyuwangi. 2009. Data luasan hutan mangrove Kabupaten Banyuwangi. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Banyuwangi.

Mueller-Dombois D, Ellenberg H. 1974. Aims and methods vegetation ecology. John Wiley and Sons, London.

Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Jember. 2003. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Jember Tahun 2003/2004. Jember. Pemerintah Kabupaten Jember, Jember.

Setyawan AD, Indrowuryatno, Wiryanto, Winarno K, Susilowati A. 2005. Tumbuhan mangrove di pesisir Jawa Tengah: 2. Komposisi dan struktur vegetasi. Biodiversitas 6 (3): 194-198.

Setyawan AD, Winarno K, Purnama PC. 2003. Ekosistem mangrove di Jawa: 1. Kondisi terkini. Biodiversitas 4 (2): 130-142.

Setyawan AD. 2006. Keanekaragaman tumbuhan mangrove di pantai utara dan selatan Jawa Tengah. [Tesis]. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Sudarmadji. 2000. Vegetation structure and edaphic factors of mangrove forest at Baluran National Park, East Java, Indonesia. [Dissertation]. University of the Philippines Los Banos. Los Banos.

Sudarmadji. 2004. Deskripsi jenis-jenis anggota suku Rhizophoraceae di hutan mangrove Taman Nasional Baluran Jawa Timur . Biodiversitas 5 (2): 66-70.

36 Bonorowo Wetlands 1 (1): 75-80, June 2011

Page 39: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

Bonorowo Wetlands 1 (1): 37-50, June 2011 ISSN: 2088-110X | E-ISSN: 2088-2475DOI: 10.13057/bonorowo/w010105

Karakteristik sumberdaya pesisir dan laut kawasan TelukPalabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat

Characteristics of coastal and sea resources in Palabuhanratu Bay area, Sukabumi District,West Java

YUDI WAHYUDINPusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor (PKSPL-IPB), Kampus IPB Baranangsiang Jl. Raya Pajajaran 1 Bogor 16144

Indonesia. Tel. +62-251-8374816, +62-251-8374820 ; Fax. +62-251-8374726 ; email: [email protected]

Manuscript diterima: 26 Desember 2010. Revisi disetujui: 19 Februari 2011.

Abstract. Wahyudin Y. 2011. Characteristics of coastal and sea resources in Palabuhanratu Bay area, Sukabumi District, West Java.Bonorowo Wetlands 1: 37-50. Coastal region is an interlinkage area between the land and ocean with its own characteristics which has asignificant impact on the typical charateristic of the area. This typical characteristic is not only to natural resources, but also to thecharacteristics of human resources and social institutions. Understanding of the characteristics of natural resources, human resources andcoastal zone management system depend largely on how much information is obtained, the area width, and how much time and fundsavailable for studying it. Therefore, many planners making schemes and approaches to anticipate a variety of information bias arisingfrom these limitations. Characteristics of coastal and marine resources of Palabuhanratu Bay quite complex and require specificmanagement policies in order to give life and livelihood in an optimal and sustainable. Therefore, the integration approach to resourcemanagement and systems approach is the best management approach for ecological sustainability, social and economic development inPalabuhanratu Bay. The integration of the management includes the integration of ecological and sectoral integration, integration ofdisciplines and integration of stakeholders, while the systems approach include environmental and natural resource systems, humansystems and management systems.

Keywords: Palabuhanratu bay, resource characteristics, integrated approach, system approach.

INTRODUCTION

Wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antarawilayah daratan dengan karakteristik daratannya danwilayah lautan dengan karakteristik lautannya danmembawa dampak yang cukup signifikan terhadappembentukan karakterteristik wilayah sendiri yang lebihkhas. Kekhasannya ini tidak hanya berlaku padakarakteristik sumberdaya alamnya saja, melainkan jugaberdampak terhadap karakteristik sumberdaya manusia dankelembagaan sosial yang terdapat di sekitarnya. Dan, halini secara signifikan menguatkan tesisnya Charles (2001)yang mengungkapkan bahwa dalam sistem perikananterdapat tiga sistem yang saling berinteraksi danmembentuk karakteristik sistem perikanan. Ketiga sistemyang saling berinteraksi tersebut di antaranya adalah sistemsumberdaya perikanan (natural system), sistem sumberdayamanusia perikanan (human system) dan sistem pengelolaanperikanan (management system). Artinya bahwa, wilayahpesisir juga mempunyai karakteristik spesifik sumberdayaalam tersendiri dengan karaktek sumberdaya manusia dankarakteristik sistem pengelolaannya yang juga spesifik.

Pemahaman tentang karakteristik SDA, SDM dansistem pengelolaan suatu wilayah sangat tergantung kepadaseberapa banyak informasi yang didapat dan seberapa luaswilayah yang dikaji serta seberapa lama waktu dan dana

yang dimiliki untuk mengkajinya. Oleh karena itu, banyakperencana membuat skema dan pendekatan untukmengantisipasi berbagai bias informasi yang ditimbulkanakibat keterbatasan tersebut. Salah satu pendekatan yangcukup memberikan dampak penting bagi pemenuhaninformasi sesuai dengan yang diharapkan adalahpendekatan partisipatif. Pendekatan ini dinilai cukup efektifmemberikan ruang bagi peneliti untuk berimprovisasiterhadap pengkajian karakteristik suatu wilayah dengansebesar-besarnya melibatkan unsur masyarakat setempatsebagai sumber informasinya.

Uraian tersebut di atas, setidaknya memberikaninspirasi terhadap penulis untuk memahami karakteristiksistem sumberdaya pesisir dan laut berbasis pemahamanmasyarakat lokal. Dalam hal ini, karakteristik ekosistemdan sistem pengelolaan sumberdaya dikaji berdasarkaninformasi masyarakat dan didukung oleh pemahamanpenulis tentang daerah studi. Demikian halnya denganinformasi mengenai karakteristik sumberdaya manusianyayang walaupun lebih banyak merupakan deskripsi darihasil pemahaman penulis selama di lokasi studi, namundemikian informasi tersebut lebih banyak didasarkan atashasil interaksi penulis dengan beberapa tokoh dankomponen masyarakat lokal lainnya.

Page 40: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

Bonorowo Wetlands 1 (1): 37-50, June 201138

Gambar 1. Peta lokasi penelitian Teluk Palabuhanratu dan kawasan pesisir selatan Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikandeskripsi secara kualitatif dan jika memungkinkandidukung dengan data-data kuantitatif mengenaikarakteristik sumberdaya pesisir dan laut Kawasan TelukPalabuhanratu, Kabupaten Sukabumi serta memberikanarahan pengelolaannya.

MATERIALS AND METHODS

Pendekatan studiPendekatan studi yang dilakukan dalam penyusunan

makalah ini adalah dengan mengidentifikasi segenap datadan informasi yang tersedia yang kemudian disinkronkandengan kondisi lapangan, baik dari hasil penyuluhanmaupun tinjauan singkat di lapangan yang telah dilakukansebelumnya oleh penulis. Selanjutnya, dari hasilidentifikasi data dan informasi serta hasil penyuluhan dantinjauan singkat lapangan tersebut kemudian dianalisisuntuk menghasilkan informasi lebih komprehensifmengenai keseluruhan potensi, isu dan permasalahansistem sumberdaya pesisir dan laut Teluk Palabuhanratu(dulu: Pelabuhan Ratu), Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat

(Gambar 1). Secara skematis, bagan alir pendekatanpenyusunan makalah tentang karakteristik sumberdayapesisir dan laut kawasan Teluk Palabuhanratu KabupatenSukabumi selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Bagan alir pendekatan penyusunan makalah tentangsistem sumberdaya pesisir dan laut kawasan Teluk Palabuhanratu,Kabupaten Sukabumi

Page 41: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

WAHYUDIN – Sumberdaya pesisir dan laut Teluk Palabuhanratu, Sukabumi 39

Pengumpulan dataJenis data yang dikumpulkan dalam penyusunan

makalah ini adalah data sekunder dan data primer. Datasekunder didapatkan dari hasil penelusuran data daninformasi yang bersumber dari berbagai dokumen yangdiambil dari beberapa instansi terkait, seperti Pusat KajianSumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor(PKSPL-IPB), Badan Lingkungan Hidup (BLH)Kabupaten Sukabumi, Badan Pusat Statistik (BPS)Kabupaten Sukabumi, Fakultas Perikanan dan IlmuKelauatan Institut Pertanian Bogor (FPIK-IPB), dan lain-lain. Sedangkan data primer didapatkan dari hasilpenyuluhan yang dilakukan BLH serta dari hasil tinjauanlapangan.

Analisis dataData dan informasi yang dikumpulkan dalam

penyusunan makalah ini kemudian dianalisis secarakualitatif dan kuantitatif, baik dalam bentuk tabel dari hasiltabulasi data maupun dari hasil professional judgement dananalisis kepakaran, di antaranya analisis biofisik, analisissosial ekonomi dan budaya serta analisis kelembagaan.Hasil analisis data dan informasi tersebut kemudiandideskripsikan dalam bentuk penulisan ilmiah.

RESULTS AND DISCUSSION

Karakteristik sumberdaya alamWilayah Kabupaten Sukabumi secara geografis berada

pada posisi 6º57’-7º25’ Lintang Selatan dan106º49’107º00’ Bujur Timur, dengan batas-batas wilayah

secara administratif di sebelah utara berbatasan denganKabupaten Bogor, Samudera Indonesia (Samudera Hindia)di sebelah selatan, Kabupaten Cianjur di sebelah timur,sedangkan di sebelah barat berbatasan dengan KabupatenLebak dan Samudera Indonesia. Teluk Palabuhanratusendiri merupakan salah satu potensi wilayah pesisir danlaut yang dimiliki kabupaten ini (PKSPL-IPB 2003c).

Secara administrasi, di wilayah pesisir KabupatenSukabumi terdapat sembilan kecamatan yang merupakankecamatan pesisir, yaitu Kecamatan Cisolok, Cikakak,Palabuhanratu, Simpenan, Ciemas, Ciracap, Surade,Cibitung dan Tegal Buleud. Adapun kecamatan yangsecara administrasi berbatasan dengan Teluk Palabuhanratuterdiri dari empat kecamatan, yaitu Cisolok, Cikakak,Palabuhanratu dan Simpenan (PKSPL-IPB 2003c).

Potensi sumberdaya alamGeomorfologi dan geologi lingkungan pantai.

Fisiografi wilayah Jawa Barat menurut van Bemmelen(1949) terbagi kedalam emapat zona yaitu zona Jakarta,Bogor, Bandung dan zona pegunungan selatan. ZonaJakarta meliputi pantai utara Jawa Barat mulai dari Seranghingga Cirebon, Zona Bogor meliputi pantai baratPandeglang; Zona Bandung meliputi pantai baratPandeglang ke arah selatan hingga Pantai Palabuhanratu(wilayah pegunungan Bayah); serta Zona pegununganselatan meliputi semua pantai selatan Jawa Barat. Tipepantai di wilayah pesisir Kabupaten Sukabumi yangmeliputi Pantai Karang Buleud di sebelah timur hingga diMuara Cibareno. Di sebelah Barat umumnya adalah pantaikarang, pantai berbatu, dan pantai berpasir dengan panjangpantai 130,860 km.

Tabel 1. Gambaran potensi sumberdaya dan tingkat pemanfaatan di Propinsi Jawa Barat

Sumberdaya Hasil analisisPotensi Lestari (MSY) (kg/tahun) 237.350.595,97Rata-rata produksi (1998-1997) (kg) 148.726.760Produksi tahun 1997 (kg) 172.945.200,00Rata-rata tingkat pemanfaatan (1988-1997) (%) 62,66Rata-rata peluang pemanfaatan (1988-1997) (%) 37,34Tingkat pemanfaatan tahun 1997 (%) 72,86Peluang Pemanfaatan 1997 (%) 27,14

Sumber: Dinas Perikanan Jawa Barat dan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB (1998) dalam PKSPL-IPB (2000).

