d3-2015-332243-introduction (2)
TRANSCRIPT
-
8/18/2019 D3-2015-332243-introduction (2)
1/26
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Upaya pelayanan kesehatan yang bersifat global mulai dijalankan
sejak 1 Januari 2014 oleh Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial
(BPJS) Kesehatan. Pelaksanaan upaya pelayanan kesehatan global
(health coverage) dengan kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat
Indonesia ini diharapkan dapat memenuhi hak setiap warga negara
dalam mendapatkan kesehatan. Menurut UU Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia
yang produktif secara sosial dan ekonomis. Dalam undang - undang
tersebut juga menjelaskan bahwa setiap orang berkewajiban turut serta
dalam program jaminan kesehatan sosial.
Undang – Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran dalam pasal 49 menyebutkan bahwa dalam melaksanakan
praktik kedokteran wajib menyelenggarakan kendali mutu dan kendali
biaya.
Salah satu indikator efektifitas dan efisiensi dari pelayanan
kesehatan adalah meminimalkan hari perawatan pasien. Hal ini
mendorong Rumah Sakit Panti Rapih menerapkan alur klinik (clinical
pathway ) sebagai upaya kendali mutu dan kendali biaya.
-
8/18/2019 D3-2015-332243-introduction (2)
2/26
2
Menurut Permenkes Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Petunjuk
Teknis Indonesia Case Base Group’s (INA CBG’s) pasal 1 menjelaskan
bahwa “Petunjuk teknis sistem Indonesian Case Base Groups (INA
CBG’s) merupakan acuan bagi fasilitas kesehatan tingkat lanjutan, BPJS
Kesehatan dan pihak lain yang terkait mengenai metode pembayaran
INA-CBG’s dalam pembayaran penyelenggaraan Jaminan Kesehatan.
Dalam pengajuan klaim yang mengacu pada sistem INA CBG’s, setiap
Rumah Sakit yang bekerja sama dengan BPJS sudah seharusnya
menerapkan clinical pathway untuk setiap diagnosis sebagai upaya
kendali biaya.
Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah diatur pola
pembayaran kepada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan adalah dengan
INA CBG’s sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 111 tahun 2013.
Pelaksanaan pembayaran dengan INA CBG’s menggunakan sistem
casemix dalam menentukan biaya yang keluar.
Menurut Permenkes Nomor 27 tahun 2014 tentang Petunjuk
Teknis Sistem INA CBG’s, casemix adalah pengelompokan diagnosis dan
prosedur dengan mengacu pada ciri klinis yang mirip/sama dan biaya
perawatan yang mirip/sama, pengelompokan dilakukan dengan
menggunakan grouper .
Undang - Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
ditetapkan kewajiban rumah sakit antara lain : memberikan pelayanan
kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan
mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan
rumah sakit, membuat dan melaksanakan serta menjaga mutu pelayanan
-
8/18/2019 D3-2015-332243-introduction (2)
3/26
3
kesehatan di Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien,
melaksanakan fungsi sosial, melaksanakan sistem rujukan, serta
melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara
regional maupun nasional.
Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional pasal 24 ayat 3 menyebutkan
bahwa BPJS mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, sistem
kendali mutu pelayanan dan sistem pembayaran pelayanan kesehatan
untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan (Batlibangkes) Kementrian Kesehatan Indonesia, terjadi
peningkatan kasus stroke pada tahun 2007 sebesar 8,3 % dan pada
tahun 2013 sebesar 12, 1 % per 1000 penduduk. Stroke juga merupakan
penyakit tertinggi di Indonesia pada tahun 2010 selain kecelakaan lalu
lintas.
Stroke atau cerebrovascular accident merupakan gangguan
neurologis yang paling banyak terjadi dan menjadi masalah paling utama
penyebab gangguan gerak dan fungsi tubuh pada orang dewasa. Selain
itu stroke merupakan penyebab kematian nomor dua di dunia. Dua per
tiga stroke terjadi di Negara-negara yang sedang berkembang. Selama
perjalanan hidup manusia, sekitar empat dari lima keluarga akan memiliki
seorang anggoa mereka yang terkena stroke (Irfan, 2012).
