cover - dinus

65
Cover

Upload: others

Post on 01-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Cover - DINUS

Cover

Page 2: Cover - DINUS

p-ISSN (print) 2442–5028 e-ISSN (online) 2460–4291

DOI Crossref 10.33633/jpeb

AIMS AND SCOPE

Jurnal Penelitan Ekonomi dan Bisnis (JPEB)’s primary objective is to disseminate scientific articles in the fields of management, economics, accounting, and islamic economics. This journal encompasses articles including but not limited to:

Management Science

Marketing

Financial management

Human Resource Management

International Business

Entrepreneurship

Economics

Monetary Economics, Finance, and Banking

International Economics

Public Economics

Economic development

Regional Economy

Accounting Sciences

Taxation and Public Sector Accounting

Accounting information system

Auditing

Financial Accounting

Management accounting

Behavioral accounting

Islamic Economics

Islamic Economics Science

Syaria Bankin

Islamic Public Science

Business & Halal Industry

PUBLICATION INFORMATION

JPEB is a fully refereed (double-blind peer review) and an open-access online journal for academics, researchers, graduate students, early-career researchers and undergraduate students JPEB published by the Faculty of Economics and Business Dian Nuswantoro University Semarang twice a year, every March and September. JPEB is accept your manuscript both written in Indonesian or English.

OPEN ACCESS POLICY

This Journal provides immediate open access to its content on the principle that making research freely available to the public supports a greater global exchange of knowledge.

This journal is open access journal which means that all content is freely available without charge to users or institution. Users are allowed to read, download, copy, distribute, print, search, or link to full text articles in this journal without asking permission from the publisher or author. This is in accordance with Budapest Open Access Initiative.

JURNAL PENELITIAN EKONOMI DAN BISNIS

Page 3: Cover - DINUS

JURNAL PENELITIAN EKONOMI DAN BISNIS

p-ISSN (print) 2442–5028 e-ISSN (online) 2460–4291

DOI Crossref 10.33633/jpeb

GOOGLE SCHOOLAR CITATION

EDITORIAL TEAM

EDITOR IN CHIEF

Hertiana Ikasari, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Dian Nuswantoro, Indonesia, Indonesia

EDITORIAL BOARD

Dwi Prasetyani, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret Surakarta, Indonesia

Westri Kekalih, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unika Soegijapranata Semarang, Indonesia

Sih Darmi Astuti, [SCOPUS ID : 57188810445] Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Dian Nuswantoro, Indonesia

Juli Ratnawati, [SCOPUS ID: 57189502549] Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Dian Nuswantoro, Indonesia

Amron Amron, [SCOPUS ID: 57193011833] Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Dian Nuswantoro, Indonesia

Enny Susilowati, [SCOPUS ID: 57196194578] Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Dian Nuswantoro, Indonesia

Page 4: Cover - DINUS

JURNAL PENELITIAN EKONOMI DAN BISNIS

p-ISSN (print) 2442–5028 e-ISSN (online) 2460–4291

DOI Crossref 10.33633/jpeb

TABLE OF CONTENTS

Volume 1 Number 2 September 2016

Article

Page

ANALISIS PENGALAMAN PETANI ORGANIK: EKSPLORASI PENGALAMAN PETANI ORGANIK DENGAN INTERPRETATIVE PHENOMENOLOGICAL ANALYSIS DOI : 10.33633/jpeb.v1i2.1998 Muhammad Rifai Rais, Darwanto Darwanto

86-99

KOMPARASI TINGKAT KESEHATAN DUAL BANGKING SISTEM ANTARA DIVISI KONVENSIONAL DAN SYARIAH DI INDONESIA DOI : 10.33633/jpeb.v1i2.1999 Rohimah Rohimah, Rifki Khoirudin

100-118

STUDI EMPIRIS WIRAUSAHA PEREMPUAN DI SURAKARTA : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI, HAMBATAN DAN KEBERHASILAN USAHA DOI : 10.33633/jpeb.v1i2.2000 Dwi Prasetyani, Nanda Purusa, Indra Hasbianto

119-138

IMPLEMENTASI AKUNTANSI KEUANGAN BERBASIS SAK ETAP (STUDI KASUS PADA UMKM BATIK DI KOTA SEMARANG) DOI : 10.33633/jpeb.v1i2.2001 Ira Septriana, Eva Vitriyani

139-150

PROFITABILITAS, LIKUIDITAS DAN NILAI PERUSAHAAN (INDUSTRI PROPERTI DAN REAL ESTATE YANG LISTED DI PT. BEI PADA TAHUN 2011-2014) DOI : 10.33633/jpeb.v1i2.2002 Yulita Setiawanta

151-163

Page 5: Cover - DINUS

ISSN

2442 – 5028 (Print) 2460 – 4291 (Online)

JPEB

Jurnal Penelitian Ekonomi dan Bisnis, 1 (2), 2016, Hal: 86 - 99

http://www.jpeb.dinus.ac.id

ANALISIS PENGALAMAN PETANI ORGANIK:

EKSPLORASI PENGALAMAN PETANI

ORGANIK DENGAN INTERPRETATIVE

PHENOMENOLOGICAL ANALYSIS

Muhammad Rifai Rais

1, Darwanto

2

Fakultas Ekonomika dan Bisnis,Universitas Diponegoro Jalan Prof. Soedarto SH Tembalang, Semarang *Corresponding Author : [email protected]

Diterima : Februari 2016; Direvisi : Juni 2016; Dipublikasi : September 2016

ABSTRACT

The organic farming system is an agricultural system that keeps the environment-friendly. The organic farming system is expected to be a solution for building agriculture and improving the welfare of farmers. This study aims to explore and understand the experience gained by individuals in living organic farming systems. The study used the Interpretative Phenomenological Analysis (IPA) approach that aims thedepth of meaning against various backgrounds, experiences, unique events, and subject thinking through in-depth interviews. The results found that the organic farming systemapplicationled to a variety of the organic farming system experience.Organic farming systems that have been implemented at the moment are still constrained so that social capital in the form of values, norms, trusts and social networks play a role in overcoming these obstacles. Development of organic agriculture is expected to encourage economic aspects, health aspects, and ecological aspects. Keywords: Organic Farming; Experience; Social Capital; Phenomenological

ABSTRAK

Sistem pertanian organik merupakan sistem pertanian yang menjaga aspek ramah lingkungan. Sistem pertanian organik diharapkan menjadi solusi dalam membangun pertanian dan meningkatkan kesejahteraan petani. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan memahami pengalaman yang diperoleh individu dalam menjalani sistem pertanian organik. Penelitian menggunakan pendekatan Interpretative Phenomenological Analysis (IPA)dengan tujuan memperoleh kedalaman makna terhadap berbagai latar belakang, pengalaman, peristiwa unik, dan pemikiran subjek melalui wawancara mendalam. Hasil penelitian ini menemukan bahwa penerapan sistem pertanian organik memunculkan berbagai macam pengalaman sistem pertanian organik. Sistem pertanian organik yang telah diterapkan hingga saat masih mengalami kendala sehingga modal sosial berupa nilai, norma, kepercayaan dan jaringan sosial berperan dalam mengatasi kendala tersebut. Pembangunan pertanian organik diharapkan mendorong aspek ekonomi, aspek kesehatan, dan aspek ekologi. Kata Kunci : Pertanian Organik; Pengalaman; Modal Sosial; Fenomenologi

Page 6: Cover - DINUS

Jurnal Penelitian Ekonomi dan Bisnis (JPEB), 1 (2), 2016, Hal: 86 – 99

87

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara agraris dengan hasil pertanian, kehutanan, perkebunan, maupun hasil laut yang melimpah. Kondisi tersebut menjadikan peluang bidang pertanian terbuka bagi sebagian besar masyarakat lokal. Pertanian merupakan kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati dengan tujuan menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Kegiatan tersebut umumnya disebut sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam. Banyak sedikitnya hasil pertanian bergantung pada kondisi alam dan cara mengolah pertanian itu sendiri. Oleh sebab itu, banyak upaya dilakukan untuk mengolah pertanian guna memaksimalkan hasil pertanian sebagai sumber pangan dan pendapatan bagi para petani. Hal ini juga sebagai sarana untuk membangun ekonomi guna memaksimalkan potensi setiap daerah masing-masing.

Provinsi Jawa Tengahmerupakan salah satu provinsi di Pulau Jawa yang wilayahnya berlokasi diantara Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Jawa Timur. ProvinsiJawa Tengah terbagi atas 29 kabupaten dan 6 kota. Luas wilayah Provinsi Jawa Tengah mencapai 3,25 juta hektar (25,04 persen dari luas Pulau Jawa). Wilayah Provinsi Jawa Tengah adalah lahan sawah dan lahan bukan sawah. Sebagian besar lahan di Provinsi Jawa Tengah adalah lahan bukan sawah dengan luas hingga 2, 25 hektar (69,20 persen luas wilayah Provinsi Jawa Tengah). Penggunaan lahan meliputi : 1) lahan sawah berpengairan teknis (38,26 persen); 2) lahan berpengarian setengah teknik; 3) lahan tadah hujan; serta lainnya. Potensi lahan sawah Provinsi Jawa Tengah mampu untuk ditanami padi hingga mencapai 69,59 persen.

Polusi tanah merupakan salah satu permasalahan terjadi di Indonesia. Penggunaanbahan-bahan kimia seperti pupuk dan pestisida akan mengakibatkan tanah dan air tanah tercemar oleh zat kimia.Seiring adanya pengendapan pestisida maupun bahan agrokimia lain dalam waktu lama menyebabkan degredasi tanah pertanian. Sehingga upaya pengembalian nutrisi tanah memerlukan waktu hingga ratusan tahun. Degredasi tanah pertanian mengakibatkan produktivitas yang menurun dikarenakan hilangnya kemampuan tanah untuk memproduksi nutrisi. Data BPS Provinsi Jawa Tengahmenunjukkan adanya penurunan hasil pertanian pada tahun 2014. Hasil pertanian tahun 2010 mencapai 10.110.830 ton, sedangkan tahun 2014 hanya 9.648.10 ton. Pengembangan pertanian berbasis organik diharapkan dapatmenjaga kondisi tanah dari kerusakan agar hasil pertanian tetap stabil. Data BPS pada tahun 2014 Jawa Tengahmenunjukan bahwa angka tertinggi kasus kerusakan tanah terjadi pada 183 desa dengan kondisi tanah yang tercemar.

Pertanian organik di Indonesia mengalami peningkatan seiring berjalannya tahun.Peningkatan tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan FiBL, IFOAM, serta AOI (Aliansi Organik Indonesia). Peningkatan pertanian organik di Indonesia ditunjukkan oleh meningkatnya luas area pertanian organik, yaitu dari 40.970 Ha pada tahun 2007 menjadi 225.062 Ha pada tahun 2011.

Pertanian organik membutuhkan lahan yang terbebas dari cemaran bahan kimia dan mudah untuk dijangkau (aksesbilitas baik). Pemilihan lahan mempertimbangkan kualitas dan luas lahan peruntukan pertanian organik. Lahan yang belum tercemarmerupakan lahan yang belum diusahakan, tetapi secara umum lahan demikian kurang subur. Lahan yang subur umumnya telah diusahakan secara intensif dengan menggunakan bahan pupuk dan pestisida kimia. Konversi lahan tercemar bahan kimia tersebut membutuhkan masa konversi hingga mencapai dua tahun. Provinsi Jawa Tengah sudah mulai mengembangkan upaya konversi lahan tercemar dibeberapa tempat salah satunya di Kabupaten Sukoharjo.

Fenomena sistem pertanian organik di Kabupaten Sukoharjo dimulai oleh seorang petani yang bernama Setyarman. Setyarman memulai sistem pertanian organik dimulai dari tahun 1999 ketika itu beliau mengikuti SLPTH (Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu) yang diadakan oleh Kementerian Pertanian. Setyarman mempelajari sistem pertanian organik dari keikutsertaanya pada SLPTH.

Page 7: Cover - DINUS

Muhammad Rifai Rais dan Darwanto : Analisis Pengalaman Petani Organik: Eksplorasi Pengalaman Petani Organik Dengan Interpretative Phenomenological Analysis

88

Pengembangan sistem pertanian organik dianggap sangat perlu dilakukan. Saat ini masyarakat memiliki kesadaran akan pentingnya konsumsi makanan sehat tanpa zat kimia. Pola hidup sehatsudah diterapkan secara internasional sehingga peraturan keamanan dan kualitas pangan internasionalharus dipenuhi oleh produk-produk pangan. Jaminan produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food safety attributes), kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan (eco-labelling attributes). Penerapan metode pertanian organik merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperoleh pangan yang sehat dan bergizi (Yanti, 2005). Maka dari itu guna menopang permintaan yang terus menerus bertambah maka sistem pertanian organik di Kabupaten Sukoharjo ini sangat layak untuk dikembangkan.

Kabupaten Sukoharjo dengan potensi alam yang mendukung untuk pengembangan pertanian dan kultur masyarakat yang sebagian mengandalkan penghasilannya dari hasil olahan pertanian maka Kabupaten Sukoharjo sangat perlu untuk mengembangkan sistem klaster organik. Pertanian organik nantinya diharapkan mampu meningkatkan hasil pertanian dan juga meningkatkan kesejahteraan petani. Dibeberapa daerah pertanian organik mampu meningkatkan kesejahteraan petani seperti hasil penelitian Mayrowani et al (2010) didapatkan hasil bahwa pertanian organik dampak mendongkrak pendapatan petani 20-30 persen.

Beberapa permasalahan dalam sistem pertanian organik yang diterapkan oleh kelompok tani JARPETO adalah beberapa petani masih belum lepas secara total dari penggunaan pupuk kimia. Beberapa petani sengaja mencampur pupuk organik dengan pupuk kimia. Menurut Setyarman petani beralasan bahwa penggunaan pupuk kimia memiliki masa panen lebih cepat dan juga hasil pertanian yang lebih hijau. Sedangkan menurut Sumaryono alasan dia enggan berpindah total ke sistem pertanian organik karena menurut dia perpindahan dari kimia ke organik dibutuhkan penyesuaian lahan sekitar tiga musim atau tiga kali masa panen. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Widiarta (2011) menurut Widiarta dalam penelitianya kelemahan penggunaan pupuk organik adalah pertumbuhan tanaman agak lambat hasil pertanian dari penggunaan pupuk kimia lebih tahan hama dan produksi berkualitas tinggi. Sedangkan menurut Roidah (2013) pertanian organik membutuhkan waktu untuk mencapai hasil maksimal. Alokasi waktu dibutuhkan untuk tahapan konservasi tanah sehingga diperoleh keseimbangan tanah dan hasil pertanian organik jauh lebih baik daripada penggunan pupuk kimia.

Masalah lain yang dihadapi petani yaitu tentang asumsi yang berkembang dikalangan petani konvensional bahwa sistem pertanian organik merupakan sistem yang terlalu sulit untuk dikerjakan. Penelitian ini berusaha mengeksplorasi pengalaman dari petani yang telah konsisten menerapkan sistem pertanian organik guna menjawab keraguan tentang sistem pertanian organik dikalangan petani yang belum berpindah ke sistem pertanian organik.

LANDASAN TEORI

Pertanian Organik

Pertanian organik berdasarkan pengertian sistem standarisasi Indonesia (SNI 01-6792-2002) dijelaskan sebagai suatu manajemen produksi yang diterapkan pada pertanian yang memiliki dampak positif terhadap kesehatan konsumen dan agroekosistem. Kesehatan agrosistem mencakup keragaman hayati, siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah. Pembangunan pertanian dijelaskan Mosher dalam Hadisapoetro (1975)sebagai bagian integral pembangunan ekonomi dan masyarakat secara umum. Pembangunan pertanian memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat khususnnya masyarakat yang bermata pencaharian sebagai petani dan menggantungkan kehidupannya kepada sektor pertanian.

Pertanian organik modern di Indonesia melalui pengembangan usahatani sayuran di Bogor, Jawa Barat oleh Yayasan Bina Sarana Bakti (BSB) di tahun 1984 (Prawoto and Surono, 2005; Sutanto 2002). Pertumbuhan luas pertanian organik dari tahun 2008 hingga

Page 8: Cover - DINUS

Jurnal Penelitian Ekonomi dan Bisnis (JPEB), 1 (2), 2016, Hal: 86 – 99

89

2009 tidak terlalu signifikan, hanya 3 persen. Luas area pertanian organik Indonesia tahun 2010 adalah 238,872.24 ha, meningkat 10 persen dari tahun sebelumnya (2009). Namun pada tahun 2011 menurun 5,77 persen dari tahun sebelumnya menjadi 225.062,65 ha. Penurunan terjadi karena menurunnya luas areal pertanian organik tersertifikasi sebanyak 13 persen.Hal ini disebabkan karena jumlah pelaku (petani madu hutan) tidak lagi melanjutkan sertifikasi produknya tahun 2011. Semakin luasnya pertanian organik, diharapkan bisa memberikan manfaat yang lebih luas dalam pemenuhan permintaan masyarakat akan pangan yang sehat dan berkelanjutan. Pertanian organik saat ini telah berkembang secara luas, baik dari sisi budidaya, sarana produksi, jenis produk, pemasaran, pengetahuan konsumen dan organisasi atau lembaga masyarakat yang menaruh minat (concern) pada pertanian organik.

Ekonomi Kelembagaan

Ekonomi kelembagaan merupakan ilmu yang mempelajari mengenai peranan kelembagaan dalam suatu sistem dan organisasi ekonomi/sistem terkait yang meliputi property right atau hak pemilikan. Property rightterdapat pada bentuk aturan formal, norma sosial dan adat. Kaitan hak kepemilikan ini tergantung pada besarnya upaya pelaksanaan dan pengakuan masyarakat.

Modal sosial dijelaskanPutnam (1996) sebagai bentuk corak kehidupan sosial jaringan, norma, dan kepercayaan yang menjadikan para pelaku terkait (participant) bersama bertindak lebih efektif dalam pencapaian tujuan bersama. Modal sosial ditanamkan dan dikembangkan dengan adanya pengaruh dari norma moral suatu komunitas dan kebajikan seperti kejujuran, kesetiaan, dan kemandirian (Fukuyama, 2001).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan model fenomenologi dengan pendekatan kualitatif. Penggunaan model ditujukan untuk memahami peristiwa-peristiwa yang terjadi sebagai dampak adanya interaksi pihak terkait. Pihak-pihak terkait tersebut mempunyai pemahaman atau interpretasi pada setiap peristiwa sehingga tindakan selanjutnya dapat ditentukan. Penggunaan fenomenologi didasarkan pada informasi yang berasal dari pengalaman yang disadari responden terkait penelitian.

Penelitian dilakukan di Kabupaten Sukoharjo. Subjek penelitian adalah kelompok tani JARPETO di Kabupaten Sukoharjo. Pertanian merupakan sektor unggulan yang ada di Kabupaten Sukoharjo dan penting dalam pertumbuhan ekonomi. Pertanian organik dipilih karena diharapkan mampu mengembangkan gairah ekonomi petani dan mampu memperluas lapangan kerja. Pengembangan model pertanian organik nantinya diharapkan mampu menjadi unggulan dan memberikan dampak sosial yang positif.

Penentuan sampel dalam penelitian menggunakan teknik purposive sampling. Herdiansyah (2009) menjelaskan bahwa teknik purposive sampling merupakan teknik pemilihan subjek dan lokasi penelitian yang bertujuan untuk mempelajari/memahami permasakahan pokok yang diteliti.Sampel pada penelitian ini disebut sebagai subjek/informan penelitian. Informan/subjek penelitian adalah petani organik yang tergabung dalam organisasi JARPETO Kabupaten Sukoharjo.

Penelitian Interpretative Phenomenological Analysis dalam praktek penelitiannya menerapkan jumlah informan/subjek sebanyak minimal tiga orang sebagai ukuran standar bagi studi sarjana dan master(Smith, Flowers, & Larkin, 2009).Informan/subjek penelitian ditentukan berdasarkan sampel teoritis yang sesuai dengan tujuan penelitian dan pengalaman yang dimiliki informan selama menjalani sistem pertanian organik. Beberapa kriteria informan di antaranya sebagai berikut:

1. Petani yang aktif dalam anggota JARPETO

Page 9: Cover - DINUS

Muhammad Rifai Rais dan Darwanto : Analisis Pengalaman Petani Organik: Eksplorasi Pengalaman Petani Organik Dengan Interpretative Phenomenological Analysis

90

2. Telah menerapkan sistem pertanian organik dalam waktu lama (minimal lebih dari dua kali masa panen)

3. Memiliki informasi mendalam terkait dengan penelitian 4. Berdomisili di wilayah Kabupaten Sukoharjo. 5. Bersedia menjadi Informan/subjek

Metode Interpretative Phenomenological Analysis (IPA) merupakan metode yang digunakan untuk menganalisis data penelitian. Metode Interpretative Phenomenological Analysis merupakan metode analisa yang dikembangkan oleh Jonathan A.Smith dan Mike Osborn yang didasarkan pada fenomenologi, ideografis, hermeneutika dan interaksi simbolis. Dalam kasus IPA, fokus perhatian analisis secara langsung mengarah kepada usaha subjek untuk memperoleh makna dari pengalamannya (Smith, Flowers, & Larkin, 2009).

Data penelitian diperoleh melalui observasi dan wawancara, khususnya wawancara mendalam (in-depth interview). In-depthinterview pada penelitian fenomenologi memiliki pengertian sebagai bentuk upaya untuk memperoleh informasi mengenai objek penelitian secara mendalam dan mendetail dengan tujuan diperolehnya pemahaman objek penelitian (fenomena sosial dan pendidikan). Data yang diperoleh kemudian dianilisis dengan metode Interpretative Phenomenological Analysis.

Penelitian fenomenologi memiliki beberapa langkah dalam analisis data yaitu (Smith, Flowers, & Larkin, 2009): 1. Langkah 1 : Membaca dan membaca ulang

Langkah pertama dalam sebuah analisis IPA melibatkan seseorang lebih dalam pada beberapa data original.

2. Langkah 2: Pencatatan awal Tahapan analisis awal merupakan tahapan yang paling rinci dan menghabiskan waktu. Langkah ini memeriksa konten semantik (pembelajaran makna dan bahasa) digunakan pada tingkat eksplorasi lebih. Analis mempertahankan sebuah pemikiran terbuka dan catatan apapun tentang perhatian dalam transkip

3. Langkah 3: PengembanganEmergent Themes Tema yang muncul ditemukan oleh peneliti berdasarkan transkrip dan komentar eksploratif yang telah dibuat sebelumnya.

4. Langkah 4: Pengembangan Tema Super-ordinat Tema super-ordinat merupakan kumpulan temadalam satu konteks. Tema super-ordinat yang telah ditentukan lebih baik tidak lepas dari cakupan pertanyaan penelitian secara umum.

5. Langkah 5 : Mendeskripsikan tema Tahap mendeskrisipkan tema ini merupakan tahap terakhir yang dilakukan peneliti untuk melakukan interpretasi hasil wawancara.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Interpretative Phenomenological Analysis (IPA)

Analisis Interpretative Phenomenological Analysis (IPA) yang telah dilakukan sesuai dengan tahapan dalam penelitian fenomenologi menghasilkan beberapa tema yang telah ditentukan berdasarkan hasil dari pengembangan tema super-ordinat yang ditunjukan pada Tabel 1.

Page 10: Cover - DINUS

Jurnal Penelitian Ekonomi dan Bisnis (JPEB), 1 (2), 2016, Hal: 86 – 99

91

Tabel 1. Tema Super-ordinat

Tema Super-ordinat

- Memberikan pandangan dan pengalaman dalam bertani.

- Efek psikologi dari bertani organik.

- Efek positif terhadap kesehatan.

- Bertani organik karena faktor religius.

- Efek positif terhadap kondisi ekonomi.

- Bertani organik memberi efek positif terhadap kondisi pertanian. Tema Super-ordinat yang ditunjukan oleh Tabel 1. disusun berdasarkan pengelompokan

dari tema-emergent themes yang muncul dari setiap subjek yang kemudian dideskripsikan. Hasil deskripsi tema tersebut yaitu :

1. Pandangan dan Pengalaman Baru Bertani.

Pembangunan pertanian organik di Indonesia telah dilakukan sejak masa penjajahan Belanda, namun saat itu masyarakat masih belum menyadari dampak positif (Oudejans, 2006). Hal tersebut menunjukan bahwa pertanian organik merupakan kebudayaan lokal petani di Indonesia pada saat itu. Pendapat Oudejans tersebut sesuai dengan pengalaman Setyarman dan Rubadi, kedua subjek mengartikan pertanian organik sebagai sistem pertanian yang sudah diterapkan oleh orang tua mereka. Mereka berpendapat bahwa mereka sebenarnya telah mempraktikan pertanian organik sejak kecil, pada waktu mereka kecil mereka diajari bagaimana cara membuat pupuk menggunakan kotoran hewan membuat pembasmi hama menggunakan air kencing manusia. Namun pada waktu itu mereka belum mengenal istilah pertanian organik dan manfaat yang didapat dari bertani organik.

Sejak masuknya era pertanian modern sistem pertanian organik mulai ditinggalkan masyarakat indonesia, mereka memilih berganti ke sistem pertanian modern yang menggunakan bahan-bahan kimia sebagai bahan baku pengolahannya. Sejak saat itu pertanian organik sangat awam dikalangan para petani, sebagian petani menganggap bahwa pertanian organik merupakan sistem pertanian yang sulit untuk dilakukan. Widiarta (2011) berpendapat bahwa alasan yang menyebabkan petani tidak banyak mengadopsi pertanian organik adalah; pola pikir petani yang pragmatis dan sudah terbiasa dengan pertanian konvensional sebagai dampak revolusi hijau. Sedangkan menurut Suwantoro (2008), salah satu kendala pengembangan pertanian organik adalah adanya kebiasaan para petani konvesional dalam penggunaan bahan kimia (pemupukan dan pencegahan hama) dalam usaha pertanian untuk mencapai hasil yang baik.

Hal ini sejalan dengan pendapat Setyarman, Kasno, Sugiyo dan Rubadi, menurut Setyarman pendapat bahwa pertanian organik susah untuk dilakukan hanyalah asumsi-asumsi yang ada dikalangan petani yang sebenarnya petani yang membuat asumsi tersebut belum melakukan sistem pertanian organik. Setyarman menambahkan bahwa dia pada saat bertani organik tidak mengalami kesulitan karena bahan baku dalam bertani organik ada disekitarnya. Sugiyo berpendapat bahwa pendapat bertani organik itu rumit tidak dia rasakan pada saat bertani organik dan berjalan dengan baik. Kasno berpendapat bahwa petani tidak mau “rebyek” (repot) padahal petani tau ilmu ilmu bertani organik tetapi tidak mau melakukannya karena mereka enggan untuk berpindah. Sedangkan Rubadi berpendapat bahwa mindset petani tentang cara bertani itu sulit untuk dirubah, menurut Rubadi merubah petani untuk diajak bertani organik itu harus pelan-pelan karena menurutnya mengubah petani untuk bertani organik itu sangat sulit.

