departemen pendidikan nasional - rumah belajar … · 2012-10-02 · di sma pusat pusat...
TRANSCRIPT
i
DEPAR
TEM
EN
PEN
DID
IKAN
NASIO
NAL
DIR
EKTO
RAT
JEN
DER
AL
PEN
ING
KATAN
MU
TU
PEN
DID
IKD
AN
TEN
AG
AKEPEN
DID
IKAN
PU
SA
TP
EN
GE
MB
AN
GA
ND
AN
PE
MB
ER
DA
YA
AN
PE
ND
IDIK
DA
NT
EN
AG
AK
EP
EN
DID
IKA
NM
AT
EM
AT
IKA
YO
GYAKAR
TA
2008
PA
KE
TF
AS
ILIT
AS
IP
EM
BE
RD
AY
AA
NK
KG
/MG
MP
MA
TE
MA
TIK
A
P PS S
I IK KO O
L LO O
G GI I
P PE E
M MB B
E EL L
A AJ J
A AR R
A AN N
M MA A
T TE E
M MA A
T TI IK K
A AD D
I IS S
M MA A
Penulis:
Fadjar
Sh
adiq,M.A
pp.Sc
Penilai:
Dra.
Sri
Wardh
ani
Editor:
Sri
Pu
rnam
aS
urya,S
.Pd,M
.Si
Desain
:
An
ang
Hen
iT
armoko
2
PsikologiP
embelajaran
Matem
atikadiSM
A
Pu
satP
usa
tP
eng
emb
ang
and
anP
emb
erday
aanP
end
idik
dan
Ten
aga
Kep
end
idik
an(P
PP
PT
K)
Matem
atika
dalam
melak
sanak
antu
gas
dan
fun
gsin
ya
men
gacu
pad
atig
ap
ilark
ebijak
anp
ok
ok
Dep
dik
nas,
yaitu
:1)
Pem
erataan
dan
perlu
asan
akses
pen
did
ikan
;2)
Pen
ing
katan
mu
tu,
relevan
sid
an
day
asa
ing
;3)
Pen
gu
atantata
kelo
la,ak
un
tabilitas,
dan
citrap
ub
likm
enu
juin
sanIn
do
nesia
cerdas
dan
ko
mp
etitif.
Dala
mran
gk
am
ewu
jud
kan
pem
erataan,
perlu
asanak
sesd
an
pen
ing
katan
mu
tup
end
idik
an,
salahsa
tustrateg
iy
ang
dilak
uk
an
PP
PP
TK
Matem
atik
aad
ala
hm
enin
gk
atkan
peran
Kelo
mp
ok
Kerja
Gu
ru
(KK
G)
dan
Mu
syaw
arahG
uru
Mata
Pelajaran
(MG
MP
)serta
pem
berd
ay
aan
gu
ruin
ti/g
uru
pem
and
u/g
uru
pen
gem
ban
gy
ang
ada
pad
asetiap
keca
matan
,k
ab
up
aten
dan
ko
ta.
Seb
ag
ai
up
ay
ap
enin
gk
ata
nm
utu
dim
aksu
dm
aka
lemb
aga
ini
dih
arap
kan
mam
pu
mem
fasilitasik
egiatan
-keg
iatany
ang
terkait
den
gan
imp
lemen
tasip
eng
emb
ang
anp
emb
elajaranm
atematik
ad
ilap
ang
an.
Gu
na
mem
ban
tum
emfasilita
sifo
rum
ini,
PP
PP
TK
Matem
atika
men
yia
pk
anp
ak
etb
erisik
um
pu
lanm
ateri/bah
any
ang
dap
atd
igu
nak
an
sebag
aireferen
si,p
eng
ayaan
,d
anp
and
uan
di
KK
G/M
GM
Pk
hu
susn
ya
pem
bela
jara
nm
atematik
a,
den
gan
top
ik-to
pik
/bah
anatas
masu
kan
dan
iden
tifikasi
perm
asalahan
pem
belajaran
matem
atika
di
lapan
gan
.
KA
TA
PE
NG
AT
AR
PsikologiP
embelajaran
Matem
atikadiSM
A
Berk
atrah
mat
Tu
han
Yan
gM
aha
Esa,
atasb
imb
ing
an-N
ya
pen
yu
sun
anP
ak
etF
asilitasiP
emb
erda
yaan
KK
G/M
GM
PM
atematik
a
dap
atd
iselesaik
and
eng
an
baik
.U
ntu
kitu
tiada
kata
yan
gp
atut
diu
capk
an
kecu
alip
uji
dan
syu
ku
rk
ehad
irat-Ny
a.
Den
gan
segala
keleb
ihan
dan
kek
uran
gan
yan
gad
a,p
aket
fasilitasiin
id
ihara
pk
anb
erman
faatd
alamm
end
uk
un
gp
enin
gk
atan
mu
tup
end
idik
dan
tenag
ak
epen
did
ikan
melalu
ifo
rum
KK
G/M
GM
P
Matem
atika
yan
gd
apat
berim
plik
asip
ositif
terhad
app
enin
gk
atanm
utu
pen
did
ikan
.
Seb
agaim
ana
pep
atah
men
gatak
an,
tiada
gad
ing
yan
gtak
retak,
dem
ikian
pu
lad
eng
anp
aket
fasilita
siin
iw
alaup
un
telahm
elalui
tahap
iden
tifikasi,
pen
yu
sun
an,
pen
ilaia
n,
dan
editin
gm
asihad
ay
ang
perlu
disem
pu
rnak
an.
Oleh
karen
aitu
saran
,k
ritik,
dan
masu
kan
yan
gb
ersifat
mem
ban
gu
nd
emi
pen
ing
katan
keb
erma
kn
aanp
aket
ini,
diterim
ad
eng
an
senan
gh
ati
teriring
uca
pan
terima
kasih
.U
capan
terima
kasih
dan
pen
gh
argaa
nsetin
gg
i-ting
gin
ya
kam
isam
paik
anp
ula
kep
ada
semu
a
pih
aky
ang
mem
ban
tum
ewu
jud
kan
pak
etfasilitasi
ini,
mu
dah
-mu
dah
an
berm
anfa
atu
ntu
kp
end
idik
and
im
asad
epan
.
Yo
gy
akarta,
Kep
ala,
KA
SM
AN
SU
LY
ON
O
NIP
.130352806
ii
D DDa aaf fft tta aar rr
I IIs ssi iiK
ata Pengantar----------------------------------------------------------------------------------i
Dafta
r Isi-----------------------------------------------------------------------------------ii
Bab I
Pendahuluan
-----------------------------------------------------------------1A
.Latar B
elakang---------------------------------------------------------1
B.
Tujuan P
enulisan Paket----------------------------------------------2
C.
Ruang Lingkup P
enulisan-------------------------------------------2
D.
Cara P
emanfaa
tan Paket--------------------------------------------2
Bab II
Psikologi T
ingkah Laku---------------------------------------------------3
A.
Teori P
sikologi Tingkah Laku
---------------------------------------4B
.F
akta,K
onsep,P
rinsip dan Ketram
pilan Mate
matika--------4
C.
Hirarki B
elajar-----------------------------------------------------------6T
ugas -------------------------------------------------------------------------8B
ab IIIT
eori Pem
ahaman S
kemp
-----------------------------------------------9A
.P
emaham
an Relasional dan Instrum
ental--------------------10B
.K
elebihan dan Kekurangannya
----------------------------------11T
ugas -----------------------------------------------------------------------14B
ab IVP
sikologi Perkem
bangan Kognitif P
iaget---------------------------15A
.E
mpat T
ahap Perkem
bangan Kognitif-------------------------15
B.
Proses P
erkembangan K
ognitif---------------------------------17
C.
Faktor yang M
empengaruhi P
erkembangan K
ognitif -----18T
ugas -----------------------------------------------------------------------19B
ab VK
onstruktivisme
-----------------------------------------------------------21A
.A
pa Inti Konstruktivism
e? -----------------------------------------21B
.K
onstruktivisme S
osial Vigotsky
---------------------------------23C
.Im
plikasinya P
ada Pem
belajaran--------------------------------24T
ugas -----------------------------------------------------------------------27B
ab VI
Teori P
resentasi Bruner-------------------------------------------------29
A.
Tiga T
ahap Pada P
roses Belajar -------------------------------29
B.
Em
pat Teorem
a Belajar dan M
engajar------------------------30T
ugas -----------------------------------------------------------------------32B
ab VII
Belajar B
ermakna D
avid P. A
usubel--------------------------------33A
.B
elajar Hafalan ------------------------------------------------------33
B.
Meng
apa Harus B
elajar Berm
akna?---------------------------35
Tugas -----------------------------------------------------------------------37
Bab V
IIIP
enutup---------------------------------------------------------------------39
A.
Rangkum
an ----------------------------------------------------------40B
.T
es ----------------------------------------------------------------------41D
aftar P
ustaka--------------------------------------------------------------------------------42
Lampiran
-----------------------------------------------------------------------------43
Psikologi Pembelajaran Matematika
1
ugas seorang
guru m
atematika
adalah m
embantu
siswanya
untuk m
endapatkan: (1)
pengetahuan m
atematika
yang m
eliputi konsep,
keterkaitan antar konsep, dan algoritma; (2) kem
ampuan bernalar; (3)
kemam
puan m
emecahkan
masalah;
(4) kem
ampuan
mengkom
unikasikan gagasan dan ide; serta (5) sikap m
enghargai kegunaan matem
atika dalam
kehidupan. S
ecara um
um,
tugas utam
a seorang
guru m
atematika
adalah m
embim
bing sisw
anya tentang
bagaimana
belajar yang
sesungguhnya (learning how
to learn) dan bagaimana m
emecahkan setiap m
asalah yang m
enghadang dirinya (learning how to solve problem
s) sehingga bimbingan
tersebut dapat digunakan dan dimanfaatkan di m
asa depan mereka. K
arena itu, tujuan jangka panjang pem
belajaran adalah untuk meningkatkan kom
petensi para sisw
a agar ketika mereka sudah m
eninggalkan bangku sekolah, mereka
akan mam
pu mengem
bangkan diri mereka sendiri dan m
ampu m
emecahkan
masalah yang m
uncul.
Sebagian besar orang m
emaham
i psikologi sebagai ilmu yang m
embahas
tentang bagaim
ana seseorang
belajar, tentang
bagaimana
orang tersebut
melakukan atau m
elaksanakan suatu tugas, dan tentang bagaimana ia bisa
berkembang.
Seorang
guru m
atematika
dapat saja
mengem
bangkan pengetahuan
tentang hal-hal
yang dibahas
psikologi berdasar
pada pengalam
an mengajarnya. N
amun hal itu akan m
emerlukan w
aktu yang lama.
Para guru dapat saja m
empelajari pendapat para pakar psikologi. M
engingat begitu
pentingnya pengetahuan
tentang psikologi
pembelajaran
ini, m
aka salah
satu paket
yang disusun
pada K
egiatan P
enulisan P
aket F
asilitasi P
emberdayaan M
GM
P M
atematika S
MA
adalah: ‘Psikologi P
embelajaran
T
BAB IP
EN
DA
HU
LUA
N
A.
Lata
r Belakan
g
Psikologi Pembelajaran Matematika
2
Matem
atika’. Dengan bahan ini, diharapkan para guru m
atematika S
MA
yang m
engikuti kegiatan
di M
GM
P
Matem
atika S
MA
akan
terbantu dalam
m
elaksanakan proses pembelajaran di kelasnya.
Paket
ini m
embahas
beberapa teori-teori
pembelajaran
matem
atika untuk
mem
bantu para guru matem
atika SM
A dalam
rangka mendukung tercapainya
tujuan pembelajaran m
atematika seperti yang dituntut P
ermendiknas N
omor
22 Tahun 2006.
Paket ini m
embahas tentang psikologi pem
belajaran matem
atika yang berkait dengan: psikologi tingkah laku (behaviourism
), teori pemaham
an relasional (relational
understanding) dan
pemaham
an instrum
ental (instrum
ental understanding) dari S
kemp, psikologi perkem
bangan kognitif dari Piaget,
psikologi sosial
dari V
ygotsky, teori
presentasi B
runer yang
terdiri atas
enaktif, ikonik, dan simbolik; serta teori belajar berm
akna dari Ausubel
Setiap bagian paket ini dim
ulai dengan teori-teori belajar yang dianggap penting bagi para guru m
atematika, selanjutnya diikuti dengan m
embahas
contoh-contoh praktis yang dapat langsung dicobakan para guru di lapangan. U
ntuk lebih mem
antapkan, paket ini dilengkapi dengan tugas untuk bahan diskusi para peserta M
GM
P. S
elanjutnya, para guru matem
atika diharapkan dapat m
engembangkan sendiri contoh-contoh konkret yang pernah dilakukan
ataupun yang akan dilakukan berdasar teori-teori yang ada, sehingga ada dasar pijakan
yang kuat
berkait dengan
praktek
pembelajaran
di kelas.
Pada
akhirnya, jika para pemakai paket ini m
engalami kesulitan atau m
emiliki saran
ataupun kritik yang mem
bangan, sudilah kiranya menghubungi penulisnya,
Fadjar S
hadiq, M.A
pp.Sc (dengan alam
at: PP
PP
TK
Matem
atika Yogyakarta,
Kotak P
os 31 YK
BS
, Yogyakarta 55281 atau em
ail: [email protected]
m
aupun w
ebsite (blog):
ww
w.fadjarp3g.w
ordpress.com.
Sebelum
nya disam
paikan terima kasih.
D.