Clinical pathway merupakan sumber daya yang memberikan
ringkasan bagi pengguna dari aspek-aspek kunci dari perawatan yang
harus dipertimbangkan untuk orang yang menderita stroke pada setiap
-
8/18/2019 D3-2015-332243-introduction (2)
4/26
4
tahap dalam perawatan. Isi dari clinical pathway ini didasarkan pada
bukti-bukti dasar manajemen praktik terbaik dari stroke, yang telah dibuat
berdasarkan pedoman untuk stroke akut, rehabilitasi, dan pemulihan
stroke (National Stroke Foundation, 2007).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal
12 – 15 Januari 2015 di Bagian Instalasi Rekam Medis dan Bagian
Pelayanan Medik, saat ini tim clinical pathway Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta sedang melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan clinical
pathway yang mulai diterapkan pada bulan Juli 2014. Namun karena
terkendala oleh berbagai hal, penerapan clinical pathway baru dapat
berjalan sejak bulan Oktober 2014 setelah pelaksanaan akreditasi.
Hingga saat ini terdapat delapan diagnosis yang dipilih untuk diterapkan
clinical pathway . Delapan diagnosis tersebut antara lain partus spontan,
pre eclampsia, dengue fever pada anak, non STEMI, STEMI, stroke non
hemorrhagic, BPH, dan fracture femur. Pemilihan diagnosis tersebut
dilatarbelakangi karena tingginya angka kejadian dan tingginya biaya
perawatan yang dihabiskan pasien. Dalam kegiatan studi pendahuluan,
peneliti juga mengambil sampel 40 berkas pasien stroke non
hemorrhagic , yaitu 20 berkas untuk kelompok sebelum clinical pathway
dan 20 berkas untuk kelompok setelah clinical pathway didapatkan hasil
lama perawatan sebelum clinical pathway 6,4 hari dengan biaya
perawatan ± Rp. 5.600.000 dan setelah clinical pathway 4,95 hari dengan
biaya perawatan ± Rp. 4.700.000.
Tingginya jumlah pasien stroke di Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta dengan rata-rata setiap bulannya 60 – 70 pasien dan masih
-
8/18/2019 D3-2015-332243-introduction (2)
5/26
5
tingginya biaya perawatan yang dihabiskan pasien mendorong tim dokter
untuk membuat sistem alur klinis untuk diagnosis stroke. Salah satu cara
monitoring pelaksanaan clinical pathway , tim dokter di Rumah Sakit Panti
Rapih membuat lembar pemantauan clinical pathway yang salah satunya
untuk melihat kelengkapan dalam pengisian formulir clinical pathway .
Masing – masing diagnosis yang telah ditetapkan untuk penerapan
clinical pathway memiliki lembar pemantauan pengisian formulir sebagai
kendali dalam sistem pendokumentasian sekaligus evaluasi dalam
pelayanan yang telah diberikan.
Salah satu indikator yang bisa dilihat dari adanya clinical pathway
adalah pada lama perawatan pasien. Variabel lama perawatan
dipengaruhi oleh efektifitas pelayanan dan berpengaruh terhadap biaya
perawatan pasien.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan,
peneliti tertarik untuk mengetahui perbedaan outcome yang dihasilkan
oleh adanya clinical pathway dalam mengendalikan lama perawatan dan
biaya perawatan pasien. Oleh karena itu, penelitian ini diambil dengan
judul: “Perbedaan Lama Perawatan dan Biaya Perawatan Pasien Stroke
Non Hemorrhagic Sebelum dan Setelah Penerapan Clinical Pathway di
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, rumusan masalah
pada penelitian ini adalah : “ Apakah ada perbedaan antara lama
perawatan dan biaya perawatan pasien stroke non hemorrhagic sebelum
-
8/18/2019 D3-2015-332243-introduction (2)
6/26
6
dan setelah penerapan clinical pathway di Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta?”.
C. Tujuan Penelitian
Mengetahui perbedaan lama perawatan dan biaya perawatan
pasien stroke non hemorrhagic sebelum dan setelah penerapan clinical
pathway di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
a. Bagi Rumah Sakit
1) Sebagai bahan evaluasi tim pelaksana clinical pathway di
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.
2) Sebagai referensi SDM rumah sakit dalam melakukan
penelitian lanjutan yang sejenis mengenai clinical pathway .
b. Bagi Peneliti
1) Menambah pengetahuan mengenai penerapan clinical
pathway di rumah sakit yang selama ini baru dipelajari
sebatas teori.
2) Mengetahui manfaat dengan adanya clinical pathway
terhadap luaran yang dihasilkan.