Page 11: Cover - DINUS

Muhammad Rifai Rais dan Darwanto : Analisis Pengalaman Petani Organik: Eksplorasi Pengalaman Petani Organik Dengan Interpretative Phenomenological Analysis

92

Bertani organik membawa pengalaman baru para petani, mereka mengalami dampak dari proses perpindahan dari bertani kimia ke organik. Sugiyo menceritakan pengalamannya dalam berpindah dari kimia ke organik bahwa dirinya berpindah secara bertahap yaitu dengan semi organik setelah berjalan beberapa tahun baru meninggalkan bahan kimia secara total, hal tersebut dikarenakan bahwa pada awal menggunakan sistem organik mengalami perubahan terhadap hasil panennya. Rubadi juga mengungkapkan hal yang sama bahwa pengalamannya pada saat tahun pertama menjalani sistem pertanian organik dia mengalami penurunan hasil, setelah tahun ketiga dia mulai merasakan keuntungan menerapkan sistem pertanian organik. Pendapat Sugiyo dan Rubadi tersebut sama dengan pendapat Suwantoro (2008) yaitu kondisi yang dinilai kritis dan berat bagi usaha pertanian organik adalah waktu tanam pertama hingga waktu tanam ketiga dikarenakan apabila budidaya organik diterapkan pada usaha pertanian sering berdampak negatif pada hasil produksi.

Berdasarkan pengalaman yang dijalani petani organik JARPETO, sebenarnya menerapkan sistem pertanian organik sama halnya dengan kembali ke masa lampau yaitu menerapkan sistem yang telah mereka jalani dulu sebelum era revolusi hijau dicanangkan pemerintah.

2. Efek Psikologis dari Cara Bertani Organik

Pertanian organik merupakan sistem yang masih belum dikenal oleh sebagian petani, munculnya sistem pertanian organik membawa efek secara psikologis bagi para petani organik. Efek psikologis yang ditimbulkan bersifat negatif dan positif, dari keempat subjek tiga diantaranya mengalami efek positif yang ditimbulkan karena sistem pertanian organik yang mereka jalani. Perubahan sistem pertanian yang diterapkan petani berdampak pada perubahan sosial yang mereka alami. Hubungan sosial masyarakat sebagai salah satu faktor dalam pelaksanaan sistem pertanian organik, hubungan sosial bisa menjadi penghambat dan pendorong berkembangnya sistem pertanian organik. Hal ini sejalan dengan Anonim (2011) yaitu adanya perubahan memberikan dampak positif maupun negatif terhadaptatanan masyarakat. Dampak positif dari perubahan sosial berupa meningkatnya taraf hidup masyarakat sedangkan dampak negatifnya munculnya konflik sosial yang timbul dari perubahan.

Setyarman mengalami dampak negatif dari perubahan yang dia jalani, Setyarman mengaku mendapat cibiran dari para petani karena apa yang dilakukan setyarman dalam bertani organik dianggap hal yang tidak wajar dikalangan petani lain. Tetapi hal tersebut tidak menyurutkan niat Setyarman untuk terus menerapkan sistem pertanian organik yang dianggap aneh oleh sebagian petani. Setyarman menambahkan bahwa anggapan-anggapan tersebut muncul karena asumsi-asumsi negatif tentang pertanian organik yang ada ditengah petani. Sedangkan Kasno merasakan kekecewaan yang ditimbulkan dari hubungan sosial yakni lahan yang dia kelola secara organik tercemari oleh petani yang memiliki lahan disampingnya yang secara sengaja menggunakan racun sebagai obat pengusir hama, secara tidak langsung partikel racun tersebut terbawa angin sampai ke lahan pertanian Kasno.

Dampak Psikologis lain yang ditimbulkan dengan munculnya pertanian organik adalah rasa senang yang dialami oleh petani organik. Kasno mengungkapkan rasa senang karena prestasi-prestasi yang didapatkan dari dia bertani organik, Kasno meneceritakan bahwa dengan bertani organik dia bukan hanya sekedar bertani tapi mampu membuat dirinya berprestasi yaitu dengan penghargaan yang dia terima, hal tersebut menjadi pelecut semangat bagi dirinya untuk terus bertani secara organik.. Sedangkan Rubadi merasakan dirinya sudah senang terhadap pertanian organik yang membuat dirinya tidak merasakan ragu dan malas dalam bertani organik. Minat yang timbul dari Kasno dan Rubadi yang merasakan bahwa dirinya sudah senang terhadap pertanian organik menjadi pelecut semangat keduanya untuk terus bertani organik bahkan mendapatkan prestasi demi prestasi dari pertanian organik itu sendiri. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Slameto (1995) yaitu tingginya minat dalam

Page 12: Cover - DINUS

Jurnal Penelitian Ekonomi dan Bisnis (JPEB), 1 (2), 2016, Hal: 86 – 99

93

suatu hal menjadi modal yang dapat dipergunakan dalam pencapaian/perolehan benda ataupun tujuan yang menjadi minat. Tingginya minat belajar cenderung berdampak pada tingginya prestasi seorang individu dan sebaliknya.

Permasalahan psikologis yang di alami oleh petani organik JARPETO diatasi dengan penerapan modal sosial dari para petani yaitu kepercayaan (trust). Hal ini dapat dilihat dari para subjek bahwa mereka tetap menggunakan sistem pertanian organik meskipun mendapatkan cibiran dan tekanan dari hubungan sosial. Seperti yang diungkapkan Setyarman : “ya itu kita praktikan bertani secara organik kita tunjukan pada para petani lain, kalau temen-temen yang sudah pakai organik mereka langsung mempercayai ternyata hasilnya baik”

(Setyarman 47-50) Modal sosial kepercayaan (trust) ini yang dipakai JARPETO untuk menghadapi

permasalahan tekanan psikologis dari masyarakat. Selain modal sosial kepercayaan, untuk menjawab cibiran serta tekanan psikologis JARPETO juga memanfaatkan modal sosial berupa jaringan sosial (linking social capital) ke luar paguyuban. JARPETO memanfaatkan jaringan sosial keluar paguyuban dengan mengadakan sosialisasi serta demplot yang di adakan oleh PPL. “…Akhirnya saya disuruh datang ke acara-acara kelompok tani saya disuruh memberikan materi tentang pertanian organik, nah ada petani yang usul kalau memang hasil dari pertanian organik bagus coba diadakan demplot. Saya jawab siap, akhirnya saya minta lahan untuk diadakan demplot dari salah satu petani, pada pelaksanaanya saya didampingi PPL”

(Setyarman 61-66) Modal sosial kepercayaan (trust) yang digunakan petani JARPETO dalam menghadapi

tekanan psikologis tersebut sependapat dengan Gede sadana (2013) bahwa kepercayaan adalah salah satu modal sosial yang melandasi para petani untuk melakukan kegiatan bersama dalam pelaksanaan kegiatan pertanian, sosial budaya, serta ekonomi. Gede sadana (2013) juga menjelaskan bahwa jaringan sosial yang dibentuk oleh petani dengan pihak luar bermanfaat dalam pembangunan pertanian.

Tabel 2. Modal Sosial dalam Mengatasi Masalah Psikologis

Permasalahan Modal Sosial

Masalah Psikologis

a. Cibiran yang diterima dari petani lain

b. Asumsi negatif dari PPL selaku petugas dinas pertanian

a. Kepercayaan petani terhadap sistem pertanian organik : petani tetap konsisten melakukan pertanian organik meskipun mendapat cibiran.

b. Jaringan sosial : Menciptakan jaringan sosial ke luar paguyuban guna menjawab cibiran dan asumsi negatif terhadap sistem pertanian organik

3. Efek Postif terhadap Kesehatan

Masyarakat dunia mulai menyadari adanya bahaya yang diakibatkan oleh pemakaian bahan kimia sintesis dalam pertanian. Memasuki abad 21, masyarakat dunia mulai sadar bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintetis dalam pertanian. Orang semakin arif dalam memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya hidup sehat dengan slogan “Back to Nature” telah menjadi trend baru meninggalkan pola hidup lama yang menggunakan bahan kimia non alami, seperti pupuk, pestisida kimia

Page 13: Cover - DINUS

Muhammad Rifai Rais dan Darwanto : Analisis Pengalaman Petani Organik: Eksplorasi Pengalaman Petani Organik Dengan Interpretative Phenomenological Analysis

94

sintetis dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian. Pangan yang sehat dan bergizi tinggi dapat diproduksi dengan metode baru yang dikenal dengan pertanian organik.

Menurut Inawati (2011), berkembangnya produsen dan komoditas organik ini karena pengaruh gaya hidup masyarakat sebagai konsumen yang mulai memperhatikan pentingnya kesehatan dan lingkungan hidup dengan menggunakan produk organik yang tidak menggunakan bahan-bahan kimia sintetis buatan. Setyarman selaku petani organik juga berpendapat bahwa dia mengartikan pertanian organik adalah sistem pertanian yang tidak menggunakan racun. Setyarman menambahkan bahwa penggunaan racun sangat berbahaya bagi kesehatan bahkan membunuh musuh alami yang bermanfaat bagi tanah, hal tersebut sependapat dengan Suwantoro (2008) menurutnya ada begitu banyak kehidupan di dalam tanah yang mati, yang berguna untuk menyuburkan tanah. Predator hama ikut mati sehingga ketergantungan terhadap pestisida semakin besar. Bahkan obat-obatan tersebut juga berbahaya bagi para pelaku pertanian.

Selain menghindari bahaya racun, manfaat pertanian organik adalah menghasilkan beras sehat. Kasno berpendapat bahwa dirinya dalam bertani organik mempunyai niat untuk bertani secara sehat, ramah lingkungan dan menghasilkan hasil pertanian yang sehat untuk dikonsumsi. Pernyataan Kasno tersebut sejalan dengan prinsip dasar bertani organik menurut Sihotang dalam Mayrowani (2012) yakni prinsip bertani organik dilakukan dengan “akrab” lingkungan serta memenuhi preferensi konsumen dan aman dikonsumsi.

Aspek kesehatan lain dari bertani yaitu menurut Sugiyo dan Rubadi mengkonsumsi hasil pertanian organik menghindarkan dari berbagai macam penyakit. Menurut mereka penyakit-penyakit pada masa sekarang ini diakibatkan oleh konsumsi makanan yang mengandung bahan kimia. Rubadi mencontohkan bahwa anak sekarang masih muda sudah menderita penyakit stroke, liver dan berbagai macam penyakit lainnya. Menurutnya berbagai macam penyakit tersebut timbul karena konsumsi makanan-makanan yang mengandung berbagai jenis bahan kimia. Pendapat Rubadi dan Sugiyo sama dengan pendapat Saragih (2003) menurutnya bahan kimia sintetis tersebut juga diyakini menjadi faktor utama yang mengakibatkan berkembangnya penyakit-penyakit yang mengganggu metabolisme seperti ginjal, lever, paru-paru dan sebagainya.

4. Efek Positif terhadap Kondisi Ekonomi

Pertanian organik di Indonesia masih sangat kurang diperhatikan oleh pemerintah, sebagian masyarakat telah sadar akan pentingnya mengkonsumsi makanan sehat. Pemikiran masyarakat mulai berkembang, aspek kesehatan sebagai pertimbangan dalam mengkonsumsi makanan meningkat. Hal tersebut menunjukkan bahwa pertanian sistem organik memiliki potensi yag sangat besar untuk dikembangkan pada masa mendatang. Efek ekonomi tak lepas dari efek yang ditimbulkan dari trend tersebut.

Setyarman, Kasno, Rubadi, Sugiyo mengalami efek positif secara ekonomi dari cara mereka menerapkan sistem pertanian organik. Mereka mengakui bahwa pengeluaran mereka berkurang setelah menerapkan sistem pertanian organik. Setyarman menjelaskan bahwa perbandingan harga kimia dan organik terpaut jauh apalagi harga obat kimia mahal-mahal, biayanya lebih murah organik apalagi kalau mau bikin pupuk sendiri. Sedangkan menurut Kasno biaya organik lebih rendah itu alasan Kasno masih tetap menggunakan sistem organik, Sugiyo dan Rubadi juga berpendapat hal yang sama yaitu pengeluaran organik lebih rendah dari kimia, apalagi kalau pupuk mengelola sendiri. Setyarman menambahkan pada saat dia berpindah dari kimia ke organik dia mengalami penyusutan biaya, pada saat menggunakan kimia dia mengeluarkan sekitar 6,5jt untuk mengelola 1 hektar lahan miliknya, pada saat berpindah ke organik pengeluaran dia hanya berkisar 5jt. Perubahan biaya terletak pada pupuk dan obat-obatan untuk pengeluaran yang lain masih sama.

Page 14: Cover - DINUS

Jurnal Penelitian Ekonomi dan Bisnis (JPEB), 1 (2), 2016, Hal: 86 – 99

95

Tabel 3. Analisis Perbandingan Biaya Organik dan Konvensional 1 Hektar

No Sumber

Pengeluara

n

Organik Konvensional

Jumlah

Kebutuha

n

Harga

Satuan

Jumlah

(Rp)

Jumlah

Kebutuhan

Harga

Satuan

Jumlah

(Rp)

1 Pupuk 2 ton 500.000 1.000.000 7 kwintal 200.000 1.400.000

2 Benih 25 kg 4.000 125.000 25 kg 4.000 125.000

3 Semprot 10 liter 30.000 300.000 - - 500.000

4 Tanam -- - 1.500.000 - - 1.300.000

5 Traktor - 600.000 600.000 - - 600.000

6 Tenaga (mopok,nyorok tamping dsb)

- 1.000.000 1.000.000 - - 1.000.000

7 Biaya Panen - - 1.500.000 - - 1.500.000

Jumlah Biaya - - 6.025.000 6.425.000

Sedangkan menurut Rubadi perbedaan harga yang sangat mencolok dari obat kimia dan

obat organik. Rubadi menggunakan obat organik seharga 20rb bisa untuk 3 kali semprot, sedangkan obat kimia harganya bisa mencapai ratusan ribu. Rendahnya biaya dalam pengelolaan sistem pertanian organik ini sependapat dengan penelitian yang dilakukan Nonik Karliya, Januarita, Siwi (2014) Sistem pertanian organik lebih hemat dalam biaya sarana produksi pertanian seperti pupuk dan pestisida dibandingkan sengan pertanian konvensional, sebab sebagian besar responden membuat sendiri pupuk dan pestisida alam yang mereka gunakan, sedangkan pupuk dan pestisida kimia yang digunakan di pertanian konvensional adalah hasil produksi industri yang harus dibeli. Sedangkan Widiarta (2011) menurutnya bahwa biaya yang dibutuhkan petani organik lebih tinggi dari petani konvensional.

\ 5. Efek Positif terhadap Pertanian

Bertani organik tak lepas dari dampak terhadap tanah, tanaman, maupun hal lain yang dialami oleh petani. Petani organik JARPETO merasakan efek poitif dari cara bertani organik terhadap kondisi pertaniannya baik itu terkait lahan maupun tanamannya. Setyarman selaku petani organik merasakan perubahan pada tanamannya hasil pertanian yang dihasilkan dari pertanian organik dirasakan setyarman lebih baik. Sedangkan menurut kasno mengartikan hal yang sama mengenai pertanian organik yaitu pertanian organik membawa dampak positif terhadap kondisi pertaniannya. Kasno menganggap bahwa setelah berpindah ke bertani organik kondisi tanah yang dia kelola berubah, menurut Kasno tanah yang dikelola jadi lebih gembur, bakteri dalam tanah seperti cacing jadi lebih banyak. Sugiyo juga merasakan dampak positif terhadap tanahnya Sugiyo yang sudah lama bertani organik merasakan bahwa tanah yang dia kelola lebih gembur dan mudah dikelola karena hewan-hewan pengurai tanah seperti cacing hidup di tanah yang dikelola secara organik.

Berdasarkan pengalaman Rubadi, Rubadi juga merasakan efek positif terhadap kondisi tanahnya yaitu tanah menjadi lebih subur dan gembur berbeda dengan kimia kondisi tanahnya

Page 15: Cover - DINUS

Muhammad Rifai Rais dan Darwanto : Analisis Pengalaman Petani Organik: Eksplorasi Pengalaman Petani Organik Dengan Interpretative Phenomenological Analysis

96

keras. Pendapat Kasno, Sugiyo dan Rubadi terkait efek positif penggunaan sistem pertanian organik sejalan dengan teori tanah bahwa Arsyad (2006) bahwa bahan organik dapat memegang air dua sampai empat kali bobotnya, oleh karena itu, tanah yang mengandung bahan organik tinggi juga memiliki kadar lengas yang tinggi. Sedangkan berdasarkan teori biologi pupuk organik yang kaya nutrien dan bermanfaat sebagai penyubur tanah. Prosesnya merupakan hasil perombakan senyawa komplek menjadi senyawa sederhana dengan bantuan kombinasi mikroba yang terdiri dari bakteri, kapang, aktinomisetes dan cacing yang dapat meningkatkan nilai limbah lignoselulosa (Mtui, 2009; Abdulla, 2007).

Selain membawa efek positif terhadap tanah sistem pertanian organik juga membawa efek positif terhadap tanamannya. Kasno dan Sugiyo berpendapat bahwa tanaman yang dihasilkan dari sistem pertanian organik memiliki karakteristik batang yang lebih kuat. Berdasarkan penuturan Sugiyo tanaman yang dihasilkan dari cara bertani organik lebih kuat atau dalam istilah jawa “Anteng” (tidak berubah-ubah/tetap). Pendapat Kasno dan Sugiyo sependapat dengan Ayub (2010) bahwa menurutnya tanaman yang di kelola menggunakan pupuk organik memiliki batang yang lebih kuat, kandungan mineral dan asam amino dalam pupuk organik mampu memepercepat pertumbuhan tanaman dan akar.

Rubadi dan Sugiyo berpendapat bahwa tanaman organik lebih tahan terhadap musim kemarau maupun musim hujan. Pada musim kemarau tanaman organik lebih tahan karena tanaman organik tahan terhadap penggunaan air yang sedikit. Pada musim penghujan tanaman organik juga lebih tahan karena batang yang lebih kuat sehingga tidak ambruk ketika diterpa angin atau hujan lebat.

Sugiyo menambahkan bahwa tanaman organik berbeda dengan tanaman kimia, menurutnya kalau kimia tumbuh subur hanya 2 bulan, tetapi kalau organik mampu tumbuh subur dalam waktu yang lama. Bahkan Sugiyo menambahkan bahwa tanaman organik batangnya kuat serta hijau sampai tanaman tua. Faktor lain selain tanamannya yaitu beras yang dihasilkan. Rubadi juga berpendapat hal yang sama yaitu tanaman organik memiliki karakteristik hijau nya lebih lama, kalau kimi menurut Rubadi cepat hijau tetapi tidak tahan lama seperti organik. Pupuk kandang padat (makro) akan memiliki banyak kandungan unsur fosfor (P), nitrogen (N), dan kalium (K) sedangkan untuk kandungan unsur hara mikro yang ada dalam pupuk kandang diantaranya kalsium, magnesium, belerang, natrium, besi dan tembaga (Pranata, 2004).

Nitrogen (N), yang berfungsi merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, untuk sintesa asam amino dan protein dalam tanaman. Merangsang pertumbuhan vegetatif (warna hijau daun, panjang daun, lebar daun) dan pertumbuhan vegetatif batang (tinggi dan ukuran batang). Phospat (P) berfungsi untuk pengangkutan energi hasil metabolisme dalam tanaman, merangsang pembungaan dan pembuahan, merangsang pertumbuhan akar, merangsang pembentukan biji, merangsang pembelahan sel tanaman dan memperbesar jaringan sel. Kalium (K) berfungsi dalam proses fotosintesa, pengangkutan hasil asimilasi, enzim dan mineral termasuk air.

Berdasarkan penuturan Kasno beras yang dihasilkan dari bertani organik memiliki rasa yang lebih enak, menurut Kasno hal yang sama dirasakan anaknya yang mengkonsumsi beras organik dari hasil panennya. Sugiyo dan Rubadi juga menuturkan hal yang sama yaitu nasi dari beras organik memiliki rasa yang lebih enak, selain rasa enak nasi dari beras organik tahan lama dan tidak mudah basi.

Rubadi dan Kasno berpendapat bahwa selain pupuk organik yang memberikan efek positif obat organik juga memiliki keunggulan yaitu efektif dalam mengusir hama. Kasno menceritakan pengalamanya terkait masalah hama, pada waktu lahan pertanian di daerahnya diserang hama hasil pertanian miliknya masih mendapatkan hasil pertanian yang bagus. Padahal disisi lain petani lain yang menggunakan sistem pertanian kimia merasakan bahwa hasil dari pertaniannya anjlok bahkan gagal panen karena tanamannya tidak ada isinya. Dari

Page 16: Cover - DINUS

Jurnal Penelitian Ekonomi dan Bisnis (JPEB), 1 (2), 2016, Hal: 86 – 99

97

penuturan kasno sistem pertanian organik dapat dijadikan sebagai solusi gagal panen yang disebabkan oleh hama. Rubadi menceritakan dulu ada hama walangsangit para petani kimia mengalami gagal panen karena gabah hasil nya kopog (tidak ada isinya) sedangkan yang pakai obat organik tidak mengalami hal tersebut. Rubadi juga menuturkan kalau obat organik itu lebih efektif mengusir hama, bahkan sampai tiga bulan setelah disemprot hama tidak akan kembali lagi.

6. Bertani Organik karena Faktor Religius

Pertanian organik memiliki banyak arti bagi setiap orang, setiap orang mengartikan pertanian organik bermacam-macam. Ada satu hal yang unik dan sangat luar biasa, seorang petani bernama Setyarman mengartikan pertanian organik dari segi nilai religius meskipun faktor ini hanya muncul di satu subjek tetapi faktor religius ini menjadi hal yang sangat menarik untuk dibahas.

Setyarman selaku petani organik sekaligus Ketua JARPETO kabupaten Sukoharjo beranggapan bahwa setiap kehidupan manusia itu sudah diatur dalam ayat suci Al Quran, termasuk dalam hal bertani. Pernyataan Setyarman tersebut sependapat dengan Nasution (1992) dalam al-Qur'an dijelaskan bahwa manusia diciptakan sebagai khalifah di bumi. Kewajiban manusia terkait perannya adalah menjaga dan mengurus bumi serta segala hal yang ada di dalamnya untuk dikelola sebagaimana mestinya. Kekhalifahan sebagai tugas dari Allah untuk mengurus bumi harus dijalankan sesuai dengan kehendak pencipta-Nya dan tujuan pencipta-Nya.

Setyarman beranggapan bahwa bertani tidak bisa seenaknya sendiri, karena menurutnya kalau seenaknya sendiri bisa saja terjerumus ke cara-cara yang bertentangan dengan yang Tuhan atur dalam kitab suci-Nya. Temasuk didalamnya Tuhan melarang manusia untuk merusak tanah. Pendapat Setyarman tersebut sesuai dengan Ulama Fiqh Yusuf al-Qardhawi dalam Ri’âyatu al-Bi’ah fi al-Syarî’ati al-Islâmiyyah menjelaskan mengenai posisi pemeliharaan ekologis (hifdz al-`âlam) dalam Islam yaitu pemeliharaan lingkungan setara dengan menjaga maqâshidus syarî’ah (memlihara agama, memelihara akal, memelihara jiwa, memelihara harta benda, memelihara keturunan) (Hakam, 2002).

Setyarman selalu mengajak petani yang lain untuk bertani sesuai aturan Tuhan. Setyarman menganggap kalau kita bertani sesuai dengan aturan maka tanah akan subur sesuai dengan ijin Allah hasil pertanian pun akan meningkat pendapatan otomtis akan meningkat. Menurut Setyarman bertani organik itu tidak hanya berorientasi tentang kesehatan dan lingkungan tapi lebih dari itu yaitu bertani organik hakekatnya bertani menjalankan perintah Allah.

Setyarman menjelaskan bahwa keuntungan paling mendasar dalam dia bertani orgaik yaitu kepuasan secara batin, setelah batin merasa puas Setyarman mengakui mendapatkan ketenangan batin karena bertani sesuai yang dianjurkan oleh Allah. Setyarman beralasan dengan mengajak petani lain untuk bertani organik dia mengharapkan mendapat keberkahan dalam hidupnya dikarenakan Allah mengajarkan manusia untuk mengkonsumsi makanan yang halalan tayiban.

Kelompok tani JARPETO menggunakan modal sosial berupa nilai dalam menjalankan sistem pertanian organik. Nilai dan Norma dalam kelompok tani JARPETO yaitu berupa nilai religius, Modal sosial ditransmisikan melalui mekanisme-mekanisme kultural seperti agama, tradisi, atau kebiasaan sejarah(Fukuyama, 2001). Nilai ini berperan untuk mendorong petani untuk bertani secara organik yakni menekankan bahwa pertanian organik sesuai dengan aturan Tuhan dan menghindari dosa yang akan ditanggung dikemudian hari. “Makanya dalam bertani organik ini tidak hanya berorientasi tentang kesehatan, tentang lingkungan, pada hakekatnya kita bertani organik yaitu bertani sesuai aturan Tuhan” (Setyarman 136-141).

Page 17: Cover - DINUS

Muhammad Rifai Rais dan Darwanto : Analisis Pengalaman Petani Organik: Eksplorasi Pengalaman Petani Organik Dengan Interpretative Phenomenological Analysis

98

Pernyataan Setyarman tersebut berarti dalam kelompok tani JARPETO terdapat norma agama yang mesti dijalankan. Sudarmi dan Indriyanto (2009) mengartikan bahwa norma agama adalah seperangkat aturan yang mutlak karena diciptakan oleh Tuhan.

Kelompok tani JARPETO memanfaatkan jaringan sosial (linking social capital) sebagai media sosialisai mengenai aspek nilai dan norma dalam bertani. “Setiap pertemuan-pertemuan pelatihan saya selalu menurunkan ayat-ayat al- Quran, karena dalam hidup kita harus mempunyai pedoman” (Setyarman 134-135).