Tabel 2. Gambaran potensi sumberdaya dan tingkat pemanfaatan di wilayah perairan utara Jawa Barat, Selat Sunda dan selatan JawaBarat

Sumberdaya Utara Jabar Selat Sunda Selatan JabarPotensi Lestari (MSY) (kg/th) 192.900.593,96 32.285.708,85 35.744.293,16Rata-rata produksi (1998-1997) (kg) 108.816.070,00 15.707.170,00 24.203.520,00Produksi tahun 1997 (kg) 125.299.200,00 21.242.400,00 26.403.600,00Rata-rata tingkat pemanfaatan (1988-1997) (%) 56,41 48,65 67,71Rata-rata peluang pemanfaatan (1988-1997) (%) 43,59 51,35 32,29Tingkat pemanfaatan tahun 1997 (%) 64,96 65,80 73,87Peluang Pemanfaatan 1997 (%) 35,04 34,20 26,13

Sumber: Dinas Perikanan Jawa Barat dan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB (1998) dalam PKSPL-IPB (2000).

Page 42: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

Bonorowo Wetlands 1 (1): 37-50, June 201140

Tabel 3. Perkembangan jumlah ikan yang dilelang di TPI menurut kecamatan di Kabupaten Sukabumi dari tahun 1996-1998

Kecamatan1996 19 97 1998

Jumlah (ton) Nilai (000 Rp) Jumlah (ton) Nilai (000 Rp) J umlah(ton) Nilai (000 Rp )Ciemas 192,797 125,084 197,825 145.250 250,900 405.388Surade 90,318 77,348 93,872 90.551 16,300 64.655P. Ratu 1.116,508 1.231,868 2.142,576 1.955.095 1.415,690 2.187.205Ciracap 87,002 163,328 96,872 90.551 217,597 448.168

Satuan morfologi penyusun pantai Sukabumi terdiridari perbukitan dan dataran. Perbukitan merupakan ciriutama pantai selatan dengan pantai terjal dan perbukitanbergelombang dengan kemiringan mencapai 40% dandisusun oleh sedimen tua. Sedangkan satuan morfologidataran berkembang di sekitar muara sungai dengansusunan terdiri atas pasir dan kerikil yang berasal dariendapan limpahan banjir. Wilayah pantai mulai dari TegalBuleud hingga Ujung Genteng batuan geologinyamerupakan endapan permukaan berupa aluvium sepertilempung, lanau, kerikil dan kerakal. Khusus di sekitarUjung Genteng batuannya berupa gamping terumbu koralyang mengandung bongkah andesit dan kuarsa. Sedangkandi sekitar Cimandiri hingga Cisolok berupa endapansedimen breksi gunung api. Karena geomorfologi pantaiberupa pantai terjal dengan batuan sedimen tua, makapantai Sukabumi relatif tidak berpotensi terjadinya abrasipantai. Sedangkan proses sedimentasi akibat erosi di lahanatas terjadi di sekitar muara sungai besar seperti Cimandiri.Proses sedimentasi yang besar terjadi selama musimpenghujan

Sumberdaya geologi. Lebih lanjut van Bemmelen(1949) menyebutkan bahwa sumberdaya geologi pantaibarat dan selatan Jawa Barat umumnya adalah bahan galiangolongan C berupa batu pecah, Bentonit, kerakal, kerikil,pasir, lignit dan pasir besi. Di Kabupaten Pandeglangendapan pasir pantai mencapai luas 70.000.000 m2 denganketebalan rata-rata 3 meter atau memiliki cadangan210.000.000 m3. Sedangkan sumberdaya geologi pantaiutara umumnya adalah bahan galian golongan C berupapasir halus sampai pasir kasar, lempung, endapan pasir danlempung. Endapan pasir terutama dijumpai dari bekas alursungai purba, yang dapat dipakai sebagai bahan bangunan.Di beberapa tempat lempung dataran banjir dipergunakanjuga sebagai bahan pembuat batu bata.

Proses geologi. pantai barat dan selatan Jawa Baratmerupakan daerah patahan paparan Sunda dan juga sebagaidaerah tektonik aktif Selat Sunda. Pergeseran patahangeologi ini dapat menyebabkan gempa. Selain itu gempabumi juga dapat terjadi akibat letusan gunung api di SelatSunda yaitu Gunung Krakatau yang memiliki potensiterjadinya gempa bumi dan tsunami. Berbeda denganpantai barat dan selatan, pantai utara Jawa Barat relatiftidak berpotensi terhadap kejadian gempa bumi dantsunami. Proses geologi yang terjadi di pantai utara adalahsedimentasi dan abrasi. Sedimentasi terutama terjadi dimuaramuara sungai sedangkan abrasi terjadi di beberapalokasi pantai yang tidak memiliki zona penyangga seperti

area mangrove. Proses sedimentasi dan abrasi dipengaruhipula oleh sistem arus laut (van Bemmelen, 1949). Sebagaicontoh, di pesisir Kabupaten Indramayu, pada musim barat(angin bertiup dari arah barat ke timur) abrasi terjadi dipantai barat Indramayu dan material hasil abrasidiendapkan di pantai timur. Sebaliknya pada musim timur(angin bertiup dari arah timur ke barat) abrasi terjadi dipantai timur dan material hasil abrasi diendapkan di pantaibarat.

Oseanografi. Karakteristik umum oseanografi pantaiselatan Jawa Barat adalah kondisi Samudera Indonesia,dengan ciri berombak besar, batimetri laut dalam dan tinggigelombang dapat mencapai lebih dari tiga meter. Keadaanarus pada perairan dipengaruhi oleh pasang surut, angin,densitas serta pengaruh masukan air dari muara sungai.Arus pantai selatan Jawa pada bulan Pebruari sampai Junibergerak ke arah timur dan bulan Juli hingga Januaribergerak ke arah barat. Pada bulan Pebruari arus pantaimencapai 75 cm/detik kemudian melemah hinggakecepatan 50 cm/detik selama bulan April hingga Juni,Pada bulan Agustus arus pantai berganti arah ke baratdengan kecepatan 75 cm/detik kemudian menurun hinggakecepatan 50 cm/detik sampai bulan Oktober (PKSPL-IPB2003c).

Salinitas di perairan Palabuhanratu berkisar antara32,33-35,96‰ dengan tingkat tertinggi terjadi pada bulanAgustus, September, dan Oktober, dan terendah terjadibulan Mei, Juni dan Juli. Kisaran suhu pada perairanPalabuhanratu berkisar antara 27-30ºC. Tinggi gelombangdi Palabuhanratu dapat berkisar antara 1-3 meter(PKSPLIPB 2000 2003c).

Kondisi kualitas air perairan laut di KabupatenSukabumi, tergolong bagus yang tercermin dari matahariyang dapat menembus perairan mencapai 6-7 meter),meskipun demikian di beberapa muara sungai besarperairannya terlihat coklat terutama pada musim hujan(PKSPL-IPB 2003c).

KlimatologiKondisi iklim tropis di wilayah pesisir Kabupaten

Sukabumi dipengaruhi oleh musim angin barat yangbertiup dari timur ke barat, dan musim angin timur yangbertiup dari barat ke timur. Musim angin barat bertiup daribulan Desember sampai Maret, sedangkan musim angintimur berlangsung antara bulan Juni sampai September.Curah hujan tahunan di kawasan Palabuhanratu dansekitarnya berkisar antara 2.500-3.500 mm/tahun dan harihujan antara 110-170 hari/tahun (PKSPL-IPB 2003c).

Page 43: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

WAHYUDIN – Sumberdaya pesisir dan laut Teluk Palabuhanratu, Sukabumi 41

Penggunaan lahanPenggunaan lahan di wilayah pesisir Kabupaten

Sukabumi bervariasi mulai dari daerah pertanian danperkebunan, pelabuhan perikanan, kawasan wisata pantai,pemukiman dan daerah konservasi. Daerah pertanian danperkebunan terdapat di lahan atas (upland) sekitarPalabuhanratu, Ciemas, Cisolok dan Surade. DiPalabuhanratu terdapat beragam penggunaan lahan yakniPelabuhan Perikanan Nusantara, pemukiman, daerah wisatadi sekitar Citepus, dan Karang Hawu serta daerahkonservasi di Citarik dan Citepus. Kawasan wisata pantailainnya terdapat di pantai Pangumbahan, Cikepuh yangjuga berfungsi sebagai daerah konservasi tempat penyubertelur dengan luas 8.127 hektar (PKSPL-IPB 2003c).

Daerah Aliran SungaiSungai-sungai yang berada di kabupaten-kabupaten

daerah selatan Jawa Barat sebagian besar bermuara diSamudera Indonesia, sedangkan di sungai di KabupatenPandeglang ada yang bermuara ke Sumudera Indonesia danSelata Sunda. Sementara untuk sungai-sungai di wilayahkabupaten-kabupaten yang berada di pesisir utara JawaBarat bermuara ke Laut Jawa. Potensi Daerah AliranSungai (DAS) yang berpengaruh di kawasan pesisir adalahsebagai pembawa unsur hara ke ekosistem laut sertasebagai pembawa bahan pencemar organik yang berasaldari kawasan pertanian dan perkebunan serta bahanpencemar limbah industri di sepanjang DAS. Sungaisungaiyang mengalir di Kabupaten Sukabumi bermuara di pantaiselatan tepatnya di Samudera Indonesia. Sungai besar yangmengalir di Kabupaten Sukabumi di antaranya adalahSungai Cimandiri dan Sungai Citarik. Sungai ini telahdimanfaatkan sebagai ajang olah raga arung jeram(PKSPL-IPB 2000, 2003b).

Karakteristik Sumberdaya HayatiEkosistem vegetasi terrestrial

Vegetasi pantai yang terdapat di Teluk Palabuhanratu diantaranya adalah Pandanus sp., Bambusa sp., Stercoeliafoetida, dan Terminalia catappa. Vegetasi ini menyebarmulai dari pantai Pangumbahan sampai muara SungaiCibareno (PKSPL-IPB 2003b).

Ekosistem mangroveHutan mangrove di wilayah pesisir Kabupaten

Sukabumi terdapat di sekitar Pangumbahan, Cikepuh. Jenismangrove yang ditemukan adalah Rhizophora sp.,Bruguiera sp., Sonneratia alba, Avicenia sp., Callophyluminophylum, Nypa fructicans, Baringtonia asiatica(PKSPLIPB 2003b).

Ekosistem rumput lautEkosistem rumput laut banyak terdapat di pantai Ujung

Genteng, Kecamatan Surade, dimana masyarakat banyakmemungut rumput laut itu unutk dijual. Namun, dibeberapa lokasi di pantai Teluk Palabuhanratu jugaterdapat kelompok-kelompok ekosistem ini. Jenis rumputlautnya adalah Echeuma spinosum, Echeuma sp. danGracilaria sp. (PKSPL-IPB 2003b).

Ekosistem terumbu karangEkosistem terumbu karang di pesisir Sukabumi yang

ditemukan di sekitar Ujung Genteng termasuk jenis karangtepi dengan kondisi yang umumnya sudah rusak dengantutupan karang kurang dari 10%. Jenis karang antara lainkarang otak dan karang meja. Sedangkan untuk wilayahTeluk Palabuhanratu sendiri belum banyak didapatkaninformasi tentang keberadaan ekosistem terumbu karang.Namun, diduga beberapa jenis karang terdapat di dalamnya(PKSPL-IPB 2003b).

