cemaran pseudomonas spp pada bahan pangan (pseudomonas spp contamination in raw material foods)

17

Click here to load reader

Upload: putra-syah

Post on 28-Jul-2015

2.282 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Membahas mengenai kontaminasi, kerusakan yang ditimbulkan Pseudomonas spp pada bahan pangan serta cara penanggulangannya.

TRANSCRIPT

Page 1: Cemaran Pseudomonas spp Pada Bahan Pangan (Pseudomonas spp contamination in raw material foods)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 1

Higiene Pangan Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

CEMARAN Pseudomonas spp. PADA BAHAN PANGAN

SETIAWAN PUTRA SYAH B251100011

PS Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk pertumbuhan

dan kelangsungan hidup. Pangan yang sehat berasal dari bahan pangan yang baik,

yaitu bahan pangan yang tidak tercemar, baik oleh kimiawi maupun agen biologis.

Bahan pangan dapat berasal dari hewan maupun tumbuhan. Bahan pangan

mengandung komponen gizi yang tinggi dan sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan

manusia. Akan tetapi, komponen gizi tinggi yang terkandung dalam bahan pangan

juga dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroba. Hal ini mengakibatkan bahan

makanan umumnya mudah rusak oleh mikroba. Mikroorganisme tersebar luas di

alam lingkungan, dan sebagai akibatnya produk pangan jarang sekali yang steril dan

umumnya tercemar oleh berbagai jenis mikroorganisme.

Pencemaran bahan pangan oleh bakteri dapat terjadi pada saat proses di

peternakan, pengolahan, penaganan, penyimpanan, pengepakan, dan transportasi.

sumber kontaminasi dapat berupa kontaminasi primer yaitu kontaminasi yang

disebabkan oleh perlakukan sebelum panen atau dipotong misalnya berasal dari

makanan ternak, pupuk kandang, penyiraman dengan air tercemar dan lain-lain.

Serta Kontaminasi Sekunder, dapat terjadi pada beberapa tahapan setelah bahan

pangan dipanen atau dipotong, misalnya selama pengolahan, penyimpanan,

pendistribusiandan persiapan serta penyajian oleh konsumen.

Cemaran bakteri pada makanan dapat mengakibatkan berbagai perubahan

fisik maupun kimiawi yang tidak diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut tidak

layak untuk dikonsumsi lagi. Apabila hal ini terjadi, produk pangan tersebut

Page 2: Cemaran Pseudomonas spp Pada Bahan Pangan (Pseudomonas spp contamination in raw material foods)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 2

Higiene Pangan Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

dinyatakan sebagai bahan pangan yang busuk dan dapat menggagu kesehatan bila

dikonsumsi. Pembusukan bahan pangan oleh bakteri terjadi sebagai konsekuensi

pertumbuhan bakteri pada makanan atau pelepasan enzim intra dan ekstra seluler

(mengikuti kerusakan sel) pada lingkungan makanan. kerusakan yang timbul

menyebabkan perubahan organoleptik seperti perubahan bau dan cita rasa yang

tidak di Inginkan.

Salah satu bakteri yang sering mencemari bahan pangan dan menyebakan

pembusukan pada bahan pangan adalah Pseudomonas spp. Bakteri ini merupakan

penyebab berbagai kerusakan pada bahan pangan karena dapat memproduksi

enzim yang dapat memecah baik komponen lemak maupun protein dari bahan

pangan. Kerusakan yang dapat ditimbulkan seperti pembentukan lendir dan pigmen

pada daging pada suhu lemari es, menyebabkan noda dan bercak pada mentega,

serta menyebabkan bau busuk, dan ketengikan pada bahan pangan.

II. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk membahas tentang kontaminasi

Pseudomonas sp pada bahan pangan, keberadaannya, cara kerja, kerusakan yang

ditimbulkan terhadap bahan pangan maupun kesehatan masyarakat, serta cara

penaggulangannya.

PEMBAHASAN

I. Morfologi dan keberadaan Pseudomonas spp.

Pseudomonas spp. merupakan mikroflora normal yang tersebar luas di alam.

Pseudomonas spp. banyak terdapat di air, tanah (Adelson dan Putra 2008), udara

dan tumbuhan dan dapat menghasilkan enzim tahan panas yaitu lipase dan

protease (Lukman, dkk. 2009). Pseudomonas spp. secara umum aktif melakukan

dekomposisi aerobik dan biodegradasi, dan memegang peran penting dalam

keseimbangan alam dan berpengaruh secara ekonomi bagi kepentingan manusia.

Pseudomonas spp. termasuk bakteri aerob tetapi dapat mempergunakan nitrat dan

arginin sebagai elektron dan tumbuh sebagai anaerob yang berbentuk batang,

Beberapa galur memproduksi pigmen larut air, tumbuh baik pada 37°C-42°C

Page 3: Cemaran Pseudomonas spp Pada Bahan Pangan (Pseudomonas spp contamination in raw material foods)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 3

Higiene Pangan Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

(Grahatika 2009).

Bakteri genus Pseudomonas spp. termasuk dalam kelompok Gram-negatif

yang tidak menghasilkan spora, berbentuk batang, hampir semuanya bersifat

aerobik dan bergerak menggunakan flagella kutub. Anggota genus Pseudomonas

spp. bersifat fluorescent, bergerak dan mudah beradaptasi secara nutrisional.

