cercospora sp.pdf

Upload: mifta

Post on 06-Jul-2018

212 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/18/2019 cercospora sp.pdf

    1/12

    POTENSI BAHAN NABATI CENGKEH, LENGKUAS, DAN MIMBA UNTUK PENGENDALIANPENYAKIT PADA KEDELAI DAN KACANG HIJAU

    29

    POTENSI BAHAN NABATI CENGKEH, LENGKUAS, DAN

    MIMBA UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT PADA KEDELAI

    DAN KACANG HIJAU

    SumartiniBalai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian

    Kotak Pos 66, Malang. Telp (0341) 801468, Fax : 0341-801496e-mail: [email protected]

     ABSTRAK

    Penyakit karat merupakan penyakit penting pada kedelai di musim kemarau.

    Sedangkan embun tepung dan bercak daun merupakan penyakit pentingpada kacang hijau masing-masing di musim kemarau dan hujan.Penyemprotan minyak cengkeh (3 ml/l) yang dimulai pada umur 25 hari,dilakukan dengan frekuensi tujuh kali, dan interval waktu lima hari efektifmenurunkan intensitas penyakit karat pada kedelai, sebesar 50%.Penyemprotan ekstrak lengkuas (2  –  5 ml/l) mampu menekan intensitaspenyakit bercak daun pada kacang hijau sebesar 53%, sementarapenyemprotan ekstrak mimba  (1 ml/l) tujuh kali dimulai umur 25 haridengan interval lima hari lebih efektif menurunkan intensitas penyakit

    embun tepung sebesar 38%. Tulisan ini merupakan ulasan hasil-hasilpenelitian efektivitas minyak cengkeh, lengkuas, dan mimba terhadapmasing-masing penyakit karat pada kedelai, bercak daun, dan embuntepung pada kacang hijau.

    Kata kunci : Kedelai , kacang hijau, penyakit karat, bercak daunCercospora , dan embun tepung

    PENDAHULUAN

    Bioekologi Penyakit karat pada kedelai, bercak daun, dan embun

    tepung pada kacang hijau.

    Penyakit karat pada kedelai merupakan penyakit utama,

    disebabkan oleh cendawan Phakopsora pachyrhizi , yang menginfeksi daun-

    daun dan mengakibatkan daun-daun gugur sebelum waktunya, sehingga

    akan menghambat pembentukan polong dan akhirnya mengurangi hasil.

    Besarnya kehilangan hasil tergantung pada waktu pertama terjadinya

    infeksi. Jika infeksi terjadi lebih awal, maka kehilangan semakin tinggi.

  • 8/18/2019 cercospora sp.pdf

    2/12

    Sumartini. Semnas Pestisida Nabati IV, Jakarta 15 Oktober 2011

    30

    Kehilangan hasil dapat mencapai 30 - 90% di Indonesia (Semangun 1991),

    dan 80% di Amerika Serikat.

    Penyebaran penyakit karat dari musim ke musim karena spora karat

    dapat terbawa oleh aliran udara, dan dapat terpencar secara cepat pada

     jarak yang jauh. Penyakit karat pertama diketemukan di daratan China dan

     Asia Timur pada tahun 1902, kemudian menyebar ke Asia Tenggara dan

     Australia pada 1914. Di Indonesia mulai terdapat laporan penyakit karat

    pada tahun 1949 yang penyebabnya diidentifikasi sebagai Uromyces sojae .

    Di India penyakit karat diketemukan pada tahun 1950. Selanjutnya

    dilaporkan bahwa penyakit karat juga terjadi di Uganda pada tahun 1996,

    penyakit kemudian menyebar secara cepat ke seluruh Afrika pada tahun

    2002, selanjutnya ke seluruh pertanaman kedelai di Brazil, Paraguay, dan

    Bolivia, pada tahun 2001, akhir-akhir ini penyakit karat sudah terdapat di

     Amerika Serikat pada tahun 2004.