Apabila perairan laut Jawa Barat dikatagorikan kedalamtiga kawasan yakni utara dan selatan Jawa Barat serta SelatSunda (Tabel 2), maka potensi perikanan pantai utaramemiliki nilai terbesar yaitu 192.900.593,96 kg/tahun,pantai selatan sebesar 35.744.293,16 kg/tahun dan SelatSunda sebesar 32.285.708,85 kg/tahun. Perikanan laut diKabupaten Sukabumi berpusat di Pelabuhan PendaratanIkan (PPI) yang terdapat di lima kecamatan, yaitu Ciemas,Ciracap, Surade, Palabuhanratu dan Cisolok. Menurut dataDinas Perikanan Propinsi Jawa Barat dan FakultasPerikanan dan Ilmu Kelautan IPB (1999) dalam PKSPLIPB(2003c), Potensi sumberdaya (MSY) Kabupaten Sukabumiadalah sebesar 9.019.585,01 kg/tahun, dengan tingkatpemanfaatan dari tahun 1988-1997 sebesar 80,02%.Berdasarkan data dinas Perikanan Kabupaten Sukabumi,Jumlah ikan dan nilainya yang dilelang di kecamatantersebut pada tahun 1998 mencapai 2.070.124 ton senilaiRp. 3.359.991.000,-. Prosentasi terbesar dihasilkan dariPalabuhanratu yakni sebesar 1.415.690 ton senilai2.187.205.000,-. Hal ini di disebabkan di Palabuhanratuterdapat Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) yangmemiliki fasilitas lengkap dan dapat menampungkapalkapal yang beroperasi di sekitar Palabuhanratu, danperairan teritorial Indonesia.

Jenis ikan yang dominan tertangkap di kawasanperairan Sukabumi adalah jenis-jenis: cakalang (Katsuanuspelamis), cucut gergaji (Pristis cuspidiatus), cucut martil(Sphyrna blochii), layang (Decapterus sp.), layaran(Istiophorus orientalis), setuhuk (Makaira sp.), layur(Trichiurus sp.), peperek (Ceiognathus sp.), tembang(Sardinella sp.), tongkol (Auxis thazard), dan tuna(Thunnus sp.) (PKSPL-IPB 2003b).

Kapal perikanan yang beroperasi di sekitar perairanTeluk Palabuhanratu dan mendaratkan kapalnya di PPNPalabuhanratu pada tahun 1997 mencapai 406 buah denganperincian kapal motor 116 buah dan kapal motor tempel290 buah. Alat tangkap yang digunakan berupa: gill net,rawai, payang, rampus, pancing, bagan, dan purse seine.Distribusi hasil produksi perikanan laut KabupatenSukabumi dipasarkan di kota Bandung, Bogor, Jakarta danSukabumi. Bentuk produk hasil perikanan dapat berupaikan segar, ikan asin, dan ikan pindang (PKSPL-IPB 2000,2002).

Penyu laut. Terdapat tujuh jenis penyu di alam, enamdi antaranya hidup diperairan Indonesia, antara lain: penyubelimbing (leatherback turtle/Dermochelys coriache),penyu hijau (green turtle/Chelonia mydas), penyu sisik(hawksbill turtle/Eretmochelys imbricata), penyu tempayan(loggerhead turtle/Caretta caretta), penyu lekang (oliveridley turtle/Lepidochelys olivacea), dan penyu pipih

Page 44: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

Bonorowo Wetlands 1 (1): 37-50, June 201142

(flatback turtle/Natator depresus) (PKSPL-IPB 2003b).Penyebaran penyu tempayan ditemukan di seluruh

Indonesia. Penyu hijau makan rumput laut di laut dangkal,penyu sisik makan invertebrata laut di terumbu karang,penyu lekang makan kepiting dan udang di laut dangkal,penyu tempayan makan crustacea dan moluska, dan penyubelimbing makan ubur-ubur dan invertebrata planktonlainnya di laut dalam. Sementara itu, penyu yang bertelurdi pantai selatan Jawa Barat sebagian besar adalah penyuhijau yang juga merupakan satwa yang dilindungi. Salahsatu ciri dari kawasan tempat bertelur penyu adalah adanyavegetasi pandan di pantai, kemungkinan besar perteluranpenyu di pantai yang ditumbuhi vegetasi pandan inimerupakan strategi perlindungan bagi telur penyu. Olehkarena itu, pengambilan daun pandan oleh masyarakat yangdigunakan sebagai bahan baku anyaman merupakangangguan bagi perteluran penyu hijau tersebut.

Tempat bertelur penyu hijau Chelonia mydas di pesisirJawa Barat bagian selatan terpusat di pantai UjungGenteng, Sukabumi. Kawasan ini juga menjadi tempatperburuan penyu hijau serta tempat bertelur danpengumpulan telur penyu sisik Eretmochelys imbricata.Selain itu, tempat penyu bertelur ditemukan juga di muaraSungai Cikaso, Kecamatan Tegalbuleud, dan pantaiPangumbahan, Kecamatan Ciracap, Sukabumi denganjumlah 800 ekor (tahun 1999) dimana terjadi penurunanjumlah penyu yang menetas dibandingkan dengan tahunsebelumnya. Di samping itu, terdapat pula tempat bertelurpenyu di Cikepuh, dengan jumlah penyu yang menetasadalah 300 ekor pada tahun 1999 (PKSPL-IPB 2003b).

Moluska dan teripang. Jenis-jenis moluska berdasarkandata produksi statistik perikanan Indonesia hasil tangkapanmoluska terdiri dari beberapa jenis, yaitu jenis kerang-kerangan antara lain tiram (oyster), simping (scallops),remis (hard clams), kerang darah (blood cochier) dancumi-cumi antara lain cumi-cumi (scuid), sotong (cattlefish) dan gurita (octopus) (PKSPL-IPB 2003b).

Jenis kerang-kerangan terdapat di hampir semuaperairan di Indonesia yang berlumpur, demikian jugahalnya cumi-cumi. Jenis moluska ini termasuk jeniskomoditas yang secara komersial mempunyaii nilai tinggidan mudah ditangkap sehingga cenderung mudahmengalami padat tangkap. Untuk menghindari hal tersebutperlu dilakukan pengelolaan pemanfaatan sumberdayadengan baik. Salah satu langkah penting pengelolaansumberdaya ikan adalah dengan menetapkan besarnyapotensi ikan.

Teripang merupakan salah satu sumberdaya ikan yangmempunyai niai ekonomis penting dan cukup potensialuntuk dikembangkan. Sebagai komoditi ekspor, teripangmerupakan penghasil devisa yang tidak kecil, bahkanperkembangannya setiap tahun cenderung meningkat baikdari segi volume maupun nilainya. Ada sekitar 60 jenisteripang namun yang diperdagangkan hanya 15 jenis,sementara yang mempunyai nilai ekonomis penting sekitarlima jenis. Jenis teripang yang banyak di konsumsi adalahmarga Holothuria dan Thehonala stichopus (PKSPL-IPB2003b).

Spesies Moluska dan Teripang yang ditemukan diIndonesia antara lain: Kerang/Tridacnidae (clams), Susu

bundar/Trochus niloticud (ecommercial trochus), TurboMarmoratus (greesnall), Kerang mutiara/Pinetada spp(pearl olysters), Pectinidae (scallops), Lucinidae (clamsand cockies), Kepala kambing/Cassis cornuta (hornetheimetsheil), Kepiting Mangrove/Scylla serrata (magrovecrab and other spesies), Udang karang/Palinuriade (spinylobsters), Teripang/Holothuriodea (sea cucumbers) danCypraecassis ruta (cumeo helmetshell) (PKSPL-IPB2003b).

Jenis yang ditemukan di Pantai Jawa Barat bagianselatan adalah teripang/Holothuriodea (sea cucumbers),tempat berkembangnya ditemukan di sekitar Pangandaran,Ciamis dan di Kabupaten Sukabumi. Selain itu diKecamatan Cimerak juga ditemukan jenis Susubundar/Trochus niloticus (ecommercial trochus) danUdang Karang/Palinuriade (spring lobsters).

Sidat. Jenis sidat yang ada di Indonesia adalah Anguillabicolor, A. marmorata, A. australis dan A. borneensis,dimana sidat yang banyak dikenal adalah jenis sidat Abicolor. Sidat ini hidup dewasa di perairan tawar disungaisungai. Sidat ini dapat ditemukan di Sungai Ciwulandan S. Cilangla, Kecamatan Cipatujah, S. SungaiCimedang di Kecamatan Cikalong (Tasikmalaya), SungaiCibalong dan Sungai Sancang (Garut) dan di Sinar Laut(Cianjur). Sedangkan untuk bertelur, mereka memerlukanekosistem laut yang dalam. Sesudah telur menetas larvasidat (anak sidat) masuk ke perairan air tawar melaluiestuarin (PKSPL-IPB 2003b).

Pada waktu migrasi inilah banyak dilakukanpenangkapan larva sidat untuk dikonsumsi masyarakat,sedang untuk penangkapan sidat dewasa dilakukan disungai-sungai. Sampai saat ini belum ada yangmembudidayakan sidat tersebut padahal sidat memilikinilai ekonomis yang tinggi. Untuk meningkatkanpendapatan masyarakat larva sidat yang ditangkap dapatdigunakan sebagai benih untuk budidaya. Karena informasimengenai budidaya sidat ini masih kurang, maka perludilakukan penelitian-penelitian, sehingga waktudisebarluaskan ke masyarakat informasi budidaya sidatsudah lengkap.

Ikan hias. Perairan pantai merupakan tempat yang baikuntuk pertumbuhan karang, dan daerah karang merupakantempat hidup bagi sebagian besar ikan hias laut. PerairanIndonesia terletak di daerah khatulistiwa dan merupakandaerah pertemuan antara Samudera Pasifik dan SamuderaHindia. Hal ini menyebabkan wilayah laut Indonesiamenjadi kedung dan ladang atau penghasil ikan hias lautyang kaya raya. Perairan Indonesia merupakan daerahterkaya akan jenis-jenis ikan hias lautnya dibandingkandengan beberapa negara penghasil ikan hias lainnya sepertiPuerto Rico, Hawaii, Singapura, Filippina, Thailand,Srilangka, Kenya dan Ethiopia. Indonesia sendiri memilikilebih dari 253 jenis ikan hias laut (PKSPL-IPB 2003b).

Beberapa kelompok ikan hias laut yang terdapat diperairan Indonesia adalah: (i) Suku Chaetodontidae (ikankepe-kepe) Ikan yang termasuk suku ini mempunyaibentuk tubuh pipih serta lebar, sehingga gerakannyameliuk-liuk mirip kepet (sirip) ikan besar lainnya. (ii) SukuPamacantidae (ikan Enjiel) Secara umum suku ikan ini disebut angelfish, dikarenakan bentuknya yang indah. (iii)

Page 45: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

WAHYUDIN – Sumberdaya pesisir dan laut Teluk Palabuhanratu, Sukabumi 43

Suku Balistidae (ikan Pakol) Ikan ini juga dikenal dengannama Triger fish, hal ini dikarenakan bila ikan ini masuk kekarang, segera akan meregangkan duri punggungnya yangpertama, maka duri itu terkunci sehingga tidak dapatditutup lagi, kecuali bila duri punggung yang kedua, yangmerupakan pelatuk bisa ditekan. (iv) Suku Zanctidae (ikanBendera) Di kenal juga dengan nama Moorishidol, karenasuku ini merupakan pemimpin ikan hias lain yang diseganiterutama bagi suku Chaetodontidae, marga Heniochus dansuku Acanthuridae, terutama pada masa muda. Ikan yangsangat indah dan menarik ini biasanya dijumpai di daerahkarang. (v) Suku Scorpaenidae (ikan Lepu) terdiri dari 22jenis dan meliputi beberapa ratus jenis di seluruh dunia.Secara orfologis ikan-ikan semarga mirip satu sama lainnyasehingga terkadang sukar membedakannya. (vi) SukuLabridae (ikan Keling). Ikan ini sangat beraneka ragambaik corak warna maupun ukurannya, dari Minilabusstriatus Randal yang panjangnya di bawah 10 cm sampaiCheilinus undulatus Ruppe yang dapat mencapai hampir 2meter panjangnya sebagai ikan konsumsi. (vii) SukuPomacentridae (ikan Betok/biru). Lokasi penangkapanjenis ikan karang ditemukan di Ujung Genteng, Sukabumi;

sekitar Sindangbarang, Cianjur; di antara Tasikmalaya danCiamis dan dekat Pangandaran, Ciamis (PKSPL-IPB,2003b).