-
8/18/2019 D3-2015-332243-introduction (2)
7/26
7
2. Manfaat Teoritis
a. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas disiplin ilmu
rekam medis untuk kepentingan referensi maupun bahan ajar
beberapa profesi yang terkait.
b. Bagi Peneliti Lain
Dapat menjadi acuan dan wacana bagi peneliti lain yang akan
melakukan penelitian dengan tema yang hampir sama.
E. Keaslian Penelitian
Menurut pengetahuan peneliti, penelitian dengan topik
“Perbedaan Lama Perawatan dan Biaya Perawatan Pasien Stroke Non
Hemorrhagic Sebelum dan Setelah Penerapan Clinical Pathway di
Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta” belum pernah dilakukan di Rumah
Sakit Panti Rapih. Namun penulis menemukan beberapa penelitian yang
serupa, yaitu :
1. Menurut Pahriyani (2012) tentang “Implementasi Clinical Pathway
Terhadap Outcome Klinik Dan Ekonomik Pada Pasien Acute
Coronary Syndrome (ACS) di RSUP dr Sardjito Yogyakarta”. Tujuan
penelitian tersebut adalah mengetahui perbedaan outcome klinik dan
outcome ekonomik sebelum dan setelah implementasi clinical
pathway dalam tatalaksana terapi penyakit ACS. Penelitian tersebut
dilakukan dengan rancangan retrospective cross sectional pada
pasien ACS rawat inap di RSUP dr. Sardjito dari Januari 2013 – Mei
2014. Parameter outcome klinik menggunakan Length Of Stay (LOS),
-
8/18/2019 D3-2015-332243-introduction (2)
8/26
8
readmission rate dan in-hospital mortality serta untuk outcome
ekonomik dihitung biaya total (cost of therapy ) dari masing-masing
tingkat keparahan penyakit. Data outcome klinik diperoleh dari catatan
medik pasien selama dirawat sedangkan untuk biaya riil diperoleh dari
bagian jaminan kesehatan.
Hasil analisa statistik perbedaan rata-rata Length Of Stay
(LOS) pada kedua kelompok 7,44 dan 6,31 hari (p
-
8/18/2019 D3-2015-332243-introduction (2)
9/26
9
perawatan dan biaya perawatan dengan membandingkan sebelum
dan sesudah penerapan clinical pathway .
2. Menurut Rahmawati (2012) tentang “Clinical pathway dan Aplikasi
Activity Based Costing Bedah Sesar di Rumah Sakit Undata Provinsi
Sulawesi Tengah”. Penelitian tersebut dilakukan dengan rancangan
kohort studi epidemiologi analitik non eksperimental yang mempelajari
hubungan antara faktor risiko dengan efek atas penyakit. Model
penelitian yang digunakan pada rancangan kohort adalah pendekatan
secara longitudinal. Sampel yang digunakan sebelum Clinical
pathways sejumlah 62, sesudah Clinical pathways sejumlah 124,
dengan total ada 186 sampel yang digunakan,
Hasil penelitian clinical pathways dapat digunakan sebagai
alat (entry point ) untuk melakukan perbaikan dan revisi standar
pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang bersifat dinamis
berdasarkan pendekatan Evidence Base Medicine (EBM) dan
Evidence Base Nurse serta dapat mengurangi LOS 4-6 hari,
pencegahan infeksi nosokomial, kendali biaya dan meningkatkan
mutu pelayanan kebidanan, perbedaan biaya menurut rekapitulasi
SPM, SOP dan INA DRG’s berpengaruh pada variable cost
nutrisi/gizi, obat-obatan, pemeriksaan penunjang medis dan alokasi
departemen produksi penunjang non medis sifatnya fixed cost
dianggap konstan pada setiap pelayanan.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian milik Rahmawati
(2012) adalah pada tujuan penelitian, subjek yang diteliti dan
rancangan penelitian yang digunakan. Sedangkan persamaan
-
8/18/2019 D3-2015-332243-introduction (2)
10/26
10
penelitiannya ialah sama-sama membandingkan perbedaan lama
perawatan sebelum dan setelah penerapan clinical pathway .