    Selain kedelai penyakit karat mempunyai beberapa inang lain seperti

    Phachyrhizus erosus (bengkuang), Cajanus cajan  (kacang gude), Canavalia

    gladiata  (kara pedang), Calopogonium muconoides (kacang asu), Crotalaria  

    spp. (eceng-eceng), Centrosoma pubescens , Pueraria phaseolides  (tanaman

    penutup tanah), Phaseolus lunatus   (kacang kratok), Phaseolus vulgaris  

    (buncis), Psophocarpus tetragonolobus   (kecipir), Vigna radiata   (kacang

    hijau), Vigna umbellata   (kacang uci), dan Vigna unguiculata   (kacang

    panjang).

    Penyakit bercak daun merupakan penyakit penting setelah penyakit

    embun tepung yang banyak terjadi pada musim hujan d i lahan tegal,

    dengan intensitas serangan dari ringan sampai berat. Intensitas serangan

    bercak daun pada kacang hijau varietas Merak mencapai 58% pada saat

    tanaman berumur 38 hari, dengan diameter bercak terpanjang dapat

    mencapai 4 mm (Sumartini 1997). Penyakit bercak daun tersebar luas di

    seluruh Indonesia, juga banyak ditemukan di Malaysia, Filipina, Thailand,

    dan Kepulauan Pasifik (Semangun 1991). Kehilangan hasil di Filipina

    dilaporkan dapat mencapai 23% apabila 75% dari daun mati karena bercak

    daun Cercospora   (Quebral 1978), sedangkan di Taiwan mencapai 58%

    (AVRDC 2005).

  • 8/18/2019 cercospora sp.pdf

    3/12

    POTENSI BAHAN NABATI CENGKEH, LENGKUAS, DAN MIMBA UNTUK PENGENDALIANPENYAKIT PADA KEDELAI DAN KACANG HIJAU

    31

    Penyakit bercak daun disebabkan oleh dua jenis cendawan yaitu

    Cercospora canescens dan Cercospora cruenta , tetapi di lapangan   C.

    canescens   lebih banyak di temukan (Semangun 1991). Mula-mula pada

    daun timbul gejala bercak kecil yang berwarna kecoklatan dengan bentuk

    tidak teratur, kemudian melebar. Beberapa bercak dapat menjadi satu

    sehingga membentuk bercak yang lebih besar. Bagian tengah bercak

    menjadi berwarna putih, bagian terseb ut merupakan kumpulan spora dari

    cendawan penyebab penyakit. Serangan bercak daun lebih banyak terjadi

    pada fase generatif (Nuryanto et al. 1993).

    Penyakit embun tepung termasuk penyakit penting pada kacanghijau, banyak ditemukan menyerang kacang hijau yang ditanam pada

    musim kemarau di lahan sawah. Penyakit embun tepung merupakan salah

    satu hambatan dalam peningkatan produksi kacang hijau di Indonesia

    (Semangun 1991; Hardaningsih et al . 1992). Penyakit tersebar di beberapa

    negara penghasil kacang hijau seperti India, Filipina dan Taiwan (Grewal

    1978; Quebral 1978; Yang 1978). Penyakit embun tepung berkembang

    baik pada keadaan kering dan  banyak angin. Sebaliknya apabila terjadi

    hujan terus menerus akan menghambat perkembangan penyakit. Oleh

    karena itu penyakit embun tepung banyak terjadi pada pertanaman kacang

    hijau di musim kemarau.

    Penyakit embun tepung disebabkan oleh cendawan Oidium   sp.

    Stadium sempurna perkembangan cendawan tersebut adalah Erysiphe

    polygoni . Pada umumnya serangan dimulai dari daun bagian bawah,

    selanjutnya terus berkembang menyerang daun-daun yang lebih atas.