Burung laut dan burung musiman. Burung lautmerupakan berbagai jenis burung yang makan di laut.Banyak spesies yang ada di laut selama beberapa bulanbahkan beberapa tahun tanpa kembali ke daratan.Kebanyakan spesies burung laut bersarang dalam kolonibesar. Nilainya sangat tinggi, hal ini diketahui oleh pelautyang mengikuti kelompok burung tern, booby dan frigateuntuk menentukan kelompok ikan tuna (cakalang). Merekajuga merupakan indikator kualitas lingkungan karenamereka predator tingkat atas, burung laut dapatmengandung polutan yang tidak terdeteksi selamabertahun-tahun, tandanya adalah kegagalan reproduksiberulang-ulang dan turunnya populasi. Jadi memonitordengan populasi burung laut yang ada dapat menunjukkankualitas lingkungan, dengan menurunnya populasi dariburung laut menandakan penurunan kualitas lingkunganhabitat dari burung laut itu sendiri. Karena nilainya tinggi,burung laut diburu di Indonesia dan telurnya di ambil untukdimakan (PKSPL-IPB 2003b).

Tabel 4. Jumlah keluarga, penduduk per jenis kelamin dan kepadatan pendudukper kecamatan di Kabupaten Sukabumi Tahun 1998

KecamatanPenduduk (jiwa)

Besar Keluarga Kepadatan (jiwa/m2)Keluarga Lakilaki Perempuan Jumlah

Ciemas 11.923 22.699 21.932 44.631 3,74 167,18Surade 20.878 44.382 43.022 87.404 4,19 307,60Tegal Buleud 9.138 14.616 14.643 29.259 3,20 194,35Pelabuhanratu* 30.708 60.968 58.788 119.756 3,90 440,12Cisolo* 20.637 43.488 42.216 85.704 4,15 309,38Ciracap* 18.092 31.791 31.653 63.444 3,51 285,32Parakansalak 7.743 15.703 15.612 3.,315 4,04 487,27Jampangkulon 13.780 28.165 28.072 56.237 4,08 363,10Gegerbitung 9.962 16.772 17.113 33.885 3,40 616,43Cidolog 6.294 8.507 8.792 17.299 2,75 247,75Sagaranten 28.377 44.382 43.768 88.150 3,11 362,66Lengkong 6.654 12.863 12.911 25.774 3,87 180,20Pabuaran 8.959 17.683 16.854 34.537 3,86 317,49Warungkiara 19.597 41.163 40.240 81.403 4,15 464,75Jampangtengah 25.515 46.696 46.306 93.002 3,64 268,09Nyalindung 10.816 20.557 20.429 40.986 3,79 392,51Cikembar 16.616 31.120 31.033 62.153 3,74 718,38Cibadak 39.358 83.128 82.957 166.085 4,22 1.333,87Cikidang 10.808 24.750 24.634 49.384 4,57 257,07Kalapanunggal 8.436 18.601 18.297 36.898 4,37 491,88Kabandungan 6.520 14.731 15.093 29.824 4,57 203,23Parungkuda 17.681 37.275 35.879 73.154 4,14 1.252,76Cidahu 10.384 23.441 22.817 46.258 4,45 1.585,86Cicurug 17.771 44.035 43.526 87.561 4,93 1.888,07Nagrak 24.092 45.681 46.270 91.951 3,82 721,45Cisaat 31.391 66.935 66.280 133.215 4,24 3.006,77Kadudampit 14.734 20.915 20.699 41.614 2,82 767,76Sukabumi 9.146 18.714 18.296 37.010 4,05 1.548,87Kalibunder 7.219 13.232 12.359 25.591 3,54 328,65Sukaraja 38.060 72.050 72.463 144.513 3,80 1.403,08

Page 46: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

Bonorowo Wetlands 1 (1): 37-50, June 201144

Kelompok burung musiman lokal (utamanya Ardeidae)dan burung pantai berpindah yang terbang ke lintang yanghangat pada waktu musim dingin untuk mencari makan dikarang, pantai atau dataran pasir dan lumpur. Burungmusiman lokal biasanya mencari makan dekat dengantempat sarang dan bertenggernya. Mereka diketemukan diseluruh Indonesia. Burung pantai berpindah termasuk yangkhusus berhenti untuk makan dan beristirahat sebelummelanjutkan perjalanannya. Burung ini tersebar di seluruhIndonesia dan memilih substrat (batu kecil, pasir danlumpur) yang sesuai dengan kebiasaan makan mereka.Tempat bertelur dan sarang burung jenis S. Sumatrana(black-naped tern) dan Streing anaetheta (bridled tern)ditemukan di perairan Pantai Ujung Genteng, Sukabumi.Disamping itu juga terdapat sarang burung Walet diKarangbolong, Ranca Buaya, Garut (PKSPL-IPB 2003b).

Potensi sumberdaya manusiaKependudukan

Jumlah penduduk yang berada di sekitar TelukPalabuhanratu secara umum menggambarkan seberapabanyak potensi keanekaragaman hayati dari sisisumberdaya manusia (human resources). Selain itu, jumlahpenduduk juga dapat mengindikasi seberapa padat danseberapa besar tekanan yang mungkin ditimbulkan padakondisi sumberdaya alam.

Sampai tahun 1998, jumlah penduduk KabupatenSukabumi sebanyak 1.957.997 jiwa, terdiri dari 985.043jiwa berjenis kelamin laki-laki dan perempuan sebanyak972.954 jiwa. Dengan jumlah keluarga sebanyak 501.289,maka besar keluarga rata-rata penduduk KabupatenSukabumi adalah 3-4 jiwa per KK. Kepadatan pendudukKabupaten Sukabumi sampai tahun 1998 adalah sekitar4,7432 ~ 5 jiwa per hektar atau 474,32 ~ 475 jiwa/km2.Kecamatan Palabuhanratu merupakan kecamatan yangmempunyai tingkat kepadatan penduduk yang paling tinggiyaitu sebesar 440,12 jiwa/km2, dengan jumlah keluargasebanyak 30.708 keluarga (BPS Kabupaten Sukabumi.1999).

Tabel 4 menunjukkan bahwa berdasarkan klasifikasitingkat kepadatan penduduk (UU No. 56 prp tahun 1960tentang Penetapan Luas Wilayah Pertanian), terlihat bahwaKecamatan Palabuhanratu merupakan kecamatan dengankategori tingkat kepadatan sangat padat (lebih dari 400jiwa/km2), sedangkan Kecamatan Cisolok dikategorikanmempunyai tingkat kepadatan cukup padat (antara 251-400jiwa/km2). Fenomena ini mengindikasikan bahwa jumlahpenduduk di wilayah Teluk Palabuhanratu sangatdimungkinkan cukup memberikan tekanan terhadapkeanekaragaman sumberdaya pesisir dan laut di kawasanteluk ini.

PendidikanTingkat pendidikan pada kecamatan-kecamatan pesisir

di beberapa wilayah studi, pada umumnya sudah cukupbaik, tidak jauh berbeda dengan beberapa wilayahnonpesisir, dimana sebagian penduduk sudah tamat sekolahdasar dan tingkat pastisipasi ke jenjang pendidikan yanglebih tinggi (SMP dan SMU) relatif baik. Tinggi rendahnya

tingkat pendidikan penduduk suatu wilayah tentunya akanmempengaruhi tingkat pemanfaatan sumberdaya yangtersedia pada wilayah tersebut. Khususnya akanberpengaruh terhadap tinggi rendahnya tekanan terhadapsumberdaya pesisir dan lautan yang ada.

Dari data yang tersedia, relatif tingginya tingkatpartisipasi pendidikan di beberapa kecamatan pesisirtampaknya berkorelasi dengan ketersediaan saranapendidikan yang relatif lengkap. Di wilayah-wilayah studiumumnya tersedia sarana pendidikan mulai dari tingkat SDhingga tingkat SMU dalam jumlah yang cukup, sehinggapenduduk usia sekolah tidak mempunyai hambatan untukbersekolah.

Pertumbuhan penduduk erat kaitannya denganperencanaan maupun proses pembangunan. Peningkatankualitas sumberdaya manusia merupakan salah satu tujuanpembangunan. Berbagai aspek yang akan berpengaruhterhadap SDM antara lain: pendidikan, kesehatan, dan gizi.Dalam rangka peningkatan kualitas di bidang pendidikan,perlu adanya sarana yang memadai untuk terselenggaranyaproses belajar dan mengajar.

Pendidikan merupakan salah satu modal dalammewujudkan kecerdasan bangsa. Serta salah satu indikatordalam rangka meningkatkan status sosial masyarakat.Peningkatan partisipasi bersekolah penduduk tentunyaharus diimbangi oleh tersedianya sarana fisik pendidikandan tenaga pengajar/pendidik. Kecamatan-kecamatan diKabupaten Sukabumi cukup mempunyai kelengkapanfasilitas pendidikan, dari mulai tingkat Taman Kanak-kanak (TK) sampai dengan SMU.

Kecamatan-kecamatan di Kabupaten Sukabumi cukupmempunyai kelengkapan fasilitas pendidikan, dari mulaitingkat Taman Kanak-kanak (TK) sampai dengan SMU.Khusus kecamatan-kecamatan yang mempunyai wilayahpesisir dan lautan, dari enam kecamatan yang ada terdapatdua buah kecamatan yang tidak memiliki fasilitaspendidikan di tingkat SMU, yaitu Kecamatan Ciemas danTegal Buleud.

Mata pencaharianMasyarakat pesisir pantai selatan umumnya

menggantungkan sumber mata pencahariannya kepadasumberdaya alam yang ada di sekitarnya, termasukperikanan. Ketergantungan masyarakat akan sumberdayaikan dapat ditemui di Palabuhanratu, Cisolok, Simpenan,dan Cikakak. Dilihat dari kecenderungan pola usaha,Kabupaten Sukabumi di pantai selatan lebih mengarahkepada pengembangan potensi perikanan laut danpengembangan potensi pariwisata.

Kabupaten Sukabumi mempunyai garis kebijakan untukmemanfaatkan potensi pesisir dan laut yang dimiliki dalamkerangka pengembangan perikanan laut, bahan galian, danwisata. Dari hasil pengamatan lapangan, kecenderunganmasyarakat pesisir belum memanfaatkan potensi wilayahpesisir dan lautannya secara optimal. Hal ini ditunjukkandengan masih sedikitnya masyarakat yang berorientasi dibidang usaha perikanan (kecuali daerah Palabuhanratu dandaerah-daerah yang telah ada pangkalan pendaratanikannya).

Page 47: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

WAHYUDIN – Sumberdaya pesisir dan laut Teluk Palabuhanratu, Sukabumi 45

Daerah pantai selatan Jawa Barat pada umumnyamempunyai potensi pariwisata pesisir yang jika dikeloladengan baik akan mendatangkan sumber pendapatan bagidaerah yang berimplikasi dengan penyerapan tenaga kerja.Potensi wisata tersebut umumnya berupa pemandanganalam pesisir pantai dan laut yang didukung dengan keadaanpantai yang sarat dengan hamparan karang yangmembentang hampir di sepanjang pantai selatan dan pantaibarat Propinsi Jawa Barat.

KeagamaanUmumnya penduduk di wilayah pesisir Teluk

Palabuhanratu memeluk Islam sebagai agama danpandangan hidupnya. Hal ini juga terlihat dari berbagaiaktivitas keseharian masyarakatnya. Berbagai kegiatankeagamaan juga sering dilakukan di wilayah ini, sehinggasedikit banyak menambah khasanah keanekaragamanaktivitas sumberdaya manusia Teluk Palabuhanratu.

Adat istiadatDalam kaitan antara pendidikan dengan aspek sosial

budaya lainnya adalah terbentuk masyarakat yang lebihrasional dan cenderung mengabaikan beberapa aspektradisi, hal ini terlihat dengan kurangnya atau bahkanhampir tidak terdapatnya upacara adat (bahkankelembagaan adat) di wilayah studi berkenaan denganpemanfaatan wilayah pesisir. Karena tampaknyapendidikan menjadi faktor ’pemutus tradisi’ dari generasitua ke generasi selanjutnya.