3. Menurut Alexandra (2012), dalam penelitian “Peran Clinical Pathway
terhadap Luaran Pasien Stroke Iskemik di Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta”. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui
hubungan pemberlakukan clinical pathway dengan luaran stroke
iskemik di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. Penelitian tersebut
dilakukan secara observasional analitik dengan rancangan kohort
retrospektif dengan menggunakan data register stroke elektronik dan
rekam medis pasien di Rumah Sakit Bethesda yang dirawat di setiap
bangsal dengan diagnosis iskemik. Hasil penelitian tersebut ialah dari
124 pasien stroke iskemik (62 pasien dengan clinical pathway dan 62
pasien tanpa clinical pathway ). Karakteristik dasar dari kedua
kelompok sama. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
pemberlakuan clinical pathway pada pelayanan stroke mampu
menurunkan komplikasi. Namun, tidak ada perbedaan bermakna
dalam hal jumlah kematian, status fungsional, lama rawat inap, dan
pembiayaan diantara kedua kelompok pengamatan. Pemberlakuan
clinical pathway juga meningkatkan penggunaan antiplatelet,
antidiabetes, dan statin sebagai tindakan pencegahan stroke
sekunder. Namun tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna
terhadap penggunaan antihipertensi dan antikoagulan diantara kedua
kelompok pengamatan.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian milik Alexandra
(2012) ialah terletak pada subjek yang akan diteliti. Dalam penelitian
-
8/18/2019 D3-2015-332243-introduction (2)
11/26
11
tersebut outcome yang diharapkan lebih banyak. Sedangkan dalam
penelitian ini hanya meneliti luaran yang dihasilkan dari lama
perawatan dan biaya perawatan.
F. Gambaran Umum Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
1. Sejarah
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari profil rumah
sakit yang diakses melalui website resmi milik Rumah Sakit Panti
Rapih Yogyakarta. Sejarah berdirinya Rumah Sakit dimulai dari
perkembangan gereja Katolik di Yogyakarta. Pada tahun 1914 warta
gembira Kerajaan Allah mulai dikenal oleh warga Yogyakarta
dengan dimulainya pelajaran agama Katolik di rumah R.P.
Himawidjaja (ayah Mgr. A. Djajasepoetro, SJ). Para misionaris
bersama murid-murid dari Xaverius College Muntilan dengan
semangat merasulnya yang tinggi mampu membuat Yogyakarta
sebagai daerah yang menarik untuk dikembangkan. Tahun 1917
berdirilah Standaart-School sebagai lembaga pendidikan Katolik
pertama di Yogyakarta. Seiring perjalanan waktu, lembaga
pendidikan Katolik di Yogyakarta semakin berkembang.
Dari perkembangan yang menggembirakan tersebut, para
misionaris berkeinginan mengembangkan karyanya bagi masyarakat
pribumi dengan membangun rumah sakit. Untuk merealisasikan
tujuan tersebut, maka pengurus Gereja Yogyakarta menjalin
hubungan dengan para Suster Fransiskanes agar bersedia
mengelola rumah sakit. Namun karena pilihan para Suster
-
8/18/2019 D3-2015-332243-introduction (2)
12/26
12
Fransiskanes untuk berkonsentrasi di bidang pendidikan, maka
tawaran tersebut terpaksa ditolak. Tahun 1921 pengurus Gereja
Yogyakarta memutuskan untuk meminta bantuan kepada
Suster-suster Carolus Borromeus yang berpusat di Maastricht
Belanda untuk mengelola rumah sakit. Keputusan ini kemungkinan
besar karena keberadaan Ir. Julius Robert Anton Marie Schmutzer
seorang tokoh awam dan administratur onderneming Gondang
Lipoero Ganjuran Bantul yang memiliki hubungan erat dengan
Kongregasi Suster CB karena istrinya, Ny. C.T.M. Schmutzer, murid
sekolah perawat yang dikelola Suster CB di Belanda.
Titik awal berdirinya Rumah Sakit Panti Rapih adalah
dibentuknya yayasan "Onder de Bogen" atau dalam bahasa Belanda
Onder de Bogen Stichting oleh pengurus Gereja Yogyakarta pada
tanggal 22 Februari 1927. Tanda pembangunan fisik rumah sakit
dimulai dengan peletakan batu pertama oleh Ny. C.T.M. Schmutzer
van Rijckevorsel tanggal 14 September 1928.
Pembangunan rumah sakit akhirnya dapat diselesaikan pada
pertengahan Agustus 1929 dan pada tanggal 24 Agustus 1929 Mgr.
A.P.F van Velse, SJ berkenan memberkati bangunan tersebut.