    Gejala mula-mula timbulnya bercak berwarna putih pada daun. Warna putihtersebut merupakan miselium dari cendawan Oidium sp . Pada

    perkembangan lebih lanjut sebagian atau seluruh permukaan daun tertutup

    oleh miselium cendawan. Pada serangan yang berat daun menjadi

    kekuningan, kemudian kecoklatan dan gugur. Apabila seluruh permukaan

    terserang embun tepung pada saat berbunga, kerugian hasil dapat

    mencapai 21% (Quebral 1978). Prayogo dan Hardaningsih (1993)

    melaporkan bahwa kehilangan hasil pada varietas No. 129 yang sangat

  • 8/18/2019 cercospora sp.pdf

    4/12

    Sumartini. Semnas Pestisida Nabati IV, Jakarta 15 Oktober 2011

    32

    rentan dapat mencapai 80%, apabila tanaman terinfeksi pada umur muda

    (14 hari setelah tanam).  

    PESTISIDA NABATI UNTUK MENGENDALIKANPATOGEN TANAMAN

    Pengendalian penyakit karat daun dengan minyak cengkeh.

    Pengendalian penyakit kedelai dan kacang hijau dapat dilakukan

    dengan menggunakan bahan nabati, karena murah daripada cara kimiawi.

    Selain itu bahan nabati mudah didapatkan di sekitar kita, mudah te rdegrasi

    sehingga tidak mencemari lingkungan. Pengendalian penyakit-penyakit

    daun seperti karat telah dilakukan dengan menggunakan beberapa ekstrak

    nabati yang toksik terhadap patogen.

    Hasil penelitian tahun 2005 menunjukkan bahwa ekstrak cengkeh

    mampu menekan jamur karat P. pachyrizi   (Sumartini 2006). Cengkeh

    mengandung bahan anti cendawan antara lain eugenol. Kandungan

    eugenol di dalam ekstrak cengkeh berkisar antara 70  –  95% tergantung

    dari bagian tanaman dan varietas yang digunakan. Kisaran kandungan

    eugenol pada bunga, tangkai, dan daun berturut -turut adalah 82-87%, 83-

    95%, dan 90-95% (Guenther 1990). Selain eugenol cengkeh mengandung

    metil eugenol dan -caryophyllene. Eugenol merupakan senyawa volatil

    yang tidak dapat larut dalam air dan propyle ne glycol, tetapi dapat larut

    dalam alkohol, eter, chloroform dan aseton (Tombe 1999).

    Sebagai antibiotik eugenol digunakan untuk membunuh

    mikroorganisme seperti Bacillus subtillis, Staphylococcus aureus , dan

    Escherichia coli . yang menginfeksi bahan makanan. Selain itu eugenol jugadapat mematikan atau menekan perkembangan patogen tanaman antara

    lain Fusarium oxysporum, Phytophtora capsici, Rhizoctonia solani, dan 

    Sclerotium rolfsii  (Tombe et al . 1992).

    Hasil penelitian tahun 2006 menunjukkan bahwa penyemprotan

    ekstrak cengkeh 100/1000 (w/v) pada konsentrasi 5, 10, atau 15% dapat

    menekan perkembangan penyakit karat. Konsentrasi 15% efektif

    menghambat perkembangan penyakit karat sampai 67,6%. Semakin tinggi

    konsentrasi ekstrak cengkeh semakin sedikit jumlah uredi nia masing-masing

    sebesar 9,2; 5,6 dan 3,3. Dengan menaikkan konsentrasi ekstrak cengkeh 2

  • 8/18/2019 cercospora sp.pdf

    5/12

    POTENSI BAHAN NABATI CENGKEH, LENGKUAS, DAN MIMBA UNTUK PENGENDALIANPENYAKIT PADA KEDELAI DAN KACANG HIJAU

    33

     – 3 kali (dari 5% menjadi 10% dan 15 %) jumlah uredi nia turun menjadi 39

    - 64%. Namun demikian pengaruh penyemprotan tersebut terhadap hasil

    kedelai belum diketahui (Sumartini 2007).

    Pengembangan penelitian selanjutnya digunakan formulasi minyak.