Menurut Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology genus ini memiliki lebih dari 40

spesies di antaranya P. aeruginosa, P. fluorescens, P. putida, P. chlororaphis, P.

cichorii, P. viridiflava dan P. syringae (Buckle et al. 1987). Beberapa spesies tumbuh

pada suhu pendinginan (psychrophilic), sedangkan lainnya disesuaikan untuk

pertumbuhan pada suhu kamar. Empat spesies Pseudomonas (P. fluorescens, P.

fragi, P. lundensis, dan P. viridiflava), putrefaciens Shewanella, dan Xanthomonas

campestris adalah organisme pembusukan makanan utama dalam kelompok ini

(Doyle 2007).

Klasifikasi dari Pseudomonas spp. menurut Migula (1894), diacu dalam

Anonim (2011) adalah sbb:

Kingdom : Bacteria

Phylum : Proteobacteria

Class : Gamma Proteobacteria

Order : Pseudomonadales

Family : Pseudomonadaceae

Genus : Pseudomonas spp.

Gambar 1. Coloni Pseudomonas spp. pada plate agar (Anonim 2011)

Bakteri Pseudomonas spp. biasanya terdapat dalam air susu mentah yang

Page 4: Cemaran Pseudomonas spp Pada Bahan Pangan (Pseudomonas spp contamination in raw material foods)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 4

Higiene Pangan Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

belum dipasteurisasi (Vollk dan Wheeler 1993, diacu dalam Grahatika 2009). Selain

itu juga sebagai sumber kontaminasi pada puting susu secara langsung oleh

manusia (Supardi dan Sukamto, 1999, diacu dalam Grahatika 2009). Pseudomonas

spp. juga terdapat dalam flora usus normal dan kulit manusia dalam jumlah kecil.

Pseudomonas spp. juga banyak ditemukan pada beberapa jenis pangan yang

berbeda, termasuk susu, daging, daging unggas, dan ikan. Distribusi bakteri

Pseudomonas spp. yang diisolasi dari sampel telur sebesar 5% (Macovec et al.

2003, diacu dalam dalam Bintoro 2009), dan yang diisolasi dari daging yaitu 4%

(Khatun et al. 2005, diacu dalam Bintoro 2009). Jika bakteri ini berada pada bahan

pangan dalam jumlah yang besar, maka dapat memproduksi enzim protease

ekstraselular dan lipase, lendir eksopolisakarida serta menyebabkan fruity off-odor.

spesies dari genus Pseudomonas spp. juga ditemukan pada tempe bongkrek,

Pseudomonas cocovenenans merupakan spesies Pseudomonas spp. yang dapat

menghasilkan racun, bakteri tersebut pertama kali ditemukan oleh Mertens dan van

Veen dari Institut Eijkman dalam tempe bongkrek (Anonim 2009).

Pseudomonas spp. juga sering dikaitkan dengan infeksi Nasokomial disease

yaitu infeksi yang sering terjadi di rumah sakit akibat kurang bersih dalam

penaganan makanan (Sudarwanto 2011), bakteri ini dapat menyebabkan infeksi

pada orang yang mempunyai ketahanan tubuh yang menurun, yaitu penderita luka

bakar, orang yang sakit berat atau dengan penyakit metabolik atau orang yang

sebelumnya memakai alat-alat bantu kedokteran seperti kateter (pada penderita

infeksi saluran kemih) dan respirator (pada pendrita pneumonia) (Grahatika 2009).

II. Karakteristik Bakteri Pseudomonas spp.

Karakteristik spesies utama Pseudomonas yang paling sering dikaitkan

memiliki peran penting dalam pembusukan makanan asal tumbuhan maupun hewan

menurut Harsono (2009) adalah sebagai berikut:

1. Suhu

Pseudomonas spp. yang berhubungan dengan pembusukan makanan pada

suhu refrigerator bersifat psikrotrofik dan termasuk dalam golongan bakteri

psikrofilik. Pseudomonas mampu membentuk koloni pada suhu 0–7°C.

Page 5: Cemaran Pseudomonas spp Pada Bahan Pangan (Pseudomonas spp contamination in raw material foods)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 5

Higiene Pangan Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

Pseudomonas fluorescens dan Pseudomonas viridiflava pektolitik yang

berhubungan dengan pembusukan produk segar dapat tumbuh pada produk segar

yang biasanya disimpan pada suhu 10°C atau lebih rendah. Pada suhu dingin dalam

kondisi aerob, flora pembusuk daging didominasi oleh Pseudomonas spp.

(Soeparno 1998).

Pseudomonas tumbuh pada bahan pangan dengan suhu antara 5-10ºC.

Spesies dari Pseudomonas dan Shewanella dapat menyebabkan kebusukan pada

pangan suhu dingin. Pseudomonas spp. yang bersifat mesofilik seperti

Pseudomonas aeruginosa dan Pseudomonas corrugata tidak dapat tumbuh pada

suhu 10°C atau lebih namun dapat tumbuh pada suhu 41°C. Sementara itu,

Pseudomonas yang bersifat psikrotrofik dan Shewanella putrefaciens sensitif

terhadap suhu kamar dan tidak dapat tumbuh pada suhu di atas 37°C.