Tanggal 14 September 1929 secara resmi rumah sakit dibuka oleh
Sri Sultan Hamengku Buwono VIII dengan nama Rumah Sakit
"Onder de Bogen". Bangunan yang dihiasi dengan lengkungan-
lengkungan dan nama Onder de Bogen menjadikan kelengkapan
nostalgia bagi para Suster CB yang berdinas di rumah sakit ini akan
induk biara Suster-Suster CB di Maastricht Belanda.
-
8/18/2019 D3-2015-332243-introduction (2)
13/26
13
Para suster melayani dan merawat orang sakit, meringankan
penderitaan sesama sesuai dengan ajaran Injil tanpa memandang
agama dan bangsa. Sedikit demi sedikit penderita datang dan
semakin lama semakin bertambah dan meningkat jumlahnya.
Diantara penderita tersebut sebagian besar adalah pejabat Belanda
dan kerabat Kraton.
Sementara itu rakyat yang miskin dan lemah belum bisa
menikmati pelayanan rumah sakit. Para suster menjadi prihatin dan
merasa tidak puas akan hal ini, karena untuk orang kecil, yang
miskin dan lemahnya mereka datang mengabdi di Bumi Nusantara
ini. Oleh karena itu Pimpinan Umum Suster-suster CB di Maastricht
mendesak Pengurus Yayasan Onder de Bogen untuk menyediakan
fasilitas guna melayani rakyat kecil yang miskin dan lemah. Namun
apa daya, Yayasan Onder de Bogen belum mempunyai dana yang
cukup untuk itu. Melalui uluran tangan Kongregasi Bruder FIC yang
berkenan membantu membangunkan bangsal khusus untuk orang
yang tidak mampu, yang kemudian diberi nama Bangsal Theresia.
Hari berganti hari, jumlah penderita yang datang semakin
meningkat. Fasilitas pun harus ditambah dan dikembangkan untuk
mengimbangi kebutuhan pelayanan. Pada tahun 1942 datanglah
bangsa Jepang untuk menjajah Indonesia tercinta ini. Dalam waktu
singkat, penderitaan besar segera melanda seluruh penjuru
Indonesia. Rumah Sakit Onder de Bogen tidak terhindar pula dari
penderitaan ini. Pengelolaan rumah sakit menjadi kacau balau.
-
8/18/2019 D3-2015-332243-introduction (2)
14/26
14
Keadaan keuangan rumah sakit benar-benar menyedihkan, biaya
rutin saja harus ditutup dengan segala susah payah.
Sementara itu para Suster Belanda diinternir dan dimasukkan
kampung tahanan Jepang. Dan saat itu yang paling pedih pun
datang, rumah sakit Onder de Bogen diambil alih menjadi rumah
sakit pemerintah Jepang. Dr. Sentral selaku Direktur Rumah Sakit,
dipindahkan ke Rumah Sakit Bethesda, yang juga diambil alih
pemerintah Jepang. Pimpinan rumah sakit diserahkan kepada Sr.
Sponsari, dan Moeder vonne diangkat sebagai Pembesar Umum
Suster CB di Indonesia. Keadaan rumah sakit menjadi semakin
parah.
Pemerintah Jepang juga menghendaki agar segala sesuatu
termasuk bahasa, yang berbau Belanda tidak digunakan di seluruh
muka bumi Indonesia. Tidak luput pula nama rumah sakit ini harus
diganti nama pribumi. Mgr. Alb. Soegijopranoto, SJ, Bapa Uskup
pada Keuskupan Semarang berkenan memberikan nama baru
"Rumah Sakit Panti Rapih", yang berarti Rumah Penyembuhan.
Sesudah masa pendudukan Jepang, berkibarlah dengan
megahnya Sang Dwi Warna, Merah Putih, dan para Suster CB dapat
kembali lagi ke Rumah Sakit Panti Rapih. Dengan semangat cinta
kasih, mereka merawat para pejuang kemerdekaan bangsa
Indonesia, diantaranya Panglima Besar Angkatan Perang Republik
Indonesia, Jenderal Sudirman. Ketika Sr. Benvunito , seorang Suster
CB yang merawat Jenderal Sudirman memperingati genap dua
puluh lima tahun membiara, Panglima Besar Jenderal Sudirman
-
8/18/2019 D3-2015-332243-introduction (2)
15/26
15
berkenan merangkai sebuah sajak indah dan ditulis tangan dengan
hiasan yang cantik khusus untuk Suster Benvunito dan Rumah Sakit
Panti Rapih. Sajak yang berjudul “Rumah Nan Bahagia” tersebut
saat ini masih tersimpan dengan baik.