Setyarman selalu memberikan siraman rohani pada saat memberikan materi tentang pertanian organic di setiap pelaksanaan pertemuan JARPETO. SIMPULAN

Pertanian organik JARPETO mampu bertahan dan berjalan dengan baik dalam pelaksanaan pertanian organik. Berdasarkan hasil analisis eksplorasi pengalaman petani dalam menerapkan sistem pertanian organik dijelaskan bahwa : 1. Petani organik mengartikan sistem pertanian organik menjadi enam arti yaitu :

a. Memberikan pandangan dan pengalaman dalam bertani b. Efek psikologis dari bertani organik c. Bertani karena faktor psikologis d. Efek positif terhadap kondisi ekonomi e. Efek positif terhadap kesehatan f. Bertani organik memberikan efek positif terhadap kondisi pertanian

2. Kelompok tani JARPETO menggunakan modal sosial : a. Nilai : Nilai Agama, Nilai Moral (kebaikan) b. Norma : Norma Religius c. Kepercayaan : Percaya terhadap pertanian organik. d. Jaringan sosial : Jaringan sosial ke dalam dan jaringan sosial keluar

3. Pembangunan pertanian organik diharapkan mendorong pembangunan dalam tiga aspek penting. a. Ekonomi : diharapkan dengan hadirnya sistem pertanian organik mampu menaikkan

pendapatan petani serta tingkat kesejahteraan. b. Kesehatan : diharapkan dengan hadirnya sistem pertanian organik mampu

meningkatkan kesehatan baik petani maupun konsumen. c. Ekologi : dalam hal ini diharapkan dengan hadirnya sistem pertanian organik mampu

meningkatkan kualitas tanah, kualitas air, kualitas tanaman dan meningkatkan keanekaragaman hayati.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011. Pengaruh Perubahan Sosial dan Dampaknya. (http://id.shvoong. com/social-sciences/sociologi/2157404/pengaruh-perubahan-sosial-dan-dampaknya). Diakses 28 Maret 2017.

Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Edisi Kedua Cetakan Pertama., Penerbit IPB Press, Bogor.

AOI. 2011. Produsen dan Produk Organik Bersertifikat Meningkat. Bogor. http://www.organicindonesia.org/05infodata -news.php?id=221. Diakses 20 Juli 2016.

Fukuyama, F. (2001). Social Capital, Civil Society, and Development. Third Word Quarterly, 22 (1) , 7-200.

Hadisapoetro, Soedarsono. 1975. Pembangunan Pertanian. Yogyakarta : UGM. Herdiansyah, Haris. 2009. “Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu Sosial”. Jakarta: Salemba

Humanika.

Page 18: Cover - DINUS

Jurnal Penelitian Ekonomi dan Bisnis (JPEB), 1 (2), 2016, Hal: 86 – 99

99

Inawati, L. 2011. Manajer Mutu dan Akses Pasar Aliansi Organis Indonesia (AOI), semiloka “Memajukan Pertanian Organis di Indonesia: Peluang dan Tantangan kedepan”. Yayasan Bina Sarana Bhakti di Cisarua, Bogor, Jawa Barat (14/3/2011).

Mtui, Y.S. 2009. Recent Advances in Preatreatment of Lignocellulosic Wastes and Production of Value Added Products

Mayrowani, Henny. 2012. “The Development of Organic Agriculture in Indonesia”. Jurnal Forum Penelitian Agro Ekonomi, Volume 30 No. 2, Desember 2012 : 91 – 108.

Nasution, Harun. 1992. “Ensiklopedi Islam Indonesia”. Jakarta : Djambatan. Noknik K, Januarti H, Siwi N. 2014. Viabilitas Pertanian Organik Dibandingkan Pertanian

Konvesional. Laporan Akhir Penelitian. Perjanjian No : III/LPPM/2014-3/48-P. Universitas Katolik Parahyangan.

Oudejans, Jan H.M. Oudejans. 2006. Perkembangan Pertanian di Indonesia. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Pranata,Ayub S., 2010. Meningkatkan Hasil Panen dengan Pupuk Organik. Jakarta : PT Agromedia Pustaka.

Prawoto, A. and Surono I. 2005. Organic Agriculture in Indonesia : A Wannabe Big Player in the Organic World, http://eng.biocert.or.id/. Diakses pada 03 Januari 2017.

Putnam, R.D. 1996. “Who Killed Civic America?”. Prospect. Vol 7. No. 24. pp. 66-72. Qardhawi, Yusuf al-, Islam Agama Ramah Lingkungan. Abdullah Hakam Shah, dkk. (terj.).,

Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2002. Roidah, Ida Syamsu. 2013. “Manfaat penggunaan Pupuk Organik Untuk Kesuburan Tanah”.

Jurnal Universitas Tulungagung BONOROWO. Vol.1 , No.1 Tahun 2013. Saragih, Sebastian. 2003. “Kemerdekaan Petani dan Keberlanjutan Kehidupan”. Yogyakarta :

STPN HPS. Sedana, Gede. 2013.”Modal Sosial Dalam Pengembangan Agribisnis Petani pada Sistem

Subak di Bali”. Disertasi. Dipublikasikan, Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Slameto . 1995. Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi. Label 370,1523 SLA b.

Rineka Cipta. Jakarta Smith, J.A., Flowers, P., Larkin, M. (2009), Interpretative Phenomenological analysis-theory,

method, and research. London : Sage Publications. Sudarmi, Sri. W. Indriyanto. 2009. Sosiologi Untuk Kelas X SMA dan MA. Jakarta: Pusat

Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Sutanto, Rachman. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Permasyarakatan dan

Pengembangannya. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Suwantoro. 2008. Analisis Pengembangan Pertanian Organik di Kabupaten Magelang (Studi

Kasus Desa Sawangan). Tesis . Program Magister Ilmu Lingkungan. Universitas Diponegoro.

Widiarta .2011. “Analisis Keberlanjutan Praktik Pertanian Organik di Kalangan Petani”. Jurnal Sosiologi Pedesaan, Vol. 5, No. 1 pp 71-89.

Yanti, R. 2005. “Aplikasi Tekhnologi Pertanian Organik: Penerapan Pertanian Organik oleh Petani Padi Sawah Desa Sukorejo Kabupaten Sragen. Tesis. Universitas Indonesia.

Page 19: Cover - DINUS

ISSN

2442 – 5028 (Print) 2460 – 4291 (Online)

JPEB

Jurnal Penelitian Ekonomi dan Bisnis, 1 (2), 2016, Hal : 100 - 118

http://www.jpeb.dinus.ac.id

KOMPARASI TINGKAT KESEHATAN DUAL

BANGKING SISTEM ANTARA DIVISI

KONVENSIONAL DAN SYARIAH DI

INDONESIA

Rohimah1*

dan Rifki Khoirudin2

1,2Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Ahmad Dahlan Jalan Kapas No. 9, Semaki, Yogyakarta, 55166, Indonesia

*Corresponding Author: [email protected]

Diterima: Februari 2016; Direvisi: Juni 2016; Dipublikasikan: September 2016

ABSTRACT

This research aims to know the level of health ratio of conventional banks and islamic banks in Indonesia that have Dual Banking System. The sample of this research is 25 conventional bank and 24 islamic bank. This type of research is quantitative research. This research was analyzed using RGEC approach. The variables that used in this research consisted of Risk Profile factor assessed with NPL ratio and LDR of Earning factors assessed by ROA and BOPO ratio, and Capital factor was assessed through CAR ratio. Hypothesis testing in this study using independent sample t-test. From the calculation of the health level of banks, conventional banks are healthier than islamic banks. While the results obtained by using independent test sample t-test in this study showed that the ratio of NPL and CAR there is no significant difference. While the ratio of LDR, ROA, and BOPO there are significant differences. Keywords : Risk Profil; Earning; Capital

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat perbandingan kesehatan bank konvensional dan bank syariah di Indonesia yang memiliki Dual Banking Sistem. Sampel dalam penelitian ini adalah 25 bank konvensional dan 24 bank syariah. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Penelitian ini dianalisis menggunakan metode pendekatan RGEC.Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari faktor Risk Profil dinilai dengan rasio NPL dan LDR faktor Earning dinilai dengan rasio ROA dan BOPO, dan faktor Capital dinilai melalui rasio CAR. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan independen sample t-test. Dari hasil perhitungan tingkat kesehatan perbankan, bank konvensional lebih sehat dibandingkan bank syariah. Sedangkan dari hasil yang diperoleh dengan menggunakan uji independen sample t-test dalam penelitian ini menunjukan bahwa pada rasio NPL dan CAR tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Sedangkan pada rasio LDR, ROA, dan BOPO terdapat perbedaan yang signifikan. Kata Kunci: Risk Profil; Earning; Capital

Page 20: Cover - DINUS

Jurnal Penelitian Ekonomi dan Bisnis (JPEB), 1 (2), 2016, Hal: 100 – 118

101

PENDAHULUAN

Pada era globalisasi saat ini, bank merupakan bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran dunia. Keberadaan sektor perbankan memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, sebagian besar hampir melibatkan jasa-jasa perbankan. Bagi msyarakat yang hidup di negara-negara maju seperti negara-negara di Eropa, Amerika dan Jepang, bank sudah bukan merupakan barang yang asing. Bank sudah menjadi mitra bagi masyarakat dalam rangka memenuhi semua kebutuhan keuangan mereka. Bank dijadikan sebagai tempat untuk melakukan berbagai transaksi yang berhubungan dengan keuangan seperti, tempat mengamankan uang, melakukan investasi, pengiriman uang, serta melakukan berbagai pembayaran dan melakukan penagihan.

Hal ini dikarenakan pengenalan dunia perbankan secara utuh terhadap masyarakat sangatlah minim. Sehingga tidak mengherankan keruntuhan dunia perbankan pun tidak terlepas dari kurang pahamnya pengelola perbankan di tanah air dalam memenuhi dunia perbankan secara utuh. Bank secara sederhana dapat diartikan sebagai lembaga keungan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat seta memberikan jasa-jasa bank lainnya (Kasmir, 2014).

Pada umumnya bank yang sehat adalah bank yang dapat menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik, yaitu dapat menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan fungsi intermediasi dalam membantu kelancaran lalu lintas pembayaran, dapat digunakan oleh pemerintah dalam melaksanakan kebijakan moneter, serta sebagai sarana untuk mencapai stabilitas sistem keuangan yang menjalankan usahanya berdasarkan prinsip kepercayaan.

Oleh sebab itu agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik, bank di tuntut untuk berada dalam kondisi yang sehat berdasarkan prinsip kehati-hatian. Penilaian kesehatan bank sangat penting disebabkan karena bank mengelola dana masyarakat yang dipercayakan kepada bank. Masyarakat pemilik dana dapat saja menarik dana yang dimilikinya setiap saat dan bank harus sanggup mengembalikan dana yang dipakainya jika ingin tetap dipercaya oleh masyarakat. Standar untuk melakukan penilaian tingkat kesehatan bank telah ditentukan oleh pemerintah melalui Bank Indonesia. Bank-bank di Indonesia harus membuat laporan yang bersifat rutin mengenai seluruh aktivitasnya dalam suatu periode tertentu. Laporan tersebut akan dipelajari dan dianalisis, sehingga dapat diketahui kondisi suatu bank. Salah satu tolak ukur yang bisa dijadikan sebagai standar dalam engukuran kesehatan suatu bank yaitu sistem penilaian yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Penilaian tersebut menggunakan rasio keuangan yakni NPL, LDR, ROA, BOPO, dan CAR. Tabel 1. Indikator Utama Bank Umum

Indikator Utama Des 2011 Des 2010 Des 2011

Total Aset (T Rp) 2.534,11 3.008,85 3.652,83 DPK (T Rp) 1.973,04 2.338,82 2.784,91 Kredit (T Rp) 1.437,93 1.765,84 2.200,09 CAR % 17,42 17,18 16,05 NPL gross (%) 3,31 2,56 2,17 NPL Net (%) 0,33 0,26 0,39 ROA (%) 2,60 2,86 3,03 BOPO (%) 86,63 86,14 85,42 LDR (%) 72,88 75,50 79,00

Page 21: Cover - DINUS

Rohimah Dan Rifki Khoirudin: Komparasi Tingkat Kesehatan Dual Bangking Sistem Antara Divisi Konvensional dan Syariah Di Indonesia

102

Pada tahun 2011 penyaluran kredit dan penghimpunan DPK meningkat dengan baik. kredit perbankan tumbuh 24,59% menjadi Rp2.200,09 Triliun atau lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahun 2010 sebesar 22,08%, pertumbuhan kredit tersebut tepatap didominasi oleh kredit produktif yakni Kredit Modal Kerja (KMK) dan Kredit Investasi (KI). Membaiknya kondisi perekonomian mendorong meningkatnya permintaan kredit dari masyarakat dan penawaran kredit dari perbankan. Pertumbuhan kredit tersebut masih bisa ditingkatkan lagi di masa depan. Hal ini tercermin dari LDR tahun 2011 yang masih berada pada kisaran 79,00%. Sementara itu pada Bank Umum Syariah penghimpunan DPK dan penyaluran pembiayaan meningkat cukup baik selama 2011. DPK meningkat Rp39,38 Triliun (51,80%) dan pembiayaan tumbuh Rp 34,47 Triliun (50,56%) atau lebih tinggi dibandingkan tahun 2010 yang hanya tumbuh 45,43%.

Tabel 2. Indikator Utama Bank Umum Syariah dan Unit Syariah

Indikator Utama Des 2011 Des 2010 Des 2011

Total Aset (T Rp) 66,09 97,52 145,47 DPK (T Rp) 52,27 76,03 115,41 Pembiayaan (T Rp) 46,88 68,18 102,65 CAR % 10,77 16,25 16,63 NPFs gross (%) 4,01 3,02 2,52 NPFs Net (%) 1,84 1,6 1,34 ROA (%) 1,48 1,67 1,79 BOPO (%) 86,63 86,14 85,42 LDR (%) 89,70 89,67 88,94

Pembiayaan perbankan syariah setiap tahun mengalami peningkatan, hal ini didominasi

oleh pembiayaan konsumtif dan modal kerja yang masing-masing memiliki pangsa pasar sebesar 41,94% dan 40,62%. Sedangkan dari sisi pertumbuhan, kredit kredit konsumsi meningkat dengan pesat yakni sebesar 87,93% dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan kredit konsumtif tersebut terjadi karena maraknya masyarakat yang melakukan Gadai Emas.

Dari sisi pendapatan, pendapatan operasional perbankan syariah (BUS dan UUS) tercatat sebesar Rp14,95 Triliun tahun 2011 meningkat cukup signifikan sebesar 49,40% (yoy). Hal tersebut terutama didorong oleh pertumbuhan aset produktif yang cukup signifikan tercermin dari pendapatan dari penyaluran dana yang tercatat sebesar Rp10,70 Triliun atau meningkat 44,30% (yoy). Sumber pendapatan lain yang mendukung pertumbuhan pendapatan operasional adalah pendapatan dari jasa layanan. ROA pada tahun 2010 sebesar 1,67% meningkat menjadi 1,79% pada tahun 2011 disebabkan oleh peningkatan laba yang tumbuh sebesar 40,33% menjadi Rp1,48 Triliun. Sementara dari sisi tingkat pengembalian investasi, peningkatan laba tersebut tidak diikuti dengan peningkatan ROE yang tercatat menurun dari 17,63% menjadi 15,72%. Kondisi itu disebabkan oleh adanya tambahan modal disetor pada beberapa Bank Umum Syariah.

Dalam proses penegakan hukum, Bank Indonesia hanya memiliki kewenangan yang menyangkut pengenaan sanksi administratif kepada pihak Bank, sedangkan untuk pengenaan sanksi atas pelanggaran yang mengandung unsur pidana diperlukan proses penyidikan lebih lanjut yang merupakan kewenangan pihak penegak hukum, yaitu Kepolisian dan Kejaksaan.

Dalam rangka memberikan perlindungan kepada konsumen perbankan, Bank Indonesia melakukan pengawasan untuk menyelesaikan permasalahan pada bank, untuk mengembalikan kepercayaan pada nasabah, serta mencegah terulangnya permasalahan yang sama, salah satunya dengan cara meningkatkan tingkat kesehtan bank menggunakan pendekatan pengawasan berdasarkan risiko. Pengawasan berdasarkan risiko telah diterapkan oleh Bank

Page 22: Cover - DINUS

Jurnal Penelitian Ekonomi dan Bisnis (JPEB), 1 (2), 2016, Hal: 100 – 118

103

Indonesia sejak tahun 2003. Berdasarkan penerapan pada risiko, Bank Indonesia menerapkan sistem penilaian tingkat kesehatan bank dengan menggunakan metode CAMELS yang terdiri dari faktor Permodalan (Capital), Kualitas Aset (Asset Quality), Manajemen (Management), Rentabilitas (Earnings), Likuiditas (Liquidity), dan Sensitivitas terhadap Risiko Pasar (Sensitivity to Market Risk). Namun Bank Indonesia perlu melakukan penyempurnaan dalam pengawasan bank dengan mengeluarkan peraturan baru tentang penilaian tingkat kesehatan bank yaitu melalui Surat Keputusan Direksi BI No. 13/1/PBI/2011 tahun 2011, yaitu penilaian tingkat kesehatan bank dengan menggunakan metode pendekatan risiko yakni Risk-based Bank Rating. Metode Risk-based Bank Rating atau RBBR merupakan metode yang terdiri dari empat faktor penilaian yakni Risk Profile, Good Corporate Governance (GCG), Earning, dan Capital.

Dengan adanya gejolak keuangan global yang terjadi, penting bagi perusahaan perbankan untuk mengidentifikasi apakah kondisi perusahaan perbankan tersebut dalam keadaan sehat atau tidak sehat, karena jika terlambat teridentifikasi maka biaya yang harus dikeluarkan oleh bank akan jauh lebIh mahal sebagai usaha untuk menyelesaikan kesulitan keuangan yang dialami oleh perusahaan perbankan tersebut. Suatu bank dapat dikatakan sehat apabila mampu menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik, dapat melakukan operasional secara normal serta dapat memenuhi semua kewajiban sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku. Dengan mengetahui tingkat kesehatan bank maka seluruh pihak yang terkait dapat mengukur sejauh mana pengelolaan bank telah sesuai dengan asas pengelolaan bank yang sehat dan ketentuan yang berlaku di Indonesia, selain itu dengan mengetahui tingkat kesehatan bank dapat bermanfaat untuk meningkatkan efisiensi kinerja bank dalam kegiatan operasionalnya sehingga dapat mengoptimalkan keuntungan dan kemungkinan kebangkrutan dapat dihindari.

Pada peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia pada tanggal 25 0ktober 2011 melalui Surat Keputusan Direksi BI No. 13/1/PBI/2011 tahun 2011. Peraturan baru ini merupakan penyempurnaan dari metode CAMELS yang sebelumnya digunakan. Metode baru yang ditetapkan oleh Bank Indonesia merupakan metode dengan pendekatan risiko yakni Risk-based Bank Rating. Metode Risk-based Bank Rating atau RBBR merupakan metode yang terdiri dari empat faktor penilaian yakni Risk Profile, Good Corporate Governance (GCG), Earning, dan Capital. Surat Edaran BI No 13/24/DPNP menjelaskan bahwa profil risiko merupakan penilaian terhadap risiko inheren dan kualitas penerapan manajemen risiko yang mencakup 8 jenis risiko yaitu, risiko pasar, risiko kredit, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko stratejik, risiko kepatuhan dan risiko reputasi. Faktor kedua yang menjadi dasar penilaian adalah Good Corporate Governance (GCG). Penilaian terhadap faktor GCG mencakup kedalam tiga aspek utama yakni, governance structure, governance process, dan governance output.

Rentabilitas (earning) merupakan salah satu faktor yang digunakan dalam pengukuran tingkat kesehatan bank. Penilaian terhadap faktor ini mencakup atas kinerja rentabilitas, sumber-sumber rentabilitas, kesinambungan (suistainability) rentabilitas, dan manajemen rentabilitas. Surat Edaran BI No 13/24/DPNP menerangkan kinerja rentabilitas dapat dinilai dengan menggunakan rasio keuangan yakni Return on Asset (ROA) dan Biaya Operasional/Pendapatan Operasional (BOPO). Faktor permodalan (Capital) dapat dinilai dengan menggunakan rasio keuangan yakni Capital Adequecy Ratio (CAR).

Di Indonesia terdapat dua jenis perbankan, yaitu bank konvensional dan bank syariah. Bank konvensional yaitu bank yang pada kegiatan usahanya berdasarkan pada pembayaran bunga. Sedangkan Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

Page 23: Cover - DINUS

Rohimah Dan Rifki Khoirudin: Komparasi Tingkat Kesehatan Dual Bangking Sistem Antara Divisi Konvensional dan Syariah Di Indonesia

104

Dengan adanya dua jenis bank tersebut maka peneliti tertarik untuk menggunakan metode Risk Based Bank Rating. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan tingkat kesehatan bank konvensional dan bank syariah di Indonesia. Sedangkan variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari aspek Risk Profile dinilai melalui NPL (Non Performing Loan) dan LDR (Loans to Deposit Ratio), aspek Earnigs yang penilaiannya dilakukan dengan ROA (Return On Asset) dan BOPO (Biaya Operasional/Pendapatan Operasional), faktor Capital dengan menggunakan indikator CAR (Capital Adequacy Ratio).

TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian Terdahulu

Widyaningrum (2014) melakukan penelitian terhadap bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dalam sub sektor perbankan 2012 yang diberi judul “analisis tingkat kesehatan bank dengan menggunakan metode Risk-Based Bank Rating (RBBR)”. Dalam penelitian ini terdapat empat faktor yaitu risk profile dengan menggunakan rasio NIM, Good Corporate Governance, earning dinilai melalui faktor ROA, dan capital menggunakan rasio CAR. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukan bahwa dalam raiso ROA masih terdapat bank yang tidak sehat dengan nilai ROA 1,25%, penilaian NIM dan CAR menunjukan keseluruhan bank berada dalam kondisi sehat.

Hidayatika (2016) dalam penelitiannya “analisi perbedaan tingkat kesehatan bank konvensional dengan menggunakan metode RGEC”. Penelitian ini menggunakan metode RGEC untuk menganalisis tingkat kesehatan bank yang terdiri ari 41 populasi dan 12 sampel. Sampel dalam peneitian ini adalah bank yang termasuk dalam kategori bank yang memiliki modal inti kurang dari 1 triliun. Alat analisi yang digunakan adalah uji statistik one-way ANOVA untuk menentukan perbedaan beberapa bank konvensional. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini kedua belas bank yang menjadi sampel berada dalam keadaan sehat.

Pengertian Bank

Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyaurkan kembali dana tersebut ke mesyarakat serta memberikan jasa-jasa bank lainnya (Kasmir, 2014). Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan disebutkan bahwa definisi bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak. Bank juga merupakan merupakan lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang (Sinangun, 1993). Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa usaha perbankan meliputi tiga kegiatan, yaitu menghimpun dana, menyalurkan dana, dan memberikan jasa bank lainnya.

Pengertian Bank Konvensional

Bank yang dalam kegiatan operasionalnya menetapkan bunga sebagai harga, untuk produk simpanan sepert giro, tabungan maupun deposito. Demikian pula harga untuk produk jaminannya (kredit) juga ditentukan berdasarkan tingkat suku bunga tertentu. Metode bunga sudah ada terlebih dahulu, menjadi kebiasaan dan telah dipakai secara meluas dibandingkan dengan metode bagi hasil.

Page 24: Cover - DINUS

Jurnal Penelitian Ekonomi dan Bisnis (JPEB), 1 (2), 2016, Hal: 100 – 118

105

Pengertian Bank Syariah

Menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998 bank syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.prinsip syariah menurut Pasal 1 ayat 13 Undang-undang No.10 tahun 1998 tentang perbankan adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).

Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah

Berikut ini merupakan perbedaan antara kedua bank yang dijelaskan dalam tabel berikut ini: Tabel 3. Perbedaan Antara Bank Konvensional dan Bank Syariah

Perbedaan Bank Konvensional Bank Syariah

Kepemilikan Modal Pemilik dana memperoleh imbalan berupa bungan simpanan yang tinggi.

Islam memandang harta yang dimiliki oleh manusia adalah titipan Allah SWT sehingga cara memperoleh, mengelola, dan memanfaatkannya harus sesuai ajaran islam.

Orientasi Keuntungan semata Keuntungan dan kemakmuran dan kebahagiaan dunia akhirat.

Partisipasi Nasabah Tidak adanya ikatan emosional yang kuat anata Pemegang Saham, Pengelola Bank dan Nasabah karena masing-masing pihak mempunyai keinginan yang bertolak belakang.

Adanya kesamaan ikatan emosional yang kuat didasarkan prinsip keadilan, prinsip kesederajatan dan prinsip ketentraman antara Pemegang Saham, Pengelola Bank dan Nasabah atas jalannya uasaha bank syariah

Keuntungan Bunga Bagi hasil

Hubungan Nasabah

dan Bank

Kreditur dan debitur Kemitraan

Keberadaan dewan

pengawas

Tidak ada Ada

Page 25: Cover - DINUS

Rohimah Dan Rifki Khoirudin: Komparasi Tingkat Kesehatan Dual Bangking Sistem Antara Divisi Konvensional dan Syariah Di Indonesia

106

Dari tabel di atas jelas ada perbedaan yang sangat jelas antara bank konvensional dan bank syariah, kita dapat melihat dari partisipasi nasabah. Pada nasabah bank syariah memiliki rasa atau ikatan emosional yang didasarkan pada prinsip keadilan atas keberlangsungannya usaha bank, namun pada nasabah bank konvensional hanya mementingkan diri sendiri tanpa memperdulikan aspek keadilan.

Penilaian Tingkat Kesehatan Bank

Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, Bank wajib melakukan penilaian Tingkat Kesehatan Bank dengan menggunakan pendekatan berdasarkan Risiko (Risk-based Bank Rating). Penilaian Tingkat Kesehatan Bank dilakukan terhadap Bank secara individual maupun konsolidasi, dengan cakupan penilaian meliputi faktor-faktor sebagai berikut: Profil Risiko (risk profile), Good Corporate Governance (GCG), Rentabilitas (earnings); dan Permodalan (capital) untuk menghasilkan Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank. Pada prinsipnya tingkat kesehatan, pengelolaan Bank, dan kelangsungan usaha Bank merupakan tanggung jawab sepenuhnya dari manajemen Bank.

Oleh karena itu, Bank wajib memelihara dan memperbaiki tingkat kesehatannya dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dan Manajemen Risiko dalam melaksanakan kegiatan usahanya termasuk melakukan penilaian sendiri (self assessment) secara berkala terhadap tingkat kesehatannya dan mengambil langkah-langkah perbaikan secara efektif. Di lain pihak, Bank Indonesia mengevaluasi, menilai Tingkat Kesehatan Bank, dan melakukan tindakan pengawasan yang diperlukan dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan.

