daftar isi halaman judul i halaman prasyarat … fileabstract the turtle trading is one attempt to...
TRANSCRIPT
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM ....................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI ................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ......................................................... xi
ABSTRACT .................................................................................................... xii
ABSTRAK ...................................................................................................... xiii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 7
1.3 Ruang Lingkup Masalah ............................................................. 7
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................ 7
a. Tujuan Umum ........................................................................ 7
b. Tujuan Khusus ....................................................................... 8
1.5 Manfaat Penelitian ..................................................................... 8
a. Manfaat Teoritis .................................................................... 8
b. Manfaat Praktis ..................................................................... 8
1.6 Landasan Teoritis ........................................................................ 9
1.7 Metode Penelitian ....................................................................... 14
BAB II. TINJAUAN UMUM TENTANG PELAKU, TINDAK PIDANA
PERDAGANGAN PENYU DAN SATWA YANG DILINDUNGI
2.1 Penegakan Hukum .................................................................... 18
2.2 Pelaku Tindak Pidana ................................................................ 21
2.1.1 Pelaku (Pleger, Enkelvoudige Daderschap) ...................... 21
2.1.2 Orang yang Membuat Orang Lain Melakukan atau Penyuruh
(Doen Pleger) .................................................................... 23
2.1.3 Pelaku – Peserta (Medeplegen) ......................................... 28
2.1.4 Pembantu (Medeplichtige, Gehilfe atau Accomplice) ....... 30
2.3Tindak Pidana Perdagangan Penyu ............................................ 31
2.2.1 Tindak Pidana .................................................................. 31
2.2.2 Tindak Pidana Perdagangan Penyu ................................... 33
2.4 Satwa Yang Dilindungi ............................................................ 35
BAB III.PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA
PERDAGANGAN PENYU SEBAGAI SATWA YANG
DILINDUNGI
3.1 Proses Penegakan Hukum ........................................................ 36
3.1.1 Tahap Penyelidikan ....................................................... 36
3.1.2 Tahap Penyidikan ......................................................... 47
3.1.3 Tahap Penangkapan ....................................................... 49
3.1.4 Tahap Penahanan .......................................................... 40
3.1.5 Tahap Pemeriksaan Di Sidang Pengadilan ................... 41
BAB IV. FAKTOR PENGHAMBAT PENEGAKAN HUKUM TERHADAP
PELAKU TINDAK PIDANA PERDAGANGAN PENYU
4.1 Data Kasus .............................................................................. 46
4.2 Faktor Penghambat Dalam Penegakan Terhadap ...................
Perdagangan
Penyu ........................................................................................ 4
8 ................................................................................................
4.2.1 Faktor Masyarakat ........................................................... 48
4.2.2 Faktor Sarana atau Fasilitas ............................................ 51
4.2.3 Faktor Penegak Hukum .................................................. 52
BAB V. PENUTUP
5.1 Simpulan .................................................................................. 53
5.2 Saran ......................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR INFORMAN
LAMPIRAN-LAMPIRAN
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN
Dengan ini penulis menyatakan bahwa Karya Ilmiah/Penulisan
Hukum/Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis, tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi
manapun, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh penulis lain, kecuali yang secara
tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila Karya Ilmiah/Penulisan Hukum/Skripsi ini terbukti merupakan
duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain dan/atau dengan sengaja
mengajukan karya atau pendapat yang merupakan hasil karya penulis lain, maka
penulis bersedia menerima sanksi akademik dan/atau sanksi hukum yang berlaku.
Demikian surat pernyataan ini saya buat sebagai pertanggung jawaban
ilmiah tanpa ada paksaan maupun tekanan dari pihak manapun juga.
Denpasar, 18 Oktober 2016
Yang menyatakan,
(NI KADEK WITARINI)
ABSTRACT
The turtle trading is one attempt to peddle turtles to be offered to others for
the purpose of gain or profit. Trading in turtle, into the criminal acts and criminal
penalties can be imposed, whether the people doing the turtle trade and and people
who help carry out the act. All forms of human activity beyond the rescue of a kind
without any permission from the government in this case the Conservation of
Natural Resources is illegal. The purpose of this paper is to investigate the law
enforcement against the criminal trading in turtle as a protected animal in Polresta
Denpasar Jurisdiction. This type of research used legal research is included into
the type of empirical research that examines the law enforcement against the
criminal trade in turtle as a protected species and the conclusion that in the process
of enforcing the law against the crime of trading turtles through a process starting
from the inquiry stage, the stage of investigation , the stage of arrest, detention
stage, up to the stage of the examination based on the trial court that the Act
Conservation of Natural Resources and Ecosystems.Inhibiting factors enforcement
of the crime of trading turtles include community factors, factors of facilities and
amenities as well as law enforcement apparatus.