    Guna mengetahui sampai seberapa jauh minyak cengkeh dapat melindungi

    daun-daun kedelai dari infeksi penyakit karat, maka diamati intensitas

    serangan karat di rumah kaca dan lapangan. Intensitas penyakit karat di

    rumah kaca bervariasi 5  –  19% pada perlakuan, dan 73% pada tanpa

    bahan nabati. Sedangkan di lapangan 17 – 22% pada petak perlakuan, dan

    34% pada petak tanpa perlakuan. Pada pengamatan intensitas serangankarat terakhir te rdapat perbedaan nyata pada petak perlakuan dan kontrol.

    Sedangkan petak antar perlakuan tidak berbeda nyata, meskipun demikian

    di antara perlakuan terdapat kecenderungan baik di rumah kaca maupun di

    lapangan bahwa perlakuan lima hari mempunyai intensitas sedikit daripada

    perlakuan lainnya, dan dapat menghambat intensitas penyakit karat sebesar

    53%. Hal ini mengisyaratkan bahwa penyemprotan cengkeh akan efektif

    apabila dilakukan beberapa kali dengan interval waktu lima hari (Tab el 1).

    Fenomena tersebut membuktikan bahwa dalam tempo waktu setelah lima

    hari residu minyak cengkeh pada daun sudah berkurang.

    Tabel 1. Intensitas serangan penyakit karat pada beberapa waktupenyemprotan di rumah kaca dan lapangan pada 2008.

    NoUrut

    Frekuensi Penyemprotanminyak cengkeh

    Intensitas serangan karat (%)

    Rumah kaca Lapangan

    1. satu hari sekali 13,30 b 20,00 b

    2. dua hari sekali 7,50 b 21,60 b3. tiga hari sekali 15,00 b 19,20 b

    4. empat hari sekali 19,15 b 18,20 b

    5. lima hari sekali 5,00 b 16,60 b

    6. enam hari sekali 14,15 b 17,80 b

    7. tujuh hari sekali 8,30 b 19,60 b

    8. Tanpa minyak cengkeh 73,30 a 33,60 a

    LSD 0,05 14,78 7,328

    Kk (%) 45,78 21,04

    Sumber : Sumartini (2008)

    Keterangan : hs t = hari setelah tanam, tn = tidak berbeda nyata

  • 8/18/2019 cercospora sp.pdf

    6/12

    Sumartini. Semnas Pestisida Nabati IV, Jakarta 15 Oktober 2011

    34

    Pengendalian penyakit bercak daun dengan lengkuas

    Penyakit bercak daun mulai muncul pada saat tanaman berumur tiga

    minggu, kemudian berkembang. Pengamatan intensitas penyakit dilakukan

    pada saat tanaman berumur 44 hari. Bahan nabati lengkuas dan minyak

    cengkeh lebih efektif daripada larutan bawang putih, larutan serbuk biji

    mimba dan tanpa pengendalian. Dengan konsentrasi 3  –  5 ml mampu

    menekan penyakit bercak daun sebesar 53% (Tabel 2). Menurut Ginting

    (1999) lengkuas efektif menekan diameter koloni cendawan Phytophthora

    capsici  penyebab busuk pangkal batang pada lada. Lengkuas mengandung

    bahan aktif sineol, pipena, kamfor, dan metil cinamat yang berp eran sebagai

    antibiotik (Harri s 1990).

    Tabel 2. Intensitas penyakit bercak daun pada kacang hijau di DesaDaleman, Kec. Kedondong, Kab. Sampang, Madurapada umur44 hari setelah tanam.

    No Perlakuan Intensitasbercak daun

    (%)

    Penghambatan(%)

    1. Penyemprotan dengan minyakcengkeh 17,0 bc 37

    2. Penyemprotan dengan larutanbawang putih

    21,4 ab 21

    3. Penyemprotan dengan larutan

    lengkuas

    12,8 c 53

    4. Penyemprotan dengan larutanserbuk biji mimba

    21,4 ab 21

    5. Tanpa penyemprotan bahannabati

    27,0 a -

    6. Penyemprotan dengan fungisida

    difenoconazol

    2,0 d 92

    BNT 5% 5,413 -

    Sumber : Sumartini (2011)

    Keterangan : hst = hari setelah tanam, tn = tidak nyata

    Berat polong kering secara statistik tidak berbeda (Tabel 3). Hal

    ini disebabkan oleh banyak biji yang berkecambah sebelum dipanen

    karena hujan terjadi terus menerus selama penelitian (Gambar 1). Biji

    kacang hijau varietas Sampeong berukuran kecil, umumnya untuk produk

    kecambah.