Untuk menilai suatu kesehatan bank dapat dilihat dari beberapa segi. Penilaian ini bertujuan untuk menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi sehat atau tidak sehat, sehingga Bank Indonesia sebagai pengawas dan pembina bank-bank dapat memberikan arahan atau petunjuk bagaimana bank tersebut harus dijalankan atau bahkan dihentikan kegiatan operasinya. Ukuran untuk melakukan penilaian kesehatan bank telah dibuat dan ditentukan oleh Bank Indonesia. Sedangkan bank-bank diharuskan untuk membuat laporan baik bersifat rutin ataupun secara berkala mengenai seluruh aktivitasnya dalam suatu periode tertentu.

Menurut Peratuan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, Bank wajib melakukan penilaian Tingkat Kesehatan Bank dengan menggunakan pendekatan berdasarkan Risiko (Risk-based Bank Rating). Penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara individual mencakup penilaian terhadap faktor-faktor berikut: faktor Riks Profil (Profil Risiko), faktor Good Corporate Gvernance (GCG), faktor Earning (Rentabilitas), dan faktor Capital (Permodalan).

Penilaian Profil Risiko

Penilaian faktor Profil Risiko merupakan penilaian terhadap Risiko inheren dan kualitas penerapan Manajemen Risiko dalam aktivitas operasional Bank. Risiko yang wajib dinilai terdiri atas 8 (delapan) jenis Risiko yaitu Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Operasional, Risiko Likuiditas, Risiko Hukum, Risiko Stratejik, Risiko Kepatuhan, dan Risiko Reputasi 1. Penilaian Risiko Inheren

Penilaian Risiko inheren merupakan penilaian atas Risiko yang melekat pada kegiatan bisnis Bank, baik yang dapat dikuantifikasikan maupun yang tidak, yang berpotensi mempengaruhi posisi keuangan Bank. Karakteristik Risiko inheren Bank ditentukan oleh faktor internal maupun eksternal, antara lain strategi bisnis, karakteristik bisnis, kompleksitas produk dan aktivitas Bank, industri dimana Bank melakukan

Page 26: Cover - DINUS

Jurnal Penelitian Ekonomi dan Bisnis (JPEB), 1 (2), 2016, Hal: 100 – 118

107

kegiatan usaha, serta kondisi makro ekonomi. Berikut ini adalah beberapa indikator minimum yang wajib dijadikan acuan oleh bank dalam menilai resiko inhern.

2. Risiko Kredit Merupakan risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi

kewajiban kepada bank. Risiko kredit biasanya terdapat pada seluruh aktivitas bank yang kinerjanya bergantung pada pihak lawan (counterparty), penerbit (issuer), atau kinerja peminjam dana (borrower). Risiko kredit juga dapat diakibatkan oleh terkonsentrasinya penyediaan dana pada debitur, wilayah geografis, produk, jenis pembiayaan, atau lapangan usaha tertentu.

3. Risiko Pasar Merupakan risiko pada posisi neraca dan rekening administratif termasuk transaksi

derivatif, akibat perubahan dan kondidi pasar, termasuk risiko perubahan harga option. Risiko pasar meliputi risiko suku bunga, risiko nilai tukar, risiko ekuitas, dan risiko komoditas.

4. Risiko likuiditas Merupakan risiko yang diakibatkan oleh ketidakmampuan bank dalam memenuhi

kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas, dan/atau dari aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan bank. Risiko likuiditas ini juga dapat disebabkan oleh ketidakmampuan bank melikuidasi aset tanpa terkena diskon yang material kerena tidak adanya pasar aktif atau adanya gangguan pasar yang parah.

5. Risiko Operasional Merupakan resiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya proses

internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional bank. Sumber risiko operasional dapat disebabkan antara lain oleh sumber daya manusia, proses, sistem, dan kejadian eksternal.

6. Risiko Hukum Merupakan risiko yang timbul akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek

yuridis. Risiko ini juga dapat timbul karena ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendasari atau kelemahan perikatan, seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak atau agunan yang tidak memadai.

7. Risiko stratejik Merupakan risiko akibat ketidaktepatan bank dalam mengambil keputusan dan/atau

melaksanakan suatu keputusan stratejik serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis. Dalam risiko stratejik sumber risikoya dapat ditimbulkan dari kelemahan dalam proses formulasi strategi dan ketidaktepatan dalam implementasi strategi, dan kegagalan mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis.

8. Risiko Kepatuhan Merupakan risiko yang timbul akibat bank tidak memenuhi dan/atau tidak

melaksanakan peraturan perundangan undangan dan ketentuan yang berlaku. Sumber risio kepatuhan timbul kerena kurangnya pemahaman atau kesadaran hukum terhadap ketentuan maupun standar bisnis yang berlaku umum.

9. Risiko Reputasi Merupakan ririko akibat menurunnya tingkat kepercayaan stakeholder yang

bersumber dari persepsi negatif terhadap bank.

Penilaian Good Corporate Governance (GCG)

Penilaian faktor GCG merupakan penilaian terhadap kualitas manajemen bank atas pelaksanaan 5 (lima) prinsip GCG yaitu transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, independensi dan kewajaran. Prinsip-prinsip GCG dan fokus penilaian terhadap pelaksanaan

Page 27: Cover - DINUS

Rohimah Dan Rifki Khoirudin: Komparasi Tingkat Kesehatan Dual Bangking Sistem Antara Divisi Konvensional dan Syariah Di Indonesia

108

prinsip-prinsip GCG berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia mengenai pelaksanaan GCG bagi bank umum dengan memperhatikan karakteristik dan kompleksitas usaha bank. Penetapan peringkat faktor GCG dilakukan berdasarkan analisis atas: (i) pelaksanaan prinsip-prinsip GCG, (ii) kecukupan tata kelola (governance) atas struktur, proses, dan hasil penerapan GCG pada bank, dan (iii) informasi lain yang terkait dengan GCG bank yang didasarkan pada data dan informasi yang relevan. Cakupan penerapan prinsip-prinsip GCG Bank Indonesia paling kurang harus diwujudkan dalam: (1) Pelaksanan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris, (2) Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi, (3) Kelengkapan dan pelaksanaan tugas Komite (4) Penanganan benturan kepentingan, (5) Penerapan fungsi kepatuhan (6) Penerapan fungsi audit intern, (7) Penerapan fungsi audit ekstern, (8) Penerapan manajemen risiko termasuk sistem pengendalian intern, (9) Penyediaan dana kepada pihak terkait (related party) dan penyedian adan besar (large exposures), (10) Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan bank, laporan pelaksanaan GCG dan pelaporan internal, dan (11) Rencana strategis bank.

Penilaian Earnings (Rentabilitas)

Penilaian faktor rentabilitas meliputi evaluasi terhadap kinerja rentabilitas, sumber-sumber rentabilitas, kesinambungan (sustainability) rentabilitas, dan manajemen rentabilitas. Penetapan faktor rentabilitas dilakukan berdasarkan analisis yang komprehensif dan terstruktur terhadap parameter/indikator rentabilitas dengan memperhatikan signifikansi masing-masing indikator serta permasalahan lain yang mempengaruhi rentabilitas bank. Berdasarkan lampiran 17 dalam Kodifikasi Penilaian Kesehatan Bank tentang matriks perhitungan/analisis faktor rentabilitas (Earnings) dapat menggunakan beberapa rasio keuangan diantaranya rasio Net Operating Margin, (NOM), Return on Assets (ROA), Rasio Efisiensi Operasional (REO), dan Return on Equity (ROE), Biaya Operasional/Pendapatan Operasional (BOPO).

Penilaian Capital (Permodalan)

Penilaian atas faktor permodalan meliputi evaluasi terhadap kecukupan permodalan dan kecukupan pengelolaan permodalan. Dalam melakukan perhitungan permodalan, bank wajib mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) bagi bank umum. Selain itu, dalam melakukan penilaian kecukupan permodalan, bank juga harus mengaitkan kecukupan modal dengan profil risiko bank. Semakin tinggi risiko bank, semakin besar modal yang harus disediakan untuk mengantisipasi risiko tersebut. Parameter/indikator dalam menilai Permodalan meliputi: 1. Kecukupan modal Bank Penilaian kecukupan modal Bank perlu dilakukan secara

komprehensif, minimal mencakup: (1) tingkat, trend, dan komposisi modal Bank, (2) Rasio KPMM dengan memperhitungkan Risiko Kredit, Risiko Pasar, dan Risiko Operasional, dan (3) Kecukupan modal Bank dikaitkan dengan Profil Risiko.

2. Pengelolaan Permodalan Bank Analisis terhadap pengelolaan Permodalan Bank meliputi manajemen Permodalan dan kemampuan akses Permodalan.

Keempat faktor tersebut memang merupakan faktor yang menentukan kondisi suatu bank. Apabila suatu bank mengalami permasalahan pada salah satu aspek maka bank tersebut akan mengalami kesulitan keuangan. Apalagi jika suatu bank mengalami permasalahan yang menyangkut lebih dari satu aspek yang merupakan kategori penilaian tingkat kesehatan dapat terjadi kemungkinan kebangkrutan bank tersebut.

Page 28: Cover - DINUS

Jurnal Penelitian Ekonomi dan Bisnis (JPEB), 1 (2), 2016, Hal: 100 – 118

109

Kerangka Pemikiran

Dalam menilai tingkat kesehatan bank baik konvensional maupun syariah dapat dilihat dari laporan keuangan yang di publikasikan oleh bank bersangkutan. Dari laporan keuangan tersebut dapat kita hitung menggunakan alat ukur tingkat kesehatan bank yang di atur oleh Bank Indonesia dengan cara menggukan metode RGEC. Penelitian ini tidak hanya menghitung tingkat kesehatan bank yang memilii dual banking sistem namun juga membandingkan tingkat kesehatan antara bank antara divisi konvensional dan divisi syariah, untuk membandingkan pada perbankan yang memiliki dual banking sistem dilakukan uji beda.

Berikut ini merupakan gambaran kerangka pemikiran yang di jelaskan dengan gambar sebagai berikut:

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Hipotesis

Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis penelitian adalah sebagai berikut : 1. Diduga bahwa rasio keuangan bank konvensional dan bank syariah menggunakan metode

RGEC berada pada predikat sehat. 2. Diguga bahwa terdapat perbedaan tingkat kesehatan masing-masing rasio keuangan yang

signifikan antara bank konvensional dan bank syariah.

METODE PENELITIAN

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dengan menggunakan data sekunder yang diambil dari laporan tahunan masing-masing bank. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari laporan keuangan bank yang dipublikasikan oleh bank masing-masing. Laporan keuangan yang digunakan adalah laporan keuangan neraca, laporan keuangan laba rugi, dan laporan keuangan tahunan bank. Penelitian ini dilakukan dalam ruang

Laporan Keuangan

RGEC

Uji Beda 2 Jenis Bank

Earnings Capital Risk Profil

Bank Konvensional Bank Syariah

NPL ROA LDR BOPO CAR

Kesimpulan

Page 29: Cover - DINUS

Rohimah Dan Rifki Khoirudin: Komparasi Tingkat Kesehatan Dual Bangking Sistem Antara Divisi Konvensional dan Syariah Di Indonesia

110

lingkup bank yang memiliki dual sistem yakni bank yang bergerak secara konvensional dan bank yang bergerak secara syariah.

Sasaran penelitian ini adalah untuk mengetahui masing-masing aspek Risk Profile dinilai melalui NPL (Non Performing Loan) dan LDR (Loans to Deposit Ratio), aspek Earnigs yang penilaiannya dilakukan dengan ROA (Return On Asset) dan BOPO (Biaya Operasional/Pendapatan Operasional), faktor Capital dengan menggunakan indikator CAR (Capital Adequacy Ratio), pada tingkat kesehatan bank konvensional dan bank syariah di Indonesia.

Dalam penelitian ini juga menggunakan analisis analisis tingkat kesehatan bank dengan menggunkan pendekatan risiko (Risk-based Bank Rating/RBBR). Berikut adalah langkah-langkah yang akan digunakan dalam penelitian ini diantaranya:

Aspek Risiko Kredit

Aspek yang pertama adalah mengukur kualitas manajemen resiko kredit, kredit dalam hal ini adalah kredit bermasalah yang diukur melalui NPL. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

Tabel 4. Kriteria penetapan peringkat NPL

No. Hasil Rasio Kriteria

1 <5% Sehat 2 >5% Tidak sehat

Aspek Likuiditas

Analisis rasio likuiditas ini bertujuan untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang diukur melalui LDR. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut:

Tabel 5. Kriteria penetapan peringkat LDR

No. Hasil Rasio Kriteria

1 <100% Sehat 2 >100% Tidak sehat

Aspek Rentabilitas

Merupakan aspek yang digunakan untuk mengukur kemampuan dalam meningkatkan keuntungan dengan jumlah modal yang dimiliki yang diukur melalui Return on asset (ROA). Kemampuan ini dilakukan dalam satu periode. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut:

Page 30: Cover - DINUS

Jurnal Penelitian Ekonomi dan Bisnis (JPEB), 1 (2), 2016, Hal: 100 – 118

111

Tabel 6. Kriteria Penetapan Tingkat ROA

No. Hasil Rasio Kriteria

1 >0,5% Sehat 2 <0,5% Tidak sehat

Tabel 7. Kriteria Penetapan Tingkat BOPO

No. Hasil Rasio Kriteria

1 <94% Sehat 2 >94% Tidak sehat

Aspek Capital

Permodalan (capital) suatu bank. Dalam aspek ini yang dinilai adalah permodalan yang dimiliki oleh bank yang didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank.

Rasio ini dirumuskan sebagai berikut:

Tabel 8. Kriteria Penetapan Tingkat CAR

No. Hasil Rasio Kriteria

1 >8% Sehat 2 <8% Tidak sehat

Melakukan analisis dengan pengolahan data untuk membandingkan tingkat kesehatan

masing-masing rasio keuangan antara Bank Konvensional dengan Bank Syariah di Indonesia dengan menggunakan teknik statistik yang berupa uji beda dua rata-rata (independent sample t-test). Tujuannya untuk menentukan menerima atau menolak hipotesis yang telah dibuat sebagai berikut:

Jika F hitung dengan Equal variance assumed (diasumsi kedua varians sama) memiliki nilai sig. > 0.05 maka dinyatakan bahwa kedua varian sama. Bila kedua varians sama, maka sebaiknya menggunakan dasar Equal variance assumed (diasumsi kedua varian sama) untuk t hitung. Jika t hitung sig. < 0.05, dikatakan masing-masing rasio keuangan Bank Konvensional dengan Bank Syariah di Indonesia terdapat perbedaan yang signifikan, sebaliknya jika t hitung sig > 0.05 dinyatakan masing-masing rasio keuangan Bank Konvensional dengan Bank Syariah di Indonesia tidak terdapat perbedaan yang signifikan.

Jika F hitung dengan Equal variance assumed (diasumsi kedua varians sama) memiliki nilai sig . < 0.05, maka dinyatakan bahwa kedua varians berbeda. Bila kedua varians berbeda, maka untuk membandingkan kedua Bank dengan test sebaiknya menggunakan dasar Equal variance not assumed (diasumsi kedua varian tidak sama) untuk t hitung. Jika t hitung dengan Equal variance not assumed memiliki sig. > 0.05, dapat dikatakan bahwa masing-masing rasio keuangan Bank Konvensional dengan Bank Syariah Indonesia tidak terdapat perbedaan yang signifikan, namun jika sig. < 0.05, dapat dinyatakan bahwa masing-masing

Page 31: Cover - DINUS

Rohimah Dan Rifki Khoirudin: Komparasi Tingkat Kesehatan Dual Bangking Sistem Antara Divisi Konvensional dan Syariah Di Indonesia

112

rasio keuangan Bank Konvensional dengan Bank Syariah di Indonesia terdapat perbedaan yang signifikan. (Djarwanto, PS; Subagyo, P. 2002).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bank Konvensional

Pada bank konvensional tingkat kesehatan bank dapat dihitung dengan menggunakan metode RGEC. Analisis RGEC dapat dihitung melalui profil risiko dengan menggunakan aspek risiko kredit yang dihitung melalui rasio NPL (Non Performing Loan), aspek risiko likuiditas yang dinilai melaui rasio LDR (Loan to Deposit Ratio), aspek earnings yang penilaiannya dilakukan dengan rasio ROA (Return On Asset) dan BOPO (Biaya Operasional/Pendapatan Operasional), serta aspek Capital yang dihitung melaui rasio CAR (Capital Adequacy Ratio). Perhitungan tingkat kesehatan bank berdasarkan Surat Edaran BI No. 13/24/DPNP/2011 maka perhitungan dari masing-masing rasio adalah sebagai berikut:

Tabel 9. Hasil Perhitungan Masing-masing Rasio Pada Bank Konvensional

(Dalam Satuan Persen)

No Nama Bank Tahun

Kriteria Kesehatan Bank

NPL

< 5%

LDR

< 100%

ROA

> 0,5%

BOPO

< 94%

CAR

>8%

1. BNI 2011 3,6% 67,7% 2,5% 65,8% 17,6% 2012 2,8% 77,9% 2,7% 61,4% 16,7% 2013 2,2% 85,9% 2,9% 55,1% 15,1% 2014 2.0% 92,5% 3,2% 58,2% 16,2% 2015 2,0% 70,8% 2,1% 59,7% 19,5%

2. BRI 2011 2,3% 74,3% 3,9% 57,1% 14,9% 2012 1,8% 77,9% 4,7% 56,2% 16,9% 2013 1,6% 86,1% 4,5% 55,6% 16,9% 2014 1,7% 79,6% 3,8% 59,6% 18,3% 2015 2,0% 84,4% 3,7% 59,7% 20,5%

3. Bank Bukopin 2011 2,8% 85,1% 1,6% 79,7% 12,7% 2012 2,7% 84,4% 1,6% 78,8% 16,3% 2013 2,4% 86,8% 1,7% 84,1% 15,1% 2014 2,8% 84,5% 1,2% 86,3% 14,2% 2015 2,8% 84,5% 1,3% 83,8% 13,5%

4. Bank Mega 2011 0,9% 63,9% 1,9% 81,6% 12,8% 2012 2,1% 53,7% 2,4% 76,5% 17,6% 2013 2,8% 57,6% 1% 89,5% 16,1% 2014 2,1% 65,9% 1,0% 91,8% 16,3% 2015 2,8% 65,1% 1,8% 85,9% 23,9%

5. Bank Panin 2011 3,5% 80,5% 2,2% 70,2% 17,4% 2012 2,7% 89,3% 2,0% 71,4% 14,6% 2013 2,1% 85,7% 1,9% 73,9% 15,3% 2014 2,0% 88,8% 2,0% 76,9% 15,7% 2015 2,4% 91,8% 1,3% 78,9% 19,9%

Dari data tebel di atas, NPL pada Bank Negara Indonesia tahun 2012 mengalami

penurunan dibanding tahun sebelumnya, yaitu dari 3,6% ditahun 2011 menjadi 2,8% ditahun 2012. Hal itu disebabkan oleh penurunan jumlah kredit bermasalah ditahun 2012 tercatat sebesar Rp5,6 triliun menurun Rp5,9 triliun tahun 2011. Secara keseluruhan tingkat kesehatan Bank Negara Indonesia tahun 2011-2015 berada pada kondisi sehat. Pada tingkat likuiditas yang diukur dengan rasio LDR Bank Rakyat Indonesia pada tahun 2011-2012 berada dalam

Page 32: Cover - DINUS

Jurnal Penelitian Ekonomi dan Bisnis (JPEB), 1 (2), 2016, Hal: 100 – 118

113

kondisi sehat karena masih berada di bawah batas maksimal yang ditentukan oleh Bank Indonesia sebesar 100%. Secara keseluruhan masing-masing rasio yang terdapat pada bank konvensional baik itu BNI, BRI, Bank Bukopin, Bank Mega, dan Panin berada dalam kriteria sehat.

Bank Syariah

Seperti halnya tingkat kesehatan pada bank konvensional yang dihitung menggunakan metode RGEC yang dapat dihitung melalui masing-masing rasio pada aspek profil risiko, profil likuiditas, earning, dan capital, bank syariah pun menggunakan metode yang sama dalam melakukan perhitungan tingkat kesehatan bank. Maka hasil perhitungan dari masing-masing rasio pada bank syariah dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 10. Hasil Perhitungan Masing-masing Rasio Pada Bank Syariah (dalam

satuan persen)

No Nama Bank Tahun

Kriteria Kesehatan Bank

NPL

< 5%

LDR

< 100%

ROA

> 0,5%

BOPO

< 94%

CAR

>8%

1. BNI Syariah 2011 3,6% 78,6% 1,0% 87,8% 20,6% 2012 2,6% 84,9% 1,3% 94,6% 19,1% 2013 1,9% 99,4% 1,2% 87,6% 16,2% 2014 1,8% 92,6% 1,1% 85,2% 18,4% 2015 2,5% 91,9% 1,3% 80,0% 15,5%

2. BRI Syariah 2011 2,7% 90,5% 0,1% 90,5% 14,7% 2012 3,0% 95,4% 1,1% 84,3% 11,3% 2013 4,0% 102,7% 1,1% 90,1% 14,4% 2014 4,6% 93,9% 0,1% 96,4% 12,8% 2015 4,8% 84,8% 0,7% 84,7% 13,9%

3. Bank Syariah Bukopin 2011 1,7% 83,6% 0,5% 93,8% 15,2% 2012 4,6% 92,3% 0,6% 91,5% 12,7% 2013 4,3% 100,2% 0,6% 92,2% 11,1% 2014 4,0% 92,8% 0,2% 96,7% 14,8% 2015 2,9% 90,5% 0,7% 91,9% 16,3% 4. Bank Syariah Mega 2011 3,0% 82,9% 1,3% 90,8% 12,0% 2012 2,6% 86,1% 3,1% 80,5% 13,5% 2013 2,9% 92,8% 2,3% 88,8% 12,9% 2014 3,8% 92,6% 0,3% 99,6% 19,2%

5. Bank Panin Syariah 2011 0,8% 162,9% 1,2% 74,3% 61,9% 2012 0,2% 124,0% 2,2% 52,4% 32,2% 2013 1,0% 89,9% 0,7% 80,8% 20,8% 2014 0,5% 93,3% 1,5% 75,7% 25,6% 2015 2,6% 94,8% 1,1% 83,8% 20,3%

Pada tabel di atas merupakan hasil dari perhitungan tingkat kesehatan masing-masing

rasio pada bank syariah kita dapat melihat pada BNISyariah pada tahun 2012 tingkat rasio NPL mengalami penurunan 1% namun rasio NPL namun masih berada dalam kondisi sehat. Kemudian pada tahun 2012 rasio BOPO cenderung meningkat dari tahun sebelumnya yaitu dari 87,8% menjadi 94,6%, dapat disimpulkan bahwa rasio BOPO pada BNI Syariah berada dalam kondisi tidak sehat. Penurunan ini mencerminkan peningkatan efesiensi pengeluaran. Biaya operasional meningkat setiap tahunnya. Untuk rasio ROA BRI Syariah, Bank Syariah Bukopin dan Bank Syariah Mega berada dalam kondisi tidak sehat, karena berada dibawah

Page 33: Cover - DINUS

Rohimah Dan Rifki Khoirudin: Komparasi Tingkat Kesehatan Dual Bangking Sistem Antara Divisi Konvensional dan Syariah Di Indonesia

114

ketentuan batas Bank Indonesia. Aspek likuiditas yang dihitung dengan LDR pada BRI Syariah tahun 2013, Bank Syariah Bukopin tahun 2013, dan Bank Panin Syariah tahun 2011 dan tahun 2011 mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya, maka dapat dikatakan bahwa rasio LDR pada BRI Syariah, Bank Syariah Bukopin, Bank Panin Syariah pada tahun tersebut tidak dalam kondisi sehat. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan nilai dana pihak ketiga pada BRI Syariah, Bank Syariah Bukopin dan Bank Panin Syariah sejalan dengan kenaikan jumlah dana pihak ketiga bank juga dalam hal ini menyalurkan dana dalam kepada bentuk pembiayaan terus menunjukan peningkatan. Pada rasio BOPO tahun 2014 masing-masing pada BRI Syariah sebesar 96,4%, Bank Syariah Bukopin 96,7%, dan Bank Syariah Mega 99,6% juga meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, artinya tidak dalam keadaan sehat. Hal itu dikarenakan adanya peningkatan dari pendapatan bank dibandingkan tahun sebelumnya. Selebihnya secara keseluruhan berada dalam kriteria sehat.

Hasil Penelitian (uji hipotesis)

Analisis rasio NPL

Dalam pengujian hipotesis pada rasio NPL antara Bank Konvensional dan Bank Syariah dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 11. Hasil Perhitungan Independent Sample t-test Rasio NPL

NPL F Sig. T Sig. (2-tailed)

NPL Equal variances assumed 10,183 ,003 -1,418 ,163 Equal variances not assumed -1,398 ,172

Dari tabel di atas dapat terliat F hitung untuk NPL dengan Equal variances assumed

(diasumsikan kedua varians sama) adalah 10,18 dengan probabilitas 0,003. Oleh karena probabilitas data di atas lebih kecil dari 0,05, maka dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan varians pada data perbandingan tingkat kesehatan rasio NPL antara Bank Konvensional dan Bank Syariah.

Bila kedua varian berbeda maka digunakan Equal variances not assumed t-hitung untuk NPL dengan menggunakan Equal variances not assumed adalah -1,39 dengan signifikan sebesar 0,172. Oleh karena itu nilai sig. thitung > ttabel (0,172 > 0,05) maka dapat dikatakan bahwa jika dilihat dari rasio NPL maka tingkat kesehatan antara Bank Konvensional dan Bank Syariah tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Analisis rasio LDR. Dalam pengujian hipotesis pada rasio LDR antara Bank Konvensional dan Bank Syariah dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 12. Hasil Perhitungan Independent dan Sample t-test Rasio LDR

LDR F Sig. t Sig. (2-tailed)

LDR Equal variances assumed ,017 ,896 -4,220 ,000 Equal variances not assumed -4,184 ,000

Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa F hitung untuk LDR dengan Equal variances

assumed (diasumsikan kedua varians sama) adalah 0,017 dengan probabilitas 0,896. Oleh karena itu probabilitas data di atas lebih besar dari 0,05, maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat perbedaan pada data perbandingan tingkat kesehatan rasio LDR antara Bank Konvensional dengan Bank Syariah.