Cara P
eman
faatan P
aket
C.
Ru
ang
Lin
gku
p P
enu
lisan
B.
Tu
juan
Pen
ulisan
Paket
Psikologi Pembelajaran Matematika
3
emaham
i teori belajar dari para pakar psikologi sangatlah penting untuk keberhasilan
proses pem
belajaran m
atematika
di kelas.
Dengan
mem
ahami
teori belajar
yang ada,
para guru
diharapkan
dapat m
erancang proses pembelajaran di kelasnya
dengan lebih baik
karena sudah
mendasarkan pada teori-teori belajar (learning theory) sebagai acuannya. Y
ang perlu diperhatikan guru m
atematika S
MA
, setiap teori mem
iliki keunggulan dan kelem
ahan sendiri-sendiri.
Nam
un yang
paling penting
adalah para
guru hendaknya dapat m
enggunakan dengan tepat keunggulan setiap teori tersebut dan m
eminim
alkan kelemahan yang m
ungkin akan timbul.
Terdapat dua m
acam teori belajar yang dikenal, yaitu teori belajar dari penganut
psikologi tingkah
laku (behaviourism
) dan
dari penganut
psikologi kognitif
(cognitive science). Bab II ini akan m
embahas tentang P
sikologi Tingkah L
aku. S
etelah mem
bahas Bab II ini para guru diharapkan dapat:
1.M
enjelaskan pentingnya mem
beri latihan dan PR
kepada para siswanya.
2.M
emberi contoh F
akta, Konsep, P
rinsip, dan Skill. 3.
Mem
buat satu cotoh hirarki belajar dari suatu topik matem
atika tertentu. 4.
Mem
beri contoh kesulitan pembelajaran m
atematika S
MA
yang penyebabnya berkait dengan sifat kehirarkisan m
ateri matem
atika.5.
Menyebutkan beberapa im
plikasi dari teori para penganut psikologi tingkah laku terhadap pem
belajaran matem
atika.
M
BAB II
PS
IKO
LOG
I TIN
GK
AH
LAK
U
Psikologi Pembelajaran Matematika
4
Pernahkan
Bapak
dan Ibu
menyaksikan
sirkus di
Televisi?
Bagaim
ana m
enurut Bapak dan Ibu cara m
engajari binatang-binatang yang ada sehingga m
ereka dapat melakukan tugasnya dengan baik? B
eberapa pertanyaan yang lebih spesifik yang dapat diajukan adalah:
1.M
engapa para pelatih binatang tersebut ada yang mem
bawa cem
eti?2.
Mengapa binatang tersebut diberi sesuatu jika ia dapat m
enyelesaikan tugasnya?
3.D
apatkah keteram
pilan yang
sudah dikuasai
binatang tersebut
dikembangkan binatang tersebut untuk kegiatan lainnya?
Para penganut psikologi tingkah laku m
emandang belajar sebagai hasil dari
pembentukan hubungan antara rangsangan dari luar (stim
ulus) dan balasan dari sisw
a (response) yang dapat diamati. M
ereka berpendapat bahwa sem
akin sering hubungan antara rangsangan dan balasan terjadi, m
aka akan semakin
kuatlah hubungan
keduanya (law
of
exercise). D
i sam
ping itu,
menurut
mereka,
kuat tidaknya
hubungan ditentukan
oleh kepuasan
maupun
ketidakpuasan yang menyertainya (law
of effect). Itulah sebabnya, dua kata kunci
para penganutnya
adalah ‘latihan’
dan ‘ganjaran’
atau ‘penguatan’
dalam
proses pem
belajaran. T
eori belajar
yang dikem
ukakan penganut
psikologi tingkah
laku ini
cocok digunakan
untuk m
engembangkan
kemam
puan sisw
a yang
berhubungan dengan
pencapaian hasil
belajar (pengetahuan)
matem
atika seperti
fakta, konsep,
prinsip, dan
skill atau
keterampilan
yang telah
digagas R
obert M
. G
agne sebagai
objek-objek langsung m
atematika. G
agne sendiri dinyatakan oleh Orton(1987:38) sebagai
neobehaviourist.
Ahli belajar (learning theorist) G
agne telah mem
bagi objek-objek matem
atika m
enjadi objek langsung dan objek-objek tak langsung. Objek langsungnya
adalah fakta, konsep, prinsip, dan keterampilan (F
KP
K). S
edangkan objek tak langsungnya adalah berpikir logis, kem
ampuan m
emecahkan m
asalah, sikap positif terhadap m
atematika, ketekunan, ketelitian, dan lain-lain. Jadi, objek
tak langsung adalah kemam
puan yang secara tak langsung akan dipelajari sisw
a ketika mereka m
empelajari objek langsung m
atematika.
B.
Fakta, K
on
sep, P
rinsip
dan
Ketram
pilan
Matem
atika
A.
Teo
ri Psiko
log
i Tin
gkah
Laku
Psikologi Pembelajaran Matematika
5
Jika Anda dim
inta menentukan hasil dari 5 +
2 10; berapa hasilnya? 70
ataukah 25? Hasil yang benar adalah 25. Itulah suatu contoh fakta yang
disepakati untuk menghindari kekacauan hasil. Jadi, fakta adalah konvensi
(kesepakatan) dalam
m
atematika
seperti lam
bang, notasi,
ataupun aturan
seperti 5 + 2
10 = 5 +
20, di mana operasi perkalian didahulukan dari
operasi penjumlahan. L
ambang “1” untuk m
enyatakan banyaknya sesuatu yang tunggal m
erupakan contoh dari fakta. Seorang sisw
a dinyatakan telah m
enguasai fakta jika ia dapat menuliskan fakta tersebut dan m
enggunakannya dengan benar. K
arenanya, cara mengajarkan fakta adalah dengan m
enghafal, drill, ataupun peragaan yang berulang-ulang.
Jika Anda m
enyebut ’belah ketupat’ di depan para siswa, apa yang seharusnya
dibayangkan di dalam pikiran m
ereka? ’Belah ketupat’ m
erupakan contoh dari konsep. K
apan si siswa disebut telah m
emaham
i konsep ’belah ketupat’ dan kapan ia disebut belum
mem
ahami konsep tersebut? Jika fakta m
erupakan kesepakatan,
maka
konsep adalah suatu
ide abstrak
yang m
emungkinkan
seseorang untuk mengklasifikasi suatu objek dan m
enerangkan apakah objek tersebut
merupakan
contoh atau
bukan contoh
dari ide
abstrak tersebut.
Seorang sisw
a disebut telah menguasai konsep belah ketupat jika ia telah
dapat menentukan bangun-bangun datar yang term
asuk belah ketupat dan yang bukan belah ketupat. U
ntuk sampai ke tingkat tersebut, para sisw
a harus dapat m
engenali atribut atau sifat-sifat khusus dari belah ketupat. Ada em
pat cara m
engajarkan konsep, yaitu: a.
Dengan cara m
embandingkan obyek m
atematika yang term
asuk konsep dan yang tidak term
asuk konsep. b.
Pendekatan
deduktif, di
mana
proses pem
belajarannya dim
ulai dari
definisi dan diikuti dengan contoh-contoh dan yang bukan contohnya. c.
Pendekatan induktif, dim
ulai dari contoh lalu mem
bahas definisinya. d.
Kom
binasi deduktif dan induktif, dimulai dari contoh lalu m
embahas
definisinya dan
kembali
ke contoh,
atau dim
ulai dari
definisi lalu
mem
bahas contohnya lalu kembali m
embahas definisinya.
Pada intinya, ketika seorang guru atau orang lain m
enyatakan bilangan genap ataupun persegi-panjang m
isalnya, maka harus ada bayangan pada benak si
siswa tentang objek yang dim
aksudkan beserta atribut khususnya sehingga ia dapat m
embedakan yang m
asuk konsep tersebut dan yang tidak termasuk
konsep tersebut.
Prinsip (keterkaitan antar konsep) adalah suatu pernyataan yang m
emuat
hubungan antara dua konsep atau lebih. Contohnya, rum
us luas lingkaran berikut:
L
=
rr. P
ada rum
us tadi,
terdapat beberapa
konsep yang
digunakan, yaitu konsep luas (L), konsep beserta nilai pendekatannya, dan
Psikologi Pembelajaran Matematika
6
konsep jari-jari (r). Seorang sisw
a dinyatakan telah mem
ahami prinsip luas
lingkaran jika
ia: (1)
ingat rum
us atau
prinsip yang
bersesuaian; (2)
mem
ahami beberapa konsep yang digunakan serta lam
bang atau notasinya; dan (3) dapat m
enggunakan rumus atau prinsip yang bersesuaian pada situasi
yang tepat.
Sekarang jika sisw
a Anda dim
inta menentukan hasil dari
dx)
7x
2x(
2
?
Langkah-langkah atau prosedur apa saja yang akan dilakukan? A
lgoritma
sendiri berarti
langkah-langkah standar
untuk m
enyelesaikan soal.
Keteram
pilan (skill) adalah kemam
puan untuk menggunakan prosedur atau
langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu soal. L
angkah standar apa saja
untuk menentukan hasil dari
dx)
7x
2x(
2
? Bilam
ana seseorang disebut
telah menguasai keteram
pilan menentukan integral tak tentu bentuk f(x)
g(x)?
Mengapa suatu S
tandar Kom
petensi (SK
) maupun suatu K
ompetensi D
asar (K
D) harus diajarkan m
endahului SK
maupun K
D lainnya? A
tas dasar apa penentuan itu? A
pakah hanya didasarkan pada kata hati para guru dan pakar saja?
Gagne
mem
berikan alasan
cara m
engurutkan m
ateri pem
belajaran dengan selalu m
enanyakan pertanyaan seperti ini: “Pengetahuan apa yang
lebih dahulu
harus dikuasai
siswa
agar ia
berhasil m
empelajari
suatu pengetahuan tertentu?” S
etelah mendapat jaw
abannya, ia harus bertanya lagi seperti pertanyaan di atas tadi untuk m
endapatkan pengetahuan prasyarat yang harus
dikuasai dan
dipelajari siswa
sebelum
ia m
empelajari pengetahuan
tersebut. Begitu seterusnya sam
pai didapat urut-urutan pengetahuan dari yang paling sederhana sam
pai yang paling kompleks. K
arena itu, hirarki belajar harus disusun dari atas ke baw
ah. Dim
ulai dengan menem
patkan kemam
puan, pengetahuan,
ataupun ketrampilan
yang m
enjadi salah satu
tujuan dalam
proses
pembelajaran
di puncak
dari hirarki
belajar tersebut,
diikuti kem
ampuan, keteram
pilan, atau pengetahuan prasyarat (prerequisite) yang harus
mereka
kuasai lebih
dahulu agar
mereka
berhasil m
empelajari
ketrampilan atau pengetahuan di atasnya itu.
Alternatif contoh hirarki belajar yang berkait dengan pem
faktoran ditunjukkan pada diagram
berikut ini.
C.
Hirarki B
elajar
Psikologi Pembelajaran Matematika
7
Dari diagram
di atas jelaslah bahwa tidak m
ungkin seorang siswa S
MP
dan SM
A
dapat mem
faktorkan jika ia tidak menguasai penjum
lahan dua bilangan bulat. Im
plikasi selanjutnya,
jika m
enemui
siswa
yang m
engalami
kesulitan atau
melakukan kesalahan, cobalah untuk berpikir jernih dengan m
enggunakan teori tentang hirarki belajar ini sebagai salah satu acuannya. S
ekali lagi seorang siswa
tidak akan dapat mem
pelajari atau menyelesaikan tugas tertentu jika m
ereka tidak m
emiliki pengetahuan prasyaratnya. K
arena itu, untuk mem
udahkan para siswa
selama
proses pem
belajaran di
kelas, proses
tersebut harus
dimulai
dengan m
emberi kem
udahan bagi para siswa dengan m
engecek, mengingatkan kem
bali, dan m
emperbaiki pengetahuan-pengetahuan prasyaratnya.
Mem
faktorkan Bentuk x
2 + C
x + D
Menentukan D
ua Bilangan B
ulat Yang
Jumlah dan H
asil Kalinya T
ertentuM
enjabarkan Bentuk
Seperti (X
+ A
) (X +
B)
Menentukan F
aktor-Faktor
Suatu B
ilangan Bulat
Menentukan H
asil Kali D
ua B
ilangan Bulat
Menentukan Jum
lah Dua
Bilangan B
ulat
Psikologi Pembelajaran Matematika
8
1.Jelaskan,
mengapa
guru m
atematika
harus m
emberi
latihan dan
PR
kepada para sisw
anya?2.
Berilah contoh fakta, konsep, prinsip, dan skill yang berbeda dengan
contoh yang ada. Bilam
ana seseorang disebut telah menguasai fakta,
konsep, prinsip, dan skill yang Anda contohkan?
3.B
uatlah satu contoh hirarki belajar dari suatu topik matem
atika tertentu! 4.
Berdasar
pada pengalam
an sebagai
guru, beri
contoh kesulitan
pembelajaran m
atematika S
MA
yang penyebabnya berkait dengan sifat kehirarkisan m
ateri matem
atika!5.
Sebutkan beberapa im
plikasi dari teori para penganut psikologi tingkah laku terhadap pem
belajaran matem
atika!