  • 8/18/2019 cercospora sp.pdf

    7/12

    POTENSI BAHAN NABATI CENGKEH, LENGKUAS, DAN MIMBA UNTUK PENGENDALIANPENYAKIT PADA KEDELAI DAN KACANG HIJAU

    35

    Tabel 3. Berat polong isi dan berat kering biji kacang hijau. Desa Daleman,Kec. Kedondong, Kab. Sampang, Madura.

     

    No PerlakuanBerat kering polong

    (gram/50 tanaman)

    1. Penyemprotan dengan minyak cengkeh 82,832. Penyemprotan dengan larutan bawang putih 70,60

    3. Penyemprotan dengan larutan lengkuas 69,124. Penyemprotan dengan larutan serbuk biji mimba 63,745. Tanpa penyemprotan bahan nabati 91,706. P enyemprotan dengan fungisida hexaconazol 92,00

    tnSumber : Sumartini (2011)

    Keterangan: tn = tidak nyata .

    Gambar 1. Fluktuasi curah hujan dan hari hujan di Kabupaten Sampangselama bulan Januari sampai Juli 2010.

     

    Pengendalian penyakit embun tepung dengan mimba 

    Hasil penelitian tahun 2009 di Kudus disajikan pada Tabel 3, bahwa

    intensitas penyakit embun tepung bervariasi dari 0 sampai 37,40 %.

    Intensitas serangan embun tepung pada petak perlakuan berbeda nyata

    0

    50

    100

    150

    200

    250

    300

    350

    400

    Jan Feb Mrt Aprl Mei Jn Jl

    Bulan/Th 2010

       C  u  r  a   h   h  u   j  a

      n   (  m  m   )

    0

    5

    10

    15

    20

    25

       H  a  r   i   h  u   j  a  n

    Crh hujan Hr hujan

  • 8/18/2019 cercospora sp.pdf

    8/12

    Sumartini. Semnas Pestisida Nabati IV, Jakarta 15 Oktober 2011

    36

    dengan petak tanpa perlakuan. Perlakuan fungisida hexaconazol 1 ml/liter

    dilanjutkan dengan difenoconazol 1 ml/liter lebih efektif daripada hanya

    aplikasi secara tunggal. Pada petak yang disemprot dengan hexaconazol

    pada pengamatan umur 44, dan 51 hari tidak ditemukan embun tepung.

    Tabel 3. Intensitas serangan penyakit embun tepung ( Erysiphe poligoni ) pada kacang hijau di Kudus. Tahun 2009.

    Perlakuan Intensitas embun

    tepung padaumur (%)

    Penghambatan

    (%)

    Berat

    KeringPolong

    (kg/plot)

    Hasil yang

    dapatdiselamatkan

    (%)44 hari 51 hari

    1. P-1 0, 00 a 0,00 a 100 1, 799 c 522. P -2 17,60 c 8,00 b 75 2,173 e 833. P -3 12,60 b 0,00 a 100 2,138 e 804. P -4 0,00 a 20,00 c 38 2,007 de 705. P-5 24,60 d 22,00 c 31 1,416 b 196. P -6 37,40 e 32,00 d - 1,188 a -

    Kk (%) 23 37 37

    BNT 0,05 0,21 2,09 0,108Sumber : Sumartini (2011)

    Keterangan :P1 = hexaconazol 1 cc/liter (14, 21, dan 28 hst + difenoconazol 1 cc/liter (35 dan 42

    hst)P2 = hexaconazol (Anvil*) 1 ml/liter (14, 21, dan 28 hst)P3 = difenoconazol (Score*) 1 ml/liter (30, 37, dan 42 hst)P4 = ekstrak biji mimba 1 ml/liter (25, 30, 35, 40, 45, 50, 55 hst )P5 = minyak cengkeh 1ml/liter (25, 30, 35, 40, 45, 50, 55 hst )P6 = air, seminggu sekaliKk = koefisien kovarianBNT = beda nyata terkecil 