Keywords: Trading Turtle, Crime, Law Enforcement
ABSTRAK
Perdagangan penyu adalah salah satu usaha menjajakan penyu untuk
ditawarkan pada orang lain dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan atau
laba. Perdagangan penyu termasuk kedalam tindak pidana dan dapat dijatuhkan
hukuman pidana, baik itu orang yang melakukan perdagangan penyu maupun orang
yang membantu melaksanakan perbuatan tersebut. Segala bentuk aktifitas manusia
diluar penyelamatan suatu jenis tanpa ada izin dari pemerintah dalam hal ini Balai
Konservasi Sumber Daya Alam adalah ilegal. Adapun tujuan dari tulisan ini adalah
untuk mengetahui penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana perdagangan
penyu sebagai satwa yang dilindungi di Wilayah Hukum Polresta Denpasar. Jenis
penelitian yang dipergunakan penelitian hukum ini termasuk kedalam jenis
penelitian empiris yang mengkaji terhadap penegakan hukum terhadap pelaku
tindak pidana perdagangan penyu sebagai satwa yang dilindungi dan memperoleh
kesimpulan bahwa dalam proses penegakan hukum terhadap tindak pidana
perdagangan penyu melalui sebuah proses dimulai dari tahap penyelidikan, tahap
penyidikan, tahap penangkapan, tahap penahanan, sampai dengan tahap
pemeriksaan disidang pengadilan yang berpedoman pada Undang-undang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Faktor penghambat
penegakan hukum terhadap tindak pidana perdagangan penyu diantaranya adalah
faktor masyarakat, faktor sarana dan fasilitas serta faktor penegak hukum.
Kata Kunci: Perdagangan Penyu, Tindak Pidana, Penegakan Hukum
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa
sumber daya alam yang berlimpah, baik didarat, diperairan maupun diudara yang
merupakan modal dasar pembangunan nasional disegala bidang. Modal dasar
sumber daya alam tersebut harus dilindungi, dipelihara, dilestarikan, serta
dimanfaatkan secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya adalah bagian terpenting dari
sumber daya alam yang berfungsi dan bermanfaat sebagai pembentuk lingkungan
hidup yang tidak dapat digantikan. Mengingat peranannya yang sangat penting bagi
kehidupan manusia maka upaya konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya agar seimbang menjadi tanggung jawab dan kewajiban pemerintah
serta masayarakat.
Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, menyatakan:
Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam
hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin
kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan
kualitas keanekaragaman dan nilainya.
Salah satu yang menjadikan ciri keunikan Indonesia sebagai negara yang
kaya akan keanekaragam hayati adalah keanekaragaman satwanya yang sebagian
dikategorikan langka. Kelestarian satwa yangsudah dimasukkan dalam kategori
langka atau dilindungi, sangat penting dilakukandengan tujuan untuk
menyelamatkan spesies tersebut dari kepunahan.
Kegiatan konservasi sumber daya alam hayati untuk menghindari
kepunahan sumber daya alam nabati dan alam hewani adalah melalui pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Menurut Pasal 1
angka 2 Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis
Tumbuhan dan Satwa menyatakan, “Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa diluar
habitanya adalah upaya menjaga keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa agar
tidak punah”.
Pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya
dilaksanakan dengan menjaga keutuhan suaka alam agar tetap dalam keadaan asli.
Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa didalam kawasan suaka marga satwa tetap
seimbang menurut proses alam habitatnya sedangkan pengawetan diluar kawasan
suaka dilakukan dengan menjaga dan mengembangbiakkan jenis tumbuhan dan
satwa untuk menghindari bahaya kepunahan. Salah satu dari satwa yang dilindungi
dari sekian banyak satwa yang ada di Indonesia dan dibahas dalam skripsi ini adalah
satwa penyu.
Penyu merupakan salah satu reptil terbesar yang hidup dilaut.
Keberadaannya memiliki arti penting bagi kehidupan sosial, ekonomi pada banyak
masyarakat, terutama bagi masyarakat pesisir yaitu berupa pemanfaatan telur dan
daging penyu secara bijak. Akan tetapi keberadaan semua spesies penyu yang ada
telah mengalami penurunan populasi yang cukup tinggi, bahkan telah dikategorikan
terancam punah.1 Keberadaannya yang telah lama terancam, baik dari alam maupun
kegiatan manusia yang membahayakan populasinya secara langsung maupun tidak
langsung. Pergeseran fungsi lahan yang menyebabkan kerusakan habitat pantai,
kematian penyu akibat kegiatan perikanan, perubahan iklim,penyakit, serta
ancaman predator merupakanfaktor-faktor penyebab penurunan populasi penyu.
Selain itu, karakteristik siklushidup penyu sangat panjang dan sangat lambat. Faktor
utama yang menyebabkan menurunnya populasi penyu yaitu adanya penangkapan
penyu dengan sengaja yang bertujuan mengambil telur serta dagingnya untuk dijual
dan dikonsumsi.
Pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya
dilaksanakan dengan menjaga keutuhan suaka alam agar tetap dalam keadaan asli.
Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa didalam kawasan suaka marga satwa tetap
seimbang menurut proses alam habitatnya. Sedangkan pengawetan diluar kawasan
suaka dilakukan dengan menjaga dan mengembangbiakkan jenis tumbuhan dan
satwa untuk menghindari bahaya kepunahan.
Dalam pemanfaatan sumber daya penyu terjadi banyak penyimpangan yang
dilakukan dengan tidak memperhatikan masa pelestarian lingkungan hidup dan
keberlanjutan sumber daya tersebut. Hingga saat ini pemanfaatan sumber daya
penyu masih belum mengikuti cara-cara yang baik dan benar, sehingga terjadi
ketidakseimbangan antara tingkat pemanfaatan dengan tingkat pertambahan
populasi. Eksploitasi yang berlebihan tanpa menghiraukan pelestariannya, akan
menyebabkan status populasi dialam yang sudah langka itu semakin terancam
punah. 2
1IUCN, 2007, The IUNC Red List of Threatened Species. IUCN the World Concervation
Union. http://www.iucnredlist.org/info/programme diakses tanggal 04 November 2015.
2www.menlh.go.id/pengelolaan-penyu-di-indonesia diakses tanggal 06 November 2015.
Di Bali khususnya Kota Denpasar dan Kabupaten Badung, terdapat aktivitas
perdagangan penyu khususnya penyu hijau yang sudah berlangsung sejak lama.
Perdagangan penyu hijau di Bali telah mendapat perhatian dunia Internasional
dalam lima belas tahun terakhir ini. Tahun 1990-an, beberapa lembaga internasional
seperti Greenpeace mempublikasikan bahwa telah terjadi perdagangan dan
pembantaian ribuan penyu hijau pertahun di Bali.3
Pemanfaatan terhadap penyu laut khusunya penyu hijau di Bali sangatlah
tinggi dan sangat memprihatinkan. Penyu hijau banyak dimanfaatkan untuk
keperluan upacara adat maupun untuk dikonsumsi sebagai makanan
tradisional.Masyarakat Bali memandang penyu sebagai hewan suci (ulam suci)
yang dapat digunakan sebagai komponen hewan sesaji. Balai Konservasi Sumber
Daya Alam (BKSDA) Provinsi Bali menegaskan penggunaan hewan penyu untuk
upacara keagamaan di Bali harus mendapatkan rekomendasi dari Parisadha hindu
Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi bali. Aturan tersebut merupakan perjanjian
antara Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dengan PHDI mengenai
pemanfaatan penyu dan penggunaan salah satu fauna dilindungi di Nusantara.
Dalam aturan tersebut tertulis bahwa hanya diperbolehkan memakai satu ekor
penyu untuk satu jenis upacara keagamaan baik tingkat besar, sedang maupun kecil.
Selain itu pihak penyelenggara upacara harus mengganti uang yang dihabiskan
3http://www.profauna.org/content/id/perdagangan_penyu_di_bali.html, diakses tanggal 05
November 2015.
selama proses pengembangbiakan penyu di beberapa daerah perlindungan dan
pengembangbiakan satwa langka.4
Perlindungan terhadap penyu tidak terlepas dari peran serta Direktorat Polisi
Perairan (selanjutnya disebut dengan Dit Pol Air yang merupakan salah satu unsur
institusi Kepolisian dengan tugas dan wewenang sebagaimana diatur dalam
Undang-undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya Pasal
39 ayat 1 yaitu:
(1) Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, juga
pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan departemen yang
lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan konservasi
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, diberi wewenang khusus
sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor
8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan
penyidikan tindak pidana di bidang konservasi sumber daya alam hayati
dan ekosistemnya.
Peraturan yang terkait dengan perlindungan terhadap penyu juga telah
dilakukan dan bahkan pengenaan sanksi pidana telah diterapkan, yaitu berdasarkan
sumber buku bantu kasus pidana Pengadilan Negeri Denpasar perdagangan penyu
yang dilakukan Ni Made Werni tertangkap telah menyimpan dan memperniagakan
satwa yang dilindungi yaitu penyu hijau dalam keadaan mati yang rencananya akan
digunakan sebagai lawar penyu dan kepadanya telah diancam pidana dalam Pasal
40 ayat (2) jo Pasal 21 ayat (2) huruf b Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya”.
4Antara bali, BKSDA: Penyu Untuk Upacara Dapat Rekomendasi PHDI, Available at
http://m.antarabali.com/berita/76516/bksda--penyu-untuk-upacara-dapat-rekomendasi-phdi,diakses
tanggal 04 Novembar 2015.
Perbuatan tersebut sangat merugikan bagi negara dan telah melanggar
ketentuan yang telah ditetapkan negara. Perdagangan satwa yang dilindungi
merupakan tindak pidana kejahatan, yang telah melanggar ketentuan yang ada.
tetapi masyarakat di Bali belum dapat menerima secara penuh keberadaan dari
peraturan-peraturan yang terkait dengan perlindungan penyu tersebut mengingat
penyu merupakan salah satu satwa langka yang diperlukan untuk adat dan agama.
Dilihat dari keadaan tersebut dapat diketahui masih ada pelanggaran-pelanggaran
terhadap Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis
Tumbuhan dan Satwa.
Maraknya perdagangan penyu di Bali disebabkan oleh faktor lemahnya
kesadaran masyarakat akan satwa yang ekosistemnya hampir punah. Disadari
bahwa dikalangan masyarakat, khususnya masyarakat nelayan dan aparat terkait
masih perlu ditanamkan kesadaran yang mendalam akan pentingnya kaidah-kaidah
pelestarian dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumber daya penyu secara
rasional. Kegiatan penyuluhan tentang status populasi dan biologi penyu maupun
hukum yang berkaitan dengan pemanfaatan perlu melibatkan pemerintah daerah,
pemuka agama dan adat, generasi muda, masyarakat ilmiah serta pecinta alam.
Berdasarkan dengan latar belakang yang telah diuraikan, maka
permasalahan ini akan lebih lanjut diteliti dalam sebuah skripsi yang berjudul:
“Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Penyu
Sebagai Satwa Yang Dilindungi (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Polresta
Denpasar)”.Alasan penulis memilih lokasi penelitian di Kantor Direktorat Polisi
Perairan Polresta Denpasar adalah institusi kepolisian yang telah melakukan
penyidikan terhadap tindak pidana perdagangan penyu sesuai tugas dan wewenang
selaku penegak hukum di wilayah perairan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana perdagangan
penyu sebagai satwa yang dilindungidi wilayah hukum polresta denpasar?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Ruang lingkup skripsi ini dibatasi pada:
1. Penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana perdagangan penyu
sebagai satwa yang dilindungi di Wilayah Hukum Polresta Denpasar.
1.4 Tujuan Penelitian
Pada dasarnya setiap kegiatan yang dilakukan mempunyai suatu tujuan
termasuk dalam hal penulisan skripsi ini. Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini
adalah sebagai berikut:
a. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan skripsi ini adalah untuk menambah
pengetahuan hukum pidana dan memahami Penegakan Hukum Terhadap
Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Penyu Sebagai Satwa Yang Dilindungi.
