d aftar i si
TRANSCRIPT
Volume 7 / No. 3 / Desember 2009
R e d a k s i KONTRIBUTOR Adiseno Asmarul Amri Geografi UI - Angkatan 1960 Cholifah Bahaudin Dosen Departemen Geografi UI Ibnu Malik Mahasiswa Geografi UI - Angkatan 2004 Iqbal Putut Alumni Geografi UI - Angkatan 2004 Kuswantoro Alumni Geografi UI - Angkatan 2002 Nuzul Achjar Staff Khusus Menteri ESDM Usep Hasan Alumni Geografi UI - Angkatan 2002
PENASEHAT - Dr. Rokhmatuloh PIMPINAN REDAKSI - Luthfil Khakim WAKIL PIMPINAN REDAKSI - Haryo REDAKSI - Adi Wibowo, Iqbal Putut, Laju Gandharum, Leonita Felocitas, Selo Sukardi, Wira, Kesuma Bambang, Ery, Weling Suseno ADMINISTRARSI - Ashadi Nobo ALAMAT REDAKSI - Gd. Departemen Geografi, FMIPA Universitas Indonesia, Kampus UI Depok Telp. (021) 7721 0658, 702 4405 Fax. (021) 7721 0659 Diterbitkan oleh: Forum Komunikasi Geografi Universitas Indonesia Redaksi menerima artikel / opini / pendapat dan saran dari pembaca, utamanya yang berkaitan dengan masalah keruangan. Kirimkan tulisan ke alamat redaksi atau email dengan disertakan nama, alamat lengkap, nomor telepon serta Biografi.
D a f t a r I s i
2 I Kuliah Kerja Lapang Kabupaten Wonosobo 3 I Ambalat, Peta, dan Batas Negara 5 I Sekilas Perjalanan Geografi FMIPA UI 10 I Tantangan Persaingan dan Kompetensi Lulusan (S1) Geografi 24 I G-20 DAN MOMENTUM REVITALISASI PEREKONOMIAN REGIONAL
Volume 7 / No. 3 / Desember 2009
Kegiatan Kuliah Kerja Lapang
kembali diadakan oleh Departe-
men Geografi Universitas Indone-sia pada bulan November yang lalu.
Kegiatan yang berlangsung pada
tanggal 8-12 November tersebut
berlokasi di Kecamatan Garung dan
Kecamatan Kejajar, Kabupaten
Wonosobo, Jawa Tengah. Kegiatan
tersebut diikuti oleh mahasiswa S1
Departemen Geografi angkatan 2007 yang berjumlah sebanyak 77
orang. Selain itu kegiatan ini juga
diikuti oleh 4 orang Dosen selaku
pembimbing, antara lain: Bapak
Eko Kusratmoko, Ibu Tuty Han-
dayani, Ibu Dewi Susiloningtyas,
serta Bapak Adi Wibowo. Mene-
mani bapak dan ibu dosen, juga turut hadir 4 orang asisten dosen,
antara lain: Iqbal Putut, Nurul Sri,
Ratri Candra, dan Weling Suseno.
TEMA KEGIATAN
Tema yang diusung pada kegiatan
dan Kerusakan Lingkungan di Daerah Pegunungan (Studi Kasus:
Kecamatan Kejajar dan Garung Ka-
bupaten Wonosobo Jawa Ten-
setiap mahasiswa diharapkan da-
pat mendeskripsikan dan menjelas-
kan kerusakan lingkungan yang
terjadi di daerah penelitian, ke-mudian mengkaitkannya dengan
kondisi fisik dan sosial daerah
tersebut. Akan tetapi penekanan
pada kuliah lapang kali ini terdapat
pada bagian metodologi peneli-
tian, baik dalam pengambilan data
maupun pada saat menganalisis
data-data tersebut.
Pada kegiatan perkuliahan lapang
yang kedua bagi angkatan 2007 ini,
seluruh mahasiswa dibagi menjadi
16 kelompok yang beranggotakan
4-5 orang. Agar penelitiannya men-
jadi lebih terarah, maka 16 kelom-
pok tersebut kemudian dibedakan kembali menjadi 4 fokus grup,
antara lain: Geomorfologi, Sumber
Daya Air, Sumber Daya Alam dan
Pertanian, serta Sosial Ekonomi.
Masing-masing fokus grup ini, ke-
mudian akan didampingi oleh 1
orang dosen dan asisten.
PELAKSANAAN KEGIATAN
Pelaksanaan kegiatan perkuliahan
berlokasi pada dua kecamatan,
yaitu Kecamatan Garung dan Ke-
camatan Kejajar. Kedua kecamatan
ini berada di bagian utara Kabu-
paten Wonosobo. Ada 8 desa yang
termasuk dalam wilayah kajian, antara lain: Desa Tieng, Desa Ser-
ang, Desa Tambi dan Desa Sige-
dang yang termasuk dalam wilayah
Kecamatan Kejajar, serta Desa Ga-
rung, Desa Maron, Desa Tegalsari,
Desa Jengkol yang termasuk dalam
wilayah Kecamatan Garung.
Proses survei lapang mencakup
kegiatan pengumpulan data
primer, wawancara, serta verifikasi
lapang. Selama 3 hari setiap kelom-
pok mengumpulkan data-data
yang tentunya berkaitan dengan
empat fokus grup yang telah diten-
tukan sebelumnya , yaitu: Geomor-fologi, Sumber Daya Air, Sumber
Daya Alam dan Pertanian, serta
Sosial Ekonomi. Hasil yang
diperoleh dari survei lapang selan-
jutnya dipaparkan dalam sebuah
forum diskusi pada saat malam
hari. Bersamaan dengan kegiatan
ini, Departemen Geografi juga berksempatan memberikan pelati-
han kepada Badan Pertanahan Na-
sional Kabupaten Gunung Kidul
pada hari terakhir kegiatan. IPA
Ketegangan di perairan Ambalat antar Indonesia-
Malaysia belum reda. Bayang-bayang perang men-
jadi tawaran jalan penyelesaian. Semoga politisasi
rakyat dan pemimpin kedua negara untuk angkat
senjata. Lalu, bagaimana sebaiknya?
Konvensi PBB sebetulnya telah menetapkan Hukum
Laut yang mengatur batas negara pantai beserta
hak yang dimiliki suatu negara. Jika perairan antara
negara tetangga jaraknya kurang dari 12 mil laut
(zona teritori) atau 200 mil laut (ZEE), solusinya
adalah menetapkan garis tengah di antara daratan/
pulau dari tiap negara. Tapi, dalam aplikasinya ser-ing terjadi tumpang tindih. Ini yang terjadi di se-
bagian perairan Ambalat.
Karena itu, peta sangat dibutuhkan. Peta berperan
penting sebagai penyampai informasi isi ruang
muka bumi. Perbedaan dalam menentukan batas
negara memang merupakan suatu masalah dalam keberlangsungan hidup negara bertetangga. Tapi,
ketika masing-masing mengetahui dan memahami
klaim peta negara tetangganya, akan ada kejelasan
mengenai permasalahannya.
Itu pun mendasari Konvensi Hukum Laut PBB 1994,
yang telah diratifikasi 156 negara. Peta merupakan
dasar klaim batas wilayah negara. Tak ada cara lain untuk mengklaim bagian luas permukaan bumi, se-
lain memetakannya.
Ketika terdapat perbedaan antara klaim itu, perlu
jiwa besar untuk mau mempelajari dan menghor-
matinya. Apalagi, luasan peta sebagai model dari
penyederhanaan permukaan bumi tak sepe-
nuhnya bisa mewakili luas permukaan bumi aslinya. Tebal/tipis-nya garis batas negara pada peta tentu-
lah tak sepenuhnya mewakili tebal/tipis-nya garis
batas negara di lapangan. Peta yang berbentuk
bidang datar pun tak sama dengan muka bumi yang
berdasar bulat yang tak sama dengan bulat bola.
Karena itu, keidealan peta tak cukup hanya dengan
memenuhi standar akurasi jarak-luas-sudut (equidistand-equivalent-conform), dan tepatnya
memilih dan menerapkan suatu proyeksi. Selain itu,
perlu juga menyatakan kesadaran akan kekuran-
gannya, kemudian mau mendialogkannya serta me-
nempatkan dirinya sebagai pelengkap peta lainnya.
Volume 7 / No. 3 / Desember 2009
KEAKTUALAN PETA
Selain perihal itu, yang perlu diperhatikan dari peta
adalah keaktualannya. Sebagai gambaran muka bumi, peta bersifat statis. Sedangkan, isi ruang
muka bumi dinamis. Karena itu peta harus selalu
diperbarui.
Memang, garis batas laut teritori dan ZEE relatif
tetap. Tetapi, sifat tetapnya garis itu tergantung
dari keaktualan isi ruang muka bumi, terutama
aspek sosialnya.
Kita bisa merujuk pada kasus Sipadan dan Ligitan. Di
tahun 1969, disadari oleh Indonesia dan Malaysia
bahwa, Pulau Sipadan dan Ligitan sebagai bagian
dari wilayah Indonesia. Namun sejak 17/12/2002,
kedua pulau itu telah disahkan oleh Mahkamah In-
ternasional sebagai milik Malaysia. Dasarnya, secara
fakta aktual, penduduk Malaysia telah membangun sarana pariwisata di pulau itu. Rentang waktu pulu-
han tahun, sangat cukup membuat sifat dinamis isi
ruang muka bumi merubah semuanya. Letak Si-
padan dan Ligitan yang lebih dekat ke Malaysia,
serta daya tarik motif sosial ekonomi manusia yang
lebih tinggi menuju ke Malaysia menjadikan status
kewilayahan suatu pulau beserta batas teritori dan
ZEE Indonesia menjadi tak relevan.
Motif sosial ekonomi telah merubah manusia dan
wilayah tempatnya berpijak. Di lapangan, batas
garis administrasi tak dirasakan artinya. Kita pun
perlu menyadari bahwa, suatu bagian wilayah perlu
dimanfaatkan sebagai tuntutan keberlangsungan
hidup manusia. Apalagi jika suatu bagian wilayah itu
mengandung sumber daya alam yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Tak adanya kepedulian
terhadap bagian wilayah muka bumi, jelas kontra
produktif dengan motif sosial ekonomi.
Berubahnya status Sipadan dan Ligitan, berubah
pula sebagian pewilayahan Ambalat. Ketika Amba-
lat diketahui mengandung minyak bumi dan gas, Indonesia dan Malaysia melakukan eksplorasi dan
eksploitasi. Karena itu, perlu adanya kejelasan yang
terbuka dari pemetaan wilayahnya melalui dialog
antar negara untuk kepentingan bersama.
Setiap negara berhak berdaulat di atas dan di
bawah perairannya serta mandat yang luas untuk
mengelola sumber daya. Indonesia sebagai negara yang sebagian besar luas wilayahnya adalah
perairan laut, tentu harus memandang penting
setiap inci perairannya, bukan hanya Ambalat.
Tapi, kita bukanlah anjing yang mengklaim wilayah-
nya dengan batas garis kencingnya. Jangan sampai
kita tak sadar kekurangan klaim garis yang kita buat.
Dan jangan sampai, wawasan batas negara kita pun tak aktual terhadap dinamika isi ruang muka bumi
yang selalu berubah, lalu kita serta merta marah dan
menggigit.
Dialog yang sabar dan kondusif seputar batas ne-
gara antar negara tetangga selalu mutlak dibu-
tuhkan. Seiring itu, kepedulian terhadap wilayah
dan batas negara kita pun harus tetap aktualjangan sampai bagian wilayah Indonesia kita terlan-
tarkan layaknya Sipadan dan Ligitan. Keduanya
sama penting dengan mempertahankan wilayah
negara. Tentu saja, semuanya adalah untuk keber-
langsungan hidup suatu negara yang tak hanya ber-
daulat, tapi juga bertetangga. []
USEP HASAN S.