Tradisi dapat berarti banyak hal. Secara umum (awam)dan juga dari kalangan ilmuwan sosial progresifmengasosiasikan tradisi sebagai keterbelakangan sertakepercayaan-kepercayaan yang reaksional. Pada dasarnyadalam komunitas pesisir, ada dua macam masyarakat:pertama adalah masyarakat yang dijerat oleh tradisi dankedua, masyarakat yang didasarkan pada pertimbanganrasional dalam mencapai pemuas kebutuhan dari berbagaikepentingan. Pada permulaannya ada tradisionalisme, yaituketerkaitan pada apa yang dihasilkan oleh masa lalu. Adatistiadat yang diwariskan dilanjutkan pada kurun waktuberikutnya sekalipun fakta adalah bahwa adat istiadat itutidak lagi mengandung arti yang asli.

Tradisi merupakan segala sesuatu yang ditransmisikan,diwariskan oleh masa lalu ke masa sekarang. Yangditransmisikan adalah pola-pola atau citra (image) daritingkah laku itu, termasuk di dalamnya kepercayaan, saran,aturan, anjuran serta larangan dalam menjalankan kembalipola-pola yang ada. Hal ini dapat dipahami dan beralasanapabila kita melihat realita keagamaan atau religiusitassebagai suatu tradisi, dan upaya memahami salah satu sisidari dunia kehidupan orang pesisir, agama dan tradisi tidakdapat dipilih-pilih satu dari yang lain melainkanmemandangnya sebagai suatu sistem yang terintegrasi.

Tradisi (dan juga agama) sangat mempengaruhi polapengelolaan sumberdaya beserta adat istiadat dan kebiasaanmasyarakat khususnya yang berkaitan dengan pemanfaatansumberdaya alam (darat dan laut) secara tradisional danyang diatur oleh lembaga sosial tradisional. Tetapi denganberlakunya UU No. 22/1999 sebagaimana telah dirubahdengan UU No. 32/2004, terbuka lebih luas peluang bagi

daerah guna mengoptimalkan pengelolaan kawasan pesisirdan laut secara sinergis, mengatur dan perencanaan dalammenggali potensi sumberdaya yang ada, memanfaatkan danmengontrol dalam mengoptimalkan potensi sumberdayaalam bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat agarterjamin keberlangsungan fungsi keseimbanganlingkungan. Dengan demikian, relatif tingginya partisipasipendidikan merupakan salah satu modal tersendirimengingat diperlukannya SDM yang handal untukmengelola daerah, sebagai implikasi UU di atas. Dan didalam UU Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa Daerahdibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi,potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlahpenduduk, luas daerah dan pertimbangan lain yangmemungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.

Masyarakat Teluk Palabuhanratu umumnya tidak begitupaham dengan upaya-upaya pengelolaan dan pelestariansumberdaya alam. Namun demikian, umumnya masyarakatpatuh terhadap peraturan yang secara tidak langsungmendukung upaya-upaya pelestarian sumberdaya alam,seperti penghormatan terhadap daerah-daerah yangdikonservasi. Selain itu, kesadaran masyarakat akanpentingnya pelestarian sumberdaya alam dapat dilihat dariadanya upacara-upacara berupa pesta laut yang secara tidaklangsung diyakini sebagai salah satu upaya untukmendatangkan ikan.

Potensi jasa lingkunganPotensi wisata pantai wilayah pesisir Kabupaten

Sukabumi terdapat di Palabuhanratu, Cisolok, UjungGenteng dan Pangumbahan. Luas kawasan wisata pantai diPalabuhanratu yakni di Desa Citepus mencapai luas 25.589ha. Fasilitas yang tersedia meliputi hotel, mulai dari tipelosmen hingga hotel berbintang (Samudera Beach Hotel).Jenis wisata yang dapat dikembangkan adalah terbataskepada menikmati keindahan alam seperti di Citepus,Karang Hawu dan Pangumbahan. Untuk aktivitas wisatabahari seperti selancar, menyelam dan snorkling di pantaiselatan harus dilakukan sangat hati-hati, berhubungkaraktersitik oseanografi pantai selatan yang berombakbesar dengan arus yang kecang.

Jumlah kamar pada perusahaan akomodasi (hotel) yangtersedia di wilayah pesisir Sukabumi tahun 1998 mencapai1.197 kamar. Jumlah wisatawan yang berkunjung keSukabumi mencapai 2.179.326 orang (PKSPL-IPB 2000).

Isu dan permasalahan sumberdaya pesisir dan lautkawasan Teluk Palabuhanratu

Permasalahan utama pengembangan potensi pesisirselatan Kabupaten Sukabumi adalah karena topografiwilayah pantai selatan yang berbukit-bukit sehingga saranajalan untuk mencapai lokasi tersebut relatif masih terbatas.Permasalahan klasik ini cukup menghambat dalampergerakan orang dan barang yang diproduksi maupunyang dibutuhkan di kawasan ini. Selain itu karakteristikoseanografi pesisir Selatan yakni Samudera Indonesiaadalah perairan laut lepas dengan arus dan ombak yangbesar serta pengaruh perbedaan musim barat dan timuryang sangat berperan terhadap pola pemanfaatansumberdaya perikanan. Isu dan permasalahan wilayah

Page 48: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

Bonorowo Wetlands 1 (1): 37-50, June 201146

pesisir Teluk Palabuhanratu secara umum dikelompokkanmenjadi empat bidang, yaitu bidang sumberdaya alam,bidang sumberdaya manusia, bidang hukum dankelembagaan, serta bidang sosial (PKSPL-IPB 2002, 2003a2003c).

Bidang sumberdaya alamSecara umum, berdasarkan pemantauan singkat yang

dilakukan di lapangan serta didukung oleh beberapaliteratur yang ada, dapat disimpulkan bahwa telah terjadipenurunan kualitas sumberdaya pesisir dan laut,diantaranya:

(i) Terjadinya abrasi di beberapa daerah pantai sertaerosi di daerah hulu, terutama dengan adanya hutan-hutanyang gundul akibat penebangan liar, sehingga secaralangsung dan tidak langsung dapat mengancam keberadaanekosistem sumberdaya yang ada di wilayah pesisir.

(ii) Terjadinya penurunan jumlah hasil tangkapan ikandi beberapa daerah yang diakibatkan oleh semakinmenurunnya kualitas ekosistem pendukung yang selama inimenjadi daerah pemijahan (spawning ground), asuhan(nursery ground), tempat mencari makan (feeding ground)maupun sebagai habitat ikan dan biota lainnya.

(iii) Aktivitas pembangunan yang cukup pesat disekitar Palabuhanratu dengan rencana pemindahan ibukotakabupaten dari kota Sukabumi ke Palabuhanratumenyebabkan perubahan penggunaan lahan terutama daridaerah pertanian menjadi kawasan perkotaan dan wisata.

(iv) Penetapan daerah sempadan pantai di KabupatenSukabumi selebar 100 m dari garis pantai, pada beberapalokasi telah dilaksanakan, tetapi terdapat juga lokasi-lokasisempadan pantai yang digunakan masyarakat untukmendirikan bagunan seperti rumah, tempat menjualmakanan, hotel dan sebagainya. Akibat dari dilanggarnyabatas sempadan pantai ini adalah berbahaya bagikeselamatan pengguna lahan, juga pada lokasi denganbatuan geologinya yang kurang kuat, dapat menyebabkanabrasi.

(v) Penggunaan lahan di sekitar wilayah aliran sungaiumumnya adalah kawasan pertanian, perkebunan danpemukiman, sehingga potensi pencemaran terhadap pesisiradalah pencemaran bahan organik melalui sedimentasi.Contoh sedimentasi dengan volume yang cukup besarterjadi di muara sungai Cimandiri dimana terbentukdeltadelta hasil pengendapan bahan tersuspensi.

(vi) Potensi Perikanan laut Kabupaten Sukabumisebesar 9.019.585,01 kg/tahun, dan pada tahun 1997tingkat pemanfaatan perikanan laut telah mencapai 116,39% (Dinas Perikanan Jawa Barat dan FPIK-IPB 1998, dalamPKSPL-IPB 2003c) yang berarti telah tejadi gejala tangkaplebih (overfishing). Untuk itu pengembangan perikananlaut di Kabupaten Sukabumi sebaiknya diorientasikan keperikanan lepas pantai (perairan Zona Ekonomi Eksklusif),karena umumnya nelayan Sukabumi menangkap ikan disekitar perairan dangkal pesisir pantai. Maka program yangharus diterapkan untuk optimalisasi potensi perikanan lautadalah melengkapi armada perikanan dengan alat tangkap,tonase kapal dan prasarana pendukung lainnya.

(vii) Terjadinya penurunan kualitas ekosistem akibatadanya pencemaran baik yang berasal dari area sekitarpelabuhan maupun muatan sedimen yang diangkut olehaliran sungai-sungai besar yang bermuara ke perairan teluk.

Selain itu, penurunan kualitas ekosistem ini jugadisebabkan oleh adanya penerapan teknologi penangkapanyang merusak, seperti dengan potassium, racun dan bahanpeledak.

(viii) Terjadinya penurunan jumlah penyu yang bertelurdi sekitar pantai Sukabumi akibat adanya perburuan yangtidak terkendali yang dilakukan, baik dalam skala kecilmaupun dalam skala besar.

(ix) Penurunan size ikan hasil tangkapan yangmungkin saja disebabkan oleh adanya penggunaan alattangkap dengan ukuran all size, atau oleh adanyapenangkapan yang berlebihan di atas kapasitas dan dayadukung lingkungan yang ada.

Bidang sumberdaya manusiaUntuk bidang sumberdaya manusia, berdasarkan

pemantauan singkat yang dilakukan di lapangan sertadidukung oleh beberapa literatur yang ada, dapatdisimpulkan beberapa isu dan permasalahan wilayahpesisir, diantaranya:

(i) Sebagian besar tingkat pendidikan masyarakatpesisir Teluk Palabuhanratu masih di level pendidikandasar sembilan tahun (SD-SLTP), walaupun tidak jarangpula yang mempunyai tingkat pendidikan SLTA bahkanpada level diploma dan sarjana. Akan tetapi jumlahnyamasih relatif lebih sedikit dibandingkan yang tingkatpendidikannya antara SD-SLTP.

(ii) Adanya kepercayaan bahwa Laut Selatanmempunyai misteri dan cerita mistik sedikit memberikaninsentif bagi pengelolaan perikanan, sehingga tradisimasyarakat Teluk Palabuhanratu dipengaruhi oleh ceritadan misteri tersebut. Dan hal ini, pada waktu-waktutertentu menjadi salah satu keanekaragaman aktivitas yangmemberikan daya tarik bagi wisatawan untuk melilhat danmenikmati atraksi-atraksi yang biasanya turut disertakandalam acara-acara tertentu, seperti misalnya pestalaut/nelayan, dan sebagainya.

(iii) Masih banyak masyarakat nelayan yang tidakmemperhatikan aspek keberlanjutan dalam melakukanpenangkapan hal ini mungkin saja diakibatkan olehkurangnya pengetahuan tentang arti penting untuk turutserta dalam pengelolaan sumberdaya pesisir. Disampingitu, tidak adanya pencaharian lain yang mampumemberikan manfaat yang sama juga menjadi salah satupenyebab semakin maraknya penangkapan ikan denganmenggunakan cara-cara yang merusak.