Psikologi Pembelajaran Matematika
9
da tulisan
menarik
yang dikem
ukakan B
ell (1978:97)
berikut ini:
“Understanding of theories about how
people learn and the ability to apply these theories in teaching m
athematics are im
portant prerequisites for
effective m
athematics
teaching.” A
pa yang
dikemukakan
Bell
di atas
menunjukkan kepada para guru m
atematika bahw
a pemaham
an teori-teori tentang bagaim
ana para siswa belajar dan bagaim
ana mengaplikasikan teori tersebut di
kelas masing-m
asing merupakan prasyarat terw
ujudnya pembelajaran m
atematika
yang efektif. Salah seorang di antara pakar psikologi yang m
enulis psikologi yang berkait
langsung dengan
matem
atika adalah
Skem
p. Ia
mem
bedakan antara
pemaham
an relasional dan pemaham
an instrumental. T
eori ini sangat penting bagi para guru m
atematika. S
etelah mem
bahas Bab III ini, para guru diharapkan dapat:
1.M
emberi contoh pem
belajaran yang mengacu pada pem
ahaman instrum
ental dan pem
belajaran yang mengacu pada pem
ahaman relasional.
2.M
enjelaskan perbedaan
antara pem
ahaman
relasional dan
pemaham
an instrum
ental.3.
Menjelaskan
kelebihan dan
kekurangan pem
ahaman
relasional dan
pemaham
an instrumental.
4.M
enjelaskan m
engapa guru
harus m
embantu
siswanya
agar m
emiliki
pemaham
an relasional.
A
TE
OR
I PE
MA
HA
MA
N S
KE
MP
BAB III
Psikologi Pembelajaran Matematika
10
Pertanyaan
pertama
sebagai pem
icu diskusi
kepada para
peserta adalah:
Dim
isalkan ada
siswa
yang dapat
menentukan
hasildx
)7
x2
x(2
.
Apakah sisw
a tersebut sudah mem
iliki pemaham
an relasional ataukah hanya m
emiliki
pemaham
an instrum
ental? Jelaskan
jawaban
Anda
dalam
mem
bedakan dua
pemaham
an, yaitu
pemaham
an relasional
(relational understanding) dan pem
ahaman instrum
ental (instrumental understanding).
Skem
p menyatakan juga bahw
a pemaham
an instrumental sejatinya belum
term
asuk pada
kategori pem
ahaman;
sedangkan pem
ahaman
relasional m
emang
benar sudah
termasuk
pada kategori
pemaham
an; sebagaim
ana dinyatakan sendiri oleh S
kemp (1989:2) sebagai berikut.
... by calling them
‘relational understanding’ and ‘instrumental
understanding’. By the form
er is meant w
hat I, and probably most
readers of
this article,
have alw
ays m
eant by
understanding: know
ing both what to do and w
hy. Instrumental understanding I
would until recently not have regarded as understanding at all. It is
what I have in the past described as ‘rules w
ithout reasons’.
Artinya, “ ... yang disebut dengan pem
ahaman relasional dan pem
ahaman
instrumental.
Yang
pertama
(pemaham
an relasional)
menurut
saya dan
mungkin juga m
enurut pembaca dapat diartikan m
emaham
i dua hal secara bersam
a-sama, yaitu apa dan m
engapanya. Pem
ahaman instrum
ental sampai
saat ini belum dim
asukkan pada pemaham
an secara keseluruhan. Pada m
asa-m
asa lalu hal itu dijelaskan sebagai aturan tanpa alasan”.
Sekali
lagi, jika
dimisalkan
ada sisw
a yang
dapat m
enentukan
hasildx
)7
x2
x(2
. A
pakah siswa tersebut sudah m
emiliki pem
ahaman
relasional ataukah hanya mem
iliki pemaham
an instrumental? B
erdasar pada pendapat
Skem
p di
atas, kem
ampuan
siswa
dalam
menentukan
hasildx
)7
x2
x(2
=
C
x7
xx
3 12
3; dapat dikategorikan sebagai
pemaham
an relasional
dan dapat
juga dikategorikan
sebagai pem
ahaman
instrumental dengan alasan berikut:
1.D
apat dikategorikan
sebagai pem
ahaman
relasional jika
si sisw
a di
samping
ia sudah
dapat m
enentukan hasil
dx)
7x
2x(
2
=
A.
Pem
aham
an
Relasio
nal d
an
Instru
men
tal
Psikologi Pembelajaran Matematika
11
C
x7
xx
3 12
3; nam
un ia juga harus dapat menjelaskan m
engapa
hasilnya adalah seperti itu. Dalam
arti, si siswa harus dapat m
enjelaskan bahw
a integral tak tentu suatu fungsi f(x)dx adalah menentukan suatu
fungsi F(x) yang jika diturunkan hasilnya adalah f(x). Ia harus dapat
meyakinkan orang lain dan dirinya sendiri bahw
a hasil integral di atas
adalah benar
karena jika
F(x)
=
C
x7
xx
3 12
3
diturunkan,
hasilnya akan menjadi f(x) =
7
x2
x2
.2.
Dapat dikategorikan hanya sebagai pem
ahaman
instrumental jika si sisw
a
hanya dapat
menentukan
hasil dx
)7
x2
x(2
=
C
x7
xx
3 12
3;
namun
ia tidak
dapat m
enjelaskan m
engapa
hasilnya adalah seperti itu. Karenanya, kem
ampuan yang seperti ini oleh
Skem
p belum dikategorikan sebagai pem
ahaman. S
edangkan pemaham
an relasional oleh S
kemp sudah dikategorikan sebagai pem
ahaman.
Berkait dengan dua m
acam pem
ahaman di atas, pertanyaan yang m
ungkin dapat diajukan sekarang adalah: (1) Y
ang mana yang lebih baik untuk para
siswa; pem
ahaman instrum
ental ataukah relasional? (2) Jelaskan mengapa
Anda m
emilih pem
ahaman tersebut? (3) A
pa kelebihan ataupun kekurangan yang m
ungkin ada pada pembelajaran yang lebih m
engacu pada pemaham
an instrum
ental dan
pembelajaran
yang lebih
mengacu
pada pem
ahaman
relasional?
Sebagaim
ana di sampaikan di atas, bahw
a seorang siswa S
MA
yang mem
iliki
pemaham
an relasional
dalam
menentukan
hasil dx
)7
x2
x(2
=
C
x7
xx
3 12
3 m
aka ia dapat menjelaskan m
engapa hasilnya adalah
seperti itu. Dalam
arti, si siswa paling tidak harus dapat m
enjelaskan bahwa
integral tak tentu suatu fungsi f(x)dx adalah menentukan suatu fungsi F
(x) yang jika diturunkan hasilnya adalah f(x). D
engan demikian jelaslah bahw
a sisw
a yang mem
iliki pemaham
an relasional mem
iliki fondasi atau dasar yang
B.
Keleb
ihan
dan
Keku
rang
ann
ya
Psikologi Pembelajaran Matematika
12
lebih kokoh
dalam
pemaham
annya tersebut.
Karenanya
ia akan
dapat m
eyakinkan orang lain dan dirinya sendiri bahwa hasil integral di atas adalah
benar karena jika F(x) =
Cx
7x
x3 1
23
diturunkan, hasilnya akan
menjadi f(x) =
7
x2
x2
. Di sam
ping itu, jika siswa dim
aksud lupa rumus
integral bahwa
cx
1n
adx
ax1
nn
maka ia m
asih punya peluang untuk
menentukan hasil
dx)
7x
2x(
2
=
C
x7
xx
3 12
3 dengan cara
mencoba-coba. S
ebagai tambahan, si sisw
a dapat mengecek kebenaran hasil
yang ia
dapatkan, yaitu:
C
x7
xx
3 12
3,
karena jika
hasil
C
x7
xx
3 12
3 ini diturunkan, hasilnya akan m
enjadi .
7x
2x
2
Jelaslah bahwa sisw
a yang mem
iliki pemaham
an relasional akan mem
iliki keuntungan bagi dirinya.
Sebagaim
ana disam
paikan di
depan, bahw
a seorang
siswa
SM
A
yang m
emiliki
pemaham
an instrum
ental dalam
m
enentukan hasil
dx)
7x
2x(
2
=
C
x7
xx
3 12
3 m
aka ia tidak dapat menjelaskan
mengapa
hasilnya adalah
seperti itu.
Dalam
arti,
si sisw
a tidak
dapat m
enjelaskan bahwa integral tak tentu suatu fungsi f(x)dx adalah m
enentukan suatu fungsi F
(x) yang jika diturunkan hasilnya adalah f(x). Dengan dem
ikian jelaslah bahw
a siswa yang m
emiliki pem
ahaman instrum
ental tidak mem
iliki fondasi
atau dasar
yang lebih
kokoh dalam
pem
ahamannya
tersebut. K
arenanya ia tidak akan dapat meyakinkan orang lain dan dirinya sendiri
bahwa hasil integral di atas adalah benar. Ia hanya m
engikuti saja aturan yang ada, nam
un ia tidak dapat menjelaskan m
engapa hasilnya harus seperti itu. S
iswa yang m
emiliki pem
ahaman instrum
ental untuk kasus integral ini tidak dapat m
enjelaskan bahwa hasil tersebut benar adanya; dengan alasan bahw
a
jika F(x) =
Cx
7x
x3 1
23
diturunkan, hasilnya akan menjadi f(x) =
7
x2
x2
. K
emungkinan besar,
ia hanya hafal rum
us integral bahw
a
c
x1
n
adx
ax1
nn
. Jika pada suatu saat kemudian, ia lupa rum
usnya
Psikologi Pembelajaran Matematika
13
maka ia tidak punya peluang untuk m
enentukan hasil dx
)7
x2
x(2
=
C
x7
xx
3 12
3
dengan cara
mencoba-coba.
Sebagai
tambahan,
si
siswa
tidak dapat
mengecek
kebenaran hasil
yang ia
dapatkan, yaitu:
C
x7
xx
3 12
3, karena ia hanya hafal rum
us di atas tanpa ada dasar
yang kokoh tentang konsep integral sebagai anti differensial. Jelaslah bahwa
siswa yang m
emiliki pem
ahaman relasional akan m
emiliki keuntungan yang
jauh lebih besar bagi dirinya dibandingkan dengan jika ia hanya mem
iliki pem
ahaman instrum
ental.
Berdasar pada penjelasan di atas, selam
a proses pembelajaran di kelas; para
guru m
atematika
diharapkan dapat
mem
fasilitasi sisw
anya sedem
ikian sehingga
para sisw
a m
emiliki
pemaham
an relasional.
Itulah sebabnya,
(NC
TM
, 2000) menyatakan dua prinsip untuk m
atematika sekolah (principles
for school mathem
atics) yaitu: Prinsip pengajaran dan prinsip pem
belajaran. P
rinsip pengajaran menyatakan bahw
a pengajaran matem
atika yang efektif m
embutuhkan pem
ahaman terhadap pengetahuan sisw
a dan mem
butuhkan proses belajar, dan setelah itu, m
enantang dan mem
bantunya agar dapat belajar dengan baik (E
ffective mathem
atics teaching requires understanding w
hat students know and need to learn and then challenging and supporting
them to learn it w
ell). Sedangkan prinsip pem
belajaran menyatakan bahw
a sisw
a harus belajar matem
atika dengan pemaham
an, secara aktif mem
bangun pengetahuan
baru berdasarkan
pengalaman
dan pengetahuan
yang sudah
dimilikinya (Students m
ust learn mathem
atics with understanding, actively
building new know
ledge from experience and prior know
ledge).
Psikologi Pembelajaran Matematika
14 1.B
eri contoh pembelajaran dari satu S
K atau K
D yang m
engacu pada pem
ahaman instrum
ental!2.
Beri contoh pem
belajaran dari satu SK
atau KD
yang mengacu pada
pemaham
an relasional!3.
Dari dua contoh pada soal 1 dan 2 di atas, jelaskan perbedaan antara
pemaham
an relasional dan pemaham
an instrumental!
4.Jelaskan
kelebihan dan
kekurangan pem
ahaman
relasional dan
pemaham
an instrumental!
5.Jelaskan m
engapa Anda sebagai guru m
atematika harus m
embantu para
siswa agar m
emiliki pem
ahaman relasional!
Psikologi Pembelajaran Matematika
15
eori dari Piaget yang paling penting diketahui para guru m
atematika adalah
bahwa
perkembangan
kognitif seorang
siswa
sangat bergantung
kepada seberapa jauh si sisw
a itu dapat mem
anipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya.
Menurut
Piaget,
ada tiga
aspek pada
perkembangan
kognitif seseorang,
yaitu: struktur,
isi, dan
fungsi kognitifnya.
Struktur
kognitif atau
skemata (schem
a), merupakan organisasi m
ental tingkat tinggi yang terbentukpada saat orang itu berinterkasi dengan lingkungannya. Isi kognitif m
erupakan pola tingkah
laku seseorang yang tercerm
in pada saat ia m
erespon berbagai m
asalah, sedangkan fungsi kognitif merupakan cara yang digunakan seseorang
untuk mem
ajukan tingkat intelektualnya, yang terdiri atas organisasi dan adaptasi. D
ua proses yang term
asuk adaptasi adalah asimilasi dan akom
odasi. Setelah
mem
bahas Bab IV
, para guru diharapkan dapat:
1.M
enjelaskan empat tahap perkem
bangan kognitif siswa m
enurut Piaget.
2.M
enjelaskan im
plikasi pentahapan
perkembangan
kognitif sisw
a m
enurut P
iaget terhadap pembelajaran m
atematika di S
MA
.3.
Mem
berikan contoh asimilasi dan akom
odasi pada pembelajaran m
atematika.