2. Komposisi atmosfer

Pertumbuhan dan daya tahan mikroba pembusuk sangat dipengaruhi oleh

komposisi gas atmosfer di lingkungan makanan. Konsentrasi CO2 yang tinggi

(sampai 10%) menghambat pertumbuhan Pseudomonas fluorescens dan

Pseudomonas fragi pada daging merah, karkas ayam dan fillet ikan, dan juga

menghambat pertumbuhan. Pengemasan daun bayam pada kantung yang

mengandung CO2 konsentrasi tinggi atau O2 konsentrasi rendah dilaporkan dapat

menurunkan jumlah Pseudomonas spp. Efek penghambatan CO2 konsentrasi tinggi

pada pertumbuhan Pseudomonas spp. di brokoli terjadi pada suhu 4°C tetapi tidak

pada suhu 10°C.

3. Aktivitas air/water activity (aw)

Aktifitas air merupakan faktor penting yang membatasi daya tahan dan

pertumbuhan bakteri pembusuk dan patogen di makanan atau di lingkungan. Bakteri

yang berhubungan dengan pangan umumnya lebih peka terhadap aw rendah

dibandingkan dengan aw tinggi. Pseudomonas spp. lebih sering dijumpai pada

permukaan daging segar, ikan dan sayuran dengan aw tinggi, begitu pula pada susu.

Bakteri ini umumnya membutuhkan aktivitas air yang tinggi (0,99 atau lebih) untuk

pertumbuhan. Nilai aw minimal yang diperlukan untuk pertumbuhan Pseudomonas

Page 6: Cemaran Pseudomonas spp Pada Bahan Pangan (Pseudomonas spp contamination in raw material foods)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 6

Higiene Pangan Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

spp. berkisar pada 0,91– 0,95 (Doyle 2007).

4. pH

pH akan menentukan jenis mikroba apa yang berpotensi untuk tumbuh di

dalam bahan pangan, dan setiap mikroba masing-masing mempunyai pH optimum,

pH minimum dan pH maksimum untuk pertumbuhannya. Bakteri paling baik tumbuh

pada pH netral, beberapa suka suasana asam, sedikit asam atau basa. Sebagian

besar bahan pangan mempunyai pH 5–7 yang cocok untuk pertumbuhan bakteri

pembusuk maupun patogen. Nilai pH minimum untuk pertumbuhan Pseudomonas

fragi adalah 5,0. Pseudomonas spp. peka terhadap pH rendah, pertumbuhannya

dapat ditekan pada pH kurang dari 5,4 (Doyle 2007). Sedikit perbedaan pH pada

pangan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan pembusukan bakteri.

III. Cara Kerja dan Kerusakan yang Ditimbulkan Pseudomonas spp.

Pseudomonas spp. merupakan penyebab berbagai jenis kerusakan pada

bahan pangan yang sebagian besar berhubungan dengan kemampuan spesies ini

dalam memproduksi enzim (proteolitik dan lipolitik) yang dapat memecah baik

komponen lemak maupun protein dari bahan pangan (Lukman dkk. 2009). Banyak

organisme dari spesie Pseudomonas spp. yang dapat berkembang dengan cepat

pada suhu lemari es dan sering menyebabkan terbentuknya bau busuk, lendir dan

pigmen pada permukaan bahan pangan yang didinginkan. Bau busuk tersebut

dihasilkan dari emisi gas etil/metil ester, komponen sulfida, pemecahan asam lemak

rantai pendek, dan protein oleh lipase dan protease yang dihasilkan sehingga

mengakibatkan terbentuknya ammonia, H2S, indol dan senyawa-senyawa amin

seperti diamin kadaverin dan putresin (Siagian 2002; Doyle 2007) serta beberapa

volatile sulfide [misalnya, metilmerkaptan (CH3SH) dan dimetil sulfida (CH3) 2S],

keton, ester, dan aldehida (Jean, diacu dalam Heredia et al. 2009) Pembentukan

lendir disebabkan karena pembentukan biofilm pada permukaan pangan serta

adanya akumulasi eksopolisakarida dari dinding pangan yang melunak akibat

adanya proses degradasi dari enzim protease dan lipase yang dihasilkan oleh

Pseudomonas spp. (Doyle 2007). Perubahan warna terjadi karena adanya

pembentukan Hidrogen sulfida (H2S) dan trimethylamine (TMA) serta disebabkan

Page 7: Cemaran Pseudomonas spp Pada Bahan Pangan (Pseudomonas spp contamination in raw material foods)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 7

Higiene Pangan Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

karena fosforesensi yaitu timbulnya warna karena adanya pigmen yang dihasilkan

oleh mikroba (Balia 2010)

Spesies utama genus Pseudomonas spp. yang berperan dalam pembusukan

makanan antara lain Pseudomonas fluorescens, Pseudomonas putida,

Pseudomonas viridiflava, Pseudomonas fragi dan Pseudomonas lundensis. Strain

pektolitik dari Pseudomonas fluorescens, Pseudomonas viridiflava, dan

Pseudomonas marginalis berhubungan dengan pembusukan buah-buahan dan

sayuran (Siagian 2002; Balia 2010). Sedangkan strain proteolitik dan lipolitik dari

Pseudomonas fluorescens, Pseudomonas fragi, Pseudomonas lundensis,

Pseudomonas putida berhubungan dengan pembusukan produk hewan seperti

daging, susu dan ikan. Pseudomonas nigrificans membentuk pigmen hitam pada

makanan yang mengandung protein (Hariyati 2010). Pembusukan yang disebabkan

oleh bakteri ini ditandai dengan penampakan berlendir atau tampak lembek, berbau

serta kerusakan sebagian dan menyeluruh jaringan tumbuhan atau hewan.