(iv) Minimnya kuantitas pegawai pemerintah yangseharusnya menjadi lembaga yang memberikan pelayananterhadap masyarakat (service arranger) baik secaralangsung maupun tidak langsung, memberikan disinsentifterhadap peningkatan pengetahuan dan keterampilannelayan terhadap apa yang seharusnya dilakukan dan tidakdilakukan serta berusaha mencari alternatif pencaharianlain yang lebih produktif dan minimal memberikankeuntungan yang sama seperti sekarang ini.Bidang hukum dan kelembagaan

Untuk bidang hukum dan kelembagaan yang menjadiperhatian dalam studi ini adalah mengenai isu pengaturandan keberadaan kelembagaan lokal dalam upayapengelolaan potensi sumberdaya pesisir. Paling tidakterdapat dua kerangka isu dan permasalahan yangdisimpulkan, yaitu:

Page 49: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

WAHYUDIN – Sumberdaya pesisir dan laut Teluk Palabuhanratu, Sukabumi 47

(i) Belum ada peraturan daerah yang memberikanpayung terhadap upaya pengelolaan sumberdaya pesisirdan laut, termasuk keanekaragaman hayati, sehingga dalampenerapan upaya penegakan hukum berdasarkan kebijakanlokal masih belum dapat dilakukan secara optimal.Penegakan hukum saat ini lebih mengandalkan peraturanperundangan dari pusat, seperti UU No. 23/1997sebagaimana dirubah dengan UU No. 32/2009 tentangPerlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No.9/1985 sebagaimana dirubah dengan UU No. 31/2004 danUU No. 41/2009 tentang Perikanan dan lain-lain.

(ii) Terdapat kelembagaan lokal yang merupakansalah satu kekuatan dalam upaya pengelolaan sumberdayaterpadu, yaitu Tim Pelestarian dan Penataan Pesisir TelukPalabuhanratu (TP3TP) yang didesain sebagai lembagayang memiliki keberagaman keanggotaan yang semuanyamerupakan stakeholders (user) dalam pemanfaatansumberdaya alam dan potensi lokal lainnya yang terdapatdi sekitar Teluk Palabuhanratu.

Bidang sosialBanyak pembangunan sektoral, regional, swasta dan

masyarakat mengambil tempat di kawasan pesisir, sepertibudidaya perikanan, resor wisata, industri, pertambanganlepas pantai, pelabuhan laut, dan reklamasi pantai untukperluasan kota. Sehingga salah satu pilihan, untukpembangunan jangka panjang adalah memanfaatkanpotensi sumberdaya kelautan, yang terdapat di wilayahpesisir Kabupaten Sukabumi.

Dalam pengelolaan sumberdaya kelautan (SDK), seringmuncul konflik antara berbagai pihak yang berkepentingan,khususnya di wilayah pesisir yang pembangunannya pesat.Wilayah pesisir, dimana sumberdaya darat dan lautbertemu, memiliki sumberdaya yang sangat kaya, sehinggabanyak pihak yang mempunyai kepentingan untukmemanfaatkannya. Secara umum pihak yangberkepentingan ini dapat dikategorikan dalam sektorperikanan, pariwisata, pertambangan lepas pantai,perhubungan laut, industri maritim, konservasi danpertahanan/keamanan. Selain itu sektor pekerjaan umumdan energi juga mempunyai kepentingan yang relatif besar,terutama dalam perlindungan pantai dari abrasi, dan lokasipembangkit listrik tenaga uap.

Setiap pihak yang berkepentingan mempunyai maksud,tujuan, target dan rencana untuk mengeksploitasisumberdaya tersebut. Perbedaan maksud, tujuan, sasarandan rencana tersebut mendorong terjadinya konflikpemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan. Sebagaicontoh, sektor perikanan mempunyai tujuan untukmeningkatkan produksi ikan tangkap. Sektor pariwisatabertujuan untuk meningkatkan jumlah wisatawan yangmelakukan snorkelling dan scuba diving. Pengembangkawasan reklamasi bertujuan membangun kota pantai yangbisa langsung melihat ke pulau, sunset dan pantai berpasir.Sementara, Balai Konservasi Sumber Daya Alam inginmengkonservasi keanekaragaman hayati lautnya. Untukmencapai maksud, tujuan dan sasaran tersebut,masingmasing pihak menyusun perencanaan sendiri-sendiri, dengan tugas pokok dan fungsinya yang berbeda-beda. Perencanaan dari masing-masing sektor seringtumpang tindih dan berkompetisi pada ruang laut yang

sama. Tumpang tindih perencanaan dan kompetisipemanfaatan sumberdaya ini memicu munculnya konflikpemanfaatan di wilayah pesisir.

Konflik dapat juga muncul karena adanya kesenjanganantara tujuan, sasaran, perencanaan, dan fungsi antaraberbagai pihak terkait. Banyak pihak yang mengambilkeputusan menyadari bahwa telah terjadi penangkapan ikansecara ilegal, berkembangnya perusakan ekosistemmangrove, terumbu karang dan padang lamun, namun tidakada atau tidak banyak kegiatan pembangunan yangmengatasi persoalan tersebut.

Akar permasalahan konflik ini sering berasosiasidengan faktor sosial-ekonomi-budaya dan bio-fisik yangmempengaruhi kondisi lingkungan pesisir. Konfliktersebut, baik langsung maupun tidak langsung dapatmenyebabkan pihak-pihak yang bertikai, terutamamengurangi minat penduduk dan Pemerintah Daerahsetempat untuk melestarikannya, dan membiarkankerusakan sumberdaya kelautan berlangsung hinggamencapai tingkat yang mengkhawatirkan, karena tidak adainsentif bagi mereka untuk melestarikannya.

Fenomena konflik tersebut sebenarnya sudah lama ada,tetapi makin lama makin banyak jumlahnya dan makinbesar skala konfliknya. Konflik antara pengelola pariwisatadan pengelola kawasan konservasi laut. Konflik antaranelayan tradisional dengan nelayan komersial (investor).Seperti di Sukabumi, Keberadaan PPN Palabuhanratusecara garis besar sangat bermanfaat bagi perkembanganmasyarakat, akan tetapi dalam operasionalnya jika tidakdikelola dengan baik dapat menimbulkan konflik, terutamaantara nelayan lokal dengan nelayan pendatang dari daerahlain. Nelayan lokal dengan keterbatasan armada perikanandan alat tangkapnya merasa dirugikan jika ada armadaperikanan daerah lain yang lebih moderen dan mempunyaikapasitas tangkapan lebih besar masuk dan menurunkanhasil tangkapannya di PPN tersebut. Disinyalir hal ini dapatmenurunkan harga yang ada dan berkembang selama ini diPalabuhanratu.

Berdasarkan hasil studi PKSPL-IPB (2003c), dapatditemukan bahwa konflik pemanfaatan SDK dan jasalingkungan (marine resources and environmentalamenities) adalah konflik pemanfaatan dalam penggunaandaerah pantai. Salah satu masalah mendasar ialah pihakyang berkepentingan sering kurang jelas dan kurangtransparan dalam menjabarkan konsep pemilikan danpenguasaan sumberdaya yang ada, serta kurangmemperhatikan sistem pengelolaan yang bersifattradisional di daerah. Secara de facto, penduduk pesisirsetempat merasa bahwa lahan dan sumberdaya kelautan disekitar adalah milik mereka, yang dikelola secaratradisional turun temurun. Tetapi secara de jure, pasal 4,UU RI No. 6/1996 tentang Perairan Indonesia, menyatakanseluruh sumber kekayaan alam yang terdapat dalamperairan Indonesia adalah milik Pemerintah (Pusat danDaerah). Dalam skala tertentu pemerintah membiarkankelompok masyarakat pesisir untuk mengelolanya, tetapibila ada investor, hak pengelolaannya diberikan kepadainvestor. Ironisnya, penduduk lokal sering tersingkir olehsituasi seperti ini. Sehingga timbul kerancuan bahwa disatu sisi SDK dianggap milik penduduk, tetapi di sisi lain

Page 50: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

Bonorowo Wetlands 1 (1): 37-50, June 201148

dianggap milik pemerintah. Kerancuan pemilikan danpenguasaan SDK ini mendorong timbulnya konflikkewenangan dan konflik pemanfaatan.

Bromley dan Cernea (1989) menyatakan bahwapemilikan dan penguasaan sumberdaya alam merupakansuatu hak, kewenangan dan tanggung jawab pribadipemilik dalam hubungannya dengan pribadi pihak lainterhadap pemanfaatan suatu sumberdaya alam. Pemilikansumberdaya alam adalah hak untuk mendapatkan manfaatdari sumberdaya dan jasa lingkungannya yang dijamin olehPemerintah, dan di hargai oleh orang lain yang mempunyaikepentingan yang sama, sesuai dengan kondisi dankarakteristik sumberdayanya.

Hak dan akses untuk memanfaatkan sumberdaya, diaturoleh kaidah-kaidah pengelolaan dan pemilik dapatmempertahankan sumberdaya alam tersebut dari orang lain.Hak akses terhadap pemanfaatan sumberdaya alam tersebutyang menentukan apakah suatu sumberdaya alam tersebutmilik pemerintah, masyarakat tertentu, swasta atau miliksiapa saja.

Arahan pendekatan pengelolaanDalam perumusan kebijaksanaan pengelolaan,

diperlukan suatu pendekatan yang dapat diterapkan secaraoptimal dan berkesinambungan. Oleh karena itu,pendekatan pengelolaan yang dilakukan tidak lepas daripendekatan pengelolaan yang cakupannya lebih besar,yaitu pendekatan pengelolaan wilayah pesisir dan lautanmelalui pendekatan keterpaduan.

Pengelolaan secara terpadu adalah pengelolaanpemanfaatan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkunganyang terdapat di kawasan pesisir dengan cara melakukanpenilaian menyeluruh, menentukan tujuan dan sasaranpemanfaatan, kemudian merencanakan kegiatanpembangunan. Selama ini, pengelolaan sumberdaya pesisirdilakukan secara sektoral, sehingga telah menimbulkanberbagai kerusakan lingkungan dan juga menghilangkanpeluang pembangunan sektor lain. Pengelolaan secaraterpadu ini mencakup: (i) keterpaduan wilayah/ekologis;(ii) keterpaduan sektor; (iii) keterpaduan disiplin ilmu; dan(iv) keterpaduan stakeholder (Dahuri et al. 1996).

Keterpaduan ekologisSecara ekologis, sumberdaya pesisir dan laut memiliki

keterkaitan antara lahan atas (daratan) dan pesisir. Olehkarena itu, pengelolaan sumberdaya pesisir tidak terlepasdari pengelolaan lingkungan yang dilakukan di keduakawasan wilayah tersebut. Berbagai dampak kerusakanlingkungan yang mengganggu keseimbangan dankeberadaan sumberdaya pesisir dan keanekaragaman hayatilaut sebagian besar diakibatkan oleh dampak yangditimbulkan dari kegiatan pembangunan yang dilakukan dilahan atas, seperti pertanian, perkebunan, kehutanan,industri, pemukiman dan sebagainya, disamping adanyakegiatan yang dilakukan di laut lepas itu sendiri, sepertikegiatan perhubungan laut, penambangan pasir dansebagainya (Dahuri et al. 1996).

Penanggulangan pencemaran yang diakibatkan olehindustri dan limbah rumah tangga, sedimentasi, dan limbahtidak dapat hanya dilakukan di kawasan padang lamun saja,

melainkan juga seyogyanya dilakukan mulai dari sumberdampaknya. Oleh karena itu, pengelolaan lingkungankawasan padang lamun ini harus diintegrasikan denganwilayah daratan dan pesisir serta sistem air (DAS) agarmenjadi satu kesatuan dan keterpaduan pengelolaan.Pengelolaan Kawasan Teluk Palabuhanratu yang baik akanhancur dalam sekejap jika tidak diimbangi denganperencanaan DAS yang baik pula. Keterkaitan antarekosistem yang ada harus selalu diperhatikan, mengingatekosistem mangrove, padang lamun dan terumbu karangmerupakan kesatuan ekosistem yang saling terkait dengankeberagaman peran dan fungsi yang dimiliki olehmasingmasing ekosistem.