Alumnus Geografi UI
Volume 7 / No. 3 / Desember 2009
PENDAHULUAN
Selama pemerintahan Hindia
Belanda di Indonesia, belum per-
nah didirikan pendidikan tinggi bidang pengetahuan dasar, terma-
suk pengetahuan geografi. Hal ini
merupakan salah satu upaya pe-
merintah kolonial untuk
menghambat kemajuan berpikir
masyarakat yang dijajahnya. Men-
yadari hal tersebut, setelah kemer-
dekaan kita diakui tahun 1950, did-irikanlah Fakultas Ilmu Pasti dan
Ilmu Alam (FIPIA) di Universitas
Indonesia yang berkedudukan di
Bandung bersama Fakultas Teknik.
Hal ini terjadi juga di UGM Yogya-
karta, Universitas Airlangga di Su-
rabaya dan UNPAD di Bandung.
Pada tahun 1958, dengan adanya
pola Pembangunan Semesta Ber-
encana dari Pemerintah yang me-
netapkan bahwa di setiap Propinsi
hanya ada satu Universitas negeri,
maka Fakultas Teknik dan FIPIA UI
yang berlokasi di Bandung
berubah menjadi ITB dan Fakultas Pertanian dan Kehutanan UI yang
berdomisili di Bogor menjadi IPB.
Dengan demikian UI di DKI harus
mendirikan lagi Fakultas Teknik
dan FIPIA-nya sendiri. Demikian
latar belakangnya kenapa pada
tahun 1959 di UI belum ada FIPIA.
Bagaimana dengan pendidikan
Geografi?
Volume 7 / No. 3 / Desember 2009
AWAL PENDIDIKAN GEOGRAFI
Setelah merdeka pendidikan tinggi untuk Geografi hanya ada di Band-
ung untuk keperluan pendidikan Guru-guru Geografi, yang disebut BI
dan BII Geografi yang kemudian menjadi jurusan Geografi di berbagai IKIP.
Disamping itu di UGM Yogyakarta terdapat Jurusan Geografi di Fakultas
Sastra yang bertujuan menunjang Jurusan Arkeologi dengan mata ku-
liah Geomorfologi. Mata kuliah tersebut merupakan salah satu mata
kuliah pokok di Geografi. Oleh sebab itu alumni Geografi UGM waktu
itu umumnya adalah para Geomorfolog. Sementara itu pendidikan
tinggi Geografi sebagai ilmu dasar yang dapat menggugah cara berpikir manusia belum mendapat perhatian yang serius dari pemerintah.
Dinas Geografi (Lembaga Geografi) JANTOPAD yang didirikan oleh
Belanda pada tahun 1947 di Jl. Dr. Wahidin I no.11 Jakarta adalah satu-
satunya lembaga Geografi yang dimiliki oleh Republik Indonesia pada
awal kemerdekaan. Lembaga inilah yang paling merasakan betapa per-
lunya pendidikan tinggi Geografi untuk memperluas wawasan dan
memperdalam rasa cinta tanah air bagi masyarakat Indonesia umum-nya dan prajurit TNI pada khususnya.
Pada awal dekade limapuluhan Lembaga ini masih dipimpin oleh orang
Belanda sebagai tenaga bantuan. Disinilah nama-nama Ormelling dan
Verstappen menjadi terkenal. Disamping menjadi pimpinan dan tenaga
ahli untuk JANTOPAD, mereka juga mengajar di Geografi UGM serta
membuat disertasi untuk gelar Doktornya (Ormelling dengan Timor
Problem dan Verstappen dengan Jacarta Bay). Pada tahun 1956 pimpi-nan Lembaga Geografi JANTOPAD diserahkan sepenuhnya kepada per-
wira Topografi yaitu Mayor CTP Azwar Hamid. Beliau menyadari sepe-
nuhnya bahwa kaderisasi untuk tenaga-tenaga ahli geografi perlu
dibina sejak awal. Untuk itu beliau mengirimkan beberapa perwira Di-
nas Geografi Geografi belajar ke UGM atau ke Luar Negeri (antara lain
bapak Budio Basri ke UGM dan bapak I Made Sandy ke USA). Selama
kepemimpinan beliau inilah diupayakan mendekati pihak-pihak yang
berwenang dan berkaitan (Kepala Jawatan Topografi, Kepala Staf TNI-AD, Meteri P dan K, Rektor UI, Rektor IKIP Jakarta) untuk mendirikan
pendidikan tinggi geografi dibawah naungan FIPIA.
LAHIRNYA JURUSAN GEOGRAFI
Setelah semua persiapan dan persetujuan dari KAJANTOP, KASAD dan Menteri P dan K terselesaikan, ma-
salah yang timbul adalah UI Jakarta belum punya FIPIA. Prof. DR. Moestopo yang pada waktu itu menjadi
Dekan FIPIA UNPAD bersedia menerima Jurusan baru tersebut bersama-sama dengan Jurusan Geologi di
Bandung, maka pada tanggal 27 November 1959 lahirlah Jurusan Geografi di UNPAD dan sekaligus
merubah nama FIPIA menjadi FIPPA (Fakultas Ilmu Pasti dan Pengetahuan Alam). Peresmian tersebut dilak-
sanakan di kantor Lembaga Geografi JANTOPAD di Jl. Dr. Wahidin I no.11 Jakarta Pusat, yang dilaksanakan
oleh Deputi KASAD pada waktu ini, yaitu Jendral Gatot Soebroto.
Sebagai ketua jurusan pertama diangkatlah Letkol Azwar Hamid disamping jabatannya sebagai kepala Lem-
baga Geografi JANTOPAD. Sebagai Sekretaris Jurusan Sdr. Oetoyo BA. dari FIPPA UNPAD, Bandung.
MAHASISWA ANGKATAN I DAN II
Pada pembukaan 27 November
1959 itu terdaftar lebih dari 100
mahasiswa yang terdiri dari para perwira JANTOPAD, JAN-
HIDROSAL, dan dari masyarakat
umum. Dari seratus lebih itu yang
berhasil lulus tingkat persiapan
tahun 1960 hanya 10 orang yaitu :
Ahmad Kartiwa (Alm)
Ahmad Ramli Sabirin
Maruli Tambunan Nazir Haryanto
Rachmad Bratamihardja
Razif Rivai
Ruchyat
Slamet (Alm)
Suryanella
Yusuf Andan
Yang mendaftar kembali untuk
mengulang di tingkat persiapan
adalah :
Abdul Hay Kosasih (Alm)
Ahmad Sayuti (Alm)
Boesriati (Alm)
Burhaini (Alm)
Gusti Aditya Warmansyah Taufik Adam
Yang menyelesaikan sampai sar-
jana (Drs) adalah :
Ahmad Ramli Sabirin
Ahmad Sayuti (Alm) Boesriati (Alm)
Nazir Harjanto
Rahmat Bratamiharja
Razif Rivai
Yang pertama kali lulus ujian si-
dang sarjana adalah Ruchyat,
sayang beliau tidak menyelesai-kan skripsinya. Yang pertama kali
lulus ujian sidang sarjana dalam
sekali sidang adalah G.A. Warman-
syah beliau juga tidak menyelesai-
kan skripsinya. Jadi dari seratus
lebih mahasiswa angkatan per-
tama (1959) hanya enam orang
yang berhasil menyelesaikan sam-pai tingkat sarjana dan sepuluh
orang yang menyelesaikan tingkat
sarjana muda.
Yang mendaftar tahun 1960 seba-
gai angkatan ke II sebanyak 102
orang, lulus tingkat persiapan 15
orang yaitu :
Asman Jasin (Alm)
Asmarul Amri
Basrul Akram Dana
Emir Hasan
Hadjar Dalimonthe
Ismunajat (Alm)
Liem Boen Kwan Lukman Parakusumah
Martinus Makawangkel
Noerbuati
Paulina Suitella
Rosna Said
Sidi Adianto
Tubagus Muhamad Shaldin
(Alm)
Sdr. Wihatmo tidak aktif selama
1960/61 dan mendaftar lagi tahun
1961. Pindahan dari Jogya diting-
kat sarjana muda satu orang yaitu
Harso Suparman. Dari 17 orang
tersebut yang selesai sampai sar-
jana hanya dua orang yaitu Asma-rul Amri dan Wihatmo. Lainnya
sebanyak 15 orang hanya sampai
sarjana muda dan dua orang men-
yelesaikan sarjana di bidang lain
yaitu Dana dan Lukman Purakusu-
mah.
Volume 7 / No. 3 / Desember 2009
MASUK UI
Pada tahun 1966 F-MIPA UI dibuka, maka pada tahun 1967 Jurusan Geografi FIPPA-UNPAD dialihkan ke UI
sebagai Jurusan ke 6 F-MIPA UI. Pada tahun 1976 bergabung ke kampus Salemba, tahun 1987 pindah ke Kam-
pus Depok dan bergabung dengan Jurusan Biologi di Gedung G dan pada tanggal 1 Januari 2000 menempati gedung sendiri seperti sekarang ini.
Ketua Jurusan
Azwar Hamid Drs. 1959 1975
Prof. DR. Somadikarta (Pgs) dan
Drs. Budio Basri (Pelaksana Harian) 1975 - 1978
Prof. DR. I Made Sandy 1978 1993
Drs. Hari Kartono, MS 1993 1996
Drs. Sugeng Rahardjo, MS (Alm) 1996 1999 Dra. Widyawati, MSp 1999 2004
Dr. rer. nat. Eko Kusratmoko 2004 2008
Dr. rer. nat. Eko Kusratmoko 2008 sampai sekarang
Sekretaris Jurusan
Oetoyo BA 1959 1961
Drs. Soetarto 1961 1965
Drs. M. Sayuti 1965 1975 Drs. Asmarul Amri (Pgs) 1975 1978
Drs. Cholifah Bahauddin, MA 1978 1982
Drs. Djoni Sukanta 1982 1985
Drs. Hari Kartono, MS 1985 1993
Drs. Sugeng Rahardjo, MS 1993 1996
Dra. Widyawati, MSp 1996 1999
Drs. Supriyatna, MT 1999 2004
Hafid Setiadi, MT 2004 2008 DR. Rokhmatuloh 2008 sampai sekarang
TENAGA PENGAJAR
Sebagian besar tenaga pengajar adalah para perwira senior dari JANTOPAD, antara lain Prof. DR. Ing. Soe-
naryo (Geodesi dan Sejarah Kartografi), DR. M. Achsan Sunartadirdja (Geomorfologi), Drs. Boedio Basri
(Geomorfologi dan Regional Asia Tenggara) dan DR. I Made Sandy (Kartografi, Interpretasi Foto Udara, Tata-
guna Tanah). Dosen senior dari IKIP Jakarta yaitu Drs. Khoe Soe Khiam/Sasanasurya (Falsafah dan Me-
todologi Geografi). Kepala BMG Jakarta Bapak Siatau (MKO), Staf senior dari Pertamina Drs. Ismet (Geologi), Drs. Hermanus dari IPB (Petrologi dan Mineralogi), Ir. Soehoed dari Balai Penelitian Tanah Bogor (Ilmu Tubuh
Tanah), Direktur Museum Pusat Drs. Uka (Antropologi Fisik/Budaya, Sejarah Indonesia), Bapak Drs. Max
Makagiansar (Sosiologi) dan lain-lain yang saya sudah lupa namanya.
Demikian sekelumit sejarah yang dapat saya sampaikan pada pertemuan Akbar ini semoga bermanfaat.
Asmarul Amri
Volume 7 / No. 3 / Desember 2009
Chuncheon, 28 Agustus - Dari sudut pandang pendaki gunung, Korea Utara dan Selatan harus bersatu! Pasalnya, tidak mudah mendaki ke Korea Utara dan gunung tercantik di semenan-jung Korea terletak di Korea Utara, Gunung Kumkang. Untungnya, ada cara untuk men-gintip Gunung Kumkang. Tidak perlu melancong ke DMZ, perba-tasan satu bangsa dua negara yang sarat dengan tentara hingga perlu-perlunya dibuat re-gion bebas tentara. Dari situ toh, Kumkang tidak terlihat. Memang ada tur wisata ke Kum-kang tetapi hanya bagi warga Korea Selatan saja. Itu pun baru dibuka sejak 2001. Pada awalnya hanya boleh dengan mengguna-kan kapal feri untuk menyeber-ang perbatasan. Belakangan baru bisa menggunakan bis wisata, namun tetap saja bukan pemegang paspor Korea Selatan, dilarang!
Cara mengintip ini terungkap ketika saya sebagai pengurus Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) menyaksikan pemanjat Indonesia beraksi di 18th Asia Championship, dan Kim, Cheon-jae duduk disebelah saya. Pas, pemanjat Indonesia berhasil menyelesaikan jalur, tentu saja saya memuji dengan bahasa kita. Ternyata, Cheonjae yang pernah mendaki Rinjani, jadi tahu kami dari Indonesia, dan mulailah kita berkomunikasi. Biasalah, kalau penggemar gunung ketemu yaa itu-itu saja yang dibicarakan. Mengenai Kumkang, atau ditulis lain cara sebagai
Kumgangsan ( ),
Cheonjae mengungkapkan cerita yang menarik. Di selatan, dekat perbatasan Korea Utara terdapat puncak Ulsanbawi. Kalau diterjemahkan artinya batu kota Ulsan. Kota Ulsan sendiri jauh di selatan.
mungkin maksudnya bukan cerita lucu tetapi legenda. Ketika Kumgangsan dibentuk maka se-luruh bagian bumi Korea diminta menyumbangkan dirinya. Dari Ulsan yang dikirim bongkah batu besar. Saking besarnya batu Ul-san ini lambat jalannya, dan ketika tiba Kumgangsan yang artinya Gunung Berlian, sudah selesai terbentuk. Si batu besar itu pun lemas dan malas-malas bergerak pulang. Di Seoraksan, ia pun tidur-tiduran, menikmati indahnya pemandan-gan. Karena indahnya, si batu Ulsan pun memutuskan untuk tetap tinggal di Seoraksan.
Foto 1 Di Puncak Ulsanbawi, cemara berjuang tumbuh diantara cacat batuan. Keindahan yang menambahkan penasaran untuk mencari tahu seindah apa gunung tercantik semenanjung Korea jika bagian yang tidak terpakai di legenda kreasi Gunung Kumgang saja sudah seperti ini. (foto: adiseno)
Volume 7 / No. 3 / Desember 2009
Oleh Adiseno
Kawasan Seoraksan kini letaknya dekat kota Sok-
cho. Di jadikan taman nasional untuk memagari
bagian pegunungan Taebak yang didalamnya terda-
pat puncak tertinggi ketiga setelah Hallasan dan Jirisan dengan 1.708 meter ya Seoraksan itu.
Jika menyeberang barat timur dari ibukota Seoul,
melalui kota Chuncheon dimana 18th Asia Champion-
ship berlangsung, sulit mencari puncak Seoraksan.
Yang terlihat malah bongkahan-bongkahan batu
berderet di sisi selatan jalan raya, itulah si batu lam-
ban yang sedang malas-malasan, malas pulang!
Dari Sokcho malah bisa naik bus kota nomor 7 untuk
sampai ke pintu gerbang taman nasional Seoraksan.
Dan potongan cantik Kumgansan itu bisa dilihat
dengan hanya berjalan dua tiga jam. Setelah itu,
baru menyesal kenapa musti ada perbatasan antar
satu bangsa ini. Kalau batu yang tidak terpakai saja
sudah seindah ini seperti apa Kumgangsan?
Perkara batu yang melancong ini pasti ada penjela-
sannya secara geomorfologi. Mereka-reka indahnya
Kumgangsan dari cantiknya Ulsanbawi, membuat
terkenang kuliah geografi fisik. Batunya sendiri me-
rupakan granit. Tumbuh cemara-cemara disela-sela
batu mengingatkan akan Guelin di China. Walau for-
masi mirip, namun Guelin bukan granit melainkan limestone.
Berada di satu semenanjung dengan Kumgangsan,
sudah pasti keduanya terkait secara geologi. Beda
dengan gunung tertinggi Korea Selatan, Jirisan yang
merupakan gunung api. Dan Ulsanbawi lebih mirip dengan puncak Parang di Purwakarta. Singkapan
tonggak batu beku yang penutupnya sudah terkikis
cuaca. Bedanya yang di Korea putih bersih granit
kasar, di Jawa Barat andesit yang gelap kelam dan
batunya pun pecah lepas.
Perbedaan dan persamaan tampilan dari beberapa
puncak diberbagai belahan bumi, tidak bisa menje-laskan kenapa Ulsanbawi dan Kumgangsan terpisah
oleh perbatasan negara. Karena Ulsanbawi dan
Kumgangsan seharusnya bersatu dalam deret pan-
jang Pegunungan Taebak. Dan kami para pendaki
harusnya bebas menempuh puncak yang kami
ingini. (Adiseno, geografi A20)
Denah Lokasi
Sumber: Wikipedia
Foto 2 Batu Handeul atau handeulbawi
yang menjadi atraksi di jalur setapak
menuju puncak Ulsanbawi. Batu ini di-
coba oleh ribuan pengunjung untuk
digulingkan karena berdiri imbang diatas
bongkah besar, tetapi beratnya seperti
-paling
bisa bergoyang saja tidak terguling. Ini
pula sebabnya Ulsanbawi terlambat sam-
pai di Kumgangsan, keberatan badan!.
(foto: adiseno)
Volume 7 / No. 3 / Desember 2009
Cholifah Bahaudin Departemen Geografi FMIPA UI
Tlp.(021) 78886680, Email: [email protected]
Abstrak
Adanya gelombang liberalisasi ekonomi dunia termasuk era Asean Free Trade Agreement (AFTA) dan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) menciptakan situasi turbulensi dengan peningkatan tekanan persaingan dalam bentuk
Untuk menjawab tantangan persaingan tersebut, maka konsep manajemen SDM perusa-haan atau organisasi harus diubah. Konsep manajemen yang tepat dan sesuai adalah The Whole Brain Management.
The Whole Brain Management pada tulisan ini terfokus pada pengelolaan Dominansi Kekuatan Otak (Brain Domi-
nance Preferences) untuk menghasilkan sumberdaya manusia yang memiliki kompetensi tinggi. Instusi pendidikan tinggi di bidang geografi juga harus mampu menyesuaikan kurikulum dan merubah metode pembelajaran perkuliahan dari bentuk transfer of knowledge menjadi transformation of knowledge dengan tujuan untuk menghasilkan lulusan (S1) yang kompetitif dan siap untuk bersaing di lapangan kerja.
Tulisan ini mencoba untuk melihat keterkaitan antara The Whole Brain Management - Dominansi Kekuatan Otak
dan kompetensi apa yang harus dimiliki oleh lulusan (S1) geografi dalam menghadapi persaingan global dewasa ini. Keterkaitan yang akan dikaji adalah bagaimana kompetensi geografi dikaitkan dengan aspek-aspek kekuatan berpikir yang ada pada dominansi kekuatan otak (brain dominance preferences) dan bagaimana gambaran profil dominansi ke-kuatan berpikir yang ideal dikaitkan dengan kompetensi geografi? Disamping itu, apa yang perlu disiapkan oleh pengel-ola pendidikan geografi di perguruan tinggi bagi para lulusannya (S1) agar mereka dapat bersaing di lapangan kerja ?
Kata Kunci: persaingan global, Whole Brain Management, Dominansi Kekuatan Otak, transformation of knowledge, lulusan (S1) geografi, lapangan kerja.
Volume 7 / No. 3 / Desember 2009
PENDAHULUAN
Setiap organisasi termasuk institusi pendidikan saat
ini dihadapkan pada situasi turbulensi yang ditandai
oleh perubahan yang sangat cepat, signifikan, dan arah yang sulit diduga. Kita akan selalu menghadapi
tantangan yang tidak pernah terjadi sebelumnya
dan situasi persaingan tidak menunjukkan sama
sekali tanda-tanda menurun melainkan makin ketat
dari waktu ke waktu. Pada era millennium ketiga ini
kita menghadapi competitive intelligence era dan
brain to brain competition in the knowledge econ-
omy, dimana pola persaingan telah berubah secara fundamental dari kompetisi (competition) menjadi
berlawanan (adversary) yang membawa sejumlah
konsekuensi yang sangat serius.
Adanya gelombang liberalisasi ekonomi dunia ter-
masuk era Asean Free Trade Agreement (AFTA) dan
Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) yang
(akan) kita masuki merupakan salah satu bentuk nyata dari peningkatan tekanan persaingan terse-
but. Dalam era kini kemampuan suatu organisasi/
institusi untuk bertahan dan berkembang semata-
mata ditentukan oleh signifikansi dan kesinambun-
gan competitive advantage yang dimiliki atas para
para pesaingnya karena rules of the game yang ber-
laku tidak lagi memungkinkan pemerintah untuk
memproteksi dan memberikan privileges kepada para pelaku bisnis domestik dan termasuk institusi
pendidikan (tinggi) di Indonesia. Hal ini juga akan
dihadapi atau dialami oleh tiap individu terkait den-
gan kondisi persaingan di lapangan kerja.
Volume 7 / No. 3 / Desember 2009
Pertama, menajamnya persaingan telah menubah
konstelasi the winners the losers menjadi the win-
ners the victims. Kedua, yang menjadi pemenang
bukan lagi mereka yang kuat antara lain ditandai dengan jumlah sumberdaya (SDM) yang banyak
Speed, speed, speed, and
innovation menjadi kata-kata kunci kemenangan.
Ketiga, perusahaan dan institusi pendidikan tidak
dapat lagi sekedar melihat kesenjangan antara
demand dan supply, menghitung market space yang
tersedia, dan kemudian mencoba mengisi sebagian market space tersebut. Perusahaan dan institusi
pendidikan harus makin jeli mencermati siapa yang
sumberdaya yang ada pada manusianya, yaitu: brain
(intelligence) dari SDM yang ada, disamping
teknologi. Kelima, bentuk organisasi yang mampu
untuk merespon perubahan lingkungan termasuk persaingan dan mengakomodasi tuntutan
bermacam-macam tugas, teknologi, dan sifat
pekerjaan yang ada.
Untuk itu, daya saing yang tinggi dan berkelanjutan
yang harus dimiliki hanya dapat dicapai melalui
kualitas SDM-nya. Persaingan dalam SDM
sebenarnya adalah persaingan dalam kualitas SDM setiap organisasi dan institusi. Bahkan, lebih jauh
lagi, keunggulan suatu bangsa pun ditentukan oleh
keunggulan daya saing manusianya dan bukan lagi
pada sumberdaya alamnya.
diukur dari kemampuan pengetahuannya
(knowledge). Makin kuat pengetahuan dari
SDM-nya, maka makin kuat pula daya
Pengetahuan di sini dimaksudkan
dalam arti luas meliputi kemampuan SDM yang tercermin dari kinerja dan terlihat dari perilaku
kerjanya yang kompeten, cepat, dan inovatif, serta
memiliki dorongan kuat untuk selalu belajar.
Untuk menjawab tantangan persaingan
tersebut, maka konsep
manajemen SDM juga harus diubah. Konsep
manajemen yang tepat dan sesuai adalah Brainware
Management yang merupakan penyempurnaan dari
konsep mengelola SDM saat ini sebagai Generasi Kelima dalam perkembangan sistem manajemen
SDM. Brainware Management memberikan jawaban
dalam mengelola SDM dengan mengelola otak
(brain) manusianya. Kemampuan mengelola otak ini
akan menentukan kemampuan organisasi/institusi
untuk meningkatkan secara kompetitif daya saing
SDM-nya melalui peningkatan pengetahuan.
Brainware Management merupakan penggabungan
dari The Whole Brain Management and Technology
atau yang biasa disebut Herrmann Brain Dominance
Intrument (HBDI) yang menghasilkan Brain
Dominance Preferences (Dominansi Kekuatan Otak)
atau The Whole Brain Technology yang
dikembangkan oleh Dr. Ned Herrman pada akhir
1970, digabung dengan Kecerdasan Emosional (Emotional Intelligence), Neuro-Linguistic
Programming (NLP), dan Kecerdasan Spiritual
Spiritual Intelligence), sebagai satu kesatuan.
Gabungan keempatnya dikembangkan sebagai satu
sistem dalam meningkatkan daya saing SDM. Pada
tulisan ini, hanya akan dibahas Brainware
Management yang terfokus pada The Whole Brain
Technology atau The Whole Brain Management.
Tulisan ini mencoba untuk melihat keterkaitan
antara The Whole Brain Management - Dominansi
Kekuatan Otak dan kompetensi apa yang seyogy-
anya dimiliki oleh lulusan (S1) geografi dalam
menghadapi persaingan global dewasa ini. Keterkai-
tan yang akan dikaji adalah bagaimana kompetensi
geografi dihubungkan dengan aspek-aspek kekuatan berpikir yang ada pada dominansi kekuatan otak
(brain dominance preferences) dan bagaimana gam-
baran profil dominansi kekuatan berpikir yang ideal
dikaitkan dengan kompetensi geografi? Disamping
itu, apa yang perlu disiapkan oleh pengelola pendidi-
kan geografi di perguruan tinggi bagi para lulu-
sannya (S1) agar mereka dapat bersaing di lapangan
kerja ?
THE WHOLE BRAIN MANAGEMENT, KOMPETENSI GEOGRAFI, DAN LAPANGAN KERJA
RIWAYAT PENULIS
Lahir 62 tahun yang lalu di Cirebon dan menikah dengan satu putera. MA (1985) - Dept.of Geography, Univ.of Hawaii at Manoa, USA. Dosen Dept.Geografi FMIPA UI. Membership AAG & IGI. Senior Consultant & Trainer Outbound Management Training & Brainware
Management System. International Certified Coach/Instructor Herrmann Brain Dominance Instrument (HBDI)©, Herrmann International Asia, Sydney, 2002. International Partner Certified Coach/ Instructor BrainStyles System©, Dallas, USA,2002.
Volume 7 / No. 3 / Desember 2009
Kita sudah sering membaca dan
mendengar tentang konsep otak
-kiri dan otak-kanan manusia
dalam seminar ataupun pada tayangan iklan televisi mengenai
suatu merek susu bubuk untuk
balita yang mampu
meningkatkan daya pikir seorang
anak, baik kemampuan otak kiri
maupun otak kanannya. Konsep
otak kiri dan otak kanan ini
diperkenalkan oleh Roger Sperry, neuropsikologik, dari
California Institute of Technology,
USA, penerima Hadiah Nobel
tahun 1981, pada tahun 1956
melakukan penelitian tentang
Split-Brain Test yang hasilnya
menemukan bahwa otak
manusia dapat dibagi menjadi belahan otak kiri yang memiliki
fungsi berpikir rasional dan
belahan otak kanan yang
memiliki fungsi berpikir
emosional. Secara fisik juga
diketahui bahwa otak manusia
terbagi menjadi dua bagian yang
terhubungkan oleh syaraf yang dinamakan corpus callosum,
secara revolusioner merubah
pengertian kita tentang
kemampuan otak manusia.
Konsep yang diperkenalkan oleh
Sperry lebih menekankan pada
otak kiri (verbal-left)
dibandingkan dengan otak kanan
(non-verbal right) itu,
dikembangkan lebih lanjut oleh
Paul McClean dari National Institute of Health USA pada
tahun 1976 dengan suatu model
disebut Triune Brain Model
tentang perkembangan fungsi
otak tertentu berdasarkan
evolusi manusia, yaitu: bahwa
otak manusia berkembang
secara bertahap sebagai otak reptilia, kemudian otak mamalia,
dan akhirnya berkembang
menjadi otak manusia seperti
saat ini yang memiliki
kemampuan berpikir dan belajar,
disebut neocortex (otak
rasional). Dalam penelitiannya, ia
menemukan bahwa otak rasional manusia terdapat pada belahan
atas (cerebral/neocortex) dan
otak emosional menempati
belahan bawah (limbic system).
Pada akhir tahun 1970, Ned
Herrmann, sarjana fisika dan
musik lulusan Cornell University, pemahat, dan pelukis yang
kemudian menjadi eksekutif
dalam manajemen pendidikan
pada perusahaan General Electric,
USA, melakukan penelitian
tentang dominansi otak (brain
dominance). Penelitiannya itu
pada tahun 1981 menghasilkan konsep baru mengenai
kemampuan berpikir manusia
yang dikenal dengan Whole Brain
Technology dan Dominansi
Kekuatan Otak (Brain Dominance Preferences).
Dalam penelitiannya ia
menggabungkan konsep otak kiri
otak kanan (Sperry) dan otak
belahan atas (cerebral/
neocortex) otak belahan bawah
(limbic system) McClean, menjadi empat kuadran struktur
berpikir dari otak. Whole Brain
Technology merupakan dasar
untuk mengukur perbedaan
preferensi berpikir manusia
dengan menentukan tingkat
dominansi yang berkembang
diantara keempat struktur berpikir otak. Keempat struktur
tersebut terdiri dari sepasang
bidang otak kiri atas dan kanan
atas (cerebral hemispheres) dan
sepasang bidang otak kiri bawah
dan kanan bawah (limbic halves)
yang disebut kuadran otak,
disamping struktur berpikir pada sepasang bidang otak kiri atas
otak kiri bawah dan otak kanan
atas otak kanan bawah yang
secara menyeluruh saling terkait.
Keseluruhan struktur tersebut
merepresentasikan otak menjadi
4 kuadran yang disebut kuadran
A (Analizer), B (Organizer), C (Personalizer), dan D (Visualizer).
Alat yang digunakan untuk
mengukur kekuatan dari
preferensi berpikir tiap kuadran
tersebut di atas adalah Herrmann Brain Dominance
Instrument (HBDI). HBDI adalah
instrumen berbentuk kuisioner
yang digunakan sebagai
individual assessment dengan
tujuan untuk memperoleh data
berupa berbagai respon individu
mengenai kekuatan dari keempat kuadran berpikir yang
berbeda dan membandingkan
antara satu dan lainnya. Tiap
kuadran tersebut memiliki
dominansi kekuatan berpikir
yang berbeda dan assessment
dengan menggunakan HBDI akan
diperoleh profil dominansi kekuatan otak seorang atau
sekelompok orang dalam bentuk
brain-strengths yang terdiri dari
kekuatan utama (primary-
strengths), kekuatan sekunder
(secondary-strengths), bukan
kekuatan (non-strengths/brain
resistant). Profil tersebut terutama dapat digunakan untuk
melihat jenis pekerjaan dan
profesi yang cocok bagi mereka,
serta perilaku mereka yang
didasari oleh kekuatan berpikir
tersebut. Profil ini bukan
merupakan tipologi yang artinya
tiap orang adalah unik, walaupun mereka memiliki profil yang
sama. Disamping itu, Dominansi
Kekuatan Otak tidak
mencerminkan tingkat
kecerdasan seseorang dan
merupakan karunia ALLAH SWT
yang patut kita syukuri.
Coba kita berpikir tentang empat
buah apartment (gambar 1) yang
dihuni oleh empat keluarga yang
dapat dianggap sebagai representasi dari empat kuadran
otak manusia (Brain Dominance
Preferences). Apartment sebelah
kiri atas dihuni oleh keluarga
Rasional (Rational) dan kiri
bawah dihuni oleh keluarga
Teratur (Organize), sedangkan
keluarga Perasaan (Feeling) menghuni sebelah kanan bawah
dan apartment kanan atas
ditempati oleh keluarga
Eksperimental (Experimental).
Logik, analitik, kuantitatif, dan
faktual (kuadran A) adalah -
terstruktur, rinci, dan linier
-
-
interpersonal, emosional,
musikal, dan spiritual. Sedangkan
-
artistik, dan konseptual.
Keempat keluarga berpikir
tersebut secara keseluruhan
merupakan bentuk sebuah
komunitas preferensi mental
otak yang ada pada setiap manusia.
Ilustrasi tersebut
menggambarkan tentang konsep Whole Brain Technology yang
secara operasional
menggunakan model Dominansi
Kekuatan Otak (Brain Dominance
Preferences).
KOMUNITAS OTAK KESELURUHANDARI PROSES MENTAL
LOGIKANALITIK
FAKTAKUANTITATIF
HOLISTIKINTUITIF
INTEGRATIFSINTESIS
INTERPERSONAL
KINESTHETIKEMOSIONAL
ORGANISASIBERURUTANTERENCANA
RINCI
Gambar 1. Komunitas Otak (Ned Herrmann, 1993)
Volume 7 / No. 3 / Desember 2009
Penjelasan lebih lanjut
mengenai uraian
dominansi kekuatan
berpikir keempat kuadran otak di atas adalah
sebagai berikut (gambar
2):
Gaya berpikir Kuadran A
adalah logik, analitik, dan
berpegang teguh pada
rasionalitas. Tidak ada keputusan yang dibuat
tanpa adanya fakta dan
realita. Secara ekstrim
orang yang memiliki gaya
berpikir A ini akan selalu
termotivasi oleh hasil yang hendak dicapai
dengan menekankan kuat pada kesuksesan.
Seyogyanya kita memanfaatkan mereka yang memiliki gaya Kuadran A ini dengan
memberikan kesempatan pada kondisi yang
memerlukan kekuatan berpikir pada fakta
dan penggunaan logika daripada kondisi
yang menggunakan intuisi dan perasaan
dalam membuat keputusan.
Gaya berpikir Kuadran B adalah rinci,
-
sesuatu dikerjakan menurut prosedur dan
tepat waktu, dan sesuai dengan janji yang ia
berikan. Orang dengan kekuatan berpikir
Kuadran B juga bersikap rapi, mengacu pada
protokoler yang ada, dan hemat waktu.
Pimpinan yang memiliki kekuatan berpikir Kuadran B ini selalu mengacu pada
peraturan, menginginkan pekerjaan selesai
tepat waktu, kantor yang tertata rapi, dan
dokumentasi yang baik.
Volume 7 / No. 3 / Desember 2009
THE WHOLE BRAIN MODEL
A : FAKTA
KIRI ATAS
D : VISIONER
KANANATAS
KIRIBAWAH
B : DETAIL
KANANBAWAH
C : PERASAAN
Model
LOGIKANALITIK
FAKTAKUANTITATIF
HOLISTIKINTUITIFINTEGRATIFSINTESIS
TERATURTERENCANABERURUTAN
RINCI
INTERPERSONALKINESTHETIKEMOSIRASA
Gambar 2. Brain Model (Ned Herrmann, 1996)
Gaya berpikir Kuadran C, memiliki partisipasi yang tinggi dan
berorientasi pada kelompok (team-oriented). Nilai
kemanusiaan dan perasaan sangat kuat sekali dan apabila
dihadapkan pada pilihan, maka ia akan mendahulukan kepentingan manusia. Bagi orang yang memiliki kekuatan
berpikir kuadran C, ia menginginkan suasana kerja yang
bersahabat dan komunikasi yang terbuka. Disamping
organisasi, maka perhatiannya pada orang sama pentingnya.
Pimpinan yang memiliki kekuatan berpikir Kuadran C ini
biasanya bersikap bersahabat dan penyelesaian masalah
dilakukan dengan memperhatikan hal-hal yang sensitif.