Sesudah kedaulatan Indonesia diakui oleh dunia
Internasional, maka Rumah Sakit Panti Rapih juga semakin dikenal
dan mendapat kepercayaan dari masyarakat. Semakin banyak pula
penderita yang datang dan dirawat di Rumah Sakit Panti Rapih.
Untuk mengimbangi hal ini, para pengurus Yayasan dan para
Suster merencanakan untuk memperluas bangunan dan menambah
fasilitas yang ternyata membutuhkan dana dan pembiayaan yang
tidak sedikit. Para Suster CB bersama Pengurus Yayasan berusaha
keras sekuat tenaga untuk mendapatkan dana bantuan, baik dari
Pemerintah maupun dari umat Katolik. Sekedar untuk menambah
dana, para Suster membuat lukisan-lukisan dan pekerjaan tangan
lainnya untuk dijual. Atas jasa dan jerih payah Marcus
Mangoentijoso, yang menjabat sebagai Pengurus Yayasan pada
waktu itu, diperoleh bantuan yang cukup besar dari Pemerintah
Republik Indonesia melalui Yayasan Dana Bantuan, yang dapat
dimanfaatkan untuk membangun bangsal Albertus, bangsal Yacinta
dan Poliklinik Umum.
-
8/18/2019 D3-2015-332243-introduction (2)
16/26
16
2. Jenis Rumah Sakit
Rumah Sakit Panti Rapih berada dibawah naungan
keuskupan Agung Semarang, dikelola bersama sama suster-suster
Tarekat Cinta Kasih Santa Corollus Borromeus dan sebagai
pelaksanaan adalah Yayasan Panti Rapih. Rumah Sakit Panti Rapih
adalah salah satu rumah sakit swasta di Daerah Istimewa
Yogyakarta yang terletak di jalan Cik Ditiro 30 dan rumah sakit ini
merupakan rumah sakit dengan tipe B. Selain sebagai pelayanan
kesehatan, Rumah Sakit Panti Rapih juga digunakan sebagai tempat
pendidikan bagi calon perawat, dan institusi kesehatan lain seperti
apoteker, fisioterapi, dan lain sebagainya.
3. Kepemilikan
Rumah Sakit Panti Rapih merupakan rumah sakit swasta di
Yogyakarta milik Yayasan Panti Rapih.
4. Falsafah Pelayanan Kesehatan
a. Setiap pasien adalah citra Allah yang unik yang patut dihargai
dan dikasihi.
b. Setiap pasien adalah pribadi yang bermartabat dan mempunyai
hak untuk memperoleh layanan optimal agar dapat menjadi
bagian dari masyarakat umum sehingga derajat kesehatan
masyarakat dapat terwujud.
c. Layanan diberikan secara menyeluruh dilandasi iman,
pengharapan, dan kasih yang diwujudkan dalam semangat
-
8/18/2019 D3-2015-332243-introduction (2)
17/26
17
pendampingan dan layanan kepada para pasien dan
keluarganya.
d. Karyawan RS Panti Rapih adalah bagian integral tak
terpisahkan dari karya RS Panti Rapih, dan kesejahteraan
mereka secara wajar dan terhormat menjadi bagian pula dari
tujuan penyelenggaraan pelayanan kesehatan RS Panti Rapih.
5. Visi Misi Nilai
a. Visi
Rumah Sakit Panti Rapih sebagai rumah sakit rujukan
yang memandang pasien sebagai sumber inspirasi dan motivasi
kerja dengan memberikan pelayanan kepada siapa saja secara
profesional penuh kasih dalam suasana syukur kepada Tuhan.
1) Rumah Sakit Rujukan
Sebagai rumah sakit yang mampu menerima
rujukan dari rumah sakit lain disekitarnya, terutama bagi
layanan subspesialistik yang tersedia. Selain itu RS Panti
Rapih juga memberikan bimbingan baik medik,
keperawatan maupun non medik kepada rumah sakit lain
yang membutuhkan.
2) Pasien sebagai Pusat Inspirasi Motivasi
Semangat melayani kepada pasien selalu
berkembang dengan memperhatikan perkembangan
kebutuhan pasien dalam semua aspek layanan, supaya
dapat memberikan kepuasan yang maksimal.