Bila kedua varians sama maka digunakan Equal Variances Assumed adalah -4,220 dengan signifikan sebesar 0,000. Oleh karena itu nilai sig. thitung < ttabel (0,000 < 0,05), maka

Page 34: Cover - DINUS

Jurnal Penelitian Ekonomi dan Bisnis (JPEB), 1 (2), 2016, Hal: 100 – 118

115

dapat dikatakan bahwa jika dilihat dari rasio LDR maka tingkat kesehatan antar Bank Konvensional dan Bank Syariah terdapat perbedaan yang signifikan.

Hal ini karena adanya peningkatan pemberian jumlah kredit ditiap tahunnya pada bank konvensional maupun bank syariah, walaupun terjadi penurunan pada beberapa tahun namun penurunan tesebut tidak terlalu besar. Menurut Laporan Tahunan Perbankan tahun 2015 penyaluran pembiayaan perbankan syariah tahun 2015 mengalami peningkatan yaitu sebesar Rp213 triliun dari tahun sebelimnya yaitu sebesar Rp199,3 triliun. Selain itu DPK perbankan syariah juga tumbuh sebesar 6,11% dari deposito, tabungan, dan giro masing-masing sebesar 61,13%, 29,70%, 9,17%. Analisis rasio ROA

Dalam pengujian hipotesis pada rasio ROA antara Bank Konvensional dan Bank Syariah dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 13. Hasil Perhitungan Independent dan Sample t-test Rasio ROA

ROA F Sig. T Sig. (2-tailed)

ROA Equal variances assumed 4,912 ,032 4,994 ,000 Equal variances not assumed 5,035 ,000

Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa F hitung untuk ROA dengan Equal variances

assumed (diasumsikan kedua varians sama) adalah 4,912 dengan probabilitas 0,032. Oleh karena itu probabilitas data di atas lebih kecil dari 0,05, maka dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan pada data perbandingan tingkat kesehatan rasio ROA antara Bank Konvensional dengan Bank Syariah.

Bila kedua varians berbeda maka digunakan Equal Variances not Assumed adalah 5,035 dengan signifikan sebesar 0,000. Oleh karena itu nilai sig. thitung < ttabel (0,000 < 0,05), maka dapat dikatakan bahwa jika dilihat dari rasio ROA maka tingkat kesehatan antar Bank Konvensional dan Bank Syariah terdapat perbedaan yang signifikan. Jika dilihat dari koefisien berdasarkan uji t maka antara inflasi sebesar 5.6360 dan suku bunga sebesar 6.8640, dari nilai tersebut terlihat yang paling dominan dalam pembentukan ROA adalah inflasi. Inflasi mempengaruhi ROA karena dengan adanya kenaikan inflasi maka diikuti oleh kenaikan suku bunga SBI dan suku bunga kredit. . Karena saat inflasi naik minat masyarakat untuk menabung, berinvestasi dan berproduksi menjadi berkurang. Masyarakat akan mempergunakan hartanya untuk mencukupi biaya pengeluaran akibat naiknya harga-harga barang sehingga akan mempengaruhi profitabilitas bank. Dan ketika inflasi turun yang diikuti dngan turunnya suku bunga SBI dan juga suku bunga kredit, masyarakat akan kembali menabung, berinvestasi, dan juga berproduksi sehingga DPK bank dapat meningkat.

Peningkatan DPK bank sangat berpengaruh pada pemberian kredit pada masyarakat. Dengan DPK yang tinggi bank juga dapat memberikan jumlah kredit yang banyak pada masyarakat, sehingga bank dapat memperoleh profitnya dari bunga kredit yang dibebankan pada masyarakat yang mengambil kredit pada bank tersebut. Berikut adalah data inflasi dan suku bunga periode 2011-2015.

Page 35: Cover - DINUS

Rohimah Dan Rifki Khoirudin: Komparasi Tingkat Kesehatan Dual Bangking Sistem Antara Divisi Konvensional dan Syariah Di Indonesia

116

Tabel 14. Inflasi dan Suku Bunga

No Tahun Inflasi Suku Bunga

1. 2011 3,79% 6,00% 2. 2012 4,30% 5,57% 3. 2013 8,38% 7,50% 4. 2014 8,36% 7,75% 5. 2015 3,35% 7,50%

Tabel 15. Hasil Mean dan Standar Deviation

KELOMPOK N Mean Std. Deviation

ROA INFLASI 5 5.6360 2.51834 SUKUBUNGA 5 6.8640 1.00186

Analisis Rasio BOPO

Dalam pengujian hipotesis pada rasio BOPO antara Bank Konvensional dan Bank Syariah dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 16. Hasil Perhitungan Independent dan Sample t-test Rasio BOPO

BOPO F Sig. T Sig. (2-tailed)

BOPO Equal variances assumed 4,692 ,035 -4,613 ,000 Equal variances not assumed -4,633 ,000

Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa F hitung untuk BOPO dengan Equal variances

assumed (diasumsikan kedua varians sama) adalah 4,692 dengan probabilitas 0,035. Oleh karena itu probabilitas data di atas lebih kecil dari 0,05, maka dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan pada data perbandingan tingkat kesehatan rasio BOPO antara Bank Konvensional dengan Bank Syariah.

Bila kedua varians berbeda maka digunakan Equal Variances not Assumed adalah 4,633 dengan signifikan sebesar 0,000. Oleh karena itu nilai sig. thitung < ttabel (0,000 < 0,05), maka dapat dikatakan bahwa jika dilihat dari rasio BOPO maka tingkat kesehatan antar Bank Konvensional dan Bank Syariah terdapat perbedaan yang signifikan. Adanya perbedaan yang tidak signifikan pada rasio BOPO dipengaruhi oleh nilai NPM yang tiap tahunnya menurun dikerenakan adanya inflasi yang naik pada tahun 2013 dan 2014 sehingga mempengaruhi investasi dan akan mempengaruhi pendapatan operasional bank.

Tabel 17. Hasil Perhitungan Rasio NPM pada Bank Konvensional (dalam hitungan

persen)

No. Nama Bank 2011 2012 2013 2014 2015

1. BNI 80,19 81,57 80,74 81,14 80,09 2. BRI 85,80 82,39 81,73 85,58 83,28 3. Bank Bukopin 79,54 79,11 79,50 77,17 82,23 4. Bank Mega 95,82 89,56 88,33 88,34 89,57 5. Bank Panin 77,31 76,81 76,61 73,41 64,60 Jumlah 415,45 407,22 406,91 405,64 339,81

Page 36: Cover - DINUS

Jurnal Penelitian Ekonomi dan Bisnis (JPEB), 1 (2), 2016, Hal: 100 – 118

117

Tabel 18. Hasil Perhitungan Rasio NPM pada Bank Syariah (dalam hitungan persen)

No. Nama Bank 2011 2012 2013 2014 2015

1. BNI Syariah 69,08 72,15 61,27 73,43 79,64 2. BRI Syariah 77,33 77,75 72,09 57,84 77,14 3. Bank Syariah Bukopin 81,03 66,12 63,17 52,69 66,08 4. Bank Syariah Mega 71,16 72,99 80,15 75,09 5. Bank Panin Syariah 75,06 75,04 73,37 72,75 68,75 Jumlah 737,66 364,05 350,05 331,80 291,25

Analisis rasio CAR

Dalam pengujian hipotesis pada rasio CAR antara Bank Konvensional dan Bank Syariah dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 19. Hasil Perhitungan Independent dan Sample t-test Rasio CAR

F Sig. T Sig. (2-tailed)

CAR Equal variances assumed 5,588 ,022 -,930 ,357 Equal variances not assumed -,913 ,370

Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa F hitung untuk CAR dengan Equal variances

assumed (diasumsikan kedua varians sama) adalah 5,588 dengan probabilitas 0,022. Oleh karena itu probabilitas data di atas lebih kecil dari 0,05, maka dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan pada data perbandingan tingkat kesehatan rasio CAR antara Bank Konvensional dengan Bank Syariah.

SIMPULAN

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dalam penelitian ini pada masing-masing rasio yaitu NPL, LDR, ROA, BOPO dan CAR pada Bank Konvensional berada dalam kriteria sehat. Pada Bank Syariah LDR yang dimiliki pada BRI Syariah tahun 2013, Bank Syariah Bukopin tahun 2013 dan Bank Panin Syariah pada tahun 2011 dan 2012 berada dalam kondisi tidak sehat, hal ini dikarenakan adanya peningkatan nilai dana pihak ketiga dengan kenaikan jumlah pembiayaan yang diberikan oleh bank. Sedangkan untuk rasio ROA kondisi bank yang tidak sehat dimiliki oleh bank BRISyariah pada tahun 2011 dan 2014, Bank Syariah Bukopin tahun 2014, dan Bank Syariah Mega tahun 2014. Pada BNISyariah tahun 2012, BRISyariah tahun 2014, Bank Syariah Bukopin tahun 2014 serta Bank Syariah Mega tahun 2014 berada pada rasio BOPO yang tidak sehat, hal ini dikarenakan karena adanya peningkatan pengeluaran. Dan untuk rasio CAR pada bank Syariah berada dalam kondisi sehat.

Pada penelitian kali ini hasil dari uji statistik independent sample t-test pada rasio NPL dan CAR tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Sedangkan pada rasio LDR, ROA, dan BOPO terdapat perbedaan yang signifikan.

Saran

Tingkat kesehatan Bank Konvensioal lebih baik dibandingkan dengan tingkat kesehatan pada Bank Syariah. Namun bagi Bank Konvensional harus mempertahankan bahkan meningkatkan lagi kinerja keuangannya agar teteap berada dalam kriteria sehat seperti yang telah ditentukan oleh Bank Indonesia. Bagi Bank Syariah

Page 37: Cover - DINUS

Rohimah Dan Rifki Khoirudin: Komparasi Tingkat Kesehatan Dual Bangking Sistem Antara Divisi Konvensional dan Syariah Di Indonesia

118

Karena secara rata-rata Bank Syariah memiliki tingkat kesehatan yang rendah dibanding tingkat kesehatan pada Bank Konvensional. Maka bank Syariah sebaiknya meningkatkan kinerja keuangannya sehingga dapat bersaing dengan Bank Konvensional, dengan cara pengelolaan manajemen yang baik agar meningkatnya jumlah laba yang diperoleh dan terdistribusikannya pembiayaan yang tepat sasaran. Terutama untuk beberapa rasio pada Bank Syariah.

DAFTAR PUSTAKA

Bank Indonesia. 2011. Surat Edaran Bank Indonesia No.13/ 24 /DPNP Jakarta, 25 Oktober 2011. www.bi.go.id. (di akses tanggal 26 Oktober 2016).

Bank Indonesia. 2011. Data Inflasi Jakarta, 1 Januari 2011. www.bi.go.id. (di akses tanggal 8 Mei 2017).

Bank Indonesia. 2011. Data BI Rate Jakarta, 1 Januari 2011. www.bi.go.id. (di akses tanggal 8 Mei 2017).

Bank Indonesia. 2011. Suku Bunga Dasar Kredit Jakarta, 1 Januari 2011. www.bi.go.id. (di akses tanggal 8 Mei 2017).

Bank Indonesia. 2012. Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank. Pusat Riset dan Edukasi Bank Sentral.

Bank Bukopin. Laporan Keuangan Bank Negara Bukopin. Jakarta: Bank Bukopin. Bank Mega. 2011,2012,2013,2014. Laporan Keuangan Bank Mega. Jakarta: Bank Mega. Bank Negara Indonesia. Laporan Keuangan Bank Negara Indonesia. Jakarta: Bank Negara

Indonesia. Bank Negara Indonesia Syariah. 2011,2012,2013,2014,2015. Laporan Keuangan Bank

Negara Indonesia Syariah. Jakarta: Bank Negara Indonesia Syariah. Bank Panin. Laporan Keuangan Bank Panin. Jakarta: Bank Panin. Bank Panin Syariah. Laporan Keuangan Bank Panin Syariah. Jakarta: Bank Panin Syariah. Bank Rakyat Indonesia. 2011,2012,2013,2014,2015. Laporan Keuangan Bank Negara Rakyat

Indonesia. Jakarta: Bank Rakyat Indonesia. Bank Rakyat Indonesia Syariah. 2011,2012,2013,2014,2015. Laporan Keuangan Bank

Negara Rakyat Indonesia Syariah. Jakarta: Bank Rakyat Indonesia. Bank Syariah Bukopin. 2011,2012,2013,2014,2015. Laporan Keuangan Bank Negara

Syariah Bukopin. Jakarta: Bank Syariah Bukopin. Bank Syariah Mega. 2011,2012,2013,2014. Laporan Keuangan Bank Syariah Mega. Jakarta:

Bank Syariah Mega. Djarwanto, PS; Subagyo, P. 2002. Statistik Induktif. Yogyakarta: BPEE. Hasibuan, Malayu S.P. 2006. Dasar-Dasar Perbankan. PT Bumi Aksara. Jakarta. Hidayatika, Siti Ayu Dkk. 2016. Analisis Perbedaan Tingkat Kesehatan Bank Konvensional

Dengan Menggunakan Metode RGEC (Studi Pada Bank Konvensional yang Listing di BEI 2011-2014), Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

Kasmir , S.E. MM. 2014. Manajemen Perbankan. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada. Pemerintah Indonesia. Undang-Undang Nomor. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Pemerintah Indonesia. Undang-Undang Nomor. 10 Tahun 1998 dan Nomor. 19 tahun 1998

tentang perbankan. Sinangun, Muchdarsyah. 1993. Manajemen Dana Bank. Edisi ke-2, Cetakan ke-2. Jakarta :

PT. Bumi Aksara Widyaningrum, Hening Asih Dkk. 2014. Analisis Tingkat Kesehatan Bank Dengan

Menggunakan Metode Risk-Based Bank Rating (RBBB) (Studi Pada Bank yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia IHSG Sub Sektor Perbankan Tahun 2012), Jurnal Administrasi Bisnis.

Page 38: Cover - DINUS

JPEB

Jurnal Penelitian Ekonomi dan Bisnis, 1 (2), 2016, Hal: 119 - 138

http://www.jpeb.dinus.ac.id

STUDI EMPIRIS WIRAUSAHA PEREMPUAN DI

SURAKARTA : FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI MOTIVASI, HAMBATAN

DAN KEBERHASILAN USAHA

Dwi Prasetyani

1* Nanda A Purusa

2 dan Indra Hasbianto

3

1,2,3Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sebelas Maret

Jalan Ir. Sutami No. 36 A, Jebres, Surakarta 57126, Indonesia *Corresponding Author: [email protected]

Diterima: Februari 2016 ; Direvisi: Juni 2016; Dipublikasikan: Septembert 2016

ABSTRACT

The role of women entrepreneurs has been growing and contributing significantly to economic growth. However, understanding common problems and success factors can help women entrepreneurs in developing their business. Many women entrepreneurs have begun to experience problems, which due to socio-economic factor. This research examines factors affecting motivation, obstacle, and success of women entrepreneurs in Surakarta. Data was collected using a self administered questionnaire that was distributed directly to women entrepreneurs, therefore goodness of data determined through reliability test and validity test. Linear regression analysis was used as a more suitable methodology to identify the important determinants of motivation, obstacles, success of women entrepreneurs. The result shows that level of education significanly affects women's entrepreneurial motivation and obstacles which they have to face. The existence of social relationship positively influences both in motivations and business success. On the other hand family supports only affect on business success of women entrepreneurs. Keywords: Women Entrepreneur; Motivation; Obstacle; Success

ABSTRAK

Peran perempuan sebagai wirausaha menunjukkan tren pretumbuhan dan memiliki kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Dalam upaya pengembangan usaha mereka, diperlukan pemahaman terhadap masalah umum dan faktor-faktor keberhasilan wirausaha perempuan. Hal tersebut mencakup faktor sosial ekonomi pada perempuan. Maka, penelitian ini menguji faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi, hambatan, dan keberhasilan wirausaha perempuan di Surakarta. Penelitian ini menggunakan data primer dengan desain survey dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokok. Uji ketepatan data (goodness of data) menggunakan uji keandalan (reliability test) dan uji validitas (validity test). Kemudian uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi berganda. Hasilnya menunjukkan bahwa tingkat pendidikan secara signifikan mempengaruhi hambatan yang dihadapi dan motivasi usaha perempuan. Hubungan sosial berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi dan keberhasilan usaha perempuan. Selain itu, dukungan suami memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap keberhasilan usaha. Kata Kunci: Wirausaha Perempuan; Motivasi; Hambatan; Keberhasilan Usaha

ISSN 2442 – 5028 (Print)

2460 – 4291 (Online)

Page 39: Cover - DINUS

Jurnal Penelitian Ekonomi dan Bisnis (JPEB), 1 (2), 2016, Hal: 119 – 138

PENDAHULUAN

Perempuan yang masih terpaku dalam adat atau kebiasaan patrilinial yang ketat, membuatnya tidak dapat memiliki akses untuk berkarir dan hanya melakukan aktivitas di lingkup domestik (Carr dan Chen, 2004). Hal tersebut juga diperkuat dengan temuan di sebagian negara berkembang, bahwa faktor sosio-kultural menjadi salah satu faktor penghambat aktivitas wirausaha perempuan (Nilufer, 2001; McElwee dan Al-Riyami, 2003). Pengusaha perempuan cenderung tidak percaya diri dan kekurangan networking daripada laki- laki (Dechant dan Al Lamky, 2005).

Transisi demografi dan arus globalisasi membuat peran perempuan dalam kegiatan ekonomi mengalami perkembangan. Hal tersebut memberikan peluang bagi perempuan untuk mencapai puncak karir profesional dan meningkatkan akses aktualisasi diri dalam masyarakat (Frederick et al., 1996). Peran perempuan tidak hanya terlibat dalam kegiatan domestik (ex. mengurus anak, peran rumah tangga) tetapi sudah menjangkau ranah publik (Ermawati, 2016). Selain itu, Salaa (2015) mengungkapkan bahwa perempuan telah meningkatkan perannya dalam mengambil keputusan, tidak hanya berperan untuk mendapatkan keuntungan secara ekonomi.

Perempuan yang sudah bersuami tidak dapat lepas dari peran utama atau kodrat alamiahnya untuk melahirkan anak. Selain itu, perempuan juga berperan untuk merawat, mendidik, dan mengurus anak, walaupun tugas ini dapat dibagi dengan suami. Bagi perempuan yang bekerja akan menjalani peran ganda yang dapat menimbulkan konflik dan stress yang lebih tinggi daripada laki-laki berkerja (Noor, 2004; Welter, 2004), serta keadaan tersebut juga berdampak negatif pada kebahagiaan perempuan dan akan berimbas pula pada kehidupan keluarga (Hammer et al., 2004).

Seiring dengan perkembangan jaman, konstruksi karier pada perempuan telah berkembang dan kesuksesan tidak hanya dilihat dari tingkat jabatan dalam suatu organisasi. Hal tersebut mempertimbangkan juga kriteria lain seperti manfaat yang dihasilkan oleh perempuan. Pola tersebut telah mengubah pandangan dan tren perempuan karier untuk keluar dari perusahaan dan mulai membangun bisnis (Buttner dan Moore, 1997). Selain itu terdapat faktor penarik bagi perempuan untuk menjadi wirausaha ditengah peran gandanya dalam lingkup domestik maupun publik, faktor tersebut yaitu adanya peluang berbisnis, ingin mendapatkan apresiasi, mengembangkan kreativitas, memiliki kebebasan dan kewenangan untuk mengatur orang lain, mendapatkan penghasilan lebih banyak, memiliki independensi yang tinggi (Alstete, 2002; Orhan and Scott, 2001; Dechant dan Al-Lamky, 2005). Sebagian perempuan juga mengungkapkan bahwa wirausaha adalah kebutuhan dengan alasan yang mencakup faktor struktural, organisasi dan domestik yang dihadapi oleh perempuan (Mallon dan Cohen, 2001). Wirausaha merupakan profesi yang dapat menjadi jalan tengah bagi perempuan, khususnya yang sudah berkeluarga dalam meningkatkan fleksibilitas untuk menjalankan kewajibannya mengurus keluarga atau sebagai ibu rumah tangga dan bekerja untuk menambah penghasilan (Agarwal dan Lenka 2006).

Dampak yang dapat dihasilkan adalah wirausaha perempuan merupakan kontributor vital dalam perekonomian, dan disetiap satu dari sepuluh perempuan di dunia adalah wirausaha (McClelland et al., 2005). Aspek yang relevan dengan wirausaha perempuan adalah menciptakan pertumbuhan ekonomi domestik (Yu, 2011). Hal ini dikarenakan wirausaha perempuan dapat menciptakan lapangan pekerjaan untuk dirinya sendiri, untuk orang lain, dan secara langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat (Langowitz dan Minniti, 2007). Maka, perbedaan analisis mengenai entrepreneur dan non-entreprenur merupakan aspek yang penting dalam pengembangan penelitian mengenai wirausaha perempuan. Hal tersebut karena seorang wirausaha mempunyai karakteristik yang khusus ˗ contohnya mengenai motivasi, determinasi, dan faktor kesuksesan ˗ dibandingkan dengan

120

Page 40: Cover - DINUS

Thank you for using www.freepdfconvert.com service!

Only two pages are converted. Please Sign Up to convert all pages.

https://www.freepdfconvert.com/membership

Page 41: Cover - DINUS

JPEB

Jurnal Penelitian Ekonomi dan Bisnis, 1 (2), 2016, Hal: 139 - 150

http://www.jpeb.dinus.ac.id

IMPLEMENTASI AKUNTANSI KEUANGAN

BERBASIS SAK ETAP (STUDI KASUS PADA

UMKM BATIK DI KOTA SEMARANG)

Ira Septriana1*

dan Eva Vitriyani2

1Program Studi Akuntansi,Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Dian Nuswantoro Jl. Nakula I No. 5-11 Semarang 50131, Indonesia *Corresponding Author: [email protected]

Diterima: Februari 2016 ; Direvisi: Juni 2016; Dipublikasikan: Septembert 2016

ABSTRACT This study was to determine how the application and understanding of the accounting method for

MSMEs Batik Semarang and whether in accordance with the standards set by the government. Because of FAS EWPA set with the purpose of facilitating entities without public accountability like MSMEs in presenting the financial statements to be more relevant and informative in order to monitor the performance of business units within a single accounting period. There are 30 units of MSMEs Batik Semarang as research sample selected by convenience sampling method using qualitative descriptive analysis method. The results indicate that the perception and understanding of MSME entrepreneurs Batik Semarang on Financial Accounting Standards for Entities Without Public Accountability (FSA EWPA) was still very simple, due to the lack of entrepreneurs knowledge regarding the technical preparation of financial statements based FSA EWPA. MSMEs feel that income statement is enough, and there is a lacking sosialization by the related department like Department of Cooperatives and MSMEs Semarang in applicating the Financial Accounting Standards Entities Without Public Accountability. Keywords: MSMEs; FAS EWPA; Financial Statements

ABSTRAK

Penelitian ini untuk mengetahui bagaimana penerapan dan pemahaman metode pencatatan akuntansi bagi para pelaku UMKM Batik di Kota Semarang dan apakah telah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Karena SAK ETAP ditetapkan dengan tujuan memudahkan entitas tanpa akuntabilitas publik seperti UMKM dalam menyajikan laporan keuangan yang lebih relevan dan informatif guna memantau kinerja unit usaha dalam satu periode akuntansi. Sebanyak 30 Unit UMKM Batik Semarang menjadi sample penelitian yang dipilih dengan metode convenience sampling denngan metode Analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa persepsi dan pemahaman para pengusaha UMKM Batik di Kota Semarang mengenai Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP) ternyata masih sangat sederhana, dikarenakan kurangnya pengetahuan para pelaku usaha mengenai teknis penyusunan laporan keuangan berbasis SAK ETAP. UMKM merasa bahwa laporan keuangan yang menunjukkan laba rugi perusahaan saja sudah cukup, serta kurangnya sosialisasi dari dinas terkait setempat seperti Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang dalam penerapan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik. Kata kunci : UMKM; SAK ETAP; Laporan Keuangan

ISSN 2442 – 5028 (Print)

2460 – 4291 (Online)

Page 42: Cover - DINUS

Jurnal Penelitian Ekonomi dan Bisnis (JPEB), 1 (2), 2016, Hal: 139 – 150 PENDAHULUAN

Perkembangan pembangunan dalam segala bidang di Indonesia dewasa ini mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Perkembangan tersebut juga terjadi pada bidang ekonomi dan industri. Peningkatan perkembangan dalam dunia ekonomi dan industri tersebut tidak lepas dari peranan perusahaan-perusahaan di Inonesia. Baik perusahaan besar maupun perusahaan dalam skala mikro kecil dan menengah yang disebut dengan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Menurut Mitchell dan Reid (2000) UMKM merupakan kekuatan penting dalam ekonomi berbasis informasi modern. Hal tersebut dikatakan demikian karena UMKM adalah jenis usaha yang lebih fleksibel dan memiliki kreativitas yang inovatif sehingga dapat bertahan dan bersaing dengan usaha besar(Strouhal et al,2009).

Undang-Undang No.20 tahun 2008 mengatur semua hal tentang UMKM, dan dengan berlakunya undang – undang tersebut maka usaha mikro kecil menengah mendapatkan jaminan serta keadilan usaha yang dapat meningkatkan potensi dan kedudukan UMKM dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dengan peningkatan pendapatan masyarakat, terciptanya lapangan kerja serta penurunan tingkat kemiskinan dan pengangguran.

Saat Indonesia mengalami krisis ekonomi seperti tahun 1997-1998 atau krisis ekonomi global tahun 2008, banyak perusahaan perusahaan besar yang mengalami kebangkrutan dan berdampak pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran pada banyak karyawannya. Namun hal ini tidak berdampak banyak pada UMKM dikarenakan UMKM umumnya menggunakan mata uang rupiah dan relatif jarang menggunakan hutang perbankan, serta tidak atau belum berhubungan dengan pihak asing, UMKM juga dapat menjaring sumber daya manusia yang menjadi pengangguran karena PHK untuk dapat bekerja kembali.

UMKN juga memberikan kontribusi bagi Indonesia dalam segi ekonomi makro. Pendapatan Domestik Bruto Indonesia yang dihasilkan dari kegiatan UMKM mencapai 57,12%. Berdasarkan data Kementrian Koprasi dan Usaha Kecil Menengah tahun 2013, jumlah unit UMKM di Indonesia mencapai 55,2 juta unit.Jumlah UMKM yang besar tersebut mencerminkanbesarnyapotensi dan kemampuan yang dapat dikembangkan lagi bagi UMKM untuk lebih berkontribusi aktif bagi Indonesia.

Menurut Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah UU No. 9 Tahun 1995 Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil dan bersifat tradisional, dengan kekayaan bersih RP 50 juta –Rp 200juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) dan omset tahunan ≤ Rp 1 miliar; dalam UU UMKM/ 2008 dengan kekayaan bersih Rp 50 juta – Rp 500 juta dan penjualan bersih tahunan Rp 300 juta – Rp 2,5 miliar.

Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) telah menerbitkan Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP) pada tanggal 17 Juli 2009 dan berlaku efektif per 1 Januari 2011. SAK-ETAP ini lebih mudah dipahami dibanding Standar Akuntansi Keuangan (SAK) Umum karena entitas tanpa akuntabilitas publik didominasi oleh UMKM dimana sebagian besar pengusahanya dengan latar belakang pendidikan yang rendah. Melihat pentingnya penggunaan SAK-ETAP sebagai standar pembuatan laporan keuangan pada UMKM, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai SAK ETAP. Objek dalam penelitian ini adalah seluruh UMKM Batik di kota Semarang, baik unit usaha yang bersifat independen maupun unit usaha dibawah binaan suatu lembaga tertentu.

Pada tanggal 24 Juli 2007, Pemerintah Kota Semarang melalui Disperindag melaunching batik Semarangan melalui seminar pada paguyupan Perajin Kampung Batik yang membahas mengenai identitas dan motif yang akan digunakan sebagai ciri khas, kemudian disepakati bahwa Batik Semarangan adalah batik yang diproduksi oleh warga kota Semarang dengan motif atau ragam hias yang berhubungan dengan landmark kota Semarang seperti Tugumuda dan Lawang Sewu. Sejalan dengan perkembangan jaman, nilai estetis

140

Page 43: Cover - DINUS

Ira Septriana Dan Eva Vitriyani : Implementasi Akuntansi Keuangan Berbasis SAK ETAP (Studi Kasus Pada UMKM Batik Di Kota Semarang) ekonomis melangkah maju beriringan, banyak manyarakat yang berminat pada batik karena memiliki fungsi rekreatif danedukatif.

Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu diantaranya dilakukan oleh Salmiah (2015) tentang penerapan SAK-ETAP menyatakan bahwa 83% UMKM belum memahami isi SAK-ETAP dan 70% tidak menggunakan software atau dikerjakan secara manual. Hal ini menyimpulkan bahwa penerapan SAK-ETAP pada UMKM di Kecamatan Sukajadi Binaan DisKop dan UMKM Pekanbaru masih sangat sederhna atau tidak mengikuti tahapan-tahapan dalam siklus akuntansi. Hal serupa diungkapkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Alfitri (2014) pada Perajin Mebel Desa Gondangsari Kecamatan Juwiring Klaten bahwa pemahaman perajin mebel tentang SAK-ETAP masih sangat rendah serta pencatatan dan penyusunan laporan keuangan yang dilakukan hanya sebatas laporan bisnis yang dibuat sesuai dengan pemahaman dan kebutuhan masing-masing perajin mebel, pencatatan yang dilakukan perajin mebel tersebut tidak sesuai dengan siklusakuntansi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kalangi (2014) pada PT. Nichindo Manado Suisan bahwa perusahaan belum menyusun laporan keuangan lengkap menurut SAK-ETAP. Hal ini berdasarkan syarat kelengkapan SAK-ETAPyang meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Perusahaan belum menyajikan laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan serta terjadi inkonsistensidalam penyajian laporan keuangan serta terdapat beberapa pos pada neraca yang tidak diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.

Penelitian ini merupakan replika dari penelitian yang dilakukan oleh Salmiah (2015) tentang Analisa Penerapan Akuntansi dan Kesesuaiannya dengan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah dari segi objek penelitian.Penelitian yang dilakukan oleh Salmiah (2015) dilakukan pada UMKM di Kecamatan Sukajadi Binaan DisKop & UMKM Kota Pekanbaru dan penelitian ini dilakukan pada UMKM Batik Kota Semarang. Sedangkan persamaan dari kedua penelitian ini terletak pada variabel dan metode analisis yang digunakan.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana para pelaku UMKM menerapkan sistem pencatatan keuangannya dan kesesuaiannya terhadap Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik sehingga mereka lebih mengetahui kondisi keuangan dan kinerja usahanya yang sebenarnya.

Penelitian ini dibatasi pada 8 dari 30 Bab dalam SAK-ETAP yaitu meliputi Ruang Lingkup, Konsep dan Prinsip Pervasif, Penyajian Laporan Keuangan, Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas dan Laporan Saldo Laba, Laporan Arus Kas dan Catatan Atas Laporan Keuangan. Pembatasan pada penelitian ini dikarenakan penelitian ini hanya untuk melihat bagaimana penerapan dan seberapa mengerti para pelaku usaha tentang metode penerapan laporan keuangan berbasis SAK- ETAP. Melihat pentingnya penggunaan SAK-ETAP sebagai standar pembuatan laporan keuangan pada UMKM, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai SAKETAP dengan mengambil objek penelitian pada UMKM Batik dikota Semarang, baik unit usaha yang bersifat independen maupun unit usaha dibawah binaan suatu lembaga tertentu.

Dari uraian diatas, maka dalam penelitian ini dirumuskan masalah adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana bentuk penerapan akuntansi pada UMKM Batik di Kota Semarang? 2. Apakah penerapan akuntansi pada UMKM Batik di Kota Semarang telah sesuai

dengan SAK-ETAP? Penelitian ini dilakukan dengan tujuan :

141

Page 44: Cover - DINUS

Jurnal Penelitian Ekonomi dan Bisnis (JPEB), 1 (2), 2016, Hal: 139 – 150 TINJAUAN PUSTAKA

Usaha Mikro Kecil dan Menengah Dalam Undang-Undang nomor 20 Tahun 2008 pasal 1 mengenai Usaha Mikro, Kecil dan

Menengah adalah : 1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik perorangan atau badan usaha yang

memenuhi standar Usaha Mikro sebagaimana telah diatur dalam undang-undangini. 2. Usaha Kecil merupakan ekonomi usaha produktif yang berdiri secara independen, yang

dijalankan oleh orang perseorangan atau badan usaha dan bukan termasuk anak perusahaan dan bukan merupakan cabang perusahaan yang dimiliki atau menjadi bagianlangsungatautidaklangsungusahamenengahatauusahabesaryangmemenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana yang dimaksud dalamundang-undang.

3. Usaha Menengah merupakan ekonomi usaha produktif yang berdiri secara independen, yang dilakukan oleh perseorangan atau badan usaha yang bukantermasuk dalam anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, atau menjadi bagian langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil maupun usaha besar dengan jumlah harta bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam undang-undang.

Menurut M.Tohar (1992) definisi usaha kecil dari berbagai segi adalah sebagai berikut :

1. Berdasarkan Total Aset Pengusaha kecil adalah pengusaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat membuka usaha.

2. Berdasarkan Total Penjualan Bersih per Tahun Berdasarkan hal ini pengusaha kecil adalah pengusaha yang memiliki hasil total penjualan bersih per tahun paling banyak Rp.1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).

3. Berdasarkan Status Kepemilikan Dalam hal ini, didefinisikan bahwa pengusaha kecil adalah usaha berbentuk perseorangan, bisa berbadan hukum maupun tidak, didalamnya termasuk koperasi.

Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah berdasarkan UU No.1 Tahun 1995 memiliki kriteria sebagai berikut :

1. Kekayaan bersih paling banyak Rp.200.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

2. Memiliki hasil pejualan tahunan paling banyak Rp.1.000.000.000,- 3. Milik Warga Negara Indonesia (WNI). 4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang

dimiliki atau dikuasai perusahaan besar. 5. Bentuk usaha orang perorang, badan usaha berbadan hukum tidak termasuk koperasi. 6. Untuk sektor industri, memiliki total aset maksimal Rp.5.000.000.000,- 7. Untuk sektor non industri, memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.600.000.000,-

(tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha), atau memiliki hasil penjualan tahunan maksimal Rp.3.000.000.000,- pada usaha yang dibiayai.

Laporan Keuangan

Laporan keuangan adalah salah satu komponen paling penting dalam suatu sistem pencatatan akuntansi, karena dari laporan keuangan manajemen dapat diketahui apakah suatu perusahaan sehat atau tidak dalam praktiknya. Kieso, Weygant & Warfird (2007) mendefinisikan laporan keuangan merupakan sarana perkomunikasian informasi keuangan utama kepada pihak-pihak diluar perusahaan.

142

Page 45: Cover - DINUS

Ira Septriana Dan Eva Vitriyani : Implementasi Akuntansi Keuangan Berbasis SAK ETAP (Studi Kasus Pada UMKM Batik Di Kota Semarang)

Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik

Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) menyatakan entitas tanpa akuntanbilitas publik adalah suatu entitas yang tidak memiliki akuntanbilitas publik signifikan dan menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statement) bagi pengguna eksternal.Contoh pengguna eksternal adalah pemilik yang tidak terlibat langsung dalam pengelolaan usaha, kreditur, dan lembaga pemeringkat kredit. SAK-ETAP disahkan oleh 18 Anggota Dewan Standar Akuntansi Keuangan pada tanggal 19 Mei 2009 di Jakarta.

Penggunaan SAK-ETAP akan membantu perusahaan dengan skala kecil dan menengah dalam menyediakan pelaporan keuangan yang tetap relevan dan andal. SAK-ETAP akan khusus digunakan untuk perusahaan tanpa akuntabilitas publik yang signifikan. Perusahaan yang terdaftar dalam bursa efek dan memiliki akuntabilitas publik signifikan tetap harus menggunakan PSAK yang umum. Tujuan Penyusunan SAK-ETAP

Martini (2011) menyatakan bahwa penerapan SAK ETAP lebih sederhana dibanding penerapan PSAK umum yang mengacu pada IFRS dikarenakan SAK- ETAP mengacu pada praktik akuntansi yang saat ini digunakan. Dijelaskan oleh Basir (2010) bahwa penerapan SAK ETAP bebas diterapkan oleh entitas tanpa akuntabilitas publik (ETAP), jika ETAP belum memiliki rencana pengembangan ke depan, bisnisnya dijalankan secara sederhana, tidak terlalu membutuhkan pendanaan dari lembaga keuangannya, maka entitas ini tidak perlu menerapkan PSAK umum. Entitas yang memiliki akuntabilitas publik signifikan dapat menggunakan SAK ETAP jika otoritas berwenang membuat regulasi mengizinkan penggunaan SAK ETAP (Syarif, 2010).

SAK ETAP memiliki 30 bab sejumlah 182 lembar yang terdiri dari ruang lingkup, konsep dan prinsip prevasif, penyajian laporan keuangan, neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas,dan lain-lain. Didalamnya mencakup juga standar pelaporan akuntansi untuk masing-masing akun selayaknya SAK Umum. METODE PENELITIAN

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Kualitatif. Data kualitatif adalah data yang tidak dapat dinyatakan dengan satuan angka. Dalam penelitian ini termasuk dalam data kualitatif berupa daftar pertanyaan atau pernyataan yang diberikan kepada UMKM Batik di kota Semarang terkait dengan penerapan akuntansi dan kesesuaiannya dengan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAKETAP).Metode Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan metode deskriptif. Metode deskriptif adalah metode analisis yang terlebih dahulu mengumpulkan data yang ada kemudian diklarifikasi, dianalisis, selanjutnyadiintrepretasikan sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai keadaan yang diteliti. HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi objek penelitian pada UMKM Batik Kota Semarang adalah berdasarkan kepemilikan usahanya.Setelah melakukan pengumpulan data selama proses penelitian, maka didapat hasil bahwa sebagian besar responden merupakan UMKM yang berada dibawah binaan Dinas Koprasi dan UMKM Kota Semarang yaitu sebesar 63% dari total responden seluruhnya atau sebanyak 19 UMKM. Hal ini merupakan upaya yang dilakukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah untuk memberdayakan usaha mikro, kecil, dan menengah melalui pemberian fasilitas, bimbingan, pendampingan, dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dan daya saing usaha mikro, kecil, dan menengah.

143

Page 46: Cover - DINUS

Jurnal Penelitian Ekonomi dan Bisnis (JPEB), 1 (2), 2016, Hal: 139 – 150

Kemudian 9 unit usaha atau sebesar 30% meruapakan unit usaha yang bersifat independen yang hampir seluruh hal mengenai usahanya mulai dari pengaturan manajemen keuangan, produksi hingga pemasaran dilakukan secara pribadi dan hanya 2 dari 30 responden yang merupakan unit usaha dibawah binaan swasta yang juga bertujuan membantu meningkatkan kualitas pengusaha UMKM Batik Kota Semarang

Standar Akuntasi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) terdiri dari 30 Bab, namun pada penelitian ini peneliti hanya membahas 8 Bab pada 22 pertanyaan dalam kuesioner yang telah diberikan kepada responden yaitu meliputi Ruang Lingkup, Konsep dan Prinsip Pervasif, Penyajian Laporan Keuangan, Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas dan Laporan Saldo Laba, Laporan Arus Kas dan Catatan Atas Laporan Keuangan. Tabel 1. Rekapitulasi Kuesioner

No. Pertanyaan JAWABAN

TOTAL % JAWABAN

YA TIDAK YA TIDAK

1 Apakah anda memahami isi SAK 6 24 30 20% 80% ETAP ? 2 Apakah anda melakukan pembukuan 26 4 30 87% 13% ? 3 Apakah terdapat software akuntansi 0 30 30 0% 100% khusus untuk mendukung pembukuan ? 4 Apakah anda rutin melakukan 24 6 30 80% 20% pembukuan pelaporan keuangan? 5 Entitas memberikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan 8 22 30 27% 73% dan kebijakan akuntansi ? 6 Entitas memberikan informasi tambahan yang tidak disajikan dalam 9 21 30 30% 70% laporan keuangan ? 7 Entitas menyajikan laporan perubahan 16 14 30 53% 47% posisi keuangan? 8 Apakah Entitas menyajikan laporan 21 9 30 70% 30% laba rugi ? 9 Bagaimana Entitas menyajikan 3 27 30 10% 90% laporan arus kas ? 10 Bagaimana entitas menyajikan 9 21 30 30% 70% laporan aset lancar dan aset tidak lancar ? 11 Entitas menyajikan klasifikasi pos- 7 23 30 23% 77% pos dalam laporan keuangan ? 12 Entitas menyajikan secara lengkap 6 24 30 20% 80% laporan keuangan min 1 kali 13 Entitas menyajikan informasi 17 13 30 57% 43% komparatif (perbandingan)? 14 Apakah transaksi diukur berdasarkan 16 14 30 53% 47% biaya historis? 15 Apakah transaksi diukur berdasarkan 19 11 30 63% 37% nilai wajar?

144

Page 47: Cover - DINUS

Ira Septriana Dan Eva Vitriyani : Implementasi Akuntansi Keuangan Berbasis SAK ETAP (Studi Kasus Pada UMKM Batik Di Kota Semarang)

16 Apakah anda mengetahui bahwa 10 20 30 33% 67% terdapat standar akuntansi dikoperasi dalam menyusun laporan keuangan ? 17 Apakah anda pernah mendengar 9 21 30 30% 70% tentang SAK ETAP 18 Apakah anda memahami serta 3 27 30 10% 90% mengerti praktek SAK ETAP? 19 Menurut saya SAK ETAP adalah 14 16 30 47% 53% sebuah pedoman dalam menyusun laporan keuangan? 20 Apakah dengan menggunakan SAK 12 18 30 40% 60% ETAP, kemampuan koperasi dalam melakukan penilaian pada kinerja perusahaan akan meningkat ? 21 Apakah penerapan SAK ETAP akan 18 12 30 60% 40% memberikan kemudahan bagi pengguna laporan keuangan dalam menilai kinerja usahanya ? 22 Apakah koperasi seharusnya 19 11 30 63% 37% Menerapkan SAK ETAP dalam menyusun laporan keuangan?

Rata - rata 41% 59%

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 1 tentang rekapitulasi penelitian,dapat dilihat

bahwa hanya 20% UMKM Batik di Kota Semarang yang sudah memahami isi SAK ETAP dan 80% tidak memahami SAK ETAP. Pencatatan keuangan yang disajikan selama ini hanyalah pemasukan dan pengeluaran. Namun apabila dilihat pencatatan keuangan atau pembukuan yang dihasilkan, 87% unit usaha batik di kota Semarang telah melakukan pembukuan yang sebagian besar dilakukan secara manual, sedangkan informasi akuntansi harus dihasilkan tepat waktu agar informasi tersebut relevan sebagaimana yang diisyaratkan oleh SAK ETAP.

Untuk menghasilkan informasi yang tepat waktu, sudah seharusnya penerapan akuntansi tersebut dilakukan secara komputerisasi atau dibantu dengan software akuntansi. Beberapa UMKM hanya menggunakan perangkat lunak microsoft excel untuk melakukan pencatatan transaksinya.Dapat dilihat juga bahwa tidak ada satupun dari UMKM Batik Kota Semarang yang melakukan pembukuan dengan menggunakan software akuntansi khusus. Seluruh pemilik UMKM Batik Kota Semarang beranggapan bahwa membeli software akuntansi masih dirasa sangat memberatkan dan tidak sesuai dengan manfaat langsung yang akan diperoleh sehingga pencatatan manual yang dilakukandirasa sudah memenuhi tujuan laporan keuangan yang di inginkan. Hal ini menunjukkan bahwa UMKM tersebut dalam menerapkan akuntansi guna menghasilkan informasi keuangan belum memenuhi karakteristik mutu informasi yaitu relevan dan tepat waktu sebagaimana yang diisyaratkan dalam SAK ETAP.Penggunaan sofware akuntansi hanyalah salah satu cara untuk menghasilkan laporan keuangan secara tepat waktu sehingga relevan informasinya. Pencatatan dengan menggunakan perangkat lunak microsoft excel sebenarnya masih dapat menghasilkan laporan keuangan tetapi untuk skala yang agak besar mempunyai kelemahan dalam penyimpanan data transaksi yang sangat banyak, sehingga tidak menjamin keamanan data. Serta kecepatan dalam menghasilkan informasi penggunaan softwareakuntansi akan sangat membantu dalam menghasilkan laporan keuangan yang tepat waktu, akurat dan relevan.

145

Page 48: Cover - DINUS

Jurnal Penelitian Ekonomi dan Bisnis (JPEB), 1 (2), 2016, Hal: 139 – 150

Pembukuan atau pencatatan laporan keuangan adalah salah satu cara mendokumentasikan aktivitas usaha perusahaan, dari laporan keuangan pemilik dapat mengetahui kinerja operasional usahanya, kendala-kendala apa saja yang dihadapi, dan informasi-informasi apa saja yang dibutuhkan dapat dilihat dari laporan keuangan yang dihasilkan. Dari hasil penelitian, 80% UMKM telah melakukan pembukuan secara rutin setiap periodenya dan 20% unit usaha hanya melakukan pembukuan ketika dibutuhkan, sehingga laporan keuangan yang dihasilkan menjadi tidak valid yang mengakibatkan banyak informasi yang diungkapkan secara tidakwajar.

Laporan keuangan umumnya merupakan salah satu syarat pengajuan kredit pada perbankan, namun dengan kualitas laporan keuangan yang tergolong rendah akan menjadi kendala bagi pihak perbankan untuk dapat mengandalkan informasi dalam laporan keuangan tersebut. Hal ini menyebabkan perbankan lebih mengandalkan soft information, seperti assets based lending (yaitu berdasarkan aset- aset yang dimiliki UMKM yang dapat dijadikan jaminan kredit) sehingga UMKM tetap dapat menerima tambahan modal dari pihak perbankan. Dengan adanya kemudahan bagi UMKM dalam menerima kredit, menyebabkan para pelaku usaha beranggapan laporan yang dibuat tidak terlalu penting.

Pada tabel 1 juga dapat dilihat bahwa hanya 27% UMKM Batik di Kota Semarang yang memberikan informasi tentang dasar-dasar atau aturan dalam penyusunan laporan keuangan pada unit usaha tersebut, dan 30% para pelaku usaha juga tidak memberikan informasi atau akun-akun tambahan yang tidak disajikan dalam laporan keuangan. Hal ini menunjukkan bahwa masih lebih dari 70% UMKM tersebut yang tidak menyajikan laporan keuangannya secara lengkap atau memenuhi seluruh karakteristik mutu informasi akuntansi sebagaimana yang telah di isyaratkan dalam SAK-ETAP.

Neraca merupakan bagian laporan keuangan yang menyajikan laporan keuangan satu periode akuntansi yang dapat menunjukkan posisi keuangan pada akhir periode tersebut. Dari hasil wawancara mendalam dengan para pengusaha batik di Semarang 53% pengusaha UMKM Batik Kota Semarang menyajikan laporan perubahan posisi keuangan atau neraca sederhana yang hanya mencakup kas, persedian bahan baku pembuatan batik, properti, dan aset tetap dan 47% tidak menyajikannya. Laporan perubahan posisi keuangan yang disajikan belum sepenuhnya sesuai dengan neraca minimal dalam SAK-ETAP yang mencakup pos- pos berikut ini:

a. Kas dan setara kas, b. Piutang usaha dan piutang lain-lain, c. Persediaan, d. Properti investasi, e. Aset tetap, f. Aset tidak berwujud, g. Utang usaha dan utang lainnya, h. Aset dan kewajiban pajak, i. Kewajiban di estimasi j. Ekuitas.

SAK ETAP juga mengatur penjelasan mengenai laporan laba rugi dalam paragraf 5.1

- 5.4. Laporan laba rugi memasukkan semua pos penghasilan dan beban yang diakui dalam suatu periode kecuali jika SAK ETAP mensyaratkan lain. Informasi yang wajib disampaikan minimal mencakup pendapatan, beban, serta bagian laba atau rugi investasi.

Hasil penelitian pada tabel 1 menunjukkan 70% UMKM Batik di Kota Semarang telah menyajikan laporan laba rugi dalam pelaporan keuangannya. Hal ini cukup baik mengingat laporan laba rugi sangat penting dibuat untuk memudahkan pembaca laporan keuangan untuk menentukan strategi pemasaran yang akan digunakan diperiode mendatang,

146

Page 49: Cover - DINUS

Ira Septriana Dan Eva Vitriyani : Implementasi Akuntansi Keuangan Berbasis SAK ETAP (Studi Kasus Pada UMKM Batik Di Kota Semarang) selain itu dapat juga untuk mengetahui baik buruknya kinerja unit usaha tersebut. Laporan laba rugi yang berisi akun akun biaya dan pendapatan, kedua jenis akun tersebut diselisihkan. Ketika akun pendapatan lebih besar maka didapat laba, jika terjadi sebaliknya akun biaya yang tersisa maka usaha mengalami kerugian.

Laporan laba rugi diatas sama pentingnya dengan Laporan arus kas, namun pada tabel 1 dapat dilihat hanya 10% UMKM Batik di Semarang yang menyajikan laporan arus kas, yang berarti 90% pengusaha UMKM Batik belum memenuhi kelengkapan dalam pelaporan keuangan sesuai SAK ETAP. Arus kas akan memberikan informasi perubahan secara historis atas kas dan setara kas, yang menunjukkan secara terpisah perubahan yang terjadi selama satu periode dari aktivitas operasional dan pendanaan yang terjadi pada suatu unit usaha.

Dalam SAK ETAP menganjurkan laporan arus kas dibuat dengan metode tidak langsung. Tujuan laporan arus kas adalah menyediakan informasi yang relevan mengenai penerimaan dan pembayaran kas dari suatu unit usaha dalam satu periode. Informasi arus kas suatu usaha berguna bagi para pemakai laporan keuangan sebagai dasar untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas dan setara kas serta kebutuhan perusahaan untuk menggunakan arus kas. Entitas juga harus mengidentifikasi secara jelas setiap komponen laporan keuangan termasuk catatan atas laporan arus kas.

Darihasil penelitian pada tabel 1 dapat dilihat bahwa hanya 30% UMKM Batik dikota Semarang yang menyajikan aset lancar dan aset tidak lancar, yang berarti 70% UMKM tidak memenuhi standar yang disyaratkan SAK ETAP. Dalam SAK ETAP paragraf 4.5-4.7 bahwa entitas harus menyajikan aset lancar lancar dan aset tidak lancar, kecuali jika penyajian berdasarkan likuiditas memberikan informasi yang lebih relevan. Entitas harus mengakui semua aset lainnya sebagai aset tidak lancar apabila siklus operasi normal perusahaan atau dalam 12 bulan tidak dapat diidentifikasi secara jelas.

Penyajian klasifikasi pos-pos dalam laporan keuangan antar periode juga harus konsisten, kecuali jika terjadi perubahan yang cukup signifikan atas operasional para pelaku usaha atau perubahan penyajian dan pengklasifikasian laporan keuangan menjadi lebih baik sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh SAK-ETAP dan hanya 23% dari keseluruhan responden yang menyajikan klasifikasi pos-pos dalam laporan keuangan, yang berarti masih banyak para pelaku usaha yang tidak memenuhi kewajaran dalam penyajian laporan keuangan berbasis SAK-ETAP.

Laporan keuangan setidaknya disajikan secara tahunan. Apabila tahun buku perusahaan berubah dan laporan keuangan tahunan disajikan untuk periode yang lebih panjang atau pendek dari periode satu tahun maka sebagai tambahan terhadap periode cakupan laporan keuangan, perusahaan harus mengungkapkan alasan menggunakan periode pelaporan selain periode satu tahunan. Dari hasil wawancara peneliti dengan pemilik unit usaha batik di Kota Semarang, hanya 20% unit usaha yang menyajikan laporan keuangan secara lengkap yaitu tediri dari laporan laba rugi, laporan perubahan modal atau ekuitas, laporan posisi keuangan, laporan arus kas serta catatan atas laporan keuangan hanya sesekali ketika dibutuhkan. Padahal setiap keputusan yang diambil oleh pemilik dalam mengembangkan usahanya akan didasarkan pada kondisi keuangan yang dilaporkan secara lengkap, bukan hanya didasarkan pada laba semata. Namun 80% pengusaha UMKM Batik Kota Semarang tidak menyajikan laporan keuangan secara lengkap minimal satu kali dalam satu periode akuntansi. Artinya masih banyak pengusaha Batik di Kota Semarang yang belum memenuhi karakteristik kualitatif laporan keuangan yaitu kelengkapan sesuai Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik.