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus yang ingin diperoleh dalam penulisan skripsi ini adalah
untuk mengetahui penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana
perdagangan penyu sebagai satwa yang dilindungi.
1.5 Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini nantinya diharapkan secara teoritis dapat bermanfaat untuk
memberikan masukan untuk perkembangan kemajuan hukum pidana pada
khususnya serta menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai
penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana perdagangan penyu
sebagai satwa yang dilindungi
b. Manfaat Praktis
1. Memberikan masukan bagi pemerintah, aparat penegak hukum, dan
masyarakat tentang hal-hal yang harus dilakukan dalam upaya
memberikan perlindungan terhadap satwa yang dilindungi dengan
menggunakan sarana hukum pidana.
2. Memberikan manfaat serta masukan pengetahuan bagi masyarakat yang
berkaitan dengan larangan perdagangan penyu dan ancaman sanksi
pidana perdagangan penyu sebagaimana telah diatur dalam Undang-
undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya.
1.6 Landasan Teoritis
1. Pidana
Pidana berasal dari kata straft(Belanda) yang ada kalanya disebut dengan
istilah hukuman. Istilah pidana lebih tepat dari istilah hukuman, karena hukum
sudah lazim menrupakan terjemahan dari recht. Pidana Lebih tepat didefinisikan
sebagai suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan/diberikan oleh negara kepada
seseorang atau beberapa orang sebagai akibat hukum (sanksi) baginya atas
perbuatannya yang telah melanggar larangan hukum pidana. Secara khusus
larangan dalam hukum pidana ini disebut sebagai tindak pidana (strafbaar feit).5
Moeljatno mengartikan hukum pidana sebagai bagian dari keseluruhan
hukum yang berlaku disuatu Negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-
aturan untuk:6
1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang
dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi pidana tertentu bagi siapa saja
yang melanggarnya.
2. Menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah melakukan
larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana
yang telah diancamkan.
3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat
dilaksanakan apabila orang yang diduga telah melanggar ketentuan tersebut.
5 Adami Chazawi, 2010, Pelajaran hukum Pidana bagian I, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta h. 24.
6 Moeljatno, 2008, Asas-asas Hukum Pidana Cetakan Kedelapan Edisi Revisi, Renika
Cipta,Jakarta. h. 1.
Disamping definisi tersebut diatas, Simons memberikan definisi hukum
pidana sebagai berikut:7
a. Keseluruhan larangan atau perintah yang oleh Negara diancam dengan
nestapa yaitu suatu “pidana” apabila tidak ditaati.
b. Keseluruhan peraturan yang menetapkan syarat-syarat untuk penjatuhan
pidana.
c. Keseluruhan ketentuan yang memberikan dasar untuk penjatuhan dan
penerapan pidana.
Dalam menentukan definisi hukum pidana menurut ilmu pengetahuan,
Pompe membedakan beberapa golongan pendapat. Hukum pidana adalah hukum
sanksi. Definisi ini diberikan berdasarkan ciri hukum pidana yang membedakan
dengan lapangan hukum yang lain yaitu bahwa hukum pidana sebenarnya tidak
membedakan norma sendiri melainkan sudah terletak pada lapangan hukum lain,
dan sanksi pidana diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma diluar
hukum pidana. Hukum pidana adalah keseluruhan aturan ketentuan hukum
mengenai perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum dan aturan pidananya.8
Wirjono Prodjodikoro memberikan pengertian hukum pidana kedalam
hukum pidana materiil dan hukum pidana formal. Menurutnya isi hukum pidana
materiil adalah penunjukan dan gambaran dari perbuatan-perbuatan yang diancam
dengan hukum pidana, penunjukan syarat umum yang harus dipenuhi agar
perbuatan itu merupakan perbuatan yang pembuatnya dapat dihukum pidana,
7 Sudarto, 1990, Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto, Semarang, h. 9.
8 Bambang Poernomo, 2000, Asas-asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia,Yogyakarta, h.
19.