Pada daging, setelah proses pengeluaran tulang (deboing), daging segar

dapat mengandung mikroba yang berasal dari karkas, peralatan pengolahan,

pekerja dan air. Jika produk disimpan pada kondisi aerob, maka bakteri psikrotrofik

aerob terutama bakteri Gram negatif berbentuk batang seperti Pseudomonas spp.

akan tumbuh dengan cepat. Menurut Soeparno (1998) pada suhu dingin dalam

kondisi aerob, flora pembusuk daging didominasi oleh Pseudomonas spp. Bakteri ini

akan menghasilkan bau busuk Ketika jumlah populasi bakteri ini mencapai

107 cfu/cm2 dari permukaan daging, dan akan menimbulkan slime (lendir) pada

permukaan daging setelah mencapai 108 cfu/cm2 (Doyle 2007). Strain Pseudomonas

fragi akan menghasilkan aroma yang menyerupai buah, bau amis pada daging sapi

dan memiliki efek yang merusak pada warna daging dengan membentuk hidrogen

sulfisa (H2S) yang disimpan pada suhu 1OC, sehingga mengakibatkan warna hijau

dan berlendir pada daging (Lebert et al. 1997; Siagian 2002; Gustiani 2009).

Pseudomonas syncyanea menyebabkan warna biru pada permukaan daging pigmen

yang dihasilkan (fosforesensi) (Balia 2010). Pseudomonas fluorescens,

Pseudomonas fragi, Pseudomonas lundensis, Pseudomonas putida dapat

menyebabkan kerusakan pada daging, susu, daging unggas dan produk hasil laut

disebabkan karena kemampuan mereka dalam menghasilkan enzim protease dan

Page 8: Cemaran Pseudomonas spp Pada Bahan Pangan (Pseudomonas spp contamination in raw material foods)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 8

Higiene Pangan Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

lipase untuk mendegradasi komponen dari lipid dan protein menjadi senyawa yang

berbau busuk sedap akibat diproduksinya hydrogen sulfide (H2S) dan trimethylamine

(off-flavor) dan membentuk biofilm (lendir) pada permukaan (Doyle 2007).

Pseudomonas spp. pada susu, akan menguraikan protein menjadi asam amino

dan merombak lemak dengan enzim lipase sehingga susu menjadi asam dan

berlendir. Pseudomonas spp. juga dapat menyebabkan keju menjadi lembut.

Produksi enzim protease dan lipase dalam jumlah besar oleh Pseudomonas

fluorescens dapat menyebabkan kebusukan pada susu. Enzim protese dan lipase

tersebut dibutuhkan untuk medegradasi lemak dan protein dari susu. Pseudomonas

fluorescens juga dapat memproduksi protease yang stabil pada panas (heat-stable

protease), yang dapat menyebabkan gelatin pada susu mentah namun tidak dapat

menyebabkan kebusukan pada jaringan tumbuhan. Enzim lipase yang diproduksi

oleh Pseudomonas fluorescens dan Pseudomonas fragi merupakan penyebab dari

rasa tengik (rancid) dan pahit (bitter) pada susu mentah, keju, dan produk hasil

ternak lainnya (Suwito 2010). Pseudomonas putrefaciens juga merupakan bakteri

penyebab noda atau bercak pada permukaan mentega yang berasal dari air

(Adelson dan Putra 2008).

Pada telur Pseudomonas spp. dapat meyebabkan beberapa kerusakan seperti

warna hijau (green rot) pada putih telur oleh Pseudomonas fluorescens, colourless

rot, black rot, dan pink rot (Winarno 2002; Jean, diacu dalam Heredia et al. 2009).

Pseudomonas spp. dapat menimbulkan pembusukan disebabkan karena

kemampuannya dalam menembus cangkang telur dan dan untuk memetabolisme

komponen cairan dalam telur (Jean, diacu dalam Heredia et al. 2009). Masuknya

mikroba ke dalam telur ditunjang jika kutikula rusak, kulit telur retak, permukaan telur

basah dan kotor, kelembaban udara sekitar telur relatif tinggi, umur telur tua, &

penurunan suhu telur yang mendadak (Lukman dkk. 2009).

Pseudomonas spp. juga sering dikaitkan sebagai pembuat masalah di rumah

sakit (Nosokomial disease) seperti Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri

pembuat nanah (hijau biru) dapat menyebabkan diare karena makanan.

Pseudomonas aeruginosa menyebar melalui makanan yang kontak dengan pekerja

dirumah sakit yang kurang bersih dalam penaganan makanan (Sudarwanto 2011).

Page 9: Cemaran Pseudomonas spp Pada Bahan Pangan (Pseudomonas spp contamination in raw material foods)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 9

Higiene Pangan Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

Pseudomonas aeruginosa merupakan patogen utama bagi manusia. Bakteri ini

kadang-kadang mengkoloni pada manusia dan menimbulkan infeksi apabila fungsi

pertahanan inang abnormal. Oleh karena itu, Pseudomonas aeruginosa disebut

patogen oportunistik, yaitu memanfaatkan kerusakan pada mekanisme pertahanan

inang untuk memulai suatu infeksi. Bakteri ini dapat juga tinggal pada manusia yang

normal dan berlaku sebagai saprofit pada usus normal dan pada kulit manusia

(Natalia 2011).