4.M
emberikan contoh aplikasi teori P
iaget tentang kematangan, pengalam
an, transm
isi sosial, dan penyeimbangan dalam
proses pembelajaran di S
MA
Piaget m
embagi perkem
bangan kognitif seseorang dari bayi sampai dew
asa atas tahap seperti ditunjukkan tabel berikut.
T
A.
Em
pat T
ahap
Perkem
ban
gan
Ko
gn
itif
PS
IKO
LOG
I PE
RK
EM
BA
NG
AN
KO
GN
ITIF
PIA
GE
T
BAB IV
Psikologi Pembelajaran Matematika
16
No
Um
ur (Tahun)
Tahap
1.2.3.4.
0 – 2 2 – 7
7 – 1111 +
Sensori M
otorP
ra-operasionalO
perasional Konkret
Operasional F
ormal
Pada tahap sensori m
otor (0-2 tahun) seorang anak belajar menggunakan dan
mengatur
kegiatan fisik
dan m
ental m
enjadi rangkaian
perbuatan yang
bermakna. P
ada tahap ini, pemaham
an anak sangat bergantung pada kegiatan (gerakan) tubuh dan alat-alat indera m
ereka. Pada tahap pra-operasional
(2-7 tahun), seorang anak m
asihsangat dipengaruhi oleh hal-hal khusus yang
didapat dari pengalaman m
enggunakan indera, sehingga ia belum m
ampu
untuk m
elihat hubungan-hubungan
dan m
enyimpulkan
sesuatu secara
konsisten. Pada tahap ini, anak m
asih mengalam
i kesulitan dalam m
elakukan pem
balikan pemikiran (reversing thought) serta m
asih mengalam
i kesulitan bernalar secara induktif m
aupun deduktif, karena pemikirannya m
asih dalam
tahap transduktif, yaitu suatu proses penarikan kesimpulan dari hal khusus
yang satu ke hal khusus yang lain. Pada tahap operasional konkret (7-11
tahun), seorang anak dapat mem
buat kesimpulan dari suatu situasi nyata atau
dengan menggunakan benda konkret, dan m
ampu m
empertim
bangkan dua aspek dari suatu situasi nyata secara bersam
a-sama (m
isalnya, antara bentuk dan ukuran). P
ada tahap operasional formal
(lebih dari 11tahun), kegiatan
kognitif seseorang tidak mesti m
enggunakan benda nyata. Dengan kata lain,
mereka sudah m
ampu m
elakukan abstraksi, dalam arti m
ampu m
enentukan sifat atau atribut khusus sesuatu tanpa m
enggunakan benda nyata. Pada tahap
ini, kem
ampuan
bernalar secara
abstrak m
eningkat, sehingga
seseorang m
ampu untuk berpikir secara deduktif.
Tahun-tahun yang dicantum
kan oleh Piaget di atas m
emungkinkan dijadikan
sebagai rujukan
oleh para
guru, w
alaupun m
ungkin kondisi
para sisw
a Indonesia agak berbeda dengan sisw
a yang diteliti Piaget. S
ebagai contoh, di suatu daerah sisw
a berumur 7-12 tahun m
asih berada pada tahap operasional konkret. D
i samping itu, ada juga pendapat yang m
enyatakan bahwa m
eskipun seseorang yang telah berada pada tahap operasional form
al sekalipun, untuk hal-hal
yang baru,
mereka
masih
mem
butuhkan benda
nyata ataupun
gambar/diagram
. K
arenanya, faktor
‘nyata’ atau
‘real’ pada
proses pem
belajaran ini akan sangat menentukan keberhasilan ataupun kegagalan
pembelajaran di kelas.
Psikologi Pembelajaran Matematika
17
Proses perkem
bangan kognitif seseorang menurut P
iaget harus melalui suatu
proses yang disebut dengan adaptasi dan organisasi seperti ditunjukkan Piaget
melalui
diagram
di baw
ah ini.
Diagram
tersebut
menunjukkan
bahwa
tanpa adanya pengalam
an baru, struktur kognitif para siswa akan berada dalam
keadaan equilibrium
(tenang dan stabil). Jadi, perkembangan kognitif seseorang ditentukan
oleh seberapa besar interaksinya dengan lingkungan (pengalam
an baru) yang harus dikaitkan atau dihubungkan dengan struktur
kognitif (schema)
mereka,
melalui proses organisasi dan adaptasi. A
daptasi sendiri terdiri atas dua proses yang dapat terjadi bersam
a-sama, yaitu: (1) asim
ilasi, suatu proses dimana suatu
informasi atau pengalam
an baru disesuaikan dengan kerangka kognitif yang sudah ada
di benak
siswa;
dan (2)
akomodasi,
yaitu suatu
proses perubahan
atau pengem
bangan kerangka kognitif yang sudah ada di benak siswa agar sesuai
dengan pengalaman yang baru dialam
i.
B.
Pro
ses Perkem
ban
gan
Ko
gn
itif
Sisw
a dalam
keadaan equili-brium
Sisw
a dihadap-
kan dengan keadaan
atau peng-
alaman
baru
Sisw
a berusaha m
eng-organisasi
pengalaman
baru dengan
mengaitkan
pada yang ada di
schema
Ada schem
ayang sesuai,
sehingga pengalam
an baru itu dapat
diasimilasi
Tidak ada
schema yang
sesuai, sehingga pengalam
an baru tidak dapat
diasimilasi
Anak tidak dapat
menerim
a hal baru itu
Sisw
a berusaha m
engakomodasi
melalui perubahan
schema yang ada atau
mengem
bang-kannya dengan schem
a baru.
Sisw
a tidak dalam
keadaan
equilibrium
Adaptasi
Sisw
a dalam
keadaan equili-brium
Psikologi Pembelajaran Matematika
18 Dengan
demikian
jelaslah bahw
a asim
ilasi terjadi
jika pengalam
an baru
menyesuaikan dengan struktur kognitif yang sudah ada di benak sisw
a; sedangkan pada akom
odasi, struktur kognitif yang sudah ada di benak siswa m
enyesuaikan dengan pengalam
an barunya. Sebagai contoh, perkalian dapat diasim
ilasi sebagai penjum
lahan (berulang). Selanjutnya, akan terjadi juga perubahan pada kerangka
kognitif si siswa. K
erangka kognitifnya tidak hanya berkait dengan penjumlahan
saja, akan tetapi sudah berubah dengan penjumlahan berulang yang dapat disebut
juga dengan perkalian.
Berkait
dengan istilah pem
ahaman relasional
(relational understanding) yang
dikemukakan S
kemp seperti dibahas pada B
ab III di bagian depan, di mana
dijelaskan bahwa pem
ahaman relasional (atau understanding saja) adalah jika
siswa
mem
ahami
dua hal
secara bersam
a-sama,
yaitu apa
dan m
engapanya. S
ebagaimana disam
paikan di depan pada pemaham
an relasional, si siswa dapat
menjelaskan m
engapa ia berbuat seperti itu. Jadi, ia mem
iliki penegetahuan bukan sebagai hasil hafalan saja; nam
un ia mem
iliki fondasi atau dasar yang kokoh dengan pem
ahamannya tersebut. K
arenanya ia akan dapat meyakinkan orang lain
dan dirinya
sendiri bahwa
hasil yang
didapatnya adalah
benar. N
CT
M
juga m
enyatakan prinsip pem
belajaran, yaitu para sisw
a harus belajar
matem
atika dengan
pemaham
an, secara
aktif m
embangun
pengetahuan baru
berdasarkan pengalam
an dan
pengetahuan yang
sudah dim
ilikinya (Students
must
learn m
athematics
with
understanding, actively
building new
know
ledge from
experience and prior know
ledge). Agar hal seperti ini terjadi, m
aka pada proses pem
belajaran di kelas, menurut istilah yang ada pada teori P
iaget, para siswa harus
difasilitasi sehingga proses asimilasi dan akom
odasi dapat terjadi. Sesuai dengan
tuntutan dari teori Piaget, m
aka asimilasi terjadi jika pengetahuan baru dapat
berkait (‘nyam
bung’) dengan
pengetahuan yang
sudah ada
di benak
siswa
(struktur kognitif).
Selanjutnya
dengan adanya
proses asim
ilasi ini,
proses akom
odasi akan terjadi juga.
Piaget m
enjelaskan bahwa perkem
bangan kognitif seseorang dipengaruhi oleh em
pat hal berikut.
1.K
ematangan (m
aturation) otak dan sistem syarafnya.
2.P
engalaman (experience) yang terdiri atas:
a.P
engalaman
fisik (physical
experience), yaitu
interaksi m
anusia dengan lingkungannya.
C.
Fakto
r yang
Mem
pen
garu
hi P
erkemb
ang
an
Ko
gn
itif
Psikologi Pembelajaran Matematika
19
b.P
engalaman
logiko-matem
atis (logico-m
athematical
experience), yaitu kegiatan-kegiatan pikiran yang dilakukan m
anusia. Contohnya,
berpikir bahwa pantulan bola ini lebih tinggi dari itu, karena ....
c.T
ransmisi sosial (social transm
ission), yaitu interaksi dan kerjasama yang
dilakukan oleh manusia dengan orang lain
d.P
enyeimbangan (equilibration), suatu proses, sebagai akibat ditem
uinya pengalam
an (informasi) baru, seperti ditunjukkan diagram
di atas.
1)Jelaskan em
pat tahap perkembangan kognitif m
enurut Piaget!
2)A
pa implikasi dari teori tersebut terhadap pem
belajaran matem
atika di S
MA
?3)
Penulis
pernah bertanya
kepada sisw
a S
MA
pertanyaan berikut:a.
Berbentuk
apakah bangun
datar B
CG
F?
b.A
pa yang dapat Anda katakan tentang
ruas garis BF
dan CD
?A
da siswa S
MA
yang menjaw
ab bahwa
BC
GF
berbentuk jajargenjang dan garis B
F berpotongan dengan C
D.
Berilah kom
entar tentang jawaban sisw
a ini, kaitkan dengan teori P
iaget tentang em
pat tahap perkembangan kognitif
seseorang!
4)B
erilah contoh asimilasi dan akom
odasi yang dapat terjadi pada struktur kognitif sisw
a SM
A ketika terjadi proses pem
belajaran matem
atika di kelas. A
pa yang dapat dilakukan agar proses asimilasi dan akom
odasi ini terjadi dengan baik dan m
ulus?5)
Berilah contoh aplikasi teori P
iaget tentang kematangan, pengalam
an, transm
isi sosial, dan penyeimbangan dalam
proses pembelajaran di S
MA
!
AB
C GH
E
D
F
Psikologi Pembelajaran Matematika
20
Psikologi Pembelajaran Matematika
21
Mengapa ada sisw
a SD
yang menyatakan bahw
a 5 2
3 1
2 1
? M
engapa ada juga
siswa S
MP
yang menyatakan bahw
a (a + b)
2 = a 2 +
b2? S
elain itu, mengapa m
asih terdapat sisw
a SM
A yang m
enyatakan sin (a + b) =
sin a + sin b m
eskipun gurunya telah m
embuktikan bahw
a sin (a + b) =
sin a . cos b + cos a . sin b?
Setelah m
embahas B
ab V ini, para guru diharapkan dapat:
1.M
enjelaskan bahwa suatu
pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari otak
seorang guru dengan begitu saja ke dalam otak sisw
a. 2.
Menyebutkan
langkah-langkah pem
belajaran yang
menggunakan
konstruktivisme sebagai acuannya.
3.M
embuat m
odel pembelajaran yang m
engacu pada konstruktivisme.
Ketika penulis m
engajar di salah satu SM
A, penulis sem
pat bertanya kepada salah seorang sisw
a, mengapa ia m
enyatakan (a + b) 2 =
a2 +
b2? Jaw
abannya adalah karena 2(a +
b) = 2a +
2b. Ketika ditanyakan, dari m
ana pendapat itu m
uncul, apakah dari guru SM
P-nya? Iapun m
enjawab bahw
a pendapat itu bukan
dari gurunya
namun
dari dirinya
sendiri. A
lasan yang
sama
kemungkinan besar akan dilontarkan seorang sisw
a SM
A yang m
enyatakan sin (a +
b) = sin a +
sin b. Hal ini telah m
enunjukkan bahwa para sisw
a telah secara aktif m
enanggapi hal-hal yang menarik perhatiannya. N
amun ternyata
juga bahwa tanggapannya tersebut telah didasarkan pada pengetahuan yang
sudah ada pada struktur kognitif mereka. D
engan demikian jelaslah sekarang,
dari contoh di atas, bahwa sisw
a sendiri yang mem
bangun pengetahuan atau
A.
Ap
a Inti K
on
struktivism
e?
KO
NS
TR
UK
TIV
ISM
E
BAB V
Psikologi Pembelajaran Matematika
22
teori dan
teori yang
dikemukakan
siswa
tadi telah
didasarkan kepada
pengetahuan yang sudah ada di dalam benaknya (struktur kognitifnya).
Ternyata
simpulan
terakhir ini
sangat sesuai
dengan pendapat
konstruktivisme yang m
enyatakan bahwa pengetahuan akan tersusun atau
terbangun di
dalam
pikiran sisw
a sendiri
ketika ia
berupaya untuk
mengorganisasikan pengalam
an barunya berdasar
pada kerangka
kognitif yang
sudah ada
di dalam
pikirannya,
sebagaimana
dinyatakan B
odner (1986:873): “…
knowledge is constructed as the learner strives to organize
his or her experience in terms of preexisting m
ental structures”. D
engan dem
ikian pengetahuan tidak dapat dipindahkan dengan begitu saja dari otak seorang guru ke otak sisw
anya. Setiap sisw
a harus mem
bangun pengetahuan itu
di dalam
otaknya
sendiri-sendiri. Istilah-istilah
seperti: organisasi
(organize), pengalam
an (experience),
maupun
kerangka kognitif
(mental
structures) merupakan istilah-istilah baku dari P
iaget. Itulah sebabnya, ada pakar
yang m
enyatakan bahw
a paham
konstruktivism
e sesungguhnya
merupakan kelanjutan dari paham
dan pendapat yang dikemukakan P
iaget.
Para
ilmuw
an pernah
menyatakan
bahwa
benda-benda langit
berputar m
engelilingi bumi. P
endapat yang salah ini dapat bertahan selama dua abad
lamanya. Jika para ilm
uwan saja dapat m
elakukan kesalahan, maka para
siswa S
MA
akan dapat melakukan kesalahan dengan kadar yang jauh lebih
tinggi karena keterbatasan pengalaman, penalaran dan pengetahuan prasyarat
mereka. D
i kelas, ada siswa yang m
enyatakan bahwa 1 : ½
= ½
. Nyatalah
sekarang bahwa 1 : ½
telah diperlakukan seperti mem
perlakukan 1 : 2. Tidak
tertutup kemungkinan, pendapat tadi didasarkan pada suatu keyakinan pada
diri si siswa
bahwa
pada operasi pem
bagian, hasil
pembagiannya
akan m
engecil. C
ontoh ini
sebetulnya telah
menunjukkan
inti dari
teori konstruktivism
e, yaitu
para sisw
a akan
secara aktif
mem
bangun pengetahuannya, dalam
hal ini ia secara tidak sadar telah mem
bangun suatu teori atau pengetahuan bahw
a: 1 : ½ =
½ berdasar pada pengetahuan yang
sudah dimilikinya. H
al yang sama terjadi pada sisw
a yang menyatakan (a +
b) 2 =
a2 +
b2 dan sin (a +
b) = sin a +
sin b berdasar pada pengetahuan bahwa
2(a + b) =
2a + 2b.
Sisw
a tadi jelas melakukan suatu kesalahan yang sangat m
endasar. Meskipun
begitu, seorang siswa tidak akan m
emberikan jaw
aban yang salah itu dengan sengaja. A
rtinya, si siswa akan tetap m
eyakini bahwa jaw
abannya itu benar adanya. Inti dari teori konstruktivism
e lainnya adalah bahwa m
engajar tidak dapat
disamakan
dengan m
engisi air
ke dalam
botol
atau m
enuliskan inform
asi pada
kertas kosong.
Jika pendapat
bahwa
“mengajar
dapat disam
akan dengan mengisi air ke dalam
botol” bernilai benar maka sisw
a
Psikologi Pembelajaran Matematika
23
yang mengikuti proses pem
belajaran gurunya akan ikut menyatakan seperti
gurunya, apalagi rumus ini telah dibuktikan bahw
a sin (a + b) =
sin a. cos b +
cos a. sin b. Nam
un ternyata ia malah m
enyatakan sin (a + b) =
sin a + sin b.
Proses
pembelajaran
akan berhasil hanya
jika para
siswa
tersebut telah
berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mengolah dan m
encerna informasi
baru tersebut
dengan m
enyesuaikannya pada
pengetahuan yang
telah tersim
pan di
dalam
kerangka kognitifnya
ataupun dengan
mengubah
kerangka kognitifnya tersebut. P
ertanyaan m
endasar yang
harus dijawab
sekarang adalah:
antisipasi apa
yang harus
dilakukan agar
siswa
tidak m
elakukan kesalahan seperti itu lagi?
Mengapa sebagaian orang Indonesia kesulitan m
empelajari B
ahasa Inggris dan kalah cepat untuk m
empelajarinya dari anak-anak di Inggris? A
pa yang m
enyebabkan anak-anak
di Inggris sangat
cepat belajar
Bahasa
Inggris. B
erdasar fenomena yang disam
paikan ini, tidaklah salah jika Lev V
ygotsky lalu m
enyatakan bahwa interaksi sosial, dalam
arti interaksi individu tersebut dengan orang lain m
erupakan salah satu faktor penting yang dapat mem
icu perkem
bangan kognitif seseorang. Seorang anak kecil di Indonesia akan
dengan cepat belajar Bahasa Indonesia dibandingkan dengan orang dew
asa Inggris
yang kurang berinteraksi dengan
masyarakat yang
menggunakan
Bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-harinya.
Vygotsky juga m
enyatakan bahwa setiap anak m
emiliki zona perkem
bangan proksim
al (Z
PD
atau
Zone
of P
roximal
Developm
ent) yang
merupakan
selisih antara tingkat perkembangan sisw
a yang aktual (sesungguhnya), tanpa bantuan
dan dukungan
orang lain
yang lebih
dewasa
dan lebih
berpengalaman, dengan perkem
bangan siswa jika ia m
endapatkan bantuan atau dukungan dari orang yang lebih kom
peten. Dukungan dan bantuan dari
orang yang lebih berkompeten yang m
enyebabkan terjadinya ZP
D itulah
yang disebut dengan dukungan dinamis atau scaffolding.
Implikasi dari teori Z
PD
dan dukungan dinamis atau scaffolding adalah: para
siswa harus difasilitasi untuk berkem
bang. Untuk itu, ketika para sisw
a akan belajar proses pem
ecahan masalah, para guru seharusnya m
enjadi ‘model’
dalam proses pem
ecahan suatu masalah. Ia harus m
enjadi ‘model’ dan harus
mem
fasilitasi para
siswanya
tentang “bagaim
ana cara
mem
ecahkan m
asalah”. Pada saat sisw
anya belajar, para guru harus mem
fasiliitasi suatu
B.
Ko
nstru
ktivisme S
osial V
igo
tsky
Psikologi Pembelajaran Matematika
24
model tentang “bagaim
ana cara belajar” yang baik sehingga para siswa
mencapai tahap Z
PD
ideal yang sesuai dengan kemam
puan si siswa.
Contohnya, pada saat m
enjadi ‘model’ pada proses pem
ecahan masalah; ia
pura-pura mengajukan pertanyaan, seperti:
A
pa sesungguhnya inti sari yang diketahui pada masalah ini? A
pa saja pengetahuan
yang berkait
dengan yang
diketahui? A
pa lam
bang m
atematikanya ya?
A
pa sesungguhnya yang harus dicari? Apa notasi m
atematika yang akan
dicari?
Mungkin ada saran untuk m
emecahkan m
asalah ini.
Bagaim
ana jika kita buat diagramnya lebih dahulu? A
pa yang terjadi jika kita tidak m
embuat diagram
nya?
Apa
hal ini
akan berlaku
juga jika
x m
erupakan bilangan
negatif? B
agaimana jika x m
erupakan bilangan irasional?
Sam
pai di sini kayaknya buntu ya. Jika buntu begini apa yang harus kita lakukan?
B
agaimana cara m
engecek kebenaran hasil yang didapat ini?
Sebagaim
ana sudah dinyatakan, tidak setiap pengetahuan dapat dipindahkan dengan m
udah dari otak seorang guru ke dalam otak m
urid-muridnya. H
anya dengan
usaha keras
tanpa m
engenal lelah
dari sisw
a sendirilah
suatu pengetahuan dapat dibangun dan diorganisasikan ke dalam
kerangka kognitif si
siswa
tadi. M
enurut paham
konstruktivism
e, seorang
siswa
harus m
embangun sendiri pengetahuan tersebut. K
arenanya seorang guru dituntut m
enjadi fasilitator
proses pem
belajarannya.Berikut
ini adalah
contoh pem
belajaran yang lebih mengaktifkan sisw
a. Mungkin cara ini sudah pernah
dilakukan para guru yang sedang mem
bahas paket ini.
C.
Imp
likasin
ya P
ada P
emb
elajaran
Psikologi Pembelajaran Matematika
25
RE
NC
AN
A P
EM
BE
LA
JAR
AN
Mata P
elajaran: Matem
atikaK
elas: XK
emam
puan Dasar: 10. M
elakukan Kegiatan S
tatistika
A.
Indikator: S
iswa
dapat m
enghitung m
ean data
tunggal dan
menjelaskan
maknanya.
B.
Materi pem
belajaran:
Mean data tunggal
M
akna mean
C.
Metode
Pem
belajaran: tanya
jawab,
penemuan,
pemecahan
masalah,
dan tugas
D.
Alat/B
ahan/Sum
ber Belajar
1.B
atu kecil, mur, kelereng, m
anik-manik, atau yang sejenisnya
2.O
HP
dan transparansi, papan tulis, kapur, dllE
.L
angkah Pem
belajaran1.
Kepada tiga sisw
a pada tiap kelompok diberikan batu kecil sebanyak 10,
10, dan 7. 2.
Minta kepada tiga sisw
a tadi untuk mem
bagi sama batu kecil yang didapat.
3.D
iskusikan secara kelompok cara m
embagi sam
a batu kecil tersebut.4.
Diskusikan
secara pleno
cara m
embagi
sama
batu kecil
tersebut. A
lternatifnya:a
Seluruh batu kecil dikum
pulkan lalu dibagi tiga.b
Menganggap sem
ua sudah mem
iliki 7 batu, kelebihannya dikumpulkan
lalu dibagi kepada 3 orang. c
Sisw
a yang mendapat 10 buah batu kecil m
emberikan salah satu batu
kecilnya kepada siswa yang m
emiliki 7 batu kecil
5.D
ari kegiatan 3 di atas, dibahas pengertian rata-rata hitung sebagai:a. H
asil bagi jumlah sem
ua ukuran dengan banyaknya ukuran untuk
mendapatkan rum
us: n
xx
b. Hasil rata-rata sem
entara ditambah rata-rata sim
pangannya, untuk
mendapatkan rum
us: n
dx
xs
di m
ana d = (x
i s
x)
6.M
embahas m
akna mean dengan sisw
a.7.
Mem
inta siswa m
enentukan rata-rata nilai matem
atika 10 orang siswa
berikut: 8, 8, 7, 7, 5, 7, 6, 7, 7, 6 dengan berbagai cara. Diskusikan cara
mereka m
endapatkan rata-rata nilai tersebut. 8.
Dari kegiatan 5 di atas, dibahas salah satu cara m
endapatkan rata-rata hitung
suatu data,
yaitu dengan
cara biasa,
yaitu
Psikologi Pembelajaran Matematika
26
25
21
28
57
26
15
x
atau
dengan m
enggunakan rataan
sementara.
9.M
eminta sisw
a menentukan rata-rata nilai m
atematika 10 orang sisw
a berikut: 108, 108, 107, 107, 105, 107, 106, 107, 107, 106. D
iskusikan cara m
ereka mendapatkan rata-rata nilai tersebut.
F.
Penilaian H
asil Belajar
1.T
entukan mean (rata-rata), m
edian, dan modus dari data berikut:
a.4, 9, 6, 6, 7, 7, 3, 5, 6, 5.
b.44, 49, 46, 46, 47, 47, 43, 45, 46, 45.
c.40, 90, 60, 60, 70, 70, 30, 50, 60, 50.
Hal m
enarik apa saja yang dapat Anda nyatakan dari hasil itu? A
pakah hal itu terjadi secara kebetulan saja ataukah dapat dibuktikan?
2.H
itunglah nilai rata-rata dari data berikut:
Nilai (x)
67
89
10B
anyak anak (f)5
714
86
Guru
mengam
ati dan
berdiskusi dengan
siswa
atau kelom
pok sisw
a untuk
mem
bantu, dan mengarahkan m
ereka.
Contoh
di atas
menunjukkan
peran guru
sebagai seorang
fasilitator dalam
m
embantu
siswanya
agar dapat
dengan m
udah m
engkonstruksi sendiri
pengetahuan tentang rataan. Sebagai contoh, konsep
mencari rataan dengan
menggunakan dasar rataan sem
entara; guru tidak langsung mem
berikan rumusnya,
namun
siswanya
difasilitasi agar
dapat m
embangun
sendiri pengetahuannya.
Dim
ulai dengan
mem
inta siswa
untuk mem
bagi sama
banyak 10, 10, dan 7
kelereng kepada 3 orang. Dari kegiatan ini, diharapkan ada sisw
a atau kelompok
siswa yang m
endapatkan cara seperti berikut: Menganggap sem
ua sudah mem
iliki 7 batu, kelebihannya
dikumpulkan lalu dibagi kepada 3 orang. A
rtinya, cara m
embagi sam
a 10, 10, dan 7 kelereng adalah:
92
73
03
37
x
Di dalam
matem
atika, 7 inilah yang disebut dengan rataan sementara dengan
notasi atau lambang
sx
; sedangkan 3, 3, dan 0 disebut simpangan nilai data yang
ada dengan rataan sementaranya. C
ara tersebut mengarah kepada rum
us:
Psikologi Pembelajaran Matematika
27
1.A
da pernyataan bahwa suatu pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari
otak seorang guru dengan begitu saja ke dalam otak sisw
a. Setujukah
Anda dengan pendapat tersebut? Jelaskan!
2.S
ebutkan langkah-langkah
pembelajaran
yang m
enggunakan konstruktivism
e sebagai acuannya!3.