Sedangkan pada gaya berpikir Kuadran D adalah intuisi yang
kuat, berpikir holistik, spatial, suka berpetualang, dan berani
mengambil resiko. Bertolak belakang dengan mereka pada
Kuadran B, maka orang-orang Kuadran D ini mempunyai
Melakukan eksperimen dinilai tinggi oleh mereka dan sangat
terbiasa untuk mencoba menyelesaikan masalah dengan
beberapa cara pada waktu yang bersamaan. Mereka juga sangat terbuka terhadap ide baru dan tidak terikat pada
aturan yang ada. Melihat segala sesuatu jauh ke depan dan
menghindar dari penyelesaian jangka pendek adalah hal yang
biasa dilakukan.
Model Dominansi Kekuatan Otak (HBDI) yang disampaikan oleh Ned Herrmann tahun 1981, pada tiap
kuadran A, B, C, dan D secara lengkap memiliki 16 aspek kekuatan berpikir dan tampilan perilaku seseorang.
Juga dapat dibuktikan bahwa Dominansi Kekuatan Otak (Brain Dominance Preferences) akan mengarah pada
pengembangan preferensi berpikir dan memunculkan minat (interest) seseorang terhadap disiplin ilmu, hobi, pekerjaan, dan lain-lain yang muncul dalam bentuk perilaku yang ditampilkan. Minat terhadap segala sesuatu
yang dikerjakan tersebut akan meningkatkan motivasi dan selanjutnya memantapkan kompetensi seseorang
dalam mengerjakan sesuatu dengan sukses yang akhirnya berdampak pada pengembangan karirnya
(gambar 3).
Bertolak dari hal tersebut di atas akan dicoba untuk melihat keterkaitan antara Dominansi Kekuatan Otak
dan kekuatan berpikir (ideal) pada ilmu Geografi.
menjelaskan bagaimana subsistem
dari lingkungan fisik di atas
permukaan bumi terorganisasi dan bagaimana persebaran manusia di
atas permukaan bumi terkait dengan
kondisi fisik dan terhadap manusia
yang lain (Ad Hoc Committee on
Geography, 1965).
memberikan perhatian pada pengembangan dan pengujian yang
rasional terhadap berbagai teori
yang menjelaskan dan memprediksi
tentang distribusi ruang (spatial)
dan lokasi dari berbagai karakteristik
yang ada di atas permukaan bumi
(Yeates, 1968)
tempat (place). Ilmu ini memiliki visi
besar dan sudut pandang yang luas
meliputi seluruh permukaan bumi, dan menggambarkan tentang
kondisi fisik, organik, dan budaya
1995).
integratif menghimpun secara ber-
sama dimensi tentang fisik dan
manusia di atas permukaan bumi dalam studi tentang penduduk, tem-
Geographical Society et al., 1994).
HUBUNGAN ANTARA DOMINANSI OTAKDAN KOMPETENSI
DOMINANSI OTAK
MINAT
PREFERENSI
MOTIVASILEMAH KUAT
KOMPETENSI TINGGIRENDAH
Gambar 3. Hubungan Antara Dominasi Otak dan Kompetensi (Ned Herrmann, 2001)
Beberapa definisi yang ada
tentang pengertian dan ruang
lingkup geografi sebagai ilmu
adalah sebagai berikut:
dalam menyediakan deskripsi
yang akurat, teratur, dan
rasional tentang berbagai
karakter dari variabel yang ada
di permukaan bumi
(Hartshorne, 1959).
bukan lain adalah untuk
memperoleh pengertian yang
menyeluruh tentang sistem
interaksi antara manusia dan
lingkungan alam di atas
1963).
menjelaskan bagaimana
subsistem dari lingkungan fisik
di atas permukaan bumi
terorganisasi dan bagaimana
persebaran manusia di atas permukaan bumi terkait dengan
kondisi fisik dan terhadap
manusia yang lain (Ad Hoc
Committee on Geography,
1965).
Volume 7 / No. 3 / Desember 2009
Sebenarnya masih banyak lagi pengertian dan ruang lingkup geografi yang ada, namun dengan beberapa
uraian di atas dapat diidentifikasikan bahwa -aspek kekuatan berpikir geografi yang
tercermin pada beberapa definisi tersebut antara lain, meliputi aspek: akurat, teratur, ra-
Terkait dengan model Dominansi Kekuatan Otak,
kita dapat mengidentikasikan lebih lanjut tentang
aspek-
miliki oleh ahli geografi, seperti: fakta, kuantitatif,
akurat, rasional, logik, analisis, kritis, penyelesai
masalah, teknis (kuadran A). Pada kuadran B,
seperti: sistematik, organisasi, disiplin, tepat
waktu, perencanaan, dapat diandalkan, dan
teratur. Begitu pula dengan aspek orientasi pada
manusia, ekspresif, menulis, dan kerjasama
(kuadran C). Sedangkan pada kuadran D, seperti:
integratif, holistik, spatial, konseptual, sintesis, dan
visioner.
Kalau aspek-aspek kekuatan berpikir tersebut di
atas dapat dianggap sebagai kekuatan berpikir
(brain-strengths)
ahli geografi, maka hal itu dapat dijadikan referensi
oleh pengelola pendidikan geografi di perguruan
tinggi dalam menyusun strategi dan bentuk penyampaian kuliah dengan menekankan pada
pembentukan pola pikir yang mengacu pada
beberapa aspek tersebut di atas dengan tujuan
untuk menghasilkan lulusan (S1) geografi yang
handal.
Pada kondisi faktual yang terjadi adalah tidak semua
lulusan S1 geografi bekerja di lapangan pekerjaan yang terkait dengan bidang geografi. Disamping itu,
jenis pekerjaan yang terkait dengan bidang geografi
sangat terbatas dibandingkan dengan lapangan
pekerjaan yang ada. Oleh sebab itu, pengelola
pendidikan geografi di perguruan tinggi perlu
memikirkan bagaimana mempersiapkan dan
bersaing di lapangan kerja dan bukan hanya
terbatas pada bidang pekerjaan yang terkait dengan geografi. Kondisi yang dihadapi oleh para lulusan
(S1) geografi tersebut adalah mereka harus siap
bersaing dengan lulusan (S1) disiplin ilmu lain pada
perguruan tingginya, perguruan tinggi negeri dan
swasta yang lain, serta lulusan luar negeri
(Indonesia dan bangsa asing).
Harus kita sadari (self-awareness) dan akui (self-acceptance) bahwa metode pembelajaran
perkuliahan selama ini terutama di bidang geografi
lebih ditekankan pada transfer of knowledge dan
bukan dalam bentuk transformation of knowledge.
Transfer of knowledge hanya mengajarkan isi
(contents) dari topik mata kuliah yang diajarkan dan
tidak membuat mahasiswa memahami insight dari
konsep mata kuliah tersebut. Sedangkan pada transformation of knowledge mahasiswa tidak
hanya mengerti tentang pengetahuan yang
diajarkan, tetapi merobah pola pikir (mindset)
mereka untuk lebih memahami insight pengetahuan
tersebut. Dengan demikian, mahasiswa diharapkan
memiliki pola pikir yang kompetitif dan dapat
mengembangkan kompetensi bidang geografi yang
disukainya dalam mempersiapkan diri untuk bekerja di bidang geografi setelah mereka lulus (S1) nanti.
Volume 7 / No. 3 / Desember 2009 Volume 7 / No. 3 / Desember 2009
Sedangkan untuk mempersiapkan lulusan (S1) geografi agar mampu bersaing di lapangan kerja (non-
geografi) perlu dipikirkan penyesuaian kurikulum dengan menggunakan metode pembelajaran perkuliahan
dalam bentuk transformation of knowledge di atas dengan fokus pada kekuatan berpikir apa yang harus
mereka kuasai. Mungkin perlu dipertimbangkan aspek berpikir seperti logik, system thinking, lateral thinking, kemampuan berbahasa asing (Inggris, Cina, dan sebagainya), dan kemampuan teknologi terutama
komputer
Disamping itu, perlu diberikan pembekalan kemampuan yang terkait dengan Soft-Skills untuk mendukung
keberhasilan mereka dalam pekerjaan, seperti: perilaku kerja, interpersonal relationship skills, dan modal
spiritual (Spiritual Capital). Hal ini penting agar kita tidak hanya menghasilkan lulusan yang memiliki
kompetensi tinggi dalam persaingan, tetapi juga mereka yang memiliki kecerdasan dalam berinteraksi
dengan orang lain (Social Capital) dan memiliki mental dan moral yang tinggi (Spiritual Capital).
KESIMPULAN
Pada era millennium ketiga ini setiap organisasi dan
institusi harus mampu menghadapi persaingan
global dalam situasi turbulensi yang ditandai oleh
perubahan yang sangat cepat, signifikan, dan arah
yang sulit diduga. Persaingan yang dihadapi adalah berbentuk
Pada situasi persaingan tersebut keunggulan suatu
bangsa ditentukan oleh kemampuan daya saing
manusianya dan bukan lagi pada sumberdaya alam-
nya. Untuk itu, maka daya saing yang tinggi dan
berkelanjutan yang harus dimiliki hanya dapat dica-
pai melalui kualitas SDM-nya yang diukur kemam-
puan pengetahuannya (knowledge) dalam arti luas tercermin dari kinerja dan terlihat dari perilaku ker-
janya yang kompeten, cepat, dan inovatif, serta
memiliki dorongan kuat untuk selalu belajar.
Untuk menjawab tantangan persaingan
tersebut, maka konsep mana-
jemen SDM juga harus diubah. Konsep manajemen yang tepat dan sesuai adalah The Whole Brain Man-
agement dengan fokus pada pengelolaan Dominansi
Kekuatan Otak (Brain Dominance Preferences) dalam
bentuk kekuatan berpikir (brain-strengths) yang akan
menghasilkan sumberdaya manusia yang kompetitif.
Untuk mempersiapkan para lulusan (S1) geografi
yang kompetitif dan mampu bersaing di lapangan kerja, maka pengelola pendidikan tinggi geografi
mungkin perlu memikirkan untuk menyesuaikan kuri-
kulum dan merubah metode pembelajaran perkulia-
han dari bentuk transfer of knowledge menjadi trans-
formation of knowledge. Disamping itu, metode pem-
belajaran perlu ditekankan pada beberapa aspek ke-
kuatan berpikir yang sesuai untuk mampu bersaing
ditambah dengan bekal modal kecerdasan dalam berinteraksi dengan orang lain (Social Capital) dan
modal spiritual (Spiritual Capital).
PROFORMA KOMPETENSI GEOGRAFI
A : FAKTA
KIRI ATAS
D : VISIONER
KANANATAS
KIRIBAWAH
B : RINCI
KANANBAWAH
C : PERASAAN
Model
LOGIKAANALISIS
FAKTA, KRITISKUANTITATIF
RASIONAL, AKURATPENYELESAI
MASALAH
HOLISTIKVISIONERSPATIALINTEGRATIFSINTESISKONSEPTUAL
SISTEMATIK DISIPLIN, TERATUR
ORGANISASIPERENCANAAN
TEPAT WAKTUHANDAL
ORIENTASI MANUSIAEKSPRESIF, MENULIS,KERJA SAMA
Gambar 4. Proforma Kompetensi Geografi (Hasil Analisis)
DAFTAR PUSTAKA Ackerman, E.A., 1963, Annals of Association of American Geographers (53), New York. p.435. Ad Hoc Committee on Geography, 1965, The Science of Geography, Academy of Sciences,
Washington, DC, p.1. American Geographical Society et al., 1994, Geography for Life, National Geographic Society,
Washington, DC.Cholifah Bahaudin, 2006, Dominansi Kekuatan Otak (Brain Dominance Preferences) dan Kompe-
tensi Geografi, disampaikan pada Seminar Nasional, Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) VIII Kongres Nasional III Ikatan Geograf Indonesia (IGI), 14-15 September 2006, Depok.