Salah satu spesies dari Pseudomonas spp. yang dapat menghasilkan racun

yang berbahaya yaitu Pseudomonas cocovenenans. Bakteri ini hanya dapat tumbuh

pada pada tempe bongkrek dan membentuk racun jika bahan dasar tempe adalah

kelapa parut, ampas kelapa atau bungkil kelapa, sedangkan tempe dari kedele atau

oncom dari bungkil kacang tanah tidak beracun walaupun ditulari bakteri ini, Namun

bungkil kacang tanah yang belum diberi ragi oncom, bisa beracun jika ditulari bakteri

ini. Bakteri Pseudomonas cocovenenans bila tumbuh pada ampas kelapa akan

memproduksi racun toxoflavin dan asam bongkrek. Toxoflavin berwarna kuning,

tampak jelas jika tempe bongkrek terkontaminasi racun ini, sedangkan asam

bongkrek merupakan racun yang tidak berwarna. Toksisitas asam bongkrek lebih

tinggi dibandingkan toxoflavin (Anonim 2009).

Bongkrekic Acid

(3-Carboxymethyl-1,7 methoxy-6,18,21-trimethyldocosa 2,4,8,12,14,18,20-heptaenedioic Acid)

Page 10: Cemaran Pseudomonas spp Pada Bahan Pangan (Pseudomonas spp contamination in raw material foods)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 10

Higiene Pangan Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

Toxoflavin

(1,6 Dimethylpyrimido(5,4-e)-as-triazine-5,7(1H,6H)-dione)

Gambar 2. Sturuktur kimia Bongkrekic Acid dan Toxoflavin (Anonim 2009)

Asam bongkrek bekerja secara akumulatif dan akan menyebabkan kematian

mendadak setelah racunnya terkumpul didalam tubuh, racun itu tidak mudah

diinaktifkan atau didetoksifikasi maupun diekskresi oleh tubuh. Didalam tubuh asam

bongkrek menyebabkan peningkatan kadar gula dalam darah akibat mobilisasi

glikogen dari hati dan otot. Asam bongkrek akan bekerja pada glikogen (otot dan

hati) membentuk toksin yang kuat. Toksin akan menghambat oksidasi fosfor,

sehingga mengakibatkan keracunan yang hebat (Sudarwanto 2011). Setelah

glikogen dalam otot dan hati habis segera gula dalam darah dihabiskan juga sampai

yang keracunan meninggal (Anonim 2009). Gejala tipikel dari keracunan bongkrek

setelah periode 4 – 6 jam adalah sakit perut, keringat berlebihan, lelah dan mual,

yang selanjutnya dapat menyebabkan koma yang kadang-kadang mengakibatkan

kematian. Beberapa gram tempe bongkrek beracun bahkan setelah dimasak dalam

sup atau digoreng dengan minyak, sudah cukup untuk membunuh manusia. Asam

bongkrek (asam 3-karboksi-metil-1,7-metoksi-6, 18, 21-trimetil-dokosa-2, 4, 8, 12,

14, 18, 20-heptana dioat) sangat tahan panas bila dilarutkan dalam minyak kelapa

dan lebih toksik dari toksoflavin. Asam ini dapat mematikan pada dosis 2 mg/100 g

berat badan dan dapat mempunyai aktivitas kumulatif (Hidayati 2010).

Page 11: Cemaran Pseudomonas spp Pada Bahan Pangan (Pseudomonas spp contamination in raw material foods)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 11

Higiene Pangan Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

IV. Penaganan dan penanggulangan kontaminasi Pseudomonas spp.

Pseudomonas spp. merupakan salah satu dari sekian banyak jenis mikroba

pembusuk yang tersebar luas di alam dan dapat ditemukan di air tanah, tanaman,

dan pekerja sehingga cemaran Pseudomonas spp. pada bahan pangan sangat

berhubungan dengan masalah higiene, maka tindakan penanganan untuk

mencegah kontaminasi pada bahan pangan dapat dilakukan dengan penerapan

praktek higiene pangan. Higiene pangan merupakan semua kondisi atau tindakan-

tindakan yang dapat dilakukan untuk menjamin, keamanan dan kelayakan makanan

pada semua tahap dalam rantai makanan. Penerapan praktek higienis seperti GHP

(Good Hygienic Practices) yang terdiri dari GAP (Good Agriculture Practices), GMP

(Good Manufacturing Practices), GHP/GSP (Good Handling/Slaughtering Practices),

GDP (Good Distribution Practices), GTP (Good Transportation Practices), GRP

(Good Retailing Practices), GCP (Good Catering Practices) dengan maksud untuk

memenuhi konsep “safe from farm to table” sehingga diperoleh pangan yang aman

dari cemaran Pseudomonas spp. mulai dari pertanian/peternakan sampai makanan

dikonsumsi (Gustiani 2009; Lukman dkk. 2009).

Pengendalian dengan mengontrol faktor-faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan Pseudomonas spp. juga dapat dilakukan seperti; pengendalian

terhadap temperatur, pH, aktifitas air (aw), keadaan lingkungan atmosfir, dan mikroba

kompetitor. pH minimum untuk pertumbuhan Pseudomonas spp. adalah 5,0 dan 5,3,

sehingga dengan menurunkan pH pada bahan pangan maka dapat mereduksi

jumlah Pseudomonas spp. Menurut Doyle (2007) pertumbuhan Pseudomonas spp.

dapat ditekan pada pH kurang dari 5,4. Bakteri-bakteri dari genus Pseudomonas

spp. sensitif terhadap pH yang rendah. Sebagai contoh, Shewanella putrefaciens

gagal tumbuh pada susu yang telah diasamkan pada pH 5,3 (Suwito 2010).