Buatlah
model pem
belajaran yang berbeda
dari contoh di atas yang
mengacu pada konstruktivism
e!
n
dx
xs
di m
ana d = (x
i s
x)
Agar suatu pengalam
an baru dapat terkait dengan pengetahuan yang sudah ia m
iliki, maka proses pem
belajaran harus dimulai dari pengetahuan yang sudah ada
di dalam
pikiran
siswa
(sudah ada
kerangka kognitifnya)
ataupun m
udah ditangkap sisw
a (mudah dibangun kerangka kognitifnya). N
amun paling penting
dan m
endasar, tugas utama
seorang guru
adalah m
enjadi fasilitator sehingga
proses pembelajaran di kelasnya dapat dengan m
udah mem
bantu para siswa untuk
mem
bentuk (mengonstruksi) pengetahuan yang baru tersebut ke dalam
kerangka kognitifnya. P
embelajaran
di atas
menunjukkan
bahwa
pembelajaran
dimulai
dengan m
engajukan suatu masalah di m
ana ide matem
atikanya diharapkan dapat muncul
dari masalah tersebut, sisw
a mendiskusikan cara m
emecahkan m
asalah yang ada, diikuti
dengan m
enemukan
sendiri (guided
reinvention) pengetahuan
matem
atikanya.
Psikologi Pembelajaran Matematika
28
Psikologi Pembelajaran Matematika
29
erbeda dengan Teori B
elajar Piaget yang telah m
embagi perkem
bangan kognitif seseorang dari bayi sam
pai dewasa atas em
pat tahap berdasar um
urnya, maka B
runer mem
bagi penyajian proses pembelajaran dalam
tiga tahap, yaitu tahap enaktif, ikonik dan sim
bolik. Di sam
ping itu, Bruner juga
mem
bahas teorem
a-teorema
tentang cara
belajar dan
mengajar
matem
atika. K
arena itu, setelah mem
bahas Bab V
I ini, para guru diharapkan dapat:1.
Menyusun proses pem
belajaran yang menggunakan tahapan: enaktif, ikonik,
dan simbolik.
2.M
emberikan contoh penggunaan teorem
a konstruksi, teorema notasi, teorem
a kekontrasan, dan teorem
a konektivitas pada pembelajaran m
atematika S
MA
.
Teori B
runer tentang tiga tahap pada proses belajar yang akan dibahas kali ini berkait dengan tiga tahap yang harus dilalui para sisw
a agar proses belajarnya dapat terjadi secara optim
al. Dalam
arti akan terjadi internalisasi pada diri sisw
a tersebut, yaitu suatu keadaan dim
ana pengalam
an yang baru dapat m
enyatu kedalam struktur kognitif m
ereka. Ketiga tahap pada proses belajar
tersebut adalah:
1.Tahap Enaktif. P
ada tahap ini, para siswa S
MA
dituntut untuk mem
pelajari pengetahuan (m
atematika tentunya) dengan m
enggunakan sesuatu yang “konkret” atau “nyata” yang berarti dapat diam
ati dengan menggunakan
panca indera. Contohnya, K
etika sedang mem
bahas irisan bidang, seorang guru sebaiknya m
enggunakan model kubus dan lidi atau bam
bu (untuk
B
A.
Tig
a T
ahap
pad
a Pro
ses Belajar
TE
OR
I PR
ES
EN
TA
SI B
RU
NE
R
BAB V
I
Psikologi Pembelajaran Matematika
30
melam
bangkan garis) untuk menentukan irisan bidangnya. D
engan cara seperti itu, para sisw
a akan lebih mudah m
empelajari perpotongan salah
satu garis dengan bidang datarnya. Dapat ditam
bahkan tentang pentingya istilah lebih konkret (nyata) bagi sisw
a SM
A. C
ontohnya, 72 ×
73 =
75
akan jauh lebih konkret daripada ma ×
mb =
ma+
b. Dengan dem
ikian cara pem
belajaran matem
atika adalah mem
ulai dengan sesuatu yang benar-benar konkret dalam
arti dapat diamati dengan m
enggunakan panca indera nam
un kalau tidak mungkin dapat m
enggunakan hal-hal yang lebih nyata.2.
Tahap Ikonik. Setelah m
empelajari pengetahuan dengan benda nyata atau
benda konkret, tahap berikutnya adalah tahap ikonik, dimana para sisw
a m
empelajari
suatu pengetahuan
dalam
bentuk gam
bar atau
diagram
sebagai perwujudan dari kegiatan yang m
enggunakan benda konkret atau nyata tadi.
3.Tahap Simbolik.
Dapat m
enjumlahkan
dua bilangan bulat hanya dengan
menggunakan garis-garis bilangan m
aupun koin positif dan negatif, baik secara enaktif (m
enggunakan benda nyata) maupun ikonik (m
enggunakan gam
bar atau diagram), belum
lah cukup. Untuk itu, m
enurut Bruner, para
siswa
harus m
elewati
suatu tahap
dimana
pengetahuan tersebut
diwujudkan dalam
bentuk simbol-sim
bol abstrak. Dengan kata lain, sisw
a harus
mengalam
i proses
berabstraksi. B
erabstraksi terjadi
pada saat
seseorang m
enyadari adanya
kesamaan
di atara
perbedaan-perbedaan yang ada (C
ooney, 1975).
Meskipun pepatah C
ina m
enyatakan “Satu gam
bar sama
nilainya dengan seribu kata”, nam
un menurut B
runer, pembelajaran sebaiknya dim
ulai dengan m
enggunakan benda
nyata lebih
dahulu. K
arenanya, guru
SM
A
ketika m
engajar matem
atika sudah seharusnya menggunakan m
odel atau benda nyata untuk
topik-topik tertentu
yang dapat
mem
bantu pem
ahaman
siswanya.
Bruner m
engembangkan em
pat teori yang terkait dengan asas peragaan ini adalah:1.
Teorem
a kon
str
uksi yang m
enyatakan bahwa sisw
a lebih mudah
mem
ahami
ide-ide abstrak
dengan m
enggunakan peragaan
kongkret (enactive) dilanjutkan ke tahap sem
i kongkret (iconic) dan diakhiri dengan tahap abstrak (sym
bolic). Dengan m
enggunakan tiga tahap tersebut, siswa
dapat mengkonstruksi suatu representasi dari konsep atau prinsip yang
sedang dipelajari.2.
Teorem
a n
ota
si yang m
enyatakan bahwa sim
bol-simbol abstrak harus
dikenalkan secara
bertahap, sesuai
dengan tingkat
perkembangan
kognitifnya. Sebagai contoh:
B.
Em
pat T
eorem
a Belajar d
an M
eng
ajar
Psikologi Pembelajaran Matematika
31
a.S
udah diketahui bahwa jika y =
x2 +
5 maka y’ =
2x.b.
Dikenalkan istilah anti differensial untuk integral. C
ontohnya, jika y’
= 2x, tentukan rum
us fungsi untuk y.c.
Dikenalkan notasi integral sebagai antidifferensial. D
engan demikian,
integral 2x dx berarti menentukan suatu fungsi yang kalau diturunkan
akan menghasilkan 2x.
d.D
engan demikian
dxx2
= x
2 + c
3.Teorem
a k
ekon
trasan
atau variasi yang menyatakan bahw
a konsep m
atematika
dikembangkan
dengan beberapa
contoh dan
yang bukan
contoh. Berikut ini adalah him
punan yang bukan contoh (noncontoh) dan yang m
enjadi contoh dari bilangan bentuk akar dan bilangan bukan bentuk akar.a.
Contoh konsep bilangan bentuk akar:
7; 3; 11;
13; 99; ....
b.N
oncontoh atau bukan konsep bentuk akar: 1;
4; 121;
0,25;
6,25; ...4.
Teorem
a k
on
ektivita
s yang m
enyatakan bahwa konsep tertentu harus
dikaitkan dengan
konsep-konsep lain
yang relevan.
Sebagai
contoh, perkalian
dikaitkan dengan
luas persegi
panjang dan
penguadratan dikaitkan
dengan luas
persegi. P
enarikan akar
pangkat dua
dikaitkan dengan m
enentukan panjang sisi suatu persegi jika luasnya diketahui.
Lebih lanjut, berbagai jenis kegiatan dalam
pembelajaran yang m
enerapkan teorem
a B
runer dapat
diwujudkan
dalam
berbagai kegiatan
seperti yang
dikemukakan oleh E
dgar Dale dalam
bukunya “A
udio Visual M
ethods in T
eaching” sebagai berikut:
1.P
engalaman langsung. A
rtinya, siswa dim
inta untuk mengalam
i, berbuat sendiri, m
engolah dan merenungkan apa yang dikerjakan.
2.P
engalaman yang diatur. S
ebagai contoh dalam m
embicarakan sesuatu
benda, jika
benda tersebut
terlalu besar
atau kecil,
atau tidak
dapat dihadirkan di kelas m
aka benda tersebut dapat diragakan dengan model.
Contohnya m
odel-model kubus, balok, prism
a, dan lain sebagainya.3.
Dram
atisasi. Misalnya: perm
ainan peran, sandiwara boneka yang bisa
digerakkan ke kanan atau ke kiri pada garis bilangan.4.
Dem
onstrasi. Biasanya dilakukan dengan m
enggunakan alat-alat bantu seperti papan tulis, papan flanel, O
HP
, program kom
puter dan lain-lain. B
anyak topik
dalam
pembelajaran
matem
atika di
SM
A
yang dapat
diajarkan dengan demonstrasi, m
isalnya: fungsi invers.5.
Karyaw
isata. K
egiatan ini
sebenarnya sangat
baik untuk
menjadikan
pelajaran m
atematika
disenangi sisw
a. K
egiatan yang
diprogramkan
dengan melibatkan penerapan konsep m
atematika seperti m
engukur tinggi obyek
secara tidak
langsung, m
engukur lebar
sungai, m
endata
Psikologi Pembelajaran Matematika
32
kecenderungan kejadian dan realitas yang ada di lingkungan merupakan
kegiatan yang sungguh sangat menarik dan sangat berm
akna bagi siswa
serta bagi daya tarik pelajaran matem
atika di kalangan siswa.
6.P
ameran.
Pam
eran adalah
usaha m
enyajikan berbagai
bentuk m
odel-m
odel kongkret
yang dapat
digunakan untuk
mem
bantu m
emaham
i konsep
matem
atika dengan
cara yang
menarik.
Berbagai
bentuk perm
ainan matem
atika ternyata dapat menyedot perhatian sisw
a untuk m
encobanya, sehingga jenis
kegiatan ini juga
cukup berm
akna untuk diterapkan dalam
pembelajaran m
atematika.
7.T
elevisi sebagai alat peragaan.
Program
pendidikan m
atematika yang
disiarkan melalui m
edia TV
juga merupakan alternatif yang sangat baik
untuk pembelajaran m
atematika.
8.F
ilm sebagai alat peraga
9.G
ambar sebagai alat peraga
Dengan dem
ikian jelaslah bahwa asas peragaan dalam
pembelajaran m
atematika
adalah sangat bermakna untuk m
eningkatkan pemaham
an dan daya tarik siswa
dalam m
empelajari m
atematika.
1.P
ilih salah satu S
K atau K
D m
atematika S
MA
, lalu tentukan tahap enaktif, ikonik, dan sim
bolik pada proses pembelajarannya!
2.B
erilah contoh penggunaan teorema konstruksi, teorem
a notasi, teorema
kekontrasan, dan teorema konektivitas pada pem
belajaran matem
atika S
MA
! SK
atau KD
yang dipilih boleh sama atau berbeda dengan S
K atau
KD
nomor 1 di atas.
Psikologi Pembelajaran Matematika
33
Pertanyaan yang sering diajukan para guru m
atematika adalah, m
engapa sebagian sisw
a ada yang dapat mengerjakan soal ketika ia belajar di kelas, nam
un ia tidak dapat lagi m
engerjakan soal yang sama setelah beberapa hari kem
udian. Untuk
menjaw
ab pertanyaan itu, tulisan ini disusun. Ausubel sendiri m
embahas dua
macam
pembelajaran yang disebutnya dengan belajar hafalan (rote-learning) dan
belajar bermakna (m
eaningful-learning). Setelah m
enyelesaikan bab ini, para guru diharapkan akan dapat:
1.M
enjelaskan pengertian dan mem
beri contoh pembelajaran yang m
engacu pada ‘belajar hafalan’ atau ‘rote-learning’.
2.M
enjelaskan perngertian dan mem
beri contoh pembelajaran yang m
engacu pada ‘belajar berm
akna’ atau ‘meaningful-learning’.
3.M
enjelaskan pem
belajaranberm
akna ataukah
pembelajaran
hafalan yang
lebih baik digunakan di kelas.4.
Merancang contoh pem
belajaran yang mengacu pada ‘belajar berm
akna’ atau ‘m
eaningful-learning’.
Pada B
ab II di bagian depan telah dibahas teori belajar dari Skem
p yang m
embahas
tentang pem
ahaman
relasional dan
pemaham
an instrum
ental. P
emaham
an relasional terjadi jika siswa m
emaham
i dua hal secara bersama-
sama, yaitu apa dan m
engapanya. Pem
ahaman instrum
ental terjadi jika siswa
hanya mem
ahami apanya nam
un belum m
emaham
i mengapanya. S
ebetulnya, teori
belajar yang
dikemukakan
Ausubel
adalah m
irip dengan
yang dikem
ukakan Skem
p. Keduanya sam
a-sama penganut aliran P
iaget. Istilah
A.
Belajar H
afalan
BE
LAJA
R B
ER
MA
KN
A
DA
VID
P. A
US
UB
EL
BAB V
II
Psikologi Pembelajaran Matematika
34
Piaget yang sering m
ereka gunakan adalah asimilasi dan akom
odasi. Kedua
istilah ini sering digunakan juga oleh para penganut aliran konstruktivisme.
Ausubel sendiri m
embahas dua m
acam pem
belajaran yang disebutnya dengan belajar hafalan (rote-learning) dan belajar berm
akna (meaningful-learning).