Hartshorne, E.A., 1959, Perspective on the Nature of Geography, Murray, London, p.21. Herrmann, Ned, 1993, The Creative Brain, Second Edition, Quebecor Printing Book Group,
Kingsport, Tennessee. Herrmann, Ned, 1996, The Whole Brain Business Book, McGraw-Hill, New York. Herrmann, Ned, 2000, The Theory Behind the HBDI and Whole Brain Technology (paper),
Herrmann International, Lake Lure, North Carolina. Herrmann, Ned, 2001, Measurement of Brain Dominance (paper), Herrmann International, Lake
Lure, North Carolina. Science, Geography Book, John Wiley, New York. Yeates, M., 1968, Introduction to Quantitative Analysis in Economic Geography, Prentice Hall,
Englewood Cliffs, NJ, p.1. Taufik Bahaudin, 2003, Brainware Management© Generasi Kelima Manajemen Manusia,
cetakan keempat, PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta. Taufik Bahaudin, 2007, Brainware Leadership Mastery® - Kepemimpinan Abad Otak dan
Milenium Pikiran, PT Elex Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta.
untuk kita menaklukkan dunia, berlarilah tanpa lelah, sampai engkau Nidji), merupakan petikan lagu yang telah mengispirasi penulis untuk
terus bermimpi dan mengejar mimpi itu sampai benar-benar teralisasi
Teks dan foto oleh Kuswantoro
TTepatnya
Kamis,
1 Januari 2009
pukul 19.00
WIB, saya dan
rekan asisten dosen (asdos)
saya Jarot,
terbang
dengan
pesawat KLM
810 menuju
Bandara Schipol, Amsterdam, Belanda. Kami berdua
diutus kampus, Departemen Geografi FMIPA UI untuk mengikuti short course sekitar 7 bulan
lamanya. Hal yang tak terbayangkan sebelumnya
bagi kami bisa merasakan suasana negara berbeda
dengan Indonesia, baik iklim maupun budaya.
Kami menduga kalau hari itu di Belanda
masih diselimuti keramaian perayaan tahun baru 2009. Ternyata, sesaat kami
tiba di bandara Schipol, memang terlihat
banyak orang mondar-mandir di areal
bandara, baik yang akan maupun telah
melakukan perjalanan dari dan menuju
Belanda. Namun keramaian itu secara
gradual mulai sepi ketika kami menaiki
train (kereta api) menuju Kota Enschede. Mungkin itu hal yang wajar karena saat itu
waktu menunjukkan sekitar pukul 6 pagi
Central European Time (CET), terlebih suasana di
luar diselimuti salju dan masih terlihat gelap.
Sesekali mobil yang nampak dari jendela train, sorot
lampunya masih tajam menerangi setiap ruas jalan, lampu-lampu jalan pun masih menunjukkan
taringnya, dan hampir tak terlihat satu pun lalu
lalang orang bersepeda.
Berbeda dengan negara kita, Indonesia, pukul 6
pagi matahari sudah mulai mengintip di peraduan.
Ya memang berbeda, karena secara astronomis
Belanda terletak di lintang 52 derajat yang tergolong dalam zona iklim sedang, yang memiliki
empat musim, yakni musim dingin (winter), semi
(spring), panas (summer), dan gugur (autumn). Saat
itu adalah musim dingin, sang matahari baru muncul
pukul 8-an dan akan kembali ke peraduan pukul 4-
an. Semakin mendekati musim panas, lamanya
siang semakin panjang.
Volume 7 / No. 3 / Desember 2009
Train melaju bagaikan kilat dan selalu
on-time tiba di setiap stasiun. Tak
menghiraukan akan dinginnya suhu di
luar sana maupun kerumunan salju yang begerombol menutupi rel train.
Hingga, tibalah kami di stasiun
Enschede yang berlokasi di paling
timur Belanda. Kedatangan kami telah
disambut oleh Andri sesama rekan
asdos yang tiga bulan lebih awal telah
berada di sana. Dinginnya suhu dan
turunnya salju mengiringi setiap langkah kami menuju penginapan.
Minus 10 derajat Celcius. Bukan main
dinginnya. Konon, suhu hari itu lebih ekstrem bila
dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya.
Karena dinginnya suhu benar-benar menusuk
hingga ke tulang, maka bergegaslah kami menuju
Hotel ITC tempat kami tinggal selama di Belanda.
Syukurlah perasaan dingin yang luar biasa itu
telah tergantikan dengan kehangatan saat kami
memasuki Hotel ITC. Nampaknya di setiap sudut bagian hotel telah terpasang heater (penghangat
ruangan) yang terbuat dari plat besi baja elektrik.
Suasana hangat itu terus bertambah manakala
kedatangan kami disambut ramah oleh
receptionist (penerima tamu). Bermula dengan
menanyakan identitas kami sampai akhirnya
diberikannya kunci kamar dan buku panduan.
Setiba di kamar, saya langsung tidur di kasur yang
empuk disertai sellimut tebal. Buku panduan ITC
coba dibaca dengan seksama, barulah saya tahu
kalau ternyata Hotel ITC ini adalah hotel bintang
empat. Wajarlah kalau kenyamanan penghuni lebih diutamakan oleh pengelola hotel.
Hotel ITC memiliki 14 lantai, 302 kamar single dan 13
apartemen. Setiap lantainya memiliki 2 dapur untuk
umum. Kami sendiri tinggal di lantai 10 dalam
sebuah apartemen yang isinya ada 2 kasur, 2 meja
belajar, 1 buah TV, 1 buah lemari, 1 kamar mandi, dan
1 buah dapur. Akses internet pun dapat kami nikmati selama 24 jam hanya dengan mamasang
kabel LAN pada laptop. Bagi kami, fasilitas
kamarnya sangat memuaskan dan pula sangat
kondusif untuk belajar.
Volume 7 / No. 3 / Desember 2009
Sebagian besar kamar dihuni oleh para mahasiswa
ITC yang berasal dari berbagai macam negara.
Indonesia termasuk pemasok mahasiswa dengan
jumlah banyak. Tak kalah banyak oleh mahasiswa yang berasal dari benua hitam (Afrika), diikuti
Pakistan dan Asia Selatan, UAE dan Timur Tengah,
China dan Asia Timur, dan sedikit dari negara-
negara Eropa.
Tinggal di lantai 10 memiliki kenikmatan tersendiri.
Selain karena dapurnya di dalam kamar, kami bisa
melihat bentangan alam (landscape) dan aktivitas masyarakat di sekitar Kota Enschede. Keindahan
cakrawala langit saat tenggelamnya matahari
dapat disaksikan dengan mudah. Hembusan angin
sejuk terasa sampai ke setiap sudut kamar.
Sungguh nyaman sekali suasananya.
Enschede
Eschede merupakan sebuah kota atau gemeente
yang secara administratif di bawah provinsi
Overijssel. Dahulunya dikenal sebagai kota industri tekstil yang pada tahun 1836 mulai digunakannya
mesin uap sebagai sumber tenaga untuk menenun.
Walaupun saat ini sudah tidak ada lagi industri
yang tersisa, namun sejarahnya bisa kita ketahui di
Museum Tekstile di Janninksfabriek sepanjang
jalan Haaksbergerstraat. Jaraknya tidak jauh dari
Hotel ITC sekitar 500 meter atau 5 menit dengan
sepeda. Museum itu sering saya lewati, biasanya
kalau ingin membeli kebutuhan sehari-hari seperti
roti, sosis, dan ayam di toko ADA yakni sebuah
toko yang dimiliki oleh keturunan Turki yang terkenal kehalalannya.
Pada tahun 2003, Enschede telah didesain sebagai
kota terhijau oleh Pemerintah Belanda. Sehingga
jangan heran, bila sebagian besar suasananya
masih segar yang ditutupi oleh perkebunan, hutan,
sungai, danau dan rawa, maupun padang rumput.
Ada banyak taman yang dapat digunakan oleh warga, baik untuk rekreasi, tempat bermain anak-
anak dan anjing, olah raga, maupun untuk
mengadakan kegiatan tahunan seperti festival
Kesenian di Volkspark (Art in the Volkspark).
Sebagian besar taman-taman tersebut merupakan
peninggalan dari industri tekstil, terutama yang
berada di sekitar pedesaan dan perbatasan kota.
Volkspark adalah sebuah taman yang
terpopuler bagi saya. Selain lokasinya
yang dekat dari tempat tinggal, sebelah
barat Hotel ITC dengan jarak kurang dari
1 km, Volkspark memiliki nuansa yang
berbeda, telah banyak memberikan
inspirasi, dan yang telah memberikan
kenangan yang tak mungkin hilang dari ingatan.
kamar dihuni oleh para mahasiswa ITC
yang berasal dari berbagai macam
negara. Indonesia termasuk pemasok mahasiswa dengan
Volume 7 / No. 3 / Desember 2009
Saat musim dingin, Volkspark bagaikan kuburan
yang sunyi, tak ada satu orang pun menginjakkan
kakinya. Namun saat musim semi tiba, suasana pun
berganti. Semilir angin membelai rambut saat saya
memasuki pintu masuk putar yang terbuat dari
besi dari arah tenggara Volkspark, tepatnya di
belakang flat (kos-kosan) Macandra. Pohon-pohon ikut bergoyang disertai kicauan burung-burung
yang bersuka cita. Mahkota bunga
memperlihatkan keanggunannya dengan aneka
macam warna. Suara riang terdengar dari
sekumpulan anak-anak yang asyik bermain di lahan
berumput. Beberapa ekor anjing berlarian
mengikuti tiap langkah kaki sang majikan yang
sedang berjalan-jalan maupun olah raga.
Di bagian tengahnya terdapat danau buatan kecil
yang memanjang barat-timur. Sekawanan bebek
maupun angsa menjadikan danau itu sebagai
daerah kekuasaannya. Burung-burung yang
mendekati danau coba diusirnya. Di bagian utara
danau terdapat sebuah gedung yang biasa
digunakan sebagai tempat pesta warga sekitar.
Apabila saya berjalan ke barat mengikuti badan
danau, saya menjumpai lapangan basket, air
mancur yang bentuknya melingkar, dan lapangan olah raga tenis yang terawat. Di sepanjang jalan
menuju lapangan tenis, membentang lapangan
rumput luas yang sering digunakan sebagai tempat
jogging dan bermain sepak bola. Bila saya terus
menyusuri taman hingga ke bagian utara, akan
terlihat train yang sesekali melintas. Volkspark
yang luasnya hanya 15 ha, merupakan salah satu
tempat yang nyaman untuk berolah raga sekaligus menghilangkan kepenatan setelah satu minggu
berkutat dengan buku kuliah.
Tak kalah menariknya dengan Volkspark adalah Het
Rutbeek, sebuah danau alami yang didesain
menyerupai pantai berpasir putih. Sebagian sisinya
ditimbuni pasir putih oleh pemerintah setempat
yang menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung. Lokasinya berada di bagian barat daya
centrum dengan jarak sekitar 6 km atau kurang
lebih 1 jam perjalanan dengan sepeda. Het Rutbeek
dijadikan sebagai tempat sunbathing bagi
pengunjung di saat musim kemarau. Warga yang
berjemur tidak segan-segan berbusana layaknya di
pantai. Het Rutbeek cocok pula dijadikan sebagai
tempat berkumpul (gathering), yang biasanya dilakukan oleh sekumpulan mahasiswa diselingi
acara memanggang (grill) ikan, ayam, mapun
daging hewan berkaki empat. Untuk dapat
menikmatinya, pengunjung tidak dipungut biaya
sepeser pun, baik parkir kendaraan maupun masuk
ke dalamnya. Dengan kata lain, tidak ada loket di
pintu masuk. Sungguh menyenangkan.
Volume 7 / No. 3 / Desember 2009
Udara sekitar Enschede benar-
benar bersih dari polusi udara,
selain karena sedikitnya jumlah pengendara mobil apalagi motor.