penunjukan orang atau badan hukum yang pada umumnya dapat hukum pidana, dan
penunjukan jenis hukuman pidana yang dapat dijatuhkan. Sedangkan hukum pidana
formal (hukum acara pidana) berhubungan erat dengan diadakannya hukum pidana
materiil, oleh karena merupaka suatu rangkaian peraturan yang memuat cara
bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa yaitu kepolisian, kejaksaan dan
pengadilan harus bertindak guna mencapai tujuan negara dengan mengadakan
hukum pidana. 9
Pengertian hukum pidana juga dikemukakan oleh Adami Chazawi. Dia
mengartikan hukum pidana sebagai bagian dari hukum publik yang memuat atau
berisi ketentuan-ketentuan tentang:10
1. Aturan umum hukum pidana dan yang berkaitan dengan larangan
melakukan perbuatan-perbuatan (aktif/positif maupun hasil pasif/negatif)
tertentu yang disertai dengan ancaman sanksi berupa pidana bagi (straf)
bagi yang melanggar larangan tersebut.
2. Syarat-syarat tertentu (kapankah) yang harus dipenuhi/harus ada bagi si
pelanggar untuk dapat dijatuhkannya sanksi pidana yang diancamkan pada
larangan perbuatan yang dilarangnya.
3. Tindakan dan upaya-upaya lain yang boleh atau harus dilakukan negara
melalui alat-alat perlengkapannya (misalnya polisi, jaksa, hakim) terhadap
yang disangka dan disakwa sebagai pelanggar hukum pidana dalam rangka
usaha menentukan, menjatuhkan dan melaksanakan sanksi pidana terhadap
9 Wirjono Prodjodikoro, 1962, Hukum Acara Pidana Di Indonesia, Bandung, Sumur,
Bandung, h. 13.
10Adami Chazawi, op.cit, h. 2.
dirinya, serta tindakan dan upaya-upaya yang boleh dan harus dilakukan
oleh tersangka dan terdakwa pelanggar hukum tersebut dalam usaha
melindungi dan mempertahankan hak-haknya dari tindakan negara dalam
upaya negara menegakkan hukum pidana tersebut.
2. Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum bisa berarti perlindungan yang diberikan terhadap
hukum agar tidak ditafsirkan berbeda dan tidak cederai oleh aparat penegak hukum
dan juga bisa berarti perlindungan yang diberikan oleh hukum terhadap sesuatu.
Perlindungan hukum juga dapat menimbulkan pertanyaan yang kemudian
meragukan keberadaan hukum. Hukum sejatinya harus memberikan perlindungan
terhadap semua pihak sesuai dengan status hukumnya karena setiap orang memiliki
kedudukan yang sama dihadapan hukum. Setiap aparat penegak hukum jelas wajib
menegakkan hukum dan dengan berfungsinya aturan hukum, maka secara tidak
langsung pula hukum akan memberikan perlindungan terhadap setiap hubungan
hukum atau segala aspek dalam kehidupan masyarakat yang diatur oleh hukum itu
sendiri.
Menurut Fitzgerald , Teori perlindungan hukum Salmond bahwa hukum
bertujuan mengintegrasikan dam mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam
masyrakat karena dalam suatu lalulintas kepentingan, perlindunagn terhadap
kepentingan tertentu dapat dilakukan dengan cara membatai berbagai
kepentingandi lain pihak.11Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan
11 Satijipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum , PT. Citra Aditya Bakti, Bandung , h. 53.
kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk
menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi.12Perlindungan
hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan
hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada
dasarnya merupkan kesepakatan masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan
prilaku antara angota-anggota masyarakat dan antara perseorangan dengan
pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat.
Menurut Satijipto Raharjo perlindungan hukum adalah memberikan
pengayoman terhadap hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan
perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-
hak yang diberikan oleh hukum.13
Menurut Phillipus M. Hadjon bahwa perlindungan hukum bagi rakyat
sebagai tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan resprensif.14Perlindungan
Hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, yang
mengarahkan tindakan pemerintah bersikap hati-hati dalam pengambilan keputusan
berdasarkandiskresi dan perlindungan yang resprensifbertujuan untuk mencegah
terjadinya sengketa, termasuk penanganannya di lembaga peradilan.15
Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum
untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan
12Ibid. h. 69. 13Ibid. h. 54.
14Phillipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia, PT. Bina
Ilmu,Surabaya,h. 2.