    Hasil penelitian juga menyatakan bahwa bahan nabati mimba lebih

    efektif menekan penyakit embun tepung daripada cengkeh. Tanpa tindakan

    pengendalian perkembangan penyakit embun tepung cepat sekali, terlihat

    pada petak tanpa pengendalian pada pengamatan umur 44 hari intensitas

    penyakit tertinggi mencapai 37,40%, namun akibat penyemprotan air

    kelembaban agak tinggi sehingga perkembangan penyakit embun tepung

    agak terhambat. Kondisi lingkungan selama penelitian berlangsung cukup

    mendukung perkembangan penyakit embun tepung. Sumber inokulumberlimpah, suhu rata-rata pada pagi hari 20-220C, dan suhu maksimum 26-

  • 8/18/2019 cercospora sp.pdf

    9/12

    POTENSI BAHAN NABATI CENGKEH, LENGKUAS, DAN MIMBA UNTUK PENGENDALIANPENYAKIT PADA KEDELAI DAN KACANG HIJAU

    37

    270C, sangat sesuai bagi perkembangan penyakit embun tepung. Menurut

    Ilag (1978) perkembangan penyakit embun tepung meningkat pada suhu

    22-260C, dengan kelembaban nisbi 80-88%.

    Pada petak yang disemprot mimba pada awalnya intensitas

    penyakit belum terlihat (0%), namun s eiring dengan perkembangan

    tanaman, penyakit berkembang dan dengan konsentrasi 1 ml/liter tidak

    mampu menekan perkembangan penyakit embun tepung. Penyemprotan

    mimba mampu menurunkan intensitas embun tepung sebesar 38%. Selain

    itu kehilangan berat kering polong yang dapat dicegah sebesar 70% (Tabel

    2). Hal lain terjadi pada petak yang disemprot cengkeh, meski disemprotdengan minyak cengkeh perkembangan penyakit embun tepung tetap cepat.

    Dengan menaikkan konsentrasi sampai 3 ml/l air (masih ekonomis)

    kemungkinan dapat menekan perkembangan penyakit embun tepung.

    Mimba berbahan aktif azadirachtin, salamin, miliantriol, dan nimbin

    biasanya digunakan untuk pengendalian hama dengan mekanisme kerja

    penolakan makan, sehingga semakin lama hama akan mati kelaparan

    (Sudarmadji 1993). Namun mimba juga dapat menurunkan perkecambahan

    spora dan jumlah pustul pada penyakit karat daun kedelai (Sumartini 2002).

    Cengkeh berbahan aktif eugenol efektif mengendalikan beberapa

    macam penyakit antara lain karat daun kedelai (Sumartini 2007), penyakit

    tular tanah yang disebabkan oleh cendawan-cendawan Fusarium

    oxysporum, Phytophthora capsici, Rhizoctonia solani,dan Sclerotium rolfsii  

    (Tombe et al . 1992). Intensitas penyakit embun tepung pada perlakuan

    dengan ekstrak mimba dan minyak cengkeh di bawah perlakuan fungisida,

    namun kedua bahan nabati tersebut mempunyai keunggulan tidakmencemari lingkungan dan tidak memicu timbulnya ras-ras baru.

    Konsentrasi minyak cengkeh masih bisa ditingkatkan menjadi dari 3 ml/l,

    sedangkan untuk larutan serbuk biji mimba 5 ml/l. Lebi h dari konsentrasi

    tersebut terjadi fitotoksis atau merusak jaringan daun (Sumartini 2007).

    KESIMPULAN

    Penyemprotan minyak cengkeh efektif terhadap penyakit karat pada

    kedelai, dilakukan dengan interval waktu lima hari.

  • 8/18/2019 cercospora sp.pdf

    10/12

    Sumartini. Semnas Pestisida Nabati IV, Jakarta 15 Oktober 2011

    38

    Penyemprotan ekstrak mimba  (1 ml/l) tujuh kali dimulai umur 25

    hari dengan interval 5 hari lebih efektif terhadap penyakit embun tepung

    daripada minyak cengkeh (1 ml/l).

    Penyemprotan hexaconazol 1 ml/liter pada umur 14, 21, dan 28 h ari

    setelah tanam, dilanjutkan dengan difenoconazol 1 ml/liter pada umur 35

    dan 42 hari setelah tanam lebih efektif mengendalikan penyakit embun

    tepung daripada hanya hexaconazol atau difenoconazol saja.

    Efektivitas fungisida kimia (hexaconazol dan difenoconazol) lebih

    tinggi dibandingkan fungisida asal bahan nabati.

    Bahan nabati lengkuas lebih efektif daripada minyak cengkeh,

    larutan bawang putih, ekstrak biji mimba dan tanpa pengendalian, dengan

    konsentrasi 3  –  5 ml mampu menekan intensitas penyakit bercak daun

    sebesar 52,6%.

    DAFTAR PUSTAKA 

     Asian Vegetable Research and Development Centre. 2005. Powdery mildewand Cercospora   leaf spot of mungbean.

    http://www.avrdc.org/L.C /mungbean/production/diseas e  (diaksespada 27-Sept-2005).

    Ginting, C ., D.R.J. Sembodo, H. Susanto, dan M. Prama Yudi. 1999.Kemampuan beberapa tepung tumbuhan dalam menekan

    pertumbuhan Phytophthora capsici   dari tanaman lada. Hal : 512  – 518. Dalam. Soedarmono (Penyunting). Prosiding Kongres NasionalXV dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia.

    Grewal, J.S. 1978. Diseases of mungbean in India. In . The FirstInternational M ungbean Symposium August 16-19, 1977 at the

    University of the Philippines at Los Banos. p: 165-168.

    Guenther, E. 1990. Minyak Atsiri. Jilid IVB (Penerjemah : S. Ketaren).Universitas Indonesia. Jakarta. Hal. 480 – 494.

    Hardaningsih, S., Y. Baliadi dan N. Saleh. 1993. Penyakit kacang hijau danPenanggulangannya. Edisi 2. Dalam. T. Adisarwanto, S igiono,Sunardi, dan Achmad Winarto. (Penyunting). Kacang Hijau. Monograf

    Balittan Malang No. 9. Hlm: 97-115.

    Harris, R. 1990. Tanaman Minyak Atsiri, Cetakan ke III. Penebar Swadaya.

    Jakarta. 172 hlm.

    http://www.avrdc.org/L.C/mungbean/production/diseasehttp://www.avrdc.org/L.C/mungbean/production/diseasehttp://www.avrdc.org/L.C/mungbean/production/disease

  • 8/18/2019 cercospora sp.pdf

    11/12

    POTENSI BAHAN NABATI CENGKEH, LENGKUAS, DAN MIMBA UNTUK PENGENDALIANPENYAKIT PADA KEDELAI DAN KACANG HIJAU

    39

    Ilag, L .L. 1978. Mungbean disease in the Philippines. In . The FirstInternational Mungbean Symposium August 16-19, 1977 at theUniversity of the Philippines at Los Banos. p: 154 -156.

    Nuryanto, B., Suparyono, dan Sudir. 1993. Periode kritis kacang hijauterhadap penyakit bercak daun (Cercospora  canescens ). Hal. 587 – 594. Dalam . Risalah Kongres dan Seminar Ilmiah Nasional XII

    Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. Yogyakarta.

    Prayogo, Y. dan S. Hardaningsih, 1993. Inokulasi jamur embun tepung(Erysiphe polygoni ) pada berbagai umur kacang hijau varietas No.129. Dalam . Sumardiyono, Y. B. (Penyunting). Risalah Kongres XIIdan Seminar Ilmiah Nasional Perhimpunan Fitopatologi Indonesia,

     Yogyakarta. Hal. 581 – 586.Quebral, F.C. 1978. Powdery mildew and Cercospora leaf -spot of mungbean

    in the Philippines. In . The First International Mungbean Symposium August 16-19, 1977 at the University of the Philippines at Los Banos.p: 147-148

    Semangun, H. 1991. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia.Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 449 hlm.