Satu hal yang membuat saya
terheran adalah sedikitnya
pengendara motor. Tidak hanya
di kota Enschede, tapi juga di
kota-kota lainnya. Dinginnya suhu
udara menjadi salah
satu penyebab sedikitnya pengendara
motor. Untuk bepergian
jauh mereka lebih
memilih bus atau train.
Begitu juga sebaliknya
untuk jarak dekat
hampir setiap orang
menggunakan sepeda.
Hal yang sudah menjadi
pemandangan biasa
kalau di sana-sini banyak
sekali sepeda, dan sekali
lagi, tidak hanya di kota
Enschede, namun juga
di setiap sudut kota
Belanda selalu tidak lepas dari
wajah sepeda. Bersepeda ke
kantor dengan jas dan dasi
merupakan hal yang sudah biasa dijumpai di Enschede. Bahkan
seorang asisten profesor pun
mau bersepeda ke kampus,
meskipun gaji sebulannya lebih
dari 50 juta. Sepeda sudah
menjadi kebutuhan utama setiap
warga Belanda. Karena itulah
Belanda dikenal sebagai Negara Sepeda (Bicycle Country).
Hijaunya Enschede bukan berarti
tidak modern, justru ketika saya
memasuki areal pusat kotanya
(centrum) maka terasa begitu
elegannya Enschede. Bangunan
modern dan tinggi menghias sisi-sisi centrum. Hotel, apartemen,
rumah susun, gereja,
perkantoran, pertokoan, dan
supermarket berdiri kokoh dan
teratur.
KULINER
Terdapat Van Heekplein yang
biasa dimanfaatkan untuk open
mark (pasar terbuka) yang berlokasi di lapangan utama
centrum. Open mark ini buka
setiap hari Selasa dan Sabtu
mulai pukul 08.00 hingga 17.00
waktu setempat (CET). Ratusan
pedagang menawarkan barang
dagangannya, biasanya dijual di
atas lapak atau meja yang beratapkan tenda. Barang-
barang yang dijual mulai dari
yang basah seperti ikan, ayam,
daging, sayur mayur, buah-
buahan, bunga, peralatan rumah
tangga, pakaian, perlengkapan
sekolah, hingga makanan siap
saji.
Volume 7 / No. 3 / Desember 2009
menjadi kebutuhan
utama setiap warga
Belanda.
Karena itulah
Belanda dikenal
sebagai Negara
Sepeda (Bicycle
Harga-harganya bervariasi dan
relatif murah dan tergantung
pada kualitasnya. Sebagai
contoh, harga telur ayam petelur bervariasi mulai dari 1.10 euro,
1.45 euro, hingga lebih dari 2 euro
per 10 butir. Perbedaan harga itu
disesuaikan dengan ukuran dan
kualitasnya. Saya pernah
membandingkan telur yang
harganya 1.10 euro dengan 1.45
euro. Telur yang harganya lebih murah berukuran kecil dan
tengahnya berwarna kuning
cerah, sedangkan yang lebih
mahal berukuran lebih besar dan
tengahnya berwarna oranye.
Berbeda dengan di Jakarta, harga
telur ditentukan oleh beratnya
(kilogram).
Ada kekhawatiran pada diri saya
sebelum berada di Belanda, kalau
-kalau tidak bisa menikmati
makanan khas nusantara lagi
seperti sayur asem, tempe dan
tahu goreng, ikan asin, dan
lainnya. Ternyata ada banyak toko yang menyediakan bahan-
bahan makanan khas Asia,
termasuk Indonesia. Biasanya
pengusaha keturunan China yang
menjual kebutuhan sehari-hari
itu.
Di sekitar Van Heekplein banyak departement store besar seperti
de Bijenkorf, V&D, Plus, dan
Media Mark. Banyak pula toko
khusus seperti toko pakaian,
sepatu, bahkan cukur rambut
sehingga menjadikan Enschede
sebagai pusat perbelanjaan
terakhir di bagian timur Belanda.
Pelajar dan mahasiswa
menjadikan Enschede semakin hidup. Saat ini Enschede memiliki
2 buah universitas dan 1 buah
institut, yakni University of
Twente (UT), Saxion University of
Applied Science, dan International
Institute for Geo-Information
Science and Earth Observation
(ITC). UT merupakan universitas besar dan salah satu kampus
terkemuka di Belanda. Banyak
pelajar Indonesia yang menimba
ilmu di sana, terutama untuk
bidang matematika dan sains.
Begitu pula dengan ITC yang
sangat terkenal dengan GIS dan
Remote Sensing-nya. Namanya telah lama menjulang tinggi di
berbagai negara berkembang.
Adapun Saxion University, lebih
dikenal seperti Sekolah Tinggi-
nya mahasiswa Belanda dengan
sedikit jumlah program
masternya. Mahasiswa Indonesia
yang kuliah di Saxion kebanyakan mengambil gelar Bachelor (S1)
saja dan setelah lulus kebanyakan
mereka bekerja di Belanda untuk
beberapa tahun.
Jarak ITC dan Saxion berdekatan
walaupun tidak berdampingan.
Keduanya dipisahkan oleh rel train. Berbeda
dengan UT yang
terletak di antara
Hengelo dan Enschede,
sekitar 3 km dari ITC.
Konon katanya, di tahun
2010 yang akan datang,
kampus ITC akan berada di
bawah UT, menjadi sebuah
fakultas sendiri. Bila melihat
kiprah ITC saat ini, nama ITC telah meng-internasional, harapannya
adalah UT akan semakin maju di
masa yang akan datang.
Inilah sekilas awal perjalanan
saya ke negeri Kincir Angin yang
mempesona. Cerita mengenai
kota Enschede khususnya maupun Belanda tidak akan ada
habisnya. Walaupun dahulu
negeri ini telah menjajah bangsa
kita beratus-ratus tahun lamanya,
namun ketika saya merasakan
hidup di Belanda maka kebencian
itu terlupakan sejenak. Bukan
berarti hilangnya nasionalisme, tetapi hidup di Belanda benar-
benar telah mengajarkan saya
kedisiplinan, keteraturan,
ketenangan, kenyamanan, dan
persamaan di antara sesama.
Satu hal yang unik dan nanti akan
saya ceritakan adalah tidak
terlihatnya dengan mata kepala saya sebuah rumah megah dan
gubuk kumuh di sekitar Enschede
maupun kota-kota lainnya. Hal
yang tidak pernah saya jumpai di
Indonesia sebelumnya. Jadi,
tunggu saja episode berikutnya.
Volume 7 / No. 3 / Desember 2009
Oleh: Nuzul Achjar
Volume 7 / No. 3 / Desember 2009
Perhatian dunia selama 23-24
September 2009 tertuju pada
kota Pittsburgh, kawasan di barat
daya negara bagian Pensylvania,
Amerika Serikat, tempat diada-
kannya Konperensi Tingkat Tinggi
(KTT) negara kelompok G-20. In-
donesia termasuk salah satu ne-gara anggota G-20 yang hadir
dalam KTT tersebut yang lang-
sung dipimpin oleh Presiden SBY.
Pertemuan di Pittsburgh dituju-
kan untuk membicarakan masalah
energi, lingkungan, pemanasan
global, dan upaya untuk menga-tasi dampak sistemik krisis yang
ditimbulkan kredit perumahan
(subprime mortgage) di AS yang
dampaknya sangat terasa secara
global.
Latar belakang keputusan tuan
rumah presiden AS Barrack Obama yang menetapkan Pitts-
burgh sebagai tempat pertemuan
berskala besar semacam G-20
menarik untuk disimak. Mengapa
bukan kota besar yang sudah san-
gat dikenal di AS seperti Washing-
ton DC, New York, Los Angeles atau Chicago sebagai ajang perte-
muan ini?
Rupanya alasan Obama cukup
sederhana namun jitu, antara lain
bahwa pertemuan di Pittsburgh
diharapkan dapat membangkitkan kembali (revitaliasi) perekono-
mian kota ini. Kota ini mendapat
publikasi secara luas dari kegiatan
skala besar. Pihak kota sendiri
diperkirakan mengeluarkan ang-
garan sekitar US$25 juta. Kegiatan
ini akan memberikan dampak
pengganda (multiplier) yang be-sar bagi kegiatan ekonomi kota
Pittsburgh dan sekitarnya.
Selama tiga dasa warsa terakhir,
Pittsburgh mengalami kemundu-
ran ekonomi karena peranan in-
dustri baja, yang pernah menjadi
primadona kota ini sudah semakin pudar (sunset industry). Walau
demikian, perusahaan baja di kota
ini masih menempati ranking ke 10
produksi baja terbesar dunia. Bu-
kan suatu kebetulan jika masalah
baja diperkirakan akan menjadi
salah satu agenda pembicaraan
bilateral antara AS dan Cina pada pertemuan G-20.
Dapat dibayangkan, hotel di Pitts-
burgh akan penuh terisi oleh tamu
-tamu, tidak hanya oleh para rom-
bongan peserta resmi, tetapi juga
juru warta, petugas keamananan
lainnya dari delapan penjuru an-
gin, termasuk masyarakat dari
negara bagian lainnya yang mem-
punyai kepentingan langsung
atau tidak terhadap pertemuan ini.
Perusahaan rental kendaraan
akan dibanjiri oleh penyewa. Para
tetamu akan menyantap makanan
di restoran, membeli souvenir,
mengunjungi atraksi budaya dan
kesenian, museum dan lainnya. Pajak yang diterima dari kegiatan
ekonomi, sosial dan budaya se-
bagian akan menjadi pendapatan
kota Pittsburgh dan negara
bagian Pensylvania.
Jika suasana kesibukan Pittburgh
selama pertemuan G-20 ini kita bawa menjadi sebuah imajinasi
untuk Kepulauan Riau, khususnya
Batam, Bintan dan Karimun
(BBK) , maka hal tersebut hen-
daknya dilihat dari semangat yang
terkandung di baliknya. Jika Pitts-
burgh adalah kisah tentang revi-
talisasi kegiatan ekonomi, maka untuk BBK, semangat Pittsburgh
adalah upaya untuk memberi
gairah (vitalisasi) untuk menggali
potensi ekonomi regional BBK,
tidak hanya melalui kegiatan in-
dustri manufaktur tetapi juga jasa,
termasuk jasa logistik dan pari-
wisata bahari.