Fermentasi dan penggunaan asam-asam organik seperti asam laktat, asetat, sitrat,

maleat, benzoat, dan sorbet dapat dilakukan untuk menurunkan pH pada bahan

pangan. Asam organik tersebut telah banyak digunakan sebagai bahan pengawet

dan desinfeksi permukaan produk pangan. Tindakan penyemprotan karkas hewan

dengan asam laktat sebesar 6% dan asam asetat sebesar 3% diketahui efektif

mengurangi jumlah Pseudomonas spp. pembusuk dan bakteri patogen lain pada

Page 12: Cemaran Pseudomonas spp Pada Bahan Pangan (Pseudomonas spp contamination in raw material foods)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 12

Higiene Pangan Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

permukaan karkas.

Temperatur merupakan faktor yang harus diperhatikan untuk mengatur

pertumbuhan bakteri. Banyak organisme dari spesie Pseudomonas spp. yang dapat

berkembang dengan cepat pada suhu lemari es (refrigerator). Pseudomonas spp.

mampu membentuk koloni pada suhu 0–7°C, sehingga merupakan mikroba yang

banyak meyebabkan masalah pembusukan pada bahan pangan yang didinginkan.

Untuk menekan pertumbuhan Pseudomonas spp. maka bahan pangan sebaiknya di

simpan pada suhu -18OC sampai -40OC, pembekuan cepat dapat dilakukan dengan

air-blast freezing (Lukman dkk.2009). Metode pembekuan cepat biasanya dilakukan

pada suhu -23,3OC sampai dengan -28,9OC atau -40OC sampai -45,6OC. Pada

kondisi beku tidak terjadi pertumbuhan bakteri dan proses ketengikan akan menjadi

lambat (oksidasi lemak). Kekurangan dari pembekuan adalah dapat merusak tekstur

dan penampakan dari produk setelah dilakukan pelelehan (thawing) (Nurwantoro

dan Mulyani 2003). Daging yang beku-dicairkan-dibekukan-dicairkan lagi akan

banyak mengalami kehilangan cairan (drip) dan penurunan bobot, hal ini merugikan

karena cairan yang keluar dari daging (drip) mengandung zat gizi (protein, vitamin,

mineral) (Lukman dkk. 2009).

Aktifitas air (aw) yang diperlukan untuk pertumbuhan Pseudomonas spp.

berkisar pada 0,91– 0,95 (Doyle 2007). Pseudomonas spp. lebih sering dijumpai

pada permukaan daging segar, ikan dan sayuran dengan aw tinggi, begitu pula pada

susu. Bakteri ini umumnya membutuhkan aktivitas air yang tinggi (0,99 atau lebih)

untuk pertumbuhannya sehingga dengan menurunkan aw maka dapat menurunkan

jumlah kontaminasi Pseudomonas spp. pada bahan pangan. Penurunan aw dapat

dilakukan dengan berbagai cara seperti pengeringan, penambahan gula, dan garam.

Pengeringan adalah suatu usaha pengawetan dengan cara menurunkan aktifitas air

(aw) produk melalui penghilangan air yang dikandung produk dengan proses

penguapan, sehingga mikroorganisme tidak bisa tumbuh berkembang. Pada kondisi

ini, pangan tidak mengandung lagi air bebas yang diperlukan bagi pertumbuhan

mikroba. Penambahan gula dapat mengurangi air bebas dalam bahan pangan

disebabkan karena gula bersifat higroskopis yaitu mampu membentuk ikatan

hidrogen dengan air. Ikatan hidrogen antara air dan gula ini menyebabkan

penurunan jumlah air bebas dan penurunan nilai aw sehingga air tidak dapat

Page 13: Cemaran Pseudomonas spp Pada Bahan Pangan (Pseudomonas spp contamination in raw material foods)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 13

Higiene Pangan Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba. Penambahan garam NaCl dapat

menurunkan aw, karena garam dapat membentuk interaksi ionik dengan air,

sehingga air akan terikat menyebabkan penurunan jumlah air bebas dan aw.

Penambahan gula dan garam yang semakin tinggi akan menyebabkan penurunan

nilai aw. Produk pangan yang mengandung gula tinggi (missal; molases, sirup

glukosa, permen, dan madu) atau yang bergaram tinggi (misal ikan asin) relatif awet

(Kusnandar 2010).

Penggunaan mikroba-mikroba kompetitor seperti mikroba dari golongan

bakteri asam laktat (BAL) dapat menekan pertumbuhan Pseudomonas spp.. Dengan

pemberian BAL pada bahan pangan maka akan mengasamkan bahan pangan

sehingga menurunkan pH sampai 4 mengakibatkan Pseudomonas spp. tidak dapat

berkembang. Bakteri-bakteri dari genus BAL memiliki sifat antagonistic yang tinggi,

disamping itu organisme ini mampu memproduksi senyawa antimikroba yang

melawan flora kompetitornya, termasuk bakteri pembusuk dan patogen dalam bahan

pangan. Nisin dan bakteriosin merupakan antimikroba yang dihasilkan oleh

Lactococcus lactis subsp. lactis yang dapat menekan bakteri Pseudomonas spp..