    Sudarmadji, D. 1994. Prospek dan kendala dalam pemanfaatan nimba

    sebagai insektisida nabati. Hal. 222 – 2229. Dalam  . Djiman Sitepu(Penyunting). Prosiding Seminar Hasil Penelitian Dalam RangkaPemanfaatan Pestisida Nabati. Bogor. 1-2 Desember 1993.

    Sumartini. 1997. Reaksi beberapa genotip kacang hijau terhadap penyakit

    bercak daun (Cercospora  canescens ). Hal. 373 – 375. Dalam . RisalahKongres dan Seminar Ilmiah Nasional PFI XIV. Jilid 2. Palembang.

    Sumartini. 2006. Keefektivitas ekstrak cengkeh untuk pengendalian

    penyakit karat pada kedelai. Laporan Teknis tahun 2006. BalaiPenelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Pusat

    Penelitian Tanaman Pangan.

    Sumartini. 2007. Efektivitas ekstrak bahan nabati untuk pengendalianpenyakit karat (Phakopsora pachyrhizi ) pada kedelai. Jurnal IlmuPertanian. Mapeta 9: 70  –  75. Fakultas Pertanian UP N Veteran.

    Surabaya.

    Sumartini. 2009. Retensi minyak cengkeh dalam pengendalian penyakitkarat pada kedelai. Laporan Teknis tahun 2008. Balai Penelitian

    Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Pusat PenelitianTanaman Pangan.

  • 8/18/2019 cercospora sp.pdf

    12/12

    Sumartini. Semnas Pestisida Nabati IV, Jakarta 15 Oktober 2011

    40

    Sumartini. 2011. Efektivitas bahan nabati untuk pengendalian penyakit

    embun tepung dan bercak daun pada kacang hijau. ProsidingSeminar Nasional Implementasi Teknologi Budidaya Tanaman Pangan

    menuju Kemandirian Pangan Nasional. Fakultas Pertanian Univ.Muhammadyah Purwokerto.

    Sumartini dan Y. Prayogo. 2002. Identifikasi bahan nabati untuk

    pengendalian penyakit karat pada kedelai. Hal. 101  –  104. Dalam . Agus Purwantara, Djiman S itepu, Ika Mustika, Karden Mulya, MasSudjadi Sudjono, Muhamad Machmud, Sri Hendrastuti Hidayat,

    Supriadi, Widodo. (Penyunting). P rosiding Kongres XVI dan SeminarNasional Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. Bogor.

    Tombe M., K. Kobayashi, Ma’mun, Triantoro, dan Sukamto. 1992. Eugenol

    dan daun cengkeh untuk pengendalian penyakit tanaman industri.Makalah disampaikan pada Seminar Review Hasil penelitian TanamanRempah dan Obat. Bogor. 8 hlm.

    Tombe, M. 1999. Pengenalan dan Peranan Fungisida Nabati DalamPengendalian Penyakit Tanaman. Hal. 16  – 23. Dalam . PemanfaatanPestisida Nabati. Perkembangan Teknologi Tanaman Rempah dan

    Obat. Vol.11. No. 2. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 65hlm.

     Yang, C.Y. 1978. Mungbean disease and control. In . The First InternationalMungbean Symposium August 16-19, 1977 at the University of thePhilippines at Los Banos. p: 141-146.

    Pertanyaan/komentar

    Supriadi (Balittro):T: Pestisida nabati tidak hanya untuk organisme penyebab penyakit saja,

    oleh karena itu sebaiknya efektifitasnya terhadap serangga hama juga

    diamati.

    J: Kami melibatkan peneliti hama serangga dalam kegiatan ini dan

    mengembangkan untuk pengendalian terpadu (PHT).