Ausubel m
enyatakan hal berikut sebagaimana dikutip B
ell (1978) mengenai
belajar hafalan (rote-learning): “…
, if the learner’s intention is to mem
orise it verbatim
, i,e., as a series of arbitrarily related word, both the learning
process and the learning outcome m
ust necessarily be rote and meaningless”
(p.132). Intinya, jika seorang sisw
a berkeinginan untuk mengingat sesuatu
tanpa mengaitkan hal
yang satu dengan hal
yang lain
maka
baik proses m
aupun hasil pembelajarannya dapat dinyatakan sebagai hafalan (rote) dan
tidak akan bermakna (m
eaningless) sama sekali baginya.
Contoh belajar hafalan yang paling jelas terjadi ketika si N
ani, siswa T
K yang
dapat menjaw
ab soal penjumlahan 2 +
2 ataupun 1 + 1 dengan benar. N
amun
ketika ia ditanya bapaknya mengapa 2 +
2 = 4?, ia-pun hanya m
enjawab: ”Y
a karena 2 +
2 = 4,” tanpa alasan yang jelas. A
rtinya, Nani hanya m
eniru pada apa yang diucapkan tem
an sebayanya. Tidaklah salah jika ada orang yang lalu
menyatakan
bahwa
si N
ani telah
belajar dengan
mem
beo. Jika
si A
ri, tem
annya, menyatakan 2 +
3 = 5 m
aka sangat besar kemungkinannya jika si
Nani akan m
engikutinya Berdasar pendapat S
kemp, yang dilakukan N
ani hanya term
asuk pada pemaham
an instrumental dan belum
termasuk pada
pemaham
an relasional. Mengacu pada pendapat A
usubel di atas, contoh ini m
enunjukkan bahwa si N
ani hanya belajar hafalan, dan
belum term
asuk berlajar berm
akna. Alasannya, ia hanya m
engingat sesuatu tanpa mengaitkan
hal yang satu dengan hal yang lain; baik ketika proses pembelajaran terjadi
maupun pada hasil pem
belajarannya ketika ia ditanya bapaknya; sehingga si N
ani dapat dinyatakan sebagai belajar hafalan (rote) dan belum
belajar berm
akna (meaningless).
Salah
satu kelem
ahan dari
belajar hafalan
atau belajar
mem
beo telah
ditunjukkan Nani bahw
a ia tidak mem
iliki dasar yang kokoh dan kuat untuk m
engembangkan pengetahuannya tersebut. Ia tidak bisa m
enjawab soal baru
seperti 1 + 2 m
aupun 2 + 1 jika tem
annya belum m
engajari hal tersebut.
Psikologi Pembelajaran Matematika
35
Untuk m
enjelaskan tentang belajar bermakna ini, perhatikan tiga bilangan
berikut. Menurut A
nda, dari tiga bilangan ini, manakah yang lebih m
udah dipelajari para sisw
a?89.107.145
(I)54.918.071 (II)17.081.945 (III)
Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan adalah:
1.M
engapa bilangan III merupakan bilangan yang paling m
udah diingat atau dipelajari?
2.M
engapa bilangan II merupakan bilangan yang paling m
udah diingat berikutnya?
3.M
engapa bilangan I merupakan bilangan yang paling sulit diingat atau
dipelajari?
Misalkan saja A
nda diminta untuk m
engingat bilangan II. Bagaim
ana cara A
nda mengingatnya? Jika A
nda diminta untuk m
engingatnya dengan mudah;
apa yang
akan A
nda lakukan?
Jika A
nda m
eminta
setiap sisw
a untuk
mengulang-ulang
menyebutkan
bilangan di
atas, m
aka proses
pembelajarannya disebut dengan m
embeo atau hafalan. A
kibatnya, bilangan tersebut
akan hilang
jika tidak
diulang-ulang lagi.
Nam
un jika
Anda
mengajarkan
bilangan II
dengan m
engaitkannya dengan
bilangan III,
sedangkan bilangan III sendiri berkait dengan HU
T K
emerdekaan R
I, maka
proses pembelajaran seperti itu disebut dengan pem
belajaran bermakna dan
hasilnya diharapkan akan tersimpan lam
a.
Materi
pelajaran m
atematika
bukanlah pengetahuan
yang terpisah-pisah
namun m
erupakan pengetahuan yang saling berkait antara pengetahuan yang satu
dengan pengetahuan
lainnya. S
eorang sisw
a S
MP
atau
SM
A
yang m
empelajari
cara m
emfaktorkan,
namun
tidak dikaitkan
dengan proses
perkalian dua suku dua dapat dikategorikan sebagai belajar dengan mem
beo atau
belajar hafalan.
Pada
proses pem
belajaran pem
faktoran, sudah
seharusnya bapak dan ibu guru matem
atika mengaitkan antara perkalian dua
suku dua dengan pembelajaran pem
faktoran seperti ditunjukkan di bawah ini.
(x + 3)(x – 5) =
x2
– 2x –15
B.
Men
gap
a Haru
s Belajar B
ermakn
a?
Psikologi Pembelajaran Matematika
36
Pertanyaan yang dapat diajukan kepada sisw
a adalah: “Darim
ana bilangan –2 dan –15 pada ruas kanan itu m
uncul?” Pertanyaan selanjutnya: “B
agaimana
menentukan bilangan untuk m
engisi titik-titik pada pemfaktoran di baw
ah ini.
(x + ... )(x – ... ) =
x2
– 2x – 15(x – ... )(x – ... ) = x
2– 5x +
6
Hal yang sam
a dapat terjadi pada proses pembelajaran integral di S
MA
. Jika bapak dan ibu guru
mem
bahas integral sebagai antidifferensial
maka
hal tersebut sudah m
engarah kepada pembelajaran berm
akna. Nam
un jika bapak dan ibu guru m
embahas integral sebagai bagian terpisah dari differensial m
aka pem
belajaran tersebut
masih
mengarah
kepada pem
belajaran hafalan.
Berdasar beberapa contoh di atas, dapatlah disim
pulkan bahwa suatu proses
pembelajaran akan lebih m
udah dipelajari dan dipahami para sisw
a jika para guru m
ampu untuk m
emberi kem
udahan bagi siswanya sedem
ikian sehingga para sisw
a dapat mengaitkan pengetahuan yang baru dengan pengetahuan
yang sudah
dimilikinya.
Itulah inti
dari belajar
bermakna
(meaningful
learning) yang telah digagas David P
Ausubel.
Dari apa yang dipaparkan di atas jelaslah bahw
a untuk dapat menguasai
materi
matem
atika, seorang siswa harus m
enguasai beberapa kem
ampuan
dasar lebih dahulu. Setelah itu, si sisw
a harus mam
pu mengaitkan antara
pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang sudah dipunyainya. Ausubel
menyatakan hal berikut sebagaim
ana dikutip Orton (1987:34): “If I had to
reduce all of educational psychology to just one principle, I would say this:
The m
ost important single factor influencing learning is w
hat the learner already know
s. Ascertain this and teach him
accordingly.” Jelaslah, m
enurut A
usubel, bahw
a pengetahuan
yang sudah
dimiliki
siswa
akan sangat
menentukan berhasil tidaknya suatu proses pem
belajaran. Di sam
ping itu, seorang
guru dituntut
untuk m
engecek, m
engingatkan kem
bali ataupun
mem
perbaiki pengetahuan prasyarat siswanya sebelum
ia mem
ulai mem
bahas topik baru, sehingga pengetahuan yang baru tersebut dapat berkait dengan pengetahuan yang lam
a, inilah yang lebih dikenal sebagai belajar bermakna.
Seorang guru dapat belajar dari para sisw
a di kelasnya tentang cara-cara yang dapat dilakukannya untuk m
embantu sisw
anya belajar. Hal tersebut dapat
terjadi hanya jika Bapak dan Ibu G
uru mau m
enggali, menyelidiki lebih jauh,
serta mau m
endengarkan dengan tekun jawaban-jaw
aban mereka. D
i kelas, B
apak dan Ibu akan menem
ui siswa-sisw
a yang belajar dengan cara hafalan. B
elajar hafalan
akan terjadi
jika para
siswa
tidak m
ampu
mengaitkan
pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang lama. T
ugas gurulah untuk
Psikologi Pembelajaran Matematika
37
mem
beri kem
udahan bagi
para sisw
anya sehingga
mereka
dapat dengan
mudah
mengaitkan
pengalaman
atau pengetahuan
barunya dengan
pengetahuan yang sudah ada di dalam pikirannya. B
elajar seperti itulah yang kita harapkan dapat terjadi di kelas-kelas di Indonesia yaitu belajar berm
akna seperti yang telah digagas D
avid P. A
usubel.
1.A
pa yang
dimaksud
dengan ‘belajar
hafalan’ atau
‘rote-learning’? B
erilah contoh pembelajarannya berdasar pada pengalam
an sebagai guru S
MA
! 2.
Apa
yang dim
aksud dengan
‘belajar berm
akna’ atau
‘meaningful-
learning’? Berilah contohnya berdasar pada pengalam
an sebagai guru S
MA
! 3.
Menurut A
nda, pembelajaran
bermakna ataukah pem
belajaran hafalan yang lebih baik digunakan di kelas? Jelaskan m
engapa Anda m
emilih
pembelajaran seperti itu?
4.R
ancanglah pem
belajaran m
atematika
SM
A
yang diharapkan
akan m
enjadi pembelajaran yang berm
akna bagi para siswa!
Psikologi Pembelajaran Matematika
38
Psikologi Pembelajaran Matematika
39
agi sebagian siswa S
MA
, matem
atika telah dikenal sebagai mata pelajaran
yang sulit. Sebagian sisw
a ada yang menganggap dirinya tidak bisa lagi
belajar matem
atika. Inilah tantangan berat yang harus dipecahkan para guru jika hal itu terjadi di kelas bapak dan ibu guru m
atematika. B
ayangkan jika A
nda yang
menjadi
siswa
SM
A
dan sedang
dalam
kesulitan m
empelajari
matem
atika meskipun A
nda sudah berusaha dengan sekuat tenaga. Apa yang akan
terjadi jika seorang guru matem
atika masuk kelas? M
embosankan bukan? P
ada dasarnya, sebesar apapun m
otivasi seorang siswa perlahan akan sirna, jika ia
selalu tidak berhasil mem
pelajarinya. Sebaliknya dorongan dan m
otivasi paling besar
akan terjadi
jika seorang
siswa
berhasil m
elaksanakan tugas
yang dibebankan kepadanya dengan gem
ilang.
Karena
itu, selam
a proses
pembelajaran
sedang berlangsung,
setiap guru
matem
atika harus menanyakan dan berdiskusi dengan sisw
anya tentang kesulitan dan
keberhasilan yang
sudah diperlihatkan
siswanya.
Dengan
tulus, bantulah
mereka sehingga m
ereka merasa diperhatikan gurunya dan m
emiliki kepercayaan
diri yang besar untuk menyatakan bahw
a dirinya mam
pu mem
pelajari matem
atika. P
elajari dan analisislah kesalahan yang dilakukan siswanya, sehingga kekeliruan
itu tidak terjadi lagi di kelas kita. Hanya dengan cara seperti itulah bapak dan ibu
akan menjadi guru berpengalam
an. Paket ini telah m
embahas beberapa teori yang
dikemukakan beberapa pakar, beserta im
plikasinya pada pembelajaran m
atematika
di kelas.
Berdasar
teori-teori yang
ada pada
paket ini,
bapak dan
ibu guru
matem
atika dapat mem
adukannya dengan pengalaman selam
a mengajar. S
eorang guru
dapat belajar dari para siswa
di kelasnya tentang cara-cara yang dapat dilakukannya untuk m
embantu sisw
anya belajar. Hal tersebut dapat terjadi hanya
jika bapak
dan ibu
Guru
mau
menggali,
menyelidiki
lebih jauh,
serta m
au
B
PE
NU
TU
P
BAB V
III
Psikologi Pembelajaran Matematika
40 mendengarkan dengan tekun jaw
aban-jawaban m
ereka. Bapak dan Ibu guru dapat
menggunakan
kelebihan-kelebihan teori-teori
tersebut untuk
diaplikasikan di
kelasnya masing-m
asing sehingga dapat mem
bantu para siswa. B
erikut ini adalah rangkum
an dan tes untuk pembaca.
A.
Ran
gku
man
1.F
akta, m
enurut G
agne, adalah
konvensi (kesepakatan)
dalam
matem
atika seperti lambang, notasi, ataupun aturan. K
onsep adalah suatu ide abstrak. P
rinsip (keterkaitan antar konsep) adalah suatu pernyataan yang m
emuat hubungan antara dua konsep atau lebih. K
eterampilan
(skill) adalah kemam
puan untuk menggunakan prosedur atau langkah-
langkah untuk
menyelesaikan
suatu soal.
Perbedaan
empat
objek tersebut
akan m
empengaruhi
cara pem
belajarannya. C
ontohnya, pem
belajaran suatu
konsep akan
berbeda dengan
pembelajaran
keterampilan.
Hirarki
belajar disusun
untuk m
engetahui urut-urutan
pembelajarannya.
2.P
emaham
an relasional,
menurut
Skem
p, dapat
diartikan sebagai
pemaham
an yang mem
ahami dua hal secara bersam
a-sama, yaitu apa
dan mengapanya. P
ada pemaham
an instrumental, para sisw
a hanya dapat m
elakukan sesuatu (apanya) namun ia tidak dapat m
enjelaskan mengapa
ia harus melakukan sesuatu seperti.