Keterpaduan sektoralSebagai konsekuensi dari beragamnya sumberdaya

pesisir dan lautan Indonesia adalah banyaknya instansi atausektor-sektor pelaku pembangunan yang bergerak dalampemanfaatan sumberdaya. Akibatnya, sering kali terjaditumpang tindih pemanfaatan sumberdaya antar sektor.Agar pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam dapatdilakukan secara optimal dan berkesinambungan, makaseoptimal mungkin segenap kepentingan sektoral dalamperencanaan pengelolaan seyogyanya dapat diintegrasikan.Kegiatan suatu sektor tidak dibenarkan mengganggu,apalagi sampai mematikan kegiatan sektor lain.Keterpaduan sektoral ini, meliputi keterpaduan secarahorizontal (antar sektor) dan keterpaduan secara vertikal(dalam satu sektor). Oleh karena itu, penyusunan tata ruangdan panduan pembangunan dan pengelolaan sumberdayasangat perlu dilakukan untuk menghindari benturan antarasatu kegiatan dengan kegiatan lainnya (Dahuri et al. 1996).

Dengan dibentuknya suatu departemen yang mengurusmasalah kelautan, maka diharapkan masalah kordinasi dantumpang tindih kewenangan menjadi teratasi, bukanmalahan membuka peluang tumpah tindih danpermasalahan baru. Oleh karena itu, diharapkandepartemen baru ini dapat seoptimal mungkin memasukkanagenda-agenda kompromi kepada seluruh komponen/departemen terkait dalam rangka menciptakan mekanismepengelolaan dan pemanfaatan yang lebih mengedepankankepentingan nasional di atas kepentingan pribadi, golonganatau sektoral, dengan tujuan utama untuk sebesar-besarnyakemakmuran rakyat dan bangsa Indonesia.

Keterpaduan disiplin ilmuSumberdaya pesisir dan lautan memiliki sifat dan

karakteristik yang unik, baik sifat dan karakteristikekosistemnya maupun sifat dan karakteristik sosial budayamasyarakatnya sebagai pelaku pemanfaatan danpengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan. Dengan sistemdinamika perairan pesisir dan lautan yang khas, makasangat penting dibutuhkan disiplin ilmu, khusus sepertihidrooseanografi, dinamika oseanografi dan sebagainya,selain kebutuhan akan disiplin ilmu lainnya. Pembangunandan pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan menuntutkeahlian yang lebih umum dan mendalam di atas keahlianyang perlu dimiliki para perencana dan pengelola. Secaraumum keahlian tersebut di antaranya ilmu pertanian,antropologi, analisis kebijakan, ilmu-ilmu ekologi,

Page 51: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

WAHYUDIN – Sumberdaya pesisir dan laut Teluk Palabuhanratu, Sukabumi 49

oseanografi, keteknikan, ekonomi, hukum dan sosiologi(Dahuri et al. 1996).

Keterpaduan stakeholderSegenap keterpaduan di atas, akan berhasil diterapkan

apabila ditunjang oleh keterpaduan dari pelakupemanfaatan dan pengelola sumberdaya pesisir dan lautan.Seperti diketahui bahwa pelaku pemanfaataan danpengelola sumberdaya pesisir dan lautan antara lain terdiridari pemerintah (pusat dan daerah), masyarakat pesisir,swasta/investor dan juga lembaga swadaya masyarakat(LSM) yang masing-masing memiliki kepentinganterhadap pemanfaatan sumberdaya alam (Dahuri et al.1996). Penyusunan perencanaan kebijakan pengelolaansumberdaya pesisir dan lautan secara terpadu harus mampumengakomodir segenap kepentingan pelaku pembangunansumberdaya pesisir dan lautan, terlebih dengan adanya UUNo. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimanatelah dirubah dengan UU No. 32/2004 tentangPemerintahan Daerah dan UU No. 25/1999 tentangPerimbangan Keuangan Pemerintahan Pusat dan Daerahsebagaimana telah dirubah dengan UU No. 33/2004. Olehkarena itu, perencanaan pengelolaan pembangunan harusmenggunakan pendekatan dua arah, yaitu pendekatan topdown dan pendekatan bottom up.

Rekomendasi kebijakan pengelolaanUntuk mencapai pembangunan sumberdaya pesisir dan

lautan yang optimal dan berkelanjutan, maka dibutuhkanarahan Kebijakan Pengelolaan Wilayah Pesisir secaraTerpadu. Oleh karena itu, dalam perumusan kebijaksanaanpengelolaan kawasan Teluk Palabuhanratu ini, aspek utamadari arahan kebijakan pembangunan wilayah pesisir lebihditekankan pada tiga aspek, yaitu aspek sistem sumberdayaalam; aspek sistem sumberdaya manusia; dan aspek sistemmanajemen.

Aspek sistem sumberdaya alam (Natural System)Komponen sistem sumberdaya alam merupakan

komponen utama yang perlu dikelola dengan baik. Olehkarena itu, kebijakan pengelolaan lingkungan kawasanTeluk Palabuhanratu tidak terlepas dari proses-prosesekologis dan biologis yang berlangsung di dalamnya.Kebijakan yang diambil diharapkan dapat menjagakeutuhan segenap komponen biofisik, baik biotanyamaupun habitat dan lingkungannya.

Arahan kebijakan sistem SDA dalam studi iniditekankan pada keinginan untuk menjaga sumberdayapesisir agar tetap memberikan manfaat ekologis kepadaseluruh biota yang terasosiasi dengan keberadaanekosistem ini. Oleh karena itu, arahan kebijakannyaseoptimal mungkin lebih ditekankan pada aspek konservasidengan pemanfaatan terbatas dan berkelanjutan. Adapunarahan kebijakan pengelolaan Teluk Palabuhanratu padaaspek sistem SDA ini adalah sebagai berikut:

(i) Menjaga habitat ekosistem pesisir dan laut sertabiota penghuninya dan mempertahankan rantai makananserta aliran energi yang terkandung di dalamnya.

(ii) Melakukan reboisasi hutan yang gundul danmerehabilitasi vegetasi pantai dan mangrove yang terdapatdi wilayah pesisir Teluk Palabuhanratu.

(iii) Mencegah kerusakan fisik ekosistem pesisir danlaut dari kegiatan pengerukan, pengurugan, pembabatanmaupun penggerusan dasar oleh perahu atau jangkar.

(iv) Menjaga kualitas air dari pencemaran sepertisedimentasi, limbar cair, limbah padat, logam berat, limbahorganik/pertanian, minyak dan lemak.

(v) Mengatur pemanfaatan sumberdaya hayati yangterkandung dalam ekosistem sumberdaya pesisir dan lautdan sekitarnya yang mencakup jumlah individu, ukuran,dan frekuensi penangkapan

(vi) Mengupayakan pengolahan limbah danmengurangi masuknya limbah ke laut.

Aspek sistem sumberdaya manusia (Human System)Komponen sistem sumberdaya manusia merupakan

komponen penunjang yang sangat penting yang dapatmemberikan nilai dari komponen sistem SDA. Aktivitassosial ekonomi dan budaya dapat memberikan pengaruhnegatif maupun pengaruh positif terhadap sumberdayaalam. Oleh karena itu, kebijakan pengelolaan TelukPalabuhanratu harus mempertimbangkan aspek sistemSDM, baik yang terkait langsung maupun tidak langsung.

Arahan kebijakan sistem SDM dalam studi iniditekankan pada keinginan untuk memberikan penyadarantentang arti penting nilai ekologis dan ekonomis ekosistemsumberdaya pesisir dan laut di Kawasan TelukPalabuhanratu, sehingga keberadaannya tetapdipertahankan dan tetap memberikan manfaat. Arahankebijakan pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautKawasan Teluk Palabuhanratu pada aspek sistem SDM iniadalah sebagai berikut:

(i) Memberi pengertian kepada masyarakat danpengusaha setempat tentang pentingnya fungsi ekosistemsumberdaya pesisir dan laut sebagai habitatkeanekaragamanhayati pesisir dan laut.

(ii) Mencari dan meningkatkan nilai ekonomi dariekosistem sumberdaya pesisir dan laut beserta biotapenghuni lainnya.

(iii) Memberikan penyuluhan dan pelatihan kepadamasyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya hayati lautyang mengedepankan prinsip-prinsip kelestarian.

(iv) Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya ikanyang lebih selektif dan efisien serta melakukanpengembangan terhadap peningkatan armada yangmempunyai daya jelajah lebih jauh dengan kapasitas palkayang lebih besar.

(v) Menambah kuantitas dan mengembangkankualiltas sumberdaya manusia/pegawai yang terkait denganupaya pengelolaan sumberdaya.

(vi) Meningkatkan kapasitas dan kapabilitas sertapartisipasi masyarakat dalam upaya pengelolaansumberdaya, baik melalui jalur pendidikan formal untukjangka panjang dan melalui pendidikan informal sepertipenyuluhan dan pelatihan untuk target waktu jangkapendek.

(vii) Mencari dan mengembangkan mata pencaharianalternatif yang minimal mempunyai produktivitas danmanfaat yang sama dengan mata pencaharian yang ada

Page 52: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

Bonorowo Wetlands 1 (1): 37-50, June 201150

sekarang ini yang mempunyai tingkat penekanan sangattinggi terhadap keberadaan sumberdaya alam.

(viii) Memberikan bimbingan, modal dan peluang untukmengembangkan usaha nelayan, melalui programkemitraan antara pemerintah, instansi terkait, swasta,masyarakat dan stakeholder lainnya.

Aspek sistem manajemen (Management System)Komponen sistem manajemen mempunyai peranan

penting dalam melaksanakan kebijakan pengelolaan.Komponen ini merupakan perangkat untuk memberikanrambu-rambu atau pedoman kepada semua komponendalam pemanfaatan dan pengelolaan ekosistem sumberdayapesisir dan laut agar berjalan serasi dan tidak salingmengganggu. Kebijakan pengelolaan hendaknyadilaksanakan dengan arif dan bijaksana denganmempertimbangkan sistem SDA dan sistem SDM.

Arahan kebijakan sistem manajemen dalam studi iniditekankan pada keinginan untuk menjaga ekosistempesisir dan laut di kawasan Teluk Palabuhanratu agar tetapmemberikan manfaat ekologis dan ekonomis. Oleh karenaitu, arahan kebijakannya lebih ditekankan pada upayapenyadaran melalui jalur politik dan birokrasi.

(i) Menata ruang aktivitas yang bertujuan untukmemperkecil dampak kerusakan habitat sumberdaya pesisirdan laut.

(ii) Membuat kebijakan, strategi, program danrencana aksi pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautTeluk Palabuhanratu yang terpadu dan berkelanjutan.

(iii) Melakukan penataan alokasi lahan danpemanfaatan sumberdaya yang mempunyai sifat hadirbersama (co-existance) satu sama lainnya, sepertipengembangan pariwisata dengan kegiatan konservasi.

(iv) Membuat ketentuan hukum dan peraturanperundang-undangan yang mengatur pengolahan danpembuangan limbah ke laut.

(v) Membuat peraturan yang mengawasi kegiatan dikawasan Teluk Palabuhanratu.

(vi) Menentukan nilai kompensasi padaperusakan/pabrik yang memberikan kontribusi pencemarandan kerusakan pada habitat sumberdaya pesisir dan laut.

Memberikan insentif dan disinsentif terhadap upayapengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat danstakeholders lainnya.

KESIMPULAN

Karakteristik sumberdaya pesisir dan laut TelukPalabuhanratu cukup kompleks memerlukan kebijakanpengelolaan spesifik agar dapat memberikan kehidupan danpenghidupan secara optimal dan berkelanjutan. Olehkarena itu, pendekatan keterpaduan pengelolaan danpendekatan sistem sumberdaya merupakan bentuk

pengelolaan yang dinilai paling baik untuk dilakukan agarkeberlanjutan ekologi, sosial dan ekonomi di kawasanTeluk Palabuhanratu dapat diwujudkan. Keterpaduanpengelolaan yang dimaksud, di antaranya adalahketerpaduan ekologis, keterpaduan sektoral, keterpaduandisiplin ilmu dan keterpaduan stakeholders, sedangkanpendekatan sistem di antaranya adalah sistem sumberdayaalam dan lingkungan, sistem manusia dan sistemmanajemen.

DAFTAR PUSTAKA

BPS Kabupaten Sukabumi. 1999. Kabupaten Sukabumi dalam angka. BPSKabupaten Sukabumi, Sukabumi.