15Maria Alfons, 2010,Implentasi Perlindungan Indikasi Geografis Atas Produk-Produk
Masyarakat Lokal Dalam Prespektif Hak kekayaan Intelektual, Universitas Brawijaya,Malang,h.
18.
kepastian hukum. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan
kepada subyek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif
maupun dalam bentuk yang bersifat represif, baik yang secara tertulis maupun tidak
tertulis dalam rangka menegakkan peraturan hukum. Hakekatnya setiap orang
berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum
harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat banyak macam
perlindungan hukum.
1.7 Metode penelitian
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah dengan menggunakan
jenis penelitianyuridis empiris yang mengkaji terhadap penegakan hukum
terhadap pelaku tindak pidana perdagangan penyu sebagai satwa yang
dilindungi. Adanya penangkapan dan perdagangan penyu secara tidak sah
(ilegal), sehingga dalam penelitian hukum empiris ini akan meneliti dan
mengkaji penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana perdagangan
penyu sebagai satwa yang dilindungi.
b. Sifat Penelitian
Penelitian hukum empiris ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif.
Penelitian diskriptif bertujuan menngambarkan secara tepat sifat-sifat suatu
individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan
ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain di
masyarakat.16Penelitian skripsi ini mencari fakta-fakta terhadap penegakan
hukum terhadap pelaku tindak pidana perdagangan penyu sebagai satwa
yang dilindungi, kemudian dikaji dengan menggunakan landasan teori yang
berkaitan sehingga dapat menggambarkan dan mendeskripsikan bagaimana
penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana perdagangan penyu
sebagai satwa yang dilindungi.
c. Sumber Data
Sumber bahan hukum yang digunakan dalam skripsi ini diperoleh dari dua
macam sumber yaitu:
a. Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya, baik
melalui wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk dokumen
tidak resmi yang kemudian diolah oleh peneliti.
b. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi,
buku-buku yang berhubungan dengan obyek penelitian, hasil penelitian
dalam bentuk laporan, skripsi, tesis, disertasi dan peraturan perundang-
undangan.17
Data sekunder tersebut dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan-bahan hukum yang mengikat terdiri dari peraturan
perundang-undangan terkait obyek penelitian antara lain:
16 Amiruddin dan HAL. Zainal Asikin, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Ed.
1-4, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 46.
17 Zainudin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 106.
1. Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-
undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan
Jenis Tumbuhan dan Satwa.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer. Sebagai bahan hukum sekunder
yang terutama adalah buku-buku hukum termasuk skripsi, tesis, dan
disertasi hukum dan jurnal-jurnal hukum.18 Bahan hukum sekunder
juga dapat berupa artikel-artikel yang diperoleh secara online di
internet.
c. Bahan Hukum Tertier
Bahan hukum tertier adalah petunjuk atau penjelasan mengenai
bahan hukum primer dan sekunder yang berasal dari kamus hukum
dan kamus bahasa Indonesia.
d. Teknik Pengumpulan Data
a. Teknik studi dokumen
18Peter Mahmud Masduki, 2005, Penelitian Hukum , Kencana Prenada Media Group,
Jakarta, h. 155.
Studi dokumen dilakukan terhadap bahan-bahan hukum yang
bersumber dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen
resmi, publikasi, serta hasil penelitian yang relevan dengan
permasalahan penelitian.
b. Teknik wawancara (interview)
Wawancara adalah merupakan salah satu teknik yang sering dan paling
lazim digunakan dalam penelitian ilmu hukum dalam aspek
empiris.Wawancara dilakukan terhadap responden maupun informan
untuk memperoleh data yang relevan dengan masalah penelitian.
Wawancara yang dilakukan oleh penulis adalah wawancara terbuka
untuk memperoleh informasi langsung dari narasumber. Informan yang
akan diwawancara oleh penulis antara lain Kasat Pol Air Polresta
Denpasar.
e. Teknik Pengolahan dan Analisa Data
Pengelolaan data adalah kegiatan merapikan data hasil dari pengumpulan
data sehingga siap dipakai untuk dianalisa. Setelah data primer dan data
sekunder terkumpul, maka data tersebut diolah dan dianalisa dengan
menggunakan metode kualitatif setelah melalui proses pengolahan dan
analisis, kemudian data akan disajikan secara deskriptif, kualitatif, dan
sistematis.