-
8/18/2019 D3-2015-332243-introduction (2)
18/26
18
3) Pelayanan yang Profesional
Layanan RS Panti Rapih sungguh-sungguh
memperhatikan standar layanan sesuai dengan
perkembangan ilmu dan teknologi yang tersedia (medik,
keperawatan, penunjang medik, dan manajemen).
4) Penuh Sakit
Semua orang adalah umat Allah yang kudus, yang
harus dihargai, dihormati, dan dibela hak hidupnya secara
bersungguh-sungguh. Layanan diberikan dengan sentuhan
yang manusiawi, adil dan tanpa membeda-bedakan
pangkat / jabatan, asal usul, ras, suku dan golongan dan
agama serta status sosial.
5) Syukur
Setiap orang, baik karyawan maupun pasien
merasakan layanan yang ikhlas, jujur dan penuh kasih, dan
mampu merasakan pengayoman Tuhan sebagai pemberi
hidup yang memelihara setiap orang dengan kasih yang tak
terbatas, adil dan tidak membedakan.
b. Misi
1) Rumah Sakit Panti Rapih menyelenggarakan pelayanan
kesehatan menyeluruh secara ramah, adil, profesional,
ikhlas, dan hormat dalam naungan iman Katolik yang gigih
membela hak hidup insan dan berpihak kepada yang
berkekurangan.
-
8/18/2019 D3-2015-332243-introduction (2)
19/26
19
2) Rumah Sakit Panti Rapih memandang karyawan sebagai
mitra karya dengan memberdayakan mereka untuk
mendukung kualitas kerja demi kepuasan pasien dan
keluarganya, dan dengan mewajibkan diri
menyelenggarakan kesejahteraan karyawan secara
terbuka, proporsional, adil, dan merata sesuai dengan
perkembangan dan kemampuan.
c. Nilai
1) Ramah
Ringan menyapa, tulus tersenyum, dan peka pada
harapan/kebutuhan yang dilayani.
2) Adil
Memberikan layanan kesehatan dan sikap melayani
yang sama tanpa memandang strata sosial,
pangkat/jabatan, kaya-miskin, asal-usul, dan perbedaan
lain.
3) Profesional
Memberikan layanan sesuai dengan standar yang
sudah ditetapkan secara optimal setara dengan tersedianya
sumber-sumber yang ada.
4) Ikhlas
Kepada siapapun, memperoleh seberapapun, tidak
menjadi halangan untuk terus melayani dan membela
kehidupan pasien sampai Tuhan sendiri mengambil
keputusan.
-
8/18/2019 D3-2015-332243-introduction (2)
20/26
-
8/18/2019 D3-2015-332243-introduction (2)
21/26
21
sehingga mencegah cacat tubuh atau kematian pada
penderita gawat darurat.
2) Rawat Inap
Kamar Rawat Inap tersedia di setiap bangsal rawat
inap di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta terdiri dari
bangsal Elizabeth, dengan berbagai perawatan antara lain
VVIP, VIP, utama, kelas I, kelas II, dan kelas III. Disamping
itu juga tersedia untuk kasus penyakit kebidanan dan
kandungan, penyakit anak, penyakit dalam, penyakit bedah,
penyakit saraf, bayi baru lahir, dan kamar dengan peralatan
lengkap 24 jam.
3) Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta memiliki poliklinik rawat
jalan sebagai berikut :
a) Poliklinik Umum
1. Subspesialis Endokrinology;
2. Subspesialis Hematology;
3. Subspesialis Infeksi;
4. Subspesialis Cardiology;
5. Subspesialis Gatroenterology;
6. Subspesialis Hepatology.
b) Poliklinik Kesehatan Anak
1. Subspesialis Neo/Perinatology;
2. Subspesialis Hematology Anak.
c) Poliklinik Gigi
1. Spesialis Ortodentist;
-
8/18/2019 D3-2015-332243-introduction (2)