3.M
enurut Piaget, ada tiga aspek pada perkem
bangan kognitif seseorang, yaitu: struktur, isi, dan fungsi kognitifnya. S
truktur kognitif atau skemata
(schema) yaitu suatu organisasi m
ental tingkat tinggi yang terbentuk pada
saat orang
itu berinterkasi dengan
lingkungannya. Isi
kognitif m
erupakan pola tingkah laku seseorang yang tercermin pada saat ia
merespon berbagai m
asalah, sedangkan fungsi kognitif merupakan cara
yang digunakan
seseorang untuk
mem
ajukan tingkat
intelektualnya, yang terdiri atas organisasi dan adaptasi. D
ua proses yang termasuk
adaptasi adalah asimilasi dan akom
odasi. Asim
ilasi adalah suatu proses di m
ana suatu informasi atau pengalam
an baru dapat disesuaikan dengan kerangka kognitif yang sudah ada di benak sisw
a; sedangkan akomodasi
adalah suatu proses perubahan atau pengembangan kerangka kognitif
yang sudah ada di benak siswa agar sesuai dengan pengalam
an yang baru dialam
i.4.
Konstruktivism
e m
enyatakan bahwa pengetahuan akan tersusun atau
terbangun di
dalam
pikiran sisw
a sendiri
ketika ia
berupaya untuk
mengorganisasikan
pengalaman
barunya berdasar
pada kerangka
kognitif yang
sudah ada
di dalam
pikirannya.
Para
penganutnya
Psikologi Pembelajaran Matematika
41
meyakini bahw
a pengetahuan tidak dapat dipindahkan dengan begitu saja dari otak seorang guru ke otak sisw
anya. 5.
Menurut B
runer, ada tiga tahap pada proses belajar, yaitu: (1) tahap enaktif, di m
ana siswa m
empelajari m
atematika dengan m
enggunakan benda “konkret” atau “nyata” yang dapat diam
ati dengan menggunakan
panca indera, (2) tahap ikonik, di mana sisw
a mem
pelajari matem
atika dengan m
enggunakan gambar atau diagram
sebagai perwujudan dari
kegiatan yang menggunakan benda konkret atau nyata tadi, dan (3) tahap
simbolik, di m
ana pengetahuan sudah diwujudkan dalam
bentuk simbol-
simbol abstrak..
6.A
usubel menginginkan proses pem
belajaran di kelas-kelas matem
atika adalah suatu pem
belajaran yang bermakna (m
eningful learning); yaitu suatu pem
belajaran di mana pengetahuan atau pengalam
an baru dapat terkait dengan pengetahuan lam
a.
B.
Tes
1.B
erkait dengan lima
objek matem
atika menurut G
agne, yaitu: fakta, konsep, prinsip, dan keteram
pilan (skill); penekanan apa yang harus diperhatikan
pada pem
belajaran rum
us suku
ke-n suatu
barisan aritm
etika?2.
Jelaskan implikasi proses asim
ilasi dan akomodasi pada pem
belajaran m
atematika!
3.Jelaskan tiga tahap pem
belajaran menurut B
runer!4.
Mengapa pem
belajaran yang Anda lakukan harus berm
akna?
Anda
dinyatakan berhasil
mem
pelajari paket
ini jika
kebenaran jaw
aban tesnya telah m
encapai minim
al 75%.
Psikologi Pembelajaran Matematika
42
Daftar P
ustak
a
Bell, F
.H. (1978). T
eaching and Learning M
athematics. L
owa:W
BC
Bodner,
G.M
. (1986).
Constructivism
: A
theory
of know
ledge. Journal
of C
hemical E
ducation. Vol. 63 no. 10.0873-878.
Cooney,
T.J.;
Davis,
E.J.;
Henderson,
K.B
. (1975).
Dynam
ics of
Teaching
Secondary School Mathem
atics. Boston: H
oughton Mifflin C
ompany.
NC
TM
(2000). Overview
of Principles and S
tandards for School M
athematics.
http://ww
w.standard.nctm
.org. Diam
bil pada 13 Januari 2002.
Orton, A
(1987). Learning M
athematics. L
ondon: Casell E
ducational Lim
ited
Skem
p, R.R
(1989). Mathem
atics in the Prim
ary School.London: R
outledge
Psikologi Pembelajaran Matematika
43
Lam
piran
Altern
atif Ku
nci Jawab
an Tugas B
ab II
1.H
al ini didasarkan pada hukum latihan (law
of exercise)yang menyatakan
bahwa sem
akin sering hubungan antara rangsangan dan balasan terjadi, maka
akan semakin kuatlah hubungan keduanya. Jadi, dengan m
emberi latihan dan
PR
kepada para siswanya diharapkan pengetahuan tersebut akan tahan lam
a.2.
Tergantung S
K atau K
D yang dipilih. N
amun yang perlu diperhatikan bahw
a fakta
harus berkait
dengan kesepakatan,
konsep harus
berkait dengan
pengertian, prinsip harus berkait dengan rumus atau teorem
a, dan skill harus berkait dengan prosedur atau langkah-langkah penyelesaian soal.
3.T
ergantung SK
atau KD
yang dipilih.4.
Tergantung S
K atau K
D yang dipilih.
5.Im
plikasi dari
teori para
penganut psikologi
tingkah laku
terhadap pem
belajaran matem
atika di antaranya adalah:a.
Perlunya latihan.
b.P
erlunya penguatan dan hadiah (reward) bagi yang berhasil
Altern
atif Ku
nci Jawab
an Tugas B
ab III
1.C
ontohnya adalah
pembelajaran
menghitung
median
dari rum
us tanpa
mengaitkan dengan K
D lainnya. S
i siswa hanya dipacu untuk m
enggunakan rum
us saja.2.
Contohnya
adalah pem
belajaran m
enghitung m
edian yang
mengaitkannya
dengan histogram
, sehingga
si sisw
a dapat
menjaw
ab m
engapa cara
mencarinya adalah seperti itu.
11
2
3
4
5
6
4,59,5
19,014,5
24,529,5
Psikologi Pembelajaran Matematika
44
Contoh bahan diskusi untuk sisw
a:
3.P
ada pemaham
an relasional; siswa dapat m
engerjakan sesuatu namun ia tidak
dapat menjelaskan m
engapa harus melakukan seperti itu. P
ada pemaham
an instrum
ental; sisw
a dapat
mengerjakan
sesuatu dan
ia sekaligus
dapat m
enjelaskan mengapa harus m
elakukan seperti itu.4.
Dengan pem
ahaman relasional, pengetahuan para sisw
a menjadi kokoh dan
diharapkan bisa tahan lama.
5.T
ujuan matem
atika diajarkan di SM
A adalah agar para sisw
a mem
iliki di antaranya
kemam
puan untuk
bernalar, berkom
unikasi, dan
mem
ecahkan m
asalah. Dengan pem
belajaran yang mengacu pada pertanyaan “m
engapa ... “ diharapkan kem
ampuan sisw
a akan berkembang.
Altern
atif Ku
nci Jawab
an Tugas B
ab IV
1.E
mpat tahap perkem
bangan kognitif siswa m
enurut Piaget adalah tahap: (1)
sensori m
otor; (2)
pra-operasional; (3)
operasional konkret;
dan (4)
operasional formal. S
iswa S
MA
berada pada tahap operasional formal. P
ada tahap
ini, sisw
a sudah
mam
pu m
elakukan abstraksi,
dalam
arti m
ampu
menentukan sifat atau atribut khusus sesuatu tanpa m
enggunakan benda nyata. P
ada tahap
ini, kem
ampuan
bernalar secara abstrak
meningkat,
sehingga seseorang m
ampu untuk berpikir secara deduktif.
2.D
i antara implikasinya pada pem
belajaran adalah para siswa S
MA
yang sudah pada tahap operasional form
al; sedikit demi sedikit harus dibim
bing untuk m
engembangkan kem
ampuan deduksinya (bernalar deduktif). N
amun untuk
hal-hal tertentu, proses pembelajaran dapat dim
ulai secara induktif dan diikuti dengan deduktif.
3.M
eskipun para siswa
SM
A sudah berada
pada tahap operasional formal;
namun m
asih ada siswa yang m
asih pada tahap operasional konkret; sehingga terjadi hal seperti itu.
4.T
ergantung pada SK
atau KD
yang dipilih. Nam
un contoh asimilasi dan
akomodasi
yang dicontohkan
harus m
enunjukkan adanya
kaitan antara
pengetahuan lama dengan pengalam
an baru; sehingga proses asimilasi dapat
terjadi. Selanjutnya, dengan adanya asim
ilasi maka proses akom
odasi dapat terjadi juga.
5.T
ergantung pada SK
atau KD
yang dipilih.
Perhatikan H
istogram di atas. Jelaskan secara terinci langkah-langkah A
nda untuk m
embuat garis vertikal yang dapat m
embagi banyaknya data di atas
menjadi dua bagian yang sam
a
Psikologi Pembelajaran Matematika
45
Altern
atif Ku
nci Jawab
an Tugas B
ab V
1.Y
a setuju. Alasannya, jika suatu pengetahuan dapat dipindahkan dari otak
seorang guru ke dalam otak sisw
a, maka setiap sisw
a pada akhirnya akan m
enguasai pengetahuan yang dipindahkan tersebut. Menurut konstruktivism
e, agar pem
belajaran dapat berhasil maka para sisw
a harus dapat mem
bangun sendiri pengetahuan berdasar pada pengetahuan yang sudah dim
ilikinya. Yang
perlu diperhatikan adalah jika para siswa tidak m
emiliki pengetahuan yang
akan menjadi dasar.
2.L
angkah-langkah pembelajarannya:
a.M
engemukakan
masalah
yang harus
dipecahkan sisw
a. A
da yang
menyebutnya sebagai m
asalah kontektual atau masalah realistik.
b.S
iswa m
endiskusikan dengan teman proses pem
ecahannya, diikuti dengan m
enampilkan hasil diskusinya.
c.M
endiskusikan ide matem
atika yang muncul dari pem
ecahan masalah
tersebut.3.
Tergantung S
K atau K
D yang dipilih.
Altern
atif Ku
nci Jawab
an Tugas B
ab V
I1.
Tergantung
SK
atau
KD
yang
dipilih. N
amun
pada tahap
enaktif harus
ditunjukkan adanya benda konkret yang dapat diamati, pada tahap ikonik
harus ditunjukkan
adanya gam
bar yang
dapat diam
ati, dan
pada tahap
simbolik ditunjukkan ide abstrak m
atematikanya.
2.T
ergantung SK
atau KD
yang dipilih.
Altern
atif Ku
nci Jawab
an Tugas B
ab V
II1.
Pada
‘belajar hafalan’
atau ‘rote-learning’;
ide m
atematika
yang baru
dipelajari siswa tidak dikaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada di dalam
pikiran sisw
a.2.
Pada ‘belajar berm
akna’ atau ‘meaningful-learning’; ide m
atematika yang
baru dipelajari siswa sudah dikaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada di
dalam pikiran sisw
a.3.
Pem
belajaranberm
akna yang lebih baik digunakan di kelas. Dengan cara
pembelajaran
seperti itu,
pengetahuan m
atematika
siswa
tidak terpotong-
potong; namun terkait antara yang satu dengan lainnya.
4.T
ergantung SK
atau KD
yang dipilih.
Psikologi Pembelajaran Matematika
46
Altern
atif Ku
nci Jawab
an Tes B
ab VIII
1.R
umus suku ke-n suatu barisan aritm
etika adalah Un =
a + (n 1)b. R
umus
tersebut merupakan contoh prinsip atau keterkaitan antar konsep. Y
ang harus m
enjadi penekanan pada proses pembelajarannya adalah;
a.sisw
a harus mengingat atau dapat m
enurunkan rumus itu
b.sisw
a m
engetahui arti
lambang-lam
bang yang
digunakan. C
ontohnya bahw
a b melam
bangkan beda, sedangkan beda sendiri termasuk konsep
sehingga setiap siswa harus m
emaham
i konsep atau pengertian tentang beda tersebut dan dapat m
enentukannya. c.
siswa dapat m
enggunakan rumus tersebut untuk m
emecahkan m
asalah atau m
enyelesaikan soal 2.
Implikasinya, proses pem
belajaran matem
atika harus mem
fasilitasi terjadinya asim
ilasi dan
akomodasi;
sedemikian
sehingga pengetahuan
baru dapat
disesuaikan dengan
pengetahuan lam
a dan
pengetahuan lam
a dapat
menyesuaikan dengan pengetahuan yang baru. D
engan cara seperti ini, proses pem
belajarannya m
enjadi bermakna
dan para siswa m
emiliki pem
ahaman
relasional.3.
Pada tahap enaktif guru harus m
emfasilitasi adanya benda konkret yang dapat
diamati, pada tahap ikonik harus ditunjukkan adanya gam
bar yang dapat diam
ati, dan
berdasar dua
tahap tadi,
pada tahap
simbolik
guru dapat
mem
fasilitasi muncul atau terbangunnya ide abstrak m
atematika.
4.D
engan pembelajaran berm
akna para siswa akan m
emaham
i dan tidak hanya hafal. D
engan cara seperti itu pengetahuan para siswa m
enjadi kokoh dan diharapkan bisa tahan lam
a. Pengetahuan yang satu dapat berkait dengan
pengetahuan yang lain. S
ekali lagi,
Anda
dinyatakan berhasil
mem
pelajari paket
ini jika
kebenaran jaw
aban tesnya telah mencapai m
inimal 75%
.