Dalam tabel 1 dapat dilihat bahwa 57% pengusaha UMKM menyajikan informasi kompratif yang artinya sudah lebih dari setengah total responden memenuhi penyajian wajar dari laporan keuangan sesuai SAK-ETAP bahwa informasi yang diungkapkan secara

147

Page 50: Cover - DINUS

Jurnal Penelitian Ekonomi dan Bisnis (JPEB), 1 (2), 2016, Hal: 139 – 150 komparatif atau dibandingkan laporan keuangan periode sekarang dengan sebelumnya, kecuali dinyatakan lain oleh SAK- ETAP (Termasuk informasi dalam laporan keuangan dan catatan atas laporan keuangan). Untuk menentukan saldo dalam pencatatan transaksi, dasar pengukuran yang umum digunakan oleh UMKMadalah biaya historis dannilai wajar.Biaya historis adalah jumlah biaya sesuai dengan harga pada saat perolehan. Sebanyak 53% UMKM Batik Kota Semarang mengukur transaksi berdasakan biaya historis dan menjadi price maker untuk produk yang diproduksi sendiri. Sedangkan 63% Pengusaha Batik Kota Semarang menggunakan nilai wajar dalam pengukuran transaksinya, atau lebih memilih mengikuti harga pasaran untuk kerajinan batik yang dijualnya.

Dewan Ikatan Akuntan Indonesia menerbitan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik berfungsi untuk menyelaraskan pemakaian laporan keuangan yang diselenggarakan oleh Usaha Mikro Kecil Menengah dan Koperasi. Namun berdasarkan data yang didapat, tidak semua Usaha Mikro Kecil Menengah mengerti praktek penyusunan laporan keuangan yang sesuai dengan SAK ETAP. Hasil pengolahan kuesioner didapathanya 33% dari total respoden yang mengetahui bahwa terdapat standar akuntansi keuangan khusus dalam penyusunan laporan keuangan bagi Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik seperti UMKM.Namun hanya 10% dari responden yang memahami serta mengerti praktek dari penyusunan laporan keuangan berbasis SAK ETAP. Terbukti dalam tabel 1 bahwa hanya 30% responden yang mengaku pernah mendengar tentang sistem pencatatan keuangan berbasis SAK ETAP, sedangkan 70% sisanya tidak. Kemungkinan diakibatkan oleh tingkat sosialisasi dan informasi yang diterima para pelaku UMKM yang relatif masih rendah dan terbatas.

Kurang dari setengah dari total responden yang setuju dengan anggapan bahwa SAK-ETAP merupakan pedoman dalam penyusunan laporan keuangan, yaitu 47% pelaku UMKM Batik Semarang, sisanya beranggapan bahwa pedoman dalam pembuatan laporan keuangan tidak harus SAK-ETAP, masing-masing unit usahaa merasa memiliki cara khusus yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan dalam pelaporan keuangannya. Dan dari tabel 1 juga dapat dilihat bahwa hanya 40% UMKM yang percaya bahwa dengan menerapkan SAK-ETAP kemampuan koperasi dalam melakukan penilaian kinerja usaha akan meningkat, sisanya lebih setuju dengan anggapan bahwa meningkatnya kinerja suatu usaha dilihat dari laba yang dihasilkan atau pada keadaan nyatanya dan bukan hanya berdasarkan penggunaan Standar Akuntansi Keuangan.

Koperasi dalam hal ini merupakaninduk atau lembaga yang membina beberapa UMKM yang menjadi responden dalam penelitian ini baik Pemerintah Kota Semarang maupun pihak swasta. Hasil penelitian menunjukkan 60% UMKM setuju bahwa dengan menerapkan SAK ETAP akan memberikan kemudahan bagi pengguna laporan keuangan yang dihasilkan dalam menilai kinerja usahanya. 63% UMKM juga sependapat bahwa sudah seharusnya koperasi menerapkan SAK-ETAP dalam penyusunan laporan keuangan. Melihat sudah banyak pelaku usaha yang beranggapan positif pada penerapan Standar Akuntansi Keuangan maka diharapkan lebih banyak sosialisasi mengenai SAK-ETAP dari pihak pemerintah bukan hanya pada unit usaha binaan, namun juga merangkul UMKM yang bersifat independen, sehingga Usaha Mikro, Kecil dan Menengah khususnya bidang kerajinan seni batik semakin maju.

Secara keseluruhan dapat kita lihat dari tabel 1 bahwa rata-rata hanya 41% UMKM Batik di Kota Semarang yang telah menyajikan laporan keuangan secara lengkap dan sesuai dengan tahapan-tahapan dalam penyusunan laporan keuangansesuai dengan siklus akuntansi serta sesuai dengan SAK-ETAP. Darihasil wawancara mendalam yang dilakukan oleh peneliti didapat bahwa beberapa UMKM yang berada dibawah binaan lembaga tertentu terutama Pemerintah Kota Semarang pernah mendapat pelatihan terkait SAK ETAP. Namun menurut mereka pelatihan yang diberikan adalah pelatihan dasar melakukan pembukuan akuntansi

148

Page 51: Cover - DINUS

Ira Septriana Dan Eva Vitriyani : Implementasi Akuntansi Keuangan Berbasis SAK ETAP (Studi Kasus Pada UMKM Batik Di Kota Semarang) seperti bagaimana mengarsip bukti-bukti transaksi serta teknik dasar pencatatan keuangan seperti proses dalam siklus akuntansi hingga penyusunan laporan keuangan dan hanya bersifat seperti seminar sehari sehingga hanya memberikan teori semata namun tidak ada aspek prakteknya. Para pengusaha berharap pelatihan yang diberikan adalah dengan cara berkelanjutan dan pelatihan praktik kepada para pengusaha sehingga pelaku UMKM lebih mudah merealisasikannya pada usaha mereka. SIMPULAN.

Setelah melakukan penelitian pada UMKM Batik di Kota Semarang, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Bentuk penetapan akuntansi pada UMKM Batik Kota Semarang masih sangat sederhana dan rata rata belum sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan Tanpa Akuntabilitas Publik, karena banyak UMKM yang belum sepenuhnya memenuhi tahapan - tahapan dalam siklus akuntansi.

2. Kendala - kendala yang dihadapi oleh UMKM dalam menyusun laporan keuangan yaitu karena kurangnya pengetahuan secara teknis dalam menyusun laporan keuangan, khususnya berbasis SAK-ETAP serta kurangnya kesadaran dan disiplin dari pihak UMKM akan pentingnya laporan keuangan yang lengkap dan sesuai standar. UMKM merasa bahwa laporan keuangan yang menunjukkan laba rugi perusahaan saja sudah cukup.

3. Persepsi dan pemahaman para pengusaha UMKM Batik di Kota Semarang mengenai Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP) ternyata masih kurang. Hal ini disebabkan karena para UMKM merasa kurang mendapatkan sosialisasi oleh dinas terkait setempat seperti Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang dalam penerapan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik.

Saran Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan dalam penelitian ini, saran yang

dapat diberikan oleh peneliti sebagai berikut: 1. Kepada para pengusaha UMKM Batik Kota Semarang perlu untuk lebih berperan aktif

dan bekerja sama dengan pemerintah maupun dinas terkait untuk terus melakukan perbaikan dalam bidang pencatatan keuangan. Karena laporan keuangan dapat memberikan kemudahan pada unit usaha untuk melihat keadaan operasional usahanya.

2. Untuk meningkatkan kualitas UMKM Batik di Kota Semarang, Pemerintah khususnya Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang yang berperan selaku pembuat kebijakan serta lembaga pendamping untuk lebih aktif dalam sosialisasi dan melakukan pelatihan kepada pelaku usaha untuk memahami dan mengimplementasikan SAK ETAP.

3. Akademis harus berperan secara pasif maupun aktif dalam pengembangan UMKM Batik di Kota Semarang. Perguruan tinggi harus menjalankan fungsinya dalam bidang pengabdian masyarakat melalui riset-riset untuk pengembangan dalam hal ini sehingga bisa dirasakan langsung manfaatnya. Seperti alat produksi yang lebih efektif, mudah dan dengan kualitas yang baik dapat menjadi cara akademisi dalam pengembangan UMKM Batik di Kota Semarang

4. Diharapkan untuk kedepannya terdapat sinergi antara Pemerintah, Akademis atau mahasiswa maupun UMKM itu sendiri untuk meningkatkan kinerja dan kualitas UMKM Batik di Kota Semarang.

149

Page 52: Cover - DINUS

Jurnal Penelitian Ekonomi dan Bisnis (JPEB), 1 (2), 2016, Hal: 139 – 150 DAFTAR PUSTAKA Alfitri, Arri, dkk. 2014, Penerapan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas

Publik (SAK ETAP) Pada Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Perajin Mebel Desa Gondangsari Kecamatan Juwiring Kabuaten Klaten. Jurnal Akuntansi, Vol.2, No.2.Andriani, Lilya, dkk. 2014, Analisis Penerapan Pencatatan Keuangan Berbasis SAK ETAP pada Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) (Sebuah Studi Intrepetatif pada Peggy Salon). Jurnal Akuntansi Vol.2, No.1.

Ikatan Akuntansi Indonesia. 2009. Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik, Per 1 Oktober. Jakarta : Dewan Standar Akuntansi Keuangan.

Kalangi, Lintje, dkk. 2013. Analisis Penerapan SAK ETAP pada Penyajian Laporan Keuangan PT. Nichindo Manado Suisan. Jurnal EMBA. Vol.2, No.3.

Kieso, Donald., Jerry Weygant., Terry Warfield. 2011. Intermediate Accounting,IFRS Edition. John Wiley & Sons. Inc.,USA.

Notohatmodjo, Tegar Satriyo, 2014, Evaluasi Terhadap Sitem Pencatatan Akuntansi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Studi Kasus di Kota Semarang). Jurnal Akuntansi. Vol.3, No.2. ISSN: 2337-3806.

Salmiah, Neneng, 2015, “Analisa Penerapan Akuntansi dan Kesesuaiannya dengan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (Pada UMKM di Kecamatan Sukajadi Binaan DisKop & UMKM Kota Pekanbaru)”. Jurnal Akuntansi. Vol.3, No.2. ISSN: 2337-4314.\

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

150

Page 53: Cover - DINUS

Diterima: Februari 2016 ; Direvisi: Juni 2016; Dipublikasikan: Septembert 2016

JPEB

Jurnal Penelitian Ekonomi dan Bisnis, 1 (2), 2016, Hal:151 - 163

http://www.jpeb.dinus.ac.id

PROFITABILITAS, LIKUIDITAS DAN NILAI

PERUSAHAAN (INDUSTRI PROPERTI DAN REAL ESTATE

YANG LISTED DI PT. BEI PADA TAHUN

2011-2014)

Yulita Setiawanta*

1Prodi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Dian Nuswantoro Jalan Nakula I Npo. 5-11, Semarang 50131, Indonesia *Corresponding Author: [email protected]

Diterima: Februari 2016 ; Direvisi: Juni 2016; Dipublikasikan: Septembert 2016

ABSTRACT This research aims to examine as partially the effect of ROA, ROEand CR on Firm Value of real

estate and property company in Indonesia stock Exchange . Independent variables used are ROA (Return On Assets), ROE (Return On Equity) and CR (Current Ratio). The total sample o n t h i s research obtained to 174 data oberseved. The data analyzed is secondary data obtained from Indonesia stock Exchange. The analytical method in this research uses descriptive statistic, classical assumption test, F test, hypothesis test, and coefficient of determination test. The result of this study shows that ROA and CR have no significant effect on firm value, meanwhile ROE has the effect on frim value, Keyword: : Firm Value ; Return On Asset; Return On Equity; Current ratio.

ABSTRAK Penelitian ini mempunyai tujuan untuk menguji pengaruh ROA, ROE dan CR secara parsial terhadap

nilai perusahaan pada perseroan terbatas dibidang property dan real estate yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Variabel independen yang digunakan adalah ROA (Return On Asset), ROE (Return On Equity), dan CR (Current Ratio). Jumlah total sampel yang di olah adalah sebanyak 174 data obeservasi. Jenis data penelitian ini adalah data sekunder. Metode analisis dalam penelitian ini adalah dengan statistif deskriptf, Uji Asumsi Klasik, Uji F, Uji Hipotesis, dan Uji koefisien determinasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ROA dan CR tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan, sementara itu ROE berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan Kata Kunci : Nilai Perusahaan ; Return On Asset; Return On Equity; Current Ratio.

ISSN 2442 – 5028 (Print)

2460 – 4291 (Online)

Page 54: Cover - DINUS

Jurnal Penelitian Ekonomi dan Bisnis (JPEB), 1 (2), 2016, Hal: 151 - 163 PENDAHULUAN

Luas Wilayah indonesia yang mencapai 1.910.931,32 km2 tentunya membawa keleblihan dan anugerah tersendiri bagi bangsa Indonesia. Laut Cina Selatan, Samudra Pasifik dan Samudra Hindia merupakan wliayah laut luas yang mengelilingi negara kepulauan Indonesia. Berdampingan dengan negara-negara sekitar yang tergabung dalam persatuan ASEAN ( Association of South East Asia Nations). Kekayaan alam laut yang terbentang luas serta tambang, pertanian dan perkebunan yang didaratan, menjadikan Indonesia sebagai negara yang selalu diminati oleh banyak orang-orang asing (Darwanto 2016). Posisi Indonesia yang strategis membuat para investor baik asing maupun lokal banyak melakukan kegiatan investasi di pasar modal Indonesia yang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.

Pasar modal dapat dijadikan alternative sumber dana perbankan. Pada tahun 2014, investor asing dengan dananya berhasil tercatat masuk ke pasar modal Indonesia telah mencapai 33 triliun. Hal ini menunjukkan, perkembangan di pasar modal cukup baik. Pada tingkat ASEAN, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di pasar modal Indonesia masuk kedua tertinggi setelah Filipina. IHSG sudah mencapai 4.800(Yulsiati 2016). Selain itu berinvestasi di pasar modal di Indonesia cukup baik. Investasi merupakan suatu komitmen penetapan dana obyek investasi dengan harapan yang akan mendapatkan suatu keuntungan dimasa yang akan datang. Investasi merupakan bentuk saham selalu menjadi pilihan dalam berinvestasi. Saham merupakan tanda bukti bahwa kepemilikan atas aset-aset perusahaan yang menerbitkan saham. Secara umum saham dibagi ke Harga saham mencerminkan perubahan minat investor terhadap saham tersebut.

Indaktor kehidupan yang dinamis dilantai bursa tentu dapat dilihat dari pergerakan perubahan harga saham yang terjadi, semakin cepat perubahan timbul dan signifikan semakin ramai investor berinvestasi pada perusahan yang tercatat dilantai bu rsa tersebut (Nurhasanah,2011). saham yang banyak diburu dan dicari maka dapat dipastikan bahwa harga saham tersebut akan cenderung mengalami perubahan naik (mahal) mengikuti pergerakan kuantitas permintaan, otomatis nilai perusahaan yang tercermin dalam nilai saham juga akan terdorong mengalami kenaikan. Demikian pula dampaknya bagi investor mereka dalam waktu yang relatif singkat akan memperoleh nilai capital gains yang diharapkan atau nilai deviden yang menjadi target mereka untuk jangka panjang.

Keputusan membeli atau tidak, memburu saham atau tidak oleh sebagain investor dilakukan dengan mengamati informasi keuangan yang dipublikasikan oleh para emiten dan para calon investor melakukan analisis fundamental atas laporan keuangan yang terpublikasi tersebut. Sehingga pada saat mereka memutuskan untuk berinvestasi ataupun tidak dasar keputusan mereka sudah dipandang cukup kuat berdasarkan analisis fundamental tersebut.

Informasi keuangan perusahaan sebagai dasar analisis untuk pengambilan keputusan berinvestasi. Secara prinsip hal yang mudah dipahami oleh calon investor adalah jika mereka meneukan informasi keuangan yang di publikasi tersebut memberikan peryataan yang menunjukan bahwa perusahaan tersebut menunjukan posisi keuntungan atau laba yang baik atau dipandang signifikan baik yang secara nyata gamblang di laporan laba rugi atau dalam bentuk - bentuk peryataan rasio profitabilitas seperti Return On Asset (ROA) dan Return On Equity (ROE), dimana dalam penelitian-penelitian sebelumnya juga ditemukan hubungan antara profitabilitas terhadap nilai perusahaan yang diukur dengan harga saham (Sondakh, Tommy, and Mangantar 2015).

Analisis Tingkat profitabilitas perusahaan yang dihubungkan dengan perubahan harga saham biasanya adalah ROE (Retrun On Equity) dan ROA (Retrun On Asset) disamping yang lainya, sedangkan untuk tingkat likuiditas sering dipergunakan CR (Current Ratio). ROE dapat dipergunakan untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menciptakan keuntungan nantinya dapat dinikmtai oleh para pemegang saham. Dalam perhitungannya, ROE secara konsep dapat dihitung dengan melakukan perbandingan antara nilai laba bersih dengan modal sendiri yang miliki oleh perusahaan. Dengan melihat posisi modal sendiri tentu tidak terlepas dari tingkat hutang yang dimiliki oleh perusahaan sehingga rasio ini juga dipengaruhi oleh

152

Page 55: Cover - DINUS

Yulita Setiawanta : Profitabilitas, Likuiditas Dan Nilai Perusahaan (Industri Properti Dan Real Estate Yang Listed Di PT.BEI Pada Tahun 2011 - 2014) besar kecilnya hutang yang dimiliki oleh perusahaan, jika proporsi hutang perusahaan semakin besar maka rasio ini juga akan mengalami peningkatan. ROA menunjukan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dariaktiva yang dipergunakan. Sedangkan CR menunjukan kemampuan setiap unit nilai asset lancer perusahaan didalam mengkover kewajiban jangka penrusahaan dalam satu periode pelaporan keuangan. ROA, ROE dan CR yang tersaji dalam laporan keuangan banyak dipergunakan oleh para calon investor untuk melakukan kajian fundamental sebelum mereka memutuskan untuk mengambil keputusan berinvestasi dalam portofolio mereka.(Pujiyatmoko 2015).

Perusahaan sebagai organisasi komersial pada saat pendirianya tentu memiliki tujuan yang dikehendaki oleh para pemiliknya yaitu peningkatan kesejahteraan pemilik,namun dalam praktikenya banyak informasi aktifitas bisnis perusahan yang tidak dikuasai oleh pemilik tetapi dikuasai oleh menajamen. Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya penguasaan imformasi yang tidak berimbang yang pada akhirnya menimbulkan konflik opportunis antara pemilik dengan pengelola yang kemudian dikenal dengan teori agensi yang dikemukan pertama kali oleh (Jensen and Meckling 1976). Sehingga akhirnya pemilik mengeluarkan biaya yang dipergunakan untuk mengontrol informasi yang dikuasai oleh manajemen sehingga harapan pemilik dapat terpenuhi. Pendakatan yang dilakukan adalah dengan Impression Management Approach yang pertama kali di ungkapkan oleh (Nikoskelainen and Wright 2005) daya upaya tersebut dilakukan agar nilai perusahaan yang dicerminkan dengan nilai saham dapat mengalami kenaikan dan banyak diburu oleh para investor. Nilai perusahaan dapat tergambar dari sejumlah variabel atau sinyal yang ada pada perusahan tersebut, bagi perusahaan yang memiliki kualitas baik, maka nilai yang diterima akan di bawah nilai sebenarnya, sebaliknya jika perusahaan memiliki kualitas yang buruk akan menerima nilai di atas nilai sebenarnya sebagai bagian dari dampak dari investasi yang dilakukan oleh investor khususnya investasi pada pasar modal.

Investasi di pasar modal adalah alat untuk mempertemukan mereka yang memiliki kelebihan dana dan mereka yang membutuhkan dana, dalam mendukung pertumbuhan dan stabilitas ekonomi dalam suatu organisai (Hutabarat and Flora 2015). Investor dalam melihat kinerja perusahaan tidak hanya melihat dari sudut pandang rasio hutang perusahaan saja, mereka para investor juga melihat dari rasio profitabilitas perusahaan. Untuk mengukur rasio profitabilitas perusahaan, salah satu caranya yaitu dengan menggunakan Retrun on Equity (ROE). Retrun on Equity (ROE) menurut (Hanafi dan Halim 1996). Semakin tinggi ROE menunjukan semakin tingginya tingkat pengembalian invetasi dari hasil ekuitas perusahaan dalam meraih keuntungan dari ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan.

Penelitian harga saham juga telah banyak dilakukan penelitian-penelitian sebelumnya dari Itabillah (2011),Kms Muanmar H.S (2014),Khairani (2011),Frendy (2014) tidak dikemukan adanya konsistensi hasil penelitian yang menguji pengaruh ROA,ROI, EPS dan CR terhadap harga saham sehingga perlu diadakan penelitian lanjutan.

Penelitian mengenai pengaruh Return On Asset, Return On Equity, Earning Per Share dan Current Ratio terhadap nilai perusahaan (Harga Saham) diantaranya dilakukan Itabillah (2011) ,menyatakan bahwa ROA,ROE,EPS dan Current Ratio berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sedangkan penelitian Nur Aminah (2013) menghasilkan kesimpulkan bahwa ROA,ROE,DER,NPM,ROI tidak berpengaruh terhadap harga saham.

Disisi lain dengan adanya efisiensi perusahaan dalam menggunakan laba atau keuntungan perusahaan dapat menjadi sinyal positif bagi para investor, agar dapat mengakat nilai perusahaan melalui harga sahamnya. Sinyal positif tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Astutik (2017) yang menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Tetapi berbanding terbalik denagan penelitian yang dilakukan oleh Azmi, Andini, dan Raharjo (2016) mengatakan bahwa profitabilitas tidak

153

Page 56: Cover - DINUS

Jurnal Penelitian Ekonomi dan Bisnis (JPEB), 1 (2), 2016, Hal: 151 - 163 berpengaruh terhadap nilai perusahaan pada perusahaan LQ45 di Bursa Efek Indonesia periode 2010 – 2014.

Penelitian ini memiliki tujuan menganalisis pengaruh ROA, ROE dan CR terhadap harga saham (nilai perusahaan) pada tahun pengamatan 2011 – 2014 Perusahaan yang terdaftar di PT. BEI. TINJAUAN PUSTAKA

Teori Sinyal Sebelum melakukan aktifitas investasi pada perusahaan yang tercatat dipasar modal,

para investor tentunya juga memnperhatikan informasi - informasi yang bersifat keuangan maupun keuangan yang dianggap membawa sinyal kondisi perusahaan saat ini ataupun pridiksi di masa yang akan datang. Tentu saja secara konsep teori inyal atau Signaling theory dipandang sebagai sinyal positif ataupun negatif yang di di informasikan oleh perusahan kepada para pemangku kepentingan termasuk para calon investor. Menurut Sari dan Zahrotun (2006), konsep dalam Signaling Theory adalah bagaimana perusahan memiliki kepentingan untuk memberikan informasi yang terbaik tentang kondisi perusahaan kepada para pemangku kepentinga sejelas mungkin dan secepat mungkin. Hal ini patut diduga karena perusahaan tindak ingin terjadi asimetri infornmasi yang lebar antara misi dan tujuan perusahaan dengan informasi yang diterima oleh para pemangku kepentingan terkait dengan persepsi mereka terhadap perusahaan tersebut. Teori Agensi

Teori Keagenan (Agency Theory) merupakan peryataan miskomunikasi tujuan antara principal (pemilik suatu usaha) dengan agen (manajemen suatu usaha). (Jensen and Meckling 1976) menyatakan bahwa pusat pertemuan kontrak (nexus of contract) yang sistematis antara pemilik (principal) dan manajer (agent). Pada dasarnya agen bersifat oportunistik, atau mementingkan kepentingannya sendiri. Pemilik perusahaan memiliki cara tersendiri untuk mengatasi masalah keagenan dengan membuat employment contract yang mengatur tentang hak dan kewajiban bagi para pengelola, namun hak yang diberikan lebih menarik sehingga mampu mereduksi kepentingan opportunis dimasa yang akan datang (Gudono 2009).