22/26
22
2. Spesialis Bedah Mulut;
3. Spesialis Protesa;
4. Spesialis Konversi Gigi;
d) Poliklinik Endrokopik
1. Gastroscopy;
2. Bronchoscopy;
3. Coloncopy;
4. Urethroscopy;
5. Urethrorenscopy.
e) Poliklinik Bedah
1. Bedah Umum;
2. Digestive;
3. Orthopedic;
4. Oncologic;
5. Neuro;
6. Urology;
7. Anak;
8. Thorax dan vascular;
9. Mulut;
10. Plastik;
11. Laparoskopik;
f) Klinik Kebidanan dan Kandungan
g) Klinik Penyakit Mata
h) Klinik Kulit Kelamin
i) Klinik Syaraf
-
8/18/2019 D3-2015-332243-introduction (2)
23/26
23
j) Klinik Jiwa
k) Klinik Psikologi
l) Klinik Penyakit Paru
m) Klinik Penyakit Kulit Kosmetik
n) Klinik Penyakit Asma dan Alergi
o) Klinik Gizi
p) Klinik Rehabilitasi Medik
q) Klinik Radiotherapy
r) Pelayanan Pengobatan Alternatif
s) Klinik Akupuntur dan Jamu
t) Medical Check Up
4) Farmasi
Pemberian obat yang rasional, efektif, dan efisien
menjadi tujuan layanan Farmasi Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta adalah daftar obat yang bermutu termasuk
original produk.
5) Laboratorium
6) Administrasi Keuangan
Rawat jalan Rumah Sakit Panti Rapih didukung oleh
beberapa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter
subspesialis.
7) Pelayanan Penunjang
a) Fisioterapi atau Rehabilitasi Medis
Memberi pelayanan kepada penderita rawat
inap dan rawat jalan. Banyak jenis peralatan fisioterapi
-
8/18/2019 D3-2015-332243-introduction (2)
24/26
24
masa kini antara lain sonodynator yaitu perpaduan
ultrasonic terapi dengan elektrikal stimuli yang dapat
dikerjakan bersama, sangat efektif yang dapat
menghilangkan nyeri dan kejang otot, dan perlengkapan
jaringan disertai otot.
b) Radiologi
Bagian Radiologi yang ada di Rumah Sakit Panti
Rapih Yogyakarta:
1. Whole Body Computerized Tomo Graphy-Scanner;
2. Ultrasono Graphy (USG);
3. Electro Cardio Graphy (ECG).
Untuk melihat fungsi jantung, keadaan otot dan
katup jantung :
1. Magnetic Resonance Imaging (MRI);
2. Foto Thorax kecil atau besar;
3. Foto dengan kontras.
c) Diagnostik Hemodialisa (Dialisa Ginjal)
Mempunyai pelayanan klinik dialisa (cuci darah)
yang modern dapat digunakan dalam keadaan biasa dan
gawat darurat 2 jam. Alat dialisa ini menggunakan
larutan bikarbonat memungkinkan penderita lebih jarang
mengalami komplikasi dan merasa nyaman.
-
8/18/2019 D3-2015-332243-introduction (2)
25/26
25
8) Fasilitas yang tersedia di Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta antara lain sebagai berikut ini :
a) Memiliki kepastian tempat tidur sebanyak 380 tempat
tidur
b) Laboratorium
1. Laboratorium Patologi Klinik : Darah, urine, kimia,
feses,dll;
2. Laboratorium Anatomi :Jariangan dan sitologi;
3. Hemodialisa;
4. Radiologi;
5. Treadmill;
6. Farmasi
7. LFT (Lung Functional Graphy );
8. Fisioterapi;
9. ECG (Electro Cardio Graphy );
10. Konsultan Gizi;
11. Endoscopy;
12. PASSOMED (Pelayanan Pastual Sosial Medik);
13. UPI (Unit Pelayanan Intensif);
14. UPKMRS (Unit Pelayanan Pastual Kesehatan
Rumah Sakit);
15. Kamar Bersalin;
16. Rumah Duka
-
8/18/2019 D3-2015-332243-introduction (2)
26/26
9) Ruang Perawatan
Ruang perawatan tersedia dengan 380 tempat tidur
dengan klasifikasi mulai dari VVIP sampai dengan kelas 3
dengan perincian :
Tabel 1. Jumlah tempat tidur setiap ruang perawatan di RumahSakit Panti Rapih
Ruang Perawatan Jumlah (bed)
Kelas VVIPBangsal Maria Yosep
1
Kelas VIPBangsal Maria Yosep, Carolus
22
Kelas 1ABangsal Maria Yosep, Carolus
75
Kelas 1BBangsal Carolus
19
Kelas 1CBangsal Lukas
42
Kelas 2Bangsal Elisabeth, Carolus
85
Kelas 3Bangsal Elisabeth
136
Sumber : Profil Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta