csr dan ketentuan perpajakan di indonesia, belum diatur draf

16
www.futurumcorfinan.com Page 1 CSR dan Ketentuan Perpajakan di Indonesia: Belum Diatur (DRAF) There is….only one social responsibility of business – to use its resources and engage in activities designed to increase its profits…. (Friedman, Milton. A Friedman Doctrine the Social Responsibility of Business is to Increase its Profits. New York Times Magazine. 13 September 1970. Halaman 32). Preface Dari diskusi penulis dan mencari bacaan di internet, penulis mendapatkan bahwa aturan terkait tanggung jawab sosial dan lingkungan (Corporate Social Responsibility, disingkat CSR) di Indonesia secara ketentuan hukum diatur dalam beberapa Undang-Undang, yaitu: http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt52716870e6a0f/aturan-aturan-hukum-corporate- social-responsibility, diakses tanggal 16 Mei 2014. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT 2007) Bab V Pasal 74. Sukarnen DILARANG MENG-COPY, MENYALIN, ATAU MENDISTRIBUSIKAN SEBAGIAN ATAU SELURUH TULISAN INI TANPA PERSETUJUAN TERTULIS DARI PENULIS Untuk pertanyaan atau komentar bisa diposting melalui website www.futurumcorfinan.com

Upload: futurum2

Post on 14-Apr-2017

274 views

Category:

Economy & Finance


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: CSR dan ketentuan perpajakan di indonesia, belum diatur draf

www.futurumcorfinan.com

Page 1

CSR dan Ketentuan Perpajakan di Indonesia:

Belum Diatur (DRAF)

There is….only one social responsibility of business – to use its resources and engage in

activities designed to increase its profits….

(Friedman, Milton. A Friedman Doctrine – the Social Responsibility of Business is to

Increase its Profits. New York Times Magazine. 13 September 1970. Halaman 32).

Preface

Dari diskusi penulis dan mencari bacaan di internet, penulis mendapatkan bahwa aturan

terkait tanggung jawab sosial dan lingkungan (Corporate Social Responsibility, disingkat

CSR) di Indonesia secara ketentuan hukum diatur dalam beberapa Undang-Undang, yaitu:

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt52716870e6a0f/aturan-aturan-hukum-corporate-

social-responsibility, diakses tanggal 16 Mei 2014.

Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT 2007)

Bab V Pasal 74.

Sukarnen

DILARANG MENG-COPY, MENYALIN,

ATAU MENDISTRIBUSIKAN

SEBAGIAN ATAU SELURUH TULISAN

INI TANPA PERSETUJUAN TERTULIS

DARI PENULIS

Untuk pertanyaan atau komentar bisa

diposting melalui website

www.futurumcorfinan.com

Page 2: CSR dan ketentuan perpajakan di indonesia, belum diatur draf

www.futurumcorfinan.com

Page 2

Pasal 1 angka 3 UUPT menyebutkan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah

komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan

guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi

perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya. Definisi ini

tidak sejalan dengan pasal 74 ayat (1) yang membatasi tanggung jawab CSR hanya pada

perusahaan industri ekstraktif.

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”) serta

Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial Dan

Lingkungan Perseroan Terbatas (“PP 47/2012”)

Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (“UU 25/2007”)

Pasal 15 dan 16 dan sanksinya dalam pasal 34.

Dalam Pasal 15 huruf b UU 25/2007 diatur bahwa setiap penanam modal wajib

melaksanakan TJSL. Yang dimaksud dengan TJSL menurut Penjelasan Pasal 15 huruf b

UU 25/2007 adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman

modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan

lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.

Selain itu dalam Pasal 16 UU 25/2007 juga diatur bahwa setiap penanam modal

bertanggung jawab untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup. Ini juga merupakan bagian

dari TJSL.

Jika penanam modal tidak melakukan kewajibannya untuk melaksanakan TJSL, maka

berdasarkan Pasal 34 UU 25/2007, penanam modal dapat dikenai sanksi adminisitatif

berupa:

Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup (“UU 32/2009”) Pasal 68

Berdasarkan Pasal 68 UU 32/2009, setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan

berkewajiban:

a. memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan

hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu;

Page 3: CSR dan ketentuan perpajakan di indonesia, belum diatur draf

www.futurumcorfinan.com

Page 3

b. menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup; dan

c. menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/atau kriteria baku kerusakan

lingkungan hidup.

Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. PER-05/MBU/2007 Tahun

2007 Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil

Dan Program Bina Lingkungan sebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan

Menteri Badan Usaha Milik Negara No. PER-08/MBU/2013 Tahun 2013 Tentang

Perubahan Keempat Atas Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No.

PER-05/MBU/2007 Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan

Usaha Kecil Dan Program Bina Lingkungan (“Permen BUMN 5/2007”)

Dalam peraturan ini diatur mengenai kewajiban Perusahaan Perseroan (“Persero”),

Perusahaan Umum (“Perum”), dan Perusahaan Perseroan Terbuka (“Persero Terbuka”).

Berdasarkan Pasal 2 Permen BUMN 5/2007,

Dalam peraturan ini diatur mengenai kewajiban Perusahaan Perseroan (“Persero”),

Perusahaan Umum (“Perum”), dan Perusahaan Perseroan Terbuka (“Persero Terbuka”).

Berdasarkan Pasal 2 Permen BUMN 5/2007, Persero dan Perum wajib melaksanakan

Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. Sedangkan

Persero Terbuka dapat melaksanakan Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan

Program Bina Lingkungan dengan berpedoman pada Permen BUMN 5/2007 yang

ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS.

Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil adalah program untuk meningkatkan

kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana

BUMN (Pasal 1 angka 6 Permen BUMN 5/2007). Sedangkan Program Bina Lingkungan

adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan

dana BUMN (Pasal 1 angka 7 Permen BUMN 5/2007).

Page 4: CSR dan ketentuan perpajakan di indonesia, belum diatur draf

www.futurumcorfinan.com

Page 4

Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Dan Gas Bumi (“UU 22/2001”)

Kegiatan usaha hulu yang dilaksanakan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap

berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana wajib memuat ketentuan-

ketentuan pokok yang salah satunya adalah ketentuan mengenai pengembangan

masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat (Pasal 11 ayat (3) huruf p

UU 22/2001).

Selain itu dalam Pasal 40 ayat (5) UU 22/2001 juga dikatakan bahwa Badan Usaha atau

Bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi (kegiatan

usaha hulu dan kegiatan usaha hilir) ikut bertanggung jawab dalam mengembangkan

lingkungan dan masyarakat setempat.

Kegiatan usaha hulu yang dilaksanakan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap

berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana wajib memuat ketentuan-

ketentuan pokok yang salah satunya adalah ketentuan mengenai pengembangan

masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat (Pasal 11 ayat (3) huruf p

UU 22/2001).

Selain itu dalam Pasal 40 ayat (5) UU 22/2001 juga dikatakan bahwa Badan Usaha atau

Bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi (kegiatan

usaha hulu dan kegiatan usaha hilir) ikut bertanggung jawab dalam mengembangkan

lingkungan dan masyarakat setempat.

Corporate Social Responsibility (“CSR”) dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan tanggung

jawab sosial perusahaan. Pada bab V Pasal 74 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”) mengatur mengenai Tanggung Jawab Sosial dan

Lingkungan, dimana Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau

berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan

Lingkungan tersebut.

Berdasarkan Pasal 74 ayat (1) UUPT terdapat 2 (dua) kriteria sektor kegiatan yang

mewajibkan Perusahaan untuk melaksanakan CSR tersebut, yaitu:

1. Perseroan yang menjalankan usahanya di bidang sumber daya alam

Yang dimaksud Perseroan menjalankan usahanya di bidang sumber daya alam adalah

Perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam.

2. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya berkaitan dengan sumber daya alam.

Page 5: CSR dan ketentuan perpajakan di indonesia, belum diatur draf

www.futurumcorfinan.com

Page 5

- See more at: http://www.hukumperseroanterbatas.com/2012/04/13/corporate-social-

responsibility-oleh-perseroan-terbatas/#sthash.VUSV0hl9.dpuf

Ulasan

Penulis menangkap kesan bahwa ketentuan CSR dalam konteks perpajakan di Indonesia

banyak dikaitkan dengan aturan yang terdapat dalam Undang-undang Republik Indonesia

Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang Nomor 7 Tahun

1983 tentang Pajak Penghasilan, terutama Pasal 6 angka (1) yang mengatur tentang biaya

untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, yang diperbolehkan sebagai

pengurang penghasilan bruto, guna penentuan besarnya penghasilan kena pajak, termasuk:

Huruf I, j, k, l dan m

Sumbangan dalam rangka:

penanggulangan bencana nasional

penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia

biaya pembangunan infrastruktur sosial

dan berupa sumbangan fasilitas pendidikan,

pembinaan olahraga

Seluruh huruf I, j, k, l dan m akan diatur ketentuannya dalam Peraturan Pemerintah. Dalam

Penjelasan huruf I, j, k, l dan m dinyatakan “Cukup Jelas”. Pada tanggal 30 Desember 2010,

diterbitkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 93 Tahun 2010 Tentang

Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian dan

Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga, dan

Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto.

Dari bacaan yang ada dalam UU PPh dan PP 93/2010 di atas, kata yang banyak yang

digunakan adalah “sumbangan” dan “pemberian bantuan”

Dalam Penjelasan PP 93/2010 Bagian I. Umum dinyatakan bahwa biaya sumbangan dan

pemberian bantuan ini dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, berarti diberi pengurangan

pajak penghasilan yang terutang dalam tahun fiskal diberikannya bantuan tersebut, karena

“Dalam rangka membantu program pemerintah serta memberi kesempatan kepada Wajib

Pajak untuk turut berperan serta dalam penanggulangan bencana nasional, pengembangan

Page 6: CSR dan ketentuan perpajakan di indonesia, belum diatur draf

www.futurumcorfinan.com

Page 6

ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia, pengembangan pendidikan di Indonesia,

pembinaan olahraga di Indonesia dan turut serta membantu pemerintah dalam pembiayaan

pembangunan infrastruktur sosial di Indonesia….” .

Jadi selintas terlihat bahwa “sumbangan” dan “pemberian bantuan” ini diberikan “keringanan

pajak” karena dapat dibiayakan, semata-mata karena “untuk memberikan kesempatan bagi

wajib pajak untuk turut berperan serta dan dalam rangka membantu program pemerintah”….

Aturan-aturan di atas sulit bagi penulis untuk melihatnya sebagai aturan ketentuan

perpajakan bagi pengeluaran (penulis sengaja tidak menggunakan kata “biaya”) terkait

CSR, karena memang dalam UU PPh dan PP 93/2010 sendiri tidak ada satupun kata atau

kalimat CSR yang digunakan atau dirujuk. Di samping itu, banyaknya kata “Sumbangan”

kalau dikaitkan dengan CSR akan terlalu “mengkerdilkan” makna CSR itu sendiri. Dan jelas

bagi pengusaha baik orang pribadi, perseroan terbatas baik nasional maupun multinasional,

akan sangat tidak nyaman kalau CSR ujung-ujungnya hanya membicarakan “sumbangan”,

“bantuan”, atau bahkan “hibah”. Pendirian suatu bisnis dan usaha jelas lebih banyak

didorong oleh motivasi untuk mencetak laba, walaupun terlepas mau diapakan laba tersebut

kemudian, apakah akan dibagikan sebagai dividen kepada para pemegang saham

perusahaan. Dividen bisa saja digunakan lebih lanjut dalam kegiatan-kegiatan yang

berorientasi “sosial” atau “kemanusiaan”.

Dari bacaan di atas, penulis menyimpulkan bahwa di Indonesia, belum ada ketentuan

spesifik terkait pengeluaran untuk CSR. Konsep CSR sendiri jelas bukan semata-mata

pemberian “bantuan” dan sumbangan.

Lalu apa sebetulnya CSR itu sendiri?

Walaupun banyak buku-buku yang membahas dan memberikan definisi CSR, namun di sini

penulis mengambil dari ISO (the International Organization for Standardization). Pada

tanggal 1 November 2010, ISO telah meluncurkan suatu standar international yang

memberikan pedoman bagi pertanggungjawaban sosial, dimana pedoman ini diberi nama

ISO 26000.

Di bagian Pendahuluan ISO 26000 disebutkan bahwa:

Page 7: CSR dan ketentuan perpajakan di indonesia, belum diatur draf

www.futurumcorfinan.com

Page 7

Organizations around the world, and their stakeholders, are becoming increasingly aware of

the need for and benefits of socially responsible behaviour. The objective of social

responsibility is to contribute to sustainable development.

An organization’s performance in relationg to the society in which it operates and to its

impact on the environment has become a critical part of measuring its overall performance

and its ability to continue operating effectively. This is, in part, a reflection of the growing

recognition of the need to ensure healthy ecosystems, social equity and good organization

governance. In the long run, all organizations’ activities depend on the health of the world’s

ecosystems. Organizations are subject to greater scrunity by their various stakeholders. The

perception and reality of an organization’s performance on social responsibility can

influence, among other things:

Its competitive advantage;

Its reputation;

Its ability to attract and retain workers or members, customers, clients or users;

The maintenance of employees’ morale, commitment and productivity;

The view of investors, owners, donors, sponsors and the financial community; and

Its relationship with companies, governments, the media, suppliers, peers, customers

and the community in which it operates.

Social responsibility:

Responsibility of an organization for the impacts of its decisions and activities on society and

the environment, through transparent and ethical behaviour that

Contributes to sustainable development, including health and the welfare of society;

Takes into account the expectations of stakeholders;

Is in compliance with applicable law and consistent with international norms of

behaviour; and

Is integrated throughout the organization and practised in its relationships.

ISO 26000 juga menjelaskan keterkaitan yang erat antara sustainable development dan

social responsibility:

Sustainable development is about meeting the needs of society while living within the

planet’s ecological limits and without jeopardizing the ability of future generations to meet

their needs. Sustainable development has three dimensions – economic, social and

environmental – which are interdependent, for instance, the elimination of poverty requires

Page 8: CSR dan ketentuan perpajakan di indonesia, belum diatur draf

www.futurumcorfinan.com

Page 8

the promotion of social justice and economic development and the protection of the

environment.

Social responsibility has the organization as its focus and concerns an organization’s

responsibilitie to society and the environment. Social responsibility is closely linked to

sustainable development. Because sustainable development is about the economic, social

and environmental goals common to all people, it can be used as a way of summing up the

broader expectations of society that need to be taken into account by organizations seeking

to act responsibly.

http://www.iso.org/iso/iso_26000_project_overview.pdf

Therefore, an overarching objective of an organization’s social responsibility should be to

contribute to sustainable development.

Dari gambar di atas, ada 7 Prinsip Utama sebagai akar dari perilaku organisasi yang

bertanggung jawab secara sosial, mencakup:

1. Akuntabilitas (Accountability)

Page 9: CSR dan ketentuan perpajakan di indonesia, belum diatur draf

www.futurumcorfinan.com

Page 9

2. Transparansi (Transparancy)

3. Perilaku yang Etis (Ethical Behaviour)

4. Menghormati Kepentingan Para Pemangku Kepentingan (Respect for Stakeholder

Interests)

5. Menghormati Ketentuan Hukum (Respect for the Rule of Law)

6. Menghormati Norma-Norma Internasional untuk Berperilaku (Respect for

International Norms of Behaviour)

7. Menghormati Hak Asasi Manusia (Respect for Human Rights)

ISO 26000 memperkenalkan 7 subjek inti yang perlu dipertimbangkan, dimana ditunjukkan

oleh gambar di bawah ini, yang mencakup:

1. Tata Kelola Organisasi (Organizational Governance)

2. Hak Asasi Manusia (Human Rights)

Page 10: CSR dan ketentuan perpajakan di indonesia, belum diatur draf

www.futurumcorfinan.com

Page 10

3. Praktik-Praktik Ketenagakerjaan (Labour Practices)

4. Lingkungan (Environment)

5. Praktik Operasional yang Wajar (Fair Operating Practices)

6. Isu-Isu Pelanggan (Consumer Issues)

7. Keterlibatan dan Pengembangan Komunitas (Community Involvement and

Development)

Dari ISO 26000 dapat diketahui bahwa suatu organisasi tidak hidup dalam suatu kevakuman.

Organisasi tidak sama dengan Pemangku Kepentingan, namun di antara keduanya, ada

“irisan”, yang dapat merupakan titik temu dari berbagai kepentingan. Namun demikian, baik

Organisasi maupun Para Pemangku Kepentingan, kedua-duanya ada dalam lingkaran

Masyarakat, yang akan saling mempengaruhi dan memberikan timbal balik. Bahkan bisa

memiliki kepentingan bersama

Page 11: CSR dan ketentuan perpajakan di indonesia, belum diatur draf

www.futurumcorfinan.com

Page 11

Yang menarik diperhatikan bahwa CSR dari suatu organisasi sangat terkait dengan

Sustainable Development dari Organisasi itu sendiri. Terjemahan di Indonesia untuk CSR

kurang tepat karena hanya menyebutkan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, padahal

jelas bahwa dalam Sustainable Development ada tiga unsur, yaitu selain Sosial dan

Lingkungan, ada juga aspek Ekonomi. Jadi dalam CSR, ketiga unsur itu sama pentingnya.

Salah satu kegiatan Keterlibatan dan Pengembangan Komunitas yang cenderung diartikan

hanya berisi kegiatan pemberian “bantuan” dan “sumbangan”, justru dikatakan oleh ISO

26000 sebagai bagian integral dari sustainable development.

Yang menarik ISO 26000 mengakui adanya dua investasi yang dapat dilakukan oleh suatu

organisasi, yaitu investasi ekonomi dan investasi sosial.

Issues of community development to which an organization can contribute include creating

employment through expanding and diversifying economic activities and technological

development. It can also contribute through social investments in wealth and income

creation through local economic development initiatives; expanding education and skills

development programs; promoting and preserving cultures and arts; and providing and/or

promoting community health services.

Social investments that contribute to community development can sustain and enhance an

organization’s relationships with its communities, and MAY or MAY NOT be associated with

an organization’s core operational activities.

Social investment takes place when organizations invest their resources in initiatives and

programs aimed at improving social aspects of community life. Types of social investments

may include projects related to education, training, culture, health care, income generation,

infrastructure development, improving access to information or any other activity likely to

promote economic or social development.

Yang menarik bahwa CSR dalam konteks ISO 26000 bisa atau bisa juga tidak selalu terkait

dengan aktivitas operational utama suatu organisasi.

Menurut penulis, agak sulit tentunya begitu kegiatan CSR menjadi kegiatan yang terintegrasi

ke dalam kegiatan operasional suatu organisasi, termasuk dalam level pengambilan

keputusan dan komunikasi. Arahnya tentu sustainable development.

Page 12: CSR dan ketentuan perpajakan di indonesia, belum diatur draf

www.futurumcorfinan.com

Page 12

Dari ulasan di atas, penulis berharap bahwa CSR bisa dilihat dalam konteks yang

proporsional, termasuk juga oleh pihak pemerintah, terutama Dirjen Pajak. Justru bisa dilihat

lebih jauh, kegiatan-kegiatan CSR yang dilakukan oleh pihak swasta dapat menggantikan

banyak kegiatan-kegiatan yang seharusnya dikerjakan oleh pemerintah. Karena pemerintah

tidak mungkin dapat melakukan semua kegiatan-kegiatan tersebut dan kemungkinan besar

juga tidak memiliki seluruh sumber daya yang diperlukan, keterlibatan pihak swasta menjadi

suatu keniscayaan, yang mesti diterima. Kalau tidak, pemerintah sendiri yang perlu

menyediakan anggaran bagi kegiatan-kegiatan CSR tersebut. Sebagai alternatif.

Karena CSR sekarang menjadi trend global di seluruh dunia, justru penulis melihat bahwa

pemerintah Indonesia, terutama Dirjen Pajak mestinya mendorong wajib pajak kea rah ini,

dan insentif pajak berupa diperbolehkannya biaya-biaya terkait CSR menjadi pengurang

penghasilan bruto.

CSR jelas bukan hanya semata-mata suatu tindakan bersifat “sosial”, atau dalam praktiknya,

perusahaan perlu mengambil atau mengalokasikan sebagian dari keuntungan atau laba

perusahaan untuk “diberikan bantuan, disumbangkan, dihibahkan” kepada masyarakat atau

Page 13: CSR dan ketentuan perpajakan di indonesia, belum diatur draf

www.futurumcorfinan.com

Page 13

untuk tujuan-tujuan mulia lainnya, namun jauh dari itu, CSR adalah bersifat sangat strategis

baik bagi perusahaan itu sendiri maupun bagi masyarakat, dan memang sudah selayaknya

bisnis atau suatu usaha dijalankan. Artinya, seluruh kegiatan dan kebijakan perusahaan

diarahkan untuk membawa keuntungan atau manfaat tidak hanya bagi perusahaan, para

pemegang saham, tapi juga kepada seluruh pihak-pihak yang kena dampaknya baik secara

langsung maupun tidak langsung, termasuk masyarakat secara luas dan lingkungan. CSR

diharapkan dapat memperbesar externalities yang positif.

Penulis melihat justru CSR ini belum diakomodasi dalam peraturan-peraturan dirjen pajak.

PP 93/2010 jelas bukan merupakan CSR atau spesifik diperuntukkan untuk insentif pajak

bagi CSR.

Ada beberapa masalah, tentunya:

Yang perlu dilihat apakah pengeluaran untuk CSR merupakan beban atas penghasilan bruto

atau diambil dari laba bersih, artinya diperlakukan seperti dividen?

Karena tidak mungkin memberikan daftar kegiatan CSR apa saja, ini menjadi tantangan

tersendiri, apakah hanya kegiatan tertentu yang diperbolehkan dan mana yang tidak

diperbolehkan?

Page 14: CSR dan ketentuan perpajakan di indonesia, belum diatur draf

www.futurumcorfinan.com

Page 14

Bagaimana dengan kegiatan CSR yang bersifat capital expenditure, artinya akan berupa

aset dan bukan berupa biaya?

Apakah biaya CSR ada kadaluarsa sehingga hanya dalam jangkat waktu tertentu dapat

diakui?

Beberapa kegiatan utama perusahaan bisa saja malah dipakai untuk pengembangan

masyarakat, misalnya:

Suatu perusahaan yang menjual alat pertanian, dapat menyediakan pelatihan dalam teknik-

teknik bertani yang baik

Page 15: CSR dan ketentuan perpajakan di indonesia, belum diatur draf

www.futurumcorfinan.com

Page 15

Sekolah yang mempunyai program CSR menggunakan sarana sekolah untuk menyediakan

pendidikan atau kursus bagi mereka yang butuh huruf.

Perusahaan air minum yang menyediakan air gratis bagi warga sekitar

Argumen yang sering dibangun adalah biaya tersebut mesti 3 M:

CSR sendiri sebagaimana dalam ISO jelas memang untuk meningkatkan atau

mendatangkan manfaat bagi lingkungan dimana perusahaan tersebut melakukan kegiatan

usaha. Dan bisa juga untuk “branding awareness”.Ini butuh waktu sehingga tidak bisa satu

atau dua kegiatan saja: even, promo, sponsorship, dan lain-lain

Manfaat tidak selalu harus direct ke bisnis berupa peningkatan penjualan langsung pada

periode dimana biaya tersebut dikeluarkan.

Perusahaan bisa saja menyisihkan sebagian dana:

Misalnya membangun fasilitas air minum gratis yang diperuntukkan untuk warga setempat

dimana perusahaan beroperasi atau di dekat lingkungan pabrik

Perusahaan bekerjasama dengan pihak kepolisian setempat membiayai pemasangan alat-

alat penanda jalan atau penyebrangan jalan atau lampu lalu lintas guna meningkatkan

keamanan di sekitar lingkungan kantor dan pabrik, dimana ini bisa membawa manfaat bagi

karyawan atau masyarakat pengguna.

Perusahaan guna menekan angka kriminalitas guna menghidupkan kegiatan ekonomi di

suatu daerah membangun stadion untuk dapat digunakan sebagai kegiatan komunitas anak

muda.

Kalau pajak digunakan untuk membangun dan membiayai pembangunan, lalu apa bedanya

kalau itu dijalankan oleh peran serta swasta…Ini perlu mendapat penelitian, apakah

memang dengan memberikan insentif pajak, negara dirugikan?

Pajak memang digunakan untuk membiayai program-program pemerintah di bidang

pendidikan, pelayanan kesehatan dan keamanan.

Menjadi sponsor dalam dari suatu kegiatan olahraga dimana tercantum nama sponsor di

tropi atau di spanduk-spanduk. Penyediaan obat-obatan gratis oleh perusahaan farmasi.

~~~~~~ ####### ~~~~~~

Page 16: CSR dan ketentuan perpajakan di indonesia, belum diatur draf

www.futurumcorfinan.com

Page 16

Disclaimer

This material was produced by and the opinions expressed are those of FUTURUM as of the date of

writing and are subject to change. The information and analysis contained in this publication have

been compiled or arrived at from sources believed to be reliable but FUTURUM does not make any

representation as to their accuracy or completeness and does not accept liability for any loss arising

from the use hereof. This material has been prepared for general informational purposes only and is

not intended to be relied upon as accounting, tax, or other professional advice. Please refer to your

advisors for specific advice.

This document may not be reproduced either in whole, or in part, without the written permission of the

authors and FUTURUM. For any questions or comments, please post it at www.futurumcorfinan.com

© FUTURUM. All Rights Reserved