Nisin merupakan antimikroba alami yang sudah lama digunakan untuk

mengendalikan bakteri pembusuk dalam bahan pangan (Suwito 2010). Mikroba

kompetitor aktif terhadap bakteri pembusuk dan patogen antara lain

Enterobacteriaceae dan khamir.

Kontrol terhadap keadaan lingkungan atmosfir seperti komposisi O2 dan CO2

juga dapat dilakukan untuk menekan pertumbuhan Pseudomonas spp. Konsentrasi

CO2 yang tinggi (sampai 10%) dapat menghambat pertumbuhan Pseudomonas sp.

Penggunaan kemasan aktif (active packaging) seperti MAP (Modified Atmosphere

Packaging) dapat dilakukan. Modified Atmosphere Packaging (MAP) adalah

pengemasan produk dengan menggunakan bahan kemasan yang dapat menahan

keluar masuknya gas sehingga konsentrasi gas di dalam kemasan berubah dan ini

menyebabkan laju respirasi produk menurun, mengurangi pertumbuhan mikrobia,

mengurangi kerusakan oleh enzim serta memperpanjang umur simpan. MAP banyak

digunakan dalam teknologi olah minimal buah-buahan dan sayuran segar serta

bahan-bahan pangan yang siap santap (ready-to eat) (Junlianti dan Nurminah 2006).

Page 14: Cemaran Pseudomonas spp Pada Bahan Pangan (Pseudomonas spp contamination in raw material foods)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 14

Higiene Pangan Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

Prinsip pengawetan dengan cara penyimpanan atmosfir terkendali adalah

pengaturan jumlah gas oksigen dan gas karbondioksida di dalam ruang.

Penyimpanan dalam ruangan dengan sistem atmosfir termodifikasi merupakan suatu

cara penyimpanan dengan mengatur komposisi gas oksigen (O2), karbondioksida

(CO2), dan nitrogen (N2) dalam ruang penyimpanan sehingga dapat memperlambat

proses pernafasan, penguapan dan aktivitas biologis lainnya. Udara termodifikasi

(UT) sering digunakan bergantian dengan udara terkendali. Yang dimaksud dengan

cara penyimpanan dalam UT adalah penambahan CO2, penurunan O2, dan

kandungan N2 tinggi dibandingkan dengan udara biasa. Penggunaan MAP dengan

penyimpanan bahan pangan di dalam kondisi atmosfir dengan konsentrasi CO2 di

atas 10% akan menekan pertumbuhan Pseudomonas spp. Metode ini sangat efektif

untuk mereduksi bakteri pembusuk dan memperpanjang masa simpan produk

pangan baik segar maupun yang telah diproses (Junlianti dan Nurminah 2006).

Penggunaan bahan-bahan pengawet alamai pada bahan pangan untuk

menekan pertumbuhan Pseudomonas spp. juga telah dilakukan. Pemanfaatan

ekstrak etanol dari buah mengkudu (Morinda citrifolia) telah dilaporkan dapat

menghambat pertumbuhan Pseudomonas spp. dan bakteri-bakteri pembusuk

lainnya pada daging (Jayaraman et al. 2008). Penggunaan berbagai jenis madu juga

dilaporkan oleh Hariyati (2010) dapat menekan pertumbuhan Pseudomonas

fluorescens dan Pseudomonas putida.

Pada tempe bongkrek pertumbuhan bakteri Pseudomonas cocovenenas

dapat di cegah dengan beberapa cara. Penamahan antibiotik Aureomycin dan

Terramycin untuk mencegah pertumbuhan Bakteri bongkrek, tapi karena mahal

sehingga tidak digunakan lagi. Penambahan daun calincing (Oxalis) sepium yang

sering digunakan untuk membuat sayur asam, daun calincing ini selain dapat

menghambat pertumbuhan bakteri bongkrek, juga merupakan antidotum (penawar

racun) keracunan asam bongkrek, akan tetapi penambahan daun segar pada

pembuatan tempe bongkrek menyebabkan timbulnya warna hijau dan rasa yang

agak asam, sehingga kurang disukai. Dengan penambahan garam dapur (NaCl)

1,5 – 2 % pada ampas kelapa, juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri

bongkrek, sehingga bisa mencegah pembentukan asam bongkrek (Anonim 2009).

Page 15: Cemaran Pseudomonas spp Pada Bahan Pangan (Pseudomonas spp contamination in raw material foods)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 15

Higiene Pangan Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

KESIMPULAN

Bahan pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia, akan tetapi

tingginya komponen gizi dalam bahan pangan mengakibatkan bahan pangan mudah

rusak oleh mikroba. Salah satu jenis mikroba pencemar yang dapat mengakibatkan

kerusakan (pembusukan) pada bahan pangan yaitu dari genus Pseudomonas spp.

Banyak spesies dari bakteri ini yang dapat mengakibatkan pembusukan pada

makanan dan beberapa spesis juga dapat menghasilkan racun sehingga dapat

mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat. Penanganan dan pencegahan

cemaran dari Pseudomonas spp. dapat dilakukan dengan menerapkan praktek

higienis (GHP/GMP) untuk memenuhi konsep “safe from farm to table” serta kontrol

terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhannya (mis; pengendalian

terhadap temperatur, pH, aktifitas air (aw), keadaan lingkungan atmosfir, dan mikroba

kompetitor).