Didalam teori keagenan dinyatakan bahwa hubungan diantara keduanya didalam menjalankan aktivitas bisnis untuk mencapai tujuan yang sama tertuang dalam suatu kontrak dimana pemilik usaha memberikan pendelegasian kekuasaan berserta atribut kewenangan yang melekat dalam pendelegasian tersebut kepada agent dalam masing-masing fungsi yang ada di organiasasi (Yasin 2016). Tentu saja dari kondisi tersebut membawa dampak bahwa agent memiliki hak dan kewajiban untuk mengambil keputusan untuk mencapai target atau tujuan yang tertuang dalam kontrak tersebut untuk kemakmuran pemberi kontrak atau dalam hal ini adalah pemilik perusahaan, namun jika dalam proses pelaksaan pendelegasian tugas dan kewenangan tersebut timbul moral hzard dari agent sehingga pemberi kontrak merasa bahwa tujuan yang dia kehendaki tidak akan tercapai karena perbuatan yang dianggap menyimpang dari para agent maka bagi pemilik perusahaan hal tersebut akan mendorong atau memicu timbulnya masalah keagenan (Ismayanti dan Hanafi 2004). Laporan Keuangan

Laporan keuangan berisikan segala informasi yang dimiliki oleh perusahan dalam format-format yang baku dan standar untuk disajikan kepada para pemangku kepentingan yang berisikan kekayaan, kewajiban, ekuitas, beban dan penghasilan perusahan dalam suatu periode pelaporan tertentu, demikian sebaiana ayang dinyatakan oleh Tendelilin (2010),. Dalam PSAK No.1, SAK (2014) Laporan keuangan yang dimaksud terdiri dari beberapa

154

Page 57: Cover - DINUS

Yulita Setiawanta : Profitabilitas, Likuiditas Dan Nilai Perusahaan (Industri Properti Dan Real Estate Yang Listed Di PT.BEI Pada Tahun 2011 - 2014) jenis yaitu, Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Posisi Keuangan ( Neraca ), Laporan Arus Kas dan Catatan Atas Laporan Keuangan. Nilai Perusahaan

Bukti kepemilikan investor dalam sebuah perusahaan yang berbadan hukum perseroan terbatas dinyatakan dalam bentuk saham merupakan bukti kepemilikan suatu perusahaan, pemegang saham, dimana dengan kepemilikan yang berbentuk saham tersebut investir akan mendapat return investasi berupa deviden jika dimiliki dalam rentang waktu yang lebih dari 1 periode akuntansi dan capital gain (selisih antara harga jual dan harga beli) jika dimiliki dalam 1 periode akuntansi saja (Mahmud,2013). Berbicara mengenai harga saham, menurut Anaroga (2006), harga saham dibagi dalam 3 keadaan yangdapat dijelaskan sebegai berikut :

a. Harga saham nominal Merupakan harga yang melekat secara nominal dalam setiap lembar saham

b. Harga saham perdana Merupakan harga yang jatuh jual pada saat pertama di transaksikan dilantai bursa

c. Harga pasar saham Merupakan harga yang tercipta pada saat penutupan transaksi dilantai bursa

Semakin tinggi harga saham, maka semaki tinggi pula nilai perusahaan dimata calon

investor. Untuk mencapai firm value umumnya para pemodal menyerahkan pengelolaan kepada profesinal. Para ahli profesional diposisikan sebagai manajer ataupun komisaris independen (Nurlaila and Islahudin 2008). Nilai perusahaan dalam penelitian ini diartikan sebagai nilai pasar yang ada dipasar modal, Nurlaila dan Islahudin (2008), sebab nilai perusahaan yang dapat diberikan kemakmuran pemagang saham secara maksimum apabila harga saham perusahaan meningkat. Firm value didifinisikan harga yang tersedia dibayar oleh calon pembeli apabila company tersebut dijual. (Brigham dan Houston 2011). Peluang dalam berinvestasi dipengaruhi oleh firm value yang dibentuk dari indikator market value saham. Return On Asset (ROA)

Menurut Kasmir (2012) Return On Asset adalah rasio yang menunjukkan hasil (return) atau pendapatan yang digerakan dari aktiva yang dimiliki oleh perusahaan dalam satu rentang periode akuntansi. Efektifitas pengelolaan manajemen aset juga dapat dilihat dari struktur nilai yang tersaji dalam laporan keuangan yang terpublikasikan dlam bentuk peryataan rasio keuangan ROA didalam hubungan kemampuan perusahaan untu kmendatangkan pendapatan (Mardiyanto, 2009) menyatakan bahwa Return On Asset merupakan rasio yang menghubungkan keuntungan yang diperoleh atas optimalisasi penggunaan asset yang dimiliki oleh perusahaan Return On Equity (ROE)

Tingkat pengembalian investasi para pemegang saham dapat diukur dengan menggunakan rasio keuangan Return on Equity atau ROE. Menurut Harahap (2007) ROE memberikan informasi bahwa investor akan menerima tingkat pengembalian investasi atas efektifitas ekuitas yang dijalankan oleh menajemen perusahaan. Semakin tinggi tingkat Return On Equity (ROE) yang di informasikan perisahaan kepada para calon investor maka semakin tinggi pula harga saham yang mungkin saja terbentuk pada setiap sesi penutupan transaksi dilantai bursa setiap harinya. Current Ratio (CR)

Kasmir (2014) menyatakan Current Ratio (CR) atau dalam bahasa Indonesia rasio lancar merupakan rasio yang dipergunakan untuk menunjukan seberapa mampu perusahan

155

Page 58: Cover - DINUS

Jurnal Penelitian Ekonomi dan Bisnis (JPEB), 1 (2), 2016, Hal: 151 - 163 melakukan pelunasan atas semua kewajiban jangka pendek yang dilporkan dalam lporan keuangan. Jika diketahui nilai rasio lancar suatu perusahaan pada titik rendaj maka informasi tersbeut memiliki arti bahwa perusahaan sedang dilanda masalah likuiditas didalam melaksanakan kewajiban jangka pendeknya, meskipun tingginya nilai rasio lancar bisa saja disebabkan oleh informasi atas nilai piutang yang tidak ditagih atau persediaan yang tidak terjual, dan tentu saja informasi yang dihasilkan dari rasio lancar ini tidak dapat disimpulkan bahwa perusahaan mmepunyai kemampuan membayar kewajiaban jangka pendeknya (Prastowo dan Juliaty,2012). Dapat dikatakan juga bahwa jika jumlah kewajiban jangka pendek yang dilaporkan perusahan dalam laporan keuangan jauh lebih besar daripada jumlah aktiva lancar yang dimiliki, maka dapat dikatakan bahwa posisi perusahaan pada saat tersebut dalam keadan tidak memiliki kemampuan untuk dengan segara memenuhi kewajiban jangka pendekanya atau tingkat solvabilitasnya rendah. Hioptesis

Peryataan yang menunjukan hubungan dua variabel atau lebih yang memiliki keterikan secara konsep atau teoritias yang haru dilakukan pengujian secara empiris disebut dengan hipotesis ( Indriantoro dan Supomo,2014). Pemikiran hipotesis merupakan proses taksiran (pengkalibrasian) terhadap parameter-parameter berasal dari data primer maupun sekunder yang mempengaruhi hasil atau hubungan yang logis antar variabel-variabel yang digunakan (proposisi) yang dapat di uji dengan pendekatan secara matematis (Erlina 2008).

Dalam penelitian ini hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut : H1 : Return On Asset berpengaruh terhadap Nilai perusahaan H2 : Return On Equity berpengaruh terhadap Nilai perusahaan H3 : Current Ratio berpengaruh terhadap Nilai perusahaan Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang bergerak dibidang property atau real estate yang listing di PT. BEI periode pengamatan tahun 2011-2014. Sampel yang dipergunakan adalah dengan (judgement/purposive sampling), yaitu suatu tipe pemilihan sampel yang dilakuka dengan tidak secara acak, informasi yang dipergunakan dengan menggunakan pertimbangan atau kriteria tertentu dan umumnya sesuai dengan tujuan atau masalah yang ada dalam penelitian tersebut (Indriantoro dan Supomo,2002). Kriteria yang diinginkan sebagai sampel adalah perusahaan yang listing secara berturut-turut selama tahun pengamatan berdasarkan data yang terinformasikan dari ICMD, dengan menerbitkan laporan keuangan tahunan serta membukukan laba positip selama periode pengamatan. Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh 174 data obervasi. METODE PENELITIAN

Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian diskriptif kuantitatif. Jenis data yang dipergunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari ICMD dan Annual Report . Variabel penelitian ini adalah variabel independent (variabel bebas) yakni ROA, ROI dan CR sedangan kan variabel dependent nya adalah Nilai Perusahaan (Harga Saham). Metode pengumpulan data melalui dokumentasi atas sumber-sumber data yang tersedia di ICMD dan Annual Report perusahaan sampel pada periode pengamatan. Teknik Analisis Data

Pendekatan kuantitatif dilakukan didalam penelitian ini. Secara definisi pedekatan kuantitatif merupakan analisa data yang berwujud angka-angka dan mempergunakan perhitungan secara statistik untuk menjawab hipotesis yang diajukan. Penyajian dalam

156

Page 59: Cover - DINUS

Yulita Setiawanta : Profitabilitas, Likuiditas Dan Nilai Perusahaan (Industri Properti Dan Real Estate Yang Listed Di PT.BEI Pada Tahun 2011 - 2014) bentuk tabel, kurva atau grafik atas analisis ini menjadi hal yang utama dan dominan untuk menjelaskan hasil pengolahan data yang berhasil di identifikasi dengan baik dalam penelitian ini agar dapat ditarik suatu kesimpulan (ghozali, 2014). Alat bantu yang digunakan adalah aplikasi SPSS (Statistical Package for Social Science). Dengan bantuan alat ini tahapan yang dilakukan adalah dengan melakukan pengolahan data yang berhasil di observasi untuk mencari statistik diskriftifnya kemudian melakukan pengujian kualitas data dengan asumsi klasik, melakukan pengujian model penelitian, menguji hipotesis dan terakhir menampilkan nilai koefisien deteminan atas data penelitian ini. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Deskriptif Secara umum analisis deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang

dilihat dari jumlah sampel (N), nilai maksimum,nilai minimum, nilai rata-rata (mean), dan standar deviasi. Sampel penelitian ini sebanyak 174 perusahaan rea estate dan property dalam kurun waktu 4 tahun. Berikut ini adalah hasil analisis deskriptif dari rasio Return On Asset,Return On Equity, Current Ratio dan Harga Saham

Tabel 1. Statistik Diskriftif

Variabel Mean Std Dev N

Log Harga Saham 6,1533 1,15209 174 ROA 6,806149 5,5196347 174 ROE 11,684058 9,7941252 174 CR 2,2522874 1,9336891 174

Dari data tabel 1 dapat dinyatakan bahwa nilai standar deviasi semua variabel yang dipergunakan dalam penelitian ini berada pada posisi nilai yang lebih rendah dari nilai rata-rata setiap variabel dalam penelitin ini. Hal ini menunjukan bahwa data dalam penelitian ini tidak terdapat terdapat perbedaan yng tinggi antara data yang satu dengan data yang lain. Uji Kualitas Data (Asumsi Klasik)

Uji kualitas data pada penelitian ini menggunakan uji asumsi klasik. Dari hasil uji asumsi klasik yang pertama yaitu, uji normalitas data dengan menggunakan tabel one-sampel kolmogorov smirnov diperoleh nilai sebesar Asymp. Sig. (2-tailed) = 0,834. Dari nilai tersebut karena lebih besar dari 0,005 maka dapat disimpulkan data penelitian yang diobservasi terdistribusi secara normal. Model regresi yan baik seharusnya tidak terjadi suatu korelasi diantara variabel-variabel bebsanya. Jika variabel bebas saling berkorelasi maka variabel-variabel ini tidak orthogonal. Cara mendeteksi ada tidaknya multikoliniearitas dapat dilihat dalam model regresi dengan melihat tolerance dan lawannya yaitu VIF, yaitu Jika nilai tolerance > 0,1 atau jik VIF < 10, maka tidak terdapat multikoliniritas dalam model regresi. Jika Jika nilai tolerance < 0,1 atau jik VIF > 10, maka terdapat multikoliniritas dalam model regresi. Berikut tabel multikoliniearitas :

Tabel 2. Uji Multikoliniritas Model Tolerance VIF ROA ROE CR

,209 4,784 ,207 4,827 ,942 1,062

157

Page 60: Cover - DINUS

Jurnal Penelitian Ekonomi dan Bisnis (JPEB), 1 (2), 2016, Hal: 151 - 163

Berdasarkan tabel 2 tersebut diatas maka semua posisi nilai tolerance > 0,1 atau jika VIF < 10, maka tidak terdapat multikoliniritas dalam model regresi pada penelitian ini.

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (Ghozali,2011). Dengan menggunakan tabel model summary jika nilai durbin-watson berada pada nilai diantara 1 dan 3 maka dapat dikatakan tidak terjadi autokolerasi dalam data penelitian ini. Berdasarkan hasil pengolahan data diketahui nilai Durbin_Watsonya adalah sebesar : 2,129 maka dapat dikatakan tidak terjadi autokorelasi.

Uji Heterokedastisitas menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidak bersamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.

Tabel 3. Uji Heterokedastisitas

Model Beta T Sig ROA ROE CR

,093 ,564 ,574

,073 ,437 ,663

,043 ,557 ,578 diperoleh hasil bahwa semua nilai signifikansi semua diatas 0,05 yang berarti bahwa tidak terdapat gangguan heteroskedastisitas pada setiap variabel independennya. Uji Model Dengan menggunakan asil uji F/ANOVA dalam penelitian ini, maka dapat dikatakan jika tingkat signifikan dibawah dari 0,05 maka model dalam penelitian dapat dikatakan FIT atau bagus, berikut tabel uji F/ANOVA dibawah ini :

Tabel 4. Uji F/ANOVA

Model Mean

F Sig Squrae

Regression 20,173 20,280 ,000b Berdasarkan tabel 4 daitas maka dapat dikatakan model regresi penelitian ini adalah FIT atau Bagus. Uji Hipotesis

Sebelum nemyatakan apakah hipotesis yang kita ajukan diterima atau ditolak maka, hasil pengolahan data dengan aplikas SPSS ini pada tabel Coefficient akan terlihat bentuk peryataan yang disajikan dalam beberapa kolom, penyajian informasi dalam kolom-kolom tersebut akan disampaikan pada tabel 5 dibawah ini :

Tabel 5. Coefficientsa

Model Beta T Sig

Constant 5,582 36,436 ,000

ROA -,002 -,054 ,957

ROE ,059 3,493 ,001

CR -,050 -1,234 ,219

158

Page 61: Cover - DINUS

Yulita Setiawanta : Profitabilitas, Likuiditas Dan Nilai Perusahaan (Industri Properti Dan Real Estate Yang Listed Di PT.BEI Pada Tahun 2011 - 2014) Berdasarkan tabel 5. Daiatas maka didapatkan model persamaan regresi akhir sebagai berikut :

Y= 5,582 - 0,002 ROA + 0,059 ROE - 0,050 CR Dengan demikian untuk peryataan jawaban hipotesis yang dibangun dapat dikatakan bahwa : H1 : Return On Asset berpengaruh terhadap Nilai perusahaan Nilai signifikansi ROA sebesar 0,957 > 0,05 dapat disimpulkan bahwa variabel ROA tidak berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan. Dengan demikian hipotesis pertama yang menyatakan bahwa ROA berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan tidak terbukti (H1 ditolak) H2 : Return On Equity berpengaruh terhadap Nilai perusahaan Nilai signifikansi ROE sebesar 0,001 < 0,05 dapat disimpulkan bahwa variabel ROE berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan. Dengan demikian hipotesis kedua yang menyatakan bahwa ROE berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan terbukti (H2 diterima) H3 : Current Ratio berpengaruh terhadap Nilai perusahaan Nilai signifikansi CR sebesar 0,219 > 0,05 dapat disimpulkan bahwa variabel CR tidak berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan. Dengan demikian hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa CR berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan tidak terbukti (H1 ditolak) Koefisien Determinan

Menurut Ghozali (2011) uji koefisiensi determinasi bertujuan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menjelaskan variasi variabel terikatnya atau independen. Nilai R² terletak antara 0 dan 1 atau 0 < R² < 1. Nilai koefisien determinasi ditunjukkan dengan nilai adjusted R square dan didalam penelitian ini diperoleh nilai adjusted R square sebesar 0,251, maka dapat diartikan bahwa variabel independen (return on asset, return on equity, current ratio) dapat menjelaskan variabel dependen (Nilai Perusahaan) sebesar 25,10% sedangkan sisanya diterangkan oleh faktor lain yang tidak diamati dalam penenlitian ini HASIL DAN PEMBAHASAN

Return On Assets (ROA) Berpengaruh terhadap Harga Saham. Pengujian secara parsial ROA tidak berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan.

Karakteristik data penelitian menunjukan kecenderungan yang sama dengan hasil penelitian , dalam artian jika nilai ROA semakin meningkat justru Nilai Perusahaan (Harga saham) mengalami penurunan, Hal ini dibuktikan dengan data sebafai berikut :

Tabel 6. Data Sampel ROA dan Nilai Perusahaan

Sampel ROA

Nilai

Perusahaan

Pikko Land 16,87 463.00 Development Tbk

Danayasa Arthatama 2,36 2,000.00 Tbk.

PT. Pikko Land Develeopment, Tbk yang memiliki ROA sebesar 16,67 diatas nilai

ROA rata2 industri (sampel) sebesar 10,41 namun justru memiliki Nilai Perusahaan sebesar 463 yang lebih rendah dari nilai perusahaan rata-rata industri (sampel) sebesar 1.956.Demikian juga nilai ROA PT. Danayasa Arthatma, Tbk sebesar 2,36 atau lebih rendah

159

Page 62: Cover - DINUS

Jurnal Penelitian Ekonomi dan Bisnis (JPEB), 1 (2), 2016, Hal: 151 - 163 dari nilai ROA rara-rata industry perusahaan sampel sebesar 10,41 namun memiliki nilai perusahan sebesar 2.000 lebih tinggi dari nilai perusahaan rata-rata industry (sampel) sebesar 1.956. Data tersebut patut diduga memberikan kontribusi tidak diterimanya hipotesis yang pertama ini.

Berdasarkan teori sinyal, setiap informasi yang diungkapkan dan yang diberikan akan mempengaruhi Nilai Perusahaan pada pasar saham, namun dalam kasus perusahan sampel ini, informasi ROA yang disajikan dalam laporan keuangan tahunan tidak direspon dengan baik oleh para investor ketika mereka mempertimbangkan dalam mengambil keputusan berinvestasi, hal ini sesuai dengan penjelasan dan contoh kasus pada kedua perusahan tersebut diatas. Return On Equity (ROE) Berpengaruh Terhadap Harga Saham.

Pengujian secara parsial ROE berpengaruh terhadap Nilai Perusahan ( harga saham). Karakteristik data penelitian menunjukan kecenderungan yang sama dengan hasil penelitian , dalam artian jika nilai ROE semakin meningkat maka Nilai Perusahaan (Harga saham) juga mengalami peningkatan Hal ini dibuktikan dengan data sebagai berikut :

Tabel 7. Data Sampel ROE dan Nilai Perusahaan

Sampel ROE

Nilai

Perusahaan

Metropolitan 20,24 15.300 Kencana, Tbk.

Ristia Bintang Mahkota Sejati 3,28 88.00 Tbk

Hasil penelitian yang menunjukan adanya pengaruh ROE terhadap Nilai Perusahaan

pada penelitian ini patut diduga terkontribusi oleh karakteristik data sampel penelitian yang mendukung konsep atau teori yang dibangun oleh peneliti. Sebagai contoh Nilai ROE PT. Metropolitan Kencana Tbk pada nilai sebesar 20,24 atau lebih tinggi dari pada nilai ROE rata-rata inudtri perusahaan sampel pada tahun pengamatan yaitu sebesar 8,68 dan memiliki nilai perusahan sebesar 15.300 diatas nilai rata-rata industri atas nilai perusahaan pada perusahaan sampel pada tahun pengamatan sebesar 1.956,03 atau data pada Ristia Bintang Mahkota Sejati, Tbk yang memiliki nilai ROE sebesar 3,28 atau jauh lebih rendah dari nilai ROE rata-rata industri sebesar 8,68, namun memiliki nilai perusahaan sebesar 88,00 atau jauh lebih rendah dari nilai perusahaan atas rata-rata industri perusahan sampel yaitu sebesar 1.956,03.

Hasil penelitian ini selaras dengan teori sinyal yang dibangun dimana sinyal yang diberikan oleh perusahan melalui data-data fundamental yang berada dalam laporan keuangan yang dipublikasikan akan direkasi oleh investor abik informasi positip dengan reaksi positip seperti yang terjadi pada contoh perusahaan PT.Metropolitan Kencana, Tbk. Demikian juga sinyal negatif yang di informasikan oleh perusahan juga akan ditangkap secara negatif oleh para investor hal tersebut seperti contoh data yang didapat dari informasi keuangan PT. Ristia Bintang Mahkota Sejati, Tbk yang memiliki nilai ROE rendah dan juga memiliki nilai perusahaan (harga saham) yang rendah pula. Current Ratio (CR) Berpengaruh Terhadap Nilai Perusahaan (Harga Saham.)

Pengujian secara parsial CR tidak berpengaruh terhadap harga saham, berdasarkan kecendurungan data dapat dijelaskan bahwa apabila CR semakin meningkat, maka harga

160

Page 63: Cover - DINUS

Yulita Setiawanta : Profitabilitas, Likuiditas Dan Nilai Perusahaan (Industri Properti Dan Real Estate Yang Listed Di PT.BEI Pada Tahun 2011 - 2014) saham akan meningkat, sebaliknya apabila CR semakin rendah, maka harga saham akan turun, meskipun kecenderungan tersebut tidak terbukti signbifikan pada hasil penelitian ini. Hasil ini patut diduga terkontribusi dengan karakteristik data sampel yang dapat diambil contoh sebagai berikut :

Tabel 8. Data Sampel CR dan Nilai Perusahaan

Sampel CR Nilai

Perusahaan

Metropolitan 0,64 15.300 Kencana, Tbk

Lippo Karawaci, 5,23 1.020 Tbk

Sebagai contoh Nilai CR PT. Metropolitan Kencana Tbk pada nilai sebesar 0,64 atau

lebih rendah dari pada nilai CR rata-rata inudtri perusahaan sampel pada tahun pengamatan yaitu sebesar 3,0 dan memiliki nilai perusahan sebesar 15.300 diatas nilai rata-rata industri atas nilai perusahaan pada perusahaan sampel pada tahun pengamatan sebesar 1.956,03 atau data pada Lippo Karawaci, Tbk yang memiliki nilai CR sebesar 5,23 atau jauh lebih tinggi dari nilai CR rata-rata industri sebesar 3,0 namun memiliki nilai perusahaan sebesar 1.020 atau jauh lebih rendah dari nilai perusahaan atas rata-rata industri perusahan sampel yaitu sebesar 1.956,03.

Hasil penelitian ini tidak selaras dengan teori sinyal yang dibangun dimana sinyal yang diberikan oleh perusahan melalui data-data fundamental yang berada dalam laporan keuangan yang dipublikasikan tidak direaksi oleh investor atas informasi positip dengan reaksi tidak positip seperti yang terjadi pada contoh perusahaan PT.Metropolitan Kencana, Tbk. Demikian juga sinyal negatif yang di informasikan oleh perusahan juga akan ditangkap tidak secara negatif oleh para investor hal tersebut seperti contoh data yang didapat dari informasi keuangan Lippo Karawaci, Tbk yang memiliki nilai CR tinggi namun memiliki nilai perusahaan (harga saham) yang rendah pula. SIMPULAN

Kesimpulan yang bisa diambil dalam penelitian ini adalah bahwa hanya variabel ROE saja yang memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan (harga saham) sedangkan dua variabel lainya yaitu, ROA dan CR tidak memiliki hubungan secara sginifkan. Hal ini yang mendorong saran kepada calon investor dimasa yang akan datang jika ingin berinvestasi pada perusahaan sampel dalam penelitian ini dan return atau deviden atas saham memjadi pertimbangan utama investasi serta calon investor mempergunakan informasi fundamental yang ada dalam laporan keuangan yang dipublikasikan maka calon investor diharapkan dapat melihat nilai atau tren dari ROE nya jika tren nya positip maka patut diduga bahwa nilai perusahaannya juga akan mengalami pertumbuhan yang positip. saran yang lain adalah hendaknya peneliti yang akan datang mencari variebel pemoderasi hubungan antara ROA, ROE dan CR terhadap Nilai Perusahaan. DAFTAR PUSTAKA Aminah, Nur. 2016. Pengaruh Deviden Per Share, Return on Equity, Net Profit Margin,

Return On Investment dan Return On Asset Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Real Estate dan Property yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2011-2013. Journal Of Accounting, Volume 2 no.2

Anoraga, Pandji dan Piji Pakarti. 2003. Buku Pintar Pasar Modal Indonesia, Jakarta: Mediasoft Indonesia.

161

Page 64: Cover - DINUS

Jurnal Penelitian Ekonomi dan Bisnis (JPEB), 1 (2), 2016, Hal: 151 - 163 Astutik, Dwi. 2017. Pengaruh Aktivitas Rasio Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan (Studi

Pada Industri Manufaktur). Jurnal STIE SEMARANG 9(1):32–49. Azmi, Muchamad, Rita Andini, and Kharis Raharjo. 2016. Analisis Pengaruh Net Profit

Margin (NPM), Return On Assets (ROA) Dan Current Ratio (CR) Terhadap Harga Saham Emiten LQ45 Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Pada Tahun 2010-2014. Journal Of Accounting 2(2):1–10.

Brigham, dan Huston 2006. Dasar - dasar pembelanjaan perusahaan edisi 4 BPFE-Yogyakarta.

Darwanto, Eka Widayat Julianto; 2016. Analisis Rantai Nilai (Value Chain) Jagung Di

Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan. Jurnal Penelitian Ekonomi Dan Bisnis 1(1). Gudono. 2009. Teori Organisasi. 2nd ed. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. Retrieved

(https://teorionline.wordpress.com/2012/02/20/referensi-buku-teori-organisasi-oleh-gudono-phd/).

Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan program IBM SPSS21 Update PLS Regresi. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang

Hutabarat, Francis M. and Janet Flora. 2015. Exploring Factors Affecting Stock Price of Indonesia State Owned Bank Listed at Indonesia Stock Exchange. Academic Research International 6(May):42–52.

Http://www.idx.co.id diakses 4 November 2016 Ikatan Akuntan Indonesia. 2014. Standar Akuntansi Keuangan. PSAK No.1. Cetakan Pertama.

Buku Satu. Penerbit Salemba Empat. Jakarta. Itabillah, Amaliah. Pengaruh CR,QR,NPM,ROA,EPS,ROE,DER dan PBV Terhadap Harga

Saham Perusahaan Property dan Real Estate yang Terdaftar di BEI. Jensen, M. C. and W. H. Meckling. 1976. Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency

Costs and Ownership Structure. Journal of Financial Economics 3(4):305–60. Kasmir. 2012. Analisis Laporan Keuangan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta KMS.Muanmar H.S. Pengaruh Earning Per Share, Return On Equity, Debt To Equity Ratio

Terhadap Harga Saham Perusahaan Property dan Real Estate di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2014.

Khairani, Purnamasari. Pengaruh Current Ratio (CR), Debt To Equity Ratio (DER), Return On Equity (ROE), Price Earning Ratio (PER), dan Earning Per Share (EPS)Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Property And Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2011.Jom FEKON, Vol 1 No.2, Oktober 2014

Mahmud M. Hanafi, M.B.A : Manajemen Keuangan Edisi I 2013 BPFE- Yogyakarta Mardiyanto, H. 2009. Intisari manajemen Keuangan. Jakarta : PT.Gramedia Widiasarana

Indonesia (Grasindo). Nikoskelainen, Erkki and Mike Wright. 2005. The Impact of Corporate Governance

Mechanisms on Value Increase in Leveraged Buyouts. 1–42. Nurlaila, Rika and Islahudin. 2008. Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai

Perusahaan Dengan Prosentase Kepemilikan Manajemen Sebagai Variabel Moderating. Nurhasanah, Rahmadi. 2011. Pengaruh Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE),

Dan Earning Per Share (EPS) Terhadap Harga Saham (Survey Pada Perusahaan LQ45 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2011) Journal Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Wiyatama. Bandung.

Pujiyatmoko, Yohanes. 2015. Pengaruh Return On Asset, Return On Equity, Earning Per Share, Dan Economic Value Added Terhadap Harga Saham Perusahaan Property Dan Real Estate Yohanes. Gunadarma University.

Sari, dan Zuhrotun, Keinformatifan Laba Di Pasar Obligasi Dan Saham : Uji Liquidation Option. Simposium Nasional Akuntansi di Padang. 2006

Sondakh, Frendy, Parengkuan Tommy, and Marjam Mangantar. 2015. Current Ratio, Debt to

162

Page 65: Cover - DINUS

Yulita Setiawanta : Profitabilitas, Likuiditas Dan Nilai Perusahaan (Industri Properti Dan Real Estate Yang Listed Di PT.BEI Pada Tahun 2011 - 2014)

Equity Ratio, Return on Asset, Return on Equity Pengaruhnya Terhadap Harga Saham Pada Indeks LQ45 Di Bei Periode 2010-2014. Emba 3(2):749–56.

Tandelilin, E. . 2010. Portofolio dan Investasi. Edisi Pertama. Yogyakarta ; Kanisius Yulsiati, Henny. 2016. Pengaruh Earning Per Share , Return On Equity Dan Debt To Equity

Ratio Terhadap Harga Saham Dalam Jakarta Islamic Index (JII) Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2010-2011. Jurnal Adminika Volume 2(1):104–27.

163