Bromley DW, Cernea MM. 1989. The management of common propertynatural resources: Some conceptual and operational fallacies. WorldBank, Washington, D.C.

Charles AT. 2001. Sustainable fishery systems. Blackwell, New York.Dahuri R, Ginting SP, Rais J, Idris I. 1996. Pengelolaan wilayah pesisir

dan laut secara terpadu. Gramedia, Jakarta.Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB [PKSPL-IPB]. 2000.

Kajian Potensi Wilayah Pesisir dan Lautan Propinsi Jawa Barat.Laporan Akhir. Kerjasama antara Badan Perencanaan PembangunanDaerah Propinsi Jawa Barat dan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir danLautan Institut Pertanian Bogor.

Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB [PKSPL-IPB]. 2002.Penyusunan Kebijakan Pengelolaan dan Pengembangan LingkunganPesisir Terpadu melalui Coastal Agriculture/Identifikasi Pemantaudan Evaluasi (Penilaian Peran Warga) dalam PelaksanaanPemberdayaan Masyarakat. Laporan Akhir. Kerjasama antara KantorMenteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia dan PusatKajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor.

Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB [PKSPL-IPB]. 2003a.Kajian Kerusakan Kawasan Daerah Penyangga Teluk PalabuhanratuKabupaten Sukabumi. Laporan Akhir. Kerjasama antara BadanLingkungan Hidup Kabupaten Sukabumi dan Pusat Kajian

Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor.Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB [PKSPL-IPB]. 2003b.

Kajian Keanekaragaman Hayati Teluk Palabuhanratu KabupatenSukabumi. Laporan Akhir. Kerjasama antara Badan LingkunganHidup Kabupaten Sukabumi dan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisirdan Lautan Institut Pertanian Bogor.

Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB [PKSPL-IPB]. 2003c.Profil Pesisir Teluk Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi. LaporanAkhir. Kerjasama antara Badan Lingkungan Hidup KabupatenSukabumi dan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan InstitutPertanian Bogor.

UU No. 9/1985 tentang PerikananUU No. 22/1999 tentang Pemerintahan DaerahUU No. 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan

DaerahUU No. 31/2004 tentang PerikananUU No. 32/2004 tentang Pemerintahan DaerahUU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

HidupUU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah.UU No. 41/2009 tentang Perikanan.UU No. 56 Prp/1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian.UU No. 6/1996 tentang Perairan Indonesia. UU No. 23/1997 tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup van Bemmelen RW. 1949. Thegeology of Indonesia. Govt. Printing Office, The Hague.

Page 53: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

GUIDANCE FOR AUTHORS

The Bonorowo Wetlands is a peer reviewed journal publishing originalpapers and review in all wetlands sciences, including: physical aspects,biogeochemistry, biodiversity, conservation and management. The journal isissued twice yearly, in July and December, by the The Nusantara Institute ofBiodiversity (an organ of The Society for Indonesian Biodiversity).

The only articles written in English (U.S. English) and Bahasa Indonesia areaccepted for publication. Prior to submission, authors whose first language isnot English or Bahasa Indonesia are advised to have their manuscriptschecked by someone fluent or proficient in that language. The acceptedmanuscript in Bahasa Indonesia will be translated into English by themanagement. Final manuscript is published in English. Contributions mustnot have been published or be under consideration elsewhere.

Cover letter, submission and copyright. Ensure your cover letter statesclearly that you are submitting your manuscript (state title) for publication inThe Bonorowo Wetlands. By submitting the manuscript(s), the authors agreethat upon acceptance, copyright of the entire work becomes the property ofThe Nusantara Institute of Biodiversity/The Society for IndonesianBiodiversity. Authors must ensure all required permission has been obtainedin writing to publish any material presented in their work, and the Editor mayrequire proof of such permission.

Manuscripts may be submitted in electronic form (.odt or .doc/docx ispreferred for text and .jpeg for figures), and typed at paper size of A4(210x297 mm2), in a single column, double line spacing, 12-point TimesNew Roman font, with 2 cm distance step aside in all side. Number all pagesserially including the title and abstract on the first. Smaller letter size andspace can be applied in presenting table. Additional word processingsoftware can be used; however, it must be PC compatible. Manuscript oforiginal research should be written in no more than 25 pages (includingtables and figures), each page contain 700-800 word, or proportional witharticle in this publication issue. Invited review articles will be accommodated.

Title and authorship: The title should give a concise description of thecontents of the article. If a scientific name is used in the title, it is normallyincluded without authority, but the family name would be provided. Authors’names and affiliations must be stated below the title. If more than one author,indicate Corresponding author (email address) below the relevant author’sinstitutional address. Avoid footnotes. Title of article should be written incompact, clear, and informative sentence preferably not more than 20 words(generally 135 characters including spaces). Name of author(s) should becompletely written. Name and institution address should be also completelywritten with street name and number (location), zip code, telephone number,facsimile number, and e-mail address.

Short running title: Suggest up to five words should also be provided,reflecting the idea of the manuscript.

Abstract: An abstract of 100-300 words at most should be provided. Itshould concisely indicate the contents of the article without summarizing it,but mentioning if novelties and name changes are included.

Keywords: Suggest at most five keywords, covering scientific and localname (if any), research theme, and special methods, in alphabetical order.

Introduction is about 400-600 words, covering background and aims of theresearch. Materials and Methods should emphasize on the procedures anddata analysis. Results and Discussion should be written as a series ofconnecting sentences, however, for manuscript with long discussion shouldbe divided into sub titles. Thorough discussion represents the causal effectmainly explains for why and how the results of the research were takenplace, and do not only re-express the mentioned results in the form ofsentences. Conclusion should preferably be given at the end of thediscussion. Acknowledgments list and funding sources are expressed in abrief. Dedications are rarely allowed.

Scientific names: Genus and species names of organisms must be italicizedand followed by the authority (with family name indicated in parentheses)when first mentioned in the main text. Standard abbreviations and acronymsmay be used in the text, but the full term should be given on first mention.Dates should be cited as: 1 Jan 2010. SI (metric) units of measurementshould be used and spelled out except when preceded by a numeral, whenthey should be abbreviated in standard form: g, mL, km, etc. and notfollowed by full stops (periods). Equation of mathematics can be writtenseparately. Number one to ten are expressed with words, except if it relatesto measurement, while values above them written in number, except in earlysentence. Fraction should be expressed in decimal. In text, it should be used“%” rather than “gratuity”. Biochemical and chemical nomenclature shouldfollow the order of IUPAC-IUB, while its translation to Indonesian-Englishrefers to Glossarium Istilah Asing-Indonesia (2006). For DNA sequence, it isbetter used Courier New font.

Tables: All tables should be numbered in arabic numerals in the order theyare first mentioned in the text and carry an indicative legend at the head.

Figures: All drawings, maps, graphs and photographic images are to benumbered in arabic numerals in the order they are first mentioned in the text,as Figure 1, Figure 2, etc. Where relevant, scale bars should be used toindicate magnification. Color reproductions will only be considered whenthey add significantly to information content. High resolution digital imagesmay also be submitted as separate files (line drawings in black and white at600 dpi, photographs at 300 dpi) sent electronically with the manuscript.Author could consign any picture or photo for front cover, although it doesnot print in the manuscript.

There is no appendix, all data or data analysis are incorporated into Resultsand Discussions. For broad data, it can be displayed in website asSupplement.

References in the text: Citation in the text should take the form: Saharjo andNurhayati (2006) or (Boonkerd 2003a, b, c; Sugiyarto 2004; El-Bana andNijs 2005; Balagadde et al. 2008; Webb et al. 2008). Extent citation asshown with word “cit” should be avoided, and suggested to refer an originalreference.

References listed at the end: Under References, works mentioned in the textare listed alphabetically. APA style in double space is used in the reference.Only published or in-press papers and books may be cited in the referencelist. Unpublished abstracts of papers presented at meetings or references to"data not shown" are not permitted. All authors should be named in thecitation (unless there are more than five). If there are more than five, list thefirst fifth author's name followed by et al. Include the full title for each citedarticle. Authors must translate foreign language titles into English, with anotation of the original language (except for Spanish, France, and Germany).For manuscript in Bahasa Indonesia, translation of Indonesian title in toEnglish is not necessary. For correct abbreviations of journal titles, referto Chemical Abstracts Service Source Index (CASSI). Provide inclusivevolume and page ranges for journal articles, but not for book or bookchapters.

Journal:Saharjo BH, Nurhayati AD. 2006. Domination and compositionstructure change at hemic peat natural regeneration following burning; acase study in Pelalawan, Riau Province. Biodiversitas 7: 154-158.

Book:Rai MK, Carpinella C. 2006. Naturally occurring bioactive compounds.Elsevier, Amsterdam.

Chapter in book:Webb CO, Cannon CH, Davies SJ. 2008. Ecological organization,biogeography, and the phylogenetic structure of rainforest treecommunities. In: Carson W, Schnitzer S (eds) Tropical forestcommunity ecology. Wiley-Blackwell, New York.

Abstract:Assaeed AM. 2007. Seed production and dispersal of Rhazya stricta.50th annual symposium of the International Association for VegetationScience, Swansea, UK, 23-27 July 2007.

Proceeding:Alikodra HS. 2000. Biodiversity for development of local autonomousgovernment. In: Setyawan AD, Sutarno (eds) Toward mount Lawunational park; proceeding of national seminary and workshop onbiodiversity conservation to protect and save germplasm in Java island.Sebelas Maret University, Surakarta, 17-20 July 2000. [Indonesia]

Thesis, Dissertation:Sugiyarto. 2004. Soil macro-invertebrates diversity and inter-croppingplants productivity in agroforestry system based on sengon.[Dissertation]. Brawijaya University, Malang. [Indonesia]

Information from internet:Balagadde FK, Song H, Ozaki J, Collins CH, Barnet M, Arnold FH,Quake SR, You L. 2008. A synthetic Escherichia coli predator-preyecosystem. Mol Syst Biol 4: 187. www.molecularsystemsbiology.com

Progress of manuscript. Notification of manuscript whether it is accepted orrefused will be notified in about two to three months since the manuscriptreceived. Manuscript is refused if the content does not in line with thejournal mission, low quality, inappropriate format, complicated languagestyle, dishonesty of authenticity, or no answer of correspondence in a certainperiod. Author or first authors at a group manuscript will get one originalcopy of journal containing manuscript submitted not more than a month afterpublication. Offprint or reprint is only available with special request.

Address for sending manuscript is The Editor <[email protected]>.

NOTIFICATION: All communications are strongly recommended to be undertaken through email.

Page 54: Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | June 2011 | ISSN

| Bonorowo Wetlands | vol. 1 | no. 1 | pp. 1-50 | June 2011 | ISSN 2088-110X | E-ISSN 2088-2475 |

Pengaruh pupuk zeolit dan kalium terhadap ketersediaan dan serapan K di lahan berpasirpantai Kulonprogo, YogyakartaAgung Abdillah, Jauhari Syamsiyah, Damasus Riyanto, Slamet Minardi

1-7

Status ketersediaan makronutrisi (N, P, and K) tanah sawah dengan teknik dan irigasi tadahhujan di kawasan industri Karanganyar, Jawa TengahPramuda Sakti, Purwanto, Slamet Minardi, Sutopo

8-19

Karakteristik sosial, ekonomi, dan budaya dalam penyediaan perumahan pada masyarakatnelayan Sungai Limau, Padang Pariaman, Sumatera BaratMasri, Maryono, Yudi Basuki, Asnawi Manaf

20-30

Identifikasi lahan dan potensi hutan mangrove di bagian timur Propinsi Jawa TimurSudarmadji, Indarto

31-36

Karakteristik sumberdaya pesisir dan laut kawasan Teluk Palabuhanratu, KabupatenSukabumi, Jawa BaratYudi Wahyudin

37-50

Front cover: Bruguiera gymnorrhiza, by A. Abdurrahman

PRINTED IN INDONESIAPublished semiannually on June and December