Volume 7 / No. 3 / Desember 2009
Di negara maju, proses transformasi ekonomi telah lama bergerak dari industri manufaktur menuju eko-nomi jasa (service economy). Demikian juga halnya dengan Pittsburgh. Kota ini tidak hanya dikenal den-gan sebutan sebagai kota baja (steel city) tetapi juga sudah bergerak menuju kota jasa. Di kota inilah terletak kegiatan jasa berskala global seperti K&L Gates, Reed Smith, and Burt Hill, dan jasa keuangan terkemuka seperti PNC dan Federated Investors. Tidak boleh dilupakan bahwa Pittsburgh adalah lo-kasi di mana pendidikan tinggi terkemuka berada seperi Universitas Carnegie Mellon (CMU), Univer-sitas Pittsburgh, dan University of Pittsburgh Medi-cal Center (UPMC). Lima strategi yang dilakukan oleh kota Pittsburgh sehingga cukup berhasil melakukan revitalisasi eko-nomi mereka yaitu: pertama, inovasi dan kewirausa-haan; kedua, iklim investasi yang kompetitif; ketiga, kualitas pendidikan; keempat, peningkatan kualitas hidup; dan kelima, promosi dan pemasaran. Untuk memberi vitalisasi perekonomian regional Kepulauan Riau, pembangunan infrastruktur tam-paknya perlu langkah cepat melalui kegiatan (event) berskala nasional. Namun tentunya tidak mengorbankan anggaran untuk peningkatan kuali-tas pendidikan yang harus mendapat prioritas pal-ing tinggi. Melalui Pekan Olah Raga Nasional (PON), kota Palembang memperoleh manfaat dari meningkat-nya kapasitas infrastruktur, demikian juga halnya dengan kota Pekanbaru yang saat ini sedang mem-persiapkan PON. Tidak sedikit pula efek pengganda yang ditimbulkannya bagi perekonomian daerah. Bagi Kepulauan Riau, proses transformasi menuju sektor jasa mungkin tak harus secepat di negara maju mengingat sektor industri baru saja berkem-bang dan masih memerlukan pendalaman (deepening). Karena Pittsburgh mempunyai univer-sitas terkemuka dunia seperti Carnegie Mellon, ataupun pusat riset medis yang terkenal, maka di sinilah kita mempunyai motivasi lain bahwa Kepu-lauan Riau kelak dapat mempunyai pusat riset di bidang maritim yang tidak boleh dipandang sebelah mata. Dalam sebuah diskusi dengan penulis, seorang pen-gamat mengatakan bahwa salah satu peluang BBK adalah tempat labuh jangkar kapal-kapal kontainer yang antri menuju pelabuhan Singapura. Walaupun pelabuhan Singapura memiliki teknologi canggih
dan cepat dalam bongkar muat kontainer, namun karena Singapura sangat ketat dalam kebijakan laut bersih (clean ocean), beberapa tahun belakangan ini banyak kapal-kapal tersebut berlabuh di pesisir Barelang. Hal ini merupakan peluang untuk menangkap biaya labuh jangkar sebelum sandar di dermaga Singapura. Pembicaraan pada KTT G-20 di Pittsburgh tentang lingkungan hidup mejadi relevan pula bagi Kepua-luan Riau, bukan lagi sebuah imajinasi, tapi nyata adanya. Provinsi ini harus benar-benar memperhati-kan persoalan lingkungan hidup, belajar dari kesala-han daerah lain sebelum menjadi sesal yang tak ber-guna. Khususnya Kota Tanjung Pinang bahkan Kabupaten Bintan, izin pertambangan bauksit perlu dipertim-bangkan kembali karena sudah terlihat tanda-tanda bahwa kerusakan lingkungan, lebih besar mudarat-nya dari pada manfaat. Tanjung Pinang perlu men-cari alternatif pengembangan ekonomi yang tidak tergantung pada pengelolaan tambang bauksit. Dampak yang akan ditimbulkannya justru akan me-rugikan kota ini dalam jangka menengah dan pan-jang. Tanjung Pinang harus tetap konsisten untuk pengembangan industri berbasis maritim, termasuk pariwisata bahari, dan sektor jasa lainnya. Dengan luas areal yang relatif tidak besar, daya dukung Bin-tan, khususnya Tanjung Pinang sangat rentan terha-dap kerusakan lingkungan. Kasus sungai Pulai seba-gai daerah tangkapan air yang semakin terkulai se-harusnya memberikan kita pelajaran penting untuk tidak menggeser peruntukan lahan, apatah lagi mengekspoitasi sumber daya alam secara tidak pro-porsional. Kenangan pada senja yang temaram, dari sebuah bukit di tepi kota Pittsburgh, memandang jembatan yang melintasi pertemuan sungai Allegheny dan Monongahela, sungguh membangkitkan imajinasi dan inspirasi tentang Kepulauan Riau. Kelak di senja yang temaram, dari bukit pulau Dompak dan bukit Senggarang, kita akan memandang pula keindahan jembatan penghubung kota Tanjung Pinang dengan pulau Dompak, serta jembatan Batam-Bintan. Na-mun imajinasi dan inspirasi itu akan pudar jika bukit-bukit Tanjung Pinang terkelupas karena eksploitasi sumber daya alam untuk kepentingan jangka pendek.***
Ternyata ga selamanya hujan nyebelin saat ia
mengacau jadwal perjalanan. Di suatu malam pulang
beraktivitas, saat itu saya sedang berteduh
menunggu hujan reda, tiba-tiba ada sms masuk ke
hape. Ternyata dari Fauziah temen seangkatan
pemetaan dari departemen transmigrasi di Kaliman-
-
sms singkat. Tanpa pikir panjang saya langsung bales
derhana, saya belum pernah ke Kalimantan, jadi ini
adalah kesempatan baik.
Keesokan harinya saya langsung ke kantor konsultan
yang bersangkutan untuk breefing bersama Dandhy
(surveyor yang akan jadi rekan kerja di Kalimantan).
Kebetulan Dandhy adalah teman seangkatan di Geografi. Di kantor kami bertemu dengan kaka
alumni yang juga satu almamater namanya Mas Adi
atau lebih akrab dipanggil Mas Dupal. Karena belum
pernah ke Kalimantan, waktu belum ada gambaran
yang jelas, seperti apa surveinya. Tapi secara garis
besar saya dan Dandhy semakin antusias dengan sur-
vei tersebut setelah mendengarkan penjelasan kerja,
alasannya masih sama, penasaran sama borneo.
Setelah alat kerja terkumpul, seperti citra, peta kerja,
peta lahan usaha, dan GPS, kami berangkat keeso-
kan harinya tepatnya pada tanggal 9 Juni 2008. Kami
berkumpul di kantor jam 6.30 wib, menyempurnakan
segala persiapan, kemudian berangkat ke Bandara
Soekarno Hatta jam 7.00 wib karena harus menge-
jar pesawat jam 9.00 wib waktu itu. Alhamdulillah,
cuaca sangat mendukung dua jam perjalanan di
pesawat. Sampai di Bandara Sepinggan Balikpapan
pukul 12.00 (waktu setempat), maklum di Kaliman-tan usia kita satu jam lebih tua.
Saat menuju hotel tempat kami menginap, kami
mampir di sebuah rumah makan untuk merasakan
kuliner disana. Ditambah empat jam perjalanan ke
Samarinda, alhasil kami tiba di hotel pukul 17.00 wib.
Disana kami sudah ditunggu oleh dua orang staff ahli
yang akan menyurvei dari sudut pandang ilmu eko-nomi (Ibu Fitri dan Pak Hasta). Setelah diskusi seben-
tar kami pun istirahat, mengingat lokasi survei di
daerah Kutai Kertanegara menempuh empat jam
perjalanan sehingga perjalanan ke lokasi akan dimu-
lai keesokan harinya.
Perjalanan dari Hotel Jamrud (Samarinda) menem-
puh perjalan selama 4 jam (tanpa transit). Pada sepa-ruh jalan kami melewati areal perkebunan HTI
(Sebulu). Kondisi jalan di daerah ini bersifat belum
permanen, jalan relatif lurus sepanjang ± 120km den-
gan lebar jalan ± 7m milik PT. Surya Hutani Jaya. Di
sekitar jalan terdapat pohon eukaliptus yang di-
cloning dari sumatera, namun saat dibudidayakan
sendiri. Yang paling membuat kami antusias saat per-
jalanan adalah ketika empat orang team survei men-gabadikan gambar di garis khayal 0o khatulistiwa.
Posisi garis tersebut bukan yang bertugu tentunya,
mengingat yang bertugu hanya terdapat di
Pontianak, tapi merupakan posisi yang segaris den-
gan yang di Pontianak, kekaguman yang tidak tern-
ilai akan keberadaan negeri ini
Volume 7 / No. 3 / Desember 2009
Disana kami mengunjungi lokasi
trasmigrasi. Keadaan geomer lo-
kasi tersebut masih belum sepe-
nuhnya berkembang, di daerah transmigrasi ini menyebar pemuki-
man yang tidak padat yang disebut
satuan pemukiman (SP), terdapat
delapan satuan pemukiman yang
meyebar dari utara ke selatan
dalam areal HPL.
Dalam pekerjaan survey, pekerjaan kami bagi dalam dua tahap yaitu
verifikasi wilayah lahan usaha (LU)
yang digarap oleh PT. Cipta Davia
Mandiri (CDM) seluas 20.000 ha
yang sebagian wilayah utara LU
CDM bertampalan dengan wilayah
selatan HPL (Hak Penggunaan La-
han). Sebelah tenggara dulunya merupakan semak belukar,
sekarang lahan kelapa sawit. Pada
dasarnya, kerja yang dilakukan cu-
kup sederhana yaitu mencari patok
milik BPN yang sudah 13 tahun lalu
dibuat.
Salah satu titik yang kita temukan
merupakan titik ujung segitiga
pada areal CDM (kami menyebut-
nya kuda lumping karena bentuk areal lahan usahanya yang seperti
kuda lumping). Lokasi patok tidak
terletak pada jalan namun 20 me-
ter ke arah barat daya ilalang. Di
sekitar titik ini tidak ditemukan pa-
tok BPN. Kesulitan yang kami
peroleh pada survey hari pertama
adalah belum tersedianya alat transportasi (sepeda motor) se-
hingga target pencapaian titik ti-
dak kami peroleh. Di hari tersebut
kami didampingi oleh dua orang
rekan dari perusahaan CDM.
Suasana survey sangat menantang,
karena hari itu kami lupa mem-bawa air minum. Panas, letih, lelah,
semua jadi satu. Signal handphone
naik turun disana, sehingga ketika
ada signal, kami manfaatkan untuk
menghubungi rekan-rekan di Ja-
karta, sebagai selingan ditengah
panas terik tentunya.
Berbeda dengan hari pertama, sur-
vey hari kedua dilakukan pada hari
terencana, dengan bantuan dua buah sepeda motor dan dua orang
aparat desa Sumber Sari kami
memperoleh ± 20 titik GPS dan be-
berapa patok milik BPN diataranya.
Manajemen perjalanan yang kami
lakukan adalah dengan menyisir
dari tengah geomer (lokasi kam-
pung Sumber Sari) ke sebagian arah utara, dilanjutkan penyisiran
sebagian daerah selatan. Untuk
memperoleh batas yang paling
utara dan yang paling selatan dari
areal HPL kami melanjutkan per-
jalan tanpa didampingi oleh pihak
aparat desa.
Perjalan dilanjutkan ke selatan titik
yang kami peroleh titik GPS dianta-
ranya titik 142, 143, 147, 148, dan
152. Landcover di sekitar rute titik
ini masih belum banyak digarap
(semak & pohon-pohon tinggi). Di
ujung selatan terdapat lokasi tam-
bang, meski bertemu dengan be-berapa orang di lokasi ini, tapi kami
tidak bertanya lebih rinci tentang
Volume 7 / No. 3 / Desember 2009
Perjalanan dilanjutkan ke utara sampai batas paling
utara. Di titik ini kami memperoleh titik 153, 156, 157,
dan 158, kalo secara tempat, titik tersebut di sekitar
areal SP 1 dan 2. Di sekitar rute titik-titik tersebut vegetasi berupa ilalang dan kebun sawit.
Waktu menunjukkan pukul empat sore, tidak mem-
buat kami bosan dengan terik panas sepanjang hari
itu, yang membuat kami memutuskan untuk menyu-
dahi survei yang hanya tinggal sedikit titik itu adalah
cuaca mendung, gerimis dan kemudian hujan. Per-
timbangan ketahanan alat surveilah yang ada saat itu. Meski demikian, kami bersyukur karena data
yang diperoleh saat siang itu sudah cukup banyak
dan cukup mewakili titik ikat.
Keesokan harinya kami harus kembali ke Samarinda, dilanjutkan perjalanan
ke Balikpapan pada hari berikutnya.
Agaknya kami tidak begitu rela men-
inggalkan suasana teman-teman trans-
migran dan rekan-rekan dari perusa-
haan disana, keramahan dan ker-
jasamanya sangat membantu peker-
jaan kami disana. Tepat sebelum kem-bali ke Balikpapan, kami sempatkan
berkunjung ke traditional shops dan
berkuliner dengan santapan khas
daerah pesisir, yaitu ikan patin kepit-
ing, dan cumi.
Volume 7 / No. 3 / Desember 2009