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2009. Pencemaran Bakteri Pseudomonas Cocovenenans dalam Tempe

Bongkrek, Toxin Sangat Berbahaya!. http://kiathidupsehat.wordpress.com

/2009/02/28/ pencemaran – bakteripseudomonas - cocovenenans - dalam –

tempeh - bongkrek - toxin-sangat - berbahaya/ [21 Mei 2011].

[Anonim]. 2011. Pseudomonas. http://id.wikipedia.org/wiki/Pseudomonas [21 Mei

2011].

Adelson, RE Putra. 2008. Kontaminasi Mikroba Pada Bahan Pangan [makalah].

Padang: Program Studi Biologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika Dan

Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Padang.

Balia RL. 2010. Kerusakan Bahan Pangan oleh Mikroorganisme. Bandung: Fakultas

Peternakan, Universitas Padjajaran.

Bintoro VP. 2009. Peranan Ilmu dan Teknologi dalam Peningkatan Keamanan

Pangan Asal Ternak. Pidato pengukuhan diucapkan pada peresmian guru

besar. Semarang: Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas

Diponegoro.

Page 16: Cemaran Pseudomonas spp Pada Bahan Pangan (Pseudomonas spp contamination in raw material foods)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 16

Higiene Pangan Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

Buckle KA, RA Edwards, GH Fleet, M Wootton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan

Hari Purnomo dan Adiono. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Hal : 23, 29.

Doyle ME. 2007. Microbial Food Spoilage - Losses and Control Strategies. A Brief

Review of the Literature. Madison: Food Research Institute, University of

Wisconsin.

Grahatika R. 2009. Identifikasi dan Pemeriksaan Jumlah Total Bakteri pada Susu

Sapi di Kabupaten Karanganyar [skripsi]. Surakarta: Fakultas Farmasi,

Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Gustiani E. 2009. Pengendalian Cemaran Mikroba pada Bahan Pangan Asal Ternak

(Daging dan Susu) Mulai dari Peternakan Sampal Dihidangkan. Jurnal

Litbang Pertanian, 28(3):96-100.

Hariyati LF. 2010. Aktivitas Antibakteri Berbagai Jenis Madu terhadap Mikroba

Pembusuk (Pseudomonas fluorescens FNCC 0071 dan Pseudomonas putida

FNCC 0070) [skripsi]. Surakarta: Fakulta Pertanian, Universitas Sebelas

Maret.

Harsono W. 2009. Bakteri Pembusuk Pada Makanan [terhubung berkala]. Htttp:///

www.indomedia.com/intisari/2009/Bakteri Pembusuk.htm. [11 Juli 2010].

Heredia N, E Wesley, S Garcia. 2009. Food Safety Issues and The Microbiology of

Eggs and Egg Products. Microbiologically Safe Foods. John Wiley & Sons,

Inc. Page: 187-248.

Hidayati NL. 2010. Mikrobia Patogen. http://www.dinkes.kulonprogokab.go.id/?pilih=

news&mod=yes&aksi=lihat&id=9. [21 Mei 2011].

Jayaraman, S Kumar, MS Manoharan, S Illanchezian. 2008. Antibacterial, Antifungal

and Tumor Cell suppression Potential of Morinda citrifolia Fruit Extracts.

International Journal of Integrative Biology 3(1): 46-47.

Junlianti E, M Nurminah. 2006. Teknologi Pengemasan [buku ajar]. Sumatera Utara:

Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera

Utara.

Kusnandar F. 2010. Klasifikasi Produk Pangan, Tingkat Resiko dan Cara

Pengawetannya. Fakutas Teknologi Pertanian. Departemen Ilmu dan

Teknologi Pangan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Page 17: Cemaran Pseudomonas spp Pada Bahan Pangan (Pseudomonas spp contamination in raw material foods)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 17

Higiene Pangan Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

Lebert I, C Begot, A Lebert. 1997. Growth of Pseudomonas fluorescens and

Pseudomonas fragi in a Meat Medium as Affected by pH (5.8–7.0), Water

Activity (0.97–1.00) and Temperature (7–25OC). International Journal of Food

Microbiology 39(1998):53–60.

Lukman DW, MB Sudarwanto, AW Sanjaya, T Purnawarman, H Latif, RR

Soejoedono. 2009. Higiene Pangan. Bogor: Bagian Kesehatan Masyarakat

Veteriner, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet, Fakultas

Kedokteran Hewan, IPB.

Natalia L. 2011. Pseudomonas aeruginosa, Penyebab Infeksi Nosokomial.

http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/lia-natalia078114123.pdf [21 Mei

2011].

Nurwantoro, Mulyani S. 2003. Dasar Teknologi Hasil Ternak [buku ajar]. Semarang:

Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro.

Siagian A. 2002. Mikroba Patogen Pada Makanan dan Sumber Pencemarannya

[artikel. USU digital library. Sumatera Utara: Fakultas Kesehatan Masyarakat,

Universitas Sumatera Utara.

Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah mada University Press,

Yogyakarta.

Sudarwanto MB. 2011. Higiene Pangan: Modul 2 [bahan ajar]. Bogor: Bagian

Kesehatan Masyarakat Veteriner, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan

Kesmavet, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB.

Suwito W. 2010. Bakteri yang Sering Mencemari Susu: Deteksi, Patogenesis,

Epidemiologi, dan Cara Pengendaliannya. Jurnal Litbang Pertanian 29(3):96-

100.

Winarno FG. 2002. Telur : Komposisi, Penanganan dan Pengolahannya. Bogor :

M-Brio Press.